Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah negara hukum, yang berarti bahwa Republik


Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan apa yang boleh dilakukan,
serta beroperasi melalui orang yang memperhatikan batas antara perbuatan yang
menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum. Sasaran hukum yang hendak
dituju bukan saja kepada orang yang nyata-nyata berbuat melawan hukum melainkan
juga perbuatan melawan hukum yang mungkin akan terjadi, dan kepada alat
perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum
yang demikian itu merupakan salah satu bentuk penegakan hukum (M. Yahya
Harahap, 1995: 115).

Hukum ada bukan semata-mata sebagai pedoman untuk dibaca, dilihat atau
diketahui saja, melainkan sebagai pedoman untuk ditaati. Dalam praktek kehidupan
sehari-hari banyak terjadi tindak pidana kejahatan maupun pelanggaran yang terjadi
di masyarakat. Masalah kejahatan maupun pelanggaran merupakan masalah sosial
yang berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat, mengingat pelaku dan
korbannya adalah masyarakat juga. Akibat yang timbul dari pelanggaran itu tentunya
dapat merugikan pihak lain, bahkan bisa menimbulkan pertentangan. Oleh karena itu
tidaklah mustahil masing-masing pihak akan berusaha sekuat tenaga untuk
mempertahankan hak dan mencari keadilan. Untuk mempertahankan haknya tersebut
maka terjadilah proses peradilan. Berkaitan dengan hal tersebut, dikatakan
Murofiqudin (1999: 40) bahwa :
Pengadilan sebagai lembaga sosial yang bekerjanya sebagai suatu pranata
yang melayani kehidupan sosial dalam menyelesaikan sengketa, memuat
kaidah-kaidah bagaimana pihak-pihak berperilaku jika ada sengketa dan juga
memberikan orang-orang berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka pengadilan merupakan lembaga yang


memiliki tugas melakukan penegakan hukum. penegakan hukum yang dilakukan
pengadilan tentunya berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku.

Sebagaimana diketahui, penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk


menciptakan tata tertib, keamanan, dan ketenteraman dalam masyarakat. Penegakan
hukum dilakukan baik berupa pencegahan, pemberantasan, maupun penindakan
setelah terjadinya pelanggan hokum. Dengan lain perkataan penegakan hukum
dilakukan baik secara preventif maupun secara represif. Dikatakan oleh Moch. Faisal
Salam (2001: 1) bahwa “Apabila undang-undang yang menjadi dasar hukum bagi
gerak langkah serta tindakan dari para penegak hukum kurang sesuai dengan dasar
falsafah negara dan pandangan hidup bangsa, maka sudah barang tentu penegakan
hukum tidak akan mencapai sasarannya”.

Penegakan hukum di antaranya adalah penegakan hukum terhadap hukum


pidana. Penegakan hukum pidana dilakukan apabila terjadi pelanggaran terhadap
ketentuan hukum pidana, dalam hal ini hukum pidana materiil. Penegakan hukum
pidana materiil dilakukan melalui hukum pidana formil atau dinamakan dengan
hukum acara pidana.

Tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan, atau
setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil. Kebenaran materiil ialah kebenaran
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan
hukum acara pidana secara jujur dan tepat.

Kebenaran materiil dalam hukum acara pidana diperoleh melalui rangkaian


proses penegakan hukum dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, serta
pemeriksaan perkara pidana di depan persidangan. Keseluruhan proses tersebut dalam
ilmu hukum acara pidana dinamakan sistem peradilan pidana.
Sistem peradilan pidana negara Indonesia, dari tahun 1981 hingga saat ini
memiliki sumber utama yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, yang kemudian
dikenal dengan kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan disingkat dengan
KUHAP. Selanjutnya dikatakan bahwa sistem peradilan pidana harus dilaksanakan
secara terpadu, artinya dari proses penyelidikan/penyidikan, penuntutan serta
pemeriksaan di depan persidangan dilaksanakan dengan hubungan tata kerja yang
saling berhubungan dan terkait dengan baik.

Melalui mekanisme sistem peradilan pidana yang terpadu diharapkan dapat


dicapai putusan pengadilan yang dirasakan memenuhi rasa keadilan bagi berbagai
pihak. Meskipun rangkaian proses penegakan hukum pidana telah dilaksanakan
melalui sistem peradilan pidana terpadu, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bisa
terjadi kesalahan dalam prakteknya.

Kekeliruan dalam proses peradilan pidana sudah barang tentu mengakibatkan


kesalahan dalam memutus perkara. Dalam perkara pidana, berlaku asas yaitu hakim
harus menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yang bersalah, sebaliknya
membebaskan terdakwa yang tidak bersalah. Namun demikian, dalam praktek oleh
karena kesalahan dalam proses peradilan pidana, bisa terjadi hakim menindak
terdakwa yang tidak mempunyai kesalahan.

Salah satu contoh kesalahan dalam putusan pidana terhadap terdakwa terjadi
pada beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada tahun 2008 adanya kasus salah
mengadili, tepatnya di kota Jombang Jawa Timur yaitu tiga orang yang dituduh
melakukan pembunuhan, 2 di antaranya telah dijatuhi pidana dan menjalani pidana
penjara. Kemudian pelaku yang sesungguhnya terungkap setelah kasus pembunuhan
berantai yang dilakukan oleh seseorang yang bernama Rian tertangkap.

Di Surakarta, pernah terjadi tindak pidana pembunuhan berencana yang


dilakukan oleh Karta Cahyadi dan Tugiman. Pengadilan Negeri Surakarta telah
menjatuhkan putusannya berupa pidana mati terhadap kedua pelaku pembunuhan
tersebut.
Terhadap putusan Pengadilan Negeri Surakarta tersebut Tugiman mengajukan
permohonan banding ke Pengadilan Tinggi Semarang, Pengadilan Tinggi Semarang
memperbaiki putusan pengadilan Negeri Surakarta, dengan putusan pidana penjara
seumur hidup. Atas putusan tingkat banding tersebut Kejaksaan Negeri Surakarta
mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Atas permohonan yang
dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Surakarta, maka putusan tersebut telah memperoleh
kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu terbuka kemungkinan bagi terpidana untuk
mengajukan upaya hukum peninjauan kembali. Meskipun alasan-alasan pengajuan
peninjauan kembali secara normatif ditegaskan dalam sidang-sidang, akan tetapi
pelaksanaan tentang Peninjauan Kembali sudah barang tentu disebut hukum
disebabkan, karena kekuatan dalam undang-undang salah saja terdapat permasalahan
dalam pelaksanaannya.

Atas hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam guna penyusunan
skripsi dengan judul “PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI
(HERZIENING) OLEH TERPIDANA MATI DALAM PERKARA
PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta).

B. Rumusan Masalah

Untuk memfokuskan pembahasan dalam penelitian dari penulisan ini, penulis


merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah proses pelaksanaan Peninjauan Kembali terpidana mati dalam


perkara pembunuhan berencana di Pengadilan Negeri Surakarta?

2. Apakah hambatan pengajuan Peninjauan Kembali terpidana mati dalam perkara


pembunuhan berencana di Pengadilan Negeri Surakarta dan bagaimana cara
penyelesaiannya?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini, baik secara subjektif maupun objektif, dapat dirumuskan
sebagai berikut:

1. Subyektif

a. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang


aspek-aspek hukum sebagai suatu teori prakteknya, terutama di bidang
Hukum Pidana.

b. Untuk memenuhi satu persyaratan wajib bagi setiap mahasiswa guna


memperoleh derajat kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Obyektif

a. Untuk mengetahui pelaksanaan pengajuan peninjauan kembali dalam perkara


pidana pembunuhan berencana, khususnya terhadap kasus yang diadili oleh
Pengadilan Negeri Surakarta.

b. Untuk mengetahui kendala atau hambatan dalam upaya pengajuan peninjauan


kembali kasus tersebut dan cara penyelesaiannya.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang penulis peroleh dari penelitian ini, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk mengembangkan pengetahuan yang diperoleh selama di bangku kuliah


dan membandingkan dengan kenyataan pada prakteknya di lapangan.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi di bidang


hukum acara pidana khususnya sistem peradilan pidana.

2. Manfaat Praktis
Dengan penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pidana pada umumnya, dan khususnya
berkaitan dengan upaya pengajuan Peninjauan Kembali dalam perkara pidana
pembunuhan berencana, khususnya yang diputus oleh Pengadilan Negeri
Surakarta.

E. Metode Penelitian

Setiap penelitian ilmiah harus dilakukan dengan metode tertentu. Demikian


pula dalam pelaksanaan penulisan hukum ini penulis melakukan penelitian dengan
mempergunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari jenis penelitian, maka penelitian yang dilakukan ini adalah
penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris yaitu penelitian tentang
hukum dalam pelaksanaannya, dalam hal ini penelitian tentang pelaksanaan
Peninjauan Kembali oleh pidana mati dalam perkara pembunuhan berencana di
Pengadilan Negeri Surakarta.

2. Sifat Penelitian

Dilihat dari segi sifat penelitian, maka penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif (Soerjono Soekanto, 1986: 10), yaitu penelitian yang dimaksudkan
untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang upaya pengajuan
peninjauan kembali dalam perkara pidana pembunuhan berencana khususnya di
Pengadilan Negeri Surakarta.

Ditinjau dari sifat penelitian, penelitian yang dilakukan ini termasuk


penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif yang dimaksudkan adalah
penelitian menuliskan data yang menggambarkan tentang gejala hukum yang
timbul dalam pelaksanaan pengajuan peninjauan kembali sampai dengan adanya
putusan dari Mahkamah Agung.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum ini menggunakan


pendekatan kualitatif. Dalam penulisan hukum ini memusatkan perhatian pada
prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada
dalam kehidupan manusia, pola-pola yang dianalisis gejala-gejala sosial budaya
dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk
memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku (Burhan Ashofa, 2004:
20-21). Pendapat lain tentang metodologi kualitatif dikemukakan oleh Bogdan dan
Taylor yang mendefinisikan bahwa “metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati” (Lexi J Moleong, 2001; 3).
Dari pendapat tersebut maka pendekatan penelitian kualitatif adalah pendekatan
penelitian yang berusaha mengumpulkan data yang bersumber dari seseorang baik
secara tertulis maupun lisan.

4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat atau daerah yang ditentukan dan dipilih
sebagai tempat pengumpulan data di lapangan, untuk menemukan jawaban
terhadap masalah. Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi penelitian di
Pengadilan Negeri Surakarta di mana upaya pengajuan Peninjauan Kembali kasus
pembunuhan berencana diajukan.

5. Jenis Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini mendasarkan pada jenis


penelitian yang dilakukan. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa penelitian ini
termasuk penelitian hukum empiris. Karena merupakan penelitian hukum empiris,
maka data yang dipergunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Uraian
selengkapnya tentang data tersebut adalah sebagai berikut:

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung di lapangan


dari sumber pertama baik berupa fakta maupun keterangan-keterangan. Data
yang dimaksudkan yaitu hasil wawancara dengan pihak-pihak yang terkait
dengan permasalahan penelitian ini, yaitu hakim yang memutus perkara. Hasil
wawancara dalam penelitian ini adalah hasil wawancara yang terkait dengan
permasalahan pengajuan Peninjauan Kembali oleh terpidana yang telah
diputus perkaranya oleh majelis hakim.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung oleh
peneliti, tetapi data ini diperoleh dari pihak lain yang telah menyimpan data
tersebut. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian merupakan data
yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Data sekunder
ini diperoleh dari literatur, catatan, buku, dokumen, arsip, karya ilmiah dan
perundangan-undangan yang terkait dengan permasalahan penelitian.

6. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang terdiri dari peraturan


perundang-undangan, seperti : KUHP, Undang-Undang no. 8 tahun 1981
tentang KUHAP. Undang-undang no. 4 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
dan lain-lain. Bahan hukum primer penulis dapatkan secara langsung di
lapangan atau lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta. Data
diperoleh dari pejabat terkait yaitu Hakim Pengadilan Negeri Surakarta.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang berfungsi sebagai penjelas
dari bahan hukum primer, yaitu terdiri dari: buku-buku hasil karya ahli hukum
yang berkaitan dengan tema penelitian, putusan pengadilan, berkas-berkas
perkara, dan sebagainya.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan pendukung atau pelengkap, seperti:


kamus, ensiklopedi hukum, dan sarana-sarana pendukung lainnya.

7. Instrumen Pengumpulan Data

Mengingat penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, maka


pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Terhadap data primer, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara


terhadap responden yang mengetahui serta memahami perkara yang diteliti,
wawancara yang dilakukan meliputi:

1) Wawancara terbuka: yaitu wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada


responden secara langsung tanpa daftar pertanyaan.

2) Wawancara tertutup: dalam hal ini wawancara dilakukan melalui


pengajuan daftar pertanyaan dari peneliti kepada responden.

b. Terhadap data sekunder: teknik pengumpulan data dilakukan dengan


mengadakan studi dokumen, di perpustakaan Fakultas Hukum UNS serta di
bagian data dan statistik Pengadilan Negeri Surakarta.

8. Analisis Data
Analisis data dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
interaktif. Analisis kualitatif interaktif adalah analisis dengan tiga komponen yang
dilakukan dengan cara interaksi, baik antara komponennya, maupun dengan
proses pengumpulan data, dalam proses yang berbentuk siklus. Ketiga komponen
analisis tersebut adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan
atau verifikasi. Model interaktif tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Pengumpulan
Data

Reduksi Penyajian
Data Data

Penarikan
Kesimpulan

Gambar 2 : Skema Interaktif Model Analysis

Berdasarkan gambar di atas, maka dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam


mencari informasi atau data yang terkait dengan permasalahan penelitian.
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dengan pihak
yang terkait dengan permasalahan. Selain dengan wawancara, peneliti dapat
mengkaji beberapa karya ilmiah lain untuk menguatkan teori. Beberapa
dokumen yang terkait juga dapat dijadikan sebagai data yang dapat
dikumpulkan oleh peneliti untuk memperkuat hasil wawancara.

b. Reduksi data
Reduksi data merupakan kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam
mengambil kesimpulan dari hasil pengumpulan data. Kesimpulan yang
dimaksud adalah kesimpulan singkat dari setiap hasil wawancara. Dengan
melakukan reduksi, maka peneliti akan dapat mengetahui apakah data yang
diperoleh sudah dapat menjawab permasalahan penelitian atau belum. Jika
belum dapat menjawab permasalahan, maka peneliti dapat mencari informasi
lain dari sumber yang berbeda dan mereduksinya lagi. Demikian seterusnya
sehingga setelah beberapa informasi diperoleh dan dapat disimpulkan, maka
baru dapat diketahui hasil penelitian secara menyeluruh.

c. Penyajian Data

Penyajian data adalah menuliskan hasil reduksi data yang telah


dilakukan oleh peneliti. Dalam menyajikan data, peneliti mengelompokkan
jenis informasi yang sama dari beberapa sumber. Dengan mengelompokkan
informasi yang sejenis, maka akan dapat dilihat secara jelas hasil penelitian
yang telah dilakukan. Setelah data disajikan secara berkelompok, maka akan
sangat jelas bahwa informasi atau data yang diperoleh dapat menjawab
permasalahan penelitian.

d. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan kegiatan akhir dari penelitian


kualitatif. Dalam melakukan penelitiannya, sejak awal pengumpulan data
peneliti harus sudah memahami berbagai hal yang ditemui dengan melakukan
pencatatan peraturan-peraturan dan pola-pola, pernyataan-pernyataan dan
konfigurasi yang mungkin terjadi, arah, sebab akibat, dan berbagai proporsi.
Sehingga peneliti dapat melakukan verifikasi atau pengambilan kesimpulan
yang mantap dan benar-benar dapat dipertanggung jawabkan.

F. Sistematika Skripsi
Untuk memberi gambaran yang menyeluruh, maka penulis membuat
sistematika skripsi, yang terdiri dari 4 (empat) bab ditambah dengan daftar
pustaka, serta lampiran-lampiran. Adapun sistematika yang akan disusun sebagai
berikut :

Bab I, Pendahuluan, diuraikan mengenai latar belakang masalah,


pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika.

Bab II, Tinjauan Pustaka, diuraikan mengenai tinjauan tentang putusan


mengenai pengertian putusan, kekuatan putusan, macam-macam putusan,
pengertian putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Diikuti
tinjauan tentang upaya hukum, yaitu mengenai pengertian upaya hukum,
pengertian hukum luar biasa, kemudian tentang peninjauan kembali yaitu
mengenai pengertian peninjauan kembali, alasan peninjauan kembali, syarat dan
prosedur peninjauan kembali, tata cara pemeriksaan peninjauan kembali, dan
bentuk putusan Mahkamah Agung. Dilanjutkan dengan tinjauan tentang tindak
pidana pembunuhan berencana, meliputi : pengertian tindak pidana dan
pengertian pembunuhan berencana.

Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, disajikan hasil penelitian


mengenai pelaksanaan putusan Peninjauan Kembali terhadap putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, pertimbangan hakim dalam
mempertimbangkan isi putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap yang
ditinjau kembali dengan berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya,
dan pembahasan.

Bab IV, Penutup, adalah bab terakhir yaitu memuat tentang kesimpulan
dari hasil penelitian, beserta saran-saran yang hendak penulis sampaikan.
Kemudian disertakan pula daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

Anda mungkin juga menyukai