Anda di halaman 1dari 94

ANALISIS HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA TERHADAP

PEMALSUAN TANDATANGAN DALAM AKTA AUTENTIK


DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014
TENTANG JABATAN NOTARIS

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Pada
Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan
Gunung Djati Bandung

Disusun Oleh:

Raisa Salsabila Natanegara

NIM. 1173050103

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
ABSTRAK

Dalam kasus ini, Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris menjelaskan bahwa akta autentik dibuat oleh dan di hadapan
Notaris sesuai dengan ketetapan UU yang berlaku. Notaris dan penghadap harus
melewati kesepakatan bersama. Namun Notaris dan PPAT Ny. Endang Muniarti, S.H.
diduga melakukan penciptaan surat/dokumen palsu. Penyebabnya adalah Ir. Gregorius
Daryanto tidak merasa menandatangani berkas-berkas akta dari Ny. Endang Muniarti.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis hukum pertanggungjawaban


perdata terhadap pemalsuan tandatangan dalam akta autentik, akibat hukum terhadap
Notaris di dalam kasus ini dengan dihubungkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 Tentang Jabatan Notaris.
Penelitian ini menggunakan Undang-Undang Dasar 1945 dan teori keadilan
yang merupakan gagasan dari Aristoteles. hal ini dikarenakan seseorang akan dianggap
telah berbuat adil jika mewujudkan sesuatu sesuai hukum. dan penelitian ini juga
menggunakan dasar hukum Pasal 1 ayat (7) dan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juga Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 4
Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Metodologi penelitian yang digunakan adalah desktiptif analisis. bertujuan


untuk memahami masalah yang diteliti, hasil penelitian tersebut diolah dan dianalisis
untuk diambil kesimpulannya. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif,
hal ini untuk melakukan penelitian data sekunder atau bahan pustaka dengan menelaah
literatur-literatur dan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia sebagai dasar.

Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa aspek pertanggungjawaban


perdata terhadap pemalsuan tanda tangan dalam akta autentik adalah dapat berubahnya
akta autentik menjadi akta di bawah tangan ketika salahsatu syarat saja tidak terpenuhi,
namun. Jika para penghadap yang bersangkutan dapat membuktikan suatu akta autentik
adalah tidak benar/cacat hukum, maka kekuatan pembuktian sebagai akta autentik
maupun akta di bawah tangan sudah tidak akan berlaku dan Notaris dapat dibebankan
tanggung jawab atas kekeliruan yang terjadi, dan akibatnya Notaris dapat dikenai
sanksi berupa hilangnya wewenang dalam membuat akta secara materiil, lahiriah, dan
formal, karena telah melakukan perbuatan tidak sesuai dengan Undang-Undang yang
berlaku.

Kata Kunci: Notaris, Perdata, Akta Autentik


LEMBARAN PERSETUJUAN

ANALISIS HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA TERHADAP


PEMALSUAN TANDATANGAN DALAM AKTA AUTENTIK
DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014
TENTANG JABATAN NOTARIS

Oleh :
Raisa Salsabila Natanegara
NIM. 1173050103

Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II

Neng Yani Nurhayani, S.H., M.H Fenny Fatriany, S.H., M.Hum


NIP. 1975060319992001 NIP. 197912192008012005

Mengetahui,

Dekan Ketua Jurusan


Fakultas Syari’ah dan Hukum Ilmu Hukum

Prof. Dr. Fauzan Ali Rasyid, M.Si. Dr. H. Utang Rosidin, S.H., M.H
NIP. 197002011997031003 NIP. 197902052007101004
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Raisa Salsabila Natanegara

NIM : 1173050103

Judul Skripsi : “ANALISIS HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA

TERHADAP PEMALSUAN TANDATANGAN DALAM AKTA AUTENTIK

DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014

TENTANG JABATAN NOTARIS”

Menyatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya sendiri dan bukan
merupakan duplikasi atau plagiasi dari hasil penelitian orang lain kecuali yang
tercantum dalam Daftar Pustaka.

Apabila dikemudian hari skripsi ini terbukti merupakan hasil duplikasi atau
plagiasi dari hasil penelitian orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik dan sanksi hukum yang berlaku.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandung, 14 Juli 2022

Raisa Salsabila Natanegara


NIM. 1173050103
KATA PENGANTAR

Tiada kata lain selain memanjaktan puji dan syukur penulis kepada Allah SWT

berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skrispi ini. Shalawat serta

salam selalu tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW karena telah menjadi

suri tauladan dan senantiasa dinantikan syafa’atnya kelak di hari akhir. Penulis juga

berterimakasih banyak kepada kedua orang tua yaitu Ayah dan Ibu karena telah

senantiasa mendukung penulis dari segala aspek kehidupan dan doa-doa yang tidak

pernah putus disetiap shalatnya.

Alhamdulillah, setelah melalui banyak prosedur dan tahap penyusunan skripsi

ini dengan judul “Analisis Hukum Pertanggungjawaban Perdata Terhadap Pemalsuan

Tandatangan Dalam Akta Autentik Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris”. telah berhasil diselesaikan.

Penulis meyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini, masih banyak

sekali kekurangan dan ketidaksempurnaan, namun akhirnya dapat terlaksana dengan

baik dikarenakan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis

ingin mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada pihak-pihak yang

tidak akan pernah penulis lupakan karena telah berjasa dan banyak membantu

penulisan skripsi ini, penulis berterimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si Selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sunan

Gunung Djati Bandung.

i
2. Bapak Prof. Dr. Fauzan Ali Rasyid, S.Ag., M.Si., Selaku Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.

3. Bapak Dr. H. Syahrul Anwar, M.Ag. Selaku Wakil Dekan I Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.

4. Bapak Dr. H. Ateng Rohendi, M.Ag. Selaku Wakil Dekan II Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.

5. Bapak Dr. H. Aden Rosadi, M.Ag. Selaku Wakil Dekan III Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.

6. Bapak Dr. H. Utang Rosidin, S.H., M.H., Selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati

Bandung.

7. Bapak Muhammad Khalid, S.H., M.H., Selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Hukum

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati

Bandung.

8. Ibu Neng Yani Nurhayani, S.H., M.H. Selaku Dosen Pembimbing I yang telah

banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, nasehat, arahan dan ilmu baru

kepada penulis dengan baik, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

secara teliti dan kritis.

9. Ibu Fenny Fatriany, S.H., M.Hum. Selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Dosen

Pembimbing Akademik yang telah memberikan waktu, arahan, bimbingan serta

ilmunya kepada penulis dari awal semester hingga saat ini sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan baik.

ii
10. Seluruh Dosen yang telah memberi ilmu di Jurusan Ilmu Hukum yang tidak bisa

penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih tidak terhingga untuk segala

pengalaman dan ilmunya, semoga menjadi kebaikan dan keberkahan, dan juga

tidak lupa kepada seluruh staff pegawai yang bertugas.

11. Kepada Ayah, Drs. Iwa Gartiwa Natanegara yang senantiasa memberi bantuan dan

semangat kepada penulis dalam segala kondisi, sehingga penulis mendapatkan

motivasi, semangat serta ketelatenan untuk menyelesaikan skripsi ini.

12. Kepada Paman, Dudung Natanegara, Ph.D. karena telah mensupport saya dari awal

kuliah sehingga saya bisa menjalankan perkuliahan dengan lancer dan bisa

mencapai titik ini.

13. Kepada Notaris dan PPAT Ibu Sofiyanti Harris Kartasasmita, S.H.,M.Kn. karena

telah mengizinkan untuk memberi informasi dan pendapat tekait penelitian skripsi

ini dan bersedia untuk di wawancara sehingga membantu proses penelitian ini.

14. Sahabat-Sahabat saya Albert Rezon Sutanto, Putri Annanda, Putri Vuspitasari,

Qintharra Novelia Kristti, Rista Siti Nurawaliah, Siti Nurfauziah Azmi, Wilda

Oktavianingrum, yang senantiasa mengisi cerita hidup selama perkuliahan, suporitf

dalam segala aspek dan selalu ada dalam suka dan duka. Terimakasih banyak.

15. Keluarga Besar Ilmu Hukum Angkatan 2017, khususnya Keluarga Ilmu Hukum C

2017, terimakasih atas Kerjasama, cerita dan teamwork yang baik selama

perkuliahan ini.

Akhir kata penulis ucapkan terimakasih banyak kepada pihak-pihak lainnya yang tidak

mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberi

iii
dukungan kepada penlis dalam proses pembuatan skripsi ini. semoga skripsi ini dapat

dijadikan referensi dan memberikan manfaat bagi pembaca untuk kedepannya.

Bandung, Juli 2022

Raisa Salsabila Natanegara

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. V

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1


B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 15
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 15
D. Kegunaan Penelitian ........................................................................... 15
E. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 17
F. Langkah-Langkah Penelitian ............................................................... 25

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN


PEJABAT NOTARIS TERHADAP AKTA AUTENTIK

A. Ruang Lingkup Tentang Tanggung Jawab ........................................... 31


1. Pengertian Lingkup Tanggung Jawab ............................................. 31
2. Pengertian Tanggung Jawab Dalam Hukum Perdata ....................... 34
3. Unsur-Unsur Tanggung Jawab ....................................................... 36
B. Ruang Lingkup Tentang Akta Autentik ............................................... 37
1. Pengertian Akta Autentik ............................................................... 37
2. Pengertian Akta Jual Beli ............................................................... 39

v
3. Ketentuan Membuat Akta Autentik ................................................ 42
4. Tata Cara Membuat Akta Autentik ................................................. 43
C. Ruang Lingkup Jabatan Notaris Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 ......................................................................................... 44
1. Pengertian Jabatan Notaris ............................................................. 44
2. Wewenang Yang Dimiliki Notaris.................................................. 48
3. Etika Profesi Notaris ...................................................................... 51

BAB III ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA TERHADAP


PEMALSUAN TANDA TANGAN DALAM AKTA AUTENTIK
DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN
2014 TENTANG JABATAN NOTARIS

A. Aspek Hukum Pertanggungjawaban Perdata Terhadap Pemalsuan Tanda


tangan Dalam Akta Autentik Dihubungkan Dengan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris .................................... 52
B. Akibat Hukum Pertanggungjawaban Perdata Terhadap Pemalsuan Tanda
tangan Dalam Akta Autentik Dihubungkan Dengan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris .................................... 62

BAB IV PENUTUP / SIMPULAN ....................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 75

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam perencanaan ketatanegaraan setelah reformasi adalah

direalisasikannya nasional yang disusun dalam Undang-Undang No.25 Tahun

2004 mengenai Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang disingkat

menjadi (SPPN). Implikasi atau dampak dari hal tersebut ialah munculnya

keterpaduan pembangunan yang yang berkaitan dengan evaluasi agar tercapai

kondisi yang lebih baik dari sebelumnya dan mengacu pada RPJP (Rencana

Pembangunan Jangka Panjang) yang berperan sebagai wadah politik hukum

dan ditulis dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2007 mengenai Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025 ialah “Indonesia yang mandiri,

maju dan makmur”.

UUD NRI Tahun 1945 adalah bagian penting dari system perencanaan

pembangunan nasional (SPPN) karena sangat berpengaruh dalam pengelolaan

pembangunan, contohnya adalah tidak ada lagi pembuatan Garis-Garis Besar

Haluan Negara (GBHN) yang dijadikan pedoman penyusunan rencana

pembangunan nasional. Pada saat periode pemerintahan 2009-2014 atau dapat

dibilang juga saat masa reformasi, secara yuridis, strategi pembangunan hukum

nasional bersumber dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.

1
2

Pejabat publik seperti Notaris adalah salah satu elemen penting atas

pembangunan nasional, sebagai orang yang menjabat dalam pembuatan akta,

tentu notaris mempunyai wewenang atas pembuatan akta yang mana

mempunyai banyak pengaruh perihal kewajiban dan hak para pihak yang

mempunyai hubungan dengannya. Legalisasi notaris sangat diperlukan bagi

para penghadap sebagai alat bukti bahwa penghadap tersebut mempunyai hak

dan kewajiban atas apa yang dimiliki1. Notaris juga memiliki keahlian serta

kemampuan dari tugas yang dijalani dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat, hal tersebut dapat dijadikan masukan-masukan atau bahan-bahan

yang dapat dipertimbangkan oleh badan pembentuk Undang-Undang. sehingga

Notaris juga dapat berperan dalam pembangunan hukum dalam bidang

substansi atau materi hukum, khususnya di Indonesia.

Dalam pembangunan hukum, terdapat 3 (tiga) unsur hukum menurut

Lawence M. Friedman. yaitu adalah strukur (structure), substansi (substance)

dan kultur/budaya (culture). 2 ketiga unsur pembangunan nasional tersebut

berkaitan erat satu sama lain. Secara idealnya, hal tersebut harus berjalan

dengan selaras dan seimbang.

Pada BAB II Huruf G Lampiran Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2007 bahwa mewujudkan sistem hukum nasional pada era reformasi akan terus

1
Abdul ghofur, Anshori, Lembaga Kementrian Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, UII Press,
Yogyakarta, 2009. hlm. 5.
2
Lawrence M. Friedman, Hukum Amerika: Sebuah Pengantar, Terjemahan dari American Law An
Introduction, 2nd Edition, Alih Bahasa: Wisnu Basuki, Jakarta, Tatanusa, 2001, hlm. 6-8.
3

dilanjutkan dengan penyempurnaan struktur hukum yang diduga lebih efektif,

liputan pembangunan substansi hukum dan meningkatkan keterlibatan semua

komponen masyarakat yang sadar akan tingginya hukum untuk membantu

terbangunnya sistem hukum nasional yang diharapkan.

Setiap peristiwa akan menimbulkan sebab dan akibat, contohnya adalah

adanya perubahan atas Undang-Undang nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang

ditujukan untuk menjamin ketertiban, perlindungan dan kepastian hukum

sehingga dibutuhkannya bukti bukti yang konkrit berupa bukti tertulis yang

mempunyai sifat autentik terkait perjanjian, perbuatan, peristiwa dan penetapan

hukum yang diciptakan oleh atau di hadapan pejabat yang mempunyai

wewenang. Sehingga penulis dapat mengetahui lebih dalam apa yang

seharusnya terjadi atas pertanggungjawaban perdata terhadap pemalsuan tandat

angan dalam akta autentik yang berhubungan dengan Undang-Undang nomor

2 tahun 2014 tentang jabatan notaris.

Upaya dalam mendukung sistem nasional salah satunya ialah yang

berhubungan dalam penegakan hukum yang mana dalam melakukan upaya itu

harus melaksanakan proses yang diatur sesuai dengan peraturan yang berlaku

(Peraturan Perundang-undangan) dan menggunakan itikad baik serta hati

nurani sebagai naluri manusia yang mempunyai budaya hukum. Maka dari itu

Setiap jabatan yang ada di negeri ini mempunyai kepentingan dan wewenang
4

masing-masing, dan setiap masing masing wewenang jabatan sendiri pasti

mempunyai dasar hukum. Salah satunya adalah jabatan notaris.

Menurut Pasal 1 Ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan

Notaris yang berbunyi sebagai berikut:

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta


autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.”

Apapun wewenang pejabat yang diemban haruslah tegas dan jelas,

notaris adalah salah satu jabatan yang sangat penting dalam pelaksanaan

wewenangnya, satu-satunya yang paling banyak mempunyai kewenangan yang

berhubungan dengan notaris juga adalah pejabat pembuat akta, terkecuali

kewenangan pembuatan akta yang diberikan kepada pejabat lain.

Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai peranan sentral dalam

penegakkan hukum di Indonesia. Sejak dahulu kala saat zaman Belanda, sudah

ada pejabat pejabat yang membuat pencatatan atau pendataan serta juga

menerbitkan akta akta tertentu yang berhubungan dengan keperdataan

seseorang misalnya seperti perkawinan, wasiat, kematian, kelahiran, dan

perjanjian-perjanjian antar pihak yang mana hasil dan kutipan dari catatan-

catatan mengenai perjanjian tersebut dianggap sebagai akta otentik. Artinya

adalah akta tersebut harus selalu dianggap benar, kecuali jika dibuktikan
5

sebaliknya dimuka pengadilan. Akta otentik tidak perlu penambahan bukti-

bukti yang lain karena akta otentik merupakan bukti yang sempurna. 3

Masyarakat tentu membutuhkan seorang penulis yang mempunyai

wewenang dalam urusan keperdataannya, yang mempunyai prioritas untuk

melayani mereka yang tidak mempunyai wewenang dalam urusan

keperdataannya. Notaris akan bertindak sebagai saksi bagi mereka yang

memerlukannya. Notaris adalah profesi yang mulia dan juga berkaitan dengan

moral dan etika dalam menjalankan perkerjaannya, notaris berpegang teguh dan

menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan/profesi yang mulia

(officium nobile).4

Saat ini kesadaran masyarakat masih kurang akan pentingnya

perjanjian-perjanjian yang dibuat secara otentik oleh para pihak yang

mempunyai wewenang yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum

sebagai alat bukti yang kuat dilain waktu, dijelaskan pada Pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang jabatan notaris yang berbunyi

“Notaris adalah pejabat umum yang membuat akta otentik dan memiliki
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini
atau berdasarkan Undang-Undang lainnya.’’

Peran hukum mengenai akta sangat penting terhadap tuntutan

masyarakat, sehingga notaris sebagai pejabat umum tertuntut untuk selalu

mengikuti perkembangan hukum agar dapat memberi pengetahuan kepada

3
R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Bima Cipta, Jakarta, 1989, hlm. 91.
4
Abdul ghofur, Anshori, op. cit, hlm. 6.
6

masyarakat yang mempunyai kepentingan di bidang keperdataan yang

dimaksud dan juga menjaga akta akta yang dibuatnya agar tetap mendapatkan

kepastian hukum. Akta otentik dijelaskan pengertiannya dalam Pasal 1868

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang disebut juga KUHPer.

“bahwa suatu akta otentik ialah akta yang ditentukan Undang-Undang


dan dibuat dihadapan orang yang berwenang atau pejabat umum yang
berwenang dimana tempat akta itu dibuat”.

Akta adalah surat yang ditandatangani dan juga memuat data data yang

berkaitan dengan kasus kasus yang menjadi akar dari suatu perjanjian. Notaris

mempunyai kewajiban untuk mematuhi kode etik notaris, salah satunya adalah

etika pelayanan terhadap para pihak, menyelesaikan akta sampai tahap

pendaftaran pada pengadilan negeri dan diumumkan oleh berita negara, jika

para pihak menyatakan dengan tegas menyerahkan pengurusannya pada

Notaris yang mempunyai kepentingan dan para pihak tersebut mau memenuhi

ketentuan yang dibutuhkan.5 Akta yang diciptakan notaris dapat menjadi suatu

akta yang mengandung “relaas” atau membagi secara otentik.

Di dalam Ambteliijke akten atau akta relaas terdapat akta milik notaris

yang akan memberi informasi tentang kesaksiannya yang mempunyai

hubungan dengan jalannya suaru peristiwa yang didengar maupun dilihatnya.

Berbeda lagi dengan partij akten atau akta pata pihak yang mana isi aktanya

5
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998, hlm 149.
7

mengenai kemauan atau kehendak dari para pihak yang memberi wewenang

dalam mengelola informasinya kepada notaris.

Penandatanganan para pihak atau disebut juga dengan ambteliijke akten

tidaklah diharuskan. Contohnya adalah proses pembuatan akta berita acara

rapat umum pemegang saham, jika para pihak sudah lebih dulu meninggalkan

rapat sebelum para pihak yang dimaksud mengisi tanda tangan akta relaas, lalu

notaris hanya diahruskan untuk menjelaskan di dalam akta mengapa para pihak

meninggalkan rapat sebelum memberi tanda tangan pada akta.

Dalam ketentuan yang tertulis pada Pasal 1868 KUHperdata (kitab

Undang-Undang Hukum Perdata) ialah sebagai berikut:

“Suatu akta otentik ialah suatu akta yang ditentukan oleh undang-
undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang
berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya”.

pegawai umum yang dimaksud adalah notaris, ketentuan tersebut telah

diatur dalam Pasal 1 Reglement of Het Notaris Ambt in Indonesie staatblad

1860-3 yang telah ditranslate oleh G.H.S Lumbang Tobing. Yang isinya adalah

sebagai berikut:

“Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk


membuat akta otentik mengenai segala perbuatan, perjanjian dan
penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang
berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik,
menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya, semuanya
sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat atau orang lain.”.6

6
G.H.S.Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1999, hlm.31.
8

Wewenang notaris selaku pejabat umum tersebut melingkupi 4 (empat)

macam, yaitu sebagai berikut 7:

a. Notaris harus bewenang sepanjang menyangkut akta yang dibuat


itu;
b. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk
kepentingan siapa akta tersebut dibuat;
c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta
tersebut dibuat;
d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan
akta itu;

Berdasarkan Pasal 1867 KUHPerdata yang berbunyi sebagai “Pembuktian

tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan”

Akta di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani oleh para pihak

yang telah mempunyai kesepakatan dalam perjanjian atau perikatan para

penghadap yang mempunyai kepentingan saja, sedangkan Akta otentik adalah

suatu alat bukti yang valid dan sempurna karena telah diatur Undang-Undang

dan dibuat dihadapan pejabat yang mempunyai wewenang. Akta akta otentik

tidak disebabkan oleh penetapan Undang-Undang, tetapi karena dibuat

dihadapan dan oleh seorang pejabat umum. Namun jika para pihak tidak

menyangkal suatu akta di bawah tangan, maka mereka yang tidak menyangkal

dan mengakui apa yang ditulis di dalam akta di bawah tangan tersebut dianggap

benar. Sesuai Pasal 1857 KUH Perdata, akta di bawah tangan yang dimaksud

7
Ibid, hlm.49
9

tersebut mendapatkan kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu akta

otentik. Kutipan pasal tersebut adalah sebagai berikut:

“suatu perdamaian yang diadakan oleh seorang yang berkepentingan,


tidak mengikat orang-orang lain dan tidak pula dapat diajukan oleh
mereka untuk memperoleh hak-hak daripadanya.”

Dikutip dari pendapat sudikno mertokusumo, bahwa akta di bawah

tangan adalah “akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak

tanpa bantuan dari seorang pejabat. Jadi semata-mata dibuat antara pihak yang

berkepentingan”. 8

Apabila tanda tangan yang tertera di dalam akta tersebut tidak

disanggah keasliannya, maka sama dengan akta otentik. Akta tersebut

mengandung kekuatan pembuktian materil untuk yang menandatanganinya,

penerima hak dari mereka serta ahli warisnya. Aturan tersebut telah ditentukan

dalam Pasal 1875 KUH Perdata (Pasal 288Rbg), artinya adalah keaslian tanda

tangan dari isi akta di bawah tangan telah diakui dan dianggap memenuhi syarat

sah berdasarkan Undang-Undang yang berlaku dan juga bagi para pihak

sebagai akta otentik, dan perwujudan bukti sempurna bagi mereka serta para

ahli warisnya, dan juga para penerima hak, sepanjang mengenai apa yang

tertera di dalam akta itu.

Dari Pasal 1874 KUHPerdata menyatakan sebagai berikut:

“yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang


ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah

8
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Keempat, Yogyakarta, Liberty: 1993,
hlm.12
10

tangga dan tulisan tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan
seorang pejabat umum”.

Pasal 1902 KUH Perdata juga menuturkan yang berhubungan dengan

syarat-syarat jika terdapat bukti tertulis, yaitu sebagai berikut:

(1) Harus ada akta.


(2) Akta itu harus dibuat oleh orang terhadap siapa dilakukan tuntutan
atau dari orang yang diwakilinya.

Akta di bawah tangan mempuyai ciri dan keunikannya tersendiri, yaitu


sebagai berikut:
1) Mempunyai bentuk yang bebas.
2) Dalam pembentukannya tidak diwajibkan di depan pejabat umum
3) Tetap memiliki kekuatan justifikasi selagi tidak disanggah oleh
penciptanya, itu berarti isi dari akta yang dimaksud tidak diwajibkan
untuk dijustifikasi lagi kecuali terdapat pembuktian atau ada yang
dapat membuktikan sebaliknya (Menyanggah isinya).

Saat ini ada berbagai cara untuk melakukan hal yang dapat disebut

melanggar kode etik, khususnya kode etik notaris yang pastinya terjadi atas

kehendak manusia sebagai pelaku melanggar ketentuan yang berhubungan

dengan dokumen-dokumen atau surat surat sebagai alat yang disalahgunakan

dan sebagai salah satu sarana perbuatan . Mengenai perbuatan yang dimaksud,

dalam lingkup perbuatan, persetujuan, ketetapan-ketetapan yang dibuat dalam

bentuk akta otentik, maka notarislah yang berwenang untuk membuat akta-akta

otentik yang dimaksud, karena satu-satunya pejabat umum yang diangkat dan

diperintahkan oleh peraturan umum yang telah diberi wewenang oleh orang-

orang yang berkepentingan.


11

Bagi individu seperti notaris yang hati hati dan teliti, tugas legalisasi ini

dapat mengakibatkan miskomunkasi yang berujung kebingungan. Acapkali

seseorang penghadap memohon agar surat di bawah tangan yang berjumlah

selembar dan sudah ditanda tangani itu dituntut untuk “disahkan”. Pengesahan

itu bisa saja menyerang notaris. Karena notaris seringkali tidak tahu siapa saja

yang memberi tanda tangan yang ada di dalam akta di bawah tanda tangan

tersebut namun sudah diminta untuk disahkan.

Notaris berkewajiban untuk merealisasikan kode etik notaris, salah

satunya adalah etika pelayanan terhadap para pihak, karena sebagai pejabat

umum tentu notaris harus memberikan pelayanan hukum pada masyarakat.

Namun masalah yang muncul, penulis temukan pada kasus yang penulis baca

yang yaitu sebagai berikut:9

Notaris dan PPAT Ny. Endang Muniarti, S.H. Notaris yang berasal dari

Kabupaten Sleman itu terbukti memalsukan tanda tangan penghadap, yang

mana mengakibatkan penghadap tersebut mengalami kerugian materil. Bukti

tersebut diyakini benar adanya karena bukti dokumen Berita Acara

Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Nomor Lab. 416/DTF/IV/2011 tanggal

3 Mei 2011. Bukti tersebut merangkum bahwa tanda tangan penghadap Ir.

Gregorius Daryanto adalah berbeda dengan tanda tangan beliau di dalam Akta

surat kuasa jual nomor 51, surat kuasa jual Nomor 52 dan surat perikatan jual

9
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1234 K/PID/2012
12

beli Nomor 65 yang menyebabkan Endang Muniarti, S.H., dituntut dengan

tuduhan melakukan penciptaan surat/dokumen palsu. diidentifikasi bahwa

Endang Muniatri, S.H., Terkena pasal 263 ayat 1 dan Pasal 264 Ayat 1 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan tuduhan pembuatan

surat/dokumen palsu oleh Jaksa Penuntut Umum.

Menurut Penulis, Hal tersebut diatur juga dalam Pasal 48 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang berbunyi

sebagai berikut :

“bahwa isi akta dilarang untuk dirubah dengan:


1. Diganti;
2. Ditambahi;
3. Dicoret;
4. Disisipkan;
5. Dihapus; dan/atau
6. Ditulis tindih.”

Karena terbukti adanya ketidak sesuaian antara tanda tangan salah satu

penghadap yang asli bersumber dari hasil bukti lab dan tanda tangan akta,

notaris dianggap melakukan kejahatan. Menurut penulis, hakim tidak melihat

keseluruhan akta yang diterbitkan dan dibuat oleh Notaris Endang Murniati,

S.H., karena dari keterangan penghadap mengenai akta para pihak (akta partij),

pidana yang ditanggung jawab oleh notaris dari putusan tersebut tidak sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.

Pada kasus yang penulis teliti, Notaris Endang Muniarti, S.H., dituntut

kasus atas jual beli tanah milik Ir. Gregorius Daryanto yang mana tanah tersebut
13

dijual kepada Dra. Mawar Muria Rini dan beliau bersedia membayar dengan

cara tukar guling tanah Milik Dra Muria Rini. Namun kenyataannya saat proses

penandatanganan surat, Ir. Gregorius Daryanto tidak membaca seluruh isi surat

yang di berikan oleh Notaris Endang Muniarti, S.H.,. dalam hal ini Notaris

hanya menciptakan ketertiban, kepastian dan perlindungan hukum, salah

satunya dibidang hukum pertanahaan nasional sebagaimana ditulis dalam Pasal

19 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, dalam Pasal

19 yang berbunyi sebagai berikut :

(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan


pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi:
a. Pengukuran, perpetaaan dan pembukuan tanah;
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak
tersebut;
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai
alat pembuktian yang kuat.

Maksud Pasal diatas adalah dalam hal ini


Hal ini juga berkaitan dengan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang berisi sebagai berikut :

“Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan
Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-
Undang ini.”

Maka dari itu, akta notaris dibuat dihadapan notaris, tata cara dan bentuknya

telah diatur oleh undang-undang. Dalam hal ini, akta notaris dapat digolongkan

menjadi 2 (dua) macam, yaitu sebagai berikut:10

10
Adjie Habib, Hukum Notaris Indonesia, Jakarta, Erlangga, 2006, hlm. 51
14

1. Akta yang diciptakan oleh notaris (akta pejabat atau relaas), akta tersebut

adalah akta yang diciptakan oleh notaris untuk merangkum atau memuat uraian

dari apa yang terjadi, misalnya adalah suatu tindakan yang dilakukan atas suatu

keadaan yang disaksikan atau dilihat oleh notaris.

2. Akta yang diciptakan dihadapan notaris atau bisa juga disebut akta Partij, akta

tersebut adalah akta yang diciptakan dihadapan notaris. Notaris akan

merangkum uraian dari keterangan yang diperoleh dan diterangkan oleh para

pihak yang menghadap kepada notaris.

Bersumber dari hal di atas, yang merupakan suatu alat pembuktian ialah

akta notaris. untuk membuat akta notaris, seorang notaris harus mendahulukan

norma yang ada di samping ketentuan perundang-undangan lainnya dan juga

kode etik. Berdasarkan seluruh pernyataan dan keterangan yang tertulis di

dalam surat putusan yang penulis lihat, akta menjual No.52, akta menjual No.51

dan juga akta jual beli No. 65 tersebut adalah Akta Partij yang artinya akta

tersebut adalah akta yang dibuat atas dasar keinginan para penghadap. notaris

tidak mempunyai kepentingan apapun terhadap isi dan kata kata yang dibuat

dalam pembuatan akta tersebut. Notaris Endang Murniati, S.H., melakukan

pembuatan akta tersebut bersumber dari pernyataan dan keterangan yang

diterima, maka dari itu semua materi dan isi yang bersumber dari akta tersebut

adalah tanggung jawab para penghadap yang memberi keterangan. dalam akta

partij notaris tidak perlu memberikan bukti kebenaran materiil dari keterangan-

keterangan para pihak.


15

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka akan dibahas beberapa persoalan guna

untuk membatasi penelitian, dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah aspek hukum mengenai Analisis Hukum

Pertanggungjawaban Perdata Terhadap Pemalsuan Tanda tangan Dalam

Akta Autentik Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Jabatan Notaris ?

2. Bagaimanakah akibat hukum yang dihasilkan dari Kasus Putusan

Pemalsuan Tanda tangan Dalam Akta Autentik Dihubungkan Dengan

Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014?

C. Tujuan Penelitian

Dari penjelasan permasalahan di atas, bahwa tujuan penelitian ini

adalah untuk :

1. Untuk mengentahui aspek hukum mengenai Analisis Hukum

Pertanggungjawaban Perdata Terhadap Pemalsuan Tanda tangan Dalam

Akta Autentik Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Jabatan Notaris.

2. Untuk mengetahui akibat hukum yang dihasilkan dari Kasus Pemalsuan

Tanda tangan Dalam Akta Autentik Yang Dihubungkan Dengan Undang-

Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014.

D. Kegunaan Penelitian
16

Penelitian wajib mempunyai fungsi/kegunaan bagi solusi masalah yang akan

diteliti. Oleh karena itu, setidaknya suatu penelitian dapat menghasilkan kegunaan

praktis kepada masyarakat yang membutuhkannya.

Terdapat 2 (dua) segi yang berkaitan satu sama lain dan dapat ditinjau dari

kegunaan penelitian ini, yaitu adalah:

a. Kegunaan Teoritis

1) Penelitian ini dapat menjadi bahan pembanding dengan penelitian yang

lainnya atau yang serupa, baik belum dilakukan maupun yang sudah

dilakukan.

2) Harapannya penelitian ini bisa berguna bagi orang yang mempunyai minat

dalam mengembembangkan kajian Ilmu hukum pada umumnya, khususnya

Hukum perdata di bidang kenotariatan.

b. Kegunaan praktis

1) Bagi Masyarakat umum

Yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan berguna untuk masyarakat

umum. Dan penelitian ini bisa berguna menjadi bahan introspeksi agar

masyarakat mendapatkan pelayanan lebih baik.

2) Bagi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Diharapkan penelitian ini dapat berguna dalam berpartisipasi pada

univeristas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung dalam

pengaplikasian hukum yang dipelajari di jurusan Ilmu Hukum, Fakultas

Syariah dan Hukum, dan juga instansi terkait.


17

3) Bagi Profesi Notaris

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran pemikiran

secara praktis yang berguna bagi profesi hukum khususnya Notaris yang

mempunyai kaitan dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris.

E. Kerangka Pemikiran

Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 mengatur bahwa “Negara

Indonesia adalah negara hukum” Pasal ini memberi implikasi bahwa setiap hal-

hal yang berkaitan dengan penyelenggaraaan negara tidak didasari oleh

kekuasaan (machstaat) melainkan harus didasari hukum (rechstaat) karena hal

tersebut bersumber dari Pancasila, yang mana Pancasila adalah sumber dari

segala sumber hukum negara. dan UUD NRI Tahun 1945 adalah hierarki

tertinggi dan hukum dasar yang ada pada peraturan perundang-undangan.

Untuk melaksanakan rencana negara hukum (rechtsstaat/the rule of law)

harus ada pemahaman hukum untuk kesatuan sistem. Umumnya, setiap sistem

mempunyai atau terdiri dari elemen pendukung. Agar rencana terealisasikan

sesuai tujuan, diperlukan waktu yang panjang dan juga pembangunan yang

menyeluruh yang dilakukan secara bertahap untuk menjadikan masyarkat yang

adil dan makmur, seperti yang ditujukan oleh UUD NRI tahun 1945.

Pada Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan juga menjelaskan bahwa


18

penyelengaraan negara yang berbasis hukum nasional perlu dilandasi asas

pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan,

bhinneka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan

pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, keseimbangan, keserasian, dan

keselarasan. Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan ini adalah

derivasi yang berasal dari nilai-nilai luhur Pancasila yang merupakan

rechtsidee atau cita hukum. Oleh sebab itu, Pancasila dideskripsikan sebagai

spirit dan ruh yang menjiwai pembangunan hukum nasional.

Sesuai dengan asas kebebasan hakim sebagai aparatur hukum pelaksana

kekuasaan kehakiman, makna putusan hakim tidak dapat diganggu gugat. Hal

ini terdapat dalam Pasal 24 ayat (2) UUD NRI 1945 yang berbunyi “Kekuasaan

Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan

kehakiman menurut undang-undang.” dan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-

Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi

sebagai berikut :

“Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk


menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia.”.

Dari pasal di atas, dapat diketahui bahwa hakim mempunyai kuasa atau

wewenang atas penyelenggaraan peradilan. Namun, hakim bisa saja kurang

teliti dalam putusannya, yang mengakibatkan Notaris Endang Muniarti, S.H.,


19

mendapatkan ketidakadilan. Hal tersebut ada kaitannya kaitan dengan Teori

Aristoteles mengenai jenis jenis keadilan. Yang mana sebagai berikut:11

1. Keadilan Komunikatif adalah perlakuan pada seseorang tanpa melihat

jasa-jasanya.

2. Keadilan Distributif adalah perlakuan pada seseorang sesuai dengan jasa-

jasa yang telah diperbuat oleh orang tersebut.

3. Keadilan Konvesional adalah keadilan yang terjadi saat seseorang telah

mematuhi suatu peraturan perundang-undangan.

4. Keadilan Perbaikan adalah keadilan yang dimana seseorang telah

mencemarkan nama baik orang lain.

Teori di atas mengandung teori keadilan perbaikan Aristoteles yang

mana “keadilan adalah keutamaan dan ini bersifat umum”. 12 hal ini berkaitan

dengan kronologi kasus yang mana Notaris Endang Muniarti, S.H., mendapat

kekeliruan putusan dari hakim sehingga berimbas pada nama baik Notaris

tersebut, maka Endang Muniarti, S.H,. dapat menerapkan teori keadilan

perbaikan (keadilan korektif) yang dikemukakan oleh Aristoteles, yang mana

teori keadilan tersebut adalah pembetulan sesuatu yang salah, dengan

memberikan kompensasi kepada pihak yang dirugikan. Kompensasi tersebut

bisa berupa peninjauan Kembali, maupun bermediasi dengan penggugat.

11
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Jakarta, 2008, hlm.60-62
12
Hyronimus Rhiti, Filsafat Hukum Edisi Lengkap (Dari Klasik ke Postmodernisme), Ctk. Kelima,
Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2015, hlm. 241.
20

jadi dapat dipastikan teori keadilan Aristoteles mempunyai kaitan kasus

yang penulis teliti yaitu “Analisis Pertanggungjawaban Perdata Terhadap

Pemalsuan Tanda Tangan Dalam Akta Autentik Dihubungkan Dengan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris”.

Perubahan yang terjadi dalam akta, harus dengan persetujuan,

pengesahan dan pengetahuan antara kedua belah pihak sebab isi akta adalah

apa yang dimaksud dan dikehendaki oleh para pihak, notaris tidak

menghendaki isi akta. Hal ini diatur dalam pasal 48 sampai dengan pasal 50

Undang-Undang Jabatan Notaris nomor 30 tahun 2004 yang pada intinya jika

suatu akta dengan sengaja diubah sebelum melakukan penandatanganan, untuk

melakukan perubahan tersebut harus dicantumkan dalam penutup akta, margin

akta atau bisa juga dengan lembar terpisah yang melekat dengan minuta akta

dan dengan pengesahan penghadap.13

Dalam hal ini terlihat bahwa hak kepemilikan tanah adalah hal yang

sangat sangat penting dan harus sangat hati hati dalam aturannya. Notaris

adalah pejabat yang salah satu tugasnya adalah membuat akta autentik yang

mana akta autentik mempunyai hubungan dengan permasalahan tanah dan hak

atas tanah. Tidak bisa dipungkiri bahwa tanah mempunyai aturan yang ketat

karena tanah adalah unsur yang sangat penting, hal ini terdapat dalam Undang-

13
Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, pasal 48-50.
21

Undang Pokok Agraria yakni UU no. 5 tahun 1960, pada pasal 1 ayat (1) yang

berbunyi sebagai berikut:

(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh


rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.
(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia,
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang
angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang
angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang
bersifat abadi.
(4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula
tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air.
(5) Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun
laut wilayah Indonesia.
(6) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan
air tersebut pada ayat (4) dan (5) pasal ini.

Putusan hakim adalah produk kekuasaan kehakiman, maka dari itu, hal

ini dapat dinilai dan dikoreksi ulang secara bertahap oleh pengadilan yang

bertingkat lebih tinggi, dalam tingkat juris atau dalam judex facti. Putusan yang

telah diberikan kekuatan hukum yang pasti oleh judex juris maupun judex facti

masih mempunyai kemungkinan suatu kesalahan atau kekeliruan dari hakim,

dan masih mempunyai peluang untuk diperiksa dan diputus pada tingkat

Peninjauan Kembali. Hal ini dibahas juga dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-

udnang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman yang berbunyi

sebagai berikut:

“Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa


alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai
22

orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti


kerugian dan rehabilitasi” 14

Jika para penghadap merasa ada kesalahan pada akta notaris, kemudian

para penghadap/pihak/yang berkepentingan mempermasalahkannya, maka

untuk menyelesaikannya bisa berdasarkan pada kebatalan dan pembatalan akta

notaris sebagai suatu alat bukti yang sempurna. Hal ini terdapat pada Pasal 51

ayat (1) UUJN yang berbunyi sebagai berikut:

“Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan


ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah ditandatangani.”

Dalam hal ini juga notaris maupun para pihak harus bisa membedakan

antara akta yang dirubah setelah ditandatangani maupun yang dirubah sebelum

ditandatangani. Akta yang dirubah sebelum ditandatangani disebut renvoi.


15
Renvoi sendiri dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI) artinya adalah

“pembetulan (perbaikan) tambahan dalam suatu akta autentik dengan

memberikan tanda di pinggir dan harus diparaf”. Dalam hal pemberlakuan

renvoi, sahnya perubahan adalah melakukan paraf atau diberikannya tanda

pengesahan lain bagi notaris, para penghadap, maupun saksi pemberlakuan.

renvoi dapat dilihat pada hal ini juga diatur Undang-Undang jabatan notaris

14
Mas Hushendar, “Tuntutan Ganti Kerugian Dalam Perkara Praperadilan.” Melalui:
<https://badilum.mahkamahagung.go.id/artikel-hukum/2990-tuntutan-ganti-kerugian-dalam-perkara-
praperadilan.html>, Akses internet tanggal 18 februari 2022, Pukul 22:43.
15
Ebta Setiawan. “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).” Melalui: <https://kbbi.web.id/renvoi>,
Akses internet tanggal 11 Januari 2022, Pukul 15:25.
23

Nomor 30 Tahun 2004 Pasal 50 ayat (1) sampai dengan ayat (4) yang berbunyi

sebagai berikut:

1) Jika dalam Akta perlu dilakukan pencoretan kata, huruf, atau angka,
pencoretan dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai
dengan yang tercantum semula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang
dicoret dinyatakan pada sisi kiri Akta.
2) Pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah setelah
diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan
Notaris.
3) Dalam hal terjadi perubahan lain terhadap pencoretan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), perubahan itu dilakukan pada sisi kiri Akta sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2).
4) Pada penutup setiap Akta dinyatakan tentang ada atau tidak adanya
perubahan atas pencoretan.”

Kesalahan yang terjadi pada akta yang dimaksud akan dibuat oleh

Notaris dan dikoreksi oleh hakim saat akan diajukan ke pengadilan sebagai alat

bukti. UUJN (Undang-Undang Jabatan Notaris) juga telah mengatur

perlindungan hukum untuk notaris sebagai profesi, hal ini ditemukan pada

Pasal 66 UUJN yang berbunyi sebagai berikut:

“Bahwa untuk kepentingan proses peradilan, penyidikan penuntut umun


atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang
mengambil fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada
minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris dan
memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan
akta yang dibuatnya atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan.”

dalam perkara pemalsuan/memalsukan akta otentik, jika benar perkara

itu mengandung unsur pelanggaran, maka hal ini termasuk pelanggaran kode

etik notaris yang merugikan pihak tertentu. Ada dua bagian sumpah jabatan

notaris, yang pertama bernama janji atau sumpah belovende eed dan juga diberi

nama politieke eed kemudian yang kedua diberi nama zuiveringseed dan juga
24

dinamakan beroepseed 16 . Untuk sumpah pertama notaris berjanji/bersumpah

akan mematuhi dan tunduk kepada peraturan yang berlaku, dan juga setia pada

Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Undang-Undang Jabatan Notaris, Negara Republik Indonesia juga dengan

Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Perundang-undangan yang

lainnya. Kemudian untuk sumpah yang kedua, Notaris berjanji/bersumpah

untuk tidak memihak pihak manapun. Menggunakan jabatannya dengan

seksama, jujur, mandiri dan amanah juga akan menjaga tingkah laku, sikap dan

akan merealisasikan kewajiban sesuai apa yang tertulis di dalam kode etik

profesi, khususnya notaris.

Notaris yang bermartabat, bertanggung jawab dan terhormat akan

merahasiakan apa yang ada di dalam akta para pihak/penghadap yang

didapatkan pada saat masa jabatan, Karena data yang di dalamnya sangat

penting. Oleh karena itu, profesi notaris menjunjung tinggi kode etik notaris

yang telah tertulis. Karena pastinya, notaris adalah profesi yang sangat berhati

hati dalam menjalankan profesinya. Karena pasti pemilik jabatan mengetahui

apa konsekuensi yang terjadi jika melanggar kode etik tersebut. Penting untuk

dipahami bahwasannya notaris diharuskan menyusun akta dalam bentuk

minuta kata dan menyimpan bagiannya sebagai protokol Notaris dengan

maskud menjaga keaslian akta dengan menyimpan berkas/dokumen dalam

16
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta,
Bandung, Mandar Maju, 2011, hlm.233
25

bentuk aslinya, sehingga jika terjadi pemalsuan dengan maskud

penyalahgunaan grosse, salinan dan juga kutipannya maka akan mudah

diketahui kesalahannya ketika dokumen asli dan palsu dicocokan. 17

Lantas apakah tanggung jawab tergugat (notaris) akan berubah jika

pada kenyataannya adalah sang tergugat tidak bersalah. Walaupun keputusan

yang sudah ditetapkan tersebut telah diyakini dengan pertimbangan yang

matang berkaitan dengan motivasi dan juga keadaan dari tergugat itu serta latar

belakang masalah itu sendiri.

Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian di bawah tangan jika notaris

memalsukan minuta akta, khususnya tanda tangan penghadap, dan jika para

penghadap dapat membuktikan ketidakbenaran akta otentik dalam persidangan

di pengadilan maka akta tersebut dapat dibatalkan dan juga kekuatan

pembuktian sebagai akta di bawah tangan tidak mungkin akan berlaku lagi. 18

F. Langkah-Langkah Penelitian

Penelitian adalah media atau sarana untuk mengembangkan teknologi dan

ilmu pengetahuan, karena tujuan penelitian adalah mengutarakan kebenaran

dengan cara konsisten, sistematis dan metologis. 19

17
Republik Indonesia. Undang-Undang Jabatan Notaris No.2 Tahun 2014. Pasal 16 (1) huruf b
Tentang Jabatan Notaris.
18
Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
19
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali
Perss, Jakarta, 2012, hlm.1.
26

Untuk mengupas masing-masing problem yang dihadapi, penulis

memanfaatkan di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian deskriptif analisis.

Penelitian deksriptif analitis adalah penelitian yang mana penulis memahami

masalah yang sedang diteliti, kemudian hasil penelitian tersebut dianalisis dan

diolah agar dapat mengambil kesimpulannya. Sementara itu pengumpulan

unsur unsur atau bahan bahan penelitian dijalani dengan cara mempelajari data-

data yang mempunyai kaitan dengan inti permasalahan. diambil dari data

sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka.20

Menurut sugiono, Metode deskriptif analitik adalah suatu metode yang

mempunyai fungsi untuk memberi gambaran atau mendeskripsikan atas objek

yang diteliti melalui sampel atau data yang telah terkumpul sebagaimana

adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk

umum 21 . Maka untuk menganalisis hukum pertanggungjawaban perdata

terhadap pemalsuan tanda tangan dalam akta autentik yang dihubungkan

dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 2014 tentang jabatan notaris, penulis

memilih untuk menggunakan metode deskriptif karena penulis rasa metode

penelitian ini tepat untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya terjadi.

2. Metode pendekatan

20
Soerjono Soekanto, Penghantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 2009 , hlm. 51.
21
Sugiono, Metodologi Penelitian Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm. 29.
27

Metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis normatif, karena

Penelitian yuridis normative sendiri adalah penelitian yang dilakukan dengan

meneliti data sekunder atau bahan pustaka dengan cara menelaah literatur-

literatur dan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia sebagai dasar.22 Maka

dari itu, menurut penulis metode pendekatan ini dirasa tepat untuk menganalisis

hukum pertanggungjawaban perdata terhadap pemalsuan tanda tangan dalam

akta autentik yang dihubungkan dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 2014

tentang jabatan notaris ini.

3. Sumber dan Jenis Data

a. Jenis Data

Dalam pemelitian ini jenis data yang penulis gunakan adalah jenis data

kualitatif. Data kualitatif adalah data yang deskriptif dan berbentuk

jawaban atas pertanyaan penelitian yang diutarakan terhadap masalah

yang diuraikan dan menjadi tujuan

b. Sumber Data

dalam penelitian Penulis, sumber data yang digunakan dalam

pembuatan penelitian ini adalah sumber data primer dan sekunder yang mana

sebagai berikut :

1) Sumber Data Primer

22
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, 2012, hlm.13-14
28

Sumber data utama yang penulis gunakan adalah sumber hukum

primer. Yang mana sumber hukum ini didapatkan dari studi lapangan

berupa data-data yang diperoleh dari narasumber dan melakukan

wawancara yang berhubungan dengan penelitian.

2) Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang meliputi buku-

buku, dokumen resmi dan unsur-unsur yang dapat memberi kejelasan

berkaitan dengan data primer, contohnya seperti literature dan teori-

teori yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan. Data

sekunder berasal dari bahan kepustakaan. Sumber sumber data sekunder

adalah sebagai berikut :

1) Bahan Hukum Primer mendapatkan bahan referensi dan

pengetahuan dari cara mengkaji Peraturan Perundang-Undangan

yang berlaku, di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata

c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris

d. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman
29

e. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria

f. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan

g. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025.

h. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional.

i. Hasil wawancara lapangan

2) Bahan Hukum Sekunder adalah unsur yang memberi penjelasan

yang berkaitan dengan bahan hukum primer, mencakup publikasi

hukum yang berasal dari dokumen dokumen tidak resmi, tulisan

ahli-ahli dibidang hukum, hasil-hasil penelitian, dan jurnal yang

didapat dari studi perpustakaan yang berhubungan dengan Unsur

Pertanggung Jawaban Perdata Notaris Terhadap Kerugian Yang

Dialami Penghadap Dalam Kasus Pemalsuan Tanda tangan

Penghadap Di dalam Akta Autentik.

3) Bahan Hukum Tersier merupakan bahan yang mana pengetahuan

dan referensinya berasal dari media online. Dan juga data yang

mampu menjelaskan dan memberi petunjuk yang ditujukan kepada

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, di antaranya


30

adalah kamus besar Bahasa Indonesia, kamus hukum dan media

online yang berhubungan dengan pembahasan penelitian ini. 23

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini adalah penelitian yang berasal dari jurnal ilmiah, perundang

undangan, artikel, dokumen-dokumen, buku buku dan pengetahuan tertulis

yang berhubungan dengan penelitian.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan dilaksanakan dengan:

c. Studi Dokumentasi

Pengumpulan data melalui studi dokumentasi adalah metode pengumpulan

data melalui Internet, buku dan dokumen penunjang yang berhubungan

dengan penelitian yang sedang dijalani.

1) Observasi

Observasi adalah penelitian yang dilaksanakan dengan pengelihatan

dan pendengaran (panca indra manusia) hal ini penting untuk

memahami gejala yang diteliti. Penelitian yang dihasilkan dari

observasi akan dianalisis dan dicatat. mengenai hal ini penulis

memperoleh data penelitian dari Pengadilan Negeri Sleman.

2) Wawancara

23
Sri Mamudji, Et Al, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, Fakultas Hukum UI, Jakarta,
2005, hlm. 31
31

Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara

ini dilakukan menggunakan kontak atau jalur pribadi antara narasumber

(Responden) dengan pewawancara (pengumpul data). Hal ini dilakukan

dengan cara pewawancara memberi pertanyaan, kemudian pertanyaan

tersebut akan dijawab oleh narasumber. Penulis dapat memperoleh data

deskriptif dengan mewawancarai subjek yang mempunyai kaitan

dengan penelitian.

5. Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah metode yang dilakukan dengan mengumpulkan

data dari studi kepustakaan dan lapangan. dianalisis dengan analisis deskriptif

lalu dikaitkan dengan teori, asas-asas, dan peraturan perundang undangan

sebagai jawaban atas masalah penelitian ini, dipaparkan secara jelas dan

menyeluruh.24 Penelitian ini mempunyai kaitan dengan Undang-Undang nomor

2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.

6. Lokasi Penelitian

a. Lokasi Kepustakaan

1. Badan Perpustakaan dan Kerasipan Daerah, Jl. Kawaluyaan Indah II

No. 4 Sukapura, Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat.

2. Perpustakaan Fakutas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati,

Jl. A.H. Nasution, No. 105 Bandung. Jawa Barat.

24
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung, 2005, hlm. 21.
32

b. Lokasi Penelitian

1. Jl. KRT Pringgodiningrat No.1, Beran, Tridadi, Kec. Sleman,

Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Kantor Notaris dan PPAT Pesona Bali Residence Blok A1 No.3.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PEJABAT

NOTARIS TERHADAP AKTA AUTENTIK

A. Ruang Lingkup Tentang Tanggung Jawab

1. Pengertian Tanggung Jawab

Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia atau bisa juga disingkat menjadi KBBI,

tanggung jawab adalah keadaan untuk wajib menanggung segala sesuatunya. Dalam

hal ini, jika dijabarkan tanggung jawab adalah kesadaran seseorang akan kewajiban

untuk menanggung segala akibat dari sesuatu yang telah diperbuatnya.24

Tanggung jawab adalah unsur penting yang sifatnya harus selalu diterapkan

dalam aspek apapun. Tanggung jawab terbagi menjadi beberapa macam. Yaitu

adalah kepada Tuhan, diri sendiri, keluarga, masyarakat. Dan juga seluruh

makhluk hidup.

a. Tanggung Jawab Kepada Diri Sendiri

Tanggung jawab pada diri sendiri adalah hal yang harus kita tanamkan

dalam diri kita, karena hal itu dapat merefleksikan karakter maupun sifat

yang ada dalam diri kita. Contoh Tanggung jawab terhadap diri sendiri

adalah:

1. Menjaga agar diri kita tetap bersih.

24
Ebta Setiawan. “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).” Melalui:
<https://kbbi.web.id/tanggung%20jawab> Akses internet tanggal 5 Maret 2022, Pukul 10:57

31
32

2. Pastikan keamanan diri sendiri.

3. Menjaga agar diri sendiri tetap bersih.

4. Melindungi dan menjaga diri sendiri dari marabahaya.

5. Mempunyai tanggung jawab terhadap perbuatan dan perkataan diri

sendiri.

6. Memastikan agar diri sendiri tetap aman

7. Merealisasikan apa yang telah menjadi kesepakatan.

b. Tanggung Jawab Kepada Tuhan

Kita adalah manusia yang artinya adalah salah satu dari bukti kekuasaan

Allah swt. Allah dengan segala kebesarannya telah menciptakan hal hal

yang luar biasa, Salah satunya adalah manusia. Tanggung jawab yang harus

dilakukan terhadap Allah. adalah dengan bersyukur atas semua nikmat yang

telah diberikan-Nya, dan juga menjaganya. Serta menaati segala larangan

dan perintah yang jelas tertulis dalam kitab suci Al-Qur’an maupun hadis

shahih. Karena dengan menaatinya maka hidup akan terhindar dari kerugian

untuk diri sendiri maupun orang lain. Dan insha Allah, mendapat ridha-Nya.

c. Tanggung Jawab Terhadap Keluarga

Keluarga adalah hal yang berharga. Maka dari itu, kita harus

menghargainya dengan cara selalu memegang teguh nama baik keluarga.

Seperti berikut25 :

25
Djoko Widagdho, Ilmu Budaya Dasar, Bumi Aksara, Jakarta, 1999, hlm. 145.
33

1. Mematuhi aturan yang telah menjadi kesepakatan bersama.

2. Menjaga kebersihan, keamanan dan kenyamanan dalam keluarga

3. Memelihara keharmonisan keluarga dengan cara saling menghormati,

menyayangi dan menghargai.

4. Berakhlak sesuai dengan aturan dan norma yang berada didalam

keluarga.

d. Tanggung Jawab Kepada Bangsa dan Negara

1. Turut mencintai tanah air dengan memelihara seni budaya dan

bahasanya. Indonesia mempunyai banyak Bahasa dan seni budaya

yang indah dan memiiki berbagai cerita yang sangat tak ternilai

harganya. Maka dari itu, mencintai tanah air adalah hal yang harus

dilakukan.

2. Menghormati keberagaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Karena Indonesia mempunyai beragam suku, agama, etnis dan juga

budaya. Semua hal yang menjadi ciri khas budaya tanah air, Harus

dihormati.

3. Memegang teguh kesatuan dan persatuan tanah air Indonesia.

Indonesia memiliki banyak sekali keberagaman yang tak ternilai

harganya. Dan jika itu semua bersatu, maka bangsa Indonesia akan

semakin kuat. Maka sangat perlu untuk menjaga satu kesatuan

Indonesia.
34

4. Selalu turut mendukung dan mencintai produk-produk yang

dihasilkan oleh bangsa sendiri.

2. Pengertian Tanggung Jawab Dalam Hukum Perdata

Menurut Titik Triwulan, definisi tanggung jawab adalah hal yang harus

mempunyai dasar, contohnya seperti hal yang memberi sebab akibat akan

timbulnya hak hukum bagi individu untuk menuntut orang lain dan juga

sekaligus berbentuk hal yang menghasilkan kewajiban hukum orang lain untuk

memenuhi tanggung jawabnya. 26

Definisi tanggung jawab menurut Peter Mahmud Marzuki adalah tanggung

jawab diartikan sebagai tanggung gugat yang merupakan terjemahan dari

aansparlijkheid/labilty, bentuk yang lebih spesifik dari tanggung jawab adalah

mengarah kepada posisi sesorang yang diwajibkan untuk membayar suatu

bentuk ganti rugi atau kompensasi setelah adanya Tindakan atau peristiwa

hukum. 27

Dalam hukum perdata, dasar pertanggungjawaban dibagi jadi 2 (dua) jenis,

yaitu adalah risiko dan kesalahan. Hal ini bisa juga disebut dengan liability

without fault (pertanggungjawaban tanpa kesalahan) yang lebih diketahui

sebagai tanggung jawab mutlak atau tanggung jawab risiko (strict liability)28,

26
Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta,
2010, hlm. 48.
27
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008,
hlm. 258.
28
Titik Triwulan dan Shinta Febrian , Op.Cit. Hlm 49.
35

dan liability based on fault (pertanggungjawaban atas dasar kesalahan).

Maksud dari Liability based on fault adalah bahwa seseorang harus

bertanggung jawab karena ia menyebabkan kerugian yang dialami orang lain.

Sebaliknya, maksud dari liability without fault adalah ketika Ketika tergugat

tidak disyaratkan bersalah, tetapi telah menyebabkan kerugian pada diri

pengguggat.

Dalam perbuatan melanggar hukum (tort liability), ada beberapa teori

tanggung jawab, yaitu sebagai berikut:29

a. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan

dengan sengaja (intentional tort liability), tergugat harus sudah melakukan

perbuatan sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau mengetahui

bahwa apa yang dilakukan tergugat akan mengakibatkan kerugian.

b. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan karena

kelalaian (negligence tort liability), didasarkan pada konsep kesalahan

(concept of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang sudah

bercampur baur (intermingled).

c. Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa

mempersoalkan kesalahan (strict liability), didasarkan pada perbuatannya

baik secara sengaja maupun tidak sengaja, artinya meskipun bukan

29
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, 2010, hlm. 503.
36

kesalahannya tetap bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat

perbuatannya.

3. Unsur-Unsur Tanggung Jawab

Tanggung jawab sudah pasti dimiliki oleh setiap orang. sumber

tanggung jawab berasal dari hakikat manusia sebagai makhluk yang memiliki

kesadaran, kecintaan, dan juga mampu melaksanakan dan melakukan hal yang

benar. 30 Tanggung jawab juga memiliki beberapa unsur-unsur, yaitu adalah

sebagai berikut:

a) Kesadaran

Mempunyai kesadaran dan mengerti atas sebab akibat dari

perbuatannya, biasanya hal ini juga bisa saja bersumber dari budaya dalam

diri suatu individu sebagai mahluk yang mempunyai budaya (beradab) dan

dapat menilai mana yang benar, patut dan baik. Dan mana juga yang buruk

atau tidak patut dilakukan.

kesadaran moral, Rasa tanggung jawab, lahir dari individu yang

mempunyai tuntutan berupa kewajiban yang harus dijalankan oleh individu

itu sendiri.

b) Hak dan Kewajiban

30
Krich, A.M. Anatomi Cinta: Risalah Cinta, Arti Cinta & Kekuatan Cinta, terjemahan Nosa
Normanda dan Dewi anggraeni, Komunitas bamboo, Jakarta, 2009, hlm. 245.
37

Hak adalah suatu wewenang untuk meninggalkan, mengerjakan,

memilih mempergunakan dan menuntut. Sedangkan kewajiban adalah

keharusan untuk melakukan sesuatu. Kemudian hak dan kewajiban adalah

suatu perbuatan atau Tindakan seseorang yang harus melekat pada aturan-

aturan atau norma yang ada dalam masyarakat.

c) Pengabdian

Pengabdian dapat diartikan sebagai penyerahan diri kepada ”sesuatu”

yang dianggap lebih penting dalam suatu hal. Hal ini biasanya dilakukan

dengan ikhlas dan dikuti oleh pengorbanan, kesetiaan, cinta kasih dan

loyalitas

d) Pengorbanan

Pengorbanan Dapat diartikan sebagai pemberian untuk menyatakan

kebaktian, didasarkan atas kesadaran moral yang tulus ikhlas.

e) Norma Sosial

B. Ruang Lingkup Tentang Akta Autentik

1. Pengertian Akta Autentik

Pengertian akta autentik diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUHper). Yang mana isinya adalah sebagai berikut:

“Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang
ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum
yang berkuasa untuk itu, di tempat dimana akta itu dibuat.”

Kemudian, pengertian akta autentik dijelaskan pula pada Pasal 165 HIR,

yang berisi sebagai berikut:


38

“Surat (akta) yang sah, ialah surat yang diperbuat demikian oleh atau
dihadapan pegawai umum yang berkuasa untuk membuatnya, menjadi
bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya dan sekalian
orang yang mendapat hak darinya, tentang segala hal yang disebut dalam
surat itu sebagai pemberitahuan saja, dalam hal terakhir ini hanya jika orang
yang diberitahukan itu berhubungan langsung perihal ada surat akta itu”

Kutipan Pasal diatas menjelaskan bahwa akta otentik adalah akta yang

diciptakan oleh atau di hadapan pejabat yang diberikan atau mempunyai

wewenang untuk itu, dan menjadi bukti yang lengkap antara kedua belah pihak.

Ahli warisnya serta orang yang mendapat hak daripadanya. 31 Disamping

berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya, Akta notaris

juga menjadi salah satu alat bukti yang tertulis. Hal ini diatur dalam pasal 1866

KUHPer dan Pasal 164 HIR yang mana bahwa alat-alat bukti meliputi bukti

tulisan, bukti dengan saksi, persangkaan, pengakuan, sumpah dan segala

sesuatunya dengan melaksanakan aturan yang telah ditetapkan dalam bab-bab

seterusnya.

Andi prajitno berpendapat, bahwa akta notaris merupakan akta otentik yang

mempunyai kekuatan hukum dan juga jaminan kepastian hukum sebagai alat

bukti tulisan yang telah sempurna (volledig bewijis), tidak membutuhkan

tambahan alat bukti yang lain, dan mengikat jakim, karena Salinan pertama

(grosse) dari akta notaris mempunyai kedudukan yang sama dengan vonis

31
Soesilo, R., RIB / HIR Dengan Penjelasan, Politeia, Bogor, 1995, hlm 138
39

keputusan hakim yang pasti (inkracht van gewijsde), mempunyai kekuatan

eksekutorial dan tetap.32

Pasal 1870 KUHper juga telah mengatur kekuatan pembuktian pada akta

autentik. Bahwa akta autentik memberikan bukti yang sempurna mengenai apa

yang dikandung didalamnya kepada para pihak beserta para ahli warisnya atau

orang orang yang mempunyai hak dari mereka. Dengan begitu, kekuatan yang

ada di dalam akta autentik tersebut adalah sempurna dan mengikat para pihak

mengenai apa yang ada didalam akta itu. Memberikan kepastian bahwa suatu

kejadian dan fakta yang ada dialam akta tersebut benar juga beserta pernyataan

para pihak yang dinyatakan kepada notaris. Bahwa hal tersebut adalah kekuatan

pembuktian formal yang menjadi salah satu kekuatan nilai pembuktian pada

akta autentik. Kekuatan pembuktian formal membuktikan kepastian atas waktu

menghadap, siapa yang menghadap, paraf tanda tangan para penghadap, sakis

dan notaris serta kebenaran yang terkandung dalam akta.

2. Pengertian Akta Jual Beli

Dalam Bahasa belanda, akta disebut “acte” atau “akta” dan dalam

Bahasa inggris diartikan sebagai “act” atau “deed”. akta mempunyai 2 (dua)

arti secara umum, yaitu sebagai berikut:

32
Prajitno, A. A., Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia, Perwira Media
Nusantara, Surabaya, 2015, hlm. 9.
40

a. Perbuatan (handeling/perbuatan hukum (rechtshandeling) itulah pengertian

yang luas.

b. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai / digunakan sebagai bukti perbuatan

hukum tersebut, yaitu berupa tulisan yang ditujukan kepada pembuktian

sesuatu.33

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dab Ajta Jual Beli mempunyai

kesamaan, yaitu adalah sama-sama bentuk perjanjian. Namun AJB (Akta

Jual Beli) mengandung sifat hukum yang berbeda.

Akta Jual Beli (AJB) adalah dokumen yang memberi bukti bahwa

adanya peralihan hak mengenai tanah dari pemilik sebagai penjual kepada

pembeli sebagai pemilik baru. Pada prinsipnya jual beli tanah bersifat tunai dan

terang34, maksudnya dilakukan langsung berhadapan dengan Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT) dengan pembayaran yang telah tuntas (lunas). Hal

perjanjian pengikatan jual beli sendiri dibuat dalam bentuk akta autentik yang

dibuat di hadapan notaris sebagai pejabat umum yang diberikan wewenang oleh

Undang-Undang untuk membuat akta autentik, dan bisa juga dibuat dalam

bentuk dibawah tangan. Sementara itu untuk proses pembuatan akta jual beli

harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

33
Victor Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Aspek Hukum Akta Catatan Sipil Di Indonesia,
Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hlm. 50.
34
R. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, PT Citra Aditya Bakti , Bandung, 1998, hlm.
29.
41

Dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997

Tentang Pendaftaran Tanah, Akta Jual Beli adalah bukti sah yang menandakan

hak atas tanah dan bangunan telah beralih kepihak lain. Pasal tersebut berisi

sebagai berikut:

“peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui
jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang
dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”.

Sebelum membuat Akta Jual Beli, parah pihak yang bersangkutan harus

mengikuti prosedur pembuatan Akta Jual Beli, akta tersebut adalah sebagai

berikut:35

1. Pembuatan AJB harus dihadiri penjual dan pembeli (suami istri bila sudah

menikah) atau orang yang sudah diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis.

2. Dihadiri sekurang-kurangnya dua orang saksi dari pihak penjual maupun

pembeli.

3. PPAT akan membacakan dan menjelaskan isi akta, bila pihak penjual dan

pembeli menyetujui isinya, maka akta akan ditandatangani oleh penjual,

pembeli, saksi, dan PPAT

35
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria,
Isi dan Pelaksanannya, Djambatan, Jakarta, 2003, hlm. 296.
42

4. Akta dibuat dua lembar asli, satu disimpan oleh PPAT dan satu lembar lain

akan diserahkan ke kantor pertanahan untuk keperluan balik nama, dan

fotocopy akan diberikan kepada penjual dan pembeli.

Maka dari itu, penghadap yang bersangkutan harus membuat akta

perjanjian pengikatan jual beli yang diciptakan di depan notaris terlebih daulu.

Akta tersebut diciptakan antara calon pembeli dan calon penjual sebelum

akhirnya Akta Jual Beli ditandatangani.

3. Ketentuan Membuat Akta Autentik

Untuk dapat membuat akta autentik, tentu harus sesuai dengan Undang-

Undang dan dibutuhkannya seorang pejabat umum yang mempunyai

kewenangan atas hal itu. Pejabat umum tersebut adalah seorang notaris,

kewenangan yang notaris miliki didapat secara atributif dari negara untuk

menjalani tugasnya dibidang perdata dalam membuat akta autentik. Hal ini

diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berisi

sebagai berikut:

“Suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-
pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta
dibuatnya.”

Akta autentik sendiri dibuat dan ditentukan oleh Undang-Undang harus

dihadapan pejabat yang berwenang. Jika pembuatan akta autentik tidak sesuai
43

dengan persyaratan atau Undang-Undang, maka akta tersebut tidak

mendapatkan kekuatan sebagai akta autentik.

4. Tata Cara Membuat Akta Autentik

Membuat akta autentik harus melewati beberapa prosedur dan

memenuhi syarat, karena akta autentik merupakan dokumen yang sangat

penting. Dibawah ini adalah syarat syarat dan tata cara membuat akta autentik.

Yaitu sebagai berikut 36:

a. Akta harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum.

b. Pasal 38 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris yang mengatur tentang sifat dan bentuk akta tidak

menentukan sifat akta. Dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa

akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan

Notaris sesuai dengan bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,

dan secara tersirat dalam Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, menjelaskan bahwa Notaris

wajib membuat Daftar Akta dan mencatat semua akta yang dibuat

oleh atau dihadapan Notaris.

36
C.A.Kraan, De Authentieke Akte, Gouda Quint BV, Amsterdam, 1984, Hlm, 143 dan 201.
44

c. Akta yang dibuat oleh Notaris dalam praktek Notaris disebut akta

Relaas atau Akta Berita Acara yang berisi uraian Notaris yang

dilihat dan disaksikan Notaris sendiri atas permintaan para pihak,

agar tindakan Atau perbuatan para pihak yang dilakukan dituangkan

ke dalam bentuk akta Notaris. Akta yang dibuat di hadapan Notaris

dalam praktek Notaris disebut akta pihak, yang berisi uraian

keterangan, pernyataan para pihak yang diberikan atau yang

diceritakan di hadapan Notaris. Para pihak berkeinginan agar uraian

atau keterangannya dituangkan kedalam bentuk akta Notaris;

d. Pembuatan akta Notaris baik akta relaas maupun akta pihak, yang

menjadi dasar utama atau inti dalam pembuatan akta notaris, yaitu

harus ada keinginan atau kehendak dan permintaan para pihak, jika

tidak ada keinginan atau permintaan yang berasal dari para pihak,

notaris tidak akan menciptakan akta yang dimaksud. Untuk

memenuhi keinginan dan permintaan para pihak, notaris bisa

memberi pendapat namun tetap mewujudkan keinginan dan

permintaan para pihak, pendapat Notaris atau isi akta merupakan

perbuatan para pihak bukan perbuatan atau tindakan Notaris.

C. Ruang Lingkup Jabatan Notaris Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

1. Pengertian Jabatan Notaris


45

Jabatan adalah kumpulan perkerjaan yang berisi tugas-tugas yang

pengetahuan, kecakapan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan pemilik

jabatan yang berkaitan, meskipun tersebar di berbagai tempat.37

Sedangkan pengertian notaris diambil dari istilah Openbare

Amtbtenaren yang ada di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 dan Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (PJN). Isi dari pasal 1

Peraturan Jabatan Notaris adalah sebagai berikut 38:

“Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk


membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan
penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang
berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik,
menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan
grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu
oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat atau orang lain. (De notarissen zijn openbare
ambtenaren, uitsluitend bevoegd, om augthentieke akten op te maken
wegens alle handelinggen, overeenkomsten en beschikkingen, waarvan
eene algemeene verordening gebiedt of de belanghebbenden verlangen,
dat bij authentiek geschrift bkijken zal, daarvan de dagteekening te
verzekeren, de akten bewaring te houden en daarvan grossen,
afschriften en uittreksels uit te geven; alles voorzoover het opmaken
dier akten door eene algemeene verordening niet ook aan andere
ambtenaren of personen opgedragen of voorhebehouden iDe notarissen
zijn openbare ambtenaren, uitsluitend bevoegd, om augthentieke akten
op te maken wegens alle handelinggen, overeenkomsten en
beschikkingen, waarvan eene algemeene verordening gebiedt of de
belanghebbenden verlangen, dat bij authentiek geschrift bkijken zal,
daarvan de dagteekening te verzekeren, de akten bewaring te houden
en daarvan grossen, afschriften en uittreksels uit te geven; alles
voorzoover het opmaken dier akten door eene algemeene verordening

37
Moekijat, Analisis Jabatan, Cetakan VIII, Bandung, Mandar Maju, 1998, hlm. 10.
38
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I,
Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1996, hlm. 28.
46

niet ook aan andere ambtenaren of personen opgedragen of


voorhebehouden is)”

Dan dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Jabatan Notaris menjelaskan sebagai berikut:

“Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta


otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang ini.”

Pada kamus hukum, Ambtenaren mempunyai banyak arti, salah satunya

adalah “Pejabat”, dengan seperti itu Openbare Ambtenaren mempunyai arti

bahwa pejabat yang mempunyai hubungan dengan kepentingan masyarakat.

Secara spesifik, Openbare Ambtenaren mempunyai arti sebagai pejabat yang

diberi tugas untuk menciptakan akta autentik yang melayani kepentingan

masyarakat. dan kualifikasi tersebut diberikan kepada Notaris. 39

Ada beberapa definisi Jabatan Notaris menurut para ahli, salahsatu

pendapat tersebut berasal dari Habib Adjie, pendapat tersebut adalah Jabatan

Notaris merupakan Pejabat Publik yang mempunyai wewenang dengan

pengecualian. wewenang Notaris sebagai Pejabat Publik tidak berarti sama

dengan Pejabat Publik dalam bidang pemerintah yang memasuki kategori

sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, perbedaan tersebut dapat

terlihat dari masing masing produk yang dikerjakan Pejabat Publik tersebut.

39
N.E.Algra, H.R.W.Gokkel dkk, Kamus istilah Hukum Fockema Andreae, Belanda-Indonesia,
Jakarta, Binacipta, 1983, hlm. 29.
47

wewenang Pejabat Publik sebagai Notaris adalah akta autentik, yang

mempunyai ikatan dalam ketentuan hukum perdata, terutama dalam hukum

pembuktian. akta tidak memnuhi syarat sebagai keputusan Tata Usaha Negara

yang bersifat konkret, final dan individual. dan juga tidak memberi dampak

hukum perdata bagi seseorang atau badan hukum perdata, karena akta yang

dibuat oleh seseorang yang menjabat sebagai Notaris adalah wlisvorming atau

formulasi kehendak maupun keinginan para pihak yang ditulis dalam akta

Notaris. 40

Nusyirwan juga berpendapat, bahwa jabatan Notaris adalah jabatan

semi swasta. maksudnya, orang yang mengemban jabatan Notaris tidak bisa

bertindak secara bebas sebagaimana seorang swasta. Jabatan sebagai notaris,

harus menjunjung tinggi martabatnya. oleh karena itu Notaris diperkenankan

menerima honorarium (uang jasa) untuk setiap pelayanan yang dilakukannya. 41

Dengan begitu, individu yang menjabat sebagai notaris mempunyai

peran menjalankan tugas negara pada bidang hukum keperdataan, dan notaris

yang mempunyai kualifikasi sebagai pejabat umum mempunyai wewenang

untuk menciptakan akta autentik, dan juga kewenangan lainnya sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.

40
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Cetakan
2, Bandung, Refika Aditama, 2009, hlm. 27.
41
Nusyirwan, Membedah Profesi Notaris, Universitas Padjadjaran Bandung, 2000, hlm. 3-4.
48

Pemberian pejabat umum juga diberikan kepada Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT). Dengan begitu Notaris sudah pasti menjadi Pejabat Umum,

namun tidak semua Pejabat Umum menjadi Notaris.

2. Wewenang Yang Dimiliki Notaris

individu yang mempunyai jabatan sebagai seorang Notaris mempunyai

syarat syarat yang harus dijalankan sebagai Notaris yang jujur dan berintegritas.

Notaris diangkat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Bersama dengan

surat keputusan. Notaris yang belum disumpah namun sudah diangkat, sudah

cakap sebagai seorang Notaris namun belum bewenang dalam menciptakan

akta autentik. Hal yang sama juga terjadi kepada Notaris yang sedang dalam

masa cuti dan Notaris yang sedang diskors. Tidak cakap yang dimaksud adalah

mencakup semua wewenang sebagai notaris. Seorang notaris yang tidak

mempunyai wewenang hanya bisa dalam beberapa keadaan, salah satu

contohnya adalah apabila seorang Notaris sedang berada diluar wilayah

asalnya, dan tetap membuat akta. Maka ia melakukan pelanggaran pemalsuan

materiil.

Dengan demikian, notaris harus mempunyai wewenang pada saat

membuat akta, notaris yang sudah diangkat namun belum disumpah dan juga

notaris yang sedang dalam masa cuti tidak mempunyai wewenang membuat

akta autentik dan wewenang notaris lainnya sampai penyumpahan tersebut


49

dilaksanakan. Dan cutinya sudah berakhir atau berhenti atas permintaan notaris

yang berkaitan. Dalam hal ini notaris memiliki 4 (empat) wewenang, yaitu

sebagai berikut42:

a. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang harus

dibuat itu;

b. Notaris mempunyai wewenang dalam pembuatan akta otentik sepanjang

tidak dikecualikan kepada pihak atau pejabat lain, atau Notaris juga

berwenang membuatnya di samping dapat dibuat oleh pejabat lain,

mengandung makna bahwa wewenang Notaris dalam membuat akta otentik

mempunyai wewenang umum, sedangkan pihak lainnya mempunyai

wewenang terbatas. Pasal 15 UU Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan

Notaris sudah menentukan wewenang Notaris. Wewenang adalah suatu

batasan, bahwa Notaris tidak boleh melakukan suatu tindakan diluar

wewenang yang telah diberikan, dan jika Notaris tetap melanggar apa yang

telah ditentukan sebagai empunya wewenang, hal tersebut dikategorikan

sebagai tindakan diluar wewenang Notaris. Jika hal itu menimbulkan

kerugian secara immateril maupun materiil, dapat diajukan gugatan ke

pengadilan negeri. Untuk permasalahan seperti ini, maka Majelis Pengawas

atau Majelis Pemeriksa yang dibentuk oleh Majelis Pengawas tidak perlu

turut serta untuk menindaknya sesuai wewenang Majelis Pengawas Notaris.

42
Lumban Tobing, G.H.S., Peraturan Jabatan Notaris., Jakarta, Penerbit Erlangga, 1982, hlm. 49.
50

Majelis Pengawas Notaris dapat turut serta untuk menyelesaikannya, jika

tindakan Notaris sesuai dengan wewenang Notaris;

c. Notaris diwajibkan berwenang selama masih beruhubungan dengan orang

untuk kepentingan siapa akta itu dibuat. walaupun Notaris bisa membuat

akta untuk setiap orang, Notaris akan menjaga kenetralitasannya dalam

pembuatan akta, ada batasan bahwa menurut pasal 52 UU Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Jabatan Notaris, Notaris tidak diperbolehkan membuat akta

untuk diri sendiri, istri/suami atau orang lain yang mempunyai hubungan

kekeluargaan dengan Notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan

darah dalam garis keturunan lurus kebawah dan atau keatas tanpa

pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping dengan derajat ketiga,

serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan

ataupun dengan perantaraan kuasa. Mengenai orang dan untuk siapa akta

dibuat, harus ada keterkaitan yang jelas misalnya jika akan dibuat akta

pengikatan jual beli yang diikuti dengan akta kuasa untuk menjual, bahwa

pihak yang akan menjual mempunyai wewenang untuk menjualnya kepada

siapapun. Untuk mengetahui adanya keterkaitan semacam itu, sudah tentu

Notaris akan melihat (asli surat) dan meminta fotocopy atas identitas dan

bukti kepemilikannya. Salah satu tanda bukti yang sering diminta oleh

Notaris dalam pembuatan akta Notaris, yaitu Kartu Tanda Penduduk dan

sertifikat tanah.. mencegak kemungkinan adanya ketidakcocokan identitas

dan data antara KTP dan sertifikat yang berkaitan, hal ini kadang terjadi
51

karena banyak kesamaan nama dan mudahnya membuat KTP, dan juga

dalam sertifikat hanya tertulis nama pemegang hak, tanpa ada penyebutan

identitas lain. Berkaitan dengan identitas diri penghadap dan bukti

kepemilikannya yang dibawa dan aslinya diperlihatkan ternyata palsu,

maka hal ini bukan tanggung jawab Notaris, tanggung jawabnya diserahkan

kepada para pihak yang menghadap;

d. Notaris harus mempunyai wewenang sepanjang mengenai tempat, dimana

akta itu dibuat. Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan

Notaris mengatur bahwa Notaris harus berkedudukan di daerah kabupaten

atau kota. Setiap Notaris dengan keinginannya mempunyai tempat

kedudukan dan berkantor di daerah kabupaten atau kota (Pasal 19 ayat (1)

UU Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris). Notaris mempunyai

wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat

kedudukannya (Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan

Notaris).

3. Etika Profesi Notaris

Istilah etika bermula dari bahasa Yunani kuno. Etika berarti ethos

(tunggal) bisa berarti Etika adalah akhlak, watak, sikap, perasaan dan cara

berpikir. Sedangkan bentuk jamaknya adalah ta etha yang berarti adat

kebiasaan. 43 Etika mudah dipahami kemudian dilaksanakan atau

43
Abdul Ghofur, Op. Cit., hlm. 55.
52

dikesampingkan kemudian dilanggar. Mengapa? karena etika sampai kapanpun

berbicara lebih mengenai hati daripada logika. Bahkan ada yang menyebut etika

menyentuh unsur paling hakiki dari diri manusia yakni nurani. Seperti rambu

lalu lintas, etika memberi arah kepada setiap manusia untuk mencapai tujuan

yang diinginkannya. Tanpa adanya etika, manusia tidak akan menjadi makhluk

mulia yang memberi keberkatan pada seluruh alam.44

Akhlak adalah moral, budi pekerti yang mempunyai hubungan dengan

baik buruk yang bisa diterima oleh umum yang berhubungan dengan perbuatan,

kewajiban dan sifat. Hati Nurani adalah kesadaran yang dilakukan maupun

diucapkan oleh manusia dalam menjawab pertanyaan, apakah baik dan etis

tindakan yang diambil tersebut. kemudian integritas adalah kesadaran atas

fungsi hati nurani yang dimiliki oleh manusia, khususnya notaris. Sehingga

secara yakin bisa menjalani tanggung jawab dan tugasnya sebagai pejabat

umum yang berpaku pada hukum yuridis formal, yaitu Kode Etik Notaris dan

Undang-Undang Jabatan Notaris. 45

Menurut Liliana Tedjosapitra, etika profesi merupakan keseluruhan

tuntutan moral yang berhubungan dengan suatu profesi, sehingga etika profesi

mendalami masalah ideal dan praktek-praktek yang berkembang karena adanya

44
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Temantik Terhadap UU No.30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris, Bandung, Refika Aditama: 2009, hlm. 128.
45
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Op.Cit., hlm. 195.
53

hak-hak istimewa dan tanggung jawab yang melekat dengan profesi tersebut,

yang merupakan ekspresi dari usaha untuk memperjelas nilai-nilai moral umum

yang ada dalam bidang khusus yang lebih dipastikan lagi dalam kode etik.46

Dalam pengertian yang lebih luas, etika bisa didefinisikan sebagai ilmu

pengetahuan mengenai tingkah laku manusia yang berkaitan dengan norma.

Etika memberi ilmu bahwa etika profesi adalah ilmu pengetahuan mengenai

tingkah laku yang sengaja dilakukan oleh manusia dengan sadar dan berkaitan

dengan norma dalam interaksi sosial di dalam pergaulan sebagai professional.

Sedangkan notaris dalam jabatannya tidak hanya berpedoman pada

Undang-Undang Jabatan Notaris saja, namun juga berpedoman pada sikap yang

harus sesuai dengan etika profesi yang dijalaninya. Notaris adalah profesi yang

luhur sehingga para pemilik profesi yang berkaitan juga harus mempunyai budi

luhur dan akhlak yang tinggi, contohnya adalah mendahulukan kepentingan

masyarakat dibandingkan dengan kepentingan mencari nafkah.

46
Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Semarang, CV.Aneka Ilmu, 2003, hlm. 9.
BAB III

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA TERHADAP

PEMALSUAN TANDA TANGAN DALAM AKTA AUTENTIK

DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014

TENTANG JABATAN NOTARIS

A. Aspek Hukum Pertanggungjawaban Perdata Terhadap Pemalsuan

Tandatangan Dalam Akta Autentik Dihubungkan Dengan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

Menurut Prof R. Subekti, SH., Definisi dari akta autentik adalah suatu bukti

yang “mengikat” atau valid. maksudnya adalah, apa yang ada di dalam akta itu

harus dianggap valid, benar dan dipercaya oleh hakim, selama ketidakbenaran

tersebut tidak dibuktikan.42 Akta autentik harus diciptakan dengan mengikuti apa

yang telah diatur dan ditetapkan oleh Undang-Undang yang berlaku seperti yang

tercantum di dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHper).

Kemudian pembuatan akta autentik juga harus dilakukan di hadapan atau

oleh pejabat umum. Dan akta tersebut harus dibuat berdasarkan permintaan

seseorang, akta yang diciptakan oleh pejabat umum disebabkan oleh karena adanya

42
Kohar A, Notaris Dalam Praktek Hukum, Penerbit Alumni, Bandung:, 1983, hlm. 24.

52
53

suatu keputusan, kejadian, pemeriksaan dan sebagainya. 43 Dan pejabat umum

tersebut harus mempunyai wewenang dimana tempat akta tersebut dibuat.

Akta notaris memiliki karakter yuridis. Artinya bukan berarti notaris

sebagai pelaku dari akta tersebut. Notaris masih berada di luar para pihak maupun

bukan para bukan yang ada dalam akta tersebut. dengan begitu, jika terdapat

masalah pada akta notaris, notaris akan tetap berada di luar para pihak maupun

bukan sebagai pihak atau membantu melancarkan aksi dalam kualifikasi hukum

pidana, sebagai tergugat maupun turut tergugat dalam kualifikasi hukum perdata.44

Karakter yuridis pada akta notaris adalah sebagai berikut45:

a. Akta Notaris wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undang-

undang (Undang-Undang Jabatan Notaris);

b. Akta Notaris dibuat karena ada permintaan para pihak, dan bukan keinginan

Notaris. Meskipun dalam akta Notaris tercantum nama Notaris, tetapi dalam

hal ini Notaris tidak berkedudukan sebagai pihak bersama-sama para pihak atau

penghadap yang namanya tercantum dalam akta;

c. Mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Siapa pun terikat dengan

akta Notaris serta tidak dapat ditafsirkan lain, selain yang tercantum dalam akta

tersebut. Pembatalan daya ikat akta Notaris hanya dapat dilakukan atas

43
Tan Thong Kie, Studi Notariat Dan Serba-Serbi Praktek Notaris, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
Jakarta, 2013, hlm. 442.
44
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Temantik Terhadap UU No.30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris, Bandung, Refika Aditama, 2009, hlm.128.
45
Ibid, hlm. 48.
54

kesepakatan para pihak yang namanya tercantum dalam akta. Jika ada yang

tidak setuju, maka pihak yang tidak setuju harus mengajukan permohonan ke

pengadilan umum agar akta yang bersangkutan tidak mengikat lagi dengan

alasan-alasan tertentu yang dapat dibuktikan.

Secara materiil, isi akta merupakan kehendak para pihak, namun akta dapat

batal dalam hukum dalam alasan atau keadaan tertentu saja, 46 penghadap atau para

pihak adalah orang yang menghadap kepada notaris, sehingga orang yang diwakili

bukanlah penghadap. 47

Namun pada nyatanya, Ir. Gregorius Daryanto mengaku tidak pernah

menandatangani akta perikatan Jual Beli dan Akta Kuasa Menjual Kepada Dra.

Mawar Muria Rini Selaku pembeli di Notaris/PPAT Endang Muniarti, S.H. dalam

kasus tersebut. hal tersebut memang benar adanya, namun Ir. Gregorius Daryanto

mengaku tidak sempat membaca secara keseluruhan isi dari surat tersebut. alasan

mengapa Ir. Gregorius Daryanto tidak memeriksa ulang isi dari surat karena Ir.

Gregorius Daryanto telah sepenuhnya percaya akan isi surat tersebut kepada Ny.

Endang Muniarti, S.H. bahwa surat yang Ir. Gregorius Daryanto tandatangani

tersebut adalah kesepakatan tukar guling, bukan akta jual beli tanah. dan pada awal

kedatangan Ir. Gregorius daryanto yang ditemani oleh rekannya telah

menyampaikan maksud kepada Notaris Endang Muniarti, S.H. mengenai rencana

tukar guling tanah antar Ir. Gregorius Daryanto dan Dra. Mawar Muria Rini.

46
Ibid, hlm. 139.
47
A. Kohar, Op cit., hlm. 39.
55

Bersumber dari informasi yang penulis peroleh melalui wawancara dengan

Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sofiyanti Harris Kartasasmita, S.H.

selaku notaris di kota Bandung, bahwa agar notaris dapat terhindar dari

perbuatan/pelanggaran hukum, notaris harus lebih teliti dalam menelaah situasi

dengan cara mengantisipasi membuat surat pernyataan. Bahwa, memang yang

menghadap adalah penghadap yang asli namun lebih baik saat proses

pendandatanganan harus disaksikan oleh dua orang saksi. 48

Seringkali ditemukan dalam praktik bahwa tindakan yang dilakukan oleh

notaris dapat saja dikualifikasikan sebagai tindak pidana yang dilakukan oleh

notaris. Namun, aspek yang menjadi batasan yang digunakan notaris harus

berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.

Maksudnya, apakah notaris melanggar Pasal-Pasal tertentu yang terkandung dalam

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris bahwa akta yang

bersangkutan telah selaras dengan UU Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan

notaris.

Namun jika penyidik tetap berpendapat bahwa perbuatan yang dilakukan

tersebut adalah suatu tindak pidana, maka sebelum dilakukan penyidikan lanjut,

hendaknya penyidik meminta pendapat ahli yang lebih pasti memahami hal

tersebut. contohnya adalah dari organisasi jabatan notaris. Ancaman sanksi yang

ada dimaksudkan agar saat menjalani jabatan dan tugasnya, sehingga notaris yang

48
Hasil Wawancara Pribadi Penulis dengan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sofiyanti Harris
Kartasasmita, S.H
56

berkaitan dituntut untuk memenuhi tanggung jawab terhadap orang yang

bersangkutan, yaitu klien, diri sendiri dan Tuhan Yang Maha Esa. 49

Maka dari itu, Notaris harus selalu berhati-hati dan selalu cermat dalam

menjalani setiap tugas sebagai pejabat Notaris, karena notaris pasti memiliki

keahlian profesional baik secara praktis maupun teoritis. sehingga tidak akan

mudah mendapatkan masalah, atau mengalami kesalahpahaman. 50

Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014

mengatur bahwa jika notaris melanggar ketetapan yang dimaksud dalam Pasal 38,

Pasal 39 dan Pasal 40 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 akan

memberi akibat bahwa akta hanya memiliki kekuatan pembuktian akta di bawah

tangan, namun jika di dalam persidangan para pihak dapat memberi bukti bahwa

akta autentik tersebut tidak benar adanya, maka hal itu dapat memberi akibat bahwa

akta tersebut dapat dibatalkan dan kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah

tangan tidak dapat berlaku kembali. karena akta yang dapat dibatalkan tersebut

mempunyai kaitan dengan asas praduga sah, hal tersebut adalah Tindakan yang

mengandung kecacatan. Dengan kata lain, Notaris tidak berwenang untuk

menciptakan akta secara formal, materiil dan lahiriah dan juga hal ini tidak sinkron

dengan hukum yang telah diatur mengenai pembuatan akta Notaris. 51

49
Hasil Wawancara Pribadi Penulis dengan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sofiyanti Harris
Kartasasmita, S.H.
50
Hasil Wawancara Pribadi Penulis dengan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sofiyanti Harris
Kartasasmita, S.H.
51
Hasil Wawancara Pribadi Penulis dengan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sofiyanti Harris
Kartasasmita, S.H.
57

Berdasarkan kronologi yang bersumber dari Putusan Mahkamah Agung

Nomor 1234 K/PID/2012, kasus ini telah memiliki kekuatan hukum tetap dari

Mahkamah Agung. Namun putusan hakim terkait tidak selaras dengan Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Undang-Undang

Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014. Memang benar para pihak hadir di hadapan

Notaris Ny. Endang Muniarti S.H., namun terdapat miskomunikasi antara para

pihak dengan Notaris. karena dari yang penulis analisis, notaris tersebut tidak

membacakan keseluruhan. pada saat membuat akta autentik ada beberapa syarat

penting. hal ini diatur dalam Pasal 40 ayat (1) sampai dengan (2) Undang-Undang

Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. yang menyatakan Pertama, para

pihak hadir di hadapan notaris, kedua, kehendak para pihak dibacakan, kemudian

ditandatangani oleh notaris. Untuk kasus ini, para pihak wajib hadir di hadapan

notaris. 52

Menurut pendapat penulis, aspek hukum mengenai kasus di dalam putusan

Mahkamah Agung Nomor 1234 K/PID/2012 yang ditinjau berdasarkan Undang-

Undang Jabatan Notaris adalah sanksi berupa penyadaran, bahwa dalam

menjalankan tugasnya, notaris bisa saja mengalami human error atau kekeliruan

sebagaimana yang telah tercantum dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.

52
Hasil Wawancara Pribadi Penulis dengan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sofiyanti Harris
Kartasasmita, S.H.
58

Notaris dapat mengalami kekeliruan dalam proses pembuatan akta,

kemungkinan kesalahan-kesalahan yang terjadi adalah sebagai berikut53:

1. Kesalahan ketik pada salinan Notaris, dalam hal ini kesalahan tersebut dapat

diperbaiki dengan membuat salinan baru yang sama dengan yang asli dan hanya

salinan yang sama dengan yang asli baru mempunyai kekuatan sama seperti

akta asli;

2. Kesalahan bentuk akta Notaris, dalam hal ini dimana seharusnya dibuat berita

acara rapat tapi oleh Notaris dibuat sebagai pernyataan keputusan rapat;

3. Kesalahan isi akta Notaris, dalam hal ini mengenai keterangan dari para pihak

yang menghadap Notaris, di mana saat pembuatan akta dianggap benar tapi

ternyata kemudian tidak benar.

Menurut sudut pandang penulis, sebetulnya Notaris Endang Muniarti, S.H.

tidak sepenuhnya salah. karena tanda tangan yang tertera pada akta menandakan

bahwa pihak penghadap sudah setuju atas isinya, dan seharusnya jika tidak ingin

mengalami kerugian, maka penghadap disarankan lebih teliti lagi dalam membaca

isi akta sehingga tidak terjadi kekeliruan antara kedua belah pihak. kemudian pihak

notaris pun kurang teliti dalam membacakan/mengetik isi akta tersebut.

Dalam hal ini memang Notaris harus bertanggung jawab atas kekeliruan

yang terjadi di dalam kasus tersebut, namun pada kenyataannya, notaris tidak serta

merta sepenuhnya salah karena kelalaian yang terjadi di dalam kasus ini disebabkan

53
Mudofr Hadi, Varia Peradilan Tahun VI Nomor 72, Pembatalan Isi Akta Notaris Dengan Putusan
Hakim, 1991, hlm. 142-143
59

oleh kedua belah pihak. yang mengakibatkan akta autentik batal secara hukum

adalah dimana salah satu syarat saja tidak terpenuhi. contohnya adalah,

penghadap/client tidak hadir di hadapan Notaris kemudian isi akta tidak dibacakan

oleh Notaris dan juga akta tidak ditandatangani dan masalah yang ada di dalam

kasus ini termasuk kedalam pembatalan akta autentik secara hukum, yaitu

kekeliruan dalam pembacaan isi dari akta yang dikehendaki oleh para penghadap

namun tetap diberi tanda tangan.

Jika dalam proses pembuatan akta terdapat kendala dan dipermasalahkan

oleh para pihak yang mempunyai kepentingan atas akta tersebut, untuk

penyelesaiannya harus dibatalkan atas dasar kebatalan seabgaimana diatur dalam

Pasal 84 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 dan pembatalan

akta Notaris mempunyai kekuatan alat bukti yang sempurna. Kesalahan atau

kekeliruan yang terjadi mengenai akta-akta yang dibuat oleh Notaris akan

diperbaiki atau dikoreksi hakim saat akta Notaris tersebut diberikan ke pengadilan

untuk dijadikan alat bukti.

B. Akibat Hukum Pertanggungjawaban Perdata Terhadap Pemalsuan Tanda

tangan Dalam Akta Autentik Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris


60

Habib Adjie berpendapat54 materiele bewijskracht atau pembuktian materiil

adalah kepastian mengenai materi suatu akta. maksudnya adalah, apa yang tersebut

di dalam akta adalah pembuktian yang sah atas mereka yang mempunyai hak dan

berlaku untuk umum atau para pihak yang menghendaki akta tersebut, kecuali ada

tegenbewijs atau pembuktian sebaliknya. keterangan yang telah dimuat di dalam

berita acara (atau akta pejabat) di hadapan Notaris (akta pihak) harus benar atau

dinilai telah benar berkata, jika pernyataan para penghadap tersebut tidak benar

berkata, maka para pihak harus bertanggung jawab sendiri. sehingga isi akta notaris

harus mempunyai kepastian yang sebenar-benarnya, karena akta tersebut akan

menjadi bukti yang sah diantara/untuk para pihak, ahli waris dan para penerima hak

mereka.

Dalam melakukan tugasnya, seorang Notaris harus segera meminta tanda

tangan penghadap setelah Notaris membacakan isi akta sebagaimana diatur di

dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris Tahun 2004 yang

berbunyi sebagai berikut:

“Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap


penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak
dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.”

hal ini dikarenakan jika penghadap tidak memberi tanda tangan pada akta

notaris tersebut, maka hal itu akan membuat notaris berada dalam posisi yang

berbahaya. karena selalu ada kemungkinan bahwa notaris berhadapan dengan klien

54
Habib Adjie, Op. cit, hlm. 132.
61

yang nakal. seringkali klien mengaku bahwa klien tersebut tidak dapat memberi

tanda tangan, padahal dalam kenyataannya, klien tersebut kemungkinan berbohong

dan dapat memberi tanda tangan. akan tetapi, jika benar adanya klien tidak dapat

memberi tanda tangan pada akta, notaris dapat mengambil sidik jari klien tersebut

dan notaris menerangkan mengapa pihak tersebut tidak dapat memberi atau

menulis tanda tangannya. ada beberapa akibat hukum yang ditimbulkan jika notaris

melanggar peraturan yang telah ditetapkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 85

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang berbunyi

sebagai berikut:

a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pemberhentian sementara;
d. pemberhentian dengan hormat; atau
e. pemberhentian dengan tidak hormat.

sanksi tersebut berupa sanksi administratif, yaitu merupakan pemberhentian

sementara, peringatan tertulis, pemberhentian secara hormat maupun tidak hormat.

Kewajiban seorang Notaris diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris

Nomor 2 Tahun 2014 Pasal 16 ayat (1) huruf a sampai dengan k yang berisi sebagai

berikut:

“Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib:


f. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
g. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya
sebagai bagian dari Protokol Notaris;
h. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada
Minuta Akta;
i. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta
berdasarkan Minuta Akta;
62

j. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-


Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
k. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai
dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan
lain;
l. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku
yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah
Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid
menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta,
bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
m. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga;
n. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan
waktu pembuatan Akta setiap bulan;
o. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau
daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat
pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama
setiap bulan berikutnya;
p. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada
setiap akhir bulan;”

Sehingga jika notaris melanggar kewajiban sebagaimana tertera pada Pasal

16 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris, dapat dikenai sanksi administratif

yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 Pasal

84 yang berisi sebagai berikut:

“Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf
k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52 yang
mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai
akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi
alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya,
ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.”
63

Maka, akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris yang berhubungan,

memberi akibat bahwa akta yang dimaksud hanya memiliki kekuatan pembuktian

sebagai akta di bawah tangan atau menjadi batal hukum. 55

Dalam alasan atau keadaan tertentu, suatu akta yang dikehendaki para pihak

dapat batal demi hukum, alasannya adalah jika materi akta tersebut bertentangan

dengan aturan hukum. Akta notaris secara materiil tidak memiliki kekuatan

eksekusi dan batal demi hukum dengan putusan pengadilan apabila dalam akta

Notaris terdapat unsur sebagai berikut:56

a. Memuat lebih dari 1 (satu) Tindakan atau perbuatan hukum

b. Materi akta bertentangan dengan hukum yang mengatur Tindakan atau

perbuatan hukum tersebut.

Pada hakikatnya, notaris wajib membacakan akta di hadapan penghadap

dengan sejelas-jelasnya dan dihadiri oleh setidaknya 2 (dua) orang saksi dan

ditandatangani langsung saat itu juga oleh para penghadap, saksi dan notaris. hal

tersebut tertera dalam Pasal 40 ayat (1) yang berbunyi “Setiap Akta yang dibacakan

oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan

perundang-undangan menentukan lain.”

Dan dijelaskan juga bahwasanya Notaris harus hadir secara fisik dan

memberi tanda tangan untuk akta di hadapan para penghadap dan sanksi. Esensi

55
Habib Adjie, Op, Cit. hlm. 149.
56
Habib Adjie, Op. cit, hlm. 139.
64

dari Pasal tersebut dihubungkan dengan Pasal 39 ayat (2) dan ayat (3) yang

berbunyi sebagai berikut:

(1) Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh
2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas)
tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau
diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.
(2) Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas
dalam Akta.

Dalam pasal di atas, Notaris juga harus kenal dengan para penghadap satu

sama lain dan pengenalan tersebut secara tegas harus dinyatakan di dalam akta

juga berlaku kepada saksi. Hal tersebut disebut dalam Pasal 40 ayat (3) dan ayat

(4), akta tersebut berisi sebagai berikut:

(3) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh Notaris atau
diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan
kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap.
(4) Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi
dinyatakan secara tegas dalam Akta.Mengenai esensi dari pasal-pasal
tersebut, seorang Notaris harus mengenal identitas dari para penghadap
maupun saksi berdasarkan identitas yang diperlihatkan kepada Notaris, dan
juga di tempat yang sama saat itu juga.

Umumnya, akta adalah suatu dokumen yang pasti ditanda tangani, benda

tersebut mengandung keterangan yang berhubungan dengan hal-hal atau kejadian-

kejadian yang bisa menjadi permulaan atas suatu kejadian yang memuat perjanjian.

Akta bisa juga dikatakan sebagai suatu tulisan yang mengandung pernyataan, suatu

perbuatan atau peristiwa hukum. Hal tersebut terkandung di dalam akta yang

mempunyai beberapa sifat, yaitu ada yang sifatnya autentik dan juga bersifat di

bawah tangan.
65

pada kenyataannya, Notaris Endang Muniarti, S.H. hanya membuat akta

berdasarkan apa yang dinyatakan oleh para pihak/penghadap, yaitu Ir. Gregorius

Daryanto. Notaris telah menciptakan akta tersebut dalam bentuk yang sudah sesuai

dengan ketentuan undang-undang, dan dalam hal ini, notaris bukan pihak di dalam

akta tersebut. karena pencantuman nama notaris mengikuti ketentuan yang telah

ditulis oleh Undang-Undang. dalam akta tersebut sudah tidak ada hubungan hukum

lagi, karena akta tersebut dapat dibatalkan jika adanya pembuktian ketidak benaran

atas akta. juga, tidak berlaku lagi kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah

tangan dan keputusan pengadilan mahkamah agung telah mempunyai kekuatan

hukum tetap.

Pada hakikatnya, sanksi adalah instrument yuridis yang diberikan jika

larangan-larangan atau kewajiban-kewajiban yang telah mempunyai ketentuan

dalam hukum dilanggar.57 Namun dalam kasus ini, tidak terdapat pemalsuan tanda

tangan dalam akta autentik, karena pemalsuan akta autentik identik dengan

pemalsuan tanda tangan oleh seseorang. Permasalahan yang ditimbulkan dalam

kasus ini adalah, Notaris Endang Muniarti, S.H. hanya kurang teliti dalam

penjabaran isi akta terhadap para penghadap saja dan penghadap kurang teliti dalam

membaca ulang isi akta. Karena pastinya Notaris memberi kesempatan kepada para

penghadap untuk membaca ulang atau memastikan isi dari akta sehingga

mengurangi potensi kekeliruan atau miskomunikasi antara penghadap dan notaris.

57
Habib Adjie, Op. Cit. hlm 90.
66

Seharusnya akta yang tadinya autentik terdegradasi menjadi akta di bawah tangan

biasa. Sehingga kekuatan akta tersebut hanya untuk kedua belah pihak tanpa bisa

menjadi bukti di pengadilan. 58

Hal ini tidak seharusnya diselesaikan melalui cara pidana, namun dapat

diselesaikan melalui cara perdata karena yang terjadi di dalam kasus ini bersumber

dari peristiwa hukum perdata. dari kasus tersebut maka akta dapat dijadikan akta

tidak autentik karena tidak terpenuhinya syarat-syarat yang menjadikan akta

autentik. 59

Berdasarkan uraian di atas, dalam Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, mengatur bahwa Akta Notaris adalah akta

autentik yang dibuat di hadapan notaris. tata cara dan bentuk akta autentik sudah

diatur oleh Undang-Undang. akta tersebut adalah suatu pembuktian dalam

pembuatan suatu akta. sebagai notaris, tentu harus memperhatikan norma-norma

tersebut di samping ketentuan perundang undangan dan kode etik notaris. dari yang

penulis amati dalam kasus tersebut, Akta menjual No.51,52 dan akta jual beli No.65

adalah Akta partij, artinya akta tersebut dibuat berdasarkan keterangan dan

pernyataan para pihak atau penggugat. maka dari itu notaris tidak memiliki

kepentingan di dalam akta tersebut. karena Notaris menciptakan akta tersebut

berdasarkan kehendak yang dinyatakan oleh para pihak, sehingga seluruh materi

58
Hasil Wawancara Pribadi Penulis dengan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sofiyanti Harris
Kartasasmita, S.H.
59
Hasil Wawancara Pribadi Penulis dengan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sofiyanti Harris
Kartasasmita, S.H.
67

dan isi di dalam akta tersebut adalah tanggung jawab para pihak atau penghadap,

dalam Partij acte notaris tidak wajib memberi bukti kebenaran materiil dari apa

yang diterangkan para pihak.

Syarat sah perjanjian salah satunya terdapat dalam Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang berisi sebagai berikut:

“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat:


1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. suatu pokok persoalan tertentu.
4. suatu sebab yang tidak terlarang.”

Pasal tersebut menjelaskan bagaimana pentingnya kecakapan pada

bertindak, kesepakatan para penghadap, adanya hal tertentu yang disepakati dan

suatu sebab yang halal terhadap perjanjian tersebut, jika suatu akta menimbulkan

suatu pidana, maka syarat perjanjian harus diperhatikan melalui unsur-unsur

perjanjian yang ada di dalamnya. Dalam hal ini timbul kesalahpahaman pengartian

mengenai kedudukan Notaris sementara itu akta autentik yang diciptakan oleh

Notaris adalah alat bukti hukum perdata, maka, menurut penulis kasus ini terjadi

karena ada kesalahpahaman dalam penandatanganan yang di lakukan oleh Ir.

Gregorius Daryanto. beliau mengaku tidak membaca ulang isi surat sedangkan

tuduhan yang dikenakan kepada Ny. Endang Muniarti, S.H. adalah tuduhan

pembuatan surat/dokumen palsu. sementara itu, dalam hal ini kedua belah pihak

hanya tidak memenuhi syarat perjanjian objektif sebagaimana dalam Pasal 1320

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata nomor 3 dan 4.


68

Beberapa ahli hukum, contohnya seperti Mariam Darus, J J.Satrio dan

Sudikno Mertokusuno sepakat bahwa ada beberapa unsur perjanjian, unsur itu

terdiri dari unsur naturalia, unsur esensialia dan unsur aksidentalia. Pengertian

ketiga unsur tersebut adalah sebagai berikut 60:

a. Unsur esensialia biasanya disebut dengan bagian inti perjanjian, unsur

esensialia adalah unsur yang mutlak dan harus ada karena unsur tersebut

adalah syarat sahnya perjanjian. Sehingga, keempat syarat dalam Pasal 1320

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah unsur esensialia suatu

perjanjian. Sifat esensialia perjanjian merupakan unsur penentu perjanjian itu

tercipta (Constructive oordeel).

b. Unsur naturalia adalah unsur yang biasanya melekat pada perjanjian, unsur

naturalia adalah unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus pada perjanjian

secara diam-diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian. unsur ini

melekat pada perjanjian atau sifat bawaan (natuur). contohnya adalah penjual

perlu menjamin cacat-cacat tersembunyi kepada pembeli.

c. Unsur aksidentalia adalah unsur yang secara tegas harus dinyatakan atau

dimuat di dalam perjanjian oleh para pihak. umpamanya jika perselisihan

terjadi, maka para pihak telah memastikan tempat yang ditunjuk.

untuk meyakinkan suatu akta tersebut tidak atau sahnya, digunakan asas

praduga sah (vermoeden Van Rechtimatigheid). atau dapat juga disebut dengan

60
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada,2010), hlm. 84.
69

Presumtio Iustae Causa. yang mana asas ini menganggap sah suatu produk hukum

sebelum munculnya putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap dan

memberi pernyataan tidak sah. oleh asas ini, maka akta autentik yang diciptakan

oleh Notaris Ny. Endang Muniarti, S.H. patut dianggap sah dan mengikat para

pihak sebelum dari aspek lahiriah terdapat bukti ketidakabsahan, secara materiil

maupun formal dari akta autentik tersebut.

Hermin Hediati Koeswadji berpendapat, perbuatan melawan hukum

maupun perbuatan melanggar ketetapan yang sudah ditetapkan oleh Undang-

Undang dan dapat diancam dengan pidana memiliki 2 (dua) unsur, yaitu sebagai

berikut61:

b. Unsur objektif adalah unsur-unsur yang terdapat di luar manusia yang dapat

berupa:

1) Suatu tindakan atau tindak tanduk yang dilarang dan diancam dengan

sanksi pidana, seperti memalsukan surat, sumpah palsu, pencurian;

2) Suatu akibat tertentu yang dilarang dan diancam sanksi pidana oleh

undang-undang, seperti pembunuhan, penganiayaan;

3) Keadaan atau hal-hal yang khusus dilarang dan diancam sanksi pidana

oleh undang-undang, seperti menghasut, melanggar kesusilaan umum.

c. Unsur subjektif yaitu unsur-unsur yang terdapat di dalam diri manusia.

1) Dapat dipertanggungjawabkan (toerekeningsvatbaarheid).

61
Liliana Tedjosapatro, Mal Praktek Notaris dan Hukum Pidana, CV Agung, Semarang, 1991, hlm.
51.
70

2) Kesalahan (schuld).

Hal ini menjelaskan bahwa, penjatuhan pidana kepada Notaris dapat

dilakukan, namun dengan Batasan sebagai berikut 62:

1) Terdapat tindakan hukum dari notaris terhadap aspek formal akta yang

sengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan, bahwa akta

yang dibuat di hadapan notaris atau oleh notaris bersama-sama (sepakat)

untuk dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindakan pidana;

2) Terdapat tindakan hukum dari notaris dalam membuat akta di hadapan

atau oleh notaris yang bila diukur berdasarkan Undang-Undang Jabatan

Notaris tidak sesuai dengan UU Perubahan atas UUJN tersebut;

3) Tindakan notaris tersebut tidak sesuai menurut instansi yang berwenang

untuk menilai suatu tindakan notaris, hal ini disebutkan dalam Majelis

Pengawas Notaris.

Dari yang penulis teliti, aspek pertanggungjawaban perdata pemalsuan

tanda tangan terhadap akta autentik yang dimaksud adalah, jika notaris melakukan

perbuatan melawan hukum terhadap akta autentik sebagaimana kasus yang penulis

maksud, hal tersebut dapat berdampak akan batalnya akta menjadi autentik dan

status tersebut berubah menjadi akta di bawah tangan. akta tersebut dapat

dibatalkan telah searah dengan teori kewenangan dan konsep perlindungan hukum.

seperti apa yang disebut dalam teori kewenangan, Contoh kewenangan secara

62
Habib Adjie, Batasan Pemidanaan Notaris, Jurnal Renvoi, Nomor 10-22 Tanggal 3 Maret, 2005,
h1m. 123- 125.
71

atribusi salah satunya adalah saat Notaris menciptakan akta autentik. Berdasarkan

Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

yang berisi sebagai berikut:

“Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,


perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.“

Namun dalam hal ini, Notaris tidak memenuhi salah satu unsur dalam pasal

di atas, maka terjadi suatu akibat hukum yang mana suatu akta batal menjadi akta

autentik dan berubah menjadi akta di bawah tangan. Karena Notaris mempunyai

bukti dan data yang valid atas dokumen yang dimilikinya, sehingga jika bukti

tersebut dapat dinyatakan tidak valid oleh para penghadap, maka Notaris tersebut

tentu telah melanggar peraturan perundang-undangan dan merugikan para pihak

yang berkaitan, juga mengakibatkan perubahan kekuatan pembuktian akta yang

mana batalnya akta autentik tersebut bagi pengadilan.


BAB IV

PENUTUP/SIMPULAN

Dari hasil pembahasan dan penelitian pada bab-bab di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa sebagai berikut:

1. Aspek hukum pertanggungjawaban perdata terhadap pemalsuan tandatangan dalam

akta autentik dihubungkan dengan undang-undang nomor 2 tahun 2014 tentang

jabatan Notaris adalah kasus ini memiliki kekuatan hukum tetap dari Mahkamah

Agung. namun putusan hakim terkait tidak selaras dengan Undang-undang Nomor

2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. karena para pihak maupun notaris telah

menjalankan proses pembuatan akta sesuai dengan Pasal 40 Undang-Undang

Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, kedua belah pihak telah sepakat atas

pembuatan akta tersebut, namun terdapat kekeliruan atau miskomunikasi antara

Notaris dengan para pihak.

Dalam hal ini Notaris dapat dibebankan tanggung jawab atas kekeliruan

yang terjadi di dalam kasus tersebut, namun dalam hal ini, notaris tidak serta merta

sepenuhnya salah karena kekeliruan yang terjadi di dalam kasus ini disebabkan oleh

kedua belah pihak. yang mengakibatkan akta autentik batal secara hukum adalah

dimana salah satu syarat saja tidak terpenuhi.

Jika dalam proses pembuatan akta terdapat kendala dan dipermasalahkan

oleh para pihak yang mempunyai kepentingan atas akta tersebut, untuk

penyelesaiannya harus dibatalkan atas dasar kebatalan sebagaimana diatur dalam

72
73

Pasal 84 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 dan pembatalan

akta Notaris mempunyai kekuatan alat bukti yang sempurna. Kesalahan atau

kekeliruan yang terjadi mengenai akta-akta yang dibuat oleh Notaris akan

diperbaiki atau dikoreksi hakim saat akta Notaris tersebut diberikan ke pengadilan

untuk dijadikan alat bukti.

2. Akibat hukum pertanggungjawaban perdata terhadap pemalsuan tanda tangan

dalam akta autentik dihubungkan dengan undang-undang nomor 2 tahun 2014

tentang jabatan Notaris adalah kesalahpahaman pengartian mengenai kedudukan

Notaris, karena akta autentik yang diciptakan Notaris adalah alat bukti hukum

perdata maka tuduhan pembuatan surat/dokumen palsu kepada Notaris kuranglah

tepat. sementara itu kedua belah pihak hanya tidak memenuhi syarat perjanjian

objektif sebagaimana dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

maka terjadi suatu akibat hukum yang mana suatu akta batal menjadi akta autentik

dan berubah menjadi akta di bawah tangan. Karena Notaris mempunyai bukti dan

data yang valid atas dokumen yang dimilikinya.

Namun, jika para penghadap dapat membuktikan bahwa akta autentik

tersebut tidak benar/cacat hukum di persidangan dalam pengadilan, maka hal

tersebut dapat mengakibatkan pembatalan atas akta autentik tersebut, yang mana

kekuatan pembuktian sebagai akta autentik maupun akta di bawah tangan sudah

tidak akan berlaku, karena akta yang bisa dibatalkan tersebut mempunyai hubungan

dengan asas praduga sah, adalah suatu tindakan cacat hukum jika pembuktian para

penghadap benar. hal tersebut dapat mengakibatkan Notaris tidak berwenang dalam
74

membuat akta secara materiil, lahiriah, dan formal. karena tidak sesuai dengan

Undang-Undang yang mengatur tentang pembuatan akta Notaris.


DAFTAR PUSTAKA

Buku buku:

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti,


2010

Adjie Habib, Hukum Notaris Indonesia, Erlangga, Jakarta, 2006

Anshori dan Abdul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia,Perspekti Hukum dan


Etika, UI Press, Yogyakarta, 2009

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang- Undang


Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanannya, Djambatan, Jakarta, 2003

G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga, Jakarta,


1999

Hyronimus Rhiti, Filsafat Hukum Edisi Lengkap (Dari Klasik ke Postmodernisme),


Ctk. Kelima, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2015

Ibrahim dan Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Normatif, Bayumedia


Publising, Malang, 2012.

Krich, A.M, Anatomi Cinta: Risalah Cinta, Arti Cinta & Kekuatan Cinta, terjemahan
Nosa Normanda dan Dewi anggraeni, Komunitas bamboo, Jakarta, 2009

Lawrence M. Friedman, Hukum Amerika: Sebuah Pengantar, Terjemahan dari


American Law An Introduction, 2nd Edition, Alih Bahasa: Wisnu Basuki,
Tatanusa, Jakarta, 2001

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media


Group, Jakarta, 2008

Prajitno, A. A., Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia,
Perwira Media Nusantara, Surabaya, 2015

R. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, PT Citra Aditya Bakti,


Bandung, 1998

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam


Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung, 2011

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta,


1998

75
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Keempat, Liberty,
Yogyakarta, 1993

Subekti, R, Hukum Acara perdata, Bima Cipta, Jakarta, 1989.

Subekti R. dan Tjitrosudibio R, Kitab Undang-Undang Hukum perdata, Pradnya


Paramita, Jakarta, 2004

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, Rajawali Perss, Jakarta, 2012

Soerjono Soekanto, Penghantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2009

Soesilo, R., RIB / HIR Dengan Penjelasan, Politeia, Bogor, 1995

Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hakim, Sinar Grafika, Jakarta, 2002

Sugiyono, Metodologi Penelitian Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2009

Sri Mamudji, Et Al, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, Fakultas Hukum UI,
Jakarta, 2005

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung,


2016

Syamsudin.M, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada,


Jakarta, 2007

Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi
Pustaka, Jakarta, 2010

Victor Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Aspek Hukum Akta Catatan


Sipil Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1991

Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha


Negara, Buku I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan


Nasional

76
Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang


Nomor 30 Tahun 2004 tentang Undang-undang Jabatan Notaris

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan


Kehakiman

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


Undangan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka


Panjang Tahun 2005-2025.

Jurnal Jurnal:

Cita Astungkoro Sukmawirawan et.al, Kekuatan Pembuktian Legalisasi Dan


Waarmerrking Akta Dibawah Tangan Oleh Notaris.

Dimas Agung Prastomo, Akhmad Khisni, Akibat Hukum Akta Di Bawah Tangan Yang
Dilegalisasi Oleh Notaris, Jurnal Akta, Vol. 4, No. 4, 2017.

Hadi Nuskah Alhaqi, Ashoya Ratam, Widodo Suryandono, Otentisitas Suatu


Akta Notaris Tanpa Adanya Dokumen Pendukung Akta

Sumber Elektronik:

Ebta Setiawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Diakses Melalui Website:
<https://kbbi.web.id/renvoi>, Akses internet tanggal 11 Januari 2022, Pukul
15:25.
Mas Hushendar, Tuntutan Ganti Kerugian Dalam Perkara Praperadilan, Diakses
Melalui Website: <https://badilum.mahkamahagung.go.id/artikel-
hukum/2990tuntutan-ganti-kerugian-dalam-perkara-praperadilan.html>, Akses
internet tanggal 18 februari 2022, Pukul 22:43 WIB

Hasil Wawancara:

Hasil Wawancara Pribadi Penulis dengan Ibu Sofiyanti Harris Kartasasmita, S.H.
selaku Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kantor Notaris Sofiyanti
Harris Kartasasmita, S.H. tanggal 21 Maret 2022 Pukul 11.50 WIB

77
LAMPIRAN

Foto Bersama Pejabat Notaris dan PPAT Sofiyanti Harris Kartasasmita, S.H
KEMENTERIAN AGAMA R.I.
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
Jl. A.H. Nasution No. 105 Cibiru Bandung 40614 Telp. (022) 7802278 Fax. (022) 7802278

Nomor : B-54/Un.05/III.3/PP.00.9/02/2020 Bandung, 21 Maret 2022


Lamp. : -
Perihal : Izin Observasi

Kepada Yth,
Bapak/Ibu Pimpinan
Notaris dan PPAT Sofiyanti Harris Kartasasmita, S.H.,M.kn.
Jl. Raya Bojongsoang No, 137, Bojongsoang, Kec. Bojongsoang,
Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan
Gunung Djati Bandung, dengan ini memberikan pengantar kepada mahasiswa:

Nama NIM Jurusan/Semester


Raisa Salsabila
Natanegara 1173050103 IH/VI

untuk melakukan observasi di Instansi yang Bapak/Ibu pimpin. Adapun waktu


pelaksanaannya dibatasi hanya 1 (satu) hari dengan memperhatikan protocol
kesehatan covid-19/tatanan normal baru. Sehubungan dengan hal tersebut,
kami mohon dengan hormat kiranya Bapak/Ibu dapat memberikan izin dan
bantuannya kepada yang bersangkutan.
Demikian, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

a.n. Dekan,
Wakil Dekan I,

Dr. H. Syahrul Anwar, M.Ag.


NIP. 19720502 200003 1 004

Catatan:
Nomor Tlp. Konfirmasi: 081211775054

Tembusan Yth.:
Dekan Fakultas Syariáh dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung (sebagai laporan)

Anda mungkin juga menyukai