Anda di halaman 1dari 131

KEDUDUKAN NOTARIS DALAM MEMBERIKAN

KETERANGAN DI DEPAN HAKIM BERKAITAN


DENGAN AKTA YANG DIBUAT DIHADAPANNYA

TESIS

Oleh

INDAH PERMATASARI SITOMPUL


167011205 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KEDUDUKAN NOTARIS DALAM MEMBERIKAN
KETERANGAN DI DEPAN HAKIM BERKAITAN
DENGAN AKTA YANG DIBUAT DIHADAPANNYA

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada


Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara

Oleh

INDAH PERMATASARI SITOMPUL


167011205 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji pada :
Tanggal : 29 Januari 2020

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum
Anggota : 1. Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum
2. Notaris Dr. Suprayitno, S.H., M.Kn
3. Dr. Marlina, S.H., M.Hum
4. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H. CN., M.Hum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya INDAH PERMATASARI SITOMPUL dengan ini menyatakan bahwa tesis

saya :

KEDUDUKAN NOTARIS DALAM MEMBERIKAN KETERANGAN


DI DEPAN HAKIM BERKAITAN DENGAN AKTA YANG
DIBUAT DIHADAPANNYA

Adalah karya orisinal saya dan setiap serta seluruh sumber acuan telah ditulis sesuai

dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku di Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara.

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini

dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, 29 Januari 2020


Yang Menyatakan,

INDAH PERMATASARI SITOMPUL


N I M : 167011205

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Notaris merupakan suatu profesi yang mandiri yang bisa membantu


masyarakat, baik itu secara sosial sebagai bentuk pengabdian kepada bangsa dan
negara. Seiring dengan tugas Notaris sebagai pembuat akta otentik maka Notaris
juga harus menjaga lancarnya suatu proses hukum termasuk yang berkenaan
dengan proses peradilan baik peradilan pidana maupun peradilan perdata. Dalam
praktek Notaris ditemukan kenyataan, jika ada akta Notaris dipermasalahkan oleh
para pihak atau pihak lainnya, maka Notaris ditarik sebagai pihak yang turut serta
melakukan atau membantu melakukan suatu tindak pidana yaitu membuat atau
memberikan keterangan palsu ke dalam akta Notaris. Berdasarkan latar belakang
tersebut maka sangat menarik untuk mengkaji permasalahan sebagai berikut :
Bagaimana pengaturan hukum tentang kedudukan Notaris dikaitkan dengan akta
yang dibuat di hadapannya. Bagaimana kedudukan Notaris dalam memberikan
keterangan didepan hakim berkaitan dengan akta yang dibuat di
hadapannya.Apakah sajakah yang menjadi polemik terkait kedudukan Notaris
dalam memberikan keterangan didepan hakim dalam perkara yang berkaitan
dengan akta yang dibuat di hadapannya.
Jenis penelitian ini adalah penelitian Hukum normatif. Sifat penelitian ini
adalah preskiptif analitis, yang dimaksudkan untuk memberikan argumentasi atas
hasil penelitian yang dilakukannya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini dilakukan dengan studi pustaka (library research). Sebelum dilakukan analisis,
terlebih dari dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data
yang dikumpulkan. Setelah itu, keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan
disistematisasikan secara kualitatif.
Kedudukan Notaris dalam memberikan keterangan di depan hakim terkait
dengan akta yang dibuat di hadapannya erat kaitannya dengan pembuktian. Bahwa
ketika Notaris dihadirkan dalam sidang sebagai saksi dalam hal memberikan
keterangan di hadapan hakim terkait akta yang dibuat di hadapannya, yang
dibutuhkan aparat penegak hukum adalah menemukan kebenaran dalam perkara
pidana dan ini memerlukan Notaris sebagai pihak yang meng-konstantir kehendak
para pihak dan juga membutuhkan keterangan Notaris terkait akta- akta yang telah
dibuatnya bagi para pihak. Banyak peraturan perundang-undangan yang
meniadakan kewajiban ingkar Notaris jika terjadi persoalan menyangkut akta
yang dibuat oleh dan atau dihadapan Notaris.
Dalam kedudukan Notaris memberikan keterangan di depan hakim
(perkara perdata) Notaris dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk membuat
kesaksian karena jabatannya menurut UU diwajibkan untuk merahasiakannya
(Pasal 1909 ayat (3) KUH Perdata). Beberapa polemik terkait kedudukan Notaris
dalam hal memberikan keterangan di depan hakim berkaitan dengan akta yang
dibuat di hadapannya dapat diatasi dengan memaksimalkan peran Majelis
pengawas yang tetap eksis dalam melakukan pengawasan terhadap Notaris karena
masih banyak kewenangan lain dibidang pengawasan yang diberikan oleh UUJN.

Kata Kunci : Kedudukan Notaris, Wajib Ingkar Notaris, Kesaksian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT

Notary is an independent profession that helps people socially as the


service for the nation and the state. Besides making authentic deeds, a Notary has
to make the smoothness of legal process concerning the process of Administration
of Justice, either criminal or civil justice. In practice, when there is a problem in
the process of making deeds, a Notary will be charged of participating or helping
do criminal act in making or giving false testimony in the deeds. The research
problems are how about the position of a Notary related to thedeeds he has made,
how about his position in giving testimony before the Judge concerning the deeds
he has made, and how about something which becomes polemic concerning his
testimony before the Judge in the case of the deeds madebefore him.
The research used juridical normative method with prescriptive analytic
approach which was aimed to give argumentation of the research result. The data
were gathered by conducting library research. Prior to the analysis, examination
and evaluation were done on all of the gathered data which were analyzed and
systemized qualitatively.
The position of a Notary in giving testimony before the Judge concerning
the deeds he has made is closely related to evidence. As a witness who gives
testimony, he is required to provide truth in the criminal case, and he is needed to
ascertain the willingness of the parties who also need his testimony about the
deeds he has made for the persons appearing. Many legal provisions which
remove the right of objection of a Notary when there is the case on deeds made
before a Notary.
The position of a Notary in giving testimony before the Judge (in civil
case) is that he can ask for being free from the obligation to be a witness due to
his position. The lawrequires him to keep it confidential (Article 1909, paragraph
3 of the Civil Code). The problemson the position of a Notary ingiving testimony
before the Judge concerning the deeds he has madecan be solved by maximizing
the role of the Notarial Supervisory Council which always supervises Notary
because there are still many authorities in supervision given by UUJN.

Keywords: Position of Notary, Notary’s Rightof Objection, Witness

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkat dan kasih karunia-Nya yang tiada berkesudahan dan telah

memberikan penulis kekuatan dan kemampuan sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan Tesis yang berjudul “Kedudukan Notaris Dalam

Memberikan Keterangan Di Depan Hakim Berkaitan Dengan Akta Yang

Dibuat Dihadapannya”.

Tesis ini disusun oleh penulis untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyusunan Tesis ini, namun

penulis menyadari bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

dari semua pihak yang menaruh perhatian demi kesempurnaan Tesis ini.

Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih yang tak

terhingga kepada kedua orang tua penulis, Mama dan Papa yang selalu berjuang

dengan penuh pengorbanan dan kasih sayang membesarkan anak-anaknya, yang

selalu mendoakan penulis, yang selalu memberikan nasihat dan dukungan kepada

penulis agar dapat menyelesaikan perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terima

kasih kepada saudara-saudari kandung penulis dr.Kurnia A.Sitompul,Sp.GK,

kakak sulung yang selalu menjadi inspirasiku, kakak keduaku Novita Sitompul,

S.Sos, SH, MH, yang selalu menjadi motivatorku, adikku Pangeran Sitompul, ST

my one and only brother, adik kesayanganku Anak-anakku yang menjadi mood

booster pengerjaan tesis ini Maria chelsea Nainggolan dan Johny Alexander

Nainggolan terima kasih buat semua cinta kasih kalian. juga keluarga besar

penulis yang selalu mendukung penulis dan menjadi motivasi bagi penulis.

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Secara khusus penulis juga ingin menyampaikan terimakasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu

penulis selama perkuliahan dan dalam penyelesaian Tesis ini:

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Ibu Prof. Dr. T. Keizerina Devi Azwar S.H., CN., M.Hum., selaku Ketua

Program Prodi Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera

Utara;

6. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang

telah meluangkan waktunya dengan sabar membimbing, mengarahkan,

memeriksa, dan memberi banyak bantuan kepada penulis dalam penulisan

Tesis ini;

7. Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

meluangkan waktunya dengan sabar membimbing, mengarahkan, memeriksa,

dan memberi banyak bantuan kepada penulis dalam penulisan Tesis ini;

8. Notaris Dr. Suprayitno, SH, M.Kn., selaku Dosen Pembimbing III yang telah

meluangkan waktunya dengan sabar membimbing, mengarahkan, memeriksa,

dan memberi banyak bantuan kepada penulis dalam penulisan Tesis ini;

9. Seluruh Staf Pengajar Program Prodi Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara yang telah mengajar dam membimbing penulis selama

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menempuh pendidikan di Fakultah Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh pegawai Program Prodi Pascasarjana Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pelayanan administrasi

yang baik selama proses akademik penulis.

11. Terima kasih kepada Keluarga Besar Kelas Reguler khusus angkatan 2016

yang sama-sama berjuang selama perkuliahan.

Akhir kata, penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan baik itu kata

maupun perbuatan. Semoga kiranya apa yang penulis tuliskan di Tesis ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2020


Hormat Penulis,

INDAH PERMATASARI SITOMPUL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : INDAH PERMATASARI SITOMPUL
Tempat/tgl lahir : Tarutung, 4 Februari 1987
Alamat : Jl. Ar. Hakim Gg. Kantil No.48 Medan
Jenis kelamin : Perempuan

II. IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ayah : DRS. POSMA SITOMPUL, SmHk
Nama Ibu : DRA. LINDA SIANTURI, Apt

III. PENDIDIKAN
SD : SD SWASTA ST. MARIA / TARUTUNG
(1993-1999)

SMP : SMP SWASTA ST.MARIA / TARUTUNG


(1999- 2002)

SMA : SMA SWASTA KRISTEN IMMANUEL


MEDAN (2002-2005)

S-1 : FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2005-2009)

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR ISTILAH ..................................................................................... ix
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 8
E. Keaslian Penelitian ............................................................... 9
F. Kerangka Teori dan Konsepsi .............................................. 11
1. Kerangka Teori ............................................................. 11
2. Kerangka Konseptual .................................................... 16
G. Metode Penelitian................................................................. 18
BAB II PENGATURAN MENGENAI KEDUDUKAN NOTARIS
BERKAITAN DENGAN AKTA YANG DIBUAT DI
HADAPANNYA ........................................................................ 22

A. Notaris sebagai Pejabat Pembuatan Akta ............................ 22


B. Tinjauan Yuridis Akta .......................................................... 31
C. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti .......................................... 36
BAB III ASPEK PERTANGGUNG JAWABAN DAN
PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DALAM
MEMBERIKAN KETERANGAN DI DEPAN HAKIM
BERKAITAN DENGAN AKTA YANG DIBUAT DI
HADAPANNYA ........................................................................ 46

A. Pertanggung Jawaban Notaris Yang Melanggar Ketentuan


Dalam Memnberikan Keterangan Di Depan Hakim Terkait
Akta Yang Dibuat Di Hadapannya ...................................... 46

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


B. Hak Dan Kewajiban Ingkar Sebagai Bentuk Perlindungan
Terhadap Notaris Dalam Memberikan Keterangan Di
Depan Hakim Berkaitan Dengan Akta Yang Dibuat Di
Hadapannya .......................................................................... 53
C. Perlindungan Hukum bagi Notaris oleh Majelis
Kehormatan Notaris (MKN) ................................................ 66

BAB IV BEBERAPA POLEMIK MENGENAI KEDUDUKAN


NOTARIS DALAM HAL MEMBERIKAN
KETERANGAN DI DEPAN HAKIM BERKAITAN
DENGAN AKTA YANG DIBUAT DI HADAPANNYA....... 70

A. Ketidaksinkronan Peraturan Perundang-Undangan


Mengenai Hak Dan Kewajiban Ingkar Notaris .................... 70

B. Putusan Mk 49 /Puu-X / 2012 Tentang Uji Materil Pasal


66 Uujn Dianggap Mengurangi Perlindungan Terhadap
Notaris Dalam Memberikan Keterangan Terkait Dengan
Akta Yang Dibuat Di Hadapannya ...................................... 80

C. Argumentasi Hak Ingkar Notaris dalam Peradilan Pidana


Tidak Dapat Digunakan ....................................................... 89

D. Pergeseran Kedudukan Notaris Dalam Memberikan


Keterangan Di Depan Hakim Terkait Akta Yang Dibuat
Di Hadapannya ..................................................................... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 106


A. Kesimpulan .......................................................................... 106
B. Saran .................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 111

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISTILAH

verschoningsplicht : kewajiban untuk tidak bicara

verschoningsrecht : berhak untuk tidak bicara

verschoningsplicht : mempunyai kewajiban untuk tidak bicara

Negligence : kekhilafan

Culpa : kesalahan

library research : studi pustaka

non-executable : tidak dapat dilaksanakan

volledig bewijs : kekuatan pembuktian sempurna

acta publica probant seseipsa : sesuai dengan yang telah ditentukan oleh
undang-undang

ambtelijke akten : akta pejabat

Verschoningsrecht : Hak Ingkar Notaris

Versoningsplicht : kewajiban ingkar Notaris

Vertrouvens persoon : seorang kepercayaan

Vertrouves ambt : jabatan kepercayaan

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR SINGKATAN

PJN : Peraturan Tentang Jabatan Notaris

UUJN : Undang-Undang Jabatan Notaris

MPD : Majelis Pengawas Daerah

PJN : Peraturan Tentang Jabatan Notaris

APHT : Akta Kuasa Pembebanan Hak Tanggungan

KUHAP : Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana

MKN : Majelis Kehormatan Notaris

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah Notaris di Indonesia dimulai pada zaman permulaan abad ke 17

yaitu didirikannya “ Oost Ind. Compagnie” yang mengangkat Melchior Kelchen

seorang sekretaris College van Schenpenen sebagai Notaris pertama di Indonesia

pada tanggal 27 agustus 1620. Kemudian, pada tanggal 16 juni 1625 dibuat suatu

peraturan yang menetapkan bahwa seorang Notaris wajib merahasiakan semua

informasi yang diberikan kliennya serta dilarang menyerahkan salinan akta-akta

milik kliennya. Peraturan ini disebut “Instruksi untuk Para Notaris” yang terdiri

atas 10 pasal.1 Praktik kenotariatan di Indonesia tidak lepas dari pengaruh Belanda

sebagai Negara penjajah , dimana sebagai Negara yang menganut sistem hukum

civil law Belanda telah banyak menanamkan doktrin-doktrin mengenai sistem

hukum di Indonesia. Sehingga, meskipun telah lama merdeka, Indonesia tetap

menggunakan sistem hukum civil law dan terus berlaku sampai sekarang.

Praktik kenotariatan di Indonesia semakin diakui dengan dikeluarkannya

Peraturan Tentang Jabatan Notaris (PJN) yang mengacu pada Notariswet yang ada

di Belanda pada januari 1860. Selanjutnya PJN dijadikan dasar pedoman bagi

praktik kenotariatan yang berlaku di Indonesia sehingga di sahkannya Undang-

undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.2

Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat Akta

Otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan

1
Ira Koesomawati dan Yunirman Rijan, Ke Notaris, Raih Asa Sukses, Jakarta, 2009, hal. 27
2
Ibid, hal. 28

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang

berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal

pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosee, salinan dan kutipan akta,

semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau

dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

selanjutnya disebut UUJN. Notaris merupakan suatu prpfesi yang mandiri yang

bisa membantu masyarakat, baik itu secara sosial sebagai bentuk pengabdian
3
kepada bangsa dan negara. Akta otentik sendiri mempunyai peranan penting

dalam Pembuktian didalam persidangan. Akta otentik merupakan alat pembuktian

yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang

yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut (vide

Pasal 165 HIR, Pasal 285 RBg, dan Pasal 1870 KUHPerdata).

Akta otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari

hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yaitu akta

tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain

yang dapat membuktikan sebaliknya. Sebaliknya, akta di bawah tangan dapat

menjadi alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani

serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya hanya

apabila tanda tangan dalam akta di bawah tangan tersebut diakui oleh orang

terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai (vide Pasal 1857 KUHPerdata). Notaris

merupakan jabatan kepercayaan sekaligus sebagai salah satu profesi di bidang

3
Hendry Sinaga Notaris, tabloid local news, 2008

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

hukum yang bertugas memberikan pelayanan dan menciptakan kepastian dan

perlindungan hukum kepada masyarakat dengan cara melakukan pembuatan akta

autentik dalam suatu perbuatan hukum melakukan legalisasi dan warmerking

terhadap surat-surat di bawah tangan. Akta autentik Notaris merupakan alat bukti

yang sempurna bagi para pihak yang melaksanakan perbuatan hukum tertentu

yang memuat hak dan kewajiban para pihak yang diuraikan secara jelas dalam

akta autentik Notaris tersebut.

Seiring dengan tugas Notaris sebagai pembuat akta otentik maka Notaris

juga harus menjaga lancarnya suatu proses hukum termasuk yang berkenaan

dengan proses peradilan . Proses peradilan yang dimaksud erat kaitannya dengan

pembuktian, baik pembuktian dengan tulisan maupun dengan kesaksian

(memberikan keterangan) di depan hakim terkait akta yang dibuat di hadapannya.

Notaris juga ikut menjaga kewibawaan dalam melaksanakan tugasnya,

karena akta autentik yang dibuatnya juga merupakan dokumen Negara, meskipun

Notaris tidak digaji oleh Negara, tetapi Notaris diangkat dan diberhentikan oleh

Negara melalui Menteri Hukum dan HAM.4 Dalam prakteknya Notaris harus

menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam undang-

undang. Jadi Notaris tidak boleh melaksanakan tugasnya tanpa menghiraukan

ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Akta

Notaris sebagai akta otentik dibuat menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan

dalam pasal 38s/d Pasal 65 UUJN.5 Suatu akta menjadi otentik jika memenuhi

4
R.Soesanto, Tugas, Kewajiban, dan Hak-hak Notaris,Wakil Notaris,Pradnya Paramita,
Jakarta, 2013, hal. 75.
5
Abdul Gofur Ansori, Lembaga Kenotariatan Indonesia : Perspektif Hukum dan Etika,
UII Press, Yogyakarta, 2009, hal.16.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Oleh karena itu, seorang Notaris

dalam menjalankan tugasnya itu wajib melaksanakan tugasnya dengan penuh

disiplin, profesional dan integritas moralnya tidak boleh diragukan. Apa yang

tertuang dalam awal dan akhir akta yang menjadi tanggung jawab Notaris adalah

ungkapan yang mencerminkan keadaan yang sebenar-benarnya dalam pembuatan

akta.6 Hal ini dinyatakan dengan tegas dalam Pasal 65 UUJN : “Notaris, Notaris

Pengganti, Notaris Pengganti Khusus dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung

jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun protokol Notaris telah diserahkan

atau dipindahkan kepada pihak penyimpan protokol Notaris.” Menurut abdul

Ghofur, tanggung jawab Notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan

kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya, dibedakan menjadi empat,

yaitu:7

1. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil


terhadap akta yang dibuatnya.
2. Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam
akta yang dibuatnya.
3. Tanggung jawab Notaris berdasarkan peraturan jabatan Notaris (UUJN)
terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya.
4. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan
kode etik Notaris.

Terkait dengan tanggung jawabnya itu tidak jarang pula Notaris yang

menyimpang dari tanggung jawab yang sudah diatur dalam undang-undang dan

peraturan jabatan Notaris, sehingga mengakibatkan ikut disangkut pautkannya

Notaris sebagai pihak yang bersalah terkait akta yang dibuatnya. Mengapa sampai

Notaris terkait terhadap akta yang dibuat dihadapannya yaitu karena hubungan

6
Than Thong Kie, Studi notariat-Serba Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve,
Jakarta, 2000, hal.166.
7
Abdul Ghofur Ansori,op.cit,hal. 34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

Notaris dengan klien adalah hubungan keperdataan. Terkait dengan hubungan

keperdataannya itu maka Notaris bertanggung jawab memberikan keterangan

terkait akta yang dibuat di hadapannya apabila suatu saat akta yang dibuatnya itu

bermasalah dan harus dibawa ke pengadilan. Namun disisi lain Notaris tidak

dibolehkan untuk memberikan kesaksian mengenai apa yang dimuat dalam

aktanya. Karena sumpah jabatan Notaris dan larangan

memberikan/memperlihatkan/memberitahukan hal yang berkaitan dengan akta

kecuali kepada orang-orang yang yang langsung berkepentingan,mewajibkan

Notaris untuk tidak bicara,sekalipun dimuka pengadilan. Di dalam hak ingkar

Notaris terkandung kewajiban untuk tidak bicara (verschoningsplicht) sehingga

Notaris tidak hanya berhak untuk tidak bicara (verschoningsrecht),akan tetapi

mempunyai kewajiban untuk tidak bicara (verschoningsplicht).8 Selain itu,

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya membuat akta otentik tidak luput

dari kesalahan atau kekeliruan baik disebabkan karena perilaku yang tidak

profesional atau memihak salah satu pihak, menambah atau mengurangi bagian

dari akta yang dapat menyebabkan akta tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki

penghadap, penghadap tidak memahami isi akta akibatnya akta tersebut tidak

dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Dalam ketentuan Pasal 4 dan Pasal 16 ayat (1) huruf f Undang-Undang

Jabatan Notaris mewajibkan notaris untuk menjaga kerahasiaan segala sesuatu

mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna

pembuatan akta sesuai dengan sumpah janji jabatan kecuali undang-undang

8
Freddy Harris, Accs dan Lenny Helena, S.H, M.Kn, Notaris Indonesia, PT. Lintas
Cetak Djaja, Jakarta, 2017, hal. 134

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

menentukan lain. Kemungkinan terhadap pelanggaran kewajiban tersebut

berdasarkan Pasal 16 ayat (11) Undang-Undang Jabatan Notaris, seorang notaris

dapat dikenai sanksi berupa teguran lisan sampai dengan pemberhentian dengan

tidak hormat. Terlebih lagi dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi

Republik Indonesia dengan Nomor: 49/PUU–X/2012 memutuskan telah

meniadakan atau mengakhiri kewenangan Majelis Pengawas Daerah (MPD) yang

tercantum dalam Pasal 66 ayat (1) UUJN membuat notaris seakan-akan tidak ada

perlindungan hukum bagi notaris dalam menjalankan tugas jabatannya. Ikatan

Notaris Indonesia (INI) harus berusaha menjalankan peranan pembinaan dan

perlindungan meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan para

notaris. Demikian juga menjalin hubungan dengan para penegak hukum lainnya,

agar penegak hukum lainnya yang ada hubungan dengan notaris dapat memahami

kedudukan notaris sesuai UUJN.

Berdasarkan konsekuensi Notaris dalam pembuatan akta tersebut tidak

jarang Notaris ikut tersangkut dalam kasus hukum terkait akta yang dibuat

dihadapannya. Ada pula Notaris yang diposisikan sebagai tergugat dan turut

tergugat dalam suatu perkara perdata terkait akta yang yang dibuat di hadapannya,

dan ada juga yang dilibatkan menjadi saksi bahkan tersangka dalam persidangan

terkait akta yang dibuat olehnya. Hal ini juga menandakan bahwa tidak ada

profesi yang kebal hukum, sekalipun penyandang profesi itu berlabel penegak

hukum. Prinsip yang sama juga berlaku untuk Notaris sebagai pembuat akta.

Namun perlu dibahas mengenai kedudukan Notaris dalam memberikan

keterangan didepan hakim berkaitan dengan akta yang dibuat di hadapannya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

secara khusus. Untuk itu penulis merasa tertarik untuk membahasnya dalam tesis

ini, mengenai kedudukan Notaris dalam memberikan keterangan didepan hakim

berkaitan dengan akta yang dibuat dihadapannya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis memperoleh

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hukum tentang kedudukan Notaris dikaitkan

dengan akta yang dibuat di hadapannya?

2. Bagaimana aspek pertanggung jawaban dan perlindungan hukum bagi

Notaris dalam memberikan keterangan didepan hakim berkaitan dengan

akta yang dibuat di hadapannya?

3. Apakah sajakah yang menjadi polemik terkait kedudukan Notaris dalam

memberikan keterangan didepan hakim dalam perkara yang berkaitan

dengan akta yang dibuat di hadapannya?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis pengaturan hukum tentang kedudukan Notaris

berkaitan dengan akta yang dibuat di hadapannya.

2. Untuk menganalisis aspek pertanggung jawaban dan perlindungan hukum

bagi Notaris dalam memberikan keterangan di depan hakim berkaitan

dengan akta yang dibuat di hadapannya dalam sistem peradilan.

3. Untuk menganalisis beberapa polemik terkait kedudukan Notaris dalam

memberikan keterangan di depan hakim berkaitan dengan akta yang dibuat

di hadapannya?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoretis maupun secara praktis di bidang hukum terutama hukum kenotariatan.

1. Secara Praktis

Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran

bagi para Notaris untuk mengetahui kedudukannya dalam memberikan keterangan

didepan hakim yang berkaitan dengan akta yang dibuat dihadapannya. Dan

sebagai bahan pertimbangan bagi para Notaris baru untuk dapat menjalankan

tugas dan tanggung jawabnya sebagai Notaris agar jangan sampai merugikan

dirinya sendiri terkait akta yang dbuatnya. Hasil penelitian ini juga diharapkan

dapat memberi masukan serta manfaat di bidang akademis, sehingga pengetahuan

tentang kedudukan Notaris dalam memberikan keterangan di depan hakim

berkaitan dengan akta yang dibuat di hadapannya bisa dipahami oleh masyarakat,

pengajar bahkan praktisi.

2. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan

bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya

kenotariatan, dan diharapkan dapat menambah bahan kepustakaan tentang

kedudukan Notaris dalam memberikan keterangan didepan hakim berkaitan

dengan akta yang dibuat di hadapannya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas

Sumatera Utara khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum pernah dilakukan. Akan

tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topic dalam tesis

ini antara lain :

1. Syafrida Yanti, NIM 117011094/Mkn USU, dengan judul tesis : “ Akibat

hukum terhadap pembuatan akta otentik yang tidak memenuhi kewajiban

Notaris sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang Nomor 30 tahun

2004 tentang Jabatan Notaris (Studi Putusan Nomor 09/Pdt.6/2010/PN-

MBO).”

Permasalahan yang dibahas :

a. Apakah pengaturan kewajiban Notaris dalam pembuatan akta otentik

menurut revisi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris telah terlaksana dalam pembuatan akta?

b. Bagaimanakah akibat hukum terhadap pembuatan akta otentik yang tidak

memenuhi kewajiban Notaris menurut revisi Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dalam kaitannya dengan Putusan

No.09/Pdt.G/2010/PN-Mbo?

c. Bagaimanakah tanggung jawab hukum Notaris atas akta otentik yang

dibuat dihadapannya ternyata bertentangan dengan revisi UndangUndang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris?.

2. Darma Indo Damanik, NIM.002111004, dengan judul tesis “Tinjauan yuridis

terhadap kewenangan Hakim dalam membatalkan akta Notaris sebagai alat

bukti dalam proses pemeriksaan perkara di persidangan.”

Permasalahan yang dibahas :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

a. Akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan

mengikat. Bagaimanakah kekuatan pembuktian akta Notaris yang

dijadikan alat bukti dalam proses pemeriksaan di persidangan?

b. Sampai dimanakah kewenangan hakim dalam menilai dan membatalkan

akta Notaris yang dijadikan sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara

di persidangan?

c. Sampai dimanakah kewenangan hakim dalam menilai dan membatalkan

akta Notaris yang diajukan sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara

di pengadilan?

3. Ahmad Reza Andhika, NIM.137011076, dengan judul tesis

“pertanggungjawaban Notaris dalam perkara pidana berkaitan dengan akta

yang dibuatnya menurut undang-undang Nomor 2 tahun 2014 tentang

perubahan atas undang-undang Nomor 30 tahun 2004.”

Permasalahan yang dibahas :

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban Notaris sebagai pejabat umum yang

membuat akta jika terjadi masalah pada akta tersebutdi tinjau dari

UndangUndang nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang jabatan Notaris ?

b. Bagaimanakah akibat hukum bagi akta Notaris jika terjadi perkara pidana?

c. Bagaimanakah upaya dan peranan majelis kehormatan beserta organisasi

agar meminimalisir profesi Notaris dalam pembuatan akta tidak telibat

dalam kasus pidana?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah asas-asas umum dan abstrak yang diterima secara

ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena-

fenomena yang ada.9 Pendapat lain mengenai teori yaitu teori adalah : suatu

penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu

fenomena.10 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,

teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan ( problem ) yang menjadi

perbandingan pegangan teoretis.11 Menurut Prof.Solly Lubis kerangka teori adalah


12
penentuan tujuan dan arah. penelitiannya dalam memilih konsep-konsep yang

tepat guna pembentukan hipotesa-hipotesanya, maka teori itu bukanlah

pengetahuan yang sudah pasti, tetapi harus dianggap sebagai petunjuk analisis dan

hasil penelitian yang dilakukan

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Teori Tanggung Jawab

Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang tanggung jawab hukum

mengatakan bahwa “seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu

perbuatan tertentu atau atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subyek

berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam perbuatan yang

9
Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, Gramedia, 2001, hal.47
10
Mukti Fajar ND Yulianto Achmad. 2010. Cetakan I. Dualisme Penelitian Hukum
Normatif & Empiris. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hal.134
11
JJJ.M.Wisman, Penelitian ilmu-ilmu Sosia,jilid I, penyunting M.Hisyam UI press,
Jakarta,1996, Hal.203
12
Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

bertentangan.13 Lebih lanjut Hans Kelsen menyatakan bahwa :14 “ kegagalan

untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilafan

(negligence), dan kekhilafan yang biasanya dipandang sebagai satu jenis dari

kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena

mengantisipasi dan mengkehendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang

membahayakan.”

Hans kelsen selanjutnya membagi mengenai tanggung jawab terdiri dari:15

1. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab


terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;
2. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggung
jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;
3. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang
individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena
sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian;
4. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu
bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak
sengaja dan tidak diperkirakan.

Tanggung jawab dalam kamus hukum dapat diistilahkan sebagai liability

dan responsibility menunjuk pada pertanggung jawaban hukum yaitu tanggung

gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subjek hukum, sedangkan

responsibility menunjuk pada pertanggung jawaban politik.16 Teori tanggung

jawab lebih menekankan pada makna tanggung jawab yang lahir dari ketentuan

peraturan perundang-undangan sehingga teori tanggung jawab dimaknai dalam

13
Hans Kelsen, Sebagaimana diterjemahkan oleh Somardi,generak Theory of Law and
State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum
DEskriptif Empirik,BEE Media Indonesia, Jakarta, Hal. 81
14
Ibid, Hans Kelsen,hal 83
15
Hans Kelsen (b) sebagaimana diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien, Teori Hukum
Murni Nuansa dan Nusa Media,Bandung,2006, hal.140.
16
HR. Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006,
hal.337

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

arti liability.17, sebagai suatu konsep yang terkait dengan kewajiban hukum

seseorang yang bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan tertentu bahwa

dia dapat. Dalam penyelenggaraan suatu negara dan pemerintahan,

pertanggungjawaban itu melekat pada jabatan yang telah dilekati dengan

kewenangan, dalam perspektif hukum publik, adanya kewenangan inilah yang

memunculkan adanya pertanggungjawaban, sejalan dengan prinsip umum : “geen

bevegdedheid zonder verantwoordelijkheid: there is no authority without

rensponsibility: Ia sulthota bila mas-uliyat” (tidak ada kewenangan tanpa

pertanggungjawaban).18

Menurut Abdul Kadir Muhammad, teori tanggung jawab dalam perbuatan

melanggar hukum ( tort liability ) dibagi menjadi beberapa teori yaitu : 19

a. Tanggung jawab akibat melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja


(Intertional tort liability), tergugat harus sudah melakukan perbuatan apa
yang dilakukan tergugat akan mengakibatkan kerugian.
b. Tanggung jawab akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan karena
kelalaian (negligence of liability), didasarkan pada konsep kesalahan
(concept of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang
bercampur baur (interminglend).
c. Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melawan hukum tanpa
mempersoalkan kesalahan (strict liability), didasarkan pada perbuatannya
baik sengaja maupun tidak sengaja.

Fungsi teori pada penulisan tesis ini adalah memberikan petunjuk serta

menjelaskan gejala yang diamati, oleh karena itu penelitian diarahkan kepada

hukum positif yang berlaku yaitu mengenai kedudukan Notaris sebagai pembuat

akta.

17
Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility dari Voluntary menjadi Mandotary,
Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2011, hal.54
16
HR.Ridwan,Op. Cit, Hal. 352
19
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bhakti,
2010,Hal.336

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

2. Teori Kepastian Hukum

Notaris dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya wajib

berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang terkait dengan segala

tindakan yang diambil untuk kemudian dituangkan dalam suatu akta. Bertindak

berdasarkan aturan hukum yang berlaku akan memberikan kepada pihak, bahwa

akta yang dibuat “di hadapan”Atau “oleh” Notaris telah sesuai dengan aturan

hukum yang berlaku, sehingga jika terjadi permasalahan, akta Notaris dapat

dijadikan pedoman oleh para pihak.20

Menurut pendapat Radburch :21 pengertian hukum dapat dibedakan dalam

tiga aspek yang ketiga-tiganya diperlukan untuk sampai pada pengertian hukum

yang memadai, aspek pertama ialah keadilan dalam arti sempit, keadilan ini

berarti kesamaan hak untuk semua orang di hadapan pengadilan, aspek kedua

ialah tujuan keadilan atau finalitas, aspek ini menentukan isi hukum, sebab isi

hukum memang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Aspek ketiga ialah

kepastian hukum atau legalitas, aspek itu mencapai bahwa hukum dapat berfungsi

sebagai peraturan.

Tugas hukum adalah untuk mencapai kepastian hukum demi adanya

ketertiban dan keadilan di dalam masyarakat. Kepastian hukum mengharuskan

diciptakannya peraturan-peraturan umum atau kaedah-kaedah yang berlaku

umum, supaya tercipta suasana aman dan tentram dalam masyarakat.22

20
Habieb Adjie (a), Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 tahun
2004 tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2004, hal. 37
21
Heo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Kasius, Yogyakarta, 1982, hal. 163
22
Soerjono Soekanto (a), Beberapa Permasalahan Hukum dalam Rangka Pembangunan
di Indonesia (suatu tinjauan secara sosiologis), cetakan keempat, Jakarta,1999, Universitas
Indonesia, hal. 55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

Kepastian hukum dapat dicapai apabila situasi tertentu : 23

1. Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas (jernih), konsisten dan mudah


diperoleh (accessible).
2. Instasnsi-instansi penguasa (pemerintah) menerapkan aturan-aturan hukum
tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat terhadap aturan
tersebut.
3. Warga secara prinsipil menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-
aturan tersebut;
4. Hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan
aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu-waktu mereka
menyelesaikan sengketa;
5. Keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.

Dalam hal Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta

autentik bentuk yang sudah ditentukan undang-undang. Hal ini merupakan salah

satu karakter dari akta Notaris. Bila akta Notaris sudah memenuhi ketentuan yang

ada, maka akta Notaris tersebut memberikan kepastian dan perlindungan hukum

kepada para pihak mengenai perjanjian yang dibuatnya.

Dengan ketaatannya Notaris menjalankan sebagian kekuasaan negara

dalam bidang hukum perdata untuk melayani kepentingan masyarakat yang

memerlukan alat bukti berupa akta autentik yang mempunyai kepastian hukum

yang sempurna apabila terjadi permasalahan.24

Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara

normatif, bukan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu

peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan

logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis

23
Jan Michael Otto, Kepastian Hukum di Negara Berkembang, terjemahan Tristam
Moelliono,Komisi hukum Nasional,Jakarta, 2003, hal. 25
24
Habib Adjie, Hukum Notaris di Indonesia-Tafsiran Tematik Terhadap UU No. 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, PT.Refika Aditama, Bandung. Hal.42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

dalam artian menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak

berbenturan atau menimbulkan konflik norma.

2. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep khusus

yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan dengan istilah yang akan

diteliti dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah.25 Kerangka konseptual dalam karya

ilmiah hukum mencakup 5 ( lima) ciri, yaitu :

a. Konstitusi

b. Undang-undang sampai ke aturan yang lebih rendah;

c. Traktat

d. Yurisprudensi, dan

e. Definisi operasional

Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus

didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil

penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :

1. Notaris adalah : pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik

dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-

undang jabatan Notaris atau berdasarkan undang-undang lainnya. 26

2. Akta adalah: menurut A.Pitlo akta adalah surat yang ditandatangani, dibuat

untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk

25
Zainudiddin Ali, Metode Penelitian Hukum,Sinar Grafika, Jakarta, 2009, Hal.96
26
Rosnantiti Prayitno, Sejarah Lembaga Kenotariatan Indonesia, Rajawali Press, Jakarta,
2013, Hal. 20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

keperluan siapa surat itu dibuat.27 Sedangkan menurut Sudikno

Mertokusumo mendefinisikan akta sebagai surat yang diberi tanda tangan

yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau

perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.28

3. Akta Notaris adalah : akta otentik karena dibuat oleh atau di hadapan

Notaris maksudnya adalah suatu akta yang isinya pada pokoknya dianggap

benar asalkan akta tersebut dibuat dengan bentuk dan tata cara yang telah

dalam sistem hukum civil law mempunyai kekuatan yang sama dengan

keputusan hakim di pengadilan.29

4. Kedudukan Notaris yaitu sebagai pejabat Negara yang menjalankan

profesi pelayanan hukum kepada masyarakat yang dalam melaksanakan

tugasnya perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya

kepastian hukum. 30

5. Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh

undang-undang untuk mengadili.31

6. UUJN adalah undang-undang yang mengatur tentang jabatan Notaris

tentang hak dan kewajiban Notaris yang termuat di dalam undang-undang

No.2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tahun

2004 tentang jabatan Notaris.

27
A.Pitlo, Pembuktian dan Daluarsa, Alih Bahasa M Isa Arief, Intermasa, Jakarta, 1986,
Hal.52
28
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Jakarta, 1999,
Hal.116
29
Freddy Harris, dan Lenny Helena, Notaris Indonesia, PT.Lintas Cetak Djaja, Jakarta,
2017, Hal.61
30
Konsideran Sub.c UU No. 30 tahun 2004.
31
KUHAP lengkap, pelaksanaan KUHAP, Bumi aksara, Jakarta,2001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan sifat Penelitian

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu

masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara teliti, tekun dan tuntas

terhadap metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata

cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.

Jenis penelitian ini adalah penelitian Hukum normatif, dimana pendekatan

terhadap masalah dilakukan dengan mengkaji perundang-undangan yang berlaku

dalam bidang hukum kenotariatan dan penerapannya. Selain itu penelitian ini juga

menganalisis pasal yang berkaitan dengan judul kedudukan Notaris dalam

memberikan keterangan di depan hakim berkaitan dengan akta yang dibuat di

hadapannya. Penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap asas-asas

hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf

sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan

hukum.32

Sifat penelitian ini adalah preskiptif analitis, yang dimaksudkan untuk

memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang dilakukannya. Argumentasi

disini dilakukan oleh peneliti untuk memberikan preskripsi atau penilaian

mengenai benar atau salah atau apa yang seyogyanya menurut hukum terhadap

fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian.33

2. Sumber Data

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang meliputi :

32
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta,UI Press, 1983, hal. 51
33
Ibid, hal. 184

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

a. Bahan hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan kenotariatan yang

memuat tentang Notaris sebagai pembuat akta sebagaimana termuat dalam

UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No.2 Tahun 2014 dan juga Kitab

Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana sebagai penerapan dari

hukum materiil tentang Notaris yang sudah ada.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian

dan atau karya ilmiah tentang kedudukan Notaris dalam memberikan

keterangan di depan hakim dalam perkara perdata berkaitan dengan akta

yang dibuat dihadapannya.

c. Bahan hukum tersier yaitu : bahan yang memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus

umum, kamus hukum, ensiklopedia dan lain sebagainya.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan studi

pustaka (library research), yang biasanya dikenal dengan studi kepustakaan, yaitu

dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum baik bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder maupun badan hukum tersier dan atau bahan non

hukum. Penelusuran bahan-bahan hukum tersebut dapat dilakukan dengan

membaca, melihat, mendengarkan, maupun banyak sekarang dilakukan

penelusuran bahan hukum dengan melalui media internet.34

34
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Op cit. hal. 160

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

Yang mana teknik penelitian ini bertujuan untuk menghimpun data-data

yang berasal dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah

maupun majalah-majalah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Kerangka teoritis akan digunakan sebagai pedoman dan acuan untuk menganalisis

data yang diperoleh.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa

melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan

teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini

disebut sebagai kegiatan memberikan telaah, yang dapat berarti menentang,

mengkritik, mendukung, menambah atau memberi komentar dan kemudian

membuat suatu kesimpulan hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan bantuan

teori yang telah dikuasainya.35

Di dalam penelitian hukum normatif, maka maksudnya untuk mengadakan

sistemisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, sistemisasi berarti membuat

klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan

analisis dan konstruksi.36 Sebelum dilakukan analisis, terlebih dari dahulu

dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan.

Setelah itu, keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara

kualitatif. Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan

menyelidiki, menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau

keistimewaan dari suatu penelitian, yang dilakukan dengan cara menjelaskan

35
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Op cit. hal. 183
36
Raimon Hartadi, Methode Penelitian Hukum Dalam Teori dan Praktek, Bumi Intitama
Sejahtera, Jakarta, 2010, hal. 16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

dengan kalimat sendiri dari data yang sudah ada yakni data sekunder yaitu : bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier, sehingga

menghasilkan kualifikasi yang sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam

penelitian ini, yaitu untuk memperoleh jawaban yang benar mengenai kedudukan

Notaris dalam memberikan keterangan di depan Hakim terkait dengan akta yang

yang dibuat dihadapannya , sebagai jawaban yang benar tentang permasalahan

yang terdapat pada penelitian ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

PENGATURAN MENGENAI KEDUDUKAN NOTARIS BERKAITAN


DENGAN AKTA YANG DIBUAT DI HADAPANNYA

A. Notaris sebagai Pejabat Pembuatan Akta

1. Tugas dan Wewenang Notaris

Tugas dan wewenang Notaris erat hubungannya dengan perjanjian-

perjanjian, perbuatan-perbuatan dan juga ketetapan-ketetapan yang menimbulkan

hak dan kewajiban antara para pihak, yaitu memberikan jaminan atau alat bukti

terhadap perbuatan, perjanjian, dan juga ketetapan tersebut agar para pihak yang

terlibat di dalamnya mempunyai kepastian hukum. Jabatan Notaris diadakan atau

kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu

dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat

otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum.37 Dengan dasar

seperti ini mereka yang diangkat sebagai Notaris hars mempunyai semangat untuk

melayani masyarakat. Dengan demikian, Notaris merupakan suatu jabatan publik

yang mempunyai kewenangan tertentu.

Definisi kewenangan adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu.38 Setiap

wewenang yang diberikan kepada jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak

bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian, jika seorang

Notaris melakukan suatu tindakan diluar wewenang yang telah ditentukan, dapat

dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang.

37
Habib Adjie, Op. Cit, hal.32.
38
Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Jakarta, Pustaka Amani,
1995, hal. 621.

22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23

Kewenangan yang dimiliki Notaris, sesuai dengan pasal 15 ayat (1)

Undang-undang Jabatan Notaris, yaitu :

“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan

dan / atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam

akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta menyimpan akta,

memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan

akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau

orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Sedangkan pada pasal 1 undang-

undang Jabatan Notaris, menyatakan bahwa Notaris merupakan satu-satunya

pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, kecuali undang-

undang menugaskan atau mengecualikan kepada pejabat lain atau orang lain. Kata

“satu-satunya” disini dimaksudkan untuk memberikan penegasan, bahwa Notaris

merupakan satu-satunya yang mempunyai wewenang umum itu, tidak turut pada

pejabat lainnya. Semua pejabat lainnya hanya mempunyai wewenang tertentu,

artinya wewenang mereka tidak melebihi daripada pembuatan akta otentik yang

secara tegas ditugaskan kepada mereka oleh undang-undang.39 Pengaturan yang

dituangkan dalam undang-undang menunjukkan bahwa jabatan Notaris

merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan

hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu (kewenangan tertentu) serta bersifat

berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerja tetap.40

39
GHS. Lumban Tobing, Loc. Cit, hal. 34
40
Susanto, Op cit, hal. 40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

Kewenangan Notaris antara lain :

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di


bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, hal ini lebih dikenal
dengan tugas Notaris yang melegalisasi dokumen atau akta di bawah
tangan. Notaris hanya mengesahkan tanda tangan dan juga kepastian dari
tanggal tersebut.
b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus, buku khusus ini termasuk dalam protokol Notaris yang wajib
diselenggarakan oleh Notaris dikenal dengan nama waarmerking.
c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan, dalam praktek Notaris ini disebut sebagai copie colationee.
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya, atau
dinamakan juga dengan legalisir.
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta,
seorang Notaris wajib menjelaskan pada klien akibat-akibat hukum dari
pembuatan akta hal ini berkaitan dengan fungsi sosial seorang Notaris
f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; sesuai dalam jabatannya
jika merangkap sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, terutama untuk
pembuatan Akta Kuasa Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) yang
diserahkan kepada Notaris
g. Membuat akta risalah lelang.

Dan juga ada kewenangan lain yang diatur dalam perundang-undangan.41

Kewenangan lain yang dimaksud pada pasal 15 ayat (3) UUJN ini

maksudnya adalah kewenangan yang akan ditentukan kemudian berdasarkan

aturan hukum lain yang akan datang kemudian (ius constituendum ).42 Berkaitan

dengan kewenangan tersebut, jika Notaris telah melakukan tindakan diluar hukum

atau tidak dapat dilaksanakan (non-executable), dan pihak atau mereka yang

merasa dirugikan oleh Notaris yang bertindak di luar kewenangannya sebagai

Notaris tersebut dapat digugat secara perdata di Pengadilan Negeri.43

41
Indonesia,UUJN, Pasal 15 ayat (2) dan (3) jo UU No.2 tahun 2014
42
Notaris indonesia, Op.Cit, hal 63
43
Habieb adjie, sanksi perdata dan administratif terhadap Notaris sebagai pejabat
publik, bandung ;refina aditama 2008, hal. 34-35.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

Ada beberapa akta otentik yang merupakan wewenang Notaris dan juga

menjadi wewenang pejabat atau instansi lain, yaitu :

a. Akta pengakuan anak luar kawin ( Pasal 281 KUHPerdata)

b. Berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotek (Pasal 1227

KUHPerdata)

c. Berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi ( pasal

1405 dan pasal 1406 KUHPerdata )

d. Akta protes wesel dan cek ( pasal 143 dan pasal 218 KUHDagang)

e. Akta catatan sipil ( pasal 4 KUHPerdata )

Akta-akta yang tercantum dalam butir a sampai dengan d merupakan

kewenangan Notaris bersama pejabat lainnya, sedangkan akta pada butir (e)

Notaris tidak berwenang membuatnya. Akan tetapi, hanya oleh pegawai Kantor

Catatan Sipil. Dapat dikatakan wewenang yang dimiliki oleh seorang Notaris

bersifat umum, sedangkan wewenang yang dimiliki oleh pejabat lainnya bersifat

pengecualian. Wewenang para pejabat lainnya untuk membuat akta otentik hanya

ada apabila oleh undang-undang dinyatakan secara tegas, bahwa selain Notaris

mereka juga turut berwenang membuatnya atau untuk pembuatan suatu akta

tertentu mereka oleh undang-undang dinyatakan sebagai satu-satunya yang

berwenang untuk itu. Wewenang utama yang dimiliki Notaris adalah membuat

suatu akta otentik sehingga keotentikannya suatu akta Notaris bersumber dari

pasal 15 UUJN dan juga pasal 1868 KUHPerdata.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

2. Rahasia Jabatan Notaris terkait akta yang dibuat di hadapannya

Telah menjadi asas hukum publik bahwa seorang pejabat umum, sebelum

menjalankan jabatannya dengan sah harus terlebih dahulu mengangkat sumpah (di

ambil sumpahnya). Selama hal tersebut belum dilakukan, maka jabatan itu tidak

boleh atau tidak d apat dijalankan dengan sah.44

Sesuai dengan isi dari Pasal 4 ayat (1) UUJN yang berbunyi, bahwa

Notaris sebelum menjalankan jabatannya, wajib mengucapkan sumpah/ janji

menurut agamanya di hadapan Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. Sedangkan

pada ayat (2) menyatakan : Saya bersumpah/berjanji Bahwa saya akan patuh dan

setia kepada negara Republik Indonesia, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris, serta

peraturan perundang-undangan lainnya. Bahwa saya akan menjalankan jabatan

saya dengan amanah, jujur, seksama,mandiri, dan tidak berpihak. Bahwa saya

akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya

sesuai dengan Kode Etik Profesi, kehormatan martabat, dan tanggung jawab saya

sebagai Notaris. Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang

diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya. Bahwa saya untuk dapat diangkat

dalam jabatan ini, baik secara langsung, dengan nama atau dalih apapun, tidak

pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun.

Berdasarkan ketentuan yang di atur dalam Pasal 4 tersebut menyatakan

bahwa Notaris yang diangkat itu sebelum mengangkat sumpah tidak

diperkenankan untuk melakukan suatu pekerjaan yang termasuk dalam bidang

44
G.H.S. Lumban Tobing. 1983. Peraturan Jabatan Notaris. Penerbit Erlangga: Jakarta.
hal. 125.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

Jabatan Notaris. Sebelum diadakan sumpah jabatan bagi seorang Notaris, Notaris

tidak berhak untuk membuat akta otentik. Apabila seorang Notaris melanggar

ketentuan tersebut, maka selain dikenakan sanksi, akta yang dibuat oleh Notaris

tersebut tidak akan mempunyai sifat otentik melainkan hanya berlaku sebagai akta

di bawah tangan, apabila di tandatangani oleh para pihak.

Dalam sumpah Jabatan Notaris menyatakan, Notaris berjanji di bawah

sumpah untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperolehnya. Pasal 16

ayat (1) huruf (e) juga menyatakan bahwa dalam menjalankan jabatannya,

Notaris berkewajiban merahasiakan akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan

sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain. Di dalam

penjelasan Pasal tersebut dikatakan bahwa kewajiban untuk merahasiakan segala

sesuatu yang berhubungan dengan akta dan surat-surat lainnya adalah untuk

melindungi kepentingan semua pihak yang terkait dengan akta tersebut. Pasal 322

ayat (1) KUHP juga menyatakan bahwa, barangsiapa dengan sengaja

membuka rahasia yang ia wajib menyimpannya oleh karena jabatan atau

pekerjaannya, baik sekarang maupun yang dahulu, dipidana dengan pidana

penjara selama-lamanya 9 (sembilan) bulan atau denda sebanyak-banyaknya

Rp. 600,- (enam ratus rupiah).

Berdasarkan kedua Pasal yang telah dijabarkan diatas, maka sudah jelas

bahwa Notaris harus merahasiakan yang berhubungan dengan jabatannya. Notaris

berkewajiban untuk merahasiakan isi aktanya, bahkan Notaris wajib merahasiakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

semua keterangan mulai dari persiapan pembuatan akta hingga selesainya

pembuatan suatu akta. Mereka apabila dijadikan saksi dalam perkara, dapat

menggunakan haknya untuk mengundurkan diri sebagai saksi. Notaris

bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya. Jika akta yang dibuatnya

mengandung cacat hukum yang terjadi baik karena kesalahan notaris baik karena

kelalaiannya maupun karena kesengajaan notaris itu sendiri, maka notaris dapat

dimintakan pertanggung jawabannya.45

3. Syarat dan Tata Cara Pemanggilan Notaris oleh Penyidik, Penuntut


Umum, Hakim.

Notaris merupakan jabatan kepercayaan dan untuk kepentingan

masyarakat, dan oleh karena itu seseorang bersedia mempercayakan sesuatu

kepadanya. Sebagai seseorang yang dipercaya, Notaris berkewajiban untuk

merahasiakan segala sesuatu yang dipercayakan kepadanya dalam jabatannya

sebagai Notaris, sekalipun ada sebagian yang tidak dicantumkan dalam akta.

Sebagai perangkat hukum seorang penyidik, penuntut umum, maupun

hakim mempunyai kewenangan tertentu dengan jabatannya. Pengertian dari

Penyidik, Penuntut Umum, maupun Hakim diatur dalam Pasal 1 KUHAP.

Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai

negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk

melakukan penyidikan. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh

Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan

hakim. Sedangkan pengertian Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi

wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili.

45
Fatia Zahra, tesis : “ Analisis yuridis pelanggaran pasal 40 ayat (2) huruf (E) UU No.2
tahun 2014 tentang saksi dalam akta otentik.”, Medan,Mkn USU, 2017, hal.102

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

Untuk Pemanggilan Notaris terdapat ketentuan khusus yang dibunnyikan

dalam Pasal 66 Ayat (1) UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

berbunyi, “Untuk kepentingan penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan

persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang :

a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan atau surat-surat yang dilekatkan

pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan notaris, dan

b. memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan

akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam

penyimpanan notaris.”

Sejarah mencatat bahwa pada tanggal 28 Mei 2013 dengan Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2013 Majelis MK memutuskan

mengabulkan permohonan uji materi Pasal 66 ayat (1) UU No 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris yang diajukan Kant Kamal.46 Dalam putusannya, MK

membatalkan frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah” dalam pasal

yang diuji. Dengan demikian, pemeriksaan proses hukum yang melibatkan pejabat

notaris tak perlu persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD). Tahun 2014 terbit

Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Undang undang ini tidak

mengakomodir Putusan MK No 49/PUU-X/2013 tetapi menambahkan Ketentuan

ayat (1) Pasal 66 diubah dan ditambah 2 (dua) ayat, yakni ayat (3) dan ayat (4)

yang memberikan batasan waktu kepada Majelis kehormatan Notaris dalam waktu

paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan

46
M.Harianto,SH,M.Hum, Prosedur Pemanggilan Notaris Dalam Penyidikan, artikel
GAKUM LHK.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

persetujuan, Majelis Kehormatan Notaris wajib memberikan jawaban menerima

atau menolak permintaan persetujuan dan apabila majelis kehormatan Notaris

tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu tersebut, majelis kehormatan

Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan. Prosedur Pemanggilan dan

Pemeriksaan Notris ini diperjelas lagi dengan diundangkannya Peraturan Menteri

Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016

Tentang Majelis Kehormatan Notaris dalam Pasal 23 sbb:

▪ Permohonan persetujuan pengambilan minuta akta atau protokol Notaris dan

pemanggilan Notaris oleh pihak penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk

hadir dalam pemeriksaan yang terkait dengan akta atau protokol Notaris yang

berada dalam penyimpanan Notaris diajukan kepada Ketua Majelis

Kehormatan Notaris Wilayah sesuai dengan wilayah kerja Notaris yang

bersangkutan.

▪ Permohonan disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan

tembusannya disampaikan kepada Notaris yang bersangkutan.

▪ Permohonan harus memuat paling sedikit: a. nama Notaris; b. alamat kantor

Notaris; c. nomor akta dan/atau surat yang dilekatkan pada minuta akta atau

protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan d. pokok perkara yang

disangkakan.

▪ Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah wajib memberikan jawaban

berupa persetujuan atau penolakan terhadap permohonan dalam jangka

waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal

diterimanya permohonan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

▪ Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terlampaui,

dianggap Majelis Kehormatan Notaris Wilayah menerima permintaan

persetujuan

B. Tinjauan Yuridis Akta

1. Akta Otentik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, akta adalah surat tanda bukti

berisi (keterangan, pengakuan, keputusan dan sebagainya) tentang peristiwa

hukum yang dibuat dan disahkan oleh pejabat resmi. Akta adalah tulisan yang

sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa (perbuatan, perjanjian

maupun ketetapan) dan ditandatangani. Jadi ada 2 unsur penting untuk dapat

mengatakan bahwa tulisan tersebut adalah merupakan akta, yaitu :47

1. Sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti, dan

2. Ditandatangani

Akta terdiri dari :

a. Akta otentik dan

b. Akta di bawah tangan

Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh dan di hadapan pejabat yang

berwenang untuk itu menurut ketentuan undang-undang. Akta otentik merupakan

alat bukti yang mengikat dan sempurna. Mengikat artinya apa yang tercantum

dalam akta tersebut dianggap sebagai sesuatu yang benar sepanjanng

ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan. Sempurna artinya akta otentik sudah

cukup untuk membuktikan dengan diri sendiri tanpa perlu alat-alat bukti lain.48

47
Sulham, Dkk, Profesi Notaris Dan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Mitra Wacana Media,
Jakarta, 2018, hal. .27
48
Ibid, hal. 28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

Dasar hukum dan pengertian akta otentik menurut pasal 1868 KUH

Perdata : “suatu akta otentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang

ditentukan undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum

yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta itu dibuatnya. Tidak dipenuhi salah

satu syarat tersebut dapat mengakibatkan akta yang bersangkutan hanya

mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta yang dibuat di bawah tangan

apabila ditandatangani oleh para pihak sesuai dengan pasal 1869 KUH Perdata.”

Pasal 1869 KUH Perdata berbunyi : “ suatu akta yang karena tidak

berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termaksud di atas atau karena suatu cacat

dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik namun demikian

mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh

para pihak.

Akta otentik adalah suatu alat bukti tulisan di dalam bentuk yang

ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pejabat / pegawai

umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya, sebagaimana

bunyi ketentuan pasal 1867 dan pasala 1868 KUH Perdata. Kata otentik dalam

pasal 1867 KUH Perdata adalah pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan

tulisan-tulisan otentik. Apabila dikaji, maka ada 3 ( tiga ) unsur akta otentik yang

meliputi ;

a. Dibuat dalam benntuk tertentu

b. Di hadapan pejabat yang berwenang

c. Tempat dibuatnya akta

Menurut C. A. Kraan ada 5 (lima ) ciri akta otentik, yaitu :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

1. Suatu tulisan, dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti

dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan dibuat, dan

dinyatakan oleh pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut

ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang

bersangkutan saja.

2. Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat

yang berwenang.

3. Ketentuan perundang-undangan yang harus dipenuhi, ketentuan tersebut

mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat

ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta tulisan,

nama dan kedudukan/jabatan pejabat yang membuatnya dan dimana dapat

diketahui m engenai hal-hal tersebut.

4. Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan dan mempunyai sifat dan

pekerjaan yang mandiri serta tidak memihak dalam menjalankan

jabatannya.

5. Pernyataan dari fakta atau tindakan yang disebutkan oleh pejabat adalah

hubungan hukum di dalam bidang hukum privat.

Akta otentik itu tidak hanya membuktikan bahwa para pihak sudah

menerangkan apa yang dituliskan benar, tetapi apa yang diterangkan juga benar.

2. Akta Notaris

Pasal 1 angka 7 UUJN bahwa Akta Notaris yang selanjutnya disebut akta

adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan

tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

Pasal 42 UUJN berbunyi :

1. Akta Notaris yang dituliskan dengan jelas dalam hubungan satu sama lain

yang tidak terputus-putus dan tidak menggunakan singkatan.

2. Ruang dan sela kosong dalam akta digaris dengan jelas sebelum akta

ditandatangani, kecuali untuk akta yang dicetak dalam bentuk formulir

berdasarkan peraturan perundang-undangan

3. Semua bilangan untuk menentukan banyaknya atau jumlahnya sesuatu

yang disebut dalam akta, penyebutan tanggal, bulan, dan tahun dinyatakan

dengan huruf dan harus didahului dengan angka.

4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi surat

kuasa yang belum menyebutkan nama penerima kuasa.

Pasal 43 UUJN berbunyi :

1. Akta wajib dibuat dalam bahasa Indonesia

2. Dalam hal penghadap tidak mengerti bahasa yang digunakan dalam akta,

Notaris wajib menerjemahkan atau menjelaskan isi akta itu dalam bahasa

yang dimengerti oleh penghadap.

3. Jika para pihak menghendaki, akta dapat dibuat dalam bahasa asing

4. Dalam hal akta dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Notaris

menerjemahkannya dalam bahasa Indonesia.

5. Apabila Notaris tidak dapat menerjemahkan atau menjelaskannya, akta

tersebut diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang penerjemah resmi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

6. Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran terhadap isi akta sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), maka yang digunakan adalah akta yang dibuat

dalam bahasa Indonesia.

3. Akta Partij dan Akta Pejabat

Akta dibagi menjadi 2 (dua) :49

1. Akta yang dibuat oleh Notaris ( akta relaas atau akta pejabat )

Notaris hanya mencatat seperti mendengar saja baru dicatat, sehingga

tidak mengambil keputusan. Akta relaas atau akta pejabat adalah :

- Suatu tindakan yang dilakukan/suatu keadaan yang dilihat/disaksikan/

dialami sendiri oleh Notaris dalam menjalankan jabatannya.

- Akta tersebut boleh ditandatangani, boleh juga tidak ditandatangan,

tetapi harus ditegaskan dalam akta.

Misalnya : Akta berita acara, akta risalah

2. Akta yang dibuat di hadapan Notaris ( akta partij )

Akta yang dibuat di hadapan Notaris. Notaris mencantumkan keinginan

para penghadap/pihak. Akta pihak dibacakan oleh Notaris dan jangan salah. Akta

yang dibuat di hadapan Notaris memuat uraian dari apa yang diterangkan atau

diceritakan oleh para pihak yang menghadap kepada Notaris, harus sesuai koridor

hukum, misalnya : perjanjian kredit dan sebagainya.

Partij akta/akta pihak adalah :

- Akta pihak yang memuat keterangan/pernyataan dari pihak

49
Ibid, hal. 32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

- Para pihak menghadap kepada Notaris menyatakan/apa yang dikehendaki

kepada Notaris yang dituangkan/dikonstantir ke dalam akta.

- Setelah akta tersebut dibacakan, maka akta tersebut harus ditandatangani

oleh para pihak, saksi dan Notaris, kecuali apabila ia menyatakan tidak

dapat membubuhkan tanda tangannya/berhalangan dan apabila terjadi

demikian, maka hal itu diuraikan secara jelas di dalam akta, dimana

keterangan Notaris merupakan gantinya tanda tangan.

C. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti

1. Syarat Akta Notaris Sebagai Alat Bukti

Berdasarkan Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Jabatan Notaris, yang

dimaksud dengan definisi akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh/ atau

di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-

Undang ini. Akta otentik atau akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris

merupakan suatu alat bukti sempurna. Alat bukti yang sah atau di terima dalam

suatu perkara, pada dasarnya terdiri dari ucapan dalam bentuk keterangan saksi-

saksi,pengakuan, sumpah, dan tertulis dapat berupa tulisan-tulisan yang

mempunyai nilai pembuktian. Dalam perkembangan alat bukti sekarang ini (untuk

perkara pidana maupun perkara perdata) telah pula diterima alat bukti elektronis

atau yang disimpan secara elaktronis sebagai alat bukti yang sah dalam

persidangan di pengadilan.50 Otensitas akta otentik bukan hanya pada kertasnya

atau fisiknya, akan tetapi akta yang dimaksud benar-benar dibuat di hadapan

Notaris sebagai pejabat umum dengan segala kewenangannya atau dengan

50
Habib Adjie, Op.Cit. hal. 47.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

perkataan lain akta yang dibuat notaris mempunyai sifat otentik, bukan karena

Undang-undang menetapkan sedemikian, akan tetapi oleh karena akta itu dibuat

oleh atau di hadapan pejabat umum seperti yang dimaksud dalam pasal 1868

KUHPerdata.51

Pada proses peradilan pidana, di dalamnya terdapat proses pembuktian

yang menekankan pada alat bukti menurut Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu :

a) keterangan saksi;

b) keterangan ahli;

c) surat;

d) petunjuk;

e) keterangan terdakwa.

Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang

dapat menjadi alat bukti, yaitu :

a) bukti tulisan;

b) bukti dengan saksi-saksi;

c) persangkaan;

d) pengakuan;

e) sumpah;

f) segala sesuatunya dengan mengindahkan aturan-aturan yang ditetapkan

dalam bab yang berikut.

51
Agustining, Tanggung jawab Notaris terhadap akta otentik yang dibuat dan
berindikasi perbuatan pidana ,Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, 2010,
hal. 104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

Adapun yang dimaksud dengan akta otentik menurut Pasal 1868

KUHPerdata, yaitu suatu akta yang di dalam bentuk yang ditetapkan oleh

Undang-Undang, dibuat oleh atau di hadapan Pegawai Umum yang berkuasa

untuk itu, di tempat di mana akta dibuatnya.

Undang-undang memberi pengakuan dan pengakuan yang tinggi terhadap

akta otentik, yang diberi kekuatan pembuktian sempurna (volledig bewijs) yang di

dalamnya terkandung 3 macam pembuktian: lahiriah, formil dan materil. 52

2. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik

a. Kekuatan Pembuktian lahiriah ( Uitwendige Bewijskracht)

Bahwa dari bentuk lahiriah tampak luar sebuah akta diakui otentik karena

sesuai dengan yang telah ditentukan oleh undang-undang ( acta publica probant

seseipsa) aturannya ditentukan dalam pasal 38 dan 43 UUJN.

Pasal 38 UUJN

(1) Setiap akta terdiri atas ;

a. Awal akta atau kepala akta

b. Badan akta; dan

c. Akhihr atau penutup akta

(2) Awal akta atau kepala akta memuat ;

a. Judul akta

b. Nomor akta

c. Jam, hari, tanggal, bulan dan tahun, dan

d. Nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris

52
KUHperdata Pasal 1870 jo HIR Pasal 165, Rbg Pasal 285

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

(3) Badan akta memuat :

a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan,

jabatan, kedudukan tempat tinggal para penghadap dan/atau orang

yang mereka wakili.

b. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap

c. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang

berkepentingan; dan

d. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan,

kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

(4) Akhir atau penutup akta memuat :

a. Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam pasal

16 ayat (1) huruf m atau pasal 16 ayat (7);

b. Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau

penerjemahan akta jika ada

c. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan,

kedudukan, tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan

d. Uraian tentang ada tidaknya perubahan yang terjadi dalam pembuatan

akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa

penambahan, pencoretann atau penggantian serta jumlah

perubahannya.

(5) Akta Notaris pengganti dan pejabat sementara Notaris, selain memuat

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) dan ayat (4), juga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang

mengangkatnya.53

Pasal 42 UUJN

(1)Akta wajib dibuat dalam bahasa Indonesia

(2)Dalam hal penghadap tidak menengerti bahasa yang digunakan dalam

akta, Notaris wajib menerjemahkan atau menjelaskan isi akta itu dalam

bahasa yang dimengerti penghadap.

(3)Jika para pihak menghendaki, akta dapat dibuat dalam bahasa asing

(4)Dalam hal akta dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Notaris wajib

menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.

(5)Apabila Notaris tidak dapat menerjemahkan atau menjelaskannya, akta

tersebut diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang penerjemah resmi.

(6)Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran terhadap isi akta sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), maka yang digunakan adalah akta yang dibuat

dalam bahasa Indonesia.54

b. Kekuatan Pembuktian Formal (formele bewijskracht)

Bahwa Notaris menjamin kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal,

bulan dan tahun, pukul (waktu) menghadap dan para pihak yang menghadap,

paraf dan tanda tangan para penghadap, saksi, dan Notaris, serta membuktikan apa

yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris ( pada akta pejabat/berita acara),

dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para penghadap ( pada akta pihak ),

sebagaimana kewenangan Notaris yang diatur dalam pasal 15 ayat (1) UUJN.55

53
Undang-Undang No.2 Tahun 2014 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 38
54
Undang-Undang No.2 Tahun 2014 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 15
55
Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

Jika secara formil dipermasalahkan otensitasnya oleh para pihak, maka

harus dibuktikan dari formalitas akta, yaitu harus dapat membuktikan

ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap, membuktikan

ketidakbenaran mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang

mereka lihat, disaksikan dan didengar oleh para Notaris, juga harus dapat

membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang

diberikan/disampaikan di hadapan Notaris, dan keaslian tanda tangan para pihak,

saksi dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan.

Bahwa pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian

terbalik untuk menyangkal aspek formil dari akta Notaris.56

c. Kekuatan Pembuktian Materiil (materiele bewijskracht)

Keterangan atau pernyataan yang dituangkan dalam akta pejabat (akta

berita acara) atau keterangan para pihak yang disampaikan di hadapan Notaris

(akta pihak) dan para pihak harus dinilai benar sebagai kejadian sebenarnya yang

diinginkan dan kemudian dituangkan dalam akta. Dengan kata lain haruslah dapat

dibuktikan adanya “sepakat” para pihak dalam pembuatan akta.

“Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang

disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antara para pihak. Pernyataan pihak

yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima

tawaran dinamakan akseptasi (acceptie)”57

Bahwa, adapun teori-teori suatu keadaan yang menyatakan “saat

terjadi”nya kata sepakat dalam perjanjian adalah sebagai berikut

56
Notaris indonesia, Op.Cit, hal.68
57
Mariam darus, kompilasi hukum perikatan, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001,
ha.74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

a. Teori Kehendak (wilstheorie)


Teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak
pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat
b. Teori Pengiriman (verzendtheorie)
Teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang
dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran
c. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie)
Teori ini mengajarkan bahwa pihak yang menerima tawaran seharusnya
sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima
d. Teori Kepercayaan (vertrouwenstheorie)
Teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat pernyataan
kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan58

Jika ada yang menyangkal maka secara materi hal tersebut bukan

tanggung jawab Notaris namun menjadi tanggung jawab penghadap sendiri.59

Akta Notaris sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian

yang sempurna, jika seluruh ketentuan prosedur atau tata cara pembuatan akta

dipenuhi. Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak

dipenuhi tersebut dapat dibuktikan, maka akta tersebut dengan proses pengadilan

dapat dinyatakan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai

akta di bawah tangan. Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai

pembuktiannya diserahkan kepada Hakim.

3. Syarat Akta Notaris sebagai Akta Otentik

Menurut Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang jabatan Notaris menyebutkan

bahwa : Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan

dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta

otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,

memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan

58
Ibid,hal.75
59
Op.cit, hal. 70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau

orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Sesuai dengan bunyi Pasal

tersebut, yang menegaskan bahwa salah satu kewenangan yang dimiliki oleh

seorang Notaris yaitu membuat akta secara umum,dengan batasan sepanjang,

antara lain :60

a) Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh Undang-

Undang;

b) Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik

mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan

oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan;

c) Mengenai subyek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan

siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan;

d) Berwenang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat, hal ini sesuai

dengan tempat kedudukan dan wilayah jabatan Notaris;

e) Mengenai waktu pembuatan akta, dalam hal ini Notaris harus menjamin

kepastian waktu menghadap para penghadap yang tercantum dalam akta.

Akta yang dibuat oleh/ atau di hadapan Notaris berkedudukan sebagai akta

otentik menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang

Jabatan Notaris.

Menurut Irawan Soerodjo, ada 3 (tiga) unsur esensialia agar terpenuhinya

syarat formal suatu akta otentik, yaitu :61

a) Di dalam bentuk yang telah ditentukan oleh Undang-Undang;

b) Dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum;

60
Habib Adjie, Op.Cit. hal. 56.
61
Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Surabaya, Arkola,
2003, hal. 148.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

c) Akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang

untuk itu dan di tempat di mana akta itu dibuat.

Yang dimaksud dengan akta otentik menurut Pasal 1868 KUHPerdata

adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang

Undang,dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk

itu ditempat di mana akta dibuatnya. Sesuai dengan pengertian yang tercantum

dalam Pasal tersebut, maka suatu akta otentik selain merupakan sumber untuk

otentisitas suatu akta Notaris juga merupakan dasar dari legalitas eksistensi akta

Notaris, dengan syarat-syarat sebagai berikut :

a) Akta itu harus dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstaan) seorang

pejabat umum.

Apabila akta Notaris hanya memuat apa yang dialami dan disaksikan oleh

Notaris sebagai pejabat umum, maka akta itu dinamakan akta verbal atau akta

pejabat (ambtelijke akten). Salah satu contoh akta pejabat adalah akta berita

acara yang dianut oleh Notaris dari suatu rapat pemegang saham dari suatu

perseroan terbatas. Apabila suatu akta selain memuat catatan tentang apa

yang disaksikan atau dialami oleh Notaris juga memuat tentang apa yang

diperjanjikan atau ditentukan oleh pihak-pihak yang menghadap pada Notaris,

maka akta itu dinamakan “akta partij”.

b) Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Bentuk yang telah ditentukan oleh Undang-Undang adalah bahwa akta

tersebut terdiri dari kepala akta, badan akta, akhir akta. Bagian-bagian akta

yang terdiri dari kepala akta dan akhir akta adalah bagian yang mengandung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

unsur otentik, artinya apa yang tercantum dalam kepala akta dan akhir akta

tersebut akan menentukan apakah akta itu dibuat dalam bentuk yang

ditentukan oleh Undang-Undang atau tidak.

c) Pejabat Umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai

wewenang untuk membuat akta tersebut. Salah satu syarat yang harus

dipenuhi agar suatu akta memperoleh otentisitas adalah wewenang Notaris

yang bersangkutan untuk membuat akta tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

ASPEK PERTANGGUNG JAWABAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM


NOTARIS DALAM MEMBERIKAN KETERANGAN DI DEPAN HAKIM
BERKAITAN DENGAN AKTA YANG DIBUAT DI HADAPANNYA

A. Pertanggung Jawaban Notaris Yang Melanggar Ketentuan Dalam


Memnberikan Keterangan Di Depan Hakim Terkait Akta Yang Dibuat
Di Hadapannya

Berdasar keterkaitan antara tanggung jawab, kewajiban dan sanksi

menurut teori Hans Kelsen dan terhadap kewenangan, kewajiban dan keautentikan

akta Notaris berdasarkan UUJN, maka dapat diuraikan bahwa tanggung jawab

hukum Notaris terkait akta yang dibuat di hadapannya dapat dibagi menjadi 3

(tiga) bentuk tanggung jawab, yaitu: tanggung jawab administratif, tanggung

jawab perdata, dan tanggung jawab pidana oleh Notaris.

1. Tanggung Jawab notaris secara administratif

Tanggung Jawab notaris secara administratif dapat dilihat dari bentuk

sanksi yang diberikan atas pelanggaran terhadap kewajiban yang dibebankan

kepada Notaris. Pasal 16 ayat (11) menyatakan sanksi berupa: peringatan tertulis;

pemberhentian sementara; pemberhentian dengan hormat; atau pemberhentian

dengan tidak hormat. Sanksi-sanksi tersebut diberikan apabila Notaris melanggar

ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf a sampai dengan l sehubungan dengan tugas

Notaris dalam membuat akta. Sifat sanksi pada ayat tersebut menurut pendapat

penulis adalah sanksi yang bersifat administratif. Pendapat tersebut didasarkan

pada pendapat J.B.J.M. ten Berge sebagaimana dikutip oleh Habib Adjie, bahwa

sanksi administratif dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:62

62
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Pejabat
Publik, Cetakan Kedua, Bandung: Refika Aditama, 2009, hlm. 106-107.

46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47

1) Sanksi reparatif, yaitu sanksi yang ditujukan untuk perbaikan atas

pelanggaran tata tertib hukum. Sanksi kepada Notaris berupa peringatan

tertulis merupakan sanksi administratif yang bersifat reparatif. Notaris

diberikan peringatan tertulis bertujuan agar Notaris dapat memperbaiki

kesalahan yang dilakukanya sehingga Notaris dapat melaksanakan

jabatannya secara tertib hukum. Sanksi berupa peringatan yang diberikan

kepada Notaris tidak menghalangi kewenangan Notaris dalam membuat

akta autentik, artinya Notaris yang diberi sanksi berupa peringatan tertulis

dapat tetap menjalankan jabatannya, namun harus memperbaiki kesalahan

dan bertindak hati-hati sehingga kesalahan/pelanggaran tersebut tidak

terulang.

2) Sanksi punitif, yaitu sanksi yang bersifat menghukum, dan hukuman

tersebut merupakan beban tambahan. Sanksi berupa pemberhentian

sementara kepada Notaris merupakan sanksi yang bersifat punitif.

Pemberhentian sementara dianggap sebagai hukuman bagi Notaris karena

telah melakukan pelanggaran terhadap kewajiban yang dibebankan

kepadanya. Notaris yang mendapatkan sanksi ini tidak dapat menjalankan

jabatannya untuk sementara waktu (dalam kurun waktu yang ditentukan

oleh pihak yang memberikan sanksi), dan dapat menjalankan jabatannya

lagi apabila waktu hukuman telah berakhir. Pemberhentian sementara ini

bertujuan agar Notaris yang bersangkutan dapat berfikir dan lebih berhati-

hati dalam menjalankan tugas jabatannya ketika hukuman tersebut

berakhir.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

3) Sanksi Regresif, yaitu sanksi sebagai reaksi dari tindakan tidak taat, yang

berakibat dicabutnya hak atas sesuatu yang diputuskan menurut hukum,

seolah-olah dikembalikan kepada keadaan hukum yang sebenarnya

sebelum keputusan diambil. Sanksi berupa pemberhentian dengan hormat

dan pemberhentian dengan tidak hormat kepada Notaris merupakan sanksi

yang bersifat regresif. Notaris yang sudah menjalankan jabatanya karena

melakukan pelanggaran, kemudian dicabut jabatannya tersebut dan

dikembalikan kepada keadaan semula yaitu sebelum adanya Surat

Keputusan pengangkatan Notaris dari Menteri. Sanksi ini tentu saja

diberikan kepada Notaris yang telah melakukan pelanggaran yang berat,

sehingga berakibat dicabutnya jabatan Notaris yang melekat pada subyek

hukum tersebut.

2. Tanggung Jawab Hukum Notaris secara Perdata

Notaris dalam membuat akta bertanggung jawab secara perdata dengan

melihat sanksi yang diberikan kepada Notaris merupakan sanksi perdata.

Ketentuan Pasal 16 ayat (12) memberikan tanggung jawab Notaris secara perdata

kepada pihak yang menghadap kepada Notaris. Ketentuan tersebut berbunyi, bagi

Notaris yang melakukan pelanggaran kewajiban Notaris Pasal 16 ayat (1) huruf j

terkait partij akta dapat dikenai sanksi berupa penggantian biaya, ganti rugi, dan

bunga kepada Notaris. Sanksi tersebut dapat dijatuhkan bersamaan dengan sanksi

administratif yang telah diuraikan di atas. Berbeda dengan sanksi administratif,

sanksi yang diberikan oleh ayat (12) ini merupakan sanksi perdata, karena

memungkinkan untuk Notaris memberikan ganti rugi dan bunga yang identik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

dengan ketentuan dalam hukum perdata kepada pihak yang merasa dirugikan.

Ketentuan mengenai sanksi perdata terhadap Notaris juga terlihat pada ketentuan

Pasal 44 ayat (5) UUJN. 169 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Pasal 44

UUJN dapat dituntut ganti rugi dan bunga oleh pihak yang karena kelalaian

Notaris pihak tersebut menderita kerugian. Pasal 41 UUJN juga memuat ketentuan

mengenai kebatalan akta Notaris apabila tidak memenuhi ketentuan Pasal 38,

Pasal 39, dan Pasal 40 tentang bentuk, kedudukan cakap bertindak para pihak

serta saksi dalam membuat akta Notaris. Akta Notaris yang hanya mempunyai

kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan akibat Notaris tidak membuat

akta sesuai ketentuan UUJN tentu saja mempengaruhi kepentingan para pihak

yang menghadap kepada Notaris, mengingat bahwa akta Notaris merupakan akta

autentik dan memiliki nilai pembuktian yang sempurna. Meskipun di dalam Pasal

41 UUJN tidak memuat ketentuan bahwa para pihak dapat menuntut ganti rugi

dan bunga, namun apabila para pihak menderita kerugian akibat akta yang dibuat

di hadapan Notaris hanya berlaku sebagai akta di bawah tangan (bukan akta

auentik) maka menurut kaca mata hukum perdata, hal tersebut dapat dijadikan

alasan untuk para pihak menuntut ganti kerugian kepada Notaris yang

bersangkutan. Notaris dalam hal ini wajib bertanggung jawa secara perdata

terhadap para pihak yang merasa dirugikan. Pasal 1243 KUH Perdata memberikan

ketentuan bahwa pihak yang lalai untuk memenuhi suatu perikatan maka dapat

dituntut oleh pihak yang merasa dirugikan atas tidak dipenuhinya prestasi dalam

perikatan tersebut, tuntutan tersebut antara lain; ganti rugi berupa penggantian

biaya-biaya dan kerugian yang diderita serta keuntungan yang seharusnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

diperoleh. Notaris sebagai pihak yang diwajibkan oleh ketentuan Pasal 16 ayat (1)

huruf j, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 42 dan Pasal 43 UUJN dapat dikatakan

sebagai subyek hukum yang wajib melaksanakan prestasi. Prestasi yang harus

dipenuhi oleh Notaris adalah membuat akta autentik berdasar ketentuan UUJN,

dan subyek hukum yang berhak atas akibat baik/keuntungan dari dilaksanakannya

prestasi tersebut adalah pihak yang menghadap kepada Notaris (klien Notaris).

Apabila pihak yang menghadap kepada Notaris merasa dirugikan karena Notaris

tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan di dalam UUJN, maka

penghadap dapat menuntut kepada Notaris berupa penggantian biaya-biaya yang

telah dikeluarkan, ganti kerugian dan bunga atau keuntungan yang seharusnya

diperoleh. Tanggung jawab Notaris yang demikian itu disebut dengan tanggung

jawab perdata. Sanksi ini diberikan kepada Notaris apabila Notaris melakukan

pelanggaran yang mengakibatkan kerugian oleh pihak yang menghadap atau

meminta bantuan jasa kepada Notaris, sehingga akibat dari kerugian tersebut

dapat menjadi alasan untuk menuntut 170 No. 1 VOL. 2 JANUARI 2017: 162 -

176 penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. Sanksi ini masuk ke

dalam lingkup perdata karena adanya suatu prestasi (hal yang harus dipenuhi) oleh

Notaris kepada pihak/penghadap yang merasa dirugikan atas pelanggaran yang

dilakukan oleh Notaris. Adanya prestasi tersebut menimbulkan suatu hubungan

hukum antara Notaris dengan pihak yang menuntut ganti rugi. Hubungan hukum

ini diatur oleh hukum perdata yang mewajibkan Notaris untuk melaksanakan

prestasi sebagai bentuk tanggung jawab Notaris. Apabila Notaris tidak

melaksanakan tanggung jawabnya, maka alasan tersebut dapat dijadikan dasar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

oleh pihak penghadap yang dirugikan untuk melakukan gugatan ke pengadilan,

berdasarkan bukti pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris.

3. Tanggung Jawab Hukum Notaris secara Pidana

Tanggung jawab hukum Notaris secara pidana adalah tanggung jawab

yang harus dilaksanakan oleh Notaris apabila Notaris terbukti secara sah dan

benar bahwa perbuatan Notaris dalam membuat party akta memenuhi unsur-unsur

perbuatan pidana. Sanksi pidana terhadap Notaris tidak diatur di dalam UUJN,

karena tugas dan fungsi jabatan Notaris pada dasarnya adalah dalam ranah hukum

administrasi dan hukum perdata. Berdasar tugas dan fungsi Notaris tersebut, maka

UUJN hanya memberikan sanksi berupa sanksi administratif dan sanksi perdata

terhadap Notaris. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya tidak menutup

kemungkinan untuk dapat dikenai tanggung jawab secara pidana. Hal tersebut

dapat dilihat dari unsur-unsur tindak pidana yang diatur di dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP). Sanksi yang diberikan bagi Notaris yang

melakukan perbuatan pidana dalam membuat akta autentik juga merupakan sanksi

pidana sebagaimana diatur di dalam KUHP, dan bukan sanksi yang diberikan oleh

UUJN. Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris, UUJN hanya

memberikan sanksi berupa sanksi perdata dan sanksi administratif. Sanksi pidana

dapat diberikan kepada Notaris salah satunya adalah apabila Notaris membuka

rahasia yang wajib disimpannya dalam menajalankan jabatan Notaris. Pasal 322

ayat (1) KUHP megatakan bahwa: “Barang siapa dengan sengaja membuka

rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang

sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

sembilan bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.” ketentuan

tersebut sesuai dengan kewajiban Notaris untuk menyimpan rahasia terhadap

seluruh informasi terhadap akta yang dibuatnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 4

ayat (2), Pasal 16 ayat (1) furuh f, dan Pasal 54 ayat (1) UUJN. Notaris hanya

dapat bertanggung jawab secara pidana dalam perbuatan di atas apabila pihak

yang merasa dirugikan, atau pihak yang bersangkutan dengan akta tersebut

mengadukan perbuatan Notaris ke polisi atau penegak hukum lainnya63 (Pasal 322

ayat (2) KUHP). Delik/pidana yang terdapat pada Pasal 322 ayat (1) berdasar

ketentuan Pasal 322 ayat (2) merupakan delik aduan, jadi hanya dengan adanya

pengaduan dari pihak yang bersangkutan, Notaris dapat dikenai sanksi pidana.

Tanggung jawab pidana lainnya juga memungkinkan untuk diberikan kepada

Notaris apabila perbuatan Notaris memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana yang

diatur di dalam KUHP, dengan catatan Bahwa pemidanaan terhadap notaris

tersebut dapat dilakukan dengan batasan yaitu :

1. Ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek lahiriah, formal dan materiil

akta yang disengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan, serta direncanakan

bahwa akta yang akan dibuat di hadapan Notaris atau oleh Notaris bersama-

sama (sepakat) para penghadap dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindak

pidana.

2. Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat akta di hadapan atau oleh

Notaris yang apabila diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN.

63
M. Marwan & jimmy P. Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta,
Madju, Bandung, 2011,hal.7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

3. Tindakan Notaris tersebut juga tidak sesuai menurut instansi yang berwenang

untuk menilai tindakan suatu Notaris, dalam hal ini Majelis Pengawas

Notaris.64

B. Hak Dan Kewajiban Ingkar Sebagai Bentuk Perlindungan Terhadap


Notaris Dalam Memberikan Keterangan Di Depan Hakim Berkaitan
Dengan Akta Yang Dibuat Di Hadapannya

1. Hak Ingkar Notaris (Verschoningsrecht)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hak berarti “benar; milik atau

kepunyaan; kewenangan serta kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah

ditentukan oleh undang-undang atau aturan”.65 Sedangkan berdasarkan I.P.M.

Ranuhandoko, hak (right) berarti dasar untuk melakukan sesuatu tindakan secara

hukum.66

Menurut Hans Kelsen bahwa perilaku seorang individu yang berhubungan

dengan perilaku yang diwajibkan atas individu lain biasanya disebut “hak”sebagai

obyek dari “tuntutan” yang berhubungan dengan penggunaan hak. Perilaku

individu yang satu yang berkaitan dengan perilaku yang diwajibkan, disebut

pelaksanaan hak. Namun demikian, dalam hal penggunaan hak untuk tidak

melaksanakan suatu perbuatan, misalnya untuk tidak melakukan pembunuhan atau

pencurian, kita biasanya tidak berbicara tentang hak atau tuntutan “untuk tidak

dibunuh” atau “untuk tidak dicuri”. Dalam hal penggunaan hak untuk mentolellir

sesuatu, perilaku seseorang yang berhubungan dengan penggunaan hak orang lain

dikatakan sebagai tindakan “menikmati” (Bahasa Jerman: Genuss) hak. Kita

64
Habieb adjie, Op.Cit hal.210
65
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. 2002. Departemen Pendidikan, Balai
Pustaka:Jakarta. Hal. 381.
66
I.P.M. Ranuhandoko. 2003. Terminologi Hukum. Sinar Grafika: Jakarta.hal. 487.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

terutama berbicara tentang menikmati hak, ketika kita membahas tentang

penggunaan, pengonsumsian, atau bahkan penghancuran atas suatu benda, yang

diwajibkan kepada individu kepada individu lain untuk mentolelirnya.67

Lebih lanjut menurut Hans Kelsen bahwa kata “hak” mempunyai banyak

makna. Ia digunakan baik dalam artian mengenai suatu hak seseorang untuk

bertingkah laku dengan cara tertentu, dan dalam artian suatu hak yang

mengharuskan orang lain memperlakukannya dengan cara tertentu. Mengatakan

bahwa seseorang punya hak untuk berperilaku demikian, mungkin hanya berarti

bahwa ia tidak mempunyai penggunaan hak untuk berperilaku sebaliknya, ia

bebas. Kebebasan ini hanyalah sebuah ingkaran dari suatu penggunaan hak.

Tetapi kalimat tersebut juga mempunyai makna positif bahwa orang lain juga

diwajibkan untuk berperilaku selaras dengan itu. Bahwa hak seseorang telah

mempresumsikan penggunaan hak bagi orang lain jelas ketika hak itu memastikan

perilaku tertentu oleh orang lain. Kalau saya punya hak untuk membuat orang lain

membayar sejumlah uang kepada saya jelas mengimplikasikan bahwa itu adalah

penggunaan hak untuk membayar. Setiap hak yang sesungguhnya tidak hanya

sekedar berupa kebebasan negatif dari sebuah penggunaan hak yang terdiri atas

penggunaan hak orang lain, atau banyak orang. “Hak” dalam artian ini adalah

penggunaan hak “relatif”.68

Austin berpendapat bahwa istilah ‘hak’ dan istilah ‘penggunaan hak’

relatif mengisyaratkan maksud yang sama dipandang dari aspek-aspek yang

67
Hans Kelsen. 2007. Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif. Penerbit
Nusamedia dan Penerbit Nuansa: Bandung. hal.145
68
Hans Kelsen, 2008. Dasar-Dasar Hukum Normatif, Prinsip-Prinsip Teoritis untuk
Mewujudkan Keadilan dalam Hukum dan Politik, Penerjemah Nurulita Yusron Penerbit
Nusamedia: Bandung hal. 330-331.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

berbeda”. Teori Austin tidak mengandung konsep hak yang berbeda dari

penggunaan hak. Hak semacam ini ada ketika ketentuan legal memberikan

kesempatan kepada seseorang untuk membuat agar penggunaan hak orang lain

menjadi efektif dengan membawanya ke pengadilan sehingga mewujudkan sanksi

yang tersedia atas pelanggaran.69

Jika hak itu adalah hukum, hak tersebut mesti merupakan hak atas

perbuatan orang lain, atas perbuatan yang menurut hukum merupakan penggunaan

hak dari orang lain itu. Hak hukum mensyaratkan penggunaan hak hukum orang

lain. Penggunaan hak ini ada dengan sendirinya bila kita berbicara tentang hak

atas perbuatan orang lain. Seorang kreditur mempunyai hak hukum untuk

menuntut debiturnya membayar sejumlah uang, jika si debitur memang memiliki

hak hukum, yakni mempunyai penggunaan hak hukum untuk membayar sejumlah

uang tersebut. Tetapi kita juga hanya dapat mengatakan tentang hak hukum

menyangkut perbuatan dari seseorang itu sendiri jika suatu penggunaan hak yang

menyertai hak tersebut dipikul oleh seseorang yang lain. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia kata ingkar berarti “tidak menepati; tidak melaksanakan; tidak

mengaku dan; tidak mau”.70

Hak ingkar para Notaris didasarkan pada Pasal 4 Ayat (2) Jo. Pasal 16

Ayat (1) huruf (e) Jo. Pasal 54 UUJN yang pada prinsipnya menyatakan bahwa

hak ingkar Notaris adalah hak untuk tidak berbicara (vercshoninngsrecht), hak

disini juga merupakan suatu penggunaan hak untuk tidak berbicara

(vercshoningsplicht), sekalipun di muka pengadilan, jika tidak didukung oleh

69
Ibid, hal. 56
70
Kamus besar Bahasa Indonesia, hal. 80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

peraturan perundang-undangan (sebagaimana ketentuan esksepsional yang

terdapat dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf (e) Jo. Pasal 54 UUJN, artinya Notaris

tidak dibolehkan untuk memberikan kesaksian mengenai apa yang dimuat dalam

aktanya, Notaris tidak hanya berhak untuk tidak bicara akan tetapi mempunyai

penggunaan hak untuk tidak bicara.

Pasal 4 Ayat (2) UUJN mewajibkan Notaris untuk tidak bicara, artinya

Notaris tidak diperbolehkan untuk memberikan keterangan mengenai apa yang

dimuat dalam akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh dalam

pelaksanaan jabatan, akan tetapi berdasarkan Pasal 16 Ayat (1) huruf (e) Jo. Pasal

54 UUJN, penggunaan hak untuk merahasiakan isi akta tersebut bersamaan

dengan penggunaan hak untuk memberikan kesaksian manakala ada undang-

undangnya, dengan kata lain Notaris ada penggunaan hak untuk bicara. Dengan

demikian Notaris harus bisa membatasi diri kapan harus bicara dan kapan tidak

boleh bicara. Apabila peraturan yang bersangkutan secara tegas menentukan

bahwa Notaris wajib untuk memberikan kesaksian atau untuk memperlihatkan,

maka khusus untuk keperluan itu ia dibebaskan dari sumpah dan rahasia jabatan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) UUJN yang menyatakan “bahwa

saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam

pelaksanaan jabatan saya”. Selanjutnya Pasal 16 Ayat (1) huruf (e) UUJN Jo.Pasal

54 UUJN dinyatakan bahwa Notaris mempunyai hak ingkar. Hak ingkar tersebut

adalah hak untuk tidak berbicara yang berkaitan dengan permasalahan akta yang

dibuat oleh Notaris. Sejalan dengan hak ingkar yaitu hak untuk mengundurkan

diri sebagai saksi, sebagaimana ditentukan pada Pasal 168 KUHAP yaitu hak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

seorang saksi untuk menolak memberikan kesaksian berdasarkan hubungan

kekeluargaan dengan terdakwa, ditentukan menurut undang-undang, atau

pekerjaan, jabatan dan martabatnya.

Di dalam praktek para Notaris sering memperoleh perlakuan-perlakuan

yang kurang wajar dalam hubungannya dengan hak ingkar ini. Apabila seorang

Notaris dipanggil untuk dimintai keterangannya atau dipanggil sebagai saksi

dalam hubungannya dengan sesuatu perjanjian yang dibuat dengan akta dihadapan

Notaris bersangkutan, seringkali pihak-pihak tertentu, apakah itu disengaja atau

karena tidak mengetahui tentang adanya peraturan perundang-undangan mengenai

itu, seolah-olah menganggap tidak ada rahasia jabatan Notaris, demikian juga

tidak ada hak ingkar dari Notaris.

Di samping itu juga dalam kenyataannya bahwa di kalangan para Notaris

sendiri ada yang tidak/kurang memahami tentang hak ingkar ini dan baru

kemudian mengetahui setelah mempergunakannya dalam persidangan. Seorang

Notaris yang tidak dapat membatasi dirinya akan berhadapan dengan konsekuensi

kehilangan kepercayaan publik dan tidak lagi dianggap sebagai orang

kepercayaan.71

Menurut Van Bemmelen bahwa “ada 3 (tiga) dasar untuk dapat menuntut

penggunaan hak ingkar ini, yakni:72

4) Hubungan kekelurgaan yang sangat dekat;

71
DR.Sjaifurrachman,SH,MH,2011 Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam
Pembuatan Akta, Mandar Maju,Bandung,hal.228
72
G.H.S. Lumban Tobing. 1983. Peraturan Jabatan Notaris. Penerbit Erlangga: Jakarta.
hal. 120

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

5) Bahaya dikenakan hukuman pidana (Gevaar Voor Strafrechtelijke

Veroordeling);

6) Kedudukan pekerjaan dan rahasia jabatan.

Berkaitan mengenai hak ingkar Notaris, dalam Pasal 1909 KUH Perdata

ditentukan semua orang yang cakap untuk menjadi saksi diharuskan memberikan

kesaksian di muka hakim. Namun dapatlah meminta dibebaskan dari penggunaan

haknya memberikan kesaksian:

1. Siapa yang ada pertalian kekeluargaan darah, dalam garis samping dalam

derajat kedua atau semenda dengan salah satu pihak.

2. Siapa yang ada pertalian darah dalam garis lurus tak terbatas dan dalam

garis samping dalam derajat kedua dengan suami atau istri salah satu

pihak.

3. Siapa yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya menurut

undang-undang, diwajibkan merahasiakan sesuatu namun hanyalah

semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya dipercayakan

kepadanya sebagai demikian”.

Selanjutnya dalam Pasal 4 Ayat (2) UUJN yang menyatakan “bahwa saya

akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan

jabatan saya”. Kemudian Pasal 16 Ayat (1) huruf (e) UUJN Jo. Pasal 54 UUJN

dinyatakan bahwa Notaris mempunyai hak ingkar.Hak ingkar tersebut adalah hak

untuk tidak berbicara yang berkaitan dengan permasalahan akta yang dibuat oleh

Notaris. Ketentuan dalam UUJN beserta perundang-undangan lain yang sama,

mewajibkan Notaris untuk tidak membuka rahasia jabatan. Mereka diperbolehkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

untuk minta dibebaskan dari penggunaan hak untuk memberikan keterangan

sebagai saksi pada setiap tahap proses peradilan.

Menurut Pitlo bahwa “seseorang kepercayaan tidak berhak untuk begitu

saja menurut sekehendak mempergunakan hak ingkarnya. Penggunaan hak

merahasiakan ini mempunyai dasar yang bersifat hukum publik (Een Publiek

Rechttlijke Inslag) yang kuat sungguhpun in concreto, seorang individu

memperoleh keuntungan dari adanya rahasia jabatan dan hak ingkar, akan tetapi

penggunaan hak merahasiakan dan hak ingkar itu bukan dibebankan untuk

melindungi individu itu, melainkan dibebankan untuk kepentingan masyarakat

umum. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa perlindungan dari kepentingan

individu itu selalu mempunyai kepentingan umum sebagai latar belakangnya”.73

Lebih lanjut menurut Tobing bahwa “dasar penggunaan hak ingkar bagi

jabatan-jabatan kepercayaan terletak pada kepentingan masyarakat, agar apabila

seseorang berada dalam keadaan kesulitan, dan menghubungi seseorang yang

dibutuhkan dibidang yuridis seperti orang sakit ke dokter/medis serta bantuan

yang dibutuhkan di bidang kerohanian, dengan keyakinan bahwa ia akan seorang

Notaris berpenggunaan hak merahasiakan semua apa yang diberitahukan

kepadanya selaku seorang yang dipercaya publik”.74

Penggunaan hak ingkar berkaitan Notaris sebagai saksi hendaknya

dibedakan antara perkara perdata dan perkara pidana. Dalam praktik peradilan,

lazimnya para pihak, baik pengacara, hakim, penyidik maupun jaksa biasanya

meminta dipanggilkan Notaris sebagai saksi. Menurut hakim Lilik Mulyadi

73
Ibid, hal. 124
74
Ibid, hal.126

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

bahwa“aspek ini yang dibuat oleh Notaris tersebut adalah bersifat akta otentik dan

kebenaran yang diungkapkan adalah bersifat kebenaran formal semata, berlainan

dengan yang ada dalam hukum acara pidana, dimana hakim mencari kebenaran

materil, ini tidak berarti bahwa dalam acara perdata hakim mencari kebenaran

yang setengah-setengah atau palsu. Mencari kebenaran formil berarti bahwa

hakim tidak boleh melampaui batas-batas yang diajukan oleh yang berperkara,

jadi tidak melihat kepada bobot atau isi, akan tetapi kepada seberapa luas

pemeriksaan hakim”. 75

Terhadap perkara pidana Notaris wajib hadir untuk memberi kesaksian

dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris (MKN). Karena dalam perkara

pidana yang dicari adalah kebenaran materil, Notaris tersebut wajib memberikan

kesaksian tentang apa yang dilihat, dan diketahui tentang suatu peristiwa sehingga

pengungkapkan kasus tersebut menjadi transparan dan kebenaran materil dapat

dicapai. Akan tetapi, apabila yang dinyatakan adalah seputar kerahasiaan suatu

akta yang tidak mungkin diungkapkan dalam persidangan maka lebih baik Notaris

tersebut meminta untuk mengundurkan diri sebagai saksi berkenaan dengan

kerahasiaan aktanya berdasarkan ketentuan pasal 170 Ayat (1) KUHP dan Pasal

1909 Ayat (2) KUHPerdata. Mengenai penggunaan hak ingkar ini dinyatakan

bahwa, menurut pendapat umum, hak ingkar tidak hanya diperlakukan terhadap

keseluruhan kesaksian, akan tetapi juga terhadap beberapa pertanyaan tertentu

bahkan hak ingkar dapat diperlakukan terhadap tiap-tiap pertanyaan. Berdasarkan

pendapat tersebut di atas, diketahui bahwa penolakan untuk menjadi saksi tidak

75
Muhamad Ilham Arisaputra, Jurnal: kewajiban Notaris dalam Menjaga Kerahasiaan
Akta dalam kaitannya dengan Hak Ingkar Notaris, hal.11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

selalu untuk keseluruhannya, tetapi dapat tetap menjadi saksi, hanya dalam

pertanyaan-pertanyaan tertentu dipergunakan hak ingkar untuk tidak berbicara

yaitu yang bersangkutan dengan substansi (isi) akta, baik isi akta secara tertulis

maupun hal-hal di luar akta yang diketahui oleh Notaris karena jabatannya.

Adapun ancaman hukuman terhadap pelanggaran penerapan Pasal 4 Ayat

(1) KUHP dalam hubungannya dengan Pasal 4 Ayat (2) Jo. Pasal 16 Ayat (1)

huruf (e) Jo. Pasal 54 UUJN, diatur dalam Pasal 322 Ayat (1) KUHP yakni:

“Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena

jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu, diancam

dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak

enam ratus rupiah”.

Berdasarkan Pasal 322 Ayat (1) KUHP tersebut di atas, tampak bahwa

rahasia jabatan merupakan sesuatu yang melekat kepada seseorang karena

jabatannya untuk hal-hal yang diketahuinya baik pada sekarang maupun dahulu

yang dimulai dari saat dia menjabat dalam jabatannya tersebut secara sah. Hal ini

bukanlah merupakan konsekuensi yang berlebihan karena tanggungjawab seorang

Pejabat, terutama Pejabat Umum, yaitu Notaris sangat berat karena sengaja hal

yang dibuat olehnya akan membawa akibat hukum, bukan hanya untuk para pihak

(klien), tapi juga pihak lain yang bersangkutan dan berkepentingan. Mengenai

konsekuensi denda dan hukuman yang dimaksud dalam Pasal 322 Ayat (1) KUHP

tersebut perlu disesuaikan dengan keadaan zaman sekarang. Seperti yang telah

penulis utarakan sebelumnya bahwa dalam proses peradilan pidana yang dicari

adalah kebenaran materil bukan hanya kebenaran formil, sehingga dalam hal ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

kesaksian menjadi sangat penting. Apabila seorang Notaris bersaksi di depan

sidang pengadilan, maka hakim akan memberikan pertimbangan secara cermat

dan tepat kapan seorang Notaris dapat membuka rahasia jabatan demi kepentingan

peradilan. Hal ini merupakan pengecualian bagi Notaris untuk tidak dikenai

ketentuan Pasal 322 Ayat (1) KUHP. Membuka rahasia jabatan berarti melanggar

sumpah jabatan yang seharusnya menjadi pedoman bagi Notaris dalam

berpraktek.

2. Kewajiban Ingkar Notaris (Versoningsplicht)

Dalam Kamus besar bahasa Indonesia kewajiban diartikan sebagai suatu

yang diwajibkan, sesuatu yang dilaksanakan atau dapat dilaksanakan atau dapat

diartikan juga sebagai suatu keharusan.76 Sehingga kewajiban Notaris itu adalah

sesuatu yang harus dilaksanakan oleh Notaris dalam menjalankan jabatannya,

karena menjadi keharusan yang diharuskan UUJN. Bagian dari sumpah/ janji

diperoleh dalam pelaksanaan jabatan Notaris.77 Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN-P

menjelaskan bahwa Notaris berkewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu

yang mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna

pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang

menentukan lain. Ketentuan pasal 16 ayat (1) UUJN-P ini ditempatkan sebagai

kewajiban ingkar Notaris.

Notaris wajib merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam

pembuatan akta Notaris, kecuali diperintahkan oleh undang-undang bahwa

Notaris tidak wajib merahasiakan dan memberikan keterangan yang diperlukan

76
www.kbbi.web.id, diakses pada tanggal 5 oktober 2019
77
Pasal 4 ayat (2) UUJN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

berkaitan dengan akta tersebut, dengan demikian batasannya hanya undang-

undang saja yang dapat memerintahkan Notaris untuk membuka rahasia isi akta

dan keterangan/pernyataan yang diketahui Notaris yang berkaitan dengan

pembuatan akta yang dimaksud.78 Substansi sumpah/janji jabatan Notaris ataupun

pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN-P untuk merahasiakan segala sesuatu yang

berkaitan dengan akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris dan berkaitan

dengan pelaksanaan tugas jabatan Notaris. Instrumen kewajiban ingkar Notaris

ditugaskan sebagai salah satu kewajiban yang disebutkan dalam pasal 16 ayat (1)

huruf f UUJN-P, sehingga kewajiban ingkar untuk Notaris melekat pada tugas

jabatan Notaris. Sebagai salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan, berbeda

dengan hak ingkar yang dapat dipergunakan atau tidak dipergunakan. Tetapi

kewajiban ingkar mutlak dilakukan dan dijalankan Notaris, kecuali ada undang-

undang yang memerintahkan untuk menggugurkan kewajiban ingkar tersebut.

Peraturan perundang-undangan yang menggugurkan atau memberikan

batasan mengenai kewajiban dalam merahasiakan atau menggunakan kewajiban

ingkarnya yaitu :

a. pasal 25 ayat (1) Undang-undang nomor 20 tahun 2000 tentang BPHTB


b. pasal 36 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dalam
undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi.
c. Pasal 19 ayat (2) Undang-undang darurat re publik Indonesia Nomor 7
tahun 1955 tentang pengusutan, penuntutan, dan peradilan tindak pidana
ekonomi.
d. Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan
tata cara perpajakan.79

78
Habieb Adjie, Op.Cit. hal. 89
79
Ibid hal. .137

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

Notaris adalah jabatan kepercayaan (vertrouves ambt ) dan oleh karenanya

seseorang bersedia mempercayakan kepadanya sebagai seorang kepercayaan

(vertrouvens persoon). Notaris wajib merahasiakan semua apa yang diberitahukan

kepadanya selaku Notaris sekalipun ada sebagian yang tidak dicantumkan dalam

akta.80

Dengan adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai

keharusan atau yang mengatur mengenai keharusan atau kewajiban merahasiakan

isi akta sesuai dengan jabatan, maka pihak penegak hukum lain yang untuk proses

kepentingan peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan meminta

persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris berwenang ;

a. Mengambil fotocopy minuta akta/surat-surat yang dilekatkan pada minuta

akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris.

b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan

akta atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.81

Kewajiban ingkar dapat dilakukan dengan batasan sepanjang Notaris yang

diperiksa oleh instansi mana saja yang berupaya meminta pernyataan atau

keterangan dari Notaris yang berkaitan dengan akta yang telah atau dibuat oleh

atau di hadapan Notaris yang bersangkutan. Pasal 1909 KUH Perdata

menyebutkan: “semua orang yang cakap untuk menjadi saksi, wajib memberikan

kesaksian di muka hakim. Namun, dapatlah meminta dibebaskan dari kewajiban

memberikan kesaksian. Ayat (3) siapa saja yang karena kedudukannya,

80
Sjaifurahman dan Habieb Adjiie, Aspek pertangggung jawaban Notaris dalam
pembuatan Akta, Bandung,Mandar Maju, 2011, hal. 252-253
81
Moh. Sodik, Jurnal, relevansi kewajiban ingkar Notaris dalam menjalankan jabatannya,
Magister Kenotariatan Universitas Islam Indonesia, Sleman, hal. .137

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

pekerjaannya atau jabatannya diwajibkan undang-undang untuk merahasiakan

sesuatu, namun hanya mengenai hal-hal yang dipercayakan kepadanya karena

kedudukan, pekerjaan dan jabatannya itu.

Pada Pasal 146 ayat (1) angka 3 HIR, menyebutkan :

1. Boleh mengundurkan dirinya untuk memberikan kesaksian, sekalian orang

karena martabatnya, pekerjaan atau jabatan yang sah diwajibkan

menyimpan rahasia, akan tetapi hanya semata-mata mengenai pengetahuan

yang diserahkan kepadanya karena martabat, pekerjaan dan jabatannya itu.

2. Kesungguhan kewajiban menyimpan rahasia yang dikatakan itu, terserah

dalam pertimbangan pengadilan negeri.

Keharusan untuk merahasiakan sesuatu yang berkaitan dengan jabatannya

diatur pula dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yakni : Pasal 170

ayat (1) yang menyatakan bahwa : mereka yang karena pekerjaan, harkat dan

martabat, atau juga jabatannya diwajibkan untuk menyimpan rahasia, dapat minta

dibebaskan dari penggunaan hak untuk memberikan keterangan sebagai saksi,

yaitu tentang hal yang dipercayakan kepadanya. Notaris sebagai jabatan

kepercayaan wajib menyimpan rahasia mengenai akta yang dibuatnya dan

keterangan/pernyataan para pihak yang diperoleh dalam pembuatan akta kecuali

undang-undang yang memerintahkannya untuk membuka rahasia dan memberikan

keterangan/pernyataan tersebut kepada pihak yang memintanya.

Tindakan seperti ini merupakan kewajiban Notaris berdasarkan ketentuan

pasal 4 ayat (2) dan ayat pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN-P. Jika ternyata Notaris

sebagai saksi atau tersangka, tergugat ataupun dalam pemeriksaan oleh Majelis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

Kehormatan Notaris (MKN) Notaris membuka rahasia dan memberikan

keterangan/pernyataan yang seharusnya wajib dirahasiakan, sedangkan undang-

undang tidak memerintahkannya, maka atas pengaduan pihak yang merasa

dirugikan kepada pihak yang berwajib dapat diambil tindakan atas Notaris

tersebut.

Dengan demikian, bagian sumpah/janji Notaris yang berisi bahwa Notaris

akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan

jabatan Notaris dan dikaitkan dengan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN-P

karena ditempatkan sebagai kewajiban ingkar Notaris dapat disebut sebagai suatu

kewajiban ingkar Notaris ( Verschoningsplicht ) Notaris.

C. Perlindungan Hukum bagi Notaris oleh Majelis Kehormatan Notaris


(MKN)

MKN merupakan lembaga yang baru sama sekali, sebelum diubahnya

UUJN tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan yang membuat atau

merumuskan mengenai MKN. Munculnya ketentuan mengenai MKN pada UUJN

nomor 2 tahun 2014 memberikan tugas baru kepada Menteri untuk segera

membuat atau merumuskan peraturan mengenai MKN. Sejak dilakukan

perubahan terhadap UUJN pada tahun 2014, baru pada tahun 2016 Menteri

mengeluarkan Peraturan mengenai MKN. Berdasar fakta tersebut, maka frasa

“...dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris...” yang terdapat pada Pasal 66

ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 hingga tanggal 3 Februari 2016

belum dapat dilaksanakan. Pasal tersebut tidak dapat dilaksanakan karena belum

dibentuknya MKN dan belum ada peraturan yang mengatur mengenai MKN.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

Ketentuan tersebut baru dapat dilaksanakan setelah dirumuskannya peraturan

Menteri mengenai MKN pada 3 Februari 2016.

Dapat dikatakan sejak tahun 2012 setelah adanya putusan MK Nomor

49/PUU-X/2012 hingga tanggal 3 Februari 2016 terdapat kekosongan

perlindungan hukum bagi Notaris karena tidak ada satu pun lembaga/badan yang

secara efektif memberikan perlindungan hukum kepada Notaris. Peraturan

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis

Kehormatan Notaris merupakan implementasi dari Pasal 66 ayat (1) UUJN.

Majelis Kehormatan Notaris (MKN) menurut Pasal 1 angka 1 adalah suatu badan

yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pembinaan Notaris dan

kewajiban untuk memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan

penyidikan dan proses peradilan, atas pengambilan fotokopi Minuta Akta dan

pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta

atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.82

Definisi mengenai MKN menurut Peraturan Menteri ini menunjukkan

pelaksaan dari Pasal 66 ayat (1) UUJN. MKN terdiri atas MKN Pusat yang

dibentuk oleh Menteri dan berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia

dan MKN Wilayah yang dibentuk oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri dan

berkedudukan di ibukota Provinsi. Tugas dan fungsi MKN Pusat dan MKN

Wilayah berbeda. MKN Pusat menurut Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) mempunyai

tugas melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap MKN Wilayah yang

berkaitan dengan tugas MKN Wilayah. Tugas MKN Pusat tidak secara langsung

82
Jurnal hukum No. 1 VOL. 2 JANUARI 2017 hal. 162 - 176

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

memberikan perlindungan hukum terhadap Notaris dalam hal penolakan atau

persetujuan pemeriksaan dalam proses peradilan, melainkan melakukan

pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas MKN Wilayah.83

Dapat dikatakan, yang memberikan perlindungan hukum secara langsung

kepada Notaris berupa persetujuan atau penolakan pemeriksaan akta Notaris dan

Notaris dalam proses peradilan adalah MKN Wilayah.84 MKN Wilayah menurut

Pasal 18 selain mempunyai tugas untuk memberikan perlindungan hukum kepada

Notaris juga mempunyai fungsi untuk melakukan pembinaan terkait martabat dan

kehormatan Notaris serta memberikan perlindungan kepada Notaris terkait dengan

kewajiban Notaris untuk merahasiakan isi akta (kewajiban ingkar Notaris).

MKN Wilayah juga diberikan kewenangan oleh Peraturan Menteri dalam

Pasal 20 terkait dengan tugas dan fungsinya sebagai implementasi dari Pasal 66

UUJN. Kewenangan tersebut memberikan akibat tanggung jawab bagi MKN

untuk melaksanakan tugasnya secara baik dan nyata dalam memberikan

perlindungan hukum kepada Notaris. MKN juga diberikan kewenangan untuk

dapat mendampingi Notaris dalam proses pemeriksaan di hadapan penyidik. 85

Notaris dalam hal ini sebagai jabatan yang mulia (nobile officum) dapat

melaksanakan tugas jabatannya dengan aman dan tidak dapat dibawa ke

pengadilan tanpa persetujuan oleh MKN. Berdasar ketentuan tersebut, bukan

berarti Notaris kebal hukum, akan tetapi Notaris wajib melaksanakan tugas

jabatannya dengan penuh tanggung jawab dan mempunyai konsekuensi sanksi

83
Pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016
tentang Majelis Kehormatan Notaris.
84
Pasal 18 ayat (1), ibid. hal. 10
85
Pasal 27 ayat (2), ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

bagi tiap-tiap pelanggaran yang dilakukannya, baik sanksi yang diberikan oleh

UUJN maupun sanksi yang diberikan oleh Kode Etik Notaris. Notaris yang

melaksanakan jabatannya dengan tanggung jawab dan sesuai dengan UUJN serta

Kode Etik Notaris adalah Notarsi yang berhak mendapat perlindungan hukum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

BEBERAPA POLEMIK MENGENAI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM


HAL MEMBERIKAN KETERANGAN DI DEPAN HAKIM BERKAITAN
DENGAN AKTA YANG DIBUAT DI HADAPANNYA

A. Ketidaksinkronan Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Hak Dan


Kewajiban Ingkar Notaris

Notaris membantu menciptakan kepastian dan memberikan perlindungan

hukum kepada anggota masyarakat dengan kewenangannya membuat akta

autentik, sesuai dengan hukum/Undang-Undang nomor 30 tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris yang telah diberlakukan sejak tanggal 6 Oktober 2004 dan dirubah

dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang berlaku sejak

tanggal 15 Januari 2014 (untuk selanjutnya akan disebut UUJN-P).

Dengan berpedoman dengan UUJN dan UUJN-P Notaris melakukan tugas

jabatannya untuk memberikan bantuan kepada masyarakat dalam hal membuat

Akta autentik untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan Akta sebagai

alat bukti mengenai keadaan, peristiwa dan perbuatan hukum yang dilakukan para

pihak. UUJN merupakan peraturan yang dibuat untuk menggantikan Reglement of

Het Notaris Ambt in Indonesia (S.1860 No.3) tentang Peraturan Jabatan Notaris

(PJN), yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan

kebutuhan akan alat bukti berupa akta autentik yang dibutuhkan masyarakat,

UUJN diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum, baik kepada

masyarakat maupun terhadap Notaris itu sendiri dengan lebih baik.86 Sebab,

86
Habib Adjie, Op. Cit, hal. 7

70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71

Undang-Undang dibentuk sesuai dengan perkembangan masyarakat saat Undang-


87
Undang itu dilahirkan. Dalam perkembangannya UUJN kemudian mengalami

perubahan yang dituangkan dalam UUJNP yang mengatur mengenai kewenangan,

kewajiban dan larangan bagi Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya

selaku pejabat umum. Salah satu kewajiban Notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya adalah kewajiban untuk merahasiakan akta yang dibuatnya.

Dalam Pasal 1 angka 1 UUJN-P dinyatakan bahwa Notaris adalah pejabat

umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini atau berdasarkan

undang undang lainnya. Notaris mempunyai kewenangan untuk membuat akta

autentik, tujuannya adalah agar akta tersebut dapat digunakan sebagai bukti pada

proses peradilan jika suatu saat terjadi perselisihan antara para pihak atau ada

gugatan dari pihak lain. Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib merahasiakan

isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas dan

jabatannya. Keberadaan Notaris sebagai saksi, jika dikaitkan dengan tugas

jabatannya sebagai pejabat umum, selain terkait pada suatu peraturan jabatan, juga

terkait pada sumpah jabatan yang diucapkan pada saat diangkat sebagai Notaris

dimana Notaris wajib merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperolehnya

sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) UUJN yang menyatakan bahwa:

“Saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya akan patuh dan setia kepada


Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-undang tentang Jabatan Notaris
serta peraturan perundang-undangan lainnya. Bahwa saya akan
menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, seksama, mandiri dan
tidak berpihak. Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan

87
Dr.Sunarmi, Sejarah Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2016, hal. 14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi,


kehormatan,martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris. Bahwa
saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam
pelaksanaan jabatan saya. Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan
ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih
apapun, tidak pernah dan tidak akan akan memberikan atau menjanjikan
sesuatu kepada siapapun”

Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN-P, menyebutkan bahwa: Merahasiakan

segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang

diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali

Undang-Undang menentukan lain. Pasal 54 UUJN, menyebutkan bahwa: Notaris

hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi akta, grosse

akta, salinan akta atau kutipan akta kepada akta kepada orang yang

berkepentingan langsung pada akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak,

kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Kewajiban

merahasikan akta dan semua keterangan yang diperoleh oleh Notaris merupakan

perintah dari undang-undang. Bukan untuk melindungi Notaris, tetapi lebih untuk

melindungi para pihak yang membuat akta autentik di hadapan Notaris.

Melindungi kehendak para pihak dalam mebuat akta autentik, dan untuk menjaga

kepentingan yang menyangkut isi dari akta yang dibuat oleh Notaris tersebut.

Notaris bukan merupakan para pihak, Notaris hanya menuangkan dan

mengkonstantir apa yang dikehendaki oleh para pihak dan menuliskannya dalam

akta autentik sebagai alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang

bersangkutan.88

88
Habib Adjie (b), Menjalin Pemikiran-Pendapat Tentang Kenotariatan (Kumpulan
Tulisan). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2013, hal. 80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

Notaris wajib merahasiakan akta, tidak hanya yang dicantumkan dalam

akta-aktanya, akan tetapi juga semua yang diberitahukan atau disampaikan kepada

Notaris pada saat akan dibuat akta tentang kehendak para pihak, dalam

kedudukannya sebagai Notaris, sekalipun itu tidak dicantumkan dalam akta-

aktanya. Sebagai jabatan kepercayaan, disatu sisi Notaris diberikan kewajiban

menyimpan rahasia akta yang dibuat oleh/atau dihadapannya, disisi lain Notaris

harus berdiri pada kepentingan negara yang mengacu pada kepentingan publik

guna penyelesaian proses hukum dalam pengadilan, sehingga menghasilkan

putusan yang adil dan menjamin kepastian hukum. Dengan adanya suatu amanah

yang diberikan kepada seorang Notaris, tanggung jawab Notaris terhadap suatu

akta tidak hanya menyangkut kepentingan pribadi, tetapi juga menyangkut

kepentingan umum. Terdapat klausul dalam Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN-P

berbunyi “ kecuali Undang-undang menetukan lain “, dan kalimat dalam Pasal 54

UUJN “kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan”.

Dalam kedua Pasal tersebut, terkesan seorang Notaris bisa memberitahukan akta

kepada pihak yang tidak berkepentingan langsung kepada akta yang dibuatnya,

asalkan didukung oleh peraturan perundang-undangan.89

Hukum di Indonesia salah satunya menganut asas equality berfor the law,

yaitu persamaan di bidang hukum, baik itu pejabat maupun rakyat biasa sama

kedudukannya di hadapan hukum. Sehingga meskipun Notaris memiliki

kewajiban ingkar sebagaimana di amanatkan dalam UUJN dan UUJN-P bukan

berarti Notaris tersebut kebal hukum.

89
Ibid, hal. 98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

Jika memang Notaris terbukti melakukan kesalahan dan memberikan

keterangan palsu, membatu salah satu pihak dalam mebuat akta autentik, Notaris

tersebut harus mempertanggung jawabkannya baik secara hukum pidana maupun

perdata. Notaris sebagai pejabat publik yang memiliki kewenangan membuat akta

autentik erat kaitannya dengan kearsipan negara. Akta Notaris merupakan salah

satu arsip negara yang harus dilindungi kerahasiaan dan isinya. Tidak boleh di

buka dan di serahkan kepada pihak yang tidak mempunyai kepentingan terhadap

akta tersebut. Ini akan menjadi dilema bagi para Notaris bakwa akta autentik yang

merupakan arsip Negara harus dijaga kerahasiaannya.Tetapi Notaris juga harus

memberikan keterangan dan barang bukti fotocopy salinan akta autentik untuk

menjadi bukti pada saat pemeriksaan dan di hadapan persidangan jika terjadi

permasalahan terhadap aktaautenik yang telah dibuat.

Undang-undang Jabatan Notaris merupakan lex specialis dari peraturan

perundang-undang yang lain dalam melakukan pemeriksaan terhadadap Notaris,

terhadap Notaris yang diperiksa jika permasalahan menyangkut akta yang dibuat

tidak bisa diperiksa dengan Kitab Undang-undang Acara Pidana yang merupakan

lex generalis, karena Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta

autentik.90

Ketidaksinkronan Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Kewajiban

Ingkar bukan merupakan kesalahan para pihak yang membuat akta tersebut. Tugas

Notaris hanya mencatat apa yang dikehendaki oleh para pihak dalam akta

tersebut. Notaris sebelum menjalankan jabatannya itu terlebih dahulu harus

90
Jurnal Repertorium Volume IV No. 2 Juli -Desember 2017, hal. 42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

mengangkat sumpah (diambil sumpahnya) menurut agamanya dihadapan Menteri

atau pejabat yang ditunjuk. Sumpah jabatan Notaris itu terdiri dari dua bagian,

yaitu bagian pertama dinamakan “sumpah janji” (belovende eed) atau juga

dinamakan “politiekseed” dan bagian kedua dinamakan “zuiveringsees” atau juga

dinamakan “beroepseed” (sumpah jabatan).91

Selain itu, Notaris juga harus sudah lulus ujian kode etik Notaris yang

diujikan oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai satu-satunya organisasi

profesi Notaris yang berbadan hukum dan diakui oleh pemerintah.92Oleh karena

itu, Notaris yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris antara lain wajib :

memiliki moral, akhlak dan kepribadian yang baik, bertindak jujur, mandiri, tidak

berpihak, penuh rasa tanggungjawab berdasarkan peraturan perundang-undangan

dan isi sumpah jabatan Notaris.93

Dari uraian-uraian tersubut dimuka, maka sudah sepatutnya kepada

Notaris sebagai Pejabat Umum yang mewakili Negara dan selaku salah satu unsur

penegak hukum, diberikan rasa aman dan tenang untuk menjalankan jabatannya.

Perlindungan Hukum yang layak, baik dan benar sesuai UUJ dan UUJN-P juga

seperangkat peraturan lainnya harus ditegakan, sehingga Notaris dapat lebih

tenang dan mantap melakukan pengabdian pada negara serta pelayanan yang lebih

baik kepada masyarakat. Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945 ayat (1)

menyebutkan bahwa setiap warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan

pemerintahanndan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa ada

91
G.H.S.L. Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Airlangga, Jakarta, 1992, hal. 62
92
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hal. 227
93
Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

kecualinya. Ketentuan dalam pasal ini menyamakan semua kedudukan setiap

warga negara Indonesia adalah sama di hadapan hukum, sesuai asas equality

before the law, yaitu persamaan di hadapan hukum, tidak membedakan status

maupun kedudukan seseorang dihadapan hukum. Menjadi dasar bagi penyidik

untuk melakukan penegakan kepada setiap warga negara secara sama rata. Notaris

memiliki hak dan kewajiban ingkar, hak ingkar merupakan das sollen atau kondisi

ideal (seharusnya), sedangkan das sein-nya adalah kondisi realitas dimana

masing-masing pihak punya suatu cara pandang dari sudut kacamatanya sendiri,

misalnya polisi yang sama-sama ingin mencari kebenaran materiil. Notaris

memiliki hak dan kewajiban ingkar bukan berarti Notaris adalah profesi yang

kebal terhadap hukum.

Akta Notaris merupakan representasi dari tugas jabatan yang di emban

sebagai pejabat Negara yang melayani dibidang pembuatan akta autentik. Sebagai

pejabat umum yang menjalankan pelayanan publik di bidang pelayanan jasa

hukum, maka terhadap kesalahan Notaris perlu dibedakan antara kesalahan yang

bersifat pribadi (foute personelle fault) dan kesalahan di dalam menjalankan tugas

(faute de serive atau in service fault).94. Akta Notaris sebagai produk dari Pejabat

Publik, maka penilaian terhadap akta Notaris harus dilakukan dengan Asas

Praduga Sah (vermoeden van rechmatigheid) atau presumtio iustae causa. Asas

ini dapat dipergunakan untuk menilai akta Notaris, yaitu akta Notaris harus

dianggap sah sampai ada pihak yang menyatakan akta tersebut tidak sah.95. Akta

94
Paulus Effendi Lotulung, Hukum Tata Usaha Negara dan Kekuasaan, Salemba
Humanika, Jakarta, 2013. hal. 3
95
Ibid, hal. 4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

Notaris merupakan alat bukti yang sempurna dihadapan pengadilan. Akta Notaris

berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.

Mahkamah pada sisi lain juga memahami pentingnya menjaga wibawa

seorang Notaris selaku pejabat umum yang harus dijaga kehormatannya sehingga

diperlukan perlakuan khusus dalam rangka menjaga harkat dan martabat Notaris

yang bersangkutan dalam proses peradilan, termasuk terhadap Notaris, diperlukan

sikap kehati-hatian dari penegak hukum dalam melakukan tindakan hukum,

namun perlakuan demikian tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip

negara hukum yang antara lain adalah persamaan kedudukan di hadapan hukum

dan prinsip independensi peradilan. Peraturan yang saling menafsirkan antara

kewajiban ingkar Notaris dalam UUJN dan UUJN-P dan peraturan perundang-

undangan yang lain yang setingkat sering membuat para pengambil keputusan

menjadi bingung dalam memutuskan jika terjadi permasalahan yang menyangkut

akta autentik.

Banyak peraturan perundang-undangan yang meniadakan kewajiban

ingkar Notaris jika terjadi persoalan menyangkut akta yang dibuat oleh dan atau

dihadapan Notaris. Sehingga pengambil keputusan dalam hal ini hakim harus

cermat jika menghadapi kasus yang melibatkan akta Notaris sebagai alat bukti

dalam suatu perkara di pengadilan. Bagian dari sumpah/janji Notaris yaitu bahwa

Notaris akan merahasiakan isi akta danketerangan yang diperoleh dalam

pelaksanaan jabatan Notaris. Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN-P menjelaskan,

bahwa Notaris berkewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu yang mengenai

akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-undang menentukan lain.

Ketentuan Pasal ayat (1) huruf f UUJN-P ini ditempatkan sebagai kewajiban

ingkar Notaris. Notaris wajib merahasikan isi akta dan keterangan yang diperoleh

dalam pembuatan akta Notaris, kecuali diperintahkan oleh Undang-undang bahwa

Notaris tidak wajib merahasiakan dan memberikan keterangan yang diperlukan

berkaitan dengan akta tersebut, Dengan demikian batasannya hanya Undang-

undang saja yang dapat memerintahkan Notaris untuk membuka rahasia isi akta

dan keterangan/pernyataan yang diketahui Notaris yang berkaitan dengan

pembuatan akta yang dimaksud.96

Peraturan perundang-undangan yang menggugurkan atau memberikan

batasan mengenai kewajiban dalam merahasiakan atau menggunakan kewajiban

ingkarnya, yaitu :

• Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang BPHTB,

menjelaskan bahwa : “Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala

kantor lelang negara melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang

perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada direktorat jendral

pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.”

• Pasal 36 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dalam

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Pidana Korupsi : “Kewajiban memberikan kesaksian sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 35 berlaku juga terhadap mereka yang menurut

pekerjaan, harkat dan martabat atau jabatnnya diwajibkan menyimpan

96
Habib Adjie, 200 : 89.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

rahasia, kecuali petugas agama yang menurut keyakinannya harus

menyimpan rahasia.”

• Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 gperubahan atas

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan.

Ketidaksinkronan Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Kewajiban

Ingkar.97 Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyebutkan: “dalam hal

pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait oleh kewajiban

merahasiakan,untuk keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, kewajiban

merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali untuk bank, kewajiban

merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis dari menteri keuangan.”

Notaris adalah jabatan kepercayaan (vertrouwensambt) dan oleh karenanya

seseorang bersedia mempercayakan kepadanya sebagai seorang kepercayaan

(vertrouwens persoon). Notaris wajib merahasiakan apa yang diberitahukan

kepadanya selaku Notaris dekalipun ada sebagian yang tidak dicantumkan dalam

akta. 98

Kewajiban ingkar (verschoningsplitcht) Notaris harus dipahami dan

dilaksanakan karena ini berkaitan erat dengan sumpah jabatan Notaris. Jangan

sampai karena keterangan yang disampaikan Notaris kepada pihak penyidik

menjadi bumerang bagi Notaris itu sendiri.

Banyaknya kasus yang menyeret Notaris ke perkara hukum baik pidana

maupun perdata membuat turunnya kewibawaan dan kepercayaan masyarakat

97
Jurnal Repertorium Volume IV No. 2 Juli - Desember 201744
98
(Sjaifurrahman dan HabibAdjie, 2011 : 252-253)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

terhadap Notaris. Sebagai jabatan kepercayaan Notaris harus sangat hati-hati

dalam menjalankan tugas jabatannya.

Hak dan kewajiban ingkar yangdimiliki Notaris bisa digunakan Notaris

jika diperiksa di hadapan pihak penyidik. Hak dan kewajiban ingkar ini adalah

sebatas pada akta yang dibuatnya. Notaris bisa memberikan keterangan kepada

pihak penyidik dan sebagai warga negara yang baik Notaris harus membantu

proses tegaknya hukum. Keterangan yang harus dijaga adalah jika pertanyaan

yang disampaikan oleh penyidik menyangkut akta yang dibuatnya maka Notaris

harus menggunakan hak dan kewajiban ingkar yang terdapat di dalam Undang-

Undang Jabatan Notaris.

B. Putusan Mk 49 /Puu-X / 2012 Tentang Uji Materil Pasal 66 Uujn


Dianggap Mengurangi Perlindungan Terhadap Notaris Dalam
Memberikan Keterangan Terkait Dengan Akta Yang Dibuat Di
Hadapannya.

Saat berlakunya UUJN tahun 2004 tentang Pengawasan pelanggaran yang

dilakukan oleh Notaris yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris. Dalam

mekanismenya masyarakat yang merasa dirugikan atau mendalilkan adanya

pelanggaran dari Notaris harus melaporkan pengaduannya itu pada Majelis

Pengawas Notaris tingkat daerah terlebih dahulu.

Lalu muncullah tuntutan yang diajukan oleh seorang pengusaha, direktur

dari sebuah PT bernama Kant Kamal kepada Mahkamah Konstitusi (MK) yang

mengujji pasal 66 UUJN yang berbunyi :

1. Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau

Hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

a. Mengambil fotocopy minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan

pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan Notaris,

dan

b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan

dengan akta yang dibuatnya atau protokol Notaris yang berada dalam

penyimpanan Notaris.

2. Pengambilan fotocopy minuta akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud

pada ayat 1 huruf (a), dibuat acara penyerahan.99

Dalam tuntutannya, penggugat mendalilkan bahwa pasal ini bertentangan

dengan Undang-Undang Dasar 1945.100

1. Pasal 27 ayat (1) yang berbunyi : segala warga negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjungjung

hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.101

2. Pasal 28 D ayat (1) yang berbunyi : setiap orang berhak atas pengakuan,

jamianan dan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama di hadapan hukum.102

Setiap warga negara dalam negara hukum demokrasi adalah berkedudukan

sama dalam hukum. Meminta ataupun memberikan kepada seseorang agar

mendapat keistimewaan dalam hukum merupakan tindak korupsi yang justru

melanggar hukum.103 Ketidakpuasan Kant Kamal berawal dari terhambatnya

perkara yang bersangkutan karena tidak dikabulkan oleh Majelis Pengawas untuk

melihat minuta notaris di Cianjur. Kepolisian menerbitkan SP3 ( Surat

99
Indonesia,UUJN pasal 66
100
Undang-Undang Dasar 1945
101
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (1)
102
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 D ayat (1)
103
Notaris Indonesia, Ibid,hal. 126

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

Penghentian Perintah Penyidikan). Karena setelah memeriksa para saksi-saksi,

penyidikan tidak dapat dilanjutkan akibat tidak dapat dilihatnya minuta tersebut.

Kant Kamal merasa dirugikan dan tidak mendapat keadilan. Pasal 66 UUJN saat

itu dianggap telah mengistimewakan posisi Notaris dan merupakan pelanggaran

hukum. Notaris berlindung di balik pasal yang bisa merugikan masyarakat. Ketika

kasus ini diajukan, dalam persidangan pertama pada juni 2012 yang menanggapi

permohonan tuntutan mengatakan :

Anggota hakim pane,Ahmad Fadlil Sumadi menganggap permohonan

belum mengeksplorasi argumentasi pokok permohonan terkait tidak perlunya

persetujuan Majelis Pengawas Daerah dalam hal pemanggilan Notaris untuk

kepentingan penyidikan. Selain itu pokok permohonan lebih banyak menguraikan

kasus konkret tetapi mengenai kendala akibat frasa itu tidak diuraikan. Pengawas

Daerah ? masih sangat minim penjelasannya.” Kata fadlil. Kemudian ketua panel

Hakim Hamdan Zoelva meminta agar apa yang disampaikan Hakim Fadlil perlu

menjadi perhatian pemohon. Hamdan juga mempertanyakan letak pertentangan

pasal yang diuji dengan UUD 1945 dimana setiap pekerjaan perlu dilindungi.

Putusan Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan gugatan yang diajukan oleh Kant

Kamal yang diputus pada hari selasa, tanggal 23 maret 2013 dengan diketuai

Akhil Mochtar memberi Putusan Nomor 49/PUU-X/2012 yang memutuskan :

1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya:

1.1 Menyatakan frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah” dalam

pasal 66 ayat (1) UUJN bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

1.2. Menyatakan frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah” dalam

pasal 66 UUJN tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Bahwa berdasarkan putusan tersebut frasa “ Dengan persetujuan Majelis

Pengawas Daerah” dalam pasal 66 UUJN dinyatakan bertentangan dengan UUD

1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dengan putusan

tersebut, maka frasa “ Dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah “ dalam

pasal 66 UUJN dianggap :

1. Tidak ada

2. Tidak tertulis, atau

3. Tetap dianggap ada walaupun telah dinyatakan bertentangan dengan UUD

1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Disamping itu, menurut MK ada suatu prisip demokrasi dan rule of law

yang dapat diingkari dengan frasa di atas, yaitu kekuasaan kehakiman yang

merdeka (independence of the judiciary) yang harus ditegakkan oleh Mahkamah

konstitusi dan Mahkamah Agung. 104

Keberadaan Majelis Pengawas Daerah dianggap sebagai tameng yang

dapat menimbulkan penundaan proses peradilan dan keadilan ( justice delayed

justice denied). Sementara penundaan keadilan merupakan pelanggaran HAM.

Sejak ditetapkannya putusan Mahkanah Konstitusi tersebut pada tanggal 28 mei

2013 maka proses penyidikan yang melibatkan Notaris dapat meminta langsung

tanpa lagi melalui persetujuan Majelis Pengawas Notaris.

104
Notaris indonesia, ibid hal. 128

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

Keputusan ini sangat disayangkan karena mendalilkan Notaris mendapat

perlakuan istimewa pada pasal 66 UUJN padahal hal itu tidak sepenuhnya benar.

Sebagai warga negara, notaris tetap dapat dituntut secara pidana maupun perdata

jika melakukan pelanggaran, Majelis Pengawas berdasarkan UUJN pasal 66 yang

menilai apakah pelanggaran tersebut benar merupakan suatu pelanggaran jabatan,

dan mengijinkan penyidik meminta notaris memberikan keterangan terkait akta

yang dibuat di hadapannya dan memperlihatkan minuta atau protokol lainnya.105

Dalam yurisprudensi Mahkamah Agung No.702K/Sip/1973 ditegaskan :

“notaris dalam menjalankan jabatannya hanya bersifat formal. Notaris


hanya berfungsi mencatatkan/ menuliskan apa yang dikehendaki dan
dikemukakan oleh para pihak yang menghadap notaris tersebut. Notaris tidak
wajib menyelidiki secara materiil hal-hal yang dikemukakan para penghadap
Notaris.”

Sehingga sebenarnya adalah kewajaran apabila Majelis harus menilai

terlebih dahulu apakah kesalahan atau pelanggaran tersebut adalah benar

merupakan kesalahan Notaris. Mengingat Notaris hanya sebagai pihak yang

menyaksikan dan memformulasikan keinginan penghadap. Peran Majelis

Kehormatan Notaris dalam memberikan perlindungan kepada Notaris dalam

memberikan keterangan di depan hakim berkaitan dengan akta yang dibuat di

hadapannya.

Pembentukan Majelis Kehormatan Notaris adalah amanah UUJNP , pasal

66 A memerintahkan bahwa untuk kepentingan proses peradilan, penyidik,

penuntut umum atau hakim terhadap pengambilan minuta akta dan pemanggilan

105
Notaris Indonesia Ibid hal.129

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

Notaris, diperlukan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris. Menteri membentuk

Majelis Kehormatan Notaris yang berjumlah 7 ( tujuh ) orang, terdiri atas unsur :

a. Notaris sebanyak 3 (tiga) orang

b. Pemerintah sebanyak 2 (dua) orang

c. Ahli atau akademisi sebanyak 2 (dua) orang

Majelis kehormatan Notaris yang didirikan berdasar permenkunham

No.7/2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris yang merupakan jawaban atas

keputusan Mahkamah Konstitusi No.49/PUU-X/2013 memutuskan perkara

No.49/PUU-X/2013 terkait uji materil terhadap pasal 66 ayat (1) UU No.30 tahun

2004 tentang jabatan Notaris.106 Hal ini untuk tetap menjamin seorang Notaris

tetap bisa menjaga kerahasiaan akta dan wajib ingkarnya menjalankan jabatan.

Sebagaimana kita ketahui seorang pejabat umum sebelum dapat menjalankan

jabatannya secara sah harus mengangkat sumpah. Notaris wajib ingkar untuk

merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam melaksanakan

jabatan.107 Karena Notaris telah mengangkat sumpah untuk merahasiakan akta

sebelum ia diangkat. Sesuai dengan pasal 54 UUJN. Bahwa Notaris hanya dapat

memberikan, memperlihatkan atau yang berkepentingan langsung pada akta, ahli

waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh perundang-

undangan.108

106
Hakiki Waki Desky,tesis, “ Peranan Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam
mencegah terjadinya perbuatan melawan hukum oleh notaris di Medan.”, Medan,Mkn USU,
2017, hal.33
107
Silvia sumbogo, tesis : “ analisis hukum tentang wewenang Majelis Pengawas Daerah
pasca putusan MK No.49/PUU-X/2012.”, Medan, Mkn USU, 2019, hal.70
108
Iwaris Harefa,tesis,” Kewenangan Majelis Pengawas Notaris dalam memberikan
persetujuan terhadap pemanggilan penyidik, penuntut umum dan hakim berkaitan dengan
ketentuan pasal 66 ayat (1) Undang-undang Jabatan Notaris, Medan, Mkn USU, 2018,hal.80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat dikenai sanksi berupa :

a. Peringatan tertulis;

b. Pemberhentian sementara;

c. Pemberhentian dengan hormat; atau

d. Pemberhentian dengan tidak hormat

Mekanisme ini diperlukan agar Notaris dapat leluasa melaksanakan

jabatannya karena adanya perlindungan secara hukum. Majelis Kehormatan

Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan

pembinaan Notaris dan kewajiban memberikan persetujuan atau penolakan untuk

kepentingan penyidikan dan proses peradilan, atas pengambilan fotokopi minuta

akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan

dengan akta atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.109

Sebenarnya, untuk mencegah adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris

telah diadakan pengawasan dan pembinaan oleh Majelis Pengawas Notaris yang

melakukannya secara berjenjang terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu : Majelis

Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat.

Ketiga tingkatan itu bekerjasama dan berkoordinasi dalam melakukan

pengawasan, pembinaan dan juga apabila ada laporan tentang pelanggaran

Notaris.110

109
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Majelis Kehormatan
Notaris No.7 Tahun 2016 Pasal 1
110
Patricia Edeline,tesis,” Sinergisitas Dewan Kehormatan Notaris dan Majelis
Pengawas Notaris dalam pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik”, Medan,Mkn
USU,2019,hal.72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

Bapak menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,

Yasona Laoly dalam sambutan dan pengarahannya pada Rapat Koordinasi Majelis

Kehormatan Notaris di Surabaya pada tanggal 22 september 2016 menyatakan

bahwa terhadap keputusan Majelis Kehormatan Wilayah yang memeriksa Notaris

dalam memenuhi panggilan penyidik, penuntut umum atau Hakim, maka kasus

tersebut tidak dapat diajukan untuk kedua kalinya ( asas nebis in idem ), agar

adanya kepastia hukum. Keputusan majelis kehormatan Notaris wilayah tersebut

bersifat final dan mengikat. Untuk itu Majelis Kehormatan Notaris dalam

mengambil keputusan harus berhati-hati, cermat, teliti dan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan Notaris dalam hal ini dapat

menjelaskan dan memberikan keterangan terkait akta yang berada dalam

penyimpanannya kepada Majelis Kehormatan Notaris Wilayah bahwa kasus

tersebut sudah pernah diperiksan dan diputus, agar tidak perlu lagi untuk

memenuhi permintaan pihak penyidik tersebut. Dan Majelis Kehormatan Notaris

Wilayah dalam hal ini agar segera menjelaskan melalui surat tertulis kepada pihak

penyidik bahwa terhadap kasus yang sama terhadap orang yang sama, kasus

tersebut tidak dapat diajukan dapat menggunakan aturan yang memberlakukan

apabila lewat jangka waktu 30 hari kerja sejak surat diterima, maka pihak Majelis

Kehormatan Notaris dianggap menyetujui, berarti pihak penyidik dalam hal ini

dapat segera memanggil langsung Notaris yang bersangkutan.

Majelis Kehormatan Notaris terdiri atas :

a. Majelis Kehormatan pusat;dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

b. Majelis Kehormatan Notaris Wilayah.111

Majelis Kehormatan Notaris pusat dibentuk oleh Menteri dan

berkedudukan di Ibu kota Negara Republik Indonesia. Sedangkan Majelis

Kehormatan Notaris Wilayah dibentuk oleh Direktur Jendral atas nama Menteri

dan berkedudukan di Ibu kota Provinsi. Majelis Kehormatan Notaris pusat

beranggotakan 7 (tujuh) orang terdiri atas :

a. 1 ( satu ) orang ketua;

b. 1 ( satu ) orang wakil ketua;

c. 5 ( lima ) orang anggota.

Ketua dan wakil ketua Majelis Kehormatan Notaris pusat harus berasal

dari unsur yang berbeda dan dipilih ari dan oleh anggota Majelis Kehormatan

Notaris pusat. Pemilihan ketua dan wakil ketua Majelis Kehormatan Notaris pusat

dan dilakukan secara musyawarah. Dalam hal pemilihan secara musyawarah tidak

mencapai kata sepakat, pemilihan ketua dan wakil ketua Majelis Kehormatan

Notaris pusat dilakukan dengan cara pemungutan suara.

Majelis Kehormatan Notaris Wilayah terdiri atas unsur :

a. Pemerintah

b. Notaris; dan

c. Ahli atau akademisi

Majelis Kehormatan Notaris Wilayah harus berasal dari unsur yang

berbeda dan dipilih dari dan oleh anggota Majelis Kehormatan Notaris Wilayah.

Pemilihan ketua dan wakil ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah dilakukan

111
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Majelis Kehormatan
Notaris No.7 Tahun 2016 Pasal 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


89

secara musyawarah. Dalam hal pemilihan secara musyawarah tidak mencapai kata

sepakat, pemilihan ketua dan wakil ketua Majelis Kehormatan Notaris wilayah

dilakukan dengan cara pemungutan suara. Komposisi dari susunan Majelis

Kehormatan ditujukan untuk menjaga obyektifitas dalam menjalankan dan

melakukan penilaian dalam menjalanlan tugasnya. 112

C. Argumentasi Hak Ingkar Notaris dalam Peradilan Pidana Tidak Dapat


Digunakan

Peraturan hak ingkar notaris yang belum terbentuk dalam peraturan yang

mengatur tentang jabatan notaris mengakibatkan ketidakpastian hukum terhadap

notaris dalam menjalankan jabatannya. Ketika notaris dipanggil sebagai saksi

dalam peradilan pidana yang terlibat dalam perkara hukum antara lain disebabkan

karena adanya kesalahan pada akta yang dibuatnya, baik karena kesalahan notaris

itu sendiri maupun kesalahan para pihak, atau salah satu pihak yang tidak

memberikan keterangan atau dokumen yang sebenarnya (tidak adanya itikad baik

dari para pihak atau salah satu pihak), atau telah ada kesepakatan antara notaris

dengan salah satu pihak yang menimbulkan kerugian pada pihak lain.113

Berikut adalah contoh kasus yang terjadi dalam ranah pidana terkait akta

autentik yang dibuat oleh notaris, dengan mengacu pada putusan Mahkamah

Agung Republik Indonesia. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

nomor 685/ Pid.B/2016/PN Malang terkait kasus pemalsuan keterangan, bahwa

pemilik sah tanah yang terletak di Desa Pesanggrahan Kecamatan Batu Kota Batu

112
Jusmar, tesis, “ Peran Majelis kehormatan Notaris SUMUT dalam memberikan
perlindungan dan penegakan hukum sesuai UUJN.”, Medan, MKn USU, 2018, hal.53
113
Arum Dewi Azizah Salsabila dkk jurnal vol 3 No.1,, Hak Ingkar Notaris Sebagai
Saksi dalam Peradilan Pidana, hal.10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

yaitu Juliawati, Natalia Lindiana, Roosdiana, Hari Susanto, Mingawati, Harijanto,

Soehandojo, dan Handika Susilo sedangkan pemilik sah villa kipas Desa

Sidomulyo Kecamatan Batu Kota Batu yaitu Elly Machdalena. Terdakwa Drs.

Tjonet Soeharyanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana dengan meminta Rr. Intan Febriana menempatkan keterangan palsu

untuk membuat akta autentik berupa perjanjian pengikatan jual beli atas obyek

tanah yang terletak di Desa Pesanggrahan Kecamatan Batu Kota Batu dan villa

kipas Desa Sidomulyo Kecamatan Batu Kota Batu dihadapan notaris Roy Pudyo

Hermawan, SH, Sehingga notaris tersebut dipanggil untuk menjadi saksi

dalam persidangan peradilan pidana terkait akta pengikatan jual beli yang telah

notaris buat sesuai dengan permintaan terdakwa.

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 603/Pid.B/2017/PN

Denpasar terkait kasus pemalsuan surat pelunasan tanah atau kwitansi

pembayaran tanah. Terdakwa R. Gerard Aria Warmadewa membuat kwitansi

tersebut dengan tujuan untuk ditunjukkan kepada notaris I Wayan Sugita, SH

sebagai bukti seolah-olah terdakwa telah melunasi pembayaran tanah kepada

pemilik tanah yaitu I Slamet Santoso. Hal ini dilakukan terdakwa agar notaris

bersedia membuatkan akta pengikatan jual beli yang diminta oleh terdakwa.

Sehingga notaris tersebut dipanggil untuk menjadi saksi dalam persidangan

peradilan pidana terkait akta pengikatan jual beli yang telah notaris buat sesuai

dengan permintaan terdakwa. Notaris mempunyai kewenangan untuk membuat

suatu akta autentik mengenai seluruh perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

diwajibkan oleh peraturan hukum dan/ atau yang dikehendaki oleh yang

berkepentingan untuk di konstantir ke dalam suatu akta autentik.

Akta yang dibuat “oleh” maupun “dihadapan” notaris tersebut dapat

menjadi alat bukti yang sah manakala akta yang dibuatnya menjadi objek

sengketa. Apabila dianalisis berdasarkan kasus yang telah ada dalam Putusan

Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 685/ Pid.B/2016/PN Malang terkait

kasus pemalsuan keterangan dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

nomor 603/Pid.B/2017/PN Denpasar terkait kasus pemalsuan surat pelunasan

tanah atau kwitansi pembayaran tanah bahwa jelas disini kedua notaris tersebut

tidak menggunakan hak ingkarnya.

Hak ingkar notaris tidak dapat digunakan dalam peradilan pidana karena

beberapa faktor, yaitu:

1. Sistem Pembuktian Pidana di Indonesia

Sistem pembuktian pidana di Indonesia adal ah sistem pembuktian negatif.

Sistem pembuktian negatif (negative wettelijk) ini hampir sama dengan sistem

pembuktian conviction in raisonne. Tolak ukur pengambilan keputusan oleh

hakim tentang besar atau salahnya terdakwa adalah alat bukti yang ditetapkan oleh

undang-undang dan keyakinan hakim itu sendiri.114

Dalam sistem pembuktian ini ada 2 (dua) syarat yang harus dipenuhi

dalam membuktikan kesalahan terdakwa, yaitu:115

a. Wettelijk

114
Sasangko, 1996 hal. 12
115
Ibid hal.13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


92

Terdapat alat bukti yang sah yang telah ditetapkan oleh undang- undang;

dan

b. Negatief

Adanya keyakinan (nurani) hakim yang berdasarkan alat bukti tersebut

dimana hakim meyakini kesalahan terdakwa.

Berdasarkan sistem pembuktian pidana terdapat alat bukti yang sah yang

telah ditetapkan Undang-undang adalah alat yang ada hubungannya dengan suatu

tindak, dimana alat-alat tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian

guna menimbulkan keyakinan kepada hakim atas kebenaran adanya suatu tindak

pidana yang telah dilakukan terdakwa, salah satunya adalah keterangan ahli.

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki

keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang tentang suatu

perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Hal tersebut termuat dalam

ketentuan Pasal 1 butir 28 KUHAP. Alat bukti lainnya yaitu ; “surat” tentang alat

bukti ini diatur dalam Pasal 187 KUHAP sebagai berikut:surat sebagaimana

tersebut dalam Pasal 184 ayat (1) c KUHAP dibuat atas sumpah jabatan atau

dikuatkan dengan sumpah adalah:

1. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang di buat dihadapannya

yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang dialami,

dilihat atau yang dialami sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan

tegas tentang keterangan itu;

2. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundangan atau surat

yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

yang menjadi tanggung jawabnya yang diperuntukkan bagi pembuktian

sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

3. Surat keterangan dari seseorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan

keahliannya mengenai sesuatu hal yang atau sesuatu keadaan yang diminta

secara resmi daripadanya;

4. Surat lain yang hanya dapatberlaku jika ada hubungannya dengan isi dari

alat pembuktian yang lain.

Dalam Pasal 188 KUHAP disebutkan: petunjuk adalah perbuatan, kejadian

atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain

maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu

tindak pidana dan siapa pelakunya petunjuk sebagaimana mestinya dimaksud

dalam ayat 1 hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan

terdakwa. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap

keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif bijaksana, setelah ia

mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan

berdasarkan hati nuraninya. Keterangan terdakwa diatur dalam Pasal 139

KUHAP. Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang

tentang perbuatan yang ia lakukan, yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.

Keterangan terdakwa yang diberikan diluar sidang dapat digunakan untuk

membatu menemukan bukti disidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu

alat bukti yang sah sepanjang mengenal hal yang, didakwakan kepadanya.

Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. Keterangan

terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai alat bukti yang

lain.

Akta autentik yang merupakan isi kehendak para pihak yang telah dibuat

notaris tersebut dalam hukum acara pidana dapat dikategorikan sebagai alat bukti

surat dan apabila akta otentik tersebut termasuk dalam alat bukti yang dibutuhkan

oleh hakim dalam memutus perkara pidana, maka hakim juga dapat meminta

fotokopian dari minuta akta tersebut, hal ini telah diatur didalam Pasal 66 ayat (2)

UUJN-P. Akta autentik yang dibuat oleh dan dihadapan notaris tersebut menjadi

salah satu alat bukti dari dua alat bukti yang minimal dibutuhkan hakim dalam

memutus perkara. Untuk memutus perkara pidana, hakim memerlukan mnimal 2

(dua) alat bukti dan keyakinan untuk memutus suatu perkara, sehingga tidak

menutup kemungkinan bahwa keterangan notaris tersebut dapat menjadi salah

satu alat bukti yang dibutuhkan hakim untuk memutus perkara pidana. Bahwa

ketika notaris dihadirkan dalam sidang sebagai saksi, yang dibutuhkan aparat

penegak hukum adalah menemukan kebenaran dalam perkara pidana dan ini

memerlukan notaris sebagai pihak yang meng-konstantir kehendak para pihak dan

juga membutuhkan keterangan notaris terkait akta- akta yang telah dibuatnya bagi

parapihak.116

D. Pergeseran Kedudukan Notaris Dalam Memberikan Keterangan Di


Depan Hakim Terkait Akta Yang Dibuat Di Hadapannya

1. Kedudukan Notaris dalam Peradilan Pidana

Sebagai pejabat yang berpijak pada ranah hukum Notaris mempunyai

kewajiban untuk menjaga lancarnya proses hukum termasuk didalamnya yang

116
ibid hal.9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

berkenaan dengan proses peradilan dalam upaya penyelesaian sengketa.

Walaupun ada juga penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana

diamanatkan dalam pasal 2 POJK nomor 1.07/2014 tentang LAPSPI ( Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan di Indonesia) yang mana kasus yang

dapat ditangani oleh lembaga ini yaitu kasus di bidang Perbankan yang di

tetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).117

Proses peradilan yang dimaksud erat kaitannya dengan pembuktian

sehingga proses hukum bisa berjalan dengan baik sehingga menghasilkan putusan

yang adil, bermanfaat dan menjamin kepastian bagi para pihak. Berdasarkan

ketentuan yang diatur dalam Pasal 60 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang

Jabatan Notaris, menyatakan bahwa : Untuk kepentingan proses peradilan,

Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas

Daerah berwenang untuk :

a) Mengambil fokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang diletakan pada

Minuta Akta dan/atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris;

b) Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan

akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam

penyimpanan Notaris.

Notaris mempunyai kewenangan untuk membuat suatu akta autentik

mengenai seluruh perrbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diwajibkan oleh

peraturan hukum dan / atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dikonstantir Notaris tersebut dapat menjadi alat bukti yang sah manakala akta

117
Rudi Haposan, jurnal hukum : “ penyelesaian sengketa perbankan melalui mediasi
pasca keluarnya UU No.21 thn 2011 tentang OJK, april 2018, hal.25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

yang dibuatnya menjadi objek sengketa. Dalam hal ini ada kaitannya dengan hak

ingkar Notaris yang dapat menolak untuk memberikan keterangan terkait dengan

akta yang dibuat di hadapannya yaitu yang disebut dengan hak ingkar Notaris.

Kedudukan Notaris dalam memberikan keterangan di depan hakim terkait dengan

akta yang dibuat di hadapannya erat kaitannya dengan pembuktian.

Akta autentik yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris tersebut menjadi

salah satu alat bukti dari dua alat bukti yang minimal dibutuhkan hakim dalam

memutus perkara. Untuk memutus perkara pidana, hakim memerlukan minimal 2

(dua) alat bukti dan keyakinan untuk memutus suatu perkara, sehingga tidak

menutup kemungkinan bahwa keterangan Notaris tersebut dapat menjadi salah

satu alat bukti yang dibutuhkan hakim untuk memutus perkara pidana.

Apabila terjadi sengketa, maka salah satu pihak yang mengajukan akta

autentik di pengadilan harus mengakui dan menghormati serta mengakui isi akta

autentik, kecuali jika para pihak yang menyangkal dapat membuktikan bahwa

bagian tertentu dalam akta telah diganti atau bahwa hal tersebut bukanlah disetujui

oleh para pihak. Dengan demikian karena pekerjaan notaris yang salah satunya

membuat akta autentik, maka akan menjadi fundamen utama tentang status harta

benda , hak dan kewajiban para pihak yang terlibat.118

Bahwa ketika Notaris dihadirkan dalam sidang sebagai saksi dalam hal

memberikan keterangan di hadapan hakim terkait akta yang dibuat di hadapannya,

yang dibutuhkan aparat penegak hukum adalah menemukan kebenaran dalam

perkara pidana dan ini memerlukan Notaris sebagai pihak yang meng-konstantir

118
Herlina ernawati Napitupulu,tesis, Peranan Ikatan Notaris Indonesia dalam pembinaan
Notaris dan pengawasan kode etik Notaris di wilayah SUMUT, Medan,MKn USU, 2017,
halaman.49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

kehendak para pihak dan juga membutuhkan keterangan Notaris terkait akta- akta

yang telah dibuatnya bagi para pihak.

“Penegak hukum harus memperoleh persetujuan dari Majelis Kehormatan

Notaris terlebih dahulu, sebelum dapat memanggil Notaris dalam proses

pemeriksaan perkara pidana.” Notaris sering kali ikut dipanggil sebagai saksi

ketika terjadi sengketa yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya. Bahkan tidak

jarang Notaris juga berkedudukan sebagai pihak terlapor dalam suatu laporan

polisi.

Seorang notaris bisa disangka melakukan tindak pidana tersebut baik

sebagai pelaku (pleger) maupun turut serta atau pembantu kejahatan.119

Kepolisian sebelumnya akan memilah keterlibatan notaris berdasarkan hasil

penyidikan. Ada 7 bentuk permasalahan yang ditemukan penyidik sebagai dasar

penetapan notaris sebagai tersangka yaitu :120

a. Akta dibuat dengan kondisi para pihak tidak berhadapan


b. Data identitas dari salah satu pihak dalam akta dianggap tidak benar atau
dianggap memberikan keterangan palsu
c. Data mengenai obyek yang diperjanjikan tidak sesuai dengan fakta yang
sebenarnya
d. Data yang diberikan oleh salah satu atau kedua pihak tidak benar, sehingga
akta notarisyang diterbitkan dianggap akta palsu
e. Ada dua akta yang beredar di para pihak, yang nomor dan tanggalnya
sama tetapi isinya berbeda
f. Tanda tangan salah satu pihak yang ada dalam minuta dipalsukan
g. Penghadap menggunakan identitas orang lain

119
Op.Cit.hal.10
120
Norman Edwin Elnizar, Waspadai Tuntutan Pidana yang Mungkin Dihadapi Notaris
dalam Bertugas, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a7ae033bc871/waspadai-tuntutan-
pidana-yang-mungkin-dihadapi-notaris-dalam-bertugas/, diakses tanggal 8 Januari 2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

Perbuatan notaris yang bersinggungan dengan tindak pidana hasil

inventarisasi antara lain adalah:121

1. Tanggal dalam akta tidak sesuai dengan kehadiran para pihak


2. Para pihak tidak hadir tetapi ditulis hadir
3. Para pihak tidak membubuhi tandatangan tetapi ditulis atau ada
tandatangannya
4. Akta sebenarnya tidak dibacakan akan tetapi diterangkan telah
dibacakan
5. Obyek dalam akta tidak sesuai dengan fakta/berbeda yang diterangkan
oleh para pihak
6. Notaris ikut campur tangan terhadap syarat-syarat perjanjian
7. Dalam akta disebutkan bahwa pihak-pihak telah membayar lunas apa
yang diperjanjikan padahal sebenarnya belum lunas atau bahkan
belum ada pembayaran secara riil
8. Pencantuman pembacaan akta yang harus dilakukan oleh notaris
sendiri padahal sebenarnya tidak
9. Pencantuman mengenal orang yang menghadap padahal sebenarnya
tidak mengenalnya
10. Data identitas dari salah satu pihak dalam akta dianggap tidak benar
11. Ada 2 akta yang beredar sama tapi isinya berbeda
12. Penghadap menggunakan identitas orang lain
13. Ada penyangkalan keabsahan tanda tangan dari para pihak yang
menandatangani akta pada minuta akta
14. Ada penyangkalan keabsahan tanda tangan pada dokumen yang
dilekatkan pada minuta akta
15. Ada ahli waris pembuat akta, atau penerima hak dari pembuat akta
atau pihak yang berkepentingan pada akta menyatakan bahwa pada
tanggal pembuatan akta, pembuat akta telah meninggal dunia
16. Ada keterangan palsu yang dimasukkan dalam minuta akta
17. Dokumen yang dilekatkan atau dilampirkan pada minuta akta palsu
18. Ada dokumen palsu yang dilekatkan atau dilampirkan pada minuta
akta
19. Ada pengurangan atau penambahan angka, kata atau kalimat pada
minuta akta yang merugikan pihak lain
20. Ada dugaan notaris melakukan pemunduran tanggal akta yang
merugikan pihak lain

Terdapat tujuh hal berkaitan dengan produk notaris yang sering berujung

ke kepolisian, yaitu:122

121
Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


99

- Akta dibuat dengan kondisi para pihak tidak berhadapan. Notaris


membuat akta padahal ia tahu para pihak tidak saling berhadapan atau
tidak ada di tempat. Salah satu atau kedua pihak tidak hadir saat akta
dibuat. Pihak yang dirugikan biasanya melaporkan notaris.
- Data identitas dari salah satu pihak dalam akta dianggap tidak benar,
atau dianggap memberikan keterangan palsu. Permasalahan ini kerap
dijadikan senjata oleh para pihak untuk memperkarakan sebuah Akta.
Pengaduan ke pihak Kepolisian biasanya dilakukan setelah perjanjian
antara kedua belah pihak tidak terselesaikan, atau ada yang ingkar
janji. Salah satu pihak berusaha mencari celah untuk mempidanakan
dan memang faktanya ketemu. Sebenarnya tidak ada yang rugi, cuma
memang terkadang ada alamat yang tidak benar. Sehingga di sini
perlunya minuta dan dokumen lainnya.
- Data mengenai obyek yang diperjanjikan tidak sesuai dengan fakta
yang sebenarnya. Sehingga salah satu pihak dianggap memberikan
keterangan palsu. Notaris terseret selaku pihak yang membuat akta
perjanjian.
- Data yang diberikan oleh salah satu atau kedua pihak tidak benar,
sehingga akta notaris yang diterbitkan dianggap akta palsu. Jerat yang
biasa dipakai adalah memasukkan data palsu ke dalam akta otentik
atau memalsukan dokumen.
- Ada dua akta yang beredar di para pihak, yang nomor dan tanggalnya
sama tetapi isinya berbeda. Dua akta ini beredar, oleh pihak yang
bersengketa ini dipermasalahkan. Kejadian ini sering terjadi misalnya
perebutan saham.
- Tanda tangan salah satu pihak yang ada dalam minuta dipalsukan. Ini
bisa terjadi karena pembuatan akta dikejar-kejar waktu, dan salah satu
pihak tidak berada di tempat. Mungkin juga ada kesengajaan untuk
memalsukan tanda tangan.
- Penghadap menggunakan identitas orang lain. Notaris belum tentu
mengenal secara pribadi orang yang datang menghadap. Notaris tidak
dalam posisi menelusuri jejak rekam seseorang, apalagi untuk sampai
memastikan identitas dalam dokumen identitas resmi penghadap benar
atau palsu.

Para notaris harus berhati-hati dalam menjalankan tugas. Adapun

merekomendasikan untuk notaris dalam menjalankan tugasnya yaitu:123

1. Agar dalam pembuatan produk notaris agar benar-benar


mempedomani prosedur yang ditentukan peraturan perundang-
undangan, jika perlu membuat SOP untuk pedoman staf.

122
Fitri N. Heriani, 7 Hal yang Sering Menyeret Notaris ke Pusaran Kasus,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt573298b2a4142/7-hal-yang-sering-menyeret-notaris-
ke-pusaran-kasus/, diakses tanggal 8 Januari 2020
123
Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


100

2. Polisi berharap notaris meneliti secara saksama data, dokumen/surat


yang digunakan sebagai persyaratan atau data penerbitan produk
notaris. Bila perlu, memindai (scan) seluruh data sehingga lebih jelas.
3. Notaris perlu memastikan para pihak harus hadir berhadapan, dan
sebelum akta ditandatangani notaris membacakan isinya kepada para
pihak disertai penjelasan, dilakukan pendokumentasian seperti
mengambil foto, untuk memperkuat apabila ada komplain di
kemudian hari.
4. Tertib dalam pengelolaan dokumen. Yanuar mengingatkan jangan
sampai produk notaris yang belum jadi tetapi sudah deregister dan
ditandatangani, bahkan sudah beredar kepada para pihak.

Notaris yang terjerat perkara pidana menuntut tugas Majelis Pengawas

Notaris untuk melakukan pembinaan dan pengawasan sebagai notaris. Meski

terbilang sedikit, perkara yang menyeret notaris mayoritas terkait profesionalitas.

Majelis Kehormatan Notaris berkaitan penegakan hukum, tapi bukan untuk

melindungi, hanya memberikan perlindungan martabat. Kebanyakan terkait

profesionalitas (perkara). Uji kompetensi bagi calon notaris menjadi salah satu

kuncinya. Setelah lulus harusnya ada uji kompetensi. Sertifikat kompentensi bisa

dijadikan syarat untuk bisa diangkat atau tidak sebagai notaris.124 Sehingga

dengan modal profesionalitas yang baik dalam diri Notaris, kapanpun notaris

diharuskan untuk memberikan keterangan di depan Hakim terkait akta yang

dibuat di hadapannya tidak menjadi boomerang bagi Notaris untuk dikaitkan

dalam kesalahan materiil dalam akta yang bersangkutan.

2. Kedudukan Notaris dalam Peradilan Perdata

Ketentuan dari pasal 1868 KUHPerdata dinyatakan “suatu akta otentik

ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh atau dihadapan

pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat”. Sekalipun

124
Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


101

Notaris berwenang membuat akta, namun tidak berarti tidak ada pembatasan,

dengan kata lain bahwa Notaris dilarang membuat akta untuk dirinya sendiri, istri,

keluarga sedarah atau keluarga semenda, dalam garis lurus tanpa pembatasan

derajat dan dalam garis samping sampai derajat ketiga, baik secara pribadi

maupun dengan kuasa.

Dikemukakan sebelumnya fungsi utama dan akta Notaris yang statusnya

merupakan akta otentik adalah sebagai alat bukti tertulis, baik yang dibuat oleh

Notaris maupun yang dibuat dihadapan Notaris. Dalam melakukan profesinya

sebagai Notaris berbagai macam akta yang dapat dibuat oleh Notaris, tergantung

kebutuhan para pihak yang menghadap, namun sebagai suatu jenis alat bukti,

khususnya alat bukti tertulis, masih perlu dikaji sejauh mana akta Notaris tersebut

dapat dijadikan sebagai alat bukti, sebab dalam praktek kadang terjadi seorang

Notaris digugat karena Ia telah membuat akta yang dipandang isinya tidak sesuai.

Dalam praktik perkataan Turut Tergugat dipergunakan bagi orang-orang

yang tidak menguasai barang sengketa atau tidak berkewajiban untuk melakukan

sesuatu, hanya demi lengkapnya suatu gugatan harus diikutsertakan. Mereka

dalam petitum hanya sekedar dimohonkan agar tunduk dan taat terhadap putusan

Hakim.125 Seorang notaris berkedudukan sebagai Turut Tergugat dalam suatu

gugatan, ia hanya berkedudukan sebagai pelengkap saja. Notaris tersebut

dijadikan Turut Tergugat agar gugatan menjadi lengkap, sehingga Turut Tergugat

dapat dimohonkan agar tunduk dan taat terhadap putusan, padahal pihak yang

berkepentingan secara langsung adalah Penggugat dan Tergugat.

125
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam
Teori dan Praktek, Bandung: Mandar Maju, 1992) hal. 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


102

Perlunya diikutsertakan Turut Tergugat dalam gugatan menurut pendapat

Mahkamah Agung dalam Putusan No. 1642 K/Pdt/2005 adalah karena

“dimasukkan sebagai pihak yang digugat atau minimal didudukkan sebagai Turut

Tergugat. Hal ini terjadi dikarenakan adanya keharusan para pihak dalam

gugatan harus lengkap sehingga tanpa menggugat yang lain-lain itu maka subjek

gugatan menjadi tidak lengkap.”126

Selain itu disebutkan juga dalam salah satu pertimbangan putusan tersebut:

“Ketidaklengkapan dalam merumuskan subjek yang seharusnya menjadi


Tergugatnya, maka gugatan yang diajukan dapat dianggap telah terjadi
error in persona/kesalahan subjek hukum maka gugatan tidak bisa
diterima/Niet Ontvenkel Ijkverklaard.”127

Dari pendapat Mahkamah Agung tersebut dapat kita ketahui bahwa bila

seorang notaris dimasukan sebagai salah satu pihak dalam gugatan adalah untuk

melengkapi subjek/para pihak dalam gugatan, karena suatu gugatan yang tidak

lengkap rumusan subjeknya akan menjadikan gugatan error in persona, sehingga

gugatan tersebut tidak dapat diterima.

Demikian halnya kenyataan hukum dalam berbagai putusan pengadilan

negeri, pengadilan tinggi dan mahkamah agung sering terjadi suatu akta Notaris

dibatalkan khususnya akta yang disebut akta para pihak (akta yang dibuat

dihadapan Notaris). Sebagaimana halnya dengan akta otentik lainnya bahwa akta

Notaris tersebut tidak mempunyai kekuatan pembuktian materil. Pada akta yang

demikian ini tidak mengikat para pihak ketiga yang tidak berkepentingan dalam

pembuatan akta tersebut, misalnya dalam hal jual beli tanah, sehingga dengan

126
Adi Condro Bawono, Kedudukan Notaris Sebagai Turut Tergugat,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4f2a062695e26/kedudukan-notaris-sebagai-
turut-tergugat, diakses tanggal 8 Januari 2020
127
Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


103

demikian, setiap saat pihak ketiga yang dimaksud dapat menggugat keabsahan

akta Notaris tersebut.

Jadi dalam hal ini timbul pertanyaan apakah Notaris boleh digugat?

Menurut Dr. Habieb Adjie ada batasan atau parameter untuk para pihak dalam

akta untuk pengingkaran mengenai :

1. hari,tanggal, bulan dan tahun menghadap

2. waktu (pukul) menghadap

3. tanda tangan yang tercantum dalam minuta akta

4. alasan lain berdasarkan formalitas akta

Apabila ada pengingkaran mengenai hal yang disebutkan di atas, maka

boleh mengajukan gugatan secara perdata ke pengadilan negeri,maka para pihak

wajib membuktikan hal-hal yang ingin diingkarinya dan Notaris wajib

mempertahankan aspek-aspek tersebut.128

Jika gugatan terhadap pengingkaran itu tidak terbukti, maka Akta Notaris

tersebut tetap berlaku dan mengikat para pihak yang terkait sepanjang tidak

dibatalkan oleh para pihak sendiri atau karena putusan pengadilan. Begitu pula

sebaliknya apabila gugatan itu terbukti, maka akta Notaris terdegradasi

kedudukannya dari akta otentik menjadi akta di bawah tangan maka mengenai

nilai pembuktiannya tergantung pada Hakim yang akan menilainya.129

Dari hal tersebut dapat dilihat ada beberapa hal yang menjadi kontruksi

hukum kedudukan Notaris yaitu :

1. Notaris bukanlah sebagai pihak dalam akta

128
Dr.Habieb Adjie, salah kaprah mendudukkan Notaris sebagai tergugat,artikel Media
Notariat edisi 4 februari 2008 hal.26-29
129
Ibid hal.155

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


104

2. Notaris hanya memformulasikan keinginan para pihak agar tindakannya

dituangkan ke dalam bentuk akya otentik atau akta Notaris.

3. Keinginan atau niat untuk membuat akta tertentu tidak akan pernah berasal

dari Notaris, tapi sudah pasti berasal dari keinginan para pihak itu

sendiri.130

Dengan adanya konstruksi hukum seperti itu Merupakan salah kaprah

apabila mendudukkan Notaris sebagai tersangka atau tergugat berkaitan dengan

akta yang dibuat di hadapan Notaris.131

Untuk itu apabila akta notaris dibawa dalam persidangan dan Notaris

diharuskan untuk memberikan keterangan terkait akta yang dibuat di

hadapannya,maka harus dilihat secara teliti dan seksama apabila ada gugatan

ataupun dakwaan terhadap akta Notaris apakah mungkin Notaris secara sengaja

(culpa) atau khilaf (alpa) bersama-sama dengan para penghadap ataupun para

pihak yang diniatkan sejak awal untuk melakukan suatu pelanggaran? Apabila

sudah sesuai dengan ketentuan yang ada kiranya Notaris tidak perlu takut untuk

memberikan keterangan dan harus dapat mempertahankan idealismenya sebagai

pembuat akta. Kembali lagi hal ini kembali kepada kinerja Notaris yang harus

benar-benar sesuai dengan koridor hukum dalam melaksanakan tugas dan

tanggung jawabnya selaku pejabat pembuat Akta.

130
Ibid.hal 156
131
Ibid hal 157

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengaturan hukum mengenai kedudukan Notaris berkaitan dengan akta yang

dibuat di hadapannya telah dicantumkan dalam Undang-undang Jabatan

Notaris sebagaimana tertuang dalam tugas dan wewenang Notaris yaitu erat

hubungannya dengan perjanjian-perjanjian , perbuatan-perbuatan dan

ketetapan-ketetapan yang yang menimbulkan hak dan kewajiban para pihak,

yaitu memberikan jaminan atau alat bukti terhadap perbuatan, perjanjian, dan

juga ketetapan tersebut agar para pihak yang terlibat di dalamnya mempunyai

kepastian hukum. Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki

oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani

masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik

mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum.

Sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam ketentuan di atas, maka Notaris

menghasilkan produk hukum yaitu “akta Notaris” yang merupakan suatu alat

bukti sempurna, yang dapat digunakan secara sah dalam suatu perkara, yang

terdiri dari ucapan dalam bentuk keterangan saksi-saksi, pengakuan, sumpah

dan berupa tulisan-tulisan yang mempunyai nilai pembuktian. Sehingga bisa

dikatakan akta Notaris merupakan altat bukti yang sah dalam persidangan di

pengadilan baik dalam perkara perdata maupun pidana.

2. Terkait akta yang dibuat di hadapannya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bentuk

tanggung jawab Notaris, yaitu: tanggung jawab administratif, tanggung jawab

105
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
106

perdata, dan tanggung jawab pidana oleh Notaris. Akta otentik yang dibuat di

hadapan Notaris menjadi salah satu alat bukti dari dua alat bukti minimal

yang dibutuhkan hakim dalam memutuskan suatu perkara. Dalam perkara

perdata akta otentik memiliki kekuatan pembuktian formil dan akta otentik itu

menjadi bukti kebenaran dari apa yang dilihat, didengar dan dilakukan oleh

pejabat pembuat akta. Notaris mempunyai hak ingkar. Hak ingkar para

Notaris pada prinsipnya menyatakan bahwa hak ingkar Notaris adalah hak

untuk tidak berbicara (vercshoninngsrecht), hak disini juga merupakan suatu

penggunaan hak untuk tidak berbicara (vercshoningsplicht), sekalipun di

muka pengadilan, jika tidak didukung oleh peraturan perundang-undangan

(sebagaimana ketentuan esksepsional yang terdapat dalam Pasal 16 Ayat (1)

huruf (e) Jo. Pasal 54 UUJN, artinya Notaris tidak dibolehkan untuk

memberikan kesaksian mengenai apa yang dimuat dalam aktanya, Notaris

tidak hanya berhak untuk tidak bicara akan tetapi mempunyai penggunaan

hak untuk tidak bicara. Di sisi lain ada kewajiban ingkar Notaris. Kewajiban

ingkar bukan untuk kepentingan diri Notaris tapi untuk kepentingan para

pihak yang telah mempercayakan pembuatan aktanya kepada Notaris.

3. Beberapa polemik mengenai kedudukan Notaris dalam hal memberikan

keterangan di depan hakim berkaitan dengan akta yang dibuat di hadapannya,

antara lain : Ketidaksinkronan peraturan perundang-undangan mengenai hak

dan kewajiban ingkar Notaris. Jika dilihat dari putusan Mahakamah Konstitusi

No 49/Puu/X/2012 dengan pasal 66 Undang-undang No 2 Tahun 2014 maka

terjadi ketidakkonsistenan (Inkonsistensi). Penyebab terjadi ketidak konsistenan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


107

karena pada putusan Mahkamah Konstitusi No 49/PUU/X/2012 menghendaki

ketika Penegak hukum memanggil Notaris untuk proses penyidikan, penuntutan

dan proses peradilan tanpa harus meminta persetujuan Majelis Pengawas Daerah.

Sedangkan pada pasal 66 Undang-undang No 2 tahun 2014 menghendaki ketika

Penegak hukum memanggil Notaris untuk proses penyidikan, penuntutan dan

proses peradilan dengan Persetujuan Majelis Kehormatan Notaris. Selain itu ada

pengecualian hak ingkar Notaris yang tidak dapat digunakan dalam peradilan

pidana karena yang harus digali dalam pidana yaitu kebenaran materil dari akta

tersebut. Selain itu ada beberapa faktor yang mengakibatkan pergeseran

kedudukan notaris dalam memberikan keterangan. Yang mana pergeseran itu

kebanyakan terjadi karena tidak diperhatikannya profesionalisme kerja oleh

Notaris. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa hak ingkar Notaris tidak dapat

digunakan sebagai tameng untuk menghindari proses pengadilan ( pidana ).

Namun hak ingkar itu ada secara khusus untuk kerahasiaan yang ada dalam akta

Notaris sebagaimana yang diamanatkan dalam UUJN dan hanya melindungi

kepentingan para pihak dalam yang tertuang dalam akta sebagai rahasia jabatan.

B. Saran

1. Hendaknya Notaris dalam menjalankan kedudukan dan jabatannya sebagai

pejabat pembuat akta selain harus memiliki kemampuan profesional yang

tinggi dengan memperhatikan norma hukum juga harus dilandasi dengan

integritas moral, keluhuran martabat dan etika profesi sehingga kepercayaan

terhadap Jabatan Notaris tetap terjaga. Sebab dalam masyarakat muncul

harapan dan tuntutan bahwa pengemban dan pelaksanaan profesi Notaris

selalu dijalankan dan taat pada norma hukum dan etika profesi. Tuntutan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


108

inilah yang menjadi faktor penentu, apakah profesi Notaris senantiasa

mempertahankan citranya sebagai profesi yang dihormati. Di samping itu

kehadiran organisasi profesi yang kuat dan dapat dipercaya, makin diperlukan

oleh masyarakat agar para warganya dapat terlindungi dari segala bentuk

penyalahgunaan keahlian. Hendaknya sebagai pejabat umum yang

menjalankan pelayanan umum dibidang pelayanan jasa, terhadap kesalahan

Notaris perlu dibedakan antara kesalahan yang bersifat pribadi dan kesalahan

di dalam menjalankan tugas. Terhadap kesalahan yang bersifat pribadi, maka

Notaris adalah sama seperti warga masyarakat biasa (equality before the law).

Akan tetapi terhadap kesalahan yang berkaitan dengan tugas pekerjaannya

atau hasil pekerjaannya, maka otentisitas akta tetap dijamin.

2. Hendaknya Notaris dalam menjalankan tugasnya senantiasa memperhatikan

aspek pertanggung jawabannya sebagai pejabat pembuat akta dan benar-benar

teliti dalam membuat akta sehingga terhindar dari berbagai permasalahan

hukum. Dan hendaknya Majelis Kehormatan Notaris sebagai kunci pembuka

kewajiban ingkar Notaris dapat memutuskan dengan bijaksana mengenai

kedudukan Notaris dalam memberikan keterangan di depan Hakim terkait

akta yang dibuat di hadapannya. Sehingga para Notaris benar-benar

merasakan suatu bentuk perlindungan hukum atas jabatan yang diembannya

sebagai pejabat pembuat akta. Kehadiran MKN ini juga diharapkan dapat

memberikan suatu bentuk perlindungan hukum yang optimal bagi Notaris

serta dapat memberikan pembinaan secara preventif maupun kuratif dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


109

penegakan UUJN dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai pejabat

umum.

3. Hendaknya beberapa polemik terkait kedudukan Notaris dalam hal memberikan

keterangan di depan hakim berkaitan dengan akta yang dibuat di hadapannya

dapat diatasi dengan memaksimalkan peran Majelis pengawas yang tetap eksis

dalam melakukan pengawasan terhadap Notaris. Di sisi lain Notaris sendiri

hendaknya meningkatkan profesionalitas sebagai pejabat pembuat akta dan

membuat akta sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jangan sampai pembuatan

akta sarat dengan kepentingan dan berat sebelah, sehingga mengakibatkan

kekuatan akta terdegradasi dan merugikan Notaris sendiri dan para pihak dalam

akta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


110

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

A.A. Andi Prajitno, 2010, Apa dan Siapa Notaris di Indonesia?, Cetakan Pertama,
Putra Media Nusantara, Surabaya

Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia ( Perspektif


Hukum dan Etika), UII Press, Yogyakarta Achmad Ali, 2008, Menguak
Tabir Agung, Jakarta.

Abdulkadir Muhammad, 2004 Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2000. Hukum Perdata Indonesia, Cetakan Ketiga, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung (selanjutnya ditulis Abdulkadir Muhammad II),

Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan PenelitianHukum. Cet. I. Bandung :


PT. Citra Aditya Bakti.

Adjie, Habib, 2008, Hukum Notaris Indonsi, Tafsir Tematik Terhadap Undang-
Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Revika Aditama,
Bandung.

Ahmad Ali, 2007, Teori Hukum dan Implementasinya, Rajawali Pers, Bandung.

Aiskin, Zainal dan Aminuddin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Ammiruddin dan H Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum.


Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.

Anke Dwi Saputro, 2008, Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang, dan di Masa
Datang, Gramedia Pustaka, Jakarta

Anonim,2006, Himpunan Etika Profesi : Berbagai Kode Etik Asosiasi Indonesia,


Pustaka Yustisia, Yogyakarta.

Anshori , Abdul Ghofur, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Prespektif


Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta.

Bahder Johan Nasution, 2002, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandara
Maju, Bandung.

Bertens, Etika, 1997, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Bonger,W.A, 1977, Pengantar tentang Kriminologi, terjemahan R.A. Koesnoen,


PT Pembangunan – Ghalia Indonesia, cetakan ke-4.

110

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


111

Enschede, Ch.J.,dan Heijder, A., 1982., Asas-asas Hukum Pidana, terjemahan R.


Achmad Soema Di Pradja, Alumni, Bandung.

Freddy Hari, dan Leny Helena, 2017, Notaris Indonesia, PT.Lintas Cetak Djaja,
Jakarta.

G.H.S.L. Tobing, 1992, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta: Airlangga

____________. 1996. Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta : Erlangga.

____________, 1998, Peraturan Jabatan Notaris Esa, Jakarta

Habib Adjie, 2009, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia


(Kumpulan Tulisan tentang Notaris dan PPAT, PT.Citra Aditya Bakti,
Bandung.

Habib Adjie, 2009, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai
Pejabat Publik, Cetakan Pertama, PT. Refika Aditama, Bandung

____________, 2008, Hukum Notaris di Indonesia-Tafsiran Tematik Terhadap


UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, PT.Refika Aditama,
Bandung.

____________. 2008. Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris


sebagai Pejabat Publik. Bandung : PT Refika Aditama.

____________. 2013. Menjalin Pemikiran-Pendapat Tentang Kenotariatan


(Kumpulan Tulisan). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Harahap, M. Yahya, 1985, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,


II, Pustaka Kartini, Jakarta.

Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan,


2010, BukuKedua, Cetakan Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Indroharto, 1996, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata


Usaha Negara, Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara,
Buku I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta

INI (Ikatan Notaris Indonesia), 2009, Rapat Pleno Pengurus Pusat yang diperluas
INI, Jakarta.

Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.


Malang: Banyumedia Publishing. Pengurus Pusat Ikatan Notaris
Indonesia. 2008.

Kansil, CST, 1997, Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, Pradnya Pramita, Jakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


112

Kanter, E.Y. Kanter, Etika Profesi Hukum; Sebuah Pendekatan Religius, Storia
Grafika, Jakarta.

Kie, Tan Thong, 2007, Studi Notariat, Serba-serbi praktek Notaris, Ichtiar Baru
Van Hoeve, Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana No.8 Tahun 1981.

Kitab undang-undang Hukum perdata Republik Indonesia (Burgerlijk Wetboek


voor Indonesie), diumumkan dengan maklumat tanggal 30 April 1847.Stb
No.23 Tahun 1847.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( Wetboek van Strafrecht), UU No.1 Tahun


1946.TLN No.1660.

M. Yahya Harahap, 2008, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan,


Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Cetakan Ketujuh, Sinar
Grafika, Jakarta

Mariam Darus Badrulzaman, 1997, Hukum Bisnis, Eresco, Jakarta

Moh. Sodik, Jurnal, relevansi kewajiban ingkar Notaris dalam menjalankan


jabatannya, Magister Kenotariatan Universitas Islam Indonesia, Sleman

Mukti Fajar ND Yulianto Achmad. 2010. Cetakan I. Dualisme Penelitian Hukum


Normatif & Empiris. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Nasir, Mohammad, 1988, Metode Penelitian, Graha Indonesia, Jakarta.

Nasution, Karim, A., 1976, Masaalah Hukum Pembuktian dalam Proses Pidana,
I, tanpa penerbit, Jakarta.

Notodisorjo, Soegondo R, 1993, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu


Penjelasan),Cet. ke- 2, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Notohamidjojo, Soal-Soal Pokok Filsafat, PT. Gunung Mulia, Jakarta.

Nusantara, Abdul Hakim G., et all, 1986, KUHAP dan Peraturan-peraturan


Pelaksana, Djambatan, Jakarta.

Paulus Effendi Lotulung, 2013, Hukum Tata Usaha Negara dan Kekuasaan,
Salemba Humanika, Jakarta

Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, 2008, Jati Diri Notaris Indonesia, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


113

Peter Mahmud Marzuki, 2014, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Cetakan ke


Prenamedia, Jakarta.

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Kencana,


Jakarta.

Peter Mahmud Marzuki. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana.

Prakoso, Djoko, 1987, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dalam Proses Hukum
Acara Pidana, Bina Aksara, Jakarta.

R. Soesilo, 1979. RIB/HIR dengan Penjelasannya. Politela, Bogor.

R. Subekti, R., 1975, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta.

Rampen, Felicia Lidya, Penggunaan Sanksi Pidana Terhadap Pelanggaran


Periklanan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Jurnal,
Lex et Societatis, Vol. I/No.2/Apr-Jun/2013

Redaksi Bumi Aksara, 1990., KUHAP Lengkap, Bumi Aksara, Jakarta, cet.ke-2.

Ridwan Syahrani. Hukum Acara Perdata di Lingkungan Umum. PT. Garuda


Metropolitan Press, Jakarta, 2000

Satjipto Rahardjo, 2009, Hukum dan Perilaku, Hidup Baik adalah Dasar Hukum
yang Baik, Kompas Media Nusantara, Jakarta.

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris


Dalam Pembuatan Akta , Mandar Maju, Bandung.

Sjaifurrachman dan Habib Adjie. 2011. Aspek Pertanggungjawaban Notaris


Dalam Pembuatan Akta. Bandung : Mandar Maju. Satjipto Rahardjo.
1978. Permasalahan Hukum di Indonesia. Bandung : Alumni.

Soekanto, Soerjono, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, UI - Press, Jakarta.

Soemitro, Ronny Hanitijo, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Yurimetri,


PT.Ghalia Indonesia, Jakarta.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 1983. Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Raja Grafindo Persada,


Jakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


114

Solly Lubis, 1994, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung.

Subekti, 2005, Hukum Pembuktian, PT. Pradnya Paramitha,Jakarta R.

Sudikno Mertokusumo, 2007, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty,


Yogyakarta, edisi ke-2, cetakan ke-5.

Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata Indonesia. Liberty, Yogyakarta,


1981

Sugeng, 2007, Penelitian Hukum, CV Ganda, Yogyakarta.

Sugondo Notodisoerjo, 1993, Hukum Notariat di Indonesia, PT. Raja Grafindo,


Jakarta,

Sunggono, Bambang, 2005, Metodologi Penelitian Hukum, Cet. ke-7, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.

Tan Thong Kie, 2007, Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, PT Ichtiar Baru
Van Hoeve, Jakarta

Tim Penerjemah BPHN, 1983, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Sinar


Harapan, Jakarta.

Tobing, G.H.S Lumbun, 1982, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta.

Widyadharma, Ignatius Ridwan, 1996, Etika Profesi Hukum, Badan Penerbit


Universitas Diponegoro, Semarang.

Wirjono Prodjodikoro, 1981, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur


Bandung, Bandung, cetakan ke-10.

Yulies Tiena Masriani, 2004, Pengantar Hukum Indonesia, PT Sinar Grafika,


Jakarta. B. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPerdata) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris. C.

2. Peraturan perundang-undangan

Undang-undang Dasar Tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok


Kekuasaan Kehakiman, UU No.14 Tahun 1970.LN No.74 Tahun 1970.

Undang-undang Jabatan Notaris No.30 Tahun 2004 jo UU No.2 Tahun 2014

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


115

3. Majalah

Notariat majalah informasi dan referensi, edisi 5 Mei 2008

4. Internet

http://www. Ikatan Notaris Indonesia.or.id

http://www. Hukumonline.com/berita/baca/ lt4fd224ea29769/

http: //globalNotary.net

http://www. Informednotariessof maine.org/about-us/history.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


116

LAMPIRAN

1. MoU kepolisian RI dengan INI Nomor.01/MoU/PP INI/V/2006 tentang

pembinaan dan peningkatan profesionalisme di bidang penegakan hukum.

2. Permenhunkam No.M.03.HT.03.10/2007 tentang pengambilan minuta dan

pemanggilan Notaris.

3. Permenkumham No.7/ 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai