Anda di halaman 1dari 129

ANALISIS YURIDIS TERHADAP IMPLEMENTASI

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN NOTARIS OLEH


MAJELIS PENGAWAS DAERAH TERKAIT NOTARIS
YANG TIDAK MENJALANKAN JABATANNYA
SECARA NYATA SETELAH DILANTIK DAN
DISUMPAH (Studi MPD Binjai-Langkat)

TESIS

Oleh

MUHAMMAD RIZZA FUADY


177011071

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS YURIDIS TERHADAP IMPLEMENTASI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN NOTARIS OLEH
MAJELIS PENGAWAS DAERAH TERKAIT NOTARIS
YANG TIDAK MENJALANKAN JABATANNYA
SECARA NYATA SETELAH DILANTIK DAN
DISUMPAH (Studi MPD Binjai-Langkat)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada


Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMMAD RIZZA FUADY


177011071

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


i

Universitas Sumatera Utara


Telah Diuji Pada

Tanggal : 15 AGUSTUS 2019

TIM PENGUJI TESIS


KETUA : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum
ANGGOTA : 1. Notaris Dr. Suprayitno, SH., M.Kn
2. Dr.T.Keizerina Devi Azwar,SH.,CN.,M.Hum
3. Dr. Affila, SH, M.Hum
4. Notaris Dr. Rosniaty Siregar, SH, M.Kn

ii

Universitas Sumatera Utara


iii

Universitas Sumatera Utara


iv

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS YURIDIS TERHADAP IMPLEMENTASI PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN NOTARIS OLEH MAJELIS PENGAWAS DAERAH
TERKAIT NOTARIS YANG TIDAK MENJALANKAN JABATANNYA
SECARA NYATA SETELAH DILANTIK DAN DISUMPAH (Studi MPD
Binjai-Langkat)

ABSTRAK

Notaris merupakan pejabat umum yang diberikan kewenangan oleh negara


dalam membuat akta autentik. Dalam menjalankan jabatannya, notaris dibina dan
diawasi oleh Majelis Pengawas Notaris yang terbagi dari Majelis Pengawas Pusat,
Majelis Pengawas Wilayah, dan Majelis Pengawas Daerah. Notaris yang telah
dilantik dan disumpah oleh pejabat yang berwenang wajib untuk menjalankan
jabatannya secara nyata sebagaimana diatur didalam Pasal 7 ayat (1) UUJN.
Kewajiban notaris sebagaimana yang diatur dalam pasal 7 ayat (1) merupakan
salah satu objek pengawasan yang dilakukan oleh MPD terhadap notaris. Dari
uraian tersebut, maka dari penelitian ini diambil 3 perumusan masalah yaitu
bagaimana peranan MPD dalam melakukan pembinaan dan pengawasan notaris di
tingkat Kabupaten/Kota, Bagaimana implementasi MPD dalam melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap notaris di daerah Binjai-Langkat, serta
Bagaimana akibat hukum terhadap notaris yang tidak menjalankan jabatannya
secara nyata setelah dilantik dan disumpah.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
yuridis empiris, karena dilakukan penelitian lapangan berlakunya hukum positif
mengenai pengawasan notaris dalam menjalankan tugas dan kewajibannya yang
dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah Notaris.
Dari hasil penelitian dan observasi dilapangan ditemukan bahwasanya ada
notaris yang belum melaksanakan kewajibannya sesuai dengan Pasal 7 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. Dalam hal ini,
notaris yang bersangkutan tidak menjalankan jabatannya secara nyata setelah
dilantik dan disumpah sebagai notaris. Dan hal tersebut tidak terdeteksi dari
pantauan MPD dikarenakan MPD berasumsi bahwa notaris yang melakukan
pelanggaran telah menjalankan jabatannya secara nyata berdasarkan laporan
alamat kantor yang diberikan notaris kepada Majelis Pengawas Daerah Binjai-
Langkat tanpa melakukan pengecekan ke lapangan.
Disarankan agar Majelis Pengawas Daerah tidak hanya melakukan
pengawasan terhadap notaris selama sekali dalam satu tahun. Akan tetapi
alangkah lebih baiknya agar Majelis Pengawas Daerah melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap notaris selama 3-4 kali dalam satu tahun agar notaris-notaris
lebih disiplin dan jujur dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum.

Kata kunci : Implementasi, Pengawasan, MajelisPengawas Daerah, Notaris

Universitas Sumatera Utara


JURIDICAL ANALYSIS ON THE IMPLEMENTATION OF COACHING
AND SUPERVISING NOTARIES BY REGIONAL SUPERVISORY
COUNCIL CONCERNING A NOTARY VIOLATING OATH
OF UNDER DURESS
(A Study at MPD Binjai-Langkat)

ABSTRACT

A Notary is a public official who has the authority to draw up authentic


deeds. In doing his job, he is coached and supervised by the Notarial Supervisory
Council which consists of Central Supervisory Council, Provincial Supervisory
Council, and MPD (Regional Supervisory Council). A Notary who has been
appointed and taken an oath is required to do his job seriously asit isstipulated in
Article 7, paragraph 1 of UUJN (Notarial Act). He becomes the object of
supervision by MPD. The research problems are how about the role of MPD in
coaching and supervising a Notary in the level of Districts/Towns, how about the
implementation of MPD in coaching and supervising a Notary in Binjai-Langkat
area, and how about the legal consequence of ay who violates his oath of under
duress after heis appointed and taken an oath.
The research used juridical empirical method since the data were
gathered in the field and positive law was used in supervising a Notary in doing
his job done by MPD.
The result of the research and field observation showed that there were
some Notaries who did not do their job according to Article 7, paragraph 1 of
Law No. 2/2014 on Notarial Position. Unfortunately, their violation was not
detected by MPD because MPD assumed that the Notaries who violated had done
their job properly since they had given their office addresses to MPD of Binjai-
Langkat that did not check them in the field.
It is recommended that MPD not supervise Notaries once a year. MPD
should check and supervise then at least once in 3-4 months so that they will be
more disciplinable in doing their job as public officials.

Keywords: Implementation, Supervision, Regional Supervisory Council, Notary

vi

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahilladzibini’matihitathimusholihat, puji dan syukur penulis


haturkan atas kehadirat Allah Subhanawata’ala, atas rahmat dan karunia –Nya
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul
“Analisis Yuridis Terhadap Implementasi Pembinaan Dan Pengawasan
Notaris Oleh Majelis Pengawas Daerah Terkait Notaris Yang Tidak
Menjalankan Jabatannya Secara Nyata Setelah Dilantik Dan Disumpah
(Studi MPD Binjai-Langkat)” dengan lancar dan baik. Dan tak lupa pula
shalawat beriring salam penulis hantarkan kepada junjungan semesta alam
Baginda Rasulullah yaitu Nabi Muhammad Sholallahu’alaihi wa sallam.
Allahumma sholli ala Muhammad wa ala ali Muhammad.
Penulisan tesis ini didasari atas rasa ketertarikan penulis terhadap tugas
dan tanggung jawab dari Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap notaris-notaris yang terdapat di daerah Binjai-Langkat.
Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kelemahan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan.
Oleh sebab itu, Peneliti sangat mengharapkan adanya penelitian lanjutan guna
kesempurnaan penelitian ini. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
tesis ini dan kepada pihak-pihak yang telah menjadi bagian penting selama penulis
menjalani kehidupan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Program Studi Magister Kenotariatan, yaitu :

1. Ayah dan Umi Tercinta, selaku orang tua penulis, terima kasih atas semua
kasih sayangnya yang tidak pernah hilang, motivasi, dukungan semangat
yang sangat berarti;
2. Adik-adik kandung saya yang sangat saya sayangi, terima kasih atas
semua dukungan dan motivasi yang sudah kalian berikan;

vii

Universitas Sumatera Utara


3. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum., selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara;
4. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen pembimbing I
dari penulisan tesis ini yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran
serta sabar dalam mengarahkan peneliti dalam menyelesaikan penulisan
tesis ini;.
5. Bapak Notaris Dr. Suprayitno, SH., MKn., selaku dosen pembimbing II
dari penulisan tesis ini yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran
serta sabar dalam mengarahkan peneliti dalam menyelesaikan penulisan
tesis ini;
6. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S,H, C.N, M.Hum, selaku Ketua
Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara dan juga selaku pembimbing III dari penulisan tesis ini
yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran serta sabar dalam
mengarahkan peneliti dalam menyelesaikan penulisan tesis ini;
7. Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H, M.A, selaku Sekretaris Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
8. Ibu Dr. Affila, S.H., M.Hum dan Ibu Notaris Rosniaty Siregar, S.H.,
M.Kn selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan
saran untuk perbaikan penulisan tesis ini;
9. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, bimbingan serta arahan yang sangat bermanfaat selama
penulis mengikuti proses kegiatan perkuliahan;
10. Seluruh Staff/Pegawai Administrasi Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu
dalam proses administrasi mulai dari penulis masuk kuliah hingga penulis
menyelesaikan tesis ini;

viii

Universitas Sumatera Utara


11. Sahabat-sahabat dan juga seluruh mahasiswa angkatan 2017 yang telah
banyak membantu dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan penulisan
tesis ini;

Sekian kata pengantar dari penulis, lebih dan kurang penulis memohon
maaf. Sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah Subhanawata’ala
sedangkan penulis hanyalah manusia biasa yang selalu dekat dengan kesalahan.
Semoga rahmat dan hidayah serta lindungan-Nya selalu dilimpahkan kepada kita
semua selaku orang-orang yang selalu ingin mencari kehidupan yang lebih baik di
dunia dan di akhirat. kepadaMu kami menyerahkan diri dan ampunan. Semoga
tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Aamiin Ya Rabbal’aalamiin.
Penulis,
Muhammad Rizza Fuady,SH.,MKn

ix

Universitas Sumatera Utara


“Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan maka apabila kamu telah selesai dari
suatu urusan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lainnya, dan kepada
Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”(QS. Al-Insyirah: 6-8)
Alhamdulillah... dengan ridha-Mu ya Allah
Amanah ini telah selesai, sebuah langkah usai sudah. Cita telah ku gapai,
namun itu bukan akhir dari perjalanan ku, melainkan awal dari sebuah
perjalanan
Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah, kupersembahkan karya
tulis ini untuk yang termulia, Ayahanda tercinta NURSAID MUSLIM, SH yang telah
berjuang dengan gigih membesarkan dan mendidik dengan penuh kasih sayang dan
mengajarkan ilmu serta berdakwah dengan perjuangan dan pengorbanan yang luar biasa.
Terima kasih juga Ibunda tercinta SYAHURIAH yang menjadi motivasi untuk memasuki
ilmu keguruan ini,
Semoga Allah Subhanawata’ala selalu memberikan perlindungan dan kesehatan kepada
Ayahanda Dan Ibunda. Dan mudah-mudahan Allah memasukan Ayah dan Ibunda kedalam
Surga-Nya kelak. Allahumma Amin.
Ucapan terimakasih yang sangat besar juga ku persembahkan untuk adik-
adikku tercinta yang telah memberikan semangat dan doa selama ini. Walau
diantara kita sering terjadi kesalahpahaman akan tetapi tidak bisa dipungkiri
aliran darah sekandung yang kita miliki. Ketulusan hati meminta maaf atas
segala kesalahan yang telah terjadi baik disengaja ataupun tanpa disengaja.
Semoga kita semua akan menjadi orang yang sukses yang dapat membanggakan
kedua orang tua kita.
Terimakasih sedalam-dalamnya saya ucapkan juga kepada Bapak Suprayitno, S.H., M.Kn
yang telah banyak memberikan inspirasi, motivasi dan edukasi kepada saya dari awal
perkuliahan sampai sekarang sehingga saya dapat menjadi seorang Magister.
Kesuksesan bukanlah suatu kesenangan bukan pula suatu kebanggaan, hanya suatu
perjuangan dalam menggapai sebutir mutiara keberhasilan... Semoga Allah memberikan
rahmat dan karunia-Nya.
“...Dan bahwasannya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya. Dan bahwasannya usahanya itu kelak akan diperlihatkan
(kepadanya) dengan balasan yang sempurna”(An-Najm: 39-41)

Muhammad Rizza Fuady

Universitas Sumatera Utara


BIODATA

1. Nama Lengkap : Muhammad Rizza Fuady

2. Tempat Tanggal Lahir : Binjai, 06 Agustus 1994

3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Agama : Islam

5. Nama Orang Tua

a. Nama Ayah : Nursaid Muslim, S.H

b. Pekerjaan : Karyawan Swasta

c. Nama Ibu : Syahuriah

d. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

6. Riwayat Pendidikan

a. SDN 001 Pekanbaru, Tamat Tahun 2006

b. SMP Kartika 1-5 Pekanbaru, Tamat Tahun 2009

c. SMA Negeri 10 Pekanbaru, Tamat Tahun 2012

d. Universitas Pembangunan Panca Budi Medan, Fakultas

Hukum, Tamat Tahun 2016

e. Universitas Sumatera Utara, Fakultas Hukum, Magister


Kenotariatan, Tamat Tahun 2019

xi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................i


LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................................................iv
ABSTRAK ................................................................................................................v
KATA PENGANTAR ..............................................................................................vii
KATA-KATA MUTIARA .......................................................................................x
BIODATA .................................................................................................................xi
DAFTAR ISI .............................................................................................................xii
DAFTAR SINGKATAN ..........................................................................................xiv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................................1
B. Perumusan Masalah .......................................................................................7
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................................7
D. Manfaat Penelitian .........................................................................................8
E. Keaslian Penelitian .........................................................................................9
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ........................................................................11
1. Kerangka Teori.........................................................................................11
2. Kerangka Konsepsi ..................................................................................27
G. Metode Penelitian...........................................................................................30
1. Jenis dan Sifat Penelitian .........................................................................31
2. Sumber Data Penelitian ............................................................................32
3. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................33
4. Analisis Data ............................................................................................33
BAB II PERANAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH NOTARIS
DALAM MELAKUKAN PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN NOTARIS DI TINGKAT KABUPATEN/KOTA

A. Sejarah Dan Dasar Hukum Terbentuknya Majelis Pengawas


Notaris ..............................................................................................................35
B. Kewenangan Dan Tugas Majelis Pengawas Notaris .......................................39
C. Peranan Majelis Pengawas Daerah Dalam Melakukan Pembinaan
Dan Pengawasan Terhadap Notaris Di Tingkat Kabupaten/Kota ...................55

xii

Universitas Sumatera Utara


BAB III IMPLEMENTASI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
NOTARIS OLEH MAJELIS PENGAWAS DAERAH TERHADAP
NOTARIS DI DAERAH BINJAI-LANGKAT

A. Implementasi Pembinaan Dan Pengawasan Notaris Oleh MPD


Binjai-Langkat................................................................................................61

B. Kendala-Kendala Yang Dihadapi MPD Binjai-Langkat Dalam


Melaksanakan Pembinaan Dan Pengawasan Notaris Di Daerah
Binjai-Langkat Beserta Penanggulangannya .................................................69

C. Pelanggaran-Pelanggaran Yang Terjadi Terhadap Notaris Di Daerah


Binjai-Langkat................................................................................................74

D. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Terhadap Notaris


Di Daerah Binjai-Langkat Khususnya Notaris Yang Tidak
Menjalankan Jabatannya Secara Nyata Setelah
Dilantik Dan Disumpah..................................................................................82

BAB IV AKIBAT HUKUM TERHADAP NOTARIS YANG


TIDAK MENJALANKAN JABATANNYA SECARA NYATA
SETELAH DILANTIK DAN DISUMPAH

A. Kewajiban-Kewajiban Notaris Yang Telah Dilantik Dan Disumpah ...........89

B. Akibat Hukum Terhadap Notaris Yang Tidak Menjalankan


Jabatannya Secara NyataSetelah Dilantik Dan Disumpah ............................94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan .................................................................................................. 104

B. Saran ........................................................................................................... 105


DAFTAR PUSTAKA

xiii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

MPD : Majelis Pengawas Daerah

MPW : Majelis Pengawas Wilayah

MPP : Majelis Pengawas Pusat

Kakanwil : Kepala Kantor Wilayah

INI : Ikatan Notaris Indonesia

Permenkumham : Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Kemenkumham : Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Kepmenkumham : Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

UUJN : Undang-Undang Jabatan Notaris

xiv

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Notaris sebagai pejabat umum, merupakan salah satu organ negara yang

dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberikan pelayanan umum kepada

masyarakat, terkhusus dalam pembuatan akta autentik sebagai alat bukti yang

sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum dibidang keperdataan. Pada abad

kedua sesudah masehi, nama notaris dimaksudkan kepada orang yang mengadakan

pencatatan dengan tulisan cepat.1 Suatu akta yang autentik adalah yang sedemikian,

yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang atau yang dibuat

dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu, di tempat dimana itu dibuat. 2

Secara teoritis, akta autentik adalah surat atau akta yang sejak semula dengan sengaja

secara resmi dibuat untuk pembuktian.3

Berdasarkan Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan

bahwa akta autentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh

undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa

untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 7 Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa akta
1
R.Sugondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2007, hal 13.
2
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1983, hal 33.
3
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2006, hal
153.

1
Universitas Sumatera Utara
2

notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk

dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang. Pembuatan akta autentik

diharuskan oleh perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian,

ketertiban dan perlindungan hukum. Akta autentik yang menentukan secara jelas hak

dan kewajiban, menjamin kepastian hukum dan sekaligus diharapkan pula

memberikan sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara mudah dan cepat

bagi masyarakat.4

Selain itu, akta autentik yang dibuat di hadapan notaris, bukan saja karena
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga dikehendaki oleh
pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak.
Akta autentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang
untuk itu oleh penguasa menurut ketentuan yang telah ditetapkan5.

Akta autentik yang merupakan bukti yang lengkap (mengikat) berarti

kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut dianggap sebagai benar,

selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya. 6

Seorang notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia (KEMENKUMHAM).7 Suatu jabatan sebagai personifikasi hak

dan kewajiban dapat berjalan oleh manusia atau subjek hukum. Yang menjalankan

hak dan kewajiban yang didukung oleh jabatan adalah pejabat. 8 Jabatan

4
Habib Adjie, Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, Cet. 1 Refika
Aditama, Bandung, 2011, hal 15.
5
Rusmandi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Bandung, 2000, hal 54.
6
Teguh Samudera, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Edisi Pertama, PT. Alumni,
Bandung, 2004, hal 49.
7
Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Buku Kedua,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, hal 220.
8
E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Penerbit dan Balai Buku Ichtiar,
Jakarta, 1963, hal 124.

Universitas Sumatera Utara


3

bertindak dengan perantara pejabat. Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya

dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani

masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai

keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yang

diangkat sebagai notaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat dan

atas pelayanan tersebut. masyarakat yang telah merasa dilayani oleh notaris sesuai

dengan tugas jabatannya, dapat memberikan honorarium kepada notaris. Oleh karena

itu notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya. 9

Notaris dalam memberikan pelayanan,harus mempertahankan cita-cita luhur

profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nurani.10 Notaris dalam menjalankan

tugas jabatannya wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang

berkaitan dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan

dalam akta.11 Setiap wewenang yang diberikan jabatan harus ada aturan hukumnya. 12

Dengan demikian jika seorang pejabat (notaris) melakukan tindakan diluar wewenang

yang telah ditentukan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum.

Semua pengaturan mengenai notaris telah tertuang di dalam Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2014 perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris.

9
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik,
Cetakan Kedua, PT. Refika Aditama, Bandung, 2009, hal 32.
10
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 60.
11
Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Buku II, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2009, hal. 185.
12
Philipus M.Hadjon & Tatik Sri Djatmiati, Tentang Wewenang, Edisi V, Majalah Yuridika,
Surabaya, 1997, hal 1.

Universitas Sumatera Utara


4

Notaris dalam melaksanakan jabatannya diawasi oleh Majelis Pengawas.


Sebagai konsekuensi logis, seiring adanya tanggung jawab notaris kepada
masyarakat, maka haruslah dijamin adanya pengawasan dan pembinaan yang
terus menerus agar tugas notaris selalu sesuai dengan kaidah hukum yang
mendasari kewenangannya dan dapat terhindar dari penyalahgunaan
kewenangan atau kepercayaan yang diberikan.13

Majelis Pengawas Notaris, yaitu suatu badan yang mempunyai kewenangan

dan kewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap notaris. Badan

ini dibentuk oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang

terdiri dari Majelis Pengawas Daerah (MPD) di Kabupaten/Kota, Majelis Pengawas

Wilayah (MPW) di Provinsi dan Majelis Pengawas Pusat (MPP) yang berpusat di

Jakarta.

Anggota Majelis Pengawas tersebut terdiri dari kalangan internal, artinya

dilakukan oleh sesama notaris juga yang memahami dunia notaris luar-dalam.

Sedangkan unsur lainnya merupakan unsur eksternal yang mewakili dunia akademik,

pemerintah, dan masyarakat. Perpaduan keanggotaan Majelis Pengawas diharapkan

dapat memberikan sinergi pengawasan dan pemeriksaan yang objektif, sehingga

setiap pengawasan dilakukan berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dan para

notaris dalam menjalankan tugas jabatannya tidak menyimpang dari UUJN karena

diawasi secara internal dan eksternal.

Adapun yang menjadi tugas pokok Majelis Pengawas Notaris ini adalah agar

segala hak dan kewenangan maupun kewajiban yang diberikan kepada notaris dalam

13
Winanto Wiryomartani, Tugas dan Kewenangan Majelis Pengawas Notaris, Makalah
disampaikan pada acara kongres Ikatan Notaris Indonesia, pada tanggal 13-16 Juli 2005 di Makassar,
Sulawesi Selatan.

Universitas Sumatera Utara


5

menjalankan tugasnya sebagaimana yang diberikan oleh peraturan dasar yang

bersangkutan, senantiasa dilakukan diatas jalur yang telah ditentukan bukan saja jalur

hukum tetapi juga atas dasar moral dan etika profesi demi terjaminnya perlindungan

dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Seorang notaris dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus sesuai

dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Salah satu kewajiban notaris

dalam menjalankan jabatannya diatur didalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. Undang-undang tersebut merupakan

kewajiban bagi notaris untuk melengkapi kelengkapan berkas spesiment di Majelis

Pengawas Daerah (MPD).

Adapun di dalam Pasal 7 ayat 1 huruf a,b dan c Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 yaitu, Ayat (1) berbunyi dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh)

hari terhitung sejak tanggal pengambilan sumpah/janji jabatan, notaris yang

bersangkutan wajib :

a. Menjalankan jabatan dengan nyata;

b. Menyampaikan berita acara sumpah/janji jabatan notaris kepada Menteri,


Organisasi notaris dan Majelis Pengawas Daerah dan;

c. Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan dan paraf serta cap atau
stempel jabatan notaris berwarna merah kepada Menteri Pejabat lain yang
bertanggunng jawab di bidang pertanahan, organisasi notaris, ketua
pengadilan negeri, majelis pengawas daerah, serta bupati/walikota di tempat
notaris diangkat.14

14
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

Universitas Sumatera Utara


6

Setiap kesalahan-kesalahan yang terjadi terhadap notaris dalam menjalankan

jabatannya merupakan suatu pelanggaran. Dan setiap pelanggaran itu merupakan

suatu hal yang harus diperhatikan oleh Majelis Pengawas Notaris. Karena hal tersebut

merupakan tugas dan kewajiban Majelis Pengawas Notaris dalam melakukan

pembinaan dan pengawasan terhadap notaris dengan tujuan untuk meminimalisir

terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh notaris dalam menjalankan

jabatannya agar notaris dapat menjalankan jabatannya dengan benar dan sesuai

dengan undang-undang. Terkhusus bagi Majelis Pengawas Daerah yang memiliki

tugas untuk memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap notaris-notaris yang

berada di tingkat Kabupaten/Kota. Termasuk kewajiban notaris sebagaimana yang

diatur dalam pasal 7 ayat (1) yang merupakan salah satu objek pengawasan yang

dilakukan oleh MPD terhadap notaris.

Untuk itu, berdasarkan uraian diatas maka timbul ketertarikan untuk

mengamati dan membahas dalam tesis ini mengenai peranan dan impelementasi

Majelis Pengawas Daerah di tingkat Kota dalam melakukan pembinaan dan

pengawasan terhadap pelanggaran kewajiban notaris terkhusus di notaris daerah

Binjai-Langkat yang telah dilantik dan disumpah namun tidak menjalankan

jabatannya secara nyata dan bagaimana kinerja Majelis Pengawas Daerah Binjai-

Langkat dalam menyikapi kendala-kendala yang muncul dilapangan serta mengenai

segala sesuatu yang terkait dengan tugas dan kewenangan serta kewajiban yang

dimiliki oleh Majelis Pengawas Notaris khususnya Majelis Pengawas Daerah Binjai-

Universitas Sumatera Utara


7

Langkat, termasuk didalamnya adalah antara lain upaya pembinaan dan pengawasan

terhadap Notaris dalam pelaksanaan Jabatan Notaris di daerah Binjai-Langkat.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan yang akan diangkat

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana peranan majelis pengawas daerah notaris dalam melakukan

pembinaan dan pengawasan notaris di tingkat kabupaten/kota?

2. Bagaimana implementasi pembinaan dan pengawasan notaris oleh Majelis

Pengawas Daerah terhadap notaris di daerah Binjai-Langkat?

3. Bagaimana akibat hukum terhadap notaris yang tidak menjalankan jabatannya

secara nyata setelah dilantik dan disumpah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis peranan Majelis Pengawas Daerah

Notaris di Indonesia dalam melakukan pembinaan dan pengawasan notaris di

tingkat Kabupaten/Kota.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai implementasi pembinaan dan

pengawasan notaris oleh Majelis Pengawas Daerah terhadap notaris di daerah

Binjai-Langkat.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum terhadap notaris yang tidak

menjalankan jabatannya secara nyata setelah dilantik dan disumpah.

Universitas Sumatera Utara


8

D. Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat yang dimiliki dalam penelitian ini yaitu manfaat secara

teoritis dan manfaat secara praktis sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu yang telah

diperoleh dari selama perkuliahan serta bagi penulis sendiri tentang kewajiban

notaris yang telah diangkat dan disumpah untuk menjalankan jabatannya

secara nyata di daerah Binjai-Langkat, dan juga mengenai implementasi

pembinaan Majelis Pengawas Daerah Binjai-Langkat terhadap pelaksanaan

pengawasan dan pembinaan terhadap notaris yang melakukan pelanggaran.

Dan sebagai bahan kepustakaan bagi penelitian yang berkaitan dengan judul

dan permasalahan yang akan dibahas dalam tesis. Disamping itu diharapkan

pula dalam perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, khususnya

dalam bidang hukum dan kenotariatan.

2. Secara praktis

Bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran secara umum dan berguna sebagai bahan masukan bagi notaris dan

calon notaris tentang kewajiban notaris yang telah diangkat dan disumpah

untuk menjalankan jabatannya di daerah Binjai-Langkat dan menjalankan

tugas yang diberikan oleh negara sesuai dalam Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris.

Universitas Sumatera Utara


9

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di

perpustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, Penelitian dengan

judul “Analisis Yuridis Terhadap Implementasi Pembinaan Dan Pengawasan Notaris

Oleh Majelis Pengawas Daerah Terkait Notaris Yang Tidak Menjalankan Jabatannya

Secara Nyata Setelah Dilantik Dan Disumpah (Studi MPD Binjai-Langkat)” belum

pernah ditemukan judul atau penelitian terhadap masalah tersebut di atas, dengan

demikian penelitian ini adalah asli, sehingga dapat dipertanggung jawabkan

kebenarannya secara ilmiah.

Beberapa penelitian sebelumnya dan ditemukan mengenai Majelis Pengawas

Daerah, namun topik permasalahan dan bidang kajiannya berbeda dengan penelitian

ini, penelitian tersebut antara lain :

1. Silvia Sumbogo, NIM 127011144/MKn dengan judul “Analisis Hukum

Tentang Wewenang Majelis Pengawas Daerah Pasca Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 49/UU-X/2012”.

2. Hakiki Wari Desky, NIM 157011075/MKn dengan judul “Peranan Majelis

Pengawas Daerah Notaris Dalam Mencegah Terjadinya Perbuatan Melawasn

Hukum Oleh Notaris Di Kota Medan”.

3. Tiara Hasfarevy, NIM 157011237/MKn dengan judul “Peran Majelis

Pengawas Daerah Dalam Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Notaris Di

Kota Pekanbaru”.

Universitas Sumatera Utara


10

4. Sarah Fadhilla, NIM 167011102/MKn dengan judul “Analisis Yuridis Proses

Pemeriksaan Yang Dilakukan Oleh Majelis Pengawas Daerah Terhadap

Laporan Pelanggaran Notaris Di Kota Medan”.

5. Junita Tampubolon, NIM 167011091/MKn dengan judul “Analisis Yuridis

Akibat Hukum Dari Buku Daftar Akta Notaris Yang Tidak Ditandatangani

Dan Di Paraf Kepada Majelis Pengawas Daerah”.

6. Agus Armaini, NIM 187011138/MKn dengan judul “Penguatan Jawaban

Hukum Notaris Pengganti Setelah Selesai Dalam Menjalankan Jabatannya

(Studi Di Kota Medan)”.

7. Miftahul Husnah, NIM 157011084/MKn dengan judul “Pertanggunngjawaban

Hukum Notaris Pengganti Setelah Selesai Dalam Menjalankan Jabatannya

(Studi Kota Medan)”.

8. Andiany Putri Merdekawaty, NIM 177011038/MKn dengan judul “Upaya

Hukum Terhadap Kriminalisasi Profesi Notaris Dalam Menjalankan

Jabatannya (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor

;14/PK/PID/2012)”.

Berdasarkan karya-karya ilmiah yang telah disebutkan diatas tidak satupun

penelitian tersebut yang sama dengan penelitian ini baik dari segi judul maupun dari

segi substansi permasalahan yang dibahas. Oleh karena itu penelitian ini secara

akademis dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

Universitas Sumatera Utara


11

F. Kerangka Teori Dan Konsep

1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi.15 Dan suatu teori harus diuji menghadapkannya pada

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 16 Menurut Soetandyo

Wignjosoebroto dikatakan teori adalah suatu konstruksi di alam cita atau ide

manusia, dibangun dengan maksud untuk menggambarkan secara reflektif yang

dijumpai di alam pengalaman.17

Menurut Soejono Soekanto bahwa “Kontinuitas perkembangan ilmu hukum,

selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial

ditentukan oleh teori.18 Menurut Burhan Ashshofa suatu teori merupakan

“serangkaian asumsi, konsep, defiinisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu

fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar

konsep”.19 Sedangkan salah satu pengertian teori secara lebih luas yaitu prinsip

abstrak atau umum di dalam tubuh pengetahuan yang menyajikan suatu pandangan

yang jelas dan sistematis tentang beberapa materi pokoknya, sebagaimana dalam

teori seni dan teori atom.20 Sebuah kumpulan proposisi umum yang saling berkaitan

15
J.J.J. M. Wuisman dengan penyuntingan M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I,
FE.UI, Jakarta, 1996, hal 203.
16
Ibid, hal 16.
17
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum; Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya,
ELSAM-HUMA, Jakarta, 2002, hal 184.
18
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2010, hal 6.
19
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal 9.
20
Loren Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 1996, hal 1097.

Universitas Sumatera Utara


12

dan digunakan untuk menjelaskan hubungan yang timbul antara beberapa variabel

yang diobservasi disebut teori.21

Melakukan suatu penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis untuk

memberikan landasan yang mantap, pada umumnya setiap penelitian harus selalu

disertai dengan pemikiran teoritis.22 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau

butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang

menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.23 Kerangka teoritis merupakan suatu

model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor‐faktor

penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu.

Kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan sebagai berikut :

1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan

fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;

2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,

membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi;

3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang diteliti;

4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang oleh karena

telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mugkin faktor-

faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.24

21
Lia Amami, Kerangka Teoritis, http://liaamami.blogspot.com/p/kerangka-teoritis.html,
diakses tanggal 16 Agustus 2018.
22
Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta,1982, hal 37.
23
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal 9.
24
Soerjono Soekanto, op.cit., hal 121.

Universitas Sumatera Utara


13

Didalam teori, mempunyai pandangan bahwa hukum bukan hanya merupakan

kumpulan norma-norma abstrak atau suatu tertib hukum tetapi juga merupakan suatu

proses untuk mengadakan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang saling

bertentang dan menjamin pemuasan kebutuhan maksimal dengan pengorbanan yang

minimal, dimana peraturan yang berlaku harus dipatuhi dan dijalankan demi

terciptanya suatu ketertiban dengan tidak melanggar suatu ketentuan tersebut.

Sejalan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa teori yang dipergunakan

sebagai pisau analisis dalam tesis ini. Teori-teori yang digunakan yaitu Teori

Kewenangan, Teori Pengawasan Dan Teori Efektivitas.

a) Teori Kewenangan

Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang

berasal dari kekuasaan legislatif (diberi oleh undang-undang) atau dari kekuasaan

eksekutif administratif. Kewenangan yang biasanya terdiri dari beberapa wewenang

adalah kekuasaan terhadap segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu

bidang pemerintahan.25

Istilah wewenang atau kewenangan disejajarkan dengan “authority” dalam


bahasa ingrris dan “bevoegdheid” dalam bahasa Belanda. Authority dalam
Black’s Law Dictionary diartikan sebagai Legal Power: a right to command
or to act; the right and power of publik officers to require obedience to their
orders lawfully issued in scope of their public duties. (Kewenangan atau
wewenang adalah kekuasaan hukum, hak untuk memerintah atau bertindak;
hak atau kekuasaan pejabat publik untuk mematuhi aturan hukum dalam
lingkup melaksanakan kewajiban publik).26

25
Prajudi Atmasudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal 78.
26
Nur Basuki Winarno, Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi, Laksbang
Mediatama, Yogyakarta, 2008, hal 65.

Universitas Sumatera Utara


14

Secara yuridis, pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh

peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.27 Secara

teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut

diperoleh melalui 3 (tiga) cara yaitu :

a. Kewenangan atribusi, Indroharto mengatakan bahwa pada atribusi terjadi


pemberian wewenang pemerintah yang baru oleh suatu ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan. Disini diciptakan suatu wewenang baru.
b. Kewenangan delegasi, para delegasi pelimpahan suatu wewenang yang
telah ada oleh badan atau jabatan tata usaha negara yang telah yang
memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau
jabatan tata usaha negara lainnya.
c. Mandat, pemeberian wewenang oleh organ pemerintahan kepada aorgan
lain untuk mengambil keputusan atas namanya. 28

Dari ketiga sumber kewenangan diatas dalam pembahasan tesis ini

menggunakan kewenangan atribusi dimana terjadinya suatu pemberian wewenang

oleh pemerintah secara atributif kepada badan atau Jabatan Tata Usaha Negara

lainnya. Suatu atribusi menunjuk pada kewenangan yang asli atas dasar konstitusi

(UUD). Komponen pengaruh merupakan penggunaan wewenang dimaksud untuk

mengendalikan prilaku subjek hukum, komponen dasar hukum bahwa wewenang itu

selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya, dan komponen konformitas hukum,

mengandung makna adanya standar wewenang (semua wewenang) dan standar

khusus (untuk jenis wewenang tertentu).

Dalam kaitannya dengan konsep atribusi, delegasi, mandat itu dinyatakan oleh

J.G Brouwer dan A.E Schilder, bahwa :

27
Indroharto, Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994,
hal 65.
28
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal 104.

Universitas Sumatera Utara


15

1. With attribution, power is granted to an administrative authority by an


independent legislative body. The power is initial (originair), which is to
say that is not derived from a previously non sexistent powers and assigns
them to an authority.
2. Delegation is the transfer of an acquird attribution of power from one
administrative authority to another, so that the delegate )the body that his
acquired the power) can exercise power its own name.
3. With mandate, there is no transfer, but the mandate giver (mandans)
assigns power to the other body mandataris to make decisions or take
action in its name. 29

Brouwer berpendapat pada atribusi, kewenangan diberikan kepada suatu

badan administrasi oleh suatu badan legislatif yang independen. Kewenangan ini asli,

yang tidak diambil dari kewenangan yang ada sebelumnya. Badan legislatif

menciptakan kewenangan mandiri dan bukan putusan kewenangan sebelumnya dan

memberikannya kepada yang berkompeten.

Delegasi ditransfer dari kewenangan atribusi dari suatu badan administrasi

yang satu kepada yang lainnya, sehingga delegator (badan yang telah memberikan

kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas namanya. Pada mandat tidak

terdapat suatu transfer kewenangan, tetapi pemberi mandat memberikan kewenangan

kepada badan lain untuk membuat suatu keputusan atau mengambil suatu tindakan

atas namanya.

Ada perbedaan yang mendasar yang lain antara kewenangan atribusi dan

delegasi. Pada atribusi, kewenangan yang siap ditransfer, tidak demikian dengan

delegasi. Dalam kaitan dengan asas legalitas kewenangan tidak dengan didelegasian

29
Nur Basuki Winarno, Op.cit, hal 74.

Universitas Sumatera Utara


16

secara besar-besaran, akan tetapi hanya mungkin dibawah kondisi bahwa peraturan

hukum menentukan mengenai kemungkinan delegasi.

Konsep kewenangan berkaitan dengan asas legalitas, dimana asas ini


merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai bahan dasar dalam
setiap penyelenggaraan pemerintah dan kenegaraan disetiap negara hukum
terutama bagi negara-negara hukum yang menganut sistem hukum eropa
kontinental. Asas ini dinamakan juga kekuasaan undang-undang (de
heerschappaj van de wet)30.

Asas ini dikenal juga didalam hukum pidana tidak mengenal undang-undang.

Di dalam hukum adminstrasi negara, asas legalitas ini memiliki makna dat her

bestuur aan wet is onderworpen, yakni bahwa pemerintah tunduk kepada undang-

undang. Asas ini merupakan sebuah prinsip dalam negara hukum. Kewenangan harus

dilandasi oleh norma hukum, sehingga kewenangan tersebut merupakan kewenangan

yang sah. Dengan demikian, pejabat (organ) dalam mengeluarkan keputusan

didukung oleh sumber kewenangan tersebut.

Wewenang sebagai konsep hukum publik sekurang-kurangnya terdiri dari tiga

komponen, yaitu :

1. Komponen pengaruh, yaitu bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan

untuk mengendalikan perilaku subjek hukum.

2. Komponen dasar hukum, yaitu bahwa wewenang itu selalu dapat ditunjukkan

dasar hukumnya.

30
Eny Kusdarini, Dasar-Dasar Hukum Administrasi Negara Dan Asas-Asas Umum
Pemerintahan Yang Baik, UNY Press, Yogyakarta, 2011, hal 89.

Universitas Sumatera Utara


17

3. Komponen konformitas, yaitu mengandung makna adanya standar wewenang

yaitu standar umum (semua jenis wewenang) dan standar khusus (untuk jenis

wewenang tertentu.

Sejalan dengan pilar utama negara hukum yaitu legalitas (legalities beginselen

atau wetmatigheid van bestuur), atas dasar prinsip tersebut bahwa wewenang

pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan. Dalam kepustakaan hukum

administrasi terdapat dua cara untuk memperoleh wewenang pemerintah yaitu :

atribusi dan delegasi, kadang-kadang juga, mandat, ditermpatkan sebagai cara

tersendiri untuk memperoleh wewenang.

Demikian juga pada setiap perbuatan pemerintah diisyaratkan harus bertumpu

pada kewenangan yang sah. Tanpa adanya kewenangan yang sah, seorang pejabat

tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan pemerintah. Kewenangan yang sah

merupakan atribut bagi setiap pejabat atau bagi setiap badan. Dalam tulisan ini,

konsep wewenang hanya dibatasi pada wewenang pemerintahan. Ruang lingkup

wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang untuk membuat keputusan

pemerintahan, tetapi juga semua wewenang dalam rangka melaksanakan tugasnya. 31

Teori kewenangan sangat penting untuk digunakan dalam pembahasan tesis

ini. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan teori ini, maka dapat diketahui

mengenai sejauh mana dan seperti apa kewenangan yang diberikan oleh undang-

31
Frenadin Adegustara, Hukum Administrasi Negara, Buku Ajar, Universitas Andalas Padang,
2005, hal 14.

Universitas Sumatera Utara


18

undang kepada Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan pembinaan dan

pengawasan terhadap notaris dalam menjalankan jabatannya.

b) Teori Pengawasan

Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya

kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai.

Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauh mana kebijakan pimpinan dijalankan dan

sampai sejauh mana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut.

Menurut Lyndal F. Urwick teori pengawasan adalah upaya agar sesuatu

dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan instruksi yang

dikeluarkan. George R Terry berpendapat bahwa pengawasan merupakan proses

penentuan apa yang harus dicapai. Dan sedangkan menurut Stephen Robein

pengawasan adalah proses mengikuti perkembangan kegiatan untuk menjamin

jalannya suatu pekerjaan dapat berjalan dengan sempurna sebagaimana yang

direncanakan sebelumnya dengan pengoreksian beberapa pemikiran yang saling

berhubungan.

Secara umum, pengertian dari pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan

oleh pengawas dalam melihat, memperhatikan, mengamati, mengontrol, menilik dan

menjaga serta memberi pengarahan yang bijak. Berdasarkan peraturan Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.02.PR.08.10 Tahun

2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota Susunan

Organisasi, Tata Cara Kerja dan Tata Cata Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris

Universitas Sumatera Utara


19

Pasal 1 angka 5 menjelaskan mengenai pengertian dari pengawasan yang berbunyi

sebagai berikut: “Pengawasan adalah kegiatan yang bersifat prefentif dan kuratif

termasuk kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas terhadap

Notaris.”

Di dalam dunia kenotariatan, sangat diperlukannya suatu majelis/badan

khusus yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap notaris-

notaris. Hal ini dikarenakan melihat yang terjadi dilapangan terdapat notaris yang

masih banyak melakukan pelanggaran nilai-nilai hukum yang berlaku. Untuk itu

dengan diciptakan suatu majelis/badan pengawas tersebut seperti Majelis Pengawas

dapat meminimalisir pelanggaran yang dilakukan oleh notaris tersebut.

Wewenang pengawasan atas notaris tersebut ada di tangan Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia. Tetapi dalam praktek, menteri memberikan wewenang itu

kepada MPN yang dia bentuk. UUJN menegasan bahwa Menteri melakukan

pengawasan terhadap notaris dan kewenangan Menteri untuk melakukan pengawasan

ini oleh UUJN diberikan dalam bentuk pendelegasian delegatif kepada Menteri untuk

membentuk MPN, bukan untuk menjalankan fungsi-fungsi MPN yang telah

ditetapkan secara eksplisit menjadi kewenangan MPN.

Pengawasan tersebut termasuk pembinaan yang dilakukan oleh Menteri

terhadap notaris seperti menurut penjelasan Pasal 67 ayat (1) UUJN. Pasal 1 angka

(5) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

M.02.PR.08.10 Tahun 2004, menegaskan yang dimaksud dengan pengawasan adalah

kegiatan prefentif dan kuratif termasuk kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh

Universitas Sumatera Utara


20

Majelis Pengawas terhadap notaris. Dengan demikian ada 3 (tiga) tugas yang

dilakukan oleh MPN, yaitu;

a. Pengawasan Preventif, maksudnya yaitu suatu pengawasan yang dilakukan

pada suatu kegiatan, sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat

mencegah terjadinya penyimpangan;

b. Pengawasan Kuratif, maksudnya yaitu suatu tindakan yang dilakukan setelah

terjadinya penyimpangan/pelanggaran;

c. Pembinaan.

Sebelum berlakunya UUJN, pengawasan notaris diatur dalam berbagai

peraturan sebagai berikut :

a. Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in


Indonesia (Lembaga Negara 1847 Nomor 57 jo Lembaran Negara 1848
Nomor 57) Pasal 99, Pasal 140 dan Pasal 178.
b. Rechsreglement Buitengwesten (Lembaran Negara 1927 Nomor 227)
Pasal 96.
c. PJN Bab IV Pasal 51 sampai dengan Pasal 56.
d. Ordonantie Bultengerechtelijke Verrichtingen (Lembaran Negara 1946
Nomor 135) Pasal 3.
e. UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Susunan dan Kekuasaan Mahkamah
Agung, Pasal 36.
f. UU Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peeradilan Umum, Pasal 54. 32

Selain itu, terdapat juga beberapa surat edaran tentang pengawasan terhadap

notaris yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman, yaitu :

a. Surat Edaran Departemen Kehakiman Republik Indonesia tanggal 17


Februari 1981 Nomor JHA 5/13/16 yang ditujukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia.

32
Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, CDSBL,Yogyakarta, 2003, Hal 62.

Universitas Sumatera Utara


21

b. Surat Edaran Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 1 Maret


1984 Nomor MA/Pemb/1392/84 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan
Tinggi dan Ketua Pengadilan Negeri di Seluruh Indonesia.
c. Surat Edaran Menteri Kehakiman Republik Indonesia Tanggal 1 Mei 1985
Nomor M-24HT.03.10 Tahun 1985 Tentang Pembinaan dan Penertiban
Notaris. 33

Setelah diberlakukannya Undang-Undang 14 Tahun 1985 tentang Susunan


dan Kekuasaan Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum maka pada tanggal 6 Juli 1987 dikeluarkanlah Surat
Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman
Republik Indonesia Nomor KMA/006/SKB/1987 dan Nomor M.04-PR.08.05
Tahun 1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Pemindahan, dan Pembelaan Diri
Notaris.34

Tujuan dari pengawasan yang dilakukan terhadap notaris adalah supaya

notaris sebanyak mungkin memenuhi persyaratan-persyaratan yang dituntut

kepadanya. Persyaratan-persyaratan yang dituntut itu tidak hanya oleh hukum atau

undang-undang saja, akan tetapi juga berdasarkan kepercayaan yang diberikan oleh

klien terhadap notaris tersebut. Tujuan dari pengawasan itupun tidak hanya ditujukan

bagi penataan kode etik notaris akan tetapi juga untuk tujuan yang lebih luas, yaitu

agar para notaris dalam menjalankan tugas jabatannya memenuhi persyaratan-

persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang demi pengamanan atas kepentingan

masyarakat yang dilayani.

Teori pengawasan yang digunakan dalam tesis ini merupakan suatu teori yang

cukup berpengaruh. Hal ini dikarenakan dengan teori ini dapat diketahui mengenai

33
Karmila, Peran Notaris Dalam Pembuatan Akta Notaris Koperasi Menurut Kepmen
No.98/KEP/M.KUKM/IX/2004 (studi di Dinas Koperasi Kota Medan), Tesis Magister Kenotariatan
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006.
34
Nico, op. cit., hal 71.

Universitas Sumatera Utara


22

tugas pokok dari majelis pengawas dalam melakukan pengawasan terhadap notaris-

notaris yang ada di Indonesia, terkhusus notaris yang berada di tingkat

Kabupaten/Kota.

c) Teori Efektivitas

Kata efektiv berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti berhasil

atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah popular

mendefinisikan sebagai ketetapan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan.

Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah

ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif

apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Hal ini sesuai

dengan pendapat H. Emerson yang dikutip Soeworno Handayaningrat S. yang

menyatakan bahwa Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang

telah ditentukan sebelumnya.

Efektivitas merupakan salah satu pencapaian yang ingin diraih oleh sebuah

organisasi. Untuk memperoleh teori efektivitas peneliti dapat menggunakan konsep-

konsep dalam teori manajemen dan organisasi khususnya yang berkaitan dengan teori

efektivitas. Efektivitas tidak dapat disamakan dengan efisiensi. karena keduanya

memiliki arti yang berbeda, walaupun dalam berbagai penggunaan kata efisiensi lekat

dengan kata efektivitas. Efisiensi mengandung pengertian perbandingan antara biaya

dan hasil, sedangkan efektivitas secara langsung dihubungkan dengan pencapaian

Universitas Sumatera Utara


23

tujuan. Efektivitas adalah melakukan hal yang benar, sedangkan efisiensi adalah

melakukan hal secara benar.

Efektivitas memiliki tiga tingkatan sebagaimana yang didasarkan oleh David

J. Lawless dalam Gibson, Ivancevich dan Donnely antara lain :

1. Efektivitas individu, hal ini didasarkan pada pandangan dari segi individu

yang menekankan pada hasil karya karyawan atau anggota dari organisasi;

2. Efektivitas kelompok, adanya pandangan bahwa kenyataannya individu saling

bekerja sama dalam kelompok. Jadi efektivitas kelompok merupakan jumlah

kontribusi dari semua anggota kelompoknya;

3. Efektivitas organisasi, efektivitas ini terdiri dari individu dan kelompok.

Melalui pengaruh sinergitas, organisasi mampu mendapatkan hasil karya yang

lebih tinggi tingkatannya daripada jumlah hasil karya tiap-tiap bagiannya.

Efektivitas dalam kegiatan organisasi dapat dirumuskan sebagai tingkat

perwujudan sasaran yang menunjukkan sejauh mana sasaran telah dicapai.

Sumaryadi berpendapat dalam bukunya bahwa “Organisasi dapat dikatakan efektif

bila organisasi tersebut dapat sepenuhnya mencapai sasaran yang telah ditetapkan.”

Efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan

operasional. Dengan demikian pada dasarnya efektivitas adalah tingkat pencapaian

tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa

baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana seseorang menghasilkan keluaran sesuai

dengan yang diharapkan. Ini dapat diartikan, apabila sesuatu pekerjaan dapat

Universitas Sumatera Utara


24

dilakukan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, dapat dikatakan efektif

tanpa memperhatikan waktu, tenaga dan yang lain.

Sementara itu, Sharma memberikan kriteria atau ukuran efektivitas organisasi

yang menyangkut faktor internal organisasi dan faktor eksternal organisasi antara

lain:

1. Produktivitas organisasi atau output;

2. Efektivitas organisasi dalam bentuk keberhasilannya menyesuaikan diri

dengan perubahan-perubahan di dalam dan diluar organisasi;

3. Tidak adanya ketegangan di dalam organisasi atau hambatan-hambatan

konflik diantara bagian-bagian organisasi.

Sedangkan Steers dalam Tangkilisan mengemukakan lima kriteria dalam

pengukuran efektivitas organisasi yaitu:

1. Produktivitas;

2. Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas;

3. Kepuasan kerja;

4. Kemampuan berlaba;

5. Pencarian sumber daya.

Efektivitas berkaitan dengan pencapaian unjuk kerja yang maksimal dalam

arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Jadi

efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran. Sedangkan masalah penggunaan

masukan kurang menjadi perhatian utama. Upaya mengevaluasi jalannya suatu

organisasi dapat dilakukan melalui konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu

Universitas Sumatera Utara


25

faktor untuk menentukan apakah perlu dilakukan perubahan secara signifikan

terhadap bentuk dan manajemen organisasi atau tidak.

Dalam hal ini efektivitas merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui

pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan

(input), proses, maupun keluaran (output). Dalam hal ini yang dimaksud sumber

daya meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana serta metode dan model

yang digunakan. Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila dikerjakan dengan benar

dan sesuai dengan prosedur sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut

dilaksanakan dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat.

Efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem

hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman yakni struktur hukum

(structure of law), substansi hukum (substance of the law) dan budaya hukum (legal

culture). Struktur hukum menyangkut kepada aparat penegak hukum, jumlah dan

ukuran pengadilan, yuridiksinya dan tata cara naik banding dari pengadilan ke

pengadilan lainnya atau lembaga hukum yang dimaksud untuk menjalankan

perangkat hukum yang ada. Substansi hukum adalah aturan atau norma dan perilaku

nyata manusia yang berada dalam sistem hukum itu, menyangkut kepada peraturan

perundang-undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan

menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum.

Hans Kelsen mengatakan Efektivitas Hukum yaitu “apakah orang-orang pada

kenyataannya berbuat menurut suatu cara untuk menghindari sanksi yang diancamkan

Universitas Sumatera Utara


26

oleh norma hukum atau bukan, dan apakah sanksi tersebut benar-benar dilaksanakan

atau tidak terpenuhi.”

Konsep efektivitas dalam definisi Hans Kelsen difokuskan pada subjek dan
sanksi. Subjek yang melaksanakannya yaitu, orang-orang atau badan hukum.
Orang-orang tersebut harus melaksanakan hukum sesuai dengan bunyinya
norma hukum. Dilaksanakan atau tidak. Hukum diartikan norma hukum, baik
yang tertulis maupun norma hukum yang tidak tertulis.35

Stuktur hukum berkaitan dengan kelembagaan hukum. Di Indonesia, lembaga

yang berwenang melakukan penegakan hukum, adalah seperti kepolisian, kejaksaan,

pengadilan. Sementara itu, substansi berkaitan isi norma hukum. Norma hukum ini

ada yang dibuat oleh Negara (state law) dan ada juga hukum yang hidup dan

berkembang dalam masyarakat.

Soejono Soekanto mengemukakan 5 faktor yang harus diperhatikan dalam

penegakan hukum. Penegakan hukum merupakan kegiatan menyerasikan hubungan

nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak

sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memeliharan dan

mempertahankan kedamaian dalam masyarakat. Kelima faktor itu meliputi :

1. Faktor hukum atau Undang-undang


2. Faktor penegak hukum
3. Faktor sarana atau fasilitas
4. Faktor masyarakat
5. Faktor kebudayaan36

35
Salim HS dan Erlies Septiana Nurhani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian disertasi
dan Tesis, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hal 302.
36
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hal 8.

Universitas Sumatera Utara


27

Hukum atau Undang-undang dalam arti materil merupakan peraturan tertulis

yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah.

Peraturan dibagi 2 macam, yaitu peraturan pusat dan peraturan setempat. Peraturan

pusat berlaku bagi semua warga negara atau suatu golongan tertentu saja maupun

yang berlaku umum di sebagian wilayah negara. Peraturan setempat hanya berlaku di

suatu tempat atau daerah saja. Kelima faktor itu harus diperhatikan secara seksama

dalam proses penegakan hukum. Karena apabila hal itu kurang mendapat perhatian,

maka penegakan hukum tidak akan tercapai.

Teori efektivitas ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana keefektivitasan

dari kehadiran Majelis Pengawas Daerah sebagai perpanjangan tangan dari

Kemenkumham Republik Indonesia dalam melakukan pembinaan dan pengawasan

terhadap notaris yang berada di tingkat Kabupaten/Kota.

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari konsepsi yang

diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang

konkrit, yang disebut dengan operational definition. Pentingnya definisi operasional

adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua dari suatu

istilah yang dipakai untuk dapat ditemukan suatu kebenaran dengan substansi yang

diperlukan.37

37
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Fakultas Hukum Universitas Airlangga,
Surabaya, 2005, hal 139.

Universitas Sumatera Utara


28

Dalam penulisan tesis ini diperlukan konsepsi yang merupakan definisi

operasional dari istilah-istilah yang dipergunakan untuk menghindari perbedaan

penafsiran. Istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut :

a) Analisis Yuridis adalah mempelajari/menganalisa dengan cermat, memeriksa

(untuk memahami), suatu pandangan atau pendapat dari segi hukum.

b) Implementasi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau pun

sekelompok orang berdasarkan atas kebijakan yang telah ditetapkan

sebelumnya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.

c) Pembinaan adalah bantuan dari seseorang atau sekelompok orang yang

ditujukan kepada orang atau sekelompok orang lain melalui materi pembinaan

dengan tujuan dapat mengembangkan kemampuan, sehingga tercapaiapa yang

diharapkan.38

d) Pengawasan adalah suatu usaha pemantauan pemeriksaan dan evaluasi yang

dilakukan secara berdaya dan berhasil guna oleh pimpinan terhadap sumber

kerja untuk mengetahui kelemahan agar dapat diperbaiki demi tercapainya

tujuan yang telah ditetapkan.39 Pengawasan merupakan suatu usaha untuk

menjamin adanya kearsipan antara penyelenggara tugas pemerintahan oleh

daerah-daerah dan untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan

secara berdaya guna dan berhasil guna.40

38
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, Teras, Yogyakarta, 2009, hal 144.
39
Pasal 67 ayat (1) UUJN.
40
Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Hukum Administrasi
Pemerintahan Di Daerah, (Jakarta : Sinar Grafika, 1993), Hal. 233

Universitas Sumatera Utara


29

e) Notaris adalah Pejabat Umum yang dapat diangkat oleh Negara untuk

melakukan tugas-tugas Negara yang dalam kedudukannya tersebut

memperoleh sifat akta otentik, seperti yang dimaksud dalam Pasal 1868

KUHPerdata.41

f) Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan

kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap

Notaris.42

g) Majelis Pengawas Daerah (MPD) adalah Majelis Pengawas di tingkat

Kabupaten dan Kota, merupakan ujung tombak pengawasan notaris di daerah

yang mempunyai tugas dan wewenang untuk mengawasi dan melakukan

pembinaan terhadap notaris dalam melakukan jabatan di dalam suatu

kabupaten/kota.

h) Menjalankan jabatan secara nyata merupakan suatu perilaku/aktivitas dalam

menjalankan fungsi dari suatu kedudukan yang menunjukan tugas dan hak

seseorang yang memiliki profesi, jabatan dan atau pegawai tertentu

sebagaimana mestinya yang dilakukan secara nyata dalam prakteknya yang

dapat dilihat secara garis besar guna untuk memperoleh suatu hasil atau

mencapai suatu tujuan tertentu.

41
Pasal 1 ayat (1) UUJN.
42
Pasal 1 ayat (6) UUJN.

Universitas Sumatera Utara


30

i) Kewenangan merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan

kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku yang mengatur jabatan yang bersangkutan.

G. Metode Penelitian

Metode berarti jalan atau cara kerja untuk dapat memahami objek yang

menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.43 Sedangkan penelitian adalah suatu

kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisa sampai menyusun

laporannya.44 Menurut Sutrisno Hadi, Metode Penelitian adalah sebagai proses

prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam

melakukan penelitian.45

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang


didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan
untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisisnya, kecuali itu maka juga diadakan pemeriksaan yang
mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian yang ditimbulkan
di dalam gejala yang bersangkutan.46

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penulisan penelitian ini sebagai salah satu jenis karya tulis ilmiah yang

membutuhkan data-data yang mempunyai nilai kebenaran yang dapat dipercaya.

Oleh karena itu, jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

yang bersifat yuridis empiris, karena dilakukan penelitian lapangan akan berlakunya

43
Koentjara Ningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1997, hal 16.
44
Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, PT.Bumi Aksara, Jakarta,
2002, hal 1.
45
Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, ANDI, Yogyakarta, 2000, hal 4.
46
Soejono Soekanto, op.cit., hal 43.

Universitas Sumatera Utara


31

hukum positif mengenai pengawasan notaris dalam menjalankan tugas dan

jabatannya yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris dan juga untuk melihat

seperti apa penerapan dilapangan dan masyarakat. Dalam hal ini pendekatan yuridis

digunakan untuk menganalisa berbagai peraturan tentang jabatan notaris, sedangkan

pendekatan empiris dipergunakan untuk menganalisis hukum yang dilihat dari

perilaku masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, selalu berinteraksi dan

berhubungan dengan aspek kemasyarakatan.47 Disamping itu, empiris dimaksudkan

hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati dalam

kehidupan nyata.

Pendekatan Yuridis Empiris adalah penelitian yang berusaha menghubungkan

antara Norma Hukum yang berlaku dengan kenyataan yang ada di kehidupan nyata.

Penelitian berupa studi empiris berusaha menemukan teori mengenai proses

terjadinya dan proses bekerjanya hukum. Pendekatan ini bertujuan untuk memahami

bahwa hukum itu tidak semata-mata sebagai salah satu perangkat aturan perundang-

undangan yang bersifat normatif belaka, akan tetapi hukum dipahami sebagai

perilaku masyarakat yang menggejala dan membentuk pola dalam kehidupan

bermasyarakat.

2. Sumber Data Penelitian

Data pokok dalam penelitian ini adalah data primer yang meliputi :

47
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2003, hal 43.

Universitas Sumatera Utara


32

a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dilapangan melalui

wawancara dengan responden yaitu Majelis Pengawas Daerah (MPD) Binjai-

Langkat.

b. Data Sekuder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai hukum

primer, seperti data yang diperoleh dari bahan pustaka, hasil-hasil penelitian,

hasil karya dari kalangan pakar hukum, buku-buku serta bahan dokumen-

dokumen lainnya yang berkaitan dengan pengawasan notaris dan penjelasan

maupun petunjuk terhadap data primer yang berasal dari berbagai literatur.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk
dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum hukum
sekunder yang mengikat khususnya dibidang kenotariatan, seperti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, Peraturan Menteri
Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republic Indonesia Nomor : M.02.PR.08.10
Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian
Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja Dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis
Pengawas Notaris, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP Perdata),
peraturan kamus umum, kamus hukum, majalah/jurnal atau surat kabar
sepanjang memuat informasi yang relevan dengan materi penelitian ini. 48

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis

menggunakan 2 (dua) metode pengumpulan data, yakni:

a. Penelitian Kepustakaan (Library research)

Sehubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini maka pengumpulan

data akan dilakukan melalui Penelitian Kepustakaan, dikumpulkan melalui

48
Soeryono Soekanto dan Sri Madmuji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hal 23.

Universitas Sumatera Utara


33

penelitian literature, yakni dengan mempelajari ketentuan Perundang-

undangan tentang pengawasan Notaris dan Peraturan Perundang-undangan

lain yang relevan dengan materi penelitian.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk

mengumpulkan data pendukung mengenai implementasi pengawasan terhadap

notaris yang terjadi di lapangan terkait dengan penelitian yang diteliti. Dalam

hal ini peneliti akan melakukan wawancara kepada Ketua dan atau Sekretaris

MPD Binjai-Langkat yang akan dijadikan sebagai data primer atau data

pokok.

4. Analisis Data

Setelah semua data primer diperoleh melalui Penelitian Lapangan (field

research) serta data pendukung yang diperoleh dari Penelitian Kepustakaan (library

research), maka dilakukan pemeriksaan dan evaluasi untuk mengetahui

keabsahannya, kemudian data diseleksi, diolah dan dikelompokkan atas data yang

sejenis, dianalisis sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku untuk

melihat kecendrungan yang ada. Terhadap data yang sifatnya kualitatif ditafsirkan

secara yuridis, logis, sistematis dengan menggunakan metode deduktif.

Metode deduktif maksudnya melihat suatu peraturan-peraturan yang berlaku

secara umum yang dijadikan dasar hukum dalam melaksanakan pengawasan

terhadap Notaris. Dengan menggunakan metode deduktif ini, maka akan diperoleh

Universitas Sumatera Utara


34

persesuaian tentang bagaimana sebenarnya pengawasan terhadap Notaris tersebut.

Dari hasil pembahasan dan analisis ini diharapkan akan diperoleh kesimpulan yang

memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PERANAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH NOTARIS DALAM


MELAKUKAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN NOTARIS DI TINGKAT
KABUPATEN/KOTA

A. Sejarah Dan Dasar Hukum Terbentuknya Majelis Pengawas Notaris

Kehadiran institusi Notaris di Indonesia perlu dilakukan pengawasan dan

pembinaan mengingat banyaknya kesalahan-kesalahan dan pelanggaran yang

dilakukan oleh notaris dalam hal memproduksi akta akta autentik. Adapun yang

merupakan tujuan dari pengawasan dan pembinaan tersebut adalah agar para notaris

ketika menjalankan tugas jabatannya memenuhi semua persyaratan yang berkaitan

dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris, demi untuk pengamanan kepentingan

masyarakat, karena notaris diangkat oleh pemerintah, bukan untuk kepentingan diri

notaris sendiri melainkan untuk kepentingan masyarakat yang dilayaninya.

Pada awalnya pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap

notaris dilakukan oleh badan peradilan, sebagaimana pernah diatur dalam pasal 96

Reglement Buitingewesten, Pasal 3 Ordonantie Buitengerechtelijke Verrichtingen-

Lembaran negara 1946 nomor 135 dan Pasal 50 Peraturan Jabatan Notaris. Dengan

demikian pengawasan terhadap notaris dilakukan oleh Peradilan Umum dan

Mahkamah Agung sebagaimana juga tersebut dalam pasal 32 dan 54 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 1965 tentang Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan

Mahkamah Agung. Kemudian dibuat pula Surat Edaran Mahkamah Agung Republik

35
Universitas Sumatera Utara
36

Indonesia Nomor 2 Tahun 1984 tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap Notaris,

Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Nomor

KMA/006/SKB/VII/1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan

diri notaris dan terakhir dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004.

Namun, pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2001 dilakukan perubahan

terhadap Undang-Undang Dasar 1945, dan dengan amandemen tersebut telah

merubah pula kekuasaan Kehakiman. Dalam pasal 24 ayat (2) UUD 1945

menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung

dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya dalam Lingkungan Peradilan Umum,

Lingkungan Peradilan Agama, Lingkungan Peradilan Militer, Lingkungan Peradilan

Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Berdasarkan aturan hukum tersebut, Mahkamah Agung hanya mempunyai

kewenangan dalam bidang peradilan saja. Sedangkan dari segi organisasi,

administrasi dan finansial menjadi kewenangan Departemen Kehakiman. Sejak

pengalihan kewenangan tersebut, notaris yang diangkat oleh pemerintah (Menteri)

tidak tepat lagi jika pengawasannya dilakukan oleh instansi lain dalam hal ini

peradilan. Karena menteri sudah tidak mempunyai kewenangan apapun terhadap

badan peradilan. Kemudian tentang pengawasan terhadap notaris yang diatur dalam

pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 dicabut oleh Pasal 91 UUJN.

Sejak lama telah terdapat Peraturan Perundang-undangan yang menyangkut

ketentuan-ketentuan tentang pengawasan terhadap notaris seperti Reglement op de

Rechterlijke Organisatie en het beleid der justitie in Indonesia (LN 1847 No. 23 jo

Universitas Sumatera Utara


37

1848 No. 57), Rechtsreglement buitengewesten (LN 1927 No. 227), Peraturan Jabatan

Notaris (LN 1860 No.3) dan sejak pada tanggal 6 Oktober 2004, maka diberlakukan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Dimana

dari peraturan di atas bisa diketahui dan dipahami akan adanya penetapan notaris di

bawah pengawasan. Lembaga pengawas yang berwenang menjalankan fungsi

pengawasan dan pembinaan disebut Majelis Pengawas Notaris. 49

Sejak berlakunya UUJN, pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi

terhadap notaris yang semulanya dilakukan oleh badan peradilan yang ada pada

waktu itu kini berada dibawah wewenang Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia.50 Dalam pelaksanaan pengawasan

tersebut Kemenkumham membentuk Majelis Pengawas.51 Majelis Pengawas tersebut

terdiri dari :52

1. Majelis Pengawas Daerah yang berkedudukan di Kabupaten/Kota;

2. Majelis Pengawas Wilayah yang berkedudukan di Ibukota Provinsi;

3. Majelis Pengawas Pusat yang berkedudukan di Ibukota Negara Republik

Indonesia.

49
N.G. Yudara, Notaris dan Permasalahannya (Pokok-Pokok Pemikiran Di Seputar
Kedudukan Dan Fungsi Notaris Serta Akta Notaris Menurut Sistem Hukum Indonesia), Majalah
Renvoi Nomor 10.34.III, Jakarta, 2006, hal. 72.
50
Pasal 67 ayat (1) UUJN.
51
Pasal 67 ayat (2) UUJN.
52
Pasal 68 UUJN.

Universitas Sumatera Utara


38

Dalam melaksanakan tugas pengawasan tersebut Menteri membentuk Majelis

Pengawas Notaris yang mana jumlah Majelis Pengawas tersebut adalah 9 orang, yang

terdiri atas:53

1. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang;

2. Organisasi Notaris sebanyak 3(tiga) orang;

3. Ahli atau Akademi sebanyak 3 (tiga) orang.

Dalam ketentuan pengusulan Anggota Majelis Pengawas Daerah (MPD)

terdiri atas:54

1. Unsur pemerintah oleh Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kantor Wilayah;

2. Unsur organisasi notaris oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia;

3. Unsur ahli/akademis oleh dosen/staf pengajar Fakultas Hukum atau Perguruan

Tinggi setempat.

Dalam ketentuan pengusulan Anggota Majelis Pengawas Wilayah (MPW),

terdiri atas:55

1. Unsur pemerintah oleh Kepala Kantor Wilayah;

2. Unsur organisasi notaris oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia;

3. Unsur ahli/akademis oleh dosen/staf pengajar fakultas hukum atau perguruan

tinggi setempat;

53
Pasal 67 ayat (3) UUJN.
54
Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor : M.02.Pr.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian
Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.
55
Ibid, Pasal 4 ayat (1).

Universitas Sumatera Utara


39

Dalam ketentuan pengusulan anggota Majelis Pengawas Pusat (MPP), terdiri

atas:56

1. Unsur pemerintah oleh Direktur Jenderal Administrasi Hukum umum;

2. Unsur organisasi notaris oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia;

3. Unsur ahli/akademis oleh dekan fakultas hukum universitas yang

menyelenggarakan program magister kenotariatan.

Majelis Pengawas Notaris merupakan perpanjangan tangan dari Menteri

Hukum dan HAM.57 Majelis Pengawas Notaris secara umum mempunyai ruang

lingkup atau berwenang menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan

pelanggaran Kode Etik Notaris atau Pelaksanaan Jabatan Notaris.

B. Kewenangan Dan Tugas Majelis Pengawas Notaris

Dalam setiap organisasi terutama organisasi pemerintahan fungsi pengawasan

adalah sangat penting, karena pengawasan adalah suatu usaha untuk menjamin

adanya kearsipan antara penyelenggara tugas pemerintahan oleh daerah-daerah dan

untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan secara berdaya guna dan

berhasil guna.58 Majelis Pengawas Notaris adalah suatu badan yang mempunyai

kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan

terhadap notaris. Tujuan diadakannya pengawasan dari segi hukum, yaitu agar

pemerintah dalam melakukan tindakannya harus memperhatikan norma-norma

56
Ibid, Pasal 5 ayat (1).
57
Hasil wawancara dengan Sekretaris Majelis Pengawas Daerah Binjai-Langkat.
58
Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Hukum Administrasi Pemerintahan Di
Daerah, Sinar Grafika, Jakarta, 1993, hal 213.

Universitas Sumatera Utara


40

hukum dalam rangka memberi perlindungan hukum bagi rakyat, yang terdiri

dari upaya administratif dan peradilan administratif. 59 Mengingat peranan dan

kewenangan notaris yang sangat penting bagi lalu lintas hukum dalam

kehidupan bermasyarakat, maka perilaku dan tindakan notaris dalam

menjalankan fungsi kewenangan, rentan terhadap penyalahgunaan yang dapat

menimbulkan kerugian bagi masyarakat sehingga lembaga pembinaan dan

pengawasan terhadap notaris perlu diefektifkan.60 Pengawas notaris dibentuk

berdasarkan :

1). Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris;

2). Permenkumham No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara

Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata

Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris;

3). Kepmenkumham Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004 Tentang Pedoman

Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris.

Pada dasarnya pengawasan terhadap notaris dilakukan oleh Menteri dan

dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Majelis Pengawas yang dibentuk oleh Menteri.

Menempatkan kedudukan Majelis Pengawas yang melaksanakan tugas pengawasan

dari Menteri dapat dianggap sebagai menerima tugas dari Menteri (secara atributif)

sebagai pihak yang mempunyai urusan pemerintahan. Dengan demikian kewenangan

59
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara, Rajawali Press, Jakarta, 2002. hal 314.
60
Habib Adjie,Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) sebagai Unifikasi Hukum
Pengaturan Notaris, Renvoi, No. 28, Th. III, 2005, hal 130.

Universitas Sumatera Utara


41

pengawasan terhadap notaris ada pada pemerintah, sehingga berkaitan dengan cara

pemerintah memperoleh wewenang pengawasan tersebut.61

Dengan demikian perlu dikaji kedudukan Majelis Pengawas yang secara

fungsional (dalam fungsinya) telah melakukan urusan pemerintahan. Majelis

Pengawas dalam menjalankan kewenangannya mengeluarkan putusan ditujukan

kepada notaris, baik putusan menjatuhkan sanksi administratif ataupun putusan

mengusulkan untuk memberikan sanksi-sanksi tertentu dari MPW kepada MPP

ataupun MPP kepada Menteri.

Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, menegaskan yang dimaksud dengan

Pengawasan adalah kegiatan yang bersifat preventif dan kuratif termasuk kegiatan

pembinaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas terhadap notaris. Dengan

demikian ada 3 (tiga) tugas yang dilakukan Majelis Pengawas, yaitu: 62

1. Pengawasan Preventif;

2. Pengawasan Kuratif;

3. Pembinaan.

Majelis Pengawas juga diberi wewenang untuk menyelenggarakan sidang

adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris.63 Pemberian wewenang seperti itu

telah memberikan wewenang yang sangat besar kepada Majelis Pengawas. Bahwa

Kode Etik notaris merupakan pengaturan yang berlaku untuk anggota organisasi

61
Habib Adjie, Op cit., Hal 131.
62
Ibid., Hal 144.
63
Pasal 70 huruf a UUJN.

Universitas Sumatera Utara


42

notaris, jika terjadi pelanggaran kode etik notaris tersebut, maka organisasi notaris

melalui Dewan Kehormatan Notaris berkewajiban untuk memeriksa notaris tersebut

dan menyelenggarakan sidang pemeriksaan atas pelanggaran tersebut.

Mengenai kewenangan dan tugas Majelis Pengawas Notaris, ada satu

kewenangan Majelis Pengawas yang perlu untuk diluruskan sesuai aturan hukum

yang berlaku, yaitu atas laporan Majelis Pemeriksa jika menemukan suatu tindak

pidana dalam melakukan pemeriksaan terhadap notaris, maka Majelis Pengawas akan

melaporkannya kepada pihak yang berwenang. Substansi pasal ini telah

menempatkan Majelis Pengawas sebagai pelapor tindak pidana.64

Majelis Pengawas Notaris secara umum mempunyai ruang lingkup atau

berwenang menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran

Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris sebagaimana yang

tertuang dalam Pasal 70 huruf a, Pasal 73 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 77 huruf a dan

b UUJN. Berdasarkan pasal tersebut bahwa Majelis Pengawas Notaris berwenang

untuk melakukan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggatan :

1. Kode Etik;

2. Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris.

Tiap jenjang Majelis Pengawas Notaris mempunyai wewenang masing-

masing dalam melakukan pengawasan dan untuk menjatuhkan sanksi. UUJN tidak

memberikan kewenangan kepada MPD untuk menjatuhkan sanksi apapun terhadap

64
Dwikky Bagus Wibisono, Peranan MPD Terhadap Pengawasan Pelaksanaan Jabatan
Notaris Vol 5 No 1, Jurnal Akta, 2018, Hal 183.

Universitas Sumatera Utara


43

notaris, tetapi hanya MPW dan MPP yang berwenang untuk memberikan sanksi.

MPW berwenang untuk memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis,65 yang

sanksi tersebut bersifat final.66, dan putusan dapat mengusulkan kepada MPP berupa

pemberhentian sementara dari jabatan notaris 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan, dan

dapat mengusulkan kepada MPP untuk memberhentikan secara tidak hormat dari

jabatan notaris.67 Di dalam Pasal 77 huruf c dan d UUJN, MPP berwenang untuk

menjatuhkan sanksi terhadap notaris berupa :

1. Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara;

2. Mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian secara tidak hormat

kepada Menteri.

Adapun penjelasannya secara detail yaitu sebagai berikut :

1. Majelis Pengawas Daerah (MPD)

Wewenang MPD diatur dalam UUJN, Peraturan Menteri Hukum dan HAM

Republik Indonesia Nommor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, dan Keputusan Menteri

Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004. Dalam

Pasal 70 UUJN diatur mengenai wewenang MPD yang berkaitan dengan:

a) Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode

Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris;

65
Pasal 73 ayat (1) huruf e UUJN.
66
Pasal 73 ayat (2).
67
Pasal 73 ayat (1) huruf f UUJN.

Universitas Sumatera Utara


44

b) Melakukan pemeriksaan terhadap protokol notaris secara berkala 1 (satu) kali

dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu;

c) Memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;

d) Menetapkan notaris pengganti dengan memperhatikan usul notaris yang

bersangkutan;

e) Menentukan tempat penyimpanan protokol notaris yang ada pada saat serah

terima protokol notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;

f) Menunjuk notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara protokol

notaris yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam

pasal 11 ayat (4);

g) Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran

Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini;

h) Membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a,

huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan g kepada Majelis Pengawas Wilayah.

Menurut Pasal 71 UUJN, Majelis Pengawas Daerah Notaris berkewajiban :

a) Mencatat dalam buku daftar yang termasuk dalam protocol notaris dengan

menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta serta jumlah surat dibawah

tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak tanggal pemeriksaan terakhir;

b) Membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada Majelis

Pengawas Wilayah notaris, dengan tembusan kepada notaris yang

bersangkutan, Organisasi Notaris dan Majelis Pengawas Pusat;

c) Merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan;

Universitas Sumatera Utara


45

d) Menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain dari

notaris yang merahasiakannya.

e) Menerima laporan masyarakat terhadap notaris dan menyampaikan hasil

pemeriksaan tersebut kepada MPW dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, dengan

tembusan kepada pihak yang melaporkan, notaris yang bersangkutan, MPP,

dan Organisasi Notaris;

f) Menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan cuti.

Wewenang MPD juga diatur dalam Peraturan Menteri Hukun dan HAM

Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 tahun 2004, seperti dalam pasal 13 ayat

(1) dan (2) yang menegaskan bahwa, kewenangan MPD yang bersifat administratif

dilaksanakan oleh ketua, wakil ketua atau salah satu anggota yang diberi wewenang

berdasarkan keputusan rapat MPD, yaitu mengenai :

a) Memberikan izin cuti untuk jangka waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;

b) Menetapkan notaris pengganti;

c) Menentukan tempat penyimpanan protokol notaris yang pada saat serah

terima protokol notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;

d) Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran

Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam undang-undang;

e) Memberi paraf dan menandatangani daftar akta, daftar surat dibawah tangan

yang disahkan, daftar surat dibawah yang yang dibukukan dan daftar surat

lain yang diwajibkan undang-undang;

Universitas Sumatera Utara


46

f) Menerima penyampaian secara tertulis salinan dari daftar akta, daftar surat

dibawah tangan yang disahkan dan daftar surat dibawah tangan yang

dibukukan yang telah disahkannya, yang dibuat pada bulan sebelumnya paling

lambat 15 (lima belas) hari kalender pada bulan berikutnya, yang memuat

sekurang-kurangnya nomor, tanggal dana judul akta.

Wewenang MPD yang bersifat administratif yang memerlukan keputusan

rapat MPD diatur dalam pasal 14 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik

Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, yang berkaitan dengan :

a) Menunjuk notaris yang akan bertindak sebagai pemegang protokol notaris

yang diangkat sebagai pejabat negara;

b) Menunjuk notaris yang akian bertindak sebagai pemegang protokol notaris

yang meninggal dunia;

c) Memberikan persetujuan dan permintaan penyidik, penuntut umum atau

hakim untuk proses peradilan;

d) Menyerahkan fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada

minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris;

e) Memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan

akta yang dibuatnya atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan

notaris.

Wewenang MPD dalam pasal 15 Peraturan Menteri Hukum dan HAM

Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, mengatur mengenai

pemeriksaan yang dilakukan terhadap notaris yaitu :

Universitas Sumatera Utara


47

1). MPD sebelum melakukan pemneriksaan berkala atau pemeriksaan setiap

waktu yang dianggap perlu, dengan terlebih dahulu secara tertulis kepada

notaris yang bersangkutan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja, sebelum

pemeriksaan dilakukan;

2). Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan

jam, hari, tanggal dan nama anggota MPD yang akan melakukan

pemeriksaan;

3). Pada waktu yang ditentukan unntuk melakukan pemeriksaan, notaris yang

bersangkutan harus berada di kantornya dan menyiapkan protokol notaris.

Wewenang MPD dalam pasal 16 Peraturan Menteri Hukum dan HAM

Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, mengatur mengenai

pemeriksaan terhadap notaris yang dilakukan oleh sebuah Tim Pemeriksa, yaitu :

1). Pemeriksaan secara berkala dilakukan oleh Tim Pemeriksa yang terdiri atas 3

(tiga) orang anggota dari masing-masing unsur yang dibentuk oleh MPD yang

dibantu oleh 1 (satu) orang sekretaris;

2). Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menolak untuk

memeriksa notaris yang mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan

darah lurus kesamping sampai dengan derajat ketiga dengan notaris;

3). Dalam hal Tim Pemeriksa mempunyai hubungan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), Ketua MPD menunjuk penggantinya.

Wewenang MPD juga diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM

Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004, seperti tersebut dalam

Universitas Sumatera Utara


48

angka 1 butir 2 mengenai Tugas Majelis Pengawas Notaris, yaitu melaksanakan

kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 70,71 UUJN, Pasal 12 ayat (2),

Pasal 14, 15, 16, dan 17 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia

Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, dan kewenangan lain, yaitu:

1). Menyampaikan kepada MPW tanggapan MPD berkenaan dengan keberatan

atas penolakan cuti;

2). Memberitahukan kepada MPW adanya dugaan unsure pidana yang ditemukan

oleh Majelis Pemeriksa Daerah atas laporan yang disampaikan Kepada

Majelis Pengawas Daerah;

3). Mencatat izin cuti yang diberikan dalam sertifikat cuti;

4). Menandatangani dan member paraf Buku Daftar Akta dan buku khusus yang

dipergunakan untuk mengesahkan tanda tangan surat dibawah tangan dan

untuk membutuhkan surat dibawah tangan;

5). Menerima dan menatausahakan Berita Acara Penyerahan Protokol;

6). Menyampaikan kepada MPW:

a. Laporan berkala 6 (enam) bulan sekali atau pada bulan Juli dan

Januari;

b. Laporan insidentil setiap 15 (lima belas) hari setelah pemberian izin

cuti.

2. Majelis Pengawas Wilayah (MPW)

Kewenangan MPW disamping diatur dalam UUJN, juga diatur dalam

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10

Universitas Sumatera Utara


49

Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor

M.39-PW.07.10 Tahun 2004. Dalam pasal 73 ayat (1) UUJN diatur mengenai

wewenang MPW yang berkaitan dengan :

a) Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas

laporan masyarakat yang disampaikan melalui MPD;

b) Memanggil notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan

sebagaimana dimaksud pada huruf a;

c) Memberikan izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai dengan 1 (satu) tahun;

d) Memeriksa dan memutus atas keputusan MPD yang memberikan rekomendasi

sanksi berupa teguran lisan atau tertulis;

e) Memberikan sanksi baik peringatan lisan maupun peringatan tertulis;

f) Mengusulkan pemberian sanksi terhadap notaris kepada MPP berupa :

1) Pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan

atau;

2) Pemberhentian dengan tidak hormat.

Wewenang MPW menurut pasal 26 Peraturan Menteri Hukum dan HAM

Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, berkaitan dengan

pemeriksaan yang dilakukan oleh MPW, yaitu :

1). Memeriksa dan memutus hasil pemeriksaan MPD;

2). Melakukan pemeriksaan terhadap hasil pemeriksaan MPD dalam jangka

waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sejak berkas diterima;

3). Memanggil pelapor dan terlapor untuk didengar keterangannya;

Universitas Sumatera Utara


50

4). Putusan diucapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari

kalender sejak berkas diterima.

Dalam angka 2 butir 1 Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik

Indonesia Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004, mengenai Tugas Majelis Pengawas

menegaskan bahwa MPW berwenang unntuk menjatuhkan sanksi yang tersebut

dalam Pasal 91A UUJN, dan Pasal 26 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik

Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, kemudian angka 2 butir 2 Keputusan

Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004

mengatur pula mengenai kewenangan MPW, yaitu :

1). Mengusulkan kepada Majelis Pengawas Pusat pemberian sanksi

pemberhentian dengan hormat;

2). Memeriksa dan memutus keberatan atas putusan penolakan cuti oleh MPD;

3). Mencatat izin cuti yang diberikan dalam sertifikat cuti;

4). Melaporkan kepada instansi yang berwenang adanya dugaan unsur pidana

yang diberitahukan oleh MPD.

5). Menyampaikan laporan kepada MPP, yaitu :

a) Laporan berkala setiap 6 (enam) bulan sekali dalam bulan Agustus dan

Februari;

b) Laporan insidentil paling lambat 15 (lima belas) hari setelah putusan

Majelis Pemeriksa.

Universitas Sumatera Utara


51

3. Majelis Pengawas Pusat (MPP)

Kewenangan MPP disamping diatur dalam UUJN, juga diatur dalam

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10

Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor

M.39-PW.07.10 Tahun 2004. Dalam pasal 77 UUJN diatur mengenai wewenang

MPP yang berkaitan dengan :

a) Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan dalam

tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti;

b) Memanggil notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana

dimaksud pada angka (1);

c) Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara;

d) Mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat

kepada Menteri.

Dalam angka 3 butir 1 Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik

Indonesia Nomor M.39-PW.07.10 Than 2004, mengenai Tugas Majelis Pengawas,

bahwa MPP berwenang untuk melaksanakan ketentuan tersebut dalam pasal 77

UUJN, dan kewenangan lain, yaitu :

1). Memberikan izin cuti lebih dari 1 (satu) tahun dan mencatat izin cuti dalam

sertifikat cuti;

2). Mengusulkan kepada Menteri pemberian sanksi pemberhentian sementara;

3). Mengusulkan kepada Menteri pemberian sanksi pemberhentian dengan

hormat;

Universitas Sumatera Utara


52

4). Menyelenggarakan sidang untuk memriska dan mengambil putusan dalam

tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi, kecuali sanksi berupa teguran

lisan dan tertulis;

5). Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil putusan dalam

tingkat banding terhadap penolakan cuti dan putusan tersebut bersifat final.

Dengan demikian berdasarkan dari keselurahan uraian diatas, dapat dilihat

secara umum bahwa Majelis Pengawas Notaris berwenang untuk melakukan :

1). Pengawasan;

2). Pemeriksaan, dan;

3). Menjatuhkan sanksi.

Berdasarkan UUJN, substansi pengawasan notaris tersebut juga tidak hanya

meliputi pelaksanaan Jabatan Notaris berdasarkan UUJN, Kode Etik Jabatan (bukan

kode etik profesi) dan aturan hukum lainnya, tapi juga meliputi perilaku notaris

(Pasal 67 ayat (5) UUJN).68

Bahwa perilaku notaris yang harus diawasi oleh Majelis Pengawas, antara lain

“melakukan perbuatan tercela” adalah melakukan perbuatan yang bertentangan

dengan norma agama, norma keasusilaan dan norma adat dan “Perbuatan yang

merendahkan kehormatan dan martabat notaris”, misalnya berjudi, mabuk,

menyalahgunakan narkoba, dan berzinah.

68
Majalah Berita Bulanan Notaris/PPAT, RENVOI NO. 22/Th.II/Maret 2005, PT. Jurnal
Renvoi Mediatama, Jakarta, 2005, hal 36.

Universitas Sumatera Utara


53

Mengenai penjatuhan sanksi terhadap notaris pada dasarnya tidak semua

Majelis Pengawas Notaris mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi. Adapun

penjelasanya sebagai berikut :

1). MPD tidak mempunyai kewenangan untuk menjatuhkan sanksi apapun.

Meskipun MPD mempunyai wewenang untuk menerima laporan dari

masyarakat dan dari notaris lainnya dengan menyelenggarakan sidang untuk

memeriksa adanya gugatan pelanggaran Kode Etik notaris atau pelanggaran

pelaksanaan jabatan notaris, tapi tidak diberi kewenangan untuk menjatuhkan

sanksi apapun. Dalam hal ini, MPD hanya berwenang untuk melaporkan hasil

sidang dan pemeriksaannya kembali kepada MPW dengan tembusan kepada

pihak yang melaporkan, notaris yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat

dan Organisasi Notaris (Pasal 71 huruf e UUJN).

2). MPW dapat menjatuhkan sanksi teguran lisan atau tertulis.

MPW hanya dapat menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis, dan

sanksi ini bersifat final. Disamping itu mengusulkan pemberian sanksi

terhadap notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa pemberhentian

sementara dari jabatan notaris selama 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam)

bulan, atau pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatan notaris.

Sanksi dari MPW berupa teguran lisan dan teguran tertulis yang bersifat final

tidak dapat dikategorikan sebagai sanksi, tapi merupakan tahap awal dari

aspek prosedur paksaan nyata untuk kemudian dijatuhi sanksi yang lain,

seperti pemberhentian sementara dari jabatannya.

Universitas Sumatera Utara


54

3). MPP dapat menjatuhkan sanksi terbatas

Pasal 77 huruf c UUJN menentukan bahwa MPP berwenang menjatuhkan

sanksi pemberhentian sementara. Sanksi seperti ini merupakan masa

menunggu dalam jangka waktu tertentu sebelum dijatuhkan sanksi yang lain,

seperti sanksi pemberhentian tidak hormat dari jabatan notaris atau

pemberhentian dengan hormat dari jabatan notaris. Sanksi-sanksi yang

lainnya MPP hanya berwenang untuk mengusulkan :

a) Pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat dari

jabatannya kepada Menteri (Pasal 77 huruf d UUJN);

b) Pemberian sanksi berupa pemberhentian tidak hormat dari jabatannya

dengan alasan tertentu.

Dalam melakukan pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi, Majelis

Pengawas harus berdasarkan kewenangan yang telah ditentukan UUJN sebagai acuan

untuk mengambil keputusan. Hal ini perlu dipahami karena anggota Majelis

Pengawas tidak semua berasal dari notaris, sehingga tindakan atau keputusan dari

Majelis Pengawas harus mencerminkan tindakan suatu Majelis Pengawas sebagai

suatu badan, bukan tindakan anggota Majelis Pengawas yang dianggap sebagai

tindakan instansi.

C. Peranan Majelis Pengawas Daerah Dalam Melakukan Pembinaan Dan


Pengawasan Terhadap Notaris Di Tingkat Kabupaten/Kota

Universitas Sumatera Utara


55

Setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,

terdapat beberapa perubahan ketentuan yang mengatur pengawasan dan pembinaan

yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris. 69 Majelis Pengawas Notaris dalam

menjalankan kewenangannya mengeluarkan putusan yang ditujukan kepada notaris,

baik putusan menjatuhkan sanksi administratif ataupun putusan mengusulkan untuk

memberikan sanksi-sanksi tertentu dari MPW kepada MPP ataupun MPP kepada

Menteri.70

Kewenangan pengawasan dan pemeriksaan terhadap notaris adalah Menteri

Hukum dan HAM yang dalam pelaksanaannya membentuk Majelis Pengawas

Notaris. Wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap notaris secara atributif

ada pada Menteri sendiri, yang dibuat, diciptakan, dan diperintahkan dalam undang-

undang sebagaimana tersebut dalam Pasal 67 ayat (1) UUJN.

Dalam melakukan pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi Majelis


Pengawas harus berdasarkan kewenangan yang telah ditentukan oleh UUJN
sebagai acuan untuk mengambil keputusan, hal ini perlu dipahami karena
anggota Majelis Pengawas tidak semuanya berasal dari notaris, sehingga
tindakan atau keputusan dari Majelis Pengawas harus mencerminkan tindakan
suatu Majelis Pengawas sebagai suatu badan, bukan tindakan anggota Majelis
Pengawas yang dianggap sebagai tindakan Majelis Pengawas. 71

69
Eureika Kezia Sakudu dan Wahyuni Syafitri, Peranan MPW Dalam Melakukan
Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Jabatan Notaris Terkait UUJN, Jurnal Akta, 2017, Hal 69.
70
Dalam hal ini Majelis Pengawas Daerah tidak diberikan kewenangan oleh peraturan yang
mengatur tentang pemberian sanksi kepada notaris. Sebab kewenangan yang dapat memberikan sanksi
kepada notaris hanya dimiliki oleh Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat. Majelis
Pengawas Daerah hanya dapat memberikan laporan kepada Majelis Pengawas Wilayah tentang notaris
yag melakukan pelanggaran.
71
Dwikki Bagus Wibisono, Op.cit., hal 183.

Universitas Sumatera Utara


56

Dengan demikian jika Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia yang

secara atribusi mempunyai kewenangan pengawasan yang kemudian didelegasikan

kepada Majelis Pengawas, maka Menteri telah memberikan kewenangan kepada

Majelis Pengawas Notaris untuk melakukan suatu tindakan yang sesuai dengan

wewenangnya, termasuk mengeluarkan aturan-aturan yang penting agar Majelis

Pengawas Notaris bisa jalan, akan tetapi dengan keluarnya Peraturan Menteri Hukum

dan HAM Republik Indonesia Nomor M.03.HT.03.10 Tahun 2007 Tentang

Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris, Menteri masih mengintervensi

dan ingin menarik kembali delegasinya yang sudah diberikan kepada Majelis

Pengawas Notaris.

Pengawasan notaris dibedakan antara perilaku dan tindakan yang dilakukan

notaris dalam menjalankan jabatannya oleh Majelis Pengawas, sedangkan perilaku

dan tindakan yang dilakukan oleh notaris diluar menjalankan jabatannya diawasi oleh

Dewan Kehormatan Notaris. Pengawasan tersebut pada dasarnya adalah merupakan

wujud dari perlindungan hukum terhadap notaris itu sendiri oleh karena dengan

adanya suatu pengawasan, maka setiap notaris dalam berperilaku dan tindakannya

baik dalam menjalankan jabatannya maupun diluar jabatannya selalu dalam koridor

hukum.

Peranan Majelis Pengawas Notaris adalah melaksanakan pengawasan

terhadap notaris, agar dalam menjalankan tugas jabatannya tidak menyimpang dari

kewenangannya dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Disamping itu juga melakukan pengawasan, pemeriksaan dan menjatuhkan sanksi

Universitas Sumatera Utara


57

terhadap notaris yang melakukan pelanggaran. Sedangkan fungsi Majelis Pengawas

Notaris adalah agar segala hak dan kewenangan maupun kewajiban yang diberikan

kepada notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sebagaimana yang diberikan oleh

peraturan perundang-undangan yang berlaku, senantiasa dilakukan diatas jalur yang

telah ditentukan, bukan hanya jalur hukum, tetapi juga atas dasara moral dan etika

demi terjaminnya perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pihak yang

membutuhkannya. Dan peranan Majelis Pengawas Notaris ini sangat penting didalam

dunia kenotariatan.

Adapun tujuan pengawasan notaris adalah memenuhi persyaratan-persyaratan

dan menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perundang-

undangan yang berlaku demi pengaman kepentingan masyarakat umum. Karena

notaris dihadirkan untuk melayani kepentingan masyarakat yang membutuhkan alat

bukti berupa akta autentik sesuai permintaan kepada notaris. Mekanisme pengawasan

yang dilakukan secara terus menerus terhadap notaris di dalam menjalankan tugas

dan jabatannya dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor

M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota,

Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, dan Tata Cara Pemeriksaan

Majelis Pengawas. Dalam ketentuan UUJN, terdapat banyak perubahan mengenai

Kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan pengawasan dan

pembinaan terhadap Notaris.

Universitas Sumatera Utara


58

Tugas Majelis Pengawas Daerah Notaris adalah melakukan pembinaan dan

pengawasan terhadap notaris di tingkat Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud

dalam UUJN serta Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan

Anggota, Pemberhetian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara

Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004 tentang

Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris. Masa Jabatan Anggota

Majelis Pengawas Daerah adalah 3 (tiga) tahun terhitung sejak pengangkatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (4) UUJN.

Adapun mengenai pengaturan pembentukan MPD telah diatur dalam Pasal 69

UUJN yang menyebutkan bahwa:

1) Majelis Pengawas Daerah dibentuk di Kabupaten/Kota;

2) Keanggotaan Majelis Pengawas Daerah terdiri atas unsur sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3) UUJN;

a) Dalam hal ini suatu Kabupaten/Kota, jumlah notaris tidak sebanding

dengan jumlah anggota Majelis Pengawas Daerah, dapat dibentuk

Majelis Pengawas Daerah gabungan untuk beberapa

Kabupaten/Kota72;

72
Pada pasal 69 ayat (2a) merupakan refleksi dari keadaan pengawasan notaris selama ini.
Sebelum adanya perubahan ini, pengawasan Majelis Pengawas Daerah berdasarkan wilayah
kabupaten/kota.

Universitas Sumatera Utara


59

3) Ketua dan wakil ketua Majelis Pengawas Daerah dipilih dari dan oleh anggota

sebagaimana dimaksud pada ayat (2);

4) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Daerah

adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali;

5) Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang

ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Daerah.

Sebagai suatu badan yang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

notaris di tingkat Kabupaten/Kota, tentunya Majelis Pengawas Daerah sangat

berperan penting dalam melaksanakan fungsi tersebut. Hal ini dikarenakan Majelis

Pengawas Daerah merupakan wakil atau perpanjangan tangan dari Kemenkumham

Republik Indonesia untuk tingkat Kabupaten/Kota yang memiliki tugas untuk

melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap notaris agar notaris dapat

melakukan tugas dan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Selain itu juga, hal ini bertujuan agar notaris dapat menjalankan

tugasnya sebagai pejabat umum dengan benar dan dapat meminimalisir terjadinya

pelanggaran yang dilakukan oleh notaris dalam menjalankan jabatannya karena

adanya pembinaan dan pengawasan yang langsung diawasi oleh badan atau lembaga

resmi dari pemerintah yaitu dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia melalui Majelis Pengawas Daerah.

Dengan dibentuknya Majelis Pengawas Notaris oleh Kementerian Hukum dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia ini merupakan suatu hal yang efektif dalam

melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap notaris-notaris yang ada di

Universitas Sumatera Utara


60

Indonesia. Hal ini dikarenakan dengan dibentuknya Majelis Pengawas ini dapat

mempermudah kinerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia sebagai pemerintahan yang menjadi induk dari notaris-notaris yang ada di

Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

IMPLEMENTASI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN NOTARIS OLEH


MAJELIS PENGAWAS DAERAH TERHADAP NOTARIS DI DAERAH
BINJAI-LANGKAT

A. Implementasi Pembinaan Dan Pengawasan Notaris Oleh MPD Binjai-


Langkat

Berdasarkan Pasal 7 Permen Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, Majelis

Pengawas Notaris sebelum melaksanakan wewenang dan tugasnya mengucapkan

sumpah/janji jabatan dihadapan pejabat yang mengangkatnya. Berdasarkan Pasal 3

Permen nomor M.02.PR08.10 Tahun 2004, anggota MPD diangkat oleh Kepala

Kantor Wilayah. Sedangkan untuk pemilihan Ketua MPD Binjai-Langkat sendiri

dipilih berdasarkan keputusan hasil rapat anggota MPD Binjai-Langkat yang

dilakukan. Para anggota MPD Binjai-Langkat tersebut telah diambil sumpah dan

pelantikannya oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Hak Asasi

Manusia Sumatera Utara yang berkantor di Kota Medan.

Kakanwil Kemenkumham mengharapkan peran aktif MPD agar kewenangan

dan tanggung jawab notaris selaku Pejabat Pembuat Akta Autentik bisa dilaksanakan

dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku dengan harapan agar akta yang dibuat oleh notaris lebih berkualitas sebagai

alat bukti yang kuat dan sah dalam pembuktian yang pada akhirnya dapat

meninngkatkan kepercayaan masyarakat terhadap jabatan notaris. Berdasarkan hasil

wawancara terhadap salah satu anggota MPD Binjai-Langkat bahwa Formasi notaris

61
Universitas Sumatera Utara
62

yang terdapat di daerah Binjai-Langkat adalah sebanyak 165 orang. Yang mana

terbagi menjadi 2 bagian daerah yaitu Binjai sebanyak 73 orang notaris dan Langkat

sebanyak 92 orang notaris.

Program kerja MPD Binjai-Langkat adalah melakukan salah satu tugas dan

kewenangan dari Majelis Pengawas yaitu pemeriksaan terhadap protokol notaris.

Untuk keperluan pemeriksaan rutin maupun waktu tertentu sesuai kebutuhan.

Menurut hasil wawancara dengan salah satu anggota MPD Binjai-Langkat,

disebutkan bahwa pengawasan dan pemeriksaan kepada notaris di daerah Binjai-

Langkat dilakukan dengan 2 (dua) mekanisme yaitu mekanisme langsung dan tidak

langsung.73

Pengawasan dan pemeriksaan secara langsung

Pengawasan dan pemeriksaan secara langsung yang dilakukan oleh Majelis

Pengawas Daerah Binjai-Langkat dilaksanakan setiap 1 (satu) kali dalam waktu 1

(satu) tahun. Dalam melaksanakan pengawasan terhadap notaris di daerah Binjai-

Langkat yang berjumlah kurang lebih 165 kantor notaris, pengawasan dan

pemeriksaan dilakukan secara berkala. Kemudian dalam melakukan pengawasan dan

pemeriksaan secara langsung selain dilakukan pengawasan dan pemeriksaan secara

berkala oleh MPD Binjai-Langkat, juga dilaksanakan pada waktu tertentu. Waktu

tertentu ini adalah pemeriksaan yang dilaksanakan beberapa kali setiap tahunnya atau

hanya bersifat penting. Maksudnya yaitu pengawasan dan pemeriksaan hanya

73
Hasil wawancara dengan Bapak Enrico Naibaho, SH selaku Anggota MPD Binjai-Langkat
yang dilakukan pada tanggal 6 Mei 2019.

Universitas Sumatera Utara


63

dilakukan apabila diperlukan atau dalam keadaaan mendesak untuk keperluan dari

Majelis Pengawas Daerah Binjai-Langkat. Berdasarkan hasil wawancara dengan

salah satu anggota MPD Binjai-Langkat disebutkan bahwa pemeriksaan secara

langsung ini tidak dilakukan terhadap notaris yang sudah disiplin dalam melakukan

kewajiban administratifnya kepada MPD Binjai-Langkat berdasarkan riwayat laporan

yang bagus dari notaris tersebut. Secara tidak langsung bahwasanya tidak semua

notaris di Binjai-Langkat dilakukan pemeriksaan langsung oleh MPD. Hal ini

dikarenakan waktu yang diberikan kepada MPD Binjai-Langkat dalam melakukan

pengawasan dan pemeriksaan secara langsung sangat terbatas. MPD Binjai-Langkat

hanya diberikan waktu untuk melakukan pemeriksaan terhadap notaris selama 3 hari.

Sehingga MPD hanya melakukan pemeriksaan langsung kepada notaris-notaris yang

terindikasi melakukan pelanggaran-pelanggaran atau tidak disiplin dalam

melaksanakan tugasnya sebagai notaris.

Pengawasan dan Pemeriksaan secara tidak langsung

Pengawasan dan pemeriksaan terhadap notaris secara tidak langsung yaitu

dilakukan dengan inventarisasi. Inventarisasi yang dimaksudkan disini adalah MPD

Binjai-Langkat mengumpulkan dan merekapitulasi laporan bulanan yang masuk

berdasarkan laporan wajib yang diberikan notaris kepada MPD Binjai-Langkat.

Laporan disini adalah laporan protokol dari notaris sendiri.

Selain itu, pengawasan dan pemeriksaan yang dilakukan MPD Binjai-Langkat

terhadap notaris juga dapat bersumber dari laporan masyarakat terkait pelanggaran

yang dilakukan oleh notaris dilapangan. Adapun tata cara pengawasan dan

Universitas Sumatera Utara


64

pemeriksaan yang dilakukan oleh MPD Binjai-Langkat terhadap laporan masyarakat

tentang adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan notaris harus bersifat tertulis dan

disampaikan dalam bahasa Indonesia yang disertai dengan alat bukti yang cukup serta

identitas pelapor juga harus jelas. Laporan akan diterima oleh Sekretariat MPD

Binjai-Langkat melalui Sekretaris, yang akan ditelaah dan dikaji dari segi formal

laporan baik identitas, bukti permulaan, identitas notaris yang dilaporkan, serta dari

segi materiil laporan seperti apakah laporan tersebut merupakan salah satu bagian

kewenangan dari MPD atau tidak.

Jika laporan dinyatakan lengkap, maka laporan akan diterima oleh sekretraris,

dan apabila terdapat kekurangan secara formal maka akan dikembalikan untuk

dilengkapi, serta jika dari segi materiil tidak memenuhi persyaratan akan ditolak

dengan penyampaian secara tertulis dari MPD. Laporan yang telah diterima akan

deregister oleh sekretaris dalam buku register perkara MPD dan diberikan nomor

register. Laporan yang telah deregister akan disampaikan kepada ketua MPD untuk

dapat dikaji lebih lanjut dan selanjutnya ditetapkan Majelis Pemeriksa paling lambat

3 (tiga) hari setelah perkara diregister yang terdiri dari 3 orang anggota yang terdiri

dari ketiga unsur (Birokrasi, Akademisi, dan Profesi Notaris) yang dibantu oleh

seorang sekretaris melalui Surat Penetapan Majelis Pemeriksa Notaris, dengan

menunjuk salah satu unsur sebagai Ketua Majelis Pemeriksa dalam waktu paling

lama 5 (lima) hari kerja dari tanggal register perkara.

Penetapan ketua MPD ditindaklanjuti dengan pemberitahuan kepada para

majelis terkait adanya penetapan serta laporan masyarakat yang kemudian

Universitas Sumatera Utara


65

diagendakan hari pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa. Pemeriksaan yang dilakukan

Majelis tersebut harus sudah terselesaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak

perkara tersebut deregister. Setelah hari pertama ditentukan, Majelis memerintahkan

sekretaris untuk memanggil kedua belah pihak (pelapor dan terlapor), dengan surat

panggilan yang sudah diterima paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum hari

pemeriksaan dilakukan, dan dalam keadaan mendesak, panggilan dapat dikirim

melalui Fax-email dan segera disusul dengan surat panggilan.

Pada pemeriksaan pertama para pihak wajib hadir, untuk mendengarkan

laporan dari pihak pelapor dan dapat ditanggapi oleh terlapor berdasarkan bukti yang

dimiliki. Jika pada pemeriksaan pertama pihak pelapor tidak hadir walaupun telah

dipanggil dengan patut maka pemeriksaan pertama ditunda dan dilakukan

pemanggilan kedua. Dan apabila pada pemeriksaan kedua pelapor tidak dating juga

maka laporan dinyatakan gugur dan tidak dapat diajukan kembali. Kemudian jka

terlapor tidak hadir pada pemeriksaan pertama maka dipanggil untuk kedua kalinya,

dan jika pada saat pemeriksaan kedua tidak hadir maka pemeriksaan dilanjutkan dan

diputus tanpa kehadiran terlapor. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup untuk umum.

Hasil pemeriksaan yang dituangkan keadaan Berita Acara Pemeriksaan yang

ditandatangani ketua dan juga anggota Majelis Pengawas Daerah Binjai-Langkat

mengirimkan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi berserta kelengkapannya kepada

Majelis Pengawas Wilayah Sumatera Utara.

Hasil dari pemeriksaan oleh tim pemeriksa yang tertuang dalam berita acara

pemeriksaan dievaluasi untuk menilai tingkat kepatuhan notaris terhadap UUJN dan

Universitas Sumatera Utara


66

Kode Etik Notaris, dan hasil evaluasi tersebut yang dijadikan pertimbangan dalam

melakukan pembinaan dan pengawasan notaris.

Untuk mencapai sebuah praktek pembinaan dan pengawasan yang ideal, pada

prinsipnya pembinaan dan pengawasan sangat bergantung kepada bagaimana

pembinaan dan pengawasan itu dijalankan.74 Dengan kata lain, pelaksanaan

pengawasan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapai

melalui kegiatan tersebut. Oleh karena itu, langkah-langkah yang diambil oleh

Majelis Pengawas Notaris dalam melakukan pembinaan dan pengawasan haruslah

dipikirkan secara cermat, dan teliti agar tepat sasaran.

Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh MPD Binjai-Langkat dalam rangka

pembinaan dan pengawasan terhadap notaris di Binjai-Langkat, diantaranya :

a) Menerangkan dan menerapkan mengenai pengawasan yang bersifat preventif

dan kuratif, yakni melakukan pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran

jabatan notaris dan melakukan pembinaan terhadap notaris itu sendiri yang

mengacu kepada apa yang diatur dalam UUJN, Permen dan Kepmen.

b) Pengawasan yang bersifat preventif dan kuratif yang dilakukan oleh MPD

Binjai-Langkat meliputi perilaku notaris dan pelaksanaan jabatan notaris.

c) MPD Binjai-Langkat juga akan melakukan sosialisasi-sosialisasi kepada

pihak-pihak yang terkait dengan profesi notaris antara lain yaitu unsur

masyarakat, unsur akademis, Kepolisisan Republik Indonesia, dan terutama

74
Didit Wiranto, Peranan Majelis Pengawas Terhadap Pengawasan Pelaksanaan Tugas
Jabatan Notaris Di Kabupaten Sleman, Jurnal Akta, Vol 5 No.1, 2018, Hal 132.

Universitas Sumatera Utara


67

terhadap notaris yang berada dibawah kewenangan nya. Sosialisasi ini

bertujuan untuk agar pihak-pihak tersebut diatas dapat lebih memahami

tentang keberadaan lembaga pengawas notaris, mengenai kewenangannya

dalam menjaga penegakkan kode etik notaris dan pelaksanaan tugas jabatan

notaris. Dan selain itu, sosialisasi ini juga bertujuan untuk agar masyarakat

sebagai pengguna jasa notaris dapat lebih mengetahui hak dan kewajibannya

sehingga apabila dikemudian hari terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh

notaris, masyrakat dapat melaporkan pelanggaran tersebut kepada MPD.

Berkaitan dengan salah satu upaya yang dilakukan MPD Binjai-Langkat

dalam melaksanakan pengawasan terhadap notaris, yakni melakukan pengawasan

yang preventif dan kuratif, maka berdasarkan ketentuan-ketentuan diatas, dapat

diidentifikasikan kewenangan-kewenangan mana saja yang termasuk pengawasan

yang bersifat preventif dan kewenangan-kewenangan mana saja yang bersifat kuratif,

sebagai berikut :

a) Kewenangan-kewenangan yang bersifat preventif yaitu dimana kewenangan

tersebut bersifat administratif yang lebih mengatur tentang cara prosedural

dan protokol kenotariatan.

b) Kewenangan-kewenangan yang bersifat kuratif yaitu antara lain adalah hal-

hal yang mengatur tentang pengambilan tindakan terhadap dugaan-dugaan

pelanggaran yang dilakukan oleh notaris terhadap UUJN dan Kode Etik.

Universitas Sumatera Utara


68

Dalam hal untuk pembinaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah

Binjai-Langkat terhadap notaris dilakukan setiap kali Majelis Pengawas melakukan

pengawasan dan pemeriksaan secara langsung ke kantor notaris. Dan pembinaan

disampaikan kepada para notaris secara lisan yang disampaikan langsung oleh

Majelis pengawas yang datang langsung ke kantor notaris yang bersangkutan.

Pada waktu pemeriksaan dilakukan, notaris yang bersangkutan wajib berada

dikantornya dan mempersiapkan semua protokol yang akan diperiksa, yang terdiri

dari :

a) Minuta Akta;

b) Buku Daftar Akta Atau Reportorium;

c) Buku Khusus Untuk Mendaftarkan Surat Di Bawah Tangan Yang Disahkan

Tandatangannya Dan Surat Dibawah Tangan Yang Dibukukan;

d) Buku Daftar Nama Penghadap Atau Klapper Dari Daftar Akta Dan Daftar

Surat Dibawah Tangan Yang Disahkan;

e) Buku Daftar Protes;

f) Buku Daftar Wasiat; dan

g) Buku Daftar Lain Yang Harus Disimpan Oleh Notaris Berdasarkan

Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.

Selain hal-hal yang disebutkan diatas, tim pemeriksa juga memeriksa antara

lain : Kondisi Kantor Notaris, Surat Pengangkatan Sebagai Notaris Dan Berita Acara

Sumpah Jabatan, Surat Keterangan Izin Cuti Notaris Serta Sertifikat Cuti Notaris,

Universitas Sumatera Utara


69

Keadaan Arsip, Keadaan Penyimpanan Akta, Laporan Bulanan, Uji Petik Terhadap

Akta, Jumlah Pegawai, dan Sarana Kantor.

Untuk selanjutnya, tim pemeriksa mencatat pada buku daftar dan bundel

minuta yang termasuk dalam protokol notaris dengan menyebutkan tanggal

pemeriksaan, jumlah akta serta jumlah surat dibawah tangan yang disahkan dan

dibuat sejak tanggal terakhir pemeriksaan. Hasil dari pemeriksaan oleh tim pemeriksa

yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan di evaluasi untuk menilai tingkat

kepatuhan notaris terhadap UUJN dan Kode Etik Notaris dan hasil evaluasi tersebut

yang dijadikan pertimbangan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan notaris.

B. Kendala - Kendala Yang Dihadapi MPD Binjai-Langkat Dalam


Melaksanakan Pembinaan Dan Pengawasan Notaris Di Daerah Binjai-
Langkat Beserta Penangulangannya

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Enrico Naibaho, SH selaku anggota

MPD Binjai-Langkat, terdapat beberapa faktor kendala-kendala dalam praktek

pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap notaris di Binjai-Langkat yang

berakibat tidak sempurnanya pelaksanaan pembinaan dan pengawasan , yaitu: 75

a) Keterbatasan dana yang diberikan pemerintah sering menjadi kendala bagi

Majelis Pengawas Daerah Binjai-Langkat dalam melakukan pembinaan dan

pengawasan. Dana yang seharusnya disediakan oleh Kantor Wilayah

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Provinsi


75
Hasil wawancara dengan Anggota MPD Binjai-Langkat yang dilakukan pada tanggal 6 Mei
2019.

Universitas Sumatera Utara


70

Sumatera Utara atau iuran dari masing-masing notaris yang ada di Binjai-

Langkat masih terbatas sehingga tidak cukup untuk pelaksanaan pembinaan

dan pengawasan notaris di seluruh daerah Binjai-Langkat. Perlunya

penganggaran kegiatan MPD yang bersifat pembinaan mengutamakan

pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah upaya yang dilakukan MPD

untuk melakukan pengawasan dengan melakukan pencegahan terjadinya

kesalahan dalam menjalankan jabatannya. Hakl tersebut dapat dilaksanakan

dengan melakukan sosialisasi terhadap Peraturan Perundang-Undangan terkait

Kenotariatan dan Kode Etik Kepada Notaris. MPD Binjai-Langkat mengalami

kesulitan dalam hal pembiayaan yang digunakan untuk melaksanakan

peninjauan ke kantor-kantor notaris yang ada di daerah Binjai-Langkat;

b) Keterbatasan waktu para anggota MPD Binjai-Langkat yang terlalu sibuk

dalam pekerjaan masing-masing baik sebagai dosen, notaris maupun pegawai

negeri di instansi terkait. Dengan adanya keterbatasan waktu ini, maka para

anggota MPD yang akan melakukan pembinaan dan pengawasan kesulitan

dalam membagi waktu dan mensikronkan waktu mereka bersama untuk dapat

melaksanakan fungsi dari Majelis Pengawas Daerah tersebut.

c) Tidak terdapatnya sebuah kantor sekretariat khusus untuk MPD, karena

sampai sekarang Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi

Manusia Provinsi Sumatera Utara menjadi secretariat bagi MPD dan tentunya

menganggu peran melaksanakan tugas pengawasan dalam segi administratif

pencatatan laporan dari masyarakat tentang notaris yang telah melanggar

Universitas Sumatera Utara


71

ketentuan jabatan notaris yang harus dilakukan oleh Majelis Pengawas

Notaris di Binjai-Langkat.

d) Notaris yang kurang kooperatif dan aktif dengan MPD Binjai-Langkat terkait

dengan hal-hal yang berkaitan dengan administratif.76 Notaris memiliki

kewajiban untuk melaporkan hal-hal tertentu kepada Majelis Pengawas

Daerah seperti misalnya laporan bulanan notaris, rekomendasi cuti,

rekomendasi pindah, dan sebagainya. Dengan adanya laporan tersebut, maka

ada juga admistrasi yang harus dilengkapi. Tapi dalam prakteknya, notaris

masih kurang kooperatif dalam hal tersebut. Majelis Pengawas Daerah Binjai-

Langkat memberikan Conduite yang merupakan keterangan yang menyatakan

bahwa notaris yang bersangkutan menjalankan tugasnya dengan baik dan

benar. Kalau kewajiban seorang notaris itu tidak dilengkapi dan dijalankan

dengan benar, maka MPD tidak bisa mengeluarkan yang namanya Conduite

tersebut.

e) MPD tidak diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan atau

memberikan sanksi kepada para notaris yang melakukan pelanggaran. Hal ini

merupakan sesuatu yang penting, dikarenakan Majelis Pengawas Daerah

berhadapan langsung dengan notaris-notaris di lapangan. Sehingga notaris

notaris yang ketahuan melakukan pelanggaran dapat langsung diberikan

sanksi oleh MPD tanpa harus melapor dahulu kepada MPW. Dan hal ini

76
Hasil wawancara dengan Ibu Martina Lova, SH, MH selaku Sekretaris MPD Binjai-Langkat
yang dilakukan pada tanggal 06 Mei 2019.

Universitas Sumatera Utara


72

membuat MPD menjadi lebih dihargai dan dihormati oleh notaris. Karena hak

menjatuhkan sanksi ada juga pada MPD.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat 11 Kode Etik Notaris, setiap anggota

INI diwajibkan membayar uang iuran secara tertib, sedangkan tidak ada

peraturan baik dalam UUJN maupun peraturan pelaksanaannya yang

mewajibkan notaris untuk membayar uang iuran kepada MPD, karena Majelis

Pengawas dibentuk oleh Kemenkumham, sehingga dana yang dikeluarkan

sehubungan dengan pelaksanaan pengawasan tersebut dialirkan oleh

Kemenkumham.

Sehubungan dengan kesibukan dari masing-masing anggota MPD Binjai-

Langkat melakukan pekerjaan utamanya, sehingga komunikasi antar anggota

menjadi kurang baik dimana hal tersebut menjadi salah satu penghambat pelaksanaan

pembinaan dan pengawasan notaris di daerah Binjai-Langkat seharusnya tidak perlu

terjadi. Hal ini dikarenakan tiap-tiap orang yang menerima usulan pengangkatan

dirinya sebagai anggota MPD dari masing-masing unsur sudah seharusnya mampu

mengatur waktunya masing-masing dalam menjalankan pekerjaannya dan

bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan jabatan yang diembannya sebagai

anggota MPD.77

77
Untuk itu, setiap anggota MPD yang terpilih harus bisa menyesuaikan waktunya untuk
melaksanakan tugas sebagai anggota MPD demi berjalannya fungsi dan tugas MPD dengan baik dan
benar. Selain itu juga, MPD harus memberikan waktu khusus kepada anggota MPD tanpa harus
menyesuaikan diri dengan waktu yang dimiliki oleh anggota, akan tetapi anggota lah yang harus patuh
dengan waktu yang sudah ditentukan oleh MPD.

Universitas Sumatera Utara


73

Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh MPD Binjai-Langkat

untuk menjalankan fungsi pengawasan yang tidak berjalan secara keseluruhan

terhadap para notaris di Binjai-Langkat, yaitu78 :

a) Bahwa untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam melaksanakan pembinaan

dan pengawasan terhadap para notaris di Binjai-Langkat yaitu dengan

penambahan dana yang diajukan ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum

Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Provinsi Sumatera Utara. Jika

dana yang disediakan Kemenkumham tidak cukup, MPD dapat mengajukan

proposal untuk menambah anggaran kementerian sehubungan dengan

pelaksanaan pembinaan dan pengawasan notaris yang sebaiknya disampaikan

dengan melampirkan keterangan dan bukti yang cukup mengenai hal tersebut.

b) Bahwa untuk mengatasi kendala waktu, dalam pelaksanaan pembinaan dan

pengawasan terhadap para notaris di Binjai-Langkat, MPD Binjai-Langkat

memberikan waktu khusus atau yang terjadwal yang harus diikuti oleh para

majelis pengawas untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

notaris. Karena jika menunggu waktu kosong dari para majelis pengawas,

makasulit untuk menyediakan waktu dan mensinkronkan waktu yang sama

untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan tersebut. Karena tugas dan

tanggung jawab majelis pengawas sudah menjadi konsekuensi bagi mereka

78
Hasil wawancara dengan Anggota MPD Binjai-Langkat yang dilakukan pada tanggal 6 Mei
2019.

Universitas Sumatera Utara


74

untuk melungkan waktu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai

anggota MPD.

c) Bahwa untuk mengatasi kendala notaris yang kurang kooperatif dalam

pelaksanaan tugas dan kewajibannya terhadap MPD. Maka MPD melakukan

sosialisasi dan himbauan kepada para notaris yang bersangkutan. Baik melalui

lisan dan tulisan agar lebih kooperatif lagi dalam melakukan laporan atau

semacamnya yang berhubungan dengan administrasi kenotariatan.

Semua kendala-kendala yang dihadapi oleh Majelis Pengawas Daerah Binjai-

Langkat merupakan kendala-kendala yang mereka hadapi dilapangan dalam proses

pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah kepada

notaris-notaris yang terdapat di daerah Binjai-Langkat.

Kendala-kendala tersebut dapat diminimalisir apabila adanya perhatian yang

lebih yang diberikan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia terhadap Majelis Pengawas Notaris dengan memberikan fasilitas yang

memadai untuk menjalankan tugas dan fungssi dari Majelis Pengawas Notaris dan

juga dengan adanya kooperatif notaris dalam menjalankan jabatannya.

C. Pelanggaran-Pelanggaran Yang Terjadi Terhadap Notaris Di Daerah Binjai-


Langkat

Berbicara mengenai pelanggaran-pelanggaran jabatan notaris atau

pelanggaran Kode Etik Notaris, pada saat seorang notaris melakukan kesalahan-

kesalahan yang menyangkut profesinya, maka satu-satunya institusi yang berwenang

Universitas Sumatera Utara


75

untuk memeriksa dan mengadilinya adalah Peradilan Profesi Notaris, yang dijalankan

oleh Majelis Pengawas Notaris secara berjenjang, hal ini untuk memberikan jaminan

hukum bagi profesi notaris, terutama untuk menghindari campur tangan pihak

manapun.79

Berdasarkan pasal 16 ayat (1) butir (a) UUJN, dalam menjalankan jabatannya

notaris berkewajiban bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Berkaitan dengan hal itu

disebutkan juga dalam pasal 3 angka 4 kode etik notaris bahwa notaris harus

bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab berdasarkan

peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan notaris. Jujur baik terhadap

diri sendiri, terhadap klien, dan terhadap profesi. Mandiri, dalam arti dapat

menyelenggarakan kantor sendiri, tidak bergantung pada orang atau pihak lain serta

tidak menggunakan jasa pihak lainnya yang dapat mengganggu kemandirian. Tidak

berpiahk, berarti tidak membela/menguntungkan salah satu pihak dan selalu bertindak

untuk kebenaran dan keadilan. Penuh rasa tanggung jawab, dalam arti selalu dapat

mempertanggungjawabkan semua tindakannya, akta yang dibuatnya dan bertanggung

jawab terhadap kepercayaan yang diembannya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu anggota Majelis Pengawas

Daerah Binjai-Langkat mengenai proses pembinaan dan pengawasan yang dilakukan

MPD Binjai-Langkat terhadap notaris-notaris di daerah Binjai-Langkat bahwasanya

79
Lathifah Hanim, Peranan MPD Terhadap Pengawasan Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris di
Kabupaten Sleman, Jurnal Akta, 2018, hal 132.

Universitas Sumatera Utara


76

masih ada beberapa notaris yang melakukan pelanggaran-pelanggaran atau kurang

jujur dalam menjalankan profesinya sebagai notaris selaku pejabat umum. Adapun

beberapa pelanggaran-pelanggaran yang terjadi yaitu diantaranya 80 :

Pelanggaran Umum

a) Ketidaktertiban dalam pengisian buku notaris. Kurang tertibnya notaris dalam

melakukan pengisian buku protokol notaris merupakan suatu pelanggaran

yang sering dihadapi oleh MPD Binjai-Langkat. Untuk meminimalisir

pelanggaran tersebut, MPD Binjai-Langkat selalu memberikan pengarahan

atau petunjuk kepada notaris-notaris agar lebih tertib dan disiplin lagi dalam

pengisian buku protokol notaris. Untuk pelanggaran ini biasanya MPD hanya

memberikan peringatan secara lisan kepada notaris yang melakukan

pelanggaran.

b) Pelanggaran kode etik notaris. Pelanggaran kode etik notaris juga merupakan

salah satu pelanggaran yang sering dilakukan notaris di wilayah Binjai-

Langkat. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya pemanggilan-

pemanggilan yang dilakukan oleh polisi terhadap notaris-notaris yang

bersangkutan. Untuk itu, MPD harus lebih ekstra dalam melakukan

pembinaan terhadap notaris perihal kode etik notaris dengan tujuan untuk

meminimalisir pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh notaris-notaris

yang ada di wilayah Binjai-Langkat.

80
Hasil wawancara dengan Anggota MPD Binjai-Langkat yang dilakukan pada tanggal 6 Mei
2019.

Universitas Sumatera Utara


77

c) Kantor notaris yang belum sesuai standar dengan syarat yang telah ditetapkan

oleh undang-undang. Notaris di wilayah Binjai-Langkat masih banyak yang

memiliki kantor yang belum sesuai dengan standar sebagaimana yang telah

ditetapkan oleh undang-undang. Selain itu, masih ada juga notaris yang

mempekerjakan pegawai yang masih kuliah atau belum sarjana.

d) Laporan bulanan yang tidak tepat waktu. Masih ada notaris yang melakukan

kewajibannya untuk melaporkan hasil aktanya yang dilakukan setiap bulan

kepada MPD lewat dari waktu yang sudah ditentukan. Hal ini merupakan

suatu pelanggaran yang banyak dilakukan oleh notaris. Sebab masih

kurangnya kedisiplinan yang dimiliki oleh notaris dalam melaksanakan

tugasnya sebagai pejabat umum. Untuk hal ini, MPD biasanya memberikan

teguran secara lisan dan pembinaan kepada notaris yang terkait untuk lebih

disiplin dalam memberikan laporan bulanannya kepada MPD.

Pelanggaran Khusus

 Tidak menjalankan jabatannya secara nyata. Sebagaimana yang telah diatur

didalam pasal 7 ayat 1 huruf a Undang-undang nomor 2 tahun 2014

menyatakan bahwa notaris yang telah dilantik dan disumpah wajib untuk

menjalankan jabatannya secara nyata. Maksud menjalankan jabatannya secara

nyata disini yaitu dengan membuka kantor sebagaimana mestinya dengan

waktu kerja yang sesuai dengan kantor-kantor pada umumnya yang telah

Universitas Sumatera Utara


78

ditentukan dan atau harus wajib memiliki dan membuka kantor secara nyata.81

Hal ini wajib dilakukan dengan tujuan untuk menjalankan fungsi dari suatu

kedudukan yang menunjukan tugas dan hak seseorang yang memiliki profesi

guna untuk memperoleh hasil atau mencapai suatu tujuan tertentu. Dan hal ini

juga merupakan suatu kewajiban yang dimiliki oleh notaris selaku pejabat

umum yang memiliki tugas untuk melayani masyarakat sebagaimana

mestinya. Mengingat notaris merupakan salah satu organ negara yang

dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberikan pelayanan umum

kepada masyarakat, terkhusus dalam pembuatan akta autentik sebagai alat

bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

keperdataan.82 Jadi notaris harus membuka kantornya untuk menjalankan

fungsi kantornya sebagaimana mestinya dan menjadi tempat untuk

masyarakat mengadu sebagai bukti konkret dalam pelaksanaan tugas notaris

untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta autentik. Namun

kenyataannya dalam praktek tidak sesuai dengan apa yang telah diatur oleh

undang-undang. Hal ini diketahui berdasarkan dari ditemukannya notaris yang

melakukan pelanggaran ini. Berdasarkan observasi dan penelitian yang

dilakukan secara langsung dilapangan bahwasanya ditemukan masih ada

notaris yang tidak menjalankan fungsi kantornya sebagaimana mestinya atau


81
Seperti membuka kantor pada pukul 09.00 WIB-17.00 WIB atau setara dengan 8 jam kerja
dan pada hari-hari kerja yang telah ditentukan dan libur diwaktu hari libur nasional atau yang sesuai
dengan ketetapan waktu kerja yang berlaku di Indonesia.
82
N.G. Yudara, Notaris dan Permasalahannya (Pokok-Pokok Pemikiran Di Seputar
Kedudukan DanFungsi Notaris Serta Akta Notaris Menurut Sistem Hukum Indonesia), Majalah
Renvoi, Nomor 10.34 Tahun III, 2006, hal 72.

Universitas Sumatera Utara


79

bisa dikatakan tidak membuka kantornya. Tindakan ini mencerminkan

ketidakjujuran notaris dalam menjalankan jabatannya mengingat notaris

adalah pejabat umum.

Contoh Pelanggaran

 Dari 7 kantor notaris yang telah dilakukan observasi dan penelitian

langsung dilapangan, ditemukan terdapat sebuah kantor notaris di wilayah

Binjai yang terindikasi tidak menjalankan jabatannya secara nyata. Hal ini

diketahui berdasarkan kantor tersebut tidak buka atau tidak berjalan

sebagaimana mestinya dalam jangka waktu yang lama. Dalam hal lain,

notaris tersebut tidak menjalankan fungsi kantor sebagaimana mestinya

atau bisa dikatakan tidak menjalankan jabatannya secara nyata.

Notaris harus selalu membuka kantornya sesuai dengan waktu kerja yang

telah ditentukan di tempat notaris itu berada dengan tujuan agar masyarakat memiliki

tempat untuk mengadu atau berkonsultasi dengan notaris mengenai pembuatan akta

autentik dan permasalahan hukum yang berhubungan dengan dunia kenotariatan.

Selain itu, hal tersebut bertujuan agar berjalannya fungsi notaris dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat. Namun demikian, pelanggaran ini kemungkinan tidak

bersifat permanen. Karena jika tiba waktunya pemeriksaan yang dilakukan oleh MPD

Binjai-Langkat, maka notaris yang bersangkutan wajib untuk membuka kantornya

dan berada di kantornya tersebut.

Universitas Sumatera Utara


80

Pelanggaran ini mencerminkan ketidakjujurannya notaris dalam menjalankan

jabatannya sebagai pejabat umum. Padahal kejujuran merupakan suatu hal yang

sangat ditekankan kepada notaris di dalam kode etik notaris dan sebagai tugas serta

kewajiban notaris dalam menjalankan jabatannya.83 Namun, pelanggaran ini tidak

diketahui oleh Majelis Pengawas Daerah Binjai-Langkat. Majelis Pengawas Daerah

tidak menemukan kantor notaris yang selalu tutup atau tidak pernah buka dalam

jangka waktu yang lama. Hal ini dikarenakan ada kemungkinan notaris yang

bersangkutan selalu memberikan laporan bulanan kepada MPD. Sehingga

berdasarkan hal tersebut, maka MPD berasumsi bahwa notaris telah menjalankan

jabatannya secara nyata dan benar. Selain itu, ada kemungkinan lain juga dikarenakan

keterbatasan waktu yang diberikan kepada MPD dalam melakukan pemeriksaan dan

pengawasan terhadap notaris secara langsung, sehingga tidak semua notaris dapat

dilakukan pemeriksaan oleh MPD.

Pelanggaran yang dilakukan notaris ini bertentangan dengan sumpah/janji

yang di ambilnya sewaktu dilantik menjadi notaris. Adapun isi dari sumpah/janji

notaris tersebut berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UUJN adalah sebagai berikut :

“ Saya bersumpah/berjanji:

83
Kejujuran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjalankan suatu jabatan,
apapun jabatan itu tetap harus mengedepankan kejujuran. Sebab hal tersebut dapat memberikan nilai
moral yang baik dimata masyarakat. Terutama dalam profesi notaris. Mengingat notaris memiliki tugas
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam pembuatan akta otentik.

Universitas Sumatera Utara


81

Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sesuai peraturan

perundang-undangan lainnya.

Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, seksama,

mandiri dan tidak berpihak.

Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya dan menjalankan kewajiban

saya sesuai dengan Kode Etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab

saya sebagai notaris.

Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam

pelaksanaan jabatan saya.

Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun

tidak langsunng dengan nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak akan

memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun.”

Notaris dalam menjalankan jabatannya selaku pejabat umum haruslah

bertindak jujur. Dengan adanya pelanggaran ini, maka notaris yang bersangkutan

sudah tidak jujur dalam melaksanakan jabatannya sebagai pejabat umum. Minimal

dia tidak jujur dengan dirinya sendiri dan terhadap profesinya dalam melaksanakan

jabatannya sebagai notaris. Kehadiran Notaris untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat yang memerlukan dokumen hukum (akta autentik) dalam bidang hukum

Universitas Sumatera Utara


82

perdata, sehingga notaris mempunyai tanggung jawab untuk melayani masyarakat.

Hal ini merupakan suatu bentuk akuntabilitas notaris kepada masyarakat.84

Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figur) yang keterangannyadapat

diandalkan, dapat dipercayai, yang tanda tangannya serta segelnya(capnya)

memberikan jaminan dan bukti yang kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan

penasihat yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup

mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari-hari yang

akan datang. Kalau seorang advokat membela hak-hak seseorang ketika timbul suatu

kesulitan, maka seorang Notaris harus berusaha mencegah terjadinya kesulitan itu.85

D. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Terhadap Notaris Di


Daerah Binjai-Langkat Khususnya Notaris Yang Tidak Menjalankan
Jabatannya Secara Nyata Setelah Dilantik Dan Disumpah

Dalam menjalankan tugasnya, notaris mempunyai kewajiban-kewajiban serta

hal-hal terpenting dalam melaksanakan jabatannya selaku pejabat umum. Adapun

diantara nya yaitu harus bertindak jujur. Sejalan dengan hal tersebut, maka dipegang

teguh sikap kemandirian tersebut menimbulkan kepercaryaan masyarakat pada

profesi notaris sebagai abdi masyarakat.86 Kejujuran merupakan suatu nilai moral

yang sangat penting yang harus dimiliki oleh setiap orang yang memiliki profesi atau

jabatan dalam pekerjaan tertentu. Dengan dikedepankannya nilai moral kejujuran ini

84
Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, cet. 1, Bandung: CV. Mandar
Maju, 2009, hal. 27-28.
85
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris, cet. 1, PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve, Jakarta, 2007, hal 449.
86
Wahyuni Safitri, Peranan MPW Terhadap Pelaksanaan Jabatan Notaris, Jurnal Akta, 2017,
hal 73.

Universitas Sumatera Utara


83

maka setiap orang yang memiliki profesi tertentu atau jabatan dalam suatu pekerjaan

tertentu dapat menjalankan tugas dan amanah yang diberikan kepadanya dengan baik

dan benar.

Masalah mendasar yang dihadapi dewasa ini adalah kualitas sumber daya

manusia dari seorang notaris. Professionalisme, kemadirian dan orientasi kedepan

adalah tuntutan jiwa seorang notaris. Melalui semangat berpikir demikian, notaris

dapat membaca masalah-masalah yang ada disekitarnya.

Notaris harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas dan mendalam serta
keterampilan yang baik dalam merancang, menyusun, membuat berbagai akta
autentik, susunan bahasa, teknis yuridisnya rapi, baik dan benar, karena
disamping keahlian tersebut diperlukan pula kejujuran, ketulusan dan
memiliki sifat atau pandangan yang sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.87

Untuk itulah kiranya peranan pendidikan notaris perlu diketengahkan.

Perencanaan pendidikan notaris perlu disusun berdasarkan perkiraan kebutuhan, baik

dari segi jumlah maupun kemampuan. Hendaklah diadakan seleksi yang cukup ketat

bagi penerimaan calon mahasiswa notaris. Badan kerjasama penyelenggara program

pendidikan notaris perlu didorong agar dapat menyusun program yang seragam,

disamping tuntutan bagi staff pengajarnya untuk meningkatkan kemampuan

edukatifnya.

Jika ditelusuri, hasil pendidikan notariat di berbagai universitas menunjukkan

jumlah lulusan yang melebihi alokasi penempatan Notaris dengan ratio wilayah

kepadatan penduduk bagi urusan pembuatan akta notaril ternyata menimbulkan

87
Komar Andasasmita, Notaris Dengan Sejarah, Peranan, Tugas Kewajiban, Rahasia
Jabatannya, Sumur, Bandung, 1981, hal 14.

Universitas Sumatera Utara


84

masalah yakni tumbuhnya persaingan yang tidak sehat diantara notaris dan meluas

kepada penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan tugas kepercayaan sebagai

perbuatan tercela yang meningkat kepada perbuatan melanggar hukum dan

selanjutnya akan mengarah kepada tindakan pelanggaran hukum.

Selaku pejabat umum, notaris dalam menjalankan tugasnya harus bertindak


berdasarkan etika. Etika yang dimaksud adalah kode etik yang dimaksudkan
untuk menjalankan suatu profesi supaya betul-betul mencerminkan pekerjaan
profesional, bermoral, dengan motivasi dan berorientasi pada keterampilan
intelektual dengan argumentasi rasional dan kritis.88

Maksud profesional disini adalah suatu paham yang menciptakan

dilakukannya kegiatan-kegiatan tertentu dalam masyarakat dengan berbekal keahlian

yang tinggi dan berdasarkan keterpanggilan, serta ikrar untuk menerima panggilan

tersebut, untuk dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan

kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan di tengah kehidupan. Dengan

demikian profesi tidaklah sekali-kali boleh disamakan begitu saja dengan kerja biasa

yang bertujuan mencari nafkah dan/atau mencari kekayaan duniawi.

Profesionalisme kerja seorang notaris mensyaratkan adanya 3 (tiga) watak,

yaitu :

a) Bahwa kerja itu merefleksikan adanya itikad untuk merealisasikan kebajikan

yang dijunjung tinggi dalam masyarakat, yang oleh karena itu tak akanlah

kerja itu meningkatkan atau mengharapkan imbalan upah materiil untuk para

pelakunya, melainkan tegaknya kehormatan diri;

88
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta, Erlangga, Hal 48.

Universitas Sumatera Utara


85

b) Bahwa kerja itu dikerjakan berdasarkan kemahiran teknis yang bermutu

tinggi, yang karena itu amat mensyaratkan adanya pendidikan dan pelatihan

yang berlangsung bertahun-tahun secara ekslusif dan berat; serta

c) Bahwa kualitas teknis dan moral yang amat disyaratkan dalam kerja-kerja

pemberian jasa profesi ini dalam pelaksanaannya harus menundukkan diri

pada kontrol sesama warga terorganisasi, berdasarkan kode-kode etik yang

dikembangkan dan disepakati bersama didalam organisasi tersebut.89

Terkait dengan pelanggaran yang dilakukan notaris yang tidak menjalankan

jabatannya secara nyata setelah dilantik dan disumpah jabatan merupakan suatu

perbuatan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

tidak menerapkan sikap profesionalisme dan jujur dalam menjalankan profesinya

selaku pejabat umum. Karena notaris juga harus memiliki tanggung jawab etika

hukum yang tinggi berupa nilai-nilai atau ukuran-ukuran etika, penghayatan terhadap

keluhuran dan tugas jabatannya, serta integritas dan moral yang baik.

Di dalam sumpah notaris juga menyebutkan bahwa seorang notaris haruslah

menjalankan jabatannya dengan jujur, seksama dan tidak memihak. Seorang notaris

juga harus patuh dan taat dengan semua peraturan-peraturan dan nilai moral bagi

jabatan notaris yang sedang berlaku atau akan diadakan.

89
Soetandyo Wignjosoebroto, Profesi Profesionalisme dan Etika Profesi, Media Notariat,
2001, Hal 32.

Universitas Sumatera Utara


86

Secara umum, faktor yang menyebabkan notaris melakukan pelanggaran yaitu

dikarenakan ketidakdisiplinan notaris dalam menjalankan jabatannya. 90 Adapun

faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya pelanggaran notaris yang tidak

menjalankan jabatannya secara nyata setelah dilantik dan disumpah yaitu :

a) Kurangnya pemahaman notaris terhadap peraturan-peraturan dan Kode Etik

notaris. Notaris sebagai pejabat umum wajib memahami, mengikuti, dan

mematuhi semua isi dari peraturan-peraturan dan kode etik yang mengatur

tentang jabatan notaris. Hal ini sangatlah penting, karena hal tersebut dapat

mengatur perilaku, sikap, kewenangan dan tanggung jawab notaris selaku

pejabat umum yang memiliki tugas untuk melayani masyarakat khususnya

dalam pembuatan akta otentik. Dengan adanya aturan yang mengatur notaris,

maka diharapkan agar seorang notaris itu dapat menjalankan profesinya

dengan benar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Maka dari itu, seorang

notaris tidak dibenarkan menganggap remeh perihal peraturan yang mengatur

kinerja notaris di Indonesia. Karena notaris merupakan suatu profesi jabatan

yang terikat dengan undang-undang. Untuk itu, sangat penting bagi notaris

memahami peraturan-peraturan yang mengatur mengenai jabatan notaris ini

tanpa meremehkan peraturan yang mengikat jabatan sebagai pejabat umum

ini.

b) Kurangnya kejujuran dan kedisiplinan notaris dalam menjalankan profesinya

sebagai pejabat umum. Selain sebagai pejabat pembuat akta autentik, profesi
90
Hasil wawancara dengan salah satu anggota MPD Binjai-Langkat pada tanggal 6 Mei 2019.

Universitas Sumatera Utara


87

notaris juga merupakan profesi yang sangat menekankan dalam bersikap dan

berprilaku serta harus memiliki nilai moral yang bagus dalam menjalankan

jabatannya mengingat notaris merupakan pejabat umum atau pelayan publik

dalam pembuatan akta autentik. Dan seorang pejabat sangat diperhatikan

perilaku dan kinerjanya oleh masyarakat. Untuk itu, perlunya kejujuran dan

kedisiplinan dalam menjalankan profesi ini. Dan hal ini juga merupakan

kewajiban daripada notaris untuk bertindak jujur dan memperhatikan sikap

serta prilakunya sebagaimana yang telah diatur di dalam Undang-undang

Jabatan Notaris serta kode etik notaris agar tidak menyalahi aturan-aturan

yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Kejujuran merupakan salah satu

nilai moral yang sangat penting dalam menjalankan semua profesi atau

jabatan dalam suatu pekerjaan tertentu. Terutama dalam menjalankan profesi

notaris ini. Karena notaris merupakan pejabat umum yang senantiasa dekat

dengan masyarakat yang memiliki tugas dan kewajiban kepada masyarakat

untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam hal pembuatan akta

autentik.

c) Karena kesibukan notaris. Tidak sedikit notaris di Indonesia yang memiliki

kesibukan diluar jabatannya sebagai notaris. Misalnya notaris yang memiliki

usaha sampingan diluar jabatannya sebagai notaris. Karena kesibukan ini

memungkinkan notaris tidak fokus menjalankan jabatannya. Hal ini bisa jadi

dikarenakan kemungkinan penghasilan dari usaha yang dikelolanya lebih

besar dibandingkan honorarium yang diperoleh sebagai notaris.

Universitas Sumatera Utara


88

Secara keseluruhan, notaris yang tidak menjalankan jabatannya secara nyata

ini disebabkan oleh kelalaian dan ketidakdisiplinan notaris dalam menjalankan

jabatannya. Karena seorang notaris harus terlebih dahulu disiplin diri terhadap

amanah dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum sebagaimana yang

telah diatur didalam undang-undang dan kode etik notaris.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

AKIBAT HUKUM TERHADAP NOTARIS YANG TIDAK MENJALANKAN


JABATANNYA SECARA NYATA SETELAH DILANTIK DAN DISUMPAH

A. Kewajiban-Kewajiban Notaris Yang Telah Dilantik Dan Disumpah

Pada dasarnya notaris adalah pejabat yang harus memberikan pelayanan

sebaik-baiknya kepada masyarakat yang memerlukan bukti autentik. Namun dalam

keadaan tertentu, notaris dapat menolak untuk memberikan pelayanan dengan alasan-

alasan tertentu (Pasal 16 ayat [1] huruf d UUJN). Dalam penjelasan pasal ini,

ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan “alasan untuk menolaknya” adalah alasan

yang mengakibatkan notaris tidak berpihak, seperti adanya hubungan darah atau

semenda dengan notaris sendiri atau dengan suami/istrinya, salah satu pihak tidak

mempunyai kemampuan bertindak untuk melakukan perbuatan, atau hal lain yang

tidak dibolehkan oleh undang-undang.

Di dalam praktiknya sendiri, ditemukan alasan-alasan lain sehingga notaris

menolak untuk memberikan jasanya, antara lain91 :

1) Apabila notaris sakit sehingga tidak dapat memberikan jasanya, jadi

berhalangan secara fisik;

2) Apabila notaris tidak ada di tempat karena sedang dalam masa cuti;

91
R. Soegondo Notodisoerjo, op. cit., hal 97.

89
Universitas Sumatera Utara
90

3) Apabila notaris karena kesibukan pekerjaannya tidak dapat melayani orang

lain;

4) Apabila surat-surat yang diperlukan untuk membuat suatu akta tidak

diserahkan kepada notaris;

5) Apabila penghadap atau saksi yang diajukan oleh penghadap tidak dikenal

oleh notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya;

6) Apabila yang berkepentingan tidak mau membayar biaya bea materai yang

diwajibkan;

7) Apabila karena pemberian jasa tersebut, notaris melanggar sumpahnya atau

melakukan perbuatan melanggar hukum;

8) Apabila pihak-pihak menghendaki bahwa notaris membuat akta dalam bahasa

yang tidak dikuasai oleh notaris yang bersangkutan, atau apabila orang-orang

yang menghadap berbicara dengan yang tidak jelas, sehingga notaris tidak

mengerti apa yang sebenarnya dikehendaki oleh mereka.

Dengan demikian, jika memang notaris ingin menolak untuk memberikan

jasanya kepada pihak yang membutuhkannya, maka penolakan tersebut harus

merupakan penolakan dalam arti hukum, dalam artian ada alasan atau argumentasi

hukum yang jelas dan tegas sehingga pihak yang bersangkutan dapat memahaminya.

Pengangkatan dan Pemberhentian Jabatan Notaris Berdasarkan Pasal 2

Undang-undang Nomor 2 tahun 2014, seorang Notaris diangkat dan diberhentikan

Universitas Sumatera Utara


91

oleh Menteri, dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM. Seseorang agar dapat

diangkat menjadi seorang Notaris harus memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan

tersebut mutlak harus dipenuhi, yang diatur dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 2

Tahun 2014, yakni:

g) Warga Negara Indonesia;

h) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

i) Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;

j) Sehat Jasmani dan Rohani;

k) Berijazah Sarjana Hukum dan Lulusan Jenjang Strata Dua Kenotariatan;

l) Telah Menjalanimagang Atau Nyata-Nyata Telah Bekerja Sebagai Karyawan

Notaris Dalam Waktu 12 (Dua Belas) Bulan Berturut-Turut Pada Kantor

Notaris Atas Prakarsa Sendiri Atau Atas Rekomendasi Organisasi Notaris

Setelah Lulus Strata Dua.

m) Tidak Berstatus Sebagai Pegawai Negeri (PNS), Pejabat Negara, Advokat

Atau Tidak Memangku Jabatan Lain Yang Dilarang Oleh Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

Lazimnya jabatan lain, sebelum seorang calon Notaris memangku Jabatan

Notaris, maka harus mengucapkan sumpah/janji terlebih dahulu yang sebagaimana

telah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 menurut dengan

agama masing-masing yang dianut oleh notaris di hadapan Menteri atau pejabat yang

Universitas Sumatera Utara


92

ditunjuk.92Pengucapan janji/sumpah ini dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua)

bulan atau 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan pengangkatan

sebagai notaris. Dalam hal ini, jika pengucapan sumpah/janji tidak dilakukan maka

keputusan pengatan notaris dapat dibatalkan oleh Menteri. Setelah seorang notaris

dilantik dan mengucapkan sumpah/janji, dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak

tanggal pengambilan sumpah/janji, memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan.

Kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 2 tahun 2014

yang berupa:

a) Menjalankan jabatannya secara nyata;

b) Menyampaikan berita acara sumpah/janji jabatan notaris kepada Menteri,

Organisasi Notaris dan Majelis Pengawas Daerah (MPD; dan

c) Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan dan paraf serta teraan

cap/stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri dan pejabat lain

yang bertanggung jawab di bidang agrarian pertanahan, Organisasi Notaris,

Ketua PengadilanNegeri, Majelis Pengawas daerah serta Bupati atau walikota

di tempat Notaris diangkat.

Dengan adanya peraturan mengenai kewajiban notaris setelah diangkat dan

disumpah, maka diharapkan agar notaris-notaris yang ada di Indonesia dapat

menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum dengan jujur, amanah, adil dan sesuai

92
Pengambilan sumpah/janji jabatan dilakukan dilakukan di kantor Kemenkumham tempat
notaris menjalani tugas yang dilakukan oleh pejabat kemenkumham yang berwenang.

Universitas Sumatera Utara


93

dengan peraturan yang berlaku guna untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran-

pelanggaran yang terjadi terhadap notaris.

Sehubungan dengan ketentuan dalam pasal 7 UU Nomor 2 Tahun 2014 di

atas, maka notaris sebagai pejabat umum atau organisasi profesi dalam menjalankan

tugasnya dapat berhenti atau diberhentikan karena alasan-alasan tertentu.Dalam pasal

8 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2014 dinyatakan bahwa Notaris berhenti atau

diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:

1) Meninggal dunia;

2) Telah berumur 65 tahun;

3) Permintaan sendiri;

4) Tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas

jabatan notaris secara terus-menerus lebih dari 3 tahun, atau

5) Merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf g.

Sementara itu, dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) di atas,

maka notaris dapat diberhentikan sementara dari jabatannya karena:

1) Dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;

2) Berada dibawah pengampuan;

3) Melakukan perbuatan tercela; dan

4) Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

Sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 7 dan Pasal 8 di atas, maka Notaris

dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh menteri atas usul

Majelis Pengawas Pusat apabila:

Universitas Sumatera Utara


94

1) Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap;

2) Berada dibawah pengampuan secara terus menerus lebih dari tiga tahun;

3) Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat notaris;

atau

4) Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

B. Akibat Hukum Terhadap Notaris Yang Tidak Menjalankan Jabatannya


Secara Nyata Setelah Dilantik Dan Disumpah

Dalam melaksanakan tugas jabatannya, seorang notaris harus berpegang teguh

pada kode etik jabatan notaris. Oleh karena merupakan hasil pengaturan diri profesi

yang bersangkutan dan merupakan perwujudan nilai moral yang hakiki yang tidak

bisa dipaksakan dari luar maka hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan

nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri, sehingga profesi tersebut

dan menjadi tolak ukur perbuatan anggota kelompok profesi serta merupakan upaya

pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya. 93

Untuk melakukan pengawasan, sebagai perwakilan dari organisasi Notaris,

kewajiban Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan MPD hanyalah bersifat administratif

biasa, tanggung jawab tetap melekat pada notaris, artinya ada pengawasan diri sendiri

yang menjadi lebih penting agar tidak sampai mengalami permasalahan hukum. MPD

93
Abdulkadir Muhammad, op. cit., hal 72.

Universitas Sumatera Utara


95

telah melakukan pengawasan dengan baik sebagai lembaga yang mengingatkan dan

melakukan pemeriksaan pelaksanaan kinerjanotaris dan menjadi pemberi arahan agar

notaris dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan jabatan dan kode etik.

Apabila ada indikasi oknum notaris yang melakukan pelanggaran tersebut, harus

ditindak sesuai dengan pelanggarannya dan diberikan sanksi tegas namun tentunya

dengan pemeriksaan yang adil. Semua berdasarkan mekanisme yang sesuai dengan

aturan yang ada.

Berbicara mengenai pelanggaran-pelanggaran jabatan notaris atau

pelanggaran kode etik notaris, pada saat seorang notaris melakukan kesalahan-

kesalahan yang menyangkut profesionalitasnya, maka satu-satunya institusi yang

berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya adalah Peradilan Profesi Notaris,

yang dijalankan oleh Majelis Pengawas Notaris secara berjenjang. Hal ini untuk

memberi jaminan hukum bagi profesi notaris, terutama untuk menghindari campur

tangan pihak manapun.

Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) butir (a) UUJN, dalam menjalankan jabatannya

notaris berkewajiban bertindak jujur, seksama,mandiri, tidak berpihak, dan menjaga

kepentingan pihak terkait dalam perbuatan hukum. Berkaitan dengan hal itu

disebutkan dalam Pasal 3 angka 4 Kode Etik Notaris bahwa notaris harus bertindak

jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab berdasarkan peraturan

perundang-undangan dan isi sumpah jabatan notaris. Baik jujur terhadap diri sendiri,

terhadap klien dan terhadap profesi.

Universitas Sumatera Utara


96

Bagi notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik, Dewan Kehormatan

berkoordinasi dengan Majelis Pengawas berwenang untuk melakukan pemeriksaan

atas pelanggaran tersebut dan dapat menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya.

Hukum sebagai perintah dan menempatkan sanksi sebagai sesuatu yang memang

melekat pada hukum.94 Sanksi merupakan alat kekuasaan yang bersifat hukum publik

yang digunakan oleh penguasa sebagai reaksi terhadap ketidakpatuhan pada

normahukum administrasi.95Dan dibalik pintu ketentuan perintah dan larangan

tersedia sanksi untuk memaksa kepatuhan.96BerdasarkanPasal 6 Kode Etik Notaris,

bentuk-bentuk sanksi yang dapat diterima notaris yaitu sebagai berikut :

a) Teguran;

b) Peringatan;

c) Schorzing (Pemecatan sementara) dari anggota perkumpulan;

d) Onzectting (pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan.

Kode etik notaris merupakan suatu kaidah moral yang ditentukan oleh

perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan Kongres Perkumpulan

dan/atau yang ditentukan dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dari

94
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hal
73.
95
Philipus M. Hadjon, Penegakan Hukum Administrasi dalam Kaitannya dengan Ketentuan
Pasal 20 ayat (3) dan (4) UU No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Yuridika, Surabaya, 1996, hal 1.
96
Tatiek Sri Djatmiati, Prinsip Izin Industri di Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana,
Univeersitas Airlangga, Surabaya, 2004, hal 82.

Universitas Sumatera Utara


97

semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas dan jabatan

sebagai notaris.

Adapun berdasarkan Pasal 91A Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

juncto Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 61

Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penjatuhan Sanksi Administratif Terhadap Notaris

menyebutkan bahwa sanksi-sanksi yang diterima oleh notaris terhadap pelanggaran-

pelanggaran yang dilakukan oleh notaris yaitu :

a) Peringatan tertulis;

b) Pemberhentian sementara;

c) Pemberhentian dengan hormat;

d) Pemberhentian dengan tidak hormat;

Pada dasarnya, dalam melakukan pengawasan Majelis Pengawas diberikan

kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap notaris, menyelenggarakan

sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau

pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris, mengambil keputusan hingga pemberian

sanksi kepada notaris yang melakukan pelanggaran terhadap UUJN dan Kode Etik

Notaris.

Dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya, baik Majelis Pengawas Pusat,

Majelis Pengawas Wilayah maupun Majelis Pengawas Daerah tersebut memiliki

tugas dan kewenangan masing-masing, yang diatur dalam Pasal 70 sampai dengan

Universitas Sumatera Utara


98

Pasal 77 UUJN juncto Bagian III Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004.

Namun berkaitan dengan pemberian sanksi terhadap notaris di tingkat

Kabupaten/Kota yang melakukan pelanggaran, Majelis Pengawas Daerah tidak

diberikan kewenangan oleh undang-undang maupun peraturan menteri untuk

memberikan sanksi kepada notaris yang melakukan pelanggaran.Adapun sanksi-

sanksi hanya dapat diberikan oleh Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas

Pusat. Dalam melaksanakan tugasnya, Majelis Pengawas Daerah hanya mempunyai

wewenang untuk melakukan pemeriksaan, pengawasan, dan pembinaan serta

wewenang lainnya sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 13 Permenkumham

nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota,

Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi,Tata Kerja Dan Tata Cara Pemeriksaan

Majelis Pengawas Notaris dan sesuai dengan Undang-undang Jabatan Notaris.

Adapun dalam hal adanya pelanggaran-pelanggaran yang ditemukan oleh

Majelis Pengawas Daerah terhadap notaris, maka MPD akan melakukan pemeriksaan

terlebih dahulu terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh notaris dan akan

memberikan laporan kepada Majelis Pengawas Wilayah (MPW) terkait pelanggaran

yang ditemukan oleh MPD tersebut. Untuk proses selanjutnya, maka keputusan akan

diambil oleh MPW atau MPP. Adapun wewenang MPD dalam Pasal 16 Peraturan

Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004,

mengatur mengenai pemeriksaan terhadap notaris yang dilakukan oleh sebuah Tim

Pemeriksa, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


99

1) Pemeriksaan secara berkala dilakukan oleh Tim Pemeriksa yang terdiri atas 3

(tiga) orang anggota dari masing-masing unsur yang dibentuk oleh MPD yang

dibantu oleh 1 (satu) orang sekretaris;

2) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menolak untuk

memeriksa Notaris yng mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan

darah lurus ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris;

3) Dalam hal Tim Pemeriksa mempunyai hubungan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), Ketua MPD menunjuk penggantinya.

Hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa sebagaimana tersebut di atas wajib dibuat

Berita Acara dan dilaporkan kepada MPW, pengurus organisasi jabatan notaris dan

MPW, hal ini berdasarkan Pasal 17 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik

Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, yaitu:

1) Hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15

dituangkan dalam berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Ketua

Tim Pemeriksa dan Notaris yang diperiksa;

2) Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan

kepada MPW setempat dengan tembusan kepada Notaris yang bersangkutan,

Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia, dan MPP.

Jadi, tugas dan kewenangan MPD hanya sebatas melakukan pemeriksaan,

pembinaan, pengawasan dan pemanggilan terhadap notaris yang melakukan

pelanggaran dan memberikan laporan yang berbentuk berita acara laporan yang akan

diberikan kepada MPW terkait pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh notaris

Universitas Sumatera Utara


100

yang bersangkutan. Hal ini sebagaimana yang disebutkan didalam Pasal 4 ayat (1)

dan (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor 61 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penjatuhan Sanksi Administratif Terhadap

Notaris yang berbunyi :

1). Dalam hal terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh terlapor atau berdasarkan

hasil pemeriksaan, Majelis Pengawas Daerah memanggil notaris yang

bersangkutan;

2). Majelis Pengawas Daerah membuat berita acara pemeriksaan terhadap

terlapor dan berita acara temuan hasil pemeriksaan protokol notaris.

3). Majelis Pengawas Daerah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) kepada Majelis Pengawas Wilayah;

4). Majelis Pengawas Wilayah melakukan pemeriksaan laporan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3).

Adapun selain tugas dan kewenangan MPD diatas, MPD juga memberikan

teguran/peringatan kepada notaris yang melakukan pelanggaran dengan tujuan agar

notaris mengetahui kesalahannya dan agar notaris yang bersangkutan dapat

memperbaiki kesalahannya tersebut sebelum MPD memberikan laporan yang

berbentuk berita acara kepada MPW. Namun, jika notaris yang bersangkutan tidak

menanggapi teguran MPD, maka dari itu MPD akan memberikan laporan kepada

MPW terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh notaris yang bersangkutan.

Terkait dengan pemberian sanksi terhadap pelanggaran notaris yang tidak

menjalankan jabatannya secara nyata, maka notaris yang bersangkutan akan

Universitas Sumatera Utara


101

mendapatkan sanksi peringatan tertulis oleh MPW setelah mendapat laporan dari

MPD berbentuk Berita Acara. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan didalam

Pasal 5 ayat (1) huruf a sampai dengan ayat (5) Peraturan Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016 tentang Tata Cara

Penjatuhan Sanksi Administratif Terhadap Notaris yang berbunyi :

1). Majelis Pengawas Wilayah dapat menjatuhkan sanksi peringatan tertulis

kepada Notaris dalam hal Notaris:

a. tidak menjalankan jabatan secara nyata, menyampaikan berita acara

sumpah/janji jabatan notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris, dan

Majelis Pengawas Daerah serta tidak menyampaikan alamat kantor,

contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap atau stempel jabatan

Notaris berwarna merah kepada Menteri dan pejabat lain yang

bertanggung jawab di bidang pertanahan, Organisasai Notaris, Ketua

Pengadilan Negeri, Majelis Pengawas Daerah, serta Bupati/Walikota

di tempat Notaris diangkat sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1)

Undang-Undang Jabatan Notaris;

2). Notaris yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikenakan sanksi tertulis pertama.

3). Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah dikenakan sanksi

peringatan tertulis, notaris belum juga menyelesaikan masalahnya atau

melakukan kesalahan selain kesalahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dikenakan sanksi peringatan tertulis kedua.

Universitas Sumatera Utara


102

4). Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah dikenakan sanksi

peringatan tertulis kedua, notaris belum juga menyelesaikan masalahnya atau

melakukan kesalahan selain kesalahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dilaksanakan sanksi peringatan tertulis ketiga.

5). Bentuk keputusan pejabat yang berwenang tentang penjatuhan sanksi berupa

peringatan tertulis pertama, kedua, dan ketiga sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tercantum pada Lampiran I, Lampiran II, dan

Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri

ini.

Adapun pengaturan mengenai kelanjutan sanksi yang diterima oleh notaris

terhadap pelanggaran administratif yang dilakukan oleh notaris dalam menjalankan

jabatannya tertera di dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 12 Peraturan Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016 tentang

Tata Cara Penjatuhan Sanksi Administratif Terhadap Notaris.

Terbentuknya Majelis Pengawas Notaris, tentunya diperlukan suatu peraturan

bagi Majelis Pengawas Notaris untuk melakukan tugas dan wewenang

pengawasannya sebagai petunjuk pelaksanaan. Tujuan dari adanya pelaksanaan tugas

dan wewenang Majelis Pengawas Notaris adalah memberikan arah dan tuntunan bagi

anggota Majelis Pengawas Notaris dalam menjalankan tugasnya, agar dapat

memberikan pembinaan dan juga pengawasan kepada notaris dalam menjalankan

jabatan profesinya. Sebagai pejabat umum, notaris harus senantiasa meningkatkan

profesionalisme dan kualitas kerjanya, sehingga dapat memberikan jaminan kepastian

Universitas Sumatera Utara


103

dan perlindungan hukum bagi penerima jasa notaris, karena adanya notaris bukanlah

untuk kepentingan notaris itu sendiri tetapi untuk kepentingan masyarakat yang

dilayani atau meminta jasa Notaris.

Majelis Pengawas Notaris sebagai lembaga yang mengawasi pelaksanaan

tugas jabatan Notaris diharapkan mampu melakukan pengawasan dengan cara dan

metode yang terencana dan terprogram dengan baik.97 Dengan dibentuknya Majelis

Pengawas (mulai dari tingkat daerah sampai dengan pusat), diharapkan notaris lebih

profesional dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dikarenakan eksistensi Majelis

Pengawas baik untuk tingkat daerah maupun tingkat pusat merupakan pengawas

sekaligus pelindung serta mengayomi notaris agar tetap menjalankan tugasnya sesuai

dengan ketentuan hukum yang berlaku.

97
Okta Jony Firmanzah, Pelaksanaan Pengawasan Majelis Pengawas Daerah Notaris
Terhadap Tugas Dan Jabatan Notaris, Tesis, Jakarta, 2011, hal 75.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada uraian diatas yang telah dijelaskan pada bab – bab

sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

1). Peranan Majelis Pengawas Daerah sangat penting sebagai pengawas notaris

dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap notaris di tingkat

Kabupaten/Kota. Hal ini dikarenakan Majelis Pengawas Daerah merupakan

perpanjangan tangan dari Kemenkumham Republik Indonesia yang memiliki

tugas dan wewenang untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap

notaris yang berada di tingkat Kabupaten/Kota. Dengan adanya pembinaan

dan pengawasan ini, maka diharapkan agar dapat meminimalisir terjadinya

pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh notaris serta agar notaris dapat

menjalankan jabatannya sesuai dengan jalur yang benar sebagaimana yang

sesuai didalam undang-undang.

2). Implementasi pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh Majelis

Pengawas Daerah Binjai-Langkat terhadap notaris yang ada di daerah Binjai-

Langkat sudah benar dan sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Namun kurang efektif dalam pelaksanaan teknisnya. Hal ini dikarenakan

waktu pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah terhadap

notaris kurang maksimal dan terbatas. Dengan waktu pengawasan seperti ini,

104
Universitas Sumatera Utara
105

sangat memungkinkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran notaris lain yang

tidak diketahui oleh Majelis Pengawas Daerah.

3). Akibat hukum yang diterima oleh notaris yang melakukan pelanggaran tidak

menjalankan jabatannya secara nyata yaitu berupa sanksi yang diberikan oleh

Majelis Pengawas Wilayah yang berbentuk peringatan tertulis sebagaimana

yang telah diatur di dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a sampai dengan ayat (5)

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

61 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penjatuhan Sanksi Administratif Terhadap

Notaris.

B. Saran

Berdasarkan penjelasan-pejelasan yang telah dipaparkan dalam bab-bab

sebelumnya diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1). Disarankan Kemenkumham Republik Indonesia sebaiknya agar lebih

memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan Majelis Pengawas

Daerah untuk terlaksananya fungsi dari Majelis Pengawas tersebut dengan

melengkapi sarana dan fasilitas pendukung serta memberikan dana yang

cukup agar kinerja dari Majelis Pengawas lebih efektif dalam menjalankan

tugasnya. Seperti penyediaan kantor sekretariat tersendiri untuk Majelis

Pengawas, kendaraan operasional, dana yang cukup, dan lain sebagainya.

Untuk itu, Kemenkumham harus selalu mengevaluasi kebutuhan-kebutuhan

Universitas Sumatera Utara


106

yang diperlukan oleh Majelis Pengawas Notaris agar Majelis Pengawas

Notaris terfasilitasi dan dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

2). Disarankan agar Majelis Pengawas Daerah Binjai-Langkat memilih orang

yang diangkat menjadi anggota Majelis Pengawas Daerah yang tidak

memiliki kesibukan lebih diluar tugas sebagai anggota MPD. Hal ini

dikarenakan bentroknya waktu para anggota MPD karena kesibukan masing-

masingnya menjadi salah satu kendala pelaksanaan pembinaan dan

pengawasan oleh MPD terhadap notaris. Dengan memiliki anggota yang tidak

terlalu memiliki kesibukan, maka MPD dengan ini akan lebih mudah

menentukan waktu pelaksanaan pembinaan dan pengawasan notaris. Dan juga

tidak menutup kemungkinan MPD akan menjadi lebih sering melakukan

pengawasan di lapangan agar notaris dapat menjalankan jabatannya dengan

disiplin dan jujur.

3). Disarankan agar Majelis Pengawas Daerah diberikan hak untuk menjatuhkan

sanksi kepada notaris yang melakukan pelanggaran. Seperti diberikan hak

untuk menjatuhkan sanksi tidak memberikan izin cuti kepada notaris yang

melakukan pelanggaran atau sanksi administrasi lain sebagainya. Hal ini

dikarenakan Majelis Pengawas Daerah yang melakukan pengawasan langsung

terhadap notaris sehingga jika ditemukannya pelanggaran yang dilakukan oleh

notaris, maka Majelis Pengawas Daerah dapat langsung memberikan sanksi

tanpa harus membuat laporan kepada Majelis Pengawas Wilayah. Jadi dengan

adanya hal seperti itu memungkinkan membuat notaris agar lebih disiplin dan

Universitas Sumatera Utara


107

jujur dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum dan juga MPD

jadi lebih berwibawa dan dapat lebih dihargai oleh notaris sebagai Majelis

Pengawas Notaris.

4). Disarankan agar MPD Binjai-Langkat diberikan durasi waktu yang lebih

dalam melaksanakan pengawasan secara langsung terhadap notaris. Baik

durasi waktu harian, maupun durasi waktu tahunan. Misalnya pemeriksaan

langsung dilakukan 3-4 kali dalam setahun dan dalam tempo waktu 7 hari atau

lebih. Hal ini dilakukan agar seluruh notaris di daerah Binjai-Langkat dapat

diperiksa oleh MPD guna untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran yang

dilakukan oleh notaris-notaris di daerah Binjai-Langkat.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adegustara, Frenadin, 2005, Hukum Administrasi Negara, Buku Ajar, Padang:


Universitas Andalas.

Adjie ,Habib, 2005, Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) sebagai Unifikasi


Hukum Pengaturan Notaris, Renvoi, No. 28, Th. III.

Adjie ,Habib, 2009, Meneropong Khazanah Notarisdan PPAT Indonesia, Bandung:


Buku II, PT. Citra Aditya Bakti.

Adjie ,Habib, 2009,Sanksi Perdatadan Administratif Terhadap Notaris sebagai


Pejabat Publik, Bandung: Cetakan Kedua.

Adjie ,Habib, 2009, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, Cet. 1, Bandung:
Cv. Mandar Maju.

Adjie ,Habib,2011, Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara,
Cet. 1, Bandung: Refika Aditama.

Andasasmita,Komar, 1981, Notaris I, Bandung :Sumur.

Andasasmita,Komar, 1981, Notaris Dengan Sejarah, Peranan, Tugas Kewajiban,


Rahasia Jabatannya,Bandung: Sumur.

Atmasudirdjo, Prajudi, Hukum Administrasi Negara, Jakarta:Ghalia Indonesia.

Ashshofa,Burhan, 1996,Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta.

Bagus, Loren, 1996, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia.

Budiono, Herlien, 2013, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan,


Buku Kedua, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Djatmiati,Tatiek Sri, 2004,Prinsip Izin Industri di Indonesia, Disertasi, Program


Pascasarjana, Surabaya: Universitas Airlangga.

Firmanzah, OktaJony, 2011, Pelaksanaan Pengawasan Majelis Pengawas Daerah


Notaris Terhadap Tugas Dan Jabatan Notaris, Jakarta: Tesis.

Universitas Sumatera Utara


Hadi,Sutrisno, 2000, Metodologi Riset, Yogyakarta, ANDI.

Hadjon,Philipus M., 1996, Penegakan Hukum Administrasi dalam Kaitannya dengan


Ketentuan Pasal 20 ayat (3) dan (4) UU No. 4 Tahun 1982 Tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Surabaya:
Yuridika.

HR,Ridwan, 2002, Hukum Administrasi Negara, Jakarta:Rajawali Press.

HR,Ridwan, 2006, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada..

HS,Salim,dan Nurhani, ErliesSeptiana, 2014, Penerapan Teori Hukum Pada


Penelitian disertasi dan Tesis, Jakarta: Rajawali Pers.

Indroharto, 1994, Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, Bandung: Citra Aditya
Bakti.

Karmila, 2006, Peran Notaris Dalam Pembuatan Akta Notaris Koperasi Menurut
Kepmen No.98/KEP/M.KUKM/IX/2004 (studi di Dinas Koperasi Kota
Medan), Medan: Tesis Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara.

Kie, Tan Thong, 2007, Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris, cet. 1,
Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.

Kusdarini,Eny, 2011, Dasar-Dasar Hukum Administrasi Negara Dan Asas-Asas


Umum Pemerintahan Yang Baik, Yogyakarta: UNY Press.

Lubis, M. Solly, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju.

Marzuki,Peter Mahmud, 1996, Penegakan Hukum Administrasi dalam Kaitannya


dengan Ketentuan Pasal 20 ayat (3) dan (4) UU No. 4 Tahun 1982 Tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Surabaya:Yuridika.

Marzuki,Peter Mahmud, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Prenada Media


Group.

Marzuki, Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum, Surabaya: Fakultas Hukum


Universitas Airlangga.

Universitas Sumatera Utara


Mertokusumo, Sudikno, 2006, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta:
Liberty.

M. Wuisman, J.J.J. dengan penyuntingan M. Hisyam, 1996, PenelitianIlmu-Ilmu


Sosial, JilidI, Jakarta: FE.UI.

Muhammad , Abdulkadir, 1997, Etika Profesi Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Murad,Rusmandi, 2000, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Bandung.

Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu, 2002,Metodologi Penelitian, Jakarta, PT.Bumi


Aksara,.

Nico, 2003,Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Yogyakarta: CDSBL.

Ningrat,Koentjara, 1997, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia,.

Notodisoerjo, R.Sugondo, 2007, Hukum Notariat di Indonesia, Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada.

Tanzeh, Ahmad, 2009, Pengantar Metode Penelitian, Teras, Yogyakarta.

Samudera,Teguh, 2004, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Edisi Pertama,


Bandung: PT. Alumni.

Situmorang, Viktor M. dan Sitanggang,Cormentyna, 1993, Hukum Administrasi


Pemerintahan Di Daerah, Jakarta :Sinar Grafika.

Soekanto,Soejono,2010, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press.

Soekanto,Soerjono, 2008, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,


Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soeryono dan Madmuji, Sri, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Soemitro, Ronny H, 1982,Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sunggono,Bambang, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada.

Sujamto, 1987, Aspek-Aspek Pengawasan Di Indonesia, Jakarta: SinarGradika.

Universitas Sumatera Utara


Tobing, G.H.S.Lumban, 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta: Erlangga.

Utrecht, E, 1963, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Jakarta: Penerbit dan


Balai Buku Ichtiar.

Winarno, Nur Basuki, 2008, Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana


Korupsi, Yogyakarta: Laksbang Mediatama.

Wignjosoebroto, Soetandyo, 2002, Hukum; Paradigma, Metodedan Dinamika


Masalahnya, Jakarta: ELSAM-HUMA.

Wignjosoebroto, Soetandyo, 2001, Profesi Profesionalisme dan Etika Profesi, Media


Notariat.

Waluyo, Bambang, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: SinarGrafika,.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor :
M.39-PW.07.10 Tahun 2004.

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor :
M.02.Pr.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota,
Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan Tata Cara
Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 61
Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif Terhadap
Notaris.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang


Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

C. Artikel /Jurnal

Hanim,Lathifah, 2018, Peranan MPD Terhadap Pengawasan Pelaksanaan Tugas


Jabatan Notaris, Jurnal Akta.

Safitri,Wahyuni, 2017, Peranan MPW Terhadap Pelaksanaan Jabatan Notaris,


Jurnal Akta,.

Universitas Sumatera Utara


Syafitri, Eureika Kezia Sakudu dan Wahyuni, 2017, Peranan MPW Dalam
Melakukan Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Jabatan Notaris Terkait
UUJN, Jurnal Akta.

Wibisono, Dwikky Bagus, 2018, Peranan MPD Terhadap Pengawasan Pelaksanaan


Jabatan Notaris Di Kabupaten Tegal Vol 5 No 1, Jurnal Akta.

Wiranto, Didit, 2018, Peranan Majelis Pengawas Terhadap Pengawasan


Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris Di Kabupaten Sleman, Sleman: Jurnal
Akta, Vol 5.

Wiryomartani,Winanto, Tugas dan Kewenangan Majelis Pengawas Notaris,


Makalah, disampaikan pada acara kongres Ikatan Notaris Indonesia,pada
tanggal 13-16 Juli 2005 di Makassar, Sulawesi Selatan.

D.Internet

LiaAmami, Kerangka Teoritis, http://liaamami.blogspot.com/p/kerangka-


teoritis.html, diakses tanggal 16 Agustus 2018.

M.H, Wijaya, ,Keberadaan Konsep Rule By Law,


ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu/5528, diakses pada tanggal 10 September
2018.

Herman AndreijAdriansyah, Pengawasan Terhadap Notaris, http://herman-


notary.blogspot.com/2011/01/pengawasan-terhadap-notaris-terhadap.html
diakses pada tanggal 10 September 2018.

E.Majalah

Majalah Berita Bulanan Notaris/PPAT, RENVOI NO. 22/Th.II/Maret,2005, Jakarta:


PT. Jurnal Renvoi Mediatama.

M.Hadjon,Philipus & Sri Djatmiati,Tatik, 1997, Tentang Wewenang, Edisi V,


Surabaya: Majalah Yuridika.

Yudara, N.G., 2006, Notaris dan Permasalahannya (Pokok-Pokok Pemikiran Di


Seputar Kedudukan Dan Fungsi Notaris Serta Akta Notaris Menurut Sistem
Hukum Indonesia), Jakarta:Majalah Renvoi Nomor 10.34.III.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai