Anda di halaman 1dari 8

447

BEBERAPA PERSOALAN HUKUM


BERKENAAN DENGAN PERJANJIAN
JOINT VENTURE DI INDONESIA
Oleh : Prof. Mr. Dr. S. Gautama

Kontradikasi peodapat mengenai persoalan 'p ilib.


an hukum dalam perjanjian joint venture sampai kini
masih berlangsung. Ada sebagian kalangan mengusul
ka. bahwo jib lerjodi sengkela onloro pibak dolom
perjanjian perdagangan intemasional ito, hendaknya
di selesaikan lewst hukum negaranya masing.masing
atau memilih penyelesaian melaloi badan hakim parti
kelir atau arbitrase, seringkali berpedoman pada Rule
of Consiliation and Arbitration dari ICC Paris.
Akhirnya beberapa persoalan yoridis yang berkailan
dengan perjanjian Joint Venture, akan di bahas
dalam tulisan ini.

1. Perjanjian joint venture (usaha patungan) antara pengusaha Indonesia dan


partner luar negeri merupakan suatu kontrak dagang yang bersifat
"internasional".' Karena pada perjanjian ini para pihak yang membuat-
nya masing-masing tunduk pada hukum nasional yang berlainan. Dengan
demikian je\askan adanya "unsuI asingH2, yang disebabkan karena
nasionalitas masing-masing pihak yang berbeda. Misalnya perjanjian
usaha patungan J ini diadakan antara pengusaha Indonesia disatu pihak
dan pengusaha Jepang di lain pihak . Hukum negara manakah yimg ber-
laku untuk perjanjian joint venture yang mereka buat ini: Hukum Jepang
.) Disampaikan pada Seminar International Chamber of Commerce dan Kamar Dagang Indonesia di
Jakarta. 20 Maret 1990.
I. "Jnrcrnasionar disini diartikan sehagai Kosmopolitis. Stperti orang bicara tentang "International School",
n
" In!ernationa~ Markel", "International Village dan sebagainya. bukan seperti "antarnegara- dalam
"hukum antamegara (international public)" arau -Law of Nation~ . Bdgk. S. Gautama, Hukum perdata
Internasionallndonesia, buku kesatu (dari seri delapan buku), PT Kinta (1961), eel. pertama, kemudian
dicetak ulang oleh Alumni Sandung no. 8.
2. "Unsur asing" atau "foreign element '" ini yang mcmbuat hubungan perdata "nasional'" berlaku men;adi
bersifal "Hukum Perdara Internasional", S. GaUlama, Pengantar Hukum Perdata Internasiona1lndone-
sia. -BINA CIPTA..., Bandung, eel. perlan:ta (1977) kemudian dicetak kembali, no. 3.
3. Perumusan "joint venture ~greement " ini lazimnya dipergunakan uDtuk "perjanjian kerjasama antara
dua atau Iebih pihak untuk maksud usaha dagang rertentu, dengan persetujuan nyata untuk mendirikan
suaw perseroan dag~ng dengan moda1, policy management dan prosedur tertentu yang menegaskan hak
dan kewajiban masing-mas.ing pihak~.
Violeta Ca1vo-Drilan dalam "'Seminar on International business law and practices~. Manila 30 Juni -
I Juli 1987 merumuskannya sebagai berikut : . . A joint venture is tbe joining together of two or more
parties for a specific business purpose, where it is expressly agreed to form a corporation with particular
capita1 structure, management policies and procedures and with the rights and obligations oh the parties
in such corporation being clearly determined~ (pada sub A).

Oktober 1990·
448 Hukum dan Pembangllnan

atau hllkum Indonesia?


Tiga pokok permasa/ahan yallgdi/,>41!as . .' ,; ..
2. Permohonan t~ntan,g .~hukum ya~g harus di~erl~k,!kan" ini (the appli-
cable law) adalah pokok permasalahan yang akan ditinjau dalam ulasah
ini. Oisamping persoalan "pi/ihall hukum o/ehpara pihak " (choice of Jaw
by the parties) akan ditinjau pula masalah berdekatan, yakni "pilihan
forum peradi/an" (choice of fon,lm, choice of jurisdiction) dan "dispute
settlement".
Semua masalah i,ni lazimnya diketemukan dalam suatu joint venture
agreement yang' dibuat di Indonesia.

Pilihan Hukum
Oalam .perjanjian joint venture yang dibuat antara pengllsaha
Indonesia dan pengusaha luar negeri misalnya pengusaha Singapura
dikemukakan klausula,mengenai hukum yang diperlakukan. Misalnya ter-
dapat perumusan sebagaiberikut : "For the implementation of this contract
Singapore Law will be applied".
Sebagai contoh konkrit lainnya dapat disebut disini kontrak-kontrak
yang .pernah ' dibuat oleh Pertamina dengan partner-partner luar negeri.
Misalnya LNG Contract 1973, pasal berbunyi : "This cotttract shall be
governed by and interpreted in accordance with the laws of the State of New
York, United State5 of America" .4 Oi sini ditunjuk kepada perundang-
undangan negara bagian New York, hal mana tepat adanya. Karena dalam
sistem hukum Amerika Serikat tiap-tiap negara bagian mempunyai hllkum
perdata dan dagang-nya secara sendiri-sendiri. Tidak ada suatu hukum
perdatal dagang Amerika Serikat. tetapi yang ada ialah hukum perdata:'
dagang dari negara-negara bagian masing-masing.
Mengenai kemampuan para pihak untuk memilih sendiri hukum yang
berlaku untuk . kontrak mereka ini, pada waktu sekarang sudah tidak
diragukan lagi. Tetapi beberapa puluh tahun berselang hal ini pernab di-
sangsikan. Apakab para pihak dengan perjanjian mereka ini dapat me-
lIentukan sendiri hukum yang akan berlaku bagi mereka. Jika demikian,
apakab mereka ini tidak akan dianggap seolab-olab menjadi pembuat
undang-undang ? Apakah dengan demikian mereka ini tidak duduk-duduk
di kursi pembuat undang-undang ? Tetapi sekarang ini, antara para sarjana
. dioidang HlIkum Perdata Internasional (disingkat "HPI") tidak ada lagi yang
meragukannya. Yang masib dipermasalahkan hanya mengenai Iuas bidang-
nya yang terbuka untuk pilihan hukum ini. Apakah dapat sembarang
macam hukum dipilih oleh para pihak, atau hanya sistim hukum yang
mempunyai hubungan tertentu, dengan kontrak yang dibuat. Misalnya
~. ullluk l'ontoh-cQluoh pcrjanjian Penamin,l dengan l)eru~ahaatl-pt!rusahaal1 a~ing iail1nH. lill:n
S. Gauwma, ~Kontrak l)i\gal1~ [mernasio!lal ~ ,
..;ct. kc -2 ··. \!ullln; ~ Sandung (\9RJ) b.\h I : "8I:'b>:r3IH
per"~lalan prakti., berkenaan J(,Hg~n kOlltr:<k-komrak an!ara u~ahaw:\!l ILhlon •.'~ia dan !,ih;~!..-pihaJ..
asiag . J ~. S ;:hf.
Beberupo 449

kontrak antara pedagang Indonesia dan Australia untuk membuat suatu


joint venture di bidang industri penanaman modal asing, berdasarkan
Undang-undang no. I tahuri 1967. Apakah hanya dapat dipilih antara
hukum Indonesia dan hukum negara bagian Australia ter.tentu, atau dapat
juga dipilih hukum negara Baltik atau negara Denmark, yang sarna sekali
tidak mempunyai kaitan sedikitpun dengan perjanjian joint venture di
Indonesia ini? Menurut pandangan yang dianut para sarjana HPI terbanyak,
pilihan yang dilakukan harus mempunyaj kaitan tertentu dengan perjanjian
yang dibuat. Akan tetapi, untuk perjanjian-perjanjian di bidang khusus,
seperti misalnya kontrak-kontrak pengangkutan melalui kapallaut (maritime
transactions) atau asuransi perkapallaut, adalah lazim bahwa dipakai sistim
hukum dari Inggris yang terkenal maju di bidang maritime law ini. Sekalipun
misalnya perjanjian yang dibuat adalah antara pedagang Indonesia dan
maskapai perkapalan Taiwan (bukan Inggris).
PiJihan forum penyelesaian sengketa.
Berkenaan dengan persoalan pilihan hukum oleh para pihak ini, timbul
dalam praktek hukum Indonesia berbagai masalah, yang mempunyai
hubungan dengan forum peradiJan yang dipilih dalam rangka "settlement of
disputes". Misalnya, dalam contoh perjanjian joint venture antara peng-
usaha Indonesia dan pengusaha Singapura, telah ditunjuk kepada hukum
Singapura sebagai hukum yan berlaku. Ada Pengadilan Negeri yang menarlk
kesimpulan, bahwa dalam hal timbul sengketa dan perkaranya diajukan
kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat misalnya, bahwa Pengadilan negeri
ini harus menyatakan diri tidak berwenang untuk memeriksa perkara ini dan
karenanya menyatakan gugatan (yan! sesuai dengan hukum acara perdata
yang berlaku untuk Indonesia, HIR - Reglemen Indonesia Diperbaiki - pasal
lIS), telah diajukan ditempat domisili si tergugat. Satu dan lain, karena
dalam perjanjian kerjasama bersangkutan telah dinyatakan 'Singapore
Law· yang berlaku, dan oleh karena itu maka Pengadilan yang berwenang
untuk memeriksa sengketa seperti ini adalah "Pen,gadilan Singapura'
(Singapore Court), padahal yang telah dimufakati oleh para pihak bukanlah
demikian. Yang mereka kehendaki adalah hanya berlakunya hukum
Singapura. Bukan, bahwa apabila timbul sengekta, maka Pengadilan
Singapura sajalah yang dapat mengadili perkara ini. Jadi dicampuradukkan
antaia 'pilihan sistim hukum oleh para pihak· dan 'plJihan forum peradiJan",
choice of juridiction, yang bukan dikehendaki oleh para pihak. Dalam jalan
pikiran Pengadilan yang keliru ini, dianggap sebagai "aneh', bahwa badan
peradilan di Indonesia, dapat menyelesaikan suatu sengketa perdatal dagang
dengan pemakaian hukum yang lain daripada sistim hukum Indonesia.
Misalnya, pemah terjadi, belum lama berselang, bahwa dianggap sebagai hal
yang ganjil bahwa perceraian antar suami istri yang status kewarganegaraan-
nya asing, berkewarganegaraan Jerman, diputus oleh pengadilan negeri di
Indonesia berdasarkan ketentuan Burgerliches Gesetzbuch Jerman. Bukankah
di Indonesia dan di muka pengadilan di Indonesia, suatu persoalan perdata

Oktober 1990
450 Hukum dan Pembangunan

hanya dapat diputuskan sesuai dengan hukum perdata Indonesia saja, dal)
bukan ber'da~arkan sistim hukum Iuar negeri, ialah sistim hukum nasioilal
smimi-istri yang sedang berperkara ini ? Padahal, pasal 16 ,A.B . untuk
Indonesia sendiri, sebagai salah satu sendi HPI Indonesia menerifukan
bahwa prinsip nasionalitas Y<lng berlaku. ' , ,
" Jadi dalam contoh kifa : hukum Jerman, dan bukan huku~lndonesia.
Sebenarnya, tidak perlu dipandang sebagai suatu "keanehan"apabila oleh
badan peradilan di indonesia, dip'ergunakan' sistiin hukum Singapura, jika
hal ini memang adalah yang telah dimufakati oleh para pihak. Juslru di
, ..
bidang perjanjian ini, sesuai dengan pasal 1338 KUH Perd. kehendak para
pihak yang telah terwujud dalam perjanjian i,ni mengikat para pihak sebagai
Undang-undang. Prinsip "sanctity of contracts" dapat dipersamakan
dengan "pacta sunt servanda" dalam hukum internasional publik. Inter-
prestasi yang tepat daripada pemilihan "hukum Singapura" oleh para pihak
dalam perjanjian ini diajukan dihadapan pengadilan negeri di Indoriesia,
sebagai tempat tinggal Tergugat. Tetapi pengadilan Indonesia harus memakai
hukum Singapura, bukan hukum perdata/dagang Indonesia, waktu meng-
adili perkara inL Bukan berarti bahwa pengadilan negeri di Indonesia harus
menyatakan dirinya tidak berwenang, karena para pihak bukan telah memilih
Singapura Court sebagai satu-satunya instansi yang berweria:ng mengadili
perkara inL
Dalam contoh kita, adalah menggembirakan bahwa Pengadilan Tinggi
Jakarta, telah secara tepat membatalkan putusan pengadilan negeri a quo
dan menyatakan bahwa pengadilan adalah berwenang untuk mengadili
sengketa ini'. Percampur-adukan "choice of law" dan "choice of
jurisdiction" adalah tidak pada tempatnya,
Perumusan daripada jurisdiksi forum peradilan luar negeri harus secara
tega, dinyatakan dalam perjanjian bersangkutan. Misalnya : "In case of a
dispute, the courts of the Republic of Singapore will have exclusive
jurisdiction'l.

Apakah pi/ihan hukum pcriu?


Mengenai perlunya diutarakan pilihan hukum dalam perjanjian Inter-
nasional atau tidak, ada pula perbedaan pendapat. Seorang lawyer ke-
namaan Inggris selalu menasehatkan klien-kliennya untuk memilih hukum
Ingggris untuk kontrak-kontrak liuernasional mereka. Waktu diabaikan,
,lawyer ini naik pitam dan berseru : "I cursed my clients! "6. Sebaliknya
waktu membahas soal ikut tidaknya Jerman dalam konvensi HPI tentang
Hukum Yang Berlaku untuk Jual Beli Internasional, dalam rangka konperen-
si HPJ Den Haag tahun 1955, oleh para pedagang Jerman teiah dikemukakan,

5. 8dgk. pUlusan Pengadilan Negcri Jakarta PU~itl no. 495.119850 {gl 16·4·19l'16 jo,} I'utusan I'..:ngadilan
Tinggi Jakarta no. 129/Pdl/1987/ PT DKI lSI. ;\0-4·1987. lloyd~ Balik International lid. !awan
P.T. Djajami Ojaja o.
6. Lihat Bill Morllock. "lawyer, Heal Thyself! ~ , The autobiography of a' solicilOr (1939). h. 169.
Heberapo 4SJ

bahwa bagi mereka soal memilih hukum tidak terlalu dipentingkan. 7


Karena mereka sebenarnya hendak jual mesin mereka dan bukan bersikap
sepeni para ahli hukum yang mementingkan pasal-pasal hukum saja. Yang
penting bagi merck a adalah memperbesar omzet ekspor mesin-mesin
mereka.
Para pembeli dari negara berkembang umumnya sangat sensitif
'mengenai hukum nasional mereka. Jika terlalu memaksa dipakainya hukum
Jerman, nanti banyak kontrak-kontrak penjualan mesin kepada pengusaha- ,
pengusaha negar berkembang akan kandas! Padahal menurut angka statistik
hanya kurang lebih dua persen daripada kontrak dagang yang dibual oleh
pedagang-pedagang Jerman dengan pedagang asing, ternyata menjadi
perkara. Mayoritas ,9S Of, tidak mengalami kesulitan. Daripada memusing-
kan kepala dengan masalah memilih hukum, mereka anjurkan untuk dipakai
saja "Klausu/a Arbitrase" menurut ICC Paris dan ditentukan suatu tempal
di luar negeri sebagai tempat pemeriksaan arbilrase ini. Dengan demikian
secara diam-iliarn apabila timbul sengketa persoalannya akan dibawa "keluar"
dari sislim hukum negara si pembeli (dari nesara berkcmbang ini). Karena
terdapat ketentuan arbitrase dari ICC, apabila tidak telah dinyatakan lain
oleh para pihak sendiri, maka hukum dari tempat dimana arbitrase di-
langsungkan adalah yang berlaku. Jadi dengan mempergunakan klausula
arbitrase, pada hakekatnya dalam praktek, penyelcsaian sengketa bersang-
kutan akan terjadi menurut sistim hukum luar negeri (di luar hukum dari
panner berkontraknya sendiri). Yang kita saksikan ialah bahwa arbitrase
dipergunakan untuk menentukan masalah hukum yang harus diperlukan
untuk kontrak sengketa.

Settlement of disputes
Dengan menyinggung soal arbitrase ini, liba kita pada bagian ketiga dari
pembahasan kita. Yakni persoalan "Settlement of disputes", yang juga selalu
nampak pada kontrak-kontrak joint venture. DaJam salah satu pasal 'ter-
akhi'r dari perjanjian usaha patungan, kita selalu menemui paSsl tentang
"Dispute Settlement" ini. Dan rata-rata hampir selalu dipilih penyelesaian
melalui badan "hakim partikelir" atau arbitrase. Sering kali dipilih arbitrase
sesuai dengan Rules of Conciliaiion and Arbitration of the International
Chamber of commerce (Paris).

Arbitrase karena' khawatir terhadap sistim peradilan lokal


Mengapa pihak luar negeri selalu condong kepada penyelesaian melalui
arbitrase ini? SaJah satu sebab utama, menurut hemat kami, adaJah
kekhall'atiran pihak pengusaha luar negeri, terhadap sis tim hukum dan para
hakim daTi negara-negara berkembang. Sistim hukum negara berkembang
7. 8dgk. Petersen, Die 8 Haager Konferenz, 24 abelsz (915), h. 1 dSI. · Slellungnahme Deutsche Rat fur
inlernalionales Privatrecht ".

Oktober J990
452' Hukum dan Pembangunan •

(termasuk 'Indonesia) dipandang .terlalu sulit u~tuk di inengerti. ',


Pelaksana~nnya olel) baqan peradilan dik\lawatirkan ~terpengaruh oleh ber- '
bag,ai "faktor X". Tekanan <!~ri luar pengadilan; maupun kecondongan dari
badan peradilan/nasional untuk memberi periindimgan dan mengutamakan
warganya sendiri, yang pada umumnya dianggap .termasuk , golonga'u
ekonomis jauh lebih le:nah daripada i>art~er luar 'negerinya. Adi y~n:g me-
ngatakan bahwa hukum' dari negara berkembang ini adalah "geIap gulita" .'
J ika kita ' harus 'diadill menurutnya' ia seperti orang' yang mel om pat kelu'ar
dalam 'gelap gulita ! ("Een ~proni in
het duister"). ' fliJk\lm negara ber- '
kern bang ini dii~aratkan sebai~i masuk dalam "rimoa" ("jungle")". Begitu'
besarp.ya ketakut~n l?ihak luar neged terhadap sistim hukum di negani 'kita
mis,unya, seperti pengusaha-pengusaha Jepang, yang seringkali menanyakan
kepada kawi sebelum memulai persiapan untuk berperkara : "Apakah masih
ada 'kemungkinan' bagi mereka u'ntuk menang, jika mengajukari ' pe~kara di
muki pengadilan di Indon';i~ ' 7" : Setelah dijelaskan, bahwa di" bidang
hukum perdata, tid"k ada perbedaan antara warga negara m~upun orang
asing '("berdiri ,sarna tinggiduduk sarna rendahny~"), 'ses~ai ilengan k'e~'
tentuan pitsal 1 KUH Perd. dan azas "audialteram partem" yang juga di- '
junjung tinggi dalam sistim azas berperk~ra dilndonesia, barulah"pihak
pengusaha Jepang ini menjadi ' lebih tenang. Tetapi, jika: mereka harus
memilih, maka, 'sesuai dengan contoh pedagang Jerman yang dikutip di atas:',
,

mereka.lebih condong untuk memilih penyelesaiap sengketa dengan arbitrase


di luar nelleri. ' " . • .

Eksekusi putusan arbitrase Iuar negeri masih sukar


Kiranya disini perlu kern bali diperhatikan timbulnya kesulitan dalam
praktek berkenaan dengan peng~kuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase
luar negeri., Untuk keadaan di Indonesia, walaupun sudah dikelilarkan
Keppres 198'1 'n'o, 34, dengan mana Republik indonesia turut serta' dalam
Konv~nsi PBB mengenai "Recognition and Enforcement of foreign arbitrai'
awards", dalam pra,ktek masih timbul kesulitan tentang pro'~es permintaan
eksekusi putusan arbltrase luar negeri ini, Satu dan lain, karena in(murut
pendapat Mahkamah Agung , daiam salah satu putusan, masih hiu'i i, die'
nantikan dikeluarkannya Peraturan Pe/aksanaan (dalam bentuk peraturlln
pemerintah, atau Perma, Peraturan Mahkamah Agung, atau • Permea" ,
,peraturan Menkeh) yang memberi kepastian tentang cara pelaksanaall
putusan arbitrase luar negeri oleh peradilan di Indonesia ini. Selama beliun
dikeluarkan peratutan pelaksanaan ini, pelaksanaan putusan arbitrase luar
negeri di Indonesia masih tertahan. 9

8. Udbk. Van Boeschoten. C.D. dan Fokkema. D .. Eenvormis koopn!cht en i.p.r .. Pril.:ad"iezen Vcre\:nig -
ing "oor Handelsrecht. (1966) h. IDS d!'iL
9. ~gk. S. Gaulama. Indonesia dan Arbitra;;e itllttna'iional, Alumni (19M). bab III : ~ Pcli\l... ~a naan
Kcpmusan arbilra'ie luar negeri di dalam wilayah Rcpublik Indonesia· , h. b7 dSI .
Beberapa 453

Pj}jhan arbitrase dihormati oleh Pengadilan Indonesia


Di lain pihak adalah menggembirakan, bahwa dalam banyak keputusan
dari Mahkamah Agung kita yang baru-baru ini telah dikumpulkan dalam
"Himpunan Putusan len tang Arbitrase", ' jalan menyei!:saikan sengketa
malalui arbitrase sudah "berakar" dalam sistim jurisprudensi Indonesia, hal
mana adalah sesuai dengan apa yang ditentukan pula dalam New York
Convention 1958, yang dilampirkan dalam Kepres 1981 no. 34 yakni, apa-
bila ·terdapat klausula arbitrase dalam suatu perjanjian, maka hakim harus'
menyatakan diri tidak berwenang untuk mengadili perkara ini dan mem-
persilahkan para pihak untuk melanjutkan perkara mereka melalui
arbitrase. JO

Kemungkinan arbitrase lain daripada melalui ICC


Dalam praktek di Indonesia pada perjanjian usaha patungan, klausula
arbitrase yimg sering dipakai adalah arbitrase menurut ICC Rules. Tetapi
sebenarnya ada alternatif lain. Memang tak dapat disangkal bahwa pada
mulanya, di jaman penjajahan transaksi-transaksi dagang yang dilangsung-
kan adalah antara parapihak dalam wilayah jajahan ini dan pengusaha
pihak pedagang dari negara penjajah sendiri atau perusahaan dagang yang
dimiliki dan dikontrol seluruhnya oleh kantor-kantor pusat yang ber-
kedudukan di negara induk itu. Dapat dimengerti, bahwa dalam keadaaan
demikian lebih baik, bilamana sengketa arbitrase diselesaikan di ibukota
negara-negara penjajah, misalnya di Amsterdam atau di London dimana
juga berpusat Kamar-kamar Dagang Internasional. Lembaga-Iembaga
sedemikian ini menurut kenyataannya memang berkembang di ibukota
metropolitan bersangkutan. Ibukota-ibukota Eropa ini yang kita saksikan
dapat memberikan fasilitas arbitrase dagang dan pusat-pusat arbitrase yang
terkenal ini, misalnya di Amsterdam, ,the Netherlands Coffee Trade Asso-
ciation , Grain and Corn Trade Association, London Commodity Exchange
Sugar Association of London, the London Courts of Arbitration dan se-
bagainya. Dalam hubungan inipun dapat disebut ICC di Paris. Lembaga-
lembaga ini mempunyai peraturan tersendiri dan fasilitas-fasilitas . untuk
melaksanakan arbitrase. Juga tersedia cara-cara untuk mengangkat. para
arbiter' serta Ketua Dewan Arbitrase dari' Panel yangmereka sedtakan 'itu '!
Arbitrase melalui ICC ini terwujud klirena para:' pihak ieIah mencantumkan
dalam konttak mereka suatu arbitration clause, seperti apa yang diajukan;
oleh ICC, yakni : ~.AlI <lisputes arising in , !ioJlJ~l'CtiOh ~ith the present:
contract shall be finally settled under the Rules of Conciliation and Arbi~
tration of the International Chamber of Commerce by one or more arbitra~'
;. . \,-~>"l " .,I: .,t ', " . . • '
1O•.j.Bd,~};>,! " ~J., ltutu.~_-pup~s.I\..M~J:c;_;m)..ah,..aspng nq,~l4~"K/$.ipll981.tgI,..i-J..J9:i2. P. .if" Ba.n . Jay~
la. Ahyu Foresry Company Ltd; no.794K/Sip/1982 dan no. 79SK/Sip/1982. Sukardi Kawilarang lao
masing-masing P. T. Ramayana, P. T. Asuransi Indrapura, putusan no. 3992/Pdt/1985 perkara P. T. BalU
Mulia Utama la. 5.S.C. (Samrapt et Brite Societe Anxiliane d'Enterproses Societe Routiere Colas):
arbitrase menurut BANI atau ICC. ' -,

Oktober 1990
454 Hukum dan Pembangunan

tors appointed in accordarice with the Rules".


Setelah berlangsung proses dekolon.isasi dirasakan perlu untuk meng-
adakan orie,ntasi kembaJi pada slstim penyelesaian sengketa yang dahulu hanya
disalurkan melalui badan-badan arbitrase dari negara-negar!, maju ini."

Uncitral Arbitration Rules


Maka dalam rangka usaha ini oleh PBB melalui United Nations
Commission on International Trade Law (UNCITRAL) telah diterima dan
dianjurkan supaya dapat dicapai, suatu kelompok peraturan arbitrase baru
yang dikenal sebagai 'Vncitrl!l Arbitration Rules". Disamping itu ada pula
usaha nyata dari negara-negara yang termasuk kelompok negara-negara Asia
Afrika (termasuk Indonesia) untuk membentuk pusat-pusat arbitrase ter-
sendiri, antaranya di Kuala Lumpur dan Kairo. Arbitrase melalui badan-
badan AALCC (Asian African Legal consultative Committee) yang berpusat
di Kuala Lumpur dan Kairo ini apabila tidak dikehendaki berlainan oleh para
pihak, memakai Uncitral Arbitration Rules untuk menyelesaikan sengketa
arbitrase dagang ini! "Superior bergaining position" dari para pengusaha
negara-negara maju, kini mendapat imbangan dengan adanya Pusat-pusat
Arbitrase dari negara-negara berkembang seperti Pusat-pusat Arbitrase
AALCC di Kuala Lumpur dan kairo. UNCITRAL yang mempunyai sebagai
tujuan "The Harmonization of International Trade Law" seperti ternyata
dalam Resolusi General Assembly PBB tanggal 17 desember 1966 (Regula-
tion No. 2205, XXI) antara lain mengadakan rekomendasi untuk secara
regional, mendirikan pusai-pusat arbitrase. Dengan demikian diharapkan
bahwa pusat-pusat arbitrase bukan hanya terdapat di ibukota negara maju
saja !
.._- ..
.....
~
-..
II. I !h:ll Ic!)ih iauh un!uk pr~ ini S. Gautama , o\rbilra'iC Dagallg Inlcrnasional. h. 60 ckl.

Serangan Musuh dapat dilumpuhkan


Tapi tiada tentara yang dapat menahan sebuah ide
yang tiba waktunya untuk menyatakan diri.

(Victor Hugo)

Anda mungkin juga menyukai