Anda di halaman 1dari 107

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id

Fakultas Hukum Skripsi Sarjana

2018

Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian


Kredit Dengan Jaminan SK
Pengangkatan PNS (Studi Pada CU.
Bahen Ma Nadenggan)
Silaban, Grace Elisabeth

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/4205
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KREDIT DENGAN

JAMINAN SK PENGANGKATAN PNS

(STUDI PADA CU. BAHEN MA NADENGGAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Untuk Memperoleh Gelar

Kesarjanaan Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

GRACE ELISABETH SILABAN

NIM 140200246

DEPARTEMEN KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK
Rabiatul Syariah *
Aflah **

Universitas Sumatera Utara


Grace Elisabeth Silaban ***

Sebagai bagian dari perkoperasian, dalam melaksanakan tujuan koperasi maka


Credit Union (CU) memberikan layanan kepada masyarakat demi kesejahteraan
anggota. Salah satu bentuk realisasi layanan yang diberikan adalah perjanjian
kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS yang melibatkan dua pihak yaitu
panitia kredit CU dan nasabah yang berstatus Pegawai Negeri Sipil. Permasalahan
yang dibahas adalah bagaimana proses pelaksanaan perjanjian kredit dengan
jaminan SK Pengangkatan PNS, bagaimana hubungan hukum antara masing-
masing pihak yang terlibat, dan juga penyelesaian sengketa dalam pelaksanaan
perjanjian kredit serta kendala yang dihadapi para pihak selama proses
pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS.

Metode penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian hukum normative


empiris. Sumber data yang digunakan adalah data yang bersumber dari penelitian
kepustakaan yaitu penelitian dengan mengumpulkan data-data sebagai data
pendukung, serta data dari dokumen perjanjian itu sendiri. Penulis juga melakukan
penelitian secara langsung ke lapangan guna mengumpulkan data-data yang
diperlukan berkaitan dengan skripsi ini yaitu dengan melakukan wawancara
secara langsung ke CU. Bahen Ma Nadenggan di Lintongnihuta dan Pegawai
Negeri terkait.
Sesuai dengan penelitian penulis, dapat disimpulkan bahwa hubungan
hukum antara pihak yang melakukan perjanjian kredit dengan jaminan SK
Pengangkatan PNS antara CU. Bahen Ma Nadenggan dengan nasabah secara
formal tidak mengandung cacat hukum dan masih sesuai dengan aturan hukum
yang berlaku. Hanya saja beberapa kendala yang ditemui adalah masalah
pembayaran angsuran dan penyimpanan jaminan serta dalam penyusunan isi
perjanjian hanya oleh sepihak saja yaitu CU. Oleh karena itu, dalam skripsi ini
penulis memberikan saran agar dalam proses pelaksanaan perjanjian kredit semua
pihak harus berperan aktif terutama nasabah dan diharapkan kepada para pihak
untuk tetap menjaga integritas agar menghindari perselisihan yang mengakibatkan
sengketa yang merugikan semua pihak.

Kata Kunci : Perjanjian Kredit, Jaminan, SK PNS

P
* Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
*** Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Universitas Sumatera Utara


Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang senantiasa memberikan

anugrah dan kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

ini. Skripsi ini berjudul : “Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Kredit Dengan

Jaminan SK Pengangkatan PNS (Studi Pada CU. Bahen Ma Nadenggan,

Lintongnihuta).

Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu persyaratan guna

menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara. Meskipun telah berusaha semaksimal

mungkin, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan

masih jauh dari sempurna, oleh karena keterbatasan ilmu pengetahuan, waktu,

tenaga serta literatur bacaan. Karena itu, penulis akan menerima dengan senang

hati segala kritik dan saran yang bersifat membangun.

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapatkan petunjuk dan bantuan

yang tak ternilai harganya, oleh karena itu dengan rasa hormat, cinta dan kasih

penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada kedua orang tua

penulis St.Edison Silaban dan Mentiasa Gultom yang senantiasa memberi

dukungan baik moril maupun materil, mendengar setiap keluhan penulis, memberi

semangat, mendoakan serta mendidik penulis hingga menjadi pribadi yang lebih

baik dan mampu menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, saudara-saudara penulis bang Lamhot, kak Fransiska, kak Lusi,

kak Novel, kak Ido, kak Kristin, Kak Yusni, Kakak Ipar Rooslin Bakara, Abang

Ipar bang Sianturi, bang Hombing, bang Regar, bang Munthe, dan bang Siahaan

yang selalu mendukung penulis dalam hal moril maupun materil.

Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan ucapan terimakasih

kepada:

Universitas Sumatera Utara


1. Prof. Dr. Budiman Ginting,S.H.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. OK Saidin,S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Puspa Melati,S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Jelly Leviza,S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

5. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring,S.H.M.Hum, selaku Ketua Departemen

Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

6. Ibu Rabiatul Syariah,S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah

banyak membantu dan meluangkan waktu, tenaga, dan pemikiran dalam

memberikan pengarahan, masukan-masukan dan kritikan yang

membangun selama proses penulisan skripsi ini.

7. Ibu Aflah,S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah

banyak membantu penulis, meluangkan waktu, tenaga dan pendapat baik

saran maupun kritikan dalam membimbing penulis untuk penulisan skripsi

ini.

8. Ibu Dr. Utary Maharani Barus,S.H.,M.Hum, selaku Dosen Penasehat

Akademik penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Bapak Fransiskus Gultom,S.E dan Bapak Junior Lumbantoruan,S.H.,

selaku pengurus CU. Bahen Ma Nadenggan yang membantu riset penulis

untuk melengkapi isi dari skripsi penulis, ibu Rumondang Siburian yang

bersedia diwawancarai penulis untuk melengkapi penulisan skripsi ini.

10. Kelompok Kecil Penulis PKK Bang Maruli Sinaga,S.H, Kak Tri

Universitas Sumatera Utara


Septa,S.H, dan teman KTB penulis Martin Sihombing,S.H, Sarmeli

Manalu,S.H, Deniel Prananta Sirait,S.H, Tetty MD Sihaloho,S.H, dan

Ishak Aritonang dan Kelompok Kecil Penulis Wanselgres, Iwan Manalu

dan Selvi Sitio.

11. UKM KMK USU UP FH yang menjadi wadah penulis untuk semakin

bertumbuh dalam iman dan mengenal pelayanan.

12. Teman-teman Penulis Yessica Agnes Saragi, Folorida Napitu, Rame

Hutasoit, Berliana Damanik, Elisa Manurung, Mulyadi Sihombing, Hertati

Sihombing, Sarah Lumban Tobing, Alumni SMANSA Linhut kelas XII

IPA 1, dan seluruh teman di FH USU yang tidak bisa disebutkan satu

persatu.

Medan, April 2018

Penulis,

Grace Elisabeth Silaban


140200246

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...............................................................................................................
i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN

Universitas Sumatera Utara


A. Latar Belakang ......................................................................................
1
B. Permasalahan......................................................................................... 8
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................
8
D. Manfaat Penulisan .................................................................................
9
E. Metode Penelitian................................................................................ 10
F. Keaslian Penulisan ..............................................................................
12
G. Sistematika Penulisan ......................................................................... 13

BAB II : TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN PADA UMUMNYA

A. Pengertian perjanjian ...........................................................................


16
B. Unsur-unsur dari suatu perjanjian .......................................................
20
C. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian .................................................
27
D. Bentuk-bentuk perjanjian ....................................................................
36
E. Lahir dan berakhirnya suatu perjanjian ...............................................
44

BAB III : TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT

A. Pengertian kredit dan perjanjian kredit ...............................................


58
B. Unsur-unsur perjanjian kredit ............................................................. 61
C. Fungsi dan tujuan perjanjian kredit .....................................................
65
D. Jenis-jenis perjanjian kredit................................................................. 66
E. Perjanjian kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS ..................
70

Universitas Sumatera Utara


BAB IV : ANALISIS HUKUM TERHADAP PERJANJIAN KREDIT
DENGAN JAMINAN SK PENGANGKATAN PNS DI CU. BAHEN MA
NADENGGAN

A. Proses Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan


Jaminan SK
Pengangkatan PNS di CU. Bahen Ma Nadenggan.............................. 74
B. Hubungan Hukum para Pihak dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan
SK Pengangkatan PNS ........................................................................ 81
C. Penyelesaian Sengketa dan Kendala Kendala dalam Pelaksanaan
Perjanjian Kredit dengan Jaminan SK pengangkatan PNS .................
85

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ......................................................................................... 90
B. Saran ....................................................................................................
91

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................


93 BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan di Indonesia saat ini, adalah

bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat serta terwujudnya

kesejahteraan rakyat yang adil dan merata di segala sektor sebagaimana yang

diamanatkan Pancasila dan UUD Republik Indonesia Tahun 19451. Terutama

dalam bidang ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup adalah dengan

mengembangkan sektor perekonomian dan perdagangan.

1 Djumialdji, Hukum Bangunan Dasar-Dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya
Manusia, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal.1

Universitas Sumatera Utara


Apapun komponen yang tercakup dalam kehidupan yang lebih baik itu,

pembangunan di semua masyarakat setidaknya harus memiliki tiga tujuan sebagai

berikut 2:

1. Peningkatan ketersediaan dan perluasan distribusi barang-barang kebutuhan

hidup yang pokok seperti makanan, tempat tinggal, kesehatan, dan

perlindungan.

2. Peningkatan standar hidup yang bukan hanya berupa peningkatan pendapatan

tetapi juga ketersediaan lapangan kerja yang lebih banyak, pendidikan yang

lebih baik, serta perhatian lebih besar terhadap nilai-nilai budaya dan

kemanusiaan. Secara keseluruhan, hal-hal ini hanya dapat meningkatkan

kesejahteraan yang bersifat materi (material well-being) tetapi juga

menumbuhkan harga diri individu dan bangsa.

3. Perluasan pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi individu dan bangsa

secara keseluruhan, yang tidak hanya membebaskan mereka dari kungkungan

sikap menghamba dan perasaan bergantung kepada orang dan negara bangsa

lain tetapi juga dari berbagai faktor yang menyebabkan kebodohan dan

kesengsaraan.

Meningkatnya pembangunan nasional bertitik berat pada bidang ekonomi

yang mengelola kekuatan potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan

memanfaatkan sarana permodalan yang ada sebagai sarana pendukung utama

dalam pembangunan tersebut membutuhkan penyediaan dana yang cukup besar.

Untuk mengembangkan perekonomian dan perdagangan diperlukan dana yang

tidak sedikit sebagai modal yang merupakan salah satu faktor penting dalam

2 Michael P.Torado & Stephen C.Smith, Pembangunan Ekonomi, Edisi Kesebelas Jilid 1,
Erlangga, Jakarta, 2015, hal.11

Universitas Sumatera Utara


penyelenggaraan aktivitas masyarakat dibidang perekonomian, baik masyarakat

perorangan maupun badan usaha untuk memenuhi kebutuhannya atau untuk

meningkatkan produksinya. Pemodalan ini membutuhkan peranan lembaga

keuangan perbankan dan non-perbankan salah satunya dengan pemberian kredit.

Dalam kaitannya dengan fasilitas pemberian kredit, analisis terhadap fakta dan

data yang menyertai debitur dalam mengajukan permohonannya merupakan

bagian dari faktor-faktor yang mendukung analisis dan kesimpulan bahwa terdapat

jaminan suatu fasilitas kredit yang diberikan dapat kembali dengan

menguntungkan. Oleh karena itu, terdapat pendapat bahwa jaminan adalah

keyakinan kreditor bahwa kredit yang diberikan dapat kembali dengan tepat

waktu. Dengan kata lain, istilah jaminan yang diistilahkan dengan jaminan

pemberian kredit diartikan sebagai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan

debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.3 Pemberian

fasilitas kredit oleh lembaga perbankan dan non perbankan idealnya berdasarkan

faktor finansial yang tercakup pada 3 pilar yaitu prospek usaha, kinerja dan

kemampuan calon debitur. 4

Pemberian kredit dapat diberikan oleh lembaga keuangan perbankan maupun

lembaga keuangan non-perbankan termasuk koperasi. Koperasi sebagai bagian

dari tata susunan ekonomi, hal ini berarti bahwa dalam kegiatannya koperasi turut

mengambil bagian bagi tercapainya kehidupan ekonomi yang sejahtera , baik bagi

orang-orang yang menjadi anggota perkumpulan itu sendiri maupun untuk

masyarakat di sekitarnya. Koperasi dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah

Co dan Operation (Cooperation, cooperatie), yang berarti kerjasama diantara

3 Try Widiyono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, Ghalia Indonesia, Jakarta,
2013, hal. 3
4Ibid., hal.2

Universitas Sumatera Utara


beberapa orang untuk mencapai tujuan bersama dengan adanya kerjasama tersebut

maka tujuan yang telah ditetapkan bersama akan lebih mudah untuk dicapai.5

Koperasi adalah suatu perkumpulan atau organisasi ekonomi yang

beranggotakan orang-orang atau badan-badan , yang memberikan kebebasan

masuk dan keluar sebagai anggota menurut peraturan yang ada dengan bekerja

sama secara kekeluargaan menjalankan suatu usaha, dengan tujuan mempertinggi

kesejahteraan jasmaniah para anggotanya. 6


Dalam Pasal 1 angka 1

UndangUndang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (selanjutnya disebut

Undang-Undang Perkoperasian) dinyatakan bahwa Koperasi adalah badan hukum

yang didirikan oleh orang-perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan

pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha,

yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial dan

budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Dalam sejarah koperasi Indonesia

dapat ditarik benang merah bahwa Koperasi Indonesia lahir dan tumbuh dari

‘proses simpan pinjam’. Artinya koperasi yang ada saat ini diawali dari adanya

kegiatan simpan-pinjam. 7
Salah satu bentuk koperasi tersebut adalah koperasi

kredit atau Credit Union (CU).

Koperasi Kredit (CU) adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari

orang-orang yang mempunyai kepentingan langsung dalam soal-soal perkreditan

atau simpan-pinjam.8 Koperasi Kredit atau Koperasi Simpan Pinjam merupakan

salah satu jenis koperasi yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 9

5 Zulfi Chair dan Aflah, Hukum Dagang dan Perkembangannya di Indonesia, Pustaka Bangsa
Press, Medan, 2016, hal. 136
6 R.T.Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, PT.Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2001, hal.1
7 Michell Eko Hardian, Jurnal Tesis: “Peranan Hukum dalam Pemberdayaan Credit
Union di Kalimantan Barat (studi pada Credit Union Lantang Tipo)”, Jurnal Nestor Magister
Hukum, Tanjung Pura, 2013, hal.7
8 R.T.Sutantya Rahardja Hadhikusuma,op.cit., hal.65

Universitas Sumatera Utara


Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi

dan Keputusan Menteri Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Republik

Indonesia Nomor : 351/Kep/M/XII/1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan

Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi.

Credit Union merupakan sebuah lembaga keuangan berbentuk koperasi, yang

menyediakan jasa-jasa keuangan seperti tabungan, pinjaman, asuransi, dan jasa

pengiriman uang (WOCCU 2003). Pada dasarnya CU merupakan lembaga kredit

yang memberikan pinjaman modal kepada anggotanya secara swadaya. Artinya,

modalnya dari anggota, dikelola oleh anggota, dan disalurkan kembali untuk

kesejahteraan anggota. Mekanisme penyaluran dan fitur produk simpan pinjam

CU, termasuk pengelolaan dan pelayanan ke anggota, mempertimbangkan

kearifan lokal atau budaya setempat.

Semua koperasi simpan pinjam di Indonesia menginduk pada Induk Koperasi

Kredit (Inkopdit), yang dulu bernama Credit Union Counselling Office (CUCO).

Berdasarkan data Inkopdit tahun 2016, jumlah koperasi kredit yang ada di

Indonesia adalah sebanyak 914 koperasi, dengan jumlah anggota lebih dari 2,7

juta orang, dan mengelola jumlah simpanan sebesar Rp2.269.000.000.000. Nilai

total aset hingga Juni 2016, lebih dari Rp25.000.000.000.000.9

Fakta tersebut selaras dengan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi

Keuangan (SNLIK) tahun 2016 oleh Otoritas Jasa Keuangan yang menyebutkan

bahwa tingkat indeks literasi keuangan Indonesia telah meningkat 7,82 % menjadi

29,66 % pada tahun 2016 dari 21,84 % di tahun sebelumnya (2015). Salah satu

penyebab naiknya “tingkat melek keuangan” adalah makin menjamurnya koperasi

9 Erin Fadillah Sari, Meneropong Pajak Kredit Union, Direktorat Jenderal Pajak
Kementrian Keuangan diakses dari http://www.pajak.go.id/content/article/meneropong-
pajakcredit-union, pada tanggal 19 Februari 2018 pukul 14.24 WIB

Universitas Sumatera Utara


kredit di Indonesia. Salah satu koperasi kredit yang sangat berperan dalam

membangun perekonomian Indonesia, terutama di pedesaan adalah Credit Union

(CU).

Salah satu CU yang terdaftar adalah CU. Bahen Ma Nadenggan yang

beralamat di Jalan Sisingamangaraja Nomor 85 Pasar Baru, Kecamatan

Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan. CU. Bahen Ma Nadenggan

mulai berdiri 27 Oktober 1999 dengan 30 orang pendiri. Sejalan dengan

pengakuan pemerintah terhadap Gerakan Koperasi Indonesia dengan terbitnya

Badan Hukum Induk Koperasi Indonesia pada era reformasi 1998, maka pada

tahun 1999 CU. Bahen Ma Nadenggan resmi dengan Badan hukum Nomor.

253/BH/KDK.2-8/XI/1999. Sampai Januari 2018 CU. Bahen Ma Nadenggan

memiliki keanggotaan sebanyak 4717 orang dari 20 lingkungan di 4 kecamatan

yaitu kecamatan Lintongnihuta, kecamatan Paranginan, kecamatan Doloksanggul,

dan Kecamatan Muara.10

Koperasi kredit atau CU. Bahen Ma Nadenggan mempunyai peranan yang

cukup besar dalam menyusun usaha bersama dari orang-orang yang mempunyai

kemampuan ekonomi terbatas dan seluruh kalangan masyarakat. CU. Bahen Ma

Nadenggan ini adalah salah satu koperasi kredit yang memberi layanan perjanjian

kredit juga kepada Pegawai Negeri dengan jaminan SK Pengangkatan PNS. Pada

saat ini sesuai dengan kenyataan yang dapat dilihat, bahwa tingkat kesejahteraan

para Pegawai Negeri masih dalam taraf yang sederhana. Untuk mencukupi

kebutuhan hidupnya para Pegawai Negeri dapat mengambil pinjaman uang atau

kredit pegawai negeri yang fasilitas ini memang telah disediakan pemerintah dan

10 Data diambil dari Laporan Keuangan dan Statistik Bulanan (LKSB) CU. Bahen Ma
Nadenggan

Universitas Sumatera Utara


diberikan ijin oleh pemerintah dikarenakan tidak ada peraturan tegas mengenai hal

tersebut.

Kegiatan penyaluran kredit secara umum membutuhkan adanya jaminan utang

atau disebut jaminan kredit (agunan). Agunan yang dijadikan salah satu

persyaratan dalam pemberian kredit, agunan dapat berupa benda yang menurut

hukum digolongkan sebagai barang tidak bergerak seperti tanah dan bangunan dan

dapat juga berupa benda yang menurut hukum digolongkan sebagai barang

bergerak bermotor yang dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan

(STNK) dan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB).11

Jaminan berupa surat-surat berharga maupun surat-surat yang berharga yang di

dalamnya melekat hak tagih, seperti saham, efek, surat keputusan pengangkatan

Pegawai Negeri Sipil (selanjutnya disebut SK Pengangkatan PNS) atau berupa

surat keputusan pensiun Pegawai Negeri Sipil, dan lain sebagainya. Walaupun SK

Pengangkatan PNS bukan merupakan benda yang dapat dipindahtangankan (yang

mempunyai nilai pengalihan), tetapi perkembangan dalam praktik perbankan dan

non-perbankan yang melihat sisi ekonomis pada surat tersebut menjadikannya

dapat diterima oleh beberapa lembaga sebagai jaminan kredit termasuk Credit

Union atau CU. Bahen Ma Nadenggan. Namun disisi lain terdapat pertentangan

atas SK Pengangkatan PNS yang dijadikan sebagai jaminan kredit mengingat SK

tersebut tidak dapat dialihkan sehingga menimbulkan kesulitan terhadap pihak

Koperasi kredit untuk dapat melakukan eksekusi apabila terdapat kredit macet

dalam masa pelunasan atas kredit yang dimaksud.12

11 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, hal.12


12 Lia Hartika, Jurnal Skripsi :”Analisis Yuridis Atas SK PNS Yang Dijadikan Agunan
Dalam Perjanjian Kredit Perbankan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan (Studi Pada PT. Bank Sumut Imam Bonjol Medan)”, 2015, hal.2

Universitas Sumatera Utara


Menurut ketentuan hukum di Indonesia SK PNS tidak termasuk dalam

jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan tetapi termasuk sebagai hak

istimewa (prevelege) yang wujudnya dapat berupa ijazah, surat keputusan (SK) ,

surat pensiun dan lain-lain. 13


Sehingga dalam perkreditan di Indonesia SK

Pengangkatan PNS dapat dijadikan sebagai jaminan kredit, apabila terjadi

wanprestasi , dalam hal ini terjadi pergantian antar waktu (PAW) yang dapat

disebabkan antara lain karena meninggal dunia, mengundurkan diri atau

diberhentikan oleh instansi terkait, berarti secara otomatis juga menyebabkan

berakhirnya keanggotaan sebagai PNS maka koperasi akan sulit untuk

mengeksekusi karena SK PNS bukan benda yang dapat diperjualbelikan sehingga

tidak bisa dieksekusi secara langsung.

Dalam pelaksanaan perjanjian kredit juga perlu diperhatikan bahwa setiap

pihak harus memahami peraturan perundangan yang berlaku, sehingga para pihak

yang melaksanakan perjanjian kredit tidak salah dalam mempraktekkan di

lapangan. Demikian juga dengan perjanjian kredit dengan jaminan SK

Pengangkatan PNS antara CU. Bahen Ma Nadenggan di Lintongnihuta dengan

Nasabah yang berstatus Pegawai Negeri perlu untuk memahami seperti yang ada

demi menghindari terjadinya pelanggaran hukum.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk membahas perjanjian

kredit dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian

Kredit Dengan Jaminan SK Pengangkatan PNS (Studi Kasus di CU. Bahen Ma

Nadenggan Lintongnihuta)”.

B. Permasalahan

13 J Satrio, Hukum Jaminan Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1993, hal. 11

Universitas Sumatera Utara


Adapun yang menjadi permasalahan antara lain sebagai berikut :

1. Bagaimana ketentuan peraturan hukum tentang perjanjian kredit dengan

jaminan SK pengangkatan PNS?

2. Bagaimana hubungan hukum para pihak dalam pelaksanaan perjanjian kredit

dengan jaminan SK Pengangkatan PNS?

3. Bagaimana Penyelesaian Sengketa dan kendala yang terjadi dalam

pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan SK pengangkatan PNS?

C.Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :


1. Untuk mengetahui pelaksanaan Perjanjian kredit dengan Jaminan SK

Pengangkatan PNS pada CU. Bahen Ma Nadenggan dengana Nasabah sesuai

dengan ketentuan hukum yang berlaku.

2. Untuk mengetahui hubungan hukum para pihak dalam pelaksanaan perjanjian

kredit.

3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian

kredit dan mengetahui upaya penyelesaian perselisihan yang ditempuh para

pihak apabila terjadi sengketa dalam perjanjian kredit dengan jaminan SK

Pengangkatan PNS.

D.Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Pembahasan skripsi ini diharapkan akan memberikan pemahaman dan

pengetahuan bagi pembaca mengenai pelaksanaan perjanjian kredit dengan

jaminan SK Pengangkatan PNS yang dalam hal ini disoroti dari proses

pelaksanaannya apakah telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku ,

hubungan hukum para pihak, kendala-kendala yang terjadi serta upaya yang

Universitas Sumatera Utara


dilakukan para pihak dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi. Hasil penelitian

ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kearah yang lebih baik kepada

seluruh masyarakat Indonesia terutama Pegawai Negeri Sipil dalam mempelajari

perjanjian kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS.

2. Manfaat Praktis

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi, bahan masukan serta

sumbangan pemikiran bagi para praktisi, Pegawai Negeri, dan seluruh masyarakat

Indonesia dalam mempelajari tentang perjanjian kredit dengan jaminan SK

Pengangkatan PNS.

E.Metode Penelitian

Penulisan skripsi ini didasari oleh suatu penelitian tertentu untuk menemukan

atau merumuskan, menganalisa dan memecahkan permasalahan dengan benar.

Dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan cara-cara atau metode-metode

tertentu sebagai berikut :

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sifat penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi adalah

deskriptif analitis artinya dari data penelitian yang dianalisis dapat

menggambarkan pelaksanaan perjanjian kredit antara CU. Bahen Ma Nadenggan

dengan Pegawai Negeri. Dalam penulisan skripsi ini, jenis penelitian yang

digunakan adalah memakai pendekatan gabungan antara penelitian hukum

normatif dan penelitian hukum empiris.

Penelitian hukum normatif yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan atau data

sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat pada

peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, kaidah hukum, dan sistematika

Universitas Sumatera Utara


hukum. Sedangkan penelitian yuridis empiris adalah metode penelitian yang

dilakukan untuk mendapat data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan

pihak tertentu yang berkaitan dengan Perjanjian Kredit dengan Jaminan SK

Pengangkatan PNS pada CU. Bahen Ma Nadenggan.

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan didukung data

sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak

melalui media perantara) melalui metode survei dan metode observasi. Data

sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil

penelitian yang berwujud laporan , dan sebagainya yang disusun secara yuridis

untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan. Adapun data sekunder

adalah data yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan suatu bahan hukum yang mempunyai

sifat mengikat atau memiliki otoritas. Bahan hukum dalam skripsi ini

terdiri dari peraturan perundang-undangan seperti Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992

tentang Perkoperasian (selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2012 tentang Perkoperasian), Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri

Sipil, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, Keputusan Menteri

Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor :

Universitas Sumatera Utara


351/Kep/M/XII/1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha

Simpan Pinjam oleh KoperasiUndang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang diperoleh dari buku hukum yang

member penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil penelitian

dan pendapat dari pakar hukum. Termasuk juga semua dokumen yang

merupakan informasi atau merupakan kajian berbagai media seperti koran,

majalah, artikel-artikel yang dimuat di berbagai website internet.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan informasi yang baik dan terdokumentasi

atau tersaji melalui media, yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum sekunder , seperti kamus hukum, ensikopledia,

majalah, surat kabar dan sebagainya.

d. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara :

1) Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penulis mencari

dan mengumpulkan serta mempelajari informasi

sebanyakbanyaknya dengan melakukan penelitian terhadap

peraturan perundang-undangan, buku, karangan para sarjana

dan ahli hukum serta situs internet yang berkaitan dengan

masalah yang dibahas dalam penulisan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


2) Penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang

dilakukan dalam bentuk studi kasus. Penulis melakukan studi

lapangan terhadap permasalahan yang dihadapi dalam

pelaksaan perjanjian pemborongan untuk melengkapi bahan

yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan di atas.

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis, diketahui bahwa skripsi

dengan judul “Analisis Hukum Terhadap Perjanjian Kredit Dengan Jaminan SK

Pengangkatan PNS (Studi Pada CU. Bahen Ma Nadenggan, Lintongnihuta)”

belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis

menyusun tulisan ini melalui media referensi buku-buku, media elektronik

(internet) sebagai sarana penunjang informasi jaringan perpustakaan terluas, dan

studi kasus pada data sekunder yaitu dengan menelaah pada dokumen Surat

Perjanjian Kredit antara CU. Bahen Ma Nadenggan dengan Pegawai Negeri

dengan jaminan SK Pengangkatan PNS, serta wawancara yang dilakukan penulis

kepada para pihak.

Dari hasil penelusuran Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum /

Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui surat uji bersih

tertanggal 17 Januari 2018 menyatakan bahwa tidak ada judul skripsi yang sama.

Penulis juga menelusuri berbagai judul karya ilmiah melalui media elektronik,

belum pernah dilakukan pembahasan skripsi yang berjudul di atas dan ini adalah

murni hasil penelitian dan pemikiran dalam rangka melengkapi tugas memenuhi

persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.

G. Sistematika Penulisan

Universitas Sumatera Utara


Dalam penulisan skripsi ini, pembahasan secara sistematis sangat diperlukan

untuk memudahkan dalam membaca dan memahami serta memperoleh manfaat

dari penulisan skripsi tersebut. Untuk memudahkan hal tersebut, maka penulisan

skripsi ini dibuat secara menyeluruh mengikat kerangka dasar yang terbagi dalam

bab per bab yang saling berhubungan satu sama lain. Adapun sistematika

penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I: PENDAHULUAN

Di dalam bab pertama skripsi ini akan membahas tentang latar belakang

penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,

metode penulisan, keaslian penulisan dan sistematika penulisannya.

BAB II : TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN PADA UMUMNYA

Di dalam bab kedua skripsi ini berisi tinjauan tentang perjanjian pada

umumnya, dimana membahas tentang perjanjian, unsur-unsur perjanjian, syarat

sahnya perjanjian, bentuk-bentuk perjanjian, lahir dan berakhirnya suatu

perjanjian.

BAB III: TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT

Di dalam bab ketiga skripsi ini berisi tinjauan tentang perjanjian kredit,

dimana sub pembahasan dari bab ketiga ini yaitu pengertian kredit, unsur-unsur

perjanjian kredit, fungsi dan tujuan perjanjian kredit, jenis-jenis perjanjian kredit,

serta perjanjian kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV: ANALISIS HUKUM TERHADAP PERJANJIAN KREDIT DENGAN

JAMINAN SK PENGANGKATAN PNS

Di dalam bab keempat skripsi ini berisi analisis hukum tentang perjanjian

kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS pada CU. Bahen Ma Nadenggan

dengan Pegawai Negeri sebagai Nasabah dimana sub pembahasan dari bab

keempat ini adalah ketentuan peraturan hukum tentang Perjanjian Kredit dengan

Jaminan SK Pengangkatan PNS, hubungan para pihak dalam pelaksanaan

perjanjian kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS dan penyelesaian

sengketa dan kendala dalam pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan SK

Pengangkatan PNS.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini. Dimana bab ini

berisi kesimpulan dan saran terhadap hasil analisa dari bab–bab sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA

A.Pengertian Perjanjian

Istilah kontrak atau perjanjian dalam praktik terkadang masih dipahami secara

rancu. Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disingkat BW) menggunakan istilah

overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal ini secara jelas dapat

disimak dari judul Buku III titel kedua tentang “Perikatan-Perikatan yang lahir

dari kontrak atau perjanjian” yang dalam bahasa aslinya (Bahasa Belanda), yaitu :

“Van verbintenissen die uit contract of overeeenkomst geboren worden”.14 Istilah

perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis. Di berbagai

perpustakaan dipergunakan bermacam-macam istilah seperti dalam KUH Perdata

digunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan perjanjian untuk overeenkomst,

Utrecht dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia menggunakan istilah

perutangan untuk verbintenis dan perjanjian untuk overeenkomst, Ikhsan dalam

bukunya Hukum Perdata Jilid I menerjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan

overeenkomst dengan persetujuan.15

14 Agus Yudha Hemoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak


Komersial, Kencana, Jakarta, 2013, Hal. 13
15 R. Soeroso, Perjanjian Di Bawah Tangan Pedoman Praktis Pembuatan dan Aplikasi
Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 3

Universitas Sumatera Utara


Mengenai istilah perjanjian dan persetujuan ini menurut ahli ada pendapat

yang berbeda. Menurut R. Wirjono Prodjodikoro perjanjian dan persetujuan

adalah berbeda. Beliau berpendapat bahwa persetujuan dalam perundangundangan

Hindia Belanda dinamakan “overeenkomst”, yaitu suatu kata sepakat antara dua

pihak atau lebih mengenai harta benda kekayaan mereka yang bertujuan mengikat

kedua belah pihak, sedangkan perjanjian menurut beliau

Universitas Sumatera Utara


adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antar dua

pihak, dalam mana satu pihak berjanji untuk melakukan sesuatu hal sedangkan

pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan perjanjian itu.16

Menurut para ahli hukum, setiap perjanjian haruslah berdasarkan kata sepakat

untuk menimbulkan akibat hukum. Subekti memberikan defenisi perjanjian adalah

suatu peristiwa dimana seorang berjanji pada seorang lain atau dimana dua orang

itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 17


Sedangkan KRMT

Tirtodiningrat memberikan defenisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum

berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan

akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undang-undang.18

Perjanjian diatur dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, sumber perikatan yang lain

adalah undang-undang. Pasal 1313 BW memberikan rumusan tentang kontrak

atau perjanjian adalah “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Menurut Setiawan, rumusan Pasal 1313 BW selain tidak lengkap juga sangat

luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat

luas karena dengan digunakannya perkataan ‘perbuatan’ tercakup juga perwakilan

sukarela dan perbuatan melawan hukum. Terhadap defenisi Pasal 1313 BW ini

Purwahid Patrik menyatakan beberapa kelemahan, yaitu19:

16 A.Qirom Syamsudin Milala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta


Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 8.
17 Subekti, Hukum Perjanjian, Cet.XVI, Intermasa, Jakarta, 1996, hal. 1
18 Agus Yudha Hernoko, op.cit.,hal. 16
Ibid.,hal. 17
19

Universitas Sumatera Utara


1. Defenisi tersebut hanya menyangkut perjanjian sepihak saja. Hal ini dapat

disimak dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang atau lebihnya”. Kata “mengikatkan” merupakan kata kerja yang

sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua pihak. Sedang

maksud perjanjian itu para pihak saling mengikatkan diri, sehingga tampak

kekurangannya yang seharusnya ditambah dengan rumusan “saling

mengikatkan diri”;

2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus/kesepakatan, termasuk

perbuatan mengurus kepentingan orang lain (zaakwarneming) dan perbuatan

melanggar hukum (onrechtmatigedad). Hal ini menunjukkan makna

“perbuatan” itu luas dan yang menimbulkan akibat hukum;

3. Perlu ditekankan bahwa rumusan Pasal 1313 BW mempunyai ruang lingkup

di dalam hukum harta kekayaan (vermogensrecht)

Sehubungan dengan itu, menurut Setiawan perlu kiranya diadakan perbaikan

mengenai defenisi tersebut, ialah 20:

a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang

bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum

b. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkankan dirinya” dalam Pasal

1313 BW

c. Sehingga perumusannya menjadi “perjanjian adalah perbuatan hukum,

dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan

dirinya terhadap satu orang atau lebih”

20

Universitas Sumatera Utara


Ibid.,hal. 16

Selain itu, terhadap defenisi perjanjian yang tercantum pada Pasal 1313

KUHPerdata ini dianggap kurang begitu memuaskan karena memiliki kelemahan.

Kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai berikut :21

1) Hanya menyangkut sepihak saja

Hal ini dapat disimak dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata “mengikatkan”

merupakan kata kerja yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak

berasal dari kedua pihak. Sedang maksud perjanjian itu adalah para pihak

saling mengikatkan diri, sehingga tampaklah kekurangannya. Seharusnya

pengertian perjanjian itu ditambah dengan rumusan “saling mengikatkan diri”.

2) Kata perbuatan mencakup juga kata consensus/kesepakatan

Pengertian kata “perbuatan” berarti termasuk juga tindakan mengurus

kepentingan orang lain (zaakwaarneming) dan perbuatan melawan hukum

(onrechtmatige daad). Hal ini menunjukkan makna kata “perbuatan” itu

sangatlah luas dan dapat menimbulkan akibat hukum. Seharusnya dalam

kalimat tersebut dipakai kata “persetujuan”.

3) Pengertian perjanjian terlalu luas

Perjanjian yang dikehendaki dalam Buku Ketiga KUHPerdata adalah

perjanjian yang bersifat kebendaan, bukanlah perjanjian yang bersifat

personal. Sementara itu, pengertian perjanjian dalam Pasal tersebut dianggap

terlalu luas, karena mencakup juga perlangsungan perkawinan, janji kawin,

yang dimana hal ini diatur dalam lapangan hukum keluarga.


21

Universitas Sumatera Utara


4) Tanpa menyebut tujuan

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1990, hal. 88.

22

Universitas Sumatera Utara


Dalam perumusan Pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian,

sehingga para pihak yang mengikatkan diri tersebut dianggap tidak jelas

tujuannya saling mengikatkan diri.

Pengertian perjanjian di atas memiliki kelemahan-kelemahan, sehingga atas

dasar tersebut perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian

tersebut. Pengertian perjanjian yang dikemukakan para ahli di atas melengkapi

kekurangan defenisi Pasal 1313 KUHPerdata, sehingga secara lengkap pengertian

perjanjian adalah perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.19

Di dalam suatu perjanjian itu harus ada pihak, dimana kedua belah pihak ini

harus membuat kata sepakat untuk menghasilkan akibat hukum tertentu.

Berdasarkan pengertian perjanjian di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal yang

diperjanjikan adalah :20

a) Perjanjian memberi atau menyerahkan sesuatu barang (misalnya: jual-beli,

tukar-menukar, sewa-menyewa, hibah dan lain-lain)

b) Perjanjian berbuat sesuatu (misalnya: perjanjian perburuhan dan lain-lain)

c) Perjanjian tidak berbuat sesuatu (misalnya: tidak membuat tembok yang

tinggi-tinggi, dan lain sebagainya).

B.Unsur-Unsur Dari Suatu Perjanjian

Suatu perjanjian memiliki unsur yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu

unsur essensialia dan bukan essensialia. Terhadap yang disebutkan belakangan ini

terdiri atas unsur naturalia dan accidentalia:21

1. Unsur Essensialia
19 Agus Yudha Hernoko. Op. Cit, hal.18.
20 Lukman Santoso AZ, Hukum Perjanjian Kontrak, Yogyakarta, Cakrawala, 2012, hal. 12.
21 I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2016, hal. 43

Universitas Sumatera Utara


Eksistensi dari suatu perjanjian ditentukan secara mutlak oleh unsur

essensialia, karena tanpa unsur ini suatu janji tidak pernah ada. Contohnya tentang

“sebab yang halal”, merupakan essensialia akan adanya perjanjian. Dalam jual

beli, harga dan barang yang disepakati oleh penjual dan pembeli merupakan unsur

essensialia. Dalam perjanjian riil, syarat penyerahan objek perjanjian merupakan

unsur essensialia. Begitu pula dalam bentuk tertentu merupakan unsur essensialia

dalam perjanjian formal.

2. Unsur Naturalia

Unsur ini dalam perjanjian diatur dalam undang-undang, tetapi para pihak

boleh menyingkirkan atau menggantinya. Dalam hal ini ketentuan undang-undang

bersifat mengatur atau menambah (regelend atauaanvullendrecht). Misalnya

kewajiban penjual menanggung biaya penyerahan atau kewajiban pembeli

menanggung biaya pengambilan. Hal ini diatur dalam Pasal 1476 KUH Perdata :

“Biaya penyerahan dipikul oleh si penjual, sedangkan biaya pengambilan


dipikul si pembeli.”
Anak kalimat dari pasal tersebut menunjukkan bahwa undang-undang

(hukum) mengatur berapa kebolehan bagi pihak (penjual dan pembeli)

menentukan kewajiban mereka berbeda dengan yang disebutkan dalam

undangundang itu. Begitu juga kewajiban si penjual menjamin (vrijwaren) aman

hukum dan cacat tersembunyi kepada si pembeli atas barang yang dijualnya itu.

Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 1491 KUH Perdata.22

3. Unsur Accidentalia

Unsur ini sama halnya dengan unsur naturalia dalam perjanjian yang sifatnya

penambahan dari para pihak. Undang-undang (hukum) sendiri tidak mengatur

22Ibid., hal. 44

Universitas Sumatera Utara


tentang hal itu. Contohnya dalam perjanjian jual beli benda-benda pelengkap

tertentu bisa ditiadakan.

Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi “suatu persetujan adalah suatu perbuatan

dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau

lebih”, sehingga menurut Abdulkadir Muhammad dalam bukunya menyatakan

unsur-unsur perjanjian sebagai berikut :23

a. Ada pihak-pihak

Dalam suatu perjanjian paling tidak terdapat pihak-pihak yang mana

pihakpihak inilah yang kemudian disebut dengan subjek perjanjian. Subjek

perjanjian ini dapat berupa manusia pribadi dan badan hukum. Dalam

melaksanakan suatu perjanjian para subjek hukum ini haruslah orang-orang yang

cakap dalam melakukan perbuatan hukum seperti yang telah ditetapkan dalam

undang-undang. Orang-orang yang dibawah umur, orang yang tidak waras

dianggap tidak cakap hukum sehingga orang tersebut dianggap tidak boleh

melaksanakan perjanjian.

b. Ada persetujuan antara pihak-pihak

Perjanjian baru disebut berlaku apabila terdapat persetujan diantara para pihak.

Persetujuan disini bersifat tetap, bukan lagi disebut sebagai proses sedang

berunding. Adapun yang dimaksud dengan berunding adalah tindakan-tindakan

pendahuluan untuk menuju kepada adanya persetujuan. Dalam hal ini, persetujuan

tersebut ditunjukkan dengan penerimaan tanpa syarat atas suatu tawaran,

maksudnya adalah apa yang ditawarkan oleh pihak yang satu diterima oleh pihak

yang lainnya. Dalam perundingan tersebut hal-hal yang dibahas umumnya tentang

syarat-syarat dan mengenai objek perjanjian. Dengan disetujuinya oleh

23 Abdulkadir Muhammad, op.cit,hal. 79.

Universitas Sumatera Utara


masingmasing pihak tentang syarat-syarat dan objek perjanjian itu, maka

timbullah persetujan dan persetujuan ini yang kemudian menjadi salah satu syarat

sahnya suatu perjanjian.

c. Ada tujuan yang dicapai

Setiap perjanjian yang lahir tentunya memiliki tujuan, yaitu untuk memenuhi

kebutuhan pihak-pihak itu, yang mana kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi

apabila mengadakan perjanjian dengan pihak lain. Perjanjian yang dibuat para

pihak tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak

dilarang oleh undang-undang.

d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan

Lahirnya suatu perjanjian mengakibatkan timbulnya kewajiban bagi para

pihak untuk melaksanakan suatu prestasi.Prestasi merupakan kewajiban yang

harus dipenuhi oleh pihak-pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian, misalnya

dalam hal jual-beli pembeli berkewajiban membayar harga barang dan penjual

berkewajiban menyerahkan barang.Dalam Hukum Perdata prestasi diatur dalam

Pasal 1234 KUH Perdata.

e. Ada bentuk tertentu

Dalam melaksanakan suatu perjanjian, bentuk dari perjanjian tersebut harus

ditentukan, karena ada ketentuan undang-undang yang menyatakan bahwa hanya

dengan bentuk tertentu suatu perjanjian memiliki kekuatan mengikat dan kekuatan

bukti. Biasanya bentuk tersebut dibuat berupa akta. Selain perjanjian yang dibuat

secara tertulis, ada juga perjanjian yang dibuat secara lisan, yaitu hanya dengan

kata-kata yang jelas maksud dan tujuannya yang dapat dipahami oleh pihak-pihak

itu dirasa sudah cukup, kecuali para pihak yang menghendaki supaya dibuat

secara tertulis (akta).

Universitas Sumatera Utara


f. Ada syarat-syarat tertentu

Syarat-syarat tertentu yang dimaksud disini sebenarnya sebagai isi perjanjian,

karena dari syarat-syarat inilah kemudian diketahui hak dan kewajiban

pihakpihak. Syarat-syarat yang dimaksud adalah syarat subjektif dan syarat

objektif.

Dalam membuat suatu perjanjian, dikenal adanya beberapa asas umum yang

diberlakukan yaitu :

1)Asas Kebebasan Berkontrak

Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting karena

merupakan perwujudan dari kehendak bebas, pancaran dari hak manusia.

Kebebasan berkontrak dilatarbelakangi oleh paham individualism yang secara

embrional lahir di zaman Yunani, yang menyatakan bahwa setiap orang bebas

untuk memperoleh apa yang dikehendakinya, dalam Hukum Perjanjian falsafah

ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak” dan hal ini menurut teori laissez

fair, dianggap sebagai the invisible hand, karenanya pemerintah tidak boleh

mengadakan intervensi, paham individualism member peluang yang luas bagi

golongan yang lemah. Dengan kata lain, pihak yang kuat menentukan kedudukan

yang lemah.24

Asas kebebasan berkontrak (partij autonomi, freedom of contract,

contractvrijheid) yang mengakibatkan sistem hukum perjanjian terbuka.

Peraturan-peraturannya bersifat melengkapi (anvullen, regulatory). Kebebasan

berkontrak artinya bebas menentukan isi perjanjian dan dengan siapa mengadakan

perjanjian. Asas kebebasan berkontrak bersifat universal yang merujuk pada

adanya kehendak yang bebas dari setiap orang yang membuat kontrak atau tidak

24 I Ketut Oka Setiawan, op.cit., hal. 45

Universitas Sumatera Utara


membuat kontrak, pembatasannya hanyalah untuk kepentingan umum dan di

dalam kontrak itu harus ada keseimbangan yang wajar. 25 Dalam

perkembangannya asas kebebasan berkontrak ini semakin sempit dilihat dari

beberapa segi yaitu :

- Dari segi kepentingan umum;

- Dari segi perjanjian baku (standar); dan

- Dari segi perjanjian dengan pemerintah (Perjanjian Publik).

2) Asas Konsensualisme

Asas ini menentukan perjanjian dan dikenal baik dalam sistem hukum Civil

Law maupun Common Law. Dalam KUH Perdata asas ini disebutkan pada Pasal

1320 yang mengandung arti “kemauan atau will” para pihak untuk saling

berpartisipasi mengikatkan diri. Asas konsensualisme menekankan suatu janji

lahir pada detik terjadinya consensus (kesepakatan atau persetujuan antara kedua

belah pihak) mengenai hal-hal pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian.

Apabila perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis maka bukti tercapainya konsensus

adalah saat ditandatanganinya perjanjian itu oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Namun, tidak semua perikatan tunduk dengan asas ini, karena terhadapnya ada

pengecualian yakni terhadap perjanjian formal (hibah, perdamaian) serta

perjanjian riil (pinjam pakai, pinjam-meminjam).26

3) Asas Kepribadian

Asas ini diatur dalam Pasal 1315 jo. Pasal 1340 KUH Perdata, dimana Pasal

1315 KUH Perdata berbunyi :

25 Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan dalam KUH Perdata Buku Ketiga
Yurisprudensi, Doktrin serta Penjelasan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2015, hal. 84
26 I Ketut Oka Setiawan, op. cit., hal. 46

Universitas Sumatera Utara


“Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau
meminta ditetapkan suatu janji selain daripada untuk dirinya sendiri.”
Sedangkan menurut Pasal 1340 KUH Perdata :

“Persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak


yang membuatnya….”
Karena suatu perjanjian itu hanya berlaku bagi yang mengadakan perjanjian

itu sendiri, maka pernyataan tersebut dapat dikatakan menganut asas kepribadian

dalam suatu perjanjian. Namun demikian, tidak semua perjanjian tunduk pada asas

ini karena adanya pengecualian yang diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang

menyatakan bahwa :

“Lagi pula diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna
untuk kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji yang
dibuat oleh seseorang untuk dirinya sendiri, atau suatu pemberian yang
dilakukannya kepada seorang lain, memuat suatu janji yang seperti itu.” 4)Asas
Keseimbangan

Asas ini mengkehendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian

tersebut secara seimbang. Kreditur mempunyai hak untuk menuntut prestasi, bila

perlu melalui kekayaan debitur, tetapi ia juga berkewajiban melaksanakan janji itu

dengan itikad baik. Dengan demikian, terlihat hak kreditur kuat yang diimbangi

dengan kewajiban memperhatikan itikad baik sehingga kreditur dan debitur

keduanya seimbang.

5) Asas Kepastian Hukum

Suatu perjanjian merupakan perwujudan hukum sehingga mengandung

kepastian hukum. Hal ini tersirat dalam Pasal 1338 KUH Perdata ayat (1).

Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai

undang-undang bagi para pihak.

6) Asas Moral

Universitas Sumatera Utara


Asas ini dapat dijumpai dalam perbuatan sukarela dari seseorang seperti

zaakwaarneming yang diatur dalam Pasal 1354 KUH Perdata dan dalam Pasal

1339 KUH Perdata yang member motivasi kepada pihak-pihak untuk

melaksanakan perjanjian berdasarkan “kesusilaan” (moral) sebagai panggilan dari

hati nuraninya.27

7) Asas Kepatutan

Asas ini dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata yang antara

lain menyebutkan bahwa :

“Perjanjian tidak hanya mengikat hal-hal yang secara tegas dinyatakan di


dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian
diharuskan oleh kepatutan…..”
Asas ini selayaknya tetap dipertahankan karena melalui asas kepatutan ini

dapat diketahui bahwa hubungan para pihak ditentukan juga oleh rasa keadilan

dalam masyarakat.

C.Syarat Sahnya Suatu Perjanjian

Dilihat dari struktur perjanjian, maka Asser membedakan bagian-bagian

perjanjian, yaitu bagian inti (wezenlijk oordeel) dan bagian yang bukan inti (non

wezenlijk oordeel). Bagian inti disebutkan essensialia, sedangkan bagian non inti

dibedakan atas naturalia dan accindentalia.28

Essensialia: bagian ini merupakan sifat yang harus ada dalam perjanjian, sifat

yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta

(constructieve oordeel). Seperti persetujuan antara para pihak dan

objek perjanjian.29

27 Mariam Darus Badrulzaman, op.cit., hal. 91


28Ibid., hal. 107
29 Mariam Darus Badrulzaman dkk, Komplikasi Hukum Perikatan Dalam Rangka
Memperingati Memasuki Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung,
2001, hal. 74

Universitas Sumatera Utara


Naturalia: bagian ini merupakan sifat bawaan (natuur) secara diam-diam

melekat pada perjanjian, seperti menjamin tidak ada cacat dalam

benda yang dijual (vrijwaring).30

Accidentalia: bagian ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian jika

secara tegas diperjanjikan oleh para pihak. Misalnya domisili para

pihak. 31

Mengenai syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata

yang menyatakan bahwa “untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat

syarat yakni sepakat mereka yang mengikatkan diri; kecakapan untuk membuat

suatu perikatan; suatu hal tertentu; dan suatu sebab yang halal.”

Syarat pertama dan kedua yang disebutkan di atas dinamakan syarat subjektif,

karena menyangkut soal orang-orang yang mengadakan perjanjian, sedangkan

syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif karena menyangkut objek dari

peristiwa yang dijanjikan itu.32

1.Sepakat

Kata sepakat dalam suatu perjanjian merupakan suatu keadaan yang

menunjukkan kehendak kedua belah pihak saling dapat diterima satu sama lain.

Kedua belah pihak sama-sama tidak menolak apa yang diinginkan oleh

masingmasing pihak. Dengan adanya kata sepakat maka perjanjian itu telah terjadi

atau terwujud. Sejak saat itu pula perjanjian menjadi mengikat kedua belah pihak

dan dapat dilaksanakan.33 Sehubungan dengan hal tersebut, Pasal 1338 ayat (3)

KUH Perdata pada prinsipnya kekuatan mengikat perjanjian setelah tercapainya

30Ibid.,hal. 75
31Ibid.,
32Ibid., hal. 73
33 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis,
Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hal. 166

Universitas Sumatera Utara


kata sepakat sangat kuat sekali, karena perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali

secara sepihak, atau karena alasan-alasan yang diperbolehkan oleh undang-

undang.

Sebelum adanya kesepakatan diantara para pihak, biasanya para pihak terlebih

dahulu mengadakan negosiasi atau komunikasi diantara para pihak.Sebab tidak

mungkin ada suatu kesepakatan apabila tidak ada pihak-pihak yang saling

berkomunikasi, atau menawarkan sesuatu yang kemudian diterima oleh pihak

lainnya. Artinya, tawar-menawar merupakan proses awal yang terjadi sebelum

terwujud kata sepakat diantara para pihak yang berjanji. Komunikasi yang

mendahului itu bertujuan untuk mencari titik temu atau a meeting of the minds

agar bisa tercapai kata sepakat secara bebas. Biasanya dalam komunikasi tersebut

pihak yang satu memberitahukan kepada pihak yang lain tentang objek perjanjian

dan syarat-syaratnya dan pihak yang lain menyatakan kehendaknya, sehingga

tercapailah kesepakatan diantara para pihak.34

Mengingat kesepakatan harus diberikan secara bebas (sukarela), maka KUH

Perdata menyebutkan tiga (3) sebab kesepakatan tidak diberikan secara sukarela

yaitu karena adanya paksaan, kekhilafan (dwaling) dan penipuan (bedrog). Hal ini

diatur dalam Pasal 1321 yang menyebutkan bahwa “tiada sepakat yang sah apabila

sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau

penipuan”.

Kekhilafan (dwaling) menyangkut hal-hal pokok dari yang dijanjikan itu.

Kekhilafan mengenai orangnya dinamakan error in persona dan mengenai hakikat

barangnya dinamakan error in substantia. Paksaan dalam hal ini harus berupa

paksaan rohani (bukan fisik) dan bukan paksaan absolut. Penipuan (bedrog)

34 I. G. Rai Widjaya. Merancang Suatu Kontrak, Jakarta, Kesaint Blanc, 2008, hal. 46

Universitas Sumatera Utara


dinyatakan dalam Pasal 1328 KUH Perdata yang dalam hal ini satu pihak dengan

sengaja memberikan keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu

muslihat untuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. 35 Untuk

mengetahui kapan terjadinya kesepakatan ternyata KUH Perdata tidak

mengaturnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan terdapat sejumlah teori, yaitu:36

a. Teori Kehendak (wilshtheorie)

Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi manakala para pihak

menyatakan kehendaknya untuk mengadakan suatu perjanjian.

b. Teori Kepercayaan (vetrouwenstheorie)

Berdasarkan teori kepercayaan, kata sepakat dalam suatu perjanjian dianggap

telah terjadi pada saat pernyataan salah satu pihak dapat dipercaya secara objektif

oleh pihak lainnya. Pada umumnya pernyataan yang dipercaya berasal dari pihak

debitur setelah kreditur mengetahui semua informasi yang berhubungan dengan

debitur.

c. Teori Ucapan (uitingstheorie)

Menurut teori ini landasan kata sepakat didasarkan pada ucapan atau jawaban

pihak debitur. Kata sepakat dianggap telah terajdi pada saat debitur mengucapkan

persetujuannya terhadap penawaran yang dilakukan oleh kreditur. Apabila

jawaban dilakukan dengan tulisan atau surat maka kata sepakat dianggap telah

terjadi pada saat menulis surat jawaban.

d. Teori Pengiriman (verzendingstheorie)

Dalam teori pengiriman, kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur

mengirimkan surat jawaban terhadap penawaran kreditur. Apabila pengirimannya

35 I Ketut Oka Setiawan, op.cit., Hal. 62


36 Gatot Supramono, log.cit.,

Universitas Sumatera Utara


dilakukan melalui pos, maka kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat surat

jawaban itu diberi cap atau distempel oleh kantor pos.

e. Teori Penerimaan (onvangstheorie)

Menurut teori ini, kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat kreditur

menerima surat jawaban atau jawaban lisan melalui telepon dari debitur yaitu pada

saat kreditur membaca atau mendengar jawaban dari debitur karena pada waktu

itu kreditur mengetahui kehendak debitur.

f. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie)

Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat kredit mengetahui

bahwa debitur telah menyatakan menerima penawarannya. Teori pengetahuan

tampak lebih luas dari teori penerimaan karena dalam teori pengetahuan

memandang kredit mengetahui baik secara lisan maupun tulisan.

2.Kecakapan

Yang dimaksud dengan kecakapan adalah kemampuan para pihak bertindak

membuat perjanjian. Pada prinsipnya semua orang mampu membuat perjanjian

karena para pihak bebas menentukan bentuk perjanjian secara lisan atau tertulis.

Cakap atau bekwaam menurut hukum adalah orang yang sudah dewasa, yaitu

sudah berumur 18 tahun atau sudah menikah, hal ini diatur dalam Pasal 39 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UU No. 2

Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris).

Dalam KUH Perdata tidak menentukan orang yang cakap bertindak secara

hukum, namun sebaliknya menentukan orang-orang yang tidak memiliki

kecakapan. Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak

Universitas Sumatera Utara


cakap membuat perjanjian adalah orang yang belum dewasa, mereka yang di

bawah pengampuan, perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh

undangundang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang

telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu37.

Menurut hukum nasional, perempuan bersuami sudah dianggap cakap

melakukan perbuatan hukum, sehinga tidak lagi harus seijin suaminya. Perbuatan

hukum yang dilakukan perempuan tersebut sah menurut hukum dan tidak dapat

dimintakan pembatalannya kepada hakim. Hal ini sesuai dengan dikeluarkannya

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 (selanjutnya disebut SE

MA No. 3 Thn 1963). Oleh karena itu, bagi mereka yang dianggap belum dewasa

(minderjarig/underage) diwakili oleh walinya, sedangkan untuk orang yang tidak

sehat pikirannya (mental incompetent/intoxicated person) diwakili oleh

pengampunya karena dianggap tidak mampu (onbevoegd) untuk bertindak

sendiri.38

Mengenai ketidakcakapan subjek hukum dalam melakukan perjanjian seperti

yang telah diuraikan sebelumnya dapat dibedakan menjadi39 :

a. Ketidakcakapan untuk bertindak (handeling onbekwaamheid), yaitu

orangorang sama sekali tidak dapat membuat suatu perbuatan hukum yang

sah. Orang-orang ini disebutkan Pasal 1330 KUH Perdata.

b. Ketidakberwenangan untuk bertindak (handeling onbevoegheid), yaitu orang

yang tidak dapat membuat suatu perbuatan hukum tertentu dengan sah.

Orang-orang ini seperti yang disebutkan dalam Pasal 1467, 1601i, dan 1678

KUH Perdata.

37 Gatot Supramono, Ibid., Hal. 168


38 Abdulkadir Muhammad. op.cit.,hal. 92.
39 I Ketut Oka Setiawan, op.cit., hal. 66

Universitas Sumatera Utara


3.Hal Tertentu

Syarat ketiga mengenai sahnya perjanjian adalah hal tertentu. Adapun yang

dimaksud dengan suatu hal atau objek tertentu (een bepaald onderwerp) dalam

Pasal 1320 KUH Perdata syarat 3, adalah prestasi yang menjadi pokok kontrak

yang bersangkutan. Hal ini untuk memastikan sifat dan luasnya

pernyataanpernyataan yang menjadi kewajiban para pihak. Pernyataan-pernyataan

yang tidak dapat ditentukan sifat dan luas kewajiban para pihak adalah tidak

mengikat (batal demi hukum).40 Lebih lanjut mengenai hal atau objek tertentu ini

dapat dirujuk dari substansi Pasal 1332, 1333, dan 1334 KUH Perdata sebagai

berikut :

a. Pasal 1332 KUH Perdata yang menegaskan;

Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok
perjanjian.

b. Pasal 1333 KUH Perdata menegaskan;

Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang paling
sedikit ditentukan sejenisnya.

Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat
ditentukan atau dihitung.

c. Pasal 1334 KUH Perdata menegaskan;

Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok
suatu perjanjian.
Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum
terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjikan sesuatu hal mengenai warisan
itu, sekalipun dengann sepakatnya orang yang nantinya akan meninggalkan
warisan yang menjadi pokok perjanjian itu, dengan tidak mengurangi
ketentuan Pasal 169, 176, dan 178.

Substansi pasal-pasal tersebut memberikan pedoman bahwa dalam berkontrak

harus dipenuhi hal atau objek tertentu. Hal ini dimaksudkan agar sifat dan luasnya
40 Agus Yudha Hernoko, op.cit.,hal.191

Universitas Sumatera Utara


kewajiban para pihak (prestasi) dapat dilaksanakan oleh para pihak. Bahwa

“tertentu” tidak harus dalam artian gramatikal dan sempit harus sudah ada ketika

kontrak dibuat adalah dimungkinkan untuk hal atau objek tertentu tersebut sekadar

ditentukan jenis, sedang mengenai jumlah dapat ditentukan kemudian

hari.41

4.Sebab (causa) yang halal

Perkataan “sebab” yang dalam bahasa Belanda disebut oorzaak, dan dalam

bahasa Latin disebut causa, merupakan syarat keempat dari suatu perjanjian yang

disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata sebagai “sebab yang halal”. Menurut

Badrulzaman causa dalam hal ini bukanlah hubungan sebab akibat, sehingga

pengertian causa disini tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan ajaran

causaliteit, bukan juga merupakan sebab yang mendorong para pihak untuk

mengadakan perjanjian. Karena apa yang menjadi motif dari seseorang untuk

mengadakan perjanjian itu tidak menjadi perhatian.42 Soal “causa” dalam hukum

perjanjian dipersulitkan oleh Pasal 1335 KUH Perdata yang menentukan bahwa

suatu persetujuan yang diadakan tidak dengan causa (zonder oorzaak) atau dengan

suatu causa yang palsu atau yang tidak diperbolehkan adalah tidak mempunyai

kekuatan. Dengan pasal ini disebabkan seolah-olah mungkin ada persetujuan yang

terjadi tidak dengan causa.43

Untuk mengetahui syarat sebab yang halal adalah dengan melihat dasar

timbulnya sebuah perjanjian. Bagaimana sebuah perjanjian dapat terjadi. Apa

yang menjadi latar belakang sampai terjadinya perjanjian. Hal yang ini dimaksud
41 Ibid., hal. 192
42 I Ketut Oka Setiawan, op.cit., hal. 68
43 Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, CV. Mandar Maju, Bandung,
2011, hal. 37

Universitas Sumatera Utara


oleh KUH Perdata, padahal yang sesungguhnya adalah persoalan itikad baik

dalam perjanjian. Sehubungan dengan syarat keempat, dalam ketentuan Pasal

1335 KUH Perdata telah memerinci adanya perjanjian tanpa sebab, perjanjian

yang dibuat dengan sebab yang palsu, atau perjanjian yang dibuat karena sebab

yang terlarang. Dari ketentuan tersebut telah menggambarkan apa yang disebut

dengan sebab yang tidak halal.44

Menurut undang-undang, causa atau sebab itu halal apabila tidak dilarang oleh

undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal

1337KUHPerdata). Perjanjian yang berisi causa atau sebab yang halal

diperbolehkan, sebaliknya perjanjian yang berisi causa atau sebab yang tidak

halal, tidak diperbolehkan.

Perjanjian yang bercausa tidak halal (dilarang undang-undang) contohnya

adalah jual-beli candu, ganja, dan lain-lain. Perjanjian yang bercausa tidak halal

(bertentangan dengan ketertiban umum) misalnya perdagangan manusia sebagai

budak, mengacaukan ajaran agama tertentu. Perjanjian yang ber-causa tidak halal

(bertentangan dengan kesusilaan) misalnya membocorkan rahasia perusahaan.

Setiap perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum

maupun kesusilaan akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum perjanjian

yang berisi causa yang tidak halal ialah bahwa perjanjian itu batal demi hukum.

Dengan demikian tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian di muka

hakim, karena sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian. Demikian juga

perjanjian yang dibuat tanpa sebab,ia dianggap tidak pernah ada (Pasal 1335

KUHPerdata).45

44 Gatot Supramono, op.cit., hal. 170


45 Abdulkadir Muhammad. op.cit., hal. 95.

Universitas Sumatera Utara


D.Bentuk-Bentuk Perjanjian

Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat

dibuat secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai

alat bukti apabila terjadi perselisihan. Untuk beberapa perjanjian tertentu

undangundang menentukan suatu bentuk tertentu, sehingga apabila bentuk itu

tidak dituruti maka perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian bentuk tertulis tadi

tidaklah hanya semata-mata merupakan alat pembuktian saja, tetapi merupakan

syarat untuk adanya (bestaanwaarde) perjanjian itu. Misalnya perjanjian

mendirikan Perseroan Terbatas harus dengan akta notaris (Pasal 38 KUHD).46

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Pembedaan tersebut adalah

sebagai berikut 47:

1. Perjanjian Sepihak dan Timbal Balik

Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian yang dinyatakan oleh salah satu

pihak saja, tetapi mempunyai akibat dua pihak, yaitu pihak yang memiliki hak

tagih yang dalam bahasa bisnis disebut pihak kreditur, dan pihak yang dibebani

kewajiban yang dalam bahasa bisnis disebut debitur. Contoh perjanjian sepihak

adalah “hibah” yang diatur dalam Pasal 1666 KUH Perdata yang menyatakan

bahwa “suatu persetujuan dengan mana si penghibah sewaktu hidupnya dengan

cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan suatu benda guna

keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu”.

Perjanjian timbal balik adalah adalah perjanjian yang memuat hak pada salah

satu pihak, dan hal tersebut sekaligus menjadi kewajiban bagi pihak lawannya.

Contoh perjanjian timbal balik adalah perjanjian jual beli yang diatur dalam Pasal

1457 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “Jual beli adalah suatu perjanjian
46 Mariam Darus Badrulzaman dkk, op.cit., hal. 65-66
47 I Ketut Oka Setiawan, op.cit., hal. 49

Universitas Sumatera Utara


dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu

kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.

2. Perjanjian Cuma-Cuma dan atas Beban

Kedua jenis perjanjian ini diatur dalam Pasal 1314 KUH Perdata yang

menyebutkan bahwa “….Suatu persetujuan adalah suatu persetujuan dengan mana

pihak yang satu memberikan keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima

suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Suatu persetujuan atas beban adalah suatu

persetujuan yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat

sesuatu atau tidak berbuat sesuatu”. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat

disebutkan bahwa perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan

keuntungan bagi salah satu pihak. Misalkan ketentuan Pasal 1666 KUH Perdata

tentang hibah dan Pasal 875 KUH Perdata tentang testament yang isinya telah

disebutkan diatas.

Adapun perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari

pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua

prestasi itu ada hubungannya menurut hukum, misalnya jual-beli, tukar-menukar,

dan lain sebagainya.48

3. Perjanjian Bernama dan Tidak Bernama

Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri.

Maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama

oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi

sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII

KUH Perdata. Di luar perjanjian bernama tumbuh pula perjanjian tidak bernama

yaitu perjanjian yang tidak diatur di dalam KUH Perdata tetapi terdapat di dalam

48 Mariam Darus Badrulzaman dkk, op.cit., hal.67

Universitas Sumatera Utara


masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan

dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian

kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan. Lahirnya perjanjian ini

di dalam praktek adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak, mengadakan

perjanjian atau partij otonomi.49

4. Perjanjian Konsensual dan Riil

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak atau

lebih, dimana bila mereka telah mencapai persesuaian (persetujuan) kehendak

untuk mengadakan perikatan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata

perjanjian tersebut sudah mempunyai kekuatan mengikat bagaikan undangundang

bagi mereka.

Perjanjian riil terjadi sebaliknya yaitu perjanjian yang hanya berlaku sesudah

terjadi penyerahan barang. Misalnya perjanjian penitipan barang yang diatur

dalam Pasal 1694 KUH Perdata yang berbunyi : “Penitipan adalah terjadi, apabila

seseorang menerima suatu barang dari seorang lain dengan syarat bahwa ia akan

menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asli”. Perjanjian riil adalah

perjanjian antara duaa orang atau lebih, di mana keterikatan mereka ditentukan

bukan karena konsensus (kesepakatan), tetapi terjadi setelah dilakukan penyerahan

(perbuatan riil) atas barang yang dijanjikan itu.

5. Perjanjian Obligatoir dan Kebendaan

Perjanjian Obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak sepakat,

mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain.

Menurut KUH Perdata perjanjian jual beli saja belum lagi mengakibatkan

beralihnya hak milik atas suatu benda dari penjual kepada pembeli. Fase ini

49Ibid.,

Universitas Sumatera Utara


merupakan kesepakatan (konsensual) dan harus diikuti dengan perjanjian

penyerahan (perjanjian kebendaan).50 Perjanjian kebendaan yaitu suatu perjanjian

dengan mana seseorang menyerahkan haknya atas suatu benda kepada pihak lain,

atau suatu perjanjian yang membebankan kewajiban pihak, untuk menyerahkan

benda tersebut kepada pihak lain.51

6. Perjanjian Formal

Perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang tidak hanya harus memenuhi

asas konsensus, tetapi juga harus dituangkan dalam suatu bentuk tertentu atau

harus disertai dengan formalitas tertentu. Contoh perjanjian kuasa pembebanan

hak tanggungan. Perjanjian ini harus dibuat dalam bentuk autentik yang dibuat di

hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Notaris.

7. Perjanjian Liberatoir

Perjanjian Liberatoir atau perjanjian yang menghapuskan perikatan adalah

perjanjian antara dua pihak yang isinya adalah untuk menghapuskan perikatan

yang ada antara mereka. Contohnya dalam Pasal 1438 KUH Perdata yang

menyatakan bahwa “Pembebasan sesuatu utang tidak dipersangkakan, tetapi harus

dibuktikan”.

8. Perjanjian Pembuktian

Perjanjian pembuktian adalah perjanjian yang memuat keinginan para pihak

untuk menetapkan alat-alat bukti yang dapat digunakan dalam hal terjadi

perselisihan antara para pihak kelak. Perjanjian ini bermanfaat dalam proses

perkara, dan disebut juga sebagai Perjanjian Hukum Acara (proses

50Ibid., hal. 68
51 I Ketut Oka Setiawan, op.cit., hal. 53

Universitas Sumatera Utara


rechtselijkspreken). Pelanggaran terhadap perjanjian seperti ini hanya berakibat

hukum dalam bidang hukum acara sehingga tuntutan ganti rugi ataas dasar

pelanggarannya sulit diterima.

9. Perjanjian Untung-untungan

Perjanjian untung-untungan adalah perjanjian yang prestasi atau objeknya

ditentukan kemudian. Hal ini dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 1774 KUH

Perdata yang berbunyi “suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perjanjian

yang hasilnya mengenai untung-ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi

sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian

adalah perjanjian penanggungan, bunga cagak hidup, perjudian dari pertaruhan.

Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang”.

10. Perjanjian Campuran

Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur

perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa-menyewa) tapi

pula menyajikan makanan (jual-beli) dan juga memberikan pelayanan. 52 Jenis

perjanjian ini tidak diatur dalam undang-undang, tetapi di dalamnya mempunyai

nama sendiri yang unsur-unsurnya mirip atau sama dengan unsur-unsur perjanjian

bernama, yang terjalin menjadi satu sedemikian rupa sehingga tak dapat

dipisahpisahkan sebagai perjanjian yang berdiri sendiri.

Ada beberapa pendapat mengenai perjanjian campuran yaitu 56:

a. Teori Kombinasi

Teori ini berpendapat bahwa peraturan perjanjian bernama dapat diberlakukan

terhadap perjanjian campuran dengan cara memisahkan lebih dahulu unsur-unsur

52 Mariam Darus Badrulzaman dkk, op.cit., hal. 69


56
I Ketut Oka Setiawan,op.cit.,hal.

Universitas Sumatera Utara


perjanjian bernama yang terdapat dalam perjanjian itu, kemudian barulah

memberlakukan perjanjian bernama untuk unsur itu yang ada dalam perjanjian

campuran tersebut.

b. Teori Absorpsi

Teori ini mengajarkan untuk melihat unsur mana dalam perjanjian itu paling

menonjol, baru kemudian diterapkan peraturan perjanjian yang sesuai dengan

unsur yang menonjol itu. Dalam hal ini unsur lain dikalahkan seakan-akan unsur

yang lain dihisap oleh unsur pokok. Kelemahan teori ini adalah tidak mempunyai

pegangan untuk memutus unsur mana yang paling dianggap menonjol.

c. Teori Sui Generis

Ajaran ini memandang perjanjian campuran sebagai perjanjian tersendiri

disebut juga perjanjian yang mempunyai ciri tertentu. Peraturan perjanjian

bernama yang unsur-unsurnya muncul dalam perjanjian tersebut dapat secara

analogis diterapkan.

11.Perjanjian Garansi

Perjanjian garansi adalah suatu perjanjian dimana salah satu pihak menjamin

pihak lain (orang ketiga) yang ada diluar perjanjian bahwa lawan janjinya akan

melakukan suatu perbuatan atau tidak melakukan suatu perbuatan terhadap pihak

lain (orang ketiga) itu, dan kalau sampai lawan janjinya tidak berprestasi maka ia

bertanggung jawab untuk itu.53

Bentuk-bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis

dan lisan. Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak

53 I Ketut Oka Setiawan, Ibid., hal.58

Universitas Sumatera Utara


dalam bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang

dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak).54

Ada 3 (tiga) bentuk perjanjian tertulis, yaitu sebagai berikut :59

a. Perjanjian dibawah tangan ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan

saja. Perjanjian semacam itu hanya mengikat para pihak dalam perjanjian

tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak ketiga. Dengan kata lain,

jika perjanjian tersebut disangkal oleh pihak ketiga maka para pihak atau salah

satu pihak dari perjanjian tersebut, berkewajiban mengajukan bukti-bukti yang

diperlukan. Hal tersebut bertujuan untuk membuktikan bahwa keberatan para

pihak ketiga dimaksud adalah tidak berdasar dan tidak dapat dibenarkan.

b. Perjanjian dengan saksi Notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.

Fungsi kesaksian Notarisatas suatu dokumen semata-mata hanya untuk

melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akan tetapi, kesaksian tersebut

tidak mempengaruhi kekuatan hukum dari isi perjanjian. Salah satu pihak

mungkin saja menyangkal isi perjanjian. Namun, pihak yang menyangkal

tersebut adalah pihak yang harus membuktikan penyangkalannya.

c. Perjanjian yang dibuat di hadapan dan oleh Notaris dalam bentuk akta

Notariel. Akta Notariel adalah akta yang dibuat dihadapan dan dimuka pejabat

yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang untuk itu adalah Notaris,

Camat, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Jenis dokumen ini merupakan

alat buktiyang sempurna bagi para pihak yang bersangkutan maupun pihak

pihak ketiga.

54 Salim H.S,Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika,


Jakarta, 2003, hal. 32. 59Ibid., hal.33.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Salim H.S, dalam kontrak Amerika, perjanjian menurut bentuknya

dibagi menjadi dua macam yaitu :55

1) Informal contract, yaitu kontrak yang dibuat dalam bentuk yang lazim atau

informal.

2) formal contract, yaitu perjanjian yang memerlukan bentuk atau cara-cara

tertentu.

Formal contract dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

a) contracts underseal, yaitu kontrak dalam bentuk akta autentik.

b) recognizance, yaitu acknowledgment atau pengakuan di muka sidang

pengadilan.

c) negotiable instrument, yaitu berita acara negosiasi.

E.Lahir dan Berakhirnya Suatu Perjanjian

1.Lahirnya Suatu Perjanjian

Sesuai ketentuan dalam KUHPerdata, perjanjian timbul karena:56

a.Persetujuan (overeenkomst)

Persetujuan atau overeenkomst biasa disebut juga “contract”, yang artinya

suatu tindakan atau perbuatan seseorang atau lebih yang mengikatkan diri kepada

seseorang lain atau lebih (Pasal 1313 KUHPerdata). Tindakan/perbuatan yang

menciptakan persetujuan, berisi “pernyataan kehendak” antara para pihak. Dengan

demikian persetujuan tiada lain dari pada “persesuaian kehendak” antara para

pihak. Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah sekalipun dalam Pasal 1313

KUHPerdata disebutkan bahwa perjanjian atau persetujuan merupakan tindakan

atau perbuatan, tetapi tindakan/perbuatan yang dimaksud dalam hal ini adalah

55Ibid, hal. 33.


56 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian , Penerbit Alumni, Bandung, 1986,
hal. 23

Universitas Sumatera Utara


perbuatan hukum (rechtshandeling). Sebab tidak semua tindakan/perbuatan

mengakibatkan akibat hukum, hanya tindakan hukum sajalah yang menimbulkan

akibat hukum.

Persesuaian kehendak atau pernyataan kehendak dapat dinyatakan dengan

lisan, tulisan/surat dan lain-lain. Dalam melakukan perjanjian salah satu pihak

menawarkan usulan, serta pihak yang lainnya menerima atau menyetujui usulan

tersebut. Jadi dalam persetujuan terjadi acceptance/penerimaan atau persetujuan

usul. Dengan adanya penawaran/usul serta persetujuan dari pihak lain atas usul,

lahirlah persetujuan atau kontrak yang mengakibatkan akibat hukum bagi para

pihak.

Pasal 1320 KUHPerdata telah menentukan syarat sahnya suatu

persetujuan.adapun syarat-syarat tersebut adalah:

1) Kesepakatan dari para pihak

2) Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum

3) Suatu hal tertentu

4) Suatu sebab yang halal

Dari keempat syarat persetujuan yang disebut dalam Pasal 1320 KUHPerdata

tersebut, ditinjau dari segi subjek/objek dapat dibedakan dalam dua golongan.

Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus”melekat pada diri persoon”

yang membuat persetujuan atau yang disebut dengan syarat subjektif, sedangkan

syarat ketiga dan keempat merupakan syarat yang harus “terdapat pada objek”

persetujuan atau syarat objektif.

b.Dari undang-undang

Mengenai perjanjian yang lahir dari undang-undang diatur dalam Pasal 1352

KUHPerdata :

Universitas Sumatera Utara


1) Semata-mata dari undang-undang

2) Dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia

Persetujuan yang timbul semata-mata dari undang-undang pada umumnya

telah diatur tersendiri dalam ketentuan-ketentuan yang jelas. Seperti kewajiban

alimentasi yang diatur dalam ketentuan hukum kekeluargaan. Kewajiban

alimentasi timbul akibat persetujuan yang telah ditetapkan oleh undang-undang

sendiri. Juga mengenai hak ahli waris atau harta pewaris, merupakan persetujuan

yang mengikat diantara ahli waris dan pewaris semata-mata oleh karena ketetapan

undang-undang waris sendiri seperti yang telah diatur dalam hukum waris. Dalam

semua hal ini dengan sendirinya telah timbul persetujuan yang mengikat, apabila

terjadi suatu keadaan yang sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Mengenai perjanjian yang lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan

manusia, sesuai dengan ketentuan Pasal 1353 KUHperdata dibedakan persetujuan

yang timbul akibat dari perbuatan manusia yaitu :57

a) Yang sesuai dengan hukum atau rechmatig

Perjanjian yang sesuai dengan hukum mirip seperti perjanjian semu. Perjanjian

yang sesuai dengan hukum yaitu perjanjian yang lahir dari sepihak apabila dia

telah mengikatkan diri karena perbuatan hukum yang sah atau dibenarkan,

sekalipun tanpa persetujuan pihak yang lain. Maksudnya adalah, bahwa dengan

sendirinya si pelaku tersebut telah mengikatkan diri melaksanakan maksud

perbuatan hukum yang dibenarkan tadi, serta bertanggungjawab sepenuhnya atas

kesempurnaan pelaksanaannya. Sebagai contoh, zaakwaarneming yang diatur

pada Pasal 1354 KUHPerdata. Seseorang yang dengan sukarela mengurus

kepentingan orang lain tanpa suatu kewajiban hukum yang dibebankan kepadanya

57Ibid, hal. 28.

Universitas Sumatera Utara


serta perbuatan tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan atau persetujuan pihak

yang diurusnya, maka secara diam-diam telah mengikatkan dirinya untuk

menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Sekalipun pada mulanya perbuatan pengurusan kepentingan orang lain tadi

dilakukan secara sukarela, namun sejak semula dari perbuatan itu mengakibatkan

atau menimbulkan “kewajiban” yang mengikat untuk dilanjutkan sampai

sempurna.

b) Karena perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau onrechtmatige

daad

Mengenai onrechtmatigedaad diatur pada Pasal 1365 KUHPerdata yang

menyatakan setiap perbuatan melanggar hukum yang menyebabkan timbulnya

kerugian terhadap orang lain mewajibkan si pelaku untuk membayar ganti

kerugian. Setiap tingkah laku yang menimbulkan kerugian pada orang lain

mewajibkan orang tersebut membayar ganti rugi sebagai akibat dari kerugian yang

dilakukan oleh si pelaku. Kerugian tersebut haruslah kerugian yang timbul sebagai

akibat langsung dari perbuatan melanggar hukum si pelaku. Dengan kata lain,

didalamnya harus terdapat hubungan sebab-akibat.

Untuk melihat apakah ada hubungan sebab akibat antara perbuatan dan

kerugian, harus memperhatikan teori ajaran kausalitet, antara lain teori sebab

akibat yang serasi yaitu kerugian yang benar-benar serasi dengan akibat langsung

yang ditimbulkan dari perbuatan melanggar hukum. Adapun yang menjadi

batasannya adalah faktor kerugian. Kerugian yang dimaksud adalah segala

kerugian yang dapat diperhitungkan, yaitu kerugian konkrit yang objektif sebagai

akibat langsung dari perbuatan melanggar hukum. Kecuali tindakan yang

Universitas Sumatera Utara


disebabkan oleh keadaan yang overmacht. Sebagai contoh, rumah tetangga

menjadi rusak karena terjadi kebakaran.

2.Berakhirnya Suatu Perjanjian

Buku Ketiga KUH Perdata Bab Keempat Pasal 1381-1456 KUH Perdata

mengatur berbagai cara tentang hapusnya suatu perikatan, baik perikatan itu

bersumber dari perjanjian maupun dari undang-undang. Hapusnya perikatan juga

diatur di dalam Buku Keempat Bab Ketujuh KUH Perdata tentang Daluwarsa

Pasal 1946-1993 KUH Perdata. Undang-Undang tidak bersifat membatasi para

pihak untuk menciptakan cara yang lain untuk menghapuskan suatu perikatan. Hal

ini adalah logis karena hukum perikatan mengandung asas kebebasan berkontrak

karena di dalam hukum perikatan terdapat asas kebebasan berkontrak.58

Masalah hapusnya perjanjian (tenietgaan van verbintenis) biasa juga disebut

hapusnya persetujuan (tenietgaan van overeenkomst). Dari kedua istilah ini, maka

yang dimaksud hapusnya perjanjian/hapusnya persetujuan yaitu menghapuskan

semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan dalam persetujuan bersama

antara para pihak. 64


Banyak cara dan macam yang dapat menghapuskan

perjanjian. Misalnya dengan cara membayar harga barang yang dibeli, ataupun

dengan jalan mengembalikan barang yang dipinjam. Bisa juga dengan

pembebasan hutang dan sebagainya.59

Adapun cara-cara penghapusan yang disebut dalam Pasal 1381KUHPerdata

adalah :60

a. Pembayaran (Betaling)

58 Mariam Darus Badrulzaman, op.cit.,hal. 155


64
M. Yahya Harahap, op.cit., hal. 106.
59 Ibid.
60 Ibid., hal. 107.

Universitas Sumatera Utara


Pemenuhan kewajiban merupakan salah satu cara untuk berakhirnya perikatan

yang diatur dalam Buku ke 3 dan ke 4, tentang hapusnya perikatan-perikatan.

Pemenuhan kewajiban (nakomen) dan pembayaran (betalen) serta pelaksanaan

janji (vooldoen aan) menunjuk pada hal yang sama, yakni pelaksanaan prestasi

sesuai dengan isi perjanjian.61 Yang dimaksud dengan pembayaran disini adalah

pembayaran dalam arti luas, tidak boleh diartikan dalam ruang lingkup yang

sempit, karena pembayaran bukan semata-mata berkaitan tentang

pelunasanpelunasan hutang. Karena apabila ditinjau dari segi yuridis-teknis,

pembayaran tidak selamanya mesti berbentuk sejumlah uang atau barang.Bisa saja

berupa dengan pemenuhan jasa, atau pembayaran dengan bentuk tak berwujud

atau immaterial.62

Pembayaran itu sah apabila dilakukan oleh orang yang berhak menerimanya

dan berkuasa atas pembayaran itu. Mengenai siapa yang harus membayar,

pembayaran dilakukan oleh debitor dan dapat dilakukan oleh penanggung utang

atau orang yang turut berutang. Perikatan bahkan dapat dilakukan oleh pihak

ketiga yang tidak mempunyai kepentingan, asal saja pihak ketiga tersebut

bertindak atas nama debitor dan ketika bertindak atas namanya sendiri tidak

menggantikan hak-hak si berpiutang (Pasal 1382 KUHperdata). Kemudian

mengenai kepada siapa pembayaran itu dilakukan.Pasal 1385 KUHPerdata

menyebutkan kepada siapa pembayaran/pemenuhan kewajiban dilakukan. 63

Pembayaran menurut ketentuan ini dapat dilakukan kepada :64

1) Kreditor.

61 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang


Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hal. 167.
62 M.Yahya Harahap, log.cit.,
63 Herlien Budiono, op.cit., hal.169,171
64Ibid, hal.171

Universitas Sumatera Utara


2) Seseorang yang telah diberi kuasa oleh oleh kreditur menerima
pembayaran.
3) Atau kepada seseorang yang dikuasakan oleh hakim.
4) Atau seseorang yang oleh undang-undang ditentukan menerima
pembayaran bagi kreditor.
Pembayaran juga harus dilakukan pada tempat yang telah ditetapkan dalam

perjanjian. Jika dalam perjanjian tidak ditetapkan suatu tempat, pembayaran harus

dilakukan di tempat dimana perjanjian tersebut dibuat. Dalam hal-hal lain,

pembayaran dapat dilakukan di tempat tinggal deditur, selama ia terus menerus

berdiam dalam wilayah dimana dia membuat perjanjian itu. Sementara dalam hal

pembayaran yang dilakukan di tempat kreditur, yaitu apabila pembayaran itu

berupa uang atau barang yang dapat dihabiskan.65

Umumnya pembayaran ditujukan untuk mencapai suatu hasil tertentu, seperti

menyerahkan benda atau melakukan suatu pekerjaan. Dengan demikian, ketika itu

terjadi dikatakan bahwa perikatan telah dilaksanakan dan hasil atau tujuan telah

tercapai. Karena itupula, tidaklah cukup jika debitor telah melakukan apa yang

berada didalam kemampuannya atau memenuhi kewajibannnya. Apa yang utama

apakah hasil atau tujuan yang diperjanjikan telah tercapai.

b. Penawaran pembayaran tunai dengan konsignasi atau penitipan

Undang-undang memberi kemungkinan bagi debitur melunasi hutang

perjanjian dengan jalan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan

konsignasi atau penitipan. Hal seperti ini bisa terjadi apabila kreditur lalai atau

enggan meminta pembayaran atau penyerahan benda prestasi. Dengan tindakan

penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan konsignasi, debitur telah

dibebaskan dari pembayaran yang mengakibatkan hapusnya perjanjian. Ini sesuai

65 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit.,hal. 62.

Universitas Sumatera Utara


dengan ketentuan Pasal 1381, yang telah menetapkan bahwa salah satu cara

hapusnya perjanjian ialah dengan tindakan penawaran pembayaran tunai yang

diikuti dengan konsignasi. Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan

penitipan hanya mungkin terjadi dalam perjanjian yang berbentuk :

1) Pembayaran sejumlah uang, atau

2) Dalam perjanjian menyerahkan (levering) sesuatu benda bergerak

Akan tetapi, dalam perjanjian yang objek prestasinya melakukan atau tidak

melakukan sesuatu, maupun levering/penyerahan benda tidak bergerak, maka

penawaran dan penitipan/konsignasi tidak mungkin dilakukan. Hal ini

dikarenakan, perjanjian yang objek prestasinya melakukan atau tidak melakukan

sesuatu, prestasi harus dilakukan sendiri oleh debitur, tidak boleh dengan

carakonsignasi. Ketentuan mengenai penawaran pembayaran tunai yang diikuti

penitipan terhadap perjanjian pembayaran uang dan penyerahan benda bergerak

diatur dalam Pasal 1406, 1407 KUHPerdata.66

c. Pembaharuan utang

Novasi atau pembaharuan utang lahir atas dasar persetujuan. Para pihak

membuat persetujuan dengan jalan menghapuskan perjanjian yang lama, dan pada

saat itu juga perjanjian diganti dengan perjanjian baru dengan hakikat bahwa

perjanjian yang lama dengan perjanjian yang baru tetap sama.67 Dalam hal hutang

lama diganti dengan hutang baru terjadilah pergantian objek perjanjian, yang

disebut novasi objektif. Disini hutang lama menjadi lenyap.68

Menurut ketentuan Pasal 1413 KUHPerdata, novasi terjadi:75

66 M. Yahya Harahap, Op., Cit. hal. 135.


67Ibid, hal.142.
68 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 64.
75
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 143.

Universitas Sumatera Utara


1) Apabila debitur dan kreditur mengadakan ikatan perjanjian hutang

terhadap kreditur dengan tujuan menghapuskan dan mengganti perjanjian

lama dengan perjanjian baru. Dalam hal ini perjanjiannya yang

diperbaharui, sedang pihak-pihak tetap seperti semula.Inilah yang disebut

dengan novasi objektif.

2) Apabila seorang debitur baru menggantikan debitur lama yang dibebaskan

dari kewajiban pembayaran hutang oleh kreditur.

3) Dengan membuat perjanjian baru yang menggantikan kreditur lama

dengan kreditur baru, dan kreditur lama tidak berhak lagi menuntut

pembayaran dari ikatan perjanjian yang lama.

Point a, dan b yang disebut di atas disebut novasi subjektif, yaitu adanya

pembaharuan terhadap subjek perjanjian. Apabila subjek (debitur) yang

diperbaharui dengan debitur baru, maka disebut novasi subjektif passif. Dan kalau

yang diperbaharui ialah pihak kreditur lama diganti dengan kreditur baru, maka

disebut novasi subjektif aktif.69

d. Kompensasi atau penghitungan timbal-balik

Peristiwa kompensasi sebagai salah satu cara hapunya perjanjian diatur dalam

Pasal 1426 KUHperdata. Peristiwa kompensasi terjadi akibat berjumpanya dua

pribadi yang sama-sama berkedudukan sebagai debitur antarayang satu dengan

yang lain, yang mewajibkan mereka saling melunasi dan membebaskan diri dari

perhutangan. 70
Supaya hutang-hutang itu dapat diperjumpakan, maka harus

memenuhi syarat-syarat seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 1427

KUHPerdata, yaitu :71

69Ibid.
70Ibid, hal. 150.
71Ibid, hal. 151.

Universitas Sumatera Utara


1) Adanya dua orang yang secara timbal-balik, masing-masing berkedudukan

sebagai debitur antara yang satu dengan yang lain.

2) Objek perjanjian terdiri dari prestasi atas sejumlah uang atau barang yang

dapat diganti atau habis terpakai dan yang sejenis.

3) Tuntutan atas prestasi sudah dapat ditagih (opeisbaar) yang mana hutang

itu dapat ditentukan atau ditetapkan jumlahnya.

Pada umumnya kompensasi terjadi tanpa mempersoalkan sebab peristiwa atau

penyebab hutang-piutang berjumpa. Yang utama adalah berjumpanya

hutangpiutang diantara para pihak. Akan tetapi tentu ada pengecualian, yaitu

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1429 KUHPerdata :72

a) Apabila satu pihak dituntut menyerahkan kembali satu barang yang

diperolehnya dari pihak lawan dengan cara melawan hukum.

b) Apabila satu pihak dituntut mengembalikan barang yang dititipkan atau

dipinjamkan kepadanya oleh pihak lawan.

c) Apabila salah satu pihak dituntut membayar uang nafkah (alimentasi) yang

tidak boleh disita.

Apa yang dihapuskan dalam peristiwa kompensasi diatur dalam Pasal 1426

KUHPerdata, yaitu :80

(1) Semua hutang

Apabila hutang-piutang dari kedua belah pihak sama jumlahnya, maka terjadi

kompensasi yang mengakibatkan hutang-piutang kedua pihak terhapus.

(2) Sebagian hutang

72Ibid, hal. 156.80Ibid.

Universitas Sumatera Utara


Yaitu sampai batas bagian terkecil dari tagihan. Bila jumlah hutang-piutang

kedua pihak tidak sama jumlahnya, maka hutang yang terhapus adalah hutang

dengan tagihan yang terkecil.

e. Pencampuran utang

Pasal 1436 KUHPerdata mengatur tentang pencampuran hutang. Pencampuran

hutang terjadi apabila kedudukan kreditur dan debitur menjadi satu, artinya berada

dalam tangan satu orang. Pencampuran tersebut terjadi dengan otomatis yang

mengakibatkan hutang-piutang tersebut menjadi lenyap. 73


Selanjutnya dalam

Pasal 1347 KUHPerdata ditentukan bahwa pencampuran hutang yang terjadi pada

debitur utama berlaku juga untuk keuntungan bagi penjamin hutangnya.

Sebaliknya pencampuran yang terjadi pada penjamin hutang tidak mengakibatkan

hapusnya hutang pokok.74

f. Pembebasan hutang

Pembebasan hutang atau penghapusan hutang adalah tindakan kreditur

membebaskan kewajiban debitur memenuhi pelaksanaan perjanjian. Hal ini sesuai

dengan ketentuan Pasal 1438 KUHPerdata yang menyatakan pembebasan tidak

boleh berdasarkan persangkaan, melainkan harus dibuktikan. Dalam pembebasan

hutang hal yang sangat dibutuhkan adalah adanya kehendak kreditur

membebaskan kewajiban debitur untuk melaksanakan pemenuhan perjanjian.

Dengan demikian, pembebasan hutang sebagai tindakan hukum (rechtshandeling)

tidak lain merupakan pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sepihak.

Maksudnya adalah bahwa tindakan itu datangnya dari pernyataan kehendak dari

kreditur.83

73Ibid, hal. 157.


74 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 67.
83
M.Yahya Harahap, Op. Cit., hal 160.

Universitas Sumatera Utara


Jika ada beberapa debitur yang saling menanggung maka pembebasan hutang

seorang debitur membebaskan pula debitur lainnya. Pembebasan terhadap debitur

utama juga membebaskan penjaminnya, akan tetapi pembebasan penjamin tidak

membebaskan debitur utama. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 1440 dan Pasal

1442 KUHPerdata. 75
Ketentuan Pasal 1441 KUHPerdata menyebutkan

pengembalian barang yang dijaminkan dalam gadai tidaklah cukup dijadikan

persangkaan tentang pembebasan hutang. Hal ini memang sudah demikian

keadaannya dikarenakan perjanjian gadai adalah perjanjian accessoir yang bersifat

pelengkap saja dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian pinjam-meminjam uang.

Pengembalian benda jaminan bukan berarti membebaskan hutang-piutang.76

g. Hapusnya barang-barang yang dimaksudkan dalam perjanjian

Ketentuan Pasal 1444 KUHPerdata menyatakan apabila barang yang menjadi

objek perikatan musnah, tidak dapat diperdagangkan atau musnah, terjadi di luar

kesalahan debitur, sebelum ia lalai menyerahkan pada waktu yang telah

ditentukan, maka perikatanya menjadi lenyap. Dalam pengertian di luar kesalahan

debitur, telah tersimpul usaha-usaha dari debitur untuk menjaga barang tersebut. 77

Akan tetapi tentang musnahnya atau lenyapnya barang itu harus sesuai dengan

ketentuan lebih lanjut pada Pasal 1444 tersebut, yaitu:78

1) Musnahnya barang itu harus di luar perbuatan dan kesalahan debitur.

Kemusnahan barang tersebut akibat di luar dari kekuasaan debitur

(overmacht).

2) Kemusnahan barang itu sendiri terjadi padasaat sebelum jatuh tenggat

waktu penyerahan. Jika lewat tenggat waktu penyerahan, berarti debitur


75 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal 69.
76Ibid, hal. 69.
77Ibid, hal. 70.
78 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 164.

Universitas Sumatera Utara


disebut lalai dan wanprestasi. Kemusnahan seperti itu tidak menghapuskan

kewajiban debitur atas akibat-akibat wanprestasi.

3) Tentang musnahnya barang menjadi beban debitur untuk membuktikan

kebenaran musnahnya barang yang disebabkan peristiwa yang

beradadiluar perhitungan debitur.

Bagi mereka yang mendapatkan barang itu dengan cara yang tidak sah,

misalnya pencurian maka musnahnya barang itu tidak membebaskan debitur

(orang yang mencurinya) untuk mengganti barang tersebut. Debitur yang

memperoleh ganti kerugian atas perbuatan orang lain tersebut, maka ganti

kerugian itu harus diserahkan pada kreditur,karena barang tersebut sedahulunya

juga merupakan hak kreditur.79

h. Pembatalan perjanjian

Ketentuan mengenai pembatalan perjanjian ini diatur dalam Pasal 1446

KUHPerdata. Perjanjian dapat dibatalkan apabila dibuat oleh orang-orang yang

menurut undang-undang tidak cakap untuk bertindak sendiri, karena paksaan,

karena kekhilafan, penipuan/punya sebab yang betentangan dengan

undangundang, kesusilaan/ketertiban umum. Pembatalan di atas merupakan

pembatalan yang terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat subjektif yang

ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata.89 Perjanjian yang tidak sesuai dengan

syarat subjektif menurut Subekti dapat diminta pembatalannya kepada hakim

dengan dua cara, yaitu:80

1) Dengan cara aktif, yaitu menuntut pembatalan kepada hakim dengan cara

mengajukan gugatan.

79 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 70.


89
Lukman Santoso, Op. Cit., hal. 23.
80 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 71.

Universitas Sumatera Utara


2) Dengan cara pembelaan, yaitu menunggu sampai digugat didepan hakim

untuk memenuhi perikatan, baru diajukan alasan tentang kekurangan

perikatan itu.

Untuk pembatalan secara aktif, diberi tenggat waktu yaitu 5 (lima) tahun

(Pasal 1445 KUHPerdata). Sedangkan pembatalan sebagai pembelaan tidak ada

pembatasan waktu.81

Perjanjian dapat hapus karena :82

a) Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak.

b) Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian.

c) Ditentukan oleh para pihak atau undang-undang dengan terjadinya

peristiwa tersebut.

d) Pernyataan menghentikan perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah

pihak atau oleh salah satu pihak.

e) Putusan hakim.

f) Tujuan perjanjian telah tercapai.

g) Dengan perjanjian para pihak.

Dalam praktik, ditemukan fakta bahwa berakhirnya perjanjian (perikatan)

disebabkan oleh 83:

(1) Jangka waktunya berakhir


(2) Dilaksanakannya objek perjanjian
(3) Kesepakatan kedua belah pihak
(4) Pemutusan perjanjian secara sepihak oleh salah satu pihak
(5) Adanya keputusan pengadilan

81Ibid, hal. 71
82 Moh.Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian dalam Hubungan Industrial, Sarana
Bakti Persada, Jakarta, 2005, hal. 41
83 BN. Marbun, Membuat Perjanjian Yang Aman dan Sesuai Hukum, Puspa Swara, Jakarta,
2009, hal. 25

Universitas Sumatera Utara


BAB III TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT

A.Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit

1.Pengertian Kredit

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kredit artinya menjual

barang dengan pembayaran secara tidak tunai (pembayaran ditangguhkan atau

diangsur), pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur,

penambahan saldo rekening, sisa utang, modal, dan pendataan bagi penabung,

pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain. 84

Kata kredit berasal dari bahasa Romawi “credere” artinya percaya, (Belanda :

vertrouwen, Inggris : believe, trust or confidence).85 Di dalam Perpustakaan

Hukum Perdata terdapat beberapa pendirian mengenai arti kredit itu86 :

a. Savelberg menyatakan “kredit” mempunyai arti antara lain sebagai dasar dari

setiap perikatan (verbintenis) dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari

orang lain, sebagai jaminan dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada

orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu

(commodatus, depositus, regulare,pignus)

b. Levy merumuskan arti hukum dari kredit sebagai berikut:

“Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara

bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman

itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman

84 KBBI Online, diakses dari https://kbbi.web.id/kreditpada tanggal 22 Maret 2018 pukul


13.08 WIB
85 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Bandung : PT.Citra Aditya Bakti,
1991, hal. 23
86Ibid., hal. 24

Universitas Sumatera Utara


itu di belakang hari”.

Universitas Sumatera Utara


c. M. Jakile mengemukakan bahwa kredit adalah suatu ukuran kemampuan dari

seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai ekonomis sebagai ganti

dari janjinya untuk membayar kembali hutangnya pada tanggal tertentu.

Seterusnya beliau berpendapat bahwa dari defenisi ini dapat disimpulkan 4

(empat) elemen yang penting pula, yaitu 87:

1) Tidak seperti hibah, transaksi kredit mensyaratkan peminjam dan pemberi

kredit untuk saling tukar menukar sesuatu yang bernilai ekonomis

2) Tidak seperti pembelian secara kontan transaksi kredit mensyaratkan

debitur untuk membayar kembali kewajibannya pada suatu waktu di

belakang hari

3) Tidak seperti hibah maupun pembelian secara tunai, transaksi kredit akan

terjadi sampai pemberi kredit bersedia mengambil resiko bahwa

pinjamannya mungkin tidak akan dibayar

4) Sebegitu jauh ia bersedia menanggung resiko, bila pemberi kredit menaruh

kepercayaan terhadap peminjam. Resiko dapat dikurangi dengan meminta

kepada peminjam untuk menjamin pinjaman yang diinginkan, meskipun

sama sekali tidak dapat dicegah semua resiko kredit.

Dalam Pasal 1 butir 11 UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan dirumuskan

bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara

bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.88

87Ibid., hal. 25
88op.cit., hal. 57
Hermansyah,

Universitas Sumatera Utara


Berkaitan dengan pengertian kredit di atas, menurut ketentuan Pasal 1 butir 5

Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva

Bank Umum, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan

yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

pemberian bunga termasuk: (a) cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada

rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari, (b)

pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang, dan (c)

pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain. 89 Perkataan kredit berarti

kepercayaan.90

2.Pengertian Perjanjian Kredit

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana dua orang atau dua pihak saling

berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh dua

pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam

persetujuan tersebut. Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (principal) yang

bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-

nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok.

Arti riil adalah bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan

uang oleh bank kepada nasabah debitur.91

89 Ibid., hal. 58
90 R. Surbekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit (termasuk hak tanggungan)
Menurut Hukum Indonesia,Bandung: Pt.Citra Aditya Bakti, 1996, hal.1
91op.cit., hal.71
Hermansyah,

Universitas Sumatera Utara


Marhainis Abdul Hay,SH mengemukakan perjanjian kredit identik dengan

perjanjian pinjam mengganti dalam Bab XIII Buku KUH Perdata. Sebagai

konsekuensi logis dari pendirian ini, harus dikatakan bahwa perjanjian kredit

bersifat riil.92 Adapun yang disebut perjanjian pinjam pengganti ketentuan Pasal

1754 KUH Perdata menetapkan :

“Pinjam pengganti adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu


memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang
yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak belakangan
ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang
sama pula”.93

Pengertian perjanjian kredit ditemukan dalam Pasal 1 angka 3 Rancangan

Undang-Undang tentang Perkreditan Perbankan yaitu 94:

“persetujuan dan kesepakatan yang dibuat bersama antara kreditor dan


debitur atas sejumlah kredit dengan kondisi yang telah diperjanjikan, hal
mana pihak debitur wajib untuk mengembalikan kredit yang telah diterima
dalam jangka waktu tertentu disertai bunga dan biaya-biaya yang disepakati”
B.Unsur-Unsur Perjanjian Kredit

Sebagaimana diketahui bahwa unsur essensial dari kredit bank adalah adanya

kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam sebagai

debitur. Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan

persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur antara lain jelasnya tujuan

peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau agunan. Dalam bukunya yang

berjudul Dasar-Dasar Perkreditan, Drs. Thomas Suyatno mengemukakan bahwa

92 Mariam Darus Badrulzaman, op.cit., hal.28


93 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta:
Djambatan, 1995, hal. 42
94 H. Salim & Erlies Septiana Nurbani, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di
Indonesia Buku Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hal. 54
Hermansyah,

Universitas Sumatera Utara


unsur-unsur kredit terdiri atas 95:

95op.cit., hal 58
Hermansyah,

Universitas Sumatera Utara


1. Kepercayaan yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang

diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar-benar

diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.

2. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian

prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan

datang. Dalam unsur waktu itu, terkandung pengertian nilai agio dari uang,

yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan

diterima di masa mendatang.

3. Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari

adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan

kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama kredit

diberikan semakin tinggi pula tingkat resikonya, karena sejauh-jauh

kemampuan manusia untuk menerobos masa depan itu, maka masih selalu

terdapat ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang

menyebabkan timbulnya unsur resiko. Dengan adanya unsur resiko inilah,

maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.

4. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi

juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun, karena kehidupan ekonomi

modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit

yang menyangkut uanglah yang setiap kali kita jumpai dalam praktik

perkreditan.96

Selain unsur di atas, terdapat pendapat lain mengenai unsur yang terkandung

dalam perjanjian kredit yaitu97 :

a. Adanya persetujuan atau kesepakatan

b. Dibuat bersama antara kreditor dan debitur

96Ibid., hal. 58
97 H. Salim & Erlies Septiana Nurbani, log.cit.,

Universitas Sumatera Utara


c. Adanya kewajiban debitur

Kewajiban debitur adalah : mengembalikan kredit yang telah diterimanya,

membayar bunga, dan biaya-biaya lainnya.

Klausul-klausul penting yang harus tampak dalam perjanjian kredit 98:

1) Defenisi-defenisi

Biasanya dimulai dengan Witness/Testimony (menerangkan) diikuti dengan

artian istilah dan patokan-patokan.

2) Tentang Pinjaman yang diberikan (Loan atau Advances)

Di dalam bab tentang pinjaman yang diberikan dijelaskan tentang besarnya

pinjaman atau maximum pinjaman, tujuan penggunaan, metode penarikan,

pembayaran kembali, pembayaran kembali sebelum waktunya, besarnya bunga

dan lain-lainnya.

3) Representation dan Warranties

Debitur wajib menjamin kebenaran dan keabsahan dari bab Coorporate

Action, dokumen seperti :sahnya perseroan, hak untuk menandatangani.

4) Biaya-biaya

Yaitu biaya-biaya yang harus dikeluarkan dan siapa yang wajib mengeluarkan.

5)Affirmative Covenants

Memuat hal-hal yang harus dilakukan debitur selama kontrak kredit

berlangsung. Bentuk affirmative covenants ini antara lain : tentang uang pinjaman

digunakan sesuai dengan peruntukan kredit, pembayaran yang diwajibkan oleh

perundang-undangan, menyediakan informasi tentang keuangan dan laporan

keuangan berkala.

6) Jaminan Hutang

Penerimaan kredit wajib didukung dengan pemberian jaminan. Jenis jaminan

antara lain: gadai, hipotik (=hak tanggungan), F.E.O, Personal and/or Corporate

98 Ignatius Ridwan Widyadharma, op.cit., hal.26

Universitas Sumatera Utara


Waranty, Receivable assignment dan lain-lain.

7) Negative Covenant

Larangan-larangan debitur selama berlangsungnya perjanjian kredit. Biasanya

seperti : larangan membuat hutang baru, larangan asset perusahaan sebagai

jaminan hutang lain, larangan memberikan pinjaman, dan lain-lain.

8) Condition Precedent

Syarat yang harus dipenuhi oleh Debitur, sebelum pemberian pinjaman

direalisasi.

9) Tigger Clause (Opeisbaar Clause)

Klausul ini mengatur hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara

sepihak walaupun jangka waktu perjanjian kredit tersebut belum berakhir.99

10) Event of Default (Wanprestasi)

11) Expenses (Biaya-biaya yang timbul dan jika kemudian/untuk)

Klausul ini mengatur mengenai beban biaya dan ongkos yang timbul akibat

pemberian kredit, yang biasanya dibebankan kepada debitur dan meliputi antara

lain, biaya pengikatan jaminan, pembuatan akta-akta perjanjian kredit, pengakuan

hutang dan penagihan kredit.100

12) Choise of Law (Pemilihan terhadap hukum yang berlaku)

13) Penalty Clause (Aturan Denda)

Klausul ini dimaksudkan untuk mempertegas hak-hak bank untuk melakukan

pungutan, baik mengenai besarnya maupun kondisinya.

14) Jurisdiction (Pemilihan tempat bersengketa, termasuk juga pemilihan

penentuan arbitrase)

99Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Indonesia


(Panduan Dasar : Legal Officer), Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 1995 hal.167
100Ibid.,

Universitas Sumatera Utara


C.Fungsi Dan Tujuan Perjanjian Kredit

Menurut Ch. Gatot Wardoyo dalam tulisannya mengenai Sekitar

Klausulklausul Perjanjian Kredit Bank, perjanjian kredit mempunyai beberapa

fungsi, yaitu diantaranya 101 ;

1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit

merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain

yang mengikutinya misalnya perjanjian pengikatan jaminan.

2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak

dan kewajiban di antara kreditur dan debitur.

3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.

Tujuan dari kredit antara lain102 :

a. Mendapatkan keuntungan

Bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya

administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.

b. Membantu usaha nasabah

Dana investasi maupun dana untuk modal kerja, maka pihak debitur dapat

mengembangkan dan memperluas usahanya.

c. Membantu pemerintah

Semakin banyak kredit yang disalurkan berarti adanya peningkatan

pembangunan diberbagai sektor.

D.Jenis-jenis Perjanjian Kredit


Perjanjian kredit jika menilik dari pemikiran-pemikiran sarjana-sarjana

Winscheid, Goudeket, Losecaat-Vermeer, Asser-Kleyn dan sebagainya, maka

perjanjian kredit dapat digolongkan ke dalam dua kelompok 103:


101Ibid., hal. 151
102 Yuniarhaya, Tujuan, Fungsi, Manfaat dan Jenis Kredit diakses dari http://yuniarharya.
blogspot.co.id/2013/04/tujuan-fungsi-manfaat-dan-jenis-kredit.html pada tanggal 31 Maret 2018
pukul 17.10 WIB
103 Ignatius Ridwan Widyadharma, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 1997, hal.5

Universitas Sumatera Utara


1. Kelompok kesatu menyatakan : “Bahwa perjanjian kredit dan

perjanjianperjanjian uang merupakan suatu perjanjian sifatnya konsensual”

Sifat konsensual dari suatu perjanjian kredit merupakan ciri pertama yang

membedakan dari perjanjian pinjam-meminjam uang yang bersifat riil. Bagi

perjanjian kredit yang jelas-jelas mencantumkan syarat-syarat tangguh tidak dapat

dibantah lagi bahwa perjanjian itu merupakan yang konsensual sifatnya. Setelah

perjanjian kredit ditandatangani oleh bank dan nasabah debitur, nasabah debitur

belum berhak menggunakan atau melakukan penarikan kredit. Atau sebaliknya

setelah ditandatanganinya kredit oleh kedua belah pihak, belumlah menimbulkan

kewajiban bagi bank untuk menyediakan kredit sebagaimana yang diperjanjikan.

Hak nasabah debitur untuk dapat menarik atau kewajiban bank untuk menyediakan

kredit, masih bergantung pada terpenuhinya semua syarat yang ditentukan dalam

perjanjian kredit.104

2. Kelompok kedua menyebutkan : “Bahwa perjanjian kredit dan

perjanjianperjanjian uang merupakan dua buah perjanjian yang masing-masing

bersifat konsensual dan riil”

Perjanjian kredit adalah perjanjian loan of money menurut hukum Inggris yang

bersifat riil maupun konsensual, tetapi bukan perjanjian peminjaman uang menurut

hukum Indonesia yang bersifat riil.105

Secara yuridis formal ada 2 (dua) jenis perjanjian atau pengikatan kredit yang

digunakan dalam melepas kreditnya, yaitu perjanjian/pengikatan kredit di bawah

tangan atau akta di bawah tangan, dan perjanjian/pengikatan kredit yang dibuat

oleh dan dihadapan notaris (notaril) atau akta otentik.106

a. Akta/Perjanjian Kredit di Bawah Tangan

104 H. Salim & Erlies Septiana Nurbani, op.cit., hal. 55


105Ibid.,
106 Hasanuddin Rahman, op.cit., hal. 152

Universitas Sumatera Utara


Yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit di bawah tangan adalah

perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat di

antara mereka (kreditur dan debitur) tanpa notaris. Bahkan lazimnya dalam

penandatanganan akta perjanjian kredit tersebut, tanpa adanya saksi yang turut

serta dalam membubuhkan tandatangannya. Padahal sebagaimana diketahui bahwa

saksi merupakan salah satu alat pembuktian dalam perkara perdata. Mengenai akta

perjanjian kredit di bawah tangan, ada beberapa hal yang perlu diketahui Legal

Officer, yaitu107 :

1) Kelemahan

Ada beberapa kelemahan dari akta perjanjian kredit di bawah tangan ini, yaitu

(1) apabaila suatu saat nanti terjadi wanprestasi oleh debitur, yang pada akhirnya

akan diambil tindakan hukum melalui proses peradilan, maka apabila debitur yang

bersangkutan menyangkali atau memungkiri tandatangannya, akan berakibat

mentahnya kekuatan hukum perjanjian kredit yang telah dibuat tersebut 108, (2) oleh

karena perjanjian ini hanya dibuat oleh para pihak, di mana formulirnya telah

disediakan oleh bank dan non-bank (form standar/baku), maka bukan tidak

mungkin terdapat kekurangan data-data yang seharusnya dilengkapi untuk suatu

kepentingan pengikatan kredit. Kelemahan-kelemahan ini pada akhirnya akan

merugikan bank dan non-bank bila suatu saat berperkara dengan nasabahnya.109

2) Arsip/File Surat Asli

Pada dasarnya juga meru pakan suatu kelemahan dari pada perjanjian yang

dibuat di bawah tangan, dalam arti bahwa apabila akta perjanjian kredit yang

dibuat di bawah tangan (aslinya) tersebut hilang karena sebab apapun, maka bank

dan non-bank tidak memiliki arsip/file asli mengenai adanya perjanjian tersebut

107Ibid.,
108Ibid.,
109Ibid., hal.153

Universitas Sumatera Utara


sebagai alat bukti. Hal ini akan membuat posisi bank dan non-bank akan menjadi

lemah bila terjadi perselisihan.110

3) Isian Blangko Perjanjian

Dalam hal perjanjian kredit di bawah tangan, kemungkinan terjadinya seorang

debitur mengingkari atau memungkiri isi perjanjian adalah sangat besar. Hal ini

disebabkan dalam pembuatan akta perjanjian kredit, form/blangkonya telah

disiapkan bank, sehingga debitur dapat saja mengelak bahwa yang bersangkutan

menandatangani blangko kosong yang berarti ia tidak tahu menahu tentang isi

perjanjian.111

b. Akta/Perjanjian Kredit Notaril (Otentik)

Yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit notaril (otentik) adalah

perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat oleh

atau di hadapan notaris. Mengenai defenisi akta otentik dapat dilihat pada Pasal

1868 KUH Perdata. Dari ketentuan/defenisi akta otentik yang diberikan oleh Pasal

1868 KUH Perdata tersebut, dapat ditemukan beberapa hal 112:

Pertama : Yang berwenang membuat akta otentik adalah notaris terkecuali

wewenang tersebut diserahkan pada pejabat lain atau orang lain. Kedua : akta

otentik dibedakan dalam ; yang dibuat “oleh” dan yang dibuat “di hadapan”

pejabat umum. Ketiga : isi daripada akta otentik adalah; semua “perbuatan” yang

oleh undang-undang diwajobkan dibuat dalam akta otentik; semua “perjanjian”

dan “penguasaan” yang dikehendaki oleh mereka yang berkepentingan. Keempat :

akta otentik memberikan kepastian mengenai/tentang penanggalan.113

Mengenai akta perjanjian kredit notariel/otentik ini, ada beberapa hal yang

perlu diketahui Legal Officer, yaitu:

110Ibid.,
111Ibid., hal. 154
112Ibid.,
113Ibid., hal.155

Universitas Sumatera Utara


1) Kekuatan Pembuktian

Pada suatu akta otentik terdapat 3 (tiga) macam kekuatan pembuktian :

Pertama : membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah menerangkan

apa yang ditulis dalam akta tadi (kekuatan pembuktian formil)

Kedua : membuktikan antara para pihak yang bersangkutan bahwa

sungguhsungguh peristiwa yang disebutkan disitu telah terjadi (kekuatan

pembuktian materiil atau yang kita namakan kekuatan pembuktian mengikat)

Ketiga : membuktikan tidak saja antara para pihak yang bersangkutan tetapi

juga terhadap pihak ketiga bahwa pada tanggal tersebut dalam akta kedua

belah pihak tersebut sudah menghadap di muka pegawai umum (notaris) dan

menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut (kekuatan pembuktian

keluar)

2) Grosse Akta Pengakuan Hutang

Kelebihan lain daripada akta perjanjian kredit/pengakuan hutang yang dibuat

secara notaril (otentik) yaitu dapatnya dimintakan Grosse Akta Pengakuan Hutang

tersebut. Khusus Grosse akta pengakuan hutang ini. Mempunyai kekuatan

eksekutorial dan disamakan dengan keputusan hakim. Oleh bank diharapkan

pelaksanaan eksekusinya tidak perlu lagi melalui proses gugatan yang biasa

menyita waktu lama dan memakan biaya yang besar.

3) Ketergantungan Terhadap Notaris

Notaris dianggap sebagai mitra atau rekanan dalam pelaksanaan suatu

perjanjian kredit/pengakuan hutang. Dalam hubungan itu, bank akan meminta

notaris yang bersangkutan untuk berpedoman kepada model perjanjian kredit yang

telah disiapkan oleh bank. Legal Officer tetap mengharapkan legal opinion dari

notaris tentang setiap akan diadakan pelepasan kredit, sehingga notaris dalam hal

Universitas Sumatera Utara


ini dapat berperan sebagai salah satu unsur filterisasi daripada legal aspect suatu

pelepasan kredit.

E.Perjanjian kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS

Perjanjian diatur dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, sumber perikatan yang lain

adalah undang-undang. Pasal 1313 BW memberikan rumusan tentang kontrak atau

perjanjian adalah “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Dalam

Pasal 1 butir 11 UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan dirumuskan bahwa

kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.114

Berkaitan dengan pengertian kredit di atas, menurut ketentuan Pasal 1 butir 5

Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva

Bank Umum, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan

yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

pemberian bunga termasuk:

1. cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang

tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari,

2. pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang, dan

3. pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.115

114 Hermansyah,op.cit., hal. 57


115 Ibid., hal. 58

Universitas Sumatera Utara


Marhainis Abdul Hay,SH mengemukakan perjanjian kredit identik dengan

perjanjian pinjam mengganti dalam Bab XIII Buku KUH Perdata. Sebagai

konsekuensi logis dari pendirian ini, harus dikatakan bahwa perjanjian kredit

bersifat riil.116 Adapun yang disebut perjanjian pinjam pengganti ketentuan Pasal

1754 KUH Perdata menetapkan :

“Pinjam pengganti adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu

memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang

menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak belakangan ini akan

mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama

pula”.117

Kegiatan penyaluran kredit secara umum membutuhkan adanya jaminan utang

atau yang disebut jaminan kredit (agunan). Agunan yang dijadikan salah satu

persyaratan dalam pemberian kredit yaitu agunan berupa benda yang menurut

hukum digolongkan sebagai barang tidak bergerak seperti tanah dan bangunan

berupa benda yang menurut hukum digolongkan sebagai barang bergerak seperti

kendaraan bermotor, agunan berupa surat-surat berharga maupun surat-surat yang

berharga yang didalamnya melekat hak tagih, seperti saham, efek, surat keputusan,

SK PNS atau berupa surat keputusan pensiun Pegawai Negeri Sipil dan lain

sebagainya.

Pengertian kredit yang disebut di atas begitu luas termasuk juga dengan

perjanjian kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS, dimana pengertian

tersebut menggambarkan cakupan transaksi ekonomi dan keuangan dimana

kreditor menyerahkan suatu nilai kepada debitur dan sebaliknya, debitur berjanji

akan mengembalikannya pada waktu yang telah ditetapkan pada masa depan.

116 Mariam Darus Badrulzaman, op.cit., hal.28


117 Gatot Supramono, op.cit., hal. 42

Universitas Sumatera Utara


Adapun nilai yang diserahkan tersebut berupa uang, jasa-jasa, atau klaim

keuangan, seperti obligasi atau commercial paper.118

SK Pengangkatan PNS bukan merupakan objek fidusia karena dari pengertian

barang yang dapat dialihkan hak kepemilikannya adalah barang tersebut dapat

dialihkan dalam bentuk jual beli, hibah, maupun diwariskan dan dijual melalui

lelang. 119
Bentuk jaminan yang lain adalah penanggungan atau broghtotct dalam

kaitannya dengan perjanjian kredit ini tidak terdapat unsur penanggungan di

dalamnya karena tidak terdapat pihak ketiga sebagai penjamin dari piutang

tersebut. Pada perjanjian kredit ini bendahara hanya sebagai pihak yang diberi

kuasa atas pemotongan gaji dan pembayaran kepada pihak bank sebagai

pembayaran utang bukan sebagai pihak penanggung. Dari hal tersebut, perjanjian

kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS tidak terdapat lembaga jaminan

yang menyertainya. Karena menurut KUH Perdata tidak dapat digolongkan

sebagai benda yaitu barang bergerak, barang tidak berwujud dan berwujud, serta

barang tidak bergerak.120

Bank lebih menekankan unsur kepercayaan untuk memberikan perjanjian

kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS. Dari unsur tersebut dapat diketahui

bahwa pihak bank tetap memakai prinsip kehati-hatian dan prinsip mengenal

nasabah dimana juga debitor sebagai Pegawai Negeri Sipil selalu menjaga dan

tidak merusak kredibilitasnya. Bank atau non-bank dalam memberikan kredit

dengan jaminan SK Pengangkatan PNS percaya bahwa jaminan tersebut sudah

cukup menggambarkan kemampuan nasabah dalam melunasi kredit yang diberikan

karena melalui SK Pengangkatan PNS terlihat penghasilan debitur dan menutup

118 Lia Hartika, Jurnal Skripsi : op.cit., hal.8


119 Try Widiyono, op.cit., hal. 199
120 Rahmadi Halim, Thesis : Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Surat
Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (Studi Penelitian di PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk, Cabang Lumajang), Universitas Diponegoro Semarang, 2006, hal.59

Universitas Sumatera Utara


kemungkinan nasabah untuk melakukan peminjaman ke pihak lain dikarenakan

SK asli berada di tangan kreditur.

BAB IV

ANALISIS HUKUM TERHADAP PERJANJIAN KREDIT DENGAN

JAMINAN SK PENGANGKATAN PNS

A.Proses Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan SK PNS

Pada dasarnya Koperasi Kredit menjalankan fungsi yang hampir sama dengan

bank, yaitu sebagai badan usaha yang melakukan penggalian atau mobilisasi dana

dari masyarakat dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit kepada warga

masyarakat yang membutuhkan. Yang membedakannya adalah koperasi bahwa

koperasi dimiliki secara bersama oleh anggotanya dengan hak dan kedudukan yang

sama, dan hanya memberikan pelayanan kredit kepada anggotanya. Sedangkan

bank dimiliki oleh sejumlah orang atau badan sebagai pemegang saham,

memobilisasi dana dari masyarakat luas untuk menyimpan uang dari bank tersebut,

namun hanya menyalurkan dana yang terhimpun kepada warga masyarakat yang

mampu memenuhi persyaratan teknis bank. Pemberian fasilitas kredit yang

diberikan oleh bank yang satu dengan yang lain nyaris sama.121

Pada umumnya, suatu fasilitas kredit dimintakan permohonannya oleh debitur

(calon debitur) terlebih dahulu sebelum analisis dilakukan oleh bank atau nonbank

tetapi dalam kasus-kasus tertentu, analisis kredit dibuat mendahului adanya


121 Tri Widiyono, op.cit., hal. 19

Universitas Sumatera Utara


permohonan dari calon debitur. 122
Berdasarkan penjelasan Pasal 8 UU Perbankan

antara lain dinyatakan bahwa untuk memperoleh keyajinan tersebut, sebelum

memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap

watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur.

Halhal lain yang perlu mendapatkan perhatian dalam analisis pemberian kredit

tersebut yang menyangkut pada aspek hukum, yaitu : legalitas permohonan/

kewenangan bertindak, legalitas pendirian badan, legalitas usaha, legalitas agunan,

legalitas lain berkaitan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan

legalitas dokumen kredit lainnya.123 Permohonan fasilitas kredit seyogyanya

ditandatangani oleh calon debitur sesuai kewenangan dari calon

debitur.

Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara kepada pengurus CU. Bahen Ma

Nadenggan selaku narasumber berikut tahapan pelaksanaan perjanjian kredit

dengan jaminan SK Pengangkatan PNS pada CU tersebut :

1. Prosedur Permohonan

a. Nasabah datang sendiri

Pihak yang berhak untuk mengajukan peminjaman adalah anggota CU. Bahen

Ma Nadenggan. Apabila berstatus bukan anggota, maka harus didampingi keluarga

yang merupakan anggota, atau harus mengikuti prosedur untuk menjadi seorang

anggota CU. Bahen Ma Nadenggan. Dengan kata lain, nasabah dengan

kepemilikan SK Pengangkatan PNS tidak bisa diwakilkan oleh siapapun dan hanya

bisa didampingi oleh keluarga apabila bukan anggota CU.

b. Penyampaian kartu anggota atau identitas

122Ibid., hal.22

123Ibid., hal.26

Universitas Sumatera Utara


Peminjam yang merupakan anggota CU. Bahen Ma Nadenggan hanya

melengkapi kartu anggota. Diluar keanggotaan maka peminjam wajib melengkapi

berkas selain kartu anggota yang mewakili juga harus disertai identitas dari

pemilik SK Pengangkatan PNS.

c. Pengisian formulir permohonan

Formulir permohonan berisi nama nasabah pemilik SK Pengangkatan PNS,

jumlah pinjaman, jangka waktu peminjaman, jumlah saham nasabah di CU. Bahen

Ma Nadenggan dan maksud tujuan pinjaman nasabah.

d. Harus dibubuhi tanda tangan suami dan isteri

Pengajuan perjanjian kredit tidak bisa hanya nasabah atas nama SK

Pengangkatan PNS tetapi harus persetujuan keluarga sebagai penjamin dan ahli

waris. Dalam hal apabila tidak ada suami/istri, maka diwakilkan oleh ahli waris.

e. Tanda tangan ketua kelompok setiap daerah

Pelaksanakan peran sebagai koperasi kredit yang melayani masyarakat dalam

beberapa lingkungan dari 4 (empat) kecamatan, CU. Bahen Ma Nadenggan

membentuk ketua kelompok dari 20 lingkungan yang dilayani. Ketua kelompok ini

yang akan bertanggung jawab terhadap anggota CU dari lingkungan domisilinya.

Oleh karena itu, ketua kelompok sangat berperan dalam kegiatan yang dilakukan

anggota CU berkaitan dengan segala transaksi CU dan harus atas pengetahuan

ketua kelompok. Tanda tangan ini berguna sebagai bentuk bahwa si nasabah

terpercaya dan ketua kelompok pun harus bertanggung jawab terhadap

anggotanya.

f. Harus atas rekomendasi 3 saksi yaitu anggota CU di lingkungan sendiri

Mengingat bahwa SK Pengangkatan PNS tidak memiliki kekuatan hukum

tetap, dan juga pihak CU memberikan perjanjian kredit dengan asas kepercayaan

kepada nasabah maka untuk menguatkan pernyataan tersebut harus atas

Universitas Sumatera Utara


rekomendasi 3 saksi dari lingkungan domisili nasabah. Hal ini berguna apabila

kelak terdapat sengketa dalam pelaksanaan perjanjian maka saksi dapat

memberikan keterangan terkait pelaksanaan perjanjian dan nasabah.

g. Panitia kredit melakukan rapat dan mempertimbangkan permohonan

Jika dicermati, suatu permohonan adalah perbuatan hukum sepihak yang

belum mengikat pihak lain. Permohonan tersebut akan mengikat pihak lain jika

atas permohonan itu disetujui oleh kreditu/bank. Dengan konstruksi hukum

demikian, maka ketika suatu permohonan kredit (setelah dianalisis oleh bank)

kemudian diberikan surat pemberitahuan persetujuan kredit (SPPK), maka atas

permohonan tersebut ketika mendapatkan SPPK telah terjadi kesepakatan antara

pihak debitur dan pihak kreditur karena offering yang disampaikan oleh calon

debitur telah disetujui oleh kreditor/bank.134 Pada CU. Bahen Ma Nadenggan,

permohonan kredit terlebih dahulu dibawa dalam rapat perkreditan oleh panitia

kredit untuk menguji permohonan pengajuan kredit. Apabila sudah disetujui maka

tahap perjanjian boleh dilanjutkan.

2. Prosedur Perjanjian

a. Penandatanganan surat perjanjian dengan kuitansi dengan materai

Perjanjian merupakan salah satu sebab timbulnya perikatan. Dengan timbulnya

perikatan, maka semua pihak dalam perjanjian harus melaksanakan prestasi

masing-masing. Salah satu asas dalam perjanjian adalah asas konsensualisme,

dimana perjanjian terebentuk karena adanya konsensus atau perjumpaan kehendak

diantara pihak-pihak yang mengadakan kontrak. Artinya perjanjian lahir ketika

dicapainya kata sepakat. Dengan kata lain, tanpa adanya

134

Universitas Sumatera Utara


Ibid., hal. 24

sepakat, maka tidak akan ada perjanjian. Oleh karena itu, adanya sepakat ini juga

merupakan salah satu syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320

KUH Perdata. Jika syarat subyektif ini tidak dipenuhi, maka terhadap perjanjian

tersebut dapat dilakukan pembatalan.

Pada saat sekarang, sebuah konsensus biasanya ditandai dengan

ditandatanganinya perjanjian oleh para pihak yang terlibat yaitu Pengurus CU.

Bahen Ma Nadenggan terdiri dari Ketua, Bendahara, dan Panitia Kredit serta

nasabah sebagai Pegawai Negeri Sipil yang tertera dalam SK Pengangkatan PNS.

Kepastian tanggal perjanjian biasanya dimuat dalam bagian awal perjanjian yang

menunjukkan waktu dan tanggal perjanjian yang ditandatangani. Dengan

demikian sejak tanggal tersebut, maka lahirlah perjanjian dan segala perikatan

antara satu terhadap lainnya. Bahwa tidak seorangpun dapat menjamin kepastian

tentang forecast di masa mendatang dan berdasarkan pengalaman bahwa tidak ada

satupun cara atau sarana hukum yang dapat mencegah seseorang untuk

mengingkari janjinya. Tanda tangan sebagai bentuk keabsahan perjanjian dan

bukti kelak apabila terdapat wanprestasi oleh salah satu pihak. Dalam Pasal 1877

KUH Perdata disebutkan bahwa, jika seorang memungkiri tulisan atau

tandatangannya maka Hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari pada

tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka Pengadilan.135

Membahas mengenai perjanjian yang ditandatangani oleh para pihak,

perjanjian kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS di CU ini adalah

135

Universitas Sumatera Utara


perjanjian baku. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan Bahasa Inggris,

standart contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan

Hasanuddin Rahman, op.cit., hal. 153

dan dituangkan dalam bentuk formulir. Munir Fuady mengartikan kontrak baku

adalah : suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam

kontrak tersebut, bahkan sering kali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam

bentuk formulir-formulir tertentu oleh salah satu pihak yang dalam hal ini ketika

kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data

informative tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam

klausulklausulnya dimana pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai

kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegoisasi atau mengubah

klausul-klausul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut. 136 Berdasarkan

pengertian di atas, perjanjian kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS pada

CU. Bahen Ma Nadenggan ditentukan sendiri oleh panitia kredit bersama

pengurus CU dan diserahkan sepihak kepada nasabah dan hanya berada pada

posisi “take it or leave it”.

Kwitansi yaitu surat bukti yang menyatakan telah terjadinya penyerahan

sejumlah uang, dari pemberi kepada penerima dan ditandatangani oleh penerima

sejumlah uang yang ditulis pada surat tersebut. Kwitansi dilengkapi dengan

keterangan tempat, tanggal dan alasan penyerahaannya sejumlah uang tersebut.

Biasanya untuk memperkuat tanda bukti transaksi pada kwitansi akan ditempelkan

Materai sebesar yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang perpajakan.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, fungsi
136

Universitas Sumatera Utara


atau hakikat utama Bea Meterai adalah pajak dokumen yang dibebankan oleh

negara untuk dokumen-dokumen tertentu. Surat pernyataan atau perjanjian yang

tidak dibubuhkan meterai tidak membuat pernyataan atau perjanjian tersebut

H. Salim dan Erlies Septiana Nurbani, op.cit., hal. 99

137

Universitas Sumatera Utara


menjadi tidak sah. Akan tetapi, karena surat tersebut akan digunakan sebagai alat

bukti di pengadilan, maka dikenakan Bea Meterai sebagai pajak dokumen. Surat

pernyataan yang belum dibubuhi meterai tetapi ingin diajukan sebagai alat bukti di

pengadilan, maka pelunasan Bea Meterai dilakukan dengan Pemeteraian

Kemudian.124

b. Penandatanganan surat bukti penerimaan Brog/agunan

Borgtocht merupakan istilah dalam hukum perdata yang biasa digunakan

sehubungan dengan hukum jaminan.125 Bahwa tidak seorangpun dapat menjamin

kepastian tentang forecast di masa mendatang dan berdasarkan pengalaman bahwa

tidak ada satupun cara atau sarana hukum yang dapat mencegah seseorang untuk

mengingkari janjinya. Pada saat serah terima Brog/agunan SK

Pengangkatan PNS dari nasabah ke CU. Bahen Ma Nadenggan terdapat Berita

Acara Penyerahan Brog yang dibuat oleh Panitia Kredit. Surat bukti penerimaan

brog/agunan ini menjadi privasi dari nasabah dan dikuasai oleh nasabah sendiri.

Surat ini akan dipakai lagi apabila perjanjian telah berakhir dan bukti untuk

mengambil kembali SK Pengangkatan PNS.

c. Penerimaan uang transaksi pinjaman melalui kasir

Setelah segala persyaratan terpenuhi, maka nasabah memiliki hak untuk

menerima sejumlah pinjaman sesuai dengan isi perjanjian, dan CU. Bahen Ma

Nadenggan berkewajiban untuk memenuhi hak nasabah.

Pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS di CU.

Bahen Ma Nadenggan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012

tentang pokok-pokok perkoperasian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah

Tangga, dan Peraturan Khusus Nomor 009 Tahun 2008. Meskipun secara eksplisit

124 Diakses dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt51426f0a4f0ee/fungsimeterai-


tanggal 2 April 2018 pukul 10.00 WIB
125 www.HukumOnline.com diakses pada tanggal 2 April 2018 pukul 10.35 WIB

Universitas Sumatera Utara


dalam Undang-Undang Perkoperasian tidak diatur secara tegas dan lengkap,

namun berdasarkan beberapa isi dalam Undang-Undang Perkoperasian mengenai

tujuan, asas, fungsi koperasi, Peraturan Khusus dan Anggaran Dasar dan

Anggaran Rumah Tangga maka perjanjian kredit dapat dilaksanakan oleh CU.

Bahen Ma Nadenggan.

B.Hubungan Hukum Para Pihak dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan

SK Pengangkatan PNS

Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum.

Hubungan hukum ini pada akhirnya akan menimbulkan akibat hukum tertentu. Di

dalam hubungan hukum, hubungan antara dua pihak yang di dalamnya melekat

hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lainnya. Hubungan ini diatur dan

memiliki akibat hukum tertentu. Hak dan kewajiban para pihak ini dapat

dipertahankan di hadapan pengadilan.126 Dalam suatu perjanjian tentunya para

pihak menjadi bagian terpenting, karena mustahil perjanjian boleh dilaksanakan

oleh perorangan atau individu. Jadi yang dimaksud disini adalah para pihak harus

terdiri dari dua orang atau lebih, yang dimana mereka akan melakukan hubungan

hukum sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Namun sebelum membahas

hubungan para pihak, harus diketahui terlebih dahulu siapa pihakpihak yang

berkaitan dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan SK Pengangkatan PNS di CU.

Bahen Ma Nadenggan.

Para pihak di dalam perikatan menjadi subjek perikatan. Subjek perikatan ini

ada dua pihak, yaitu debitor dan kreditor. Debitor adalah pihak yang memiliki

kewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi, sedangkan kreditor adalah pihak

yang memiliki hak atas pemenuhan prestasi dari debitornya. Pihak dalam perikatan

tidak identik dengan orang dalam konteks hukum perdata orang dapat berarti

126 Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian
Pertama), FHUII Press, Yogyakarta, 2013, hal. 6

Universitas Sumatera Utara


mahluk pribadi (natuurlijkepersoon atau natural person). Seorang debitor atau

kreditor dapat terdiri dari beberapa orang atau badan hukum. Dapat saja di dalam

suatu perikatan debitor dan kreditor terdiri atas dua orang atau lebih tetapi di

dalam perikatan tetap dua, yakni debitor dan kreditor.127 Dalam Pasal 1 angka 4

dan angka 5 Rancangan Undang-Undang Perkreditan Perbankan ditentukan para

pihak dalam perjanjian kredit yaitu128 :

1. Kreditor

Kreditor adalah bank atau non-bank yang menyediakan kredit kepada debitur

berdasarkan perjanjian kredit.

2. Debitur

Debitur adalah orang, badan hukum atau badan lainnya yang menerima kredit

dari kreditor berdasarkan perjanjian kredit. Mengenai pihak-pihak yang langsung

terkait dalam perjanjian ini terdiri dari :

a. Pihak pertama sebagai kreditur yaitu pihak yang memberikan pinjaman

yang dalam hal ini adalah CU. Bahen Ma Nadenggan

b. Pihak kedua sebagai debitur yaitu adalah pihak yang melakukan pinjaman

yang dalam hal ini PNS.

Dalam kaitannya dengan kegiatan yang dilakukan kreditur, maka terlihat akan

adanya dua sisi tanggung jawab, yakni kewajiban yang terletak pada kreditur itu

sendiri dan kewajiban yang menjadi beban nasabah sebagai akibat hubungan

hukum dengan debitur. Hak dan kewajiban nasabah diwujudkan dalam bentuk

prestasi. Prestasi yang harus dipenuhi kreditur dan nasabah adalah prestasi yang

telah ditentukan dalam perjanjian antara kreditur dan nasabah terhadap produk

perbankan.129

127Ibid., hal. 8
128 H. Salim dan Erlies Septiani Nurbani, op.cit., hal. 67
129 Lukman Santoso AZ, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank,Pustaka Yustisia,
Yogyakarta, 2011, hal. 89

Universitas Sumatera Utara


Adapun hubungan hukum yang terjadi selama proses perjanjian berlangsung

adalah bahwa para pihak (Pihak CU. Bahen Ma Nadenggan dengan Pihak PNS)

harus mengikuti peraturan sebagaimana telah diperjanjikan sebelumnya. Yaitu

bahwa para pihak harus mengikuti isi perjanjian yang memuat aturan yang

mengikat para pihak untuk tunduk terhadap aturan tersebut.130

1) Pasal 1

Pihak pertama memberikan pinjaman uang kepada pihak kedua yang

dinyatakan dalam pencatatan administrasi kedua belah pihak

2) Pasal 2

Pihak kedua menggunakan pinjaman tersebut sesuai dengan isi surat

permohonan pinjaman yang diajukan.

3) Pasal 3

Pihak kedua akkan melunasi pinjaman tersebut kepada pihak pertam

dalam jangka waktu tertentu dengan cara mengangsur setiap

minggu/bulan ditambah bunga pinjaman dari sisa pinjaman

4) Pasal 4

Pihak kedua memberikan jaminan pinjaman

5) Pasal 5

Pihak kedua bersedia dikenakan sanksi atas ketidakberesan/keterlambatan

pembayaran pinjaman sesuai dengan AD/ART CU. Bahen Ma Nadenggan

Lintongnihuta dan pola kebijakan.

Selain dari isi perjanjian diatas, pihak kedua (yang melakukan pinjaman) diberi

Surat Bukti Penerimaan Brog/Agunan oleh pihak CU yang berisi tentang jangka

waktu peminjaman oleh pihak kedua sesuai dengan kesepakatan para pihak.

Artinya apabila masa peminjam selesai maka pihak yang melakukan pinjaman

(PNS) dapat menerima kembali segala bentuk administrasi yang sebelumnya

130 Data diambil dari isi Surat Perjanjian Pinjaman pada CU. Bahen Ma Nadenggan

Universitas Sumatera Utara


diserahkan kepada Pihak CU. Bahen Ma Nadenggan dapat diterima kembali,

sebagai tanda peminjaman telah berakhir.

Tata cara pembayaran pinjaman setiap bulannya proses dalam CU berbeda

dengan bank dengan mana pada bank tertentu pembayaran pinjaman otomatis dari

pemotongan gaji nasabah berdasarkan SK. Sedangkan pada CU. Bahen Ma

Nadenggan, nasabah harus melakukan pembayaran langsung secara angsuran rutin

karena pihak CU. Bahen Ma Nadenggan tidak memiliki wewenang untuk

melakukan pemotongan gaji otomatis berdasarkan SK. Bagi CU. Bahen Ma

Nadenggan, SK Pengangkatan PNS itu hanya sebagai bukti bahwa nasabah

mampu melunasi kredit berdasarkan jumlah gaji yang tertera pada SK

Pengangkatan PNS tersebut dan jaminan agar nasabah tidak bisa meminjam

kepada pihak lain menggunakan SK.

C.Penyelesaian Sengketa dan Kendala-Kendala dalam Pelaksanaan

Perjanjian Kredit dengan Jaminan SK Pengangkatan PNS pada CU.

Bahen Ma Nadenggan

1.Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan SK

Pengangkatan PNS

Pada setiap transaksi terdapat resiko, bahwa transaksi itu tidak terselesaikan

atau tidak dapt terlaksana dengan baik. Akibatnya, para pihak pada suatu transaksi

harus menyiapkan diri untuk menghadapi suatu keadaan yang tidak mereka

inginkan, tidak dapat mereka menghindarkan atau mereka ramalkan, yaitu bahwa

pada suatu ketika mereka harus mengatasi suatu perselisihan di antara mereka. 131

Pada dasarnya setiap perjajian yang dibuat para pihak harus dapat dilaksanakan

dengan sukarela atau itikad baik, namun dalam kenyataannya kontrak yang dibuat

131 Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak, PT. Grasindo,


Jakarta, 2001, hal. 73

Universitas Sumatera Utara


seringkali dilanggar.132Pada umumnya ketika para pihak saling mengikatkan diri

maka akan timbul hak dan kewajiban para pihak dan diharapkan para pihak dapat

melakukan hak dan kewajibannya sebaik mungkin demi tercapainya tujuan

perjanjian. Demikian halnya dengan CU. Bahen Ma Nadenggan dengan Nasabah

yaitu PNS dalam melaksanakan perjanjian kredit dengan jaminan SK

Pengangkatan PNS. Bahwasanya sebelum mengadakan perjanjian kredit, para

pihak sudah tentu mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajiban masingmasing

dan itu sudah dituangkan di dalam perjanjian kredit berserta akibatakibatnya jika

melanggar isi dari perjanjian tersebut. Sehingga para pihak harus mewaspadai

apabila terjadi masalah atau perselisihan atau disebut juga sengketa.

Setelah penulis melakukan penelitian ke CU. Bahen Ma Na Denggan Di

Lintongnihuta, Penulis tidak menemukan adanya sengketa selama proses

pelaksanaan perjanjian berlangsung dan belum pernah ada pengeksekusian SK

pengangkatan PNS. Namun apabila suatu saat terjadi sengketa/perkara, maka

sengketa diselesaikan dengan asas kekeluargaan sebagaimana yang telah dianut

oleh koperasi Indonesia yang terdapat dalam Pasal 3 Undang-Undang

Perkoperasian, koperasi berdasar atas asas kekeluargaan dan berdasarkan tujuan

koperasi dalam Pasal 4 koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota

pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang

tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan

berkeadilan. Dalam hal ini, apabila terjadi sengketa maka :

a. Penyelesaian secara kekeluargaan dilaksanakan terlebih dahulu oleh ketiga

saksi yang merekomendasikan perjanjian kredit kepada nasabah yang

bersangkutan melalui surat pernyataan setelah menerima surat peringatan

melalui komisaris lingkungan

132 Salim H, Hukum Kontrak Teori dan Tkenik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta,
2004, hal. 40

Universitas Sumatera Utara


b. Sementara pihak pengurus CU. Bahen Ma Nadenggan tetap akan

mengkonfirmasi nasabah melalui telepon dan member peringatan

c. Apabila tidak tercapai penyelesaian, maka saksi-saksi harus menyerahkan

kepada pengurus CU. Bahen Ma Nadenggan dengan melakukan kunjungan

petugas kredit ataupun pengurus untuk membicarakan langsung kepada

nasabah dan mencari solusi yang masih dalam ranah kekeluargaan

d. Apabila tidak dapat menyelesaikan sengketa maka pihak pengurus CU

memberikan surat somasi 1 2 dan 3 kepada nasabah dan disertai musyawarah

dengan atasan nasabah dan bendahara instansi nasabah bekerja

e. Melalui badan peradilan hukum yang dapat mengatasi sengketa perjanjian

kredit adalah peradilan umum melalui gugatan perdata, peradilan niaga melalui

gugatan kepailitan. Menurut pendapat Muhamad Djumhana, ketentuan HIR

Pasal 195 apabila sudah ditetapkan keputusan pengadilan yang sudah

mempunyai kekuatan hukum tetap untuk dilaksanakan tetapi debitur tetap

tidak melunasi hutangnya, maka pelaksanaan keputusan tersebut dilaksanakan

atas dasar perintah dan dengan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang

memeriksa gugatannya pada tingkat pertama.

Berdasarkan hasil wawancara penulis terhadap pengurus CU. Bahen Ma

Nadenggan, ada beberapa kondisi yang menjadi sumber sengketa dalam perjanjian

kredit dan disertai penyelesaian sengketa antara lain :

1) Apabila nasabah meninggal dunia, maka pihak CU. Bahen Ma Nadenggan

akan melimpahkan utang-piutang kepada ahli waris. Pengajuan tuntutan atau

klaim dapat diajukan pihak CU kepada pihak asuransi dari koperasi yaitu Bank

Daperma (Dana Perlindungan Bersama). Setelah adanya rekomendasi dari

asuransi maka uang akan dibayarkan asuransi disertai Berita Acara Penyerahan

dari Daperma berisi Simpanan Saham dan Pinjaman.

Universitas Sumatera Utara


2) Apabila nasabah dipecat dari Pegawai Negeri, nasabah yang bersangkutan

harus membayar sisa pinjaman denda dan potongan lain yang menyangkut

transaksi di CU.

2.Kendala-Kendala Dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan SK Pengangkatan

PNS
Selama proses pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan SK

Pengangkatan PNS ini terdapat beberapa kendala yang timbul bagi para pihak.

Beberapa kendala tersebut yang dihadapi oleh pihak CU. Bahen Ma Nadenggan

selama proses pelaksanaan perjanjian kredit antara lain :

a. Penyimpanan SK Pengangkatan PNS tidak baik

b. Keterlambatan pembayaran angsuran (kredit macet)

c. Terjadi denda karena menunggak mengakibatkan perhitungan yang tidak

baik

d. Pemberlakuan peraturan terkait

Seperti halnya dengan perjanjian kredit yang dilaksanakan oleh CU. Bahen Ma

Nadenggan dengan Pegawai Negeri sebagai Nasabah dengan jaminan SK

Pengangkatan PNS, dalam pelaksanaannya perjanjian kredit pada CU didasarkan

pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang pokok-pokok perkoperasian,

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, dan Peraturan Khusus Nomor 009

Tahun 2008. Akan menjadi sedikit kendala apabila Peraturan Khusus dan

Anggaran Dasar mengalami perubahan. Artinya para pihak harus kembali

mengikuti peraturan terbaru terkait perjanjian kredit. Dengan ketentuan tersebut

maka pihak-pihak dalam perjanjian kredit akan terbebani dengan ketentuan baru

yang bisa saja menyulitkan salah satu pihak dalam pelaksanaan perjanjian kredit.

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan dari pihak Pegawai Negeri ada beberapa kendala yang dihadapi

dalam perjanjian kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS ini adalah sebagai

berikut :

1) Sebelum pengajuan perjanjian kredit seorang PNS harus membuat surat

pernyataan yang berisi permohonan menjadikan SK sebagai jaminan dalam

pinjaman kepada atasan dan harus ditandatangani. Apabila atasan tidak

memberi ijin, maka PNS tidak bisa mengajukan permohonan peminjaman

kepada CU manapun.

2) Apabila dalam pengurusan hal-hal yang berkaitan dengan SK

Pengangkatan PNS seperti pengurusan naik pangkat atau hal lain yang

membutuhkan SK akan tertunda atau terhalang karena tidak bisa

mengambil SK secara bebas.

3) SK yang ditahan di CU mengakibatkan si Pegawai Negeri atas nama dalam

SK tidak bisa mengajukan peminjaman ke badan keuangan lainnya apabila

membutuhkan SK pengangkatan PNS.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

A.KESIMPULAN

1. Pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS di CU.

Bahen Ma Nadenggan dimulai dengan permohonan pengajuan perjanjian

kredit oleh nasabah yang merupakan anggota CU yang bersangkutan, jika

bukan anggota maka harus didampingi oleh anggota keluarga yang menjadi

anggota. Apabila semua dokumen permohonan lengkap, CU. Bahen Ma

Nadenggan akan menganalisis permohonan kredit melalui rapat. Permohonan

peminjaman yang disetujui akan menandatangani perjanjian dan pelaksanaan

perjanjian kredit yaitu pemberian kredit dan pembayaran kredit. Pelaksanaan

perjanjian kredit secara formil tidak mengandung cacat hukum karena

memiliki dasar hukum pelaksanaan dan masih sesuai dengan aturan yang ada

dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang pokok-pokok

perkoperasian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, dan Peraturan

Khusus Nomor 009 Tahun 2008.

2. Perjanjian kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS di CU. Bahen Ma

Nadenggan terdapat hubungan hukum dua pihak yaitu CU. Bahen Ma

Nadenggan sebagai kreditor dan Nasabah yang berstatus Pegawai Negeri Sipil

sebagai debitur yang dituangkan dalam isi perjanjian dan ditandatangani

masing-masing pihak dengan materai. Dalam perjanjian kredit dengan jaminan

SK Pengangkatan PNS terlihat dua sisi tanggung jawab, yakni hak yang

terletak pada kreditur itu sendiri dan kewajiban yang menjadi beban nasabah.

Universitas Sumatera Utara


Hak dan kewajiban nasabah diwujudkan dalam bentuk prestasi.

3. CU. Bahen Ma Nadenggan belum pernah mengalami sengketa dalam

pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan SK Pengangkatan PNS. Apabila

suatu saat terjadi sengketa maka yang pertama sekali dilakukan adalah

penyelesaian secara kekeluargaan berdasarkan asas yang dianut oleh

Perkoperasian yaitu asas kekeluargaan pada Pasal 3 Undang-Undang

Perkoperasian. Selama sengketa belum dapat diselesaikan meski sudah adanya

surat somasi, maka CU. Bahen Ma Nadenggan berhak untuk membawa kasus

ke muka pengadilan melalui gugatan perdata atau gugatan kepailitan. Kendala

yang dihadapi dalam pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan SK

Pengangkatan PNS dari pihak CU adalah penyimpanan SK yang tidak baik,

terjadinya kredit macet yang juga mengakibatkan perhitungan yang tidak baik.

Kendala pihak nasabah adalah adanya keperluan membutuhkan SK

Pengangkatan PNS maka tidak bisa dilakukan atau harus ditunda karena SK

tidak bisa diambil sembarang waktu.

B.SARAN

Setelah penulis melakukan penelitian terhadap perjanjian kredit dengan

jaminan SK Pengangkatan PNS di CU. Bahen Ma Nadenggan dengan nasabah

berstatus Pegawai Negeri, maka penulis memberikan saran yang diharapkan dapat

bermanfaat kepada perkembangan perjanjian kredit di Indonesia :

1. Para pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan perjanjian kredit dengan

jaminan SK Pengangkatan PNS sebaiknya lebih memperhatikan prinsipprinsip

hubungan hukum dalam perjanjian kredit di atas agar para pihak tidak dengan

semena-mena melanggar perjanjian dan peraturan lainnya yang telah

Universitas Sumatera Utara


dituangkan dalam perjanjian. Selain itu, hal ini juga dimaksudkan agar para

pihak melaksanakan kewajibannya masing-masing dalam proses pelaksanaan

perjanjian kredit tersebut.

2. Sangat diperlukannya integritas yang sangat tinggi dari masing-masing pihak

yang ikut serta dalam perjanjian kredit ini. Hal ini dimaksudkan untuk

menghindari kemungkinan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum,

norma dan kesusilaan yang dapat merugikan sepihak. Mengingat dalam

perjanjian kredit ini kreditur menguasai jaminan SK Pengangkatan PNS yang

asli dan perjanjian termasuk perjanjian baku.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A.BUKU

Budiono, Herlien.2011. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di

Bidang Kenotariatan. Bandung, Citra Aditya Bakti.

Badrulzaman, Mariam Darus dkk. 1991. Perjanjian Kredit Bank. Bandung :

PT.Citra Aditya Bakti.

2001, Komplikasi Hukum Perikatan Dalam Rangka Memperingati

Memasuki Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun. Bandung , PT.Citra Aditya

Bakti.

2015. Hukum Perikatan dalam KUH Perdata Buku Ketiga Yurisprudensi, Doktrin

serta Penjelasan. Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.

Chair, Zulfi & Aflah. 2016. Hukum Dagang dan Perkembangannya di Indonesia.

Medan,Pustaka Bangsa Press.

Djumialdji, 1996. Hukum Bangunan Dasar-Dasar Hukum Dalam Proyek dan

Sumber Daya Manusia. Jakarta, Rineka Cipta.

Harahap, M. Yahya. 1986. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung, Penerbit

Alumni.

Hermansyah. 2005. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta, Kencana.

H.S, Salim H. 2003. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia,

Jakarta, Sinar Grafika.

2004, Hukum Kontrak Teori dan Tkenik Penyusunan Kontrak., Jakarta,

Sinar Grafika.

H.S, Salim H & Erlies Septiana Nurbani. 2014. Perkembangan Hukum Kontrak

Innominaat di Indonesia Buku Kedua. Jakarta, Sinar Grafika.

Universitas Sumatera Utara


Khairandy, Ridwan. 2013. Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif

Perbandingan (Bagian Pertama). Yogyakarta, FHUII Press.

Kusumohamidjojo, Budiono. 2001. Panduan Untuk Merancang Kontrak. Jakarta,

PT. Grasindo.

Marbun, BN. 2009. Membuat Perjanjian Yang Aman dan Sesuai Hukum, Jakarta,

Puspa Swara.

Muhammad, Abdulkadir. 1990. Hukum Perikatan. Bandung, Citra Aditya Bakti.

Setiawan, I Ketut Oka. 2016. Hukum Perikatan. Jakarta Timur, Sinar Grafika.

Prodjodikoro, Wirjono. 2011. Azas-Azas Hukum Perjanjian. Bandung, CV.

Mandar Maju.

Torado, Michael P. & Stephen C.Smith. 2015. Pembangunan Ekonomi, Edisi

Kesebelas Jilid 1. Jakarta, Erlangga.

Hadhikusuma, R.T.Sutantya Rahardja. 2001. Hukum Koperasi Indonesia. Jakarta,

PT.Raja Grafindo Persada.

Rahman, Hasanuddin. 1995. Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan

Indonesia (Panduan Dasar : Legal Officer. Bandung, PT. Citra Aditya

Bakti.

Widjaya, I. G Rai. 2008. Merancang Suatu Kontrak, Jakarta, Kesaint Blanc.


Widyadharma, Ignatius Ridwan. 1997. Hukum Sekitar Perjanjian Kredit.

Semarang,Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

AZ, Lukman Santoso. 2011. Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank.

Yogyakarta, Pustaka Yustisia.

2016. Hukum Perjanjian Kontrak. Yogyakarta, Cakrawala.

Universitas Sumatera Utara


Satrio, J. 1993. Hukum Jaminan Hak-Hak Jaminan Kebendaan. Bandung, Citra

Aditya Bakti.

Soeroso, R. 2010. Perjanjian Di Bawah Tangan Pedoman Praktis Pembuatan dan

Aplikasi Hukum. Jakarta, Sinar Grafika.

Subekti. 1996. Hukum Perjanjian, Cet.XVI. Jakarta, Intermasa.

Supramono, Gatot. 1995. Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis,

Jakarta, Djambatan.

2009. Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis. Jakarta :

Rineka Cipta.

Surbekti, R. 1996. Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit (termasuk hak

tanggungan) Menurut Hukum Indonesia. Bandung, Pt.Citra Aditya

Bakti.

Milala, A.Qirom Syamsudin. 1985. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta

Perkembangannya. Yogyakarta, Liberty.

Syamsuddin, Moh.Syaufii. 2005. Perjanjian-Perjanjian dalam Hubungan

Industrial. Jakarta, Sarana Bakti Persada.

Widiyono, Try. 2013. Agunan Kredit Dalam Financial Engineering. Jakarta,

Ghalia Indonesia.
Hemoko, Agus Yudha. 2013. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam

Kontrak Komersial. Jakarta, Kencana.

B.PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha

Simpan Pinjam oleh Koperasi dan Keputusan Menteri Koperasi Pengusaha Kecil

dan Menengah Republik Indonesia Nomor : 351/Kep/M/XII/1998 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi.

Universitas Sumatera Utara


Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva

Bank Umum

UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga CU. Bahen Ma Nadenggan dan

Peraturan Khusus Nomor 009 Tahun 2008

C.WEBSITE

Eko Hardian, Michell. 2013. Jurnal Tesis: “Peranan Hukum dalam Pemberdayaan

Credit Union di Kalimantan Barat (studi pada Credit

Union Lantang Tipo)”, Jurnal Nestor Magister Hukum, Tanjung Pura

diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/10577-IDperanan-

hukum-dalam-pemberdayaan-credit-union-di-kalimantan-baratstudi-pada-

cre.pdf

Fadillah Sari, Erin. Meneropong Pajak Kredit Union. Direktorat Jenderal Pajak

Kementrian Keuangan diakses dari http://www.pajak.go.id/ content/article

/meneropong-pajak-credit-union.

Halim, Rahmadi. 2006. Thesis : Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan

Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (Studi Penelitian di

PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Cabang Lumajang), Universitas

Diponegoro Semarang.

Hartika, Lia. 2015. Jurnal Skripsi :”Analisis Yuridis Atas SK PNS Yang Dijadikan

Agunan Dalam Perjanjian Kredit Perbankan Ditinjau Dari

UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (Studi Pada

PT. Bank

Sumut Imam Bonjol Medan)”, diakses dari

https://media.neliti.com/media/publications/161272-ID-analisis-

yuridisatas-sk-pns-yang-dijadi.pdf

Universitas Sumatera Utara


Hadi, Ilman. 2013. Diakses dari http://www. hukumonline. com/klinik/detail/

lt51426f0a4f0ee /fungsi-meterai-

Tobing, Letezia. 2013. Diakses dari http://www. hukumonline.com /klinik/detail/

lt5175201097ce4/tentang-borgtocht

KBBI Online, diakses dari https://kbbi.web.id/kredit

Yuniarhaya, Tujuan, Fungsi, Manfaat dan Jenis Kredit diakses dari

http://yuniarharya. blogspot.co.id/2013/04/tujuan-fungsi-

manfaatdan-jenis-kredit.html

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai