Anda di halaman 1dari 75

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP

PENGENDARA KENDARAAN DI BAWAH UMUR DALAM


KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN
KEMATIAN (DI WILAYAH KEPOLISIAN JAWA TIMUR)

SKRIPSI

Oleh:
M FIRMAN ZULFAN
NIM. 19111.110.69

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BHAYANGKARA

SURABAYA 2023
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP

PENGENDARA KENDARAAN DI BAWAH UMUR DALAM

KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN

KEMATIAN (DI WILAYAH KEPOLISIAN JAWA TIMUR)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Salah Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

M FIRMAN ZULFAN

NIM. 19111.110.69

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BHAYANGKARA

SURABAYA

2023

i
USULAN PENELITIAN SKRIPSI INI TELAH

DISETUJUI PADA TANGAL…

Oleh

Pembimbing

Juli Nurani,S.H.,M.H

Mengetahui:

Ketua program studi ilmu hukum

Siti Ngaisah,S.H.,M.H

ii
HALAMAN PENETAPAN TIM PENGUJI

Skripsi ini telah diuji dan dinilai oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Hukum

Universitas Bhayankara Surabaya Pada Tanggal ........................

TIM PENGUJI SKRIPSI:

1. Dr.Yahman.,S.H.,M.H. (.......................................)

2. Juli Nurani.,S.H.,M.H. (.......................................)

3. Siti Munawaroh.,S.H.,M.H. (.......................................)

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya

Dr. Karim., SH., MH

iii
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : M. Firman Zulfan

Tempat/Tgl. Lahir : Gresik, 16 Januari 2001

NIM : 1911111069

Program Studi : Ilmu Hukum Alamat : Pagesangan Timur 5 No.9 Surabaya

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Penulisan Skripsi dengan judul

”Perspektiv Victimology Terhadap Tindak Pidana Pelecehan Seksual verbal

(catcalling) di Lingkungan UBHARA” dalam memenuhi syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Bhayangkara Surabaya adalah benar benar hasil karya cipta sendiri, yang saya

buat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan bukan hasil jiplakan (plagiat).

Apabila di kemudian hari ternyata Skripsi ini hasil jiplakan, maka saya bersedia

dituntut di depan pengadilan dan dicabut gelar Sarjana Ilmu Hukumnya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya serta dengan penuh

tanggung jawab atas segala akibat hukumnya.

Surabaya, Tanggal, Bulan, Tahun

Materai Rp. 10.000-,

M. Firman Zulfan

iv
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT, berkat rahmatserta

karunia-Nya, kepada kita semua sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan

proposal skripsi dengan judul “pertanggung jawaban pidana terhadap pengendara

kendaraan dibawah umur dalam kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan

kematian ( studi di wilayah polda jatim)”. Proposal skripsi ini disusun sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada fakultas hukum

Universitas Bhayangkara Surabaya.

Penulis menyadari dalam penyusunan proposal skripsi ini tidak akan

selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini kami

ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Bhayangkara Surabaya Irjen.pol (Purn) Drs. Anton

Setiadji, S.H., M.H, yang telah memberi kesempatan kepada saya

untuk menimba ilmu di Universitas Bhayangkara Surabaya.

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya Dr. Karim,

S.H., M.H. atas arahannya.

3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Siti Ngaisah, S.H., M.H.

4. Kepada Pembimbing Juli Nuraini, S.H.,M.H. yang dengan kebesaran

jiwa membimbing selama proses penyusunan proposal skripsi ini.

5. Kepada semua Dosen Program Studi Ilmu Hukum pada Program

Sarjana Universitas Bhayangkara Surabaya yang telah dengan ikhlas

memberikan ilmu selama proses perkuliahan.

v
6. Staf Akademik di Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya,

terima kasih atas pelayanan akademik yang nyaman.

7. Secara khusus dengan segala hormat dan kerendahan hati saya

sampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda saya dan

Ibunda saya yang telah melahirkan dan membesarkan saya, serta

dengan sabar mendidik saya untuk menjadi anak yang lebih baik lagi

hingga sampai pada saat ini.

8. Serta keluarga besarku yang telah memberi semangat dalam

menyelesaikan studi sarjana hukum

9. Dan tak lupa para sahabat pembangkang terima kasih sudah selalu

menemani dan memberi masukan maupun arahan untuk

menyelesaikan proposal skripsi ini.

10. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Disadari Banyak kekurangan sempurnaan dalam proses penulisan proposal

skripsi ini, maka dengan kerendahan hati penulis mengharap masukan yang

bermanfaat dari para pembaca sekalian untuk memberikan kritik dan saran-saran

yang membangun dalam menyempurnakan skripsi ini.

Surabaya, 25 januari 2023

Penulis,

M. Firman Zulfan

vi
ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Tinjauan Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas Oleh Anak
Dibawah Umur Diwilayahn kepolisian jawa timur. yang sering terjadi
pelanggaran lalu lintas baik yang disengaja maupun tidak di sengaja mungkin
karena sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku pelanggaran lalu lintas tersebut
terlalu ringan maka tidak heran jika makin banyak terjadi pelanggaran lalu lintas.
Tujuan penelitian Untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan
terjadinya pelanggaran lalu lintas oleh anak di bawah umur dan untuk Untuk
mengetahui penerapan hukum terhadap tindak pidana pelanggaran lalu lintas yang
dilakukan oleh anak dibawah umur Dalam pembahasan judul ini penulis ingin
memberikan penjelasan mengenai proses pertang gungjawaban pidana terhadap
seseorang yang masih dibawah umur yang melakukan pelanggaran pidana.
Belakangan ini banyaknya anak-anak dibawah umur yang sering melakukan
perbuatan pidana dan bahkan sampai menghilangkan nyawa orang lain. Perbuatan
pidana yang dilakukan sering terjadi di jalan raya, dengan ini menimbulkan
kehawatiran masyarakat karena anak-anak yang masih dibawah umur sering
menimbulkan bahaya yang mengancam keselamatan, karena menggunakan alat
trasnportasi mobil dan motor tidak dengan aturan yang telah ada. Banyaknya
pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak yang masih dibawah umur, sangat
meresahkan masyarakat karena tidak jarang kecelakaan lalu lintas menimbulkan
korban dan tabrakan hingga beberapa nyawa melayang. Aksi anak di bawah umur
mengendarai mobil dan motor sudah bukan pemandangan yang luar biasa. Tanpa
adanya kerjasama dari masyarakat khususnya pihak sekolah dan orang tua, maka
akan terjadi kecelakaan yang tidak diharapkan

Kata kunci : Tindak Pidana, Pelaku Anak ,Kecelakaan Lalu Lintas

vii
ABSTRACT

This thesis is entitled An Overview of Traffic Violations by Underage


Children in the East Java Police Region. that traffic violations often occur, either
intentionally or unintentionally, perhaps because the sanctions imposed on traffic
violations are too light, so do not be surprised if there are more and more traffic
violations. Research objectives To find out what factors lead to traffic violations
by minors and to find out the application of the law to criminal acts of traffic
violations committed by minors. In discussing this title, the author would like to
provide an explanation regarding the process of criminal responsibility for
someone who is still underage who commits a criminal offense. Recently, there
have been many underage children who often commit criminal acts and even kill
other people's lives. Criminal acts that are committed often occur on the road, this
raises public concern because underage children often pose a threat to safety,
because they use car and motorcycle transportation equipment not in accordance
with existing regulations. The large number of traffic violations committed by
minors is very troubling for the community because it is not uncommon for traffic
accidents to result in victims and collisions that result in several lives being lost.
The action of minors driving cars and motorbikes is no longer an extraordinary
sight. Without the cooperation of the community, especially the school and
parents, unexpected accidents will occur

Keywords: Crime, Child Offenders, Traffic Accidents

viii
DAFTAR ISI

BAB I..................................................................................................................................
PENDAHULUAN..............................................................................................................
A. LATAR BELAKANG MASALAH................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................................
C. TUJUAN PENELITIAN...............................................................................................
D. MANFAAT PENELITIAN...........................................................................................
E. KAJIAN PUSTAKA.....................................................................................................
1. Pertanggung jawaban pidana.....................................................................................
2. Pengertian tindak pidana...........................................................................................
3. Kesengajaan dan kealpaan.........................................................................................
4. Anak..........................................................................................................................
5. Faktor – factor penyebab kecelakaan........................................................................
F. METODE PENELITIAN..............................................................................................
1. Jenis penelitian..........................................................................................................
3. Sumber bahan hukum dan data..................................................................................
4. Prosedur pengumpulan bahan hukum dan data.........................................................
5. Metode analisis data dan pengelolaan bahan hukum................................................
6. Lokasi penelitian.......................................................................................................
G. SISTEMATIKA PENULISAN.....................................................................................
BAB II..............................................................................................................................
A. Ketentuan Umum Pelanggaran lalu lintas ...................................................................
B. Ketentuan Hukum Terhadap Anak Di Bawah Umur Yang Mengakibatkan
Meninggalnya Orang Lain Dalam Kecelakaan Lalu Lintas
…………......358
BAB III.............................................................................................................................
A. Bentuk Sanksi Terhadap Anak Di Bawah Umur Yang Menghilangkan
Nyawa Orang Lain.......................................................................................................
BAB IV.............................................................................................................................
A. KESIMPULAN.............................................................................................................

ix
B. SARAN.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................

x
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Perkembangan zaman sekarang ini semakin banyak alat tranposrtasi yang

diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan .lalu lintas merupakan salah satu

sarana komunikasi masyarakat yang memegang peranan vital dalam

memperlancar pembangunan yang kita laksanakan. Masalah lalu lintas

merupakan salah satu masalah yang berskala nasional yang berkembang

seirama dengan perkembangan masyarakat

Permasalahan sikap dalam berlalu lintas sudah merupakan suatu fenomena

yang umum terjadi dikota-kota besar di negara Indonesia khususnya daerah

jawa timur. Persoalan masalh ini sering kali dikaitkan dengan bertambahnya

jumlah penduduk kota yang mengakibatkan semakin meningkatkan aktivitas

dan kepadatan di jalan raya. Lalu lintas kendaraan yang beraneka ragam serta

pertambahan jumlah kendaraan yang lebih cepat dikarenakan tuntutan

kegiatan masyarakat dan kurangnya pertambahan prasarana umum yang

mengakibatkan berbagai masalah lalu lintas semisal kemacetan dan

kecelakaan lalu lintas.kecelakaan lalu lintas masih menjadi problematika

serius yang sampai sekarang masih belum bisa terantisipasi.

Banyaknya jumlah kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak dibawah

umur menjadi perhatian serius bagi orang tua dan pemerintah. Longgarnya

kedisiplinan berkendara dan kontrol orangtua, membuat banyak anak di bawah


2

umur bebas berkeliaran mengendarai kendaraan bermotor, sehingga mereka

rentan menjadi pelaku dan korban kecelakaan lalu lintas.Anak sebagai pelaku

tindak pidana disebut dengan anak yang delikuen atau dalam hukum pidana

dikatakan sebagai juvenile delinquency. Romli Atmasasmita berpendapat

bahwa juvenile delinquency adalah setiap perbuatan atau tingkah laku seorang

anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin yang

merupakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang berlaku serta

dapat membahayakan perkembangan pribadi anak.1Pertanggung jawaban

pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana

atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-undang, maka

orang tersebut patut mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan

kesalahanny2. Konsep pertanggungjawaban pidana sesungguhnya tidak hanya

menyangkut soal hukum semata-mata melainkan juga menyangkut soal nilai-

nilai moral atau kesusilaan umum yang dianut oleh suatu masyarakat atau

kelompokkelompok dalam masyarakat, hal ini dilakukan agar

pertanggungjawaban pidana itu dicapai dengan memenuhi keadilan.3

Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak di bawah umur,

mengakibatkan timbulnya permasalahan yang baru didalam penegakan hukum

untuk menentukan sanksi atas pertanggung jawaban oleh anak tersebut. Pada

kenyataannya oleh berbagai pihak meninjaunya dari berbagai segi seperti

1
Romli Atmasasmita, Problema Kenakalan Anak-Anak Remaja, (Bandung: Armico,
1983). hal. 40
2
Andi Hamzah. Asas-Asas Hukum Pidana,Jakarta:Rineka Cipta, 2001, hlm.12
3
Hanafi, Mahrus, Sisitem Pertanggungjawaban Pidana, Cetakan pertama, Jakarta,
Rajawali Pers, 2015, hlm.16
3

misalnya ketidak seimbangan antara jumlah kendaraan dan daya tampung

jalan raya itu sendiri sehingga membawa resiko bagi semua yang terlibat

dalam Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak di bawah umur,

mengakibatkan timbulnya permasalahan yang baru didalam penegakan hukum

untuk menentukan sanksi atas pertanggung jawaban oleh anak tersebut. Pada

kenyataannya oleh berbagai pihak meninjaunya dari berbagai segi seperti

misalnya ketidak seimbangan antara jumlah kendaraan dan daya tampung

jalan raya itu sendiri sehingga membawa resiko bagi semua yang terlibat

dalam pemakainya.4

Dalam pengertian anak di bawah umur yang dihadapkan dengan hukum

dijelaskan dalam UU No 11 Thn 2012 tentang SPA, dalam ketentuan yang

berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang

telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas)

tahun, yang diduga melakukan tindak pidana” Pasal 2 Undang-undang nomor

11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa

dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana anak di lakasanakan berdasarkan

asas, perlindungan, keadilan, nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak,

penghargaan terhadap pendapat bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh

kembang anak, pembinaan dan pembimbingan anak proposional, perampasan

kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir, dan penghindaran

pembalasan.

4
Saleh Muliadi, Tinjauan Tentang Kewajiban Penggunaan Helem Dalam Hubungannya
Dengaan Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan,Skripsi, STRATA 1- Universitas
Hasanudin, Ujung Pandng, 1986 hlm
4

Menentukan apakah kepada anak akan dijatuhkan pidana atau tindakan,

maka hakim mempertimbangkan berat ringannya tindakan pidana yang

dilakukan. Perlu juga diperhatikan, keadaan anak, keadaan rumah tangga

orang tua wali/orang tua asuh, hubungan antara anggota keluarga, keadaan

lingkungannya, dan juga hakim wajib memperhatikan laporan pembimbingan

kemasyarakatan. Ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan

pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan

dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan

tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.5

Banyaknya kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak dibawah umur dan

mengakibatkan hilang nya nyawa maupun harta benda seseorang

menimbulkan keresahan terhadap pengguna jalan, salah satu faktor

penyebabnya yaitu kurangnya pengawasan oleh orang tua serta pihak yang

bertanggungjawab dalam memberikan izin mengendarai kendaraan roda empat

maupun roda dua tanpa memiliki SIM, hal ini mengakibatkan seorang anak

melakukan dua pelanggaran sekaligus, yaitu tidak memenuhi syarat untuk

mengendarai kendaraan di jalan umum dikarenakan belum memiliki SIM,

serta Pelanggaran kedua yang dilakukan oleh anak yaitu pelanggaran pidana,

karena telah menghilangkan nyawa orang lain dan menyebabkan kerugian

benda.

Peristiwa mengenai pelanggaran lalu lintas sekarang adalah adanya

ketidak seimbangan jumlah kendaraan dengan fasilitas jalan yang ada,


5
Penjelasana Pasal 70 Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan
anak, mengatur dalam pertimbangan hakim dalam memberikan berat ringannya pemberian sanksi
tindakan dan sanksi pidana terhadap anak, dangan memperhatikan segi keadilan dan kemanusiaan
5

terutama mengenai perluasan jaringan jalan raya. Sehingga menimbulkan

ketimpangan yang secara langsung menghambat aktifitas manusia, seperti

kemacetan dan kecelakaan lalu lintas. Kasus pelanggaran lalu lintas

seakanakan tidak dapat dihindari, karena dari tahun ke tahun terus meningkat.

Tidak disiplin dalam berkendara juga menunjukkan bahwa tidak ada etika

baik, padalah pemicu terjadinya pelanggaran adalah runtuhnya etika dalam

berkendara. Faktor usia adalah salah satu faktor yang penting dalam timbulnya

suatu kejahatan atau kenakalan anak. Dimana dalam hal ini usia anak

dianggap belum mampu untuk mengontrol emosinya atau emosi anak yang

masih labil, kematangan berfikir yang kurang sehingga belum mampu

mengambil keputusaan dengan cepat, rasa tanggungjawab yang masih rendah.

Hal inilah yang dapat menyebabkan anak melakukan suatu pelanggaran lalu

lintas hingga mengakibatkan kecelakaan.

Namun demikian peraturan dalam mewujudkan keamanan, ketertiban,

kelancaran berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka mendukung

pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah yang diharapkan oleh UU

No 22 Thn 2009 tentang LAJ, pada kenyataannya masih belum bisa terwujud

karena tingkat kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi dan meresahkan

pengguna jalan yang melibatkan anak dibawah umur serta mengakibatkan

timbulnya korban jiwa masih tinggi . kecelakaan lalu lintas merupakan

kejadian yang paling sulit di prediksi kapan dan dimana terjadinya musibah

tersebut kecelakaan juga tidak hanya mengkibatkan trauma, maupun cidera

melainkan bisa berdampak pada kematian.


6

Pemberitaan mengenai kecelakaan lalu lintas, tidak lagi asing didengar,

baik melalui media cetak maupun elektronik, seakan menunjukan bahwa

kecelakaan lalu lintas acap kali terjadi. Sekelumit persoalan muncul menjadi

faktor penyebab terjadinya angka kecelakaan lalu lintas yang cukup tinggi,

antara lain faktor manusia (human error), faktor sarana seperti kelayakan

kendaraan, rusaknya jalan, terlampauinya beban jalan, serta sarana penunjang

lainnya memiliki andil terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas.6

Kecelakaan lalu lintas dapat juga dialami akibat pelanggaran oleh. Anak-

anak dapat menjadi pelaku adanya kecelakaan lalu lintas serta perbuatan

pelanggaran lalu lintas oleh anak-anak dapat mengakibatkan korban dalam

kecelakaan lalu lintas tersebut sampai meninggal dunia. Anakanak yang

menjadi penyebab adanya korban dalam kecelakaan lalu lintas dapat

dihadapkan pada pertanggungjawaban hukum. Anak yang menjadi penyebab

adanya korban dalam kecelakaan lalu lintas harus mempertanggung jawabkan

perbuatannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.7

sebagaimana sanksi yang telah diatur oleh UU Nomor 22 Thn 2009 tentang

LAJ dalam Pasal 310 ayat (3) dan ayat (4). Yaitu :

 Ayat (3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang

karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan

korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4)

6
Anggela N. Mogi. Pertanggungjawaban pidana anak dalam perkara kecelakaan lalu
lintas , Lex Crimen, Vol. IV No. 2. 2015, hlm. 80
7
Darwan Prinst, Hukum Anak di Indonesia,Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997, hlm.
2
7

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan /denda

paling banyak Rp. 10.000.000,00 ( sepuluh juta rupiah).

 Ayat (4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang

mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana

penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.

12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Ketentuan sanksi pelanggaran pidana yang diatur dalam pasal 310 ayat (3)

dan ayat (4) dimaksudkan untuk memberikan efek jera terhadap seseorang

yang lalai dalam mengendarai kendaraan bermotor sehingga mengakibatkan

kecelakan lalu lintas dan mengakibatkan seseorang mengalami kerugian baik

harta maupun jiwanya bahkan sampai meninggal dunia. Berdasarkan Pasal 70

Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

(UU SPPA), ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau yang terjadi

kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk menjatuhkan

pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan

dan kemanusiaan.

Kasus pelanggaran lalu lintas yang telah tertulis diatas perlu adanya tindak

lanjut supaya aturan hukum harus bisa diterapkan dan memberikan kepastian

hukum bagi seluruh masyarakat sebagai pengguna jalan raya sekaligus

menjadikan ancaman hukuman bagi setiap masyarakat yang melakukan

pelanggaran lalu lintas. Sudah menjadi tugas berat dalam aparat kepolisian

dalam menangani kasus semacam ini, petugas kepolisian harus melakukan


8

sosialisasi terhadap anak-anak yang umurnya belum cukup dalam

mendapatkan SIM (Surat Izin Mengemudi) bahwa mereka belum

diperbolehkan untuk mengendarai kendaraan bermotor dijalan raya baik itu

kendaraan bermotor roda dua maupun kendaraan bermotor roda empat, karena

akan membahayakan atau akan mengakibatkan kecelakaan dan mendapat

kerugian bagi mereka sendiri. Anggota kepolisian lalu lintas sebagai pencegah

dan penindak harus melakukan fungsi regeling(misal, pengaturan tentang

kewajiban bagi kendaraan bermotor tentu untuk melengkapi dengan segita

pengaman) dan fungsi bestuur dalam hal perizinan atau begunstiging ( misal

dengan mengeluarkan Surat Izin Mengemudi)8

Pembekalan atau pembinaan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh

anak tidak hanya dari peran orang tua saja, akan tetapi dari pihak kepolisian

pun juga harus melakukan pembinaan dan pembekalan terhadap pelanggaran

lalu lintas yang dilakukan oleh pengendara anak. Polisi lalu lintas adalah unsur

pelaksana yang menyelenggarakan tugas kepolisian mencangkup penjagaan,

pengaturan, pengawalan dan patroli, identifikasi pengemudi/kendaraan

bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam

bidang lalu lintas guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu

lintas.9

Pelanggaran lalu lintas bukan hanya dilakukan oleh pengendara dewasa

atau yang sudah memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi) akan tetapi

8
Soerjono Soekanto 2, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah
Sosial, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, h.58.
9
http://www.repository.usu.ac.id, diakses lewat internet tanggal 28 januari 2023, 22:38.
9

pengendara anak yang umurnya belum cakap dalam mengendarai kendaraan

bermotor sudah banyak melakukan pelanggaran lalu lintas. Sudah jelas diatur

dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang No.2 Tahun 2009 yaitu ; Untuk

mendapatkan Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam pasal 77,

setiap orang yang harus memenuhi persyaratan usia, administratif, kesehaatan,

dan lulus ujian. Bagian terpenting dari suatu sistem pemidanaan adalah

menetapkan sanksi, keberadaannya akan memberikan arah dan pertimbangan

mengenai apa yang seharusnya dijadikan sanksi dalam suatu tindak pidana

untuk menegakkan berlakunya norma.10

Namun tidak sedikit anak yang berperilaku menyimpang melakukan

perbuatan-perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.

Jenis dan karakteristik perbuatan tersebut tidak ada bedanya dengan tindak

pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.11 Pelanggaran yang dilakukan oleh

anak bukan hanya dari satu faktor saja namun banyak faktor yang

menyebabkan dan mempengaruhi kondisi anak. Menurut Mustofo,

Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anak dalam periode usianya

yang masih mudah disebut sebagai kenakalan, karena dianggap tindak

pelanggaran tersebut dilakukan dengan tanpa adanya kesadaran penuh bahwa

tindakan tersebut salah.12

10
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan
Kriminalisasi dan Deskriminalisasi, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005.h.82.
11
Endang Sri Melanie, Pelanggaran Hak-Hak Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana
Sebelum Pemutusan Perkara, Kontras media, Yogyakarta, 2004, hlm. 37
12
Muhhamad Mustofo, Kriminologi : Kajian Sosiologi terhadap Kriminalitas, Perilaku
Menyimpang dan Pelanggaran Hukum, Fisip UI Press, 2007, hlm.25
10

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih

jauh mengenai pertangungjawaban pidana anak di bawah umur dalam tindak

pidana lalu lintas yang akan dituangkan dalam sebuah skripsi dengan judul “

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PENGENDARA

KENDARAAN DI BAWAH UMUR DALAM KECELAKAAN LALU

LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN (STUDI DI POLDA

JATIM)

2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah yang akan

menjadi obyek pembahasan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana ketentuan hukum terhadap anak dibawah umur yang

mengakibatkan matinya orang lain?

2. Bagaimana bentuk sanksi terhadap anak di bawah umur yang

menghilangkan nyawa orang lain?

3. TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui dan menganalisis penerapan unsur-unsur tindak pidana

lalu lintas yang mengakibatkan matinya orang dalam lingkup wilayah

kota Surabaya.

2. Mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap

anak di bawah umur pada tindak pidana lalu lintas yang


11

mengakibatkan matinya orang dalam lingkup pengadilan negeri

Surabaya.

4. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian adalah sebagai bahan untuk

mengembangkan Ilmu Hukum Pidana khususnya tindak pidana

pengendara kendaraan khususnya anak dibawah umur serta menambah

refrensi bagi peneliti selanjutnya

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak

masyarakat Indonesia supaya paham bagaimana pola-pola

pelanggaran lalu lintas sehingga masyarakat dapat mencegah dan

memberi edukasi kepada anak-anak nya supaya tidak terjadi kelalailan

yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

5. KAJIAN PUSTAKA

6. Pertanggung jawaban pidana

Perbuatan pidana hanya menunjukan kepada dilarang dan

diancamnya perbuatan dengan suatu pidana. Sebab asas dalam

prtanggungjawaban dalam hukum pidana. Tidak dipidana jika tidak ada

kesalahan (green straf zonder schuld; Actus non facid reumnisimen sis rea)
12

asas in tidak dalam hukum tertulis melainkan dalam buku tertulis yang

juga berlaku di Indonesia hukum pidana fiscal tidak memakai kesalahan

disasan orang kalau telah melanggar ketentuan dia diberi pidana denda

atau rampas.

Pertanggungjawaban tanpa adanya kesalahan dari pihak yang

melanggar, dinamakan leer van materiele feit (fait materielle). Dahulu

dijalankan atas pelanggaran tetapi sejak adanya arrest susu dari HR 1969

Nederland, hal itu ditiadakan. Juga bagi delik-delik jenis

overtrendingen, berlaku asas tanpa kesalahan, tidak mungkin dipidana.

Dalam buku-buku belanda yang pada umumnya tidak mengadakan

pemisahan antara dilarangnya perbuatan dan dipidananya orang yang

melakukan perbuatan tersebut (strafbaar heid van het feit/strafbarheid van

de persoon), dalam istilahnya strafbaar feit, hubungan antara perbuatan

pidana dan kesalahan dinyatakan dengan hubungan antara sifat melawan

hukumnya perbuatan (wederrechtelijkheid dan kesalahan schuld).

Dikatakan bahwa schuld tidak dapat dimengerti tanpa adanya

wederrechtelijkheid, tetapi sebaliknya wederrechtelijkheid mungkin ada

tanpa adanya ksalahan. (Pompe hlm.88; Vos hlm 84).

Menurut Moeljatno orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan

(dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana. Tetapi

meskipun melakukan perbuatan pidana, tidak selalu dia dapat dipidana.

Orang yang tidak dapat dipersalahkan melanggar sesuatu perbuatan

pidana tidak mungkin dikenakan pidana, sekalipun banyak orang mengerti.


13

Dengan demikian ternyata, bahwa orang dapat dikatakan

mempunyai kesalahan, jika dia pada waktu melakukan perbuatan

pidana. Kecuali itu, orang juga dapat dicela karena melakukan

perbuatan pidana, jika dia, meskipun tidak sengaja dilakukan, tetapi

terjadinya perbuatan tersebut dimungkinkan karena dia alpa atau lalai

terhadap kewajiban-kewajiban yang dalam hal tersebut, oleh

masyarakat dipandang seharusnya dijalankan olehnya. Di sini celaan

tidak berupa kenapa melakukan perbuatan padahal mengerti (mengetahui)

sifat jeleknya perbuatan seperti dalam hal kesengajaan, tetapi berupa

kenapa tidak menjalankan kewajiban-kewajiban yang seharusnya

(sepatutnya) dilakukan olehnya dalam hal itu, sehingga karenanya

masyarakat dirugikan. Di sini perbuatan dimungkinkan terjadi kealpaan.

Selain dari dua hal di atas orang juga dapat melakukan perbuatan pidana

padahal tidak mungkin dikatakan bahwa ada kesengajaan atau

kealpaan, sehingga dia tidak dapat dicela apa-apa. Dalam konsep

memandang bahwa asas kesalahan (asas culpabilitas) merupakan pasangan

dari asas legalitas yang harus dirumuskan secara eksplisit dalam undang-

undang. Ditegaskan dalam konsep (pasal 35), bahwa, “asas tiada pidana

tanpa kesalahan merupakan asas yang sangat fundamental dalam

mempertanggung jawabkan pembuat yang telah melakukan tindak

pidana”. Walaupun prinsipnya bertolak dari “pertanggungjawaban

(pidana) berdasarkan kesalahan” (Liability based on fault), namun dalam

hal-hal tertentu konsep juga memberikan kemungkinan adanya


14

pertanggungjawaban yang ketat (“Strict liabillty”) dalam pasal 37, dan

“pertanggungjawaban pengganti” (“Vicarious liability”) dalam pasal 36.

Kesalahan adalah keadaan psikis yang tertentu pada orang

melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan yang sedemikian rupa,

hingga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan tadi. Dan

ucapan ini ternyata bahwa untuk adanya kesalahan harus

dipikirkan dua hal disamping melakukan perbuatan pidana.

a) Pertama : adanya kesalahan psikis batin dan,

b) Kedua : adanya hubungan yang tertentu antara keadaan batin

tersebut dengan perbuatan yang menimbulkan celaan tadi.

Di sini yang pertama-tama harus diajukan adalah bahwa di dalam

kebanyakan KUHP negara-negara lain ada ditentukan bahwa terhadap

anak di bawah umur yang tertentu, misalnya 10 tahun, tidak dapat

diajukan tuntutan pidana. Maksudnya ialah, dengan demikian terhadap

anak-anak di bawah 10 tahun dimungkinkan penuntutan, tidak supaya

dipidana, tetapi diadakan tindakan. Akibat daripada perbaikannya adalah

sebagai berikut:

Pertama: Dengan hilangnya batas umur tersebut, tidaklah berarti

bahwa anak-anak dibawah umur tersebut, sekalipun belum dapat

membedakan antara perbuatan yang baik dengan yang buruk harus

dipadana. Sebab pada pertamanya pasal 37 (44 KUHP) juga berlaku bagi

kanak-kanak, sehingga terhadap anak-anak yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau


15

terganggu karena penyakit harus dikecualian dan pertangungjawab.

Tetapi pasal tersebut tidak dapat digunakan atas dasar umur yang masih

sangat muda saja.

Kedua: Terhadap anak-anak itu tentunya lebih cepat dianggap tidak

ada kesengajaan/kealpaan daripada orang dewasa.

Ketiga: Kalau memang anak tersebut belum cukup

mempunyai penginsafan tentang makna perbuatannya, maka atas dasar

tidak dipidana jika tidak ada kesalahan dia dapat dikecualikan. Jadi,

tidak dapat dipidananya anak yang demikian itu tidak didasarkan atas

suatu pasal dalam wet, melainkan atas hukum yang tidak tertulis.

Sebaliknya, kalau keadaan jiwanya tidak normal, fungsinya juga

tidak baik, sehingga ukuran-ukuran yang berlaku dalam masyarakat

tidak baik sesuai baginya. Bagi mereka tidak ada guna diadakan

pertanggungjawaban. Mereka harus dirawat atau dididik dengan cara yang

tepat. Bahwa mereka ini tidak dapat dipertanggungjawabkan, dinyatakan

dalam Pasal 44 KUHP yang berbunyi :

“Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat

dipertangungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam

tumbuhnya, atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.13

7. Pengertian tindak pidana

Tindak pidana berasal dari suatu istilah dalam hukum belanda yaitu

strafbaarfeit. Ada pula yang mengistilahkan menjadi delict yang berasal

13
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana.. Renika Cipta.Cetakan 8. Jakarta ,2009, hal.165
16

dari bahasa latin delictum. Hukum pidana negara Anglo Saxon memakai

istilah offense atau criminal act.

Menurut Moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang

dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman

(sanksi) yang berupa pidana tertentu, barang siapa melanggar larangan

tersebut.14 Larangan tersebut ditujukan pada perbuatan, sedangkan

ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menimbulkan kejadian itu.

Moeljatno memisahkan antara criminal act dan criminal responsibility

yang menjadi unsur tindak pidana. Menurut moeljatno hanya lah unsur

– unsur yang melekat pada criminal act (perbuatan yang dapat dipidana).

Sedangkan yang termasuk unsur-unsur tindak pidana adalah perbuatan

yang memenuhi rumusan undang-undang bersifat melawan hukum.

Dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 dinyatakan

setiap orang yang disangka, ditangkap, dan ditahan, dituntut dan/atau

dihadapkan di depan pengadilan wajib di anggap tidak bersalah sebelum

adanya putusan pengadilan, yang mengatakan kesalahannya dan

memperoleh kekuatan hukum yang tetap.15

Telah dikemukakan bahwa pemidanaan adalah suatu upaya

terakhir. Kita akan membatasi penggunaan pidana dalam batas-batasnya

dan juga harus diusahakan untuk terlebih dahulu menerapkan sanksi-

sanksi lain yang tidak bersifat pidana. Pemidanaan seyogyanya diadakan

Moeljatno, Asas – Asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hal 59
14

Abdoel Djamali, Pengantar hukum Indonesia, Raja Grafindo persada, Edisi Revisi, Jakarta, 2008.
15

Hal, 200
17

hanya bilamana norma bersangkutan begitu penting bagi kehidupan dan

kemerdekaan anggota masyarakat lainnya atau bagi berfungsi secara wajar

kehidupan masyarakat itu sendiri.16

8. Kesengajaan dan kealpaan

a) Kesengajaan

Tentang apakah arti kesengajaan, tidak ada keterangan sama sekali

dalam KUHP. Lain halnya dengan KUHP Swiss dimana dalam pasal

18 dengan tegas ditentukan, barang siapa melakukan perbuatan dengan

mengetahui dan menghendakinya, maka dia melakukan perbuatan

itu dengan sengaja Definisi seperti ini, dalam Memorie Van Toelicting

Swb. Ada pula, “pidana pada umumnya hendaknya dijatuhkan hanya

pada barang siapa melakukan perbuatan yang dilarang, dengan

dikehendaki dan diketahui”

Soalnya sekarang ialah, apakah arti dikehendaki dan diketahui

itu dalam teori tentang hal ini ada dua aliran, yaitu :

a. Teori kehendak (Wilstheorie) yaitu yang paling tua dan

pada masa timbulnya teori yang lain mendapat pembelaan

kuat dari Von Hippel guru besar di Gottingen, jerman. Di

negeri Belanda antara lain dianut oleh Simons

b. Teori pengetahuan (Voorstellingstheorie) yang kira-kira

tahun 1910 diajarkan oleh Frank, guru besar di Tubingen,

16
Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, Aksara Baru, Cetakan I, Jakarta, 1987, Hal, 4
18

Jerman, dan mendapat sokongan kuat dari Von listis. Di

Nederland penganutnya antara lain adalahVon Hamel.

Menurut teori kehendak kesengajaan adalah kehendak yang

diarahkan pada terwujudnya perbuatan seperti dirumuskan dalam,

kesengajaan adalah kehendak untuk berbuat dengan mengetahui unsur-

unsur yang diperlukan.17

b) Kealpaan

Meskipun sebagian besar kejahatan harus dilakukan dengan niat,

beberapa ditemukan memungkinkan hukuman tanpa niat jika

kesalahan dibuat karena kelalaian. Pasal 338 KUHP melarang dengan

sengaja menyebabkan kematian orang lain, selain itu.

Mengenai kealpaan ini keterangan resmi dari pihak pembentuk

W.v.S. (Smidt I-825) adalah sebagai berikut :

Secara umum, untuk tindak pidana basah perlu dititikberatkan pada

perbuatan yang melawan hukum dan dapat dipidana. Selain itu,

kondisi terlarang dapat secara serius membahayakan keselamatan

umum orang atau properti dan, jika demikian, menimbulkan kerusakan

serius. wet harus bertindak pula terhadap mereka yang tidak berhati-

hati, yang teledor. Dengan pendek yang menimbulkan keadaan itu

karena kealpaannya. Di sini sikap batin orang yang menimbulkan

keadaan yang dilarang itu bukanlah menentang larangan-larangan

17
Moeljatno.Asas-Asas Hukum Pidana. Renika Cipta.Cetakan ke5.Jakarta, 1993. hal.171
19

tersebut, dia tidak menghendaki atau menyetujui timbulnya hal yang

terlarang, tetapi kesalahannya, kekeliruannya dalam batin sewaktu ia

berbuat sehingga menimbulkan hal yang dilarang ialah bahwa ia

kurang mngindahkan larangan itu.18

Unsur Kelalaian Penyebab Kecelakaan Harus diputuskan apakah

pelaku kejahatan melakukan kesalahan dengan sengaja (dolus) atau

lalai (culpa) untuk menilai apakah mereka dapat dimintai

pertanggungjawaban di pengadilan. Salah satu faktor terpenting dalam

bidang hukum pidana adalah unsur kesengajaan, atau opzet. Jika ada

kesengajaan, atau yang disebut opzettelijk dalam unsur kesengajaan

ini, maka unsur kesengajaan ini mendominasi atau mencakup semua

aspek lain yang ditempatkan di belakangnya dan harus diperlihatkan.

Yang dimaksud dengan “sengaja” adalah adanya kehendak sadar

yang dimaksudkan untuk melakukan kejahatan tertentu. Ini

menyarankan gagasan ingin dan mengetahui, atau willens en wetens,

yang biasanya digunakan untuk menunjukkan bahwa tindakan yang

dilakukannya dilakukan dengan sadar. Yang dimaksud dengan ini

adalah bahwa seseorang harus mengikuti formula Willens, atau harus

menginginkan apa yang mereka lakukan, untuk melakukan suatu

tindakan dengan sengaja. unsur wettens atau haruslah mengetahui

akibat dari apa yang ia perbuat Disini dikaitkan dengan teori kehendak

yang dirumuskan oleh Von Hippel maka dapat dikatakan bahwa

yang dimaksudkan dengan sengaja adalah kehendak membuat suatu


18
Ibid halaman 198
20

perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan suatu akibat dari

perbuatannya itu yang menjadi maksud dari dilakukannya perbuatan

itu.

Jika unsur kehendak atau menghendaki dan mengetahui dalam

kaitannya dengan unsur kesengajaan tidak dapat dibuktikan dengan

jelas secara materiil karena memang maksud dan kehendak

seseorang itu sulit untuk dibuktikan secara materiil maka

pembuktian adanya unsur kesengajaan dalam pelaku melakukan

tindakan melanggar hukum sehingga perbuatannya itu dapat

dipertanggung jawabkan kepada si pelaku seringkali hanya dikaitkan

dengan keadaan serta tindakan si pelaku pada waktu ia melakukan

perbuatan melanggar hukum yang dituduhkan kepadanya tersebut.

9. Anak

Dalam hukum positif Indonesia anak diartikan sebagai orang yang

belum dewasa (Minderjarig/person under age), orang yang masih

dikategorikan di bawah umur atau keadaan di bawah umur (Minderjarig

heid/Inferiority) bisa disebut anak yang berada pada pengawasan wali

(Minderjarig under voordij). Pengertian anak itu sendiri jika ditinjau lebih

lanjut dari segi kronologis menurut hukum dapat berbeda-beda tergantung

tempat, waktu dan untuk keperluan apa hal ini juga dapat mempengaruhi

batasan yang di gunakan untuk menentukan umur anak, pengertian anak

dapat dilihat dari peraturan aturan perundang-undangan No 4 Tahun 1979


21

tentang Kesejahteraan Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur

21 tahun dan belum pernah melakukan pernikahan.19

Ketentuan undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Pradilan Anak. Anak yang berkonflik dengan hukum berumur 12 tahun

tetapi belum berumur 18 tahun yang dianggap melakukan tindak pidana

dan anak yang menjadi korban tindak pidana selanjutnya disebut sebagai

anak korban adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang mengalami

penderitaan fisik, mental dan kerugian ekonomi atau yang dialaminya

sendiri.

Manurut Abdul Qadir Audah, anak dapat ditenttukan bahwa laki-

laki itu belum keluar sperma dan bagi perempuan belum haid atau ihtilam

(bermimpi hingga mengeluarkan air mani), dan belum pernah hamil.20

Sedangkan menurut Jumhur Fuqaha bahwa kedudukan anak laki-

laki dan anak perempuan sama tentang kedewasaanya yaitu keluarnya

sperma dan telah haid serta terlihatnya kecerdasan.21

10. Faktor – factor penyebab kecelakaan

1) human eror (kesalahan pada manusia itu sendiri)

a. Dalam kondisi mengantuk, seorang pengendara masih

mengemudikan kendaraannya tanpa menghiraukan bahaya

yang akan terjadi.

19
Abdussalam,Hukum Perlindungan Anak, (Restu Agung, Jakarta 2007) h 5.

20
Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri’ al Jina’i al –Islami, Juz I, (Lebanon: Dar Al-Kutub Al
Ilmiyah, 2001), h. 603 .
21
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, Juz II, (t.p.: Wahriyai al-Kitab al – Arabiyah, t.t.), h.
211.
22

b. Tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas yang sudah

tersedia dijalan guna mengantur stabilitas arus perjalanan

kendaraan, dan untuk mengurangi faktor terjadinya kecelakaan.

c. Tidak memberi kesempatan kepada pejalan kaki yang mau

menyebrang jalan.

d. pengurusan SIM yang melewati calo tanpa melalui prosedur

yang ada.

2) Kendaraan

a. kondisi fisik dari kendaraan yang yang kurang memadai untuk

dikendarai dari hal ban yang gundul sehingga mengakibatkan

selip.

b. Proses pengereman pada kendaraan tersebut tidak berfungsi

secara optimal.

c. Mesin yang tidak selalu dirawat sehingga menimbulkan mesin

mati tiba-tiba atau mogok.

3) Lingkungan

a. banyak jalan yang berlubang dan bergelombang dan tidak segara

diperbaiki.

b. Warna marka jalan yang sudah memudar, sehingga membuat para

pengendara kendaraan kurang fokus dalam mematuhi aturan lalu

lintas.

c. Jalan basa atau kondisi hujan yang menyebabkan jalan menjadi

licin.22
22
Di akses melalui internet pada tanggal 29 januari 2023, pukul 23.30
23

11. METODE PENELITIAN

Agar penelitian berjalan dengan baik dan memperoleh hasil yang dapat

dipertanggung jawabkan, maka penelitian ini memerlukan suatu metode

tertentu. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Penulisan ini menggunakan penelitian hukum yuridis empiris.

Penelitian hukum empiris merupakan penelitian lapangan dengan

mendasarkan pada fakta-fakta yang ada, untuk mengetahui secara

langsung dan menganalisa peristiwa secara nyata. Dalam hal ini mengenai

Penegakan Hukum Terhadap Anak Di Bawah Umur Dalam Kasus

Kecelakaan Lalu Lintas Yang Mengakibatkan Korban Jiwa ( meninggal

dunian) dalam lingkup wilayah hukum polda jatim.

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan konsep, landasan teori, atau

paradigma yang disusun untuk menganalisa dan memecahkan masalah

penelitian atau untuk merumuskan hipotesis. Penyajian landasan teoritik

dilakukan dengan pemilihan satu atau sejumlah teori yang relevan untuk

kemudian dipadukan dalam satu bangunan teori yang utuh.23 Dalam

penelitian ini penulis menggunakan beberapa teori, yaitu:

a) Tindak pidana

Pedoman Teknik Penulisan Skripsi Mahasiswa, (Yogyakarta: Fakultas Syari’ah Press,


23

2009), hlm. 4.
24

Tindak pidana menurut D. Simons adalah perbuatan salah

dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan

seorang yang mampu bertanggung jawab.24

Unsur-unsur tindak pidana, menurut Leden Marpaung

dalam bukunya “Asas Teori Praktik Hukum Pidana”,

membedakan 2 macam unsur yaitu:25 unsur subjektif dan unsur

objektif. Unsur Subjektif adalah unsur-unsur yang melekat

pada si pelaku tindak pidana dalam hal ini termasuk juga

sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur subjektif dari

suatu tindak pidana yaitu:

a. Kesengajaan atau ketidak sangajaan (dolus atau

culpa)

b. Maksud pada suatu percobaan

c. Macam-macam maksud seperti yang terdapat di

dalam kejahatan– kejahatan Pembunuhan,

Pencurian, Penipuan

d. Merencanakan terlebih dahulu, Pasal 340 KUHP.

Kemudian yang dimaksud dengan unsur objektif adalah

unsur yang ada hubungan dengan keadaan tertentu di mana

keadaan-keadaan tersebut sesuatu perbuatan telah dilakukan.


Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah :

24
Dikutip oleh Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad, Intisari Hukum Pidana, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 26.
25
Leden Merpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),
hlm. 9.
25

a. Sifat melawan hukum. Misalnya Pasal 338

KUHP;

b. Kausalitas (sebab-akibat) dari pelaku;

c. Kausalitas yaitu hubungan antara sesuatu

tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu

kenyataan akibat.

b) Pembunuhan

Perkembangan kehidupan dalam suatu masyarakat yang

sangat pesat menimbulkan persaingan yang ketat untuk

memperoleh penghidupan yang layak, sehingga tidak sedikit

dari masyarakat untuk menghalalkan segala cara untuk

mendapat apa yang mereka inginkan. Keadaan tersebut tak

mudah untuk dihadapi sehingga menyebabkan penyimpangan

tingkah laku dalam masyarakat. Faktor ekonomi merupakan

salah satu penyebab paling sensitif perbuatan masyarakat yang

menyimpang, satunya adalah pembunuhan.

Pembunuhan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah proses, perbuatan, atau cara membunuh

(menghilangkan, menghabisi, mencabut nyawa).26 Perkataan

nyawa sering disinonim dengan "jiwa". Pembunuhan adalah

suatu perbuatan yang dilakukan sehingga menyebabkan

hilangnya seseorang dengan sebab perbuatan menghilangkan

26
Dekdipbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 157.
26

nyawa. dalam KUHP Pasal 338-340 menjelaskan tentang

pembunuhan atau kejahatan terhadap jiwa orang.

c) Kejahatan

Kejahatan adalah setiap perbuatan (termasuk kelalaian)

yang dilarang oleh Hukum Publik untuk melindungi

masyarakat dan diberi sanksi berupa pidana oleh negara.

Perbuatan tersebut diberi hukuman pidana karena melanggar

norma-norma susila masyarakat yaitu harapan masyarakat

mengenai tingkah laku yang patut dari seorang warga.27

Kejahatan merupakan sebagian dari masalah manusia. Di

dalam kehidupan sehari-hari kejahatan dan masyarakat tidak

dapat dipisahkan, karena pelaku maupun korban kejahatan itu

merupakan bagian dari masyarakat. Perkembangan kehidupan

di dalam masyarakat baik itu ilmu pengetahuan, teknologi, dan

sebagainya secara tidak langsung akan digunakan bagi para

penjahat untuk melakukan kejahatannya.

d) pengertian anak

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu

sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus

cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis dan

mempunyai ciri dan sifat khusus memerlukan pembinaan

perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan


27
B. Sosu , Sendi-Sendi Kriminologi, (Surabaya: Usaha Nasional, 2002), hlm. 20-21.
27

perkembangan fisik, mental, sosial secara utuh, serasi, selaras

dan seimbang.28

Pengertian anak yang terdapat dalam Pasal 45 Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat dengan

KUHP) yaitu: “Jika seseorang yang belum dewasa dituntut

karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum

enam belas tahun, hakim boleh memerintahkan supaya si

tersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya, walinya, atau

pemeliharanya, dengan tidak dikenakan suatu hukuman; atau

memerintahkan supaya si tersalah diserahkan kepada

pemerintah dengan tidak dikenakan suatu hukuman.”

Pengertian anak yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) dan

(2) UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak yaitu :

1) memuat batas antara belum dewasa dengan telah

dewasa yaitu berumur 21 (dua puluh satu) tahun

kecuali, anak yang sudah kawin sebelum umur 21

tahun, pendewasaan.

2) menyebutkan bahwa pembubaran perkawinan yang

terjadipada seseorang sebelum berusia 21 tahun, tidak

mempunyai pengaruh terhadap kedewasaan. Pengertian

anak yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23

28
https://www.bersosial.com/threads/pengertian-anak-menurut-para-ahli-adalah, di akses
pada hari rabu tanggal 18 januari 2023, pukul 01.00 WIB.
28

Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yaitu :“Anak

adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun

termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Sehingga anak yang

belum di lahirkan dan masih di dalam kandungan ibu menurut

undang-undang ini telah mendapatkan suatu perlindungan hukum.

Pengertian anak dalam ilmu lain dibagi menjadi

a. anak dibawah umur

Anak dibawah umur adalah anak yang usianya masih di

bawah 12 tahun karna anak di bawah 12 tahun masuk dalam

kategori anak belum cakap hukum.

b. Anak terlantar

Anak terlantar adalah anak karena suatu sebab orangtuanya

melalaikan kewajibanya sehingga kebutuhan anak tidak

terpenuhi dengan wajar baik secara rohani,jasmani dan sosial.

disebabkan :

1. adanya kesalahan, kelalaian, dan atau ketidakmampuan

orang tua, wali atau orang tua asuhnya atau.

2. Statusnya sebagai anak yatim piatu atau tidak ada orang

tuanya.

e) System peradilan anak

Menurut ketentuan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), Sistem

Peradilan Pidana Anak adalah:


29

“Keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan

dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap

pembimbingan setelah menjalani pidana.” Sistem peradilan pidana

anak dapat dilakukan papabila sudah memenuhi asas-asas seperti yang

tertera pada Pasal 2 UU SPPA, yaitu:

Pasal 2

Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas:

1. Pelindungan;

2. Keadilan;

3. Nondiskriminasi;

4. Kepentingan terbaik bagi Anak;

5. Penghargaan terhadap pendapat Anak;

6. Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak;

7. Pembinaan dan pembimbingan Anak;

8. Proporsional;

9. Perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir;

dan;

10.Penghindaran pembalasan.

Batasan umur untuk anak sebagai korban pidana diatur dalam

Pasal 1 butir Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak. Anak dirumuskan sebagai seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan. Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa anak yang


30

berhak mendapat perlindungan hukum tidak memiliki batasan

minimal umur. Dari sejak masih dalam kandungan, ia berhak

mendapatkan perlindungan.

Berkaitan dengan ketentuan hukum atau peraturan

perundangundangan yang mengatur tentang pengertian anak yang

berhadapan dengan hukum, tidak terlepas dari kemampuan anak

mempertanggung jawabkan kenakalan yang dilakukannya.

Pertanggung jawaban pidana anak diukur dari tingkat kesesuaian

antara kematangan moral dan kewajiban anak dengan kenakalan anak

yang dilakukan anak, keadaan kondisi fisik, mental dan sosial anak.

Dalam hal ini yang dipertimbangkan berbagai komponen seperti

moral dan keadaan psikologis dan ketajaman pikiran anak dalam

menetukan pertanggungjawabannya atas kenakalan yang

diperbuatnya.29

2. Sumber bahan hukum dan data

Penulisan ini menggunakan penelitian hukum empiris sehingga

penelitian ini memerlukan data primer dan data sekunder, yakni :

a. Data primer

Data yang diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan

dengan cara melakukan wawancara terhadap narasumber tentang

obyek yang diteliti. Proses tanya jawab untuk memperoleh keterangan

29
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam sistem Peradilan Anak di
Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm. 30.
31

dengan bertatap muka langsung antar orang yang diwawancari atau

responden dan pewawancaraan dengan menggunakan pedoman

wawan cara untuk yujuan penelitian disebut sebagai metode

wawancara yang umum dipakai dalam penelitian.

Peneliti menggunakan metode tanya jawab serta data data yag di

berikan olen narasumber dengan membawa panduan wawancara

sebagai pedoman pertanyaan tentang hal-hal yang akan ditanyakan

yang berkaitan dengan masalah yang diteliti untuk mencari data terkait

analisis tindak pidana kecelakaan lalu lintas anak dibawah umur.

b. Data sekunder

1) Bahan hukum primer, meliputi peraturan perundang undangan,

antara lain sebagai berikut:

a) Undang -Undang Dasar 1945;

b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab

UndangUndang Hukum Acara Pidana;

c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan;

d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak;

e) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak;

f) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak.


32

2) Bahan hukum sekunder dalam hal ini adalah yang memberikan

penjelasan dan tafsiran terhadap sumber bahan hukum primer

seperti buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, media

cetak dan elektronik, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum

serta simposium yang dilakukan pakar terkait dengan

pembahasan.30

3. Prosedur pengumpulan bahan hukum dan data

a. Dengan cara wawancara secara langsung pada pihak-pihak yang

bersangkutan dalam memecahkan masalah yang ada dalam penelitian

dengan pedoman wawancara secara terbuka.

b. Dengan cara studi kepustakaan dengan melakukan pengumpulan data

dari perundang-undangan, buku-buku, literatur, serta dokumen-

dokumen yang terkait dengan pokok permasalahan yang diteliti dan

selanjutnya dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh.

4. Metode analisis data dan pengelolaan bahan hukum

Data yang diperoleh dipisah-pisahkan dan dikelompokkan, kemudian

dianalis secara kualitatif, yaitu dengan menjabarkan dan menafsirkan data

berdasarkan doktrin-doktrin dan norma-norma hukum yang berkaitan dan

sesuai dengan pokok permasalahan dan data yang diperoleh akan disusun

sistematis untuk memperoleh kejelasan dari masalah yang dibahas.

Jhony Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:


30

Bayumedia, 2006), hlm. 392.


33

Dilanjutkan dengan melakukan deskripsi yang meliputi isi maupun

struktur hukum positif, kemudian melakukan sistematisasi untuk

mendeskripsikan serta menganalisis isi dan struktur hukum positif yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti. Kemudian akan ditarik kesimpulan

dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yaitu metode berfikir yang

menarik kesimpulan dari hal-hal yang umum untuk menyelesaikan suatu

perkara yang khusus.

5. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat atau wilayah dimana suatu

penelitian dilakukan. penetapan suatu lokasi penelitian merupakan tahapan

penting dalam penelitian. Karena dengan ditetapkannya lokasi penelitian

maka akan mempermudah peneliti untuk melakukan penelitian adapun

lokasi yang dipilih oleh peneliti adalah kepolisian daerah jawa timu (polda

jatim).

12. SISTEMATIKA PENULISAN

Penulisan Hukum yang disusun oleh penulis terdiri dari 5 (lima) bab yang

saling berhubungan satu dengan yang lain. Pembagian bab per bab ini

dimaksudkan agar dihasilkan keterangan yang jelas dan sitematis. Adapun

sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

BAB I: Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian dan manfaat penelitian, telaah pustaka, kerangka teoretik,


34

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II: Bab ini menguraikan mengenai pengertian lalu lintas dan

menguraikan ketentuan hukum terhadap anak dibawah umur yang

mengakibatkan matinya orang lain

BAB III: Bab ini menguraikan sanksi terhadap anak dibawah umur yang

menghilangkan nyawa orang lain

BAB IV: Memuat kesimpulan yang berisi jawaban terhadap pertanyaan

pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah dan saran-saran yang

dimaksudkan sebagai rekomendasi untuk kajian lebih lanjut


35

BAB II

KETENTUAN UMUM TENTANG KECELAKAAN LALU-LINTAS

A. Ketentuan umum pelanggaran lalu lintas


Pergerakan mobil, orang, dan hewan di jalan disebut sebagai lalu
lintas. Diperlukan suatu peraturan yang dapat dimanfaatkan untuk
mengarahkan masyarakat dalam berlalu lintas pada saat melakukan
kegiatan guna mencegah terjadinya pelanggaran lalu lintas. Namun,
terlepas dari berbagai larangan yang telah diberlakukan, pelanggaran lalu
lintas masih sering terjadi, bahkan tidak semuanya berujung pada
kecelakaan. Seperti yang kita ketahui bersama, pelanggaran adalah
perbuatan (instance) yang melanggar kejahatan yang kurang serius dari
pada kejahatan. Oleh karena itu, hukuman dan konsekuensi akan
diterapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku jika
seseorang melanggar peraturan lalu lintas pemerintah.
Pelanggaran Lalu Lintas adalah perbuatan yang bertentangan
dengan lalu lintas dan atau peraturan pelaksanaanya, baik yang dapat
ataupun tidak dapat menimbulkan kerugian jiwa atau benda dan juga
kamtib lantas31.
Pelanggaran Lalu Lintas ini tidak diatur pada KUHP akan tetapi
ada yang menyangkut delik-delik yang disebut dalam KUHP, misalnya
dalam kealpaannya menyebabkan matinya orang (Pasal 359), karena
kealpaanya meyebabkan orang lain luka berat (Pasal 360), karena
kealpaannya menyebabkan bangunan bangunan, trem kereta api, telegram,
telepon, dan listrik sebagainya hancur atau rusak (Pasal 409).
Definisi dan pengertian tindak pidana pelanggaran lalu lintas
menurut Ramlan Naning, adalah perbuatan atau tindakan seseorang yang
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas
jalan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

31
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Akademi Kepolisian, Fungsi
Teknis Lalu Lintas, (Semarang: kompetensi Utama, 2009), h. 6
36

Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 326, pelanggaran yang disengaja terjadi
apabila pasal ini dilanggar.
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Kehakiman, Jaksa
Agung, dan Kapolri, dalam putusannya tertanggal 23 Desember 1992,
mencantumkan 27 jenis pelanggaran lalu lintas yang terbagi dalam tiga
kategori::
1. Klasifikasi pelanggaran ringan
2. Klasifikasi pelanggaran sedang
3. Klasifikasi jenis pelanggaran berat

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas


dan Angkutan Jalan, dijelaskan mengenai pasal-pasal yang mengatur
pelanggaran lalu lintas dalam Pasal 316 ayat (1) Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, termasuk
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 281 sampai 313.
berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, banyaknya jenis pelanggaran lalu lintas dan
besaran denda yang terkait.:
1. Tidak memiliki SIM
 diancam dengan pidana penjara paling lama 4 bulan
atau denda Rp 1 juta (Pasal 281).
2. Memiliki SIM tetapi tidak membawanya selama
penggeledahan.
 Pelanggaran ini memiliki potensi hukuman penjara satu
bulan atau denda hingga Rp. 250k (Pasal 288, kalimat
2).
3. Kendaraan tidak memiliki nomor kendaraan.
 Pelanggaran ini diancam hukuman penjara maksimal 2
bulan atau denda Rp. 500rb (Pasal 280).
4. Mengendarai sepeda motor tanpa kaca spion, lampu depan,
lampu rem, sirene, speedometer, atau knalpot adalah
37

 melanggar hukum dan dapat membuat Anda dipenjara


atau didenda selama sebulan. dan kelelahan.
 Diancam dengan pidana denda paling banyak Rp 250
ribu atau pidana penjara paling lama satu bulan (Pasal
285 Ayat 1).
5. Kendaraan tidak memiliki kaca depan, bumper, wiper, klakson,
lampu depan, lampu mundur, atau lampu rem.
 •Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 bulan
atau denda Rp. 500.000.000 (Pasal 285 Ayat 2).
6. Kendaraan yang tidak dilengkapi kotak P3K, ban cadangan,
segitiga pengaman, dongkrak, atau pembuka roda saat terlibat
tabrakan.
 •Akan mengakibatkan maksimal satu tahun penjara.
7. Setiap pengendara yang melanggar rambu lalu lintas
 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan
atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 287 ayat
1).
8. Setiap pengendara yang melebihi batas kecepatan tertinggi atau
terendah
 Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 bulan
atau denda Rp. 500.000.000 (Pasal 287, kalimat 5).
9. Baik STNK maupun Surat Uji Coba Kendaraan Bermotor tidak
ada pada kendaraan tersebut.
 Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 bulan
atau denda Rp. 500.000.000 (Pasal 288 Ayat 1).
10. Pengemudi atau orang yang duduk di sebelah pengemudi tidak
memakai sabuk pengaman.
 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan
atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 289).
11. Pengendara dan penumpang motor tidak pakai helm standar
38

 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan


atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 291 ayat
1).
12. Mengoperasikan kendaraan bermotor di jalan umum dengan
penerangan lampu utama pada malam hari dan dalam keadaan
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 (1)
 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
bulan atau denda paling banyak Rp250.000 (dua ratus
lima puluh ribu rupiah) (Pasal 293 ayat 1).
13. Pelanggaran Pasal 107 ayat (2) yang melarang mengendarai
sepeda motor di jalan raya pada siang hari tanpa menyalakan
lampu utama
 Dikenakan denda sampai dengan Rp. 100.000 (seratus
ribu rupiah) atau pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) hari (Pasal 293, kalimat 2).
14. Setiap pengendara sepeda motor yang berbelok atau berbalik
arah tanpa
 Dipidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda
paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 294)

B. Ketentuan hukum terhadap anak dibawah umur yang


mengakibatkan meninggal orang lain dalam kecelakaan lalu lintas
Anak adalah generasi penerus bangsa yang harus dijaga dengan
baik oleh orang tua dan negara. Anak dalam perkembangannya
membutuhkan bimbingan yang baik agar kehidupannya menjadi manusia
yang berguna. Orang tua sudah seharusnya menjaga, merawat serta
mendidik anak dengan baik. Sehingga kelak anak tersebut dapat menjadi
anak yang berguna bagi bangsa, sesuai dengan Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 Pasal 28B ayat 2 yang berisi “Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Anak sebagai sumber daya
39

manusia bagi pembangunan nasional untuk meneruskan cita-cita bangsa


memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang
menjamin kelangsungan dan eksistensi bangsa dan negara pada masa
depan.
Seiring dengan kemajuan jaman dan iptek, perilaku manusia di
dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin tidak terkendali.
Perilaku tersebut tentu dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum
ataupun di dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan perkembangan
pengaruh kemajuan iptek pada umumnya bukan hanya orang dewasa
namun juga anakanak ikut terjebak melanggar norma terutama norma
hukum. Anak-anak terjebak dalam perilaku konsumerisme dan asosial
yang makin lama dapat menjurus ke tindak kriminal seperti
penyalahgunaan narkotika, pencurian, pemerasan, penganiayaan,
pelanggaran lalu lintas dan sebagainya.
Indonesia masih tercatat sebagai salah satu negara yang memiliki
keterlibatan anak-anak dalam pelanggaran lalu lintas khususnya sebagai
pengendara kendaraan bermotor dan menjadi penyebab kecelakaan lalu
lintas yang menyebabkan kematian orang. Pola didik orang tua yang salah
dan penegak hukum dalam hal ini polisi yang kurang tegas menjadi faktor
utama penyabab anak-anak dengan leluasa menggunakan kendaraan
bermotor tanpa memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM), sesuai dengan
Pasal 77 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Umum yang menyatakan bahwa, “Setiap orang yang
mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Ijin
Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan”
Menurut Dr. Kartini Kartono menyatakan: “Namun sampai pada
batasbatas tertentu anak dengan bebas masih bisa menggunakan segala
perlengkapan jasmaniahnya. Hal ini sangat bergantung pada fasilitas-
fasilitas yang diberikan oleh lingkungan dan orang tua yang memelihara
dirinya. Yaitu apakah lingungan itu bisa menstimulir, atau justru
40

menghambat bahkan melumpuhkan sama sekali pertumbuhan dan


perkembangan segenap potensialitasnya”32
Fenomena yang saat ini berkembang adalah anak telah terbiasa
mengendarai kendaraan bermotor, padahal mereka belum memiliki Surat
Ijin Mengemudi (SIM), belum memahami dan tidak mematuhi peraturan
lalu lintas. Hal tersebut menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas
di kalangan anakanak. Contoh kasus tindak pidana yang dilakukan oleh
anak adalah kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh AQJ (13 tahun),
yang mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi sehingga menabrak
pembatas jalan dan menabrak dua mobil lain sehingga mengakibatkan 7
orang meninggal dunia dan 9 orang luka luka.
Dalam hal ini pengaruh besar dari orang tua sangatlah penting bagi
perkembangan anak. Menurut Dr.Kartini Kartono: Keluarga itu
memberikan pengaruh yang menentukan kepada pembentukan watak dan
kepribadian anak. Keluarga sebagai unit sosial terkecil memberikan
stempel dan pondasi dasar bagi perkembangan anak. Maka tingkah laku
Neurotis, psikotis, atau kriminal dari orang tua atau salah seorang anggota
keluarga bisa memberikan impact/pengaruh yang menular dan infeksius
pada lingkungannya, khususnya kepada anak-anak33
Pendapat ini didukung dengan adanya aturan Pasal 26 ayat (1)
UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang
menyatakan bahwa, “ Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak;
menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan
minatnya; mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; dan

32
Kartini Kartono, 1995, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), Mandar Maju,
Bandung, hlm. 9.
33
Kartini Kartono, 2014, Patologi Sosial Jilid 1, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
hlm.300.
41

memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada


anak”.
Perlindungan terhadap anak tidak hanya menjadi tanggung jawab
bagi pihak keluarga tetapi sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa, “Negara,
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang
Tua/Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak”
Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekanto, SH, MA mengatakan
bahwa, “Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan, adalah
keadaan mental pengemudi, fisik, ketidak hatihatian dan taraf kemampuan
kecerdasan”34
Hal ini merupakan suatu peristiwa yang berbahaya apabila anak-
anak tetap dibiarkan mengendarai kendaraan baik roda dua maupaun roda
empat tanpa adanya ijin dari pihak yang berwenang. Seharusnya orang tua
sebelum mengijinkan anak-anak mereka untuk mengendarai kendaraannya
mempertimbangan resiko yang dihadapi kedepannya. Sesuai dengan Pasal
77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa, “Setiap orang yang
mengemudikan kendaraan bermotor dijalan wajib memiliki Surat Izin
Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan”.
Salah satu pelanggaran lalu lintas yang sering terjadi menurut M.
Karjadi dalam bukunya adalah, “Mengemudikan kendaraan di jalanan
dengan tidak dapat menunjukkan:
a. SIM (Surat Izin Mengemudi).
b. STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan).
c. Surat coba kendaraan.

34
Soerjono Soekanto, 1990, Polisi Dan Lalu Lintas (Analisis Menurut Sosiologi Hukum),
Mandar Maju, Bandung, Hlm. 5.
42

Surat uji kendaraan fatsal 5a UUL/ADR).


Surat Izin Mengemudi dapat diperuntukkan hanya untuk kalangan
umur tertentu karena dianggap kalangan umur tersebut mampu mengolah
emosionalnya dalam berkendara. Kalangan umur tersebut telah dituangkan
dalam Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa, “Syarat usia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling rendah sebagai berikut:
A. Usia 17 (tujuh belas) tahun untuk Surat Izin
Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi C, dan Surat
Izin Mengemudi D;
B. Usia 20 (dua puluh) tahun untuk mengemudi B I; dan
C. Usia 21 (dua puluh satu) tahun untuk Surat Izin
Mengemudi B II”.
Ketentuan mengenai UndangUndang yang berlaku yaitu
UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan telah mengatur secara jelas bagaimana cara untuk
mendapatkan surat ijin namun aturan ini tidak memberikan kegentaran
kepada anak-anak untuk tidak mengendarai kendaraan baik roda dua
maupun roda empat yang sebenarnya sesuai dengan usia belum mampu
untuk mendapatkan ijin mengendarai. Alhasil anak-anak menjadi
penyebab maraknya kecelakaan lalu lintas dan tidak sedikit
menyebabkan kematian.
Menurut Prof. Dr. H. Heri Tahir, S.H., M.H. menyatakan bahwa,
Dalam upaya menegakkan proses hukum yang adil dalam sistem
peradilan pidana, masalah penegakan dan bantuan hukum mempunyai
peranan yang sangat penting. Untuk itu, dalam penegakan hukum
dituntut adanya penegak hukum yang bermental tangguh dan
mempunyai integritas moral yang tinggi, sehingga tidak hanya mampu
menegakkan hukum, tetapi juga keadilan35.

35
Heri Tahir, 2010, Proses Hukum Yang Adil Dalam Sistem Peradilan Pidana Di
Indonesia, LaksBang PRESSindo Yogyakarta, Yogyakarta, Hlm. 5.
43

Peneliti membuat rekap data kedalam gamba 1 tujuannya agar


memudahkan dalam menganilisis jumlas kasus korban yang terjadi
dalam rantan waktu tahun 2020 sampai dengan tahun 2023 yaitu
dengan cara memperoleh data dari Polda Jatim.

TAHUN
N
USIA JAN SD
O 2020 2021 2022
MEI 2023
1 USIA 0-4 TAHUN 422 410 635 285

2 USIA 5-9 TAHUN 818 839 1.026 489


USIA 10-14
3 1.345 1.341 2.273 1.032
TAHUN
USIA 15-19
4 4.653 4.877 7.502 3.294
TAHUN
JUMLAH 32.264 32.109 44.677 20.027
Table 1 data korban kasus kecelakaan di bawah umur.

Melihat tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor


yang mempengaruhi pelanggaran Lalu Lintas yang dilakukan oleh anak
dibawah umur yaitu adanya kebebasan dari orang tua membuat anak
tersebut mengendarai kendaraan padahal anak tersebut belum memenuhi
persyaratan untuk berkendara.
44

BAB III

A. bentuk sanksi terhadap anak dibawah umur yang menghilangkan


nyawa orang lain
Metode yang dipergunakan adalah metode penulisan hasil
penelitian normatif yakni penelitian yang dilakukan dengan cara mencari,
mengolah bahan yang obyeknya norma hukum yang didukung bahan
hukum yaitu dengan menggunakan bahan hukum primer yaitu berupa
peraturan perundang-undangan yaitu UU no 112012, UU no 35/2014 dan
bahan hukum sekunder yaitu bahan yang berasal dari teori-teori atau
doktrin dalam literatur hukum dan penelitian ilmiah. Pendekatan yang
digunakan ialah pendekatan perundang-undangan yakni menelaah
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian yang
dilakukan yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 dan pendekatan
kasus merupakan dengan menelaah kasus-kasus hukum yang ditemukan
berkaitan dengan penelitian ini yaitu mengenai pemidanaan terhadap anak
yang melakukan tindak pidana pembunuhan. Sifat penelitiannya adalah
deskriptif dengan teknik pengumpulan bahan hukum dengan sistem kartu
dan menggunakan teknik analisis bahan hukum berupa teknik evaluasi,
argumentasi, dan teknik sistematisasi.
Kata ”pemidanaan” dapat diartikan sebagai suatu proses dari
pidana itu sendiri di mana orientasinya pemberian efek jera sehingga untuk
memaksimalkan dan mengimplementasikan hal tersebut diperlukan suatu
cara yaitu dengan menjatuhkan hukuman atau sanksi terhadap orang yang
melakukan tindak kejahatan maupun pelanggaran. Teori-Teori
Pemidanaan terdiri dari Teori Absolut, Relatif dan Gabungan36.
Teori Absolut atau Teori Pembalasan yaitu pidana merupakan
suatu pembalasan; Teori Relatif atau Teori Tujuan yaitu pidana merupakan
suatu alat yang digunakan untuk menegakkan tata tertib hukum dalam
masyarakat; Teori Gabungan adalah teori perpaduan antara teori
36
Teguh Prasetyo, 2010, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, Nusa Media, Bandung, h.
92.
45

pembalasan dan teori tujuan. Teori ini terbagi menjadi 2 golongan (titik
berat pada teori pembalasan dan titik berat pada usaha mempertahankan
ketetiban pada masyarakat)37.
Kepentingan terbaik anak sekarang dan di masa depan harus
diperhitungkan saat menetapkan kesalahan kriminal kepada anak-anak.
Bahkan di zaman sekarang ini, anak-anak dapat bertindak dengan cara
yang dilakukan orang dewasa, baik dengan cara yang baik atau buruk. Bisa
dibayangkan jika anak-anak memiliki niat untuk mencapai apapun.
Kapasitas mental anak saat ini tidak sesuai dengan usianya, sehingga
memungkinkan untuk menegaskan bahwa dia benar-benar memahami
perbedaan antara benar dan salah. Seorang anak mungkin memiliki niat
buruk sebelum melakukan kejahatan.
Perbuatan menghilangkan nyawa seseorang yang dikenal dengan
pembunuhan dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu kejahatan
terhadap nyawa yang didasarkan pada komponen rasa bersalah dan
kejahatan terhadap nyawa yang didasarkan pada unsur benda, dalam hal
ini nyawa seseorang. Kejahatan terhadap nyawa yang didasarkan pada
aspek kesalahan, seperti kejahatan yang dilakukan dengan sengaja atau
tidak sengaja, diatur dalam Bab XIX jilid II KUHP, yang terdiri dari 13
pasal mulai dari Pasal 338 dan berakhir dengan Pasal 350. Kejahatan
terhadap nyawa yang tidak disengaja adalah diatur berdasarkan Bab XXI
Pasal 359 undang-undang.
Unsur-unsur tindak pidana pembunuhan adalah sebagaimana pada
Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa dengan bunyi pasal “Barang
siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, di pidana karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Rincian unsurnya adalah unsur obyektifnya yaitu “menghilangkan nyawa
orang lain”, dan unsur subyektifnya: dilakukan “dengan sengaja”. Pasal
338 KUHP tentang perbuatan menghilangkan nyawa orang lain tersebut
harus memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu: adanya wujud/bentuk dari suatu
37
Surya Dharma jaya. Et.al, 2016, Klinik Hukum Pidana, Udayana Press, Denpasar, h.
117.
46

perbuatan, adanya suatu akibat dari perbuatan tersebut berupa


meninggalnya orang lain (kematian), terdapat hubungan kausalitas antara
perbuatan dan juga akibat yang berupa adanya kematian dari hal tersebut.
Wujud perbuatan tidak terfokus pada satu perbuatan tertentu saja.
Wujud daripada perbuatan menghilangkan nyawa orang lain
menurut KUHP tersebut bisa berupa bermacam-macam perbuatan (yang
sifatnya abstrak) seperti memukul, membacok, menembak, juga bisa
termasuk perbuatan yang hanya sendikit menggerakkan anggota tubuh.7
Pasal 338 tersebut juga mensyaratkan akan timbulnya suatu akibat dalam
hal ini yaitu hilangnya nyawa seseorang (orang lain) (opzet). Pasal 338
tersebut juga ditentukan bahwa adanya unsur kesengajaan yang hal ini
harus ditafsirkan secara luas di mana mencakup 3 unsur yakni sengaja
sebagai adanya suatu niat, sengaja karena insyaf akan kepastian dan
keharusan, dan sengaja insyaf akan kemungkinan38.
Ancaman pidana bagi anak yang telah ditentukan oleh KUHP (lex
generalis) dan Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak (lex spesialis) dijelaskan bahwa bagi anak
penjatuhan pidananya ditentukan yaitu ½ dari maksimum pidana orang
dewasa, dan terhadap anak tidak ada pemberlakuan pidana seumur hidup
dan pidana mati39. Selain itu juga diatur mengenai sanksi yang dijatuhkan
yang ditentukan berdasarkan umur yaitu, bagi anak yang berumur 12 (dua
belas) sampai dengan berumur 18 tahun dapat dijatuhi pidana sedangkan
yang berumur 8 tahun sampai dengan berumur 12 tahun hanya akan
dikenakan sanksi tindakan. UU tersebut mengamanakan untuk dalam hal
proses penyelesaian anak yang berhadapan dengan hukum harus wajib
mengutamakan menggunakan proses diversi terlebih dahulu sebagaimana
pada Pasal 5 ayat (3).
Pemidanaan anak dikenal asas ultimum remedium di samping asas
kepentingan terbaik bagi anak yang memiliki landasan hukum dalam
38
Surya Dharmajaya, Op.Cit, h. 107.
Riza Alifianto, tanpa tahun terbit. Makalah ilmiah “Asas Ultimum Remedium dalam
39

Pemidanaan Anak Nakal”, Portal Garuda


47

instrumen-instrumen internasional seperti Beijing Rules, Riyadh


Guidelines, dan Peraturan-peraturan PBB bagi perlindungan anak yang
kehilangan kebebasannya. Ketentuan hukum internasional seperti Beijing
Rules (United Nations Standard Minimum Rules For The Administration
of Juvenile Justice) menjelaskan serta mempertegas sistem peradilan anak
yang baik harus mengutamakan kesejahteraan anak dan selalu memastikan
bahwa reaksi apapun itu terhadap pelaku atau pelanggar hukum yang
dikategorikan sebgai anak akan sepadan dengan keadaan-keadaan baik
pelanggar hukumnya atau pelanggaran hukumnya dan anak hanya dapat
dihilangkan kemerdekaannya harus sesuai dengan ketentuan yang ada
dalam Instrumen Internasional maupun nasional tersebut.
United Nations Rules For The Protection of Juveniles Deprived of
Their Liberty menjelaskan bahwa sistem peradilan anak harus menjunjung
tinggi hak-hak serta keselamatan dan juga memajukan kesejahteraan fisik
dan mental anak. Hukuman penjara itu pun juga seharusnya menjadi upaya
paling akhir untuk pemidanaan dan dengan jangka waktu yang relatif
pendek (masa minimum) serta terbatas pada kasus yang bisa dianggap luar
biasa apabila dilakukan oleh seorang anak (Beijing Rules, prinsip-prinsip
umum butir ke-5 tentang tujuan-tujuan peradilan bagi anak). Pada The
Riyadh Guidelines butir 54 juga disebutkan bahwa tidak seorang anak atau
remaja pun yang menjadi obyek langkah-langkah penghukuman.
Untuk anak yang berkonflik dengan hukum terkait perbuatan
pidana pembunuhan yang dilakukannya apabila telah berumur 14 tahun
sampai dengan 18 tahun sebaiknya tetap melalui tahapan persidangan di
pengadilan. Penjatuhan pidana atau tidaknya diserahkan kepada
pertimbangan hakim dengan berpokok pada UU SPPA dan sanksi yang
telah ditentukan (1/2 dari masa pidana orang dewasa) dan apabila
penjatuhan pidana penjara (sebagai ultimum remedium) yang dikenakan
oleh hakim, maka demi asas kepentingan terbaik bagi anak maka
ditempatkan dalam Lapas Anak dengan kuantitas dan kualitas pelayanan
48

dan infrastruktur yang memadai dan juga harus menghormati dan


memenuhi hak-hak mereka sebagai seorang anak.
Diawali dengan Pasal 69 dan berlanjut ke Pasal 83 tentang
kejahatan dan perbuatan, Bab V UU No. 11 Tahun 2012 berisi penerapan
dan jenis sanksi pidana bagi anak yang melakukan tindak pidana. Menurut
Pasal 338 KUHP, “Barangsiapa menghilangkan nyawa orang lain diancam
dengan pembunuhan dan pidana penjara paling lama lima belas tahun”,
dengan ketentuan anak dikenakan sanksi pidana penjara kurang dari 7,5
tahun yang disamakan dengan satu- setengah dari jumlah maksimum
tindak pidana untuk orang dewasa. Korbannya juga orang dewasa. Akan
jauh lebih efektif jika sanksi diterapkan secara bersamaan dalam bentuk
sanksi pidana dan sanksi administratif. (prinsip Double Track System).
Dikembalikan lagi kepada hakim yang menangani perkara tersebut sesuai
dengan pertimbanganpertimbangan seperti faktor usia, terpenuhi atau
tidaknya unsurunsur pidana, pembuktian di persidangan berdasarkan
kesesuaian alat bukti yang sah, keyakinan hakim,
melihat hal-hal yang dapat memberatkan atau meringankan
terdakwa. Laporan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) yang dibuat Balai
Pemasyarakatan (BAPAS) menyebutkan perlunya keterangan dari
orangtua, orangtua asuh ataupun wali di persidangan, dan akibat langsung
bagi korban/keluarga. Diharapkan pertimbangan tersebut sesuai dan dapat
mewujudkan asas kepentingan terbaik bagi anak, mewujudkan prinsip
proporsionalitas, dan asas-asas perlindungan anak lainnya serta juga tidak
melenceng dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang anak yakni UU SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak), UU PA
(Perlindungan Anak), UU KA (Kesejahteraan Anak), dan sebagainya.
Pengaturan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum
menurut Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal-pasal dalam
Undang-undang SPPA yang mengatur tentang diversi terdiri dari: Pasal 6
menjelaskan tujuan dari diversi, Pasal 7 wajibnya diupayakan diversi di
setiap tahap pemeriksaan dan batasan mengenai lamanya pidana serta
49

residiv Pasal 8 menyangkut para pihak yang turut serta dalam upaya
diversi dengan melalui proses musyawarah dan asas diversi Pasal 9
pertimbangan para apart penegak hukum dalam proses melakukan diversi
dan kesepakatan diversi Pasal 10 lanjutan Pasal 9 atau jo Pasal 9 Pasal 11
mengenai bentuk hasil kesepakatan diversi Pasal 12 lanjutan Pasal 11 atau
jo Pasal 11 dan syarat pihak dalam penyampaian hasil kesepakatan diversi
beserta kurung waktu penyampaian kesepakatan diversi terhitung sejak
kesepakatan tersebut dicapai untuk memperoleh penetapan dan jangka
waktu penetapan serta sampai pada penerbitan penetapan penghentian oleh
penyidik dan penuntut umum.
Menurut Pasal 14 ayat 1, atasan langsung pejabat yang berwenang
pada setiap tingkat pemeriksaan bertanggung jawab mengawasi proses
diversi dan melaksanakan kesepakatan yang dihasilkan darinya. Menurut
ayat (2), Community Advisor diharapkan memberikan dukungan, arahan,
dan pengawasan selama proses diversi sampai dengan berlakunya
kesepakatan diversi. Menurut ayat (3), dalam hal perjanjian pengalihan
tidak dilaksanakan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, Penasihat
Masyarakat segera memberitahukan kepada pejabat yang ditunjuk pada
ayat (1) tentang tidak dilaksanakannya perjanjian pengalihan. Pejabat yang
bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijelaskan pada
ayat (4).wajib menindaklanjuti laporan dalam waktu paling lama 7 (tujuh)
hari. Tahapan-Tahapan diversi terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor
62 Tahun 2012 wajib dilakukan pada tahap penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di pengadilan melalui persidangan.
Terhadap anak yang sudah ditangkap oleh polisi, diversi dapat
dilakukan oleh polisi (diskresi) tersebut kepada anak tanpa dengan
meneruskannya ke jaksa penuntut umum. Kemudian jika kasus tersebut
sudah sampai di tahap pengadilan, hakim berwenang sesuai dengan
kehendaknya melakukan peradilan sesuai dengan prosedurnya dan
mengutamakan anak agar bebas dari penjatuhan pidana penjara. Apabila
anak ternyata terbukti bersalah dan hakim menjatuhkan pidana penjara
50

sehingga anak telah berada di dalam Lapas Anak tersebut maka petugas
Lapas Anak dapat membuat suatu kebijakan diversi terhadap anak
sehingga anak dapat dilimpahkan ke lembaga sosial, atau sanksi alternatif
yang lebih berguna untuk masa depannya40. Kasus Pembunuhan dalam hal
ini dilakukan oleh anak tidak dapat untuk ditempuhkan proses diversi oleh
karena sebagaimana dalam pasal 7 Undang-Undang SPPA dijelaskan
bahwa diversi itu sendiri dapat dilakukan hanya apabila ancaman
pidananya dibawah 7 tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak
pidana, sedangkan kasus pembunuhan itu sendiri menurut pasal 338
KUHP ancaman pidananya 15 tahun untuk orang dewasa sedangkan untuk
anak yang melakukan delik tersebut maka dikurangi ½ dari ancaman
pidana orang dewasa yakni 7,5 tahun.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
tidak mengikuti ketentuan pidana pada Pasal 10 KUHP, dan membuat
sanksinya secara tersendiri. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada
anak nakal terdapat dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1997 ialah:
a) pidana penjara.
b) pidana kurungan
c) pidana denda
d) pidana pengawasan
Terhadap anak nakal tidak dapat dijatuhkan pidana mati, maupun

pidana seumur hidup, akan tetapi pidana penjara bagi anak nakal maksimal

sepuluh tahun. Jenis pidana baru dalam undang– undang ini adalah pidana

40
Fransiska Novita, 2013, Makalah Ilmiah “SIstem Pemidanaan Terhadap Anak Yang
Melakukan Tindak Pidana “, Volume 10, No.3 , Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular,
Jakarta.
51

pengawasan yang tidak terdapat dalam KUHP. Pidana tambahan bagi anak

nakal dapat berupa:

a. perampasan barang tertentu; dan/atau

b. pembayaran ganti rugi.

Ancaman pidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak nakal yang

melakukan tindak pidana sesuai dengan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1997, paling lama setengah dari maksimum ancaman

pidana penjara bagi orang dewasa. Dalam hal tindak pidana yang

dilakukan diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, maka

bagi anak ancaman pidananya menjadi maksimal sepuluh tahun.

Sekalipun telah melakukan kejahatan, anak-anak di bawah usia

delapan tahun tidak dapat diadili di pengadilan anak. Anak-anak di bawah

usia delapan tahun tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas perilaku

mereka, menurut alasan sosiologis, psikologis, dan pendidikan. Akan

tetapi, anak muda tersebut dapat dipanggil ke hadapan sidang pengadilan

remaja jika kejahatan tersebut dilakukan sebelum usia delapan tahun tetapi

sebelum anak tersebut berusia 18 tahun.Khusus mengenai sanksi terhadap

anak dalam undang–undang ini ditentukan berdasarkan perbedaan umur

anak, yaitu bagi anak yang masih berumur 8 sampai 12 tahun hanya

dikenakan tindakan, sedangkan terhadap anak yang telah mencapai umur

12 sampai 18 tahun dijatuhkan pidana. Pembedaan perlakuan tersebut

didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial

anak.
52

Dalam Pasal 24 Undang–Undang Nomor 3 Tahun 1997 ditentukan

bahwa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah:

a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;

b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan,

dan latihan kerja; atau

c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau organisasi

kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan

latihan kerja

Di bawah ini akan dikemukakan beberapa Pasal dalam Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1997 yang berkaitan dengan ancaman pidana

yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal :

1. Pasal 26

1) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak

nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2

huruf a, paling lama setengah dari maximum ancaman

pidana penjara bagi orang dewasa

2) Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal

1 angka 2 huruf a, melakukan tindak pidana yang

diancam dengan pidana mati atau pidana penjara

seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat

dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10

(sepuluh) tahun
53

3) Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal

1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 (dua belas)

tahun melakukan tindak pidana yang diancam pidana

mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadap

anak nakal tersebut hanya dapat dijatuhkan tindakan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b

4) Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal

1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 (dua belas)

tahun melakukan tindak pidana yang diancam pidana

mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadap

anak nakal tersebut dijatuhkan salah satu tindakan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24

2. Pasal 27

Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling

lama setengah dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi

orang dewasa

3. Pasal 28

1) Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal

paling besar setengah dari maksimum ancaman pidana

bagi orang dewasa.


54

2) Apabila denda sebagaimana yang dimaksud dalam ayat

(1) ternyata tidak dapat dibayar, maka diganti dengan

wajib latihan kerja.

4. Pasal 30

1) Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada anak

nakal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka

2 huruf a, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama

2 (dua) tahun.

2) Apabila terhadap anak nakal sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, dijatuhkan pidana

pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

maka anak tersebut ditempatkan di bawah pengawasan

Jaksa dan Bimbingan Pembimbing Kemasyarakatan

Dalam Pasal 26, 27 dan 28 di atas terdapat istilah ancaman pidana

maksimum. Dalam konteks hukum pidana ada dua macam ancaman

pidana maksimum, yakni ancaman pidana maksimum umum dan ancaman

pidana maksimum khusus. Maksimum umum disebut dalam Pasal 12 ayat

(2) KUHP, yakni pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek 1

(satu) hari dan paling lama 15 (lima belas) tahun berturut – turut. Jadi

pidana maksimum umum adalah maksimum lamanya pidana bagi semua

perbuatan pidana. Adapun maksimum lamanya pidana bagi tiap tiap

perbuatan pidana adalah maksimum khusus. Misalnya Pasal 362 KUHP

tentang pencurian diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)


55

tahun. Adapun yang dimaksud dengan maksimum pidana dalam Pasal 26,

27, dan 28 tersebut di atas adalah pidana maksimum khusus, yaitu apabila

hakim menjatuhkan pidana, maka paling lama setengah dari maksimum

pokok pidana terhadap perbuatan pidananya (dalam hal ini maksimum

pidana khusus).

Anak hanya boleh dihukum sebagai pilihan terakhir (ultimum

remedium). Dalam upaya mewujudkan masyarakat yang aman, taat hukum

dan memajukan perdamaian, pemidanaan bertujuan agar pelaku menyadari

kesalahannya dan membantunya kembali menjadi warga negara yang

bertanggung jawab yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip moral, sosial,

dan agama. Pemidanaan terhadap anak, khususnya yang melakukan tindak

pidana perampasan kemerdekaan, hanya dapat digunakan sebagai upaya

terakhir (ultimum remedium) jika segala upaya lain telah gagal karena

keunikan anak baik dari segi kebutuhan rohani maupun jasmani

sebagaimana serta tanggung jawab pidana mereka atas perilaku dan

tindakan mereka..

Gagasan ini diatur oleh undang-undang tentang perlindungan anak

dan undang-undang tentang hak asasi manusia. Setiap anak berhak diasuh

oleh orang tuanya sendiri, menurut Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002, kecuali ada alasan yang kuat dan/atau persyaratan hukum

yang menunjukkan bahwa pemisahan adalah untuk kepentingan terbaik

bagi anak dan merupakan yang utama. faktor. Selain itu, Pasal 16 ayat (3)

UU Nomor 23 Tahun 2002 dan Pasal 66 ayat (4) UU Nomor 39 Tahun


56

1999 tentang Hak Asasi Manusia sama-sama mengatur tentang penegasan

terkait topik ini. Menurut peraturan tersebut, penangkapan, penahanan,

atau tindak pidana pemenjaraan anak hanya dapat dilakukan apabila sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Penelitian yang penyusun lakukan ini akhirnya telah sampai pada

kesimpulan. Adapun kesimpulan yang penyusun peroleh ialah:

Pertama adapun hambatan-hambatan pihak Polda jatim dalam

menangani kasus kecelakaan yang menjadikan anak sebagai pelakunya

di karenakan dua hal: kondisi psikologi sosial anak dan kerjasama

dengan instansi lainnya. Hambatan dalam psikologi sosial anak

diantaranya karena usia anak masih dalam proses pencarian jati diri,

kurangnya pemahaman anak akan bahaya berlalu lintas, tidak

pahamnya akan bahaya penggunaan perlengkapan yang tidak

memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), tidak meghiraukan

himbauan dari pihak kepolisian, kurangnya partisipasi orang tua dalam

menjelaskan akan bahaya tidak taat berlalu lintas, faktor pergaulan,

faktor lingkungan. Hambatan-hambatan yang ditemui dalam

melakukan penegakan hukum terhadap kasus kecelakaan anak di

bawah umur di Kota Surabaya dikarenakan tidak ada kerjasama yang


57

baik antara aparat penegak hukum dan persamaan pemahaman

mengenai peraturan yang ada serta fasilitas dan sumber daya personel

yang kurang memadai. Misalnya setelah hasil penyidikan anak tidak

dapat di bina maka penyidik harus menyerahkan ke departemen sosial,

namun setelah di dinas sosial biasanya anak justru mendapatkan

jaringan baru untuk melakukan pelanggaran.

Kedua upaya yang dilakukan oleh Polda jatim dalam

meminimalisir kecelakaan lalu lintas di Kabupaten surabaya dilakukan

melalui penyuluhan dan pembinaan di sekolah-sekolah, pelatihan

mengemudi, kerjasama dengan orang tua anak. Ketika anak sudah

melanggar, maka proses penegakan hukum tingkat penyidikan,

penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di Pengadilan Negeri wajib

diupayakan diversi yang dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang

diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan

merupakan pengulangan tindak pidana. Tujuan dari Diversi sendiri

yaitu: mencapai perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan

perkara anak di luar proses peradilan, menghindarkan anak dari

perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk

berpartisipasi, serta menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.

Penegakan hukum yang dapat ditempuh selain Diversi yaitu

pengadilan. Upaya di pengadilan ditempuh karena pidana penjara yang

diancamkan di atas 7 (tujuh) tahun dan merupakan pengulangan tindak

pidana
58

B. Saran
Dengan banyaknya kecelakaan lalu lintas yang pelakuya anak di

bawah umur di Kota Surabaya, maka penyusun berusaha memberikan

masukan/saran kepada pihak kepolisian untuk meminimalisir

kecelakaan lalu lintas khususnya yang dilakukan oleh anak di bawah

umur sebagai berikut:

a. Pihak kepolisian bekerjasama dengan pihak dinas pendidikan

untuk melakukan sosialisasi tentang lalu-lintas dan tertib

berkendara minimal satu kali dalam satu tahun pada setiap

sekolah di Kota Surabaya khususnya pada tingkat SMP dan

SMA.

b. Kepolisian bekerja sama dengan pihak sekolah untuk

mengecek kelengkapan kendaraan bermotor yang dibawa oleh

siawa. Apabila ada pelanggaran, pihak sekolah dan kepolisian

memanggil orang tua siswa untuk memberikan pengarahan.

c. Pihak kepolisan membuat buku saku tentang tertib berlalu

lintas yang di khususkan untuk siswa SMP dan SMA dengan

format yang mudah di pahami oleh siswa.

d. Pihak kepolisian harus rutin mencek rambu-rambu lalu lintas

khususnya dipersimpangan yang sering terjadi kecelakaan dan

menambahkanya bila diperlukan. Serta harus rutin menjaga

setiap persimpangan pada saat jam masuk sekolah dan waktu

pulang sekolah khususnya di daerah yang rawan kecelakaan.


59

e. Koordinasi yang baik dan pemikiran yang sepaham antara

aparat penegak hukum dengan instansi lain harus terjaga.

Misalnya dengan mengagendakan rapat rutin satu bulan sekali

khusus untuk membahas kecelakaan yang melibatkan anak

sebagai pelakunya.sehingga tidak terjadi perbedaan paham

dalam penanganan anak berhadapan dengan hukum.

f. Perlu juga mengajak orang tua atau keluarga anak. Teknisnya

bisa melalui perwakilan tiap RT di seluruh desa Kota Surabaya.

Gunanya sebagai pertimbangan masyarakat.


60

DAFTAR PUSTAKA

Buku Bacaan :

Andi Hamzah. Asas-Asas Hukum Pidana,Jakarta:Rineka Cipta, 2001,

Anggela N. Mogi. Pertanggungjawaban pidana anak dalam perkara kecelakaan

lalu lintas , Lex Crimen, Vol. IV No. 2. 2015,

B. Sosu , Sendi-Sendi Kriminologi, (Surabaya: Usaha Nasional, 2002),

Darwan Prinst, Hukum Anak di Indonesia,Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997,

Gultom, Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam sistem Peradilan

Anak di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2008

Heri Tahir, Proses Hukum Yang Adil Dalam Sistem Peradilan Pidana Di

Indonesia, LaksBang PRESSindo Yogyakarta, Yogyakarta, 2010

Jhony Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:

Bayumedia, 2006),

Leden Merpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika,

2005),

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam sistem Peradilan Anak di Indonesia,

(Bandung: Refika Aditama, 2008),

Poerwadarminta Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Jakarta: Balai Pustaka 2002),


61

Soesilo, R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Serta Komentar-Komentarnya

Lengkap Pasal Demi Pasal), Sukabumi: Bogor-Politeia, 1996

Soerjono Soekanto, Polisi Dan Lalu Lintas (Analisis Menurut Sosiologi Hukum),

Mandar Maju, Bandung, 1990

Teguh Prasetyo, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, Nusa Media, Bandung, 2010

Undang-undang :

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan Undang Nomor 11 Tahun 2012 tetang Sistem Peradilan Pidana Anak

Artikel Jurnal :

Fransiska Novita, Makalah Ilmiah “SIstem Pemidanaan Terhadap Anak Yang

Melakukan Tindak Pidana “, Volume 10, No.3 , Fakultas Hukum

Universitas Mpu Tantular, Jakarta. 2013

Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014

Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad, Intisari Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2004),

Penjelasana Pasal 70 Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 “tentang sistem

peradilan anak, mengatur dalam pertimbangan hakim dalam memberikan


62

berat ringannya pemberian sanksi tindakan dan sanksi pidana terhadap

anak, dangan memperhatikan segi keadilan dan kemanusiaan”

Dr. Istanto Wahju Djatmiko, Pedoman Teknik Penulisan Skripsi Mahasiswa,

(Yogyakarta: Fakultas Syari’ah Press, 2009),


63
64

Anda mungkin juga menyukai