Anda di halaman 1dari 86

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA UANG ELEKTRONIK DALAM


MELAKUKAN TRANSAKSI TOL NONTUNAI BERDASARKAN PERATURAN
BANK INDONESIA NOMOR 20/6/PBI/2018 TENTANG UANG ELEKTRONIK
DAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN
RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2017 TENTANG
TRANSAKSI TOL NONTUNAI DI JALAN TOL

Penulisan Hukum
(Skripsi) S1

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :
Zennia Almaida
NIM. E0015442

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

iii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

iv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Dengan segala puji syukur dan kerendahan hati, Penulis mempersembahkan Karya (Skripsi)
ini kepada :
1. Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas nikmat,
rahmat dan karuniaNya kepada saya.
2. Seluruh Keluarga, yang selalu memberikan doa, motivasi dan dukungan selama
menjalankan proses studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas.
3. Bapak Moch Najib Imanullah, S.H., M.H. Ph,D., Dosen Pembimbing sekaligus
panutan dan motivator saya dalam menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret.
4. Sahabat-sahabat saya yang selalu memberikan dukungan kepada saya selama proses
pembuatan skripsi ini, Muhammad Isyhadilfath, Anggi Andriana, S.Ak., Macelinus Jerry
Kusnanto, S.Ak., Mita Anggraini, S.H., William Santoso, Ira Andriani, Alfiano Akbar,
Yenni Azyra Pramadhawardani, Putra Dwira Wardhana, Ditarizky Wijayanti, S.H.,
Muhammad Azka Haiban, Rafika Rizky Aulia, Elfira Pradita, S.H., dan Puspita Trimulya
Desi.
5. Almamater Saya tercinta dan saya banggakan Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta

iv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

“Before anything else, find yourself, be yourself and love yourself”

“Kau dapat menunda, tetapi waktu tidak akan menunda”


(Benjamin Franklin)

“Jika doa bukan sebuah permintaan, setidaknya itu adalah sebuah Pengakuan atas kelemahan
diri manusia di hadapan Tuhannya.”
(Pidi Baiq)

v
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala nikmat,
rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) dengan
judul “Perlindungan Hukum bagi Pengguna Uang Elektronik dalam Melakukan Transaksi
Tol Nontunai berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang
Elektronik dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Nontunai di Jalan Tol”.
Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pengguna
uang elektonik dalam melakukan transaksi tol Nontunai dan efektivitas peraturan yang
mengatur tentang uang elektronik dan transaksi tol Nontunai dalam melindungi penggunanya.
Perlindungan hukum terhadap penggunaan uang elektronik yang digunakan saat transaksi tol
nontunai ditinjau berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang
Elektronik dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Nontunai di Jalan Tol. Selain
perlindungan hukum, penulisan hukum ini juga membahas mengenai efektivitas dari kedua
peraturan tersebut dalam memberikan perlindungan bagi penggunanya. Semua yang penulis
capai tidak terlepas dari segala upaya kesabaran, usaha dan bantuan dari berbagai pihak.
Seiring dengan selesainya penulisan hukum ini, maka penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
dalam penulisan hukum ini:
1. Bapak Prof. Dr. H. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta beserta Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II dan
Pembantu Dekan III.
3. Bapak Dr. Pujiyono, S.H., M.H, selaku Kepala Program Studi Strata 1 Ilmu Hukum.
4. Bapak Pranoto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Perdata.
5. Bapak Dr. Albertus Sentot Sudarwanto, S.H., M.Hum, selaku Dosen Penguji
penulisan hukum (skripsi) ini yang telah dengan sabar meluangkan waktu untuk
memberikan perbaikan dan penyempurnaan pada penulisan hukum (skripsi) ini.
6. Bapak Yudho Taruno Muryanto, S.H., M.Hum, selaku Dosen Penguji penulisan
hukum (skripsi) ini yang telah dengan sabar meluangkan waktu untuk memberikan
perbaikan dan penyempurnaan pada penulisan hukum (skripsi) ini.
vi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

7. Bapak Moch Najib Imanullah, S.H., M.H. Ph,D., selaku Dosen Penguji sekaligus
Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan perbaikan dan
penyempurnaan pada penulisan hukum (skripsi) ini serta memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis dalam penulisan hukum (skripsi) ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan hukum ini dengan baik.
8. Ibu Luthfiyah Trini Hastuti, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan, motivasi dan arahan selama penulis belajar di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
9. Bapak dan/atau Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
dengan keikhlasan dan kemuliaan telah memberikan bekal ilmu kepada penulis
selama penulis belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
10. Ibu Sri Lestari Rahayu, S.H., M.Hum., dan Tim Pengelola Penulisan Hukum (PPH)
yang telah membantu penulis dalam proses administrasi penulisan hukum (skripsi) ini
dari awal pembuatan hingga akhir.
11. Perpustakaan Universitas Sebelas Maret yang telah menyediakan bahan kepustakaan
yang sangat membantu penulis dalam proses penulisan hukum (skripsi) ini.
12. Orang tua yang tercinta, Mama Henny Suzanna dan Papa Zubaini serta adik
tersayang, Benitha Afriola yang terus dan selalu memberikan doa serta mengupayakan
segala kebutuhan penulis dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
13. Sahabat-sahabat saya yang selalu memberi dukungan kepada saya selama proses
pembuatan skripsi ini, Muhammad Isyhadilfath, Anggi Andriana, S.Ak., Macelinus
Jerry Kusnanto, S.Ak., Mita Anggraini, S.H., William Santoso, Ira Andriani, Alfiano
Akbar, Yenni Azyra Pramadhawardani, Putra Dwira Wardhana, Ditarizky Wijayanti,
S.H., Muhammad Azka Haiban, Rafika Rizky Aulia, Elfira Pradita, S.H., dan Puspita
Trimulya Desi.
14. Bapak dan Ibu staff karyawan Fakultas Hukum UNS yang telah membantu dan
berperan dalam kelancaran kegiatan proses belajar mengajar dan segala kegiatan
mahasiswa di Fakultas Hukum UNS.
15. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu disini yang telah
membantu penulis hingga terselesaikannya penulisan hukum (skripsi) ini.

vii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna
karena kesempurnaan hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu, penulis akan
selalu menerima kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan hukum ini. Semoga
penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada
umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

Surakarta, 28 Maret 2019

Zennia Almaida
NIM. E0015442

viii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv
MOTTO ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
ABSTRAK ..................................................................................................... xii
ABSTRACT .................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian...................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 8
E. Metode Penelitian .................................................................... 9
F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................. 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 16
A. Kerangka Teori ........................................................................ 16
B. Kerangka Konseptual .............................................................. 17
1. Perlindungan Hukum ........................................................... 17
2. Perlindungan Konsumen ..................................................... 19
3. Uang Elektronik .................................................................. 23
4. Transaksi Tol Nontunai ...................................................... 30
C. Kerangka Pemikiran ................................................................ 32
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 34
A. Perlindungan Hukum bagi Pengguna Uang Elektronik
Dalam Melakukan Transaksi Tol Nontunai ............................. 34
1. Perlindungan Hukum Preventif ........................................... 36
2. Perlindungan Hukum Represif ............................................ 46

ix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Efektivitas Peraturan tentang Uang Elektronik dan


Transaksi Tol Nontunai dalam Memberikan
Perlindungan bagi Penggunanya ............................................. 53
1. Substansi Hukum ................................................................. 54
2. Struktur Hukum …………………… .................................. 56
3. Budaya Hukum ................................................................... 59
BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 65
A. Simpulan .................................................................................. 65
B. Saran ........................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA

x
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Kerangka Pemikiran ................................................................. 32

xi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Zennia Almaida. 2019. E0015442. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA


UANG ELEKTRONIK DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI TOL NONTUNAI
BERDASARKAN PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 20/6/PBI/2018 TENTANG
UANG ELEKTRONIK DAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN
PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2017 TENTANG
TRANSAKSI TOL NONTUNAI DI JALAN TOL. Penulisan Hukum (Skripsi). Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret.
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pengguna uang elektonik
dalam melakukan transaksi tol nontunai dan efektivitas peraturan yang mengatur tentang
uang elektronik dan transaksi tol nontunai dalam melindungi penggunanya. Kajian ini
merupakan penelitian hukum normatif yang datanya bersumber dari bahan hukum primer,
yaitu peraturan yang terkait dengan uang elektronik dan transaksi tol nontunai dan bahan
hukum sekunder, yaitu jurnal ilmiah, buku dan tulisan-tulisan yang membahas tentang uang
elektronik dan transaksi tol nontunai. Kajian ini bersifat deskriptif analitis menggunakan
teknik pengumpulan bahan hukum, yaitu studi dokumen atau kepustakaan dengan content
identification (memperlajari substansi) dengan teknik analisis data menggunakan penafsiran
hukum historis, penafsiran hukum gramatikal dan penafsiran hukum teleologis. Hasil dari
kajian ini adalah perlindungan hukum terhadap penggunaan uang elektronik yang digunakan
saat transaksi tol nontunai ditinjau berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol
Nontunai di Jalan Tol. Perlindungan hukum merupakan suatu upaya pemerintah yang bersifat
preventif untuk mencegah terjadinya sengketa dan upaya yang bersifat represif untuk
menyelesaikan terjadinya sengketa. Efektif atau tidaknya suatu peraturan bisa dikaji melalui
substansi hukum, yaitu inti dari peraturan perundang-undang, struktur hukum, yaitu para
penegak hukum dan budaya hukum, yaitu sikap masyarakat hukum di tempat hukum itu
dijalankan. Kesimpulan dari kajian ini adalah Perlindungan hukum bagi pengguna uang
elektronik, khususnya yang digunakan saat transaksi tol nontunai sudah diatur dalam
peraturan yang berlaku saat ini dan Peraturan yang mengatur tentang uang elektronik dan
transaksi tol nontunai sudah efektif dalam memberikan perlindungan bagi penggunanya.

Kata Kunci: perlindungan hukum; pengguna; uang elektronik; transaksi tol nontunai

xii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Zennia Almaida. 2019. E0015442. LEGAL PROTECTION FOR USERS OF


ELECTRONIC MONEY IN CONDUCTING NON-CASH TOLL TRANSACTIONS
BASED ON BANK INDONESIA REGULATION NUMBER 20/6/PBI/2018
CONCERNING ELECTRONIC MONEY AND REGULATION OF THE MINISTER OF
PUBLIC WORKS AND PUBLIC HOUSING REPUBLIC OF INDONESIA NUMBER
16/PRT/M/2017 CONCERNING NON-CASH TOLL TRANSACTIONS ON TOLL
ROADS. Legal Writing. Faculty of Law Sebelas Maret University.
This study aims to determine the legal protection for electronic money users in conducting
non-cash toll transactions and the effectiveness of regulations for electronic money and non-
cash toll transactions in protecting users. This study is a normative legal research whose
data came from primary legal materials, namely regulations related to electronic money and
non-cash toll transactions and secondary legal materials, namely scientific journals, books
and writings that discuss electronic money and non-cash toll transaction. This study is
descriptive analytical used legal material collection techniques, namely the study of
documents or literature with content identification (learning substance) with the data
analysis techniques used historical legal interpretation, interpretation of grammatical law
and teleological legal interpretation. The results of this study are legal protection against the
use of electronic money used when non-cash toll transactions are reviewed based on Bank
Indonesia Regulation Number 20/6/PBI/2018 concerning Electronic Money and Regulation
of the Minister of Public Works and Public Housing Republic of Indonesia Number
16/PRT/M/2017 concerning Non-cash Toll Transactions on Toll Roads. Legal protection is a
preventive government effort aimed at preventing disputes and repressive efforts aimed at
resolving disputes. The effectiveness of a regulation can be assessed through legal substance,
which is the core of legislation, legal structure, namely law enforcement and legal culture,
namely the attitude of the legal community in which the law is carried out. The conclusion of
this study is legal protection for users of electronic money, especially those used when non-
cash toll transactions are regulated in current regulations and regulations for electronic
money and non-cash toll transactions are effective in providing protection for users.

Keywords: legal protection; user; electronic money; non-cash toll transactions

xiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Uang sebagai alat pembayaran mengalami perubahan dari masa ke


masa seiring dengan perkembangan zaman. Kebutuhan masyarakat
menuntut akan suatu alat pembayaran yang cepat, aman dan efisien dalam
bertransaksi menjadi faktor penyebab perkembangan uang. Perkembangan
bentuk uang, dimulai dari bentuk uang tunai yang berupa logam dan kertas
hingga kini masyarakat menghadapi situasi peralihan dari uang kertas
menjadi uang elektronik sebagai alat pembayaran elektronik yang
merupakan suatu inovasi dari perkembangan bentuk uang.
Dunia sekarang mempersiapkan diri untuk langkah berikutnya
dalam otomatisasi uang (yaitu e-money), Perdagangan elektronik yang
dilakukan di internet terikat untuk memacu berbagai mekanisme
pembayaran online (Fariba Dehghan, 2015:610). Uang elektronik adalah
mekanisme pembayaran yang merupakan pengganti langsung uang tunai
tradisional, nilai ditransfer secara elektronik untuk membayar barang dan
jasa di mesin penjual, perusahaan ritel, melalui jaringan, atau melalui
pertukaran langsung ke orang (Randall, W. Sifers, 1997:713). Transaksi
uang elektronik dilakukan dengan sebuah server atau chip (kartu) yang
didapatkan pengguna ketika telah menyetorkan sejumlah uang kepada
pihak penerbit, kemudian nilai uang yang disetorkan akan tersimpan
secara digital dalam media tersebut. Salah satu hal yang membedakan
transaksi uang elektronik dengan transaksi nontunai lainnya adalah saat
melakukan transaksi dengan menggunakan kartu e-money tidak
memerlukan konfirmasi data atau Personal Identification Number (PIN)
karena pengguna uang elektronik tidak berkaitan dengan rekening nasabah
di bank yang artinya tidak perlu menjadi nasabah suatu bank untuk
memilik uang elektronik dari suatu penerbit yang dalam hal ini adalah

1
library.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

bank sebagai penerbit uang elektronik. Penerbit uang elektronik tidak


hanya bank tetapi dapat juga non bank.
Selain itu, transaksi uang elektronik dengan media kartu tidak
memerlukan proses otorisasi dengan demikian resiko kartu untuk dialihkan
atau dipindahtangankan sangat mudah (Haikal Ramadhan, 2016:2).
Penerbit uang elektronik tidak bertanggung jawab apabila terjadi
kehilangan kartu. Kartu yang hilang atau dicuri tidak dapat diblokir oleh
penerbit dan saldo yang hilang atau di curi tersebut tidak akan diganti oleh
penerbit karena nilai uang yang disimpan berada pada kartu bukan pada
simpanan rekening bank. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai
tingkat keamanan pengguna uang elektronik dan resiko yang akan timbul
serta dampak merugikan dari uang elektronik
Indonesia menjadi salah satu negara yang menyambut baik adanya
inovasi dari bentuk uang ini. Dari data Bank Indonesia di ketahui jumlah
uang elektronik yang beredar mencapai 142 juta instrumen dengan
nominal transaksi mencapai Rp 3,5 juta pada hingga September 2018
dibandingkan Desember 2017 yang nominal transaksinya hanya senilai Rp
1,9 juta dengan 90 juta instrumen. Pada Desember 2017 infrastruktur uang
elektronik bertumbuh pesat dari 691.331 buah jumlah mesin meningkat
menjadi 892.401 buah pada September 2018. Data statistik sistem
pembayaran Bank Indonesia menunjukan bahwa pengguna uang elektronik
meningkat sepuluh bulan terakhir
(BI.go.id,https://www.bi.go.id/en/statistik/sistem-pembayaran/uang-
elektronik/Contents/Jumlah%20Uang%20Elektronik.aspx diakses pada 3
Oktober 2018, Pukul 20.05 WIB).
Data tersebut membuktikan bahwa uang elektronik dapat diterima
di Indonesia, baik dari segi pengguna maupun penerbit. Peningkatan uang
elektronik disebabkan oleh penggunaan yang dianggap cukup mudah dan
praktis. Selain itu, konsumen menghargai keuntungan yang diberikan oleh
uang elektronik yang mengganggu korupsi dan menyeimbangkan
kepedulian lingkungan (Indu Niranjan, A. S. Saravanan, dkk, 2016:267).
library.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

Kebutuhan akan uang elektronik yang terus meningkat di dorong


oleh adanya Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Gerakan nasional non
tunai adalah program yang di gagas oleh Bank Indonesia selaku Bank
Sentral sejak tahun 2014 dengan tujuan untuk menumbuhkan kesadaran
sekaligus meningkatkan penggunaan nontunai di kalangan masyarakat,
pelaku bisnis dan lembaga-lembaga pemerintah. Diharapkan secara
berangsur-angsur akan terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang
lebih aktif dalam menggunakan nontunai (less cash society).
Sederhananya, less cash society menafsirkan penggunaan transaksi tunai
yang lebih sedikit (Dwi Wulandari, 2016:2).
Salah satu bentuk dukungan terhadap program Gerakan Nasional
Non Tunai (GNNT) adalah adanya Gerbang Tol Otomatis (GTO) pada
jalan Tax On Location (TOL) yang melayani pembayaran nontunai pada
pintu tol. Hal ini sudah berlaku per Oktober 2017 di seluruh jalan tol.
Transaksi nontunai pada Gerbang Tol Otomatis (GTO) menggunakan
sebuah kartu yang di kenal dengan kartu e-toll. Kartu e-toll berfungsi
seperti kartu e-money untuk pembayaran lainnya. Pengguna yang telah
memiliki kartu e-toll dapat menyetorkan sejumlah uang kepada pihak
penerbit kartu baik bank maupun non bank, kemudian nilai uang yang
disetorkan akan tersimpan dalam kartu e-toll.
Transaksi tol nontunai dalam pelaksanaannya tidak terbebas dari
permasalahan. Pemotongan saldo kartu e-toll yang terjadi dua kali pada
satu transaksi, biaya administrasi saat isi ulang saldo hingga sarana dan
prasarana yang kurang perawatan seperti mesin dan kartu masih menjadi
hal yang tentunya merugikan pengguna dan harus dapat di minimalisir
agar dapat mewujudkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) seperti
yang diharapkan.
Pada bulan Februari 2018 lalu seorang pengguna uang elektronik
dengan kartu e-toll memberikan informasi melalui akun sosial media
Facebook dan Instagram bahwa saldo uang elektroniknya terpotong dua
kali saat melalui gerbang Tol Cililitan, Jakarta Timur. Upaya yang
library.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id

dilakukan oleh pengguna itu adalah bertanya pada pihak Jasa Marga
tentang kendala yang dialami. Namun, sistem pihak jasa marga tidak
mendeteksi adanya pemotongan yang dimaksudkan. Pemilik uang
elektronik tersebut melakukan upaya lain dengan mencetak mutasi uang
elektroniknya dan dalam mutasi tersebut memang menunjukan saldo
terpotong dua kali untuk satu kali transaksi di gerbang Tol Cililitan,
Jakarta Timur. Meskipun kasus seperti ini jarang terjadi, namun karena
sudah diberlakukan transaksi nontunai secara serentak, perlu dianggap
sebagai persoalan yang penting karena dengan jumlah pengguna yang
banyak hal ini berkaitan dengan perlindungan konsumen.
Biaya administrasi isi ulang saldo kartu e-toll di jelaskan dalam
Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik
Pasal 52 ayat (1) bahwa penerbit uang elektronik dapat mengenakan biaya
pengisian ulang (top up). Hal ini banyak di keluhkan para pengguna
karena pengguna tidak di berikan pilihan lain untuk membayar tol. Pada
awal pengenalan kartu e-toll sebagai alat pembayaran nontunai, para
pengguna tidak di kenakan biaya administrasi pengisian ulang, namun
ketika sudah di wajibkan menggunakan kartu e-toll, ada peraturan baru
bahwa penerbit dapat mengenakan biaya isi ulang (top up).
Selain permasalahan yang terjadi pada transaksi tol nontunai
terdapat juga beberapa kesulitan dalam melakukan transaksi tol nontunai
seperti:
1. Pengguna mengalami kesulitan untuk mengecek saldo uang
elektronik sebelum melakukan pembayaran di gerbang tol
otomatis (GTO);
2. Mesin pembaca kartu yang cenderung lama dalam membaca
transaksi sehingga harus melakukan tap lebih dari sekali;
3. Struk sebagai bukti transaksi yang terkadang tidak keluar dari
mesin pembaca kartu;
library.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

4. Jarak antara kendaraan dengan mesin yang dirasa cukup jauh


untuk melakukan tap kartu menjadi kesulitan bagi para
pengendara ketika melakukan transaksi;
5. Kartu yang sudah cenderung lama tidak terbaca oleh mesin
sehingga pengguna harus mengganti kartunya menjadi kartu
keluaran terbaru.
Hal tersebut tentunya menimbulkan dampak negatif yang terjadi
secara langsung maupun tidak langsung bagi pengguna. Dampak yang
secara langsung yang terjadi, pengguna mengalami kerugian waktu karena
sarana dan prasarana yang tidak maksimal dalam melakukan pelayanan
transaksi tol nontunai sedangkan dampak tidak langsung yang terjadi,
pengguna tidak merasakan nilai lebih dari transaksi tol nontunai karena
banyaknya permasalahan teknis maupun administratif yang terjadi.
Selaku pihak yang memiliki wewenang dalam sistem pembayaran
nontunai, Bank Indonesia berkepentingan untuk memastikan bahwa
penggunaan uang elektronik dapat berjalan secara aman dan efisien. Oleh
karena itu, pengguna uang elektronik harus mendapatkan perhatian khusus
dari Bank Indonesia dan negara untuk melindungi secara hukum dengan
regulasi yang memadai guna terwujudnya Gerakan Nasional Non Tunai
(GNNT) seperti yang diharapkan.
Penelitian ini adalah penelitian lanjutan. Sebelumnya, sudah ada
penelitian yang mengkaji tentang perlindungan hukum terhadap uang
elektronik. Penelitian tersebut ditulis oleh Himawan Dayi dari Universitas
Islam Indonesia Yogyakarta pada tahun 2018 dengan judul Perlindungan
Hukum bagi Pemegang Uang Elektronik ditinjau dari POJK Nomor
1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
(studi tentang klaim ganti-rugi kartu rusak). Penelitan yang di tulis oleh
peneliti menerangkan bahwa tanggung jawab penerbit uang elektronik
hanya sebatas pengembalian sisa saldo pada kartu yang rusak yang mana
pengembalian sisa saldo tersebut tidak bisa dilakukan secara tunai
(Himawan Dayi, 2018:156).
library.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

Penelitian lain tentang perlindungan hukum terhadap uang


elektronik, ditulis oleh Herberth Sefnat Dadiara dari Universitas Kristen
Satya Wacana Salatiga pada tahun 2016 dengan judul Perlindungan
Hukum terhadap Pemegang Uang Elektronik (E-Money) dalam Transaksi
Elektronik. Peneliti dalam penelitiannya menjelaskan tentang peraturan
yang mengatur uang elektronik, baik yang di keluarkan oleh Bank
Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan dalam hal perlindungan
konsumen belum memadai karena hanya mengatur sebatas tentang tata
cara, syarat penyelenggaraan kegiatan uang elektronik dan proses
penyelesaian sengketa yang terjadi (Herberth Sefnat Dadiara, 2016:88).
Peneliti yang juga meneliti tentang perlindungan hukum terhadap
uang elektronik adalah Riyo Wanta Ginting dari Universitas Sumatera
Utara Medan pada tahun 2018 dengan judul Aspek Hukum Kebijakan
Kewajiban Pengguna E-Money dalam Penggunaan Layanan Jalan Tol
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Hasil Penelitiannya adalah kebijakan penerapan pembayaran tol dengan
cara nontunai akan di wajibkan oleh pemerintah sehingga kebijakan
tersebut “memaksa” masyarakat untuk wajib beralih menggunakan uang
elektronik saat menggunakan jalan tol (Riyo Wanta Ginting, 2018:74).
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan nampak bahwa
pengguna uang elektronik sebagai alat pembayaran dalam transaksi tol
nontunai belum sepenuhnya mendapatkan perlindungan hukum. Hal ini
menjadi menarik untuk dikaji bagaimana peraturan yang telah ada
memberikan perlindungan bagi pengguna uang elektronik dalam
melakukan transaksi tol nontunai. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
mengkaji dan meneliti permasalahan mengenai perlindungan hukum bagi
pengguna uang elektronik dengan media penyimpanan kartu (chip based)
dalam melakukan transaksi tol nontunai berdasarkan peraturan yang
berlaku.
library.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka untuk lebih


memperjelas ruang lingkup penelitian yang penulis kaji, penulis
merumuskan beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi pengguna uang
elektronik dalam melakukan transaksi tol nontunai berdasarkan
peraturan yang berlaku di Indonesia?
2. Bagaimana efektivitas peraturan yang mengatur tentang uang
elektronik dan transaksi tol nontunai dalam memberikan perlindungan
bagi penggunanya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya suatu penelitian adalah untuk menjadi


ukuran tercapai atau tidaknya sebuah penelitian. Terdapat 2 (dua) macam
tujuan dalam penelitian, yakni tujuan objektif, yaitu tujuan yang
dimaksudkan untuk memperoleh bahan hukum dalam rangka menjawab
rumusan permasalahan dari penelitian dan tujuan subjektif merupakan
tujuan yang dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan dari penulis dan
bermanfaat bagi penulis atau perorangan (Mukti Fajar, 2010:89).
Adapun tujuan yang hendak penulis capai adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Objektif;
a. Untuk mengetahui ketentuan perlindungan hukum yang dapat
melindungi pengguna uang elektronik.
b. Untuk menganalisis efektivitas perlindungan hukum dalam
peraturan yang berlaku dapat melindungi pengguna uang
elektronik.
2. Tujuan Subjektif:
a. Untuk menawarkan alternatif solusi terhadap permasalahan yang
diteliti oleh penulis
library.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

b. Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan


ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni pada bidang hukum
dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi dengan
situasi yang dihadapi
c. Dapat menguasai teoritis bidang pengetahuan hukum secara umum
dan konsep teoritis bagian keperdataan dalam bidang pengetahuan
hukum secara mendalam, serta mampu memformulasikan masalah
prosedural

D. Manfaat Penelitian

Penelitian hukum yang dibuat diharapkan dapat memberikan


manfaat bagi penulis, pembaca maupun pihak-pihak yang terkait dalam
tulisan ini. Manfaat dari penulisan skripsi ini terbagi menjadi dua yakni
manfaat Teoretis dan manfaat Praktis.
1. Manfaat Teoretis
a. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih
pemikiran dalam perkembangan Ilmu Hukum pada umumnya, serta
terhadap bidang Hukum Perdata terutama berkaitan dengan
perlindungan hukum bagi pengguna uang elektronik di Indonesia
pada khususnya.
b. Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah refrensi dan
literatur dalam dunia kepustakaan hukum perdata, khususnya
mengenai kajian yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi
pengguna uang elektronik di Indonesia.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi atau
pemecahan masalah bagi permasalahan yang diteliti
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban yang
tepat atas permasalahan yang diteliti secara benar dan bukan hanya
penaralan saja sehingga sesuai dengan tujuan hukum yaitu
kepastian hukum
library.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

c. Penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih


pemikiran bagi para pihak yang terkait dengan permasalahan yang
diteliti sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat
berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu memberikan
petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan


ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan, oleh karena
penelitian bertujuan unuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis,
metodologis, dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan
analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah
(Soerjono Soekanto & Sri Mamudji,2015:1).
Metodologi penelitian hukum mempunyai ciri-ciri tertentu yang
merupakan identitasnya, oleh karena ilmu hukum dapat dibedakan dari
ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Hal itu disebabkan karena persyaratan
kegiatan ilmiah mempunyai segi-segi yang universal maupun segi-segi
yang khusus berlaku bagi ilmu pengetahuan tertentu (Soerjono Soekanto &
Sri Mamudji, 2015:2). Adapun metode yang digunakan dalam penelitian
ini sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Menurut Soerjono Soekanto, jenis penelitian dari sudut tujuan
penelitian hukum terbagi menjadi (Soerjono Soekanto, 1986:51):
a. Penelitan hukum normatif yang mencakup:
1) penelitian terhadap azas-azas hukum,
2) penelitian terhadap sitematika hukum
3) penelitian terhadap taraf singkronisasi hukum,
4) penelitian sejarah hukum,
5) penelitian perbandingan hukum.
b. Penelitian hukum sosiologis atau emperis yang terdiri dari:
1) penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis),
library.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

2) penelitian terhadap efektivitas hukum.


Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan penulisan hukum
ini adalah penelitian hukum normatif yang mengkaji sistematika hukum
peraturan yang berkaitan dengan isu sebagai penyelesaian dari
permasalahan hukum.
2. Sifat Penelitian
Penelitian deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan data yang
seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya
(Soerjono Soekanto, 1986:10). Penelitian hukum ini bersifat deskriptif
analitis, yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan
hukum positif yang menyangkut permasalahan (Soemitro & Ronny
Hanitijo, 1988:35).
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan menelaah
sistematika peraturan perundang-undang yang mana pendekatan dilakukan
dengan menelaah peraturan perundang-undang yang mengatur bidang
tertentu atau beberapa bidang yang saling berkaitan dengan isu hukum
yang sedang diteliti. Pendekatan ini tidak meninjau peraturan perundang-
undangan dari sudut penyusunan teknis, akan tetapi yang ditelaah adalah
pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum yang terdapat didalam
peraturan perundang-undangan (Soerjono Soekanto, 1986:255). Penelitian
terhadap sistematik hukum adalah khusus terhadap bahan hukum primer
dan sekunder (Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2015:70). Penelitian ini
dilakukan dengan menelaah Peraturan Bank Indonesia tentang Uang
Elektronik dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Republik Indonesia tentang Transaksi Tol Nontunai di Jalan Tol.
4. Jenis data
Jenis data dari sudut sumbernya di bedakan menjadi (Soerjono
Soekanto, 1986:51):
library.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

a. data primer, yaitu data yang di peroleh secara langsung dari


masyarakat (mengenai perilakunya; data empiris);
b. data sekunder, yaitu data yang di peroleh dari bahan pustaka.
Jenis data yang digunakan dalam penelitan ini adalah data sekunder
yaitu data dari bahan pustaka.
5. Sumber Bahan Hukum
Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah
data sekunder, yaitu:
1) Bahan Hukum Primer
a) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
b) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa
c) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik juncto Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
d) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Republik Indonesia Nomor 43/PRT/M/2015 tentang Badan
Pengatur Jalan Tol
e) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Nontunai di
Jalan Tol
f) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tentang
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003
tentang Penerapan Manajemen Risiko
g) Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tentang
Perlindungan Konsumen Sistem Jasa Keuangan
h) Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PB1/2018 tentang Uang
Elektronik
library.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

i) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP tanggal 13


April 2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money)
j) KUH Perdata
2) Bahan Hukum Sekunder
a) Jurnal yang membahas tentang Uang Elektronik, Perlindungan
Konsumen, Transaksi dengan kartu e-toll dan Transaksi e-
commerce
b) Buku-buku teks yang ditulis oleh ahli hukum
c) Hasil karya para sarjana, tulisan-tulisan artau pendapat para
pakar
3) Bahan Hukum Tersier
Bahan dari media internet dan sumber lainnya yang memiliki
korelasi untuk mendukung penelitian ini.
6. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksud untuk memperoleh
bahan hukum dalam penelitian. Ada 3 jenis alat pengumpulan data
yang dikenal dalam penelitian, yaitu studi dokumen atau pustaka,
pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview (Soerjono
Soekanto, 1986:21).
Teknik pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan berkaitan
dengan penelitian hukum ini adalah studi dokumen atau kepustakaan
dengan content identification (memperlajari substansi).
7. Validitas data
Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi dalam memeriksa
validitas data. Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data
yang bersifat menggabungkan data dari berbagai teknik pengumpulan
data dan sumber data yang telah ada (Sugiyono, 2013:330).
Ada 3 jenis triangulasi menurut Sugiyono, yaitu triangulasi
sumber, triangulasi teknik dan triangulasi waktu. Triangulasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber data yang
diartikan sebagai teknik pengumpulan data dari beragam sumber yang
library.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

berbeda dengan menggunakan satu metode yang sama. Triangulasi


digunakan bukan untuk mencari kebenaran melainkan untuk
meningkatkan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan
(Sugiyono, 2012:327).
8. Teknik Analisis Data
Data dalam Penulisan hukum ini di analisis dengan menggunakan
penafsiran hukum historis, penafsiran hukum gramatikal dan
penafsiran hukum teleologis. Penafsiran hukum historis adalah
menafsirkan undang-undang menurut sejarah. Setiap ketentuan
perundang-undangan mempunyai sejarahnya. Dari sejarah peraturan
perundang-undangan hakim dapat mengetahui maksud pembuatnya.
Terdapat dua macam penafsiran sejarah, yaitu penafsiran menurut
sejarah dan sejarah penetapan suatu ketentuan perundang-undangan
(Yudha Bhakti Ardhiwisastra, 2008:10).
Penafsiran hukum gramatikal adalah menafsirkan undang-undang
menurut arti perkataan (istilah) antara Bahasa dengan hukum terdapat
hubungan yang erat. Bahasa merupakan alat satu-satunya yang dipakai
pembuat undang-undang untuk menyatakan kehendaknya sehingga
pembuat undang-undang harus memilih kata-kata yang tepat dan tidak
bisa ditafsirkan secara berlainan (Yudha Bhakti Ardhiwisastra,
2008:9).
Penafsiran hukum teleologis adalah menafsirkan undang-undang
menurut cara tertentu sehingga undang-undang itu dapat dijalankan
sesuai dengan keadaan sekarang yang ada di dalam masyarakat. Setiap
penafsiran undang-undang yang dimulai dengan penafsiran gramatikal
harus diakhiri dengan penafsiran sosiologis. Apabila tidak demikian,
keputusan yang dibuat tidak sesuai dengan keadaan yang benar-benar
hidup dalam masyarakat. Karena itu, setiap peraturan hukum
mempunyai suatu tujuan sosial, yaitu membawa kepastian hukum
dalam pergaulan antara anggota masyarakat. Melalui penafisran
sosiologi hakim dapat menyelesaikan adanya perbedaan atau
library.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

kesenjangan antara sifat positif dari hukum (rechtspositivitiet) dengan


kenyataan hukum (rechtswerkelijkheid) (Yudha Bhakti Ardhiwisastra,
2008:11).

F. Sistematika Penulisan Hukum


Sistematika penulisan dapat memberikan gambaran terhadap
pemahaman mengenai pembahasan, menganalisis serta mendeskripsikan
penelitian ini dengan jelas. Sistematika penulisan dalam penelitian ini
terdiri dari 4 (empat) bab yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka,
pembahasan, dan penutup. Tiap-tiap bab terbagi dalam sub bagian yang
dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman terhadap keseluruhan isi
penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis akan mengutarakan latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan
hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan tentang teori-teori dan materi-materi
uraian yang bersumber pada bahan hukum yang digunakan dan
doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal mengenai
persoalan yang sedang diteliti. Tinjauan pustaka dibagi
menjadi tiga (3) yaitu:
A. Kerangka Teori
Kerangka teori berisikan teori-teori yang digunakan
sebagai landasan dan memberikan penjelasan secara
teoritik.
B. Kerangka Konseptual
library.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Kerangka konseptual berisikan konsep-konsep yang


berkaitan dengan penelitian untuk dapat digunakan
sebagai pendekatan dalam memecahkan masalah.
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran akan dituangkan dalam bentuk bagan
yang menghubungkan antara latar belakang,
permasalahan, dan kajian teori, serta pembahasan yang
komprehensif, sehingga menghasilkan kesimpulan yang
menjadi jawaban dari permasalahan yang diajukan.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang hasil penelitian
dan pembahasan mengenai bentuk perlindungan hukum bagi
pengguna uang elektronik dalam melakukan transaksi tol
nontunai dan efektivitas peraturan yang berlaku tentang uang
elektronik dan transaksi tol nontunai dalam memberikan
perlindungan bagi penggunanya.
BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan hukum yang
berisi tentang kesimpulan dan saran terkait dengan
permasalahan yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka berisikan sumber atau referensi atau rujukan
penulis dalam proses penyusunan Penulisan Hukum ini.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

Phillipus M. Hadjon berpendapat bahwa perlindungan hukum bagi


rakyat merupakan tindakan pemerintah yang bersifat preventif yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa yang mengarahkan
tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan,
dan tindakan yang bersifat represif bertujuan untuk menyelesaikan
terjadinya sengketa, termasuk penangananya di lembaga peradilan
(Phillipus M. Hadjon, 1987:29).
Menurut Lawrence M. Friedman dalam bukunya yang berjudul
“Law and Society”, yang dikutip oleh Soerjono (Soerjono Soekanto &
Abdullah Mustafa, 1982:13), efektif atau tidaknya suatu perundang-
undangan sangat dipengaruhi oleh tiga faktor, yang di kenal sebagai
efektivitas hukum, dimana ketiga faktor tersebut adalah:
1. Substansi Hukum
Substansi hukum adalah inti dari peraturan perundang-undang
itu sendiri.
2. Struktur Hukum
Struktur hukum adalah para penegak hukum. Penegak hukum
adalah kalangan penegak hukum yang langsung berkecimpung
di bidang penegakan hukum tersebut.
3. Budaya Hukum
Budaya hukum adalah bagaimana sikap masyarakat hukum di
tempat hukum itu dijalankan. Apabila kesadaran masyarakat
untuk mematuhi peraturan yang telah ditetapkan dapat
diterapkan maka masyarakat akan menjadi faktor pendukung.
Namun, bila masyarakat tidak mau mematuhi peraturan yang

16
library.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

ada maka masyarakat akan menjadi faktor penghambat utama


dalam penegakan peraturan yang dimaksud.

B. Kerangka Konseptual

1. Perlindungan Hukum

a. Definisi Perlindungan Hukum


CST Kansil berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah
berbagai upaya hukum yang harus diberikan aparat penegak
hukum baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan
ancaman untuk memberikan rasa aman (tesishukum.com,
http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-
para-ahli/ diakses pada 25 September 2018, Pukul 21.25 WIB).
Perlindungan Hukum menurut Satjipto Raharjo adalah
memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM)
masyarakat yang dirugikan agar dapat menikmati semua hak-hak
yang diberikan oleh hukum (Satjipto Raharjo, 2000:53).
b. Dasar Pengaturan Perlindungan hukum
Perlindungan hukum di Indonesia berdasar pada alinea
keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 Amandemen ke IV
yang menyatakan bahwa
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mecerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia”.
library.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

Prinsip perlindungan hukum di Indonesia didasari oleh


rumusan tersebut. Negara dituntut harus mampu dan bisa
melindungi warga negaranya serta menjamin perlindungan akan
hukum bagi warga negaranya.
c. Bentuk Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum bagi rakyat meliputi dua hal, yakni
(Sudikno Mertokusumo, 2009:38):
1) Perlindungan hukum preventif, yakni bentuk
perlindungan hukum yang memberi kesempatan kepada
rakyat untuk mengajukan keberatan atau pendapat
sebelum suatu keputusan pemerintah menjadi definitif;
2) Perlindungan hukum represif, yakni bentuk perlindungan
hukum yang ditujukan untuk melindungi pihak dalam
penyelesian sengketa.
d. Cara Perlindungan Hukum
Ada beberapa cara perlindungan secara hukum, yaitu
(Wahyu Sasongko, 2007:31):
1) Membuat peraturan (by giving regulation), yang
bertujuan untuk:
a) Memberikan hak dan kewajiban
b) Menjamin hak-hak para subjek hukum
2) Menegakkan peraturan (by the law enforcement) melalui:
a) Hukum Administrasi Negara yang berfungsi untuk
mencegah (preventive) terjadinya pelanggaran hak-
hak dengan perizinan dan pengawasan
b) Hukum Pidana yang berfungsi untuk
menanggulangi (represive) setiap pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan, dengan
cara mengenakan sanksi hukum berupa sanksi
pidana
library.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

c) Hukum Perdata berfungsi untuk memulihkan hak


(currative, recovery), dengan membayar
kompensasi atau ganti kerugian.

2. Perlindungan Konsumen

a. Definisi Perlindungan Konsumen


Perlindungan Konsumen berdasarkan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen adalah
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan
konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan,
keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.
b. Tujuan Perlindungan Hukum
Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen tujuan dari perlindungan
konsumen adalah:
1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri;
2) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang
dan/atau jasa;
3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen;
4) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh
sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
library.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

6) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang


menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau
jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.
c. Konsumen, Hak dan Kewajibannya
Definisi konsumen terdapat dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Hak Konsumen terdapat pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas
barang dan/atau jasa yang digunakan;
5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut;
6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan
konsumen;
7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima
library.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana


mestinya;
9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang undangan lainnya.
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen mengatur tentang kewajiban konsumen,
yaitu:
1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan
prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau
jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/atau jasa;
3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
d. Pelaku Usaha, Hak dan Kewajibannya
Definisi pelaku usaha berdasarkan Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah setiap
orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi.
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen mengatur tentang hak pelaku usaha,
yaitu:
1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
library.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

2) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan


konsumen yang beritikad tidak baik;
3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di
dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara
hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang undangan lainnya.
Kewajiban Pelaku Usaha terdapat pada pasal 7 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
yaitu:
1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan;
3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar
dan jujur serta tidak diskriminatif;
4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi
dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar
mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,
dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta
memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang
dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian
atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
library.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

7) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian


apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

3. Uang Elektronik

a. Definisi Uang Elektronik


Definisi uang elektronik secara yuridis terdapat dalam Pasal
1 Angka 3 Peraturan Bank Indonesia No.20/6/PBI/2018 tentang
Uang elektronik yang menyatakan sebagai berikut: “Uang
Elektronik adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut: diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor
terlebih dahulu kepada penerbit; nilai uang disimpan secara
elektronik dalam suatu media server atau chip; dan nilai uang
elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan
simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang
mengatur mengenai perbankan”.
Uang elektronik adalah saldo uang yang dicatat secara
elektronik "nilai tersimpan" pada kartu. Kartu-kartu ini
merupakan "kartu pintar" yang memiliki mikroprosesor yang
tertanam yang dapat diisi dengan nilai moneter (Mohamad Al-
Laham, dkk, 2009:340). Uang elektronik adalah kewajiban
moneter digital. Uang elektronik adalah jumlah informasi yang
dikeluarkan setelah menerima jumlah elektromagnetik yang
tercatat sebagai pertimbangan, dan itu didasarkan pada hubungan
kontraktual dengan entitas rekaman, pengalihan yang memiliki
efek menyelesaikan berbagai kewajiban moneter sebagaimana
diizinkan oleh kontrak (Nobuhiko Sugiura, 2008:517).
Uang elektronik merupakan bentuk uang tunai tanpa fisik
(cashless money), yang besaran nilai uangnya sesuai dengan nilai
uang yang disetor kepada penerbit terlebih dahulu, kemudian
disimpan dalam suatu media secara elektronik berupa kartu chip
library.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

atau software aplikasi yang berfungsi sebagai alat pembayaran


nontunai kepada pedagang (merchant) yang menerima transaksi
pembayaran dengan uang elektronik. Pada uang elektronik, nilai
uang (monetary value) berbentuk elektronik (nilai elektronis)
yang didapat dengan cara menukarkan sejumlah uang tunai atau
pendebetan rekeningnya di bank untuk kemudian disimpan secara
elektronik dalam media elektronik berupa kartu penyimpan dana
(stored value card) (Rachmadi Usman, 2017:140). Uang
elektronik yang bagus harus aman, anonim, portabel, dua arah,
berkemapuan offline, dapat dibagi, terukur, andal, efisien, mudah
diintegrasikan dan dapat digunakan kembali (Gonenc Gurkaynak
& Ilay Yilmaz, 2015:402).
b. Prinsip Penyelenggaraan Uang Elektronik
Penyelenggaraan uang elektronik berdasarkan Pasal 2
Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang
Elektronik dilakukan dengan memenuhi prinsip:
1) tidak menimbulkan risiko sistematik;
2) operasional dilakukan berdasarkan kondisi keuangan
yang sehat;
3) penguatan perlindungan konsumen;
4) usaha yang bermanfaat bagi perekonomian Indonesia;dan
5) pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
c. Bentuk Uang Elektronik
Berbeda dengan kebanyakan single-purpose prepaid card
yang hanya dapat digunakan untuk keperluan tertentu, maka uang
elektronik dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan
pembayaran hanya dengan menggunakan satu kartu. Dilihat dari
medianya, ada dua tipe uang elektronik tersebut, yaitu (Rachmadi
Usman, 2017:140):
1) prepaid card, sering disebut juga electronic purces,
dengan karakteristik sebagai berikut:
library.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

a) “nilai elektronis” disimpan dalam suatu chip


(integrated circuit) yang tertanam pada kartu;
b) mekanisme pemindahan dana dilakukan dengan
meng-insert kartu ke suatu alat tertentu (card
reader).
2) prepaid software, sering disebut juga digital cash,
dengan karakteristik sebagai:
a) nilai uang dikonversikan menjadi nilai elektronik
dan disimpan dalam suatu hard disk computer yang
terdapat dalam Personal Computer (PC);
b) mekanisme pemindahan dana dilakukan secara
online melalui suatu jaringan komunikasi seperti
internet, pada saat melakukan pembayaran.
Melalui Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP
tanggal 13 April 2009 tentang Uang Elektronik (E-Money) dapat
dilihat jenis-jenis uang elektronik, yaitu:
Tabel 1: Klasifikasi bentuk uang elektronik
Terdaftar Tidak Terdaftar
Nomor Klasifikasi
(registered) (unregistered)
Data identitas
Data identitas
pemegang kartu
pemegang kartu
Pencatatan uang elektronik
uang elektronik
1. identitas tidak tercatat pada
tercatat dan
pemegang penerbit/tidak harus
terdaftar pada
menjadi nasabah
penerbit.
penerbit.
Batas nilai Paling banyak Paling banyak
uang sebesar sebesar
2.
elektronik Rp.5.000.000 Rp.1.000.000 (satu
yang (lima juta rupiah). juta rupiah).
library.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

tersimpan
Dalam 1 (satu)
Dalam 1 (satu)
bulan ditetapkan
bulan ditetapkan
paling banyak
Batas nilai paling banyak
3. transaksi sebesar
transaksi transaksi sebesar
Rp. 20.000.000
Rp. 20.000.000 (dua
(dua puluh juta
puluh juta rupiah).
rupiah).
Transaksi Transaksi
pembayaran, pembayaran,
Jenis
transfer dana, dan transfer dana, dan
transaksi
4. fasilitas transaksi fasilitas
yang dapat
lain yang transaksi lain yang
digunakan
disediakan oleh disediakan oleh
Penerbit. Penerbit.

d. Para Pihak dalam transaksi Uang Elektronik


Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik terdapat pihak-pihak
yang terlibat dalam transaksi uang elektronik , yaitu:
1) Penerbit adalah pihak yang menerbitkan Uang
Elektronik.
a) Acquirer adalah pihak yang:
(1) Melakukan kerja sama dengan penyedia
barang dan/atau jasa sehingga penyedia
barang dan/atau jasa mampu memproses
transaksi dari Uang Elektronik yang
diterbitkan oleh pihak selain acquirer yang
bersangkutan dan;
library.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

(2) Bertanggung jawab atas penyelesaian


pembayaran kepada penyedia barang
dan/atau jasa.
b) Prinsipal adalah pihak yang bertanggungjawab atas:
(1) Penerusan data transaksi Uang Elektronik
melalui jaringan;
(2) Pelaksanaan perhitungan hak dan
kewajiban;
(3) Penyelesaian pembayaran;dan
(4) Penetapan mekanisme dan prosedur bisnis,
antar anggotanya yang berperan sebagai
Penerbit dan/atau Acquirer dalam transaksi
Uang Elektronik.
c) Penyelenggara Switching adalah pihak yang
menyelenggarakan kegiatan penyediaan infrastruktur
yang berfungsi sebagai pusat dan/atau penghubung
penerusan data transaksi pembayaran dengan
menggunakan Uang Elektronik.
d) Penyelenggara Kliring adalah pihak yang melakukan
perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-
masing Penerbit dan/atau Acquirer dalam rangka
transaksi Uang Elektronik.
e) Penyelenggara Penyelesaian Akhir adalah pihak
yang melakukan dan bertanggungjawab terhadap
penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan
masing-masing Penerbit dan/atau Acquirer
berdasarkan hasil perhitungan dari Penyelenggara
Kliring.
2) Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran adalah
penyelenggara jasa sistem pembayaran sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
library.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

mengatur mengenai penyelenggara pemrosesan transaksi


pembayaran.
3) Penyelenggara Penunjang adalah penyelenggara
penunjang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
pemrosesan transaksi pembayaran.
4) Pengguna adalah pihak yang menggunakan uang
elektronik.
e. Perbedaan Uang Elektronik dengan kartu pembayaran lainnya
Uang elektonik merupakan sebuah produk nilai uang
disimpan (stored value) atau produk prabayar (prepaid).
Konsumen membeli nilai ”elektronik” dan nilai uang tersebut
akan disimpan dalam suatu media elektronik yang dimiliki
konsumen yang mana nilai uang elektronik tersebut akan
berkurang setiap kali konsumen bertransaksi. Dibandingkan
dengan kartu debit atau kartu kredit biasanya memerlukan
otorisasi secara online dan melibatkan pendebetan rekening bank
konsumen setelah transaksi pembayaran, sebaliknya pengelolaan
uang elektronik tidak memerlukan otorisasi secara online,
melainkan secara offline yang dilakukan oleh pemegang uang
elektronik (Rachmadi Usman, 2017:138).
Berbeda dengan kartu ATM, kartu debet atau kartu kredit,
nilai uangnya tersimpan pada rekening nasabah yang
bersangkutan di bank, sedangkan pada uang elektronik, nilai
uangnya tersimpan pada perangkat sistem komputer, ponsel, kartu
prabayar atau kartu chip. Perbedaan antara uang elektronik dan
alat pembayaran menggunakan kartu (kartu kredit, kartu debit
dan/atau kartu ATM) lebih jelas dan rinci akan dijelaskan dalam
tabel berikut (Herberth Sefnat Dadiara, 2016:30):
library.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

Tabel 2: Perbedaan uang elektronik dengan alat pembayaran


menggunakan kartu
APMK
(Alat Pembayaran
No Perbedaan Uang Elektronik
Menggunakan
Kartu )
Tidak
Menggunakan
menggunakan
Personal
1 Keamanan Personal
Identification
Identification
Number (PIN)
Number (PIN)
Bisa diterbitkan Bisa diterbitkan
oleh Bank oleh Bank maupun
2 Penerbit
maupun Lembaga Lembaga Selain
Selain Bank Bank
Ada dan Tidak
Informasi Ada informasi
ada Informasi
3 Pemegang tentang pengguna
tentang Identitas
Kartu kartu.
pengguna kartu.
Pada saat
Pada saat transaksi
transaksi tidak
harus menggunkan
Otorisasi menggunakan
4 PIN atau tanda
transaksi PIN atau tanda
tangan pengguna
tangan pengguna
kartu
kartu
Pengguna kartu
Untuk sebagian
uang elektronik
Resiko penyalagunaan
5 bertanggung
penyalagunaan Bank bisa
jawab sepenuhnya
bertanggungjawab.
atas semua resiko
library.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

Bisa sebagai
Status Harus menjadi
Nasabah Bank
6 pemegang Nasabah Bank
penerbit maupun
kartu tertantu.
tidak.
Prabayar (pada
Akses (pada saat
saat transaksi bisa
7 Tipe transaksi transaksi harus
secara Online
secara Online)
maupun Offline)
Tersimpan dalam
Tersimpan dalam
media
8 Letak Dana rekening Bank
penyimpanan
Penerbit
Dana
Langsung, tanpa Harus mendapat
Proses
9 harus ada persetujuan dari
Transaksi
persetujuan rekening nasabah
Hubungan
Hukum antara
Hubungan Jual Simpan
10 Pemegang
Beli Menyimpan Uang
Kartu dengan
Penerbit

4. Transaksi Tol Nontunai


a. Definisi Transaksi Tol Nontunai
Definisi Transaksi Tol Nontunai berdasarkan pada
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Nontunai adalah
kegiatan pengumpulan/pembayaran tarif tol menggunakan alat
pembayaran selain uang tunai.
library.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

b. Bentuk Transaksi Tol Nontunai


Transaksi tol nontunai di jalan tol menggunakan 2 (dua)
bentuk teknologi, yaitu:
1) Transaksi tol nontunai yang menggunakan teknologi
berbasis kartu uang elektronik
2) Transaksi tol nontunai yang berbasis nirsentuh
c. Prinsip Penyelenggaraan Transaksi Tol Nontunai
Penyelenggaraan transaksi tol nontunai berdasarkan pada
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 16/PRT/M/2017 dilakukan berdasarkan prinsip:
1) Interoperabilitas, sistem transaksi tol nontunai dapat
berfungsi antar sistem yang ada pada masing-masing
Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dan/atau sistem transaksi
tol nontunai pada sektor transportasi lainnya;
2) Non-eksklusif, penyelenggaraan transaksi tol nontunai
terbuka untuk seluruh penerbit uang elektronik tanpa
eksklusivitas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
3) Sistem pembayaran dalam penyelenggaraan Transaksi tol
nontunai harus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
library.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

C. Kerangka Pemikiran

Pelindungan Hukum
(alinea keempat Pembukaan UUD
NRI Tahun 1945 Amandemen ke IV)

Perlindungan Konsumen
(Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 )

Uang Elektronik Transaksi Tol Nontunai


(Peraturan Bank Indonesia Nomor (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
20/6/2018) Perumahan Rakyat Nomor
16/PRT/M/2017)

Perlindungan Hukum Efektivitas Hukum


(Phillipus M. Hadjon) (Lawrence M.
Friedman)

Peraraturan yang memberikan perlindungan bagi


pengguna uang elektronik dalam melakukan transaksi
tol nontunai yang berkeadilan dimasa yang akan
datang

Gambar 1 : Kerangka Pemikiran

Keterangan:
Negara berkewajiban memberikan perlindungan hukum pada warga
negaranya agar kepentingannya terlindungi. Prinsip perlindungan
hukum di Indonesia berdasarkan pada alinea keempat Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Amandemen ke IV. Bentuk perwujudan dari adanya perlindungan
hukum yang diberikan oleh Negara adalah dengan adanya regulasi.
Pengguna uang elektronik di kategorikan sebagai konsumen.
Wujud perlindungan hukum yang diberikan Negara untuk melindungi
konsumen adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Perlindungan konsumen menurut Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen adalah
library.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk


meberikan perlindungan kepada konsumen.
Uang elektronik merupakan suatu inovasi alat pembayaran yang
saat ini eksis di masyarakat karena dianggap mudah, praktis dan
efisien. Pembayaran jalan tol kini sudah dilakukan dengan transaksi
nontunai secara serentak menggunakan uang elektronik. Dalam
penggunaan uang elektronik untuk pembayaran tol nontunai, uang
elektronik menjadi wewenang dari Bank Indonesia dan Kementrian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia yang
mana Bank Indonesia berwenang terhadap regulasi terkait uang
elektronik dan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Republik Indonesia berwenang terhadap regulasi tentang
penyelenggaraan tol nontunai.
Bank Indonesia mempunyai regulasi terikait uang elektronik
berbentuk Peraturan Bank Indonesia. Selain itu, Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat membuat regulasi yang
berkaitan dengan transaksi pembayaran nontunai di jalan tol. Regulasi
tersebut berbentuk Peraturan Menteri.
Bagaimana bentuk pelindungan hukum yang diatur dalam
peraturan yang mengatur tentang uang elektronik yang digunakan
untuk pembayaran tol nontunai Selain itu, apakah peraturan yang
berlaku sudah efektif memberikan perlindungan hukum bagi
penggunanya untuk memberikan rasa aman dan nyaman saat
bertransaksi dengan uang elektronik yang terus akan berkembang
dengan adanya program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT).
Keterkaitan dua peraturan, yakni Peraturan Bank Indonesia dan
Peraturan Menteri tersebut diharapkan dapat memberikan
perlindungan hukum bagi pengguna uang elektronik dalam melakukan
transaksi tol nontunai yang berkeadilan dimasa yang akan datang.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum bagi Pengguna Uang Elektronik Dalam


Melakukan Transaksi Tol Nontunai

Perkembangan teknologi membawa perubahan yang cukup


signifikan atas alat pembayaran yang dapat memberikan kemudahan,
fleksibilitas, efisiensi dan keamanan dalam setiap transaksi elektronik yang
dilakukan (Pranoto & Sekar Salma S., 2018:25). Perkembangan sistem
pembayaran yang berbasis elektronik telah memberikan dampak
munculnya inovasi-inovasi baru dalam sistem pembayaran yang
diharapkan dapat memberikan kemudahan, fleksibilitas, efisiensi, dan
kesederhanaan dalam melakukan transaksi (Mintarsih, 2013:896). Uang
Elektronik telah membawa perubahan besar. Lebih lanjut terobosan
instrumen uang elektronik di dunia uang kertas akan memberikan manfaat
tambahan, terutama dalam hal efisiensi dan kenyamanan. Memang, adopsi
instrumen ini secara luas juga dapat menghasilkan restrukturisasi kegiatan
ekonomi dan menghasilkan munculnya berbagai layanan baru (Michel
Andrieu, 2001:430).
Uang Elektronik biasanya disimpan sebagai nilai moneter yang
diwakili oleh klaim pada penerbit dan diterbitkan pada penerimaan dana
untuk tujuan melakukan transaksi pembayaran dan diterima oleh orang
selain penerbit (David Ramos, Javier Solana, dkk, 2016:707). Orang
menggunakan uang elektronik dengan cara yang sama dengan mereka
menggunakan uang tunai untuk transaksi dalam jumlah kecil karena uang
elektronik tidak perlu mengeluarkan koin, menerima kembalian, tanda
tangan atau PIN dan umumnya merupakan cara pembayaran yang cepat
(Nobuhiko Sugiura, 2001:512) sehingga perlahan membuat uang tunai
mulai ditinggalkan.

34
library.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

Kemudahan yang di berikan uang elektronik tidak membebaskan


para pihak yang bertransaksi dengan uang elektronik dari masalah.
Pengguna memiliki potensi risiko keamanan yang dapat terjadi saat
melakukan pembayaran, seperti duplikasi kartu, modifikasi data atau
aplikasi uang elektronik serta penyalahgunaan informasi data pribadi
pengguna. Untuk meminimalisir risiko masalah yang dapat terjadi,
penyelenggaran uang elektronik harus memiliki pengaturan hukum sebagai
pedoman bertransaksi guna memberikan jaminan perlindungan hukum
bagi pengguna uang elektronik.
Penerbit uang elektronik wajib menerapkan prinsip perlindungan
konsumen dalam menyelenggarakan kegiatannya dengan menyampaikan
informasi secara tertulis, detail dan lengkap kepada pengguna. Kewajiban
penyelenggara sistem pembayaran elektronik terhadap pengguna uang
elektronik didasarkan bahwa penyelenggara dan pengguna uang elektronik
kedudukannya tidak sejajar dan bahwa kepentingan pengguna uang
elektronik sangat rentan terhadap tujuan penyelenggara yang memiliki
pengetahuan dan keahlian yang lebih dibandingkan dengan pengguna
(John Pieris dan Wiwik Sri Widiarty, 2007:54).
Melaksanakan dan memberikan perlindungan hukum
membutuhkan suatu media dalam pelaksanaannya yang disebut dengan
sarana perlindungan hukum. Sarana perlindungan hukum dibagi menjadi
(Philipus M. Hadjon, 205:1987):
1. Sarana perlindungan hukum preventif
Perlindungan hukum preventif memberikan subyek
hukum kesempatan untuk mengajukan keberatan atau
pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah
mendapat bentuk yang definitif. Perlindungan hukum yang
preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya
permasalahan atau sengketa.
library.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

2. Sarana perlindungan hukum yang represif


Perlindungan hukum yang represif yang bertujuan
untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang
timbul. Perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah
yang bertumpu dan bersumber dari konsep pengakuan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Konsep
tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak
asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan
dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.
Sarana-sarana tersebut dapat diterapkan dalam memberikan
perlindungan hukum terhadap pengguna uang elektronik. Penerapan sarana
perlindungan hukum tersebut dapat dilakukan dengan cara:
1. Perlindungan Hukum Preventif
Upaya hukum preventif, dimana upaya ini Bank
Indonesia memberikan Perlindungan hukum melalui
pengawasan terhadap kegiatan transaksi uang elektronik
dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran. Hal
ini agar dapat melindungi hak pengguna kartu e-toll dalam
melakukan transaksi di jalan tol. Hal ini terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk
mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-
rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu
kewajiban (Richo Fernando Sitorus, 2018:3). Wujud
perlindungannya sebagai berikut:
a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018
tentang Uang Elektronik
Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018
tentang Uang Elektronik merupakan regulasi yang
mengatur tentang uang elektronik yang menggantikan
peraturan sebelumnya, yakni Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik
library.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

(Electronic Money) juncto Peraturan Bank Indonesia


Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik
(Electronic Money) juncto Peraturan Bank Indonesia
Nomor 18/17/PBI/2016 tentang Uang Elektronik
(Electronic Money). Peraturan terbaru tentang uang
elektronik ini memuat 3 (tiga) upaya yang berkaitan
dengan perlindungan hukum secara preventif.
Pertama, Pasal 43 Peraturan Bank Indonesia Nomor
20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik mengatur
tentang penerapan prinsip perlindungan konsumen. Isi
dari pasal tersebut adalah
Pasal 43
(1) Penerbit wajib menerapkan prinsip perlindungan
konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 ayat (2) huruf b dengan mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur megenai perlindungan konsumen
(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Penerbit wajib:
a. Membatasi permintaan dan penggunaan data
dan/atau informasi Pengguna, sebatas yang
diperlukan dalam penyelenggaraan Uang
Elektronik;
b. Menyediakan sarana dan/atau infrastruktur
Pengisian Ulang (Top Up) secara luas untuk
keperluan pengguna;dan
c. Memiliki mekanisme penggantian kerugian
finansial kepada Pengguna sepanjang
kerugian tersebut tidak disebabkan oleh
kesalahan atau kelalaian Pengguna.
library.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan


perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Anggota
Dewan Gubernur.
Penerapan prinsip perlindungan konsumen
sebagaimana yang dimaksud Pasal 43 ayat (1) harus
mengacu kepada peraturan perundang-undangan
tentang perlindungan konsumen, yakni Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen
mengatur bahwa konsumen memiliki hak-hak yang
harus dapat dilindungi oleh penerbit yang tercantum
pada Pasal 4, yaitu:
1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau
jasa;
4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya
atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5) Hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan
konsumen;
library.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara


benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang undangan lainnya.
Konsumen juga tidak terlepas dari kewajibannya
yang mana berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
menjelaskan bahwa kewajiban konsumen terdiri dari:
1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi
dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi
pembelian barang dan/atau jasa;
3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang
disepakati;
4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen
diatur juga bahwa pelaku usaha yang dalam hal ini
penerbit dilarang melakukan perbuatan yang tecantum
pada Bab IV Pasal 8 hingga Pasal 17 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Penerbit juga harus melakukan kewajibannya seperti
ketentuan pada Pasal 7 dan penerbit harus
bertanggungjawab sesuai ketentuan pada Bab VI Pasal
19 sampai dengan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8
library.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen apabila


terjadi kesalahan. Peraturan Bank Indonesia Nomor
20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik juga mengatur
tentang larangan bagi penerbit yang tercantum pada
Bab IV Bagian Kesebelas Pasal 59 sampai dengan
Pasal 63.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018
tentang Uang Elektronik memberikan tambahan yang
lebih spesifik perihal penerapan prinsip perlindungan
hukum, yakni dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a bahwa
penerbit dituntut tidak hanya memberikan perlindungan
pada saat transaksi berlangsung saja, namun harus bisa
melindungi data pribadi pengguna dengan menerapkan
standar keamanan sistem informasi sesuai dengan
ketentuan Pasal 36 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia
Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik.
Penyediaan sarana dan prasana yang baik menjadi
bagian dari penerapan prinsip perlindungan konsumen
sesuai dengan ketentuan Pasal 43 ayat (2) huruf b
karena dengan banyak dan baiknya sarana dan
prasarana yang ada tentunya mendukung
penyelenggaraan uang elektronik untuk transaksi tol
nontunai sehingga pengguna tidak perlu lagi merasa
cemas saat bertransaksi. Penerbit harus memiliki
mekanisme penggantian kerugian yang jelas bagi
pengguna sesuai ketentuan Pasal 43 ayat (2) huruf c
yang mana apabila terjadi kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan dalam melakukan
transaksi dengan uang elektronik sepanjang kerugian
tersebut tidak disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian
library.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

Pengguna. Bentuk penggantian kerugian berdasarkan


Pasal 1243 KUH Perdata terdiri dari tiga unsur, yaitu:
1) Biaya merupakan seluruh biaya yang telah
dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan dalam
hal ini pengguna uang elektronik dalam
hubungan dengan perjanjian antara penerbit
dengan pengguna
2) Rugi merupakan kerugian sesungguhnya karena
kerusakan atau kehilangan benda dalam hal ini
kartu e-toll milik pengguna akibat kelalaian
penerbit
3) Bunga merupakan kekurangan yang seharusnya
diperoleh pengguna tetapi tidak diperoleh karena
adanya tindakan wanprestasi dari penerbit
Kerugian wajib dipenuhi oleh penerbit terhitung sejak
dinyatakan lalai. Penerapan prinsip perlindungan
konsumen berdasarkan Pasal 43 ayat (3) Peraturan
Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang
Elektronik diatur lebih lanjut dalam Peraturan Anggota
Dewan Gubernur.
Kedua, Pasal 35 Peraturan Bank Indonesia Nomor
20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik mengatur
tentang penerapan manajemen risiko. Menurut
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009
tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko bagi Bank Umum Pasal 1 ayat (5) manajemen
risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur
yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari
seluruh kegiatan usaha Bank.
library.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

Penerapan manajemen risiko dalam


penyelenggaraan uang elektronik sesuai dengan Pasal
35 ayat (1) mencakup pengawasan aktif manajemen,
kecukupan kejibakan dan prosedur serta struktur
organisasi, kecukupan fungsi manajemen risiko dan
sumber daya manusia dan pengendalian intern.
Penerapan manajemen risiko dilakukan sebagai upaya
preventif dari timbulnya risiko-risiko yang ada dalam
dunia perbankan.
Ada 8 risiko menurut Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/25/PBI/2009 tentang Perubahan atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, yaitu
risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko
operasional, risiko kepatuhan, risiko hukum, risiko
reputasi dan risiko Stratejik. Permasalahan
perlindungan konsumen timbul pada risiko hukum yang
mana menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/25/PBI/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum Pasal 1 ayat (11)
risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum
dan/atau kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek
yuridis akan menimbulkan pelanggaran,
ketidaksesuaian dengan hukum atau hak dan kewajiban
hukum para pihak dalam bertransaksi dalam hal ini
transaksi uang elektronik di jalan tol tidak ditetapkan
dengan baik sehingga berakibat pada kedudukan para
pihak tidak sejajar dan akan ada pihak yang tidak
terlindungi kepentingannya oleh hukum sehingga
library.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

dalam hal ini manajemen risiko penting diterapkan


guna meminimalisir risiko hukum.
Ketiga, Pengawasan diatur dalam beberapa pasal,
yakni Pasal 67 yang mengatur tentang penyelenggaraan
pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia
meliputi pengawasan langsung dan tidak langsung.
Pengawasan tidak langsung dilakukan oleh
penyelenggara uang elektronik dengan menyampaikan
laporan sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan Bank
Indonesia, lalu pengawasan secara langsung dilakukan
Bank Indonesia dengan melakukan pemeriksaan
terhadap penyelenggara uang elektronik baik secara
berkala maupun setiap waktu jika dibutuhkan. Pasal 68
menjelaskan bahwa Bank Indonesia melakukan
pengawasan secara terintegrasi terhadap penyelenggara
uang elektronik dan perusahaan induk, perusahaan
anak, pihak yang bekerja sama dengan penyelenggara,
dan/atau pihak terafiliasi lainnya. Pengawasan tersebut
dilakukan terhadap eksposur risiko dan pemenuhan
aspek kelembagaan dan hukum, aspek kelayakan bisnis,
serta aspek tata kelola, risiko dan pengendalian.
Penyelenggara uang elektronik dan para pihak
berdasarkan Pasal 69 wajib memberikan keterangan
dan data yang diminta, kesempatan untuk melihat
semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang
berkaitan dengan usahanya dan hal lain yang
diperlukan ketika pengawasan yang dilakukan oleh
Bank Indonesia berlangsung. Bank Indonesia
berdasarkan Pasal 70 juga berwenang melakukan
pemeriksaan terhadap penerbit uang elektronik close
loop dengan jumlah dana float kurang dari satu milyar
library.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

rupiah. Pasal 71 mewajibkan penyelenggara


bertanggung jawab mengenai keabsahan, kebenaran,
kelengkapan, dan ketetapan waktu penyampaian atas
setiap laporan, dokumen, data, dan/atau informasi yang
disampaikan kepada Bank Indonesia.
Pasal 72 menjelaskan bahwa Bank Indonesia dapat
menugaskan pihak lain untuk dan atas nama Bank
Indonesia untuk melaksanakan pemeriksaan secara
langsung dan pihak tersebut wajib merahasiakan
keterangan dan data yang diperoleh dalam
pemeriksaan. Dalam hal hasil pengawasan berdasarkan
Pasal 73 Bank Indonesia menunjukkan bahwa
penyelenggara tidak dapat menyelenggarakan kegiatan
uang elektronik secara memadai sehingga Bank
Indonesia dapat meminta penyelenggara untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu, membatasi
penyelenggaraan uang elektronik dan/atau
memberhentikan secara sementara sebagaian atau
seluruh kegiatan penyelenggaraan uang elektronik
dan/atau mencabut izin atau persetujuan yang telah
diberikan kepada penyelenggara. Pengawasan yang
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik sudah cukup
lengkap dan jelas yang mana peran dari Bank Indonesia
selaku pengawas dijabarkan pada pasal-pasal tersebut
secara tegas sehingga diharapkan dapat meminimalisir
pelanggaran pada perlindungan hukum bagi pengguna
uang elektronik.
library.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan


Rakyat Republik Indonesia Nomor 16/PRT/M/2017
tentang Transaksi Tol Nontunai di Jalan Tol
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Republik Indonesia Nomor 16/PRT/M/2017
tentang Transaksi Tol Nontunai di Jalan Tol merupakan
regulasi yang mengatur tentang transaksi tol nontunai
yang mana peraturan ini belum secara spesifik mengatur
tentang perlindungan hukum bagi pengguna kartu e-toll
karena peraturan ini berisi pasal-pasal yang bersifat
prosedural dan belum bersifat teknis. Namun, terdapat
satu pasal yang mengatur tentang upaya preventif, yakni
Pasal 12 yang mengatur mengenai Pengawasan dan
Pengendalian menjelaskan bahwa pengawasan dan
pengendalian dilakukan untuk mewujudkan tertib dalam
pelaksanaan penerapan transakti tol nontunai sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
pengawasan serta pengendalian dilakukan oleh Badan
Pengatur Jalan Tol (BPJT) sesuai dengan
kewenangannya.
Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) mempunyai
wewenang seperti yang diatur pada Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 43/PRT/M/2015 tentang Badan
Pengatur Jalan Tol pada Pasal 5 untuk melakukan
sebagian wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan
jalan tol yang meliputi pengaturan, pengusahaan, dan
pengawasan Badan Usaha Jalan Tol (BPJT) untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengawasan
yang dilakukan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sesuai
Pasal 6 huruf h adalah melakukan pengawasan terhadap
library.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

Badan Usaha atas pelaksanaan seluruh kewajiban


pengusahaan jalan tol dan melaporkannya secara
periodik kepada Menteri.
2. Perlindungan Hukum Represif
Upaya hukum represif, dimana upaya ini memberikan
perlindungan hukum yang bertujuan untuk menyelesaikan
sengketa yang terjadi akibat perbedaan kepentingan.
Perbedaan kepentingan bisa terjadi dari apa yang menjadi
keinginan dan harapan konsumen sebagai pengguna kartu
e-toll dalam melakukan transaksi pembayaran di jalan tol
(Richo Fernando Sitorus, 2018:4). Wujud perlindungannya
sebagai berikut:
a. Pemberian Sanksi
Sanksi yang terdapat dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang
Elektronik diatur pada Pasal 74 dan Pasal 75. Pasal 74
mengatur bahwa penyelenggara yang melanggar
ketentuan sebagaimana yang di maksud pada pasal-
pasal dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik dapat
dikenakan sanksi adminitratif yang berupa teguran,
denda, penghentian sementara atau seluruh kegiatan
uang elektronik dan/atau jasa sistem pembayaran
lainnya dan pencabutan izin sebagai penyelenggara.
Pasal 75 mengatur bahwa pertimbangan Bank Indonesia
dalam memberikan sanksi, yaitu aspek kelancaran dan
keamanan sistem pembayaran, aspek perlindungan
konsumen, aspek anti pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme dan/atau aspek lainnya. Tidak ada
ketentuan sanksi pada Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
library.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id

Nomor 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Nontunai


di Jalan Tol.
b. Upaya Litigasi atau Pengadilan
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik maupun
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Republik Indonesia Nomor 16/PRT/M/2017
tentang Transaksi Tol Nontunai di Jalan Tol tidak
disebutkan upaya apa yang harus dilakukan jika terjadi
sengketa. Namun, Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada Pasal
38 menjelaskan bahwa setiap orang dapat mengajukan
gugatan terhadap pihak penyelenggara transaksi
elektronik yang menimbulkan kerugian. Diakuinya alat
bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 maka konsumen
dapat menggunakan bukti pembayaran dan bukti
pembelian sebagai alat bukti di pengadilan.
Penyelesaian sengekta sendiri pada dasarnya dapat
dikualifikasikan menjadi penyelesaian sengketa secara
damai, yakni secara musyawarah mufakat dan
penyelesaian sengketa secara adversarial, yakni
penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga yang tidak
terlibat dalam sengketa (Rochani Urip Salami, Rahadi
Wasi Bintoro, 2013:127). Ada dua pola penyelesaian
sengketa yaitu (Ni Nyoman Anita Candrawati,
2013:178):
library.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id

1) The Binding Adjudicative Procedure


Prosedur penyelesaian sengketa yang di
dalam memutuskan perkara hakim mengikat
para pihak. Bentuk penyelesaian sengketa ini
dapat dibagi menjadi empat macam yaitu
litigasi; arbitrase; mediasi arbitrase; dan
hakim partikelir.
2) The Non Binding Adjudicative Procedure
Suatu proses penyelesaian sengketa yang di
dalam memutuskan perkara hakim atau
orang yang ditunjuk tidak mengikat para
pihak. Penyelesaian sengketa dengan cara ini
dibagi menjadi enam macam yaitu
konsiliasi; mediasi; mini trial; summary jury
trial; neutral expert fact-finding; early
expert neutral evaluation.
Upaya yang bisa dilakukan oleh pengguna uang
elektronik jika mengalami sengketa adalah upaya
litigasi. Proses penyelesaian sengketa melalui upaya
litigasi dilaksanakan melalui proses beracara
dipengadilan yang mana kewenangan mengatur dan
memutuskan perkara dilakukan oleh hakim. Litigasi
merupakan proses penyelesaian sengketa di pengadilan,
di mana semua pihak yang bersengketa saling
berhadapan satu sama lain untuk mempertahankan hak-
haknya di muka pengadilan. Hasil akhir dari suatu
penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah putusan
yang menyatakan win-lose solution (Nurnaningsih
Amriani, 2012: 35).
Kelebihan dari penyelesaian sengketa melalui upaya
litigasi ini adalah proses penyelesaian sengketa
library.uns.ac.id 49
digilib.uns.ac.id

dilakukan dengan formal dan teknis karena para pihak


harus datang ke pengadilan, berorientasi pada fakta-
fakta hukum yang ada selama persidangan berlangsung
dan keputusan bersifat final dan memaksa. Selanjutnya,
kekurangan dari penyelesaian sengketa melalui
pengadilan adalah prosedur dalam jalur litigasi ini
menghasilkan kesepakatan yang bersifat menang kalah,
cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam
penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal,
tidak responsif dan menimbulkan permusuhan diantara
para pihak yang bersengketa. Kondisi ini menyebabkan
masyarakat mencari alternatif lain yaitu penyelesaian
sengketa di luar proses peradilan formal. Penyelesaian
sengketa di luar proses peradilan formal ini lah yang
disebut dengan “Alternative Dispute Resolution” atau
ADR (Yahya Harahap, 2008: 234).
c. Upaya Non Litigasi atau Penyelesaian Sengketa di Luar
Pengadilan
Di balik semua pandangan dan kesan negatif
terhadap penyelesaian sengketa melalui litigasi,
lahirnya lembaga baru yang dapat memberikan jalan
tengah bagi penyelesaian sengketa (Slamet Suhartono,
2011:76). Upaya lain yang bisa dilakukan oleh
pengguna uang elektronik jika mengalami sengketa
adalah upaya non litigasi yang mana penyelesaian
sengketa dilakukan diluar pengadilan. Pasal 39 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menjelaskan bahwa
library.uns.ac.id 50
digilib.uns.ac.id

selain penyelesaian gugatan perdata, para pihak dapat


menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau lembaga
alternatif penyelesaian sengketa lainnya sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan. Penyelesaian sengketa
melalui upaya non litigasi dapat ditempuh melalui
Lembaga Swadaya Masyarakat, Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK), Direktorat Perlindungan
Konsumen Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan
secara kekeluargaan.
Kelebihan dari penyelesaian sengketa di luar
pengadilan adalah metode penyelesaian sengketa yang
fleksibel dan responsive bagi para pihak yang
bersengketa, keluwesan dalam menentukan pilihan-
pilihan atau alternatif yang dikehendaki para pihak, baik
metode penyelesaian, waktu dan tempat penyelesaian,
maupun pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing
pihak, lebih cepat dan tidak prosedural, tidak
menimbulkan permusuhan antara pihak yang
bersengketa, kerahasiaan para pihak terjaga, para pihak
bebas menentukan pilihan siapa yang menjadi pihak
ketiga sesuai dengan kriteria yang diinginkan (Slamet
Suhartono, 2011:77). Kelemahan dari penyelesaian
sengketa di luar pengadilan adalah biayanya yang relatif
mahal karena para pihak harus membiayai berbagai
keperluan untuk penyelesaian sengketa tersebut
sengketa (Rochani Urip Salami, Rahadi Wasi Bintoro,
2013:129).
Jenis penyelesian sengketa diluar pengadilan, yaitu
arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Arbitrase
berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
library.uns.ac.id 51
digilib.uns.ac.id

Pasal 1 ayat (1) adalah cara penyelesaian suatu sengketa


perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa. Alternatif penyelesaian
sengketa berdasarkan Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, atau penilaian ahli. Beberapa cara
penyelesian sengketa melalui alternatif penyelesian
masalah, yaitu:
1) Negosiasi ialah proses tawar-menawar untuk
mencapai kesepakatan dengan pihak lain
melalui proses interaksi, komunikasi yang
dinamis dengan tujuan untuk mendapatkan
penyelesaian atau jalan keluar dari
permasalahan yang sedang dihadapi oleh
kedua belah pihak (Susanti Adi Nugroho,
2009:21)
2) Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi
yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki
keahlian mengenai prosedur mediasi yang
efektif, dapat membantu dalam situasi
konflik untuk mengkoordinasikan aktivitas
mereka sehingga dapat lebih efektif dalam
proses tawar menawar (Nurnaningsih
Amriani, 2012: 28).
3) Konsiliasi merupakan lanjutan dari mediasi.
Mediator berubah fungsi menjadi
library.uns.ac.id 52
digilib.uns.ac.id

konsiliator. Dalam hal ini konsiliator


menjalankan fungsi yang lebih aktif dalam
mencari bentuk-bentuk penyelesaian
sengketa dan menawarkannya kepada para
pihak. Jika para pihak dapat menyetujui,
solusi yang dibuat konsiliator akan menjadi
resolution (Nurnaningsih Amriani, 2012:
34).
4) Penilaian Ahli merupakan cara penyelesaian
sengketa oleh para pihak dengan meminta
pendapat atau penilaian ahli terhadap
perselisihan yang sedang terjadi (Takdir
Rahmadi, 2011:19).
Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang
Elektronik dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Republik Indonesia Nomor 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol
Nontunai di Jalan Tol sudah dapat memberikan perlindungan bagi
pengguna uang elektronik dalam melakukan transaksi tol nontunai baik
secara preventif dan represif. Namun, Peraturan Bank Indonesia Nomor
20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik belum mengatur secara khusus
tentang penggunaan klausula baku yang mana dalam perjanjian antara
penerbit dan pengguna uang elektronik terdapat klausula baku sehingga
penting untuk diatur supaya kedudukan antara penerbit dan pengguna
sama dalam pengetahuan mengenai uang elektronik. Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Nontunai di Jalan Tol belum secara
spesifik mengatur tentang perlindungan bagi pengguna karena peraturan
ini berisi pasal-pasal yang bersifat prosedural belum bersifat teknis.
Peraturan ini juga belum mengatur tentang perlindungan hukum yang
represif seperti pemberian sanksi dan penerapannya.
library.uns.ac.id 53
digilib.uns.ac.id

Wujud perlindungan hukum pada dasarnya merupakan upaya


penegakan hukum. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
penegakan hukum adalah faktor hukumnya sendiri, faktor sarana atau
fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat yakni
dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan (Johanes Ibrahim,
2005:43). Perlindungan hukum merupakan upaya mempertahankan dan
memelihara kepercayaan masyarakat atau konsumen sebagai pengguna,
maka sudah seharusnya diberikan perlindungan hukum. Dengan demikian
guna menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kegiatan pembayaran
menggunakan uang elektronik, maka pemerintah harus berusaha
memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat (Ni Nyoman Anita
Candrawati, 2013:184).

B. Efektivitas Peraturan tentang Uang Elektronik dan Transaksi Tol


Nontunai Dalam Memberikan Perlindungan Hukum bagi
Penggunanya

Efektivitas hukum dapat diartikan dengan kemampuan hukum


untuk menciptakan atau melahirkan keadaan atau situasi seperti yang
dikehendaki atau diharapkan oleh hukum (Winarno Yudho &Heri
Tjandrasari, 1987:59). Suatu ketentuan dikatakan efektif apabila telah
mencapai tujuan yang diharapkan karena pada pokoknya hukum
menentukan peran apa yang sebaiknya dilakukan oleh para subjek hukum
sehingga hukum akan semakin efektif apabila peranan yang dijalankan
oleh para subjek hukum semakin mendekati apa yang telah ditentukan
dalam hukum (Yuandhi Tri Fauzi Syadali, 2012:7).
Membahas tentang efektif atau tidaknya peraturan yang mengatur
tentang uang elektronik saat digunakaan bertransaksi nontunai di jalan tol
yang dalam hal ini berkaitan dengan efektivitas pelaksaaan perlindungan
hukum bagi pengguna uang elektronik, Lawrence M. Friedman
berpendapat bahwa berhasil atau tidak berhasilnya suatu penegakan hukum
bergantung pada (Lawrence M.Friedman, 2009: 32):
library.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id

1. Substansi Hukum (Legal Substance)


Substansi hukum merupakan sistem substansial
yang dapat menentukan bisa atau tidaknya hukum
dilaksanakan. Substansi adalah produk yang dihasilkan oleh
orang yang berada dalam sistem hukum, berupa keputusan
yang dikeluarkan atau aturan baru yang disusun. Substansi
mencakup hukum yang hidup (living law), tidak hanya
aturan yang ada dalam undang-undang (law books).
Sebagai Negara yang menganut sistem civil law system atau
sistem eropa kontinental dikatakan hukum merupakan
peraturan yang tertulis sedangkan aturan yang tidak tertulis
tidak bisa dinyatakan sebagai hukum (Fajar Nurhardianto,
2015: 37). Lawrence M. Friedman berpendapat mengenai
substansi hukum, yaitu Substansi adalah aturan, norma, dan
pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem. Jadi
substansi hukum menyangkut peraturan perundang
undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang
mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat penegak
hukum.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018
tentang Uang Elektronik dan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Nontunai di Jalan
Tol sebagai produk hukum secara substansi sudah
menjamin perlindungan bagi pengguna. Hal tersebut
dikarenakan kedua peraturan tersebut sudah memuat pasal-
pasal yang berkaitan dengan upaya perlindungan bagi
penggunanya. Namun, pemberian perlindungan belum bisa
dikatakan maksimal karena Peraturan Bank Indonesia
Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik belum
mengatur mengenai klausula baku.
library.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id

Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018


tentang Uang Elektronik tidak mengatur mengenai klausula
baku yang mana pengaturan mengenai hal tersebut penting
karena klausula baku ada dalam perjanjian antara penerbit
dan pengguna yang mana ketika seseorang baru membeli
kartu e-toll maka akan mendapat syarat dan ketentuan
penggunaan dari kartu tersebut. Syarat dan ketentuan
penggunaan tersebut merupakan perjanjian antara penebit
dan pengguna kartu. Pengetahuan mengenai klausula baku
pada perjanjian baku antara penerbit dan pengguna uang
elektronik haruslah sama yang mana baik penebit maupun
pengguna mengetahui dan mengerti mengenai klausla yang
dicantumkan pada perjanjian.
Klausula baku berdasarkan Pasal 1 ayat (10)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen adalah setiap aturan atau
ketentuan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan terlebih
dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dalam
dituangkan suatu dokumen dan/atau perjanjian yang
mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen mengatur tentang klausula baku pada Pasal 18
berisi tentang ketentuan yang dilarang dalam pencantuman
klausula baku pada setiap dokumen/perjanjian bagi pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa, pelarangan
bagi pencantuman klausula baku oleh pelaku usaha yang
letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca
dengan jelas serta yang pengungkapannya sulit, klausula
baku dapat batal demi hukum apabila pelaku usaha
melanggar ketentuan pasal ini dan pelaku usaha wajib
library.uns.ac.id 56
digilib.uns.ac.id

menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan


undang-undang ini.
Klausula baku juga diatur pada Peraturan Bank
Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan
Konsumen Jasa Sistem Pembayaran pada Pasal 8 yang
berisi larangan bagi penyelenggara dalam membuat
perjanjian dengan konsumen mencantukan klausula baku
yang bersifat menyatakan pelepasan/pengalihan tanggung
jawab penyelenggara kepada konsumen, mengatur perihal
pembuktian atas hilangnya pemanfaatan jasa sistem
pembayaran yang digunakan oleh konsumen, memberi hak
kepada penyelenggara untuk mengurangi manfaat jasa
sistem pembayaran yang digunakan konsumen atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek
jual beli, menyatakan tunduknya konsumen kepada
peraturan penyelenggara yang berupa aturan baru,
tambahan atau lanjutan yang dibuat sepihak oleh
penyelenggara dalam masa konsumen memanfaatkan jasa
sistem pembayaran penyelenggara. Peraturan mengenai
klausula baku pada pasal ini lebih spesifik ditujukan untuk
sistem pembayaran yang mana uang elektronik termasuk
dalam sistem pembayaran, yakni alat pembayaran.
2. Struktur Hukum (Legal Structure)
Sistem struktural juga menjadi faktor penentu bisa
atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Hukum
tidak berjalan dengan baik apabila aparat penegak
hukumnya tidak kompeten. Sebagus apapun produk hukum
jika kinerja aparat penegak hukum tidak maksimal dalam
melaksanakan tugasnya maka keadilan tidak akan terwujud.
Maka dari itu, keberhasilan suatu penegakan hukum yaitu
berasal dari kinerja penegak hukum sehingga dapat
library.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id

dikatakan bahwa faktor penegak hukum memiliki peran


penting dalam menjalankan hukum. Substansi dan struktur
hukum memiliki keterkaitan yang erat, kalau peraturan
sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka
akan ada masalah. Sebaliknya , apabila peraturannya buruk
sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan
munculnya masalah masih ada.
Lawrence M. Friedman berpendapat mengenai
struktur hukum, yakni Struktur dari sistem hukum terdiri
atas unsur berikut, jumlah dan ukuran pengadilan,
yurisdiksinya (termasuk jenis kasus yang berwenang
mereka periksa) dan tata cara naik banding dari pengadilan
ke pengadilan lainnya. Struktur juga berarti bagaimana
badan legislatif ditata, apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh presiden, prosedur ada yang diikuti oleh
kepolisian dan sebagainya. Jadi struktur (legal struktur)
terdiri dari lembaga hukum yang ada untuk menjalankan
perangkat hukum yang ada. Struktur adalah pola yang
menunjukkan tentang bagaimana hukum dijalankan
menurut ketentuan-ketentuan formalnya. Struktur
menunjukkan bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan
badan serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan. Di
Indonesia misalnya jika berbicara tentang struktur sistem
hukum Indonesia, maka termasuk di dalamnya struktur
institusi-institusi penegakan hukum seperti kepolisian,
kejaksaan dan pengadilan (Achmad Ali, 2002 : 8).
Dari segi lembaga, suatu ketentuan hukum dapat
dikatakan efektif apabila tatanan lembaga-lembaga yang
terkait dengan ketentuan tersebut telah melakukan apa yang
menjadi hak dan kewajibannya (Yuandhi Tri Fauzi Syadali,
2012:10). Lembaga-lembaga yang terkait dengan Peraturan
library.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id

Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang


Elektronik dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Nontunai di Jalan
Tol adalah Bank Indonesia dan Badan Pengatur Jalan Tol
(BPJT).
Bank Indonesia pada Pasal 67 Peraturan Bank
Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik
dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) pada Pasal 12
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Republik Indonesia Nomor 16/PRT/M/2017 tentang
Transaksi Tol Nontunai di Jalan Tol yang mana kedua
lembaga tersebut mempunyai kewenangan untuk
melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan uang
elektronik dan transaksi tol nontunai. Namun, Pasal yang
terkait dengan penegakan hukum belum terdapat pada
kedua peraturan tersebut tetapi jika terjadi sengketa dapat
mengajukan gugatan perdata ke pengadilan ataupun melalui
penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan Pasal
38 dan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dalam penyelenggaraannya, apabila terjadi
permasalahan yang berkaitan dengan kartu, saldo maupun
top up isi ulang saldo uang elektronik, pengguna dapat
mengadukan masalah tersebut kepada merchant penerbit
uang elektronik yang dalam hal ini adalah bank maupun
non bank sedangkan apabila terjadi permasalahan pada saat
melakukan transaksi tol nontunai, pengguna dapat
library.uns.ac.id 59
digilib.uns.ac.id

mengadukan permasalahan tersebut pada Badan Usaha


Jalan Tol (BUJT) pada masing-masing jalan tol.
3. Budaya Hukum (Legal Culture)
Budaya hukum merupakan sikap manusia terhadap
hukum yang lahir melalui sistem kepercayaan, nilai,
pemikiran serta harapannya yang berkembang menjadi satu
di dalamnya. Budaya hukum menjadi suasana pemikiran
sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana
hukum itu dipergunakan, dihindari atau disalahgunakan.
Budaya hukum sangat erat kaitannya dengan kesadaran
hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum
masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik
dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum.
Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap
hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya
hukum. Jika masyarakat sadar akan peraturan tersebut dan
mau mematuhi maka masyarakat akan menjadi faktor
pendukung, jika sebaliknya masyarakat akan menjadi faktor
penghambat dalam penegakkan peraturan terkait. Faktor-
faktor yang menghambat efektivitas penegakan hukum
tidak hanya terletak pada sikap mental aparatur penegak
hukum (hakim, jaksa, polisi dan penasihat hukum) akan
tetapi juga terletak pada faktor sosialisasi hukum yang
sering diabaikan (Romli Atmasasmita, 2001: 55).
Lawrence M. Friedman berpendapat mengenai
budaya hukum, yaitu Kultur hukum menyangkut budaya
hukum yang merupakan sikap manusia (termasuk budaya
hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan
sistem hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum
untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan
sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa
library.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id

didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat


dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak
akan berjalan secara efektif.
Perkembangan uang elektronik dimulai sejak 1960,
yaitu pada saat perusahaan komputer raksasa IBM
bekerjasama dengan American Airlines menciptakan suatu
sistem yang disebut SABRE (Semi-Automatic Busines
Research Environment) yang memungkinkan kantor-kantor
American airlines untuk terhubung dengan jaringan telepon
untuk bisa mengecek jadwal keberangkatan dan
ketersediaan kursi secara ditigal. Tahun 1970-an bank di
Amerika dan Eropa telah menggunakan mainframe
komputer untuk melacak transaksi antar cabang dan bank
lain, sistem ini terbukti sukses melewati batasan
internasional pertukaran kurs dibutuhkan (S. Nuryanti
Hidayati, dkk, 2006:45). Pada Tahun 1983, sebuah research
paper yang dibuat oleh David Chaum memperkenalkan ide
uang digital. David Lee Chaum adalah seorang ilmuwan
komputer dan kriptografer yang menciptakan protocol
kriptografi dan menemukan digicash, perusahaan uang
digital. Digicash didirikan di Amsterdam untuk
mengkomersialkannya (Hetti Dahlia Purba, 2018:38). Pada
tahun 1997, justru perusahaan Coca-Cola yang pertama kali
menawarkan transaksi dari vending machine menggunakan
mobile payments, setelah itu barulah perusahaan layanan
uang elektronik yang terkenal hingga saat ini PayPal
muncul ke publik (Hetti Dahlia Purba, 2018:39).
Sejak tahun 1990-an hingga kini terdapat
kecenderungan masyarakat untuk menggunakan “uang
eloktronik” (electronic money), seperti internet banking,
debit cards, dan automatic teller machine (ATM) cards
library.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id

(Hidayati, dkk, 2006:4). Evolusi uang tidak berhenti di sini,


uang elektronik juga muncul dalam bentuk smart cards,
yaitu penggunaan chips pada sebuah kartu. Penggunaan
smart cards sangat praktis, yaitu dengan “mengisi” chips
dengan sejumlah uang tertentu yang dikehendaki, dan
selanjutnya menggunakannya untuk melakukan transaksi
(Hidayati, dkk, 2006:6). Uang elektronik popular di
Indonesia pada Tahun 2007 dan peraturan mengenai uang
elektronik baru ada pada Tahun 2009.
Mengingat kembali awal mula uang elektronik di
perkenalkan kepada masyarakat yang mana pada saat itu
program Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dan perbankan
membagikan 1,5 juta kartu e-toll secara gratis guna
mendukung program Gerbang Tol Otomatis (GTO) yang
diberlakukan secara serentak per tanggal 31 Okrober 2017.
Pada awal pengenalannya, uang elektronik tidak dikenakan
biaya isi ulang uang saldo, namun berjalan dengan
seiringnya waktu pengisian ulang uang elektonik di
kenakan biaya, tentu hal ini menjadi pro dan kontra di
masyarakat.
Jika melihat dari peraturan yang berlaku saat ini
yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018
tentang Uang Elektronik pada Pasal 52 ayat (1) mengatur
bahwa dalam penyelenggaraan uang elektronik, penerbit
dapat mengenakan biaya yang meliputi, biaya pembelian
media uang elektronik untuk penggunaan pertama kali atau
penggantian media uang elektronik yang rusak atau hilang,
biaya pengisian ulang (Top Up), biaya tarik tunai yang
dilakukan melalui pihak lain atau kanal pihak lain (off us)
dan biaya transaksi transfer dana antar-pengguna pada uang
elektronik dari penerbit yang berbeda dan pada Pasal 52
library.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id

ayat (2) Bank Indonesia berwenang menetapkan kebijakan


mengenai biaya yang dapat dikenakan oleh penerbit
berdasarkan pertimbangan tertentu.
Melihat peraturan lain, yakni Peraturan Bank
Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan
Konsumen Sistem Jasa Keuangan Pasal 2 huruf d mengatur
bahwa perlindungan konsumen yang diatur dalam peraturan
Bank Indonesia ini mencakup perlindungan konsumen
dalam kegiatan jasa sistem pembayaran meliputi kegaiatan
uang elektronik. Pasal 5 ayat (1) mengatur bahwa
penyelenggara wajib memberikan kesetaraan akses kepada
setiap konsumen. Pasal 6 mengatur bahwa dalam
memberikan jasa sistem pembayaran yang berdampak
adanya biaya bagi konsumen, penyelenggara wajib
memperoleh persetujuan secara tertulis terlebih dahulu dari
konsumen. Pasal 8 ayat (1) huruf d mengatur bahwa dalam
membuat perjanjian dengan konsumen, penyelenggara
dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada
setiap dokumen dan/atau perjanjian yang bersifat
menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan
penyelenggara yang berupa aturan baru, aturan tambahan,
aturan lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat
secara sepihak oleh Penyelenggara dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa Sistem Pembayaran dari Penyelenggara.
Jika melihat ketentuan pasal 5 ayat (1), Pasal 6 dan
Pasal 8 ayat (1) huruf d ini tentunya Pasal pada Peraturan
Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang
Elektronik betentangan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Sistem
Jasa Keuangan. Namun, berdasarkan asas lex specialis
derogate legi generalis maka Peraturan Bank Indonesia
library.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id

Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik lex


specialis dari Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Sistem
Jasa Keuangan sehingga Peraturan Bank Indonesia Nomor
20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik tetap ditaati dan
dilaksanakan. Membayar biaya isi ulang merupakan salah
satu tindakan masyarakat dalam menaati Peraturan Bank
Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik
yang mana dalam hal ini masyarakat menciptakan budaya
hukum yang baik.
Penggunaan uang elektronik sebagai alat
pembayaran pada Gerbang Tol Otomatis (GTO) oleh
masyarakat merupakan tindakan menaati Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol
Nontunai di Jalan Tol. Walaupun hal ini dilakukan bukan
dengan kerelaan dari masyarakat melainkan keterpaksaan
karena tidak adanya alternatif lain seperti yang di sebutkan
pada aturan yang mana pada Pasal 6 Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol
Nontunai di Jalan Tol. diatur bahwa penyelenggaraan
transaksi tol nontunai di jalan tol dilakukan dengan tahapan
penerapan transaksi tol nontunai sepenuhnya diseluruh
jalan tol per 31 Oktober 2017 dan penerapan transaksi yang
sepenuhnya menggunakan teknologi berbasis nirsentuh
pada 31 Desember 2018 serta pada saat penerapan transaksi
tol nontunai diberlakukan, seluruh ruas jalan tol tidak
menerima transaksi tunai.
Kebiasaan lain dari masyarakat yang terjadi saat
melakukan pembayaran tol nontunai dikarenakan minimnya
library.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id

tempat isi ulang di sekitar jalan tol adalah ketika saldo tidak
mencukupi untuk membayar, biasanya masyarakat akan
“membeli” saldo uang elektronik kendaran yang mengantri
dibelakangnya dengan meminjam kartu e-toll pengemudi
kendaraan dibelakangnya untuk membayar pada gerbang
tol otomatis yang kemudian menggantikannya dengan uang
tunai sejumlah harga pembayaran pada pintu tol tersebut.
Namun, hal ini terkadang dimanfaatkan oleh orang yang
tidak bertanggungjawab dengan tidak lagi membayarkan
saldo yang dipinjam dengan uang tunai melaikan langsung
pergi meninggalkan lokasi yang mana hal ini merupakan
tindakan yang bisa di kategorikan sebagai penipuan.
Peraturan yang mengatur tentang uang elektronik dan transaksi tol
nontunai sudah bisa di katakan efektif karena unsur substansi hukum,
struktur hukum dan budaya hukum sudah tepenuhi walaupun tidak
terpenuhi secara keseluruhan karena Peraturan Bank Indonesia Nomor
20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik dan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Nontunai di Jalan Tol tidak
mengatur beberapa hal secara spesifik.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan terhadap perlindungan hukum


bagi pengguna uang elektronik untuk bertransaksi nontunai di jalan tol,
maka penulis dapat memberikan dua kesimpulan atas dua rumusan
masalah yang ada didalam penulisan hukum ini, yaitu :
1. Bentuk perlindungan hukum baik secara preventif maupun represif
sudah diatur pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018
tentang Uang Elektronik. Upaya perlindungan hukum secara
preventif diatur pada pasal Pasal 43 yang mengatur tentang
penerapan prinsip perlindungan konsumen, Pasal 35 yang
mengatur tentang manajemen risiko dan pengawasan yang diatur
pada Pasal 67 hingga 73. Upaya perlindungan hukum secara
represif diatur pada Pasal 74 yang mengatur pelanggaran pada
pasal-pasal dalam peraturan ini dapat dikenakan sanksi
administratif dan Pasal 75 yang mengatur pertimbangan Bank
Indonesia dalam memberikan sanksi. Selanjutnya, Peraturan Bank
Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik belum
mengatur mengenai klausula baku yang mana pengaturan
mengenai hal tersebut penting, karena dalam perjanjian antara
penerbit dan pengguna terdapat klausula eksonerasi. Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Nontunai
di Jalan Tol hanya baru mengatur upaya perlindungan secara
preventif pada Pasal 12 yang mengatur tentang pengawasan dan
pengendalian sedangkan untuk upaya perlindungan secara represif
belum diatur karena peraturan ini mengatur prosedur pelaksanaan
dan belum mengatur mengenai teknis pelaksanaan seperti

65
library.uns.ac.id 66
digilib.uns.ac.id

perlindungan bagi pengguna kartu e-toll saat bertransaksi pada


jalan tol.
2. Bentuk perlindungan hukum dari peraturan yang mengatur tentang
uang elektronik dan transaksi tol notunai dalam memberikan
perlindungan bagi penggunanya jika di analisis dari substansi,
struktur dan budaya hukum sudah efektif memberikan
perlindungan bagi penggunanya, walaupun tidak terpenuhi secara
keseluruhan. Substansi hukum dari Peraturan Bank Indonesia
Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik dan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Tol Nontunai
di Jalan Tol sudah mengatur tentang perlindungan bagi pengguna
uang elektronik dalam melakukan transaksi tol nontunai. Struktur
hukum dari peraturan yang mengatur penggunaan uang elektronik
dalam melakukan transaksi tol nontunai diawasi oleh Bank
Indonesia dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dalam
penyelenggaraannya. Budaya hukum yang terjadi di masyarakat
terkait dengan penggunaan uang elektronik sebagai alat
pembayaran saat melewati jalan tol dapat diterima masyarakat.
Masyarakat beralih menggunakan uang elektronik karena tidak
adanya alternatif lain untuk pembayaran jalan tol selain dengan
menggunakan kartu e-toll.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pada bagian akhir dari


penulisan hukum ini, penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Bank Indonesia dan juga Kementerian Pekerjaan Umum dan


Perumahan Rakyat Republik Indonesia perlu meningkatkan
pengawasan terhadap penyelenggaraan uang elektronik khususnya
saat bertransaksi di jalan tol guna menjamin pelaksanaan
library.uns.ac.id 67
digilib.uns.ac.id

perlindungan hukum bagi pengguna uang elektronik sehingga


dapat terwujud Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) seperti yang
diharapkan. Selain itu, pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Transaksi Tol
Nontunai di Jalan Tol diharapkan mengatur mengenai teknis
pelaksanaan transaksi tol nontunai seperti perlindungan bagi
pengguna kartu e-toll saat bertransaksi di gerbang tol otomasi
(GTO).
2. Bank Indonesia dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Republik Indonesia perlu membuat alternatif pembayaran
jalan tol dengan cara tetap menyediakan gerbang tol untuk
melakukan pembayaran tunai. Hal ini guna meminimalisir antrian
keluar pintu tol yang disebabkan oleh pengguna yang kehabisan
saldo uang elektronik maupun mengalami kerusakan kartu yang
mengakibatkan gagal bayar. Selain itu, Bank Indonesia dan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia perlu melakukan lebih banyak sosialisasi dengan
menggunakan media sosial maupun media massa seperti membuat
iklan layanan masyarakat mengenai penggunaan dan peraturan
uang elektronik khususnya saat bertransaksi dijalan tol agar
pengetahuan dalam penyelenggaraan uang elektronik antara
penerbit dan pengguna diharapkan nantinya akan seimbang,
sehingga masyarakat diharapkan dapat memahami dan mematuhi
peraturan yang telah ada dan peraturan ini akan menjadi lebih
efektif dalam pelaksanaanya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal dan Publikasi Ilmiah:

David Ramos, Javier Solana, dkk. 2016. “Protecting Mobile Money Customer
Funds in Civil Law Jurisdictions”. International and Comparative Law
Quarterly,Volume 65, Juli: 705-739.

Dwi Wulandari. 2016. “Analysis of the Use of Electronic Money in Efforts to


Support the Less Cash Society”. International Finance and Banking,
Volume 3 Nomor 1: 1-10.

Fajar Nurhardianto. 2015. “Sistem Hukum dan Posisi Hukum Indonesia”. Jurnal
TAPIs, Volume 11 Nomor 1, Januari-Juni: 34-45.

Fariba Dehghan. 2015. “E-Money Regulation for Consumer Protection”.


International Journal of Law and Management, Volume 5 Nomor 6:610-
620.

Gonenc Gurkaynak, Ilay Yilmaz. 2015. “Regulating Payment Service and


Electronic Money: A Comparative Regulatory Approach with A Spesific
Focus on Turkish Legislation”. Computer Law & Security Review, Nomor
31:401-411.

Haikal Ramadhan. 2016. “Perlindungan Hukum terhadap Pengguna Uang


Elektronik dalam Melakukan Transaksi ditinjau dari Peraturan Bank
Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik (E-Money)”.
Diponogoro Law Review, Volume 5 Nomor 2:1-18.

Indu Niranjan, A. S. Saravanan, dkk. 2016. “Consumer Perceptions in Adopting


E-Money in Developed Markets”. International Journal of Academic
Research, Volume 4 Issue 4:246-270.

Johannes Ibrahim. 2005. “Dilematis Penerapan Undang-Undang Nomor 24 Tahun


2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan antara Perlindungan Hukum
dan Kejahatan Perbankan”. Jurnal Hukum Bisnis, Volume 24 Nomor 1.

Michel Andrieu. 2001. “The Future of E-Money: Main Trends and Driving
Forces”. Foresight,Volume 3 Issue: 5: 429-451.
Mintarsih. 2013. “Perlindungan Konsumen Pemegang Uang Elektronik (E-
Money) Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen”. Jurnal Wawasan Hukum, Volume 29
Nomor 02, September:896-907.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Mohamad Al-Laham, Haroon Al-Tarawneh & Najwan Abdallat. 2009.


“Development of Electronic Money and Its Impact on the Central Bank
Role and Monetary Policy”. Issues in Informing Science and Information
Technology Journal, Volume 6:340-349.

Nobuhiko Sugiura. 2008. “Electronic Money and The Law: Legal Realities and
Future Challenges”. Pasific Rim Law & Policy Journal Association”,
Volume 18 Nomor 3, August:512-524.

Pranoto & Sekar Salma S. 2018. “Eksistensi Kartu Kredit dengan adanya
Electronic Money (E-Money) sebagai Alat Pembayaran yang Sah”. Private
Law, Volume 6 Nomor 1: 24-33.

Rachmadi Usman. 2017. “Karateristik Uang Elektronik”. Yuridika, Volume 32


Nomor 1, Januari:134-166.

Randall, W. Sifers. 1997. “Regulating Electronic Money in Small-Value Payment


System:Telecommunication Law as a Regulatory Model”. Federal
Communications Law Journal, Volume 49 Issue 3 Article 7: 701-729.

Richo Fernando Sitorus. 2018. “Perlindungan Hukum Pemegang Kartu Uang


Elektronik ketika Hilang”. Jurnal Novum, Volume 3 Nomor 1:1-6.

Rochani Urip Salami & Rahadi Wasi Bintoro. 2013. “Alternatif Penyelesaian
Sengketa dalam Sengketa Transaksti Elektronik (E-Commerce)”. Jurnal
Dinamika Hukum, Volume 13 Nomor 1, Januari: 124-135.

Slamet Suhartono. 2011. “Penggunaan Alternatief Dispute Resolution Dalam


Penyeselasian Sengketa antara Masyarakat dengan Pemerintah (Wacana
Mewujudkan Penyelesaian Sengketa yang Seimbang)”. Jurnal Ilmu
Hukum, Volume 7 Nomor 14, Agustus: 72-84.

Winarno Yudho & Heri Tjandrasari. 1987. “Efektivitas Hukum dalam


Masyarakat”. Jurnal Hukum dan Pembangunan, Volume 17 Nomor 1,
Februari: 57-63.

Yuandhi Tri Fauzi Syadali. 2012. “Efektifitas Perlindungan Hukum Merek


Dagadu Djokdja terhadap Persamaan Pada Pokoknya atau Keseluruhannya
(Studi Implementasi Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011
tentang Merek di PT. Aseli Dagadu Djokdja)”. Jurnal Hukum, Sarjana
Ilmu Hukum, September: 1-14.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Buku:

Achmad Ali. 2002. Menguak Tabir Hukum. Jakarta: PT.Gunung Agung.

Hidayati, dkk. 2006. Kajian Operasional E-Money. Jakarta: Bank Indonesia.


John Pieris & Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan
Konsumen terhadap Produk Pangan Kedaluwarsa. Jakarta: Pelangi
Cendikia.

Lawrence M.Friedman 2009. Sistem Hukum : Prespektif Ilmu Sosial (The Legal
System A Social Science Perspective. Bandung: Nusamedia.
Mukti Fajar. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurnaningsih Amriani. 2012. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa di


Pengadilan. Jakarta: Grafindo Persada.

Phillipus. M. Hadjon. 1987. Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia.


Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Romli Atmasasmita. 2001. Reformasi Hukum Hak Asasi Manusia & Penegakkan
Hukum. Bandung: Mandar Maju.

S. Nuryanti Hidayati, dkk. 2006. Operasional E-Money. Jakarta: Bank Indonesia.

Satjipto Raharjo. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Soemitro & Ronny Hanitijo. 1988. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri.
Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Soerjono Soekanto & Abdullah Mustafa. 1982. Sosiologi Hukum dalam


Masyarakat. Jakarta: CV.Rajawali.

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji. 2015. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.

Sudikno Mertokusumo. 2009. Penemuan Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.


Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: CV
Alfabeta.

_______. 2013. Metode Penelitian Kuantitaf, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV


Alfabeta.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Susanti Adi Nugroho. 2009. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Jakarta:


Prenada Media.
Takdir Rahmadi. 2011. Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan
Mufakat. Jakarta: Rajawali Pers.

Wahyu Sasongko. 2007. Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan


Konsumen. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Yahya Harahap. 2009. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,


Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.

Yudha Bhakti Ardhiwisastra. 2008. Penafsiran dan Konstruksi Hukum. Bandung:


P.T Alumni.

Skripsi dan Tesis:


Herberth Sefnat Dadiara. 2016. “Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Uang
Elektronik (E-Money) dalam Transaksi Elektronik”. Skripsi pada Fakultas
Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Hetti Dahlia Purba. 2018. “Analisis Yuridis terhadap Kewajiban Penggunaan


Electronic Money untuk Jasa Tol berdasarkan Undang-Undang tentang
Perlindungan Konsumen”. Skripsi pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Medan.

Himawan Dayi. 2018. “Perlindungan Hukum bagi Pemegang Uang Elektronik


ditinjau dari POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan (studi tentang klaim ganti-rugi kartu
rusak)”. Skripsi pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta.

Ni Nyoman Anita Candrawati. 2013. “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Uang


Elektronik dalam Melakukan Transaksi E-money”. Tesis pada Program
Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar.

Riyo Wanta Ginting. 2018. “Aspek Hukum Kebijakan Kewajiban Pengguna E-


Money dalam Penggunaan Layanan Jalan Tol berdasarkan Undang-
Undang tentang Mata Uang”. Skripsi pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Medan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Internet:

BI.go.id. (2017, Desember). Statistik Sitem Pembayaran Uang Elektronik.


https://www.bi.go.id/en/statistik/sistem-pembayaran/uang-
elektronik/Contents/Jumlah%20Uang%20Elektronik.aspx diakses pada 3
Oktober 2018, Pukul 20.05 WIB.

tesishukum.com. (2014, April 13). Pengertian Perlindungan Hukum Menurut


Para Ahli. http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-
menurut-para-ahli/ diakses pada 25 September 2018, Pukul 21.25 WIB.

Anda mungkin juga menyukai