OLEH :
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS HUKUM
BAGIAN HUKUM KEPIDANAAN
MAKASSAR
2011
HALAMAN JUDUL
OLEH :
SKRIPSI
pada
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
v
KATA PENGANTAR
merampungkan skripsi ini sebagai salah satu syarat tugas akhir pada jenjang
kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, segala masukan dalam bentuk
kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa penulis harapkan demi
yang tak terhingga kepada keluargaku tercinta, yaitu kedua orang tua penulis,
kesabaran dan kasih sayang dari kecil hingga saat ini. Kepada saudara-
kasih atas petuahnya yang Insya Allah akan berguna bagiku di kemudian
vi
hari untuk menghadapi berbagai aral rintangan hidup ke depannya. Dan
terima kasi pula kepada Syahrifilani yang selalu setia menemani penulis baik
suka dan duka, mendengarkan keluh kesah penulis, dan membantu serta
Hasanuddin.
3. Ketua Bagian dan Sekretaris Bagian Hukum Pidana dan para dosen di
Universitas Hasanuddin.
5. Bapak Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H., Ibu Dara Indrawati, S.H., M.H.
dan Bapak Abd Asis, S.H., M.H., selaku Tim Penguji, terima kasih atas
skripsi ini.
vii
6. Bapak Ismail Alrip, S.H, M.H. Sebagai Penasehat Akademik, yang
9. Terima kasih sebesar-besar nya buat pihak Keluarga besarku yang telah
baik dalam suka maupun duka yakni A.Iful, Didi,Ian, Mughi, Rusman,
Kadir, Ronald, A.Fian, Fira, Lani, Ulhy, Triska, Dhera serta yang lainnya
12. Bang Azgar, Pak Baso, serta Pak Buhari yang telah banyak membantu
penulis.
viii
13. Terima kasih pula penulis hanturkan kepada Ikhe’ yang beberapa tahun
telah diberikan dengan segala limpahan Rahmat dan HidayahNya. Akhir kata,
ix
DAFTAR ISI
x
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi Double Track System dalam Pemidanaan
menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak ............................................................... 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 76
B. Saran ................................................................................ 76
DAFTAR PUSTAKA
xi
DAFTAR TABEL
xii
BAB I
PENDAHULUAN
Karena itu, tidak mengherankan bila van der Hoeven seorang Guru Besar
dari hak memidana dan juga sebab apa kita memidana (Muladi,1997:19).
dilakukan oleh para ahli hukum pidana. Stelsel sanksi adalah bagian dari
lepas pula dari format politik bangsa yang bersangkutan. Sanksi yang
harus dipandang sebagai salah satu unsur yang esensial, bila kita melihat
1
hukum sebagai kaidah. Hampir semua juris yang berpandangan
tetapi juga tindakan tata tertib yang secara relatif lebih bermuatan
pendidikan.
tentang sanksi pidana dan sanksi tindakan tidak terlepas dari keinginan
2
Membicarakan perlindungan hukum bagi anak dalam proses
peradilan tidak dapat dilepaskan dari apa sebenarnya tujuan atau dasar
pemikiran dari peradilan anak (juvenile justice) itu sendiri. Tujuan dan
dasar pemikiran dari peradilan anak jelas tidak dapat dilepaskan dari
The juvenile justice system shall emphasize the well being of the
juvenile and shall ensure that any reaction to juvenile offenders
shall always be in proportion to the circumstances of both the
offender and the offence.
disebutkan, bahwa Rule 5.1 ini menunjuk pada dua tujuan atau sasaran
juvenile).
Peradilan Anak. Hal ini tentunya akan sangat berhubungan erat dengan
hakim.
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
system.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Kedua. Aliran modern yang lahir pada abad XIX pada prinsipnya
istilah pidana, menurut aliran modern ini harus tetap diorientasikan pada
keadilan sosial berdasarkan hukum, tidak realistis dan bahkan tidak adil.
pidana dan sanksi tindakan inilah yang merupakan hakikat asasi atau ide
8
Double track system adalah kedua-duanya, yakni sanksi pidana
tidak sepenuhnya memakai satu diantara dua jenis sanksi itu. Sistem dua
jalur ini menempatkan dua jenis sanksi tersebut dalam kedudukan yang
apapun kita bergerak kearah rehabilitasi sebagai tujuan total, tetap saja
kualitas sosial dan moral seseorang agar dapat berintegrasi lagi dalam
9
pendekatannya melalui treatment telah mengundang tirani individu dan
diakomodasi dalam sistem sanksi hukum pidana. Hal inilah yang menjadi
bahwa suatu teori pemidanaan yang secara moral dapat diterima, harus
tapi tetap dalam kaitan dengan totalitas sistem hukum. Dapat saja dalam
satu perkara dimensi retributif lebih dominan, tapi pada perkara lain
pemidanaan.
10
B. Pemidanaan Anak
dan terletak pada terjadinya kejahatan itu sendiri. Teori ini mencari
irrasional.
2003:600).
11
Karl O, Cristiansen (Sholehuddin, 2003:35) mengidentifikasi
kita”.
13
orang-orang lain yang simpati kepadanya, sedangkan penebusan
yang paling sempit. Selain itu, beratnya sanksi tidak boleh melebihi
umum sekalipun.
disebut dengan istilah just desert theory oleh para pakar kriminologi
di Amerika Serikat.
terhadap korbannya.
b. Teori Relatif
masyarakat.
tujuan yang bersifat publik dan tujuan yang bersifat jangka panjang.
15
deterrence yang bersifat jangka panjang atau long term deterrence
16
ada pada suatu tindakan, merupakan kriteria satu-satunya bagi
pembenarannya.
dalam masyarakat. Karena itu, teori ini disebut juga sebagai teori
konsekuensialisme.
kejahatan, tetapi lebih dari itu pidana mempunyai tujuan lain yang
maka teori relatif sering juga disebut sebagai teori tujuan (utilitarian
theory).
yakni:
dalam masyarakat.
18
Pengaruh itu dianggap bisa sangat berdaya-hasil bila
melakukan lain.
dan sebagainya.
Bentuk ketiga teori tujuan ini merupakan bagian dari doktrin bahwa
20
Reduktivis akan menyetujui tindakan-tindakan social hygiene
reformative influence.
21
dan menghendaki individualisasi dari pidana, artinya dalam
catatan bahwa tujuan manakah yang merupakan titik berat, hal itu
sifatnya kasuistis.
23
Berlandaskan hasil pengkajian terhadap ketiga teori tujuan
c. Teori Gabungan
satu sama lain, biasanya ada satu pendapat ketiga yang berada di
24
Vos berpendapat (Poernomo, 1992:31) bahwa di dalam teori
dengan pidana dan tindakan bagi anak. Dengan demikian, tidak akan
menyatakan bahwa :
atau anak negara. Disebut anak pidana yaitu anak yang berdasarkan
Pasal 22 – 32, yang dapat berupa sanksi pidana atau sanksi tindakan.
26
Apabila diperinci lagi, pidana tersebut bersifat pidana pokok dan
pidana tambahan.
a. Pidana penjara;
b. Pidana kurungan;
c. Pidana denda; dan
d. Pidana Pengawasan
rumah tangga orang tua, wali, atau orang tua asuh, hubungan antara
27
1. Pidana Pokok
28
Apabila diperinci dari ketentuan Pasal 26, 29 Undang-
berupa :
undang lainnya.
29
3) Bila anak nakal tersebut melakukan tindak pidana yang tidak
asuh.
(tiga) tahun.
pidana bersyarat.
c. Pidana Denda
Rp. 250,00 dan batas umum denda paling tinggi yang diancam
lainnya.
dirinya.
d. Pidana Pengawasan
kemasyarakatan.
2. Pidana Tambahan
35
3) Barang tersebut diperoleh anak karena melakukan tindak
dan tata cara pembayaran ganti rugi diatur lanjut lebih dengan
3. Tindakan
berupa :
hakim berpendapat bahwa orang tua, wali, atau orang tua asuh
37
c. Menyerahkan kepada departemen sosial, atau organisasi sosial
tidak langsung melalui orang tua, wali, atau orang tua asuhnya,
38
agar anak tersebut tidak mengulangi perbuatan yang
lapangan agar tidak terjadi salah tangkap, salah tahan, salah tuntut
apabila belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak
39
adalah orang laki-laki atau perempuan berumur 14 (empat belas)
tahun ke bawah.
Anak Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa anak adalah seorang yang
orang yang dalam perkara anak nakal mencapai umur 8 tahun tetapi
40
Dengan demikian dapat dipahami bahwa apabila umur
orang dewasa.
41
b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang
bagi anak baik menurut peraturan perundang-undangan
maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan
berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
anak.
42
c. Yang sering meninggalkan rumah, tanpa ijin/sepengetahuan
orang tua/wali/pengasuh.
d. Yang bergaul dengan penjahat-penjahat atau orang-orang
yang tidak bermoral, sedang anak itu mengetahui hal itu.
e. Yang kerap kali mengunjungi tempat-tempat yang terlarang
bagi anak-anak.
f. Yang seringkali menggunakan kata-kata kotor.
g. Yang melakukan perbuatan yang mempunyai akibat yang
tidak baik bagi perkembangan pribadi, sosial, rohani dan
jasmani anak itu.
dimaksud dengan anak nakal adalah anak yang memenuhi salah satu
hukum.
43
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 secara
(1) Batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke sidang anak
adalah sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapai
umur 18 tahun dan belum pernah kawin.
(2) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur
sebagaimana dimaksud dalam ayat (l) dan diajukan ke
sidang pengadilan, setelah anak yang bersangkutan
melampaui batas umur tersebut tetapi belum mencapai umur
21 tahun, tetap diajukan ke sidang anak.
seorang anak dapat diajukan ke dalam sidang anak dalam batas umur
yang diduga dilakukan anak dalam batas 8 tahun s/d 18 tahun. Sidang
anak dapat digelar saat anak berumur 18 tahun s/d sebelum 21 hanya
tahun.
asuhnya jika penyidik berpendapat orang tua, wali atau orang tua asuh
dipandang orang tua, wali atau orang tua asuhnya tidak dapat
membina.
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini
45
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
melakukan penyidikan.
46
Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
1) Penangkapan
2) Penahanan
Tahun 1997 Pasal 44 ayat (2) dan (3) dijelaskan bahwa, masa
48
Selanjutnya bahwa dalam jangka waktu 30 hari, penyidik
3) Pemeriksaan
penuntut umum.
peraturan umumnya.
51
tugas selanjutnya dibebankan kepada Jaksa Penuntut yang sering
Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung atau
52
dakwaan harus memenuhi syarat formil dan syarat materil. Syarat
itu dilakukan.
berikut :
kemasyarakatan.
55
Menurut Pasal 57 ayat (2) Undang-undang Pengadilan Anak,
56
narapidana. Namun lebih lanjut Undang-undang Pemasyarakatan
dewasa.
57
Dalam Undang-undang Pemasyarakatan dikenal ada 3
adalah :
a. Anak pidana
b. Anak negara
c. Anak sipil
58
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
59
Watampone. Penelitian lapangan dalam penelitian ini diarahkan pada
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dan bersumber dari kajian-
sebagai berikut :
60
wawancara yang bersifat terbuka, dalam arti bahwa peneliti bebas
Watampone.
penerapan sanksi pidana dan sanksi tindakan bagi terdakwa anak, dan
61
BAB IV
kebijakan yudikatif.
menyatakan :
62
Sesuai dengan politik hukum pidana, maka tujuan pemidanaan,
(dapat dibaca : “tujuan penegakan hukum pidana”) harus diarahkan
kepada perlindungan masyarakat dari kejahatan serta
keseimbangan dan keselarasan hidup dalam masyarakat dengan
memperhatikan kepentingan-kepentingan masyarakat/Negara,
korban, dan pelaku.
kesadaran jiwa yang positif dan konstruktif pada diri si pelanggar hukum;
dan bersifat keadilan dalam arti dirasakan adil, baik oleh si pelaku
63
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak belum berjalan maksimal.
2009 2010
P T P T
12 - 14 2
Frekuensi 12 0 14 2
Jumlah (N) 12 16
Persentase 100 % 0% 89% 11%
Sumber data : Pengadilan Negeri Watampone 2010
Keterangan :
P = Sanksi Pidana
T = Sanksi Tindakan
hakim yang menerapkan sanksi pidana adalah sebesar 100 persen dari
dan nol persen untuk sanksi tindakan. Sedangkan untuk tahun 2010,
jenis kejahatan serta jenis sanksi yang diterapkan bagi terdakwa anak.
64
Tabel 2 : Jenis Kejahatan dan Jenis Sanksi yang Diterapkan bagi
Terdakwa Anak oleh Pengadilan Negeri Watampone Tahun
2009
Umur
Tahun Putusan Jenis Kejahatan
Terdakwa
11 Th 1 Bln 363 (pencurian)
12 Th 2 Bln 15 Hari 362 (pencurian)
12 Th 3 Bln 362 (pencurian)
12 Th 3 Bln 362 (pencurian)
12 Th 2 Bln 15 Hari 362 (pencurian)
13 Th 2 Bln 363 (1),53 (c) (pencurian)
2009
14 Th 3 Bln 15 Hari 363 (1)(pencurian)
14 Th 6 Bln 290 (cabul)
14 Th 5 Bln 351 (1),170 (1)(bersama mel.Kejahatan)
14 Th 5 Bln 363 (1) (pencurian)
14 Th 4 Bln 363 (1) (pencurian)
14 Tahun 4 Bln 363 (1) (pencurian)
Sumber data : Pengadilan Negeri Watampone 2010
kurungan. Untuk jenis kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa anak untuk
tahun 2009 jenis kejahatan yang paling sering dilakukan adalah pencurian
kasus.
65
dengan jelas pada Pasal 26 ayat (4) mengenai sanksi yang mesti
66
14 kasus, sanksi tindakan 2 kasus. Untuk jenis kejahatan yang dilakukan
oleh terdakwa anak untuk tahun 2010 jenis kejahatan pencurian yang
prinsip double track system, walaupun hal yang sama tetap terjadi dari
Anak, mengenai sanksi yang mesti diterapkan bagi anak yang belum
tahun tetapi kalau dilihat dari fisik anak, malah kelihatan melebihi dari
umur sebenarnya.
dikenakan pidana kepada anak yang dikualifikasi sebagai anak nakal itu
sendiri, walaupun kita tidak terlalu setuju dengan istilah itu, adalah anak
yang melakukan tindak pidana. Jadi tindak pidana itu dirumuskan baik itu
68
perbuatan-perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana, walaupun tadi
sudah kita diskusikan dengan cukup panjang lebar bahwa yang patut
untuk dibawa ke sidang anak adalah pidana anak, bukan kenakalan anak.
hal ini Dinas Sosial. Namun fakta menunjukkan bahwa hakim justru lebih
pidana merupakan hal yang serius dan perlu mendapat tindak lanjut. Hal
tersebut bukan saja hanya tanggung jawab dari keluarga dan masyarakat,
dapat berperan serta secara aktif dalam proses rehabilitasi si anak pada
terdakwa anak.
anak.
rumah tangga orang tua, wali, atau orang tua asuh, hubungan antara
Pengadilan Anak.
72
pembinaan bagi anak yang dikenakan sanksi tindakan.
(Wawancara tanggal 7 Maret 2011).
tentang Pengadilan Anak disebutkan dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2)
yang berbunyi :
(1) Anak Nakal yang oleh hakim diputus untuk diserahkan kepada
negara ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak sebagai
Anak Negara.
(2) Demi kepentingan anak, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak
dapat mengajukan izin kepada Menteri Kehakiman agar Anak
Negara sebagaimana dimaksud dalam angka (1) ditempatkan di
Lembaga Pendidikan Anak yang diselenggarakan oleh pemerintah
atau swasta.
anak.
73
Pasal 18 ayat (1) berbunyi : “Anak Pidana ditempatkan di
74
untuk lebih menggali nilai, meskipun tidak diatur secara jelas dalam
memberikan batasan yang jelas antara dua hal tersebut yang pada
anak negara.
75
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
system. Ini terlihat dari putusan yang diterapkan bagi terdakwa anak,
B. Saran
77
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali. 1996. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan
Sosiologis). Chandra Pratama, Jakarta.
Barda Nawawi Arief. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung.
Jan Remmelink. 2003. Hukum Pidana (Komentar atas Pasal-pasal Terpenting dari
KUHP Belanda dan Padanannya dalam KUHP Indonesia). Gramedia Pustaka
Indonesia, Jakarta.
78
Maulana Hasan Wadong. 2000. Pengantar Advokasi Dan Hukum
Perlindungan Anak. PT. Grasindo, Jakarta.
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1992. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana.
Alumni, Bandung.
Sholehuddin. 2003. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana (Ide Dasar Double
Track System dan Implementasinya. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Yong Ohoitimur. 1997. Teori Etika Tentang Hukuman Legal. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Perundang-Undangan:
79
80