FAKULTAS HUKUM
SKRIPSI
Oleh:
Muhammad
Iqbal B1A019298
BENGKUL
U 2024
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang melimpahkan rahmat
Penyelesaian skripsi ini, tentunya tidak luput dari bantuan dan dukungan
yang diberikan oleh banyak pihak. Oleh karena itu, peneliti sampaikan rasa terima
Universitas Bengkulu.
2. Ibu Susi Ramadhani, S.H., M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Pidana
perkuliahan peneliti.
4. Ibu Lidia Br. Karo, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi
6. Bapak Prof. Dr. Herlambang, S.H., M.H, selaku dosen penguji skripsi
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
1. Allah Swt. Tuhan alam semesta, zat yang maha baik, terima kasih atas
kami.
sesuai kedudukannya.
2. Kedua Orang tua tercinta, terima kasih Bapak Mugiharto (Alm) yang
hasil atas usahanya, Allah lebih tau mana yang terbaik, aku yakin kau
vii
adalah do’a seorang ibu kepada anaknya. Terima kasih kepada Mbah
alasan ku untuk berusaha. Terima Kasih kedua adikku, Intan Triana dan
Carissa Alvina Zahira atas do’a dan dukungannya. Terima Kasih juga
kepada Mbak Annisa Rizky dan Cierra Ailee yang telah memberi
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN SKRIPSI....................................iv
KATA PENGANTAR.........................................................................................v
DAFTAR ISI........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL................................................................................................xi
ABSTRAK............................................................................................................xii
ABSTRACT........................................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Identifikasi Masalah...........................................................................6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.........................................................7
D. Kerangka Pemikiran..........................................................................7
E. Keaslian Penelitian..............................................................................13
F. Metode Penelitian................................................................................14
BAB V PENUTUP.............................................................................................74
A. Kesimpulan..........................................................................................74
B. Saran....................................................................................................75
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................76
x
DAFTAR TABEL
xi
ABSTRAK
Lie Detector merupakan salah satu alat bantu dalam pembuktian tindak
pidana yang merupakan hasil dari pengembangan dan pendalaman dari metode
pendekatan penyidikan dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu, atau yang lebih
dikenal dengan scientific investigation. Penggunaan alat bantu Lie Detector pada
proses beracara pidana di Indonesia masih menjadi topik yang kontroversial
karena belum adanya aturan yang mengatur secara eksplisit. Berbeda dengan
Amerika Serikat yang telah memiliki aturan secara detail mengenai penggunaan
Lie Detector, baik pada undang-undang federal maupun undang-undang negara
bagian. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perbedaan
pengaturan mengenai penggunaan Lie Detector antara Indonesia dan Amerika
Serikat, serta bagaimana seharusnya ketentuan mengenai Lie Detector dalam
proses pembuktian pidana di Indonesia di masa depan. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau
kepustakaan. Penulisan ini menggunakan metode pendekatan undang-undang
(statue approach), serta metode pendekatan komparatif (comparative approach).
Di Indonesia hasil tes Lie Detector dikategorikan sebagai barang bukti menjadi
alat bukti agar bisa menjadi bukti sah yang diterima di pengadilan. Berbeda
dengan Indonesia, Amerika Serikat sudah secara eksplisit mengatur mengenai
detail penggunaan Lie Detector, baik pada Undang-Undang federal maupun
Undang-Undang negara bagian.
Kata Kunci: Lie Detector, Polygraph, Alat Bukti
xii
ABSTRACT
Lie Detector is one of the assistive tools in proving criminal acts which is
the result of the development and deepening of investigative approach methods
involving various scientific disciplines, or what is better known as scientific
investigation. Use of assistive devices Lie Detector The criminal procedure
process in Indonesia is still a controversial topic because there are no regulations
that explicitly regulate it. This is different from the United States which has
detailed regulations regarding use Lie Detector, both in federal law and state law.
The aim of this research is to find out how different settings regarding use are Lie
Detector between Indonesia and the United States, as well as what the provisions
regarding Lie Detector in the criminal evidence process in Indonesia in the future.
The type of research used in this research is normative legal research or
literature. This writing uses the statutory approach method (statue approach), as
well as the comparative approach method (comparative approach). In Indonesia
test results Lie Detector categorized as evidence becomes evidence so that it can
become valid evidence that is accepted in court. In contrast to Indonesia, the
United States has explicitly regulated the details of use Lie Detector, both in
federal law and state law.
Keywords: Lie Detector, Polygraph, Evidence
xiii
BAB I
PENDAHULUA
A. Latar Belakang
topik yang sangat luas dan menjadi objek yang mengalami kemajuan yang
teknologi. Scientific Investigation adalah salah satu metode ilmiah yang dihasilkan
penyidikan tindak pidana tersebut. “Salah satu yang berperan adalah ilmu
perkara pidana. Adapun ilmu bantu yang digunakan untuk mempermudah proses
pembuktian perkara pidana yaitu Ilmu Psikologi dan Psikiatri, Ilmu Kriminalistik,
PCR (Polymerase Chain Reaction).2 Salah satu alat yang dihasilkan dari
pendalaman dan
1
Riza Sativa, “Scientific Investigation dalam Penyidikan Tindak Pidana Pembunuhan”,
Jurnal Ilmu Kepolisian, Vol. 15 No. 1 April 2021, hal. 59.
2
I Ketut Sudjana. Buku Ajar Hukum Acara Pidana Dan Praktek Peradilan Pidana.
Denpasar: Fakultas Hukum Universitas Udayana Pers, Bali, 2016, hal, 10-11.
1
2
pengembangan ilmu bantu yaitu alat uji kebohongan, atau yang lebih dikenal
ialah karena pelaku suatu tindak kejahatan seringkali tidak mengakui kejahatan
yang telah dilakukannya”.3 Kemudian muncul sebuah alat yang bernama Lie
Detector. Dikutip dari Lie Detector UK, Lie Detector memiliki tingkat
berkeringat, yang dapat dideteksi oleh mesin. Terkadang, orang yang tidak
bersalah dihadapkan dengan hasil bahwa mereka gagal dalam melakukan tes
poligraf dan menjadi yakin bahwa pilihan terbaik adalah memberikan keterangan
palsu.5 Di sisi lain, seseorang yang berkata jujur bisa dideteksi bohong jika detak
salah mengira bentuk manifesatasi dari reaksi fisik yang menunjukkan stres
sebagai indikator seseorang berbohong. Hal ini terkadang terjadi pada orang yang
tidak bersalah yang diadili atas kejahatan yang tidak mereka lakukan”.7 Oleh
3
Putu Tissya Poppy Aristiani, dan I Wayan Bela Siki Layang. “Pengaturan Alat Bantu
Pendeteksi Kebohongan (Lie Detector) di Pengadilan Dalam Pembuktian Perkara Pidana”, Jurnal
Kertha Semaya, Vol. 10 No. 3 Tahun 2022, hal. 508.
4
LieDetectorTest.UK, “Lie Detector Test Accuracy”, Artikel, diakses pada 11 September
2023 dari https://liedetectortest.uk/lie-detector-test-accuracy
5
George W. Maschke and Gino J. Scalabrini. The Lie Behind the Lie Detector, 5th ed.
U.S.: AntiPolygraph.org, 2018, hal. 85.
6
Lovina. “Kedudukan dan Keabsahan Hasil Pemeriksaan Poligraf dalam Sistem
Pembuktian Pidana di Indonesia: Tinjauan Prinsip Keadilan yang Adil (Fair Trial)”. Jurnal
Jentera, Vol 3 No 1 Tahun 2020, hal. 176-177.
7
Martin Soorjoo. The Black Book of Lie Detection. 2009, hal, 5.
3
dan sudah mulai diterapkan dalam beberapa kasus pidana, namun belum
Hakim pernah menjadikan hasil dari alat bukti uji kebohongan ini pada
setidaknya 3 putusan pada tahun 2014. Pertama kasus Ziman yang
melakukan pencabulan terhadap bayi umur 9 bulan, kemudian kasus
pembunuhan Engeline oleh Margriet Christina Megawe dan Agustay
Handamay, serta kasus Neil Bentleman yang merupakan terpidana kasus
pelecehan seksual di Jakarta International School (JIS).8
“Selain itu, Lie Detector juga digunakan pada kasus dengan mutilasi yang
dilakukan oleh Ryan Jombang Tahun 2008 dan pembunuhan Mirna Salihin yang
dilakukan dengan Zat Sianida pada Tahun 2016”. 9 Serta yang terbaru adalah kasus
terhadap tersangka, dan hasil dari penggunaannya sudah sama dengan yang ada di
8
Jentera: Jurnal Hukum, Vol. 3. No. 1, 2020.
9
Dani Ramadhan Syam, Bambang Dwi Baskoro, Sukinta. ”Peranan Psikologi Forensik
dalam Mengungkapkan Kasus-Kasus Pembunuhan Berencana (Relevansi "Metode Lie Detection"
dalam Sistem Pembuktian Menurut KUHAP)”. vol 6 no 4. 2017. hal. 3.
10
Rini Friastuti dan Ahmad Romadhoni, “Deretan Kasus Pidana yang Menggunakan Lie
Detector saat Penyelidikan”, diakses pada 28 Mei 2023 dari
https://kumparan.com/kumparannews/deretan-kasus-pidana-yang-menggunakan-lie-detector-saat-
penyelidikan-1yolFlkp2kH
4
11
Berita Acara Pemerikasaan (BAP)”. Fungsi Lie Detector dalam kasus tersebut
secara ilmiah baik dalam rangka membantu proses penyidikan tindak pidana
maupun pelayanan publik lainnya di bidang forensik. “Aturan ini didasarkan pada
dengan konsep penyidikan Polri yang saat ini telah berbasis scientific
Pidana.
Lie Detector selama hampir satu abad. “Pada 1921, John Larson, petugas polisi
11
Yahdi Miftah Huddin, Op. Cit.,
12
Putu Tissya Poppy Aristiani, dan I Wayan Bela Siki Layang. Op. Cit., hal. 509
13
Ibid. hal, 12.
5
yang mengizinkan penggunaan hasil Lie Detector yaitu New Mexico. “New
Mexico mengacu pada Rule 11-707 New Mexico Rules of Evidence yang mengatur
disertifikasi oleh berbagai lembaga pelatihan, termasuk lembaga swasta dan yang
pengkategorian barang bukti menjadi alat bukti agar bisa menjadi bukti yang sah
dikonversi terlebih dahulu menjadi alat bukti surat melalui sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah.18 Berbeda dengan New Mexico yang sudah memiliki
14
“The Polygraph Museum, John Larson’s Breadboard Polygraph”, liet2me.net, diakses
28 Mei 2023, http://www.lie2me.net/thepolygraphmuseum/id16.html
15
New Mexico Rules of Evidence, “Rule 11-707-Polygraph Examinations”, 31 Desember
2013, diakses 29 Mei 2023, https://swrtc.nmsu.edu/files/2014/12/New-Mexico-Rules-of-
Evidence.pdf
16
National Research Council. The Polygraph and Lie Detection. Washington, DC: The
National Academies Press, 2003, hal. 19.
17
Lovina. Op. Cit., hal. 187.
18
Ibid
6
Rules of Evidence 11-707 untuk mengukur standar agar hasil pemeriksaan poligraf
bukti hasil dari alat uji kebohongan (Lie Detector) dalam sistem perundang-
undangan di Indonesia dan kedudukannya juga masih dipertanyakan, hal ini akan
perlu adanya suatu aturan yang secara khusus mengatur mengenai penggunaan
perbandingan, negara bagian New Mexico yang juga mengakui hasil pemeriksaan
Lie Detector sebagai bukti ilmiah di pengadilan, sudah memiliki peraturan terkait
pengaturan dari Lie Detector antara Indonesia dan Amerika Serikat. Oleh karena
itu, pemilihan akan Indonesia dan Amerika Serikat sebagai bahan perbandingan
aturan dan fungsi mengenai alat uji kebohongan (Lie Detector) amatlah tepat.
Fungsi utama dari perbandingan hukum secara deskriptif ini adalah untuk
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang sudah dijelaskan sehingga yang perlu dibahas dan
19
Lovina. Op. Cit., hal. 198.
7
1. Tujuan Penelitian
Detector sebagai alat bukti dalam hukum positif di Indonesia dan Amerika
Serikat.
2. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat yang luas, baik
b. Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi aparat
D. Kerangka Pemikiran
1. Perbandingan Hukum
yang bersifat teoritis dan praktis. “Tujuan yang bersifat teoritis menjelaskan
hukum sebagai gejala dunia dan oleh karena itu ilmu pengetahuan hukum harus
dapat memahami gejala dunia tersebut dan untuk itu harus dipahami hukum di
20
Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2011, hal. 3.
21
Ibid. hal. 5.
22
Munir Fuardy, Perbandingan Ilmu Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 3.
23
Romli Atsasmita, Perbandingan Hukum Pidana, cet. II, Mandar Maju, Bandung, 2000,
hal. 12.
9
2. Alat Bukti
(KUHAP) terdiri dari lima jenis, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
pidana yang menganut stelsel negatief wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah
berarti bahwa di luar dari ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai
a. Keterangan Saksi
Keterangan saksi adalah keterangan yang diberikan saksi mengenai
suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia
alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuanya itu. 26
Menurut Pasal 185 ayat (1) KUHAP, keterangan saksi sebagai alat
bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. Pasal 160
ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa sebelum memberi
keterangan saksi wajib bersumpah atau berjanji menurut cara
agama nya masing-masing.
b. Keterangan Ahli
Keterangan Ahli menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP merupakan
keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Dari keterangan
tersebut, maka jelas bahwa keterangan ahli tidak hanya harus
datang dari disiplin ilmu pendidikan formal tertentu, namun juga
meliputi
24
Ibid.
25
Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1983, hal. 19.
26
H. Agus Takariawan, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana di Indonesia, Pustaka
Reka Cipta, Bandung, 2019, hal. 112.
10
signifikan dan
27
Mahkamah Agung RI, “Alat bukti Dalam Perkara Pidana Menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP)”, Artikel, https://www.pn-jantho.go.id/index.php/2022/07/05/alat-
bukti-dalam-perkara-pidana-menurut-kitab-undang-undang-hukum-acara-pidana-kuhap/. Diakses
pada 11 September 2023.
28
Yanita Nur Indah Sari. “Seberapa Ampuh Lie Detector, alias alat pendeteksi
kebohongan?”, Artikel, https://www.sehatq.com. Diakses pada 12 Mei 2023.
11
mengindikasikan penipuan.
dipandang sebagai cara yang sah untuk menegakkan kebenaran dalam proses
Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang ini menyatakan bahwa penyidik dapat
menggunakan alat bantu dalam proses penyidikan, asalkan alat bantu tersebut
tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, dan hak asasi manusia.
mengatur
29
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
12
selama masa kerja, dengan pengecualian tertentu bagi pemberi kerja yang
30
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara
dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti kepada Laboratorium Forensik Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Pasal 12.
31
Yahdi Miftah Huddin, Op. cit., hal. 48.
32
American Polygraph Association. “Employee Polygraph Protection Act (EPPA)”, 2022,
diakses pada 11 Mei 2023 dari https://www.polygraph.org/employee-polygraph-protection-act-
eppa-.
13
E. Keaslian Penelitian
Berikut ini beberapa penelitian sebelumnya yang telah ada mengenai pembahasan
penelitian ini:
Tabel 1.1
Keaslian
Penelitian
Nama
No Permasalahan Perbedaan
dan Judul
Penelitian
1. Yahdi Miftah Apa Fokus kajian
Huddin Fakultas pentingnya penelitian ini lebih
Hukum penggunaan mengarah pada
Universitas Lie Detector
penggunaan Lie
Pasundan, 2018. pada tahap
Penggunaan Lie penyidikan? Detector ditinjau
Detector Sebagai Apakah dari UU No. 8
Alat Pendukung keterangan Tahun 1981
Dalam yang Tentang Kitab
Pengungkapan dihasilkan pada Undang-Undang
Perkara Pidana saat Hukum Acara
Pada Tahap pemeriksaan
Pidana, dan kajian
Penyidikan Lie Detector
Dihubungkan bisa dijadikan ini hanya berfokus
dengan UU No. sebagai alat pada negara
8 Tahun 1981 bukti di tingkat Indonesia saja.
Tentang Kitab penyidikan?
Undang-Undang Apakah
Hukum Acara penggunaan
Pidana.33 Lie Detector
diatur dalam
Kitab Undang-
Undang
Hukum Acara
Pidana?
33
Asep Ridwan Murtado I, “Akurasi Penggunaan polygraph Sebagai Alat Bantu
Pembuktian Menurut Hukum Acara Peradilan Agama”, diunduh tanggal 21 Maret 2023 dari
http://etheses.uin-malang.ac.id/1432/.
14
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dari segi sifatnya menurut Soerjono Soekanto ada dua,
yaitu:
34
Yahdi Miftah Huddin, “Penggunaan Lie Detector Sebagai Alat Pendukung Dalam
Pengungkapan Perkara Pidana Pada Tahap Penyidikan Dihubungkan dengan UU No. 8 Tahun
1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana”, diunduh tanggal 21 Maret 2023 dari
http://repository.unpas.ac.id/33579/.
35
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2010, Hal. 153.
15
hukum yang digunakan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.
Artinya dalam penelitian hukum ini, tidak perlu melakukan penelitian langsung
atau norma yang merupakan patokan berperilaku masyarakat terhadap apa yang
dianggap pantas”.36
2. Pendekatan Penelitian
Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isi hukum yang
materi muatannya.
3. Bahan Hukum
Tindak Pidana.
Detetector (Polygraph).
3) Referensi online
surat kabar, artikel, kamus dan juga data-data yang penulis peroleh dari
hukum yang telah diperoleh sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti.
(editing), adalah memeriksa atau meneliti data yang telah diperoleh untuk
yang sering dikenal dengan klasifikasi bahan hukum yang disesuaikan dengan
permasalahan yang ada. Coding yaitu memberi kode atau tanda dan
39
Asri Pekerti, “Perbandingan Ketentuan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Antara Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia Dengan Independent Comission Against Corruption
(ICAC) Australia”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Bengkulu, hlm. 20.
40
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990. hal. 64.
41
Ibid. hal. 65.
18
kesimpulan yang lebih khusus. Hasil analisis kemudian akan disajikan sebagai
jawaban atas perbandingan hukum terhadap alat bantu uji kebohongan (Lie
KAJIAN PUSTAKA
A. Perbandingan Hukum
hukum pidana, karya yang pertama muncul yaitu berasal dari orang Jerman
yang terdiri dari 15 jilid dengan judul Vergleichende Darstellung des deutschen
yang berdiri sendiri. Hal ini sangat berhubungan dengan pernyataan Rene
David yang menyatakan bahwa saat ini perbandingan hukum menjadi bagian
yang sangat
42
Andi Hamzah, Perbandingan Hukum Pidana Beberapa Negara. Cet. 3, Sinar Grafika,
Jakarta, 2012, hal. 1.
43
Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014,
hlm. 2.
19
20
diperlukan dalam ilmu hukum dan pendidikan hukum (today comparative law
studies are admitted to be a necessary part of any legal science and training).44
Comparative law:
Mempelajari berbagai sistem hukum asing untuk membandingkannya;
Foreign Law:
Mempelajari hukum asing dengan tujuan semata-mata untuk
mengetahui sistem hukum asing itu sendiri tanpa bermaksud
membandingkannya dengan sistem hukum lain.45
44
Ibid.
45
Ibid, hal. 3.
46
Ibid, hal.
47
Ibid. hal. 5.
21
terkenal.
Menurut Gutterdige:
Perbandingan hukum hanya satu nama lain untuk ilmu hukum dan
merupakan bagian yang menyatu dari suatu ilmu sosial, atau seperti
cabang ilmu lainnya. Perbandingan hukum memiliki wawasan yang
universal; sekalipun caranya berlainan, masalah keadilan pada dasarnya
sama baik menurut waktu dan tempat di seluruh dunia.51
48
Munir Fuardy, Perbandingan Ilmu Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 3.
49
Djoni Sumardi Gozali, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum (Civil Law, Common Law,
dan Hukum adat), Nusa Media, Bandung 2018, hal. 1
50
Ibid.
51
Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, Raja Grafindo, Jakarta 2014. hal. 9.
22
Menurut Orucu:
Menurut Sardjono:
52
Djoni Sumardi Gozali, Op.cit., hal. 3-4
53
Ibid, hal.7-8.
54
Andi Hamzah, Perbandingan Hukum Pidana Beberapa Negara, Sinar Grafika, Jakarta,
2009, hlm. 5.
23
manfaat, yaitu:
55
Barda Nawawi Arief. Op. Cit., hal. 28.
56
Ibid. hal. 26.
24
B. Alat Bukti
Yang dimaksud dengan alat bukti adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan suatu perbuatan, dimana dengan adanya alat bukti tersebut dapat dijadikan
diatur pada Pasal 184 ayat (1), yaitu terdiri dari lima jenis, yaitu keterangan saksi,
a. Keterangan Saksi
Keterangan Saksi adalah keterangan yang diberikan saksi mengenai
suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia
alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuanya itu.59
Dalam Pasal 185 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa Keterangan
saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di
sidangpengadilan. Serta pada Pasal 160 ayat (1) KUHAP
menyatakan bahwasebelum memberi keterangan, saksi wajib
bersumpah atau berjanji menurut cara agama nya masing-masing.
b. Keterangan Ahli
Pasal 1 butir 28 KUHAP menjelaskan bahwa Keterangan Ahli
merupakan keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki
keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang
suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Dari
keterangan tersebut, maka jelas bahwa keterangan ahli tidak hanya
harus datang
57
Ibid, hlm.27.
58
Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata, dan Korupsi di Indonesia,
Raih Asa Sukses (Penebar Swadaya Grup), Jakarta, 2018, hal. 50.
59
H. Agus Takariawan, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana di Indonesia, Pustaka
Reka Cipta, Bandung, 2019, hal. 112.
25
yang baru dalam hukum acara pidana Indonesia. Hal tersebut bentuk pengakuan
bahwa adanya kemajuan teknologi.61 Hakim tidak selalu bisa mengetahui segala
yang telah ditiadakan di dalam KUHAP. Keterangan terdakwa dianggap lebih luas
60
Mahkamah Agung RI, “Alat bukti Dalam Perkara Pidana Menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP)”, Artikel, https://www.pn-jantho.go.id/index.php/2022/07/05/alat-
bukti-dalam-perkara-pidana-menurut-kitab-undang-undang-hukum-acara-pidana-kuhap/. Diakses
pada 11 September 2023.
61
Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Mandar
Maju, Bandung, 2003, hal. 19.
62
Ibid.
26
kedudukannya dianggap paling tinggi diantara alat bukti lainnya. Karena yang
C. Lie Detector
63
Ibid.
64
“The Polygraph Museum, John Larson’s Breadboard Polygraph”. liet2me.net, diakses 28
Mei 2023, http://www.lie2me.net/thepolygraphmuseum/id16.html
65
Aldert Vrij, Detecting Lies and Deceit: Pitfalls and Opportunities, (UK: John Wiley &
Sons, Ltd, 2008), hlm. 293.
66
Asep Ridwan Murtado I, “Akurasi Penggunaan polygraph Sebagai Alat Bantu
Pembuktian Menurut Hukum Acara Peradilan Agama”, diunduh tanggal 21 Maret 2023 dari
http://etheses.uin- malang.ac.id/1432/, hal. 16.
27
investigation.68
berpendapat, bahwa:
67
Andi Thahir, Psikologi Kriminal, www.aura-publishing.com,
Bandar Lampung, 2018. hal. 2.
68
Vinca Fransisca Yusevin dan Sri Mulyani Chalil. Op. Cit., hal. 79.
69
Asep Ridwan Murtado I, Op. Cit.,
70
Dani Ramadhan Syam; Bambang Dwi Baskoro; Sukinta, “Peranan Psikologi Forensik
Dalam Mengungkapkan Kasus- Kasus Pembunuhan Berencana (Relevansi “Metode Lie
Detection” dalam Sistem Pembuktian Menurut KUHP)”, Diponegoro Law Journal, Vol 6 No. 4,
2017, hal. 3. 71 Ibid.
72
Imam Yunianto, ”Perancangan Lie Detector Menggunakan Arduino”, Jurnal Teknologi
Informatika & Komputer, Vol. 3 No. 1 Februari 2022, hal. 42.
28
yang saling bertentangan untuk menjilat besi panas dan sesorang yang
mendeteksi kebohongan.75
73
Lovina. Op. Cit., hal. 179-180.
74
Jack Kitaef, Forensic Psychology, (College Park: University of Maryland, 2011),
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini
Soetjipto, Psikologi Forensik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hlm. 439
75
Ibid.
76
I Gede Aris Gunadi & Agus Harjoko. “Telaah Metode-Metode Pendeteksi Kebohongan”,
IJCCS, Vol 6, No 2, 2012, hal. 35-36.
29
darah.77
diperlukan
77
Ibid. hal. 439
78
Mark Constanzo, Aplikasi Psikologi dalam Sistem Hukum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008, hlm. 50-51.
79
Aldert Vrij, Op. Cit., hal. 295
80
Mark Constanzo, Op. Cit., hlm.74
30
a) Teknik relevant-irrelevant
teknik ini diberikan secara acak antara pertanyaan yang berkaitan dengan
kasus yang ditangani dan pertanyaan yang berkaitan dengan kasus lain
83
Andrew Balmer, Lie Detection and the Law: Torture, Technology, and Truth. UK:
Routledge, 2018, hal. 7-8.
84
Jennifer M. Brown and Elizabeth A. Campbell, The Cambridge Handbook of Forensic
Psychology, (UK: Cambridge University Press, 2010), hlm. 277.
85
Jack Kitaef, Op., Cit. hal. 442.
32
manusia.
keringat yang paling sensitif atau konsentrasi keringat yang paling tinggi,
86
I Gede Aris Gunadi & Agus Harjoko, Op. Cit., hal. 37.
87
Mark H, Raymond N, Donal K, Charles H R, “ An EDA Primer Polygraph Examiner” ,
2010, hal. 70.
88
Westeyn T, Presti P, Starner T, “Action GSR: A Combination Galvani Skin Response –
Accelerometer for Physiological Measurement in Active Environment”, Georgia Institute of
Technology, 2006, hal. 1.
33
Metode ini meminta subjek yang akan dipelajari untuk menulis sebuah
89
I Gede Aris Gunadi & Agus Harjoko, Op. Cit.,
90
Newman, M.L, Et all, “Lying words: Predicting deception from linguistic styles”.
Personality and Social Psychology, Vol 29 No 5, 2003, hal 665-675.
34
antara lain adalah "but", "except", "without", dan "exclude", yang masing-
grafologi.
(Voice Stress Analyser) adalah alat yang berbasis suara yang digunakan
91
Pennebaker, J. W., & King, L. A, “Linguistic styles: Language use as an individual
difference”, Journal of Personality and Social Psychology, Vol 6,1999, hal. 1299.
92
Prasad S; Singh V.K; Sapre A., “Handwriting Analysis Based on Segmentation Method
for Prediction of Human Personality Using Support Vector Machine”, International Journal of
Computer Application (0975-8887), No. 12 Vol 8, hal. 25-29.
35
perubahan panas pada kulit wajah.95 Jika ditampilkan pada orang yang
Manusia
93
I Gede Aris Gunadi & Agus Harjoko. Op., Cit. hal. 40.
94
Brent Griffith B; Daniel Türle; Howdy Goudey H; “Infrared
Thermografic System”,Lawrence Barkeley National Laboratory, 2001, hal. 1-2.
95
Pavlidis I, Levine J, “Thermal Image Analysis for Polygraph Test”, IEEE Engineering in
Medecine and Biologi, Vol 21,2002, hal, 56-64.
36
tidak dapat berkomunikasi tanpa perasaan, baik secara sadar atau tidak.
Perasaan ini ditunjukkan dengan gerak tubuh. Pola gerak tubuh tertentu
mikro, dan ekspresi halus. Ekspresi ini berlaku untuk semua orang, tidak
96
Matsumoto D, Et all, “Evaluating Truthfulness and Detecting Deception”, FBI Law
Enforcement Bulletin, Vol 80,2011. Hal. 1-25.
37
97
I Gede Aris Gunadi & Agus Harjoko, Op. Cit, hal. 43.
BAB III
bukti yang dapat digunakan, bagaimana bukti tersebut digunakan, dan bagaimana
Secara filosofis tentang jenis barang bukti yang dapat diperiksa oleh
(2) Jenis barang bukti yang dapat dilakukan pemeriksaan oleh Labfor
Polri meliputi:
a. pemeriksaan bidang fisika forensik, antara lain:
1. deteksi kebohongan (Polygraph);
2. analisis suara (Voice Analyzer);
3. perangkat elektronik, telekomunikasi, komputer (bukti digital),
dan penyebab proses elektrostatis;
98
Raihana; Sukrizal;William Alfred, “Penerapan Pendeteksi Kebohongan (Lie Detector)
dalam Pembuktian Tindak Pidana di Indonesia”, INNOVATIVE: Journal Of Social Science
Research, Volume 3 Nomor 2, 2023. hal. 5.
38
39
Pada pasal ini alat uji kebohongan (polygraph) atau Lie Detector
sebagai bukti tertulis. Namun, hanya surat yang memuat pernyataan hasil
diperlukan oleh pihak lain serta pembuktian di pengadilan, bukan sebagai akta.
hasil dari penggunaan Lie Detector yang mana diatur pada Pasal 1 butir 2
bukti di
40
ilmiah.
dalam ketentuan Pasal 12 dan 13 Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2009, yang
berbunyi:
mengenai persyaratan formal yang wajib dipenuhi apabila pihak penyidik ingin
intansi manapun yang ingin mengajukan pemeriksaan hasil Lie Detector harus
menyiapkan permintaan tertulis dari setiap kepala kesatuan atau intansi secara
bisa digunakan oleh pihak swasta atau perorangan, yang mana dalam hal ini
menjamin bahwa seseorang yang diuji, penguji, dan hasil dari Lie Detector
polisi dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), yang mana dalam hal ini
paksaan. Persetujuan kedua belah pihak dijadikan syarat wajib agar tidak ada
mengenai persyaratan teknis yang wajib dipenuhi oleh setiap pihak yang
terlibat, terutama pihak intansi. Pada pasal ini mengatur mengenai persyaratan
kelistrikan untuk alat uji, dan menyediakan meja dan kursi yang berkualitas.
Terlepas subjek yang terlibat, fasilitas yang nyaman dan berkualitas dapat
Pada pasal ini juga mengatur mengenai kondisi sesorang yang hendak
yang telah dewasa menurut Undang-Undang, sehat jasmani dan rohani, tidak
tersebut menjadi poin utama dalam pelaksaan pemeriksaan ini. Karena pada
hakikatnya Lie Detector merupakan alat uji yang menjadikan respon fisiologis
dan kondisi fisik sebagai tolak ukur hasil akhir. Apabila sesorang yang
diperiksa dalam kondisi sakit, kondisi mental yang buruk, kondisi tertekan,
atau kondisi yang membuat tubuhnya tidak stabil, maka pemeriksaan ini
dianggap tidak valid dan akan merugikan kedua belah pihak. Oleh karena itu,
eksplisit.
43
Alat bukti yang sah dalam proses peradilan menurut Pasal 184 ayat (1)
KUHAP adalah:
a. keterangan saksi
b. keterangan ahli
c. surat
d. petunjuk
e. keterangan terdakwa
Pada pasal 184 ayat (1) KUHAP diketahui bahwa alat bukti merupakan
bunyi pasal 184 ayat 1 KUHAP, hasil pemeriksaan Lie Detector yang
dikeluarkan oleh Laboratorium Forensik tergolong alat bukti yang sah karena
berbentuk surat.
99
Teguh Prihmono; Umar Ma’ruf; Sri Endah Wahyuningsih, “Peran Laboratorium Forensik
Polri Sebagai Pendukung Penyidikan Secara Ilmiah Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia”,
Jurnal Hukum Khaira Ummah, Vol 15, No 4, 2020, hal. 187.
44
hasil tersebut diserahkan pada Laboratorium Forensik untuk diuji dan diperiksa
oleh ahli yang akan dibawa ke tahap pengadilan. Di pengadilan, ahli akan
membawa hasil uji laboratorium tersebut sebagai keterangan ahli. Hasil uji
menuju sistem elektronik, dan pengaturan alat bukti dapat mengacu pada Pasal
informasi sebagai alat bukti yang sah. Hal tersebut dapat dilihat melalui Pasal 5
(Lie Detector) ialah jenis alat bantu yang mengukur perubahan reaksi fisiologis
Alat bukti informasi atau dokumen elektronik adalah bukti baru yang
dapat digunakan untuk membuktikan suatu perkara pidana jika dapat diakses,
dalam persidangan.
45
Corpus Delicti atau sebagai barang bukti. Dalam sistem peradilan di Indonesia,
agar hasil pemeriksaan poligraf dapat diterima sebagai bukti ilmiah, maka
bukti surat melalui sumpah jabatan atau perlunya dikuatkan dengan sumpah.
Dalam kasus lain, hasil pemeriksaan poligraf dipaparkan oleh ahli yang
dapat diterima oleh pengadilan dan dapat dikategorikan menjadi alat bukti
Amerika Serikat
bagian, yaitu bukti ilmiah yang sudah diterima secara umum dan bukti ilmiah
yang belum diterima secara umum.100 Bukti ilmiah yang sudah diterima secara
umum, antara lain visum et repertum, tes Deoxyribo Nucleic Acid (DNA), dan
sidik jari.
Sementara itu, bukti ilmiah yang belum diterima secara umum biasanya
poligraf juga termasuk dalam kategori ini, meskipun telah digunakan selama
100
Judy Hails, Criminal Evidence, USA: Cengage Learning, 6th ed, 2009, hal. 158.
101 Ibid.
102 Ibid.
46
Ada tiga alasan untuk penolakan: (1) validitasnya diragukan dan tidak
dapat dipercaya, (2) penegak hukum terlalu bergantung pada laporan pemeriksa
pemeriksa poligraf.103
teknik tersebut diterima secara umum sebagai teknik yang dapat diandalkan
ilmuwan. Dalam banyak kasus, hal ini memiliki pedoman pada organisasi
103
Lovina, Op. Cit., hal. 185.
104
Judy Hails, Op. Cit., hal. 126.
47
kedua belah pihak memanggil saksi untuk bersaksi tentang pemeriksaan baru
tersebut. Setelah mendengarkan para ahli dari kedua belah pihak dan membaca
apakah pemeriksaan baru tersebut diterima atau tidak. Pengadilan pada setiap
negara bagian bebas menentukan apakah akan mengadopsi Daubert rule, atau
mengenai kesaksian dari saksi ahli dalam Rule 702. Testimony by Expert
Witnesses.
Terjemahan bebas:
Seorang saksi yang memenuhi syarat sebagai ahli berdasarkan
pengetahuan, keterampilan, pengalaman, pelatihan, atau pendidikan
dapat memberikan kesaksian dalam bentuk pendapat atau sebaliknya
jika:
(a) pengetahuan ilmiah, teknis, atau pengetahuan khusus lainnya yang
dimiliki pakar akan membantu pengadilan fakta memahami bukti
atau menentukan fakta yang dipermasalahkan;
(b) kesaksian tersebut didasarkan pada fakta atau data yang cukup;
(c) kesaksian tersebut merupakan produk dari prinsip dan metode yang
dapat diandalkan; dan
48
Evidence
1983, namun baru efektif berlaku sejak Tahun 2013. Sebelum 2013,
pengadilan jika:
pemeriksaan poligraf tidak cukup teruji untuk diterima sebagai bukti ilmiah.
Terjemahan bebas;
A. Definisi. Sebagaimana yang digunakan dalam aturan ini:
(1) "Grafik" berarti catatan reaksi tubuh dengan alat poligraf
yang ditempelkan pada tubuh manusia selama serangkaian
pertanyaan;
(2) “pemeriksaan poligraf” berarti pemeriksaan dengan
menggunakan alat poligraf yang sekurang-kurangnya secara
simultan mencatat pada suatu grafik perubahan fisiologis
pernapasan manusia, aktivitas kardiovaskular, ketahanan
kulit galvanik, atau refleks untuk tujuan deteksi
kebohongan;
106
New Mexico Supreme Court, State v. Dorsey, 539 P.2d 204 (N.M. 1975), 1975, diakses
13 Juli 2019, https://www. courtlistener.com/opinion/1143182/state-v-dorsey/.
107
New Mexico Supreme Court, Lee v. Martinez, 96 P.3d 291 (N.M. 2004), 2004, diakses
13 Juli 2019, https://www. courtlistener.com/opinion/2623542/lee-v-martinez/.
50
Terjemahan bebas:
B. Kualifikasi minimal pemeriksa poligraf. Seorang pemeriksa
poligraf harus mempunyai kualifikasi minimal sebagai berikut
sebelum melakukan atau menafsirkan pemeriksaan poligraf agar
dapat diterima sebagai alat bukti:
(1) pengalaman minimal lima (5) tahun dalam administrasi atau
interpretasi ujian poligraf atau pelatihan akademik setara;
dan
(2) memiliki izin pemeriksa poligraf aktif yang masih berlaku,
yang bereputasi baik, di New Mexico atau di yurisdiksi lain
dengan standar izin yang setara atau lebih tinggi daripada
standar izin di New Mexico.
seorang pemeriksa untuk layak sebagai penafsir atau pemeriksa hasil uji Lie
pada
51
sebagai pemeriksa poligraf dan memiliki reputasi yang bagus, baik setara
yurisidiksi New Mexico itu sendiri atau atau memiliki standar yang lebih
Terjemahan bebas:
C. Penerimaan hasil. Pendapat pemeriksa poligraf mengenai
kebenaran jawaban seseorang dalam pemeriksaan poligraf
dapat diterima apabila:
(1) pemeriksaan poligraf dilakukan oleh pemeriksa poligraf
yang berkualifikasi;
(2) pemeriksaan poligraf dinilai secara kuantitatif dengan cara
yang secara umum dianggap dapat diandalkan oleh para
ahli poligraf;
(3) pemeriksa poligraf diberitahu mengenai latar belakang,
kesehatan, pendidikan, dan informasi terkait lainnya yang
diperiksa sebelum melakukan pemeriksaan poligraf;
52
menjelaskan mengenai atau cara penggunaan alat bukti yang akan diajukan
Terjemahan bebas:
D. Pemberitahuan pemeriksaan. Pihak yang ingin menggunakan
alat bukti poligraf dalam persidangan wajib memberikan
pemberitahuan tertulis paling lambat tiga puluh (30) hari
sebelum persidangan atau dalam waktu lain yang ditentukan
oleh pengadilan negeri. Pemberitahuan tersebut
harusmencakup laporan-laporan berikut:
(1) fotokopi berita acara pemeriksa poligraf, jika ada;
(2) salinan setiap bagan;
(3) salinan rekaman audio atau video keseluruhan ujian,
termasuk wawancara prates, dan jika dilakukan,
wawancara pascates; dan
(4) daftar pemeriksaan poligraf lain yang dilakukan oleh
pemeriksa pada soal yang bersangkutan, termasuk nama
semua penyelenggara pemeriksaan, tanggal, dan hasil
pemeriksaan.
atau hakim bukan menjadi pihak yang meminta atau mengajukan, melainkan
terdakwa itu sendiri yang mengajukan bukti berupa hasil Lie Detector guna
melakukan tes
Lie Detector.
Terjemahan bebas:
54
Terjemahan bebas:
F. Pemaksaan tes Poligraf. Saksi tidak boleh dipaksa untuk
melakukan pemeriksaan poligraf. Jika pemberitahuan untuk
menggunakan pemeriksaan poligraf terhadap seorang saksi
telah diberikan berdasarkan Ayat D oleh salah satu pihak,
pengadilan dapat, atas alasan yang baik, memaksa pihak lain
untuk melakukan pemeriksaan poligraf kedua terhadap saksi
tersebut. Hasil pemeriksaan poligraf kedua dapat diterima
apabila pemeriksaan poligraf kedua dilakukan sebagaimana
dipersyaratkan dalam peraturan ini. Apabila saksi menolak
untuk melakukan pemeriksaan poligraf yang kedua, maka hasil
poligraf yang pertama tidak dapat diterima.
terperiksa untuk terbebas dari paksaan dan tindakan ilegal selama proses
melakukan tes, dan apabila mereka menyetujui, maka tes akan dilaksanakan.
lainnya, maka hasil tes Lie Detector dianggap tidak sah dan tidak dapat
diterima di pengadilan.
55
karayawan dari para pemberi kerja yang memasukkan hasil uji Lie Detector
dalam penerimaan karyawan baru. Para karyawan yang aka melamar pada
dan juga untuk perusahaan asing yang beroperasi di Amerika Serikat”. Hal
Terjemahan bebas:
(1) Mewajibkan, meminta, menyarankan atau menyebabkan, baik
langsung maupun tidak langsung, setiap pegawai atau calon
pegawai untuk mengikuti atau mengikuti tes pendeteksi
kebohongan;
(2) Menggunakan, menerima, atau menanyakan hasil tes
pendeteksi kebohongan terhadap pegawai atau calon pegawai;
Dan
(3) Memberhentikan, mendisiplinkan, melakukan diskriminasi,
menolak pekerjaan atau promosi, atau mengancam pegawai
atau calon pegawai untuk melakukan tindakan tersebut karena
menolak atau tidak mengikuti atau mengikuti ujian tersebut,
berdasarkan hasil ujian, untuk diajukan pengaduan, untuk
memberikan kesaksian dalam persidangan apa pun, atau untuk
melaksanakan hak apa pun yang diberikan oleh Undang-
Undang.
tes Lie Detector. Pemberi kerja juga dilarang untuk menggunakan atau
menerima hasil tes Lie Detector dari pegawai. Serta, pemberi kerja juga
Terjemahan bebas:
(c) Larangan EPPA terhadap diskriminasi berlaku bagi mantan
pekerja di suatu perusahaan. Misalnya, seorang karyawan mungkin
berhenti daripada mengikuti tes pendeteksi kebohongan. Majikan
tidak boleh melakukan diskriminasi atau mengancam untuk
melakukan diskriminasi dengan cara apa pun terhadap orang
tersebut (misalnya dengan memberikan referensi yang buruk di
kemudian hari) karena orang tersebut menolak untuk diuji, atau
karena orang tersebut mengajukan pengaduan, memulai proses
hukum, memberikan kesaksian dalam suatu proses persidangan,
atau menjalankan hak apa pun berdasarkan EPPA.
Terjemahan bebas:
(1) Tes ini dilakukan sehubungan dengan penyelidikan yang
sedang berlangsung yang melibatkan kerugian ekonomi atau
kerugian terhadap bisnis pemberi kerja, seperti pencurian,
penggelapan, penyelewengan atau tindakan spionase atau
sabotase industri yang melanggar hukum;
(2) Pekerja mempunyai akses terhadap harta benda yang menjadi
obyek penyidikan;
(3) Majikan mempunyai kecurigaan yang beralasan bahwa
pekerjanya terlibat dalam kejadian atau kegiatan tersebut
sedang dalam investigasi;
(4) Majikan memberikan pernyataan kepada peserta ujian, dalam
bahasa yang dimengerti oleh peserta ujian, sebelum ujian yang
menjelaskan secara lengkap dan khusus kejadian atau kegiatan
tertentu yang sedang diselidiki dan dasar untuk menguji
pekerja tertentu dan yang memuat, sekurang-kurangnya :
(i) Suatu identifikasi khusus mengenai kerugian atau kerugian
ekonomi tertentu terhadap usaha pemberi kerja;
(ii) Penjelasan mengenai akses karyawan terhadap properti
yang menjadi subjek penyelidikan;
(iii) Uraian secara rinci mengenai dasar kecurigaan yang wajar
dari pemberi kerja terhadap pekerjanya
terlibat dalam insiden atau kegiatan yang sedang diselidiki;
Dan
(iv) Tanda tangan seseorang (selain pemeriksa poligraf) yang
berwenang mengikat pemberi kerja secara hukum; Dan
60
terbatas yang diberikan kepada para pemberi kerja yang sedang melakukan
tes poligraf untuk personel mobil lapis baja, alarm keamanan, dan
Terjemahan bebas:
(1) Fasilitas, bahan, atau operasi yang mempunyai dampak
signifikan terhadap kesehatan atau keselamatan suatu Negara
61
penyidikan kasus tindak pidana. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa pendeteksi
belum ada yang mengatur mengenai penggunaan Lie Detector secara eksplisit.
hukum yang benar dan mencegah aparat penegak hukum bertindak sewenang-
wenang terhadap subjek yang sedang menghadapi proses hukum. Ini akan
62
63
artinya bahwa salah atau tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan
hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah
menurut Undang-Undang.
Lie Detector tidak termasuk dalam salah satu kategori alat bukti
dan objektif, Lie Detector dapat membantu hakim membuat keyakinan yang
kuat dan rasional atas kesalahan terdakwa. Jika memenuhi syarat-syarat ini,
pendeteksi kebohongan dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah menurut
108
Pasal 1 butir 2 UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana
64
terlibat dalam pemeriksaan Lie Detector, seperti hak untuk menolak atau
pidana, dan juga akan membantu mempercepat proses peradilan pidana, serta
hukumpidana.
Alat bukti yang sah menurut KUHAP adalah keterangan saksi, ahli,
tegas dalam KUHAP agar dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah dalam
persidangan. Selain itu, penggunaan Lie Detector harus dilakukan dengan hati-
hati dan tidak boleh digunakan secara ilegal. Oleh karena itu, perlu adanya
tindak pidana. Setidaknya ada tiga aturan penting yang harus diatur secara
Hasil dari alat uji kebohongan dalam proses hukum acara pidana di
Pada beberapa kasus di Indonesia, agar hasil Lie Detector dapat diterima
dalam pengadilan, maka laporan hasil Lie Detector harus dikonversi menjadi
alat bukti surat melalui sumpah jabatan atau perlunya dikuatkan dengan
sumpah. Hal ini berdasar pada sistem pembuktian pidana di Indonesia yang
184 ayat (1) huruf c KUHAP dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan
a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya,
yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang
didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang
termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya
dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan;
c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;
d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan
isi dari alat pembuktian yang lain.
Terjemahan bebas:
C. Penerimaan hasil. Pendapat pemeriksa poligraf mengenai
kebenaran jawaban seseorang dalam pemeriksaan poligraf
dapat diterima apabila:
(1) pemeriksaan poligraf dilakukan oleh pemeriksa poligraf
yang berkualifikasi;
(2) pemeriksaan poligraf dinilai secara kuantitatif dengan cara
yang secara umum dianggap dapat diandalkan oleh para
ahli poligraf;
(3) pemeriksa poligraf diberitahu mengenai latar belakang,
kesehatan, pendidikan, dan informasi terkait lainnya yang
diperiksa sebelum melakukan pemeriksaan poligraf;
(4) paling sedikit dua (2) pertanyaan relevan diajukan selama
pemeriksaan;
(5) diambil sekurang-kurangnya tiga (3) grafik peserta ujian;
dan
(6) Keseluruhan ujian direkam secara lengkap pada alat
perekam audio atau video, termasuk wawancara pra-tes
dan jika dilakukan wawancara pasca-tes.
Detector sebagai alat bukti yang sah dan dapat diterima dalam proses
termasuk hak untuk diam dan hak untuk tidak menyalahkan diri sendiri. Hak
ini telah dijamin di dalam Pasal 14 ayat (3) huruf g International Covenant
Terjemahan bebas:
(g) Tidak dipaksa untuk bersaksi melawan dirinya sendiri atau
mengaku bersalah
sendiri saat menghadapi tuduhan tindak pidana. Mereka juga berhak untuk
Hal ini juga sejalan dengan aturan yang tertulis pada New Mexico
Terjemahan bebas:
F. Pemaksaan tes Poligraf. Saksi tidak boleh dipaksa untuk
melakukan pemeriksaan poligraf. Jika pemberitahuan untuk
menggunakan pemeriksaan poligraf terhadap seorang saksi telah
diberikan berdasarkan Ayat D oleh salah satu pihak, pengadilan
dapat, atas alasan yang baik, memaksa pihak lain untuk
melakukan pemeriksaan poligraf kedua terhadap saksi tersebut.
Hasil pemeriksaan poligraf kedua dapat diterima apabila
pemeriksaan poligraf kedua dilakukan sebagaimana
dipersyaratkan dalam peraturan ini. Apabila saksi menolak
untuk melakukan pemeriksaan poligraf yang kedua, maka hasil
poligraf yang pertama tidak dapat diterima.
109
International Covenant on Civil and Political Rights, UN General Assembly resolution
2200A (XXI), 16 December 1966, entry into force 23 March 1976
69
ini adalah keterangan terdakwa harus berasal dari kehendak bebas (freewill)
Detector tidak dilakukan secara sukarela, persetujuan tersebut tidak sah. Hal
ini dapat terjadi karena orang yang diperiksa merasa takut akan konsekuensi
apabila pihak penyidik atau instansi hukum yang meminta, seperti tertulis
pada Pasal 10 ayat (1) huruf a dan b Peraturan Kepala Kepolisian Negara
apabila terdapat permintaan tertulis dari pihak instansi atau penyidik saja. Isi
dari peraturan tersebut terkesan kaku karna hanya mengizinkan satu pihak
Detector.
bersalah berupa hasil dari tes pendeteksi kebohongan atau Lie Detector.
Terjemahan bebas:
D. Pemberitahuan pemeriksaan. Pihak yang ingin menggunakan
alat bukti poligraf dalam persidangan wajib memberikan
pemberitahuan tertulis paling lambat tiga puluh (30) hari
sebelum persidangan atau dalam waktu lain yang ditentukan
oleh pengadilan negeri. Pemberitahuan tersebut
harusmencakup laporan-laporan berikut:
(1) fotokopi berita acara pemeriksa poligraf, jika ada;
(2) salinan setiap bagan;
(3) salinan rekaman audio atau video keseluruhan ujian,
termasuk wawancara prates, dan jika dilakukan,
wawancara pascates; dan
(4) daftar pemeriksaan poligraf lain yang dilakukan oleh
pemeriksa pada soal yang bersangkutan, termasuk nama
semua penyelenggara pemeriksaan, tanggal, dan hasil
pemeriksaan.
atau hakim bukan menjadi pihak yang meminta atau mengajukan, melainkan
terdakwa itu sendiri yang mengajukan bukti berupa hasil Lie Detector guna
bersalah. Akan tetapi, apabila diteliti lebih dalam, hasil pemeriksaan alat uji
kebohongan, baik sebagai alat bukti surat maupun alat bukti keterangan ahli,
keduanya merupakan hasil analisis pemeriksa alat uji kebohongan atau ahli
laporan. Print out (kertas yang dicetak) hasil pemeriksaan alat uji
72
mencapai 95-98 persen. Selain itu, sistem teknologi dan informasi yang
secara sadar oleh para pelaku saat dimintai keterangan. Lie Detector akan
diindikasikan berbohong.
menjadi alat
73
bukti surat. Alat bukti surat merupakan alat bukti yang sah dan dapat
PENUTU
A. Kesimpulan
dalam Federal Rules dan State Rules. Federal Rules mengau pada Employee
Polygraph Protection Act of 1998 (EPPA) dan State Rules mengacu pada
di masa yang akan datang dapat diatur dan dikategorikan menjadi alat bukti
surat. Alat bukti surat merupakan alat bukti yang sah dan dapat diterima di
dalam persidangan sesuai Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Hasil pemeriksaan
informasi yang semakin pesat termasuk pada bidang hukum, maka sudah
74
75
B. Saran
sebagai referensi untuk kebijakan di masa yang akan datang. Selain itu,
untuk mengatur dan mengedukasi para aparat yang terlibat, karena jika
kompeten.
disempurnakan.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Aldert Vrij, Detecting Lies and Deceit: Pitfalls and Opportunities, (UK: John
Wiley & Sons, Ltd), 2008.
Andrew Balmer, Lie Detection and the Law: Torture, Technology, and Truth.
UK: Routledge, 2018.
George W. Maschke and Gino J. Scalabrini, The Lie Behind the Lie Detector,
5th ed. U.S.: AntiPolygraph.org, 2018.
Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana,
Mandar Maju, Bandung, 2003.
I Ketut Sudjana, Buku Ajar Hukum Acara Pidana Dan Praktek Peradilan
Pidana. Denpasar: Fakultas Hukum Universitas Udayana Pers, Bali,
2016.
Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, Prenadamedia Group, Jakarta, 2018.
76
77
Judy Hails, Criminal Evidence, USA: Cengage Learning, 6th ed, 2009.
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2010.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Cet. 17, Jakarta, 2022.
B. Jurnal
Jentera: Jurnal Hukum. Vol. 3 No. 1, 2020, diunduh pada 28 Mei 2023 dari
https://jurnal.jentera.ac.id/index.php/jentera/issue/view/3/3
Putu Tissya Poppy Aristiani & I Wayan Bela Siki Layang. “Pengaturan Alat
Bantu Pendetteksi Kebohongan (Lie Detector) di Pengadilan Dalam
Pembuktian Perkara Pidana”, diunduh pada tanggal 30 Januari 2023
dari
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/73425.
Vinca Fransisca Yusevin & Sri Mulyati Chalil. “Penggunaan Lie Detector
(Alat Pendeteksi Kebohongan) dalam Proses Penyidikan terhadap
Tindak Pidana Dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 8
Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana”,
diunduh pada
17 April 2023
dari
https://www.neliti.com/publications/547645/penggunaan-lie-
detector-alat-pendeteksi-kebohongan-dalam-proses-penyidikan-terha.
C. Skripsi
Mahkamah Agung RI, “Alat bukti Dalam Perkara Pidana Menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)”,
Artikel,
https://www.pn-jantho.go.id/index.php/2022/07/05/alat-bukti-dalam-
perkara-pidana-menurut-kitab-undang-undang-hukum-acara-pidana-
kuhap/. Diakses pada 11 September 2023.
New Mexico Supreme Court, Lee v. Martinez, 96 P.3d 291 (N.M. 2004), 2004,
diakses 13 Juli 2019, https://www.
courtlistener.com/opinion/2623542/lee-v-martinez/.
New Mexico Supreme Court, State v. Dorsey, 539 P.2d 204 (N.M. 1975), 1975,
diakses 13 Juli 2019, https://www.
courtlistener.com/opinion/1143182/state-v-dorsey/.
Yanita Nur Indah Sari. “Seberapa Ampuh Lie Detector, alias alat pendeteksi
kebohongan?”, Artikel, https://www.sehatq.com. Diakses pada 12
Mei 2023.
E. Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian
Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Kepada
Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia.