SKRIPSI
Disusun Oleh :
penulis ucapakan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta
Karunia-Nya kepada kita semua, dan tak lupa juga mengucapakn Shalawat kepada
Nabi Muhammad SAW. Dengan ini penulisan skripsi yang berjudul “Analisis
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Papa Azwan Anwar dan Mama Nita
pendidikan dan memberikan doa serta dukungan kepada penulis hingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Kepada ketiga saudari penulis Oliza
Veronica Azwan, S.Ikom dan Principessa Carina Azwan yang telah memberikan
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
1. Kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. Aras Mulyadi, DEA., selaku Rektor
Universitas Riau;
2. Kepada Bapak Dr. Mexsasai Indra, SH., MH., selaku Dekan Fakultas
i
3. Kepada Ibu Dr. Evi Deliana, HZ, SH, LL.M selaku Wakil Dekan I Fakultas
4. Kepada Ibu Dr. Dessy Artina, SH., MH., Wakil Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Riau;
5. Kepada Bapak Erdiansyah, SH., M.H., Wakil Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Riau;
6. Kepada Bapak Dr. Zulfikar Jayakusuma, SH., MH. Selaku Ketua Prodi S1
pengarahan dan hal lain yang berhubungan dengan penulisan dan penyelesaian
skripsi ini;
yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, pengarahan dan hal lain
9. Kepada Bapak Dr. Mukhlis R. S.H., M.H Selaku Ketua Penguji yang telah
10. Kepada Ibu Ledy Diana, S.H., M.H Selaku Penguji I yang telah memberikan
11. Kepada Ibu Elmayanti, S.H., M.H Selaku Penguji II yang telah memberikan
ii
12. Kepada Bapak/Ibu Dosen dan Staf Pegawai Fakultas Hukum Universitas
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
SURAT PERNYATAAN
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... iv
ABSTRAK......................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 7
D. Kerangka Teori.......................................................................................... 8
E. Kerangka Konseptual................................................................................. 16
F. Metode Penelitian...................................................................................... 16
Kejahatan................................................................................................... 26
iv
3. Upaya Penanggulangan Kejahatan dengan Tindakan Preventif, Represif,
dan Kuratif............................................................................................ 30
1. Pengertian Perkawinan.......................................................................... 32
2. Asas-Asas Perkawinan.......................................................................... 33
3. Syarat-Syarat Perkawinan..................................................................... 34
4. Nikah Siri.............................................................................................. 36
1. Pengertian Pembuktian......................................................................... 38
2. Sistem Pembuktian................................................................................ 41
3. Beban Pembuktian................................................................................ 44
BAB IV PENUTUP........................................................................................... 72
A. Kesimpulan................................................................................................ 72
B. Saran.......................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA
v
ABSTRAK
Nikah siri pada hakekatnya bagian dari agama islam, dan diperbolehkan
dalam agama islam. Budaya nikah siri ini diadobsi dari budaya arab, tak hanya di
negeri timur saja budaya nikah siri inipun merambah hingga ke Indonesia.
Perihalnya karena masyarkat Indonesia yang mayoritasnya pemeluk agama islam.
Praktik nikah siri sudah lama ada dan masih berjalan, kadangkala pernikahan yang
menjadi suatu lambang kesucian dan bentuk sebuah komitmen dalam berumah
tanggapun bisa jadi dampak dari praktik nikah siri ini. Sebab pernikahan dikotori
dengan perselingkuhan oleh seorang pasangannya dengan menikahi seorang yang
lain atau yang tak asing kita dengar dengan istilah poligami. Acap kali nikah siri
menjadi jalan keluar bagi para pelaku-pelaku poligami. Hal ini membawa pelaku
poligami terjerat keranah hukum pidana, mengenai tindak pidana itu diatur dalam
Pasal 279 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya akan disebut
KUHP) dengan ancaman pidana penjara 5 tahun. Dengan kata lain, seseorang
diancam pidana penjara 5 tahun apabila melangsungkan pernikahan untuk kedua
kalinya tanpa mendapatkan izin dari isteri atau suami pertamanya yang masih sah
secara hukum dan masih hidup. Namun penerapan Pasal ini dinilai masih kurang
dalam penegakan hukumnya, karena penerapan yuriprudensi di Indonesia tidaklah
suatu kewajiban bagi hakim, sehingga hakim bebas menafsirkan Pasal-pasal yang
ada menurut keyakinannya.
Jenis penelitian ini dapat digolongkan dalam jenis penelitian hukum
Normatif, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Pendekatan yang
dilakukan menggunakan pendekatan analisis kualitatif dengan mencari data baik
dalam buku, jurnal dan karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
Adapun sumber data yang dipakai adalah bahan hukum primer dan sekunder.
Kesimpulan yang bisa diperoleh dari hasil penelitian adalah Pertama,
Faktor Penghambat Dalam Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana
Perkawinan Tanpa Izin Isteri Pertama Menurut Pasal 279 KUHP ini masih
memiliki simpang siur mengenai regulasinya dan alat bukti yang digunakan dalam
proses persidangan sehingga penegakannya ternilai kurang cukup. Kedua,
Pengaturan Yang Ideal Terkait Tindak Pidana Perkawinan Tanpa Izin Isteri
Pertama Menurut Pasal 279 KUHP memang telah diatur didalam KUHP. Namun
sangat disayangkan tindak pidana ini tidak diatur atau dibuat dalam suatu
pertauran perundang-undangan yang khusus dan spesifik mengenai tindak pidana
ini. Agar kekosongan hukum mengenai regulasi tindak pidana ini tak lagi menjadi
ruang yang kosong.
Kata Kunci: Nikah Siri, Tindak Pidana, Perkawinan, Pasal 279 KUHP.
vi
ABSTRACT
Keywords: Siri Marriage, Criminal Acts, Marriage, Article 279 of the Criminal
Code.
vii
BAB I
PENDAHULUAN
dengan Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.1
syarat-syarat bagi seorang laki-laki apabila ingin memiliki istri lebih dari satu.
1
yang bahagia dan kekal sejahtera, maka dianutlah prinsip untuk mempersulit
istri.2
berlaku.3
berdasarkan menurut agama, kebiasaan atau hal-hal yang dipercayai oleh para
pihak yang akan melangsungkan perkawinan, tetapi ada satu hal yang tidak
oleh negara secara administratif tetapi perkawinan itu tetap ada tanpa adanya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 telah diatur dengan lengkap dan runtut
2
kejahatan asal-usul perkawinan. Kejahatan terhadap asal-usul perkawinan di
diminati untuk diperbincangkan karena hal ini merupakan hal yang berkaitan
dengan urusan pribadi orang yang bersangkutan, selain itu, juga menimbulkan
memiliki arti satu pernikahan, mono yang berati satu atau sendiri, sedangkan
gamos yang berarti pernikahan. Yang berarti dimana seorang pria hanya
alternatif dan kumulatif. Poligami itu sendiri diambil dari bahasa yunani yang
berati perinakahan lebih dari satu suami atau isteri, atau di Indonesia lebih
popular dengan istlah Nikah Siri. Menurut ajaran agama islam poligami itu
dengan ajaran islam, selama seorang suami dapat berlaku adil terhadap
3
Undang Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang
rukun nikah seperti pernikahan yang lengkap seperti adanya calon pengantin,
adanya wali, ada prosesi ijab kabul, adanya saksi dan syarat-syarat lain yang
berwenang.4
“terjadi 813 kasus perceraian akibat poligami pada tahun 2004 dan meningkat
pada tahun 2006 sebanyak 983 kasus di pengadilan agama” kasus poligami Di
Indonesia ternilai banyak namun, dari sekian kasus poligami yang ada hakim
mengenai kasus Andi Baharudin dan Juwita R dengan isteri pertama saksin
dengan Kasus 2). Seorang pria tidak dapat dijerat Pasal 279 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (yang selanjutnya disebut dengan KUHP) karena alat
bukti yang dinilai oleh Hakim tidak memenuhi syarat dalam proses
4
Dr Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Kencana, 2016, hlm. 95.
4
persidangan, yang tertuang didalam Pasal 184 ayat 1 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (yang selanjutnya disebut dengan KUHAP). Adapun isi
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.
Pada kasus 1 hasil dari putusan ini Terdakwa 1 Andi dan Terdakwa 2
pernikahan sah yang menjadi penghalang yang sah, saksi korban yaitu Sdri.
mengambil langkah untuk membebaskan pria tersebut atas dasar Pasal 185
ayat 2 KUHAP yaitu “Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk
dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti
yang sah lainya.” Kalau perkawinan yang dilakukan pria tersebut adalah
pertamanya dengan isteri yang sah, maka perkawinan yang keduanya tidak
5
sah karena nikah siri tidak diakui oleh Negara dan tidak memiliki bukti surat
perkawian atau buku nikah, namun perkawinan itu tetap ada hanya saja bukti
otentiknya yang tidak ada. Tidak hanya itu hakim juga menyatakan bahwa
putusan majelis hakim pengadilan tinggi negeri makasar dinilai keliru karena
bahwasannya Pasal 279 KUHP ini menupakan delik aduan, sementara itu
pengaduan yang dilakukan oleh saksi pelapor/korban dalam perkara ini sudah
Terdakwa 2 dan bertemu dengan anak dari Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 yang
saat itu berumur 9 (sembilan) bulan. Hakim menganggap saksi korban telah
mengetahui bahwasannya pernikahan itu sudah terjadi lebih dari masa waktu
bebas dari dakwaan awal pasal 279 KUHP, Terdakwa 1 dilaporkan saksi
memberikan izin baik secara tertulis maupun lisan. Membaca tuntutan pidana
dinyatakan bebas. Menarik tolak ukur pada Pasal 244 KUHAP, Terdakwa
6
Agung kecuali terhadap putusan bebas. Hakim Mahkamah Agung menerima
permohonan kasasi yang diajukan Oditur Militer, karena Pasal 244 KUHAP
karena sifatnya penghargaan atas hasil pembuktian yang tidak tunduk pada
Agama RI Nomor 2 Tahun 1987 Pasal 1 huruf b tentang Wali Hakim, bahwa
Saksi 5 Sdri. Hartini in casu harus dinyatakan tidak ada karena tidak
Isalam.
7
tidak mendapat izin isteri pertamanya untuk melangsungkan
diterapkan“
KUHP yaitu:
menjadi penghalang yang sah untuk itu, diancam dengan pidana penjara
(3) Pencabutan hak berdasarkan Pasal 35 nomor 1-5 dapat dinyatakan. Selain
bahwa ada penghalang yang sah, diancam dengan pidana penjara paling
8
Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah dan kasus diatas, jelas
yang senyatanya (das sein) pelanggaran pada Pasal 279 KUHP mengenai
Asal-Usul Perkawinan yang seharusnya (das sollen) seorang suami itu dapat
dapat diadili atas dasar alasan kurangnya alat bukti. Penulis melihat terdapat
masalah mengenai hak seorang isteri yang menjadi korban dalam perkawinan,
sehingga isteri tidak dapat menerima hak nya sebagai korban. Oleh karena itu
B. Rumusan Masalah
pidana perkawinan tanpa izin isteri pertama menurut Pasal 279 KUHP?
1. Tujuan Penelitian
KUHP.
9
2. Kegunaan Penelitian
D. Kerangka Teori
10
pada hakikatnya berarti menegakan nilai kepercayaan di dalam
masyarakat.5
hidup.6
hukum hanya bersangkutan dengan hukum pidana saja. Pikiran seperti ini
diperkuat dengan kebiasaan kita menyebut penegak hukum itu polisi, jaksa
5
Aziz Syamsudin, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 55.
6
Purnadi Purbacaraka, Badan Kontak Profesi Hukum Lampung, penegakan hukum dalam
Mensukseskan Pembangunan, Alumni, Bandung, 1977, hlm. 77.
7
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.48.
8
Abdul Kadir, Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm.115.
11
tersebut. Di dalam bagian ini, diketengahkan secara garis besar perihal
kepentingan masyarakat. Jaminan yang harus ada agar nilai nilai dan asas-
asas dari penegakan hukum dapat diterapkan fungsinya yakni harus ada
yang mantap dan sikap tindakan sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap
masyarakat tersebut merupakan tentang diri kita sendiri, didalam mana kita
melihat diri kita sendiri yang berhadapan dengan hukum. Orang yang
9
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT.Raja
Grafindo, Jakarta, 2013, hlm.45.
10
Ibid, hlm.124.
11
Ibid, hlm.5.
12
kebaikan yang setinggi tingginya. Keyakinan itulah yang menjadi tempat
karena hukum itu sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu
13
enforcement begitu populer. Selain itu, ada kecendrungan yang kuat untuk
hakim.13
(Inggris) atau Politiek (Belanda). bertolak dari kedua istilah asing ini,
Hukum Pidana”. Dalam istilah asing, politik hukum pidana sering dikenal
kejahatan.15
dasar-dasar pemerintahan.
kebijakan.
13
Ibid, hlm.7-8.
14
Yesmil Anwar dan Adang, Pembaruan Hukum Pidana Reformasi Hukum Pidana, PT
Grasindo, Jakarta, 2008, hlm .57.
15
Samuel James Jhonson, “Supreme Court of the United States”, U.S Government Works,
2007, Jurnal Westlaw, Thomson Reuters, diakses melalui http://1.next.westlaw.com/Document/,
pada tanggal 28 Januari 2019 dan diterjemahkan oleh Google Translate.
14
Menurut Utretch, politik hukum menyelidiki perubahan-perubahan
apa yang harus diadakan dalam hukum yang sekarang berlaku supaya
constituendum itu pada suatu hari berlaku sebagai Ius constitutum (hukum
aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan
Hukum” adalah:18
16
Abdul Latif dan Hasbih Ali, Politik Hukum, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 22-23.
17
Ibid, hlm. 24.
18
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,Perkembangan Penyusunan
Konsep KUHP Baru, Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 26.
15
digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam
Minimum).20
19
Yesmil Anwar dan Adang, Op cit, hlm.64.
20
Barda Nabawi Arief, Op.cit, hlm. 248.
16
Dengan demikian, dilihat dari sebagai bagian dari politik hukum,
baik.21 Menurut Marc Ancel, penal policy merupakan ilmu sekaligus seni
secara lebih baik.22 Melihat dari uraian di atas yang dimaksud dengan
“peraturan hukum positif” (the positive rules) dalam definisi Marc Ancel
Dengan demikian, istilah “penal policy” menurut Marc Ancel adalah sama
oleh Sudarto.23
E. Kerangka Konseptual
1. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan yang mana disertai sanksi yang berupa pidana tertentu, meliputi
21
Ibid, hlm. 26-27.
22
Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Perspektif, Teoritis, Dan Praktik, P.T.
Alumni, Bandung, 2012, hlm. 390.
23
Barda Nawawi Arief, Op.cit. hlm. 27.
24
Kartonegoro, Diktat Kuliah Hukum Pidan, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta, hlm. 62.
17
2. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.25
satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu
pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis
4. Monogami adalah satu atau sendiri dalam istilah pernikahan yang dimana
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
oleh para ahli hukum yang berhubungan dengan judul yang penulis angkat.
Yang menjadi pokok masalah tentang perkawinan tanpa izin isteri pertama
2. Sumber Data
25
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
26
W.J.S Poerwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balal Pustaka, Jakarta, 2010, hlm.
904.
27
W.J.S Poerwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balal Pustaka, Jakarta, 2010, hlm.
774.
18
Adapun jenis data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah
bersumber dari data sekunder. Sumber data sekunder adalah data yang
pihak lain yang berwenang dan juga untuk memperoleh informasi baik
dalam bentuk ketentuan formal maupun data melalui naskah resmi yang
ada. berupa bacaan yang relevan dengan materi yang sedang diteliti.
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif yang
akademisi, ilmuwan atau praktisi hukum dan disiplin hukum lain yang
relevan serta berkaitan dengan masalah yang diteliti. Selain itu juga
19
dapat berupa artikel hukum yang telah diseminarkan dan berkaitan
dalam penulisan.
menggunakan kamus hukum dan kamus umum dalam hal ini yang
website.
4. Analisis Data
secara deskriptif dari data yang diperoleh. Analisis yang dilakukan secara
20
yang bersifat umum menjadi hal-hal yang bersifat khusus, dimana kedua
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21
A. Tinjauan Umum Tentang Penegakan Hukum
hubungan nilai-nilai yang ada di dalam kaidah atau pandangan menilai yang
hidup.28
hanya bersangkutan dengan hukum pidana saja. Pikiran seperti ini diperkuat
28
Purnadi Purbacaraka, Badan Kontak Profesi Hukum Lampung, penegakan hukum dalam
Mensukseskan Pembangunan, Alumni, Bandung, 1977, hlm. 77.
22
dengan kebiasaan kita menyebut penegak hukum itu polisi, jaksa dan
hakim.29
lagi (percobaan);
mempengaruhi keputusan hukumnya. Kiranya jelas, bahwa hal ini pasti ada
29
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.48.
30
Abdul Kadir, Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm.115.
31
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT.Raja
Grafindo, Jakarta, 2013, hlm.45.
23
Penegakan hukum diyakini untuk menjamin dan melindungi
kepentingan masyarakat. Jaminan yang harus ada agar nilai nilai dan asas-
asas dari penegakan hukum dapat diterapkan fungsinya yakni harus ada
kekuasaannya, selain itu harus pula ada jaminan perlindungan agar penegak
hukum secara bebas, tanpa rasa takut melaksanakan nilai-nilai dan asas-asas
penegakan hukum.32
mantap dan sikap tindakan sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir
tersebut merupakan tentang diri kita sendiri, didalam mana kita melihat diri
kesadaran hukum berarti orang tersebut yakin akan cita-cita kebaikan yang
setinggi tingginya. Keyakinan itulah yang menjadi tempat bagi jalinan nilai-
hukum itu sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu sendiri.
32
Ibid, hlm.124.
33
Ibid, hlm.5.
34
Muhammad Erwin, Filsafat Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,2011,hlm.135.
24
Dalam hal ini terjadilah internalisasi hukum dalam masyarakat yang
begitu populer. Selain itu, ada kecendrungan yang kuat untuk mengartikan
1) Keadilan
kehendak. Kebebasan kehendak itu ada pada setiap manusia. Hak dan
pada kodrat manusia itu sendiri, bukan semata-mata berasal dari luar diri
manusia.
Jadi, adanya hak itu dapat diketahui dari dua sisi. Pada satu sisi hak itu
melekat pada diri karena kodrat manusia, sedangkan pada sisi lain hak itu
35
Ibid, hlm.7-8.
36
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001,
hlm.116.
25
keputusan hukum. Hak karena kodrat bersifat mutlak, sedangkan hak
baik adalah hakim yang memenuhi tuntutan keadilan, biak secara hukum
2) Kepatutan
menggunakan keadilan.
3) Kejujuran
26
Kejujuran berkaitan dengan kebenaran, keadilan, kepatutan dan
yang sadar akan pengendalian diri terhadap apa yang seharusnya tidak
benar, adil, dan patut. Kejujuran adalah kendali untuk berbuat menurut
apa adanya sesuai dengan kebenaran akal (ratio) dan kebenaran hati
nurani. Benar menurut akal, baik menurut akal diterima oleh hati nurani.
Kejujuran adalah salah satu segi kebaikan. Segi lain dari kebaikan adalah
ketaatan atau kepatuhan pada hukum adalah baik dalam arti benar, patut,
27
keadilan. Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau
merupakan delik aduan, yang berarti Pasal ini dilaporkan oleh orang yang
dicabut. Namun delik aduan ini juga memilik masa waktu pengajuan diatur
Dalam kasus nikah siri yang menjadi tinjauan dalam penelitian ini,
penikahan tanpa izin isteri pertama atau melakukan pernikahan untuk kedua
kalinya (nikah siri) tanpa di setai izin tertulis maupun tidak tertulis,
dinyatakan bebas dari dakwaan yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum
kedudukannya.
37
Ferawati, “Urgensi Rechtsvinding dan Rechtsverfijning Sebelum Hakim Menjatuhkan
Pidana Dalam Rangka Mewujudkan Keadilan Terhadap Perempuan Pengedar Narkotika” Jurnal
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Riau, Vol.6, No.1, Januari, 2016.
28
B. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Hukum Pidana
(Inggris) atau Politiek (Belanda). bertolak dari kedua istilah asing ini, istilah
Pidana”. Dalam istilah asing, politik hukum pidana sering dikenal dengan
dasar-dasar pemerintahan.
kebijakan.
38
Yesmil Anwar dan Adang, Pembaruan Hukum Pidana Reformasi Hukum Pidana, PT
Grasindo, Jakarta, 2008, hlm .57.
39
Samuel James Jhonson, “Supreme Court of the United States”, U.S Government Works,
2007, Jurnal Westlaw, Thomson Reuters, diakses melalui http://1.next.westlaw.com/Document/,
pada tanggal 28 Januari 2019 dan diterjemahkan oleh Google Translate.
29
Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari
Hukum” adalah:40
40
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,Perkembangan Penyusunan
Konsep KUHP Baru, Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 26.
30
dikriminalisasikan, tidak berlebihan apabila kita katakan akan terjadi gejala
yang telah merdeka. Akan tetapi, usaha yang dilakukan belum dapat
nilai-nilai kesusilaan yang minimal (das Recht ist das ethische Minimum).43
baik.44 Menurut Marc Ancel, penal policy merupakan ilmu sekaligus seni
41
Yesmil Anwar dan Adang, Op cit, hlm.64.
42
M. Ali Zaidan, Kebijakan Kriminal, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm.125.
43
Barda Nabawi Arief, Op.cit, hlm. 248.
44
Ibid, hlm. 26-27.
31
secara lebih baik.45 Melihat dari uraian di atas yang dimaksud dengan
“peraturan hukum positif” (the positive rules) dalam definisi Marc Ancel itu
demikian, istilah “penal policy” menurut Marc Ancel adalah sama dengan
Sudarto.46
apa yang harus diadakan dalam hukum yang sekarang berlaku supaya sesuai
(hukum yang akan berlaku) dan berusaha agar Ius constituendum itu pada
suatu hari berlaku sebagai Ius constitutum (hukum yang berlaku yang
baru).47
aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan
menampung semua hal yang relevan dengan bidang atau masalah yang
45
Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Perspektif, Teoritis, Dan Praktik, P.T.
Alumni, Bandung, 2012, hlm. 390.
46
Barda Nawawi Arief, Op.cit. hlm. 27.
47
Abdul Latif dan Hasbih Ali, Politik Hukum, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 22-23.
32
hendak diatur dalam undang-undang itu, apabila perundang-undangan itu
crime).49
kejahatan dengan dua model kebijakan, yaitu dengan pidana (penal), dan
bagian dari politik kriminil. Politik kriminil dapat diberi arti sempit,
lebih luas dan paling luas. Dalam arti sempit politik kriminil itu
dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana. Dalam arti
48
Ibid, hlm. 24.
49
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, St Paul Minn, New York, 1999.
50
Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 113-116.
33
merupakan keseluruhan kegiatan yang dilakukan melalui perundang-
kuratif itu merupakan segi lain dari tindakan represif dan lebih
34
kejahatan. Tindakan kuratif dalam arti nyata hanya dilakukan oleh
1. Pengertian Perkawinan
Tentang Perkawinan.
agamaan, tidaklah boleh keluar dari konsep agama. Namun, dalam agama
Islam perkawinan sah apabila adanya dua orang saksi, adanya calon
pengantin pria dan wanita, adanya mahar dan mengucapkan Ijab Qobul, dan
Islam juga menhalalkan poligami atau memiliki isteri lebih dari satu,.
35
membolehkan seorang memiliki lebih dari satu isteri atau suami. Akan
tetapi, harus disertai dengan izin dari salah seorang isteri atau suami.
1. Bagaimana jika salah seorang suami atau isteri menikah lagi tanpa
diketahui oleh suami atau isterinya untuk kedua kali secara diam-diam,
2. Apakah hal tersebut dapat di hukum dengan peraturan yang ada di negara
2. Asas-Asas Perkawinan
a. Asas Monogami
pernikahan, mono yang berati satu atau sendiri, sedangkan gamos yang
b. Asas Poligami
perinakahan lebih dari satu suami atau isteri. Menurut ajaran agama islam
poligami itu boleh dilakukan atau terapkan dalam perkawinan dan tidak
36
bertentangan dengan ajaran islam, selama seorang suami dapat berlaku adil
nikah siri itu merupakan dua hal yang berbeda, nikah siri itu adalah
pernikahan yang sah secara agama namun tidak tercatat pada catatan sipil
proses nikah siri, karena nikah siri tidak perlu mendapatkan izin dari isteri
pertama yang sah, sehingga prosesi nikah siri tidak ada halangan dengan
3. Syarat-Syarat Perkawinan
a. Syarat Materil
harus mendapat izin dari kedua orang tua atau wali (Pasal 6 ayat 2
Undang-Undang Perkawinan)
Undang-Undang Perkawinan)
37
4) Bagi pria yang belum mencapai umur 19 tahun terlebih dahulu harus
ditunjukkan oleh kedua orang tua atau wali (Pasal 7 ayat 2 Undang-
Undang Perkawinan)
ketiga dan keempat (berpoligami) harus tunduk pada Pasal 3 ayat (2)
Undang Perkawinan)
kalinya, artinya setelah kawin lalu cerai kemudian kawin lagi dan
dahulu harus berakhir dulu jangka waktu tunggunya (Pasal 11 ayat (2)
51
Syawali Husni, Pengurusan(Bestuur) Atas Harta Kekayaan Perkawinan Menurut KUH
Perdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Hukum Islam, Graha
Ilmu, Yogyakarta, 2009, hlm.18.
38
b. Syarat Formil
Dapat disimpulkan:52
lainya.
4) Perlangsungan perkawinan
oleh kedua belah pihak, kedua orang saksi dan pegawai pencatatan
perkawinan.
52
Ibid. hlm.19.
39
c) Pemberitahuan kutipan akta perkawinan kedapa suami isteri.
4. Nikah Siri
dari kata assirru yang mempunyai arti ”rahasia”. Menurut Zuhdi dalam
terminology Fiqih Maliki, nikah siri ialah nikah yang atas pesan suami, para
setempat. Menurut terminologi ini nikah siri adalah tidak sah, sebab nikah
siri dapat mengundang fitnah, tuhmah dan suudz-dzan, nikah siri dalam
presfektif fiqih adalah nikah yang tidak dihadiri dua orang saksi laki-laki
Nikah semacam ini tidak sah hukumnya, kalau terjadi nikah siri
harus difasakh oleh hakim. Anak yang lahir dari nikah siri nasabnya
dihubungkan kepada ibunya. Para ulama besar seperti Abu Hanifah, Imam
Malik dan Imam Syafi’I tidak memperbolehkan nikah siri. Sehingga nikah
siri menurut pada ukama tersebut harus dihapuskan. Sedangkan para saksi
yang dipesan oleh wali nikah utuk merahasiakan pernikahan yang mereka
pernikahan semacam itu termasuk nikah siri dan harus difasakh. Namun
Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Abu Hanafi’I dan Ibnu Mundzir berpendapat
Nikah siri disebut juga nikah bawah tangan. Nikah siri cukup dengan
adanya wali dari mempelai perempuan, ijab-qabul, mahar dan dua orang
53
M. Sujari Dahlan, Fenomena Nikah Siri (Bagaimana kedudukannya Menurut Agama Islam),
Surabaya, Pustaka Progressif, 1996, hlm.31.
40
saksi laki-laki serta tidak perlu melibatkan petugas dari kantor urusan agama
setempat. Nikah siri biasanya dilaksanakan karena kedua belah pihak belum
alasannya untuk menjaga agar tidak terjerumus kepada hal-hal yang dilarang
agama.54
saksi nikah dan syarat-syarat pada saksi itu sendiri. Dengan memperhatikan
syarat sahnya nikah, maka saksi itu berkedudukan sebagai syarat sahnya
akad nikah tersebut minimal harus disaksikan oleh dua orang saksi laki-laki
muslim. Dalam akad nikah, kurang tepat kalu saksi nikah dicukukan dengan
seorang saksi laki-laki dan dua orang perempuan kecuali dalam keadaan
sangat darurat. Dengan mengambil saksi alternative dan dua orang laki-laki
beralih kepada saksi seorang laki-laki dan dua orang perempuan berarti
Dalam Komplikasi Hukum Islam, saksi nikah pada Pasal 24 ayat (1)
54
Lukman A. Irfan, Nikah, PT> Pustaka Insani Madani, Yogyakarta, 2007, hlm.84.
55
Ibid, hlm.34.
56
Komplikasi Hukum Islam, Hukum Perkawinan, Waris, Perwakafan, Karya Anda, Surabaya,
hlm.29.
41
1. Pengertian Pembuktian
alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana, terdakwa dinyatakan bersalah. Oleh karena itu, Hakim harus cermat,
manusia yang harus dinilai termasuk proses. Oleh karena itu, pembuktian
paling besar.60
57
Andi Hamzah, Op.cit, hlm. 257.
58
Ibid.
59
M. Natsir Asnawi, Hukum Pembuktian Perkara Perdata di Indonesia, UII Press,
Yogyakarta, 2013, hlm. 1.
60
Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 2012, hlm. 102.
42
Arti penting dari pembuktian sendiri jika ditinjau dari segi hukum
terdakwa maupun Penasihat Hukum, semua terikat pada ketentuan tata cara
dan penilaian alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang. Tidak boleh
Kebenaran itu harus diuji dengan alat bukti, dengan cara dan dengan
kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang ditemukan.61
membuktikan kesalahan terdakwa dengan alat bukti yang lain atau secara
Hal ini sesuai dengan penegasan yang dirumuskan dalam Pasal 189
disertai alat bukti yang lain.63 Perlu diketahui bahwa dalam hukum acara
61
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana: Penyelidikan dan Penyidikan, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm. 202.
62
Ibid. hlm. 213.
63
Ibid. hlm. 216.
43
pidana dikenal yang namanya “hal yang secara umum diketahui tidak perlu
feiten notorious atau generally known. Mengenai hal tersebut, ditinjau dari
segi hukum, tiada lain daripada keadaan yakni peristiwa yang diketahui
secara umum bahwa peristiwa itu memang sudah demikian hal yang
sebenarnya. Namun “hal yang secara umum diketahui” tidak dapat berdiri
2. Sistem Pembuktian
a. Conviction-In Time
pada keyakinan Hakim. Teori ini diterapkan pada sistem juri di Prancis
mata atas dasar keyakinan hakim tanpa alat bukti yang cukup. Sebaliknya
64
Ibid.
65
Ibid. hlm. 223.
66
Hendar Soetarna, Hukum Pembuktian dalam Acara Pidana, Alumni, Surabaya, 2011,
hlm.39.
67
M. Yahya Harahap, Op.cit, hlm. 240.
44
b. Conviction-Rasionee
68
Hendar Soetarna, Op.cit, hlm. 41.
69
M. Yahya Harahap, Op.cit, hlm. 245.
70
Ibid.
71
Andi Hamzah, Op.cit, hlm. 259.
45
Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif
yang didakwakan padanya dapat dibuktikan dengan cara dan dengan alat-
secara negatif. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat isi Pasal 183 Kitab
dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
melakukannya”.74
72
Ibid. hlm. 262.
73
Ibid. hlm. 283.
74
Syaiful Bakhri, Hukum Pembuktian dalam Praktik Peradilan Pidana, Total Media, Jakarta,
2009, hlm. 43.
46
Untuk menjejaki alasan pembuat undang-undang merumuskan Pasal
3. Beban Pembuktian
Penuntut Umum (alat bukti yang memberatkan) dan terdakwa atau penasihat
Hakim dalam proses persidangan pidana bersifat aktif. Oleh karena itu,
75
Ibid. hlm. 56.
76
Hendar Soetarna, Op.Cit, hlm. 15.
77
Alfitra, Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di Indonesia,
Raih Asa Sukses, Jakarta, 2018, hlm. 50.
47
4. Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian
a. Keterangan Saksi
Alat bukti keterangan saksi adalah alat bukti yang paling penting dan
utama dalam perkara pidana. Tidak ada perkara pidana yang luput dari
1) Harus mengucap sumpah atau janji. Pasal 160 Ayat (3) dan Pasal 160
Pidana.
saksi dapat dinilai sebagai alat bukti, keterangan itu harus yang
78
Syaiful Bakhri, Op.Cit, hlm. 47.
79
Ibid.
48
“dinyatakan” disidang pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 185
4) Keterangan saksi saja tidak dianggap cukup. Hal ini berkaitan dengan
asas minimum pembuktian yang diatur dalam Pasal 183 Kitab Undang-
orang saksi dianggap keterangan saksi yang banyak itu telah cukup
atau memotivasi seorang saksi untuk berkata benar. Oleh karena itu,
49
berbuat demikian dengan ancaman pidana yang merujuk Pasal 242 Ayat
dalam Pasal 185 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
testis yang artinya satu saksi bukan merupakan saksi. Ketentuan ini diatur
dalam Pasal 185 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
lain misalnya alat bukti keterangan saksi ditambah alat bukti keterangan
terdakwa.83
81
Hendar Soetarna, Op.cit, hlm. 55.
82
Hendar Soetarna, Op.Cit, hlm. 58.
83
Alfitra, Op.cit, hlm. 91.
50
Ketentuan Pasal 166 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
mengenai suatu perbuatan atau tindak pidana yang tidak dinyatakan oleh
tersebut sejalan dengan yang diatur dalam Pasal 153 Ayat (2) Huruf B
1) Syarat Objektif
c) Mampu bertanggungjawab.
2) Syarat Subjektif
mengalami.
b. Keterangan Ahli
urutan kedua oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, hal ini
84
Ibid. hlm. 81.
85
Ibid. hlm. 104.
51
keterangan ahli sebagai alat bukti. Keterangan ahli sebagai alat bukti
keahlian khusus tapi jika melihat substansi Pasal 133 Ayat (1) Kitab
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena merupakan
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya”.
Kekuatan alat bukti keterangan ahli pada prinsipnya tidak mempunyai nilai
menentukan. Hakim bebas menilai dan tidak terikat padanya. Tidak ada
86
Syaiful Bakhri, Op.cit, hlm. 63.
87
Alfitra, Op.cit, hlm. 116.
52
keharusan bagi Hakim untuk mesti menerima kebenaran keterangan ahli
dimaksud.
berdiri sendiri saja tanpa didukung oleh alat bukti yang lain, tidak
suatu hal yang masih kurang terang tentang suatu keadaan. Dalam keadaan
tertentu keterangan beberapa orang ahli dapat dinilai sebagai dua atau
Acara Pidana. Oleh karena itu secara kasuistis, dua atau beberapa alat
bukti keterangan ahli dapat dinilai merupakan dua atau lebih alat bukti,
c. Surat
53
39/TU/88/102/PID, berpendapat microfilm atau microfiche dapat
surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang-
undang ialah:90
1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat
4) Surat lain yang hanya dapat berlaku, jika ada hubungannya dengan isi
pembuktian alat bukti surat sebagai alat bukti. Hal tersebut dapat ditinjau
Pidana:91
Alat bukti surat yang disebut dalam Pasal 187 Huruf a, b, dan c
54
resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan perundang-
sumpah jabatan maka ditinjau dari segi formal alat bukti surat adalah
Alat bukti surat yang diatur dalam Pasal 187 Kitab Undang-
pembuktiannya.
d. Petunjuk
Nilai kekuatan pembuktian pada alat bukti petunjuk serupa sifat dan
terikat secara sempurna oleh alat bukti petunjuk karena Hakim bebas
sebagai alat bukti tidak bisa berdiri sendiri untuk membuktikan kesalahan
terdakwa, karena bukti petunjuk tetap terikat pada prinsip batas minimum
pembuktian.92
92
Ibid, hlm. 314.
55
e. Keterangan Terdakwa
Hakim untuk tidak boleh beranjak dari alat bukti tersebut. Hakim secara
itu, kebenaran yang harus ditegakkan adalah kebenaran sejati. Maka dari
Hakim tidak terikat pada nilai kekuatan yang terdapat pada alat
93
Syaiful Bakhri, Sistem Peradilan Pidana Indonesia: dalam Perspektif Pembaharuan, Teori,
dan Praktek Peradilan, Pustaka Pelajar, Jakarta, 2014, hlm. 65.
94
Ibid.
95
Ibid. hlm. 72.
56
terkandung didalamnya. Hakim dapat menerima dan menyingkirkan
sah, untuk itu diperlukan beberapa asas sebagai landasan berpijak antara
lain:96
57
Keterangan terdakwa yang diberikan dalam persidangan barulah
tentang apa yang ia perbuat, apa yang ia lakukan dan apa yang ia alami.
97
Alfitra, Op.cit, hlm. 153.
58
BAB III
Pidana Perkawinan tanpa Izin Isteri Pertama Menurut Pasal 279 KUHP
kepada warga yang dipidana.98 Hukum diciptakan sebagai suatu sarana atau
instrument untuk mengatur hak-hak atau kewajiban subjek hukum agar subjek
dalam masyarakat dan hukum itu harus bersendikan pada keadilan, yaitu asas
selalu mengikuti yang berarti bahwa akan bergerak satu langkah dibelakang
98
M. Ali Zaidan, Menuju Pembaharuan Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm.
354.
99
C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
1989, hlm. 41.
100
Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum Progresif,
Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 13.
59
Pandangan demikian itu apabila hukum hanya diartikan sebagai
politisi disuatu Negara, maka hukum dapat saja dikatan tertinggal, satu lagkah
ditempatkan pada posisi yang selalu harus dibelakang dari setiap langkah
manusia yang beradab.101 Hal ini karena hukum itu berkembang selalu
berdasarkan mindset, yang artinya bahwa setiap subjek hukum itu selalu akan
keseimbangan.102
pada Pasal 279 KUHP. Tindak pidana ini berkaitan dengan pernikahan,
poligami dan juga nikah siri. Pernikahan dilambangkan dengan sesuatu yang
suci, namum apa jadinya bila pernikahan yang kedua kalinya malah menjadi
negeri sipil hingga aparat penegak hukumpun terjerat dengan tindak pidana
ini. Hal ini dikarenakan dorongan hawa nafsu seseorang untuk mendapatkan
101
Ibid.
102
Ibid.
60
kepuasan yang ia ingginkan sengga acap kali melenceng dari koridor-koridor
Isi dari Pasal 279 KUHP ini menjelaskan tentang larangan untuk
penghalang yang sah, tak main-main tindak pidana ini di ancam dengan
telah ada menjadi penghalang yang sah” artinya dapat kita tarik kesimpulan
apabila pelaku poligami tidak mengantongi izin dari pasangannya yang masih
Sehingga peraktik poligami tidak jadi bumerang bagi para pelaku praktiknya.
Bila kita berbicara mengenai izin untuk melakukan poligami, kembali lagi hal
61
telah melekat di diri kita semua, sehingga sering kali bertolak belakang
dengan aturan-aturan hukum yang bersifat mengikat. Tak sedikit para pelaku
terjerat oleh Pasal ini dikarenakan kehendak hawa nafsunya, keinginan untuk
memiliki isteri lebih dari satu ataupun suami. Banyak yang mengambil jalan
pada Pasal 3 ayat 1, bahwa seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang
isteri, dan seorang perempuan hanya boleh memiliki seorang suami. Namun,
kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari satu jika dikehendaki oleh
Nikah siri, bila kita memandang dari kaca mata agama islam hal ini
bukanlah sesuatu yang baru dan tabu untuk didengar. Karena nikah siri
keberadaan nikah siri memang diakui keberadaannya, hanya saja akta nikah
siri tidak diakui oleh Negara karena tidak tercatat oleh catatan sipil. Mengenai
boleh atau tidak bolehnya, sah atau tidak sahnya bila di perbincangkan dari
kedua aspek antara hukum islam dan hukum nasional, ini akan menjadi topik
62
Indonesia kita harus patuh, tunduk dan taat kepada aturan hukum yang ada
dan mengatur.
pengadilan terkait tindak pidana asal-usul perkawinan, yaitu pada kasus Andi
Bahrudi dan kasus Kapten Rusli Legino. Kedua pelaku ini didakwa telah
nikah siri dan tidak memiliki izin atas pernikahannya dari isteri selaku korban
para pelaku. Hakim ketua dari masing-masing kasus ini memutuskan para
“perbuatan terdakwa tidak tercatat pada Kantor Urusan Agama (KUA) dan
pada terdakwa tidak memiliki akta nikah sebagai alat bukti otentik yang sah
dimuka pengadilan” dan tidak hanya itu alasan lain hakim dalam memutuskan
perkara ini pada tingkat kasasi antara lain kurangnya saksi dalam proses
kadaluwarsanya masa tenggat sebuah delik aduan. oleh karena itu terdakwa
tidak dapat dituntut sebagimana diatur didalam Pasal 279 huruf b KUHP.
Saat pemeriksaan saksi yang juga seorang isteri dari terdakwa, saksi
benar telah menikah lagi sedangan terdakwa tidak mendapatkan izin darinya.
63
hakim merujuk pada Pasal 185 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
dimuka persidangan, mengenai alat bukti diatur pada Pasal 184 KUHAP.
Merujuk pada Pasal 74 Ayat (1) KUHAP pada Kasus 1 serta Ketentuan
seluruh dakwaan para Jaksa Penuntut Umun dan juga Oditur Militer ditolak
itu saksi, keterangan ahli, petunjuk dan surat harus dibuktikan hubungannya
kebenaran alat bukti yang ada, maksudnya alat bukti yang ada berupa
pelangaran yang sudah terjadi atau berkas-berkas perkara yang ada, dengan
kata lain harus sesuai dengan fakta bukan rekayasa. Sedangkan surat nikah
siri memanglah alat bukti namun, bukan akta otentik yang keabsahannya
perlu dipertanyakan.
64
perwakilan dan bentuk keadilan di dunia ini. Hakim diberi wewenang oleh
negara dalam mengadili suatu perkara kasus yang menyangkut rasa keadilan
bagi para pelaku dan korban. Menurut saya, hakim telah menjalankan
putusan itu benar. Hal ini juga terdapat pada asas hukum Res Judicata Pro
Veritate Habetur yang berarti bahwa putusan hakim harus dianggap benar,
yang tetap atau diputuskan oleh pengadilan yang lebih tinggi.103 Akan tetapi
alat bukti yang berkaitan dengan perkara tindak pidana meskipun alat bukti
tersebut tidak otentik maupun otentik, selama itu berkaitan dengan tindak
103
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukuam: Sebuah Pengantar, Cahaya Atma Pustaka,
Yogyakarta, 2014, hlm.9
65
2. Kadaluwarsa masa tuntutan delik aduan
menjadi korban dalam rumah tangga. Apakah korban hanya bisa dianggap
poligami dan nikah siri menciptakan kekosongan hukum yang ada dan
104
Aziz Syamsudin, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 55.
66
beriringan dengan pudarnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap hukum itu
sendiri.
adat dan hukum doktrin. Secara ideal unsur-unsur itu harus harmonis, artinya
tidak saling bertentangan baik secara vertikal maupun secara horizontal antara
diartikan sebagai suatu isi hukum (content of law), tata laksana hukum
dapat berlangsung secara normal, damai tetapi dapat juga terjadi berbagai
kepastian hukum. Sebelum mengartikan apa itu tindak pidana, terlebih dahulu
kita harus mengetahui apa itu pidana. Menurut R. Soesilo berarti hukuman,
105
Hari Sasangka, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata Untuk Mahasiswa dan
Praktisi, Mandar Maju, Bandung, 2005, hlm.26.
67
yaitu suatu tindakan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim
instusi berkuasa yang dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang
yang dilarang oleh aturan hukum, larangan yang mana disertai sanksi berupa
pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Dapat juga
dan diancam pidana asal saja dalam hal itu diingat bahwa larangan
kekuasaan hakim dan kebijakan hukum yang hal ini menyangkut dengan
106
Adelia Yunia, “Konsekuensi Hukum Tindak Pidana Narkotika Jenis Baru Berdasarkan
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika” Skripsi, 2014, Fakultas Hukum
Universitas Riau, Pekanbaru.
107
Andi Hamzah, Op.Cit, hlm.7.
68
terkait dengan menangkis perilaku berbahaya yang diarahkan untuk
konsep baru dari pelanggaran masuk tanpa izin (trespass). Sebagai tambahan,
pidana.
yang dilanggar oleh perbuatan paksaan dari yang lain dan kondisi autonomi
69
4. Memperluas sanksi pidana untuk kerugian minor (minor harm);
(victimless crimes).
pidana harus berkaitan dengan bukti empiris terkait akibat yang timbul pada
kejahatan. Jadi kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian
dari politik kriminal, maka politik hukum pidana identik dengan pengertian
hukum pidana). Oleh karna itu sering pula dikatakan politik atau kebijakan
108
Barda Nawawi Arief, Bunga Rempai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Konsep
Penyusunan KUHP Baru, Prenamedia Group, Jakarta, 2008, hlm. 28.
70
hukum pidana merupkan bagian pula dari kebijakan penegakan hukum ( law
enforcement policy).109
integral dari usaha perlindungan masyarakat (social welfare). Oleh karena itu
wajar pula apabila kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan
cara yang paling tua pada suatu peradaban manusia itu sendiri . Ada pula
merumuskan suatu perbuatan yang merupakan pidana dan sanksi yang dapat
dikenakan.112
109
Ibid.
110
Ibid.
111
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana , Alumni, Bandung,
1984, hlm. 149.
112
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan
Pidana Penjara” Balai Penerbitan Undip, Semarang, 1996, hlm. 3.
71
Pendekatan kebijakan hukum pidana sangat penting terutama terhadap
Pasal 279 ayat (1) sangat jelas menjelaskan mengenai tindak pidana asal-usul
Kebijakn pada pasal ini sampai pada pelanggaran tindak pidana pemalsuan
surat dan dokumen. Namun tidak mencangkup keranah pernikahan siri, hal
ini karna negara tidak mengakui keberaan nikah siri itu meskipun, praktik
nikah siri tetap dibolehkan oleh agama islam dan masih belangsung dan
yang ada terkait tindak pindana ini. Lantas kebijakan apa yang mesti diambil
1974 dan spesifik mengenai proses penyelesaian tindak pidana nikah siri
dengan memuat point-point penting baik itu alat-alat bukti yang berlaku
dalam tindak pidana ini dan lain sebagainya adalah solusi dari kebijakan yang
harus diambil, menurut saya. Tak hanya mengisi kekosongan hukum yang
72
diharapkan. Memberikan bimbingan konseling terhadap korban yang telah
menderita luka psikis dan mentalnya pula, karena jiwa manusia adalah hal
yang paling rentan dan proses penyembuhannya yang memakan waktu yang
setiap orang tertuang pada Pasal 28H ayat (1) undang-undang dasar 1945;
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
73
dalamnya bergerak secara harmonis dari subsistem-subsistem pendukungnya
Advokat.113
apa faktor yang menghalangi agar terwujudnya sarana preventif dan represif
1. Faktor hukumnya sendiri. Karena dalam konteks Pasal 279 belum adanya
yang sering terjadi, akibatnya mereka abai dalam mentaati peraturan yang
74
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
izin isteri pertama untuk kedua kalinya ini tak hanya dari satu sisi dalam
tindak pidana ini. Dan dari sisi lain seperti; pengaturan mengenai alat-alat
bukti dalam tindak pidana ini, pemahaman hakim terhadap tindak pidana
inginkan, meskipun hak setiap orang dibatasi oleh hak orang lain. Namun
tidak menutup kemungkinan setiap orang, baik itu pelaku maupun korban,
psikis (jiwa atau mental) seseorang menjadi target yang sangat rawan dan
75
lama. Sehingga disini peran negaralah yang harus mengambil sikap untuk
B. Saran
Tanpa Izin Isteri Pertama Menurut Pasal 279 KUHP, membentuk suatu
penegakan tindak pidana ini memenuhi hukum formil dari tindak pidana
itu sebagai acuan dalam menyelesaikan tindak pindana ini dan tak hanya
2. Regulasi yang dinilai kurang cukup memadai dalam tindak pidana ini
76
mereka derita selama mereka menjadi korban hingga setelah proses
77
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Arief, Muladi dan Barda Nawawi, 1984, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana ,
Alumni, Bandung.
Erwin, Muhamad, 2015, Filsafat Hukum Refleksi Kritis terhadap Hukum dan
Hukum Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.
Latif, Abdul dan Hasbi Ali, 2011, Politik Hukum, PT Sinar Grafika, Jakarta.
B. Jurnal/Kamus
Lawrence M. Friedman, American Law an Introduction, New York : WW.
Norton and Company, 1984,Westlaw.
Samuel James Jhonson, Supreme Court of the United States, U.S Government
Works, 2007, Westlaw.
C. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1958 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1660.
D. Website
https://www.dictio.id. diakses tanggal 4 Juli 2019
http://rusman-pattiwel.blogspot.co.id/p/pengaturan-sanksi-double-track-
system.html diakses Minggu 15 Desember 2019.
http://www.nationaljournal.com/domesticpolicy/can-public-shaming-be-
good-criminal-punishment-20130909. diakses tanggal 17
desember 2019