Anda di halaman 1dari 158

AKIBAT HUKUM KEBERADAAN PENANAMAN MODAL ASING DALAM USAHA RITEL TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN

MENENGAH DI JAWA BARAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna menempuh Sidang Ujian Sarjana dan meraih gelar Sarjana Hukum Oleh : Putri Haryuningtyas 110110070410 Program Kekhususan: Hukum Ekonomi Pembimbing : Dr. An-An Chandrawulan.S.H., LLM. Rai Mantili, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2011

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Nomor Pokok Mahasiswa Jenis Penulisan TA Judul Penulisan TA : Putri Haryuningtyas : 110110070410 : Skripsi :Akibat Hukum Keberadaan Penanaman Modal Asing Dalam Usaha Ritel Terhadap Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Di Jawa Barat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM Menyatakan bahwa (TA) ini adalah hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa TA ini adalah plagiat, saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai ketentuan yang berlaku di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Demikian pernyataan ini saya buat dengan dalam keadaan sadar, sehat walafiat, dan tanpa tekanan dari manapun juga. Yang menyatakan,

(Putri Haryuningtyas) NPM. 110110070410

AKIBAT HUKUM KEBERADAAN PENANAMAN MODAL ASING DALAM USAHA RITEL TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI JAWA BARAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM PUTRI HARYUNINGTYAS 110110070410

Bandung, 01 Maret 2011 Mengetahui,

Pembimbing

Pembimbing Pendamping

Dr. An-An Chandrawulan, S.H., LLM. NIP.19600113 198601 2 001

Rai Mantili, S.H.M.H. NIP.19790312 200604 2 001

AKIBAT HUKUM KEBERADAAN PENANAMAN MODAL ASING DALAM USAHA RITEL TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI JAWA BARAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG UMKM

PUTRI HARYUNINGTYAS 110110070410

Disetujui Untuk Diajukan Dalam Sidang Ujian

Panitia Sidang Ujian Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Ketua Ex Officio Dekan,

Sekretaris Ex Officio Pembantu Dekan I,

Dr. Ida Nurlinda, S.H., M.H. NIP. 19620728 198701 2 001

Dr. Hj. Lastuti Abubakar, S.H., M.H. NIP. 19620916 198810 2 001

AKIBAT HUKUM KEBERADAAN PENANAMAN MODAL ASING DALAM USAHA RITEL TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA

MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI JAWA BARAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH Putri Haryuningtyas 110110070410 UMKM merupakan salah satu sektor yang cukup berperan dalam membangun perekonomian di Indonesia. Melihat UMKM sebagai salah satu penunjang perekonomian, ada beberapa masalah mendasar yang dihadapi yaitu keterbatasan modal. Untuk mengatasi hal tersebut usaha kecil sangat membutuhkan bimbingan dari para investor (penanam modal). Keadaan tersebut mendorong pemerintah negara-negara berkembang mencari alternatif yakni dengan menarik investor dalam menanamkan modal khususnya Penanaman Modal Asing (selanjutnya disebut PMA) untuk melengkapi modal dalam negeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah keberadaan PMA terhadap pengembangan UMKM dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan bagaimanakah perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang menitikberatkan pada penelitian terhadap asas dan norma serta bersifat deskriptif analisis untuk menganalisis antara perundang-undangan yang berlaku dengan praktik yang terjadi di lapangan. Teknik pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dan penelitian lapangan untuk mendukung pemahaman terhadap masalah yang diteliti. Hasil penelitian dalam penyusunan skripsi ini menunjukan bahwa keberadaan Penanaman Modal Asing terhadap pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yaitu di satu sisi memberi peluang bagi UMKM untuk memasarkan produknya ke dalam Perusahaan Asing, sementara di sisi lain dilihat dari persaingannya para UMKM akan tersingkir oleh pengusaha asing dikarenakan beberapa faktor yaitu faktor permodalan, faktor pemasaran, faktor teknologi, dan teknis. Perlindungan hukum yang diberikan UMKM adalah dengan dibuatnya suatu pengaturan dari Pemerintah yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Perlindungan hukum yang diberikan Pemerintah terhadap UMKM yaitu dengan menciptakan iklim usaha bagi UMKM,serta mengadakan suatu pembinaan dan pengembangan UMKM. KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabilalamin, Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul AKIBAT HUKUM KEBERADAAN PENANAMAN MODAL ASING DALAM USAHA RITEL TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI JAWA BARAT BERDASARKAN UNDANGUNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh Sidang Ujian Sarjana Hukum guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Pada kesempatan ini, perkenankanlah secara khusus penulis mengkhaturkan terima kasih yang tak terhitung besarnya kepada yang terhormat Ibu Dr. An-An Chandrawulan, S.H., M.H., selaku pembimbing dan kepada yang terhormat Ibu Rai Mantili, S.H., M.H., selaku pembimbing pendamping yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan ketelitian serta meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran di tengah-tengah kesibukan beliau, dan mengarahkan penulis dari awal sampai selesainya skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Atas segala bantuan, dukungan, kerjasama, perhatian, dan bimbingannya dengan segala ketulusan hati Penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan antara lain : 1. Bapak Prof. Dr. Ganjar Kurnia, Ir., D.E.A., selaku Rektor Universitas Padjadjaran; 2. Ibu Dr. Ida Nurlinda, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran; 3. Ibu Dr. Hj. Lastuti Abubakar, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran; 4. Bapak Dadang Epi Sukarsa, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran; 5. Bapak Rudi M. Rizki, S.H., LL.M., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran; 6. Ibu Wanodyo Sulistyani, S.H., M.H., selaku dosen wali penulis yang telah memberikan arahan selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran; 7. Segenap staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum

Universitas Padjadjaran; 8. Segenap staf Bagian Akademik, Sub Bagian Akademik, dan Sub Bagian Administrasi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran; 9. Segenap pegawai Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran;

10. Terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan kepada Ayahanda tercinta Drs. Suharwitno, dan Ibunda Tercinta, (Alm) Dwi Sulistyaningsih, atas belaian kasih dan sayangnya yang selalu medorong kemajuan dalam kehidupan penulis yang telah berusaha keras untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi penulis serta disertai dukungan baik secara moril maupun materiil dengan nilai yang tiada terhitung harganya, dan dengan penuh rasa sayang penulis ucapkan pula terima kasih kepada saudara penulis satusatunya, Arie Yulianto S.Sos., yang telah begitu menyemangati penulis hingga mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. 11. Keluarga besar R. Soeharso atas kasih sayang dan dukungan yang tak henti-hentinya yang telah diberikan kepada penulis. 12. Bapak Ir. Ashari Gunarno yang telah bersedia menjadi narasumber serta memberikan beberapa data yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 13. Terimakasih kepada sahabat-sahabat penulis: Denia Permatasari, Nita Harini Utami, Tiara Esfandriani, Vinessa, Almira Wafa Izzati, Selvya Wijayanti, Satrio Nugroho, Christine Valentine, Edwin Muharamsyah Anwar, Rizki Rachmat atas pertemanan yang begitu berarti, semangat serta dukungan yang selalu diberikan kepada penulis. 14. Terimakasih kepada teman-teman seperjuangan penulis dalam mengerjakan skripsi, Arie Septorian, Lucyana Dhikasandy, Stevia

Yenika, Firman Wardiansyah, Dhea Sania, dan Dwi Egawati, Semangat Guys!!! 15. Terimakasih kepada Teman-teman kelas D angkatan 2007 Fakultas Hukum UNPAD, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. 16. Terimakasih kepada seluruh teman-teman angkatan 2007 Fakultas Hukum UNPAD, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. 17. Terima Kasih kepada Widyahaka dan Keluarga atas segala dukungan tiada henti yang diberikan pada penulis. 18. Terakhir kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi yang telah dibuat ini sangat jauh dari sempurna disebabkan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya. Bandung, 17 Maret 2011 Penulis

Putri Haryuningtyas

DAFTAR ISI

Halaman Pernyataan........ Pengesahan Pembimbing........ Persetujuan Panitia Ujian Sidang.......... Abstrak............. Kata Pengantar....... Daftar Isi.............. BAB I PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F. G. BAB II Latar Belakang.. Identifikasi Masalah.. Tujuan Penelitian.. Kegunaan Peneltian................................................ Kerangka Pemikiran. Metode Penelitian. Sistematika Penulisan. 1 13 13 13 14 23 30 i ii iii iv v ix

Pengaturan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Menurut Peraturan Perundang-undangan di Indonesia A. Pengaturan Penanaman Modal Asing di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal....................................... 1. Jenis-Jenis Penanaman Modal.............................. 2. Hak dan Kewajiban Penanam Modal 3. Bentuk Kerjasama Penanaman Modal Asing......... 4. Bidang Usaha Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan bagi Penanam Modal......................... B. Pengaturan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM.......................................................... 53 32 39 41 44 49

1. Kriteria dan Karakteristik UMKM............................ 2. Bentuk dan Jenis UMKM........................................ 3. Pembinaan dan Pengembangan UMKM................ BAB III

60 64 68

Keberadaan Penanaman Modal Asing Dalam Usaha Ritel Terhadap Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Jawa Barat A. Sejarah UMKM di Indonesia... 1. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Jawa Barat 2. Masuknya Investor Asing sebagai Pendorong Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan 79 78 70 75

Menengah.............................................................. B. Peran dan Permasalahan Penanaman Modal Asing terhadap Pengembangan UMKM di Jawa Barat........ 1. Peran Penanaman Modal Asing dalam Usaha Ritel terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Jawa Barat......................................................... 2. Kendala yang dihadapi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam Mengembangkan dan

82

Meningkatkan Usahanya........................................ BAB IV

94

Analisis Keberadaan Penanaman Modal Asing terhadap Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah dan Perlindungan hukum yang diberikan oleh Pemerintah terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah A. Keberadaan Penanaman Modal Asing terhadap Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Berdasarkan undang-undang Nomor 25 Tahun 2007

Tentang Penanaman Modal dan undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah............................................................ B. Perlindungan Pemerintah Menengah Hukum terhadap yang Usaha diberikan Mikro Kecil oleh dan 101

di Jawa Barat berdasarkan Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah....................................... BAB V SIMPULAN dan SARAN 131 132 133 138 112

A. Simpulan.... B. Saran.. Daftar Pustaka................................................................................... Curriculum Vitae................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya

pembangunan yang berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas

mewujudkan tujuan pembangunan nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke IV. Tujuan pembangunan tercantum nasional bangsa Indonesia 1945 sebagaimana amandemen yang ke IV

dalam

Pembukaan

UUD

dimaksudkan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka,

berdaulat, bersatu, dalam suasana peri kehidupan berbangsa yang aman, tertib, dinamis, dan damai.1 Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan sementara pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing, melindungi, serta menumbuhkan suasana yang saling mendukung dan menunjang satu sama lain. Untuk mencapai tujuan tersebut telah dilaksanakan pembangunan seluruh bidang dengan menitikberatkan pada bidang ekonomi seiring dengan kualitas sumber daya manusia, yang tetap bertumpu pada aspek pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas nasional. Pembangunan bidang ekonomi di Indonesia telah berjalan kurang lebih 33 tahun lamanya sejak dicanangkan oleh pemerintah Orde Baru pada tahun 1970. Kurun waktu lebih seperempat abad itu membawa perubahan dalam masyarakat Indonesia yang digerakkan oleh pembangunan ekonomi dengan berbagai dinamika. Keberhasilan pembangunan Indonesia dapat dilihat dari angka statistik yang menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional yang rata-rata 5-6% (lima sampai enam persen) pertahun sebelum era krisis berlangsung. Keadaan tersebut menandai keberhasilan pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia yang disinyalir masih
Jonker Sihombing, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, PT Alumni Bandung, 2009, hlm 24
1

terdapat kurang lebih 27 juta rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan.2 Titik berat pembangunan yang ditekankan pada bidang ekonomi, memberikan beberapa dampak terhadap perkembangan usaha-usaha di Indonesia baik usaha besar, usaha menengah maupun usaha kecil. Pelaksanaan pembangunan ekonomi selain bertujuan meningkatkan pendapatan nasional, juga ditujukan untuk mempercepat pertumbuhan kesempatan kerja dan pengurangan angka pengangguran. Terutama bagi pengusaha kecil agar dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan. Negara-negara di dunia dapat mempertahankan dan

mengembangkan perekonomian nasionalnya dengan adanya kegiatan sektor riil. Berbagai kegiatan usaha berjalan sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing perubahan dan bisa dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu, perusahaan/bisnis skala besar atau raksasa,

menengah dan kecil. Pengelompokan-pengelompokan tersebut di negara yang satu berbeda dengan negara yang lain karena masingmasing negara mempunyai situasi yang berbeda.3 Peranan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (selanjutnya disebut UMKM) dalam perekonomian nasional sangat besar. Mulai dari sharenya dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

2 Aminudin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia Kencana Prenada Media Group, Makassar, 2004, hlm 1 3 Tiktik Sartika Pratomo, Ekonomi Koperasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008, hlm 1

63,58% (enam puluh tiga koma lima puluh delapan persen), sangat besarnya jumlah unit usaha yang terlibat sekitar 99,84% (sembilan puluh sembilan koma delapan puluh empat persen) dari seluruh unit yang ada, hingga pada sharenya yang cukup signifikan dalam jumlah nilai ekspor total, yang mencapai sekitar 18,72% (delapan belas koma tujuh puluh dua persen).4 UMKM turut berperan besar pula dalam penyerapan tenaga kerja secara nasional. Jumlah tenaga kerja yang diserap UMKM mencapai 90,9 juta orang atau 97,10% (sembilan puluh tujuh koma sepuluh persen) dari total jumlah tenaga kerja nasional. Sebagian besar tenaga kerja tersebut terkonsentrasi pada UMKM kategori mikro yaitu sebesar 81,74% (delapan puluh satu koma tujuh puluh empat persen) dari total tenaga kerja UMKM. Jika dilihat secara sektoral, tenaga kerja UMKM menyebar pada seluruh sektor dan sebagian besar memberikan kontribusi signifikan pada penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut. Dari sisi jumlah tenaga kerja, UMKM menyumbang tenaga kerja terbanyak pada sektor pertanian dan perdagangan yaitu masingmasing 42,46 juta dan 24,31 juta tenaga kerja atau sekitar 73% (tujuh puluh tiga persen) dari total tenaga kerja di sektor UMKM.5 Di sisi lain, krisis ekonomi yang diawali dengan krisis moneter yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa UMKM relatif lebih bertahan
Marsuki, Strategi Memberdayakan Sektor Ekonomi UMKM di Indonesia, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2006, hlm 19 5 Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi, www.bi.go.id, diunduh pada tanggal 10 Nov 2010, pukul 08.23
4

daripada usaha skala besar, yang banyak mengalami kebangkrutan. Beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya pengembangan UMKM adalah :6 1. Fleksibilitas dan adaptabilitas UMKM dalam memperoleh bahan mentah dan peralatan. 2. Relevansi UMKM dengan proses-proses desentralisasi kegiatan ekonomi guna menunjang terciptanya integritas kegiatan pada sektor ekonomi yang lain. 3. Potensi UMKM dalam menciptakan dan memperluas lapangan kerja. 4. Peranan UMKM dalam jangka panjang sebagai basis untuk mencapai kemandirian pembangunan ekonomi, karena UMKM umumnya diusahakan pengusaha dalam negeri dengan

menggunakan kandungan impor yang rendah. Usaha kecil yang merupakan bagian integral dari dunia usaha nasional yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya.7 UMKM perlu diberdayakan dalam memanfaatkan peluang usaha dan menjawab perkembangan ekonomi di masa yang akan datang.
Mangara Tambunan, Usaha Kecil dan Menengah Menuju Otonomi Daerah dan Perdagangan Bebas, www.smecda.com, di unduh pada tanggal 18 Oktober 2010 pukul 04.10 7 Mochamad Faisal Salam, Pemberdayaan BUMN di Indonesia, Pustaka, Bandung, 2005, hlm 67
6

Berdasarkan perkembangan tersebut, kehidupan

UMKM

perlu

dilindungi dengan memberikan dasar hukum bagi pemberdayaan UMKM dengan dibentuknya undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (selanjutnya disebut UU UMKM). UU UMKM tersebut merupakan salah satu bentuk

perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah agar para pengusaha kecil dapat meningkatkan usahanya dalam rangka

pembangunan ekonomi nasional. Melihat UMKM sebagai salah satu penunjang perekonomian, ada beberapa masalah mendasar yang dihadapi yaitu keterbatasan modal. Untuk mengatasi hal tersebut usaha kecil sangat membutuhkan bimbingan dari para investor (penanam modal). Keadaan tersebut mendorong pemerintah negara-negara berkembang atau sedang berkembang mencari alternatif lain selain bantuan pinjaman luar negeri yang selama ini menopang pembangunan negara-negara berkembang atau sedang berkembang yakni dengan menarik investor dalam menanamkan modal khususnya Penanaman Modal Asing (selanjutnya disebut PMA) untuk melengkapi modal dalam negeri. PMA dalam suatu perekonomian sangat diperlukan baik untuk menunjang pertumbuhan ekonomi maupun perluasan tenaga kerja. Oleh karena itu, upaya untuk menarik investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia secara intensif sudah dilakukan oleh

pemerintah. Agar pelaku ekonomi merasa aman dan tentram dalam

melakukan aktivitasnya maka perlu stabilitas ekonomi di dalam negeri, maka mempertahankan stabilitas ekonomi merupakan salah satu prasarat untuk membangun dan menggerakkan roda perekonomian. PMA hanya dapat diperkenankan apabila dapat mendorong dan membantu rakyat Indonesia untuk secara ekonomis dapat berdiri sendiri atas kekuatanya sendiri, dan/atau apabila penanaman modal asing itu tidak merugikan kegiatan rakyat, khususnya pengusaha nasional, dalam arti menyaingi secara tidak sehat usaha-usaha pengusaha nasional kita sendiri.8 Beberapa manfaat dari PMA bagi pembangunan ekonomi nasional, antara lain adalah :9
1. Penanaman modal dapat menjadi salah satu alternatif untuk memecahkan kesulitan permodalan yang sangat dibutuhkan oleh Indonesia dalam pelaksanaan pembangunan nasional dewasa ini. 2. Industri yang dibangun dengan penanaman modal akan berkontribusi dalam perbaikan sarana dan prasarana, yang pada gilirannya akan menunjang sekitarnya. 3. Penanaman modal akan membantu pemerintah memecahkan pertumbuhan industri-industri turutan di wilayah

masalah lapangan kerja, yakni menciptakan lowongan kerja untuk tenaga kerja terampil maupun tenaga kerja yang tidak terampil.

C.F.G. Sunarjati Hartono, Beberapa Masalah Transnasional Dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia, Binacipta, Bandung,1972, hlm 35 Aminudin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, cetakan kedua, Penerbit Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm 184-186

4. Penanaman modal akan memperkenalkan teknologi dan pengetahuan baru yang sangat bermanfaat bagi peningkatan keterampilan pekerja lokal dan peningkatan efisiensi produksi. 5. Penanaman modal akan memperbesar perolehan devisa yang didapatkan dari industri yang hasil produksinya sebagian besar ditujukan untuk ekspor. 6. Penanaman modal akan menciptakan penerimaan pemerintah dalam bentuk pajak maupun bentuk penerimaan negara lainnya. 7. Penanaman modal mendorong terciptanya efisiensi dengan

penerapan skala produksi yang tinggi (economics of scale).

Karena keuntungan-keuntungan itulah Indonesia pun kemudian membuat suatu ketentuan berupa Undang-Undang Penanaman Modal Asing Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut UU PM), untuk para investor asing yang hendak menanamkan modalnya di Indonesia. Meskipun kegiatan penanaman modal memberikan sumbangan positif bagi pembangunan nasional, kegiatan tersebut perlu diatur dan diawasi secara seksama karena motif utama para pemilik dana untuk menanamkan modalnya adalah untuk mencari keuntungan. Motif mencari keuntungan sering menjadikan penanam modal mengabaikan pemenuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan kegiatan penanaman modalnya. Keadaan ini jelas

membahayakan dan merugikan. Keberadaan PMA juga memiliki sisi negatif yaitu : 10 1. Terjadinya capital flight, dari keuntungan PMA yang ditransfer ke luar negeri. 2. PMA menghasilkan barang yang tidak cocok, karena hanya dikonsumsi sekelompok kecil orang dan hanya mendorong pada konsumsi yang mengarah pada teknologi. 3. PMA meresahkan penanaman modal dalam negeri, karena PMA lebih unggul dalam teknologi. PMA dimanfaatkan dalam rangka mengisi kekurangan permodalan dan kemampuan nasional.11 Kekurangan permodalan yang cukup besar menyebabkan Indonesia sangat tergantung dengan PMA dan para investor (penanam modal) mendominasi perekonomian di Indonesia yang akhirnya akan merugikan konsumen dalam hal ini rakyat dan mematikan usaha-usaha dalam negeri seperti UMKM, karena para pengusaha dalam negeri masih lemah baik secara modal dan juga keahlian. Oleh karena itu, dibutuhkan peran pemerintah untuk mengatasi dan mengawasi kegiatan penanaman modal tersebut. Salah satu contoh kasus yang berhubungan dengan keberadaan PMA terhadap UMKM adalah berkembangnya bisnis ritel. Bisnis ritel di Indonesia merupakan bidang usaha yang tengah berkembang pesat

10 Faisal Salam, Pertumbuhan Hukum Bisnis di Indonesia, Penerbit Pustaka, Bandung, 2001, hlm 151 11 Soedjono Dirjososisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Penanaman Modal di Indonesia, Penerbit Cv. Mandar Maju, Bandung, 1999, hlm 221

terutama sejak dibukanya pasar dalam negeri untuk ritel modern asing. Kehadiran hypermarket asing seperti, Carrefour, Hypermart, Giant, Makro, Belhaize, Ahold. Bahkan Hero yang termasuk peretail besar kelas lokal ikut mengalami tekanan dan akhirnya bergabung dengan Giant (Daily Farm yang memiliki jaringan seperti Giant, Hero, Guardian). Sementara Matahari, terpaksa harus merger dengan (Group Lippo) atau kalah bersaing dalam kompetisi. Kehadiran hypermarket asing ini telah menciptakan persaingan tajam dengan ritel modern lokal dan pasar tradisional. Data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, aset industri ritel selama tahun 2009 tumbuh dari Rp80 triliun menjadi Rp90 triliun. Anggotanya sudah mencapai sekitar 100 perusahaan dengan 100 ribu outlet yang tersebar di seluruh Indonesia. Data tersebut menunjukkan bahwa ruang gerak para pengusaha UMKM tentunya akan semakin terdesak dan kehilangan pangsa pasarnya, pada akhirnya toko-toko kecil dan warung rakyat tersebut akan mati. Padahal 60 juta rakyat Indonesia bergerak di sektor UMKM. 12 Perkembangan peritel modern di berbagai kota di Indonesia mulai mengundang kekhawatiran pelaku perdagangan kecil dan mikro di pasar tradisional. Pasar tradisional dianggap sebagai pertahanan terakhir ekonomi mikro, kecil dan menengah yang menguasai hajat
Humas Kemenegkopukm, Outlet Ritel Modern Menjadi Kendala Pengembangan UKM, www.mediacenterkopukm.com, diunduh pada tanggal 09 Desember 2010 pukul 06.20
12

hidup masyarakat kelas menengah-bawah di Indonesia. Eksistensi pasar tradisional adalah sebuah bagian dari struktur sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia yang harus dipertahankan. Penetrasi pasar yang dilakukan peritel modern dengan membuka jaringan distribusi sampai ke level kecamatan dapat mematikan pasar tradisional sebagai jalur distribusi utama perekonomian kecil dan mikro. Berkembangnya bisnis ritel di Indonesia, di satu sisi memberi peluang bagi pemasok untuk memasarkan produknya ke dalam jaringan ritel modern, sementara di sisi lain terjadi persaingan yang semakin ketat antar pemasok untuk merebut akses jaringan ritel besar.13 Pemerintah daerah sebenarnya sudah berusaha

mengantisipasi persaingan tidak sehat antara pasar tradisional dan pasar modern ini. Namun, ritel modern mempunyai keunggulan dari sisi pelayanan, penampilan bersih, lengkapnya barang dagangan, dan harga yang murah. Pemerintah daerah berusaha memberdayakan pasar tradisional dengan mengubah penampilan fisik dan penambahan fasilitas pasar tradisional. Perbedaan antara pasar tradisional dan peritel modern seharusnya menjadi alasan utama bagi pemerintah untuk mengatur industri ritel di Indonesia. Beberapa peritel besar asing yang membuka cabang di Indonesia bahkan mempunyai kekuatan yang mampu mempengaruhi para pemasok yang juga sebagian berasal dari industri kecil dan
ttp://www.depdag.go.id/ Kajian Pemasaran Produk UKM melalui Jaringan Retail Besar, diunduh pada tanggal 25 Februari pukul 08.15 WIB
13

menengah. Pemerintah harus menegakkan regulasi yang ketat bagi peritel modern terkait dengan kekuatan peritel modern dalam mempengaruhi jaringan distribusi barang dan jasa. Hal ini dilakukan untuk menjaga keberadaan UMKM tetap dilindungi. Oleh karena itu, meskipun keberadaan PMA, terutama foreign direct investment (FDI) cukup signifikan untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi nasional, persoalan yang menyangkut

penanaman modal asing perlu disikapi secara hati-hati. Hal ini karena kehadiran investasi asing juga memiliki sisi negatif bagi perekonomian nasional. Selain itu, untuk industri-industri tertentu, masuknya investasi asing membawa konsekuensi pelaku industri nasional (khususnya UMKM) kalah bersaing dalam pasar domestik. Sepengetahuan penulis, penelitian tentang PMA pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya oleh Singgih Kunthoro Moyo dari Universitas Padjadjaran tahun 2005 melalui skripsi yang berjudul Tinjauan Yuridis Mengenai Pengaruh Liberalisasi Investasi Asing Terhadap Perusahaan BUMN Dihubungkan Dengan UndangUndang Nomor 01 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing Selanjutnya penelitian tentang UMKM juga pernah dilakukan oleh Purnama Trisnamansyah dari Universitas Padjadjaran tahun 2009 melalui skripsi yang berjudul Aspek Hukum Penerapan Prinsip Perlakuan Yang Sama (National Treatment) Bagi PMDN dan PMA Terkait Dengan Globalisasi Serta Perlindungan Hukum Terhadap

Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan, penelitian tentang keberadaan PMA terhadap Pengembangan UMKM belum pernah dilakukan oleh penulis manapun. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti masalah ini lebih dalam lagi, apakah keberadaan PMA tersebut memberikan keuntungan atau memberikan kerugian terhadap

pengembangan UMKM, dan

perlindungan hukum apa sajakah yang

diberikan pemerintah terhadap UMKM yang dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul: AKIBAT HUKUM KEBERADAAN PENANAMAN MODAL ASING DALAM USAHA RITEL TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA

MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI JAWA BARAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG

PENANAMAN MODAL DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

B. Identifikasi Masalah 1. Bagaimanakah keberadaan PMA terhadap pengembangan UMKM dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah?

2. Bagaimanakah

perlindungan

hukum

yang

diberikan

oleh

pemerintah terhadap UMKM di Jawa Barat berdasarkan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan hukum ini ialah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui, mengkaji serta menganalisis keberadaan Penanaman Modal Asing terhadap UMKM menurut UndangUndang UMKM dan Undang-Undang Penanaman Modal. 2. Untuk mengetahui, mengkaji, serta menganalisis perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah terhadap UMKM. D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis yaitu : 1. Kegunaan teoritis Penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan sumbangan sebagai bahan pemikiran bagi ilmu pengetahun hukum pada umumnya dan pada khususnya berkaitan dengan Hukum Penanaman Modal dan Hukum Perusahaan terutama yang

menyangkut masalah Penanaman Modal Asing dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia. 2. Kegunaan Praktis a. Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis serta memberikan pemikiran yang dapat disumbangkan pada masyarakat luas khususnya bagi praktisi hukum mengenai pelaksanaan kaidah-kaidah hukum di dalam penerapannya. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah selaku pemegang kebijakan atas

penanaman modal agar dapat mendukung pemberdayaan serta pengembangan UMKM di Indonesia. E. Kerangka Pemikiran Pembukaan UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia yang sejahtera merupakan tujuan dari pembentukan negara Indonesia. Cerminan tujuan negara untuk mewujudkan kesejahteraan sosial terdapat dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang merupakan landasan yuridis dalam mengembangkan perekonomian nasional dan

kesejahteraan sosial, yaitu : Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan, lingkungan, kemandirian, serta dengan

menjaga keseimbangan nasional.

kemajuan

dan

kesatuan

ekonomi

Secara normatif Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menyatakan pembangunan ekonomi nasional itu menghendaki perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas kekeluargaan. Ini mengandung didasarkan arti bahwa kegiatan ekonomi masyarakat harus

kepada

prinsip

keadilan,

kebersamaan,

efisiensi,

berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Agenda peningkatan kesejahteraan rakyat tetap menjadi prioritas dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Wujud akhir dari perbaikan kesejahteraan akan tercermin pada peningkatan pendapatan, penurunan tingkat pengangguran dan perbaikan kualitas hidup rakyat. Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan untuk

penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrasturktur dasar. Pembangunan ekonomi nasional perlu didukung oleh adanya keterkaitan berdasarkan semangat kekeluargaan yang saling

menunjang dan saling menguntungkan antara berbagai pelaku usaha, antara yang besar, menengah dan yang kecil, antara yang kuat dengan yang lemah serta antara berbagai kegiatan ekonomi untuk

mewujudkan kemakmuran bagi seluruh masyarakat dan tujuan dari hukum yang merupakan ketertiban dan keadilan dapat dicapai. Hukum adalah himpunan petunjuk hidup yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran terhadap petunjuk hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari Pemerintah kepada si pelanggar.14 Sistem ekonomi dan sistem hukum dalam suatu negara memiliki hubungan yang sangat erat. Penegakan asas-asas hukum yang sesuai akan memperlancar terbentuknya struktur ekonomi yang dikehendaki.15 Perekonomian di Indonesia tidak bisa terlepas dari pergerakan dunia usaha didalamnya, baik itu menyangkut usaha besar, usaha menengah maupun usaha kecil. UMKM memiliki peran yang cukup besar dalam keseluruhan pembangunan ekonomi bangsa.

Berdasarkan Pasal 1 angka (1), (2), dan (3) UU UMKM, menyebutkan sebagai berikut : 1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi Kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Ichtiar,Jakarta, 1992, hlm 35 CFG.Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Binacipta, 1982, Bandung, hlm 6
15 14

3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai berikut : Perseorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan / usaha yang mempunyai penjualan omset pertahun setinggitingginya Rp 600.000.000,- atau aset / aktiva setingginya Rp 600.000.000,- (diluar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : a) badan usaha (Fa,CV, PT, dan koperasi); b) Perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa, dan sebagainya). Penjabaran dari arah pembangunan di bidang perekonomian khususnya di bidang Pemberdayaan Usaha Kecil dan Mikro dalam RPJMN 2010-2014 diarahkan untuk meningkatkan pendapat

masyarakat yang berpendapatan rendah dalam rangka mewujudkan misi pemerataan pembangunan, dan untuk membantu pekerja informal memiliki akses yang sama untuk berusaha dan meningkatkan pendapatan.16 Oleh karena itu, penguatan terhadap ekonomi skala kecil dan menengah dipandang perlu menjadi prioritas yang harus dilakukan untuk menopang ekonomi nasional yang kuat dan terciptanya
Deputi EkoMakro&Keuangan, Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil, http://gudang.tkpkri.org, diunduh pada tanggal 13 Nov 2010, pukul 11.10
16

fundamental ekonomi yang tangguh.17 UMKM mengalami berbagai kendala dalam menjalankan usahanya sehingga perlu mendapatkan perlindungan terutama dari pemerintah. Perlindungan hukum adalah jaminan perlindungan pemerintah dan atau masyarakat kepada warganegara dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pola ideal perlindungan UMKM mencakup strategi pembinaan dan pengembangan di bidang

permodalan untuk membantu UMKM. Hal ini tertera dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 Tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil , yaitu: Pembinaan dan pengembangan usaha kecil dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, baik secara sendirisendiri maupun bersama-sama, dan dilakukan secara terarah dan terpadu serta berkesinambungan untuk mewujudkan usaha kecil yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah. Untuk kelancaran pelaksanaan pembinaan dan pengembangan UMKM, menurut pasal 16 UU UMKM, Pemerintah dan Pemerintah daerah memfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang : 1. Dalam bidang produksi dan pengolahan yaitu dengan meningkatkan teknik produksi dan pengolahan serta

kemampuan manajemen bagi UMKM;

SentraKUKM,SekilasTentangProfilSentraKUKM,www.sentrakukm.com, diunduh pada tanggal 25Oktober 2010, pukul 08.09

17

2. Dalam bidang pemasaran yaitu melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran dan menyediakan sarana pemasaran yang meliputi penyelenggaran uji coba pasar, lembaga pemasaran, penyediaan rumah dagang, dan promosi UMKM; 3. Dalam bidang sumberdaya manusia yaitu dengan cara memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial; serta 4. Dalam bidang desain dan teknologi yaitu dengan

meningkatkan kemampuan di bidang desain dan teknologi serta pengendalian mutu dan meningkatkan kemampuan UMKM di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru. Aspek perlindungan juga merupakan salah satu upaya yang dilakukan demi menumbuhkan iklim usaha yaitu dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, serta lokasi lainnya; mencadangkan bidang dan jenis kegiatan usaha yang memiliki kekhususan proses, serta mempunyai nilai budaya yang bersifat khas dan turun temurun; mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan usaha kecil melalui pengadaan secara langsung dari usaha kecil; mengatur

pengadaaan barang atau jasa dan pemborongan kerja pemerintah; serta memberikan konsultasi hukum dan pembelaan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam rangka mendukung terlaksananya pemberdayaan bagi UMKM di Indonesia, hal ini meliputi : penciptaan iklim usaha yang kondusif untuk bertumbuhnya usaha kecil, pembinaan dan pengembangan,

pembiayaan dan penjaminan, kemitraan, perlindungan terhadap penyalahgunaaan. Permodalan menjadi salah satu masalah yang sulit dipecahkan oleh UMKM. Menurut Pasal 22 UU UMKM yaitu, Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan UMKM pemerintah melakukan upaya : a. pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, b. pengembangan lembaga modal ventura, c. pelembagaan transaksi anjak piutang, d. peningkatan kerjasama antara Usaha Mikro Kecil dan Menengah melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah, e. pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, UMKM sangat membutuhkan kerjasama dari para investor (penanam modal) sehingga PMA sebagai pihak penerima modal dapat memperbesar kemungkinan bagi para pengusaha kecil untuk lebih berkembang dan mandiri. Penanaman Modal Asing menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki pengertian modal dari suatu bangsa (negara) asing yang ditanamkan suatu negara dengan maksud untuk memperoleh

keuntungan yang cukup.18 Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (1) UU PM, adalah : Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. PMA merupakan pelengkap modal dalam pelaksanaan

pembangunan di tanah air, dilihat dari beberapa segi bantuan luar negeri memang sangat menguntungkan asal pengelolaan dan pemanfaatanya benar-benar berpedoman kepada ketentuan undangundang dan peraturan yang telah ditetapkan, sehingga bidang-bidang yang memerlukan modal untuk pembangunan dapat dipenuhi dari bantuan luar negeri.19 Kebijakan pendanaan investasi diarahkan untuk menjamin

ketersediaan dan mengoptimalkan pendanaan pembangunan menuju kemandirian pendanaan pembangunan. Dalam kaitan itu, strategi utama pendanaan pembangunan adalah optimalisasi sumber dan skema pendanaan pembangunan baik yang telah ada maupun yang akan dikembangkan dan peningkatan kualitas pemanfaatan sumber dan skema pendanaan pembangunan.20 Bentuk-bentuk PMA dilakukan dalam bentuk patungan antara
Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Rajawali Pers, Mataram, 2007, hlm 151 19 Faisal Salam, op.cit, hlm144 20 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014, Bab 5.2.4 Kebutuhan Investasi dan Kebijakan Pendaanan Pembangunan Nasional serta Pemanfaatannya
18

modal asing dengan modal yang dimiliki oleh warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia, dan langsung dalam artian seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara dan atau badan hukum asing.21 Sedangkan menurut Pasal 5 ayat (2) UU PM, Penanaman Modal Asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia. Di dalam UU PM terdapat suatu ketentuan yang mengharuskan Pemerintah untuk membantu pengembangan UMKM. Hal ini

dituangkan dalam Pasal 13 ayat (1) dan (2) UU PM yaitu : 1) Pemerintah wajib menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar dengan syarat harus bekerja sama dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. 2) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi melalui program kemitraan, peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran informasi yang seluas-luasnya. Adanya tempat yang khusus bagi UMKM yang secara tegas disebutkan pada UU PM tersebut pada dasarnya sejalan dengan usaha untuk mensejahterakan rakyat Indonesia yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945. Sebagaimana diketahui, sebagian besar dari pengusaha nasional dewasa ini masih berada pada skala golongan pengusaha kecil sampai dengan pengusaha kelas

menengah, dan hanya segelintir pengusaha saja yang dapat digolongkan sebagai pengusaha besar.
21

Salim HS dan Budi Sutrisno, op.cit,hlm 16

Dengan adanya PMA dapat meningkatkan UMKM dalam sektor riil dan tujuan dari UMKM tercapai seperti yang tercantum dalam Pasal 3 UU UMKM yaitu : Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan ekonomi yang berkeadilan.

F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang menitikberatkan pada data sekunder atau data kepustakaan.22 Tujuannya adalah untuk mempelajari data sekunder di bidang hukum yang berkaitan dengn masalah yang diteliti. Metode ini digunakan untuk mengkaji serta menilai keberadaan PMA terhadap pengembangan UMKM. 2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi dalam Penelitian ini adalah Deskriptif Analisis, yaitu menggambarkan mengenai keberadaan PMA terhadap

22

Amirudin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Mataram, 2003, hlm 119

pengembangan UMKM sebagai upaya dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional. Selanjutnya untuk menggabungkan peraturan-peraturan maupun perundang-undangan yang berlaku dan dikaitkan dengan teori-teori hukum dalam praktik yang pelaksanaanya dan yang menyangkut lainnya yang

permasalahan

diteliti,

peraturan

berhubungan dengan keberadaan PMA terhadap pengembangan UMKM. 3. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh penulis meliputi tahap-tahap sebagai berikut : a. Penelitian Kepustakaan Penelitian ini dilakukan dengan mengumpukan sumber data sekunder yang terdiri dari : 1. Bahan-bahan hukum primer, yaitu beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, yang terdiri dari : a) Undang-Undang Dasar 1945 b) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

c) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Tentang

d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1998 Tentang Pembinaan dan

Pengembangan Usaha Kecil e) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal f) Peraturan Tentang Presiden Penataan Nomor dan 112 Tahun 2007 Pasar

Pembinaan

Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. g) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 107/MPP/Kep/2/1998, tentang Ketentuan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern h) Surat Keputusan Bersama Menperindag dan

Mendagri No. 145/MPP/Kep/5/1997 dan No. 57 Tahun 1997 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan i) Surat Keputusan Menperindag Tentang Ketentuan No. dan

107/MPP/Kep/2/1998

Tatacara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern (IUPM) j) Surat Dirjen PDN No. 300/DJPDN/XI/1997 perihal Prosedur Perizinan Pasar Modern, k) Peraturan Menteri Perdagangan Indonesia No. 53/M-DAG/PER/12/2008 Tentang Pedoman dan Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisonal Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern l) Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2010-2014 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang


23

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer antara lain : a) Karya Ilmiah para sarjana b) Hasil Penelitian c) Buku-buku

d) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tambahan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain berupa artikel di koran dan majalah.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, PT RajagrafindoPersada, Jakarta, 1985, hlm 13

23

b. Penelitian lapangan dilakukan dalam upaya mencari data yang bersifat primer, yaitu untuk mengetahui sejauh mana

keberadaan PMA terhadap pengembangan UMKM untuk menunjang data sekunder. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Dokumen Dilakukan terhadap data sekunder untuk mendapatkan

landasan teoritis, beberapa pendapat-pendapat atau tulisan tulisan para ahli atau pihak-pihak lain yang berwenang dan juga untuk mendapatkan informasi, baik dalam bentuk ketentuan formal maupun data melalui naskah resmi. b. Wawancara Teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan data primer. Wawancara dilakukan dengan wakil dari Dinas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Jawa Barat, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPMD) Provinsi Jawa Barat, dan Koperasi Pasar Induk Caringin. 5. Metode Analisis Data Penelitian ini digunakan penulis dalam penulisan hukum ini yaitu metode analisis yang bersifat kualitatif, permasalahan dianalisis,

dengan mempergunakan norma hukum, asas-asas hukum, dan pengertian hukum sehingga dalam pengolahan datanya dengan mengacu pada dasar pengetahun yuridis yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan hukum ini akan dibuat menjadi lima bab yang akan dibagi menjadi sub bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I Pendahuluan Di dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan laporan penelitian. BAB II Pengaturan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Menurut Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Bab ini membahas teori tentang Pengertian Penanaman

Modal, Asas dan tujuan Penanaman Modal, Jenis-Jenis Penanaman Modal Asing, Hak dan Kewajiban Penanam Modal, Pengertian dan Kriteria UMKM, Asas dan tujuan UMKM, Prinsip dan tujuan pemberdayaan UMKM, dan Pembinaan dan Pengembangan UMKM. BAB III Keberadaan Penanaman Modal Asing Dalam Usaha Ritel Terhadap Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan

Menengah di Jawa Barat

Bab ini akan membahas sejarah UMKM, Peranan PMA dalam usaha ritel terhadap pengembangan UMKM di Jawa Barat, bentukbentuk ritel, dan kendala yang dihadapi oleh UMKM di Jawa Barat dalam mengembangkan dan

meningkatkan usahanya. BAB IV Analisis Keberadaan Penanaman Modal Asing terhadap Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah dan Perlindungan hukum yang diberikan oleh Pemerintah terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Jawa Barat Dalam Bab ini akan dibahas mengenai analisis keberadaan PMA terhadap pengembangan UMKM dihubungkan dengan Undang-Undang Penanaman Modal dan Undang-Undang UMKM, serta membahas perlindungan yang diberikan pemerintah terhadap UMKM di Jawa Barat. BAB V Simpulan dan Saran Sebagai bagian akhir dari skripsi ini, penulis memberikan jawaban atas identifikasi masalah berupa simpulan yang ditarik dari uraian serta memuat saran-saran yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

BAB II PENGATURAN PENANAMAN MODAL ASING (PMA) DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM) MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Pengaturan Penanaman Modal Asing di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam yang merupakan kekuatan ekonomi yang potensial. Tetapi kekuatan ekonomi potensial yang dimiliki oleh Indonesia tersebut belum dapat diolah secara baik untuk dijadikan kekuatan ekonomi riil, hal ini disebabkan karena Indonesia tidak memiliki modal, pengalaman, dan tekhnologi. Berdasarkan fakta tersebut Indonesia tidak dapat menutup diri dari masuknya pihak asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia hal ini dikarenakan sangat membutuhkan modal besar untuk membangun negaranya, khususnya di bidang ekonomi.

Dalam pengertian secara umum, batasan yang dimaksud penanaman modal adalah meliputi baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing. Pasal 1 angka (1) UU PM memberikan pengertian penanaman modal sebagai berikut : Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. Lebih khusus Komaruddin memberikan pengertian penanaman modal sebagai :24 1. Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi, atau penyertaan lainnya; 2. Suatu tindakan membeli barang modal, dan 3. Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi, dengan pendapatan di masa yang akan datang. Dalam Kamus Hukum Ekonomi dikemukakan, penanaman modal mempunyai makna yakni : 25

Komarudin dikutip dari Panji Anoraga, Perusahaan Multinasional Penanaman Modal Asing , Penerbit Pustaka Jaya, Jakarta, 1994, hlm 47 25 Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, Nuansa Aulia, 2007, hlm 32

24

dan

Investasi yang berarti penanaman modal yang biasanya dilakukan untuk jangka panjang misalnya, berupa pengadaan aktiva tetap perusahaan atau membeli sekuritas dengan maksud untuk memperoleh keuntungan. Adapun pengertian Penanaman Modal Asing menurut Pasal 1 angka (3) UU PM adalah sebagai berikut : Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. M. Sornarajah memberikan definisi tentang penanaman modal asing yaitu : transfer of tangible or intangible assets from one country to another for the purpose of use in the country to generate wealth under the total or partial control of the owner of the assets 26 Artinya penanaman modal asing merupakan transfer modal baik yang nyata maupun yang tidak nyata dari suatu negara ke negara lain, tujuannya untuk digunakan negara tersebut agar menghasilkan keuntungan di bawah pengawasan dari pemilik modal, baik secara total atau sebagian. 27

M.Sornarajah dikutip dari Salim HS dan Budi SH, Hukum Investasi di Indonesia,Rajawali Pers, 2008, hlm 149 27 Salim HS dan Budi SH, loc.cit.

26

Di samping istilah Penanaman Modal Asing, dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing disebutkan pengertian modal asing. Istilah modal asing berasal dari bahasa Inggris yaitu foreign capital. Modal Asing adalah :28 1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia dan dengan pembiayaan

pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaaan di Indonesia; 2. Alat-Alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan yang dimasukan dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia selama alat-alat tersebut tidak dari kekayaan devisa Indonesia; 3. Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan undang-undang ini diperkirakan ditransfer tetapi untuk membiayai perusahaan di Indonesia. Dalam Pasal 1 angka (9) UU PM disebutkan pula pengertian modal asing. Modal asing adalah : Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.
28

Soedjono Dirdjosisworo, op.cit., hlm 222

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Modal asing adalah : Modal dari suatu bangsa (negara) asing yang ditanamkan suatu negara dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang cukup29 Alasan utama suatu negara mengundang modal asing adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (economic growth) untuk memperluas lapangan kerja. Pada kenyataanya Indonesia

membutuhkan modal asing dengan alasan-alasan sebagai berikut : 1. Penyedia lapangan kerja 2. Pengembangan industri dan perdagangan 3. Pembangunan daerah 4. Alih teknologi. UU PM berlandaskan pada asas-asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) UU PM yaitu :30 1. Kepastian hukum yaitu asas dalam negara hukum yang meletakan hukum dan ketentuan peraturan perundangundangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.
29 30

Salim Hs dan Budi Sutrisno, op.cit., hlm.151 Jonker Sihombing, op.cit., hlm 87

2. Keterbukaan yaitu asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal.
3. Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap

kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Perlakuan yang sama tidak membedakan asal negara adalah asas perlakuan pelayanan non diskriminasi

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing, maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya. 5. Kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan.
6. Efisiensi

berkeadilan

adalah

asas

yang

mendasari

pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.

7. Berkelanjutan

adalah

asas

yang

secara

terencana

mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dalam segala aspek kehidupan baik untuk masa kini maupun yang akan datang.
8. Berwawasan lingkungan adalah asas penanaman modal

yang

dilakukan

dengan

tetap

memperhatikan dan

dan

mengutamakan lingkungan hidup.


9. Kemandirian

perlindungan

pemeliharaan

adalah

asas

penanaman

modal

yang

dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi nasional. 10. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional. Dengan ditempatkannya sejumlah asas di dalam UUPM, hal ini berarti berbagai kebijakan tentang penanaman modal harus

mengacu UUPM dan setiap peraturan yang diterbitkan baik di tingkat

pusat maupun daerah harus dijiwai oleh asas-asas yang terkandung dalam UUPM. Tujuan penyelenggaraan penanaman modal menurut Pasal 3 ayat (2) UUPM adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, menciptakan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan, mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan

menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu manfaat dengan adanya PMA akan menciptakan tambahan lapangan kerja bagi masyarakat. Manfaat di bidang penyediaan lapangan kerja ini sangat dirasakan untuk dapat menyerap tenaga kerja di sekitar lokasi proyek yang dibiayai dengan penanaman modal tersebut berada.
1. Jenis Penanaman Modal

Penanaman modal asing dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu penanaman modal secara langsung (Direct Investment) dan penanaman modal secara tidak langsung (Indirect

Investment/Portofolio) sebagaimana diuraikan sebagai berikut :

a. Penanaman modal secara langsung (Direct Investment)

Penanaman modal secara langsung adalah penanaman modal yang dilakukan oleh para pemilik modal dengan cara membentuk perusahaan sendiri, menyediakan dana, dan menjalankan usaha tersebut.31 Penanaman modal langsung dilakukan baik berupa mendirikan perusahaan patungan (joint venture company) dengan mitra lokal, dengan melakukan kerjasama operasi (joint venture scheme) tanpa membentuk perusahaan baru, dengan mengkonversikan pinjaman menjadi penyertaan mayoritas dan perusahaan lokal, dengan memberikan bantuan teknis dan manajerial (technical and management assistance) dengan

memberikan lisensi, dan lain-lain.32 Dampak positif Penanaman Modal secara langsung adalah membuka lapangan kerja. Dengan adanya PMA, tenaga kerja yang terserap sangat banyak, seperti penanaman

modal di bidang tambang, maka jumlah tenaga kerja yang terserap dalam bidang ini sekitar 12.000 orang.
b. Penanaman

modal

secara

tidak

langsung

(Indirect

Investment/Portofolio)

31 32

Jonker Sihombing, op.cit., hlm. 16 Ana Rokhmatussadyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal, Sinar Grafika, 2009, hlm 5

Penanaman

modal

secara

tidak

langsung

adalah

penanaman modal dimana pemilik modal hanya memiliki sejumlah saham dalam suatu perusahaan tanpa ikut serta atau mempunyai kekuasaan langsung dalam pengelolaan manajemen perusahaan tersebut. Pemilik modal hanya membeli saham atau obligasi yang diterbitkan oleh suatu perusahaan atau unit pemerintah.33 Pada jenis investasii secara tidak langsung, investor tidak perlu hadir secara fisik, sebab pada umumnya (mungkin untuk kasus-kasus tertentu investor mau memiliki perusahaan secara permanen dengan perhitungan bisnis tentunya cukup menjanjikan pendapatan) tujuan utama dari investor bukanlah mendirikan perusahaan melainkan hanya membeli saham untuk dijual kembali. 34 Penanaman modal secara tidak langsung disebut sebagai penanaman modal jangka pendek, karena pada umumnya mereka melakukan jual beli saham dan/atau mata uang dalam jangka waktu yang relatif singkat, tergantung kepada fluktuasi nilai saham dan/atau mata uang yang hendak mereka perjualbelikan.35

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 31 34 Sentosa Sembiring, op.cit., hlm 41 35 Ana Rokhmatussadyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal , Sinar Grafika, Malang, 2009, hlm 5

33

Menurut Munir Fuady selain kedua cara tersebut masih ada cara-cara penanaman modal yang lainnya yaitu :36
a. Penanaman modal asing lewat pinjaman, seperti dengan

offshore loan, pembelian bonds, notes, commercial paper, dan sebagainya.


b. Penanaman modal asing kontraktual, seperti bantuan

manajemen

dan/atau

technical

assistance,

license

agency, dan lain-lain.


2. Hak dan Kewajiban Penanam Modal

Setiap penanam modal memiliki hak dan kewajiban yang telah diatur dalam UUPM. Adapun Hak penanam Modal diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) UUPM yaitu:
1. Kepastian hak, hukum, dan perlindungan; 2. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang

dijalankannya;
3. Hak pelayanan; dan 4. Berbagai

bentuk

fasilitas

kemudahan

sesuai

dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Pt Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2002, hlm 68

36

Perusahaan-perusahaan dengan modal asing, wajib mengurus dan mengendalikan perusahaan sesuai dengan asas-asas ekonomi perusahaan tanpa merugikan kepentingan negara Indonesia. Disamping itu, perusahaan-perusahaan modal asing yang

bersangkutan wajib menyediakan fasilitas di bidang latihan dan pendidikan. Kewajiban setiap penanam modal diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UU PM yaitu:
1. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; 2. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan; 3. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan

menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;


4. Menghormati

tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi

kegiatan usaha penanaman modal; dan


5. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

Di samping hak dan kewajiban itu harus ditaati oleh penanam modal, khususnya Penanaman Modal Asing, pemerintah juga menetapkan tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh para pemodal. Tanggung jawab adalah suatu keadaan menanggung segala sesuatu yang berkaitan dengan penanaman modal.37

37

Salim HS dan Budi Sutrisno, op.cit., hlm 212

Tanggung jawab para penanam modal telah ditentukan dalam Pasal 16 UUPM. Ada enam tanggung jawab penanam modal,

khususnya penanam modal asing, yaitu :


1. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang

tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan;


2. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan

kerugian

jika

penanam atau

modal

menghentikan kegiatan ketentuan

atau

meninggalkan secara

menelantarkan dengan

usahanya peraturan

sepihak

sesuai

perundang-undangan;
3. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah

praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara;


4. Menjaga kelestarian lingkungan hidup; 5. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan

kesejahteraan pekerja; dan


6. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

Investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia, tidak hanya mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang

penanaman modal, tetapi juga dibidang lainnya seperti, misalnya di bidang lingkungan hidup, kehutanan, perpajakan, pertanahan, dan

lain-lain.

Apabila

mereka

melanggar

peraturan

perundang-

undangan maka dapat dikenakan sanksi.

3. Bentuk kerjasama Penanaman Modal Asing Badan usaha yang berstatus PMA harus berbentuk hukum Perseroan Terbatas. Kegiatan PMA harus dijalankan melalui perusahaan dalam bentuk badan hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia dan perusahaan tersebut harus berbentuk Perseroan Terbatas (yang selanjutnya disebut PT). seperti yang tercantum dalam Pasal 5 ayat (2) UU PM yaitu : Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang PT sebagai subjek hukum yang mandiri. Artinya PT dapat menggugat dan digugat di Pengadilan. Secara normatif badan usaha yang berbentuk PT diatur dalam undang-undang tersendiri yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam undang-undang ini disebutkan PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian.38

38

Santosa Sembiring, op.cit., hlm 135

Menurut Rudi Prasetya ada tiga karakterisitik dominan bahwa PT merupakan bentuk usaha yang tepat digunakan dalam pengembangan modal dan merupakan orientasi utama dari setiap pengusaha, yaitu :39 1. Pertanggungjwaban yang timbul semata-mata

dibebankan kepada harta kekayaan yang terhimpun dalam asosiasi; 2. Sifat mobilitas atas hak penyertaan; 3. Prinsip pengurusan melalui suatu organ. PMA yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan : a. Mengambil bagian saham pada saat pendirian Perseroan Terbatas; b. Membeli saham; c. Melakukan cara lain sesuai dengan peraturan perundangundangan. Salah satu syarat dari badan hukum asing untuk menjadi perseroan terbatas adalah badan hukum asing itu harus melakukan kerjasama dengan badan hukum domestik. Kerjasama

39

Rudi Prasetya dikutip dari Salim Hs dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia ,Rajawali Pers , Jakarta, 2008, hlm 171.

antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik dituangkan dalam kontrak joint venture. Dalam kontrak ini diatur tentang pembagian saham. Pihak asing dapat memiliki saham maksimal 95% (sembilan puluh lima persen) dan domestik minimal 5% (lima persen). Dari kerja sama ini akan membentuk badan hukum baru, yang merupakan perpaduan antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik. 40 Terdapat berbagai macam bentuk kerja sama yang dilakukan oleh para penanam modal khususnya penanam modal asing dengan penanam modal nasional, yaitu :41 a. Joint Venture Joint Venture adalah suatu usaha kerjasama yang dilakukan antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional, berdasarkan suatu perjanjian. Kerjasama ini tidak membentuk suatu Badan Hukum Baru, sehingga kerjasama ini bersifat kontraktuil (semata-mata

berdasarkan suatu perjanjian belaka) atau cooperative. Dalam kerja tidak mencari untung belaka, melainkan juga untuk memberikan pengalaman kerja bagi pihak nasional. b. Joint Enterprise

40 41

Salim HS dan Budi Sutrisno, op.cit., hlm 175 Sunaryati Hartono, op.cit., hlm. 129-157

Joint Enterprise merupakan penanaman modal asing yang berbentuk kerjasama, yaitu antara modal asing dan modal nasional di mana mereka kemudian membentuk

perusahaan baru di Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas (Badan Hukum Indonesia). Kedua perusahaan yang menggunakan bentuk kerjasama tersebut hanya mempunyai satu bentuk Badan Hukum Indonesia (PT), yang pengelolaannya ditangani oleh kedua perusahaan tersebut dan risiko ditanggung bersama menurut

perjanjiannya. c. Kontrak Karya atau Working Contract Kontrak Karya sebagai suatu bentuk usaha kerjasama antara penanaman modal asing dengan modal nasional terjadi apabila penanam modal membentuk badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan perjanjian kerjasama dengan suatu badan hukum yang

mempergunakan modal nasional. d. Production Sharing Merupakan kerjasama dengan sistem bagi hasil antara Perusahaan Negara dengan Perusahaan Asing yang sifatnya kontrak. Apabila kontrak telah habis, maka mesinmesin yang dibawa pihak asing tetap tinggal di Indonesia.

Kerjasama dalam bentuk ini merupakan suatu kredit luar negeri di aman pembayarannya dilakukan dengan cara bagi hasil terhadap produksi yang telah dihasilkan oleh perusahaan tersebut. e. Penanaman modal dengan DICS-Rupiah Yang dimaksud dengan DICS yaitu Debt Investment Conversion Scheme adalah utang, khususnya tagihantagihan kreditur yang diubah menjadi investasi atau penanaman modal asing menurut UU PMA. DICS Rupiah ini merupakan suatu bentuk campuran (variasi) antara kredit dengan penanaman modal. Berdasarkan Instruksi Presidium Kabinet No. 28/EK/IN/5/1967 tagihan-tagihan para kreditor asing yang menyangkut hutang-hutang dan tidak dijamin Pemerintah Asing, dapat diubah menjadi penanaman modal asing di Indonesia. f. Penanaman Modal dengan Kredit Investasi Adalah kredit dalam bentuk modal dan bukan berupa uang. Dalam praktik penanaman modal dengan kredit investasi ini banyak dilakukan oleh para pemodal dalam negeri untuk membiayai setiap proyeknya yang ada di Indonesia. Dalam bidang penanaman modal tidak dapat dipisahkan

dengan tegas karena kredit luar negeri dapat menjadi penanaman modal asing di dalam negeri. g. Portfolio Investment Investasi yang dilakukan melalui pembelian saham baik di pasar modal maupun melalui penempatan modal pihak ketiga dalam perusahaan (strategic partner). Penanaman modal asing secara portfolio sebenarnya bukan hanya merupakan indirect investment, tetapi merupakan direct investment dimana kontrol dan pembuat keputusan ada di tangan bangsa asing, hanya pelaksanaaanya saja

dilakukan oleh warganegara Indonesia. 4. Bidang Usaha Tertutup dan Terbuka dengan persyaratan bagi Penanam Modal Penentuan kriteria dan persyaratan penyusunan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan untuk penanaman modal mempunyai tujuan untuk : a. Meletakkan landasan hukum yang pasti bagi penyusunan peraturanperaturan yang terkait dengan penanaman modal.

b. Menjamin transparansi dalam proses penyusunan dan penetapan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan. c. Memberikan pedoman dalam penyusunan dan

penetapan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan. d. Memberikan pedoman apabila terjadi perbedaan

penafsiran atas daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan. Pengaturan mengenai bidang usaha dalam UUPM terdapat dalam pasal 12 UUPM. Pasal 12 ayat (1) UUPM menyatakan bahwa semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan

persyaratan. Adapun yang tergolong bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing menurut Pasal 12 ayat (2) UU PM antara lain : a. Produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang, serta b. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.

Tidak semua bidang bisnis dapat dimasuki oleh suatu PMA. Ada bidang-bidang tertentu dimana PT PMA tidak boleh masuk. Pada prinsipnya bidang-bidang tertentu yang tertutup terhadap penanaman modal asing dalam bidang-bidang : 1. Berbahaya bagi kepentingan umum 2. Bidang yang menjadi jatah pihak tertentu, misalnya bidang yang menjadi jatah Perusahaan Menengah Kecil atau Koperasi. Penentuan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan untuk penanaman modal dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar, yakni penyederhanaaan, kepatuhan terhadap perjanjian atau

komitmen internasional, transparansi, kepastian hukum, dan kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar tunggal. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007 Tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Pemerintah pada saat ini telah menetapkan bidang-bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan yang terdiri atas: 42

42

Jonker Sihombing, Hukum Penananaman Modal Di Indonesia, PT Alumni Bandung, 2009, hlm 147

1. Bidang

usaha

yang

terbuka

dengan

persyaratan

perlindungan dan pengembangan terhadap UMKM. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan seperti ini hanya dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan kewajaran dan kelayakan ekonomi dengan

memperhatikan perlindungan bagi UMKM.


2. Bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan.

Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan seperti ini terdiri atas bidang usaha yang dicadangkan dan yang tidak dicadangkan dengan pertimbangan segi kelayakan bisnis. 3. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan kepemilikan modal. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan seperti ini dimaksudkan untuk dapat memberikan batasan kepemilikan modal bagi setiap penanam modal asing.
4. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan

lokasi tertentu. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan seperti ini dimaksudkan untuk memberikan batasan wilayah admisnistratif bagi setiap penanaman modal.

5.

Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan perizinan khusus. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan seperti ini harus didukung oleh rekomendasi dari instansi/ lembaga pemerintah atau non pemerintah yang memiliki kewenangan pengawasan terhadap suatu bidang usaha tertentu.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal (selanjutnya disebut PerPres No 36 Tahun 2010) dijelaskan lebih lanjut mengenai bidang-bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan dalam

penanaman modal. Pada lampiran I PerPres No 36 Tahun 2010 dimaksud dicantumkan tentang daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal dan pada Lampiran II PerPres No. 36 Tahun 2010 dicantumkan pula daftar bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal dengan persyaratan. Dengan adanya daftar bidang usaha yang tertutup dan daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu di bidang penanaman modal, akan tersedia pilihan bagi calon penanam modal dalam melakukan pilihan bidang usaha yang

ditekuninya. Melalui pengaturan tentang bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan untuk penanaman modal, diyakini akan dapat lebih efektif untuk melindungi kepentingan nasional. B. Pengaturan Usaha Mikro, Kecil, Menengah menurut UU Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM mempunyai peran yang sangat strategis dalam

pembangunan ekonomi nasional. Selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam

pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia beberapa waktu yang lalu dimana banyak Usaha berskala besar yang berhenti aktifitasnya, sektor UMKM terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Pengembangan UMKM perlu mendapat perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah diperlukan agar UMKM dapat tumbuh dan lebih berkembang.43 Keberadaan UMKM di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 Tentang UMKM yang diundangkan pada tanggal 4 Juli 2008. Pada bagian menimbang, butir c dan d undang-undang ini disebutkan
43

bahwa

usaha

kecil

perlu

diberdayakan

dalam

Abdul Rosid, Manajemen Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi, pksm.mercubuana.ac.id, diunduh pada tanggal 01 Januari 2011 pukul 02.05

memanfaatkan

peluang

usaha

dan

menjawab

tantangan

perkembangan ekonomi di masa yang akan datang. Hal ini penting mengingat dalam pembangunan nasional, UMKM sebagian integral dunia usaha yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang berdasarkan

demokrasi ekonomi. Menurut Keputusan Presiden No 9 Tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah : Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha tidak sehat Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/ 1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000,- atau aset/aktiva setingginya Rp 600.000.000,- (diluar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari :44 1. badan usaha (Fa, CV, PT, dan Koperasi);

44

Budi Rachmat, Modal Ventura, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm 15

2. Perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang,

pedagang barang dan jasa, dan sebagainya). Pengertian UMKM dalam UU UMKM dibagi menjadi tiga yaitu Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah. Menurut Pasal 1 angka (1) UU UMKM pengertian Usaha Mikro adalah sebagai berikut: Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Berdasarkan pengertian tersebut, yang tergolong di bidang usaha mikro antara lain: 1. Orang perorangan dan/atau
2. Badan perorangan.

Sedangkan pengertian Usaha Kecil menurut Pasal 1 ayat (2) UU UMKM adalah sebagai berikut : Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini

Berdasarkan pengertian Pasal 1 ayat (2) UU UMKM, yang tergolong Usaha Kecil antara lain : 1. Orang perorangan; atau 2. Badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar. Pengertian Usaha Menengah menurut Pasal 1 ayat (3) UU UMKM adalah sebagai berikut : Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Meskipun terdapat beberapa definisi mengenai usaha kecil namun usaha kecil mempunyai karakteristik yang hampir seragam. Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kedua, kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya.

Terdapat asas-asas yang mendasari usaha UMKM agar dapat berjalan sesuai dengan tujuan. Seperti yang tercantum dalam Pasal 2 UU UMKM yaitu :
1. Kekeluargaan

adalah

asas

yang

melandasi

upaya

pemberdayaan UMKM sebagai bagian dari perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, eksistensi berkeadilan, berkelanjutan, wawasan lingkungan, kemandirian,

keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomin nasional untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. 2. Demokrasi Ekonomi sebagai adalah pemberdayaan dari UMKM

diselenggarakan

kesatuan

pembangunan

perekonomian nasional untuk mewujudkan kemakmuran rakyat. 3. Kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh UMKM secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan. 4. Efisiensi berkeadilan adalah asas yang mendasari pelaksanaan pemberdayaan UMKM dengan mengedepankan efisiensi

berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.

5. Berkelanjutan mengupayakan

adalah

asas

yang

secara

terencana melalui

berjalannya

proses pembangunan

pemberdayaan UMKM untuk menjamin kesejahteraan dalam segala aspek kehidupan baik untuk masa kini maupun yang akan datang. 6. Berwawasan lingkungan adalah asas pemberdayaan UMKM yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan

mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. 7. Kemandirian adalah asas pemberdayaan UMKM yang dilakukan dengan tetap menjaga dan mengedepankan potensi

kemampuan dan kemandirian UMKM. 8. Keseimbangan kemajuan adalah asas pemberdayaan UMKM yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional. 9. Kesatuan ekonomi nasional adalah asas pemberdayaan UMKM yang merupakan bagian dari pembangunan kesatuan ekonomi nasional. Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia Nomor XVI/MPR-RI/1998 Tentang Politik Ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi, UMKM perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran,

dan potensi strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian yang semakin seimbang berkembang dan berkeadilan. Maksud

pemberdayaan ini adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap UMKM sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi iklim usaha yang tangguh dan mandiri (Pasal 1 ayat (8)) UU UMKM dengan mengacu pada prinsip pemberdayaan UMKM sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 UU UMKM yaitu : 1. Menumbuhkan kemandirian, kebersamaan, dan

kewirausahaan UMKM untuk berkarya dengan prakarsa sendiri;


2.

Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan; 3. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan

berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi UMKM; 4. Peningkatan daya saing UMKM, dan 5. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan

pengendalian secara terpadu. Adapun yang menjadi tujuan pemberdayaan tersebut

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 UU UMKM yaitu :

1. Mewujudkan

struktur

perekonomian

nasional

yang

seimbang, berkembang,dan berkeadilan; 2. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan UMKM menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan 3. Meningkatkan peran UMKM dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan,

pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Oleh karena itu, Pemerintah perlu menciptakan kondisi yang kondusif untuk mendorong pengembangan UMKM dan meningkatkan perannya dalam memberdayakan UMKM serta meningkatkan kualitas sumber daya manusianya agar tujuan pemberdayaan UMKM dapat tercapai sesuai yang diinginkan. Untuk mengembangkan UMKM diperlukan suatu kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Tidak semata-mata pemerintah saja yang bertanggung jawab atas pengembangan UMKM tetapi masyarakat juga wajib membantu untuk mendorong pengembangan UMKM tersebut.
1. Kriteria dan Karakteristik Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Kriteria umum UMKM dilihat dari ciri-cirinya pada dasarnya bisa dianggap sama yaitu :45
a. Sturktur organisasi yang sangat sederhana;

Pemilik sekaligus

sebagai sebagai

pemilik

modal,

pembuat usaha itu

kebijakan sendiri.

penyelenggara

Struktur usaha secara umum, hanya antara pemimpin dan tenaga kerjanya. b. Tanpa staf yang berlebihan; Jumlah tenaga kerja yang terbatas
c. Pembagian kerja yang kendur;

Tenaga kerja tidak dibedakan menurut keahlian masingmasing atau setiap tenaga kerja melakukan seluruh pekerjaan yang ada. d. Memiliki hierarki manajerial yang pendek Hierarki manajerial di dalam Usaha Kecil yang pendek bahkan hanya terbagi ke dalam dua golongan; yaitu pemberi perintah dan orang yang diperintah. e. Aktivitas sedikit di bidang formal, dan sedikit menggunakan proses perencanaan. Aktivitas usaha kecil lebih banyak di

45

Tiktik Sartika Pratomo, op.cit., hlm 3

bidang informal serta dapat berubah-ubah di bidang usahanya dengan cepat. f. Kurangi membedakan antara aset pribadi dan aset perusahaan sehingga aset pribadi sering juga dianggap sebagai aset perusahaan. Kriteria UMKM terdapat dalam Pasal 6 ayat (1), (2) dan (3) UU UMKM untuk memberikan kriteria-kriteria yang mengelompokan suatu jenis usaha apakah tergolong ke dalam usaha mikro, kecil, atau menengah. Kriteria-kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah tersebut antara lain : 1. Kriteria usaha mikro: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp

50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

2. Kriteria usaha kecil:

a.

Memiliki

kekayaan

bersih

lebih

dari

Rp

50.000.000, 00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan ratus juta lebih rupiah) dari Rp

300.000.000,00 (tiga

sampai

dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 3. Kriteria Usaha Menengah: a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp

500.000.000,00- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjual tahunan lebih dari Rp

2.500.0000.000,00- (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00(lima puluh milyar rupiah). Dengan menggunakan kriteria entrepeneurship maka UMKM dibagi menjadi empat bagian yaitu :46
46

Tiktik Sartika Pratomo, op.cit., hlm 7

a.

Livelihood

Activities

adalah

UMKM

yang

pada

umumnya bertujuan mencari kesempatan kerja untuk mencari nafkah. Para pelaku di kelompok ini tidak memiliki jiwa entrepeneurship. Kelompok ini disebut sebagai sektor informal. Di Indonesia jumlah UMKM kategori ini adalah terbesar.
b.

Micro enterprise adalah UMKM bersifat artisan

(pengrajin) dan tidak bersifat entrepeneurship.


c.

Small Dynamic Enterprises adalah UMKM yang

sering memiliki jiwa entrepeneurship. Banyak pengusaha skala menengah dan besar yang berasal dari kategori ini.
d.

Fast Moving Enterprises adalah UMKM yang tulen

memiliki jiwa entrepeneurship yang sejati. Kelompok ini akan menghasilkan usaha menengah dan usaha besar. Salah satu kunci keberhasilan dalam penyaluran kredit Usaha Kecil terletak pada pemahaman karakteristik Usaha kecil. Awal pengenalan terdapat suatu Usaha Kecil adalah dengan mengamati ada tidaknya karakteristik berikut : 1. Konsentrasi sejumlah besar pelaku Usaha Kecil menurut sektor usaha dan lokasi geografis tertentu; 2. Adanya spesialisasi produk yang dihasilkan;

3. Adanya kerjasama dan keterkaitan di antara para pelaku usaha atau antar pelaku usaha dengan lembaga tertentu untuk bidang pemasaran produksi dan pembiayaan; 4. Adanya dukungan dan komunitas/masyarakat setempat terhadap berkembangnya Usaha Kecil sesuai tataran nilai sosial budaya. Penjelasan Pasal 1 ayat (1) UU UMKM menyebutkan bahwa usaha kecil meliputi usaha kecil tradisional, yaitu usaha yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah digunakan secara turun temurun atau berkaitan dengan seni dan budaya usaha kecil informal, yaitu usaha yang belum terdaftar, belum tercatat, dan belum berbadan hukum, antara lain petani penggarap, industri rumah tangga, pedagang asongan, pedagang kaki lima, pedagang keliling, dan pemulung. 2. Bentuk dan Jenis Usaha Kecil Bentuk dan jenis usaha kecil dapat pula dilihat dari beberapa segi sebagai berikut :47 a. Ditinjau dari hakikat penggolongannya Ditinjau dari hakikat penggolongannya, usaha kecil dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :

47

M tohar, Membuka usaha kecil, Kanisius,Yogyakarta, 2000,hlm7

1. Industri kecil, misalnya industri kerajinan rakyat, industri cor logam, konveksi, dan berbagai industri kecil lainnya. 2. Perusahaan berskala kecil, misalnya: toko

kerajinan, penyalur koperasi, toserba, restoran, jasa profesi, toko bunga, dan lain sebagainya. 3. Sektor informal, misalnya: agen barang bekas, warung, kios, kali lima, dan lain sebagainya. b. Ditinjau dari bentuknya Berdasarkan bentuk usahanya, perusahaan yang

terdapat di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua yakni: 1. Usaha Perseorangan Usaha perseorangan bertanggung jawab kepada pihak ketiga atau pihak lain (dalam hal ini konsumen) dengan dukungan harta kekayaan perusahaan yang merupakan milik pribadi

pengusaha yang bersangkutan. Jumlah usaha perseorangan di Indonesia cukup banyak dan skala usahanya relatif kecil. Pada umumnya bentuk usaha perseorangan ini lebih mudah

didirikan karena idak memerlukan persyaratan dan prosedur yang rumit dan bertahap seperti bentuk lainnya. 2. Usaha persekutuan Usaha persekutuan berusaha untuk mencapai tujuan-tujuan laba. Usaha perusahaan pesekutuan dalam memperoleh bentuk

merupakan

kerjasama dari beberapa orang yang bertanggung jawab secara pribadi terhadap kewajiban-

kewajiban usaha persekutuannya. c. Ditinjau dari jenis produk atau jasa yang dihasilkan maupun aktivitas yang dilakukan. Usaha kecil pada jenis ini dapat dibedakan menjadi empat yaitu : a. Usaha perdagangan, meliputi: 1. Keagenan; 2. Pengecer; 3. Ekspor/impor, bisa berwujud produk lokal maupun internasional.

4. Sektor informal, misalnya: pengumpulan barang bekas, pedagang kaki lima, dan lain-lain. b. Usaha pertanian, meliputi : 1) Pertanian pangan maupun perkebunan; 2) Perikanan darat/laut; 3) Peternakan dan usaha lainnya yang

termasuk lingkup pengawasan Departemen Pertanian, misalnya Produsen telur ayam, produksi hasil peternakan, dan lain-lain. c. Usaha Industri meliputi : 1) Industri logam/kimia 2) Makanan/minuman 3) Pertambangan 4) Konveksi d. Usaha jasa meliputi : 1) Konsultan, misalnya konsultan hukum,

pajak, manajemen.

2) Perencana, misalnya perencana teknis, perencana sistem 3) Perbengkelan elektronik 4) Transportasi, misalnya angkutan umum 5) Restoran misalnya rumah makan 6) Konstruksi misalnya kontraktor bangunan kelistrikan. misalnya bengkel mobil,

3. Pembinaan dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kebijaksanaan Pemerintah dalam pengembangan UMKM untuk jangka panjang bertujuan meningkatkan potensi dan partisipasi aktif UMKM dalam proses pembangunan nasional, khususnya dalam kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan. Sedangkan sasaran dan pembinaan usaha kecil adalah meningkatnya jumlah pengusaha menengah dan terwujudnya usaha yang makin tangguh dan mandiri.

Secara konseptual ada dua faktor kunci yang bersifat internal yang harus diperhatikan dalam proses pembinaan UMKM Pertama, sumber daya manusia (SDM), kemampuan untuk meningkatkan kualitas SDM, baik atas upaya sendiri atau ajakan pihak luar. Kedua, manajemen, pengertian manajemen dalam praktis bisnis meliputi tiga aspek yakni berpikir, bertindak, dan pengawasan.48 Pemerintah menfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, dan desain teknologi. Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 Tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil. Pembinaan dan pengembangan Usaha Kecil diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) PP No mor 32 Tahun 1998 Tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil yang menyebutkan bahwa : Pembinaan dan pengembangan usaha kecil dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, baik secara sendirisendiri maupun bersama-sama, dan dilakukan secara terarah dan terpadu serta berkesinambungan untuk mewujudkan usaha kecil yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah.

Untuk mengembangkan UMKM diperlukan suatu koordinasi terpadu antar instansi yang berfungsi sama, agar dapat diperoleh

48

Tiktik Sartika Pratomo, op.cit., hlm. 7

suatu

gambaran

yang

jelas

tentang

keberadaan

serta

kemampuan yang dimiliki UMKM dari waktu ke waktu.49

BAB III KEBERADAAN PENANAMAN MODAL ASING (PMA) DALAM USAHA RITEL TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM) DI JAWA BARAT A. Sejarah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Pemberdayaan UMKM di Indonesia mengalami perkembangan yang fluktuatif. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan buruk di negara Indonesia yang sering melakukan perubahan strategi dan prioritas kebijakan pembangunan ekonomi. Prioritas pemberdayaan UMKM dan
49

Ina Primiana, Menggerakkan Sektor Riil UKM&Industri, Alfabeta CV, Bandung, 2009, hlm 36

kebijakan

pembangunan

ekonomi

kerakyatan

juga

mengalami

perubahan yang cukup signifikan. Beberapa akan diuraikan dibawah ini :50 Pemerintahan Orde Lama (Rezim Soekarno) Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno, belum dikenal kelompok usaha ke dalam jenis usaha besar, usaha kecil dan menengah, mungkin karena pertumbuhan dunia usaha tidak dinamis seperti sekarang. Pada masa

kepemimpinan Presiden Soekarno, diterbitkannya UndangUndang Nomor 14 Tahun 1965 Tentang Koperasi yang menyebabkan perkembangan koperasi kembali memburuk yaitu sulitnya bagi seseorang untuk menjadi anggota koperasi, tanpa menggabungkan diri sebagai anggota kelompok politik tertentu. 1. Pemerintahan Orde Baru (rezim Soeharto) Pada Masa Kepemimpinan Soeharto, Pemerintahan Orde Baru ini menjalin kerjasama dengan pihak asing, Matsushita, Jepang dengan beberapa komoditas elektronik: radio, televisi, air conditioner (AC), baterai dan lain-lain. Nama-nama yang dekat dengan pada masa kekuasaan Orde Baru dan bekerjasama dengan investor asing sudah sangat familiar, misalnya di bidang otomotif: FIAT (Hasjim Ning), ASTRA
www.forumukm.com, Pemberdayaan UMKM dari masa ke masa, diunduh pada tanggal 12 Januari 2011 pukul 12.16
50

(Wiliam Soerjadjaja), MITSUBISHI (Ibnu Sutowo), INDOMOBIL (Soedono Salim); di bidang perkapalan dan pelayaran (Soedarpo Sastrosatomo) atau bahkan Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) di bidang tekstil dan garmen yang melibatkan beberapa unsur politisi dan pemerintahan. Salah

satu kelemahan yang sangat terlihat pada zaman orde baru adalah adanya tingkat ketergantungan koperasi terhadap fasilitas dan campur tangan pemerintah. Koperasi hanya sekedar sebagai penerus kegiatan pemerintah dalam

menjalankan program-programnya.

Pemerintahan Transisi (Pimpinan Habibie) Pada masa kepemimpinan istimewa 1998 transisional Presiden B.J.

Habibie, Sidang (MPR)

Majelis

Permusyaratan jelas dan

Rakyat tegas strategi

November

dengan untuk

mengamanatkan

pemerintah

melakukan

pemihakan yang serius dan keputusan politik yang kuat dalam pemberdayaan kelompok UMKM. Salah satu usaha strategi pemihakan UMKM yang sangat terkenal adalah 13 skema kredit program yang disalurkan melalui bank komersial dan juga melibatkan stakeholders lain. Serangkaian program

peningkatan jaringan kerja kelembagaan dan pemihakan ekonomi dengan melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) sampai ke pelosok tanah air, bahkan cenderung tidak efisien karena menghabiskan anggaran negara. Pemerintahan Reformasi (Rezim Gus Dur) Pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), akhirnya mencanangkan strategi pengembangan UMKM dengan enam komponen langkah implementasi seperti: peningkatan alokasi skema kredit melalui perbankan dan lembaga keuangan yang credible, pemberian insentif terhadap lembaga keuangan melalui subsidi administratif dan bantuan teknis, pengembangan komoditas primer pada daerah sentra produksi, perluasan, modernisasi, dan integrasi jangkauan kredit kepada lembaga keuangan tradisional, pemberian insentif perpajakan dan iklim usaha kondusif untuk

peningkatan produktivitas, dan revisi skema pembiayaan. e. Pemerintahan Nasionalis (Megawati) Pada masa Presiden Megawati, pemberdayaan UMKM adalah melanjutkan strategi yang dilaksanakan pada masa Presiden Gus Dur. Tiga aspek penting yang dijadikan pilar utama masa Pemerintahan Megawati adalah: (1)

mengembangkan ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada

mekanisme bekelanjutan

pasar dan

yang

adil,

persaingan distorsi

sehat, (2)

mencegah

pasar;

mengembangkan perekonomian yang berorientasi global dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia, dan (3) memberdayakan UMKM agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing tinggi. Pemerintah mengintensifkan program pemihakan dan pemberdayaan UMKM, misalnya

peningkatan akses Modal Awal dan Padanan (MAP), pengembangan Business Development Services (BDS), kerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga studi setempat.

f.

Pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono Pada masa pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono Nasional (Rakornas)

diadakan

Rapat

Koordinasi

Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Tema Rakornas Tahun 2009 ini adalah Melanjutkan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM Untuk Kesejahteraan Rakyat. Dari Rakornas tersebut diperoleh beberapa rumusan hal-hal strategis yaitu dalam Rencana Strategi (RENSTRA) 5 tahun mendatang Pemerintah merencanakan beberapa program antara lain Membangun Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Melakukan program

revitalisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR), Melakukan program pelatihan yang bersifat nasional (di Jakarta/daerah tertentu), Mengembangkan industri kreatif misalnya di sektor energi, perikanan dan bukan hanya disektor jasa dan perdagangan saja, Memantapkan kelembagaan koperasi, Melakukan

revitalisasi pasar tradisional, Pengembangan program One Village One Product (OVOP) yaitu strategi pengembangan satu desa mengembangkan satu produk unggulan masing-masing daerah.51 untuk

1. Usaha Mikro, Kecil, Menengah di Jawa Barat UMKM merupakan salah satu sektor yang cukup berperan dalam membangun perekonomian Jawa Barat. Di saat krisis ekonomi global sedang melanda sekarang ini, baik yang berdampak pada usaha di tingkat internasional maupun kalangan usaha di Indonesia, sektor UMKM mampu menjadi pengaman agar tenaga kerja tidak sampai menjadi pengangguran. Dengan bukti tersebut menunjukkan UMKM sebagai tulang punggung

perekonomian di tanah air di saat krisis global terjadi. Sektor

http://bataviase.co.id/ Pembinaan IKM Kerajinan Disesuaikan Dengan Sentra dan Sistem OVOP diunduh pada tanggal 19 Februari 2011 pukul 18.58

51

UMKM pantas disebut sebagai penggerak perekonomian di Jawa Barat sejak dahulu hingga saat ini. UMKM sesungguhnya merupakan sektor ekonomi yang memiliki efisiensi tinggi dibandingkan usaha dalam skala besar. UMKM yang lebih banyak dikelola dan menjadi milik keluarga, memiliki fleksibilitas tinggi dalam menghadapi perubahan pasar. Bandingkan dengan sektor usaha berskala besar yang memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan UMKM. UMKM terbukti relatif lebih mampu bertahan menghadapi berbagai terpaan krisis ekonomi dibandingkan usaha berskala besar. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan Yayat Ruhiyat, Pegawai Bidang Data Informasi dan Pengawasan, Dinas UMKM Provinsi Jawa Barat jumlah UMKM di Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (tanpa sektor migas) pada tahun 1997 ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi, tercatat sebesar 62,71% (enam puluh dua koma tujuh puluh satu persen). UMKM memberikan kontribusi Rp2.121,3 triliun atau 53,6% (lima puluh tiga koma enam persen) dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2007 yang mencapai Rp 3.957,4 triliun. Menurut skala usahanya, pertumbuhan UMKM mencapai 6,4% (enam koma empat persen) dan usaha besar tumbuh 6,2% (enam koma dua persen). Jika dibandingkan dengan tahun 2006, pertumbuhan

PDB UMKM sebesar 5,7% (lima koma tujuh persen) dan PDB usaha besar hanya 5,2% (lima koma dua persen). Bahkan kontribusi UMKM terhadap PDB tahun 2009 sebesar 55,56% (lima puluh lima koma lima puluh enam persen) dari total PDB Indonesia. Besaran PDB Indonesia tahun 2009 mencapai Rp 5.613,4 triliun. Berdasarkan riset Citibank selama periode 20052008, jumlah unit UMKM mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 8,16% (delapan koma enam belas persen) per tahun. Jumlah pelaku UMKM pada 2010 mencapai adalah 8.400.000 unit. Data statistik tersebut menunjukkan bahwa UMKM

memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian Jawa Barat. 52 Kinerja yang lebih

membanggakan lagi dari UMKM ini dalam kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja. Walau hasil yang didapatkan dari kelompok usaha ini masih belum sebesar perusahaan besar, namun dalam perjalanannya UMKM selama ini telah mampu mengurangi angka pengangguran dan tingkat kemiskinan. Saat ini UMKM di Indonesia terdapat lebih dari 49.800.000 (empat puluh sembilan juta delapan ratus) unit usaha dan dapat menyerap tenaga kerja lebih dari 91.800.000 (sembilan puluh satu juta delapan ratus) orang. Ini berarti lebih dari 97,3% (sembilan puluh tujuh koma tiga persen) penciptaan lapangan kerja merupakan
Hasil Wawancara dengan Yayat Ruhiyat Pegawai Bidang Data Informasi dan Pengawasan Dinas UMKM Provinsi Jawa Barat, pada tanggal 30 Desember 2010
52

dari

kontribusi

UMKM.

Berdasarkan

fakta

ini,

upaya

pemberdayaan UMKM akan menanggulangi masalah kemiskinan, pengangguran, dan meningkatkan penciptaan lapangan kerja. Rothwell dan Zegfeld (1982) menguraikan beberapa alasan dari kebijaksanaan umum yang mendukung UMKM, diantaranya yang terpenting adalah :53 1. Distribusi dari kekuatan pasar lewat sebuah sistem dari UMKM membuat suatu distribusi dari kekuatan pasar yang lebih baik di dalam masyarakat secara umum; 2. Suatu tingkat konsentrasi pasar yang tinggi mengakibatkan ekonomi tidak efisien. Argumentasi ini tidak dapat

diinterpretasikan dalam pengertian statis yang artinya kekuatan sumber monopoli daya, mengakibatkan disalurkan salah ke alokasi dari

misalnya

sektor-sektor

nonproduktif karena kegiatan-kegiatan bisnis di sektor tersebut sangat menguntungkan yang disebabkan oleh adanya proteksi. Dengan adanya UMKM maka pasar menjadi kompetitif, dan kehadiran UMKM itu sendiri menjamin suatu dinamika pasar tertentu; 3. UMKM bisa berfungsi sebagai suatu peredam terhadap goncangan kesempatan kerja, misalnya pada saat krisis ekonomi 1997/1998;
Rothwell dan Zegfeld dikutip dari Tulus Tinambunan, UMKM di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009, hlm 35
53

4. UMKM menghasilkan produk-produk yang lebih bervariasi yang bisa memenuhi selera individu masyarakat. Basis UMKM sendiri secara umum ternyata sangat lemah dalam visi, sikap wirausaha dan manajemen bisnis yang paling mendasar, walaupun sering diklaim cukup bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi yang masih belum bisa terlepas dari beberapa permasalahan klasik yang menyertainya. Terutama masalah akses modal dan kesempatan mendapatkan peluang usaha, disamping masalah

produksi, pemasaran, jaringan kerja dan teknologi. Telah banyak cara yang dilakukan untuk membuat UMKM menjadi kuat, mandiri, memiliki daya saing dan menyokong pemulihan perekonomian nasional. Tetapi hal tersebut belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.

2. Masuknya Investor Asing sebagai Pendorong Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Penanaman Modal Asing sangat penting sebagai motor utama perkembangan dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Terutama untuk negara berkembang yaitu Pertama, PMA membawa teknologi baru dan pengetahuan lainnya yang berguna bagi pembangunan jaringan negeri, yang Kedua, kuat pada umumnya PMA

mempunyai

dengan

lembaga-lembaga

keuangan global sehingga tidak tergantung pada dana dari perbankan. Ketiga, bagi perusahaan-perusahaan asing di

Indonesia biasanya sudah memiliki jaringan pasar global yang kuat sehingga tidak ada kesulitan dalam ekspor. Terbukti Realisasi investasi pada tahun 2010 untuk PMA di Jawa Barat, yang ditanamkan oleh para investor sebesar Rp. 27.942.072.369.688 atau US.$. 2.794.207.237 atau sudah

mencapai 104% (seratus empat persen) atau 4% (empat persen) lebih banyak dari prediksi target investasi pada tahun 2010 berdasarkan PMTB sebesar Rp. 26.700.000.000.000 dan telah melebihi target sebesar Rp, 9.695.569.165.563, dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebanyak 187.202 (seratus delapan puluh tujuh ribu dua ratus dua) orang dan jumlah proyek sebanyak 613 (enam ratus tiga belas) proyek usaha. 54 Jawa Barat memiliki luas area sebesar 3,5 juta hektar yang merupakan motor pernggerak utama perekonomian Jawa Barat yaitu di bidang pertanian, infrastruktur, energi, dan industri. Jawa Barat merupakan wilayah yang terbaik untuk investasi. Terbukti PMA di Jawa Barat selalu meningkat dari tahun ke tahun. Perkembangan Penanaman Modal Asing TAHUN 2006 2007 2008 2009
54 55

JUMLAH PROYEK 245 286 332 312

JUMLAH INVESTASI 17.861.220.937.624 12.197.398.800.118 25.526.575.122.244 26.045.415.884.435

55

Hasil Wawancara dengan Bebet Irawan Pegawai Bidang pengendalian data dan pelaporan BKPMD Provinsi Jawa Barat pada tanggal 13 Januari 2010 Peluang Investasi, Badan Koordinasi Promosi dan Penananaman Modal Daerah (BKPPMD), hlm 2

2010

539 Sumber :

18.838.032.760.597

Badan Koordinasi Promosi Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat Penanaman Modal Asing di Jawa Barat telah membantu penambahan devisa untuk Jawa Barat, secara tidak langsung menambah pemasukan untuk Jawa Barat, membantu dalam penyerapan tenaga kerja agar mengurangi pengangguran di Jawa Barat, dan membantu mempromosikan Jawa Barat ke luar negeri agar lebih berkembang lagi. Dalam UU PM terdapat suatu ketentuan yang mengharuskan Pemerintah membantu membina dan mengembangkan UMKM. Hal ini terdapat dalam pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) UU UMKM yaitu : 3) Pemerintah wajib menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar dengan syarat harus bekerja sama dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. 4) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi melalui program kemitraan, peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran informasi yang seluas-luasnya. Bentuk bantuan yang dilakukan oleh PMA terhadap UMKM adalah dari segi penyerapan tenaga kerja, PMA sangat membantu para UMKM untuk bekerja di perusahaan PMA seperti perusahaan Carrefour, Giant. PMA juga membantu UMKM menyediakan tempat usaha untuk UMKM dengan harga jual atau biaya sewa sesuai

kemampuan UMKM melalui suatu kerjasama lain dalam rangka kemitraan seperti Hypermarket Carrefour yang membantu UMKM dengan memasukkan barang dagangannya agar para UMKM tersebut dapat turut serta berjualan di Carrefour. B. Peran dan permasalahan Penanaman Modal Asing Terhadap Pengembangan UMKM di Jawa Barat 1. Peran Penanaman Modal Asing terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Jawa Barat Indonesia sangat membutuhkan pembiayaan dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional. Besarnya kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional dari tahun ke tahun mengakibatkan pemerintah harus membuka kesempatan bagi para pemilk modal, baik pemilik modal dalam negeri maupun pemilik modal asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Penanaman modal menjadi salah satu alternatif yang tersedia untuk pemecahan masalah kesulitan pembiayaan dalam

pembangunan nasional. Salah satu bentuk penanaman modal asing yang paling berkembang pesat dalam dekade terakhir ini adalah pasar ritel modern baik itu berbasis lokal mapun internasional. Perdagangan ritel adalah kegiatan usaha menjual barang atau jasa kepada perorangan untuk keperluan diri sendiri,

keluarga atau rumah tangga.56 Peritel menjual barang atau jasa langsung kepada konsumen. Peritel atau retailer adalah mata rantai terakhir dalam proses distribusi. Perdagangan ritel dapat terus tumbuh sebagai akibat dari perkembangan berbagai bidang. Persaingan usaha ritel di Indonesia semakin didominasi para peritel modern yang dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu, peritel modern yang merupakan ritel asing dan peritel modern lokal. Peritel modern yang merupakan ritel asing di Indonesia antara lain, Carrefour dari Prancis, Giant dari Malaysia yang beraliansi dengan supermarket Hero, Makro dan Ahold dari Belanda, Metro dari Jerman, Serta Superindo yang datang dari Belgia. Peritel Modern yang merupakan ritel lokal antara lain Yogya, Matahari, Ramayana, Tiptop, Borma, dan lain-lain. Perkembangan Bisnis Ritel Tahun 2009 Tahun 2010 Format Large Format Chains Carrefour Giant Alfa Gudang Rabat Carrefour ex. Alfa Hypermart Makro/Lotte Indogrosir Hero Giant Ramayana
Pemasaran Ritel,

Supermarket

Jan 2009 44 26 0 16 44 19 6 53 55 95
Gramedia

Mar 2010 48 35 0 16 47 19 2 41 59 39
Utama,

Hendri Maruf, Jakarta,2006, hlm 7

56

Pustaka

Foodmart 25 Carrefour Express 14 Super Indo 63 Minimarket Indomaret 3093 Alfamart 2736 Alfamidi 62 Alfa Express Cirkle K 212 Star Mart 116 Yomart 162 Modern Drugstore Century 180 Guardian 182 Boston 51 Watsons 4 * Data per Agustus 2009 * Data per Februari 2010 Sumber : Nielsen Business Review, 2010

22 15 65 4110 3663 131 40 257 124** 223 208* 196** 53 4

Bentuk-bentuk Usaha Ritel Klasifikasi bisnis ritel di Indonesia

Shopper Trend 2009 Indonesia

Secara umum usaha ritel digolongkan menjadi dua bagian :

a. Ritel Tradisional, berupa warung, toko, pasar, dan pedagang

kaki lima, yang kesemuanya merupakan bagian dari UMKM.

Hypermarket (Large Su F ormat)


Sumber :

Pasar adalah pusat belanja tradisional. Dalam suatu pasar tersedia berbagai gerai dengan segala macam produk yang diperlukan masyarakat, dari kebutuhan sehari-hari hingga produk tahan lama.

C arrefour G iant

Bo

Hypermart

C E xp

b. Ritel Modern yang terdiri dari :57 1) Minimarket, yaitu gerai modern untuk berbelanja. Selain

konsumen

mendapatkan

kenyamanan

berbelanja,

pelayanan yang prima, dan harga barang terkesan murah.


2) Convenience Store, gerai ini mirip dengan minimarket

dalam hal produk yang dijual, tetapi berbeda dalam hal harga, jam buka, luas ruang, dan lokasi. Kelebihan dari gerai ini adalah buka 24 jam. Contoh : Circle K.
3) Toko serba ada (Department Store), yaitu toko yang

menjual beberapa jenis produk biasanya pakaian, perlengkapan rumah, dan barang rumah tangga.
4) Toko Swalayan (Supermarket) toko yang relatif lebih

besar

dan

dirancang

untuk

melayani

kebutuhan

konsumen seluruhnya baik makanan, binatu, dan barangbarang perawatan rumah tangga. Toko swalayan telah bergerak dalam berbagai arah untuk meningkatkan volume penjualan dengan membuka toko-toko yang lebih besar dengan menempati ruang penjualan kurang lebih 25.000 meter persegi.

57

Ibid , hlm. 75

5) Toko gabungan (Superstore) merupakan diversifikasi

toko swalayan yang diarahkan memenuhi kebutuhan konsumen seluruhnya, meliputi barang pangan yang dibeli secara rutin dan barang non pangan.
6) Hypermarket, menggabungkan antara toko swalayan,

toko potongan harga, dan prinsip-prinsip penjualan gudang pengecer. Produk-produk yang dibeli seringkali lebih beraneka ragam daripada produk yang dibeli secara rutin, termasuk perabot rumah, alat-alat ringan dan berat, pakaian, dan barang-barang lain yang banyak jumlahnya.
7) Specialty Store, merupakan toko dimana pilihan produk

tersedia lengkap sehingga tidak harus mencari lagi di toko lain. Keragaman produk disertai harga yang bervariasi dari yang terjangkau hingga yang premium membuat specialty store unggul. Contoh : Electronic city. Menurut Bebet Irawan Pegawai Bidang pengendalian data dan pelaporan, Badan Koordinasi Promosi Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat sekarang ini sektor usaha yang paling berkembang pesat adalah bisnis ritel. Seperti Carrefour, Hypermart, dan Lottemart sangat menjamur di Provinsi Jawa Barat. Sedikitnya terdapat 21 Carrefour, 4 Lotte Mart, dan 5 Hypermart 58
Hasil wawancara dengan Bebet Irawan Pegawai Bidang pengendalian data dan pelaporan, BKPMD Provinsi Jawa Barat, pada tanggal 13 Januari 2011
58

Usaha ritel semakin berkembang seiring dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan barang-barang konsumsi. Pusat-pusat ritel modern semakin banyak bermunculan di dalam negeri. Peritel modern yang berbasis asing semakin banyak datang ke Indonesia. Keadaan ini dikhawatirkan oleh banyak pihak akan mendesak bahkan mematikan usaha peritel lokal dan UMKM. UMKM juga menghadapi persaingan yang cukup berat dengan hadirnya sejumlah ritel modern berskala asing. Ritel-ritel modern yang semakin banyak berdiri di sekitar usaha kecil, secara tidak langsung mendesak keberadaan usaha kecil dan lama kelamaan dapat mematikan usaha kecil. Sebagai contoh banyaknya jenis barang yang ditawarkan hypermarket dengan harga yang lebih murah telah mengancam kelangsungan usaha pedagang kecil di sekitar hipermarket yang kebetulan menjual barang yang sama. Hypermarket merupakan jenis ritel yang mengoperasikan toko yang sangat luas dengan jenis barang dan volume penjualan cukup besar. Hypermarket juga menjual produk dengan harga lebih murah daripada ritel lokal karena kemampuan hypermarket untuk membeli langsung dari pemasok dalam jumlah besar membuat hypermarket mendapatkan harga yang lebih murah daripada harus membeli dari distributor. Perkembangan pasar ritel telah menggeser peran pasar tradisional. Sebagian masyarakat lebih memilih untuk berbelanja di

pasar modern daripada berbelanja di pasar tradisional untuk memenuhi konsumen kebutuhan dari pasar sehari-harinya. tradisional ke Dengan pasar beralihnya telah pasar

modern,

menyebabkan

penurunan

terhadap

perkembangan

tradisional di Indonesia. Konsumen lebih memilih pasar modern daripada pasar tradisional karena kenyamanan, barang yang dibutuhkan lebih terjamin dan berkualitas serta lokasi yang mudah ditemukan. Salah satu contoh Pasar Tradisional yaitu Pasar Induk Caringin yang terletak di Kelurahan Babakan Ciparay, Kecamatan Babakan Ciparay, Kotamadya Bandung. Pasar ini menempati wilayah seluas 14 hektar dan ditempati oleh sekitar 2100 pedagang. Pasar Induk Caringin terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, ikan, baju, alat-alat tulis, pakaian, dan lain-lain. Pasar Induk Caringin merupakan pasar terbesar di Bandung. Terdapat tiga hypermarket di sekitar Pasar Caringin yaitu Lottemart, Hypermart, dan Carrefour dan terdapat beberapa Minimarket seperti Alfamart dan Indomart. Di dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko

Modern telah diatur bahwa lokasi pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib menagacu pada rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang Kota

Kabupaten/Kota, termasuk peraturan zonasinya. Dalam aspek dan kemitraan, pasal 5 Keputusan Indonesia Menteri Nomor

Perindustrian

Perdagangan

Republik

107/MPP/Kep/2/1998, tentang Ketentuan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern, menyebutkan bahwa pasar modern wajib melakukan kerja sama dengan pedagang kecil dan menengah, koperasi, serta pasar tradisional melalui pola kemitraan. Namun kenyataannya keberadaan pasar modern tidak mendukung

eksistensi pasar rakyat, bahkan cenderung merugikan. Makin terpuruknya pasar rakyat, tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang dinilai masih kurang tegas di bidang ritel. Dalam radius kurang dari 10 kilometer, pasar rakyat tidak mampu bersaing dengan hypermarket dan supermarket yang berdiri megah. Jadi,

sesungguhnya tidak ada yang disebut dengan kemitraan usaha dagang. Jika ada semacam kerja sama hanya sebatas barang dagangan berupa sayur-mayur dan keperluan dapur lainnya. Pada kondisi ini pun pemasok UMKM akan menemui hambatan, karena sistem pembayaran yang diberlakukan oleh pedagang pada pasar modern adalah dengan diutang, baru dibayar setelah sekian bulan. Tentu

saja hal ini akan menyulitkan pemasok UMKM, karena pemasok UMKM membutuhkan perputaran uang yang cepat. Menurut Asep Wahyudi, Sekretaris Koperasi Pedagang Pasar Induk Caringin dengan adanya hypermarket tersebut omset para pedagang pasar induk menurun hingga 50% (lima puluh persen), dikarenakan konsumen lebih memilih pasar modern daripada pasar tradisional karena kenyamanan, barang yang dibutuhkan lebih terjamin dan berkualitas serta lokasi yang mudah ditemukan. Hypermarket membina petani sendiri jadi tidak mengambil barang dari Pasar Induk Caringin, sehingga pemasukan para pedagang Pasar Induk Caringin menurun secara drastis. 59

Perbandingan Presentase Pasar Modern dan Pasar Tradisional

Md o
Sumber :
59

Hasil Wawancara dengan Asep Wahyu Sekretaris di Koperasi Pedagang Pasar Induk Caringin pada tanggal 11 Januari 2011

R t il A d ea u it

Nelsen Shopper Trend 2009, Indonesia Keberadaan Pasar Ritel Modern terbukti dapat menimbulkan dampak merugikan bagi pengusaha kecil yang berada di sekitarnya karena peritel modern dalam menjalankan usahanya kurang memperhatikan keseimbangan kepentingan antara para pelaku usaha. Adapun kerugian yang dirasakan oleh penguasa kecil adalah dalam bentuk penurunan omset penjualan dan kalah bersaing. Beberapa faktor yang menjadi penyebab dari permasalahan pasar tradisional diantaranya yaitu :60 1. Pasar tradisional yang tidak mampu bersaing. Ketidakberdayaan pasar tradisional itu dikarenakan

keterbatasan modal, rantai distribusi barang yang terlampau panjang sehingga harganya menjadi mahal, kondisi fisik pasar rakyat yang tidak nyaman, dan kualitas barang dagangan yang ada di pasar rakyat tidak lebih baik dari pasar modern. ketidakberdayaan. Di sisi lain, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Bandung tahun 2007 untuk merevitalisasi pasar rakyat agar mampu bersaing dengan hypermarket, hanyalah harapan yang sulit dinyatakan.

Hasil Wawancara dengan Asep Wahyu Sekretaris di Koperasi Pedagang Pasar Induk Caringin pada tanggal 11 Januari 2011

60

2.

Pola bisnis yang jauh dari etika Para pengusaha di pasar modern sering kali melakukan politik dumping. Mereka menjual barang yang lebih rendah dari harga pasar. Hal itu mereka lakukan karena mereka mendapatkan barang tidak melalui jalur ditribusi yang panjang. Selain itu, jarak yang berdekatan antara pasar rakyat dan pasar modern seringkali menjadi ajang untuk menghancurkan bisnis pihak lain. Artinya, ketika pola tidak sehat itu terjadi, maka kelompok usaha kecil yang akan kalah bersaing.

3.

Kelalaian pemerintah Pemerintah dinilai lebih mementingkan proyek yang

menguntungkan golongan yang memiliki uang dibandingkan UMKM. Kurangnya perhatian pemerintah ini terbukti dengan tidak adanya pengaturan yang tegas yang melindungi pasar rakyat ataupun pembatasan kuota jumlah pasar modern di suatu wilayah yang implementasinya benar-benar dijamin pemerintah. Demikian juga dengan masalah permodalan, pemerintah kota Bandung tidak membantu permodalan

(dana murah) bagi para pedagang pasar rakyat dengan membantu peritel kecil. Karena dengan permodalan yang

kecil inilah, persaingan dengan pasar modern berdampak buruk bagi para pelaku ritel kecil. 4. Regulasi yang tidak memberikan banyak arti Regulasi bagi operasionalisasi pasar modern dan pasar rakyat yang telah ditetapkan pemerintah, faktanya sangat nihil. Banyak regulasi ini yang pada akhirnya dilanggar untuk kepentingan pemilik modal. Padahal, keberadaan regulasi ini pada awalnya untuk menjamin kepentingan masing-masing pengusaha, baik pengusaha besar maupun pengusaha kecil. 5. Penerapan sistem ekonomi kapitalis Sistem ekonomi kapitalis adalah sistem ekonomi yang tidak manusiawi. Karena kendali ekonomi yang sesungguhnya adalah berada pada kaum pemodal. Akhirnya, harta hanya akan berputar di kalangan berduit saja. Adanya akumulasi modal inilah yang menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi. Pasar modern yang menyerap banyak tenaga kerja, hal itu tidaklah sebanding dengan bangkrutnya usaha dan hilangnya pangsa pasar jutaan pedagang di pasar rakyat. 2. Kendala yang dihadapi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam mengembangkan dan meningkatkan usahanya

Kendala yang umumnya dihadapi oleh sebagian besar UMKM yaitu diantaranya adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang memadai kualitasnya disamping aspek penting lainnya yakni permodalan yang minim. Mengenai aspek permodalan, minimnya permodalan akan mempengaruhi skala ekonomi dari usaha yang dijalankan, yang berakibat akan mempengaruhi efisiensi usaha yang pada akhirnya juga mempengaruhi harga dan daya saing dari produk yang dihasilkan oleh sektor ini, kendala-kendala ini merupakan kendala riil yang dihadapi UMKM di Jawa Barat.61 Perkembangan UMKM dihalangi oleh banyak hambatan. Pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh UMKM antara lain meliputi:62 1. Faktor internal : a. Kurangnya permodalan. Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk

mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UMKM, oleh karena pada umumnya UMKM merupakan perusahaan perorangan atau perusahaan mengandalkan yang sifatnya dari si tertutup, pemilik yang yang

modal

61 Hasil Wawancara dengan Yayat Ruhiyat Pegawai Bidang Data Informasi dan Pengawasan Dinas UMKM Provinsi Jawa Barat 62 Abdul Rosid, Manajemen Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi, pksm.mercubuana.ac.id, diunduh pada tanggal 01 Januari 2011 pukul 02.05

jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. b. Sulitnya akses pasar dikarenakan keterbatasan antara lain membaca selera pasar, mengenal pesaing dan produknya, memposisikan produknya di pasar, mengenal kelemahan produknya diantara produk pesaing. c. Standarisasi produk lemah, hal ini menyebabkan pesanan dikembalikan dikarenakan kualitas

produk yang dihasilkan spesifikasinya tidak sesuai dengan pada saat pesan. d. Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun sangat

pengetahuan

dan

keterampilannya

berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, berkembang sehingga dengan usaha optimal. tersebut Disamping sulit itu,

dengan keterbatasan Sumber Daya Manusianya usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya. e. Lemahnya jaringan Usaha dan Kemampuan

penetrasi Pasar Usaha Kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan

kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat

menjangkau internasional dan promosi yang baik. f. Hilangnya kepercayaan pelanggan akibat

ketidakmampuan memenuhi permintaan dalam jumlah besar, antara lain dikarenakan tidak tersedianya dana untuk memenuhi permintaan tersebut. 2. Faktor eksternal : a. Iklim usaha belum sepenuhnya kondusif

kebijaksanaan pemerintah untuk menumbuhkan

dan mengembangkan UMKM meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadi persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dengan

pengusaha-pengusaha besar. b. Terbatasnya sarana dan prasarana usaha

kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. c. Sifat produk dengan lifetime pendek sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri dan karakteristik sebagia produk-produk Fashion dan kerajinan dengan lifetime pendek. d. Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional. e. Masalah yang muncul dari pihak pengembang dan pembina UMKM, misalnya solusi yang diberikan

tidak tepat sasaran, tidak adanya monitoring dan program yang tidak sesuai. Memang cukup berat tantangan yang dihadapi untuk memperkuat struktur perekonomian nasional. Pembinaan

UMKM harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, keterampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumberdaya manusia ini mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik. Sesuai dengan hasil penelitian Biro Pusat Statistik (BPS) dari berbagai seri ditemukan beberapa persoalan utama yang dihadapi dan perlu diatasi yaitu persoalan permodalan, persoalan bahan baku, persoalan pemasaran, persoalan keahlian manajerial dan teknis, persoalan kemitraan usaha dan persaingan, serta persoalan birokrasi dan infrastruktur.63 Masyarakat luas sebenarnya sangat paham bahwa strategi pengembangan UMKM dan ekonomi rakyat secara umum tetap harus berbasis pada dua pilar utama yaitu :64

63 Marsuki, Strategi Memberdayakan Sektor Ekonomi UMKM di Indonesia, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2006, hlm 21 64 Ina Primiana, Menggerakkan Sektor Riil UKM&Industri, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm 3

1. Tegaknya sistem dan mekanisme pasar yang sehat; 2. Berfungsinya aransemen kelembagaan atau regulasi

pemerataan ekonomi yang efektif namun untuk menegakkan dua pilar utama tersebut sering terjebak pada pilihan kebijakan dan strategi pemihakan yang skeptis dan

cenderung mementingkan hasil dari proses dan mekanisme yang harus dilalui untuk mencapai hasil akhir tersebut. Kendala yang dialami oleh UMKM tersebut dapat membawa akibat bagi UMKM untuk sulit berkembang dan bahkan untuk sulit menghadapi persaingan usaha yang semakin ketat, oleh karena itu untuk mengatasi masalah tersebut tidak hanya dibebankan pada UMKM saja tetapi terutama dari pemerintah yang mengeluarkan peraturan mengenai persaingan usaha juga harus melaksanakan aturan tersebut.

BAB IV ANALISIS KEBERADAAN PENANAMAN MODAL ASING TERHADAP PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DAN PERLINDUNGAN HUKUM YANG DIBERIKAN OLEH PEMERINTAH TERHADAP USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI JAWA BARAT
A.

Keberadaan

Penanaman

Modal

Asing

Terhadap

Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Berdasarkan undang-undang nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah PMA menjadi salah satu alternatif yang tersedia untuk

pemecahan masalah kesulitan pembiayaan dalam pembangunan nasional. PMA tentunya akan memberikan dan membawa akibat

terhadap negara penerima modal, sehingga dibutuhkan adanya suatu pengaturan yang seimbang agar penanaman modal khususnya PMA di satu pihak dan pemerintah di lain pihak dapat memetik manfaatnya. PMA memang dibutuhkan oleh suatu negara demi pembangunan ekonomi yang pesat namun hal ini dapat menimbulkan

ketergantungan suatu negara kepada pihak asing dan ketergantungan

pada perusahaan asing inilah yang harus dicegah.65 Dengan demikian tergantung pada kebijaksanaan pemerintah sendiri dalam mengatur PMA tersebut. PMA dapat menguntungkan masyarakat dan pemerintah. Bagi masyarakat akan menambah kesempatan kerja dan mengurangi masalah pengangguran yang dihadapi pemerintah saat ini.

Kemampuan perusahaan-perusahaaan asing menggunakan teknologi yang lebih tinggi menyebabkan tingkat produktivitasnya tinggi karena mereka dapat membayar gaji lebih besar daripada dibayar oleh perusahaan-perusaahaan nasional. Teknologi itu memungkinkan masyarakat memperoleh barang dengan harga murah dan lebih bermutu.66 Setiap penanaman modal akan memberikan kontribusii yang besar bagi pertumbuhan ekonomi sebuah negara, karena penanaman modal akan mendorong berkembangnya aktivitas

perekonomian secara keseluruhan. PMA membantu untuk menciptakan lapangan pekerjaan baik untuk tenaga kerja yang kurang terampil, membantu untuk perbaikan dan peningkatan teknologi produksi, meningkatkan penerimaan negara yang berasal dari pajak dan penerimaan negara bukan pajak, meningkatkan penerimaan devisa bagi negara dari penanaman modal

65 Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Binacipta, Bandung, 1982, hlm 70 66 Moch. Faisal. Salam, Pertumbuhan Hukum Bisnis di Indonesia, Pustaka, Bandung, 2001, hlm 145

yang produksinya berorientasi untuk

ekspor, dan

mendorong

peningkatan efisiensi produksi dan distribusi. Aspek positif dari PMA bagi negara penerima modal adalah :67 1. Di sektor industri PMA mengurangi kebutuhan devisa untuk impor;
2.

PMA dapat menambah pendapatan devisa negara melalui penanaman modal di bidang ekspor;
3. PMA

menambah kesempatan

kerja, yaitu dengan

membuka lapangan kerja;


4. Menaikkan skill dari tenaga kerja yang bekerja di

perusahaan asing tersebut; 5. Memberi pengaruh modernisasi dengan adanya

perusahaan asing yang besar dan modern;


6. Di sektor industri PMA menambah arus barang sehingga

menambah elastisitas penawaran karena bertambahnya produksi industri perusahaan asing tersebut;
7. PMA dapat menambah keunggulan yang berhubungan

dengan PMA;

67

Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, CV Nuansa Aulia, Bandung, 2007,

hlm 38

8. PMA

dapat

diintegrasikan

dengan

pembangunan

nasional. Pemerintah telah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan perlindungan dan pengembangan terhadap UMKM. Adanya tempat yang khusus bagi UMKM tersebut pada dasarnya sejalan dengan usaha untuk mensejahterakan rakyat Indonesia yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945.68 Pemerintah memberikan kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada UMKM. PMA sendiri dapat memberikan keuntungan terhadap

pengembangan UMKM yaitu dengan adanya bisnis ritel yang didirikan oleh perusahaan asing tersebut membutuhkan pasokan dari UMKM untuk memproduksi secara rutin seperti bumbu rempah, pengusaha sapu, dan lain-lain. Para perusahaan asing akan membeli dari UMKM, dikarenakan para pengusaha tersebut tidak mungkin untuk

memproduksi barang-barang tersebut sendiri. Oleh karena itu, para perusahaan asing tersebut bekerjasama dengan UMKM untuk menyuplai barang-barang tersebut. Di satu sisi, perusahaan asing tersebut mendapat barang-barang yang diinginkan, di sisi lain UMKM dapat memasukkan barang dagangannya agar dapat turut serta berjualan di Perusahaan asing tersebut. Salah satu contoh adalah kemitraan yang dilakukan Carrefour. Carrefour telah mengadakan
68

Jonker Sihombing, op.cit, hlm 106

kerjasama dengan beberapa UMKM untuk memasok secara rutin barang dagangannya agar bisa berjualan di Carrefour dan membantu UMKM menyediakan tempat usaha untuk UMKM dengan harga jual atau biaya sewa sesuai kemampuan UMKM. 69 Kemitraan sangat berperan penting dalam meningkatkan kualitas UMKM. Berdasarkan pasal 1 angka 13 UU UMKM pengertian

kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar. Dengan adanya keterlibatan UMKM dalam perekonomian yang dilakukan usaha besar, diharapkan mampu memberikan keuntungan yang maksimal bagi berkembangnya UMKM. Kemitraan tidak hanya mengandalkan akses permodalan dan kewirausahaan yang kuat, akan tetapi UMKM juga diharapkan akan dapat mengambil manfaat dari proses keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi. Hal yang terpenting dalam kemitraan ini adalah faktor permodalan yang kuat dari UMKM, dengan adanya kemudahan dalam akses

permodalan dalam hubungan kemitraan ini diharapkan UMKM dapat meningkatkan kualitas produksinya. Dalam praktiknya, gambaran kegiatan kemitraan, dimana usaha
Hasil Wawancara dengan Ashari Gunarno selaku Retail Consultan pada tanggal 26 Desember 2010
69

mikro cenderung bermitra dengan usaha menengah sementara usaha kecil dengan usaha menengah cenderung bermitra dengan usaha besar. Menurut pasal 26 UU UMKM, kemitraan dilaksanaan dengan pola inti plasma, subkontrak, waralaba, perdagangan umum,

distribusi, dan keagenan, serta bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti : bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsorching). Namun dalam pelaksanaanya,

bentuk kemitraan pada usaha mikro terutama adalah perdagangan umum, sedangkan pada usaha kecil dan usaha menengah adalah subkontrak. PMA juga berperan dalam menyerap tenaga kerja. Perusahaan ritel yang didirikan oleh PMA membantu terdistribusinya pemasok UMKM agar para UMKM tersebut dapat ikut serta dalam perusahaan ritel yang didirikan oleh PMA. Para pengusaha asing mencari kawasan-kawasan baru untuk membuka usahanya tersebut sehingga kawasan-kawasan tersebut menjadi lebih berkembang dengan adanya Perusahaan asing tersebut. Secara tidak langsung

perusahaan asing telah membantu mempromosikan kawasan tersebut menjadi lebih berkembang. PMA juga dapat menimbulkan hal yang tidak menguntungkan bagi pembangunan ekonomi suatu negara. Kerugian dengan adanya

PMA bagi negara penerima modal khususnya negara sedang berkembang adalah :70 1. Modal asing datang dengan motif mencari keuntungan sebesar-besarnya; 2. Penambahan modal asing yang dimaksudkan untuk

pembangunan, kemungkinan modal langsung; 3. Hasil-hasil keuntungan yang diperoleh

akan bentrok dengan motif

model

asing

yang

berupa

depregsi,

transfer

pendapatan-pendapatan

lainnya seperti penjualan saham dan repatriasi modal dapat membawa pengaruh menekan neraca pembayaran yaitu berupa aliran modal ke luar negeri; 4. Jika terjadi pertentangan kepentingan antara modal asing dengan negara yang ditandatangani maka modal asing yang besarnya ratusan juta dolar akan mewakili negaranya. Imbangan kekuatan demikian dapat saja ada pada pihak modal asing; 5. Jika jumlah modal asing sedikit maka arti kuantitatifnya pada pembangunan tidak banyak. Kalau jumlah modal asing besar maka selain arti kuantitatifnya besar, kekuasaan ekonomi

Sumantoro, Bunga rampai permasalahan modal dan pasar modal, Bandung, Binacipta, 1984, hlm 83

70

asing tersebut pun besar sebagai akibat timbul masalah bagaiaman menjamin keamanan investasi modal asing tersebut. Semua PMA membantu mengatasi masalah perekonomian, namun dalam jangka panjang penanaman modal langsung mungkin akan memperburuk masalah tersebut.71 Penanaman Modal langsung dapat mengurangi tingkat tabungan yang akan tercipta pada masa yang akan datang jika kegiatan Investor mempertinggi tingkat konsumsi masyarakat sebagai akibat dari banyaknya barang

konsumsi yang tersedia tidak menanam kembali yang diperoleh dan menghalangi perkembangan perusahaan nasional sejenis. Hal lain yang sering terjadi terkait dengan motif dari investor dalam menanamkan modal adalah mencari keuntungan keuntungan sendiri saja. Tentunya ini sangat merugikan Indonesia. Selain itu perusahaan asing dapat menghambat berkembangnya perusahaan nasional sejenis, pengetahuan teknologi, keahlian

manajemen, dan keahlian pemasaran yang lebih baik dimiliki oleh perusahaan asing akan melemahkan persaingan dari perusahaan nasional dan menghambat perkembangan perusahaan nasional serta bisa mematikan perusahaan nasional sehingga menimbulkan

pengangguran dan menghapus mata pencaharian segolongan masyarakat.


71

Moch. Faisal. Salam, op.cit, hlm 145

PMA juga dapat menimbulkan kerugian terhadap UMKM yaitu :72 1. Jika dilihat dari persaingannya para UMKM akan tersingkir oleh pengusaha asing dikarenakan beberapa faktor yaitu faktor permodalan, faktor pemasaran, faktor teknologi, faktor birokrasi dan infrastruktur, faktor keahlian manajerial dan teknis. Hal ini akan mengakibatkan PMA menghambat eksistensi UMKM.
2. Regulasi yang tidak konsisten dari Pemerintah Pusat dan

daerah ini menyebabkan kemajuan UMKM terhambat. Salah satu contoh Aturan yang mengatur regulasi pasar modern terhadap pasar rakyat adalah SKB Menperindag dan Mendagri No. 145/MPP/Kep/5/1997 dan No. 57 Tahun 1997 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan, SK

Menperindag No. 107/MPP/Kep/2/1998 Tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern (IUPM), Surat Dirjen PDN No. 300/DJPDN/XI/1997 perihal Prosedur Perizinan Pasar Modern, dan Peraturan Menteri Perdagangan Indonesia No. 53/M-DAG/PER/12/2008 Tentang Pedoman dan Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat

Perbelanjaan dan Toko Modern. Beberapa contoh regulasi yang tidak konsisten diantaranya :
Hasil Wawancara dengan Ashari Gunarno selaku Retail Consultan tanggal 26 Desember 2010
72

a. Pembangunan Pasar Modern harus berada di

lokasi sesuai dengan peruntukannya menurut RTRWK (Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten) dan RDTRWK (Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kabupaten) serta wajib AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dengan aspek kajian sosial ekonomi, khususnya

pembinaan dan pengembangan Koperasi dan Pengusaha Kecil (lampiran SK MPP No. 420 Tahun 1997). Namun, dalam radius kurang dari 10 kilo meter hypermarket dan supermarket berdiri megah, ini mengakibatkan pasar tradisional tidak mampu bersaing dan tersisihkan.
b. Setiap perusahaan yang melaksanakan Kegiatan

Usaha Pasar Modern wajib memiliki Izin Usaha Pasar Modern (IUPM) dan IUPM diperlakukan sebagai Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), Pasal 2 Kep.MPP No.107 Kep/2/1998 Tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern (IUPM). Dalam praktiknya banyak pasar modern yang tidak memiliki izin usaha.
c. Pasar Modern wajib melakukan kerjasama dengan

Pedagang Kecil dan Menengah, serta Pasar

Tradisional melalui program kemitraan Pasal 5 Peraturan Menteri Perdagangan Indonesia No. 53/M-DAG/PER/12/2008 Tentang Pedoman dan Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisonal Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pola dan Rincian Kerjasama Kemitraan Usaha Dagang, Tata Cara Pembayaran, Rencana Kerja yang jelas termasuk upaya mendukung keusahaan Pengusaha Kecil dan Menengah, Koperasi, serta Pasar Tradisional yang bekerjasama dengan Pasar Modern, dan Pola Perlindungan bagi Mitra Usaha. Faktanya keberadaan pasar modern tidak mendukung eksistensi pasar rakyat, bahkan cenderung

merugikan. Makin terpuruknya pasar rakyat, tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang dinilai masih kurang tegas di bidang ritel.
d. Jam kerja Pasar Modern ditetapkan mulai dari Hari

Senin s/d Minggu buka mulai pukul 10.00 s/d 22.00 waktu setempat. Perubahan sebagaimana dimaksud diatas diusulkan oleh

Bupati/WalikotaKotamadya/KepalaDaerah Tingkat II kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri untuk mendapat persetujuan terdapat

dalam Pasal 7 Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 Tentang Pedoman dan Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisonal Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Adapun tentang pengaturan jam buka, ritel modern justru telah buka sejak pukul 08.00.

B.

Perlindungan Hukum yang diberikan oleh Pemerintah terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Jawa Barat berdasarkan undang-undang nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil, dan Menengah UMKM memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam sistem perekonomian di Indonesia. UMKM adalah kelompok usaha yang masih membutuhkan pembinaan, bimbingan, dan fasilitas dari pemerintah. UMKM mengalami berbagai kendala dalam

menjalankan usahanya sehingga perlu mendapatkan perlindungan

terutama dari pemerintah.73 Perlindungan UMKM di Indonesia saat ini diatur di dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Dalam Pasal 7 ayat (1) UU UMKM menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan iklim usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang, dan dukungan kelembagaan. Dalam aspek pendanaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi UMKM

untuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan selain bank, memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga dapat diakses oleh UMKM, memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam aspek sarana dan prasarana, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ditujukan untuk mengadakan prasarana umum yang dapat mendorong dan mengembangkan pertumbuhan UMKM, dan memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi UMKM.

www.umkmonline.com,UMKM makin penting bagi perekonomian, diunduh pada tanggal 19 Januari 2010 pukul 10.50

73

Dalam aspek informasi usaha, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membentuk dan mempermudah pemanfaatan bank data dan jaringan informasi informasi mengenai bisnis, pasar, mengadakan sumber dan menyebarluaskan komoditas,

pembiayaan,

penjaminan, desain dan teknologi, dan mutu, serta memberikan jaminan transparansi dan akses yang sama bagi semua pelaku UMKM atas segala informasi usaha. Dalam aspek kemitraan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu mewujudkan kemitraan antar UMKM, mengeluarkan ketentuan yang mewajibkan setiap usaha menengah dan usaha besar untuk menjadi mitra bagi UMKM sesuai dengan kemampuan dan bidang usahanya masing-masing. Berdasarkan pasal 1 angka 13 UU UMKM pengertian kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan

usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar. Pemerintah juga mempertemukan usaha menengah dan usaha besar dengan UMKM agar mereka dapat menjajaki kemungkinan kerjasama atau mengadakan mitra usaha. Dalam rangka kemitraan, UMKM perlu dibantu permodalan, dan dilatih dalam bidang organisasi dan manajemen perusahaan, produksi dan pemasaran barang dan atau jasa.

Adapun mengenai kemitraan antara usaha besar dengan UMKM dibuat dengan perjanjian seperti yang diisyaratkan pada Pasal 34 UU UMKM yang berbunyi : Substansi perjanjian kemitraan : a. Perjanjian kemitraan dituangkan dalam perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya mengatur kegiatan usaha, hak dan kewajiban masing-masing pihak, bentuk pengembangan, jangka waktu, dan penyeleseian perselisihan

b. Perjanjian kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

c. Perjanjian kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan prinsip dasar kemandirian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta tidak menciptakan ketergantungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah terhadap Usaha Besar

d. Untuk memantau pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Menteri dapat membentuk lembaga koordinasi kemitraan usaha nasional dan daerah.

Menurut pasal 26 UU UMKM, kemitraan dilaksanaan dengan pola inti plasma, inti plasma didefinisikan sebagai hubungan kemitraan antara UMKM dengan usaha besar dan atau usaha mikro dan kecil dengan usaha menengah, yang didalamnya usaha besar atau usaha menengah tersebut bertindak sebagai inti dan usaha mikro dan usaha kecil sebagai plasma. Perusahaan inti melakukan pembinaan mulai

dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis sampai dengan pemasaran hasil produksi; subkontrak, Subkontrak didefinisikan sebagai hubungan kemitraan antara usaha mikro dan kecil dan usaha menengah atau usaha besar, yang didalamnya usaha mikro dan kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar sebagai bagian dari produksinya, waralaba,

perdagangan umum, perdagangan umum didefinisikan sebagai hubungan kemitraan antara usaha mikro dan usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar memasarkan hasil produksi usaha mikro dan kecil atau usaha mikro dan kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar mitranya. Distribusi, dan keagenan, sedangkan keagenan didefinisikan sebagai hubungan kemitraan yang didalamnya Usaha Mikro dan Kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha menengah atau usaha besar mitranya serta bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsorching). Dalam aspek perizinan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus melakukan penyederhanaan jenis dan dan prosedur

pengurusan izin. Jumlah izin yang banyak tentu membutuhkan waktu pengurusan yang lama dan biaya yang besar sehingga dapat menunda pelaksanaan usaha dan mengurangi modalnya. Selain itu, pemberian izin tidak dilakukan oleh masing-masing instansi

pemerintah, tetapi dilakukan oleh satu kantor saja (secara terpadu) sehingga memudahkan pengurusannya. Semua izin dapat

dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk menghemat biaya waktu dan pengurusannya. Dalam aspek perkreditan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengadakan pemberian kredit kepada UMKM tidak hanya semata-mata didasarkan pada jaminan yang cukup tetapi lebih ditekankan pada kelayakan usaha dan kemampuan mengembalikan modal (kredit). Melihat konsep pemikiran iklim usaha yang dalam hal ini merupakan kondisi yang diupayakan oleh pemerintah berupa penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan

kebijaksanaan di berbagai aspek kehidupan ekonomi yang dapat dikatakan cukup idealis dalam upaya untuk melindungi UMKM, namun kenyataanya yang terjadi di dalam masyarakat seringkali

menunjukkan bahwa ternyata peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah sendiri tidak cukup menjamin bahwa pemerintah dengan sepenuhnya akan melaksanakan peraturan yang telah dibuatnya sendiri. Perlindungan hukum yang diberikan pemerintah juga dapat dilakukan dengan membina dan mengembangkan UMKM. Pembinaan dan Pengembangan UMKM diatur dalam pasal 16 ayat (1) UU UMKM

dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 32 Tahun 1998 Tentang Pembinaan dan

Pengembangan Usaha Kecil mencantumkan mengenai pembinaan dan pengembangan usaha kecil oleh pemerintah. Pembinaan dan pengembangan usaha kecil oleh pemerintah terutama ditujukan pada bidang-bidang berikut ini : a. Produksi dan pengolahan Pembinaan dan pengembangan usaha kecil di bidang produksi dan pengolahan dilakukan dengan cara-cara :
1. Meningkatkan

teknik

produksi

dan

pengolahan

serta

kemampuan manajemen bagi UMKM;


2. Memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan

prasarana produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong, dan kemasan bagi produk UMKM; 3. Mendorong penerapan standarisasi dalam proses produksi dan pengolahan; 4. Meningkatkan perekayasaan; kemampuan rancang bangun dan

b. Pemasaran Pembinaan dan pengembangan usaha kecil di bidang

pemasaran dengan cara-cara sebagai berikut : 1. Melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran; 2. Menyebarluaskan informasi pasar; 3. Meningkatkan pemasaran;
4. Menyediakan

kemampuan

manajemen

dan

teknik

sarana

pemasaran

yang

meliputi

penyelenggaraan uji coba pasar, lembaga pemasaran, penyediaan, penyediaan rumah dagang, dan promosi UMKM; 5. Memberikan dukungan promosi produk, jaringan

pemasaran, dan distribusi dan; 6. Menyediakan tenaga konsultan profesional di bidang pemasaran; c. Sumber Daya Manusia Pembinaan dan pengembangan usaha kecil di bidang sumber daya manusia dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan;

2. Meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial; 3. Membentuk dan mengembangkan lemabaga pendidikan dan

pelatihan untuk melakukan pendidikan,pelatihan, penyuluhan, motivasi dan kreativitas bisnis, dan penciptaan wirausaha baru; d. Teknologi Pembinaan dan pengembangan usaha kecil di bidang teknologi dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Meningkatkan kemampuan di bidang desain dan teknologi serta

pengendalian mutu;
2. Meningkatkan kerjasama dan alih teknologi; 3.

Meningkatkan kemampuan UMKM di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru;

4. Memberikan intensif kepada UMKM yang mengembangkan

teknologi dan melestarikan lingkungan hidup;


5. Mendorong UMKM untuk memperoleh hak atas kekayaan

intelektual. Pada umumnya ada tiga institusi yang berperan dalam pembinaan UMKM yaitu :74

Putu Wiwin Setyari, Dinamika Pengembangan UMKM di Indonesia, www.pdfchaser.com, diunduh pada tanggal 10 Januari 2010 pukul 08.05

74

1. Lembaga teknis yang bertugas mengembangkan produk, utilitas, kualitas SDM, dan optimalisasi;
2. Lembaga keuangan yang bertugas menyediakan dana

secara informal (microfinance). Keprofesionalan ini sering kali dikaitkan dengan pemberian dana kepada UMKM yang bankable, namun fakta di lapangan menyebutkan bahwa hampir 99% (sembilan puluh sembilan persen) UMKM di Indonesia tidak memenuhi syarat bankable tersebut;
3. Lembaga pemasaran yang bertugas membantu memberi

asitensi kepada UMKM dalam akses pasar dan pemasaran (market and marketing) Pemerintah mengetahui yang menjadi permasalahan utama UMKM adalah pembiayaan. UMKM sangat membutuhkan akses yang lebih banyak dalam hal pembiayaan. Lembaga pembiayaan memberikan prioritas pelayanan, kemudahan dan akses dalam memperoleh pendanaan bagi UMKM yang dibina dan dikembangkan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 22 UU UMKM. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan sumber pembiyaan UMKM pemerintah melakukan upaya : 1. Pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;

Menurut pasal 1 ayat (11) uu perbankan nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, kredit diartikan sebagai berikut : Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga

Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa kredit harus dibuat perjanjian. Kebijakan kredit yang diberlakukan hendaknya disertai dengan langkah kongkrit bukan hanya himbauan semata, sehingga ada support nyata dari lembaga ini. Kebijakan perbankan terdiri dari program penyehatan perbankan meliputi penjaminan pemerintah bagi bank umum dan BPR, rekapitalisasi bank umum dan

restrukturisasi kredit perbankan; pemantapan ketahanan sistem perbankan yang meliputi pengembangan good corporate dan upaya

infrastruktur governance pemantapan

perbankan, dan

peningkatan

penyempuraan pengawasan

pengaturan bank;

sistem

pengembangan

UMKM

dalam

rangka

pemulihan

intermediasi perbankan.75 2. Pengembangan lembaga modal ventura; Modal ventura berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 didefinisikan sebagai usaha

pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (investe company) untuk jangka waktu tertentu, lamanya pennyertaan midal pada setiap perusahaan pasangan usaha harus bersifat sementara dan tidak boleh melebihi jangka waktu 10 (sepuluh) tahun.76 Modal ventura dan UMKM merupakan dua sisi yang saling membutuhkan. Bagi UMKM kehadiran modal ventura merupakan media usaha untuk mengembangkan usahanya, sedangkan bagi modal ventura, UMKM adalah kesempatan untuk mengembangkan

usahanya. 3. Pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang; Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No.

1251/KMK013/1988 anjak piutang atau factoring merupakan suatu badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan
75

Noer Soetrisno, Ekonomi Rakyat-Usaha Mikro dan UKM dalam perekonomian Indonesia ,www.smecda.com, diunduh pada tanggal 15 Januari pukul 15.33 76 Budi Rachmat, Modal Ventura, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm 12

dalam

bentuk

pembelian

dan

atau pengalihan

serta

pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. Pola anjak piutang (factoring) bisa menjembatani kebutuhan pembayaran segera dan tunai bagi UMKM.77 4. Peningkatan kerjasama antara Usaha Mikro dan Usaha Kecil melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah; Kementerian Negara Koperasi dan UKM mengupayakan kerjasama pembiayaan dengan Lembaga Keuangan Non Bank. Salah satunya yaitu program perkasa merupakan

program perkuatan permodalan kepada Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah atau Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi yang dikelola dan beranggotakan sebagian besar perempuan. 78 5. Pengembangan sumber pembiyaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. UMKM memiliki kedudukan yang berarti dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, menyadari hal tersebut maka
77

78

www.mediacenterkopukm.com, Sistem NSW untuk Pembiayaan Mikro, diunduh pada tanggal 25 Januari 2010 pukul 07.03 http://www.depkop.go.id/, Tahun Depan 1.000 Koperasi Wanita Terima
Dana Perkuatan, diunduh pada tanggal 25 Januari 2010 pukul 07.15

pemerintah jauh-jauh hari sudah berusaha menaruh perhatian kepada usaha kecil. Perhatian kepada usaha kecil dari segi

keuangan/permodalan yaitu dengan mengalokasikan kredit perbankan (bank pemerintah) dari dana tersedia untuk pengusaha kecil. Salah satu usaha yang telah dilakukan oleh Pemda Jawa Barat untuk mengembangkan UMKM dan sektor informal agar mampu menjadi usaha yang kokoh dan mandiri serta mampu meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat melalui upaya pemerataan kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan, telah dikeluarkan beberapa kebijakan yang terkait langsung dengan keberadaan dan kemampuan UMKM yaitu :
1. Pengembangan empat kegiatan ekonomi utama (core business)

yang menjadi motor penggerak pembangunan, yaitu agribisnis, industri manufaktur, Sumber Daya Manusia (SDM) dan bisnis kelautan;
2. Pengembangan Kawasan Andalan, untuk dapat mempercepat

pemulihan dan perekonomian Jawa barat melalui pendekatan wilayah yaitu dengan pemilihan kawasan/wilayah untuk

mewadahi program prioritas dan pengembangan sektor-sektor ekonomi dan potensi unggulan di wilayah jawa barat; 3. Peningkatan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat.

Sementara

itu

program

yang

ditetapkan

dalam

rangka

pemberdayaan UMKM, terdiri dari :79 1. Program Internal a. Program peningkatan kapasitas aparat 1) Kegiatan diklat kepemimpinan dan manajemen
2) Kegiatan

diklat

teknis

substantif

meliputi

studi

kelayakan, kewirausahaan, pimpinan proyek dan bendaharawan proyek, management motivation

training, achievement motivation training. b. Program kebijakan peningkatan kapasitas organisasi : 1) Program kebijakan peningkatan sistem informasi UMKM a) Kegiatan peningkatan sistem informal

kebijaksanaan b) Perencanaan makro sistem informasi dengan badan pengembangan sistem informasi dan telematika Provinsi Jawa Barat
c)

Pengembangan software sistem aplikasi

Hasil Wawancara dengan Yayat Ruhiyat Pegawai Bidang Data Informasi dan Pengawasan Dinas UMKM Provinsi Jawa Barat.

79

d) Pengadaan sarana penunjang sistem informasi dan multimedia c. Program peningkatan sarana dan prasarana kerja serta pembiayaan dalam kegiatan pengadaan sarana dan prasarana perkantoran. 2. Program eksternal Program ini diarahkan untuk memberikan dukungan secara langsung dalam upaya pemberdayaan UMKM terdiri dari :
a. Program dukungan kemampuan Sumber Daya Manusia

(SDM) melalui pendidikan dan pelatihan aparatur dan pengelola UMKM;


b. Program dukungan permodalan/pembiayaan UMKM melalui

fasilitas kredit baik lembaga perbankan maupun non perbankan;


c. Program dukungan pemasaran UMKM melalui pameran

produk unggulan;
d. Program dukungan teknologi melalui advokasi teknologi

tepat guna bagi UMKM;


e. Program dukungan informasi melalui pembuatan website;

f. Program dukungan kelembagaan melalui pengusahaan

sarana dan prasarana bagi UMKM; g. Program dukungan kemitraan UMKM dengan pengusaha besar terutama pada aspek pemasaran, bahan baku, permodalan, diharapkan teknologi, dapat informasi dan lainnya yang yang saling

menjalin

hubungan

menguntungkan kedua belah pihak. Pemerintah sampai pada saat ini telah melakukan sejumlah langkah strategis yang ditempuh demi perlindungan UMKM itu sendiri. Langkah-langkah tersebut misalnya :80 1. Sumber daya lokal dijadikan sebagai basis utama karena salah satu karakter usaha kecil adalah melakukan proses efisiensi dengan mendekatkan sumber bahan baku 2. Pembentukan infrastruktur pendamping yang dapat

membantu pelaku usaha kecil dalam menghadapi lembaga pembiayaan, mengadopsi teknologi dan mengakses pasar luas karena proses bisnis dapat dimulai dari masyarakat tetapi harus didukung penuh oleh pemerintah terutama pemerintah daerah.

80

Soetrisno Loekman, Membangun Ekonomi Rakyat Melalui Kemitraan, www. Kompas.com, diunduh pada tanggal 30 Desember 2010 Pukul 20.12

3. Hadirnya lembaga penjamin kredit dari pemerintah daerah, karena rendahnya aksesibilitas usaha kecil terhadap lembaga pembiayaan yang paling utama diakibatkan oleh ketiadaan agunan.
4.

Penggunaan teknologi yang berbasis pengetahuan lokal yang dilakukan pemerintah yang bekerjasaama dengan perguruan tinggi, hal ini dilakukan untuk mengakhiri ketergantungan usaha kecil tehadap teknologi asing yang berbiaya tinggi.

5. Pemerintah daerah dengan menyediakan informasi bagi pelaku usaha kecil terkait peluang pasar dan pemanfaatan teknologi disamping itu juga meingkatkan promosi produk dalam negeri di area perdagangan nasional dan internasional. Pengembangan UMKM pada hakekatnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UMKM, maka kedepan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut :81 1. Penciptaan iklim yang kondusif Pemerintah perlu

mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketentraman dan keamanan

berusaha serta penyederhanaan prosedur perizinan usaha, keringanan pajak, dan sebagainya;
Abdul Rosid, Manajemen Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi, pksm.mercubuana.ac.id, diunduh pada tanggal 01 Januari 2011 pukul 02.05
81

2.

Bantuan permodalan pemerintah perlu memperluas kredit khusus dengan syarat yang tidak memberatkan bagi UMKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing, dan model ventura. Pembiayaan untuk UMKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada, maupun non bank.

3.

Perlindungan usaha jenis-jenis tertentu terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan kedua belah pihak (win-win solution).

4.

Pengembangan kemitraan perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UMKM, atau antara UMKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UMKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri;

5.

Pelatihan pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UMKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, admisnistrasi, dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya.

6.

Membentuk lembaga khusus perlu dibangun suatu lembaga yang khusus yang bertanggung jawab dalam

mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya mengembangkan UMKM; 7. Mengembangkan promosi guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UMKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talkshow antara asosiasi dengan mitra usahanya.

Beberapa departemen teknis juga telah lama memiliki program pembinaan terhadap usaha kecil yang terkait dengan fungsinya, namun pelaksanaan penyaluran kredit tersebut tidak semulus yang diharapkan. Hal tersebut terjadi antara lain kurangnya kemampuan jangkauan perbankan dan tidak dapat dipungkiri bahwa dari segi kemudahan pengelolaan dan keuntungan pun pemberian kredit kepada usaha menengah dan usaha besar lebih aman, hal ini antara lain karena jaminan yang cukup.

Prospek bisnis UMKM dalam era perdagangan bebas dan otonomi daerah sangat tergantung pada upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengembangkan bisnis UMKM. Salah satu upaya kunci yang perlu dilakukan adalah bagaimana mengembangkan iklim usaha yang kondusif bagi UMKM. Untuk mencapai iklim usaha yang kondusif ini, diperlukan penciptaan lingkungan kebijakan yang kondusif bagi UMKM. Kebijakan yang kondusif dimaksud dapat diartikan sebagai lingkungan kebijakan yang transparan dan tidak membebani UMKM secara finansial secara berlebihan. Ini berarti berbagai campur tangan pemerintah yang berlebihan, baik pada tingkat pusat maupun daerah harus dihapuskan, khususnya penghapusan berbagai

peraturan dan persyaratan administratif yang rumit dan menghambat kegiatan UMKM.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
1. Keberadaan

PMA

dapat

memberikan

keuntungan

terhadap

pengembangan UMKM yaitu : a. UMKM dapat menjadi pemasok barang bagi PMA dalam usaha Ritel; b. UMKM dapat mempromosikan barang dagangannya melalui perusahaan ritel yang didirikan oleh PMA. PMA juga dapat menimbulkan kerugian terhadap pengembangan UMKM yaitu :
a. PMA mempunyai modal lebih besar dibandingkan UMKM

sehingga dapat mematikan pasar (konsumen) yang dimiliki UMKM dikarenakan beberapa faktor, yaitu: faktor

permodalan, faktor pemasaran faktor pemasaran, faktor teknologi, faktor birokrasi dan infrastruktur, serta faktor keahlian manajerial dan teknis.

b. Adanya regulasi yang tidak konsisten mengenai pengaturan pasar modern terhadap pasar tradisiona, ketentuan dan tata cara pemberian izin usaha pasar modern, serta penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern, yang menyebabkan kemajuan UMKM

terhambat. 2. Perlindungan yang diberikan Pemerintah terhadap UMKM terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Perlindungan hukum yang diberikan Pemerintah terhadap UMKM yaitu dengan menciptakan iklim usaha bagi UMKM, mengadakan suatu pembinaan dan pengembangan UMKM, serta memberikan lembaga pembiayaan untuk UMKM agar UMKM dapat bersaing seperti usaha menengah dan usaha besar. B. SARAN 1. Perlunya fokus dan prioritas dalam pembinaan dan pengembangan UMKM oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terutama dalam bidang perizinan, perkreditan, dan kemitraan dengan melakukan pendidikan penyuluhan dan motivasi agar UMKM dapat lebih berkembang menjadi usaha menengah dan usaha besar serta perlunya akses UMKM terhadap lembaga pembiayaan, khususnya bagi UMKM yang tidak mungkin mengakses kredit dari lembaga keuangan konvensional.

2. Diperlukannya pengembangan

penegakan UMKM

hukum

dalam

pembinaan kondusif

dan dari

serta

kebijakan

yang

pemerintah yang diharapkan dapat menciptakan UMKM agar dapat bersaing dengan usaha menengah dan usaha besar.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002 Aminudin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, cetakan kedua, Penerbit Prenada Media, Jakarta, 2005 Amirudin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Mataram, 2003 Ana Rokhmatussadyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal, Sinar Grafika, 2009 Badan Koordinasi Promosi dan (BKPPMD), Peluang Investasi. Penananaman Modal Daerah

Budi Rachmat, Modal Ventura, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004 Faisal Salam, Pertumbuhan Hukum Bisnis di Indonesia, Penerbit Pustaka, Bandung, 2001 Hendri maruf, Pemasaran ritel, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006 Ina Primiana, Menggerakkan Sektor Riil UKM&Industri, Alfabeta CV, Bandung, 2009 Jonker Sihombing, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, PT Alumni, Bandung, 2009 Marsuki, Strategi Memberdayakan Sektor Ekonomi Indonesia, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2006 UMKM di

Mochamad Faisal Salam, Pemberdayaan BUMN di Indonesia, Pustaka, Bandung, 2005 M tohar, Membuka usaha kecil, Kanisius,Yogyakarta, 2000 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Pt Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2002 Panji Anoraga, Perusahaan Multinasional dan Penanaman Modal Asing , Penerbit Pustaka Jaya, Jakarta, 1994 Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Rajawali Pers, Mataram, 2007 Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, Nuansa Aulia, Bandung, 2007 Soedjono Dirjososisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Penanaman Modal di Indonesia, Penerbit Cv. Mandar Maju, Bandung, 1999 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, PT RajagrafindoPersada, Jakarta, 1985 Soeroso. R, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Ichtiar,Jakarta, 1992 Sumantoro, Bunga rampai permasalahan modal dan pasar modal, Bandung, Binacipta, 1984, Sunaryati Hartono,CFG, Beberapa Masalah Transnasional Dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia, Binacipta, Bandung,1972 Sunaryati Hartono,CFG, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Binacipta, 1982, Bandung Tiktik Sartika Pratomo, Ekonomi Koperasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008 Tulus Tinambunan, UMKM di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009 B. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1998 Tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 107/MPP/Kep/2/1998, tentang Ketentuan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern Surat Keputusan Bersama Menperindag dan Mendagri No. 145/MPP/Kep/5/1997 dan No. 57 Tahun 1997 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan,

Surat Keputusan Menperindag No. 107/MPP/Kep/2/1998 Tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern (IUPM)

Surat Dirjen PDN No. 300/DJPDN/XI/1997 perihal Prosedur Perizinan Pasar Modern,

Peraturan Menteri Perdagangan Indonesia No. 53/MDAG/PER/12/2008 Tentang Pedoman dan Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisonal Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20102014. C. Sumber Lain : 1. Dokumen Elektronik Http:/www.bi.go.id Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi, www.bi.go.id, diunduh pada tanggal 10 Nov 2010, pukul 08.23

Http://www.depdag.go.id/ Kajian Pemasaran Produk UKM melalui Jaringan Retail Besar, diunduh pada tanggal 25 Februari pukul 08.15 WIB Http://www.depkop.go.id/ Tahun Depan 1.000 Koperasi Wanita Terima Dana Perkuatan, diunduh pada tanggal 25 Januari 2010 pukul 07.15 Http://www.forumukm.com/, Pemberdayaan UMKM dari masa ke masa, diunduh pada tanggal 12 Januari 2011 pukul 12.16 Http://www.mediacenterkopukm.com/, Sistem NSW untuk Pembiayaan Mikro, diunduh pada tanggal 25 Januari 2010 pukul 07.03 Http://www.umkmonline.com/, UMKM makin penting bagi perekonomian, diunduh pada tanggal 19 Januari 2010 pukul 10.50 Abdul Rosid, Manajemen Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi, pksm.mercubuana.ac.id, diunduh pada tanggal 01 Januari 2011 pukul 02.05 Deputi EkoMakro&Keuangan,Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil, http://gudang.tkpkri.org, diunduh pada tanggal 13 Nov 2010, pukul 11.10 Humas Kemenegkopukm, Outlet Ritel Modern Menjadi Kendala Pengembangan UKM, www.mediacenterkopukm.com, diunduh pada tanggal 09 Desember 2010 pukul 06.20 Http://bataviase.co.id/ Pembinaan IKM Kerajinan Disesuaikan Dengan Sentra dan Sistem OVOP diunduh pada tanggal 19 Februari 2011 pukul 18.58 Mangara Tambunan, Usaha Kecil dan Menengah Menuju Otonomi Daerah dan Perdagangan Bebas, www.smecda.com, di unduh pada tanggal 18 Oktober 2010 pukul 04.10 Noer Soetrisno, Ekonomi Rakyat-Usaha Mikro dan UKM dalam perekonomian Indonesia,www.smecda.com, diunduh pada tanggal
15 Januari pukul 15.33

Putu Wiwin Setyari, Dinamika Pengembangan UMKM di Indonesia, www.pdfchaser.com, diunduh pada tanggal 10 Januari 2010 pukul 08.05 SentraKUKM,SekilasTentangProfilSentraKUKM,www.sentrakukm. com diunduh pada tanggal 25Oktober 2010, pukul 08.09 Soetrisno Loekman, Membangun Ekonomi Rakyat Melalui Kemitraan, www. Kompas.com, diunduh pada tanggal 30 Desember 2010 Pukul 20.12

2 . Wawancara Hasil Wawancara dengan Asep Wahyu Sekretaris Koperasi Pedagang Pasar Induk Caringin Provinsi Jawa Barat. Hasil Wawancara dengan Ashari Gunarno selaku Retail Consultan di Jakarta. Hasil Wawancara dengan Yayat Ruhiyat Pegawai Bidang Data Informasi dan Pengawasan Dinas UMKM Provinsi Jawa Barat. Hasil Wawancara dengan Bebet Irawan Pegawai Bidang pengendalian data dan pelaporan BKPMD Provinsi Jawa Barat.

CURRICULUM
Personal Data :
Nama Alamat Phone E-mail Tanggal Lahir Tempat Lahir Agama Jenis Kelamin Status Perkawinan Kewarganegaraan

VITAE

: Putri Haryuningtyas Jln. Abimanyu B.32 Pondok Dustira RT.03 / RW.08 Kecamatan : Ngamprah, Bandung Barat 40526 : 0857.22.0393.03 : Putrii_h@yahoo.com/putri_h@hotmail.com : 18 Oktober 1987 : Cimahi Islam : Wanita : Belum Kawin : Indonesia

Pendidikan :
Periode Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung SMAN 2 Bandung SLTPN 1 Cimahi SD Kartika III-3 Cimahi 2007 - 2011 2003 - 2006 2000 - 2003 1994 - 2000

Pengalaman Organisasi :
Organisasi ALSA Economic Law Club PRAMUKA Jabatan Anggota Anggota Bendahara Periode 2007-2011 2009-2011 2002-2005

Pengalaman Kepanitiaan :
Kepanitiaan ALSA English Days Competition Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Mahasiswa 2009 Moot Court Competition National Human Rights UNPAD Pra event Kampoeng Jazz Inagurasi dan Bakti Sosial Angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung Jabatan Ketua Divisi Acara Ketua Divisi Acara Divisi Acara Divisi Acara Divisi Acara Periode 2009 2009 2008 2008 2008

Pengalaman Magang
Periode Divisi HRD Bank Indonesia Bandung September-November 2010

Pelatihan : Periode
Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Mahasiswa oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung. Pelatihan Profesi Hukum oleh BEM Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dan Makes & Partners Legal Due Diligence for Acquisition Of Plantations and Telekomunication Towers oleh DAT Law Office dan BEM Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Paving Your Career as a Lawyer in the Best Coorporate Law Firm oleh ABNR Counsellors At Law dan ALSA UNPAD Pelatihan Jurnalistik oleh Media Indonesia dan BEM Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Workshop On Merger And Spin Off oleh DNC Advocates At Work dan BEM Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2007

2009 2010

2010

2010 2011

Seminar:
Seminar Prospek dan Tantangan Pendidikan Hukum Internasional di Indonesia , Pidato Ilmiah pada perayaan Ulang Tahun Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja S.H., LL.M. Implikasi Pemilu Legislatif Terhadap Stabilitas Peserta Pemerintahan Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia oleh BEM Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Jabatan Peserta Periode

2009

2009

Kemampuan :
Komputer

Microsoft Office (MS Word, MS Excel, MS Power Point)

Bandung, Maret 2011

Putri Haryuningtyas

Anda mungkin juga menyukai