SKRIPSI
DiajukanKepadaFakultasSyariahdanHukumUntukMemenuhi Salah
SatuSyaratMemperolehGelarSarjanaSyariah( S. Sy )
Oleh :
Ahmad Daenury
NIM : 109043200004
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT
dzat yang maha kuasa atas segala penciptaannya. Berkat karunianya yang tak
akademik. Shalawat serta salam selalu tercurah limpahkan keharibaan manusia agung
yang kehadirannya ke muka bumi sebagai pelita kehidupan yang menerangi jalan
setiap umat manusia menuju hidayah tuhan dialah Nabi Muhammad SAW suri
tauladan yang baik bagi kita. Juga kepada keluarga, para sahabat, dan umatnya yang
yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan sesuai yang diharapkan. Untuk itu dengan kerendahan hati
serta penuh rasa ta’zhim dan takrim penulis menyampaikan ucapan terima kasih
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Dekan fakultas
2. Ketua serta Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum yang
ii
Ahmadi, S. Ag, M. Si yang telah memberikan nasihat, bimbingan serta
kepada penulis hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Dr. Sudirman Abbas selaku dosen pembimbing akademik yang masukan serta
5. Segenap Dosen dan Civitas Akademik Fakultas Syariah dan Hukum yang
dalam berbagai disiplin ilmu. Semoga setiap tetesan keringat bapak ibu
6. Kedua orang tua penulis Muhammad Nisin dan Almh. Hj. Rohayanah yang
7. Teman dan kawan karib seperjuangan PMH angkatan 2009, Holid, Rizal,
Dadan, Hamzah, Ade Suhendra, Eva, Zainun, Firman, Zuni, Ayat, Nabila,
Deli terima kasih atas kesetiaan pertemanannya selama ini. Canda tawa serta
iii
8. Segenap para fihak yang telah membantu hingga akhirnya penulis dapat
Akhirnya, tiada kata yang paling indah selain ucapan syukur kepada Allah
SWT atas selesainya skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat
Jakarta,
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ............................................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................. v
BAB I : PENDAHULUAN
E. MetodePenelitian .................................................................................... 10
Indonesia .......................................................................................... 46
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 65
B. Saran ............................................................................................... 66
LAMPIRAN……………………………………………………………………….
1
BAB I
PENDAHULUAN
kata musyahadah yang berarti melihat dengan mata.1 Karena syahid, atau
orang yang menyaksikan memberi tahu apa yang ia lihat dan ia saksikan.
syahidtu).
artinya jika dua orang telah memberikan kesaksian maka semua orang telah
gugur kewajibannya. Dan jika semua orang menolak tidak ada yang mau
untuk menjadi saksi maka berdosa semua nya, karena maksud kesaksian itu
tidak ada lagi orang lain selain mereka berdua yang mengetahui kasus itu.
1
Sayid Sabiq, Fiqih Sunah, (Mesir: Fath alam el-Arabi, 2004), h.1037.
2
Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan
Hukum positif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h.73.
2
Kewajiban untuk menjadi saksi di dasarkan atas firman Allah SWT yang
berbunyi:
1. Dewasa
2. Berakal
4. Beragama Islam
5. Adil
dan kejadiannya itu dengan melihat dan mengalami sendiri. Kesaksian itu
harus datang dari dua orang saksi atau satu orang saksi tetapi harus didukung
mutawatir dan berita orang perorangan, yaitu berita yang sudah menyebar dan
kecurigaan tentang seorang saksi dan hakim dan ia lebih kuat dari kesaksian
pembuktian.4
3
Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum positif,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 82.
4
Alfitra, Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di
Indonesia, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2011), h. 21.
4
Macam-macam alat bukti dalam hukum acara pidana diatur didalam Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana pasal 184 ayat (1)
yaitu:
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri,
Pada dasarnya semua orang dapat menjadi saksi kecuali yang dilarang
a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau kebawah
terdakwa;
ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena
c. Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-
Alasan bagi keluarga untuk tidak dapat didengar sebagai saksi antara lain:
Selain itu yang dapat dikecualikan menjadi saksi menurut pasal 170
KUHAP yaitu mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatan
maka berarti jika mereka bersedia menjadi saksi, dapat diperiksa oleh hakim.6
Keterangan saksi sebagai alat bukti adalah apa yang saksi nyatakan
disidang pengadilan yang bertitik berat sebagai alat bukti ditujukan kepada
keterangan saksi, alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling
utama dalam perkara pidana. Tidak ada perkara pidana yang luput dari
kejadian tindak pidana yang ia lihat sendiri, ia dengar sendiri dan ia alami
sendiri. Satu orang saksi bukanlah saksi (unnus testis, nullus testis) asas ini
bahwa ketentuan tersebut tidak berlaku apabila disertai dengan satu alat bukti
Adapun keterangan saksi yang di peroleh dari orang lain yang di dalam
evidence bukanlah alat bukti yang sah.8Menurut pendapat Andi Hamzah tidak
tujuan hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran materiil dan pula untuk
hanya mendengar dari orang lain tidak terjamin kebenarannya, sehingga patut
7
Alfitra, Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di
Indonesia, h. 58-59.
8
Ansori Sabuan, dkk, Hukum Acara Pidana, (Bandung: Angkasa, 2010), h.179.
9
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, h. 262.
7
keterangan saksi deauditu yaitu tentang suatu keadaan yang saksi itu hanya
dengar saja terjadinya dari orang lain. Larangan semacam ini baik bahkan
sudah semestinya. Akan tetapi harus diperhatikan, bahwa kalau ada saksi yang
kesaksian semacam ini tidak selalu dapat disampingkan begitu saja. Mungkin
sekali hal pendengaran suatu peristiwa dari orang lain itu, dapat berguna
Pasal 185 ayat (5) KUHAP mengatakan bahwa baik pendapat maupun
rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan
saksi. Hal ini menunjukan bahwa KUHAP tidak menerima keterangan saksi
de auditu sebagai alat bukti, namun hakim tidak dapat menolak begitu saja
keterangan saksi de auditu sebagai alat bukti. Menurutnya, jelas bagi kita
10
M.Karjadi dan R.Soesilo, KUHAP dengan Penjelasan dan Komentar, (Bogor: Politea, 1983),
h.160.
8
pengadilan.
ingin mengajukan nya menjadi sebuah penelitian skripsi sebagai upaya untuk
hukum Islam.
1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah penulis paparkan, maka dapat
acara pidana?
11
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, (Jakarta:
Sinar Grafika,2009) ed.2 cet ke IX, h.183.
9
pidana Islam?
2. Pembatasan Masalah
auditu dalam hukum acara pidana Islam dan hukum acara Pidana di
3. Perumusan Masalah
Islam?
C. Tujuan Penelitian
Islam
Hidayatullah Jakarta.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
kesaksian de auditu.
2. Sifat penelitian
hukum acara pidana di Indonesia dan hukum acara pidana Islam serta
PK/Pid.Sus/2010.
3. Sumber Data
acara pidana di Indonesia seperti buku yang ditulis oleh Munir Fuady
Islam dan Hukum Positif, Ahmad Fath BahansyNazriatul Itsbat Fil Fiqh
lainnya.
F. Studi Terdahulu
berkaitan dengan masalah ini baik secara umum mengenai pembuktian atau
Acara Islam dan Hukum Positif, buku yang diterbitkan oleh penerbit Pustaka
Islam dan hukum positif terhadap masalah pembuktian yang didalamnya juga
Peradilan dan Hukum Acara Islam. M.Yahya Harahap juga menulis sebuah
buku yang telah beberapa kali cetak ulang ini membahas secara luas dan
Dalam Civil Law). Karya ilmiah yang berbentuk skripsi yaitu yang ditulis
oleh Fatwa Khidati Zulfahmi yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Dari beberapa buku dan karya tulis yang pernah ada sebelumnya
itu penulis berkeinginan untuk meneliti lebih mendalam mengenai masalah ini
G. Sistematika Penulisan
maka pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab, sebuah bab
pendahuluan dan tiga bab isi, kemudian di tutup dengan sebuah bab penutup
yang memuat kesimpulan dan saran-saran penelitian ini. Dalam penelitian ini
terkait lainnya yang pernah dilakukan atau searah dengan penelitian ini dan
setalah itu diuraikan kerangka teori yang di gunakan dalam studi ini serta
metode penelitiannya. Dan pada pembahasan terakhir dari bab ini diuraikan
hukum acara pidana di Indonesia dan hukum acara pidana Islam, yang berisi
kesaksian, syarat menjadi saksi dan kekuatan kesaksian dalam hukum acara
kesaksian de auditu dalam hukum acara pidana di Indonesia dan hukum acara
deauditu dalam hukum acara pidana di Indonesia dan hukum acara pidana
Islam.
denganmudah dipahami oleh para pembaca. Selain itu juga pada bab ini akan
16
di sertai dengan saran-saran untuk dikaji lebih mendalam oleh para peneliti-
peneliti selanjutnya.
BAB II
Macam-macam alat bukti dalam hukum acara pidana dapat dilihat dari
ketentuan pasal 184 ayat (1) KUHAP yang telah menentukan alat bukti yang
sah secara “limitatif” menurut undang-undang. Diluar alat bukti itu tidak
hakim, penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum baik yang terikat
a. Keterangan saksi
17
Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama
dalam perkara pidana. Tidak ada perkara pidana yang luput dari pembuktian
alat bukti keterangan saksi12. Ada beberapa ketentuan pokok yang harus
dipenuhi oleh seorang saksi sebagai alat bukti yang memiliki nilai kekuatan
pembuktian yaitu:
2. Keterangan saksi yang bernilai sebagai alat bukti ialah apa yang ia
3. Pendapat atau rekaan yang saksi peroleh dari hasil pemikiran bukan
5. Keterangan saksi saja tidak cukup, yakni keterangan seorang saksi saja
b. Keterangan ahli
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang
12
Syaiful Bakhri, Beban Pembuktian dalam Beberapa Praktik Peradilan, ( Jakarta: Gramata
Publishing, 2012), h. 58.
18
peradilan pidana.
c. Surat
Alat bukti surat ialah suatu alat bukti yang berupa tulisan yang dibuat
atas kekuatan sumpah jabatan atau surat yang dikualifikasikan dengan sumpah
yakni berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau yang dialaminya sendiri
disertai alasan keterangan yang jelas dan tegas. Surat yang dibuat berdasarkan
mengenai hal yang termasuk kedalam tata laksana sehingga menjadi tanggung
jawabnya. Hal demikian akan diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal atau
suatu keadaan.14
d. Petunjuk
persesuaiannya baik antara satu yang lain maupun dengan tindak pidana
13
Hari Sasangka dan lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, (Bandung:Mandar
Maju, 2003), h. 62.
14
Bakhri, Beban Pembuktian dalam Beberapa Praktik Peradilan, h. 75.
19
sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa
pelakunya.
sebab itu hakim harus penuh dengan sifat kearifan, bijaksana dan penuh
e. Keterangan Terdakwa
184 ayat (1) KUHAP. Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan
disidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau
diketahui atau yang dialami sendiri dalam peristiwa pidana yang sedang
diperiksa. Tidak semua keterangan terdakwa dinilai sebagai alat bukti yang
sah. Oleh sebab itu diperlukan beberapa asas sebagai landasan berpijak, yakni
15
Hari Sasangka dan lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, h. 79.
16
M.Karjadi dan R.Soesilo, KUHAP dengan Penjelasan dan Komentar, h.167.
20
agar keterangan terdakwa dapat dinilai sebagai alat bukti sehingga menjadi
a. Saksi
b. Surat
c. Persangkaan/Petunjuk (Qarinaah)
perkara. Dengan demikian, qarinah yang dapat dijadikan alat bukti harus
jelas dan meyakinkan sehingga tidak akan dibantah lagi oleh manusia
17
Bakhri, Beban Pembuktian dalam Beberapa Praktik Peradilan, h. 185.
21
hukum Islam.
d. Pengakuan
َه وَاّلْأَقْشَبٍِه
ِ ٌَْط شُهَذَاءَ ّلِّلَ ًِ وََّلىْ عَّلَىٰ أَوْ ُفسِكُمْ َأوِ ا ّْلىَاّلِذ
ِسْ ٌَا أٌَُهَا اّلَزٌِهَ آمَىُىا كُىوُىا َقىَامٍِهَ بِاّلْ ِق
sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu”. (QS. An-Nisa’ 135).
orang yang hanya pandai memerintahkan yang makruf tetapi ketika tiba
pengertian. Pertama, saksi adalah orang yang melihat atau mengetahui sendiri
18
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), Vol. II, h. 758.
22
suatu peristiwa atau kejadian. Kedua, saksi adalah orang yang diminta hadir
orang yang melihat atau mengetahui. Kelima, saksi diartikan sebagai bukti
Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur secara tegas mengenai definisi saksi
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”. Sementara itu Pasal 1
bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai
19
Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, 2008), ed. IV, h. 1206.
23
suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami
Pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP mengalami perluasan berdasarkan Putusan
angka 26 dan angka 27; Pasal 65; Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4); serta pasal
184 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami
sendiri”;
20
M.Karjadi dan R.Soesilo, KUHAP dengan Penjelasan dan Komentar, h.163.
24
pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami
sendiri”;21
keterangan saksi sebagai alat bukti adalah keterangan dari saksi mengenai
suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami
pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami
sendiri.22
ini dapat kita lihat dalam rumusan penjelasan Pasal 159 ayat (2) KUHAP
yaitu “Menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang. Orang yang
dengan ahli”.
hukum dan dapat dikenakan pidana. Oleh karenanya apabila saksi tidak
wajar tanpa alasan yang dapat diterima,maka saksi dapat dihadirkan secara
paksa.
dengan mata.23 Karena syahid, atau orang yang menyaksikan memberi tahu
apa yang ia ketahui dengan suatu ungkapan yaitu:”Aku saksikan atau Aku
yaitu ucapan yang keluar yang diperoleh dengan penyaksian langsung atau
dari pengetahuan yang diperoleh dari orang lain karena beritanya telah
sebagai:
“Pemberitaan seseorang dengan hak atas orang lain dengan lafal tertentu”.25
ayat 283:
23
Sayid Sabiq, Fiqih Sunah, (Mesir: Fath alam el-Arabi, 2004), h.1037.
24
Anshoruddin, Hukum Pembuktian menurut Hukum Acara Islam dan Hukum positif,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h.73.
25
Abi Bakr Usman bin Muhammad Syata’ Addimyati, Hasyiyah I‟anah Attholibin, ( Beirut:
Darul Kutub al-Ilmiyah, 2012), Juz. IV, h. 452.
26
ٌوَّلَا تَكْتُمُىا اّلشَهَا َد َة ۚ وَمَهْ ٌَكْتُمْهَا فَإِوًَُ آثِمٌ قَّلْبًُُ ۗ وَاّلّلًَُ بِمَا تَعْمَّلُىنَ عَّلٍِم
semuanya jika tidak ada yang mau memenuhi panggilan untuk memberikan
kesaksian tersebut.27
perkara pidana. Hampir dapat dikatakan bahwa dalam setiap perkara pidana di
sidang pengadilan selalu bersandar pada alat bukti keterangan saksi disamping
alat bukti yang lain. Oleh karenanya agar keterangan saksi memiliki nilai
26
Mahmud A’is Mutawalli, Dlomanatul A‟dalah fil Qadla Islami, (Beirut: Dar al Kutub El
Ilmiya, 2003), h. 70.
27
Wahbah Zuhaili, Tafsir Munir fil Aqidah wasyariah wal Minhaj, (Damsyq : Darul Fikr, 2003)
Juz. II, h. 117.
27
Hal ini diatur dalam pasal 160 ayat (3) yaitu” Sebelum memberikan
maka terhadap saksi yang menolak untuk mengucapkan sumpah atau janji
tanpa alasan yang sah maka ia dapat dikenakan sandera selama 14 hari, (Pasal
tidak dapat dijadikan alat bukti. Sehingga hakim tidak dapat menjatuhkan
Pasal 185 ayat (2) menyatakan “Keterangan seorang saksi saja tidak
didakwakan kepadanya”. Ketentuan dalam pasal ini berasal dari asas hukum
pidana Unnus Testis, Nullus Testis, artinya adalah satu saksi bukan merupakan
saksi.
Asas tersebut dapat disimpangi berdasarkan pasal 185 ayat (3) yaitu
bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai satu alat bukti lain, misalnya satu
ketat dan selektif, hal ini dikarenakan kesaksian merupakan unsur terpenting
1. Islam
2. Adil
Para ulama ahli fiqih berpendapat bahwa sifat adil itu berkaitan dengan
bersifat Fardlu dan Sunnah, dan menjauhi diri dari hal-hal yang diharamkan
dan dimakruhkan, serta tidak melakukan perbuatan dosa besar dan menjauhi
minum dipasar, makan dan minum sambil berjalan, bermain catur, tertawa
3. Baligh
4. Berakal
5. Dapat berbicara
1. Dewasa
2. Berakal
4. Beragama islam
30
Ibid., h. 1039.
31
Abi Bakr Usman bin Muhammad Syata’ Addimyati, Hasyiyah I‟anah Attholibin, h. 452.
30
5. Adil
Selain itu saksi juga disyaratkan tidak ada paksaan terhadap dirinya,
a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau kebawah
terdakwa;
saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan
ketiga;
32
Anshoruddin, Hukum Pembuktian menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif, h.76.
31
c. Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-
ialah, pada umumnya mereka tidak dapat bersikap objektif bila didengar
disebabkan karena keterangan yang diberikan sebagai saksi, dan agar mereka
tidak merasa tertekan pada saat memberikan kesaksian serta secara moral
Selain itu yang dapat di kecualikan menjadi saksi menurut pasal 170
KUHAP yaitu mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatan
bersedia menjadi saksi, dapat diperiksa oleh hakim.33 Oleh karena itulah maka
untuk tahammul dan ada‟ ialah orang merdeka, baligh, akil dan adil.
ada‟ sehingga kesaksiannya ditolak dan tidak ada nilai pembuktian sama
sekali yaitu kanak-kanak, orang gila, orang kafir dan hamba. Permasalahan
33
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2009), h. 262.
34
Usman Hasyim, Teori Pembuktian Menurut Fiqih Jinayat Islam, (Yogyakarta: Andi Offset,
1984) h. 14.
33
menghendaki bahwa kesaksian itu harus dilakukan oleh orang yang adil. Dan
kesaksian orang non muslim kepada orang Islam sebagaimana yang telah
dilaksanakan oleh para ahli hukum Islam sebenarnya perlu ditinjau kembali.
adakalanya dari orang-orang yang bukan Islam dan orang-orang itu dapat
Lebih lanjut ia mengatakan yang terpenting dari sebuah kesaksian ialah nilai
kebenarannya.
satu sama lain yang tidak terikat dengan satu agama saja. Apabila terjadi
perselisihan diantara mereka bukan suatu hal yang mustahil peristiwa dan
kejadian yang terjadi justru disaksikan oleh orang-orang yang beragama selain
Islam. Para praktisi hukum dibeberapa negara Islam, pendapat ini banyak
35
Mahmud A’is Mutawalli, Dlomanatul A‟dalah fil Qadla Islami, (Beirut: Dar al Kutub El
Ilmiya, 2003), h. 81.
36
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, I‟lam al-Muwaqi‟in, (Kairo: Darul Hadis, 2006), Juz. I,
h. 91.
34
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu para praktisi hukum harus dapat
membedakan saksi sebagai syarat hukum atau sebagai alat pembuktian, kalau
kesaksian orang fasik. Menurut Syafi’iah orang fasik bukan ahli Syahadah (
SWT:
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak
yang datang pada saksi sesudah ia menunaikan kesaksian, jika sifat fasik itu
termasuk yang tersembunyi dari manusia, seperti zina dan minum khamar,
37
Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum positif, h.126.
35
Menurut Wahab Zuhaili, bahwa ayat ini menunjukan keumuman lafadz dalam
fasik dan berita. Artinya siapapun orang fasik dengan membawa kabar berita
kesaksian suami bagi isteri nya atau sebaliknya dan tidak diterima kesaksian
isteri ayah (ibu tiri) bagi anak tirinya, maupun ayah bagi anak tiri. Pelarangan
setidaknya tidak sama antara satu perkara dengan perkara lain, ada beberapa
peristiwa yang dituntut padanya empat orang saksi, ada yang perlu 3 orang
saksi, ada yang perlu dua saksi laki-laki atau seseorang saksi laki-laki dan dua
orang perempuan, atau seorang saksi dan ditambah sumpah, atau seseorang
demikian itu karena rasa malu terbukanya rahasia dalam jarimah ini lebih
ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya)”. (QS. An-
Nisa’: 15).
perbuatan yang sangat keji yakni berzina atau lesbian maka hendaklah
atas kesaksian 2 orang saksi laki-laki yang adil. Perkara-perkara selain dari
40
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h.453.
37
hal tersebut kesaksiannya cukup dengan seorang saksi laki-laki dan dua orang
saksi perempuan.
Salah satu hal yang menjadi perdebatan dikalangan para ulama ialah
kesaksian perempuan tidak bisa diterima untuk hukum hudud. Namun Ibnu
apa yang dia lihat, adil, dan juga cenderung religius, maka hukum ditetapkan
perempuan tidak kalah dengan laki-laki. Menurut suatu riwayat, pernah terjadi
pernikahan pada saat kondisi ekonomi mereka sudah cukup. Melihat hal itu,
Umar Bin Khattab khawatir bahwa gejala ini akan terus berlanjut, maka Umar
menetapkan batas mahar itu maksimal 400 dirham. Pandangan ini di tentang
mendengar bahwa Allah SWT telah berfirman, “Dan kamu sekalian telah
memberikan kepada salah seorang diantara perempuan itu harta yang banyak,
Riwayat lain menyebutkan bahwa saat itu Umar menjawab, “Ibu benar dan
BAB III
Pada umumnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang
paling utama dalam perkara pidana. Boleh dikatakan tidak ada perkara pidana
yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua
kurangnya disamping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih perlu
dalam KUHAP bahwa yang dimaksud dengan saksi ialah orang yang dapat
41
Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010)
h. 101.
39
suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan
ia alami sendiri”.42 Di samping itu juga terdapat apa yang dikenal dengan
Hearsay berasal dari kata Hear yang berarti mendengar dan Sayberarti
mendengar dari ucapan (orang lain). Jadi, tidak mendengar sendiri fakta
tersebut dari orang yang mengucapkannya sehingga disebut juga sebagai bukti
tidak langsung (second hand evidence) sebagai lawan dari bukti langsung
(original evidence). Karena mendengar dari ucapan orang lain, maka saksi
deauditu atau hearsay ini mirip dengan sebutan “report”, “gosip” atau
“rumor”.
yaitu kesaksian atau keterangan karena mendengar dari orang lain. Disebut
juga kesaksian tidak langsung atau bukan saksi mata yang mengalami. Ada
42
M.Karjadi dan R.Soesilo, KUHAP dengan Penjelasan dan Komentar, (Bogor: Politea, 1983),
h.6.
43
Muntasir Syukri, “Menimbang Ulang Saksi de Auditu Sebagai Alat Bukti (Pendekatan
Praktik Yurisprudensi dalam Sistem Civil Law). Artikel di akses pada 28 juli 2013 dari
http://www.Badilag.com.
40
Fuady yakni yang dimaksud dengan kesaksian tidak langsung atau de auditu
atau hearsay adalah suatu kesaksian dari seseorang dimuka pengadilan untuk
mendengarnya dari pernyataan atau perkataan orang lain, dimana orang lain
sehingga nilai pembuktian tersebut sangat bergantung pada pihak lain yang
atas kebenaran dari kesaksian tersebut sehingga sulit diterima sebagai nilai
bukti penuh.
diperolehnya dari pihak ketiga. Dalam sistem Common Law dikenal dengan
hearsay evidence yang memiliki pengertian yang sama yakni keterangan yang
diberikan seseorang yang berisi pernyataan orang lain baik melalui verbal,
(dengan panca inderanya sendiri) bahwa suatu fakta telah terjadi. Dalam hal
44
Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, , (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2012), Cet II h. 132.
41
tidak datang ke pengadilan untuk bersaksi, dia bukan merupakan saksi, dan si
berkembang dalam seluruh sistem hukum di dunia baik dalam sistem hukum
Civil law ataupun dalam sistem hukum Common Law. Diskursus mengenai
kesaksian de auditu sudah ada sejak zaman Aristoteles dalam hukum Yunani.
sebagai berikut:
2. Jika saksi yang sebenarnya jatuh sakit atau berada diluar negeri
yang dikenal tetapi pada prinsipnya tidak diakui kekuatannya sebagai alat
bukti penuh, baik dalam sistem hukum Eropa Kontinental maupun dalam
sistem hukum Anglo Saxon. Meskipun saksi de auditu ini dikenal, baik dalam
sistem hukum Eropa Kontinental maupun dalam sistem hukum Anglo Saxon,
doktrin hearsay bersama-sama dalam sistem Juri dan Eksaminasi Silang telah
merupakan trio andalan utama yang sangat popular dalam hukum acaranya.
auditu tidak diterima sebagai alat bukti, tetapi dengan sangat banyak
pengecualiannya.45
dapat di lihat dari doktrin dan Yurisprudensi, maupun di Amerika Serikat yang
hearsaysebagai alat bukti tergantung pada tujuan untuk apa hal itu diajukan
Pro dan kontra yang terjadi mengenai kesaksian de auditu tidak hanya
Indonesia saja tetapi juga para pakar-pakar hukum dunia. Taverne misalnya
de auditu di terima sebagai alat bukti maka dengan jalan ini tidak ada satupun
bahan bukti yang hilang, jika tidak maka walupun ada, tidak diceritakan
45
Ibid., h. 135.
46
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2009), h. 267.
43
suatu ucapan yang sering kali dikeluarkan berdasarkan keadaan emosional dan
didengar untuk keadilan diterima sebagai bukti, dan begitu pula tidak
pembuktian dari tangan kedua atau ketiga yang kebenarannya sangat minim
sekali.
dikalangan para ahli hukum. Sebut saja misalnya S.M Amin yang menolak
bahwa syarat di dengar, dilihat, atau dialami sendiri tidak dipegang lagi.
hakim dijadikan alat bukti. Pokok pikiran supaya kesaksian harus di ucapkan
47
Ibid., h. 269.
44
keterangan saksi-saksi itu ditinjau dari sudut dapat tidaknya dipercaya atas
dilepaskan”.48
mengenai apa yang “diceritakan” orang lain kepadanya (but what others
have told him) atau apa yang di dengarnya dari orang lain (what he has
Sehubungan dengan itu, hearsay Evidence berada diluar alat bukti dan
“repetisi” atau pengulangan dari apa yang di dengar dari orang lain.49
48
Hari Sasangka dan lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, (Bandung:
Mandar Maju, 2003), h. 40.
49
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar
Grafika,2009) ed.2 cet ke IX, h.207.
45
seorang tersangka. Selain itu juga, jika kesaksian de auditu diterima sebagai
alat bukti berarti telah terjadi pengingkaran terhadap definisi saksi itu sendiri.
B. SaksiIstifadlah
dan Al-Istifadlah ialah tersebar atau tersiar luas.51 Adapun yang dimaksud
khabar Istifadlah (berita tersebar) ialah berita yang mencapai derajat antara
berita mutawatir dan berita orang perorangan, yaitu berita yang sudah
kecurigaan tentang seorang saksi dan hakim dan ia lebih kuat dari kesaksian
Istifadlah dalam hukum acara Islam berbagai macam pendapat antara lain
sebagai berikut:
50
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997),
Cet. XIV, h. 799.
51
Ibid.,h. 1163.
52
Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum positif, h. 82.
53
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, I‟lam al-Muwaqi‟in, (Kairo: Darul Hadis, 2002), Juz. I, h. 91.
46
hak milik seseorang. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa saksi
Istifadlah itu dapat dipergunakan hanya dalam lima hal yaitu: pernikahan,
dipersengketakan.54
Pidanadi Indonesia
sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan disidang pengadilan.
Selanjutnya, penjelasan pasal 185 ayat (1) KUHAP tersebut dengan tegas
54
Sayid Sabiq, Fiqih Sunah, h.1037
55
Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, h. 130.
47
yang diperoleh dari orang lain bukanlah alat bukti sah. Andi Hamzah
tidak diperkenankan sebagai alat bukti, dan selaras pula dengan tujuan
hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran materiil, dan pula untuk
saksi yang hanya mendengar dari orang lain, tidak terjamin kebenarannya,
Indonesia pula.”56
de auditu sebagai alat bukti yang sah untuk membuktikan suatu kebenaran
atas suatu fakta kejadian karena memiliki beberapa kelemahan, yaitu sebagai
berikut:57
kesaksian yang benar dan mana yang merupakan gosip atau rumor belaka.
sebenarnya ke pengadilan untuk didengar oleh para hakim dan para pihak.
3. Karena saksi yang sebenarnya tidak hadir dipengadilan, maka tidak ada
56
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, h. 267.
57
Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, h. 134.
48
hatinya.
5. Karena problem ambigiusitas bahasa. Dalam hal ini, tidak diketahui apa
Keterangan saksi de auditu tidak dapat dipakai sebagai alat bukti penuh.
sama sekali tidak berharga sebagai alat bukti. Keberatan terhadap kesaksian
langsung didepan hakim dan terdakwa mengikuti seluruh proses itu, yang
58
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, h. 267.
49
BAB IV
1. Kronologi Kasus59
sudah tidak diingat lagi pada bulan November 2007 sekitar pukul 11.00 WIB
59
Putusan Mahkamah Agung Nomor 193 PK/Pid. Sus/2010 di akses pada situs
Www.mahkamahagung.go.id. Pada jum’at 1 November 2013.
50
Pada waktu dan tempat seperti disebutkan diatas terdakwa dan saksi
korban Farida Lumban Raja Binti Amintas Lumban Raja yang sebelumnya
sambil mencium kening saksi korban dan pada saat akan mencium bibir saksi
berdiri dan memaksa saksi korban dengan cara mendorong kedua bahu saksi
bangun dari tempat duduknya. Namun karena kuatnya dorongan dari kedua
rok melepas celana dalam sampai sebatas paha sambil tangan kirinya tetap
dan mengeluarkan air mani yang dimasukkan kedalam alat kelamin saksi
korban.
51
pada posisi jam 7 sampai dasar berdasarkan hasil Visum et Repertum Nomor :
bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000.00 (enam puluh juta
rupiah).
pidana selama 6 (enam) tahun penjara dan denda Rp. 60.000.000,- (enam
dari tahanan rumah tahanan Negara, serta memulihkan hak dan martabat
terdakwa.
Judex Juris adalah keliru karena di dasarkan pada keterangan saksi yang tidak
Raja, Amintas Lumban Raja Bin D. Lumban Raja, saksi Anis Sirait Binti
Ahiya Sirait, saksi Dyah Ariiani Pudjilestari Binti Soedjadi, saksi Ucok Sabar
bersedia bertanggung jawab atas perbuatan yang telah ia lakukan pada saksi
korban.
cerita dari saksi korban Farida Lumban Raja. Dengan demikian keterangan
54
para saksi tersebut adalah sebagai keterangan yang di dengar dari orang lain
dibawah umur” sudah tepat dan benar. Sehingga tidak ada kekhilafan atau
Mahkamah Agung menurut penulis sudah tepat dan benar. Hal ini didasarkan
bahwa walaupun kesaksian de auditu tidak diterima sebagai alat bukti namun
mempergunakan saksi de auditu sebagai alat bukti yakni melalui alat bukti
keadilan dan hukum terhadap terdakwa yang secara jelas dan nyata (sesuai
dengan fakta) baik melalui hasil Visum etReprertum maupun keterangan saksi
Kendal) telah keliru dalam menilai keterangan saksi-saksi selain saksi korban
itu menurut hemat penulis sangat patut dihargai sebagai sebuah kemajuan
keterangan saksi de auditu dianggap sama sekali tidak berharga sebagai alat
bukti.
saksi de auditu sebagai alat bukti, Munir Fuady justru menerima kesaksian
dapat dipergunakan sebagai alat bukti?. Hal ini sangat bergantung pada
kasus perkasus. Apabila ada alasan yang kuat untuk memercayai kebenaran
56
sebagai alat bukti. Dalam hukum acara perdata saksi de auditu dapat diakui,
baik lewat bukti persangkaan maupun tidak. Adapun dalam hukum acara
terbuka dibanding dengan para ahli hukum lainnya, dengan tidak menolak
dipersidangan.
dalam saksi de auditu adalah tentang benar atau tidaknya ucapan pihak saksi
yang tidak kepengadilan tersebut, maka titik fokus utama dari dipakainya
saksi de auditu sebagai alat bukti adalah sejauh mana dapat dipercaya ucapan
saksi yang tidak ke pengadilan itu. Jika menurut hakim yang menyidangkan
60
Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2012), Cet II h. 146
57
Artinya keterangan saksi seperti itu dapat diakui sebagai alat bukti meskipun
Akan tetapi harus diperhatikan, bahwa kalau ada saksi yang menerangkan
semacam itu tidak selalu dapat dikesampingkan begitu saja. Mungkin hal
dapat saja di terima sebagai sebuah alat bukti asal hakim mempunyai alasan
adalah bahwa saksi de auditu tidak berharga sebagai alat bukti. Namun
61
Hari Sasangka dan lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, (Bandung:
Mandar Maju, 2003), h. 40
58
baik sebagai alat bukti petunjuk dalam acara pidana maupun lewat alat bukti
Republik Indonesia (MARI) meskipun belum ada arah dan sasaran yang jelas.
yang dalam salah satu pertimbangan hukum nya membenarkan apa yang telah
sebelum nya dilakukan oleh Majelis Kasasi Mahkamah Agung dalam hal
menerima keterangan saksi Amintas Lumban Raja Bin D. Lumban Raja, saksi
Anis Sirait Binti Ahiya Sirait, saksi Dyah Ariiani Pudjilestari Binti Soedjadi,
saksi Ucok Sabar Lumban Raja Bin Amintas Lumban Raja sebagai salah satu
alat bukti. Padahal saksi-saksi tersebut bukan saksi asli yang melihat,
saksi korban yakni Farida Lumban Raja, sehingga dapat dikategorikan bahwa
hukum acara perdata maupun sebagai alat bukti petunjuk dalam hukum acara
pidana. Seperti:
dalam bentuk tulisan, tetapi dilakukan dengan pesan lisan secara turun
temurun, maka saksi yang mendengar dari orang lain pesan secara turun
temurun tersebut dapat diterima sebagai alat bukti karena dalam hal ini,
saksi lain yang tidak de auditu sehingga terhindar dari ketentuan Unnus
tidak dapat digunakan sebagai bukti langsung, namun kesaksian ini dapat
ataupun melalui bukti petunjuk. Tetapi belum ada pedoman yang jelas dari
berdasarkan pada apa yang dilihat, dialami dan didengarnya sendiri. Namun
62
Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, h. 149.
63
Ma’amoun M. Salama, General Principles Of Criminal Evidence In Islamic Jurisprudence,
dalam M. Cherif Bassiouni,ed, The Islamic Criminal Justice System, (New York: Oceana Publications,
1982), h. 115.
61
meninggal, sakit yang amat parah atau alasan-alasan lain yang dibenarkan
oleh Syara’. Sehingga kemudian untuk membuktikan tentang terjadi nya suatu
perkara pidana, dalam perkara yang berkaitan dengan hukum qishas seperti
untuk had zina, minuman keras, serta pencurian tidak dapat diterima karena
berita yang sudah menyebar dikalangan umum dan ini merupakan suatu jenis
seorang suami dibolehkan berpegang pada berita itu dalam menuduh isterinya
64
Ibnu Abi Dam, Kitab Adab Al-Qadla, (Beirut: Darul Kitab Al-ilmiya, 1987), h. 295.
65
Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum positif,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 82.
62
Namun dalam hukum acara pidana Islam dikenal juga model kesaksian
atas kesaksian. Yakni kesaksian seseorang yang diperoleh dari orang lain yang
Tetapi saksi asli berhalangan hadir disidang pengadilan baik karena telah
kesaksian atas kesaksian dalam hak-hak hamba semuanya baik hukuman atau
lainnya. Namun terkait dengan had-had yang menjadi hak Allah ada dua
pendapat beliau:
2. Dapat diterima kecuali dalam urusan rajam, maka saksi atas zina termasuk
syarat yang cukup ketat untuk dapat diterimanya kesaksian tersebut dalam
perkara pidana.
Setidaknya menurut Ibnu Abi Dam ada lima syarat yang harus di
penuhi66 yaitu:
1. Saksi asli dan saksi cabang (perwakilan) harus memiliki sifat adil menurut
pemahaman hakim.
Ketentuan ini menuntut hakim untuk cermat dan teliti dalam menilai
kualitas saksi serta kesaksiannya. Sehingga apabila saksi asli dan saksi
2. Saksi cabang (perwakilan) harus menyebut dengan jelas dan terang nama
Hal ini dimaksudkan agar saksi cabang tidak berbohong dan memalsukan
dapat dibenarkan seperti sakit yang amat parah, atau saksi telah wafat.
66
Ibnu Abi Dam, Kitab Adab Al-Qadla, (Beirut: Darul Kitab Al-ilmiya, 1987), h. 302-305.
64
sebagai saksi
Yakni saksi cabang bukan anak kecil, hamba sahaya, kafir, dan fasik.
berdasar pada pendengaran orang lain betul-betul orang yang mendengar dari
saksi asli dan kesakian nya pun relevan terhadap perkara pidana yang sedang
dibuktikan.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
kesaksian de auditu dalam hukum acara pidana di Indonesia dan hukum acara
tentang suatu perkara yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami
sendiri. Dengan demikian, keterangan saksi yang diperoleh dari orang lain
(de auditu) tidak dapat dijadikan alat bukti dalam persidangan. Hal ini
sesuai dengan ketetuan penjelasan pasal 185 ayat (1) KUHAP bahwa
auditusebagai salah satu alat bukti dipersidangan yakni melalui alat bukti
petunjuk.
Senada dengan hukum acara pidana Indonesia dalam hukum acara pidana
Islam pun saksi de auditu tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti.
memberikan kesaksian.
272 K/Pid.Sus/2009 yang dalam salah satu putusannya pada halaman 12-
Judex Facti (Pengadilan Negeri Kendal) telah keliru dan tidak cermat
auditu. Putusan ini telah sesuai dan tidak menyalahi aturan yang berlaku
karena saksi de auditu pun dapat digunakan sebagai alat bukti petunjuk
B. Saran
tidak serta merta menolak kesaksian tersebut tetapi harus menilai nya
dengan cermat dan teliti apakah relevan dan manfaat jika saksi tersebut di
dengar keterangannya
dapat membuat aturan dan arahan yang jelas dan baku bagi para hakim
Daftar Pustaka
1987.
2010.
Asshidieqy, Muhammad Hasbi, Peradilan dan Hukum Acara Islam, Cet II.
Bahansy, Ahmad Fath. Nazriatul Itsbat Fil Fiqh al-Jina‟I al-Islami, Dirasat
Bassiouni, M Cherif, ed, The Islamic Criminal Justice System, New York:
Fuady, Munir. Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, Bandung: Citra
Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Hiariej, Eddy O.S. Teori & Hukum Pembuktian, Jakarta: Penerbit Erlangga,
2012.
Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqh, Kairo: Daar ar Rasyid, 2008.
70
Madkur, Muhammad Salam, Al-Qadla‟ fil Islam, Mesir: Daar Annahdlah Al-
Arabiyah, tt.
Politea, 1983.
Mutawalli, Mahmud A’is, Dlomanatul A‟dalah fil Qadla Islami, Beirut: Dar
2008.
Sasangka, Hari dan Rosita, Lily. Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana,
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah, Vol. II, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Indonesia, 2010.
www.Badilag.com.
www.Mahkamahagung.go.id.
71
www.Mahkamahkonstitusi.com.