Anda di halaman 1dari 130

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Hukum Skripsi Sarjana

2014

Tinjauan Yuridis Terhadap Perwalian


Anak di Bawah Umur pada Panti
Asuhan Karya Murni Medan

Purba, Giovanny J P
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/14276
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERWALIAN ANAK DI
BAWAH UMUR PADA PANTI ASUHAN KARYA MURNI
MEDAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas


Sumatera Utara

OLEH:

GIOVANNY J.P. PURBA


NIM: 100200156

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH
UMUR PADA PANTI ASUHAN KARYA MURNI MEDAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

GIOVANNY J.P. PURBA


NIM: 100200156

DEPARTEMEN : HUKUM
KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN: BW

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. Hasim Purba, S.H. M.Hum.


NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Malem Ginting, S.H., M.Hum. Dr. Rosnidar Sembiring S.H., M.Hum


NIP. 195707151983031002 NIP. 196602021991032002

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena

berkat dan rahmatnya, penulis telah berhasil menyelesaikan pengerjaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis dengan rendah hati mempersembahkan skripsi yang

berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Perwalian Anak di Bawah Umur Pada

Panti Asuhan Karya Murni Medan”.

Tujuan dari skripsi ini adalah untuk melengkapi persyaratan guna

memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara. Skripsi ini menguraikan berbagai seluk perwalian anak khususnya

mengenai perwalian anak di bawah umur yang dilakukan di panti asuhan.

Tujuan lainnya adalah untuk mengembangkan pengetahuan mengenai

perwalian anak, agar dapat diketahui oleh mahasiswa secara khusus dan dunia

pendidikan Fakultas Hukum seluruh Indonesia, maupun masyarakat umum.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Syafruddin, S.H., M.H., DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

Universitas Sumatera Utara


5. Bapak Dr.Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum

Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Malem Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I penulis

selama penulis menyusun skripsi ini;

7. Ibu Dr.Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II

penulis selama penulis menyusun skripsi ini;

8. Suster Agatha Jimur sebagai Pimpinaan Panti Asuhan Karya Murni Medan

dan seluruh pegawai Panti Asuhan Karya Murni Medan yang telah

memberikan ijin, bantuan serta kerja samanya bagi penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini;

9. Seluruh Dosen pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, baik yang masih mengabdikan diri ataupun yang sudah pensiun;

10. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

11. Kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Saut Purba dan Ibu Helena

Simatupang, serta kakak dan adik kandung penulis, yaitu Cristin Sari

Margaretha Purba dan Johanes Kevin Purba. Mereka yang telah menjadi

sumber semangat terbesar bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

12. Keluarga besar UKM KMK UP FH USU, KK Stephanos (Emma), KK

Gideon (Josua, Debora, Olivia,Tri Yossy, Indah);

13. Seluruh Anggota Gemar Belajar FH USU;

14. Seluruh Rekan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu.

ii

Universitas Sumatera Utara


15. Para penulis buku-buku dan artikel-artikel yang penulis jadikan referensi

data guna pengerjaan skripsi ini, dan

16. Seluruh orang yang Penulis kenal dan mengenal Penulis.

Terima kasih atas berbagai hal bermanfaat yang telah diberikan kepada

Penulis. Semoga Tuhan senantiasa memberikan berkat dan perlindungan-Nya

kepada kita semua.

Penulis berharap kiranya skripsi ini tidak hanya berakhir sebagai setumpuk

kertas yang tidak berguna, tapi dapat dipakai oleh setiap orang yang

membutuhkan pengembangan pengetahuan mengenai Perwalian Anak. Penulis

juga mengaharapkan kritik dan saran yang konstruktif terhadap skripsi ini. Atas

segala perhatiannya, Penulis ucapkan terima kasih.

Medan, April 2014

Penulis,

(Giovanny J.P. Purba)

iii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTARi

DAFTAR ISI ................................................................................................................... iv


DAFTAR TABEL ......................................................................................................... vii
ABSTRAK .................................................................................................................... viii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1

B. Permasalahan.................................................................................................. 7

C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 8

E. Metode Penelitian........................................................................................... 9

F. Keaslian Penulisan ....................................................................................... 12

G. Sistematika Penulisan................................................................................... 13

BAB II. TINJAUAN TENTANG ANAK DI BAWAH UMUR DAN PANTI


ASUHAN KARYA MURNI
A. Ruang Lingkup Anak di Bawah Umur

1. Status dan Kedudukan Anak ................................................................. 16

2. Pengertian dan Batas Usia Anak .......................................................... 24

3. Perlindungan Anak di Bawah Umur .................................................... 29

4. Tanggung Jawab Orang tua Terhadap Kesejahteraan Anak ................ 36

B. Ruang Lingkup Panti Asuhan Karya Murni Medan

1. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Panti Asuhan Karya


Murni
Medan.................................................................................................... 54
2. Struktur Panti Asuhan Karya Murni Medan ........................................ 57

3. Visi, Misi Dan Tujuan Didirikannya Panti Asuhan Karya Murni


Medan................................................................................................... 60

iv

Universitas Sumatera Utara


BAB III. TINJAUAN MENGENAI PERWALIAN MENURUT
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
A. Pengertian dan Dasar Hukum Perwalian...................................................... 62

B. Jenis-Jenis dan Asas Pelaksanaan Perwalian ............................................... 67

C. Tugas dan Tanggung Jawab Wali ............................................................... 73

D. Pengawasan Terhadap Wali Oleh Balai Harta Peninggalan ........................ 80

BAB IV. PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR PADA PANTI ASUHAN


KARYA MURNI MEDAN
A. Kedudukan Dan Peran Panti Asuhan Karya Murni .................................... 86

B. Sistem Perwalian Anak Pada Panti Asuhan Karya Murni Medan .............. 96

C. Faktor Penghambat Perwalian Anak di Bawah Umur Pada Panti


Asuhan Karya Murni ................................................................................. 109
BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 113

B. Saran ........................................................................................................... 115

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 116

LAMPIRAN ................................................................................................................. 120

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 1 Daftar Nama Anak Penghuni Panti Asuhan Karya Murni Medan .................... 90

Tabel 2 Sarana dan Prasarana di Panti Asuhan ............................................................ 104

vi

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK
Giovanny J.P. Purba*
Malem Ginting**
Rosnidar Sembiring***

Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum
pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orangtuanya selama
mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. Dengan dicabutnya kekuasaan orang tua
tersebut maka anaknya tersebut berada di bawah perwalian.Panti Asuhan dapat
bertindak sebagai wali bagi anak-anak yang tidak lagi berada di bawah kekuasaan
orangtuanya tersebut. Skripsi ini akan membahas “Tinjauan Yuridis Terhadap
Perwalian Anak di Bawah Umur pada Panti Asuhan Karya Murni Medan”.
Dari Skripsi ini permasalahan yang diangkat adalah Bagaimana Kedudukan dan
Peran Panti Asuhan Karya Murni Medan dalam Perwalian, Sistem Perwalian di
Panti Asuhan Karya Murni Medan, dan Faktor Penghambat Pelaksanaan
Perwalian Anak di Bawah umur di Panti Asuhan Karya Murni Medan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini melalui
pendekatan hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Pendekatan hukum
normatif yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder dan
Pendekatan hukum empiris menganalisa permasalahan dari sudut pandang
pelaksanaan peraturan di lapangan dengan melalui wawancara untuk memperoleh
data-data yang berhubungan dengan penelitian ini.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Kedudukan Panti Asuhan
Karya Murni Medan telah berbadan hukum karena telah diaktekan pada notaris
dan telah terdaftar. Panti Asuhan dalam hal ini Pimpinan Panti memiliki peranan
sebagai pengganti orangtua dari si anak sampai si anak tumbuh menjadi dewasa.
Perwalian di Panti Asuhan ini lebih dominan menyelenggarakan pemeliharaan
terhadap diri pribadi anak saja. Sistem Perwalian Anak di Panti Asuhan Karya
Murni dilakukan mengadakan seleksi administratif tehadap kelengkapan berkas
anak yang akan diterima menjadi di Panti setelah mengisi formulir isian dan telah
memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku di Yayasan. Pola
pengasuhan di Panti menerapkan pola asrama/unit dimana setiap unit telah ada
suster pengasuh dan satu orang kakak pendamping yang bertanggung jawab
mengawasi anak-anak agar terlaksananya kegiatan harian panti dan peraturan-
peraturan di panti. Faktor penghambat pelaksanaan perwalian di Panti antara lain
mengenai kesulitan dalam mencari tenaga kerja yang berkerja di Panti, Orangtua,
ayah/ibu, sanak saudara dan pihak lain yang mengantarkan anak ke Panti tidak
melaksanakan kewajibannya dengan baik, Pihak panti asuhan kesulitan dalam
proses pengembalian anak kepada orangtua, ayah/ibu, sanak saudara yang
mengantar anak ke Panti.

Kata kunci : Perwalian, Anak di bawah umur, Panti Asuhan

* Mahasiswa Departemen Keperdataan Fakultas Hukum USU


** Dosen pembimbing I
*** Dosen Pembimbing II

vii

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan amanah Tuhan yang harus dirawat, diasuh, dan dididik

sesuai potensi yang dimiliki. Anak bukan sekedar keturunan biologis dari

seseorang, tetapi titipan Tuhan yang membutuhkan perhatian dan tanggung jawab

yang serius dari kedua orangtuanya serta harus dijaga keberadaan dan

kelangsungan hidupnya. Dengan demikian, tanggung jawab orangtua terhadap

anak bukan hanya tanggung jawab pribadi atau antarmanusia, tetapi juga

tanggung jawab antara manusia dan Tuhan.1

Anak adalah aset atau kekayaan yang tidak terhingga dalam konteks

berbangsa dan bernegara. Merawat dan mengasuh anak dengan baik adalah

sebuah investasi jangka panjang, yang akan menguntungkan berlipat-lipat bagi

sebuah negeri pada masa yang akan datang. Anak perlu dididik dan dibina agar

dapat melanjutkan pembangunan nasional sebagai penerus bangsa. Generasi

penerus ini diharapkan dapat memikul tugas dan tanggung jawab sebagai

penggerak dan pelaksana pembangunan guna meneruskan cita-cita nasional.2

Konsideran Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak menyatakan bahwa, anak adalah bagian dari generasi muda, sebagai salah

satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita

perjuangan bangsa. Dalam kedudukan demikian anak memerlukan pembinaan

1
Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), Hal 24.
2
Ibid.,Hal 26.

Universitas Sumatera Utara


perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik,

mental, sosial secara utuh, serasi , selaras dan seimbang.

Anak merupakan manusia yang masih kecil yang belum cakap

mempergunakan pikirannya dan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya

sehingga memerlukan perhatian dan perlakuan khusus dari orang dewasa untuk

dapat menjamin pertumbuhan kehidupan secara wajar, baik secara jasmani

maupun secara rohani dan sosial.3

Pasal 47 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

menyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah

melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orangtuanya selama

orangtuanya itu tidak dicabut dari kekuasaannya. Orangtua mewakili anak

tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan.

Selanjutnya dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan menyatakan bahwa kedua orangtua wajib memelihara dan mendidik

anak-anak mereka sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau dapat berdiri

sendiri. Kewajiban ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri

dan berlaku terus meskipun perkawinan orangtua terputus.

Kekuasaan orangtua terhadap anak dapat dicabut baik kepada salah satu

atau kedua orangtua terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu tertentu.

Pencabutan kekuasaan itu berdasarkan keputusan Pengadilan apabila orangtua

melalaikan (grove verwaarlozing) kewajibannya terhadap anaknya atau ia

berkelakukan buruk sekali (slecht levens gedrag). Dengan dicabutnya kekuasaan

3
Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga, Perspektif Hukum Perdata Barat/BW,
Hukum Islam, dan Hukum Adat, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), Hal 51.

Universitas Sumatera Utara


orangtua tersebut maka anaknya tersebut berada di bawah perwalian.4 Selain itu

juga dalam KUHPerdata Pasal 330 ayat 3 menyatakan bahwa mereka yang belum

dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan orangtua berada di bawah perwalian.

Pencabutan kekuasaan orangtua terhadap anak hanya dilakukan atas

permintaan pihak-pihak di bawah ini: 5

1. orangtua yang lain (ayah atau ibu);

2. keluarga anak dalam garis lurus ke atas;

3. saudara kandung yang telah dewasa;

4. atau pejabat yang berwenang.

Pasal 10 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak menyatakan bahwa orangtua yang terbukti melalaikan

tanggung jawabnya atas terwujudnya kesejahteraan anak, baik secara rohani,

jasmani, maupun sosial sehingga mengakibatkan timbulnya hambatan dalam

pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat dicabut kuasa asuhnya sebagai

orangtua terhadap anaknya itu dan untuk itu ditunjuk orang atau badan sebagai

walinya. Pencabutan kuasa asuh tersebut tidak menghapuskan kewajiban orangtua

yang bersangkutan untuk membiayai, sesuai dengan kemampuannya,

penghidupan, pemeliharaan dan pendidikan anaknya.

Pasal 365 ayat 1 KUHPerdata menyatakan bahwa dalam segala hal apabila

hakim mengangkat seorang wali maka perwalian itu dapat diperintahkan dan

diserahkan pada perkumpulan yang berbadan hukum yang berkedudukan di

Indonesia. Hal tersebut tergantung pada anggaran dasar, akta pendiriannya atau
4
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan & Kekeluargaan di Indonesia,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), Hal 362.
5
Rachmadi Usman, loc.Cit.

Universitas Sumatera Utara


peraturan-peraturan yang bertujuan untuk memelihara dan mengasuh anak-anak

yang masih di bawah umur untuk waktu yang lama sampai anak itu menjadi

dewasa.

Yayasan Panti Asuhan merupakan salah satu bentuk perkumpulan atau

lembaga di Indonesia yang berbadan hukum yang melakukan kegiatannya di

bidang pemeliharaan dan pengasuhan anak-anak yang masih di bawah umur.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan,

Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan

diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan

kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota, tetapi mempunyai pembinan,

pengurus dan pengawas. Yayasan sendiri dalam melakukan hak dan kewajibannya

agar lebih optimal, wajib memiliki akta pendirian yayasan yang harus didaftarkan

ke Menteri Hukum dan HAM (Hak Asasi Manusia) melalui perantara notaris.6

Perwalian yang dilakukan oleh badan atau yayasan wajib

menyelenggarakan kepentingan anak yang belum dewasa yang dibawah

perwalian. Hal itu dilakukan agar seorang anak yang berada di bawah perwalian

dapat merasakan cinta kasih dan terlindungi hak-haknya, seolah-olah ia berada

dalam kekuasaan orangtuanya sendiri.

Panti Asuhan bertindak sebagai wali bagi anak-anak yang tidak lagi berada

di bawah kekuasaan orangtuanya tersebut. Dan sebagai wali, maka terdapat

kewajiban-kewajiban yang berkaitan dalam usaha pemenuhan dan perwujudan

kesejahteraan anak yang berada di bawah perwaliannya.

6
Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), Hal 16.

Universitas Sumatera Utara


Panti Asuhan Karya Murni yang terletak di Jalan Karya Wisata ini adalah

salah satu dari sekian banyak Panti Asuhan di Kota Medan yang melakukan

kegiatannya di bidang pemeliharaan dan pengasuhan anak-anak di bawah umur.

Panti Asuhan yang merupakan salah satu unit kegiatan dari Yayasan Karya

Murni Medan ini melaksanakan perwalian terhadap anak-anak di bawah umur

yang tunarungu, tunanetra, yatim-piatu, dan ekonomi lemah guna meningkatkan

kesejahteraan mereka. Hal ini sesuai dengan Pasal 11 ayat 1 sampai dengan 3

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang

menyatakan bahwa usaha kesejahteraan anak terdiri dari atas usaha pembinaan,

pengembangan, pencegahan dan rehabilitasi yang dapat dilakukan oleh atau

masyarakat baik di dalam maupun diluar panti. Dan dalam Pasal 1 angka 1

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1988 tentang Usaha Kesejahteraan Bagi

Anak Yang Mempunyai Masalah menyatakan bahwa usaha kesejahteraan anak

ditunjukan kepada anak yang mempunyai masalah antara lain tidak mempunyai

orangtua dan terlantar, anak terlantar, anak yang tidak mampu, anak yang

mengalami masalah kelakuan dan anak cacat.

Pada awal pendiriannya Panti Asuhan ini hanya diperuntukkan untuk

anak-anak di bawah umur yang menderita tunarungu dan tunanetra namun seiring

berjalannya waktu di Panti ini juga terdapat anak-anak yang yatim piatu, yang

berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi lemah, bahkan anak yang

ditelantarkan oleh orangtuanya.

Secara umum hal yang menjadi penyebab anak-anak diserahkan ke Panti

Asuhan ini karena faktor ekonomi, orangtua anak tidak dapat merawat anak dalam

Universitas Sumatera Utara


kondisi cacat fisik, dan ada juga anak yang tidak diinginkan kelahirannya karena

tidak adanya hubungan yang sah dari kedua orangtuanya.

Keputusan Menteri Sosial Nomor 50/HUK/2004 tentang Standardisasi

Panti Sosial dan Pedoman Akreditasi Panti Sosial menyatakan bahwa usaha-usaha

kesejahteraan yang diberikan Panti asuhan kepada anak dalam jangka waktu

tertentu meliputi pemenuhan kebutuhan pokok, pendidikan, keterampilan,

pemenuhan kebutuhan rohani, sosial, dan kesehatan sehingga anak dapat

mengembangan pribadi, potensi, kemampuan serta minatnya dan kemudian

menyerahkan mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup lebih layak

dan penuh tanggung jawab sebagaimana mestinya terhadap diri sendiri, keluarga

maupun masyarakat.

Panti Asuhan ini menerima, mengasuh dan membina anak-anak di bawah

umur yang tunanetra, tunarungu, yatim piatu, dan ekonomi lemah dengan

memberikan segala kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, dan papan,

memberikan pendidikan formal melalui sekolah sampai mereka menyelesaikan

pendidikan di bangku SMA, memberikan keterampilan sesuai dengan minat,

bakat dan kemampuan masing-masing anak serta membina moral spritual mereka.

Oleh karena itu penulis berminat untuk mengadakan penelitian mengenai

perwalian anak di Panti Asuhan ini dengan mengambil judul: “TINJAUAN

YURIDIS TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR PADA

PANTI ASUHAN KARYA MURNI MEDAN”

Universitas Sumatera Utara


B. Permasalahan

Permasalahan sangat diperlukan dalam suatu penelitian agar

mempermudah dalam pembahasan yang akan diteliti dan agar penelitian dapat

dilakukan lebih mendalam dan tepat sasaran.

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penelitian hukum

yang mengambil judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Perwalian Anak Di Bawah

Umur Di Panti Asuhan Karya Murni Medan” ini akan membahas beberapa

permasalahan. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini sebagai

berikut :

1. Bagaimana Kedudukan dan Peran Panti Asuhan Karya Murni Medan dalam

Perwalian ?

2. Bagaimana Sistem Perwalian di Panti Asuhan Karya Murni Medan ?

3. Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan Perwalian Anak

di Panti Asuhan Karya Murni Medan ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui Kedudukan dan Peran Panti Asuhan Karya Murni

Medan dalam Perwalian.

b. Untuk mengetahui Sistem Perwalian di Panti Asuhan Karya Murni Medan.

c. Untuk mengetahui Tata Cara Perwalian Anak di Bawah umur di Panti

Asuhan Karya Murni Medan.

Universitas Sumatera Utara


2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperluas dan mengembangkan wawasan pengetahuan serta

pemahaman terhadap teori-teori mata kuliah yang telah diperoleh dan

disinkronkan dengan pelaksanaannya di masyarakat.

b. Untuk memperoleh data-data sebagai bahan dalam penyusuan penulisan

hukum yang merupakan syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan bidang

Ilmu Hukum di Universitas Sumatera Utara.

D. Manfaat Penelitian

Dalam suatu penelitian diharapkan akan memberikan manfaat yang

berguna, khususnya bagi ilmu penegtahuan di bidang penelitian tersebut. Adapun

manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :

1. Manfaat Teoritis :

A. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi perkembangan

Ilmu Hukum, khususnya mengenai Perwalian Anak di Bawah Umur di

Panti Asuhan.

B. Hasil penelitian ini diharapkan menambah referensi dan literatur

kepustakaan di bidang Hukum Perdata.

C. Hasil penelitian ini, dapat dipergunakan sebagai acuan terhadap penelitian-

penelitian yang sejenis di kemudian hari.

2. Manfaat Praktis

a. Dengan adanya hasil penelitian ini, dapat mengembangkan pemikiran,

penalaran, pemahaman, menambah pengetahuan serta pola kritis bagi

penulis dan pihak-pihak yang berkepentingan seperti Pemerintah dalam

Universitas Sumatera Utara


pengaturan mengenai prosedur perwalian anak dan Panti Asuhan yang

dalam mengadakan perwalian terhadap anak.

b. Dapat dipakai sebagai masukan bagi para pihak yang berhubungan dan

berkepentingan dengan Perwalian Anak di Bawah Umur di Panti Asuhan.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Oleh karena penelitian merupakan sarana (ilmiah)

bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian

yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang

menjadi induknya. 7

Inti dari metodologi dalam setiap penelitian hukum adalah menguraikan

tentang tata cara bagaimana suatu penelitian hukum harus dilakukan. Dalam hal

ini, peneliti menentukan metode apa yang diterapkan, tipe penelitian yang

dilakukan, bagaimana pengumpulan data akan dilakukan serta analisis yang

dipergunakan.8

Dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan metodologi penelitian

sebagai berikut :

1. Sifat Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini bersifat deskriptif

dimana penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara

7
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:
Rajawali, 1985), Hal 1.
8
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Hal
17.

Universitas Sumatera Utara


sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu

mengenai sifat- sifat, karakteristik – karakteristik atau faktor – faktor tertentu.9

2. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan hukum normatif dan

pedekatan hukum empiris. Pendekatan hukum normatif yaitu dengan meneliti

bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-

norma hukum yang terdapat pada peraturan perundnag-undangan, asas- asas

hukum, kaidah hukum, dan sistematika hukum serta mengkaji ketentuan

perundang-undangan putusan pengadilan dan bahan hukum lainnya.10

Pendekatan hukum empiris menganalisa permasalahan dari sudut pandang

pelaksanaan peraturan di lapangan dengan melalui wawancara untuk

memperoleh data-data yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. Lokasi Penelitian

Sesuai dengan judul dan rumusan masalah, maka penelitian ini mengambil

lokasi di Panti Asuhan Karya Murni Medan.

4. Sumber Data

a. Data Primer, merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh secara

langsung dari sumber pertama atau melalui penelitian lapangan. Data

primer dari penelitian ini diperoleh dari Pimpinan dan Pegawai Panti

Asuhan Yayasan Karya Murni Medan.

b. Data sekunder, merupakan data atau fakta yang diperoleh dari buku-buku,

dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan, laporan, teori-teori,


9
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafiondo Persada, 2001),
Hal 35.
10
Bambang Sunggono, Op.Cit, Hal 29.

10

Universitas Sumatera Utara


bahan-bahan kepustakaan, dan sumber-sumber tertulis lainya yang

berkaitan dengan rumusan masalah pada penelitian ini.

Sumber Data Sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari : 11

1) Bahan Hukum Primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat

dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yakni berupa

Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan lain-lain.

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil penelitian dan

pendapat pakar hukum, termasuk juga semua dokumen-dokumen yang

merupakan informasi atau kajian berbagai media seperti Koran,

majalah, artikel-artikel yang dimuat di berbagai website internet.

3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus

hukum.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Studi Lapangan yaitu penelitian yang dilakukan dalam bentuk studi

lapangan. Penulis melakukan studi lapangan dilakukan di Panti Asuhan

Karya Murni Medan dengan teknik wawancara.

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

11
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), Hal 13.

11

Universitas Sumatera Utara


mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang

memberikan jawaban atas pertanyaan itu. 12

b. Studi Kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan

mempelajari dokumen, buku-buku literatur, putusan hakim, serta peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

6. Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah kualitatif, yaitu

data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya

dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan

dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi.

F. Keaslian Penulisan

Untuk mengetahui keaslian penulisan, sebelum melakukan penulisan skripsi

berjudul “ Tinjauan Yuridis Terhadap Perwalian Anak Di Bawah Umur Di

Panti Asuhan Karya Murni Medan ”, penulis terlebih dahulu melakukan

penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui surat

tertanggal 25 Januari 2014 (terlampir) menyatakan ada beberapa judul yang

memiliki sedikit kesamaan. Adapun judul skripsi tersebut antara lain:

1. Anak Yang Belum Dewasa Menurut Undang-Undang Nomor1 Tahun 1974

tentang Perkawinan Dan Kedudukannya Dalam Harta Warisan Dan

12
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007),
Hal 186.

12

Universitas Sumatera Utara


Hubungannya Dengan Perwalian. (Disusun oleh Abdul Rahman

Sembiring/000221001)

2. Analisis Yuridis Perwalian Anak di Bawah Umur Akibat Perceraian (disusun

oleh Masyitah Dwi Ajeng Wirapuspa/080200264)

Berdasarkan hal tersebut sekalipun ada judul yang memiliki sedikit

kesamaan, namun tentu saja substansinya berbeda dengan substansi dalam skripsi

ini. Oleh karena itu, Penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya asli

penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

G. Sistematika Penulisan Hukum

Gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang

sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum adalah terdiri dari 4 (empat) Bab

yang tiap Bab terbagi dalam Sub Bagian dan Daftar Pustaka serta lampiran, untuk

memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada Bab ini diuraikan Latar Belakang Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi

Penelitian, Dan Sistematika Penulisan Hukum.

BAB II : TINJAUAN TENTANG ANAK DI BAWAH UMUR DAN

PANTI ASUHAN KARYA MURNI MEDAN

Pada Bab ini berisi dua hal , yaitu yang pertama mengenai ruang

lingkup Anak di Bawah Umur yang meliputi status dan

kedudukan Anak, Pengertian dan Batas Usia Anak, Perlindungan

Anak di Bawah Umur, Tanggung Jawab Orangtua terhadap

13

Universitas Sumatera Utara


Kesejahteraan Anak. Yang kedua mengenai ruang lingkup Panti

Asuhan Karya Murni Medan yang meliputi Sejarah dan Latar

Belakang Berdirinya Panti Asuhan Karya Murni Medan, Struktur

Organisasi Panti Asuhan Karya Murni Medan, Visi, Misi, dan

Tujuan didirikannya Panti Asuhan Karya Murni Medan.

BAB III : TINJAUAN MENGENAI PERWALIAN MENURUT

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG

BERLAKU DI INDONESIA

Pada Bab ini berisi mengenai Pengertian dan Dasar Hukum

Perwalian, Jenis-jenis dan Asas Pelaksanaan Perwalian, Tugas

dan Tanggungjawab Wali, Pengawasan terhadap Wali oleh Balai

Harta Peninggalan.

BAB IV : PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR DI PANTI

ASUHAN KARYA MURNI MEDAN

Pada Bab ini berisi pembahasan ulasan mengenai Kedudukan dan

Peran Panti Asuhan Karya Murni dalam Perwalian, Sistem

Perwalian Anak di Panti Asuhan Karya Murni, Tata cara

Perwalian Anak di bawah umur di Panti Asuhan Karya Murni

Medan.

14

Universitas Sumatera Utara


BAB V : PENUTUP

Pada Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang merupakan

masukan dari peneliti dalam rangka menyumbangkan ilmu

peneliti peroleh selama ini.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

15

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN TENTANG ANAK DIBAWAH UMUR DAN PANTI ASUHAN

KARYA MURNI MEDAN

A. Ruang Lingkup Anak di Bawah Umur

1. Status dan Kedudukan Anak

a. Status dan Kedudukan Anak menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan hanya

menentukan tentang kedudukan anak sah dan anak tidak sah dan tidak

membicarakan tentang kedudukan anak lainnya seperti kenyataan di

dalam kehidupan keluarga dalam masyarakat. Misalnya tentang anak

tiri, anak angkat, anak asuh, anak akuan dan sebaginya yang ada

kaitannya dengan kedudukan orangtua dan perkawinannya yang

berlaku di dalam masyarakat .13

Masalah kedudukan anak diatur dalam Bab IX Pasal 42 sampai

dengan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan tentang Perkawinan :14

1) Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai

akibat perkawinan yang sah.

13
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2007),
Hal 125.
14
Darwin Prinst, Hukum Anak Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), Hal 60

16

Universitas Sumatera Utara


2) Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai

hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

3) Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh

isterinya, apabila ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah

berzina dan anak itu akibat dari perzinaan tersebut. Pengadilan

memberikan keputusan tentang sah atau tidaknya anak atas

permintaan pihak yang berkepentingan.

Perkawinan yang sah itu adalah perkawinan yang memenuhi syarat

yang diatur di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan yang sah adalah

perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama

dan kepercayaan, serta dicatatkan menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

D.Y.Witanto menyatakan bahwa Pasal 42 Undang-undang Nomor

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan hanya menyebut defenisi tentang

anak sah yaitu anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari

perkawinan yang sah, sehingga untuk mengartikan tentang anak yang

tidak sah (luar kawin) terpaksa kita menggunakan logika argumentum

a contrario terhadap Pasal tersebut bahwa anak luar kawin adalah anak

yang tidak dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan sah.15

Pasal 43 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan sebagai akibat dari hubungan perdata dengan pihak ibu

15
D.Y.Witanto, Hukum Keluarga hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin, (Jakarta:Prestasi
Pustaka, 2012), Hal 146.

17

Universitas Sumatera Utara


dan keluarga ibunya, anak tersebut hanya akan mendapatkan hak waris

dari ibu dan keluarga ibunya saja, termasuk segala bentuk

pemeliharaan sampai anak itu dewasa hanya menjadi tanggung jawab

ibunya.16

Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan tentang Perkawinan mengatur tentang kemungkinan sang

suami menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya, asal sang

suaminya dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina. Hal ini tentu saja

harus dilakukan di depan pengadilan dan diputuskan oleh Pengadilan sesuai

dengan yang tercantum dalam Pasal 44 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan tentang perkawinan.17

b. Status dan kedudukan anak dalam KUHPerdata dibedakan menjadi 2

yaitu:

1) Anak sah (wettige kind)18

Anak sah hanya anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang

sah, Pasal 250 KUHPerdata menyebutkan bahwa setiap anak yang

dilahirkan atau dibesarkan sepanjang perkawinan memperoleh si

suami sebagai bapaknya.

Dari Pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa anak sah

menurut KUHPerdata adalah anak yang lahir atau yang diasuh

dalam suatu perkawinan dan si suami sebagai bapaknya dan

16
Ibid., Hal 145.
17
Rusdi Malik, Memahami Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Universitas Trisakti,
2009), Hal 73.
18
D.Y.Witanto, Op.Cit.,Hal 108-109.

18

Universitas Sumatera Utara


pengertian sebaliknya dari rumusan Pasal di atas dikategorikan

sebagai anak tidak sah.

Dua kategori keabsahan anak dalam Pasal 250 KUHPerdata

dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Anak yang dilahirkan sepanjang perkawinan.

Seorang anak dapat dikatakan lahir dalam suatu perkawinan itu

jika tanggal pelaksanaan perkawinan orangtuanya lebih dulu

dari tanggal kelahiran si anak, namun tidak lebih dari tanggal

perceraian jika terjadi perceraian pada orangtuanya, baik cerai

hidup maupun cerai mati. Dalam hal ini hukum tidak melihat

kapan benih si anak tersebut ada di dalam ovum rahim ibunya,

sepanjang kelahiran anak itu dalam suatu ikatan perkawinan,

maka anak itu menjadi anak sah.

b) Anak yang lahir sepanjang perkawinan. Seorang anak

mendapatkan status sebagai anak sah jika benih anak tersebut

hadir ketika orang dalam ikatan perkawinan, apabila kemudian

terjadi perceraian, baik cerai hidup maupun cerai mati lalu si

anak itu lahir, maka dia tidak kehilangan kedudukannya

sebagai anak sah.

Walaupun demikian ada juga kemungkinan dalam

KUHPerdata anak yang dilahirkan di luar perkawinan

kemudian dijadikan anak sah dengan melalui prosedur rumit.

Hal tersebut tercantum dalam Pasal 272 KUHPerdata yang

19

Universitas Sumatera Utara


menyatakan bahwa anak di luar kawin, kecuali yang dilahirkan

dari perzinahan atau penodaan darah disahkan oleh perkawinan

yang menyusul dari ayah dan ibu mereka, bila sebelum

melakukan perkawinan mereka telah melakukan pengakuan

secara sah terhadap anak itu, atau bila pengakuan itu terjadi

dalam akta perkawinannya sendiri.

2) Anak luar kawin

Anak luar kawin adalah yang dilahirkan dari hasil hubungan

antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang kedua-

duanya tidak terikat perkawinan dengan orang lain dan tidak ada

larangan untuk saling menikah.19

Dalam Pasal 280 KUHPerdata dinyatakan bahwa dengan

pengakuan terhadap anak di luar kawin, maka lahirlah hubungan

perdata antara anak itu dan ayah atau ibunya. Hal ini berarti, bahwa

antara anak luar kawin dan ayah (biologisnya) maupun ibunya

tidak ada hubungan hukum. Hubungan hukum itu baru ada kalau

ayah dan atau ibunya memberikan pengakuan, bahwa anak itu

adalah anaknya. Dengan demikian, tanpa pengakuan dari ayah dan

atau ibunya, anak itu bukan anak siapa-siapa. Ia tidak mempunyai

hubungan hukum dengan siapa pun.20

Sedangkan untuk anak zinah dan anak incest tidak boleh diakui

hal ini tercantum dalam Pasal 283 KUHPerdata yang menyatakan

19
Ibid, Hal 118.
20
Ibid, Hal 119.

20

Universitas Sumatera Utara


bahwa anak yang dilahirkan karena perzinahan atau penodaan

darah, tidak boleh diakui tanpa mengurangi Pasal 273 tentang anak

penodaan darah.

Anak sah dan anak luar kawin yang diakui oleh salah satu atau

kedua orangtuanya sama-sama memiliki hak terhadap harta

peninggalan orangtuanya, mereka juga sama-sama memiliki hak

saisine, hak hereditatis petito dan hak untuk menuntut pemecahan

warisan, namun sesungguhnya mereka memiliki perbedaan antara

lain anak-anak luar kawin meskipun telah diakui, tidak berada di

bawah bagian warisan mereka, berbeda dengan yang dimiliki anak

sah dan mereka tidak memiliki hubungan hukum apa-apa selain

dengan orangtua yang mengakui saja.21

Berdasarkan sebab dan latar belakang terjadinya, anak luar

kawin timbul antara lain disebabkan oleh :22

1. Anak yang dilahirkan oleh seorang wanita tetapi wanita itu


tidak mempunyai ikatan perkawinan dengan pria yang
menyetubuhinya dan tidak mempunyai ikatan perkawinan
dengan pria atau wanita lain.
2. Anak yang dilahirkan dari seseorang wanita, kelahiran tersebut
diketahui dan dikehendaki oleh salah satu atau ibu bapaknya,
hanya saja satu atau kedua orangtuanya masih terikat dengan
perkawinan lain.
3. Anak yang lahir dari seorang wanita dalam masa iddah
perceraian tetapi anak yang dilahirkan itu merupakan hasil
hubungan pria bukan suaminya ada kemungkinan anak luar
kawin ini dapat diterima oleh keluarga kedua belah pihak
secara wajar jika wanita yang melahirkan itu kawin dengan pria
yang menyetubuhinya.

21
Ibid, Hal 120.
22
Ibid, Hal 147-148.

21

Universitas Sumatera Utara


4. Anak yang lahir dari seseorang wanita yang ditinggal suami
lebih dari 300 hari anak tersebut tidak diakui suaminya sebagai
anak yang sah.
5. Anak yang lahir dari seorang wanita padahal agama yang
mereka peluk menentukan lain, misalnya dalam agama Katolik
tidak mengenal cerai hidup tetapi dilakukan juga kemudian ia
kawin lagi dan melahirkan anak. Anak tersebut dianggap anak
luar kawin.
6. Anak yang lahir dari seorang wanita sedangkan pada mereka
berlaku ketentuan negara melarang mengadakan perkawinan
misalnya Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing
tidak dapat ijin dari kedutaan besar untuk mengadakan
perkawinan karena salah satu dari mereka mempunyai istri tapi
mereka tetap campur dan melahirkan anak tersebut anak itu
dinamakan juga anak luar kawin.
7. Anak yang dilahirkan oleh seorang wanita tetapi anak tersebut
sama sekali tidak mengetahui kedua orangtuanya.
8. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatat di Kantor
Pencatatan Sipil/ atau Kantor Urusan Agama.
9. Anak yang lahir dari perkawinan secara adat tidak dilaksanakan
menurut agama dan kepercayaan serta tidak didaftar di Kantor
Catatan Sipil dan Kantor Urusan Agama.

Mengenai status anak luar kawin telah mengalami perkembangan terutama

setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010.

Permohonan uji materi undang-undang yang dimohonkan oleh Aisyah Mochtar

alias Machica binti Mochtar Ibrahim dan Muhammad Iqbal Ramadhan bin

Moerdiono. 23

Dan Majelis Hakim mengadili permohonan para pemohon sebagian yaitu

Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang

menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai

hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, bertentangan dengan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang

23
www.mahkamahkonstitusi.go.id/Putusan-Nomor-46/PUU-VIII/2010, diakses pada
tanggal 19 Maret 2014 pukul 14.15 WIB, Hal 1.

22

Universitas Sumatera Utara


dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat

dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain

menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya.24

Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

yang menyatakan anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai

hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, tidak memiliki kekuatan

hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan

laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi

dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah

sebagai ayahnya, sehingga ayat tersebut harus dibaca, “Anak yang dilahirkan di

luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga

ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan

ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum

mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga

ayahnya”.25

Pertimbangan hukum mengenai amar putusan itu yang tercantum dalam

angka 3.13 dan 3.14 :26

[3.13] Menimbang bahwa pokok permasalahan hukum mengenai anak


yang dilahirkan di luar perkawinan adalah mengenai makna hukum (legal
meaning) frasa “yang dilahirkan di luar perkawinan”. Untuk memperoleh
jawaban dalam perspektif yang lebih luas perlu dijawab pula permasalahan
terkait, yaitu permasalahan tentang sahnya anak.
Secara alamiah, tidaklah mungkin seorang perempuan hamil tanpa
terjadinya pertemuan antara ovum dan spermatozoa baik melalui
hubungan seksual (coitus) maupun melalui cara lain berdasarkan
perkembangan teknologi yang menyebabkan terjadinya pembuahan. Oleh
24
Ibid, Hal 37.
25
www.mahkamahkonstitusi.go.id/Putusan-Nomor-46/PUU-VIII/2010, loc. Cit.,
26
Ibid, Hal 35-36.

23

Universitas Sumatera Utara


karena itu, tidak tepat dan tidak adil manakala hukum menetapkan bahwa
anak yang lahir dari suatu kehamilan karena hubungan seksual di luar
perkawinan hanya memiliki hubungan dengan perempuan tersebut sebagai
ibunya. Adalah tidak tepat dan tidak adil pula jika hukum membebaskan
laki-laki yang melakukan hubungan seksual yang menyebabkan terjadinya
kehamilan dan kelahiran anak tersebut dari tanggung jawabnya sebagai
seorang bapak dan bersamaan dengan itu hukum meniadakan hak-hak
anak terhadap lelaki tersebut sebagai bapaknya. Lebih-lebih manakala
berdasarkan perkembangan teknologi yang ada memungkinkan dapat
dibuktikan bahwa seorang anak itu merupakan anak dari laki-laki tertentu.
Akibat hukum dari peristiwa hukum kelahiran karena kehamilan, yang
didahului dengan hubungan seksual antara seorang perempuan dengan
seorang laki-laki, adalah hubungan hukum yang di dalamnya terdapat hak
dan kewajiban secara bertimbal balik, yang subjek hukumnya meliputi
anak, ibu, dan bapak.
Berdasarkan uraian di atas, hubungan anak dengan seorang laki-laki
sebagai bapak tidak semata-mata karena adanya ikatan perkawinan, akan
tetapi dapat juga didasarkan pada pembuktian adanya hubungan darah
antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai bapak. Dengan demikian,
terlepas dari soal prosedur/administrasi perkawinannya, anak yang
dilahirkan harus mendapatkan perlindungan hukum. Jika tidak demikian,
maka yang dirugikan adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan,
padahal anak tersebut tidak berdosa karena kelahirannya di luar
kehendaknya. Anak yang dilahirkan tanpa memiliki kejelasanstatus ayah
seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan stigma ditengah-
tengah masyarakat. Hukum harus memberi perlindungan dan kepastian
hukum yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan dan hak-
hak yang ada padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan meskipun
keabsahan perkawinannya masih dipersengketakan;
[3.14] Menimbang bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas maka Pasal
43 ayat (1) UU 1/1974 yang menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar
perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan
keluarga ibunya” harus dibaca, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan
mempunyai hubungan perdatadengan ibunya dan keluarga ibunya serta
dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan/atau alat buktilain menurut hukum
mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga
ayahnya.

2. Pengertian Dan Batas Usia Anak

Di dalam hukum usia memegang peranan yang penting, karena ia

dikaitkan dengan masalah kecakapan bertindak. Banyak peraturan-peraturan

hukum, yang tersebar dalam berbagai bidang, mengandung unsur umur atau,

24

Universitas Sumatera Utara


kalau tidak unsur kedewasaan sebagai syarat untuk berlakunya ketentuan atau

sekelompok ketentuan tertentu. Batasan-batasan usia dikaitkan dengan tindakan-

tindakan tertentu atau untuk berlakunya perlindungan-perlindungan tertentu.27

Pengertian anak dan batas usia anak masih terdapat perbedaaan, baik itu

pendapat para ahli dan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini di

Indonesia.

Menurut Maulana Wadong pengertian anak mencakup batas usia anak.

Batas usia anak memberikan pengelompokan terhadap seseorang untuk dapat

disebut sebagai anak. Yang dimaksud dengan batas usia anak adalah

pengelompokan usia maksimum sebagai wujud kemampuan anak dalam status

hukum, sehingga anak tersebut beralih status menjadi usia dewasa atau menjadi

seorang subjek hukum yang dapat bertanggung jawab secara mandiri terhadap

perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan anak itu.28

Menurut Aminah Aziz menyatakan bahwa batas usia tertentu dibagi dalam

dua kategori yaitu batas usia termuda dimana pada usia ini anak tidak dapat

dimintakan pertanggungjawaban atas tindakan yang dilaksanakannya, sedangkan

batas umur keatas adalah untuk menetapkan siapa saja sampai batas ini diberikan

kedudukan sehingga diperlakukan secara khusus.29

Pengertian dan batas usia anak menurut beberapa peraturan perundang-

undangan memberikan batas usia anak sebagai berikut:

27
J.Satrio, Hukum Pribadi Bagian I Persoon Alami, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1999), Hal 48.
28
Mulana Hasan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta:
Grafindo, 2000), Hal 24.
29
Aminah Aziz, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Medan: USU Press, 2003), Hal 19.

25

Universitas Sumatera Utara


a. Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa anak yang berkonflik

dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum

berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana, selanjutnya dalam

Pasal 1 angka 3 dan 4 mengenai anak yang menjadi korban tindak pidana dan

anak yang menjadi saksi tindak pidana adalah anak yang belum berumur 18

tahun.

b. Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan

tercantum dalam Pasal 21 ayat 1 menyatakan bahwa anak yang belum berusia

18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah negara

Republik Indonesia, dari ayah atau ibu yang memperoleh Kewarganegaraan

Republik Indonesia dengan sendirinya berkewarganegaraan Indonesia. Jadi

menurut Undang-undang Nomor 12 tahun 2006 anak adalah yang belum

berusia 18 tahun atau belum kawin.

c. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Profesi

Notaris dalam Pasal 2 salah satu persyaratan untuk dapat diangkat menjadi

Notaris berumur paling sedikit 27 tahun.

d. Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tercantum

pada Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang dibawah

atau belum berusia 18 tahun, termasuk di dalamnya mereka yang masih dalam

kandungan seorang ibu.

e. Berdasarkan Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa anak adalah setiap manusia yang

26

Universitas Sumatera Utara


berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah termasuk anak yang masih

dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

f. Berdasarkan Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa anak adalah orang yang dalam perkara anak

nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan

belum pernah kawin.

g. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 tentang

Pengesahan Convention of the right (konvensi tentang hak-hak anak) Pasal 1

menyatakan bahwa seorang anak berarti setiap manusia di bawah umur

delapan belas tahun kecuali menurut undang-undang yang berlaku pada,

kedewasaan dicapai lebih awal.

h. Berdasarkan Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan

Anak Pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum

mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin.

i. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur

mengenai batas usia dalam Pasal 47 ayat 1 yang menyatakan anak yang

belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan

perkawinan ada di bawah kekuasaan orangtuanya selama tidak dicabut dari

kekuasaannya. Dan dalam Pasal 50 ayat 1 yang menyatakan anak yang belum

mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang

tidak berada di bawah kekuasaan orangtua, berada di bawah kekuasaan wali.

Dan mengenai batasan umur untuk melangsungkan perkawinan diatur dalam

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang menyatakan bahwa

27

Universitas Sumatera Utara


perkawinan diizinkan bila pria mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita

mencapai umur 16 tahun.

Jadi dapat disimpulkan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun atau

belum pernah melangsungkan perkawinan.

j. Berdasarkan KUHPerdata mengenai anak terdapat pada Pasal 330 menyatakan

bahwa belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dari

dua puluh satu tahun dan belum kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan

sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun maka mereka tidak kembali

lagi dalam kedudukan belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak

berada dalam kekuasaan orangtua, berada di bawah perwalian. Jadi yang

dimaksud belum dewasa atau anak berdasarkan Pasal ini adalah belum

berumur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah menikah.

k. Berdasarkan KUHPidana bahwa mengenai anak diatur dalam Pasal 45:

Jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang


kerjakan ketika umurnya enam belas tahun, hakim boleh memerintahkan
sitersalah itu dikembalikan kepada orangtuanya, wali, atau pemeliharaanya
dengan tidak dikenakan suatu hukuman, yakni jika perbuatan itu masuk
bagian kejahatan atau pelanggaran yang diterangkan dalam Pasal 489, 490,
492, 496, 497, 503-505, 514, 517-519, 526, 531, 532, 536, dan 540 dan
perbuatan ini dilakukan sebelum lalu dua tahun sesudah keputusan dahulu
yang menyalahkan dia salah satu pelanggaran ini atau sesuatu kejahatan
atau menghukum anak yang bersalah itu.
Jadi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana anak adalah seseorang

yang belum berusia 16 tahun.

Berdasarkan pengertian anak dari berbagai peraturan perundang-undangan

di atas serta memandang bahwa peraturan perundang-undangan yang terbaru

28

Universitas Sumatera Utara


secara umum menyimpulkan bahwa anak adalah seseorang yang berusia di bawah

umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan.

3. Perlindungan Anak Di Bawah Umur

Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 23 tahun 2003 tentang

Perlindungan Anak menyatakan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan

untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi, secara optimalsesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak menyatakan bahwa perlindungan terhadap anak bertujuan untuk menjamin

terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya

anak Indonesia yang berkualitas berakhlak mulia dan sejahtera.

Perlindungan Anak secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 34 Undang-

Undang Dasar 1945 pada bagian batang tubuh yang berbunyi : “Fakir miskin dan

anak telantar dipelihara oleh negara”. Implementasi komitmen negara tersebut

tampak direalisasikan secara konsisten ketika tahun 1979 Pemerintah Indonesia

menginstruksikan Undang-undang Kesejahteraan Anak. Pemerintah Indonesia

juga meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Kepres Nomor 36 tanggal 25

Agustus 1990. Oleh karena itu, sejak tahun 1990 Indonesia terikat secara hukum

untuk melaksanakan ketentuan yang termaktub dalam Konvensi Hak Anak.30

30
Hadi Supeno, Op.Cit, Hal 42.

29

Universitas Sumatera Utara


Pada tahun 2002 amandemen Undang-undang Dasar 1945 dimuculkan

Pasal tambahan yang berkaitan tentang anak, yakni Pasal 28B ayat 2 yang

menyatkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang, serta memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Lalu kemudian pada tahun yang sama muncul Undang-undang Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak yang merupakan adopsi dari Konvensi Anak.31

Nilai anak yang kemudian dijadikan norma universal menlihat bahwa anak

sebagai manusia utuh, yang oleh karenanya memiliki hak asasi yang harus

dilindungi. Pandangan ini menuntut orang dewasa (orangtua biologis, pemerintah,

masyarakat) harus bertanggung jawab penuh terhadap setiap anak yang lahir di

dunia. Perlindungan anak dengan demikian merupakan bagian dari pelaksanaan

hak asasi manusia.32

Menurut Arif Gosita yang mengatakan bahwa anak wajib dilindungi agar

mereka tidak menjadi korban tindakan siapa saja (individu atau kelompok,

organisasi swasta maupun pemerintah) baik secara langsung maupun tidak

langsung.33

a. Prinsip-Prinsip Perlindungan Anak

Pada Pasal 2 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, bahwa penyelenggaraan perlindungan anak

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta Prinsip-

Prinsip Konvensi hak-hak anak, yang meliputi :34

31
Ibid, Hal 43.
32
Ibid, Hal 17.
33
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta: Akademik Presindo, 1989), Hal 35.
34
Hadi Supeno, Op. Cit., Hal 53-60.

30

Universitas Sumatera Utara


1) Prinsip Non diskriminasi artinya semua hak yang diakui dan

terkandung dalam Konvensi Hak Anak harus diberlakukan kepada

setiap anak tanpa membedakan apapun. Prinsip ini sangat jelas,

memerintahkan kepada Negara dan para pihak untuk tidak sekali-kali

melakukan praktik diskriminasi terhadap anak dengan alasan apapun.

2) Prinsip Kepentingan yang terbaik bagi anak, prinsip ini mengingatkan

bahwa kepada semua penyelenggaraan perlindungan anak bahwa

pertimbangan-pertimbangan dalam pengambilan keputusan

menyangkut masa depan anak, bukan dengan ukuran orang dewasa,

apalagi berpusat kepada kepentingan orang dewasa. Berdasarkan ini

sangat jelaslah bahwa negara harus memastikan setiap anak akan

terjamin kelangsungan hidupnya karena hak hidup adalah sesuatu yang

melekat dalam dirinya, bukan pemberian orang atau negara.

3) Prinsip hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan

bahwa hak-hak asasi yang mendasar bagi anak wajib dilindungi oleh

negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orangtua. Artinya pihak-

pihak tersebut, wajib mewujudkan dan tidak meniadakan hak-hak yang

dimaksud (hak hidup, hak kelangsungan hidup dan hak berkembang).

Pesan dari prinsip ini sangat jelas bahwa negara harus memastikan

setiap anak akan terjamin kelangsungan hidupnya karena hak hidup

adalah sesuatu yang melekat pada dirinya. Untuk menjamin hak hidup

tersebut berarti negara harus menyediakan lingkungan kondusif, sarana

31

Universitas Sumatera Utara


dan prasarana hidup yang memasai, serta akses setiap anak untuk

memperoleh kebutuhan dasar.

4) Prinsip Penghargaan terhadap pendapat anak, point terpenting dari

prinsip ini adalah anak adalah subjek yang memilki otonomi

kepribadian. Oleh sebab itu, anak tidak bisa hanya dipandang dalam

posisi lemah, menerima, dan pasif, tetapi sesungguhnya dia pribadi

otonom yang memiliki pengalaman, keinginan, imajinasi, obsesi dan

aspirasi yang belum tentu sama dengan orang dewasa. Pengertian asas

penghargaan terhadap anak adalah adanya penghormatan atas hak

untuk mengambil keputusan, terutama terhadap hal yang berkaitan

dengan kehidupannya.

b. Tanggung Jawab Penyelenggaraan Perlindungan Anak

Pasal 20 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak menyatakan bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan

orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan

perlindungan anak.

c. Penyelenggaraan Perlindungan terhadap Anak

Penyelenggaraan Perlindungan Anak termuat dalam Pasal 42 sampai

dengan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan anak :35

1) Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agama. Sehubungan

dengan itu pemerintah, negara, masyarakat, keluarga, orangtua, wali

35
Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, (Bandung: Mandar Maju, 2009), Hal 19-21.

32

Universitas Sumatera Utara


harus memberikan perlindungan yang berupa pembinaan, bimbingan

dan pengamalan ajaran agama bagi anak (Pasal 42 dan Pasal 43).

2) Setiap anak berhak mendapatkan derajat kesehatan yang optimal sejak

dalam kandungan. Untuk itu pemerintah wajib menyediakan fasilitas

kesehatan yang komprehenship berupa upaya promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitasi, baik untuk pelayanan kesehatan dasar dan

rujukan. Terhadap anak yang tidak mampu, hak tersebut diberikan

cuma - cuma. Negara, pemerintah, keluarga dan orangtua wajib

mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang

mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan

(Pasal 44, 45, 46).

3) Negara, pemerintah, keluarga dan orangtua wajib melindungi anak dari

transplansi organ tubuh anak untuk pihak lain dan juga wajib

melindungi dari perbuatan-perbuatan: pengambilan organ tubuh anak

dan/atau jaringan tubuh tanpa memperhatikan kesehatan anak; jual beli

organ dan/atau jaringan tubuh anak; dan penelitian kesehatan yang

menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa seizin orangtua dan

tidak mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak (Pasal 47).

4) Negara, pemerintah, keluarga dan orangtua wajib memberikan

kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh

pendidikan. Pendidikan yang dimaksud diarahkan untuk:

pengembangan sikap dan kemampuan pribadi anak, bakat, kemmapuan

mental dan fisik sampai mencapai potensi yang maksimal;

33

Universitas Sumatera Utara


pengembangan, penghormatan terhadap hak asasi manusia;

pengembangan rasa hormat terhadap orangtua, identitas budaya,

bahasa dan nilai-nilai sendiri, nilai-nilai nasional di tempat anak itu

tinggal dan asal mula anak itu berasal dan peradaban-peradaban yang

berbeda dari peradabannya sendiri; persiapan anak untuk kehidupan

yang bertanggung jawab; dan pengembangan rasa hormat dan cinta

terhadap lingkungan (Pasal 49).

5) Pemerintah bertanggung jawab terhadap pendidikan anak yang tidak

mampu, anak terlantar yang bertempat tinggal di daerah terpencil

(Pasal 53). Anak yang sekolah wajib dilindugi dari tindakan kekerasan

yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya

atau lembaga pendidikannya (Pasal 54).

6) Pemerintah wajib menyelenggarkan pemeliharaan dan perawatan anak

terlantar. Kewajiban-kewajiban tersebut agar dimaksudkan: anak bebas

berpartisipasi; anak bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai

dengan hati nurani dan agamanya; bebas menerima informasi lisan

atau tertulis sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan anak;

bebas berserikat dan berkumpul; bebas beristirahat, bermain,

berekreasi, berkarya dan berseni budaya; memperoleh sarana bermain

yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan (Pasal 55).

7) Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan

bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada:

anak dalam situasi darurat; anak yang berhadapan dengan hukum; anak

34

Universitas Sumatera Utara


dari kelompok minoritas dan terisolasi; anak tereksploitasi secara

ekonomi dan/atau seksual; anak yang diperdagangkan; anak yang

menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan

zat adiktif lainnya (napza); anak korban penculikan, penjualan dan

perdagangan; anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak

yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan

penelantaran (Pasal 59)

8) Anak dalam situasi darurat adalah: anak yang menjadi pengungsi; anak

korban kerusuhan; anak korban bencana alam; dan anak dalam situasi

konflik bersenjata. Perlindungan terhadap anak darurat tersebut,

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum humaniter. (Pasal 59, 60

dan 61).

d. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

memerintahkan untuk dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia

(KPAI), yang merupakan komisi negara independen di tingkat nasional.36

Pada Pasal 74 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Perlindungan

Anak disebutkan bahwa “Dalam rangka meningkatkan efektivitas

penyelenggarakan perlindungan anak, dengan undang-undang ini dibentuk

Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen”.

Adapun tugas pokok dan fungsi KPAI sebagaimana tertuang dalam

Pasal 76 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tersebut:

36
Hadi Supeno, Op.Cit., Hal 47.

35

Universitas Sumatera Utara


1) Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak,
mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan
masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan evaluasi dan
pengawasan terhadap penyelengaraan perlindungan anak;
2) Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada
Presiden dalam rangka perlindungan anak.

Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang

menjadi landasan hukum pendirian KPAI telah mendapatkan masukan

yang signifikan dari kalangan masyarakat sipil, khusunya aktivis hak-hak

anak, melalui lokakarya dan acara umum lain di seluruh Indonesia.37

Dengan demikian, menjadi jelas bahwa komisi nasional yang

memperoleh mandat dari negara untuk memeriksa kemajuan dalam

melakukan penyelenggaraan perlindungan anak berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan adalah Komisi Perlindungan Anak

Indonesia (KPAI).38

4. Tanggung Jawab Orangtua Terhadap Kesejahteraan Anak

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak menyatakan bahwa kesejahteraan anak adalah suatu tata

kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya

dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial, terutama terpenuhinya

kebutuhan pokok anak.

Pasal 9 dan Pasal 10 Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak menyatakan bahwa orangtua adalah yang pertama-tama

bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan anak, baik secara rohani, jasmani

37
Ibid., Hal 48.
38
Ibid., Hal.49

36

Universitas Sumatera Utara


maupun sosial. Orangtua yang melalaikan kewajiban tersebut dapat dicabut kuasa

asuhnya sebagai orangtua terhadap anaknya, yang selanjutnya ditunjuk orang atau

badan sebagai wali. Pencabutan tersebut tidak menghapuskan kewajiban untuk

membiayai sesuai dengan kemampuannya, penghidupan, pemeliharaan dan

pendidikan anaknya. Pencabutan dan pengembalian kuasa asuh orangtua

ditetapkan dengan keputusan hakim, yang selanjutnya akan diatur oleh Peraturan

Pemerintah.

Mengenai kesejahteraan anak ini juga berhubungan dengan kewajiban

orangtua terhadap anak yang tercantum dalam Pasal 45, Pasal 47 ayat 2, Pasal 48

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu :

a. Kedua orangtua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-

baiknya.Kewajiban orangtua berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri

sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua

orangtua putus.

b. Orangtua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam

dan di luar Pengadilan.

c. Orangtua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-

barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum

melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu

menghendakinya.

Menurut H.R.Sardjono, memelihara berarti memberi nafkah hidup bagi

sang anak, baik berupa sandang maupun berupa pangan, dan hal itu menjadi

tanggung jawab kedua orangtua. Mendidik artinya memberikan pendidikan

37

Universitas Sumatera Utara


sendiri kepada si anak, atau menyekolahkan si anak untuk diberi pendidikan, hal

mana berarti bahwa untuk itu harus disediakan dana untuk membiayai sekolah

anak itu dan hal itu menjadi tanggung jawab kedua orangtuanya, hal ini

berlangsung sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Kelihatan di sini

H.R. Sardjono, sengaja tidak menggunakan batas kekuasaan orangtua, karena

memelihara apalagi memberi pendidikan atau memberi bekal ilmu untuk bisa

hidup sendiri, mungkin melebihi umur 18 tahun, misalnya untuk menyelesaikan

studi di perguruan tinggi membutuhkan minimal umur 24 tahun. Sampai dapat

berdiri sendiri itu juga ditentukan dalam Pasal 45 ayat 2 Undang-undang Nomor

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Nafkah hidup dan biaya untuk pendidikan itu

tidak ditentukan jumlahnya, tetapi dapat digunakan dua ukuran yaitu, kemampuan

pihak yang wajib memberi nafkah serta kebutuhan pihak yang menerima nafkah,

yang setiap waktu dapat berubah dan meningkat sesuai keadaan yang

menghendaki.39

Mengenai ketentuan Pasal 48 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan ini, dimungkinkan adanya harta benda tidak bergerak milik

dari si anak, sebetulnya secara umum tidak mungkin atau jarang ada, tetapi hal itu

bisa juga terjadi bila ada anak yang berstatus anak tiri yang memiliki harta benda

tidak bergerak yang dihibahkan atau diwariskan dari bapak atau ibunya yang

sudah meninggal atau bercerai. Menurut H.R.Sardjono, disebabkan adanya

kewajiban si orangtua mengurus harta benda tidak bergerak atau tetap dari si anak

dalam Pasal 48 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka

39
Rusdi Malik, Op.Cit., Hal. 78-79

38

Universitas Sumatera Utara


orangtua diberi wewenang untuk mewakili anak tersebut mengenai segala

perbuatan di dalam dan diluar pengadilan (Pasal 47 ayat 2 Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Sebetulnya bukan hanya dengan

alasan untuk mengurus harta benda si anak, tetapi wewenang itu diberikan kepada

orangtua adalah lebih utama dengan alasan kepentingan si anak pada umunya

secara luas. 40

Pencantuman hak-hak anak seorang anak dalam Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1979 merupakan upaya untuk menjamin terwujudnya kesejahteraan anak.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 membedakan hak-hak seorang anak secara

umum dan hak-hak seorang anak secara khusus bagi anak-anak yang mengalami

hambatan rohani, jasmani, sosial dan memerlukan pelayanan khusus.

Sesuai dengan Pasal 2 sampai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak diatur sejumlah hak-hak seorang anak :

1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan

berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan

khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan

kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa,

untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna.

3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa dalam

kandungan maupun sesudah dilahirkan.

40
Ibid., Hal.84

39

Universitas Sumatera Utara


4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat

membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan

wajar.

5) Anaklah yang pertama-tama berhak mendapat pertolongan, bantuan, dan

perlindungan dalam keadaan yang membahayakan.

6) Anak yang tidak mempunyai orangtua berhak memperoleh asuhan oleh negara

atau orang atau badan.

7) Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan

keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.

8) Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang

bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa

pertumbuhan dan perkembangannya.

9) Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat

pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupan

anak yang bersangkutan.

10) Setiap anak tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik,

dan kedudukan sosial, berhak atas bantuan dan pelayanan, yang bertujuan

mewujudkan kesejahteraan anak

Mengenai hak-hak anak ini juga diatur dalam beberapa undang-undang

yaitu terdapat dalam Pasal 52 sampai dengan 66 Undang-Undang Nomor 39

Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 4 sampai dengan Pasal 18

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak.

40

Universitas Sumatera Utara


B. Ruang Lingkup Panti Asuhan Karya Murni Medan

Panti Asuhan Karya Murni Medan merupakan salah satu unit kegiatan dari

Yayasan Karya Murni. Berdasarkan hal itu maka akan dibahas mengenai Yayasan

terlebih dahulu. Sebelum lahirnya Undang-Undang Pasal 1 ayat 1 Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, pendirian yayasan di Indonesia

dilakukan berdasarkan kebiasaan yang ada di masyarakat, doktrin, dan

yurisprudensi. Beberapa pengertian yayasan yang dikemukakan oleh beberapa

sarjana antara lain 41:

1. Lemaire memberikan uraian tentang sebagai berikut, Yayasan diciptakan

dengan suatu perbuatan hukum, yakni dengan pemisahan suatu harta kekayaan

unuk tujuan yang tidak mengharapakan keuntungan (altruis tische doel) serta

penyusunan suatu organisasi (berikut pengurus), dengan mana sungguh-

sungguh dapat terwujud tujuannya dengan alat-alat itu.

2. Scholten mengatakan yayasan adalah suatu badan hukum yang dilahirkan oleh

suatu pernyataan sepihak. Pernyataan sepihak tersebut harus berisikan

pemisahan suatu kekayaan untuk suatu tujuan tertentu, dengan menunjukan

cara kekayaan itu diurus dan digunakan.

3. Bregstein menyatakan yayasan adalah suatu badan hukum yang didirikan

dengan suatu perbuatan hukum, yang tidak bertujuan untuk membagikan

kekayaan dan/atau penghasilannya kepada pendiri atau penguasanya di dalam

yayasan atau kepada orang-orang lain, terkecuali sepanjang yang mengenai

terakhir ini yang demikian adalah untuk kegunaan tujuan idiil.

41
Anwar Borahima, Kedudukan Yayasan di Indonesia Eksistensi, Tujuan, dan Tanggung
Jawab Yayasan, (Jakarta: Kencana, 2010), Hal. 65-66

41

Universitas Sumatera Utara


4. Van Apeldoorn menjelaskan yayasan adalah harta yang mempunyai tujuan

tertentu, tetapi dengan tiada empunyanya. Adanya harta yang demikian,

adalah suatu kenyataan, dan juga suatu kenyataan bahwa dalam pergaulan

hukum ia diperlakukan seolah-olah ia suatu purusa. Jadi konstruksi yuridisnya

adalah ada harta dengan tujuan tertentu, tetapi tidak dapat ditunjuk sesuatu

subjek, sehingga dalam pergaulan diperlakukan seolah-olah adalah subjek

hukum.

5. Meijers menyatakan yayasan pada pokok-pokoknya adalah sebagai berikut:

a. Penetapan tujuan dan organisasi oleh para pendirinya

b. Tidak memiliki anggota

c. Tidak ada hak bagi pengurusnya untuk mengadakan perubahan yang

berakibat jauh dalam tujuan dan organisasi.

d. Perwujudan dari suatu tujuan, terutama dengan modal yang dimaksudkan

untuk itu.

Kedudukan suatu yayasan sebagai badan hukum juga terdapat dalam

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tertanggal 27 Juni 1973 Nomor

124 K/Sip/1973. Dalam pertimbangan putusan tersebut Mahkamah Agung telah

membenarkan putusan judex factie, sebagai berikut 42:

1. Bahwa Yayasan Dana Pensiun H.M. B. didirikan di Jakarta dengan nama


“Stichting Pensiunfonds H.M.B. Indonesie” dan bertujuan untuk menjamin
keuangan para anggota.
2. Bahwa para anggotanya ialah pegawai NV. H.M.B.
3. Bahwa yayasan tersebut mempunyai pengurus sendiri terlepas dari NV.
H.M.B. dimana ketua dan bendahara dipilih oleh direksi NV.H.M.B.
4. Bahwa pengurus yayasan tersebut mewakili yayasan di dalam dan luar
pengadilan

42
Ibid, Hal.3

42

Universitas Sumatera Utara


5. Bahwa yayasan tersebut mempunyai harta sendiri, antara lain harta benda
hibah dari NV. H.M.B. (akte hibah)
6. Bahwa dengan demikian yayasan tersebut merupakan badan hukum.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan serta

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, diharapkan menjadi dasar hukum yang

kuat dalam mengatur kehidupan yayasan di Indonesia serta menjamin adanya

kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan berfungsi sesuai dengan maksud

dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas. 43

Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

menyatakan bahwa Yayasan merupakan badan hukum yang terdiri atas kekayaan

yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan di bidang sosial,

keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.

Manusia ternyata bukan satu-satunya pendukung hak-hak dan kewajiban,

dalam pergaulan hukum. Disamping manusia, masih ada lagi pendukung hak-hak

dan kewajiban-kewajiban yang dinamakan badan hukum (rechtpersoon). Sama

halnya dengan manusia, badan hukum sebagai subjek hukum dapat melakukan

perbuatan hukum antara lain seperti melakukan perjanjian, membayar pajak, dan

sebagainya. Manusia sebagai subjek hukumnya letaknya berada pada hukum

perorangan, sedangkan badan hukum terletak pada lapangan hukum harta

kekayaan. Oleh karena itu badan hukum tidak dapat dilepaskan dari harta

43
Chatamarrasjid Ais, Badan Hukum Yayasan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), Hal
2.

43

Universitas Sumatera Utara


kekayaan. Badan hukum harus memiliki harta kekayaan sendiri yang terlepas dari

alat perlengkapannya atau pengurusnya.44

Beberapa teori yang (maksudnya) memberi dasar badan hukum, yaitu teori

tentang dasar yuridis badan hukum, yang terkenal ialah :45

1) Teori Fiksi (F.C. Von Savigny, C.W. Opzoomer dan Houwing)

Menurut teori ini badan hukum dianggap buatan negara. Sebenarnya badan

hukum itu tidak ada, hanya orang menghidupkan bayangannya untuk

menerangkan sasuatu dan terjadi karena manusia yang membuat berdasarkan

hukum. Jadi merupakan orang buatan hukum atau “persona ficta”.

2) Teori Kekayaan Tujuan (A. Brinz dan EJJ van der Heyden)

Menurut teori ini kekayaan badan hukum itu bukan kekayaan seseorang,

tetapi kekayaan itu terikat pada tujuannya (Zweckvermogen). Tiap hak tidak

ditentukan oleh suatu subjek tetapi ditentukan oleh suatu tujuan.

3) Teori Organ atau teori Peralatan atau Kenyataan (Otto Von Gierke)

Menurut teori ini badan hukum adalah sesuatu yang sungguh-sungguh ada

di dalam pergaulan yang mewujudkan kehendaknya dengan perantara alat-

alatnya (organ) yang ada padanya (pengurus), jadi bukanlah sesuatu fiksi tapi

merupakan makhluk yang sungguh-sungguh ada secara abstrak dari konstruksi

yuridis.

44
Gatot Supramono, Op. Cit., Hal 16.
45
R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 1996), Hal 243-244.

44

Universitas Sumatera Utara


4) Teori milik kolektif atau Popriete Collectief (W.L.P.A. Molen-graff dan

Marcel Planiol)

Dalam teori ini badan hukum ialah harta yang tidak dapat dibagi-bagi dari

anggota-anggotanya secara bersama-sama. Hak/kewajiban badan hukum pada

hakikatnya dalam hak/kewajiban para anggota bersama-sama, oleh karenanya

badan hukum hanya konstruksi yuridis, jadi pada hakikatnya abstrak.

5) Teori Duguit

Sesuai dengan ajarannya tentang fungsi sosial maka juga dalam teori ini

Duguit tidak mengakui adanya badan hukum sebagai subjek hukum tetapi

hanya fungsi-fungsi sosial yang harus dilaksanakan. Manusia sajalah sebagai

subjek hukum, lain dari pada manusia tidak ada subjek hukum.

6) Teori Eggens

Dalam teori ini badan hukum adalah suatu “hulp figuur”, karena adanya

diperlukan dan dibolehkan hukum, demi untuk menjalankan hak-hak dengan

sewajarnya (behoorlijk). Bahwa dalam hal-hal tertentu keperluan itu

dirasakan, oleh karena hukum hendak memperlakukannya sebagai sesuatu

rombongan orang yang bersama-sama mempunyai kekayaan dan tujuan

tertentu sebagai suatu kesatuan, karena seseorang subjek hukum tidak dapat

berwenang sendiri bertindak dalam rangkaian peristiwa-peristiwa hukum.

Untuk keikutsertaan dalam pergaulan hukum maka yayasan sebagai suatu

badan hukum harus mempunyai syarat-syarat, yaitu:

45

Universitas Sumatera Utara


a) Harta kekayaan yang terpisah

Harta kekayaan yang terpisah ini diperoleh dari pemasukan para

anggota atau dari suatu perbuatan pemisahan kekayaan dari seseorang

yang diberi suatu tujuan tertentu.Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2001 tentang Yayasan dengan jelas menyatakan bahwa Yayasan

terdiri atas kekayaan yang dipisahkan. Mengenai kekayaan itu juga

dijelaskan dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang

menyatakan bahwa46:

1. Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang


dipisahkan dalam bentuk uang atau barang.
2. Kekayaan itu dapat diperoleh dari:
a. sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat;
b. wakaf;
c. hibah;
d. hibah wasiat;
e. perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran
Dasar Yayasan dan/atau peraturan perundnag-undangan yang
berlaku .
3. Dalam hak kekayaan Yayasan berasal dari wakaf, maka berlaku
ketentuan hukum perwakafan.
4. Kekayaan Yayasan dipergunakan untuk mencapai tujuan Yayasan.

b) Mempunyai tujuan tertentu47

Tujuan ini dicapai sendiri oleh badan hukum sebagai subjek hukum

yang berhak dari berkewajiban sendiri dalam pergaulan hukum, akan

tetapi karena badan hukum hanya dapat bertindak dengan perantara para

anggotanya, maka perumusan tujuan dirumuskan secara tegas dan jelas.

Tujuan ini harus pula sesuai dengan keadilan hukum yang didasarkan

kepada nilai-nilai dari dasar falsafah.

46
Chatamarrasjid Ais, Op.Cit., Hal 8.
47
Ibid, Hal 6-7.

46

Universitas Sumatera Utara


Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang

Yayasan juga menyatakan bahwa tujuan yayasan adalah di bidang sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan. Namun yayasan dapat melakukan kegiatan

usaha yang menunjang pencapaian maksud dan tujuan dari yayasan. Di

dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

menyatakan bahwa :

1. Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang

pencapaian maksud dan tujuan dengan cara mendirikan badan usaha

atau ikut serta dalam suatu badan usaha.

2. Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada

Pembina, Pengurus dan Pengawas.

Dalam penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang

Yayasan menyatakan bahwa Yayasan tidak digunakan sebagai wadah

usaha dan Yayasan tidak dapat melakukan kegiatan usaha secara

langsung, tetapi harus melalui badan usaha yang didirikan atau melalui

badan usaha lain dimana Yayasan menyatakan kekayaannya.

Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha yang memperoleh laba atau

keuntungan dari kegiatan usaha yang dilakukan tetapi hal ini tidak menjadi

tujuannya.Kegiatan dan tujuan mengejar laba haruslah tidak diperbolehkan

memilih badan hukum Yayasan, melainkan bentuk badan hukum yang lain

yang memiliki maksud untuk mengejar laba.

47

Universitas Sumatera Utara


c) Mempunyai kepentingan sendiri

Badan hukum maka harus mempunyai kepentingan yang dilindungi

oleh hukum untuk mencapainya tujuan tertentu. Kepentingan yayasan

merupakan hal yang harus diutamakan agar mencapai tujuan dari yayasan,

jadi setiap organ yayasan dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya

untuk kepentingan yayasan bukan untuk kepentingan pribadi.

d) Adanya organisasi yang teratur

Badan hukum merupakan suatu kesatuan hanya dapat bertindak

dengan organnya atau alat-alatnya sebagai wakil dari badan hukum itu.

Adanya organ atau alat badan hukum itu dipilih berdasarkan pada

anggaran dasar atau peraturan-peraturan atau keputusan rapat anggotanya,

dimana merupakan pembagian tugas dari badan hukum tersebut sehingga

badan hukum itu mempunyai organisasi teratur.

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

menyatakan bahwa “Yayasan memilki organ yang terdiri atas Pembina,

Pengurus dan Pengawas”. Setiap organ yayasan memiliki tugas dan

tanggung jawab masing-masing dan dilarang untuk merangkap jabatan

untuk menghindari kemungkinan tumpang tindih kewenangan tugas dan

tanggung jawab antara Pembina, Pengurus dan Pengawas yang dapat

merugikan kepentingan Yayasan atau pihak lain.48

48
Ibid, Hal 12.

48

Universitas Sumatera Utara


(1) Pembina49

Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang

tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh undang-undang

atau anggaran dasar. Adapun kewenangan Pembinan meliputi:

a. keputusan mengenai perubahan anggaran dasar;

b. pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota

pengawas;

c. penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar

Yayasan;

d. pengesahan program kerja dan rancangan Anggaran Tahunan

Yayasan; dan

e. penetapan keputusan penggabungan atau pembubaran yayasan.

Orang perseorangan sebagai pendiri Yayasan dan/atau mereka

yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai

mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan

Yayasan yang dapat diangkat menjadi anggota Pembina .

Anggota Pengurus dan anggota Pengawas wajib mengadakan rapat

gabungan untuk mengangkat Pembina. Keputusan rapat sah apabila

dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai korum kehadiran dan

korum keputusan untuk perubahan Anggaran Dasar sesuai dengan

ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau Anggaran Dasar, dalam

hal Yayasan karena sebab apapun tidak lagi mempunyai Pembina,

49
Ibid, Hal 9-10.

49

Universitas Sumatera Utara


paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal

kekosongan pembina yayasan.

(2) Pengurus50

Peranan Pengurus amatlah dominan pada suatu organisasi. Pengurus

adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan.

Yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan

yang mampumelakukan perbuatan hukum Mengenai pengurus ini

diatur dalam Pasal 31 sampai dengan Pasal 39 Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Pengurus Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan

rapat Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat

diangkat kembali setelah masa jabatan pertama berakhir. Hal ini

memungkinkan bagi Pengurus untuk dapat dipilih berkali-kali sebagai

Pengurus dan tidak terbatas hanya untuk dua kali masa jabatan.

Susunan Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas :

(a) seorang ketua;

(b) seorang sekretaris; dan

(c) seorang bendahara.

Pengurus yang selama menjalankan tugasmelakukan tindakan yang

oleh Pembina dinilai merugikan Yayasan, maka berdasarkankeputusan

rapat Pembina, Pengurus tersebut dapat diberhentikan sebelum

masakepengurusannya berakhir.

50
Ibid, Hal. 12-15

50

Universitas Sumatera Utara


Sesuai dengan asas persona standi ini judicio, maka Pengurus

Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk

kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan baik

di dalam maupun di luar Pengadilan.Setiap Pengurus menjalankan

tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk

kepentingan dan tujuan Yayasan. Dalam menjalankan tugas Pengurus

dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan.

Setiap Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang

bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan

ketentuan Anggaran Dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan

atau pihak ketiga.

(3) Pengawas

Undang-Undang Nomor16 Tahun 2001 tentang Yayasan mengatur

adanya Badan Pengawas atau Pengawas dalam suatu Yayasan, yang

bersifat internal yayasan itu sendiri. Disini pengawas merupakan

organ dari masing-masing Yayasan. Pengawas mengawasi serta

memberi nasehat kepada Pengurus, Pengurus tidak boleh merangkap

sebagai Pembina atau Pengurus. Pengawas diangkat oleh Pembina

untu jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untu 1

(satu) kali masa jabatan.51

Pengawas di dalam melakukan tugasnya harus berdasarkan “duty

of skill and care”, yautu harus berdasarkan kecakapan dan kehati-

51
Ibid, Hal 18.

51

Universitas Sumatera Utara


hatian. Oleh karena itu bila kepailitan terjadi karena kesalahan atau

kelalaian, seperti juga pada pengurus, setiap anggota pengawas secara

tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut, kecuali

anggota yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena

kesalahan atau kelalaian anggota tersebut.52

Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan

memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau

oleh Kepala Wilayah Departeman Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atas nama

Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Mengenai hal ini tercantum dalam

Pasal 11 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan :53

1. Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan

memperoleh pengesahan dari Menteri.

2. Untuk memperoleh pengesahan yang dimaksud, pendiri atau kuasnya

mengajukan permohonan kepada Menteri melalui notaris yang membuat akta

pendirian Yayasan tersebut.

3. Notaris wajib menyampaikan permohonan pengesahan kepada Menteri dalam

jangka waktu paling lambat 10 hari terhitung sejak tanggal pendirian Yayasan

ditandantangani.

4. Dalam memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan, Menteri dapat

meminta pertimbangan dari instansi terkait dalam jangka waktu paling lambat

7 hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.

52
Ibid, Hal 21.
53
Ibid, Hal 4.

52

Universitas Sumatera Utara


5. Instansi terkait wajib menyampaikan jawaban dalam jangka waktu paling

lambat 7 hari terhitung sejak permintaan pertimbangan diterima.

6. Permohonan Pengesahan akta pendirian Yayasan dikenakan biaya yang

besarnya ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

Yayasan Karya Murni merupakan lembaga yang bergerak di bidang sosial,

pendidikan dan kemanusiaan untuk mewujudkan nyata cita-cita Pendiri Kongresi,

memajukan dan meningkatkan harkat dan martabat manusia dengan pelayanan

berdasarkan Kasih Allah. 54

Yayasan Karya Murni menjalankan kegiatan sebagai berikut :55

1. Mendirikan dan menyelenggarakan lembaga pendidikan Sekolah Luar Biasa,

pendidikan keterampilan, kegiatan sosial untuk anak penyandang cacat

tunanetra dan tunarungu wicara;

2. Menyelenggarakan dan mengelola panti- panti asuhan untuk menampung,

mengasuh dan membina anak-anak penyandang cacat, tunanetra, tunarungu-

wicara, yatim-piatu dan atau ekonomi lemah, asrama penampungan anak

sekolah dan penitipan bayi serta pelayanan orang jompo di rumah masing-

masing, panti werda dan panti lainnya;

3. Mendirikan dan menyelenggarakan Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit

Khusus, Rumah Sakit Bersalin, Balai Pengobatan, Balai Kesehatan

Masyarakat, Poliklinik, Pemeliharaan dan Perawatan orang-orang yang

terlantar dan semua pelayanan di bidang kesehatan.

54
Anggaran Dasar Yayasan Karya Murni Pasal 2
55
Anggaran Dasar Yayasan Karya Murni Pasal 3

53

Universitas Sumatera Utara


Pasal 6 Point 1.1.3 Anggaran Rumah Tangga mengenai Kegiatan

mencantumkan bahwa Panti Asuhan Karya Murni Medan merupakan salah satu

unit kegiatan Yayasan Karya Murni yang berada di Kota Medan.

1. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Panti Asuhan Karya Murni

Medan56

Sekitar tahun 1950 seorang tentara Belanda datang ke Susteran Santo

Yoseph yang berada di Deandlesstrat (sekarang jalan Hayam Wuruk Nomor 11

Medan). Tentara itu datang bersama seorang gadis kecil yang cacat netra (buta)

bernama Martha Ponikem (13 tahun), yang ditemukan di sebuah jalan kota

Martapura Kabupaten Langkat. Kedatangan mereka diterima dengan baik oleh

seorang suster bernama Ildefonsa. Tentara Belanda ini menitipkan gadis kecil

tersebut kepada Suster Ildefonsa van de Watering, dan suster tersebut menerima

anak itu dengan senang hati.

Setelah anak itu tinggal beberapa waktu di susteran, muncul suatu masalah

dan pertanyaan yang sebelumnya tidak terpikirkan, “Apa jadinya anak ini kelak

kalau harus dituntun dan di papah, tidak bisa membaca ataupun menulis.

Pendidikan atau pengajaran apa dan bagaimana yang tepat diberikan kepada anak

ini?”. Suster Ildefonsa ingin agar Ponikem juga bisa berarti dan punya nilai, tidak

tergantung seumur hidupnya pada orang lain.

Suster Ildefonsa seakan menemukan jawaban atas pertanyaan mengenai

keadaan Ponikem ketika ia mengambil cuti ke Nederland – Belanda. Di sana ia

mengunjungi sebuah institute anak tunanetra bernama “De Wijnberg” di kota

56
http://karyamurni.wordpress.com/sejarah-berdirinya-yayasan-karya-murni/diakses
tanggal 20 Maret 2014 Pukul 23.00 WIB

54

Universitas Sumatera Utara


Grave. Dia datang kesana untuk mempelajari huruf Braille dan metode

pengajarannya serta untuk mengetahui lebih dalam bagaimana mendidik dan

mengajar para tunanetra.

Pada suatu hari dalam kunjunganya ke Grave, suster Ildefonsa bertemu

dengan seorang gadis tunanetra berdarah Tionghoa yang berasal dari Bangka-

Indonesia. Gadis ini bernama Tress Kim Lan Bong, yang sudah dididik selama 16

tahun di Institut tersebut. Dalam pertemuanya itu Tress menyatakan keinginanya

dan kerinduannya untuk kembali ke Indonesia dan membantu teman-teman

sesame tunanetra di Indonesia. Dapat dibayangkan betapa gembiranya suster

Ildefonsa mendengar penuturan Tress tersebut. Itu berarti usaha susterIldefonsa

untuk membantu Ponikem akan segera terwujud.

Pada tanggal 15 Juli 1950 Suster Ildefonsa bersama Tress berangkat

menuju Indonesia, dan tiba pada tanggal 15 Agustus 1950 di Jalan Hayam Wuruk

Nomor 11 Medan. Tress Bong menjadi guru pertama yang mengajar anak

tunanetra yang dibawa oleh tentara Belanda itu ke Susteran. Orang buta mengajari

orang buta. Unik, namun disitulah komunikasi dalam kontak batin terbangun.

Tidak lama sesudah Tress berada di Indonesia, datang lagi dua orang

tunanetra bernama Agustina Wilhelmina Halatu (7 tahun) pada tahun 1950 dan

cicilia Pardede (21 tahun) pada tahun 1951. Demikianlah anak tunanetra semakin

lama semakin bertambah.

Kemudian setelah itu pada tahun 1963, seorang Bapak etnis tionghoa

mengantar anaknya yang tunarungu ke Suster Yohana Bloom agar anak-anaknya

diajari dan didik oleh para suster-suster, karena beliau kebingungan dan merasa

55

Universitas Sumatera Utara


lelah dalam mendidik kedua anaknya itu. Akhirnya suster Marietta Purba dan

Suster Fransiska Tampubolon yang mengajari dan mendidik mereka, karena

mereka sudah mempelajari sebelumnya di Sekolah Bisu-tuli di Wonosobo, Jawa

Tengah.

Melihat perkembangan pelayanan yang dilakukan oleh para suster

ini,dirasa perlu didirikan suatu badan yang mengelola pendidikan ini. Maka pada

26 Agustus 1953 dibentuklah sebuah badan penyelenggara yang akan mengurusi

masalah pendidikan untuk anak tunanetra. Badan itu bernama “Sint Oda

Stichting” dan berada di lokasi Susteran Santo Yoseph. Kemudian setelah itu

maka Sint Oda Stichting, diubah menjadi “Yayasan Karya Murni”, diaktekan pada

Notaris tanggal 24 Nopember 1965, dengan Nomor Akte 104 dengan itu didirikan

juga panti asuhan bagi anak-anak penderita cacat netra yang berasal dari keluarga

kurang mampu, dan juga diterimanya anak yatim-piatu dan ekonomi lemah

tinggal dalam satu asrama. Panti Asuhan ini diberi nama Panti Asuhan Karya

Murni.

Panti Asuhan ini juga berada di lokasi Susteran Santo Yoseph yaitu di

jalan Hayam Wuruk Nomor 3 Medan.Yayasan ini terus berkembang seiring

dengan bertambah dan beragamnya anak-anak yang dididik di Panti Asuhan

tersebut. Hal ini membuat aktifitas di Susteran menjadi sangat beragam dan

tempat menjadi sangat sempit.

Karena itu pihak Susteran Santo Yoseph berinisiatif untuk mencari tempat

baru bagi panti asuhan dan sekolah untuk penderita cacat netra. Pada tahun 1980,

Panti Asuhan Karya Murni dan seluruh aktifitas belajar mengajar untuk penderita

56

Universitas Sumatera Utara


cacat netra di pindahkan ke Jalan Karya Wisata Medan Johor. Sejak itu segala

pelayanan bagi penderita cacat netra tidak dilakukan di jalan hayam wuruk.

Sampai sekarang Panti Asuhan Karya Murni masih melakukan kegiatan-

kegiatan untuk membantu para penderita tunanetra dan tunarungu yang kurang

mampu, anak yatim-piatu, dan anak terlantar agar dapat hidup mandiri dan tidak

tergantung pada orang lain.

2. Struktur Panti Asuhan Karya Murni Medan

Panti Asuhan Karya Murni merupakan lembaga sosial yang berada di

bawah naungan Yayasan Karya Murni Medan yang didirikan oleh Kongregasi

Suster-suster Santo Yoseph (KSSY). Karena itu, seluruh program pelayanan yang

dilakukan oleh Panti Asuhan Karya Murni harus diketahui dan disetujui oleh

Yayasan Karya Murni.

Yayasan Karya
Murni

Pimpinan Panti Dinsos


Asuhan
Sekretariat
Personalia

Kerohanian Olahraga Humas

Pendidikan Kesenian Perlengkapan

57

Universitas Sumatera Utara


Skema 1: Struktur Panti Asuhan Karya Murni Medan57
Adapun tugas dan kewajiban Pimpinan Panti Asuhan tercantum dalam Pasal 8

angka 2 Anggaran Rumah Tangga Yayasan Karya Murni Medan:

a. Menerima/mengadakan seleksi terhadap anak yang akan diterima


menjadi warga panti setelah mengisi formulir isian dan telah
memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku di Yayasan.
b. Bertanggungjawab penuh atas administrasi dan arsip warga Panti serta
membuat file masing-masing anak.
c. Bertanggungjawab untuk pembinaan warga panti secara berkala,
perkelompokan atau pribadi.
d. Menjadi wali yang bertanggungjawab penuh bagi warga panti selama
berada di panti dan belajar di sekolah.
e. Mengusulkan tenaga kerja yang diperlukan di unit kerjanya
kepadanya Yayasan untuk dipertimbangkan dan diangkat.
f. Merencanakan dan mengembangkan usaha dan kegiatan yang dapat
dilaksanakan warga Panti sesuai dengan kemampuannya dan
mengajukannya kepada Yayasan untuk disetujui.
Dari struktur Panti Asuhan diatas dan mengenai tugas dan kewajiban Pimpinan
Panti Asuhan maka bagian Sekretariat dan Personalia merupakan bagian dari
tugas Pimpinan Panti Asuhan.
Pimpinan Panti Asuhan juga dibantu oleh suster pengasuh dan tenaga
kerja lain dalam melaksanakan semua kegiatan yang dilakukan di Panti Asuhan
Karya Murni. Adapun susunannya adalah sebagai berikut :58
1) Suster Pengasuh yaitu Suster Aurelia Sarumaha, Suster Sofia, Suster Severina,

Suster Leoni

2) Pegawai Panti yang terdiri dari :

(1) Tenaga kebersihan dan tenaga masak (kakak pendamping) : Sahmah,

Asni, Murni

(2) Tenaga supir dan kebun : Bangun, Darwin, Frans

57
Arsip Yayasan Karya Murni Medan, Struktur Panti Asuhan Karya Murni Medan dibuat
pada tahun 2004 oleh Organ Yayasan Panti Asuhan Karya Murni
58
Hasil wawancara dengan pimpinan Panti Asuhan Suster agatha pada tanggal 21 Maret
2014 di unit 2 Panti Asuhan Karya Murni Medan.

58

Universitas Sumatera Utara


Selain itu juga terdapat tenaga kerja non-struktural yaitu :

a) Pelatih Vokal

b) Pelatih Musik (Keyboard, Gitar, Drum)

c) Pelatih Tari

Adapun yang menjadi tugas- tugas pegawai panti :59

1) Suster Pengasuh bersama-sama dengan tenaga kebersihan dan masak (kakak

pendamping) bertanggungjawab terhadap anak-anak yang ada di setiap

unit/asrama yang telah ditentukan Pimpinan Panti Asuhan untuk mereka, yaitu

dengan :

1. Mengawasi kegiatan-kegiatan anak di setiap unit agar sesuai dengan tata

harian Panti, termasuk dalam hal ini kegiatan kerohanian dan olaraga rutin.

2. Memperhatikan kebersihan, kebutuhan serta perlengkapan anak-anak di

setiap unit masing-masing.

3. Membunyikan lonceng untuk bangun pagi dan mendampingi anak-anak

dalam melakukan tugas harian di setiap unit yang dilakukan secara

bergiliran dan berkelompok.

4. Mendampingi anak dalam mengerjakan tugas sekolah/PR.

5. Melakukan pertemuan rutin dan evaluasi dilaksanakan 1 kali dalam 3

bulan, baik para suster pendamping, pegawai dan warga panti.

2) Untuk pegawai kebun, tugasnya membereskan kebun disekitar panti. Panti

Asuhan ini memiliki kebun yang luas tepat dibelakang Panti, sehingga anak-

59
Ibid.

59

Universitas Sumatera Utara


anak di Panti juga ikut berkebun menanam sayur-sayuran dan buah-buahan

yang hasilnya untuk mereka konsumsi bersama-sama.

3) Untuk supir tugasnya mengantar anak-anak pergi ke sekolah dan mengantar

suster kepala apabila memiliki urusan keluar luar panti.

4) Untuk pegawai kebersihan dan masak, selain membersihkan panti dan masak

sarapan, makan siang, snack, makan malam,

5) Untuk pelatih vokal, musik, dan tari tugasnya mengajari anak-anak tentang

kesenian yang sesuai dengan bakat mereka masing-masing yang jadwal

latihannya sudah ditentukan.

3. Visi, Misi Dan Tujuan Didirikannya Panti Asuhan Karya Murni Medan60

a. Visi Panti Asuhan Karya Murni

Terwujudnya keyakinan diri para tunanetra dan tunarungu akan

kemandirian dan harkat manusia yang sama dengan sesamanya di tengah

masyarakat melalui pemberdayaan berlandaskan ajaran dan moral Katolik.

b. Misi Panti Asuhan Karya Murni

1) Memberdayakan anak tunanetra dan tunarungu agar memperoleh

potensi yang ada dalam diri meraka.

2) Mengadakan pelatihan untuk mengembangkan bakat atau minata dan

keterampilan yang ada dalam diri anak tunanetra dan tunarungu.

3) Menyediakan komunitas terpadu dan sarana dan prasana selama

mereka dalam panti.

60
Arsip Panti Asuhan Karya Murni Medan, Profil Panti Asuhan Karya Murni, dibuat
tahun 1953 oleh Organ Yayasan Karya Murni

60

Universitas Sumatera Utara


4) Menyelenggarakan pembinaan dan pengajaran sesuai dengan

perkembangan fisik dan keterampilan.

5) Mengupayakan tenaga pengarah/pembina yang profesional.

6) Meningkatkan kehidupan rohani melalui pendalam iman, pendidikan

agama dan retreat.

7) Menjalin relasi yang baik dengan pemerintah, masyarakat, dan

berbagai instansi.

c. Tujuan Panti Asuhan Karya Murni

Panti Asuhan Karya Murni sebagai lembaga yang bergerak dalam

bidang sosial dan kemanusiaan dengan Moto VENERATE VITAM

(Hormati Kehidupan) berupaya memegang teguh prinsip, bahwa hidup

mesti dihormati, tanpa memandang asal usul atau keadaan fisik secara

lahiriah. Anak-anak dididik, dibesarkan, diberdayakan, untuk mandiri dan

menemukan jati dirinya.

Panti Asuhan Karya Murni yang merupakan bagian daripada Yayasan

Karya Murni memiliki tujuan untuk mendisiplinkan dan memandirikan

para tunanetra dan tunarungu. Karena itu sejak kecil mereka dibekali

dengan berbagai pelatihan dengan maksud dan tujuan agar setelah dewasa

mereka mampu menuju masa depan yang layak dan mandiri di

masyarakat.

61

Universitas Sumatera Utara


BAB III

TINJAUAN MENGENAI PERWALIAN MENURUT PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Perwalian

Menurut bahasa, istilah perwalian berasal dari kata dasar “wali”,yang

mendapat awalan per. Kata wali dalam bahasa Indonesia berarti orang yang

menurut hukum (agama dan adat) diserahi kewajiban mengurus anak yatim dan

hartanya selama anak itu belum dewasa. Adapun kata perwalian berarti segala

sesuatu mengenai urusan wali yakni pemeliharaan dan pengawasan anak yatim

dan hartanya.61

Beberapa pengertian perwalian menurut pendapat para sarjana dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia:

1. Menurut Prof. Subekti62, perwalian adalah pengawasan terhadap anak yang di

bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan orangtua serta pengurusan

harta kekayaan si anak tersebut sebagaimana diatur oleh undang-undang.

Anak yang berada dalam perwalian adalah :

a. anak sah yang kedua orangtuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai

orangtua;

b. anak sah yang orangtuanya telah bercerai;

c. anak yang lahir di luar perkawinan (natuurlijk kind).

61
Mustofo Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, (Bandung: Pustaka Setia,2011), Hal 277-
278.
62
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, ( Jakarta: Intermasa, 2003), Hal 52-53.

62

Universitas Sumatera Utara


2. Menurut H.F.A Vollmar perwalian itu dalam pokoknya ialah pengawasan atas

orang sebagaimana diatur dalam undang-undang dan pengelolaan barang-

barang dari anak yang belum dewasa.

3. Menurut Sudarsono, adapun pengurusan terhadap harta kekayaan dan

pengawasan terhadap pribadi anak yang belum dewasa sedangkan anak

tersebut dinamakan perwalian.63

4. Menurut Sri Widoyati dalam hukum adat, pemeliharaan anak-anak tergantung

pada corak hukum kekeluargaan. Sri Widoyati memandang bahwa seorang

anak menurut Undang-Undang dinyatakan belum dewasa dan belum dapat

melakukan suatu perbuatan hukum, maka anak tersebut harus diwakili oleh

orangtua atau keluarga adat dari salah satu orangtua tersebut yang cakap

melakukan perbuatan hukum.64

5. Menurut Pipin Syarifin peranan wali terhadap anak yang belum dewasa sangat

besar, baik terhadap harta benda maupun kelangsungan hidup pribadi anak

tersebut.65

6. Pengaturan mengenai perwalian tercantum Bab XI Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinandalam ketentuan Pasal 50 tentang ketentuan

adanya perwalian, Pasal 52 tentang penunjukan wali, Pasal 52 tentang

larangan bagi wali untuk menggadaikan barang milik anak, Pasal 53 tentang

pencabutan kekuasaan wali dan Pasal 54 tentang kewajiban penggantian

kerugian pada anak.

63
Sudarsono, Hukum Kekeluargaan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), Hal 26.
64
Sri Widoyati Soekito, Anak Dan Wanita Dalam Hukum, (Jakarta: LP3ES,1983), Hal
48.
65
Mustofo Hasan, Op.Cit., Hal 277.

63

Universitas Sumatera Utara


Pasal-Pasal tersebut terkait dengan Pasal 48 dan Pasal 49 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sebelumnya seperti yang telah

dikemukakan, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa salah seorang orangtua dapat

dicabut kekuasaannya terhadap anaknya. Artinya, kekuasaan orangtua

terhadap anak dapat saja dijalankan oleh salah satu dari kedua orangtuanya.

Adapun perwalian akan terjadi apabila anak tidak berada di bawah kekuasaan

kedua orangtuanya, baik karena tidak punya orangtua lagi atau oleh

pengadilan kekuasaan orangtua telah dicabut atau dibebaskan.

Sejalan dengan itu, ketentuan dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan bahwa Anak yang belum

mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang

tidak berada dibawah kekuasaan orangtua, berada dibawah kekuasaan wali.

Perwalian ini mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta

bendanya.

7. Dalam KUHPerdata mengenai perwalian diatur dalam Bab kelima belas

tentang kebelumdewasaan dan perwalian dari Pasal 330 sampai dengan Pasal

418 ayat 1. Bagian ke dua Pasal 331 sampai dengan Pasal 334 tentang

Perwalian pada umumnya. Untuk anak-anak yang tidak berada di bawah

kekuasaan orangtuanya atau yang berada di bawah kekuasaan yayasan, maka

berlaku Bagian Keenam.

64

Universitas Sumatera Utara


Pasal 330 KUHPerdata, ayat 3 menyatakan bahwa seorang yang belum

dewasa dan tidak yang tidak berada di bawah kekuasaan orangtua akan berada

di bawah perwalian.

8. Mengenai Perwalian juga diatur dalam Bab VII Pasal 33 sampai 36 Undang-

Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Di dalam Pasal 33

ayat 1 yang menyatakan “dalam hal orangtua tidak cakap melakukan

perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat tinggal atau keberadaannya,

maka seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk

sebagai wali dari anak yang bersangkutan.”

Artinya berdasarkan ketentuan dalam Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 yang dapat bertindak sebagai wali dari anak yang

bersangkutan tidak hanya perseorangan, melainkan juga badan hukum yang

memenuhi persyaratan tertentu yang dapat menjalan kekuasaan asuh sebagai

orangtua terhadap seseorang anak.

9. Pertimbangan Presiden Republik Indonesia dalam pembukaan Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menyatakan bahwa

apabila si anak tidak dalam kekuasaan orangtuanya, maka harus ada wali yang

dapat bertindak selaku orangtua pengganti dan memelihara anak tersebut

sehingga orangtua wali dapat melakukan tindakan yang dapat melindungi

kepentingan-kepentingan anak tersebut.

Pasal 1 ayat 3 huruf b Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak menyatakan bahwa wali adalah orang atau badan yang

dalam menjalankan kekuasaan asuh sebagai orangtua terhadap anak.

65

Universitas Sumatera Utara


10. Mengenai perwalian dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 diatur

dalam Pasal 33 sampai dengan Pasal 35. Dalam Pasal 33 ayat 1 dicantumkan

“Dalam hal orangtua anak tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak

diketahui tempat tinggal atau keberadaannya, maka seseorang atau badan

hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk sebagai wali dari anak

yang bersangkutan.”

11. Perwalian diatur juga dalam Pasal 57 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 39

Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan

Setiap anak berhak untuk mendapatkan orangtua angkat atau wali berdasarkan
putusan pengadilan apabila kedua orangtua telah meninggal dunia atau karena
suatu sebab yang sah tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
orangtua.Orangtua atau wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus
menjalankan kewajiban sebagai orangtua yang sesungguhnya.

Kesimpulannya Perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada

seseorang, badan hukum atau negara berdasarkan keputusan pengadilan untuk

melakukan suatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kedua orangtuanya tidak

cakap dan mampu melakukan perbuatan hukum atau menunaikan kewajibannya

bagi anaknya.66

Pengaturan perwalian terlihat lebih terperinci diatur dalam KUHPerdata

dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Meskipun

mengenai Buku 1 telah banyak yang dicabut dengan adanya Undang-Undang

Nomor 1 tahun 1974 dan juga peraturan perundang-undangan lain yang mengatur

hal sama, namun mengenai perwalian ini KUHPerdata mempunyai pengaturan

yang lebih rinci lagi. Untuk itu berlaku Ketentuan Peralihan yang artinya semua

66
Rachmadi Usman, Op.Cit., Hal 364.

66

Universitas Sumatera Utara


peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perwalian dinyatakan tetap

berlaku sepanjang tidak bertentangan.

Perwalian anak dilaksanakan semata-mata untuk kepentingan terbaik bagi

si anak, agar si anak bisa mendapatkan perlindungan dan kesejahteraan yang lebih

baik guna membangun masa depannya kelak.

B. Jenis-Jenis dan Asas Pelaksanaan Perwalian

1. Jenis-Jenis Perwalian

Orang-orang yang diangkat menjadi wali berdasarkan ketentuan perwalian

dalam KUHPerdata dibagi menjadi 3 jenis:

a. Perwalian menurut undang-undang yang diatur di dalam Pasal 345 sampai

dengan 354 KUH Perdata.67

Perwalian menurut undang-undang diatur secara resmi atau otentik

dengan ketentuan bahwa apabila salah satu dari kedua orangtua meninggal

dunia, maka perwalian terhadap anak-anak-anak yang belum dewasa, demi

hukum dipangku oleh orangtua yang hidup lebih lama, apabila

orangtuanya tersebut tidak dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan

orangtuanya. Dalam Pasal ini, tidak terdapat pengecualian baik suami istri

yang hidup terpisah karena perceraian atau pisah meja dan ranjang, jadi

apabila ayah setelah bercerai meninggal dunia, maka si ibu dengan

sendirinya menjadi wali atas anak tersebut.

Pada Pasal 348 KUHPerdata, jika waktu bapak meninggal dan pada

saat yang sama, ibu sedang mengandung, Balai Harta Peninggalan yang

67
Sudarsono, Op.Cit., Hal 30-32.

67

Universitas Sumatera Utara


untuk selanjutnya disebut BHP, menjadi pengampu (kurator) atas anak

yang berada dalam kandungan dengan cara-cara seperti yang telah

ditetapkan dalam pengangkatan wali. Kalau anak itu lahir, ibu dengan

sendirinya (menurut hukum) menjadi wali, sedangkan BHP (pengampu)

menjadi wali pengawas.

Pada pernikahan yang baru, dalam hal ibu menikah lagi, suami yang

baru itu dengan sendirinya (menurut hukum) menjadi medevoogd (wali

peserta) dan bersama istrinya (wali ibu) bertanggung jawab secara

tanggung renteng terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukan setelah

pernikahan itu berlangsung.

b. Perwalian dengan surat wasiat yang ditunjuk oleh ayah atau ibu atau

akta.68

Adapun perwalian dengan wasiat atau akta tersendiri diatur secara

resmi di dalam Pasal 355 ayat 1 yang menyatakan bahwa orangtua yang

melakukan kekuasaan orangtua atau wali seorang anaknya atau lebih,

berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anak itu. Jika perwalian

sesudah bapak atau ibu meninggal dan tidak ada perwalian pada orangtua

yang lain, baik sendiri atau karena putusan hakim, seperti yang tercantum

di dalam Pasal 353 ayat 5 KUHPerdata, atau dengan kata lain orangtua

berhak mengangkat wali, kalau perwalian tersebut memang masih terbuka.

Menurut hukum, karena putusan hakim akan jatuh kepada orangtua yang

lain, maka pengangkatan wali itu tiada diperbolehkan.

68
Soedharyo Soimin, Op., Cit., Hal 58-60.

68

Universitas Sumatera Utara


Pengangkatan dilakukan dengan wasiat, atau dengan kata akta notaris

yang dibuat untuk keperluan itu semata-mata. Dalam itu boleh juga

beberapa orang diangkat menurut nomor urut pengangkatan mereka, orang

yang kemudian disebutnya akan menjadi wali, apabila orang yang tersebut

sebelumnya tidak ada.

Kedudukan hukum anak luar kawin yang diakui selalu berada di

bawah perwalian. Karena perwalian hanya ada, bilamana ada perkawinan,

maka dengan sendirinya anak luar kawin yang diakui ada di bawah

perwalian bapak atau ibunya yang telah mengakuinya. Dapat dikecualikan

untuk menjadi wali atau kehilangan untuk menjadi wali, Pasal 353 ayat 1

KUHPerdata menyatakan bahwa seorang anak luar kawin demi hukum

berada di bawah perwalian bapak atau ibunya yang telah dewasa dan telah

mengakui anak tersebut, namun bapak atau ibunya tersebut dikecualikan

dari perwalian atau kehilangan hak menjadi wali atau perwalian sudah

ditugaskan kepada orang lain selama bapak dan ibunya tersebut belum

dewasa dan orang lain itu telah mendapat tugas sebelum bapak atau ibunya

mengakuinya.

Khusus bagi pengangkatan seorang wali atas penunjukan bapak atau

ibu anak diluar pernikahan yang diakui, disebutkan dalam Pasal 358

KUHPedata, bahwa pengangkatan tersebut memerlukan penguatan

Pengadilan Negeri agar pengangkatan itu menjadi sah.

69

Universitas Sumatera Utara


c. Perwalian yang diangkat oleh Hakim (Perwalian dalil) diatur di dalam

Pasal 359 KUH Perdata.

Undang-undang telah mengatur secara otentik yang diangkat oleh

Hakim (Perwalian dalil), yakni: bagi sekalian anak belum dewasa, yang

tidak bernaung di bawah kekuasaan orangtua dan yang perwaliannya tidak

telah diatur dengan cara yang sah. Pengadilan negeri harus mengangkat

seorang wali, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para

keluarga sedarah dan semenda.

Berdasarkan Pasal 359 ayat 2 apabila pengangkatan itu diperlukan

berdasarkan ketidakmampuan untuk sementara waktu melakukan

kekuasaan orangtua atau perwalian, maka oleh pengadilan diangkat juga

seorang wali untuk waktu selama ketidakmampuan itu ada. Atas

permintaan orang yang digantinya, wali tidak boleh dipecat lagi, apabila

alasan yang menyebabkan pengangkatannya tidak ada lagi.

Namun wali ini dipecat lagi apabila alasan yang menyebabkan

pengangkatannya tidak lagi ada. Atas permintaan ini pengadilan

mengambil ketetapannya, setelah mendengar dan memanggil dangan sah

akan peminta, si wali, wali pengawas, para keluarga sedarah atau semenda

si belum dewasa dan akan Dewan Perwalian. Apabila permintaan itu

berkenaan dengan perwalian seorang anak luar kawin, maka pengadilan

mengambil keputusan sah seperti diatur dalam Pasal 354. Permintaan akan

dikabulkan, kecuali ada kekhawatiran yang bapak atau si ibu akan

70

Universitas Sumatera Utara


menelantarkan si anak, terhadap pemeriksaan orang-orang itu ketentuan

dalam Pasal 206 ayat 4 berlaku dengan penyesuaian sekedarnya.69

Apabila pengangkatan itu diperlukan karena ada atau tidak adanya si

bapak atau si ibu tidak diketahui, atau karena tepat tinggal atau kediaman

mereka tak diketahui, maka oleh pengadilan diangkat juga seorang wali.

Pasal 365 ayat 1 KUHPerdata menyebutkan bahwa dalam segala hal

apabila hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu dapat

diserahkan dan diperintahkan kepada perkumpulan yang berbadan hukum

dan berkedudukan di Indonesia yang menurut dasarnya, akta pendiriannya

atau reglemennya mengatur pemeliharaan anak yang belum dewasa untuk

waktu yang lama.

Cara penunjukannya Perwalian berdasarkan Undang-undang Nomor 1

tahun 1974 tentang Perkawinan ada 2 jenis yaitu :70

1) Dalam Pasal 51, bahwa penunjukan wali dapat ditunjuk oleh salah satu

orangtua yang menjalankan kekuasaan orangtua, sebelum ia meninggal

dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan 2 (dua) orang saksi.

2) Dalam Pasal 53, bahwa dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, oleh

pengadilan ditunjuk orang lain sebagai wali.

Perwalian bagi seorang anak berdasarkan ketentuan Pasal tersebut, dapat

dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :71

a) Secara tertulis dengan surat wasiat;

b) Secara lisan di hadapan 2 (dua) saksi;


69
Sudarsono, loc.Cit.
70
Rachmadi Usman, Op.Cit., Hal 365.
71
Ibid, Hal 366.

71

Universitas Sumatera Utara


c) Secara tertulis dengan penunjukan hakim atau pengadilan, dalam hal

kekuasaan seseorang wali dicabut baik di dalam maupun di luar pengadilan

untuk kepentingan yang terbaik bagi anak.

2. Asas Pelaksanaan Perwalian

a. Asas tidak dapat dibagi-bagi, bahwa perwalian hanya ada satu wali hal ini

dapat kita lihat dalam Pasal 331 KUHPerdata yang menyebutkan perwalian

mulai berlaku :

1) Jika seorang wali diangkat oleh hakim dan pengangkatan dilakukan

dalam kehadirannya. Jika terjadi pengangkatan tidak dalam

kehadirannya, maka saat pengangkatan harus diberitahukan

kepadanya.

2) Jika seorang wali diangkat oleh salah satu dari kedua orangtua pada

saat pengangkatan itu karena meninggalnya yang mengangkat,

ditanyakan kesanggupan menerima pengangkatan tersebut.

3) Jika seorang perempuan bersuami diangkat menjadi wali, baik oleh

hakim, maupun oleh salah satu dari kedua orangtua, pada saat ia

dengan bantuan atau dengan kuasa dari suaminya atau dengan kuasa

dari hakim, menyatakan kesanggupan menerima pengangkatan itu.

4) Jika suatu perhimpuan yayasan atau lembaga sosial tidak atas

permintaan atau kesanggupan sendiri, diangkat menjadi wali pada saat

mereka menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu.

5) Pengangkatan seorang wali bagi anak luar kawin yang diakui oleh

bapak atau ibunya dimulai pada saat pengesahan dari Pengadilan.

72

Universitas Sumatera Utara


6) Jika seorang menjadi wali karena hukum pada saat terjadinya

peristiwa yang mengakibatkan perwaliannya.72

b. Asas persetujuan dari keluarga. Keluarga harus dimintai persetujuan

tentang Perwalian. Dalam hal keluarga tidak ada,maka tidak diperlukan

persetujuan pihak keluarga itu. Sedangkan pihak keluarga, apabila tidak

datang sesudah ditiadakan panggilan, dapat dituntut Pasal 542 KUHP yang

diancam dengan denda paling banyak enam puluh ribu rupiah.73

C. Tugas Dan Tanggung Jawab Wali

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang

Perlindungan Anak menyatakan bahwa “wali adalah orang atau badan yang dalam

kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orangtua terhadap anak.”

Pada dasarnya setiap orang berwenang menjadi wali. Namun dalam Pasal

51 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan

bahwa “wali sedapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang

sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik.”

Selain itu juga dalam Pasal 397 KUHPerdata menyebutkan lima golongan

yang tidak boleh menjadi wali, yaitu :

1. Orang-orang sakit ingatan

2. Minderjarigen

3. Orang diletakkan dibawah pengampuan (curatele)

4. Mereka yang dipecat atau dicabut dari kekuasaan orangtua atau perwalian atas

penetapan pengadilan
72
Soedharyo Soimin,Op.Cit., Hal 56.
73
R.Soetojo Prawirohamidodo & Asis Safiodin, Hukum Orang Dan Keluarga, (Bandung:
Alumni, 1986), Hal 170-171.

73

Universitas Sumatera Utara


5. Para ketua, wakil ketua, sekretaris BHP, kecuali atas anak-anak atau anak-

anak tiri pejabat-pejabat itu sendiri.

Syarat seorang wali menurut Pasal 33 ayat 2 dan 3 Undang-Undang

Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah menjadi wali anak

dilakukan melalui penetapan pengadilan dan wali yang ditunjuk agamanya harus

sama dengan agama yang dianut anak.

Tugas dan Tanggung Jawab seorang wali diatur dalam beberapa peraturan

perundang-undangan sebagai berikut :

a. Tugas dan Tanggung Jawab Wali menurut KUHPerdata

Tugas atau kewajiban wali sebagaimana pada waktu wali memulai

tugasnya, sebagai berikut :

1) Tugas wali yang menyangkut pribadi anak secara otentik diatur dalam

Pasal 383 sampai dengan 384 KUHPerdata

a) Bahwa setiap wali harus menyelenggarakan pemeliharaan dan

pendidikan terhadap pribadi si belum dewasa sesuai harta

kekayaannya, wali harus mewakilinya dalam segala tindak perdata.

b) Bahwa apabila wali berdasarkan atas alasan-alasan yang sungguh-

sungguh merasa tak puas terhadap kelakuan si belum dewasa, maka

atas permintaan wali sendiri, atau atas permintaan dewan perwalian.

Asal dimajukan karena anjuran dan untuk dia, Pengadilan negeri boleh

memerintahkan penempatan anak itu untuk waktu tertentu dalam

sebuah lembaga Negara atau pertikelir yang ditunjuk oleh Menteri

Kehakiman. Penempatan ini diselenggarakan atas biaya si belum

74

Universitas Sumatera Utara


dewasa, dan sekiranya tidak mampu, atas biaya wali, penempatan

yang demikian hanya boleh dilakukan selama-lamanya enam bulan

berturut-turut jika si belum dewasa pada hari penetapan Hakim belum

mencapai umur 16 tahun atau jika ia pada hari penetapan telah

mencapai umut tersebut, selama-lamanya satu tahun, namun anak

tetap dalam keadaan belum dewasa.

2) Tugas wali yang menyangkut harta pribadi anak antara lain74:

a) Kewajiban memberitahukan kepada BHP dengan sanksi bahwa wali

dapat dipecat dan dapat dibebani membayar biaya-biaya, ongkos-

ongkos dan bunga bila pemberitahuan tersebut tidak dilaksanakan.

b) Kewajiban mengadakan inventarisasi mengenai harta kekayaan

minderjarige (Pasal 386 ayat 1 KUHPerdata). Sesudah sepuluh hari

perwalian dimulai, wali harus membuat daftar pertelaan barang-barang

si anak dengan dihadiri oleh wali pengawas (weeskamer/BHP) dan

kalau barang-barang minderjarige itu disegel, diminta agar penyegelan

itu dibuka. Inventarisasi itu dapat dilakukan secara dibawah tangan.

Akan tetapi, semua hal harus dikuatkan kebenarannya oleh wali dengan

mengangkat sumpah di muka BHP.

c) Kewajiban untuk mengadakan jaminan (Pasal 335 KUHPerdata). Wali

kecuali perhimpunan-perhimpunan, yayasan, atau lembaga sosial

mempunyai kewajiban untuk mengadakan jaminan dalam waktu satu

bulan sesudah perwalian dimulai, baik berupa hipotek, jaminan barang

74
Mustofo Hasan, Op.Cit. Hal.280-282

75

Universitas Sumatera Utara


atau gadai. Apabila harta kekayaan si anak bertambah, wali harus

mengadakan atau menambahkan jaminan yang sudah diadakan.

Kewajiban menentukan jumlah yang dapat dipergunakan tiap-tiap tahun

oleh minderjarige itu dan jumlah biaya pengurusan (Pasal 338

KUHPerdata). Kewajiban ini tidak berlaku bagi perwalian oleh bapak

atau ibu. Weeskamer (BHP), sesudah meninggal keluarga, baik keluarga

sedarah maupun periparan, akan menentukan jumlah yang dapat

dipergunakan pada tiap-tiap tahun oleh minderjarige dan jumlah biaya

yang diperlukan untuk pengurusan harta benda itu dengan kemungkinan

meminta banding kepada Pengadilan.

d) Minderjarige dan semua barang-barang bergerak yang tidak

memberikan buah, hasil atau keuntungan, kecuali barang-barang yang

diperbolehkan disimpan in natura dengan izin weeskamer. Penjualan

ini harus dilakukan dengan pelelangan umum menurut aturan-aturan

lelang yang berlaku di tempat itu kecuali jika bapak atau ibu yang

menjadi wali yang dibebaskan dari penjualan itu (Pasal 389

KUHPerdata);

e) Kewajiban untuk mendaftarkan surat-surat piutang Negara jika ternyata

dalam harta kekayaan minderjarige ada surat-surat piutang Negara

(Pasal 392 KUHPerdata) dan ;

f) Kewajiban untuk menanam sisa uang milik minderjarige setelah

dikurangi biaya penghidupan dan sebagainya.

76

Universitas Sumatera Utara


g) Wali bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkan karena

pengurusan yang buruk dan wajib mengadakan pertanggungjawaban

pada akhir tugasnya sebagai wali (Pasal 409 KUHPerdata).

Tugas dan tanggung jawab wali ini juga berhubungan mengenai

perbuatan yang berwenang dilakukan oleh wali dengan mengingat syarat yang

ditentukan oleh undang-undang dan perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh

wali kecuali ada ijin dari Hakim tercantum dalam Pasal 393 sampai dengan Pasal

398 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata selanjutnya:

(1) Meminjam uang sekalipun untuk kepentingan si anak, tidak boleh juga

menggadaikan atau memindahkan barang-barang tidak bergerak atau surat-

surat utang negara, piutang-piutang tanpa mendapatkan kuasa dari pengadilan.

(2) Membeli barang-barang tidak bergerak dari seorang belum dewasa tersebut.

(3) Menyewa atau menyewakan barang-barang si anak yang hanya mungkin

dengan persetujuan hakim dengan mendengar atau memanggil dengan

sepatutnya saudara sedarah atau periparan dari si anak.

(4) Menerima warisan untuk si anak.

(5) Menolak warisan barang untuk si anak, hal ini hanya diperbolehkan dengan

persetujuan hakim.

(6) Menerima hibah bagi si anak, hanya diperbolehkan dengan persetuan hakim.

Ketentuan ini sebenarnya diadakan terhadap hibah-hibah dengan suatu beban.

(7) Mengajukan gugatan bagi si anak.

(8) Membantu terlaksananya pemisahan dan pembagian harta kekayaan yang

menjadi kepentingan si anak.

77

Universitas Sumatera Utara


(9) Mengadakan perdamaian di luar pengadilan bagi si anak, dalam hal ini

diperlukan juga persetujuan pengadilan.

b. Tanggung Jawab Wali Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Tanggung jawab wali sama dengan tanggung jawab orangtua. Mengenai

tugas dan tanggung jawab wali diatur dalam Pasal 51 ayat (3) , (4), (5) , Pasal 52

dan Pasal 54 yaitu :

1) Wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaanya dan harta

bendanya sebaik-baiknya, dengan menghormati agama dan kepercayaan

anak itu.

2) Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah

kekuasaan pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua

perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu.

3) Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di bawah

perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau

kelalainnya.

4) wali tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-

barang tetap yang dimiliki anak yang berada di bawah perwaliannya,

kecuali apabila kepentingan anak itu menghendaki

5) wali yang telah menyebabkan kerugian kepada harta benda anak yang di

bawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga tersebut dengan

keputusan Pengadilan, yang bersangkutan dapat di wajibkan untuk

mengganti keruguan tersebut.

78

Universitas Sumatera Utara


c. Ketentuan dalam Pasal-Pasal Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak mengatur juga mengenai kewajiban dan tanggung jawab

seorang wali. Tugas atau kewajiban pokok seorang wali sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 33 ayat (4) dan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23

tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu:

1) Untuk kepentingan anak, wali wajib mengelola harta milik anak yang

bersangkutan.

2) Wali yang ditunjuk berdasarkan penetapan pengadilan, dapat mewakili

anak untuk melakukan perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar

pengadilan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak.

Tugas dan tanggung jawab seorang wali di atas akan berakhir apabila 75:

1. Anak yang berada di bawah perwalian telah dewasa;

2. Anak yang berada di bawah perwaliannya telah melangsungkan perkawinan;

3. Anak yang berada di bawah perwaliannya meninggal dunia;

4. Kekuasaan wali sebagai wali telah dicabut oleh pengadilan, berhubungan tidak

cakap melakukan perbuatan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya

sebagai wali dan selanjutnya diganti dengan orang lain sebagai wali;

5. Wali meninggal dunia.

75
Racmadi Usman, Op.Cit.,Hal 368.

79

Universitas Sumatera Utara


D. Pengawasan Terhadap Wali Oleh Balai Harta Peninggalan

Lembaga BHP (wees-en Boedelkamer) adalah suatu lembaga yang berasal

dari Pemerintah Belanda yang dibentuk tanggal 1 Oktober 1624 berkedudukan di

Jakarta. Lembaga ini didirikan untuk memnuhi kebutuhan bagi anggota VOC

khususnya dalam hal mengurus harta-harta waris yang ditinggalkan mereka bagi

kepentingan ahli waris yang berada di Nederland, anak-anak yatim piatu dan

sebagainya.76

Ada 4 (empat) macam instruksi yang dibuat untuk menjalankan tugas-

tugas BHP ini :77

1. Tanggal 16 Juli 1625 terdiri dari 49 Pasal yang mengatur organisasi dan tugas-

tugas weeskamer (BHP).

2. Tahun 1642, pada perlakuan kodifikasi pertama hukum di indonesia yang

isinya kira-kira sama dengan yang pertama.

3. Staatsblad 1818 Nomor 72 dibuat setelah pemulihan kembali kekuasaan di

Indonesia sesudah pemerintah tentara Inggris, juga dalam hal ini tidak banyak

perbedaan dengan yang terdahulu.

4. Staatsblad 1872 Nomor 166 yang didasarkan pada berlakunya perundang-

undangan baru di Indonesia pada tahun 1848 dan masih berlaku sampai

sekarang.

5. Berdasarkan Pasal 40 Instruksi BHP di Indonesia Stbl. 1872 Nomor 166

terdapat 5 BHP yang wilayah kerjanya meliputi :

76
http://id.wikipedia.org/wiki/Balai_Harta_Peninggalan, diakses tanggal 5 Maret 2014
Pukul 22.15
77
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/doc/2113_Nurhendro-Putranto-
Profil%20dan%20Perkembangan%20Hukum%20BHP.pdf, diakses tanggal 5 Maret 2014 Pukul
22.00

80

Universitas Sumatera Utara


a. BHP Jakarta wilayah kerjanya meliputi 8 propinsi yaitu wilayah DKI

Jakarta,Jawa Barat, Banten, lampung, Sumatera Selatan, Bangka Belitung,

Jambi dan Kalimantan Barat;

b. BHP Surabaya wilayah kerjanya meliputi 4 wilayah Jawa Timur,

Kalimantan timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah;

c. BHP Semarang wilayah kerjanya meliputi 2 (dua) wilayah yaitu Jawa

Tengah dan Daerah Istimewa Jogyakarta.

d. BHP Medan wilayah kerjanya meliputi 8 wilayah yaitu Sumatera Utara,

Jambi, Nangroe Aceh Darussalam, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat

dan Bangka Belitung;

e. BHP Makasar wilayah kerjanya, meliputi 12 wilayah yaitu Sulawesi

Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi

Tenggara, Bali, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo,

Maluku dan Maluku Utara.

Secara struktur organisasi BHP di bawah Divisi Pelayanan Hukum dan

Hak Asasi Manusia hal ini berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia RI Nomor M.01.PR.07.10 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Menurut

Keputusan Kehakiman RI Nomor M.01.Pr.07.01-80 Tahun 1980 Tanggal 19 Juni

Tentang Organisasi Dan Tata Kerja BHP, Pasal 1 ayat 1 bahwa BHP adalah

merupakan unit pelaksana penyelenggaran hukum di bidang harta peninggalan,

perwalian dan kepailitan dalam lingkungan Departemen Kehakiman, yang berada

di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Hukum dan

81

Universitas Sumatera Utara


Perundang-undangan melalui Direktur Perdata.Di dalam Pasal 2, tugas BHP pada

pokoknya adalah mewakili dan mengurus kepentingan orang-orang yang karena

hukum atau keputusan hakim tidak dapat menjalankan sendiri kepentingannya

berdasarkanperaturan perundang-undangan yang berlaku.78

Tugas BHP secara rinci sebagaimana diatur dalam undang-undang

maupun peraturan-peraturan tersebut di atas, sebagai berikut79:

1) Selaku Wali Pengawas (Pasal 366 KUHPerdata jo. Ps.45 Instruksi untuk BHP

di Indonesia);

2) Selaku Wali Sementara (Pasal 332 KUHPerdata jo. Ps.55 Instruksi untuk BHP

di Indonesia);

3) Selaku Pengampu Pengawas (Pasal 449 KUHPerdata jo. Ps.55 Instruksi untuk

BHP di Indonesia);

4) Pengurusan harta peninggalan orang yang tidak hadir (Pasal 463 KUHPerdata

jo. Ps.61 Instruksi untuk BHP di Indonesia);

5) Pengampu atau Kurator dari harta kekayaan orang yang dinyatakan pailit

(Pasal 15 jo. Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan PKPU)

6) Pengampu anak yang masih dalam kandungan (Pasal 348 KUHPerdata);

7) Mengurus harta anak-anak belum dewasa dalam hal pengurusan itu dicabut

dari wali mereka (Pasal 388 KUHPerdata);

8) Pengampu pengawas dalam hal adanya orang-orang yang dinyatakan berada

di bawah pengampuan (Pasal 499 KUHPerdata);

78
Ibid.
79
Ibid.

82

Universitas Sumatera Utara


9) Mengurus atas harta peninggalan yang tidak ada kuasanya (Pasal 1126, 1127,

1128 dan seterusnya KUHPerdata)

10) Pendaftaran dan pembukaan surat wasiat (Pasal 41 dan 42 OV S.1848 Nomor

10 serta Pasal 937, 942 KUHPerdata);

11) Pembuat surat keterangan waris untuk golongan timur Asing kecuali Tionghoa

(Pasal 14 ayat Instuctie Voor Reglement Landmeter S. 1916 Nomor517);

12) Selaku pekerjaan dewan perwalian. (Besluit van den Gouverment general

tanggal 25 Juli 1927 N0.8 stb. 1927-382);

13) Melakukan pengelolaan dan pengembangan uang pihak ketiga Balai Harta

Peninggalan berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman (Penyatuan Masa

dari Kas-Kas Balai Harta Peninggalan dan Balai Budel, dan Peraturan tentang

Pengurusan Kas-kas itu Stb.1897 Nomor 231);

14) Melakukan penerimaan dan pengelolaan hasil transfer dana dari Bank (Pasal

37 ayat (3) UU Nomor3 Tahun 2011 jo. Pasal 17 ayat (4) dan (5), Pasal 18

Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012);

15) Melakukan penerimaan dan pengelolaan Dana Program Jaminan Sosial

Tenaga Kerja (Pasal 22 ayat (3a) dan Pasal 26 ayat (5) PP Nomor 53 Tahun

2012 jo. Peraturan Menkumham Nomor 13 Tahun 2013);

Ketentuan dalam Pasal 35 dan 36 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa:

a) Dalam hal anak belum mendapat penetapan pengadilan mengenai wali, maka

harta kekayaan anak tersebut dapat diurus oleh Balai Harta Peninggalan atau

83

Universitas Sumatera Utara


lembaga lain yang mempunyai kewenangan untuk itu. BHP atau lembaga lain

bertindak sebagai wali pengawas untuk mewakili kepentingan anak.

b) Dalam hal wali yang ditunjuk ternyata di kemudian hari tidak cakap

melakukan perbuatan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya sebagai

wali, maka status perwaliannya dicabut dan ditunjuk orang lain sebagai wali

melalui penetapan pengadilan.

c) Dalam hal wali meninggal dunia, ditunjuk orang lain sebagai wali melalui

penetapan pengadilan.

Kedudukan BHP adalah sebagai Wali Pengawas (Toeziende voogd).

Sebagai wali pengawas tugas BHP di atur dalam Bab ke-15 Bagian ke-7

KUHPerdata. Dalam Pasal 366 KUHPerdata disebutkan BHP mempunyai tugas

dan kewajiban sebagai wali pengawas tiap perwalian di Indonesia.

Tugas dan Kewajiban BHP sebagai Wali Pengawas diatur dalam Pasal 360

dan Pasal 370 KUHPerdata antara lain :80

(1) Mewakili si anak yang belum dewasa apabila kepentingannya bertentangan

dengan kepentingan wali.

(2) mewajibkan wali untuk membuat inventarisasi atau pencatatan barang-barang

harta peninggalan yang jatuh kepada anak yang belum dewasa;

(3) meminta pertanggungjawaban wali di setiap akhir tahun;

(4) melaksanakan penyumpahan terhadap wali yang baru diangkat

(5) menuntut pencatatan wali apabila wali bertindak curang;

80
Sudarsono, Op.Cit., Hal 32-33.

84

Universitas Sumatera Utara


(6) meminta pengangkatan wali baru atau wali sementara kepada Pengadilan

apabila perwalian terluang atau ditinggalkan karena tidak hadirnya wali.

85

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR PADA PANTI ASUHAN KARYA

MURNI MEDAN

A. Kedudukan Dan Peran Panti Asuhan Karya Murni

Pasal 365 KUHPerdata menyatakan kan bahwa dalam hal Hakim

mengangkat seorang wali maka perwalian boleh diperintahkan kepada

perkumpulan berbadan hukum yang berkedudukan di Indonesia, kepada suatu

yayasan atau lembaga sosial yang berkedudukan di Indonesia, yang menurut

dasarnya, akta pendiriannya atau reglemennya mengatur pemeliharaan anak belum

dewasa untuk waktu lama. Selanjutnya disebutkan bahwa perhimpunan, lembaga

atau yayasan itu mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan yang diberikan

kepada wali yang lain dalam hal perwalian.

Perwalian tetap berlaku terhadap sebagian besar anak di Panti Asuhan

yang menderita cacat fisik. Hal ini didasarkan pada Pasal 462 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa anak yang belum dewasa yang berada dalam keadaan dungu,

sakit otak atau gelap mata, tidak boleh ditaruh dalam pengampuan, melainkan

tetaplah ia di bawah pengawasan bapaknya, ibunya atau walinya.

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 tentang Yayasan

menyatakan bahwa:

1. Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian


Yayasan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat, memperoleh
pengesahan dari Menteri.

86

Universitas Sumatera Utara


2. Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana yang dimaksud ayat (1),
pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan kepada Menteri melalui
notaris yang membuat akta pendirian Yayasan tersebut.
3. Notaris sebagaimana dimaksud ayat (2), wajib menyampaikan
permohoan pengesahan Menteri dalam jangka waktu paling lambat 10
(sepuluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan
ditandatangani.
4. Dalam memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1), menteri dapat meminta pertimbangan dari
instansi terkait dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari
terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
5. Instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib
menyampaikan jawaban dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan pertimbangan diterima.
6. Permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan dikenakan biaya yang
besarnya ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

Yayasan Karya Murni merupakan yayasan yang berbadan hukum yang

telah dibuat dalam akte Notaris Sartono Simbolon, S.H, Notaris/PPAT Nomor 9

pada tanggal 23 Januari 2008 yang merupakan perubahan atas akte Notaris

Sartono Simbolon, S.H., Notaris/PPAT Nomor 5 tanggal 27 Desember 2007

tepatnya Pasal 3 Anggaran Dasar mengenai Kegiatan Yayasan Karya Murni.

Sebagai Yayasan bergerak di bidang sosial Yayasan Karya Murni juga

telah terdaftar di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan dengan Nomor

466.3/1085/DSTKB tanggal 26 Agustus 2008 dan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

Provinsi Sumatera Utara dengan Nomor 467.6/3891 tanggal 18 Juni 2009, yang

telah memenuhi syarat formal sebagai Organisasi Sosial sesuai dengan keputusan

Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 40/HUK/Kep/X/1980 tanggal 1

Oktober 1980 Pasal 7 yaitu setiap organisasi sosial berkewajiban :

a. Mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

b. Menyesuaikan arah dan program kegiatannya dengan kebijaksaan dan

program Pemerintah di bidang Kesejahteraan Sosial.

87

Universitas Sumatera Utara


c. Mentaati semua Peraturan perundang-undangan.

d. Melaporkan usaha dan kegiatan kepada Pemerintah dan Masyarakat.

Yayasan Karya Murni menyelenggarakan kegiatan di 3 kota yaitu di Medan,

Ruteng, dan Surabaya. Adapun kegiatan yang diselenggarkan Yayasan ini81:

1. Lembaga Pendidikan Sekolah Luar Biasa bagian A (SLB-A) Karya Murni dan

Sekolah Luar Biasa bagian B (SLB-B) Karya Murni . Lembaga Pendidikan

SLB-A untuk anak tunanetra dan SLB-B tunarungu untuk anak tunarungu.

2. Pendidikan keterampilan yaitu pelatihan pembuatan meuble, pelatihan panti

pijat, pelatihan jahit-menjahit, pelatihan membuat lilin, pelatihan sablon.

Pendidikan Keterampilan ini memproduksi barang/jasa yang dapat digunakan

oleh konsumen (masyarakat). Pendidikan keterampilan ini juga diberikan

kepada anak – anak di Panti Asuhan.

3. Panti Asuhan yang mengasuh anak-anak penyandang cacat tunanetra,

tunarungu , yatim piatu dan ekonomi lemah.

4. Penitipan Bayi dan Anak.

5. Panti Werdha (pelayanan orang jompo)

6. Rumah Sakit Umum dan Poliklinik

Setiap kegiatan yang dilaksanakan Yayasan dipimpin oleh seorang Kepala

Unit Kerja. Kepala unit kerja bertanggungjawab untuk mengurusi satu kegiatan

dan memiliki tugas serta kewajiban yang berbeda-beda sesuai dengan kegiatan

81
Anggaran Dasar Yayasan Karya Murni Medan, loc. Cit

88

Universitas Sumatera Utara


yang dipimpinnya. Dalam Pasal 12 ayat 2 Anggaran Rumah Tangga Yayasan

Karya Murni Medan menyatakan bahwa :82

Hubungan Kerjasama Pengurus Yayasan Pusat dengan Pengurus Cabang Yayasan

dan Pimpinan Unit Kerja:

1. Pengurus bertanggungjawab atas kelancaran hidup unit kerja baik ke dalam

maupun keluar.

2. Pimpinan Unit Kerja adalah mandataris dan ujung tombak pelaksana

kebijakan baik di bidang pendidikan, pelayanan, administratif maupun

produksi.

3. Pimpinan Unit Kerja berperan sebagai administrator, fasilitator, animator,

koordinator, dan supervisor atas pelaksanaan kebijakan pengurus di tingkat

unit kerja.

Dalam menjalankan kegiatan Yayasan, Kepala Unit Kerja harus

berkoordinasi dengan Pengurus Yayasan, misalnya dalam membuat dan

mensahkan peraturan-peraturan di setiap unit kerja, mengangkat dan

memberhentikan tenaga kerja.83

Panti Asuhan Karya Murni Medan merupakan salah satu unit kegiatan dari

Yayasan Karya Murni hal ini didasarkan pada Pasal 6 angka 1 point 1.1.3

Anggaran Rumah Tangga Yayasan Karya Murni. Oleh karena itu seluruh kegiatan

yang dilakukan Panti Asuhan Karya Murni harus sesuai dengan Aturan Dasar dan

Aturan Rumah Tangga Yayasan Karya Murni Medan.

82
Anggaran Rumah Tangga Yayasan Karya Murni Medan Pasal 12
83
Ibid, Pasal 7

89

Universitas Sumatera Utara


Sebagai Pimpinan Panti Asuhan, Suster Agatha Jimur bertindak sebagai

wali bagi anak-anak di Panti yang saat ini berjumlah 54 orang anak yang berusia

antara umur 6 sampai dengan 19 tahun. Adapun tugas pokok dan Kewajiban

Pemimpin Panti tercantum dalam Pasal 8 angka 2 Anggaran Rumah Tangga

Yayasan Karya Murni Medan:

g. Menerima/mengadakan seleksi terhadap anak yang akan diterima


menjadi warga panti setelah mengisi formulir isian dan telah
memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku di Yayasan.
h. Bertanggungjawab penuh atas administrasi dan arsip warga Panti serta
membuat file masing-masing anak.
i. Bertanggungjawab untuk pembinaan warga panti secara berkala,
perkelompokan atau pribadi.
j. Menjadi wali yang bertanggungjawab penuh bagi warga panti selama
berada di panti dan belajar di sekolah.
k. Mengusulkan tenaga kerja yang diperlukan di unit kerjanya
kepadanya Yayasan untuk dipertimbangkan dan diangkat.
l. Merencanakan dan mengembangkan usaha dan kegiatan yang dapat
dilaksanakan warga Panti sesuai dengan kemampuannya dan
mengajukannya kepada Yayasan untuk disetujui.
Daftar nama-nama anak penghuni Panti Asuhan Karya Murni Medan adalah

sebagai berikut :84

No Nama Umur Tingkat Pendidikan Jenis


Kelamin
1. Abednego 16 tahun Kelas VII SMP Laki-laki
Saragih
2. Anggun 16 tahun Kelas IX SMA Perempuan
Sembiring
3. Asti Maria 16 tahun Kelas VIII SMP Perempuan
Waruwu
4 Ave Zebua 16 tahun Kelas VIII SMP Laki-laki
5. Christina 19 tahun Kelas XI SMA Perempuan
Sitepu
6. Darwin 16 tahun Kelas VIII SMP Laki-laki
7. Desmon 18 tahun Kelas XII SMA Laki-laki
8. Dian M. 18 tahun Kelas XI SMA Laki-laki
Sinaga
84
Arsip Panti Asuhan Karya Murni Medan, Identitas Warga Panti Asuhan Karya Murni
Medan dibuat pada tahun 2014 oleh Pimpinan Panti Asuhan Karya Murni

90

Universitas Sumatera Utara


No Nama Umur Tingkat Pendidikan Jenis
Kelamin
9. Erna Hia 19 tahun Kelas XIII SMA Perempuan
10. Ernika 16 tahun Kelas X SMA Perempuan
Sitorus
11. Fransiskus 12 tahun Kelas VI SD Laki-laki
Zebua
12. Fransiskus 15 tahun Kelas V SD Laki-laki
Rahmat
Zebua
13. Firdaus S. 13 tahun Kelas V SD Laki-laki
14. Grecelia 13 tahun Kelas VIII SMP Perempuan
Hutabalian
15. Hennita 19 tahun Kelas XI SMA Perempuan
Sembiring
16. Hosiana 18 tahun Kelas XII SMA Perempuan
Manalu
17. Intan Turnip 18 tahun Kelas VIII SMP Perempuan
18. Janwar Barus 13 tahun Kelas V SD Laki-laki
19. Jeremi 17 tahun Kelas IX SMP Laki-laki
Antonio
20. Josua 18 tahun Kelas X SMA Laki-laki
Franklin
21. Kristoforus 18 tahun Kelas XII SMA Laki-laki
Zebua
22. Lefrando 16 tahun Kelas VII SMP Laki-laki
Saragih
23. Lestina 13 tahun Kelas VI SD Perempuan
Situmorang
24. Mariana Hulu 18 tahun Kelas IX SMP Perempuan
25. Olin Karo- 19 tahun Kelas VIII SMP Perempuan
karo
26. Pamelius 17 tahun Kelas IX SMP Perempuan
Giawa
27. Putri Giawa 10 tahun Kelas IV SD Perempuan
28. Risnawati 18 tahun Kelas VIII SMP Perempuan
Siboro
29. Rasyadi 13 tahun Kelas V SD Laki-laki
Azmi
30. Rudy Barus 17 tahun Kelas VIII SMP Laki-Laki
31. Shela S. 17 tahun Kelas VIII SMP Perempuan
32. Shinta 10 tahun Kelas IV SD Perempuan
Sagala
33. Sinta Purba 16 tahun Kelas VIII SMP Perempuan
34. Siti Aisyah 18 tahun Kelas XI SMA Perempuan

91

Universitas Sumatera Utara


No Nama Umur Tingkat Pendidikan Jenis
Kelamin
35. Sittong 19 tahun Kelas XII SMA Laki-laki
Siagian
36. Tania 12 tahun Kelas VI SD Perempuan
Hutabalan
37. Tiurmaida 12 tahun Kelas III SD Perempuan
Sinaga
38. Wiro 16 tahun Kelas VIII SMP Laki-laki
39. Yohanes 18 tahun Kelas XI SMA Laki-laki
Berutu
40. Jamiko 10 tahun Kelas III SD Laki-laki
Cahyo
41. Randi 11 tahun Kelas III SD Laki-laki
Payooh
42. Jason Owen 10 tahun Kelas IV SD Laki-laki
43. Chairunisa 13 tahun Kelas VI SD Perempuan
44. Enos Sitepu 17 tahun Kelas VIII SMP Laki-laki
45. Felisitas 8 tahun Kelas II SD Laki-laki
Waruwu
46. Charly 9 tahun Kelas II SD Laki-Laki
Simarmata
47. Judianto 14 tahun Kelas VI SD Laki-laki
Manurung
48. Farel 6 tahun TK Laki-laki
49. Shierly 7 tahun TK Perempuan
50. Raskristina 18 tahun Kelas XII SMA Perempuan
51. Benefasia 14 tahun Kelas VII SMP Laki-laki
52. Erlaman 12 tahun Kelas VI SD Laki-laki
53. Netty Lase 9 tahun Kelas III SD Perempuan
54. Selfi 7 tahun TK Perempuan

Tabel 1: Daftar Nama Anak Penghuni Panti Asuhan Karya Murni Medan

Peranan wali dalam Pasal 50 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974

tentang Perkawinan disebutkan bahwa Perwalian itu mengenai pribadi anak yang

bersangkutan maupun harta bendanya. Panti Asuhan dalam hal ini pimpinan panti

memiliki peranan sebagai pengganti peran orangtua dari si anak sampai si anak

tumbuh menjadi dewasa dan mandiri. Panti Asuhan Karya Murni lebih dominan

menyelenggarakan pengurusan terhadap diri pribadi anak saja daripada

92

Universitas Sumatera Utara


pengurusan terhadap harta benda si anak. Hal ini dikarenakan pada umumnya

anak-anak yang berada di panti asuhan berasal dari keluarga yang kurang mampu

sehingga tidak meninggalkan harta benda bagi anaknya.

Kebanyakan orangtua yang mengantar anaknya ke Panti hanya

memperlengkapi kebutuhan sandang seadanya saja, misalnya pakaian-pakaian dan

perlengkapan sekolah anaknya. Yang mana barang-barang tersebut merupakan

kebutuhan yang di kemudian hari akan rusak ataupun tidak dapat dipakai lagi

seiring berjalannya usia si anak tersebut. 85

Meskipun begitu apabila anak memiliki uang, baik yang diperoleh dari

orangtuanya, uang jajan maupun donatur yang menyumbangkan uang langsung ke

masing-masing anak di Panti, maka apabila uang tersebut lebih dari Rp.300.000,-

(tiga ratus ribu rupiah) harus dilaporkan kepada suster unit agar dibuatkan

tabungan.Uang tersebut kemudian akan disimpan di Koperasi Karya Murni (CU),

setiap 1 (satu) kali dalam sebulan suster setiap unit akan melaporkan tabungan

mereka. Tabungan ini berguna saat mereka sudah dewasa dan keluar dari Panti,

sehingga bisa menjadi modal untuk melanjutkan kehidupan mereka.86

Panti Asuhan memiliki tanggung jawab dalam memelihara dan mendidik

setiap anak di Panti. Melalui kegiatan pokok Panti Asuhan :87

a. Memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan.

b. Memberikan pendidikan formal melalui sekolah dan keterampilan kepada

anak yang ada di Panti.

85
Hasil wawancara dengan Pimpinan Panti Asuhan Suster Agatha pada tanggal 21 Maret
2014 di unit 2 Panti Asuhan Karya Murni Medan
86
Ibid
87
Arsip Panti Asuhan, Kegiatan, Tujuan, dan Penanggung Jawab Pelaksanaan, dibuat
pada tahun 2013 oleh Pimpinan Panti Asuhan Karya Murni.

93

Universitas Sumatera Utara


c. Memberikan pembinaan terhadap pribadi si anak seperti pembinaan moral,

kedisiplinan, kerohanian, tanggung jawab dalam pekerjaan rumah, dll.

Panti Asuhan memiliki hak yang berkaitan dengan tanggung jawabnya terhadap

pribadi si anak, antara lain:88

1) Menetapkan dan menerapkan peraturan pada anak-anak Panti.

2) Memberikan nasihat, peringatan, sanksi pada anak asuhnya yang tidak

menaati peraturan.

3) Berkomunikasi/menghubungi orangtua anak mengenai kondisi anak selama

di Panti

Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa Pimpinan Panti Asuhan dalam

melakukan tugasnya dibantu oleh tenaga kerja lain yaitu suster pengasuh, pegawai

panti dan tenaga kerja non-struktrual. Kepengurusan sebagai Pimpinan Panti dan

Suster Pengasuh Panti ditentukan oleh keputusan Organ Yayasan Karya Murni

Medan, jadi suster-suster di bawah naungan Kongresi Suster Santo Yosef (KSSY)

secara berganti-gantian (dirotasi) menjadi penanggungjawab untuk tiap-tiap unit

kerja Yayasan Karya Murni Medan. Untuk masa kepengurusannya tidak

mempunyai masa kerja tertentu, namun sudah menjadi kebiasaan masa kerjanya

minimal 5 (lima) tahun. Sementara itu untuk tenaga kerja lainnya yaitu pegawai

panti dan tenaga kerja non-struktural diusulkan oleh Pimpinan Panti Asuhan

kepadanya Yayasan untuk dipertimbangkan dan diangkat. 89

88
Hasil wawancara dengan Pimpinan Panti Asuhan Suster Agatha pada tanggal 21
Maret 2014, loc.Cit.
89
Ibid.

94

Universitas Sumatera Utara


Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pegawai panti asuhan:

1. Sehat jasmani dan rohani

2. Berusia minimal 20 (dua puluh) tahun

3. Khusus untuk tenaga kerja kebersihan dan tenaga masak (kakak pendamping)

a. belum menikah

b. bersedia tinggal di Panti

c. tingkat pendidikan minimal SMA

d. ulet dan telaten dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga sehari-hari.

Tenaga kerja non-struktural seperti pelatih vokal, pelatih musik dan

pelatih tari dipilih berdasarkan keahliannya. Tenaga kerja non-struktural ini

diharapkan adalah sarjana di bidangnya masing-masing, namun tidak menutup

kemungkinan diterima juga tenaga kerja yang hanya memiliki sertifikat dari

lembaga pelatihan di bidang-bidang tersebut.90

Pegawai panti (pegawai masak, kebersihan,perkebunan dan supir) tidak

memiliki standar masa kerja untuk jangka waktu tertentu, sehingga mereka

berhak untuk sewaktu-waktu meminta pengunduran diri sebagai pegawai panti.

Sementara itu untuk tenaga kerja non-struktural, pihak Panti menerapkan sistem

kontrak dengan masa kerjanya 1 tahun. Namun dapat diperpanjang berdasarkan

pertimbangan dari Suster Kepala Panti Asuhan.91

Pelaksanakan perwalian anak Panti Asuhan Karya Murni Medan diawasi

oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan. Hal ini berhubungan juga

90
Ibid
91
Ibid.

95

Universitas Sumatera Utara


dengan yang diatur dalam Pasal 12 ayat 3 Anggaran Rumah Tangga Yayasan

Karya Murni Medan menyatakan bahwa:92

1. Kerjasama kedinasan meliputi hal-hal teknis pendidikan, lembaga sosial dan

bantuan pemerintah untuk unit pendidikan dan unit sosial.

2. Kerjasama menyangkut pembinaan tenaga pendidik dan tenaga pengasuh

melaui pelatihan dan penataran.

3. Kerjasama menyangkut bidang sosial berkaitan dengan pembinaan dan

pelatihan.

Sebagai Kepala Unit maka Pimpinan Panti Asuhan yang

bertanggungjawab untuk mengurusi segala hal-hal yang berhubungan dengan

pihak luar dan termasuk dengan Dinas Pendidikan. Untuk setiap tahun Kepala

Panti akan melakukan pendataan terhadap segala arsip-arsip milik Panti dan

melaporkannya ke Dinas Sosial meliputi surat-surat milik Panti Asuhan Karya

Murni, izin Panti Asuhan, kegiatan Panti Asuhan, kondisi Panti Asuhan dan

Anak-anak di Panti Asuhan, berdasarkan data dan penelitian yang dilakukan

Dinas Sosial inilah menjadi pertimbangan dalam memberikan bantuan subsidi

dana kepada Panti. Suster-suster pengasuh di Panti ini juga sering mengikuti

penataran-penataran yang dilakukan oleh Dinas Sosial menyangkut pembinaan

anak-anak di Panti.93

B. Sistem Perwalian Anak Pada Panti Asuhan Karya Murni Medan

Tata cara penerimaan anak di Panti Asuhan Karya Murni dilakukan oleh

Pimpinan Panti Asuhan dengan mengadakan seleksi tehadap anak yang diterima
92
Anggaran Rumah Tangga Yayasan Karya Murni Medan, Pasal 12
93
Hasil wawancara dengan Pimpinan Panti Asuhan Suster Agatha pada tanggal 21 Maret
2014, loc.Cit.

96

Universitas Sumatera Utara


menjadi warga Panti setelah mengisi formulir isian dan telah memenuhi

persyaratan sesuai peraturan yang berlaku di Yayasan. Pimpinan Panti yang akan

bertanggungjawab atas administrasi dan arsip anak-anak yang diterima tersebut

serta membuat file masing-masing anak94.

Seleksi yang dilakukan adalah seleksi administratif. Berikut ini syarat

berkas yang harus dipenuhi adalah:

1. Kartu tanda penduduk (KTP) orangtua/ayah/ibu/sanak saudara/pihak yang

mengantar anak ke Panti Asuhan.

2. Membawa akta kelahiran/surat baptis anak

3. Membawa kartu keluarga

Selain itu juga syaratnya anak yang diantar ke Panti Asuhan minimal berusia 5

tahun.

Panti Asuhan ini juga menerima anak-anak yang berasal dari berbagai

agama yang berbeda-beda. Mereka ada yang beragama Katolik, Kristen Protestan,

dan ada juga yang beragama Buddha. Namun selama mereka berada di Panti

mereka akan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan yang ada di Panti yaitu

agama Kristen Katolik.95

Perwalian pada panti asuhan di Panti ini secara langsung tidak ada

penetapan dari putusan hakim seperti ketentuan dalam undang-undang. Dengan

diantarnya anak oleh orangtua, ayah/ibu, sanak saudara si anak dan telah

memenuhi tahap seleksi maka perwalian atas anak akan langsung berpindah ke

pihak panti asuhan. Demikian pula untuk anak-anak yang tidak diketahui asal
94
Anggaran Rumah Tangga Yayasan Karya Murni, Pasal 8 point 2.1
95
Hasil wawancara dengan Pimpinan Panti Asuhan Suster Agatha pada tanggal 20 April
2014 di unit 2 Panti Asuhan Karya Murni Medan.

97

Universitas Sumatera Utara


usulnya, dengan masuknya mereka ke panti asuhan maka perwalian secara

langsung akan berpindah ke pihak panti asuhan.96

Panti Asuhan ini menerima anak-anak yang memiliki orangtua lengkap,

anak yatim dan/atau piatu, bahkan diterima juga anak yang tidak diketahui asal

usul orangtuanya. Sebagain besar alasan mereka mengantar anak ke Panti karena

alasan ekonomi, mereka tidak mampu memenuhi segala kebutuhan anak mereka

dan merawatnya dengan baik, apalagi apabila anaknya mengalami cacat fisik

maka perlu adanya perawatan dan pendidikan yang khusus. Selain itu juga secara

umum kecatatan fisik yang dialami oleh anak-anak bukan karena faktor keturunan

namun karena selama dalam kandungan anak tersebut tidak mendapat asupan gizi

yang baik dari ibunya.Karena itu anak-anak yang ada di panti ini sebagian besar

memang berasal dari keluarga-keluarga miskin dari desa di pelosok-pelosok, dan

kebanyakan berasal dari pulau Nias. Banyak anak-anak yang diantar ke Panti

dalam keadaan gizi yang buruk dan tidak bersekolah. Namun ada juga anak yang

berasal dari keluarga dengan keadaan ekonomi yang tidak miskin, mengantar

anaknya ke Panti karena tidak dapat menerima kehadiran si anak dalam kondisi

fisik yang cacat.97

Semua biaya untuk anak-anak di Panti ditanggung oleh Panti Asuhan yang

diperoleh dari Yayasan Karya Murni, Donatur, Bantuan Dinas Sosial. Para

orangtua, ayah/ibu, sanak saudara yang sebagian besar berasal dari golongan

ekonomi lemah ini tidak mungkin dibebankan biaya untuk anak-anak ini. Karena

itu pihak pantilah yang membiayai seluruh kebutuhan anak-anak di panti sampai

96
Ibid.
97
Ibid

98

Universitas Sumatera Utara


mereka benar-benar dewasa, termasuk juga bagi anak yang tidak diketahui

orangtuanya, pihak Panti tidak dapat menuntut banyak hal kepada mereka.98

Adapun yang menjadi hak dari orangtua, ayah/ibu, sanak saudara anak

yang menyerahkan anak ke Panti Asuhan: 99

a. Mengadakan kegiatan komunikasi dengan media telepon ataupun surat

menyurat kepada anak melalui Panti Asuhan.

b. Menjenguk anak di Panti Asuhan.

c. Memberikan bantuan baik tenaga maupun materi kepada Panti Asuhan untuk

perawatan anak-anak asuh dengan izin dari pihak Panti.

Kewajiban dari orangtua, ayah/ibu, sanak saudara yang mengantar anaknya ke

Panti Asuhan :

a. Memenuhi persyaratan dalam penyerahan anak kepada Panti Asuhan.

b. Memenuhi panggilan untuk datang ke Panti Asuhan jika ada sesuatu hal yang

terjadi mengenai anak.

Pengangkatan anak di Panti Asuhan ini sangat jarang dilakukan dan hal itu

hanya dapat terjadi apabila anak tersebut memang dalam keadaan anak yang tidak

diketahui asal usulnya. Pernah ada pria WNA (Warga Negara Asing)

berkewarganegaraan Belanda yang mengunjungi Panti Asuhan ini, ia kemudian

hendak mengadopsi Bene, namun karena prosedur untuk pengakatan anak yang

membutuhkan waktu yang lama, akhirnya niatnya itu diurungkannya. Namun

sampai sekarang pria WNA berkebangsaan Belanda itu masih sering menanyakan

kabar dan perkembangan anak itu serta sering memberikan bantuan-bantuan untuk

98
Ibid.
99
Ibid.

99

Universitas Sumatera Utara


keperluannya, memberikan hadiah natal bahkan pernah menghadiahkan satu set

drum.100

Pola pengasuhan anak Panti Asuhan Karya Murni dilakukan dengan

menerapkan pola asrama. Pola asrama/unit ini diharapkan membuat anak-anak

Panti merasa seperti tinggal di rumah sendiri dan memiliki keluarga sendiri,

dimana setiap unit telah ada suster pengasuh dan satu orang pegawai panti (kakak

pendamping) yang bertanggung jawab mengawasi anak-anak agar terlaksananya

kegiatan harian panti dan peraturan-peraturan panti, suster pengasuh dan satu

orang pegawai ini diibaratkan sebagai orangtua di dalam keluarga dan teman-

teman satu unit diibaratkan sebagai abang/kakak maupun adik dalam sebuah

keluarga. 101

Adapun gambaran mengenai masing-masing unit yang ada di Panti adalah

sebagai berikut :102

1. Unit 1 ditempati oleh anak-anak laki-laki dan perempuan yang masih

berumur 5-11 tahun. Unit ini ditanggung jawabi oleh Suster Leoni dan

Sahmah. Penanggung jawab di unit ini mengajarkan anak-anak pekerjaan

rumah tangga seperti, menyapu, mencuci piring, membersihkan tempat

tidur, melap meja. Apabila mereka sudah terlatih dan sudah berusia lebih

dari 11 tahun maka mereka akan dipindahkan ke unit anak laki-laki besar

atau unit perempuan besar.

100
Ibid.
101
Hasil wawancara dengan pimpinan Panti Suster Agatha pada tanggal 19 Maret 2014 di
unit 2 asrama Panti Asuhan Karya Murni
102
Ibid.

100

Universitas Sumatera Utara


2. Unit 2 ditempati anak-anak laki-laki yang ditanggungjawabi oleh Suster

Agatha.

3. Unit 3 ditempati anak-anak perempuan yang ditanggungjawabi oleh Suster

Aurelia dan Murni.

4. Unit 4 ditempati anak-anak laki-laki yang ditanggungjawabi oleh Suster

Sofie.

5. Unit 5 ditempati anak-anak perempuan yang ditanggungjawabi oleh Suster

Severina dan Asni.

Untuk unit 2-5 merupakan unit yang ditempati oleh anak-anak yang

berumur antara 12-19 tahun atau yang duduk di bangku SMP-SMA. Anak-anak di

unit secara berkelompok dan bergiliran memiliki tanggung jawab untuk

kebersihan unit masing-masing, kebersihan lingkungan sekitar unit, mencuci

pakaian dan menyetrika, serta kebersihan aula. Anak-anak di unit ini juga telah

diberikan keterampilan sesuai dengan minatnya masing-masing.

Adapun yang menjadi hak dan kewajiban anak-anak di Panti ini adalah:103

a. Hak-hak dari anak di Panti Asuhan Karya Murni :

1) Mendapatkan pengurusan yang baik dari panti asuhan.

2) Mendapatkan pendidikan khususnya pendidikan formal dari sekolah.

3) Mendapatkan perlakuan yang sama antara anak yang satu dengan yang

lain dalam panti asuhan.

103
Hasil wawancara dengan pimpinan Panti Suster Agatha pada tanggal 20 Maret 2014,
loc.Cit

101

Universitas Sumatera Utara


b. Kewajiban dari anak di Panti Asuhan Karya Murni

1) Menghormati suster kepala, suster pengasuh, kakak pendamping maupun

semua tenaga kerja yang bekerja di Panti

2) Hidup rukun dengan para penghuni panti asuhan yang lain dengan saling

menghargai dan menyayangi.

3) Menaati segala peraturan yang ada dan berlaku pada panti asuhan.

4) Melakukan tugas yang menjadi kewajibannya dalam panti asuhan.

5) Mengikuti segala kegiatan dalam panti asuhan.

Berkaitan dengan hak dan kewajiban ini terdapat larangan-larangan yang

harus dipatuhi oleh setiap anak yang berada di Panti Asuhan104:

a) Keluar dari komplek Panti Asuhan (kecuali untuk sekolah) tanpa izin dari

suster unit masing-masing ataupun suster pengasuh lainnya.

b) Bagi yang memiliki alat komunikasi (handphone) hanya boleh digunakan

pada hari sabtu dan minggu.

c) Memakan persediaan makanan ataupun snack setiap unit untuk sendiri,

melainkan harus bersama-sama dan dengan izin dari suster unit.

d) Membawa dan menyimpan barang-barang ataupun minuman keras yang

merusak moral.

Berikut ini adalah kegiatan penyelenggarakan perwalian terhadap pribadi

si anak yang dilakukan Panti Asuhan Karya Murni Medan105 :

104
Arsip Panti Asuhan Karya Murni , Tata Harian Panti Asuhan, dibuat pada tahun 2013
oleh Pimpinan Panti Asuhan.
105
Hasil wawancara dengan pimpinan Panti Suster Agatha pada tanggal 19 Maret 2014,,
loc. Cit.

102

Universitas Sumatera Utara


(1) Penyediaan Pendidikan

Pendidikan merupakan hak yang utama bagi anak dalam hidupnya, karena

itu setiap anak asuh di Panti Asuhan Karya Murni mendapatkan pendidikan

formal. Mereka bersekolah di Sekolah Luar Biasa bagian A (SLB-A) Karya

Murni, Sekolah Luar Biasa bagian B (SLB-B) Karya Murni Medan,

St.Ignatius Medan dan Perguruan Katolik Cahaya Medan. Panti asuhan ini

mempunyai kerja sama dengan Yayasan Perguruan Katolik lainnya yang ada

di kota Medan. Pasal 12 ayat 4 dan 5 mengenai hubungan kerjasama Yayasan

Karya Murni menjalin kerjasama dengan MPK-KAM (Majelis Pendidikan

Katolik Keuskupan Agung Medan) dan BMPS (Badan Musyawarah

Perguruan Swasta). Selain itu juga bagi anak-anak yang saat ini berada di

Kelas IX SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan XII SMA (Sekolah

Menengah Atas) yang akan mengikuti Ujian Nasional akan diberikan

bimbingan les belajar. Sebagain besar anak-anak yang diantar ke Panti

Asuhan belum bersekolah ataupun putus sekolah oleh karena itu banyak dari

mereka tidak sesuai antara umur dan tingkat pendidikan yang sedang mereka

jalani sekarang dikarenakan mereka harus memulai dari jenjang pendidikan

yang paling dasar.

(2) Penyediaan sarana dan prasarana.

Panti Asuhan ini terletak di bagian dalam komplek Yayasan Karya Murni

Medan dan Sekolah St. Ignasius. Panti Asuhan ini memiliki 5 (lima) unit

gedung. Masing-masing unit dilengkapi dengan adanya penerangan listrik

dan aliran air bersih yang terdiri dari kamar tidur lengkap dengan kamar

103

Universitas Sumatera Utara


mandi masing-masing, ruang makan, serta dapur kering . Setiap unitnya

dihuni 10 sampai 12 orang, dengan seorang suster pengasuh dan satu orang

kakak pendamping.

Panti ini juga memiliki sebuah aula yang cukup luas dan megah, sarana

bagi mereka untuk berkreasi baik dalam pengembangan musik serta juga

untuk perayaan ataupun ibadah lainnya. Sekarang kompleks ini telah

dilengkapi pula dengan kapel tempat mereka beribadah. Disamping itu pula

tidak ketinggalan sedang dibangun sarana-sarana infrastruktur dan taman-

taman yang tertata rapi.

Untuk mendukung aktifitas anak-anak yang berada di panti asuhan,

yayasan telah menyediakan sarana dan fasilitas yang dapat dipergunakan

diantaranya terdapat bangunan untuk asrama, dapur umum, kamar mandi,

gudang, kantor aula, gedung industri rumah tangga, dan lainnya. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

No Sarana dan Fasilitas Panti Asuhan Jumlah

1. Kantor 1

2. Gedung Asrama 5

3. Kamar Mandi 10

4. Dapur 1

5. Aula 1

6. Ruang Makan 1

7. Home Industri 2

8. Gudang 1

104

Universitas Sumatera Utara


9. Kapel 1

Tabel 2: Sarana dan Fasilitas

Panti Asuhan ini juga memenuhi segala perlengkapan-perlengkapan yang

dibutuhkan anak-anak Panti. Memberikan perlengkapan yang umum seperti

perlengkapan sekolah, pakaian sehari-hari, perlengkapan mandi, lemari

pakaian, tempat tidur dan juga perlengkapan khusus bagi anak-anak yang

cacat fisik seperti kacamata, tongkat, maupun alat bantu dengar. Suster

pengasuh dan kakak pendamping setiap unit yang bertanggungjawab untuk

memperhatikan segala kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan anak di setiap

unitnya masing-masing kemudian melaporkannya kepada Suster Kepala.

(3) Peningkatan kesehatan.

Peningkatan kesehatan ditunjang dengan adanya penyediaan makanan

sehat pada anak tiga kali sehari dan snack di sore harinya dengan menu

seimbang empat sehat lima sempurna serta adanya kegiatan olahraga untuk

menjaga kesehatan yang dilaksanakan 1 kali dalam sebulan yaitu pada

minggu ke 4 di lapangan yang didampingi suster pengasuh di setiap unit dan

pegawai.

Suster Severina yang memiliki latar belakang perawat merupakan salah

satu suster pengasuh bertanggung jawab atas kesehatan anak-anak di Panti.

Apabila anak-anak sakit maka mereka akan diobati oleh suster ini dan jika

tidak dapat lagi ditangani oleh suster maka anak akan dibawa ke rumah sakit

Murni Teguh yang memiliki hubungan kerjasama dengan Yayasana Karya

Murni juga. Seperti misalnya Fransiskus Zebua yang berusia 12 tahun, pada

105

Universitas Sumatera Utara


bulan 1 tahun 2014 anak ini mengalami suatu insiden tidak sengaja ia

memainkan manchise dan akhirnya sebagian besar badannya sebelah kanan

terbakar dan harus dioperasi. Fransiskus dioperasi sebanyak 2 kali di

RS.Elisabeth, operasi pertamanya gagal dan akhirnya ia harus dioperasi lagi.

Kemudian saat ini dia masih dirawat di Rumah Sakit Murni Teguh.

(4) Pembinaan moral dan mental spiritual.

Dilihat dari latar belakang anak-anak diantar ke Panti Asuhan yang berasal

dari keluarga yang tidak mampu, tidak diterima dikeluarganya karena

keadaan cacat fisik, maupun tidak diharapkan kelahirannya oleh orangtuanya

tentu mempengaruhi keadaan psikis anak-anak, mereka merasa rendah diri,

merasa tidak berdaya dan tidak diinginkan oleh orang-orang yang seharusnya

mengasihi mereka. Oleh karena itu di Panti ini mereka diberikan nilai-nilai

moral, keagamaan dan dimotivasi bahwa mereka itu berharga dan memiliki

tujuan hidup.

Setiap hari kegiatan rohani selalu diadakan baik yang berupa doa bersama

yaitu doa completarium dan doa Rosario di auala ataupun di depan patung

St.Yosef maupun di unit masing-masing maupun pembinaan rohani setiap

pagi dan malam hari, tugas doa setiap hari dilakukan oleh anak-anak secara

berganti agar lebih tercipta suasana kekeluargaan. Selain itu juga diadakan

ibadah perayaan ekaristi bersama setiap minggu. Mengadakan retreat dan

rekoleksi sekali dalam satu tahun yang bertujuan agar anak-anak dapat

melihat dan mereflesikan kekurangan dan kelebihan diri sendiri dan orang

lain.

106

Universitas Sumatera Utara


Anak-anak di Panti juga diajarkan untuk sopan santun dalam bertutur kata

dengan sesama anak di Panti dan terhadap suster pengasuh. Mereka juga

diajarkan untuk disiplin mengikuti tata harian Panti dan mengerjakan tugas-

tugas harian yang diberikan kepada mereka. Anak-anak disini diajarkan untuk

saling menghargai dan menghormati satu sama lain, dengan tidak

memandang bagaimana kondisinya.

(5) Peningkatan keterampilan.

Setiap anak di panti asuhan dibekali dengan berbagai keterampilan selain

pendidikan formal yang mereka terima di sekolah. Mereka diberikan

keterampilan di bidang seni dan di bidang lain seperti message, usaha sablon,

konveksi (menjahit). Untuk keterampilan di bidang message, usaha sablon

dan menjahit, Panti Asuhan Karya Murni bekerjasama dengan unit kerja

Pendidikan Keterampilan Karya Murni Medan.

Saat ini anak-anak di Panti sedang mengerjakan proyek film dokumenter

mengenai kehidupan mereka di Panti Asuhan. Pimpinan Panti Asuhan sangat

mendukung kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan keterampilan anak-

anak Panti. Pihak panti bersedia memberikan les musik tambahan kepada

anak Panti yang memiliki talenta di bidang musik. Dan saat ini Usman sedang

menjalani les musik saxofone. Suster juga menghadirkan koreografer yang

membantu anak-anak yang sedang mengerjakan proyek film dokumenter

tentang mereka.

107

Universitas Sumatera Utara


(6) Kegiatan bermasyarakat.

Kegiatan anak-anak panti asuhan Karya Murni tidak hanya terbatas pada

kegiatan sekolah dan kegiatan di dalam panti namun juga adanya kegiatan

dengan anak-anak dari sekitar Panti. Hal ini ditunjukkan dengan partisipasi

dalam acara 17 Agustus di daerah sekitar Panti dan Acara tahunan “For Day

Children” yang diadakan oleh Dinas Sosial Kota Medan sekali dalam satu

tahun. Di acara ini seluruh Panti Asuhan yang berada di bawah pengawasan

Dinas Sosial Kota Medan mengadakan perlombaan yang berkaitan dengan

pendidikan dan seni. Selain itu juga anak-anak di Panti Asuhan ini juga sering

mengikuti perlombaan paduan suara berbagai event di kota Medan.

Dalam pelaksanaan perwalian oleh Panti Asuhan hanya terbatas sampai

pada batas anak menjadi dewasa atau oleh Panti Asuhan Karya Murni dibatasi

sampai anak menyelesaikan pendidikan pada bangku SMA. Hal ini bukan berarti

kurangnya tanggung jawab dari pihak panti asuhan, tetapi setelah anak mencapai

sudah menyelesaikan pendidikan formalnya maka anak dianggap telah dewasa

dan mampu untuk melindungi dirinya sendiri.

Meskipun kekuasaan Panti Asuhan telah berakhir setelah anak dewasa hal

ini tidak berarti Panti Asuhan dapat menelantarkan mereka begitu saja. Bagi anak-

anak yang masuk Panti Asuhan yang diserahkan orangtua, ayah/ibu, sanak

saudaranya akibat dari kesulitan ekonomi, maka setelah dewasa mereka akan

dikembalikan kepada orangtua, bapak/ibu, sanak saudaranya.106

106
Hasil wawancara dengan pimpinan Panti Suster Agatha pada tanggal 20 Maret 2014,
loc.Cit

108

Universitas Sumatera Utara


Lain halnya bagi anak yang benar-benar tidak mempunyai orangtua,

mereka akan diusahakan dicarikan lapangan kerja yang tersedia berdasarkan relasi

Panti Asuhan dengan pihak lain sampai akhirnya mereka mempunyai penghasilan

sendiri untuk menghidupi dirinya dan bisa keluar dari Panti Asuhan. Salah satu

pihak tersebut adalah para alumni anak-anak yang pernah diasuh di Panti Asuhan

ini, yang sudah memiliki pekerjaan. Mereka bersedia membantu mencarikan

pekerjaan bagi mereka. Selain itu bagi anak yang dianggap memiliki kemampuan

kecerdasan yang lebih, pihak Panti akan berusaha mencarikan beasiswa baginya

dan jika ada pihak yang bersedia membiayai pendidikannya maka anak tersebut

dapat tetap tinggal di Panti Asuhan dan meneruskan pendidikan sampai ke

Perguruan Tinggi. Sebelum Suster Agatha menjadi Kepala Panti Asuhan pernah

ada anak yang mendapat beasiswa melanjutkan kuliah ke Universitas Prima

Indonesia, Universita Katolik St.Thomas serta Institut Pertanian Bogor.107

4. Faktor Penghambat Pelaksanaan Perwalian Pada Panti Asuhan Karya

Murni Medan

Dalam pelaksanaan perwalian di Panti Asuhan terdapat beberapa hambatan

antara lain :

a. Panti Asuhan Karya Murni sering sekali mengalami kesulitan dalam mencari

tenaga kerja yang bersedia bekerja di panti sehingga tidak jarang panti

mengalami kekurangan tenaga kerja yang tentunya akan menghambat

107
Ibid.

109

Universitas Sumatera Utara


terlaksananya kegiatan-kegiatan di Panti. Ada beberapa faktor yang menjadi

penyebabkannya: 108

1) Karena tidak adanya pembatasan masa kerja bagi pegawai panti jadi

sewaktu-waktu pegawai bisa mengundur diri.

2) Kurangnya kesadaran dari masyarakat secara umum untuk secara

sukarela memberikan bantuan dalam pelayanan pada panti asuhan.

3) Menjadi pekerja sosial di panti menurut beberapa orang memiliki

penghasilan yang kurang memadai dibandingkan dengan pekerjaan-

pekerjaan lainnya.

Seorang pegawai Panti Asuhan juga menyampaikan bahwa dalam hal

mencari pegawai panti khusus untuk tenaga kerja masak dan kebersihan (kakak

pendamping), suster Kepala Panti sering sekali menghadapi kesulitan dikarenakan

persyaratan harus tinggal di Panti dan belum menikah selain itu juga banyaknya

tanggungjawab yang harus dikerjakannya. Bahkan pernah ada pegawai panti yang

hanya bertahan sehari saja kemudian mengundurkan diri. Bahkan pernah selama

hampir 3 bulan, hanya ada satu orang sebagai tenaga masak dan kebersihan panti,

yang juga harus menjadi kakak pendamping di salah satu unit di Panti.109

Oleh karena itu anak-anak di Panti asuhan diajarkan untuk dapat mandiri

melakukan kegiatan sehari-hari dan dilatih sejak kecil untuk dapat mengerjakan

pekerjaan rumah. Anak-anak yang lebih tua dapat membantu adik-adiknya yang

masih kecil untuk melakukan kegiatan sehari-hari dan mengerjakan PR. Dengan

108
Hasil wawancara dengan pimpinan Panti Suster Agatha pada tanggal 21 Maret 2014,
loc.Cit
109
Hasil Wawancara dengan Sahmah Ambarita salah seorang tenaga kerja Panti, pada
tanggal 21 Maret 2014 di kantor Panti Asuhan Karya Murni.

110

Universitas Sumatera Utara


saling membantu antara sesama anak Panti semua dapat dijalani dengan mudah,

walaupun kekurangan tenaga kerja di Panti.

b. Panti Asuhan Karya Murni kesulitan dalam meminta pemenuhan kewajiban

dari orangtua, ayah/ibu, sanak saudara maupun pihak yang mengantar anak ke

Panti Asuhan. Hal tersebut antara lain mengenai :110

1) Seringkali orangtua, ayah/ibu, sanak saudara, pihak yang menemukan anak

yang datang mengantar anaknya tidak melengkapi persyaratan selain itu

juga usia anak yang diantar kurang dari 5 tahun bahkan ada yang masih

bayi seperti Farel yang ditinggalkan oleh ibunya di rumah sakit, setelah

beberapa hari ibunya tidak mengambilnya, akhirnya pihak Rumah Sakit

menyerahkan Farel untuk dirawat dan dibesarkan di Panti Asuhan. Bahkan

ada orangtua yang hanya menelepon ke Panti dan menyuruh suster untuk

menjemput ketiga anaknya (Selfi Lase, Erlaman Lase, Netty Lase) yang

sudah di Bandara.

Sampai saat ini Panti tidak pernah menolak anak-anak yang diantar ke

Panti walaupun tidak memenuhi persyaratan yang telah dibuat, hal ini juga

mengingat bahwa moto Panti Asuhan yaitu VENERATE VITAM artinya

Hormati Kehidupan, jadi mereka memandang bahwa setiap anak yang

diantar ke Panti merupakan ciptaan Tuhan dan anugrah dariNya yang

harus dihargai dan dihormati, tidak memandang asal usul maupun keadaan

fisik mereka.

110
Hasil wawancara dengan pimpinan Panti Suster Agatha pada tanggal 20 Maret 2014,
loc.Cit

111

Universitas Sumatera Utara


2) Pihak Panti kesulitan menghubungi keluarga, ayah/ibu, sanak saudara

untuk memberitahukan mengenai kondisi anak. Sehingga hampir di

sepanjang usia mereka ini, tak satupun keluarga yang datang untuk

menjenguk ataupun menanyakan kabar tentang keadaan anak-anak ini.

Semua seakan tidak peduli lagi kondisi mereka, bahkan banyak juga dari

mereka yang tidak diketahui lagi keberadaan orangtuanya, ayah/ibu, sanak

saudara yang mengantarnya. Seperti Ave Zebua, ia diantar ke Panti usia 3

tahun dan saat ini pihak panti tidak mengetahui bagaimana keberadaan

orangtuanya, karena kedua orangtuanya tidak pernah lagi berhubungan

dengan pihak Panti sejak Ave berusia 5 tahun. Namum pihak panti selalu

berusaha memenuhi setiap kebutuhan anak-anak di Panti meskipun tidak

ada dukungan dan informasi dari orangtuanya.

c. Pihak Panti kesulitan dalam hal pengembalian anak kepada orangtuanya,

ayah/ibu, dan sanak saudara setelah mereka dewasa.111

Setelah anak tumbuh dewasa atau oleh Panti dibatasi sampai anak

menyelesaikan pendidikan di SMA, maka mereka akan dikembalikan kepada

kepada orangtuanya, ayah/ibu, dan sanak saudara yang mengantarnya. Namun

karena banyak dari orangtuanya, ayah/ibu, dan sanak saudara yang mengantar

mereka tidak pernah lagi datang ke Panti, dan berkomunikasi dengan pihak

Panti. Sehingga tidak diketahui lagi bagaimana kondisi dan keberadaan

mereka. Oleh karena itu sebelum anak tersebut dikembalikan, Kepala Panti

Asuhan bersama dengan Pengurus Yayasan jauh-jauh hari telah mencari tahu

111
Ibid.

112

Universitas Sumatera Utara


keberadaan orangtua, ayah/ibu, sanak saudara yang mengantar anak. Bahkan

suster pernah ke Nias untuk mencari tahu keberadaan orangtua anak agar

mereka segera menjeput anak tersebut.

113

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai Tinjauan

Yuridis terhadap Perwalian Anak di bawah umur di Panti Asuhan Karya Murni

Medan dapat ditarikkesimpulan sebagai berikut :

1. Kedudukan dan Peran Panti Asuhan Karya Murni Medan. Panti Asuhan yang

merupakan unit kegiatan dari Yayasan Karya Murni merupakan yayasan yang

berbadan hukum yang telah dibuat dalam akte Notaris Sartono Simbolon, S.H,

Notaris/PPAT Nomor 9 pada tanggal 23 Januari 2008. Sebagai Kepala Unit

Kerja maka Pimpinan Panti Asuhan, Suster Agatha Jimur menjadi wali bagi

seluruh anak. Beliau memiliki peranan sebagai pengganti orangtua dari si anak

sampai si anak tumbuh menjadi dewasa. Panti Asuhan Karya Murni ini lebih

dominan menyelenggarakan pengurusan terhadap diri pribadi anak saja

daripada pengurusan terhadap harta benda si anak.

2. Sistem Perwalian Anak di Panti Asuhan Karya Murni. Tata Cara penerimaan

anak di Panti Asuhan Karya Murni yang dilakukan oleh pemimpin Panti

Asuhan dengan mengadakan seleksi administratif dan mengisi formulir isian

serta telah memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku di Yayasan.

Panti Asuhan Karya Murni menerapkan pola asrama/unit yang diharapkan

membuat anak-anak Panti merasa seperti tinggal di rumah sendiri dan

memiliki keluarga sendiri, dimana setiap unit telah ada suster pengasuh dan

114

Universitas Sumatera Utara


satu orang kakak pendamping yaitu pegawai panti yang bertanggung jawab

mengawasi anak-anak agar terlaksananya kegiatan harian panti dan peraturan-

peraturan di panti. Adapun penyelenggarakan perwalian terhadap pribadi si

anak yang dilakukan di Panti Asuhan Karya Murni Medan :

a. Penyediaan Pendidikan

b. Penyediaan sarana dan prasarana.

c. Peningkatan kesehatan.

d. Pembinaan moral dan mental spiritual.

e. Peningkatan keterampilan.

f. Kegiatan bermasyarakat.

3. Dalam pelaksanaan perwalian di Panti Asuhan terdapat beberapa hambatan

antara lain :

a. Panti Asuhan Karya Murni sering sekali mengalami kesulitan dalam

mencari tenaga kerja yang bersedia bekerja di Panti Asuhan Karya Murni

Medan.

b. Panti Asuhan Karya Murni kesulitan dalam meminta pemenuhan

kewajiban dari orangtua, ayah/ibu, sanak saudara maupun pihak yang

mengantar anak ke Panti Asuhan.

c. Pihak Panti kesulitan dalam hal pengembalian anak kepada orangtuanya,

ayah/ibu, dan sanak saudara setelah mereka dewasa

115

Universitas Sumatera Utara


D. Saran

Dari permasalahan dan kesimpulan yang telah disebutkan diatas, maka

penulis mencoba untuk mengutarakan saran sebagai berikut :

1. Sebaiknya dalam hal perekrutan tenaga kerja, Panti Asuhan Karya Murni

Medan hendaknya membuat sistem kontrak kerja bagi seluruh tenaga kerja di

Panti dan menambah jumlah tenaga kerja di Panti melihat banyaknya

kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan di Panti.

2. Pihak Panti Asuhan lebih meningkatkan cara dalam melakukan penyeleksian

terhadap syarat-syarat administratif anak yang diserahkan ke Panti, terutama

bagi anak yang diantar oleh orangtuanya, ayah/ibu, serta sanak saudaranya

agar dikemudian hari Pihak Panti tidak kesulitan dalam mengurus dokumen-

dokumen yang diperlukan anak.

3. Pihak Panti Asuhan sebaiknya lebih tegas lagi dan lebih aktif lagi dalam dalam

meminta pemenuhan kewajiban orangtua, bapak/ibu, sanak saudara yang

mengantar anaknya ke Panti agar ketika anak menjadi dewasa pihak panti

tidak kesulitan dalam mengembalikan anak yang dititipkan ke Panti Asuhan

Karya Murni Medan.

116

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ais, Chatamarrasjid. 2006. Badan Hukum Yayasan, Cetakan ke-I. Citra Aditya

Bakti, Bandung.

Aziz, Aminah. 2003. Aspek Hukum Perlindungan Anak. USU Press, Medan.

Borahima, Anwar. 2010. Kedudukan Yayasan di Indonesia Eksistensi, Tujuan,

dan Tanggung Jawab Yayasan. Kencana, Jakarta.

Gosita, Arif. 1989. Masalah Perlindungan Anak. Akademik Presindo, Jakarta.

Hadikusuma, Hilman. 2007. Hukum Perkawinan Indonesia. Mandar Maju,

Bandung

Hasan, Mustofo. 2011. Pengantar Hukum Keluarga. Pustaka Setia, Bandung.

Malik, Rusdi, 2009. Memahami Undang-Undang Perkawinan. Universitas

Trisakti, Jakarta.

Moleong, J. Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Prawirohamidodo, R. Soetojo dan Asis Sofiadin. 1986. Hukum Orang dan

Keluarga. Alumni, Bandung.

Prinst, Darwin. 2003. Hukum Anak Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Satrio, J. 1999. Hukum Pribadi Bagian I Persoon Alami. Citra Aditya Bakti,

Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1985. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.

Rajawali, Jakarta.

117

Universitas Sumatera Utara


Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2003. Penelitian Hukum Normatif, Suatu

Tinjauan. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Soekito, Sri Widoyowati. 1983. Anak Dan Wanita Dalam Hukum. LP3ES,

Jakarta.

Soeroso, R. 1996. Pengantar Ilmu Hukum. Cetakan ke-2. Sinar Grafika, Jakarta.

Soimin, Soedharyo. 2002. Hukum Orang Dan Keluarga. Sinar Grafika, Jakarta.

Subekti, R. 2003. Pokok-pokok Hukum Perdata. Cetakan ke-31. Intermasa,

Jakarta.

, 2004. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terjemahan

Burgerlijk Wetboek. Cetakan ke 34. Pradya Paramita, Jakarta.

Sudarsono, 1991. Hukum Kekeluargaan Nasional. Rineka Cipta, Jakarta.

Sunggono, Bambang. 2001. Metode Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Supeno, Hadi. 2010, Kriminalisasi Anak. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Supramono, Gatot. 2008. Hukum Yayasan di Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta.

Usman, Rachmadi. 2006. Aspek-Aspek Hukum Perorangan & Kekeluargaan di

Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta.

Wadong, Maulana Hasan. 2000. Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan

Anak. Grafindo, Jakarta.

Waluyadi, 2009. Hukum Perlindungan Anak. Mandar Maju, Bandung.

Waluyo, Bambang. 2008. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Sinar Grafika,

Jakarta

118

Universitas Sumatera Utara


Witanto, D.Y. 2012. Hukum Keluarga hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin.

Prestasi Pustaka, Jakarta.

B. Peraturan Perundang-undangan

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

4. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

5. Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan.

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

7. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan.

8. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

9. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1988 tentang Usaha Kesejahteraan

Bagi Anak Yang Mempunyai Masalah.

10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor36 Tahun 1990 tentang

Pengesahan Convention of the right (konvensi tentang hak-hak anak).

11. Keputusan Menteri Sosial Nomor 50/HUK/2004 tentang Standardisasi

Panti Sosial dan Pedoman Akreditasi Panti Sosial.

12. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

C. Website

www.mahkamahkonstitusi.go.id/Putusan-Nomor-46/PUU-VIII/2010,

diakses pada Tanggal 19 Maret 2014 pukul 14.15 WIB

119

Universitas Sumatera Utara


http://karyamurni.wordpress.com/sejarah-berdirinya-yayasan-karya-

murni/diakses tanggal 20 Maret 2014 Pukul 23.00 WIB

http://id.wikipedia.org/wiki/Balai_Harta_Peninggalan diakses Tanggal 5

Maret 2014 Pukul 22.15

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/doc/2113 Nurhendro-Putranto-

Profil%20dan%20Perkembangan%20Hukum%20BHP.pdf diakses

Tanggal 5 Maret 2014 Pukul 22.00

120

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai