SKRIPSI
Oleh:
YOHANNES UNGGUL
NIM: 140200447
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
NIM : 140200490
No. 22/KPPU-I/2016)
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil
penelitian saya sendiri dan tidak menjiplak ataupun meniru hasil karya orang lain
YOHANNES UNGGUL
NIM. 140200447
Segala hormat, puji, dan syukur Penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus
Kristus atas berkatNya yang melimpah dan kasih karuniaNya yang tiada
berkesudahan yang selalu menguatkan serta membimbing Penulis. Ada suatu ayat
bahwa “Tuhan akan berperang untuk kamu dan kamu akan diam saja”. Lantunan
kalimat tersebut yang membuat Penulis merasakan berkat serta kekuatan sehingga
arahan, semangat, saran, motivasi serta doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
Sumatera Utara;
2. Prof. Dr. Budiman Ginting S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
3. Prof. Dr. OK. Saidin S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan II Fakultas
6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H. selaku Ketua Departemen
Hukum Ekonomi;
7. Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH., M.LI. selaku Dosen Pembimbing I
baik;
baik;
Utara;
10. Lindawaty Simanihuruk, wanita terhebat, ibunda tercinta yang tiada henti
Terima kasih sekali lagi penulis sampaikan kepada ibu. Melihat dirimu
11. Yulina Lestari dan Lita Yennifer selaku kakak dari penulis yang turut
12. Keluarga besar Sagala dan Manihuruk yang telah memberikan semangat,
ii
Kak Evi Situmorang) yang turut memberi dukungan dan doa kepada
perkuliahan hingga sekarang. Sukses untuk kita semua, semoga kita bisa
14. Dian Meinar Manurung, yang telah memberi perhatian serta waktu dalam
15. Teman-teman satu perantauan dari Jakarta (Gary Ekatama Bangun, Gian
Edith Sojuaon, Tony Adam Lingga, Hans Maskulin Saragih, dan bang
yang sudah penulis kenal sejak kelas 1 SMA. Sukses untuk kita semua,
16. Sahabat Gundaling (bang Jan Sinaga, bang Yesaya Singarimbun, bang
Yudika Sormin, Ishak, Ray, Star, Yan Reinold, dan masih banyak lagi
yang penulis tidak mungkin tulis satu per satu). Terima kasih sudah
memberikan tempat sebagai rumah ke dua bagi penulis. Sukses untuk kita
iii
Hariz Novirja, Gary Christian Barus, Kevin Tobing, Marvel Perdana, Lufti
Rejeki Nainggolan, dan masih banyak lagi yang penulis tidak mungkin
tulis satu per satu), terima kasih atas segala bantuan, hiburan, serta mengisi
kekurangan dan kelemahan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan agar dapat menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik
Yohannes Unggul
NIM. 140200447
iv
di Indonesia .......................................................................... 43
1999 .................................................................................... 65
vi
DISTRIBUTORNYA ............................................................. 86
3. Putusan ........................................................................... 98
vii
Yohannes Unggul*
Mahmul Siregar**
Natasya Ningrum Sirait***
* Mahasiswa
** Dosen Pembimbing II
viii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
diperoleh. Segala macam hal dilakukan oleh pelaku usaha agar terjalannya prinsip
efisien. Persaingan juga membatasi kekuasaan bisnis dalam suatu pasar yang
curang yang dilakukan antar pelaku usaha yang biasanya terjadi karena rasa ingin
menjadi yang paling unggul dan kuat di pasar. Namun terkadang keinginan
1
John W. Head, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, (Jakarta: ELIPS II, 2002), hlm. 9.
cita-citanya tak jarang dilakukan berbagai macam cara untuk menarik pelanggan
atau klien pengusaha lain untuk memajukan usahanya sendiri atau pemasarannya
dalam menggunakan alat atau sarana yang bertentangan dengan itikad baik dan
“rangkaian perintah dan larangan yang disampaikan oleh badan atau Lembaga
yang memiliki wewenang yang sah untuk membentuk hukum yang disertai sanksi
agar terciptanya norma hukum yang sesuai dengan sistem sosial yang dianut
Indonesia. Hukum hanya dapat dimengerti dengan jalan memahami sistem sosial
sistem ekonomi kerakyatan4 berdasarkan instruksi UUD NRI 1945. Pasal 33 UUD
2
E. Sumaryono, Etika dan Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 221.
3
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm.
5.
4
Ekonomi kerakyatan adalah suatu sistem perekonomian yang dibangun pada kekuatan
ekonomi yang dapat memberikan kesempatan yang luas untuk masyarakat dalam berpartisipasi
sehingga perekonomian dapat terlaksana dan berkembang secara baik, Rennata Hariatna,
“Pengertian Ekonomi Kerakyatan dan Ciri-cirinya”, https://dosenekonomi.com/ilmu-
ekonomi/ekonomi-mikro/pengertian-ekonomi-kerakyatan, (diakses pada tanggal 24 Maret 2018).
pasar.5
kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu saja. Praktek ini muncul dalam
tercapainya asas ekonomi kerakyatan, telah muncul harapan baru bagi bangsa
5
Ningrum Natasya Sirait (a), Hukum Persaingan di Indonesia, (Medan: Pustaka Bangsa
Press, 2011), hlm. 1.
6
Free fight liberalism merupakan sistem persaingan bebas yang saling menghancurkan
dan dapat menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain sehingga dapat
menimbulkan kelemahan struktural ekonomi nasional, dikutip dari “Sistem Ekonomi di
Indonesia”, http://utamanyailmu.com/sistem-ekonomi-di-indonesia/ (diakses pada tanggal 24
Maret 2018)
7
Ningrum Natasya Sirait (a), op. cit, hlm. 2.
8
UU No. 5 Tahun 1999, Undang-undang tentang Larangan Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, LN No. 33 Tahun 1999, TLN No. 3817.
kerap diwarnai berbagai persaingan usaha tidak sehat seperti halnya masalah
sehat. Berkumpulnya para pelaku usaha untuk menguasai pasar adalah tindakan
Salah satu pelanggaran yang muncul dan menjadi sorotan publik adalah
penguasaan pasar yang dilakukan oleh pelaku usaha yang menguasai pasar dari
hulu hingga hilir. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya kasus yang masih
dalam proses pemeriksaan maupun yang sudah diputus oleh Komisi Pengawas
pasar tersebut diperoleh dan dipergunakan dengan cara persaingan usaha yang
sehat. Tolak ukur persaingan usaha yang sehat yaitu jika para pelaku usaha
bersaing meningkatkan mutu barang dan jasa dari produk masing-masing pelaku
untuk menentukan persaingan usaha yang sehat adalah tidak adanya hambatan
selaku produsen dan PT. Balina Agung Perkasa sebagai distributor merupakan
bukti sikap tidak sportif dalam menjalankan usaha ataupun perdagangan dalam
usaha pesaingnya dan dapat mematikan usaha pelaku usaha pesaingnya. Dimana
dalam putusan KPPU, terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa Terlapor I dan
Terlapor II melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b Undang-undang No. 5/1999 dan
Pasal 19 huruf a dan b Undang-undang No. 5/1999. Terlapor I yaitu PT. Tirta
Delapan Ratus Empat Puluh Lima Juta Empat Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah)
dan Terlapor II untuk membayar denda sebesar Rp.6.294.000 (Enam Miliar Dua
Larangan yang terdapat pada Pasal 15 ayat (3) b dikaitkan dengan suatu
prakondisi, yaitu pemberian insentif dalam kaitannya dengan harga atau potongan
produk tersebut tidak akan membeli produk yang sama atau sejenis dari pelaku
usaha lain yang menjadi pesaing dari pemasok. 12 Sedangkan pasal 19 huruf a dan
Perkara ini bermula dari laporan para pedagang ritel maupun eceran ke
Kantor KPPU pada September 2016. Pedagang mengaku dihalangi oleh pihak PT
11
Putusan KPPU No. 22/KPPU-I/2016
12
Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 131.
13
Ibid, hlm. 137.
Fresindo Jaya (Mayora Group). Salah satu klasul perjanjian ritel menyebutkan,
dari star outlet (SO) menjadi whole saler (eceran). Atas perbuatan itu, PT Tirta
Fresindo Jaya selaku Pelapor ini melayangkan somasi terbuka terhadap PT Tirta
Investama di surat kabar pada 1 Oktober 2017. Somasi ini selanjutnya ditanggapi
oleh otoritas persaingan usaha. KPPU mengendus praktik persaingan usaha tidak
sehat dalam industri Air Minum Dalam Kemasan Kemasan (selanjutnya disebut
sebagai AMDK).14
sangat merugikan bagi pelaku usaha pesaing serta konsumen. Kondisi tersebut
Oleh Distributor Air Minum Dalam Kemasan Ditinjau Dari Undang-undang No. 5
Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat”. Untuk itu, penulis akan membahas tentang kegiatan yang dilarang dalam
hal ini penguasaan pasar, serta menganalisis Putusan KPPU Nomor: 22/KPPU-
I/2016 tentang penguasaan pasar Air Minum Dalam Kemasan yang dilakukan
14
Deliana Prahita Sari dkk., Persaingan Usaha Tidak Sehat: Asal Mula Kasus Aqua
versus Le Minerale, dikutip dari http://kabar24.bisnis.com/read/20170711/16/670224/persaingan-
usaha-tidak-sehat-asal-mula-kasus-aqua-vs.-le-minerale, diakses pada tanggal 9 Maret 2018.
15
Hingga 2017, kata Hakim, KPPU sudah menerima 2.537 laporan masyarakat terkait
dugaan pelanggaran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999. Sebanyak 1.278
laporan di antaranya terkait tender. Wahyudi Aulia Siregar, Kasus Persaingan Usaha Tidak Sehat
Paling Banyak Terjadi di Jakarta, dikutip dari
https://economy.okezone.com/read/2017/06/15/320/1717063/wah-kasus-persaingan-usaha-tidak-
sehat-paling-banyak-terjadi-di-jakarta, diakses pada tanggal 9 Maret 2018.
oleh Aqua (PT Tirta Investama selaku produsen dan PT Balina Agung Perkasa
B. Rumusan Masalah
1. Manfaat Teoritis
masalah pelanggaran penguasaan pasar yang dalam hal ini dilakukan oleh
2. Manfaat Praktis
undangan saat ini. Serta untuk pelaku usaha sebagai pedoman untuk
tulisan ini juga memiliki manfaat bagi penulis, dengan adanya tulisan ini
D. Keaslian Penulisan
Sebagai tugas akhir serta syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum,
tertanggal 23 Februari 2018 menyatakan bahwa “tidak ada judul yang sama”
dalam arsip/dokumen skripsi yang telah ditulis oleh mahasiswa maupun alumni
internet, dan sepanjang penelusuran yang dilakukan oleh penulis, belum ada
Air Mineral Dalam Kemasan Ditinjau Dari Undang-undang No. 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi
dilakukan dalam topik permasalahan yang sama. Sekalipun ada, hal tersebut
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran
yang didasarkan pada pengertian, teori-teori, dan aturan hukum yang berlaku yang
diperoleh dari media cetak, media elektronik, maupun bantuan dari beberapa
pihak. Penelitian ini disebut asli sesuai dengan keilmuan yaitu jujur, rasional,
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Monopoli
dana atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha.16 Istilah monopoli berasal dari Bahasa Inggris, yaitu
monopoly dan istilah tersebut menurut sejarahnya berasal dari Bahasa Yunani,
“dominasi” yang banyak digunakan oleh orang Eropa untuk menyebut istilah
monopoli. Istilah monopoli harus dibedakan dengan istilah monopolis yang berarti
Pengertian monopoli secara umum adalah jika ada satu pelaku usaha
(penjual) ternyata merupakan satu-satunya penjual bagi produk barang dan jasa
tertentu, dan pada pasar tersebut tidak terdapat produk substitusi (pengganti).
Akan tetapi karena perkembangan jaman, maka jumlah satu (dalam kalimat satu-
satunya) kurang relevan dengan kondisi riil di lapangan, karena ternyata banyak
pelaku usaha industri yang terdiri dari lebih dari satu perusahaan mempunyai
16
UU No. 5/1999, op. cit, Pasal 1 angka 1.
17
Andi Fahmi Lubis dkk, Hukum Persaingan Usahaa Antara Teks & Konteks deutch
gesellschaft fur technische zusammenarbeit (GTZ), 2009, hlm. 127.
18
Ibid, hlm. 128.
“Salah satu jenis struktur pasar yang mempunyai sifat-sifat, bahwa satu
perusahaan dengan banyak pembeli, kurangnya produk substitusi atau
pengganti serta adanya pemblokiran pasar (barrier to entry) yang tidak
dapat dimasuki oleh pelaku usaha lainnya”.
Selain itu, Black’s Law Dictionary memberikan definisi tentang monopoli
2. Praktek Monopoli
praktek monopoli, yaitu pemusatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan
atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum.19 Dari penjabaran pasal 1 angka 2 ini dapat dinilai
satu atau lebih pelaku usaha ekonomi yang menimbulkan perbuatan persaingan
3. Pelaku Usaha
Istilah pelaku usaha terdapat juga dalam UU No. 5/1999. Dimana pasal 1
angka 5 menjelaskan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau
badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang
atau badan hukum, tidak berpengaruh disini. Ini nyata dalam formulasi undang-
pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang
dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau
5/1999, persaingan usaha tidak sehat ditandai tiga alternatif kriteria, yaitu 21:
20
Knud Hansen dkk, Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, (Jakarta: Deutsche gesellschaft für technische zusammenarbeit (GTZ), 2002),
hlm. 50.
21
Ibid, hlm. 61.
5. Pasar Bersangkutan
daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama
atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut. 22 Pengertian pasar
perspektif, yaitu pasar berdasarkan geografis dan pasar berdasarkan produk. Pasar
dan jasa yang dapat mensubstitusi, serta semua pesaing di daerah berdekatan yang
22
UU No. 5/1999, op. cit, Pasal 1 angka 10.
23
Peraturan KPPU No. 3 Tahun 2009 tentang pedoman penerapan pasal 1 angka 10
tentang pasar bersangkutan berdasarkan undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
6. Penguasaan Pasar
karena melalui penguasaan pasar pelaku usaha dapat mewujudkan efisiensi biaya
atau menjamin pasokan bahan baku atau produk untuk mencapai skala ekonomi.
namun demikian penguasaan pasar ini adalah kegiatan yang dilarang karena dapat
sehat, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 UU
No.5/1999. Di samping dilarangnya penguasaan pasar yang besar oleh satu atau
sebagian kecil pelaku usaha pasar, juga dilarang penguasaan pasar secara tidak
F. Metode Penelitian
pemikiran yang secara sistematis untuk memperoleh data kredibel dan akurat.
menentukan hasil akhir. Adapun metode penelitian ini adalah sebagai berikut:
24
Knud Hansen dkk, op. cit, hlm. 93-94.
25
Susanti Adi Nugroho, op.cit, hlm. 383.
1. Jenis Penelitian
yang bersifat kualitatif artinya tidak mementingkan data secara kuantitas tetapi
penelitian perpustakaan karena penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data
bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. Penelitian ini memiliki sifat deskriptif
memberikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan yang menjadi objek
asas-asas hukum yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam
norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Terutama
dampak dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum,
26
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2014), hlm.10.
hukum.27
Perkara.
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk dan
tersier yang penulis gunakan seperti kamus hukum, majalah, serta bahan-
bahan diluar bidang hukum yang relevan dan dapat digunakan untuk
27
Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia
Publishing, 2006), hlm. 321.
3. Analisa Data
Pada penelitian hukum normatif yang menelaah data-data yang ada, maka
penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya. Metode analisa data yang
dan tulisan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk penulisan yang lebih terarah dan lebih mudah untuk dipahami,
penulisan.
Indonesia. Bab Terdiri dari 4 bagian, yaitu mengenai gambaran umum persaingan
usaha, asas dan tujuan UU No. 5/1999, Metode pendekatan dalam Hukum
5/1999. Pada bab ini, akan membahas penguasan pasar secara keseluruhan dalam
sudut pandang UU No. 5/1999. Terdiri dari 4 sub bab yaitu Kegiatan yang
Pada bab terakhir yaitu bab lima akan dikemukakan kesimpulan dari
bagian awal hingga bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari
substansi penulisan skripsi ini, dan saran-saran yang penulis ciptakan dalam
INDONESIA
pada kebersamaan, gotong royong. Hal-hal tersebut merupakan nilai hidup pada
„persaingan‟ berasal dari kata dasar „saing‟ yang memiliki dua makna. Pertama,
ketika ada dua pihak atau lebih saling berlomba dan berbuat sesuatu untuk
28
Ningrum Natasya Sirait (a), op.cit, hlm. 14-15.
29
Kemdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dikutip dari
http://kbbi.kemendikbud.go.id, diakses pada tanggal 23 Mei 2018.
30
Pengertian persaingan dan contohnya, dikutip dari
http://artikelsiana.com/2015/06/pengertian-persaingan-competition-contoh.html, diakses pada
tangga 23 Mei 2018.
19
yang terbaik dari suatu persaingan, banyak hasil positif yang ditemukan dalam
persaingan. Fenomena ini sering muncul secara alamiah diantara para pelaku
bisnis di dunia usaha. Persaingan memang timbul secara natural demi untuk
produk yang dimilikinya sebaik mungkin agar diminati dan dibeli oleh konsumen.
Persaingan dalam usaha dapat berimplikasi positif, sebaliknya dapat juga menjadi
negatif jika dijalankan dengan perilaku negatif dan sistem ekonomi yang
31
Ibid, hlm. 15.
32
Amad Sudiro, “Nilai Keadilan Pada Hubungan Pelaku Usaha dan Konsumen Dalam
Hukum Transportasi Udara Niaga” dalam Amad Sudiro dan Deni Bram (ed), Hukum dan
Keadilan (Aspek Nasional & Internasional), (Depok: Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 7.
33
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di Indonesia,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm.8.
tetapi juga negara demokrasi terbesar di Asia. Dengan populasi lebih dari 250 juta
orang, bukan hal yang mudah bagi pemerintah untuk membuat lapangan
salah satu faktor munculnya sikap persaingan untuk mendapatkan suatu lapangan
pekerjaan.34
landasan bagi persaingan usaha maka negara juga mempunyai objektivitas bahwa
pembuat kebijakan untuk bisa mengevaluasi dengan lebih baik apakah kebijakan
menjabarkan serta membahas suatu variabel yang ada, yang berguna untuk
setelah atas inisiatif DPR disusun RUU Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat. RUU tersebut akhirnya disetujui dalam sidang paripurna DPR pada
tanggal 18 Februari 1999, dalam hal ini pemerintah diwakili oleh Menteri
dan diundangkan pada tanggal 5 Maret 1999 serta berlaku satu tahun setelah
diundangkan.
36
Andi Fahmi Lubis, op. cit, hlm. 3.
tersebut.”
pembangunan ekonomi.
37
Mustafa Kamal Rokan, op. cit, hlm. 21.
Nasional.
kondisi umum
undang.
yang baik dan sehat serta mencegah persaingan tidak jujur, (3)
sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama dengan merek
terdaftar milik orang lain atau milik badan hukum untuk barang dan
Umum
Republik Indonesia sebesar US$ 43 miliar yang bertujuan untuk mengatasi krisis
antimonopoli.38
Ada yang berpendapat bahwa peran serta IMF cukup penting dalam
bahwa peran IMF sebagai bagian dari Letter of Intent cukup signifikan dalam
38
Ibid, hlm. 12
39
Natasya Ningrum Sirait, op. cit, hlm. 8.
sistem ekonomi yang luas dan khususnya kebijakan regulasi yang dilakukan sejak
tahun 1980, dalam jangka waktu 10 tahun telah menimbulkan situasi yang
dianggap sangat kritis. Timbul konglomerat pelaku usaha yang dikuasai oleh
pelaku usaha kecil dan menengah melalui praktek usaha yang kasar serta berusaha
pasar keuangan.40
undang melalui serangkaian kartel untuk semen, kaca, kayu, serta penetapan harga
semen, gula, dan beras, pengaturan akses ke pasar untuk kayu dan kendaraan
bermotor, lisensi istimewa untuk pajak pabean, dan kemudahan kredit dalam
sektor industri pesawat dan mobil.41 Dengan latar belakang demikian, maka
bersaing.42
undang antimonopoli, yaitu justru pelaku usaha itu sendiri yang cepat atau lambat
pelaku usaha yang lebih kecil. Disadari adanya keperluan bahwa negara menjamin
keutuhan proses persaingan usaha terhadap gangguan dari pelaku usaha dengan
perdagangan oleh Negara yang baru saja ditiadakan dengan hambatan persaingan
swasta.43
terkait antara pengambilan keputusan dengan para pelaku usaha, baik secara
40
Ibid, hlm. 13.
41
Suyud Margono, Hukum Antimonopoli, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 26.
42
Andi Fahmi Lubis, loc.cit.
43
Ibid.
cenderung menunjukkan corak yang monopolistik. Para pelaku usaha yang dekat
kondisi tersebut di atas, menuntut kita untuk mencermati dan menata kembali
kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha dapat tumbuh dan berkembang
secara sehat dan wajar, sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat,
tertentu, antara lain dalam bentuk praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sosial.44
supply barang dan jasa serta menetapkan harga-harga secara sepihak yang tentu
luas untuk menjadikan mereka sebagai pemburu rente. Apa yang mereka lakukan
seeking) dari pemerintah yang diberikan dalam bentuk lisensi, konsesi, dan hak-
hak istimewa lainnya. Kegiatan pemburuan rente tersebut, oleh pakar ekonomi
44
Hermansyah, Pokok-pokok Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.
11.
45
Andi Fami Lubis, loc.cit.
William J. Baumol dan Alan S. Blinder dikatakan sebagai salah satu sumber
dapat disimpulkan bahwa dalam setiap persaingan akan terdapat unsur dua pihak
atau lebih yang terdapat dalam upaya saling mengungguli dan adanya kehendak di
sebagai berikut48:
meniadakan monopoli.
46
William J. Baumol dan Alan S Bliner, Economic, Principles and Policy, 3rd ed.
(Florida: Harcourt Brace Jovanovich Publisher Orlando, 1985) p.550 dalam Andi Fahmi Lubis,
Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks (Jakarta: GTZ, 2009), hlm. 13.
47
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 13.
48
Ibid, hlm. 30
monopoli.
persaingan yang tidak jujur. Istilah yang lebih sering digunakan adalah “hukum
proses persaingan.49
Kamus lengkap Ekonomi yang ditulis oleh Christoper Pass dan Bryan
aturan hukum yang mengatur mengenai segala aspek yang berkaitan dengan
persaingan usaha, yang mencakup hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal yang
persaingan usaha sebagai the effort or action of two or more commercial interest
persaingan akan terdapat unsur-unsur yaitu adanya dua pihak atau lebih yang
terlibat dalam upaya saling mengungguli dan ada kehendak di antara mereka
tidak sehat dalam pasal 1 angka 6 sebagai persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
49
Ningrum Natasya Sirait (a), op. cit, hlm. 50.
50
Christoper Pass & Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, ed. 2, (Jakarta: Erlangga,
1994) dalam Hermansyah, Pokok-pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2008), hlm. 2
51
Hermansyah, op. cit, hlm. 2.
52
Arie Siswanto, op.cit, hlm. 13.
persaingan usaha. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan
yang dilakukan dengan cara melawan hukum akan berimplikasi pada proses
dari petani, kaum populis, pengusaha kecil dan frontiersman yang menghendaki
diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa sebenarnya persaingan itu tidak
kehendak alamiah setiap manusia dalam mencapai suatu keinginan atau nilai
UU No. 5/1999 melihat pembukaan UUD NRI 1945 sebagai landasan yuridisnya.
kaitannya dengan proses pemenuhan kebutuhan hidup manusia, baik yang berupa
53
Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 90.
54
Naskah Pembukaan UUD NRI 1945.
spirituil.
segala nilai yang ada dalam hubungan antar manusia dalam hidup
integrasi dari berbagai nilai kebijaksanaan (wisdom) yang telah, sedang dan akan
selalu diusahakan di setiap waktu, untuk mencapai berbagai bidang dan masalah
yang dihadapi, dimana semakin lama akan semakin meningkat, selaras dengan
berkembangnya rasa keadilan dunia dan peradaban bangsa. Maka dengan kata lain
keadilan itu sendiri dapat bersifat dinamis karena mengikuti perkembangan sosial
NRI 1945 memiliki korelasi dengan arti dan tujuan dari persaingan usaha itu
sendiri.
bahasan kata, yakni hukum dan persaingan usaha. Upaya ini dimaksud agar dapat
dibedakan antara hukum itu sendiri dengan persaingan usaha, agar dalam
55
Purnadi Purbacaraka & A. Ridwan Halim, Hak Milik Keadilan dan Kemakmuran:
Tinjauan Falsafah Hukum. Cetakan ke-2, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 24 dalam
Parluhutan Sagala, Tesis: “Keberadaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Sebuah Kajian Yuridis dan Kelayakannya
di Indonesia” (Depok: Universitas Indonesia, 1999), hlm. 65.
suatu masyarakat, dan oleh karena itu seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat
yang bersangkutan”.
Dalam karya Caspar Rudolph Ritter von Jhering yang berjudul “Law As A
peran hukum disini sebagai: “Law is not the end in itself; but merely a means to
an end, the final end being the existence of society” yang artinya hukum bukanlah
suatu tujuan, melainkan alat untuk mencapai tujuan itu, yakni tujuan akhir dari
adalah suatu alat untuk mencapai suatu tujuan dari masyarakat untuk mengatur
56
Herman Bakir, Filsafat Hukum: Tema-tema Fundamental Keadilan dari sisi Ajaran
Fiat Justitia Ruat Caelum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm.173.
segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha, yang mencakup hal-hal
yang boleh dilakukan dan hal-hal yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha.
pada “aturan hukum yang dijadikan sebagai petunjuk atau perintah dan larangan
yang mengatur agar terjalinnya tata tertib dalam masyarakat yang harus ditaati
terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Hal ini sejalan dengan
amanat dan cita-cita Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945.59 Undang-
57
Suhasril, op. cit, hlm. 37.
58
Ibid, hlm. 38.
59
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2013), hlm. 89.
dari sekelompok pelaku ekonomi yang menguasai pasar. Adapun asas dan tujuan
yang rendah, dengan adanya inovasi dan kretivitas yang artinya orang bias
menguasai 60% kekayaan nasional maka di sana tidak ada fairness. Yang
40% penduduk menguasai 40% dari kekayaan nasional. Oleh karena itu di
seluruh dunia asas fairness ini menjadi asas utama dan tujuan dari
bagi pelaku usaha lain. Begitu ada barrier to entry maka pelaku lain
Ke tiga hal di atas merupakan asas umum yang terdapat dalam UU No. 5/1999
termuat di dalam Pasal 2 dan Pasal 3. Dimana pasal 2 berbunyi “pelaku usaha di
60
Emmie Yuhassarie (ed), Undang-undang No. 5/1999 dan KPPU, (Jakarta: Pusat
Pengkajian Hukum, 2005), hlm. 5-6.
kepentingan umum.
yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama
bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil; (3)
mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan (4) terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam
kegiatan usaha.”
memperkenalkan metode produksi dan distribusi, produk dan jasa yang baru serta
menciptakan atau masuk pasar baru untuk terus menerus dapat mendahului
pesaing usahanya. Lebih dari itu ada banyak jalan yang dapat ditempuh oleh
tersebut diuji dan akhirnya dipilih yang paling baik. Suatu hal yang sulit
dilakukan oleh monopoli, yaitu keterbukaan pasar terhadap peserta baru dengan
pasal 27 dan 33 UUD 1945. Semua tujuan itu bermuara pada terwujudnya
61
Suyud Margono, op. cit, hlm. 30.
Kata “per se” berasal dari Bahasa latin berarti by itself; in itself; taken
matters; simply as such; in its own nature without reference to ites relation.63
Apabila suatu aktivitas adalah jelas maksudnya dan mempunyai akibat merusak,
hakim tidak perlu sampai harus mempermasalahkan masuk akal tidaknya dari
peristiwa yang sama (dengan peristiwa yang sedang diadili) sebelum menentukan
Per se illegal, yang sering juga disebut per se violation dalam hukum
inheren bersifat anti kompetitif dan merugikan masyarakat tanpa perlu dibuktikan
Seperti yang dikatakan di atas bahwa larangan ini bersifat tegas dan
tidak perlu lagi melakukan pembuktian akibat dari perbuatan tersebut. Dalam
ukuran per se illegal maka pihak yang menuduh melakukan pelanggaran hanya
62
Janus Sidabalok, Pengantar Hukum Ekonomi, (Medan: Bina Media, 2003), hlm. 163.
63
Ayudha D. Prayoga dkk (ed), Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di
Indonesia, (Jakarta: ELIPS, 1999), hlm. 62.
64
Ibid.
65
Ibid, hlm. 63
harus membuktikan bahwa tindakan itu benar dilakukan tanpa harus membuktikan
illegal, yakni pertama, harus ditujukan lebih kepada “perilaku bisnis” dari pada
dapat dihindari. Kedua, adanya identifikasi secara cepat atau mudah mengenai
jenis praktek atau batasan perilaku yang terlarang. Dapat ditarik kesimpulan
bahwa penilaian atas tindakan dari pelaku usaha, baik di pasar maupun dalam
diakui, bahwa terdapat perilaku yang terletak dalam batas-batas yang tidak jelas
kerugian bagi pesaing lainnya dan atau konsumen. Hal tersebut dapat dijadikan
itu, terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan oleh pengadilan yakni
dampak merugikan yang signifikan dari pelaku tersebut dan kerugian tersebut
harus tergantung pada kegiatan yang dilarang. 68 Dalam UU No. 5/1999, bentuk
66
Natasya Ningrum Sirait (b), op. cit, hlm. 103.
67
Andi Fahmi Lubis, op. cit, hlm. 81.
68
Ibid.
Bagan 2.1
(Per se approach)
untuk menentukan apakah perbuatan itu membatasi persaingan secara tidak patut.
menunjukkan apakah perbuatan itu tidak adil ataupun melawan hukum. Dalam
undangan.70
yang tidak bisa secara mudah dilihat ilegalitasnya tanpa menganalisis akibat
tindakan itu terhadap persaingan, karena tindakan semacam itu selalu dianggap
dilakukannya tindakan, alasan bisnis di balik tindakan itu, serta posisi si pelaku
tersebut, barulah dapat ditentukan apakah suatu tindakan bersifat ilegal atau
tidak.72
tindakan yang berada dalam “grey area” antara legalitas dan ilegalitas. Dengan
analisis rule of reason, tindakan-tindakan yang berada dalam “grey area” namun
para pelaku usaha untuk secara leluasa mengambil langkah bisnis yang mereka
mencapai efisiensi guna mengetahui dengan pasti, yaitu apakah suatu tindakan
71
Ibid.
72
Arie Siswanto, op. cit, hlm.66.
persaingan, ditentukan oleh “… economic values, that is, with the maximization of
consumer want satisfaction through the most efficient allocation and use
reason yang digunakan oleh para hakim dan juri mensyaratkan pengetahuan
tentang teori ekonomi dan sejumlah data ekonomi yang kompleks, di mana
mereka belum tentu memiliki kemampuan yang cukup untuk memahaminya, guna
Bagan 2.2
REASONABLE LEGAL
itu sendiri. Negara yang memiliki hukum persaingan usaha berada dalam kondisi
73
Emmy Yuhassarie (ed), op. cit, hlm. 111.
aktual yang berbeda dalam sistem penegakan hukum persaingan dan kewenangan
undang No. 5/1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
Antimonopoli tersebut.75
auxiliary. Extra auxiliary organ adalah lembaga negara atau komisi negara yang
menyelesaikan permasalahan dengan cepat dan efektif, yang biasa disebut juga
yang dimiliki komisi sangat besar yang meliputi juga kewenangan yang dimiliki
74
Hermansyah, op. cit, hlm. 73.
75
Ibid
76
Sukarmi, “Kedudukan KPPU Dalam Lembaga Extra Auxiliary”, Jurnal Persaingan
Usaha, edisi 6, Desember, 2011, hlm. 32.
oragan semu negara memiliki perbedaan dalam hal kedudukan dengan KPPU.
KPK disebut sebagai komisi negara yang independen berdasarkan konstitusi atau
berdasarkan undang-undang.77
Adapun ketentuan lebih lanjut pada ayat 2 yang mengartikan “komisi” adalah
pemerintah serta pihak lain. Serta di ayat 3 diatur mengenai komisi ini bahwa
Pengawas Persaingan Usaha yang ditetapkan pada tanggal 18 Juli 1999 maka
secara resmi KPPU sudah terbentuk dan pembentukan komisi ini bertujuan untuk
77
Tri Anggraini, Hukum Persaingan Usaha: studi konsep pembuktian terhadap
perjanjian penetapan harga dalam persaingan usaha, (Malang: Setara Press, 2013), hlm. 31.
No. 162/M Tahun 2000 tertanggal 7 Juni 2000, yang terdiri sebelas anggota
selama lima tahun ke depan. Tugas dari KPPU dijabarkan dalam Pasal 35 UU
rakyat”. KPPU memiliki misi, yaitu (1) menegakkan hukum persaingan, (2)
78
Hermansyah, op.cit, hlm. 75.
79
Destivano Wibowo dan Harjon Sinaga, Hukum Acara Persaingan Usaha, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 3.
dan kredibel.80
diberikan Pasal 35 huruf d. Dan wewenang Komisi tersebut diatur dalam Pasal 36,
sebagai berikut:
a. Menerima laporan dari masyarakat dana tau dari pelaku usaha tentang
dugaan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
b. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau
tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
c. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang
ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya.
d. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada
atau tidak adanya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
e. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan undang-undang ini.
f. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang
ini.
g. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,
saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f
yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi.
h. Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang
melanggar ketentuan undang-undang ini.
i. Mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, alat bukti
lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan.
j. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak
pelaku usaha lain atau masyarakat.
k. Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga
melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
l. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku
usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
80
Suhasril, op. cit, hlm. 150.
memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam hal yang berkaitan
menjatuhkan sanksi ganti rugi atau denda kepada terlapor. Kewenangan legislatif
kepentingan, maka anggota Komisi terikat oleh kode etik internal Komisi atau
81
Natasya Ningrum Sirait (a), op. cit, hlm. 111.
82
CICODS FH-UGM, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Perkembangannya,
Yogyakarta: CICODS, 2009, hlm. 159.
disebut juga dengan Tata Tertib Komisi yang melarang anggota Komisi untuk
tangan badan peradilan yang terlepas dan bebas dari campur tangan kekuasaan
cara-cara bagaimana dan apakah yang akan terjadi jika norma-norma hukum yang
dinamakan Hukum Acara ataupun Hukum Formil, yakni suatu rangkaian kaidah
hukum yang mengatur tata cara bagaimana mengajukan sesuatu perkara ke muka
suatu badan peradilan serta cara-cara hakim memberikan putusan, dan juga dapat
83
Ibid, hlm. 112.
84
CST, Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), hlm. 329.
Tidak Sehat;
KPPU.
Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara di
85
Ningrum Natasya Sirait dkk, Ikhtisar Ketentuan Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta:
The Indonesia Netherlands National Legal Reform Program, 2010), hlm. 225.
perilaku yang diatur pada Pasal 37 – Pasal 40 Peraturan KPPU No. 1 tahun 2006
monitoring yang dilakukan oleh Komisi berlangsung dan Komisi menilai bahwa
2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara yang menggantikan kehadiran sosok
peraturan KPPU No. 1 tahun 2006, tidak ada lagi diatur mengenai perubahan
consent order. Bila terlapor setuju dengan isi consent order, maka keputusan itu
akan didaftarkan dalam registrasi publik selama 60 hari untuk melihat pendapat
atau reaksi. Dimana kemudian FTC mengeluarkan penerimaan atau bila ditolak,
order ini telah ditutup. Prosedur selanjutnya adalah diikuti dengan prosedur
KPPU untuk mendengar keterangan saksi, saksi ahli, dan atau pihak lainnya yang
relevan. Sebagai jaminan atas diri pelapor, KPPU wajib merahasiakan identitas
pelapor yang bukan pelaku usaha yang dirugikan. Demikian juga sebaliknya
sebagai jaminan bagi pelaku usaha yang diperiksa, KPPU juga diwajibkan untuk
menjaga kerahasiaan atas segala informasi yang diperoleh KPPU dari pelaku
sebahagian berada dalam lingkup kewenangan penuh dari KPPU dan sebahagian
lagi berada di luar lingkup kewenangan KPPU. Proses penanganan perkara yang
89
Consent Decree merupakan persetujuan para terlapor untuk menghentikan tindakan
atau perbuatan yang masih diduga sebagai pelanggaran tanpa adanya pengakuan bersalah
sebagaimana yang diajukan oleh FTC dalam Hikmahanto Juwana dkk, Peran Lembaga Peradilan
Dalam Menangani Perkara Persaingan Usaha, (Jakarta: PBC, 2003), hlm. 60.
90
Natasya Ningrum Sirait (a), op.cit, hlm. 209.
91
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 1999), hlm. 58.
92
Natasya Ningrum Sirait dkk, op. cit, hlm. 227.
konkrit dari tindak lanjut laporan tersebut, akan tetapi dalam Pasal 38 ayat
ketentuan pelaporan.
c. Pemeriksaan Lanjutan
d. Membuat Putusan
5/1999 ini diatur dalam ketentuan Pasal 38. Pasal 38 ayat (1):
“setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi
pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis
kepada komisi dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya
pelanggaran, dengan menyertakan identitas pelapor.”
Berdasarkan Pasal 38 Ayat (1) dan (2) itu dapat disimpulkan bahwa yang
persaingan usaha tidak sehat itu kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha
93
Hermansyah, op. cit, hlm. 97.
a. Setiap orang atau siapa yang mengetahui telah terjadi atau adanya
terjadi atau dugaan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
ditentukan dalam Pasal 38 ayat (4) yang menyatakan bahwa tata cara
penyampaian laporan sebagaimana di maksud dalam ayat (1) dan (2) diatur lebih
lanjut oleh komisi. Dimana kelanjutannya terdapat dalam Pasal 12 sampai dengan
Pasal 14 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2006 tentang
Dari ketentuan diatas dapat diketahui bahwa laporan atas telah terjadi atau
dugaan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat itu wajib
94
Ibid, hlm. 98.
dibuat secara tertulis dan diperkuat oleh keterangan yang jelas dan lengkap. Ini
merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi bagi setiap orang yang
mengetahui dan pihak yang dirugikan atas pelanggaran UU No. 5/1999 yang
praktik monopoli dan persaingan tidak sehat yang dilakukan oleh seorang atau
penuh KPPU dan penanganan proses tersebut harus melibatkan badan peradilan
b. Kasasi; dan
c. Eksekusi putusan
memutuskan telah terjadi atau tidak terjadi pelanggaran terhadap UU No. 5/1999
dalam tenggang waktu tiga puluh hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan
lanjutan. Kewajiban ini ditentukan dalam Pasal 43 ayat (3) UU No. 5/1999.
Putusan tersebut harus dibacakan dalam upaya persidangan yang terbuka untuk
umum, yang harus diberitahukan kepada pelaku usaha.97 Segera setelah Majelis
Apabila pelaku usaha tidak melaksanakan Putusan Majelis KPPU dan tidak
pula melakukan upaya hukum keberatan terhadap putusan Majelis Komisi, maka
95
Ibid, hlm. 99.
96
Natasya Ningrum Sirait dkk, op.cit, hlm. 228.
97
Destivano Wibowo dan Harjon Sinaga, op. cit, hlm. 59.
98
Natasya Ningrum Sirait dkk, op.cit, hlm. 272.
Pasal 44 ayat (4) UU No. 5/1999). Apabila Pelaku Usaha tidak mengajukan upaya
hukum keberatan, maka putusan komisi telah mempunyai kekuatan hukum yang
Pengadilan Negeri. Ketentuan penetapan eksekusi ini dipertegas dalam Perma No.
penetapan eksekusi atas putusan yang tidak diajukan keberatan, diajukan kepada
pelaku usaha dapat menentukan sikapnya, yaitu tidak menerima isi putusan
dengan cara mengajukan keberatan atau menerima isi putusan tersebut, dalam arti
hukum pengajuan keberatan ditentukan dalam pasal 44 ayat (2) UU No. 5/1999
yang berbunyi:
Ketentuan lebih lanjut dapat juga dilihat dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2)
terkait dengan pengajuan upaya hukum pelaku usaha yang keberatan terhadap
99
Ibid, hlm. 279.
hukum usaha Pelaku Usaha tersebut100. Keberatan atas Putusan KPPU diperiksa
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tidak termasuk sebagai Keputusan
Usaha Negara.
Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap
Putusan KPPU, bahwa ketentuan Pasal 4 ini diatur dalam 8 (delapan) ayat, untuk
mengatur tata cara pengajuan upaya hukum keberatan terhadap putusan KPPU,
(1) Keberatan diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari terhitung
sejak Pelaku Usaha menerima pemberitahuan putusan KPPU dan atau
diumumkan melalui website KPPU.
(2) Keberatan diajukan melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri yang
bersangkutan sesuai dengan prosedur pendaftaran perkara perdata dengan
memberikan Salinan keberatan kepada KPPU.
(3) Dalam hal keberatan diajukan oleh lebih dari 1 (satu) Pelaku Usaha untuk
putusan KPPU yang sama, dan memiliki kedudukan hukum yang sama,
perkara tersebut harus didaftar dengan nomor yang sama.
(4) Dalam hal keberatan diajukan oleh lebih dari (1) Pelaku Usaha untuk
putusan KPPU yang sama, tetapi berbeda tempat kedudukan hukumnya,
100
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun
2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan terhadap Keputusan KPPU, 18 Juli
2005, Pasal 2 ayat 1.
101
Ibid, Pasal 2 ayat 2.
102
Suhasril, op. cit, 196-197.
tersebut.
undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, dalam pasal 45 ayat (3) dan (4), yang menyatakan:
103
Ibid.
dimaksud dalam ayat (2), dalam waktu 14 (empat belas) hari dapat
Permohonan Kasasi yang diatur dan berpedoman kepada Hukum Acara Perdata.
Karena hal ini tidak diatur dalam UU No. 5/1999 maupun peraturan KPPU No. 1
Tahun 2006. Hanya berpedoman kepada Pasal 8 peraturan MA No. 3 Tahun 2005
KPPU.104
104
Ibid, hlm. 200.
termasuk dalam kegiatan yang dilarang oleh UU No. 5/1999, penulis akan sedikit
membahas tentang perjanjian yang dilarang dalam UU No. 5/1999 karena bunyi
diartikan sebagai suatu peristiwa dimana dua orang atau dua pihak saling berjanji
untuk melakukan suatu hal.105 Jika diperhatikan pasal 1 angka 7 UU No. 5/1999,
perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan
diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis
Dalam BAB III UU No. 5/1999 diatur mengenai beberapa pasal tentang
perjanjian yang dilarang, yaitu dari pasal 4 sampai dengan pasal 16. Beberapa
1. Oligopoli (Pasal 4)
2. Penetapan Harga
a. Penetapan Harga (Pasal 5)
b. Diskriminasi Harga (Pasal 6)
c. Jual Rugi (Pasal 7)
d. Pengaturan Harga Jual Kembali (Pasal 8)
3. Pembagian Wilayah (Pasal 9)
105
Hermansyah, op.cit, hlm. 24
106
Andi Fahmi Lubis, op.cit, hlm. 92.
59
disusun oleh Christopher Pass dan Bryan Lowes adalah suatu tipe struktur pasar
107
Hermansyah, op.cit, hlm. 25.
dan/atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan. Penetapan harga
ini dapat dilakukan sesame pelaku usaha yang menghasilkan produk barang
dan/atau jasa yang sama dengan menetapkan harga yang harus dibayar oleh
contoh diskriminasi harga yang digunakan sebagai alat untuk mendorong sebuah
memungkinkan produksi ekonomi yang berskala besar untuk dicapai. Di sisi lain
diskriminasi harga mungkin digunakan sebagai suatu alat untuk memperbesar laba
monopoli dengan demikian jelaslah dilarang dalam UU No. 5/1999 itu adalah
diskriminasi harga yang digunakan sebagai alat atau instrumen yang dapat
wilayah adalah perjanjian yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau
alokasi pasar terhadap barang dan/atau jasa. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal
Perjanjian wilayah ini dapat bersifat vertikal atau horizontal. Perjanjian ini
cara membagi wilayah pasar atau alokasi pasar. Wilayah pemasaran dapat berarti
wilayah pemasaran atau alokasi pasar berarti membagi wilayah untuk memperoleh
atau memasok barang, jasa, atau barang dan jasa, menetapkan dari siapa saja dapat
menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk
tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri. Atau pelaku usaha dilarang
setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut
akan merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau
membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau
jasa dari pasar bersangkutan. Hal ini dapat juga disebut dengan group boykot.110
mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang
dan atau jasa dari pasar bersangkutan. Adapun teori mengenai kesuksesan
perjanjian kartel ini adalah sangat bergantung kepada kesetiaan para pelakunya
yang bila tidak dapat dipertahankan maka akan mengakibatkan harga kembali
membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama
dengan membentuk gabungan perusahaan atau perusaan atau perseroan yang lebih
109
Ibid, hlm. 31.
110
Natasya Ningrum Sirait(a), op.cit, hlm. 91.
111
Ibid, hlm. 92.
produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa sehingga dapat
sehat.112
dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai
pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang
dan atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Untuk bagian kedelapan,
perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi
sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa
tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau
proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang
dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan
masyarakat.113
disarankan oleh undang-undang. Tetapi yang menjadi perhatian dari perilaku yang
invoice atau kwitansi mereka. Transfer pricing adalah saat pelaku usaha
112
Ibid.
113
Ibid, hlm. 93.
memberikan harga yang lebih rendah kepada perusahaan yang terintegrasi diatas
atau dibawahnya dengan tujuan membuat biaya produksi lebih rendah sehingga
akan mengakibatkan harga jual yang lebih rendah dibanding pesaingnya karena
biaya produksi yang relatif lebih rendah. Tujuannya adalah menekan biaya yang
terjadi di level terbawah yang akan menjadi relatif rendah dibandingkan dengan
prinsipnya seorang pelaku usaha bebas untuk menentukan sendiri pihak penjual
atau pembeli atau pemasok suatu produk di pasar sesuai dengan berlakunya
hukum pasar. Karena itu, dilarang setiap perjanjian yang bertentangan dengan
Perjanjian yang dapat membatasi kebebasan pelaku usaha tertentu untuk memilih
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa
hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa
tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
2. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu
harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha
pemasok.
3. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan
harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa
pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha
pemasok:
a. Harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha
pemasok; atau
b. Tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari
pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
114
Ibid, hlm. 94.
115
Susanti Adi Nugroho, op.cit, hlm. 213.
menjelaskan bahwa perjanjian dengan pihak luar negeri adalah perjanjian yang
dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 16
dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan
tidak sehat”.116
Dengan adanya persaingan usaha yang sehat dan adil (fair competition),
jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha. Tanpa adanya persaingan, tidak akan
dapat diketahui apakah kinerja yang dijalankan sudah mencapai tingkat optimal.
Ini dikarenakan tidak adanya pembanding yang dapat dijadikan acuan sehingga
kita selalu terjebak dalam penilaian subjektif bahwa kita sudah melakukan yang
Pasal 17 sampai dengan Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah ditentukan secara jelas
116
Hermansyah, op.cit, hlm.38.
117
Susanti Adi Nugroho, op. cit, hlm. 224.
Bentuk monopoli118 (Pasal 17) yang dilarang ialah apabila memenuhi unsur-
unsur melakukan kegiatan penguasaan atas produk barang, jasa, atau barang dan
jasa tertentu, melakukan kegiatan penguasaan atas pemasaran produk barang, jasa,
atau barang dan jasa tertentu, penguasaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
dilakukan oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha atau yang
bertindak sebagai pembeli tunggal, kemudian telah menguasai lebih dari 50%
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu, dan yang terpenting adalah
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri
maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
118
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli (pasal 1(1))
yaitu suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa
tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha.
pemasokan barang, jasa, atau barang dan jasa dengan cara menjual rugi atau
menetapkan harga yang sangat rendah (dumping) dari harga produksi yang sejenis
memanipulasi biaya produksi dan biaya lain yang nantinya akan diperhitungkan
sebagai salah satu komponen harga barang, jasa, atau barang dan jasa yang akan
persaingan usaha yang tidak sehat atau merugikan masyarakat. Indikasi biaya
yang dimanipulasi terlihat dari harga yang lebih rendah dari harga seharusnya.119
119
Tri Anggraini, op. cit, hlm. 23.
1. Pengertian Pasar
lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual, baik secara langsung
jasa. Pasar sebagai tempat untuk bergeraknya roda ekonomi dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Pelaku usaha baik sebagai produsen, distributor dan konsumen
merupakan salah satu pihak yang memiliki peran terbesar dalam menentukan
sehat atau tidaknya suatu pasar. Pasar yang terdistorsi mengakibatkan harga yang
yang riil, di mana proses pembentukan harga dilakukan secara sepihak oleh
usaha yang tidak sehat, akibatnya fatal yaitu dapat melumpuhkan perekonomian
salah satu pelaku usaha, masyarakat luas bahkan yang terbesar dapat
120
Susanti Adi Nugroho, op. cit, hlm. 384.
dalam UU No. 5/1999, terdapat pasar bersangkutan yang merupakan unsur dari
untuk mendefinisikan tentang ukuran pasar dari sebuah produk. Ukuran pasar ini
angka 10 yaitu pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran
tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan/atau jasa yang sama atau sejenis atau
tertentu ditambah dengan produk lain yang bisa menjadi substitusi dari produk
tersebut. Produk lain menjadi substitusi sebuah produk jika keberadaan produk
lain tersebut membatasi ruang kenaikan harga dari produk tersebut. 122 Produk
akan dikategorikan dalam pasar bersangkutan atau dapat digantikan satu sama lain
121
Ibid.
122
Natasya Ningrum Sirait dkk, op. cit, hlm. 12.
karakter spesifik, serta perbandingan tingkat harga produk tersebut dengan harga
barang lainnya. Dari sisi penawaran, barang substitusi merupakan produk yang
potensial yang dihasilkan oleh pelaku usaha yang berpotensi masuk ke dalam
pasar tersebut.123
meningkatkan harganya tanpa menarik masuknya pelaku usaha baru atau tanpa
luar wilayah tersebut. Hal ini antara lain terjadi karena biaya transportasi yang
transportasi yang tidak signifikan, maka pasar geografis produk tersebut adalah
seluruh wilayah negara tersebut. Di sisi lain, jika pelaku usaha tidak memiliki
akses terhadap produk dari luar wilayah tersebut, maka juga dapat disimpulkan
tentang aspek-aspek yang memiliki pengaruh penting terhadap perilaku usaha dan
kinerja pasar, antara lain jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk dan keluar
pasar, keragaman produk, sistem distribusi, dan penguasaan pasar (Pasal 1 angka
123
Susanti Adi Nugroho, op. cit, hlm. 387.
124
Natasya Ningrum Sirait dkk, loc. cit.
125
Susanti Adi Nugroho, op. cit, hlm. 386.
produsen barang atau jasa tidak tercakup karena penekanannya hanya pada jumlah
menjadi 3 (tiga), yaitu pasar monopoli, pasar monopolistis, dan pasar oligopoli.
oleh sistem ekonomi pasar. Harga yang terbentuk di pasar merupakan harga
keseimbangan di mana jumlah yang diminta oleh pembeli persis sama dengan
jumlah barang yang ditawarkan oleh penjual. Jenis pasar persaingan sempurna ini
merupakan salah satu jenis dimana produsen (penjual) dan konsumen (pembeli)
tidak dapat melakukan penetapan harga atau kata lain, harga yang berlaku di pasar
tidak akan dapat dipengaruhi oleh satu pihak individu. Baik dari pihak produsen
maupun konsumen.127
126
Insan Budi Maulana, Pelangi Haki dan Antimonopoli, (Jakarta: Yayasan Klinik Haki,
2000), hlm. 232.
127
Susanti Adi Nugroho, op. cit, hlm. 248.
a. Terdapat banyak pembeli dan penjual dari suatu produk tersebut dan
mereka berada dalam posisi yang sama-sama kuat sehingga tidak bias
harga;
alokasi sumber daya yang tidak efisien dan merugikan secara sosial karena tidak
adalah bila didapat melalui paten, sehingga dikategorikan sebagai monopoli yang
legal, kemudian adanya pengontrolan terhadap bahan mentah dari suatu produk
biaya dimana biaya rata-rata turun dan output mampu memenuhi kebutuhan
permintaan pasar, bila harga dimana marginal cost sama dengan marginal
128
Monika Suhayati, Tesis Magister: “Kajian Yuridis Perjanjian Tertutup dan Penguasaan
Pasar Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha (Studi Atas Perkara Pemblokiran Terhadap SLI 001
dan 008 di Beberapa Warung Telekomunikasi oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.)”
(Jakarta:UI, 2006), 45. Diakses pada tanggal 21 Maret 2018.
dalam hal ini pelaku monopoli akan mengontrol jumlah output yang diproduksi.129
setiap perusahaan di pasar tidak hanya menerima harga yang berlaku di pasar,
melainkan mampu menentukan sendiri harga untuk setiap produk yang dihasilkan.
129
Natasya Ningrum Sirait (a), op. cit, hlm. 32.
130
Monika Suhayati, Tesis Magister: “Kajian Yuridis Perjanjian Tertutup dan
Penguasaan Pasar Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha (Studi Atas Perkara Pemblokiran
Terhadap SLI 001 dan 008 di Beberapa Warung Telekomunikasi oleh PT Telekomunikasi
Indonesia Tbk.)” (Jakarta:UI, 2006), 48. Diakses pada tanggal 21 Maret 2018
produk yang dihasilkan ini yang menjadi pembeda utama antara struktur pasar
penjual seperti struktur pasar persaingan sempurna serta memiliki produk yang
terdiferensiasi dan bebas masuk dan keluar pasar. Perbedaan utama antara struktur
(duopoly), produk yang dijual bias homogen (pure poligopoly) atau berbeda
produsen lain.133
perusahaan raksasa yang menguasai sebagian besar pasar oligopoli dan terdapat
(yang menguasai pasar) saling mempengaruhi satu sama lain, karena keputusan
131
Andi Fahmi Lubis, op. cit, hlm. 34.
132
Ibid, hlm. 35.
133
Tri Anggraini, op. cit, hlm. 10.
(mutual interdependence) ini merupakan sifat yang khusus dari firma dalam pasar
oligopoli.134
3. Penguasaan Pasar
dan semaksimal mungkin agar bisa menjadi yang terbaik di bidangnya. Ambisi
tersebut memaksa setiap pelaku usaha untuk meningkatkan kinerja dan daya
Dalam hal jika pelaku usaha dapat mewujudkan ambisinya tersebut, bisa
lewat keunggulan inovasi dan efisiensi dapat memberikan efek positif bagi
biaya (cost saving) atau menjamin pasokan bahan baku atau produk untuk
134
Monika Suhayati, Tesis Magister: “Kajian Yuridis Perjanjian Tertutup dan Penguasaan
Pasar Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha (Studi Atas Perkara Pemblokiran Terhadap SLI 001
dan 008 di Beberapa Warung Telekomunikasi oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.)”
(Jakarta:UI, 2006), 50. Diakses pada tanggal 21 Maret 2018
pelaku usaha untuk dapat menekan biaya rata-rata produksi melalui cakupan
produksi yang luas. Semuanya bisa berujung pada terciptanya harga yang rendah
dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat, sebagaimana ditentukan dalam Pasal
19, Pasal 20, dan Pasal 21 UU No. 5/1999. Di samping dilarangnya penguasaan
pasar yang besar oleh satu atau sebagian kecil pelaku pasar, juga dilarang
penguasaan pasar secara tidak adil, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
Perlu diketahui, bahwa Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 UU No. 5/1999 ini
ini memiliki pendekatan secara rule of reason, dimana perbuatan tersebut tidak
dapat dikatakan salah atau melanggar hukum jika belum dilakukan pengkajian
persaingan usaha tidak sehat atau tidak. Singkatnya, penguasaan pasar tersebut
tidak sehat.
karena penguasaan pasar yang cukup besar memiliki potensi positif seperti yang
konsumen dan tingkat keuntungan yang bisa diperoleh oleh pelaku usaha. Namun
perilaku pelaku usaha tersebut yang menjadi inti permasalahan pokok Pasal 19,
Pasal 20, dan Pasal 21 UU No. 5/1999. Penguasaan pasar yang cukup besar oleh
tindakan anti persaingan yang bertujuan agar dia dapat tetap menjadi penguasa
Penguasaan pasar tidak dapat dilakukan oleh pelaku usaha biasa yang
tidak memiliki power dalam pangsa pasar. Pihak yang dapat melakukan
penguasaan pasar adalah pelaku usaha yang mempunyai market power, yaitu
pelaku usaha yang dapat menguasai pasar, sehingga dapat menentukan harga
tersebut tidak harus 100%, satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
telah menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis produk tertentu, sudah
pesaingnya.
137
Ibid, hlm. 225.
138
Andi Fahmi Lubis, op. cit, hlm.139.
melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku
tertentu (pesaing) dalam hal melakukan usaha yang sama pada pasar
bersangkutan. Salah satu cara yang sering kali digunakan untuk menyingkirkan
pesaing adalah dengan menerapkan strategi refusal to deal. Strategi ini pernah
diterapkan oleh Eastman Kodak Co, ketika perusahaan tersebut berniat untuk
jalur distribusi peralatan fotografi, maka Kodak harus menguasai perusahaan retail
yang menjual peralatan fotografi. Salah satu perusahaan retail, Southern Photo
yang menolak untuk menjual perusahaan distribusi ini, Kodak menolak untuk
menjual peralatan fotografi. Dalam hal ini Kodak menggunakan kekuatan pasar
pada industri hulu untuk mendapatkan kekuatan pasar pada industri hilir. Namun
139
Susanti Adi Nugroho, op. cit, hlm. 256-257.
a. Harus dibuktikan bahwa motivasi utama tindakan refusal to deal itu adalah untuk
menguasai pasar.
b. Harus dibuktikan bahwa tindakan refusal to deal tersebut dapat mengarah pada
penguasaan pasar.
c. Harus dibuktikan bahwa penguasaan pasar itu pada gilirannya akan memberikan
pelaku usaha lain (pesaing) untuk tidak melakukan atau meneruskan hubungan
usaha dengan pihak usaha pesaing tersebut. Hal yang dilakukan oleh pelaku usaha
ini ialah dengan mengadakan upaya perjanjian antara distributor dari pelaku usaha
tersebut yang memasarkan produknya dengan pihak grosir, pengecer, ritel atau
pengecer, maupun ritel ini menjual barang lain, maka akan diberhentikan
pengiriman barang oleh distributor, dan ini bagi para grosir, pengecer, maupun
ritel akan jelas merugikan, karena memang produk dari pelaku usaha ini memang
140
Ibid
141
Ibid, hlm. 258.
diminati oleh para konsumen dengan tingkat permintaan dan penjualan yang
besar. Dengan perjanjian inilah, kemudian bagi para pelaku usaha lain akan
bersangkutan.
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri
maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
produk yaitu membatasi peredaran dan/atau penjualan barang dan/atau jasa pada
dipasok oleh produsen dan komponen tersebut hanya boleh dipasang oleh montir
yang menerima latihan khusus dari produsen. Pasal 19 Huruf c juga dapat
penerimaan. 144
142
Ibid.
143
Ibid.
144
Knud Hansen dkk, Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha tidak sehat, (Jakarta: Katalis, 2002), hlm.294.
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri
monopoli terhadap pelaku usaha tertentu (Pasal 19 huruf d). Berdasarkan pasal
tersebut jelas bahwa menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu tidak boleh
dilakukan dengan cara yang tidak wajar atau dengan alasan non-ekonomi,
sebagai “menentukan dengan cara tidak beralasan harga yang berbeda-beda atau
usaha lain diperlakukan dengan cara yang tidak sama. Pelaku usaha lain bebas
asalkan perilaku mereka tidak melanggar peraturan hukum lain. Bentuk perilaku
beralasan atau tidak tergantung pada keadaan setiap kasus. Untuk dapat
145
Susanti Adi Nugroho, op. cit, hlm. 258.
kegiatan diskriminasi tersebut. Oleh sebab itu dalam rangka jumlah kasus contoh
Akibat hukum ialah akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh
suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh hukum. Tindakan
ini dinamakan tindakan hukum. Jadi dengan lain perkataan, akibat hukum adalah
akibat dari suatu tindakan hukum atau akibat hukum merupakan akibat yang
atau lebih subyek hukum, di mana hak dan kewajiban pihak yang satu
Pokok pembahasan akibat hukum yang terdapat dalam UU No. 5/1999 ini
tidak sehat yang dapat juga berimbas kepada kerugian yang dialami pelaku usaha
adanya suatu hubungan hukum. Suatu hubungan hukum tersebut memberikan hak
dilanggar akan berakibat, bahwa orang yang melanggar itu dapat dituntut di
146
Knud Hansen dkk, op. cit, hlm. 296.
147
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 296.
pengadilan. Dalam hal ini para pelaku usaha yang melakukan tindakan hukum
seperti halnya perjanjian dan kegiatan anti persaingan yang terdapat dalam UU
No. 5/1999 akan mendapat akibat hukum hukum juga yaitu sanksi.
Dalam UU No. 5/1999, sanksi diatur dalam Pasal 47 sampai dengan Pasal 49.
UU ini juga memberikan wewenang kepada KPPU untuk menerapkan sanksi yang
yaitu:
Adapun penetapan sanksi pidana pokok oleh Pasal 48 yaitu sebagai berikut:
Kemudian dalam Pasal 49 UU No. 5/1999 yang merujuk pada pasal 10 Kitab
Jadi, akibat hukum dari penguasaan pasar ini, memiliki sanksi hukum yang
tingginya Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Serta diatur juga
DISTRIBUTORNYA
1. Kasus Posisi
Perkara ini bermula dari laporan para pedagang ritel maupun eceran ke
Kantor KPPU pada September 2016. Pedagang mengaku dihalangi oleh pihak PT
Fresindo Jaya (Mayora Group). Salah satu klasul perjanjian ritel menyebutkan,
dari star outlet (SO) menjadi whole saler (eceran). Kemudian PT Tirta Fresindo
pada 1 Oktober 2016. Somasi ini selanjutnya ditanggapi oleh otoritas persaingan
usaha. KPPU mengendus praktik persaingan usaha tidak sehat dalam industri
AMDK. Dalam kasus ini, PT Tirta Investama diduga melanggar tiga pasal, yaitu
pasal 15 ayat (3), pasal 19 dan pasal 25 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang
tentang adanya dugaan pelanggaran dalam pasar Air Minum Dalam Kemasan,
148
Sakina Rakhma, Aqua vs Le Minerale, Pemilik toko diminta tidak pajang Le Minerale,
dikutip dari https://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/23/063026426/aqua-vs-le-minerale-
pemilik-toko-diminta-tidak-pajang-le-minerale, diakses pada tanggal 5 April 2018.
86
dilakukan gelar laporan dan susunan dalam bentuk rancangan laporan dugaan
pelanggaran Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1999 dalam Produk Air Minum Dalam Kemasan Air Meneral
12th Floor, Jl. HR. Rasuna Said Blok X-5 No. 13, Jakarta;
memiliki tiga bukti. Salah satu bukti yang dimiliki tim investigator yakni bukti
arah antara terlapor I dan II, yang saling dikirim melalui alamat e-mail kantor. E-
mail yang ditemukan tim investigator berjudul "Degradasi Star Outlet (SO)
Menjadi Whole saler." E-mail itu berisi sanksi yang diterapkan oleh terlapor II
distributor dan salah satunya adalah Terlapor II. Jangkauan distribusi atau
materi dalam amar putusan. Untuk itu, pertimbangan hukum diperlukan dalam
Tim Investigator telah salah memproses perkara a quo sebagai perkara inisiatif;
berikut:
adanya laporan;
c. Bahwa data dan informasi tersebut dapat bersumber paling sedikit dari:
1) Hasil Kajian;
2) Berita di media;
3) Hasil Pengawasan;
ditetapkan dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 dan Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun
2010.
Untuk pemenuhan unsur Pasal 15 ayat (3) huruf b UU No. 5/1999, Majelis
menimbang bahwa Pasal 15 ayat (3) huruf b UU No. 5/1999 menyebutkan sebagai
berikut:
b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari
pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok
berikut:
pelaku usaha, Terlapor I dan Terlapor II memenuhi unsur tersebut karena para
terlapor merupakan pelaku usaha sebagai mana dimaksud dalam Pasal 1 angka
pengertian perjanjian yaitu “suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha
untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan
nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis”. Serta dalam Pasal 1 angka
benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak
terdapat dalam pasar produk yaitu produk air minum dalam kemasan
Berdasarkan alat bukti terkait yaitu komunikasi dua arah antara Terlapor I
tersebut dapat dikategorikan sebagai perjanjian yang terkait dengan harga atau
sangat menentukan tingkat harga yang didapat pelaku usaha yang dipasok.
Dengan ini majelis mempertimbangkan sesuai alat bukti yang didapat bahwa
pada harga beli yang diperolehnya. Serta berdasarkan keterangan para saksi
yang telah di degradasi tokonya dan dilarang untuk menjual air mineral merek
yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan
atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing
pasal 19 huruf a dan b UU No. 5/1999. Beriikut bunyi pasal 19 huruf a dan b:
sebagai berikut:
tidak sehat
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
pesaingnya
terhadap pelaku usaha distributor dan keagenan agar dalam melaksanakan bisnis
persidangan
berikut:
pelaku usaha yang dihasilkan dari tindakan anti persaingan. Selain itu
b. Bahwa berdasarkan Pasal 36 huruf l jo. Pasal 47 ayat (1) UU No. 5 Tahun
Tahun 1999;
c. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 47 ayat (2) huruf g UU No. 5 Tahun
1999, Komisi berwenang menjatuhkan sanksi tindakan administratif
besaran nilai dasar dan kedua, penyesuaian besaran nilai dasar dengan
melebihi 10% dari total turn over tahun berjalan dari pihak Terlapor.
Apabila 10% turn over lebih besar dari Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh
turn over dari pihak Terlapor lebih kecil dari Rp 25.000.000.000,00 (dua
puluh lima miliar rupiah) maka akan dikenakan denda akhir sebesar 10%
turn over;
f. Bahwa dalam perkara a quo nilai turn over atau nilai penjualan dari para
penyesuaian besaran nilai dasar denda. Namun, oleh karena nilai 10% turn
sebagai batasan sanksi denda maksimal, maka Majelis Komisi tidak lagi
3. Putusan
penilaian, analisis dan kesimpulan di atas, serta dengan mengingat Pasal 43 ayat
(3) UU No. 5 Tahun 1999 sebagai dasar Hukum majelis untuk memutus, maka
meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b
Delapan Ratus Empat Puluh Lima Juta Empat Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah)
Ratus Sembilan Puluh Empat Juta Rupiah) dan disetor ke Kas Negara sebagai
Persaingan Usaha);
Terlapor I (PT Tirta Investama) dan Terlapor II (PT Balina Agung Perkasa)
terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal
Rp.13.845.450.000 (tiga belas miliar delapan ratus empat puluh lima juta empat
ratus lima puluh ribu rupiah) dan PT Balina Agung Perkasa dikenakan denda
sebesar Rp.6.294.000.000 (enam miliar dua ratus Sembilan puluh empat juta
rupiah).
hukum secara yuridis berdasarkan norma hukum yang ada yaitu sesuai dengan
dasar hukum UU No. 5/1999. Apakah sanksi yang diberikan KPPU sudah sesuai
norma hukum atau tidak. Namun, penulis tidak akan menyentuh perbuatannya
yang melanggar pasal 15 ayat (3) huruf b, karena fokus sasaran penulis sekarang
“Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri
maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:
a. Pelaku usaha
Unsur ini memiliki Batasan pengertian yang terdapat pada Pasal 1 angka 5
“Pelaku usaha adalah setiap orang atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama melalui
1) Orang atau Badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan
09 Juni 2017.
1999 yang dibuat oleh Dr. Purbandari, S.H., M.Hum., MM., M.Kn.
20 Oktober 2016.
telah terpenuhi.
berbunyi:
5/1999:
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa menolak
pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada
komunikasi dua arah oleh Terlapor I dan Terlapor II melalui e-mail, serta
Terlapor II untuk menjual Air Mineral merek Le Minerale dan juga para
saksi yang mengaku telah mengalami degradasi toko yang telah di copot
dari Star Outlet, Majelis Komisi menilai telah terbukti adanya perilaku
yang sama pada pasar bersangkutan. Dengan demikian unsur menolak dan
terlapor memenuhi segala unsur yang terdapat di pasal 19 huruf a. Para terlapor
terbukti melakukan penolakan dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu (PT
alat bukti yang didapat selama persidangan dimana Terlapor I dan Terlapor II
Yang dimaksud pelaku usaha sesuai Pasal 1 angka 5 UU No. 5/1999 sudah
dan PT Balina Agung Perkasa (Terlapor II). Dengan demikian unsur ini
terpenuhi.
Karena segala unsur yang terdapat dalam Pasal 19 huruf a dan b tentang
usaha dalam hubungan secara vertical dimana para pelaku usaha tersebut terbukti
menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan kegiatan usaha pada pasar
melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya. Hal ini diperkuat
dengan ditemukannya bukti berupa surat elektronik antara Terlapor I dan Terlapor
mengambil keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha yang dihasilkan dari
tindakan anti persaingan. Selain itu denda juga ditujukan untuk menjerakan
pelaku usaha agar tidak melakukan tindakan serupa atau ditiru oleh calon
sesuai dengan norma yang ada sebagaimana diatur dalam Pasal 47 ayat 2 huruf g
rupiah).
Sehingga yang menjadi lawan Aqua merupakan KPPU sendiri bukannya pelaku
usaha lain yang dirugikan dari perilaku para Terlapor (Le Minerale). Ditambah
lagi kasus pelanggaran ini menurut penulis tidak terlalu besar dan masih masuk
skala kecil karena pasar bersangkutannya adalah Air Minum Dalam Kemasan
maupun yang baru-baru ini terjadi yaitu tindakan kartel yang dilakukan Yamaha
dan Honda.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penguasaan pasar merupakan salah satu kegiatan yang dilarang yang terdapat
usaha yang cenderung menguasai pangsa pasar. Dimana pelaku usaha yang
perbuatan menyimpang agar dia bisa tetap menjadi penguasa pasar (market
power) dan bisa menjadi price setter dalam suatu pasar. Pengaturan mengenai
poin. Poin pertama yang mengatur tentang penolakan pelaku usaha tertentu
untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan (refuse
penjualan barang dan/atau jasa pada pasar bersangkutan. Dan yang terakhir
usaha tertentu. Kegiatan yang dilarang dalam UU No. 5/1999 ini memiliki
menghukum para pelaku usaha yang memiliki perilaku anti persaingan dalam
108
unsur yang terdapat dalam pasal 15 ayat 3 huruf b dan pasal 19 huruf a dan b.
Adapun unsur melakukan praktek monopoli dalam kasus ini terbukti karena
dari alat bukti yang didapat selama persidangan berupa pengakuan para sub-
distributor yang dilarang oleh Terlapor II (PT. Balina Agung Perkasa) untuk
tepat dan tidak melampaui batas sanksi dalam UU No.5/1999. Namun, saat
B. Saran
(dua puluh lima miliar). Ukuran dua puluh miliar tersebut termasuk besar pada
tahun dimana Undang-undang tersebut lahir. Namun sekarang, dua puluh lima
pendahuluan yang dulu pernah diatur dalam Peraturan KPPU No. 1 Tahun
dihilangkan sejak berlakunya peraturan KPPU No. 1 tahun 2010 tentang Tata
Cara Penanganan Perkara dan dicabutnya peraturan KPPU No. 1 tahun 2006.
Karena dengan adanya metode perubahan perilaku, akan sangat efektif untuk
juga akan semakin produktif dalam menyelesaikan semua perkara atau laporan
langkah awal yang baik dalam pencegahan praktik persaingan tidak sehat dan
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Press, 2013.
Bakir, Herman. Filsafat Hukum: Tema-teman fundamental keadilan dari sisi ajaran fiat
Hansen, Knud dkk. Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Head, John W. Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Jakarta: ELIPS II, 2002.
2008.
Kansil, CST. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 2002.
Lubis, Andi Fahmi, dkk. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks,
Maulana, Insan Budi. Pelangi Haki dan Antimonopoli. Jakarta: Yayasan Klinik
Haki, 2000.
2012.
Prayoga, Ayudha, dkk (ed). Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di
Sirait, Ningrum Natasya (b). Asosiasi & Persaingan Usaha Tidak Sehat. Medan:
2010.
2012.
Sudiro, Amad dan Deni Bram (ed). Hukum dan Keadilan (Aspek Nasional &
2010.
Grafika, 2013.
Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli. Jakarta:
Yuhassarie, Emmy (ed). Undang-undang No, 5/1999 dan KPPU. Jakarta: Pusat
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2005 Mengenai Tata Cara Penanganan
Perkara
No.5/1999
Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara
Artikel Ilmiah/ Jurnal, Skripsi, dan Tesis Melalui Media Cetak Maupun
Elektronik
Amad Sudiro, Nilai Keadilan Pada Hubungan Pelaku Usaha dan Konsumen
Deliana Prahita Sari dkk, Persaingan Usaha Tidak Sehat: Asal Mula Kasus Aqua
vs. Le Minerale,
http://kabar24.bisnis.com/read/20170711/16/670224/persaingan-usaha-
Maret 2018.
Wahyudi Aulia Siregar, Kasus Persaingan Usaha Tidak Sehat Paling Banyak
Terjadi di Jakarta,
https://economy.okezone.com/read/2017/06/15/320/1717063/wah-kasus-
persaingan-usaha-tidak-sehat-paling-banyak-terjadi-di-jakarta, diakses
http://cambridge.org/core/books/competition-law-regulation-and-smes-in-
the-asiapacific/competition-law-and-smes-in-