Anda di halaman 1dari 114

AKIBAT HUKUM TERHADAP TINDAKAN PENGURUS YAYASAN

YANG MENGALIHKAN KEKAYAAN YAYASAN MENURUT UNDANG-


UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN
(Studi Kasus Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Untuk Mencapai Gelar


SARJANA HUKUM

Oleh :
DANIEL EDENATA GIRSANG140200356
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS


SUMATERA UTARA MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas perkenanan dan kasih-

Nya yang telah menolong penulis menyelesaikan perkuliahan selama ini terkhusus

dalam pengerjaan penelitian skripsi yang berjudul “Akibat Hukum Terhadap

Tindakan Pengurus Yayasan Yang Mengalihkan Kekayaan Yayasan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan (Studi

Kasus: Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia)”ini.

Adapun salah satu tujuan dari disusunnya skripsi ini adalah untuk

melengkapi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Universitas

Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Drs. Warman Girsang,

MM dan Ibu Matilda Haloho,S.Pd, serta saudara kandung penulis, yaitu Eben

Ezer Girsang S.Th, Steven Christoper Girsang dan Priscila Eklesia Girsang.

Keluarga yang senantiasa ada dalam suka dan duka penulis, sekaligus sebagai

semangat dan motivasi terbesar penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. O.K Saidin, SH.,M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH.,M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Penasehat Akademik

penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara;

Universitas Sumatera Utara


4. Bapak Dr. Jelly Leviza,SH.,M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution,SH.,MH, selaku Ketua Departemen Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Tri Murti Lubis,SH.,MH, selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing II;

7. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I. Terima kasih

sedalam-dalamnya saya ucapkan kepada Prof atas segala bimbingan, masukan-

masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis sehingga penulis bisa

menyelesaikan penulisan skripsi ini;

8. Seluruh dosen pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

baik yang masih mengabdikan diri ataupun yang sudah pensiun;

9. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

10. Sahabat-sahabatku terkasih yang tergabung dalam “Pasukan Goyang Jempol”,

Yohanes Lambox Tambunan, Chandra Kopan Sitorus, Saul Arapendo Purba,

Gabriel na Burju, Haposan Sasando, Batara Semangka, Nakwilliam Purba,

bang MP dan Nalsal Cole Damanik yang senantiasa ada disaat suka dan duka

penulis. Terima kasih banyak teman-teman, tanpa kalian aku bukan siapa-

siapa. Terima kasih telah mengisi hari-hari indahku dan sabar melihat

tingkahku. Aku mencintai kalian;

12. Sahabat – sahabatku sesama Pemuda/i di Gereja GKPS Stabat;

13. Sahabat-sahabatku di Sosial Media. Walaupun belum kenal semua, mudah-

mudahan ada kesempatan untuk lebih mengenal lagi;

Universitas Sumatera Utara


14. Kelompok Kecilku, EXONIA yang sudah entah kemana. Terima kasih untuk

Pemimpin Kelompok Kecilku, Bettiteresya Picet,SH, yang telah

mengenalkanku akan kasih Kristus yang begitu besar bagi dunia, terkhusus

bagiku pribadi. Terima kasih telah membantuku bertumbuh menjadi pribadi

yang lebih baik;

15. Keluarga Besar Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen

Universitas Sumatera Utara (UKM KMK USU);

16. Teman-teman Grup D Stambuk 2014 Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara. Thank you guys, see you on the top!;

17. Teman-teman Departemen Hukum Ekonomi Stambuk 2014 Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

18. Rekan-rekan mahasiswa/i, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

19. Rekan-rekan diluar kampus yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini, hanya Tuhan yang

dapat membalas kebaikan kalian.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.

Medan, April 2018

Daniel Edenata G

NIM. 140200356

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iv
ABSTRAK ......................................................................................................................... vi

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan................................................................................ 7
D. Keaslian Penulisan .................................................................................................. 8
E. Tinjauan Pustaka ..................................................................................................... 8
F. Metode Penelitian.................................................................................................... 13
G. Sistematika Penulisan.............................................................................................. 16

BAB II : PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PENGURUS DALAM


MENGELOLA KEKAYAAN YAYASAN
A. Pengertian Yayasan ................................................................................................. 18
B. Tujuan Pendirian Yayasan ...................................................................................... 25
C. Pengelolaan Yayasan oleh Organ Yayasan ............................................................. 35
D. Prinsip Pertanggung jawaban Pengurus dalam pengelolaan Kekayaan
Yayasan ......................................................................................................... ......... 50

BAB III : PENGALIHAN KEKAYAAN YAYASAN MENURUT


UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG
YAYASAN
A. Kekayaan Yayasan dan Perolehan Kekayaan Yayasan .......................................... 58
B. Pembagian Kekayaan Yayasan ............................................................................... 65
C. Pengalihan Harta Kekayaan Yayasan ..................................................................... 71

iv

Universitas Sumatera Utara


BAB IV : AKIBAT HUKUM DARI PENGALIHAN KEKAYAAN
YAYASAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28
TAHUN 2004 (STUDI KASUS YAYASAN KASIH ANAK
KANKER INDONESIA)
A. Posisi Kasus ............................................................................................................ 76
B. Akibat Hukum dari Pengalihan Kekayaan Yayasan Kasih Anak Kanker
Indonesia pada Putusan 01/PDT/2016/PT.DKI ...................................................... 86

BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 98
B. Saran........................................................................................................................ 100

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 101

v
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Daniel Edenata Girsang Prof.


Dr. Sunarmi,SH, M.Hum Tri
Murti Lubis,SH, MH


Yayasan adalah badan hukum yang menyandang hak dan kewajibannya
sendiri, yang dapat digugat maupun menggugat di pengadilan, serta memiliki
status yang dipersamakan dengan orang perorangan sebagai subyek hukum dan
keberadaannya ditentukan oleh hukum. Walaupun pada hakikatnya yayasan ini
tidak untuk mengejar keuntungan, tetapi karena banyaknya kemudahan yang
diberikan kepada yayasan, baik dari segi prosedur pendiriannya maupun
operasionalnya, sehingga banyak orang atau badan yang sengaja mendirikan
yayasan. padahal, pendirian yayasan ini hanya merupakan kedok untuk
mendapatkan fasilitas-fasilitas lain seperti menghindari pajak. Dengan kata lain,
banyak yayasan melakukan bisnis terselubung dengan dalih untuk mencapai suatu
tujuan.
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah
bagaimana peran dan tanggung jawab pengurus dalam mengelola kekayaan
yayasan, bagaimana pengalihan kekayaan yayasan menurut Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2004 dan bagaimana akibat hukum dari pengalihan kekayaan
yayasan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 sebagaimana diputus
oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dalam perkara Nomor
01/PDT/2016/PT.DKI. Metode penulisan dalam skripsi ini adalah metode
penelitian hukum normatif.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Kepengurusan Yayasan yang tidak
berjalan efektif karena tidak dikelola berdasarkan azas-azas tata pengelolaan yang
baik dan terjadi perbedaan prinsip mendasar antar organ yayasan sehingga terjadi
penyalahgunaan wewenang pengurus yayasan. Pengurus yayasan sebagaimana
disebutkan diatas menyalahgunakan wewenang dan terbukti melanggar pasal 5
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004.

Kata Kunci: Yayasan, Pengalihan, Kekayaan


Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan Yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat yang

menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan. Pertimbangan hakikinya adalah bahwa sifat dasar

manusia sebagai mahluk sosial yang tidak mau harus atau setidaknya mepunyai

keinginan untuk memperhatikan nasib dan kebutuhan sosial sesamanya untuk

meningkatkan kehidupan sosial mereka, atau dalam arti kata memberikan cinta

kasih dan menambah arti dan kualitas hidup yang positif bagi sesamanya. Dengan

adanya yayasan, maka segala keinginan sosial, keagamaan dan kemanusiaan

manusia itu dapat diwujudkan di dalam suatu lembaga yang telah diakui dan

diterima keberadaannya. Keinginan manusia untuk bersifat sosial, keagamaan,

dan kemanusiaan ini kadang kala merupakan wujud dari kebutuhan kerohanian

manusia itu sendiri.

Di indonesia, keberadaan Yayasan telah dikenal sejak zaman pemerintah

Hindia Belanda, yang dikenal dengan sebutan “stichting”. Namun tidak ada suatu

peraturanpun yang menegaskan bentuk hukum suatu Yayasan tersebut, apakah

berbentuk badan hukum (corporatie) yang konsekuensinya mempunyai kekayaan

sendiri yang terpisah dengan kekayaan para pendirinya ataukah bukan merupakan

badan hukum, sehingga ada percampuran kekayaan antara kekayaan yayasan

11

Universitas Sumatera Utara


dengan kekayaan para pendirinya. Pun tidak ada suatu peraturan yang mengatur

mengenai tujuan dan kegiatan apa saja yang boleh dilakukan oleh yayasan.1

Pada tanggal 6 Agustus 2001 lahirlah undang – undang yang mengatur

tentang Yayasan yaitu Nomor 16 Tahun 2001 Lembaran Negara (LN) No. 112

Tahun 2001 Tambahan Lembaran Negara (TLN) 4132 dan telah direvisi dengan

Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan LN No. 115 T.L.N.

4430. Sebelumnya itu, tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang

mengatur secara khusus tentang Yayasan di Indonesia. Selain itu, tampak di

masyarakat bahwa peranan yayasan di berbagai sektor, misalnya di sektor sosial,

pendidikan, dan agama sangat menonjol. Oleh karena itu, lembaga tersebut hidup

dan tumbuh berdasarkan kebiasaan yang hidup di dalam masyarakat. Namun

demikian, tidaklah berarti bahwa di Indonesia sama sekali tidak ada ketentuan

yang mengatur tentang yayasan. Secara sporadis dalam beberapa pasal undang-

undang disebut adanya Yayasan, seperti: Pasal 365, Pasal 889, 900, 1680 KUH

Perdata, kemudian dalam pasal 6 ayat (3) dan pasal 236 Rv, serta Pasal 2 ayat (7)

Undang- undang Kepailitan. Setelah keluarnya Undang- Undang (UU) Yayasan,

maka secara otomatis penentuan status badan hukum yayasan harus mengikuti

ketentuan yang ada di dalam UU yayasan tersebut. Dalam UU Yayasan

disebutkan bahwa yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta

pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri (Pasal 10 Ayat (1).2

1
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan Di Indonesia (Jakarta: PT.
ABADI, 2003), hlm. 3.
2
Anwar Borahima, Kedudukan Yayasan Di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media,
2010), hlm. 5.

Universitas Sumatera Utara


Yayasan dipandang sebagai subyek hukum karena memenuhi hal - hal

sebagai berikut:

1. Yayasan adalah perkumpulan orang.


2. Yayasan dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan- hubungan
hukum.
3. Yayasan mempunyai harta kekayaan sendiri.
4. Yayasan mempunyai pengurus.
5. Yayasan mempunyai maksud dan tujuan.
6. Yayasan mempunyai kedudukan hukum (domisili) tempat.
7. Yayasan mempunyai hak dan kewajiban.
8. Yayasan dapat digugat atau menggugat di muka pengadilan.

Yayasan adalah badan hukum yang menyandang hak dan kewajibannya

sendiri, yang dapat digugat maupun menggugat di pengadilan, serta memiliki

status yang dipersamakan dengan orang perorangan sebagai subyek hukum dan

keberadaannya ditentukan oleh hukum.3

Walaupun diakui selama ini bahwa yayasan adalah badan hukum, tetapi

Yayasan badan hukum berbeda dari Perseroan Terbatas, terutama dari segi tujuan.

Tujuan yayasan ini harus bersifat sosial dan idiil, yayasan sebaiknya tidak

dikaitkan dengan adanya perusahaan, tetapi dengan adanya maksud yang tidak

bertujuan untuk mencari keuntungan atau laba. Badan sosial jika melakukan

kegiatan usaha, tujuannya bukan untuk mencari keuntungan, melainkan

melaksanakan sesuatu yang idiil atau filantropis atau amal walaupun tidak

mustahil bahwa yayasan itu mendapat keuntungan. Walaupun pada hakikatnya

yayasan ini tidak bertujuan untuk mengejar keuntungan, tetapi karena banyaknya

3
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op. Cit., hlm. 20.

Universitas Sumatera Utara


kemudahan- kemudahan yang diberikan kepada yayasan, baik dari segi prosedur

pendiriannya, maupun operasionalnya, sehingga banyak orang atau badan yang

sengaja mendirikan yayasan. Padahal, pendirian yayasan ini hanya merupakan

kedok untuk mendapatkan kemudahan- kemudahan atau fasilitas – fasilitas lain,

seperti untuk menghindari pajak. Dengan kata lain, banyak yayasan yang
4
melakukan bisnis terselubung dengan dalih untuk mencapai tujuan yayasan.

Undang-Undang Yayasan menganut asas nirlaba yaitu tidak mencari

keuntungan. Modal yang ada tidak diolah untuk mendapat keuntungan melainkan

untuk melakukan suatu kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. 5Hasil usaha

atau keuntungan perusahaan yang diberikan kepada yayasan menjadi milik

yayasan atau kekayaan yayasan. Oleh karena menjadi milik yayasan, maka sejalan

dengan itu Pasal 3 Ayat (2) melarang, bahwa yayasan tidak boleh membagikan

hasil kegiatan usaha itu kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Ini untuk

menghindari agar jangan sampai anggota organ yayasan memanfaatkan

kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi dari hasil keuntungan perusahaan.

Di samping itu terdapat larangan pengalihan harta yayasan dalam Pasal 5 Ayat (1)

yaitu, bahwa kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain

yang diperoleh yayasan berdasarkan Undang-Undang Yayasan, dilarang dialihkan

atau dibagikan secara langsung baik dalam bentuk gaji, upah maupun honorarium,

4
Anwar Borahima, Op.Cit., hlm. 6.
5
Abdul Muis, Yayasan sebagai wadah kegiatan masyarakat (Medan:USU, 1991). Hlm.
95.

Universitas Sumatera Utara


atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada pembina, pengurus, dan

pengawas.6

Namun Undang-Undang itu sendiri memberi pengecualian sebagaimana

disebutkan Pasal 5 Ayat (2) bahwa pengurus yayasan dapat menerima upah, gaji

atau honorarium apabila pengurus itu adalah:

a. Bukan pendiri yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina, dan

Pengawas

b. Melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh.

Hal tersebut dapat dilakukan asalkan ketentuan itu dituangkan terlebih

dahulu dalam anggaran dasar yayasan supaya mengikat semua personal yayasan.

Melihat ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Yayasan tersebut maka

kekayaan yayasan dalam bentuk apapun dilarang untuk dialihkan kepada

Pembina, Pengurus dan Pengawas Yayasan. dengan melihat bunyi Pasal 5

Undang-Undang Yayasan tersebut, terdapat perubahan didalamnya, dimana

larangan pengalihan kekayaan Yayasan yang semula termasuk juga yang dilarang

adalah mengalihkan kekayaan Yayasan kepada pihak lain yang mempunyai

kepentingan terhadap Yayasan, kemudian larangan tersebut telah dihapus. Dengan

tidak terdapatnya ketentuan mengenai larangan pengalihan kekayaan Yayasan

kepada pihak lain (khususnya pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap

Yayasan). larangan untuk mengalihkan kekayaan Yayasan kepada pihak lain

maka pada prinsipnya hal tersebut boleh dilakukan. Akan tetapi pengalihan

6
Gatot Supramono, Hukum Yayasan Di Indonesia (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2008).
Hlm. 116.

Universitas Sumatera Utara


kekayaan yayasan kepada pihak lain tersebut disamping harus memperhatikan

syarat formalitas yang ditetapkan dalam Undang-Undang Yayasan dan Anggaran

dasar Yayasan, misalnya harus memperoleh persetujuan dari Dewan Pembina,

juga harus memperhatikan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang terdapat

di dalam Undang-Undang Yayasan serta Anggaran Dasar.

Penegakan hukum harus sungguh-sungguh dilakukan secara konsisten,

baik terhadap Yayasan yang sudah berdiri sebelum Undang-Undang Yayasan

Nomor 16 Tahun 2001, maupun yang didirikan setelah diundangkannya Undang-

Undang Yayasan ini.

Dari Latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis mengangkat judul

“Akibat Hukum terhadap tindakan Pengurus Yayasan yang mengalihkan

Kekayaan Yayasan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang

Yayasan (studi kasus Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia)”.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus

diselesaikan oleh peneliti dalam penelitian. Dengan adanya perumusan masalah

maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga

tidak mengarah pada hal-hal diluar permasalahan.

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana peran dan tanggung jawab Pengurus dalam mengelola kekayaan

Yayasan?

Universitas Sumatera Utara


2. Bagaimana pengalihan kekayaan Yayasan menurut Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2004 tentang Yayasan?

3. Bagaimana akibat hukum pengalihan kekayaan Yayasan ditinjau dari Undang-

Undang Yayasan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi

ini adalah:

1. Untuk mengetahui peran dan tanggung jawab pengurus dalam mengelola

kekayaan yayasan menurut Undang-Undang Yayasan.

2. Untuk mengetahui pembagian kekayaan pada Yayasan menurut Undang-

Undang Yayasan.

3. Untuk mengetahui akibat hukum pengalihan kekayaan Yayasan menurut

Undang- Undang Yayasan.

Sementara hal yang diharapkan menjadi manfaat dari adanya penulisan skripsi ini

adalah:

1. Manfaat Teoritis

Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan memberikan

sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada

umumnya, perkembangan hukum ekonomi dan khususnya di bidang badan

hukum yayasan dalam peran dan tanggung jawab dalam pengelolaan yang

dilakukan oleh organ yayasan di indonesia.

Universitas Sumatera Utara


2. Manfaat Praktis

Uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

dan menambah wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat tentang hukum

yayasan sehingga pendirian yayasan tidak hanya berkedok sebagai badan

hukum dan juga tidak hanya bertujuan untuk memperkaya organ yayasan saja.

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul penulisan skripsi ini adalah “Akibat Hukum Terhadap

Tindakan Pengurus Yayasan Yang Mengalihkan Kekayaan Yayasan Menurut

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan (Studi Kasus

Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia). Judul skripsi ini belum pernah ditulis

dan diteliti dalam bentuk yang sama sehingga tulisan ini asli, atau dengan kata

lain tidak ada judul yang sama dengan mahasiswa fakultas hukum USU.

Sekalipun ada, hal tersebut adalah diluar pengetahuan. Permasalahan yang

dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran pribadi yang didasarkan

pada pengertian-pengertian, teori-teori dan aturan hukum yang diperoleh

melalui referensi media cetak maupun media elektronik. Penelitian ini disebut

asli sesuai dengan asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka serta

dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Universitas Sumatera Utara


E. Tinjauan Pustaka

Sebelum membahas pengertian Yayasan menurut Undang-Undang

Yayasan, Yayasan menurut Black’s Law Dictionary menekankan adanya suatu

dana permanen yang dibuat dan dipelihara berdasarkan kontribusi. Yayasan

adalah badan hukum yang melakukan kegiatan dalam bidang sosial. 7

Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa yayasan

merupakan suatu organisasi yang melakukan kegiatan sosial (amal) yang tidak

bertujuan untuk mencari keuntungan.

Ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Yayasan ini mengakui

bahwa yayasan merupakan suatu badan hukum, yang mana status badan hukum

yayasan semua diperoleh dari sistem terbuka penentuan suatu badan hukum

beralih menjadi sistem tertutup. Artinya, sekarang yayasan menjadi badan hukum

karena Undang-Undang atau berdasarkan Undang-Undang, bukan lagi

berdasarkan sistem terbuka yang berlandaskan pada kebiasaan, doktrin dan


8
ditunjang oleh yurisprudensi.

Ada beberapa unsur yang dapat dikatakan sebagai sebagai yayasan:

1. Yayasan merupakan Badan Hukum

7
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit., hlm. 14.
8
Fitri Pratiwi Rasyid, “Eksistensi Yayasan sebagai pihak dalam melaksanakan kegiatan
usaha ditinjau dari Undang-Undang Yayasan”, http://repository.unhas.ac.id (diakses pada tanggal
1 Juni 2018, pukul 18.00WIB)

Universitas Sumatera Utara


Sebagai badan hukum, yayasan cakap melakukan perbuatan hukum

sepanjang perbuatan hukum itu tercakup dalam maksud dan tujuanyayasan yang

dituangkan dalam anggaran dasar yayasan. Dalam hal yayasan melakukan

perbuatan hukum ultra vires, yang diluar batas kecakapannya, maka perbuatan

hukum tersebut adalah batal demi hukum. Dengan berlakunya Undang-Undang

yayasan, dalam pasal 1 angka 1 secara tegas disebutkan bahwa yayasan adalah

badan hukum. Namun demikian, mengingat pendirian yayasan mempunyai syarat

formil, maka kapan saatnya yayasan merupakan badan hukum? Dalam pasal 11

ayat 1 ditegaskan bahwa yayasan memperoleh status badan hukum saat akta

pendirian yayasan memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak

Asasi Manusia.

2. Yayasan terdiri atas kekayaan yang dipisahkan

Kekayaan yang dipisahkan berupa uang, barang, maupun kekayaan lain

yang diperoleh yayasan berdasarkan Undang-Undang Yayasan, yakni:

a. Kekayaan yang dapat diperoleh dari sumbangan atau bantuan yang tidak

mengikat.

b. Wakaf.

c. Hibah.

d. Hibah wasiat.

e. Perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan dan/

atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

10

Universitas Sumatera Utara


Kekayaan yang dipisahkan tersebut merupakan modal bagi usaha yayasan

yang berasal dari modal para pendiri sebagai modal awal, dan kekayaan yang

berasal dari sumber- sumber lainnya.

3. Peruntukan kekayaan yayasan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan

Hal ini sejalan dengan adanya pendapat yang mengatakan bahwa yayasan

adalah badan hukum yang philantropic, memiliki tujuan yang ideal, sehingga

kegiatannya tidak diperuntukkan semata-mata untuk mencari keuntungan.

Mengapa yayasan tidak mencari keuntungan? Karena yayasan bukan lapangan

untuk berusaha, tetapi lebih merupakan sarana dan wahana untuk melaksanakan

kegiatan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.

4. Yayasan tidak mempunyai anggota

Yayasan tidak terdiri atas anggota. Orang- orang yang merupakan pendiri,

dan organ yayasan, yakni pembina, pengawas dan pengurus bukan merupakan

anggota yayasan. Karyawan yayasan juga bukan merupakan anggota yayasan,

demikian pula orang-orang yang menerima manfaat baik secara langsung

maupun tidak langsung juga bukan merupakan anggota yayasan. 9

Undang-Undang Yayasan menentukan organ yayasan terdiri dari Pembina,

Pengurus, dan Pengawas.

1. Pembina.

Diciptakan organ pembina, sebagai pengganti pendiri. Pendiri yayasan

pada suatu saat dapat tidak ada sama sekali, yang diakibatkan karena pendiri

9
Ibid., hlm. 23.

1
1
Universitas Sumatera Utara
meninggal dunia ataupun mengundurkan diri. Keadaan dimana tidak ada seorang

pun pendiri atau pendiri hanya tinggal satu orang, memberikan kesempatan

kepada pendiri yang masih ada untuk memanipulasi yayasan untuk kepentingan

sendiri. Hal yang sama juga dapat dilakukan pengurus dalam hal ketiadaan

pendiri. Adanya organ pembina ini merupakan suatu hal yang baik untuk

menghindarkan hal-hal yang mengakibatkan yayasan beralih dari tujuannya.

2. Pengurus.

Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan

yayasan. pengurus yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan

yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan

baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pengurus yayasan tidak boleh

merangkap sebagai pembina atau pengawas. Pengurus yayasan diangkat oleh

pembina berdasarkan keputusan rapat pembina untuk masa kepengurusan selama

5 tahun dan dapat diangkat kembali.

3. Pengawas.

Pengawas merupakan organ dari masing-masing yayasan. Pengawas

mengawasi serta memberi nasihat kepada pengurus. Pengawas tidak boleh

merangkap sebagai pembina atau pengurus. Pengawas diangkat dans sewaktu-

waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat pembina sesuai dengan

ketentuan dalam anggaran dasar. Pengawas di dalam melakukan tugasnya

haruslah berdasarkan “duty of skill and care”, yaitu harus berdasarkan

kecakapan dan kehati-hatian yang seharusnya dimiliki oleh seorang pengawas.

12

Universitas Sumatera Utara


Oleh karena itu, bila kepailitan terjadi karena kesalahan dan atau kelalaian,

seperti juga pada pengurus, setiap anggota pengawas secara tanggung renteng

bertanggung jawab atas kerugian tersebut, kecuali anggota yang dapat

membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaian anggota

tersebut.10

F. Metode Penelitian

Metode penelitian penulisan skripsi ini menggunakan metode penulisan

sebagai berikut:

1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode

penelitian hukum normatif atau yang disebut penelitian hukum kepustakaan,

yaitu dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan

terhadap asas-asas hukum, yang mengacu pada norma-norma hukum yang

terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan perngadilan


11
serta norma-norma hukum yang ada pada masyarakat.

2. Sumber Data Penelitian

Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar

yang dalam (ilmu) penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Data sekunder

tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-

10
Chatamarrasjid Ais, Badan Hukum Yayasan (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002),
hlm. 22.
11
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Depok: Universitas Indonesia Press,
1994), hlm. 44.

1
3
Universitas Sumatera Utara
surat pribadi, buku-buku harian, sampai pada dokumen-dokumen resmi yang

dikeluarkan oleh pemerintah.12

Adapun jenis-jenis data sekunder adalah sebagai berikut:

a) Bahan hukum primer, yaitu bahan yang isinya mengikat karena

dikeluarkan oleh pemerintah, seperti berbagai peraturan perundang-

undangan, putusan pengadilan, dan traktat.

b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang isinya membahas bahan

primer, seperti buku, artikel, laporan penelitian, dan berbagai karya tulis

ilmiah lainnya yang diperoleh melalui media cetak maupun media

elektronik.13

c) Bahan hukum tertier, yang mencakup bahan yang memberi petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

seperti: kamus hukum, jurnal ilmiah, ensiklopedia dan bahan-bahan lain

yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang

diperlukan dalam penulisan skripsi ini.14

3. Teknik Pengumpulan Data

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif

dengan pengumpulan data secara studi pustaka (Library Research) dan juga

melalui bantuan media elektronik, yaitu internet untuk melengkapi penulisan

12
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), hlm. 28.
13
Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1990), hlm. 13
14
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), hlm.
104

14

Universitas Sumatera Utara


skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan.

Metode Library Research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan

tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan

beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi

dan hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran, dan

majalah. Bahan hukum primer, sekunder, dan tertier dikumpulkan dengan

melakukan penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari dan menganalisa

sumber bahan-bahan hukum tersebut yang berkaitan dengan rumusan masalah

yang terdapat dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, biasanya

penyajian data yang dilakukan sekaligus dengan analisanya. Metode analisis

data yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu

dengan:

a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang relevan

dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini;

b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut diatas

agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas;

c. Mengolah dan menginterprestasikan data guna mendapaatkan kesimpulan

dari permasalahan; dan

d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif,

yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

1
5
Universitas Sumatera Utara
G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi yang berjudul “Akibat Hukum Terhadap Tindakan

Pengurus Yayasan Yang Mengalihkan Kekayaan Yayasan Menurut Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan (Studi Kasus Yayasan Kasih

Anak Kanker Indonesia)” ini penulis membaginya menjadi beberapa sub-sub bab

agar penulisan skripsi ini bisa menjadi lebih terarah, sistematis, dan mudah

dipahami.

Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memaparkan tentang latar belakan penulisan skripsi,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian

penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan diakhiri oleh

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG YAYASAN

Bab ini membahas mengenai tinjauan umum tentang yayasan,

mulai dari bahasan tentang latar belakang yayasan di indonesia,

pengertian yayasan, tujuan pendirian yayasan, pengelolaan

16

Universitas Sumatera Utara


yayasan oleh organ yayasan, dan juga membahas mengenai

prinsip pertanggungjawaban pengurus dalam pengelolaan

kekayaan yayasan.

BAB III PENGALIHAN KEKAYAAN YAYASAN MENURUT

UNDANG- UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG

YAYASAN

Bab ini memaparkan mengenai kekayaan yayasan dan perolehan

kekayaan yayasan, pembagian kekayaan yayasan, dan pengalihan

harta kekayaan yayasan menurut Undang-Undang nomor 28

tahun 2004 tentang yayasan.

BAB IV AKIBAT HUKUM DARI PENGALIHAN KEKAYAAN

YAYASAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28

TAHUN 2004 (STUDI KASUS YAYASAN KASIH ANAK

KANKER INDONESIA)

Bab ini membahas tentang posisi kasus yang terjadi pada yayasan

kasih anak kanker indonesia serta akibat hukum dari pengalihan

kekayaan yayasan menurut undang-undang nomor 28 tahun 2004

pada yayasan kasih anak kanker indonesia.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini memaparkan tentang kesimpulan dari bab-bab yang telah

dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi

1
7
Universitas Sumatera Utara
perkembangan ilmu hukum yayasan dan orang-orang yang akan

membacanya.

18

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG YAYASAN

A. Pengertian Yayasan

Yayasan sebenarnya telah dikenal cukup lama dengan berbagai bidang

kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya

yang belum tertangani oleh badan hukum lainnya. Namun demikian, keberadaan

yayasan tersebut hanya berdasarkan pada kebiasaan, doktrin dan yurisprudensi.

Tidak terdapatnya aturan hukum yang secara khusus mengatur tentang yayasan ini

mengakibatkan terjadinya berbagai penafsiran terkait misalnya status hukum,

hakikat dan tujuan suatu yayasan serta aspek-aspek lain dalam pengelolaan

yayasan.

Pada tanggal 6 Agustus 2001 lahirlah Undang-Undang yang mengatur

tentang yayasan yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang yayasan.

dalam perkembangannya, ternyata Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 ini

belum mampu menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum dalam

masyarakat. Terdapat beberapa substansi dari Undang-Undang tentang yayasan

ini yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran dalam masyarakat sehingga

dapat menimbulkan ketidak pastian hukum, dibentuklah Undang-Undang Nomor

28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001

tentang yayasan. Undang-Undang nomor 16 tahun 2001 jo Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2001 tentang Yayasan memerlukan suatu aturan tentang pelaksanaannya, maka

18

Universitas Sumatera Utara


dibentuklah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2008

Tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan. 15

Tujuan diubahnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang

Yayasan menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 dimaksudkan untuk

lebih menjamin kepastian dan ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman

yang benar kepada masyarakat mengenai Yayasan, sehingga dapat

mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai

tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Perubahan

Undang-Undang yayasan dilakukan bukan untuk Penggantian Undang-Undang

dalam arti Undang-Undang yang lama diganti dengan yang baru. Perubahan itu

hanya sekedar mengubah sebagian pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2001. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 tidak mengubah seluruh

pasal dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001.16

Dengan adanya perubahan tersebut, kedua Undang-Undang itu saling

berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Yayasan

sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2001 tentang yayasan juncto Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 tentang

perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 adalah badan hukum yang

berdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan

15
Hayati Soeroredjo, Status Hukum dari Yayasan dalam Kaitannya dengan Penataan
Badan-Badan Usaha di Indonesia (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000), hlm. 8.
16
Gatot Supramono, Op. Cit., hlm. 9.

19

Universitas Sumatera Utara


tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai

anggota.17

Dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2001, dengan tegas dikatakan

bahwa yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan

dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan,

dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diidentifikasi beberapa unsur

penting dari yayasan, yaitu sebagai berikut:

1. Yayasan adalah sebuah badan hukum

2. Yayasan didirikan atau dibentuk dari kekayaan yang dipisahkan dari

kekayaan pendirinya

3. Yayasan memiliki tujuan di bidang sosial, keagamaan, dan juga

kemanusiaan

4. Yayasan tidak mempunyai anggota

Pengertian Yayasan yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 16

tahun 2001, maka status badan hukum Yayasan, yang semula diperoleh dari

sistem terbuka penentuan suatu badan hukum (het open systeem van

rechtpersonen), beralih berdasarkan sistem tertutup (de gesloten systeem van

rechtspersonen). Artinya, sekarang Yayasan menjadi badan hukum karena

Undang-Undang atau berdasarkan Undang-Undang, bukan berdasarkan sistem

17
Penjelasan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang perubahan atas Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001.

20

Universitas Sumatera Utara


terbuka, yang berlandaskan pada kebiasaan, doktrin, dan ditunjang oleh

yurisprudensi.18

Kelompok yang beranggapan bahwa Yayasan sudah menjadi Badan

Hukum sebelum lahirnya UU No. 16 Tahun 2001 bertolak dari pandangan bahwa

suatu organisasi dapat menjadi badan hukum tidak harus berdasarkan Undang-

Undang atau dengan Undang-Undang, tetapi cukup karena kebiasaan, doktrin, dan

ditunjang oleh yurisprudensi. Oleh karena kebiasaan yang selama ini berlangsung

sudah memperlakukan Yayasan sebagai suatu badan hukum, juga karena doktrin

pada umumnya berpendapat demikian, serta adanya yurisprudensi yang

mendukung kenyataan bahwa Yayasan adalah suatu badan hukum, maka dengan

sendirinya Yayasan itu telah menjadi Badan hukum. Sebaliknya, kelompok yang

tidak setuju dengan pendapat kelompok pertama berpendapat bahwa suatu

putusan hakim atau pengadilan, darimana yurisprudensi bertolak, tidak dapat

menjadikan suatu organisasi menjadi badan hukum. Jadi, untuk dapat menjadi

suatu badan hukum harus dengan Undang-Undang atau berdasarkan Undang-


19
Undang.

Menjadi pertanyaan, apa sebenarnya badan hukum itu? Apa yang

dimaksud dengan “badan hukum”. Badan hukum itu adalah suatu pengertian

dimana ada suatu badan yang sekalipun bukan manusia alamiah namun dianggap

mempunyai harta kekayaan sendiri terpisah dari manusia orang perorangnya, yang

18
Puspa Melati Hasibuan, Pengantar Hukum Dagang Indonesia (Medan: Dharma
Persada, 2013), hlm. 194.
19
Ibid, hlm. 195-196.

21

Universitas Sumatera Utara


dapat mempunyai hak dan kewajiban sendiri, serta dapat melakukan perbuatan

hukum, sebagaimana manusia alamiah layaknya. 20

Umumnya jika ada suatu badan, maka niscaya badan yang bersangkutan

mempunyai anggota. Lazimnya badan itu diadakan dengan tujuan untuk

menghimpun sejumlah orang-orang yang dijadikan anggota dari badan yang

bersangkutan. Tetapi, khusus pada yayasan, tidak dikenal dengan adanya anggota.

Dalam Wep Op Stichting yang di belanda mengatur mengenai yayasan (Stichting)

tidak dikenal pula adanya anggota. Di sana ada yang dinamakan dengan

Donateurs, tetapi yang dimaksud dengan Donateurs ini adalah orang yang secara

berkala memberikan sumbangan kepada yayasan, tetapi tanpa sedikitpun

mempunyai hak-hak, termasuk hak untuk mengontrol yayasan. demikian


21
Donateurs itu bukanlah anggota.

Yayasan harus mempunyai tujuan. Dalam hal ini Undang-Undang kita

yang mengatur mengenai Yayasan (UU No. 16 Tahun 2001 jo. UU Revisinya No.

24 Tahun 2004), telah membatasi dengan ketat mengenai tujuan dari yayasan,

sedemikian rupa sehingga yayasan ini tidak disalah gunakan. Sebagaimana Pasal

1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, ditentukan bahwa yayasan

diperuntukkan untuk tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan

kemanusiaan. Demikian yayasan hanyalah dapat mempunyai tujuan di tiga sektor

ini.22

20
Rudhi Prasetya, Yayasan dalam Teori dan Praktik (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm.
8.
21
Ibid., hlm. 9.
22
Ibid., hlm. 10.

22

Universitas Sumatera Utara


Pada umumnya yayasan ini didirikan oleh satu atau beberapa orang

dengan memisahkan harta kekayaannya dengan tujuan idiil/sosial, artinya yayasan

ini harus untuk kepentingan suatu kelompok masyarakat diluar yayasan yang

dirasakan perlu untuk dibantu. Mengingat bahwa Yayasan ini harus untuk

kepentingan suatu kelompok masyarakat diluar yayasan yang dirasakan perlu

untuk dibantu, maka yayasan tidak mempunyai anggota. Sebelum berlakunya

Undang-Undang Yayasan, satu-satunya organ Yayasan yang dimiliki oleh

Yayasan adalah pengurus. Pengurus inilah yang mewakili kepentingan yayasan,

baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam praktik rupanya belum ada

keseragaman mengenai organ yayasan, tetapi semuanya tergantung pada yayasan

itu sendiri. Organ yayasan dapat terdiri dari pendiri, badan penyantun, pengurus,

dan kadang-kadang ada suatu badan pengawas khusus atau internal. Akan tetapi

yang selalu ada adalah pendiri dan pengurus. Dengan berlakunya Undang-Undang

Yayasan, maka organ yayasan selain pengurus, dikenal juga pembina dan
23
pengawas.

Sebagai suatu badan sosial, jika melakukan usaha tujuannya bukan untuk

mencari keuntungan, melainkan untuk melaksanakan sesuatu yang idiil, atau

amal, meskipun tidak mustahil yayasan tersebut mendapatkan suatu keuntungan.

Disamping itu, tidak ada ketentuan yang melarang yayasan untuk mendapat

keuntungan.

Lahirnya Undang-Undang Yayasan dikarenakan adanya kehendak yang

menyimpang untuk menjadikan Yayasan sebagai “kendaraan” untuk tujuan

23
Anwar Borahima., Op.Cit., hlm. 7-8.

23

Universitas Sumatera Utara


memperoleh keuntungan (bukan tujuan sosial dan kemanusiaan), sebagaimana

dapat dilakukan pada Perseroan Terbatas. Di indonesia persoalan Yayasan

mencuat ke permukaan disebabkan sejumlah yayasan yang didirikan karena

kewenangan kekuasaan atau instansi telah memanfaatkan berbagai fasilitas yang

diberikan oleh kewenangan itu, baik berupa monopoli, pemberian order tertentu,

maupun keringanan atau bahkan pembebasan pajak. Disamping itu, Yayasan telah

dipergunakan untuk menembus “birokrasi” dan kekayaan beberapa Yayasan yang


24
amat besar telah menarik perhatian berbagai pihak.

Yayasan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Republik

Indonesia yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. 25 Yayasan wajib membayar

segala biaya atau ongkos yang dikeluarkan oleh organ Yayasan dalam rangka

menjalankan tugas Yayasan. 26

Undang-undang Yayasan tidak melarang Yayasan untuk melakukan

kegiatan usaha, hanya saja kegiatan usaha tersebut dilakukan dengan cara

mendirikan badan usaha dan atau ikut serta dalam suatu badan usaha (Pasal 3 ayat

(1) Undang-Undang Yayasan), artinya yayasan tidak diperkenankan untuk

langsung menjalankan kegiatan usaha selain dengan cara mendirikan badan usaha

atau ikut serta dalam suatu badan usaha dan karenanya pendirian atau penyertaan

dalam suatu badan usaha oleh yaysan merupakan satu-satunya cara bagi yayasan

untuk melakukan kegaitan usaha. Mengacu pada ketentuan Pasal 3 ayat (2)

24
Puspa Melati Hasibuan., Op.Cit., hlm. 197.
25
Pasal 4 UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
26
Pasal 6 UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

24

Universitas Sumatera Utara


Undang-Undang Yayasan, hasil kegiatan usaha ini tidak boleh dibagikan atau

dialihkan kepada pembina, pengawas, dan pengurus yayasan. 27

Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan

maksud dan tujuan yayasan. Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai

bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan

tersebut paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan

yang dipunyai Yayasan.28

B. Tujuan Pendirian Yayasan

Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian

harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal. Hal ini menunjukkan bahwa

pendiri bukanlah pemilik Yayasan karena sudah sejak semula telah memisahkan

sebagian dari kekayaannya menjadi milik badan hukum Yayasan. ini merupakan

salah satu alasan untuk berpendapat bahwa Yayasan adalah milik masyarakat.

Orang asing pun pada dasarnya dapat mendirikan Yayasan di indonesia, dengan

memisahkan harta dari seseorang atau beberapa orang pendirinya, dengan tujuan

idiil/sosial yang tidak mencari keuntungan, mempunyai pengurus yang diwajibkan

mengurus dan mengelola segala sesuatu yang bertalian dengan kelangsungan

hidup Yayasan.29 Pendirian yayasan berbeda dengan perseroan terbatas. Pendirian

27
Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi., Op.Cit., hlm. 32.
28
Puspa Melati Hasibuan., Op.Cit., hlm. 198.
29
Chatamarrasjid Ais., Op.Cit., hlm. 27.

25

Universitas Sumatera Utara


yayasan adalah perbuatan hukum sepihak meskipun didirikan oleh lebih dari satu

orang, sedangkan perseroan terbatas merupakan perjanjian antara para pendiri. 30

Dalam Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang Yayasan, dimungkinkan orang

asing untuk mendirikan yayasan di Indonesia. Orang asing tersebut dapat

mendirikan sendiri atau secara bersama-sama dalama arti sesama orang asing atau

bersama-sama dengan orang indonesia.

Yayasan harus mempunyai tujuan tertentu dan jelas. Tujuan tersebut harus

ideal dan tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, hukum

dan kepentingan umum. Yayasan tidak boleh mempunyai tujuan yang diarahkan

kepada pencapaian keuntungan dan kepentingan kebendaan bagi pendirinya,

karena yayasan bukan badan usaha perdagangan yang tidak hanya berharap

mendapat keuntungan tetapi juga mengandung resiko untuk menderita kerugian,


31
yang dapat mengakibatkan tujuan sosial yayasan tidak tercapai.

Berdagang mengandung bukan hanya harapan untuk mendapat

keuntungan, akan tetapi juga mengandung kemungkinan dan risiko untuk

menderita kerugian, sedangkan memperoleh kerugian bukanlah termasuk kepada

hak yayasan. Jadi pada awalnya yayasan ini didirikan untuk tujuan idiil/sosial, dan

tidak mencari keuntungan. Pendiri sama sekali bebas untuk mengatur sesuai

kehendaknya. Yang harus dijaga adalah, Yayasan tidak boleh berubah menjadi

suatu perkumpulan.

30
Ratnawati W. Prasodjo, Mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam
rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Makalah seminar
Undang-Undang No. 16 Tahun 2001, hlm. 6.
31
R.F. Saragih, Yayasan dan Permasalahan di Indonesia Era Hukum No.3 (2000), hlm.
247.

26

Universitas Sumatera Utara


Tujuan Yayasan dapat diarahkan kepada pencapaian sesuatu di lapangan

kesejahteraan umum atau sesuatu di lapangan kepentingan umum. Di sisi lain,

tujuan itu dapat terbatas, hanya untuk golongan tertentu saja tanpa menyebut

nama per individu, melainkan hanya disebut menurut golongannya ataupun nama

jenisnya, misalnya untuk kepentingan para tunanetra, para karyawan,

pembangunan sekolah di suatu tempat tertentu ataupun untuk kepentingan anak-

cucu keturunan dari pendirinya.

Oleh karena itu, menurut Soemitro, bahwa yayasan lebih tepat disebut

sebagai organisasi tanpa tujuan laba (OTTL) sebagai terjemahan dari Non-Profit

Organization. Menurut Soemitro, istilah OTTL lebih tepat daripada nirlaba,

karena kata “Nir” yang berasal dari bahasa jawa berarti tanpa, sehingga nirlaba

berarti tanpa laba, sedangkan yayasan adakalanya memperoleh laba atau

keuntungan, tetapi ini tidak menjadi tujuan yang utama. Lebih jauh dijelaskan

bahwa istilah OTTL ini lebih luas daripada istilah Yayasan. yayasan adalah

OTTL, tetapi sebaliknya OTTL tidak selalu merupakan Yayasan. jadi yayasan

merupakan salah satu organisasi tanpa tujuan laba. Oleh karena itu, kata “tujuan”
32
harus dicantumkan dalam istilah.

Tidak ada lebih lanjut mengenai pengertian idiil, sosial dan filantropis,

tetapi pada umunya pendidikan dan rumah sakit berbentuk Yayasan. apakah

pendidikan dan rumah sakit .

Tujuan untuk memajukan penddidikan sudah pasti termasuk di dalam

tujuan sosial kemanusiaan, tanpa mempersoalkan asal penerimaan sumbangan


32
Rochmat Soemitro, Status Hukum dan Sifat Usahanya (Jakarta, 1989), hlm. 161.

27

Universitas Sumatera Utara


pendidikan, atau dengan kata lain sumber penghasilannya, tetapi yang penting

adalah tujuannya. Bidang pendidikan merupakan salah satu bidang yang paling

banyak menggunakan bentuk badan hukum yayasan, karena memang diwajibkan

harus dalam bentuk yayasan. Tujuannya adalah untuk mencerdaskan bangsa,

memajukan pendidikan, dan/atau meningkatkan mutu pendidikan. Dalam

praktiknya yayasan pendidikan memungut biaya pendidikan (SPP) yang tidak

sedikit jumlahnya. Sebagai contoh perguruan tinggi yang ada di ibukota, jumlah
33
SPP selalu menyebut angka jutaan rupiah.

Demikian juga dengan rumah sakit, praktik menunjukkan bahwa ada

rumah sakit yang didirikan untuk melayani mereka yang menginginkan pelayanan

yang prima, tidak berdesak-desakan, dan berada di rumah sakit seolah-olah berada

di hotel mewah. Oleh karena itu, sulit untuk menentukan secara sederhana apa

yang dipahami sebagai kegiatan sosial yang benar-benar merupakan kegiatan

sosial yang sama sekali terhindar dari aspek komersial.

Di bidang kesehatan, apabila hendak mendirikan rumah sakit swasta

kebanyakan mendirikan rumah sakit dalam bentuk yayasan. Hal ini disebabkan di

dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

523/Men.Kes/Per/XI/1982 tanggal 29 November 1982, Pasal 8 Bab IV tentang

perizinan, menyatakan untuk memperoleh izin penyelenggaraan pelayanan medis

swasta disyaratkan atau hanya dapat diberikan kepada pemohon yang berbentuk

badan hukum. Jika hendak memilih bentuk badan hukum lain seperti, perseroan

terbatas atau badan hukum lainnya, maka akan terbentur pada persyaratan yang

33
Anwar Borahima, Op.Cit., hlm. 90.

28

Universitas Sumatera Utara


harus dipenuhi. Oleh karena itu, bentuk badan hukum yang selalu dipilih adalah

yayasan, karena alasan-alasan keuntungan dan kemudahan jika memakai bentuk

yayasan dibandingkan dengan bentuk badan hukum lainnya. Jadi motif pendirian

rumah sakit dengan bentuk yayasan, tidak lagi murni untuk sosial, idiil/filantropis,

melainkan karena ada faktor keterpaksaan, sehingga dalam kegiatannya sangat


34
mungkin sosok tujuan sosial, idiil/filantropisnya tidak diutamakan.

Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan (poliklinik

dan rumah sakit) tidak semata-mata ditujukan untuk mencari laba. Oleh karena

itu, menurut Soemitro, yayasan sebaiknya tidak dikaitkan dengan adanya

perusahaan, tetapi dengan adanya maksud tidak bertujuan untuk mencari

keuntungan atau laba. Badan sosial jika melakukan usaha, tujuannya bukan untuk

mencari keuntungan, melainkan melaksanakan sesuatu yang idiil atau filantropis

atau amal walaupun tidak mustahil bahwa yayasan itu mendapat keuntungan.

Saat ini terlihat sejumlah yayasan yang semakin bertambah dengan tujuan

yang sangat seragam. Ada yang bergerak di bidang lingkungan, bantuan hukum,

perlindungan konsumen, dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa hampir setiap

aspek hidup dan kehidupan manusia selalu ada yayasan yang mengikutinya.

Di dalam hukum Yustianus, juga ditemukan sejumlah contoh dari

kekayaan yang digunakan untuk tujuan sosial. Sebagian besar biasanya berbentuk

bangunan seperti: rumah yatim piatu, rumah jompo, panti wreda atau rumah sakit,

tetapi di samping itu orang juga menemukan uang kas untuk pemeliharaan orang,

34
Ibid., hlm. 92.

29

Universitas Sumatera Utara


kas untuk menebus tawanan perang, dan sebaginya. Sebagai nama kelompok

digunakan istilah “piae causae” (tujuan kepatuhan kepada agama).35

Walaupun pada hakikatnya yayasan ini bukan untuk kepentingan bisnis,

tetapi selama ini juga tidak ada Undang-Undang yang melarang yayasan untuk

menjalankan perusahaan. Apalagi untuk kegiatan atau operasional yayasan

dibutuhkan dana yang kadang tidak kecil, sehingga tidak mungkin selalu

mengharapkan bantuan secara terus-menerus dari donatur. Sementara jumlah

kekayaan yang dipisahkan terkadang sangat kecil, sehingga untuk mengatasi hal

ini, terpaksa yayasan harus mencari dana sekalipun itu dengan jalan berbisnis.

Keikutsertaan yayasan untuk berbisnis telah lama menjadi perdebatan, termasuk

besarnya modal yang dapat diikutsertakan di dalam perusahaan.

Pergeseran badan hukum yang berbentuk yayasan ini, yang semula

didirikan semata-mata untuk tujuan idiil/sosial, yang kemudian bergerak di bidang

komersial dan bertujuan mencari laba, menimbulkan kesan tujuan sebenarnya

yang idealistis/sosial sudah bergeser pula atau terlupakan. Memang sangat

dilematis, sebab di satu sisi yayasan di dalam operasionalnya memerlukan dana

atau sumber-sumber pemasukan yang tetap untuk mendukung operasionalnya,

terutama jika yayasan tersebut bersifat pelayanan masyarakat, sedang di sisi lain

yayasan tidak diperkenankan untuk mencari keuntungan, sehingga pengurus

yayasan akan sangat kesulitan di dalam menjaga kontinuitas bantuannya. 36

35
Ibid., hlm. 95.
36
Ibid., hlm. 102.

30

Universitas Sumatera Utara


Ketidaktajaman formulasi tentang tujuan yayasan yayasan dapat berakibat

pada dilakukannya praktik-praktik masa silam. Apakah sebuah kantor konsultan

di bidang lingkungan yang melakukan kegiatannya secara komersial dapat

mendirikan yayasan? hal ini mengingat lingkungan hidup tercakup dalam bidang

sosial, agama, dan kemanusiaan.37 Praktik yang terjadi selama ini, yaitu banyak

dari yayasan yang melakukan kegiatan bisnis, termasuk mendirikan perseroan

terbatas dengan dalih untuk membiayai kegiatan yayasan, tetapi sebenarnya lebih

banyak untuk kepentingan pengurusnya. Dengan demikian yayasan hanya

merupakan tameng bagi pengurus untuk memperoleh keuntungan. Untuk

menghindari hal demikian, Hikmahanto menyarankan agar tujuan yayasan

seharusnya tidak didasarkan pada kegiatan sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang Yayasan, melainkan pada kegiatannya. 38

Pada akhirnya di dalam Undang-Undang Yayasan, dimungkinkan bagi

yayasan untuk melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud

dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam

suatu badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan.

kegiatan usaha Yayasan ini tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum,
39
kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan.

Demi pencapaian tujuan yayasan serta untuk menjamin agar yayasan tidak

disalahgunakan, maka seseorang yang menjadi pembina, pengurus, dan pengawas

yayasan harus bekerja secara sukarela tanpa menerima gaji, upah, atau honor
37
Hikmahanto Junawa, Pengelolaan Yayasan di Indonesia, Makalah disampaikan dalam
seminar “Reformasi Hukum Yayasan di Indonesia” (Yogyakarta, 2000), hlm. 10.
38
Ibid., hlm. 11.
39
Pasal 8 UU No. 16 Tahun 2001

31

Universitas Sumatera Utara


tetap. Selain itu, dalam Undang-Undang Yayasan dicantumkan larangan untuk

memberikan kepada pihak ketiga, kecuali pemberian tunjangan sumbangan yang

bersifat sosial dan kemanusiaan.40

Dengan demikian, kegiatan usaha yayasan bukan ditujukan untuk

kepentingan pengurusnya, melainkan tetap digunakan untuk kepentingan umum.

Jadi penekanannya bukan pada keuntungan (profit) melainkan pada kemanfaatan

(benefit). Dengan adanya pembatasan itu, maka walaupun perusahaan yang

bersangkutan pailit, tetapi yayasan masih tetap dapat melakukan misinya, sebab

dana yang dimiliki masih jauh lebih besar daripada yang diikutsertakan dalam
41
perusahaan.

Adapun pendirian Yayasan itu dilakukan dengan akta notaris dan dibuat

dalam bahasa Indonesia. Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat. 42

Biaya pembuatan akta notaris ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam hal ini Yayasan didirikan oleh orang asing atau bersama-sama orang asing,

mengenai syarat dan tata cara pendirian Yayasan tersebut diatur dengan Peraturan

Pemerintah.43

Dalam pembuatan akta pendirian Yayasan, pendiri dapat diwakili oleh

orang lain berdasarkan surat kuasa. Dalam hal ini pendirian Yayasan dilakukan

berdasarkan surat wasiat, penerima wasiat bertindak mewakili pemberi wasiat.

Dalam hal surat wasiat dimaksud tidak dilaksanakan, maka atas permintaan pihak

40
Anwar Borahima, Op.Cit., hlm. 105.
41
Ibid., hlm. 105.
42
Pasal 9 ayat 2 dan 3 UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
43
Pasal 9 ayat 4 dan 5 UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

32

Universitas Sumatera Utara


yang berkepentingan, Pengadilan dapat memerintahkan ahli waris atau penerima

wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat tersebut. 44

Apabila terdapat surat wasiat yang berisi pesan untuk mendirikan

Yayasan, hal ini dianggap sebagai kewajiban yang ditujukan kepada mereka yang

ditunjuk dalam surat wasiat selaku penerima wasiat untuk melaksanakan wasiat.

Penerima wasiat bertindak mewakili pemberi wasiat. Dalam hubungan ini, bila

penerima wasiat atau ahli waris tidak melaksanakan maksud pemberi wasiat untuk

mendirikan yayasan, atas permintaan pihak yang berkepentingan, pengadilan

dapat memerintahkan ahli waris atau penerima wasiat untuk melaksanakan wasiat

tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pendiri harus melaksanakan tugasnya


45
berdasarkan “fiduciary duty”.

Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan,

memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang

pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan

Hak Asasi Manusia. Untuk memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia tersebut, pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan

kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Notaris yang membuat
46
akta pendirian Yayasan tersebut.

Dalam hal permohonan pengesahan ditolak, Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia wajib memberitahukan secara tertulis disertai dengan alasannya,

kepada pemohon mengenai penolakan pengesahan tersebut. Alasan penolakan

44
Pasal 10 UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
45
Chatamarrasjid Ais, Op.Cit., hlm. 28
46
Puspa Melati Hasibuan, Op.Cit., hlm. 202.

33

Universitas Sumatera Utara


adalah bahwa permohonan yang diajukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam

Undang-Undang dan/atau peraturan pelaksanaannya. 47

Akta pendirian memuat Anggaran dasar dan keterangan lain yang

dianggap perlu. Anggaran dasar Yayasan sekurang-kurangnya memuat:

a) Nama dan tempat kedudukan;


b) Maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan
tersebut;
c) Jangka waktu pendirian;
d) Jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri
dalam bentuk uang atau benda;
e) Cara memperoleh dan penggunaan kekayaan;
f) Tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota
pembina, pengurus, dan pengawas;
g) Hak dan kewajiban anggota pembina, pengurus, dan pengawas;
h) Tata cara penyelenggaraan rapat organ yayasan;
i) Ketentuan mengenai perubahan anggaran dasar;
j) Penggabungan dan pembubaran Yayasan; dan
k) Penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan yayasan
setelah pembubaran.48

Keterangan selain di atas memuat sekurang-kurangnya nama, alamat,


pekerjaan, tempat, dan tanggal lahir serta kewarganegaraan pendiri, pembina,
pengurus, dan pengawas.

C. Pengelolaan Yayasan oleh Organ Yayasan

Yayasan sebagai sebuah badan hukum dapat dibebani hak dan kewajiban,

harus memiliki alat perlengkapannya sehingga mampu mengurus dirinya

sebagaimana manusia pada umumnya. Seperti halnya badan hukum perseroan

terbatas yang di dalamnya terdapat RUPS, direksi dan komisaris, dimana ketiga

organ tersebut saling bekerja sama mengurus perseroan sesuai dengan tugasnya

47
Pasal 13 UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
48
Puspa Melati Hasibuan, Op.Cit., hlm. 204.

34

Universitas Sumatera Utara


masing-masing sehingga perseroan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya

di bidang hukum perusahaan.49

Di dalam RUU Yayasan ketiga, ditetapkan bahwa organ yayasan terdiri

atas: Badan Pembina, Badan Pengurus, dan Badan Pengawas, tetapi sedikit agak

luwes sebab dimungkinkan untuk menambahkan badan lain sesuai dengan

kebutuhan Yayasan. pada saat RUU Yayasan ini dibahas, masih terjadi perbedaan

pendapat di antara beberapa fraksi tentang organ yang harus ada pada yayasan.

ada fraksi yang menghendaki agar organ yayasan terdiri dari pembina dan

pengurus harian. Ada pula yang menghendaki organ yayasan terdiri dari pendiri,

pengurus, dan pengawas. Bahkan ada yang mengusulkan agar tidak perlu

ditentukan secara limitatif, tetapi cukup dikatakan “struktur kepengurusan diatur

oleh yayasan sesuai dengan kebutuhan”. Penentuan organ yayasan secara limitatif

memperlihatkan bahwa pemerintah sudah terlalu jauh mencampuri urusan internal

yayasan. Walaupun penentuan organ yayasan secara limitatif ini mendapat

tantangan, namun semua pihak sependapat bahwa perlu ada organ yang wajib
50
yang dimiliki oleh yayasan yaitu adanya pengurus.

Namun dalam Undang-Undang Yayasan, secara limitatif disebutkan,

bahwa yayasan mempunyai organ yang terdiri dari Pembina, Pengurus, dan

Pengawas. Ketiga organ ini masing-masing mempunyai wewenang, fungsi, dan

tugas yang terpisah. Dengan demikian Undang-Undang Yayasan yang baru tidak

memungkinkan untuk melakukan penambahan organ.

49
Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 74.
50
Ibid., hlm. 208-209.

35

Universitas Sumatera Utara


1. Pembina

Istilah yang digunakan dalam Undang-Undang Yayasan untuk lembaga

“legislatif” yayasan adalah pembina. Berbeda halnya dengan perseroan, istilah

yang digunakan untuk itu adalah RUPS singkatan dari Rapat Umum Pemegang

Saham. Dalam Undang-Undang perkoperasian istilah yang dipakai adalah Rapat

Anggota. Untuk Yayasan dengan menggunakan istilah Pembina, tampaknya

istilah itu dapat dikatakan kurang tepat, mengapa tidak menggunakan istilah

“Rapat Pembina” saja, karena seolah-olah pembina hanya terdiri satu orang saja.

Padahal Undang-Undang menghendaki lebih dari satu orang Pembina karena yang

menentukan suatu keputusan adalah Rapat Pembina. Seperti pada perseroan dan

koperasi yang menyebutkan secara terus terang organnya itu dengan kata
51
“Rapat”.

Sebenarnya istilah yang demikian dimaksudkan agar alat perlengkapan

tersebut akan benar-benar melakukan pembinaan atau memberikan keputusan-

keputusan atau kebijakan-kebijakan yang dapat memajukan maupun

mengembangkan Yayasan.

Diciptakannya organ pembina, sebagai pengganti pendiri, karena dalam

kenyataannya, pendiri yayasan pada suatu saat dapat tidak ada sama sekali, yang

diakibatkan karena pendiri meninggal dunia ataupun mengundurkan diri. Keadaan

dimana tidak ada seorangpun pendiri atau pendiri hanya tinggal satu orang,

memberikan kesempatan kepada pendiri yang masih ada untuk memanipulasi

yayasan untuk kepentingan diri sendiri. Hal yang sama juga dapat dilakukan
51
Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 74

36

Universitas Sumatera Utara


pengurus dalam hal ketiadaan pendiri. Adanya organ pembina ini merupakan

suatu hal yang baik untuk menghindarkan hal-hal yang mengakibatkan yayasan

beralih dari tujuannya.52

Sama halnya dengan perseroan dan koperasi, pada yayasan alat

perlengkapan yang bernama pembina merupakan organ tertinggi, hal ini

dibandingkan dengan alat perlengkapan lainnya yaitu pengurus dan pengawas.

Kedudukan pembina sebagai organ tertinggi dapat dilihat dalam ketentuan Pasal

28 ayat (1) Undang-Undang yayasan, bahwa pembina mempunyai kewenangan

yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh Undang-Undang atau

anggaran dasar.

Selaku organ tertinggi memiliki kewenangan untuk menilai hasil pekerjaan

pengurus dan pengawas setiap tahun, hal ini tampak dalam laporan tahunan yang

ditandatangani oleh pengurus dan pengawas, kemudian disahkan dalam Rapat

Pembina. Rapat pembina dapat saja menolak pengesahan jika laporan tersebut

isinya tidak benar.53

Pembina tidak harus selalu pendiri yayasan. Dengan kata lain, tidak semua

pembina adalah pendiri yayasan, sebab pembina dapat juga yang bukan pendiri,

tetapi mereka diangkat berdasarkan keputusan rapat anggota pembina, atau

mereka yang diangkat berdasarkan rapat gabungan seluruh anggota pengurus,

anggota pengawas, jika yayasan tidak lagi mempunyai pembina, tetapi semua

52
Chatamarrasjid, Op.Cit., hlm. 9-10
53
Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 76

37

Universitas Sumatera Utara


pendiri otomatis menjadi pembina yayasan. anggota pembina dapat dicalonkan

oleh pengurus atau pengawas.54

Syarat untuk menjadi Pembina yaitu:

a) Orang perorangan.

b) Mempunyai dedikasi tinggi.

c) Diangkat berdasarkan keputusan rapat gabungan seluruh anggota pengurus

dan anggota pengawas.

d) Tidak boleh merangkap menjadi pengurus atau pembina.

e) Anggota pembina yang berkewarganegaraan asing, jika bertempat tinggal

di indonesia harus memegang izin melakukan kegiatan atau usaha di

wilayah negara republik indonesia dan pemegang kartu izin tinggal

sementara.55

Dengan melihat ketentuan Pasal 28 ayat (3) ini, dapat diketahui bahwa

personel pembina tidak dibatasi, artinya anggota pembina tidak harus orang

dalam. Tidak harus diangkat dari mereka yang menjadi pendiri yayasan. Orang

luar yayasan pun terbuka untuk menjadi anggota pembina, dengan syarat seperti

tersebut di atas, yaitu memiliki dedikasi yang tinggi terhadap maksud dan tuj uan

dari yayasan.

Dalam alat perlengkapan pembina ini dapat terjadi kemungkinan suatu saat

tidak ada anggotanya alias mengalami kekosongan anggota pembina. Hal mana

dapat terjadi karena anggota pembina meninggal atau mengundurkan diri,

54
Anwar Borahima, Op.Cit., hlm. 212-213
55
Soni Gunawan “Pengelolaan Yayasan menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 28
Tahun 2004 tentang Yayasan”, http://lppm.unla.ac.id (diakses pada tanggal 1 Juni 2018, Pukul
17.00 WIB)

38

Universitas Sumatera Utara


sehingga tidak ada satu pun anggota pembina yang aktif. Kekosongan tersebut

dapat mempengaruhi kinerja yayasan, yang nantinya juga akan mempengaruhi

yayasan dalam mencapai maksud dan tujuannya. 56

Untuk mengatasi masalah tersebut, ketentuan Pasal 28 ayat (4) memberi

jalan keluarnya, yaitu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal kekosongan

itu, anggota pengurus dan anggota pengawas wajib mengadakan rapat gabungan

untuk mengangkat anggota pembina dengan memperhatikan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3). Dengan tempo maksimal 30 hari tersebut

tergolong cepat, karena Undang-Undang menghendaki agar personel organ

yayasan selalu terisi, sehingga yayasan dapat melakukan aktivitas sebagaimana

mestinya. Kemudian dalam melakukan pengangkatan anggota pembina tersebut

diwajibkan memperhatikan Ayat (3) Pasal 28. Di sini yang dimaksudkan adalah

bahwa dalam rapat gabungan itu juga memperhatikan anggota pembina yang

diangkat telah dinilai memiliki dedikasi tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan
57
yayasan.

Sebagai alat perlengkapan Yayasan, dalam menjalankan tugasnya sebagai

pembina mempunyai kewenangan yang telah ditentukan dalam Pasal 28 Ayat (2)

Undang-Undang Yayasan sebagai berikut:

a) Keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar.

b) Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota

pengawas.

c) Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan.

40

Universitas Sumatera Utara


d) Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan.

e) Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan.

Kelima kewenangan tersebut di atas dilakukan dengan cara melalui rapat anggota

Pembina, karena Pembina merupakan lembaga yang tidak mungkin setiap

anggotanya dapat melakukan sendiri-sendiri.58

Rapat tahunan dalam Pasal 30 Ayat (1) Undang-Undang Yayasan

ditetapkan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Undang-Undang ternyata

tidak menetapkan batas waktunya, kapan batas akhir rapat tahunan tersebut,

sepertinya diserahkan kepada itikad baik para anggota pembina yayasan. 59

Sebagai organ tertinggi dalam yayasan, setiap anggota pembina tidak

boleh merangkap sebagai anggota pengurus maupun anggota pengawas. Larangan

tersebut diatur secara tegas dalam ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Yayasan.

Ketentuan Pasal 29 juga mengandung arti sebaliknya, bahwa baik anggota

pengurus maupun anggota pengawas tidak boleh merangkap sebagai anggota

pembina. Selain itu anggota pembina juga dilarang oleh pasal 7 ayat (3) Undang-

Undang Yayasan, untuk merangkap jabatan sebagai anggota direksi atau pengurus

dan anggota dewan komisaris atau pengawas dari badan usaha yang didirikan oleh
60
yayasan.

Larangan ini tujuannya agar tidak terjadi adanya tumpang tindih tugas

yang wajib dilaksanakan seorang personel dengan peran yang berbeda dalam saat

58
Puspa Melati Hasibuan., Op.Cit., hlm. 210.
59
56 Gatot
Gatot Supramono., Op.Cit., hlm.
Supramono, Op.Cit., hlm. 78.
81.
60
57 Ibid., hlm. 82.
Ibid., hlm. 78.

39

Universitas Sumatera Utara


yang bersamaan. Jabatan rangkap dalam organ yayasan akan mengakibatkan

seorang personel menghadapi status conflict maupun conflict of interest, dan

mengakibatkan pula pekerjaan tidak dapat dilaksanakan secara maksimal.

Keadaan itu akan mempengaruhi yayasan tidak dapat mencapai maksud dan

tujuannya.

2. Pengurus

Peranan pengurus amatlah dominan pada suatu organisasi. Pada yayasan

hal ini lebih mencolok lagi dalam keadaan tiadanya pendiri ataupun pada situasi

dimana pendiri merangkap sebagai pengurus. Keadaan ini hanya mungkin

sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan secara efektif. Undang-Undang

Yayasan tidak memperkenankan adanya suatu jabatan rangkap. Pada masa lalu

lebih kurang 54,7% (lima puluh empat koma tujuh persen) pendiri dan pengurus
61
dijabat oleh orang yang sama.

Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan

Yayasan. Yang dapat diangkat menjadi pengurus adalah orang perseorangan yang

mampu melakukan perbuatan hukum. Pengurus tidak boleh merangkap sebagai

pembina atau pengawas.62

Untuk menjadi pengurus seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut:

a) Orang perorangan.

b) Mampu melakukan perbuatan hukum.

42

Universitas Sumatera Utara


c) Bukan pembina atau pengawas Yayasan tersebut.

d) Tidak pernah dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan yayasan

yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat, dan negara

berdasarkan putusan pengadilan, dalam jangka waktu 5 tahun sejak

putusan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

e) Memenuhi persyaratan lainnya yang diatur di dalam anggaran dasar.

f) Anggota pengurus yayasan yang didirikan oleh orang asing atau orang

asing bersama orang indonesia wajib bertempat tinggal di indonesia.

g) Anggota pengurus yayasan yang berkewarganegaraan asing harus

memegang izin melakukan kegiatan atau usaha di wilayah negara republik

indonesia dan pemegang kartu izin tinggal sementara.

Anggota pengurus yang telah diangkat dalam rapat pembina, memiliki

masa jabatan yang terbatasbseperti pada umumnya yang berlaku pada pejabat

negara/pemerintah maupun pejabat perusahaan (perseroan terbatas). Untuk

pengurus yayasan Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Yayasan menyebutkan,

bahwa masa jabatan pengurus adalah lima tahun dan dapat diangkat kembali.63

Dalam Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Yayasan telah mengatur, bahwa

susunan pengurus yayasan minimal harus ada tiga orang yang menduduki jabatan

adalah Seorang Ketua, Seorang Sekretaris dan Seorang bendahara.

Apabila sebuah yayasan tergolong maju dan banyak kegiatannya,

kemungkinan tidak cukup pengurusnya hanya tiga orang, maka susunan

61
Chatamarrasjid Ais., Op.Cit., hlm. 12.
62
Pasal 31 UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

41

Universitas Sumatera Utara


63
Gatot Supramono., Op.Cit., hlm. 86.

42

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
kepengurusan juga perlu dikembangkan. Jika ketua yayasan tugasnya banyak dan

kesibukannya tergolong tinggi, bisa dibentuk jabatan wakil ketua. Selain itu juga

dapat dikembangkan jabatan ketua yaitu ketua I dan ketua II. Untuk wakil ketua

menjadi wakil ketua I dan wakil ketua II, begitu pula untuk sekretaris dan

bendahara. Selanjutnya masih dapat dikembangkan lagi dengan bentukan seksi-

seksi, misalnya seksi umum, seksi keuangan, seksi personalia, dan lain
64
sebagainya.

Pengurus dalam menjalankan tugasnya melakukan tindakan yang oleh

Pembina dinilai merugikan Yayasan, maka berdasarkan Rapat Pembina. Pengurus

tersebut dapat diberhentikan sebelum masa kepengurusannya berakhir. Dalam hal

terjadi penggantian pengurus, pengurus yang menggantikan menyampaikan

pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri. Pemberitahuan ini wajib

disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
65
sejak tanggal penggantian pengurus yayasan.

Pengurus yayasan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan

keputusan rapat pembina. Pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian

pengurus harus dilakukan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Jika hal ini

dilakukan tidak sesuai dengan anggaran dasar, maka pihak yang berkepentingan

atau atas permintaan kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum,

pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian

64
Ibid., hlm. 87-88.
65
Anwar Borahima., Op.Cit., hlm. 215.

43

Universitas Sumatera Utara


tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan

pembatalan diajukan.66

Pengurus dalam menjalankan tugasnya wajib dilakukan dengan itikad

baik. Itikad baik dan penuh tanggung jawab, merupakan dua hal yang tidak dapat

dipisahkan di dalam menjalankan sebuah tugas atau pekerjaan. Itikad baik atau

kejujuran sangat penting dalam bekerja karena dengan kejujuran itu akan

mengesampingkan kecurangan-kecurangan yang akan terjadi, di samping itu juga

akan menghindari terjadinya kejahatan. Di lain pihak kejujuran saja tidak cukup

jika tidak disertai dengan tanggung jawab yang penuh. Di dalam melakukan

pekerjaan selalu ada permasalahan yang timbul dan harus segera diatasi,

sedangkan mengatasinya memerlukan kecepatan dan ketepatan waktu, di sinilah


67
tanggung jawab seseorang dalam melakukan pekerjaan mulai berbicara.

Selanjutnya dalam Undang-Undang Yayasan juga mengatur tentang

anggota pengurus yang tidak berwenang mewakili yayasan, namun hal ini

merupakan suatu kekecualian untuk hal-hal tertentu saja. Untuk itu Pasal 36 ayat

(1) Undang-Undang yayasan menyebutkan, bahwa anggota pengurus tidak

berwenang mewakili yayasan apabila:

a) Terjadi perkara di depan pengadilan antara yayasan dengan anggota

pengurus yang bersangkutan.

b) Anggota pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang

bertentangan dengan yayasan.

66
Ibid., hlm. 215.
67
Gatot Supramono., Op.Cit., hlm. 93-94.

44

Universitas Sumatera Utara


Selain mengatur, Undang-Undang Yayasan juga memberikan pembatasan-

pembatasan yang menyangkut mengenai wewenang pengurus. Dalam Pasal 37

ayat (1) membatasi perbuatan pengurus yayasan, dengan menyatakan bahwa

pengurus tidak berwenang melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:

a) Mengikat yayasan sebagai penjamin utang.

b) Mengalihkan kekayaan yayasan kecuali dengan persetujuan pembina.

c) Membebani kekayaan yayasasn untuk kepentingan lain.

Dengan pembahasan sebagaimana di atas, pembatasan wewenang sebagaimana

Pasal 37 Ayat (1) tersebut, hanya untuk kepentingan pengamanan kekayaan

yayasan, agar kekayaan itu tidak berkurang atau habis lantaran bukan untuk

kepentingan maksud dan tujuan yayasan. 68

Di samping ada pembatasan wewenang, dalam Undang-Undang Yayasan

juga mengatur tentang larangan yang harus dipatuhi oleh pengurus yayasan.

Larangan tersebut diatur dalam Pasal 38 yang berbunyi sebagai berikut:

a) Yayasan dilarang mengadakan perjanjian dengan organisasi yang

terafiliasi dengan yayasan, pembina, pengurus dan/atau pengawas yayasan,

atau seseorang yang bekerja pada yayasan.

b) Larangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), tidak berlaku dalam hal

perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan

yayasan.

3. Pengawas

68
Ibid., hlm. 98-99.

45

Universitas Sumatera Utara


Selain pembina dan pengurus, organ yayasan yang ketiga adalah

pengawas. Organ ini tugasnya mengawasi pekerjaan pengurus yayasan. Dalam

Pasal 40 Ayat (1) disebutkan, bahwa selain tugas tersebut, pengawas juga

mempunyai tugas memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan

yayasan. hal ini dimaksudkan melakukan pengawasan saja tidaklah cukup jika

pengawas tidak memberikan jalan keluarnya berupa naseihat-nasihat kepada para


69
pengurus yayasan.

Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan

serta memberikan nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan dari

Yayasan.70

Dengan satu orang pengawas sudah dianggap cukup untuk memenuhi

syarat yang ditetapkan Undang-Undang, bahwa di dalam organisasi yayasan

sudah terdapat lembaga pengawasan, di samping organ-organ lainnya. Walaupun

misalnya jumlah itu dipandang belum cukup, akan tetapi biasanya jumlah

pengawas disesuaikan dengan kebutuhan. Jika pengurusnya banyak dan pekerjaan

dalam yayasan tergolong tinggi, maka jumlah pengawasnya juga pasti akan

disesuaikan, untuk menghindari jangan sampai pengawas merasa kewalahan


71
karena kelebihan beban pekerjaan.

Syarat untuk menjadi pengawas yaitu:

1) Orang perorangan.

2) Mampu melakukan perbuatan hukum.

69
Ibid., hlm. 102.
70
Puspa Melati Hasibuan.,Op.Cit., hlm. 216.
71
Gatot Supramono., Op.Cit., hlm. 103.

46

Universitas Sumatera Utara


3) Tidak boleh merangkap sebagai pembina atau pengurus.

4) Tidak pernah dinyatakan bersalah dalam melakukan pengawasan yayasan

yang menyebabkan kerugian bagi yayasan, masyarakat, dan negara

berdasarkan putusan pengadilan dalam jangka waktu 5 tahun sejak putusan

memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

5) Anggota pengawas yayasan yang berkewarganegaraan aasing jika

bertempat tinggal di Indonesia harus memegang izin melakukan kegiatan

atau usaha di wilayah negara Republik Indonesia dan pemegang kartu izin

sementara. 72

Masa jabatan pengawas sama dengan masa jabatan pengurus yaitu lima

tahun. Setelah masa jabatan tersebut selesai, yang bersangkutan dapat diangkat

kembali. Ketentuan Pasal 44 Ayat (1) ini sejalan dengan ketentuan Pasal 32 Ayat

(1), karena dengan masa jabatan yang sama, dikehendaki tidak ada ketimpangan

waktu dalam melaksanakan tugas antara pengawas dan pengurus. Mereka

diangkat dalam waktu yang bersamaan, paling tidak berbeda beberapa hari. Begitu
73
pula berakhir masa tugasnya kemungkinan tidak berbeda jauh waktunya.

Pengawas dapat memberhentikan sementara anggota Pengurus dengan

menyebutkan alasannya, pemberhentian sementara paling lambat 7 (tujuh) hari

terhitung sejak tanggal pemberhentian sementara, wajib dilaporkan secara tertulis

kepada pembina. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal

laporan yang diterima, pembina wajib memanggil anggota pengurus yang

72
Anwar Borahima., Op.Cit., hlm. 216.
73
Gatot Supramono., Op.Cit., hlm. 104.

47

Universitas Sumatera Utara


bersangkutan untuk diberi kesempatan membela diri. Dalam jangka waktu paling

lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pembelaan diri, pembina wajib:

a. Mencabut keputusan pemberhentian sementara; atau

b. Memberhentikan anggota pengurus yang bersangkutan. 74

Pengawas Yayasan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan

keputusan rapat pembina. Dalam hal pengangkatan, pemberhentian dan

penggantian pengawas dilakukan tidak sesuai dengan ketentuana nggaran dasar,

atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan kejaksaan dalam hal

mewakili kepentingan umum, pengadilan dapat membatalkan pengangkatan,

pemberhentian, atau penggantian pengawas tersebut dalam jangka waktu paling

lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan pembatalan


75
diajukan.

Setiap anggota pengawas yang dinyatakan bersalah dalam melakukan

pengawasan yayasan yang menyebabkan kerugian bagi yayasan, masyarakat,

dan/atau negara berdasarkan putusan pengadilan dalam jangka waktu paling lama

5 (lima) tahun sejak putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak

dapat diangkat menjadi pengawas Yayasan manapun.

Di dalam UU Yayasan, pengawasan pelaksanaan tugas pengurus yayan

diserahkan kepada pengawas. Pengawas mempunyai kewenangan sebagai berikut:

1. Melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam

menjalankan kegiatan yayasan.


74
Puspa Melati Hasibuan., Op.Cit., hlm. 217.
75
Ibid., hlm. 218.

48

Universitas Sumatera Utara


2. Memberhentikan sementara anggota pengurus.

3. Menandatangani laporan tahunan bersama-sama dengan pengurus.76

Sekalipun dalam organ yayasan terdapat pengawas, ketiadaan transparansi

potensial mengakibatkan pemanfaatan kekayaan yayasan yang tidak akuntabel.

Bukan tidak mungkin terjadi persekongkolan oleh tiga organ yang merugikan

yayasan. transparansi dan akuntabilitas dengan demikian juga berfungsi sebagai

sarana kontrol oleh publik atas kinerja yang dilakukan oleh organ yayasan dan
77
sekaligus untuk melindungi kekayaan yayasan agar tidak disalahgunakan.

D. Prinsip Pertanggungjawaban Pengurus dalam Pengelolaan Kekayaan

Yayasan

1. Fiduciary Duty

Pengurus dalam melakukan tugasnya berdasarkan kepercayaan yang

diberikan oleh pembina/pendiri, untuk kepentingan yayasan secara keseluruhan

dan bukanlah untuk kepentingan pribadi organ yayasan dan harus sesuai dengan

tujuan dan maksud yayasan, bilamana pengurus berbuat untuk keuntungan bagi

diri mereka sendiri atau pihak ketiga, atau merugikan yayasan, maka perbuatan
78
tersebut memperlihatkan tidak adanya itikad baik dari para pengurus.

Apabila pengurus berbuat untuk keuntungan bagi diri mereka sendiri atau

pihak ketiga, atau merugikan yayasan, perbuatan tersebut memperlihatkan tidak

adanya itikad baik dari para pengurus tersebut. Ada dua prinsip standar yang
76
Anwar Borahima., Op.Cit., hlm. 226.
77
Sogar Simamora “Karakteristik, Pengelolaan, dan Pemeriksaan badan hukum yayasan
di Indonesia”, http: //rechtsvinding.bphn.go.id (Diakses pada tanggal 2 Juni 2018, Pukul 17.00
WIB)
78
Chatamarrasjid Ais., Op.Cit., hlm. 107

49

Universitas Sumatera Utara


harus dipenuhi oleh pengurus dalam membuat keputusan. Pertama, ia harus

dilakukan dengan itikad baik untuk kepentingan yayasan, dan kedua, harus dibuat

untuk tujuan yang benar sesuai dengan tujuan yayasan.

Prinsip-prinsip dalam doktrin Fiduciary Duty adalah sebagai berikut:

1) Pengurus di dalam melakukan tugasnya tidak boleh melakukannya untuk

kepentingan pribadi ataupun kepentingan pihak ketiga, tanpa persetujuan

dan atau sepengetahuan yayasan (the conflict rule).

2) Pengurus tidak boleh memanfaatkan kedudukannya sebagai pengurus

untuk memperoleh keuntungan, baik untuk dirinya sendiri maupun pihak

ketiga, kecuali atas persetujuan yayasan (the profit rule).

3) Pengurus tidak boleh mempergunakan atau menyalahgunakan milik

Yayasan untuk kepentingannya sendiri dan atau pihak ketiga (the

misappropriation rule).

Prinsip di atas konsepnya berbeda satu sama lain, tetapi sering kali

diterapkan secara bersamaan dan berhimpitan. Dalam hubungan dengan pengurus

tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi karena posisi yang dijabatnya. Maka

dari itu, di antara tindakan pengurus yang dapat merugikan yayasan adalah

melakukan transaksi antara yayasan dan dirinya sendiri ataupun mengambil

kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya untuk yayasan,

dilaksanakan sendiri bagi kepentingan sendiri. Dalam hukum korporasi hal ini

biasa disebut self dealing dan corporate opportunity.79

79
Ibid., hlm. 108-109.

50

Universitas Sumatera Utara


Konsep kewajiban fiduciary didasari oleh agency theory dimana

permasalahan agency muncul ketika kepengurusan badan hukum terpisah dari

kepemilikan. Dengan kata lain, pembina, pengurus, dan pengawas sebagai agent

dalam suatu yayasan mempunyai kepentingan yang berbeda dengan pihak ketiga.

Sehingga organ yayasan yang terutama pengurus tidak mempunyai conflict of

interest terhadap transaksi yang dilakukan oleh yayasan. Seseorang mempunyai

tugas fiduciary duty makanya ia mengambil kapasitas fiduciary capacity.

Seseorang dikatakan memiliki fiduciary capacity jika transaksi bisnis atau

property yang dilakukanya bukan miliknya atau bukan untuk kepentingannya,

melainkan milik orang lain dan untuk kepentingan orang lain, dimana orang lain

tersebut mempunyai kepercayaan yang besar kepadanya. Sementara itu, di lain


80
pihak ia wajib mempunyai itikad baik yang tinggi dalam menjalankan tugasnya.

Pengurus berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan setiap

keuntungan pribadi yang diperoleh karena jabatannya kepada Yayasan. lebih jauh

pengurus tidak boleh berada dalam posisi dimana kewajibannya terhadap

perseroan bertentangan dengan kepentingan pribadinya (the profit rule). Dengan

demikian, umpamanya pengurus tidak dapat menjual miliknya pribadi kepada

yayasan karena dalam hal ini terdapat pertentangan kepentingan antara pribadi

pengurus dan kepentingan yaaysan. Pribadi pengurus menghendaki agar miliknya

80
Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam
Hukum Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 33.

51

Universitas Sumatera Utara


dapat terjual dengan harga setinggi-tingginya, sebaliknya pengurus berkewajiban

agar yayasan dapat membeli dengan harga serendah mungkin. 81

Ide sentral dari hubungan fiduciary adalah melayani kepentingan pihak

lain. Suatu hubungan fiduciary timbul ketika satu pohak mengharapkan pihak lain

untuk berbuat bagi kepentingan pihak pertama itu atau dalam kepentingan

bersama, mengesampingkan secara terpisah kepentingan pihak kedua. Kewajiban

untuk melayani kepentingan pihak lain memberikan implikasi mengharuskan

pihak yang melayani untuk menghindari menempatkan dirinya dalam posisi

cenderung mengutamakan kepentingannya sendiri atau kepentingan pihak lain

yang bukan seharusnya dilayani.

Bila seorang pengurus melanggar fiduciary duty, pengurus yang

memperoleh keuntungan dari pelanggaran tersebut diwajibkan memegangnya

sebagaimana seorang constructive trustee. Begitu pula setiap orang yang diketahui

membantu terjadinya pelanggaran atau menerima keuntungan juga dibebani

kewajiban untuk bertindak sebagai seorang constructive trustee. Pihak ketiga yang

menerima sebidang tanah milik yayasan umpamanya dan mengetahui bahwa

tujuannya adalah tidak patut dan melanggar fiduciary duty wajib

mempertanggungjawabkannya kepada yayasan, sebagai seorang yang dipercayai


82
dan konstruktif.

2. Duty of Skill and Care

81
Chatamarrasjit Ais., Op.Cit., hlm. 109.
82
Ibid., hlm. 110.

52

Universitas Sumatera Utara


Tugas dan kewajiban pengurus dalam hubungan dengan duty of skill and

care bersumber dari kontrak, kepatutan/kewajaran, peraturan perundang-

undangan serta anggaran dasar.

Hal kealpaan atau kelalaian pengurus dapat dihubungkan dengan Pasal

13kk KUH Perdata yang menyatakan bahwa setiap orang bertanggung jawab tidak

saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian

yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya. Kesukaran timbul dalam

menentukan batas minimal kemampuan dan kehati-hatian yang harus dimiliki

oleh seorang pengurus. Hal ini terutama karena pada mulanya seorang pengurus

biasanya masih amatir dan tidak memiliki kemampuan seorang profesional.

Persoalannya adalah Undang-Undang tidak memberikan ukuran atau standar bagi

apa yang dimaksud dengan kecakapan yang dibutuhkan bagi seorang pengurus

dan juga batasan dari suatu perbuatan yang merupakan suatu kelalaian. Bertolak

dari pandangan bahwa pada mulanya pengurus yayasan adalah seorang amatir,

tidaklah beralasan untuk menetapkan satu standar yang sama bagi kecakapan dan
83
kelalaian itu.

Perlu dikemukakan bahwa sejauh pengurus jujur (honestly), ia tidak

bertanggung jawab atas kerugian yang timbul, kecuali kesalahan yang timbul

karena kelalaian yang amat sangat (gross negligence). Diperlukan suatu

pernyataan yang tepat mengenai pertanggungjawaban pengurus ini. Pada dasarnya

seseorang tidak dapat dinyatakan melakukan kesalahan karena kelalaian, besar

atau kecil, kecuali dapat ditentukan sampai berapa jauh atau luas tugas yang

83
Ibid., hlm. 111.

53

Universitas Sumatera Utara


diduga telah dilalaikan. Tugas seorang pengurus adalah melakukan kegiatannya

dengan kehati-hatian yang beralasan dapat diharapkan pada dirinya, sesuai dengan

pengetahuan dan pengalamannya.

Permasalahan yang timbul adalah mengenai kewenangan bertindak

pengurus serta pertanggungjawaban yayasan sebagai suatu badan hukum atas

tindakan-tindakan yang dilakukan pengurus terhadap pihak ketiga. Pengurus

yayasan mewakili yayasan di dalam dan di luar pengadilan. Dalam hubungan ini

ada 2 (dua) sisi yang harus diperhatikan, yaitu kekuasaan pengurus untuk

mewakili, guna bertindak untuk serta atas nama yayasan. sedangkan pada sisi lain,

kewenangan pengurus mewakili yayasan ataupun kewenangan bertindak pengurus

dengan segala persyaratan serta pembatasannya sebagaimana ditentukan dalam

anggaran dasar.

Dalam mempertimbangkan apakah seorang pengurus telah melakukan alpa

atau melakukan kelalaian (negligence) yang mengakibatkan suatu wanprestasi

(breach of duty), perbuatannya diukur dengan 2 landasan, yaitu:

1. Standard of Care. Ini merupakan suatu standar yang objektif, dimana

seorang pengurus diharapkan berbuat atau bertindak sebagaimana seorang

awam bertindak atas nama pengurus seandainya berada pada posisi yang

sama.

2. Tindakan pengurus diukur berdasarkan suatu “Standard of Skill” ini

bergantung pada persyaratan untuk menjadi pengurus.

3. Statutory Duty

54

Universitas Sumatera Utara


Pasal 35 Undang-Undang Yayasan:

1) Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan

untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan,

baik di dalam maupun di luar pengadilan.

2) Setiap pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh

tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan.

3) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),

pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan

yayasan.

4) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian

pelaksana kegiatan yayasan diatur dalam anggaran dasar yayasan.

5) Setiap pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang

bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan

anggaran dasar, yang mengakibatkan kerugian yayasan atau pihak ketiga.

Jelas dari ketentuan ayat (5) di atas bahwa kekuasaan dan wewenang

pengurus yayasan didasarkan dan dibatasi oleh anggaran dasar yayasan yang

bersangkutan. Kewenangan bertindak pengurus yayasan, seperti halnya

kewenangan bertindak pengurus suatu badan hukum dirumuskan dalam anggaran

dasarnya. Anggaran dasar merupakan hukum positif yang mengikat semua organ

yayasan. kekuatan mengikat anggaran dasar tidak dikesampingkan. Dalam hal

ingin melakukan hal-hal yang bertentangan atau tidak sejalan dengan anggaran

dasar, maka yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengubah anggaran dasar

sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Yayasan dan anggaran dasar itu

55

Universitas Sumatera Utara


sendiri. Dengan demikian, pengurus yayasan menjalankan apa yang dikenal

dengan perwakilan statuter, yaitu perwakilan berdasarkan anggaran dasar. 84

Pengurus tidak berwenang mengikat yayasan sebagai penjamin hutang,

mengalihkan kekayaan yayasan kecuali dengan persetujuan pembina, dan

membebani kekayaan yayasan untuk kepentingan pihak lain. Jika pengurus

melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama yayasan, anggaran dasar dapat

membatasi kewenangan tersebut dengan menentukan bahwa untuk perbuatan

hukum tertentu diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari pembina dan atau
85
pengawas.

Pengurus dilarang mengadakan perjanjian dengan organisasi yang

terafiliasi dengan yayasan, organ yayasan lainnya, dan karyawan yayasan, kecuali

bila hal tersebut bermanfaat bagi tercapainya tujuan yayasan. anggota pengurus

yang dinyatakan bersalah dalam mengurus yayasan yang mengakibatkan kerugian

bagi yayasan, masyarakat, atau negara berdasarkan putusan pengadilan, dalam

jangka waktu 5 (lima) tahun setelah putusan tersebut tidak dapat diangkat menjadi

pengurus yayasan manapun.

Jadi Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan

yayasan yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk

kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan baik di dalam

maupun di luar pengadilan. Setiap pengurus menjalankan tugasnya dengan itikad

baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan. untuk

84
Ibid., hlm. 113-114.
85
Ibid., hlm. 114.

56

Universitas Sumatera Utara


menjalankan tugas, pengurus dapat mengangkat pengurus harian yayasan (Pasal

35 Undang-Undang Yayasan).86

86
Ari Purwadi “Karakteristik Yayasan sebagai Badan Hukum di Indonesia”, http:
//www.academia.edu (Diakses pada tanggal 31 Mei 2018, pukul 20.00 WIB).

57

Universitas Sumatera Utara


BAB III

PENGALIHAN KEKAYAAN YAYASAN MENURUT UNDANG-UNDANG

YAYASAN

A. Kekayaan Yayasan dan Perolehan Kekayaan Yayasan

Istilah yang digunakan dalam perseroan terbatas maupun koperasi, agar

usahanya dapat berjalan dengan baik ketika kedua badan hukum itu baru berdiri

adalah “modal”. Sedangkan untuk yayasan, Undang-Undang Yayasan tidak

menggunakan istilah modal tetapi namanya “kekayaan”.

Untuk yayasan kedudukannya bukan sebagai perusahaan, dan tujuannya

bukan mengutamakan keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Yayasan dalam

aktivitasnya lebih berperan sebagai pelaku sosial. Oleh karena itu pada yayasan

awalnya memang memiliki harta benda yang pada umumnya disebut sebagai

“modal”, dan karena kedudukan dan perannya seperti itu, sehingga tidak tepat jika

diberi istilah modal, tetapi lebih tepat disebut kekayaan, walaupun maksudnya
81
sama.

Untuk melaksanakan fungsinya sehingga yayasan dapat mencapai

tujuannya yang filantropis, maka dibutuhkan dana yang cukup. Persoalan dana ini

merupakan hal yang paling urgen bagi yayasan, apalagi jika yayasan tersebut

tidak mempunyai sumber penghasilan tetap. Berbeda halnya jika yayasan itu telah

mempunyai banyak deposito di bank, sebab hanya dengan bunga deposito mereka

81
Gatot Supramono., Op.Cit., hlm. 66.

Universitas Sumatera Utara


dapat membiayai kegiatannya. Demikian pula jika ada donatur tetap bagi yayasan,

maka dana tidak menjadi soal bagi yayasan tersebut.82

Dalam rangka melaksanakan aktivitasnya di masa berdirinya sebuah

yayasan, sama seperti sebuah perusahaan harus memiliki modal dasar, dalam hal

ini adalah kekayaan awal. Kekayaan awal ini untuk membiayai kegiatan seperti

pembelian tanah, pembangunan gedung, pembelian kendaraan, mebel, alat tulis

kantor, pemasangan listrik, air, dan sebagainya.

Sehubungan dengan itu, dalam Pasal 9 Ayat (1) disebutkan, bahwa sebagai

kekayaannya dan kemudian diserahkan kepada yayasan. ketentuan tersebut

diperkuat oleh Pasal 26 Ayat (1) yang menyebutkan, kekayaan yayasan berasal

dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang dan barang.

Undang-Undang Yayasan ternyata membedakan uang dengan barang.

Padahal sebenarnya uang itu sendiri termasuk ke dalam jenis barang, karena

dalam KUH Perdata secara garis besarnya membedakan barang ada dua macam,

yaitu barang bergerak dan tidak bergerak. Uang statusnya sebagai barang

bergerak. Pengaturan yang demikian kemungkinan pembentuk Undang-Undang

menginginkan ketentuan yang jelas dan mudah dimengerti oleh seluruh lapisan
83
masyarakat.

Selain kekayaan yayasan berasal dari pemisahaan kekayaan pendiri,

yayasan juga dapat memperoleh kekayaan dari sumber-sumber lain. Berdasarkan

Pasal 26 Ayat (2) berasal dari sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat,

82
Anwar Borahima., Op.Cit., hlm. 109.
83
Gatot Supramono., Op.Cit., hlm. 67.

Universitas Sumatera Utara


wakaf, hibah, hibah wasiat, dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan

anggaran dasar maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1. Sumbangan yang tidak mengikat

Yang dimaksudkan adalah sumbangan atau bantuan sukarela yang

diterima yayasan, baik dari negara, masyarakat, maupun pihak lain asalkan

bantuan itu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Memang jika ada bantuan yang datang dari mana pun, pihak yang

memberi bantuan pada umumnya selalu mengharap adanya sesuatu yang dapat

dilakukan oleh penerima bantuan. Hukum yang berlaku di masyarakat sering

mengatakan pemberian prestasi selalu diikuti dengan kontra prestasi. Pemberi

bantuan biasanya ada yang mengharap secara terang-terangan, sedangkan

penerima bantuan adakalanya walaupun tidak diminta melakukan kontra prestasi,

dengan dalih karena merasa telah berutang budi kemudian melakukan sesuatu

untuk kepentingan pemberi bantuan.

Berhubung ketentuannya tidak boleh mengikat yayasan, maka pihak mana

pun yang memang berniat memberi sumbangan kepada yayasan, tidak boleh

mengikatkan diri. Kalau mau memberikan bantuan, ya silahkan diserahkan saja

kepada yayasan, biar bantuan itu diurus yayasan setelah diterima. Sebaliknya

untuk yayasan sebagai penerima bantuan, juga tidak boleh mengikatkan diri

Universitas Sumatera Utara


kepada pemberi bantuan. Yayasan harus siap untuk menolak apabila ada bantuan

yang mengikat padanya. 84

2. Wakaf

Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan atau

menyerahkan sebagian harta miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau jangka

waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna kepentingan ibadah atau

kesejahteraan umum menurut syariah.

Harta yang diwakafkan dapat berasal dari seseorang atau badan hukum,

dengan cara seperti diatur dalam Undang-Undang No.41 tentang wakaf, yaitu

dengan membuat ikrar wakaf di depan pejabat pembuat ikrar wakaf. Setelah

berikrar wakif melaksanakan penyerahan barang yang dapat berupa barang

bergerak maupun barang tidak bergerak kepada nazdir.

Dalam hal ini, jika yayasan sebagai penerima harta wakaf, maka yayasan

berkedudukan sebagai nazdir. Yayasan akan menerima harta yang diwakafkan

sebagai harta kekayaan yayasan, untuk dikelola dan digunakan dalam mencapai

maksud dan tujuan yayasan.85

3. Hibah

Yang disebut hibah menurut Pasal 1666 Ayat (1) KUH Perdata adalah

suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan Cuma-

86
Ibid., hlm. 70.

Universitas Sumatera Utara


Cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna

keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.

Hibah yang dimaksudkan itu, bukan merupakan perjanjian obligatoire atau

bertimbal balik seperti perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar,

melainkan perjanjian sepihak. Hibah merupakan perjanjian penyerahan barang

yang dibuat oleh penghibah kepada penerima hibah, dan yang mempunyai janji

hanyalah penghibah saja. Tidak ada janji sebaiknya yang merupakan kontra

prestasi yang dilakukan oleh penerima hibah.

Adapun barang-barang yang dapat dihibahkan hanyalah barang-barang

yang sudah ada di tangan penghibah. Jika hibah itu meliputi barang-barang yang

akan ada di kemudian hari, maka berdasarkan ketentuan pasal 1667 KUH Perdata

hibah itu menjadi batal. Ketentuan tersebut menghendaki tentang kepastian

hukumnya. Istilahnya, ada hibah ada barangnya. Tujuannya agar levering

mengenai barangnya dapat dilakukan secara nyata setelah perjanjian hibah dibuat.

Syarat yang harus dipenuhi agar hibah itu sah adalah perjanjiannya dibuat

dengan akta notaris, dengan maksud untuk memudahkan pembuktian adanya

hibah yang dibuat oleh seseorang, karena akta notaris memiliki kekuatan

pembuktian yang sempurna, isinya harus dipercaya kebenarannya. Seseorang

maupun badan hukum mana pun dapat melakukan hibah barang yang dimilikinya

baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak kepada suatu yayasan, dan
86
barang yang dihibahkan itu menjadi kekayaan yayasan.

84
Ibid., hlm. 68.
85
Ibid., hlm. 69.

Universitas Sumatera Utara


4. Hibah Wasiat

Ketentuan Pasal 957 KUH Perdata menyebutkan hibah wasiat adalah suatu

penetapan wasiat yang khusus dengan mana si yang mewariskan kepada seorang

atau lebih memberikan beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu,

seperti misalnya segala barang-barang bergerak atau tidak bergerak, atau

memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya.

Dalam hibah wasiat pengangkatan waris sebagai fideicommnis adalah

terlarang (Pasal 879 KUH Perdata). Fideicommnis adalah keputusan dari pewaris

yang menentukan, bahwa harta yang ia wariskan, setelah yang menerimanya

meninggal dunia, harta tersebut akan jatuh kepada pihak ketiga. Larangan ini

dikarenakan harta yang dihibah wasiatkan tidak sampai tujuannya, karena pihak

ketiga yang akan menerima bukan yang dimaksud dalam hibah wasiat. Oleh

karena itu, pengangkatan waris tersebut dilakukan ketika yang bersangkutan

masih hidup.

Setiap hibah wasiat yang bersahaja dan tidak bersyarat, memberi hak

kepada mereka yang menerima hibah wasiat, semenjak hari meninggalnya orang

yang menghibahwasiatkan, untuk menuntut kebendaan yang dihibahwasiatkan,

hak itu menurun kepada para ahli warisnya atau pengganti haknya. Mereka yang

menerima hibah wasiat tidak boleh berdiam diri, melainkan harus melakukan

tagihan akan penyerahan kebendaan yang dihibahkannya, kepada ahli waris atau

para penerima yang diwajibkan menyerahkannya.

Universitas Sumatera Utara


Dalam Undang-Undang Yayasan telah diketahui bahwa salah satu sumber

perolehan kekayaan yayasan adalah dari hibah wasiat. Syarat yang ditentukan oleh

Undang-Undang tersebut, besarnya hibah wasiat yang diserahkan kepada yayasan

tidak boleh bertentangan dengan hukum waris.87

5. Perolehan lainnya

Dalam penjelasan Pasal 26 Ayat (2) huruf e Undang-Undang Yayasan

menyebutkan perolehan lain dimaksud, misalnya deviden, bunga tabungan bank,

sewa gedung, atau perolehan dari hasil usaha yayasan. sebuah yayasan selaku

badan hukum yang memiliki sejumlah saham pada perseroan terbatas, maka setiap

tahunnya jika perseroan itu memperoleh keuntungan, sebagai pemegang saham

akan memperoleh deviden. Deviden yang diterima itu merupakan pemasukan

yayasan sebagai kekayaan yayasan.

Demikian pula jika kekayaan yayasan yang berupa uang disimpan pada

bank sebagai tabungan, tiap bulannya akan mendapat bunga sekian persen.

Kemudian kekayaan yayasan yang berupa harta tidak bergerak seperti tanah dan

bangunan, jika harta ini tidak digunakan dan disewakan kepada pihak lain, biaya

sewanya merupakan pemasukan bagi yayasan. Sedangkan perolehan dari hasil

usaha yayasan, misalnya yayasan mendirikan badan usaha seperti toko buku,

percetakan, bordir pakaian, jasa telekomunikasi, dan sebagainya, akan mendapat

bagian dari keuntungan. Bagian dari keuntungan ini juga sebagai kekayaan

yayasan.

87
Ibid., hlm. 72 .

Universitas Sumatera Utara


Ketentuan Undang-Undang Yayasan yang mengatur tentang kekayaan

yayasan, tampak bahwa Undang-Undang ternyata memperluas sumber perolehan

kekayaan yayasan. kekayaan yayasan sumbernya tidak hanya terbatas kepada

modal yang diberikan oleh pendiri yayasan dan sumbangan-sumbangan dari para

dermawan, akan tetapi pihak lain terbuka untuk melakukan wakaf, hibah, dan

hibah wasiat. Di samping itu terbuka pula bagi yayasan untuk mendirikan badan
88
usaha yang tujuannya dapat memperoleh keuntungan.

B. Pembagian Kekayaan Yayasan

Pembagian berasal dari kata “bagi” yang mempunyai arti yaitu pecahan

dari sesuatu yang utuh atau penggal atau pecah. Secara umum pengertian

pembagian merupakan prosess mengurai suatu hal menjadi berbagai unsur yang

terpisah untuk memahami sifat, hubungan, dan peranan masing-masing unsur.

Dalam ilmu pengetahuan bidang logika, pembagian berarti pemecah belahan atau

penguraian secara jelas berbeda ke bagian-bagian dari suatu keseluruhan. Jadi

pembagian kekayaan yayasan dapat diartikan yaitu sebagai suatu proses, cara,

perbuatan membagi, memenggal, memecah atas kekayaan yang berbentuk barang

atau uang yayasan kepada seseorang atau suatu badan hukum dengan maksud dan

tujuan tertentu baik yang diatur maupun tidak diatur oleh suatu Undang-Undang

Yayasan.

Pembagian mempunyai aturan-aturan tertentu yang menjadi petunjuk

untuk mengadakan pembagian secara ideal supaya hasilnya tidak menimbulkan

kesalahan, yaitu pembagian harus berjalan menurut sebuah asas tertentu,


88
Ibid., hlm. 73.

Universitas Sumatera Utara


pembagian harus lengkap dan tuntas, pembagian harus jelas terpisah antar

bagiannya. Dan pembagian lebih erat hubungannya dengan proses yang semata-

mata bersifat formal.89 Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembagian:

a) Setiap pembagian harus konsisten. Artinya, setiap pembagian harus

bertolak dari basis atau dasar yang sama.

b) Pembagian harus meyakinkan dan lengkap. Artinya, setiap upaya

pembagian harus tuntas. Semua bagian dari keseluruhan yang dapat

dibagi-bagi harus dapat dijumlahkan kembali tanpa ada yang tersisa.

c) Pembagian harus tegas dan jelas. Artinya, setiap pembagian harus tertata,

jumlah bagian-bagiannya harus masuk akal. Maka, bila kita membagi-bagi

sesuatu, kita dapat menghimpun bagian-bagian tersebut, misalnya ke

dalam kelas, sub kelas, golongan, dan sebagainya.

d) Setiap pembagian harus berdasarkan satu dasar saja. Pembagian yang

berlandaskan lebih dari satu dasar akan menghasilkan spesia yang simpang

siur.

e) Pembagian harus sungguh-sungguh memisahkan. Artinya, bagian yang

satu tidak boleh memuat bagian yang lain. Tidak boleh terjadi adanya

tumpang tindih antara bagian-bagian yang akan diperincikan itu terdapat

suatu „perlawanan‟.

f) Pembagian harus sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

89
Rizki Daud, Tinjauan Yuridis tentang Pembagian Kekayaan dari Yayasan kepada
Organ Yayasn ditinjau dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor
28 tahun 2014, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2016, hlm. 59-60

Universitas Sumatera Utara


g) Pembagian harus dilakukan secara sistematis. Hukum ini lebih-lebih harus

diperhatikan, apabila kita hendak mengadakan sub-pembagian. Setiap

pembagian dari sub-pembagian harus hanya mencakup bagian-bagian

yang langsung menyusun suatu keseluruhan atau bagian yang dibagi lebih

jauh. “substansi” tidak dapat dibagi dalam “yang hidup dan yang tidak

hidup” sebab pertama-tama “substansi” adalah materiil dan tidak materiil,

lalu substansi materiil dapat dibagi dalam “yang hidup dan yang tidak

hidup”.

Pembagian kekayaan yayasan haruslah memperhatikan syarat-syarat

formal dari pembagian itu dengan benar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku

baik sesuai dengan syarat-syarat dari pembagian itu sendiri ataupun menurut

Undang-Undang serta anggaran dasar yang mengatur yayasan tersebut.

Kekayaan dan juga harta yang diperoleh dari hasil usaha dari kegiatan

yayasan yang diperoleh dan diberikan kepada yayasan menjadi milik yayasan

sepenuhnya. Oleh karena menjadi milik yayasan, maka sejalan dengan itu

Undang-Undang Yayasan Pasal 3 Ayat (2) menyebutkan bahwa yayasan tidak

boleh membagikan hasil kegiatan usaha dan Pasal 5 Ayat (1) menyebutkan

kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang

diperoleh yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan kepada pembina, pengurus,

dan pengawas. Pengecualian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dapat ditentukan dalam anggaran dasar yayasan bahwa pengurus menerima gaji,

upah atau honorarium, dalam hal pengurus yayasan yaitu bukan pendiri yayasan

Universitas Sumatera Utara


dan tidak terafiliasi dengan pendiri, pembina, dan pengawas90 dan yang

melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh. 91

Penentuan mengenai gaji, upah, atau honorarium sebagaimana dimaksud

pada Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Yayasan, ditetapkan oleh pembina sesuai

dengan kemampuan kekayaan yayasan. yayasan hanya berkewajiban untuk

menanggung segala biaya dan ongkos yang mereka keluarkan dalam rangka

menjalankan kepentingan dan kegiatan usaha yayasan. dengan melihat ketentuan

Pasal 5 Undang-Undang Yayasan tersebut maka kekayaan yayasan dalam bentuk

apapun dilarang untuk dialihkan atau dibagikan kepada pembina, pengurus, dan

pengawas yayasan. dan dalam pembahasan ini difokuskan terhadap “dilarangnya

pembagian kekayaan yayasan”.

Pembagian kekayaan yayasan berdampak pada kepemilikan awal yang

dimiliki yayasan, dimana pembagian merupakan cara untuk melepas hak milik

dari yayasan kepada pihak yang akan menerima pembagian kekayaan tersebut.

Karena pembagian merupakan acara melepas hak maka terdapat kemungkinan

beberapa macam cara melepas hak tersebut oleh organ yayasan seperti:

a. Dengan perjanjian

Pasal 1233 KUH Perdata menentukan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan

baik karena perjanjian maupun karena Undang-Undang. Tiap-tiap

perikatan adalah untuk memberikan/menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu

90
Penjelasan huruf a, yang dimaksud dengan “terafiliasi” adalah hubungan keluarga
karena perkawinan atau keturunan sampai derajat ketiga, baik secara horizontal maupun vertikal.
91
Penjelasan huruf b, yang dimaksud dengan “secara langsung dan penuh” adalah
melaksanakan tugas kepengurusan sesuai dengan ketentuan hari dan jam kerja yayasan bukan
bekerja paruh waktu.

Universitas Sumatera Utara


dan tidak berbuat sesuatu sesuai Pasal 1234 KUH Perdata. 92 Dalam

kegiatan organ khususnya pengurus untuk mengelola yayasan, tidak

terlepas dari perjanjian yang dibuatnya atas nama dan untuk tujuan

yayasan.

b. Dengan pewarisan

Seseorang dapat memperoleh hak milik atas benda warisan jika ia

bertindak sebagai ahli waris. Dalam hukumperdata, pewarisan diterima

sebagai titel umum yang sah atas peralihan hak dan kewajiban mengenai

harta kekayaan warisan.

c. Hibah

Menurut Pasal 1666 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan hibah adalah

suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan

Cuma-Cuma dand engan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu

benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.

d. Penyerahan

Seseorang dapat memperoleh hak milik atas benda-benda yang diserahkan

kepadanya oleh orang lain. Dasar penyerahan itu haruslah melalui suatu

peristiwa hukum yang bermaksud memindahkan hak milik atas kekayaan

itu. Peristiwa hukum adalah perikatan atau perjanjian pemindahan hak,

seperti jual, hibah, hadiah, dan sebagainya. Penyerahan harus dilakukan

menurut cara-cara yang diatur di dalam Undang-Undang.

92
Elisabeth Nurhaini Butarbutar, Hukum Harta Kekayaan (menurut Sistematika KUH
Perdata dan Perkembangannya) (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), hlm. 113.

Universitas Sumatera Utara


Undang-Undang Yayasan hanya menjawab tentang dilarangnya

pembagian kekayaan yayasan hanya kepada pengurus saja yaitu melihat

perubahan Undang-Undang Yayasan pada Pasal 5 Ayat (2). Dalam perubahan

Undang-Undang yayasan tersebut tidak disebutkan bahwa pembina dan pengawas

juga dapat memperoleh gaji, upah atau honorarium. Padahal bila dicermati

pembina sebagai organ yang mendirikan yayasan dan organ tertinggi di yayasan

lebih mempunyai wewenang untuk menyalahgunakan kekayaan yayasan.

Untuk ketentuan mengenai yayasan yang bubar, kekayaan yayasan

dilarang untuk dibagikan dan dikuasai oleh seluruh organ yaitu baik pendiri,

pembina, pengurus, pengawas, karyawan serta pihak-pihak yang berkaitan dengan

yayasan yang bubar tersebut. Pengaturan ini diatur dalam Pasal 68 Undang-

Undang Yayasan yang menyebutkan sisa kekayaan yayasan likuidasi (yang bubar)

diserahkan kepada yayasan lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan

yayasan yang bubar dan dapat diserahkan kepada badan hukum lain yang

mempunyai kesamaan kegiatan dengan yayasan yang bubar, apabila hal tersebut

diatur dalam Undang-Undang mengenai badan hukum tersebut. Serta jika tidak

diserahkan kepada yayasan lain atau badan hukum maka kekayaan yayasan dapat

diserahkan kepada negara.

Jadi dalam Undang-Undang Yayasan tidak terdapat satu pasal pun yang

memperbolehkan pembagian kekayaan yayasan kepada pembina maupun

pengawas. Berbeda dengan UUPT bahwa pembagian kekayaan perseroan terbatas

yang pailit atau bubar dapat diberi kepada pemegang saham yang dimilikinya

dalam perseroan tersebut. Sedangkan bagi yayasan, karena kekayaan awalnya

Universitas Sumatera Utara


berasal dari harta pendiri yang dipisahkan dari kekayaan maka pendiri atau

pembina tidak dibenarkan mendapat bagian dari kekayaan yayasan yang bubar.

Karena dengan pemisahan kekayaan dalam yayasan ini sifatnya mutlak, maka

hubungan antara pendiri atau dapat selaku pembina dengan kekayaannya terputus.

Oleh karena itu, pendiri yayasan bukanlah pemilik yayasan yang didirikan, dan

dalam Undang-Undang Yayasan tidak dikenal istilah pemilik. Berbeda dengan

pemisahan kekayaan dalam perseroan terbatas, pemisahan ini sekaligus

mengandung penyertaan dalam perseroan selaku persekutuan modal. Persekutuan


93
ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.

C. Pengalihan Harta Kekayaan Yayasan

Pengalihan berasal dari kata dasar yaitu “alih” yang mempunyai arti yaitu

pindah, ganti, tukar, ubah. Sedangkan kata pengalihan merupakan kata kerja yang

mempunyai makna yaitu suatu proses,cara, perbuatan mengalihkan, pemindahan,

penggantian, penukaran, pengubahan. Jadi dapat dikatakan pengalihan kekayaan

yayasan adalah sebagai suatu proses, cara, perbuatan, mengalihkan,

memindahkan, mengganti, menukar atau mengubahan atas kekayaan yang

berbentuk barang atau uang suatu yayasan. pengertian umum yang terkait dari

pengalihan dapat dijumpai dalam ketentuan KUH Perdata dan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria .

Ada beberapa macam cara memperoleh hak kebendaan, yakni sebagai

berikut:94

93
Anwar Borahima., Op.Cit., hlm. 40.
94
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 1999), hlm. 140.

Universitas Sumatera Utara


a) Dengan pengakuan, yakni benda yang tidak ada pemiliknya, kemudian

didapatkan dan diakui oleh orang yang mendapatkannya itu sebagai

miliknya. Orang yang mengakui ini mempunyai hak milik atas benda

tersebut. Misalnya menangkap ikan di laut, berburu rusa di hutan dan

sebagainya.

b) Dengan penemuan, yakni benda milik orang lain yang lepas dari

penguasaannya, misalnya karena jatuh di jalan, atau karena hilang akibat

banjir, kemudian ditemukan oleh seseorang, sedangkan ia tidak

mengetahui siapa pemiliknya.

c) Dengan penyerahan, yaitu hak kebendaan diperoleh dengan cara

penyerahan berdasarkan hak, misalnya jual-beli, sewa-menyewa, hibah,

warisan. Dengan adanya penyerahan itu, maka hak kebendaan atas benda

berpindah kepada yang memperoleh hak.

d) Dengan cara daluwarsa, hak kebendaan diperoleh dengan cara daluwarsa

(lampau waktu). Daluwarsa benda bergerak dan tidak bergerak tidak sama.

Bagi siapa yang menguasai benda bergerak misalnya dengan cara

menemukan di jalan, hak milik diperoleh setelah lampau waktu tiga tahun

sejak ia menguasai benda bergerak itu. Sedangkan untuk benda tidak

bergerak, daluwarsanya adalah dalam hal adanya alas hak selama 20

tahun, dan dalam hal tidak adanya alas hak selama 30 tahun. Setelah

lampau waktu 20 tahun atau 30 tahun itu, orang yang menguasai benda

tidak bergerak tersebut memperoleh hak milik.

Universitas Sumatera Utara


e) Dengan pewarisan, hak kebendaan diperoleh berdasarkan pewarisan

menurut hukum waris yang berlaku. Ada tiga macam hukum waris yang

berlaku, yaitu hukum waris adat, hukum waris islam, dan hukum waris

KUH Perdata.

f) Dengan cara penciptaan, yaitu penciptaan barang baru yang tadinya belum

ada, misalnya hak cipta atas suatu lukisan, lagu, buku, dan sebagainya.

g) Dengan cara ikutan atau turunan, tumbuh-tumbuhan yang berada di atas

tanah, dinyatakan sebagai benda ikutan dari tanah itu, orang yang membeli

tanah tersebut berhak pula atas tumbuh-tumbuhan yang ada diatasnya

Hak milik merupakan hak yang paling utama jika dibandingkan dengan

hak-hak kebendaan yang lain, karena yang mempunyai hak dapat menikmatinya

dengan sepenuhnya dan menguasainya dengan sebebas-bebasnya terhadap

bendanya. Dengan demikian pemilik benda dapat memperlainkan(menjual,

menghibahkan, menukarkan, mewakafkan), membebani (gadai, fiducia),

menyewakan dan sebagainya. Singkatnya dapat dengan bebas melakukan

tindakan hukum terhadap bendanya. Selain itu pemilik dapat melakukan

perbuatan-perbuatan yang materiil terhadap bendanya, misalnya memetik

buahnya, memakainya, menyimpannya, memelihara bahkan merusaknya. Hak

milik merupakan hak yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun baik orang

lain yang bukan pemilik maupun oleh pembentuk undang-undang atau penguasa,

dimana mereka tidak boleh sewenang-wenang membatasi hak milik, melainkan

harus ada ganti kerugiannya dan harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.

Universitas Sumatera Utara


Setiap perbuatan hukum perdata yang bermaksud untuk mengalihkan hak

milik, harus memenuhi ketentuan sebagaimana digariskan dalam Pasal 584 KUH

Perdata. Dalam ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa sebelum suatu

penyerahan kebendaan, dengan tujuan untuk melakukan pemindahan hak milik

dapat dilakukan haruslah ada terlebih dahulu suatu peristiwa perdata yang

bertujuan untuk mengalihkan hak milik tersebut, yang dalam bentuk perjanjian

dapat tertuang dalam wujud jual-beli, tukar-menukar maupun hibah. Pada

penyerahan terhadap suatu barang dari hasil jual beli ada ketentuan bahwa

kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi

perlengkapannya serta dimaksudkan bagi pemakainya yang tetap, berserta surat-

surat bukti milik, jika itu ada dan ketentuan ini terdapat pada Pasal 1428 KUH
95
Perdata.

Pengalihan atas kekayaan harus memperhatikan ketentuan yang diatur di

dalam Undang-Undang Yayasan. prinsipnya berdasarkan ketentuan yang diatur

dalam Undang-Undang Yayasan, pengalihan (pemindahan) atas kekayaan yayasan

dilakukan oleh pengurus dengan persetujuan dari pembina yayasan. syarat dan

ketentuan lainnya berkaitan dengan hall tersebut harus memperhatikan lebih lanjut

ketentuan yang ada dalam anggaran dasar yayasan. misalnya siapa yang

berwenang mewakili pengurus dan bagaimana bentuk persetujuan yang diberikan

oleh pembina.

95
Rizki Daud, Op.Cit., hlm. 63-64.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

AKIBAT HUKUM DARI PENGALIHAN KEKAYAAN YAYASAN

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 (STUDI

KASUS YAYASAN KASIH ANAK KANKER INDONESIA)

A. Posisi Kasus

Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI) adalah Yayasan yang

didirikan berdasarkan pengalaman merawat anak dengan kanker serta berdasarkan

kasih, empati pada anak penderita kanker serta orangtua dan keluarga mereka.

Program YKAKI disiapkan untuk membantu perjuangan para orangtua

mendampingi putra-putrinya dalam pengobatan dan/atau perawatan termasuk

pendidikannya. Namun dalam perkembangannya, kepengurusan YKAKI tidak

lagi berjalan efektif karena management yayasan tidak dikelola berdasarkan azas-

azas tata pengelolaan yayasan yang baik dan terjadi perbedaan prinsip mendasar

antara pengurus yayasan, sehingga Pinta Uli Panggabean selaku penggugat

mengusulkan perubahan struktur kepengurusan dan mengisi pengurus dengan

orang-orang profesional dan mengusulkan pendiri hanya sebagai Pengawas atau

pembina karena mengingat YKAKI selama ini dikelola secara tidak profesional

sebagai lembaga pelayanan masyarakat. Penggugat mengusulkan pemisahan

pengelolaan 2 (dua) rumah singgah milik YKAKI karena antara Penggugat dan

Tergugat yang diwakili oleh Maya Irawati dan Aniza Mardi Santosa, dimana

Penggugat dan Tergugat sudah tidak bisa lagi bekerja sama dalam satu

75

Universitas Sumatera Utara


management, sehingga hal ini menjadi cikal bakal perseteruan pengurus yang

akan dibahas melalui kronologi kasus sebagai berikut:102

1. 2011

Kepengurusan YKAKI tidak lagi berjalan efektif karena management yayasan

tidak dikelola berdasarkan azas-azas tata pengelolaan yayasan yang baik dan

terjadi perbedaan prinsip mendasar antara pengurus yayasan.

2. 10 Mei 2012

Diselenggarakan Rapat Pengurus dan Pembina YKAKI yang membahas

masalah internal kepengurusan YKAKI. Dalam rapat tersebut Penggugat

mengusulkan perubahan stuktur kepengurusan dan mengisi pengurus dengan

orang-orang profesional dan mengusulkan Pendiri hanya sebagai Pengawas

atau Pembina karena mengingat YKAKI selama ini dikelola secara tidak

profesional sebagai lembaga pelayanan masyarakat.

3. 17 Mei 2012

Penggugat bertemu dan meminta bantuan Mustika Indah J. Sinaga, SH., MMSI

dari kantor Consultant, Legal & Change Management untuk menyelesaikan

konflik internal pengelolaan kepengurusan YKAKI, melakukan mediasi dan

menjalin komunikasi kepada yaitu Maya Ira Soelistyo sebagai Sekretaris

YKAKI yang sekarang ini berkedudukan sebagai Ketua Pengurus YKAKI dan

Aniza M. Santosa sebagai Bendahara yang sekarang ini berkedudukan sebagai

102
Diakses dari Putusan Nomor:01/PDT/2016/PT.DKI tentang kasus Yayasan, pada
tanggal 20 Maret 2018

76

Universitas Sumatera Utara


Bendahara YKAKI yang intinya Penggugat mengusulkan pemisahan

pengelolaan 2 (dua) Rumah Singgah milik YKAKI karena antara Penggugat

dengan Tergugat yang diwakili oleh Maya Irawati Soelistyo dan Aniza Mardi

Santosa, dimana Penggugat dan Tergugat sudah tidak bisa lagi bekerja sama

dalam satu management.

4. 28 Mei 2012

Saudari Mustika Indah J. Sinaga, SH., MMSI melakukan pertemuan dengan

Maya Ira Soelistyo yang pada saat itu berkedudukan sebagai Sekretaris

YKAKI dan Aniza M. Santosa yang pada saat itu berkedudukan sebagai

Bendahara YKAKI untuk menyampaikan dan membicarakan proposal

penyelesaian konflik internal YKAKI melalui pemisahan management dan

badan hukum bagi Rumah Singgah I (RK I) yang terletak di Jl. Percetakan

Negara IX No. 10 A, Jakarta Pusat dan Rumah Singgah II (RK II) yang terletak

di Jl. Anggrek Neli Murni Blok A/110, RT 002/RW 01, Kelurahan

Kemanggisan, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat.

5. 30 Mei 2012

Hasil pertemuan mediasi antara Penggugat dengan Maya Ira Soelistyo yang

pada saat itu berkapasitas sebagai Sekretaris YKAKI dan Aniza M. Santosa

yang pada saat itu berkapasitas sebagai Bendahara YKAKI yang difasilitasi

Saudari Mustika J. Sinaga, SH., MMSI menghasilkan draft kesepakatan dalam

bentuk Rancangan Pemisahan Management RK I dan RK II Melalui

Pengalihan Sebagian Asset YKAKI Kepada Badan Hukum Yayasan Baru, dan

77

Universitas Sumatera Utara


Rancangan Pemisahan Management RK I dan RK II tersebut telah disampaikan

melalui electronic mail (email) kepada Penggugat, Maya Ira Soelistyo dan

Aniza M. Santosa.

6. 29 Juni 2012

Penggugat Maya Ira Soelistyo selaku Sekretaris YKAKI dan Aniza M. Santosa

selaku Bendahara YKAKI, dengan persetujuan Ketua Pembina Bapak Sabar

Manullang, dihadapan Makmur Tridharma, SH, Notaris, telah menandatangani

KESEPAKATAN BERSAMA PENGURUS YAYASAN KASIH ANAK

KANKER INDONESIA (YKAKI), yang sebagian isinya sebagai berikut:

1) Bahwa pengelolaan dua buah Rumah Singgah milik YKAKI yaitu RK I,

jalan Percetakan Negara dan RK II, Slipi, dalam satu management dengan

aktivitas yang begitu banyak serta besarnya waktu dan usaha yang

diperlukan, memerlukan waktu, usaha dan upaya yang sangat besar.

2) Bahwa setelah melewati berbagai upaya komunikasi, Pengurus bersepakat

bahwa melakukan pemisahan management atas kedua Rumah Singgah milik

YKAKI tersebut adalah jalan keluar yang terbaik.

3) Bahwa untuk itu, Pengurus mengajukan usulan jalan keluar tersebut diatas

kepada Dewan Pembina YKAKI, suatu pemisahan management yang

mekanisme pemisahannya telah disepakati Pengurus sebagai berikut:

3.1. RK I, Jalan Percetakan Negara akan tetap dikelola dibawah

management Badan hukum YKAKI, di bawah pimpinan Ira Soelistyo,

yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris YKAKI.

78

Universitas Sumatera Utara


3.2. RK II, Slipi beserta harta benda di dalamnya, akan dikelola dibawah

management Badan Hukum Yayasan baru di bawah pimpinan Pinta

Manullang-Panggabean, yang saat ini menjabat sebagai Ketua YKAKI.

3.3. Aniza Mardi Santosa, yang saat ini menjabat sebagai Bendahara

YKAKI akan tetap menjadi bagian dari organisasi YKAKI.

3.4. Pengurus telah menunjuk Kantor Akuntan Publik Drs. Safril Nahar dan

Rekan untuk melakukan Audit pembukuan sampai dengan tanggal 31

Mei 2012.

3.5. Untuk keperluan operasional RK II Slipi, YKAKI akan memisahkan 1

unit kendaraan Mobil Avanza No Pol. B 1790 SKW kepada Badan

Hukum Yayasan baru yang akan memayungi RK II Slipi.

3.6. Untuk keperluan Operasional RK II Slipi, YKAKI akan memisahkan 1

unit kendaraan Motor Merk Vario No Pol. B 3338 SEM kepada Badan

Hukum Yayasan baru yang akan memayungi RK II Slipi.

3.7. Untuk keperluan Operasional RK II Slipi YKAKI akan memisahkan 45

% dari dana yang tersisa pada rekening YKAKI kepada Badan Hukum

Yayasan yang akan memayungi RK II Slipi, pada hari

ditandatanganinya Kesepakatan ini setelah seluruh pembayaran pada

pihak ke III diselesaikan oleh YKAKI.

4). Bahwa Pengurus akan tetap bekerjasama dengan baik dalam pengelolaan

dan kegiatan RK I dan RK II dalam rangka pelayanan terhadap anak-anak

dengan kanker dari golongan ekonomi lemah.

79

Universitas Sumatera Utara


5). Bahwa kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan YKAKI lewat program

“SEKOLAHKU” tidak akan dilakukan oleh Badan Hukum Yayasan yang

akan memayungi RK II.

6). Bahwa Pengurus akan saling mendukung kelancaran pengelolaan RK I dan

RK II, serta menjunjung tinggi asas menghormati satu sama lain, serta

memiliki kesatuan pendapat kepada pihak ke III, publik dan masyarakat,

bahwa pemisahan management RK I dan RK II murni dilandasi karena

besarnya tanggung jawab moral Pengurus kepada Publik untuk menjalankan

RK I dan RK II dengan baik dan benar.

7. 6 Juli 2012

Tindak lanjut KESEMPATAN BERSAMA PENGURUS YAYASAN KASIH

ANAK KANKER INDONESIA (YKAKI), Penggugat dan Bapak Sabar

Manullang mengajukan pengunduran diri sebagai Ketua Pengurus dan Ketua

Pembina YKAKI

8. Setelah perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama

YKAKI dan proses selanjutnya peralihan hak melalui hibah dari YKAKI ke

Yayasan Anyo Indonesia (YAI) sebagai Badan Hukum Yayasan baru,

dihadapan MAKMUR TRIDHARMA, SH, Notaris di Jakarta, Tergugat yang

diwakili Maya Ira Soelistyo menandatangani blanko akta PPAT dalam rangka

mengalihkan hak Rumah Singgah II dari YKAKI ke Yayasan Anyo Indonesia

(YAI).

9. 6 Maret 2013

80

Universitas Sumatera Utara


Oleh karena pembayaran pajak dari Pengurus YKAKI terlalu lama memakai

waktu hampir 2 (dua) tahun setelah ditandatanganinya blanko PPAT sehingga

terjadi perubahan kebijakan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) berdasarkan

surat Nomor: 859/7.1-100/III/2013 dalam angka 3 dikutip sebagai berikut:

Blanko akta PPAT yang masih tersedia masih dapat digunakan oleh PPAT

sampai dengan tanggal 31 Maret 2013, sehingga pertanggal 1 April 2013 akta

PPAT yang dapat diterima pada kantor pertanahan adalah akta PPAT yang

sesuai dengan peraturan ini”.

10. Bahwa dengan perubahan kebijakan BPN , akta yang pernah ditandatangani

Pengurus Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI) dan Pengurus

Yayasan Anyo Indonesia (YAI) tidak berlaku bagi di BPN karena

ditandatangani di atas blanko lama, untuk itu Notaris Makmur Tridharma

meminta kembali Para Pihak menandatangani ulang akta di atas blanko baru

sesuai dengan kebijakan BPN, namun Tergugat menolak dengan alasan yang

tidak dapat dimengerti oleh Penggugat.

11. 5 Mei 2014

Penggugat dikejutkan dengan adanya surat dari kuasa hukum Tergugat

Advokat Tri Adhyaksa dari Kantor ADHYAKSA & CO, yang ditujukan

kepada Bapak Sabar Manullang, Ketua Pembina Yayasan Anyo Indonesia,

sebagaimana dikutip dalam poin 10: “Bahwa sebagaimana dinyatakan dalam

Akta Pendirian, maksud dan tujuan YKAKI adalah memberikan dukungan

penuh, khususnya untuk penanggulangan kantor pada anak serta keluarganya di

81

Universitas Sumatera Utara


Indonesia. Sehingga terkait dengan semangat di bidang kemanusiaan maka

pada tanggal 30 Januari 2014 dalam pertemuan di kantor Notaris Makmur

Tridharma YKAKI telah menawarkan untuk dipinjamkan untuk jangka waktu

tidak terbatas; rumah di jalan Anggrek Neli Murni Blok A/10 RT 002 RW 01

Kec Palmerah Jakarta Barat kepada Yayasan Anyo Indonesia”.

12. 28 November 2014

Penggugat melalui kuasa hukumnya telah mengirim somasi kepada Tergugat,

namun sampai gugatan ini didaftarkan ke Pengadilan, Penggugat belum

memperoleh jawaban atau tanggapan dari Tergugat.

13. 11 Agustus 2015

Pembacaan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor:

612/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst dengan amar putusan sebagai berikut:

a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

b. Menyatakan tergugat telah melakukan wanprestasi;

c. Menyatakan sah dan mengikat “Kesepakatan Bersama Pengurus

Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI)” yang ditandatangani

pada tanggal 29 Juni 2012 di Jakarta dan didaftarkan dihadapan

Makmur Tridharma, SH, Notaris di Jakarta dengan nomor Akta:

534/L/N/VI/2012;

d. Menghukum tergugat untuk melaksanakan kewajibannya

menandatangani ulang akta diatas blanko Pajak yang baru untuk

menyelesaikan peralihan hak atas tanah dan bangunan yang terletak di

82

Universitas Sumatera Utara


Jl. Anggrek Neli Murni Blok A/110, Rt. 002/ Rw.001, Kelurahan

Kemanggisan, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat dari YKAKI ke

Yayasan Anyo Indonesia;

e. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom)

sebesar Rp. 100.000.- (seratus ribu rupiah) setiap harinya apabila

Tergugat tidak menjalankan putusan ini;

f. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang sampai saat

ini diperhitungkan sejumlah Rp. 526.000.- (lima ratus dua puluh enam

ribu rupiah);

14. 24 Agustus 2015

Kuasa Tergugat/Pembanding telah menyatakan banding terhadap Putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 612/Pdt.G/2014/PN.JKT.PST tanggal

11 Agustus 2015 dan permohonan banding tersebut telah diberitahukan kepada

Penggugat/ Terbanding pada tanggal 23 September 2015.

15. 23 September 2015

Permohonan banding telah diberitahukan kepada Penggugat/ Terbanding.

16. 7 Januari 2016

Sidang pertama Permohonan banding digelar di Pengadilan Tinggi Jakarta.

17. 27 Januari 2016

83

Universitas Sumatera Utara


Kuasa Tergugat/Pembanding mengajukan memori banding terhadap

permohonan banding tersebut yang ada pokoknya keberatan dengan Putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Majelis Hakim Tingkat Banding sependapat dengan keberatan-keberatan

yang dikemukakan Tergugat/Pembanding dalam Memori Bandingnya, yang

menyatakan pengalihan asset-asset kekayaan yayasan bertentangan dengan

hukum yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan

Akta Pendirian Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia Tersebut. Majelis

Hakim Tingkat Banding tidak sependapat dengan pertimbangan hukum dan

putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama yang mengabulkan gugatan penggugat

seluruhnya dengan pertimbangan bahwa pengalihan sebagian harta kekayaan

Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia sebagaimana dalam Kesepakatan

Bersama tangal 29 Juni 2012 kepada Yayasan Anyo Indonesia sebagai badan

hukum baru yang memayungi RK II dalam rangka pemisahan management

Pengelolaan RK I dan RK II bukanlah merupakan pengalihan ataupun

pembagian asset yayasan sebagaimana dilarang dalam Ketentuan Pasal 19 Akta

Pendirian YKAKI dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang

Perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, pada akhirnya Putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 612/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst, tanggal 11

Agustus 2015 tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan dan Majelis

Hakim Tingkat Banding akan mengadili sendiri dengan menolak gugatan

Penggugat/Terbanding seluruhnya.

84

Universitas Sumatera Utara


B. Akibat Hukum dari Pengalihan Kekayaan Yayasan Kasih Anak Kanker

Indonesia pada Putusan 01/PDT/2016/PT.DKI.

Ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Yayasan dapat menjadi dasar

atau alasan untuk melakukan gugatan terhadap yayasan, hal ini dilihat jika

terdapat dugaan bahwa organ yayasan melakukan perbuatan:

1. Melakukan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan anggaran

dasar;

2. Lalai dalam melaksanakan tugasnya;

3. Melakukan perbuatan yang merugikan yayasan atau pihak ketiga; atau

4. Melakukan perbuatan yang merugikan negara.

Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan pemeriksaan dan gugatan

terhadap yayasan adalah harus ada dugaan yang kuat terhadap organ yayasan

melakukan penyimpangan dengan salah satu alasan yang sudah disebutkan.

Mengenai perbuatan menyimpang dengan alasan melakukan perbuatan

melawan hukum atau bertentangan dengan anggaran dasar yayasan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf a, bahwa yang dimaksud

dengan perbuatan melawan hukum tidak dapat dilepaskan dari ketentuan Pasal
103
1365 KUH Perdata, karena pasal tersebut merupakan landasan hukumnya.

Adapun yang dapat mengajukan permohonan gugatan terhadap yayasan ke

pengadilan, pada prinsipnya adalah pihak ketiga tetapi tidak dimungkinkan

bagi organ yayasan itu sendiri. Pihak ketiga yang dimaksudkan tersebut adalah

103
Gatot Supramono, Op.Cit., hlm 126.

85

Universitas Sumatera Utara


pihak yang berada di luar yayasan. Pihak ketiga yang dimaksudkan tersebut

adalah pihak yang berada di luar yayasan. Dalam Undang-Undang Yayasan

memerinci pihak yang mengajukan permohonan dengan membedakan antara

pihak ketiga yang berkepentingan dengan kejaksaan, padahal kejaksaan

sebenarnya juga merupakan pihak ketiga. Untuk permohonan pemeriksaan

dengan dugaan sebagaimana huruf a, b dan c Pasal 53 ayat (2) Undang-

Undang Yayasan diajukan oleh pihak ketiga, sedangkan untuk permohonan

pemeriksaan dengan dugaan organ yayasan yang melakukan perbuatan yang

merugikan negara diajukan oleh kejaksaan dalam kapasitasnya mewakili


104
kepentingan umum.

Adapun dugaan penyimpangan di dalam yayasan tidak serta merta pihak

yang merasa berkepentingan dapat dengan mudahnya untuk melakukan

pemerisaan ke dalam yayasan. Ketentuan Pasal 53 Ayat (2) dan ayat (3)

Undang-Undang Yayasan mengharuskan pemeriksaan terhadap yayasan

dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan. Dengan prosedur yang

demikian, tampak bahwa ada campur tangan pengadilan di bidang

pengawasan, yang tujuannya untuk kepentingan melindungi yayasan dari

perbuatan sewenang-wenang pihak ketiga. Pengadilan yang berwenang

mengeluarkan penetapan tersebut adalah pengadilan negeri, karena perkara

permohonan semacam ini termasuk perkara perdata umum, yang termasuk

kompetensi absolut peradilan umum. Permohonan untuk pemeriksaan

104
Ibid., hlm. 129.

86

Universitas Sumatera Utara


terhadap yayasan diajukan kepada pengadilan negeri di wilayah hukum tempat

yayasan berdomisili.105

Surat permohonan setelah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan, akan

disidangkan oleh hakim di persidangan yang terbuka untuk umum. Dalam

persidangan pemohon mempunyai hak untuk membuktikan dalil-dalil

permohonannya, di lain pihak yaitu termohon juga mempunyai kesempatan

untuk membuktikan dalil-dalil sanggahannya. Persidangan perkara perdata ini

pada umumnya, bukti-bukti yang diajukan berupa alat bukti surat dan saksi-

saksi. Hakim akan menjatuhkan putusan yang berbentuk penetapan, setelah

mempertimbangkan alat-alat bukti dan fakta-fakta yang terungkap di

persidangan. Tidak semua permohonan gugatan kepada yayasan akan diputus

dikabulkan oleh pengadilan, karena sangat tergantung kepada hasil


106
pembuktian.

Gugatan terhadap yayasan yang terjadi dapat dilihat dari kasus Yayasan

Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI), dimana pengajuan permohonan

gugatan dilakukan oleh Pinta Uli Panggabean dengan Yayasan Kasih Anak

Kanker Indonesia, yang berarti pengajuan permohonan gugatan terhadap

yayasan dilakukan oleh organ yayasan itu sendiri.

Ditemukan adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh organ

yayasan yang mengakibatkan timbulnya konflik antar organ yayasan

didalamnya. Sehingga memungkinkan diajukannya gugatan perdata atas

105
Ibid., hlm. 128.
106
Ibid., hlm. 130.

87

Universitas Sumatera Utara


penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pengurus yayasan. Yayasan

Kasih Anak Kanker Indonesia dan Ketua Yayasan digugat oleh Ketua

Yayasan yang lama selaku Penggugat karena Tergugat menolak

menandatangani ulang blanko baru akta PPAT dalam rangka mengalihkan hak

Rumah Singgah II (RK II) yang terletak di Jl. Anggrek Neli Murni Blok

A/110, RT 002/RW 01, Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah,

Jakarta Barat dari YKAKI ke Yayasan Anyo Indonesia (YAI), dimana tanda

tangan di atas blanko lama sudah tidak berlaku karena perubahan kebijakan

BPN-RI oleh Notaris Makmur Tridharma, Tergugat menolak dengan alasan

yang tidak dapat dimengerti oleh Penggugat. Tergugat memberikan surat

kepada Penggugat sebagaimana dikutip dalam poin 10 bahwa tergugat

menawarkan untuk dipinjamkan untuk jangka waktu yang tidak terbatas,

rumah yang di jalan Anggrek Neli Murni. Sehingga penggugat merasa

perbuatan tergugat telah menyimpang dan bahkan bertentangan dengan

Kesepakatan Bersama Pengurus Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia.

Berdasarkan hal wanprestasi itulah Penggugat menggugat tergugat.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan penggugat dan

menyatakan tergugat melakukan wanprestasi dengan dasar kesepakatan yang

telah dibuat dan disepakati adalah sah dan mengikat sehingga tergugat harus

menandatangani ulang akta diatas blanko pajak yang baru untuk

menyelesaikan peralihan hak atas tanah dan bangunan yang terletak di Jl.

Anggrek Neli Murni Blok A/110, RT. 002/RW. 001, Kelurahan Kemanggisan,

Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat dari YKAKI ke Yayasan Anyo Indonesia.

88

Universitas Sumatera Utara


Serta menghukum Tergugat membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.

100.000,- (seratus ribu rupiah) setiap harinya apabila tergugat tidak

melaksanakan putusan ini dan membayar biaya perkara.

Tergugat mengajukan akta permohonan banding dan telah ditandatangani

oleh panitia sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Bahwa yang menjadi

persoalan dalam gugatan ini adalah mengenai peralihan hak asset Yayasan

Kasih Anak Kanker Indonesia kepada Badan Hukum Baru. Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 20014 tentang Yayasan, khususnya dalam

Pasal 5 ayat (1) menetapkan:

”kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang

diperoleh yayasan berdasarkan undang-undang ini, dilarang dialihkan atau

dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah,

maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada

Pembina, Pengurus dan Pengawas”.

Selain itu pengalihan hak-hak asset Yayasan Kasih Anak Kanker

Indonesia dengan tegas dilarang di dalam Akta pendirian yayasan tersebut

berdasarkan Pasal 19 Akta Pendirian Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia,

antara lain:

1. Pengurus Yayasan dilarang untuk:

I. Membagikan hasil kegiatan usaha Yayasan kepada Pembina,

Pengurus dan Pengawas;

89

Universitas Sumatera Utara


II. Membagikan, mengalihkan baik secara langsung atau tidak

langsung kekayaan yayasan baik berupa uang, barang maupun

kekayaan lain yang diperoleh yayasan kepada Pembina,

Pengurus, Pengawas, Karyawan atau pihak lain yang

mempunyai kepentingan terhadap yayasan;

III. Mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi

dengan yayasan, Pembina, Pengurus dan/atau Pengawas

Yayasan, kecuali perjanjian tersebut bermanfaat bagi

tercapainya maksud dan tujuan yayasan

Yayasan adalah subjek hukum berupa badan hukum yang mempunyai

kekayaan tersendiri, terpisah dari Pengurus, Pembina dan Pengawas, oleh

karenanya Pengurus, Pembina dan Pengawas wajib menjaga amanah sebagai

organ yayasan menjaga kelangsungan hidup yayasan termasuk menjaga asset-

asset yayasan, Pengurus, Pembina, Pengawas yang tidak amanah, melanggar

ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 diancam dengan

Pasal 70 Undang-Undang tersebut yang mengatur sebagai berikut:

“ (1) setiap anggota organ yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun;

(2) selain pidana penjara, anggota organ yayasan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban

mengembalikan uang, barang, atau kekayaan yang dialihkan atau dibagikan”.

90

Universitas Sumatera Utara


Pengalihan kekayaan asset yayasan hanya dapat dialihkan apabila terjadi

pembubaran yayasan kepada yayasan lain yang memiliki maksud dan tujuan

yang sama, sebagaimana diatur dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001

tentang Yayasan.

Perjanjian atau kesepakatan internal organ yayasan, yang dimaksud

mengalihkan kekayaan yayasan, langsung atau tidak langsung bertentangan

dengan Pasal 5 Undang-Undang Yayasan, dengan demikian perjanjian

Kesepakatan Bersama Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia tanggal 29 Juni

2012 tersebut batal demi hukum karena tidak memenuhi kausa/sebab yang

halal sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 dan 1337 KUH Perdata.

Majelis Hakim Tingkat Banding sependapat dengan keberatan-keberatan

yang dikemukakan Tergugat/Pembanding dalam Memori Bandingnya, yang

menyatakan pengalihan asset-asset kekayaan yayasan bertentangan dengan

hukum yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan

Akta Pendirian Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia Tersebut. Majelis

Hakim Tingkat Banding tidak sependapat dengan pertimbangan hukum dan

putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama yang mengabulkan gugatan penggugat

seluruhnya dengan pertimbangan bahwa pengalihan sebagian harta kekayaan

Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia sebagaimana dalam Kesepakatan

Bersama tangal 29 Juni 2012 kepada Yayasan Anyo Indonesia sebagai badan

hukum baru yang memayungi RK II dalam rangka pemisahan management

Pengelolaan RK I dan RK II bukanlah merupakan pengalihan ataupun

91

Universitas Sumatera Utara


pembagian asset yayasan sebagaimana dilarang dalam Ketentuan Pasal 19 Akta

Pendirian YKAKI dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang

Perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, pada akhirnya Putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 612/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst, tanggal 11

Agustus 2015 tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan dan Majelis

Hakim Tingkat Banding akan mengadili sendiri dengan menolak gugatan

Penggugat/Terbanding seluruhnya.

Hukum berfungsi sebagai perlindungan manusia, sehingga penegakan

hukum sangat diperlukan. Penegakan hukum adalah keseluruhan kaidah dari

para pelaksana penegakan hukum kearah tegaknya hukum, keadilan, dan

perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman,

kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Penegakan hukum dalam negara dilakukan secara preventif dan represif.

Penegakan hukum secara preventif diadakan untuk mencegah agar tidak

dilakukan pelanggaran hukum oleh warga masyarakat pada umumnya dan

tugas ini pada umumnya diberikan pada badan-badan eksekutif dan kepolisian.

Sedangkan penegakan hukum represif dilakukan apabila usaha preventif telah

dilakukan tetapi ternyata masih juga terdapat pelanggaran hukum.

Sanksi pidana diartikan sebagai suatu nestapa atau penderitaan yang

ditimpakan kepada seseorang yang bersalah melakukan perbuatan yang

dilarang oleh hukum pidana, dengan adanya sanksi tersebut diharapkan orang

92

Universitas Sumatera Utara


tidak akan melakukan tindak pidana.107 Menurut Black’s Law Dictionary

Henry Campbell Black memberikan pengertian sanksi pidana sebagai:108

“Punishment attached to conviction at crimes such fines, probation and

sentences” (suatu pidana yang dijatuhkan untuk menghukum suatu

penjahat (kejahatan) seperti dengan pidana denda, pidana pengawasan dan

pidana penjara)”.

Berdasarkan deskripsi pengertian sanksi pidana diatas dapat diartikan,

bahwa pada dasarnya sanksi pidana merupakan suatu pengenaan suatu derita

kepada seseorang yang dinyatakan bersalah melakukan suatu kejahatan (perbuatan

pidana) melalui suatu rangkaian proses peradilan oleh kekuasaan (hukum) yang

secara khusus diberikan untuk hal itu, yang dengan pengenaan sanksi pidana

tersebut diharapkan orang tidak melakukan tindak pidana lagi dalam hal ini

ditujukan khusus bagi organ yayasan yaitu pembina, pengurus, dan pengawas
109
yang bertanggung jawab secara pribadi karena kelalaiannya.

Tugas dan wewenang organ yayasan seperti pembina, pengurus, dan

pengawas sangatlah rentan dikenai sanksi pidana dalam penyalahgunaan kekayaan

yayasan seperti pengalihan kekayaan yayasan kepada kerabat keluarga, pihak

yang terafiliasi dengan organ yayasan atau pihak-pihak yang berkaitan. Jika

melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 5 Undang-

Undang Yayasan, dapat dijatuhi sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama

107
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 111.
108
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary (St.Paul Winim: West Publishing CO,
1979), hlm. 337.
109
Ibid, hlm. 195.

93

Universitas Sumatera Utara


5 (lima) tahun. Sanksi pidana dalam penyalahgunaan kekayaan yayasan diatur

dalam Undang-Undang Yayasan Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) yang menyebutkan

setiap anggota organ yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)

Undang-Undang Yayasan juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban

mengembalikan uang, barang atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau

dibagikan. Yayasan dapat dijadikan alat untuk mencari keuntungan, bahkan lebih

jauh lagi yayasan dapat dijadikan tandem untuk melakukan tindak pidana

khususnya untuk pencucian uang haram (Money Loundering) dan korupsi oleh

organnya yang merupakan akibat hukum dari sanksi pidana dalam pengalihan
110
harta kekayaan yayasan.

Yayasan sebagai lembaga yang bergerak di bidang sosial, kesehatan, dan

kemanusiaan sangatlah rentan untuk dijadikan alat untuk mencari keuntungan,

bahkan lebih jauh lagi yayasan dapat dijadikan tandem untuk melakukan suatu

tindak pidana, khususnya untuk pencucian uang haram (Money loundering) dan

korupsi oleh organnya. Modus yang sering dilakukan organ yayasan selalu

dikaitkan dengan pencucian uang, yaitu dengan mendirikan yayasan yang akan

menampung kekayaan pribadinya yang ditanamkan pada yayasan seolah-olah

sumbangan yang didapat yayasan berasal dari seseorang dengan dalih untuk
111
kepentingan sosial.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di indonesia memiliki konsep

vicorious liability (tanggung jawab yang dialihkan). Dalam ajaran ini,

110
Anwar Borahima, Op.Cit. hlm. 280.
111
Ibid, hlm. 281.

94

Universitas Sumatera Utara


pertanggung jawaban pidana dialihkan kepada orang lain (manusia/organ

koperasi) oleh pelaku fisik, karena adanya hubungan antara orang yang

dipertanggungjawabkan dengan pelaku fisik. Pengalihan tanggung jawab ini

penting, justru karena dalam korporasi yang besar dengan struktur organisasi yang

rumit, tidak selalu jelas hubungan antara pelaku fisik dengan korporasi yang

bersangkutan. Yang penting dalam kontruksi hukum tanggung jawab yang

dialihkan ini adalah bahwa tidak perlu terdapat kesalahan pada pelaku fisik (dan

tidak perlu pula ada kewajiban hukum), karena yang menentukan adalah adanya

kewajiban hukum (yang dilanggar) pada korporasi.

Sanksi pidana yang dijatuhi karena alasan pengalihan kekayaan

seharusnya dapat dilihat pada kasus Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia.

Karena Pintu Uli Panggabean selaku Ketua pengurus Yayasan Anyo Indonesia

nyata telah mengalihkan kekayaan yayasan sehingga merugikan yayasan Yayasan

Kasih Anak Kanker Indonesia. Tetapi putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama

memutuskan bahwa Pinta Uli Panggabean tidak bersalah karena Majelis hakim

berpegang pada Kesepakatan Bersama Pengurus Yayasan Kasih Anak Kanker

Indonesia sehingga Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia mengajukan memori

banding terhadap putusan majelis hakim tingkat pertama. Majelis Hakim Tingkat

Banding tidak sependapat dengan pertimbangan hukum dari putusan Majelis

Hakim Tingkat Pertama karena mengacu pada Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang

Yayasan Nomor 28 Tahun 2004 dan Pasal 19 Akta Pendirian Yayasan Kasih

Anak Kanker Indonesia. Namun putusan Majelis Hakim hanya memutuskan

95

Universitas Sumatera Utara


menolak gugatan Pinta Uli Panggabean dan menghukum untuk membayar biaya

perkara peradilan.

Kesalahan dari Pinta Uli Panggabean bila ditinjau dari Undang-Undang

Yayasan seharusnya dapat dijatuhi sanksi pidana, karena atas perbuatan hukum

yang dilakukannya, telah nyata merugikan yayasan. dan sesuai dengan ketentuan

pidana dalam Undang-Undang Yayasan berdasarkan Pasal 70 Ayat (1)

menyebutkan “Setiap organ Yayasan tanpa terkecuali yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud Pasal 5 dipidana penjara 5 (lima) tahun”. Dan Ayat (2)

menyebutkan “selain pidana penjara, anggota organ yayasan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban

mengembalikan uang, barang atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau

dibagikan. Pasal 5 yang dimaksudkan ini adalah kekayaan yayasan baik berupa

uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan berdasarkan

Undang-Undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak

langsung, baik dalam bentuk gaji, upah maupun honorarium atau bentuk lain yang

dapat dinilai dengan uang.

96

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan materi yang telah dibahas dalam skripsi ini, maka

disimpulkan bahwa:

1. Tanggung jawab pengurus yayasan terdapat dalam Pasal 35 Undang-

Undang Yayasan. Pengurus memiliki peranan yang sangat penting dan

dominan pada yayasan karena pengurus merupakan organ yang

melaksanakan kepengurusan yayasan. Pengurus juga berhak mewakili

yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Setiap pengurus

menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk

kepentingan dan tujuan yayasan.

2. Pengalihan kekayaan adalah sebagai suatu proses, cara, perbuatan,

mengalihkan, memindahkan, mengganti, menukar atau mengubah atas

kekayaan yang berbentuk barang atau uang suatu yayasan. Undang-Undang

Yayasan dengan tegas melarang pengalihan kekayaan. Pasal 5 ayat (1)

menyebutkan bahwa kekayaan yayassan dilarang untuk dialihkan atau

dibagikan kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Pengecualian pada

Pasal 5 Ayat (2), Pengurus diperbolehkan menerima gaji, upah atau

honorarium sepanjang pengurus bukan pendiri yayasan dan tidak terafiliasi

dengan pendiri, pembina maupun pengawas, serta pengurus melaksanakan

kepengurusan secara langsung dan penuh.

97

Universitas Sumatera Utara


3. Akibat hukum dari Pengalihan Kekayaan Yayasan pada Yayasan Kasih

Anak Kanker Indonesia adalah batal demi hukum. Karena pengalihan asset-

asset Yayasan adalah dilarang oleh Undang-Undang Yayasan, khususnya

pada Pasal 5 ayat (1) menetapkan bahwa kekayaan yayasan baik berupa

uang, barang maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan berdasarkan

Undang-Undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau

tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah maupun honorarium, atau

bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang. Pengalihan kekayaan yayasan

hanya dapat dialihkan apabila terjadi pembubaran yayasan kepada yaysan

lain yang memiliki maksud dan tujuan yang sama. Sehingga perjanjian atau

kesepakatan internal organ yayasan yang bermaksud mengalihkan kekayaan

yayasan tersebut adalah batal demi hukum karena tidak memenuhi

kausa/sebab yang halal.

B. Saran

Berdasarkan penjelasan diatas, saran-saran yang dapat diberikan atas

permasalahan dalam skripsi ini adalah:

1. Organ Yayasan yaitu pengurus diharapkan mampu bekerja sama dengan baik

dengan memiliki tujuan yang sama sebagai suatu badan hukum yang

didirikan berdasarkan bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Pengurus

yayasan diharapkan pula menjalankan tugas dan wewenang nya masing-

98

Universitas Sumatera Utara


masing dan tidak saling tumpang tindih dalam menjalankan peranannya

dengan organ yayasan lainnya.

2. Diharapkan adanya suatu badan pengawas dari pemerintah yang bertugas

memantau seluruh kegiatan yang dilakukan oleh yayasan sehingga aliran

keuangan maupun pendanaan yayasan dapat terpantau dengan baik agar

pengalihan kekayaan yang sering terjadi dapat dicegah.

3. Hendaknya sesama organ yayasan dalam menjalankan tugasnya haruslah

mampu bekerja sama agar tidak terjadi perselisihan antar organ yayasan.

diharapkan juga perlu ditambahkan Pasal mengenai sanksi tentang pengalihan

kekayaan yayasan ini karena sanksi nya masih kurang tegas dan tidak

spesifik.

99

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. BUKU

Ais, Chatamarrasjid. Badan Hukum Yayasan (Suatu Analisis mengenai Yayasan


sebagai suatu Badan Hukum Sosial). Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2002.

Ali, Mahrus. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Ashshofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Rhineka Cipta, 1996.

Black, Henry Campbell. Black’s Law Dictionary. St. Paul Minim: West
Publishing CO, 1979.

Borahima, Anwar. Kedudukan Yayasan di Indonesia. Jakarta: Kencana Predana


Media, 2010.

Butar-Butar, Elisabeth Nurhaini. Hukum Harta Kekayaan. Bandung: PT Reflika


Aditama, 2012.

Fuady, Munir. Doktrin-Doktrin Modern dalam Coorporate Law dan Eksistensinya


dalam Hukum Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bhakti, 2002.

Hasibuan, Puspa Melati. Pengantar Hukum Dagang Indonesia. Medan: Dharma


Persada, 2013.

Junawa, Hikmahanto. Pengelolaan Yayasan di Indonesia. Yogyakarta, 2002.

Muhammad, Abdul Kadir. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: PT. Citra


Aditya Bhakti, 1999.
Muis, Abdul. Yayasan sebagai Wadah Kegiatan Masyarakat. Medan: USU, 1991

Prasetya, Rudhi. Yayasan dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Saragih, R.F. Yayasan dan Permasalahnnya di Indonesia Era Hukum No.3


Jakarta, 2000.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Depok: Universitas Indonesia


Press, 1994.

Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat. Jakarta:


CV Rajawali, 1985.

Soemitro, Rachmat. Status Hukum dan Sifat Usahanya. Jakarta, 1989.

Soemitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta:


Ghalia Indonesia, 1990.

100

Universitas Sumatera Utara


Soeroredjo, Hayati. Status Hukum dari Yayasan dalam Kaitanyya dengan
Penataan-Penataan Badan Usaha di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia,
2000.

Suhardadi, Arie Kusumastuti. Hukum Yayasan di Indonesia. Jakarta: PT Abadi,


2003.

Supramono, Gatot. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Djambatan, 2009.

2. Perundangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang


Nomor 16 Tahun 2001.

3. Jurnal Hukum

Daud, Rizki, “Tinjauan Yuridis Pembagian Kekayaan Yayasan Kepada Organ

Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2004. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Tahun 2016.

Gunawan, Soni, “Pengelolaan Yayasan Menurut Undang-Undang Yayasan

Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan”. http:// lppm.unla.ac.id (diakses pada

tanggal 01 Juni 2018, Pukul 17.00 WIB).

Pratiwi, Fitri, “Eksistensi Yayasan sebagai Pihak dalam melaksanakan kegiatan

Usaha ditinjau dari Undang-Undang Yayasan”. http:// repository.unhas.ac.id

(diakses pada tanggal 01 Juni 2018, Pukul 18.00 WIB).

101

Universitas Sumatera Utara


Purwadi, Ari, “Karakteristik Yayasan sebagai Badan Hukum di Indonesia”. http://

www.academia.edu (diakses pada tanggal 31 Mei 2018, Pukul 20.00 WIB).

Simamora, Sogar, “Karakteristik, Pengelolaan dan Pemeriksaan Badan Hukum

Yayasan di Indonesia” http:// rechsvinding.bphn.go.id (diakses pada tanggal 02

Juni 2018, Pukul 17.00 WIB).

102

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai