SKRIPSI
OLEH :
FAKULTAS HUKUM
Nim : 150200301
1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau
NIM : 150200301
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir penulis untuk memperoleh gelar
mengangkat judul skripsi ini sebagai tugas akhir dikarenakan banyaknya timbul
itu penulis tertarik untuk membahas mengenai hal ini. Semoga skripsi ini dapat
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan saran
Universitas Sumatera Utara, banyak kendala yang penulis alami. Namun berkat
bimbingan dan motivasi serta doa dari pihak - pihak disekitar penulis, segala
kendala dapat penulis hadapi. Termasuk dalam menyelesaikan tugas akhir ini, ada
waktu penulis merasa bingung, merasa malas, merasa jenuh bahkan merasa putus
asa. Disaat-saat itu penulis bersyukur karena selalu ada tangan-tangan yang
bersedia membantu, selalu ada kata-kata yang memotivasi, selalu ada senyum
yang menghibur dan selalu ada doa-doa dari orang tua penulis yang berada di
ii
1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
2. Bapak Dr. Saidin, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
3. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas
5. Bapak Dr. Hamdan, S.H., M.H., selaku Ketua Departemen Hukum Pidana
dengan penuh kesabaran mulai dari awal penulisan skripsi ini sampai
iii
II. Terima kasih atas semua waktu dan bimbingan yang telah diberikan
10. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah
11. Teristimewa kepada orang tua, Ayahanda Mawardi Azhar dan Ibunda
agar selalu mengandalkan Allah SWT dalam setiap langkah penulis, dan
12. Yang selalu meriah Xoxo (Syffa Nurislami, Syarfanda Roini, Dede
Muhammad Yasri, Dio Alif Putra) yang menjadi sahabat sejak SMP
13. Yang tersayang Pejuang IP (Putri Zhafirah Lubis, Farah Hilda Fuad Lubis,
iv
kasih atas tingkah laku yang selalu saja dapat mengibur penulis, senantiasa
16. Kepada Riko Handoyo yang selalu menemani penulis selama masa
17. Kepada Geng Kodok (Dimas Fatih Asqory, Yudika Dwi Erwanda, Zairin
Putri Zhafirah Lubis, Hetti Sundari) terima kasih telah menemani dan
18. Abangda Fachri Husaini dan Abangda Rayyanda Fitra Surbakti selaku
19. Para pejuang klinis (Farah Hilda Fuad Lubis, Putri Zhafirah Lubis, Hetti
Irham Afriansyah) terima kasih atas kerja sama dalam menjalani masa
Zhafran, Dasma Purba, Ezra Pieter, Putri Ayutia Damanik, Wulan Irwanty,
22. Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini
baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa di sebutkan
Akhir kata saya mohon maaf apabila ada kesalahan ataupun kesilapan
dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi saya dan
Hormat Penulis,
Nim : 150200301
vi
Abstrak ................................................................................................................ i
Kata Pengantar.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Permasalahan ................................................................................. 7
Indonesia........................................................................................ 23
vii
KELALAIAN MEDIS
A. Kesimpulan .................................................................................... 74
B. Saran .............................................................................................. 75
Lampiran
viii
A. Latar Belakang
antara dokter dengan pasien, yang tidak dapat dipecahkan oleh kaidah-kaidah
etika. Dalam keadaan seperti ini maka kaidah hukum dapat diberlakukan,
sehingga pembicaraan tidak akan dapat dilepaskan dari masalah hak dan
kewajiban dari pihak-pihak yang terlibat dalam perselisihan atau perkara tersebut.
pada segi-segi hak dan kewenangan yang sebanding dengan kewajiban dan
dimana pasien selalu mengikuti apa yang dikatakan dokter tanpa bertanya apapun
perawatan yang bermutu. Namun demikian dalam hubungan dokter dengan pasien
seringkali pasien menurunkan derajat dirinya sebagai objek bagi sesuatu yang
1
Chrisdiono M. Achadiat, Dinamika Etika & Hukum Kedokteran dalam Tantangan
Zaman, EGC, Jakarta, 2006, hlm. 1.
2
Ibid., hlm. 2
motif dan konsekuensi dari keputusan itu, atau bahkan tanpa ada kesempatan
haknya dan cara berpikir pun menjadi semakin kritis terhadap pelbagai segi
pasien mengalami perubahan yang sangat berarti. Pada saat ini secara hukum
dokter adalah partner dari pasien yang sama atau sederajat kedudukannya, pasien
seseorang dalam keadaan sakit, tetapi kedudukan hukumnya tetap sama dengan
yang sehat. Sangat keliru jika menganggap seorang yang sakit tidak dapat
sendiri.
yang diberikan oleh pihak rumah sakit melalui seorang dokter, yang dapat dilihat
terhadap pihak rumah sakit atau dokter karena pasien merasa dirugikan, maka
diperlukan suatu perjanjian pelayanan kesehatan antara pihak rumah sakit atau
3
Ari Yunanto dan Helmi, Hukum Pidana Malpraktik Medik, C.V Andi Offset,
Yogyakarta, 2010, hlm. 19.
4
Chrisdiono M. Achadiat, Op.Cit., hlm. 2.
5
Irma Permata Asri, Pelaksanaan Perjanjian Tindakan Kedokteran (Informed Consent)
Antara Pihak Rumah Sakit dengan Pasien Melahirkan di Bagian Kamar Bersalin RSUD Dr.
Moewardi Surakarta, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2009, hlm. 2.
melakukan beberapa jasa dan karena sifat hubungan hukum yang khusus yaitu
“perjanjian tentang upaya”, sehingga dokter dalam hal ini berkewajiban untuk
melakukan upaya maksimal. Dilihat dari hubungan antara dokter dengan pasien
sampai lalai.6
karena itu, pada saat ini di kalangan profesi hukum dan kedokteran telah terdapat
oleh pihak rumah sakit melalui dokter. Dalam hal ini, berbagai upaya
informasi dari dokter di rumah sakit tersebut, atau disebut dengan Informed
Consent.7
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
6
Ibid., hlm. 3.
7
Ibid., hlm. 3.
bahwa semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus
pihak yang lemah, yang oleh karena itu ia perlu mendapat perlindungan. Karena
posisinya sebagai pihak yang lebih kuat dalam berbagai hal, dokter perlu diberi
Perlindungan bagi pasien dan rambu-rambu untuk dokter dibina antara lain
oleh:9
2. Etika medis;
3. Disiplin profesi;
4. Hukum.
terlepas dari suatu fakta bahwa sebagai manusia mereka takkan luput berbuat
8
Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik, P.T.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 104.
9
Ari Yunanto dan Helmi, Op.Cit., hlm. 14-15.
10
Cecep Triwibowo, Etika & Hukum Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta, 2014, hlm.
278.
melawan hukumnya suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang yang mampu
bertanggung jawab. Oleh karena itu perbuatan orang yang mampu bertanggung
jawab itu dalam hukum dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dipidana atau
“strafbaar feit”, atau diterjemahkan dengan tindak pidana. Strafbaar feit ini
merupakan istilah dalam hukum pidana yang menunjuk kepada kelakuan orang
prinsip dan asas negara hukum tersebut haruslah dipegang teguh, tidak dapat
dikalahkan oleh kebutuhan, keadaan atau pikiran sesaat. Status negara hukum ini
telah ditetapkan dalam konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar 1945.12 Hal itu
berarti bahwa setiap warga negara tanpa terkecuali harus tunduk dan taat kepada
Dalam negara hukum berlaku asas utama Rule of Law, yang diterjemahkan
sebagai Aturan Hukum, yang salah satu unsurnya adalah Asas Praduga Tak
dikatakan bahwa ketentuan pasal ini adalah penjelmaan dari Asas Praduga Tak
11
Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Kedokteran (Studi Tentang Hubungan Hukum
Dalam Mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm.
131.
12
Chrisdiono M. Achadiat, Op.Cit., hlm. 63.
Bersalah.13 Jika dilihat dari isi Pasal 66 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
perkecualian terhadap hukum, sehingga dokter pun harus tunduk dan taat kepada
hukum beserta asas-asasnya tersebut. Dengan demikian, jika ada dugaan terjadi
pengadilan dan sebelum pelanggaran itu terbukti, dokter tidak boleh dikatakan
profesi kedokteran.
Consent sangat diperlukan terkait suatu kelalaian medis dalam ranah hukum
hal itu akan membuat persetujuan yang diberikan menjadi cacat hukum. Sudah
seharusnya informasi diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan medis
tertentu, sebab hanya ia sendiri yang tahu persis mengenai kondisi pasien dan
segala seluk beluk dari tindakan medis yang akan dilakukan. Memang dapat
13
Ibid., hlm. 64
14
Ibid., hlm. 64
dilimpahkan kepada dokter lain atau perawat, namun jika terjadi kesalahan dalam
memberikan informasi maka yang harus bertanggung jawab atas kesalahan itu
KELALAIAN MEDIS”.
B. Rumusan Masalah
Disadari bahwa kompleksitas dari kasus yang ada maka menurut penulis
menjadi penting untuk membatasi kajian ini. Pokok permasalahan dalam skripsi
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka tujuan
1. Tujuan Obyektif
2. Tujuan Subyektif
1. Secara Teoritis
2. Secara Praktis
D. Keaslian Penelitian
Sumatera Utara dan skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat
atau diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari
E. Tinjauan Pustaka
Medis, berasal dari kata Informed artinya telah diberitahukan, telah disampaikan,
proses tentang Informed Consent. Formulir itu hanya merupakan pengukuhan atau
not an event).16
peraturan hukum yang menentukan kewajiban para tenaga medis dalam interaksi
dengan pasien. Selain itu memberikan sanksi (dalam keadaan tertentu) apabila
terjadi penyimpangan terhadap apa yang sudah ditentukan. Jika dilihat dari sudut
etika, maka Informed Consent adalah pencetusan dan berakar dalam nilai-nilai
pasien atas upaya medis yang akan dilakukan tenaga medis terhadap dirinya
setelah memperoleh informasi dari tenaga medis mengenai upaya medis yang
dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala risiko
yang mungkin terjadi. Informasi yang harus diberikan adalah informasi yang
15
M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, EGC,
Jakarta, 2009, hlm. 73.
16
Appelbaum dalam Guwandi (1993) seperti dikutip oleh M. Jusuf Hanafiah dan Amri
Amir, Ibid., hlm. 74.
17
Cecep Tribowo, Op.Cit., hlm. 70.
pendekatan terbaik untuk mendapatkan Informed Consent adalah jika dokter yang
kehendaknya, dan harus dijawab secara jujur dan jelas. Maksud dari penjelasan
lisan ini adalah untuk menjamin bahwa jika pasien menandatangani formulir itu,
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, kelalaian dari asal
kata lalai yang berarti “tindakan yang kurang hati-hati, tidak mengindahkan
3th Edition, kelalaian diartikan dari kata neglect, carelessness. Dalam Kamus
Hukum Edisi Lengkap, terjemahan dari: culpa (Latin) atau schuld (Belanda), atau
debt, guilt, fault (Inggris), artinya adalah “kekhilafan atau kelalaian yang
18
Thiroux (1980:269) seperti dikutip oleh Veronica Komalawati, Op.Cit., hlm. 105-106.
(MvT) dapat diketahui bahwa schuld atau culpa (lalai) merupakan kebalikan
murni dari dolus (sengaja) maupun kebetulan (caous). Yang dituntut adalah
bahwa orang kurang berpikir cermat, kurang pengetahuan, atau bertindak kurang
terarah dibanding dengan orang lain pada umumnya. Dari Memorie van Antwoord
(memori jawaban) yang disampaikan oleh parlemen diketahui bahwa siapa yang
seharusnya ia gunakan.19
yang penting adalah ketelitian dan kehati-hatian yang wajar yang dapat
diharapkan dari seorang dokter. Treub mengatakan bahwa: “Baru dapat dikatakan
ada culpa apabila ia tidak tahu, tidak memeriksa, melakukan atau tidak melakukan
yang dokter-dokter lain yang baik bahkan pada umumnya dan di dalam keadaan
19
Jan Remmelink, Hukum Pidana, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm. 176-
177.
20
Treub seperti dikutip oleh J. Guwandi, Kelalaian Medik (Medical Negligence), Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1994, hlm. 20.
21
Ibid, hlm. 19.
pergaulan hidup di masyarakat. Selama akibat dari kelalaian itu tidak sampai
membawa kerugian atau cedera kepada orang lain, atau karena menyangkut hal-
hal sepele, maka tidak ada akibat hukum apa-apa. Prinsip ini berdasarkan adagium
De minimis not curat lex. Hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap sepele.
Namun apabila kelalaian itu sudah mencapai tingkat tertentu dan tidak
mempedulikan benda atau keselamatan jiwa orang lain, maka sifat kelalaian itu
berbuat (atau tidak berbuat, het doen of het niet doen), lain daripada apa yang
(atau tidak berbuat) telah melakukan perbuatan melawan hukum. Unsur kedua,
pelaku telah berbuat lalai, lengah, atau kurang berpikir panjang. Unsur ketiga,
perbuatan pelaku tersebut dapat dicela dan oleh karena itu, pelaku harus
3. Pertanggungjawaban Pidana
dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun konsep
22
Dalmy Iskandar, Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan, dan Pasien, Penerbit Sinar Grafika,
Jakarta, 1998, hlm. 86.
23
Cecep Triwibowo, Op.Cit., hlm. 288-289.
salah satu alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatannya itu
dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak. Untuk
sesuai kesalahannya.25 Dengan kata lain orang yang melakukan perbuatan pidana
24
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 23.
25
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm. 41.
1. Kesengajaan (opzet)
ramai. Apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si
bertujuan untuk mencapa akibat yang menjadi dasar dari delik, tetapi
ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu.
2. Kelalaian (culpa)
26
Ibid, hlm. 46.
karena itu delik culpa, culpa itu merupakan delik semu (quasideliet)
macam, yaitu delik kelalaian yang menimbulkan akibat dan yang tidak
mempunyai kesalahan.
F. Metode Penelitian
27
Ibid, hlm. 48.
normatif disebut juga sebagai penelitian doctrinal (doctrinal research) yaitu suatu
penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis didalam buku (law as it is
written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses
hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data sekunder dan menekankan
Adapun data yang digunakan dalam menyusun penulisan ini diperoleh dari
data sekunder lain yang dibahas oleh penulis. Selain itu data yang diperoleh oleh
penulis juga berdasarkan wawancara dengan beberapa narasumber yang ahli pada
28
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan
Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 2013, hlm. 1.
29
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, 2006,
hlm. 118.
30
J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Jakarta, 2003, hlm.3.
bidangnya masing-masing sebagai data pendukung dari hasil penelitian yang telah
diteliti berkisar mengenai keterkaitan peraturan yang satu dengan yang lainnya.
2. Sumber Data
Materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder. Adapun data sekunder
Yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang
berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini, seperti:
jurnal-jurnal hukum, karya tulis ilmiah, berita-berita, dan beberapa sumber dari
31
Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta,
1988, hlm. 19.
mendukung bahan hukum primer dan sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan
lain-lain.
(library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Selain itu juga dengan
yang diperlukan. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi
ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari
perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media
undangan.
berikut:32
32
Ronitijo Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1990, hlm. 63.
Agar dapat diperoleh hasil yang baik dan bersifat objektif ilmiah maka
kebenaran akan hasilnya, maka dalam hal ini peneliti memperoleh data dalam
dokumen dari literatur yang berasal dari kepustakaan ataupun yang diperoleh
5. Analisa Data
Data primer dan sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian
G. Sistematika Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
D. Keaslian Penelitian
E. Tinjauan Kepustakaan
3. Pertanggungjawaban Pidana
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penelitian
Indonesia
KELALAIAN MEDIS
A. Kesimpulan
B. Saran
petunjuk moral di dalam bidang kedokteran. Terdapat empat prinsip di dalam etika
biomedis, salah satu di antara empat prinsip tersebut adalah prinsip menghormati
otonomi (respect for autonomy).34 Kata otonomi diartikan sebagai suatu kebebasan
sendiri. Dengan demikian, manusia yang otonom adalah manusia yang secara
sendiri apabila dalam suatu situasi tertentu terdapat berbagai pilihan yang dari
bebas dan otonom dimana setiap manusia secara bebas untuk menentukan sendiri
apa yang akan dibuat ataupun yang tidak akan dibuat.36 Penghormatan terhadap
33
K. Bertens, Etika, Edisi Revisi, Kanisius, Yogyakarta, 2013, hlm. 14-16.
34
Tom Beauchamp dan James Childress di dalam bukunya yang berjudul Principles of
Biomedical Ethics, dikutip oleh Bertens, mengemukakan empat prinsip di dalam etika biomedis
yang memiliki peranan dominan dalam bidang kedokteran dan pelayanan kesehatan. Empat prinsip
tersebut di antaranya adalah prinsip menghormati otonomi (respect for autonomy), tidak
merugikan (non-maleficence), berbuat baik (benefince), dan keadlian (justice). Lihat K. Bertens,
Etika Biomedis, Kanisius, Yogyakarta, 2011, hlm. 56.
35
Emily Jackson, Medical Law (Text, Cases, and Materials), Second Edition, Oxford
University, United Kingdom, 2019, hlm. 216.
36
Desriza Ratman, Aspek Hukum Informed Consent Dan Rekam Medis Dalam Transaksi
Terapeutik, Keni Media, Bandung, 2013, hlm. 40.
23
pelayanan medis.37
termuat di dalam Pasal 5 Kode Etik Kedokteran Indonesia yang berbunyi, “Tiap
perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.” Sementara itu, bagi
profesi dokter gigi terdapat di dalam Pasal 10 Kode Etik Kedokteran Gigi
kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter/dokter gigi
37
A.Y. Ramadianto, Informed Consent Sebagai Persetujuan Dalam Kontrak Terapeutik
Antara Dokter Dan Pasien, Jurnal Hukum, Palembang: Unsri, 2017, hlm. 5.
38
Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Praktik Kedokteran.
Consent dalam pelayan medis diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 290
dalam Pasal 7 ayat (3) Permenkes 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran, diantaranya:
f. Perkiraan pembiayaan.
antara dokter dan pasien akan sama-sama terlindungi secara hukum. Tetapi
apabila terdapat perbuatan diluar peraturan yang sudah dibuat tentu dianggap
melanggar hukum. Dalam pelanggaran Informed Consent telah diatur dalam Pasal
adanya Pasal 351 KUHP, yaitu tentang penganiayaan. Suatu pembedahan yang
dilakukan tanpa izin pasien dapat disebut sebagai penganiayaan dan merupakan
menusuk dan memotong tubuh pasien berdasarkan suatu indikasi medik dan
3. Tindak medis tersebut dilakukan sesuai dengan kaidah ilmu kedokteran yang
menghilangkan sifat bertentangan dengan hukum karena adanya Pasal 351 KUHP.
Ketiga syarat tersebut saling melengkapi dan berkaitan, sehingga Pasal 351
KUHP dapat dikenakan bila salah satu diantaranya tidak dipenuhi, terlupakan
ataupun terabaikan.41
40
Chrisdiono M. Achadiat, Op.Cit., hlm. 39.
41
Ibid., hlm. 39.
42
J. Guwandi, Informed Consent dan Informed Refusal, Penerbit Fakultas Kedokteran UI,
2003, hlm. 2.
penyelidikan biomedik.
subjek penelitian).
Dalam keadaan gawat darurat Informed Consent tetap merupakan hal yang
paling penting walaupun prioritasnya diakui paling bawah. Prioritas yang paling
pelaksanaan emergency care sebab dalam keadaan kritis dimana dokter berpacu
43
Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirodihardjo, Jakarta, 2001, hlm. 45.
44
J. Guwandi, Rahasia Medis, Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 2005, hlm. 32.
dengan maut, ia tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan sampai pasien
kedatangan keluarga pasien. Kalaupun keluarga pasien telah hadir dan kemudian
tetap harus melakukan tindakan medik. Hal ini dijabarkan dalam Permenkes No.
dokter, khususnya bila terjadi kerugian atau intervensi terhadap tubuh pasiennya.
Hukum yang umum diberbagai Negara menyatakan bahwa akibat dari ketiadaan
Informed Consent setara dengan kelalaian. Akan tetapi, dalam beberapa hal,
walinya yang berhak kepada tenaga medis untuk melakukan suatu tindakan medis
terhadap pasien sesudah pasien atau wali itu memperoleh informasi lengkap dan
memahami tindakan itu. Dengan kata lain, Informed Consent disebut juga
45
Ratih Kusuma Wardhani, Tinjauan Yuridis Persetujuan Tindakan Medis (Informed
Consent) di RSUP DR. Kariadi, Tesis, 2009, hlm. 70.
46
Ibid., hlm. 70.
yaitu:47
Informed Consent dilakukan secara lisan apabila tindakan medis itu tidak
diragukan. Namun, jika dilakukan secara lisan juga sah, kecuali ada
tindakan medis yang bersifat invasive dan mengandung risiko, dokter diharuskan
Informed Consent juga dianggap ada, hal ini dapat tersirat pada gerakan
pasien yang diyakini oleh tenaga medis. Dengan anggukan kepala, maka tenaga
medis dapat menangkap isyarat tersebut sebagai tanda setuju. Atau pasien
47
Cecep Tribowo, Op.Cit., hlm. 78-79.
48
Amril Amri, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Widya Medika, Jakarta, 1997, hlm. 31.
tindakan medis yang dilakukan oleh pasien jika pasien telah menyetujui ataupun
tidak bertanya lebih lanjut tentang informasi dari tenaga medis, dianggap telah
medis tersebut dari isyarat yang diberikan/dilakukan pasien. Demikian pula pada
dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarganya tidak ada
ditempat, maka dokter dapat melakukan tindakan medis terbaik menurut dokter.50
pasien dapat dilakukan dengan cara antara lain:51 (1) dengan bahasa yang
sempurna dan tertulis; (2) dengan bahasa sempurna secara lisan; (3) dengan
bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan; (4) dengan
bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan; (5) dengan diam atau
bahwa pada asasnya hubungan antara dokter dan pasien bertumpu pada dua
macam hak asasi yang merupakan hak dasar manusia, yaitu: Hak untuk
menentukan nasibnya sendiri (the right to self determination) dan Hak atas
terwujud dalam bentuk Informed Consent. Informed Consent terjadi setelah hak
atas informasi dan kemudian hak untuk memberikan persetujuan dari pasien atas
52
Veronica Komalawati, Hukum dan Etika dalam Praktek Kedokteran, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 1989, hlm. 85.
upaya dokter dan dokter gigi dalam memberikan pelayanan kesehatan telah
sama antara dokter dan pasien. Untuk dapat dilakukan tindakan medis tertentu,
Hakikat Informed Consent adalah juga untuk melindungi pasien dari segala
kemungkinan tindakan medis yang tidak disetujui atau tidak diijinkan oleh pasien
medis bukan merupakan suatu peristiwa tetapi merupakan suatu proses untuk
mencapai suatu tujuan akhir yaitu persetujuan dan pemberian otorisasi dari
dan harus dipenuhi agar pelaksanaan Informed Consent tersebut dapat diterima
53
Syahrul Machmud, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter Yang
Diduga Melakukan Medikal Malpraktik, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 64.
54
Endang Kusuma Astuti, Transaksi Terapeutik dalam Upaya Pelayanan Medis Di
Rumah Sakit, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 129.
55
Ibid., hlm. 141.
56
J. Guwandi, Informed Consent, FKUI, Jakarta, 2004, hlm. 4.
baik secara moral dan hukum. Adapun unsur-unsur yang dimaksud pelaksanaan
pribadinya.58 Anak di bawah umur, pasien sakit jiwa, pasien yang tidak sadar,
pasien dengan kemampuan psikis yang terganggu dipandang sebagai orang yang
tidak kompeten dapat pula ditemukan pada pasien yang mengalami ketakutan atau
berada dalam kondisi emosional sehingga bisa saja dalam prakteknya pasien
dalam kondisi tersebut menolak menyetujui rencana tindakan medis yang telah
dijelaskan oleh dokter. Meski demikian, dokter tidak boleh terlalu cepat
medis dokter. Dokter setuju atau tidak setuju dengan keputusan pasien tidak
menjadi kriteria untuk menilai kompetensi pasien. Bisa jadi penolakan timbul
karena nilai-nilai pribadi yang dianut oleh pasien dianggap lebih penting daripada
dilakukan oleh bukan pasien apabila pasien berada di bawah pengampuan, pasien
57
A. Y. Ramadianto, Op.Cit., hlm. 9.
58
C.B. Kusmaryanto, Bioetika, Kompas, Jakarta, 2015, hlm. 35.
59
K. Bertens, Op.Cit., hlm. 134.
tersebut maka dapat dipahami apabila terdapat suatu kondisi dimana pasien tidak
diberikan oleh wali yang menggantikan pasien (proxy consent). Pada poin ketiga
dijelaskan bahwa yang berhak mewakili pasien dalam hal pasien tidak kompeten
untuk memberikan Informed Consent adalah orang tua atau keluarga terdekat,
yaitu: orang tua sebagai wali anaknya di bawah umur, anak dewasa sebagai wali
suami. Apabila orang tua atau keluarga terdekat tidak hadir maka yang menjadi
Proxy consent dalam pelaksanaannya berlaku syarat yang sama, yaitu: wali
tersebut, dan secara bebas membuat keputusan berdasarkan penjelasan yang telah
khusus dalam pelaksanaan proxy consent yaitu persetujuan yang diberikan oleh
wali harus semata demi kepentingan pasien, bukan demi kepentingan wali atau
pihak lain.60
pertimbangan medis dan tindakan medis yang akan dilakukan harus merupakan
kehendak dari pasien yang dinyatakan secara bebas. Namun, perlu dipahami pula
60
Ibid., hlm. 141.
kehidupan sosialnya. Maka dari itu tidak dipungkiri bahwa keputusan bebas yang
murni berasal dari diri sendiri hampir jarang ditemukan karena tidak menutup
dengan benar dan jujur. Dinyatakan dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang
Praktek Kedokteran bahwa setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapatkan
oleh dokter atau dokter gigi kepada pasien minimal mencakup tentang: Diagnosa
dan tata cara tindakan medis, Tujuan tindakan medis yang dilakukan, dan
penjelasan/informasi ini juga diatur dalam Pasal 7 ayat (3) Permenkes No. 290
61
Ibid., hlm. 135.
Kedokteran hanya saja terdapat satu poin tambahan yaitu perkiraan pembiayaan.62
Terdapat hal penting pula yang perlu diperhatikan dalam unsur informasi,
informasi yang diberikan oleh dokter.63 Pada Pasal 9 Permenkes No. 290 Tahun
kepasa pasien harus diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah
mengenai informasi yang telah diberikan oleh dokter maka dianggap pasien telah
setelah mendapatkan penjelasan bisa berarti bahwa pasien memahami atau tidak
62
A. Y. Ramadianto, Op.Cit., hlm. 12.
63
K. Bertens, Op.Cit., hlm 138.
64
Endang Kusuma Astuti, Op.Cit., hlm. 141.
dokter. Dalam tahap ini dokter harus menghargai apapun keputusan pasien,
termasuk keputusan yang tidak sesuai dengan harapan dokter. Secara konkret,
keputusan yang diambil bersama dengan keluarga dan kerabatnya serta bahkan
bahwa persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik
secara tertulis maupun lisan. Informed Consent dinyatakan secara lisan apabila
tindakan medis itu memiliki risiko yang kecil, misalkan pada pemberian terapi
obat dan pemeriksaan penunjang medis. Selanjutnya, menurut Pasal 45 ayat (5)
65
A. Y. Ramadianto, Op.Cit., hlm. 13.
66
C. B. Kusmaryanto, Op.Cit., hlm. 130
gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis
secara tertulis. Dalam pernyataan otorisasi secara tertulis ini, tanda tangan dari
Informed Consent. Formulir Informed Consent ini berisi pernyataan bahwa pasien
medik. Rekam medik merupakan berkas berisi catatan dan dokumen tentang
dan persetujuan pasien terhadap tindakan medik yang dilakukan atau yang disebut
tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dalam
mencapai tujuan pelayanan kesehatan. Selain itu, berkas rekam medik juga
67
Desriza Ratman, Op.Cit., hlm. 41.
68
Inna Noorinayati, http://innanoorinayati.blogspot.com/2011/12/tinjauan-aspek-hukum-
rekam-medis-dan.html?m=1, diakses pada tanggal 20 Oktober 2018, 14:30.
kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha untuk menegakkan
hukum serta penyediaan bahan bukti untuk menegakkan keadilan apabila pada
dokter gigi maupun pimpinan sarana kesehatan atau rumah sakit. Setiap dokter
kerahasiaan yang menyangkut riwayat penyakit pasien yang tertuang dalam rekam
medik. Rahasia kedokteran tersebut dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien
dalam hal ini isi rekam medik baru dapat dibuka bila diminta oleh hakim majelis
jika terjadi suatu tuntutan kasus mengenai kelalaian maupun malpraktik medik.
69
Kasenda Jeniffer, http://kasendajeniffer.blogspot.com/2017/09/rekam-medis-dan-
informed-consent.html?m=1, diakses pada tanggal 20 Oktober 2018, 14:50.
70
Ibid.
medis maka perlu dipahami dahulu pengertian Kelalaian Medis. Menurut teori
hukum pidana, kealpaan yang diartikan sebagai suatu macam kesalahan sebagai
dengan tindakan orang lain. Terdapat dua kategori orang lain yang dimaksud,
yaitu: (1) orang yang sekategori dengan seseorang yang dinilai tindakannya, dan
(2) orang yang memiliki kategori lebih. Apabila dalam situasi dan kondisi yang
sama, tindakan orang yang sekategori dengan seseorang yang dinilai tindakannya
tersebut sama dengan tindak seseorang yang dinilai, maka seseorang yang dinilai
berbeda, maka tindakan orang yang dinilai itu dinyatakan tidak berhati-hati.
71
Ari Yunanto dan Helmi, Op.Cit., hlm. 34.
40
Tindakan seseorang yang dinilai tersebut termasuk kategori kealpaan besar (culpa
lata/grove schuld).72
Apabila dalam situasi dan kondisi yang sama, tindakan orang yang
memiliki kategori lebih dari seseorang yang dinilai tindakannya tersebut sama
dengan tindakan seseorang yang dinilai, maka seseorang yang dinilai tindakannya
maka tindakan orang yang dinilai itu dinyatakan tidak berhati-hati. Tindakan
itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu
dapat menerimanya. Ini berdasarkan prinsip hukum “De minimis noncurat lex,”
yang berarti hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap sepele. Akan tetapi,
merenggut nyawa orang lain, diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata),
serius dan kriminil.74 Dalam arti pidana (kriminil), kelalaian menunjukkan kepada
adanya suatu sikap yang sifatnya lebih serius, yaitu sikap yang sangat
risiko yang bisa menyebabkan orang lain terluka atau mati sehingga harus
72
Ibid., hlm. 34.
73
Ibid.
74
M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Op.Cit., hlm. 98.
75
Ibid., hlm. 99.
medis, atau tidak melakukan tindakan medis menurut ukuran tertentu yang
didasarkan pada ilmu pengetahuan medis dan pengalaman yang rata-rata dimiliki
seorang dokter menurut situasi dan kondisi dimana tindakan medis itu
dilakukan.”76
oleh dokter.77 Oleh karena itu dokter sangat diharapkan untuk menjalankan
jawab atas suatu kegagalan untuk menyembuhkan pasien, cacat atau meninggal,
bilamana dokter telah melakukan segala upaya sesuai dengan keahlian dan
kemampuan profesionalnya. 78
76
D. Veronica K, Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter, Sinar Harapan, Jakarta, 1989,
hlm. 120.
77
Mahardiyanto, Aspek Perdata Dalam Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran
(Informed Consent) Di Sebuah Rumah Sakit, Skripsi, Depok: FH UI, 2010, hlm. 85.
78
Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan (Pertanggungjawaban Dokter), PT. Rineka
Cipta, Jakarta, 2005, hlm. 42.
Bertolak dari hal tersebut di atas, dapat dibedakan antara apa yang
dimaksud sebagai upaya yang baik dengan tindakan yang tidak bertanggung
jawab, lalai atau ceroboh. Artinya apabila seorang dokter telah melakukan segala
penderita, dokter tersebut dianggap telah berbuat upaya yang baik dan telah
dokter tidak memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau tidak meninggalkan hal-
hal yang seharusnya ditinggalkan oleh sesama dokter lain, pada umumnya di
dalam situasi yang sama, dokter yang bersangkutan dapat dikatakan telah
Menurut Koeswadji, standar profesi adalah niat atau iktikad baik dokter
yang didasari oleh etika profesinya, bertolak dari suatu tolak ukur yang disepakati
yang dapat dilakukan dan yang tidak dapat dilakukan dalam suatu kegiatan
profesi, merupakan tanggung jawab profesi itu sendiri.80 Ditinjau dari sudut
hukum kesehatan, standar pelayanan medis ini mempunyai tujuan ganda. Di satu
sesuai dengan standar profesi medis, sedang di lain pihak bertujuan melindungi
anggota profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar. Di samping itu juga
79
Ibid.
80
Hermien Hadiati Koeswadji, Beberapa Permasalahan Hukum dan Medik, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1992, hlm. 104.
81
Bahder Johan Nasution, Op.Cit., hlm. 43.
Standar pelayanan medis ini merupakan hukum yang mengikat para pihak
Dilihat dari sudut hukum pidana, persoalan pokok yang menjadi titik taut
antara hukum kesehatan dengan hukum pidana ialah adanya kesalahan. Untuk
seorang dokter dalam hukum pidana sangat erat kaitannya dengan usaha yang
terapeutik dan diagnostik yang diikat oleh lafal sumpah jabatan dan kode etik
profesi.82
baik. Dalam praktiknya, seorang dokter yang berhadapan dengan pasien dalam
hubungan pasien dan dokter diantaranya memiliki hak dan kewajiban masing-
masing yang diatur dalam Pasal 52 dan 53 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004
82
Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum dan Masalah Medik, Airlangga University Press,
Surabaya, 1984, hlm, 3.
83
Bahder Johan Nasution, Op.Cit., hlm. 31.
Pada Pasal 52, tentang hak pasien disebutkan bahwa dalam menerima
profesi.
84
Dalmy Iskandar, Op.Cit., hlm. 66.
kesehatannya;
Consent sangat perlu dilaksanakan karena pasien maupun keluarga terdekat harus
mengetahui secara detail mengenai tindakan medik yang akan dilakukan oleh
dokter dan demi melindungi pihak pasien jika terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan.85
kewajiban dalam hubungannya dengan pasien. Hak dan kewajiban yang esensial
Selain itu masih ada hak dan kewajiban umum lain yang juga mengikat dokter.
85
Hasil wawancara dengan pasien Farah Hilda Fuad Lubis di Komplek Puri Tj. Sari No.
28 pada hari Kamis, 8 November 2018.
Suatu tindakan yang dilakukan dokter secara material tidak bersifat melawan
serta diizinkan oleh pasien. Dua norma yang pertama timbul karena sifat tindakan
tersebut sebagai tindakan medik. Adanya izin pasien merupakan hak dari pasien.
norma untuk menghormati hak-hak pasien sebagai individu dan norma yang
kepentingan orang banyak, yang dalam hal ini adalah pasien sebagai anggota
masyarakat.86
menyebutkan hak dokter dalam menjalankan tugas profesinya. Dokter atau dokter
yang sama menyebutkan bahwa dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan
86
Ari Yunanto dan Helmi, Op.Cit., hlm. 22-23.
semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
menimbulkan sanksi apabila kewajiban ini dilalaikan. Sanksi ini diberikan kepada
informasi yang cukup dari dokter kepada pasiennya tentang tindakan kedokteran
yang akan dilakukan dokter. Sehingga pasien tidak mempnyai keterangan atau
informasi yang cukup dan dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan
87
Pasal 2 ayat (1) Permenkes No. 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran.
dokter gigi yang melakukan tindakan medik. Apabila pasien merasa tidak puas
dengan hasil tindakan yang dilakukan oleh dokter, maka pasien dapat meminta
Liability, Vicarious Liability, dan Direct Liability Doctrine. Strict Liability adalah
orang lain. Sedangkan, Direct Liability Doctrine adalah hanya perbuatan pejabat
pidana penjara paling lama lima tahun, dan Pasal 360 ayat (1) Barangsiapa karena
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan selama satu
88
Appendycta Lucky Pratama, Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaksanaan
Presume Consent Oleh Dokter Kepada Pasien Kegawatdaruratan, Skipsi, Malang: FH UB, 2013,
hlm. 16.
orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling
tindakan medis dan pasien memiliki hak untuk mengetahui informasi tentang
dirinya dan memberi keputusan terhadap dirinya sendiri. Apabila dokter tidak
disertai persetujuan tindakan medis merupakan salah satu keadaan yang dapat
kecerobohan.89
Oleh karena itu, Informed Consent sangat penting untuk dilakukan agar
menyetujui atau menolak tindakan medis yang dimaksud.90 Dalam hal pasien
89
Anny Isfandyarie, Op.Cit., hlm. 57.
90
Ibid., hlm. 60.
berdasarkan informasi yang lengkap dan akurat, maka pasien tidak dapat lagi
menyalahkan dokter. Karena tindakan medis tertentu yang akan diambil itu telah
mengetahui tindakan apa saja yang akan dilakukan oleh dokter, risiko yang akan
dihadapi, dan segala kemungkinan yang akan terjadi. Oleh karena apabila pihak
pasien sudah menerima persetujuan dan sepakat, maka apabila terjadi suatu risiko
apapun pihak pasien dan keluarga sudah harus terima dan tidak bisa melakukan
mengakibatkan kerugian pada pasien. Oleh karena itu pihak pasien yang merasa
dirugikan memiliki hak untuk menuntut dokter yang melakukan kesalahan atau
91
Ibid., hlm. 61.
92
Hasil wawancara dengan drg. Abdul Agustiar di Klinik Pratama Kimia Farma, Tebing
Tinggi pada hari Selasa, 6 November 2018.
orang yang melakukan suatu delik di Indonesia.” Perumusan pasal ini menentukan
bahwa setiap orang yang berada dalam wilayah hukum Indonesia, dapat
Berdasarkan pada ketentuan itu, profesi dokter tidak terlepas dari ketentuan pasal
tersebut.
halnya yang terdapat di dalam yurisprudensi, namun tidak serta merta alasan
pembenar dan pemaaf tersebut menghapus suatu tindak pidana bagi profesi
tertulis. Hal ini merupakan perkembangan baru yang diajarkan oleh ilmu hukum
oleh karenanya dapat dikualifikasi sebagai suatu alasan penghapusan pidana yang
tidak tertulis.94
dan alasan pemaaf. Pada alasan pembenar, yang dihapus adalah sifat “melanggar
hukum” dari suatu perbuatan, sehingga yang dilakukan oleh terdakwa menjadi
suatu perbuatan yang patut dan benar. Pada alasan pemaaf yang dihapus adalah
93
Bahder Johan Nasution, Op.Cit., hlm. 74.
94
Oemar Senoadji, Peradilan Bebas: Negara Hukum, Erlangga, Jakarta, 1985, hlm. 82.
sebagai perbuatan yang melanggar hukum, akan tetapi tidak dipidana karena tidak
peristiwa pidana, hanya saja tidak dikenakan suatu pidana, jika memang terdapat
timbul kerugian bagi pihak pasien. Kerugian itu timbul akibat adanya pelanggaran
kewajiban dokter tidak secara rinci dimuat dalam kontrak terapeutik, namun
Sedangkan standar pelayanan medis itu dibuat berdasarkan hak dan kewajiban
dokter, baik yang diatur dalam kode etik maupun dalam perundang-undangan.97
informasi tentang tindakan medik. Hak informasi di sini dapat diartikan sebagai
akibatnya, baik informasi itu diberikan secara lisan maupun tertulis. Secara luas
informasi medis dapat diartikan sebagai hal ikhwal yang menyangkut tindakan
sangat penting. Hal ini disebabkan gugatan ganti rugi langsung tanpa melalui
bukti baik oleh pasien maupun keluarganya. Sedangkan melalui perkara pidana
untuk membuktikan adanya culpa lata bukan merupakan pekerjaan yang mudah
bagi penuntut umum. Dalam kondisi seperti ini, sesuai dengan hukum pembuktian
dalam perkara pidana Pasal 184 KUHAP tentang Alat Bukti, maka persetujuan
Informed Consent yang diajukan sebagai alat bukti dapat diketahui terapi apa
yang dilakukan terhadap pasien, sudah sesuai dengan standar profesi medis atau
tidak sesuai. Dari Informed Consent dapat pula diketahui apakah dalam
melakukan diagnosa atau terapi medis, dokter sudah bekerja sesuai dengan apa
diinformasikan secara lengkap dan akurat mengenai pelayanan kesehatan ini ialah
dengan cara membuat rekaman tertulis. Suatu rekam medik kesehatan yang baik
98
Ibid., hlm. 81.
medik yang tertulis itu merupakan kunci dalam suatu proses peradilan baik
Dalam hal keadaan gawat darurat, tindakan Life Saving adalah hal yang
sangat vital bagi seorang pasien yang dalam keadaan gawat darurat. Pada saat
kewenangan penuh atas upaya pertolongan, tetapi dokter juga harus mematuhi dan
mengoptimalkan tindakan dan lebih terbuka terhadap segala tindakan yang telah
dilakukan dokter terhadap pasien. Agar hubungan antara dokter dengan pasien
dapat terjalin secara harmonis untuk mendapatkan hasil yang maksimal. 100
Tindakan Kedokteran, yaitu dengan membuat rekam medik yang nantinya akan
diberikan kepada pasien ketika pasien sudah dalam keadaan sadar. Dan sebagai
bukti bahwa hak pasien dalam mendapatkan rekam medik terpenuhi. Dalam hal
ini dokter dapat dimintai pertanggungjawaban. Tujuan dari sebuah profesi adalah
99
Hermien Hadiati Koeswadji, Beberapa Permasalahan Hukum dan Medik, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1992, hlm. 146.
100
Appendycta Lucky Pratama, Op.Cit., hlm. 13-14.
satunya organisasi profesi yang diakui oleh Undang-Undang No. 29 Tahun 2004
mengajukan kepada Rumah Sakit . Setelah itu semua keberatan dianalisis melalui
Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Karena semua dokter ada dalam naungan IDI, oleh
sebab itu semua keberatan tersebut harus melalui IDI guna mengetahui seberapa
besar kesalahan yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien. Apabila dokter
tersebut memang melakukan kesalahan saat dalam tindakan medik, maka dokter
pihak IDI akan mencabut surat ijin praktik dokternya. Setelah itu dokter dapat
karena setiap tindakan medik pasti ada risiko yang terjadi. Mengenai
menggunakan jalur kepada IDI dahulu, untuk mendapatkan solusi yang terjadi
pada suatu kasus yang dihadapi oleh dokter terhadap kesalahan yang telah
dilakukan oleh dokter. Apabila terbukti telah melakukan kesalahan maka IDI akan
mencabut surat ijin praktik dan selanjutnya di selesaikan secara hukum. 102
Pasal 351, 359, dan 360 KUHP, bila kesalahan dilakukan dengan sangat tidak
101
Hasil wawancara dengan drg. Abdul Agustiar di Klinik Pratama Kimia Farma, Tebing
Tinggi pada hari Selasa, 6 November 2018.
102
Appendycta Lucky Pratama, Op.Cit., hlm. 15.
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan
mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu
(Pasal 359), kelalaian menyebabkan luka berat (Pasal 360), dan lain-lain.
meninggal dunia sebagaimana diatur dalam Pasal 359 dan 360 KUHP.
pidana. Setelah penyidikan sudah dilakukan dan ditemukan bahwa itu merupakan
suatu tindak pidana barulah Polisi melakukan tindakan penyidikan dengan tujuan
pidana tersebut dan untuk menemukan tersangka yang melakukan tindak pidana
tersebut nantinya akan menjadi dasar bagi Penuntut Umum untuk membuat surat
dakwaan oleh karena itu apabila Penuntut Umum merasa BAP belum lengkap
menilai bahwa BAP tersebut telah lengkap maka Penuntut Umum akan membuat
terdakwa tersebut.103
oleh Penuntut Umum terhadap tindakan malpraktik kedokteran peran serta pasien
tidaklah banyak karena yang aktif untuk mencari fakta-fakta dan bukti-bukti
103
Benny L H Hutahaean, Pertanggungjawaban Dokter Yang Melakukan Tindakan
Malpraktik, Skripsi, FH USU, Medan, 2009, hlm. 90.
adanya tindakan malpraktik adalah pihak penyidik (Polisi) dan Penuntut Umum
tentang hukum kesehatan dan hukum pidana, karena jangan sampai terjadi dokter
diperiksa karena penyidik menganggap itu bukan merupakan tindak pidana, tidak
terdakwa.104
karena itu Hakim dalam persidangan pidana lebih aktif dalam mencari dan
dibandingkan Hakim perdata yang hanya bertindak pasif dalam arti hanya
kepastian yang layak melalui pemeriksaan dan penalaran hukum tentang benar
tidaknya peristiwa itu terjadi dan mengapa peristiwa itu terjadi. Jadi tujuan
pembuktian ini adalah untuk mencari dan menemukan kebenaran materil, bukan
dalam Pasal 359 dan 360 KUHP. Dalam pemeriksaan pengadilan pidana agar
104
Ibid., hlm. 91.
dokter dapat dikenakan pidana berdasarkan Pasal 359 dan 360 maka Penuntut
praktek kedokteran;
pasien;
syarat ada dua alat bukti yang sah dan keyakinan hakim yang diperoleh dari dua
alat bukti tersebut atau sistem pembuktian menurut teori “negative wetelijk”,
karena menggabungkan antara unsur keyakinan hakim dan unsur alat-alat bukti
yang sah menurut Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 184 KUHAP yang dapat
a. Keterangan saksi
menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP merupakan salah satu dari alat bukti
saksi. Dalam kasus ini, beberapa saksi yang dapat diajukan di dalam
b. Keterangan Ahli
dalam bidang tertentu seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 1 butir 28,
Pasal 120, dan Pasal 179 ayat (1) KUHAP. Keterangan ahli pada kasus
Dalam hal ini Informed Consent dan atau rekam medik penderita
Kedokteran. Dari Informed Consent dan atau rekam medik ini akan
dapat dilihat apa saja yang dilakukan dokter selama operasi berlangsung
atau keadaan, yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan
yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan telah
e. Keterangan Terdakwa
Tujuan dari upaya hukum dengan cara mengadukan dokter kepada polisi
hingga akhirnya diperiksa pengadilan pidana yang dilakukan oleh pasien selain
untuk menuntut agar dokter yang melakukan kesalahan di berikan pidana sebagai
bentuk pertanggungjawaban pidana, pasien juga dapat menuntut ganti rugi dengan
cara penggabungan perkara gugatan ganti kerugian yang diatur dalam Pasal 98-
Beberapa hal yang harus diperhatikan apabila pasien juga ingin melakukan
kerugian bagi orang lain, maka Hakim Ketua siding atas permintaan
ganti kerugian kepada perkara pidana itu (Pasal 98 ayat (1) KUHAP);
waktu yang sama oleh Hakim dan diputus sekaligus bersama dengan
dirugikan tersebut;
dokter terbukti tidak menyimpang dari standar profesi kedokteran dan sudah
memenuhi Informed Consent, maka ia tidak dapat dipidana atau diputuskan bebas
Hubungan yang terjadi antara pasien dan dokter dalam suatu praktik
oleh kalangan dokter, hal ini dapat dilihat dari maraknya berita tentang malpraktik
antara lain:
pencaharian.106
tidak melakukan ricek dan juga tidak menanyakan perihal telinga pasien
2. Kasus dugaan malpraktik dr. Dewa Ayu Sasiary Prawarni, Sp. OG dan
kasasi menemukan kesalahan yang dilakukan dr. Dewa Ayu dan dua
saat pasien masuk RSUP Kandou keadaan pasien lemah dan status
operasi darurat kelahiran atau cito secsio sesaria, ketiga dokter tersebut
106
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18167/salah-operasi-dokter-tht-jadi-
terdakwa, diakses pada tanggal 20 November 2018, 17:21.
107
Ibid.
dalam bilik kanan jantung pasien atau disebut emboli. Hal itu
Hal itu pertanda bahwa pada jantung pasien terjadi kegagalan akut
tangan pasien dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan kartu askesnya.
Salah satu dari ketiga dokter telah melakukan pemalsuan tanda tangan
kesalahan seperti diatur dalam Pasal 359 KUHP dan dijatuhi hukuman
10 bulan penjara.108
3. Kasus dugaan malpraktik dr. Heryani Parewasi, Sp. OG, salah satu
Restuwati masuk rumah sakit dalam keadaan hamil dan ditangani oleh
yaitu sesar dan ikat kandungan. Namun pada saat operasi, juga
108
Melkifo Rafles Unso, http://melkifounso.blogspot.com/2017/11/analisis-tindakan-
tidak-berintegritas.html, diakses pada tanggal 21 November 2018, 20:45.
109
Redaksi Harian Mercusuar, https://mercusuar.web.id/pekan-depan-terdakwa-jalani-
sidang-putusan/, diakses pada tanggal 22 November 2018, 13:48.
hingga tindakan medis berisiko berupa operasi sesar dan ikat kandung
yang telah disetujui suami pasien. Saat operasi sesar dan ikat
seorang dokter dalam melakukan tindakan medis dapat menyebabkan akibat yang
sangat fatal terhadap pasiennya. Dalam setiap tindakan medis yang dilakukan oleh
dokter memang melekat risiko yang dapat membahayakan pasiennya akan tetapi
dalam hal terjadi kesalahan sehingga membawa akibat yang buruk terhadap
pasiennya dan dokter tidak bisa bersembunyi dibalik risiko medis tersebut.
110
http://radarsultengonline.com/2018/05/31/dugaan-malpraktik-dr-heriyani-menangis-
bacakan-pembelaan-pribadinya/, diakses pada tanggal 22 November 2018, 14:07.
111
https://media.alkhairaat.id/dr-heryani-bebas-dari-tuntutan-malpraktik/, diakses pada
tanggal 22 November 2018, 14:18.
Aspek yang sangat penting yaitu bahwa dalam setiap tindakan medis yang
dilakukan oleh seorang dokter, harus didasarkan kepada Informed Consent dan
Permenkes No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, maka
peraturan tersebut menjadi aturan pelaksanaan dalam setiap tindakan medis yang
harus ada persetujuan dari pasien yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Permenkes
No. 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran yang berbunyi,
mendapat persetujuan.”
Permenkes No. 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran tersebut
juga diperkuat dengan adanya Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran yang terdapat pada Pasal 45 ayat (1) sampai (6), yang berbunyi:
Pasal 45 ayat (1): Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
mendapat persetujuan.
kurangnya mencakup:
112
Melkifo Rafles Unso, Op.Cit., diakses pada tanggal 22 November 2018, 21:00.
persetujuan.
(2), ayat (30), ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan
Menteri.
maka dalam ajaran ilmu hukum pidana, hal tersebut termasuk dalam kelalaian
dipidananya seorang dokter yang melakukan suatu tindakan medis tanpa didahului
oleh aspek Informed Consent maka pihak yang berwenang harus dapat
medis, maka hal tersebut dapat masuk dalam elemen kesalahan yang dimaksudkan
lebih diutamakan tanpa harus mendapat persetujuan dari pihak pasien maupun
pasien maupun keluarga terdekat menyatakan setuju jika dalam keadaan darurat
lebih baik melakukan tindakan medik terlebih dahulu karena pihak pasien maupun
Tindakan Kedokteran Pasal 4 ayat (1) “Dalam keadaan gawat darurat, untuk
kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diputuskan oleh dokter atau
dokter gigi dan dicatat di dalam rekam medik; (3) Dalam hal dilakukannya
tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokter atau dokter gigi
legalitas dari suatu tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien.
113
Melkifo Rafles Unso, Op.Cit., diakses pada tanggal 22 November 2018, 21:04.
114
Hasil wawancara dengan pasien Muhammad Garin Geliga di Jl. Enggang 1 No.27
Perumnas Mandala pada hari Kamis , 8 November 2018.
Namun dalam keadaan darurat (urgent), demi penyelamatan nyawa pasien, dokter
memiliki kewenangan melakukan tindakan tanpa izin pihak keluarga pasien dalam
hal keadaan darurat.115 Pada saat memberikan tindakan medis kepada pasien
terhadap segala tindakan yang telah dilakukan dokter terhadap pasien pada saat
115
Hasil wawancara dengan dr. Muhammad Fakhrur Rozi di Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara pada hari Selasa, 6 November 2018.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kedokteran.
Kesehatan.
Kedokteran.
disetujui atau tidak diijinkan oleh pasien, sedangkan bagi pihak dokter
73
Kedokteran.
B. SARAN
Indonesia.
adanya kerugian.
A. Buku
75
B. Karya Ilmiah
C. Perundang – Undangan
D. Internet