Anda di halaman 1dari 8

Declan T. Walsh.

Kapita Selekta Penyakit dan Terapi, alih bahasa Caroline Wijaya,


Jakarta:EGC, 1997, hlm. 50, 54, 491.

2. Sherwood L. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Ed 2. Jakarta: EGC, 2001.hal:186-8

3. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Available at: http://www.dizziness-and-


balance.com/disorders/bppv/bppv.html (diakses pada 22 September 2008)

4. Bashiruddin J. Hadjar E. Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Buku ajar ilmu kesehatan


telinga hidung tenggorokan kepala leher. Edisi keenam. 2008. Balai penerbit FKUI. Jakarta.
Halaman 94-101

5. Anonymous. Bipedal Locomotion and Semicircular Canal: One from the Archives. Available
at: http://scienceblogs.com/afarensis/2006/05/16/bipedal_locomotion_and_semicir/ (diakses pada
22 September 2008)

6. Ganong WF. Review of Medical Physiology. Ed 22. USA: McGraw Hill, 2005. hal:177-8

7. Anonymous. Vestibular Nuclei and Abducens Nucleus. Available at:


http://www.neuroanatomy.wisc.edu/virtualbrain/BrainStem/13VNAN.html (diakses pada 22
September 2008)

8. Anonymous. Medical Encyclopedia: Vertigo. Available at:


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/19706.htm (diakses pada 22 September
2008)

9. Hain TC. Debris Redistribution. Available at: http://www.dizziness-and-


balance.com/disorders/bppv/movies/Debris-Redistribution.gif (diakses pada 22 September 2008)

10. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorokan kepala leher. Edisi keenam. 2008. Balai penerbit FKUI. Jakarta. Halaman 104-10

11. Anonymous. Available at: http://www.neurology.org/cgi/content-nw/full/70/22/2067/F39


(diakses pada 22 September 2008)

12. Anonymous. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Available at:


http://www.merck.com/mmpe/sec08/ch086/ch086c.html (diakses pada 22 Septermber 2008)

13. Anonymous. Available at: http://hope-for-pandora.blogspot.com/2007/09/yall-just-want-


your-hugs.html (diakses pada 22 Septermber 2008)

14. Anonymous. Available at: http://www.neurology.org/cgi/content-nw/full/70/22/2067/F39


(diakses pada 22 September 2008)

15. Anonymous. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Available at:


http://www.merck.com/mmpe/sec08/ch086/ch086c.html (diakses pada 22 Septermber 2008)
16. Anonymous. Brandt-Daroff Exercise for Home Treatment of BPPV. Available at:
http://www.capitolent.net/bd-exercises.htm (diakses pada 22 September 2008)

Sunny Orlena, MD

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, tes vestibular, dan auditori.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik terkadang cukup untuk menegakkan diagnosis1,2,3.

ANAMNESIS

Pasien BPPV akan mengeluh jika kepala berubah posisi pada suatu keadaan tertentu. Pasien akan
merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar jika akan ke tempat tidur, berguling dari satu
sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur di pagi hari, mencapai sesuatu yang tinggi atau jika
kepala digerakkan ke belakang. Biasanya vertigo hanya berlangsung 5-10 detik. Kadang-kadang
disertai rasa mual dan muntah3.

PEMERIKSAAN FISIK10

Diagnosis BPPV dapat dilakukan dengan melakukan tindakan provokasi dan menilai timbulnya
nistagmus pada posisi tersebut. Kebanyakan  kasus BPPV saat ini disebabkan oleh kanalitiasis
bukan kupolitiasis. Perbedaan antara berbagai tipe BPPV dapat dinilai dengan mengobservasi
timbulnya nistagmus secara teliti, dengan melakukan berbagai perasat provokasi menggunakan
infrared video camera.

Dikenal tiga jenis perasat untuk memprovokasi timbulnya nistagmus yaitu : perasat Dix
Hallpike, perasat side lying, dan perasat roll. Perasat Dix Hallpike merupakan perasat yang
paling sering digunakan. Side lying test digunakan untuk menilai BPPV pada kanal posterior dan
anterior. Perasat Roll untuk menilai vertigo yang melibatkan kanal horisontal.

Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan cara
memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari kanalis
semi sirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike atau side lying.
Perasat Dix-Hallpike lebih sering digunakan  karena pada perasat tersebut posisi kepala sangat
sempurna untuk Canalith Repositioning Treatment (CRT) .

Pada saat perasat provokasi dilakukan, pemeriksa harus mengobservasi timbulnya respon
nistagmus pada kacamata Frenzel yang dipakai oleh pasien dalam ruangan gelap, lebih baik lagi
bila direkam dengan system video infra merah (VIM). Penggunaan VIM memungkinkan
penampakan secara simultan dari beberapa pemeriksaan dan rekaman dapat disimpan untuk
penayangan ulang.
Gambar 6. Kacamata Video Frenzel

Perasat Dix-Hallpike pada garis besarnya terdiri dari dua gerakan. Perasat Dix-Hallpike kanan
pada bidang  kanalis semisirkularis (kss) anterior kiri dan kanal posterior kanan dan perasat Dix-
Hallpike kiri pada bidang posterior kiri dan anterior kanan. Untuk melakukan perasat Dix-
Hallpike kanan, pasien duduk tegak pada meja pemeriksaan dengan kepala menoleh  450 ke
kanan. Dengan cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala
pasien menggantung 20-30° pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik sampai respon
abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan selama + 1 menit atau sampai respon
menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini maka dapat langsung dilanjutkan dengan 
Canalith Repositioning Treatment (CRT) bila terdapat abnormalitas. Bila tidak ditemukan respon
abnormal atau bila perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT maka pasien secara perlahan-lahan
didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan perasat Dix-Hallpike kiri dengan kepala
pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40 detik sampai respon abnormal hilang. Bila
ditemukan adanya respon abnormal, dapat di lanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon
abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan
didudukkan  kembali.

Gambar 6. Perasat Dix-Hallpike (samping)

Perasat side lying juga terdiri dari 2 gerakan yaitu perasat side lying kanan yang menempatkan
kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri atau kanalis posterior kanan pada bidang tegak
lurus garis horisontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah dan perasat side lying kiri
yang menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kanan dan kanalis posterior kiri
pada bidang tegak lurus garis horisontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah.

Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja, kemudian
dijatuhkan ke sisi kanan dengan kepala ditolehkan 45° ke kiri (menempatkan kepala pada posisi
kanalis anterior kiri atau kanalis posterior kanan), tunggu 40 detik sampai timbul respon
abnormal. Pasien kembali ke posisi duduk untuk diakukan perasat Sidelying kiri, pasien secara
cepat dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala ditolehkan 45° ke kanan (menempatkan kepala pada
posisi kanalis anterior kanan/kanalis posterior kiri). Tunggu 40 detik sampai timbul respon
abnormal.
Gambar 7. Perasat side lying kanan

Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan  nistagmus yang timbulnya lambat, + 40 detik,
kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada
kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan
timbul bersamaan dengan nistagmus.

Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan mencatat arah fase cepat
nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus ke depan.

1. Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada kanalis posterior kanan.
2. Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis posterior kiri.
3. Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada kanalis anterior kanan.
4. Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis anterior kiri.

Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike atau side lying pada bidang yang sesuai
dengan kanal yang terlibat.

Perlu diperhatikan, bila respon nistagmus sangat kuat, dapat diikuti oleh nistagmus sekunder
dengan arah fase cepat berlawanan dengan nistagmus pertama. Nistagmus sekunder terjadi oleh
karena proses adaptasi sistem vertibuler sentral.

Perlu dicermati bila pasien kembali ke posisi duduk setelah mengikuti pemeriksaan dengan hasil
respon positif, pada umumnya pasien mendapat serangan nistagmus dan vertigo kembali. Respon
tersebut menyerupai respon yang pertama namun lebih lemah dan nistagmus fase cepat timbul
dengan arah yang berlawanan. Hal tersebut disebabkan oleh gerakan kanalith ke kupula.

Pada umumnya BPPV timbul pada kanalis posterior dari hasil penelitian terhadap 77 pasien
BPPV. Terdapat 49 pasien (64%) dengan kelainan pada kanalis posterior, 9 pasien (12%) pada
kanalis anterior, 18 pasien (23%) tidak dapat ditentukan jenis kanal mana yang terlibat, serta
didapatkan satu pasien dengan keterlibatan pada kanalis horizontal. Kadang-kadang perasat Dix-
Hallpike / side lying menimbulkan nistagmus horizontal.

Nistagmus ini bisa terjadi karena nistagmus spontan, nistagmus posisi atau BPPV pada kanalis
horizontal. Bila timbul nistagmus horizontal, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan pemeriksaan
roll test.
Tatalaksana

Tiga macam perasat dilakukan untuk menanggulangi BPPV yaitu Canalith Repositioning
Treatment (CRT), perasat liberatory, dan  latihan Brandt-Daroff. CRT sebaiknya segera dilaku-
kan setelah hasil perasat Dix-Hallpike menimbulkan  respon abnormal. Pemeriksa dapat meng-
identifikasi adanya kanalitiasis pada kanal anterior atau kanal posterior dari telinga yang
terbawah. Pasien  tidak kembali ke posisi duduk, namun  kepala pasien dirotasikan dengan tujuan
untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat di mana
kanalith tidak lagi menimbulkan gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus
dilakukan tindakan CRT kanan. Perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan
respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi tersebut selama 1-2 menit, kemudian
kepala direndahkan dan diputar secara perlahan ke kiri dan dipertahankan selama beberapa saat.
Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap
ke kiri dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap kebawah melihat ke lantai. Akhirnya pasien
kembali ke posisi duduk, dengan kepala menghadap ke depan. Setelah terapi ini pasien di
lengkapi dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak menunduk, berbaring, dan 
membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk dan harus tidur
pada posisi yang sehat untuk 5 hari.

Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan kanalitiasis pada kanal anterior
kanan. Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri dan kanal posterior, CRT kiri
merupakan metode yang dapat di gunakan, yaitu dimulai dengan kepala menggantung kiri dan
membalikan tubuh ke kanan sebelum duduk.

Gambar 8. Canalith Repositioning Treatment (CRT) atau Epley maneuver

Gejala-gejala remisi yang terjadi setelah CRT kemungkinan disebabkan oleh perasat itu sendiri,
bukan oleh perasat pada saat pasien duduk tegak. Kadang-kadang CRT dapat menimbulkan
komplikasi. Terkadang kanalith dapat pindah ke kanal yang lain. Komplikasi yang lain adalah
kekakuan pada leher, spasme otot akibat kepala di letakkan dalam posisi tegak selama beberapa
waktu setelah terapi. Pasien dianjurkan untuk melepas penopang leher dan melakukan gerakan
horisontal kepalanya secara periodik. Bila dirasakan adanya gangguan leher, ekstensi kepala
diperlukan pada saat terapi dilakukan. Digunakan meja pemeriksaan yang bertujuan untuk
menghindari keharusan posisi ekstensi dari leher. Pada akhirnya beberapa pasien mengalami
vertigo berat dan merasa mual sampai muntah pada saat tes provokasi dan penatalaksanaan.
Pasien harus diminta untuk duduk tenang selama beberapa saat sebelum meninggalkan klinis.

Perasat liberatory juga dibuat untuk memindahkan otolit (debris/kotoran) dari kanal
semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat,
apakah kanal anterior atau posterior.

Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, perasat liberatory kanan perlu dilakukan.
Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk  pada meja pemeriksaan dengan kepala
diputar menghadap ke kiri 45°. Pasien yang duduk dengan kepala menghadap ke kiri secara
cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala menggantung ke bahu  kanan. Setelah 1 menit,
pasien digerakan secara cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi side lying kiri dengan 
kepala menoleh 45° ke kiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini selama 1 menit dan perlahan-
lahan kembali ke posisi duduk. Penopang leher kemudian dikenakan dan diberi instruksi yang
sama dengan pasien yang diterapi dengan CRT. Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat
yang dilakukan sama, namun kepala diputar menghadap ke kanan. Bila kanal  posterior kiri yang
terlibat, perasat liberatory kiri harus dilakukan, (pertama pasien bergerak ke posisi sidelying kiri
kemudian posisi side lying kanan dengan kepala menghadap ke kanan). Bila kanal anterior kiri
yang terlibat, perasat liberatory kiri dilakukan dengan kepala diputar menghadap ke kiri. Angka
kesembuhan 70-84% setelah terapi tunggal perasat liberatory.

Gambar 9. Perasat liberatory

Latihan Brandt dan Daroff dapat di lakukan oleh pasien di rumah tanpa bantuan terapis. Pasien
melakukan gerakan-gerakan dari duduk ke samping yang dapat mencetuskan vertigo (dengan
kepala menoleh ke arah yang berlawanan) dan tahan selama 30 detik, lalu kembali ke posisi
duduk dan tahan selama 30 detik, lalu dengan cepat berbaring ke sisi yang berlawanan (dengan
kepala menoleh ke arah yang berlawanan) dan tahan selama 30 detik, lalu secara cepat duduk
kembali. Pasien melakukan latihan secara rutin 10-20 kali, 3 kali sehari sampai vertigo hilang
paling sedikit 2 hari.
Gambar 10. Perasat Brand Daroff

Angka remisi 98% remisi timbul akibat latihan-latihan akan melepaskan otokonia dari kupula
dan keluar dari kanalis semirkularis, di mana mereka tidak akan menimbulkan gejala. Remisi
juga timbul akibat adaptasi sistem vestibuler sentral. Lebih baik, kanalitiasis pada anterior dan
posterior kanal diterapi dengan CRT. Bila terdapat kupulolitiasis, kita dapat menggunakan
perasat liberatory. Latihan Brandt Daroff dilakukan bila masih terdapat gejala sisa ringan. Obat-
obatan dilakukan untuk menghilangkan gejala-gejala seperti mual, muntah. Terapi pembedahan,
seperti pemotongan n. vestibularis, n. Singularis, dan penutupan kanal yang terlibat jarang
dilakukan.

Modifikasi CRT digunakan untuk pasien dengan  kanalitiasis pada BPPV kanalis horizontal,
permulaan pasien dibaringkan dengan posisi supinasi, telinga yang terlibat berada di sebelah
bawah. Bila kanalith pada kanalis horizontal kanan secara perlahan kepala pasien digulirkan ke
kiri sampai ke posisi hidung di atas dan posisi ini dipertahankan selama 15 detik sampai vertigo
berhenti. Kemudian kepala digulirkan kembali ke kiri sampai telinga yang sakit berada di -
sebelah atas. Pertahankan posisi ini selama 15 detik sampai vertigo berhenti. Lalu kepala dan
badan diputar bersamaan ke kiri, hidung pasien menghadap ke bawah, tahan selama 15 detik.
Akhirnya, kepala dan badan diputar ke kiri ke posisi awal dimana telinga yang sakit berada di
sebelah bawah. Setelah 15 detik, pasien perlahan-lahan duduk, dengan kepala agak menunduk
30°. Penyangga leher dipasang dan diberi instruksi serupa dengan pasca CRT untuk kanalis
posterior dan kanalis anterior. Latihan Brandt-Daroff dapat dimodifikasi untuk menangani pasien
dengan BPPV pada kanalis horizontal karena kupulolitiasis. Pasien-pasien tersebut diminta
melakukan gerakan ke depan-belakang secara cepat pada bidang kanalis horizontal pada posisi
supinasi. Perasat ini bertujuan untuk melepaskan otokonia dari kupula. Namun bukti menunjukan
efektifitas perasat-perasat terapi untuk kanalis horizontal masih dipertanyakan.

Perasat CRT, liberatory, dan Brandt Daroff merupakan latihan yang baik untuk pasien BPPV.

CRT merupakan terapi standar di berbagai negara. CRT digunakan untuk terapi kanal posterior
and anterior akibat kanalithiasis. Perasat Liberatory digunakan untuk kupolitiasis agar
menggerakkan otokonia. Latihan Brandt Daroff digunakan untuk pasien dengan gejala yang
menetap.

Terapi Famakologi
Obat-obatan simptomatis yang biasa digunakan adalah supresor saraf misalnya Betahistine dan
Merislon.

Referensi:

1. Declan T. Walsh. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi, alih bahasa Caroline Wijaya,
Jakarta:EGC, 1997, hlm. 50, 54, 491.
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Ed 2. Jakarta: EGC, 2001.hal:186-8
3. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Available at: http://www.dizziness-and-
balance.com/disorders/bppv/bppv.html (diakses pada 22 September 2008)
4. Bashiruddin J. Hadjar E. Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorokan kepala leher. Edisi keenam. 2008. Balai penerbit
FKUI. Jakarta. Halaman 94-101
5. Anonymous. Bipedal Locomotion and Semicircular Canal: One from the Archives.
Available at:
http://scienceblogs.com/afarensis/2006/05/16/bipedal_locomotion_and_semicir/ (diakses
pada 22 September 2008)
6. Ganong WF. Review of Medical Physiology. Ed 22. USA: McGraw Hill, 2005. hal:177-8
7. Anonymous. Vestibular Nuclei and Abducens Nucleus. Available at:
http://www.neuroanatomy.wisc.edu/virtualbrain/BrainStem/13VNAN.html (diakses pada
22 September 2008)
8. Anonymous. Medical Encyclopedia: Vertigo. Available at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/19706.htm (diakses pada 22
September 2008)
9. Hain TC. Debris Redistribution. Available at: http://www.dizziness-and-
balance.com/disorders/bppv/movies/Debris-Redistribution.gif (diakses pada 22
September 2008)
10. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorokan kepala leher. Edisi keenam. 2008. Balai penerbit FKUI. Jakarta. Halaman
104-10

Anda mungkin juga menyukai