Anda di halaman 1dari 99

1

EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG


PELAYARAN TERHADAP KESELAMATAN PENUMPANG
TRANSPORTASI LAUT
(STUDI PADA PT. ASDP INDONESIA FERRY (PERSERO)
CABANG SINGKIL)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar


Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

KURRATUL AKYUN
NIM : 150200518

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA


PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM BW

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019

1
Universitas Sumatera Utara
2

2
Universitas Sumatera Utara
1

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Kurratul Akyun

Nim : 150200518

Departemen : Hukum Perdata Program Kekhususan Hukum BW

Judul Skripsi : Efektivitas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang


Pelayaran Terhadap Keselamatan Penumpang Transportasi
Laut (Studi Pada PT. ASDP Indonesia Ferry (persero)
Cabang Singkil)

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak merupakan
ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut ciplakan, maka segala akibat
yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau

tekanan dari pihak manapun.

Medan, Maret 2019

Kurratul Akyun
NIM. 150200518

1
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Bismillah, alhamdullillah washalatuh wassalamu‟ala Rassullilah shallahu

„alaihi wassalam. Segala Puji bagi Allah Azza wa Jalla yang memberi

kemampuan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk

mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara. Adapun judul yang penulis angkat adalah “ Pelayaran Terhadap

Keselamatan Penumpang Transportasi Laut (Studi Pada PT. ASDP Indonesia

Ferry)”

Dalam menyelesaikan skripsi ini banyak tantangan dan hambatan yang

dihadapi, tetapi itu semua dapat diatasi berkat dukungan dan bantuan dari

berbagai pihak yang terkait, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan secara efektif

dan efisien sesuai dengan waktu yang direncanakan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini baik moril maupun materil. Kepada Yang

Terhormat:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. O.K Saidin, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.

i
Universitas Sumatera Utara
4. Bapak Dr.Jelly Leviza SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara .

6. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum


Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum selaku dosen pembimbing I yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan petunjuk dalam
membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.

8. Ibu Aflah, S.H., M.Hum. selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan saran dan petunjuk dalam membimbing
penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran selama penulisan skripsi
ini.

9. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. penghargaan setinggi tingginya penulis berikan kepada kedua orang tua
penulis untuk Ayahanda Azhar dan Ibunda Marlina yang dengan kerelaannya
merawat saya dan mencurahkan kasih dan sayang tak terbatas kepada saya
juga banyak memberikan dukungan doa dan khususnya penulis persembahkan
skripsi ini untuk Ayahanda dan ibunda tercinta.

11. Untuk Saudara Saudari Kandung saya (Fahreza, Fahrezi, Nailatul


uhiya,Muhammad al-hafizh) terima kasih telah memberikan dukungan,
semangat dan hiburan selama masa penulisan.

12. Rekan-rekan terdekat penulis yang selama 3 tahun lebih terus menemani
melewati masa perkuliahan (Irna diana ilyas, Geby aviqa, Nazli pratiwi dalih
munte, Alvi ami, Elvira) dan juga kakak-kakak senior yang juga sahabat dekat
penulis (Ridha faulika dan Regin siregar) rekan-rekan lain yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak mendukung dan membantu
penulis.

13. Seluruh pihak yang telah berjasa dalam membantu penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna di satu sisi karena

kesempurnaan hanya milik Allah SWT, oleh sebab itu besar harapan penulis

ii
Universitas Sumatera Utara
kepada semua pihak agar memberikan kritik dan saran yang konstruktif apresiatif

guna menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan sempurna, baik dari

segi materi maupun cara penulisannya di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya,

semoga Allah STW meridhoi kita semua dan semoga skripsi ini bermanfaat untuk

perkembangan hukum di negara Indonesia.

Medan, Maret 2019

Penulis

iii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Kurratul Akyun*
Hasim Purba **
Aflah ***1

Indonesia berada di antara dua Samudra yaitu Samudera Fasifik dan


Samudera Hindia serta berada di antara dua benua yakni Benua Asia dan Benua
Australia. Indonesia juga Negara Maritim, diamana lautan Indonesia lebih luas di
bandingkan daratannya. Oleh sebab itu sudah pasti akan ada moda transportasi
sebagai sarana maupun prasarana penunjang pemindahan orang.sudah sewajarnya
pemerintah memperhatikan segala hal yang menyangkut transportasi laut terutama
dari segi keamanan dan keselamatannya. Oleh karena itu yang menjadi
permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana penyelenggaraan pengangkutan
penumpang dalam angkutan laut, bentuk perlindungan dan juga
mengefektifitaskan Peraturan yang ada yakni Undang-Undang No 17 tahun 2008
tentang pelayaran terhadap keselamatan penumpang transportasi laut dalam hal ini
melakukan penelitian pada PT.ASDP Ferry Cabang Singkil.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
yuridis normatif, karena penelitian ini bersumber dari hukum positif dengan
melihat keterkaitannya dalam penerapan di masyarakat, kemudian data yang
diperoleh dianalisis secara kualitatif. Kualitatif normatif yaitu data yang diperoleh
setelah disusun secara sistematis untuk kemudian dianalis secara kualitatif
normatif dalam bentuk uraian, agar dapat ditarik kesimpulan untuk dapat dicapai
kejelasan mengenai permasalahan yang akan diteliti. Hasil penelitian kepustakaan
akan dipergunakan untuk menganalisis data, kemudian data dianalisis secara
kualitatif normatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini.
Penyelenggaraan pengangkutan penumpang dalam angkutan laut harus
benar-benar di perhatikan agar perlindungan terhadap keamanan dan keselamatan
penumpang transportasi laut dapat terpenuhi. kesimpulan pokok yang dapat di
ambil dari penulisan skripsi ini adalah dengan diundangkan nya Undang-Undang
No 17 tahun 2008 maka telah diatur pula bagaimana perlindungan hukum bagi
pengguna jasa transportasi laut Pihak-pihak yang bertanggung jawab secara
hukum yakni syahbandar,nahkoda,awak kapal,perusahaan, KNKT, dan juga
Mahkamah Pelayaran dalam hal ini harus terus mengoptimalkan fungsi nya dan
terus menerus mengoptimalkan sumber daya mereka dalam kesematan dan
keamanan pelayaran dan juga melengkapi sarana penunjang pelayaran.

Kata Kunci :pelayaran, keselamatan, penumpang.

*) Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara


**) Dosen Pembimbing I
***) Dosen Pembimbing II

iv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

ABSTRAK ........................................................................................................... iv

DAFTAR ISI ........................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................. 9

C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 9

D. Manfaat Penulisan ................................................................................ 10

E. Keaslian Penulisan ................................................................................ 10

F. Tinjauan Kepustakaan .......................................................................... 13

G. Metode Penelitian ................................................................................. 23

H. Sistematika Penulisan ........................................................................... 29

BAB II PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN PENUMPANG

DALAM ANGKUTAN LAUT

A. Sejarah Transportasi Laut Di Indonesia ............................................... 31

B. Tujuan Pengangkutan Laut Di Indonesia ............................................. 38

C. Asas-asas Transportasi Laut Di Indonesia............................................ 39

D. Jenis-jenis Transportasi Laut ................................................................ 43

E. Proses Penyelenggaraan Pengangkutan Penumpang Dalam Angkutan

Laut ...................................................................................................... 47

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA JASA

A. Tinjauan Umum Jasa Dan Perlindungan Hukum ................................. 49

v
Universitas Sumatera Utara
B. Perkembangan Pemakai Jasa Transportasi Laut ................................... 58

C. Tanggung Jawab Penyedia Jasa Transportasi Laut .............................. 61

BAB IV EFEKTIFITAS UU NO 17 TAHUN 2008 TENTANG

PELAYARAN TERHADAP KESELAMATAN PENUMPANG

TRANSPORTASI LAUT (STUDI PADA PT.ASDP INDONESIA

FERRY)

A. Pelaksanaan Perlundungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Kapal

Penyeberangan Di Indonesia ................................................................ 65

B. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Penggua Jasa Kapal Penyebrangan

Di Indonesia .......................................................................................... 75

C. Tanggung Jawab PT. ASDP INDONESIA FERRY Dalam Melindungi

Keamanan Dan Keselamatan Penumpang ............................................ 76

BAB V Kesimpulan Dan Saran

A. Kesimpulan ........................................................................................... 83

B. Saran ..................................................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA

vi
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki

13.000 pulau dalam bentang 3.500 mil. Indonesia juga memiliki garis pantai

terpanjang ke empat di dunia dengan panjang lebih dari 95.181 kilometer . Hal ini

mengingat posisi srategis yang dimilikinya terletak di garis katulistiwa, dan

disamping itu posisi Indonesia berada di antara dua Samudra yaitu Samudera

Fasifik dan Samudera Hindia serta berada di antara dua benua yakni Benua Asia

dan Benua Australia. Indonesia juga Negara Maritim, diamana lautan Indonesia

lebih luas di bandingkan daratannya.2

Kondisi Indonesia tersebut, maka sudah sewajarnya pemerintah

memperhatikan segala hal yang menyangkut mengenai sarana dan prasarana yang

menunjang kemajuan dalam bidang transportasi laut itu sendiri guna mencapai

tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila.

Pengangkutan di Indonesia memiliki peran penting dalam memajukan dan

memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya

pengangkutan dapat memperlancar arus barang dari daerah produksi ke

penumpang sehingga kebutuhan penumpang dapat terpenuhi. Hal tersebut dapat

terlihat pada perkembangan jasa pengangkutan di Indonesia mulai menunjukan

2
Christo Yosafat, Tinjauan Yuridis Dampak Penerapan Asas Cabotage Dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Terhadap Jasa Perhubungan laut, Depok ,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010, hlm.1.

1
Universitas Sumatera Utara
2

kemajuan, terbukti dengan di tandainya banyaknya perusahaan industri yang

percaya untuk menggunakan jasa pengangkutan.3

Kemajuan bidang transportasi mendorong pengembangan ilmu hukum baik

Perundang-undangan maupun kebiasaan pengangkutan. Sesuai tidaknya Undang-

Undang pelayaran yang berlaku sekarang dengan kebutuhan masyarakat

tergantung dari penyelenggaraan pelayaran. Demikian juga perkembangan hukum

kebiasaan pengangkutan seberapa banyak perilaku yang di ciptakan sebagai

kebiasaan dalam pengangkutan tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan. 4

Maka dari itu Transportasi memiliki posisi yang penting dan strategis dalam

pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dalam hal ini harus tercermin

pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah. 5

Transportasi merupakan sarana untuk memperlancar roda perekonomian,

memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, dalam rangka memantapkan

perwujutan wawasan nusantara dan meningkatkan ketahanan nasional, serta

mempercepat hubungan antar bangsa.

Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada penyelanggaraannya yang

mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan Negara serta semakin

meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobalitas manusia dan barang di

dalam negeri serta dari dan ke luar negeri.

3
Sendy Anantyo, Diponogoro Law Review volume 1 Nomor 4 Tahun 2012 (Pengangkutan
Memalui Laut), Semarang, Universitas Diponogoro, hlm.2.
4
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut Dan Udara, Bandung, Citra
Aditya Bakti, 1994, hlm.2.
5
Tjakranegara Soegiejatna, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Bandung,
Rineka Cipta, 1995, hlm.24.

Universitas Sumatera Utara


3

Transportasi juga berperan sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak

bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi namun belum berkembang, dalam

upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil akhirnya6

Tranportasi laut juga merupakan angkutan massal yang penting yang tidak

bisa dilakukan oleh jenis tranportasi lain. Baik untuk keperluan angkutan orang

maupun barang, jenis tranportasi ini mampu menyangkut hingga ribuan

penumpang dan ratusan ribu barang bukan kargo. Semakin penting bagi Indonesia

yang merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia untuk pemerataan ekonomi

dan pengembangan sosial budaya nusantara. Namun demikian sistem keselamatan

dan keamanan menjadi faktor penting yang harus diperhatikan dan sebagai dasar

dan tolak ukur bagi pengambilan keputusan dalam menentukan kelayakan dalam

pelayaran baik dilihat dari sisi sarana berupa kapal maupun prasarana seperti

sistem navigasi maupun sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya. Banyak

contoh kasus terjadinya kecelakaan laut yang disebabkan dilanggarnya standar

keamanan yang dilakukan oleh penumpang baik oleh masyarakat dan dalam hal

ini lembaga yang khusus menangani keselamatan di bidang pelayaran adalah

Direktorat Keselamatan Penjagaan Laut Pantai atau biasa disingkat KPLP

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

Tugas pokok dari Direktorat KPLP Ditjen Perhubungan Laut sesuai dengan

Keputusan Menteri No.KM.24 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kementerian Perhubungan antara lain :

1. Melaksanakan perumusan kebijakan

6
Ibid, hlm.25.

Universitas Sumatera Utara


4

2. Bimbingan teknis dan evalusi di bidang pengamanan

3. Patroli penanggulangan musibah dan pencemaran

4. Tertib Perairan dan pelabuhan

5. Salvage (penyelamatan barang-barang) dan pekerjaan bawah air serta

sarana penjagaan dan penyelamatan

Berbagai jenis tugas dan pekerjaan yang berkaitan dengan penjagaan dan

penyelamatan di laut sangat didominasi pada masalah kemampuan sumber daya

manusia yang didukung oleh sarana teknologi pelayaran, sehingga telah

mendorong pemerintah melakukan berbagai kebijakan dalam mengatur masalah

pelayaran atas sistem angkutan laut berstandar internasional, oleh karena itu

kondisi peraturan yang sekarang perlu dilakukan perbaikan sesuai dengan

kemajuan dan perkembangan teknologi, perangkat modern serta sistem navigasi

lebih maju sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kelancaran dalam sistem

angkutan laut, apalagi jika dikaitkan dengan masyarakat pengguna jasa laut masih

relatif besar (massal) yang menghubungkan daerah kepulauan yang satu dengan

lainnya. Namun demikian berbagai kebijakan dan peraturan yang dibuat jika tidak

didukung pelayanan yang baik tentunya akan mempengaruhi sistem keselamatan

di bidang pelayaran, baik bagi nakhoda, awak kapal penumpang, maupun alat

transportasinya.

Berbagai masalah tentang pelayaran menjadi latar belakang penulis untuk

melakukan penelitian dan kajian berkaitan dengan penyusunan skripsi. Hal-hal

krusial yang menarik untuk dikaji dengan harapan hasil penelitian dapat

digunakan atau minimal sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah atau

Universitas Sumatera Utara


5

pihak-pihak terkait dalam mengambil kebijakan atau keputusan yang berkaitan

dengan pelayaran atau angkutan laut yang aman. Selain permasalahan kebijakan

tentang keselamatan dan keamanan pelayaran sebagai lembaga pelayanan publik,

tentunya kualitas pelayanan kepada pihak-pihak terkait khususnya pelayanan di

bidang kepelabuhanan sangat berpengaruh terhadap Keselamatan Pelayaran.

Pelayaran di bidang Kepelabuhanan menjadi salah satu hal yang menarik

untuk dibahas dan dilakukan kajian oleh karena faktor kepentingan keselamatan

pelayaran. Pelayanan kepelabuhanan yang harus dilakukan oleh setiap pegawai

khususnya di lingkungan Direktorat KPLP merupakan hal yang sangat penting

karena tidak hanya menyangkut keamanan, namun terlebih lagi masalah

keselamatan jiwa bagi pengguna jasa angkutan atau pelayaran. Pelayaran dalam

hal waktu kerja maupun kedisiplinan dalam hal pengaturan-pengaturan yang

berkaitan dengan masalah angkutan, baik angkutan barang maupun penumpang

sesuai dengan konvenesi Internasional di bidang pelayaran (IMD). Untuk itu

kebijakan Pemerintah harus dijalankan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan

didukung oleh loyalitas tentunya akan mendorong hasil yang diinginkan baik oleh

Pemerintah sendiri sebagai regulator maupun demi keselamatan para penumpang

dan barang.7

Karenanya, isu keselamatan merupakan hal yang sangat penting dalam

transportasi di perairan, baik di laut maupun sungai dan danau. Keselamatan

7
Pusjianmar, konsep Negara Maritime dan Ketahanan Nasinal,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/chaptep%201.pdf:jsessionid=3FE819D6B
84CB3B609B872F58D0E951B?sequence=5, diakses pada 9 Februari 2019

Universitas Sumatera Utara


6

menyangkut jiwa manusia dan barang angkutan yang pada gilirannya berdampak

pada lingkungan perairan.8

Tingkat kecelakaan lalu lintas dan angkutan laut, sungai, dan danau di

Indonesia saat ini masih cukup tinggi. Hal ini di sebabkan karena kurangnya

tingkat kelayakan angkutan yang di gunakan dan faktor manusia yang seringkali

mengabaikan standar keselamatan yang ada. Selain itu sosialisasi dalam kesadaran

keselamaan dalam transportasi sangat minim adanya yang berkaitan dengan

kelalaiaan terhadap pengguna angkutan laut dan darat. Padahal kerugian akibat

kecelakaan tersebut terkadang dirasakan teramat besar khususnya bagi para

korban kecelakaan tersebut baik secara materil maupun imateril.

Semakin tingginya intensitas dan curah hujan serta, serta tingginya arus air

mengakibatkan terganggunya aktivitas pelayaran kapal akibat cuaca buruk,

perubahan arah angin, dan gelombang yang tinggi. Kondisi cuaca yang tidak

memungkinkan, termasuk perubahan arah angin, dan gelombang yang tinggi.

Kondisi cuaca yang tidak memungkinkan, termasuk perubahan arah angin dapat

menghambat aktivitas pelayaran dan menggangu jadwal operasional kapal.

Peningkatan resiko terjadinya kecelakaan kapal akan meningkat akibat kondisi

cuaca, angin, gelombang air, dan curah hujan yang tidak bersahabat.

Semakin seringnya kasus kecelakaan kapal yang terjadi akhir-akhir ini

merupakan salah satu bukti nyata bahwa perubahan iklim telah berdampak negatif

terhadap sektor tranportasi angkutan laut, sungai dan danau dan berakibat fatal.9

8
Muhammad Ihsan, Keselamatan Transportasi Laut,kajian hukum internasional terkait
keselamatan, www.academia.edu , Universitas Internasional Batam, diakses pada 9 Februari 2019.
9
Budi Hartono Susilo, mengamati Keselamatan Penumpang angkutan sungai dan danau
,jurnal.unej.ac.id, Bandung, diakses pada 9 Oktober 2019.

Universitas Sumatera Utara


7

Oleh karena itu, kemampuan itu perlu terus di tingkatkan agar dapat

bersaing dan dapat beroperasi secara efektif dan efesien dalam skala ekonomis,

sesuai dengan strandar dan norma yang berlaku, armada pelayaran rakyat yang

maju dan terjamin kehandalannya akan bermanfaat dan memberi berbagai

keuntungan antara lain meminta angkutan laut yang lebih terlayani baik antar

pulau maupun untuk pelayanan ke daerah daerah terpencil. Permasalahan utama

adalah daya saing nya yang rendah jika di bandingkan dengan armada nasional

lainya. Karena masih rendah tingkat kenyamanan dan keamanannya. 10

Menyadari peranan transportasi tersebut maka pelayaran sebagai salah satu

modal transportasi, penyelenggaraanya harus di tata dalam satu kesatuan sistem

transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan penyediaan jasa

transportasi yang seimbang dengan tingkat kebutuhan dan tersedianya pelayanan

angkutan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman, dan efesien

dengan biaya yang wajar serta terjangkau oleh daya beli masyarakat. 11

Pelayaran yang mempunyai karakteristik dan keunggulan tersendiri perlu di

kembangkan dengan memperhatikan sifatnya yang padat modal, sehingga mampu

meningkatkan pelayanan yang lebih luas baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Mengingat penting dan strategisnya peranan pelayanan yang menguasai hajat

hidup orang banyak, maka pelayanan dikuasai oleh Negara pembinaanya

dilakukan oleh pemerintah. Dalam kenyataan berbagai peratutan perundang-

undangan yang merupakan produk pemerintah Hindia Belanda yang tersebar di

berbagai bentuk peraturan antara lain di dalam bidang kenavigasian, perkapalan,


10
Johny Malisan, Keselamatan Transportasi Laut Pelayaran Rakyat, digilib.unhas.ac.id,
Makassar, Universitas Hasanuddin, diakses pada 11 Februari 2019
11
Budi Hartono, Op.cit

Universitas Sumatera Utara


8

kepelabuhan, dan angkutan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan

perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi. Atas dasar hal hal

tersebut di atas, maka disusunlah Undang-Undang (UU) tentang pelayaran, yang

merupakan penyempurnaan dan kodifikasi, agar penyelenggaraan pelayaran dapat

memberikan manfaat yang sebesar besarnya kepada seluruh rakyat, bangsa dan

Negara, memupuk dan mengembangkan jiwa bahari, dengan mengutamakan

kepentingan umum, kelestarian lingkungan, koordinasi antara pusat dan daerah

serta instansi, sektor dan antara unsur terkait serta pertahanan keamanan Negara.12

Seperti yang tercantum dalam Pasal 6 Ayat (32) Undang-Undang No. 17

Tahun 2008 Tentang Pelayaran yang berbunyi :

“Keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya

persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan,

kepelabuhan, dan lingkungan maritim”.

Berdasarkan uraian di atas tranportasi laut perlu mendapatkan perhatian

khusus, terutama dari sisi keselamatan dan keamanan pelayaran dalam bentuk

perlindungan di mata hukum dan meninjau pengaplikasian secara nyata pada

kondisi yang sebenar benarnya di lapangan yang bertujuan untuk menunjang

perusahaan pelayaran dan dapat bersaing dengan perusahaan dari Negara lain dan

memberikan perlindungan yang layak kepada pengangkutan dan atau pengusaha

kapal selain itu hal ini juga menguntungkan bagi para penumpang transportasi

laut. untuk itu di perlukan efektifitas penerapan hukum guna menunjang hal

tersebut.

12
Ibid

Universitas Sumatera Utara


9

Dengan demikian berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik

membahas dalam menggangkat judul : Efektifitas UU No. 17 Tahun 2008

Tentang Pelayaran Terhadap Keselamatan Penumpang Transportasi Laut

(Studi Pada PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Singkil).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam skripsi ini, antara lain, sebagai berikut :

1. Bagaimana Penyelenggaraan Pengangkutan Penumpang Dalam Angkutan

Laut ?

2. Bagaimana Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Penguna Jasa Transportasi

Laut ?

3. Bagaimana Efektifitas UU No 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Terhadap

Keselamatan Penumpang Transportasi Laut Pada PT.ASDP Ferry Singkil ?

C. Tujuan Penulisan

Dalam melakukan suatu penelitian tentu saja memiliki tujuan. Tujuan

dilakukan penelitian adalah untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji

kebenaran pengetahuan.13 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

tentang hal-hal sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui penyelenggaraan pengangkutan penumpang dalam

angkutan laut.

2. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap penguna jasa

transortasi laut.

13
Sutrisno Hadi, Metodologi Research untuk Penulisan Paper, Skripsi, Tesis, dan Disertasi,
books.gogle.id, Yokyakarta, diakses pada 9 Februari 2019.

Universitas Sumatera Utara


10

3. Untuk mengetahui penerapan efektifitas UU No. 17 tahun 2008 tentang

pelayaran terhadap keselamatan penumpang transportasi laut.

D. Manfaat Penulisan

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka manfaat penulisan ini adalah :

1. Secara teoritis

Secara teoritis pembahasan terhadap masalah-masalah yang dirumuskan

akan memberikan kontribusi pemikiran dan melahirkan pemahaman kepada dunia

ilmu/akademis dan penulis akan arti penting terhadap keselamatan penumpang

transportasi laut.

2. Secara praktis

Secara praktis pembahasan terhadap masalah ini diharapkan dapat menjadi

masukan dan pengetahuan bagi perusahaan penyedia jasa transportasi laut,

pemerintah maupun masyarakat dalam pengendalian keamanan dan keselamatan

penumpang transportasi laut agar mampu dijalankan dan diterapkan dengan baik

bukan hanya melaksanakan kewajiban yang tertulis dalam undang-undang, juga

sebagai bahan bagi para akademisi dalam menambah wawasan dan pengetahuan

dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan.

E. Keaslian Penulisan

Keaslian suatu penulisan dalam proses pembuatan suatu karya ilmiah

berbentuk skripsi merupakan salah satu bagian terpenting yang tidak terpisahkan

dari kesempurnaannya sehingga sebelumnya perlu dipastikan pernah tidaknya

penelitian mengenai judul skripsi ini dilakukan oleh pihak lain. Berdasarkan

Universitas Sumatera Utara


11

penelusuran yang sudah di lakukan, beberapa judul skripsi yang memiliki

kemiripan namun judul dan juga permasalahan yang di angkat berbeda antara lain:

1. Nama : Hadi Prabowo Aryonto Putra

Nim : 120200517

Judul : Tinjauan Yuridis Terhadap Tanggung Jawab PT.Pelindo

Kepada Pengguna Jasa Barang yang Rusak/Hilang Selama Masih Di tumpuk

di Areal Pelabuhan (Studi pada PT.Pelabuhan Indonesia I Cabang Medan).

Rumusan masalah :

1) Bagaimana proses keluar masuknya barang di areal PT. pelabuhan

Indonesia I Belawan ?

2) Bagaimana upaya hukum pengguna jasa barang yang rusak/hilang

selama masih ditumpuk di areal pelabuhan kepada PT.Pelindo-I ?

3) Bagaimana tanggung/jawab PT. pelabuhan Indonesia I Belawan

kepada pengguna jasa barang yang rusak/hilang selama masih di

tumpuk di area pelabuhan ?

2. Nama : Faridz Afdillah

Nim : 140200482

Judul : Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Penyelenggaraan

Angkutan orang pada Angkutan Darat

Rumusan masalah :

1) Bagaimana perjanjian antara pengangkut dengan penumpang agkutan

darat ditinjau dalam hukum perdata ?

2) Bagaimana perlindungan hukum bagi penumpang angkutan darat ?

Universitas Sumatera Utara


12

3) Bangaimana tanggung jawab pengangkut dan penyelesaian ganti rugi

dalam penyelengggaraan angkutan orang ?

3. Nama : Dyan Indriani

Nim :157011054

Judul :Analisis Yuridis Mengenai Penerapan Asas Keseimbangan

dalam Perjanjian Kerjasama Antara PT.PELINDO I (Persero) Belawan

Internasional Countainer Terminal DENGAN PT. Samudra Indonesia TBK.

Tentang jaminan Tingkat Pelayaran Bongkar/Muat Peti Kemas Internasional

di Belawan Internasional di Belawan Internasional Countainer Terminal.

Rumusan masalah :

1) Apa saja ruang lingkup perjanjian antara PT.Pelindo I (Persero)

Belawan Internasional Countainer dengan PT.Samudera Indonesia

Tbk. ?

2) Bagaimana penerapan atas keseimbangan dalam perjanjian kerjasama

antara PT.Pelindo I (Persero) Belawan Internasional Countainer

Terminal dan PT. Samudera Indonesia Tbk. Ditinjau dari hak dan

kewajiban para pihak ?

3) Bagaimana pertanggung jawaban PT.Pelindo I terhadap kapal milik

PT.Samudera Indonesia Tbk. Mengalami kerusakan ketika sedang

melakukan kegiatan bongkar muat di pelabuhan ?

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahan berdasarkan informasi

dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara bahwa judul: “Efektifitas UU No. 17 Tahun 2008 Tentang

Universitas Sumatera Utara


13

Pelayaran Terhadap Keselamatan Penumpang Transportasi Laut (Studi Pada

PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Singkil)” sejauh ini belum pernah

dilakukan walaupun ada skripsi yang memiliki kemiripan, dan pada bagian

permasalahan menunjukan perbedaan sehingga skripsi ini asli dan belum

pernah di tulis sebelumnya.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Pelayaran

Pelayaran berdasarkan Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2008 tentang Pelayaran adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di

perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan

lingkungan maritim. Maka, tidak heran jika undang-undang tersebut secara

pokok-pokok memuat ketentuan-ketentuan mengenai berbagai aspek pelayaran,

yaitu kenavigasian, kepelabuhanan, perkapalan, angkutan, kecelakaan kapal,

pencarian dan pertolongan (search and secure), pencegahan dan pencemaran oleh

kapal, disamping dimuatnya ketentuan-ketentuan megenai pembinaan, sumber

daya manusia, penyidikan dan ketentuan pidana.

Pasal 8 ayat (1). Penggunaan kapal berbendera Indonesia oleh perusahaan

angkutan laut nasional tersebut dimaksudkan dalam rangka pelaksanaan asas

cabotage untuk melindungi kedaulatan (sovereignity) dan mendukung perwujudan

Wawasan Nusantara serta memberi kesempatan berusaha seluas-luasnya bagi

perusahaan angkutan nasional untuk memperoleh pangsa pasar, karena itu kapal

asing dilarang mengangkut penumpag dan atau barang antarpulau atau antar

pelabuhan di wilayah laut teritorial beserta perairan kepulauan dan perairan

Universitas Sumatera Utara


14

pedalamannya. Asas cabotage adalah hak untuk melakukan pengangkutan

penumpang, barang, dan pos secara komersial dari satu pelabuhan ke pelabuhan

lain di dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia. 14

2. pengertian Pengangkutan

Kata „pengangkutan‟ berasal dari kata dasar „angkut‟ yang berarti

mengangkat dan membawa.15 Dalam kamus hukum tercantum bahwa,

pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan

pengirim, di mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan

pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu

dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang

angkutan.16

Terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian pengangkutan dari para

sarjana, diantaranya:

Menurut Lestari Ningrum, “pengangkutan adalah rangkaian kegiatan

(peristiwa) pemindahan penumpang dan/atau barang dari satu tempat pemuatan

(embargo) ke tempat tujuan (disembarkasi) sebagai tempat penurunan

penumpang atau pembongkaran barang muatan.” Rangkaian peristiwa

pemindahan tersebut meliputi kegiatan:17

a) Dalam arti luas

a. Memuat penumpang dan/atau barang ke dalam alat pengangkut.

14
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Hukum Pelayaran
Laut dan Perairan Darat), Jilid 5 (b), Jakarta, Djambatan, 1993, hlm.15.
15
Ebta Setiawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id/angkut, di Akses
Pada Tanggal 9 Februari 2019.
16
Setiawan Widagdo, Kamus Hukum, Jakarta, PT. Prestasi Pustaka,2012,hlm.413.
17
Lestari Ningrum, Usaha Perjalanan Wisata dalam Perspektif Hukum Bisnis, Bandung,
PT.Citra Aditya Bakti, 2004, hlm.134.

Universitas Sumatera Utara


15

b. Membawa penumpang dan/atau barang ke tempat tujuan.

c. Menurunkan penumpang atau membongkar barang di tempat tujuan

b) Dalam arti sempit

a. Kegiatan membawa penumpang dan/atau barang dari stasiun terminal

pelabuhan bandara tempat pemberangkatan ke stasiun/ terminal/

pelabuhan/ bandara tempat tujuan.

Menurut Abdulkadir Muhammad, “pengangkutan adalah proses kegiatan

membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan

dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke

tempat yang ditentukan.”18

Menurut Sinta Uli pengangkutan adalah suatu kegiatan perpindahan tempat,

baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak di

perlukan untuk mencapai dan meningginkan manfaat dan efesien19

Berdasarkan pendapat para sarjana tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa pengangkutan adalah rangkaian kegiatan perjanjian timbal balik antara

pengangkut dan pengirim dalam memindahkan barang dan/atau penumpang

dari suatu tempat pemuatan (embargo) ke tempat tujuan (disemberkasi) tertentu

dengan selamat, dimana pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang

angkutan.

Menurut Abdulkadir Muhammad dalam bukunya yang berjudul “ Hukum

Pengangkutan Niaga” ditulis bahwa konsep pengangkutan meliputi 3 aspek yaitu :

18
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Bandung, PT.
Citra Aditya Bakti, 1991, hlm.19.
19
Sinta Uli, Pengangkutan, Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut,
Angkutan Darat Dan Angkutan Udara, USU press, Medan, 2006 hal 20

Universitas Sumatera Utara


16

a) Pengangkutan sebagi usaha (business)

Pengangkutan sebagai usaha (business) adalah kegiatan usaha di bidang

jasa pengangkutan yang menggunakan alat pengangkut mekanik. Kegiatan

usaha tersebut selalu berbentuk perusahaan perorangan, persekutuan, atau

badan hukum. Karena menjalankan perusahaan, usaha pengangkutan

bertujuan memperoleh keuntungan dan laba. Perusahaan bidang jasa

pengangkutan lazim disebut perusahaan pengangkutan.

b) Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement)

Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement) selalu di dahului oleh

kesepakatan antara pihak penumpang/pengirim. Kesepakatan tersebut pada

dasarnya berisi kewajiban dan hak pengangkut dan penmpang atau

pengirim. Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang atau

barang sejak di tempat pemberangkatan hingga sampai ke tempat tujuan

yang telah di sepakati dengan selamat. Sebagai imbalan, pengangkut

berhak memperoleh sejumlah uang jasaatau uang sewa yang di sebut biaya

pengangkutan. Sedangkan kewajiban penumpang atau pengirim adalah

membayar imbalan sejumlah uang sebagai biayapengangkut dan

memperoleh pengangkutan sampai di tempat tujuan dengan selamat.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatakan Perjanjian

pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik.Perjanjian timbal balik

adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak

yang mengadakan perjanjian tersebut, yangdalam hal ini ialah pengangkut

dan pengirim barang. Di satu pihak,pengangkut ingin memikul tanggung

Universitas Sumatera Utara


17

jawab yang sekecil-kecilnya,sedangkan di lain pihak, pengirim barang

mengharapkan pertanggungjawaban yang besar-besarnya dari pengangkut.

Oleh karena itulah, baik dalam undang-undang nasional maupun konvensi

internasional telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai tanggung jawab

dalam proses pengangkutan.

c) Pengangkutan sebagai proses penerapan (applying process)

Pengangkut sebagai prose terdiri atas serangkaian perbuatan mulai

pemuatan ke dalam pengangkut, kemudian dibawa oleh pengangkut

menuju ke tempat tujuan yang telah di tentukan, dan pembongkaran atau

penurunan di tempa tujuan. Pengangkutan sebagai proses merupakan

system yang mempunyai unsur-unsur sistem yaitu :

1. Subjek pelaku pengangkutan

yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan dan pihak yang berkepentingan

dengan pengangkutan.

2. Status pelaku pengangkutan

khususnya pengangkut selalu bersatus perusahaan perorangan,

persekutuan, badan hukum.

3. Objek pengangkutan

yaitu alat pengangkut, muatan, dan biaya pengangkut, serta dokumen

pengangkut.

4. Peristiwa pengangkutan

yaitu prose terjadi pengangkutan dan penyelenggaraan serta berakhir di

tempat tujuan.

Universitas Sumatera Utara


18

5. Hubungan pengangkutan

yaitu hubungan kewajiban dan hak antara pihak-pihak pengangkutan

dan mereka yang berkepentingandengan pengangkutan

6. Tujuan pengangkutan

yaitu tiba dengan selamat di tempat tujuan dan peningkatan nilai guna,

baik barang dagangan maupun tenaga kerja20

HMN Purwosutjipto, mendifinisikan pengangkutan sebagai suatu ,perjanjian

timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut

mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang

dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban

pengirim ialah membayar ongkos angkut”

Berdasarkan definisi pengangkut tersebut terdapat unsur-unsur yang harus di

ketahui yaitu bahwa :

a) Sifat perjanjian adalah timbal balik, baik antara pengangkut dengan

penumpang atau pengirim barang (pengguna jasa), masing-masing adalah

menyelengarakan pengangkutan dari suatu tempat ke tempat tujuan

tertentu dengan selamat, dan berhakatas biaya angkutan, sedangkan

kewajiban pengirim barang atau penumpang adalah membayar uang

angkutan dan berhak untuk di angkut ke suatu tempat tujuan tertentu

dengan selamat. Pengangkutan dan penumpang dan/atau pengirim barang

mempunyai hak dan kewajibanang seimbang, maka sifat hubungan hukum

yang terjalin antar pengangkut pengguna jasa adalah bersifat campuran,

20
Abdulkadir Muhammad, op.cit. hlm 1-2

Universitas Sumatera Utara


19

yaitu bersifat pelayananberkala dan perjanjian pemberian kuasa dengan

upah. Hal ini berarti antara pengangkutan, jadi tidak terus menerus dan

upah yang di berikan berupa biaya atau ongkos angkut.

b) Penyelenggaraan pengangkutan didasarkan pada perjanjian, hal ini berarti

antara pengangkut dengan penumpang dan,atau pengirim barang harus

memenuhi syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam pasal 1320

KUHperdata yang menyebutkan “untuk sahnya suatu pejanjian diperlukan

empat syarat, kata sepakat mereka yang mengikatkan dirinya: kecakapan

untuk membuat perikatan: suatu hal yang tertentu dan sebab yang halal.”

Kesepakatan dan keckapan merupakan syarat subjektif, jika dilangar

memnyebabkan dapat dibatalkannya perjanjian. Sedangkansuatu hal yang

tertentu dan sebab yang halal merupakan syarat objektif, jika dilanggar

menyebabkan batalnya perjajian. Hal ini menunjukan bahwa pembuatan

perjanjian pengangkutan tersebut tidak disyaratkan harus tertulis, cukup

dengan lisan saja, asalkan ada persetujuan kehendak (consensus) dari para

pihak. Dengan demikian surat, baik berupa karcis atau tiket penumpang

maupun dokumen angkutan barang bukan sebagai syarat sahnya perjanjian

tetapi hanya merupakan satu alat bukti saja, karena dapat dibuktikan

dengan alat bukti lainnya. Dengan demikian yang menjadi syarat sahnya

perjanijian adalah kata sepakat, bukan karcis atau tiket atau dokumen

angakutan. Tidak adanya karcis atau tiket atau dokumen angkutan tidak

membatalkan perjanjian pengangkutan yang telah ada. Dan perjanjian

tersbut juga berlaku sebagai undang-undang bagi pengangkut/penumpang,

Universitas Sumatera Utara


20

sesuai dengan ketentuan yang terdapt dalam pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata yang menyebutkan, “semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya”,

c) Istilah menyelenggarakan pengangkutan berarti pengangkutan tersebut

dapat dilakukan sendiri oleh pengangkut atau dilakukan oleh orang lain

atas perintahnya. Jika pengangkutan dilakukan oleh oranglain, berarti

pengangkutan tersebut dilakukan melalui perantara. Dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Dagang, perantara ada yang disebut sebagai makelar da

nada yang disebut sebagai komisioner. Makelar diatur secara khusus

dalam pasal 62 sampai 73 KUHD, sedangkan komisioner diatur dalam

pasal 76 sampai dengan pasal 85 a KUHD. Tetapi walaupun makelar dan

komisioner sama-sama merupakan perantara, terdapat perbedaan yang

mendasar diantara keduanya, yaitu bahwa makelardalam menjalankan

tugasnya, diangkat oleh Presiden, Menteri Hukum Dan Hak Asasi

Manusia, dan disumpah dipengadilan negeri serta selalu membawa nama

pemberi kuasa (mengatasnamkan pemberi kuasa) sedangkan komisioner

tidak diangkat dan disumpah serta selalu membawa dan mengatasnamakan

diri sendiri. Dalam hunbungannya dengan perjanjian pengangkutan, jika

pengangkut atau pengguna jasa membutauhkan perantara baik makelar

maupun komisioner, maka diantara mereka akan terikat perjanjian

keperantaraan atau perjanjian komisi. Disini berlaku juga syarat-syarat

perjanjian pada umumnya. Hak pengangkut adalah mendapatkan pengguna

jasa yang akan diangkut dengan alat angkutannya, begitu juga hak

Universitas Sumatera Utara


21

pengguna jasa adalah mendapatkan pengangkut yang baik, baik

pengangkut baik pengguna jasa berkewajiban membayar komisi.

Sedangkan hak perantara adalah mendapatkan komisi dari pengangkut

atau dari pengguna jasa dan berkewajiban mencari pengguna jasa yang

akan diangkut. Sifat hubungan yang terjalin antara pengangkut atau

pengguna jasa, dengan perantara adalah bersifat pelayanan berkala dan

perjanjian pemberian kuasa dengan upah, sama dengan perjanjian

pengangkutan yang dilakukan antara pengangkut dengan pengguna jasa.

Sifat hukum perjanjian pelayanan berkala tersebut berarti bahwa perjanjian

dapat dilakukan sewaktu waktu atau jika diinginkan oleh mereka, tidak

dilakukan secara terus-menerus, sehingga menimbulkan hubungan hukum

yang sejajar, sama tinggi atau setingkat (koordinasi) upah yang diberikan

berupa komisi tersebut didasarkan pada perjanjian kuasa, sebagaimana

dimaksudkan dalam pasal 1794 KUHPerdata. Apabila dalam perjanjian

pengangkutan menggunakan jasa makelar dan kemudian terjadi

wanprestasi, baik yang dilakukan oleh pengangkut maupun oleh pengguna

jasa, maka seorang makelar dapat menuntut pengangkut maupun pengguna

jasa berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, karena antara makelar dengan

pengangkut maupun antara makelar dengan pengguna jasa tidak terikat

perjanjian pengangkutan. Dalam menjalankan tugasnya makelar selalu

membawa nama pemberi kuasanya, jadi makelar bukanlah pihak dalam

perjanjian pengangkutan. Yang merupakan pihak dalam perjanjian

pengangkutan adalah pengangkut dengan pengguna jasa. Sebaliknya

Universitas Sumatera Utara


22

apabila dalam perjanjian pengangkutan tersebut, menggunakan jasa

komisioner, maka yang menjadi pihak dalam perjanjian pengangkutan

adalah antara pengangkut dengan komisioner, karena komisioner selalu

mengatas namakan dirinya sendiri dalam melakukan perjanjian

pengangkutan, jadi jika terjadi wanprestasi, maka komisioner dapat

menuntut pengangkut atau pengguna jasa berdasarkan perjanjian

pengangkutan, sedangkan pengangkut jika ingin menuntut pengguna jasa

ataupun sebaliknya, hanya dapat menggunakan Pasal 1365 KUHPerdata,

karena masing-masing pihak tidak terikat perjanjian pengangkutan.

d) Ke tempat tujuan. Dalam pengangkutan barang, berarti barang dapat

diterima oleh si penerima yang mungkin si pengirim sendiri atau orang

lain. Sedangkan dalam pengangkutan orang berarti sampai di tempat

tujuan yang telah disepakati.

e) Istilah dengan selamat, mengandung arti apabila pengangkutan itu tidak

berjalan dengan selamat, maka pengangkut harus bertanggungjawab untuk

membayar ganti kerugian kepada pengirim barang atau penumpang21

3. Subjek Hukum dalam Pengangkutan

Subjek hukum pengangkutan dapat berstatus badan hukum, persekutuan

bukan badan hukum, dan perseorangan. Subjek hukum pengangkutan adalah

pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan, yaitu

pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan, antara lain:23

21
Siti NurBaiti, Hukum Pengangkuan Darat (jalan dan kereta api), Universitas Trisakti,
Jakarta Barat, 2009, hlm 13-22.

Universitas Sumatera Utara


23

a. Pengangkut

Pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau penumpang. Dapat berstatus

Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS),

ataupun perorangan yang berusaha di bidang jasa pengangkutan. Ciri dan

karakteristik pengangkut, antara lain:

1. Perusahaan penyelenggaraan angkutan.

2. Menggunakan alat pengangkut mekanik.

3. Penerbit dokumen angkutan. 24

b. Penumpang

Penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya

angkutan atas dirinya yang diangkut atau semua orang/badan hukum

pengguna jasa angkutan, baik darat, laut, maupun udara. Ciri dan karakteristik

penumpang, antara lain:

1. Orang yang berstatus pihak dalam perjanjian.

2. Membayar biaya angkutan.

3. Pemegang dokumen angkutan. 26

G. Metode Penelitian

Metode penelitian skripsi ini merupakan dasar utama agar skripsi ini dapat

lebih terarah dan dapat di pertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun metode

penelitian yang di gunakan adalah gabungan antara yuridis normatif dan yuridis

empiris yang dapat di uraikan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


24

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan dengan rumusan permasalahan dan tujuan dari penelitian,

maka sifat penelitian yang sesuai adalah deskriptif analitis. Penelitian deskriptif

analitis artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang

menggambarkan, menelaah, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa

peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat diketahui gambaran

jawaban atas permasalahan mengenai Efektifitas UU No. 17 Tahun 2008 Tentang

Pelayaran Terhadap Keselamatan Penumpang Transportasi Laut (Studi Pada PT.

ASDP Indonesia Ferry Cabang Singkil)22.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

normatif yang disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu

suatu penelitian yang menganalisa hukum yang tertulis di dalam buku (law as it

written in the book).23

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian .

Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan pada data sekunder

dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-

kualitatif normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan

kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika

keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan

disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang

objeknya hukum itu sendiri.

22
Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, Jakarta, Kencana,
2010, hlm.8.
23
ibid

Universitas Sumatera Utara


25

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

penelitian deskriptif, karena bertujuan untuk menggambarkan keadaan nyata,

kemudian data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif.24

3. Metode Pendekatan

Penelitian deskriptif dilakukan dengan cara melukiskan keadaan yang

menjadi obyek persoalannya dan bertujuan memberikan gambaran mengenai hal

yang menjadi pokok permasalahannya, dalam hal ini tentang pelayaran dan

transportasi laut. Sehingga dapat dianalisis dan akhirnya dapat diambil

kesimpulan yang bersifat umum. Penulis menggunakan peraturan perundang-

undangan yang berhubungan dengan perkawinan dan kewarganegaraan. Penelitian

memiliki arti dan tujuan sebagai “suatu upaya pencarian” dan tidak hanya

merupakan sekedar pengamatan dengan teliti terhadap sesuatu obyek yang terlihat

kasat mata.25

Suatu penelitian secara ilmiah dilakukan oleh manusia untuk menyalurkan hasrat

ingin tahunya yang telah mencapai taraf ilmiah, yang disertai dengan suatu

keyakinan, bahwa setiap gejala akan ditelaah dan dicari hubungan sebab

akibatnya, atau kecenderungan yang timbul. Menurut H.L. Manheim, bahwa suatu

24
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta,Ghalia
Indonesia, 2003, hlm.116.
25
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Jakarta,
Penerbit PT.Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 27-28.

Universitas Sumatera Utara


26

penelitian pada dasarnya usaha secara hati-hati dan cermat menyelidiki

berdasarkan pengetahuan subjek ke dalam cara berfikir ilmiah.26

a. Faktor-Faktor Yuridis

Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini, adalah pendekatan

yuridis normatif, yaitu suatu pendekatan yang terhadap hubungan antara faktor-

faktor yuridis (hukum positif) dengan faktor-faktor normatif (asas-asas hukum).

Penelitian dengan pendekatan yuridis dilaksanakan dengan melalui tahapan

sebagai berikut :

1) Inventarisasi terhadap peraturan yang mencerminkan kebijaksanaan

pemerintah di bidang peraturan perundang-undangan yang mendukung

pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.

2) Menganalisis perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang telah

diinventarisir tersebut untuk mengetahui sejauhmana peraturan perundang-

undangan tersebut di atas sinkron baik secara vertikal dan horizontal.

b. Faktor-Faktor Normatif

Merupakan penelitian terhadap asas-asas hukum kewarganegaraan yang

terkait dengan pelayaran dan transportasi laut . Hal ini berarti penelitian terhadap

data sekunder, oleh karena itu titik berat penelitian adalah tertuju pada penelitian

kepustakaan yang akan lebih banyak mengkaji dan meneliti data sekunder dan

tidak diperlukan penyusunan atau perumusan hipotesa.27

26
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Penerbit UI Press, 2001,hlm
.9.

27
ibid, hlm.41.

Universitas Sumatera Utara


27

4. Sumber Data

Dalam rangka melaksanakan penelitian ini agar mendapatkan data yang

tepat, digunakan sumber data yaitu studi Kepustakaan. Menurut Sanapiah Faisal

yaitu : 28

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni:

Studi Pustaka adalah sumber data bukan manusia. Dilakukan untuk

memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari konsepsi-konsepsi,

teori-teori atau peraturan atau kebijakan-kebijakan yang berlaku dan

berhubungan erat dengan Efektifitas UU No. 17 Tahun 2008 Tentang

Pelayaran Terhadap Keselamatan Penumpang Transportasi Laut (Studi

Pada PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Singkil).

b. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti: buku-buku penunjang, hasil-hasil penelitian hukum

pada PT.ASDP Cabang Singkil, hasil-hasil karya (ilmiah) dari kalangan

hukum dan sebagainya.

c. Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang, mencakup bahan-

bahan primer, sekunder dan tersier (penunjang) di luar bidang hukum,

misalnya yang berasal dari bidang: sosiologi dan filsafat dan lain

sebagainya, yang dapat dipergunakan untuk melengkapi ataupun

menunjang data penelitian.29

28
Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar dan Aplikasi, Malang, YA3, 2007,
hlm 42.
29
Op.cit, Soerjono Soekanto, hlm. 9.

Universitas Sumatera Utara


28

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Penelitian lapangan ( Field Reasearch) 30yang dilakukan dengan cara :

Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung dan terstruktur

dengan narasumber/ instansi terkait (bapak Hendriawan selaku general

manager pada PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Singkil) dan responden

yang berkaitan langsung dengan permasalahan hukum yang diteliti.

b. Penelitian kepustakaan ( library research)31, yang diperoleh dari :

1) Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan obyek penelitian.

2) Bahan sekunder yang berupa hasil penelitian ilmiah dan buku-buku

pustaka.

6. Teknik Analisis Data

Tahap berikutnya yang harus dilakukan adalah analisis data. Pada tahap ini

data yang dikumpulkan akan diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga

dapat digunakan untuk menjawab permasalahan. Analisis data yang dipergunakan

dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif normatif yaitu data yang

diperoleh setelah disusun secara sistematis, untuk kemudian dianalisis secara

kualitatif normatif dalam bentuk uraian, agar dapat ditarik kesimpulan untuk dapat

dicapai kejelasan mengenai permasalahan yang akan diteliti. Hasil penelitian

kepustakaan akan dipergunakan untuk menganalisis data, kemudian data dianalisis

secara kualitatif normatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini.

30
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 21.
31
Abdurrahman Fathoni, Metodelogi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, Jakarta,
Rineka Cipta, 2006, hlm.95-96.

Universitas Sumatera Utara


29

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini ditulis secara sistematis dan dibagi dalam 5 (lima) bab, dan setiap

bab dibagi dalam sub bab (bagian-bagian) yang dibagi secara garis besarnya akan

digambarkan sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, terdiri dari, latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan,tinjauan kepustakaan, metode

penelitian, sistematika penulisan dalam skripsi ini.

BAB II : Penyelenggaraan Pengangkutan Penumpang Dalam Angkutan

Laut, terdiri dari, sejarah transportasi laut di indonesia, tujuan pengangkutan laut

di Indonesia, Azas-Azas transportasi laut di Indonesia, jenis-jenis transportasi laut

dan juga bagaimana proses penyelenggaraan pengangkutan penumpang dalam

angkutan laut.

BAB III : Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Transportasi Laut,

terdiri dari, pengertian jasa dan perlindungan, perkembangan pemakai jasa

transportasi laut, tanggung jawab penyedia jasa transportasi laut dan juga fungsi

perlindungan hukum bagi pengguna jasa transportasi laut.

BAB IV Efektifitas Uu No 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Terhadap

Keselamatan Penumpang Transportasi Laut Pada Pt.Asdp Indonesia Ferry Singkil,

terdiri dari, pelaksanaan perlindungan hukum bagi pengguna jasa kapal

penyeberangan di Indonesia, bentuk perlindungan hukum bagi pengguna jasa

kapal penyeberangan di Indonesia, serta membahas tanggung jawab PT. ASDP

Indonesia Ferry dalam melindungi keamanan dan keselamatan penumpang.

Universitas Sumatera Utara


30

BAB V : Kesimpulan Dan Saran, Pada bab ini penulis menguraikan tentang

kesimpulan mengenai permasalahan yang telah dibahas penulis serta saran atas

penulisan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya yang berguna dalam

proses perkembangan permasalahan keamanan dan keselamatan penumpang

transportasi laut.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN PENUMPANG DALAM

ANGKUTAN LAUT

A. Sejarah Transportasi Laut Di Indonesia

1. KUHD

Aspek Hukum Perdata (privat) tentang penyelenggaraan angkutan laut di

Indonesia sumber utamanya adalah Buku II KUHD. Muatan isi dalam Buku II

tersebut mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari pelayaran.

Cakupan meterinya cukup luas yang pada pokoknya mengatur hal-hal yang

berhubungan dengan kapal laut dan muatannya, pemilik/pengusaha kapal,

nakhoda dan awak kapal, pengangkutan barang dan orang, tubrukan kapal,

bencana kapal, kerugin di laut, asuransi laut, hapusnya perikatan-perikatan dalam

perdagangan melalui laut dan juga mengenai kapal dan alat pelayaran sungai dan

perairan pedalaman. Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Buku II KUHD

tersebut merupakan produk hukum dari masa Kolonial Belanda dan isinya praktis

tidak mengalami perubahan hingga saat ini. Padahal dilihat dari perkembangan

Hukum Maritim Internasional dan bahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam

negeri sekalipun banyak dari ketentuanketentuan tersebut sudah tidak memadai

untuk diterapkan. 32

beberapa perbedaan antara perusahaan perkapalan pada zaman dulu dan

sekarang, yang perincian saya uraikan di bawah ini :

32
M.Syamsudin, Urgensi Pembaruan Commercial Code di Bidang Pelayaran Guna
Menjamin Perlindungan Hukum Konsumen1 (Studi Perbandingan di Portklang Malaysia),
http://bpkn.go.id/uploads/document/7edb385a9a1868725e9a0ca84ea527cdb7ee4c0f.pdf,
Yogyakarta, diakses pada 18 Februari 2018.

31

Universitas Sumatera Utara


32

a) Pada zaman dulu, bagi pelayaran yang utama adalah pelayaran liar

(wilde vaart) sedangkan pada zaman sekarang, di seluruh lautan di

dunia telah ada pelabuhan tetap (vaste lijnen) dari pelabuhan yang satu

ke pelabuhan lainnya, dan tidak hanya di usahakan oleh satu dua

perusahaan, tetapi banyak sekali perusahaan dari berbagai bangsa,

sehingga orang sekarang mudah sekali menumpang salah satu kapal

jurusan tertentu dari perusahaan yang di pilihnya sendiri.

b) dulu perusaaan perkapalan hanya ada yang disebut (rederij) yang

sekarang sudah langka adanya, yaitu pemilikan sebuah kapal oleh

beberapa orang, yang dalam KUHD diatur dalan Pasal 323 sampai

dengan pasal 340-f, sekarang perusahaan perkapalan berbentuk PT dan

dapat dimiliki puluhan, malahan ratusan buah kapal. Perusahaan itu

sekarang tidak hanya merupakan perusahaan pengangkut saja, tetapi

juga brsedia untuk mencarterkan kapalnya kepada yang membutuhkan

c) Zaman dulu ada suatu lembaga yang di sebut (bodemerij) yaitu suatu

kredit pelayaran kapal bentuk lama, dimana seseorang pelepas uag

dengan jaminan kapal atau atau muatannya atau kedua-duanya. Bila

kapal beserta muatannya pulang dengan selamat, maka utang harus

dibayar dengan bungga tinggi. Sedangkan kalau kapal dan/atau

muatannya itu tidak datang, maka si pelepas uang kehilangan hak

untuk menagih piutangnya zaman sekarang bentuk (bodemerij)

tersebut sudah tidak dipergunakan orang lain. Sebagai jaminan utang,

Universitas Sumatera Utara


33

kapal dapat dibebani hipotik, selanjutnya kapal juga dapat dijadikan

benda pertanggungan bagi asuransi laut mengenai kasko.

d) Zaman dulu pengangkutan orang adalah bukan soal penting,

sebaliknya pengangkutan baranglah yang sangat diutamakan. Dulu

kalau orang menumpang kapal, dia harus mengurusi makanya sendiri,

berarti kapal tidak menyediakan makan bagi penumpang orang.

Sekarang pengangkutan orang termaksuk hal yang penting, yang

mendapat perhatian dari pengusaha kapal secara baik, segala hal yang

menjadi kepentingan penumpang.

Keadaan yang paparan di atas, yakni keadaan dulu, keadaan sebelum tahun

1927. Sekarang keadaan sudah jauh berkembang, dengan kemajuan teknologi dan

system pelayaran di dunia, orang membutuhkan seperangkat peraturan

perundangan yang sesuai dengan keadaan sekarang. Inilah yang menjadi

penyebab timbulnya pemikir-pemikir yang berhasrat untuk memperbarui

peraturan-peraturan mengenai pelayaran laut dan perairan darat. 33

2. Konvensi internasional

Standard Internasional terdapat tiga organisasi dunia yang mengatur tentang

keselamatan kapal yaitu IMO (International Maritime Organization), ILO

(International Labour Organization) dan ITU ( International Telecomunication

Union).34 Indonesia sebagai salah satu anggota dari ketiga organisasi tersebut

33
H,M,N. Purwosutjipto, op.cit hlm 5-7
34
Hari Utomo, Siapa Yang Bertanggung Jawab Menurut Hukum Dalam Kecelakaan Kapal
http://ejurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/dowload/75/pdf, Universitas Pertahanan,
diakses pada 21 Maret 2019.

Universitas Sumatera Utara


34

telah meratifikasi konvensi-konvensi dimaksud. Sehingga sebagai

konsekwensinya Indonesia harus melaksanakan aturan tersebut dengan baik dan

dibuktikan secara kongkrit dalam suatu sertifikasi yang independent dan selalu

dievaluasi setiap 5 tahun. Konvensi-konvensi Internasional yang mengatur tentang

keselamatan kapal meliputi

a) SOLAS 1974 (Safety Of Life At Sea)

yaitu salah satu konvensi internasional yang berisikan persyaratan-

persyaratan kapal dalam rangka menjaga keselamatan jiwa di laut untuk

menghindari atau memperkecil terjadinya kecelakaan di laut yang meliputi kapal,

crew dan muatannya. Untuk dapat menjamin kapal beroperasi dengan aman harus

memenuhi ketentuan-ketentuan di atas khususnya konvensi internasional tentang

SOLAS 1974 yang mencakup tentang desain konstruksi kapal, permesinan dan

instalasi listrik, pencegah kebakaran, alatalat keselamatan dan alat komunikasi dan

keselamatan navigasi.5 Dalam penerapannya implementasinya perlu dibuktikan

dengan sertifikat yang masih berlaku yaitu sertifikat keselamatan kapal

penumpang yang mencakup persyaratan persyaratan pada chapter II-1, II-2,III, IV

& V dan bab lain dalam SOLAS.

b) MARPOL (Marine Pollution) 1973/1978.

Marpol mengatur tentang pencegahan dan penanggulangan pencemaran di

laut baik berupa minyak, muatan berbahaya, bahan kimia, sampah, kotoran

(sewage) dan pencemaran udara yang terdapat dalam annex Marpol tersebut.

Dalam hal ini kapal jenis penumpang sangat erat kaitannya dengan tumpahan

minyak, kotoran dan sampah dalam menjaga kebersihan lingkungan laut. Adapun

Universitas Sumatera Utara


35

Sertifikat yang berhubungan dengan konvensi tersebut yaitu srtifikat pencegahan

pencemaran disebabkan oleh minyak (oil), sertifikat pencegahan pencemaran yang

disebabkan oleh kotoran (sewage), sertifikat pencegahan pencemaran yang

disebabkan oleh sampah (garbage).6 Dalam hubungannya dengan kecelakaan

kapal, Marpol memegang peranan penting terutama mengenai limbah yang

dibuang yang berbentuk minyak kotor, sampah dan kotoran (sewage). Untuk

mengetahui bahwa kapal tersebut telah memenuhi konvensi internasional

mengenai Marpol 73/78 dibuktikan dengan adanya sertifikasi.

c) Load Line Convention 1966.

Kapal yang merupakan sarana angkutan laut mempunyai beberapa

persyaratanpersyaratan yang dapat dikatakan laik laut. Persyaratan-persyaratan

kapal tersebut diantaranya Certificate Load Line yang memenuhi aturan pada

Load Line Convention (LLC 1966). Pada umumnya semua armada telah memiliki

Certificate Load Line baik yang berupa kapal barang maupun kapal penumpang.7

Prosedur untuk mendapatkan Certificate Load Line tersebut adalah kapal harus

melalui pemeriksaan dan pengkajian yang telah diatur dalam Undang-undang

Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Kapal yang telah diuji dan diperiksa

tersebut, apabila telah memenuhi persyaratan keselamatan kapal dapat diberikan

Certificate Load Line yang diterbitkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) yang

berlaku secara nasional. Sertifikat tersebut juga berlaku secara internasional sesuai

dengan SOLAS 1974.35

35
Ibid, hal 61

Universitas Sumatera Utara


36

d) Collreg 1972 (Collision Regulation).

Konvensi tentang Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut Internasional 1972.

Salah satu inovasi yang paling penting dalam 1972 COLREG adalah pengakuan

yang diberikan kepada skema pemisah lalu lintas-Peraturan 10 memberikan

panduan dalam menentukan kecepatan aman, risiko tabrakan dan pelaksanaan

kapal yang beroperasi di atau dekat skema pemisah lalu lintas. Pertama skema

pemisah lalu lintas tersebut didirikan di Selat Dover pada tahun 1967.8

e) Tonnage Measurement 1966,

Konvensi yang mengatur tentang pengukuran kapal standar internasional.

f) STCW 1978 Amandemen 1975.

Merupakan konvensi yang berisi tentang persyaratan minimum pendidikan

atau pelatihan yang harus dipenuhi oleh ABK untuk bekerja sebagai pelaut.

g) ILO No. 147 Tahun 1976

tentang Minimum Standar Kerja bagi Awak Kapal Niaga.

h) ILO Convention No. 185 Tahun 2008 tentang SID (Seafarers Identification

Document) yang telah diratifikasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2009.36

3. Pembaharuan undang-undang Pelayaran

1. UU No.21 Tahun 1992 tentang Pelayaran

UU ini mulai berlaku 1 September 1992 dan mengatur segala aspek

palayaran baik nautik-teknis, ekonomi pelayaran, maupun hal-hal teknis

perundang-undangan yang lazim yaitu ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan

36
Ibid, hal 62

Universitas Sumatera Utara


37

penutup. Secara subtantif muatan UU tersebut meliputi: kenavigasian (lalu lintas

di laut), kepelabuhanan, perkapalan (termasuk kelaiklautan kapal), peti kemas,

pengukuran, pendaftaran kapal, awak kapal, pencegahan dan penanggulangan

pencemaran laut oleh kapal, pengangkutan, kecelakaan kapal, pencarian dan

pertolongan, serta sumber daya manusia. Dari aspek ekonomi UU ini membuat

terobosan penting karena memuat ketentuan yang merupakan kebijakan dasar

untuk mengembangkan armada niaga dan usaha pelayaran nasional yang selama

ini belum pernah ditetapkan UU. Dalam UU tersebut disebutkan adanya 61 kali

mengenai perlunya peraturan pemerintah. Yang menarik terkait dengan

Commercial Code adalah pengaturan tentang nakhoda/pemimpin kapal dan anak

buah kapal. Ketentuan tersebut menimbulkan kerancuan mengingat Buku II

KUHD juga mengatur hal yang sama secara luas. Memang dalam hal ini dapat

diterapkan asas lex posterriore derogat lex priori. Namun jika dilihat dari

masalahnya pengaturan yang terdapat dalam KUHD Buku II jauh lebih luas

jangkauannya. Masalah awak kapal ini sebenarnya mengandung 2 aspek, yaitu

aspek hukum publik dan aspek hukum privat. Aspek hukum publik terkait dengan

tugas, tanggungjawab dan kedudukan awak kapal dalam penegakan peraturan

terkait keselamatan kapal dan pelayaran. Aspek privat terkait hubungan hukum

antara nakhoda dan anak buah kapal dengan pemilik atau operator kapal dengan

pemilik/ pengirim barang. 37

37
Djafar Al Bram, Pengantar Hukum Pengangkutan Laut (Buku II),Tanggung Jawab
Pengangkut, Asuransi, Dan Incoterm, Seri Buku Ajar, Jakarta selatan, 2011, hlm 23-24.

Universitas Sumatera Utara


38

2. UU No.17 tahun 2008 tentang

Pelayaran Dalam perjalanan waktu, UU No.21/1992 tentang Pelayaran perlu

dilakukan penyesuaian karena telah terjadi berbagai perubahan paradigma dan

lingkungan strategis, baik dalam sistem ketatanegaraan Indonesia seperti

penerapan otonomi daerah atau adanya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan

teknologi. Pengertian "pelayaran" sebagai sebuah sistem telah berubah dan

meliputi angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan

pelayaran, serta perlindungan lingkungan maritim. Pengertian ini memerlukan

penyesuaian dengan kebutuhan dan perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan

dan teknologi agar dunia pelayaran Indonesia dapat berperan di dunia

internasional. Atas dasar hal-hal tersebut, maka disusunlah UU Pelayaran baru

yang merupakan penyempurnan dari UU No. 21/1992. Penyelenggaraan pelayaran

sebagai sebuah sistem diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-

besarnya kepada seluruh rakyat, bangsa dan negara. UU ini diharapkan dapat

memupuk dan mengembangkan jiwa kebaharian, dengan mengutamakan

kepentingan umum, dan kelestarian lingkungan, koordinasi antara pusat dan

daerah, serta pertahanan keamanan negara. UU No.17/2008 memuat empat unsur

utama yakni angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan

pelayaran, serta perlindungan lingkungan maritim38

B. Tujuan Pengangkutan Laut Di Indonesia

Pelayaran sebagai sektor di lingkungan maritim Indonesia tentu memiliki

tujuan dalam melaksanakan kegiatannya. Hal ini disebutkan didalam Pasal 3

38
Ibid hal 25

Universitas Sumatera Utara


39

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang menyatakan

bahwa pelayaran diselenggarakan dengan tujuan:

a) Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui perairan

dengan mengutamakan dan melindungi angkutan di perairan dalam rangka

memperlancar kegiatan perekonomian nasional;

b) Membina jiwa kebaharian;

c) Menjunjung kedaulatan negara;

d) Menciptakan daya saing dengan mengembangkan industry angkutan

perairan nasional;

e) Menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan

pembangunan nasional;

f) Memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan

wawasan nusantara; dan

g) Meningkatkan ketahanan nasional.

C. Asas-Asas Transportasi Laut Di Indonesia

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,

definisi pelayaran menjadi sebuah satu kesatuan sistem yang terdiri atas

angkutan di Perairan, Kepelabuhan, keselamatan dan keamanan serta

perlindungan lingkungan Maritim. Secara umum dapat dikatakan bahwa

Undang-Undang ini mengandung muatan ketentuan-ketentuan yang sangat

komprehensif dibandingkan dengan Undang-Undang pelayaran yang

sebelumnya. Hal paling terlihat adalah dari jumlah pasal yang terkandung

dalam Undang-Undang pelayaran baru yang lebih banyak, yakni sebanyak 138

Universitas Sumatera Utara


40

pasal sedangkan undang-undang pelayarn sebelumnya hanya memuat sebanyak

132 pasal.39

Asas-Asas mengenai pelayaran dinyatakan didalam Pasal 2 Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2008 bahwa pelayaran diselenggarakan berdasarkan:

a) Asas manfaat;

b) Asas usaha bersama dan kekeluargaan;

c) Asas persaingan sehat;

d) asas adil dan merata tanpa diskriminasi;

e) Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan;

f) Asas kepentingan umum;

g) Asas keterpaduan;

h) Asas tegaknya hukum;

i) Asas kemandirian;

j) Asas berwawasan lingkungan hidup;

k) Asas kedaulatan negara; dan

l) Asas kebangsaan.

Penjelasan Pasal 2 undang-undang No 17 tahun 2008 tentang pelayaran

Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud "asas manfaat" adalah pelayaran harus dapat memberikan manfaat

yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan

39
Pasal 2 UU Pelayaran No.17 Tahun 2008.

Universitas Sumatera Utara


41

pengembangan bagi warga negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan

keamanan negara.

Huruf b

Yang dimaksud "asas usaha bersama dan kekeluargaan" adalah penyelenggaraan

usaha di bidang pelayaran dilaksanakan untuk mencapai tujuan nasional yang

dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai

oleh semangat kekeluargaan.

Huruf c

Yang dimaksud dengan "asas persaingan sehat" adalah penyelenggaraan angkutan

perairan di dalam negeri harus mampu mengembangkan usahanya secara mandiri,

kompetitif, dan profesional.

Huruf d

Yang dimaksud dengan "asas adil dan merata tanpa diskriminasi" adalah

penyelenggaraan pelayaran harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan

merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh

masyarakat tanpa membedakan suku, agama, dan keturunan serta tingkat

ekonomi.

Huruf e

Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan" adalah

pelayaran harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga terdapat

keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara sarana dan prasarana, antara

kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan

masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan international.

Universitas Sumatera Utara


42

Huruf f

Yang dimaksud dengan "asas kepentingan umum" adalah penyelenggaraan

pelayaran harus mengutamakan kepentingan masyarakat luas.

Huruf g

Yang dimaksud dengan "asas keterpaduan" adalah pelayaran harus merupakan

kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik

intra-maupun antarmoda transportasi.

Huruf h

Yang dimaksud dengan "asas tegaknya hukum" adalah Undang-Undang ini

mewajibkan kepada Pemerintah untuk menegakkan dan menjamin kepastian

hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia untuk selalu sadar

dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan pelayaran.

Huruf i

Yang dimaksud dengan "asas kemandirian" adalah pelayaran harus bersendikan

kepada kepribadian bangsa, berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan

kekuatan sendiri, mengutamakan kepentingan nasional dalam pelayaran dan

memperhatikan pangsa muatan yang wajar dalam angkutan di perairan dari dan ke

luar negeri.

Huruf j

Yang dimaksud dengan "asas berwawasan lingkungan hidup" adalah

penyelenggaraan pelayaran harus dilakukan berwawasan lingkungan.

Huruf k

Universitas Sumatera Utara


43

Yang dimaksud dengan "asas kedaulatan negara" adalah penyelenggaraan

pelayaran harus dapat menjaga keutuhan wilayah Negara Republik Indonesia.

Huruf l

Yang dimaksud dengan "asas kebangsaan" adalah penyelenggaraan pelayaran

harus dapat mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik

(kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

D.Jenis-Jenis Transportasi Laut

Berdasarkan Pasal 6 UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, angkutan

di perairan terdiri atas: Angkutan Laut, Angkutan Sungai dan Danau, dan

Angkutan Penyeberangan.40

1) Angkutan Laut

Angkutan laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya

melayani kegiatan angkutan laut.

2) Angkutan Sungai dan Danau

Angkutan sungai, danau dan penyeberangan merupakan istilah yang

terdiri dari dua aspek yaitu Angkutan Sungai Dan Danau (ASD). Istilah ASD ini

merujuk pada sebuah jenis moda atau jenis angkutan dimana suatu sistem

transportasi terdiri dari 5 macam yaitu moda angkutan darat (jalan raya), moda

angkutan udara, moda angkutan kereta api, moda angkutan pipa (yang mungkin

belum dikenal luas), moda angkutan laut dan moda ASD dan Penyebrangan.

40
Sri Rejeki Hartono, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat, Semarang:
Universitas Diponegoro, 1980, Hlm. 8.

Universitas Sumatera Utara


44

Angkutan perairan daratan atau angkutan perairan pedalaman merupakan

istilah lain dari Angkutan Sungai Dan Danau (ASD). Jenis angkutan ini telah

lama dikenal oleh manusia bahkan terbilang tradisional.

Sebelum menggunakan angkutan jalan dengan mengendarai hewan seperti

kuda dan sapi, manusia telah memanfaatkan sungai untuk menempuh perjalanan

jarak jauh. Demikian juga di Indonesia, sungai merupakan wilayah favorit

sehingga banyak sekali pusat pemukiman, ekonomi, budaya maupun kota-kota

besar yang berada di tepian sungai seperti Palembang.

Angkutan perairan daratan merupakan sebuah istilah yang diserap dari

bahasa Inggris yaitu Inland Waterways atau juga dalam bahasa Perancis yaitu

Navigation d‟Interieure atau juga voies navigable yang memiliki makna yang

sama yaitu pelayaran atau aktivitas angkutan yang berlangsung di perairan yang

berada di kawasan daratan seperti sungai, danau, dan kanal.

Sementara itu, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010

tentang Angkutan di Perairan, terutama pada Pasal 1, dijelaskan bahwa

angkutan perairan daratan yang juga dikenal sebagai angkutan sungai dan

danau (ASD) adalah meliputi angkutan di waduk, rawa, banjir, kanal, dan

terusan. Di Indonesia, angkutan perairan daratan merupakan bagian dari sub

sistem perhubungan darat dalam sistem transportasi nasional.

Moda angkutan ini tentunya tidak mempergunakan perairan laut sebagai

prasarana utamanya namun perairan daratan. Dalam kamus Himpunan Istilah

Perhubungan, istilah perairan daratan didefinisikan sebagai semua perairan

danau, terusan dan sepanjang sungai dari hulu sampai dengan muara

Universitas Sumatera Utara


45

sebagaimana dikatakan undang-undang atau peraturan tentang wilayah perairan

daratan.41

3) Angkutan Penyeberangan

Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai

jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan kereta

api yang terputus karena adanya perairan. Dalam bahasa Inggris, moda ini

dikenal dengan istilah ferry transport.Lintas penyeberangan Merak-Bakauheni

dan Palembang-Bangka adalah beberapa contoh yang sudah dikenal masyarakat.

Selain yang telah disebutkan di atas, masih ada jenis-jenis angkutan laut

berdasarkan Pasal 7 UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Angkutan Laut

Dalam Negeri, Angkutan Laut Luar Negeri, Angkutan Laut Khusus, dan

Angkutan Laut Pelayaran Rakyat.

4) Angkutan Laut Dalam Negeri

Merupakan kegiatan angkutan laut yang dilakukan di wilayah perairan

Indonesia yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut nasional atau

dalam arti dilakukan dengan menggunakan batas-batas kedaulatan dalam

negara.Pelayaran dalam negeri yang meliputi:

a) Pelayaran nusantara, yaitu pelayaran untuk melakukan usaha

pengangkutan antar pelabuhan Indonesia tanpa memandang jurusan

yang ditempuh satu dan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Radius pelayarannya > 200 mil laut.

41
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


46

b) Pelayaran lokal, yaitu pelayaran untuk melakukan usaha pengangkutan

antar pelabuhan Indonesia yang ditujukan untuk menunjang kegiatan

pelayaran nusantara dan pelayaran luar negeri dengan mempergunakan

kapal-kapal yang berukuran 500 m3 isi kotor ke bawah atau sama dengan

175 BRT ke bawah. Radius pelayarannya < 200 mil laut atau sama

dengan 200 mil laut.

c) Pelayaran rakyat, yaitu pelayaran nusantara dengan menggunakan

perahu-perahu layar.

5) Angkutan Laut Luar Negeri

Merupakan kegiatan angkutan laut dari pelabuhan atau terminal khusus

yang terbuka bagi perdagangan luar negeri kepelabuhan luar negeri atau dari

pelabuhan luar negeri ke pelabuhan atau terminal khusus Indonesia yang terbuka

bagi perdagangan luar negeri yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan

laut atau dalam artian dilakukan dengan pengangkutan di lautan bebas yang

menghubungkan satu negara dengan negara lain. Sedangkan pelayaran luar

negeri, meliputi:

a) Pelayaran Samudera dekat, yaitu pelayaran ke pelabuhan pelabuhan

negara tetangga yang tidak melebihi jarak 3.000 mil laut dari pelabuhan

terluar Indonesia, tanpa memandang jurusan.

b) Pelayaran Samudera, yaitu pelayaran ke dan dari luar negeri yang bukan

merupakan pelayaran Samudera dekat.

c) Angkutan laut khusus Merupakan kegiatan angkutan untuk melayani

kepentingan usaha sendiri dalam menunjang usaha pokoknya.

Universitas Sumatera Utara


47

d) Angkutan laut pelayaran rakyat Usaha rakyat yang bersifat tradisional

dan mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan angkutan di

perairan dengan menggunakan kapal layar, kapal layar bermotor,

dan/atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran

tertentu. Ketiga ruang lingkup tersebut adalah kajian utama dalam

hukum pengangkutan. Oleh karena itu jika terjadi suatu sengketa pada

ketiga ruang lingkup tersebut, maka dapatdiselesaikan dengan hukum

pengangkutan.42

E. Proses Penyelenggaraan Pengangkutan Penumpang Dalam Angkutan

Laut

Proses Penyelenggaraan pengangkutan baik orang maupun barang di laut

dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang pelayaran

(selanjutnya disebut UU NO.17/2008) yang telah mencabut UU NO.21 Tahun

1992 dari aspek pelaksanaan pelayaran dalam rangka proses pengangkutan dan

atau perpindahan orang dan barang dari dan ketempat tujuan terdiri dari satu

subjek pelaksana sebagaimana di introdusir dalam pasal 1 angka 40, 41, dan 42

yang secara kongkrit di sebut sebagai berikut :

Angka 40

Awak kapal adalah orang yang bekerja atau diperkerjakan di atas kapal

oleh pemilik operator kapal untuk meaksanakan tugas di atas kapal sesuai dengan

jabatan yang tercantum dalam buku sipil

Angka 41

42
Sudikno Mertokusumo,,Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),Yogyakarta: Liberty,
2003, Hlm. 34.

Universitas Sumatera Utara


48

Nakhoda kapal adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan

tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangn.

Angka 42

Anak buah kapal adalah awak kapal selain nahkoda

Dari rumusan norma tersebut dapat di simpulkan bahwa dalam proses

penyelenggaraan jasa moda pengangkutan laut itu sendiri terdapat lebih dari satu

pengertian subjek hukum, tentunya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya

diatur dan dibatasi sendiri baik oleh undang-undang maupun pengaturan secara

internal perusahaan jasa pelayaran itu sendiri.

Proses penyelenggaraan pengangkutan laut meliputi empat tahap, yaitu:

a. Tahap persiapan pengangkutan, meliputi penyediaan alat pengangkutan

laut dan penyerahan barang atau orang untuk diangkut;

b. Tahap penyelenggaran pengangkutan laut, meliputi kegiatan pemindahan

barang atau orang dengan alat pengangkutan laut dari tempat

pemberangkatan sampai di tempat tujuan yang disepakati;

c. Tahap penyerahan barang atau orang kepada penerima, turunnya

penumpang dan pembayaran biaya pengangkutan laut dalam hal tidak

terjadi peristiwa selama pengangkutan;

d. Tahap pemberesan atau penyelesaian persoalan yang timbul atau terjadi

selama pengangkutan laut atau sebagai akibat pengangkutan.43

43
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung,1982, hal 32.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA JASA

TRANSPORTASI LAUT

A. Tinjauan Umum Jasa Dan Perlindungan Hukum

1. Jasa Secara Umum

Perbedaan secara tegas antara barang dan jasa seringkali sukar

dilakukan. Hal ini dikarenakan pembelian suatu barang seringkali

disertai dengan jasa-jasa tertentu, dan sebaliknya pembelian suatu jasa

seringkali melibatkan barang-barang yang melengkapinya.

Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Kotler dan Keller

yang mengemukakan mengenai pengertian dari jasa yang diuraikan sebagai

berikut :

“A service is any act or performance that one party can offer to another that

is essentially intangible and does not result in the ownership af anything. Its

production may or may not be tied to a physical product.”

Hal tersebut menyatakan bahwa jasa merupakan tindakan (performance)

yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang secara prinsip dan tidak

menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa terkait dan juga

tidak terkait pada suatu produk fisik.44

Menurut Zeithaml dan Bitner definisi jasa dikemukakan sebagai berikut :

“Include all economic activities whose output is not a physical product or

construction, is generally consumed at the time it is produced, and provides

44
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 53

49

Universitas Sumatera Utara


50

added value in forms (such as convinience, amusement, timelines, comfort

or healt) that are essentially intangible concerns of its first purchaser”

Hal itu menjelaskan bahwa jasa merupakan suatu tindakan pemindahan

(deeds), proses (process) dan kinerja (performance) atau dengan kata lain, jasa

merupakan suatu proses tindakan yang diwujudkan melalui kerja orang-orang atau

suatu pihak ke pihak lain dan tidak menyebabkan terjadinya pemindahan dalam

kepemilikan. Sejalan dengan pendapat di atas, Payne menjelaskan, bahwa jasa

merupakan kegiatan yang memiliki beberapa unsur ketak berwujudan

(intangibility), serta melibatkan beberapa interaksi yang dilakukan secara langsung

antara pelanggan dsengan properti dalam perolehannya dan tidak menimbulkan

adanya perpindahan kepemilikan, selain itu dalam aktivitas jasa dapat saja

menyebabkan terjadinya perubahan kondisi yang mungkin saja terjadi dalam

memproduksi jasa secara berkaitan atau dapat pula tidak dengan produk secara

fisik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jasa menurut Payne adalah

sesuatu yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut ;

1) Suatu yang tidak berwujud, tetapi dapat memenuhi kebutuhan konsumen.

2) Proses produksi jasa dapat menggunakan atau tidak menggunakan bantuan

suatu produk fisik.

3) Jasa tidak mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikan.

4) Terdapat interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa. 45

Suatu perusahaan yang bergerak dalam sektor jasa dalam menyusun

kebijakan pemasarannya harus dipertimbangkan berbagai karakteristik (ciri-ciri)

45
Ibid, hal 54.

Universitas Sumatera Utara


51

yang dimiliki oleh jasa. Menurut Kotler dan Keller, Jasa memiliki karakteristik

berbeda yang sangat mempengaruhi desain program pemasaran, yaitu:

1. Intangibility

Intangibility yang berarti tidak berwujud adalah merupakan sifat dari jasa

yang paling utama. karena jasa bersifat tidak berwujud maka jasa tidak dapat

dilihat, dirasakan, diraba didengar atau dicium sebelum terjadi transaksi pembelian.

Dalam memasarkan jasa yang bersifat abstrak kita harus mampu menempatkan

bukti fisik dan gambaran pada penawaran abstrak mereka, keberwujudan dari suatu

jasa dapat direspon oleh pelanggan melalui kompetensi dari orang-orang yang

terlibat dalam proses jasa, peralatan yang digunakan dalam penyajian jasa, tempat

atau lokasi penyajian jasa, harga yang ditawarkan dan lain-lain, yang kesemuanya

itu merupakan suatu refleksi yang akan memberikan stimuli dalam kesatuan

pemikiran (mind set) pelanggan, agar tertarik untuk menggunakan jasa yang

ditawarkan.

2. Inseparibility

Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi sekaligus. Jika seseorang

memberikan jasa maka penyedia jasa menjadi bagian dari jasa itu. Karena yang

menerima jasa (konsumen) sering hadir ketika jasa itu dibuat, maka interaksi

penyedia jasa dan penerima jasa merupakan fitur khusus dalam pemasaran jasa.

3. Variability

Kualitas jasa tergantung pada siapa yang menyediakannya, kapan dan

dimana, kepada siapa, jasa sangat bervariasi. Menurut Kotler dan Keller dalam hal

pengendalian mutu, perusahaan jasa dapat menjalankan tiga langkah; pertama

Universitas Sumatera Utara


52

melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan karyawan yang baik. Kedua,

melakukan standarisasi proses kinerja jasa di seluruh organisasi tersebut. Ketiga,

memantau kepuasan pelanggan melalui sistem pesan, survei pelanggan dan

perbandingan belanja sehingga pelayanan yang kurang baik dapat diseleksi dan

diperbaiki.

4. Perishability

Jasa tidak dapat disimpan, keadaan tidak tahan lama dari jasa tidak menjadi

masalah bila permintaan stabil, karena mudah dilakukan persiapan dalam

pelayanannya. Keadaan tidak tahan lama dari jasa bukan menjadi permasalahan

apabila permintaan stabil. Jika permintaan tidak stabil dalam artian berfruktuasi,

maka perusahaan jasa akan mengalami kesulitan. 46

Pada masa lalu, perusahaan jasa tertinggal di belakang perusahaan

manufaktur di bidang penggunaan pemasaran karena dianggap perusahaan jasa itu

kecil, atau merupakan bisnis profesional yang tidak menggunakan pemasaran,

atau menghadapi banyak permintaan atau sedikit persaingan. Namun tentu saja

sekarang semua sudah berubah. Menurut Kotler dan Keller, Bauran Jasa terbagi

menjadi lima kategori penawaran ;

1. Barang berwujud murni (pure tangible goods), penawaran terdiri

dari barang berwujud.

2. Barang berwujud yang disertai jasa (tangible goods with

accompanying services), penawaran yang terdiri dari barang

berwujud yang disertai dengan satu atau lebih jasa.

46
Priyambodo Nur Ardhi Nugroho, peningkatan kualitas jasa, lib.ui.ac.id, Universitas
Indonesia, diakses pada 12 maret 2019.

Universitas Sumatera Utara


53

3. Hibrida (Hybrid), penawaran terdiri dari barang dan jasa yang

sama proporsinya.

4. Jasa utama yang disertai dengan barang dan jasa kecil (major

service with accompanying minor goods and services) penawaran

terdiri dari jasa utama beserta tambahan jasa atau barang

pendukung.

5. Jasa Murni (pure service), penawaran murni terdiri dari jasa. 47

2. Perlindungan Hukum Secara Umum

Hukum hadir dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan

mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertubrukan satu sama

lain. Pengkoordinasian kepentingan-kepentingan tersebut dilakukan dengan

cara membatasi dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut.

Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara memberikan

kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam memenuhi kepentingannya

tersebut. Pemberian kekuasaan, atau yang sering disebut dengan hak ini,

dilakukan secara terukur, keluasan dan kedalamannya. 48

Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa:

“Prinsip perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindak pemerintah


bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarahnya di Barat,
lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindugan terhadap hak-
hak asasi manusia diarahkan pada pembatasan-pembatasan dan peletakan
kewajiban pada masyarakat dan pemerintah.” 49

47
Op.cit, Satjipto Rahardjo, hlm. 55
48
Ibid, hal 57.
49
Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta, Filsafat Hukum Madzab dan Refleksi, Bandung, PT.
Remaja Rosda Karya, 1994 hlm. 64.

Universitas Sumatera Utara


54

Perlindungan hukum dalam Bahasa Inggris disebut legal protection,

sedangkan dalam Bahasa Belanda disebut rechtsbecherming. Harjono mencoba

memberikan pengertian perlindungan hukum sebagai perlindungan dengan

menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang diberikan oleh hukum,

ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu, yaitu

dengan menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut dalam sebuah hak

hukum.50 Dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum adalah perlindungan yang

diberikan dengan berlandaskan hukum dan perundang-undangan.

Perlindungan hukum bagi setiap warga negara Indonesia tanpa terkecuali,

dapat ditemukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 Untuk itu setiap produk yang dihasilkan oleh legislatif harus senantiasa

mampu memberikan jaminan perlindungan hukum bagi semua orang, bahkan

harus mampu menangkap aspirasi-aspirasi hukum dan keadilan yang berkembang

di masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan yang mengatur tentang

adanya persamaan kedudukan hukum bagi setiap warga negara.

Perlindugan hukum juga dapat diartikan sebagai tindakan atau upaya untuk

melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang

tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman

sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai

manusia.51

50
Harjono, 2008, Konstitusi sebagai Rumah Bangsa, Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, hlm. 357.
51
Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Tesis Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta,2004, hlm.3.

Universitas Sumatera Utara


55

Dalam Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), konsep perlindungan

hukum, yang tidak lepas dari perlindungan hak asasi manusia, merupkan konsep

Negara hukum yang merupkan istilah sebagai terjemahan dari dua istilah

rechstaat dan rule of law. Sehingga, dalam penjelasan UUD RI 1945 sebelum

amandemen disebutkan, “Negara Indonesia berdasar atas hukum, (rechtsstaat),

tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat)”. Teori Negara hukum secara

essensial bermakna bahwa hukum adalah supreme dan kewajiban bagi setiap

penyelenggara negara atau pemerintahan untuk tunduk pada hukum (subject to the

law), tidak ada kekuasaan diatas hukum (above the law), semuanya ada dibawah

hukum (under the rule of law), dengan kedudukan ini, tidak boleh ada kekuasaan

yang sewenang-wenang (arbitrary power) atau penyalahgunaan kekuasaan

(misuse of power).52

Sejarah perkembangan negara hukum berawal dari konsep pemikiran Plato

(427-347 SM) yang kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles (384-322 SM). Plato

dalam bukunya yang berjudul Politea memberikan respons terhadap kondisi

negara yang memprihatinkan karena saat itu dipimpin oleh orang-orang atas dasar

kesewenangwenangan. Ide Plato dikembangkan lebih lanjut oleh Aristoteles.

Dalam pandangannya, suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah

dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. Pandangan ini termuat dalam

karyanya yang berjudul politica. 53

52
Muh. Hasrul, 2013, Eksistensi Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah
Dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Efektif, Disertasi, Program Doktor Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin, Makasar, hlm. 15.
53
Ibid

Universitas Sumatera Utara


56

Terdapat tiga unsur dari pemerintahan berkonstitusi, yaitu:

1) pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum,

2) pemerintah dilaksanakan menurut hukum yang berdasar ketentuan-

ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang

yang mengesampingkan konvensi dan konstitusi,

3) pemerintah berkostitusi, berarti pemerintah yang dilaksanakan atas

kehendak rakyat, bukan berupa paksaan-tekanan seperti yang dilaksanakan

pemerintahan despotis. Pemikiran tentang negara hukum ini dilatari oleh

situasi dan kondisi yang sama ketika era Plato dan Aristoteles

mengemukakan idenya tentang Negara hukum, yaitu merupakan reaksi

terhadap kekuasaan yang absolut dan sewenang-wenang.54

Sementara, menurut Julius Stahl, konsep negara hukum yang disebutnya

dengan istilah „rechtsstaat‟ itu mencakup empat elemen penting, yaitu:

1) Perlindungan hak asasi manusia.

2) Pembagian kekuasaan.

3) Pemerintahan berdasarkan undang-undang.

4) Peradilan tata usaha Negara.55

Selanjutnya, A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam

setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah “The Rule of Law”, yaitu:

a. Supremasi Hukum (Supremacy of Law)

b. persamaan di depan hukum (Equality before the law)

c. proses hukum yang adil (Due Process of Law).


54
Ibid, hal 16.
55
Notohamidjojo, Makna Negara Hukum, Badan Penerbit Kristen, Djakarta,1970, hlm. 24-
28.

Universitas Sumatera Utara


57

Perumusan ciri negara hukum dari konsep rechtsstaat dan rule of law

sebagaimana dikemukan oleh Julius Stahl dan A.V. Dicey kemudian

diintegrasikan pada pencirian baru yang lebih memungkinkan pemerintah bersikap

aktif dalam melaksanakan tugas-tugasnya. 56 Perumusan kembali ciri-ciri tersebut,

antara lain, dihasilkan oleh International Comission of Jurist yang pada

konferensinya di Bangkok pada tahun 1965, mencirikan konsep negara hukum

yang dinamis atau konsep Negara hukum materiil sebagai berikut:

a. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu,

konstitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh

perlindungan atau hak-hak yang dijamin.

b. Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.

c. Adanya pemilihan umum yang bebas.

d. Adanya kebebasan menyatakan pendapat.

e. Adanya kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi.

f. Adanya pendidikan kewarganegaraan. 57

Pancasila memiliki sekurang-kurangnya empat kaedah penuntun yang harus

dijadikan pedoman dalam pembentukan dan penegakan hukum di Indonesia.

Pertama, hukum harus melindungi segenap bangsa dan menjamin keutuhan

bangsa dan karenanya tidak diperbolehkan adanya hukum-hukum yang menanam

benih-benih disintegrasi. Kedua, hukum harus mampu menjamin keadilan sosial

dengan memberikan proteksi khusus bagi golongan lemah agar tidak tereksploitasi

56
A.V. Dicey, Pengantar Studi Hukum Konstitusi, Terjemahan dari Introduction to the
Study of the Law of the Constitution, Nusamedia, Bandung,2007 hlm. 254-259.
57
Mahfud MD, 2006, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta:
Pustaka LP3ES, hlm. 187

Universitas Sumatera Utara


58

dalam persaingan bebas melawan golongan yang kuat. Ketiga, hukum harus

dibangun secara demokratis sekaligus membangun demokrasi sejalan dengan

nomokrasi (Negara hukum). Keempat, hukum tidak boleh diskriminatif

berdasarkan ikatan primordial apapun dan harus mendorong terciptanya toleransi

beragama berdasarkan kemanusian dan keberadaban.58

B. Perkembangan Pemakai Jasa Transportasi Laut

Kedatangan dan keberangkatan penumpang di 25 pelabuhan strategis

Angkutan laut merupakan salah satu moda transportasi yang digunakan untuk

mendukung mobalitas penduduk yang semakin tinggi, terutama untuk wilayah

wilayah yang tidak bias dijangkau dengan moda darat ataupun udara. Tingginya

pemakai jasa angkutan laut tercermin dari banyaknya penumpang yang datang

ataupun berangkat di suatu pelabuhan.

Tabel 3.1 Banyaknya penumpang pelayaran dalam negeri dan luar negeri yang
berangkat dan datang di 25 pelabuhan strategis
No Provinsi No Pelabuhan Datang Berangkat

2016 2017 2016 2017

1 Aceh 1 Lhoksemawe
0 0 0 0
2 Sumatera 2 Belawan
73604 58616 66998 72941
Utara
3 Sumatera 3 Teluk Bayur
0 24 0 563
Barat
4 Riau 4 Dumai
208328 195609 241500 233541
5 Pekan Baru
0 0 0 5900
5 Sumatera 6 Palembang
46985 37381 50090 29743
Selatan
6 Lampung 7 Panjang
0 0 0 0
7 Kepulaun Riau 8 Tanjung Pinang
751591 905035 756843 922996
9 Batam
4403888 4353896 4543672

58
Mahfud MD, Op, Cit., hlm. 56.

Universitas Sumatera Utara


59

8 Dki Jakarta 10 Tanjung Priok


158255 125859 129456 107931
9 Jawa Tengah 11 Tanjung Emas
202578 139540 210199 141905
10 Jawa Timur 12 Tanjung Perak
334417 251482 321571 285404
11 Banten 13 Banten
0 0 0 0
12 Bali 14 Benoa
333964 391217 334541 394390
13 Nusa 15 Tenau
Tenggara 133548 175259 134244 168738
Timur
14 Kalimantan 16 Pontianak
98671 574222 84093 43929
Barat
15 Kalimantan 17 Banjarmasin
44768 22162 26431 25582
Selatan
16 Kalimanan 18 Balik Papan
213320 161907 201527 131974
Timur
19 Samarinda
34258 27949 84509 69876
17 Sulawesi 20 Bitung
50953 51629 46011 38192
Utara
18 Sulawesi 21 Makassar
373519 300844 482177 316189
Selatan
19 Maluku 22 Ambon
245165 236280 220838 245902
20 Papua Barat 23 Sorong
175070 154503 217941 137297
21 Papua 24 Jaya Pura
132989 112477 95741 105680
25 Biak
48506 65772 49092 65799
Total 25 Pelabuhan Strategis
8064377 7963793 8107698 8088144
Total Seluruh Pelabuhan 2176136 2282892
21229828 22087616
2 4

Keterangan :

1. Tanjung Pinang meliputi Sri Pintan Pura, Sri Payung Batu Anam, dan Sri

Bayintan Kijang yang merupakan pelabuhan yang di usahakan

2. Batam meliputi Batam Centre, Kabil/Tenaga Punggur, Sekupang, Batu

Ampar, Tanjung Uncang, Teluk Senimba, Harbour Bay dan Nongsa yang

merupakan pelabuhan yang tidak di usahakan

Universitas Sumatera Utara


60

3. Total seluruh Pelabuhan = jumlah pelabuhan yang di usahakan + jumlah

pelabuhan yang tidak di usahakan .

Tabel 0.1 menunjukan kedatangan dan keberangkatan penumpang di 25

pelabuhan strategis tahun 2016 dan 2017, berbeda dengan angkutan barang,

proporsi angkutan,proporsi angkutan penumpang di 25 pelabuhan strategis

hanya 36,06 persen untuk kedatangan dan 35,43 persen untuk keberangkatan

penumpang pada tahun 2017 di 25 pelabuhan strategis mengalami penurunan

masing-masing sebesar 1,25 persen dan 0,24 persen.

Kenaikan jumlah penumpang berangkat maupun datang dari total seluruh

pelabuhan memberikan gambaran bahwa angkutan laut masi menjadi moda

angkutan yang diminati masyarakat pada tahun 2017, terutama yang bertempat

tinggal di wilayah perairan atau kepulauan seperti masyarakat yang tinggal di

provisi kepulauan Riau.

Pelabuhan batam tercatat merupakan pelabuhan dengan jumlah

penumpang paling tinggi yaitu 4,49 juta penumpang datang dan 4,54 juta

penumpang berangkat. Sementara itu, pelabuhan dengan jumlah penumpang

terendah yaitu pelabuhan Teluk Bayur dengan 24 penumpang datang dan 563

penumpang berangkat

Jumlah penumpang paling tinggi di antara empat pelabuhan utama tercatat

di pelabuhan Makassar dengan 300.844 penumpang datang dan 316.189

penumpang berangkat. Pada urutan berikutnya yaitu pelabuhan tanjung priok

dengan 125.859 penumpang datang dan 107.931 penumpang berangkat, serta

Universitas Sumatera Utara


61

pelabuhan Belawan dengan 58.616 penumpang datang dan 72.941 penumpang

berangkat.59

C. TANGGUNG JAWAB PENYEDIA JASA TRANSPORTASI LAUT

Berdasarkan amanat yang telah ada dalam UU No 17 Tahun 2008 tentang

Pelayaran mengenai kewajiban dan Tanggung Jawab Pengangkut yakni :

Pasal 38 Wajib Angkut

1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau

barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian

pengangkutan.

2) Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan

dengan karcis penumpang dan dokumen muatan.

3) Dalam keadaan tertentu Pemerintah memobilisasi armada niaga nasional.

Pasal 40 Tanggung Jawab Pengangkut

1) Perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap

keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang

diangkutnya.

2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan

kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen

muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah

disepakati.

59
BPS, statistik transportasi laut 2016-2017, http,//www.bps.go.id, 2017, diakses 21
Februari 2018.

Universitas Sumatera Utara


62

Pasal 41

1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan

sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa:

a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;

b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;

c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut;

atau

d. kerugian pihak ketiga.

2) Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya,

perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh

tanggung jawabnya.

3) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung

jawabnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melaksanakan asuransi

perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 42

1) Perusahaan angkutan di perairan wajib memberikan fasilitas khusus dan

kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah usia 5

(lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia.

2) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan.

Universitas Sumatera Utara


63

Managemen keselamatan yang di atur di dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 2 Tahun 1996 dari perusahaan pelayaran antara lain meliputi :

a) Menyediakan peralatan keselamatan dalam operasi kapal dan keselamatan

lingkungan kerja

b) Menciptakan perlindungan atas semua resiko yang mungkin akan terjadi

atau yang di ketahui

c) Secara terus menerus meningkatkan keterampilan managemen

keselamatan dari personil darat dan kapal, termaksuk dalam keadaan

darurat yang ada hubungannya dengan keselamatan perlindungan

lingkungan.

Adapun alat-alat keselamatan sebagai mana yang diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 20 tahun 2010 tentang Angkutan Perairan di antaranya adalah

sebagai berikut :

1) Sekoci penolong

2) Sekoci

3) Alat penolong

4) Tangga untuk memasuki sekoci penolong

5) Pelampung penolong

6) Pakaian perlindungan hawa?air dingin

7) Jaket pelampung tambahan

8) Peluncur untuk meninggalkan kapal

9) Radio untuk sekoci

10) Alat pelempar tali

Universitas Sumatera Utara


64

11) Tempat penyimpanan alat – alat yang di pergunakan dalam keadaan

darurat

12) Baju petugas pemadaman kebakaran

13) Pom pemadam darurat

14) Tabung tabung pemadam kebakaran yang dapat di jinjing / dibawa

15) Tabung-tabung pemadam api sistem tetap

16) Penutup ventilasi secara darurat

17) Mesin genator darurat

18) Lemari penyimpan alat-alat obat/ p3k

19) Pintu kedap air

20) Pintu tahan air

21) Sekat-sekat tahan api

22) Pesawat telfon darurat

23) Lonceng-lonceng tanda bahaya

24) Alat-alat bantuan pernapasan darurat

25) Peralatan untuk menangani tumpahan minyak

26) Ruang control keselamatan

27) Peralatan menanggulangi keselamatan

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

EFEKTIFITAS UU NO 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

TERHADAP KESELAMATAN PENUMPANG TRANSPORTASI LAUT

(STUDI PADA PT.ASDP INDONESIA FERRY)

A. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Kapal

Penyeberangan Di Indonesia

Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pengguna jasa kapal

penyeberangan/penumpang pelayaran memiliki pihak-pihak yang dalam dalam hal

ini bertanggung jawab secara hukum ialah sebagai berikut :

1.syahbandar

Keselamatan pelayaran tidak terlepas dari peran Syahbandar karena persoalan

terbesar terjadinya kecelakaan pelayaran diawali dari diabaikannya prosedur atau

dengan kata lain Syahbandar tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya.

Keberadaan Syahbandar merupakan manisfestasi dari bentuk kehadiran

Pemerintah dalam lalu lintas laut sehingga selain hubungan hukum privat maka

hubungan hukum publik pun nyata ada dalam sistem transportasi laut, sehingga

seluruh aktifitas pelayaran diatur oleh pemerintah sebagaimana diatur pada

undang-undang Nomor 17 Tahun 2008.60 Dalam Undang tersebut telah diatur

secara tegas tugas dan tanggung jawab dari Syahbandar.

Syahbandar sebagai pejabat tertinggi dalam kepelabuhan tentunya memiliki

kewenangan yang besar yang diberikan oleh aturan hukum Indonesia, oleh

60
Op.cit, Hari Utomo,hal 64

65

Universitas Sumatera Utara


66

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran memiliki tugas sebagai

berikut :

1) mengawasi kelaiklautan kapal, keselamatan, keamanan, dan ketertiban

dipelabuhan;

2) mengawasi tertib lalu lintas kapal diperairan pelabuhan dan alur

pelayaran.

3) mengawasi kegiatan alih muat diperairan pelabuhan;

4) mengawasi pemanduan mengawasi kegiatan penundaan kapal;

5) mengawasi kegiatan pekerjaan bawah air dan salvage;

6) mengawasi bongkar muat barang berbahaya;

7) mengawasi pengisian bahanbakar;

8) mengawasi pengerukan danrekalmasi; dan

9) mengawasi kegiatan pembangunan fasilitas pelabuhan.

2. Nahkoda

Nakhoda kapal mempunyai peranan penting dalam kapal, karena yang

mengemudikan kapal tersebut selamat sampai tempat tujuan. Nakhoda kapal

memikul tanggung jawab penting dalam sebuah kapal. Tugas seorang Nakhoda

kapal adalah bertanggung jawab ketika membawa sebuah kapal dalam

pelayaran, baik itu dari pelabuhan satu menuju ke pelabuhan lainnya dengan

selamat. Tanggung jawab itu meliputi keselamatan seluruh penumpang atau

barang yang ada dalam kapal. Nakhoda wajib mentaati dengan seksama

peraturan yang lazim dan ketentuan yang ada untuk menjamin kesanggupan

berlayar dan keamanan kapal, keamanan para penumpang dan pengangkutan

Universitas Sumatera Utara


67

muatannya. Ia tidak akan melakukan perjalanannya, kecuali bila kapalnya

untuk melaksanakan itu memenuhi syarat, dilengkapi sepantasnya dan diberi

anak buah kapal secukupnya. Nakhoda wajib memberi pertolongan kepada

orang-orang yang ada dalam bahaya yang berada dalam kapal. Nakhoda tidak

boleh meninggalkan kapalnya selama pelayaran atau bila ada bahaya

mengancam

Kalau melihat hal tersebut di atas maka secara singkat tanggung jawab dari

seorang Nakhoda kapal adalah sebagai berikut :

1) memperlengkapi kapalnya dengan sempurna;

2) mengawaki kapalnya secara layak sesuai prosedur/aturan;

3) membuat kapalnya layak laut (seaworthy);

4) bertanggung jawab atas keselamatan pelayaran;

5) bertanggung jawab atas keselamatan para pelayar yang ada diatas

kapalnya; dan

6) mematuhi perintah pengusaha kapal selama tidak menyimpang dari

peraturan perundangundangan yang berlaku.61

3. Perusahaan

Bagaimanapun kecakapan seluruh awak kapal dalam menempuh suatu

pelayaran, resiko akan terjadinya kecelakaan kapal ditengah laut tetap ada.

Sehingga dibutuhkan pengawasan yang baik dan ketat atas sebuah kapal dalam

pelayaran. Pengawasan terhadap keselamatan (safety) dari Perusahaan

Pelayaran terhadap kapal yang berlayar telah diatur dalam International Safety

61
Ibid hal 66-68

Universitas Sumatera Utara


68

Management Code (ISM Code) yaitu merupakan aturan standar internasional

tentang manajemen keselamatan dalam pengoperasian kapal serta upaya

pencegahan/ pengendalian pencemaran lingkungan. Sesuai dengan kesadaran

terhadap pentingnya faktor manusia dan perlunya peningkatan manajemen

operasional kapal dalam mencegah terjadinya kecelakaan kapal, manusia,

muatan barang/ cargo dan harta benda serta mencegah terjadinya pencemaran

lingkungan laut, maka IMO mengeluarkan peraturan tentang manajemen

keselamatan kapal & perlindungan lingkungan laut yang dikenal dengan ISM

Code yang juga dikonsolidasikan dalam SOLAS Convention. Pada dasarnya

ISM Code mengatur adanya manajemen terhadap keselamatan (safety) baik

Perusahaan Pelayaran maupun kapal termasuk SDM yang menanganinya.

Untuk Perusahaan Pelayaran, harus ditunjuk seorang setingkat Manajer yang

disebut DPA (Designated Person Ashore/Orang yang ditunjuk di darat). Ia

bertanggung jawab dan melakukan pengawasan terhadap keselamatan (safety)

dari Perusahaan Pelayaran tersebut. Manajer penanggung jawab ini harus

bertanggung jawab dan mempunyai akses langsung kepada Pimpinan tertinggi

(Direktur Utama/Pemilik Kapal) dari Perusahaan Pelayaran tersebut.62

4. Peran KNKT

Komite Nasional Keselamatan Transportasi, disingkat KNKT (bahasa

Inggris: National Transportation Safety Committee, disingkat NTSC) adalah

62
Ibid hal 69

Universitas Sumatera Utara


69

sebuah lembaga pemerintahan nonstruktural Indonesia yang melaksanakan

tugas dan fungsi investigasi kecelakaan transportasi. 63

Dalam ketentuan Pasal 256 tentang Investigasi Kecelakaan, Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran kapal dinyatakan bahwa:

1) investigasi kecelakaan kapal dilakukan oleh Komite Nasional

Keselamatan Transportasi untuk mencari fakta guna mencegah

terjadinya kecelakaan kapal dengan penyebab yang sama;

2) investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat

3) dilakukan terhadap setiap kecelakaan kapal; dan

4) investigasi yang dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan

Transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak untuk

menentukan kesalahan atau kelalaian atas terjadinya kecelakaan

kapal.

Komisi ini bertanggung jawab untuk melakukan investigasi atas

kecelakaan transportasi baik darat, laut maupun udara kemudian memberikan

usulan-usulan perbaikan agar kecelakaan yang sama tidak lagi terjadi pada masa

depan. KNKT melakukan investigasi kecelakaan didasarkan pada aspek legalitas

berupa Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dan Keputusan

Presiden Nomor 105 Tahun 1999, yang didalamnya mengatur tugas pokok dan

fungsinya :

1) melakukan investigasi dan penelitian yang meliputi analisis dan

evaluasi sebab-sebab terjadinya kecelakaan transportasi;

63
Ibid

Universitas Sumatera Utara


70

2) memberikan rekomendasi bagi penyusunan perumusan

kebijaksanaan keselamatan transportasi dan upaya pencegahan

kecelakaan transportasi;

3) melakukan penelitian penyebab kecelakaan transportasi dengan

bekerja sama dengan organisasi profesi yang berkaitan dengan

penelitian penyebab kecelakaan transportasi.

5. Mahkamah Pelayaran

Mengingat pentingnya lalu lintas perkapalan maka Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mengamanatkan agar setiap kecelakaan

kapal yang terjadi dilakukan pemeriksaan kode etik profesi Nakhoda dan/atau

awak kapal lainnya oleh pejabat yang berwenang yaitu Mahkamah Pelayaran.

Pertanggungjawaban atas tenggelamnya kapal atau terjadinya kecelakaan kapal

memerlukan penanganan melalui lembaga yang cukup istimewa. Pemeriksaan

kecelakaan kapal yang dimaksud diatas dilakukan untuk mengetahui sebab-

sebab terjadinya kecelakaan kapal dan/atau menentukan ada atau tidaknya

kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi kepelautan yang

dilakukan oleh Nakhoda atau pemimpin kapal dan/atau perwira kapal. 64

Dengan demikian berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut dapat ditempuh

langkahlangkah yang diperlukan guna mencegah terjadinya kecelakaan kapal

dengan sebab-sebab kecelakaan kapal yang sama dan bertujuan sebagai satu

bentuk pembinaan dan pengawasan bagi tenaga profesi kepelautan. Sebagai

negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia belum memiliki Mahkamah

64
Ibid hal 72

Universitas Sumatera Utara


71

Maritim atau Admiralty Court seperti di negara-negara lain. Mahkamah

Pelayaran yang ada saat ini hanya mampu memberikan penindakan.65

Pelaksanaan perlindungan hukum tersebut haruslah memerhatikan hal hal sebagai

berikut :

1. Sumber Daya Awak Kapal

Sekalipun kondisi kapal prima, namun bila tidak dioperasikan oleh personal

yang cakap dalam melayarkan kapal, dan memiliki pengetahuan yang memadai

tentang peraturan dan kode serta petunjuk yang terkait dengan pelayaran maka

kinerjanya pun tidak akan optimal. Bagaimanapun modernnya suatu kapal yang

dilengkapi dengan peralatan-peralatan otomatis, namun bila tidak didukung

dengan sumber daya awak kapal pastilah akan sia-sia. Selain para awak kapal

harus memiliki kemampuan untuk menyiapkan kapalnya, mereka juga harus

mampu melayarkan kapal secara aman sampai di tempat tujuan Awak kapal,

terutama Nakhoda dan para perwiranya harus memenuhi kriteria untuk dapat

diwenangkan memangku jabatan tertentu di atas kapal. Karenanya, mereka harus

mengikuti pendidikan formal lebih dahulu sebelum diberi ijazah kepelautan yang

memungkinkan mereka bertugas di kapal. Awak kapal yang tahu dan sadar akan

tugas-tugasnya akan sangat menguntungkan bagi perusahaan. Jika mesin kapal

65
Ibid hal 73

Universitas Sumatera Utara


72

terawat, maka umur kapal dapat lebih panjang, ini berarti nilai depresiasi/susutan

dapat diperkecil.

2. Keselamatan dan Kelaikan Kapal

Berdasarkan UU No 17 tahun tentang Pelayaran sebagai berikut :

Ayat 32.

Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya

persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan,

kepelabuhanan dan lingkungan maritim.

Ayat 33.

Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan

keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan,

garis muat, pemuatan,kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang,status

hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal,

dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu.

Ayat 34

Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan

material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata

susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio,

elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan

pemeriksaan dan pengujian.

Indonesia merupakan Benua Maritim yang memiliki keunikan tersendiri

dalam sistem transportasi laut, namun demikian dari aspek teknik dan ekonomi,

perlu dikaji lebih mendalam, karena umur armada kapal saat ini banyak yang

Universitas Sumatera Utara


73

sudah tua, sehingga dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan yang tidak terduga,

dan dapat mempengaruhi keselamatan kapal. Kondisi kapal harus memenuhi

persyaratan material, konstruksi bangunan, permesinan, dan pelistrikan, stabilitas,

tata susunan serta perlengkapan radio/elektronika kapal dan dibuktikan dengan

sertifikat, tentunya hal ini setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian. Kapal

yang kondisinya prima, dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, serta

dinyatakan laik laut, akan lebih aman menyeberangkan orang dan barang,

sebaliknya kapal yang diragukan kondisinya cenderung menemui hambatan saat

dalam pelayaran. Jika kapal mengalami kerusakan saat di perjalanan akan

memerlukan biaya tambahan seperti biaya eksploitasi yang disebabkan terjadinya

delay. Tentu bukan hal yang mudah untuk mempertahankan kondisi kapal yang

memenuhi persyaratan dan keselamatan, pencegahan pencemaran laut,

pengawasan pemuatan, kesehatan, dan kesejahteraan ABK, karena ini semua

memerlukan modal yang cukup besar Disamping itu, usaha-usaha bisnis pelayaran

ini juga memerlukan kerjasama dan bantuan penuh dari pihak galangan kapal,

sedangkan kondisi galangan kapal saat ini juga dihadapkan pada kelesuan. Oleh

karena itu, sentuhan tangan pemerintah beserta perangkat kebijakannya sangat

diharapkan, terutama aspek permodalan dan penciptaan iklim usaha yang

kondusif, sehingga para pengusaha pelayaran dan perkapalan dapat melaksanakan

rahabilitasi, replacement maupun perluasan armada kapal.66

66
Danny Faturachman,dkk, Analisis Keselamatan Transportasi Penyeberangan Laut Dan
Antisipasi Terhadap Kecelakaan Kapal Di Merak-Bakauheni, hlm 18-19, Diakses pada 20
Februari 2019.

Universitas Sumatera Utara


74

Ketentuan Pasal 1 angka 34 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang

pelayaran, keselamatan kapal dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan

pemeriksaan dan pengujuan, bahwa sertifikat keselamatan diberikan kepada

semua jenis kapal yang berukuran lebih dari 7 GT, kecuali untuk kapal perang,

kapal negara dan kapal yang digunakan untuk setiap pengadaan, pembangunan,

dan pengerjaan kapal termaksut perlengkapannya serta saat pengeoperasian kapal

di perairan Indonesia. Terhadap kapal dengan jenis dan ukuran tertentu wajib

diklasifikasikan pada badan klasifikasi untuk dilakukan pemeriksaan dan

pengujian, sehingga kapal dinyatakan memenuhi syarat keselamatan dan diberikan

sertifikat.

3. Sarana Penunjang Pelayaran

Selain faktor teknis kapal dan sumber daya awak kapal, Sarana Bantu

Navigasi Pelayaran (SBNP) juga unsur yang sangat penting dalam keselamatan

pelayaran. Sarana ini terdiri dari rambu-rambu laut yang berfungsi sebagai sarana

penuntun bagi kapal-kapal yang sedang berlayar, agar terhindar dari bahaya-

bahaya navigasi. Station Radio Pantai juga berguna sebagai sarana bantu navigasi

pelayaran untuk memungkinkan kapal-kapal melakukan pelayaran ekonomis,

sebab tanpa instrument ini kapal harus melakukan pelayaran “memutar” guna

menghindari bahaya navigasi. 67

67
Ibid

Universitas Sumatera Utara


75

B. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Kapal Penyeberangan

Di Indonesia

Pemeriksaan kecelakaan kapal terdiri dari pemeriksaan pendahuluan

oleh Syahbandar dan pemeriksaan lanjutan oleh Mahkamah

Pelayaran. Sedangkan pada Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 245 menyatakan bahwa

: Kecelakaan kapal merupakan kejadian yang dialami oleh kapal yang

dapat mengancam keselamatan kapal dan/atau jiwa manusia berupa:

1) Kapal tenggelam

2) Kapal terbakar

3) Kapal tubrukan dan

4) Kapal kandas

Selanjutnya pada pasal 248 tentang kewajiban nahkoda melaporkan kecelakaan

kapal sebagai berikut :

Nahkoda yang mengetahui kecelakaan kapalnya atau kapal lain wajib melaporkan

kepada :

a. Syahbandar pelabuhan terdekat apabila kecelakaan kapal terjadi di dalam

wilayah perairan Indonesia, atau ;

b. Pejabat perwakilan Republik Indonesia terdekat dan pejabat pemerintah

negara setempat yang berwenang apabila kecelakaan kapal terjadi di luar

wilayah perairan Indonesia

Selanjutnya pada Pasal 256 tentang Investigasi Kecelakaan kapal dinyatakan

bahwa:

Universitas Sumatera Utara


76

1) Investigasi kecelakaan kapal dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan

Transportasi untuk mencari fakta guna mencegah terjadinya kecelakaan kapal

dengan penyebab yang sama.

2) Investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap setiap

kecelakaan kapal.

3) Investigasi yang dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak untuk menentukan kesalahan atau

kelalaian atas terjadinya kecelakaan kapal.

C. Tanggung Jawab PT.ASDP INDONESIA FERRY Dalam Melindungi

Keamanan Dan Keselamatan Penumpang

Berikut tanggung jawab PT.ASDP dalam melindungi keamanan dan

keselamatan penumpang :

1. Pemeriksaan tiket masuk pelabuhan dan tiket masuk kapal

Tanggung jawab PT.ASDP INDONESIA FERRY dalam melindungi

penumpang sudah dilakukan dari awal pada saat calon penumpang memasuki

pelabuhan dan kapal. terdapat dua tiket untuk kemudian menyeberang ke tempat

tujuan melalui PT.ASDP INDONESIA FERRY ini. yakni tiket masuk pelabuhan

dan tiket masuk ke dalam kapal. Pada saat awal penumpang akan memalui proses

pemeriksaan pada portal di pelabuhan menuju dermaga, kemudian di pintu masuk

kapal kembali dilakukan pengecekan tiket. Pengecekan ini dilakukan sebagi upaya

agar tidak terjadinya kecurangan pada saat proses pembelian tiket sehingga calon

penumpang tidak terdaftar dan tidak memiliki tiket, selain itu nama dan juga jenis

Universitas Sumatera Utara


77

kendaraan yang di bawa beserta plat nomer kendaraan juga secara terperinci di

lakukan oleh awak kapal, apakah sudah sesuai dengan yang tertera pada tiket.

Apabila setelah penumpang telah melewati proses pengecekan tiket namun tetap

masi terdapat kecurangan dan diketahui oleh awak kapal maka awak kapal akan

memberikan sanksi tegas berupa denda. selain itu penumpang yang tidak terdaftar

atau tidak memiliki bukti tiket maka pihak PT.ASDP akan terbebas dari tanggung

jawab terhadap penumpang tersebut apabila kemudian terjadi kecelakaan.

2. Perlindungan berdasarkan jenis kebutuhan

a) Penumpang berkebutuhan khusus/cacat

Sebagaimana yang telah di amanatkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2008 tentang Pelayaran pasal 63 ayat (1) menyatakan bahwa penyandang cacat

dan orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan khusus dalam

angkutan perairan oleh sebab itu pula pihak PT.ASDP Indonesia Ferry juga

menyediakan kursi roda hal ini sudah menjadi mandatory atau pun kewajiban bagi

pelaksana perusaan penyeberangan tersebut, meskipun kursi roda yang di

sediakan belum dalam jumlah banyak.

b) Ibu hamil

Di sediakan pula kursi roda, si calon ibu jugak di tanyakan akan kesehatan

dan kesiapan nya untuk berlayar apabila ada gangguan pada kesehatan ibu maka

pihak awak kapal kemudian akan meminta si ibu untuk membatal kan

keberangkatannya apabila itu mengancam keselamatan si ibu dan anak. Selain itu

juga di sedikan pelambung dengan big size dan all size sehingga akan aman dan

nyaman jika digunakan oleh ibu hamil sekalipun.

Universitas Sumatera Utara


78

c) Anak anak

PT.ASDP ferry memberikan tanggung jawab penuh terhadap anak anak

kepada orang tua atau pun walinya, selain itu apabila terjadi kecelakaan dan

proses evakuasi biasanya awak kapal akan kemudian mendahulukan anak-anak,

karna anak anak adalah subjek paling rentan. Selain itu untuk anak anak juga di

bedakan berdasarkan tiket nya, jadi untuk golongan anak-anak maka sudah khusus

dengan tiket anak anak, berbeda dengan tiket orang dewasa.

3. pihak PT.ASDP menyediakan jasa asuransi

Asuransi tersebut adalah jasa Raharja untuk jiwa dan jasa Raharja Putra

untuk kerugian. Untuk asuransi jasa raharja bagi kecelakaan luka-luka berat, luka-

luka ringan, sampai dengan kematian. Sedangkan untuk jasa raharja putra untuk

kerugian bagi penumpang yang biasanya membawa kendaraan nya. 68

Menurut Undang-Undang No.33 Tahun 1964 Pada pasal 3 ayat 1,

disebutkan bahwa ganti kerugian diberikan kepada penumpang yang sah dari

penumpang kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang, perusahaan

nasional dan kapal perusahaan perkapalan.

. Menurut Undang-Undang No.34 Tahun 1964 17 Pasal pasal 4 ayat 1 Jo

pasal 10 Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1965, dijelaskan bahwa yang berhak

mendapatkan ganti kerugian adalah setiap orang yang menjadi korban mati/cacat

tetap akibat kecelakaan yang disebabkan oleh alat angkutan lalu-lintas

jalanan/pelayaran nasional;

68
Hasil wawancara dengan bapak Hendriawan selaku general menager pada PT.ASDP
Ferry Cabang Singkil pada 06 Februari 2018

Universitas Sumatera Utara


79

Prosedur penuntutan ganti rugi adalah cara bagaimana korban atau ahli

waris dari korban kecelakaan penumpang dan kecelakaan lalu-lintas jalan yang

meninggal dunia, cacat tetap, atau yang membutuhkan biaya perawatan untuk

mendapatkan ganti rugi akibat dari kecelakaan yang dideritanya. Sehubungan

dengan terjadinya kecelakaan penumpang, maka korban atau ahli waris korban

kecelakaan penumpang dan pelayaran mengajukan tuntutan ganti rugi tersebut

kepada P.T. Jasa Raharja (Persero) 69

Sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 33

tahun 1964 dan Undang-Undang Nomor 34 tahun 1964 juncto Peraturan

Pemerintah Nomor 17 tahun 1965 dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun

1965. Tata cara di dalam pengajuan penuntutan ganti rugi korban kecelakaan

penumpang dan lalu-lintas jalan adalah sebagai berikut :

1) Tahap Pertama Ahli waris atau korban kecelakaan menghubungi P.T. Jasa

Raharja (Persero) terdekat, untuk kemudian mengajukan permohonan

santunan. Ahli waris atau korban mengisi formulir pengajuan santunan

dari P.T. Jasa Raharja (Persero) yang sudah disediakan. Di dalam formulir

pengajuan tersebut terdapat dua bagian, yaitu :

a) Bagian pertama diisi oleh ahli waris atau korban kecelakaan mengenai

nama, hubungan dengan korban, alamat, pekerjaan, jenis kelamin,

status, 22 sifat cedera.

69
Vickry Reza Sallamanda, Penyelesaian Ganti Rugi Akibat Kecelakaan Kendaraan
Bermotor Roda Dua Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 Tentang Kecelakaan Lalu-
Lintas Jalan Di Pt. Jasa Raharja (Persero) Perwakilan Jember,
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/13866/gdl%20%2824%29xx.pdf?sequenc
e=1, diakses pada tanggal 25 april 2019.

Universitas Sumatera Utara


80

b) Bagian kedua, formulir diisi oleh petugas P.T. Jasa Raharja (Persero)

yang berada di Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT),

berisi tentang kasus kecelakaan, terjadinya kecelakaan, identitas kapal

yang terlibat, identitas dan sifat cidera korban, serta kesimpulan

kecelakaan yang berisi tentang ruang lingkup jaminan.

2) Tahap Kedua Berdasarkan informasi yang diperoleh Jasa Raharja dari

korban maupun ahli warisnya dan setelah Jasa Raharja memberikan

penjelasan tentang tata cara permohonan santunan kecelakaan tersebut

kepada korban. Langkah selanjutnya korban maupun ahli waris korban

mengisi surat pengajuan santunan kecelakaan yang disediakan secara

cuma-cuma oleh P.T. Jasa Raharja (Persero), dengan melampirkan :

a) Keterangan kecelakaan lalu-lintas yang ditandatangani petugas Jasa

Raharja berupa Berita kecelakaan dari nahkoda/syahbandar dan atau

pejabat lain yang berwenang untuk kecelakaan kapal laut/sungai/danau

dan penyebrangan

b) Keterangan kesehatan dari dokter, Pusat Kesehatan Masyarakat

(PUSKESMAS) atau rumah sakit, dimana korban dirawat atau menjalani

pengobatan. Keterangan kesehatan ini berisi tentang cidera yang secara

garis besar berisi penjelasan identitas dokter yang menangani, penjelasan

tentang cidera, atau luka-luka yang diderita korban, diagnosa keadaan serta

tindakan pertolongan yang telah atau akan dilakukan terhadap korban

c) Dalam hal korban meninggal dunia, keterangan yang dilampirkan

berupa surat keterangan kematian dari dokter rumah sakit tempat korban

Universitas Sumatera Utara


81

dirawat. Khusus mengenai hal ini, kelengkapan lain yang diperlukan yaitu

keterangan ahli waris. Keterangan ini harus diisi dan ditandatangani oleh

Kepala Desa setempat atau pejabat berwenang yang menjelaskan tentang :

identitas korban dan ahli waris korban. Untuk mendapatkan santunan,

maka korban atau ahli waris korban harus memenuhi persyaratan yang

diminta oleh pihak P.T. Jasa Raharja (Persero). Untuk kelengkapan wajib

diserahkan surat-surat bukti sebagai berikut:

a) Dalam hal kematian :

1.Proses verbal polisi lalu-lintas atau lain yang berwenang tentang

kecelakaan yang telah terjadi dengan alat angkutan yang bersangkutan,

yang mengakibatkan kematian pewaris.

2. Keputusan hakim atau pihak berwajib lain yang berwenang tentang

pewarisan yang bersangkutan.

3. Surat-surat keterangan dokter dan bukti lain yang dianggap perlu guna

pengesahan fakta kematian yang terjadi, hubungan sebab musabab

kematian tersebut dengan penggunaan alat angkutan dan hal-hal yang

menentukan jumlah pembayaran dana yang harus diberikan.

b) Dalam cacat tetap atau cidera

1.Proses verbal polisi lalu-lintas atau yang lain yang berwenang tentang

kecelakaan yang telah terjadi dengan alat angkutan yang bersangkutan,

yang mengakibatkan cacat tetap/cidera pada si penuntut.

2.Surat keterangan dokter tentang jenis cacat tetap/cidera yang telah terjadi

sebagai akibat kecelakaan penumpang dan lalu-lintas jalan.

Universitas Sumatera Utara


82

3.Surat-surat bukti lain yang dianggap perlu guna pengesahan fakta cacat

tetap/cidera tersebut dengan penggunaan alat angkutan, dan hal-hal yang

menentukan jumlah pembayaran dana yang harus diberikan.

Untuk memperoleh jaminan pertanggungan kecelakaan penumpang dan

kecelakaan lalu-lintas jalan, selain keterangan di atas diperlukan juga bukti-bukti

lain yang harus dilampirkan seperti :

1) Laporan polisi berikut denah Tempat Kejadian Perkara (TKP) atau laporan

pihak yang berwenang;

2) Kuitansi biaya perawatan dan pengobatan yang asli dan sah dalam hal korban

mengalami luka-luka;

3) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas lain yang berlaku;

4) Akte Kelahiran atau Akte Kenal Lahir;

5) Surat Nikah; 24

6) Kartu Keluarga (KK);

7)Keterangan cacat tetap/cidera dari dokter.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan maka penelitian ini

memberikan pokok-pokok kesimpulan sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan pengangkutan penumpang dalam angkutan laut adalah

sebagai berikut :

a) Tahap persiapan pengangkutan, meliputi penyediaan alat pengangkutan

laut dan penyerahan barang atau orang untuk di angkut.

b) Tahap penyelenggaraan pengangkutan laut, meliputi kegiatan pemindahan

barang atau orang dengan alat pengangkutan laut dari empat

pemberangkatan sampai dengan tempat tujuan yang di sepakati.

c) Tahap penyerahan barang atau orang kepada penerima, turunnya

penumpang dan pembayaran biaya pengangkutan laut dalam hal tidak

terjadi peristiwa selama pengangkutan.

d) Tahap pemberesan atau penyelesaian persoalan yang timbul atau terjadi

selama pengangkut laut atau sebagai akibat pengangkutan.

2. Bentuk perlindungan hukum bagi penumpang transportasi laut adalah sebagai

berikut :

a) Menyediakan peralatan keselamatan dalam operasi kapal dan keselamatan

lingkungan kerja

83
Universitas Sumatera Utara
84

b) Menciptakan perlindungan atas semua resiko yang mungkin akan terjadi

atau yang di ketahui

c) Secara terus menerus meningkatkan keterampilan managemen

keselamatan dari personil darat dan kapal, termaksuk dalam keadaan

darurat yang ada hubungannya dengan keselamatan perlindungan

lingkungan.

3. Penerapan Efektifitas UU No 17 tahun 2008 tentang pelayaran terhadap

keselamatan penumpang transportasi laut

a) Pihak-pihak yang bertanggung jawab secara hukum yakni

syahbandar,nahkoda,awak kapal,perusahaan , KNKT, dan juga Mahkamah

Pelayaran dalam hal ini harus terus mengoptimalkan fungsi nya dan terus

menerus mengoptimalkan sumber daya mereka dalam kesematan dan

keamanan pelayaran dan juga melengkapi sarana penunjang pelayaran.

b) Prosedur ganti rugi adalah cara bagaimana korban atau ahli waris dari

korban kecelakaan penumpang dan kecelakaan lalu-lintas jalan yang

meninggal dunia, cacat tetap, atau yang membutuhkan biaya perawatan

untuk mendapatkan ganti rugi akibat dari kecelakaan yang dideritanya.

Sehubungan dengan terjadinya kecelakaan penumpang dan lalu-lintas

jalan, maka korban atau ahli waris korban kecelakaan penumpang dan

lalu-lintas jalan, mengajukan tuntutan ganti rugi tersebut kepada P.T. Jasa

Raharja (Persero) sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh undang-

Undang Nomor 33 tahun 1964 dan UndangUndang Nomor 34 tahun 1964

juncto Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1965 dan Peraturan

Universitas Sumatera Utara


85

Pemerintah Nomor 18 tahun 1965. Untuk memperoleh jaminan

pertanggungan kecelakaan penumpang dan kecelakaan lalu-lintas jalan,

selain keterangan di atas diperlukan juga bukti-bukti lain yang harus

lampiran;

B. SARAN

1. Dalam pelaksanaan di laut yang dilakukan oleh PT.ASDP Indonesia Ferry

Cabang Singkil hendaknya selalu mengutamakan Tanggung jawab serta

keselamatan awak kapal dan penumpang walaupun mekanisme di

lapangan masih menggunakan proses manual hingga mengurangi

kecelakaan yang di sebabkan oleh human eror

2. perusahaan pelayaran PT.ASDP Indonesia Ferry juga harus dapat

memenuhi ketetuan-ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran didalam pengoperasiannya

3. Agar pemerintah juga melakukan sosialisi lebih kepada masyarakat

mengenai Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tetang Pelayaran agar

masyarakat dapat mengetahui dasar hukum, hak dan kewajiban mereka

sebagai pengguna jasa angkutan laut.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Anantyo,Sendy, Diponogoro Law Review volume 1 Nomor 4 Tahun 2012

(Pengangkutan Memalui Laut), Semarang, Universitas Diponogoro. S.

Al Bram, Djafar, 2011, Pengantar Hukum Pengangkutan Laut (Buku

II),Tanggung Jawab Pengangkut, Asuransi, Dan Incoterm, Seri Buku Ajar,

Jakarta selatan

Azwar, Saifuddin , 2010, Metode Penelitian, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Dicey, A.V, 2007,Pengantar Studi Hukum Konstitusi, Terjemahan dari

Introduction to the Study of the Law of the Constitution, Bandung.

Nusamedia.

Fathoni, Abdurrahman, Metodelogi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi,

Jakarta, Rineka Cipta. 2006

Harahap,M. Yahya, , Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.1982

Hartono, Sri Rajeki, 1980, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat,

Semarang, Universitas Diponegoro,

Harjono, 2008, Konstitusi sebagai Rumah Bangsa, Sekretariat Jenderal dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

HMN. Purwosutjipto, 1993, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Hukum

Pelayaran Laut dan Perairan Darat), Jilid 5 (b), Jakarta, Djambatan.

Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta, 1994 Filsafat Hukum Madzab dan Refleksi,

Bandung, PT. Remaja Rosda Karya.

86

Universitas Sumatera Utara


87

Mertokusumo, Sudikno, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta,

Liberty

Muhammad, Abdulkadir, 1994, hukum Pengangkutan Darat,Laut Dan Udara,

Bandung,Citra Aditya Bakti.

Muh. Hasrul, 2013, Eksistensi Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat di

Daerah Dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Efektif, Disertasi,

Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makasar.

Mertokusumo, Sudikono, 2003 Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),Yogyakarta,

Liberty.

MD, Mahfud, 2006,Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta,

Pustaka LP3ES.

Ningrum, Lestari, 2004, Usaha Perjalanan Wisata dalam Perspektif Hukum

Bisnis, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti.

NurBaiti, Siti, 2009, Hukum Pengangkuan Darat (jalan dan kereta api),

Universitas Trisakti, Jakarta Barat

Notohamidjojo, 1970, Makna Negara Hukum, Badan Penerbit Kristen, Djakarta.

Punaji Setyosari, 2010, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan,

Jakarta, Kencana.

Rahardjo, Satjipto, 2000, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti.

Soegiejatna, Tjakranegara, 1995. Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang,

Bandung, Rineka Cipta,

Soemitro, Ronny Hanitijo, 2003, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,

Jakarta,Ghalia Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


88

Setiono, 2004, Rule of Law (Supremasi Hukum),Tesis Magister Ilmu Hukum

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Sunggono, Bambang, 2003, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu

Pengantar),Jakarta, Penerbit PT.Raja Grafindo Persada.

Soekanto,Soerjono, 2001, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Penerbit UI

Press.

Uli, Sinta, 2006 Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport

Angkutan Laut, Angkutan Darat Dan Angkutan Udara, USU press,

Medan.

Widagdo,Setiawan, 2012, Kamus Hukum, Jakarta, PT. Prestasi Pustaka.

B. Perundang-Undang

Undang-Undang No 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

Undang-Undang No 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran

Undang-Undang No 30 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib

Kecelakaan

Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan Perairan

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1996 Tentang Managemen Keselamatan

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

C. Jurnal/website/Artikel

Agnes Usindi T. Soekotjo, Aspek-Aspek Hukum Tanggung Jawab Pengangkut

Laut dalam Pengangkutan Penumpang di Indonesia (Studi Kasus PT.

Pelayaran

Universitas Sumatera Utara


89

Nasional)Indonesia,http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.js

p?id=79966, Diakses pada 20 Februari 2019.

Muhammad Ihsan Keselamatan Transportasi Laut,kajian hukum internasional

terkait keselamatan, www.academia.edu, Universitas Internasional Batam,

diakses pada 9 Februari 2019.

Budi Hartono Susilo, mengamati Keselamatan Penumpang angkutan sungai dan

danau ,jurnal.unej.ac.id, Bandung, diakses pada 9 Oktober 2019.

Ebta Setiawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id/angkut, di

Akses Pada Tanggal 9 Februari 2019.

Johny Malisan, Keselamatan Transportasi Laut Pelayaran Rakyat,

digilib.unhas.ac.id, Makassar, Universitas Hasanuddin, diakses pada 11

Februari 2019

Sutrisno Hadi, Metodologi Research untuk Penulisan Paper, Skripsi, Tesis, dan

Disertasi, books.gogle.id, Yokyakarta, diakses pada 9 Februari 2019.

Dedy Daulay, Tugas Dan Tanggung Jawab Awak Kapal,

bukudaulay.wordpress.com, diakses pada 26 Februari 2019.

Danny Faturachman,dkk, Analisis Keselamatan Transportasi Penyeberangan

Laut Dan Antisipasi Terhadap Kecelakaan Kapal Di Merak-Bakauheni, ,

Diakses pada 20 Februari 2019

Sendy Anantyo, dkk, Pengangkutan Melalui Laut, http://ejournal-

s1.undip.ac.id/index.php/dlr, Diakses pada 20 Februari 2019.

Syamsudin,M, Urgensi Pembaruan Commercial Code di Bidang Pelayaran Guna

Menjamin Perlindungan Hukum Konsumen1 (Studi Perbandingan di

Universitas Sumatera Utara


90

Portklang Malaysia),

http://bpkn.go.id/uploads/document/7edb385a9a1868725e9a0ca84ea527cd

b7ee4c0f.pdf, Yogyakarta, diakses pada 18 Februari 2018.

Utomo, Utomo, Siapa Yang Bertanggung Jawab Menurut Hukum Dalam

Kecelakaan Kapal

http://ejurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/dowload/75/pdf,

Universitas Pertahanan,diakses pada 21 Maret 2019.

Pusjianmar, konsep Negara Maritime dan Ketahanan Nasinal,

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/chaptep%201.pdf:

jsessionid=3FE819D6B84CB3B609B872F58D0E951B?sequence=5 , diakses

pada 9 Februari 2019

D. WAWANCARA

Hasil wawancara dengan bapak Hendriawan selaku general menager pada

PT.ASDP Ferry Cabang Singkil pada 06 Februari 2018

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai