Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Masyarakat tidak dapat berfungsi tanpa aturan yang memberitahukan
mengenai bagaimana berkomunikasi satu sama lain, bagaimana menghindari
untuk menyakiti orang-orang lain, dan bagaimana bergaul dalam kehidupan pada
umunya. Anak-anak dengan remaja memiliki pemahaman berbeda mengenai
peraturan.Begitu juga remaja memiliki pandangan yang berbeda dengan orang tua
dan sebaliknya.Hal ini menunjukkan bahwa adanya perkembangan dalam
penalaran dan moral dari setiap individu.
Dari berbagai individu yang menunjukkan semua perbedaan dari setiap
tingkah dan perilakunya akan dibahas melalui teori-teori tentang perkembangan
moral. Perkembangan moral ini merupakan salah satu topik pembahasan tertua
bagi mereka yang tertarik pada perkembangan manusia atau setiap individu.
Pada zaman ini, kebanyakan orang memiliki pendapat yang kuat, tidak hanya
tentang perilaku moral dan immoral, akan tetapi seharusnya perilaku moral
ditanamkan pada anak-anak.
1.2.Tujuan
1. Makalah ini di buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas rutin mata kuliah
perkembangan peserta didik
2. Makalah ini di buat dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman pembaca
tentang perkembangan moral remaja usia sekolah menengah.
1.3.Manfaat
1. Mengetahui dan memahami pengertian perkembangan moral remaja
2. Mengetahui dan memahami tahap - tahap perkembangan emosi remaja
3. Mengetahui dan memahami hubungan moral dan tingkah laku
4. Mengetahui dan memahami ciri ciri perkembangan moral
5. Mengetahui dan memahami faktor faktor yang mempengaruhi
perkembangan moral
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Moral
Moral adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam
tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut
amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi
individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral
dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki
moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar
yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin
dihormati oleh sesamanya.
Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh.
Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral
adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan
manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang
berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan
lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik,
begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Setiap
budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai
yang berlaku dan telah terbangun sejak lama.
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan
dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam
interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral
yang disebut dengan immoral.Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang
siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi
dengan orang lain misalnya dengan orang tua, saudara, teman sebaya dan guru,
anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan
dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.tentang baik
buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Moral
berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar
dan yang salah.Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah
laku.Oleh sebab itu mereka akan melakukan suatu tindakan, dimana tindakan
tersebut akan ternilai sebagai tindakan moral yang ternilai baik atau sebaliknya.
Disamping adanya perkembangan sosial, anak-anak usia pra sekolah juga
mengalami perkembangan moral. Adapun yang dimaksud dengan perkembangan
moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang
lain. Saat anak anak dilahirkan tidak memiliki immoral, namun mereka
memiliki potensi moral yang siap dikembangkan. Melalui pengalaman
berinteraksi dengan orang lain, mereka akan belajar memahami tentang perilaku
mana yang baik dan yang buruk.

2.2.Bentuk bentuk
Berikut ini beberapa proses pembentukan prilaku moral dan sikap anak.
1) Imitasi
Imitasi berarti peniruan sikap, cara pandang, serta tingkah laku orang lain
yang dilakukan dengan sengaja oleh anak. Pada umumnya anak mulai
mengadakan imitasi sejak usia 3 tahun, yaitu meniru perilaku orang lain yang ada
disekitarnya. pada umumnya anak suka menirukan segala sesuatu yang dilakukan
orang tuanya. Misalnya apabila anak melihat ayahnya yang sedang marah
terhadap kakaknya dengan cara memukulnya maka anak akan menirukan
perbuatan ayahnya dengan memukul juga.
2) Internalisasi
Internalisasi adalah suatu proses yang merasuk pada diri seseorang (anak)
karena pengaruh sosial yang paling mendalam dan paling Langgeng dalam
kehidupan orang tersebut. Suatu nilai, norma atau sikap semacam itu selalu
dianggap benar. Misalnya seorang anak yang menilai bahwa memakai kerudung
itu baok dan benar, maka anak akan melakukannya terus sekalipun kadang-kadang
mendapat cemoohan dari orang atau anak lain. Dalam internalisasi faktor yang
paling penting adalah adanya keyakinan dan kepercayaan pada diri individu atau
anak terhadap pandangan atau nilai tertentu dari orang lain, orang tua, kakak atau
kelompok lain dalam pergaulan sehari-hari.
3) Introvert dan ekstrovert
Introvert adalah kecenderungan seseorang untuk menarik diri dari lingkungan
sosialnya, minat, sikap atau keputusan-keputusan yang diambil selalu berdasarkan
pada perasaan, pemikiran dan pengalamannya sendiri.Orang-orang yang
berkecenderungan introvert biasanya bersifat pendiam dan kurang bergaul bahkan
seakan-akan tidak memerlukan bantuan orang lain karena kebutuhannya dapat
dipenuhi sendiri. Sebaliknya Ekstrovert adalah kecenderungan seseorang untuk
mengarahkan perhatian keluar dari dirinya, sehingga segala minat, sikap dan
keputusan-keputusan yang diambil lebih banyak ditentukan oleh orang lain. Orang
yang memiliki kecenderungan Ekstrovert ini biasanya mudah bergaul, ramah,
aktif, serta banyak teman.
Menurut para pakar psikologi menyatakan bahwa suatu kepribadian yang
sehat atau seimbang haruslah memiliki kedua tipe tersebut sehingga kebutuhan
privasi dan refleleksi diri, kedua-duanya dapat dipuaskan sesuai dengan kondisi
dan kemampuannya.
4) Kemandirian
Kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk berdiri sendiri tanpa
bantuan orang lain Baik dalam bentuk material maupun moral. Sedangkan pada
anak mandiri sering kali dikaitkan dengan kemampuan anak untuk melakukan
segala sesuatu berdasarkan kekuatan sendiri tanpa bantuan orang dewasa
misalnya mandi, makan, waktu sekolah tanpa diantar. Pada umumnya
kemandirian tidak hanya dikaitkan dengan tindakan yang bersifat fisik akan tetapi
juga bertalian dengan sikap psikologis misalnya anak telah mampu mengambil
suatu keputusan berdasarkan daya pikirnya sendiridan bertanggung jawab atas
keputusannya tersebut. Dasar kemandirian adalah adanya rasa percaya diri
seseorang untu menghadapi sesuatu dalam kehidupan sehari-hari.
5) Ketergantungan
Anak-anak usia 6-12 tahun kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada orang
lain, akan tetapi dengan seiringnya waktu dan bertambahnya usia ketergantungan
itu akan semakin berkurang, kecuali pada anak yang mengalami hambatan fisik
atau mental.
Ketergantungan atau overdevendency ditandai dengan prilaku anak yang bersifat
kekanak-kanakan misalnya untuk mengerjakan sesuatu atau untuk memenuhi
kebutuhannya selalu mengandalkan atau minta bantuan orang lain, dan biasanya
anak yang seperti ini merasa rendah diri, inferior karena tidak bersikap mandiri
dan selalu tergantung pada orang alin.
6) Bakat
Bakat atau aptitude merupakan potensi dalam diri seseorang yang dengan
adanya rangsangan tertentu memungkinkan orang tersebut dapat mencapai
kecakapan, pengetahuan dan ketrampilan khusus yang sering kali melebihi orang
lain.
Perkembangan moral menurut Piaget terjadi dalam dua tahapan yang jelas.
Tahap pertama disebut tahap realisme moral atau moralitas oleh pembatasan
dan tahap kedua disebut tahap moralitas otonomi atau moralitas oleh
kerjasama atau hubungan timbal balik.
Pada tahap pertama, perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis
terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Mereka menganggap orang tua
dan semua orang dewasa yang berwenang sebagai maha kuasa dan anak
mengikuti peraturan yang diberikan oleh mereka tanpa mempertanyakan
kebenarannya.
` Pada tahap kedua, anak menilai perilaku atas dasar tujuan yang
mendasarinya. Tahap ini biasanya dimulai antara usia 7 atau 8 tahun dan berlanjut
hingga usia 12 tahun atau lebuh. Anak mulai mempertimbangkan keadaan tertentu
yang berkaitan dengan suatu pelanggaran moral.

2.3. Hubungan antara moral dan tingkah laku


Nilai merupakan dasar pertimbangan bagi individu untuk sesuatu, moral
merupakan perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari, sedangkan sikap
merupakan predik posisi atau kecenderungan individu untuk merespon terhadap
suatu objek atau sekumpulan objek debagai perwujudan dari sistem nilai dan
moral yang ada di dalam dirinya.
Sistem nilai mengarahkan pada pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang
selanjutnya akan menentukan sikap individu sehubungan dengan objek nilai dan
moral tersebut.
Dengan sistem nilai yang dimiliki individu akan menentukan perilaku mana
yang harus dilakukan dan yang harus dihindarkan, ini akan tampak dalam sikap
dan perilaku nyata sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang
mendasarinya.
Bagi Sigmund Freud (Gerald Corey, 1989), yang telah menjelaskan melalui
teori psikoanalisisnya, antara nilai, moral, dan sikap adalah satu kesatuan dan
tidak dibeda-bedakan. Dalam konsep Sigmund Freud, struktur kepribadian
manusia itu terdiri dari tiga, yaitu:
1) Id atau Das Es
2) Ego atau Das Ich
3) Super Ego atau Da Uber Ich.
Id berisi dorongan naluriah, tidak rasional, tidak logis, tak sadar, amoral, dan
bersifat memenuhi dorongan kesenangan yang diarahkan untuk mengurangi
ketegangan atau kecemasan dan menghindari kesakitan. Ego merupakan eksekutif
dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan dan mengatur kepribadian
individu. Tugs utama Ego adalah mengantar dorongan-dorongan naluriah dengan
kenyataan yang ada di dunia sekitar. Superego adalah sumber moral dalam
kepribadian. Superego adalah kode moral individu yang tugas utamanya adalah
mempertimbangkan apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah.
Superego memprestasikan hal-hal yang ideal bukan hal-hal yang riil, serta
mendorong ke arah kesempurnaan bukan ke arah kesenangan.
Dalam konteksnya hubungan antara nilai, moral, dan sikap adalah jika
ketiganya sudah menyatu dalam superego dan seseorang yang telah mampu
mengembangkan superegonya dengan baik, sikapnya akan cenderung didasarkan
atas nilai-nilai luhur dan aturan moral tertentu sehingga akan terwujud dalam
perilaku yang bermoral. Ini dapat terjadi karena superego yang sudah berkembang
dengan baik dapat mengontrol dorongan-dorongan naluriah dari id yang bertujuan
untuk memenuhi kesenangan dan kepuasan. Berkembangnya superego dengan
baik, juga akan mendorong berkembang kekuatan ego untuk mengatur dinamika
kepribadian antara id dan superego, sehingga perbuatannya selaras dengan
kenyataannya di dunia sekelilingnya.
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah
bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan
berfikir operasional formal, yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan mampu
memecahkan masala-masalah yang bersifat hipotetis maka pemikiran remaja
terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan
situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka.
Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran
akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena
dianggap sebagai suatu yang bernilai, walau belum mampu mempertanggung
jawabkannya secara pribadi.
Perkembangan moral remaja yang demikian, jika meminjam teori
perkembangan moral dari Kohlberg berarti sudah mencapai tahap konvensional.
Pada akhir masa remaja seseorang akan memasuki tahap perkembangan pemikiran
moral yang disebut tahap pasca konvensional ketika orisinilitas pemikiran moral
remaja sudah semakin jelas. Pemikiran moral remaja berkembang sebagai
pendirian pribadi yang tidak tergantung lagi pada pendapat atau pranata yang
bersifat konvensional.
Tingkat perkembangan fisik dan psikis yang dicapai remaja berpengaruh pada
perubahan sikap dan perilakunya. Perubahan sikap yang cukup menyolok dan
ditempatkan sebagai salah satu karakter remaja adalah sikap menentang nilai-nilai
dasar hidup orang tua dan dewasa lainnya . Apalagi kalau orang tua atau orang
dewasa berusaha memaksakan nilai-nilai yang dianutnya kepada remaja. Sikap
menentang pranata adat kebiasaan yang ditunjukkan oleh para remaja merupakan
gejala wajar yang terjadi sebagai unjuk kemampuan berpikir kritis terhadap segala
sesuatu yang dihadapi dalam realitas. Gejala sikap menentang pada remaja hanya
bersifat sementara akan berubah serta bekembang ke arah moralitas yang lebih
matang dan mandiri.
2.4. Ciri Ciri Perkembangan Moral
Perkembangan Moral yang sesuai usia :
0 - 2 tahun
1. Kemampuan membedakan antara perilaku yang melanggar hak dan harkat
manusia dan perilaku yang melanggar kaidah sosial.
2. Tumbuhnya kesadaran bahwa perilaku yang menimbulakan bahaya fisik
dan psikologis secara moral salah.
3. Perasaan bersalah atas penyimpangan-penyimpanagn perilaku yang
menimbulkan bahaya fisik dan psikologis secara moral salah.
4. Tumbuhnya empati dan munculnya usaha untuk menghibur orang-orang
yang sedang berkesusahan, terurtama orang yang dikenal baik.
5. Perhatian yang lebih besar pada kebutuhan-kebutuhan diri sendiri
dibandingkan pada kebutuhan orang lain.
3-5 tahun
1. Pengetahuan tentang kaidah-kaidah sosial mengenai perilaku yang tapat.
2. Perasaan malu dan bersalah bila melakukan pelanggran moral.
3. Meningkatnya empati terhadap individu-individu yang belum dikenal,
yang menderita atau kekurangan.
4. Pemahaman bahwa seseorang seharusnya berusaha sungguh-sungguh
memenuhi kebutuhan orang lain sekaligus juga kebutuhannya sendiri.
5. Meningkatnya hasrat untuk menolong orang lain semata-mata karena
perbuatan itu baik dalam dirinya sendiri (bukan memdapatkan balasan atau
semacamnya).
6-8 tahun
1. Kecenderungan menganggap peraturan-peraturan dan kaidah-kaidah
sebagai standar yang harus didikuti demi kewajiban terhadap pereturan itu
sendiri, dengan kata lain, diikuti karena peraturan mewajibkannya.
2. Minat untuk menyenangkan dan menolong orang lain, namun dengan
tendensi terlalu menyederhanakan apa itu menolong orang lain.
3. Kecenderungan untuk meyakini bahwa kesusahan yang dialami para
individu (misalnya para tunawisma) sepenuhnya merupakan tanggung
jawab mereka sendiri.
9-12 tahun
1. Pemahaman bahwa peraturan-peraturan dan kaidah-kaidah sosial
membantu masyarakat berkembang secar lebih baik.
2. Meningkatnya kepedulian untuk melaksanakan tugasnya sendiri dan tuduk
pada peraturan-peraturan masyarakat secara utuh alih-alih sekadar
menyenangkan figur-figur yang memiliki otoritas
3. Empati yang murni terdap mereka yang berkesusahan
4. Keyakinan bahwa masyarakat bertanggung jawab menolong orang lain
yang membutuhkan.
Michel meringkas lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh
remaja (Hurlock, 1980:225) sebagai berikut:
1. Pandangan moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrak.
2. Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa
yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
3. Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Hal ini mendorong remaja lebih
berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang
dihadapinya.
4. Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
5. Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa
penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan
emosi.
Kehidupan moral merupakan problematika yang pokok dalam masa remaja. Maka
perlu kiranya untuk meninjau perkembangan moralitas ini mulai dari waktu anak
dilahirkan, untuk dapat memahami mengapa justru pada masa remaja hal tersebut
menduduki tempat yang sangat penting.
2.5.Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral peserta didik
Para peneliti perkembangan telah mengidentifikasi sejumlah faktor yang
berhubungan dengan perkembangan penalaran dan perilaku moral:
Perkembangan Kognitif Umum
Penalaran moral yang tinggi yaitu penalaran yang dalam mengenai hukum
moral dan nilai-nilai luhur seperti kesetaraan, keadilan, hak-hak asasi manusia dan
memerlukan refleksi yang mendalam mengenai ide-ide abstrak. Dengan demikian
dalam batas-batas tertentu, perkembangan moral tergantung pada perkembangan
kognitif.
Contoh: anak-anak secara intelektual berbakat umumnya lebih sering
berpikir entang isu moral dan bekerja keras mengatasi ketidakadilan di
masyarakat lokan ataupun dunia secara umum ketimbang teman-teman sebayanya.
Meski demikian, perkembangan kognitif tidak menjamin perkembangan moral.

Penggunaan Rasio dan Rationale


Anak-anak lebih cenderung memperoleh manfaat dalam perkembangan
moral ketika mereka memikirkan kerugian fisik dan emosional yang ditimbulkan
perilaku-perilaku tertentu terhadap orang lain. Menjelaskan kepada anak-anak
alasan perilaku-perilaku tertentu tidak dapat diterima, dengan focus pada
perspektif orang lain, dikenal sebagai induksi.
Contoh: induksi berpusat pada korban induksi membantu siswa berfokus
pada kesusahan orang lain dan membantu siswa memahami bahwa mereka
sendirilah penyebab kesesahan-kesusahan tersebut. Penggunaan konduksi secara
konsisten dalam mendisiplinkan anak-anak, terutama ketika disertai hukuman
ringan bagi perilaku yang menyimpang misalnya menegaskan bahwa mereka
harus meminta maaf atas perilaku yang keliru.

Isu dan Dilema Moral


Kolhberg dalam teorinya mengenai teori perkembangan moral menyatakan
bahwa disekuilibrium adalah anak-anak berkembang secara moral ketika mereka
menghadapi suatu dilemma moral yang idak dapat ditangani secara memadai
dengan menggunakan tingkat penalaran moralnya saat itu. Dalam upaya
membantu anak-anak yang mengahdapi dilema semacam itu Kulhborg
menyarankan agar guru menawarkan penalaran moral satu tahap di atas tahap
yang dimilik anak pada saat itu.
Contoh: bayangkanlah seorang remaja laki-laki yang sangat
mementingkan penerimaan oleh teman-teman sebayanya, dia rela membiarkan
temannya menyali pekerjaan rumahnya. Gurunya mungkin menekankan logika
hokum dan keteraturann dengan menyarankan agar semua siswa seharusnya
menyelesaikan pekerjaan rumahnya tanpa bantuan orang lain karena tugas-tugas
pekerjaan rumah dirancang untuk membantu siswa belajar lebih efektif.

Perasaan Diri
Anak-anak lebih cenderung terlibat dalam perilaku moral ketika mereka
berfikir bahwa mereka sesungguhnya mampu menolong orang lain dengan kata
lain ketika mereka memiliki efikasi diri yang tinggi mengenai kemampuan mereka
membuat suatu perbedaan.
Contoh: pada masa remaja beberapa anak muda mulai mengintegrasikan
komitmen terhadap nilai-nilai moral kedalam identitas mereka secara keseluruhan.
Mereka menganggap diri mereka sebagai pribadi bermoral dan penuh perhatian,
yang peduli pada hak-hak dan kebaikan orang lain. Tindakan belarasa yang
mereka lakukan tidak terbatasa hanya pada teman-teman dan orang yang mereka
kenal saja, melainkan juga meluas ke masyarakat.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan
konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam
interaksinya dengan orang lain. Moral merupakan gambaran dari tidakan yang
dilakukan oleh seorang individu, dimana tindakan tersebut dinilai baik atau buruk
yang bertujuan mengendalikan tingkah laku seseorang
Ada tiga konsep yang masing-masing mempuyai makna, pengaruh, dan
konsekuensi yang besar terhadap perkembangan perilaku individu, termasuk juga
perilaku remaja, yaitu nilai merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau
kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai
suatu yang ingin dicapai, kedua moral yang berasal dari kata Latin Mores yang
artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Maksud moral
adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia mana
yang baik dan wajar, ketiga adalah sikap.
Dalam konteksnya hubungan antara nilai, moral, dan sikap adalah jika
ketiganya sudah menyatu dalam superego dan seseorang yang telah mampu
mengembangkan superegonya dengan baik, sikapnya akan cenderung didasarkan
atas nilai-nilai luhur dan aturan moral tertentu sehingga akan terwujud dalam
perilaku yang bermoral.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
King, Laura A. 2006. Psikologi umum: sebuah pandangan apresiatif. Salemba:
Salemba Humanika
Ormord, Jeanne Ellis. 2000. Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang. Bandung: Media Sasana.
Sunarto,Hartono Agung. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. Jakarta: PT.
Indeks.
Santrock, John. W. 2002. Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup.
Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai