Anda di halaman 1dari 90

ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN SEPIHAK SURAT

PESANAN ATAS PEMBAYARAN DOWNPAYMENT (DP)


OLEH KONSUMEN PADA PT. SUNNY GARDEN PROPERTY
DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana (S-1)
pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathla’ul
Anwar Banten

Disusun Oleh :
Nama : JHONI GUMILAR RAMIN
NIM : C06170101
Program Studi : ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM DAN SOSIAL


PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN
2022

i
FAKULTAS HUKUM DAN SOSIAL
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR BANTEN

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : JHONI GUMILAR RAMIN


NIM : C06170101
Program Studi : Ilmu Hukum
Judul Skripsi: Analisis Yuridis Pembatalan Sepihak Surat Pesanan Atas Pembayaran
DownPayment (DP) Oleh Konsumen Pada PT. Sunny Garden
Property Dalam Perspektif Hukum Positif.

Telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing Skripsi untuk diajukan
kehadapan Tim Penguji dalam Ujian Sidang Skripsi Fakultas Hukum dan Sosial
Program Studi Ilmu Hukum Universitas Mathla'ul Anwar Banten
Pandeglang, 28 September 2022
Disetujui :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Holil, SH.,MH.,CLA Maskun Kurniawan, SH.,MH


NIDN. 104103200332 NIDN. 104103200580

Mengetahui:
Dekan Fakultas Hukum dan Sosial
Universitas Mathla'ul Anwar Banten

Holil, SH.,MH.,CLA
NIDN. 104103200332

ii
FAKULTAS HUKUM DAN SOSIAL
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS MATHLA'UL ANWAR BANTEN

TANDA PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Nama : JHONI GUMILAR RAMIN


NIM : C06170101
Program Studi : Ilmu Hukum
Judul Skripsi: Analisis Yuridis Pembatalan Sepihak Surat Pesanan Atas Pembayaran
DownPayment (DP) Oleh Konsumen Pada PT. Sunny Garden
Property Dalam Perspektif Hukum Positif.

Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji dalam Sidang Skripsi pada tanggal
28 September 2022 dan dinyatakan Lulus.

Ketua Penguji,

Siti Nurbani, S.H., M.H.


NIDN : 0419037708

Anggota Penguji I, Anggota Penguji II,

Rizal Rahmatullah, S.E., S.H., M.M. Maskun Kurniawan, SH.,MH


NIDN : NIDN. 0405028602 NIDN. 0424028807

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat
rahmat dan nikmat dari-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi sebagai
tugas akhir untuk menyelesaikan Program Strata 1 (S-1) dengan judul “Analisis
Yuridis Pembatalan Sepihak Surat Pesanan Atas Pembayaran DownPayment
(DP) Oleh Konsumen Pada PT. Sunny Garden Property Dalam Perspektif
Hukum Positif”
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
yang telah menjadi suri tauladan bagi penegakan hukum dalam rangka mewujudkan
kemakmuran, kesejahteraan dan membawa kemanfaatan bagi semua umat manusia di
dunia (rahmatan lil'alamin).
Skripsi ini mengangkat permasalahan mengenai bagaimana Kekuatan dan
akibat hukum surat pesanan tentang praktik transaksi jual beli yang menggunakan
fasilitas Kredit Pembiayaan apartemen (KPA) yang telah diatur menurut perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia yang telah dibatalkan oleh konsumen dengan
dasar kesepakatan yang telah di setujui.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada:
1. Prof. Dr. H. KH.E. Syibli Syarjaya, LMI., MM sebagai Rektor Universitas
Mathla'ul Anwar Banten;
2. Holil, SH., MH., CLA. selaku Dekan Fakultas Hukum dan Sosial Universitas
Mathla'ul Anwar Banten sekaligus Pembimbing I;
3. Ombi Romli, S.Ip., M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum dan Sosial
Universitas Mathla'ul Anwar Banten;
4. Ucu Husna selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum dan Sosial Universitas
Mathla'ul Anwar Banten;
5. Maskun Kurniawan, S.H., M.H, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Mathla'ul Anwar Banten sekaligus Pembimbing II Skripsi;
6. Kedua orang tua yang telah memberikan dorongan, doa restu serta kasih
sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
7. David Kusumo Direktur PT. Tripilar Sejahtera Kontruksi dan Keluarga yang
telah mendukung pendidikan sampai dengan selesai;
8. Kedua Anak saya tercinta yang memberikan semangat dalam belajar;
9. Rekan-rekan kerja yang telah mendukung pembuatan skripsi ini sampai dengan
selesai.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Taufiq dan Hidayah-Nya serta


berkenan membalas kebaikan yang telah diberikan dengan balasan yang setimpal.

iv
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, karenanya
penulis sangat mengharapkan saran maupun kritik yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Tidak lupa penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan
dalam penulisan kata atau kalimat. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca umumnya.

Pandeglang, 28 September 2022

Penulis

Jhoni Gumilar Ramin


NIM. C06170101

v
ABSTRAK

Nama : Jhoni Gumilar Ramin


NIM : C06170101
Judul : Analisis Yuridis Pembatalan Sepihak Surat Pesanan Atas
Pembayaran DownPayment (DP) Oleh Konsumen Pada PT.
Sunny Garden Property Dalam Perspektif Hukum Positif.
Kata Kunci : Pembatalan, Surat Pesanan, pembayaran Downpayment,
Sepihak

Isi:
Penelitian dalam skripsi ini membahas tentang kedudukan hukum dan akibat
hukum yang didapatkan oleh konsumen dalam melakukan sebuah pembayaran
downpayment atas pembatalan sepihak terkait transaksi pembelian apartemen
dengan menggunakan fasilitas Kredit Pembiayaan Apartemen (KPA). Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
ilmiah yakni dalam studi ilmu hukum dan secara praktis maupun akademis yakni
sebagai masukan bagi penulis maupun pihak-pihak yang memiliki keinginan
untuk menganalisis akibat hukum yang timbul dalam transaksi ini. Metode yang
digunakan penulis adalah metode Normatif dimana penelitian hukum normatif ini
pada dasarnya merupakan pendekatan hukum normatif dengan adanya
penambahan berbagai unsur Metode penelitian normatif mengenai implementasi
ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa
hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat dengan menggunakan
pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual
(conceptual approach), pendekatan kasus (cases approach). Tujuan penelitian ini
adalah bahwa untuk mengetahui pelaksanaan jual beli apartemen yang dimulai
dengan surat pesanan dan tahapan-tahapan lainnya pada PT. Sunny Garden
Property dan mengetahui akibat hukum atas pembatalan surat pesanan
pembayaran downpayment (DP) apartemen secara sepihak oleh konsumen pada
PT. Sunny Garden Property.

vi
DAFTAR ISI

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI.......................................................................ii


TANDA PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI...........................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
ABSTRAK..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................2
PENDAHULUAN...................................................................................................2
A. LATAR BELAKANG MASALAH........................................................2
B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................2
C. TUJUAN PENELITIAN.........................................................................2
D. KEGUNAAN DAN MANFAAT PENELITIAN...................................2
E. METODE PENELITIAN.......................................................................2
1. Pendekatan Penelitian.............................................................................2
2. Spesifikasi Penelitian...............................................................................2
3. Jenis dan Sumber Data...........................................................................2
4. Teknik Pengumpulan Data.....................................................................2
5. Teknik Analisis Data...............................................................................2
6. Lokasi Penelitian.....................................................................................2
F. SISTEMATIKA PENULISAN..................................................................2
1. BAB I Pendahuluan................................................................................2
2. BAB II Landasan Teoritis Dan Yuridis................................................2
3. BAB III Metodologi Penelitian...............................................................2
4. BAB IV Gambaran Umum Objek Penelitian.......................................2
5. BAB IV Hasil dan Pembahasan.............................................................2
6. BAB V Kesimpulan.................................................................................2

vii
BAB II.....................................................................................................................2
LANDASAN TEORI...............................................................................................2
A. HUKUM PERIKATAN DAN PERJANJIAN......................................2
1. Pengertian Perikatan dan Perjanjian....................................................2
2. Teori Perikatan dan Perjanjian.............................................................2
3. Macam-macam Perikatan dan Perjanjian............................................2
B. PENGERTIAN SURAT PESANAN......................................................2
1. Pengertian Surat Pesanan.........................................................................2
2. Tujuan dan Fungsi Surat Pesanan........................................................2
3. Ciri dan Unsur Surat Pesanan...............................................................2
4. Kedudukan Surat Pesanan Sebagai Perjanjian...................................2
C. PENGERTIAN KONSUMEN................................................................2
1. Pengertian Konsumen.............................................................................2
2. Sumber-Sumber Hukum Konsumen.....................................................2
3. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha.............................2
4. DASAR PERJANJIAN HUKUM DI INDONESIA.................................2
1. Syarat Sah Perjanjian.............................................................................2
2. Suatu Pokok Persoalan Tertentu...........................................................2
3. Suatu Sebab yang Halal atau Tidak Terlarang....................................2
5. PENGERTIAN PEMBATALAN SECARA SEPIHAK SURAT
PESANAN...........................................................................................................2
6. KONSTRUKSI HUKUM TRANSAKSI PERJANJIAN JUAL BELI
APARTEMEN....................................................................................................2
BAB III....................................................................................................................2
GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN.....................................................2
A. SEJARAH SINGKAT OBJEK PENELITIAN....................................2
1. Profil Pengembang (Developer).............................................................2
2. Profil Konsumen......................................................................................2

viii
3. Bahan Data Wawancara Konsumen.....................................................2
BAB IV....................................................................................................................2
PEMBAHASAN......................................................................................................2
A. DESKRIPSI PENELITIAN...................................................................2
1. Contoh dan Kronologi Kasus.................................................................2
2. Tinjauan Kasus dengan Hukum Perjanjian.........................................2
B. ANALISIS PENULIS..............................................................................2
C. ANALISIS PEMBATALAN SECARA SEPIHAK SURAT PESANAN
2
BAB V.....................................................................................................................2
SIMPULAN DAN SARAN.....................................................................................2
A. SIMPULAN..............................................................................................2
B. SARAN.....................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................2
RIWAYAT HIDUP.................................................................................................2
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN................................................................2

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

“Berdasarakan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 bahwa

Indonesia termasuk sebagai negara dengan penduduk terpadat di dunia, dengan

jumlah penduduk mencapai 270,20 juta jiwa. Jumlah Angka penduduk tersebut

bukan hanya terjadi peningkatan kepadatan pada kota-kota besar yang ada di

Indonesia, akan tetapi eskalasi pertambahan penduduk juga meluas mulai

pinggiran kota maupun di daerah- daerah. Pertambahan penduduk adalah sebuah

keniscayaan dimana setiap tahunnya menyebabkan berbagai permasalahan yang

cukup rumit. Hal ini perlu kita sadari bahwa dengan bertambahnya penduduk,

maka kebutuhan antara tempat tinggal dengan ketersediaan lahan untuk

pembangunan perumahan kontradiktif. Sebagai kebutuhan dasar yang harus

dipenuhi, manusia memerlukan tempat tinggal guna melangsungkan

kehidupannya sebagai tujuan pembangunan, yaitu untuk mewujudkan

kesejahteraan umum dan peningkatan taraf hidup bagi rakyat.

Negara melalui konstitusi telah diamanahkan melalui Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut dengan UUD NRI

1945), hal ini telah diatur berdasarkan ketentuan Pasal 28 H ayat (1) yang

menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat

1
2

tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat”. Berdasarkan

ketentuan pasal tersebut dapat diketahui bahwa salah satu unsur pokok

kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan akan perumahan, dimana

tempat tinggal yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap Warga Negara

Indonesia. Hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

lingkungan yang baik dan sehat adalah hak setiap warga.

Atas permasalahan kepadatan penduduk dan ketersedian lahan tersebut maka

Pemerintah mengupayakan perumahan bukan hanya dengan harga yang

terjangkau namun juga dengan model rumah bertingkat/vertikal yang menjadi

salah satu solusi dalam permasalahan di kota-kota besar di Indonesia. Hal ini

terjadi tren penduduk urban untuk dapat tinggal di lingkungan yang baik dan

sehat. Atas dasar sosiologis dan yuridis tersebut maka Pemerintah membuat

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

yang memiliki makna pengertian: “perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian

dari pemukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana,

sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni” yang

tecantum dalam pasal 1 angka 2, namun dalam pasal lainnya katakan yaitu Pasal 1

Angka 5 undang-undang ini menentukan bahwa “pemukiman adalah bagian dari

lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu perumahan yang mempunyai

prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di

kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.


3

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman menyatakan bahwa:

Pasal 22 ayat 1:

“Bentuk rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dibedakan

berdasarkan hubungan atau keterikatan antarbangunan”

Pasal 22 ayat 2:

“Bentuk rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. rumah tunggal;

b. rumah deret; dan

c. rumah susun”

Kemudian dengan dasar mengingat dari undang-undang tersebut diatas

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia bersama-sama dengan

Presiden Republik Indonesia menyetujui bersama untuk membentuk undang-

undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun yang merupakan bagian

dari lex specialis. Didalam ketentuan umum pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa

“Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam satu

lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara

fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-

satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah,

terutama untuk hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama,

dan tanah bersama.” Secara gambaran konstruksi didalam pengertian rumah


4

susun bahwasannya Indonesia juga mengenal istilah seperti apartemen, flat,

condominium. Sehingga dalam undang-undang ini dapat diartikan bahwa

bangunan rumah susun adalah apartemen, dimana perundang-undangannya tetap

tunduk dan berlaku Undang-Undang Tentang rumah susun, hal ini menjawab atas

permasalahan kepadatan penduduk dan ketersediaan lahan di kota-kota besar.

Fenomena adanya rumah susun atau apartemen di Indonesia begitu populer

saat ini dan terdapat aturan sebagai mana kita ketahui bersama bahwa terdapat

mekanisme cara mendapatkan kepemilikannya, secara mekanisme terkait jual

beli apartemen dilakukan dengan cara memesan terlebih dahulu atas unit yang

akan dibeli, kemudian dituangkan dalam PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli),

adapun pedoman terkait hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Negara

Perumahan Rakyat. Nomor : 09 /KPTS/M/1995 sebagai pengikatan sementara

unit apartemen dengan pemberian uang muka sebagai tanda jadi disertai dengan

tanda tangan Surat Pesanan hal ini bertujuan untuk mengamankan kepentingan

Pelaku usaha atau Pengembang (Developer) dan calon pembeli apartemen . Jual

beli apartemen dapat dilakukan secara tunai langsung ataupun dengan angsuran

atau kredit. Metode pembayaran secara kredit dapat menggunakan fasilitas salah

satunya dengan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) yang melibatkan pihak

ketiga yaitu lembaga pembiayaan. Dalam proses akan dilanjutkan dengan

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dimana hal tersebut terdapat dalam pasal

43 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun menyatakan:

1) “Proses jual beli sarusun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat
5

dilakukan melalui PPJB yang dibuat di hadapan notaris.”

2) “PPJB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi

persyaratan kepastian atas:

a. Status kepemilikan tanah;

b. Kepemilikan IMB;

c. Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;

d. Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen); dan

e. Hal yang diperjanjikan.”

Sehingga ada kewajiban pelaku usaha yaitu pengembang (developer) untuk

dapat memenuhi aturan yang berlaku didalam Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 16 Tahun 2021 Tentang Sistem Perjanjian

Pendahuluan Jual Beli Rumah meyebutkan dalam beberapa pasal sebagai berikut:

Pasal 2 Ayat 2:

“Pelaku pembangunan dapat melaksanakan Pemasaran rumah sebelum

pembangunan dilaksanakan.”

Kemudian, Pasal 10 ayat 7:

“Untuk Rumah Susun keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari

volume konstruksi bangunan Rumah Susun yang sedang dipasarkan.”

Adapun sebelum melakukan perjanjian KPA, kedua belah pihak dimana

calon pembeli atau konsumen melaksanakan kesepakatan terlebih dahulu dengan

pengembang dalam bentuk surat pesanan yang didalamnya terdapat


6

ketententuan-ketentuan sebagai syarat kesepakatan untuk pembayaran Down

Payment (DP).

Harry Kusumo adalah seorang pengusaha, yang bersangkutan tinggal di

Jakarta Pusat telah membeli dengan sebuah unit apartement yang berlokasi di

BSD Cisauk, Kabupaten Tangerang. Berawal dari sebuah penawaran dari sales

apartemen Skyhouse BSD+ yang pengembangnya PT. Sunny Garden Property.

Pada tanggal 01 Maret 2020 telah melakukan transaksi booking fee sebesar Rp.

10.000.000 dan tanggal 08 Maret 2020 melakukan kembali pembayaran Down

Payment (DP) pertama sebesar RP. 6.471.000,- dan sampai dengan sekarang

telah melakukan transaksi 30x cicilan dengan cicilan DP 106.382.000,- selama

36x dan nilai obyek dari unit apartemen tersebut sebesar RP. 1.978.380.000,-.

Namun diperjalanan selanjutnya calon pembeli terkena dampak dari pandemi

COVID-19 yang mengakibatkan usaha yang bersangkutan terganggu secara

finansial. Atas situasi dan kondisi bapak Harry Kusumo saat ini melakukan

pembatalan atas Surat Pesanan yang telah disepakati dan di tanda-tangani antara

kedua belah pihak.

Berdasarkan pemaparan masalah tersebut diatas, penulis jadikan dasar dalam

penelitian ini adalah tindakan pembatalan sepihak Surat Pesanan kepemilikan

Apartemen Skyhouse BSD+ yang dilakukan oleh calon konsumen serta akibat

hukum terhadap pembatalan sepihak Surat Pesanan. Sehingga menimbulkan rasa

ketertarikan penulis untuk menganalisis lebih lanjut mengenai pembatalan

sepihak Surat Pesanan pembayaran down payment (DP) sebagai dasar


7

kesepakatan awal didalam melakukan perikatan perjanjian Jual Beli” yang

diangkat dalam sebuah penelitian yang berjudul “ANALISIS YURIDIS

PEMBATALAN SEPIHAK SURAT PESANAN ATAS PEMBAYARAN

DOWNPAYMENT (DP) OLEH KONSUMEN PADA PT. SUNNY GARDEN

PROPERTY DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF”.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat

dirumuskan beberapa masalah penelitian. Di antaranya sebagai berikut:

1. Bagaimana Kekuatan Surat Pesanan pembelian apartemen pada PT. Sunny

Garden Property dalam persepektif Hukum Positif?

2. Bagaimana Akibat Hukum pembatalan sepihak surat pesanan yang dilakukan

oleh konsumen pada PT. Sunny Garden Property?

B. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian yang terdapat pada Hukum positif

yang ada di Indonesia.

2. Untuk mengetahui akibat hukum bagi konsumen serta bentuk penyelesaian

sengketa atas perbuatan pembatalan sepihak surat pesanan.


8

3. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan hukum yang timbul dalam

perjanjian yang terdapat pada surat pesanan.

C. KEGUNAAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan akan mempunyai kegunaan,

antara lain:

1. Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan penulis di bidang hukum dan

memahami aspek hukum dan mekanisme transaksi pembelian apartemen.

2. Kontribusi guna memperkaya wacana wawasan tentang wacana hukum

perikatan yang dapat dipergunakan untuk bahan informasi tambahan untuk

penulis.

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian dan penulisan

skripsi ini, antara lain:

1. Bagi PT. Sunny Garden Property sebagai pengembang (developer) yang

diberi kuasa untuk melakukan pemasaran apartemen Skyhouse BSD+, yaitu

untuk membantu pihak manajemen dalam meningkatkan pengendalian

internal terhadap perbuatan hukum didalam transaksi jual beli apartemen.

2. Bagi Penulis, yaitu untuk sebagai referensi dalam melakukan penelitian

lanjutan mengenai pengendalian internal khususnya terhadap mekanisme

dan proses jual beli yang melibatkan pihak ketiga baik notaris maupun
9

lembaga pembiayaan (Bank). Serta dapat memberikan motivasi,inovasi dan

gambaran umum kepada penulis dalam menentukan topik penelitian lebih

mendalam.

3. Bagi konsumen, penelitian untuk mengetahui proses secara prosedural yang

bertujuan untuk mengetahui apa saja hak-hak konsumen didalam perikatan

dan perjanjian jual beli apartemen yang menjadi konsumen Skyhouse BSD+

dengan cara memahami dan menganalisa undang-undang yang mengatur

tentang obyek jual beli, perjanjian dan hak hak konsumen.

4. Manfaat Teoritis

a. Menambah sumber pengetahuan mengenai perkembangan bisnis yang

digabungkan dalam hukum bisnis yang berlaku di Indonesia.

b. Sumber informasi bagi penelitian sejenis pada masa yang akan datang.

c. Berkontribusi dalam bidang hukum pemasaran dan legal, khususnya

penjualan yang didasari oleh kesepakatan dan perjanjian.

5. Manfaat Praktis

a. Mahasiswa lebih mudah memahami aspek hukum yang akan diteliti

pada topik tersebut dan lebih termotivasi dalam mengikuti proses

pembelajaran dengan praktik hukum dan materi tentang perjanjian

dalam pembayaran down payment (DP) yang telah diatur pada Undang-

Undang ataupun peraturan yang ada.


10

b. Peneliti mempunyai landasan di masa yang akan datang sebagai profesi

yang mempunyai kemampuan dalam mengembangkan dan menerapkan

dasar hukum pada perkembangan hukum bisnis.

D. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian

dengan metode normatif. Penelitian hukum metode penelitian hukum normatif

ini pada. Metode penelitian normatif mengenai implementasi ketentuan hukum

normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu

yang terjadi dalam suatu masyarakat.

1. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan normatif adalah suatu penelitian yang mengkaji

hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam

masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Pendekatan Penelitian

hukum secara cases approach dimaksudkan bahwa penelitian yang mengacu

pada studi  pendekatan pada suatu peristiwa hukum yang prosesnya masih

berlangsung atau belum berakhir. Sedangkan yang bersifat normative

maksudnya penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh

pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturaan dengan

peraturan lain dan penerapan dalam praktiknya.


11

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang dipergunakan adalah

deskriptif analitis yaitu melakukan deskripsi terhadap hasil penelitian dengan

data yang selengkap dan sedetail mungkin. Deskripsi dimaksudkan adalah

terhadap data primer dan juga data sekunder yang berhubungan dengan

pelaksanaan mekanisme pembayaran down payment (DP) dengan

menggunakan fasilitas KPA dengan didasari kesepakatan awal melalui surat

pesanan. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil penelitian dengan

menggunakan peraturan perundang-undangan dan teori yang relevan.

3. Jenis dan Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah dokumen-dokumen hukum yang bersifat positif

atau mempunyai kekuataan mengikat terhadap masyarakat. Bahkan

hukum yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan.

b. Data Sekunder

Data sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi. Bahan hukum sekunder sebagai

pendukung dari data yang digunakan didalam penelitian ini, yaitu buku-

buku yang ditulis pada ahli hukum.


12

c. Data Terseier

Data Tersier adalah data hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan yang bermakna terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder seperti artikel, surat kabar, majalah, internet dan lain-

lain. Baik bahan hukum primer baik bahan hukum primer maupun bahan

hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan,

kemudian diklafikasikan menurut sumber dan hirarki untuk dikaji secara

keseluruhan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan sebagai landasan dalam

penelitian maka penulis melakukan pengumpulan data dari lapangan dengan

menggunakan 3 metode, yaitu:

a. Observasi adalah suatu proses pengamatan langsung tentang apa yang

terjadi dilapangan, sehingga penulis dapat memperkuat data yang ada.

b. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti

ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan

yang harus diteliti. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada

pengetahuan dan keyakinan pribadi. Wawancara dapat dilakukan secara

terstruktur maupun tidak terstruktur dan dapat dilakukan melalui tatap

muka (face to face) maupun menggunakan telepon dengan konsumen

pembeli apartemen Skyhouse BSD+..


13

c. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan

berbagai dokumen yang ada.

5. Teknik Analisis Data

a. Analisis Data Sugiyono (2013: 13-34) metode analisis data dalam

penelitian dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu;

1) Analisis Kualitatif adalah suatu metode analisis data yang

diukur dengan cara memberikan penjelasan dalam bentuk kata-

kata atau dalam bentuk kalimat.

2) Analisis Kuantitatif adalah suatu metode analisis data yang

diukur dalam skala numerik (angka).

3) Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis kualitatif. yaitu dengan menjelaskan atau

menguraikan perundang-undangan tentang mekanisme

pembelian apartemenr dengan menggunakan fasilitas KPA

yang diawalai pembayaran downpayment (DP) dan surat

pesanan. yang berkaitan dengan objek penelitian.

b. Teknik Analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini dengan

menyajikan uraian penjelasan mengenai kekuatan hukum surat

pesanan yang telah ditanda tangani dan dibayarkan oleh konsumen.


14

6. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilakukan., karna

dengan ditetapkannya subyek penelitian maka objek dan subjek telah

ditetapkan sehingga mempermudah penulis dalam hal ini untuk obyek

penelitian di area Jalan BSD Utama Raya CBD 55, Sampora Cisauk

Kabupaten Tangerang dan untuk Subyek penelitian berada di Jalan Duta

Mas No 11 RT 004/011 Kelurahan Jelambar Baru Kec. Grogol

Petamburan Jakarta Barat.

a. Rincian Kegiatan

Agar pelaksanaan penelitian ini dapat berjalan dengan lancar,

maka penulis membuat rincian kegiatan sebagai berikut:

1) Tahap persiapan

2) Seminar proposal

3) Tahap pengumpulan data

4) Tahap pengelolaan data

5) Tahap penulisan karya akhir

6) Ujian sidang skripsi

7) Perbaikan skripsi
15

b. Jadwal Kegiatan
Jadwal Penelitian
Pelaksanaan pada Bulan dan Minggu ke-
Juli Agustus September
Uraian Juni (2022)
No -2021 -2022 -2022
Penyusunan
II II
I II IV I II IV I II III IV I II III IV
I I
Tahap
1
Persiapan
Seminar
2 Proposal
Penelitian
Tahap
3 Pengumpulan
Data
Tahap
4 Pengelolaan
Data
Tahap
5 Penulisan
Karya Akhir
Ujian Sidang
6
Skripsi
Perbaikan
7 Skripsi,
Pengadaan dan
Penyerahan
Skripsi
Sumber: Diolah sendiri menggunakan Microsoft Excel

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam tugas akhir ini, disusun sebagai berikut:

1. BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian (Pendekatan penelitian,


16

Spesifikasi penelitian, Jenis dan sumber data, Teknik pengumpulan data,

Teknik analisis data, Lokasi Penelitian dan Sistematika Penulisan).

2. BAB II Landasan Teoritis Dan Yuridis

Bagian ini berisi tentang Hukum Perlindungan konsumen, Macam-

macam Perlindungan Hukum dan Contohnya, Teori Hukum Perikatan,

Pengertian konsumen, Pengertian syarat sah perjanjian menurut perundang-

undangan diindonesia dan peraturan – peraturan yang berlaku.

3. BAB III Metodologi Penelitian

Bab ini berisi tentang tempat dan waktu penelitian

4. BAB IV Gambaran Umum Objek Penelitian

Bab ini menjelaskan variabel penelitian, metode pengumpulan data,

waktu dan tempat penelitian, dan prosedur analisis data.

5. BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bagian ini berisi analisis dari hasil pengolahan data dan pembahasan

mengenai mekanisme pembelian apartemen Skyhouse BSD+, kekuatan surat

pesanan PT. Sunny Garden Property dan akibat hukum terkait pembatalan

sepihak oleh konsumen.

6. BAB V Kesimpulan

Pada bab ini berisikan beberapa kesimpulan dari hasil penelitian.


BAB II
LANDASAN TEORI

A. HUKUM PERIKATAN DAN PERJANJIAN

1. Pengertian Perikatan dan Perjanjian

Secara definisi perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua

orang atau dua pihak yang sepakat, berdasarkan mana pihak yang

berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Sedangkan perjanjian adalah

suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua

orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal1.

Merujuk definisi tersebut diatas, antara perikatan dan perjanjian

memiliki perbedaan dimana untuk kesepakatan sendiri merupakan salah satu

syarat sah yaitu syarat obyektif perjanjian berdasarkan Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, dan kesepakatan adalah merupakan

pernyataan adanya kesesuain kehendak antara para pihak yang terlibat dalam

perjanjian2.

Selanjutnya berikut hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah

adalah bahwa perjanjian itu menimbulkan perikatan. Perjanjian adalah

sumber perikatan, di sampingnya sumber-sumber lain. Suatu perjanjian kerja

1
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), hlm 1
2
Perbedaan kesepakatan dan perjanjian https://blog.justika.com/dokumen-bisnis/perbedaan-
kesepakatan-dan-perjanjian (diakses tanggal 15 Juli 2022)

17
18

dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan

sesuatu. Dan dapat diartikan dari pengertian diatas tersebut bahwa terdapat

beberapa unsur-unsur yang tercantum dalam perikatan dan perjanjian, yaitu:

 Terdapat hubungan hukum. Hubungan tersebut merupakan hubungan

yang menimbulkan akibat hukum, dimana akibat hukum yaitu timbulnya

hak dan kewajiban.

 Adanya subjek hukum. Maksud daripada subjek hukum yaitu

pendukung hak dan kewajiban. Pada perkembangannya Subyek dalam

hukum perjanjian bukan hanya manuasia (naturilike person) namun

berkembang menjadi badan hukum (recht person)3.

2. Teori Perikatan dan Perjanjian

Literasi kepustakaan hukum Indonesia menggunakan bermacam-macam

istilah untuk menterjemahkan verbentenis dan overeenkomst Sehingga

didalam penerjemahannya terdapat 3 (tiga) dari verbentenis, yaitu perikatan,

perutangan dan perjanjian, sedangkan overeenkomst ada 2 (dua), yaitu

perjanjian dan persetujuan4. kemudian para doktrin mempunyai teori yang

diungkapakan sebagai berikut:

Pertama teori perikatan menurut R. Subekti adalah suatu perhubungan

hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu

3
Salim MS, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika, 2008. h.
27. (Selanjutnya disebut Salim HS I)
4
Teori Pperjanjian https://123dok.com/article/teori-perjanjian-theory-agreements-kerangka-teori
(diakses tanggal 15 Juli 2022)
19

berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain

berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu sedangkan perjanjian adalah

suatu suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di

mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal5.

Kedua, teori Abdul Kadir Muhammad perikatan dan perjanjian adalah

hubungan hukum yang terjalin diantara minimal dua orang karena peristiwa

atau keadaan. Ketiga, teori lain dikemukakan oleh Rutten, menurutnya

perjanjian adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan formalitas-formalitas

dari peraturan hukum  yang ada tergantung dari persesuaian kehendak dua

atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum dari

kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan

masing-masing pihak secara timbal balik. Kemudian Para sarjana

memberikan rumusan mengenai perjanjian dengan penggunaan kalimat yang

berbeda-beda, namun pada prinsipnya mengandung unsur yang sama yaitu:

a. Ada pihak-pihak. Yang dimaksud dengan pihak disini adalah subyek

perjanjian dimana sedikitnya terdiri dari dua orang atau badan hukum

dan harus mempunyai wewenang melakukan perbuatan hukum sesuai

yang ditetapkan oleh undang-undang.

b. Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap dan bukan suatu

perundingan.

5
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), hlm 1
20

c. Ada tujuan yang akan dicapai. Hal ini dimaksudkan bahwa tujuan dari

pihak hendaknya tidak bertentangan dengan ketertiban umum,

kesusilaan dan Undang-undang.

d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan. Hal itu dimaksudkan bahwa

prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak

sesuai dengan syarat-syarat perjanjian.

e. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan. Hal ini berarti bahwa perjanjian

bisa dituangkan secara lisan atau tertulis. Hal ini sesuai ketentuan

undang-undang yang menyebutkan bahwa hanya dengan bentuk tertentu

suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat6.

3. Macam-macam Perikatan dan Perjanjian

a. Perikatan

Berdasarkan sumbernya bahwasanya perikatan terdapat 2 (dua)

sumber:

i. Perikatan berdasarkan Hukum Perdata yang dibedakan atas:

 Menurut isi dan prestasinya;

 Menurut berlaku mulai dan berakhirnya perikatan.

ii. Kemudian kedua menurut Undang-undang Perikatan (BW)

sebagai berikut:

6
Perbedaan perjanjian, Perikatan dan kontrak https://www.negarahukum.com/perjanjian-perikatan-
kontrak.html (diakses 15 Juli 2022)
21

 Perikatan bersyarat (voorwaardelijk) adalah suatu perikatan

yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari,

yang masih belum tentu akan atau terjadi. Menurut Pasal

1253 KUHperdata tentang perikatan bersyarat “suatu perikatn

adalah bersyarat mankala ia digantungkan pada suatu

peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum

terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga

terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara

membatalkan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa

tersebut”;

 Perikatan dengan syarat Tangguh adalah perikatan yang

bersifat menangguhkan pelaksanaan perikatan, seperti contoh

jika B nikah A wajib menyerahkan paviliun rumahnya untuk

didiami oleh si B;

 Perikatan dengan syarat batal Istilah syarat berakhir dan

bukan syarat batal yang digunakan karena istilah syarat

berakhir tersebut lebih tepat, istilah syarat batal pada

umumnya mengesankan adanya sesuatu secara melanggar

hukum yang mengakibatkan batalnya perikatan tersebut dan

memang perjanjian tersebut tidal batal, tetapi berakhir, dan

berakhirnya perikatan tersebut atas kesepakatan para pihak

sedangkan kalau batal adalah kalau perjanjian tersebut


22

dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak atau batal demi

hokum.

 Perikatan Dengan ketetapan Waktu (tidjsbepaling) adalah

pelaksanaan perikatan itu digantungkan pada waktu yang

ditetapkan, seperti dalam pasal 1268 KUHperdata tentang

perikatan-perikatan ketetapan waktu, berbunyi “suatu

ketetapan waktu tidak, menangguhkan perikatan, melainkan

hanya menangguhkan pelaksanaanya”;

 Perikatan mana suka (alternatif) adalah objek prestasinya ada

dua macam benda, hal ini terdapat pada pasal 1272

KUHperdata tentang mengenai perikatan-perikatan mana

suka (alternatif) berbunyi, “tentang perikatan-perikatan

mana suka debitur dibebaskan jika ia menyerahkan salah

satu dari dua barang yang disebutkan dalam perikatan, tetapi

ia tidak dapat memaksa kreditor untuk menerima kreditor

untuk sebagian dari barang yang satu dan sebagian dari

barang yang lainnya”;

 Perikatan tanggung menanggung aktif dan pasif dimana

perikatan tanggung menanggung aktif terjadi apabila pihak

kreditor terdiri dari beberapa orang atau lebih dari satu yang

dikenal dengan tanggung renteng.

b. Perjanjian
23

Berdasarkan jenisnya perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa

jenis kelompok, yaitu sebagai berikut:

i. Perjanjian Konsensuil dan Perjanjian Formil

 Perjanjian Konsensuil adalah Perjanjian yang dianggap sah kalau

sudah ada consensus diantara para pihak yang membuat.

Perjanjian semacam ini untuk sahnya tidak memerlukan bentuk

tertentu;

 Perjanjian Formil adalah Suatu perjanjian yang harus diadakan

dengan bentuk tertentu, seperti harus dibuat dengan akta notariil.

Sehingga perjanjian ini baru dianggap sah jika dibuat dengan akta

notaris dan tanpa itu maka perjanjian dianggap tidak pernah ada.

ii. Perjanjian Sepihak dan Perjanjian Timbal Balik

 Perjanjian sepihak Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang

membebankan prestasi hanya pada satu pihak;

 Perjanjian timbal balik Suatu perjanjian yang membebankan hak

dan kewajiban kepada kedua belah pihak.

iii. Perjanjian Obligatoir dan Perjanjian Zakelijk


24

 Perjanjian Obligatoir adalah perjanjian yang hanya membebankan

kewajiban bagi para pihak, sehingga dengan perjanjian di situ

baru menimbulkkan perikatan;

 Perjanjian Zakelijk adalah perjanjian atas penyerahan benda atau

levering yang menyebabkan seorang yang memperoleh itu

menjadi mempunyai hak milik atas benda yang bersangkutan.

iv. Perjanjian Pokok dan Perjanjian Accessoir

 Perjanjian Pokok adalah perjanjian yang dapat berdiri sendiri

tanpa bergantung pada perjanjian yang lainnya;

 Perjanjian Accessoir adalah perjanjian yang keberadaannya

tergantung pada perjanjian pokok. Dengan demikian perjanjian

accessoir tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanay perjanjian

pokok.

v. Perjanjian bernama dan Perjanjian Tidak Bernama

 Perjanjian bernama adalah perjanjian yang secara khusus diatur di

dalam undang-undang;

 Perjanjian Tidak Bernama adalah perjanjian yang tidak diatur

secara khusus di dalam udang-undang.7

vi. Perjanjian Non Obligatoir 

7
Jenis-jenis Perjanjian https://berandahukum.com/a/jenis-jenis-perjanjian (Diakses 15 Juli 2022)
25

 Zakelijk overeenkomst adalah perjanjian yang menetapkan

dipidindahkannya suatu hak dari seseorang kepada orang lain;

 Bevifs overeenkomst adalah perjanjian untuk membuktikan

sesuatu;

 Liberatoir overeenkomst adalah perjanjian dimana seseorang

membebaskan pihak lain dari suatu kewajiban;

 Vaststelling overenkomst adalah perjanjian untuk mengakhiri

keraguan mengenai isi dan luas perhubungan hukum di antara

para pihak8.

B. PENGERTIAN SURAT PESANAN

1. Pengertian Surat Pesanan

Surat pesanan merupakan salah satu cara media pelaku usaha dalam

melakukan penawaran untuk memikat dan mengkomersialkan agar dapat

mendatangkan konsumen sehingga membeli barang ataupun jasa yang

ditawarkan melalui surat pesanan.

Definisi Surat Pesanan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) adalah suatu surat pesanan permintaan hendak membeli (supaya

dikirim, dibuatkan, dan sebagainya) dari pesanan adalah barang/jasa yang

dipesan.

8
Komariah, Op.Cit., Hlm. 172
26

2. Tujuan dan Fungsi Surat Pesanan

Tujuan dari surat pesanan yaitu tentu saja bertujuan agar memesan suatu

barang atau jasa yang di inginkan oleh perorangan ataupun instansi, supaya

hal ini tentu saja dengan maksud surat pesanan barang/jasa apa yang dipesan

jelas dan sesuai dengan terkait pesanan hal tersebut. Adapun fungsi surat

pesanan antara lain sebagai berikut:

a. Sebagai tolak ukur kualitas suatu barang;

b. Sebagai pedoman untuk pengiriman suatu barang;

c. Sebagai barometer maju tidaknya suatu perusahaan;

d. Sebagai pedoman untuk menentukan besar kecilnya suatu pembayaran.

3. Ciri dan Unsur Surat Pesanan

Surat pesanan merupakan bagian dari surat resmi memiliki unsur-unsur

yang sama, walaupun secara baku tidak diatur namun untuk kaidah penulisan

bahasa yang sesuai dengan ejaan yang disempurnakan. Untuk itu

penggunaan bahasa yang bersifat formal. Berikut kaidah penulisan surat

resmi yang harus perlu diperhatikan didalam membuat surat pesanan

berdasarkan ciri dan bagian-bagian, yakni antara lain:

a. Kop Surat, merupakan kop surat dari anda sebagai calon pembeli, baik

itu perusahaan, instansi pemerintahan, lembaga, maupun suatu

organisasi;

b. Nama Kota dan Tanggal, merupakan nama kota dimana surat tersebut

diterbitkan dan tanggal dari penerbitan surat tersebut;


27

c. Nomor Surat, merupakan penomoran surat berurut dari suatu badan

usaha ataupun kelompok lainnya;

d. Perihal, merupakan inti singkat dari isi surat yang anda kirimkan. Untuk

bagian ini bisa anda isi dengan kalimat Pesanan Barang, dilanjut dengan

jenis barang yang ingin anda pesan;

e. Lampiran, merupakan berkas yang dilampirkan pada surat. Jika anda

tidak melampirkan berkas apapun, maka tidak perlu mengisi bagian

lampiran surat;

f. Tujuan, merupakan pihak yang anda tuju pada surat tersebut. Dalam hal

ini, pihak tujuan adalah pihak supplier atau penyedia barang yang ingin

anda beli;

g. Salam Pembuka, merupakan ucapan salam sebelum memasuki bagian isi

surat. Pada bagian ini anda bisa menulis Dengan hormat, yang memang

paling sering digunakan;

h. Isi Surat, merupakan bagian terpenting pada setiap surat. Pada bagian ini

anda bisa menyebutkan mengenai barang yang ingin anda beli beserta

jumlahnya. Anda pun bisa mencantumkan mengenai tata cara

pembayaran yang akan anda lakukan atas pembelian barang barang

tersebut;

i. Salam Penutup, merupakan ucapan terimakasih dan harapan agar

pesanan anda segera diproses dan segera dikirimkan jika anda berada

pada kota yang berbeda dengan pihak supplier;


28

j. Nama dan Tanda Tangan, merupakan nama dan tanda tangan pimpinan

ataupun pejabat/staff yang ditunjuk oleh pimpinan untuk menanda

tangani surat tersebut.9

Selain itu kevalidan suatu suatu surat pesanan bukan dilihat dari lengkap

atau tidaknya pengisian, selain kaidah dan unsur-unsur sebagai syarat

kevalidan adalah sebagai berikut:

a. Official Company Header: Jika SP tidak menggunakan kop perusahaan

di ujung atas surat pesanan, maka surat pesanan tersebut dianggap tidak

valid;

b. Company Chop: Jika SP tidak dilengkapi dengan stempel perusahaan,

maka purchase order dianggap tidak sah;

c. Authorized Signature: Tanpa tanda tangan dari pimpinan perusahaan

atau yang diberi wewenang, maka SP dianggap tidak sah.10

4. Kedudukan Surat Pesanan Sebagai Perjanjian

Terbitnya atas surat pesanan merupakan terjadinya kesepakatan atas

perjanjian jual beli, Sebagaimana yang telah di bahas diatas sebelumnya,

bahwa perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian timbal balik dalam mana

pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu

barang, sedangkan pihak yang lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar

harga yang terdiri dari sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak

9
Struktur Surat Resmi dan Penjelasannya https: www.HaloEdukasi.com (diakses tanggal 20 Juli 2022)
10
Yusra, Dhoni Jurnal Analisa Atas Surat Pemesanan Barang (Purchasing Order) Sebagai Perjanjian
Jual Beli
29

milik tersebut (Subekti, 1995), hal ini juga terdapat pada pasal 1457 KUH

Perdata menyatakan “Jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak

yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan

pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.

Sebagaimana uraian diatas bahwa kedudukan Surat Pesanan terjadi

atas kesepakatan kehendak dari para pihak. Dari keterangan mengenai

perjanjian jual beli dan surat pesanan, sehingga dengan frasa “mengikatkan

diri” pada pasal 1457 KHUPER, maka dapat terlihat bahwa surat pesanan

dapat dikategorikan sebagai perjanjian jual beli. Alasannya adalah karena

Surat Pesanan melibatkan dua pihak, yaitu para subyek yaitu pihak pemesan

(pembeli) dan pihak yang menerima pesan (penjual). Kemudian timbal balik

tersebut didalam hak dan kewajiban yang timbul dengan terbitnya surat

pesanan antara kedua belah pihak, dan pemesan (yang mengeluarkan Surat

Pesanan), adanya kewajiban untuk membayar harga sesuai dengan harga

barang yang dibeli dari yang menerima pesan (penjual) dan penerima surat

pesanan tersebut dalam hal ini penjual, berkewajiban menyerahkan barang

yang telah dipesan oleh pemesan.

Maka kemudian bahwa Surat Pesanan dapat dikatakan merupakan jenis

bentuk kategori perjanjian innominaat (perjanjian tidak Bernama) yang

defisininya telah dijelaskan sebelumnya adalah perjanjian jual beli yang tidak

diatur secara khusus di dalam undang-undang


30

C. PENGERTIAN KONSUMEN

Calon pembeli atau konsumen adalah setiap orang yang pemakai barang

dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan sendiri,

keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan. Hal ini dapat bersifat dalam segala transaksi jual beli, menurut

Dewi (2013:1), konsumen adalah seseorang yang menggunakan produk dan atau

jasa yang dipasarkan. Sedangkan kepuasan konsumen adalah sejauh mana

harapan para pembelian seorang konsumen dipenuhi atau bahkan dilebihi oleh

sebuah produk. Jika harapan konsumen tersebut dipenuhi maka ia akan merasa

puas, dan jika melebihi harapan konsumen, maka konsumen akan merasa

senang.11

Ada beberapa pendapat adanya konsumen baik perilaku maupun proses

terbentuknya sebuah persepsi konsumen terhadap suatu barang yang sesuai

dengan yang dijanjikan oleh para produsen.

1. Pengertian Konsumen

Berikut adalah beberapa pendapat para ahli dan definisi hukum terkait

konsumen , yakni sebagai berikut:

a. Menurut Sri Handayani (2012: 2) konsumen (sebagai alih bahasa dari

consumen), secara harfiah berarti" seseorang yang membeli barang atau

menggunakan jasa''; atau ''seseorang atau sesuatu perusahaan yang

membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu'' juga ''sesuatu

11
Tinjaun Pustaka Pengertian Konsumen www.Polsri.ac.id (diakses 25 Juli 2022)
31

atau seseorang yang menggunakan suatu persediakan atau sejumlah

barang", ada pula yang memberikan arti lain yaitu konsumen adalah

''setiap orang yang menggunakan barang atau jasa dalam berbagai

perundang-undangan negara

b. Az. Nasution (dalam Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009: 25) juga

menjelaskan beberapa batasan tentang konsumen, yakni:

i. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa

digunakan untuk tujuan tertentu;

ii. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang

dan/jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain

atau untuk diperdagangkan (tujuan komersial);

iii. Konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapat dan

menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi

kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan

tidak untuk diperdagangkan kembali (nonkomersial).

iv. Keseluruhan peraturan dan hukum yang mengatur hak dan

kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya

untuk memenuhi kebutuhannya dan mengatur upaya-upaya untuk

menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan

konsumen (Sidobalok 2014:39).Hal ini dapat bersifat dalam segala

transaksi jual beli, secara langsung maupun secara online seperti

yang kini kian marak.


32

c. Didalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa

Pasal 1 angka 2 pengertian konsumen adalah setiap orang pemakai

barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup

lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Walaupun adanya transaksi yang tidak melalui tatap muka,

konsumen tetap berhak untuk mendapatkan barang yang sesuai dengan

pemberitahuan sebelumnya atau barang yang sesuai dengan yang

dijanjikan.

2. Hak Konsumen

Hak sebagai konsumen diatur dalam Undang-Undang Perlindungan

Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik

Indonesia yang berlandaskanpada Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat

(1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33 yang dapat diketahui sebagai

berikut:

a. Hak Dalam Memilih Barang

Konsumen memiliki hak penuh dalam memilih barang yang

nantinya akan digunakan atau dikonsumsi. Tidak ada yang berhak

mengatur sekalipun produsen yang bersangkutan. Begitu juga hak dalam

meneliti kualitas barang yang hendak dibeli atau dikonsumsi pada

nantinya.
33

b. Hak Mendapat Kompensasi dan Ganti Rugi

Konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi maupun ganti

rugi atas kerugian yang diterimanya dalam sebuah transaksi jual beli

yang dilakukan. Apabila tidak adanya kecocokan dalam gambar maupun

kualitas, konsumen berhak melakukan sebuah tuntutan terhadap

produsen.

c. Hak Mendapat Barang/Jasa yang Sesuai

Konsumen berhak untuk mendapat produk dan layanan sesuai

dengan kesepakatan yang tertulis. Sebagai contoh dalam transaksi secara

online, apabila terdapat layanan gratis ongkos kirim, maka

penerapannya harus sedemikian. Bila tidak sesuai, konsumen berhak

menuntut hak tersebut.

a. Hak Menerima Kebenaran atas Segala Informasi Pasti

Hal yang paling utama bagi para konsumen, guna mengetahui

apa saja informasi terkait produk yang dibelinya. Produsen dilarang

menutupi ataupun mengurangi informasi terkait produk maupun

layanannya. Sebagai contoh apabila ada cacat atau kekurangan pada

barang, produsen berkewajiban untuk memberi informasi kepada

konsumen.
34

b. Hak Pelayanan Tanpa Tindak Diskriminasi

Perilaku diskriminatif terhadap konsumen merupakan salah

satu bentuk pelanggaran atas hak konsumen. Pelayanan yang

diberikan oleh produsen tidak boleh menunjukkan perbedaan antara

konsumen yang satu dengan konsumen yang lainnya.

Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen dalam Pasal 1 angka

(1),menyebutkan bahwa, "Perlindungan Konsumen adalah segala upaya

yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan

kepada konsumen". Artinya, Pemerintah memberikan kepastian hukum

kepada konsumen dalam hal perlindungan terhadap hak-hak dan

kepentingannya. Meskipun UU Perlindungan Konsumen ini bertujuan untuk

melindungi kepentingan konsumen bukan berarti mengabaikan kepentingan

pelaku usaha yang mempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan

dan pemenuhan akan kebutuhan masyarakat.

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen,

perlindungan konsumen bertujuan:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen

untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang atau jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan

dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;


35

d. Menciptakan perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses mendapatkan

informasi untuk mendapatkan informasi.

e. Menumbuhkan Perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang

jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

f. Meningkatkan Produksi usaha barang jasa, kesehatan, kelangsungan

usaha dan/atau kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.12

3. Sumber-Sumber Hukum Konsumen

Berikut adalah sumber hukum yang terkait konsumen, mulai dari

Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hukum disamping konsumen

ditemukan di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebelumnya telah diuraikan bahwa Undang-undang Perlindungan Konsumen

berlaku setahun sejak disahkannya (tanggal 20 April 2000). Dengan

demikian dan ditambah dengan ketentuan Pasal 64 (ketentuan peralihan)

undang-undang ini, berarti untuk "membela" kepentingan konsumen.

Sekalipun peraturan perundang-undangan itu tidak khusus diterbitkan untuk

konsumen atau perlindungan konsumen, setidak-tidaknya ia merupakan

sumber juga dari hukum konsumen dan/atau hukum perlindungan konsumen.

Beberapa diantaranya akan diuraikan sebagai berikut.

https://disperindag.sumbarprov.go.id/details/news/9218(diakses pada 25 Juli 2022)


12
36

a. Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR

Hukum konsumen, terutama Hukum Perlindungan Kosumen

mendapatkan landasan hukumnya pada Undang-Undang Dasar 1945,

pembukaan alinea keempat yang berbunyi: "Kemudian dari pada itu

untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang

melindungi segenap bangsa Indonesia". Umumnya, sampai saat ini

orang bertumpu pada kata "segenap bangsa" sehingga ia diambil

sebagai asas tentang persatuan seluruh bangsa Indonesia (asas

persatuan bangsa). Akan tetapi, disamping itu, dari kata "melindungi"

menurut AZ.Nasution di dalamnya terkandung pula asas perlindungan

hukum pada segenap bangsa tersebut. Perlindungan hukum pada

segenap bangsa itu tentulah bagi segenap bangsa tanpa kecuali.

b. Hukum Konsumen Dalam Hukum Perdata

Dengan hukum perdata dimaksudkan hukum perdata dalam arti

luas, termasuk hukum perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah

keperdataan yang termuat dalam berbagai peraturan perundang-

udangan lainnya. Kesemuanya itu baik dalam hukum tertulis maupun

hukum perdata tidak tertulis (hukum adat).

Kaidah-kaidah hukum perdata umumnya termuat dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Di samping itu, tentu

saja juga kaidah-kaidah hukum perdata adat, yang tidak tertulis tetapi

ditunjuk oleh pengadilan dalam perkara tertentu. Patut kiranya


37

diperhatikan kenyataan yang ada dalam pemberlakuan berbagai kaidah

hukum perdata tersebut.13

1) Pertanggungjawaban Publik

Produsen sebagai pelaku usaha mempunyai tugas dan

kewajiban untuk ikut serta menciptakan dan menjaga iklim usaha

yang sehat yang menunjang bagi pembangunan perekonomian

nasional secara keseluruhan. Karena itu, kepada produsen

dibebankan tanggungjawab atas pelaksanaan tugas dan kewajiban

itu, yaitu melalui penerapan normanorma hukum, kepatutan, dan

menjunjung tinggi kebiasaan yang berlaku dikalangan dunia

usaha. Etika bisnis merupakan salah satu pedoman bagi setiap

pelaku usaha. Kewajiban pelaku usaha untuk senantiasa beritikad

baik dalam melakukan kegiatannya (pasal 7 angka 1) berarti

bahwa pelaku usaha ikut bertanggung jawab untuk menciptakan

iklim yang sehat dalam berusaha demi pembangunan nasional.

Jelas ini adalah tanggungjawab publickyang diemban oleh seorang

pelaku usaha. Atas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh

produsen maka kepadanya dikenakan sanksi-sanksi hukum, baik

administratif maupun sanksi pidana. Bentuk pertanggungjawaban

administratif yang dapat dituntut dari produsen sebagai pelaku

13
Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,2011), hal. 1-22
38

usaha diatur dalam pasal 60 UUPK yaitu pembayaran ganti

kerugian paling banyak Rp. 200.000.000,00(dua ratus juta) rupiah,

terhadap pelanggaran atas ketentuan tentang: a) Kelalaian

membayar ganti rugi kepada konsumen (pasal 19 ayat (2) dan ayat

(3)); b) Periklanan yang tidak memenuhi syarat (pasl 20); c)

Kelalaian dalam menyediakan suku cadang (pasal 25); dan d)

Kelalaian memenuhi garansi/ jaminan yang dijanjikan.

2) Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana yang dibebankan kepada

produsen, baik pelaku usaha yang bersangkutan maupun

pengurusnya (jika produsen berbentuk usaha) adalah:

a) Pidana penjara paling lama lima tahun atas pelanggaran

terhadap ketentuan pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 13 ayat

(2), pasal 15, pasal 17 ayat (1) huruf a,b,c,e, ayat (2) dan

pasal 18.

b) Pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling

banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta) rupiah, terhadap

pelanggaran atas ketentuan pasal 11, pasal 12, pasal 13 ayat

(1), pasal 14, pasal 16 dan pasal 17 ayat (1) huruf d dan f.

c) Terhadap sanksi pidana diatas dapat dikenakan hukuman

tambahan berupa tindakan:

- Perampasan barang tertentu;


39

- Pengumuman keputusan hakim;

- Pembayaran ganti rugi;

- Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan

timbulnya kerugian konsumen;

- Kewajiban menarik barang dari peredaran;

- Pencabutan izin usaha.14

3) Pertanggungjawaban Privat (Keperdataan)

Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen

yang selanjutnya disingkat dengan UUPK menyatakan bahwa

“pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan pencemaran dan/ atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan”.

Memperhatikan substansi pasal 19 ayat (1) UUPK tersebut

dapat diketahui bahwa tanggung jawab pelaku usaha, meliputi:

a) Tanggungjawab ganti kerugian atas kerusakan

b) Tanggungjawab ganti kerugian atas pencemaran; dan

c) Tanggungjawab ganti kerugian atas kerugian konsumen

14
Dwi Afni Meileni, Tinjauan Yuridis Tanggung Jawab Produk Terhadap Undang-Undang No 8
Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen, Hal.4
40

Berdasarkan hal ini, maka adanya produk barang dan/atau

jasa yang cacat bukan merupakan satu-satunya dasar

pertanggungjawaban pelaku usaha. Hal ini berarti bahwa

tanggungjawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang

dialami konsumen. Pasal 19 ayat (2) UUPK menyatakan “ganti

rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

pengmbalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang

sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau

pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku”.

Memperhatikan substansi ketentuan pasal 19 ayat (2) tersebut

sesungguhnya memiliki kelemahan yang sifatnya merugikan

konsumen, terutama dalam hal konsumen menderita suatu

penyakit. Melalui pasal tersebut konsumen hanya mendapat salah

satu bentuk penggantian kerugian yaitu ganti kerugian atas harga

barang atau hanya berupa perawatan kesehatan, padahal

konsumen telah menderita kerugian bukan hanya kerugian atas

harga barang tetapi juga kerugian yang timbul dari biaya

perawatan kesehatan. Untuk itu seharusnya pasal 19ayat (2)

menentukan bahwa pemberian ganti kerugian dapat berupa

pengembalian uang dan/atau penggantian barang atau jasa yang

setara nilainya dan/atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian


41

santunan dapat diberikan sekaligus kepada konsumen. Ini berarti,

rumusan antara kata “setara nilainya” dengan “perawatan

kesehatan” didalam pasal 19 ayat (2) yang ada sekarang tidak lagi

menggunakan kata “atau” melainkan “dan/atau”.

Melalui perubahan seperti ini, kalau kerugian itu

menyebabkan sakitnya konsumen, maka selain mendapat

penggantian 5 harga barang juga mendapat perawatan kesehatan.

Pasal 19 ayat (3) UUPK menyatakan “pemberian ganti rugi

dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal

transaksi”.

Kelemahan yang juga sulit diterima karena sangat merugikan

konsumen adalah pasal 19 ayat (3) UUPK ini, apabila ketentuan

ini dipertahankan, maka konsumen yang mengkonsumsi barang

dihari yang kedelapan setelah transaksi tidak akan mendapatkan

penggantian kerugian dari pelaku usaha, walaupun secara nyata

konsumen yang bersangkutan telah menderita kerugian. Oleh

karena itu agar Undangundang Perlindungan Konsumen ini dapat

memberikan perlindungan yang maksimal tanpa mengabaikan

kepentingan pelaku usaha, maka seharusnya pasal 19 (3)

menentukan bahwa tenggang waktu pemberian ganti kerugian

kepada konsumen adalah 7 (tujuh) hari setelah terjadinya


42

kerugian, dan bukan 7 (tujuh) hari setelah transaksi seperti

rumusan yang ada sekarang.

Pasal 19 ayat (4) UUPK menyatakan “pemberian ganti rugi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak

menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan

pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan”. Pasal

19 ayat (5) UUPK menyatakan “ketentuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlku apabila pelaku usaha dapat

membuktikan bahwa kesalahn tersebut merupakan kesalahan

konsumen”.

Pasal 20 UUPK menyatakan “pelaku usaha periklanan

bertanggungjawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat

yang ditimbulkan oleh iklan tersebut”. terkait pasal tersebut

seharusnya pelaku usaha periklanan hanya bertanggungjawab

terhadap akibat yang ditimbulkan oleh kreasinya sendiri, sehingga

bukan menyangkut informasi yang disampaikannya. Soal

kesalahan informasi yang disampaikan, seharusnya pihak yang

bertanggungjawab adalah usaha pemesan iklan yang

bersangkutan.

Kemungkinan pelaku usaha periklanan dapat dimintakan

tanggungjawab, apabila informasi yang diterimanya dari pelaku

usaha pemesan iklan diketahuinya tidak benar, namun pelaku


43

usaha tetap memproduksi iklan yang dimaksud. Pasal 21 UUPK

ayat (1) menyatakan “importir barang bertanggung jawab sebagai

pembuat barang yang diimpor, apabila importasi barang tersebut

tidak dilakukan agen atau perwakilan produsen luar negeri”. Pasal

21 ayat (2) UUPK menyatakan importir jasa bertanggungjawab

sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa asing tersebut

tidak dilakukan oleh agen”.

Pasal 21 ayat (1) dan (2) UUPK ini didalam substansinya

sudah tepat dalam rangka memberikan perlindungan kepada

konsumen, karena sebagaimana diketahui UUPK hanya tertuju

pada pelaku usaha yang menjalankan usahanya di Indonesia, dan

karenanya importer harus bertanggungjawab sebagai pembuat

barang impor dan/ atau sebagai penyedia jasa asing.

Pasal 23 UUPK menyatakan “pelaku usaha yang menolak

dan/ atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti

rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam pasal

19 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), dapat digugat melalui

Badan Penyelesaian sengketa Konsumen atau mengajukan

kebadan peradilan ditempat kedudukan konsumen”.

Pasal 23 UUPK ini merupakan lanjutan dari pasal 1 yang

mengatakan bahwa kalau produsen menolak membayar ganti

kerugian kepada konsumen, produsen dapat diajukan ke Badan


44

Penyelesaian sengketa Konsumen ataupun kepengadilan.jadi,

tampak bahwa pasal 19 merupakan fasilitas jalan damai yang

ditawarkan oleh undang-undanga. Kalau para pihak tidak

memanfaatkannya, dapat dipilih badan peradilan yang akan

menyelesaikannya.

Pasal 24 ayat (1) UUPK menyatakan “ pelaku usaha yang

menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain

bertanggungjawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan

konsumen apabila:

1) Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa

melakukan perubahan apapun atas barang dan/atau jasa

tersebut.

2) Pelaku usaha lain, didalam transaksi jual beli tidak

mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang

dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh,

mutu dan komposisi”. Pasal 24 ayat (2) menyatakan “pelaku

usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari

tangungjawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan

konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang

dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan

melakukan perubahan atas barang dan/ atau jasa tersebut.”

Pasal 24 UUPK mengatur tentang pertanggungjawaban atas


45

barang produksi yang dijual oleh pelaku usaha lain. Dengan

kata lain, mengatur tentang pertanggungjawaban dalam hal

adanya pihak-pihak lain dalam distribusi produk. Ditegaskan

bahwa tanggungjawab atas barang terletak pada pembuat,

kecuali jika barang itu kemudian diubah sehingga tidak sama

seperti semula lagi. Dalam hal ada perubahan, maka

tanggungjawab ada pada pelaku usaha terakhir yang

melakukan perubahan itu. Pasal 25 ayat (1) UUPK

menyatakan “pelaku usaha yang memproduksi barang yang

pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-

kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang

dan/atau fasilitas purnajual dan wajib memenuhi jaminan atau

garansi sesuai dengan yang diperjanjikan” Pasal 25 ayat (2)

UUPK menyatakan “pelaku usaha sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) bertanggungjawab atas tuntutan ganti rugi

dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut:

a) Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang

dan/atau fasilitas perbaikan.

b) Tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan dan/atau

garansi yang diperjanjikan”. Sesuai ketentuan pasal ini,

pelaku usaha wajib menyediakan suku cadang dan/atau

fasilitas purna jual, demikian pula wajib memenuhi


46

jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan,

sepanjang pelaku usaha yang bersangutan memprodusi

barang yang pemanfaatnnya berkelanjutan dalam batas

waktu sekurang-kurangnya 1 (satu ) tahun.

Satu hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan

substansi pasal ini, bahwa kewajiban menyediakan suku cadang

atau fasilitas purna jual yang dimaksud tidak tergantung ada

atau tidaknya ditentukan dalam perjanjian memberikan

konsekuensi bahwa walaupun perjanjian para pihak tidak

menentukan, konsumen tetap memiliki hak menuntut ganti rugi

kepada pelaku usaha yang bersangkutan berdasarkan perbuatan

melanggar hukum, apabila kewajiban menyediakan suku

cadang atau fasilitas purna jual tersebut diabaikan pelaku

usaha. Berbeda dengan ketentuan yang menyangkut jaminan

atau garansi, UUPK menggantungkan pada substansi perjanjian

para pihak.

Pasal 26 UUPK menyatakan “pelaku usaha yang

memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau

garansi yang disepakati dan atau/ yang diperjanjikan”. Dalam

pasal ini kewajiban memenuhi jaminan dan/atau garansi atas

jasa yang diperdagangkan oleh pelaku usaha digantungkan

syarat pada isi perjanjian. Hal ini memberikan konsueksi bahwa


47

apabila dalam perjanjian tidak ditentukan kewajiban pelaku

usaha tersebut, maka dengan sendirinya konsumen tidak dapat

menuntut pemenuhan itu dari pelaku usaha. Konsumen tidak

dapat menggunakan alasan “ perbuatan melanggar hokum” atas

dasar ketentuan UUPK.

Pasal 27 UUPK menyatakan “ pelaku usaha yang

memproduksi barang dibebaskan dari tanggungjawab atas

kerugian yang diderita konsumen, apabila: Barang tersebut

terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimasukkan

untuk diedarkan;

Cacat barang timbul pada kemudian hari;

Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi

barang;

Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;

Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak

barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan

Apabila diperhatikan ketentuan huruf b , dapat diketahui

bahwa pelaku usaha tidak bertanggungjawab atas kerugian

akibat cacat barang yang timbul dikemudian hari sebagaimana

diperjanjikan baik tertulis maupun lisan. Ketentuan ini

memberikan konsekuensi, dalam hal tidak diperjanjikan maka

pelaku usaha bertanggungjawab sampai masa daluarsa berakhir


48

yaitu 4 (empat) tahun sebagaimana diatur dalam huruf e UUPK

tersebut.

Berangkat dari hal tergsebut dapat dikatakan antara huruf b

dan huruf e yang juga mengatur pembebasan tanggungjawab

karena lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan adalah sama

maksudnya. Perbedaan hanya dari segi redaksi semata, terutaa

dihubungkan dengan penjelasan huruf e tersebur. Tidak

bertanggungawab atas cacat barang yang timbul dikemudian

hari sebagaimana diperjanjikan, tidak lain maksudnya adalah

juga masa garansi sebagaimana disebutkan dalam penjelasan

huruf e.

Demikian pula menyangkut huruf e yang memberikan

alternaitf yaitu masa kadaluarsa 4 (empat) tahun sejak barang

dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan (masa

garansi), maka terbuka kemungkinan disalahgunakan oleh

pelaku usaha. Pelaku usaha dapat membebaskan diri dari

tanggung jawab dnegan cara membatasi jangka waktu secara

tidak wajar didalam perjanjian. Dengan demikian ketentuan

tersebut masih perlu ditinjau kembali agar tidak merugikan

konsumen atau tidak mengganggu prinsip keseimbangan.15

15
Az Nasution,Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar,Jakarta:Diadit Media,2006),Hal.36
49

4. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha

Konsumen dan pelaku usaha merupaka para subyek yang keduanya

merupakan pihak yang memiliki peranan penting dalam proses transaksi

dan pembelian penjualan barang dan/atau jasa. Pelaku usaha sendiri dalam

melakukan produksi, pendistribusian maupun pemasaran suatu produk

barang dan/atau jasa, mempunyai suatu sasaran yaitu agar dapat menarik

pihak konsumen supaya mau membeli produk yang ditawarkannya.

Walaupun masyarakat pada umumnya sudah memahami dengan konsumen,

didalam teori perilaku konsumen sendiri menjelaskan bahwa bagaimana

konsumen mencari, memilih, membeli, menggunakan, dan mengevaluasi

suatu barang atau jasa dalam memenuhi kebutuhannya, hal ini membuat

karakter atas hak dan kewajiban seorang konsumen dapat dibedakan..

beberapa ahli mengistilah “Konsumen” merupakan suatu istilah yang tidak

asing dan telah memasyarakat. banyak nomenklatur yang mencoba untuk

mendefinisikan istilah ini.16

Berikut definisi istilah “konsumen” yang berasal dari kata consumer

atau consument, yang secara harfiah adalah “orang yang memerlukan,

membelanjakan atau menggunakan; pemakai atau pembutuh” juga

mengemukakan itu beberapa batasan mengenai konsumen, yaitu:

16
N.H.T,Siahan, Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk,Cet 1,
(Bogor :Grafika Mardi Yuana,2005) Hal.23
50

a. Konsumen dalam arti umum adalah setiap orang yang mendapatkan

barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu;

b. Konsumen-antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang

dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain

atau untuk diperdagangkan (tujuan komersial);

c. Konsumen-akhir adalah setiap orang alami yang mendapatkan dan

menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan

hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk

diperdagangkan kembali (nonkomersial).

Sebagaimana unsur untuk memperoleh/mendapatkan digunakan dalam

batasan ini karena perolehan barang atau jasa itu oleh konsumen tidak saja

karena hubungan hukum jual-beli, sewa menyewa, pinjam-pakai, jasa

angkutan perbankan, konstruksi asuransi dan sebagainya, tetapi dapat juga

pemberian sumbangan, hadiah-hadiah baik berkaitan dengan hubungan

komersial (pemasaran, promosi barang/jasa tertentu) maupun dalam

hubungan lain-lainnya.

1) Hak dan Kewajiban Konsumen

Pelanggaran yang banyak dilakukan bahkan sering kali terjadi

disebabkan karena salah satunya adalah ketidaktahuan konsumen

maupun pelaku usaha mengenai batasan antara hak dan kewajiban para
51

pihak. sekalipun didalam UUPK hal itu diatur, pada kenyataannya tidak

sedikit orang yang belum pernah bahkan tidak membaca UUPK ataupun

belum mengetahui tentang keberadaan dari UUPK itu sendiri. Maka dari

itu sangatlah penting sekali bagi konsumen untuk mengetahui hak dan

kewajiban dalam kegiatan ekonomi.

Para pihak baik konsumen maupun pelaku usaha, keduanya

memiliki hak dan kewajiban yang harus diperhatikan dan dilaksanakan

oleh mereka. Jika terjadi pelanggaran dan kelalaian akan hak-hak

konsumen atau konsumen mengalami kerugian sebagai akibat dari

pelaku usaha yang tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya,

maka konsumen dapat menuntut pelaku usaha tersebut untuk

bertanggung jawab. Demikian pula sebaliknya, konsumen tidak dapat

menuntut pelaku usaha untuk bertanggung jawab jika konsumen tidak

melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya. berikut terdapat empat

hak dasar konsumen yang mengacu pada pedoman President Kennedy’s

1962 Consumer’s Bill of Right. yaitu:

a) Hak untuk memperoleh keamanan (the right to safety);

b) Hak untuk mendapat informasi (the right to be informed);

c) Hak untuk memilih (the right to choose);

d) Hak untuk didengar (the right to be heard).17

17
Ahmadi Miru Dan Sutarman Yado, Hukum Perlindungan Konsumen,(Jakarta : PT.Rajagrafindo
Persada,2007) Hal.9
52

Fakultas Hukum Univesitas Indonesia dan Departemen

Perdagangan, mengemukakan enam hak konsumen, yaitu enam hak

dasar yang disebut pertama, ditambah dengan hak untuk mendapatkan

barang dan atau jasa sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya dan

hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum yang patut. Kedua

lembaga tersebut ikut andil didalam rancangan akademik UUPK, dan

dikeluarkan Hak dan kewajiban dari konsumen diatur dalam ketentuan

Pasal 4 dan Pasal 5 UUPK. Pasal 4 UUPK menetapkan bahwa

konsumen memiliki hak-hak sebagai berikut:

a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan atau jasa;

b) Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan

barangdan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi

sertajaminan yang dijanjikan;

c) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

danjaminan barang dan atau jasa;

d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau

jasa yang digunakan;

e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;


53

f) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

g) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau

penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak

sesuaidengan perjanjian atau sebagaimana mestinya; dan

i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya.Selain hak, tentunya konsumen juga memiliki

kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi. Pasal 5 UUPK

menetapkan empat kewajiban konsumen sebagai berikut:

1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan

prosedurpemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa,

demi keamanandan keselamatan;

2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

danatau jasa;

3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; dan

4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa

perlindungankonsumen secara patut.18

18
Susanti Adi Nugroho,Proses Sengketa KonsumenDi Tinjau dari hukum Acara Serta Kendala
Hiplementasinya, (Jakarta:Kencana;2008), Hal.67-68
54

Undang-undang Perlindungan Hukum (UUPK) sendiri

memerintahkan kepada konsumen akan kewajiban konsumen

membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur, serta

aturanpemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa demi

keselamatan, hal ini penting bagi konsumen agar kesalahan pelaku

usaha itu sendiri dianggap telah lalai, hal ini dikarenakan kesalahan

konsumen sering dilimpahkan kepada pelaku usaha, sekalipun

pelaku usaha telah menyampaikan peringatan secara jelas pada

suatu produk, Pengaturan kewajiban ini maka secara otomatis

memberikan konsekuensi pelaku usaha tidak bertanggung jawab

apabila konsumen yang bersangkutan menderita kerugian akibat

mengabaikan kewajiban tersebut.

D. DASAR PERJANJIAN HUKUM DI INDONESIA

Timbulnya sebuah perjanjian karena adanya dua pihak yang saling sepakat,

tertulis rangkaian kesepakatan. Sebelum surat perjanjian ditandatangani, asas

ketelitian didalam perjanjian sangat dituntut, hal ini terkait hak dan kewajiban isi

dari suatu perjanjian. Pedoman terkait kesepakatan tersebut telah diatur pada

hukum di Indonesia. Ketika kesepakatan secara tertulis sudah dibuat dan

disahkan, semua pihak harus mematuhi kesepakatan tersebut. Dasar hukum

syarat sah perjanjian harus berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum


55

Perdata (KUHPer) khususnya pada Bab I, II dan IV yang menerjemahkan tentang

perikatan dan perjanjian di Indonesia.19

Kedua belah pihak memiliki asas pacta survenda bahwa kebebasan untuk

menentukan isi perjanjian dengan syarat tidak menghilangkan kewajiban untuk

mematuhi ketentuan yang berlaku. Untuk itu hukum perjanjian juga membantu

penyelesaian jika di kemudian hari terjadi sengketa didalam isi perjanjian.. 

1. Syarat Sah Perjanjian

Didalam pasal 1320 KHUPER telah menjelaskan syarat sah suatu

perjanjian, dengan tujuan agar surat perjanjian tidak merugikan kedua belah

pihak, isi perjanjian harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku..

Adapun syarat-syaratnya sebagai berdasarkan pasal 1320 KHUPER sebagai

berikut.

a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya atau kedua belah pihak

Kehendak atas kedua belah pihak pembuat perjanjian dan

menghasilkan kesepakatan itu terjadi adanya pesesuain kehendak para

pihak. Persesuaian tersebut harus memuat hal-hal pokok yang

diinginkan oleh kedua belah pihak. Para pihak mengikatkan diri dan

memiliki keinginan bebas dengan menyatakan tegas ataupun diam-diam.

Hal ini bermaksudnya agar para pihak harus setuju atau sepakat

mengenai isi dari setiap pokok yang diperjanjikan tanpa adanya

ibid
19
56

penipuan (fraud, bedrog), kekhilafan (dwaling, mistake), atau paksaan

(dures, dwang). 

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Kemudian untuk syarat sah perjanjian kedua syarat subyektif adalah

kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Pasal 1330 KHUPER

mengatur dan mengkategorikan subyek atau para pihak yang tidak

dianggap cakap atau kemampuan dalam membuat perjanjian adalah:

i. Orang yang belum dewasa

ii. Orang yang memiliki kondisi khusus, seperti sakit mental (gila),

cacat, dinyatakan bangkrut atau pailit oleh pengadilan, dan lain-

lain.

2. Suatu Pokok Persoalan Tertentu

Untuk syarat obyektif pertama di syarat ketiga harus memenuhi suatu

pokok persoalan tertentu. Dalam Pasal 1332 KUHPerdata menjelaskan objek

perjanjian merupakan barang barang tertentu yang dapat diidentifikasi

jenisnya. Maksudnya adalah perluasan definisi objek perjanjian tidak hanya

tentang benda, tetapi bisa berupa jasa. sehingga objek yang diperjanjikan

tersebut harus jelas dan tahu jenisnya. Hal ini agar bertujuan untuk

memberikan kejelasan tentang apa yang diperjanjikan, yaitu hak dan

kewajiban masing-masing pihak.


57

3. Suatu Sebab yang Halal atau Tidak Terlarang

Syarat obyektif terakhir adalah ketika membuat perjanjian, Anda harus

memastikan bahwa barang atau jasa yang dimuat dalam perjanjian halal atau

tidak terlarang. Ini merupakan salah satu syarat sah perjanjian yang harus

dipenuhi.

Isi perjanjian juga tidak menyalahi ketentuan kaidah kesusilaan,

ketertiban umum, ataupun undang-undang yang berlaku sebagaimana

tertuang dalam Pasal 1337 KUHPer.

E. PENGERTIAN PEMBATALAN SECARA SEPIHAK SURAT PESANAN

Pembatalan secara sepihak atas suatu surat pesanan dapat dipahami sebagai

ketidaksediaan salah satu pihak untuk memenuhi prestasi (janji) yang telah

disepakati kedua belah pihak dalam surat pesanan. Sebagaimana kita ketahui atas

penjelasan diatas bahwa surat pesanan merupakan perjanjian tidak bernama

dimana perjanjian yang tidak diatur didalam undang-undang, hal ini berdasarkan

atas pasal pasal 1338 (1) KUH Perdata. Sedangkan pada ayat (2) menyebutkan

bahwa:

“Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat

kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undangundang

dinyatakan cukup untuk itu“

Atas dasar pasal tersebut Dimana pihak yang lainnya tetap bermaksud untuk

memenuhi prestasi yang telah dijanjikannya dan menghendaki untuk tetap


58

memperoleh kontra prestasi dari pihak yang lainnya itu. Tanggung jawab

dipercayakan pada seseorang atau orang lain diterima sebagai tugas.

F. KONSTRUKSI HUKUM TRANSAKSI PERJANJIAN JUAL BELI

APARTEMEN

Transaksi atas jual beli apartemen telah diatur didalam Undang-Undang No

21 Tahun 2011 dengan aturan tekhnis Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan

Perumahan Rakyat Nomor 11/PRT/M/2019 Tentang Sistem Perjanjian

Pendahuluan Jual Beli Rumah, adapun prosedur umum didalam jual beli

apartemen sebagai berikut:

a. Tanda Jadi

Tanda jadi ini adalah Kamu bayar sejumlah nominal Booking Fee dan

pesan unit pilihan Kamu, dan setelah itu Kamu akan dapat dokumen Surat

Bukti Pemesanan (SBP);

b. Membuat Penjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB)

Tahapan ini adalah tahapan administrasi calon konsumen yang kemudian

akan melampirkan identitas asli kepada developer untuk dibuatkan PPJB dan

disahkan oleh notaris;

c. Persiapkan Biaya Sebelum KPA


59

Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA) adalah proses fasilitas untuk

untuk membeli Apartemen tapi belum punya cukup financial. Sebagai

gantinya pihak ketiga (Bank) yang akan melunasi terlebih dahulu ke

developer

d. Membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Kemudian dalam proses ini adalah serah terima unit, bayar dan verifikasi

BPHTB sejumlah 5% dari nilai transaksi dikurangi Nilai Jual Objek Tidak

Kena Pajak (NJOPTKP)

e. Pembuatan Akta Jual Beli (AJB)

Proses pembuatan Akta Jual Beli dilakukan oleh notaris dengan biaya

sekitar 1% dari nilai transaksi. Biasanya biaya ini ditanggung setengah-

setengah antara Kamu dan developer. Pembuatan AJB ini butuh PPJB tadi

yang udah di tandatangani dan bermaterai antara pembeli dan penjual

f. Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak ini dibayarkan saat

pengajuan pengalihan hak. Biaya ini yang akan masuk ke kas negara sebagai

pendapatan negara

g. Bea Balik Nama

Proses ini merupakan proses status hukum kepemilikan properti semakin

kuat yang kuat sebagai bukti kepemilikan.

Kembali lagi berdasarkan proses dan data Jika dilihat dari kontruksi

transaksi yang dilakukan oleh PT. Sunny Garden Property yakni menggunakan
60

istilah Pre Project Selling merupakan penjualan sebelum proyek dibangun

dimana property yang dijual tersebut baru berupa gambar atau konsep. Kemudian

secara dasar hukum pada konsep Pre Project Selling tidak lepas dari beberapa

peraturan yakni KUHPerdata, UU No 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan

kawasan pemukiman, UU No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan UU No.

8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dari beberapa Undang-Undang

tersebut yang seringkali digunakan acuan untuk proses Pre Project Selling adalah

UU NO. 1/2011 dan UU No. 20/2011 yang mengatur secara umum tentang

pembangunan rumah baik secara vertikal atau horizontal. Dalam pasal 42 (1) UU

1/2011 menggunakan Perjanjian Pendahuluan untuk Proses Pre Project Selling

sedangkan dalam pasal 42 (3) UU 20/2011 mengunkan Perjanjian bersyarat.

Ketentuan kunci dalam konsep Pre Project Selling terdapat dalam pasal 42

(2) UU 20/2011 tentang syarat pemasaran sebelum pembangunan yang harus

dipenuhi oleh pengembang yaitu: ketentuan yakni Kepastian peruntukan ruang,

Kepastian hak atas tanah, Kepastian pengunaan rumah susun, Perizinan

pembangunan rumah susun, dan Jaminan dari lembaga penjamin. Kelima syarat

tersebut bersifat komulatif artinya kelimanya harus terpenuhi semua ketiaka

developer ingin melakukan Pre Project Selling.20

20
Prosedur membeli apartemen https://apartemen.ayodhya.id/proses-apa-saja-yang-perlu-kamu-
ketahui-saat-membeli-apartemen-2 (diakses 02 Agustus 2022)
BAB III

GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN


A. SEJARAH SINGKAT OBJEK PENELITIAN

1. Profil Pengembang (Developer)

PT. Sunny Garden Property merupakan salah satu perusahan holding asal

China yang menginvestasikan usaha di Indonesia yang berstatus Perusahaan

milik Asing (PMA) yang bergerak dalam bidang bisnis Pengembang properti.

Beberapa tahun belakangan ini, pengembang asal China bermunculan

mewarnai industri properti tanah air. Salah satunya adalah pemegang kuasa

pemasaran dari Skyhouse BSD+ yaitu PT. Sunny Garden Property, semenjak

didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM tanggal 16 April 2017 dengan

nomor AHU-0016256.AH.01.01. TAHUN 2017 PT. Sunny Garden Property

terus mengembangkan sayap bisnisnya ke wilayah Banten tepatnya

Kabupaten Tangerang Cisauk BSD, developer tersebut mengembangkan

kawasan residensial dengan jumlah tak tanggung-tanggung yakni hingga 12

tower.

Didalam kawasan tersebut akan ada 7.700 unit yang akan ditawarkan

pengembang dengan beberapa tahapan. Untuk tahap pertama, Januari 2017

akan me-launching 5 tower terlebih dahulu. Dengan mengusung nama-nama

di negara Singapura yakni tower B (Bristol) , C (Cleymore), D (Dexton), J

(Jervois) dan L (Leonie).

61
62

a. Lokasi Perusahaan

Lokasi kantor Pusat PT. Sunny Garden Property APL TOWER

Lantai 39 T 05 -06, Jl. Letjen S. Parman KAV. 28, dengan pengembangan

usahanya di daerah Provinsi Banten dengan membuka Marketing Galery

yang beralamat di CBD 55 - Lot III 1 - 5 (Beside AEON Mall BSD City,

Jl. BSD CBD II, Sampora, Cisauk, Tangerang, Banten.

b. Produk

Produk yang ditawarkan oleh PT. Sunny Garden Property adalah

berupa Rumah tinggal tipe Rumah Tinggal dan tipe Apartemen.

c. Harga

Harga yang di tawarkan oleh Skyhouse BSD+ sangatlah bervariasi

dan market dari konsumen perusahaan ini adalah menengah keatas,

berkisar antara Rp. 500.000.000,- sampai dengan Rp. 1,900.000.000,-.

d. Legalitas Detail Perusahaan

berikut adalah data untuk PT. Sunny Garden Property:

Badan Hukum: Sunny Garden Property/Skyhouse BSD+


Lokasi: Jakarta Barat
Alamat: APL TOWER LANTAI 39 T 05-06, JL.
LETJEN S. PARMAN KAV. 28
Tahun Terbit: 2018
Notaris: Kevin Hutama Sutandi, S.H., M.KN
Tipe Badan Hukum: PT
No SK: AHU-0016256.AH.01.01.TAHUN 2017
Tanggal SK: 06-Apr-17
No Akta: 6
Tanggal Akta: 05-Apr-17
63

Data diolah oleh penulis menggunakan excel

e. Struktur Organisasi Marketing galeri

Manager Area Sales : Ivan Kusuma

Sales : Aruna

2. Profil Konsumen

Profil Konsumen adalah atas nama Bapak Harry Kusumo, yang

merupakan seorang Karyawan Swasta dengan beralamat di Jl. Duta Mas No.

11-L RT 014/011 Kelurahan Jelambar Baru, Jakarta Barat dengan nomor

Identitas 3173020712770005.

Yang bersangkutan membeli dengan surat pesanan tanggal 01 Maret

2020 atas unit apartemen Skyhouse BSD+ (PT. Sunny Garden Property)

tower Claymore Lt. 32 Unit C2-32D.

3. Bahan Data Wawancara Konsumen

Sebelum dilakukan analisis, penulis terlebih dahulu melakukan

persiapan untuk bahan pertanyaan wawancara kepada pihak Konsumen.

Adapun tahapan wawancara dan serah dokumentasi terlampir.


BAB IV

PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI PENELITIAN

1. Contoh dan Kronologi Kasus

Berdasarkan atas informasi dari Bpk. Harry Kusumo terkait pembayaran

Down Payment (DP) atas pembelian Apartement unit Skyhouse BSD+ yang

bersangkutan menceritakan terkait pembatalan pembelian sebuah unit

apartemen di Skyhouse BSD+. Dimulai dari sales marketing Skyhouse

BSD+, dengan menawarkan sebuah unit apartemen diberikan kepada Bapak

Harry Kusumo dengan mekanisme Hak Peralihan,.

Sebagai informasi bahwa Bapak Harry Kusumo telah menanda tangani

surat pesanan tanggal 01 Maret 2020 dengan bermaterai dan telah membayar

Uang Booking Fee serta DP sebanyak 30x.. Kemudian dikarenakan dalam

perjalanannya pihak pembeli terdampak covid-19 yang mengakibatkan

financial calon pembeli kesulitan, akhirnya Harry Kusumo berniat untuk

membatalkan Down Payment (DP) atas pembelian apartement unit Skyhouse

BSD+ yang sudah diangsur 30x, dan atas konfirmasi pembatalan tersebut

diatas pihak marketing menawarkan pengalihan dengan mekanisme 2,5%

adalah fee penjualan kepada pihak lain dan 3% biaya adminsitrasi atas

64
65

pengalihan, setelah itu beberapa minggu ini pihak Bpk Harry Kusumo diberi

undangan untuk penandatanganan PPJB sebelum peralihan hak.

Penulis mencoba merangkum dan mengolah data terkait surat pesanan

yang ditanda tangani tanpa membubuhi nama dari pihak penjual, adapun

rangkuman tersebut berisi sebagai berikut:

c. Identitas Calon Pembeli (dalam hal ini Bpk. Harry Kusumo);

d. Identitas Pengembang (PT. Sunny Garden Property);

e. Mekanisme Penjualan, Harga jual, Tgl pelaksanaan pembangunan,

jadwal Penanda tangana PPJB, Tgl Perkiraan pembangunan, jadwal

penandatangan AJB, Tgl Serah terima Kunci, Informasi Proyek;

f. Tabel Pembayaran ( Jenis pembayaran, tanggal jatuh tempo, total

harga);

g. Lampiran-lampiran klausul Baku.

Selanjutnya karena pembatalan ini Harry Kusumo ingin pembayaran

Down Payment tersebut dikembalikan, dikarenakan kondisi dari financial

yang bersangkutan untuk saat ini sulit ditambah kondisi pandemi COVID-

19, dan atas penawaran sales marketing tersebut menurut Harry Kusumo

tidaklah fair jika menggunakan mekanisme tersebut.

2. Tinjauan Kasus dengan Hukum Perjanjian

Berdasarkan kasus tersebut diatas dan penjelasan mengenai mekanisme

pembelian apartemen dengan menggunakan fasilitas Kredit Pembiayaan


66

Apartemen (KPA) adalah menggunakan pendekatan hukum yang diatur pada

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman dan diatur secara tekhnis melalui Peraturan Menteri Perumahan

Rakyat (PERMEN PUPR) Nomor 16/PRT/M/2021 Tahun 2021 Tentang

Pelaksanaan Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Atau Perjanjian Pengikatan

Jual Beli Untuk Rumah Umum Dan Satuan Rumah Susun Umum serta

Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/M/1995

tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah menyatakan bahwa

pelaksanaan sebelum kepada jual beli adalah menggunakan mekanisme

Surat Pesanan dengan dasar kesepakatan kedua belah pihak.

Terkait kasus yang muncul ini proses jual beli berdasarkan aturan dan

undang-undang belum pada tahap Perjanjian Pendahuluan Jual Beli yang

dihadapkan pada pejabat berwenang yaitu Notaris, untuk itu pendekatan dari

kasus ini kembali kepada Undang-Undang lex generalis yang diatur pada

Bab I, II dan IV Kitab Hukum Undang-Undang Perdata.

Sebagaimana yang dijelaskan diatas sebelumnya bahwa kedudukan surat

pesanan yang diterbitkan oleh PT. Sunny Garden Property merupakan jenis

perjanjian tidak bernama,jika dilihat dari hasil interview dan data yang

diterima penulis surat pesanan yang melampirkan syarat-syarat atas

ketentuan umum, maka dari itu perlu ditinjau melalui pendekatan bagaimana

syarat-syarat sahnya perjanjian didalam surat pesanan tersebut, apakah

unsur-unsur perjanjian sudah terpenuhi. Sehingga didalam pandangan


67

perjanjian pendekatan atas syarat sah nya perjanjian adalah menggunakan

pasal 1320 Kitab Hukum Undang-Undang Perdata yang menyatakan

“Syarat sahnya suatu perjanjian yang mengemukakan empat

syarat,yaitu : 1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak 2. Kecakapan untuk

melakukan perbuatan hukum 3. Adanya suatu hal tertentu 4. Adanya sebab

yang halal”

Berdasarkan pasal tersebut, secara syarat subyektif penulis didalm

pendekatanya mengasumsikan dianggap cakap dalam hukum memenuhi syarat

subyektif, namun syarat obyektif penulis berdasarkan data dan kronologis dari

Harry kusumo bahwasanya pihak pengembang yaitu Skyhouse BSD+ diduga

melakukan kelalaian yang telah diatur didalam syarat Pendahuluan Perjanjian

Jual Beli (PPJB) hal ini diduga bahwa konsumen tidak diinformasikan terhadap

obyek yaitu bangunan yang harus dipenuhi oleh pengembang. Hal ini diduga ada

informasi yang tidak disampaikan kepada pihak konsumen sehingga didalam

pasal 1320 angka 3 yaitu “Adanya suatu hal tertentu” dimana obyek yang

diperjanjikan tidak memenuhi syarat secara aturan.

B. ANALISIS PENULIS

Berdasarakan atas informasi dan data yang diterima terkait kasus ini,

bahwasanya transaksi pembayaran down payment (DP) atas pembelian

apartemen ini didasari oleh surat pesanan yang ditanda tangani tanggal 01 Maret

2020 tanpa pembubuhan nama dan nomor surat pesanan dari pengembang
68

property. Kemudian penulis mencoba untuk menganalisa bagaimana kekuatan

hukum surat pesanan yang menjadi dasar pembayaran booking fee dan down

payment (DP).

Teori Bentuk dan kaidah Format Surat Pesanan

Secara garis besar bahwasanya surat pesanan yng diterbitkan oleh Skyhouse

BSD+, kenudian bagaimana validitas surat tersebut berdasarkan surat pesanan yang

diterima terdapat tidak dibubuhi nama yang diberi wewenang dari pengembang dan

tidak ada nomor surat pesanan maka validitas dari surat ini tidak sah, hal ini teori

Authorized Signature: Tanpa tanda tangan dari pimpinan perusahaan atau yang diberi

wewenang, maka PO dianggap tidak sah. Jika kita asas pacta survenda yaitu

berkebebasan untuk mengikatkan diri namun hal ini didalami agar tujuan dari syarat

sahnya dari sisi obyektif maka kriteria tetap dijunjung dengan teori kepercayaan,

yaitu maksud untuk memalsukan sehingga sesuatu yang halal atas syarat sahnya

perjanjian dapat terpenuhi.

Teori klausul Baku dengan

Surat Pesanan yang dibuat oleh pihak Developer hanya mempunyai kekuatan

mengikat apabila memenuhi empat syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320

KUHPerdata seperti yang disampaikan tersebut diatas, kemudian pada surat pesanan

tersebut ada klausul dimana klausul tersebut merupakan bagian dari Klausul Baku

dimana Klausul baku adalah satu wujud dari kebebasan individu pengusaha
69

menyatakan kehendak dalam menjalankan perusahaannya. Dalam klausul baku

tersebut pada point 4 (4.2) terdapat syarat yang secara khusus membebaskan

pengusaha dari tanggung jawab terhadap akibat yang merugikan, yang timbul dari

pelaksanaan perjanjian. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen (UUPK) telah mengatur tentang hak dan kewajiban pelaku usaha dan

konsumen, klausula baku dan tindakan-tindakan yang dilarang demi keberlangsungan

perlindungan bagi konsumen yaitu pencantuman perjanjian/klausula baku antara lain

pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen atau

perjanjian bentuknya sulit dijangkau atau sulit terlihat dan tidak bisa dibaca secara

jelas dalam hal ini terdapat tulisan yang tidak standar (terlalu kecil) sehinga dalam

Pasal 18 Ayat (3) UUPK menyebutkan apabila klausula baku yang telah ditetapkan

oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan dalam

ayat 1 dan ayat 2 maka dinyatakan batal demi hukum.

Terkait klausul Baku telah diatur Pada Bab V Pasal 18 UU 8/1999 terdapat

ketentuan tentang larangan pencantuman klausula baku. Adapun yang dimaksud

dengan klausula baku menurut undang-undang ini adalah “setiap aturan atau

ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu

secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau

perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”.


70

.Adapun larangan pencantuman klausula baku diuraikan dalam Pasal 18 ayat (1)

yaitu Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk

diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap

dokumen dan/atau perjanjian apabila:

1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang

yang dibeli konsumen;

3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang

dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara

langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang

berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan

jasa yang dibeli oleh konsumen;

6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau

mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;

7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,

tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh

pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk

membebankan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang

yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.


71

Akibat pencantuman klasula baku diatur pada Pasal 18 ayat (2) UU 8/1999 yaitu

“setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau

perjanjian dinyatakan batal demi hukum”, Oleh karena itu, Surat Pesanan yang

mengandung klausula baku tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Teori Pemasaran Apartemen

Berdasarkan Pasal 1457 KUH Perdata menyatakan “Jual beli adalah suatu

perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang

telah dijanjikan”. Analisis berpendapat bahwa berdasarkan dari tanggal

pemesanan dan pembayaran booking fee dan Dp terhadap penanda tanganan

PPJB cukup lama, sehingga analisis berpendapat bahwa PT. Sunny Garden

Property melakukan sistem pre project selling atau penjualan sebelum

pembangunan apartemen diperbolehkan untuk dilaksanakan. Hal ini terdapat

antara lain sudah memiliki lahan dan memenuhi dokumen legal/perizinan yang

dibutuhkan dalam pembangunan apartemen di surat pesanan dengan nomor Izin

membangun bangunan (IMB) nomor 648.3/276DPMSTP/2018 tanggal 18 Mei

2018.

Selanjutnya perjanjian yang mengikat bagi penjual/developer dan pembeli

yang diwajibkan dalam Pasal 1 ayat (2) Permen PUPR PPJB menyebutkan bahwa

“Kesepakatan jual beli rumah tapak dan rumah susun antara pelaku pembangunan

dengan konsumen sebelum proses pembangunan dilaksanakan, maka kesepakatan

tertulis harus dinyatakan dalam akta notaris”. dan Pasal 43 ayat 1 UU RUSUN
72

menyebutkan bahwa “Proses jual beli satuan sarusun sebelum pembangunan

rumah susun selesai dapat dilakukan melalui PPJB yang dibuat di Hadapan

Notaris”. Analisis menduga Perjanjian pembelian apartemen Skyhome BSD+

yang dituangkan dalam surat pemesanan tidak termasuk kategori pre project

selling karena tidak dipenuhi dan tidak diterapkannya konsep pre project selling

yang terdapat dalam Pasal 10 ayat 1 Permen PUPR PPJB dan Pasal 43 ayat (2)

UU RUSUN. Proses jual beli satuan rumah susun sebelum pembangunan harus

memenuhi 5 (lima) persyaratan kepastian atas:

1. Status kepemilikan tanah;

2. Hal yang diperjanjikan;

3. Kepemilikan izin mendirikan bangunan induk atau izin mendirikan bangunan;

4. Ketersediaan sarana, prasarana, dan utilitas umum;

5. Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen.

Dari Kelima syarat tersebut harus terpenuhi jika penjual/developer ingin

melakukan pre project selling aggrement. Apabila kelima syarat di atas belum

dipenuhi oleh penjual/developer maka PPJB tidak dapat dibuat di hadapan notaris.

Karena notaris/PPAT juga tidak akan mau melakukan legalisasi PPJB bilamana

developer tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan


73

yang berlaku. Sehingga sejak dikeluarkannya surat pesanan ini diduga ada indikasi

tidak transfaran informasi kepada calon pembeli yaitu Bpk. Harry kusumo.

Kitab Undang-undang Perdata pasal 1320 terkait syarat sahnya suatu perjanjian ada

dua yaitu 1) secara syarat subyektif (kedua belah pihak menyatakan untuk

mengikatkan diri dan kecakapan dalam membuat suatu perikatan); 2) syarat Obyektif

(suatu hal tertentu dan seba yang halal). Dalam hal ini bahwa ada mekanisme sistem

pemasaran yang diatur oleh UU yaitu Pre project selling agreement dalam bentuk

surat pemesanan (SP) yang hanya menguntungkan secara sepihak dan mekanisme

pelaksanaan PPJB belum dilaksanakan dihadapan notaris sebagai akta dibawah

tangan dimana pada dasarnya adalah suatu akta yang dibuat oleh para pihak untuk

suatu kepentingan atau tujuan tertentu tanpa mengikutsertakan pejabat yang

berwenang dalam hal ini notaris tidak dilibatkan artinya segala peristiwa hukum

yang dilakukan oleh para pihak itu sendiri dan kemudian ditandatangani oleh para

pihak misalnya kwitansi, surat perjanjian dan utang-piutang secara pembuktian

tidak kuat sebagai akta otentik sehingga analisis menduga bahwa PT. Sunny

Gorden Property sebagai developer Apartement Skyhome BSD+ tidak memenuhi

syarat obyektif suatu perjanjian dan sebagai akibat hukum tersebut maka

perjanjian atas dasar surat pesanan Batal Demi Hukum. Maka dengan ini segala

persitiwa hukum dikembalikan kepada keadaan semula.


74

C. ANALISIS PEMBATALAN SECARA SEPIHAK SURAT PESANAN

Sebagaimana penjelasan terkait definisi pembatalan diatas sebelumnya

bahwa didalam surat pesanan terdapat ketentuan umum terkait pembatalan surat

pesanan, hal ini tertuang dalam pasal 4 tentang pengakhiran surat pesanan. pasal

4.1 tentang pengembang berhak untuk setiap saat mengakhiri surat pesanan

berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut: tertulis pada huruf d menyatakan

bahwa sebagai berikut:

“Pemesan baik atas permohonannya sendiri atau atas permohonan pihak lain

dinyatakan pailit atau ditaruh bawah pengampuan dan masih ada sisa kewajiban

kepada pengembang”

Kemudian dilanjutkan lagi dengan pasal 4.2 tentang akibat pengakhiran surat

pesanan dimaksud pasal 4.1 berlaku akan ketentuan sebagai berikut:

“ a) jika pembayaran atas harga jual berdasarkan surat pesanan ini dibayarkan

secara tunai, angsuran, atau cara pembayaran lain apapun, maka seluruh

pembayaran yang telah diterima oleh pengembang dari pemesan akan tetap

menjadi pemilik pengembang sepenuhnya”


75

Penjelasan atas syarat ketentuan tersebut dinilai sangat merugikan, hal ini para

pihak ada yang merasa dirugikan atas syarat tersebut, pasalnya pembatalan atas

pembayaran DP ini merupakan efek pandemi yang secara nasional dianggap

bencana non alam berdasarkan pengumuman Badan Penanggulangan Bencana

Alam yang dirasakan langsung oleh konsumen. Disisi lain syarat atas force

majure tidak dijelaskan dan tertulis didalam syarat ketentuan tersebut.

Pembatalan surat pesanan ini, tentunya “menimbulkan akibat hukum bagi

masing-masing pihak termasuk perjanjian yang telah disepakati sebelumnya”21.

Akibat hukum ini merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek

hukum yakni antara konsumen dan pengembang. Pasal 1338 KUHPerdata

dinyatakan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya” hal ini menunjukan bahwa

untuk mengakhiri atas surat pesanan yang telah disepakati oleh kedua belah

pihak maka harus diakhiri pula dengan mentaati kesepakatan tersebut.

21
Bagus Julio Suroso dan Desak Putu Dewi Kasih. “Kajian Yuridis Perbuatan Melawan Hukum
Akibat Pemutusan Perjanjian Sewa-Menyewa Secara Sepihak Yang Dilakukan Oleh Direksi PT. Bali
Unicorn. “Kertha Semaya: Journal Hukum 2, no.1 (2014), 5
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Pembatalan secara sepihak surat pesanan oleh konsumen yang diawali

dengan ketidakmampuan dalam kondisi financial akibat pandemi COVID -19

berakibat salah satu pihak yaitu pengembang merasa dirugikan. Sehingga

pengembang merasa didalam klausul syarat ketentuan pembatalan secara sepihak

dapat mengkahiri surat pesanan yang telah disepakati. Namun didalam proses

terbitnya surat pesanan dan transaksi pembayaran Downpayment (DP) atas

pembelian unit apartemen Skyhouse BSD+ dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pada saat penerbitan surat pesanan secara validitas unsur surat pesanan

tidak sah karena tidak ada nomor surat pesanan dan nama yang diberi

jabatan dan wewenang, perbuatan hukum tersebut membuat kekuatan

surat pesanan tidak mengikat;

2. Sebagaimana terbitnya nya surat pesanan yang dengan pencantuman

klausul baku, hal tersebut bertentangan dengan klausul Baku telah diatur

Pada Bab V Pasal 18 UU 8/1999;

3. Kemudian akibat hukum atas perbuatan hukum tersebut mengakibatkan

surat pesanan yang juga sebagai bentuk perjanjian tidak bernama yang

76
77

atas dasar syarat sah nya suatu perjanjian yaitu pasal 1320 KHUPER

tidak memenuhi unsur obyektif suatu syarat perjanjian, maka perjanjian

atas dasar surat pesanan tersebut Batal Demi Hukum.

B. SARAN

Didalam pelaksanaan pembayaran downpayment (DP) atas pembelian

apartemen masih banyak menyisakan persoalan, secara tekhnis masih banyak

tahapan-tahapan yang tidak sesuai dalam melaksanakan aturan dan undang-

undang yang berlaku di Indonesia. Pemerintah sendiri telah memberikan baik

berupa undang-undang maupun peraturan, untuk itu diharapkan bagi para pelaku

usaha dan konsumen betul-betuk memahami perjanjian kedua belah pihak.

Hal ini menghindari dari cidera janji dan perbuatan melawan hukum atas

kesepakatan yang dibuat. Untuk itu penulis menyarankan terkait kecakapan

didalam melakukan perbuatan hukum perlu ditelaah dengan asas, ketelitian,

kepatutan dan menjalankan kaidah-kaidah tata susila.

Kemudian atas akibat hukum yang terjadi didalam permasalahn ini penulis

menrankan agar pembatalan atas surat pesanan tersebut dapat diminta melalui

pengadilan guna memberikan kepastian hukum baik bagi pelaku usaha maupun

masyarakat selaku konsumen.


DAFTAR PUSTAKA

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), hlm 1

Perbedaan kesepakatan dan perjanjian


https://blog.justika.com/dokumen-bisnis/perbedaan-kesepakatan-dan-perjanjian
(diakses tanggal 15 Juli 2022)

Salim MS, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar
Grafika, 2008. h. 27. (Selanjutnya disebut Salim HS I)

Teori Pperjanjian https://123dok.com/article/teori-perjanjian-theory-agreements-


kerangka-teori (diakses tanggal 15 Juli 2022)

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), hlm 1

Perbedaan perjanjian, Perikatan dan kontrak


https://www.negarahukum.com/perjanjian-perikatan-kontrak.html (diakses 15 Juli
2022)

Jenis-jenis Perjanjian https://berandahukum.com/a/jenis-jenis-perjanjian (Diakses


15 Juli 2022)

Komariah, Op.Cit., Hlm. 172

Struktur Surat Resmi dan Penjelasannya https: www.HaloEdukasi.com (diakses


tanggal 20 Juli 2022)

Yusra, Dhoni Jurnal Analisa Atas Surat Pemesanan Barang (Purchasing Order)
Sebagai Perjanjian Jual Beli

Tinjaun Pustaka Pengertian Konsumen www.Polsri.ac.id (diakses 25 Juli 2022)

78
79

https://disperindag.sumbarprov.go.id/details/news/9218 (diakses pada 25 Juli 2022)

Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,2011),


hal. 1-22

Dwi Afni Meileni, Tinjauan Yuridis Tanggung Jawab Produk Terhadap Undang-
Undang No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen, Hal.4

Az Nasution,Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar,Jakarta:Diadit


Media,2006),Hal.36

N.H.T,Siahan, Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk,Cet 1,


(Bogor :Grafika Mardi Yuana,2005) Hal.23

Ahmadi Miru Dan Sutarman Yado, Hukum Perlindungan Konsumen,(Jakarta :


PT.Rajagrafindo Persada,2007) Hal.9

Susanti Adi Nugroho,Proses Sengketa KonsumenDi Tinjau dari hukum Acara Serta
Kendala Hiplementasinya, (Jakarta:Kencana;2008), Hal.67-68

Prosedur membeli apartemen https://apartemen.ayodhya.id/proses-apa-saja-yang-


perlu-kamu-ketahui-saat-membeli-apartemen-2 (diakses 02 Agustus 2022)

Bagus Julio Suroso dan Desak Putu Dewi Kasih. “Kajian Yuridis Perbuatan
Melawan Hukum Akibat Pemutusan Perjanjian Sewa-Menyewa Secara Sepihak Yang
Dilakukan Oleh Direksi PT. Bali Unicorn. “Kertha Semaya: Journal Hukum 2, no.1
(2014), 5
RIWAYAT HIDUP

Jhoni Gumilar Ramin lahir di Jakarta pada tanggal 14


Juni 1983, bertempat tinggal di Kp. Tegal RT 01/03 Desa
Tegal, Kec. Kemang Kabupaten Bogor. Anak keempat dari 4
bersaudara. Menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar pada
tahun 1995 di SD Negeri 01 Cibadak Tangerang, kemudian
melanjutkan Pendidikan Madrasah Tsanawiyah Negeri 01
Way Lima Kabupaten Pesawaran dengan lulus pada tahun
1999. Setelah lulus MTs kemudian memasuki Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri 01 Kedondong Way Lima dan lulus pada tahun 2001, kemudian melanjutkan
kuliah pada tingkat Diploma di Lembaga Pendidikan Pengembangan Profesi
Indonesia (LP3I) pada tahun 2002 – 2004 dengan Jurusan Komputer Akuntansi.

Dengan didasari atas pengalaman organisasi dan bekerja dibeberapa


Perusahaan swasta dan Lembaga Negara pada tahun 2017, saya memutuskan untuk
melanjutkan kuliah dengan jenjang strata 1 (S1) di Universitas Math’laul Anwar
Banten dengan Prodi Ilmu Hukum. kemudian saat ini sedang menyelesaikan Tugas
Akhir Skripsi dan akan menjalani sidang skripsi pada akhir bulan September 2022.

Berkat petunjuk dan pertolongan Allah SWT, usaha dan disertai doa dan
kedua orangtua dalam menjalani aktivitas akademik di Perguruan Tinggi di
Universitas Mathla’ul Anwar Banten. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir dengan skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Pembatalan Sepihak
Surat Pesanan Atas Pembayaran DownPayment (DP) Oleh Konsumen Pada PT.
Sunny Garden Property Dalam Perspektif Hukum Positif”

80
81

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Jhoni Gumilar Ramin

NIM : C06170101

Program Studi : Ilmu Hukum

Judul Skripsi : Analisis Yuridis Pembatalan Sepihak Surat Pesanan Atas


Pembayaran DownPayment (DP) Oleh Konsumen Pada PT. Sunny Garden Property
Dalam Perspektif Hukum Positif
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan Skripsi ini berdasarkan hasil
penelitian, pemikiran dan pemaparan asli dari saya sendiri, baik untuk naskah laporan
maupun kegiatan yang tercantum sebagai bagian dari Skripsi ini. Jika terdapat karya
orang lain, saya akan mencantumkan sumber yang jelas.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya tanpa paksaan dari pihak
manapun dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran
dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa
pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini dan sanksi lain sesuai
dengan peraturan yang berlaku di Universitas Mathla'ul Anwar Banten.

Pandeglang, 28 September 2022

Yang membuat pernyataan,

Jhoni Gumilar Ramin


NIM. C06170101

Anda mungkin juga menyukai