Anda di halaman 1dari 104

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEMBAYARAN UPAH DI BAWAH

UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.1662/Pid.B/2015/PN

LBP)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Dalam

Ilmu Syariah JurusanHukum PidanaIslam Fakultas Syariah Dah Hukum

UIN Sumatera Utara

Oleh:

SRI WAHYUNI PURBA

0205183118

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA

UTARA

MEDAN

2022 M / 1444 H
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEMBAYARAN UPAH DI BAWAH
UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM
(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.1662/Pid.B/2015/PN
LBP)

Oleh :
SRI WAHYUNI PURBA
0205183118

Menyetujui

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Dr. Budi Sastra Panjaitan, S.H., M.Hum Syaddan Dintara Lubis,MH


NIP. 19760420 200901 1009 NIP. 19890214 201903 1 010

Mengetahui,
Ketua Jurusan

Drs. Abd. Mukhsin, M.Soc.Sc


NIP. 19620509 199002 1 001
ABSTRAK

Skripsi ini berjudul : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEMBAYARAN


UPAH DI BAWAH UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) MENURUT
HUKUM PIDANA ISLAM (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam
No.1662/Pid.B/2015/PN LBP)

Hak mendasar yang harus diwujudkan dan diintegrasikan dengan pekerja adalah
perlindungan hukum, yang diatur dalam Undang-Undang Sumber Daya Manusia No.
13 Tahun 2003 (selanjutnya disebut Undang-Undang Ketenagkerjaan). Tujuan dari
perlindungan hukum ini adalah untuk melindungi kesejahteraan pekerja dan
keluarganya, dengan tetap memperhatikan kepentingan pemberi kerja. Bentuk-bentuk
perlindungan yang diberikan antara lain perlakuan yang sama terhadap majikan dan
terwujudnya hak-hak dasar seperti hak liburan dan hak istirahat. Hal ini berguna
untuk mewujudkan hak-hak dasar sehingga dapat melindungi pekerja dari tindakan
sewenang-wenang oleh pengusaha.Pasal 67 sampai 101 UU Ketenagakerjaan, salah
satunya mengatur hak cuti dan hak gaji, mengatur bagaimana mempertahankan hak-
hak dasar tersebut.Menurut Pasal 28D ayat (20) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk
bekerja dan memperoleh imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam suatu
hubungan kerja, pemberian upah dilakukan untuk memenuhi penghidupan yang layak
bagi pekerja. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana
pengaturan ketentuan pidana pada pembayaran gaji di bawah upah minimum
berdasarkan hukum pidana dan hukum pidana Islam? (2) Bagaimana sanksi hukum
sanksi hukum pelaku pembayaran upah di bawah umr pada putusan pengadilan negeri
Lubuk Pakam No. 1662/Pid.B/2015/PN.LBP? (3) Bagaimana pertimbangan hukum
hakim pada putusan PN Lubuk Pakam No. 1662/Pid.B/2015/PN.LBP?. Maka dari
penelitian tersebut dapat disipulkan bahwa dalam kasus pembayarn gaji di bawah
upah minimum telah di atur dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
pasal 90 jo pasal 185 dengan pidana hukuman penjara paling singkat 1(satu) tahun
dan paling lama 4 (empat) tahun, atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus
juta rupiah) atau paling banyak Rp. 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah),
sedangkan dalam Hukum Pidana Islam hukuman bagi pelaku pengalihan objek
jaminan fidusia dijatuhi hukuman ta’zir.

Kata Kunci : Upah,Pembayaran Gaji, Upah Minimum Regional


i

DAFTAR ISI

ABSTRAK

DAFTAR ISI...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................7

C. Batasan Masalah...........................................................................................8

D. Tujuan Penelitian..........................................................................................8

E. Manfaat Penelitian........................................................................................8

F. Kerangka Teori.............................................................................................9

G. Kajian Terdahulu..........................................................................................13

H. Hipotesis Penelitian......................................................................................14

I. Metodologi Penelitian..................................................................................14

J. Sistematika Pembahasan .............................................................................16

BAB II KETENTUAN PIDANA PEMBAYARAN GAJI DI BAWAH

UPAH MINIMUM BERDASARKAN HUKUM PIDANA DAN

HUKUM PIDANA ISLAM....................................................................................18

A. Upah Minimum Regional.............................................................................18

1. Dasar Hukum Upah.................................................................................18

2. Pengertian Upah Minimu Regional.........................................................21

3. Dasar Hukum Upah Minimum Regional ................................................23

B. Ketentuan Pidana Pembayaran Gaji Di Bawah Upah Minimum

Berdasarkan Hukum Pidana.........................................................................26


ii

1. Pengertian Tindak Pidana........................................................................26

2. Dasar Hukum Pembayaran Gaji Di Bawah Upah Minimum...................30

3. Sanksi Hukum Pidana Pembayaran Gaji Di Bawah Upah Minimum.....32

C. Ketentuan Pidana Pembayaran Gaji Di Bawah Upah Minimum

Berdasarkan Hukum Pidana Islam...............................................................37

1. Pengertian Hukum Pidana Islam..............................................................37

2. Unsur-Unsur Hukum Pidana Islam..........................................................38

3. Dasar Hukum Pembayaran Gaji Di Bawah Upah Minimum

Berdasarkan Hukum Pidana Islam...........................................................38

4. Sanksi Hukum Pembayaran Gaji Di Bawah Upah Minimum

Berdasarkan Hukum Pidana Islam........................................................... 40

BAB III SANKSI HUKUM PELAKU PEMBAYARAN UPAH DI

BAWAH UMR PADA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LUBUK

PAKAM NO. 1662/Pid.B/2015/PN.LBP...............................................................43

A. Deskripsi Kasus Pada Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam...............43

1. Kronologi Kasus......................................................................................43

2. Dakwaan Penuntut Umum.......................................................................44

3. Amar Putusan...........................................................................................45

B. Analisis Hukum Pidana Pada Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam

No.1662/Pid.B/2015/PN.LBP......................................................................46

C. Analisis Hukum Pidana Islam Pada Putusan Pengadilan Negeri Lubuk

Pakam No.1662/Pid.B/2015/PN.LBP..........................................................50
iii

BAB IV PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM PADA PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI LUBUK PAKAM

No.1662/Pid.B/2015/PN.LBP.................................................................................53

A. Amar Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam

No.1662/Pid.B/2015/PN.LBP......................................................................53

B. Faktor Yang Menjadi Landasan Hakim Dalam Memutus Perkara

No.1662/Pid.B/2015/PN.LBP......................................................................81

BAB V PENUTUP..................................................................................................93

A. Kesimpulan...................................................................................................93

B. Saran.............................................................................................................95

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................96
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hak mendasar yang harus diwujudkan dan diintegrasikan dengan pekerja

adalah perlindungan hukum, yang diatur dalam Undang-Undang Sumber Daya

Manusia No. 13 Tahun 2003 (selanjutnya disebut Undang-Undang Ketenagkerjaan). 1

Tujuan dari perlindungan hukum ini adalah untuk melindungi kesejahteraan pekerja

dan keluarganya, dengan tetap memperhatikan kepentingan pemberi kerja. Bentuk-

bentuk perlindungan yang diberikan antara lain perlakuan yang sama terhadap

majikan dan terwujudnya hak-hak dasar seperti hak liburan dan hak istirahat. Hal ini

berguna untuk mewujudkan hak-hak dasar sehingga dapat melindungi pekerja dari

tindakan sewenang-wenang oleh pengusaha.Pasal 67 sampai 101 UU

Ketenagakerjaan, salah satunya mengatur hak cuti dan hak gaji, mengatur bagaimana

mempertahankan hak-hak dasar tersebut.Menurut Pasal 28D ayat (20) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa

setiap orang berhak untuk bekerja dan memperoleh imbalan dan perlakuan yang adil

dan layak dalam suatu hubungan kerja, pemberian upah dilakukan untuk memenuhi

penghidupan yang layak bagi pekerja.

Kepala daerah dalam hal ini Gubernur, Bupati, atau Walikota, kemudian

menetapkan upah minimum. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga

Kerja Nomor 15 Tahun 2018 tentang upah minimum, Indonesia menetapkan

pengupahan dengan menggunakan skema pengupahan, khususnya UMP dan UMR.

Di Indonesia, topik perlindungan hukum bagi tenaga kerja sering dibicarakan.


1
Undang- Undang No. 13 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan
2

Perlindungan gaji karyawan merupakan topik yang selalu menjadi perbincangan, baik

dari pihak manajemen, pemerintah, maupun swasta.

Menurut Pasal 1 Angka 30 UU Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU

Ketenagakerjaan), hak-hak pekerja yang diperoleh dalam bentuk uang dinyatakan

sebagai upah dari pengusaha atas pekerjaannya yang besarnya ditentukan berdasarkan

pada kesepakatan dalam perjanjian kerja, serta tunjangan yang diberikan kepada

pekerja. Menurut justifikasinya, pembayaran upah oleh pemberi kerja didasarkan

pada suatu perjanjian kerja, yaitu adanya kesepakatan antara pemberi kerja dan

pekerja tidak secara lisan, melainkan secara tertulis, berdasarkan refleksi yang tulus

pada keadaan di tempat kerja. Hal ini karena berkomunikasi hanya secara verbal

dapat menghasilkan kepastian hukum

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah suatu proses

penerjemahan nilai akhir untuk menyelaraskan hubungan antara nilai-nilai yang

dituangkan dalam aturan yang kokoh dan sikap tindakan untuk memulai, memelihara,

dan memelihara kehidupan sosial yang damai. fungsi teori penegakan hukum

menghendaki agar pengusaha memperhatikan isi Pasal 54 UU Ketenagakerjaan ayat

(1), ketika membuat perjanjian kerja tertulis dan penetapan upah, yaitu: nama, alamat,

dan jenis perusahaan, diikuti dengan nama karyawan, jabatan, lokasi, dan gaji, serta

hak dan tanggung jawab para pihak, lamanya kontrak, kapan dan di mana

ditandatangani, dan bukti akhir tanda tangan para pihak sebagai bukti

perjanjian .Selain itu pada ayat (2) dijelaskan bahwa ketentuan dan tata cara

pelaksanaan besaran upah tidak boleh melanggar hukum. Hal ini menunjukkan bahwa

pemilik usaha memang memiliki wewenang untuk memilih syarat-syarat perjanjian,

bentuknya, dan tentu saja besaran upah yang harus dibayar. Tujuannya adalah untuk
3

mempertahankan hak menguasai wilayah kekuasaan usaha, khususnya kelangsungan

biaya produksi dan keuntungan, dengan tetap mempertimbangkan hak-hak pekerja.

Makna yang harus disampaikan adalah bahwa besaran gaji pegawai harus

berdasarkan ketentuan UMP/UMK, yang harus diterapkan pada sistem penggajian di

setiap perusahaan, menurut pasal kedua. Perusahaan (pengusaha) diwakili oleh

organisasi pengusaha (seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia), pekerja yang diwakili

oleh serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah pusat semuanya terlibat dalam

pengaturan upah minimum pekerja.Pemerintah daerah juga terlibat. lokal. Dalam hal

ini pemerintah provinsi dan pemerintah daerah bupati/walikota adalah pemerintah

daerah, dan gubernur menetapkan upah minimum berdasarkan rekomendasi dewan

pengupahan provinsi dan/atau bupati/walikota.2

Kontrak kerja yang diberikan kepada pekerja atau buruh lebih seperti

template atau perjanjian yang sudah memiliki bentuk baku. Bukan lagi kesepakatan

yang berasal dari pembicaraan atau negosiasi antara para pihak. Kesepakatan klausula

baku bukanlah hasil kesepakatan melainkan kehendak salah satu pihak, yang

memaksakan kehendaknya kepada pihak lain sedemikian rupa sehingga pihak lain

menerimanya atau tidak menerimanya sama sekali, sehingga menimbulkan

ketidakseimbangan di antara para pihak. Karena kedudukan pengusaha yang lebih

tinggi sebagai pembuat perjanjian, perjanjian semacam ini biasanya lebih

menguntungkan pengusaha daripada pekerja. Ini bertentangan dengan hukum bagi

pengusaha membayar upah di bawah UMP/UMK. karena hal itu bertentangan dengan

syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Suatu perjanjian

dianggap sah apabila memenuhi syarat-syarat perjanjian yang mengikat diri para

2
Ibid, Pasal 89 ayat 1
4

pihak, kapasitas untuk mengadakan perikatan, persyaratan tertentu yang disepakati,

dan alasan yang sah.

Kaitannya juga terdapat dalam Pasal 1337 KUHPerdata yang menyatakan

bahwa hal-hal yang melawan kesusilaan atau hukum dianggap sebagai sebab yang

dilarang. Bagian ini menjelaskan apakah suatu sebab bertentangan dengan hukum,

akal sehat, atau ketertiban umum.melanggar hukum untuk membayar pekerja kurang

dari upah minimum federal, ini adalah kegiatan yang dilarang.

Menurut Pasal 13 KUHPerdata ayat(38), setiap dan semua perjanjian yang

telah dianggap sah akan dianggap sah bagi para pihak yang terlibat. Perjanjian ini

juga harus dilaksanakan dengan benar karena tidak dapat ditarik kembali, tetapi dapat

dikesampingkan jika kedua belah pihak atau semua pihak berkehendak demikian

karena alasan yang diperbolehkan. Penegasan ini juga telah dijelaskan dalam Pasal

1320 KUHPerdata dan “dilaksanakan dengan itikad baik”, serta bahwa suatu

perjanjian dalam pelaksanaannya harus berdasarkan keadilan dan harta benda.

Penjelasan pasal tersebut di atas memberikan penekanan pada kata “sah”. Asas ini

juga dapat diartikan bahwa sikap batin seseorang menentukan di mana ia melakukan

suatu perbuatan hukum. Pengaturan ini juga merupakan bentuk bagi pengusaha yang

ingin membuat kesepakatan tentang penugasan pekerjaan atau tenaga kerja. Ayat 2

mengatur besaran upah dan cara pembayarannya harus sesuai dengan undang-undang.

Pasal 1320, 1337, dan 1338 KUHPerdata, di samping Pasal 54 UU Ketenagakerjaan,

memberikan bukti nyata keberadaannya; karenanya, dalam sistem hukum Indonesia,

mereka memikul tanggung jawab yang signifikan atas kebebasan berkontrak

(Priyono, 2017). Gaji minimum yang harus dibayarkan kepada pegawai sesuai

dengan taraf hidup yang layak diatur dalam Pasal 88 UU Ketenagakerjaan.


5

Menurut data Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), hampir 90%

negara di dunia mengatur persyaratan untuk membayar upah minimum dan

memasukkan hukuman administratif atau pidana untuk menjamin pekerjaan yang

layak bagi semua warga negara. Menurut Pasal 28D UUD 1945 UUD 1945Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk

bekerja dan menerima balas jasa serta perlakuan yang adil dan layak, setiap warga

negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan.Hal ini berdasarkan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia.dalam hubungan yang berhasil.

Menerapkan teknik efisiensi pegawai dan omnibus law, serta melakukan

modifikasi, penambahan, dan penghapusan terhadap beberapa ketentuan peraturan

perundang-undangan yang membatasi pergerakan global, merupakan salah satu upaya

pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut.Tujuannya adalah untuk membebaskan

Indonesia dari middle income trap sehingga dapat menjadi bangsa yang efisien yang

memberikan kemudahan bagi setiap orang untuk berbisnis.Majikan dan majikan yang

melanggar upah minimum dikenakan sanksi pidana berdasarkan undang-undang

ketenagakerjaan Indonesia.Ancaman kejahatan menunjukkan bahwa pelanggaran

ringan dianggap kejahatan.Ancaman hukuman bagi mereka yang melanggar undang-

undang minimum digunakan oleh pemerintah untuk memperkuat upaya

penegakannya.Mayoritas pekerja pesimis terhadap efektifitas ketentuan tersebut,

meskipun mereka umumnya menyetujui aturan tersebut. Sebaliknya, dalam upaya

meningkatkan daya saing ekonomi, pemilik usaha menganggap ancaman sanksi

pidana kontraproduktif.

Ketentuan Pasal 90 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 mengatur larangan


6

pengusaha membayar upah di bawah upah minimum. “Pengusaha membayar upah

lebih rendah dari upah minimum,” sebagaimana tercantum dalam Pasal 185 ayat (1)

dan (2)Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, memuat

sanksi pidana bagi pelanggarannya. Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa barang siapa yang melanggar ketentuan dalam

Pasal 90 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling

lama empat tahun, atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,-(seratus juta rupiah)

dan paling banyak Rp.400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) cukup untuk

melakukan tindak pidana. Selain itu, UU No. Larangan dalam Pasal 11 UU No. 11

Tahun 2020 tentang Penciptaan Lapangan Kerja telah diatur kembali dan lebih

menekankan pada pembatasan masa kerja pekerja atau buruh yang dapat menjadi

subjek aplikasi. Upah minimum di perusahaan sebagai dasar pembayaran dalam

ketentuan Pasal 25 Pasal 81 tentang penyisipan Pasal 88E, 88, dan 89 Undang-

Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pekerja dan

buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun pada perusahaan yang bersangkutan

berhak atas upah minimum, dan pengusaha dilarang membayar pekerja atau buruh

lebih rendah dari upah minimum. Selain itu, pengusaha dilarang membayar pekerja

atau buruh lebih rendah dari upah minimum.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

menyebutkan bahwa barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 88E ayat (2)

diancam dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama satu tahun.

empat tahun penjara, serta denda paling sedikit Rp100.000.100 juta rupiah, sampai

dengan paling banyak Rp400.000.000,00 (atau 400 juta rupiah), dan perbuatan

tersebut di atas tidak sah.Kewajiban membayar upah lembur juga diatur dalam

ketentuan Pasal 78 angka (2) UU No. Sesuai dengan Pasal 187 ayat (1) dan (2) UU
7

No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha yang mempekerjakan

pekerjaatau buruh di luar jam kerja normal mereka diharuskan membayar upah

lembur dan menghadapi hukuman pidana karena melakukannya.13 Tahun 2003-10

tentang Ketenagakerjaan, barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan dan paling

lama dua belas bulan, serta denda paling sedikitRp.maksimal Rp.10.000.000,00

(sepuluh juta rupiah).100.000.000,00 (seratus juta rupiah), dan tindak pidana tersebut

di atas merupakan tindak pidana.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji hal ini

dalam bentuk skripsi yang berjudul “Pertanggungjawaban Pidana Pembayaran

Upah Di Bawah Upah Minimm Regional (UMR) (Analisis Putusan Pengadilan

Negeri Lubuk Pakam No. 1662/Pid.B/2015/PN.LBP)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis telah merumuskan beberapa pokok

masalah yang akan dibahas, yaitu :

1. Bagaimana ketentuan pidana pembayaran gaji di bawah upah minimum

berdasarkan hukum pidana dan hukum pidana Islam?

2. Bagaimana sanksi hukum pelaku pembayaran upah di bawah UMR pada

putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.1662/Pid.B/2015/PN.LBP?

3. Bagaimana pertimbangan hukum hakim pada putusan Pengadilan Negeri

Lubuk Pakam No. 1662/Pid.B/2015/PN.LBP?

C. Batasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam permasalahan ini, penulis


8

membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas dan

terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis. Pada skrisi ini, penulis akan

menyajikan beberapa pembatasan masalah yang ada dalam proposal ini yaitu ruang

lingkupnya hanya mengenai informasi penegakan hukum pembayaran gaji di bawah

upah minimum berdasarkan hukum pidana dan hukum pidana Islam, dalam hal ini

penulis menganalisis putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan beberapa rumusan masalah yang telah penulis buat, maka tujuan

dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui ketentuan pidana pembayaran gaji di bawah upah

minimum berdasarkan hukum pidana dan hukum pidana Islam.

2. Untuk mengetahui saksi hukum pelaku pembayaran upah di bawah UMR pada

putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.1662/Pid.B/2015/PN.LBP.

3. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim pada putusan Pengadilan

Negeri Lubuk Pakam No. 1662/Pid.B/2015/PN.LBP.

E. Manfaat Penelitian

Dari segi manfaat penelitian itu sendiri, suatu penelitian dapat dikatakan telah

berhasil mencapai tujuan penelitian disamping metode penelitian.Berikut ini adalah

beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari penelitian ini:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian ini adalah menyediakan data material atau informasi yang

dapat dimanfaatkan oleh para akademisi, khususnya yang berkecimpung di

bidang hukum, untuk mempelajari dinamika sosial yang terlibat dalam


9

perkembangan hukum pidana dan tata cara penanganannya, sertasebagai

bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. Perpustakaan juga dapat

mengambil manfaat dari penelitian ini.

2. Manfaat Praktisi

Dalam dunia praktisi penelitian ini bermanfaat sebagai bahan masukan untuk

para aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, lembaga pemasyarakatan,

dan advokat) dalam sistem peradilan pidana. Penelitian ini juga dapat

dijadikan sebagai bahan rujukan nantinya dalam menangani perkara pidana

yang dilakukan oleh nasabah, sehingga dapat memudahkan kinerja aparat

penegak hukum.

3. Manfaat sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarja (S1) dalam Ilmu

Syaria’ah Dan Hukum pada Jurusan Hukum Pidana Islam.

F. Kerangka Teori

Tujuan teori adalah untuk menjelaskan atau menjelaskan mengapa proses atau

gejala tertentu terjadi.Kerangka teori adalah seperangkat ide atau sudut pandang,

teori, atau tesis tentang segala sesuatu atau masalah apa pun yang dapat dibandingkan

dan digunakan sebagai pedoman teoretis.Ide-ide atau sudut pandang ini mungkin atau

mungkin tidak diterima sebagai masukan ke dalam kerangka kerja.Teori Perlindungan

Hukum, Teori Pemidanaan, dan Teori Pertanggungjawaban Hukummenjadi subyek

penelitian ini.

1. Teori Perlindungan Hukum


10

Perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh

aparat penegak hukum dalam rangka berbagi rasa nyaman, baik lahir maupun batin,

dari hambatan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.Teori perlindungan hukum

adalah memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang telah dirugikan

oleh orang lain agar dapat menikmati semua hak yang diberikan oleh hukum.

Perlindungan hukum, menurut Setiono, adalah upaya atau tindakan untuk

melindungi masyarakat dari tindakan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak

sesuai dengan ketentuan hukum, untuk mencapai ketertiban dan ketentraman, serta

untuk memungkinkan orang menikmati martabatnya sebagai manusia sekaligus

makhluk hidup.mampu melakukan tindakan hukum.

Muchsin mendefinisikan perlindungan hukum sebagai sesuatu yang

memaksakan berlakunya peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan sanksi

dan melindungi subyek hukum.3

2. Teori Pemidanaan

Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari hukum pada umumnya.

Hukum pidana ada untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan

kejahatan. Berbicara mengenai hukum pidana tidak terlepas dari hal-hal yang

berkaitan dengan pemidanaan. Arti kata pidana pada umumnya adalah hukum

sedangkan pemidanaan diartikan sebagai penghukuman.

Moeljatno membedakan istilah pidana dan hukuman. Beliau tidak setuju

terhadap istilah-istilah konvensional yang menentukan bahwa istilah hukuman berasal

dari kata straf dan istilah dihukum berasal dari perkataan word gestraft. Beliau

3
http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/1860/5/128400111_, diakses pada 5
September 2022, pukul 6.31.
11

menggunakan istilah yanginkonvensional, yaitu pidana untuk kata straf dan diancam

dengan pidana untuk kata word gestraft. Hal ini disebabkan apabila kata straf

diartikan hukuman, maka kata straf recht berarti hukum-hukuman. Menurut

Moeljatno, dihukum berarti diterapi hukum, baik hukum perdata maupun hukum

pidana. Hukuman adalah hasil atau akibat dari penerapan hukum tadi yang

mempunyai arti lebih luas, sebab dalam hal ini tercakup juga keputusan hakim dalam

lapangan hukum perdata.4

Pemidanaan merupakan bagian penting dalam hukum pidana hal tersebut

dikatakan demikian karena pemidanaan merupakan puncak dari seluruh proses

mempertanggungjawabkan seseorang yang telah bersalah melakukan tindak pidana.

”A criminal law without sentencing would morely be a declaratory system

pronouncing people guilty without any formal consequences following form that

guilt”. Hukum pidana tanpa pemidanaan berarti menyatakan seseorang bersalah tanpa

ada akibat yang pasti terhadap kesalahannya tersebut. Dengan demikian, konsepsi

tentang kesalahan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengenaan pidana

dan proses pelalsanaannya. Jika kesalahan dipahami sebagai

”dapat dicela”, maka di sini pemidanaan merupakan ”perwujudan dari celaan”

tersebut.5

Pemidanaan merupakan suatu tindakan terhadap seseorang yang melakukan

tindak pidana, dapat dibenarkan secara normal bukan karena pemidanaan itu

mengandung konsekuensi-konsekuensi positif bagi si pelaku pidana, korban atau

4
Moeljatno, Membangun Hukum Pidana, (Bina Aksara :Jakarta, 1985), hlm. 40
5
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kealahan. Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan
Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana,(Kencana Prenada Media : Jakarta, 2006)
hlm. 125
12

masyarakat. Karena itu teori ini disebut jugateori konsekuensialisme. Pidana

dijatuhkan bukan karena seseorang telah berbuat jahat tetapi pidana dijatuhkan agar

pelaku kejahatan tidak lagi berbuat jahat dan orang lain takut untuk melakukan

kejahatan. Pemidanaan itu sama sekali bukan dimaksudkan sebagai upaya balas

dendam melainkan sebagai upaya pembinaan bagi seseorang yang melakukan tindak

pidana sekaligus sebagai upaya preventif terhadap terjadinya kejahatan serupa.

3. Teori Pertanggungjawaban Hukum

Pertanggungjawaban berasal dari kata tanggung jawab, yang berarti keadaan

wajib menanggung segala sesuatunya (jika ada sesuatu hal, boleh dituntut,

dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya).6 Konsep pertanggungjawaban hokum

berhubungan dengan pertanggungjawaban secara hukum atas tindakan yang

dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang bertentangan dengan undang-undang.

Menurut Hans Kelsen :

“Sebuah konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep
tanggung jawab (pertanggungjawaban) hukum. Bahwa seseorang bertanggungjawab
secara hukum atas perbuatan tertentu atau bahwa dia bertanggungjawab atas suatu
sanksi bila perbuatannya bertentangan. Biasanya, yakni bila sanksi ditunjukan kepada
pelaku langsung, seseorang bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri. Dalam
kasus ini subjek dari tanggungjawab hukum identik dengan subjek dari kewajiban
hokum”.

Dalam hukum pidana, prinsip pertanggungjawaban pidana dapat ditemui

dalam Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (yang selanjutnya disingkat

KUHP), bahwa “ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan

bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia”. Menurut

W.P.J.Pompe seperti yang dikutip dalam Bahan Ajar Hukum Pidana padaFakultas

6
http://inspirasihukum.blogspot.com/2011/04/pertanggung-jawaban-administrasi-
negara_23.html, diakses pada 1 Desember 2022, pukul : 10.25.
13

Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado, hukum pidana adalah keseluruhan

peraturan hukum yang menentukan perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya

dipidana dan pidana apa yang seharusnya dikenakan.

G. Kajian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa

hasil penelitian tedahulu yang pernah penlis baca, yaitu :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sahroni dari Fakultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara yang berjudul Sanksi Hukum Bagi

Perusahaan Membayar Upah Di Bawah Upah Minimum Regional (Studi

Koperatif Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif). Dalam

penelitian ini penulis membahas bagaimana sanksi hukum pidana Islam dan

hukum pidana positif bagi perusahaan yang membayarkan upah

karyawannya di bawa upah minimum regional.7

2. Penelitian yang dilakukan oleh Rizki Puspita Cahyaning Putri mahasiswi

Fakultas Syariah IAIN Purwokerto yang berjudul Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Upah Tenaga Kerja Yang Tidak Sesuai Dengan Upah Minimum

Kabupaten Bekasi (Studi Putusan Nomor: 36/Pdt.Sus.Phi/2015/PN.BDG).

Dalam penelitian ini penulis membahas hukum islam terhadap upah tenaga

kerja yang tidak sesuai dengan upah minimum kabupaten Bekasi.8

H. Hipotesis Penelitian
7
Sahroni, Sanksi Hukum Bagi Perusahaan Membayar Upah Di Bawa Upah Minimum
Regional (Studi Komperatif Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif), Al-Qanun :
Jurnal Kajian Sosial Dan Hukum Islam, Vol. 1 No. 1, 2020.
8
Rzki Puspita Cahyaning Putri, Tnjauan Hukum Islam Terhadap Upah Tenaga Kerja
Yang Tidak Sesuai Dengan Upah Minimum Kabpaten Bekasi (Studi Putusan No.
36/Pdt.Sus.Phi/2015/PN.BDG), Skripsi IAIN Purwokerto.
14

Dugaan sementara adalah hipotesis penelitian.Penulis membuat asumsi atau

mengacu pada data awal yang diperoleh.Temuan penelitian kemudian digunakan

untuk menentukan apakah tebakan itu benar atau salah.Hipotesis menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya karena

alasan atau pernyataan pendapat (teori, proposisi, dll) meskipun kebenarannya tetap

harus ditegakkan.9

Dalam penelitian ini, penulis beranggapan dalam kasus pembayaran gaji di

bawah upah minimum pelaku dijatuhi hukuman penjara paling singkat 1 tahun dan

paling lama 4 tahun atau denda paling sedikit 100 juta rupiah atau paling banyak 400

juta rupiah, sesuai dengan pasal 185 UU No. 13 Tahun 2013 Tentang

Ketenagakerjaan.

I. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kepustakaan (library research), dengan menggunakan metode ini penulis

melakukan penelitian guna mengumpulkan data dari subyek yang diteliti.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dimana penelitian

kualitatif sebagai metode ilmiah sering digunakan dan dilaksanakan oleh

sekelompok peneliti dalam bidang ilmu social, termasuk juga ilmu

pendidikan.Sejumlah alasan juga dikemukakan yang intinya bahwa penelitian

kualitatif memperkaya hasil penelitian kuantitaif.Penelitian kualitatif

9
Diakses dari, https://penerbitdeepublish.com/hipotesis-penelitian/ , pada tanggal 5
September 2022, pukul 6.45.
15

dilaksanakan untuk membangun pengetahuan melalui pemahaman dan

penemuan. Pendekatan penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian dan

pemahaman yang berdasarkan pada metode yang menyelidiki suatu fenomena

social dan masalah manusia. Pada penelitian ini peneliti membuat suatu

gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandagan

responden dan melakukan studi pada situasi yang alami.10

3. Sifat Penelitian

Metode berpikir yang digunakan dalam mengambil kesimpulan ialah metode

deduktif yaitu penyimpulan dari pengetahuan yang bersifat umum, kemudian

digunkan untuk menilai suatu peristiwa yang bersifat khusus.

4. Sumber Data

a. Bahan Hukum Primer terdiri dari :

(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

(2) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

(3) Hukum Pidana Islam

(4) Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.

1662/Pid.B/2015/PN.LBP

b. Bahan Hukum Sekunder

Berisi bahan hukum dan pendapat hukum yang diperoleh dari buku-buku,

karya ilmiah, surat kabar, dan hasil penelitian terdahulu.

c. Bahan Hukum Tersier terdiri dari :

10
Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Gaung Persada, 2009) cet.1 h. 11
16

(1) Kamus Bahasa Hukum

(2) Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

studi kepustakaan. Studi Kepustakaan, yaitu suatu cara untuk mengumpulkan

data yang berupa buku, pendapat para ahli, dan sumber-sumber resmi yang

terkait dengan permasalahan hukum yang akan diteliti.

6. Analisis Data

Metode yang dipergunakan untuk mengolah dan menganalisis data yang telah

diperoleh dalam penelitian adalah metode analisis kualitatif, yaitu analisis

yang dilakukan dengan cara merangkai data yang telah dikumpulkan dengan

sistematis, sehingga didapat suatu gambaran tentang apa yang diteliti.

J. Sistematika Pembahasan

Bab I dari penelitian ini merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang,

rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka

teori, kajian terdahulu, hipotesis penelitian, metodologi penelitian, dan sistematikan

pembahasan.

Bab II dari penelitian ini berisikan jawaban dari rumusan masalah yang

pertama yaitu ketentuan hukum pembayaran gaji di bawah upah minimum

berdasarkan hukum pidana dan hukum pidana Islam.

Bab III dari penelitian ini merupakan pembahasan dari rumusan masalah yang

kedua yaitu sanksi hukum pembayaran gaji di bawah upah minimum pada putusan

Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 1662/Pid.B/2015/PN.LBP.


17

Bab IV dari penelitian ini adalah penjelasan dari rumusan masalah yang ketiga

yaitu pertimbangan hukum hakim pada putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.

1662/Pid.B/2015/PN.LBP.

BAB II
18

KETENTUAN PIDANA PEMBAYARAN GAJI DI BAWAH UPAH MINIMUM

BERDASARKAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM PIDANA ISLAM

A. Upah Minimum Regional

1. Dasar Hukum Upah

Upah merupakan hak yang sangat mendasar bagi pekerja/buruh. Olehkarena

itu, upah harus mendapatkan perlindungan secara memadai daripemerintah.33

Menurut ekonomi klasik, upah adalah harga untuk factor produksi tenaga kerja.

Harga tersebut haruslah bisa memenuhi kebutuhanhidup dan menjamin kehidupan

yang layak,34 jadi upah yang diberikan kepadapekerja/buruh harus memenuhi

standart kehidupan yang layak bagi pekerja,hal tersebut dikuatkan dengan ketentuan

dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang

menyatakan bahwa tiap-tiapwarga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan

yang layak bagikemanusiaan yang kemudian lebih lanjut di sebutkan dalam Pasal

28DUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yangmenyatakan

bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalandan perlakuan yang

adil dan layak dalam hubungan kerja.

Menurut Pasal 1 angka 30 Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 tentang

Ketenagakerjaan (UU 13/2003), Upah adalah hak pekerja yang diterima dan

dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja

kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,

kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja

dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa upah dapat didasarkan

padaperjanjian kerja, sepanjang ketentuan upah di dalam perjanjian kerja


19

tersebuttidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Jika

ternyataketentuan upah di dalam perjanjian kerja bertentangan dengan

peraturanperundang-undangan, maka yang berlaku adalah ketentuan upah di

dalamperaturan perundang-undangan.

Dalam menetapkan upah seorang majikan tidakdibenarkan bertindak kejam

terhadap kelompok pekerjadengan menghilangkan hak sepenuhnya dari bagian

dirimereka. Upah ditetapkan dengan cara paling tepat tanpaharus menindas pihak

manapun. Setiap pihak memperolehbagian yang sah dari hasil kerja sama mereka

tanpa adanyaketidakadilan terhadap pihak lain. Upah ditetapkan dengansuatu cara

yang paling layak pada tekanan tidak pantasterhadap pihak manapun. Masing-masing

pihakmemperoleh upah yang sesuai dengan kinerjanya tanpabersikap zalim terhadap

yang lainnya.

Teori-teori yang dipergunakan sebagai dasar penetapanupah adalah :

a. Teori upah normal, oleh David Ricardo

Upah ditetapkan dengan berpedoman kepadabiaya-biaya yang diperlukan

untuk mengkongkosisegala keperluan hidup pekerja atau karyawan.

b. Teori undang-undang Upah Besi, oleh Lessale

Menurut teori ini upah normal di atas hanya memenangkan majikan atau

pengusaha saja, sebabkalau teori itu yang dianut mudah saja pengusahaitu

akan mengatakan “Cuma itu kemampuan tanpaberpikir bagaimana susahnya

buruh itu.” Olehkarena itu, menurut teori itu, buruh harus berusaha

menentangnya (menurut teori upah itu) agar iadapat mencapai kesejahteraan

hidup.
20

c. Teori dana upah, oleh Stuart Mill Senior

Menurut teori ini, pekerja atau karyawan tidakperlu menentang seperti yang

disarankan oleh teoriundang-undang upah besi, karena upah yangditerimanya

itu sebetulnya adalah berdasarkankepada besar kecilnya jumlah dana yang ada

padamasyarakat. Jika dana ini jumlahnya besar makaakan besar pula upah

yang diterima karyawan,sebaliknya kalau dana itu berkurang maka

jumlahupah yang diterima karyawan pun akan berkurang.

Dalam hal pembayaran upah, pangusaha dan karyawan/buruh dapat

melakukan kesepakatan untukmenentukan waktu, cara, dan tempat pembayaran upah

yangdituangkan dalam suatu perjanjian kerja. Menurut pasal

17KEP.102/MEN/VI/2004 jangka waktu pembayaran upahsecepat-cepatnya dapat

dilakukan seminggu sekali atauselambat-lambatnya sebulan sekali, kecuali bila

perjanjiankerja untuk waktu kurang dari satu minggu. Bilamana upahtidak ditetapkan

menurut jangka waktu tertentu, makapembayaran upah disesuaikan dengan ketentuan

pasal 17KEP.102/MEN/VI/2004 dengan pengertian bahwa upahharus dibayar sesuai

dengan hasil pekerjaannya dan/atau sesuai dengan jumlah hari atau waktu dia

bekerja.

Sistem pelaksanan pemberian gaji (upah) juga dapatdigolongkan ke dalam 3

kelompok yaitu :

a. Sistem gaji menurut waktu, yaitu sistem pemberianupah yang dibayarkan

menurut jangka waktu yangtelah diperjanjikan sebelumnya.

b. Sistem gaji menurut kesatuan hasil, yaitu system pemberian gaji yang

hanyaakan dibayarkan jikakaryawan telah melakukan pekerjaan

ataumenghasilkan pekerjaan.
21

c. Sistem upah borongan, yaitu sistem pemberian upah yang didasarkan atas

perhitungan imbalan atas suatupekerjaan tertentu secara menyeluruh.11

2. Pengertian Upah Minimum Regional

Upah Minimum Regional (disingkat UMR) adalah upah minimumyang

berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di satu provinsi. Dahulu UpahMinimum

Provinsi dikenal dengan istilah Upah Minimum RegionalTingkat I. Dasar hukum

penetapan UMP adalah Peraturan Menteri TenagaKerja dan Transmigrasi Nomor 7

Tahun 2013 tentang Upah Minimum.UMP ditetapkan oleh gubernur dengan

memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi.

Penetapan upah dilaksanakan setiap tahun melalui proses yangpanjang.

Mula-mula Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri daribirokrat, akademisi,

buruh dan pengusaha mengadakan rapat, membentuktim survei dan turun ke lapangan

mencari tahu harga sejumlah kebutuhanyang dibutuhkan oleh pegawai, karyawan dan

buruh. Setelah survei disejumlah kota dalam provinsi tersebut yang dianggap

representatif,diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL), dulu disebut

KebutuhanHidup Minimum (KHM). Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan

upahminimum regional (UMR) kepada Gubernur untuk disahkan.

Komponenkebutuhan hidup layak digunakan sebagai dasar penentuan upah

minimumberdasarkan kebutuhan hidup pekerja lajang (belum menikah).

Adapun mekanisme penetapan upah yaitu:

a. Ketua Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Kabupaten/Kotamembentuk tim

survey yang anggotanya terdiri dari unsurtripartite: perwakilan serikat pekerja,

11
M. Manulung, Pengantar Ekonomi Perusahaan, cet. ke-1(Yogyakarta: Liberty, 1991),
hlm. 123.
22

pengusaha, pemerintah, dan pihak netral dari akademisi.

b. Standar KHL ditetapkan dalam Kepmen No. 13 tahun 2015,berdasarkan

standar tersebut, tim survey Dewan Pengupahanmelakukan survey harga

untuk menentukan nilai harga KHL yangnantinya akan diserahkan kepada

Gubernur Provinsi masing-masing.

c. Survey dilakukan setiap satu bulan sekali dari bulan Januari s/d September,

sedang untuk bulan Oktober s/d Desember dilakukanprediksi dengan

membuat metode least square. Hasil survey tiapbulan tersebut kemudian

diambil rata-ratanya untuk mendapat nilaiKHL.

d. Nilai KHL ini akan digunakan sebagai salah satu bahanpertimbangan dalam

penetapan upah minimum yang berlaku bagipekerja/buruh dengan masa kerja

kurang dari 1 (satu) tahun. Upahbagi pekerja dengan masa kerja 1 (satu) tahun

atau lebih dirundingkan secara bipartit antara pekerja atau serikat

pekerjadengan pengusaha di perusahaan yang bersangkutan.

e. Berdasarkan nilai harga survey itu, Dewan Pengupahan

jugamempertimbangkan faktor lain seperti: produktivitas,

pertumbuhanekonomi, usaha yang paling tidak mampu, kondisi pasar kerja

dansaran/pertimbangan dari Dewan Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota.

f. Gubernur nantinya akan menetapkan besaran nilai upah minimum.Penetapan

Upah Minimum ini dilakukan 60 hari sebelum tanggalberlakunya yaitu setiap

tanggal 1 Januari.

3. Dasar Hukum Upah Minimum Regional

Upah minimum sebagaimana yang telah diatur dalam PP


23

No.8/1981merupakan upah yang ditetapkan secara minimum regional, sektoral

regionalmaupun subsektoral. Dalam hal ini upah minimum itu adalah upah pokokdan

tunjangan.Sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) Peraturan

MenteriTenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999 tentang upah minimum,

pengertianupah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok

termasuk tunjangan tetap.

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999jo.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-226/Men/2000

jangkauan wilayah berlakunya upah minimum meliputi: (a) UpahMinimum Provinsi

(UMP) berlaku di seluruh kabupaten/kota dalam satuwilayah provinsi; (b) Upah

Minimum Kabupaten (UMK) berlaku dalamsatu wilayah kabupaten/kota.12

Dalam penetapan upah minimum ini masih terjadi perbedaan-perbedaan

yang didasarkan pada tingkat kemampuan, sifat, dan jenispekerjaan di masing-masing

perusahaan yang kondisinya berbeda-beda,masing-masing wilayah daerah yang tidak

sama. Oleh karena itu, upahminimum ditetapkan berdasarkan wilayah Provinsi atau

Kabupaten/Kota dansektor pada wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota. Kebijakan ini

selangkahlebih maju dari sebelumnya yang ditetapkan berdasarkan

subsektoral,sektoral, subregional, dan regional.

Upah Minimum merupakan suatu standar minimum yang digunakanoleh

para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepadapekerja di dalam

lingkungan usaha atau kerjanya. Karena pemenuhankebutuhan yang layak di setiap

provinsi berbeda-beda, maka disebut UpahMinimum Provinsi. Secara umum upah

mempunyai kedudukan strategis,baik bagi pekerja keluarganya dan perusahaan


12
Abdul Hakim, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007), h. 128.
24

maupun bagi kepentingannasional. Bagi pekerja, upah diperlukan untuk membiayai

hidup dirinyadan keluarganya serta sebagai motivasi untuk peningkatan

produktivitas.Bagi perusahaan, upah merupakan salah satu komponen biaya

produksiyang dipandang dapat mengurangi laba yang dihasilkan. Maka

perusahaanberusaha untuk menekan upah tersebut sampai pada tingkat yang

palingminimum sehingga laba perusahaan dapat ditingkatkan. Sedangkan

bagipemerintah, upah merupakan sarana pemerataan pendapatan dan

peningkatrankesejahteraan.

Penetapan upah minimum bertujuan untuk meningkatkan upahpara pekerja

yang masih berpendapatan di bawah upah minimum. Namunbeberapa kajian telah

menunjukkan bahwa kebijakan upah minimum tidak hanya berdampak pada upah

pekerja dengan tingkat upah di sekitar upahminimum, tetapi juga berdampak pada

seluruh distribusi upah. Oleh sebabitu, kebijakan upah minimum pada akhirnya akan

berdampak pada harga,iklim usaha dan penyerapan tenaga kerja.Kenaikan upah

minimum bagi pekerja akan memperbaiki daya belimereka yang akhirnya mendorong

kegairahan dan dapat meningkatkanproduktivitas kerja. Tapi, bagi pengusaha yang

menganggap upah merupakanbiaya, kenaikan ini menyebabkan mereka harus

menyesuaikan tingkatupah yang harus mereka berikan kepada pekerja dengan tingkat

upah yangditetapkan pemerintah.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentangKetenagakerjaan telah ditetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhanhidup

layak, dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomimeliputi: a)

upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota; b) upah minimum

berdasarkan sektor pada wilayah provinsi ataukabupaten/kota.


25

Upah minimum tersebut ditetapkan oleh Gubernur untuk wilayahprovinsi,

dan oleh bupati/walikota untuk wilayah kabupaten/kota, denganmemperhatikan

rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi ataukabupaten/kota.Dalam hal ini

pengusaha dilarang membayar upah pekerja/buruh lebihrendah dari upah minimum

yang telah ditetapkan untuk masing-masingwilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota.

Bagi pengusaha yang karenasesuatu hal tidak atau belum mampu membayar upah

minimum yang telahditetapkan dapat dilakukan penangguhan selama batas jangka

waktu tertentu.Upah minimum ditetapkan atas kesepakatan pengusaha dan

pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh, tidak boleh lebih rendah dari

ketentuanpengupahan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan

yangberlaku.

Secara khusus peraturan tentang Upah Minimum Kabupaten telahdiatur

dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaanserta

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999 jo KeputusanMenteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-226/Men/2000 tentangUpah Minimum.

Namun peraturan tentang upah juga dijelaskan dalam hokum perdata Indonesia.

Menurut pasal pasal 1601 KUH Perdata, jika upah seluruhnya atausebagian

ditetapkan secara lain menurut jangka waktu, maka upah harianyang ditetapkan

dalam jumlah uang, harus diambil upah rata-rata dari buruhatau harus diambil upah

yang biasa untuk pekerjaan yang paling sesuai/menyerupai, mengingat sifat, tempat

dan waktu.13

Jika dilihat dari Upah Minimum Kota (UMK) Lubuk Pakam berdasarkan

Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/674/KPTS/2010 tahun

13
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 149-150
26

2011,menetapkan bahwa Upah Minimum Kabupaten tahun 2011

sebesarRp.1.035.500. Sistem dalam pun juga bermacam-macam seperti halnya

upahharian, mingguan ataupun upah borongan.

B. Ketentuan Pidana Pembayaran Gaji Di Bawah Upah Minimum Berdasarkan

Hukum Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana berasal dari bahasa Belanda yaitu straftbaarfeit,

namun demikian belum ada konsep yang secara utuh menjelaskan definisi

straftbaarfeit. Oleh karenanya masing-masing para ahli hukum memberikan arti

terhadap istilah straftbaarfeit menurut persepsi dan sudut pandang mereka masing-

masing. Namun sebelum melihat pengertian straftbaarfeit, terlebih dahulu melihat

pengertian tindak pidana menurut KBBI. Tindak pidana merupakan istilah yang

terdiri dari dua kata, yaitu tindak dan Pidana. Kata tindak menurut KBBI ialah: (1)

langkah; (2) perbuatan Sedangkan kata pidana ialah kejahatan (tentang pembunuhan,

perampokan, korupsi, dan sebagainya). Namun pengertian kata pidana menurut KBBI

juga kurang lengkap,karena hanya menyangkut kejahatan, yang sebenarnya menurut

KUHP adalah pidana ada dua yaitu kejahatan dan pelanggaran.

Kemudian, straftbaarfeit terdiri dari tiga suku kata yakni kata straf yang

diterjemahkan sebagai pidana dan hukum, kata baar diterjemahkan sebagai dapat dan

boleh sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran

dan perbuatan.14

Dari uraian tersebut dapat diketahui secara sederhana, bahwa straftbaarfeit

14
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 69.
27

dapat dipahami sebagai sebuah tindak, peristiwa, pelanggaran atau perbuatan yang

dapat atau boleh dipidana atau dikenakan hukuman. Istilah-istilah yang pernah

digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai

literatur hukum sebagai terjemahan istilah straftbaarfeit adalah:

a. Tindak Pidana, dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam perundang-

undangan hampir seluruh peraturan perundang-undangan menggunakan istilah

tindak pidana;

b. Peristiwa Pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum, misalnya MR. R

Tresna dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana. Pembentukan perundang-

undangan juga pernah menggunakan istilah peristiwa pidana, yaitu dalam

Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 dalam Pasal 14 ayat (1);

c. Delik, berasal dari bahasa latin delictum juga digunakan untuk

menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan straftbaarfeit;

d. Pelanggaran Pidana, dapat dijumpai dalam buku Pokok-Pokok Hukum Pidana

yang ditulis oleh Mr. M.H. Tirtaamidjaja; dan

e. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Mr. Karni dalam

bukunya yang berjudul Ringkasan tentang Hukum Pidana.

Menurut van Hamel bahwa straftbaarfeit itu adalah kekuatan orang yang dirumuskan

dalam undang-undang, bersifat melawan hukum, patut dipidana dan dilakukan dengan

kesalahan Wirjono Prodjodikoro menerjemahkan istilah straftbaarfeitsama dengan tindak

pidana yakni suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana. 15

Simons merumuskan bahwa straftbaarfeit itu sebenarnya adalah tindakan yang

menurut rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat


15
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Jakarta: Eresco,
1981), h.12.
28

dihukum. Pompe membedakan pengertian straftbaarfeit yaitu:

a. Definisi menurut teori, memberikan pengertian straftbaarfeit adalah suatu

pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar

dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan

menyelamatkan kesejahteraan umum;

b. Definisi hukum positif, merumuskan pengertian straftbaarfeit adalah suatu

kejadian (feit) yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan sebagai

perbuatan yang dapat dihukum.

Kemudian, Indiyanto Seno Adji menggunakan istilah tindak pidana, yang

merupakan perbuatan seseorang yang diancam pidana, perbuatannya bersifat

melawan hukum, terdapat suatu kesalahan yang bagi pelakunya dapat

dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Moeljatno menganggap lebih tepat

dipergunakan istilah perbuatan pidana, yakni sebuah perbuatan yang dilarang oleh

suatu aturan hukum yang disertaidengan ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu

bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut. Dari pengertian perbuatan pidana

yang dikemukakan oleh Moeljatno, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum yang dilarang dan

diancam pidana;

b. Larangan ditujukan kepada perbuatan yaitu merupakan suatu keadaan atau

kejadian yang ditimbulkan oleh perilaku seseorang, sedangkan ancaman

pidana ditujukan kepada seseorang yang menimbulkan kejadian tersebut.

Lebih jauh, Moeljatno menjelaskan antara larangan dan ancaman ada

hubungan yang sangat erat, oleh karenanya kejadian tidak dapat dilarang jika yang

menimbulkan bukan orang, maka dalam hal ini orang tidak dapat diancam pidana jika
29

bukan karena perbuatan yang ditimbulkan olehnya. Dan untuk menyatakan hubungan

yang erat dipakailah istilah perbuatan, sebuah pengertian yang abstrak yang

menunjukkan kepada dua keadaan yang konkret. Pertama adanya kejadian-kejadian

tertentu dan kedua ialah adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu.

Pertanggungjawaban pidana menjurus pada pemidanaan penindak jika telah

melakukan suatu tidak pidana dan memenuhi unsur-unsurnya yang telah ditentukan

dalam undang-undang. Salah satu unsur dari pertanggungjawaban pidana adalah

kemampuan bertanggungjawab. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab

maka seseorang yang dapat mempertanggungjawabkan tindakannya bila keadaan jiwa

dan kemampuannya jiwanya tidak terganggu.16

Menurut Simons, kemampuan bertanggung jawab dapat diartikan sebagai

suatu keadaan psikis sedemikian rupa yang membenarkan adanya penerapan sesuatu

upaya pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun dari orangnya. Selanjutnya

dikatakan bahwa seseorang mampu bertanggung jawab jika jiwanya sehat yaitu

apabila:

a. Ia mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya

bertentangan dengan hukum.

b. Ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan keadaan tersebut.

Menurut Pompe, kemampuan bertanggungjawab pidana harus memenuhi

unsur-unsur sebagaimana diuraikan di bawah ini:

a. Kemampuan berpikir (psychisch) pembuat (dader) yang memungkinkan ia

menguasai pikirannya, yang memungkinkan ia menentukan perbuatannya.

16
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, (Jakarta: Storia Grafika, 2012), h. 249.
30

b. Oleh sebab itu, ia dapat menentukan akibat perbuatannya; dan

c. Sehingga ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan pendapatnya.

Menurut Mr. Roeslan Saleh, kemampuan bertanggung jawab adalah

kemampuan untuk menginsafi sifat melawan hukumnya suatu perbuatan dan sesuai

dengan keinsafan itu mampu untuk menentukan kehendaknya. Dalam hal ini orang

mampu bertanggung jawab apabila memenuhi tiga syarat sebagai berikut:

a. Dapat menginsafi makna daripada perbuatannya.

b. Dapat menginsafi perbuatan itu tidak dapat dipandang patut dalam pergaulan

masyarakat.

c. Mampu menentukan niat atau kehendaknya dalam melakukan perbuatan.

2. Dasar Hukum Pembayaran Gaji Di Bawah Upah Minimum

Upah minimum adalah upah bulananterendah yang terdiri dari upah pokok

termasuktunjangan tetap. Pengertian mengenai upah minimumini pertama kali

termuat dalam Peraturan MenteriTenaga Kerja No.Per-01/MEN/1999 tentang

UpahMinimum. Penetapan dan kenaikan Upah Minimumperlu dilakukan dan dikaji

secara cermat sehinggasemua pihak dapat menarik manfaat. Kenaikan upahminimum

yang terlalu drastis akan merugikanperusahaan. Sebaliknya kenaikan yang

terlaludatar/landai tidak menguntungkan pekerja/buruh,karena kenaikan tersebut akan

kalah oleh inflasisehingga tujuan menaikkan kesejahteraanpekerja/buruh tidak akan

tercapai.

Pengaturan mengenai upah minimum tenagakerja ini tidak hanya

melibatkan unsur perusahaan(pengusaha) yang diwakili oleh organisasi

pengusaha(seperti misalnya Asosiasi Pengusaha Indonesia),tenaga kerja yang

diwakili oleh serikat pekerja/serikatburuh, dan pemerintah pusat saja tapi juga
31

melibatkan unsur pemerintah daerah setempat. Pemerintahdaerah dalam hal ini adalah

Pemerintah DaerahProvinsi dan Pemerintah Daerah Bupati/Walikota,dan upah

minimum ini ditetapkan oleh Gubernurdengan memperhatikan rekomendasi dari

DewanPengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.

Ketika pihak perusahaan melanggar untukmemberikan upah tenaga kerja

secara tidak layak,dalam hal ini memberikan upah di bawah upahminimum yang telah

ditetapkan maka pihakperusahaan tersebut dapat diberikan hukuman atausanksi

berupa sanksi pidana berdasarkan ketentuanUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentangKetenagakerjaan. Pekerja dapat menempuh upayapidana, yakni dengan

melaporkan ke pihakkepolisian. Ancaman pidana bagi pengusaha yangmembayar

upah pekerjanya di bawah upah minimumberdasarkan Pasal 185 UU Ketenagakerjaan

adalahpidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama4 tahun dan/atau denda

paling sedikit Rp100 juta danpaling banyak Rp400 juta.

Pengaturan hukum pembayaran gaji di bawah upah minimum regional

diatur pada pasal 185 ayat (1 UU No. 13 Tahun 21013 tentang Ketenagakerjaan, yang

berbunyi :

“Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat


(1)dan ayat (2),Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal
143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4(empat) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp 400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah)”.

Selain itu, diatur juga pada pasal 81 ayat (63) UU No. 11 Tahun 2020 tentang

Cipta Kerja, yang berbunyi :

“Pengusaha yang membayar upah lebih rendah dari upah minimum dikenai sanksi
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
32

400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)”.

3. Sanksi Hukum Pidana Pembayaran Gaji Di Bawah Upah Minimum

Hukum pidana memberi bentuk tertentu pada paksaan atau larangan

tersebut, walaupun hal semacam itu juga dapat terjadi secara lisan (verbal), sehingga

ciri yang terpenting adalah bahwa sanksi pidana merupakan konkretisasi dari larangan

resmi yang sifatnya memaksa dan berisikan penderitaan tertentu, sedangkan terhadap

sanksi non- pidana penjatuhannya hanya bertujuan untuk meluruskan kembali

keadaan-keadaan dimana terjadi pelanggaran hukum.17

Ketentuan hukuman di dalam hukum pidana selain harus dapat

memperhatikan landasan dari pemidanaan, maka pemidanaan juga harus dapat

memperhatikan landasan dari pemidanaan, maka pemidanaan juga harus dapat

memperhatikan tujuan yang akan dicapai pada saat menjatuhkan sanksi pidana,

seperti yang disampaikan oleh Leden Marpaung, bahwa tujuan penjatuhan sanksi

pidana berdasarkan hukum pidana adalah untuk melindungi dan memelihara

ketertuban hukum guna mempertahankan keamanan dan ketertiban masyarakat

sebagai dari kesatuan (for the public as a whole). Hukum pidana tidak hanya melihat

penderitaan korban atau penderitaan terpidana (not only for the person injured), tetapi

melihat ketentraman masyarakat sebagai suatu kesatuan utuh.

Adapun mengenai bentuk pidana yang dijatuhkan utamanya mengacu pada

KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).Namun untuk hukum pidana khusus,

ternyata ada perluasan atau penambahan bentuk atau jenis pidana tambahan di luar

yang termaktub di KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah

17
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),
hlm.105.
33

menetapkan jenis-jenis pidana yang termaktub dalam pasal 10.Diatur dua pidana

yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri atas empat jenis

pidana, dan pidana tambahan terdiri atas tiga jenis pidana. Jenis-jenis sanksi pidana

menurut pasal 10 KUHP ialah sebagai berikut:

a. Pidana Pokok meliputi:

a) Pidana Mati

b) Pidana Penjara

c) Pidana Kurungan

d) Pidana Denda

b. Pidana Tambahan meliputi:

a) Pecabutan beberapa hak tertentu

b) Peampasan barang-barang tertentu

c) Pegumuman putusan hakim

Pengertian upah berdasarkan Pasal 1 ayat 30 Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, adalah sebagai berikut: “Upah adalah hak

pekerja atau uruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan

dari dari engusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan dan

dibayarkan enurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, peraturan perundang-

undangan, termasuk unjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu

pekerjaan dan atau jasa ang telah atau akan dilakukan”.

Menurut peraturan Undang-Undang No. 1 Tahun 203 Tentang

Ketenagakerjaan pasal 88 tentang upah, yaitu :

a. Setiap pekerja atau karyawan berhak memperoleh penghasilan yang


34

memenuhi kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.

b. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak

bagi emanusiaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), pemerintah

menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau karyawan.

c. Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau karyawan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) meliputi :

a) Upah minimum

b) Upah kerja lembur

c) Upah tidak masuk kerja karena berhalangan

d) Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar

pekerjaannya

e) Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya

f) Bentuk dan cara pembayaran upah

g) Denda dan potongan upah

h) Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah

i) Struktur dan skala pengupahan yang proporsional

j) Upah untuk pembayaran pesangon, dan

k) Upah untuk penghitungan pajak penghasilan.

Secara umum menurut upah minimum adalah upaya mewujudkan penghasilan

yang layak bagi pekerja atau buruh tenaga mempertimbangkan peningkatan

kesejahteran pekerja atau buruh tanpa mengabaikan peningkatan produktivitas dan

kemajuan perusahaan serta perkembangan perekonomian pada umumnya sesuai

dengan Permenakertrans Kep-226/Men/2000 tentang perubahan pasal 1,3,8,11,20,21


35

Permenaker Per-01/Men/1999 tetang upah minimum, upah minium adalah upah

bulanan terendah dari upah pokok dan tunjangan tetap.

Aspek penegakan sanksi pidana terhadap perusahaan atau perorangan yang

membayar tenaga kerja di bawah upah minimum Kabupaten/Kota berdasarkan pasal

90 jo pasal 185 Undang-Udang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaa. Apabila

perusahan atau perorangan melanggar ketentuan Upah Minimum Kabupaten/Kota,

maka pekerja/buruh dapat menempuh upaya pidana yakni melaporkan ke pihak

pegawai balai pengawas ketenagakerjaan pada setelah dilakukan pemeriksaan

ternyata ditemukan adanya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan, maka pegawai

pengawas memberikan nota pembinaan apabila dalam proses pembinaan ternyata

tidak dilaksanakan, maka pegawai pengawas menyerahkan perkaranya kepada

Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk dilakukan penyidikan. Ancaman pidana bagi

pengusaha yang membayar upah pekerjanya di bawah upah minimum adalah pidana

penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda

paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta.

Dalam hal penerapan sanksi pidana terhadap perusaan yang membayar upah

tenaga kerja di bawah upah minimum Kabupaten/Kota Berdasarkan Pasal 90 jo pasal

185 Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan adalah

Penerapan sanksi pidana pada pelanggar pengupahan berdasarkan Undang-Undang

ketenagakerjaan masih kurang efektif hal ini dapat dilihat dari hasil laporan penelitian

tesis ini pada umumnya masih adanya praktek pembayaran upah di bawah ketentuan

Upah Minimum Kota (UMK) dengan berbagai alasan dan kondisi perusahaan. Faktor

Penghambat penerapan sanksi pidana pengupahan terjadi akibat adanya beberapa

faktor antara lain:


36

a. Faktor hukum ditinjau dari segi hukumnya, adanya kepincangan dari substansi

UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dimana beberapa aturan

pelaksananya seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Permenaker,

Permenakertrans, Kepmenaker dan Kepmenakertrans sudah ada sebelum

undang-undang itu lahir.

b. Faktor penegak hukum Jumlah pengawas ketenagakerjaan tidak sebanding

dengan jumlah Perusahaan yang diawasi, sesuai dengan data pengawasan

jumlah pengawas.

c. Faktor fasilitas dan sarana pendukung yang masih kurang di masing masing

wilayah balai pengawas. Faktor Masyarakat belum memahami hak-hak tenaga

kerja. Selain itu masyarakat belum memahami prosedur pengupahan yang

diatur dalam UndangUndang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

dan beberapa peraturan pelaksananya.

d. Faktor kebudayaan Kurangnya kesadaran masyarakat atas pentingnya

penegakan hukum dibidang ketenagakerjaan, para pelaku usaha (perusahaan)

dan tenagakerja belum mempunyai pemahaman dan kesadaran hukum dalam

mewujudkan pelaksanaan pemberian upah minimum.

C. Ketentuan Pidana Pembayaran Gaji Di Bawah Upah Minimum Berdasarkan

Hukum Pidana Islam

1. Pengertian Hukum Pidana Islam

Ada tiga istilah yang digunakan dalam pengertian hukum pidana Islam. Di

antaranya yaitu:
37

a. Jarimah

Hukum Pidana Islam dalam bahasa Arab disebut dengan jarimah atau jinayah.

Secara etimologis jarimah berasalah dari kata jarama-yajrimu-jarimatan, yang berarti

“berbuat” dan “memotong”. Kemudian , secara khusus digunakan terbatas pada

“perbuatan dosa” atau “perbuatan yang dibenci”. Kata jarimah juga berasal dari kata

ajrama-yajrimu yang berarti “melakukan sesuatu yang bertentangan dengan

kebenaran, keadilan, dan menyimpang dari jalan yang lurus.

Secara terminologi, jarimah yaitu larangan-larangan syara’ yang diancam

oleh Allah dengan hukuman hudud dan ta’zir. Dalam hukum positif diartikan dengan

peristiwa pidana , tindak pidana, perbuatan pidana atau delik. Menurut Qanun No.6

tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, bahwa yang dimaksud denganjarimah adalah

perbuatan yang dilarang oleh syariat Islam yang dalam qanun ini diancam dengan

uqubah hudud dan atau ta’zir.

b. Jinayah

Secara etimologis, jinayah berasal dari kata jana-yajni-jinayatan, yang brarti

berbuat dosa. Secara terminologis, Jinayah yaitu perbuatan yang dilarang oleh syara’,

baik perbuatan itu merugikan jiwa, harta benda ataupun lainnya.

c. Ma’shiyat

Istilah ma’shiyat dalam hukum piada Islam mengandung makna melakukan

perbuatan-perbuatan yang diharamkan maupun yang dilarang oleh hukum, sehingga

istilah ma’shiyat hanya mencakup unsur perbuatan yang dilarang oleh hukum untuk

dilakukan.18
18
Mardani, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2019),h. 1-3
38

2. Unsur-unsur Hukum Pidana Islam

Adapun unsur-unsur tindak pidana (jarimah) yaitu:

a. Unsur formal (al-rukn al-syar’i).

Yaitu larangan perbuatan dan ancaman hukumannya berdasarkan nash Al-

Qur’an dan Sunnah.

b. Unsur material (rukn al-maddi)

Yaitu adanya sikap dan tingkah laku yang membentuk tindak pidana, baik

berbuat lansung ataupun sikap tidak berbuat, yang seharusnya dia harus

berbuat.

c. Unsur moral (rukn al-adabi)

Yaitu pelaku pidana sudah mukallaf maksudnya pelaku dapat meminta

pertanggungjawaban terhadap tindak pidana yang dilakukannya.19

3. Dasar Hukum Pembayaran Gaji Di Bawah Upah Minimum Berdasarkan

Hukum Pidana Islam

Sumber hukum dalam Islam yang dipakai dalam menyelesaikan berbagai

permasalahan yang terjadi adalah dengan menggunakan Al-Qur’an dan Sunah Nabi,

disamping masih banyak lagi sumber hukum yang dapat digunakan. Al- Qur’an

sebagai sumber hukum dasar yang menjadi pijakannya. Adapun sumber/dasar hukum

pengupahan menurut hukum Islam;

Artinya: Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-
orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada
19
Eldin H. Zainal, Hukum Pidana Islam sebuah perbandingan, (Medan: Cv.Perdana
Mulya Sarana, 2017),h.20-21
39

(Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya
kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.(QS. At-Taubah: 105 )20

Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa kita tidak boleh memakan harta sesama

dengan cara yang bathil dan melanggar perjanjian karena bias menimbulkan kerugian

terhadap orang yang telah dilakukan. Perbuatanmengalihkan jaminan Fidusia tanpa

izin tertulis terlebih dahulu merupakan perbuatan melanggar perjanjian antara

penerima fidusia dan pemberi fidusia danperbuatan ini menimbulkan kerugian

terhadap penerima fidusia oleh karena ituperbuatan tersebut dikategorikan sebagai

tindak pidana (jarimah).

Dasar hukum Ijarah/upah dalam Al-Ijma adalah sebagai berikut: “Umat islam

pada masa sahabat telah berijma bahwa ijarah dibolehkan sebab bermanfaat bagi

manusia. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Nasa‟i dari Said Ibn Bi

Waqash). Dan dalam bukunya Hendi Suhendi diambil dari Fiqh As- Sunnah bahwa

landasan ijma ialah semua umat bersepakat, tidak ada seorang ulamapun yang

membantah kesepakatan ijma ini, sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang

berbeda pendapat, tetapi hal itu tidak dianggap.

4. Sanksi Hukum Pembayaran Gaji Di Bawah Upah Minimum

Berdasarkan Hukum Pidana Islam

Dalam Islam, janji adalah sesuatu yang sangat di jaga, selama janji tersebut

tidak bertujuan untuk berbuat dosa dan ingkar kepada Allah. Bahkan janji akan

dimintai pertanggung jawabannya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-

Isra’ ayat 34 yang artinya “Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan

20
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya ,(Bandung :
Madina ,2018),h.49.
40

jawabnya”.

Disamping janji diminta pertanggung jawabannya. Setiap muslim juga sangat

di tekankan untuk menepati janji yang sudah mereka ikrarkan. Allah Swt berfirman

dalam Al-Qur’an Surah An-Nahl ayat 91-92;

Artinya: Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah
kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu sesudah meneguhkannya, sedang kamu
telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. Dan janganlah kamu seperti
seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat,
menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat
penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya
dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya mengujimu dengan hal itu. Dan
sesungguhnya di hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu
perselisihkan itu.21

Di dalam hukum pidana Islam suatu perbuatan tindak pidana terdapat

beberapa hukuman yang menyertainya. Ketentuan sanksi terhadap pelaku

pembayaran gaji di bawah upah minimum dalam hukum Islam memang tidak

disebutkan secara jelas baik dalam al-Qur’an maupun Hadits. Namun bukan berarti

pelaku pidana Fidusia tersebutterlepas dari sebuah hukuman. Sesuai yang dijelaskan

diatas Perbuatan pidanafidusia merupakan jarimah ta’zir karena jelas perbuatan

21
Ibid, h.222
41

tersebut dilarang oleh syara’.

Ta’zir menurut Bahasa adalah mashdar (kata dasar) bagi azzahra yang berarti

menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan,

memuliakan,membantu.Secara terminologi , ta’zir adalah bentuk hukuman yang

tidakdisebutkan ketentuan kadar hukumnya oleh syara’ dan menjadi kekuasaan ulil

amri atau hakim. Sebagian ulama mengartikan ta’zir sebagai hukuman yang tidak

ditentukan al-Qur’an dan Hadits. Ta’zir berfungsi memberikan pengajaran kepada

siterhukum dan sekaligus mencegahnya untuk tidak mengulangi perbuatan serupa.22

Dengan demikian , inti dari jarimah ta’zir adalah perbuatan maksiat.Adapun

perbuatan maksiat adalah meninggalkan perbuatan yang diwajibkan danmelakukan

perbuatan yang diharamkan (dilarang).23 Hukuman ta’zir jenisnya beragam, namun

secara garis besar dapatdikelompokkan empat kelompok yaitu :

a. Hukuman yang berkaitan dengan badan

a) Hukuman mati

Kalangan malikiyah dan sebagian hanabilah juga membolehlan hukuman

mati sebagai sanksi ta’zir tertinggi

b) Hukuman cambuk

Hukuman cambuk cukup efektif dalam menjerakan pelaku jarimahta’zir

b. Hukuman yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang.

Mengenai hal ini ada dua jenis hukuman, yaitu hukuman penjara dan

hukuman pengasingan.

c. Hukuman yang berkaitan dengan harta.

22
Nur Lailatul Musyafa’ah, Hadis Hukum Pidana,(Surabaya: UIN Sunan Ampel
Press,2014),h.123
23
Achmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam,(jakarta : Sinar Grafika ,2005), h.249
42

Fuqaha berbeda pendapat tentang dibolehkannya hukuman ta’zir dengan cara

mengambil harta. Menurut imam abu hanifah dan diikuti oleh

muridnyaMuhammad bin hasan, hukuman ta’zir dengan cara mengambil harta

tidakdibolehkan. Akan tetapi menurut imam Malik, Imam Al Syafii, Imam

Ahmad binhambal, dan imam Abu yusuf membolehkannya apabila membawa

maslahat.

Syariat Islam tidak menetapkan batas minimal atau maksimal dari hukuman

denda. Ibnu al qayyim menjelaskan bahwa ada dua macam denda, yaitu denda yang

dipastikan kesempurnaan dan denda yang tidak dipastikan kesempurnaannya.

BAB III

SANKSI HUKUM PELAKU PEMBAYARAN UPAH DI BAWAH

UMR PADA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LUBUK PAKAM

NO. 1662/Pid.B/2015/PN.LBP

A. Deskripsi Kasus Pada Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam


43

1. Kronologi Kasus

Berawal dari adanya pelimpahan berkas perkara dari Polda Sumut yang

diterima Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Deli Serdang tentang

dugaan tindak pidana ketenagakerjaan yang terjadi terhadap karyawan PT. Asia Raya

Foundry yang beralamat di jalan Sei Blumei (Utama) No.118 Desa Dagang Kelambir

Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang, selanjutnya Pegawai

Pengawas Ketenagakerjaan menindaklanjutinya dengan melakukan pemeriksaan dan

ditemukan Pembayaran Upah dibawah Upah Minimum Sektoral Kabupaten Deli

Serdang padaTahun 2010, Tahun 2011, Tahun 2012 danTahun 2013 terhadap 30 (tiga

puluh) orang Tenaga Kerja selanjutnya Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan

melakukan perhitungan dan penetapan kekurangan upah dan menyampaikan hasilnya

kepada Pimpinan Perusahaan PT. Asia Raya Foundry dengan penjelasan bahwa

hubungan kerja yang terjadi antara Tenaga Kerja yang direkrut melalui Perusahaan

Penyedia Jasa Tenaga Kerja dengan Pimpinan Perusahaan PT. Asia Raya Foundry

bertentangan dengan ketentuan Pasal 65 dan Pasal 66 Undang-Undang No.13 Tahun

2003 Jo Permenakertrans RI No.19 Tahun 2012 maka demi hukum status hubungan

kerja antara Pekerja buruh dan Perusahaan penerima Pemborongan atau Perusahaan

Penyedia Jasa Tenaga Kerja beralih menjadi hubungan kerja antar Pekerja/Buruh

dengan Perusahaan Pemberi Kerja yaitu PT. Asia Raya Foundry, selanjutnya terhadap

hasil pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan tersebut telah diberikan Nota

Pemeriksaan sebagai Pembinaan terhadap terdakwa Kargiat selaku Direktur Utama

PT. Asia Raya Foundry akan tetapi tidak dilaksanakan oleh terdakwa sehingga

Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan membuat Laporan Kejadian untuk


44

ditindaklanjuti oleh PPNS Ketenagakerjaan.24

Bahwa terdakwa Kargiat selaku pimpinan perusahaan PT. Asia Raya Foundary yang

mempunyai tugas selaku penanggungjawab operasional perusahaan termasuk di dalamnya

dalam menentukan upah karyawan yang dipekerjakannya membayarkan upah terhadap

Tenaga Kerja tidak sesuai dengan Upah Minimum Sektoral Kabupaten Deli Serdang pada

Tahun 2010, Tahun 2011, Tahun 2012 dan Tahun 2013 akan tetapi dibayarkan berdasarkan

kontrak kerja dengan Perusahaan Penyedia Jasa Tenaga Kerja yang mana didalam kontrak

kerja tersebut disepakati tentang pembayaran upah lebih rendah dari ketentuan Upah

Minimum Sektoral Kabupaten dan terdakwa juga tidak pernah menunjukkan Surat

Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.

2. Dakwaan Penuntut Umum

Adapun dakwaan ang diajukan oleh penuntut umum adalah sebagai berikut :

“Perbuatan terdakwa diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 90 ayat (1) Jo Pasal 185 UU No.

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Jo Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor :

188.44/39/KPTS/Tahun 2010 tanggal 01 Februari 2010 tentang Upah Minimum Sektor

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010 Jo Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor :

188.44/155/KPTS/Tahun 2011 tanggal 28 Februari 2011 tentang Upah Minimum Sektor

Kabupaten Deli SerdangTahun 2011 Jo Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor :

188.44/73/KPTS/Tahun 2012 tanggal 30 Januari 2012 tentang Upah Minimum Sektor

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 Jo Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor :

188.44/40/KPTS/ Tahun 2013 tanggal 18 Januari 2013 tentang Upah Minimum Sektor

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.”

3. Amar Putusan
24
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. “Putusan Pengadilan
Negeri Pematangsiantar Nomor: 1662/Pid.B/2015/PN.LBP”, dalam
http://putusanmahkamahagung.go.id/putusan//, diakses pada 15 Januari 2023, pukul 13.25 WIB,
h. 4
45

a. Menyatakan terdakwa KARGIAT bersalah melakukan tindak pidana

“Ketenagakerjaan” melanggar Pasal 90 ayat (1) Jo Pasal 185 UU No. 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, sebagaimana dalam surat dakwaan ;

b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Pasal 90 ayat (1) Jo Pasal 185 UU No. 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan KARGIAT, dengan pidana penjara selama 1

(satu) tahun penjara ;

c. Menyatakan barang bukti berupa :

a) Fotocopy akte pendirian perusahaan PT. Asia Raya Foundry ;

b) Nota Pemeriksaan Pengawasan Ketenagakerjaan ;

c) Penyampaian perhitungan dan penetapan kekurangan upah

No.560/369/DTKTR/2015 tanggal 23 Januari 2015 ;

d) Daftar perhitungan dan penetapan kekurangan upah :

e) Bulan Juni tahun 2010 s/d Desember tahun 2010 dan bulan Januari tahun 2011 s/d

Desember 2011 ;

f) Bulan Januari tahun 2012 s/d Desember tahun 2012 dan bulan Januari tahun 2013

s/d Agustus 2013 ;

(Dikembalikan kepada saksi Ali Akbar Hasibuan, ST., selaku Pengawas

Ketenagakerjaan pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Deli

Serdang);

d. Menetapkan agar terdakwa KARGIAT membayar biaya perkara sebesar Rp.5.000,00

(lima ribu rupiah);

B. Analisis Hukum Pidana Pada Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam

No.1662/Pid.B/2015/PN.LBP

Kasus dengan nomor putusan 1662/Pid.B/2015/PN.Lbp ini masih berpedoman

pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Berdasarkan


46

fakta hukum kasus dengan nomor putusan 1662/Pid.B/2015/PN.Lbp ini diketahui

bahwa PT. Asia Raya Foundry yang dalam hal ini diwakili oleh terdakwa Kargiat

selaku direktur PT. Asia Raya Foundry telah melakukan tindak pidana

ketenagakerjaan berupa membayar upah pekerja/buruhnya dibawah ketentuan Upah

Minimum Sektoral Kabupaten Deli Serdang terhadap 30 (tiga puluh) pekerja/buruh.

Diketahui bahwa terdakwa melanggar ketentuan Pasal 90 ayat (1) Jo. Pasal

185 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Jo. Keputusan

Gubernur Sumatera Utara Nomor: 188.44/39/KPTS/Tahun 2010 tanggal 01 Februari

2010 tentang Upah Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010 Jo.

Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor: 188.44/155/KPTS/Tahun 2011 tanggal

28 Februari 2011 tentang Upah Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang Tahun

2011 Jo. Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor: 188.44/73/KPTS/Tahun 2012

tanggal 30 Januari 2012 tentang Upah Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang

Tahun 2012 Jo. Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor:

188.44/40/KPTS/Tahun 2013 tanggal 18 Januari 2013 tentang Upah Minimum Sektor

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013, yang unsurunsurnya adalah sebagai berikut:

“Pengusaha Dilarang Membayar Upah Lebih Rendah Dari Upah Minimum

Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 89”.

Sebagaimana ditulis dalam pertimbangan hakim, bahwa oleh karena Asia

Raya Foundry adalah merupakan perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas,

maka direkturlah yang mewakili perseroan di dalam Pengadilan, dalam hal ini

terdakwa bukanlah bertindak dalam kapasitasnya sebagai pribadi melainkan

kapasitasnya sebagai direktur yang mewakili PT. Asia Raya Foundry. Adapun

berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan Pengawas Dinas Tenaga Kerja dan
47

Transmigrasi Deli Serdang, perbuatan terdakwa tersebut telah merugikan 30 (tiga

puluh) pekerja/buruh sebesar Rp. 181.586.500,- (seratus delapan puluh satu juta lima

ratus delapan puluh enam ribu lima ratus rupiah).

Selanjutnya, diketahui secara jelas berdasarkan fakta-fakta hukum yang

terungkap dalam persidangan dan terdakwa juga telah mengakuinya secara jujur

bahwa terdakwa telah membayar upah pekerja/buruhnya dibawah ketentuan Upah

Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang, maka perbuatan terdakwa terbukti telah

memenuhi unsur tindak pidana ketenagakerjaan pelanggaran upah minimum dan

selanjutnya terdakwa dituntut oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum) dengan Pasal 90 ayat

(1) Jo. Pasal 185 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Kargiat, dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun penjara.

Selanjutnya, dalam memberikan putusannya majelis hakim

mempertimbangkan berbagai hal sebagaimana yang tertuangkan dalam pertimbangan

hakim. Salah satu poin penting yang mempengaruhi pertimbangan hakim dalam

menjatuhi putusan dalam kasus a quo adalah itikad baik terdakwa yang berusaha

menghubungi para korban dan telah memenuhi hak 17 (tujuh belas) orang korban

yang Ia rugikan serta terdakwa juga dalam proses persidangan mengaku berterus

terang telah melakukan tindak pidana a quo dan menyesali perbuatannya sehingga

mempermudah proses pemeriksaan di persidangan.

Berdasarkan poin tersebut, Majelis Hakim tidak sependapat dengan JPU

mengenai lamanya terdakwa dijatuhi pidana sebagaimana yang diajukan oleh JPU

dalam requisitoir-nya. Majelis Hakim berpendapat bahwa dalam menjatuhkan pidana

harus pula mempertimbangkan rasa keadilan bagi terdakwa dan masyarakat selain itu

tujuan pemidanaan bukanlah semata-mata merupakan pembalasan melainkan sebagai


48

usaha preventif dan represif agar terdakwa bisa merenungkan perbuatan selanjutnya,

lebih tegasnya hukuman yang dijatuhkan bukan untuk menurunkan derajat manusia,

akan tetapi bersifat edukatif, motiratif agar terdakwa tidak melakukan perbuatan

tersebut lagi serta preventif bagi masyarakat lainnya oleh karenanya terdakwa

haruslah dijatuhi pidana.

Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa patut diterapkan ketentuan pasal

14 huruf a KUHP, yakni tentang ketentuan pidana bersyarat dengan maksud tujuan

agar terdakwa dikemudian hari dapat lebih berhati-hati dalam hal menentukan hak-

hak pekerja/buruh PT. Asia Raya Foundry. Sebagaimana hal tersebut, Majelis Hakim

dalam putusannya mengadili terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun

yang mana pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali kemudian hari ada perintah

lain dari Hakim karena terdakwa melakukan tindak pidana sebelum habis masa

percobaan 2 (dua) tahun.

Adapun pidana bersyarat bukanlah merupakan pidana pokok sebagaimana

pidana pokok yang lain, akan tetapi merupakan cara penerapan pidana, sebagaimana

pidana yang tidak bersyarat. Maksud dari penjatuhan pidana bersyarat adalah untuk

memberikan kesempatan kepada terpidana supaya dalam masa percobaan itu

memperbaiki diri dengan tidak melakukan tindak pidana atau tidak melanggar

perjanjian yang diberikan kepadanya, dengan harapan jika berhasil maka pidana yang

telah dijatuhkan kepadanya itu tidak akan dijalankan.

Jika dibandingkan dengan ketentuan dalam Pasal 90 ayat (1) Jo. Pasal 185

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa bagi pengusaha

yang membayar upah dibawah ketentuan upah minimum akan dikenakan sanksi

pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
49

denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp

400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). Maka, penjatuhan hukuman yang hanya

berupa hukuman percobaan/pidana bersyarat 2 (dua) tahun terhadap terdakwa disini

terlalu ringan. Mengingat terdakwa telah melakukan pembayaran upah dibawah

ketentuan upah minimum selama lebih dari 3 (tahun), dimana hal tersebut

menyebabkan 30 (tiga puluh) pekerja PT. Asia Raya Foundry mengalami kerugian

dengan menerima upah dibawah kebutuhan hidup yang layak dalam kurun waktu

tersebut.

Walaupun dalam berjalannya proses persidangan terdakwa dengan itikad baik

telah mengembalikan hak 17 (tujuh belas) pekerja, tetapi jika dilihat berdasarkan teori

penghapusan pidana dan peringanan pidana diketahui bahwa pengembalian hak yang

telah terdakwa ambil baik sebagian maupun seluruhnya tidak menghapuskan

pidananya karena perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa telah sempurna.

Perbuatan terdakwa yang telah membayar upah dibawah ketentuan upah minimum

dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 merupakan perbuatan pidana yang telah

sempurna dan merugikan 30 (tiga puluh) perkeja/buruh PT. Asia Raya Foundry, oleh

karena itu sudah seharusnya terdakwa diberikan hukuman yang membuat jera.

Memperhatikan teori yang dibuat Orley Ashenfelter dan Robert Smith di

dalam artikel seminal 1979, Compliance with the Minimum Wage Law, bahwa

keputusan pengusaha untuk membayar kurang dari upah minimum melibatkan

analisis biaya-manfaat yang memperhitungkan kemungkinan deteksi, hukuman yang

diharapkan yang akan terjadi jika terdeteksi, dan keuntungan yang diharapkan oleh

pengusaha dengan melanggar hukum. Lebih khusus lagi, keuntungan bagi pengusaha

dapat dihitung dengan mengalikan keuntungan tambahan yang akan dihasilkan


50

pengusaha jika mereka melanggar hukum dengan kemungkinan bahwa pemberi kerja

akan lolos dari deteksi. Sebaliknya, biaya dapat dihitung dengan mengalikan

probabilitas bahwa dia akan tertangkap melanggar hukum dengan jumlah ganti rugi

yang harus dia bayar jika dia tertangkap. Dengan kata lain, "Pengusaha/pemberi kerja

tidak akan mematuhi hukum jika hukuman yang diharapkan kecil karena mudah lolos

dari deteksi atau karena hukuman yang dinilai kecil”. Di sisi lain, pengusaha/pemberi

kerja memperoleh keuntungan lebih dari pelanggaran hukum dengan perbedaan yang

lebih besar antara upah pasar dan upah minimum, dan oleh karena itu mereka lebih

cenderung tetap melakukan pencurian upah.

C. Analisis Hukum Pidana Pada Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam

No.1662/Pid.B/2015/PN.LBP

Menurut hukum pidana Islam, perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa

merupakan jarimah. Jarimah menurut bahasa adalah melakukan perbuatan-perbuatan

atau hal-hal yang dipandang tidak baik, dibenci oleh manusia karena bertentangan

dengan keadilan, kebenaran, dan jalan yang lurus (agama). Sedangkan menurut

istilah, jarimah merupakan perbuatan- perbuatan yang dilarang syara’, yang diancam

dengan hukuman had atau ta’zir.

Selain itu, jika mengkaitkan dengan jarimah yang ada dalam hukum pidana

Islam, maka perbuatan terdakwa termasuk dalam jenis jarimah ta’zir. Ta’zir berarti

mencegah dan menolak. Ta’zir sebagai hukuman yang berkaitan dengan pelanggaran

terhadap hak Allah dan hamba yang tidak ditentukan dalam Al-Qur’an dan Hadits,

serta hukuman diserahkan kepada hakim. Ta’zir juga berfungsi memberikan

pengajaran kepada si terhukum dan sekaligus mencegahnya untuk tidak mengulangi


51

perbuatan yang serupa, jadi dapat dipahami, jarimah ta’zir merupakan perbuatan-

perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula kifarat.

Penjatuhan hukuman ta’zir atas meninggalkan mandub atau mengerjakan

makruh merupakan pendapat yang dapat diterima, apalagi kalau hal itu membawa

kemashlahatan bagi masyarakat yang merupakan tujuan dilaksanakannya hukuman.

Perbuatan-perbuatan yang bukangolongan maksiat tidak dapat ditentukan, karena

perbuatan tersebut tidak diharamkan karena zatnya, melainkan karena sifatnya. Sifat

yangmenjadikan alasan (illat) dikenakannya hukuman atas perbuatan tersebut adalah

membahayakan atau merugikan kepentingan umum. Maka apabila dalam suatu

perbuatan terdapat unsur merugikan kepentingan umum, perbuatan tersebut dianggap

jari mah dan pelaku dikenakan hukuman.

Hampir semua sanksi dalam hukum pidana Islam, diterapkan untuk menjaga

kepentingan manusia, baik secara individu maupun kolektif, dalam pelaksanaan

hukuman jarimah ta’zir, mutlak menjadi wewenang hakim dan bertujuan untuk

melindungi masyarakat atau rakyat. Hakim dalam hal ini ulil amri diberi kewenangan

untuk menjatuhkan hukuman bagi pelaku jarimah ta’zir, dan hakim sebagai ulilamri

mempunyai hak untuk memutus perkara tersebut dan hakim harus lebih melihat

kemaslahatan dan nilai-nilai keadilan sehingga membawahasil yang baik dan

memberikan efek jera terhadap terdakwa.

Disisi lain terdakwa telah memenuhi rukun syar’i hukum pidana Islam yang

meliputi unsur formil yaitu adanya undang-undang yang mengatur dalam hal ini

adalah pasal 90 undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, unsur

materiil yaitu terdakwa telah mengakui bahwa perbuatannya telah melanggar pasal 90

undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang datang dari niatnya
52

sendiri yang mengakibatkan kerugian pada orang lain, unsur moril yaitu terdakwa

mampu bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, dalam kata lain

terdakwa adalah seorang mukallaf. Sehingga pertimbangan hukum hakim yang

menjatuhkan hukuman kepada terdakwa jika dikaitkan dalam hukum pidana Islam

sudah sesuai yakni hukuman penjara selama 1 tahun.

Melihat dari hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan. Hal-

hal yang memberatkan yakni perbuatan terdakwa merupakan perbuatan yang

membahayakan dan merugikan kepentingan masyarakat,sedangkan hal-hal yang

meringankan yakni dalam hal ini terdakwa mengakui terus terang terhadap

perbuatanyang ia perbuat dan menyesalinya serta bertobat tidak akan mengulanginya

lagi, usiat erdakwa masih muda sehingga masih diharapkan untuk kembali menjadi

anggota masyarakat yang baik.

BAB IV

PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM PADA PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI LUBUK PAKAM No.1662/Pid.B/2015/PN.LBP

A. Amar Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.1662/Pid.B/2015/PN.LBP

Adapun putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Pematangsiantar terhadap


53

kasus pengalihan objek jaminan fidusia adalah sebagai berikut :

1. Menyatakan terdakwa KARGIAT , terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana “Membayar Upah Di bawah ketentuan

minimum sektor Kabupaten Deli Serdang;

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu)

tahun ;

3. Memerintahkan pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali dikemudian hari ada

perintah lain dari Hakim karena terdakwa melakukan tindak pidana sebelum

habis masa percobaan 2 (dua) tahun ;

4. Menetapkan barang bukti berupa :

a. Fotocopy akte pendirian perusahaan PT. Asia Raya Foundry ;

b. Nota Pemeriksaan Pengawasan Ketenagakerjaan ;

c. Penyampaian perhitungan dan penetapan kekurangan upah

No.560/369/DTKTR/2015 tanggal 23 Januari 2015 ;

d. Daftar perhitungan dan penetapan kekurangan upah :

e. Bulan Juni tahun 2010 s/d Desember tahun 2010 dan bulan Januari tahun

2011 s/d Desember 2011

f. Bulan Januari tahun 2012 s/d Desember tahun 2012 dan bulan Januari

tahun 2013 s/d Agustus 2013 ;

5. Membebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp.

5.000,00 (lima ribu rupiah);

Adapun alasan-alasan dan pertimbangan hukum yang dikeluarkan oleh

Majelis Hakim, sebagai berikut:


54

Menimbang, bahwa terhadap dakwaan Penuntut Umum tersebut, Penasehat

Hukum Terdakwa telah mengajukan keberatan pada persidangan tanggal 28

September 2015, yang pada pokoknya menyebutkan tentang Kewenangan Mengadili

(Kompetensi Absolute) serta Surat Dakwaan Batal Demi Hukum dan memohon

kepada Majelis Hakim yang Mulia agar berkenan menyatakan dakwaan Jaksa

Penuntut Umum batal demi hukum ;

Menimbang, bahwa atas keberatan Penasihat Hukum Terdakwa tersebut,

Penuntut Umum telah mengajukan pendapat pada persidangan tanggal 05 Oktober

2015, yang pada pokoknya memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan

mengadili perkara ini menolak keseluruhan isi Eksepsi Penasehat Hukum tertanggal

28 September 2015 dan tetap melanjutkan pemeriksaan perkara ini ;

Menimbang, bahwa atas Keberatan/Eksepsi Penasehat Hukum terdakwa

tersebut, Majelis Hakim telah menjatuhkan Putusan Sela pada persidangan tanggal 12

Oktober 2015, yang pada pokoknya dalam amarnya menyatakan sebagai berikut :

1. Menyatakan keberatan dari Penasihat Hukum Terdakwa KARGIAT

tersebut tidak diterima;

2. Memerintahkan Penuntut Umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara

Nomor 1662/Pid.B/2015/PN.Lbp atas nama Terdakwa KARGIAT tersebut

di atas;

3. Menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir;

Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum telah

mengajukan Saksi-saksi sebagai berikut:


55

1. RIANTO SINAGA dibawah janji pada pokoknya menerangkan sebagai

berikut:

a. Bahwa benar sebelumnya saksi pernah memberikan keterangan

dihadapan penyidik ;

b. Bahwa keterangan yang saksi berikan dihadapan penyidik sudah

benar semua;

c. Bahwa saksi diperiksa sehubungan perkara tindak pidana

ketenagakerjaan terhadap buruh/karyawan PT. Asia Raya Foundry

yang beralamat di Jalan Sei Blumei Nomor 118 Desa Kelambir

Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang ;

d. Bahwa terdakwa merupakan Direktur PT. Asia Raya Foundry

tersebut ;

e. Bahwa saksi bekerja sebagai buruh/karyawan pada PT. Asia Raya

Foundry sejak bulan September tahun 2011 sampai dengan bulan

Agustus tahun 2013 ;

f. Bahwa pada saat pertama sekali bekerja di PT. Asia Raya Foundry,

saksi melamar sendiri, akan tetapi kemudian saksi diminta untuk

melamar pekerjaan melalui biro jasa, yaitu melalui PT. Cinta Maju

Sejahtera ;

g. Bahwa sebelum melaksanakan pekerjaan, saksi membuat kontrak

kerja, dimana kontrak kerja saksi berlaku selama 6 (enam) bulan,

dan setelah berjalan 6 (enam) bulan, maka kemudian kontrak kerja

tersebut diperbarahui kembali untuk 6 (enam) bulan kedepan,


56

begitu seterusnya sampai saksi tidak bekerja lagi di PT. Asia Raya

Foundry ;

h. Bahwa di dalam kontrak kerja tersebut disebutkan besaran upah

yang saksi peroleh untuk setiap bulannya, akan tetapi saksi tidak

begitu membaca kontrak kerja tersebut, hanya bertandatangan saja,

ketika akan membuat kontrak kerja tersebut ;

i. Bahwa setiap bulannya saksi memperoleh upah melaui PT. Cinta

Maju Sejahtera ;

j. Bahwa pada tahun 2012 saksi mendapat upah sebesar Rp.

1.050.000,00 (Satu Juta Lima Puluh Ribu Rupiah), sementara pada

tahun 2013 saksi mendapat upah sebesar Rp. 1.250.000,00 (Satu

Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah);

k. Bahwa sebelumnya tidak ada masalah dengan upah yang saksi

terima, akan tetapi sejak saksi menjadi anggota serikat buruh yang

bernama Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, saksi batu

mengetahui bahwa upah yang saksi terima berada di bawah Upah

Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang yang telah ditentukan ;

l. Bahwa setahu saksi menurut ketentuan Upah Minimum Sektor

Kabupaten Deli Serdang, tahun 2012 seharusnya saksi

mendapatkan upah sebesar Rp.1.419.000,00 (Satu Juta Empat

Ratus Sembilan Belas Ribu Rupiah) setiap bulannya, sedangkan

tahun 2013 seharusnya saksi mendapatkan upah sebesar

Rp.1.760.000,00 (Satu Juta Tujuh Ratus Enam Puluh Ribu Rupiah)

setiap bulannya ;
57

m. Bahwa saksi pernah menanyakan kepada PT. Cinta Maju

Sejahtera, mengapa upah yang saksi terima dibawah Upah

Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang yang telah ditentukan,

akan tetapi pihak yang membayarkan upah saksi mengatakan

bahwa memang sebesar itulah upah saksi yang diberikan oleh PT.

Asia Raya Foundry ;

n. Bahwa selain membayarkan upah dibawah Upah Minimum Sektor

Kabupaten Deli Serdang yang telah ditentukan, PT. Asia Raya

Foundry juga tidak membayarkan THR (Tunjangan Hari Raya)

pada setiap buruh/ karyawan yang bekerja dan juga tidak

mendaftarkan setiap buruh/ karyawan menjadi anggota BPJS

Ketenagakerjaan ;

o. Bahwa kemudian pada tahun 2012, saksi bersama buruh/karyawan

lainnya yang bekerja di PT. Asia Raya Foundry yang tergabung

dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, melakukan aksi

mogok kerja untuk menuntut apa yang menjadi hak

buruh/karyawan yang telah ditentukan oleh Undang-undang ;

p. Bahwa atas tuntutan buruh/karyawan tersebut, maka Pemerintah

melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Deli

Serdang mencoba untuk menyelesaikan perselisihan antara

buruh/karyawan dengan pihak PT. Asia Raya Foundry ;

q. Bahwa kemudian dilakukanlah pertemuan antara Dinas Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Deli Serdang, buruh/karyawan

dan pihak PT. Asia Raya Foundry, akan tetapi dalam pertemuan
58

tersebut tidak dapat menyelesaikan tuntutan hak buruh/karyawan

kepada pihak PT. Asia Raya Foundry ;

r. Bahwa oleh karena tidak menemukan penyelesaian atas tuntutan

tersebut, maka saksi bersama dengan buruh/karyawan yang

tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia

melaporkan pihak PT. Asia Raya Foundry ke pihak Kepolisian ;

s. Bahwa akibat tuntutan tersebut, saksi telah dipecat sebagai buruh

dari pihak PT. Asia Raya Foundry ;

t. Bahwa selain saksi, masih ada 20 (dua puluh) orang

buruh/karyawan yang juga dipecat oleh PT. Asia Raya Foundry ;

u. Bahwa saat sekarang ini, saksi tidak mau menerima tawaran atau

niat baik pihak PT. Asia Raya Foundry untuk membayarkan

kekurangan upah yang saksi terima selama saksi bekerja di PT.

Asia Raya Foundry maupun tawaran agar saksi kembali bekerja di

PT. Asia Raya Foundry ;

v. Terhadap keterangan saksi, Terdakwa memberikan pendapat

bahwa keterangan saksi tersebut tidak benar semuanya;

2. APRIZAL TANJUNG dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan

sebagai berikut:

a. Bahwa benar sebelumnya saksi pernah memberikan keterangan

dihadapan penyidik ;

b. Bahwa keterangan yang saksi berikan dihadapan penyidik sudah

benar semua; Bahwa saksi diperiksa sehubungan perkara tindak

pidana ketenagakerjaan terhadap buruh/karyawan PT. Asia Raya


59

Foundry yang beralamat di Jalan Sei Blumei Nomor 118 Desa

Kelambir Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang ;

c. Bahwa terdakwa merupakan Direktur PT. Asia Raya Foundry

tersebut ;

d. Bahwa saksi bekerja sebagai buruh/karyawan pada PT. Asia Raya

Foundry sejak tahun 2010 sampai dengan bulan Agustus tahun

2013 ;

e. Bahwa pada saat pertama sekali bekerja di PT. Asia Raya Foundry,

saksi melamar sendiri, akan tetapi kemudian saksi diminta untuk

melamar pekerjaan melalui biro jasa, yaitu melalui PT. Cinta Maju

Sejahtera ;

f. Bahwa sebelum melaksanakan pekerjaan, saksi membuat kontrak

kerja, dimana kontrak kerja saksi berlaku selama 6 (enam) bulan,

dan setelah berjalan 6 (enam) bulan, maka kemudian kontrak kerja

tersebut diperbarahui kembali untuk 6 (enam) bulan kedepan,

begitu seterusnya sampai saksi tidak bekerja lagi di PT. Asia Raya

Foundry ;

g. Bahwa di dalam kontrak kerja tersebut disebutkan besaran upah

yang saksi peroleh untuk setiap bulannya, akan tetapi saksi tidak

begitu membaca kontrak kerja tersebut, hanya bertandatangan saja,

ketika akan membuat kontrak kerja tersebut ; • Bahwa setiap

bulannya saksi memperoleh upah melaui PT. Cinta Maju

Sejahtera;
60

h. Bahwa pada tahun 2012 saksi mendapat upah sebesar Rp.

1.050.000,00 (Satu Juta Lima Puluh Ribu Rupiah), sementara pada

tahun 2013 saksi mendapat upah sebesar Rp. 1.250.000,00 (Satu

Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) ;

i. Bahwa sebelumnya tidak ada masalah dengan upah yang saksi

terima, akan tetapi sejak saksi menjadi anggota serikat buruh yang

bernama Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, saksi batu

mengetahui bahwa upah yang saksi terima berada di bawah Upah

Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang yang telah ditentukan ;

j. Bahwa setahu saksi menurut ketentuan Upah Minimum Sektor

Kabupaten Deli Serdang, tahun 2012 seharusnya saksi

mendapatkan upah sebesar Rp.1.419.000,00 (Satu Juta Empat

Ratus Sembilan Belas Ribu Rupiah) setiap bulannya, sedangkan

tahun 2013 seharusnya saksi mendapatkan upah sebesar

Rp.1.760.000,00 (Satu Juta Tujuh Ratus Enam Puluh Ribu Rupiah)

setiap bulannya ;

k. Bahwa saksi pernah menanyakan kepada PT. Cinta Maju

Sejahtera, mengapa upah yang saksi terima dibawah Upah

Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang yang telah ditentukan,

akan tetapi pihak yang membayarkan upah saksi mengatakan

bahwa memang sebesar itulah upah saksi yang diberikan oleh PT.

Asia Raya Foundry ;


61

l. Bahwa selain membayarkan upah dibawah Upah Minimum Sektor

Kabupaten Deli Serdang yang telah ditentukan, PT. Asia Raya

Foundry juga tidak membayarkan THR (Tunjangan Hari Raya)

pada setiap buruh/ karyawan yang bekerja dan juga tidak

mendaftarkan setiap buruh/ karyawan menjadi anggota BPJS

Ketenagakerjaan ;

m. Bahwa kemudian pada tahun 2013, saksi bersama buruh/karyawan

lainnya yang bekerja di PT. Asia Raya Foundry yang tergabung

dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, melakukan aksi

mogok kerja untuk menuntut apa yang menjadi hak

buruh/karyawan yang telah ditentukan oleh Undang-undang ;

n. Bahwa atas tuntutan buruh/karyawan tersebut, maka Pemerintah

melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Deli

Serdang mencoba untuk menyelesaikan perselisihan antara

buruh/karyawan dengan pihak PT. Asia Raya Foundry ;

o. Bahwa kemudian dilakukanlah pertemuan antara Dinas Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Deli Serdang, buruh/karyawan

dan pihak PT. Asia Raya Foundry, akan tetapi dalam pertemuan

tersebut tidak dapat menyelesaikan tuntutan hak buruh/karyawan

kepada pihak PT. Asia Raya Foundry ;

p. Bahwa oleh karena tidak menemukan penyelesaian atas tuntutan

tersebut, maka saksi bersama dengan buruh/karyawan yang


62

tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia

melaporkan pihak PT. Asia Raya Foundry ke pihak Kepolisian ;

q. Bahwa akibat tuntutan tersebut, saksi telah dipecat sebagai buruh

dari pihak PT. Asia Raya Foundry ;

r. Bahwa selain saksi, masih ada 20 (dua puluh) Bahwa saat sekarang

ini, saksi tidak mau menerima tawaran atau niat baik pihak PT.

Asia Raya Foundry untuk membayarkan kekurangan upah yang

saksi terima selama saksi bekerja di PT. Asia Raya Foundry

maupun tawaran agar saksi kembali bekerja di PT. Asia Raya

Foundry ;

s. Terhadap keterangan saksi, Terdakwa memberikan pendapat

bahwa keterangan saksi tersebut tidak benar semuanya;

3. ALI AKBAR HASIBUAN, ST., dibawah sumpah pada pokoknya

menerangkan sebagai berikut:

a. Bahwa benar sebelumnya saksi pernah memberikan keterangan

dihadapan penyidik ;

b. Bahwa keterangan yang saksi berikan dihadapan penyidik sudah

benar semua;

c. Bahwa saksi diperiksa sehubungan perkara tindak pidana

ketenagakerjaan terhadap buruh/karyawan PT. Asia Raya Foundry

yang beralamat di Jalan Sei Blumei Nomor 118 Desa Kelambir

Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang ;

d. Bahwa terdakwa merupakan Direktur PT. Asia Raya Foundry

tersebut ;
63

e. Bahwa saksi menjabat sebagai pengawas Ketenagakerjaan pada

kantor Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Deli

Serdang yang bertugas melakukan pembinaan dan mengawasi

pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang

ketenagakerjaan terhadap perusahaan di wilayah Kabupaten Deli

Serdang ;

f. Bahwa berawal dari adanya aksi mogok kerja buruh/pekerja PT.

Asia Raya Foundry yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja

Metal Indonesia oleh karena tidak dibayarnya hak-hak

pekerja/buruh PT. Asia Raya Foundry tersebut, yang terjadi pada

tanggal 25 Juli 2013 ;

g. Bahwa kemudian dilakukanlah pertemuan antara pekerja/buruh

dengan PT. Asia Raya Foundry bersama dengan Dinas

Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Deli Serdang,

dimana dari pertemuan tersebut dibuat kesepakatan bersama

tertanggal 26 Juli 2013, untuk menyelesaikan semua tuntutan hak-

hak pekerja/buruh PT. Asia Raya Foundry tersebut, selanjutnya

disepakati pertemuan lanjutan tanggal 03 September 2015 Bahwa

oleh karena tidak terlaksana pertemuan lanjutan tanggal 03

September 2015 , maka buruh/pekerja PT. Asia Raya Foundry

yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia

melaporkan pihak PT. Asia Raya Foundry ke pihak Kepolisian,

oleh karena tidak dibayarnya hak-hak pekerja/buruh PT. Asia Raya

Foundry tersebut ;
64

h. Bahwa menindaklanjuti laporan tersebut kemudian pihak Polda

Sumut melimpahkan berkas tersebut kepada Dinas

Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Deli Serdang ;

i. Bahwa setelah dilakukan pertemuan antara pekerja/buruh dengan

PT. Asia Raya Foundry bersama dengan Dinas Ketenagakerjaan

dan Transmigrasi Kabupaten Deli Serdang, diketahui bahwa tahun

2010, 2011, 2012 dan 2013, PT. Asia Raya Foundry telah

membayar upah 30 (tiga puluh) pekerja/buruh dibawah ketentuan

Upah Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang ;

j. Bahwa menurut Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor :

188.44/39/KPTS/Tahun 2010 tanggal 01 Februari 2010 tentang

Upah Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010 yang

memutuskan Upah Minimum Sektoral Kabupaten Deli Serdang

Tahun 2010 untuk Sektor Industri Pembuatan Barang dari Besi

atau Logam sebesar Rp.1.160.850,00 (satu juta seratus enam puluh

ribu delapan ratus lima puluh rupiah) perbulan, sedangkan menurut

Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor :

188.44/155/KPTS/Tahun 2011 tanggal 28 Februari 2011 tentang

Upah Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 yang

memutuskan Upah Minimum Sektoral Kabupaten Deli Serdang

Tahun 2011 untuk Sektor Industri Pembuatan Barang dari Besi

atau Logam sebesar Rp.1.275.300,00 (satu juta dua ratus tujuh

puluh lima ribu tiga ratus rupiah) perbulan;


65

k. Bahwa menurut Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor :

188.44/73/KPTS/Tahun 2012 tanggal 30 Januari 2012 tentang

Upah Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 yang

memutuskan Upah Minimum Sektoral Kabupaten Deli Serdang

Tahun 2012 untuk Sektor Industri Pembuatan Barang dari Besi

atau Logam sebesar Rp.1.419.000,00 (satu juta empat ratus

Sembilan belas ribu rupiah) perbulan, sedangkan menurut

Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor :

188.44/40/KPTS/Tahun 2013 tanggal 18 Januari 2013 tentang

Upah Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 yang

memutuskan Upah Minimum Sektoral Kabupaten Deli Serdang

Tahun 2011 untuk Sektor Industri Pembuatan Barang dari Besi

atau Logam sebesar Rp.1.760.000,00 (satu juta tujuh ratus enam

puluh ribu rupiah) perbulan ;

l. Bahwa PT. Asia Raya Foundry tidak ada mengajukan permohonan

penangguhan pembayaran upah kepada Dinas Ketenagakerjaan dan

Transmigrasi Kabupaten Deli Serdang ;

m. Bahwa setahu saksi, dari 30 (tiga puluh) pekerja/buruh PT. Asia

Raya Foundry tersebut, 17 (tujuh belas) pekerja/buruh telah

berdamain dengan PT. Asia Raya Foundry ;

n. Bahwa saksi sebagai pengawas Ketenagakerjaan pada kantor Dinas

Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Deli Serdang

memiliki hak untuk melaporkan tindak pidana yang dilakukan oleh

PT. Asia Raya Foundry tersebut ;


66

o. Terhadap keterangan saksi, Terdakwa memberikan pendapat

bahwa keterangan saksi tersebut tidak benar semuanya;

Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum juga

telah mengajukan Ahli sebagai berikut:

1. Dr. DEDI HARIANTO, SH., M.Hum., dibawah sumpah pada pokoknya

menerangkan sebagai berikut:

a. Bahwa ahli memiliki keahlian di bidang hukum perusahaan bukan

hukum perburuhan ;

b. Bahwa benar sebelumnya ahli pernah memberikan keterangan

dihadapan penyidik ;

c. Bahwa keterangan yang ahli berikan dihadapan penyidik sudah benar

semua;

d. Bahwa ahli diperiksa sehubungan perkara tindak pidana

ketenagakerjaan terhadap buruh/karyawan PT. Asia Raya Foundry

yang beralamat di Jalan Sei Blumei Nomor 118 Desa Kelambir

Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang ;

e. Bahwa terdakwa merupakan Direktur PT. Asia Raya Foundry tersebut;

f. Bahwa menurut Pasal 98 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas, disebutkan bahwa direktur/direksi

mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan ;

g. Bahwa oleh karena Asia Raya Foundry adalah merupakan perusahaan

yang berbentuk Perseroan Terbatas, maka direkturlah yang mewakili

perseroan di dalam Pengadilan ;


67

h. Bahwa dalam hal ini terdakwa bukanlah bertindak dalam kapasitasnya

sebagai pribadi melainkan kapasitasnya sebagai direktur yang

mewakili PT. Asia Raya Foundry ;

i. Bahwa secara hukum dibenarkan dibuat dan ditandatanganinya

Perjanjian Kerja antara buruh/karyawan dengan Perusahaan ;

j. Bahwa menurut kebiasaan, Perjanjian Kerja tersebut bersifat baku,

dimana sebelumnya telah dipersiapkan oleh pihak Perusahaan,

sehingga buruh/karyawan hanya menandatangani saja Perjanjian Kerja

tersebut ;

k. Bahwa Pemerintah memiliki fungsi sebagai pengawas dalam

pelaksanakan Perjanjian Kerja tersebut ;

l. Bahwa menurut KUHPerdata, ada kebebasan berkontrak dalam

pelaksanaan Perjanjian Kerja tersebut, akan tetapi tetap mengacu

kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam arti

Perjanjian Kerja tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan

hukum yang berlaku ;

m. Bahwa dalam perkara ini permasalahan antara buruh/karyawan

dengan Perusahaan adalah mengenai besaran upah yang harus

dibayarkan oleh Perusahaan ;

n. Bahwa seharusnya sebelum membuat dan menandatangani Perjanjian

Kerja, perusahaan harus mengetahui berapa besaran upah yang harus

dibayarkan kepada buruh/karyawan menurut ketentuan yang berlaku ;

o. Bahwa terhadap perusahaan yang baru berkembang, seharusnya

melihat keadaan perusahaan ketika akan mempekerjakan buruh/


68

karyawan, sehingga dapat menyeseuaikan antara keadaan keuangan

perusahaan dengan berapa banyaknya buruh/karyawan yang akan di

pekerjakan ;

p. Bahwa apabila perusahaan membayar upah dibawah ketentuan yang

berlaku, maka akan mengakibatkan buruh/karyawan tersebut tidak

nyaman dalam melaksanakan pekerjaannya, sehingga hasil pekerjaan

yang yang dihasilkan tidak akan maksimal ;

q. Bahwa apabila upah yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada

buruh/karyawan yang tercantum dalam Perjanjian Kerja bertentangan

dengan ketentuan yang berlaku, maka Perjanjian Kerja tersebut batal

demi hukum ;

r. Bahwa apabila hal tersebut terjadi, ada 2 (dua) ranah hukum yang

dapat ditempuh, yaitu secara hukum perdata untuk pembatalan

Perjanjian Kerja tersebut dan secara hukum pidana karena dibuat

bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku ;

s. Bahwa apabila terlihat jelas ada unsur kesengajaan dalam pembuatan

Perjanjian Kerja tersebut, maka menurut saksi, seharusnya terlebih

dahulu menempuh jalur pidana untuk menyelesaikan permasalahan

tersebut ;

t. Terhadap keterangan saksi, Terdakwa memberikan pendapat bahwa

tidak mengerti atas keterangan saksi tersebut;

2. Dr. AGUSMIDAH, SH., M.Hum., dibawah sumpah pada pokoknya

menerangkan sebagai berikut:


69

a. Bahwa ahli memiliki keahlian di bidang hukum perburuhan ; • Bahwa

ahli mengetahui tentang sistem pengupahan menurut Undangundang

No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ;

b. Bahwa perihal pengupahan itu sendiri diatur dalam Pasal 88 sampai

dengan Pasal 89 Undang-undang tersebut ;

c. Bahwa dalam Undang-undang itu disebutkan bahwa pekerja/buruh

berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan, yang terdiri dari upah minimum berdasarkan

wilayah provinsi atau kabupaten/kota dan upah minimum berdasarkan

sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota ;

d. Bahwa apabila pengusaha membayar upah lebih rendah dari yang telah

ditentukan tersebut, maka pengusaha tersebut dapat dikenakan sanksi

pidana ;

e. Bahwa didalam hukum perburuhan itu sendiri juga diatur perihal

perselisihan hubungan industrial, yaitu mengenai perselisihan hak,

perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan

perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam suatu

perusahaan;

f. Bahwa perselisihan hubungan industrial tersebut diatur dalam

Undangundang No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial ;

g. Bahwa Undang-undang No.2 tahun 2004 sifatnya lex specialist

terhadap Undang-undang No. 13 Tahun 2003 ;


70

h. Bahwa khusus terhadap perselisihan hak, dapat ditempuh melalui

perdata maupun pidana, dimana bisa terlebih dahulu ditempuh jalur

perdata baru pidana, atau sebaliknya atau bisa secara bersamaan

ditempuh jalur perdata maupun pidananya ;

i. Bahwa oleh karena didalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 diatur

secara normatif pelanggaran terhadap pembayaran upah dibawah upah

minimum yang telah ditentukan adalah merupakan suatu kejahatan,

maka bagi pelaku haruslah dituntut secara pidana ;

j. Bahwa menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003, pemberi kerja

(outshorcing) itu tidak sama dengan Pengusaha ;

k. Bahwa menurut Pasal 1 angka (5) Undang-undang No. 13 Tahun 2003

disebutkan bahwa Pengusaha adalah orang perseorangan, persekutuan,

atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri,

sedangkan angka (6) menyebutkan bahwa Perusahaan adalah setiap

bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang

perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik

swasta maupun milik negara yang memperkerjakan pekerja/buruh

dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain ;

l. Bahwa dari pengertian tersebut, maka yang dapat dituntut secara

pidana atas pembayaran upah dibawah upah minimum yang telah

ditentukan adalah direktur perusahaan yang memperkerjakan

pekerja/buruh dengan membayar upah tersebut ;

m. Bahwa dalam ketenagakerjaan ini ada 3 (tiga) pilar yang saling

berhubungan satu dengan yang lainnya, yaitu Pemerintah, Pengusaha/


71

Perusahaan dan Buruh/Pekerja, dimana Pemerintah bagi Pengusaha/

Perusahaan memiliki fungsi pengawasan sedangkan Pemerintah bagi

Buruh/Pekerja memiliki fungsi perlindungan ;

n. Bahwa secara hukum dibenarkan dibuat dan ditandatanganinya

Perjanjian Kerja antara buruh/karyawan dengan Perusahaan dan

apabila upah yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada

buruh/karyawan yang tercantum dalam Perjanjian Kerja bertentangan

dengan ketentuan yang berlaku, maka Perjanjian Kerja tersebut batal

demi hukum, yang mana secara tegas disebutkan dalam Pasal 51 dan

Pasal 91 Undangundang No. 13 Tahun 2003 tersebut ;

o. Bahwa pengusaha yang tidak mampu untuk membayar upah minimum

dapat dilakukan penangguhan disertai dengan dokumen yang membuat

alasan tidak sanggup membayar dengan melampirkan neraca laba,

kerugian dan permodalam perusahaan tersebut ;

p. Bahwa tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh menjadi daluarsa

setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak

tersebut ;

q. Bahwa didalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 diatur tentang

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) ;

r. Bahwa untuk tindak pidana ketenagakerjaan yang berhak melaporkan

adanya tindak pidana ketenagakerjaan adalah buruh/pekerja yang

menjadi korban dalam tindak pidana tersebut ;

s. Terhadap keterangan saksi, Terdakwa memberikan pendapat bahwa

tidak mengerti atas keterangan saksi tersebut;


72

Menimbang, bahwa Jaksa Penuntut Umum di persidangan telah mengajukan

barang bukti berupa :

1. Fotocopy akte pendirian perusahaan PT. Asia Raya Foundry ;

2. Nota Pemeriksaan Pengawasan Ketenagakerjaan ;

3. Penyampaian perhitungan dan penetapan kekurangan upah

No.560/369/DTKTR/2015 tanggal 23 Januari 2015 ;

4. Daftar perhitungan dan penetapan kekurangan upah :

5. Bulan Juni tahun 2010 s/d Desember tahun 2010 dan bulan Januari tahun

2011 s/d Desember 2011 ;

6. Bulan Januari tahun 2012 s/d Desember tahun 2012 dan bulan Januari

tahun 2013 s/d Agustus 2013 ;

Menimbang,bahwa dalam perkara ini Terdakwa didakwa oleh Penuntut

Umum dengan susunan dakwaan tunggal yaitu melanggar ketentuan Pasal 90 ayat

(1) Jo Pasal 185 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Jo Keputusan

Gubernur Sumatera Utara Nomor : 188.44/39/KPTS/Tahun 2010 tanggal 01

Februari 2010 tentang Upah Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang Tahun

2010 Jo Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor :

188.44/155/KPTS/Tahun 2011 tanggal 28 Februari 2011 tentang Upah Minimum

Sektor Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 Jo Keputusan Gubernur Sumatera

Utara Nomor : 188.44/73/KPTS/Tahun 2012 tanggal 30 Januari 2012 tentang

Upah Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 Jo Keputusan

Gubernur Sumatera Utara Nomor : 188.44/40/KPTS/ Tahun 2013 tanggal 18

Januari 2013 tentang Upah Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang Tahun
73

2013,

Menimbang, bahwa terhadap unsur tersebut Majelis Hakim

mempertimbangkan sebagai berikut : “Pengusaha Dilarang Membayar Upah Lebih

Rendah Dari Upah Minimum Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 89”

Menimbang, bahwa Pasal 1 angka (5) UU No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Pengusaha adalah :

a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu

perusahaan milik sendiri ;

b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri

sendiri menjalankan perusahaan hukum miliknya ;

c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di

Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b

yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia;

Menimbang, bahwa sedangkan Pasal 1 angka (6) UU No. 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Perusahaan adalah :

a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang

perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta

maupun milik negara yang memperkerjakan pekerja/buruh dengan membayar

upah atau imbalan dalam bentuk lain ;

b. Usaha usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan

memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam

bentuk lain ;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan


74

diketahui bahwa terdakwa merupakan Direktur PT. Asia Raya Foundry yang

beralamat di Jalan Sei Blumei Nomor 118 Desa Kelambir Kecamatan Tanjung

Morawa Kabupaten Deli Serdang yang bergerak dibidang pengecoran logam,

dihubungkan dengan Berita Acara Rapat Nomor 11, yang dibuat dan ditandatangani

pada hari Kamis tanggal 22 Januari 2013 dan Berita Acara Rapat Nomor 24, yang

dibuat dan ditandatangani pada hari Kamis tanggal 18 Desember 2014, oleh Susan

Widjaya, SH., Notaris di Medan serta Tanda Pendaftaran Wajib Lapor

Ketenagakerjaan Di Perusahaan tertanggal November 2014, diketahui memang benar

terdakwa merupakan Direktur PT. Asia Raya Foundry ;

Menimbang, bahwa ahli Dr. DEDI HARIANTO, SH., M.Hum.,

menerangkan bahwa menurut Pasal 98 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas, disebutkan bahwa direktur/direksi mewakili perseroan

baik di dalam maupun di luar Pengadilan, oleh karena Asia Raya Foundry adalah

merupakan perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas, maka direkturlah yang

mewakili perseroan di dalam Pengadilan, dalam hal ini terdakwa bukanlah bertindak

dalam kapasitasnya sebagai pribadi melainkan kapasitasnya sebagai direktur yang

mewakili PT. Asia Raya Foundry ;

Menimbang, bahwa berdasarkan rangkaian pertimbangan hukum tersebut

diatas, dengan dihubungkan pada ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa adalah

pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 UU No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan tersebut ;

Menimbang, bahwa selanjutnya Pasal 1 angka (30) UU No. 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Upah adalah hak pekerja/ buruh yang
75

diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau

pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu

perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk

tunjangan dari pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang

telah atau akan dilakukan ;

Menimbang, bahwa dari pengertian tersebut diatas, Majelis Hakim

berpendapat untuk menentukan upah yang harus dibayarkan kepada pekerja/ buruh

adalah berdasarkan kepada perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-

undangan ;

Menimbang, bahwa ahli Dr. DEDI HARIANTO, SH., M.Hum., dan ahli Dr.

AGUSMIDAH, SH., M.Hum., menerangkan bahwa secara hukum dibenarkan

dibuat dan ditandatanganinya Perjanjian Kerja antara buruh/karyawan dengan

Perusahaan ;

Menimbang, bahwa ahli Dr. AGUSMIDAH, SH., M.Hum., juga

menerangkan bahwa perihal pengupahan itu sendiri diatur dalam Pasal 88 sampai

dengan Pasal 89 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

dimana dalam Undang-undang itu disebutkan bahwa pekerja/buruh berhak

memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,

yang terdiri dari upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota

dan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota ;

Menimbang, bahwa akan tetapi berdasarkan pengawasan yang dilakukan oleh

saksi ALI AKBAR, ST., yang merupakan pengawas Ketenagakerjaan pada kantor

Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Deli Serdang, setelah adanya

pelimpahan berkas dari Kepolisian Daerah Sematera Utara kepada Dinas


76

Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Deli Serdang, diketahui bahwa tahun

2010, 2011, 2012 dan 2013, PT. Asia Raya Foundry telah membayar upah 30 (tiga

puluh) pekerja/buruh dibawah ketentuan Upah Minimum Sektor Kabupaten Deli

Serdang ;

Menimbang, bahwa sementara itu berdasarkan fakta hukum yang terungkap di

persidangan diketahui bahwa saksi RIANTO SINAGA adalah salah satu dari 30 (tiga

puluh) pekerja/buruh PT. Asia Raya Foundry yang bekerja sejak bulan September

tahun 2011 sampai dengan bulan Agustus tahun 2013, dimana sebelumnya melamar

pekerjaan melalui biro jasa, yaitu PT. Cinta Maju Sejahtera, yang mana pada tahun

2012 mendapat upah sebesar Rp. 1.050.000,00 (Satu Juta Lima Puluh Ribu Rupiah),

sementara pada tahun 2013 saksi mendapat upah sebesar Rp. 1.250.000,00 (Satu Juta

Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah), dan saksi APRIZAL TANJUNG juga salah

satu dari 30 (tiga puluh) pekerja/buruh PT. Asia Raya Foundry yang bekerja sejak

tahun 2010 sampai dengan bulan Agustus tahun 2013, dimana sebelumnya melamar

pekerjaan melalui biro jasa, yaitu PT. Cinta Maju Sejahtera, yang mana pada tahun

2012 saksi mendapat upah sebesar Rp. 1.050.000,00 (Satu Juta Lima Puluh Ribu

Rupiah), sementara pada tahun 2013 saksi mendapat upah sebesar Rp. 1.250.000,00

(Satu Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah). Halmana dapat dilihat dari bukti

surat yang diberi tanda T. Nomor : 5 dan T. Nomor : 6 yang diajukan oleh Penasehat

Hukum terdakwa ;

Menimbang, bahwa dari rangkaian pertimbangan hukum sebagaimana

tersebut diatas, maka diketahui terdakwa sebagai direktur PT. Asia Raya Foundry

telah membayar upah 30 (tiga puluh) pekerja/buruh dibawah ketentuan Upah

Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang yang ditentukan dalam Keputusan


77

Gubernur Sumatera Utara Nomor : 188.44/39/KPTS/Tahun 2010 tanggal 01 Februari

2010 tentang Upah Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010,

Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor : 188.44/155/KPTS/Tahun 2011 tanggal

28 Februari 2011 tentang Upah Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang Tahun

2011 yang memutuskan Upah Minimum Sektoral Kabupaten Deli Serdang Tahun

2011, Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor : 188.44/73/ KPTS/Tahun 2012

tanggal 30 Januari 2012 tentang Upah Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang

Tahun 2012 yang memutuskan Upah Minimum Sektoral Kabupaten Deli Serdang

Tahun 2012 dan Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor :

188.44/40/KPTS/Tahun 2013 tanggal 18 Januari 2013 tentang Upah Minimum Sektor

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 yang memutuskan Upah Minimum Sektoral

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ;

Menimbang, bahwa Undang-undang No. 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa

pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dapat dilakukan

penangguhan, akan tetapi berdasarkan fakta hukum, PT. Asia Raya Foundry tidak ada

mengajukan permohonan penangguhan pembayaran upah kepada Dinas

Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Deli Serdang ;

Menimbang, bahwa di persidangan, terdakwa secara tegas mengakui bahwa

benar telah membayar upah 30 (tiga puluh) pekerja/buruh dibawah ketentuan Upah

Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang. Akan tatapi terdakwa telah memiliki

itikad baik untuk membayar kekurangan upah tersebut, dimana terhadap 17 (tujuh

belas) pekerja/buruh sudah dilakukan pembayaran dan yang lainnya masih dalam

penyelesaian oleh karena masih mencari alamat, dimana terdakwa telah memanggil

mereka melalui media cetak;


78

Menimbang, bahwa didalam hukum perburuhan itu sendiri juga diatur perihal

perselisihan hubungan industrial, yaitu mengenai perselisihan hak, perselisihan

kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat

pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan, yangmana perselisihan hubungan

industrial tersebut diatur dalam Undang-undang No.2 tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yangmana Undang-undang No.2

tahun 2004 sifatnya lex specialist terhadap Undang-undang No. 13 Tahun 2003, dan

khusus terhadap perselisihan hak, dapat ditempuh melalui perdata maupun pidana,

dimana bisa terlebih dahulu ditempuh jalur perdata baru pidana, atau sebaliknya atau

bisa secara bersamaan ditempuh jalur perdata maupun pidananya, akan tetapi oleh

karena didalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 diatur secara normatif

pelanggaran terhadap pembayaran upah dibawah upah minimum yang telah

ditentukan adalah merupakan suatu kejahatan, maka bagi pelaku haruslah dituntut

secara pidana ;

Menimbang, bahwa dari itikad baik terdakwa yang telah membayar

kekurangan upah kepada 17 (tujuh belas) pekerja/buruh tersebut, menurut hemat

Majelis Hakim, secara tidak langsung terdakwa mengakui bahwa telah mengakui

telah melakukan perbuatan membayar upah lebih rendah dari upah minimum Sektor

Kabupaten Deli Serdang, sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 89 jo

Pasal 90 Undang-undang No. 13 Tahun 2003, yang mana dengan mengacu kepada

ketentuan Pasal 185 Undang-undang No. 13 Tahun 2003, perbuatan tersebut memiliki

sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun

dan/atau denda paling sedikit Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp.400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah), dengan demikian Majelis hakim
79

berpendapat bahwa perkara aquo bukanlah perihal Perselisihan Hubungan Industrial,

melainkan murni tindak pidana yang secara normatif diatur dalam Undang-undang

No. 13 Tahun 2003 ;

Menimbang, bahwa selanjutnya setelah mempertimbangkan segala sesuatunya

hasil pemeriksaan perkara ini sebagaimana tersebut diatas maka Majelis Hakim

sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum mengenai kwalifikasi kesalahan yang

dilakukan Terdakwa, akan tetapi Majelis Hakim tidak sependapat dengan lamanya

terdakwa dijatuhi pidana sebagaimana diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam

requisitoirnya, terlebih lagi Majelis Hakim dalam menjatuhkan pidana harus pula

mempertimbangkan rasa keadilan bagi terdakwa dan masyarakat selain itu tujuan

pemidanaan bukanlah semata-mata merupakan pembalasan melainkan sebagai usaha

preventif dan represif agar terdakwa bisa merenungkan perbuatan selanjutnya, lebih

tegasnya hukuman yang dijatuhkan bukan untuk menurunkan derajat manusia, akan

tetapi bersifat edukatif, motifatif agar terdakwa tidak melakukan perbuatan tersebut

lagi serta preventif bagi masyarakat lainnya oleh karenanya terdakwa haruslah

dijatuhi pidana sebagaimana dalam amar putusan ini ;

Menimbang, bahwa tujuan pemidanaan diarahkan kepada perlindungan

masyarakat dari kejahatan serta keseimbangan dan keselarasan hidup dalam

masyarakat dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan masyarakat, Negara,

korban dan pelaku sehingga pemidanaan harus mengandung unsur yang bersifat

kemanusiaan, edukatif dan keadilan ;

Menimbang, bahwa sehubungan dengan tujuan pemidanaan tersebut, hukum

pidana modern juga mengarahkan pemidanaan pada pembinaan pada pelaku dan

bukan sebagai balas dendam sehingga Majelis berpendapat bahwa pemidanaan pada
80

pelaku tidak saja dapat dilakukan dalam lembaga pemasyarakatan tetapi juga dapat

dilakukan diluar Lembaga Pemasyarakatan dengan tetap mendapat pengawasan dan

pembinaan;

Menimbang, bahwa di persidangan tersebut, terdakwa telah menunjukkan

surat pembayaran kekurangan upah terhadap pekerja/buruh PT. Asia Raya Foundry

tertanggal 03 Maret 2016, yang ditandatangani oleh terdakwa dan saksi Rianto

Sinaga, yangmana surat tersebut diperlihatkan dihadapan Majelis Hakim dan

dibenarkan oleh saksi Rianto Sinaga, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa

terdakwa telah mempunyai itikad baik dalam hal menanggulangi perbuatan yang

didakwakan kepadanya, yakni dengan cara telah membayar kekurangan upah

buruh/pekerja PT. Asia Raya Foundry tersebut. Oleh karena itu Majelis Hakim

berpendapat bahwa kepada terdakwa adalah patut apabila diterapkan ketentuan Pasal

14 a KUHPidana, yakni tentang ketentuan pidana bersyarat, dengan maksud tujuan

agar terdakwa di kemudian hari dapat lebih berhati-hati dalam hal penentukan hak-

hak pekerja/buruh PT. Asia Raya Foundry, sehingga PT. Asia Raya Foundry dapat

berproduksi baik dan juga pekerja/buruh juga mendapatkan hak-hak mereka secara

utuh dan baik pula ;

Menimbang, bahwa dalam Pasal 14 a ayat (1) KUHP ditentukan bahwa jika

dijatuhkan hukuman penjara yang selama-lamanya satu tahun dan bila dijatuhkan

hukuman kurungan diantaranya tidak termasuk hukuman kurungan pengganti denda

maka hakim boleh memerintahkan bahwa hukuman itu tidak akan dijalankan kecuali

kalau dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan hakim, oleh karena terhukum

sebelum lalu tempo percobaan yang akan ditentukan dalam perintah pertama

membuat perbuatan yang boleh dihukum atau dalam tempo percobaan itu tidak
81

memenuhi suatu perjanjian yang istimewa yang sekiranya diadakan dalam perintah

itu.

B. Faktor Yang Menjadi Landasan Hakim Dalam Memutus Perkara

No.1662/Pid.B/2015/PN.LBP

Putusan pemidanaan diatur dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang

berbunyi“Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak

pidanayang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana”.

Apabilahakim telah menjatuhkan putusan pemidanaan, itu berarti hakim telah

yakinberdasarkan alat-alat bukti yang sah serta fakta-fakta di persidangan

bahwaterdakwa telah melakukan perbuatan sebagaimana dalam surat dakwaan

(Pasal183 KUHAP). Adanya kesalahan terdakwa dibuktikan minimal dua alat bukti

dandisertai keyakinan hakim maka syarat untuk menjatuhkan pidana telah terpenuhi.

Seorang hakim dalam menentukan sanksi pidana tentu tidak lepas dari

yangnamanya pertimbangan yuridis dan non yuridis. Berikut penulis uraikan

yangmenjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan Nomor:

1662/Pid.B/2015/PN.LBP :

1. Pertimbangan bersifat yuridis

Pertimbangan yuridis adalah pertimbangan berdasarkan fakta-fakta

yuridisyang terungkap dalam persidangan dan oleh undang-undang ditetapkan

sebagaihal yang harus dimuat dalam putusan. Hal-hal yang termasuk dalam

pertimbanganini antara lain:

a. Dakwaan Penuntut Umum


82

Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana yakni sebagai

dasardilakukannya pemeriksaan di persidangan. Dakwaan tidak

hanyaberisikan identitas terdakwa, namun juga uraian tindak pidana

sertamemuat waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Terdakwa

didakwa oleh Penuntut Umum dengan susunan dakwaan tunggal yaitu

melanggar ketentuan Pasal 90 ayat (1) Jo Pasal 185 UU No. 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan Jo Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor :

188.44/39/KPTS/Tahun 2010 tanggal 01 Februari 2010 tentang Upah

Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010 Jo Keputusan

Gubernur Sumatera Utara Nomor : 188.44/155/KPTS/Tahun 2011 tanggal

28 Februari 2011 tentang Upah Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang

Tahun 2011 Jo Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor :

188.44/73/KPTS/Tahun 2012 tanggal 30 Januari 2012 tentang Upah

Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 Jo Keputusan

Gubernur Sumatera Utara Nomor : 188.44/40/KPTS/ Tahun 2013 tanggal

18 Januari 2013 tentang Upah Minimum Sektor Kabupaten Deli Serdang

Tahun 2013.

Melalui dakwaan tunggal tersebut, hakim mempertimbangkan

dakwaan mana yang lebih mendekati perbuatan terdakwa. Dalam hal ini

Jaksa yang memberi penilaian-penilaian mengenai fakta danpembuktian-

pembuktian dengan yakin, oleh karena itulah dakwaan dantuntutan

merupakan patokan hakim dalam memberi pertimbangan dan putusan.

b. Keterangan Terdakwa
83

Di dalam Pasal 184 ayat (1) huruf e KUHAP, keterangan

terdakwatermasuk sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah

sehubungandengan apa yang ia lakukan atau ia ketahui sendiri atau dialami

sendiri(Pasal 189 KUHAP). Keterangan terdakwa bisa jadi dalam

bentukpengakuan atau bahkan penolakan, baik sebagian ataupun

keseluruhanterhadap dakwaan penuntut umum dan keterangan para saksi.

Dalamhal ini terdakwa mengajukan permohonan lisan atau pembelaan

pledoiyang pada pokoknya terdakwa memohon keringanan hukuman

denganalasan terdakwa mengakui perbuatannya, menyesal dan berjanji

tidakakan mengulangi perbuatannya.

c. Keterangan Saksi

Keterangan saksi dapat dikategorikan sebagai alat bukti sepanjang

keterangan itu mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengan sendiri, dan

harus disampaikan di dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah.

Dalam putusan Nomor 1662/Pid.B/2015/PN.LBP terdapat 5 (lima) orang

saksi yaitu:

a) Rianto Sinaga selaku salah satu dari 30 (tiga puluh) pekerja/buruh PT.

Asia Raya Foundry yang bekerja sejak bulan September tahun 2011

sampai dengan bulan Agustus tahun 2013.


84

b) Aprizal Tanjung juga salah satu dari 30 (tiga puluh) pekerja/buruh PT.

Asia Raya Foundry yang bekerja sejak tahun 2010 sampai dengan

bulan agustus tahun 2013.

c) Ali Akbar, ST selaku pengawas Ketenagakerjaan pada kantor Dinas

Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Deli Serdang.

d) Dr. Dedi Harianto, SH., M.Hum selaku saksi ahli yang didatangkan

oleh penuntut umum.

e) Dr. Agusmidah, SH., M.Hum selaku saksi ahli yang didatangkan oleh

penuntut umum.

Keterangan saksi-saksi inilahyang menjadi pertimbangan utama dan

selalu dipertimbangankan hakimdalam putusannya.

d. Barang-barang bukti

Barang bukti disini adalah benda yang dapat dikenakan penyitaan

dandiajukan oleh penuntut umum di depan persidangan yaitu:

a) Fotocopy akte pendirian perusahaan PT. Asia Raya Foundry ;

b) Nota Pemeriksaan Pengawasan Ketenagakerjaan ;

c) Penyampaian perhitungan dan penetapan kekurangan upah

No.560/369/DTKTR/2015 tanggal 23 Januari 2015 ;

d) Daftar perhitungan dan penetapan kekurangan upah :

 Bulan Juni tahun 2010 s/d Desember tahun 2010 dan bulan

Januari tahun 2011 s/d Desember 2011 ;

 Bulan Januari tahun 2012 s/d Desember tahun 2012 dan

bulan Januari tahun 2013 s/d Agustus 2013 ;


85

Adanya barang bukti yang terungkap di persidangan akan

menambahkeyakinan hakim dalam menilai benar atau tidaknya perbuatan

yangdidakwakan kepada terdakwa terutama apabila barang bukti dikenal

dandiakui oleh terdakwa dan juga para saksi.

e. Pasal-pasal dalam peraturan hukum pidana

Dalam hal ini penuntut umum akan berusaha meyakinkan hakim

dengan pasal-pasal yang diajukan dalam dakwaannya, selanjutnya hakim

akan menilai apakah perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur dalam

pasal atau tidak. Dalam hal ini Hakim memutus berdasar kualifikasi Pasal

jo pasal 185 UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

2. Pertimbangan non yuridis

Pertimbangan hakim yang bersifat non yuridis adalah dengan cara

hakimmelihat dari sisi dampak perbuatan terdakwa dan kondisi diri terdakwa. Hal-

halyang termasuk dalam pertimbangan ini antara lain:

a. Latar belakang terdakwa

Latar belakang terdakwa adalah setiap keadaan yang menyebabkan timbulnya

keinginan serta dorongan keras pada diri terdakwa dalam melakukan tindak

pidana. Dalam hal ini terdakwa adalah seorang Direktur PT. Asia Raya

Foundery.

b. Akibat perbuatan terdakwa

Perbuatan terdakwa sdah tentu membawa rugi kepada 30 (iga puluh) orang

karyawan/buruh yang bekerja di PT. Asia Raya Foundery. Kerugian

tersebut sebesar Rp.181.586.500,- (seratus delapan puluh satu juta lima


86

ratus delapan puluh enam ribu lima ratus rupiah), dengan perincian sebagai

berikt :

a) Kekurangan upah pekerja bulan Juni 2010 sampai bulan Desember 2010

sebesar Rp.1.579.500,- (satu juta lima ratus tujuh puluh Sembilan ribu

lima ratus rupiah) ;

b) Kekurangan upah pekerja bulan Januari 2011 sampai bulan Desember

2011 sebesar Rp.6.125.000,- (enam juta seratus dua puluh lima ribu

rupiah) ;

c) Kekurangan upah pekerja bulan Januari 2011 sampai dengan bulan

Desember 2012 sebesar Rp.46.202.000,- (empat puluh enam juta dua

ratus dua ribu rupiah) Kekurangan upah pekerja bulan Januari 2013

sampai bulan Agustus 2013 sebesar Rp.127.680.000,- (seratus dua puluh

tujuh enam ratus delapan puluh ribu rupiah).

c. Kondisi diri terdakwa

Meliputi kondisi fisik maupun psikis terdakwa sebelum

melakukankejahatan dan termasuk juga status sosial yang melekat pada

terdakwa.Secara fisik terdakwa adalah orang dewasa dan tidak

dibawahpengampuan. Selain itu status sosial terdakwa dalam masyarakat

selamaini adalah orang baik dan belum pernah berurusan dengan hukum.

Bahkan kondisi psikis terdakwa tidak sedang dalam tekanan

ataupunancaman, karena dalam dakwaan dikatakan bahwa terdakwa

yanglangsung tergiur dengan tawaran imbalan yang diberikan. Hal


87

initerbukti dengan adanya unsur kesengajaan dari pihak terdakwa dengan

adanya niat dan sikap batin dalam diri terdakwa dengan

maksudmemperoleh imbalan uang dan menikmati uang tersebut

untukkeperluan sehari-hari.

d. Agama terdakwa

Keterikatan para hakim terhadap ajaran agama tidak cukup bila

sekedar dengan irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA” pada kepala putusan. Namun hal ini

juga harus menjadi tolok ukur penilaian hakim yang berasal darinurani

hakim dalam menjatuhkan putusan.

Berdasarkan pertimbangan yuridis dan non yuridis hakim di atas, faktor-faktor

yang dominan menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap

terdakwa tindak pidana pembayarn gaji di bawah upah minimum (studi kasus putusan

Nomor: 1662/Pid.B/2015/PN.LBP dengan terdakwa Kargiat) dengan Majelis Hakim

yang menyidangkan perkara ini diketuai oleh Hakim Pengadilan Negeri Lubuk

Pakam HENRY TARIGAN, SH., M.Hum.

1. Hukum pidana sebagai pertimbangan hakim

Berdasarkan Pasal 1 KUHP bahwa sebagai suatu Negara Hukum,

system peradilan di Indonesia menganut asas legalitas, yaitu bahwa tiada

suatu perbuatanyang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana

dalam perundang-undangan yang telah ada.

Dalam hal ini, dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana yakni

sebagaidasar dilakukannya pemeriksaan di persidangan. Dakwaan tidak hanya


88

berisikanidentitas terdakwa, namun juga uraian tindak pidana serta memuat

waktu dantempat tindak pidana itu dilakukan (Pasal 143 ayat 2 KUHAP).

Bukan hanya itu saja, di dalam sistem perundang-undangan Indonesia

diaturbahwa dalam menjatuhkan putusan, hakim tidak hanya mendasarkan

pada buktiformil, melainkan juga berdasarkan pada unsur yang lebih esensial,

yaitu padaadanya suatu keyakinan hakim. Bukti formil dan keyakinan hakim

tersebutmerupakan 2 (dua) unsur pokok dalam pengambilan sebuah keputusan

pengadilan (Pasal 183 KUHAP, Pasal 184 ayat (1) KUHAP).

Pasal 183 KUHAP mengandung 2 (dua) asas pembuktian yaitu:

(1) Asas minimum pembuktian, yaitu asas bahwa untuk

membuktikankesalahan terdakwa harus dengan sekurang-kurangnya

dua alat buktiyang sah.

(2) Asas pembuktian menurut undang-undang secara negatif

yangmengajarkan suatu prinsip hukum pembuktian bahwa

disampingkesalahan terdakwa cukup terbukti, harus pula diikuti

keyakinan hakimakan kebenaran kesalahan terdakwa.

Sementara alat bukti yang dimaksud adalah (Pasal 184 KUHAP) :

(1) Keterangan Saksi;

(2) Keterangan Ahli;

(3) Keterangan Terdakwa;

(4) Surat;

(5) Petunjuk

Berdasarkan kedua asas tersebut apabila dihubungkan dengan penentuan

kesalahan terdakwa Ammer Damanik, maka diperoleh keyakinan bahwa


89

terdakwatelah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan dengan adanya alat bukti

yangdiajukan di persidangan yakni berupa keterangan 5 (lima) orang saksi, 1 (satu)

bundel AktaJaminan Fidusia, dan 1 (satu) lembar surat kontrakkerjasama antara

perusahaan dengan terdakwa Ammer Damanik. Disampingkesalahan yang telah

cukup terbukti,diikuti juga dengan keyakinan hakim akankebenaran kesalahan

terdakwa melaluifakta-fakta di persidangan.

2. Terdakwa sebagai pertimbangan hakim

Mengenai pertimbangan-pertimbangan yang memberatkan dan meringankan

pidana bagi terdakwa, Hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam HENRY TARIGAN,

SH., M.Hum berpendapat bahwa perbuatan terdakwa yang telah meresahkan

masyarakatdan telah merugikan 30 (tiga puluh) orang karyawa/buruh PT. Asia Raya

Foundry merupakan hal yang memberatkan pidana bagi terdakwa, karena perbuatan

terdakwa sangat bertentangan dengan norma yang diatur dalam perjanjian dan

Undang-Undang Ketenagakerjaan. Secara fisik terdakwa adalah orang dewasa dan

tidak dibawah pengampunan.

Kondisi psikis terdakwa tidak sedang dalam tekanan ataupun ancaman, karena

dalam dakwaan dikatakan bahwa terdakwa yang langsung tergiur dengan tawaran

imbalan yang didapat. Hal ini terbukti dengan adanya unsure kesengajaan dari pihak

terdakwa dengan adanya niat dan sikap bathin dalam diri terdakwa dengan maksud

memperoleh imbalan uang dan menikmati uang tersebut untuk keperluan sehari-hari.

Sementara itu pertimbangan yang meringankan bagi terdakwa adalah karena

tingkah laku terdakwa yang sopan selama di muka sidang dan mengaku secara terus

terang menyesali perbuatannya dan bahkan berjanji tidak akan mengulangi lagi
90

perbuatannya serta terdakwa juga belum pernah dihukum menjadi hal yang

meringankan terdakwa. Selain itu status sosial terdakwa dalam masyarakat selama ini

adalah orang baik dan belum pernah berurusan dengan hukum.

3. Tuntutan jaksa penuntut umum sebagai pertimbangan hakim

Jika pada uraian di atas, dapat diketahui bahwa hakim memiliki

pertimbangan-pertimbangan sendiri dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa

tindak pidana pembayaran gaji di bawah upah minimum. Selain pertimbangan pidana

tersebut, hakim juga mempertimbangkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Dalam hal

ini, Jaksa Penuntut Umum menuntut agar putusan yang dijatuhkan oleh hakim

terhadap terdakwa tindak pidana pembayaran gaji di bawah upah minimum

dijatuhkan berdasarkan pertimbangan yang seadil-adilnya sehingga tuntutan Jaksa

Penuntut Umum akan tegaknya hukum dan keadilan terpenuhi.

Putusan hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dalam perkara pidana

pembayaran gaji di bawah upah minimum perkara Nomor: 1662/Pid.B/2013/PN.LBP

dengan terdakwa Kargiat adalah1 (satu) tahun penjara.

Sehubungan dengan penjatuhan sanksi tersebut, Henry Tarigan, S.H, M.Hum

selaku Hakim Ketua dalam menangani perkara Putusan Nomor:

162/Pid.B/2015/PN.LBP menyatakan bahwa hakim menjatuhkan pidana penjara

berdasarkan kualifikasi yang sesuai dengan fakta seperti hal yang memberatkan dan

meringankan terdakwa dan juga hati nurani. Penjatuhan pidana tidak boleh disamakan

dengan perhitungan pada matematika yang harus sesuai dengan angka yang

ditetapkan di dalamnya. Penjatuhan pidana itu lebih kepada pertangungjawaban

hakim kepada Tuhan yang memiliki konsekuensi.


91

Jika Jaksa dituntut subjektif dalam membela dan memperhatikan kepentingan

kepentingan korban saja, maka Hakim harus objektif dalam memberikan putusan.

Harus ada eksaminasi mengenai fakta, dan hakim tidak boleh terikat dengan tuntutan

jaksa dalam hal penjatuhan berat pidana (tidak ada intervensi). Pada akhirnya setiap

orang yang awalnya berpikiran subjektif karena membela haknya, ketika putusan

dijatuhkan maka setiap orang harus objektif termasuk Jaksa selaku perwakilan

korban.

Adapun hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa adalah sebagai

berikut :

Hal-hal yang memberatkan terdakwa :

Perbuatan terdakwa merugikan pihak buruh/karyawan yang bekerja pada PT. Asia

Raya Foundry.

Hal-hal yang meringankan terdakwa :

1. Terdakwa menyesali perbuatannya ;

2. Terdakwa mengaku terus terang sehingga mempermudah proses pemeriksaan

di Persidangan ;

3. Terdakwa bersikap sopan dipersidangan dan Terdakwa belum pernah

dihukum ;

4. Terdakwa telah membayar kekurangan upah terhadap 17 (tujuh belas)

pekerja/buruh yang bekerja pada PT. Asia Raya Foundry ;


92

5. Terdakwa telah melakukan perdamaian dengan pihak Federasi Serikat Pekerja

Metal Indonesia sebagai pihak yang mewakili pekerja/buruh yang bekerja

pada PT. Asia Raya Foundry

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan oleh penulis dan sekaligus

untuk menjawab rumusan masalah yang telah penulis paparkan pada bab I maka

dapat disimpulkan dalam bab V ini sebagai berikut :

1. Ketentuan Pidana pembayaran gaji di bawah upah minimum telah diatur

dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam


93

pasal 90 jo pasa 185 ayat (1) mengatur ketentuan pidana yang berbunyi :

Ketentuan Pidana pembayaran gaji di bawah upah minimum telah diatur

dalam Undang-undangN. 23 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam

pasal 90 jo pasa 185 ayat (1) mengatur ketentuan pidana yang berbunyi :

“Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42

ayat (1)dan ayat (2),Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90

ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi

pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4(empat) tahun

dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan

palingbanyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)”. Tindak pidana

pembayaran gaji di bawah upah minimum itu secara khusus tidak diatur dan

dibahas dalam hukum pidana Islam sebagaimana pemaparan diatas oleh

karena itu tindak pembayaran gaji di bawah upah minimum termasuk pidana

ta’zir.

2. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor.

1662/Pid.B/2015/PN.LBP, tentang sanksi tindak pidana pembayaran gaji di

bawah upah minimum oleh terdakwa Kargiat, dengan dakwaan tunggal yang

diajukan oleh penuntut , dan terdakwa telah terbukti dan mengaku bersalah

dan membenarkan dakwaan penuntut umum dalam pengadilan, yang

melanggar Pasal 90 jo pasal 185 Undang-Undang No. 23 tahun 2003 oleh

Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dijatuhi pidana selama 1 (satu) tahun penjara

hukumannya adalah sanksi kumulatif. Berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan dan dasar hukum hakim dalam menentukan hukuman,


94

keputusan hakim tersebut sudah tepat, meskipun dari segi sanksi tidak cukup

memberikan efek jera bagi pelaku.

3. Seorang hakim dalam menentukan sanksi pidana tentu tidak lepas dari yang

namanya pertimbangan yuridis dan non yuridis. Adapun bentuk dari

pertimbangan yuridis oleh hakim adalah dakwaan jaksa penuntut umum,

keterangan terdakwa, keterangan saksi, barang bukti, dan pasal-pasal dalam

peraturan hukum pidana. Sedangkan pertimbangan hakim non yuridis yaitu

latar belakang terdakwa, akibat perbuatan terdakwa, kondisi diri terdakwa,

dan agama terdakwa. Dalam pertimbangan hakim juga ada hal yang

memberatkan dan meringankan hukuman.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan penulis adalah

1. Bagi masyarakat yang menjabat sebagai direktur atau kepala perusahaan agar

lebih memperhatikan tanggungjawabnya dalam pemenuhan hak karyawan,

karena tindakan cedera janji tidak selamanya bias diselesaikan dengan

musyawarah. Kiranya pengenaan sanksi penjara memberi efek jera dan

menjadi motivasi untuk beritikad baik.


95

2. Pada dasarnya dalam memutus suatu perkara hakim sudah

mempertimbangkan dengan sangat bijak melihat kondisi terdakwa yang baik

dalam persidangan serta untung rugi terdakwa dalam kasus ini, sabaiknya asas

legalitas tetap dipertahankan atau dilakukan update dalam undang-undang

jaminan ketenagakerjaan yang dapat menjawab kasus diatas sehingga hakim

tidak perlu menjatuhkan pidana dibawah ketentuan.

3. Semoga dengan adanya kasus diatas menjadi pembelajaran bagi kita semua

agar tidak melanggar perjanjian yang dapat membahayakan atau bahkan

merugikan kepentingan publik.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Chazawi, Adami. 2001. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Jakarta : Raja Grafindo

Persada.

H. Zainal, Eldin. 2017. Hukum Pidana Islam Sebuah Perbandingan. Medan : CV.

Perdana Mulya Sarana.

Hakim, Abdul. 2007. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasrkan Undang-

Undang No. 13 Tahun 2003. Bandung : PT. Citra Adtya Bakti.


96

Iskandar. 2009. Metode Peneitian Kualitatif. Jakarta : Gaung Persada. Cet. I

Kanter, E.Y, S.R Sianturi. 2012. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan

Penerapannya. Jakarta : Storia Grafika.

Kementrian Agama RI. 2018. Al-Qur’an Dan Terjemahannya. Bandung : Madina.

Lailatul Musyafa’ah, Nur. 2014. Hadits Hukum Pidana. Surabaya : UIN Sunan

Ampel Pers.

Manulang, M. 1991. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Yogyakarta : Liberty. Cet. I

Marpaung, Leden. 2005. Asas Teori Praktik Hukum Pidana. Jakarta : Sinar Grafika

Mardany. 2019. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Prenada Media Group.

Prodjodikoro, Wirjono. 1981. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia. Jakarta :

Eresco

Sutedi, Adrian. 2009. Hukum Perubahan. Jakarta : Sinar Grafika

Warda Muslich, Achmad. 2005. Hukum Pidana Islam. Jakarta : Sinar Grafika.

Undang-Undang

Undang-Undang No. 13 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan

Karya Ilmiah

Sahroni. 2020. Sanksi Hukum Bagi Perusahaan Membayar Upah Di Bawah Upah

Minimum Regional (Studi Komperatif Hukum Pidana Islam Dan Hukum

Pidana Positif). Al-Qanun : Jurnal Ilmu Sosial Dan Hukum Islam.

Rizki Puspita Cahyaning Putri. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Upah Tenaga Kerja

Yang Tidak Sesuai Dengan Upah Minimum Kabupaten Bekasi (Studi

Putusan No. 36/Pdt.Sus.Phi/2015/PN.BDG). Skripsi : IAIN Purwokerto.

Website
97

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. “Putusan Pengadilan

Negeri Pematangsiantar Nomor: 1662/Pid.B/2015/PN.LBP”, dalam

http://putusanmahkamahagung.go.id/putusan//, diakses pada 15 Januari

2023, pukul 13.25 WIB, h. 4

M. Ilham Ramadhan Avisena, 2020, Media Indonesia: Menkeu: UU Cipta

KerjaTarik Indonesia dari Middle Income Track,

https://mediaindonesia.com/ekonomi/352173/menkeu-uu-cipta-kerja-tarik-

indonesia-dari-middle-income-trap, diakses pada 4 September 2022 pukul

19.41.

http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/1860/5/128400111_, diakses

pada 5 September 2022, pukul 6.31.

Diakses dari, https://penerbitdeepublish.com/hipotesis-penelitian/ , pada tanggal

5 September 2022, pukul 6.45.

Anda mungkin juga menyukai