SKRIPSI
OLEH :
IKHSAN MAULANA B.
100200059
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
SKRIPSI
Disetujui oleh :
Ketua Departemen Hukum Pidana
Pembimbing I Pembimbing II
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
ii
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt, karena atas berkat,
rahmat, dan hidayah-Nya skripsi dengan judul “Kajian Hukum Terhadap Tindak
Jkt.Tim) ini dapat terselesaikan. Adapun skripsi ini disusun guna memenuhi
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, tak ada
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mohon kepada pembaca
agar kiranya sudi memberikan kritik dan saran yang membangun bagi
Penulis juga menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan dan arahan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas
Utara. Bapak Dr. OK Saidin, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan III
Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
Don Okto, Bobby Keyser Soze, Ammar Rasyad, Idin Manahan, Along
Akhir kata penulis memohon maaf apabila ada kesalahan, baik berupa kata
maupun perbuatan. Semoga kiranya apa yang penulis sajikan dalam skripsi ini
ii
Ikhsan Maulana B.
iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................ 1
B. Perumusan Masalah.................................................... 6
C. Tujuan Penulisan........................................................ 6
D. Manfaat Penulisan...................................................... 6
E. Keaslian Penulisan…................................................. 7
F. Tinjauan Kepustakaan................................................ 7
1. Pengertian Tindak Pidana………………………… 7
2. Pengertian Uang, Jenis Uang dan Fungsi Uang….. 8
3. Pengertian Pemalsuan Uang……………………… 14
G. Metode Penelitian….................................................. 14
H. Sistematika Penulisan................................................ 16
iv
A. Posisi Kasus.............................................................. 50
1. Kronologi Kasus…………………………………. 50
2. Dakwaan…………………………………………. 53
3. Tuntutan Pidana………………………………….. 60
4. Pertimbangan Hakim…………………………….. 61
5. Amar Putusan…………………………………….. 69
B. Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi
pada Tindak Pidana Pemalsuan Uang (Studi Putusan No.
1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim)............................. 69
DAFTAR PUSTAKA
vi
Uang memiliki peranan yang sangat besar pada masa sekarang ini. Uang
kini sudah merupakan kebutuhan, bahkan saat ini uang sudah menjadi penentu
stabilitas dan kemajuan perekonomian suatu negara. Tingginya kebutuhan akan
uang mendorong masyarakat melakukan tindakan guna memperoleh uang
sebanyak-banyaknya. Tindakan tersebut seringkali justru bertentangan atau
melawan hukum, contohnya adalah dengan melakukan tindak pidana pemalsuan
uang.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah: Pertama, Apakah
perbedaan antara pengaturan tindak pidana pemalsuan uang dalam KUHP dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang?
Kedua, Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan sanksi
pada tindak pidana pemalsuan uang (Studi Putusan Nomor
1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim)?
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif.
Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum dengan cara meneliti bahan
pustaka. Data yang digunakan adalah data sekunder seperti buku-buku, peraturan
perundang-perundangan, dan data-data lain yang diperoleh dari situs-situs
internet.
Hasil pembahasan dalam skripsi ini, bahwa yang menjadi pembeda utama
antara aturan hukum pemalsuan uang di KUHP dan UU RI No. 7 Tahun 2011
tentang Mata Uang dapat dilihat dari segi objek mata uang yang dilindungi dari
perbuatan pemalsuan. Objek mata uang yang dilindungi dari perbuatan pemalsuan
dalam KUHP adalah uang kertas dan uang logam dari seluruh negara, baik itu
mata uang lokal (Rupiah) maupun mata uang asing. Sedangkan UU RI No. 7
Tahun 2011 tentang Mata Uang mengkhususkan perlindungan dari perbuatan
pemalsuan hanya bagi mata uang Rupiah saja. Larangan dan ketentuan pidana
dalam UU Mata Uang sebenarnya hampir sama dengan yang berada di KUHP,
hanya saja beberapa pasal di UU Mata Uang menerapkan hukuman penjara
seumur hidup sebagai ancaman maksimalnya, berbeda dengan aturan KUHP
tentang pemalsuan uang yang ancaman maksimal pidananya adalah 15 (lima
belas) tahun penjara (Pasal 244 dan 245).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap satu putusan atas tindak
pidana pemalsuan uang (Studi Putusan No. 1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim), untuk
menjatuhkan pidana kepada terdakwa hakim telah memiliki berbagai
pertimbangan, dan atas suatu keyakinan menyatakan bahwa perbuatan terdakwa
memenuhi unsur-unsur sebagaimana tercantum dalam Pasal 36 ayat (2) UU RI
vii
viii
Uang memiliki peranan yang sangat besar pada masa sekarang ini. Uang
kini sudah merupakan kebutuhan, bahkan saat ini uang sudah menjadi penentu
stabilitas dan kemajuan perekonomian suatu negara. Tingginya kebutuhan akan
uang mendorong masyarakat melakukan tindakan guna memperoleh uang
sebanyak-banyaknya. Tindakan tersebut seringkali justru bertentangan atau
melawan hukum, contohnya adalah dengan melakukan tindak pidana pemalsuan
uang.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah: Pertama, Apakah
perbedaan antara pengaturan tindak pidana pemalsuan uang dalam KUHP dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang?
Kedua, Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan sanksi
pada tindak pidana pemalsuan uang (Studi Putusan Nomor
1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim)?
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif.
Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum dengan cara meneliti bahan
pustaka. Data yang digunakan adalah data sekunder seperti buku-buku, peraturan
perundang-perundangan, dan data-data lain yang diperoleh dari situs-situs
internet.
Hasil pembahasan dalam skripsi ini, bahwa yang menjadi pembeda utama
antara aturan hukum pemalsuan uang di KUHP dan UU RI No. 7 Tahun 2011
tentang Mata Uang dapat dilihat dari segi objek mata uang yang dilindungi dari
perbuatan pemalsuan. Objek mata uang yang dilindungi dari perbuatan pemalsuan
dalam KUHP adalah uang kertas dan uang logam dari seluruh negara, baik itu
mata uang lokal (Rupiah) maupun mata uang asing. Sedangkan UU RI No. 7
Tahun 2011 tentang Mata Uang mengkhususkan perlindungan dari perbuatan
pemalsuan hanya bagi mata uang Rupiah saja. Larangan dan ketentuan pidana
dalam UU Mata Uang sebenarnya hampir sama dengan yang berada di KUHP,
hanya saja beberapa pasal di UU Mata Uang menerapkan hukuman penjara
seumur hidup sebagai ancaman maksimalnya, berbeda dengan aturan KUHP
tentang pemalsuan uang yang ancaman maksimal pidananya adalah 15 (lima
belas) tahun penjara (Pasal 244 dan 245).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap satu putusan atas tindak
pidana pemalsuan uang (Studi Putusan No. 1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim), untuk
menjatuhkan pidana kepada terdakwa hakim telah memiliki berbagai
pertimbangan, dan atas suatu keyakinan menyatakan bahwa perbuatan terdakwa
memenuhi unsur-unsur sebagaimana tercantum dalam Pasal 36 ayat (2) UU RI
vii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dengan pertukaran antara barang dengan barang, jasa dengan jasa, barang dengan
jasa, atau sebaliknya. Bahkan hingga saat ini barter itu masih dilakukan, namun
praktiknya yang terkesan membuang waktu dan tenaga, seringkali membuat tidak
Terdapat beberapa kendala yang sering terjadi dalam sistem barter, antara
2. Sulit untuk menentukan nilai barang yang akan ditukarkan terhadap barang
yang diinginkan.
3. Sulit menemukan orang yang mau menukarkan barangnya dengan jasa yang
4. Sulit untuk menemukan kebutuhan yang mau ditukarkan pada saat yang
bagi masyarakat sebagai pelakunya. Tujuan utama dari pertukaran adalah agar
hidup manusia karena diterima secara luas oleh masyarakat. Dalam perekonomian
yang semakin modern seperti sekarang ini, uang memainkan peranan yang sangat
kebutuhan, bahkan saat ini, uang telah menjadi salah satu penentu stabilitas dan
melakukan tindakan, yang sering kali justru bertentangan dengan hukum, sebagai
Karena peredaran uang palsu yang begitu cepat, kejahatan pemalsuan uang
dapat dianggap sebagai salah satu jenis kejahatan dengan dampak kerugian besar
yang tak terbatas lingkupnya. Negara sebagai otoritas yang berwenang dalam
4
Ibid., hlm. 14.
pengguna uang juga akan menjadi korban apabila karena kurang teliti atau tanpa
sepengetahuannya telah mendapatkan uang palsu dari transaksi yang telah mereka
lakukan sebelumnya.
Modus peredaran uang palsu saat ini semakin beragam dan hasil dari proses
pemalsuan uang (uang palsu) juga semakin baik. Secara sekilas bahkan tampak
Rupiah telah melakukan berbagai bentuk sosialisasi terkait ciri dari Rupiah asli,
tetap saja masyarakat sering tertipu karena kualitas dari uang palsu yang mereka
terima hampir serupa dengan uang asli pada umumnya. Tingkat peredaran uang
diperbuat dan tidak diperbuat, sehingga segala sesuatunya dapat berjalan tertib
dan teratur. 5 Dengan begitu, pembahasan terhadap aturan hukum tindak pidana
5
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 54.
Praktik pemalsuan uang yang kerap berkembang secara pesat, harus terus
Aturan mengenai pemalsuan uang dalam KUHP terdapat pada buku kedua,
tentang kejahatan, tepatnya pada bab X. Tindak pidana pemalsuan uang, atau
terhadap kepercayaan atas kebenaran sesuatu hal yang di yakini sebagai asli.
keterangan di atas sumpah, atas uang sebagai alat pembayaran, materai dan
ancaman pidana.6
diterangkan bahwa pada kejahatan terhadap mata uang (uang logam) dan uang
6
Adami Chazawi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005,
hlm. 5.
pemalsuan uang adalah kejahatan yang berat dan dianggap serius oleh pembuat
hukum.
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, pada bagian
kondisi moneter dan perekonomian nasional. Hal ini merupakan salah satu alasan
Dengan lahirnya aturan hukum baru yang lebih bersifat khusus dalam
aplikasi dari aturan hukum itu sendiri. Pada salah satu kasus pemalsuan uang yang
terjadi dan telah diputus di tahun 2013, kepada pelaku telah diberikan dakwaan,
Pembahasan yang lebih merinci tentang putusan dari kasus tersebut diatas dirasa
yang baru dan pertimbangan hukum hakim terhadap dalam menjatuhkan sanksi
1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim) adalah:
C. Tujuan Penulisan
aturan tersebut.
1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim.
D. Manfaat Penulisan
pengguna uang.
2. Secara praktis, yaitu: hasil dari penilitian ini diharapkan dapat menjadi
E. Keaslian Penulisan
belum pernah dikemukakan oleh penulis lain, dan hal ini telah dikonfirmasikan
F. Tinjauan Kepustakaan
Tindak pidana merupakan salah satu pengertian dari istilah „Strafbaar Feit‟.
Istilah ini berasal dari bahasa Belanda yang terdiri dari penggabungan kata
Strafbaar dan Feit. Strafbaar yang berarti dapat dihukum,7 dan Feit yang berarti
7
Google Translate., https://translate.google.com/#nl/id/Strafbaar., diakses pada tanggal 8
November 2014.
8
J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin, dan J.T. Prasetyo, Kamus Hukum, Aksara Baru,
1980, Jakarta, hlm. 54.
umum dari ‘strafbaar feit’ sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat
tertentu telah ditolak didalam pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai
perilaku yang harus dibedakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-
Van Hamel merumuskan ‘strafbaar feit’ sebagai „suatu serangan atau suatu
Menurut Pompe, ‘strafbaar feit’ adalah suatu tindakan yang menurut suatu
A. Pengertian Uang
pembayaran hutang-hutang.12
Mata uang diartikan sebagai jenis uang yang terbuat dari logam,
Sedangkan uang kertas adalah uang yang terbuat dari bahan berupa kertas.
9
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Adya Bakti, Bandung,
1997, hlm. 181.
10
Ibid., hlm. 182.
11
Ibid., hlm. 183.
12
Iswardono Sardjonopermono, Uang dan Bank, BPFE, Yogyakarta, 1984, hlm. 2.
a) Berdasarkan bahan
Jika dilihat dari bahan untuk membuat uang maka jenis uang
dari logam, baik dari aluminium, emas, perak, atau perunggu dan
kecil.
atau bahan sejenis kertas. Uang dari kertas biasanya dalam nominal
jenis ini terbuat dari kertas yang berkualitas tinggi, yaitu bahan yang
b) Berdasarkan nilai
Jenis uang ini dapat dilihat dari nilai yang terkandung pada uang
(nilai yang tertera dalam uang tersebut). Uang jenis ini terbagi
kedalam dua jenis, yaitu uang bernilai penuh (full bodied money) dan
13
Kasmir, op.cit., hlm. 18-20.
nominalnya. Sebagai contoh uang yang terbuat dari kertas. Uang jenis
ini sering disebut „uang bertanda‟ atau token money. Kadangkala nilai
dalamnya.
c) Berdasarkan lembaga
giral.
10
d) Berdasarkan kawasan
Uang jenis ini dilihat dari daerah atau wilayah berlakunya suatu
uang. Artinya bisa saja suatu jenis mata uang hanya berlaku dalam
satu wilayah tertentu dan tidak berlaku di daerah lainnya atau berlaku
di seluruh wilayah.
11
tertentu yang lebih luas cakupannya daripada uang lokal, seperti untuk
kawasan benua Eropa berlaku mata uang tunggal Eropa, yaitu Euro.
dari pemalsuan uang adalah uang kartal, yaitu uang yang dikeluarkan oleh
bank sentral dan dipergunakan sebagai alat pembayaran yang sah. Uang
kartal yang dimaksud dapat berupa uang logam maupun uang kertas.
C. Fungsi Uang
sudah beralih dari alat tukar ke fungsi yang lebih luas. Uang sekarang ini
Fungsi dari uang secara umum yang ada dewasa ini adalah sebagai
berikut.14
a) Alat tukar-menukar
Dalam hal ini uang digunakan sebagai alat untuk membeli atau
menjual suatu barang maupun jasa. Dengan kata lain, uang dapat
14
Ibid., hlm. 17.
12
b) Satuan hitung
barang dan jasa yang dijual atau dibeli. Besar kecilnya nilai yang
c) Penimbun kekayaan
dapat berupa uang tunai atau uang yang disimpan di bank dalam
berupa bunga.
13
pencicilan utang piutang secara tepat dan cepat, baik secara tunai
mudah dapat ditentukan berapa besar nilai utang piutang yang harus
Pemalsuan uang adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau
kumpulan orang dengan cara meniru atau memalsu uang yang menghasilkan uang
yang tidak asli (uang palsu). Objek dari kejahatan pemalsuan uang adalah uang
kartal, yaitu mata uang dan uang kertas. Dalam KUHP, yang dimaksud dengan
mata uang adalah uang yang terbuat dari bahan logam, sedangkan uang kertas
sebagai alat pembayaran yang sah. 15 Masyarakat sebagai pengguna uang harus
memperoleh jaminan akan keaslian uang yang mereka gunakan sebagai alat
pembayaran, untuk itulah kejahatan pemalsuan uang diatur dalam hukum pidana
Indonesia.
15
Adami Chazawi, op.cit., hlm. 21.
14
Dalam penyusunan serta penulisan suatu karya ilmiah atau skripsi haruslah
didukung dengan bukti, data, dan fakta yang akurat. Metode penelitian yang
penulis pergunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian
Pengumpulan data dalam penulisan suatu karya ilmiah atau skripsi dapat
kepustakaan.
makalah, serta internet, yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti.
2. Sumber Data
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum berupa buku, hasil penelitian,
15
asas, pengertian, serta sumber-sumber hukum yang ada untuk mencapai kejelasan
H. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
terkait dengan tindak pidana pemalsuan uang, baik yang di atur dalam
tentang Mata Uang. Bab ini juga memuat bahasan tentang perbedaan
16
NO. 1129/PID.SUS/2013/PN.JKT.TIM)
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang menguraikan tentang inti dari
saran.
17
suatu tindak kejahatan. Pada kasus tindak pidana pemalsuan uang juga demikian,
perbuatan pemalsuan uang adalah tindakan yang dapat merugikan masyarakat dan
negara. Peraturan hukum yang memadai adalah salah satu sarana yang dapat
tindak pidana serupa di masa yang akan datang. Keberadaan hukum akan
Dengan adanya hukum yang berlaku, maka pelaku kejahatan dapat diberi sanksi,
dan dengan adanya pelaku yang dijatuhi sanksi karena melanggar hukum adalah
sekaligus sebagai bentuk peringatan bagi masyarakat yang tidak dan/atau belum
16
Teguh Prasetyo, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, Nusa Media, Bandung, 2011,
hlm. 19.
18
Kejahatan pemalsuan mata uang dan uang kertas diatur dalam Pasal 244 s.d.
252 KUHP, ditambah Pasal 250bis. Pasal 248 telah dihapus melalui Stb. Tahun
merumuskan tentang kejahatan, yakni: 244, 245, 246, 247, 249, 250, 251.17
buku kedua tentang Kejahatan pada Bab X. Dalam sistem hukum pidana kita,
kejahatan terhadap mata uang dan uang kertas dikategorikan sebagai kejahatan
1. Ancaman pidana maksimum pada kejahatan ini rata-rata berat. Ada 7 bentuk
rumusan kejahatan mata uang dan uang kertas dalam Bab X buku II KUHP,
244 dan 245), dua dengan pidana penjara maksimum 12 tahun (Pasal 246
dan 247), satu dengan pidana penjara maksimum 6 tahun (Pasal 250).
(Pasal 250bis) dan maksimum pidana penjara 4 bulan dua minggu (Pasal
249).
2. Untuk kejahatan mengenai mata uang dan uang kertas berlaku asas
17
Adami Chazawi, op.cit., hlm. 22
18
Ibid., hlm. 21.
19
“Barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang
dikeluarkan oleh negara atau bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau
menyuruh mengedakan mata uang atau uang kertas itu sebagai yang asli dan tidak
dipalsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.”
Apabila dirinci rumusan tersebut terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut19.
a. Unsur-unsur objektif:
1) Perbuatan: a) meniru;
b) memalsu;
a) mengedarkan; atau
19
Ibid., hlm. 23
20
a) Perbuatan Meniru
sebelumnya, lalu kemudian barang itu dibuat tiruannya yang menyerupai barang
aslinya. Dalam kejahatan Pasal 244, sesuatu barang yang ditiru itu adalah mata
Membuat uang kertas baru yang sebelumnya tidak terdapat aslinya bukanlah
merupakan perbuatan meniru. Meskipun dalam keadaan tersebut terdapat niat dari
pelaku untuk mengedarkan uang tersebut, tetapi perbuatan membuat uang itu
bukanlah perbuatan meniru karena sama sekali tidak ada uang sebelumnya untuk
ditiru.
b) Perbuatan Memalsu
suatu mata uang atau uang kertas baru (tapi palsu atau tidak asli), yang artinya
sebelum pembuatan dilakukan sama sekali tidak ada uang. Pada perbuatan
memalsu (vervalschen) sebelum perbuatan dilakukan sudah ada uang (asli). Pada
uang asli ini dilakukan perbuatan menembah sesuatu baik tulisan, gambar maupun
warna, menambah atau mengurangi bahan pada mata uang sehingga menjadi lain
dengan yang asli. Tidak menjadi syarat apakah dengan demikian uang kertas atau
mata uang itu nilainya menjadi lebih rendah ataukah menjadi lebih tinggi.
21
mengedarkannya sebagai uang asli dan tidak dipalsu, maka perbuatan itu
tertentu. Sebagai tindak pidana formil, terwujudnya atau selesainya kejahatan ini
bergantung pada selesainya perbuatan meniru atau memalsu. Untuk dapat selesai
atau terwujudnya perbuatan meniru atau memalsu diperlukan suatu syarat yakni
hasil atau akibat dari perbuatan. Perbuatan meniru menghasilkan mata uang atau
uang kertas yang palsu atau tidak asli, sedang dari perbuatan memalsu
Pengertian mata uang negara dan uang kertas negara masing-masing terdiri
dari logam dan uang kertas yang merupakan alat pembayaran yang sah, baik mata
uang dan uang negara Republik Indonesia maupun mata uang dan uang negara
asing.21
20
Ibid., hlm. 25.
21
Marwan Effendy, Tipologi Kejahatan Perbankan dari Perspektif Hukum Pidana,
Sumber Ilmu Jaya, Jakarta, 2012, hlm. 54.
22
uang dan uang kertas itu sebagai asli dan tidak dipalsu
Unsur kesalahan dalam kejahatan peniruan dan pemalsuan mata uang dan
uang kertas negara maupun uang kertas bank sebagaimana yang dirumuskan
dalam Pasal 244 KUHP adalah unsur kesengajaan sebagai maksud (opzet als
oogmerfk) berupa kesalahan dalam arti yang sempit. Pelaku dalam melakukan
perbuatan meniru dan memalsu uang kertas negara atau uang kertas bank atau
mata uang, didorong oleh suatu kehendak (maksud) yang ditujukan untuk
mengedarkan atau menyuruh orang lain mengedarkan mata uang atau uang kertas
negara atau uang kertas bank palsu (uang kertas yang tidak asli) atau uang kertas
negara atau uang kertas bank atau mata uang yang dipalsu tersebut sebagai uang
kertas negara atau uang kertas bank atau mata uang asli dan tidak dipalsu.
menyuruh mengedarkan; dan b) juga ia harus mengetahui atau mata uang atau
uang kertas itu adalah tidak asli atau dipalsu. Tidak asli atau palsunya itu
diketahuinya sebagai hasil dari perbuatannya sendiri berupa meniru atau memalsu.
penyebab palsunya itu disadarinya sebagai hasil dari perbuatannya sendiri, maka
sikap batin pelaku terhadap perbuatan meniru atau memalsu yang menghasilkan
tidak asli atau palsunya mata uang atau uang kertas itu adalah sikap batin
sebagaimana yang dimaksud oleh unsur kesengajaan yang menurut MvT sebagai
willens en wetens. Oleh karena itu, walaupun secara formal tidak dicantumkan
23
Oleh karena unsur kesengajaan yang ditujukan pada perbuatan meniru atau
perbuatan itu tidak perlu dibuktikan. Cukup membuktikan bahwa telah terjadinya
Berdasarkan pada pandangan ini, hal yang tidak mungkin terjadi pada
apa yang dituju oleh maksud pelaku belaka, berupa unsur subjektif. Selesainya
kejahatan ditentukan oleh perbuatan meniru atau memalsu, bukan pada telah
Uang palsu yang telah diedarkan tidak termasuk kejahatan Pasal 244 KUHP
22
Adami Chazawi, op.cit., hlm. 26-28.
24
1. Melarang orang yang dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang
kertas negara atau uang kertas bank palsu sebagai mata uang atau uang
kertas asli dan tidak dipalsu, uang palsu yang ditiru atau dipalsu olehnya
sendiri.
2. Melarang orang yang waktu menerima mata uang atau uang kertas negara
atau uang kertas bank yang diketahuinya sebagai palsu, dengan sengaja
mengedarkannya sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu.
Indonesia mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank palsu,
yang mana uang palsu itu ditiru atau dipalsu olehnya sendiri dengan maksud
tidak dipalsu.
Indonesia mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang
dipalsu.
23
Ibid., hlm. 28-29.
25
2. Objeknya:
3. Tidak asli atau palsunya uang itu karena ditiru atau dipalsu olehnya
sendiri;
b) Unsur subjektif:
4. Dengan sengaja.
Bentuk Kedua
2. Objeknya:
3. Yang tidak asli atau palsunya itu diketahuinya pada saat diterimanya.
b) Unsur subjektif:
4. Dengan sengaja.
24
Ibid., hlm. 29-31.
26
a) Unsur-unsur objektif:
1. Perbuatan:
a) Menyimpan;
b) Memasukkan ke Indonesia;
2. Objeknya:
b) Unsur subjektif:
Bentuk Keempat
a) Unsur-unsur objektif:
1. Perbuatan:
a) Menyimpan;
b) Memasukkan ke Indonesia;
2. Objeknya:
3. Yang tidak asli atau palsunya itu diketahuinya pada saat diterimanya.
27
dalam Pasal 245 KUHP, dapat diketahui terdapat beberapa persamaan dan
perbedaan.
kedua, unsur objektif berupa perbuatan dan objeknya adalah sama. Selain itu
uang palsu berperan juga sebagai pemalsu atau peniru uang palsu itu. Sedangkan
pada kejahatan mengedarkan uang palsu bentuk kedua, ada pelaku lain yang
membuat uang palsu. Jadi, pengedar dan pembuat adalah dua pelaku yang
berbeda.
Pada bentuk kejahatan mengedarkan uang palsu bentuk ketiga dan keempat,
Bahwa pada bentuk ketiga tidak asli atau palsunya uang itu disebabkan oleh
28
terlebih dulu melakukan perbuatan meniru atau memalsu terhadap uang itu.25
tersebut berperan sekaligus sebagai pembuat atau peniru. Pelaku pembuatan atau
peniruan uang palsu itu bisa merupakan orang lain yang sama sekali tidak perlu
kesadaran pelaku saat menerima uang, bahwa uang yang disimpan atau dibawa
Indonesia
haruslah terjadi setelah adanya uang kertas yang tidak asli atau dipalsu. Perbuatan
dilakukan. Artinya uang palsu (tidak asli atau dipalsu) tersebut sudah tidak berada
melepas uang palsu dari kekuasaanya kepada orang lain, maka dalam perbuatan
menyimpan justru sebaliknya dimana kekuasaan atas uang palsu beralih dari
25
Ibid., hlm. 32.
26
Ibid., hlm. 33.
29
Perbuatan itu dimasukkan dalam rumusan Pasal 245 berhubung dengan maksud
dari perbuatan ini adalah bahwa sebelumnya uang palsu berasal dari luar negara
Indonesia.
Uang terdiri dari mata uang dan uang kertas. Mata uang berupa uang yang
terbuat dari bahan logam seperti emas, tembaga, perak, dan lain sebagainya. Uang
kertas dibedakan menjadi dua macam, yakni uang kertas negara dan uang kertas
bank. Uang kertas negara adalah uang kertas yang dikeluarkan oleh negara, dan
uang kertas bank adalah uang kertas yang dikeluarkan oleh suatu bank yang
ditunjuk oleh pemerintah. Di Indonesia bank yang ditunjuk pemerintah ini adalah
Bank Indonesia.28
Objek uang yang dimaksud dalam Pasal 245 tidak hanya mata uang dan
uang kertas Indonesia (Rupiah) saja, tetapi juga termaksud bagi mata uang dan
27
Ibid., hlm. 35.
28
Ibid., hlm. 26.
30
d) Dengan Sengaja
tersebut adalah uang palsu. Pelaku tidak perlu mengetahui bahwa, berhubung
dengan barang-barang itu, telah dilakukan tindak pidana pembuatan uang palsu
Pada kejahatan mengedarkan uang palsu bentuk kedua dan keempat, ada
unsur pada saat menerima diketahuniya bahwa uang itu palsu (tidak asli dan atau
dipalsu). Dalam kalimat ini ada 3 hal yakni: (1) pada saat menerima uang, (2)
adanya kenyataan uang itu palsu atau dipalsu dan (3) kenyataan palsunya uang
diketahui olehnya.30
mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu, mengandung pengertian: (a)
29
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama,
Bandung, 2010, hlm. 178.
30
Adami Chazawi, op.cit., hlm. 39.
31
dan bukan dengan atau karena culpa, (b) dalam menyimpan dan memasukkan
atau menyuruh mengedarkannya sebagai uang asli dan tidak dipalsu, dan (c) ia
berikut:32
a) Unsur-unsur Objektif
b) Unsur Subjektif
Pasal ini ditujukan pada uang yang dibuat dari logam, baik emas maupun
perak atau jenis lainnya, yang dirusak dengan berbagai cara dan berakibat kepada
31
Ibid., hlm. 40.
32
Ibid., hlm. 40-41.
32
pelaku nilai intrinsik dari mata uang menjadi berkurang, bukan nilai nominalnya.
melubangi atau mengikirnya. Hal itu akan mengurangi nilai intrinsik dari uang
diwujudkan, karena unsur ini hanya dituju oleh maksud pelaku.33 Perbuatan yang
diatur dalam Pasal ini sudah dapat dipidana apabila terbukti ada suatu niat untuk
33
Ibid., 41.
34
Ibid., hlm. 43.
33
2. Dalam Pasal 245 penyebab uang tersebut palsu adalah perbuatan meniru
atau memalsu, sedangkan dalam Pasal 247 penyebab rusaknya uang adalah
3. Ancaman pidana maksimal terhadap kejahatan yang diatur dalam Pasal 245
246.
5. Mengedarkan Uang Palsu yang Lain dari Pasal 245, 247 (Pasal 249
KUHP)
a) Unsur-unsur Objektif
1. Perbuatan: mengedarkan;
35
Ibid., hlm. 45.
34
b) Unsur Subjektif
3. Dengan sengaja.
Pada KUHP Pasal 245 dan Pasal 247, palsu atau rusaknya uang diketahui
oleh pelaku pengedaran uang karena perbuatan memalsu atau merusak uang itu
dilakukan oleh dirinya sendiri. Selain itu, pelaku pengedar uang juga bisa
mengetahui mengenai palsu atau rusaknya uang pada saat dia menerima uang itu.
Pasal 249 memiliki maksud yang berbeda dari Pasal 245 dan Pasal 247.
Penyebab palsunya uang pada Pasal 249 bukan karena dipalsu oleh si
pengedar, juga bukan karena dia mengetahui saat menerima uang, melainkan
diketahui akan palsunya atau rusaknya uang itu beberapa saat setelah uang
tersebut diterimanya.
35
a) Unsur-unsur Objektif
1. Perbuatan:
a) Membuat;
b) Mempunyai persediaan;
2. Objeknya:
a) Bahan;
b) Benda;
b) Unsur Subjektif
Dari rumusan dan rincian unsur-unsur diatas, dapat dilihat bahwa Pasal 250
KUHP ini adalah bentuk persiapan sebelum dilakukannya kejahatan Pasal 244
KUHP (meniru atau memalsu uang) dan Pasal 246 KUHP (merusak uang).
nilai mata uang. Perbuatan „mempunyai persediaan bahan atau benda‟ maksudnya
adalah bahan atau benda yang diketahuinya untuk meniru uang, memalsu uang,
36
Ibid., hlm. 47.
36
KUHP)
“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda
paling banyak Rp. 10.000,-, barangsiapa dengan sengaja dan tanpa izin
pemerintah, menyimpan atau memasukkan ke Indonesia keping-keping atau
lembar-lembaran perak, baik yang ada maupun tidak ada capnya atau dikerjakan
sedikit, mungkin dianggap sebagai mata uang, padahal tidak nyata-nyata akan
digunakan sebagai perhiasan atau tanda peringatan.”
a) Unsur-unsur Objektif
1. Perbuatan:
a) Menyimpan;
b) Memasukkan ke Indonesia;
2. Objeknya:
a) Keping-kepingan perak;
b) Lembar-lembaran perak;
37
Ibid., hlm. 49.
38
Ibid., hlm. 51-52.
37
tanda peringatan.
Tujuan dari perumusan Pasal 251 adalah agar tidak ada barang yang
izin terlebih dahulu dari pemerintah. Namun, izin tidak harus diperlukan apabila
didasari oleh pertimbangan bahwa Rupiah adalah salah satu simbol kedaulatan
negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga Negara
Indonesia.
satu alasan mengapa pentingnya aturan mengenai mata uang ini. Pengelolaan
perekonomian tak akan lepas dari peranan uang, untuk itulah pengelolaan uang
juga harus terus diperbaiki, salah satu caranya adalah dengan pembentukan
hukum. Kehadiran UU tentang mata uang ini adalah salah satu cara untuk
38
kejahatan terhadap mata uang, terutama pemalsuan uang, dianggap sebagai salah
pembalakan kayu secara liar (illegal logging), dan perdagangan orang (human
trafficking), baik yang dilakukan oleh perseorangan maupun yang dilakukan oleh
korporasi.
Modus dan bentuk kejahatan terhadap mata uang, terutama pemalsuan uang,
Dengan dasar pemikiran tersebut, lahirnya peraturan hukum baru yang membahas
mengenai Rupiah sebagai mata uang Indonesia, berikut larangan dan sanksi dalam
suatu undang-undang, diharapkan dapat menjadi suatu langkah baru dalam upaya
1. Larangan
Isi dari bab VII dari UU RI Nomor 7 Tahun 2011 merupakan larangan atas
beberapa perbuatan terhadap Rupiah sebagai mata uang Indonesia yang terdiri
39
tentang kewajiban menerima mata uang Rupiah (baik uang kertas Rupiah maupun
Pasal 21). Tapi pasal ini juga memiliki keterkaitan dengan tindak pidana
pemalsuan uang, dimana apabila ada keragu-raguan atas keaslian dari rupiah yang
diterima dari suatu pembayaran, maka diberikan pengecualian untuk mereka yang
(1) Setiap orang dilarang meniru Rupiah, kecuali untuk tujuan pendidikan
dan/ atau promosi dengan memberi kata spesimen.
(2) Setiap orang dilarang menyebarkan atau mengedarkan Rupiah Tiruan.
Uang mengandung arti sebagai suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar,
40
kehormatan Rupiah sebagai simbol negara. Untuk itu setiap orang dilarang
Rupiah. Uang yang telah dirusak itu juga dilarang untuk diperdagangkan atau
diedarkan.
9, Rupiah Palsu diartikan sebagai suatu benda yang bahan, ukuran, warna,
hukum.
41
pencegahan terhadap pemalsuan Rupiah. Pasal 27 ini bukan merupakan salah satu
2. Ketentuan Pidana
efek jera bagi pelaku sebab dampak yang ditimbulkannya sangat besar, baik bagi
negara dan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aturan Pasal yang
uang adalah 15 tahun penjara. Sanksi denda bagi pelaku pemalsuan uang dalam
42
Pasal 33
(1) Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam:
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang;
dan/atau
c. transaksi keuangan lainnya,
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang
penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan
kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/ atau untuk transaksi keuangan
lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat
keraguan atas keaslian Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 34
(1) Setiap orang yang meniru Rupiah, kecuali untuk tujuan pendidikan dan
promosi dengan memberi kata spesimen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menyebarkan atau mengedarkan Rupiah Tiruan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
Pasal 35
(1) Setiap orang yang dengan sengaja merusak, memotong, menghancurkan,
dan/atau mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah
sebagai simbol negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang membeli atau menjual Rupiah yang sudah dirusak,
dipotong, dihancurkan, dan/ atau diubah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
43
Pasal 36
(1) Setiap orang yang memalsu Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang menyimpan secara fisik dengan cara apa pun yang
diketahuinya merupakan Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(3) Setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang
diketahuinya merupakan Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(4) Setiap orang yang membawa atau memasukkan Rupiah Palsu ke dalam
dan/atau ke luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana.
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah).
(5) Setiap orang yang mengimpor atau mengekspor Rupiah Palsu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara
paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak Rp.
100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)
Pasal 37
(1) Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor,
mengekspor, menyimpan, dan/ atau mendistribusikan mesin, peralatan, alat cetak,
pelat cetak atau alat lain yang digunakan atau dimaksudkan untuk membuat
Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak
Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor,
mengekspor, menyimpan, dan/ atau mendistribusikan bahan baku Rupiah yang
digunakan atau dimaksudkan untuk membuat Rupiah Palsu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama
seumur hidup, dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah).
44
Pasal 39
(1) Pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan
ketentuan ancaman pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal.36, atau Pasal 37 ditambah 1/3 (satu per tiga).
(2) Dalam hal terpidana korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak mampu membayar pidana denda, dalam putusan pengadilan dicantumkan
perintah penyitaan harta benda korporasi dan/atau harta benda pengurus korporasi.
(3) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 34,
Pasal 35, Pasal 36, atau Pasal 37, setiap orang dapat dikenai pidana tambahan
berupa pencabutan izin usaha dan/atau perampasan terhadap barang tertentu milik
terpidana.
Pasal 40
(1) Dalam hal terpidana perseorangan tidak mampu membayar pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, serta Pasal 36 ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), pidana denda diganti dengan pidana kurungan
dengan ketentuan untuk setiap pidana denda sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.
(2) Lama pidana kurungan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.
Pasal 41
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34
adalah pelanggaran.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36, dan
Pasal 37 adalah kejahatan.
45
kerugian bagi banyak pihak. Negara sebagai pembuat dan pengelola uang akan
pemalsuan uang sangat besar dan tak terbatas ruang lingkupnya. Selama uang
palsu masih beredar di pasaran, maka kerugian juga masih berpotensi memakan
korban.
semua jenis pemalsuan), dapat dilihat bahwa sudah terjadi pelanggaran terhadap 2
merupakan simbol dari kedaulatan Negara, maka aturan hukum yang cukup atau
memadai adalah hal yang penting agar terjadi suatu ketertiban di lingkungan
masyarakat, dan para pelaku tindak pidana pemalsuan uang dapat dihukum,
timbul penyesalan pada dirinya sehingga jera dan tidak lagi mau melakukan
39
A. K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus, Alumni, Bandung, 1980, hlm.
155.
46
uang, sebab dampak dari kejahatan ini tidak hanya mengincar seseorang sebagai
korban, melainkan banyak pihak. Kejahatan ini tidak dipandang seperti tindak
pidana penipuan dari Pasal 378 atau tindak pidana lain mengenai kekayaan orang.
ditimbulkannya jauh lebih besar. Menurut sejarah, pada zaman dahulu di beberapa
uang.40
berlaku suatu asas yang disebut sebagai asas universaliteit. Maksud dari asas
tersebut adalah agar hukum pidana Indonesia tetap dapat diberlakukan bagi setiap
orang yang melakukan tindak pidana pemalsuan uang diluar Indonesia. Ketentuan
ini diatur dalam KUHP Pasal 4. Setiap orang, baik warga negara Indonesia,
maupun warga negara asing yang berbuat kejahatan sebagaimana diatur dalam
pasal ini, meskipun berada diluar wilayah Indonesia dapat dikenakan ketentuan-
Terkait kejahatan tindak pidana pemalsuan uang, aturan pasal per pasal
dalam KUHP juga sudah tergolong lengkap dengan meliputi berbagai jenis
40
Wirjono Prodjodikoro, op.cit., hlm. 177.
41
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1991, hlm. 32.
47
dari kejahatan meniru atau memalsu uang (Pasal 244), mengedarkan uang palsu
(Pasal 245), merusak uang (Pasal 246), mengedarkan uang rusak (Pasal 247),
mengedarkan uang palsu yang lain dari Pasal 245 dan 247 (Pasal 249), membuat
atau mempunyai persediaan benda atau bahan untuk memalsu uang (Pasal 250),
dan menyimpan kepingan perak yang dianggap sebagai mata uang (Pasal 251).
yang diatur dalam KUHP meliputi uang kertas dan uang logam. Aturan dalam
KUHP tidak hanya berlaku bagi pemalsu uang kertas dan uang logam Rupiah
saja, melainkan juga uang kertas dan uang logam negara asing. 42 Hal ini
menunjukkan luasnya cakupan aturan hukum dalam KUHP terkait dengan tindak
Sementara itu dalam UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, objek
pemalsuan yang dibicarakan terbatas hanya di mata uang Indonesia saja, yaitu
Rupiah. Hal ini merupakan pembeda utama antara kedua aturan hukum tersebut.
Untuk jenis perbuatan terkait pemalsuan uang yang dilarang, sebenarnya hampir
serupa dengan yang diatur dalam KUHP, yaitu meniru Rupiah (Pasal 24),
merusak Rupiah (Pasal 25), memalsu Rupiah (Pasal 26), dan membuat atau
mempunyai persediaan benda atau bahan untuk memalsu Rupiah (Pasal 27).
Semua pasal yang telah disebutkan diatas juga dapat ditemukan rumusannya
dalam KUHP.
42
Ibid., hlm. 184.
48
pemalsuan uang di KUHP dan UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang
adalah ancaman hukuman maksimal dari beberapa bentuk kejahatan. Jika dilihat
maksimalnya adalah 15 (lima belas) tahun penjara (untuk Pasal 244 dan Pasal
245). Sementara itu dalam UU RI No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, ancaman
hukuman maksimal bagi kejahatan pemalsuan uang adalah pidana penjara seumur
hidup (untuk Pasal 36 ayat (1), Pasal 37 ayat (1) dan (2), dan Pasal 38 ayat (2)).
49
A. Posisi Kasus
1. Kronologi Kasus
Terdakwa Dedi Junaedi pada hari Selasa, tanggal 16 Juli 2013 sekitar pukul
18.30 WIB atau setidak-tidaknya pada bulan Juli 2013 atau setidak-tidaknya pada
waktu lain dalam tahun 2013 bertempat di warung pecel lele di depan RS Pasar
Rebo Jl. TB Simatupang Kelurahan Gedong Kec. Pasar Rebo, Jakarta Timur, atau
setidak-tidaknya di suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Jakarta Timur, menyimpan secara fisik dengan cara apapun
Pada hari Selasa, tanggal 16 Juli 2013 sekitar pukul 18.30 WIB saksi
Winarno dan saksi Amang Pribadi, anggota Intel Metro, mendapat informasi dari
seseorang yang tidak mau disebutkan namanya bahwa ada seorang lelaki yang
transaksi menjual atau mengedarkan uang palsu. Pada saat itu saksi Winarno dan
saksi Amang berada tidak jauh dari tempat kejadian di warung pecel lele depan
lainnya dari Polda Metro Jaya dalam rangka antisipasi wilayah, kemudian saksi
Winarno dan saksi Amang berhasil menangkap terdakwa Dedi Junaedi kemudian
saksi Winarno dan saksi Amang Pribadi melakukan pemeriksaan, lalu saksi
50
ditaruh didalam bagasi motor, selanjutnya saksi Winarno dan saksi Amang
lembar dan uang palsu pecahan Rp.50.000,-(lima puluh ribu rupiah) sebanyak
mengaku bernama Sdr. Geni (DPO) dengan maksud mau membeli uang palsu dari
Terdakwa dan Sdr. Geni janjian di depan RS Pasar Rebo, Jakarta Timur dan saat
itu sambil terdakwa menunggu Sdr Geni dan Sdr Handoyo (pemilik barang berupa
uang palsu), terdakwa makan pecel lele ditempat tersebut. Namun saat Terdakwa
makan, Terdakwa ditangkap oleh Polisi, yaitu oleh saksi Winarno dan saksi
kejadian tersebut pelaku dan barang bukti dibawa ke polsek Pasar Rebo Jakarta
Timur.
Bahan kertas yang digunakan terbuat dari bahan kertas biasa yang tidak
51
Benang pengaman dibuat dengan teknik sablon, sehingga tidak terdapat efek
Tanda Air (Watermark) dibuat dengan teknik sablon, sehingga gambar yang
Optically Variable Ink (OVI) dicetak dengan teknik Inkjet dan laser Printing
sehingga tidak terdapat efek perubahan warna bila dilihat pada sudut
pandang berbeda;
Nomor seri dibuat dengan teknik cetak Inkjet Printing dan sablon yang
memudar di bawah sinar UV dan memiliki warna sama dengan yang asli;
Intalio dibuat dengan teknik cetak laser Printing sehingga tidak terasa kasar
apabila diraba;
Blind Code dibuat dengan teknik cetak Laser Printing sehingga tidak terasa
Rectoverso logo BI antara sisi bagian depan dan sisi bagian belakang tidak
52
khusus yang akan memendar di bawah sinar UV dan memiliki warna yang
Invisible Fluorescent berupa angka nominal dan dicteak dengan tinta khusus
yang akan memendar dibawah sinar UV dan memiliki warna yang tidak
sama dengan yang asli tidak terdapat Invisible Fluorescent berupa gambar
2. Dakwaan
KESATU:
Bahwa Terdakwa Dedi Junaedi pada hari Selasa, tanggal 16 Juli 2013
sekitar pukul 18.30 WIB atau setidak-tidaknya pada bulan Juli 2013 atau setidak-
tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2013 bertempat di warung pecel lele di
depan RS Pasar Rebo Jl. TB Simatupang Kelurahan Gedong Kec. Pasar Rebo,
Jakarta Timur, atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain yang masih termasuk
dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Timur, menyimpan secara fisik
dengan cara apapun yang diketahuinya merupakan rupiah palsu, yang dilakukan
53
Winarno dan saksi Amang Pribadi, anggota Intel Metro, mendapat informasi dari
seseorang yang tidak mau disebutkan namanya bahwa ada seorang lelaki yang
transaksi menjual atau mengedarkan uang palsu. Pada saat itu saksi Winarno dan
saksi Amang berada tidak jauh dari tempat kejadian di warung pecel lele depan
lainnya dari Polda Metro Jaya dalam rangka antisipasi wilayah, kemudian saksi
Winarno dan saksi Amang berhasil menangkap terdakwa Dedi Junaedi kemudian
saksi Winarno dan saksi Amang Pribadi melakukan pemeriksaan, lalu saksi
menunjukan bahwa uang palsu yang dibawanya berada didalam dompet dan
ditaruh didalam bagasi motor, selanjutnya saksi Winarno dan saksi Amang
lembar dan uang palsu pecahan Rp.50.000,-(lima puluh ribu rupiah) sebanyak
yang mengaku bernama Sdr. Geni (DPO) dengan maksud mau membeli uang
palsu dari Sdr. Handoyo (DPO), dimana peran terdakwa sebagai perantara,
kemudian Terdakwa dan Sdr. Geni janjian di depan RS Pasar Rebo, Jakarta Timur
dan saat itu sambil terdakwa menunggu Sdr Geni dan Sdr Handoyo (pemilik
barang berupa uang palsu), terdakwa makan pecel lele ditempat tersebut. Namun
saat Terdakwa makan, Terdakwa ditangkap oleh Polisi, yaitu oleh saksi Winarno
54
terdakwa. Atas kejadian tersebut pelaku dan barang bukti dibawa ke polsek Pasar
Bahan kertas yang digunakan terbuat dari bahan kertas biasa yang tidak
Benang pengaman dibuat dengan teknik sablon, sehingga tidak terdapat efek
Tanda Air (Watermark) dibuat dengan teknik sablon, sehingga gambar yang
Optically Variable Ink (OVI) dicetak dengan teknik Inkjet dan laser Printing
sehingga tidak terdapat efek perubahan warna bila dilihat pada sudut
pandang berbeda;
55
memudar di bawah sinar UV dan memiliki warna sama dengan yang asli;
Intalio dibuat dengan teknik cetak laser Printing sehingga tidak terasa kasar
apabila diraba;
Blind Code dibuat dengan teknik cetak Laser Printing sehingga tidak terasa
Rectoverso logo BI antara sisi bagian depan dan sisi bagian belakang tidak
khusus yang akan memendar di bawah sinar UV dan memiliki warna yang
Invisible Fluorescent berupa angka nominal dan dicteak dengan tinta khusus
yang akan memendar dibawah sinar UV dan memiliki warna yang tidak
sama dengan yang asli tidak terdapat Invisible Fluorescent berupa gambar
KEDUA:
Bahwa Terdakwa Dedi Junaedi pada hari Selasa, tanggal 16 Juli 2013
sekitar pukul 18.30 WIB atau setidak-tidaknya pada bulan Juli 2013 atau setidak-
tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2013 bertempat di warung pecel lele di
56
Jakarta Timur, atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain yang masih termasuk
dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Timur, menyimpan secara fisik
dengan cara apapun yang diketahuinya merupakan rupiah palsu, yang dilakukan
Bahwa pada hari Selasa, tanggal 16 Juli 2013 sekitar pukul 18.30 WIB saksi
Winarno dan saksi Amang Pribadi, anggota Intel Metro, mendapat informasi dari
seseorang yang tidak mau disebutkan namanya bahwa ada seorang lelaki yang
transaksi menjual atau mengedarkan uang palsu. Pada saat itu saksi Winarno dan
saksi Amang berada tidak jauh dari tempat kejadian di warung pecel lele depan
lainnya dari Polda Metro Jaya dalam rangka antisipasi wilayah, kemudian saksi
Winarno dan saksi Amang berhasil menangkap terdakwa Dedi Junaedi kemudian
saksi Winarno dan saksi Amang Pribadi melakukan pemeriksaan, lalu saksi
menunjukan bahwa uang palsu yang dibawanya berada didalam dompet dan
ditaruh didalam bagasi motor, selanjutnya saksi Winarno dan saksi Amang
lembar dan uang palsu pecahan Rp.50.000,-(lima puluh ribu rupiah) sebanyak
yang mengaku bernama Sdr. Geni (DPO) dengan maksud mau membeli uang
57
kemudian Terdakwa dan Sdr. Geni janjian di depan RS Pasar Rebo, Jakarta Timur
dan saat itu sambil terdakwa menunggu Sdr Geni dan Sdr Handoyo (pemilik
barang berupa uang palsu), terdakwa makan pecel lele ditempat tersebut. Namun
saat Terdakwa makan, Terdakwa ditangkap oleh Polisi, yaitu oleh saksi Winarno
terdakwa. Atas kejadian tersebut pelaku dan barang bukti dibawa ke polsek Pasar
Bahan kertas yang digunakan terbuat dari bahan kertas biasa yang tidak
Benang pengaman dibuat dengan teknik sablon, sehingga tidak terdapat efek
Tanda Air (Watermark) dibuat dengan teknik sablon, sehingga gambar yang
Optically Variable Ink (OVI) dicetak dengan teknik Inkjet dan laser Printing
sehingga tidak terdapat efek perubahan warna bila dilihat pada sudut
pandang berbeda;
58
Nomor seri dibuat dengan teknik cetak Inkjet Printing dan sablon yang
memudar di bawah sinar UV dan memiliki warna sama dengan yang asli;
Intalio dibuat dengan teknik cetak laser Printing sehingga tidak terasa kasar
apabila diraba;
Blind Code dibuat dengan teknik cetak Laser Printing sehingga tidak terasa
Rectoverso logo BI antara sisi bagian depan dan sisi bagian belakang tidak
khusus yang akan memendar di bawah sinar UV dan memiliki warna yang
Invisible Fluorescent berupa angka nominal dan dicteak dengan tinta khusus
yang akan memendar dibawah sinar UV dan memiliki warna yang tidak
sama dengan yang asli tidak terdapat Invisible Fluorescent berupa gambar
245 KUHP.
59
hari Kamis, tanggal 21 November 2013, yang pada pokoknya meminta agar
Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan putusan
sebagai berikut:
dimusnahkan, 1 (satu) buah dompet warna hitam, 1 (satu) unit sepeda motor
merk Honda warna Putih Hitam dengan nopol F-6555-VQ berikut STNK
60
menyatakan telah mengerti akan isi dan maksud dakwaan Penuntut Umum;
maupun yang tidak sumpah, yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
Bahwa kejadian berlangsung pada hari Selasa, tanggal 16 Juli 2013 jam
20.30 WIB saat saksi sedang melaksanakan tugas piket Reskrim di Polsek
Pasar Rebo;
Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum ada saksi lain akan tetapi tidak dapat
keterangan saksi dapat dibacakan, dan atas persetujuan dari Hakim Ketua, bahwa
Terdakwa tidak keberatan keterangan saksi dibacakan, saksi-saksi yang ada dalam
berita acara pemeriksaan, oleh kepolisian Resort Metro Jakarta Timur Sektor Pulo
61
yang pada pokoknya adalah sebagai berikut ,1.Saksi Winarno, 2. Saksi Amang
Pribadi;
Selasa tanggal 16 Juli 2013 disebuah warung pecel lele di depan RS Pasar
Jakarta Timur;
bernama Geni dengan maksud mau membeli uang palsu dari saudara
62
Kesatu Pasal 36 ayat (2) UU RI No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang;
berikut :
orang sebagai subyek hukum pendukung hak dan kewajiban yang sehat akal
ditetapkan sebagai Tersangka dalam perkara ini dan oleh Penuntut Umum
63
merupakan unsur delik maka harus dibuktikan di muka persidangan dengan alat-
alat bukti yang menjelaskan bahwa benar orang yang dihadapkan ke persidangan
merupakan unsur delik melainkan unsur dari pasal, dimana pada setiap pasal
selalu diawali dengan “barang siapa”, hal itu sudah cukup menunjukkan sebagai
pelaku tindak pidana ketika oleh Penyidik disangka, oleh Penuntut Umum
Menimbang, bahwa dalam Ilmu Hukum Pidana juga tidak secara tegas
dijelaskan tentang hal tersebut, sehingga di dalam praktek kedua pendapat di atas
dipergunakan, hal tersebut tergantung dari kasus yang dihadapi, jika ada
sangkalan bahwa Terdakwa tersebut bukan sebagai pelaku delik, tetapi orang lain,
tersebut;
64
sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum, maka “barang siapa” tidak
perlu dibuktikan dengan alat bukti lain selain dari identitas Terdakwa yang sudah
ada dan diakui serta ditambah dengan pengamatan Majelis selama pemeriksaan
tersebut di atas, unsur “barang siapa” dalam perkara ini telah terpenuhi dan
Unsur ke-2 : Unsur menyimpan secara fisik dengan cara apapun yang
persidangan terungkap bahwa pada hari Selasa Tanggal 16 Juli 2013 sekira pukul
18.30 WIB saksi Winarno dan saksi Amang Pribadi anggota Intel Polda Metro
mendapat Informasi dari seseorang yang tidak mau disebutkan namanya bahwa
ada seorang lelaki yang transaksi menjual atau mengedarkan uang palsu, bahwa
pada saat itu saksi Winarno dan saksi Amang berada tidak jauh dari tempat
kejadian di warung Pecel Lele depan Rumah Sakit Pasar Rebo Jalan TB
Metro Jaya dalam rangka antisipasi wilayah, kemudian saksi Winarno dan saksi
65
“Dimana uang palsunya” dan Terdakwa mengakui dan menunjukan bahwa uang
palsu yang dibawanya berada dalam dompet dan ditaruh di dalam bagasi Motor,
demikian maka unsur ini telah terpenuhi secara sah dan menyakinkan menurut
Hukum;
Terdakwa Dedi Junaedi pada hari Selasa tanggal 16 Juli 2013 sekira pukul 18.30
WIB bahwa saksi Winarno dan saksi Amang Pribadi anggota Intel Polda Metro
Jaya mendapat Informasi dari seseorang yang tidak mau disebutkan namanya
bahwa ada seseorang lelaki yang transaksi menjual atau mengedarkan uang palsu ;
Menimbang, bahwa berdasarkan saksi Winarno dan saksi Amang tidak jauh
dari tempat kejadian di warung Pecel Lele dekat Rumah Sakit Pasar Rebo Jalan
menangkap Terdakwa Dedi Junaedi kemudian saksi Winarno dan saksi Amang
menunjukan bahwa uang palsu yang dibawanya berada didalam dompet dan
66
ditemukan uang palsu Rp.100.000,- sebanyak enam lembar uang palsu dan
dengan seorang yang mengaku bernama Sdr. Geni (DPO) dengan maksud mau
membeli uang palsu dari Sdr. Handoyo (DPO), dimana peran Terdakwa sebagai
perantara, kemudian Terdakwa dan Sdr. Geni janjian di depan RS Pasar Rebo,
Jakarta Timur dan saat itu sambil terdakwa menunggu Sdr. Geni dan Sdr.
Handoyo (pemilik barang berupa uang palsu), terdakwa makan pecel lele ditempat
tersebut. Namun saat Terdakwa makan, Terdakwa ditangkap oleh Polisi yaitu oleh
terdakwa. Atas kejadian tersebut pelaku dan barang bukti dibawa ke polsek Pasar
atas, maka perbuatan Terdakwa ternyata telah memenuhi semua unsur dalam
dimana ternyata perbuatan Terdakwa telah memenuhi semua unsur dalam pasal 36
67
dari pasal 36 ayat (2) UU RI No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang terpenuhi;
melakukan tindak pidana “Mata Uang Palsu” dan harus dihukum setimpal dengan
kesalahannya;
maka Terdakwa harus dibebani untuk membayar biaya perkara yang besarnya
68
Adapun kutipan amar putusan dalam perkara ini adalah sebagai berikut:
MENGADILI
penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp.
dimusnahkan, 1 (satu) buah dompet warna hitam, 1 (satu) unit sepeda motor
merk Honda warna Putih Hitam dengan nopol F-6555-VQ berikut STNK
69
mandiri dan bebas dari pengaruh manapun. Putusan dari seorang hakim haruslah
Sebab keadilan merupakan tujuan hukum yang paling utama, dan kepastian
maksud mencapai tujuan tersebut, maka dalam mengambil keputusan hakim tidak
terikat pada hal apapun juga kecuali pada fakta-fakta yang relevan dan kaidah
oleh Jaksa Penuntut Umum suatu dakwaan yang merupakan dakwaan alternative.
Adapun isi dari dakwaan itu: Kesatu, menyatakan bahwa perbuatan Terdakwa
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 36 ayat (2) UU RI No. 7
Tahun 2011 tentang Mata Uang. Kedua, menyatakan bahwa perbuatan Terdakwa
No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan kemudian menuntut terdakwa dengan
pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi selama terdakwa menjalani tahanan
43
Antonius Sudirman, Hati Nurani Hakim dan Putusannya, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2007, hlm. 45.
44
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 25
70
keadilan dan upaya menciptakan ketertiban. Untuk itulah perlu bagi seorang
hakim agar bersikap teliti dalam pertimbangannya akan suatu perkara supaya
pidana harus dilakukan dengan dasar yang kuat, relevan dengan fakta yang
terungkap pada saat persidangan, agar pemidanaan bagi pelaku kejahatan itu
memberikan manfaat, baik pada diri si pelaku maupun bagi orang lain.
terdapat dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
Pasal 184 ayat (1) KUHAP menyebut bahwa alat bukti yang sah ialah: Keterangan
keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa merupakan hal yang
71
menyimpan secara fisik Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(2) benar telah dilakukan oleh Terdakwa. Selain itu, pada kasus ini juga dapat
menyimpan 20 lembar uang palsu (6 lembar pecahan Rp. 100.000,- dan 14 lembar
pecahan Rp. 50.000,-). Barang bukti lembaran uang palsu tersebut juga dibawa
kepada hakim bahwa memang benar perbuatan tersebut telah dilakukan oleh
Terdakwa.
memperoleh fakta tentang perkara yang sedang ditanganinya dan meyakini bahwa
perbuatan Terdakwa telah memenuhi semua unsur dalam Pasal 36 ayat (2) UU RI
No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dari keterangan saksi-saksi dan keterangan
Rupiah Palsu. Dengan begitu, penjatuhan pidana bagi Terdakwa dapat dilakukan.
diatur dalam Pasal 36 ayat (2) UU RI No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Kepada Terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam)
bulan dan denda sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) subsider 1
72
mengingat ancaman pidana maksimal sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (2)
meringankan Terdakwa pada perkara ini, dan hal itu juga termasuk dalam
73
PENUTUP
ditentukan yang menjadi kesimpulan dan saran sebagai penutup dari tulisan ini
adalah:
A. Kesimpulan
tahun 2011 tentang Mata Uang, sebenarnya memiliki banyak kesamaan dari
sisi isi atau materi jika dibandingkan dengan aturan hukum pemalsuan uang
dari negara asing. Selain itu perbedaan juga dapat dilihat dari ancaman
2. Hakim harus meneliti berbagai keterangan dan mencari fakta atas suatu
74
pertimbangan lain yang tercantum pada salinan Putusan. Pada Putusan No.
B. Saran
75
A. Buku
A.K. Moch. Anwar. Hukum Pidana Bagian Khusus. Bandung: Alumni. 1980.
Antonius Sudirman. Hati Nurani Hakim dan Putusannya. Bandung: Citra Aditya
Bakti. 2007.
J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin, dan J.T. Prasetyo. Kamus Hukum. Jakarta:
Aksara Baru. 1980.
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajawali Pers. 2013.
Stephen M. Goldfeld dan Lester V. Chandler. Ekonomi Uang dan Bank. Jakarta:
Bina Aksara. 1988.
76
B. Peraturan Perundang-undangan
Uang
C. Internet
77