Anda di halaman 1dari 88

KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA

PEMALSUAN UANG DI INDONESIA


(STUDI PUTUSAN NO. 1129/PID.SUS/2013/PN.JKT.TIM)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum


Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH :
IKHSAN MAULANA B.
100200059
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

Universitas Sumatera Utara


KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA
PEMALSUAN UANG DI INDONESIA
(STUDI PUTUSAN NO. 1129/PID.SUS/2013/PN.JKT.TIM)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat Untuk mencapai Gelar


Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH
IKHSAN MAULANA B.
NIM : 100200059
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Disetujui oleh :
Ketua Departemen Hukum Pidana

Muhammad Hamdan, S.H., M.Hum


NIP. 195703261986011001
Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Madiasa Ablisar, S.H., M.S Syafruddin, S.H., M.H., D.F.M


NIP: 196104081986011002 NIP: 196305111989031001

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

ii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt, karena atas berkat,

rahmat, dan hidayah-Nya skripsi dengan judul “Kajian Hukum Terhadap Tindak

Pidana Pemalsuan Uang di Indonesia (Studi Putusan No. 1129/Pid.Sus/2013/PN.

Jkt.Tim) ini dapat terselesaikan. Adapun skripsi ini disusun guna memenuhi

tugas-tugas dan melengkapi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, tak ada

pengetahuan penulis yang dapat diandalkan kecuali ketekunan dan kesungguhan.

Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mohon kepada pembaca

agar kiranya sudi memberikan kritik dan saran yang membangun bagi

penyempurnaan karya ilmiah ini.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas

dari bantuan dan arahan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan

terima kasih yang tulus kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH,

MH, DFM, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara. Bapak Dr. OK Saidin, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan III

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


3. Bapak Muhammad Hamdan, SH, M.Hum, selaku Kepala Departemen

Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Madiasa Ablisar SH, MS selaku Dosen Pembimbing I yang

telah memberikan bimbingan, masukan dan arahan kepada penulis dalam

penulisan skripsi ini.

5. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, selaku Dosen Pembimbing II

yang telah memberikan bimbingan, masukan dan arahan kepada penulis

dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen / Staff Pengajar dan Pegawai Administrasi Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis sebutkan satu per

satu, yang telah memberikan ilmunya selama masa perkuliahan.

7. Kedua orangtua, Imran Butar-Butar dan Khairannur Lubis yang selalu

memberikan dukungan dan nasihat selama proses penyusunan skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan di Group A Angkatan 2010, Don Kengon,

Don Okto, Bobby Keyser Soze, Ammar Rasyad, Idin Manahan, Along

Prayudha, Daniel Cobra, serta teman-teman lainnya yang tak bisa

disebutkan satu per satu.

Akhir kata penulis memohon maaf apabila ada kesalahan, baik berupa kata

maupun perbuatan. Semoga kiranya apa yang penulis sajikan dalam skripsi ini

dapat bermanfaat bagi kita semua.

ii

Universitas Sumatera Utara


Medan, Februari 2015

Ikhsan Maulana B.

iii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
ABSTRAK .................................................................................................. vii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................ 1
B. Perumusan Masalah.................................................... 6
C. Tujuan Penulisan........................................................ 6
D. Manfaat Penulisan...................................................... 6
E. Keaslian Penulisan…................................................. 7
F. Tinjauan Kepustakaan................................................ 7
1. Pengertian Tindak Pidana………………………… 7
2. Pengertian Uang, Jenis Uang dan Fungsi Uang….. 8
3. Pengertian Pemalsuan Uang……………………… 14
G. Metode Penelitian….................................................. 14
H. Sistematika Penulisan................................................ 16

BAB II : PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG


BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA
PEMALSUAN UANG

A. Aturan Hukum Tindak Pidana Pemalsuan Uang


dalam Kitab Undang - Undang Hukum
Pidana........................................................................ 19
1. Meniru atau Memalsu Uang (Pasal 244 KUHP).... 20
2. Mengedarkan Uang Palsu (Pasal 245 KUHP)…... 24
3. Merusak Uang (Pasal 246 KUHP)………………. 32
4. Mengedarkan Uang Rusak (Pasal 247 KUHP)….. 33

iv

Universitas Sumatera Utara


5. Mengedarkan Uang Palsu yang Lain dari Pasal
245, 247 (Pasal 249 KUHP)……………………... 34
6. Membuat atau Mempunyai Persediaan Benda
atau Bahan Untuk Memalsu Uang (Pasal 250
KUHP)…………………………………………… 35
7. Menyimpan Kepingan Perak yang Dianggap
Mata Uang (Pasal 251 KUHP)………………… 37
B. Aturan Hukum Tindak Pidana Pemalsuan Uang
dalam Undang - Undang Republik Indonesia Nomor
7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang ........................... 38
1. Larangan…………………………………………. 39
2. Ketentuan Pidana………………………………... 42
C. Perbedaan Antara Pengaturan Tindak Pidana
Pemalsuan Uang dalam KUHP dan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011
tentang Mata Uang ............... .................................. 46

BAB III : PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN


SANKSI PADA TINDAK PIDANA PEMALSUAN
UANG (STUDI PUTUSAN NO. 1129/PID.SUS/PN.JKT.
TIM)

A. Posisi Kasus.............................................................. 50
1. Kronologi Kasus…………………………………. 50
2. Dakwaan…………………………………………. 53
3. Tuntutan Pidana………………………………….. 60
4. Pertimbangan Hakim…………………………….. 61
5. Amar Putusan…………………………………….. 69
B. Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi
pada Tindak Pidana Pemalsuan Uang (Studi Putusan No.
1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim)............................. 69

Universitas Sumatera Utara


BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................. 74
B. Saran ........................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA

vi

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Dr. Madiasa Ablisar, S.H., M.S.1


Syafruddin, S.H., M.H., D.F.M 
Ikhsan Maulana B. 

Uang memiliki peranan yang sangat besar pada masa sekarang ini. Uang
kini sudah merupakan kebutuhan, bahkan saat ini uang sudah menjadi penentu
stabilitas dan kemajuan perekonomian suatu negara. Tingginya kebutuhan akan
uang mendorong masyarakat melakukan tindakan guna memperoleh uang
sebanyak-banyaknya. Tindakan tersebut seringkali justru bertentangan atau
melawan hukum, contohnya adalah dengan melakukan tindak pidana pemalsuan
uang.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah: Pertama, Apakah
perbedaan antara pengaturan tindak pidana pemalsuan uang dalam KUHP dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang?
Kedua, Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan sanksi
pada tindak pidana pemalsuan uang (Studi Putusan Nomor
1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim)?
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif.
Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum dengan cara meneliti bahan
pustaka. Data yang digunakan adalah data sekunder seperti buku-buku, peraturan
perundang-perundangan, dan data-data lain yang diperoleh dari situs-situs
internet.
Hasil pembahasan dalam skripsi ini, bahwa yang menjadi pembeda utama
antara aturan hukum pemalsuan uang di KUHP dan UU RI No. 7 Tahun 2011
tentang Mata Uang dapat dilihat dari segi objek mata uang yang dilindungi dari
perbuatan pemalsuan. Objek mata uang yang dilindungi dari perbuatan pemalsuan
dalam KUHP adalah uang kertas dan uang logam dari seluruh negara, baik itu
mata uang lokal (Rupiah) maupun mata uang asing. Sedangkan UU RI No. 7
Tahun 2011 tentang Mata Uang mengkhususkan perlindungan dari perbuatan
pemalsuan hanya bagi mata uang Rupiah saja. Larangan dan ketentuan pidana
dalam UU Mata Uang sebenarnya hampir sama dengan yang berada di KUHP,
hanya saja beberapa pasal di UU Mata Uang menerapkan hukuman penjara
seumur hidup sebagai ancaman maksimalnya, berbeda dengan aturan KUHP
tentang pemalsuan uang yang ancaman maksimal pidananya adalah 15 (lima
belas) tahun penjara (Pasal 244 dan 245).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap satu putusan atas tindak
pidana pemalsuan uang (Studi Putusan No. 1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim), untuk
menjatuhkan pidana kepada terdakwa hakim telah memiliki berbagai
pertimbangan, dan atas suatu keyakinan menyatakan bahwa perbuatan terdakwa
memenuhi unsur-unsur sebagaimana tercantum dalam Pasal 36 ayat (2) UU RI

* Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU



Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU

Mahasiswa, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU

vii

Universitas Sumatera Utara


No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Atas pertimbangan-pertimbangan itu,
Terdakwa dijatuhi hukuman berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6
(enam) bulan serta denda sebesar Rp. 60.000.000,- oleh Majelis Hakim.

Kata Kunci : Pemalsuan Uang, Pemalsuan Rupiah, Uang Palsu.

viii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Dr. Madiasa Ablisar, S.H., M.S.1


Syafruddin, S.H., M.H., D.F.M 
Ikhsan Maulana B. 

Uang memiliki peranan yang sangat besar pada masa sekarang ini. Uang
kini sudah merupakan kebutuhan, bahkan saat ini uang sudah menjadi penentu
stabilitas dan kemajuan perekonomian suatu negara. Tingginya kebutuhan akan
uang mendorong masyarakat melakukan tindakan guna memperoleh uang
sebanyak-banyaknya. Tindakan tersebut seringkali justru bertentangan atau
melawan hukum, contohnya adalah dengan melakukan tindak pidana pemalsuan
uang.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah: Pertama, Apakah
perbedaan antara pengaturan tindak pidana pemalsuan uang dalam KUHP dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang?
Kedua, Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan sanksi
pada tindak pidana pemalsuan uang (Studi Putusan Nomor
1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim)?
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif.
Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum dengan cara meneliti bahan
pustaka. Data yang digunakan adalah data sekunder seperti buku-buku, peraturan
perundang-perundangan, dan data-data lain yang diperoleh dari situs-situs
internet.
Hasil pembahasan dalam skripsi ini, bahwa yang menjadi pembeda utama
antara aturan hukum pemalsuan uang di KUHP dan UU RI No. 7 Tahun 2011
tentang Mata Uang dapat dilihat dari segi objek mata uang yang dilindungi dari
perbuatan pemalsuan. Objek mata uang yang dilindungi dari perbuatan pemalsuan
dalam KUHP adalah uang kertas dan uang logam dari seluruh negara, baik itu
mata uang lokal (Rupiah) maupun mata uang asing. Sedangkan UU RI No. 7
Tahun 2011 tentang Mata Uang mengkhususkan perlindungan dari perbuatan
pemalsuan hanya bagi mata uang Rupiah saja. Larangan dan ketentuan pidana
dalam UU Mata Uang sebenarnya hampir sama dengan yang berada di KUHP,
hanya saja beberapa pasal di UU Mata Uang menerapkan hukuman penjara
seumur hidup sebagai ancaman maksimalnya, berbeda dengan aturan KUHP
tentang pemalsuan uang yang ancaman maksimal pidananya adalah 15 (lima
belas) tahun penjara (Pasal 244 dan 245).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap satu putusan atas tindak
pidana pemalsuan uang (Studi Putusan No. 1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim), untuk
menjatuhkan pidana kepada terdakwa hakim telah memiliki berbagai
pertimbangan, dan atas suatu keyakinan menyatakan bahwa perbuatan terdakwa
memenuhi unsur-unsur sebagaimana tercantum dalam Pasal 36 ayat (2) UU RI

* Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU



Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU

Mahasiswa, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU

vii

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat

melakukan perdagangan dengan sistem barter, yaitu suatu sistem perdagangan

dengan pertukaran antara barang dengan barang, jasa dengan jasa, barang dengan

jasa, atau sebaliknya. Bahkan hingga saat ini barter itu masih dilakukan, namun

praktiknya yang terkesan membuang waktu dan tenaga, seringkali membuat tidak

banyak perdagangan mungkin dilaksanakan.2 Perlahan praktik barter ditinggalkan

sebab sudah tidak lagi sesuai dengan keadaan.

Terdapat beberapa kendala yang sering terjadi dalam sistem barter, antara

lain sebagai berikut.3

1. Sulit menemukan orang yang mau menukarkan barangnya yang sesuai

dengan kebutuhan yang diinginkan.

2. Sulit untuk menentukan nilai barang yang akan ditukarkan terhadap barang

yang diinginkan.

3. Sulit menemukan orang yang mau menukarkan barangnya dengan jasa yang

dimiliki atau sebaliknya.

4. Sulit untuk menemukan kebutuhan yang mau ditukarkan pada saat yang

cepat sesuai dengan keinginan. Artinya untuk memperoleh barang yang

diinginkan memerlukan waktu yang terkadang relatif lama.


2
Stephen M. Goldfeld dan Lester V. Chandler, Ekonomi Uang dan Bank, Bina Aksara,
Jakarta, 1988, hlm. 6.
3
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm. 13.

Universitas Sumatera Utara


Beberapa kendala dari praktik barter tersebut memberikan pengaruh besar

bagi masyarakat sebagai pelakunya. Tujuan utama dari pertukaran adalah agar

terpenuhi kebutuhan masing-masing pihak, namun barter dengan segala

kekurangannya justru mengakibatkan pertukaran kebutuhan menjadi memakan

waktu bahkan bisa berakhir dengan gagalnya pertukaran. Dengan tujuan

mempermudah transaksi perdagangan, maka kemudian muncul alat tukar yang

jauh lebih efisien yang dikenal dengan sebutan Uang.

Uang memberikan kemudahan dalam setiap proses pemenuhan kebutuhan

hidup manusia karena diterima secara luas oleh masyarakat. Dalam perekonomian

yang semakin modern seperti sekarang ini, uang memainkan peranan yang sangat

penting bagi semua kegiatan masyarakat. Uang sudah merupakan suatu

kebutuhan, bahkan saat ini, uang telah menjadi salah satu penentu stabilitas dan

kemajuan perekonomian di suatu negara.4

Peran uang dalam kehidupan manusia semakin hari semakin meningkat.

Semakin tingginya kebutuhan hidup manusia umumnya sejalan dengan

peningkatan kebutuhan akan uang. Hal ini mendorong masyarakat untuk

melakukan tindakan, yang sering kali justru bertentangan dengan hukum, sebagai

upaya untuk mencari dan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Salah

satunya adalah dengan cara melakukan pemalsuan uang.

Karena peredaran uang palsu yang begitu cepat, kejahatan pemalsuan uang

dapat dianggap sebagai salah satu jenis kejahatan dengan dampak kerugian besar

yang tak terbatas lingkupnya. Negara sebagai otoritas yang berwenang dalam

4
Ibid., hlm. 14.

Universitas Sumatera Utara


mencetak dan mengedarkan uang akan merugi. Masyarakat sebagai penerima dan

pengguna uang juga akan menjadi korban apabila karena kurang teliti atau tanpa

sepengetahuannya telah mendapatkan uang palsu dari transaksi yang telah mereka

lakukan sebelumnya.

Modus peredaran uang palsu saat ini semakin beragam dan hasil dari proses

pemalsuan uang (uang palsu) juga semakin baik. Secara sekilas bahkan tampak

seperti uang asli. Peralatan canggih hasil dari perkembangan teknologi

memungkinkan para pelaku kejahatan untuk menciptakan uang palsu yang

semakin baik kualitasnya.

Meskipun Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang

dalam melakukan pengeluaran, pengedaran, dan/atau pencabutan dan penarikan

Rupiah telah melakukan berbagai bentuk sosialisasi terkait ciri dari Rupiah asli,

tetap saja masyarakat sering tertipu karena kualitas dari uang palsu yang mereka

terima hampir serupa dengan uang asli pada umumnya. Tingkat peredaran uang

palsu terus saja meningkat dari waktu ke waktu.

Pembahasan mengenai aturan hukum terkait pemalsuan uang sangat

diperlukan. Dengan keberadaan hukum maka akan terciptalah keamanan dalam

kehidupan masyarakat. Hukum memberi petunjuk tentang apa yang harus

diperbuat dan tidak diperbuat, sehingga segala sesuatunya dapat berjalan tertib

dan teratur. 5 Dengan begitu, pembahasan terhadap aturan hukum tindak pidana

pemalsuan uang adalah penting mengingat keberadaan aturan hukum merupakan

5
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 54.

Universitas Sumatera Utara


salah satu instrumen penting dalam memberantas dan mengurangi tingkat

kejahatan pemalsuan uang.

Praktik pemalsuan uang yang kerap berkembang secara pesat, harus terus

diimbangi dengan perkembangan peraturan hukum. Selain dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP), sekarang permasalahan tindak pidana pemalsuan

uang juga dibahas secara khusus dalam Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Aturan mengenai pemalsuan uang dalam KUHP terdapat pada buku kedua,

tentang kejahatan, tepatnya pada bab X. Tindak pidana pemalsuan uang, atau

pemalsuan objek lainnya, dapat di golongkan sebagai bentuk penyerangan

terhadap kepercayaan atas kebenaran sesuatu hal yang di yakini sebagai asli.

Dibentuknya aturan mengenai kejahatan pemalsuan pada pokoknya ditujukan bagi

perlindungan hukum atas kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran sesuatu:

keterangan di atas sumpah, atas uang sebagai alat pembayaran, materai dan

merek, serta surat-surat. Karena kebutuhan hukum masyarakat terhadap

kepercayaan atas kebenaran pada objek-objek tadi, maka Undang-Undang

menetapkan bahwa kepercayaan itu harus dilindungi dengan cara mencantumkan

perbuatan berupa penyerangan tadi sebagai suatu larangan dengan disertai

ancaman pidana.6

Dalam Pasal 4 bagian kedua Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga

diterangkan bahwa pada kejahatan terhadap mata uang (uang logam) dan uang

kertas Indonesia (Rupiah) yang dilakukan diluar wilayah Indonesia, berlaku

6
Adami Chazawi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005,
hlm. 5.

Universitas Sumatera Utara


ketentuan pidana sebagaimana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana Indonesia (asas universaliteit). Hal ini mengindikasikan bahwa

pemalsuan uang adalah kejahatan yang berat dan dianggap serius oleh pembuat

hukum.

Sementara itu pada aturan hukum terbaru, yaitu dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, pada bagian

penjelasan umum di sebutkan bahwa tindakan pemalsuan uang dapat mengancam

kondisi moneter dan perekonomian nasional. Hal ini merupakan salah satu alasan

mendasar terciptanya aturan yang lebih khusus mengenai tindak pidana

pemalsuan uang tersebut.

Dengan lahirnya aturan hukum baru yang lebih bersifat khusus dalam

mengatur kejahatan pemalsuan uang, maka perlu untuk diperhatikan mengenai

aplikasi dari aturan hukum itu sendiri. Pada salah satu kasus pemalsuan uang yang

terjadi dan telah diputus di tahun 2013, kepada pelaku telah diberikan dakwaan,

tuntutan, dan hukuman atas dasar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7

Tahun 2011 tentang Mata Uang (Putusan Nomor 1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim).

Pembahasan yang lebih merinci tentang putusan dari kasus tersebut diatas dirasa

penting untuk mengetahui bagaimana penerapan aturan hukum pemalsuan uang

yang baru dan pertimbangan hukum hakim terhadap dalam menjatuhkan sanksi

pidana pada Putusan Nomor 1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim.

Berdasarkan uraian-uraian yang sudah disebutkan sebelumnya, maka dapat

dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi yang berjudul Kajian

Hukum Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Uang (Studi Putusan No.

1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim) adalah:

1. Apakah perbedaan antara pengaturan tindak pidana pemalsuan uang dalam

KUHP dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011

tentang Mata Uang?

2. Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pada tindak

pidana pemalsuan uang (Studi Putusan No. 1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim)?

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan tindak

pidana pemalsuan uang di Indonesia dan perbedaan antara masing-masing

aturan tersebut.

2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum yang dilakukan oleh hakim

terhadap pertanggungjawaban pidana berdasarkan Studi Putusan Nomor

1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim.

D. Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Secara teoritis, yaitu: memberikan informasi kepada semua kalangan bahwa

tindak pidana pemalsuan uang merupakan suatu kejahatan yang memiliki

Universitas Sumatera Utara


dampak besar berupa kerugian bagi negara sebagai pihak yang berwenang

dalam mencetak dan mengedarkan uang, juga bagi masyarakat sebagai

pengguna uang.

2. Secara praktis, yaitu: hasil dari penilitian ini diharapkan dapat menjadi

referensi dalam proses penyelesaian perkara pemalsuan uang di Indonesia.

E. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul “Kajian Hukum Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan

Uang (Studi Putusan No. 1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim)” sepengetahuan penulis

belum pernah dikemukakan oleh penulis lain, dan hal ini telah dikonfirmasikan

kepada Sekretariat Departemen Pidana.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan salah satu pengertian dari istilah „Strafbaar Feit‟.

Istilah ini berasal dari bahasa Belanda yang terdiri dari penggabungan kata

Strafbaar dan Feit. Strafbaar yang berarti dapat dihukum,7 dan Feit yang berarti

kejadian, peristiwa, keadaan.8

Tidak terdapatnya di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Indonesia penjelasan mengenai definisi dari tindak pidana menimbulkan lahirnya

berbagai pendapat dari sarjana .

7
Google Translate., https://translate.google.com/#nl/id/Strafbaar., diakses pada tanggal 8
November 2014.
8
J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin, dan J.T. Prasetyo, Kamus Hukum, Aksara Baru,
1980, Jakarta, hlm. 54.

Universitas Sumatera Utara


Hazewinkel-Suringa misalnya, telah membuat suatu rumusan yang bersifat

umum dari ‘strafbaar feit’ sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat

tertentu telah ditolak didalam pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai

perilaku yang harus dibedakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-

sarana bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya.9

Van Hamel merumuskan ‘strafbaar feit’ sebagai „suatu serangan atau suatu

ancaman terhadap hak-hak orang lain‟.10

Menurut Pompe, ‘strafbaar feit’ adalah suatu tindakan yang menurut suatu

rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.11

2. Pengertian Uang, Jenis Uang, dan Fungsi Uang

A. Pengertian Uang

Uang adalah segala sesuatu yang secara umum diterima di dalam

pembayaran untuk pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta untuk

pembayaran hutang-hutang.12

Uang sebagaimana dimaksud dalam aturan hukum pidana Indonesia

dalam bagian pemalsuan uang, dibedakan menjadi 2 macam, yaitu mata

uang dan uang kertas. Keduanya memiliki pengertian yang berbeda.

Mata uang diartikan sebagai jenis uang yang terbuat dari logam,

berbentuk koin, dan umumnya memiliki nilai nominal yang kecil.

Sedangkan uang kertas adalah uang yang terbuat dari bahan berupa kertas.

9
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Adya Bakti, Bandung,
1997, hlm. 181.
10
Ibid., hlm. 182.
11
Ibid., hlm. 183.
12
Iswardono Sardjonopermono, Uang dan Bank, BPFE, Yogyakarta, 1984, hlm. 2.

Universitas Sumatera Utara


B. Jenis Uang

Adapun jenis-jenis uang dapat dilihat dari berbagai sisi.13

a) Berdasarkan bahan

Jika dilihat dari bahan untuk membuat uang maka jenis uang

terdiri dari 2 macam, yaitu uang logam dan uang kertas.

Uang logam, merupakan uang dalam bentuk koin yang terbuat

dari logam, baik dari aluminium, emas, perak, atau perunggu dan

bahan lainnya. Biasanya uang yang terbuat dari logam bernominal

kecil.

Uang kertas, merupakan uang yang bahannya terbuat dari kertas

atau bahan sejenis kertas. Uang dari kertas biasanya dalam nominal

yang besar sehingga mudah dibawa untuk keperluan sehari-hari. Uang

jenis ini terbuat dari kertas yang berkualitas tinggi, yaitu bahan yang

tahan terhadap air, tidak mudah robek atau luntur.

b) Berdasarkan nilai

Jenis uang ini dapat dilihat dari nilai yang terkandung pada uang

tersebut, apakah nilai intrinsiknya (bahan uang) atau nilai nominalnya

(nilai yang tertera dalam uang tersebut). Uang jenis ini terbagi

kedalam dua jenis, yaitu uang bernilai penuh (full bodied money) dan

uang tidak bernilai penuh (representatif full bodied money).

13
Kasmir, op.cit., hlm. 18-20.

Universitas Sumatera Utara


Uang bernilai penuh (full bodied money), merupakan uang yang

nilai intrinsiknya sama dengan nilai nominalnya, sebagai contoh uang

logam, di mana nilai bahan untuk membuat uang tersebut sama

dengan nominal yang tertulis di uang.

Uang tidak bernilai penuh (representatif full bodied money)

merupakan uang yang nilai intrinsiknya lebih kecil dari nilai

nominalnya. Sebagai contoh uang yang terbuat dari kertas. Uang jenis

ini sering disebut „uang bertanda‟ atau token money. Kadangkala nilai

intrinsiknya jauh lebih rendah dari nilai nominal yang terkandung di

dalamnya.

c) Berdasarkan lembaga

Berdasarkan lembaga maksudnya adalah badan atau lembaga

yang menerbitkan atau mengeluarkan uang. Jenis uang yang

diterbitkan berdasarkan lembaga terdiri dari uang kartal dan uang

giral.

Uang kartal merupakan uang yang diterbitkan oleh Bank

Sentral, baik uang logam maupun uang kertas.

Uang giral, merupakan uang yang diterbitkan oleh bank umum

seperti cek, bilyet giro, traveller cheque, dan credit card.

Perbedaan mendasar antara uang kartal dan uang giral antara

lain sebagai berikut.

10

Universitas Sumatera Utara


1. Uang kartal berlaku dan digunakan di seluruh lapisan

masyarakat, sedangkan uang giral hanya digunakan dan berlaku

di kalangan masyarakat tertentu saja.

2. Nominal dalam uang kartal sudah tertera dan terbatas,

sedangkan nominal dalam uang giral harus ditulis lebih dulu

sesuai dengan kebutuhan dan nominalnya tidak terbatas.

3. Uang kartal dijamin oleh pemerintah tertentu, sedangkan uang

giral hanya dijamin oleh bank yang mengeluarkan saja.

4. Uang kartal memeiliki kepastian pembayaran seperti yang

tertera dalam nominal uang, sedangkan uang giral belum ada

kepastian pembayaran, hal ini masih tergantung dari beberapa

hal termasuk lembaga yang mengeluarkannya.

d) Berdasarkan kawasan

Uang jenis ini dilihat dari daerah atau wilayah berlakunya suatu

uang. Artinya bisa saja suatu jenis mata uang hanya berlaku dalam

satu wilayah tertentu dan tidak berlaku di daerah lainnya atau berlaku

di seluruh wilayah.

Jenis uang berdasarkan kawasan bisa di bedakan dalam bentuk

Uang Lokal, Uang Regional, dan Uang Internasional.

Uang Lokal merupakan uang yang berlaku di suatu negara

tertentu, seperti Rupiah di Indonesia atau Ringgit di Malaysia.

11

Universitas Sumatera Utara


Uang Regional merupakan uang yang berlaku di kawasan

tertentu yang lebih luas cakupannya daripada uang lokal, seperti untuk

kawasan benua Eropa berlaku mata uang tunggal Eropa, yaitu Euro.

Uang Internasional merupakan uang yang berlaku antar negara

seperti US Dollar dan menjadi standar pembayaran internasional.

Dalam pembahasan mengenai pemalsuan uang, yang merupakan objek

dari pemalsuan uang adalah uang kartal, yaitu uang yang dikeluarkan oleh

bank sentral dan dipergunakan sebagai alat pembayaran yang sah. Uang

kartal yang dimaksud dapat berupa uang logam maupun uang kertas.

C. Fungsi Uang

Pada awalnya fungsi uang hanyalah sebagai alat guna memperlancar

pertukaran. Namun, seiring dengan perkembangan zaman fungsi uang pun

sudah beralih dari alat tukar ke fungsi yang lebih luas. Uang sekarang ini

telah memiliki berbagai fungsi sehingga benar-benar dapat memberikan

banyak manfaat bagi pengguna uang. Beragamnya fungsi uang berakibat

penggunaan uang yang semakin penting dan semakin dibutuhkan dalam

berbagai kegiatan masyarakat luas.

Fungsi dari uang secara umum yang ada dewasa ini adalah sebagai

berikut.14

a) Alat tukar-menukar

Dalam hal ini uang digunakan sebagai alat untuk membeli atau

menjual suatu barang maupun jasa. Dengan kata lain, uang dapat

14
Ibid., hlm. 17.

12

Universitas Sumatera Utara


dilakukan untuk membayar terhadap barang yang akan dibeli atau

diterima sebagai akibat dari penjualan barang dan jasa. Maksudnya

penggunaan uang sebagai alat tukar dapat dilakukan terhadap segala

jenis barang dan jasa yang ditawarkan.

b) Satuan hitung

Fungsi uang sebagai satuan hitung menunjukkan nilai dari

barang dan jasa yang dijual atau dibeli. Besar kecilnya nilai yang

dijadikan sebagai satuan hitung dalam menentukan harga barang dan

jasa secara mudah. Dengan adanya uang akan mempermudah

keseragaman dalam satuan hitung.

c) Penimbun kekayaan

Dengan menyimpan uang berarti kita menyimpan atau

menimbun kekayaan sejumlah uang yang disimpan, karena nilai uang

tersebut tidak akan berubah. Uang yang disimpan menjadi kekayaan

dapat berupa uang tunai atau uang yang disimpan di bank dalam

bentuk rekening. Menyimpan atau memegang uang tunai di samping

sebagai penimbun kekayaan juga memberikan manfaat lainnya.

Memegang uang tunai biasanya memiliki beberapa tujuan seperti

untuk memudahkan melakukan transaksi, berjaga-jaga atau

melakukan spekulasi. Kemudian dengan menyimpan uang di bank

justru akan menambah kekayaan karena akan memperoleh uang jasa

berupa bunga.

13

Universitas Sumatera Utara


d) Standar pencicilan utang

Dengan adanya uang akan mempermudah menentukan standar

pencicilan utang piutang secara tepat dan cepat, baik secara tunai

maupun secara angsuran. Begitu pula dengan adanya uang, secara

mudah dapat ditentukan berapa besar nilai utang piutang yang harus

diterima atau di bayar sekarang atau di masa yang akan datang.

3. Pengertian Pemalsuan Uang

Pemalsuan uang adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau

kumpulan orang dengan cara meniru atau memalsu uang yang menghasilkan uang

yang tidak asli (uang palsu). Objek dari kejahatan pemalsuan uang adalah uang

kartal, yaitu mata uang dan uang kertas. Dalam KUHP, yang dimaksud dengan

mata uang adalah uang yang terbuat dari bahan logam, sedangkan uang kertas

merupakan uang yang terbuat dari bahan berupa kertas.

Kejahatan pemalsuan uang dapat dipahami sebagai suatu bentuk

penyerangan terhadap kepentingan hukum atas kepercayaan terhadap uang

sebagai alat pembayaran yang sah. 15 Masyarakat sebagai pengguna uang harus

memperoleh jaminan akan keaslian uang yang mereka gunakan sebagai alat

pembayaran, untuk itulah kejahatan pemalsuan uang diatur dalam hukum pidana

Indonesia.

15
Adami Chazawi, op.cit., hlm. 21.

14

Universitas Sumatera Utara


G. Metode Penelitian

Dalam penyusunan serta penulisan suatu karya ilmiah atau skripsi haruslah

didukung dengan bukti, data, dan fakta yang akurat. Metode penelitian yang

penulis pergunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian

hukum dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.

1. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan suatu karya ilmiah atau skripsi dapat

dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Pada

skripsi ini, penulis memilih pengumpulan data dengan cara penelitian

kepustakaan.

Penelitian kepustakaan, adalah teknik penelitian dengan cara

mengumpulkan data dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, majalah,

makalah, serta internet, yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti.

2. Sumber Data

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum berupa Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang dan peraturan hukum lain yang

tingkatannya berada di bawah Undang Undang.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum berupa buku, hasil penelitian,

laporan-laporan, artikel, majalah, jurnal, hasil-hasil seminar, dan situs

internet yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan primer dan sekunder seperti kamus,

ensiklopedia, dan lain-lain.

15

Universitas Sumatera Utara


3. Analisis Data

Data sekunder yang telah diperoleh kemudian dianalisa secara kualitatif,

yaitu semaksimal mungkin memakai bahan-bahan yang ada berdasarkan asas-

asas, pengertian, serta sumber-sumber hukum yang ada untuk mencapai kejelasan

dari permasalahan yang akan dibahas.

H. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan

penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN

DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG

Bab ini menguraikan penjelasan mengenai peraturan hukum yang

terkait dengan tindak pidana pemalsuan uang, baik yang di atur dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), juga yang di atur

dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011

tentang Mata Uang. Bab ini juga memuat bahasan tentang perbedaan

antara kedua peraturan hukum tersebut.

16

Universitas Sumatera Utara


BAB III : PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN SANKSI

PADA TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG (STUDI PUTUSAN

NO. 1129/PID.SUS/2013/PN.JKT.TIM)

Bab ini menguraikan sebuah putusan pengadilan terkait tindak pidana

pemalsuan uang (Putusan No. 1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim) dan

analisa terhadap pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pada

kasus tindak pidana pemalsuan uang tersebut.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang menguraikan tentang inti dari

pembahasan pada bab-bab sebelumnya dalam bentuk kesimpulan dan

saran.

17

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN

TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum

pidana dengan sanksinya yang berupa pidana. 16 Keberadaan hukum adalah

penting guna memelihara ketertiban sekaligus sebagai bentuk perlindungan dari

suatu tindak kejahatan. Pada kasus tindak pidana pemalsuan uang juga demikian,

perbuatan pemalsuan uang adalah tindakan yang dapat merugikan masyarakat dan

negara. Peraturan hukum yang memadai adalah salah satu sarana yang dapat

digunakan sebagai bentuk penanggulangan sekaligus pencegahan terjadinya

tindak pidana serupa di masa yang akan datang. Keberadaan hukum akan

membuat masyarakat tahu tentang boleh tidaknya suatu perbuatan di lakukan.

Dengan adanya hukum yang berlaku, maka pelaku kejahatan dapat diberi sanksi,

dan dengan adanya pelaku yang dijatuhi sanksi karena melanggar hukum adalah

sekaligus sebagai bentuk peringatan bagi masyarakat yang tidak dan/atau belum

melakukan kejahatan agar berpikir ulang sebelum melakukan perbuatan serupa.

Peraturan hukum yang menyangkut tindak pidana pemalsuan uang bisa di

lihat pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

16
Teguh Prasetyo, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, Nusa Media, Bandung, 2011,
hlm. 19.

18

Universitas Sumatera Utara


A. Aturan Hukum Tindak Pidana Pemalsuan Uang dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana

Kejahatan pemalsuan mata uang dan uang kertas diatur dalam Pasal 244 s.d.

252 KUHP, ditambah Pasal 250bis. Pasal 248 telah dihapus melalui Stb. Tahun

1938 Nomor 593. Di antara pasal-pasal tersebut, terdapat 7 pasal yang

merumuskan tentang kejahatan, yakni: 244, 245, 246, 247, 249, 250, 251.17

Pemalsuan Uang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di atur dalam

buku kedua tentang Kejahatan pada Bab X. Dalam sistem hukum pidana kita,

kejahatan terhadap mata uang dan uang kertas dikategorikan sebagai kejahatan

berat. Alasan yang mendukung pernyataan tersebut antara lain adalah:18

1. Ancaman pidana maksimum pada kejahatan ini rata-rata berat. Ada 7 bentuk

rumusan kejahatan mata uang dan uang kertas dalam Bab X buku II KUHP,

dua diantaranya diancam dengan pidana penjara maksimum 15 tahun (Pasal

244 dan 245), dua dengan pidana penjara maksimum 12 tahun (Pasal 246

dan 247), satu dengan pidana penjara maksimum 6 tahun (Pasal 250).

Selebihnya, diancam dengan pidana penjara maksimum 1 (satu) tahun

(Pasal 250bis) dan maksimum pidana penjara 4 bulan dua minggu (Pasal

249).

2. Untuk kejahatan mengenai mata uang dan uang kertas berlaku asas

universaliteit, artinya hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap orang

yang melakukan kejahatan ini di luar wilayah Indonesia di manapun. (Pasal

17
Adami Chazawi, op.cit., hlm. 22
18
Ibid., hlm. 21.

19

Universitas Sumatera Utara


4 sub 2 KUHP). Mengadakan kejahatan-kejahatan yang oleh Undang-

undang ditentukan berlaku asas universaliteit bukan saja berhubungan

terhadap kepentingan hukum masyarakat Indonesia dan kepentingan hukum

negara RI, juga bagi kepentingan hukum masyarakat internasional. Sebagai

contoh hukum pidana Indonesia dapat digunakan untuk menghukum

seorang warga negara asing yang memalsukan uang negaranya yang

kemudian melarikan diri ke Indonesia, di mana negara tersebut tidak

mempunyai perjanjian ekstradisi dengan Indonesia.

1. Meniru atau Memalsu Uang (Pasal 244 KUHP)

Berikut adalah rumusan dari Pasal 244 KUHP:

“Barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang
dikeluarkan oleh negara atau bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau
menyuruh mengedakan mata uang atau uang kertas itu sebagai yang asli dan tidak
dipalsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.”
Apabila dirinci rumusan tersebut terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut19.

a. Unsur-unsur objektif:

1) Perbuatan: a) meniru;

b) memalsu;

2) Objeknya: a) mata uang;

b) uang kertas negara;

c) uang kertas bank;

b. Unsur subjektif dengan maksud untuk:

a) mengedarkan; atau

19
Ibid., hlm. 23

20

Universitas Sumatera Utara


b) menyuruh mengedarkan mata uang dan uang kertas itu seolah-olah

asli dan tidak dipalsu.

a) Perbuatan Meniru

Dalam perbuatan meniru, haruslah ada sesuatu barang yang asli

sebelumnya, lalu kemudian barang itu dibuat tiruannya yang menyerupai barang

aslinya. Dalam kejahatan Pasal 244, sesuatu barang yang ditiru itu adalah mata

uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara.

Membuat uang kertas baru yang sebelumnya tidak terdapat aslinya bukanlah

merupakan perbuatan meniru. Meskipun dalam keadaan tersebut terdapat niat dari

pelaku untuk mengedarkan uang tersebut, tetapi perbuatan membuat uang itu

bukanlah perbuatan meniru karena sama sekali tidak ada uang sebelumnya untuk

ditiru.

b) Perbuatan Memalsu

Berbeda dengan perbuatan meniru yang berupa perbuatan menghasilkan

suatu mata uang atau uang kertas baru (tapi palsu atau tidak asli), yang artinya

sebelum pembuatan dilakukan sama sekali tidak ada uang. Pada perbuatan

memalsu (vervalschen) sebelum perbuatan dilakukan sudah ada uang (asli). Pada

uang asli ini dilakukan perbuatan menembah sesuatu baik tulisan, gambar maupun

warna, menambah atau mengurangi bahan pada mata uang sehingga menjadi lain

dengan yang asli. Tidak menjadi syarat apakah dengan demikian uang kertas atau

mata uang itu nilainya menjadi lebih rendah ataukah menjadi lebih tinggi.

21

Universitas Sumatera Utara


Demikian juga tidak merupakan syarat bagi motif apa ia melakukan perbuatan itu.

Apabila terkandung maksud untuk mengedarkannya atau menyuruh

mengedarkannya sebagai uang asli dan tidak dipalsu, maka perbuatan itu

termasuk perbuatan yang dilarang dan dipidana.

Kejahatan Pasal 244 dirumuskan secara formil, maksudnya ialah melarang

melakukan perbuatan tertentu, dan tidak secara tegas menimbulkan akibat

tertentu. Sebagai tindak pidana formil, terwujudnya atau selesainya kejahatan ini

bergantung pada selesainya perbuatan meniru atau memalsu. Untuk dapat selesai

atau terwujudnya perbuatan meniru atau memalsu diperlukan suatu syarat yakni

hasil atau akibat dari perbuatan. Perbuatan meniru menghasilkan mata uang atau

uang kertas yang palsu atau tidak asli, sedang dari perbuatan memalsu

menghasilkan mata uang atau uang kertas yang dipalsu. 20

c) Mata Uang dan Uang Kertas

Pengertian mata uang negara dan uang kertas negara masing-masing terdiri

dari logam dan uang kertas yang merupakan alat pembayaran yang sah, baik mata

uang dan uang negara Republik Indonesia maupun mata uang dan uang negara

asing.21

20
Ibid., hlm. 25.
21
Marwan Effendy, Tipologi Kejahatan Perbankan dari Perspektif Hukum Pidana,
Sumber Ilmu Jaya, Jakarta, 2012, hlm. 54.

22

Universitas Sumatera Utara


d) Maksud untuk: a) Mengedarkan dan b) Menyuruh mengedarkan mata

uang dan uang kertas itu sebagai asli dan tidak dipalsu

Unsur kesalahan dalam kejahatan peniruan dan pemalsuan mata uang dan

uang kertas negara maupun uang kertas bank sebagaimana yang dirumuskan

dalam Pasal 244 KUHP adalah unsur kesengajaan sebagai maksud (opzet als

oogmerfk) berupa kesalahan dalam arti yang sempit. Pelaku dalam melakukan

perbuatan meniru dan memalsu uang kertas negara atau uang kertas bank atau

mata uang, didorong oleh suatu kehendak (maksud) yang ditujukan untuk

mengedarkan atau menyuruh orang lain mengedarkan mata uang atau uang kertas

negara atau uang kertas bank palsu (uang kertas yang tidak asli) atau uang kertas

negara atau uang kertas bank atau mata uang yang dipalsu tersebut sebagai uang

kertas negara atau uang kertas bank atau mata uang asli dan tidak dipalsu.

Memperhatikan unsur kesalahan dalam rumusan Pasal 244 KUHP, dapat

disimpulkan bahwa: a) di samping pelaku menghendaki untuk mengedarkan atau

menyuruh mengedarkan; dan b) juga ia harus mengetahui atau mata uang atau

uang kertas itu adalah tidak asli atau dipalsu. Tidak asli atau palsunya itu

diketahuinya sebagai hasil dari perbuatannya sendiri berupa meniru atau memalsu.

Kesadaran pelaku juga harus ditujukan pada palsunya uang, sedangkan

penyebab palsunya itu disadarinya sebagai hasil dari perbuatannya sendiri, maka

sikap batin pelaku terhadap perbuatan meniru atau memalsu yang menghasilkan

tidak asli atau palsunya mata uang atau uang kertas itu adalah sikap batin

sebagaimana yang dimaksud oleh unsur kesengajaan yang menurut MvT sebagai

willens en wetens. Oleh karena itu, walaupun secara formal tidak dicantumkan

23

Universitas Sumatera Utara


unsur kesengajaan terhadap perbuatan meniru atau memalsu, secara tersirat unsur

kesengajaan terhadap kedua perbuatan materil itu sesungguhnya ada. Kesengajaan

terhadap kedua perbuatan itu adalah berupa unsur yang terselubung.

Oleh karena unsur kesengajaan yang ditujukan pada perbuatan meniru atau

memalsu tidak dicantumkan dalam rumusan, kesengajaan yang ditujukan pada

perbuatan itu tidak perlu dibuktikan. Cukup membuktikan bahwa telah terjadinya

perbuatan, maka dianggap unsur kesengajaan itu telah terbukti pula.

Berdasarkan pada pandangan ini, hal yang tidak mungkin terjadi pada

pemalsuan uang yang dilakukan oleh sebab atau karena kelalaian/culpa.

Perbuatan mengedarkan atau menyuruh mengedarkan uang palsu tidak perlu

telah terwujud. Perihal mengedarkan atau menyuruh mengedarkan adalah berupa

apa yang dituju oleh maksud pelaku belaka, berupa unsur subjektif. Selesainya

kejahatan ditentukan oleh perbuatan meniru atau memalsu, bukan pada telah

terjadinya perbuatan mengedarkan atau menyuruh mengedarkan.

Uang palsu yang telah diedarkan tidak termasuk kejahatan Pasal 244 KUHP

tetapi masuk dalam kejahatan Pasal 245 KUHP.22

2. Mengedarkan Uang Palsu (Pasal 245 KUHP)

Berikut adalah rumusan dari Pasal 245 KUHP:

“Barangsiapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas


yang dikeluarkan oleh negara atau bank sebagai mata uang atau uang kertas asli
dan tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu olehnya sendiri, atau waktu diterima
diketahuinya bahwa tidak asli atau dipalsu, ataupun barangsiapa menyimpan atau
memasukkan ke Indonesia mata uang dan uang kertas yang demikian, dengan

22
Adami Chazawi, op.cit., hlm. 26-28.

24

Universitas Sumatera Utara


maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan
tidak dipalsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.”

Dalam rumusan pasal 245 tersebut di atas, ada 4 bentuk kejahatan

mengedarkan uang palsu, yaitu:23

1. Melarang orang yang dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang

kertas negara atau uang kertas bank palsu sebagai mata uang atau uang

kertas asli dan tidak dipalsu, uang palsu yang ditiru atau dipalsu olehnya

sendiri.

2. Melarang orang yang waktu menerima mata uang atau uang kertas negara

atau uang kertas bank yang diketahuinya sebagai palsu, dengan sengaja

mengedarkannya sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu.

3. Melarang orang yang dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke

Indonesia mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank palsu,

yang mana uang palsu itu ditiru atau dipalsu olehnya sendiri dengan maksud

untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan

tidak dipalsu.

4. Melarang orang yang dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke

Indonesia mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang

waktu diterimanya diketahuinya sebagai uang palsu, dengan maksud untuk

mengedarkan atau menyuruh mengedarkan seperti uang asli dan tidak

dipalsu.

Keempat bentuk kejahatan mengedarkan uang palsu tersebut, bila bentuk

satu per satu dirinci, terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:24

23
Ibid., hlm. 28-29.

25

Universitas Sumatera Utara


Bentuk Pertama

a) Unsur unsur objektif:

1. Perbuatan: Mengedarkan sebagai asli dan tidak dipalsu;

2. Objeknya:

a) Mata uang tidak asli atau dipalsu;

b) Uang kertas negara tidak asli atau dipalsu;

c) Uang kertas bank tidak asli atau dipalsu;

3. Tidak asli atau palsunya uang itu karena ditiru atau dipalsu olehnya

sendiri;

b) Unsur subjektif:

4. Dengan sengaja.

Bentuk Kedua

a) Unsur unsur objektif:

1. Perbuatan: Mengedarkan sebagai asli dan tidak dipalsu;

2. Objeknya:

a) Mata uang tidak asli atau dipalsu;

b) Uang kertas negara tidak asli atau dipalsu;

c) Uang kertas bank tidak asli atau dipalsu;

3. Yang tidak asli atau palsunya itu diketahuinya pada saat diterimanya.

b) Unsur subjektif:

4. Dengan sengaja.

24
Ibid., hlm. 29-31.

26

Universitas Sumatera Utara


Bentuk Ketiga

a) Unsur-unsur objektif:

1. Perbuatan:

a) Menyimpan;

b) Memasukkan ke Indonesia;

2. Objeknya:

a) Mata uang tidak asli atau dipalsu;

b) Uang kertas negara tidak asli atau dipalsu;

c) Uang kertas bank tidak asli atau dipalsu;

3. Yang ditiru atau dipalsu olehnya sendiri.

b) Unsur subjektif:

4. Dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan

sebagai asli dan tidak dipalsu.

Bentuk Keempat

a) Unsur-unsur objektif:

1. Perbuatan:

a) Menyimpan;

b) Memasukkan ke Indonesia;

2. Objeknya:

a) Mata uang palsu atau dipalsu;

b) Uang kertas negara palsu (tidak asli) atau dipalsu;

c) Uang kertas negara tidak asli atau dipalsu;

3. Yang tidak asli atau palsunya itu diketahuinya pada saat diterimanya.

27

Universitas Sumatera Utara


c) Unsur subjektif:

4. Dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan

sebagai asli dan tidak dipalsu.

Berdasarkan penjabaran mengenai bentuk-bentuk kejahatan yang dimaksud

dalam Pasal 245 KUHP, dapat diketahui terdapat beberapa persamaan dan

perbedaan.

Dalam kejahatan mengedarkan uang palsu bentuk pertama dan bentuk

kedua, unsur objektif berupa perbuatan dan objeknya adalah sama. Selain itu

unsur subjektifnya juga sama, yaitu dengan sengaja.

Yang menjadi pembeda adalah di unsur objektif yang ketiga. Dalam

kejahatan mengedarkan uang palsu bentuk pertama, pelaku yang mengedarkan

uang palsu berperan juga sebagai pemalsu atau peniru uang palsu itu. Sedangkan

pada kejahatan mengedarkan uang palsu bentuk kedua, ada pelaku lain yang

membuat uang palsu. Jadi, pengedar dan pembuat adalah dua pelaku yang

berbeda.

Pada bentuk kejahatan mengedarkan uang palsu bentuk ketiga dan keempat,

persamaannya terdapat pada unsur perbuatan, objeknya, dan unsur subjektif.

Sedangkan perbedaannya adalah sama dengan perbedaan antara yang bentuk

pertama dan bentuk kedua.

Bahwa pada bentuk ketiga tidak asli atau palsunya uang itu disebabkan oleh

perbuatan meniru atau memalsu yang dilakukannya sendiri. Berarti sebelum

28

Universitas Sumatera Utara


pelaku melakukan perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia, ia

terlebih dulu melakukan perbuatan meniru atau memalsu terhadap uang itu.25

Kejahatan mengedarkan uang palsu bentuk keempat tidak mengharuskan

pelaku penyimpan atau pelaku yang memasukkan uang palsu ke Indonesia

tersebut berperan sekaligus sebagai pembuat atau peniru. Pelaku pembuatan atau

peniruan uang palsu itu bisa merupakan orang lain yang sama sekali tidak perlu

dikenalnya. Yang dijadikan pertimbangan pada kejahatan bentuk keempat adalah

kesadaran pelaku saat menerima uang, bahwa uang yang disimpan atau dibawa

masuk ke Indonesia olehnya adalah uang palsu.

a) Perbuatan: (a) Mengedarkan, (b) Menyimpan dan (c) Memasukkan ke

Indonesia

Perbuatan mengedarkan, menyimpan, dan memasukkan ke Indonesia

haruslah terjadi setelah adanya uang kertas yang tidak asli atau dipalsu. Perbuatan

mengedarkan terdapat pada bentuk kejahatan pertama dan kedua. Untuk

terwujudnya kejahatan maka perbuatan mengedarkan harus sudah selesai

dilakukan. Artinya uang palsu (tidak asli atau dipalsu) tersebut sudah tidak berada

dalam kekuasaannya lagi.26

Berlainan dengan perbuatan menyimpan dimana perbuatannya sangat

berlawanan dengan mengedarkan. Jika dalam perbuatan mengedarkan pelaku

melepas uang palsu dari kekuasaanya kepada orang lain, maka dalam perbuatan

menyimpan justru sebaliknya dimana kekuasaan atas uang palsu beralih dari

orang lain kepada si pelaku.

25
Ibid., hlm. 32.
26
Ibid., hlm. 33.

29

Universitas Sumatera Utara


Perbuatan menyimpan sebetulnya tidak termasuk dalam pengertian

mengedarkan karena pengertiannya berlawanan dengan pengertian mengedarkan.

Perbuatan itu dimasukkan dalam rumusan Pasal 245 berhubung dengan maksud

dari penyimpanannya itu adalah untuk diedarkan atau menyuruh mengedarkan

sebagai uang asli dan tidak dipalsu.27

Perbuatan yang ketiga yaitu memasukkan uang palsu ke Indonesia. Maksud

dari perbuatan ini adalah bahwa sebelumnya uang palsu berasal dari luar negara

Indonesia.

b) Mata Uang, Uang Kertas Negara dan Uang Kertas Bank

Uang terdiri dari mata uang dan uang kertas. Mata uang berupa uang yang

terbuat dari bahan logam seperti emas, tembaga, perak, dan lain sebagainya. Uang

kertas dibedakan menjadi dua macam, yakni uang kertas negara dan uang kertas

bank. Uang kertas negara adalah uang kertas yang dikeluarkan oleh negara, dan

uang kertas bank adalah uang kertas yang dikeluarkan oleh suatu bank yang

ditunjuk oleh pemerintah. Di Indonesia bank yang ditunjuk pemerintah ini adalah

Bank Indonesia.28

Objek uang yang dimaksud dalam Pasal 245 tidak hanya mata uang dan

uang kertas Indonesia (Rupiah) saja, tetapi juga termaksud bagi mata uang dan

uang kertas asing.

c) Palsunya Uang Disebabkan karena Perbuatan Meniru atau Memalsu

yang Dilakukan Olehnya Sendiri

27
Ibid., hlm. 35.
28
Ibid., hlm. 26.

30

Universitas Sumatera Utara


Dalam melakukan pengedaran uang palsu, pelaku bisa juga berperan

sebagai pemalsu. Maksudnya adalah sebelum tindak pengedaran uang palsu

terjadi, pelaku sendiri lah yang membuat uang palsu.

d) Dengan Sengaja

Unsur kesengajaan ini berarti si pelaku harus tahu bahwa barang-barang

tersebut adalah uang palsu. Pelaku tidak perlu mengetahui bahwa, berhubung

dengan barang-barang itu, telah dilakukan tindak pidana pembuatan uang palsu

atau memalsukan uang asli.29

e) Pada Saat Menerima Diketahuinya Bahwa Uang itu Palsu

Pada kejahatan mengedarkan uang palsu bentuk kedua dan keempat, ada

unsur pada saat menerima diketahuniya bahwa uang itu palsu (tidak asli dan atau

dipalsu). Dalam kalimat ini ada 3 hal yakni: (1) pada saat menerima uang, (2)

adanya kenyataan uang itu palsu atau dipalsu dan (3) kenyataan palsunya uang

diketahui olehnya.30

f) Dengan Maksud untuk Mengedarkan atau Menyuruh Mengedarkan

sebagai Uang Asli dan Tidak Dipalsu

Dalam kalimat dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh

mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu, mengandung pengertian: (a)

29
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama,
Bandung, 2010, hlm. 178.
30
Adami Chazawi, op.cit., hlm. 39.

31

Universitas Sumatera Utara


perbuatan menyimpan dan memasukkan ke Indonesia dilakukan dengan sengaja

dan bukan dengan atau karena culpa, (b) dalam menyimpan dan memasukkan

uang palsu ke Indonesia didorong oleh suatu kehendak untuk mengedarkannya

atau menyuruh mengedarkannya sebagai uang asli dan tidak dipalsu, dan (c) ia

mengetahui bahwa uang itu tidak asli dan dipalsu.31

3. Merusak Uang (Pasal 246 KUHP)

Berikut adalah rumusan dari Pasal 246 KUHP:

“Barangsiapa mengurangi nilai mata uang dengan maksud untuk


mengedarkan atau menyuruh mengedarkan uang yang dikurangi nilainya itu,
dipidana karena merusak uang dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.”

Kejahatan yang dirumuskan dalam Pasal 246 memiliki unsur-unsur sebagai

berikut:32

a) Unsur-unsur Objektif

1. Perbuatan: mengurangi nilai;

2. Objeknya: mata uang;

b) Unsur Subjektif

3. Dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan

uang yang dikurangi nilainya.

Pasal ini ditujukan pada uang yang dibuat dari logam, baik emas maupun

perak atau jenis lainnya, yang dirusak dengan berbagai cara dan berakibat kepada

berkurangnya nilai uang.

31
Ibid., hlm. 40.
32
Ibid., hlm. 40-41.

32

Universitas Sumatera Utara


Unsur objektif mengurangi nilai maksudnya adalah, akibat dari tindakan si

pelaku nilai intrinsik dari mata uang menjadi berkurang, bukan nilai nominalnya.

Contohnya seperti melakukan perusakan terhadap uang logam dengan cara

melubangi atau mengikirnya. Hal itu akan mengurangi nilai intrinsik dari uang

logam. Namun pelaku perusak uang logam tetap berniat/bermaksud untuk

mengedarkan atau menyuruh mengedarkan uang yang sudah berkurang nilainya

akibat perusakan yang sudah terjadi sebelumnya.

Perbuatan mengedarkan dan menyuruh mengedarkan tidak perlu

diwujudkan, karena unsur ini hanya dituju oleh maksud pelaku.33 Perbuatan yang

diatur dalam Pasal ini sudah dapat dipidana apabila terbukti ada suatu niat untuk

mengedarkan atau menyuruh mengedarkan dari si pelaku.

4. Mengedarkan Uang Rusak (Pasal 247 KUHP)

Berikut adalah rumusan dari Pasal 247 KUHP:

“Barangsiapa dengan sengaja mengedarkan mata uang yang dikurangi


nilainya olehnya sendiri atau yang kerusakannya waktu diterima diketahui,
sebagai uang yang tidak rusak; ataupun barangsiapa menyimpan atau
memasukkan ke Indonesia uang yang demikian itu, dengan maksud untuk
mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang yang tidak rusak,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.”

Kejahatan mengedarkan uang rusak pada dasarnya sama dengan kejahatan

mengedarkan uang palsu (Pasal 245), masing-masing mempunyai unsur

perbuatan, kesalahan dan cara merumuskan yang sama.34

Perbedaannya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu:

33
Ibid., 41.
34
Ibid., hlm. 43.

33

Universitas Sumatera Utara


1. Objek dalam Pasal 245 adalah mata uang atau uang kertas palsu, sedangkan

dalam Pasal 247 objeknya adalah berupa mata uang rusak.

2. Dalam Pasal 245 penyebab uang tersebut palsu adalah perbuatan meniru

atau memalsu, sedangkan dalam Pasal 247 penyebab rusaknya uang adalah

karena perbuatan mengurangi nilai.

3. Ancaman pidana maksimal terhadap kejahatan yang diatur dalam Pasal 245

adalah 15 tahun penjara, sedangkan ancaman pidana maksimal bagi

kejahatan Pasal 247 adalah 12 tahun penjara.

4. Kejahatan Pasal 245 terjadi setelah timbulnya kejahatan Pasal 244.

Sedangkan kejahatan Pasal 247 terjadi setelah timbulnya kejahatan Pasal

246.

5. Mengedarkan Uang Palsu yang Lain dari Pasal 245, 247 (Pasal 249

KUHP)

Berikut adalah rumusan dari Pasal 249 KUHP:

“Barangsiapa dengan sengaja mengedarkan mata uang yang tidak asli,


dipalsu atau dirusak, atau uang kertas negara atau bank yang palsu atau dipalsu,
dipidana, kecuali berdasarkan Pasal 245 dan 247, dengan pidana penjara paling
lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500.”

Unsur-unsur dari kejahatan sebagaimana yang dirumuskan pada Pasal 249

KUHP diatas adalah:35

a) Unsur-unsur Objektif

1. Perbuatan: mengedarkan;

35
Ibid., hlm. 45.

34

Universitas Sumatera Utara


2. Objeknya:

a) Mata uang tidak asli atau dipalsu;

b) Mata uang yang dirusak;

c) Uang kertas negara tidak asli atau dipalsu;

d) Uang kertas bank tidak asli atau dipalsu;

b) Unsur Subjektif

3. Dengan sengaja.

Pada KUHP Pasal 245 dan Pasal 247, palsu atau rusaknya uang diketahui

oleh pelaku pengedaran uang karena perbuatan memalsu atau merusak uang itu

dilakukan oleh dirinya sendiri. Selain itu, pelaku pengedar uang juga bisa

mengetahui mengenai palsu atau rusaknya uang pada saat dia menerima uang itu.

Pasal 249 memiliki maksud yang berbeda dari Pasal 245 dan Pasal 247.

Penyebab palsunya uang pada Pasal 249 bukan karena dipalsu oleh si

pengedar, juga bukan karena dia mengetahui saat menerima uang, melainkan

diketahui akan palsunya atau rusaknya uang itu beberapa saat setelah uang

tersebut diterimanya.

6. Membuat atau Mempunyai Persediaan Benda atau Bahan Untuk

Memalsu Uang (Pasal 250 KUHP)

Berikut adalah rumusan dari Pasal 250 KUHP:

“Barangsiapa membuat atau mempunyai persediaan bahan atau benda yang


diketahuinya bahwa itu digunakannya untuk meniru, memalsu, atau mengurangi
nilai mata uang, atau untuk meniru atau memalsu uang kertas negara atau bank,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling
banyak Rp. 4500.”

35

Universitas Sumatera Utara


Dari rumusan pasal 250 KUHP, dapat dilihat unsur-unsurnya, yang adalah:36

a) Unsur-unsur Objektif

1. Perbuatan:

a) Membuat;

b) Mempunyai persediaan;

2. Objeknya:

a) Bahan;

b) Benda;

b) Unsur Subjektif

Yang diketahuimya bahwa itu digunakan untuk

1) Meniru, memalsu, atau mengurangi nilai mata uang;

2) Meniru atau memalsu uang kertas negara;

3) Meniru atau memalsu uang kertas bank.

Dari rumusan dan rincian unsur-unsur diatas, dapat dilihat bahwa Pasal 250

KUHP ini adalah bentuk persiapan sebelum dilakukannya kejahatan Pasal 244

KUHP (meniru atau memalsu uang) dan Pasal 246 KUHP (merusak uang).

Perbuatan „membuat bahan atau benda‟ adalah membuat bahan-bahan atau

benda-benda yang selanjutnya akan digunakan untuk memalsu atau mengurangi

nilai mata uang. Perbuatan „mempunyai persediaan bahan atau benda‟ maksudnya

adalah bahan atau benda yang diketahuinya untuk meniru uang, memalsu uang,

36
Ibid., hlm. 47.

36

Universitas Sumatera Utara


atau mengurangi nilai mata uang disimpan atau berada dalam kekuasaannya

dalam jumlah tertentu, yang bila diperlukan segera dapat digunakan.37

7. Menyimpan Kepingan Perak yang Dianggap Mata Uang (Pasal 251

KUHP)

Berikut adalah rumusan dari Pasal 251 KUHP:

“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda
paling banyak Rp. 10.000,-, barangsiapa dengan sengaja dan tanpa izin
pemerintah, menyimpan atau memasukkan ke Indonesia keping-keping atau
lembar-lembaran perak, baik yang ada maupun tidak ada capnya atau dikerjakan
sedikit, mungkin dianggap sebagai mata uang, padahal tidak nyata-nyata akan
digunakan sebagai perhiasan atau tanda peringatan.”

Unsur-unsur dari kejahatan sebagaimana yang dirumuskan pada Pasal 251

KUHP diatas adalah:38

a) Unsur-unsur Objektif

1. Perbuatan:

a) Menyimpan;

b) Memasukkan ke Indonesia;

2. Objeknya:

a) Keping-kepingan perak;

b) Lembar-lembaran perak;

(1) ada capnya;

(2) tidak ada capnya:

(3) diulang capnya;

37
Ibid., hlm. 49.
38
Ibid., hlm. 51-52.

37

Universitas Sumatera Utara


(4) setelah dikerjakan sedikit tampak seperti mata uang;

3. Padahal tidak nyata-nyata akan digunakan sebagai perhiasan atau

tanda peringatan.

4. Tanpa izin pemerintah.

b) Unsur Subjektif: dengan sengaja

Tujuan dari perumusan Pasal 251 adalah agar tidak ada barang yang

menyerupai mata uang beredar di Indonesia. Menyimpan atau memasukkan benda

berupa keping-kepingan perak atau lembar-lembaran perak harus mendapatkan

izin terlebih dahulu dari pemerintah. Namun, izin tidak harus diperlukan apabila

barang-barang yang dimasukkan ke Indonesia itu secara jelas memang

diperuntukkan sebagai perhiasan seperti cincin, kalung, dan sejenisnya.

B. Aturan Hukum Tindak Pidana Pemalsuan Uang dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang

Lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang

didasari oleh pertimbangan bahwa Rupiah adalah salah satu simbol kedaulatan

negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga Negara

Indonesia.

Penggunaan dan peranan uang yang terus berkembang, merupakan salah

satu alasan mengapa pentingnya aturan mengenai mata uang ini. Pengelolaan

perekonomian tak akan lepas dari peranan uang, untuk itulah pengelolaan uang

juga harus terus diperbaiki, salah satu caranya adalah dengan pembentukan

hukum. Kehadiran UU tentang mata uang ini adalah salah satu cara untuk

menciptakan peraturan hukum yang lebih baik tentang pengelolaan Rupiah.

38

Universitas Sumatera Utara


Dalam bagian penjelasan UU RI Nomor 7 tahun 2011, isu mengenai

kejahatan terhadap mata uang, terutama pemalsuan uang, dianggap sebagai salah

satu keadaan yang merisaukan karena dampaknya dapat mengancam kondisi

moneter dan perekonomian nasional.

Pemalsuan uang dianggap seringkali menjadi awal dari kejahatan berat

lainnya seperti terorisme, kejahatan politik, pencucian uang (money laundering),

pembalakan kayu secara liar (illegal logging), dan perdagangan orang (human

trafficking), baik yang dilakukan oleh perseorangan maupun yang dilakukan oleh

korporasi.

Modus dan bentuk kejahatan terhadap mata uang, terutama pemalsuan uang,

semakin berkembang. Sementara itu, ketentuan tindak pidana pemalsuan uang

yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dianggap belum

mengatur secara komprehensif jenis perbuatan dan sanksi yang diancamkan.

Dengan dasar pemikiran tersebut, lahirnya peraturan hukum baru yang membahas

mengenai Rupiah sebagai mata uang Indonesia, berikut larangan dan sanksi dalam

suatu undang-undang, diharapkan dapat menjadi suatu langkah baru dalam upaya

pemberantasan tindak pidana pemalsuan uang di Indonesia.

1. Larangan

Isi dari bab VII dari UU RI Nomor 7 Tahun 2011 merupakan larangan atas

beberapa perbuatan terhadap Rupiah sebagai mata uang Indonesia yang terdiri

dari 5 pasal, mulai dari Pasal 23 sampai Pasal 27.

39

Universitas Sumatera Utara


a) Menolak Rupiah Sebagai Alat Pembayaran (Pasal 23)

Berikut adalah rumusan dari Pasal 23:

(1) Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang


penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan
kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan
lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat
keraguan atas keaslian Rupiah.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk
pembayaran atau untuk penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang telah
diperjanjikan secara tertulis.

Aturan ini bukan merupakan aturan mengenai pemalsuan uang, melainkan

tentang kewajiban menerima mata uang Rupiah (baik uang kertas Rupiah maupun

uang logam Rupiah) pada suatu pembayaran (sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 21). Tapi pasal ini juga memiliki keterkaitan dengan tindak pidana

pemalsuan uang, dimana apabila ada keragu-raguan atas keaslian dari rupiah yang

diterima dari suatu pembayaran, maka diberikan pengecualian untuk mereka yang

menolak Rupiah sebagai alat pembayaran.

b) Meniru Rupiah (Pasal 24)

Berikut adalah rumusan dari Pasal 24:

(1) Setiap orang dilarang meniru Rupiah, kecuali untuk tujuan pendidikan
dan/ atau promosi dengan memberi kata spesimen.
(2) Setiap orang dilarang menyebarkan atau mengedarkan Rupiah Tiruan.

Perbuatan meniru rupiah menghasilkan Rupiah Tiruan yang dalam UU Mata

Uang mengandung arti sebagai suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar,

dan/atau desainnya menyerupai Rupiah yang dibuat, dibentuk, dicetak,

digandakan, atau diedarkan, tidak digunakan sebagai alat pembayaran dengan

merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara.

40

Universitas Sumatera Utara


c) Merusak Rupiah (Pasal 25)

Berikut adalah rumusan dari Pasal 25:

(1) Setiap orang dilarang merusak, memotong, menghancurkan, dan/atau


mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai
simbol negara.
(2) Setiap orang dilarang membeli atau menjual Rupiah yang sudah dirusak,
dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah.
(3) Setiap orang dilarang mengimpor atau mengekspor Rupiah yang sudah
dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah.

Perbuatan merusak Rupiah dianggap sebagai bentuk merendahkan

kehormatan Rupiah sebagai simbol negara. Untuk itu setiap orang dilarang

melakukan perbuatan merusak, memotong, menghancurkan, dan/atau mengubah

Rupiah. Uang yang telah dirusak itu juga dilarang untuk diperdagangkan atau

diedarkan.

d) Memalsu Rupiah (Pasal 26)

Berikut adalah rumusan dari Pasal 26:

(1) Setiap orang dilarang memalsu Rupiah.


(2) Setiap orang dilarang menyimpan secara fisik dengan cara apa pun yang
diketahuinya merupakan Rupiah Palsu.
(3) Setiap orang dilarang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah
yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu.
(4) Setiap orang dilarang membawa atau memasukkan Rupiah Palsu ke
dalam dan/atau ke luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(5) Setiap orang dilarang mengimpor atau mengekspor Rupiah Palsu.

Pada bagian ketentuan umum UU RI Nomor 7 Tahun 2011, Pasal 1 butir ke

9, Rupiah Palsu diartikan sebagai suatu benda yang bahan, ukuran, warna,

gambar, dan/atau desainnya menyerupai Rupiah yang dibuat, dibentuk, dicetak,

digandakan, diedarkan, atau digunakan sebagai alat pembayaran secara melawan

hukum.

41

Universitas Sumatera Utara


Pasal 26 ini melarang setiap orang untuk menyimpan, mengedarkan,

membelanjakan, membawa atau memasukkan ke dalam dan/atau ke luar Wilayah

Indonesia, dan mengimpor atau mengekspor Rupiah Palsu.

e) Memproduksi atau Memiliki Persediaan Bahan untuk membuat

Rupiah Palsu (Pasal 27)

Berikut adalah rumusan dari Pasal 27:

(1) Setiap orang dilarang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor,


mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan mesin, peralatan, alat cetak,
pelat cetak, atau alat lain yang digunakan atau dimaksudkan untuk membuat
Rupiah Palsu.
(2) Setiap orang dilarang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor,
mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan bahan baku Rupiah yang
digunakan atau dimaksudkan untuk membuat Rupiah Palsu.

Larangan yang dimaksud dalam Pasal 27 dapat dipahami sebagai bentuk

pencegahan terhadap pemalsuan Rupiah. Pasal 27 ini bukan merupakan salah satu

kejahatan terhadap Rupiah karena terjadi sebelum adanya peniruan, pemalsuan,

atau perusakan Rupiah.

2. Ketentuan Pidana

Sanksi hukum terhadap kejahatan Mata Uang, khususnya pemalsuan

Rupiah, pada UU RI Nomor 7 Tahun 2011 semakin diperberat guna menimbulkan

efek jera bagi pelaku sebab dampak yang ditimbulkannya sangat besar, baik bagi

negara dan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aturan Pasal yang

menerapkan hukuman seumur hidup sebagai ancaman maksimalnya, sedangkan

dalam KUHP ancaman maksimal bagi kejahatan yang menyangkut pemalsuan

uang adalah 15 tahun penjara. Sanksi denda bagi pelaku pemalsuan uang dalam

42

Universitas Sumatera Utara


UU Mata Uang ini juga sangat besar jumlahnya, hal ini menunjukkan keseriusan

dari pembentuk undang-undang untuk memberantas kejahatan pemalsuan uang.

Pasal 33
(1) Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam:
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang;
dan/atau
c. transaksi keuangan lainnya,
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang
penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan
kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/ atau untuk transaksi keuangan
lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat
keraguan atas keaslian Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 34
(1) Setiap orang yang meniru Rupiah, kecuali untuk tujuan pendidikan dan
promosi dengan memberi kata spesimen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menyebarkan atau mengedarkan Rupiah Tiruan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).

Pasal 35
(1) Setiap orang yang dengan sengaja merusak, memotong, menghancurkan,
dan/atau mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah
sebagai simbol negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang membeli atau menjual Rupiah yang sudah dirusak,
dipotong, dihancurkan, dan/ atau diubah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

43

Universitas Sumatera Utara


(3) Setiap orang yang mengimpor atau mengekspor Rupiah yang sudah
dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 36
(1) Setiap orang yang memalsu Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang menyimpan secara fisik dengan cara apa pun yang
diketahuinya merupakan Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(3) Setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang
diketahuinya merupakan Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(4) Setiap orang yang membawa atau memasukkan Rupiah Palsu ke dalam
dan/atau ke luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana.
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah).
(5) Setiap orang yang mengimpor atau mengekspor Rupiah Palsu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara
paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak Rp.
100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)

Pasal 37
(1) Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor,
mengekspor, menyimpan, dan/ atau mendistribusikan mesin, peralatan, alat cetak,
pelat cetak atau alat lain yang digunakan atau dimaksudkan untuk membuat
Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak
Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor,
mengekspor, menyimpan, dan/ atau mendistribusikan bahan baku Rupiah yang
digunakan atau dimaksudkan untuk membuat Rupiah Palsu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama
seumur hidup, dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah).

44

Universitas Sumatera Utara


Pasal 38
(1) Dalam hal perbuatan tindak pidana se bagaimana dimaksud dalam Pasal
33, Pasal 34, Pasal 35, serta Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
dilakukan oleh pegawai Bank Indonesia, pelaksana Pencetakan Rupiah, badan
yang mengoordinasikan pemberantasan Rupiah Palsu, dan/atau aparat penegak
hukum, pelaku dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda maksimum
ditambah 1/3 (satu per tiga).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilakukan secara terorganisasi, digunakan untuk
kejahatan terorisme, atau digunakan untuk kegiatan yang dapat mengakibatkan
terganggunya perekonomian nasional, pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak
Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 39
(1) Pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan
ketentuan ancaman pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal.36, atau Pasal 37 ditambah 1/3 (satu per tiga).
(2) Dalam hal terpidana korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak mampu membayar pidana denda, dalam putusan pengadilan dicantumkan
perintah penyitaan harta benda korporasi dan/atau harta benda pengurus korporasi.
(3) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 34,
Pasal 35, Pasal 36, atau Pasal 37, setiap orang dapat dikenai pidana tambahan
berupa pencabutan izin usaha dan/atau perampasan terhadap barang tertentu milik
terpidana.

Pasal 40
(1) Dalam hal terpidana perseorangan tidak mampu membayar pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, serta Pasal 36 ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), pidana denda diganti dengan pidana kurungan
dengan ketentuan untuk setiap pidana denda sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.
(2) Lama pidana kurungan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.

Pasal 41
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34
adalah pelanggaran.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36, dan
Pasal 37 adalah kejahatan.

45

Universitas Sumatera Utara


C. Perbedaan Antara Pengaturan Tindak Pidana Pemalsuan Uang Dalam

KUHP dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011

tentang Mata Uang

Tindak pidana pemlasuan uang merupakan perbuatan yang menimbulkan

kerugian bagi banyak pihak. Negara sebagai pembuat dan pengelola uang akan

mengalami kerugian, bagi masyarakat yang merupakan penerima sekaligus

pengguna uang juga demikian. Dampak yang ditimbulkan dari kejahatan

pemalsuan uang sangat besar dan tak terbatas ruang lingkupnya. Selama uang

palsu masih beredar di pasaran, maka kerugian juga masih berpotensi memakan

korban.

Pada setiap perbuatan pemalsuan (tidak hanya pemalsuan uang, melainkan

semua jenis pemalsuan), dapat dilihat bahwa sudah terjadi pelanggaran terhadap 2

(dua) norma dasar, yaitu:39

- Kebenaran (kepercayaan) yang pelanggarannya dapat tergolong dalam

kelompok kejahatan penipuan;

- Ketertiban masyarakat yang pelanggarannya tergolong dalam kelompok

kejahatan terhadap Negara / ketertiban umum.

Mengingat pentingnya menjaga kepercayaan masyarakat kepada uang yang

merupakan simbol dari kedaulatan Negara, maka aturan hukum yang cukup atau

memadai adalah hal yang penting agar terjadi suatu ketertiban di lingkungan

masyarakat, dan para pelaku tindak pidana pemalsuan uang dapat dihukum,

timbul penyesalan pada dirinya sehingga jera dan tidak lagi mau melakukan

39
A. K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus, Alumni, Bandung, 1980, hlm.
155.

46

Universitas Sumatera Utara


perbuatan serupa. Saat ini aturan hukum yang terkait dengan tindak pidana

pemalsuan uang di Indonesia dapat ditemukan dalam KUHP dan UU RI No. 7

Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Pada KUHP, ancaman hukuman maksimal bagi pelaku tindak pidana

pemalsuan uang tergolong berat. Negara memandang serius kejahatan pemalsuan

uang, sebab dampak dari kejahatan ini tidak hanya mengincar seseorang sebagai

korban, melainkan banyak pihak. Kejahatan ini tidak dipandang seperti tindak

pidana penipuan dari Pasal 378 atau tindak pidana lain mengenai kekayaan orang.

Kejahatan pemalsuan uang dipandang serius sebab potensi kerugian yang

ditimbulkannya jauh lebih besar. Menurut sejarah, pada zaman dahulu di beberapa

negara Eropa, pernah diberlakukan hukuman mati untuk pelaku pemalsuan

uang.40

Untuk tindak pidana pemalsuan uang, pada KUHP disebutkan bahwa

berlaku suatu asas yang disebut sebagai asas universaliteit. Maksud dari asas

tersebut adalah agar hukum pidana Indonesia tetap dapat diberlakukan bagi setiap

orang yang melakukan tindak pidana pemalsuan uang diluar Indonesia. Ketentuan

ini diatur dalam KUHP Pasal 4. Setiap orang, baik warga negara Indonesia,

maupun warga negara asing yang berbuat kejahatan sebagaimana diatur dalam

pasal ini, meskipun berada diluar wilayah Indonesia dapat dikenakan ketentuan-

ketentuan pidana Indonesia.41

Terkait kejahatan tindak pidana pemalsuan uang, aturan pasal per pasal

dalam KUHP juga sudah tergolong lengkap dengan meliputi berbagai jenis
40
Wirjono Prodjodikoro, op.cit., hlm. 177.
41
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1991, hlm. 32.

47

Universitas Sumatera Utara


tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi negara dan masyarakat. Mulai

dari kejahatan meniru atau memalsu uang (Pasal 244), mengedarkan uang palsu

(Pasal 245), merusak uang (Pasal 246), mengedarkan uang rusak (Pasal 247),

mengedarkan uang palsu yang lain dari Pasal 245 dan 247 (Pasal 249), membuat

atau mempunyai persediaan benda atau bahan untuk memalsu uang (Pasal 250),

dan menyimpan kepingan perak yang dianggap sebagai mata uang (Pasal 251).

Objek pemalsuan di aturan tindak pidana pemalsuan uang sebagaimana

yang diatur dalam KUHP meliputi uang kertas dan uang logam. Aturan dalam

KUHP tidak hanya berlaku bagi pemalsu uang kertas dan uang logam Rupiah

saja, melainkan juga uang kertas dan uang logam negara asing. 42 Hal ini

menunjukkan luasnya cakupan aturan hukum dalam KUHP terkait dengan tindak

pidana pemalsuan uang.

Sementara itu dalam UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, objek

pemalsuan yang dibicarakan terbatas hanya di mata uang Indonesia saja, yaitu

Rupiah. Hal ini merupakan pembeda utama antara kedua aturan hukum tersebut.

Untuk jenis perbuatan terkait pemalsuan uang yang dilarang, sebenarnya hampir

serupa dengan yang diatur dalam KUHP, yaitu meniru Rupiah (Pasal 24),

merusak Rupiah (Pasal 25), memalsu Rupiah (Pasal 26), dan membuat atau

mempunyai persediaan benda atau bahan untuk memalsu Rupiah (Pasal 27).

Semua pasal yang telah disebutkan diatas juga dapat ditemukan rumusannya

dalam KUHP.

42
Ibid., hlm. 184.

48

Universitas Sumatera Utara


Perbedaan lain yang bisa dilihat saat membandingkan aturan hukum

pemalsuan uang di KUHP dan UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang

adalah ancaman hukuman maksimal dari beberapa bentuk kejahatan. Jika dilihat

dalam KUHP, untuk tindak pidana pemalsuan uang ancaman hukuman

maksimalnya adalah 15 (lima belas) tahun penjara (untuk Pasal 244 dan Pasal

245). Sementara itu dalam UU RI No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, ancaman

hukuman maksimal bagi kejahatan pemalsuan uang adalah pidana penjara seumur

hidup (untuk Pasal 36 ayat (1), Pasal 37 ayat (1) dan (2), dan Pasal 38 ayat (2)).

49

Universitas Sumatera Utara


BAB III

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN SANKSI


PADA TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG (STUDI PUTUSAN NO.
1129/PID.SUS/2013/PN.JKT.TIM)

A. Posisi Kasus

1. Kronologi Kasus

Terdakwa Dedi Junaedi pada hari Selasa, tanggal 16 Juli 2013 sekitar pukul

18.30 WIB atau setidak-tidaknya pada bulan Juli 2013 atau setidak-tidaknya pada

waktu lain dalam tahun 2013 bertempat di warung pecel lele di depan RS Pasar

Rebo Jl. TB Simatupang Kelurahan Gedong Kec. Pasar Rebo, Jakarta Timur, atau

setidak-tidaknya di suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum

Pengadilan Negeri Jakarta Timur, menyimpan secara fisik dengan cara apapun

yang diketahuinya merupakan rupiah palsu, yang dilakukan Terdakwa dengan

cara sebagai berikut.

Pada hari Selasa, tanggal 16 Juli 2013 sekitar pukul 18.30 WIB saksi

Winarno dan saksi Amang Pribadi, anggota Intel Metro, mendapat informasi dari

seseorang yang tidak mau disebutkan namanya bahwa ada seorang lelaki yang

transaksi menjual atau mengedarkan uang palsu. Pada saat itu saksi Winarno dan

saksi Amang berada tidak jauh dari tempat kejadian di warung pecel lele depan

RS Pasar Rebo Jl. TB Simatupang Jakarta Timur, bersama-sama dengan anggota

lainnya dari Polda Metro Jaya dalam rangka antisipasi wilayah, kemudian saksi

Winarno dan saksi Amang berhasil menangkap terdakwa Dedi Junaedi kemudian

saksi Winarno dan saksi Amang Pribadi melakukan pemeriksaan, lalu saksi

Winarno menanyakan “Dimana uang palsunya” dan terdakwa mengakui dan

50

Universitas Sumatera Utara


menunjukan bahwa uang palsu yang dibawanya berada didalam dompet dan

ditaruh didalam bagasi motor, selanjutnya saksi Winarno dan saksi Amang

Pribadi melakukan pemeriksaan di bagasi motor terdakwa, ternyata benar

ditemukan uang palsu pecahan Rp.100.000,-(seratus ribu rupiah) sebanyak enam

lembar dan uang palsu pecahan Rp.50.000,-(lima puluh ribu rupiah) sebanyak

empat belas lembar.

Awalnya terdakwa telah janjian melalui handphone dengan seorang yang

mengaku bernama Sdr. Geni (DPO) dengan maksud mau membeli uang palsu dari

Sdr. Handoyo (DPO), dimana peran terdakwa sebagai perantara, kemudian

Terdakwa dan Sdr. Geni janjian di depan RS Pasar Rebo, Jakarta Timur dan saat

itu sambil terdakwa menunggu Sdr Geni dan Sdr Handoyo (pemilik barang berupa

uang palsu), terdakwa makan pecel lele ditempat tersebut. Namun saat Terdakwa

makan, Terdakwa ditangkap oleh Polisi, yaitu oleh saksi Winarno dan saksi

Amang Pribadi, kemudian dilakukanlah penggeledahan terhadap terdakwa. Atas

kejadian tersebut pelaku dan barang bukti dibawa ke polsek Pasar Rebo Jakarta

Timur.

Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Pusat Analisa dan Informasi uang

Rupiah No.15/26/DPU/GKPU/Div-3/Lab bahwa:

Pecahan Rp.100.000,-TE 2004 Nomor seri CGH062016.LGE756203 DAN

FPN031361 Pecahan Rp.50.000,-nomor Seri : KMF062024 DAN FPN031370

adalah PALSU dengan penjelasan:

 Bahan kertas yang digunakan terbuat dari bahan kertas biasa yang tidak

memudar dibawah sinar Ultra Violet, warna dasar bahan putih;

51

Universitas Sumatera Utara


 Warna terlihat buram dan tidak terang;

 Benang pengaman dibuat dengan teknik sablon, sehingga tidak terdapat efek

perubahan warna bila dilihat dari sudut pandang berbeda;

 Tanda Air (Watermark) dibuat dengan teknik sablon, sehingga gambar yang

dihasilkan terlihat datar;

 Optically Variable Ink (OVI) dicetak dengan teknik Inkjet dan laser Printing

sehingga tidak terdapat efek perubahan warna bila dilihat pada sudut

pandang berbeda;

 Irisafe/Pigmen dicetak dengan teknik sablon, sehingga tidak terdapat efek

perubahan warna bila dilihat pada sudut pandang berbeda;

 Rainbow Printing/cetak Pelangi dicetak dengan teknik cetak laser Printing,

sehingga menghasilkan efek warna pelangi;

 Nomor seri dibuat dengan teknik cetak Inkjet Printing dan sablon yang

memudar di bawah sinar UV dan memiliki warna sama dengan yang asli;

 Intalio dibuat dengan teknik cetak laser Printing sehingga tidak terasa kasar

apabila diraba;

 Blind Code dibuat dengan teknik cetak Laser Printing sehingga tidak terasa

kasar apabila diraba;

 Rectoverso logo BI antara sisi bagian depan dan sisi bagian belakang tidak

saling mengisi/tidak presisi sehingga Logo BI terlihat tidak sempurna;

 Laten Image tidak terdapat;

 Micro text tidak terdapat;

52

Universitas Sumatera Utara


 Visible Fluorescent pada gambar kepulauan Indonesia dicetak dengan tinta

khusus yang akan memendar di bawah sinar UV dan memiliki warna yang

tidak sama dengan yang asli;

 Invisible Fluorescent berupa angka nominal dan dicteak dengan tinta khusus

yang akan memendar dibawah sinar UV dan memiliki warna yang tidak

sama dengan yang asli tidak terdapat Invisible Fluorescent berupa gambar

siluet gedung MPR/DPR/DPRD RI ;

2. Dakwaan

Dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum pada persidangan adalah

berupa dakwaan alternative. Adapun dakwaan dari penuntut umum sebagaimana

dalam Surat Dakwaan No. Reg. Perkara: PDM-629/ JKTMR/09/2013 tertanggal

11 September 2013 adalah sebagai berikut.

KESATU:

Bahwa Terdakwa Dedi Junaedi pada hari Selasa, tanggal 16 Juli 2013

sekitar pukul 18.30 WIB atau setidak-tidaknya pada bulan Juli 2013 atau setidak-

tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2013 bertempat di warung pecel lele di

depan RS Pasar Rebo Jl. TB Simatupang Kelurahan Gedong Kec. Pasar Rebo,

Jakarta Timur, atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain yang masih termasuk

dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Timur, menyimpan secara fisik

dengan cara apapun yang diketahuinya merupakan rupiah palsu, yang dilakukan

Terdakwa dengan cara sebagai berikut.

53

Universitas Sumatera Utara


Bahwa pada hari Selasa, tanggal 16 Juli 2013 sekitar pukul 18.30 WIB saksi

Winarno dan saksi Amang Pribadi, anggota Intel Metro, mendapat informasi dari

seseorang yang tidak mau disebutkan namanya bahwa ada seorang lelaki yang

transaksi menjual atau mengedarkan uang palsu. Pada saat itu saksi Winarno dan

saksi Amang berada tidak jauh dari tempat kejadian di warung pecel lele depan

RS Pasar Rebo Jl. TB Simatupang Jakarta Timur, bersama-sama dengan anggota

lainnya dari Polda Metro Jaya dalam rangka antisipasi wilayah, kemudian saksi

Winarno dan saksi Amang berhasil menangkap terdakwa Dedi Junaedi kemudian

saksi Winarno dan saksi Amang Pribadi melakukan pemeriksaan, lalu saksi

Winarno menanyakan “Dimana uang palsunya” dan terdakwa mengakui dan

menunjukan bahwa uang palsu yang dibawanya berada didalam dompet dan

ditaruh didalam bagasi motor, selanjutnya saksi Winarno dan saksi Amang

Pribadi melakukan pemeriksaan di bagasi motor terdakwa, ternyata benar

ditemukan uang palsu pecahan Rp.100.000,-(seratus ribu rupiah) sebanyak enam

lembar dan uang palsu pecahan Rp.50.000,-(lima puluh ribu rupiah) sebanyak

empat belas lembar.

Bahwa awalnya terdakwa telah janjian melalui handphone dengan seorang

yang mengaku bernama Sdr. Geni (DPO) dengan maksud mau membeli uang

palsu dari Sdr. Handoyo (DPO), dimana peran terdakwa sebagai perantara,

kemudian Terdakwa dan Sdr. Geni janjian di depan RS Pasar Rebo, Jakarta Timur

dan saat itu sambil terdakwa menunggu Sdr Geni dan Sdr Handoyo (pemilik

barang berupa uang palsu), terdakwa makan pecel lele ditempat tersebut. Namun

saat Terdakwa makan, Terdakwa ditangkap oleh Polisi, yaitu oleh saksi Winarno

54

Universitas Sumatera Utara


dan saksi Amang Pribadi, kemudian dilakukanlah penggeledahan terhadap

terdakwa. Atas kejadian tersebut pelaku dan barang bukti dibawa ke polsek Pasar

Rebo Jakarta Timur.

Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Pusat Analisa dan Informasi uang

Rupiah No.15/26/DPU/GKPU/Div-3/Lab bahwa:

Pecahan Rp.100.000,-TE 2004 Nomor seri CGH062016.LGE756203 DAN

FPN031361 Pecahan Rp.50.000,-nomor Seri : KMF062024 DAN FPN031370

adalah PALSU dengan penjelasan:

 Bahan kertas yang digunakan terbuat dari bahan kertas biasa yang tidak

memudar dibawah sinar Ultra Violet, warna dasar bahan putih;

 Warna terlihat buram dan tidak terang;

 Benang pengaman dibuat dengan teknik sablon, sehingga tidak terdapat efek

perubahan warna bila dilihat dari sudut pandang berbeda;

 Tanda Air (Watermark) dibuat dengan teknik sablon, sehingga gambar yang

dihasilkan terlihat datar;

 Optically Variable Ink (OVI) dicetak dengan teknik Inkjet dan laser Printing

sehingga tidak terdapat efek perubahan warna bila dilihat pada sudut

pandang berbeda;

 Irisafe/Pigmen dicetak dengan teknik sablon, sehingga tidak terdapat efek

perubahan warna bila dilihat pada sudut pandang berbeda;

 Rainbow Printing/cetak Pelangi dicetak dengan teknik cetak laser Printing,

sehingga menghasilkan efek warna pelangi;

55

Universitas Sumatera Utara


 Nomor seri dibuat dengan teknik cetak Inkjet Printing dan sablon yang

memudar di bawah sinar UV dan memiliki warna sama dengan yang asli;

 Intalio dibuat dengan teknik cetak laser Printing sehingga tidak terasa kasar

apabila diraba;

 Blind Code dibuat dengan teknik cetak Laser Printing sehingga tidak terasa

kasar apabila diraba;

 Rectoverso logo BI antara sisi bagian depan dan sisi bagian belakang tidak

saling mengisi/tidak presisi sehingga Logo BI terlihat tidak sempurna;

 Laten Image tidak terdapat;

 Micro text tidak terdapat;

 Visible Fluorescent pada gambar kepulauan Indonesia dicetak dengan tinta

khusus yang akan memendar di bawah sinar UV dan memiliki warna yang

tidak sama dengan yang asli;

 Invisible Fluorescent berupa angka nominal dan dicteak dengan tinta khusus

yang akan memendar dibawah sinar UV dan memiliki warna yang tidak

sama dengan yang asli tidak terdapat Invisible Fluorescent berupa gambar

siluet gedung MPR/DPR/DPRD RI ;

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal

36 ayat (2) UU RI No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

KEDUA:

Bahwa Terdakwa Dedi Junaedi pada hari Selasa, tanggal 16 Juli 2013

sekitar pukul 18.30 WIB atau setidak-tidaknya pada bulan Juli 2013 atau setidak-

tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2013 bertempat di warung pecel lele di

56

Universitas Sumatera Utara


depan RS Pasar Rebo Jl. TB Simatupang Kelurahan Gedong Kec. Pasar Rebo,

Jakarta Timur, atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain yang masih termasuk

dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Timur, menyimpan secara fisik

dengan cara apapun yang diketahuinya merupakan rupiah palsu, yang dilakukan

Terdakwa dengan cara sebagai berikut.

Bahwa pada hari Selasa, tanggal 16 Juli 2013 sekitar pukul 18.30 WIB saksi

Winarno dan saksi Amang Pribadi, anggota Intel Metro, mendapat informasi dari

seseorang yang tidak mau disebutkan namanya bahwa ada seorang lelaki yang

transaksi menjual atau mengedarkan uang palsu. Pada saat itu saksi Winarno dan

saksi Amang berada tidak jauh dari tempat kejadian di warung pecel lele depan

RS Pasar Rebo Jl. TB Simatupang Jakarta Timur, bersama-sama dengan anggota

lainnya dari Polda Metro Jaya dalam rangka antisipasi wilayah, kemudian saksi

Winarno dan saksi Amang berhasil menangkap terdakwa Dedi Junaedi kemudian

saksi Winarno dan saksi Amang Pribadi melakukan pemeriksaan, lalu saksi

Winarno menanyakan “Dimana uang palsunya” dan terdakwa mengakui dan

menunjukan bahwa uang palsu yang dibawanya berada didalam dompet dan

ditaruh didalam bagasi motor, selanjutnya saksi Winarno dan saksi Amang

Pribadi melakukan pemeriksaan di bagasi motor terdakwa, ternyata benar

ditemukan uang palsu pecahan Rp.100.000,-(seratus ribu rupiah) sebanyak enam

lembar dan uang palsu pecahan Rp.50.000,-(lima puluh ribu rupiah) sebanyak

empat belas lembar.

Bahwa awalnya terdakwa telah janjian melalui handphone dengan seorang

yang mengaku bernama Sdr. Geni (DPO) dengan maksud mau membeli uang

57

Universitas Sumatera Utara


palsu dari Sdr. Handoyo (DPO), dimana peran terdakwa sebagai perantara,

kemudian Terdakwa dan Sdr. Geni janjian di depan RS Pasar Rebo, Jakarta Timur

dan saat itu sambil terdakwa menunggu Sdr Geni dan Sdr Handoyo (pemilik

barang berupa uang palsu), terdakwa makan pecel lele ditempat tersebut. Namun

saat Terdakwa makan, Terdakwa ditangkap oleh Polisi, yaitu oleh saksi Winarno

dan saksi Amang Pribadi, kemudian dilakukanlah penggeledahan terhadap

terdakwa. Atas kejadian tersebut pelaku dan barang bukti dibawa ke polsek Pasar

Rebo Jakarta Timur.

Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Pusat Analisa dan Informasi uang

Rupiah No.15/26/DPU/GKPU/Div-3/Lab bahwa:

Pecahan Rp.100.000,-TE 2004 Nomor seri CGH062016.LGE756203 DAN

FPN031361 Pecahan Rp.50.000,-nomor Seri : KMF062024 DAN FPN031370

adalah PALSU dengan penjelasan:

 Bahan kertas yang digunakan terbuat dari bahan kertas biasa yang tidak

memudar dibawah sinar Ultra Violet, warna dasar bahan putih;

 Warna terlihat buram dan tidak terang;

 Benang pengaman dibuat dengan teknik sablon, sehingga tidak terdapat efek

perubahan warna bila dilihat dari sudut pandang berbeda;

 Tanda Air (Watermark) dibuat dengan teknik sablon, sehingga gambar yang

dihasilkan terlihat datar;

 Optically Variable Ink (OVI) dicetak dengan teknik Inkjet dan laser Printing

sehingga tidak terdapat efek perubahan warna bila dilihat pada sudut

pandang berbeda;

58

Universitas Sumatera Utara


 Irisafe/Pigmen dicetak dengan teknik sablon, sehingga tidak terdapat efek

perubahan warna bila dilihat pada sudut pandang berbeda;

 Rainbow Printing/cetak Pelangi dicetak dengan teknik cetak laser Printing,

sehingga menghasilkan efek warna pelangi;

 Nomor seri dibuat dengan teknik cetak Inkjet Printing dan sablon yang

memudar di bawah sinar UV dan memiliki warna sama dengan yang asli;

 Intalio dibuat dengan teknik cetak laser Printing sehingga tidak terasa kasar

apabila diraba;

 Blind Code dibuat dengan teknik cetak Laser Printing sehingga tidak terasa

kasar apabila diraba;

 Rectoverso logo BI antara sisi bagian depan dan sisi bagian belakang tidak

saling mengisi/tidak presisi sehingga Logo BI terlihat tidak sempurna;

 Laten Image tidak terdapat;

 Micro text tidak terdapat;

 Visible Fluorescent pada gambar kepulauan Indonesia dicetak dengan tinta

khusus yang akan memendar di bawah sinar UV dan memiliki warna yang

tidak sama dengan yang asli;

 Invisible Fluorescent berupa angka nominal dan dicteak dengan tinta khusus

yang akan memendar dibawah sinar UV dan memiliki warna yang tidak

sama dengan yang asli tidak terdapat Invisible Fluorescent berupa gambar

siluet gedung MPR/DPR/DPRD RI ;

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal

245 KUHP.

59

Universitas Sumatera Utara


3. Tuntutan Pidana

Berdasarkan fakta yang terungkap dalam pemeriksaan dipersidangan,

Penuntut Umum telah menyusun tuntutan yang dibacakan di persidangan pada

hari Kamis, tanggal 21 November 2013, yang pada pokoknya meminta agar

Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan putusan

sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa DEDI JUNAEDI bersalah melakukan tindak pidana

“MATA UANG PALSU “sebagaimana diatur dan diancam Pidana pasal 36

ayat 2 UU RI No.7 Tahun 2011 dalam surat dakwaan;

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa DEDI JUNAEDI dengan pidana

penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi selama terdakwa menjalani tahanan

dengan perintah terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp.60.000.000,-

(Enam Puluh Juta Rupiah) subsider 1 (satu) bulan kurungan;

3. Menyatakan barang bukti berupa :

Pecahan uang kertas palsu @ Rp.100.000,- sebanyak 6 lembar, Pecahan

uang palsu @ Rp.50.000,- sebanyak 14 lembar dirampas untuk

dimusnahkan, 1 (satu) buah dompet warna hitam, 1 (satu) unit sepeda motor

merk Honda warna Putih Hitam dengan nopol F-6555-VQ berikut STNK

dikembalikan kepada Dedi Junaedi;

4. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sebesar

Rp.2.000,-(dua ribu rupiah);

60

Universitas Sumatera Utara


4. Pertimbangan Hakim

Menimbang, bahwa atas pertanyaan Hakim Ketua Majelis, Terdakwa

menyatakan telah mengerti akan isi dan maksud dakwaan Penuntut Umum;

Menimbang, bahwa atas pembacaan surat dakwaan Penuntut Umum,

Terdakwa tidak mengajukan Eksepsi;

Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya, Penuntut Umum

telah mengajukan saksi-saksi yang telah memberikan keterangan dibawah sumpah

maupun yang tidak sumpah, yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :

Saksi YUSAK SIBUEA, dibawah sumpah menerangkan sebagai berikut;

 Bahwa saksi sebelumnya tidak kenal dengan Terdakwa, setelah bertemu di

Polsek pada saat diserahkan Terdakwa;

 Bahwa Terdakwa ini diperiksa sehubungan dengan kedapatan terkait tindak

pidana uang palsu;

 Bahwa kejadian berlangsung pada hari Selasa, tanggal 16 Juli 2013 jam

20.30 WIB saat saksi sedang melaksanakan tugas piket Reskrim di Polsek

Pasar Rebo;

 Bahwa pelaku yang diserahkan adalah seorang laki-laki yang mengaku

bernama Dedi Junaedi;

Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum ada saksi lain akan tetapi tidak dapat

hadir dipersidangan walaupun telah dipanggil, dan Jaksa memohon agar

keterangan saksi dapat dibacakan, dan atas persetujuan dari Hakim Ketua, bahwa

Terdakwa tidak keberatan keterangan saksi dibacakan, saksi-saksi yang ada dalam

berita acara pemeriksaan, oleh kepolisian Resort Metro Jakarta Timur Sektor Pulo

61

Universitas Sumatera Utara


Gadung yang telah dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum pada persidangan

tanggal 28 Oktober 2013 yang telah memberikan keterangan dibawah sumpah

yang pada pokoknya adalah sebagai berikut ,1.Saksi Winarno, 2. Saksi Amang

Pribadi;

Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum tidak dapat menghadirkan saksi Ahli

dipersidangan dan keterangan saksi ahli dibacakan pada persidangan Jaksa

Penuntut Umum pada persidangan tanggal 06 November 2013 yang telah

memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya adalah sebagai

berikut Saksi Rahadi Arudji;

Menimbang, Bahwa telah mendengar pula keterangan Terdakwa

dipersidangan yang pada pokoknya menerangkan;

 Bahwa Terdakwa belum pernah dihukum;

 Bahwa Terdakwa kedapatan mengedarkan uang palsu tersebut pada hari

Selasa tanggal 16 Juli 2013 disebuah warung pecel lele di depan RS Pasar

Rebo Jalan TB Simatupang Kelurahan Gedong, kecamatan Pasar Rebo,

Jakarta Timur;

 Bahwa Terdakwa kedapatan mengedarkan uang palsu, mulanya Terdakwa

telah transaksi/janjian melalui handphone dengan seorang yang mengaku

bernama Geni dengan maksud mau membeli uang palsu dari saudara

Handoyo perantara Terdakwa, kemudian Terdakwa janjian;

 Bahwa yang terdakwa dapatkan hasil dari penjualan tersebut terdakwa

mendapatkan Rp.500.000,-(lima ratus ribu rupiah) dari Andi sebagai

pemilik uang palsu;

62

Universitas Sumatera Utara


 Bahwa uang komisi dari perantara tersebut telah habis Terdakwa gunakan

untuk kebutuhan sehari-hari ;

Menimbang, bahwa terhadap terdakwa telah didakwa oleh Jaksa Penuntut

Umum dengan dakwaan alternative yaitu:

Kesatu Pasal 36 ayat (2) UU RI No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang;

Kedua Pasal 245 KUHP;

Menimbang, bahwa untuk dapat dipersalahkan dalam Dakwaan Kesatu

tersebut, maka haruslah dipenuhi unsur-unsur dari tindak pidananya sebagai

berikut :

1. Unsur Barang siapa;

2. Unsur menyimpan secara fisik dengan cara apapun yang diketahuinya

merupakan rupiah Palsu;

Unsur ke-1 : Barang siapa.

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “barang siapa” adalah setiap

orang sebagai subyek hukum pendukung hak dan kewajiban yang sehat akal

pikirannya dan dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum atas perbuatannya;

Menimbang, bahwa Terdakwa Dedi Junaedi yang oleh Penyidik telah

ditetapkan sebagai Tersangka dalam perkara ini dan oleh Penuntut Umum

dihadapkan sebagai Terdakwa di persidangan dan pada awal persidangan telah

dinyatakan tentang indentitas dirinya dengan lengkap sebagaimana dalam surat

dakwaan dimana semuanya telah dibenarkan oleh Terdakwa serta sesuai

pengamatan Majelis Hakim selama pemeriksaan perkara ini berlangsung tidak

terdapat tanda-tanda pada diri Terdakwa yang mengindikasikan Terdakwa tidak

63

Universitas Sumatera Utara


sehat akal pikirannya, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa Terdakwa sehat

akal pikirannya dan dapat bertanggung jawab di hadapan hukum;

Menimbang, bahwa memang dalam praktek peradilan di Indonesia terdapat

dua pendapat, dimana pendapat pertama menyatakan bahwa “barang siapa”

merupakan unsur delik, sedangkan pendapat yang kedua menyatakan bahwa

bukan merupakan unsur delik;

Menimbang, bahwa pendapat pertama yang menyatakan “barang siapa”

merupakan unsur delik maka harus dibuktikan di muka persidangan dengan alat-

alat bukti yang menjelaskan bahwa benar orang yang dihadapkan ke persidangan

sebagai Terdakwa tersebut adalah benar-benar sebagai pelaku delik tersebut,

sedangkan pendapat kedua yang menyatakan bahwa “barang siapa” tidak

merupakan unsur delik melainkan unsur dari pasal, dimana pada setiap pasal

selalu diawali dengan “barang siapa”, hal itu sudah cukup menunjukkan sebagai

pelaku tindak pidana ketika oleh Penyidik disangka, oleh Penuntut Umum

didakwa di persidangan dan dituntut, sehingga tidak memerlukan pembuktian,

cukup yang dibuktikan adalah perbuatannya saja;

Menimbang, bahwa dalam Ilmu Hukum Pidana juga tidak secara tegas

dijelaskan tentang hal tersebut, sehingga di dalam praktek kedua pendapat di atas

dipergunakan, hal tersebut tergantung dari kasus yang dihadapi, jika ada

sangkalan bahwa Terdakwa tersebut bukan sebagai pelaku delik, tetapi orang lain,

maka perlu pembuktian untuk mematahkan sangkalan/alibi dari Terdakwa

tersebut;

64

Universitas Sumatera Utara


Menimbang, bahwa dalam perkara ini Terdakwa tidak mengajukan alibi,

tetapi Terdakwa hanya mempertahankan apa yang dilakukannya bukan

sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum, maka “barang siapa” tidak

perlu dibuktikan dengan alat bukti lain selain dari identitas Terdakwa yang sudah

ada dan diakui serta ditambah dengan pengamatan Majelis selama pemeriksaan

berlangsung di persidangan ternyata Terdakwa cakap dan mampu bertindak serta

bertanggung jawab menurut hukum;

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan-pertimbangan

tersebut di atas, unsur “barang siapa” dalam perkara ini telah terpenuhi dan

karenanya telah terbukti secara sah dan meyakinkan ;

Menimbang, bahwa oleh karena unsur pertama telah terbukti maka

selanjutnya akan dipertimbangkan unsur kedua dari dakwaan tersebut ;

Unsur ke-2 : Unsur menyimpan secara fisik dengan cara apapun yang

diketahuinya merupakan rupiah Palsu;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan Terdakwa di

persidangan terungkap bahwa pada hari Selasa Tanggal 16 Juli 2013 sekira pukul

18.30 WIB saksi Winarno dan saksi Amang Pribadi anggota Intel Polda Metro

mendapat Informasi dari seseorang yang tidak mau disebutkan namanya bahwa

ada seorang lelaki yang transaksi menjual atau mengedarkan uang palsu, bahwa

pada saat itu saksi Winarno dan saksi Amang berada tidak jauh dari tempat

kejadian di warung Pecel Lele depan Rumah Sakit Pasar Rebo Jalan TB

Simatupang Jakarta Timur, bersama-sama dengan anggota lainnya dari Polda

Metro Jaya dalam rangka antisipasi wilayah, kemudian saksi Winarno dan saksi

65

Universitas Sumatera Utara


Amang berhasil menangkap terdakwa Dedi Junaedi kemudian saksi Winarno dan

saksi Amang Pribadi melakukan pemeriksaan, lalu saksi Winarno menanyakan

“Dimana uang palsunya” dan Terdakwa mengakui dan menunjukan bahwa uang

palsu yang dibawanya berada dalam dompet dan ditaruh di dalam bagasi Motor,

selanjutnya saksi Winarno dan saksi Amang Pribadi melakukan pemeriksaan

dibagasi motor Terdakwa ternyata benar ditemukan uang palsu pecahan

Rp.100.000,-(seratus ribu rupiah) sebanyak enam lembar dan uang pecahan

Rp.50.000,-(lima Puluh ribu rupiah) sebanyak empat belas lembar; Dengan

demikian maka unsur ini telah terpenuhi secara sah dan menyakinkan menurut

Hukum;

Menimbang, bahwa sebagaimana terungkap dalam persidangan,

berdasarkan keterangan saksi-saksi dan dibenarkan oleh Terdakwa, ternyata

Terdakwa Dedi Junaedi pada hari Selasa tanggal 16 Juli 2013 sekira pukul 18.30

WIB bahwa saksi Winarno dan saksi Amang Pribadi anggota Intel Polda Metro

Jaya mendapat Informasi dari seseorang yang tidak mau disebutkan namanya

bahwa ada seseorang lelaki yang transaksi menjual atau mengedarkan uang palsu ;

Menimbang, bahwa berdasarkan saksi Winarno dan saksi Amang tidak jauh

dari tempat kejadian di warung Pecel Lele dekat Rumah Sakit Pasar Rebo Jalan

TB Simatupang Jakarta Timur bersama dengan anggota lainnya berhasil

menangkap Terdakwa Dedi Junaedi kemudian saksi Winarno dan saksi Amang

melakukan pemeriksaan, dimana kemudian saksi Winarno dan saksi Amang

menanyakan “Dimana Uang Palsunya “ dan kemudian terdakwa mengakuinya dan

menunjukan bahwa uang palsu yang dibawanya berada didalam dompet dan

66

Universitas Sumatera Utara


ditaruh didalam bagasi motor dan setelah dilakukan penggeledahan bahwa benar

ditemukan uang palsu Rp.100.000,- sebanyak enam lembar uang palsu dan

Rp.50.000,- sebanyak enam belas lembar uang palsu ;

Menimbang, bahwa awalnya terdakwa telah janjian melalui handphone

dengan seorang yang mengaku bernama Sdr. Geni (DPO) dengan maksud mau

membeli uang palsu dari Sdr. Handoyo (DPO), dimana peran Terdakwa sebagai

perantara, kemudian Terdakwa dan Sdr. Geni janjian di depan RS Pasar Rebo,

Jakarta Timur dan saat itu sambil terdakwa menunggu Sdr. Geni dan Sdr.

Handoyo (pemilik barang berupa uang palsu), terdakwa makan pecel lele ditempat

tersebut. Namun saat Terdakwa makan, Terdakwa ditangkap oleh Polisi yaitu oleh

saksi Winarno dan saksi Amang Pribadi kemudian dilakukan penggeledahan

terdakwa. Atas kejadian tersebut pelaku dan barang bukti dibawa ke polsek Pasar

Rebo Jakarta Timur.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di

atas, maka perbuatan Terdakwa ternyata telah memenuhi semua unsur dalam

Dakwaan Kesatu Penuntut Umum ;

Menimbang, bahwa sebagaimana telah Majelis pertimbangkan pula di atas,

dimana ternyata perbuatan Terdakwa telah memenuhi semua unsur dalam pasal 36

ayat 2 UU RI No.7 Tahun 2011;

Menimbang, bahwa karena dakwaan disusun secara alternative maka

majelis akan memilih dakwaan yang paling relevan dengn fakta-fakta

dipersidangan dan untuk itu majelis akan mempertimbangkan dakwaan kesatu

pasal 36 ayat (2) UU RI No.7 Tahun 2011 tentang mata Uang;

67

Universitas Sumatera Utara


Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi maupun keterangan

terdakwa dipersidangan maka majelis Hakim berpendapat bahwa semua unsur

dari pasal 36 ayat (2) UU RI No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang terpenuhi;

Menimbang, bahwa dipersidangan tidak ditemukan alasan penghapus

pidana baik alasan pemaaf maupun alasan pembenar;

Menimbang, bahwa oleh karenanya Terdakwa harus dinyatakan bersalah

melakukan tindak pidana “Mata Uang Palsu” dan harus dihukum setimpal dengan

kesalahannya;

Menimbang, bahwa karena Terdakwa ditahan maka hukuman yang dijalani

Terdakwa dikurangkan seluruhnya dengan tahanan yang telah dijalaninya;

Menimbang, bahwa karena Terdakwa dinyatakan bersalah dan dihukum

maka Terdakwa harus dibebani untuk membayar biaya perkara yang besarnya

akan disebutkan dalam amar putusan;

Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa,

Pengadilan perlu mempertimbangkan hal-hal yang meringankan maupun hal-hal

yang memberatkan, yaitu:

Hal-hal yang meringankan:

 Terdakwa belum pernah dihukum;

 Terdakwa bersikap sopan dipersidangan;

Hal-hal yang memberatkan:

 Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat;

 Perbuatan Terdakwa merugikan orang lain;

68

Universitas Sumatera Utara


5. Amar Putusan

Adapun kutipan amar putusan dalam perkara ini adalah sebagai berikut:

MENGADILI

1. Menyatakan terdakwa DEDI JUNAEDI, tersebut diatas terbukti dengan sah

dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Mata Uang Palsu”;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp.

60.000.000,-(enam puluh juta rupiah) Subsider 1 (satu) bulan kurungan;

3. Menetapkan agar masa tahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa

dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan;

4. Menetapkan agar Terdakwa tetap ditahan;

5. Menetapkan barang bukti berupa :

Pecahan uang kertas palsu @ Rp.100.000,- sebayak 6 lembar, Pecahan uang

kertas palsu @ Rp.50.000,- sebanyak 14 lembar, dirampas untuk

dimusnahkan, 1 (satu) buah dompet warna hitam, 1 (satu) unit sepeda motor

merk Honda warna Putih Hitam dengan nopol F-6555-VQ berikut STNK

dikembalikan kepada Dedi Junaedi;

6. Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar

Rp.1.000,- (seribu rupiah);

69

Universitas Sumatera Utara


B. Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi pada
Tindak Pidana Pemalsuan Uang (Studi Putusan No.
1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim)
Dalam mengadili dan mengambil putusan dalam suatu perkara, hakim harus

mandiri dan bebas dari pengaruh manapun. Putusan dari seorang hakim haruslah

mencerminkan keadilan dan memberikan gambaran tentang kepastian hukum.

Sebab keadilan merupakan tujuan hukum yang paling utama, dan kepastian

hukum merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan keadilan. 43 Dengan

maksud mencapai tujuan tersebut, maka dalam mengambil keputusan hakim tidak

terikat pada hal apapun juga kecuali pada fakta-fakta yang relevan dan kaidah

hukum yang dijadikan landasan yuridis keputusannya.44

Pada persidangan kasus pidana dalam perkara No.

1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim. dengan terdakwa Dedi Junaedi, telah diajukan

oleh Jaksa Penuntut Umum suatu dakwaan yang merupakan dakwaan alternative.

Adapun isi dari dakwaan itu: Kesatu, menyatakan bahwa perbuatan Terdakwa

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 36 ayat (2) UU RI No. 7

Tahun 2011 tentang Mata Uang. Kedua, menyatakan bahwa perbuatan Terdakwa

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 245 KUHP.

Setelah proses pemeriksaan di persidangan, Jaksa Penuntut Umum meyakini

bahwa Terdakwa memang bersalah karena melanggar Pasal 36 ayat (2) UU RI

No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan kemudian menuntut terdakwa dengan

pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi selama terdakwa menjalani tahanan

43
Antonius Sudirman, Hati Nurani Hakim dan Putusannya, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2007, hlm. 45.
44
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 25

70

Universitas Sumatera Utara


dengan perintah terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp.60.000.000,-(enam

puluh juta rupiah) subsider 1 (satu) bulan kurungan.

Peranan hakim dalam membuat putusan (menjatuhkan hukuman)

merupakan suatu tahapan yang sering dianggap sebagai bentuk penegakan

keadilan dan upaya menciptakan ketertiban. Untuk itulah perlu bagi seorang

hakim agar bersikap teliti dalam pertimbangannya akan suatu perkara supaya

tujuan penjatuhan hukuman yang berupa penegakan keadilan dan upaya

menciptakan ketertiban itu dapat terealisasikan.

Pertimbangan hakim dalam menentukan hukuman dalam suatu tindak

pidana harus dilakukan dengan dasar yang kuat, relevan dengan fakta yang

terungkap pada saat persidangan, agar pemidanaan bagi pelaku kejahatan itu

memberikan manfaat, baik pada diri si pelaku maupun bagi orang lain.

Hakim dalam mengadili suatu perkara haruslah memperhatikan bukti-bukti

yang dihadirkan di persidangan. Sebagaimana yang tercantum pada Pasal 183

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hakim tidak boleh

menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya

terdapat dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak

pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Pasal 184 ayat (1) KUHAP menyebut bahwa alat bukti yang sah ialah: Keterangan

saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Pada Putusan Nomor 1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim, alat bukti berupa

keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa merupakan hal yang

dicantumkan pada bagian pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Dari

71

Universitas Sumatera Utara


keterangan-keterangan tersebut hakim dapat mengetahui bahwa tindakan

menyimpan secara fisik Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat

(2) benar telah dilakukan oleh Terdakwa. Selain itu, pada kasus ini juga dapat

diketahui bahwa disaat penangkapan dilakukan, pelaku tertangkap tangan sedang

menyimpan 20 lembar uang palsu (6 lembar pecahan Rp. 100.000,- dan 14 lembar

pecahan Rp. 50.000,-). Barang bukti lembaran uang palsu tersebut juga dibawa

pada proses persidangan, meskipun kekuatan pembuktiannya tidak tercantum

dalam KUHAP, keberadaan barang bukti tersebut dapat memberikan keyakinan

kepada hakim bahwa memang benar perbuatan tersebut telah dilakukan oleh

Terdakwa.

Dari pemeriksaan yang telah dilakukan di persidangan, maka hakim

memperoleh fakta tentang perkara yang sedang ditanganinya dan meyakini bahwa

perbuatan Terdakwa telah memenuhi semua unsur dalam Pasal 36 ayat (2) UU RI

No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dari keterangan saksi-saksi dan keterangan

terdakwa, diketahui bahwa Terdakwa Dedi Junaedi telah melakukan perbuatan

menyimpan secara fisik dengan cara apapun yang diketahuinya merupakan

Rupiah Palsu. Dengan begitu, penjatuhan pidana bagi Terdakwa dapat dilakukan.

Pada perkara ini, akhirnya Terdakwa Dedi Junaedi dinyatakan terbukti

dengan sah dan meyakinkan, bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana

diatur dalam Pasal 36 ayat (2) UU RI No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Kepada Terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam)

bulan dan denda sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) subsider 1

(satu) bulan kurungan.

72

Universitas Sumatera Utara


Pidana penjara yang dijatuhkan kepada Dedi Juanedi tergolong rendah

mengingat ancaman pidana maksimal sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (2)

adalah pidana penjara (sepuluh) 10 tahun. Namun, Majelis Hakim memiliki

pertimbangan-pertimbangan lain seperti sikap sopan yang ditunjukkan Terdakwa

selama persidangan, pengakuan Terdakwa pada kesaksiannya yang secara terus

terang mengakui perbuatannya, dan juga Terdakwa belum pernah dihukum

sebelumnya. Beberapa hal yang disebutkan diatas merupakan hal-hal yang

meringankan Terdakwa pada perkara ini, dan hal itu juga termasuk dalam

pertimbangan Majelis Hakim.

73

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat

ditentukan yang menjadi kesimpulan dan saran sebagai penutup dari tulisan ini

adalah:

A. Kesimpulan

1. Aturan hukum tentang pemalsuan uang di Indonesia pada UU RI No. 7

tahun 2011 tentang Mata Uang, sebenarnya memiliki banyak kesamaan dari

sisi isi atau materi jika dibandingkan dengan aturan hukum pemalsuan uang

dalam KUHP. Perbedaan mendasarnya adalah UU Mata Uang

mengkhususkan ketentuan hukumnya pada mata uang Indonesia saja, yaitu

Rupiah. Sedangkan pemalsuan uang di KUHP, objeknya juga meliputi uang

dari negara asing. Selain itu perbedaan juga dapat dilihat dari ancaman

maksimal pidana penjara, dimana pada KUHP ancaman maksimal bagi

kejahatan pemalsuan uang adalah 15 tahun, sedangkan pada UU Mata Uang

terdapat beberapa pasal yang menerapkan ancaman maksimal berupa

penjara seumur hidup.

2. Hakim harus meneliti berbagai keterangan dan mencari fakta atas suatu

kasus yang dihadapkan kepadanya. Untuk terciptanya keadilan, putusan dari

seorang Hakim haruslah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang

relevan dengan fakta-fakta di persidangan. Adapun yang menjadi

pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan sanksi pada tindak pidana

74

Universitas Sumatera Utara


pemalsuan uang (Studi Putusan No. 1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Tim) adalah

mengenai terpenuhinya unsur-unsur kejahatan sebagaimana yang

dituduhkan kepada terdakwa, alat-alat bukti, dan pertimbangan-

pertimbangan lain yang tercantum pada salinan Putusan. Pada Putusan No.

1129/Pid.Sus/2013/PN.Jkt/Tim pertimbangan yang dibuat hakim sudah

tepat dimana dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan Terdakwa Dedi

Junaedi memang terbukti bersalah dengan melakukan tindak pidana “Mata

Uang Palsu” sehingga penjatuhan hukuman kepadanya adalah suatu

tindakan yang tepat.

B. Saran

1. Masyarakat harus bersikap kooperatif dengan melaporkan temuan uang

palsu agar pihak yang berwenang dapat mengambil tindakan.

2. Penegak hukum harus memandang kejahatan pemalsuan uang ini secara

serius dengan berani mengancam dan menjatuhkan hukuman yang berat

bagi pelaku pemalsuan uang mengingat dampak yang ditimbulkan dari

kejahatan ini sangat besar.

75

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

A.K. Moch. Anwar. Hukum Pidana Bagian Khusus. Bandung: Alumni. 1980.

Adami Chazawi. Kejahatan Mengenai Pemalsuan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.


2005.

Antonius Sudirman. Hati Nurani Hakim dan Putusannya. Bandung: Citra Aditya
Bakti. 2007.

Iswardono Sardjonopermono. Uang dan Bank. Yogyakarta: BPFE. 1984.

J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin, dan J.T. Prasetyo. Kamus Hukum. Jakarta:
Aksara Baru. 1980.

Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajawali Pers. 2013.

Marwan Effendy. Tipologi Kejahatan Perbankan dari Perspektif Hukum Pidana.


Jakarta: Sumber Ilmu Jaya. 2012.

P.A.F. Lamintang. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra Adya


Bakti. 1997.

R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2011.

R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya


Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia. 1991.

Stephen M. Goldfeld dan Lester V. Chandler. Ekonomi Uang dan Bank. Jakarta:
Bina Aksara. 1988.

Suhrawardi K. Lubis. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2008.

76

Universitas Sumatera Utara


Teguh Prasetyo. Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana. Bandung: Nusa Media.
2011.

Wirjono Prodjodikoro. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung:


Refika Aditama. 2010.

B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata

Uang

C. Internet

https://translate.google.com/#nl/id/Strafbaar., diakses pada tanggal 8


November 2014.

77

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai