Anda di halaman 1dari 49

PROPOSAL PENELITIAN

TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SECARA


BERSAMA-SAMA TERHADAP NASABAH PRIORITAS
STUDI KASUS BANK BNI CABANG MAKASSAR

Oleh :
ANDI BASO FAHRUDINSYA LA TENRI BALI
04020190484

Proposal ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti ujian seminar proposal pada fakultas hukum

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Dengan ini diterangkan bahwa proposal di bawah ini,

Nama : ANDI BASO FAHRUDINSYA LA TENRI BALI

Stambuk : 04020190484

Program Studi : Ilmu Hukum

Konsentrasi : Hukum Pidana

Dengan Penetapan : 0742/H.05/FH-UMI/XI/2022

Judul : TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA


PENCUCIAN UANG SECARA BERSAMA-SAMA
TERHADAP NASABAH PRIORITAS STUDI
KASUS BANK BNI CABANG MAKASSAR.

Telah di periksa dan memenuhi persyaratan untuk diajukan dalam ujian

seminar proposal.

Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. H. Sufirman Rahman, SH.,MH Dr. H. Kamri Ahmad,


SH.,M.Hum

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................... ii

DAFTAR ISI......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1

B. Rumusan Masalah.......................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian............................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 6

A. Tindak pidana.................................................................................. 6

1. Pengertian Tidak Pidana............................................................ 6

2. Unsur-unsur Tindak Pidana....................................................... 9

3. Jenis Tindak Pidana................................................................... 11

B. Tindak Pidana Pencucian Uang...................................................... 20

1. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang.............................. 20

...................................................................................................

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencucian Uang............................ 22

C. Perbuatan Melawan Hukum............................................................ 24

D. Tahapan Pencucian Uang (Money Laundering).............................. 24

1. Tahap Placement....................................................................... 25

2. Tahap Layering.......................................................................... 25

iii
3. Tahap intergration...................................................................... 26

4. Faktor Terjadinya Pencucian Uang............................................ 27

5. Ketentuan-ketentuan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang. . 33

E. Perbankan....................................................................................... 33

........................................................................................................

1. Pengertian Hukum Perbankan................................................... 33

2. Asas-asas Hukum Perbankan................................................... 34

3. Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Sistem Perbankan........ 35

4. Kewajiban Pelaporan Transaksi Yang Mencurigakan ............... 38

5. Kedudukan Nasabah Prioritas dalam Perbankan...................... 40

BAB III METODE PENELITIAN........................................................... 41

A. Tipe Penelitian................................................................................ 41

B. Lokasi Penelitian ............................................................................ 41

C. Jenis dan Sumber Data................................................................... 42

D. Analisis Data................................................................................... 43

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Idealnya suatu negara yaitu ialah sebuah negara yang dimana

segala kegiatan kenegaraan harus di dasarkan oleh hukum, tidak

terkecuali di Indonesia sebagai negara hukum,sebagaimana yang

diatur dalam pasal 1 ayat (3) Undang – Undang dasar negara Republik

Indonesia tahun 1945 (yang selanjutnya disebut UUD NRI 1945),

dengan ini segala aktivitas warga negara harus sesuai dengan aturan

aturan yang berlaku,Adapun pelanggaran yang dilakukan harus

dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Jika

pelanggarannya bersifat publik maka pelanggaran tersebut masuk

dalam kategori hukum pidana dan harus disanksi pula dengan sanksi

pidana1

Hukum Pidana sendiri dalam cakupan aturan nya sendiri terbagi

menjadi dua bagian,hukum pidana umum dan juga pidana Khusus.

Hukum pidana Umum sendiri adalah hukum pidana yang dapat

diberlakukan terhadap setiap orang pada umumnya atau secara

umum,sedangkan pidana Khusus sendiri di peruntukan bagi orang

orang terkhusus saja.1.1 atau bisa juga dikatakan bahwa hukum pidana

umum merupakan hukum yang diatur dalam kitab undang undang

hukum pidana (KUHP),sedangkan hukum pidana Khusus diatur diluar

1
Dedi Soemardi,Pengatar Hukum Indonesia,IND-HILL-CO,Jakarta 2007,hlm23.
1.1
Zainal Abidin Farid,Hukum Pidana 1,sinar Grafika,Jakarta,2010,hlm.1

1
dari kitab undang undang hukum pidana,kareteristik hukum pidana

inilah secara nyata adalah hukum yang mengatur tentang perbuatan

subyek hukum. Sehingga perbuatan tersebut tergolong sebagai

kejahatan maupun pelanggaran.

Seiring dengan Perkembangan zaman, sudah banyak

perbuatan perbuatan hukum yang merugikan baik kepada individual,

kelompok, maupun negara, salah satu perbuatan pidana yang sering

terjadi sejak dahulu kala adalah perbuatan tindak pidana pencucian

uang, atau yang biasa disebut “Money Laundry”

Kata Money Laundering sendiri awalnya tercetus karena

seorang penjahat terbesar di Amerika pada masa lalu mencuci uang

hitam dari usaha kejahatannya dengan memakai si genius Meyer

Lansky, seorang Polandia. Lansky adalah seorang akuntan, ia

mencuci uang Al Capone melalui usaha binatu (laundry). Demikianlah

asal muasal muncul nama Money Laundering. 2

Dari banyak literature diperoleh pemahaman bahwa sejarah

pencucian uang sebagai suatu tindak pidana telah berkembang sejak

tahun 1920-an. Pencucian uang telah menjadi rantai penting dalam

sebuah system kejahatan. Pelaku kejahatan menyembunyikan hasil

kejahatan dalam system keuangan atau dalam berbagai bentuk upaya

lainnya.3

2
J.E. Sahetapy, “Business Uang Haram”, www.khn.go.id.
3
.Ivan Yustiavandana-Arman Nefi-Adiwarman, Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar
Modal, Ghalia Indonesia Bogor, 2010, Hal 3

2
Tindakan menyembuntikan hasil kejahatan atau dana-dana

yang diperoleh dari tindak pidana dimaksudkan untuk mengaburkan

asal-usul harta kekayaan. Tindak pidana pencucian uang tidak terlepas

dari hasil kejahatan yang dilakukan oleh seseorang, baik dalam bisnis

yang dijalankan maupun dalam tindak pidana uang haram.

Seiring dengan kemajuan dan perkembangan teknologi

kemudahan semakin dirasakan oleh seluruh umat manusia.

Ditemukannya berbagai peralatan elektronik terutama dibidang

keuangan memungkinkan transaksi keuangan dapat dilangsungkan

dalam beberapa detik saja, baik transaksi dalam negeri maupun

antarnegara, misalnya dengan adanya Automatic Teller Machine

(ATM) dan Electronic Wire Transfers (EWP).

Pekembangan dan kemajuan telkonogi yang mendorong

globalisasi ekonomi tersebut terkadang disalahgunakan oleh pihak-

pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memperoleh keuntungan

bagi dirinya sendiri. Keadaan ini pun dirasakan oleh dunia perbankan

dari waktu ke waktu mengalami kendala dan tantangan yang semakin

berat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

itu sendiri. Di Indonesia sendiri kata “perbankan” sering disama

artikian dengan kata “bank” walaupun sebenarnya kedua arti yang

berbeda. Menurut Drs Muhammad Djumhana., perbankan ialah salah

satu lembaga keuangan yang mempunyai nilai strategis dalam

kehidupan perekonomian suatu Negara yang dapat menjadi perantara

3
pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds)

dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lack of

funds). Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

perbankan pasal 1 ayat 1, perbankan berarti segala yang menyangkut

sesuatu tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta

cara proses kegiatan usaha.4

Praktik Money Laundering sebagai salah satu jenis kejahatan

kerah putih (white collar crime) yang sebenarnya sudah ada sejak

tahun 1967. Money Laundering atau pencucian uang adalah suatu

upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul

uang/dana atau harta kekayaan hasil tindak pidana melalui berbaga

transaksi keuangan agar uang atau harta kekayaan tersebut tampak

seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/ legal. Sebagaimana kita

ketahui bahwa Indonesia adalah sebuah Negara yang berlandaskan

hukum dimana segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diatur oleh hukum dan

berbagai macam peraturan baik itu Undang-Undang, Perpres, Perpu,

4
Muhammad Jumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung Alumni,2006, Hal 6

Peraturan Pemerintah, Perda dan lain sebagainya.

Perkembangan tindak pidana semakin lama semakin maju terutama

dalam bidang perbankan atau korporasi. Tindak pidana money

laundering merupakan suatu golongan tindak pidana khusus dan

4
tergolong suatu kejahatan besar. Hukum yang mengatur tentang tindak

pidana money laundering sendiri sudah ada, namun sampai kini dirasa
5
masih belum memenuhi rasa keadilan masyarakat. padahal Kitab

Suci Ummat Islam telah memperingatan kita untuk mendapatkan harta

sesama manusia dengan cara yang bathil atau tidak sah. Hal ini

diuraikan dalam Q.S An-Nisa’/4:297, Allah swt.berfirman:

‫ٰٓي َاُّيَه ا اَّلِذ ْي َن ٰا َم ُنْو ا اَل َت ْأُك ُلْٓو ا َاْم َو اَلُك ْم َبْي َنُك ْم ِباْلَب اِط ِل ِآاَّل َاْن َتُك ْو َن ِتَج اَر ًة‬
‫َع ْن َت َر اٍض ِّم ْنُك ْم ۗ َو اَل َت ْق ُتُلْٓو ا َاْن ُفَس ُك ْم ۗ ِاَّن َهّٰللا َك اَن ِبُك ْم َر ِحْيًم ا‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang
kepadamu.”4.14.1

Di ayat lain pun,Allah Swt. Berfirman dalam Q.S. Al-Maidah/5:329 Yaitu:

‫ِم ْن َاْج ِل ٰذ ِلَك ۛ َكَتْبَنا َع ٰل ى َبِنْٓي ِاْسَر ۤا ِء ْيَل َاَّنٗه َم ْن َقَت َل َنْفًس ۢا ِبَغْي ِر َنْفٍس َاْو َفَس اٍد ِفى‬
‫اَاْلْر ِض َفَك َاَّنَم ا َقَت َل الَّن اَس َج ِمْيًع ۗا َو َم ْن َاْح َياَه ا َفَك َاَّنَم ٓا َاْح َي ا الَّن اَس َج ِمْيًع ا َۗو َلَق ْد‬
4.24.2 ‫َج ۤا َء ْتُهْم ُرُس ُلَنا ِباْلَبِّيٰن ِت ُثَّم ِاَّن َك ِثْيًر ا ِّم ْنُهْم َبْعَد ٰذ ِلَك ِفى اَاْلْر ِض َلُم ْس ِر ُفْو َن‬

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa
barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh
orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-
akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara
kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara
kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang
kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas.
Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di
bumi.”
55
Dr.Aziz Syamsuddin, S.H.,S.E., M.H., MAF. Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta , 2014,
Hal 20
4.14.1
Official,Weblog Zanikhan,Hukum Pencucian uang dalam islam
(http://officialweblogzanikhan.blogspot.com), tanggal akses 27 Mei 2012
4.24.2
Sama dengan 4.1

5
Salah satu kasus yang cukup menghebohkan dalam tindak pidana

Kasus Pencucian Uang yang dimana kejahatan tersebut dilakukan secara

korporasi,dan mengakibatkan kerugian kepada banyak pihak individu

terutama para nasabah prioritas sebuah bank Negeri di Kota

Makassar,yang dimana total kerugian nya mencapai puluhan Milyard

rupiah

Maka dari itu Penulis Memilih Judul : “Tinjauan Yuridis Tindak

Pidana Pencucian Uang Secara Bersama-sama Terhadap Nasabah

Prioritas Studi Kasus Bank BNI Cabang Makassar.”

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas,penulis tertarik mengangkat

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kualifikasi tindak pidana pencucian uang menurut

perundang-undangan hukum pidana?

2. bagaimana penerapan hukum pidana materil dan pertimbangan

hukum hakim terhadap tindak pidana pencucian uang berdasarkan

putusan nomor

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. untuk mengetahui kualifikasi perbuatan tindak pidana pencucian

uang menurut perundang-undangan hukum pidana

6
2. untuk mengetahui penerapan hukum pidana materil Maupun

Inmatteril dari Akibat Perbuatan Pidana ini

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum

pidana (yuridis normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat bisa

diartikan secara yuridis atau kriminologis. Kejahatan atau

perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah perbuatan seperti

yang terwujud in abstracto dalam peraturan pidana. 6 Sebelum

mengkaji tentang tindak pidana korupsi, terlebih dahulu perlu

dipahami tentang pengertian tindak pidana itu sendiri. Istilah tindak

pidana (delik) berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana

Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam

Wetboek van Strafrecht (WvS) Belanda, dengan demikian juga

WvS Hindia Belanda Nv.sNI, tetapi tidak ada penjelasan resmi

tentang yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Oleh karena itu

para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah

itu. Sayangnya sampai kini belum ada keseragaaman pendapat

tentang rumusan ilmiah strafbaar feit itu sendiri. Pembentuk

Undang-Undang Indonesia telah menerjemahkan perkataan

66
Dasar-Dasar Hukum Pidana,Zuleha,Deeppublish,2007,Jakarta,Hal 3

7
strafbaar feit sebagai tindak pidana di dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai

yang dimaksud dengan perkataan strafbaar feit tersebut. Untuk

memberi gambaran secara jelas tentang pengertian tindak pidana

atau delik, berikut ini penulis kemukakan beberapa pandangan

beberapa ahli hukum berikut ini : 7 Menurut POMPE (P.A.F.

Lamintang,1997:182) perkataan strafbaar feit itu secara teoritis

dapat dirumuskan sebagai “suatu pelanggaran norma (gangguan

terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan

sengaja dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan

hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi

terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum”

atau sebagai de normovertreding (verstoring der rechtsorde),

waaran de overtreder schuld heeft en waarvan de bestraffing

dienstig is voor de handhaving der rechts orde en de benhartigining

van het algemeen welzijn” Akan tetapi, SIMONS (P.A.F.

Lamintang , 1997:185) telah merumuskan “strafbaar feit” itu

sebagai suatu : “tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan

dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang

yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang

oleh Undang - Undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan

yang dapat dihukum”. 7Alasan dari SIMONS (P.A.F. Lamintang,

77
Asas-Asas Hukum Pidana,Andi Hamzah, Yarsif Watampone, 2005,Hal 12
8
Hukum Pidana, Teguh Prastyo ,PT. Raja Grafindo Persada, jakarta, 2012, hlm. 47.

8
1997:185) merumuskan seperti uraian di atas adalah karena : a)

Untuk adanya suatu strafbaar feit itu disyaratkan bahwa di situ

harus terdapat suatu yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh

Undang - Undang, di mana pelanggaran terhadap larangan atau

kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan

yang dapat dihukum; b) Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum,

maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik

seperti yang dirumuskan di dalam Undang - Undang, dan c) Setiap

strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau

kewajiban menurut Undang - Undang itu, pada hakikatnya 8

merupakan suatu tindakan melawan hukum atau merupakan suatu

“onrechmatige handeling”.8 Van Hammel (Moeljatno, 2008:61)

merumuskan sebagai berikut : “straafbar feit adalah kelakuan orang

(menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat

melawan hukum, yang patut dipidana (strafwaarding) dan dilakukan

dengan kesalahan”. Van HATTUM (P.A.F. Lamintang, 1997:184),

mengemukakan bahwa sesuatu tindakan itu tidak dapat dipisahkan

dari orang yang telah melakukan tindakan tersebut. Menurutnya,

perkataan strafbaar itu berarti voor straf in aanmerking komend

atau straf verdienend yang juga mempunyai arti sebagai pantas

untuk dihukum, sehingga perkataan strafbaar feit seperti yang

terlah digunakan dalam Undang - Undang Hukum Pidana itu secara

eliptis haruslah diartikan sebagai suatu : “tindakan, yang karena

9
telah melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang

menjadi dapat dihukum” atau suatu “feit terzake van hetwelk een

persoon strafbaar is”. Perkataan eliptis di atas adalah suatu kata

sifat yang berasal dari kata dasar elips di dalam bahasa Belanda

yang menurut Van de WOESTIJNE (P.A.F. Lamintang, 1997:184)

mempunyai pengertian sebagai : “Perbuatan menghilangkan

sebagian dari suatu kalimat yang dianggap tidak perlu untuk

mendapatkan suatu pengertian yang setepat - tepatnya” atau

sebagai “de weglating van een zinsdeel, dat voor de juiste begrip

van de gedachte neit noodzakelijk wordt geacht.” Istilah tindak

pidana juga sering digunakan dalam perundang - Undangan

(Moeljatno, 2008:60), meskipun kata “tindak” lebih pendek daripada

“perbuatan” tapi “tindak” tidak menunjuk kepada hal yang abstrak 9

seperti perbuatan, tetapi hanya menyatakan keadaan konkret,

sebagaimana halnya dengan peristiwa dengan perbedaan bahwa

tindak adalah kelakuan, tingkah laku, gerak - gerik atau sikap

jasmani seseorang, hal mana lebih dikenal dalam tindak - tanduk,

tindakan dan bertindak dan belakanagan juga sering dipakai

“ditindak”. Berdasarkan berbagai rumusan tentang tindak pidana,

maka dapat disimpulkan bahwa tindak pidana adalah suatu

perbuatan yang melawan hukum yang mengakibatkan pembuatnya

dapat dipidana.

2. Unsur-unsur Tindak Pidana

10
Sehubungan dengan uraian di atas, maka penulis

menguraikan unsur-unsur tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana

pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua macam unsur (P.A.F.

Lamintang, 1997:193), yaitu unsur - unsur subjektif dan unsur -

unsur subjektif. Yang dimaksud dengan unsur - unsur subjektif itu

adalah unsur - unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang

berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu

segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur - unsur

subjektif dari sesuatu tindak pidana adalah: a) Kesengajaan atau

ketidaksengajaan (dolus atau culpa); b) Maksud atau voornemen

pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di dalam

Pasal 53 ayat (1) KUHP; c) Macam - macam maksud atau oogmerk

seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan - kejahatan

pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain - lain; 10 d)

Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang

misalnya yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut

Pasal 340 KUHP; e) Perasaan takut atau vress seperti yang antara

lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308

KUHP. Sedangkan yang dimaksud dengan unsur - unsur objektif

adalah unsur - unsur yang ada hubungannya dengan keadaan -

keadaan, yaitu di dalam keadaan - keadaan mana tindakan -

tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur - unsur objektif

dari suatu tindak pidana itu adalah: a) Sifat melanggar hukum atau

wederrechtelijkheid; b) Kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan

sebagai seseorang pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan

11
menurut Pasal 415 KUHP atau “keadaan sebagai pengurus atau

komisaris dari suatu perseroan terbatas” di dalam kejahatan

menurut Pasal 398 KUHP; c) Kausalitas, yakni hubungan antara

sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan

sebagai berikut. Perlu kita ingat bahwa unsur weederrechtelijk itu

harus dianggap sebagai disyaratkan di dalam setiap rumusan delik,

walaupun unsur tersebut oleh pembentuk Undang - Undang telah

dinyatakan secara tegas sebagai salah satu unsur dari delik yang

bersangkutan9

3. Jenis-jenis Tindak Pidana

Jenis-Jenis Tindak Pidana Tindak pidana dapat dibeda-

bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu:

a. Menurut sistem KUHP Di dalam KUHP yang berlaku di

Indonesia sebelum tahun 1918 dikenal kategorisasi tiga jenis

peristiwa pidana yaitu : 1. Kejahatan (crime) 2. Perbuatan buruk

(delict) 3. Pelanggaran (contravention) Menurut KUHP yang

berlaku sekarang, peristiwa pidana itu ada dalam dua jenis saja

yaitu “misdrijf” ( kejahatan) dan “overtreding” (pelanggaran).

KUHP tidak memberikan ketentuan syarat-syarat untuk

membedakan kejahatan dan pelanggaran. KUHP hanya

menentukan semua yang terdapat dalam buku II adalah

kejahatan, sedangkan semua yang terdapat dalam buku III

adalah pelangaran
99
https://www.hukumonline.com/klinik/a/mengenal-unsur-tindak-pidana-dan-syarat-
pemenuhannya-lt5236f79d8e4b4/

12
b. Menurut cara merumuskannya.

Tindak pidana dibedakan anatara tindak pidana formil

(formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materieel delicten).

Tindak pidana formil itu adalah tindak pidana yang

perumusannya dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang.

Delik tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan

seperti tercantum dalam rumusan delik. Misal : penghasutan

(pasal 160 KUHP), di muka umum menyatakan perasaan

kebencian, permusuhan atau penghinaan kepada salah satu

atau lebih golongan rakyat di Indonesia (pasal 156 KUHP);

penyuapan (pasal 209, 210 KUHP); sumpah palsu (pasal 242

KUHP); pemalsuan surat (pasal 263 KUHP); pencurian (pasal

362 KUHP). Tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang

perumusannya dititik beratkan kepada akibat yang tidak

dikehendaki (dilarang). tindak pidana ini baru selesai apabila

akibat yang tidak dikehendaki itu telah terjadi. Kalau belum

maka paling banyak hanya ada percobaan. Misal : pembakaran

(pasal 187 KUHP), penipuan (pasal 378 KUHP), pembunuhan

(pasal 338 KUHP). Batas antara delik formil dan materiil tidak

tajam misalnya pasal 362.

c. Berdasarkan bentuk kesalahannya.

Dibedakan antara tindak pidana sengaja (doleus delicten)

dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). 1010 Tindak


1010
Adami Chazawi, op. cit, hlm. 123

13
pidana sengaja (doleus delicten) adalah tindak pidana yang

dalam rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau ada

unsur kesengajaan. Sementara itu Adami Chazawi, op. cit, hlm.

123 tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten) adalah tindak

pidana yang dalam rumusannya mengandung unsur kealpaan

yang unsur kesalahannya berupa kelalaian, kurang hati-hati,

dan tidak karena kesengajaan. Contohnya: 1. Delik

kesengajaan: 362 (maksud), 338 (sengaja), 480 (yang

diketahui) dll 2. Delik culpa: 334 (karena kealpaannya), 359

(karna kesalahannya). 3. Gabungan (ganda): 418, 480 dll

d. Berdasarkan macam perbuatannya.

Dapat dibedakan antara tindak pidana aktif/positif dapat

juga disebut tindak pidana komisi (delicta commissionis) dan

tindak pidana pasif/negatif, disebut juga tindak pidana omisi

(delicta omissionis). Tindak pidana aktif (delicta commisionis)

adalah tindak pidana yang perbuatannya berupa perbuatan aktif

(positif). Perbuatan aktif (disebut perbuatan materiil) adalah

perbuatan yang untuk mewujudkan disyaratkan adanya gerakan

dari anggota tubuh orang yang berbuat. Menurut Moeljatno,

jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu,


11
antara lain sebagai berikut: 11 a. Menurut Kitab Undang-

Undang Pidana (KUHP) dibedakan antara lain kejahatan yang

dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam


1111
Moeljatno. Azas-Azas Hukum Pidana (Jakarta: Rineka Cipta, 1983), hlm 97.

14
Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan

“pelanggaran” itu bukan hanya merupakan dasar bagi

pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku III

melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum

pidana di dalam PerUndang-Undangan secara keseluruhan.

Cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil

(Formeel Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten).

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan

bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan

perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 351 KUHP yaitu tentang

penganiayaan. Tindak pidana materil inti larangannya adalah

pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang

menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung

jawabkan dan dipidana. Dilihat dari bentuk kesalahan, tindak

pidana dibedakan menjadi tindak pidana sengaja (dolus

delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten).

Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam

KUHP antara lain sebagai berikut: Pasal 310 KUHP

(penghinaan) yaitu sengaja menyerang kehormatan atau nama

baik seorang, Pasal 322 KUHP (membuka rahasia) yaitu

dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya

karena jabatan atau pencariannya.Pada delik kelalaian (culpa)

15
orang juga dapat dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal

360 Ayat 2 KUHP yang menyebabkan orang lain luka-luka

e. Berdasarkan macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif),

perbuatan aktif juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan

untuk mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan

tubuh orang yang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362

KUHP) dan penipuan (Pasal 378 KUHP).Tindak pidana

dibedakan menjadi dua yaitu;

1) Tindak pidana murni adalah tindak pidana yang dirumuskan

secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur

perbuatannya berupa perbuatan pasif, misalnya diatur dalam

Pasal 224,304 dan 552 KUHP.

2) Tindak pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada

dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan

secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung

unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat,

misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui

bayinya sehingga bayi tersebut meninggal. Perbuatan aktif

ini terdapat baik dalam tindak pidana yang dirumuskan

secara formil maupun materil. Sebagian besar tindak pidana

yang dirumuskan dalam KUHP adalah tindak pidana aktif.

Berbeda dengan tindak pidana pasif, dalam tindak pidana

pasif, ada suatu kondisi dan atau keadaan tertentu yang

mewajibkan seseorang dibebani kewajiban hukum untuk

16
berbuat tertentu, yang apabila tidak dilakukan (aktif)

perbuatan itu, ia telah melanggara kewajiban hukumnya. Di

sini ia telah melakukan tindak pidana pasif. Tindak pidana ini

dapat disebut juga tindak pidana pengabaian suatau

kewajiban hukum. Misalnya pada pembunuhan 338

(sebenarnya tindak pidana aktif), tetapi jika akibat matinya

itu di sebabkan karna seseorang tidak berbuat sesuai

kewajiban hukumnya harus ia perbuat dan karenanya

menimbulkan kematian, seperti seorang ibu tidak mnyusui

anaknya agar mati, peruatan ini melanggar pasal 338

dengan seccara perbuatan pasif. Contohnya: 1). Delik Aktif:

338, 351, 353, 362 dll. 2) Delik Pasif: 224, 304, 338 (pada

ibu menyusui), 522.

f. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya

Maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi

seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau

berlangsung lama / berlangsung terus,Tindak pidana yang

terjadi dalam waktu yang seketika disebut juga dengan

aflopende delicten. Misalnya pencurian (362), jika perbuatan

mengambilnya selesai, tindak pidana itu menjadi selesai secara

sempurna. Sebaliknya, tindak pidana yang terjadinya

berlangsung lama disebut juga dengan voortderende delicten.

17
Seperti pasal (333), perampasan kemerdekaan itu berlangsung

lama, bahkan sangat lama, dan akan terhenti setelah korban

dibebaskan/terbebaskan. Contohnya: 1) Delik terjadi seketika:

362,338 dll. 2) Delik berlangsung terus: 329, 330, 331, 333 dll.

g. Berdasarkan sumbernya. Dapat dibedakan antara tindak pidana

umum dan tindak pidana khusus. Tindak pidana umum adalah

tindak pidana yang dapat dilakukan oleh setiap orang

sedangkan yang dimaksud dengan tindak pidana khusus adalah

tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang

tertentu. Contoh tindak pidana khusus adalah dalam Titel XXVIII

Buku II KUHP : kejahatan dalam jabatan yang hanya dapat

dilakukan oleh pegawai negeri. Contohnya: 1) Delik umum:

KUHP. 2) Delik khusus: UU No. 31 th 1999 tentang tindak

pidana korupsi, UU No. 5 th 1997 tentang psikotropika, dll.

h. Dilihat dari sudut subjek hukumnya. Dapat dibedakan antara

tindak pidana communia (delicta communia) yang dapat

dilakukan siapa saja dan tindak (pidana propia) dapat dilakukan

hanya oleh orang yang memiliki kualitas pribadi tertentu.24 Jika

dilihat dari sudut subjek hukumnya, tindak pidana itu dapat

dibedakan antara tindak pidana yang dapat dilakukan oleh

semua orang (delictacommunia ) dan tindak 24 Ibid., hlm 127

pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas

tertentu (delicta propria). Pada umumnya, itu dibentuk untuk

18
berlaku kepada semua orang. Akan tetapi, ada perbuatan-

perbuatan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh orang-

orang yang berkualitas tertentu saja. Contohnya: 1) Delik

communia: pembunuhan (338), penganiayaan (351), dll. 2)

Delik propria: pegawai negri (pada kejahatan jabatan), nakhoda

(pada kejahatan pelayaran) dll.

i. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan.

Maka dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten)

dan tindak pidana aduan ( klacht delicten).25 Tindak pidana

biasa adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan

pidana tidak disyaratkan adanya aduan dari yang berhak.

Sedangkan delik aduan adalah tindak pidana yang untuk

dilakukannya penuntutan pidana disyaratkan adanya aduan dari

yang berhak. Contohnya: 1) Delik biasa: pembunuhan (338) dll.

2) Delik aduan: pencemaran (310), fitnah (311), dll.

j. Berdasarkan berat dan ringannya pidana yang diancamkan.

Maka dapat dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok

(eenvoudige delicten) tindak pidana yang diperberat

(gequalificeerde delicten) dan tindak pidana yang diperingan

(gepriviligieerde delicten). Tindak pidana yang ada

pemberatannya, misalnya : penganiayaan yang menyebabkan

luka berat atau matinya orang (pasal 351 ayat 2, 3 KUHP),

19
pencurian pada waktu malam hari dsb. (pasal 363). Ada delik

yang ancaman pidananya diperingan 25 Ibid., hlm 128 karena

dilakukan dalam keadaan tertentu, misal : pembunuhan kanak-

kanak (pasal 341 KUHP). Delik ini disebut “geprivelegeerd

delict”. Delik sederhana; misal : penganiayaan (pasal 351

KUHP), pencurian (pasal 362 KUHP).

k. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi.

Maka tindak pidana terbatas macamnya bergantung dari

kepentingan hukum yang dilindungi seperti tindak pidana

terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak pidana

pemalsusan, tindak pidana terhadap nama baik, terhadap

kesusilaan dan lain sebagainya.

l. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan

dibedakan antara tindak pidana tunggal (enklevoudige delicten)

dan tindak pidana berangkai (samengestelde delicten). Tindak

pidana tunggal adalah tindak pidana yang terdiri atas satu

perbuatan yang hanya dilakukan sekali saja. Contoh Pasal 480

KUHP (Penadahan). Sedangkan yang dimaksud dengan tindak

pidana bersusun adalah delik yang terdiri atas beberapa

perbuatan. Contohnya adalah dalam Pasal 481 KUHP :

kebiasaan menyimpan barangbarang curian, contoh ini juga

disebut gewoonte delicten (delik kebiasaan) yang mungkin atau

20
biasa dilakukan oleh tukang rombengan/loak.26 Berdasarkan

hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis tindak

pidana terdiri dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana

pelanggaran, tindak pidana formil dan tindak pidana materil,

tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja serta

tindak pidana aktif dan tindak pidana pasif. Klasifikasi tindak

pidana menurut system KUHP dibagi menjadi dua bagian,

kejahatan (minsdrijven) yang diatur Dalam Buku II KUHP dan

pelanggaran overtredigen yang diatur dalam Buku III KUHP. 26

Ibid, hlm. 130 Pembagian perbedaan kejahatan dan

pelanggaran didasarkan atas perbedaan prinsipil, yaitu;

1) kejahatan adalah rechtsdelict, artinya perbuatan-perbuatan

yang bertentangan dengan keadilan. Pertentangan ini

terlepas perbuatan itu diancam pidana dalam suatu

Perundangundangan atau tidak. Jadi, perbuatan itu benar-

benar dirasakan masyarakat sebagai bertentangan dengan

keadilan.

2) Pelanggaran adalah wetsdelict, artinya perbuatan-perbuatan

yang didasari oleh masyarakat sebagai suatu tindak pidana

karena undang-undang menyebutkan sebagai delik.27

B. Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundring)

1. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundring)

21
Money Laundring adalah istilah yang berasal dari Bahasa

Inggris yang berarti Pencucian Uang, secara harfiah, money

laundering berarti pencucian uang atau pemutihan uang hasil

kejahatan. Secara umum, istilah money laundering tidak memiliki

defenisi yang universal karena baik negara-negara maju maupun

negara-negara berkembang masing-masing mempunyai defenisi

tersendiri berdasarkan sudut pandang dan prioritas yang berbeda.

Namun, bagi para ahli hukum Indonesia istilah money laundering

disepakati dengan istilah pencucian uang. Pencucian uang

merupakan suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk

menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau harta

kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian

diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari

kegiatan yang sah.1212

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang (selanjutnya disebut UU PP- TPPU) disebutkan

bahwa, pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi

unsur-unsur pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-

Undang ini. Ketentuan yang di maksud adalah perbuatan berupa

menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,

membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar

negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau


1212
Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pe5ncucian Uang, PT. Citra aditya bakti, Bandung, 2008, hlm. 12

22
surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang

diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,

membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan

mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta

kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil

tindak pidana.4

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (Money

Laundring)

Unsur Unsur Tindak Pidana Pencucian uang itu sendiri

dimuat dalam Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang adalah “redefenisi pencucian

uang”. Hal ini terlihat dari unsur-unsur tindak pidana pencucian

uang yang meliputi:5

a. Bahwa pelaku Dalam UU PP-TPPU digunakan kata ”setiap

orang” dimana dalam Pasal 1 angka 9 dinyatakan bahwa “setiap

orang adalah orang perseorangan atau korporasi”. Sementara

pengertian korporasi terdapat dalam Pasal 1 angka 10 yang

menyatakan bahwa “korporasi adalah kumpulan orang dan/atau

4
pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. Lihat Pasal 2 ayat (1)
UU No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
5
M. Arief Amrullah, Tindak Pid8ana Money Laundering, Banyumedia Publishing, Malang,
2010, hlm. 25.

23
kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum

maupun bukan badan hukum”. Dalam Undang-Undang ini,

pelaku pencucian uang uang dibedakan antara pelaku aktif yaitu

orang yang secara langsung melakukan proses transaksi

keuangan dan pelaku pasif yaitu orang yang menerima hasil

dari transaksi keuangan sehingga setiap orang yang memiliki

keterkaitan dengan praktik pencucian uang akan diganjar

hukuman sesuai ketentuan yang berlaku.6

b. Transaksi Keuangan atau alat keuangan untuk

menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan

seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah Istilah transaksi

jarang atau hampir tidak dikenal dalam sisi hukum pidana tetapi

lebih banyak dikenal pada sisi hukum perdata, sehingga

undang-undang tindak pidana pencucian uang mempunyai ciri

kekhususan yaitu di dalam isinya mempunyai unsur-unsur yang

mengandung sisi hukum pidana maupun perdata. UU PP-TPPU

mendefinisikan Transaksi sebagai seluruh kegiatan yang

menimbulkan hak dan/atau kewajiban atau menyebabkan

timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih.

Sementara transaksi keuangan ialah Transaksi untuk

melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan,

pemindahbukuan, pentransferan, pembayaran, hibah,

sumbangan, penitipan, dan/atau penukaran atas sejumlah uang


6

24
atau tindakan dan/atau kegiatan lain yang berhubungan dengan

uang. Transaksi keuangan yang menjadi unsur pencucian uang

adalah transaksi keuangan mencurigakan. Definisi “transaksi

keuangan mencurigakan” dalam Pasal 1 angka 5 UU PP-TPPU

adalah 7

1) Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil,

karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna

Jasa yang bersangkutan;

2) Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga

dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan

Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh

Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;

3) Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan

dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal

dari hasil tindak pidana; atau

4) Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk

dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta

Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

C. Perbuatan Melawan Hukum

Menyebut tindak pidana pencucian uang salah satunya harus

memenuhi unsur adanya perbuatan melawan hukum sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 UU PP-TPPU, dimana perbuatan melawan

hukum tersebut terjadi karena pelaku melakukan tindakan pengelolaan


7
Advokat vs Pencucian Uang,Fauziah Lubis,Deeppublish, 2020 Hal 38

25
atas harta kekayaan yang patut diduga merupakan hasil tindak pidana.

Pengertian hasil tindak pidana dinyatakan dalam Pasal 2 tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang yang dalam pembuktian nantinya hasil

tindak pidana tersebut merupakan unsurunsur delik yang harus

dibuktikan. Pembuktian apakah benar harta kekayaan tersebut

merupakan hasil tindak pidana dengan membuktikan ada atau tidak

terjadi tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan tersebut 8

D. Tahapan Pencucian Uang (Money Laundring)

Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana yang

timbul karena dipicu oleh tindak pidana yang memacu timbulnya tindak

pidana pencucian uang dikenal dalam istilah asing dengan predicate

crime atau predicate offence dan terjemahan bebasnya yakni tindak

pidana asal. Tindak pidana asal secara eksplisit terdapat dalam

undang-undang tindak pidana pencucian uang, Tidak mudah untuk

membuktikan adanya suatu money laundering, karena kegiatannya

sangat kompleks sekali, namun para pakar telah berhasil

menggolongkan proses money laundering ke dalam 3 (tiga) tahapan,

yaitu:

1. Tahap Placement

8
Penegakan Hukum Anti Pencucian Uang dan Permasalahannya di Indonesia,Yanti Garnasih,PT
Rajagrafindo Persada,2016,Hal 183

26
Tahap ini merupakan upaya menempatkan dana yang

dihasilkan daari suatu aktivitas Criminal,misalnya dengan

mendepositkan uang kotor tersebut ke dalam sistem keuangan.

Sejumlah uang yang ditempatkan dalam suatu bank, kemudian

uang tersebut masuk kedalam sistem keuangan Negara yang

besangkuatan. Jadi misalnya melalui penyelundupan, ada

penempatan dari uang tunai dari suatu bersifat illegal dengan uang

yang diperoleh secara legal. Fariasi lain dengan menempatkan

uang giral kedalam deposito bank ke dalam saham, mengkonversi

ke dalam bvaluta asing.

2. Tahap Layering

Tahap kedua ialah dengan cara pelapisan (layering).

Berbagai cara dapat dilakukan melalui tahap pelapisan ini yang

tujuannya menghilangkan jejak, baik ciri-ciri aslinya atau asal usul

uang tersebut. Mislanya melakukan transfer dana dari berbagai

rekening kelokasi lainnya atau dari suatu negara ke negara lain dan

dpat dilakukan berkali-kali, memecah-mecah jumlah dananya di

bank dengan maksud mengaburkan asal-usulnya, mentrsanfer

dalam bentuk valuta asing, membeli saham, melakukan transaksi

deriviatif dan lain-lain. Dering kali juga terjdi si penyimpan dana itu

27
sudah merupakan lapis-lapis yang jauh, karena sudah diupayakan

berkali-kali simpan menyimpan sebelumnya. Cara lain misalnya.

3. Tahap intergration

Tahap ini merupakan tahap menyatukan kembali uang kotor

tersebut setelah melalui tahap placement atau layering di atas,

yang untuk selanjutnya uang tersebut dipergunakan dalam

berbagai kegiatan ilegal sebelumnya dan dalam tahap inilah

kemudian uang kotor itu telah tercuci. Proses di atas dimulai pada

saat pelaku tindak pidana menggabungkan uang dari bermacam-

macam sumber. Pada tahap kedua si pelaku membuat simpanan

pribadi di bank. Dana tersebut kemudian melalui wire tranferring

(tranfer dana melalui elektronik) dikirim ke Bank lain diluar negeri.

Dengan mudah pelaku dapat memanipulasi dan terhindar dari

jangkaun penyelidik dari negara-negara yang telah

menggudangkan anti pencucian uang. Tahap berikutnya, agitation

meliputi penggunaan uang tadi dengan berselubung bisnis yang

sah agar dapat ditempatkan dimana saja. Setelah beberapa kali

transaksi akan sulit mengikuti jejak uang tersebut karena tidak

dapat dibedakan dari uang beredar. Ketika mencapai tahap ini,

uang akan menjadi halal dan aman tanpa jejak yang jelas dari

mana sumbernya

Sebab-sebab terjadinya pencucian uang ini pada dasarnya

terletak pada faktor kelemahan dalam peraturan keuangan atau

28
perbankan serta keseriusan pihak perbankan atau pemerintah dari

suatu negara untuk memberantas praktik pencucian uang. Oleh

karena itu upaya-upaya yang dilakukan dalam mencegah praktik

pencucian uang ini adalah dengan bekerja sama negara-negara

dunia (kerjasama internasional) terutama dengan menerapkan

prinsip mengenal nasabah.

4. Faktor Terjadinya Pencucian Uang

Membuktikan adanya suatu Money Laundering bukanlah

suatu hal yang mudah karena teknik atau proses pencucian uang

secara esensi terdiri dari tiga tahap yaitu Placement, Layering and

Integration. (Ganarsih, 2004). Placement, merupakan penempatan

uang hasil kejahatan dalam bentuk simpanan tunai di bank, polis

asuransi, membeli rumah, perhiasan dan sebagainya. Pada tahap

inilah yang paling mudah dideteksi karena uang hasil kejahatan

berhubungan langsung dengan sumbernya. Layering, merupakan

proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau dari lokasi

tertentu sebagai hasil Placement ke tempat lainnya, melalui

serangkaian transaksi yang kompleks yang didisain untuk

menyamarkan atau mengelabui sumber dana illegal tersebut.

Layering dapat dilakukan melalui pembukaan rekening

perusahaan-perusahaan fiktif dengan memanfaatkan ketentuan

kerahasian bank, dan bahkan menggunakan sejumlah rekening

yang ditransfer ke berbagai negara, sehingga pada tahap ini lebih

29
sulit untuk dilacak karena selalu ada intervensi mekanisme bank

Internasional. Intergration, merupakan tahap memasukkan kembali

dana yang telah tidak tampak asal-usulnya tersebut kedalam

transaksi yang sah. Pada tahap ini uang yang dicuci melalui

Placement maupun Layering dialihkan ke dalam kegiatan-kegiatan

resmi, sehingga terlihat tidak berhubungan sama sekali dengan

aktifitas kejahatan, Pada tahap ini uang yang telah dicuci

dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dengan bentuk yang

sejalan dengan aturan hukum.

Ada beberapa modus dengan menggunakan objek dan

sarana yang dimanfaatkan oleh para pencuci uang dalam

melakukan Money Laundering. Menurut Munir Fuady dan Bambang

Setijoprodjo, seperti dikutip oleh Siahaan (Siahaan, 2002), ada 13

modus operandi kejahatan pencucian uang, yaitu: (1) Modus

secara Loan Back, yaitu dengan cara meminjam uangnya sendiri

dari perusahaan luar negeri, semacam perusahaan bayangan yang

direksi dan pemegang saham adalah ia sendiri. (2) Modus operandi

C-Chase, modus ini cukup rumit dan sifatnya berliku-liku, beberapa

kali ke beberapa bank lain, lalu dikonversi dalam bentuk Certificate

of Deposit untuk menjamin loan. Disini Loan tidak pernah ditagih,

namun hanya dengan mencairkan sertifikat deposito saja. (3)

Modus Transaksi dagang internasional dengan menggunakan

sarana dokumen L/C yang menjadi fokus urusan bank, baik

30
koresponden maupun opening bank adalah dokumen bank itu

sendiri dan tidak mengenai keadaan barang. Maka dalam hal ini

yang menjadi sasaran Money Laundering, adalah invoice yang

besar terhadap barang yang kecil atau malahan barang itu tidak

ada. (4) Modus penyeludupan uang tunai, membawa uang tunai

melalui perbatasan antar negara pada pelabuhan laut atau bandar

udara. (5) Modus pembelian perusahaan (akusisi) kemudian

sahamnya dijual lagi kepada pihak lain dan menghasilkan uang,

uang tersebut adalah uang yang kelihatan bersih. (6) Modus over

invoices atau double invoice.

Modus ini dilakukan dengan mendirikan perusahaan ekspor

impor dinegara sendiri, lalu diluar negeri (yang bersifat tax haven)

mendirikan pula perusahaan bayangan. Perusahaan di negara tax

haven ini mengekspor barang ke Indonesia dan perusahaan ini

membuat invoice pembelian dengan harga tinggi. Inilah yang

disebut double invoice. Supaya perusahaan di Indonesia terus

bertahan maka perusahaan di luar negeri memberikan loan

(pinjaman). Dengan cara ini, uang kotor dari perusahaan di negara

lain itu menjadi resmi masuk ke dalam negeri. (7) Modus Real

Estate, yaitu menjual suatu property beberapa kali kepada

perusahaan didalam kelompok yang sama. Modus yang sama pula

dilakukan didalam pasar modal, yakni pembelian saham itu hanya

perusahaan-perusahaan dilingkungan saja dengan tawaran harga

31
tinggi. (8) Modus investasi tertentu, biasanya dalam bisnis transaksi

barang lukisan atau barang antik, kemudian menjualnya kepada

seseorang yang sebenarnya adalah suruhan si pelaku itu sendiri

dengan harga mahal. (9) Modus perdagangan saham. Modus

Amsterdam, dengan melibatkan perusahaan efek Nusse Brink,

dimana beberapa nasabah perusahaan efek ini menjadi pelaku

kejahatan pencucian uang. (10) Modus Pizza Connection, modus

ini dilakukan dengan menginvestasikan hasil perdagangan obat

bius diinvestasikan di Karabia dan Swiss. (11) Modus La Mina.

Modus ini terjadi di amerika serikat tahun 1990, dana yang

diperoleh daro perdagangan obat sebagai suatu sindikat.

Kemudian emas batangan diekspor dari Uruguay dengan

maksud supaya impornya bersifat illegal. Uang disimpan dalam

desain kotak kemasan emas, kemudian dikirim kepada pedagang

perhiasan yang bersibdikat mafia obat bius. Penjualan dilakukan di

Los Angeles, hasil uang tunai dibawa ke Bank, dengan maksud

supaya seakan-akan berasal dari penjualan emas dan permata dan

dikirim ke Bank New York dan dari kota ini dikirim ke bank di

Eropah melalui negara Panama. Uang tersebut akhirnya sampai di

Columbia guna didistribusi membayar ongkos-ongkos, untuk

investasi perdagangan obat bius, tetapi sebagian besar untuk

investasi jangka panjang. (12) Modus Deposit Taking. Mendirikan

perusahaan keuangan seperti Deposit Taking Institutions (DTI) di

32
Canada. DTI ini terkenal dengan sarana pencucian uangnya seperti

Chartered Banks, Trust Companied dan Credit Union. Kasus

Money Laundering yang melibatkan DTI antara lain: Transfer

melalui telex, surat berharga, penukaran valuta asing, pembelian

obligasi pemerintah dan Treasury bills. (13) Modus Identitas Palsu,

yakni memanfaatkan lembaga perbankan sebagau pemutih uang

dengan cara mendepositokan secara nama palsu, menggunakan

save deposit box untuk menyembunyikan hasil kejahatan,

menyediakan fasilitas transfer supaya dengan mudah di transfer ke

tempat yang dikehendaki atau menggunakan electronic fund

transfer untuk melunasi kewajiban transaksi gelap, menyimpan

atau mendistribusikan hasil transaksi gelap tersebut.

Menurut Sutan Remy Syahdeni, ada beberapa faktor

pendorong maraknya kegiatan pencucian uang di berbagai negara,

antara lain: Pertama, Faktor Globalisasi, seperti yang diungkap

oleh Pino Arlacchi, Executive Director dari US Offices for Drug

Control and Crime Prevention pada pertengahan 1998 sebagai

berikut: ”Globalitation has turned the internastionsl financial into a

money lounderer’s dream, and this criminal process siphon away

billions of dollars per year from economic growth at a time when the

financial health of every country affects the stability of the global

market place”. (Globalisasi telah mengubah sistem keuangan

internasional ke dalam tujuan para pelaku pencucian uang, dan

33
proses tindakan kriminal ini mrenyelewengkan triliunan dollar setiap

tahun dari pertumbuhan ekonomi disaat kondidi keuangan baik di

setiap negara yang memiliki pengaruh terhadap stabilitas pasar

global). Kedua, Faktor cepatnya kemajuan teknologi, kemajuan

yang paling mendorong maraknya pencucian uang adalah teknologi

di bidang informasi, yaitu dengan munculnya internet yang

memperlihatkan perkembangan kemajuan yang luar biasa. Dengan

kemajuan teknologi informasi tersebut, maka batas-batas negara

menjadi tidak berarti lagi dan dunia menjadi satu kesatuan tanpa

batas. Kejahatan-kejahatan terorganisasi (organized crime) menjadi

mudah dilakukan secara lintas batas negara-negara sehingga

kejahatan-kejahatan tersebut berkembang menjadi kejahatan-

kejahatan transnasional.

Pada saat ini organisasi-organisasi kejahatan dapat secara

mudah dan cepat memindahkan sejumlah uang yang sangat besar

dari suatu yuridikasi ke suatu yuridikasi yang lain. Misalnya,

automated Teller Machines (ATM) memungkinkan para penjahat

untuk memindahkan (to wire fund) ke rekening-rekening di Amerika

Serikat dari negara-negara lain hampir seketika dan tanpa diketahui

siapa pelakunya dapat menarik dana tersebut dari ATM seluruh

dunia.

5. Ketentuan-ketentuan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang

(Money Laundring)

34
Adapun yang menjadi Ketentuan-ketentuan hukum

pencucian uang adalah “Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang” (UU 8/2010), dimana undang-undang tersebut

menggantikan undang-undang sebelumnya yang mengatur

pencucian uang yaitu, “Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002”

(UU 15/2002) sebagaimana telah diubah dengan “Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2003” (UU 25/2003)

E. Perbankan

1. Pengertian Hukum Perbankan

Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum perbankan

adalah hukum hukum yang mengatur segala sesuatu yang

berhubungan dengan perbankan. Tentu untuk memperoleh

pengertian yang lebih mendalam mengenai pengertian hukum

perbankan tidaklah cukup hanya dengan memberikan suatu

rumusan yang demikian. Oleh karena itu, perlu dikemukakan

beberapa pengertian hukum perbankan dari para ahli hukum

perbankan. Menurut Muhammad Djumhana, hukum perbankan

adalah sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur

kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek,

dilihat dari segi esensi, dan eksistensinya, serta hubungannya

35
dengan bidang kehidupan yang lain. Sedangkan Munir Fuady

merumuskan hukum perbankan adalah seperangkat kaidah hukum

dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi,

doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-

masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya

sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank,

perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung

jawab para pihak yang bersangkutan dengan bisnis perbankan, apa

yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi

perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan.

Bertitik tolak dari pengertian perbankan sebagai segala

sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,

kegiatan usaha, serta cara dan proses melaksanakan kegiatan

usahanya, maka pada prinsipnya hukum perbankan adalah

keseluruhan norma-norma tertulis maupun norma-norma tertulis

maupun norma-norma tidak tertulis yang mengatur tentang bank,

mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

melaksanakan kegiatan usahanya. Berkaitan dengan pengertian

ini, kiranya dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan norma-

norma tertulis dalam pengertian di atas adalah seluruh peraturan

perundang-undangan yang mengatur mengenai bank, sedangkan

norma-norma yang tidak tertulis adalah hal-hal atau kebiasaan-

kebiasaan yang timbul dalam praktik perbankan

36
2. Asas-Asas Hukum Perbankan

Dalam melaksanakan kemitraan antara bank dengan

nasabahnya, untuk terciptanya sistem perbankan yang sehat,

kegiatan perbankan perlu dilandasi dengan beberapa asas hukum

(khusus) yaitu :

a. Asas Kerahasiaan

Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau

mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang

berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank

yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.

Kerahasiaan ini adalah untuk kepentingan bank sendiri karena

bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan

uangnya di bank.Dalam Pasal 40 UU perbankan menyatakan

bahwa bank wajib merahasiakan informasi mengenai nasabah

penyimpan dan simpanannya. Ketentuan rahasia bank ini dapat

dikecualikan dalam hal tertentu yakni, untuk kepentingan

perpajakan, penyelesaian piutang bank, peradilan pidana,

perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, tukar

menukar informasi antara bank atas permintaan, persetujuan

atau kuasa dari nasabah penyimpan dana.

b. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)

Asas Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan

bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya

37
wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka

melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. Hal

ini disebutkan dalam Pasal 2 Undang-undang Perbankan bahwa

perbankan Indonesia dalam melaksankan usahanya

berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan asas

kehati-hatian. Tujuan diberlakukannya prinsip kehatihatian tidak

lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat. Dengan

diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan agar

kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi,

sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan

dananya di bank

3. Hubungan Pidana Pencucian Uang Dengan Hukum Perbankan

Dalam Kehidupan Sehari – Hari,Terdapat dua istilah yang

sering dipakai secara bergantian walaupun maksud dan ruang

lingkupnya bisa berbeda. Pertama, “tindak pidana perbankan” dan

kedua “ tindak pidana di bidang perbankan”. Tindak pidana

perbankan mengandung pengertian tindak pidana yang dilakukan

oleh bank atau orang bank, contohnya sedangkan tindak pidana di

bidang perbankan tampaknya lebih netral dan lebih luas karena

dapat mencakup tindak pidana yang dilakukan oleh orang diluar

dan didalam bank, (Sjahdeini, 2007). Istilah tindak pidana

perbankan sering disalah artikan dengan tindak pidana di bidang

38
perbankan yaitu tindak yang terjadi di kalangan dunia perbankan.

Pengertian tindak pidana perbankan diatur dalam Undang-undang

No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-

undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan maupun dalam

peraturan perundang-undangan lainnya.

Hubungan Tindak pidana pencucian uang dalam bidang

Perbankan Sebagaimana diatur dalam UU No. 25 tahun 2003,atas

perubahan UU no 15 tahun 2002,yaitu dimana pasal 1 “Pencucian

Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer,

membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbang-

kan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau

perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau

patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk

menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan

sehingga seolah-olah menjadi Harta Kekayaan yang sah.” Lalu

disebutkan juga di Pasal 5 Penyedia Jasa Keuangan adalah setiap

orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan atau jasa

lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak

terbatas pada bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek,

pengelola reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga

penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana

pensiun, perusahaan asuransi, dan kantor pos. dalam artian

perbankan sebagai salah satu penyedia jasa keuangan memiliki

39
posisi yang central dimana tempat proses tempat transaksi

keuangan, dimana proses pencucian uang sangat rawan.

4. Kewajiban Pelaporan Atas Transaksi Yang Mencurigakan

Kewajiban pelaporan transaksi keuangan oleh Pihak Pelapor

tidak dijadikan sebagai sarana oleh para pelaku kejahatan untuk

menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan hasil tindak

pidana. Dalam Rezim Anti Pencucian Uang pihak pelapor

merupakan front liner yang memiliki peran strategis untuk

mendeteksi adanya transaksi keuangan mencurigakan ataupun

melaporkan transaksi tertentu sesuai dengan ketentuan UU No. 8

Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU). Berdasarkan UU PPTPPU,

selain kewajiban, terdapat pula perlindungan khusus bagi pihak

pelapor. Kewajiban indentifikasi transaksi keuangan dan pelaporan

oleh pelapor juga merupakan bagian dari penerapan prinsip kehati-

hatian dan bagian dari manajemen risiko, untuk mencegah

digunakannya PJK/PBJ sebagai sarana ataupun sasaran

pencucian uang oleh nasabah/pihak pengguna jasa. Dalam hal ini,

menghindarkan diri bagi PJK dan PBJ terhadap resiko reputasi,

resiko operasional, resiko hukum dan resiko konsentrasi.42 Pihak

Pelapor sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat 1 UU UU

PPTPPU meliputi :

a. Penyedia Jasa Keuangan (PJK), dan

1) Bank

40
2) Perusahaan Pembiayaan

3) Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Pialang Asuransi

4) Dana Pensiun Lmebaga Keuangan

5) Perusahaan Efek

6) Manajer Investasi

7) Kustodian

8) Wali Amanat

9) Perposan sebagai Penyedia Jasa Giro

10)Pedagang Valuta Asing

11)Penyelenggara Alat Pembayaran Menggunakan Kartu

12)Pemyelenggara e-money atau e-wallet

13)Koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam

14)Pegadaian

15)Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan

berjangka komoditi; atau

16)Penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang

b. Penyedia Barang dan/atau Jasa lain (PBJ)

1) Perusahaan property/agen property

2) Pedagang kendaraan bermotor

3) Pedagang permata dan perhiasan/logam mulai

4) Pedagang barang seni dan antic

5) Balai lelang Pihak Pelapor sebagaimana di atas dapat

diperluas dengan Peraturan Pemerintah

41
5. Kedudukan Nasabah Prioritas dalam Perbankan

Nasabah yang mengunakan pelayanan nasabah priority

dalam suatu bank, maka yang ingin dicapai oleh nasabah tersebut

adalah kemudahan atau kenyamanan pelayanan dalam transaksi

yang lebih dari yang didapat oleh nasabah biasa baik pelayanan

yang sifatnya lebih cepat atau lebih mudah prosedurnya,Pada

dasarnya kedudukan Nasabah Biasa Perbankan hampir sama

dengan Nasabah Prioritas termasuk dalam kemanan transaksi di

dalamnya, yang membedakan adalah nasabah Prioritas memiliki

pelayanan yang lebih prima dan juga lebih mudah dalam proses

transaksi di perbankan,lalu selanjutnya dalam posisi tersebut1414,

namun untuk menjadi nasabah prioritas pun tidak mudah,

dikarenakan di perbankan untuk menjadi nasabah prioritas wajib

untuk menyetorkan dana lebih banyak dari pada nasabah biasa.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka

metode penelitian yang akan penulis gunakan adalah metode

penelitian normatif yaitu penelitian yang dipergunakan di dalam

penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka


1414
Kiat Memimpin Bank Ritel,Mikro,dan Konstumer,Soetandto Hadinoto,2009,Hal 83

42
yang ada atau apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan

(Law in book) atau hukum yang dikonsepsikan sebagai kaidah atau

norma yang merupakan patokan berperilaku masyarakat terhadap apa

yang dianggap pantas.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Makassar. Melihat dari jenis

penelitian yang penulis gunakan yaitu metode penelitian normatif yang

kebanyakan membahas mengenai norma-norma hukum dan

kepustakaan maka penelitian akan dilakukan pada:

1. Perpustakaan, untuk menunjang teori-teori dan doktrin-doktrin yang

akan penulis angkat maka diperlukan banyak referensi yang

terdapat pada perpustakaan.

2. Pengadilan, penulis mengambil dan menganalisis Kasus Putusan

dari Pengadilan Negeri Makassar.

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua,

yaitu:

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikuti

atau yang membuat orang taat pada hukum seperti peraturan

perundang-undangan, dan putusan hakim. (1) Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) (2) Undang-Undang Nomor 8

43
Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (3)

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia

b. Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang

tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum

primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para

pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara

khusus yang akan memberikan petunjuk kemana peneliti akan

mengarah

2. Sumber Data

Adapun sumber data penelitian ini, yaitu:

a. Sumber Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu

sumber data yang diperoleh dari hasil penelaahan beberapa

literature dan sumber bacaan lainnya yang dapat mendukung

penulisan skripsi ini.

b. Sumber Penelitian Lapangan (Field Reseacrh), yaitu sumber

data lapangan sebagai salah satu pertimbangan hukum dari 48

para penegak hukum yang menangani kasus ini dan

masyarakat turut serta diresahkan akibat terjadinya tindak

pidana ini. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan

data dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1) Teknik Kepustakaan, yaitu suatu teknik penelaahan normati

dari beberapa peraturan perundang-undangan dan berkas-

berkas putusan pengadilan yang terkait dengan tindak

44
pidana ini serta penelaahan beberapa literatur yang relevan

dengan materi yang dibahas.

2) Teknik Wawancara (Interview), yaitu dengan cara

melakukan tanya jawab kepada pihak-pihak yang terkait

ataupun yang menangani dengan tindak pidana ini, antara

lain Hakim dan para ahli yang memahami kasus tersebut,

serta pihak lain yang turut andil dalam terjadinya tindak

pidana ini.

D. Analisis Data

yang telah diperoleh dari hasil penelitian ini disusun dan

dianalisis secara kualitatif, kemudian selanjutnya data tersebut

diuraikan secara deskriptif guna memperoleh gambaran yang dapat

dipahami secara jelas dan terarah untuk menjawab permasalahan

yang penulis

45

Anda mungkin juga menyukai