Anda di halaman 1dari 139

Makalah Hukum Bisnis

“HUKUM PASAR MODAL”

OLEH :
Nama : Carin Florensia
Kelas : 5NF
NPM : 061930601545

Dosen Pengajar : Haris Wilianto, S.H., M.H

PROGRAM STUDI DIII ADMINISTRASI


BISNIS JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan
tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai “PASAR MODAL”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami sadar makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Palembang, Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan Penelitian................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
A. Gambaran Umum Pasar Modal .......................................................................... 4
1) Pengertian Pasar Modal ................................................................................ 4
2) Sejarah Pasar Modal ..................................................................................... 8
3) Fungsi Pasar Modal ...................................................................................... 17
4) Instrumen Pasar Modal ................................................................................. 18
5) Jenis-jenis Pasar Modal ................................................................................ 19
6) Manfaat Pasar Modal.................................................................................... 20
B. Hukum tentang transparant perusahaan public................................................... 21
1) Prinsip Keterbukaan dalam Pasar Modal Indonesia ..................................... 21
2) Tujuan Prinsip Keterbukaan ......................................................................... 23
3) Jenis-jenis Prinsip Keterbukaan ................................................................... 24
4) Aspek Keterbukaan Informasi ...................................................................... 27
C. Tanggung Jawab Para Pelaku Pasar Modal ........................................................ 39
1) Pelaku Pasar Modal di Indonesia................................................................. 39
2) Lembaga Penunjang di Pasar Modal ........................................................... 42
3) Profesi Penunjang di Pasar Modal ............................................................... 46
4) Tanggung Jawab Emiten Dalam Kegiatan Pasar Modal ............................. 51
D. Bagaimana Cara Melindungi Investor Obligasi ................................................. 56
1) Perlindungan Investor Melalui Prinsip Keterbukaan.................................... 58
2) Perlindungan Hukum Bagi Investor Obligasi terhadap Pasar Modal........... 62

iii
3) Tanggung Jawab Wali Amanat Dalam Memberikan Perlindungan Hukum
Terhadap Investor Obligasi................................................................................70
4) Perlindungan Hukum Investor Obligasi melalui Peraturan Bapepam...............73
E. Proteksi Pemegang Saham Minortitas Pada Perusahaan Publik.............................74
1) Penerapan Prinsip Fairness terhadap Pemegang Saham Minoritas Pada
Perseroan Terbatas Terbuka..............................................................................74
2) Ciri-Ciri dan Sifat Pemegang Saham dalam Perseroan Terbatas Terbuka.......75
3) Penerapan Prinsip Fairness Terhadap Pemegang Saham Minoritas dalam
Perseroan Terbatas Terbuka..............................................................................77
4) Konsep Perlindungan terhadap Pemegang Saham Minoritas...........................80
5) Tujuan Perlindungan terhadap Pemegang Saham Minoritas............................84
6) Prinsip-Prinsip Perlindungan Pemegang Saham...............................................86
7) Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas dalam
Perundang-undangan Indonesia........................................................................88
F. Tinjauan Yuridis Tentang Akuisisi Perusahaan Satu Grup Dalam Kaitannya
Dengan Pasar Modal................................................................................................93
G. Insider Trading.......................................................................................................104
1) Pengertian Insider Trading...............................................................................104
2) Pelaku insider Trading.....................................................................................105
3) Unsur-unsur Terjadinya insider Trading..........................................................106
4) Sanksi Hukum Insider Trading........................................................................110
5) Dasar Hukum Insider Trading.........................................................................116
BAB III PENUTUP..........................................................................................................135
Kesimpulan....................................................................................................................135
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................137

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pasar modal merupakan sarana investasi atau sarana pembiayaan bagi


perusahaan-perusahaan yang akan menjual sahamnya kepada masyarakat melalui
proses penawaran umum (go public). Investasi dapat diartikan sebagai salah satu
alternatif sumber pembiayaan eksternal oleh perusahaan, yang mana investasi dapat
bermanfaat untuk menyalurkan dananya ke berbagai sektor produktif dalam rangka
meningkatkan nilai tambah terhadap dana yang dimilikinya.1Investasi dalam pasar
modal juga memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi
nasional, adapun dua jenis bentuk investasi dalam pasar modal, yaitu:
1. Direct Invesment
Direct Invesment, adalah investasi secara langsung dimana investor dapat
langsung berinvestasi dengan membeli secara langsung suatu aktiva keuangan
dari suatu perusahaan.
2. Indirect Invesment
Indirect Invesment, adalah investasi tidak langsung dimana investor dapat
melakukan investasi, namun tidak terlibat secara langsung dan cukup dengan
memegangnya dalam bentuk saham dan obligasi. Investasi ini disebut sebagai
investasi jangka pendek karena pada umumnya transaksi jual beli saham relatif
lebih singkat, tergantung kepada nilai saham yang hendak diperjualbelikan di
pasar modal. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal sebenarnya telah membedakan secara tegas antara investasi langsung
(direct invesment) dan investasi tidak langsung (indirect invesment). Hal ini
dalam penjelasan Pasal 2 Undang-Undang tersebut, yang menyatakan: “yang
dimaksud dengan penanaman modal di semua sektor di wilayah Negara
Republik Indonesia adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk
penanaman modal tidak langsung atau portofolio.

1
Pasar modal atau yang sering disebut juga dengan istilah “capital market”
adalah suatu tempat atau sistem bagaimana cara dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan
dana untuk suatu perusahaan.Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal (UUPM) memberi pengertian pasar modal sebagai suatu
kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum, perdagangan efek perusahaan
publik yang berkaitan denganefek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi
yang berkaitan dengan efek.
Pada proses penawaran umum atau go public, perusahaan efek yang menjual
sahamnya kepada investor harus memberikan informasi yang sangat akurat sesuai
dengan keadaan perusahaan. Pemberian informasi yang dilakukan oleh perusahaan
harus didasarkan pada prinsip keterbukaan sehingga dengan adanya keterbukaan
informasi inilah kegiatan di pasar modal akan menjadi lebih efisien, dan para
investor juga dapat menganalisis dan mendapat keuntungan dalam melakukan
penawaran jual atau beli atas suatu efek tersebut.Prinsip keterbukaan adalah
persoalan inti dalam pasar modal itu sendiri, sebab prinsip tersebut menjadi
landasan pertimbangan bagi para pelaku pasar modal untuk melakukan aktivitas di
pasar modal secara rasional. Namun masih banyaknya pelanggaran terhadap prinsip
keterbukaan di dalam praktek pasar modal di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum tentang transparant perusahaan public ?
2. Bagaimana tanggung jawab para pelaku pasar modal ?
3. Bagaimana cara melindungi investor obligasi
4. Bagaimana proteksi pemegang saham minoriats pada perusahaan public ?
5. Tinjauan Yuridis tentang akuisisi perusahaan satu grup dalam kaitannya dengan
pasar modal ?
6. Apa itu insider trading ?

2
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hukum tentang transparant perusahaan public
2. Bagaimana tanggung jawab para pelaku pasar modal
3. Bagaimana cara melindungi investor obligasi
4. Bagaimana proteksi pemegang saham minoriats pada perusahaan public
5. Tinjauan Yuridis tentang akuisisi perusahaan satu grup dalam kaitannya dengan
pasar modal
6. Apa itu insider trading

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Pasar Modal


1) Pengertian Pasar Modal
Pasar modal memiliki peranan penting bagi perekonomian suatu negara,
Pasar modal dipandang sebagai salah satu sarana efektif untuk mempercepat
pembangunan suatu negara. Pasar modal sebagai wadah untuk mencari dan bagi
perusahaan dan alternatif sarana investasi bagi masyarakat (investor) dimana di
dalamnya terdapat transaksi penawaran umum dan perdagangan efek dari
perusahaan publik (emiten) kepada masyarakat investor. (Najib A. Gisymar)
Menurut Pasal 1 angka 13 UU Pasar Modal menyebutkan bahwa Pasar Modal
adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan
Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Undang-Undang Nomor 8 tahun
1995, Op.Cit., Pasal 1 angka 13.
Sedangkan bursa efek menurut UU Pasar Modal Pasal 1 angka 4
menyatakan bahwa Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan
menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli
efek, pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka. Ibid.,
Pasal 1 angka 4
Pasar Modal menurut Sunariyah adalah suatu pasar (tempat, berupa gedung)
yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi, dan jenis
surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek.
Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi ke-6, (Yogyakarta: Sekolah
Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, 2011), hlm 4
Sedangkan menurut Rusdin mengatakan pasar modal merupakan kegiatan
yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan
publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi
yang berkaitan dengan efek.

4
Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan
perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan
jangka panjang seperti obligasi, saham, dan lainnya. Pasar modal (capital market).
Sarana yang mempertemukan antara pihak yang memiliki dana (supplier of fund)
dengan pihak yang membutuhkan dana (user of fund) untuk tujuan investasi jangka
menengah dan jangka panjang. Nasarudin Irsan, Op.Cit, hlm.10
Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan:
1) Pasar modal bisa berupa pasar dalam pengertian abstrak ataupun dalam
pengertian konkret. Dalam pengertian abstrak maka perdagangan surat berharga
tidak harus terjadi pada suatu tempat tertentu. Sedangkan dalam pengertian
konkret, maka pasar modal adalah bursa efek.
2) Komoditi yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga jangka panjang.
3) Bursa efek merupakan pasar yang sangat terorganisir karena terdapat
serangkaian peraturan yang mengikat pihak-pihak yang terkait di dalamnya.
Secara teoritis pasar modal (capital market) didefinisikan
sebagaiperdagangan instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik
dalam modal sendiri (stocks) maupun hutang (bonds), baik yang diterbitkan
oleh pemerintah(public authorities) maupun oleh perusahaan swasta (private
sectors).
1. Pasar modal dalam pengertian klasik diartikan sebagai suatu bidangusaha
perdagangan surat-surat berharga seperti saham, sertifikan saham,
danobligasi atau efek-efek pada umumnya.
2. Menurut Marzuki Usman pasar modal adalah pelengkap
disektorkeuangan terhadap dua lembaga lainnya yaitu bank dan lembaga
pembiayaan.Menurut Tjiptono Darmadji dan Hendi M. Fakhrudin
menerangkanbahwa:“Pasar modal adalah pasar untuk berbagai instrument
keuangan jangkapanjang yang biasa diperjualbelikan, baik dalam bentuk
utang maupun modalsendiri.Instrument keuangan yang diperjualbelikan
dipasar modal seperti saham, obligasi,warrant, right, obligasi konvertibel, dan
berbagai produk turunan sepertiopsi (put atau call)”.Adapun menurut UUPM

5
pasal 1 angka 13 memberi pengertian:“Pasar Modal adalah kegiatan yang
bersangkutan dengan penawaran umumdan perdagangan efek, perusahaan
publik yang berkaitan dengan efek yangditerbitkannya, serta lembaga dan
profesi yang berkaitan dengan efek”.
Pasar modal sebagaimana pasar pada umumnya adalah suatu tempatuntuk
bertemunyaparapenjual dan pembeli untuk melakukan transaksi
dalamrangkamemperoleh modal.Yang membedakannya dengan pasar lainnya
adalahpada objek yang diperjualbelikan. Kalau pada pasar lainnya
yangdiperdangangkan adalah sesuatu yang sifatnya konkret seperti kebutuhan
sehari-hari, tetapi yang diperjualbelikan dipasar modal adalah modal atau dana
dalambentuk efek (surat berharga).Pasar modal dibedakan menjadi dua segmen,
yaitu :
1. Non Securities Segment Menyediakan tempat dari lembaga keuangan
langsung kepada perusahaan.Perusahaan berunding langsung dengan
lembagapenyedia dana. Misalnya perbankan, perusahaan ansuransi, dana
pensiun, dan lain-lain.
2. Segment Dirancang dengan maksud dapat menyediakan sumber
pembelanjaan perusahaan jangka panjang dan memungkinkan perusahaan
melakukan investasi pada barang modal, memperbanyak alat-alat
produksi dan menciptakan kesempatann kerja.
Tujuan segment ini memobilisasi tabungan jangka panjang, menyediakan wahana
atau saluran tabungan yang dapat ditarik atau ditempatkan pada investasi jangka
panjang pada perusahaan-perusahaan produktif.
Perkembangan pasar modal di Indonesia adalah dengan keluarnya peraturan
perundang-undangan sejak tahun1995, diatur dalam berbagai peraturan antara lain :
a. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan
b. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
d. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.

6
e. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara
Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Privatisasi Perusahaan Perseroan
h. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Penatausahaan, Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi atas
Pengelola Surat Utang Negara.
i. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.06/2005 tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor
343/KMK.01/2003 tentang Lelang Pembelian Kembali Obligasi
Negara.
j. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK/2006 tentang
Penjualan Obligasi Negara Ritel di Pasar Perdana
k. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
464/KMK.010/1995 tentang Pemilikan Saham atau Unit Penyertaan
Reksa Dana oleh Pemodal Asing.
l. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
455/KMK.010/1997 tentang Pemberian Saham oleh Pemodal Asing
melalui Pasar Modal.
m. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
467/KMK.010/1997 tentang Pemilikian Saham Perusahaan Efek oleh
Pemodal Asing.
n. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005 tentang
Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2005-2009.
o. Peraturan-peraturan Otoritas Jasa Keuangan, antara lain:
i. POJK Nomor 61/POJK.04/2016 tentang Penerapan Prinsip
Syariah di Pasar Modal Pada Manajer Investasi.

7
ii. POJK Nomor 15/POJK.04/2015 tentang Penerapan Prinsip
Syariah di Pasar Modal.
iii. POJK Nomor 53/POJK.04/2015 tentang Akad Yang
Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal.
iv. POJK Nomor 17/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan
Persyaratan Sukuk
v. POJK Nomor 17/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan
Persyaratan Efek Syariah Berupa Saham oleh Emiten Syariah
atau Perusahaan Publik Syariah.
vi. POJK Nomor 16/POJK.04/2015 tentang Ahli Syariah Pasar
Modal.
vii. POJK Nomor 20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan
Persyaratan Efek Beragun Aset Syariah.
viii. POJK Nomor 19/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan
Persyaratan Reksa Dana Syariah.

2) Sejarah Pasar Modal


Untuk mengenal lebih dekat tentang pasar modal, perlu adanya
pengetahuan dan pemahaman tentang sejarah passar modal itu sendiri, agar dapat
menjadi bahan perbandingan dan pedoman di dalam mengembangkan pasar modal
di masa yang akan datang. Pasar modal adalah fenomena yang merentang
cukup lama dalam sejarah yang hingga kini terus berkembang dan terus
mengalami kemajuan. Sebelum Tahun 1900 sejarah pasar modal berjalan
seiring denganaktivitas ekonomi negara-negara maju sejak abad pertengahan. Tata
aturan dalamberaktivitas di pasar modal berkembang sejalan dengan pergerakan
ekspansi dan konolialisme ekonomi bangsa-bangsa Eropa di Asia, Amerika
Tengah dan Selatan. Pada masa itu perkembangan aktivitas perekonomian dititik
beratkan pada sektor pertanian dan perkebunan. Aktivitas perekonomian
demikian terusmembesar, karena keuntungan yang diraih juga luar biasa.
Pembesaran skala usaha-usaha pertanian dan perkebunan tentunya

8
mengakibatkan meningkatnya keperluan dana, maka mulailah diperkenalkan suatu
modus penghimpun dana dari masyarakat Eropa. Modus itu terus berkembang
yang kemudian menjadi cikal bakal pasar modal. Seiring dengan populernya
pasar modal, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pasar modal
memerlukan suatu aturan main agar proses berinteraksi dapat menjai tertib, adil,
tidak menimbulkan kekacauan dan merugikan salah satu pihak.
Sejarah perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dibagi dalambeberapa
periode. Pembagian tersebut dimaksudkan karena ada hal-hal khususyang
terjadi dalam periode perkembangannya baik dilihat dai sisi peraturanmaupun
dari sisi ekonomi, bahkan juga dari sisi politik dan keamanan.
Adapun periode yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Periode Permulaan (1878-1912)
2. Periode Pembentukan Bursa (1912-1925)
3. Periode Awal Kemerdekaan (1925-1952)
4. Periode Kebangkitan (1952-1977)
5. Periode Pengaktifan Kembali (1977-1987)
6. Periode Deregulasi (1987-1995)
7. Periode Kepastian Hukum (1995-sekarang)
8. Periode Menyonsong Independensi Bapepam.
Untuk lebih jelas perkembangan dinamika pasar modalIndonesia akanditinjau
pada masing-masing periode :

1. Periode Permulaan (1878-1992)


Di Indonesia, kegiatan transaksi saham dan obligasi dimulai pada abad ke-
19. Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan Vereniging voor den
Effecten handel pada tahun 1939,transaksi efek telah berlangsung sejak
1880. Berhubung bursa belum dikenal, maka perdagangan saham dan obligasi
dilakukan tanpa organisasi resmi sehingga catatan resmi tentang transaksi
tersebut tidak lengkap.Menurut perkiraan, bahwa yang diperjual belikan waktu
itu adalah saham atau obligasi yang listing di bursa Amsterdam yang

9
dimiliki oleh investor yang ada di Batavia, Surabaya, dan Semarang.
Dengan demikian, karena belum ada bursa resmi, dapat dikatakan bahwa
periode ini adalah periode permulaan sejarah pasar modal Indonesia.

2. Periode Pembentukan Bursa (1912-1925)


Pada tanggal 14 Desember 1912, suatu asosiasi13 broker dibentuk
diJakarta. Asosisasi ini diberi nama belandanya sebagai Vereniging
voor de Effectenhandel yang merupakan cikal bakal pasar modal pertama
di Indonesia.Setelah perang dunia pertama, pasar modal di Surabaya
mendapat giliran dibuka pada tanggal 1 Januari 1925 dan disusul di
Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925.
3. Periode Awal Kemerdekaan (1925-1952)
Perkembangan perdagangan efek pada periode ini berlangsung
marak,namun tidak bertahan lama karena dihadapkan pada resesi ekonomi
pada tahun 1929 dan pecahnya Perang Dunia II (PD II). Pada saat PD II, bursa
efek di negeri Belanda tidak aktif karena sebagian saham-saham milik
orang Belanda dirampasoleh Jerman. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
bursa efek di Indonesia. Keadaaan makin memburuk dan tidak
memungkinkan lagi Bursa Efek Jakartauntuk beroperasi, sehingga pada
tanggal 10 Mei 1940, Bursa Efek Jakarta resmiditutup. Bursa Efek
Surabaya dan Semarang telah lebih dulu ditutup.
Setelah tujuh bulan ditutup, pada tanggal 23 Desember 1940 Bursa
EfekJakarta kembali diaktifkan, karena selama PD II Bursa Efek Paris
tetap berjalan,demikian pula halnya dengan Bursa Efek London yang
hanya ditutup beberapa hari saja. Akan tetapi, aktifnya Bursa Efek Jakarta
tidak berlangsung lama, karena Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942,
Bursa Efek Jakarta kembali ditutup.
Jakarta tidak berlangsung lama, karena Jepang masuk ke Indonesia pada
tahun 1942, Bursa Efek Jakarta kembali ditutup.

10
4. Periode Kebangkitan (1952-1976)
Tanggal 3 Juni 1952 seperti yang telah diputuskan oleh rapat umum
PPUE, Bursa Efek Jakarta kembali dibuka secara resmi oleh Menteri
Keuangan,Sumitro Djojo hadikusumo.Selanjutnya, pada tanggal 26
September 1952 merupakan salah satu tonggak sejarah pasar modal
Indonesia, ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat yang
kemudian ditetapkan menjadiUndang-Undang Bursa. Memasuki tahun 1958
keadaan perdagangan efek menjadilesu karena beberapa hal :
1. Banyaknya warga Belanda yang meninggalkan Indonesia.
2. Adanya nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda oleh
pemerintah RIsesuai dengan Undang-Undang No. 86 Tahun 1958
tentang Nasionalisasi.
3. Tahun 1960 Badan Nasionalisasi Persuahaan Belanda
(BANAS) melakukan larangan memperdagangkan efek-efek yang
diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia
termasuk efek-efek dengan nilai mata uang Belanda (Nf).Kemudian
kondisi ini diperparah dengan adanya sengketa Irian Baratdengan
Belanda (1962) dan tingginya inflasi menjelang akhir pemerintahan
Orde Lama (1966) yang mencapai 650%. Keadaan itu
mengguncangkan sendi perekonomian dan kepercayaan masyarakat
menjadi berkurang terhadap pasar modal. Akibatnya, Bursa Efek
Jakarta ditutup dengan sendirinya. Kondisi iniberlangsung sampai
tahun 1977.

5. Periode Pengaktifan Kembali (1977-1987)


Pasar modal tidak menjalankan aktivitasnya sampai tahun
1977.Penutupan pasar modal Indonesia tersebut tidak lepas dari orientasi
politikpemerintah Orde Lama yang menolak modal asing dalam kebijakan
nasionalisasi.Setelah pemerintahan berganti kepada Pemerintahan Orde Baru,

11
kebijakan politikdan ekonomi Indonesia tidak lagi konfrontatif dengan
dunia Barat. PemerintahanOrde Baru segera mencanangkan pembangunan
ekonomi secara sistematis denganpola target lima tahunan. Pemerintah
Indonesia bekerja sama dengan Barat untukmembangun. Pertumbuhan mulai,
perekonomian bergerak. Pemerintah punberencana mengaktifkan kembali
pasar modal.
Dengan surat keputusan direksi BI No. 4/16 Kep-Dir tanggal 26
Juli1968, di BI di bentuk tim persiapan (PU) Pasar Uang dan (PM) Pasar
Modal.Hasil penelitian tim menyatakan bahwa benih dari pasar modal di
Indonesiasebenarnya sudah ditanam pemerintah sejak tahun 1952, tetapi
karena situasipolitik dan masyarakat masih awam tentang pasar modal,
maka pertumbuhanBursa Efek di Indonesia sejak tahun 1958 s/d 1976
mengalami kemunduran.Setelah tim menyelesaikan tugasnya dengan baik,
maka dengan surat keputusanKep-Menkeu No. Kep-25/MK/IV/1/72 tanggal
13 Januari 1972 tim dibubarkan,dan pada tahun 1976 dibentuk Bapepam
(Badan Pembina Pasar Modal) dan PT Danareksa. Bapepam bertugas
membantu Menteri Keuangan yang diketuai oleh Gubernur Bank Sentral.
Dengan terbentuknya Bapepam, maka terlihat kesungguhan dan
intensitas untuk membentuk kembali pasar uang dan pasar modal. Selain
sebagai pembantu Menteri Keuangan, Bapepam juga menjalankan fungsi
ganda yaitu sebagai pengawasdan pengelola bursa efek.53Akhirnya,
padatanggal 10 Agustus 1977, Presiden Soeharto meresmikan pasar modal
di zamanOrde Baru.

6. Periode Deregulasi (1987-1995)


Hambatan-hambatan yang merintangi perkembangan pasar modal telah
disadari pemerintah.Pemerintah melakukan perombakan peraturan yang nyata-
nyata menghambat minat perusahaan untuk masuk pasar modal dan investor
untuk melakukan investasi pada pasar modal Indonesia.Untuk

12
mengatasi masalah itu pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi
yang berkaitan dengan perkembangan pasar modal, yaitu :
1. Paket Kebijaksanaan Desember 1987 (Pakdes 1987)Pakdes 1987
merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi sahamdan
obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh
Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi efek. Selain itu dibuka pula
kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49%
daritotal emisi. Pakdes juga menghapus batasan fluktuasi harga saham
dibursa efek dan memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten
yang belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa efek.
2. Paket Kebijaksanaan Oktober 1988 (Pakto 88)Pakto 88 ditujukan pada
sektor perbankan, namun mempunyai dampak terhadap perkembangan
pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L (Legal, Lending,
Limit), dan pengenaan pajak atas bunga deposito.Pengenaan pajak ini
berdampak positif terhadap perkembangan pasarmodal. Sebab dengan
keluarnya kebijaksanaan ini berarti pemerintah memberi perlakuan yang
sama antara sektor perbankan dan sektor pasar modal.
3. Paket Kebijaksanaan Desember 1988 (Pakdes 88) Pakdes 88 pada
dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal
dengan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa.

7. Periode Kepastian Hukum (1995-sekarang)


Dampak postitif dari kebijakan deregulasi telah menebalkan kepercayaan
investor dan perusahaan terhadap pasar modal Indonesia. Puncak kepercayaan
itu ditandai dengan lahirnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 1996.Undang-undang
ini dapat dikatakan sebagai undang-undang yang cukup komprehensif,
karena mengacu pada aturan-aturan yang berlaku secara internasional.Undang-
undang ini dilengkapi dengan PP No. 45 Tahun 1995 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang PasarModal dan PP No. 46 Tahun

13
1995tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal. Kemudian
ada beberapa keputusan menteri dan seperangkat peraturan yang
dikeluarkan oleh Bapepamyang jumlahnya lebih dari 150 buah peraturan.
Salah satu hal yang perlu dicermati dalam Undang-Undang Pasar
Modaladalah diberikannya kewenangan yang cukup besar dan luas kepada
Bapepamselaku badan pengawas. Undang-undang ini dengan tegas
mengamanatkan kepadaBapepam untuk melakukan penyelidikan,
pemeriksaan, dan penyidikan terhadapkejahatan yang terjadi di bidang pasar
modal. Selain itu, Bapepam merupakan SelfRegulation Organization (SRO)
yang menjadikan Bapepam mudah untukbergerak dan menegakkan hukum,
sehingga menjamin kepastian hokum.

8. Periode Menyongsong Independensi Bapepam


Menurut UUPM, Bapepam bertugas untuk mencipatakan pasar
modalyang teratur, wajar, dan efisien, serta melindungi kepentingan
pemodal danmasyarakat. Bapepam mempunyai kewenangan yang diberikan
UUPM yaitu :
a. Memberi:
1. Izin usaha kepada Bursa Efek,Lembaga Kliring dan
Penjaminan,Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana,
PerusahaanEfek, Penasihat Investasi, dan Biro Administrasi Efek;
2. Izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek,
WakilPerantara Pedagang Efek, dan Wakil Menajer Investasi; dan
3. Persetujuan bagi Bank Kustodian;
b. Mewajibkan Pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali
Amanat;
c. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan
untuk sementara waktu komisaris dan atau direktur serta menunjuk
manajemen sementara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan

14
Penjaminnan,serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
sampai dengandipilihnya komisaris dan atau direktur yang baru;
d. Menetapkan persyaratan dan tata cara pernyataan pendaftaran serta
menyatakan, menunda atau membatalkan efektifnya pernyataan
pendaftaran;
e. Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam
Ha 1 terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap
Undang-Undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya;
f. Mewajibkan setiap pihak:
1) Menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi
yang berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal; atau
2) Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk
mengatasi akibat yang timbul dari iklan atau promosi dimaksud;
g. Melakukan pemeriksaan terhadap :
1) Setiap Emiten atau Perusahaan Publik yang telah atau
diwajibkan menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada
Bapepam; atau
2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin
orang perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi
berdasarkan Undang-Undangini;
h. Menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam
rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam
huruf g
i. Mengumumkan hasil pemeriksaan
j. Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada Bursa
Efek atau menghentikan Transaksi Bursa atas Efek tertentu untuk
jangka waktu tertentu guna melindungi kepentingan pemodal’;
k. Menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka
waktu tertentu dalam hal keadaan darurat;

15
l. Memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi
oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjamin, atau
lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian serta memberikan
keputusan membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud;
m. Menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran,
pemeriksaan,dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar
Modal;
n. Melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian
masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang
PasarModal;
o. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas Undang-
Undang ini atau peraturan pelaksanaannya;
p. Menetapkan instrument lain sebagai Efek selain yang telah ditentukan
dalam pasal 1 angka 5 dan
q. Melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan Undang-Undang
ini.
Untuk mengekefktifkan independensi Bapepam menjadi suatu hal
yangamat penting untuk menegakkan hukum secara konsisten,
imparsial, dan adil. Posisi struktural Bapepam sebagai badan yang
berada di bawah Departemen Keuangan menjadi titik perhatian.
Saat ini posisi struktural Bapepam membuka peluang pihak-pihak
lain untuk melakukan intervensi demi kepentingan lain di luar soal
penegakan hukumyang konsisten, tegas, adil dan imparsial. Dengan
demikian kinerja dan wibawa Bapepam akan lebih terjaga lagi. Persiapan
menuju independensi Bapepam harus segera dilaksanakan, karena dasar
hukum untuk mengimplementasikannya sudah ada, yaitu :
a. Amanat GBHN (1999-2004) Bab IV huruf b angka
8.Mengembangkan pasar modal yang sehat, transparan,
efisien, dan meningkatkan penerapan peraturan perundang-

16
undangan yang sesuaidengan standar internasional yang diawasi
oleh lembaga independen.
b. UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Penjelasan Pasal
34Lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk
melakukan pengawasan terhadap bank dan perusahaan-
perusahaan sector jasa keuangan lainnya, yaitu asuransi, dana
pensiun, sekuritas, perusahaan pembiayaan, dan badan-badan lain
yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga
ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya,
kedudukannya berada di luar kendali pemerintah serta
berkewajiban menyampaikan laporan kepada BPK dan DPR.
c. Amandemen UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia telah diselesaikan oleh Panitia Khusus DPR RI. Hasil
amandemen tersebut menyatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) harus sudah terbentukselambat-lambatnya pada tanggal 31
Desember 2010.

3) Fungsi Pasar Modal


Pasar modal memiliki beberapa fungsi strategis yang mebuat lembaga ini memiliki
daya tarik, tidak saja bagi pihak yang membuat lembaga ini memiliki daya
tarik, tidak saja bagi pihak yang memerlukan dana (borrowers) dan
pihakyang meminjam dana (lenders), tetapi juga bagi pemerintah. Di era
globalisasi ini,hampir semua negara menaruh perhatian yang besar terhadap pasar
modal karena memiliki perananan strategis bagi penguatan ketahanan ekonomi
suatu negara.Untuk membangun pasar modal, banyak peraturan yang
dirombak, bermunculan lembaga-lembaga profesi dan penunjang serta semakin
banyaknya investor asing mengepung pasar modal indonesia.Di Indonesia
sebagian masyarakat pemodalkurang tertarik dengan pasar modal tersebut.
Pada dasarnya, terdapat empatperanan strategis dari pasar modal bagi
perekonomian suatu negara, yakni:

17
a. Fungsi Saving
Pasar modal dapat menjadi aternatif bagi masyarakat yang ingin
menghimpun dari penurunanmata uang karena inflasi.
b. Fungsi Kekayaan
Masyarakat dapat mengembangkan nilai kekayaan dengan berinvestasi
dalam berbagai instrumen pasar modal yang tidak akan mengalam
ipenyusutan nilai sebagaiman yang terjadi pada investasi nyata,
misalnyarumah atau perhiasan.
c. Fungsi Likuiditas
Instrumen pasar modal pada umumnya mudah untuk dicairkan sehingga
memudahkan masyarakat memperoleh kembali dananya dibandingkan
rumah dan tanah.
d. Fungsi Pinjaman
Pasar modal merupakan sumber pinjaman bagi pemerintah maupun
perusahaan membiayai kegiatannya.

4. Instrumen Pasar Modal


Pasar modal memiliki jangka waktu lebih dari satu tahun atau dikenal dengan
sebutan (long-term instrument) ada juga beberapa instrumen yang diperdagangkan.
Berikut terdapat beberapa produk yang terdapat di pasar modal yakni :
a) Saham
Surat berharga yang menunjukan kepemilikan investor (perorangan maupun
badan hukum suatu perusahaan (PT)). Ada dua jenis saham yaitu, Saham
Biasa dan Saham Preferens (Saham Istimewa). Saham biasa memiliki ciri-ciri
seperti memperoleh keuntungan dari perusahaan, mendapatkan deviden.
Sedangkan saham preferens adalah saham yang dapat memberikan hak spesial
atau prioritas pilihan kepada pemegangnya seperti, hak spesial dalam menukar
saham nya dengan saham biasa, hak dalam mempengaruhi manajemen dalam
pencalonan pengurus, sebuah hak yang diutamakan menerima deviden, hak

18
dalam memperoleh dengan jumlah tetap dan resiko yang lebih kecil jika
dibandingkan saham biasa.
b) Obligasi
Surat berharga yang menunjukkan bahwa penerbit obligasi (bond issuer)
tersebut memperoleh pinjaman dana dari pembeli obligasi (bond holder) dan
memiliki kewajiban untuk membayar kupon bunga secara berkala atas
obligasi tersebut serta kewajiban melunasi pokok utang pada waktu yang telah
ditentukan kepada pihak pembeli obligasi.
c) Reksadana
Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal
untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer
Investasi.Jumlah keuntungan dari sebuah investasi reksadana akan diterima
dari tiga sumber yakni Deviden, peningkatan nilai aktiva bersih (NAB) dan
capital gain.
d) Right Issue
Efek yang memberikan hak kepada pemiliknya untuk membeli saham baru
dengan harga tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Diterbitkan pada saat
penawaran umum terbatas.
e) Waran
Waran adalah hak untuk membeli sebuah saham biasa dalam waktu dan harga
yang sudah ditentukan, dan biasanya waran dijual bersamaan dengan surat
berharga lain, misalnya obligasi dan saham.

5. Jenis-Jenis Pasar Modal


 Pasar Perdana (Primary Market)
Pasar perdana adalah tempat terjadinya penawaran saham pertama kali dari
emiten kepada para pemodal selama waktu yang ditetapkan oleh pihak penerbit
(issuer) sebelum saham tersebut diperdagangkan di pasar sekunder. Biasanya
dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 6 (enam) hari kerja. Harga saham di

19
pasar perdana ditentukan oleh penjamin emisi dan perusahaan yang go publik
berdasarkan analisis fundamental perusahaan yang bersangkutan.
Dalam pasar perdana, perusahaan akan memperoleh dana yang diperlukan.
Perusahaan dapat menggunakan dana hasil emisi untuk mengembangkan dan
memperluas barang modal untuk memproduksi barang dan jasa. Harga saham
pada pasar perdana adalah tetap, pihak yang berwenang adalah penjamin emisi
dan pialang, tidak dikenakan komisi dengan pemesanan yang dilakukan melalui
agen penjualan.
 Pasar Sekunder (Secondary Market)
Pasar sekunder adalah tempat terjadinya transaksi jual beli saham diantara
investor setelah melewati masa penawaran di pasar perdana, dalam waktu
selambat-lambatnya 90 hari setelah ijin emisi diberikan maka efekter tersebut
harus dicatatkan di bursa. Dengan adanya pasar sekunder para investor dapat
membeli dan menjual efek setiap saat.
Sedangkan manfaat bagi perusahaan, pasar sekunder berguna sebagai tempat
untuk menghimpun investor lembaga dan perseorangan. Harga saham pasar
sekunder berfluktuasi sesuai dengan ekspetasi pasar, pihak yang berwenang
adalah pialang, adanya beban komisi untuk penjualan dan pembelian,
pemesanannya dilakukan melalui anggota bursa, jangka waktunya tidak
terbatas.

6. Manfaat Pasar Modal


Manfaat pasar modal baik oleh investor, emiten, pemerintah, dan lembaga
penunjang (PAU-UGM, 26-27 januari 1990)
Manfaat pasar modal bagi emiten yaitu:
 Jumlah dana yang dapat dihimpun bisa berjumlah besar
 Dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana selesai
 Solvabilitas perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra perusahaan
 Ketergantungan emiten terhadap bank lebih kecil

20
 Cash flow hasil penjuakan saham biasanya lebih besar dari harga nominal
perusahaan
 Emisi saham cocok untuk membiayaai perusahaan yang beresiko tinggi
 Jangka waktu penggunaan dana tidak
terbatas Sedangkan manfaat pasar modal bagi
investor:
 Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi
 Memperoleh deviden bagai mereka yang memiliki atau yang memegang
saham
 Memiliki hak suara dalam RUPS bagi pemegang saham
 Dapat dengan mudah mengganti instrumen investasi
 Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrumen yang
mengungari nilai resiko
Sedangkan manfaat bagi pemerintah:
 Mendorong laju pembangaunan
 Mendorong investasi
 Penciptaan lapangan kerja
 Memperkecil dept service ratio (DSR)
 Mengurangi beban bagi BUMN

B. Hukum tentang transparant perusahaan public


1. Prinsip Keterbukaan dalam Pasar Modal Indonesia
Keterbukaan informasi merupakan salah satu karakteristik khusus yang
dikenal dalam bidang pasar modal. Undang Undang nomor 8 tahun 1995
mengamanatkan agar emiten dan atau perusahaan publik senantiasa menjalankan
prinsip keterbukaan, yang diimplementasikan melalui penyampaian informasi atau
fakta material terkait usaha atau efeknya. Dalam perjalanannya emiten dan atau
perusahaan publik pasti melakukan bentuk bentuk aksi korporasi (Corporate
Action), baik berupa pembagian deviden, penerbitan saham bonus, dan lain
sebagainya. Bapepam LK dan Bursa Efek telah mengatur agar dalam menjalankan

21
aksi korporasinya Emiten dan atau Perusahaan Publik tetap memperhatikan prinsip
keterbukaan guna mencegah adanya kerugian bagi pemangku kepentingan
(stakeholders). Hal ini dijelaskan juga dalam Ikhtisar Ketentuan Pasar Modal,
sebagaimana berikut ini :
“Pengertian Prinsip Keterbukaan adalah pedoman umum yang
mensyaratkan emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk pada undang
undang nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal untuk menginformasikan kepada
masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi material mengenai usahanya
atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap putusan pemodal terhadap efek
dimaksud dan atau harga dari efek tersebut. Sedangkan informasi atau fakta
material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa,
kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pda bursa efek dan atau
keputusan pemodal, calon pembeli atau pihak lain yang berkepentingan atas
informasi atau fakta tersebut. Dan mengenai perusahaan terbuka sebagai mana
dijelaskan dalam peraturan Bapepam LK nomor IX.H.1 tentang pengambilalihan
perusahaan terbuka, angka 1 huruf a. adalah perusahaan publik atau perusahaan
yang telah melakukan penawaran umum saham atau efek bersifat ekuitas lainnya.”
Prinsip keterbukaan menjadi persoalan inti di pasar modal dan sekaligus
merupakan jiwa pasar modal itu sendiri. Keterbukaan tentang fakta materiel sebagai
jiwa pasar modal didasarkan pada keberadaan prinsip keterbukaan yang
memungkinkan tersedianya bahan pertimbangan bagi investor, sehingga ia secara
rasional dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan
saham.
Menurut Sigalingging, prinsip keterbukaan merupakan pedoman umum
yang mensyaratkan emiten, perusahaan publik dan pihak lain tunduk pada UU No.8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal untuk menginformasikan kepada masyarakat pada
waktu yang tepat seluruh informasi mengenai efek emiten yang dapat berpengaruh
terhadap keputusan investor terhadap harga efek dimaksud.
Kepatuhan melaksanakan prinsip keterbukaan merupakan kunci utama
dalam menciptakan Pasar Modal yang adil dan efisien.Prinsip keterbukaan menjadi

22
persoalan yang sangat penting di Pasar Modal dan sekaligus merupakan jiwa pasar
modal itu sendiri. Penegasan prinsip keterbukaan ditemukan dalam Pasal 1 angka
(25) UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, menentukan:
Prinsip keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten,
Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada Undang-undang ini untuk
menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh Informasi
Material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap
keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari Efek tersebut.
2. Tujuan Prinsip Keterbukaan
Tujuan dari prinsip keterbukaan untuk menciptakan efisiensi dalam transaksi
efek di mana para investor dalam perdagangan efek dapat melakukan perdagangan
secara transparan, adil, dan bijaksana. Tanpa kewajiban keterbukaan ini mustahil
tercipta pasar efisien, bahkan sebaliknya bisa terjadi kemungkinan investor yang
tidak memperoleh informasi karena tidak meratanya informasi kepada investor yang
disebabkan ada informasi yang tidak dibuka secara transparan atau terdapat suatu
informasi yang belum tersedia untuk publik, tetapi telah disampaikan kepada orang-
orang tertentu.
Keterbukaan sebagai jiwa Pasar Modal akan memberikan peluang bagi
investor yang memungkinkan sehingga dengan pertimbangan bagi investor secara
rasional dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan
saham. Keterbukaan dalam transaksi efek menyangkut seluruh informasi mengenai
keadaan usahanya yang meliputi aspek keuangan, hukum, manajemen, dan harta
kekayaan perusahaan yang akan melakukan emisi saham di bursa.
Pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan dapat menyebabkan informasi
yang diterima investor adalah menyesatkan, gambaran semu, sehingga dari
informasi yang menyesatkan atau gambaran semu tersebut pihak investor menjadi
rugi.
Pelaksanaan prinsip keterbukaan yang paling awal dalam mekanisme pasar
modal sudah dimulai pada saat perusahaan memasuki tahap prapencatatan
pernyataan pendaftaran. Pernyataan pendaftaran yang wajib diserahkan kepada

23
Bapepam terdiri dari prospektus awal (preliminary prospectus) dan dokumen-
dokumen pendukung. Sebenarnya sangat banyak ketentuan kewajiban keterbukaan
(mandatory disclosure) bagi emiten atau perusahaan publik. Fokus sentral dari
hukum pasar modal ini adalah prinsip keterbukaan, oleh karena perannya membuat
investor atau pemegang saham dan pelaku-pelaku bursa mempunyai informasi yang
cukup dan akurat dalam pengambilan keputusannya dalam berinvestasi. Dengan
informasi ini dapat diantisipasi terjadinya perbuatan curang (fraudulent acts) atau
pernyataan menyesatkan (misleading statement) atau penghilangan (omission)atau
insider trading di pasar modal.
3. Jenis-jenis Prinsip Keterbukaan
a. Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Ke Publik
Keterbukaan Informasi yang harus segera diumumkan ke Publik diatur
dalam peraturan Bapepam LK No. X.K.1, sebagaimana berikut ini:
“Bahwa setiap perusahaan publik atau emiten yang pernyataan
pendaftarannya telah menjadi efektif, harus menyampaikan kepada Bapepam
LK dan mengumumkan kepada masyarakat secepat mungkin dengan ketentuan
paling lamabat akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah keputusan atau
terdapatnya informasi atau fakta material yang mungkin dapat mempengaruhi
nilai efek perusahaan atau keputusan investasi pemodal”
Selanjutnya informasi atau fakta material yang diperkirakan dapat
mempengaruhi harga efek atau keputusan investasi pemodal, antara lain hal hal
sebagai berikut :
i. Penggabungan usaha, pembelian saham, peleburan usaha, atau
pembentukan usaha patungan;
ii. Pemecahan saham atau pembagian dividen saham;
iii. Pendapatan dari dividen yang luar biasa sifatnya;
iv. Perolehan atau kehilangan kontrak penting;
v. Produk atau penemuan baru yang berarti;
vi. Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam
manajemen;

24
vii. Pengumuman pembelian kembali atau pembayaran Efek yang bersifat
utang;
viii. Penjualan tambahan efek kepada masyarakat atau secara terbatas yang
material jumlahnya;
ix. Pembelian, atau kerugian penjualan aktiva yang material;
x. Perselisihan tenaga kerja yang relatif penting;
xi. Tuntutan hukum yang penting terhadap perusahaan, dan atau direktur dan
komisaris perusahaan;
xii. Pengajuan tawaran untuk pembelian Efek perusahaan lain;
xiii. Penggantian Akuntan yang mengaudit perusahaan;
xiv. Penggantian Wali Amanat;
xv. Perubahan tahun fiskal perusahaan
b. Keterbukaan Informasi Bagi Pemegang Saham Tertentu
Keterbukaan Informasi bagi pemegang saham tertentu, diatur dalam
peraturan Bapepam LK No. X.M.1, yang pada pokoknya berbunyi sebagai
berikut:
“Bapepam mengatur direktur atau komisaris emiten atau perusahaan public
wajib melaporkan kepada Bapepam atas kepemilikan dan setiap perubahan
kepemilikannya atas saham perusahaan tersebut selambat lambatnya dalam
waktu 10 (sepuluh) hari sejak terjadinya transaksi. Dan kewajiban tersebut juga
berlaku bagi setiap pihak yang memiliki 5% (lima perseratus) atau lebih saham
yang disetor. Kemudian Salinan dari laporan yang disyaratkan dalam peraturan
ini harus tersedia untuk dilihat umum dan dapat disalin di Bapepam.”
Selanjutnya laporan sebagaimana disebutkan tersebut sekurang kurangnya
meliputi:
i. Nama, tempat tinggal dan kewarganegaraan;
ii. Jumlah saham yang dibeli atau dijual;
iii. Harga pembelian dan penjualan persaham;
iv. Tanggal transaksi; dan
v. Tujun transaksi.

25
c. Keterbukaan Informasi Bagi Emiten Atau Perusahan Publik Yang Dimohonkan
Pernyataan Pailit
Keterbukaan Informasi bagi emiten atau perusahan publik yang dimohonkan
pernyataan pailit, diatur dalam peraturan Bapepam LK No. X.K.5, sebagaimana
berikut:
“Emiten atau Perusahaan Publik yang gagal atau tidak mampu menghindari
kegagalan untuk membayar kewajibannya terhadap pemberi pinjaman yang
tidak terafiliasi, maka Emiten atau Perusahaan Publik wajib menyampaikan
laporan mengenai hal tersebut kepada Bapepam dan Bursa Efek dimana Efek
Emiten atau Perusahaan Publik tercatat secepat mungkin, paling lambat akhir
hari kerja ke-2 (kedua) sejak Emiten atau Perusahaan Publik mengalami
kegagalan atau mengetahui ketidakmampuan menghindari kegagalan dimaksud”
Laporan tersebut juga harus memuat antara lain rincian mengenai pinjaman
termasuk jumlah pokok dan bunga, jangka waktu pinjaman, nama pemberi
pinjaman, penggunaan pinjaman dan alasan kegagalan atau ketidakmampuan
menghindari kegagalan. Dan kewajiban administratif lainnya.
d. Keterbukaan Informasi Mengenai Biaya Penawaran Umum
Keterbukaan informasi mengenai biaya penawaran umum diatur dalam surat
edaran Bapepam LK No. SE -05/BL/2006, yang berbunyi:
“Bappepam mengatur tentang informasi biaya yang dikeluarkan oleh emiten
atau perusahaan publik dalam rangka penawaran umum wajib diungkapkan
dalam bab penggunaan dana yang diperoleh dari hasil penawaran umum, baik
pada prospektus maupun laporan realisasi penggunaan dana hasil penawaran
umum agar diungkapkan rincian masing masing biaya yang dikeluarkan dalam
rangka pelaksanaan penawaran umum, baik dalam presentase (%) tertentu dan
atau nilai angka (denominasi mata uang), yang antara lain meliputi beberapa
biaya jasa yaitu, jasa pinjaman, jasa penyelenggaraan, jasa penjualan, jasa
profesi penunjang pasar modal, jasa lembaga penunjang pasar modal dan jasa
konsultasi keuangan. Dalam hal terjadi perbedaan informasi dalam prospektus
maupun prospektus ringkas dengan informasi yang diungkapkan dalam laporan

26
realisasi penggunaan dana hasil penawaran umum maka wajib ditambahkan
penjelasan penyebab perbedaan informasi tersebut”
4. Aspek Keterbukaan Informasi
a. Kewajiban Pelaporan
 Kewajiban Pelaporan Secara Berkala
Dasar hukum Penyampaian Laporan keuangan Berkala diatur dalam
Peraturan Bappepam Nomor X.K.2. yang isinya mencakup laporan
keuangan tahunan dan laporan keuangan tengah tahunan. Laporan
Keuangan tahunan ditentukan sebagai berikut :
1. Memenuhi unsur laporan keuangan dan disusun sesuai standar
akuntansi yang berlaku umum.
2. Wajib disajikan secara perbandingan dengan periode yang sama.
3. Wajib disajikan dalam Bahasa Indonesia.
4. Wajib disertai dengan Opini Akuntan.
5. Wajib disampaikan sebanyak 4 eksemplar dengan minimal 1 dalam
bentuk asli.
Kemudian mengenai waktu penyampaian laporan keuangan tahunan, telah
ditentukan sebagai berikut :
Paling lambat akhir bulan ke 3 setelah tanggal laporan keuangan tahunan,
dengan ketentuan jika batas akhir penyampaian jatuh pada hari libur maka
wajib disampaikan pada hari kerja sebelumnya.
Dalam hal Emiten telah menyampaikan Laporan Tahunan sebelum batas
waktu penyampaian Laporan Keuangan Tahunan, maka tidak diwajibkan
untuk menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan.
Selanjutnya laporan keuangan tahunan wajib diumumkan kepada publik
melalui 2 surat kabar harian berbahasa Indonesia dan bukti pengumuman
wajib disampaikan kepada Bapepam dan LK selambat-lambatnya 2 hari
kerja setelah tanggal pengumuman.
Sedangkan mengenai Laporan Keuangan Tengah Tahunan telah ditentukan
dengan beberapa kewajiban yaitu wajib disampaikan Memenuhi unsur

27
laporan keuangan dan disusun sesuai standar akuntansi yang berlaku umum
sebagaimana berikut ini:
a. Wajib disajikan secara perbandingan dengan periode yang sama
b. Wajib disajikan dalam Bahasa Indonesia
c. Dapat disertai dengan Opini Akuntan atau Penelaahan Terbatas oleh
akuntan.
Kemudian mengenai waktu penyampaian laporan keuangan tengah tahunan
telah ditentukan sebagai berikut :
a. Paling lambat akhir bulan pertama setelah tanggal laporan
keuangan tengah tahunan, jika tidak disertai laporan Akuntan.
b. Paling lambat akhir bulan ke 2 setelah tanggal laporan keuangan
tengah tahunan, jika disertai laporan Akuntan dalam rangka
penelaahan terbatas.
c. Paling lambat akhir bulan ke 3 setelah tanggal laporan keuangan
tengah tahunan, jika disertai laporan Akuntan yg memberikan
pendapat tentang kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
Hal tersebut dengan ketentuan jika batas akhir penyampaian jatuh pada hari
libur maka wajib disampaikan pada hari kerja sebelumnya, dan laporan ini
juga wajib diumumkan dalam surat kabar sebagaimana laporan keuangan
tahunan.
 Laporan Realisasi Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum
Laporan Realisasi Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum diatur dalam
Peraturan Bappepam Nomor X.K.4 dengan waktu penyampaian secara
berkala setiap 3 bulan, dan Penyampaian paling lambat tgl 15 bulan
berikutnya. Bentuk dan isi laporan disusun sesuai Formulir X.K.4-1.
Kemudian mengenai Perubahan Penggunaan Dana Hasil Emisi, Wajib
dilaporkan terlebih dahulu kepada Bapepam dan LK dan Harus mendapat
persetujuan Pemegang Saham atau Pemegang Obligasi dan Wali Amanat.
Selanjutnya Realisasi penggunaan dana hasil emisi wajib
dipertanggungjawabkan dan dilaporkan dalam RUPS.

28
 Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan Bagi Emiten Atau Perusahaan
Publik
Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten atau Perusahaan
Publik diatur dalam Peraturan Bapepam Nomor X.K.6. dimana didalamnya
disampaikan bahwa:
“Laporan Tahunan tersebut wajib disampaikan sebanyak 4 eksamplar
dengan minimal 1 dalam bentuk asli dan laporan tahunan dalam bentuk
asli wajib ditandatangani secara langsung oleh direksi dan komisaris
untuk kemudian wajib disampaikan sebanyak 6 eksamplar dengan minimal
1 dalam bentuk asli dalam hal penyampaiannya sebelum batas tanggal
penyampaian LKT. Waktu penyampaian laporan ini Paling lambat 4 bulan
setelah tahun buku berakhir, atau Pada saat Laporan Tahunan tersedia
untuk pemegang saham dalam rangka RUPS (pada saat panggilan
RUPS).”
Mengenai isi dan bentuk laporan telah diatur dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Wajib disajikan dalam bahasa Indonesia
b. Wajib dicetak pada kertas berwarna terang dan berkualitas baik
dengan ukuran 21×30 cm
c. Wajib memuat rincian atas: ikhtisar data keuangan penting, laporan
dewan komisaris, laporan direksi, profil perusahaan, analisis dan
pembahasan manajemen, tata kelola perusahaan, tanggung jawab
direksi atas laporan keuangan, dan laporan keuangan yang telah
diaudit oleh Akuntan.
d. Tanda tangan anggota direksi dan anggota dewan komisaris.
 Tentang Jangka Waktu Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Dan
Laporan Tahunan Bagi Emiten Atau Perusahaan Publik Yang Efeknya
Tercatat Di Bursa Efek Di Indonesia Dan Di Bursa Efek Di Negara Lain
Tentang Jangka Waktu Penyampaian Laporan Keuangan Berkala dan Laporan
Tahunan bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang Efeknya Tercatat di Bursa

29
Efek di Indonesia dan di Bursa Efek di Negara Lain diatur dalam Peraturan
Nomor X.K.7. Merupakan pengecualian dari Peraturan Nomor X.K.2 dan
Peraturan X.K.6 mengenai batas waktu penyampaian pelaporan oleh Emiten
yaitu dengan mengikuti ketentuan otoritas pasar modal di negara dimana
saham Emiten dicatatkan dan mengenai Substansi informasi yang
disampaikan dalam laporan berkala tetap wajib mengikuti ketentuan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Nomor X.K.2 dan Peraturan X.K.6.

 Tentang Pemeringkatan Atas Efek Bersifat Utang


Tentang Pemeringkatan Atas Efek Bersifat Utang diatur dalam Peraturan
Nomor IX.C.11. Kewajiban melakukan pemeringkatan Efek Bersifat Utang
oleh Emiten pada saat :
a. Menerbitkan efek bersifat utang melalui Penawaran Umum
b. Setiap tahun sampai dengan efek bersifat utang jatuh tempo dan
dibayar lunas
c. Adanya fakta material atau peristiwa penting yang dapat
mempengaruhi kemampuan Emiten memenuhi kewajiban dan/atau
mempengaruhi risiko yang dihadapi pemegang Efek Bersifat Utang.
Waktu penyampaian ditentukan sebagai berikut :
i. Paling lambat 14 hari setelah masa berlaku hasil pemeringkatan
terakhir berakhir, Emiten wajib menyampaikan hasil pemeringkatan
Efek kepada Bapepam-LK, Wali Amanat dan Bursa Efek, serta
mengumumkan dalam 1 surat kabar berbahasa Indonesia yang
berperedaran nasional.
ii. Paling lambat akhir hari kerja ke 2 setelah diterimanya hasil
pemeringkatan baru, pernyataan dan pendapat lain terkait
pemeringkatan karena adanya fakta material atau kejadian penting
yang dapat mempengaruhi kemampuan Emiten atau mempunyai

30
resiko bagi pemegang Efek bersifat hutang, Emiten wajib
menyampaikan ke Bapepam-LK, Wali Amanat dan Bursa Efek dan
mengumumkannya dalam 1 surat kabar berbahasa Indonesia yang
berperedaran nasional.
iii. Paling lambat 90 hari sebelum Efek Bersifat Utang jatuh tempo,
Emiten wajib menyampaikan ke Bapepam-LK, Wali Amanat dan
Bursa Efek dan mengumumkannya dalam 1 surat kabar berbahasa
Indonesia yang berperedaran nasional, hasil pemeringkatan baru,
pernyataan dan pendapat atas Efek yang bersifat utanjg yang
diterbitkan oleh Perusahaan Pemeringkat Efek.
iv. Paling lambat 2 hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan dari
Perusahaan Pemeringkat Efek tentang pencabutan, penarikan
kembali atau pembatalan hasil pemeringkatan dalam hal hasil
pemeringkatan atas Efek dicabut, ditarik kembali atau dibatalkan,
atau sejak diterimanya hasil pemeringkatan ulang dalam hal
dilakukan pemeringkatan ulang atas Efek bersifat utang, Emiten
wajib wajib menyampaikan ke Bapepam-LK, Wali Amanat dan
Bursa Efek dan mengumumkannya dalam 1 surat kabar berbahasa
Indonesia yang berperedaran nasional.
v. Seluruh bukti pengumuman melalui surat kabar wajib disampaikan
ke Bapepam-LK paling lambat 2 hari kerja setelah pengumuman.
b. Kewajiban Laporan Insidentil
 Keterbukaan Informasi Bagi Emiten Atau Perusahaan Publik Yang
Dimohonkan Pailit
Keterbukaan Informasi bagi emiten atau perusahaan publik yang dimohonkan
pailit, hal ini diatur dalam peraturan peraturan nomor X.K.5, dimana
dijelaskan bahwa waktu pelaporan sesegera mungkin, paling lambat akhir hari
kerja ke 2 sejak Emiten mengalami kegagalan, mengetahui ketidakmampuan
menghindari kegagalan, atau mengetahui adanya permohonan pernyataan
pailit.

31
Sementara Kondisi yang mewajibkan keterbukaan informasi adalah kondisi
dimana:
1. Gagal atau tidak mampu menghindari kegagalan memenuhi kewajiban
kepada pihak yang tidak terafiliasi.
2. Emiten yang diajukan ke Pengadilan untuk dimohonkan pernyataan pailit.
 Kewajiban Melakukan Keterbukaan Informasi Dalam Rangka Aksi Korporasi
Kewajiban melakukan keterbukaan informasi dalam rangka aksi korporasi
diatur dalam berbagai peraturan yaitu :
a. Peraturan Nomor IX.D.1 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu
b. Peraturan Nomor IX.D.4 tentang Penambahan Modal Tanpa Hak
Memesan Efek Terlebih Dahulu
c. Peraturan Nomor IX.D.5 tentang Saham Bonus
d. Peraturan Nomor IX.E.1 tentang Transaksi Afiliasi Dan Benturan
Kepentingan Transaksi Tertentu
e. Peraturan Nomor IX.E.2 tentang Transaksi material dan Perubahan
Kegiatan Usaha Utama
f. Peraturan Nomor IX.F.1 tentang Penawaran Tender
g. Peraturan Nomor IX.G.1 tentang Penggabungan Usaha atau Peleburan
Usaha Perusahaan Publik atauEmiten
h. Peraturan Nomor IX.H.1 tentang pengambilalihan Perusahaan Terbuka
i. Peraturan Nomor IX.I.1 tentag Rencana dan Pelaksanaan Rapat Umum
Pemegang Saham
j. Peraturan Nomor IX.L.1 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kuasi
Reorganisasi
k. Peraturan Nomor XI.B.2 tentang pembelian Kembali Saham Yang
Dikeluarkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik.
l. Pelanggaran, Pertanggung Jawaban Dan Perlindungan Atas Prinsip
Keterbukaan Informasi
Menurut Straud dan Attner,12 perusahaan dapat dikategorikan menjadi:

32
a. Close corporation a corporation who stock can not be purchased by the
general public, it is usually owned by a few individuals.
b. Open corporation a corporation whose stock can be purchased by
anyone who can afford the price
Perusahaan yang tertutup (closed corporation), biasanya dikendalikan
oleh anggota keluarga. Mereka tidak setuju menjual sahamnya kepada
masyarakat karena mereka khawatir bahwa dengan menjual sahamnya kepada
masyarakat maka mereka kehilangan wewenang untuk mengontrol
perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia pada umumnya
adalah perusahaan milik keluarga yang bersifat tertutup. Untuk mendorong
suatu perusahaan agar go public bukanlah hal yang mudah karena bila
perusahaan tersebut telah go public maka mereka memiliki kewajiban untuk
membeberkan segala informasi mengenai perusahaan mereka. Dengan
demikian, suatu perusahaan memilih untuk tetap bersifat tertutup dengan
alasan agar mereka dapat menyembunyikan informasi keuangan, produk-
produk baru dan berbagai kegiatan lainnya.
Menurut Asril Sitompul,13 suatu perusahaan biasanya memiliki
beberapa pertimbangan untuk melakukan penawaran umum kepada
masyarakat, yaitu :
a. Perusahaan akan mendapatkan uang tunai.
b. Nilai perusahaan akan mengingkat.
c. Meningkatkan debt equity ratio perusahaan yang bersangkutan.
d. Mengingkatkan citra dan perkembangan perusahaan.
Diantara beberapa pertimbangan tersebut, sebenarnya pertimbangan
utama dari suatu perusahaan yang melakukan go public adalah uang fresh
money yang akan digunakan untuk menambah modal perusahaan. Dengan
menjual saham-sahamnya kepada masyarakat maka perusahaan tersebut akan
mendapatkan tambahan modal. Modal tersebut nantinya dapat digunakan
untuk kelangsungan hidup perusahaan, pengembangan perusahaan atau
digunakan untuk keperluan lain seperti membayar hutang.

33
Sebaliknya, perusahaan yang bersifat terbuka (open corporation) dapat
menjual sahamnya kepada masyarakat. Dengan demikian maka perusahaan
terbuka akan menjual sebagian sahamnya kepada masyarakat, berarti
perusahaan tersebut akan go public.
Suatu perusahaan yang bersifat terbuka (open corporation) dan telah
menjadi perusahaan publik harus melaksanakan prisip keterbukaan (full
disclosure). Prinsip keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan
emiten, perusahaan public dan pihak lain yang tunduk pada UU No 8 tahun
1995 untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat
seluruh informasi material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat
berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek yang dimaksud dan
atau harga dari efek tersebut.
Prospektus menurut Straun dan Attner adalah sebuah dokumen yang
mempresentasikan data keuangan perusahaan dalam jangka waktu tertentu,
menggambarkan posisi perusahaan tersebut dalam industri, menggambarkan
bagaimana dana perusahaan dibangun dan sistem penjualannya serta
menyimpulkan berbagai informasi lainnya yang dapat digunakan oleh investor
untuk berinvestasi.
Prospektus, selain sebagai sarana transparansi juga merupakan sarana
promosi dari perusahaan yang bersangkutan, maka prospectus harus dikemas
dengan sebaik mungkin agar dapat menarik minat calon investor. Tetapi pada
kenyataannya, banyak perusahaan yang tidak menerbitkan prospectus sesuai
dengan kondisi perusahaannya. Sehingga prospectus bukan menjadi sarana
transparansi tetapi hanya menjadi sarana promosi saja. Informasi yang tidak
sesuai dengan kondisi perusahaan yang tertuang dalam prospectus tersebut
merupakan informasi yang menyesatkan (miss leading information) dan
sangat merugikan investor.
Seharusnya, bila prinsip keterbukaan sudah harus diterapkan oleh
suatu perusahaan yang akan go public, maka prospectus merupakan sarana
transparansi dari perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian maka

34
perusahaan tersebut harus menerbitkan prospectus yang sesuai dengan kondisi
perusahaannya sehingga sebelum memutuskan untuk membeli saham atau
tidak, masyarakat sudah mengetahui pasti kondisi perusahan dimana nanti ia
akan menanamkan modalnya. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi
masyarakat sebagai calon investor agar tidak mengalami kerugian setelah
membeli saham suatu perusahaan.
c. Pihak yang bertanggung jawab atas Pelanggaran terhadap Prinsip Keterbukaan
Apabila terjadi pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan dalam hal ini memberikan
informasi yang menyesatkan (miss feeding information) kepada investor, maka
berdasarkan Pasal 80 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995,15 pihak yang dapat
dimintakan pertanggungjawabannya adalah sebagai berikut :
1. Setiap pihak yang menandatangani Pernyataan Pendaftaran.
2. Direktur dan Komisaris Emiten.
3. Penjamin Pelaksanaan Emisi Efek.
4. Profesi penunjang pasar modal.
Tetapi untuk menentukan secara langsung pihak mana yang harus
bertanggungjawab bukanlah sesuatu yang mudah. Oleh sebab itu, maka untuk
menentukan siapa yang bertanggungjawab atas kesalahan tersebut harus dilihat case
by case. Secara hukum dapat dikatakan bahwa semua pihak yang terlibat dalam
pasar modal dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum apabila
terdapat unsur kesalahan.
Menurut Munir Fuady, dalam hukum pidana kesalahan dapat berwujud
kejahatan atau pelanggaran. Dalam hukum perdata, jika tanggungjawab berasal dari
perbuatan melawan hukum malpraktek maka wujudnya dapat berupa perbuatan
dengan unsur kesengajaan (on purpose) atau kurang hati – hati (negligence). Jika
perbuatan tersebut berasal dari suatu perjanjian maka kesalahan tersebut berupa
ingkar janji (on default). Disamping itu adapula kesalahan moral sehingga masing-
masing pihak harus tunduk pada kode etik profesi masing-masing, atau kesalahan
yang ancamannya hanya berupa sanksi administrasi.

35
Tanggungjawab yang terbesar atas pelanggaran terhadap pinsip keterbukaan
dalam hal ini menerbitkan prospectus yang tidak benar terletak pada emiten. Hal ini
disebabkan karena emitenlah yang sangat berkepentingan dalam proses go public.
Dasar hukum dari pernyataan ini adalah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 81
Undang – undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang pada intinya
menyatakan bahwa emiten yang merupakan pihak yang menawarkan atau menjual
efek dengan menggunakan prospectus yang isinya tidak sesuai dengan fakta
material, harus bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkan akibat
perbuatannya.
Pasar modal merupakan tempat bagi emiten untuk mendapatkan modal yang
diperlukannya. Sedangkan investor merupakan pihak yang akan menanamkan
modalnya pada perusahaan emiten, oleh karena itu setiap transaksi harus dilakukan
secara transparan agar investor mendapat jaminan keamanan atas modal yang
ditanamkannya. Selain itu emiten harus memberikan informasi yang jelas kepada
investor. Informasi merupakan komponen yang sangat penting dan emiten
merupakan pihak yang paling bertanggungjawab atas kebenaran informasi yang
diberikannya.
Salah satu perangkat hukum yang erat kaitannya dengan pasar modal adalah
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Undang –
undang tersebut mengatur tentang status hukum bagi perseroan yang terbuka dan
tertutup.Dengan diberlakukannya Undang-undang perseroan terbatas, maka
komisaris dan direksi emiten perusahaan publik yang terbukti melanggar hukum
akan diawasi oleh Undang-undang tersebut dan segala transaksi serta kegiatannya
yang berkaitan pasar modal diatur oleh Undang-undang pasar modal.
Pihak penjamin emisi juga dapat dimintakan pertanggungjawaban. Sebab
penjamin emisi terlibat jauh dalam proses penawaran umum. Penjamin emisilah
yang mempersiapkan rencana emiten untuk melakukan penawaran umum. Sebelum
melakukan penawaran umum maka penjamin emisi harus memeriksa kondisi
keuangan emiten. Penjamin emisis yang memiliki integritas yang tinggi, hanya akan

36
mengijinkan emiten yang kondisi keuangannya benar-benar baik yang dapat
mengajukan penawaran umum.
Apabila penjamin emisi terlibat dalam memberikan informasi yang tidak
benar mengenai kondisi keuangan emiten dan hanya mementingkan underwriter fee
maka penjamin emisis tersebut sama sekali tidak memiliki tanggungjawab untuk
melindungi kepentingan investor. Penjamin emisis seperti ini tentu saja harus
mempertanggungjawabkan tindakannya karena pada dasarnya penjamin emisi
termasuk pihak yang harus bertanggungjawab atas kebenaran prospectus dan sukses
atau tidaknya penjualan saham.Selanjutnya, pihak yang dapat dimintakan
pertanggungjawabannya yaitu profesi penunjang yang terdapat dalam pasar modal
diantaranya adalah akuntan public, notaris, konsulatan hukum dan perusahaan
penilai.
Namun demikian, berdasarkan pasal 80 ayat (2) Undang-undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka tanggungjawab profesi penunjang pasar
modal hanya terbatas pada keterangan atau pendapat yang diberikannya.
Tanggungjawab profesi penunjang tersebut bersifat terbatas, sebab mereka pada
prinsipnya hanya mempunyai tanggungjawab “berasumsi” atau bertanggungjawab
“diatas kertas”. Artinya, tanggungjawab mereka hanya beralaskan asumsi bahwa
semua dokumen yang tersedia adalah benar. Dengan demikian bila diantara
dokumen tersebut ada yang tidak benar sehingga menyebabkan analisis mereka
tidak akurat maka hal itu diluar tanggungjawab mereka. Yang lebih
bertanggungjawab adalah pihak yang memalsukan dokumen.
Selain itu, Bapepam sebagai badan pengawas, juga tidak dapat melepaskan
tanggungjawabnya begitu saja. Walaupun dalam Undang-undang Pasar Modal yang
mengatur prospectus terdapat “klausul cuci tangan”, dimana terdapat kalimat bahwa
Bapepam tidak memberikan pernyataan menyetujui dan seterusnya. Hal ini
didasarkan pada prinsip bahwa siapa yang bersalah harus dihukum, maka bila
Bapepam melakukan kesalahan (terdapat unsur kesengajaan atau keteledoran),
adalah tidak masuk akal bila Bapepam dapat melepaskan tanggungjawabnya begitu
saja. Sebab seharusnya Bapepam benar–benar melakukan pemeriksaan atas

37
kebenaran isi prospectus dari emiten sebelum emiten melakukan penawaran umum
(IPO).

C. Tanggung Jawab Para Pelaku Pasar Modal


1. Pelaku Pasar Modal di Indonesia
Pihak- pihak atau institusi yang terlibat di pasar modal Indonesia tercantum
dalam UUPM. Setiap lembaga yang disebut dalam UUPM diberikan
kewenangan.
1) Self Regulatory Organization (SRO)
Istilah Self Regulatory Organization (SRO) merupakan istilah yang
digunakan untuk menyebut tiga lembaga sekaligus, yaitu Bursa Efek,
Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP), dan Lembaga Penyimpanan Dan
Penyelesaian (LPP). Disebut SRO karena lembaga-lembaga tersebut diberi
kewenangan untuk membuat peraturan-peraturan yang mengikat badan
atau organisasi yang terlibat dengan fungsinya tersebut. Peraturan-
peraturan ersebut dapat diimplementasikan setelah ada persetujuan dari
OJK sebagai otoritas tertinggi di pasar modal
 Bursa Efek
Bursa Efek yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/
atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek
pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara
mereka.Sebagai institusi yang diberikan kewenangan oleh undang-
undang untuk membuat dan menetapkan peraturan bagi anggota
bursa efek, di mana hal itu merupakan cerminan dan fungsinya
sebagai Self Regulatory Organization (SRO).Berkaitan dengan
peranan bursa efek sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-
undang, haruslah bersifat produktif dalam memantau jalannya
perdagangan, mengembangkan sistem pengendalian intern guna
menghindari timbulnya manipulasi harga dan mendeteksi adanya
inside information.

38
 Lembaga Kliring dan Peminjaman (LKP)
LKP adalah lembaga yang menyelenggarakan jasa kliring dan
penjaminan penyelesaian transaksi bursa. Lembaga ini didirikan
dengan tujuan agar transaksi bursa dapat terlaksana secara teratur,
wajar, dan efisien. Saat ini lembaga ini diselenggarakan oleh PT
Kliring dan Penjamin Efek Indonesia atau disingkat KPEI.Pengguna
jasa KPEI adalah Perusahaan Efek Anggota Bursa yang telah
menjadi anggota kliring KPEI atau disingkat AK.
 Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP)
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) Lembaga yang
menyelenggarakan jasa penyimpanan terpusat (kustodian sentral)
bagi Bank Kustodian, Perusahaan Efek dan Pihak lain, sebagai SRO,
LPP menetapkan peraturan mengenai kegiatan penyimpanan dan
penyelesaian transaksi bursa termasuk ketentuan mengenai
pemakaian biaya jasa, LPP saat ini diselenggarakan oleh PT
Kustodian Sentral Efek Indonesia. Di samping itu, KSEI juga dapat
memberikan jasa-jasa lain seperti :
a. Penyampaian laporan mengenai jasa-jasa lain yang perlu
diketahui oleh pemegang.
b. Pelaksanaan pemberian kuasa- kuasa untuk hadir dan
memberikan suara dalam RUPS.
c. Pemberian informasi kepada emiten mengenai kepemilikan
efek dalam penitipan kolektif dan pelaporan kegiatan
rekening efek.
2) Perusahaan Efek
Perusahaan Efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai
penjamin emisi efek, perantara perdagangan efek, dan atau manager
investasi, perusahaan efek harus berbentuk perseroan terbatas dan dapat
menjalankan usahanya tersebut setelah mendapat izin dari OJK. Fungsi dari
perusahaan efek adalah sebagai perantara mengalirnya arus dana dan

39
informasi antara pemodal dengan emiten dan sebagai ujung tombak bursa
(pasar modal) dalam meningkatkan pergerakan dan volume investasi. Tugas
dari Perusahaan Efek adalah untuk memasyarakatkan pasar modal dan
meningkatkan minat masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal sebagai
salah satu alternatif investasi serta untuk membantu memobilisasi dana
masyarakat dengan cara memperjualbelikan efek diantara pemodal dengan
pemodal maupun pemodal dengan emiten.
3) Emiten, Perusahaan Publik, Investor dan Reksa Dana
Emiten, Perusahaan Publik, Investor dan Reksadana juga merupakan pelaku
pasar modal yang sangat penting di dalam kegiatan pasar modal.
Berikut penjelasan lebih lanjut :
a) Emiten
Emiten adalah pihak atau perusahaan yang menawarkanefeknya kepada
masyarakat melalui penawaran umum (pasar perdana) dalam rangka
menjaring dana bagi kegiatan usaha perusahaan pengembangan usaha
perusahaan.
b) Perusahaan Publik
Perusahaan yang sahamnya telah dimiliki sekurangkurangnya oleh 300
(tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-
kurangnya Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Atau suatu jumlah
pemegang saham dan modal disetor yan ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
c) Investor
Investor adalah perusahaan atau orang perorangan yang membeli
pemilikan suatu perusahaan yang go public. Investor dapat membeli
pemilikan suatu perusahaan yang go publicdalam dua cara, yaitu membeli
efek di pasar perdana dan di pasar sekunder.Pada perusahaan go public,
investor pertama adalah pemegang saham pendiri, sedangkan investor
kedua adalah pemegang saham melalui pembelian saham pada
penawaran umum di pasar modal.

40
d) Reksa Dana
Reksa Dana adalah sertifikat yang menjelaskan bahwapemiliknya
menitipkan uang kepada pengelola reksa dana untuk digunakan sebagai
modal berinvestasi di pasar modal. Reksa Dana dapat berbentuk
perseoran atau kontrak investasi kolektif.
2. Lembaga Penunjang di Pasar Modal
Lembaga Penunjang Pasar Modal adalah lembaga penunjang yang turut serta
mendukung beroperasinya suatu pasar modal. Lembaga penunjang pasar modal
terdiri atas:
a. Kustodian
Kustodian adalah lembaga yang memberikan jasa penitipan efek dan
harta lainnya berkaitan dengan efek serta memberikan jasa lainnya
seperti menerima deviden, bunga dan hak-hak lain, menyelesaikan
transaksi efek dan mewakili pemegang rekening yang menjadi
nasabahnya.Di selenggarakan oleh:
1) Lembaga penyimpanan dan penyelesaian;
2) Perusahaan efek;
3) Bank umum yang telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah.
(Tavinayati dan Yulia Qamariyanti, Op.Cit, hal.29)
b. Biro Administrasi Efek
Biro Administrasi Efek adalah lembaga yang mempunyai
kewenangan untuk mendaftarkan pemilik efek dalam daftar buku
pemegang saham emiten dan melakukan pembagian hak yang berkaitan
dengan efek. Diselenggarakan oleh perseroan yang telah memperoleh
izin usaha dari Bapepam.
Sebelum perusahaan go public sangat jarang terjadi perubahan
pemegang saham karena itu buku pemegang saham jarang diotak-atik.
Pemegang sahamnya terbatas dan gampang dikenal sehingga
penyampaian yang sifatnya administrasi atau deviden kepada pemegang
saham tidak menemui hambatan yang berarti.

41
Setelah perusahaan go public mutasi pemegang saham seringkali
terjadi. Pemegang sahamnya tersebar dimana-mana, bahkan sampai
keluar negeri. Dalam situasi demikian bila terjadi mutasi saham bisa saja
direksi atau komisaris tidak lagi mengenal setiap pemegang saham.
Demikian pula halnya dengan investor apabila ia memiliki banyak
saham, baik dari segi jumlah maupun jenisnya maka ntuk
mengadministrasinya memerlukan waktu dan perhatian khusus.
Banyaknya pekerjaan yang dilakukan emiten atau investor
mendorong emiten dan investor untuk memiliki unit khusus yang
menangani kegiatankegiatan tersebut. Disinilah peran dari Biro
Administrasi Efek yang menawarkan jasa untuk melaksanakan kegiatan
tambahan bagi emiten dan investor.
c. Wali Amanat
Jasa wali amanat hanya diperlukan dalam emisi obligasi. Lembaga
ini akan bertindak sebagai wali dari pemberi amanat (investor). Obligasi
yang diterbitkan perusahaan melalui pasar modal selama ini adalah
obligasi dengan jaminan artinya pinjaman obligasi itu dijamin dengan
harta kekayaan perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu, dalam emisi
obligasi harus juga ada hak investor untuk mengawasi perusahaan, untuk
keperluan inilah maka emiten harus menunjuk wali amanat. (Tavinayati
dan Yulia Qamariyanti, Loc. Cit)
Tugas wali amanat adalah mewakili dan melindungi kepentingan
investor. Ada bbeberapa tugas wali amanat, yaitu: (M.Irsan Nasarudin
dan Indra Surya.Op.Cit, hal.174)
1. Menganalisis kemampuan dan kredibilitas emiten apakah secara
operasional perusahaan (emiten) mempunyai kesanggupan
menghasilkan dan membayar obligasi beserta bunganya;
2. Melakukan pengawasan terhadap kekayaan emiten. Apabila harta
yang menjadi jaminan tadi dialihkan pemanfaatan atau
pemilikannya haruslah sepengetahuan wali amanat;

42
3. Memantau dan mengikuti perkembangan secara terus menerus
terhadap perkembangan perusahaan emiten dan memberikan nasihat
dan masukan kepada emiten;
4. Melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap pembayaran
bunga dan pinjaman pokok obligasi yang menjadi hak pemodal,
tepat pada waktunya.
Supaya tidak terjadi konflik kepentingan maka dalam menjalankan
tugasnya ada beberapa larangan bagi wali amanat, yaitu sebagai berikut:
1. Mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten kecuali hubungan
afiliasi tersebut terjadi karena pemilikan atau penyertaan modal
pemerintah.
2. Melarang mempunyai hubungan kredit dengan emiten dalam jumlah
yang sesuai dengan ketentuan Bapepam yang dapat mengakibatkan
benturan kepentingan antara wali amanat sebagai kreditor dan wakil
pemegang efek bersifat utang (Pasal 51 ayat (1) dan (3) UUPM).
3. Dilarang merangkap sebagai penanggung dalam emisi efek bersifat
utang yang sama (Pasal 54 UUPM). Larangan ini dimaksudkan
untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan wali amanat
selaku penanggung yang justru wajib memenuhi kewajiban emiten
terhadap pemegang efek bersifat utang dalam hal terjadi wanprestasi
d. Badan Pengawas Pasar modal
Pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar
modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal yang selanjut
disebut dengan BAPEPAM yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.Secara umum Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1995 pasal 3 ayat 1mengatur kewenangan dan
tugas dari BAPEPAM sebagai:
a. Lembaga Pembina.
b. Lembaga Pengatur
c. Lembaga Pengawas

43
Ketiga kewenangan itu dilaksanakan oleh BAPEPAM dengan
tujuanmewujudkan terciptanya pasar modal yang teratur, wajar
dan efesien sertamelindungi kepentingan pemodal dan masyarakat
(pasal 4 UUPM).
Mengingat pasar modal merupakan sumber pembiayaan dunia usaha
dansebagai wahana investasi bagi para pemodal yang memiliki peranan
yang strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional,
kegiatan pasar modal perlu mendapatkan pengawasan agar bisa
dilaksanakan secara teratur, wajar danefesien. Untuk secara
operasional BAPEPAM diberi kewenangan dan kewajibanuntuk
membina, mengatur dan mengawasi setiap pihak yang melakukan
kegiatandipasar modal. Pengawasan tersebut dilakukan dengan
menempuh upaya-upaya,baik yang bersifat prventif maupun secara
refresif.
Sementara itu, pelaksanaan kewengan BAPEPAM sebagai
lembagapengawas dapat dilakukan secara:
a. Preventif, yakni dalam bentuk aturan, pedoman,
bimbingan, dan pengarahan.
b. Refresif, yakni dalam bentuk pemeriksaan, penyidikan, dan
penerapansanksi-sanksi.
BAPEPAM mempunyai tiga fungsi utama yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi Rule Making.
Dalam hal ini otoritas pengawas dapat membuataturan-aturan
main dalam pasar modal. Fungsi demikian disebut juga sebagai
fungsi Quasi Legislative Power, di mana BAPEPAM memiliki
kewenangan legislatif.
2. Fungsi Adjudiacatory.
Fungsi merupakan fungsi otoritas pengawas untukmelakukan
fungsinya sebagai Quasi Judicial Power.Jadi, BAPEPA
Mmemiliki kewenangan judicial seperti yang dilakukan oleh

44
suatu badan peradilan. Termasuk kedalam fungsi ini mengadili
dan memecat ataumencabut izin ataupun melaang pihak-pihak
pelaku dipasar modal untukikut berpartisipasi dalam kegiatan-
kegiatan pasar modal.
3. Fungsi Investigatory-Enforcement.
Fungsi ini membuat otoritas pengawas mempunyai wewenang
investigasi dan enforcement yang dilakukan dengan memberi
BAPEPAM kewenangan penyelidikan dan penyidikan,sehingga
membuatnya menjadi semacam polisi khusus emitem.
3. Profesi Penunjang di Pasar Modal
Profesi Penunjang Pasar Modal mempunyai peranan penting dalam
penawaran umum. Setiap informasi yang ada didalam prospectus membutuhkan
penanggung jawab secara professional. Informasi yang mengandung fakta dan
informasi material mengenaiemiten sangat membutuhkan jasa rofessional.
Informasi dalam prospektus merupakan tahap awal pada investor dalam
memutuskan untuk membeli atau tidak membeli saham yang ditawarkan. (Ana
Rokhmatussa’dyah dan Suratman,Op.Cit.hal.178).
Pendapat dan/atau penilaian profesi penunjang pasar modal sangat penting
bagi investor dalam mengambil keputusan investasinya, oleh karena itu kegiatan
profesi penunjang pasar modal perlu diawasi dengan mewajibkannya mendaftar
di Bapepam. Jadi untuk dapat melakukan kegiatan di pasar modalmereka wajib
terlebih dahulu terdaftar di Bapepam. Dalam melaksanakan tugasnya, profesi
penunjang wajib memberikan pendapat atau penilaian yang independen
maksudnya dilakukan secara professional dan bebas dari pengaruh pihak yang
memberikan tugas dan menggunkan jasa profesi penunjang tersebut atau
afiliasinya, sehingga pendapat atau penilaian yang diberikan objektif dan wajar.
Akuntan memperoleh izin dari Menteri Keuangan dan terdaftar di Bapepam.
Tugas akuntan adalah memeriksa dan melaporkan segala sesuatu yang berkenaan
dengan masalah keuangan dari emiten. Atas hasil pemeriksaan ini akuntan akan

45
memberikan pendapatnya. Ada empat macam akuntan publik, yaitu sebagai
berikut:
Sebagaimana yang tertuang di dalam Pasal 64 ayat (1) Undang-undang
Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, profesi penunjang pasar modal di
dalam nya meliputi Akuntan, Konsultan Hukum, Penilai, Notaris dan Profesi lain
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
a. Akuntan
Akuntan memperoleh izin dari Menteri Keuangan dan terdaftar di
Bapepam. Tugas akuntan adalah memeriksa dan melaporkan segala sesuatu
yang berkenaan dengan masalah keuangan dari emiten. Atas hasil
pemeriksaan ini akuntan akan memberikan pendapatnya. Ada empat macam
akuntan publik, yaitu sebagai berikut : (Tavinayati dan Yulia Qamariyanti,
Op.Cit.hal.320
1. Unqualified Opinion (wajar tanpa syarat). Pendapat ini diberikan
apabilalaporan keuangan telah disusun berdasarkan prinsip-prinsip
Akuntansi Indonesia (PAI) tanpa suatu catatan atau kekurangan.
2. Qualified Opinion (pendapat kualifikasi). Atas laporan keuangan yang
diperiksanya, akuntan public memberikan pendapat yang wajar,
dengan kualifikasi atas penyajian laporan keuangan tersebut karena
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi Indonesia.
3. Adverse Opinion (pendapat tidak setuju). Dalam hal ini akuntan public
tidak setuju atas penyusunan laporan keuangan tersebut.
4. Disclimer of Opinion. Dalam hal ini akuntan public menolak member
pendapat atas laporan keuangan perusahaan yang diperiksanya. Hal ini
terjadi karena akuntan tidak mempunyai cukup bukti yang dapat
dipergunakan untuk member pendapatnya secara professional seperti
yang dipersyaratkan oleh Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA).
b. Konsultan Hukum
Konsultan hukum, yakni memberikan pendapat dari segi hukum
(legal opinion) mengenai segala kewajiban yang mengikat perusahaan yang

46
hendak go public secara hukum sehingga dalam proses penjualan efek dan
calon pembeli/investor memperoleh informasi yang benar terhadap keadaan
perusahaan yang efeknya akan dibeli.56
Kualifikasinya adalah sarjana hukum yang mempunyai kemampuan
dan kejujuran serta tidak memihak dalam memberikan pendapat atau
pernyataan. Pernyataan yang dibuat sesuai dengan kebenaran material
berdasarkan data, dokumen, dan peristiwa hukum pada emiten. Konsultan
hukum dalam membuat pendapat hukum harus memuat fakta, keterangan,
dan informasi mengenai aspek hukum emiten dan harus mempunya
integritas, objektifitas dan kemandirian (independensi) serta tunduk kepada
kode etik konsultan hukum sebagaimana ditetapkan dalam Kode Etik
Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal yang mulai berlaku tanggal 1
April 1995. Ada beberapa hal yang perlu mendapat penelitian dan
pernyataan konsultan hukum sekurang-kurangnya meliputi berikut ini:
i. Akta pendirian/anggaran dasar perusahaan beserta perubahan-
perubahan. Penelitian lebih ditekankan pada keabsahan akta tersebut
baik material maupun formal.
ii. Penyetoran modal oleh pemegang saham sebelum go public.
Konsultan hukum akan meneliti kebenaran telah disetornya modal
perusahaan seperti yang tertulis dalam anggaran dasar.
iii. Pemilikan izin usaha. Konsultan hukum akan meneliti apakah
perusahaan telah memiliki izin usaha yang sah dan perusahaan
beroperasi sesuai dengan izin usaha yang diperolehnya.
iv. Status kepemilikan atas aktiva perusahaan terutama harga tetap,
perlu diketahui status kepemilikannya. Apakah milik perusahaan,
disewa atau atas nama pihak lain.
v. Perjanjian-perjanjian yang dibuat perusahaan dengan pihak ketiga.
Perjanjian-perjanjian tersebut perlu dipastikan apakah pembuatannya
sah dan mengikat secara hukum.

47
vi. Gugatan atau tuntutan. Apakah perusahaan dan/atau direksi
perusahaan sedang dalam suatu perkara atau tidak. Apabila ada,
dijelaskan pula perkara yang dihadapinya itu. Hal-hal yang demikian
merupakan informasi bagi calon pemodal dan menjadi salah satu
yang dipertimbangkan dalam mengambil keputusan untuk menjadi
pemodal bagi perusahaan yang menawarkan sahamnya.
 Tanggung Jawab Konsultan Hukum
Permasalahan pertanggungjawaban hukum dibidang pasar modal
merupakan salah satu hal yang cukup rumit, mengingat dalam sistem
pasar modal dimungkinkan terlibat lebih dari satu pihak ikut
mengkonstribusikan kesalahan secara yuridis sehingga mengakibatkan
kerugian suatu pihak atau dilanggarnya suatu aturan hokum.
Untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab bisa dilihat dalam
ketentuan Pasal 80 UUPM. Berdasarkan rumusan masalah Pasal 80
UUPM, konsultan hukum sebagai salah satu profesi penunjang pasar
modal ikut bertanggung jawab secara perdata, atas keterangan dan
pendapat yang diberikan dalam laporan pemeriksaan dan laporan
pendapat hukum serta dokumen-dokumen laain yang dibuatnya dalam
rangka pernyataan pendaftaran. Sebaliknya konsultan hukum tidak dapat
diminta pertanggung jawaban apabila ia telah melaksanakan tugasnya
secara profesional (lihat penjelasan Pasal 80 UUPM). Selain
pertanggungjawaban secara perdata, konsultan hukum juga dapat diminta
pertanggung jawaban secara pidana, baik itu pidana umum yang diatur
KUHP maupun tndak pidana di pasar modal sebagaimana yang diatur
dalam UUPM, seperti insider trading, yang mungkin
dilakukan/melibatkan konsultan hokum. (Ibid, hal.35)
 Legal Audit dan Legal Opinion
Hanya konsultan hukum yang mempunyai izin dari Bapepam yang
dapat mendampingi perusahaan yang yang akan go public. Legal Audit
merupakan pemeriksaan kedalam perusahaan terhadap segala kegiatan

48
dan dokumentasi yang berkenaan dengan hukum. Pemeriksaan semua
dokumentasi hukum yang ada hubungannya dengan perusahaan, yang
dicantumkan dalam dokumen haruslah data secara secara apa adanya,
tidak boleh ada analisis terhadap data yang ada dalam dokumen.
Sedangkan Legal Opinion (pendapat dari segi hukum), dibuat Konsultan
Hukum atas dasar legal audit dimana isi dari legal opinion ini kemudian
disebarkan ke masyarakat lewat prospectus.
Hal-hal yang terdapat dalam legal audit dan/atau/legal opinion
berkenaan dengan AD perseroan, permodalan, saham, susunan riwayat
pengurus dan komisaris, izin-izin, kepemilikan asset-aset, perburuhan,
perpajakan, perikatan dengan pihak ketiga tersebut. Legal Opinion dimuat
dalam prospektus, sedangkan legal audit tidak dimuat dalam prospektus,
tetapi juga tersedia sebagai infornasi kepada publik yang ingin
mengetahuinya
 Penilai
Penilai adalah pihak yang memberikan penilaian atas asset
perusahaan dan terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal. Mereka adalah
perusahaan atau perorangan yang secara profesional mempunya keahlian
untuk membuat penilaian mengenai aktiva perusahaan yang dibutuhkan
untuk kegiatan pasar modal.
Penilaian dilakukan dengan kualifikasi tertentu sehingga
menghasilkan penilaian yang wajar dan objektif, dalam arti penilaian ini
merupakan hasil penilaian yang terpercaya, jujur, dan tidak sepihak
karena bebas dari kepentingan pribadi.
 Notaris
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta
autentik dan terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM).
Notaris dalam kegiatan pasar modal mempunyai tugas kunci, karena
Notaris harus menyiapkan, membuat dan merumuskan dokumen

49
mengenai berbagai hubungan hukum yang terjadi antara berbagai pihak
pada saat sebelum, ketika, dan sesudah penawaran umum.
Akta yang dibuat Notaris antar lain meliputi:Akta Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) mengenai persetujuan dari pemegang saham
sendiri atas tindakan perseroan untuk melakukan penawaran
umum;Perubahan anggaran dasar perseroan dengan persetujuan dari
Departemen Kehakiman;Perjanjian antara emiten dengan agen penjualan
saham yang dibuat didepan Notaris; Perjanjian emitenn dengan biro
administrasi efek mengenai pencatatan pemegang saham;Perjanjian
emiten dengan perusahaan percetakan (securities printing) untuk
mencetak saham dan prospektus; Perjanjian perubahan (addendum)
penjaminan emisi efek mengenai harga saham dan bagian penjamin emisi
4. Tanggung Jawab Emiten Dalam Kegiatan Pasar Modal
Emiten adalah preusahaan yang ingin memperoleh dana melalui pasar modal
dengan menerbitkan saham dan obligasi dan menjualnya kemasyarakat. Dari
Emiten inilah awal mulanya muncul efek, yang kemudian diperdagangkan di
Bursa Efek
Melalui pasar modal, perusahaan atau Emiten dapat memperoleh dana
jangka panjang, baik berupa modal sendiri (equity) maupun modal pinjaman
(bonds). Apabila ingin memperoleh modal sendiri, maka perusahaan yang
bersangkutan dapat menjual saham, dan bila ingin memperoleh pinjaman, maka
perusahaan dapat menjual obligasi. (Tavinayati dan Yulia Qamariyanti, Op.Cit,
hal.23).
Berikut peran Emiten dalam kegiatan pasar modal:
a. Menerbitkan efek, yang kemudian dijual kepada investor guna
mendapatkan modal;
b. Untuk bisa menerbitkan efek yang laku dijual, emiten harus
mempunyai prestasi yang baik dan tidak memiliki cacat hukum.
Dengan demikian, emiten beperan menjamin efek yang
diterbitkannya sah menurut hukum;

50
c. Emiten merupakan sumber pertama informasi mengenai efeknya.
Kebenaran informasi dari emiten merupakan tanggung jawab emiten
bersangkutan.
Ada 4 (empat) keharusan yang wajib dilakukan Emiten untuk beraktivitas di
Pasar Modal, yaitu :
1. Keterbukaan informasi
Setiap Emiten yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif wajib
menyampaikan kepada OJK dan mengumumkan kepada masyarakat secepat
mungkin apabila terjadi suatu peristiwa, informasi atau fakta material yang
mungkin dapat mempengaruhi nilai efek perusahaan atau keputusan investasi
pemodal. Pelaksanaan prinsip keterbukaan dilakukan dalam tiga tahapan,
yaitu:
a) Tahap keterbukaan pada saat Emiten melakukan penawaran umu
(primary market level).
b) Tahap keterbukaan setelah Emiten mencatat dan memperdagangkan
sahamnya di bursa efek (secondary market level), dimana Emiten
berkewajiban untuk menyampaikan secara terus menerus laporan berkala
(continuously disclosure) kepada OJK.
c) Tahap keterbukaan karena terjadi peristiwa penting yang laporannya
harus disampaikan secara tepat waktu kepada OJK dan bursa efek (timely
dissclosure).
2. Peningkatan likuiditas
Emiten dapat meningkatkan likuiditas efek di pasar modal melalui
penambahan jumlah efe yang beredar, yang dapat dilakukan melalui
penawaran dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD),
penerbitan obligasi konversi, dan lain-lain. Dengan meningkatnya transaksi
efek di Pasar Modal.
3. Pemantauan harga efek
Emiten harus selalu memantau harga efeknya di Pasar Modalkarena harga
efek adalah cerminan dari kinerja dan kondisi suatu perusahaan. Harga efek

51
yang tinggi berarti kinerja Emiten baik dan sebaliknya harga Efek yang
rendah menunjukan kinerja Emiten yang buruk.
4. Menjaga hubungan baik dengan investor
Untuk meningkatkan kepercayaan pemegang saham ataupun calon investor
kepada perusahaan, Emiten perlu terus-menerus membina hubungan baik
pemegang sahamdan calon investor. Sehingga apabila suatu saat Emiten
memerlukan tambahan dana, Emiten tidak mengalami kendala komunikasi,
karena hubungan baik telah terbangun melalui komunikasi. Dengan begitu
calon investor atau pemegang saham telah mengenal, mengetahui dan
percaya kepada kinerja perusahaan.
Dengan menerbitkan saham dan obligasi serta menjualnya kemasyarakat,Maka
suatu perusahaan dapat di katakan telah mengambil keputusan untuk go public dan
menjadi Perusahaan Terbuka (Tbk). Perusahaan yang go public memanfaatkan
pasar modal untuk menarik dana umumnya didorong oleh eberapa tujuan seperti:

1) Perluasan Usaha
Untuk dapat bertahan dalam persaingan, maka suatu perusahaan harus terus
tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, pada suatu saat, suatu perusahaan pasti
mengalami perluasan dalam aktivitas operasinya (ekspansi). Perluasan yang
dimaksud bisa dalam bentuk peningkatan kapasitas produksi atau perluasan
dengan menganekaragamkan jenis produksi, dan/ atau dengan keduanya. Untuk
mengadakan perluasan, selain harus ditunjang oleh manajemen yang
professional, juga diperlukan modal, baik untuk investasi pada harga tetap (fixed
assets), maupun untuk modal kerja (working capital). Peningkatan modal yang
paling murah adalah yang bersumber dari laba yang ditahan (retained earning).
Apabila tidak dapat dipenuhi dengan cara itu, biasanya manajemen perusahaan
menengok kepada para pemegang saham. Para pemegang saham diminta untuk
meningkatkan modal yang disetor, baik dari saham-saham yang telah
ditempatkan, maupun terhadap modal dasar yang belum ditempatkan (diambil).
Jika tambahan modal ingin ditempuh dengan meningkatkan pinjaman, alternatif

52
yang ada ialah dengan menarik pinjaman dari bank atau menerbitkan obligasi
melalui pasar modal, apabila perusahaan ingin meningkatkan modal dengan
meningkatkan modal sendiri (equity), dapat dilakukan dengan cara menjual
saham. (H.Budi Untung, Op.Cit.hal, 68-69)
2) Perbaikan Struktur Modal
Pasar modal menyediakan sumber pendanaan yang bersifat permanen (equity)
atau yang bersifat jangka panjang (obligasi).. Pendanaan melalui equity akan
mengurangi beban perusahaan untuk membayar kembali bunga dan pokok
pinjaman. Adapun pendanaan melalui obligasi pemakaiannya lebih leluasa
dibandingkan pendanaan bank yang bersifat jangka pendek khususnya pendanaan
proyek yang mengahsilkan return dalam jangka panjang. (Tavinayati dan Yulia
Qamariyanti,Op.Cit, hal.23).

3) Melaksanakan Divestment atau Pengalihan Pemegang Saham


Dalam kondisi tertentu, karena perkembangan dinamika usaha dari suatu
perusahaan, maka perusahaan tersebut bisa mempertimbangkan untuk
mengalihkan saham yang dimilikinya kepada pihak lain. Tindakan mengalihkan
saham lama kepada pemegang saham baru di sebut divestasi(divestment). Media
pengalihan saham tersebut dapat dilakukan melalui pasar modal. Caranya adalah,
pemilik saham melalui perusahaan dapat menawarkan sahamnya secara umum
(public offering) melalui pasar modal. Perusahaan go public yang melakukan
pengalihan saham dari pemegang saham lama ke pemegang saham baru, tidakk
memperoleh pemasukan dana, dan dana hasil penjualan saham itu seluruhnya
adalah hak pemegang saham tadi. Tindakan menjual saham yang dilakukan oleh
perusahaan melalui pasar modal, berarti pemegang saham (pemilik) perusahaan
mengundang orang (pihak) lain untuk turut memasukkan modal kedalam
perusahaan. Pemegang saham lama mengajak pihak lain itu untuk bersama-sama
secara berpatungan memiliki dan membangun perusahaan itu.

53
Dengan adanya go public pemilikan saham perusahaan akan lebih tersebar dan
tidak terkonsentrasi pada kelompok tertentu, dengan demikian terdapat
penyebaran pendapatan dan resiko usaha.
Ada beberapa manfaat yang akan diperoleh dengan adanya go public, baik
manfaat yang diterima perusahaan maupun masyarakat dan negara. Manfaat
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan efisiensi usaha, memperbesar laba perusahaan dan
penerimaan pajak negara.
b. Meningkatkan profesionalisme pengelolaan perusahaan: pengelolaan
perusahaan akan semakin transparan karena adanya pengawasan yang
terus menerus dari masyarakat. Pengelola perusahaan dituntut lebih
professional dalam mengelola perusahaannya.
c. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilikan saham perusahaan
berskala besar: melalui go public pemilikan saham perusahaan akan lebih
menyebar.
D. Bagaimana Cara Melindungi Investor Obligasi
Obligasi berasal dari Bahasa Belanda Obligatie,verplichting atau obligaat yang
berarti kewajiban tidak dapat ditinggalkan,atau surat utang suatu pinjaman Negara
daerah/swaprajadengan bunga tetap untuk si pemegang.
Obligasi adalah surat berharga tanda pengakuan hutang pada atau peminjaman
uang dan masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu sekurang-
kurangnya tiga tahun dengan memberikan bunga yang jumlah dan saat
pembayarannya telah ditentukan lebih dahulu oleh penerbitnya (Sugiantoro,
1999:24).
Adapun batasan terhadap unsur -unsur utama obligasi sebagai berikut:
a) Surat berharga, ini berarti pada obligasi itu tertulis sejumlah uang yang
menjadi hak pemegang, hak tersebut dibuktikan dengan menguasai obligasi
itu, dan obligasi itu dapat dipindah tangankan kepada pihak lain.
b) Tanda pengakuan hutang, ini berarti sama dengan aksep yang diatur dalam
KUHD, setiap pemegang yang menunjukkan obligasi pada tanggal yang

54
telah ditetapkan berhak menerima sejumlah uang seperti yang tertulis pada
obligasi dan sejumlah bunga yang diperjanjikan penerbitnya.
c) Bentuk tertentu, artinya memenuhi syarat-syarat formal seperti yang diatur
oleh Undang-Undang (KUHD).
d) Jangka waktu tertentu, ml menunjukkan bahwa obligasi merupakan suatu
kredit, yang hanya dapat dilunasi setelah jangka waktu yang ditetapkan
berakhir.
e) Penerbit, setiap penerbit obligasi adalah badan hukum, yaitu perseroan
terbatas yang bergerak di bidang usaha perbankan, lembaga keuangan non-
bank, atau usaha pembangunan vital.
Obligasi diterbitkan dengan tujuan menghimpun dana/modal dan
masyarakat untuk keperluan usahausaha yang produktif atau menghimpun
modal dan masyarakat untuk keperluan pembangunan. Berdasarkan tujuan
tersebut, maka badan usaha yang dapat menerbitkan obligasi dibatasi hanya
pada lembaga keuangan bank, lembaga keuangan non bank, atau perseroan
terbatas bonafide yang berusaha di bidang pembangunan, misalnya real estate,
jalan tol. Setiap badan hukum yang menerbitkan obligasi harus mendapatkan
izin dan Menteri Keuangan.
Obligasi diterbitkan atas nama, artinya pada obligasi itu tercantum nama
pemilik (pemegang) sebagai orang yang berhak. Jika dipindahkan/dialihkan
kapada pihak lain, maka pemindahan/pengalihan haknya dilakukan cassie
seperti diatur dalam Pasal 613 ayat (1) KUHPdt. Selain itu, obligasi juga
memuat klausula jumlah nilai uang dalam rupiah yang menunjukkan batas hak
yang diperoleh pemegang dan perseroan penerbit obligasi, atau jumlah
maksimum yang dapat diterima oleh pemegang jika obligasi itu dialihkan
kepada pemegang berikutnya (penerima). Jumlah nilai nominal ini menyatakan
besarnya nilai harga perikatan dasar yang melandasi penerbitan obligasi
tersebut.
Obligasi adalah surat legitimasi, artinya pemegang yang menguasai secara
sah adalah orang yang berhak atas nilai yang tercantum pada atau yang terbit

55
dan obligasi itu. Karena obligasi adalah surat berharga, maka Ia dapat
dijualbelikan secara bebas melalui pasar modal.
Beberapa perbedaan dengan saham antara saham dan obligasi yakni Saham
merupakan bukti kesertaan modal pada suatu perseroan terbatas, sedangkan
obligasi merupakan bukti pengakuan hutang perseroan terbatas pada
masyarakat.
Obligasi pada transaksi pasar modal, dapat dijumpai dalam Undangundang
RI Nomor 25 Tahun2007 tentang Pasar Modal, menyebutkan efek adalah surat
berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang. Termasuk unit
penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap
derivative efek.

1. Perlindungan Investor Melalui Prinsip Keterbukaan


Prinsip dasar Undang-Undang Pasar Modal adalah bahwa seharusnya
pemerintah tidak terlibat dalam keputusan investasi, sehingga peran pemerintah
dalam memberikan jaminan bahwa investor dapat memperoleh informasi dan
fakta-fakta yang relevan untuk membuat suatu keputusan investasi.
Di antara tujuan dan hukum pasar modal adalah untuk menjamin
terselenggaranya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar, dan efisien serta
melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Perlindungan pemodal adalah
salah satu pilar yang sangat penting, karena jika investor tidak mendapat
perlindungan yang cukup memadai, maka mereka, terutama investor kecil,
enggan untuk melakukan transaksi di bursa. Tanpa adanya jumlah investor yang
cukup banyak maka kegiatan pasar akan lesu dan fungsi dari pasar modal tidak
akan berkembang.Hukum Pasar Modal dengan demikian memberikan porsi yang
sangat penting terhadap perlindungan investor ini, perlindungan ini terutama
dilaksanakan melalui cara keterbukaan informasi yang biasa disebut dengan full
disclosure.
Prinsip full disclosure yang sering juga disebut sebagai dasar dari disclosure
regulation ini didasarkan pada dua asumsi dasar, yaitu pertama investor adalah

56
orang dewasa yang dapat membuat keputusan terbaik untuk diri mereka sendiri.
Prinsip full disclosure ini adalah bentuk perlindungan investor yang dilakukan
oleh pemerintah secara tidak langsung. Pemerintah atau otoritas pasar modal
dalam hal ini pada prinsipnya hanya berusaha menjamin bahwa investor
mendapat informasi selengkap dan sejelas mungkin. Otoritas pasar modal akan
mewajibkan emiten untuk selalu memberikan informasi kepada informasi yang
lengkap, jelas dan tepat waktu (on time). Dalam hal ini otoritas pasar modal
mewajibkan emiten yang akan melakukan penawaran umum harus
menyampaikan pendaftaran, menyampaikan laporan regular dan juga
menyampaikan laporan setiap kejadian penting.

Prinsip full disclosure tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut:


1. Pernyataan Pendaftaran (Registration Statements)
Undang-Undang Pasar Modal berpegang pada pentingnya keterbukaan
informasi investasi. Sebelum efek ditawarkan kepada publik (penawaran
umum), emiten dan penjamin pelasana emisi harus menyampaikan pernyataan
pendaftaran ke Bapepam. Pernyataan pendaftaran terdiri dari seluruh
informasi yang harus dikemukan kepada publik. Pernyataan pendaftaran
menjadi efektif apabila bapepam mempertimbangkan bahwa seluruh informasi
sudah diungkapkan dan dipandang cukup. Sebagaimana terdapat dalam
Undang-Udang Pasar Modal dan peraturan Bapepam, suatu pernyataan
pendaftaran terdiri dari laporan keuangan yang telah diaudit, gambaran umum
perusahaan, uraian tentang bisnis emiten, evaluasi tentang resiko usaha,
keterangan tentang penjaminan,legal opinion, sejarah umum perusahaan dan
keterangan-keterangan lain yang penting dan relevan. Akuntan publik,
konsultan hukum, penjamin emisi, profesi penunjang pasar modal lainnya,
sebagaimana terdapat dalam pernyataan pendaftaran, bertanggung jawab
penuh terhadap akurasi dan kelengkapan informasi yang disajikan. Bagian
pernyataan pendaftaran yang disebut Prospektus harus disebarluaskan kepada

57
masyarakat pada saat penawaran umum. Dokumendokumen yang disertakan
dalam pendaftaran juga merupakan dokumen public yang disimpan di Pusat
Referensi Pasar Modal – Bapepam. Sebagai media komunikasi antara
perushaan yang akan menawarkan efeknya kepada masyarakat dengan
masyarakat investor, pada saat melakukan pernyataan pendaftaran, emiten
harus membuat prospektus. Prospektus tersebut berisi tentang latar belakang,
kondisi perusahaan baik kondisi keuangan, status hukum dan kekayaan yang
dimiliki, resiko yang dihadapi serta rencana-rencana perusahaan dimasa
dating.
Dalam prospektus tersebut, dilarang menyajikan informasi yang tidak
benar dan menyesatkan yang dapat mengakibatkan investor salah dalam
mengambil keputusan investasi. Undang-Undang Pasar Modal menyatakan
bahwa menawarkan efek tanpa mengajukan pernyataan pendaftaran kepada
Bapepam atau melakukannya sebelum pernyataan pendaftaran menjadi
efektif, merupakan tindakan melawan hokum.
2. Continuing Disclosure
Setelah penawaran umum dinyatakan efektif, emiten tetap harus
menyampaikan informasi secara berkala dan fakta-fakta yang relevan dan
penting dan menyangkut kejadian-kejadian dalam perusahaan yang dapat
mempengaruhi keputusan investasi. Disclosure semacam ini harus
diumumkan kepada publik dan disampaikan kepada Bapepam dan merupakan
dokumen publik yang tersedia bagi siapa saja yang memerlukan. Informasi
yang perlu diungkapkan kepada masyarakat investor oleh emiten pada
dasarnya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu informasi keuangan yang terdiri
dari laporan tahunan dan tengah tahunan dan informasi non keuangan yang
berupa informasi mengenai kejadian penting yang dapat mempengaruhi
keputusan investasi.
3. Kecukupan Informasi Perlindungan Yang Terbaik
Prinsip full disclosure terjadi juka informasi yang disampaikan kepada
investor merupakan informasi yang benar dan memadai bagi investor,

58
sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan investasi.
Biasanya, informasi yang disampaikan emiten masih berupa informasi yang
memerlukan analisis dan interpretasi agar dapat dijadikan sebagai dasar
pengambilan keputusan investasi. Misalnya, Investor perlu melakukan analisis
terhadap laporan keuangan baik antar pos laporan keuangan itu sendir maupun
menganalisis kencendrungan dari tahun ke tahun dan membandingkan dengan
laporan keuangan perusahaan sejenis lainnya. Apabila informasi tidak
memiliki waktu atau keinginan untuk menginformasikan lebih lanjut, maka
investor dapat meminta peunjuk dari perusahaan efek atau penasehat investasi
yang kompeten dalam bidangnya, pada waktu yang sama orang dalam (insider
trading) tidak mempunyai keunggulan komperatif yang merugikan publik,
karena mereka tidak dapat membeli atau menjual saham perushaan sendiri
sebelum informasi yang mempengaruhi keputusan investasi diketahui publik.
4. Envorcement Terhadap Full Disclosure
Undang-Undang Pasar Modal mengatur beberapa cara agar persyaratan
full disclosure dapat diterapkan. Pertama, kealpaan, kesalahan atau
ketidakcukupan full disclosure dapat dijatuhkan sanksi pidana bagi emiten,
underwriter, direksi perusahaan, komisaris pemegang saham utama, akuntan
atau konsultan hukum yang terlibat dalam penawaran umum. Sanksi ini beupa
sanksi pidana atau denda. Lebih lanjut, ketidakcukupan disclosure dapat
mengakibatkan dijatuhkannya hukuman perdata bagi pelaku-pelaku tersebut.
Atas keslahankesalahan tersebut, perusahaan efek tahu representative-nya
dapat dicabut izin dan dilarang beroperasi di pasar modal, sedangkan
penjualan sahamnya dapat dibekukan atau didelist dari pasar modal. Tidak
hanya emiten dan pihak terkait yang secara terus menerus menyampaikan
informasi yang relevan dan penting, tetapi juga pihak-pihak lain dilarang
mengeluarkan pernyataan yang salah dan menyesatkan sehubungan dengan
efek tersebut untuk tujuan-tujuan merugikan publik. Bapepam diberikan
kewenangan berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal untuk melakukan

59
investigasi atas kejahatan di pasaar modal sehubungan dengan kasus-kasus
yang dicurigai mengandung ketidakcukupan disclosure.
5. Penyempurnaan Kebijakan
Kebijakan full disclosure atau keterbukaan yang dimuat dalam
UndangUndang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 merupakan kelanjutan
kebijaksanaan yang terdapat dalam Keputusan Presiden Nomor 53 tahun 1990
dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1548/KMK.013/1990 tahun 1990.
Kebijakan disclosure ini sesuai dengan standar internasional. Di Pasar Modal
Indonesia, selain soal kewajiban menyampaikan informasi seperti tersebut
diatas, juga diperlukan adanya good corporate governance, termasuk
pemisahan antara pemilik perusahaan dan pengelolanya. Perusahaan yang
memiliki manajemen terpisah dari pemiliknya diharapkan dapat memberikan
informasi yang lebih objektif dan lebih transparan.Hal ini akan menjadi suatu
kebutuhan untuk terciptanya pasar modal yang fair dan efisien.
2. Perlindungan Hukum Bagi Investor Obligasi terhadap Pasar Modal
Untuk menarik minat investor menanamkan modal diperlukan sejumlah faktor -
faktor yang dapat menarik minat investor, yakni :
1. Faktor Politik. Sebab dengan tidak adanya kestabilan politik sulit
untukmemprediksi kebijakan apa yang akan diambil oleh pemerintah
yangberkaitan dengan dunia usaha.
2. Faktor Ekonomi. Sebab pengusaha itu butuh ketenangan berusaha, berharap
mendapat intensif yang memadai dari pemerintah dimana ia berinvestasi dan
memperoleh peluang untuk berkembang dengan lingkungannya, dengan
karyawannya, dan dengan mitranya secara baik.
3. Faktor hukum. Sebab berbagai ketentuan hukum yang terkait dengan
investasi dirasakan perlu untuk menyesuaikan dengan berbagai perjanjian
multilateral, regional maupun bilateral yang diikuti oleh pemerintah
Indonesia
Tantangan lainnya yang dihadapi calon investor asing di
Indonesiaadalah bagaimana pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan

60
masyarakat dapatmemberikan iklim yang kondusif untuk terselenggaranya
investasi. Pada tingkatan pemerintah pusat, masalah yang dihadapi adalah
masih belum terlihatnya yang jelas dalam strategi pengembangan
industrilialisasi. Strategi yang demikian sangat diperlukan sehingga
birokrasi pada pemerintah daerah propinsi dan pemerintah daerah
kabupaten/kota dapat menyatukan dan melakukan koordinasi atas rancangan
- rancangan pengembangan investasinya di daerah untuk dapat mendukung
tercapainya target - target dari strategi industrilisasi nasional tersebut.
Investor asing akan menanamkan modal di Indonesia apabila adanya
perangkat hukum yang jelas. Artinya antara satu ketentuan dengan
ketentuanlainnya yang berkaitan dengan investasi tidak saling berbenturan.
Perlunyamempersiapkan peta penanaman modal yang memuat peluang apa
saja yangkomprehensif sehingga dapat dijadikan pegangan bagi para calon
investor,ketentuan investasi yang komprehensif sehingga dapat dijadikan
pegangan bagipara calon investor jika ia ingin menanamkan modalnya di
Indonesia dan adanya kepastian hukum
Dari aspek hukum perlindungan investor dalam pasar modal mulai
terasa sejak tahun 1990 sampai terasa puncaknya setelah terbitnya
UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pasar Modal. Rupanya,
marak dan complicatednya kegiatan pasar modal, memerlukan seperangkat
hukum yang mengaturnya. Lingkupnya sendiri sangat luas. Seperti,
pengaturan perusahaan, surat berharga itu sendiri, serta pengaturan
administrasi pelaksanaannya termasuk peringkatan.
Pelanggaran di bidang pasar modal termasuk ke dalam jenis kejahatan
yang unik, keunikan ini dapat dilihat baik dari jenis pelanggarannya, dari sisi
pelakunya yang berpendidikan dan sangat rapi modus kerjanya. apabila
dituangkan dalam bentuk matrik. Akan terlihat bahwa pihak-pihak yang
sangat berpotensi menjadi pelaku adalah mereka yang menduduki posisi
strategis dalam perusahaan (direksi, komisaris atau pejabat setingkat manager
lainnya), para professional seperti broker, penasihat investasi, akuntan,

61
lawyer dan penilai, atau bahkan emiten atau perusahaan publik yang
bersangkutan sendiri yang melakukan pelanggaran tersebut. (Jusuf Anwar,
Seri Pasar Modal 2, Penegakan Hukum Dan Pengawasan Pasar Modal
Indonesia, P.T. Alumni, Bandung, 2008, Hal. 27).
Peranan hukum dalam mendorong penanaman modal asing sangat
diperlukan untuk menciptakan kepastian hukum. Para investor
sangatmembutuhkan adanya kepastian hukum yang diwujudkan melalui
kepatuhan terhadap kontrak atau kerjasama yang telah dibuat serta adanya
kepastian tentangmekanisme penyelesaian jika terjadi sengketa. Dengan
demikian, kepastian hukum merupakan salah satu faktor untuk bisa menarik
modal di satu daerah.Kepastian hukum akan memberikan perlindungan
kepada para investor.
Sumber dari kekhawatiran investor terletak pada kurangnya kepastian
hukum bagi investor, terutama investor asing. Kurangnya perlindungan
hokum sudah tidak lagi pada tahapan nasionalisasi oleh pemerintah, seperti
banyak kontrak jangka panjang sebagai perlindungan investasi antara pihak
asing dengan pihak Indonesia dibatalkan oleh pengadilan, aparatur penegak
hukum dianggap kurang mampu meredam demonstrasi para buruh yang
mengarah pada anarkisme,investor asing menjadi sumber uang oleh para
pejabat pemerintah baik di pusat maupun di daerah untuk hal-hal yang terkait
dengan uang sehingga tidak ada ketenangan investor asing berinvestasi di
Indonesia, perlindungan hukum tidak memadai karena kerap terjadi konflik
horizontal antar-departemen di pusat dan konflik vertikal antara pusat dengan
daerah terkait dengan kebijakan dan peraturan investasi, berbagai peraturan
perundang-undangan di bidang hak kekayaaan intelektual tidak berfungsi
sebagaimana diharapkan oleh para investor asing. Akibatnya, keuntungan
yang diharapkan tidak kunjung terwujud dengan maraknya pembajakan, dan
peraturan perundang-undangan penanaman modaltidak dapat melindungi
investor karena implementasinya tidak seindah sepertiyang tertulis.

62
Akibatnya, para pengamat ekonomi berpendapat tidak nyaman berinvestasi di
Indonesia oleh investor asing.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku lembaga yang kini memiliki hak
untuk hal mengawasi dan juga memiliki kewenangan yang telah diberikan
oleh pemerintah serta melakukan pengawasan kegiatan di pasar modal dan
dalam upayanya untuk memberikan perlidungan hukum kepada pemodal,
maka Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukannya dengan dua cara yaitu :
a. Upaya Perlindungan Hukum Secara Preventif
Perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya
permasalahan atau sengketa. Rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan
keberatan atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat
bentuk yang definitif. Upaya hukum preventif yang dilakukan oleh
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah upaya untuk memberikan
perlindungan hukum yang dilakukan untuk mencegah terjadinya praktek
pelanggaran di bidang pasar modal yang dapat merugikan para pemodal.
Upaya pencegahan ini yaitu dalam bentuk peraturan perundang-undangan
diantaranya yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar
Modal, melalui pedoman, bimbingan, dan pengarahan langsung.
Melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai
karakteristik kegiatan penghimpunan dana dan pengelolaan investasi,
sosialisasi program pencegahan tindakan melawan hukum dalam
penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi ini bertujuan
untuk menginformasikan dan mengingatkan masyarakat agar waspada
terhadap tawaran penanaman dana dan upaya pengelolaan investasi yang
dilakukan oleh pihak-pihak tertentu secara ilegal yang disertai dengan
iming-iming return yang tinggi diluar kewajaran, sehingga masyarakat
tidak lagi menjadi korban dari investasi fiktif. Kegiatan operasional
lembaga, orang perseorangan dan perusahaan yang melawan hukum
dalam penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi secara
ilegal tidak dilengkapi dokumen perizinan yang sah dari Bank Indonesia

63
dan OJK Oleh sebab itu, pastikan bahwa orang atau perusahaan yang
melakukan penawaran investasi telah memiliki izin sesuai dengan
peruntukkannya dari salah satu lembaga yang berwenang, seperti Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) dan Kementrian Keuangan; Bank Indonesia (BI);
dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappepti), dan
Kementrian Perdagangan.
OJK mengeluarkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
12/SEOJK.07/2014 tentang Penyampaian Informasi dalam rangka
Pemasaran Produk dan atau Layanan Jasa Keuangan. Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan (SE-OJK) tersebut merupakan peraturan
pelaksanaan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.07/2013 tanggal 6 Agustus 2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Surat Edaran ini mengatur bahwa
penawaran oleh PUJK harus menggunakan data yang telah disetujui oleh
Konsumen atau masyarakat yang bersedia dihubungi melalui sarana SMS,
telepon atau email.
Dalam Undang-Undang Pasar Modal sudah dijelaskan bahwa salah
satu unsur penting di dalam transaksi pasar modal ini yaitu unsur
keterbukaan informasi. Prinsip full disclosure merupakan prinsip yang
mendasar yang harus ada di dalam pasar modal. Pengaturan mengenai
prinsip full disclosure di dalam Undang-Undang Pasar Modal sudah
diatur dengan cukup rinci mulai dari keterbukaan informasi di dalam
propektus pada saat akan melakukan penawaran umum (IPO) dan juga
setelahnya yaitu mengenai keterbukaan informasi material pada saat
penyampaian laporan berkala oleh perusahaan emiten.
Dengan lahirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maka tugas
pengawasan tersebut berpindah dari Bapepam kepada Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Perpindahan tugas pengawasan ini dijelaskan di dalam
pasal 6 huruf b Undangundang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang
menyatakan :

64
“OJK melakukan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan
jasa keuangan di sektor pasar modal”
Pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
terhadap perdagangan bursa, selain dilakukan oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) juga turut dilakukan oleh Bursa Efek, tugas Bursa Efek
Sebagai Fasilitator, yaitu menyediakan sarana perdagangan efek.
Mengupayakan likuiditas instrumen yakni mengalirnya dana secara cepat
pada efek-efek yang dijual.
b. Upaya Perlindungan Hukum Secara Represif
OJK membentuk Investor Protection Fund (IPF) atau dana
perlindungan pemodal. IPF ini merupakan lembaga perlindungan
investor, khususnya di pasar modal. IPF dibentuk untuk memberikan
perlindungan dan mampu menambah kepercayaan masyarakat terhadap
industri pasar modal Indonesia sebagai sarana investasi. OJK merilis
peraturan tentang perlindungan konsumen jasa keuangan, yaitu Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor1/POJK.07/2013 yang akan menjadi
pedoman bagi lembaga jasa keuangan dan masyarakat. Pedoman bagi
masyarakat adalah peraturan ini akan menjadi patokan karena publik bisa
mengetahui industri keuangan apa saja yang masuk dalam pengawasan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jenis pengaduan apa yang bisa masyarakat
sampaikan, dan tahapan apa saja dalam pengaduan dan persyaratannya.
Kegiatan bertransaksi di bidang keuangan akan menimbulkan risiko atau
akan memiliki potensi sengketa di masa depan, sehingga Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) mengatur adanya kewajiban bagi pelaku usaha jasa
keuangan untuk menyelesaikan pengaduan konsumen. Dalam
penyelesaian pengaduan oleh lembaga jasa keuangan sering kali tidak
tercapai kesepakatan antara konsumen dengan lembaga jasa keuangan.
Apabila konsumen tidak puas terhadap penanganan pengaduan, maka
konsumen keuangan dapat meneruskan sengketa kepengadilan atau
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS).

65
Investor pemegang obligasi belum cukup terlindungi jika emiten hanya
memberikan jaminan umum sesuai ketentuan dalam pasal 1131 KUHP Perda
pasal 1132 KUHPer. Pada pasal 1131 dan pasal 1132 KUHPer, dijelaskan bahwa
investor pemegang obligasi akan berbagi dengan kreditor lain sesuai nilai piutang
masing-masing kreditor. Pemenuhan piutang investor pemegang obligasi akan
dapat didahulukan oleh emiten jika terdapat alasan-alasan untuk didahulukan
atau memiliki hak istimewa sesuai ketentuan pasal 1133 ayat (1) KUHPer.
Investor pemegang obligasi yang mempunyai status sebagai kreditor konkuren
akan kurang terlindungi karena kekayaan emiten yang akan dilelang nantinya
belum tentu bisa mencukupi pengembalian utang kepada investor pemegang
obligasi.
Langkah pertama yang dapat dilakukan untuk melindungi investor
pemegang obligasi yakni melalui BAPMI. Penyelesaian sengketa melalui
BAPMI merupakan penyelesaian sengketa melalui proses mediasi dan arbitrase
di luar pengadilan yang dapat dilakukan oleh wali amanat. Upaya mediasi dan
arbitrase dilakukan guna mencapai kesepakatan mufakat antara wali amanat
dengan emiten untuk memperoleh kembali hak investor pemegang obligasi.
Ketentuan mengenai penyelesaiansengketa melalui BAPMI tidak diatur oleh
Kep. Bapepam No.412 dan UU Pasar Modal. Penyelesaian sengketa melalui
BAPMI harus didahului kesepakatan di antara para pihak yang bersengketa
bahwa persengketaan akan diselesaikan melalui BAPMI dan terdapat
permohonan tertulis dari pihak-pihak yang bersengketa kepada BAPMI.
Ketentuan tersebut tercantum pada Pasal 18.2 Perjanjian Perwaliamanatan yang
menyebutkan :“Setiap perselisihan yang tidak dapat diselesaikan secara
musyawarah oleh para pihak dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
tanggal pemberitahuan tertulis dari salah satu pihak mengenai perselisihan
tersebut (“masa tenggang”), akan diselesaikan melalui majelis arbitrase nasional
Indonesia-pada Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (“BAPMI”) dengan
tunduk pada UndangUndang Nomor 30 tahun 1999 (seribu sembilan ratus
sembilan puluh sembilan) Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

66
Sengketa berikut semua perubahannya (“UU Arbitrase”)...........................” Tanpa
adanya kesepakatan awal tersebut maka permohonan penyelesaian sengketa tidak
dapat diajukan kepada BAPMI. Kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa
dengan proses mediasi melalui BAPMI dapat dituangkan ke dalam salah satu
pasal di dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak sebelum timbul masalah
(klausula mediasi); atau perjanjian tersendiri yang dibuat para pihak setelah
timbul masalah.Mediasi melalui BAPMI merupakan upaya awal guna
menyelesaikan sengketa yang terjadi antara emiten dengan investor pemegang
obligasi. Mediasi BAPMI adalah cara penyelesaian masalah melalui perundingan
di antara para pihak yang bersengketa dengan bantuan pihak ketiga yang netral
dan independen yang disebut mediator.Tujuan dari mediasi melalui BAPMI
adalah agar tercapainya perdamaian di antara emiten dengan investor pemegang
obligasi. Apabila dalam proses mediasi mengalami kegagalan atau tidak
mencapai kesepakatan, maka proses penyelesaian sengketa diserahkan kembali
kepada emiten dan wali amanat selaku wakil dari investor pemegang obligasi,
apakah selanjutnya akan memilih jalur arbitrase atau pengadilan. Mediator yang
bersangkutan dilarang untuk kemudian menjadi saksi dalam proses arbitrase atau
pengadilan atas sengketa yang para pihak, namun masih diperbolehkan sebagai
arbiter atau hakim sebagai pilihan terakhir.Kesepakatan damai yang diperoleh
dari proses mediasi oleh BAPMI dalam sengketa antara emiten dan investor
pemegang obligasi akan dituangkan ke dalam dokumen kesepakatan perdamaian
yang ditandatangani oleh para pihak bersengketa dan mediator. Kesepakatan
yang dicapai oleh para pihak dalam proses mediasi bersifat final dan mengikat
serta wajib dilaksanakan.
Upaya kedua dalam penyelesaian sengketa melalui BAPMI yakni dengan
proses arbitrase. Pasal 1 angka 1 UU Arbitrase dan APS tersebut menjelaskan
bahwa arbitrase dapat menjadi suatu pilihan penyelesaian sengketa di antara para
pihak dan didahului dengan suatu perjanjian arbitrase yang dapat tercantum pada
perjanjian sebelum sengketa timbul maupun perjanjian lain setelah timbulnya
sengketa.

67
Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 3 UU Arbitrase dan APS, emiten dan
wali amanat dapat mencantumkan klausula tentang arbitrase saat proses
menentukan isi perjanjian perwaliamanatan. Para pihak yang telah terikat dengan
perjanjian arbitrase tidak mempunyai hak untuk mengajukan penyelesaian
sengketa ke Pengadilan Negeri, dan dalam hal ini pun Pengadilan Negeri tidak
berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dengan
perjanjian arbitrase. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 3 UU arbitrase dan
APS yang menyebutkan “Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili
sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.”
Pihak yang telah terikat dengan perjanjian arbitrase dan menghendaki proses
arbitrase melalui BAPMI segera diselenggarakan, maka pihak tersebut wajib
menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak lawannya bahwa
syarat arbitrase sebagaimana dimaksud dalam perjanjian arbitrase telah berlaku
sehingga penyelesaian sengketa akan segera diajukan kepada Arbitrase BAPMI.
Setelah menyampaikan pemberitahuan, salah satu pihak yang merasa dirugikan
dalam hal ini investor pemegang obligasi yang diwakili oleh wali amanat harus
mengajukan gugatan (permohonan arbitrase) secara tertulis kepada BAPMI.
Pengajuan gugatan ini berguna untuk melindungi investor pemegang
obligasi dan sebagai upaya mendapatkan kembali haknya yakni mendapat
pembayaran atas pokok pinjaman dan/atau bunga obligasi perusahaan. Putusan
atas penyelesaian sengketa melalui arbitrase BAPMI bersifat final dan
mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak yakni emiten dan
investor pemegang obligasi sesuai ketentuan pada pasal 60 UU Arbitrase dan
APS. Putusan arbitrase yang tidak dijalankan oleh salah satu pihak dalam hal ini
emiten, maka investor pemegang obligasi dapat memintakan eksekusi kepada
Ketua Pengadilan Negeri terhadap emiten.
3. Tanggung Jawab Wali Amanat Dalam Memberikan Perlindungan Hukum
Terhadap Investor Obligasi
Wali amanat berperan sebagai penunjang kelancaran transaksi di pasar
modal. Kegiatan usaha wali amanat sudah ditetapkan dalam Undang-Undang

68
Nomwor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Permasalahan perizinan sudah diatur
dalam ketentuan kegiatan pasal modal tersebut.
Peran wali amanat di antaranya:
a) Wali amanat sangat membantu dalam proses penerbitan obligasi. Jadi,
bagiemiten yang berkeinginan menerbitkan obligasi atau sekuritas kredit,
peran wali amanat sangat penting
b) Wali amanat dapat menjembatani kepentingan emiten dan kepentingan
investor.
Pada dasarnya wali amanat tidak akan dapat diminta untuk mengganti
kerugian pemegang obligasi dalam hal terjadinya gagal bayar atas bunga atau pokok
obligasi, apabila wali amanat telah melakukan tugasnya dengan sebaik mungkin
secara profesional dan maksimal. Namun kriteria standar penilaian kinerja wali
amanat belum dapat diukur mengingat tidak adanya lembaga independen yang
menilai hal tersebut. Di kalangan institusi bank sebagai wali amanat terdapat
asosiasi wali amanat, yang beranama Asosiasi Wali Amanat Indonesia. Namun
asosiasi tersebut tidak memiliki wewenang untuk mengawasi kinerja wali amanat
(bank) yang menjadi anggotanya. Jadi dalam hal ini dapat dikatakan bahwa tidak
ada pihak yang secara khusus mengawasi kinerja wali amanat; sehingga atas hal
tersebut, wali amanat dituntut untuk dapat bersikap secara profesional dan
independen dalam menjalankan tugasnya. Setelah terjadi gagal bayar oleh emiten
maka tindakan yang dapat dilakukan oleh wali amanat adalah melakukan upaya
agar emiten dapat sesegera mungkin membayar kewajibannya kepada para
pemegang obligasi, termasuk melakukan eksekusi jaminan dan pencairan sinking
fund.
Kegiatan yang dilakukan oleh wali amanat diatur dalam banyak ketentuan
peraturan perundang-undangan, yaitu :
1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal secara khusus
diatur dalam pasal 50 sampai 54.

69
2) Peraturan pemerintah No. 54 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan
di Bidang Pasar Modal, Khususnya yang diatur dalam pasal 53 sampai pasal
55.
3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.04/2020 Tahun 2020
tentang Bank Umum yang Melakukan Kegiatan Sebagai Wali amanat.
Menurut Peggy J. Naile, dalam hal emiten mengalami gagal bayar atau default,
maka wali amanat bertanggung jawab untuk :
1) Mengatur pencairan dana cadangan atau sinking fund (bila ada) guna
membayar pemegang pemegang obligasi.
2) Memetakan hal-hal yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
3) Memberitahu para pemegang obligasi.
4) Mengidentifikasi dan melindungi jaminan.
Biasanya, wali amanat menjadi pihak yang menjembatani antara emiten dan
investor. berikut peran dan kegiatan wali amanat:
a. Melakukan analisis terhadap kemampuan emiten;
b. Melakukan analisis terhadap kekayaan emiten;
c. Melakukan pengawasan terhadap perkembangan emiten;
d. Melakukan monitoring terhadap pembayaran pokok dan bunga obligasi;
e. Bertindak sebagai agen pembayaran (payment); dan
f. Memberikan nasihat kepada investor tentang hal-hal yang berhubungan
dengan emiten.
Berdasarkan Undang- Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 Pasal 51 ayat
2 menyatakan bahwa wali amanat mewakili kepentingan pemegang obligasi baik di
dalam maupun di luar pengadilan. Wali amanat menjadi kuasa dari pemegang
obligasi berdasarkan undang-undang. Karena peran wali amanat sebagai kuasa dari
pemegang obligasi, maka wali amanat menjadi garda terdepan dalam perlindungan
pemegang obligasi.
Pemberian kuasa adalah bentuk dari suatu persetujuan yang mana seorang
memberikan kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya, untuk dan atas

70
namanya menyelenggarakan suatu urusan (Pasal 1792 KUH Perdata). Pemberian
kuasa ini menimbulkan berupa hak dan kewajiban bagi yang diberikan kuasa (si
wakil) maupun yang memberikan kuasa (diwakili). Dalam hal ini si wakil mendapat
suatu kekuasaan (macht), wewenang (bevoegheid) atau hak (recht) yang diberikan
kepadanya untuk mewakili pihak yang diwakili. Di sisi lain para pihak yang sedang
diwakili terikat untuk menjalankan apa yang dilakukan oleh si wakil seolah-olah ia
sendiri yang melakukan perbuatan hukum itu. Pemberian kuasa menurut Pasal 1792
KUH Perdata di atas bersumber dari persetujuan. Pada asasnya perjanjian
pemberian kuasa terjadi, pada saat seseorang (lastgever atau pemberi kuasa)
menyuruh orang lain (lasthebberatau penerima kuasa) untuk melakukan perbuatan
hukum guna kepentingan dirinya.
Wali amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek yang
bersifat utang. Salah satu tugasnya adalah mewakili kepentingan para pemegang
efek bersifat utang, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan kontrak
perwaliamanatan dan peraturan perundang-undangan.Perwakilan ini menimbulkan
akibat hukum berupa bahwa dari seorang wakil berwenang untuk bertindak untuk
dan atas nama orang yang diwakilkan. Kewenangan ini meliputi kewenangan umum
dan khusus. Yang dimaksud dari kewenangan umum adalah kewenangan wali
amanat yang dalam ruang lingkup tindakan pengurusan atas kepentingan pemegang
obligasi. Tindakan ini misalnya meliputi tugas pengawasan terhadap emiten atas
penggunaan dana hasil emisi obligasi dan kemampuan usaha emiten. Kewenangan
khusus merupakan kewenangan wali amanat untuk melakukan tindakan pemilikan
untuk kepentingan pemegang obligasi. Tindakan dalam hal ini misalnya, wali
amanat dapat menjual barangbarang berupa jaminan obligasi dalam hal emiten
wanprestasi. Setiap pemegang obligasi langsung tunduk pada perjanjian
perwaliamanatan dan menyetujui untuk dan dengan ini memberikan kuasa kepada
wali amanat dalam menjalankan hak-hak seorang pemegang obligasi.
4. Perlindungan Hukum Investor Obligasi melalui Peraturan Bapepam
Beberapa peraturan Bapepam yang terkait dengan Obligasi yaitu Peraturan
Bapepam Nomor X.1.2 tentang pemeliharaan dokumen Oleh Wali Amanat,Nomor

71
VI.C.2 tentang pendaftaran Bank Umum sebagai wali amanat,Nomor X.I.1 temtang
Laporan Wali Amanat,Nomor X.M.3 tentang Pelaporan Transaksi Obligasi.

E. Proteksi Pemegang Saham Minortitas Pada Perusahaan Publik Penerapan


Prinsip Fairness terhadap Pemegang Saham Minoritas Pada Perseroan
Terbatas Terbuka
Prinsip fairness merupakan keharusan bagi sebuah perseroan untuk
memberikan kedudukan yang sama terhadap para pemegang saham (baik pemegang
saham mayoritas atau minoritas, asing atau domestik), sehingga kerugian akibat
perlakuan diskriminatif dapat dicegah sedini mungkin. (Mas Achmad Daniri).
Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan
yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul
berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fairness
juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan
peraturan untuk melindungi hak-hak investor, khususnya pemegang saham
minoritas dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa
insider trading(transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan),
dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN atau keputusan-keputusan yang
dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan (buy
back), penerbitan saham baru, merger, akuisisi atau pengambilalihan perusahaan
lain.
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perseroan dikelola secara baik
dan prudent (hati-hati) sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang
saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan
kepada perusahaan terhadap praktek korporasi yang merugikan. Pendek kata,
fairnessmenjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil diantara
beragam kepentingan dalam perusahaan. (Mas Achmad Daniri)
Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar bisa

72
diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan perundang-undangan yang
jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara efektif. Hal ini dinilai penting
karena akan menjadi penjamin adanya perlindungan atas hak-hak pemegang saham
manapun, tanpa pengecualian.Peraturan perundang-undangan ini harus dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat menghindari penyalahgunaan lembaga peradilan
(litigation abuse). Di antara (litigation abuse) ini adalah penyalahgunaan
ketidakefisienan lembaga peradilan dalam mengambil keputusan sehingga pihak
yang tidak beritikad baik mengulur-ngulur waktu kewajiban yang harus
dibayarkannya atau bahkan dapat terbebas dari kewajiban yang harus
dibayarkannya.
Unsur-unsur yang terkandung dalam prinsip fairness yang menjadi faktor
pendukung dalam penerapannya dalam melindungi pemegang saham minoritas
diantaranya :
a. Perlakuan yang adil terhadap para pemegang saham
Para pemegang saham harus diperlakukan secara adil berdasarkan
prinsip kesetaraan (fairness). Dengan demikian, para pemegang saham
harus mempunyai hak penuh yang tidak dilanggar untuk memberikan
satu suara setiap saham. (Adrian Sutendi)
b. Terciptanya kewajaran dan kesetaraan antara organ-organ didalam
perusahaan
Dalam hal ini keberadaan prinsip fairness dapat menjaga kepentingan
dan hak pemegang saham minoritas dikarenakan kebijakan yang
dikeluarkan oleh RUPS mempunyai fungsi untuk melindungi (to
protect). Selain itu dengan diberlakukannya prinsip fairnessdapat
memberikan kesempatan yang sama bagi para pemegang saham, Direksi,
Komisaris, serta karyawan perusahaan tanpa membedakan suku, ras,
agama, jenis kelamin, usia atau hal lain-lain yang tidak bertentangan
dengan hukum yang berlaku.( Misahardi Wilamarta)

73
1. Ciri-Ciri dan Sifat Pemegang Saham dalam Perseroan Terbatas Terbuka
Pemegang saham (shareholder atau stockholder) adalah seseorang atau
badan hukum yang secara sah memiliki satu atau lebih saham pada perusahaan. Para
pemegang saham adalah pemilik dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang
terdaftar dalam bursa efek berusaha untuk meningkatkan harga sahamnya. Konsep
pemegang saham adalah sebuah teori bahwa perusahaan hanya memiliki tanggung
jawab kepada para pemegang sahamnya dan pemiliknya, dan seharusnya bekerja
demi keuntungan mereka.
Pemegang saham diberikan hak khusus tergantung dari jenis saham,
termasuk hak untuk memberikan suara (biasanya satu suara per saham yang
dimiliki) dalam hal seperti pemilihan dewan Direksi, hak untuk pembagian dari
pendapatan perusahaan, hak untuk membeli saham baru yang dikeluarkan oleh
perusahaan, dan hak terhadap aset perusahaan pada saat likuidasi perusahaan.
Namun, hak pemegang saham terhadap aset perusahaan berada di bawah hak
kreditor perusahaan. Ini berarti bahwa pemegang saham (pesaham)biasanya tidak
menerima apa pun bila suatu perusahaan yang dilikuidasi setelah kebangkrutan (bila
perusahaan tersebut memiliki lebih untuk membayar kreditornya, maka perusahaan
tersebut tidak akan bangkrut), meskipun sebuah saham dapat memiliki harga setelah
kebangkrutan bila ada kemungkinan bahwa hutang perusahaan akan
direstrukturisasi.
Karakteristik dari suatu perseroan terbatas adalah adanya pemisahan antara
kepemilikan (saham) dalam perseroan dan pengurusan perseroan terbatas. Hal inilah
yang kemudian menjadi dasar bagi pengembangan Good Corporate Governance.
Makin tidak terlibat pemegang saham dengan kegiatan operasional perseroan,
makin tinggi nilai Good Corporate Governance bagi suatu perseroan terbatas,
namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa pemegang saham tetap
menginginkan kontrol atau pengawasan terhadap jalannya perseroan. Dengan
demikian dapat dimengerti mengapa dalam suatu perseroan terbatas, pendiri atau
pemegang saham, dewasa ini seringkali tidak lagi menjadi pengurus atau pengelola
dari perseroan terbatas yang didirikan.

74
Dalam hal yang disebutkan di atas, jelaslah bahwa para pendiri atau
pemegang saham tersebut memerlukan jaminan dan kepastian bahwa harta
kekayaan mereka pribadi tidak akan diganggu gugat sehubungan dengan kegiatan
usaha yang diselenggarakan atau dilaksanakan oleh perseroan terbatas tersebut.
Dalam konteks yang demikian pertanggungjawaban terbatas pendiri atau pemegang
saham menjadi penting artinya. Pendiri atau pemegang saham hanya akan
menanggung kerugian yang tidak lebih dari bagian penyertaan yang telah
disetujuinya untuk diambil bagian, guna penyelenggaraan dan pengelolaan jalannya
perseroan dengan baik.
Pada umumnya syarat-syarat menjadi pemegang saham perseroan diatur
dalam Anggaran Dasarnya, dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan
oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Jika persyaratan kepemilikan saham telah ditetapkan dan
tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat
menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan
dalam korum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan undang-undang ini
dan/atau Anggaran Dasar.
2. Penerapan Prinsip Fairness Terhadap Pemegang Saham Minoritas dalam
Perseroan Terbatas Terbuka
Dinamika persoalan perlindungan hukum bagi kaum lemah termasuk
perlindungan hukum bagi Pemegang Saham Minoritas dalam PT tidak pernah surut,
meskipun dunia diterpa oleh berbagai macam isu yang berkaitan dengan
perekonomian. Oleh karena itu, dalam rangka kerjasama antar pelaku usaha yang
mendirikan PT, yang di dalamnya terdiri dari Pemegang Saham Mayoritas dan
Pemegang Saham Minoritas, persoalan perlindungan hukum bagi Pemegang Saham
Minoritas menjadi sangat relevan untuk diperhatikan dan harus ditangani secara
seksama. Terlebih lagi sejak krisis ekonomi yang menimpa negara-negara Asia
Tenggara tidak terkecuali Indonesia, yang memporak-porandakan kehidupan anggota
masyarakatnya, termasuk Pemegang Saham Minoritas.

75
Dalam rangka pemulihan ekonomi, hukum memegang peranan yang sangat
penting, karena hanya dengan kesadaran hukum yang tinggi dapat mewujudkan
ketertiban dan keadilan. Hanya dengan pelaksanaan hukum yang konsekuen,
kepercayaan terhadap perusahaan dan pemerintah dapat pulih.
Harmonisasi di antara para pemegang saham memegang peranan penting dalam
kegiatan usaha memajukan perseroan. Namun, kenyataannya tidak terhindarkan
terjadi perselisihan antara Pemegang Saham Mayoritas dan Pemegang Saham
Minoritas yang dapat merugikan kepentingan Pemegang Saham Minoritas. Dalam
rangka perlindungan hukum bagi Pemegang Saham Minoritas, perlu diberikan
hakhak tertentu oleh UUPT, agar Pemegang Saham Minoritas yang mempunyai
posisi dominan tidak menyalahgunakan kekuasaannya menindas Pemegang Saham
Minoritas.
Dalam rangka perlindungan hukum bagi Pemegang Saham Minoritas, PT
sebagai badan usaha berbentuk badan hukum yang modalnya terdiri atas saham-
saham merupakan perkumpulan modal, maka dalam UUPT ditetapkan bahwa semua
saham yang ditempatkan harus disetor penuh, agar PT dalam melaksanakan usahanya
mampu berfungsi secara penuh, sehat, berdaya guna dan berhasil guna.
Sebelum berlakunya UUPT, Pemegang Saham Minoritas hampir tidak
mempunyai pilihan lain, kecuali menerima segala keputusan yang ditetapkan dalam
RUPS. Hal ini terjadi karena sekalipun tersedia upaya hukum dan hak yang diberikan
oleh undang-undang untuk dipertahankan di pengadilan, akan tetapi karena kondisi
Pemegang Saham Minoritas yang umumnya lemah di bidang keuangan, pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan, maka upaya hukum untuk meminta perlindungan
hukum melalui pengadilan sulit atau tidak dapat dimanfaatkan oleh Pemegang Saham
Minoritas.

Kelemahan pembelaan kepentingan dari Pemegang Saham Minoritas tersebut


juga dipengaruhi oleh pemberlakuan dan pelaksanaan hukum (Law Enforcement)
yang lemah, menyusul krisis ekonomi yang menjurus pada krisis kepercayaan pada
pemerintah, sehingga upaya hukum di pengadilan bagi Pemegang Saham Minoritas

76
semakin sulit. Sebagaimana telah diketahui oleh umum, proses di pengadilan
memerlukan waktu yang cukup lama dan menghabiskan biaya yang cukup besar.
Oleh karena itu, tidak mengherankan bila para pencari keadilan, banyak yang tidak
bersedia mengadukan nasibnya ke pengadilan. Sebaliknya para pihak yang berselisih
lebih suka mencari solusi perdamaian, seperti melalui mediasi, negosiasi atau
konsiliasi, agar permasalahannya dapat diselesaikan dengan cepat dan biaya murah.
Penerapan prinsip keadilan (fairness) dalam UUPT tercermin dari beberapa
ketentuan pasal yang ada didalamnya diantaranya dalam Pasal 15 UUPT mengenai
anggaran dasar dalam ayat (3) dimuat bahwa anggaran dasar tidak boleh memuat :
a. Ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan
b. Ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak
lain.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam membuat anggaran dasar PT tidak
diperkenankan untuk menguntungkan salah satu pihak khususnya pendiri, melainkan
keuntungan yang diperoleh oleh PT harus dibagikan kepada stakeholder dan
shareholder sesuai dengan porsi yang telah tercantum pada anggaran dasar tersebut.
Selanjutnya dalam Pasal 79 ayat (2) UUPT yang menyatakan : (2)
Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas
permintaan :
a. 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili
1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara, kecuali dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil; atau
b. Dewan Komisaris
Pemegang Saham Minoritas yang memiliki satu saham atau 1/10 (sepersepuluh)
bagian dari jumlah seluruh saham dapat diminta diadakan RUPS. Hal tersebut
merupakan bentuk perlindungan hukum bagi Pemegang Saham Minoritas dan
merupakan prinsip keadilan yang diaplikasikan dalam pasal ini.Penerapan prinsip
keadilan tercermin dalam Pasal 80 UUPT yangmemperbolehkan pemegang saham
untuk mengajukan gugatan atas Direksi dan atau Dewan Komisaris atas tidak
diselenggarakannya RUPS di perseroan. Pemberlakuan yang adil pada setiap

77
pemegang saham untuk melaksanakan dan membela kepentingan hak-hak
pemegang saham melalui pengadilan. Dalam pasal ini terdapat suatu prinsip, bahwa
setiap pemegang saham berhak memperoleh penjelasan lengkap dan informasi yang
akurat berkenaan dengan penyelenggaraan RUPS; Pemegang Saham Minoritas
diberi hak oleh undang-undang untuk menyelenggarakan RUPS perseroan, jika
tidak berhasil melalui permohonan pada perseroan maka Pemegang Saham
Minoritas dapat memohon kepada pengadilan agar dapat menyelenggarakan RUPS.
Prinsip fairness bagi para pemegang saham termasuk Pemegang Saham
Minoritas merupakan salah satu cara melindungi hak-hak pemegang saham. Hak-
hak para pemegang saham pada dasarnya adalah hak untuk menghadiri dan
memberikan suara dalam RUPS, mendapatkan informasi, memeriksa dan
mengawasi perseroan secara tepat waktu dan teratur. Dengan demikian, pemegang
saham dapat membuat keputusan yang tepat untuk menginvestasikan modalnya
dalam perseroan.
Prinsip fairness memberikan hak penuh kepada pemegang saham untuk
mengeluarkan suaranya sesuai dengan klasifikasi saham yang dimilikinya. Hak
formal lainnya yang dapat dimanfaatkan oleh Pemegang Saham Minoritas dapat
berupa perjanjian antara pemegang saham yang dibuat secara bawah tangan atau
notarial. Hak-hak yang timbul dari perjanjian formal ini, sekalipun tidak secara
tegas diatur dalam UUPT, namun keberlakuannya tetap dijunjung tinggi oleh para
pemegang saham yang membuat perjanjian berdasarkan prinsip good faith yang
berlaku universal. Dalam perjanjian formal tersebut, hak Pemegang Saham
Minoritas dapat diperluas sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang.
Perlindungan hukum bagi Pemegang Saham Minoritas tersebut dimaksudkan
untuk mencegah adanya kecurangan yang dapat merugikan kepentingan Pemegang
Saham Minoritas, seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan,
penerbitan saham baru, keputusan untuk merger, akuisisi atau pengambilalihan
perusahaan lain.Fairness dalam dunia usaha juga dimaksudkan untuk dapat menarik
arus investasi baik dari dalam maupun luar negeri. Untuk itu, dibutuhkan sistem

78
yang memungkinkan agar saham yang disetor dari asset yang dimiliki oleh
perseroan terlindungi.
3. Konsep Perlindungan terhadap Pemegang Saham Minoritas
Perlindungan terhadap pemegang saham minoritas tercermin dari
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang secara eksplisit
menegaskan:
“…untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat…”
Konsekuensi dari dicantumkannya kata “melindungi” dalam UUD 1945,
memberikan dasar yang paling kuat bagi negara untuk menjalankan tugasnya
melindungi segenap Bangsa Indonesia, melindungi warganya dari tindakan-tindakan
yang tidak adil, karena kekerasan, kelalaian termasuk perbuatan melanggar hukum
yang dapat merugikan kepentingan anggota masyarakatnya. Oleh karena itu, Negara
Indonesia yang diwajibkan oleh konstitusi untuk melindungi segenap Bangsa
Indonesia (sebagaimana ternyata dalam konteks umum UUD 1945), harus
konsekuen dan konsisten menegakkan dan mengaplikasikan hukum. Artinya, negara
wajib melindungi segenap anggota masyarakat, yang didalamnya terdapat
kepentingan pihak lemah, termasuk pemegang saham minoritas dalam PT.
Secara eksplisit pengertian pemegang saham minoritas tidak begitu dapat di
definisikan, hal ini dikarenakan antara perusahaan yang satu dengan yang lain
seringkali berbeda prosentase antara pemegang saham minoritas dan mayoritasnya,
sehingga definisi minoritas tiap perusahaan pun berbeda-beda, akan tetapi
pengertian pemegang saham minoritas dapat kita simpulkan dari ketentuan Pasal 79
ayat (2) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu satu
orang pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 bagian dari

79
jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih
kecil sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar PT yang bersangkutan.
Pemegang saham minoritas juga dibedakan berdasarkan kedudukan
dan kepentingannya, yaitu:
1) Seluruh pemegang saham minoritas;
2) Pemegang saham minimal 1%;
Pada praktiknya, ada saja PT yang salah satu pemegang sahamnya hanya
mempunyai saham 1% dalam perseroan atau memiliki jumlah saham yang
dapat dikatakan terlalu kecil. Biasanya pemegang saham ini hanya untuk
memenuhi ketentuan bahwa PT harus didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih.
3) Pemegang saham minimal 10%;
Pemegang saham ini biasanya adalah pemegang saham yang apabila ingin
mengajukan gugatan atas perseroan sudah memenuhi syarat karena sesuai Pasal
79 ayat (2) huruf a Jo. Pasal 80 ayat (1) Jo. UU No. 40/2007, maka upaya
hukum Permohonan Penetapan RUPS hanya dapat diajukan oleh satu atau lebih
Pemegang Saham yang minimal mewakili 1/10 (satu per sepuluh) atau 10%
(sepuluh persen) dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. Jumlah saham
tersebut tidak boleh kurang dari 1/10 (satu per sepuluh) atau 10 % (sepuluh
persen) dari jumlah seluruh saham dengan hak suara.
4) Pemegang saham minimal 1/3;
Yaitu jumlah kuorum yang harus dicapai dalam dilaksanakannya RUPS kedua,
dimana dalam menyelenggarakan RUPS kedua harus dihadiri oleh minimal 1/3
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara agar keputusan yang diambil
menjadi sah.
5) Pemegang saham minoritas independen.
Didalam UUPT pengertian mengenai pemegang saham minoritas tidak diatur
secara jelas, namun dalam beberapa pasal tersurat pengaturan mengenai
perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas PT terbuka lebih
ditekankan dalam UUPT, dimana dalam undang-undang ini posisi tawar pemegang

80
saham minoritas dalam pengambilan kebijakan suatu perusahaan lebih terperinci
dengan hak-hak yang diatur dalam UUPT antara lain:
1) Pasal 61 ayat (1), menegaskan bahwa setiap pemegang saham berhak
mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke Pengadilan Negeri apabila
dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa
alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi dan/atau Dewan
Komisaris.
2) Pasal 62, menegaskan bahwa setiap pemegang saham berhak meminta kepada
Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang
bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang
saham atau Perseroan, berupa: Perubahan Anggaran Dasar, Pengalihan atau
penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50 % (lima
puluh persen) kekayaan bersih perseroan atau Penggabungan, peleburan,
pengambilalihan, atau pemisahan.
3) Pasal 79 ayat (2), menegaskan bahwa Pemegang Saham Perseroan meminta
diselenggarakannya Rapat Umum Pemegang Saham, pemegang saham
minoritas hanya sekedar mengusulkan tanpa ada kewenangan untuk
memutuskan diadakannya RUPS.
4) Pasal 97 ayat (6), menegaskan bahwa mewakili perseroan untuk mengajukan
gugatan terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya
menimbulkan kerugian terhadap perseroan.
5) Pasal 114 ayat (6), menegaskan bahwa mewakili perseroan untuk mengajukan
gugatan terhadap anggota dewan komisaris yang karena kesalahan atau
kelalaiannya menimbulkan kerugian terhadap perseroan, diatur dalam.
6) Pasal 138 ayat (3), menegaskan bahwa meminta diadakannya pemeriksaan
terhadap perseroan, dalam hal terdapat dugaan bahwa perseroan, anggota
Direksi atau komisaris perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang
merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
7) Pasal 144 ayat (1), menegaskan bahwa mengajukan permohonan pembubaran
perseroan.

81
Hak–hak pemegang saham minoritas diatas merupakan terobosan baru dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia dengan lahirnya Undang-Undang
No.40 Tahun 2007, akan tetapi dari hak-hak diatas belum merupakan cerminan
perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas yang sempurna karena
aturan mengenai perlindungan hukum pemegang saham minoritas sesuai dengan
prinsip Good Corporate Governance masih sulit untuk diterapkan di
Indonesia.Pemegang saham minoritas merupakan salah satu stakeholders di
samping stakeholders lainnya, yaitu pemegang saham mayoritas, Direksi,
komisaris, pegawai dan kreditor. Lebih dari itu, bersama-sama dengan pemegang
saham mayoritas, pemegang saham minoritas juga merupakan pihak yang
membawa pundi-pundi bagi perusahaan (bagholders). Karena itu, tidak boleh
tidak, pihak pemegang saham minoritas sampai batas-batas tertentu patut
dilindungi hokum.
4. Tujuan Perlindungan terhadap Pemegang Saham Minoritas
Ketika kita berbicara tentang perlindungan pemegang saham minoritas
(minority shareholder protection) dalam suatu perseroan terbatas, berarti kita
memasuki salah satu wilayah yang paling sulit dalam hukum perusahaan Indonesia.
Banyak teori hukum yang dicoba diterapkan kepada persoalan ini dengan ruang
jelajah yang tidak begitu jelas dan dengan memakai standar yang terasa remang-
remang. Disamping itu, dalam hal tertentu untuk melindungi pemegang saham
minoritas ini, pihak pengadilandiundang untuk terlibat, padahal pengadilan di
Indonesia telah mempunyai masalah sendiri yang inheren. Karena itu, masalah
perlindungan pemegang saham minoritas ini telah menjadi fenomena sendiri yang
tidak habis-habisnya dibahas.
Seperti yang telah dijelaskan diatas, pemegang saham minoritas kurang
mendapatkan porsi perlindungan hukum dalam pengambilan keputusan di suatu
perusahaan, maka ada berbagai kepentingan yang oleh hukum mesti dijaga, antara
lain kepentingan-kepentingan seperti kutipan berikut :

82
1) Pihak pemegang saham minoritas sama sekali tidak berdaya dalam suatu
perusahaan karena selalu kalah suara dengan pemegang saham mayoritas dalam
rapat umum pemegang saham selaku pemegang kekuasaaan tertinggi.
2) Pihak pemegang saham minoritas tidak mempunyai kewenangan untuk
mengurus perusahaan karena tidak mempunyai cukup suara untuk menunjuk
direktur atau komisarisnya sendiri, atau kalaupun ada kesempatan untuk
menunjuk direktur atau komisaris, biasanya direktur atau komisaris tersebut
juga tidak berdaya karena kalah suara dalam rapat-rapat Direksi atau komisaris.
3) Pihak pemegang saham minoritas tidak memiliki kewenangan untuk melakukan
hal-hal yang penting baginya, seperti kewenangan untuk mengangkat pegawai
perusahaan, menandatangani cek, mereview kontrak perusahaan, dan
melakukan tindakan-tindakan penting lainnya.
4) Jika perusahaan berbisnis secara kurang baik, pihak pemegang saham minoritas
umumnya tidak dapat berbuat banyak, kecuali membiarkan perusahaan tersebut
terus-menerus merugi sambil mempertaruhkan sahamnya disana.
5) Terutama dalam suatu perusahaan tertutup, saham pihak minoritas umumnya
tidak marketable, sehingga sangat sulit dijual ke pihak luar.
6) Prinsip personan in judicio atau capacity standing in court or in judgement,
yakni hak untuk mewakili perseroan, yang hanya boleh dilakukan oleh organ
perseroan. Pemegang saham minoritas tidak boleh melakukan tindakan
derivative.
Untuk itu, tujuan perlindungan pemegang saham minoritas adalah agar
terpenuhinya unsur keadilan. Diperlukan suatu keseimbangan sehingga pihak
pemegang saham mayoritas tetap dapat menikmati haknya selaku mayoritas,
termasuk mengatur perseroan. Di lain pihak, pihak pemegang saham minoritaspun
perlu diperhatikan kepentingannya dan tidak bisa begitu saja diabaikan haknya.
Untuk menjaga kepentingan di kedua belah pihak, dalam ilmu hukum perseroan
dikenal prinsip “ Mayority Rule Minority Protection”, yaitu yang memerintah (the
ruler) di dalam perseroan tetap pihak mayoritas, tetapi kekuasaan pihak mayoritas
tersebut haruslah dijalankan dengan selalu melindungi (to protect) pihak minoritas.

83
Halini jika tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah di khawatirkan akan
mengganggu iklim investasi dan mematikan investor-investor kecil.
Selanjutnya tujuan perlindungan pemegang saham adalah untuk melindungi dan
menjaga kepercayaan publik karena perusahaan yang porsi kepemilikan saham
publiknya besar maka semakin banyak tuntutan dari pemegang saham ingin
mengetahui mengenai perusahaan tersebut, sehingga semakin banyak informasi
yang diungkapkan dalam laporan tahunan. Hal ini sesuai dengan teori stakeholder
yang menyatakan bahwa kepemilikan saham publik tersebut memiliki peran untuk
mempengaruhi perusahaan dalam melakukan perlindungan terhadap pemegang
sahamnya sedangkan perusahaan akan berusaha memenuhi segala kebutuhan para
stakeholder termasuk kebutuhan informasi pengungkapan kegiatan perusahaan.
5. Prinsip-Prinsip Perlindungan Pemegang Saham
Sebagaimana diketahui bahwa Undang-Undang Perseroan Terbatas
memberlakukan prinsip 1 (satu) saham 1 (satu suara) (one man one vote) bagi suatu
Perseroan Terbatas. Sehingga dengan pemberlakuan prinsip ini, pihak pemegang
saham minoritas bernar-benar tidak berdaya menghadapi kekuasaan dan
kewenangan dari pemegang saham mayoritas. Namun demikian, harus diakui pula,
pemberlakuan asas one man one vote tersebut sebenarnya merupakan fenomena
dalam setiap hukum korporat yang modern. Karena itulah, menjadi teramat penting
penerapan doktrindoktrin hukum yang berkenaan dengan perlindungan pemegang
saham minoritas tersebut, yang sampai batas-batas tertentu memang juga dikenal
dalam UndangUndang Perseroan Terbatas dan ini harus diberdayakan semaksimal
mungkin dalam praktek korporat. (Munir Fuady)
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Pasal 36 sampai dengan
Pasal 56), secara eksplisit konsep tentang perlindungan pemegang saham minoritas
ini pada prinsipnya tidak dikenal. Tetapi KUHD memberikan perlindungan kepada
pemegang saham minoritas justru dengan membuka kemungkinan diberlakukannya
sistem quota dalam pengambilan suara dari rapat umum pemegang saham yang
tidak memberlakukan prinsip one share one vote, dalam KUHD tidak terdapat
ketentuan yang khusus mengatur tentang perlindungan pemegang saham minoritas.

84
Namun demikian, semasa masih berlakunya KUHD, memang terdapat beberapa
ketentuan yang menjurus kepada perlindungan pemegang saham minoritas.128
Ketentuan KUH Dagang yang mengatur tentang asas pemberian suara ini adalah
sebagaimana diatur dalam Pasal 54 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), yang
menyatakan sebagai berikut:
1) Hanya pemegang saham yang berhak mengeluarkan suara. Setiap pemegang
saham sekurang-kurangnya berhak mengeluarkan 1 (satu) suara.
2) Dalam hal modal perseroan terbagi dalam saham-saham dengan harga
nominal yang sama, maka setiap pemegang saham berhak mengeluarkan
suara sebanyak jumlah saham yang dimilikinya.
3) Dalam hal modal perseroan terbagi dalam saham-saham dengan harga
nominal yang berbeda, maka setiap pemegang saham berhak mengeluarkan
suara terbanyak kelipatan dari harga nominal saham yang terkecil dari
perseroan terhadap keseluruhan jumlah harga nominal dari saham yang
dimiliki pemegangnya. Sisa suara yang belum mencapai 1 (satu) suara tidak
diperhitungkan
4) Pembatasan mengenai banyaknya suara yang berhak dikeluarkan oleh
pemegang saham dapat diatur dalam akta pendirian, dengan ketentuan
bahwa seorang pemegang saham tidak dapat mengeluarkan lebih dari 6
(enam) suara apabila modal perseroan terbagi dalam 100 (seratus) saham
atau lebih dan tidak dapat mengeluarkan lebih dari 3 (tiga) suara apabila
modal perseroan terbagi dalam kurang dari 100 (seratus) saham.
Selain hal diatas, ketentuan yang berkenaan dengan pemberlakuan prinsip
mayoritas super terhadap tindakan-tindakan penting dalam perseroan, seperti
terhadap tindakan perubahan Anggaran Dasarnya. Karena itu, pengawasan terhadap
berlakunya ketentuan seperti ini waktu itu sangat ampuh, yakni dengan tidak
mensahkan anggaran dasar yang bertentangan dengan prinsip-prinsip yang telah
digariskan tersebut.
Dengan prinsip mayoritas super, yang dimaksudkan adalah bahwa dalam suatu
Rapat Umum Pemegang Saham, keputusan baru dapat diambil manakala suara yang

85
menyetujuinya melebihi jumlah tertentu, misalnya lebih dari 2/3 (dua pertiga) atau
3/4 (tiga perempat) dari suara yang sah. Jadi kuorum atau voting dengan mayoritas
biasa (lebih dari setengah suara atau lebih banyak suara yang menyetujuinya) belum
dianggap mencukupi.
6. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas dalam
Perundang-undangan Indonesia
Di dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas menyatakan bahwa saham memberikan hak kepada pemiliknya
untuk:
1. Menghadiri dan mengelurkan suara dalam RUPS;
2. Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
3. Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas ini.
Pelaksanaan hak-hak tersebut hanya dapat dilakukan setelah nama pemegang
saham dicatat dalam daftar pemegang saham. Jadi dengan demikian berarti hanya
pemegang saham yang namanya tercantum dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan
yang berhak melaksanakan haknya berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun
2007ini. Namun demikian perlu diperhatikan, bahwa dalam hal perseroan
mengeluarkan lebih dari satu jenis klasifikasi saham, maka hak-hak pemegang saham
yang ada untuk tiap-tiap klasifikasi dapat dibaca dalam Anggara Dasar Perseroan.Hak
yang melekat pada tiap lembar saham adalah hak yang tidak dapat dibagibagi lagi.
Dengan demikian berarti jika terdapat 1 (satu) lembar saham yang dimiliki oleh lebih
dari 1 (satu) orang, maka hak yang ada pada dan lahir dari kepemilikan saham
tersebut hanya dapat dipergunakan satu kali oleh satu subjek hukum. Dengan
demikian berarti, jika 1 (satu) lembar saham dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) subjek
hukum/orang perorang dan atau badan hukum maka harus ditunjuk 1 (satu) orang
atau badan hukum dari sekian banyak pemilik saham tersebut sebagai wakil bersama.
Tindakan yang dilakukan atau apapun pelaksanaan hak yang diambil oleh wakil
tersebut mengikat seluruhnya. Demikian juga halnya dengan pencatatan saham
tersebut dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan, pada umumnya dicatatkan atas

86
nama wakil bersama yang ditunjuk tersebut, dengan catatan sebagai kepemilikan
bersama (qq).
Secara umum hak pemegang saham dapat dibedakan ke dalam:
2. Hak individual yang melekat pada diri pemegang saham pribadi, yang dapat
dibagi lagi kedalam:
a. Hak yang melekat pada penyelenggaraan atau pelaksanaan suatu Rapat
Umum Pemegang Saham;
b. Hak yang sama sekali tidak berkaitan atau berhubungan dengan pelaksanaan
Rapat Umum Pemegang Saham.
3. Hak yang diturunkan dari perseroan, yang dinamakan dengan hak derivatif
(derivative suit atau derivative action).
Penjelasan :
1. Hak Perseorangan (Personal Right)
Secara umum, semua orang adalah sama kedudukannya dalam hukum, berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hak perseorangan
dilindungi oleh hukum. Hak perseorangan (persoonlijk recht) adalah relatif. Sifat
perseorangan dalam hukum perjanjian menimbulkan gejala-gejala hukum sebagai
akibat hubungan antara persoon dengan persoon lainnya. Hak perseorangan juga
ternyata dari ketentuan UUPT yang menyebutkan, bahwa PT adalah badan hukum
yang didirikan berdasarkan perjanjian. Demikian pula perseroan didirikan oleh 2
(dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia.
Pengertian orang adalah perseorangan atau badan hukum.Pemegang Saham
Minoritas sebagai subjek hukum mempunyai hak untuk menggugat Direksi atau
Komisaris, apabila Direksi atau Komisaris melakukan kesalahan atau kelalaian
yang merugikan Pemegang Saham Minoritas. Pemegang saham sebagai subjek
hukum dapat menggunakan hak perseorangan yang diberikan oleh UUPT untuk
mempertahankan serta menuntut pelaksanaan haknya, hal tersebut ternyata dari
Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1995tentang Perseroan Terbatas
semasa berlakunya, yang antara lain menyebutkan bahwa setiap pemegang saham
berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan di Pengadilan Negeri, jika

87
dirugikan oleh tindakan perseroan, yang dianggap tidak adil tanpa alasan wajar,
sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi atau Komisaris yang merugikan
pemegang saham, terutama terhadap Pemegang Saham Minoritas. Dalam hal
demikian, Pemegang Saham Minoritas dapat menolak tindakan atau
kebijaksanaan perseroan tersebut, sebagai tindak lanjut dari penggunaan hak
perseorangan, maka Pemegang Saham Minoritas dapat meminta perseroan agar
sahamnya dibeli dengan harga wajar. Apabila perseroan tidak dapat membeli
sahamnya, maka Pemegang Saham Minoritas tersebut dapat menggugat perseroan
meminta ganti rugi.
Setelah Undang-Undang No. 1 Tahun 1995tentang Perseroan Terbatas telah
dinyatakan tidak berlaku lagi dikarenakan dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat dan diganti menjadi
UndangUndang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas maka hak
perseorangan ini tercermin pada Pasal 61 UUPT yang berbunyi:140
1) Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan
ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang
dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan
RUPS, Direksidan/atau Dewan Komisaris.
2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke pengadilan
negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
Penggunaan Hak Perseorangan ini dapat terlihat dari contoh kasus yang terjadi
pada Brown vs. British Abrasive Wheel Co. Ltd. Dimana dalam kasus ini, PT
British Abrasive Wheel Co. Ltd. (BAW) bermaksud meningkatkan modal
perseroan. Pemegang Saham Mayoritas yang menguasai 98% (sembilan puluh
delapan persen) dari seluruh jumlah saham perseroan, menyatakan kesanggupan
untuk menambahmodal perseroan, asalkan dapat mengambil alih 2% (dua persen)
saham lain yang dimiliki Pemegang Saham Minoritas. Tuan Brown (B) sebagai
Pemegang Saham Minoritas tidak menyetujui rencana pengambilalihan saham
tersebut. Untuk mencapai maksudnya, Pemegang Saham Mayoritas mengajukan
usulan untuk mengubah Anggaran Dasar PT (selanjutnya disingkat menjadi AD

88
PT), agar memuat ketentuan mengenai diperkenankannya Pemegang Saham
Mayoritas mengakuisisi saham milik Pemegang Saham Minoritas demi
kepentingan perseroan. Usulan perubahan AD PT tersebut tidak diterima oleh
Brown, sehingga Brown mengajukan gugatan melalui pengaduan terhadap PT
berdasarkan personal right yang dimilikinya. Pengadilan menyatakan, bahwa
usulan untuk mengubah AD PT tersebut tidak sah. Hakim Astbury berpendapat,
permasalahan yang mendasar dan patut dipertanyakan adalah apakah perubahan
AD untuk mengambil alih saham Pemegang Saham Minoritas sesuai dengan
prinsip kepatutan dan keadilan (fairness) serta semata-mata demi kepentingan PT.
Hal tersebut sangat sulit diselesaikan, karena bila Pemegang Saham Mayoritas
gagal mengambil alih saham milik Pemegang Saham Minoritas, maka melalui
kemampuan atau kekuasannya, Pemegang Saham Mayoritas dapat menggunakan
hak suaranya dalam RUPS untuk membuat putusan merubah AD PT, agar
memuat ketentuan yang dapat dipergunakan untuk mengambil alih saham milik
Pemegang Saham Minoritas.Pemegang Saham Mayoritas di pengadilan
mengemukakan alasan dan menjawab gugatan Brown, bahwa usulan perubahan
AD PT dimaksudkan untuk mencapai rasio kecukupan modal, agar perusahaan
tidak dilikuidasi. Usulan perubahan AD PT yang terlihat bertujuan untuk
kepentingan PT sebenarnya tidak langsung terkait dengan penyediaan tambahan
modal. Tambahan modal itu juga tidak dijamin dapat segera
tersedia setelah AD PT dirubah. Jadi, usulan perubahan AD PT sebenarnya adalah
maksud dari Pemegang Saham Mayoritas mengakuisisi saham miliki Pemegang
Saham Minoritas, agar seluruh saham perseroan menjadi milik Pemegang Saham
Mayoritas.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, sebenarnya perubahan tersebut adalah sah,
sepanjang ada ketentuan yang mengaturnya dalam AD yang telah disetujui oleh
para pemegang saham. Karena ketentuan mengenai perubahan AD PT untuk
mencantumkan ketentuan tentang akuisisi sham tidak termuat dalam AD PT,
maka Pemegang Saham Mayoritas tidak dapat mmaksa Pemegang Saham
Minoritas menjual sahamnya. Akhirnya pengadilan memenangkan Pemegang

89
Saham Minoritas yang menggunakan hak perseorangan untuk membela
kepentingannya. Tindakan Pemegang Saham Mayoritas yang mengusahakan
mengubah AD PT untuk kepentingan pribadi tersebut tidak dapat dibenarkan,
karena melanggar hak perseorangan (personal right) Pemegang Saham Minoritas.
Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Pemegang Saham Minoritas dapat
memanfaatkan hak perseorangan yang dimilikinya, untuk menggugat Pemegang
Saham Mayoritas, yang bertindak semena-mena menggunakan kekuasaan
mayoritasnya, seperti perubahan ketentuan AD PT yang bertujuan untuk
mengakuisisi saham milik Pemegang Saham Minoritas.
2. Hak Penilaian (Appraisal Right)
Appraisal Right adalah hak Pemegang Saham Minoritas untuk membela
kepentingannya dalam rangka menilai harga saham. Hak ini dipergunakan oleh
pemegang saham pada saat meminta kepada perseroan agar sahamnya dinilai dan
dibeli dengan harga yang wajar, karena pemegang saham tersebut tidak
menyetujui tindakan perseroan yang dapat merugikannya atau merugikan
perseroan itu sendiri. Kerugian tersebut dapat terjadi karena perseroan merubah
AD PT, melakukan penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau
seluruh kekayaan perseroan atau perseroan bermaksud melakukan merger,
konsolidasi dan akuisisi. Appraisal Right ini diatur dalam pasal 55 ayat (1)
Undang-Undang No. 1 Tahun 1995tentang Perseroan Terbatas semasa
berlakunya. Namun demikian, nilai atau harga yang wajar itu masih belum ada
acuan yang konkret, begitu pula, jika perseroan harus membeli
saham milik pemegang saham, tapi keuangan perseroan tidak mencukupi,
bagaimana penyelesaiannya? Hal ini tidak dapat dipecahkan oleh ketentuan yang
ditentukan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995tentang Perseroan Terbatas
semasa berlakunya, karena Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun
1995tentang Perseroan Terbatas hanya mengatur bahwa perseroan dapat membeli
kembali saham dengan cara: dibayar dari laba bersih sepanjang tidak
menyebabkan kekayaan perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang
ditempatkan ditambah cadangan yang diwajibkan, dengan ketentuan, bahwa

90
jumlah nominal seluruh saham yang dimiliki perseroan dan gadai saham yang
dipegang, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang
ditempatkan. Jadi, nila usaha ini gagal, dalam arti perseroan tidak dapat membeli
saham pemegang saham tersebut dengan harga yang wajar, maka pemegang
saham dapat mengugat PT melalui pengadilan untuk meminta ganti rugi. Masalah
yang timbul adalah berkenaan dengan penilaian harga yang wajar terhadap harga
jual saham, hal ini tampaknya masih memerlukan penjabaran yang lebih lanjut.
F. Tinjauan Yuridis Tentang Akuisisi Perusahaan Satu Grup Dalam Kaitannya
Dengan Pasar Modal Konsep Pengambilalihan (Akuisisi)
A. Pengertian dan bentuk- bentuk akuisisi
Dalam dunia hukum dan bisnis, yang dimaksud dengan akuisisi yaitu setiap
perbuatan hukum untuk mengambil alih seluruh atau sebagian saham dan/ atau
aset dari perusahaan lain
Akuisisi yang berasal dari kata Inggris "acquisition", dalam dunia bisnis
berarti "pengambil alihan suatu perusahaan oleh perusahaan lain, biasanya
dicapai dengan membeli saham biasa perusahaan lain". (Peter Salim, 1989: 2).
Akuisisi merupakan suatu perbuatan hukum perusahaan yang mempunyai
implikasi penting terhadap semua stokeholders sehingga untuk melakukannya
diperlukan persetujuan RUPS. Dalam RUPS terkait dengan akuisisi ini harus
memenuhi prinsip tertentu berupa prinsip minimal quorum dan prinsip minimal
volting sebagaimana yang tertuang pada pasal 89 UUPT. Akuisisi dapat
diartikan sebagai pengambil alihan yang merupakan perbuatan hukum yang
dilakukan oleh badan hokumatau orang perseorangan atau mengambilih saham
perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.
Dalam pengertian pengambilalihan yaitu adanya beberapa perseroan , di
mana pemegang saham dari beberapa perseroan masing-masing tidak
mempunyai hubungan satu terhadap yang lain, namun setelah terjadi
pengambilalihan, saham masing-masing perseroan yang ada menjadi dimiliki
oleh subjek hukum yang sama atau sebagian besar dimiliki oleh subjek hukum
yang sama.

91
Unsur- Unsur dalam pengambilalihan, yaitu:
a) Pengambilalihan adalah perbuatan hukum dikarenakan akibat dari
pengambilalihan akan menimbulkan akibat hukum dimana akibat
hukum dari pengambilalihan tersebut akan terjadi peralihan hak..
b) Pihak yang mengambil alih adalah orang (naturlijke person) atau badan
hukum (recht persoon), pihak yang dapat melakukan pengambilalihan
adalah orang ataupun badan hukum dikarenakan keduanya dapat
melakukan perbuatan hukum, merupakan subjek hukum dan memiliki
hak dan kewajiban berdasarkan hukum.
c) Metode pengambilalihan adalah melalui pengambilalihan saham.
Pengambilalihan yang dimaksud adalah melalui pengambilalihan saham
perseroan dimana akibat dari pengambilalihan akan terjadinya
perubahan kepemilikan atas perseroan tersebut dikarenakan saham
merupakan tanda bukti kepemilikan seseorang atas suatu perusahaan.
d) Pengambilalihan saham tersebut harus memungkinkan pihak yang
mengambil alih perseroan dimaksud menjadi pemegang kendali
perseroan yang diambil alih dimana perbuatan pengendalian itu berupa
kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidak langsung,
dengan cara apa pun pengelolaan atau kebijaksanaan perusahaan seperti
menentukan diangkat dan diberhentikannya direksi atau komisaris dan
melakukan perubahan anggaran dasar.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1998 tentang
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas
mendefinisikan akuisisi sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan
hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh atau
sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya
pengendalian terhadap perseroan tersebut.
Terdapat beberapa bentuk- bentuk pengambilalihan yaitu:
1) Berdasarkan jenis usaha perseroan

92
a. Pengambilalihan horizontal
Ditujukan untuk mengambil alih perseroan pesaing langsung (biasanya
pesaing yang memiliki produk barang dan jasa atau wilayah pemasaran
yang sama). Pegambilalihan horizontal dilakukan oleh perusahaan
sejenis.
b. Pengambilalihan vertikal
Ditujukan untuk menguasai sejumlah mata rantai produksi dan
distribusi dari hulu sampai hilir. Pengambilalihan vertikal dilakukan
oleh perusahaan lain sebagai pemasok kebutuhan tetapi juga
mempunyai perusahaan pembeli sebagai pelanggan barang hasil
produksi.
c. Pengambilalihan konglomerat
Ditujukan untuk mengambil alih perseroan lain yang tidak memiliki
kaitan bisnis secara langsung dengan perseroan yang mengambil alih.
2) Berdasarkan subjek yang melakukan pengambilalihan
a. Pengambilalihan eksternal
Pengambilalihan yang terjadi antara dua perseroan atau lebih yang
tidak berada dalam satu grup.Pengalihan kekayaan dari perseroan yang
satu ke perseroan yang lain yang tidak ada kaitan sama sekali artinya
tidak dalam satu grup.
b. Pengambilalihan internal
Pengambilalihan di mana perseroan yang diambil alih maupun
perseroan yang mengambil alih merupakan perseroan- perseroan yang
berada dalam satu grup.
Klasifikasi berdasarkan obyek yang diakuisisi dibedakan atas akuisisi saham
dan akuisisi asset, yaitu:
1. Akuisisi saham, Istilah akuisisi digunakan untuk menggambarkan suatu
transaksi jual beli perusahaan, dan transaksi tersebut mengakibatkan
beralihnya kepemilikan perusahaan dari penjual kepada pembeli. Akuisisi

93
saham merupakan salah satu bentuk akuisisi yang paling umum ditemui
dalam hampir setiap kegiatan akuisisi.
2. Akuisisi Asset, Apabila sebuah perusahaan bermaksud memiliki perusahaan
lain maka ia dapat membeli sebagian atau seluruh aktiva atau asset
perusahaan lain tersebut. Jika pembelian tersebut hanya sebagian dari aktiva
perusahaan maka hal ini dinamakan akuisisi parsial. Akuisisi asset secara
sederhana dapat dikatakan merupakan Jual beli (asset) antara pihak yang
melakukan akuisisi asset ( sebagai pihak pembeli ) dengan pihak yang
diakuisisi assetnya (sebagai pihak penjual), Jika akuisisi dilakukan dengan
pembayaran uang tunai. Atau Perjanjian tukar menukar antara asset yang
diakuisisi dengan suatu kebendaan lain milik dan pihak yang melakukan
akuisisi, jika akuisisi tidak dilakukan dengan cara tunai.
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas mengatur mengenai definisi pengambilalihan yaitu
sebagai berikut : “pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh Badan Hukum atau orang Perseorangan untuk
mengambilalih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian atas Perseroan Terbatas”
B. Tujuan dan Manfaat Akuisisi
Akuisisi dilakukan dalam berbagai motif menurut kebutuhan pelaku akuisisi.
Dari segi motivasi dan tingkah laku pelaku akuisisi, pelaksanaan akuisisi
dapatdigolongkan sebagai berikut:
a) The Carnivores
Istilah ini ditujukan kepada perusahaan yang melakukan akuisisi
sebagai kebiasaaan sehari- hari, perusahaan yang diakuisisi diubah
system dan di restrukturisasi untuk disesuaikan dengan sistem
perusahaan yang mengakuisisi.

94
b) The Dairy Farmers
Kelompok ini merupakan perusahaan yang melakukan akuisisi untuk
memperbesar dan membiayai perusahaan target tanpa terlalu ikut
campur dalam bisnis dari perusahaan target.
c) The Vegetarians
Kelompok pengakuisisi ini masuk ke dalam pasar akuisisi tanpa
suatu sasaran yang jelas.
d) The White Hunters
Kelompok pengakuisisi ini mencari perusahaan target dengan tujuan
tunggal, yakni mendapat untung yang besar, perusahaan- perusahaan
yang dibidiknya jauh lebih besar dari perusahaan pengakuisisi.
e) The Gentleman Shooters
Pihak ini melakukan akuisisi dengan sikap yang santun, dan
bersahabat, pihak ini berpikir skala panjang, sehingga dalam jangka
pendek seringkali merugi.
f) The Cross Breeders
Kelompok ini melakukan akuisisi dengan perusahaan di luar negeri
dengan tujuan untuk dapat bersaing dalam bisnis global.
C. Proses Akuisisi Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas
Akuisisi pada Perseroan Terbatas mempunyai dampak yang signifikan
terhadap Perusahaan tersebut. Peningkatan akan terjadi pada besarnya
pendapatan, pengurangan biaya, penurunan atau pengecualian pengenaan pajak,
dan pengurangan biaya modal kerja. Dengan kata lain akuisisi menjadi pilihan
yang lebih memiliki prospek disbanding dengan pola penyelamatan lainnya.
Terdapat empat Peraturan Bapepam yang harus diperhatikan apabila akan
melakukan akuisisi sebuah perusahaan terbuka, yakni :
1) Peraturan Bapepam No. IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi
Tertentu
2) Peraturan Bapepam NO. IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan
Kegiatan Usaha Utama

95
3) Peraturan Bapepam No.IX.H.1 tentang Pengambil Alihan Perusahaan
Terbuka
4) Peraturan Bapepam NO.X.K.1 tentang Informasi Yang Harus Segera
Diumumkan Kepada Publik
Sementara regulasi yang menjadi dasar hokum untuk akuisiis suatu perusahaan
Terbuaka selain Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal
antara lain :
a) Keputusan Ketua BAPEPAM Npmpr 5/PM/2000 (Peraturan Nomor
IX.E.2) tentang Transaksi Material Utama dan Perubahan Kegiatan
Usaha Utama
b) Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor 12/PM/1997 (Peraturan Nomor
IX.E.I) tentang transaksi Berbenturan Kepentingan
c) Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor 04/PM/2000 (Peraturan Nomor
IX.H.I) tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka
d) Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor 10/PM/1997 (Peraturan Nomor
XI.F.I) tentang Penawaran Tender.
Akuisisi pada Perseroan Terbuka diatur pada Peraturan Bapepam No.
IX.E.2 tentang Transaksi Material & Perubahan Kegiatan Usaha Utama dan
Peraturan Bapepam No. IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.
Dalam akuisisi ini, ada istilah yang bernama Transaksi Material. Transaksi
material berdasarkan pasal 1 butir 1 Perturan Bapepam No. IX.E.2 adalah
setiap pembelian, penjualan atau penyertaan saham, dan/atau pembelian,
penjualan, pengalihan, tukar menukar aktiva atau segmen usaha, yang nilainya
sama atau lebih besar dari salah satu hal berikut: 10% dari pendapatan
perusahaan; atau 20% dari ekuitas (modal). Pengertian akuisisi berdasarkan
peraturan Bapepam No. IX.H.1. angka 1 huruf d adalah tindakan yang
mengakibatkan perubahan pengendali. Dimana pengertian pengendali adalah
pihak yang memiliki saham perusahaan dengan jumlah lebih dari 50% dari
seluruh saham perusahaan (Angka 1 huruf c Peraturan Bapepam No. IX.H.1).

96
Perbedaan prosedur akusisi pada Perseroan Tertutup dan Perseroan
Terbuka terletak pada tahapan tambahan untuk Perseroan terbuka setelah
terjadinya akuisisi, yaitu: Pernyataan kepada Bapepam (max. 1 hari kerja
setelah terjadinya akuisisi), pengumuman telah terjadinya akuissi dalam 2
surat kabar (max. 1 hari kerja setelah terjadinya akuisisi) dan yang terpenting
adalah melakukan penawaran tender wajib. Penawaran tender wajib adalah
penawaran sisa saham oleh pengendali baru agar pengendali tersebut hanya
memiliki paling banyak 80% dari jumlah saham Perusahaan (anka 1 huruf e
Peraturan Bapepam No. IX.H.1). Pelaksanaannya adalah dengan cara
pengumuman keterbukaan Informasi, Pelaksanaan dan Penyelesaian, dan
Harga pembelian saham dalam penawaran Tender wajib.
Proses pengambil alihan dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Proses Pengambilalihan melalui direksi Perseroan
Menurut pasal 125 ayat (1) UUPT, pengambilalihan dilakukan dengan
cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan
dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung
berupa badan hukum atau orang perseorangan. Pengambilalihan saham
yang dimaksud pasal 125 ayat (1) adalah pengambilalihan yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan nantinya
seperti yang dimasuk dalam pasal 7 angka 11 UUPT.
Adapun proses pengambilalihan melaui direksi perseroan adalah sebagai
berikut :
1) Keputusan RUPS
2) Pemberitahuan kepada direksi Perseroan
3) Penyusunan Rancangan Pengambilihan
4) Pengambilalihan Ringkasan Rancangan
5) Pengajuan Keberatan Kreditor
6) Pembuatan Akta Pengambialihan di hadapan Notaris
7) Pemberitahuan kepada Menteri
8) Pengumuman Hasil Pengambilalihan.

97
b. Proses pengambilalihan secara langsung dari pemegang saham
Adapun proses pengambilalihan saham secara langsung dari Pemegang
saham dimana prosedurnya dilakukan lebih sederhana yaitu Prosedur
pengambilalihan (akuisisi) saham perseroan terbatas wajib tunduk pada
ketentuan tentang akuisisi saham sebagaimana diatur dalam Undang-
undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang antara lain
mengatur:
1) Akuisisi saham wajib memperhatikan ketentuan pemindahan hak
atas saham dalam Anggaran Dasar, serta mendapat persetujuan
rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). RUPS wajib dilakukan
paling lambat 30 9tiga puluh) hari setelah pengumuman, (Pasal
126 ayat (6) dan (7) UUPT).
2) Direksi perseroan yang akan melakukan akuisisi wajib
mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1
(satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada
karyawan dari perseroan dalam waktu paling lambat 30 hari
sebelum pemanggilan RUPS, (Pasal 127 ayat (8) UUPT).
3) Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada perseroan dalam
waktu paling lambat 14 hari setelah pengumuman mengenai
akuisisi sesuai dengan rancangan dimaksud. Apabila kreditor
tidak mengajukan keberatan dlm jangka waktu tersebut maka
kreditor dianggap menyetujui akuisisi. dalam hal kebeartan dari
kreditor sampai dengan tanggal diselenggarakannya RUPS tidak
dapat diselesaikan oleh Direksi perseroan maka keberatan
tersebut harus disampaikan dalam RUPS guna mendapat
penyelesaian. Sebelum keberatan ini diselesaikan maka akuisisi
tidak dapat dilaksanakan (Pasal 127 ayat (2) (3)
4) Akta pemindahan hak atas saham wajib dinyatakan dengan akta
notaris dan dalam bahasa Indonesia (pasal 128 ayat (2)
UUPT).Salinan dari kata pemindahan hak atas saham wajib

98
dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang perubahan Struktur
Pemegang Saham Perseroan (Pasal 131 ayat (2) UUPT).
5) Direksi perseroan wajib mengumumkan hasil akuisisi dalam 1
surat kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 hari
sejak tanggal pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia ataus ejak tanggal persetujuan perubahan
Anggaran Dasar oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Pasal 133 ayat (2) UUPT).
Proses akuisisi hanya mengubah status pemilik saham yaitu beralih
dari pemegang saham perseroan terakuisisi kepada pemegang saham
pengakuisisi. Jadi perubahan yang timbul bukan pada status perseroan tetapi
pada pemegang saham pengkuisisi dan perusahaan terakuisisi tetap berdiri
dan menjalankan semua kegiatan perseroan tersebut secara mandiri.
Proses akuisisi merupakan faktor utama yang penting karena
berkaitan dengan pembelian suatu unit bisnis dan berhubungan dengan
jumlah uang yang relative besar serta memerlukan waktu nyang relative
sama. Perusahaan pengambilalihan harus memenuhi secara jelas prospek
dan sasaran yang akan dicapai. Perspektif secara keseluruhan dari suatu
proses akuisisis terdiri atas beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut :
a. Menentukan sasaran akuisisi
b. Mengidentifikasi calon perusahaan yang dianggap potensial untuk
diakuisisi melalui prosedur pelacakan
c. Membatasi jumlah calon perusahaan yang akan diambil alih
d. Menghubungi pihak manajemen perusahaan bersangkutan untuk
mewujudkan keinginan memberikan penawaran dan kemungkinanan
memperoleh informasi tambahan.
Pelaksanaan akuisisi dapat dilakukan perseroan atau langsung dari
pemegang saham. Akuisisi saham dilakukan atas seluruh atau sebagian besar
saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalaian terhadap perseroan

99
tersebut. UUPT No. 40 tahun 2007 mensyaratkan perlindungan
perlindungan terhadap pihak perlindungan terhadap pihak karyawan,
disamping perlindungan pihak-pihak lainnya, dalam hal terjadinya merger,
akuisisi dan konsolidasi. Untuk itu dalam pasal 126 UUPT selanjutnya
menyebutkan :
1) Perbuatan hukum penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau
pemisahan wajib memperhatikan kepentingan
a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan
b. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan
c. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha
2) Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai
penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya boleh menggunakan haknya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 62
3) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghentikan proses pelaksanaan penggabunggan, peleburan,
pengambilalihan atau pemisahan.
D. Akuisisi yang Bertentangan dengan Kepentingan Perseroan dan
Pemegang Saham Minoritas
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu unsur yuridis terpenting
dari akusisi adalah unsur fairness (adil), Akuisisi harus dilaksanakan secara
adil, adil disini adalah adil bagi semua pihak, termasuk adil bagi pemegang
saham minoritas.Salah satu larangan akuisisi yaitu Akuisisi tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan Pemegang Saham Minoritas.
Dalam pengambilalihan haruslah memperhatikan kepentingan
pemegang saham minoritas, UUPT secara eksplisit memberikan tiga hak
kepada pemegang saham minoritas, yaitu :
1) Hak untuk diperhatikan kepentingannya (Pasal 61 UUPT)
Pelaksanaa akuisisi wajib memperhatikan kepntingan pemegang saham
minoritas.

10
2) Hak appraisal, yakni hak untuk meminta perseroan untuk membeli
sahamnya dengan harga yang wajar (Pasal 62 UUPT)
Apabila pemegang saham minoritas merasa dirugikan atas tindakan
akuisisi tersebut maka pemegang saham minoritas dapat menjual
sahamnya kepada perseroan, dengan harga wajar, harga wajar disini
maksudnya adalah harga yang tidak dibawah harga pasar atas saham atau
harga saham tersebut tidak lebih murah dari harga pasar.
3) Hak untuk menolak dilakukannya akuisisi, jika pembelian saham
minoritas tidak dilakukan oleh perseroan atau oleh pihak lain, meskipun
sudah dimintanya oleh pemegang saham minoritas.
Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli melebihi batas ketentuan
pembelian kembali saham oleh perseroan, Perseroan wajib mengusahakan
agar sisa saham dibeli oleh pihak ketiga.
Selain larangan akuisisi yang bertentangan dengan kepentingan
pemegang saham minoritas, akuisisi yang dilarang juga oleh hukum adalah
jika suatu akuisisi tersebut akan merugikan kepentingan perusahaan, baik
kepentingan perusahaan yang mengakuisisi ataupun kepentingan perusahaan
target.Tindakan akuisisi tidak boleh merugikan kepentingan perseroan, baik
kepentingan perseroan yang mengakuisisi ataupun kepentingan perusahaan
yang diakuisisi, akuisisi yang dimaksud adalah pengambilalihan saham dalam
saham baru. Akuisisi yang dilakukan dengan membeli saham yang telah ada
langsung dari pemegang saham, larangan akuisisi yang merugikan
kepentingan perseroan tidak berlaku. Sebab, sebagai pemegang saham
perusahaan yang akan diakuisisi mempunyai hak untuk menjual sahamnya.
Dalam Pelaksanaan akuisisi wajib melihat kepentingan Perseroan,
dimana pelaksanaan akuisisi tidak boleh merugikan perseroan atau
memberikan dampak negatif terhadap perseroan apabila tindakan akuisisi
merugikan perseroan maka tindakan akuisisi tersebut dapat dihentikan.
(UUPT Pasal 126).

10
G. INSIDER TRADING
1. Pengertian Insider Trading
Insider trading merupakan kegiatan corporate insiders atau praktek orang dalam
korporasi yang melaksanakan transaksi kegiatan sekuritas atau trading dengan
memanfaatkan informasi yang eksklusif yang mereka miliki atau inside nonpublic
information atau yang dikenal dengan istilah informasi orang dalam.
Insider Trading adalah salah satu jenis kejahatan pasar modal yang secara yuridis
dapat dikategorikan sebagai white collour crime atau kejahatan kerah putih, artinya
suatu bentuk kejahatan yang dilakukan oleh orang–orang berdasi yang pandai,
berpengalaman, berkemampuan dalam banyak hal dan biasanya canggih pula dalam
membuat modus operandi kejahatan yang akan dilakukannya
Pengaturan Pasar Modal sebelumnya diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 1548/KMK.013/1990 tentang Pasar Modal, kemudian peraturan tersebut
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi mengingat sudah diterbitkanya Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, pencabutan tersebut
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 284/KMK.010/1995 tentang
Pencabutan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548/KMK.013/1990 tentang
Pasar Modal.
Perlindungan hukum bagi investor merupakan suatu hal yang krusial dalam
kelangsungan dunia bisnis dan investasi, wujud dari perlindungan hukum itu sendiri
berupa legal structure dan legal substance dimana keduanya saling bersinergi dalam
memberi kepastian dan perlindungan hukum. Dengan tidak adanya perlindungan
hukum bagi investor terhadap kejahatan insider trading di pasar modal maka akan
tercipta unfair market, timbulnya illicit profit, dan untrustable market yang
merugikan investor.
Sehingga hal ini sangat menarik apabila dilakukan kajian secara yuridis dengan
menguraikan rugelasi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah.
Praktik insider trading merupakan hal yang baru dan belum familiar di masyarakat
khususnya di masyarakat awam. Ditambah lagi dengan belum adanya payung
hukum secara khusus terhadap pelarangan praktik insider trading menjadikan suatu

10
celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh oknum tertentu tidak bertanggung
jawab untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Larangan perdagangan oleh orang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal, yang diatur dalam diatur dalam Pasal 95. Selain itu pelarangan
juga dalam bentuk mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau
penjualan efek dimaksud atau memberikan informasi orang dalam kepada pihak
manapun yang patut diduga dapat mengunakan informasi dimaksud untuk
melakukan pembelian atau penjualan atas efek.
2. Pelaku Insider Trading
Celah hukum yang digunakan oknum orang dalam terletak pada Pasal 95
berbunyi: “Orang dalam dan emiten atau perusahaan publik yang mempunyai
informasi orang dalam dilarang melakukan pembelian atau penjualan atas efek:
a) Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; dan
b) Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan
Publik yang bersangkutan”.
Pasal tersebut hanya menjangkau orang dalam kapasitas Fiduciary duty theory,
sehingga para pelaku yang masuk dalam kategori Misappropriation theory hampir
dapat dipastikan akan terhindar dari ancaman sanksi pidana pada ketentuan Pasal
104.
Berdasarkan celah hukum yang terdapat tersebut maka dapat dilihat jika dalam
pengaturannya tidak menyeluruh dan tidak menjangkau secara keseluruhan dalam
lingkup pembelian maupun penjualan atas efek. Sehingga praktik insider trading
dalam kategori Misappropriation theory tetap dapat dilakukan dan lolos dari sanksi
hukum. Hal ini merupakan satu hal yang perlu diperhatikan khususnya terhadap
investor tersendiri.
Yang termasuk orang dalam pasal tersebut adalah Corporate Insiders. Secara teknis
Corporate Insider dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Traditional Insiders
Tradtional Insiders merupakan pihak yang berada dalam Fiduciary Position
(pihak yang wajib menjalankan fiduciary obligation di dalam perusahaan) di

10
dalam Emiten atau Perusahaan Publik. Yang termasuk dalam traditional
insiders adalah Komisaris, Direktur, Pegawai, Pemegang Saham Utama
Emitenatau Perusahaan Publik.
2. Temporary Insider
Temporary insiders atau quasi insiders adalah pihak luar perusahaan
mempunyai hubungan trust dan confidence dengan perusahaan atau
mempunyai hubungan jangka pendek yang mengakibatkan fiduciary
obligations mereka kepada perusahaan. Yang termasuk dalam temporary
insiders adalah konsultan hukum, notaris, akuntan atau penasehat keuangan
dan investasi, serta pemasok atau kontraktor yang bekerja sama dengan
emiten/perusahaan publik tersebut.
Dari definisi insider tersebut, maka dapat kita bagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
Pertama, orang yang secara hukum menjalankan, memiliki dan bekerja di emiten
atau perusahaan publik ; Kedua, orang yang memiliki kedudukan dan hubungan
kerja; dan Ketiga, orang yang pernah menjadi insider dalam jangka waktu 6 bulan.
3. Unsur-Unsur Terjadinya Insider Trading
Dari ketentuan Pasal 95 UUPM dapat di derivasi beberapa unsur, bahwa insider
trading dikatakan terjadi apabila terpenuhi tiga unsur, yaitu :
1. Adanya orang dalam
Unsur orang dalam berarti merujuk kepada subjek hukum pelaku insider trading.
Dilarang nya pelaku-pelaku insider trading tersebut didasari pemikiran bahwa
orang dalam tersebut karena kedudukan atau fungsinya, terbuka kemungkinan
memperoleh segala informasi yang berkaitan dengan perusahaan tersebut.
2. Adanya informasi orang dalam yang bersifat material dan belum dipublikasikan
kepada public.Yang dimaksud dengan informasi material itu adalah informasi
atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang
dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek dan atau keputusan pemodal,
calon pemodal, atau pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap informasi
atau fakta tersebut.

10
Insider trading dapat terjadi diawali dengan adanya inside information atau
informasi orang dalam yang bersifat material atau sering disebut dengan fakta
atau informasi material yang berkaitan dengan suatu perusahaan atau emitmen.
Inside information yaitu informasi material yang penting dan relevan
mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta material yang dapat mempengaruhi
harga efek/saham di bursa efek dan juga dapat mempengaruhi keputusan untuk
melakukan investasi bagi masyarakat pemodal atau investor.Pasal 86 ayat 1
huruf b Undang-undang Pasar Modal No. 8 Tuhan 1995 yang selanjutnya dalam
putusan ketua BAPEPAM No. KEP-86/PM/1996, tentang keterbukaan
informasi yang harus segera diumumkan kepada publik diberikan contoh-
contoh fakta material, yaitu :
1) Penggabungan usaha (merger), pembelian saham (akuisisi),
peleburan usaha (konsolidasi), atau pembentukan usaha
patungan.
2) Share Split (pemecahan saham) atau pembagian deviden
3) Pendapatan dari dividen yang luar biasa sifatnya
4) Perolehan atau kehilangan kontrak penting
5) Produk atau penemuan baru yang berarti
6) Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam
manajemen
7) Pengumuman pembelian kembali atau pembayaran efek yang
bersifat utang
8) Penjualan tambahan efek kepada masyarakat atau secara terbatas
yang material jumlahnya
9) Pembelian atau kerugian aktiva yang material
10) Perselisihan tenaga kerja yang relative penting
11) Tuntutan hukum yang penting terhadap perusahaan dan atau
direktur dan komisaris perusahaan
12) Pengajuan tawaran untuk pembelian efek perusahaan lain
13) Penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan

10
14) Penggantian wali amanat
15) Perubahan tahun fiscal perusahaan
Harga efek akan bergerak dengan naik dan turun berkorelasi dengan akan
dilakukannya aksi korporasi emiten, di antaranya berupa penggabungan
usaha,pembelian saham, peleburan usaha, atau pembentukan usaha, pemecahan
saham, atau pembagian deviden saham, dan sebagainya yang bersifat penting.
Dengan demikian, maka tidak semua informasi adalah material. Di samping itu
informasi-informasi material yang belum di publikasikan kepada publik, namun
telah diketahui oleh orang dalam perusahaan lebih dahulu,sehingga terjadi
informasi yang asimetri dengan pemegang saham publik lainnya. Adanya
informasi yang demikian ini, disebabkan publikasi yang belum disampaikan
kepada publik, yang juga memiliki hak untuk mengetahuinya, tetapi telah
dimanfaatkannya terlebih dahulu oleh orang dalam. Potensi terjadinya insider
trading sangat besar dan berkonsekuensi merugikan pemegang saham publik.
3. Adanya transaksi perdagangan efek oleh orang dalam berdasarkan informasinya
tersebut.Unsur ini mensyaratkan adanya tindakan atau aksi insider trading
dengan dasar informasi yang belum dipublikasikan ke publik. Hal ini berarti
bahwa transaksi tersebut jelas memang dimotivasi atau didorong oleh karena
adanya pengetahuan orang dalam tersebut terhadap informasi-informasi yang
sifatnya material yang memang belum dimiliki publik.85Berangkat dari
informasi yang material tersebut, pihak orang dalam kemudian dapat
memutuskan apakah akan melakukan penjualan atau pembelian (perdagangan
efek) terhadap sejumlah efek yang publik belum mengetahuinya.
Masalah ini harus diperjelas, karena insider trading adalah kejahatan yang sulit
dibuktikan, karena yang menjadi objek kejahatan ini ialah informasi yang tidak
dapat diketahui dengan kasat mata, sehingga kejelasan tentang unsur-unsur
tersebut dapat menjadi ukuran benar atau tidak insider trading itu terjadi.Kasus
perdagangan orang dalam diidentikkan dengan kasus pencurian. Bedanya bila
pada pencurian konvesional objeknya adalah materi kepunyaan orang lain, maka
pada perdagangan orang dalam objek pencurian tetap milik orang lain, tetapi

10
dengan mempergunakan informasi yang seharusnya menjadi milik umum,
sehingga dengan begitu pelaku memperoleh keuntungan.
Ada beberapa hal yang tidak tergolong ke dalam perdagangan orang dalam
berdasarkan pasal 97 dan 98 UUPM yaitu,
1) Apabila setiap pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang
dalam dan kemudian memperolehnya tanpa melawan hukum, sepanjang
informasi tersebut disediakan oleh Emiten atau Perusahaan Publik tanpa
pembatasan.
2) Perusahaan Efek yang memiliki informasi orang dalam mengenai Emiten
atau Perusahaan Publik melakukan transaksi Efek Emiten atau
Perusahaan Publik bukan atas tanggungannya sendiri, tetapi atas perintah
nasabahnya.
3) Perusahaan Efek tersebut tidak memberikan rekomendasi kepada
nasabahnya mengenaiEfek yang bersangkutan.
Alasan mengapa perdagangan orang dalam dilarang adalah sebagai berikut:
1) Larangan bagi orang dalam untuk melakukan pembelian atau penjualan
atas efek Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan didasarkan
atas pertimbangan bahwa kedudukan orang dalam seharusnya
mendahulukan kepentingan Emiten, Perusahaan Publik, atau pemegang
saham secara keseluruhan termasuk di dalamnya untuk tidak
menggunakan informasi orang dalam untuk kepentingan diri sendiri atau
Pihak lain.
2) Orang dalam dari suatu Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan
transaksi dengan perusahaan lain juga dikenakan larangan untuk
melakukan transaksi atas Efek dari perusahaan lain tersebut, meskipun
yang bersangkutan bukan orang dalam dari perusahaan lain tersebut. Hal
ini karena informasi mengenai perusahaan lain tersebut lazimnya
diperoleh karena kedudukannya pada Emiten atau Perusahaan Publik
yang melakukan transaksi dengan perusahaan lain tersebut. Yang
dimaksud dengan “transaksi” disini adalah semua bentuk transaksi yang

10
terjadi antara Emiten atau Perusahaan Publik dan perusahaan lain,
termasuk transaksi atas Efek perusahaan.
Tujuan utama dari insider trading itu adalah untuk memperoleh keuntungan
melalui pemanfaatan informasi yang belum terpublikasi kepada publik,
sehingga pelaku-pelaku dapat dikenakan sanksi berupa ganti rugi. Dengan
pemberian informasi berdasarkan prinsip keterbukaan itu, maka dapat
diantisipasi terjadinya kemungkinan investor atau para pemangku
kepentingan atau stakeholders dalam pasar modal, dapat memperoleh
informasi atau fakta materiel yang sesuai dengan sebenarnya.
Informasi tersebut sangat penting karena berisi fakta materiel. Insider
trading adalah informasi yang hanya dikuasai oleh sekelompok orang, yang
seharusnya disebar tapi ditahan oleh sekelompok orang tertentu dan itu
dilakukan dengan tujuan tertentu.Dalam bahasa hukum, hal ini merupakan
tindakan memperkaya diri secara tidak sah, atau memiliki apa yang
sebenarnya bukan merupakan haknya.
4. Sanksi Hukum Terhadap Insider Trading
Insider trading ini berbeda dengan kejahatan pasar modal lain yang
umumnya adalah menyangkut perbuatan-perbuatan yang secara umum memang
dilarang, yaitu perbuatan yang berkaitan dengan pemberian informasi yang
palsu, menyesatkan, tidak benar atau perbuatan yang berupa penipuan dan
penggelapan, atau penyiaran informasi palsu atau menyesatkan tentang efek
perusahaan emiten. Untuk dapat dikategorikan ke dalam perbuatan insider
trading maka harus terdapatunsur-unsur sebagai berikut:
a. Pelaku harus menyadari adanya suatu informasi tertentu;
b. Informasi tersebut tidak tersedia untuk publik;Investor yang rasional
mengharapkan jika informasi dirilis ke publik, akan membawa dampak
material terhadap harga atau nilai efek suatu perusahaan tersebut; dan
c. Pelaku harus mengetahui, atau patut diduga mengetahui, bahwa informasi
tersebut bersifat material dan tidak tersedia untuk publik (informasi non-
publik). Jika semua unsur-unsur tersebut dipenuhi maka seseorang yang

10
memiliki informasi tersebut tidak dibolehkan melakukan perdagangan efek
perusahaan sebelum informasi itu disampaikan kepada publik. Hal ini sesuai
dengan ketentuan “disclosure or abstain from trading” yang disebutkan di
atas. Selain dilarang melakukan perdagangan ia juga tidak diperbolehkan
untuk menyuruh orang lain melakukan perdagangan atau memberikan
informasi tersebut kepada orang lain yang patut diduganya akan melakukan
perdagangan.
Di Amerika Serikat peraturan tentang pengungkapan ini terdapat pada Rule
10b-5dari the Securities and Exchange Act of 1934.Perusahaan Indonesia juga
perlu memperhatikan peraturan ini apabila saham perusahaan tersebut terdaftar
di US-SEC dan tercatat di bursa NYSE atau diperdagangkan overthe counter di
Amerika Serikat. Sedangkan di Indonesia peraturan ini terdapat di dalam
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Sanksi atas
pelanggaran yang dilakukan orang dalam (Insider) terdapat dalam pasal 95
adalah hukuman pidana penjara selama-lamanya 10 tahun dan denda setinggi-
tingginya 15 milyar rupiah (pasal 104).Sanksi hukum bagi orang dalam (Insider)
di Pasar Modal Indonesia khususnya merupakan sanksi hukum administratif
Untuk pelanggaran Rule 10b-5sanksinya adalah ganti rugi atas kerugian yang
diderita investor yang melakukan perdagangan saham perusahaan dengan dasar
kepercayaan atas pernyataan atau informasi yang didiscloseoleh perusahaan.
Dilarangnya perdagangan oleh orang dalam ini sangat berkaitan dengan
adanya ketentuan yang mengatur tentang ‘keterbukaan informasi’ yang harus
diumumkan kepada publik, sebagaimana diatur dalam Keputusan Ketua
Bapepam No.Kep-22/PM/1991. Keputusan Ketua Bapepam ini mewajibkan
setiap perusahaan publik untuk menyampaikan kepada Bapepam dan
mengumumkan kepada masyarakat secepat mungkin, paling lambat akhir hari
kerja kedua setelah Keputusan atau terjadinya suatu peristiwa, keterangan
penting dan relevan yang mungkin dapat mempergunakan nilai efek perusahaan
atau keputusan investasi nilai efek perusahaan atau keputusan investasi
pemodal. Dalam pada itu perlu juga ditekankan di sini bahwa perdagangan oleh

10
orang dalam ini tidak saja mengakibatkan terjadinya suatu tindak pidana tetapi
juga merupakan suatu perbuatan melawan hukum menurut ketentuan Pasal1365
KUH Perdata. Hal ini karena perdagangan oleh orang dalam itu dapat
merugikan investor lain dan karenanya investor yang dirugikan berhak
mendapatkan penggantian apabila dapat membuktikannya. Oleh karena itu
menurut ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata maka “tiap perbuatan melanggar
hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Terkait dengan diaturnya Insider Trading atau perdagangan orang dalam
sebagai suatu tindak pidana, maka hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari
adanya proses penyidikan atas tindak pidana yang terjadi. Dalam Undang –
Undang No 8 tahun 1995, proses penyidikan terhadap tindak pidana yang di
bidang pasar modal, termasuk tindak pidana Insider Trading atau perdagangan
oleh orang dalam, diatur dalam bab XIII.
Berdasarkan pasal 101 ayat (2), maka proses penyidikan terhadap
pelanggaran termasuk terhadap tindak pidana pasar modal dilakukan oleh
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Badan Pengawasan Penanaman
Modal (BAPEPAM). Dimana disebutkan bahwa Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Bapepam diberi wewenang khusus sebagai penyidik
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal berdasarkan
ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Dalam rangka
pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana tersebut, Bapepam dapat
meminta bantuan aparat penegak hukum lain. (pasal 101 ayat 6).
Dalam pelaksanaannya, ternyata proses penyidikan terhadap tindak pidana
Insider Trading atau perdagangan oleh orang dalam ini sangat sulit
dilaksanakan, terlebih dalam proses pembuktiannya. Badan Pengawas Pasar
Modal (Bapepam) belum pernah bisa membuktikan adanya ‘insider trading’ atas
sebuah kasus yang dilaporkan pihak-pihak lain berkaitan dengan dugaan insider
trading (perdagangan orang dalam). Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan
Bapepam, Abraham Bastari, menjelaskan kasus terakhir yang oleh sementara

11
kalangan disebutkan sebagai kasus insider trading dalam perdagangan saham PT
Indosat ternyata pada akhirnya tidak terbukti sebagaimana disinyalir oleh
banyak pihak.
Perkembangan ilmu dan teknologi juga tak dapat dipisahkan dari
berkembangnya Insider Trading. Pengaruh ilmu dan teknologi sangat besar
dirasakan dalam dunia pasar modal. Ilmu dan teknologi dapt mempermudah
terjadinya Insider Trading dan memperbesar kemungkinan mengubah cara dan
prespektif orang dalam melakukan suatu tindakan tertentu. Misalnya dengan
pemanfaatan internet, teknologi komunikasi (handphone dan segala fasilitasnya)
akan sangat memberi peluang bagi mengalirnya informasi dari orang dalam
yang digunakan untuk melakukan suatu transaksi pasar modal yang melanggar
ketentuan. Di sisi lain, kecanggihan ilmu dan teknologi tersebut menjadi kendala
terbesar bagi keberhasilan pembuktian adanya Insider Trading dalam proses
penyidikan tindak pidana pasar modal.
Namun demikian, hendaklah hal ini tidak dipandang sebagai suatu hambatan
atau kendala yang tak terpecahkan,. Sebaiknya justru dipandang sebagai suatu
tantangan yang harus dapat diatasi secara bersama dan komprehensif, antara
pihak – pihak yang terkait, baik para pelaku pasar modal, pihak pengawas
(BAPEPAM dan BAPPEBTI) serta pihak Kepolisian. Perlu adanya langkah
nyata dan segera, misalnya adanya kepastian dan batasan atau landasan yang
jelas dan pasti tentang karakteristik pemanfaatan ilmu dan teknologi dalam
penyelenggaraan transaksi pasar modal, dan kerangka penyidikan tindak pidana
pasar modal yang tegas, jelas dan efektif guna mengatasi semakin marak dan
berkembangnya Insider Trading sebagai salah satu tindak pidana di bidang pasar
modal.
UUPM mengatur mengenai pemberian sanksi administratif serta mengatur
pula mengenai sanksi pidananya, namun dalam pelaksanaannya pihak
perusahaan hanya mengenakan sanksi administratif terhadap pelaku dan tidak
melaporkannya kepada pejabat yang berwenang dalam hal mengatasi
permasalahan ini. Pemberian sanksi administratif sesuai dengan Pasal 102

11
Undang-Undang Pasar Modal junctoPasal 61 PP No.45 Tahun 1995, Sanksi
administratif dapat berupa:
1) peringatan tertulis
2) denda yaitu membayar sejumlah uang tertentu
3) pembatasan kegiatan usaha
4) pembekuan usaha
5) pencabutan izin usaha
6) pembatalan persetujuan
7) pembatalan pendaftaran, sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi
administratif ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Tidak dilaporkannya kepada pejabat yang berwenang dalam mengatasi hal
ini dikarenakan sanksi administratif dibedakan menjadi 3 yaitu
(1) sanksi administratif ringan
(2) sanksi administratif sedang
(3) sanksi administratif berat, sedang dalam kasus ini menggunakan sanksi
administratif ringan yaitu tidak dilaporkan kepada pejabat yang berwenang
hanya diberikan sebuah peringatan tertulis, denda sejumlah uang dan lain
sebagainya yangndiatur dalam Pasal 102 Undang-Undang Pasar Modal.
Ketentuan tindak pidana insider trading dalam KUHP dapat
diinterpretasikan ke dalam perbuatan membuka rahasia pada Pasal 323 ayat (1)
dan (2) KUHP, hal ini terlihat dari unsur-unsur yang dapat dikatakan sama
antara kedua perbuatan tersebut. Oleh karena kejahatan ini menimbulkan
kerugian tidak hanya pada perusahaan melainkan juga pada khalayak ramai,
diperlukan adanya sanksi pidana sebagai ultimum remidium untuk dapat
mengatasi kejahatan tersebut
Pertanggungjawaban pidana bagi pelaku insider trading bidang Pasar Modal,
Pasal 95 UUPM menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan orang dalam adalah
a) komisaris, direktur, atau pegawai emiten atau perusahaan publik
b) pemegang saham utama Emitten atau Perusahaan Publik

11
c) orang atau perseorangan yang karena kedudukan dan profesinya atau karena
hubungan usahanya dengan Emitten atau Perusahaan publik memungkinkan
orang tersebut memperoleh informasi orang dalam
d) pihak dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi pihak
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c, diatas. Istilah
Emittendiartikan sebagai pihak yang melakukan penawaran umum hal ini di
atur dalam Pasal 1 angka 6 UUPM.
Kejahatan ini walaupun terjadi dilingkungan suatu perusahaan
namun subyek pidananya adalah perseorangan bukanlah perusahaannya tau
korporasi, sanksi pidana dalam kejahatan insider trading itu sendiri telah
diatur dalam Pasal 104 UUPM, yang menyatakan bahwa: ''Setiap Pihak yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal
92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 ayat (1), dan Pasal 98 diancam
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).''
Sedangkan untuk penanganannya sendiri tindak pidana insider
trading ini harus ditemukan dan diselesaikan melalui hukum yang berlaku
karena harus diakui sangat sulit untuk ditemukan apalagi diselesaikan,
karena tidak didukungnya oleh sistem hukum yang ada saat ini di Indonesia,
Oleh karena itu perlu kiranya kedepan dipertimbangkan suatu ketentuan
hukum itu sendiri karena kejahatan ini sangat merugikan perusahaan
sehingga diperlukan adanya pembaharuan Hukum Pidana melalui RUU
KUHP dalam hal ini melakukan upaya pencegahan dan penanganan insider
trading
5. Dasar Hukum Insider Trading
Dasar hukum pengaturan insider traiding adalah :
a. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1952 tentang Bursa;
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan di Bidang Pasar Modal juncto Peraturan Pemerintah Nomor 12

11
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45
Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 tentang Pemeriksaan di
Bidang Pasar Modal;
e. 3 (tiga) Keputusan Menteri Keuangan;
f. 157 (seratus lima puluh tujuh) Peraturan Bapepam
g. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Undang-Undang Pasar Modal juga mengatur ketentuan mengenai siapa-siapa
yang dikenakan larangan yang sama dengan larangan bagi insider. Pasal 97
UndangUndang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyatakan :
1. Setiap pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam dari
orang dalam secara melawan hukum dan kemudian memperolehnya
dikenakan larangan yang sama dengan larangan yang berlaku bagi orang
dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96.
2. Setiap pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam dan
kemudian memperolehnya tanpa melawan hukum tidak dikenakan larangan
yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan
Pasal 96, sepanjang informasi tersebut disediakan oleh Emiten atau
Perusahaan Publik tanpa pembatasan.
Insider trading memang berbahaya bagi suatu kehidupan pasar modal, membiarkan
suatu insider trading hidup merajalela, sama saja seperti bunuh diri bagi pasar
modal tersebut. Tetapi apa gerangan yang menjadi dasar pertimbangan sehingga
perbuatan insider trading ini dilarang, bahkan dapat menjadi suatu perbuatan pidana.
Kiranya banyak dasar pertimbangan untuk itu. Antara lain sebagai berikut:
1. Insider Trading berbahaya bagi mekanisme pasar yang fair dan efisien, dapat
diibaratkan bahwa jika suatu insider trading tidak dilarang, maka
berjalannya pasar adalah seperti berjalannya suatu mobil tanpa minyak
pelumas.
2. Insider Trading juga berdampak negatif bagi emiten, dengan adanya insider
trading, pihak investor akan hilang kepercayaannya terhadap emiten itu

11
sendiri. Dan, sekali nama baik investor jatuh, akan sulit baginya untuk
berkembang atau menambah permodalan selanjutnya. Bahkan mungkin saja
pihak pelaku insider trading tersebut berbuat hal-hal yang merugikan emiten
agar harga berfluktuasi, sehingga dia dapat mengambil keuntungan dari situ.
3. Kerugian materil bagi investor, dengan terjadinya perbuatan yang
digolongkan ke dalam insider trading ini, maka pihak investor akan
mengalami kerugian secara langsung. Mungkin dia telah membeli surat
berharga dengan harga yang kelewat murah. Bahkan investor dapat
dikatakan telah dikhianati atau dikibuli oleh pihak insider trader tersebut.
4. Kerahasiaan itu miliknya perusahaan, informasi rahasia itu miliknya
perusahaan sesuai dengan asas pengakuan hak milik intelektual. Karena itu,
tidaklah pada tempatnya milik perusahaan tersebut dimanfaatkan oleh pihak
lain selain perusahaan itu sendiri.Informasi orang dalam atau Insider
Information adalah satu unsur penting dari praktik Insider Trading.
Informasi merupakan komponen yang amat penting dalam berinvestasi.
Dengan informasi, para investor akan dapat memutuskan akan membeli,
menjual, atau menahan sahamsahamnya (atau efek lainnya).
Inside information sebagai suatu yang merupakan kejadian dalam perusahaan
(corporate affairs) yang belum terbuka untuk umum, di mana pihak “officers” dari
perusahaan yang bersangkutan telah terlebih dahulu mengetahui informasi tersebut.
Berdasarkan Peraturan Bapepam Nomor XI.C.1 tentang Transaksi Efek yang Tidak
Dilarang Bagi Orang Dalam,ada beberapa transaksi efek yang tidak termasuk ke
dalam kategori insider trading yakni:
1. Transaksi tersebut dilakukan antar orang dalam emiten yang sama yang
mempunyai informasi yang sama yang dilaksanakan di luar bursa.
2. Transaksi tersebut dilakukan antar orang dalam yang mempunyai informasi
orang dalam dengan pihak lain yang dilaksanakan di luar bursa, dengan
syarat :
a) Orang dalam dimaksud telah memberikan seluruh informasi orang dalam
kepada pihak lain tersebut.

11
b) Pihak lain yang dimaksud tidak menggunakan informasi orang dalam
yang diberikan untuk transaksi selain dengan orang dalam tersebut,.
c) Hal ini disertai dengan pernyataan tertulis bahwa pihak lain tersebut
akan merahasiakan informasi orang dalam tersebut dan tidak akan
melakukan transaksi selain dengan orang dalam dimaksud, dan
d) Pihak lain tersebut juga tidak akan melakukan transaksi efek
emiten/perusahaan publik/ perusahaan lain yang melakukan transaksi
dengan emiten atau perusahaan publik dimaksud dalam jangka waktu 6
bulan sejak informasi diterima.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi agar terjadinya suatu insider trading
adalah terjadinya suatu perdagangan (trading). Sehingga apabila seseorang
mempunyai informasi orang dalam tetapi belum diperdagangkan, belumlah dapat
dikatakan telah melakukan insider trading, tetapi mungkin telah melanggar
kewajiban disclosure.
Menurut Pasal 95, 96 dan 97 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal yang termasuk trading yang dilarang adalah: (tetapi dalam hal ini
bapepam dapat membuat pengecualiannya, vide Pasal 99)
1. Orang dalam yang melakukan pembelian atau penjualan atas:
a) Efek perusahaan di mana informasi berasal.
b) Efek perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan perusahaan
terbuka tersebut.
2. Orang dalam yang mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian
atau penjualan atas efek tersebut.
3. Orang dalam yang memberi informasi orang dalam kepada pihak lain
manapun yang patut diduga dapat menggunakan informasi tersebut untuk
melakukan pembelian atau penjualan efek,
4. Orang lain yang secara melawan hukum memperoleh informasi orang dalam
dari orang dalam tersebut lalu digunakannya dengan cara-cara seperti
tersebut dalam point 1, 2 dan 3 tersebut.

11
5. Orang lain yang secara melawan hukum memperoleh informasi orang dalam
secara tidak melawan hukum, tetapi penyediaan informasi tersebut dengan
pembatasan-pembatasan (misalnya dengan kewajiban merahasiakan),
kemudian menggunakan informasi tersebut dengan cara- cara seperti
dimaksud dengan point 1, 2 dan 3 tersebut.
6. Perusahaan efek yang memiliki informasi orang dalam dari suatu perusahaan
terbuka yang melakukan transaksi seperti dimaksud dalam point 1, 2 dan 3
tersebut, kecuali terpenuhi dua syarat sebagai berikut:
a) Transaksi dilakukan bukan atas tanggungan sendiri, tetapi atas perintah
nasabah, dan
b) Perusahaan efek tersebut tidak memberikan rekomendasi kepada
nasabahnya mengenai efek yang bersangkutan.
Sebenarnya masih ada pihak lain selain yang disebut dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang mestinya masih mungkin dan
pantas dijerat dengan perbuatan insider trading ini, yaitu pihak lain yang menerima
informasi dari insider (tidak secara melawan hukum) yang masih belum masuk
kategori persyaratan “dengan pembatasan” sebagaimana dimaksud point 5 diatas
(Pasal 97 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal),
bahkan mungkin hanya pasif saja dalam menerima informasi tersebut tetapi
kemudian digunakan dalam artian trading. Ingat bahwa Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal menggunakan kata-kata “berusaha untuk
memperoleh informasi” bagi pihak lain, yang berarti pihak lain tersebut harus aktif
dan inisiatif untuk mendapatkan informasi tersebut mesti berasal dari pihak lain
tersebut. Misalnya apa yang disebut sebagai Tippee, baik yang aktif mencari
informasi, ataupun yang pasif menerima melakukan trading dalam pengertian
insider trading. Sementara yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal hanyalah pihaktippee yang aktif dan dengan inisiatifnya
sendiri mencari informasi, di mana:
a) Informasi tersebut dicari dengan jalan melanggar hukum, seperti dengan
mencuri, membujuk, kekerasan atau ancaman, atau

11
b) Informasi tersebut disertai dengan pembatasan-pembatasan (seperti
kewajiban merahasiakan).
Bahkan semestinya selain tippee tersebut (aktif atau pasif), apa yang disebut
secondaryt tippee pun pantas dilarang. Secondary tippee adalah pihak lain yang
menerima informasi bukan langsung dari orang dalam tetapi melalui tippee yang
lain.
Impelementasi Misappropriation Theory Bagi Pelaku Insider Trading Di
Bursa Efek
Pada pengaturan pasar modal Indonesia, praktek insider trading banyak dilandasi
oleh adanya hubungan fiduciary duty antara pelaku dengan perusahaan tempat ia
bekerja dan mendapatkan akses kepada informasi orang dalam. Akan tetapi dalam
beberapa Pasal dalam UndangUndang Nomot 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
dapat diperhatikan bahwa sesungguhnya pembuat undang-undangtersebut
mempunyai maksud untuk mencakup pihak selain “orang dalam” sebagaimana
dijabarkan pada Pasal 95 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentnag Pasar
Modal. Pihak tersebut adalah pihak yang bukan merupakan orang dalam yang
mendapatkan informasi orang dalam dari insider atau yang biasa disebut
dengantippee.
Pengaturan pada Pasal 97 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal, adalah sebagai berikut:
a. Jika tippe berusaha untuk mendapatkan informasi orang dalam dan berhasil
mendapatkannya dengan perbuatan yang melawan hukum31, maka ia dapat
dikenakan larangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 97 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
b. Jika tippe berusaha untuk mendapatkan informasi orang dalam dan berhasil
mendapatkannya tanpa melakukan perbuatan melawan hukum, namun
mendapat pembatasan dari emiten maka ia dilarang untuk melakukan
transaksi efek berdasarkan informasi tersebut. Hal ini diatur dalam
Penjelasan Pasal 97 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun tentang Pasar
Modal. Pembatasan tersebut berarti bahwa emiten memberikan informasi

11
tersebut dengan syarat untuk menjaga kerahasiaan informasi tersebut.
Sehingga transaksi efek yang dilakukan berdasarkan informasi tersebut
merupakan pelanggaran dari Pasal 97 ayat (2) dan dikenakan larangan
berdasarkan Pasal 95 dan 96 Undang-Undang Nomor 8 Tahun tentang Pasar
Modal. Dapat diartikan juga bahwa hal yang sama berlaku dalam hal insider
yang memberikan informasi tersebut kepada tippee.
c. Jika tippe berusaha mendapatkan informasi orang dalam tanpa melakukan
perbuatan melawan hukum dan tidak mendapat pembatasan dari emiten
maka ia boleh melakukan transaksi efek berdasarkan informasi tersebut,
tanpa dikenakan larangan seperti halnya pada Pasal 95 dan 96 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun tentang Pasar Modal. Hal ini disebabkan karena
informasi tersebut berarti sudah bersifat publik dan semua pihak berhak
mendapatkannya.
Berdasarkan poin-poin di atas maka dapat dilihat bahwa untuk menjadi
pihak tippee yang diatur dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun tentang Pasar
Modal, perlu adanya “usaha” dari tippee itu sendiri dalam mendapatkan
informasi orang dalam, baik dengan perbuatan melawan hukum atau tidak. Dari
situ muncul kelemahan pada pengaturan mengenai insider atau pihak yang
dilarang untuk melakukan transaksi efek. Kelemahan tersebut adalah tidak
diaturnya mengenai tippee yang mendapat informasi orang dalam secara pasif
(tidak melakukan usaha).
Bilamana dikaitkan dengan teori penyalahgunaan (misappropriation theory).
Teori ini digunakan untuk menentukan siapa-siapa saja yang dapatdikategorikan
sebagai insider. Penjelasan teori ini sehubungan dengan ketentuan dalam
Undang-Undnag Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal belum menganut
teori penyalahgunaan (misaproprition theory) dalam menentukan orang dalam
(insider) tetapi masih menganut teori hubungan kepercayaan (fiduciary duty
theory).
Menurut teori penyelahgunaan masyarakat luas juga dapat dikategorikan
sebagai insider sekalipun seseorang hanya berprofesi sebagai guru, dokter,

11
petani, nelayan, dan lain-lain tanpa terkecuali. Teori penyelahgunaan
(misappropriation theory) memandang, setiap orang yang menggunakan inside
information atau informasi yang belum tersedia untuk publik melakukan
perdagangan saham atas informasi tersebut dikategorikan sebagai insider.
Walaupun orang yang melakukan perdagangan itu tidak mempunyai fiduciary
duty dengan perusahaan.
Definisi dari misappropriation theory yang diberikan oleh Black‟s Law
adalah “the doctrine that a person who wrongfully uses confidential information
to buy or sell securities in violation of a duty owed to the one who is the
information source is guilty of securities fraud.The Misappropriation
Theorymemberikan pengertian yang lebih luas mengenai pihak yang dilarang
untuk melakukan transaksi efek berdasarkan informasi orang dalam. Tolak
ukurnya adalah terdapat penyalahgunaan informasi yang belum tersedia bagi
masyarakat yang diperoleh dari orang lain untuk melakukan transaksi efek.
Najib A. Gisymar mengartikan misappropriation theory sebagai teori
mengenai transaksi yang dilakukan oleh orang luar perusahaan secara tidak
sengaja berdasarkan informasi yang belum tersedia bagi masyarakat, maka
dianggap sama dengan telah melakukan insider trading.
Teori ini sangat komprehensif, karena dapat menjangkau praktek transaksi
efek yang dilakukan oleh seseorang berdasarkan informasi secara tidak langsung
atau dengan kata lain, dapat diterapkan kepada pihak yang mendapat “tip” dari
orang dalam.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dijabarkan unsur-unsur dari
misappropriation theory, yaitu adanya:
1. Informasi material yang belum didisclose kepada masyarakat.
2. Transaksi efek yang dilakukan berdasarkan informasi tersebut.
3. Keuntungan pribadi yang didapat oleh pihak yang melakukan transaksi.
Berdasarkan teori ini, pihak yang mendapat tip dari orang dalam (tippee)
dapat dikategorikan sebagai pelaku Insider Trading, jika ia melakukan transaksi
efek berdasarkan informasi orang dalam tersebut. Bilamana orang dalam

12
tersebut sudah secara jelas memberitahukan kepada tippee untuk merahasiakan
informasi tersebut (seperti hubungan antara perusahaan dengan konsultan
hukumnya), maka tippee sudah jelas mempunyai duty untuk merahasiakan
informasi tersebut. Jika tidak diberitahukan secara jelaspun, sang tippee tetap
dapat dikenakan sanksi atas insider trading berdasarkan misappropriation
theory.
Dapat dikatakan bahwa misappropriation theory menjangkau pihak-pihak
yang tidak terjangkau oleh teori fiduciary duty atau dapat dikatakan juga bahwa
semua orang (baik orang dalam maupun orang luar) mempunyai kewajiban
untuk menjaga kerahasiaan suatu informasi material yang belum diumumkan
kepada masyarakat luas mengenai efek dan tidak melakukan transaksi efek
berdasarkan informasi tersebut.
Teori ini mulai dikenal setelah kasus Chiarella v. United States. Chiarella
adalah orang yang bekerja di perusahaan percetakan yang mendapat pekerjaan
untuk mencetak dokumen-dokumen yang berasal dari lima buah perusahaan
yang akan melakukan penawaran pengambilalihan perusahaan.
Meskipun dokumen tersebut diberikan kepada dengan nama yang palsu
(untuk menjaga kerahasiaan informasi), Chiarella ternyata tetap dapat
mengetahui nama dari ke-5 perusahaan tersebut. Berdasarkan informasi yang
masih belum diumumkan kepada masyarakat tersebut, ia kemudian melakukan
transaksi efek dan mendapat keuntungan yang besar.Terhadap tindakan tersebut,
pemerintah setempat menekankan tuntutannya terhadap Chiarella berdasarkan
Section 10b-5 kepada dua keadaan, yaitu:
1) Chiarella telah menyalahgunakan informasi penting yang berasal dari
pelanggan Pandick (nama dariperusahaan percetakan tempatnya bekerja)
yang akan melakukan pengambilalihan perusahaan lain; dan
2) Chiarella telah melakukan penipuan terhadap pelanggan Pandick
tersebut.
Chiarella menyalahgunakan informasi yang diterimanya tersebut untuk
keuntungan pribadinya, tanpa terlebih dahulu memberitahukan kepada

12
masyarakat, sehingga masyarakat yang menjual saham perusahaan target merasa
tertipu karena tidak mengetahui informasi sebelumnya. Mahkamah Agung
menolak pendapat mengenai misappropriation theory. Hal ini disebabkan karena
tidak disampaikannya masalah teori tanggung jawab tersebut kepada para juri.
Juri akhirnya memerintahkan agar Chiarella dihukum hanya karena ia tidak
membuka informasi material yang dia dapatkan kepada masyarakat atau kepada
pihak yang menjual sahamnya (saham perusahaan target) kepadanya.
Larangan Insider Trading. Di larangnya praktek Insider tradingdalam
perdagangan saham, karena praktektersebut dapat merusak tatanan pasarmodal
yang pada akhirnya berdampak bagiperekonomian dalam arti luas. Adapundasar
pertimbangan dilarangnya praktekinsider trading, antara lain sebagai berikut :
1. Insider trading berbahaya bagimekanisme Pasar yang fair dan efisien. Hal ini
disebabkan karena :
a) Pembentukan harga yang tidak fairBilamana ada insider trading,
makatidak akan ada terbentuk kerja yangfair karena kurangnya
informasitentang keadaan barang yangsebenarnya sedangkan harga
yangfair tersebut merupakan sinyal yangakurat mengenai jumlah barang
yangperlu dialokasikan.
b) Perlakuan yang tidak adil diantarapara pelaku pasar. Dalam suatu
pasaryang fair, semua anggota pasar akandiperlakukan secara sama dan
adil. Demikian pula dalam pasar modal, semua pelaku pasar tentunya
berhakatas informasi yang sama. Bilamanada insider trading, maka
hanyaorang-orang tertentu saja yangmempunyai informasi pasar.
c) Berbahaya bagi kelangsungan hiduppasar modal dikarenakan
keadaanpasar tidak fair, maka sudah pastimasyarakat akan
meninggalkanpasar modal dan ini akanmengancam keberadaan pasar
modal.
2. Insider Trading berdampak negatif bagipara emitenAkibat insider
trading akan menghilangkan kepercayaan para investor kepada para

12
emiten dan dilain pihak kerja saham akan berfluktuasi danpara pelaku
insider trading akan mengambil keuntungan dari hal tersebut.
3. Kerugian Materil bagi investor Akibat dari insider trading, akan
mengakibatkan para investor mengalami kerugian secara langsung yaitu
parainvestor akan membeli saham denganharga tinggi dari harga yang
sebenarnyadan ketika menjual harga akan jatuh.
4. Kerahasiaan itu miliknya perusahaan Berdasarkan asas pengakuan hak
milikintelektual, maka kerahasiaan itu adalahmilik perusahaan, oleh
karena itu adalahtidak wajar rahasia milik perusahaan itudimanfaatkan
pihak lain untuk keuntungannya.
Pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal melalui Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal. Dalam Bab
Iii Kebijakan Dasar Penanaman Modal Pasal 4 berbunyi :
(1) Pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk:
a. mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi
penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian
nasional; dan
b. mempercepat peningkatan penanaman modal.
(2) Dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah:
a. memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri
dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan
nasional;
b. menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan
berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan
sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan
perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. (3)

12
Kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diwujudkan dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, juga
diatur tentang tanggung jawab sosial seperti ditentukan dalam pasal 74 disebutkan
bahwa :
1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan.
2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan
diatur dengan peraturan pemerintah.
Penjelasan pasal 74 ayat (3) di atas bahwa yang dimaksud “dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah dikenai segala bentuk
sanksi yang diatur dalam peraturan perundangundangan yang terkait. Dalam
perkembangan etika bisnis yang lebih mutakhir, muncul gagasan yang lebih
komprehensif mengenai lingkup tanggung jawab sosial perusahaan ini. Paling
kurang sampai sekarang ada empat bidang yang dianggap dan diterima sebagai
termasuk dalam apa yang disebut sebagai tanggung jawab sosial perusahaan.
Pertama, keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna
bagikepentingan masyarakat luas. Sebagai salah satu bentuk dan wujud tanggung
jawab sosial perusahaan, perusahaan diharapkan untuk terlibat dalam berbagai
kegiatan yang terutama dimaksudkan untuk membantu memajukan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi tanggung jawab sosial dan moral

12
perusahaan di sini terutama terwujud dalam bentuk ikut melakukan kegiatan tertentu
yang berguna bagi masyarakat.
Kedua, perusahaan telah diuntungkan dengan mendapat hak untuk mengelola
sumberdaya alam yang ada dalam masyarakat tersebut dengan mendapatkan
keuntungan bagi perusahaan tersebut. Demikian pula sampai tingkat tertentu
masyarakat telah menyediakan tenaga-tenaga profesional bagi perusahaan yang
sangat berjasa mengembangkan perusahaan tersebut. Karena itu keterlibatan sosial
merupakan balas jasa terhadap masyarakat.
Ketiga, dengan tanggung jawab sosial melalui berbagai kegiatan sosial,
perusahaanmemperlihatkan komitmen moralnya untuk tidak melakukan kegiatan-
kegiatan bisnis tertentu yang dapat merugikan kepentingan masyarakat luas. Dengan
ikut dalam berbagai kegiatan sosial, perusahaan merasa punya kepedulian, punya
tanggung jawab terhadap masyarakat dan dengan demikian akan mencegahnya
untuk tidak sampai merugikan masyarakat melalui kegiatan bisnis tertentu.
Keempat, dengan keterlibatan sosial, perusahaan tersebut menjalin hubungan sosial
yang lebih baik dengan masyarakat dan dengan demikian perusahaan tersebut akan
lebih diterima kehadirannya dalam masyarakat tersebut. Ini pada gilirannya akan
membuat masyarakat merasa memiliki perusahaan tersebut dan dapat menciptakan
iklim sosial dan politik yang lebih aman, kondusif, dan menguntungkan bagi
kegiatan bisnis juga akhirnya punya dampak yang positif dan menguntungkan bagi
kelangsungan bisnis perusahaan tersebut di tengah masyarakat tersebut.
Dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
telah ditentukan cara penyelesaian sengketa yang timbul dalam penanaman modal
antara pemerintah dengan investor domestik. Dalam ketentuan itu, ditentukan empat
cara dalam penyelesaian sengketa dalam penanaman modal. Keempat cara itu,
antara lain:
1. Musyawarah dan mufakat;
2. Arbitrase;
3. Alternatif penyelesaian sengketa; dan
4. Pengadilan.

12
Undang – undang nomor 11 tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing
menyebutkan bahwa : “Pengertian penanaman modal dalam undang – undang ini
hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut
atau berdasarkan ketentuan-ketentuan undangundang ini dan yang digunakan untuk
menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam artian bahwa pemilik modal secara
langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut”. Dalam Undang -
Undang no 6 tahun 1968 dan Undang-Undang nomor 12 tahun 1970 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), disebutkan terlebih dulu definisi modal
dalam negeri pada Pasal 1 yaitu sebagai berikut : Undang-undang ini dengan
“modal dalam negeri” adalah : bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk
hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki Negara maupun swasta asing yang
berdomosili di Indonesia yang disisihkan atau disediakan guna menjalankan suatu
usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan pasal 2 UU
No. 12 tahun 1970 tentang penanaman modal asing.
Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri tersebut dalam ayat 1 pasal ini
dapat terdiri atas perorangan dan/ atau badan hukum yang didirikan berdasarkan
hukum yang berlaku di Indonesia. Kemudian dalam Pasal 2 disebutkan bahwa,
Yang dimaksud dalam Undang- Undang ini dengan “Penanaman Modal Dalam
Negeri” ialah penggunaan daripada kekayaan seperti tersebut dalam pasal 1, baik
secara langsung atau tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut atau
berdasarkan ketentuanketentuan Undang-Undang ini.
PERANAN PENANAMAN MODAL ASING BAGI NEGARA SEDANG
BERKEMBANG
Secara garis besar, penanaman modal asing terhadap pembangunan bagi negara sedang
berkembang seperti negara Indonesia dapat diperinci menjadi lima hal yaitu :
a) Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang
berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
b) Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perpindahan struktur
produksi dan perdagangan.

12
c) Modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi dana maupun transformasi
struktural.
d) Kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktural
benar-benar terjadi meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih produktif.
Bagi negara-negara sedang berkembang yang tidak mampu memulai membangun industri-
industri berat dan industri strategis, adanya modal asing akan sangat membantu untuk dapat
mendirikan pabrik-pabik baja, alat-alat mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan
sebagainya.
Selama ini investor domestik di negara sedang berkembang yang enggan melakukan usaha
yang beresiko tinggi seperti eksploitasi sumber-sumber daya alam yang belum
dimanfaatkan dan membuka lahan-lahan baru, maka hadirnya investor asing akan sangat
mendukung merintis usaha dibidang-bidang tersebut. Adanya pengadaan prasarana negara,
pendirian industri-industri baru, pemanfaatan sumber-sumber baru, pembukaan daerah-
daerah baru, akan membuka kecenderungan baru yaitu meningkatkan lapangan kerja.
Sehingga tekanan pendudukan pada tanah pertanian berkurang dan pengangguran dapat
diatasi. Inilah keuntungan sosial yang diperoleh adanya kehadiran investor asing. Adanya
transfer teknologi mengakibatkan tenaga kerja setempat menjadi terampil, sehingga
meningkatkan marginal produktifitasnya, akhirnya akan meningkatkan keseluruhan upah
riil. Semua ini menunjukkan bahwa modal asing cenderung menaikkan tingkat
produktifitas, kinerja tenaga kerja Negara tujuan penanaman modal dan pendapatan
nasional.
Dengan demikian, kehadiran PMA bagi negara sedang berkembang sangat diperlukan
untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Modal asing membantu dalam industrialisasi,
pembangunan modal dan menciptakan kesempatan kerja, serta keterampilan teknik.
Melalui modal asing terbuka daerah-daerah dan tergarap sumber-sumber baru. Resiko dan
kerugian pada tahap perintisan juga tertanggung, selanjutnya modal asing mendorong
pengusaha setempat untuk bekerjasama. Modal asing juga membantu mengurangi problem
neraca pembayaran dan tingkat inflasi, sehingga akan memperkuat sektor usaha negara dan
swasta domestic dari negara tuan rumah atau yang sering disebut host country.

12
Penanaman modal asing di Indonesia tidak terlepas dari cita-cita hukum ekonomi
Indonesia yaitu menggagas dan menyiapkan konsep hukum tentang kehidupan ekonomi.
Kehidupan ekonomi yang diharapkan adalah kehidupan ekonomi berbangsa dan bernegara
yang rakyatnya memiliki kesejahteraan dalam keadilan sosial, sebagaimana yang dicita-
citakan Pancasila dan Indonesia sebagai negara berdaulat sekaligus sebagai negara
berkembang mempunyai pola tertentu terhadap konsep hukum dalam kegiatan ekonomi,
meliputi konsep pencapaian masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, Konsep
ekonomi kekeluargaan yang Pancasilais, konsep ekonomi kerakyatan untuk membela
kepentingan rakyat.
Oleh karena itu, peranan PMA di Indonesia cukup mendukung juga perkembangan
kehidupan ekonomi sesuai dengan konsep hukum dalam kegiatan ekonomi dan cita-cita
hukum ekonomi Indonesia. Dan untuk mendukung investasi di Indonesia maka perlu
pembentukan hukum ekonomi dengan perangkat peraturan membutuhkan kajian yang
bersifat komprehensif dan pendekatan secara makro dengan informasi yang akurat demi
multidisipliner dari berbagai aspek antara lain :
a. Ekonomi dan social.
b. Sosiologis dan budaya.
c. Kebutuhan-kebutuhan dasae dan pembangunan.
d. Praktis dan operasional dan kebutuhan kedepan.
e. Moral dan etika bisnis yang berlaku dalam konsep kelayakan dan kepatutan
dalam kehidupan manusia dan kemanusiaan yang beradab.
Undang-undang penanaman modal juga mengatur mengenai penyelesaian sengketa
penanaman modal. Aturan tersebut terdapat dalam bab XV pasal 32. Pasal tersebut
berbunyi:
1) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan
penenam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut
melalui mufakat.
2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau

12
alternative penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3) Dalam hal terjadi sengketa dibidang penanaman modal antara pemerintah dengan
penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut
melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian
sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan
dilakukan di pengadilan.
4) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal asing, para pihak akan
menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus
disepakati oleh para pihak.
Kompetensi absolute arbitrase untuk menyelesakan suatu perkara bergantung pada
perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak. Ada dua bentuk perjanjian arbitrase, yakni
factum de compromitendo dan akta kompronis.
Di dalam factum de compromitendo, para pihak yang membuat kesepakatan untuk
menyelesaikan sengketa yang mungkin timbul melalui forum arbitrase. Perjanjian arbitrase
ini melekat pada suatu perjanjian yang dibuat para pihak, seperti perjanjian usaha patungan
dan keagenan. Oleh karena ia merupakan bagian dari suatu perjanjian tertentu, maka ia
disebut sebagai klausul arbitrase.
Pada saat mereka mengikatkan diri dan menyetujui klausul arbitrase sama sekali belum
terjadi sengketa atau perselisihan. Klausul arbitrase dipersiapkan untuk mengantisipasi
perselisihan yang mungkin timbul pada waktu yang akan dating. Jadi, sebelum terjadi
perselisihan para pihak telah bersepakat dan mengikatkan diri untuk menyelesaikan
perselisihan yang akan terjadi oleh arbitrase.
Bentuk perjanjian yang kedua adalah akta kompronis atau compromise settlement
(perdamaian yang dicapai di luar pengadilan). Akta kompronis ini dibuat setelah timbul
perselisihan antara para pihak. Setelah para pihak mengadakan perjanjian, dan perjanjian
sudah berjalan, kemudian timbul perselisihan. Sebelumnya, baik dalam perjanjian yang
bersangkutan ataupun akta tersendiri, tidak diadakan perjanjian arbitrase. Dalam kasus
seperti ini, apabilapara pihak menghendaki agar perselisihan diselesailkan malalui forum
arbitrase, mereka dapat membuat perjanjian untuk itu.

12
Dewasa ini sudah ada pengaturan yang tegas berkaitan dengan kompetensi absolute
arbitrase. Pengaturan tersebut terdapat dalam Undang-Undang No 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Berdasarkan undang-undang ini arbitrase
di Indonesia memiliki kedudukan dan kewenangan yang semakin jelas dan kuat.Pasal 3
Undang-Undang No 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak berhak
untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.
Dengan demikian, pengadilan tidak berwenang untuk mencampuri suatu sengketa
bilamana dicantumkan sebuah klausul arbitrase dalam suatu kontrak. Tujuan arbitrase
sebagai alternative bagi penyelesaian sengketa melalui pengadilan akan menjadi sia-sia
manakala pengadilan masih bersedia memeriksa sengketa yang sejak semula disepakati
diselesaikan melalui arbitrase.
Larangan campur tangan pengadilan itu hanya untuk menegaskan bahwa arbitrase
adalah sebuah lembaga yang independen. Sehingga pengadilan wajib untuk menghormati
lembaga arbitrase. Meskipun arbitrase merupakan suatu lembaga independen yang terpisah
dari pengadilan, tidak berarti bahwa tidak ada kaitan erat diantara keduanya. Lembaga
arbitrase membutuhkan dan bergantung pada pengadilan, misalnya dalam pelaksanaan
putusan arbitrase

13
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Menurut Pasal 1 angka 13 UU Pasar Modal menyebutkan bahwa Pasar Modal adalah
kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan
Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan Efek.
Menurut Marzuki Usman pasar modal adalah pelengkap disektorkeuangan
terhadap dua lembaga lainnya yaitu bank dan lembaga pembiayaan.Menurut Tjiptono
Darmadji dan Hendi M. Fakhrudin menerangkanbahwa:“Pasar modal adalah pasar
untuk berbagai instrument keuangan jangkapanjang yang biasa diperjualbelikan, baik
dalam bentuk utang maupun modalsendiri.Instrument keuangan yang diperjualbelikan
dipasar modal seperti saham, obligasi,warrant, right, obligasi konvertibel, dan berbagai
produk turunan sepertiopsi (put atau call)”.Adapun menurut UUPM pasal 1 angka 13
memberi pengertian:“Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan
penawaran umumdan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan
efek yangditerbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.
Segala kegiatan penanaman modal di Indonesia baik penanaman modal yang dilakukan
oleh penanam modal asing maupun penanam modal dalam negeri harus memperhatikan
segala ketentuan yang telah diatur oleh Undang-Undang Penanaman Modal. Terutama
untuk penanam modal asing sebagaimana yang telah diatur oleh Pasal 5 ayat (1) dan ayat
(2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang
Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Penanam modal
juga harus memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang
Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Ketentuan ini
mengatur tentang batasan-batasan kepemilikan saham dan batasan terhadap bidang-bidang
usaha yang terbuka bidang usaha yang terbuka; bidang usaha yang tertutup; dan bidang

13
usaha yang terbuka dengan persyaratan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kepemilikan
saham secara berlebihan terhadap bidang usaha tertentu.

13
DAFTAR PUSTAKA

Adrian Sutendi, op.cit., hal. 121 98


Curry, Jeffry Edmund. 2001, Memahami Ekonomi Internasional, Memahami
Dinamika Pasar Global, Penerbit PPM, Jakarta
Dirdjosisworo, Soedjono. 1999, Hukum Perusahaan Mengenai Penanaman Modal
di Indonesia, cetakan Pertama, CV. Mandar Maju
Emmi Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Dagang Surat ± Surat Berharga FH.
UGM Yogyakarta, 1991.
Fiki Priyatna, loc.ci
Hartono, Sri Redjeki. 2007, Hukum Ekonomi Indonesia, cetakan Pertama,
Bayumedia Publishing, Malang
Hollis B, Chenery dan Carter, Nicholas G. 1973, Foreign Assistance and
Development Performance, 1960-1970, American Economic Review, vol
63, No.2, Mei 1973
Jatmika, Sidik. 2001, Otonomi Daerah, Perspektif Hubungan Internasional, Biagraf
Liberty, Yogyakarta.
Kartadjoemana, H.S. 1996, GATT DAN WTO, Sistem, Forum dan Lembaga
Internasional dibidang Perdagangan, cetakan Pertama, Universitas Indonesia
Mas Achmad Daniri, op.cit., hal. 14
Mas Achmad Daniri, op.cit., hal.50
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, renada
Media, Jakarta 2004 Hal 10 sebagaimana yang dikutip oleh I Gusti Agung
Wisudawan, Aspek Hukum Pasar Modal, Garuda Ilmu, Mataram 2019 Hal 4
Misahardi Wilamarta, op.cit., hal. 74
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2012, hal. 375
Najib A. Gisymar, Insider Trading dalam Transaksi Efek,(Bandung: Citra Aditya
Bakti,1999), hlm. 10)

13
Nindyo Pramono, Hukum PT. Go Public dan Pasar Modal, Yogyakarta: CV Andi
Offset, 2013, hlm. 330.
Johannes Soetekno, Obligasi Sebagai Instrumen Pasar Modal, Dinamika Jakarta,
2003
Peggy J. Naile, Cover Story: Defaulted Bond Issues: Two Checklists for Indenture
Trustees, Hoosie Banker Volume 76, 1992, Hal. 24
Rajagukguk, Erman, et.al. 1995, Hukum Investasi, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Depok
Rusdin., Op.Cit., hlm 1
Sari, Maya dan Abdul Rachmad Budiono dkk. Perlindungan Hukum Bagi
Pemegang Saham Minoritas yang Tidak Dilibatkan dalam Proses Akuisisi,
Surabaya : Yuridika, 2017.
Setiadi, Obligasi dalam perspektif hukum Indonesia Citra Adytia Bandung, 1996
Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi ke-6, (Yogyakarta: Sekolah
Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, 2011), hlm 4
Tavinayati dan Yulia Qamariyanti,Op.Cit, hal.23)
Tulus Tahi Hamonangan Tambunan, Dkk. 2007, Jurnal Hukum Dan Bisnis Volume
24-No 4 Tahun 2007. ISSN: 0852/4912. Yayasan Pemgembangan Hukum
Bisnis: Jakarta.
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995, Op.Cit., Pasal 1 angka 13.
Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Pasar Modal.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.

13

Anda mungkin juga menyukai