Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH HUKUM ACARA PIDANA

“DAKWAAN ATAU JENIS – JENIS DAKWAAN DAN DELIK”

DOSEN PENGAMPUH : La Ode Faiki,S.Pd,MH.,CPM

DISUSUN OLEH :

AFRILICA KHAIRIAH ZAFIRO

EKKO OGGI M.

NADIA

NAZWA ANADEN

WAHYU RAMADHAN

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

IBNU SINI BATAM

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang te lah melimpahkan segala rahmat dan karunia-
Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Dakwaan Atau Jenis
– jenis Dakwaan dan Delik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran akan senantiasa Penulis terima dengan senang hati. Dengan segala
keterbatasan, Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak akan terwujud tanpa bantuan,
bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati,
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada La Ode Faiki,S.Pd,MH.,CPM , selaku
pengampu mata pelajaran Hukum Acara Pidana.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan selalu mencurahkan hidayah-Nya, Amin.

Batam, 27 November 2023

Penulis

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ........................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................... 1
C. TUJUAN ................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 3
A. PENGERTIAN DAKWAAN DAN DELIK ......................................................... 3
a. Dakwaan............................................................................................................. 3
b. Delik................................................................................................................... 3
B. DASAR – DASAR HUKUM DAKWAAN DAN DELIK ................................... 3
a. Undang-Undang yang Mengatur Dakwaan dan Delik ....................................... 3
b. Prinsip Hukum dalam Penetapan Dakwaan dan Delik ...................................... 4
C. MACAM – MACAM SURAT DAKWAAN DALAM HUKUM PIDANA ....... 5
a. Pengertian Surat Dakwaan ................................................................................. 5
b. Fungsi Surat Dakwaan ....................................................................................... 5
c. Aturan Surat Dakwaan ....................................................................................... 6
d. Jenis Surat Dakwaan .......................................................................................... 6
D. MACAM – MACAM DELIK DALAM HUKUM PIDANA .............................. 7
a. Pengertian Delik................................................................................................. 7
b. Jenis – jenis Delik .............................................................................................. 8
E. PROSES PENETAPAN DAKWAAN DAN DELIK............................................ 9
a. Tahapan penetepan dakwaan ........................................................................... 10
b. Tahapan Penetapan Delik................................................................................. 12
F. PENYELESAIAN DAKWAAN DAN DELIK DI PENGADILAN................... 14
a. Persiapan Sidang .............................................................................................. 14
b. Proses Persidangan........................................................................................... 16

iii
c. Putusan dan Konsekuensi Hukum ................................................................... 17
BAB III PENUTUP....................................................................................................... 20
A. KESIMPULAN.................................................................................................... 20
B. SARAN ................................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 22

iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Dakwaan dan delik adalah konsep-konsep kunci dalam sistem hukum yang mencakup
bidang hukum pidana dan perdata. Latar belakang dari kedua konsep ini memiliki akar
yang dalam dalam sejarah perkembangan hukum serta tujuan utama dalam menegakkan
keadilan.
Menurut Hukum Pidana konsep dakwaan dalam hukum pidana berasal dari sistem
peradilan kuno di berbagai peradaban. Konsep ini telah berkembang dari waktu ke waktu,
dimulai dari sistem hukum Romawi, Yunani, hingga hukum Eropa yang menjadi landasan
bagi sistem hukum pidana modern. Dakwaan menjadi langkah awal dalam proses
peradilan, di mana seseorang dituduh melakukan tindak pidana dan harus dibuktikan
bersalah di hadapan pengadilan.
Menurut Hukum Acara Perdata dalam konteks hukum perdata, konsep delik atau
pelanggaran hukum yang menimbulkan tuntutan atau klaim memiliki akar yang meluas.
Sejarahnya mencakup berbagai sistem hukum, termasuk hukum Romawi, hukum Kanon,
dan berbagai tradisi hukum lainnya. Di sinilah pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh
suatu perbuatan dapat mengajukan tuntutan atau klaim untuk mendapatkan ganti rugi atau
pemulihan haknya.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana efektivitas dakwaan dalam memastikan perlindungan hukum yang


adil bagi individu yang didakwa?
2. Bagaimana prinsip presumsi tak bersalah berdampak pada keseluruhan proses
dakwaan dan apakah prinsip ini selalu terjaga dalam praktik pengadilan?
3. Bagaimana mengukur keseimbangan antara perlindungan masyarakat dari
individu yang diduga melakukan tindak pidana dan perlindungan hak asasi
individu yang didakwa?
C. TUJUAN

1
1. Mengupayakan sistem yang memastikan bahwa setiap individu mendapatkan
perlakuan yang adil dan keadilan yang seimbang dalam proses dakwaan.
2. Memastikan bahwa prinsip presumsi tak bersalah tetap terjaga dalam praktik
pengadilan, di mana setiap individu dianggap tidak bersalah sampai terbukti
sebaliknya.
3. Memastikan bahwa proses dakwaan tidak melanggar hak asasi individu dan
bahwa hak-hak tersebut dihormati dan dilindungi dalam setiap tahap pengadilan.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAKWAAN DAN DELIK

a. Dakwaan
"Dakwaan" merujuk pada tuduhan atau klaim resmi yang diajukan oleh pihak
kejaksaan atau penuntut umum terhadap seseorang atas pelanggaran hukum tertentu. Ini
merupakan langkah awal dalam proses hukum pidana di mana pihak yang diduga
melakukan tindak pidana akan dituduh secara resmi dengan melakukan tindakan yang
melanggar hukum.
b. Delik
"Delik" merujuk pada perbuatan atau tindakan yang dianggap melanggar hukum
pidana. Delik bisa berupa berbagai tindakan, mulai dari pencurian, penipuan,
penganiayaan, hingga tindak pidana lainnya yang dilarang oleh hukum. Di dalam hukum
pidana, delik memiliki elemen-elemen tertentu yang harus terpenuhi agar suatu perbuatan
dapat dianggap sebagai tindak pidana.
Jadi, dalam konteks hukum pidana, "dakwaan" adalah tuduhan resmi yang diajukan
oleh pihak berwenang terhadap seseorang atas dugaan melanggar hukum (delik),
sedangkan "delik" adalah perbuatan yang dianggap melanggar hukum pidana.
B. DASAR – DASAR HUKUM DAKWAAN DAN DELIK

a. Undang-Undang yang Mengatur Dakwaan dan Delik


Di berbagai negara, ada beragam undang-undang yang mengatur dakwaan dan delik
dalam sistem hukum pidana. Setiap negara memiliki sistem hukumnya sendiri dengan
undang-undang yang berbeda. Beberapa contoh undang-undang yang umumnya
mengatur dakwaan dan delik antara lain:
1. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana): Di Indonesia, KUHP adalah
salah satu undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana dan juga proses
hukum pidananya. KUHP ini menetapkan berbagai delik atau perbuatan yang

3
dianggap sebagai tindak pidana dan juga menetapkan prosedur bagi penuntutan
atau dakwaan terhadap pelaku tindak pidana.
2. KUHPid (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana): Di beberapa negara seperti
Belanda, KUHPid mengatur tentang tindak pidana dan proses hukum pidananya.
3. KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana): Selain mengatur
proses hukum pidana, KUHAP juga memberikan ketentuan mengenai bagaimana
dakwaan dilakukan, proses persidangan, serta hak dan kewajiban para pihak
dalam proses peradilan pidana.
4. Kode Pidana: Di beberapa negara, undang-undang pidana dapat disebut sebagai
Kode Pidana, yang mencakup delik-delik dan sanksi yang dikenakan terhadap
pelanggar hukum.
Namun, intinya adalah untuk mengatur delik atau perbuatan yang dianggap sebagai
tindak pidana serta prosedur hukum yang berkaitan dengan dakwaan, persidangan, dan
penuntutan terhadap pelaku tindak pidana.
b. Prinsip Hukum dalam Penetapan Dakwaan dan Delik
Dalam penetapan dakwaan dan delik, ada beberapa prinsip hukum yang sering
dipegang teguh dalam berbagai sistem hukum pidana di berbagai negara:
1. Asas Legalitas (Nullum crimen, nulla poena sine lege): Prinsip ini menyatakan
bahwa tidak ada tindak pidana dan hukuman tanpa dasar hukum yang jelas.
Artinya, seseorang tidak dapat dihukum atas tindakan yang bukan merupakan
pelanggaran hukum pada saat perbuatan itu dilakukan.
2. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence): Setiap orang
dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan
melalui proses peradilan yang adil. Penetapan dakwaan harus didasarkan pada
bukti yang kuat yang menunjukkan kesalahan seseorang dalam melakukan tindak
pidana.
3. Asas Proporsionalitas Hukuman: Hukuman yang diberikan haruslah sebanding
dengan kesalahan yang dilakukan. Artinya, hukuman haruslah sesuai dengan
tingkat keparahan dari delik yang dilakukan.

4
4. Asas Keterbukaan dan Transparansi (Openness and Transparency): Proses
penetapan dakwaan dan delik harus dilakukan secara terbuka dan transparan agar
tidak menimbulkan keraguan atau ketidakpercayaan terhadap keadilan sistem
hukum.
5. Asas Kesetaraan di Depan Hukum (Equality Before the Law): Semua orang
memiliki hak yang sama di hadapan hukum, tanpa memandang status sosial,
ekonomi, atau faktor lainnya. Prinsip ini menjamin bahwa semua orang memiliki
akses yang sama terhadap proses hukum yang adil.
6. Asas Legalitas dalam Penyidikan dan Penuntutan: Penyidikan dan penuntutan
harus didasarkan pada aturan hukum yang jelas dan tidak boleh melanggar hak
asasi manusia.
Prinsip-prinsip ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses hukum pidana berjalan
sesuai dengan keadilan, menghormati hak-hak individu, dan mencegah penyalahgunaan
kekuasaan oleh aparat hukum.
C. MACAM – MACAM SURAT DAKWAAN DALAM HUKUM PIDANA

a. Pengertian Surat Dakwaan


Surat dakwaan adalah dokumen tertulis yang berisi tuduhan resmi terhadap terdakwa
atas tindak pidana yang diduga dilakukannya. Dokumen ini disusun oleh jaksa penuntut
umum dan digunakan sebagai dasar dalam sidang pengadilan. Surat dakwaan harus
memenuhi syarat formal dan material sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
b. Fungsi Surat Dakwaan
Surat dakwaan memiliki beberapa fungsi utama dalam proses peradilan pidana, antara
lain:
1. Memberikan Pemberitahuan Resmi
Dokumen tersebut memberikan pemberitahuan resmi kepada terdakwa mengenai
tindak pidana yang diduga dilakukannya. Hal ini penting agar terdakwa memiliki
pemahaman yang jelas tentang apa yang menjadi dasar tuduhan terhadapnya.
2. Menguraikan Perincian Kasus

5
Dokumen surat tersebut menguraikan secara rinci perbuatan-perbuatan yang diduga
dilakukan oleh terdakwa. Ini meliputi waktu, tempat, motif, dan bukti-bukti yang
mendukung tuduhan tersebut.
3. Menyajikan Dasar Sidang
Sebagai dasar sidang pengadilan. Hakim dan pihak terkait menggunakan dokumen ini
sebagai pedoman untuk menjalankan proses sidang.
c. Aturan Surat Dakwaan
Aturan mengenai surat dakwaan diatur dalam Pasal 143 ayat (3) Undang – Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal ini
menekankan pentingnya surat tersebut yang memenuhi syarat formal dan material. Setiap
unsur dalam surat harus didukung oleh bukti yang kuat.
d. Jenis Surat Dakwaan
Dalam praktiknya, terdapat beberapa jenis surat dakwaan yang dapat digunakan dalam
proses peradilan pidana, yaitu:
1. Dakwaan Tunggal
Dakwaan tunggal merujuk pada tuduhan terhadap satu tindak pidana yang dilakukan
oleh terdakwa. Jenis ini lebih fokus dan terarah pada satu peristiwa.
2. Dakwaan Alternatif
Dakwaan alternatif adalah dokumen dakwaan yang berisi lebih dari satu tindak pidana
yang diduga dilakukan oleh terdakwa. Jaksa merinci beberapa kemungkinan tindak
pidana yang relevan dengan bukti yang ada.
Contoh dakwaan alternatif :
Pertama : Pencurian (Pasal 362 KUHP) atau
Kedua : Penadahan (Pasal 480 KUHP)
3. Dakwaan Subsidair
Jenis dakwaan ini digunakan ketika terdakwa dituduh melakukan tindak pidana yang
merupakan bagian dari tindak pidana lain yang lebih serius. Dalam dokumen dakwaan
subsidair, terdakwa dituduh melakukan tindak pidana yang merupakan alternatif dari
tindak pidana yang lebih serius.
Contoh dakwaan subsidair:

6
Primair : Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP)
Subsidair : Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)
4. Dakwaan Kumulatif
Dakwaan kumulatif menggabungkan beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh
terdakwa dalam satu surat tersebut. Hal ini berguna ketika beberapa tindak pidana saling
terkait dan harus diadili bersamaan.
Contoh dakwaan kumulatif:
Pertama : Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)
Kedua : Perkosaan (Pasal 285 KUHP)
5. Dakwaan Kombinasi
Dakwaan kombinasi adalah jenis surat dakwaan yang menggabungkan elemen-elemen
dari jenis dakwaan lainnya. Ini terjadi ketika kasus memiliki kompleksitas yang
memerlukan pendekatan yang lebih luas.
Surat dakwaan memiliki peran penting dalam proses peradilan pidana. Jenis-jenis surat
yang ada memberikan kerangka kerja yang sesuai dengan kasus yang dihadapi.
Contoh dakwaan kombinasi:
Pertama
Primair : Pembuhan berencana (Pasal 340 KUHP)
Subsidair : Pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP)
Kedua
Primair : Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP)
Subsidair : Pencurian (Pasal 362 KUHP)
D. MACAM – MACAM DELIK DALAM HUKUM PIDANA

a. Pengertian Delik
Delik (delict) adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang
bertentangan dengan undang-undang atau peraturan hukum lainnya yang dilakukan
dengan sengaja atau (salah atau “schuld”) oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut definisi tersebut ada beberapa anasir yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Perbuatan manusia.

7
2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam ketentuan hukum.
3. Harus terbukti adanya “dosa” (salah) pada orang yang berbuat, yaitu orang yang
dapat dipertanggungjawabkan.
4. Perbuatan itu harus bertentangan dengan hukum.
5. Terhadap perbuatan itu harus bersedia ancaman hukumannya di dalam undang-
undang.
b. Jenis – jenis Delik
1. Menurut cara penuntutannya
a. Delik aduan (klacht delict) adalah suatu delik yang diadili, apabila yang
berkepentingan (yang dirugikan) mengadunya kepada polisi/penyidik.
Bila tidak ada pengaduan maka penyidik tidak akan mengadakan penyidikan dan
membuatkan Berita Acara Pemeriksaan.
b. Delik biasa, adalah perbuatan kejahatan dan pelanggaran yang tidak memerlukan
pengaduan, melainkan laporan.
2. Menurut jumlah perbuatan pidananya
a. Delik Tunggal (enkelvoudig delicten) adalah delik yang terdiri dari satu perbuatan
saja.
b. Delik berangkai (samengestelde delicten) adalah perbuatan yang terdiri dari
beberapa delik.
3. Menurut tindakan atau akibatnya
a. Delik material, yaitu suatu delik yang dilarang oleh undang-undang ialah
“akibatnya”, misalnya dalam pembunuhan pasal 338 KUHP.Dalam pasal tersebut
tidak dinyatakan perbuatan apa yang dilakukan, tetapi hanya akibatnya (matinya
orang lain) yang dilarang.
b. Delik formal, kejahatan itu selesai, kalau “perbuatan” sebagaimana dirumuskan
dalam peraturan pidana itu telah dilakukan.Contoh: kasus pencurian pasal 363
KUHP.Dalam pasal ini dilarang “mengambil barang orang lain” dengan tidak sah
atau tanpa hak.Perbuatannya adalah “mengambil”. Dengan selesainya perbuatan
itu terjadilah kejahatan pencurian.
4. Menurut ada tidaknya perbuatan

8
a. Delik Komisi (commissiedelicten/delicta commissionis) adalah delik yang
dilakukan dengan perbuatan. Di sini seseorang melakukan perbuatan aktif dengan
melanggar larangan. Delik ini dapat berwujud delik material maupun formal.
b. Delik Omisi (ommissiedelicten/delicta ommissie) yaitu dilakukan dengan
membiarkan atau mengabaikan yang seharusnya dilakukan (perintah). Delik ini
perbuatannya pasif (diam).
5. Delik yang berdiri sendiri dan yang diteruskan
Delik yang berdiri sendiri dan delik yang diteruskan (zelfstandige en voorgezette
delicten), dapat dibaca tentang uraian gabungan delik atau perbarengan (samenloop) dan
pasal 63 s/d. 70 KUHP.
6. Delik selesai dan delik berlanjut (aflopende en voortdurende delicten).
Delik selesai (aflopende delicten) adalah delik terjadi dengan melakukan satu atau
beberapa perbuatan saja.
Delik berlanjut (voortdurende delicten) atau delik yang berlangsung terus adalah delik
yang terjadi karena meneruskan suatu perbuatan yang dilarang. Contoh: merampas
kemerdekaan seseorang terus menerus/menyekap (pasal 333 KUHP), menjadi mucikari
(pasal 506).
7. Delik sengaja dan delik kelalaian atau culpa (Doleuse en culpose delicten).
Delik Sengaja (doleuse delicten) adalah terjadinya perbuatan pidana karena dilakukan
dengan sengaja.
Delik kelalaian (culpose delicten) adalah terjadinya perbuatan pidana karena kelalaian
(culpa).
8. Delik propria dan delik komun atau umum (delicta propria en commune delicten).
Delicta Propria (Propria delicten) adalah perbuatan pidana yang hanya dapat dilakukan
oleh orang-orang yang mempunyai kualitas tertentu. Misalnya delik jabatan, delik
korupsi, delik militer.
Delicta commune (commune delicten) adalah perbuatan pidana dilakukan oleh
masyarakat pada umumnya.
E. PROSES PENETAPAN DAKWAAN DAN DELIK

9
a. Tahapan penetepan dakwaan
1. Pemeriksaan Bukti
Pemeriksaan bukti merupakan tahap krusial dalam proses pengumpulan informasi atau
barang bukti yang digunakan dalam proses hukum untuk mendukung dakwaan atau klaim
yang diajukan. Hal ini berkaitan dengan tahap pra-penuntutan di mana penegak hukum
melakukan investigasi dan pengumpulan bukti untuk menentukan apakah suatu kasus
memiliki cukup bukti untuk diajukan ke pengadilan.Pemeriksaan bukti melibatkan
beberapa aspek:
Pengumpulan Informasi dan Barang Bukti
a. Identifikasi Bukti yang Relevan: Menentukan jenis bukti apa yang diperlukan
dalam suatu kasus, seperti saksi mata, bukti fisik, bukti elektronik, dokumen, atau
rekaman yang berkaitan dengan kasus tersebut.
b. Pengumpulan Bukti: Melibatkan proses pengumpulan informasi dan barang bukti
yang berkaitan dengan kasus, baik melalui wawancara, penelusuran, pengecekan
rekaman, forensik digital, atau pengamatan langsung.
Evaluasi dan Analisis Bukti
a. Verifikasi Kredibilitas Bukti: Memastikan keaslian, keabsahan, dan kredibilitas
dari bukti yang terkumpul. Hal ini melibatkan pengecekan kebenaran dan
keandalan informasi yang terdapat dalam bukti tersebut.
b. Pemahaman Konteks Bukti: Menganalisis bukti dalam konteks kasus secara
keseluruhan untuk memahami relevansinya dan bagaimana bukti-bukti tersebut
saling terkait.
Penyusunan Laporan Bukti
a. Dokumentasi dan Pelaporan: Menyusun laporan yang menyajikan bukti-bukti
yang terkumpul, merinci proses pengumpulan, informasi terkait bukti, serta
analisis yang mendukung keberadaan bukti tersebut.
b. Kesiapan untuk Penggunaan di Pengadilan: Memastikan bahwa bukti-bukti yang
terkumpul telah disiapkan secara cermat dan memadai untuk digunakan sebagai
alat pembuktian di pengadilan.

10
Pemeriksaan bukti adalah langkah kritis karena keberadaan bukti yang kuat dan valid
sangat penting dalam mendukung dakwaan atau klaim yang diajukan di pengadilan.
Proses ini harus dilakukan dengan cermat, teliti, dan obyektif untuk memastikan bahwa
bukti-bukti yang dipresentasikan memiliki keandalan yang cukup untuk mendukung
proses hukum yang adil dan akurat.
2. Pembuatan Surat Dakwaan
Pembuatan surat dakwaan merupakan langkah selanjutnya dalam proses hukum
setelah pemeriksaan bukti. Ini merupakan dokumen resmi yang memuat rincian mengenai
tindak pidana atau pelanggaran hukum yang diduga dilakukan oleh seorang tersangka.
Komponen Utama Surat Dakwaan
a. Penjelasan Tindak Pidana: Surat dakwaan harus menjelaskan secara rinci
tindak pidana atau pelanggaran hukum yang diduga dilakukan oleh tersangka.
Ini mencakup deskripsi lengkap dari tindakan yang dianggap melanggar
hukum.
b. Bukti Pendukung: Surat dakwaan harus didukung oleh bukti-bukti yang telah
dikumpulkan selama tahap pemeriksaan bukti. Bukti ini akan mendukung
argumen dan pernyataan yang termuat dalam surat dakwaan.
c. Identitas Tersangka: Surat dakwaan juga mencantumkan identitas lengkap
tersangka, termasuk nama, alamat, dan informasi penting lainnya yang relevan
dengan kasus.
d. Dasar Hukum: Surat dakwaan harus mencantumkan dasar hukum yang
digunakan untuk menuduh tersangka melakukan tindak pidana atau
pelanggaran hukum tertentu. Ini mencakup pasal-pasal atau undang-undang
yang relevan yang dianggap telah dilanggar oleh tersangka.
e. Tuntutan Hukum: Surat dakwaan juga berisi tuntutan atau klaim yang diajukan
oleh penuntut umum atau pihak yang berwenang terkait hukuman atau
konsekuensi hukum yang diinginkan sebagai hasil dari dakwaan tersebut.
Pentingnya Surat Dakwaan
a. Dasar Hukum: Surat dakwaan memberikan dasar hukum formal untuk
memulai proses pengadilan terhadap tersangka.

11
b. Panduan di Pengadilan: Surat dakwaan menjadi panduan bagi pengad ilan
dalam mengelola proses persidangan dan membantu pengadilan untuk
memastikan bahwa proses berjalan sesuai dengan tuntutan hukum yang ada.
c. Pengumuman kepada Tersangka: Surat dakwaan juga berfungsi sebagai
pengumuman resmi kepada tersangka tentang tuduhan yang diajukan
terhadapnya. Ini memberi kesempatan kepada tersangka untuk menyiapkan
pertahanan mereka.
d. Transparansi dan Keadilan: Surat dakwaan juga merupakan bagian dari upaya
untuk menjaga transparansi dan keadilan dalam proses hukum dengan
menyajikan informasi secara jelas dan terinci mengenai tuduhan yang
diajukan.
Pembuatan surat dakwaan memerlukan ketelitian, kejelasan, dan keakuratan informasi
karena ini menjadi dasar formal dalam proses peradilan.
b. Tahapan Penetapan Delik
1. Identifikasi Tindak Pidana
Identifikasi masalah dalam konteks pembuatan surat dakwaan dan pemeriksaan bukti
melibatkan beberapa aspek kunci:
a. Kualitas Bukti yang Tersedia: Identifikasi masalah bisa berkaitan dengan
kualitas bukti yang diperoleh. Masalah dapat timbul jika bukti yang
dikumpulkan kurang memadai, tidak cukup kuat, atau belum terverifikasi
secara menyeluruh.
b. Konsistensi Informasi: Dapat terjadi masalah jika informasi dalam bukti-bukti
yang terkumpul tidak konsisten atau bertentangan. Hal ini dapat
mempengaruhi keandalan bukti dan kepercayaan dalam proses peradilan.
c. Kesesuaian Dasar Hukum: Identifikasi masalah juga terkait dengan kesesuaian
dakwaan dengan dasar hukum yang relevan. Jika surat dakwaan tidak
didasarkan pada hukum yang tepat atau tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku, ini bisa menjadi kendala dalam proses pengadilan.
d. Ketidakseimbangan antara Keamanan dan Hak Asasi Individu: Masalah dapat
timbul jika terdapat ketidakseimbangan dalam upaya memastikan keamanan

12
masyarakat dengan memelihara hak asasi individu. Ini bisa mencakup kasus di
mana bukti yang diperoleh tidak sesuai dengan prosedur yang sah atau hak-hak
individu tidak dihormati sepenuhnya.
e. Ketidakkonsistenan atau Kelemahan dalam Penyusunan Surat Dakwaan:
Identifikasi masalah juga dapat melibatkan kekurangan atau
ketidakkonsistenan dalam penyusunan surat dakwaan. Jika surat dakwaan tidak
jelas, terstruktur buruk, atau tidak memberikan informasi yang memadai, ini
dapat mengganggu proses pengadilan.
f. Penggunaan Teknologi dalam Pengumpulan Bukti: Masalah juga dapat muncul
jika penggunaan teknologi dalam pengumpulan bukti tidak dilakukan dengan
tepat, misalnya, bukti digital tidak dijamin keabsahannya atau terdapat
kekurangan dalam proses forensik digital.
Identifikasi masalah-masalah semacam ini penting karena membantu pihak yang
terlibat dalam proses hukum untuk mengidentifikasi area-area yang perlu diperbaiki atau
diperhatikan lebih lanjut. Langkah-langkah untuk memperbaiki atau menangani masalah-
masalah ini dapat meningkatkan integritas, keandalan, dan keadilan dalam proses
pengadilan.
2. Pembuktian Delik
Pembuktian delik mengacu pada proses dalam hukum di mana pihak yang menuntut
harus membuktikan bahwa suatu perbuatan merupakan pelanggaran hukum atau delik
yang dilakukan oleh pihak tertentu. Ini melibatkan penyajian bukti yang cukup untuk
meyakinkan pengadilan bahwa tindakan tersebut melanggar hukum dan pihak yang
didakwa bertanggung jawab.
Tahapan dalam Pembuktian Delik
a. Identifikasi Delik: Langkah awal adalah mengidentifikasi tindak pidana atau
perbuatan yang dianggap melanggar hukum. Ini melibatkan pemahaman
mendalam terhadap unsur-unsur delik yang perlu dibuktikan.
b. Pengumpulan Bukti: Pihak yang menuntut harus mengumpulkan bukti yang
mendukung klaim mereka terkait pelanggaran hukum yang diduga dilakukan

13
oleh pihak tertentu. Bukti ini dapat berupa testimoni saksi, barang bukti fisik,
rekaman, atau dokumen yang relevan.
c. Evaluasi dan Analisis Bukti: Bukti yang terkumpul kemudian dievaluasi untuk
memastikan keaslian, relevansi, dan keandalannya. Hal ini melibatkan analisis
mendalam untuk memastikan bahwa bukti tersebut dapat
dipertanggungjawabkan di pengadilan.
d. Pertimbangan Hukum: Penuntut harus mempertimbangkan dasar hukum yang
relevan yang mendukung klaim mereka terkait pelanggaran hukum yang
diduga terjadi. Ini melibatkan pengacuan pada pasal-pasal hukum atau undang-
undang yang terkait.
e. Presentasi di Pengadilan: Bukti yang dikumpulkan dan argumentasi hukum
yang disiapkan kemudian disajikan di pengadilan sebagai bagian dari upaya
membuktikan bahwa delik tersebut telah terjadi dan pihak tertentu bertanggung
jawab.
Pentingnya Pembuktian Delik
a. Keadilan: Pembuktian delik penting untuk memastikan bahwa hukum
ditegakkan secara adil dan objektif. Proses ini membantu menegakkan keadilan
dengan memastikan bahwa individu tidak dinyatakan bersalah tanpa bukti yang
cukup.
b. Perlindungan Hak Asasi Individu: Proses pembuktian delik juga melindungi
hak asasi individu dengan menetapkan bahwa setiap orang dianggap tidak
bersalah sampai terbukti sebaliknya.
c. Integritas Sistem Hukum: Proses pembuktian delik memainkan peran penting
dalam menjaga integritas sistem hukum dengan memastikan bahwa setiap
dakwaan didukung oleh bukti yang kuat dan sah.
Pembuktian delik adalah langkah penting dalam proses hukum yang menjamin bahwa
klaim atau tuntutan terkait pelanggaran hukum didasarkan pada bukti yang kuat dan tegas.
F. PENYELESAIAN DAKWAAN DAN DELIK DI PENGADILAN

a. Persiapan Sidang

14
Persiapan ini melibatkan persiapan bukti, kesaksian, strategi hukum, dan segala hal
yang diperlukan untuk memastikan bahwa kedua belah pihak (penuntut dan terdakwa)
siap secara matang untuk menghadapi pengadilan.
1. Komponen Persiapan Sidang
a. Penyusunan Strategi Hukum: Advokat atau tim hukum menyiapkan strategi
untuk membela kasus atau mendukung tuntutan. Ini melibatkan analisis
mendalam atas kasus, kelemahan dan kekuatan dari kedua belah pihak, dan
cara terbaik untuk menyajikan argumen di pengadilan.
b. Kesiapan Bukti: Persiapan sidang mencakup memastikan bahwa semua bukti
yang akan diajukan di pengadilan telah terkumpul, diverifikasi, dan disiapkan
dengan baik. Ini termasuk mempersiapkan saksi, dokumen, barang bukti fisik,
atau bukti elektronik yang relevan.
c. Pemeriksaan Ulang Bukti: Selain pengumpulan, bukti-bukti yang ada juga
perlu diperiksa kembali untuk memastikan keabsahan dan keandalannya. Hal
ini melibatkan evaluasi ulang terhadap bukti-bukti yang akan digunakan di
sidang.
d. Persiapan Kesaksian: Persiapan kesaksian dari saksi-saksi yang akan diajukan
dalam persidangan. Hal ini termasuk memberikan panduan tentang pertanyaan
yang akan diajukan, memastikan kesiapan mental saksi, dan menjelaskan
proses pengadilan kepada mereka.
e. Pemahaman Aturan Pengadilan: Mempersiapkan pemahaman yang baik
tentang prosedur pengadilan, aturan pengadilan yang berlaku, dan proses
hukum yang akan dilalui selama sidang.
f. Koordinasi dengan Klien: Jika ada, advokat perlu memastikan bahwa klien
telah dipersiapkan dengan baik, memahami apa yang diharapkan dari mereka
selama persidangan, dan siap secara emosional untuk menghadapi proses
pengadilan.
2. Pentingnya Persiapan Sidang
a. Kesiapan yang Matang: Persiapan sidang yang baik memastikan bahwa kedua
belah pihak (penuntut dan terdakwa) siap untuk menghadapi pengadilan, dan

15
meminimalkan risiko kejutan yang tidak diinginkan atau kebingungan selama
sidang.
b. Konsistensi dan Kredibilitas: Persiapan yang baik membantu dalam
menyajikan bukti dan argumen dengan konsisten, memperkuat kredibilitas
kedua belah pihak di mata pengadilan.
c. Efisiensi Proses Pengadilan: Persiapan yang matang membantu dalam menjaga
efisiensi dalam jalannya persidangan, memastikan bahwa waktu di pengadilan
digunakan secara efektif dan fokus pada pokok permasalahan.
d. Kemungkinan Kesepakatan Pra-Sidang: Persiapan yang matang juga
memungkinkan terjadinya kesepakatan pra-sidang antara kedua belah pihak,
yang bisa mengurangi beban pengadilan dan mengarah pad a penyelesaian di
luar pengadilan.
Persiapan sidang adalah tahap yang kritis dalam memastikan bahwa kedua belah pihak
siap untuk menghadapi proses pengadilan dengan segala informasi, strategi, dan bukti
yang diperlukan.
b. Proses Persidangan
Proses persidangan merujuk pada rangkaian acara atau tahapan yang terjadi di dalam
pengadilan ketika kasus atau perkara dibawa ke hadapan hakim untuk diselesaikan.
Proses ini mencakup semua kegiatan dan prosedur yang dilakukan mulai dari awal hingga
akhir persidangan.
1. Tahapan-tahapan dalam Proses Persidangan
a. Pendahuluan Persidangan: Persidangan dimulai dengan pendahuluan, di mana
hakim mengidentifikasi kasus yang akan diperiksa, memanggil pihak-pihak
yang terlibat, dan menjelaskan prosedur yang akan diikuti.
b. Pembacaan Dakwaan: Pihak penuntut atau penggugat membacakan dakwaan
atau klaim yang mereka ajukan terhadap terdakwa atau pihak yang didakwa.
Ini memberikan kesempatan bagi pihak terdakwa untuk mengetahui tuduhan
yang diajukan terhadapnya.
c. Pengajuan Bukti dan Kesaksian: Pihak-pihak yang terlibat kemudian
mempresentasikan bukti-bukti dan kesaksian yang mendukung klaim atau

16
pembelaan mereka. Ini termasuk pemeriksaan saksi, penyajian dokumen, atau
barang bukti fisik.
d. Pertanyaan dan Penyampaian Argumentasi: Pihak yang terlibat memiliki
kesempatan untuk saling bertanya, memberikan reaksi terhadap bukti yang
disajikan, dan menyampaikan argumentasi atau pembelaan mereka.
e. Pertimbangan Hakim dan Penentuan Keputusan: Setelah semua bukti dan
argumentasi telah disajikan, hakim melakukan pertimbangan dan mengambil
keputusan berdasarkan hukum yang berlaku dan bukti yang ada.
f. Pengumuman Putusan: Hakim mengumumkan putusan yang telah diambil,
apakah itu terkait dengan kesalahan atau tidaknya terdakwa, atau keputusan
lainnya berdasarkan hukum yang berlaku.
g. Pelaksanaan Putusan: Jika putusan mengharuskan pelaksanaan tindakan
tertentu, proses ini dijalankan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
2. Pentingnya Proses Persidangan
a. Keadilan dan Penegakan Hukum: Proses persidangan memberikan jaminan
terhadap penegakan hukum yang adil dengan memberikan kesempatan kepada
semua pihak untuk menyajikan bukti dan argumen mereka.
b. Transparansi dan Akuntabilitas: Proses ini memastikan transparansi dan
akuntabilitas dalam proses pengadilan dengan menjalankan semua langkah
yang diperlukan secara terbuka di hadapan hakim.
c. Perlindungan Hak Individu: Memberikan hak kepada pihak-pihak yang terlibat
untuk membela diri, memberikan kesaksian, dan menyajikan bukti untuk
mendukung klaim atau pembelaan mereka.
d. Pengambilan Keputusan yang Tepat: Proses ini memungkinkan hakim untuk
mempertimbangkan semua informasi dan bukti yang ada sebelum mengambil
keputusan yang akan berdampak pada hasil akhir perkara.
Proses persidangan merupakan inti dari sistem peradilan yang memastikan bahwa
keadilan ditegakkan dengan cara yang adil, transparan, dan sesuai dengan hukum yang
berlaku.
c. Putusan dan Konsekuensi Hukum

17
Putusan dan konsekuensi hukum merujuk pada hasil akhir dari proses pengadilan, di
mana hakim membuat keputusan berdasarkan bukti dan argumen yang disajikan di
persidangan. Keputusan ini memiliki dampak atau konsekuensi hukum yang bisa
beragam tergantung pada kasusnya.
1. Putusan Pengadilan
a. Kesalahan atau Tidaknya Tersangka: Putusan ini menentukan apakah
tersangka atau terdakwa dinyatakan bersalah atau tidak bersalah atas tuduhan
yang diajukan.
b. Hukuman atau Konsekuensi Lainnya: Jika terdakwa dinyatakan bersalah,
hakim kemudian menentukan hukuman atau konsekuensi hukum yang sesuai,
seperti denda, hukuman penjara, atau tindakan lain yang diperlukan.
c. Ganti Rugi atau Restitusi: Dalam beberapa kasus, putusan pengadilan juga bisa
mencakup perintah pembayaran ganti rugi kepada pihak yang dirugikan atau
restitusi terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan yang melanggar
hukum.
2. Konsekuensi Hukum
a. Pemenuhan Hukuman: Jika terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi
hukuman, konsekuensi utamanya adalah pemenuhan hukuman yang ditetapkan
oleh pengadilan, seperti menjalani masa tahanan atau membayar denda.
b. Catatan Kriminal: Sebuah keputusan bersalah dapat menyebabkan terdakwa
memiliki catatan kriminal yang dapat mempengaruhi reputasi mereka dan hak-
hak tertentu di masa depan.
c. Dampak Sosial dan Pribadi: Putusan pengadilan juga bisa memiliki dampak
sosial dan pribadi yang signifikan bagi terdakwa, seperti hilangnya hak-hak
tertentu, kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan, atau masalah sosial lainnya.
d. Penyelesaian atau Perubahan dalam Hukum: Putusan pengadilan yang
berpengaruh bisa menjadi preseden atau contoh bagi kasus-kasus serupa di
masa mendatang. Ini dapat mempengaruhi atau bahkan mengubah praktik
hukum di masyarakat.
3. Pentingnya Putusan dan Konsekuensi Hukum

18
a. Penegakan Hukum yang Adil: Putusan hukum yang adil dan konsekuensi yang
tepat memberikan kepastian hukum dan menegakkan aturan yang adil dalam
masyarakat.
b. Perlindungan Masyarakat: Putusan yang tepat dapat melindungi masyarakat
dari individu yang melanggar hukum dan memberikan pembelajaran untuk
menghindari pelanggaran di masa mendatang.
c. Penegakan Keadilan: Konsekuensi hukum yang sesuai dengan tindakan yang
dilakukan membantu menjaga keadilan dan memberikan kompensasi kepada
pihak yang dirugikan.
Putusan dan konsekuensi hukum merupakan tahap terakhir dalam proses hukum yang
memiliki dampak yang signifikan, baik pada individu yang terlibat maupun pada
masyarakat secara keseluruhan.

19
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Surat dakwaan adalah dokumen tertulis yang berisi tuduhan resmi terhadap terdakwa
atas tindak pidana yang diduga dilakukannya. Dokumen tersebut memberikan
pemberitahuan resmi kepada terdakwa mengenai tindak pidana yang diduga
dilakukannya. Dokumen surat tersebut menguraikan secara rinci perbuatan-perbuatan
yang diduga dilakukan oleh terdakwa. Aturan mengenai surat dakwaan diatur dalam Pasal
143 ayat (3) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
Pasal ini menekankan pentingnya surat tersebut yang memenuhi syarat formal dan
material. Dakwaan tunggal merujuk pada tuduhan terhadap satu tindak pidana yang
dilakukan oleh terdakwa. Dakwaan alternatif adalah dokumen dakwaan yang berisi lebih
dari satu tindak pidana yang diduga dilakukan oleh terdakwa. Jaksa merinci beberapa
kemungkinan tindak pidana yang relevan dengan bukti yang ada. Jenis dakwaan ini
digunakan ketika terdakwa dituduh melakukan tindak pidana yang merupakan bagian dari
tindak pidana lain yang lebih serius. Dakwaan kumulatif menggabungkan beberapa
tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dalam satu surat tersebut. Dakwaan
kombinasi adalah jenis surat dakwaan yang menggabungkan elemen-elemen dari jenis
dakwaan lainnya.
Surat dakwaan memiliki peran penting dalam proses peradilan pidana. Jenis-jenis surat
yang ada memberikan kerangka kerja yang sesuai dengan kasus yang dihadapi.Delik
aduan (klacht delict) adalah suatu delik yang diadili, apabila yang berkepentingan (yang
dirugikan) mengadunya kepada polisi/penyidik.Delik formal, kejahatan itu selesai, kalau
“perbuatan” sebagaimana dirumuskan dalam peraturan pidana itu telah
dilakukan.Contoh: kasus pencurian pasal 363 KUHP. Dalam pasal ini dilarang
“mengambil barang orang lain” dengan tidak sah atau tanpa hak.Perbuatannya adalah
“mengambil”.Delik Komisi (commissiedelicten/delicta commissionis) adalah delik yang
dilakukan dengan perbuatan. b. Delik Omisi (ommissiedelicten/delicta ommissie) yaitu

20
dilakukan dengan membiarkan atau mengabaikan yang seharusnya dilakukan (perintah).
Delik yang berdiri sendiri dan delik yang diteruskan (zelfstandige en voorgezette
delicten), dapat dibaca tentang uraian gabungan delik atau perbarengan (samenloop) dan
pasal 63 s/d. Delik berlanjut (voortdurende delicten) atau delik yang berlangsung terus
adalah delik yang terjadi karena meneruskan suatu perbuatan yang dilarang. Delicta
Propria (Propria delicten) adalah perbuatan pidana yang hanya dapat dilakukan oleh
orang-orang yang mempunyai kualitas tertentu.
B. SARAN

1. Pemberdayaan Akses Hukum: Memastikan bahwa semua individu memiliki akses


yang adil dan setara terhadap sistem peradilan dengan memberikan bantuan
hukum bagi mereka yang memerlukan.
2. Peningkatan Transparansi: Mendorong transparansi dalam seluruh tahapan proses
hukum untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat
tentang bagaimana proses ini berlangsung.
3. Pendidikan Hukum Masyarakat: Memberikan pendidikan hukum kepada
masyarakat sehingga mereka memahami hak-hak mereka, proses peradilan, dan
keterlibatan yang dapat mereka miliki dalam sistem peradilan.

21
DAFTAR PUSTAKA
Badriyah Khaleed, S.H. 2018. Panduan Hukum Acara Pidana.

Bustoro Aly. 2019. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

La Ode Faiki. Hukum Acara Pidana sebagai Hukum Pidana Formil di Indonesia.

Prof. Dr. Andi Muhammad Sofyan, S.H., M.H. dkk . 2020. Hukum Acara Pidana.

Umar Said Sugiharto. 2009. Pengantar Hukum Indonesia. Malang: Publikasi Online.

22

Anda mungkin juga menyukai