Anda di halaman 1dari 94

PERAN POLRI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA

PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DI WILAYAH


HUKUM POLRES SLEMAN

SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Disusun oleh :
Nama : BEATRIK VRISNAWAN
Nomor Mahasiswa : 061213098
Program Studi : Ilmu Hukum
Konsentrasi : Hukum Acara dan Sistem Pidana

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WIDYA MATARAM
YOGYAKARTA
2010
HALAMAN PERSETUJUAN

PENYEBAB KEJAHATAN PENCURIAN KENDARAAN


BERMOTOR DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA
DIWILAYAH HUKUM POLRES SLEMAN

Penyusun :

Beatrik Vrisnawan
No. Mhs : 061213098

Disetujui Oleh :
Dosen Pembimbing

H.Sunarta, SH.M.Hum.
NIP. 19631228 1990031 002

Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Kelik Endro Suryono, SH.,M.Hum


NPK. 510 810 117
HALAMAN PENGESAHAN

PENYEBAB KEJAHATAN PENCURIAN KENDARAAN


BERMOTOR DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA
DI WILAYAH HUKUM POLRES SLEMAN

Skripsi ini Telah Dipertahankan Dihadapan Dewan Penguji Skripsi


Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta
Pada tanggal 04 Maret 2010

Ketua

H.Sunarta, SH.M.Hum.
NIP. 19631228 1990031 002

Anggota Anggota

Bakri Denin, BE, SH, MH Hj. Tri Wahyuni Heruwati, SH, CN


NIP. 19490510 198601 1001 NIP. 19551211 198703 2001

Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Kelik Endro Suryono, SH.,M.Hum


NPK. 510 810 117
MOTTO

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu tidak adil. Berlaku
adillah karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya allah adalah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan “
( Q.S. Al Maidah : 8 )
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR

Assalamu”alaikum Wr Wb

Alhamdulilah, segala Puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi dengan judul “PERAN POLRI DALAM PENANGANAN

KENAKALAN REMAJA DI KECAMATAN WIROBRAJAN YOGYAKARTA “.

Kenakalan Remaja merupakan masalah yang kompleks yang meresahkan

dimasyarakat. Kejahatan ini cukup timggi terjadi di wilayah hukum Polres Sleman,

sehingga di perlukan peran POLRI di masyarakat.

Skripsi ini di susun sebagai syarat untuk memenuhi persyaratan dalam

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada jenjang pendidikan Strata I (SI) Fakultas

Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Di dalam melaksanakan penelitian maupun penulisan skripsi ini, banyak pihak

yang memberikan bantuan berupa pengetahuan, bimbingan serta dukungan moril

maupun materiil kepada penulis, maka dalam kesempatan ini setulusnya penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Kelik Endro Suryono, SH.,MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Widya Mataram Yogyakarta

2. Bapak H.Sunarta, SH. M.Hum, selaku Dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, petunjuk dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Para Dosen dan karyawan Fakultas Hukum Hukum Widya Mataram

Yogyakarta.
4. AKBP Yulza Sulaiman, Sik selaku Kepala Kepolisian Resor Sleman yang

telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi penulis.

5. AKP Andri Siswan Ansyah, Sik selaku Kasat Reskrim Polres Sleman

6. Teman-teman yang telah memberikan doa restu serta dorongan baik moril

maupun materiil selama penulis mengikuti pendidikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu penulis sangat mengharapakn saran, masukan dan kritik dari pembaca yang

bersifat membangun. Akhir kata dengan terselesainya skripsi ini, penulis berharap

semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca sebagai bahan perbandigan

untuk penelitian yang serupa dimasa yang akan mendatang.

Billahitaufiq walhidayah

Wassalamu”allaikum Wr Wb

Yogyakarta, Desember 2011

Penulis

ARIF DARMAWAN SETIYADI


DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ….. ................................................................... iii

MOTTO .......................................................................................................... iv

PERSEMBAHAN ........................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pidana .............................................. 10

1. Pengertian Pidana .............................................................. 10

2. Unsur-Unsur Perbuatan Pidana ........................................ 15

3. Macam-Macam Pelanggaran dan Kejahatan .................... 17

B. Tinjauan Umum Tentang Kejahatan ....................................... 20

1. Pengertian Kejahatan ......................................................... 20

a. Tinjauan Hukum Tentang Kejahatan ........................... 25

b. Tinjauan Sosiologi Tentang Kejahatan ........................ 27

2. Faktor Penyebab Kejahatan ................................................ 27


A. Faktor Intern ................................................................ 30

B. Faktor Ekstern ............................................................. 33

3. Kerugian Akibat Kejahatan ................................................ 39

C. Tinjauan Tentang Pencurian ...................................................... 42

1. Pengertian Pencurian .......................................................... 42

2. Bentuk-Bentuk Pencurian ................................................... 45

3. Pencurian Kendaraan Bermotor dan Hubungnnya

dengan Kejahatn Yang Lain ............................................... 47

D. Tinjaun Tentang Kepolisian Republik Indonesia Berdasarkan

Undang-Undang Kepolisian Indonesia Tahun 2010 ................. 51

1. Pengertian Polri .................................................................. 51

2. Tugas Polri ......................................................................... 51

3. Peranan Polri ....................................................................... 54

4. Kewenagan Polri ................................................................. 54

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian ................................................................ 57

B. Jenis Penelitian .......................................................................... 57

C. Lokasi Penelitian ........................................................................ 57

D. Responden .................................................................................. 57

E. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 58

F. Jenis Data ................................................................................... 58

G. Metode Analisis Data ................................................................. 59

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

A. Gambaran umum Obyek Penelitian ......................................... 60


1. Wilayah Hukum Polres Sleman ....................................... 60

2. Jumlah Penduduk ............................................................. 61

3. Jumlah Personil Polri ........................................................ 61

4. Data Kasus pencurian Kendaraan Bermotor .................... 61

B. Penyebab Terjadinya Pencurian Kendaraan Bermotor

Di Wilayah Hukum Polres Sleman .......................................... 62

1. Dari Segi Pelaku Kejahatan Curanmor ............................. 62

2. Dari Segi Pemilik kendaraan bermotor ............................ 63

3. Dari Segi kendaraan Bermotor ......................................... 64

4. Modus Operandi Curanmor ............................................ 66

C. Upaya Yang Dilakukan Aparat Penegak Hukum

Khususnya Polri Dalam Faktor Tindak Pidana

Curanmor Di Wilayah Hukum Polres Sleman ........................ 67

1. Penanggulangan Secara Preventif .................................... 68

2. Penanggulangan Secara Represif ..................................... 73

D. Hambatan-Hambatan Dalam Upaya Penggulangan

Kejahatan Curanmor Di Wilayah Hukum Polres Sleman ....... 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 79

B. Saran ........................................................................................ 80

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 82


BAB I

PENDAHULU

A. Latar Belakang Masalah

Penjelasan UUD 1945 menyatakan bahwa “ Negara Indonesia adalah

Negara hukum bukan Negara kekuasaan “ dengan dasar yang demikian maka

setiap masalah yang berkaitan dengan hukum harus disesuaikan dengan hukum.

Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum, hal tersebut di jelaskan

dalam Undang-Undang Dasar 1945. Negara hukum sangat menghormati hak-hak

setiap warga negara. Kedudukan setiap warga dalam hukum adalah sama, tanpa

kecuali, setiap warga negara dan semua orang yang berada dalam lingkungan

Negara Republik Indonesia harus tunduk pada hukum yang berlaku dalam

Negara Republik Indonesia. Hak-hak setiap warga Negara dijunjung tinggi sesuai

pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menentukan bahwa :

“Segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjujung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak

ada kecualinya’.

Perkembangan yang diprogamkan oleh pemerintahan dengan

menitikberatkan di berbagai sektor, tidak ketinggalan bidang hukum mendapat

perhatian khusus demi keberhasilan pembangunan itu sendiri. Pembangunan

hukum sebagai upaya untuk menegakan keadilan, kebenaran dan ketertiban

dalam negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945 diarahkan untuk meninggkatkan kesadaran hukum dan kepastian hukum

serta mewujudkan tata hukum nasional yang mengabdi pada kepentinggan


nasional, menciptakan kondisi yang lebih mantap sehingga setiap anggota

masyarakat bias menikmati iklim kepastian dan pengarahan kepada upaya

pembangunan untuk mencapai kemakmuran dan keadilan yang merata.

Pembangunan yang sedang berjalan di negara kita ini, membawa kepada

perkembangan-perkembangan yang sangat berarti di berbagai bidang

pembangunan. Begitu pula tidak terkecuali dibidang hukum untuk menjaga dan

menegakan hukum di dalam kemenanggulangan masyarakat demi terwujudnya

rasa aman dan tentram. Pembangunan adalah proses pembangunan yang

berlangsung terus menerus, yang merupakan kemajuan dan perbaikan kearah

yang dicapai dalam wadah Negara Republuk Indonesia yang merdeka, berdaulat,

bersatu dan berkedaulatan rakyat.

Pembangunan hukum dan perundang-undangan telah menciptakan sistem

hukum dan produk hukum yang mengayomi dan berlandaskan hukum bagi

kegiatan masyarakat dan pembangunan. Kesadaran hukum yang semakin

meningkat dan makin lajunya pembangunan menurut terbentuknya sistem hukum

nasional dan produk hukum yang mendukung dan bersumber pada Pancasila dan

Undang-Undaang Dasar 1945.

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam pembangunan hukum antara lain

peningkatan pemasyarakatan hukum, peningkatan pelaksanaan penegakan hukum

secara konsisten dan konsekuen, peningkatan aparat hukum yang berkualitas dan

bertanggung jawab serta penyediaan sarana pendukung yang memadai, dalam hal

ini hukum sangat berperan dalam pembangunan, karena hukum adalah

perlindungan kepentingan manusia, yang merupakan pedoman tentang

bagaimana sepatutnya orang harus bertindak, tetapi hukum tidak sekedar


pedoman, namun harus ditaati, dilaksanakan, ditegakan dan dipertahankan.

Kesadaran hukum merupakan pandangan yang menanggulangi dalam

masyarakat, pandangan itu tidak hanya merupakan pertimbangan menurut akal,

tetapi berkembang dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu: agama, politik,

ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.

Kenyataannya belum seluruh warga Negara Republik Indonesia sadar dan

mampu memahami hakekat kemenanggulangian bernegara dengan tertib dan

teratur. Kesadaran hukum dalam pengertian ini dipakai dalam arti kesadaran

pemerintahan, kesadaran akan kewajiban untuk taat pada undang-undang atau

peraturan Negara, kesadaran untuk aktif berpartisipasi dalam menempatkan

kepentingan golongan atau daerah dibawah kepentingan negara dan bangsa.

Tujuan dari kesadaran hukum adalah untuk menyadarkan masyarakat

agar taat dan patuh terhadap peraturan hukum, disamping itu agar segala

kepentingan menanggulanginya terlindungi, sehingga dapat menanggulangi

tentram, damai dan sejahtera.

Susunan lingkungan masyarakat yang aman dan tentram pasti sangat

diharapkan dan didambakan oleh setiap orang yang ada di dalam lingkungan

tersebut, karena dengan adanya suasana lingkungan masyarakat yang aman dan

tentram maka setiap orang yang berada di dalam lingkungan tersebut dapat

melakukan segala aktivitasnya sehari-hari dengan baik tanpa adanya suatu

perasaan was-was ataupun resah akan adanya suatu ancaman yang mungkin

menimpanya.

Perubahan sosial dan proses interaksi sosial dapat menumbuhkan keadaan

tertentu yang menghambat kelacaraan proses sosial dalam bentuk bentuk tingkah
laku seseorang, atau kelompok yang dinyatakan sebagai perilaku menyimpang

yang menggangu atau merugikan atau membaahayakan kelangsungan pergaulan

menanggulangi masyarakat. Perilaku menyimpang yang bersifat menggangu

tersebut akan mendapat cap oleh masyarakat sebagai sikap dan pola perilaku

jahat. Menurut hukum pidana perilaku yang merugikan terhadap

kemenanggulangian sosial atau perilaku yang bertentangan dengan ikatan-ikatan

sosial atau perilaku yang bertentangan dengan ikatan-ikatan sosial atau perilaku

yang tidak sesuai dengan pedoman menanggulangi masyarakat dinyatakan

sebagai kejahatan. Sementara itu perkembangan kemenanggulangian masyarakat

menimbulkan bentuk-bentuk kejahatan yang terjadi secara tradisional menjadi

bentuk yang semakin sulit untuk dirumuskan norma hukum penanggulangannya.

Kejahatan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, meskipun kita

ketahui banyak pendapat tentang faktor penyebab kejahatan dalam masyarakat,

namun satu hal yang pasti bahwa kejahatan sebagai salah satu bentuk tingkah

laku manusia mengalami perkembangan yang sejajar dengan perkembangan

masyarakat itu sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut dapat dikatakan bahwa

kejahatan diakui dan diterima sebagai suatu fakta dalam masyarakat. Salah satu

alasan dari pengakuan terhadap keberadaan kejahatan adalah disebabkan

kejahatan merupakan salah satu bentuk tingkah laku menusia yang sangat

merugikan.

Salah satu bentuk kejahatan yang selalu menarik perhatian masyarakat

adalah tindak pidana pencurian, karena tindak pidana pencurian dapat merugikan

dan mengusik rasa aman masyarakat. Tindak pidana yang berlangsung di dalam

masyarakat selalu meningkat baik segi kualitas maupun kuantitasnya. Secara


kuantitas pencurian yang biasaanya dilakukan pada malam hari bergeser menjadi

pencurian yang tidak hanya dilakukan pada malam hari saja melainkan juga

dilakukan pada siang hari. Dari segi kualitas pencurian dapat berupa modus

operandi yang digunakan terus berkembang seperti pada pencurian kendaraan

bermotor. Kejahatan pencurian kendaraan bermotor merupakan salah satu

kejahatan yang cukup meresahkan masyarakat, karena dapat mengancam harta

kekayaan mereka.

Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang dapat kita rasakan akhir-

akhir ini, disuatu sisi dapat dijadikan tolak ukur semakin meningkatnya tingkat

kesejahteraan masyarakat dan di sisi lain juga dapat dihubungkan dengan tingkat

kejahatan kendaraan bermotor. Semakin meningkatnya jumlah kendaraan

bermotor akhir-akhir ini dimungkinkan dapat meningkatkan jumlah frekuensi

pencurian kasus pencurian kendaraan bermotor, karena obyek atau sasaran

pencurian juga menjadi semakin banyak.

Kejahatan pencurian bermotor yang terjadi dalam masyarakat tentunya

tidak berlangsung begitu saja tanpa adanya faktor-faktor yang menjadi penyebab

atau faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya kejahatan tersebut. Hal ini

dikarenakan pada dasarnya kehendak seseorang atau sekelompok orang untuk

berbuat sesuatu itu tidak berdiri sendiri baik itu kehendak untuk berbuat baik

maupun kehendak untuk berbuat jahat. Kehendak untuk berbuat tersebut

didorong oleh sesuatu sehingga terwujud bentuk perbuatan. Faktor-faktor

penyebab inilah yang harus di tentukan agar penanggulangan kejahatan

pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh instansi-instansi yang

berwenang dapat dilakukan secara lebih tepat. Selain itu dengan ditentukannya
faktor penyebab seseorang melakukan kejahatan pencurian kendaraan bermotor,

maka setelah orang tersebut selesai menjalani hukumanya dapat dicarikan jalan

keluar yang terbaik sehingga tidak terdorong mengulangi perbuatan lagi.

Secara garis besar faktor penyebab seseorang melakukan kejahatan dapat

dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

Faktor intern merupakan faktor yang berasal dari dalam diri manusia dan faktor

ekstern adalah faktor yang berasal dari luar manusia. Faktor intern antara lain

meliputi keadaan psikologis manusia, seperti daya emosional, mental dan

kepribadian. Sedangkan faktor ekstern antaran lain adalah faktor ekonomi,

agama, keluarga, lingkungan, dan sebagainya.

Dalam memilih lokasi penelitian penulis memilih lokasi di wilayah

hukum Polres Sleman dengan pertimbangan antara lain waktu dan dana

penyusun yang terbatas, wilayah hukum Polres Sleman merupakan tempat tugas

penyusun, sehingga diharapkan akan menghemat waktu dan biaya. Dari lokasi

penelitian Wilayah Hukum Polres Sleman penyusun melakukan penelitian

dengan pertimbangan bahwa instasi tersebut berhubungan dengan kejahatan

pencurian kendaraan bermotor sekaligus juga sebagai instasi yang malakukan

upaya-upaya penanggulangan yang meliputi upaya preventif dan upaya represtif.

Untuk responden dari penelitian ini adalah pejabat atau petugas dari instasi-

instasi tersebut dan ditambah dengan narapidana kasus pencurian kendaraan

bermotor yang menjalani pembinaan di Rutan Sleman. Peneliti dengan responden

dari ketiga instasi tersebut dimaksudkan untuk memperoleh data tentang faktor-

faktor penyebab dan upaya-upaya penggulangan kejahatan pencurian kendaraan

bermotor serta hambatan-hambatan yang di hadapi menjalankan upaya-upaya


penanggulangannya. Sedangkan penelitian dengan responden narapidana ini

dimaksudkan khusus untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan para

narapidana tersebut melakukan kejahatan pencurian kendaraan bermotor dari segi

pelakunya.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengambil permasalahan

penulisan hukum “PERAN POLRI DALAM MENAGGULANGI TINDAK

PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DI WILAYAH POLRES

SLEMAN”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan pencurian kendaraan

bermotor di Wilayah Hukum Polres Sleman ?

2. Upaya-upaya apa yang di lakukan aparat penegak hukum khususnya polri

dalam menanggulangi pencurian kendaraan bermotor di Wilayah Hukum

Polres Sleman ?

3. Hambatan-hambatan apa yang dihadapai oleh aparat penegak hukum dalam

upaya penggulangan pencurian kendaraan bermotor di Wilayah Hukum

Polres Sleman ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penyusun mempunyai dua tujuan yaitu

tujuan obyektif dan tujuan subyektif :


1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui latarbelakang terjadinya kejahatan pencurian

kendaraan bermotor di Wilayah Hukum Polres Sleman.

b. Untuk mengetahui upaya–upaya polisi dalam menanggulangi terjadinya

tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di Wilayah Hukum Polres

Sleman.

c. Untuk mengetahui hambatan apa yang dihadapi oleh aparat Kepolisian

dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di

Wilayah Hukum Polres Sleman.

2. Tujuan Subyektif

Sebagai syarat untuk memperoleh data guna menyelesaikan skripsi

meraih gelar Sarjana Hukum ( S1 ) pada Fakultas Hukum Universitas Widya

Mataram Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Praktisi Hukum

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam

penanganan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor.

2. Bagi Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Sebagai sumbangan pemikiran dan teori untuk dikaji bagi mahasiswa

fakultas hukum serta masukan dalam pengembangan ilmu hukum khususnya

hukum pidana dan ilmu pengetahuan pada umumnya.


3. Bagi Masyarakat

Memberikan tambahan wawasan ilmu pengetahuan pada masyarakat

khususnya mengenai tindak pidana pencurian kendaraan bermotor.

4. Penulis

Bermanfaat bagi penulis untuk menyusun skripsi sebagai salah satu

syarat untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Pidana

1. Pengertian Pidana

Pengertian ( definisi ) tindak pidana menurut beberapa pendapat para

sarjana, anatara lain:

1. Menurut Arif Gosita bahwa: “ tindak pidana adalah tindakan yang tidak

hanya dirumuskan oleh Undang-Undang Hukum Pidana sebagai

kejahatan/tindak pidana”.

2. Menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa: “tindak pidana adalah suatu

perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana dan pelaku ini

dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana”.

3. Menurut Moeljatno tidak menggunakan istilah tindak pidana tetapi

perbuatan pidana. Yang dimaksud “perbutan pidana adalah perbuatan

yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman

(sangsi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar

larangan tersebut”.

4. Menurut Bambang Purnomo juga menggunakan istilah perbuatan

pidana. Yang dimaksud "perbuatan pidana adalah suatu perbuatan

hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa

yang melanggar larangan tersebut”.

Penggolangan berbagai tindak pidana dalam KUHP pada dasarnya

merupakan upaya pembentukan Undang-Undang untuk membedakan antara


jenis tindak pidana yang satu dengan yang lain. Secara prinsip penggolongan

berbagai tindak pidana dalam KUHP didasarkan pada kepentingan hukum

yang ingin dilindunginya.

Perbuatan-perbuatan pidana menurut sistem KUHP dibagi atas

kejahatan dan pelanggaran. Pembagian dalam dua jenis ini, tidak ditentukan

dalam suatu pasal KUHP tetapi sudah dianggap demikian adanya. Kejahatan

diatur dalam Buku II dan tentang pelanggaran diatur dalam Buku III.

Menurut M.V.T pembagian atas dua jenis tadi didasarkan asas

perbedaan prinsip. Dikatakan, bahwa kejahatan adalah “rechtsdeliten”, yaitu

perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang,

sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagai onrech, sebagai perbuatan

yang bertentangan dengan tata hukum.

Dilihat dari kepentigan hukum yang ingin dilindunginya dan

ancaman pidananya, maka tindak pidana pencurian kendaraan bermotor

dimaksukan dalam kejahatan, diatur dalam Buku II bab XXII.

Tindak pidana menurut sistem KUHP dibagi atas kejahatan dan

pelanggaran. Pembagian dalam dua jenis ini, tidak ditentukan dengan nyata

dalam suatu pasal KUHP tetapi sudah dianggap demikian adanya. Kejahatan

diatur dalam Buku II dan tentang pelanggaran diatur dalam Buku III.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada Buku II

mengatur tentang kejahatan. Untuk mengetahui lebih jelasnya apa yang

dimaksud dengan pengertian kejahatan, maka dikemukakan beberapa

pendapat para sarjana antara lain:

1. Menurut Hari Saherodji kejahatan diartikan sebagai berikut:


a. Perbuatan anti sosial yang melanggar hukum atau undang-undang

pada suatu waktu tertentu.

b. Perbuatan yang dilakukan dengan sengaja.

c. Perbuatan mana diancaman dengan hukuman/suatu perbuatan anti

sosial yang sengaja, merugikan serta menganggu ketertiban umum,

perbuatan mana dapat dihukum oleh Negara”.

2. Menurut Arif Gosita bahwa: “Kejahatan adalah suatu hasil interaksi

karena adanya interelasi antara fenomena yang ada dan yang saling

mempengaruhi”.

3. Menurut Quinney dalam model pradigma bahwa: “Kejahatan

merupakan hasil hubungan sebab akibat yang unik yang pada gilirannya

menghasilkan keunikan dalam tingkah laku individu yang terlihat di

dalam hubungan tersebut”.

4. Menurut Reckles dalam teori Containment bahwaa: “Kejahatan adalah

kelemahan baik kendali (didalam) pribadi seseorang (internal control)

dan kurangnya kendali dari luar atas diri yang bersangkutan (external

control) di dalam menghadapi baik presi sosial maupun tarikan sosial

tadi”.

Beberapa pendapat mengenai pengertian kejahatan seperti yang telah

diuraikan diatas, maka yang dimaksud dengan kejahatan disini, adalah

kejahatan dalam arti luas. Tidak hanya dirumuskan oleh Undang-Undang

Hukum Pidana saja, tetapi juga tindakan-tindakan yang menimbulkan

penderitaan dan tidak dapat dibenarkan serta dianggap jahat. Tidak atau

belum dirumuskan dalam undang-undang oleh karena situasi dan kondisi


tertentu. Misalnya bentuk-bentuk tindakan yang merugikan karena

perkembangan teknologi baru atau ideology politik golongan tertentu.

Untuk mengetahai sebab-musabab terjadnya kejahatan harus

diusahakan melakukan peninjauan masalah menurut proporsi yang

sebenarnya secara dimensional. Ini berarti kita harus melelehkan diri,

berupaya untuk mengerti dan menganalisa permasalahan demi kebenaran

dan keadilan. Maka dapatlah disimpilkan bahwa kejahatan adalah suatu

perbuatan atau tingkahlaku yang mengakibatkan terjadinya derita dan

nestapa. Pelaku dan korban kejahatan berkedudukan sebagai partisipan, yang

terlibat secara aktif dalam suatu kejahatan. Masing-masing memainkan peran

yang penting dan menentukan. Korban membentuk pelaku kejahatan dengan

sengaja atau tidak sengaja berkitan dengan situasi dan kondisi masing-

masing (relatif). Antara korban dan pelaku ada hubungan fungsional.

Jadi mereka yang terlibat dalam terjadinya suatu kejahatan antara lain:

1. Pihak-pihak pelaku kejahatan, korban kejahatan

2. Pembuat undang-undang pidana yang merumuskan, menentukan macam

perbuatan apa saja yang merupakan suatu kejahatan.

3. Kepolisian yang mengusut, mulai menguatkan adanya kejahatan

4. Kejaksaan yang menuntut, menguatkan dan berusaha membuktikan

terjadinya kejahatan (antara lain dengan memanfaatkan pihak korban

sebagai saksi)

5. Kehakiman yang memutuskan ada atau tidak adanya suatu kejahatan

6. Petugas pembinaan dan pelaksana hukuman terhadap pelaku kejahatan


7. Pengamat atau penyaksi yang mengamati dan menyasikkan terjadinya

suatu kejahatan, yang pada hekekatnya juga mempunyai peranan dalam

terjadinya atau tidak terjadinya suatu kejahatan kerena tindakan

penyaksi yang bersifat mencegah atau membiarkan kelangsungan

kejahatan tersebut.

Dalam hukum pidana dikatakan bahwa, kelakuan atau tingkah laku

itu ada yang positif ada yang negatif, yang dimaksud dari kelakuan yang

posotif adalah terdakwa berbuat sesuatu, dan yang dimaksud kelakuan

negatif adalah dia tidak berbuat sesuatu yang seharusnya dilakukan.

Menurut pendapat Pompe, menyatakan bahwa kelakuan itu dapat

ditentukan oleh 3 ( tiga ) syarat :

1. Suatu kejadian yang dilakukan oleh orang

2. Kejadian yang tampak dari luar

3. Kejadian yang diarahkan kepada tujuan menjadi obyek hukum

Tindak pidana adalah perbuatan atau tindakan yang melanggar

aturan-aturan hukum. Di masyarakat aturan-aturan hukum ada 2 (dua)

macam, yaitu aturan hukum yang tertulis dan aturan hukum yang tidak

tertulis atau disebut sebagai norma-norma. Norma-norma yang ada

dimasyarakat ada bermacam-macam, yaitu norma hukum, norma agama,

norma kebiasaan, norma kesusilaan dan ada yang berasal dari Hukum adat.

Norma hukum adalah segala peraturan yang hidup dalam masyarakat dan

dipaksakan kepada orang-orang untuk menjalankannya yang berwenang

(dalam hal ini adalah pemerintah), sedangkan yang dimaksud dengan norma

agama, kebiasaan, kesusilaan, dan yang berasal dari hukum adat adalah
aturan-aturan yang menanggulangi dalam masyarakat dihormati dan

dijunjung tinggi oleh warganya dan dijalankan secara suka rela, kalau

dilangar akan mendapat sangsi yang berupa tidak disukai aleh masyarakat

atau disusutkan dari kemenanggulangian masyarakat yang bersangkutan

(celaan).

Norma-norma yang menanggulangi dimasyarakat dijunjung dan

dihormati oleh masyarakat, karena masyarakat menghendaki kehidupan yang

rukun dan damai.

2. Unsur-unsur perbuatan Pidana

Untuk mengetahui apakah suatu perbuatan itu merupakaan suatu

tindak pidana, maka suatu perbuatan tersebut harus mempunyai syarat-syarat

sebagai suatu tindakan pidana, yaitu:

1. Kelakuan dan akibat (perbuatan)

2. Hal ikhwal atau keadaan yang memberatkan pidana

3. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana

4. Unsur melawan hukum yang objektif

5. Unsur melawan hukum yang subjektif

Menurut Simon bahwa suatu perbuatan itu dapat dikatakan sebagai

perbuatan atau tindak pidana jika suatu perbuatan tindak pidana tersebut

memenuhi unsur-unsur tindak pidana, yaitu:

1. Suatu perbuatan menusia

2. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-

undang
3. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggung

jawabkan.

Setiap tindak pidana yang terdapat dalam Kitap Undang-Undang

Hukum Pidana pada umunya dapat dijabarkan dalam unsur-unsur yang pada

dasarnya dibagi menjadi dua macam unsur, yaitu: unsur-unsur subjektif dan

unsur-unsur objektif. Yang dimaksud dengan unsur-unsur subjektif adalah

unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang berhubungan pada

diri sipelaku, dan yang termasuk ke dalamnya yaitu segala suatu yang

terkandung didalam hatinya, sedangkan yang dimaksud dengan unsur-unsur

objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-

keadaan, yaitu didalam tindakan mana tindakan-tindakan dari sipelaku itu

harus dilakukan. Yang termasuk kedalam unsur-unsur subjektif dan objektif

antara lain, yaitu:

a. Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana:

1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan

2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti

yang dimaksud dalam pasal 53 ayat (1) KUHP

3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat

misalnya didalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan,

pemerasan, pemalsuan dan lain-lain

4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte road seperti yang

misalnya terdapat didalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal

340 KUHP
5. Perasaan takut atau vress seperti antara lain terdapat didalam

rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP

b. Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana :

1. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid

2. Kualitas dari sipelaku

3. Kaunsalitas, yaitu hubungan antara suatu tindakan sebagai

penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

Akhirnya ditekankan, bahwa meskipun perbuatan pidana pada

umumnya adalah keadaan lahir dan terdiri atas elemen-elemen lahir, namun

ada kalanya dalam perumusan juga diperlukan elemen batin yaitu melawan

hukum yang subjektif.

3. Macam-macam Pelanggaran dan Kejahatan

Pada umumnya suatu perbuatan tindak pidana dibedakan dalam 2

(dua) macam, yaitu tindak kejahatan dan tindak pelanggaran. Kejahatan

mempunyai pengertian yaitu pelanggaran norma hukum yang patut

ditafsifkan sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan dan tidak

boleh dibiarkan.

Menurut M.v.T antara kejahatan dan pelanggaran itu berbeda, bahwa

kejahatan adalah ”rechtsdeltin”, yaitu perbuatan-perbutan yang meskipun

tidak ditentukan dalam Undang-undang, sebagai perbuatan pidana, telah

dirasakan sebagai onrecht, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata

hukum.
Pelanggaran sebaliknya adalah “wetsdeliktern”, yaitu perbutan-

perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada

wet yang menentukan demikian.

Para ahli hukum ada yang memberikan pengertian lain dari istilah

kejahatan dan pelanggaran tersebut diatas. Kejahatan adalah “krimineel-

onrecht” ( Suatu perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan hukum),

sedangkan pengertian lain dari pelanggaran adalah “politie-onrecht” ( suatu

perbuatan yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang telah ditentukan

oleh penguasa Negara).

Selain perbuatan pidana dibedakan atas kejahatan dan pelanggaran,

juga dibedakan dalam:

1. Delict Jolus (perbuatan pidana dengan sengaja) dan culpai perbuatan

pidana secara tidak sengaja.

Suatu perbuatan pidana untuk padat digolongkan sebagai delict

dolus harus memenuhi syarat yaitu ada unsur kesengajaan. Sedangkan

perbuatan pidana yang dapat digolongkan sebagai delict culpa yaitu

perbuatan pidana tersebut dilakukan secara kealpaan (tidak sengaja).

2. Delict commissionis dan Delict ommissionis

Delict commissionis mempunyai pengertian yaitu delik yang

terdiri dari melakukan sesuatu (berbuat sesuatu) perbuatan yang dilarang

oleh aturan-aturan pidana. Sehingga dalam hal ini suatu perbuatan yang

dapat dikatakan sebagai Delict ommissionis haruslah suatu perbuatan

tersebut diatur dalam aturan-aturan pidana sebagai perbuatan yang


dilarang, seperti yang dinyatakan di dalam Pasal 362 KUHP tentang

“pencurian”.

Delict ommissionis mempunyai pengertian delik yang terdiri dari

tidak berbuat atau melakukan sesuatu padahal mestinya berbuat. Sehingga

meksud dari Delict ommissionis adalah jika seseorang melakukan sesuatu

perbuatan yang menjadi kewajibannya yang dinyatakan di dalam suatu

peraturan (KUHPidana) maka orang tersebut dapat dikenai sangsi pidana.

3. Delik biasa dan Delik yang dikualifisir (dikhususkan)

Delik biasa merupakan suatu perbuatan pidana yang dilakukan

tanpa ditambah dengan unsur-unsur yang memberatkan, seperti yang

diatur dalam pasal 362 KUHPidana tentang “pencurian biasa”. Sedangkan

delik yang dikualifisir merupakan suatu perbuatan pidana yang dilakukan

ditambah dengan unsur-unsur yang memberatkan seperti yang diatur

dalam Pasal 363 KUHPidana, karena perbuatan pencurian tersebut

dilakukan dalam keadaan stau waktu ada kebakaran atau dengan beberapa

orang, maupun karena objeknya adalah hewan.

4. Delik menerus dan delik tidak menerus

Yang dimaksud dengan delik menerus adalah suatu perbuatan

yang dilarang menimbulkan keadaan yang berlangsung menerus. Dalam

keadaan seperti ini maka keadaan yang dilarang tersebut berjalan secara

terus-menerus sampai sikorban dilepas atau meninggal dunia.

Delik yang tidak terus menerus mempunyai pengertian yaitu suatu

perbuatan yang dilarang menimbulkan suatu keadaan yang berlangsung

secara sementara (tidak terus-menerus).


Berdasarkan atas sifat dan kepentingan yang dilanggar dari delik-

delik tersebut bagi menjadi lima macam yaitu:

a. Delik terhadap harta benda

b. Delik terhadap orang (nyawa, badan atau kesehatan)

c. Delik terhadap ketertiban umum (terhadap Negara, ketentraman

masyarakat, penguasa)

d. Delik terhadap kesusilaan

e. Pelanggaran lalu lintas.

B. Tinjauan Umum Tentang Kejahatan

1. Pengertian Kejahatan

Menurut pendapat pengertian ( definisi ) tindak pidana menurut

beberapa pendapat para sarjana, anatara lain:

1) Menurut Arif Gosita bahwa: “tindak pidana adalah tindakan yang tidak

hanya dirumuskan oleh Undang-Undang Hukum Pidana sebagai

kejahatan/tindak pidana”.

2) Menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa: “tindak pidana adalah suatu

perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana dan pelaku

ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana”.

3) Menurut Moeljatno tidak menggunakan istilah tindak pidana tetapi

perbuatan pidana. Yang dimaksud “perbutan pidana adalah perbuatan

yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai

ancaman (sangsi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa

melanggar larangan tersebut”.


4) Menurut Bambang Purnomo juga menggunakan istilah perbuatan

pidana. Yang dimaksud "perbuatan pidana adalah suatu perbuatan

hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa

yang melanggar larangan tersebut”.

Penggolangan berbagai tindak pidana dalam KUHP pada dasarnya

merupakan upaya pembentukan Undang-Undang untuk membedakan antara

jenis tindak pidana yang satu dengan yang lain. Secara prinsip penggolongan

berbagai tindak pidana dalam KUHP didasarkan pada kepentingan hukum

yang ingin dilindunginya.

Perbuatan-perbuatan pidana menurut sistem KUHP dibagi atas

kejahatan dan pelanggaran. Pembagian dalam dua jenis ini, tidak ditentukan

dalam suatu pasal KUHP tetapi sudah dianggap demikian adanya. Kejahatan

diatur dalam Buku II dan tentang pelanggaran diatur dalam Buku III.

Menurut M.V.T pembagian atas dua jenis tadi didasarkan asas

perbedaan prinsip. Dikatakan, bahwa kejahatan adalah “rechtsdeliten”, yaitu

perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang,

sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagai onrech, sebagai perbuatan

yang bertentangan dengan tata hukum.

Dilihat dari kepentigan hukum yang ingin dilindunginya dan

ancaman pidananya, maka tindak pidana pencurian kendaraan bermotor

dimaksukan dalam kejahatan, diatur dalam Buku II bab XXII.

Tindak pidana menurut sistem KUHP dibagi atas kejahatan dan

pelanggaran. Pembagian dalam dua jenis ini, tidak ditentukan dengan nyata
dalam suatu pasal KUHP tetapi sudah dianggap demikian adanya. Kejahatan

diatur dalam Buku II dan tentang pelanggaran diatur dalam Buku III.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada Buku II

mengatur tentang kejahatan. Untuk mengetahui lebih jelasnya apa yang

dimaksud dengan pengertian kejahatan, maka dikemukakan beberapa

pendapat para sarjana antara lain:

1) Menurut Hari Saherodji kejahatan diartikan sebagai berikut:

a. Perbuatan anti sosial yang melanggar hukum atau undang-undang

pada suatu waktu tertentu.

b. Perbuatan yang dilakukan dengan sengaja.

c. Perbuatan mana diancaman dengan hukuman/suatu perbuatan anti

sosial yang sengaja, merugikan serta menganggu ketertiban umum,

perbuatan mana dapat dihukum oleh Negara”.

2) Menurut Arif Gosita bahwa: “Kejahatan adalah suatu hasil interaksi

karena adanya interelasi antara fenomena yang ada dan yang saling

mempengaruhi”.

3) Menurut Quinney dalam model paradigma bahwa: “Kejahatan

merupakan hasil hubungan sebab akibat yang unik yang pada gilirannya

menghasilkan keunikan dalam tingkah laku individu yang terlihat di

dalam hubungan tersebut”.

4) Menurut Reckles dalam teori Containment bahwa : “Kejahatan adalah

kelemahan baik kendali (didalam) pribadi seseorang (internal control)

dan kurangnya kendali dari luar atas diri yang bersangkutan (external
control) di dalam menghadapi baik proses sosial maupun tarikan sosial

tadi”.

Beberapa pendapat mengenai pengertian kejahatan seperti yang telah

diuraikan diatas, maka yang dimaksud dengan kejahatan disini, adalah

kejahatan dalam arti luas. Tidak hanya dirumuskan oleh Undang-Undang

Hukum Pidana saja, tetapi juga tindakan-tindakan yang menimbulkan

penderitaan dan tidak dapat dibenarkan serta dianggap jahat. Tidak atau

belum dirumuskan dalam undang-undang oleh karena situasi dan kondisi

tertentu. Misalnya bentuk-bentuk tindakan yang merugikan karena

perkembangan teknologi baru atau ideologi politik golongan tertentu.

Untuk mengetahai sebab-musabab terjadnya kejahatan harus

diusahakan melakukan peninjauan masalah menurut proporsi yang

sebenarnya secara dimensional. Ini berarti kita harus melelehkan diri,

berupaya untuk mengerti dan menganalisa permasalahan demi kebenaran

dan keadilan. Maka dapatlah disimpulkan bahwa kejahatan adalah suatu

perbuatan atau tingkahlaku yang mengakibatkan terjadinya derita dan

nestapa. Pelaku dan korban kejahatan berkedudukan sebagai partisipan, yang

terlibat secara aktif dalam suatu kejahatan. Masing-masing memainkan peran

yang penting dan menentukan. Korban membentuk pelaku kejahatan dengan

sengaja atau tidak sengaja berkitan dengan situasi dan kondisi masing-

masing (relatif). Antara korban dan pelaku ada hubungan fungsional.

Jadi mereka yang terlibat dalam terjadinya suatu kejahatan antara

lain:

1. Pihak-pihak pelaku kejahatan, korban kejahatan


2. Pembuat undang-undang pidana yang merumuskan, menentukan macam

perbuatan apa saja yang merupakan suatu kejahatan.

3. Kepolisian yang mengusut, mulai menguatkan adanya kejahatan

4. Kejaksaan yang menuntut, menguatkan dan berusaha membuktikan

terjadinya kejahatan (antara lain dengan memanfaatkan pihak korban

sebagai saksi)

5. Kehakiman yang memutuskan ada atau tidak adanya suatu kejahatan

6. Petugas pembinaan dan pelaksana hukuman terhadap pelaku kejahatan

7. Pengamat atau penyaksi yang mengamati dan menyaksikan terjadinya

suatu kejahatan, yang pada hekekatnya juga mempunyai peranan dalam

terjadinya atau tidak terjadinya suatu kejahatan kerena tindakan

penyaksi yang bersifat mencegah atau membiarkan kelangsungan

kejahatan tersebut.

Dalam hukum pidana dikatakan bahwa, kelakuan atau tingkah laku

itu ada yang positif ada yang negatif, yang dimaksud dari kelakuan yang

positif adalah terdakwa berbuat sesuatu, dan yang dimaksud kelakuan

negatif adalah dia tidak berbuat sesuatu yang seharusnya dilakukan.

Menurut pendapat Pompe, menyatakan bahwa kelakuan itu dapat

ditentukan oleh 3 ( tiga ) syarat :

1. Suatu kejadian yang dilakukan oleh orang

2. Kejadian yang tampak dari luar

3. Kejadian yang diarahkan kepada tujuan menjadi obyek hukum

Tindak pidana adalah perbuatan atau tindakan yang melanggar

aturan-aturan hukum. Di masyarakat aturan-aturan hukum ada 2 (dua)


macam, yaitu aturan hukum yang tertulis dan aturan hukum yang tidak

tertulis atau disebut sebagai norma-norma. Norma-norma yang ada

dimasyarakat ada bermacam-macam, yaitu norma hukum, norma agama,

norma kebiasaan, norma kesusilaan dan ada yang berasal dari hukum adat.

Norma hukum adalah segala peraturan yang hidup dalam masyarakat dan

dipaksakan kepada orang-orang untuk menjalankannya yang berwenang

(dalam hal ini adalah pemerintah), sedangkan yang dimaksud dengan norma

agama, kebiasaan, kesusilaan, dan yang berasal dari hukum adat adalah

aturan-aturan yang menanggulangi dalam masyarakat dihormati dan

dijunjung tinggi oleh warganya dan dijalankan secara suka rela, kalau

dilangar akan mendapat sangsi yang berupa tidak disukai oleh masyarakat

atau disusutkan dari kemenanggulangan masyarakat yang bersangkutan

(celaan).

Norma-norma yang menanggulangi dimasyarakat dijunjung dan

dihormati oleh masyarakat, karena masyarakat menghendaki kehidupan yang

rukun dan damai.

a. Tinjauan Hukum Tentang Kejahatan

Apabila kejahatan ditinjau dari segi hukum, dalam hal ini hukum

pidana, maka perbuatan kejahatan harus dipandang sebagai suatu perbuatan

manusia yang melanggar atau bertentagan dengan yang telah ditentukan

dalam kaidah hukum. Jadi merupakan perbuatan yang bertentangan dan

diancam dengan pidana dalam pasal-pasal Buku II KUHP atau ketentuan-

ketentuan dalam hukum pidana khusus yang disebut sebagai kejahatan.

Dalam hal ini masyarakat biasanya akan menunjukan pada orang yang
melakukan kejahatan atau orang yang dijatuhi pidana sebagai penjahat.

Dalam sistem hukum pidana Indonesia yang berpangkal dari hukum yang

dikodifikasikan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang

dimaksudkan dengan kejahatan dirumuskan dalam pasal-pasal dengan

menyebutkan kata “ barang siapa “ atau mereka yang melakukan suatu

perbuatan/tindakan yang disebut dalam pasal-pasal yang diancam dengan

hukuman tertentu.

Selain itu ditinjau dari segi yuridis, Hari Saherodji cenderung untuk

membagi kejahatan menjadi dua golongan, yaitu “kejahatan yang dapat

dihukum dan kejahatan yang tidak dapat dihukum”. Kejahatan yang dapat

dihukum yaitu setiap perbuatan yang melanggar larangan atau keharusan

dan pelanggaran tersebut diancam dengan hukuman. Sedangkan kejahatan

yang tidak dapat dihukum yaitu walaupun syarat-syarat kejahatan dalam

perbuatan yang dilakukan itu telah dipenuhi tetapi tidak dapat dihukum,

seperti tersebut dalam pasal 44, 48, 49, 50, 51 KUHP. Hal ini dikarenakan

adanya syarat-syarat yang menghapuskan pengenaan pidana. Hal ini

lazimnya dimaksudkan sebagai pengecualian, dimana terhadap perbuatan

kejahatan yang telah terjadi tidak dapat dituntut dengan human, walaupun

demikian harus di ingat bahwa unsur-unsur perbuatan sebagaimana yang

disebut sebagai kejahatan itu sudah ada.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan bahwa dari segi

hukum pidana, maka yang diartikan dengan perbuatan kejahatan adalah

perbutan-perbuatan yang tercantum dalam pasal-pasal Undang-Undang

Pidana, yang telah ada sebelum perbuatan itu terjadi.


b. Tinjauan Sosiologi Tentang Kejahatan

Ditinjau dari sudut pandang sosiologi, kejahatan merupaakn salah satu

jenis gejala sosial, yang berkenaan dengan individu atau masyarakat.

Sebagai salah satu gejala sosial, yang berkenaan dengan individu atau

masyarakat. Sebagai salah satu gejala social, apa yang dinamakan kejahatan

tertentu memiliki ciri-ciri khas yang dapat dirasakan oleh masyarakat.

Kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang dapat menimbulkan

pederitaan, baik bagi diri sipelaku kejahatan itu sendiri maupun masyarakat

pada umumnya.

Timbulnya tindakan kejahatan tidak hanya disebabkan oleh faktor

individu saja seperti keadaan psikis atau fisik sipelaku kejahatan, akan tetapi

juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti faktor lingkungan sosial atau

masyarakat. Faktor individu itu sendiri terdiri atas beberapa unsur, seperti

jenis kelamin, intelektualitas, temperamen, kesehatan, bentuk fisik, dan

sebagainya.

2. Faktor Penyebab Kejahatan

Untuk mengetahui apakah suatu perbuatan itu merupakaan suatu

tindak pidana, maka suatu perbuatan tersebut harus mempunyai syarat-syarat

sebagai suatu tindakan pidana, yaitu:

a. Kelakuan dan akibat (perbuatan)

b. Hal ikhwal atau keadaan yang memberatkan pidana

c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana

d. Unsur melawan hukum yang objektif


e. Unsur melawan hukum yang subjektif

Menurut Simon bahwa suatu perbuatan itu dapat dikatakan sebagai

perbuatan atau tindak pidana jika suatu perbuatan tindak pidana tersebut

memenuhi unsur-unsur tindak pidana, yaitu:

a. Suatu perbuatan menusia

b. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-

undang

c. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggung

jawabkan.

Setiap tindak pidana yang terdapat dalam Kitap Undang-Undang

Hukum PIdana pada umunya dapat dijabarkan dalam unsur-unsur yang pada

dasarnya dibagi menjadi dua macam unsur, yaitu: unsur-unsur subjektif dan

unsur-unsur objektif. Yang dimaksud dengan unsur-unsur subjektif adalah

unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang berhubungan pada

diri sipelaku, dan yang termasuk kedalamnya yaitu segala suatu yang

terkandung didalam hatinya, sedangkan yang dimaksud dengan unsur-unsur

objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-

keadaan, yaitu didalam tindakan mana tindakan-tindakan dari sipelaku itu

harus dilakukan. Yang termasuk kedalam unsur-unsur subjektif dan objektif

antara lain, yaitu:

a. Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana:

1. Kesengajaan atau ketidak sengajaan

2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti

yang dimaksud dalam pasal 53 ayat (1) KUHP


3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya

didalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan,

pemalsuan dan lain-lain

4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte road seperti yang

misalnya terdapat didalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340

KUHP

5. Perasaan takut atau vress seperti antara lain terdapat didalam

rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP

b. Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana :

1. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid

2. Kualitas dari sipelaku

3. Kaunsalitas, yaitu hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab

dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

Akhirnya ditekankan, bahwa meskipun perbuatan pidana pada

umumnya adalah keadaan lahir dan terdiri atas elemen-elemen lahir, namun

ada kalanya dalam perumusan juga diperlukan elemen batin yaitu melawan

hukum yang subjektif.

Secara garis besar faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejahatan

terdiri dari atas dua bagian yaitu faktor yang bersumber dari dalam diri

individu atau faktor intern dan faktor-faktor yang bersumber dari luar individu

atau faktor ekstern.


a. Faktor Intern

Faktor-faktor yang bersumber dari dalam individu atau faktor itern

ini mempunyai hubungan dengan timbulnya suatu tindak kejahatan

(krimnalitas). Faktor intern ini dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu

faktor intern yang bersifat khusus atau sifat khusus dalam diri individu

dan faktor intern yang bersifat umum atau umum dalam individu.

Sifat khusus ini adalah keadaan kejiwaan atau keadaan psikologis

individu. Peninjauan ini lebih dititikberatkan pada segi psikologis, yaitu

pada masalah kepribadian yang sering dapat menimbulkan kelakuan yang

menyimpang, lebih-lebih jika seseorang (individu) dapat dikategorikan

tertekan perasaanya. Orang yang tertekan perasaannya mempunyai

kecenderungan untuk melakukan penyimpangan. Dan penyimpangan ini

mungkin terdapat sistem sosial maupun terhadap pola-pola kebudayaan.

Ada beberapa sifat khusus yang dapat menumbulkan kejahatan, antara

lain :

1. Sifat khusus dalam diri individu

1. Sakit jiwa

Dengan adanya sakit jiwa yang diterima oleh seseorang maka

dalam setiap tindakannya dilakukan secara tidak sadar, sehingga

dapat menjurus pada hal kejahatan.

2. Daya emosional

Masalah emosional berhubungan erat dengan masalah sosial

yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan

menyimpang. Emosi tersebut dapat mengarah pada hal kriminal


jika tidak mampu mencapai keseimbangan antara emosi dengan

kehendak masyarakat.

3. Rendahnya mental

Rendahnya mental ada hubungannya dengan tingkat intelegensia,

semakin tingginya adanya itelegensia maka dapat mudah

menyesuaikan diri dengan masyarakat akan tetapi dengan tingkat

intelegensia yanag rendah maka ia akan terkekang dengan

menanggulangi sehingga mentalnya menjadi rendah dan

cenderung mencari jalan sendiri yang terkadang bertentangan

kehendak umum.

4. Anomi

Ukuran yang akan menjadi anomi, yaitu:

a. Dikala ia berhadapan dengan suatu kejadian atau perubahan

yang belum pernah ia alami

b. Dikala berhadapan dengan situasi yang baru

Dengan dipengaruhinya salah atau ukuran maka orang akan

mengalami anomi karena tidak ada pegangan dapat cenderung

untuk melakukan kejahatan.

2. Sifat umum dalam individu

a) Umur

Pada umumnya tindak para pelaku tindak pidana kejahatan itu

adalah orang yang sudah dewasa bukan anak-anak, hal ini

disebabkan karena adanya ketidak mungkinan anak-anak

melakukan suatu tindak pidana, sebab ia masih belum dewasa


dalam hal pikiran sehingga ia belum dapat menentukan mana

perbuatan yang baik dan yang buruk.

b) Sex (jenis Kelamin)

Anak laki-laki pada umunnya menduduki peringkat yang labih

tinggi dibandingkan dengan anak perempuan. Di kota-kota besar

dan modern rasio kejahatan yang dilakukan oleh anak laki-laki

dan perempuan kurang lebih 50:1. Dengan adanya perbandingan

tersebut maka para pelaku tindak pidana kejahatan banyak

dilakukan oleh kaum laki-laki darpada dari kaum wanita, hal ini

disebabkan karena adanya faktor-faktor yang mendasari bagi

kaum wanita, yaitu:

a. Faktor jasmani atau kekurangan fisik yang lebih besar pada

anak laki-laki yang diperlukan untuk mobilitas, bergerak

dengan cepat dan menggunakan tindak kekerasan.

b. Norma yang lebih ditekankan pada anak perempuan berupa

tabu dan larangan bagi anak-anak gadis untuk melakukan

kejahatan.

c. Anak perempuan lebih banyak melakukan praktek seks bebas

dari pada melakukan kejahatan.

c) Pendidikan individu

Dengan semakin tingginya pendidikan yang diperoleh seseorang

maka kemungkinan untuk melakukan tindak pidana itu semakin

sedikit, sehingga dengan kata lain para pelaku kejahatan itu pada

umumnya dilakukan oleh orang yang mempunyai status


pendidikan rendah. Jika seseorang mempunyai tingkat pendidikan

yang tinggi maka ia dapat memperoleh pekerjaan, membetengi

dirinya dari pengaruh luar dirinya yang kurang baik, sebab salah

satu yang menyebabkan seseorang tersebut melakukan tindak

pidana karena ia tidak memperoleh pekerjaan yang tetap.

d) Kedudukan individu di dalam masyarakat

Jika seseorang atau anak dari seseorang yang mempunyai

kedudukan yang dihormati oleh masyarakat (misalnya ketua RT)

maka ia tidak akan melakukan suatu tindak pidana, hal itu

disebabkan karena adanya suatu keengganan atau rasa malu

kepada masyarakat dilingkungannya untuk berbuat yang dilarang

oleh norma-norma baik norma hukum maupun norma yang

menanggulangi dalam masyarakat.

e) Masalah rekreasi dan hiburan individu

Jika seseorang yang kurang rekreasi atau kurang menikmati suatu

hiburan apalagi dengan ditambah tiadk memperolah pekerjaan

maka didalam pikirannya akan terasa penat sehingga dengan

keadaan tersebut maka ia dapat dengan mudah melakukan tindak

pidana.

b. Fakotr ekstern

Faktor-faktor ini berpokok pangkal pada lingkungan luar dari

manusia (ekstern), terutama hal-hal yang mempunyai hubungan dangan

timbulnya kriminalitas. Pengaruh faktor-faktor luar ini menurut para


sarjana merupakan faktor yang menentukan perbuatan seseorang kearah

suatu kejahatan. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri individu

antara lain meliputi :

2. Faktor ekonami

a) Perubahan harga

Dengan adanya tingkat ekonomi yang rendah serta adanya

kenaikan harga maka akan mengakibatkan kejahatan.

b) Pengangguran

Dengan tingginya tingkat pengangguran serta didukung dengan

tingkat ekonomi yang rendah maka hal tersebut dapat

mendorong terjadinya tindakan kejahatan.

c) Urbanisasi

Dengan adanya urbanisasi maka masyarakat didalam suatu

daerah tersebut beraneka ragam yang pada umumnya tidak

diketahui latar belakangnya, oleh karena itu dengan adanya

masyarakat yang melakukan urbanisasi yang mengharapkan agar

ia memperoleh pekerjaan. Jika hal tersebut tidak didapatkannya

dapat menyebabkan timbulnya kejahatan.

2. Faktor agama

Tingkat keagamaan dapat berpengaruh adanya tindak kejahatan

karena jika seseorang mempunyai iman dan taqwa yang tinggi maka

seseorang tersebut sulit melakukan tindakan kejahatan akan tetapi

jika seseorang mempunyai tingkat iman dan taqwa yang rendah maka

ia akan mudah melakukan tindak kejahatan.


3. Faktor bacaan

Faktor bacaan dapat mengakibatkan seseorang melakukan tindakan

kejahatan sebab seseorang cenderung akan mencoba atau mencontoh

sesuatu yang ada dalam bacaan tersebut.

4. Faktor film

Faktor film dapat mempengaruhi seseorang melakukan tindakan

kejahatan karena dengan ia menonton film disertai dengan adanya

mental yang rendah maka ia cenderung akan mencoba sesuatu adegan

atau kejadian yang terjadi di film tersebut.

Kejahatan itu dapat menjadi didalam suatu masyarakat jika ada

faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya atau terjadinya kejahatan,

ada beberapa sebab-sebab yang dapat menyebabkan terjadinya kejahatan,

dibagi dalam 3 (tiga) faktor:

1. Kondisi sosial yang menimbulkan hal-hal yang merugikan

menanggulangi manusia, antara lain: kemiskinan, pengangguran,

penerataan kekayaan yang belum memadai dan lain-lain.

2. Kondisi yang ditimbulkan oleh urbanisasi dan industrialisasi

3. Kondisi lingkungan yang memudahkan orang melakukan kejahatan,

antara lain: mobil dan rumah yang tidak dikunci.

Kejahatan itu terjadi jika ada sebab-sebab yang mendasari

mengapa pelaku tersebut melakukan suatu tindak pidana kejahatan. Pada

umumnya suatu tindak pidana kejahatan itu terjadi dapat disebabkan oleh:
a. Bahwa kejahatan dapat disebabkan oleh pengaruh dari luar terhadap

sipelaku. Kejahatan itu dilakukan karena pengaruh dari lingkungan,

ekonomi dan lainnya.

b. Bahwa kejahatan adalah akibat dari sifat-sifat sipelaku ditentukan

oleh bakatnya. Kejahatan merupakan akibat dari sifat-sifat si

pembuatnya yang erat bertalian dengan pembawanya, hal ini dapat

disebabkan karena keturunan, bahwa kejahatan dapat disebabkan

baik oleh pengaruh-pengaruh dari luar maupun sifat-sifat dari si

pelaku.

Kejahatan adalah suatu perbuatan yang melanggar aturan hukum

dan dapat menyebabkan kerugian. Untuk terjadi suatu pelanggaran

terhadap aturan perundang-undangan maka ada 2 (dua) unsur harus

ketemu yaitu niat yang melakukan suatu pelanggaran dan kesempatan.

Jika hanya ada salah satu dari kedua unsur tersebut maka tidak akan terjai

apa-apa.

Unsur niat dan kesempatan adalah sangat penting dalam hal

terjadinya kenakalan remaja. Kedua faktor yang mempengaruhi terjadinya

kenakalan remaja dipengaruhi secara langsung oleh faktor oksogen.

Faktor eksogen adalah faktor yang ada didalam anak itu sendiri yang

mempengaruhi tingkah laku, antara lain :

a. Cacat yang bersifat biologis dan psychis

b. Perkembangan kepribadian dan intelegensi yang terhambat sehingga

tidak dapat menghayati norma-norma yang berlaku.


Faktor eksogen adalah faktor-faktor yang terdapat diluar diri anak itu

sendiri, antara lain :

1. Pengaruh negatif dari orang tua

2. Pengaruh negatif dari lingkungan sekolah

3. Pengaruh negatif dari lingkungan masyarakat

4. Tidak ada / kurang pengawasan orang tua

5. Tidak ada / kurang pengawasan dari pemerintah

6. Tidak ada / kurang pengawasan dari masyarakat

7. Tidak ada pengisian waktu yang sehat

8. Tidak ada reaksi yang sehat

9. Tidak ada pekerjaan

10. Lingkungan fisik kota besar

11. Anonimitas karena banyaknya penduduk kota-kota besar

12. Dan lain-lain

Faktor-faktor eksogen tersebut dalam butir 1-3 mempengaruhi

unsur niat, sedangkan butir 4-12 mempengaruhi unsur kesempatan.

Ada beberapa faktor yang berperan dalam timbulnya kejahatan di

negara yang sedang berkembang, menurut Walter Lunden sebagaimana di

ikuti dari buku perkembangan kejahatan dan masalahnya mengemukakan

bahwa ada beberapa gejala yang dihadapi negara-negara yang sedang

berkembang untuk dapat timbulnya suatu tindak pidana kejahatan yang

antara lain sebagai berkut:

a. Gejolak urbanisasi remaja dari desa ke kota jumlahnya cukup besar

dan sukar dicegah.


b. Terjadi konflik antara tradisional dengan norma-norma yang baru

tumbuh dalam proses dan pergeseran sosial yang cepat terutama

dikota besar.

c. Pada pola-pola kepribadian individu yang terkait kuat pada pola

kontrol sosial tradisional, sehingga anggota masyarakat terutama

remaja menghadapi “samar pola” untuk mentukan perilakunya.

Dengan adanya modernisasi maka perubahan yang terjadi didalam

suatu masyarakat tidak dapat terelakan perkembangan itu membawa

perkembangan baik di bidang ilmu pengetahuan maupun dalam cara

menanggulangi manusia. Dalam pola itu perkembangan dan perubahan

sosial dapat pula membawa akibat negatif timbulnya kenakalan anak-anak

dan remaja yang perbuatannya dapat menjurus pada suatu ancaman yang

membahayakan menanggulangi dan dedikasi generasi muda sebagai

penerus bangsa dan pembangunan nasional.

Di Negara Indonesia pada saat ini telah terjadi perkembangan

jumlah kejahatan, yang dimaksud dengan “perkembangan” disini

masalah-masalah yang menyangkut perubahan dalam frekuensi, kualitas

dan untuk delik serta mengenai penetapan hukumnya. Perkembangan ini

adalah akibat atau pengaruh dari perubahan yang terjadi di Indonesia,

khususnya yang disebabkan oleh pengguna teknologi modern dengan

segala aspeknya.
3. Kerugian Akibat Kejahatan

Kerugian yang ditimbulkan akibat kejahatan berhubungan dengan

kondisi atau keadaan si korban, salain itu juga berhubungan dengan

kondisi penjahat sebagai si terancam hukuman. Hal ini berarti bahwa

setiap kejahatan yang terjadi pada hakekatnya dapat merugikan siapa saja

yang menjadi korban baik secara individu maupun secara kelompok

dalam masyarakat. Kerugian yang diderita oleh masyarakat yang dilukai

perasaan sosialnya dengan kejahatan itu. Kejahatan erat hubungannya

dengan tingkat kesusilaan masyarakat itu sendiri. Disamping kerugian

secara ekonomis lebih panting lagi adalah kerugian kesusilaan, apalagi

ditambah dengan kerugian materi dan penderitaan batin dan ancaman

terhadap masyarakat yang selalu datang dari penjahat.

Selain kerugian yang diderita oleh masyarkat, ada pihak lain yang

juga menderita kerugian akibat kejahtan yang terjadi yaitu sipenjahat

sendiri. Masyarakat dapat mencela sekeras-kerasnya perbuatan yang

dilakukan oleh si panjahat, akan tetapi si penajahat walau bagaimanapun

tetap merupakan bagian dari masyarakat atau umat manusia. Sepintas

memang terlihat bahwa si penjahat akan hidup senang karena hasil

kejahatannya, akan tetapi mereka tetap mengalami penderitaan secara

psikologi atau kejiwaan, sebab sejahat-jahatnya mereka tetap manusia

yang mempunyai rasa takut ditangkap atau takut mendapat balasan dari

masyarakat dan merupakan penderitaan bagi mereka.

Setiap kerugian-kerugian yang dideria oleh masyarakat akibat

kejahatan tergantung pada tiga faktor yang mempengaruhi, yaitu besar


kecilnya kemampuan penjahat dalam melakukan aksi kejahatannya,

kemampuan sistem pengamanan dan konsekuensi penerapan perundang-

undangan dalam sistem peradilan dan kemampuan sistem masyarakat

dalam menjaga diri dan menggulangi berbagi penyimpangan dan

kejahatan. Apabila kemampuan penjahat relatif lebih kecil dalam

melakukan aksi kejahatan, kemampuan sistem pengamanan dan

konsekunsinya peneranpan perundang-undangan dalam sistem peradilan

dan kemampuan masyarakat dalam menjaga diri dan menaggulangi

berbagai penyimpangan dan kejahatan. Apabila kemampuan penjahat

relatif kecil dalam melakukan aksi kejahatan dan kemampuan sistem

pengamanan dan konsekuensi penerapan perundang-undangan dalam

sistem peradilan relatif besar, serta kemampuan masyarakat dalam

melindungi dirinya relatif lebih kuat, serta kemampuan masyarakat dalam

melindungi dirinya relatif lebih kuat, maka ada kecenderungan kerugian

yang diderita masyarakat akibat kejahatan relatif lebih kecil. Sebaliknya

jika kemampuan panjahat lebih besar dan ditambahnya sistem

pengamanan dan sistem peradilan, maka kerugian masyarakat cenderung

akan lebih besar, baik dilihat dari sudut ekonomi maupun sudut psikologi.

Kejahatan-kejahatan yang terjadi dan mengakibatkan kerugian

dalam masyarakat akan menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat itu

sendiri, baik reaksi yang berupa upaya untuk menghindari diri dari

kejahatan, usaha-usaha untuk memberantas maupun reaksi yang berupa

tindakan-tindakan balasan terhadap berbagai penyimpangan atau

kejahatan yang terjadi. Reaksi masyarakat yang dimaksud adalah


tanggapan dari pada usaha warga masyarakat yang bersangkutan untuk

mempertahankan diri atau mempertahankan kelompoknya dari berbagai

ancaman kejahatan yang dianggap merugikan dan membahayakan. Oleh

karena itu merugikan diri sendiri dan juga merugikan masyarkat pada

umumnya serta untuk mengadakan suatu reaksi atau tanggapan atas

kejahatan yang sedang dirasakan dan dihadapainya.

Penegakan hukum bidangnya luas sekali tidak hanya bersangkut

paut dengan tindakan-tindakan apabila sudah terjadi kejahatan, akan

tetapi juga menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan. Secara

singkat dapat dikatakan penegakan hukum itu merupakan suatu aksi atau

sistem proses sebagai usaha menjalankan hukum. Dalam arti sempit

penegakan hukum adalah menjalankan hukum oleh polisi. Sedangkan

dalam arti luas adalah menjalankan hukum yang dilakukan oleh alat

perlengkapan negara yang terdiri atas polisi, jaksa, dan hakim. Dalam

pengertian yang tidak terbatas penegakan hukum adalah tugas-tugas dari

pembentukan hukum atau undang-undang, hakim, jaksa, polisi, aparat

pemerintahan, pamong praja, lembaga pemasyarakatan dan aparat

eksekusi lainya. Penegakan hukum dalam arti luas tidak terbatas tentang

menjalankan hukum baik badan resmi yang menjalankan tugas

membentuk hukum maupun setiap orang yang bersangkutan dengan

proses pelaksanaan hukum untuk menentukan tentang apa yang menurut

hukum dan apa yang bertentangan atau melawan hukum, menentukan

perbuatan mana dapat dihukum atau dipidana menurut ketentuan-

ketantuan hukum pidana materiil dan petunjuk tentang bertindak serta


upaya-upaya yang diharuskan untuk kelancaran berlaku hukum baik

sebelum maupun sesudah perbuatan melanggar hukum itu terjadi sesuai

dengan ketentuan hukum pidana formil.

Penegakan hukum adalah suatu usaha bersama dan merupakan

tanggungjawab setiap anggota masyarakat sesuai dengan kemampuan

masing-masing yang harus diusahakan diberbagai bidang kehidupan

dengan berbagai upaya, program dan kegiatan yang ditujukan untuk

mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan dan mengembangkan

kesejahteraan rakyat.

Dapat disimpulkan bahwa masalah penegakan hukum merupakan

masalah bagimana mempertahankan dan menjalankan hukum di dalam

kehidupan masyarakat secara konkrit, sehingga bilamana terjadi kejahatan

atau pelanggaran hukum, maka hukum harus ditegakan dengan

menerapkannya secara tepat dan bijaksana. Dengan demikian hukum

benar-benar dilaksanakan guna memberikan perindungan dan

pengayoman kepada individu, masyarakat dan negara pada umumnya.

C. Tinjauan Tentang Pencurian

1. Pengertian Pencurian

Dari sue Titus Reid mengemukakan kejahatan adalah suatu aksi atau

perbuatan yang didefinisikan secara hukum, kecuali jika unsur-unsur yang

ditetapkan dalam hukum kriminal atau hukum pidana telah diajukan dan

dibuktikan melalui suatu keraguan yang beralasan, bahwa seseorang tidak


dapat dibebani tuduhan telah melakukan suatu aksi atau perbuatan yang dapat

digolongkan sebagai kejahatan.

Menurut pendapat dari Hermann Mannheim (1973) mengatakan

bahwa batasan kejahatan tidak hanya tindakan melanggar hukum atau undang-

undang saja, tetapi juga merupakan tindakan yang bertentangan dengan

norma-norma yang ada dalam masyarakat walaupun tindakan itu belum

dimaksukan atau diatur dalam undang-undang.

Sehingga dalam hal ini, jika di masyarakat sudah menganggap suatu

tindakan tertentu sudah merupakan tindakan yang bertentangan dengan

norma-norma yang ada di masyarakat tersebut maka suatu tindakan dianggap

sebagai tindak kejahatan. Keadaan tersebut dapat terjadi dan sah karena

adanya suatu peraturan perundang-undangan itu juga berasal dari hukum adat.

Kejahatan pencurian diatur dalam Buku II tentng Kejahatan, Bab XXII

dari pasal 362 sampai dengan pasal 367 KUHP. Dilihat dalam pasal 362

KUHP yang menyatakan : “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang

seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk

dimiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian, dangan pidana

penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”

Unsur-unsur pencurian terdiri dari dua macam unsur, yaitu :

a. Unsur Obyektif

- Barang siapa

- Mengambil

- Sesuatu

- Yang sebagian atau seluruhnya adalah kepunyaan orang lain.


b. Unsur Subyektif yaitu dengan maksud untuk menguasai benda tersebur

secara melawan hukum.

Pengertian “Barang Siapa”, menunjuk pada seseorang manusia.

Hal ini dapat dilihat dari perbuatan pidana yang hanya dapat dilakukan

oleh seorang manusia dan lebih lanjut dilihat pada pidana yang diancam

terhadap pelaku dari suatu tindak kejahatan. Pidana pelaku dari suatu

tindak kejahatan. Pidana yang dapat diancamkan kepada pelaku tindak

kejahatan dapat berupa pidana penjara atau pidana denda.

Pidana penjara adalah merupakan suatu pidana bertujuan untuk

membatasi kebebasan pelaku, sedangkan pidana denda merupakan suatu

pidana yang bertujuan untuk mengurangi harta kekayaan pelaku dan yang

dapat dikenakan seperti di atas hanyalah manusia saja.

Unsur dari perbuatan pencurian yaitu unsur mengambil. Unsur

mengambil barang milik orang lain harus disertai dengan maksud untuk

dimiliki secara melawan hukum. Unsur mengambil dalam pasal 362

KUHP tidak dijelaskan pengertiannya dalam perundang-undangan hukum

pidana.

Perbuatan mengambil adalah segala tindakan untuk menguasai

suatu barang. Sedang pada waktu sebelumnya barang tersebut sama sekali

tidak berada di bawah kekuasaannya, barang yang diambil telah

berpindah ke dalam kekuasaan pengambil yang dilakukan dengan

melawan hukum.

Perbuatan mengambil tidak terjadi apabila barangnya diserahkan

oleh pemilik atau yang berhak kepada pelaku. Perbuatan mengambil


barang terjadi apabila barang yang dicari belum berada dalam kekuasaan

pelaku pencurian atau belum diserahkan oleh pemiliknya kepada orang

yang akan melakukan pencurian.

2. Bentuk-Bentuk Pencurian

Rumusan perbuatan pidana pencurian sebagaiman tersebut dalam pasal

362 KUHP merupakan pencurian dalam bentuk pokok atau sering disebut

pencurian biasa. Disamping pencurian biasa dalam KUHP masih dikenal

adanya bentuk-bentuk lain dari kejahatan pencurian. Yang dapat digolongkan

menjadi tiga macam yaitu :

a. pencurian dengan unsur-unsur pemberatan

Pencurian gekwalifkasir adalah pencurian yang disertai dengan

unsur-unsur yang memberatkan dan ancaman dengan pidana yang lebih

berat dari pencurian biasa. Rumusan pencurian ini dalam doktrin-doktrin

sering disebut dengan istilah pencurian dengan kualifikasi. Pencurian ini

diatur dalam pasal 363 dan 365 KUHP. Pencurian dalam pasal 363 KUHP

sering disebut dengan pencurian dengan pemberatan atau curat,

sedangkan pencurian dalam pasal 365 KUHP sering disebut dengan

istilah pencurian dengan kekerasan atau curas.

b. Pencurian yang dilakukan ada unsur-unsur meringankan

Pencurian geprivilegeerd adalah pencurian yang dilakukan dalam

keadaan meringankan atau pencurian yang ada unsur-unsur yang

meringankan dan diancam dengan pidana yang lebih ringan daripada

pencurian biasa. Dalam KUHP diatur dalam pasal 364 dan oleh undang-
undang diberi kulifikasi sebagai pencurian ringan dengan ancaman pidana

penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh

rupiah. Salah satu unsur yang meringankan dalam pencurian ini berkaitan

dengan nilai benda yang dicuri. Semula benda yang dicuri ditetapkan

tidak lebih dari Rp. 25,00 (dua puluh lima rupiah), akan tetapi dengan

adaya Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1960

tentang beberapa perubahan dalam KUHP telah dirubah menjadi Rp.

250,00 (dua ratus lima puluh rupiah). Selengkapnya Pasal 364 KUHP

merumuskan bahwa pencurian ringan adalah pencurian dengan syarat-

syarat antara lain :

1. Tidak dilakukan didalam sebuah tempat kediaman

2. Tidak dilakukan di atas sebuah pekarangan tertutup yang diatasnya

terdapat sebuah kediaman

3. Nilai dari yang dicuri tidak lebih dari Rp. 250,00 (dua ratus lima puluh

rupiah).

c. Pencurian dalam keluarga.

Pencurian dalam keluarga adalah pencurian yang terjadi dalam

keluarga yaitu apabila seseorang melakuakan pencurian barang-barang

kepunyaan salah seorang anggota keluarganya atau dengan kata lain

pencurian dimana pelaku dengan korban masih ada hubungan keluarga

baik karena hubungan darah maupun hubungan perkawinan.


3. Pencurian Kendaraan Bermotor dan Hubungannya Dengan Kejahatan

Yang Lain.

KUHP menggolongkan kejahatan maupun pelanggaran menjadi

bagian-bagian yang merupakan title atau bab, Buku II memuat delik yang

merupakan kejahatan sedangkan Buku III memuat delik yang merupakan

pelanggaran. Melihat dari keseluruhan judul dari masing-masing Bab yang

terdapat dalam Buku II memuat delik yang merupakan pelanggaran. Melihat

dari keseluruhan judul dari masing-masing Bab yang terdapat dalam Buku II

maupun Buku III KUHP, maka ada tiga jenis kepentingan perorangan atau

individu, kepentingan masyarakat dan kepentingan Negara.

Apabila ditentukan menurut penggolongan kepentingan hukum yang

dilindungi, maka pencurian kendaraan bermotor dapat diklasifikasikan sebagai

kejahatan yang mengancam terhadap kepentingan perorangan atau individu

khsusnya mengancam harta benda kekayaan. Hal ini dikarenakan kendaraan

bermotor merupakan harta benda yang mempunyai nilai ekonomis dan dapat

dimiliki oleh seseorang atau individu yang dapat terancam oleh kejahatan

pencurian kendaraan bermotor. Tujuan dari pelaku pencurian kendaraan

bermotor adalah untuk memiliki kendaraan bermotor milik orang lain,

walaupun ada yang dimiliki atau dipakai sendiri. Oleh karena itu korban

pencurian kendaraan bermotor yang terutama terancam adalah harta bendanya

yaitu kendaraan bermotor, meskipun tidak tertutup kemungkinan bahwa yang

terancam adalah nyawa atau kehormatan orang tersebut sebagai akibat lain

dari kejahatan ini. Pencurian kendaraan bermotor bukan hanya merupakan

kejahatan pasal 362 KUHP saja, meliainkan juga menyangkut atau


berhubungan dengan kejahatan-kejahatan yang lain seperti tersebut dalam

beberapa pasal tentang kejahatan dalam Buku II KUHP. Berbagai pasal adalah

KUHP yang berhubungan dengan pencurian kendaraan bermotor antara lain :

a. Kejahatan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat.

Kejahatan bermotor hasil curian untuk dapat dijual kepada orang

lain atau pembeli biasanya sudah dirubah indentitasnya, baik berubah

identitas fisiknya maupun surat-surat kepemilikannya yang sah seperti

STNK dan BPKB. Proses ini merupakan kejahatan pemalsuan surat

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 263 KUHP, yaitu barang siapa yang

membuat secara tidak benar atau memalsukan surat yang dapat

menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang

diperuntukan sebagai bukti daripada sesuatu hal, dengan maksud untuk

memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya

benar dan tidak palsu. Kejahatan pemalsuan surat ini dilakukan oleh

pelaku setelah kendaraan bermotor hasil pencurian ada ditangan mereka

dengan melakukan pemalsuan BPKB, STNK dan surat-surat lainya

sebelum kendaraan curian tersebut dijual kepada pembeli.

b. Kejahatan dalam Pasal 363 KUHP yang mengatur tentang kejahatan

pencurian dalam keadaan yang memberatkan atau sering disebut dengan

curat. Pencurian kendaraan bermotor dapat dikatagorikan sebagai

pencurian dalam keadaan yang memberatkan atau curat, apabila kejahatan

pencurian kendaraan bermotor dilalakukan dalam keadaan yang

memberatkan atau terdapat unsur-unsur yang memberatkan, antara lain :


- Pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan pada waktu malam hari

dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya dan

keberadaanya orang tersebut di tempat kejahatan itu tidak dikehendaki

oleh yang berhak.

- Pencurian kendaraan bermotor yang dikakukan oleh dua orang atau

lebih dengan bersekutu.

- Pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan dengan jalan merusak,

memotong atau memanjat untuk masuk ke tempat melakukan

kejahatan atau untuk sampai pada barang yang diambil atau dengan

memakai anak kunci palsu.

c. Kejahatan dalam Pasal 365 KUHP tentang kejahatan yang dilakukan

dengan kekerasan atau curas.

Hal ini terjadi apabila pencurian kendaraan bermotor didahului,

disetai atau diikuti dangan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap

orang lain atau pemilik kendaraan bermotor, dengan maksud untuk

mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal pencurian

yang dilakukan tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri

sendiri atau peserta lain, atau untuk tetap menguasai kendaraan bermotor

yang dicurinya.

d. Kejahatan dalam Pasal 368 KUHP tentang perampasan.

Pencurian kendaraan bermotor juga dapat dilakukan dengan jalan

merampas dari pemilik atau pengemudi kendaraan bermotor tersebut. Hal

ini termasuk dalam kejahatan perampasan yang diatur dalam Pasal 368

KUHP yaitu barang siapa yang dengn maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain

dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan barang

sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain.

e. Kejahatan dalam Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.

Pelaku pencurian kendaraan bermotor adalah orang yang diserahi

atau dipercayai untuk mengurus atau menguasai kendaraan dari

pemiliknya. Pelaku dengan sengaja dan melawan hukum mengaku

sebagai milik sendiri (aich toeeigenen) barang sesuatu yang seluruhnya

atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam

kekuasaanya adalah bukan kejahatan. Dalam hal ini kendaraan bermotor

sudah ada dalam kekuasaan pelaku dan selanjutnya pelaku melakukan

tindakkan tanpa hak terhadap kendaraan bermotor yang telah pelaku

kuasai, misalnya menggadaikan atau menjual kepada orang lain.

f. Kejahatan dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Hal ini terjadi apabila pelaku kejahatan yang sebenarnya bukan

pemilik kendaraan bermotor berpura-pura sebagai pemilik, kemudian

pelaku menjualnya kepada orang lain. Bias juga pelaku kejahatan dengan

maksud untuk mengguntungkan diri sendiri ataun orang lain secara

melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu,

dengan tipu mulsihat, atau rangkaian bermotor untuk menyerahkan

kepada pelaku kejahatan.

g. Kejahatan dalam Pasal 480 KUHP tentang penadah.

Apabila pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh

pelaku dapat berhasil, maka kemungkinan pelaku untuk menikmati


sendiri curian yang berupa kendarran bermotor itu sangat kecil apalagi

apabila hasil curiannya lebih dari satu kendaraan bermotor. Pelaku

biasanya menjual kepada penadah yang merupakan suatu jaringan atau

sindikat yang sangat rapi dan sulit dilacak, sehingga sebagai kelanjutan

dari kejahatan pencurian kendaraan bermotor terjadilah kejahatan

penadahan atau pemalsuan surat-surat serta nomor kendaraan bermotor

hasil curian tersebut.

h. Kejahatan dalam Pasal 481 KUHP

Pasal ini dikenakan terhadap orang yang menjadikan sebagai

kebiasaan membeli, menyimpan atau menyembunyikan kendaraan

bermotor yang diperoleh dari hasil kejahatan.

D. Tinjauan Tentang Kepolisian Republik Indonesia Berdasarkan Undang-

Undang Kepolisian Republik Indonesia Tahun 2002

1. Pengertian Polri

Polri adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan

lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan

2. Tugas Polri

Tugas Pokok Kepolisian Negara adalah :

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

b. Menegakan hukum; dan

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat.
Tugas-tugas dari aparat Kepolisian di atur dalam KUHP dan Undang-

Undang Kepolisian. Jika terjadi tindak pidana maka polisi tertugas

melakukan tindak pidana preventif mencegah, mengatur, atau melakukan

tindak-tindakan yang berupa usaha, kegiatan, pekerjaan untuk tidak

terganggunya ketertiban, keamanan, kedamaian, ketenangan / ketentraman,

kesehatan umum masyarakat. Usaha-usaha itu bias berupa patroli,

penyuluhan, penerangan-penerangan pendidikan, melakukan bantuan atau

pertolongan dan sebagainya yang apabila dikaitkan dengan perundang-

undangan sering disebut sebagai pengayom, pelindung, pembimbing dan

pelayan masyarakat.

Tugas-tugas polisi yang bersifat reprensif adalah tugas-tugas

Kepolisian yang bersifat menindak terhadap para pelanggar hukum untuk

diproses dalam S.P.P sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di dalam

KUHP maupun peraturan perundang-undangan.

Tugas aparat kepolisian itu diatur secara terperinci didalam Pasal 13

dan 14 Undang-Undang Kepolisian. Didalam Pasal 13 Undang-Undang

Kepolisian menyebutkan tugas pokok Kepolisian Republik Indonesia

adalah :

1. Memelihara keamanan dan ketentraman masyarakat

2. Menegakkan hukum, dan

3. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat
Dalam Pasal 14 Undang-Undang Kepolisian menyebutkan bahwa

dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,

Kepolisian Republik Indonesia bertugas :

a. Melakuakan pengaturan penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap

kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai dengan kebutuhan

b. Menyelengarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,

dan kelancaran lalulintas di jalan

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap

hukum dan perundang-undangan

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan hukum

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap

kepolisian khusus penyidik Pegawai Negeri Sipil dan bentuk-bentuk

pengamanan swakarsa

g. Melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap semua tindak pidana

sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan

lainya

h. Melakukan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium

forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan

lingkungan menanggulangi dari gangguan ketertiban dan atau bencana

termasuk bantuan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi

manusia
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum

ditangani oleh instasi atau pihak yang berwenang.

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya

dalam lingkup tugas kepolisian.

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Peranan Polri

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang

berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

menegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpelihara keamanan dalam

negeri.

4. Kewenangan Polri

Wewenang Polisi dalam melakukan tugasnya sebagai diatur dalam

Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang Kepolisian, juga mempunyai

wewenang dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Berdasarkan Pasal 5

ayat 1 KUHP menyebutkan bahwa wewenang polisi adalah :

a. Penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang yaitu :

1. Menerima laporan

2. Mencari keterangan dan barang bukti

3. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan

serta memeriksa tanda pengenal diri


4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang

bertanggungjawab.

b. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa ;

1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan

penyitaan.

2. Pemeriksaan dan penyitaan surat.

3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

4. Membawa dan menghadap seorang pada penyidik.

Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 KUHPidana menyebutkan bahwa penyidik

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a KUHPidana karena

kewajibannya mempunyai wewenang :

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang tindak pidana.

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal

diri tersangka.

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.

e. Melakukan pemeriksaan dan penyiaan surat.

f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang

g. Mengambil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi.

h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara.

i. Mengadakan penghentian penyidikan.

j. Mengadakan tindak lain menurut hukum yang bertanggungjawab.


Menurut penjelasan Pasal 5 ayat 1 huruf a angka 4 dan Pasal 7 ayat 1 huruf j

KUHAP, yang dimaksud dengan tindakan lain adalah tindakan dari

penyelidik atau penyidik untuk kepentingan penyidikan atau penyelidikan

dengan syarat :

a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum.

b. Selaras dengan kewajaiban hukum yang mengharuskan dilakukannya

tindakan jabatan.

c. Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam

lingkungan jabatannya.

d. Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa.

e. Menghormati hak asasi manusia.

.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Strategi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui pendekatan

kualitatif dengan maksud mendapat informasi sebanyak-banyaknya tentang

permasalahan-permasalahan yang timbul berkaitan dengan penyebab pencurian

kendaraan bermotor.

B. Jenis Penelitian

Didalam mengumpulan data, penulis menggunkan jenis penelitian

deskriptif dengan tujuan untuk megetahui keadaan yang sebenarnya dilapangan

mengenai “Peran Polri Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian

Kendaraan Bermotor di Wilayah Polres Sleman”

C. Lokasi Penelitian

Penulis mengadakan penelitian di Polres Sleman Jl. Magelang Km.12,5

sedangkan yang menjadi sasaran adalah mengenai upaya penggulangan kejahatan

curanmor yang telah dilakukan oleh aparat penegak hukum khususnya polisi.

D. Responden

Teknik penentuan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah

teknik purposive sampling. Dengan alasan bahwa obyek yang telah penulis
tetapkan ini nantinya akan benar-benar memberikan atau mempunyai data-data

yang penulis harapkan. Responden yang dipilih secara purposif sampling adalah:

1. Kepala Kepolisian Resor Sleman

2. Kasat Reskrim Polres Sleman

E. Metode Pengumpulan Data

a. Penelitian kepustakaan (Library research), yaitu mempelajari buku-buku,

literatur, laporan hasil penelitian serta karangan ilmiah dan sebagainya yang

berhubungan dengan obyek penelitian.

b. Penelitian lapangan (Field research), yaitu dengan cara melakukan penelitian

langsung pada instasi yang terkait dengan metede wawancara yaitu

mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden guna memperoleh

data yang diperlukan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

F. Jenis Data

1. Data Primer

Data yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian.

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari buku-buku literatur laporan penelitian, surat kabar,

tulisan para ahli, peraturan perundang-undangan dan sebagainya yang

berkaitan dengan obyek yang diteliti.


G. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh baik dari penelitian kepustakaan (Library research),

maupun dari penelitian lapangan (Field research), dianalisa secara kualitatif,

yaitu hanya diambil data yang bersifat khusus dan data kaitannya dengan

permasalahan yang dibahas. Dengan demikian nantinya akan menghasilkan suatu

uraian yang bersifat deksripif kualitatif, yaitu data-data yang diperoleh dari

penelitian diseleksi menurut mutu dan berkaitan dengan masalah yang sebahas

sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang digunakan untuk menjawab

permasalahan.
BAB IV

PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian

1. Wilayah Hukum Polres Sleman

Polres Sleman terletak di tengah kota Sleman tepatnya di Jl. Magelang

Km.12,5 Sleman, yang membawai Polsek-polsek yang terdiri dari 19 Polsek

antara lain :

1. Polsek Beran

2. Polsek Berbah

3. Polsek Bulaksumur

4. Polsek Cangkringan

5. Polsek Depok Barat

6. Polsek Depok Timur

7. Polsek Gamping

8. Polsek Godean

9. Polsek Kalasan

10. Polsek Minggir

11. Polsek Mlati

12. Polsek Moyudan

13. Polsek Ngaglik

14. Polsek Ngemplak

15. Polsek Pakem

16. Polsek Prambanan


17. Polsek Seyegan

18. Polsek Tempel

19. Polsek Turi

2. Jumlah penduduk

Penduduk di Wilayah Hukum Polres Sleman adalah masyarakat

petani, PNS, Buruh, Swasta, TNI, dan Polri yang saat ini berjumlah kurang

lebih 1.000.000 orang.

3. Jumlah Personil Polri

Personil Polri yang berada di polres Sleman terdiri dari Perwira,

Bintara, tamtama, dan PNS Polri yang berjumlah 2.046 anggota.

4. Data Kasus Pencurian kendaraan Bermotor

Tabel
Jumlah Kasus Curanmor di Wilayah Hukum Polres Sleman
Selama Tahun 2009
Dari bulan Januari-Desember 2009

JUMLAH KASUS
BULAN SELESAI
CURANMOR
JANUARI 22 0
FEBRUARI 19 3
MARET 31 2
APRIL 23 2
MEI 18 3
JUNI 21 0
JULI 21 1
AGUSTUS 37 5
SEPTEMBER 21 3
OKTOBER 37 2
NOPEMBER 37 2
DESEMBER 28 5
JUMLAH 315 28
Sumber : Sat Reskrim Polres Sleman (2010)
Dalam tabel diatas menyebutkan bahwa kasus Curanmor di Wilayah

Hukum Polres Sleman selama tahun 2009 dari bulan Januari sampai dengan

Desember 2009. Dari kasus yang dilaporkan berjumlah 315 selesai 28 kasus.

B. Penyebab Terjadinya Pencurian Kendaraan Bermotor di Wilayah Hukum

Polres Sleman

Kejahatan pencurian kendaraan bermotor yang terjadi pasti disebabkan

atau dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu. Berdasarkan hasil penelitian

dengan responden yaitu aparat penegak hukum khususnya Polisi. Penyusun

berhasil memperoleh data-data tentang faktor-faktor penyebab terjadinya

kejahatan pencurian kendaraan bermotor di Wilayah Hukum Polres Sleman yang

dapat dikelompokan menjadi tiga macam, yaitu :

1. Dari Segi Pelaku Kejahatan Curanmor

a. Faktor Ekonomi

Merupakan faktor yang paling banyak mempangaruhi terjadinya

kejahatan pencurian kendaraan bermotor di Wilayah Hukum Polres

Sleman dilihat dari segi pelakunya. Pengertian faktor ekonomi dalam

hal ini adalah keadaan ekonomi kebutuhan-kebutuhan

menanggulanginya atau keluarganya terutama kebutuhan materiil atau

kebutuhan pokok antaralain makan, pakaian dan perumahan.

b. Faktor Lingkungan Pergaulan

Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan pergaulan

yang buruk dimana didalamnya terdapat kebiasaan negatif seperti

mabuk-mabukan, judi, main perempuan dan sebagainya. Seseorang


yang berada didalam lingkungan seperti ini akan terpengaruh untuk

mengikuti kebiasaan-kebiasaan negatif tersebut, karena ajakaan dari

teman-teman pergaulannya dalam lingkungan itu termasuk ajakan untuk

berbuat kejahatan untuk mendapatkan uang untuk foya-foya.

c. Faktor Pengangguran

Kebutuhan menanggulangi manusia bisa dipengaruhi dengan

penghasilan yang diperoleh dari pekerjaannya. Tanpa pekerjaan

seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan tanpa bantuan orang lain.

Dalam keadaan menganggur oarng butuh uang untuk foya-foya dan

untuk memenuhinya dengan melakukan pencurian kendaraan bermotor

yang direncanakan terlibuh dahulu.

d. Faktor Tayangan Televisi atau Film

Satu orang napi mengakui faktor ini menyebabkan terjadinya

kejahatan pencurian kendaraan bermotor terutama dalam tayangan

televise atau film yang menayangkan adegan-adengan cara

beroperasinya kejahatan tersebut. Dari media tayangan televisi atau film

ini pelaku mendapatkan pelajaaran tau pengetahuan tentang cara-cara

melakukan pencurian kendaraan bermotor dan ketika diajak temanya

untuk mencari sepeda motor orang mempraktekan apa yang pernah

dilihatnya.

2. Dari Segi Pemilik kendaraan Bermotor

Faktor yang berasal dari pemilik atau pemakai kendaraan

bermotor yaitu berupa kelengahan pemilik atau pemakai. Kelengahan

pemilik atau pemakai kendaraan bermotor antara lain waktu menetapkan


tau memarkir kendaraan bermotor disembarang tempat. Kelengahan yang

lain yaitu kebiasaan tidak dikunci stang atau kunci tidak dicabut dari

tempatnya yang akan mudah terjadinya pencurian. Dalam hal ini pelaku

sebelumnya akan mengicar kelengahan pemilik atau pemakai kendaraan

dan kemudian baru melakukan aksinya.

3. Dari segi Kendaraan bermotor

a. Jumlah kendaraan bermotor yang akhir-akhir ini semakin meningkat

dan jenisnya juga bermacam-macam. Hal ini akan menyebabkan

peluang terjadinya pencurian kendaraan bermotor semakin besar

karena sasaran pencurian menjadi lebih banyak dan beragam.

b. Kendaraan bermotor yang sudah dicuri sulit untuk dilacak. Hal ini

disebabkan karena sifat dari kendaraan bermotor yang mudah

dipindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Selain itu kendaraan

yang sudah dicuri biasanya oleh pelaku diubah indentitasnya sperti

megubah plat nomor, nomor rangka, nomor mesin, warna kendaraan

dan aksesoris lainnya, dan bahkan ada banyak ditemukan rangka-

rangka kendaraan bermotor di sungai-sungai untuk menrhilangkan

jejak. Apabila kendaraan bermotor tidak dijual dalam keadaan utuh,

maka biasanya dijual dalam keadaan terpisah-pisah dalam bagian-

bagian yang kecil-kecil sehingga sulit untuk dilacak dan diidentifikasi

lagi.

c. Hasil dari pencurian kendaraan bermotor lebih untungkan karena

barang hasil curian bias cepat dijual dan harga jualnya cukup tinggi.

Nilai jual kendaraan curian yang begitu tinggi ini antara lain
disebabkan oleh tingginya harga beli kendaraan bermotor baru akibat

krisis ekonomi. Sebagai akibat dari krisis ekonomi harga kendaraan

bermotor baru mengalami kenaikan rata-rata dua kali lipat bahkan ada

yang lebih. Sebagai contoh sepeda motor Honda Astrea Grand sebelum

krisis harganya rata-rata enam juta rupiah dan di saat ini harganya naik

menjadi delapan juta rupiah.

d. Kunci pengaman kendaraan bermotor standar dari pabrik mudah untuk

dibobol khususnya untuk sepeda motor jenis bebek. Pelaku biasanya

hanya bermodalkan kunci palsu atau kunci T sudah bisa menjalankan

aksinya membobol kunci pengaman kendaraan bermotor. Lemahnya

kunci pengaman kendaraan bermotor bisa diatasi dengan memasang

kunci rahasia, kunci pengaman tambahan atau alarm pada kendaraan

bermotor.

Selain faktor-faktor diatas, ada faktor-faktor lain yang secara teoritis bisa

dimasukan sebagai faktor penyebab pencurian kendaraan bermotor di

Wilayah Hukum Polres Sleman dilihat dari segi pelakunya antara lin

faktor pendidikan, faktor agama, faktor usia, tetapi selama ini penulis

melakukan penelitian tidak menentukan faktor-faktor tersebut. Hal ini

tidak menutup kemungkinan bahwa faktor-faktor tersebut ada dikemudian

hari, namun karena adanya keterbatasan waktu, kemampuan dan data,

maka penyusun tidak melakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor-

faktor tersebut.
4. Modus Operandi Curanmor

Modus operandi atau cara beroperasi pelaku pencurian kendaraan

bermotor mendapat sasarannya dapat bermacam-macam tergantung pada

berapa hal antara lain tergantung pada situasi dan kondisi pada saat

kejahatan itu dilakukan, keadaan korban saat itu serta kemampuan

penjahat untuk melakukan kejahatannya. Modus operandi kejahatan

pencurian kendaraan bermotor yang terjadi di Wilayah Hukum Polres

Sleman antara lain dengan cara pura-pura menjadi penumpang ojek dan

setelah melewati jalan atau daerah yang sepi pelaku berusaha merampas

dengan paksa sepeda motor yang dipakai dengan jalan melukai

pengendara/pengojek dan kemudian membawa kabur. Selain itu ada

pelaku yang melakukan aksinya dengan mencari kendaraan di tempat-

tempat parker atau ditempat dimana kendaraan yang diincarnya berada.

Pelaku sebelum memulai aksinya terlebih dahulu mengincar sasarannya

dan menunggu kelengahan dari pemilik tau pemakai kendaraan bermotor.

Setelah situasinya memungkinkan pelaku langsung beraksi dengan

berbagai cara, antara lain dengan merusak kunci pengaman dengan kunci

“T” atau obeng, menyerobot atau mengunting kabel stop kontak dan

mengmenanggulangikannya lalu membawanya kabur. Seringkali ada

kendaraan yang sulit dimenanggulangikan dan membawanya lari hanya

dituntun berjalan kali. Sebelum membawanya lari ada identitas kendaraan

yang dirubah atau dihilangkan seperti spion dan plat nomor dicopot atau

membuang tutup lampu sein dan lampu rem dengan tujuan lain ketika

agar tidak mudah dikenal oleh orang ketika membawa kabur. Modus
operandi yang lain yaitu dengan jalan membongkar atau masuk ke dalam

rumah dan mengambil kendaraan bermotor yang ada di dalamnya. Pelaku

setelah berhasil membawa lari kendaraan bermotor kemudian dijual

dalam keadaan utuh dengan sedikit merubah aksesorisnya kepada

penadah atau kepada siapa yang membutuhkannya. Selain dijual dalam

keadaan utuh kendaraan curian biasanya juga di pasar dalam keadaan

terpisah-pisah atau pretelan. Ada pelaku yang melakukan kejahatan

pencurian kendaraan bermotor ini karena sebelumnya sudah mendapat

pesanan dari seseorang untuk dicarikan kendaraan bermotor atau sudah

kenal sebelumnya dengan seorang penadah sehingga tidak kesulitan

menjual kendaraan hasil curian. Untuk pelaku-pelaku kejahtan pencurian

kendaraan bermotor di Wilayah Hukum Polres Sleman belum ada yang

tergabung dalam suatu sindikat. Meskipun kejahatan curanmor itu ada

yang dilakukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu orang, tetapi

hanya terbatas pada hubungan teman dengan pembagi tugas saja dan

belum masuk dalam suatu sindikat yang terorganisir.

C. Upaya Yang Dilakukan Aparat Penegak Hukum Khususnya Polri Dalam

Faktor Tindak Pidana Curanmor di Wilayah Hukum Polres Sleman

Bentuk kejahatan sewaktu-waktu dapat berubah mengikuti kondisi

masyarakat, atara lain menyangkut aspek sosial, ekonomi, budaya, politik dan

lain-lain. Kondisi dinamik ini sangat berpengaruh terhadap pola atau bentuk

kejahatan beik kuantitas maupun kualitas.


Mengikuti pola atau bentuk kejahatan yang begitu dinamik, maka bentuk-

bentuk penanggulangannya juga harus dilakukan secara dinamis, terpadu dan

kompretatif. Hukum mengatur apa yang sebenarnya dan apa yang seharusnya dan

apa yang diperbolehkan menurut hukum ataupun sebaliknya. Dengan hukum

dapat dikualifikasikan perbuatan mana yang sesuai dengan hukum dan perbuatan

mana yang bertentangan atau melawan hukum. Yang dipermasalahkan dalam

hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dapat digolongkan menjadi

dua macam perbuatan melawan hkum sunguh-sunguh terjadi atau onrect in acto

dan perbuatan melawan hukum yang mungkin atau terjadi onrecht in potentic.

Upaya-upaya penanggulangan kejahatan terhadap kejahatan pencurian

kendaraan bermotor dalam hal ini meliputi tiga macam tindakan penggulangan,

yaitu penanggulangan sacara preventif, penanggulangan sacara represif dan

penggulangan secara kuratif.

1. Penanggulangan Secara Preventif

Penanggulangan secara preventif terhadap kejahatan pencurian

kendaraan bermotor di Wilayah Hukum Polres Sleman akan dibahas satu

persatu upaya-upaya dari masing-masing instasi.

Tindakan-tindakan preventif yang dilakukan oleh pihak kepolisian

dalam hal ini adalah Polres Sleman dilaksanakan secara khusus untuk

menggulagi kejahatan pencurian kendaraan bermotor. Dikatakan secara

khusus karena ada upaya-upaya preventif lain dari kepolisian yang sasarannya

tidak khusus hanya pada kejahatan pencurian kendaraan bermotor saja tetapi

juga mencakup kejahatan-kejahatan lainya. Upaya-upaya preventif yang


dilaksanakan oleh polisi dalam menanggulangi kejahatan pencurian kendaraan

bermotor antara lain:

a. Patroli Polisi

Patrol polisi menurut Mabes Polri adalah salah satu kegiatan

kepolisian yang dilakukan oleh dua personel atau lebih dari anggota polri

sebagai upaya mecegah bertemunya niat dan kesempatan dengan cara

mendatangi, menjelajahi, mengamati, mengawasi situasi dan kondisi yang

diperkirakan akan menimbulkan segala bentuk gangguan Kamtibmas baik

kejahatan atau pelanggaran serta menurut kehadiran Polri untuk

melakukan tindakan-tindakan kepolisian guna memelihara ketertiban dan

keamanan masyarakat.

Dalam menjalankan patrol tersebut apart kepolisian berpedoman

pada beberapa asas patrol polisi, antara lain asas keterpaduan, asas selektif

prioritas dan asas represif tingkat pertama. Asas keterpaduan menurut

adanya koordinasi secara terpadu antara fungsi-funsi terkait dalam sistem

operasional kepolisian. Asas selektif prioritas menekankan perlunya

melakukan suatu selektif dan prioritas dalam pelaksanaan patrol polisi

yang didasarkan pada tingkat kerawanan suatu daerah. Sedangkan asas

reprensif tingkat pertama yaitu dalam melakukan tugas patrol polisi wajib

melakukan tindakan-tindakan yang disebut tindakan reprensif tingkat

pertama pabila dalam patrol dijumpai kejahatan yang sedang terjadi.

Tindakan-tindakan reprensif tingkat pertama meliputi menlokalisir dan

mencegah meluasnya kejahatan, menagkap pelakunya, mengamankan

barang bukti serta menginventalisir saksi-saksi.


Pelaksanaan patrol polisi ini sebagai salah satu upaya

penanggulangan kejahatan secara preventif dari unsur kepolisian yaitu

sebagai upaya mencegah timbulnya berbagai bentuk kejahatan dan juga

sebagai suatu bentuk pelayanan kepolisian kepada masyarakat dalam

rangka melindungi, mengayomi, memberikan rasa aman dan tentram

kepada warga masyarakat serta menghindari timbulnya korban baik

menusia maupun harta benda salah satunya kendaraan bermotor. Patrol

polisi terdiri dari :

1. Patroli rutin

Patroli rutin dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu dangan melalui

daerah-daerah atau tempat-tempat tertentu secara rutin. Patroli ini

dilaksanakan secara rutin dua kali seminggu.

2. Patroli selektif

Patroli selektif ini merupakan patroli rutin, tetapi waktu

pelaksanaannya tidak pasti dan berubah-ubah berdasarkan atau

tergantung pada tingkat kerawanan atau pada jam-jam tertentu.

Tingkat kerawanan ini yaitu pada waktu jam-jam tertentu dimana para

pelaku pencurian kendaraan bermotor sering beroperasi.

3. Patroli insidental

Patroli insidental hanya dilaksanakan apabila telah terjadi suatu

kejadian atau peristiwa kejahatan tertentu. Patrol ini dimaksudkan

untuk mencegah supaya suatu kejahatan yang telah terjasi di suatu

wilayah tidak meluas atau tidak berulang lagi diwaktu yang akan

datang.
Patroli-patroli tersebut diatas dirujukan sebagai upaya mencegah

bertemunya niat dan kesempatan untuk melakukan kejahatan, sehingga

diharapkan kejahatan-kejahatan yang dapat ditekan. Namun patroli-patroli

tersebut hanya ditujukan pada upaya pencegahan terjadinya kejahatan-

kejahatan pada umumnya termasuk kejahatan pencurian kendaraan

bermotor.

c. Penyuluhan Masyarakat

Salah satu tugas jajaran kepolisian adalah menciptakan keamanan

dan ketertiban masyarakat atau sering disebut kamtibmas. Untuk

menciptakan kemtibmas perlu adanta peran aktif dari segenap unsur

masyarakat itu sendiri. Olah karena itu aparat kepolisian perlu untuk

malakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat agar masyarakat

dapat sepenuhnya menyadari dan memahami perannya dalam rangka

menciptakan kamtibmas. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat

berpatisipasi bersama-sama dengan aparat penegak hukum dalam

menciptakan suasana kamtimas. Dari kegiatan penyuluhan masyarakat ini

diharapkan akan tercipta suatu hubungan yang baik antara polisi dan

masyarakat dalam menjalalankan perannya masing-masing dalam rangka

kamtibmas.

Penyuluhan masyarakat juga dumaksudkan untuk menggerakan

segenap potensi masyarakat agar ditengah-tengah masyarakat tercipta

suatu sikap atau pandangan-pandangan yang patuh dan taat pada hukum.

Dengan terciptanya sikap yang selalu patuh dan taat pada hukum

diharapkan penyimpangan-penyimpangan sosial yang dapat berkembang


manjadi kejahatan dapat diatasi sedini mungkin oleh masyarakat sendiri

dangan kontrol-kontrol sosialnya. Kegiatan penyuluhan masyarakat ini

dilaksanakan oleh unit Bimas (Bimbingan Masyarakat).

d. Penjagaan

Tugas penjagaan yang dilakukan jajaran kepolisian di setiap

kantor polisi baik polsek maupun polres adalah selama 24 jam. Penjagaan

ini berfungsi untuk menerima, merespon, dan memberikan bantuan

kepada mayarakat yang melaporkan atau mengadukan adanya suatu

tindakan kejahatan. Dalam melakukan tugas penjagaan ini aparat

kepolisian tidak hanya menerima dan menindaklanjuti khusus pada suatu

tindakan-tindakan kejahatan saja, tetapi semua permasalahan yang

dilaporkan atau diadukan oleh masyarakat yang membutuhkan dari aparat

kepolisian.

Penjagaan ini sifatnya pasif, dalam arti aparat kepolisian baru akan

berbuat atau bertindak jika sudah menerima informasi baik dari laporan

atau pangaduan tentang tindak kejahatan atau permasalahan-

permasalahan yang dihadapi masyarkat yang memerlukan bantuan polisi.

Tugas penjagaan dilakukan disetiap kantor polisi dengan prioritas daerah-

daerah yang rawan kejahatan dan juga dimaksudkan untuk memberikan

rasa aman bagi masyarakat dalam kemenanggulangian sehari-hari.

e. Pembentukan Kadarkum

Kadarkum (Keluarga Sadar Hukum) adalah himpunan anggota

keluarga masyarakat yang brusaha untuk meninggkatkan kesadaran

hukum atas kemauan sendiri dengan cara mengadakan temu sadar hukum
yang diselenggarakan secara berkala dan terbuka. Adapun kegiatan dalam

Kadarkum yaitu secara berkala dan terbuka. Adapun kegiatan dalam

kadarkum yaitu yang dinamakan temu sadar hukum dapat berupa kegiatan

yang bersifat sarasehan, sambung rasa atau perlombaan (simulasi hukum)

terhadap seluruh lapisan masyarkat.

Berdasarkan uraian di atas mengenai tindakan atau upaya

penggulangan secara preventif yang dilakukan oleh aparat dari Polres

Sleman, untuk menanggulangi kejahatan pencurian kendaraan bermotor

di Wilayah Hukum Polres Sleman selain berupa patroli dan penjagaan

dari kepolisian adalah merupakan usaha-usaha untuk meninggkatkan

kesadaran hukum masyarkat dalam rangka untuk mengatasi timbulnya

kejahatankejahatan dalam masyarkat. Oleh karena itu upaya-upaya

tersebut perlu dicapai keadaan yang aman dan tentram dalam

kemenanggulangian bermasyarakat.

2. Penanggulangan Secara Represif

Penanggulangan secra repernsif dilaksanakan apabila kejahatan

sudah terjadi, dalam hal ini adalah kejahatan pencurian kendaraan

bermotor. Sebagai halnya dengan upaya preventif, dalam upaya reprensif

ini yang melakukan upaya-upaya penanggulangan yaitu Polres Sleman.

Tindakan-tindakan reprensif dari aparat kepolisian meliputi

tindakan-tindakan penyelidikan, penyidikan dan dilanjutkan dengan

pelimpahan berkas perkara kepada jaksa penuntut umum. Preses

penyidikan, penyelidikan dan pelimpahan perkara kepada pihak kejaksaan


merupakan suatu proses yang penting dalam upaya reprensif terhadap

kejahatan pencurian kendaraan bermotor karena dalam upaya tersebut

merupakan awal dari keseluruhan proses hukum suatu kejahatan

pencurian kendaraan bermotor yang dimulai dari pengungkapan kasus

kejahatan pencurian kendaraan bermotor kemudian dilanjutkan dengan

penyidikan dan pembuatan berkas perkara pemeriksaan dan selanjutnya

dilimpahkan kepada jaksa penuntut umum untuk dilanjutkan dengan

proses hukum selanjutnya, yaitu penuntutan dan pemeriksaan di muka

sidang pengadilan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa upaya ini merupakan

bagian dari upaya penyelesaian perkara sekaligus ini merupaan bagian

dari upaya penyelesaian proses penegakan hukum secara nyata dalam hal

adanya suatu peristiwa kongkrit. Dalam upaya ini pihak kepolisian

bekerja sama dengan pihak kejaksaan yang ditandai dengan pengiriman

SPDP atau Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dari pihak

kejaksaan. Kerjasama ini dimaksudkan agar tahap awal dari proses

hukum yang meliputi penyidikan dan pembuatan berkas acara

pemeriksaan dapat berjalan lancar sehingga perkara dapat cepat

diselesaikan secara hukum.

Selain itu pihak kepolisian dapat melakukan tindakan-tindakan

reprensif dalam bentuk yang lain apabila terjadi peningkatan angka

kejahatan pencurian kendaraan bermotor. Upaya-upaya tersebut antaralain

yaitu :
a. Operasi-operasi curanmor

Operasi ini merupakan operasi anti kejahatan dan perlengkapan

kejahatan bermotor. Sasaran dari operasi-operasi ini yaitu semua

kendaraan bermotor di jalan raya dengan memeriksa kelengkapan-

kelengkapan kendaraan baik kelangkapan fisik maupun kelangkapan

surat-suratnya. Operasi-operasi ini dilaksanakan sendiri oleh pihak

kepolisian dan kadang-kadang bekerja sama dengan instansi terkait

seperti Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJR).

Operasi curanmor dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :

1. Operasi terpusat

Operasi ini dilaksanakan atas perintah dari pusat yaitu dari Kapolri

kepada segenap jajaran kepolisian di seluruh Indonesia. Operasi

ini sifatnya nasional dibawah pengawasan dari Mabes Polri.

2. Operasi kewilayahan

Operasi ini dilaksanakan dibawah kendali dari Polda dan

dilaksanakan oleh jajaran kepolisian dibawah Polda. Operasi ini

dilaksanakan dengan melihat angka kejahatan yang tertinggi di

masing-masing Polda. Jadi untuk operasi kewilayahan ini antara

Polda yang satu dengan yang lain bisa berbeda tergantung dari

jenis kejahatan yang menonjol di daerahnya.

3. Operasi rutin (opstin)

Operasi ini dilaksanakan secara rutin pada sewaktu-waktu, seperti

halnya patroli rutin. Operasi ini selain memeriksa kelangkapan


surat-surat kendaraan bermotor juga dimaksudkan untuk

menjaring kendaraan bermotor hasil curian yang terkena operasi.

4. Operasi rutin (opstin) yang ditingkatkan

Operasi ini tingkatanya di atas opersi rutin dan dilaksanakan

berulang-ulang apabila tingkat kejahatan pencurian kendaraan

bermotor cukup tinggi. Opstin yang ditingkatkan ini bisa digelar

pada malam hari atau pada jam-jam tertentu tergantung tingkat

kerawanannya.

5. Operasi khusus

Operasi khusus ini pelaksanaannya hanya pada waktu-waktu

tertentu saja dan bias juga dilaksanakan atas perintah dari atasan,

seperti operasi Pekat Sleman, operasi-operasi pada waktu lebaran

atau tahun baru dengan nama sandi operasi ketupat dan operasi

lilin.

b. Meningkatkan patroli

Apabila tingkat kejahatan pencurian kendaraan bermotor cukup tinggi, maka

upaya reprensif lain yang ditempuh kepolisian yaitu dengan meningkatkan

patrol di wilayahnya masing-masing. Patrol ini dilaksanakan dengan

berkeliling pada jam-jam rawan kejahatan curanmor yang sasarannya adalah

kendaraan-kendaraan bermotor dengan mencurigai kendaraan bermotor yang

tidak ada plat nomornya atau kendaraan yang tidak dilengkapi surat-surat.
D. Hambatan-hambatan Dalam Upaya Penanggulangan Kejahatan Curanmor

di Wilayah Hukum Polres Sleman

Hambatan-hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan penggulangan

kejahatan pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan pihak kepolisian, dalam

hal ini Polres Sleman antara lain :

1. Keterbatasan aparat

Polres Sleman dalam upaya menanggulangi kejahatan pencurian

kendaraan bermotor juga tidak lepas dari berbagai hambatan diantranya

terbatasnya petugas dengan luas Wilayah Hukum Polres Sleman yang harus

dilayani. Untuk mengatasi hambatan ini dari pihak Polri selain berusaha terus

menambah kualitas dan kuantitas aparat juga mengharapkan partisipasi aktif

masyarakat dalam membantu tugas-tugas Polisi terutama upaya

menanggulangi kejahatan pencurian kendaraan bermotor.

2. Laporan terlambat

Hambatan yang selama ini masih sering terjadi yaitu terlambatnya

laporan dari masyarakat tentang adanya kasus curanmor. Hal ini akan

menyebabkan kasus sulit untuk diselesaikan karena pelaku sudah jauh

melarikan diri dan sulit untuk ditangkap. Laporan dari masyarakat yang

terlambat ini disebabkan oleh karena kurangnya sarana komunikasi karena

kondisi wilayahnya sangat luas belum terjamah oleh sarana komunikasi yang

cepat seperti telepon, disamping itu belum semua kantor Polisi ada fasilitas

teleponnya. Dalam melaporkan kejadian curanmor biasanya pelapor/korban

datang ke kantor polisi terdekat dan kadang-kadang jarak antara TKP dengan

kantor Polisi sangat jauh.


3. Sarana komunikasi

Sarana komunikasi untuk memperlancar hubungan antara personel

Polisi dalam menjalankan semua tugas-tugasnya yaitu menggunakan alat

komunikasi yang murah dan cepat yaitu pesawat HT. selain itu sarana

komunikasi menghubungkan antar kantor juga menggunakan HT.

Namun sarana komunikasi ini masih banyak kendalanya karena tidak

semua personil Polisi mempunyai pesawat HT, ditambah lagi hubungan

komunikasi lewat udara ini banyak sekali gangguannya baik karena gangguan

alam. Sementara itu sarana komunikasi yang lebih baik yaitu lewat telepon

juga masih banyak kendalanya.

4. Kondisi geografis

Wilayah Hukum Polres Sleman yang cukup luas. Hal ini akan

menguntungkan bagi pelaku curanmor untuk melarikan diri dan bersembunyai

di tempat-tempat yang terpencil. Kendala geografis ini menyulitkan pihak

Kepolisian dan dilain pihak memudahkan pelaku kejahatan curanmor untuk

melarikan diri maupun bersembunyi.

5. Palaku dari Sleman

Kebanyakan pelaku berasal dari luar daerah Hukum Polres Sleman.

Hal ini akan menyulitkan penyelesaian perkaranya karena pelaku sulit

ditangkap. Pelaku yang berasal dari luar Sleman setelah berhasil mencuri

kendaraan yang menjadi sasarannya biasanya langsung melarikan kendaraaan

tersebut ke luar daerah Sleman. Untuk mengatasi hambatan ini Polres Sleman

bekerja sama dengan Polres-Polres di luar Sleman terutama saling


memberikan informasi kejahatan curanmor yang terjadi di wilayah masing-

masing.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah disebutkan di atas, atara lain dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor-faktor penyebab kejahatan pencurian kendaraan bermotor di Wilayah

Hukum Polres Sleman disebabkan oleh beberapa faktor. Dan berbagai faktor

yang mempengaruhi terjadinya kejahatan pencurian kendaraan bermotor

tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu dari segi pelaku kejahatan

curanmor, dari segi pemilik atau pemakai kendaraan bermotor dan dari segi

kendaraan bermotornya. Dilihat dari segi pelakunya antara lain disebabkan

oleh faktor ekonomi termasuk krisis keluarga dan faktor tayangan film atau

televisi. Dari segi pemulik atau pemakainya yaitu faktor kelengkapan pemilik

atau pemakai dalam memarkir kendaraan bermotor dan kebiasaan tidak

mengunci stang atau anak kunci tidak dicabut dari tempatnya. Sedangkan dari

segi kendaraan bermotornya antara lain disebabkan karena meningkatnya

jumlah kendaraan bermotor yang mudah dipindah-pindahkan, harga jual

kendaraan curian cukup tinggi dan kunci pengaman standar pabrik yang

mudah dibobol atau dirusak.

2. Upaya-upaya penanggulangan kejahatan pencurian kendaraan bermotor di

Wilayah Hukum Polres Sleman. Upaya penanggulangan tersebut meliputi

penanggulangan kejahatan desa dari kejaksaan, terbatasnya anggaran untuk

program-program pembinaan narapidana, terbatasnya tempat untuk


pembinaan ketrampilan dan terbatasnya tenaga pendidik ketrampilan

khususnya narapidana, terbatasnya sarana komunikasi pihak kepolisian,

keadaan geografis yang sangat luas, kebanyakan pelaku curanmor berasal dari

luar daerah Wilayah Hukum Polres Sleman.

3. Sedangkan kendala sosial yaitu tidak maunya warga masyarakat untuk

mengikuti program-program penyuluhan hukum sebagai bagian dari upaya

penanggulangan preventif terhadap kejahatan pencurian kendaraan bermotor

yang dapat dilihat dari sedikitnya perserta program penyuluhan hukum.

Hambatan atau kendala tersebut di atas juga menjadi sebab tingginya kasus

kejahatan pencurian kendaraan bermotor dan rendahnya/sedikitnya

penyelesaian kasus tersebut di Wilayah Hukum Polres Sleman.

B. Saran

1. Dalam melaksanakan upaya penanggulangan kejahatan pencurian kendaraan

bermotor baik upaya preventif, reprensif maupun kuratif supaya diperhatikan

dengan sungguh-sungguh faktor-faktor penyebabnya agar dapat memperoleh

hasil yang lebih maksimal lagi. Selain itu semua hambatan atau kendala yang

ada diminimalkan sehabis mungkin agar penyelesaian kasus curamnor dapat

lebih bertambah/meningkat.

2. Perlu ditingkatkan pendidikan pembinaan kesadaran hukum yang diberikan

kepada anak sedini mungkin terutama melalui jalur pendidikan formal di

bangku sekolah

3. Mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk lebih meningkatkan dukungan

atau bantuan terhadap seluruh upaya penggulangan kejahatan pencurian


kendaraan bermotor dengan jalan melaporkan kejadian pencurian kepada

petugas juga atau petugas piket aparat setempat.

4. Program-program penyuluhan supaya dilaksanakan bersamaan dengan

pertemuan-pertemuan yang sudah dijalankan secara rutin oleh warga

masyarakat seperti arisan, temuan warga atau pertemuan-pertemuan yang lain.

Selain itu perlu untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan hukum pada waktu

malam hari, karena pada waktu siang hari kebanyakan dipergunakan warga

masyarakat untuk bekerja mencari nafkah. Dengan demikian warga

masyarakat tidak merasa waktu dan tenaganya hanya sekedar untuk mengikuti

penyuluhan.
DAFTAR PUSAKA

Daftar buku

Abdulsyani, 1987, Sosiologi Kriminal, Remadja Karya, Bandung.

Dermawan, Mohammad Kamal, 1994, Strategi Pencegahan Kejahatan, Citra aditya


Bakti, Bandung.

Moelyanto, 1996, Kitab Undang-Undang hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta.

Sudarsosno, 1991, Kenakalan Remaja, Rineka Cipta, Jakarta.

Dirdjosisworo, Soedjono, 1983, Penanggulangan Kejahatan, Alumni UI, Bandung.

Faal, M, 1991, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi, Pradya Pratama, Jakarta.

Hadisoeprapto, Hartono, 1993, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Liberty,


Yogyakarta.

Kartono, Kartini, 1992, Patalogi Sosiologi I, Rajawali Pers, Jakarta.

Laminating, P.A.F, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung.

Marpaung, Laden, 1991, Unsur-Unsur Perbuatan yang Dapat di Hukum (Delik),


Sinar Grafika, Jakarta.

Mertokusumo, Sudikno, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty,


Yogyakarta

Moeljatno, 1993, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Noach, WME, 1992, Kriminal Suatu Pengantar, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Prakoso, Joko, 1987, POLRI Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum, Bina
Aksara, Jakarta.

Prodjodikoro, Wirjono, 1986, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco,


Bandung

Purnomo, Bambang, 1985, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 1981, Kriminologi Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia, Jakarta.


Soekanto, Soerjono, dan kawan-kawan, 1987, Penanggulangan Pencurian
Kendaraan Bermotor, Bina Aksara, Jakarta.

Tabah, Anton, 1993, Patroli Polisi, Gramedia Jakarta Utama, Jakarta.

Widayanti, Nanik, dan Panji Anoraga, 1987, Perkembangan Kejahatan dan


Masalahnya, Pradya Pratama, Jakarta.

Daftar Peraturan Perundang-Undangan

TAP MPR No. IV 1999 tentang GBHN Tahun 1999-2004, 2001, Pustaka Setia,
Bandung.

Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana, 1999-2000, Mentri, Kehakiman


Republik Indonesia.

Undang-Undang No, 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,


2002, Citra Umbara, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai