Anda di halaman 1dari 125

ANALISIS YURIDIS TERHADAP NOTARIS YANG

DIBERHENTIKAN SEMENTARA DARI JABATANNYA KARENA


SEDANG MENJALANI MASA PENAHANAN

Oleh :
I MADE BAGAS ADHITYA
2022010461052

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JAYABAYA
JAKARTA
2023
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .............................................................................................. i

Lembar Persetujuan ......................................................................................... ii

Ringkasan ....................................................................................................... iii

Summary ......................................................................................................... iv

Kata Pengantar ................................................................................................ v

Daftar Isi ......................................................................................................... vi

Daftar Tabel .................................................................................................... vii

BAB I
PENDAHULUAN .........................................................
Latar Belakang Masalah .................................................
1.1. Rumusan Masalah ....................................................
1.2. Tujuan Penelitian .....................................................
1.3. Manfaat Penelitian ...................................................
1.6. Kerangka Teoritik ....................................................
1.7. Metode Penelitian ....................................................
1.8. Definisi Konsep .......................................................
1.9. Sistimatika Penulisan ...............................................
1.10. Desain Penelitian ...........................................................
1.11. BAB II ...........................................................................

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................

Kajian Umum Tentang Kenotariatan ...............................


2.1.1. Pengertian Notaris ............................................
2.1.2. Pengangkatan Dan Pemberhentian Notaris ........
2.1.3. Hak, Kewajiban dan Larangan Notaris ..............
2.1.4. Kode Etik Profesi .............................................
2.2. Kajian Tentang Penahanan ................................
2.2.1. Pengertian Penahanan .......................................
2.2.2. Syarat - Syarat Penahanan.................................
2.2.3. Lamanya Waktu penahanan ..............................
2.2.4. Bentuk – Bentuk Penahanan..............................
BAB III ............................................................................

HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................


3.1. PEMBERHENTIAN SEMENTARA UNTUK NOTARIS YANG SEDANG
MENJALANI MASA PENAHANAN PADA PASAL 9 AYAT 1 HURUF e (UU
NO. 2 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN NOTARIS) BERLAKU UNTUK
SEMUA JENIS PENAHANAN PADA PASAL 22 KUHAP
3.1.1 Pengaturan Pemberhentian Sementara Notaris Dalam Undang-undang No. 2
Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.................
3.1.2. Pengaturan Penahanan Pada KUHAP ................
3.1.3. Analisis pemberhentian sementara untuk Notaris yang sedang menjalani masa
penahanan sementara pada pasal 9 ayat 1 huruf e (UU No. 2 Tahun 2014 Tentang
Jabatan Notaris) ................................................
3.2 NOTARIS YANG DIKENAKAN PENAHANAN RUMAH ATAU
PENAHANAN KOTA DALAM MENJALANKAN TUGAS JABATANNYA
SEBAGAI NOTARIS .......................................
3.2.1 Tugas jabatan Notaris .......................................
3.2.2 Tempat Kedudukan dan Wilayah Jabatan Notaris
3.2.3 Pertanggungjawaban Notaris.............................
3.2.4 Pengertian Penahanan .......................................
3.2.5 Analisa Notaris Yang Dikenakan Tahanan Rumah Atau Tahanan Kota Masih
Dapat Menjalankan Tugas Jabatannya Sebagai Notaris.... BAB IV
PENUTUP .......................................................................
4.1. Kesimpulan ..............................................................
4.2. Saran........................................................................

DAFTAR PUSTAKA
1

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar Orisinalitas Penelitian ....................................................................... 12

Tabel 1.2 Kategori Pemberian Sanksi Pemberhentian Notaris ...................................... 76

Tabel 1.3 Lamanya Penahanan ................................................................................... 84


2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila


dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin
kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi setiap warga negara.
Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan
alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai perbuatan, perjanjian,
penetapan, dan peristiwa hukum yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris.1
Berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris telah melahirkan perkembangan hukum dalam dunia kenotariatanpada
saat ini. Undang-Undang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2Tahun
20142 yang menandai adanya perluasan kewenangan Notaris3. yang mana
kewenangan tersebut merupakan bentuk pelaksanaan undang-undang didalam
Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Keberadaan kode etik profesi4 Notaris diatur oleh Ikatan Notaris Indonesia
(INI) sebagai wadah tunggal tempat berhimpunnya Notaris di

1
Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Perubahan Undang- Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
2
Selanjutnya disingkat UUJN
3
Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik
dan kewenangan lainnya.
4
Kode etik profesi notaris dalam Pasal 1 Angka 2 Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia ialah
seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya
akan disebut ”Perkumpulan” berdasarkan keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang
ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kode etik ini berlaku bagi serta
wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan
3

Indonesia. Berbeda dengan keadaan sebelum berlakunya Undang-Undang


Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris yang memungkinkan Notaris
berhimpun dalam berbagai wadah organisasi Notaris. Organisasi Ikatan Notaris
Indonesia memiliki kode etik yang berlaku bagi masing-masing anggotanya.
Keberadaan INI sebagai satu-satunya organisasi profesi Notaris semakin
mantap setelah melewati Judicial Reviw di Mahkamah Konstitusi.
Keberadaan kode etik Notaris bertujuan agar suatu profesi Notaris dapat
dijalankan dengan profesional dengan motivasi dan orientasi pada
keterampilan intelektual serta berargumentasi secara rasional dan kritis serta
menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Pengawasan terhadap Notaris sangat
diperlukan untuk menjaga integritas, citra, keluhuran dan martabat Notaris dari
tugas dan jabatannya. Selain itu, agar Notaris tidak melakukan kesalahan-
kesalahan lain di dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris.
Notaris5 adalah Pejabat Umum yang satu-satunya berwenang untuk
membuat akta otentik mengenai semua pembuatan perjanjian dan penetapan
yang diharuskan oleh Peraturan Umum atau oleh yang berkepentingan
dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian
tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan Grosse.6 salinan dan

tugas jabatan sebagai notaris, termasuk di dalamnya para pejabat sementara notaris, notaris
pengganti dan notaris pengganti khusus.
5
Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
menyebutkan bahwa kewenangan notaris adalah membuat akta. Di dalam Pasal 1870 dan 1871
fungsi akta autentik dalam hal pembuktian tentunya diharapkan dapat menjelaskan secara lengkap
dalam proses pembuktian di persidangan karena pada proses peradilan berdasarkan hukum acara
pidana di dalamnya terdapat proses pembuktian. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hlm. 23-24.
6
Grosee adalah salinan dari suatu pengadilan atau akta autentik (akta notaris) yang
mempunyai kekuatan eksekutorial, yang berarti bahwa grosse itu harus memakai kepala di atasnya
kata- kata “Demi Keadilan Berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa”, sebagaiman setiap vonis
pengadilan harus memakai kepala putusan kata-kata tersebut, berdasarkan pasal 4 Undang-Undan
Nomor 14 Tahun 1970 (L.N.1970 No.74 L.N. No.2951). Victor M.Situmorang dan Cormentyana
4

kutipannya, semua sepanjang akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada Pejabat atau orang lain.7
Sedangkan didalam perubahan Undang-undang Jabatan Notaris,
memberikan pengertian bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang ini atau berdasarkan Undang- undang
lainnya.8Artinya bahwa akta Notaris itu berkaitan secara langsung dengan
nilai martabat para pihak yang berjanji. Janji-janji yang telah dinyatakan
dalam akta merupakan cerminan kehendak yang tulus disampaikan oleh para
pihak.
Kebutuhan hukum dalam masyarakat dapat dilihat dengan semakin
banyaknya bentuk perjanjian yang dituangkan dalam suatu akta Notaris,
dimana Notaris merupakan salah satu pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksudkan
dalam Undang-undang.9
Mengetahui pentingnya tugas dan kedudukan Notaris di tengah-tengah
masyarakat dan kekuatan pembuktian dari akta otentik yang dibuatnya, dapat
dikatakan bahwa jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan. Jabatan
kepercayaan yang diberikan Undang-undang dan masyarakat ini mewajibkan
seseorang yang berprofesi sebagai Notaris bertanggung jawab untuk

Sitanggang, , Grosse Akta dalam Pembuktian dan Eksekusi,( Cetakan 1, Rineka Cipta, Jakarta, 1993),
hal 39
7
Peraturan Jabatan Notaris, Pasal 1 Stb 1860-31 disusun oleh GHS Lumban Tobing,
didalam Muchlis Fatahna dkk, 2003, Notaris Bicara Soal Kenegaraan, Watampone Pers, Jakarta, hal
253.
8
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
9
Santia Dewi dan R.M Fauwas Diradja, 2011, Panduan Teori dan Praktik Notaris,
Pustaka Yustika, Yogyakarta, hlm 9.
5

melaksanakan kepercayaan tersebut dengan sebaik-baiknya sertamenjunjung


tinggi etika hukum, martabat serta keluhuran jabatannya. Notaris seringkali
dalam praktiknya terlibat dengan perkara hukum baik sebagai saksi maupun
sebagai tersangka.10
Sebagai pejabat umum Notaris dituntut untuk bertanggungawab terhadap
akta yang dibuatnya. Apabila akta yang dibuat ternyata dibelakang hari
mengandung sengketa maka hal itu perlu dipertanyakan, apakah akta ini
merupakan kesalahan Notaris atau kesalahan para pihak yang tidak mau jujur
dalam memberikan keteranganya kepada Notaris.
Keterlibatan Notaris dalam perkara hukum disebabkan adanya kesalahan
pada akta yang dibuatnya, baik karena kesalahan Notaris itu sendiri maupun
kesalahan para pihak atau salah satu pihak yang tidak memberikan keterangan
atau dokumen yang sebenarnya (tidak adanya iktikad baik dari para pihak atau
salah satu pihak) atau telah ada kesepakatan antara Notaris dengan salah satu
pihak yang menimbulkan kerugian pada pihak lain. Berhubungan dengan akta
yang dibuatnya, Notaris harus dimintakan pertanggungjawaban pidananya
karena menimbulkan kerugian bagi para pihak atau salah satu pihak11. Notaris
pada dasarnya tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana, karena
Notaris hanya bertanggung jawab pada sisi formal pembuatan akta.12

10
Mulyoto, Kesalahan Notaris dalam Pembuatan Akta Perubahan Dasar

(Yogyakarta : CV, Cakrawala Media , 2010), hlm2.


11
Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, Ke Notaris, Raih Asa Sukses (RAS), Jakarta,
2009, hal 82.
12
Pieter Latumaten, Kebatalan dan Degredasi Kekuatan Bukti Akta Notaris Serta
Model Aktanya, Makalah yang disampaikan pada Kongres XX Ikatan Notaris Indonesia diSurabaya
2009.
6

Akhir akhir ini banyak Notaris yang dipanggil ke kantor polisi, baik
dalam kapasitasnya sebagai saksi atau diindikasikan menjadi tersangka,
maupun yang sudah berstatus sebagai tahanan POLRI.13 Notaris yang
melanggar hukum dalam melaksanakan jabatannya baik disengaja maupun
karena kelalaian kini tidak bisa tenang lagi. Pihak pihak yang merasa
dirugikan dapat membuat pengaduan ke Majelis Pengawas Notaris dan
kepolisan. Apabila Notaris mengabaikan tugas jabatannya dan keluruhandari
martabatnya dan melakukan pelanggaran terhadap undang-undang Nomor 2
Tahun 2014, tentang perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan peraturan perundag- undangan lainya
yang berlaku maka Majelis Pengawas dapat bertindak tegas mengenakan
sanksi. Bahkan dapat memberikan rekomendasi kepada MenteriHukum dan
Hak Asasi Manusia untuk mencabut izin operasionalnya. Kepada Notaris
yang bersangkutan tidak tertutup kemungkinan untuk dituntut ke pengadilan,
baik dalam perkara perdata maupun pidana.
Sebagai bukti dari pernyataan tersebut diatas ada contoh kasus yang
dikemukakan : Contoh Kasus
Notaris EA, SH, yang berkedudukan di Kota Bukitttinggi Provinsi
Sumatera Barat, yang ditahan oleh Polda Sumatera Barat pada hari selasa,
tanggal 4 Mei 2016, terkait kasus dugaan penggelapan sertifikat sebidang tanah
diKota Bukittinggi salah satu Aset PT.RT (dalam likuidasi). Notaris E A, SH
ditahan setelah melewati proses peyelidikan dan penyidikan, penyidik
mengumpulkan bukti-bukti dan keterangan-keterangan saksi sehingga cukup

13
Muchlis Patahna, Apa Akar Masalahnya Banyak Notaris Tersandung Kasus, RenvoiNomor
1.37.IV, Juni 2006, hlm 14.
7

untuk menetapkan Notaris EA, SH, sebagai tersangka sehinggga dilakukan


penahanan.
Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia, dan Menteri juga berwenang menentukan formasi jabatan Notaris
pada daerah kabupaten atau kota sebagai tempat kedudukan Notaris.14
Sedangkan ketentuan mengenai Notaris yang diberhentikan sementara dan
juga diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya diatur di dalam pasal 9
dan pasal 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris15
Selain dari pada itu, di dalam pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

14
Notaris dapat berhenti dan diberhentikan dari jabatannya baik diberhentikan secara
hormat, di berhentikan sementara dan juga diberhentikan secara tidak hormat. Dalam pasal 8
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris dijelaskan bahwa : 1. Notaris berhenti atau diberhentikan dari
jabatannya dengan hormat karena : a. Meninggal dunia b. Telah berumur 65 ( enam puluh lima )
tahun c. Permintaan sendiri d. Tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan
tugas jabatan notaris secara terus menerus lebih dari 3 ( tiga ) tahun; atau e. Merangkap jabatan
sebagaimana dimakhsud dalam pasal 3 huruf g 2. Ketentuan umur sebagaimana dimakhsud pada
ayat ( 1 ) huruf b dapat diperpanjang sampai berumur 67 ( enam puluh tujuh ) tahun dengan
mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan
15
Pasal 9 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menjelaskan bahwa : 1. Notaris
diberhentikan sementara dari jabatannya karena : 6 a. Dalam proses pailit atau penundaan
kewajiban pembayaran utang b. Berada dibawah pengampuan c. Melakukan perbuatan tercela d.
Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan serta kode etik notaris atau e.
Sedang menjalani masa penahanan 2. Sebelum pemberhentian sementara sebagaimana
dimakhsudpada ayat ( 1 ) dilakukan, notaris diberi kesempatan untuk membela diri dihadapan
Majelis Pengawas secara berjenjang 3. Pemberhentian sementara notaris sebagaimana
dimakhsud pada ayat ( 2 ) dilakukan oleh menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat 4.
Pemberhentian sementara berdasarkan alasan sebagaimana dimakhsud pada ayat ( 1 ) huruf c
dan huruf d berlaku paling lama 6 ( enam ) bulan. Sedangkan di dalam pasal 12 Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris menjelaskan bahwa menjelaskan bahwa : 7 Notaris diberhentikan dengan tidak
hormat dari jabatannya oleh menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila : a. Dinyatakan pailit
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap b. Berada
dibawah pengampuan secara terus menerus lebih dari 3 ( tiga ) tahun c. Melakukan perbuatan
yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan notaris, atau d. Melakukan pelanggaran
berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan
8

Jabatan Notaris menjelaskan bahwa Notaris diberhentikan dengan tidak hormat


oleh Menteri karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 ( lima ) tahun ataulebih.
Dalam Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena sedang
menjalani masa Penahanan, pada Pasal 21 angka 21 KUHAP disebutkanbahwa
penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh
penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal
serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini, yang mana
penempatan tersangka atau terdakwa dapat dihukum dengan jenis penahanan
yang berbeda-beda.
Pasal 22 KUHAP menyebutkan ada 3 (tiga) jenis penahanan, yaitu

1. Jenis Penahanan dapat berupa :

a. Penahanan rumah tahanan Negara;

b. Penahanan rumah;

c. Penahanan Kota;

2. Penahanan rumah dilaksanakan dirumah tinggal atau rumah kediaman


tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasanterhadapnya
untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan
kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan disidang
pengadilan.
9

3. Penahanan kota dilaksanakan dikota tempat tinggal atau tempat


kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka
atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan.

Dalam Praktik Notaris, ada juga Notaris yang Kantor Notarisrnya


merangkap dengan rumahnya atau rumah merangkap kantor Notaris. Jika
pengertian penahanan rumah dilakukan dirumah tersangka atau terdakwa
sendiri, untuk Notaris yang dikenakan Penahanan rumah dan merangkap
Kantor atau Kantor merangkap rumah masih bisakah menjalankan tugas
jabatannya karena penahanan dilakukan dirumah sendiri yang rumah
merangkap kantor tersebut.
dengan alasan sedang menjalani masa penahanan seperti yang ditegaskan
pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, tentang
perubahan Undang-undang Nomor 30 tahun 2004, tentang Jabatan Notaris,
dalam masa Penahanan tidak ada penjelasan integral sebagaimana dalamkitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) apa yang dimaksud dengan
penahanan dan ada beberapa jenis penahanan, kemudian apakah penahanan
yang dialami Notaris tersebut ada kaitannya dalam pelaksanaan tugas jabatan
Notaris atau Tindak pidana pada umumnya.
Notaris tidak hanya sebagai pejabat hukum yang terkungkung dalam
aturan-aturan yuridis yang serba mengikat, melainkan juga sebagai individu
yang hidup dalam masyarakat, selain terikat pada tatanan social juga memiliki
kebebasan dalam membentuk dunianya sendiri sehingga tidak menutup
kemungkinan melakukan kekhilafan yang merujuk pada Tindak Pidana diluar
dari pelaksanaan tugas jabatannya sebagai Notaris.
1
0

Dari latar belakang tersebut mendorong penulis untuk melakukan kajian


dan analisis pada penulisan tesis ini dengan mengambil Judul Tesis : Analisis
Yuridis Terhadap Notaris Yang Diberhentikan Sementara Dari
Jabatannya Karena Sedang Menjalani Masa Penahanan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang tersebut, muncul beberapa permasalahan yaitu


:
1. Apakah pemberhentian sementara untuk Notaris yang sedang menjalani
masa penahanan pada pasal 9 ayat 1 huruf e (UU No. 2 Tahun 2014 Tentang
Jabatan Notaris) berlaku untuk semua jenis penahanan pada pasal 22
KUHAP ?
2. Apakah Notaris yang dikenakan penahanan rumah atau penahanan kota
masih dapat menjalankan tugas jabatannya sebagai Notaris?

1.3. Tujuan Penelitian

Identifikasi tujuan yang hendak dicapai dalam suatu penelitian adalah sangat
penting mengingat tujuan penelitian dengan manfaat yang akan diperoleh dari
penelitian sangat erat hubungannya. Oleh sebab itu, tujuan dalam penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisa Apakah pemberhentian sementara
untuk notaris yang sedang menjalani masa penahanan pada pasal 9 ayat 1
huruf e (UU No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris) berlaku untuk
semua jenis penahanan pada pasal 22 KUHAP.
11

2. Untuk mengetahui dan menganalisa Apakah Notaris yang dikenakan


penahanan rumah atau penahanan kota masih dapat menjalankan tugas
jabatannya sebagai Notaris.

1.4. Kegunaan Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini baik secara teoritis maupun
secara praktis, adalah :
1. Secara Teoritis

a. Menjadi acuan bagi mahasiswa dalam melakukan penelitian yang


sama.
b. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai ilmu Kenotariatan
khususnya bagi Notaris yang mengalami pemberhentian Sementara
karena sedang menjalani masa penahanan.
2. Secara praktis :

1. Bagi penulis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat


positif bagi pengembangan kajian ilmu hukum khusunya ilmu
kenotariatan, mengenai Analisis yuridis terhadap Notaris yang
diberhentikan sementara dari jabatannya karena sedang menjalani
masa penahanan seperti yang dimaksud pasal 9 ayat (1) huruf e UU
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang perubahan atas Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
2. Bagi masyarakat: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan kepada masyarakat luas tentang Analisis Yuridis terhadap
notaris yang diberhentikan sementara dari jabatannya karena sedang
menjalani masa penahanan seperti yang
12

dimaksud pasal 9 ayat (1) huruf e UU Nomor 2 Tahun 2014 Tentang


perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris.
3. Bagi Notaris: Penelitian ini diharapakan memberikan kontribusi
yang positif khususnya kepada Notaris dalam melaksanakan tugas
jabatannya sesuai Peraturan Perundang-undagan Nomor 2 Tahun
2014, Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun
2004, Tentang Jabatan Notaris.

1.5. Kerangka Teoritik

Teori yang melandasi penulisan ini diantaranya Teori Kewenangan, dan


Teori Keadilan. Kedua teori tersebut akan digunakan sebagai pisau analisa
dalam pembahasan dan untuk menjawab rumusan masalah yang ada dalam
penelitian, berikut ini adalah pemaparan dari kedua teori tersebut.
1.6.1 Teori Kewenangan

Kewenangan merupakan bagian dari kerja-kerja Notaris sebagai pejabat


publik, untuk itu Kewenangan sengaja oleh penulis menjadi kerangka teoritik
karena disesuaikan dengan tema yang penulis angkat dari Tesis ini yaitu terkait
Analisis yuridis terhadap Notaris yang diberhentikan sementara dari
jabatannya karena sedang menjalani masa penahanan seperti yang dimaksud
pasal 9 ayat (1) huruf e UU Nomor 2 Tahun 2014 Tentang perubahan atas
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
13

Kewenangan atau wewenang merupakan suatu istilah yang biasa digunakan


dalam lingkup hukum public, tetapi terdapat perbedaan diantara keduanya. 16.
Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formil, kekuasaan yang
berasal dari Undang-Undang. Sedangkan wewenang hanya merupakan bagian
tertentu dari kewenangan. Wewenang adalah hak untuk memberi suatu
perintah serta kekuasaan yang dipatuhi. Kewenangan diperoleh oleh seseorang
melalui dua cara yaitu :
a. Atribusi

Atribusi ialah wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Atribusi ini
diperlihatkan dalam wewenang yang dimiliki oleh organ-organ
pemerintahan dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kewenangan
yang dibentuk oleh Undang-Undang. Atribusi ini menunjuk pada
kewenangan asli berdasarkan konstitusi dan peraturan perundang-
undangan.
b. Pelimpahan wewenang

Pelimpahan wewenang merupakan penyerahan sebagian dari


wewenang atasan kepada bawahan tersebut untuk membantu
melaksanakan tugas-tugasnya. Pelimpahan wewenang ini
dimaksudkan untuk menunjang kelancaran tugas dan ketertiban alur
komunikasi yang bertanggung jawab, dan sepanjang tidak ditentukan
secara khusus oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

16
menurut Soerjono Soekanto terdapat perbedaan antara kekuasaan dan kewenangan
yaitu setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak yang lain dapat dinamakan kekuasaan,
sedangkan kewenangan adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang, yang
mendapat pengakuan dari sekelompok masyarakat. Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi
Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003) hlm.91
14

Terdapat tiga kategori dalam kewenangan menurut Lutfi Efendi17, yaitu :

1) Kewenangan Atributif

Kewenangan atributif bersumber atau berawal dari pembagian suatu


kekuasaan negara oleh Undang-Undang Dasar. Kewenangan atributif
juga dapat disebut kewenangan asli atau kewenangan milik sendiri yang
tidak dapat dibagi-bagikan kepada pihak lain. Dalam kewenangan
atributif, pelaksanaannya dilakukan sendiri oleh pejabat atau badan
tersebut. Adapun mengenai tanggung jawab dan gugatan berada pada
pejabat ataupun pada badan sebagaimana tercantum dalam peraturan
dasar.18
2) Kewenangan Mandat

Kewenangan mandat adalah kewenangan yang berasal dari suatu


prosedur pelimpahan wewenang dari pejabat yang memiliki jabatanlebih
tinggi kepada pejabat yang jabatannya lebih rendah. Kewenangan
mandat terdapat dalam hubungan pejabat atasan dengan bawahannya,
kecuali bila ada larangannya yang tidak memperbolehkannya.
Kemudian, terhadap seorang pemberi kewenangan dapat menggunakan
sendiri wewenang yang dilimpahkan tersebut.19
3) Kewenangan delegatif

Kewenangan delegatif merupakan kewenangan yang bersumber dari


pelimpahan suatu organ pemerintahan kepada organ lain dengan dasar
peraturan perundang-undangan. Berbeda dengan kewenangan mandat,

17
Lutfi Effendi, Pokok-pokok Hukum Administrasi, (Malang :Bayumedia 2004) hlm.
77
18
Ibid.
19
Ibid.
15

dalam kewenangan delegatif, tanggung jawab dan gugatan beralih


kepada yang diberi wewenang tersebut atau beralih. Karena itu maka si
pemberi limpahan wewenang tidak dapat menggunakan wewenang itu
lagi kecuali setelah ada pencabutan wewenang. Oleh sebab itu, dalam
kewenangan delegatif peraturan perundang-undangan merupakan
acuan yang menyebabkan lahirnya kewenangan delegatif. Tanpa
peraturan perundang-undangan yang mengatur pelimpahan wewenang
tersebut, maka tidak terdapat kewenangan delegatif.
1.6.2 Teori Keadilan

Keadilan adalah perekat tatanan kehidupan bermasyarakat yang beradab.


Hukum diciptakan agar setiap individu anggota masyarakat dan penyelenggara
negara melakukan sesuatu tidakan yang diperlukan untuk menjaga ikatan
sosial dan mencapai tujuan kehidupan bersama atau sebaliknya agar tidak
melakukan suatu tindakan yang dapat merusak tatanan keadilan. Jika tindakan
yang diperintahkan tidak dilakukan atau suatu larangan dilanggar, tatanan
sosial akan terganggu karena terciderainya keadilan.20
Adil pada hakekatnya bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya

dan memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya, yang

20
Untuk mengembalikan tertib kehidupan bermasyarakat, keadilan harus ditegakkan.
Setiap pelanggaran akan mendapatkan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran itu sendiri.
Penegakan Hukum DanTata Kelola Pemerintahan Yang Baik, Keadilan memang merupakan
konsepsi yang abstrak. Namun demikian di dalam konsep keadilan terkandung makna
perlindungan hak, persamaan derajat dan kedudukan di hadapan hukum, serta asas
proporsionalitasantara kepentingan individu dan kepentingan sosial. Sifat abstrak dari keadilan
adalah karena keadilan tidak selalu dapat dilahirkan dari rasionalitas, tetapi juga ditentukan oleh
atmosfir sosial yang dipengaruhi oleh tata nilai dan norma lain dalam masyarakat. Oleh karena itu
keadilan juga memiliki sifat dinamis yang kadang-kadang tidak dapat diwadahi dalam hukum
positif. Moh. Mahfud MD, Penegakan Hukum DanTata Kelola Pemerintahan Yang Baik, Bahan
padaAcara Seminar Nasional “Saatnya Hati Nurani Bicara” yang diselenggarakan oleh DPP Partai
HANURA. Mahkamah Konstitusi Jakarta, 8 Januari 2009. Bahan pada Acara Seminar Nasional
“Saatnya Hati Nurani Bicara” yang diselenggarakan oleh DPP Partai HANURA.
16

didasarkan pada suatu asas bahwa semua orang sama kedudukannya di muka
hukum (equality before the law). Penekanan yang lebih cenderung kepada asas
keadilan dapat berarti harus mempertimbangkan hukum yang hidup di
masyarakat, yang terdiri dari kebiasaan dan ketentuan hukum yang tidak
tertulis.
Keadilan, dalam literatur sering diartikan sebagai suatu sikap dan
karakter. Sikap dan karakter yang membuat orang melakukan perbuatan dan
berharap atas keadilan adalah keadilan, sedangkan sikap dan karakter yang
membuat orang bertindak dan berharap ketidakadilan adalah ketidakadilan.
Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah orang yang tidak
patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair),
maka orang yang adil adalah orang yang patuh terhadap hukum (law- abiding)
dan fair.
Pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan
dalam karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya,
dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan,
yang berdasarkan filsafat umum Aristoteles mesti dianggap sebagai inti dari
filsafat hukumnya karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya
dengan keadilan.21yang sangat penting dari pandangannya ialah pendapat
bahwa keadilan mesti dipahami dalam pengertian kesamaan.
Namun Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan
numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik mempersamakan
setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa kita pahami

21
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, (Bandung, Nuansa dan
Nusamedia, 2004) hlm 24
17

tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa
semua warga adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberi
tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya,
prestasinya, dan sebagainya. Dari pembedaan ini Aristoteles menghadirkan
banyak kontroversi dan perdebatan seputar keadilan.
Lebih lanjut Aristoteles membedakan keadilan menjadi jenis keadilan
distributif dan keadilan korektif. yang pertama berlaku dalam hukum publik
yang kedua dalam hukum perdata dan pidana. Kedailan distributif dan korektif
sama-sama rentan terhadap problema kesamaan atau kesetaraan dan hanya bisa
dipahami dalam kerangkanya. Dalam wilayah keadilan distributif, hal yang
penting ialah bahwa imbalan yang sama-rata diberikan atas pencapaian yang
sama rata. Pada yang kedua yang menjadi persoalan ialah bahwa
ketidaksetaraan yang disebabkan oleh, misalnya pelanggaran kesepakatan,
dikoreksi dan dihilangkan.
Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor,
kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam
masyarakat. Dengan mengesampingkan pembuktian matematis jelaslahbahwa
apa yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga
lain berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil
boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai dengan nilai kebaikannya yakni
nilainya bagi masyarakat.22
Di sisi lain, keadilan korektif berfokus pada pembetulan sesuatu yang
salah. Jika suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan maka

22
Carl Joachim Friedrich, Op.Cit, hlm 17
18

keadilan korektif berusaha memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak


yang dirugikan, jika suatu kejahatan telah dilakukan maka hukuman yang
sepantasnya perlu diberikan kepada si pelaku. Bagaimanapun ketidakadilan
akan mengakibatkan terganggunya kesetaraan yang sudah mapan atau telah
terbentuk. Keadilan korektif bertugas membangun kembali kesetaraan
tersebut. Dari uraian ini nampak bahwa keadilan korektif merupakan wilayah
peradilan sedangkan keadilan distributif merupakan bidangnya pemerintah. 23
Dalam membangun argumennya, Aristoteles menekankan perlunya
dilakukan pembedaan antara vonis yang mendasarkan keadilan pada sifat
kasus dan yang didasarkan pada watak manusia yang umum dan lazim dengan
vonis yang berlandaskan pandangan tertentu dari komunitas hukum tertentu.
Pembedaan ini jangan dicampur-adukkan dengan pembedaan antara hukum
positif yang ditetapkan dalam undang-undang dan hukum adat. Karena
berdasarkan pembedaan Aristoteles, dua penilaian yang terakhir itu dapat
menjadi sumber pertimbangan yang hanya mengacu pada komunitas tertentu
sedangkan keputusan serupa yang lain, kendati diwujudkan dalam bentuk
perundang-undangan, tetap merupakan hukum alam jika bisadidapatkan dari
fitrah umum manusia.24
John Rawls dalam bukunya a theory of justice menjelaskan teori keadilan
sosial sebagai the difference principle dan the principle of fair equality of
opportunity. Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan

23
ibid
24
Carl Joachim Friedrich, Op.Cit, hlm 18
19

sosial dan ekonomis harus diatur agar memberikan manfaat yang palingbesar
bagi mereka yang paling kurang beruntung.25
Istilah perbedaan sosil-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju pada
ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok
kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sementara itu, the principle of fair
equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang paling kurang
mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan
otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus.
Rawls mengerjakan teori mengenai prinsip-prinsip keadilan terutama
sebagai alternatif bagi teori utilitarisme sebagaimana dikemukakan Hume,
Bentham dan Mill. Rawls berpendapat bahwa dalam masyarakat yang diatur
menurut prinsip-prinsip utilitarisme, orang-orang akan kehilangan harga diri,
lagi pula bahwa pelayanan demi perkembangan bersama akan lenyap. Rawls
juga berpendapat bahwa sebenarnya teori ini lebih keras dari apa yang
dianggap normal oleh masyarakat. Memang boleh jadi diminta pengorbanan
demi kepentingan umum tetapi tidak dapat dibenarkan bahwa pengorbanan
ini pertama-tama diminta dari orang-orang yang sudah kurang beruntung
dalam masyarakat.26
Menurut Rawls, situasi ketidaksamaan harus diberikan aturan yang
sedemikian rupa sehingga paling menguntungkan golongan masyarakat yang
paling lemah. Hal ini terjadi kalau dua syarat dipenuhi. Pertama, situasi
ketidaksamaan menjamin maximum minimorum bagi golongan orang yang

25
John Rawls, A Theory of Justice, London, Oxford University Press, 1973, terjemahan
dalam Bahasa Indonesia oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, (Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2006) hlm. 50
26
Ibid hlm 51
20

paling lemah. Artinya situasi masyarakat harus sedemikian rupa sehingga


dihasilkan untung yang paling tinggi yang mungkin dihasilkan bagi golongan
orang-orang kecil. Kedua, ketidaksamaan diikat pada jabatan-jabatan yang
terbuka bagi semua orang. Maksudnya supaya kepada semua orang diberikan
peluang yang sama besar dalam hidup. Berdasarkan pedoman ini semua
perbedaan antara orang berdasarkan ras, kulit, agama dan perbedaan lainyang
bersifat primordial, harus ditolak.
Lebih lanjut John Rawls menegaskan bahwa maka program penegakan
keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip
keadilan yaitu pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas
kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap
orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang
terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik
(reciprocal benefits) bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari
kelompok beruntung maupun tidak beruntung.27
Dengan demikian, prinsip perbedaan menuntut diaturnya struktur dasar
masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal
utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan
orang-orang yang paling kurang beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus
diperjuangkan untuk dua hal: Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan
terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah denganmenghadirkan
institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua,
setiap aturan harus memposisikan diri sebagai

27
Ibid..
21

pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi


ketidak-adilan yang dialami kaum lemah.
1.6. Metode Penelitian

Keberadaan metode penelitian memegang peranan sangat penting untuk


melakukan suatu penelitian ilmiah dibidang hukum. Salah satu cara kerja
keilmuan adalah ditandai dengan metode. Metode penelitian tesis ini diuraikan
sebagai berikut :
1.7.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian


yang dapat diartikan sebagai suatu prosedur ilmiah untuk menemukan
kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.28
Penelitian hukum normatif merupakan suatu penelitian dengan cara analisis
terhadap peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada hukum
dogmatik, teori hukum, dan filsafat hukum.29sehingga pada penulisan tesis ini
merupakan yuridis normatif, dikarenakan un tuk mengidentifikasi masalah
terkait Analisis yuridis terhadap Notaris yang diberhentikan sementara dari
jabatannya karena sedang menjalani masa penahanan seperti yang dimaksud
pasal 9 ayat (1) huruf e UU Nomor 2 Tahun 2014 Tentang perubahan atas
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, serta akan
dilakukan analisis berdasarkan peraturan perundang- undangan dan studi
pustaka (library research).

28
Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang:
Bayumedia, 2012), hlm. 57.
29
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011), hlm. 24.
22

1.7.2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini dipergunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut:


a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach)

Dengan meneliti dan menganalisa peraturan perundang-undangan dengan


menelaah semua peraturan perundang-undangan dan regulasi yang
berhubungan dengan isu hukum yang diteliti. 30Yaitu Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014, Tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 30 Tahun 2004, Tentang Jabatan Notaris, danKitab Undang-
Undang Hukum Pidana
b. Pendekatan analisis konsep hukum (conceptual Approach)

Yaitu dengan meneliti pendapat-pendapat, pernyataan pernyataan,


komentar-komentar dalam muatan hukum dari berbagai pakar, sarjana, ahli
hukum dari dalam negeri maupun luar negeri (asing) peneliti akan
menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum,
konsep-konsep hukum, dan azas-azas hukum yang relevan dengan isu yang
dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin- doktrin
tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu
argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi.

1.7.3. Sumber Bahan Hukum

Penelitian hukum normatif tidak mengenal adanya data-data dalam


penelitian yang dipergunakan, untuk menjawab permasalahan hukum maka

30
Ibid, hlm 93
23

diperlukan adanya sumber-sumber bahan hukum yang terdiri dari bahan


hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas hukum
yang ditetapkan dan memiliki kekuatan yang mengikat, yang terdiri dari
peraturan perundang-undangan, antara lain:
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014, Tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004, Tentang
Jabatan Notaris Pasal 9 ayat (1) huruf e dan Pasal 9 ayat 2
b. Kitab Undang-undang Hukum Pidana;

c. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana pasal 21 dan Pasal 22

d. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun


2014 tentang syarat dan tata cara pengangkatan,
perpindahan,pemberhentian dan perpanjangan masa jabatan Notaris
pasal 66 dan 67
e. Kode Etik Notaris

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan


mengenai bahan hukum primer,31 antara lain berupa:
1) Buku-buku literatur hukum;

2) Risalah sidang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia


(selanjutnya disebut DPR RI) dengan Pemerintah Republik
Indonesia

31
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002), hlm 116.
24

3) Risalah sidang pembahasan undang-undang terkait serta naskah


akademiknya (sewaktu masih dalam bentuk Rancangan Undang-
Undang (RUU)
4) Disertasi, Tesis, atau Laporan Penelitian;

5) Jurnal, Artikel dan Makalah.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yaitu adalah bahan hukum yang dapat membetikan
petunjuk ataupun penjelasann untuk memperkuat bahan hukum primer dan
sekunder, seperti yang berasal dari ensiklopedia dan kamus hukum. Bahan
hukum tersier mendukung proses analisis hukum yang dipergunakan, juga yang
berkaitan langsung dengan materi penelitian ini.
1.7.4. Teknik pengumpulan Bahan Hukum

a) Teknik pengumpula Bahan Hukum Primer

Pengumpulan berpatokan pada Perundang-undangan dimulai mencari


norma pada tingkat Konstitusi, Undang-undang dan Peraturan
pelaksana Undang-undang seperti peraturan pemerintah daerah yang
membahas mengenai Analisis Yuridis terhadap Notaris yang
diberhentikan sementara dari Jabtannya karena sedang menjalani Masa
penahanan.
b) Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Sekunder.

sebagai bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku


termasuk tesis dan Disertasi hukum serta jurnal-jurnal hukum yang
berkaitan dengan Analisis Yuridis terhadap Notaris yang di
25

berhentikan sementara dari jabatannya karena sedang menjalani masa


penahanan.
c) Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Tersier.

Pengumpulan bahan hukum tersier dilakukan dengan cara pencarian


melalui internet dan juga data-data empiris dari permasalahan yang
berkaitan dengan Analisis Yuridis terhadap Notaris yang diberhentikan
sementara dari jabataannya karena sedang menjalanimasa penahanan.
1.7.5 Teknik Analisa Bahan Hukum

Langkah selanjutnya setelah peneliti menemukan bahan hukum primer, bahan


hukum sekunder dan bahan hukum tersier, kemudian analisa bahanhukum akan
diinterpretasikan mengunakan Metode Interpretasi Gramatikal. Pemilihan
Interpretasi Gramatikal yaitu metode penafsiran hukum pada makna teks yang
dalam kaidah hukum dinyatakan. Penafsiran dengan cara demikian bertitik tolak
pada makna menurut pemakaian bahasa sehari-hari. Teknis- yuridis yang lazim
atau sudah dianggap baku.32 Interprestasi Gramatikal dalam penelitian ini terkait
dengan makna teks “Notaris diberhentikan sementara dari Jabatannya Karena
sedang menjalani masa Penahanan” pada pasal 9 huruf e Undang-undang Nomor
2 Tahun 2014, Tentang perubahan atas Undang- undang Nomor 30 Tahun 2004,
tentang Jabatan Notaris. Sehingga bahan hukum yang ada akan dianalisa untuk
melihat bagaimana Undang-undang mengatur mengenai Analisis yuridis
Terhadap Notaris yang diberhentikan sementara dari Jabatannya karena sedang
menjalani masa Penahanan.

32
Ph Visser’Hoft..Penemuan Hukum (Judul asli :Rechtvinding, Penerjemah B. arief
Sidharta. (Bandung: Laboratorium Hukum FH Universitas Parahiyangan,2001) , Hal.25
26

1.7. Definisi Konsep

Dalam penelitian ini ada beberapa istilah yang akan dipergunakan. Untuk
memudahkan dan mencegah terjadinya kesalahpahaman dalam uraian, maka
dibawah ini akan dijelaskan beberapa istilah tersebut yaitu :
1.8.1. Analisa Yuridis

Analisis adalah kegiatan merangkum sejumlah data besar yang masih


mentah kemudian mengelompokan atau memisahkan komponen-komponen
serta bagian-bagian yang relevan untuk kemudian mengkaitkan data yang
dihimpun untuk menjawab permasalahan.
1.8.2. Pemberhentian Sementara

Pemberhentian sementara adalah suatu sanksi bagi pelanggaran


kewenagan terhadap suatu pekerjaan, sehingga tidak dapat melaksanakan
kewenanngannya dalam jangka waktu tertentu, namun setelah sanksi yang
dijalani telah selesai, dapat diangkat kembali untuk menjalani tugas dan
jabatannya
1.8.4. Penahanan

Penahanan adalah Proses atau cara untuk menahan seseorang dikarenakan


perbuatan hukum yang dilakukannya
1.8. Sistimatika Penulisan

Pada bagian ini, peneliti menyusun bagian-bagian yang akan dibahas


menjadi beberapa bab, sehingga lebih sistematis dan mudah dimengerti.
Adapun sistematika penulisan penelitian tesis ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
27

Bagian pendahuluan ini berisi uraian latar belakang masalah yang menjadi
isu hukum untuk meneliti tentang masalah penahanan sementaraNotaris. Uraian
dalam bab ini meliputi juga tujuan penelitian, manfaat penelitian, orisinalitas
penelitian, kajian pustaka, kerangka teori, desain penelitian, metode penelitian
dan sistematika penulisan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan secara runtut mengenai kajian umum tentang
pengertian Notaris, Kewenangan Notaris, Kewajiban Notaris, Larangan Jabatan
Notaris, Tempat Kedudukan dan Wilayah jabatan Notaris, Pengertian
Penahanan, syarat-syarat penahanan, lamanya waktu penahanan, dan Bentuk-
bentuk penahanan.
BAB III : HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini dipaparkan hasil hasil penelitian dan pembahasan yang
akan menunjukkan hasil analisa terhadap rumusan masalah pertama dan kedua
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini merupakan bagian penutup yang akan menguraikan
mengenai kesimpulan yang akan ditarik dari serangkaian analisa hasil
penelitian dan pembahasan yang dilakukan di bab ketiga, serta dalam bab ini
akan diuraikan saran yang berguna bagi para pemangku kepentingan ataupun
penelitian yang akan datang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Kajian Umum Tentang Kenotariatan

2.1.1. Pengertian Notaris

Munculnya lembaga Notaris dilandasi kebutuhan akan suatu alat bukti yang

mengikat selain alat bukti saksi. Adanya alat bukti lain yang mengikat, mengingat

alat bukti saksi kurang memadai lagi sebab sesuai dengan perkembangan

masyarakat, perjanjian-perjanjian yang dilaksanakan anggota masyarakat semakin

rumit dan kompleks.

Istilah Notaris pada dasarnya berasal dari kata “notarius” (bahasa latin), yaitu

nama yang diberikan pada orang-orang Romawi di mana tugasnya menjalankan

pekerjaan menulis atau orang-orang yang membuat catatan pada masa itu. Ada juga

pendapat yang mengatakan bahwa nama “Notaries” itu berasal dar perkataan “nota

literaria” berarti tanda (letter mark atau karakter) yang menyatakan sesuatu

perkataan. 1Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Notaris adalah orang yang

mendapat kuasa dari pemerintah (dalam hal ini Departemen Kehakiman) untuk

mengesahkan dan menyaksikan berbagai surat perjanjian, surat wasiat, akta, dan

sebagainya2.

1
Notodisoerjo, soegondo, R, Hukum Notarial di Indonesia suatu penjelasan, (Jakarta;
Rajawali,1982),hlm.13
2
Tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Penerbit Balai Pustaka, cetakan ke-3, Jakarta
30
31

Hampir selama seabad lebih, eksistensi Notaris dalam memangku jabatannya

didasarkan pada ketentuan Reglement Of Het Notaris Ambt In Nederlandsch No.

1860 : 3 yang mulai berlaku 10 Juli 1860. Yang sekarang dikenal dengan PJN, dalam

kurun waktu itu PJN mengalami beberapa kali perubahan. dan saat ini, Notaris telah

memiliki Undang-Undang tersendiri dengan lahirnya Undang- Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang kemudian dirubah dengan Undang-

undang Nomor 2 tahun 2014.

Berdasarkan sejarah, Notaris adalah seorang pejabat Negara/pejabat umum

yang dapat diangkat oleh Negara untuk melakukan tugas-tugas Negara dalam

pelayanan hukum kepada masyarakat demi tercapainya kepastian hukum sebagai

pejabat pembuat akta otentik dalam hal keperdataan. Pengertian Notaris terdapat

dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, tentang perubahan atas

undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris3 .

Tugas Notaris adalah mengkonstantir hubungan hukum antara para pihak

dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga merupakan suatu akta otentik.

Ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.4

Jabatan Notaris merupakan jabatan yang keberadaannya dikehendaki guna

mewujudkan hubungan hukum diantara subyek-subyek hukum yang bersifat

perdata. Notaris sebagai salah satu pejabat umum mempunyai peranan penting

3
Pengertian Notaris terdapat dalam ketentuan UU Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan
atas UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Bab I Pasal 1 ayat (1) yaitu, Notaris adalah
pejabat umum yang berwenang dan mewakili kekuasaan umum untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasrkan undang-
undang lainnya, untuk kepentingan pembuktian atau sebagai alat bukti.
4
Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, Buku I (Jakarta :PT Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2000), hal. 159
32

yang dipercaya oleh pemerintah dan masyarakat untuk membantu pemerintahdalam

melayani masyarakat dalam menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan

hukum melalui akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapannya, mengingat akta

otentik sebagai alat bukti terkuat dan memiliki nilai yuridis yang esensial dalam

setiap hubungan hukum bila terjadi sengketa dalam kehidupan masyarakat.

Notaris sebagai salah satu penegak hukum karena Notaris membuat alat bukti

tertulis yang mempunyai kekuatan pembuktian. Para ahli hukum berpendapat

bahwa akta notaris dapat diterima dalam pengadilan sebagai bukti yang mutlak

mengenai isinya, tetapi meskipun demikian dapat diadakan penyangkalan dengan

bukti sebaliknya oleh saksi-saksi, yang dapat membuktikan bahwa apa yang

diterangkan oleh Notaris dalam aktanya adalah benar. 5 Dalam Pasal 2 Undang-

undang Jabatan Notaris disebutkan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh

Menteri, sedangkan untuk dapat diangkat sebagai Notaris harusdipenuhi persyaratan

dalam Pasal 3 UUJN6.

Pemerintah menghendaki Notaris sebagai pejabat umum yang diangkat dan

diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk dapat

memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam membantu membuat perjanjian,

5
Liliana Tedjosaputro, Malpraktek Notaris dan Hukum Pidana, (Semarang : CV.
Agung,1991), hlm. 4
6
Syarat tersebut antara lain : 1. warga negara Indonesia; 2. bertakwa kepada Tuhan
YangMaha Esa; 3.berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh tahun); 4. sehat jasmani dan rohani;
5.berijasah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan; 6. telah menjalani magang atau
nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut
pada kantor notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata
dua kenotariatan; 7.tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat atau tidak sedang
memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.
33

membuat akta beserta pengesahannya yang juga merupakan kewenangan Notaris.

Meskipun disebut sebagai pejabat umum, namun Notaris bukanlah Pegawai Negeri

sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang Kepegawaian. Notaris terikat dengan peraturan jabatan pemerintah, Notaris

tidak menerima gaji dan pensiun dari pemerintah, tetapi memperoleh gaji dari

honorarium atau fee dari kliennya.7

Notaris dapat dikatakan sebagai pegawai pemerintah yang tidak menerima

gaji dari pemerintah, Notaris dipensiunkan oleh pemerintah, akan tetapi tidak

menerima pensiun dari pemerintah. Oleh karena itu, bukan saja Notaris yang harus

dilindungi tetapi juga para konsumennya, yaitu masyarakat pengguna jasa Notaris.8

Notaris sebagai pejabat publik, dalam pengertian mempunyai wewenang

dengan pengecualian, dengan mengkategorikan Notaris sebagai pejabat publik,

dalam hal ini publik yang bermakna hukum. Notaris sebagai pejabat publik tidak

berarti sama dengan Pejabat Publik dalam bidang pemerintahan yang dikategorikan

sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, hal ini dapat dibedakan dari produk

masing-masing Pejabat Publik tersebut. Notaris sebagai Pejabat Publik produk

akhirnya yaitu akta otentik, yang terikat dalam ketentuan hukum perdata terutama

dalam hukum pembuktian.9

7
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, (UII Press, Yogyakarta,2009),
hlm. 16.
8
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Sinar Grafika, Jakarta, 2006), hlm. 34.
9
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris sebagai Pejabat
Publik, (Bandung : Refika Aditama, 2008), hlm. 31.
34

Seorang Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus memiliki

keterampilan profesi di bidang hukum juga harus dilandasi dengan tanggungjawab

dan moral yang tinggi serta pelaksanaan terhadap tugas jabatannya maupun nilai-

nilai dan etika, sehingga dapat menjalankan tugas jabatannya sesuai dengan

ketentuan hukum dan kepentingan masyarakat. Notaris dalam melaksanakan

tugasnya secara profesional harus menyadari kewajibannya, bekerja sendiri, jujur,

tidak berpihak dan penuh rasa tanggungjawab dan memberikan pelayanan hukum

kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya untuk

kepentingan umum (public). Dalam melaksanakan tugas dan jabatannya seorang

Notaris harus berpegang teguh pada Kode Etik Jabatan Notaris sebab tanpa itu,

harkat dan martabat profesionalisme akan hilang.

2.1.2. Pengangkatan Dan Pemberhentian Notaris

Notaris sebagai pejabat umum merupakan sebuah profesi hukum yang

memiliki posisi yang sangat strategis dalam pembangunan Indonesia.

Sejak berlakunya UUJN maka Notaris berada di bawah kewenangan Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia, maka dari itu yang dapat mengangkat dan

memberhentikan Notaris hanyalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Untuk dapat diangkatnya seseorang menjadi seorang Notaris harus memenuhi

persyaratan tertentu. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 3 Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Atas Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.10

10
Pasal 3 UU No 2/2014 yang menyatakan bahwa yang dapat diangkat menjadi Notaris
35

Setelah persyaratan untuk diangkatnya menjadi Notaris telah terpenuhi, maka

sebelum menjalankan jabatan wajib mengucapkan Sumpah/janji menurut agamanya

di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia. Pengucapan sumpah/janji tersebut dilakukan paling lambat 60 hari. Jika

tidak terpenuhi maka keputusan pengangkatan sebagai Notaris dapat dibatalkan oleh

Menteri.11

Sehubungan dengan ketentuan Pasal 7 UUJN Perubahan tersebut maka

Notaris sebagai pejabat umum atau organisasi profesi dalam menjalankan tugasnya

dapat berhenti atau diberhentikan karena alasan-alasan tertentu.

Di dalam pasal 8 ayat (1) UUJN Perubahan dinyatakan bahwa Notaris

berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat, karena:

a. meninggal dunia

b. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun

c. permintaan sendiri

adalah : a) warga negara Indonesia. b) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. c) berumur paling
sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun; d) sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat
keterangan sehat dari dokter dan psikiater; e) berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua
kenotariatan; f) telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris
dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas
prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan; g)
tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan
lain yang oleh undang- undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris dan h) tidak pernah
dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
11
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 7 UUJN Perubahan dinyatakan bahwa dalam jangka
waktu paling lamabat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengambilan sumpah/janji jabatan
Notaris , yang bersangkutan wajib : a) menjalankan jabatannya dengan nyata b) menyampaikanberita
acara sumpah/janji jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris , dan Majelis Pengawas
Daerah; dan c) menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap
atau stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri dan pejabat lain yang bertanggung
jawab di bidang pertanahan, Organisasi Notaris , Ketua Pengadilan Negeri, Majelis Pengawas Daerah,
serta Bupati/Walikota di tempat Notaris diangkat.
36

d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas

jabatan Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun

e. Merangkap jabatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 huruf g.

Sementara itu dalam kaitannya dengan ketentuan pasal 9 ayat (1) UUJN

Perubahan diatas, maka Notaris dapat diberhentikan sementara dari jabatannya

karena:

a. dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;

b. berada di bawah pengampuan;

c. melakukan perbuatan tercela;

d. melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan serta

kode etik Notaris ; atau

e. sedang menjalani masa penahanan.

Sejalan dengan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 9 diatas maka Notaris dapat

diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh menteri atas usul Majelis

Pengawas Pusat apabila:12

a. Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

ketentuan hukum tetap;

b. Berada dibaah pengampuan secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;

c. Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat

Notaris;

Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan

12
Roni, Pelaksanaan Kewenangan Pemberian Sanksi Terhadap Notaris Oleh Majelis
Pengawas Wilayah Notaris Sumater Barat. (Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010

),hal 38.
37

2.1.3. Hak, Kewajiban dan Larangan Notaris

Otoritas Notaris diberikan oleh Undang-undang untuk pelayanan kepentingan

publik, bukan untuk kepentingan diri pribadi Notaris. 13 Oleh karena itu kewajiban-

kewajiban yang diemban Notaris adalah kewajiban jabatan (ambtsplicht)14 Notaris

wajib melakukan perintah tugas jabatannya itu, sesuai dengan isi sumpah pada

waktu hendak memangku jabatan Notaris . Batasan seorang Notaris dikatakan

mengabaikan tugas atau kewajiban jabatan, apabila Notaris tidak melakukan

perintah imperatif undang-undang yang dibebankan kepadanya.15

Di dalam melaksanakan tugasnya, Notaris mempunyai beberapa hak,

kewajiban serta larangan. Hak dari seorang Notaris berupa :

a. Hak untuk cuti (Pasal 25 ayat (1))

b. Hak untuk mendapat honorarium atas jasa hukumnya (Pasal 36 ayat (1))

c. Hak ingkar (Pasal 4, jo Pasal 16 huruf f jo Pasal 54)

Kewajiban Notaris meliputi : 16

a. Mengucapkan sumpah/janji sebelum menjalankan jabatannya (Pasal 4ayat

(1)

13
Mulyoto, Kesalahan Notaris dalam Pembuatan Akta Perubahan Dasar (Yogyakarta:CV,
Cakrawala Media, 2010) , hlm 1
14
Simon, Implementasi Sanksi Kode Etik Dalam Jabatan Notaris Di Kota Tanjung
Pinang, (Tesis, Universitas Dipenogoro, Semarang 2011), hlm 16.
15
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum danEtika,
(Yogyakarta : UII Press, 2009), hlm 177.
16
Habib Adjie, Aspek Pertanggung Jawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta,(Bandung :
CV. Mandar Maju, 2011), hlm 91-92.
38

b. Wajib menjalankan jabatan secara nyata, menyampaikan berita acara

sumpah/janji jabatan, alamat kantor, contoh tanda tangan dan paraf serta

teraan cap/stempel jabatan Notaris (Pasal 7 ayat (1))

c. Bertindak jujur, bijaksana, mandiri, tidak berpihak; dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum (Pasal 16 ayat (1)

huruf a)

d. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai

bagian dari Protokol Notaris (Pasal 16 ayat (1) huruf b)

e. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari pengahadap pada Minuta

Akta (Pasal 16 ayat (1) huruf c)

f. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan. Akta, berdasarkan

Minuta Akta (Pasal 16 ayat (1) huruf d)

g. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

(Pasal 16 ayat (1) huruf e)

h. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan supah/janji

jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain (Pasal 16 ayat (1) huruf

f)

i. Menjilid akta (Pasal 16 ayat (1) huruf g)

j. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak

diterimanya surat berharga (Pasal 16 ayat (1) huruf h)

k. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu

pembuatan akta tiap bulan (Pasal 16 ayat (1) huruf i)


39

l. Mengirimkan daftar akta ke Daftar Pusat Wasiat Departemen dalam waktu

5 (lima) hari pada minggu pertama tiap bulan berikutnya (Pasal 16 ayat (1)

huruf j)

m. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap

akhir bulan (Pasal 16 ayat (1) huruf k)

n. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik

Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan,

dan tempat kedudukan yang bersangkutan (Pasal 16 ayat (1) huruf l)

o. Membacakan akta di hadapan penghadap (Pasal 16 ayat (1) huruf m)

p. Menerima magang calon Notaris (Pasal 16 ayat (1) huruf n)

q. Berkantor di tempat kedudukannya (Pasal 19 ayat (1)

r. Wajib memberikan jasa hukum kepada orang yang tidak mampu (Pasal

37 ayat (1))

Larangan yang harus dipatuhi oleh Notaris menurut Pasal 17 UUJN

Perubahan, yaitu :

1. Notaris dilarang :

a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja

berturut-turut tanpa alasan yang sah;

c. merangkap sebagai pegawai negeri;

d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara;

e. merangkap jabatan sebagai advokat;


40

f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik

negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta.

2. Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dikenai sanksi berupa :

a. peringatan tertulis

b. pemberhentian sementara

c. pemeberhentian dengan hormat

d. pemeberhentian dengan tidak hormat

2.1.4. Kode Etik Profesi

Kode etik merupakan norma atau peraturan yang praktis mengenai suatu

profesi, baik tertulis maupun tidak tertulis. Kode etik memuat etika yang berkaitan

dengan sikap yang didasari pada nilai dan standar perilaku orang yang dinilai baik

atau buruk dalam malaksanakan profesinya. Hal-hal tersebut kemudian secara

mandiri dirumuskan, ditetapkan, dan ditegakkan oleh organisasi profesi. Kalangan

Notaris membutuhkan adanya pedoman objektif yang konkret pada perilaku

profesionalnya. Oleh sebab itu diperlukan kaidah perilaku sebagai pedoman yang

harus dipatuhi dalam mengemban profesi Notaris yang muncul dari dalam

lingkungan para Notaris itu sendiri.

Pada dasarnya kode etik Notaris bertujuan untuk menjaga martabat profesi

yang bersangkutan dan juga untuk melindungi klien dari penyalahgunaan keahlian

atau otoritas profesional di lain pihak.17 Standar kode etik Notaris telah

dijabarkan dalam Kode Etik Notaris yang wajib dipatuhi oleh segenap Notaris.

17
Herlien Budiono, Op.Cit, hlm. 170
41

Kode Etik Notaris memuat kewajiban serta larangan bagi Notaris yang sifatnya

praktis. Terhadap pelanggaran kode etik terdapat sanksi-sanksi organisasi dan

tanggung jawab secara moril terhadap citra Notaris, baik sekarang maupun

keberadaan lembaga notariat pada masa yang akan datang.18

Pasal 1 Kode Etik Notaris menjelaskan bahwa kode etik adalah seluruh

kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia (INI)

berdasarkan keputusan kongres dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam

peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu. Kode Etik Notaris

ini berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan

dan semua orang yang menjalaankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di

dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris

Pengganti Khusus.

Ikatan Notaris Indonesia (INI) merupakan satu-satunya ikatan profesi bagi

setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan Notaris di Indonesia

yang keberadaannya diakui oleh pemerintah. INI merupakan perkumpulan bagi

para otaris yang telah memperoleh legalitas berdasarkan Keputusan Menteri

Kehakiman Republik Indonesia tanggal 23 Januari 1995 Nomor C2-

1022.HT.01.06 Tahun 1995. Oleh karena itu INI merupakan Organisasi Notaris

sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 UUJN beserta perubahannya.

Kode etik Notaris memuat kewajiban Notaris yang dapat dibagi menjadi:19

18
Herlien Budiono, Op.Cit, hlm. 164.
19
Herlien Budiono, Op.Cit, hlm. 166-168.
42

1. Kewajiban umum

a. Notaris wajib senantiasa melakukan tugas jabatannya menurut ukuran yang

tertinggi dengan amanah, jujur, seksama, mandiri dan tidak berpihak;

b. Notaris dalam menjalankan jabatannya jangan dipengaruhi oleh

pertimbangan keuntungan pribadi;

c. Notaris tidak memuji diri sendiri, dan tidak memberikan imbalan atas

pekerjaan yang diterimanya;

d. Notaris hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan

kebenarannya;

e. Notaris berusaha menjadi penyuluh masyarakat dalam bidang jabatannya;

dan

f. Notaris hendaknya memelihara hubungan sebaik-baiknya dengan para

pejabat pemerintah terkait ataupun dengan para profesional hukum lainnya.

2. Kewajiban Notaris terhadap klien

a. Notaris wajib bersikap tulus ikhlas terhadap klien dan mempergunakan segala

keilmuan yang dimilikinya. Dalam hal Notaris tidak cukup menguasai bidang

hukum tertentu dalam suatu pembuatan akta, ia wajib berkonsultasi dengan

rekan lain yang mempunyai keahlian dalam masalah yang bersangkutan;

b. Notaris wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang

masalah klien. Hal ini terkait dengan kepercayaan yang telah diberikan

kepadanya, bahkan setelah klien meninggal dunia.

3. Kewajiban Notaris terhadap rekan Notaris


43

a. Notaris wajib memperlakukan rekan Notaris sebagaimana ia sendiri ingin

diperlakukan;

b. Notaris tidak boleh merebut klien atau karyawan dari rekan Notaris.

4. Kewajiban Notaris terhadap dirinya sendiri

a. Notaris harus memelihara kesehatannya, baik rohani maupun jasmani;

b. Notaris hendaknya senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan

dan tetap setia pada cita-cita yang luhur.

Selain kode etik, Notaris sebagai suatu bentuk profesi mengharuskan dirinya

untuk selalu bersikap secara profesional dalam bekerja. Menurut Abdulkadir

Muhammad, Notaris harus memiliki perilaku profesional. Unsur-unsur perilaku

professional yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Keahlian yang didukung oleh pengetahuan dan pengalaman tinggi;


b. Integritas moral artinya menghindari sesuatu yang tidak baik walaupun imbalan
jasanya tinggi, pelaksanaan tugas profesi diselaraskan dengan nilai- nilai
kemasyarakatan, sopan santun, dan agama;
c. Jujur tidak saja pada pihak kedua atau pihak ketiga, tetapi juga pada diri sendiri.

2.2. Kajian Tentang Penahanan

2.2.1. Pengertian Penahanan

Pasal 1 butir 21 KUHAP memberikan pengertian tentang Penahanan20 Jadi

apabila dilihat dari pengertian penahanan diatas dapat disimpulkan bahwa

20
Bunyi Pasal 1 butir 21 KUHAP adalah sebagai berikut: Penahanan merupakan penempatan
tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakimdengan
penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
44

penahanan terhadap seseorang bisa dilakukan apabila sudah ditetapkan sebagai

tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik, penuntut umum atau

hakim. Andi Hamzah21 berpendapat bahwa “penahanan merupakan salah satu

bentuk perampasan kemerdekaan”. Dengan pendapat yang sama Lumintang22

mengatakan bahwa “penahanan pada dasarnya adalah suatu tindakan yang

membatasi kebebasan kemerdekaan seseorang”.

2.2.2. Syarat - Syarat Penahanan

Untuk bisa melakukan penahanan terhadap tersangka, maka harus

terpenuhinya 2 syarat, yaitu syarat Subyektif,23 dan Syarat obyektif.24

Sebagaimana hal tersebut diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang

menyetakan bahwa: “terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak

pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana

tersebut dalam hal:

a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih;

b. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296,

Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal372, Pasal

378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459 Pasal 480

dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal

26 Rechtenordonnantie(pelanggaran terhadap Ordonansi Bea

21
Andi Hamzah,Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2001), hlm. 19
22
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta Bakti, (Bandung,
1996), hlm. 16.
23
Syarat subyektif : Syarat Subyekti diatur di dalam Pasal 20 ayat (3) dan Pasal 21 ayat (1)
KUHAP. Syarat Subyektif tersebut hanya tergantung pada orang yang memerintahkan penahanan tadi,
apakah syarat itu ada atau tidak
24
Syarat Obyektif : syarat obyektif tersebut dapat diuji ada atau tidak boleh orang lain.
45

dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471),

Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi

(Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun

1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41 Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47

dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika

(Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3086).”

2.2.3. Lamanya Waktu penahanan

Menurut Andi Hamzah25 rincian penahanan dalam hukum acara pidana

Indonesia sebagai berikut:

1. Penahanan oleh penyidik atau pembantu penyidik (20 hari)

2. Perpanjangan oleh penuntut umum (40 hari)

3. Penahanan oleh penuntut umum (20 hari)

4. Perpanjangan oleh ketua pengadilan negeri (30 hari)

5. Penahanan oleh hakim pengadilan negeri (30 hari)

6. Perpanjangan oleh ketua pengadilan negeri (60 hari)

7. Penahanan oleh hakim pengadilan tinggi (30 hari)

8. Perpanjangan oleh ketua pengadilan tinggi (60 hari)

9. Penahanan oleh Mahkamah Agung (50 hari)

10. Perpanjangan oleh Ketua Mahkamah Agung (60 hari)

25
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm.134
46

2.2.4. Bentuk – Bentuk Penahanan

Penahanan di bedakan dengan beberapa bentuk penahahan yang diatur di

dalam pasal 22 KUHAP sebagai berikut:

a. Penahanan rumah tahanan negara, tersangka atau terdakwa ditahan dan

ditempatkan di rumah tahanan negara (Rutan).

b. Penahanan rumah, dilaksanakan di rumah tempat tinggal/kediaman

tersangka/terdakwa dengan mengadakan pengawasan.

Penahanan kota, dilaksanakan di kota tempat tinggal/kediaman

tersangka/terdakwa dengan kewajiban bagi tersangka/terdakwa untuk melaporkan

diri pada waktu yang telah ditentukan.


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. PEMBERHENTIAN SEMENTARA UNTUK NOTARIS YANG SEDANG

MENJALANI MASA PENAHANAN PADA PASAL 9 AYAT 1 HURUF e

(UU NO. 2 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN NOTARIS) BERLAKU

UNTUK SEMUA JENIS PENAHANAN PADA PASAL 22 KUHAP

1.1.1 Pengaturan Pemberhentian Sementara Notaris Dalam Undang-

undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

1.1.1.1 Sumber Kewenangan Notaris

Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan

kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

dan mengatur jabatan yang bersangkutan. Wewenang yang diperoleh suatu jabatan

Notaris mempunyai sumber asalnya berdasarkan Undang-undang JabatanNotaris,

wewenang Notaris sebagai pejabat umum memperoleh kewenangannya secara

Atribusi, karena wewenang tersebut diciptakan dan diberikan oleh Undang-

undang Jabatan Notaris sendiri. Setiap wewenang harus ada dasar hukumnya,

sehingga jika seorang pejabat melakukan tindakan diluar wewenang disebut

sebagai perbuatan melawan hukum.

Kewenangan Notaris tersebut dalam Pasal 15 ayat (1) sampai dengan ayat

(3) Undang-Undang Jabatan Notaris, yang dapat dibagi menjadi :

47
48

1. Kewenangan umum Notaris.

Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris menegaskan bahwa salah

satu kewenangan Notaris, yaitu membuat akta secara umum1, hal ini disebut sebagai

Kewenangan Umum Notaris, dengan batasan sepanjang :

a. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh Undang-

Undang.

b. Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik

mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan

oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.

c. Mengenai subyek (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa

akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.

Menurut Pasal 15 ayat (1) bahwa wewenang Notaris adalah membuat akta,

bukan membuat surat, seperti surat pada umumnya atau membuat surat lain.ada

beberapa akta otentik yang merupakan kewenangan Notaris dan juga menjadi

wewenang pejabat atau instansi lain, yaitu :

a. Akta Pengakuan anak diluar kawin (Pasal 28 KUHPPerdata);

b. Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasal

1227 KUHPPerdata)

c. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi

1
Menurut Lubbers, bahwa notaris tidak hanya mencatat saja (kedalam bentuk akta), tetapi
juga mencatat dan menjaga artinya mencatat saja tidak cukup harus dipikirkan juga bahwa akta itu
harus berguna di kemudian hari jika terjadi keadaan yang khas,Tan Thong Kie,studi notariatt, serba-
serbi praktek notaris, hal 452
49

(Pasal 1405 dan 1406 KUHPerdata);

d. Akta protes wesel dan cek;

e. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan;

f. Membuat akta risalah lelang.

Berdasarkan wewenang yang ada pada Notaris sebagaimana tersebut dalam

Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris dan kekuatan pembuktian dari akta

Notaris, maka ada 2 (dua) pemahaman :

a) Tugas jabatan Notaris adalah memformulasikan keinginan atau tindakan dari

para pihak kedalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukun yang

berlaku.

b) Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang

sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti

lainnya, jika ada orang atau pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta

tersebut tidak benar, maka orang atau pihak yang menilai atau menyatakan

tidak benar tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai

aturan hukum yang berlaku. Kekuatan pembuktian akta notaris ini

berhubungan dengan sifat publik dari jabatan Notaris2

Dengan kontruksi pemahaman seperti tersebut diatas, maka ketentuan Pasal

50 Kitab Undang-Undang Pidana, dapat diterapkan kepada notaris dalam

menjalankan jabatannya, sepanjang pelaksanaan tugas jabatan tersebut sesuai

2
M.J.A. Van Mourik, Civil Law and the Cicil law Notary in a modern world, Media
Notariat, hlm 26
50

dengan tata cara yang sudah ditentukan oleh undang-Undang Jabatan Notaris, hal

ini sebagai perlindungan hukum terhadap notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Menurut Pasal 15 Undang-undang Jabatan Notaris di atas adalah sehubungan

dengan pembuatan akta otentik mengenai perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang

diharuskan oleh peraturan perundang-undangan selama dikendaki oleh yang

berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik dengan menjamin kepastian

tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan

akta. Semua tugas pembuatan akta- akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan

kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang- undang

2. Kewenangan Khusus Notaris.

Pasal 15 ayat (2) mengatur mengenai kewenangan khusus notaris untuk

melakukan tindakan hukum tertentu yaitu :

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat

dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. Membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus;

c. Membuat kopi dari asli surat-surat dibawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

bersangkutan;

d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;


51

f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan (kewenangan notaris

untuk membuat akta oertanahan selama dan sepanjang bukan membuat

akta pertanahan yang menjadi kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah);

g. Membuat akta risalah lelang

Kewenangan Notaris lainnya, yaitu membuat akta dalam bentuk In Original,

yaitu akta :

a. Pembayaran uang sewa, bunga, dan pension;

b. Penawaran pembayaran tunai;

c. Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;

d. Akta kuasa;

e. Keterangan kepemilikan;

f. Akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Notaris juga mempunyai kewenangan khusus lainnya seperti yang tersebut

dalam Pasal 51 Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu berwenang untuk

membetulkan kesalahan tulis atau kesalahan ketik yang terdapat dalam minuta

akta yang telah ditandatangani, dengan cara membuat Berita Acara Pembetulan, dan

Salinan atas Berita Acara Pembetulan tersebut Notaris wajib menyampaikan kepada

para pihak.

3. Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian.

Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Jabatan Notaris, seorang Notaris

mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang- undangan.


52

Berkaitan dengan wewenang tersebut, jika Notaris melakukan tindakan di luar

wewenang yang telah ditentukan maka Notaris telah melakukan tindakan di luar

wewenang, maka akta Notaris tersebut tidak mengikat secara hukum atau tidak

dapat dilaksanakan dan pihak yang merasa dirugikan oleh tindakan Notaris tersebut,

maka dapat digugat secara perdata ke pengadilan negeri.

Wewenang Notaris yang akan ditentukan kemudian merupakan wewenang

yang akan ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam

kaitan ini perlu diberikan batasan mengenai peraturan perundang-undangan yang

dimaksud batasan perundang-undangan dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 2 undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, bahwa :

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam undang-

undang ini ialah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang

dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah baik

ditingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan

atau pejabat tata usaha Negara, baik ditingkat pusat maupun ditingkat

daerah, yang juga bersifat mengikat secara umum3.

Berdasarkan uraian diatas, bahwa kewenangan notaris yang akan ditentukan

kemudian tersebut dalam peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh

lembaga Negara mengikat secara umum

1.1.1.2 Kewajiban dan Larangan Notaris

3
Pasal 1 angka 2 undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara
53

Kewajiban Notaris merupakan sesuatu yang wajib dilakukan oleh Notaris,

yang jika tidak dilakukan atau dilanggar maka akan dikenakan sanksi terhadap

Notaris berupa peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian

dengan hormat; atau pemberhentian dengan tidak hormat.

Adapun kewajiban Notaris yang tercantum dalam Pasal 16 adalah :

1. Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban :

a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan


menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.
b. membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya
sebagai bagian dari protokol Notaris.
c. mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta
berdasarkan minuta akta.
d. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya.
e. merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai
dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan
lain.
f. menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku
yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah
akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid
menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta,
bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku.
g. membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga.
h. membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan
waktu pembuatan akta setiap bulan.
i. mengirimkan daftar akta sebagimana dimaksud dalam huruf h
54

atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat


Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang
kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap
bulan berikutnya.
j. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada
setiap akhir bulan.
k. mempunyai cap/stempel yang memuat lambing Negara Republik
Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama,
jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan.
l. membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh
paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu
juga pleh penghadap, saksi, dan notaris.
m. meneriman calon magang Notaris.
2. Menyimpan Minuta Akta sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf

b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk original.

3. Akta original sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) adalah akta :

a. pembayaran uang sewa, bunga, dan pension

b. penawaran pembayaran tunai

c. protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga

d. akta kuasa

e. keterangan kepemilikan, atau

f. akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan

4. Akta originali sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih

dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang
55

sama dengan ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata “berlaku sebagai

satu dan satu berlaku untuk semua.

5. Akta Originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa

hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.

6. Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

k ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

7. Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l tidak wajib

dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena

penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya,

dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta

pada setiap halaman minuta akta diparaf oleh penghadap, saksi dan notaris.

8. Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l dan ayat

(7) tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan

pembuktian sebagai akta dibawah tangan.

9. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku untuk

pembuatan akta wasiat.

Larangan yang harus dipatuhi oleh Notaris menurut Pasal 17 UUJN

Perubahan, yaitu :

1. Notaris dilarang :

a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja

berturut-turut tanpa alasan yang sah;

c. merangkap sebagai pegawai negeri;


56

d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara;

e. merangkap jabatan sebagai advokat;

f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik

negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta.

2. Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat dikenai sanksi berupa :

a. peringatan tertulis;

b. pemberhentian sementara;

c. Pemeberhentian dengan hormat;

d. pemeberhentian dengan tidak hormat.

1.1.1.3 Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Notaris

Notaris adalah orang yang mendapat kuasa dari pemerintah (dalam hal ini

kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia) untuk mengesahkan dan menyaksikan

berbagai suarat perjanjian, surat wasiat, akta dan sebagainya. 4 Sejak berlakunya

UUJN maka Notaris berada di bawah kewenangan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia, maka dari itu yang dapat mengangkat dan memberhentikan Notaris

hanyalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Untuk dapat diangkatnya seseorang menjadi seorang Notaris harus

memenuhi persyaratan tertentu. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 3

4
Muchlis Fatahna dan Joko Purwanto, Notaris Bicara Soal Kenegaraan, Watampone
Pers, Jakarta, 2003. Op.cit, hal 258-256.
57

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Atas Perubahan Undang-Undang

Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004.5

Setelah persyaratan untuk diangkatnya menjadi Notaris telah terpenuhi, maka

sebelum menjalankan jabatan wajib mengucapkan Sumpah/janji menurut agamanya

di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Hukum danHak Asasi

Manusia. Pengucapan sumpah/janji tersebut dilakukan paling lambat 60 hari. Jika

tidak terpenuhi maka keputusan pengangkatan sebagai Notaris dapat dibatalkan oleh

Menteri.6

Sehubungan dengan ketentuan Pasal 7 UUJN Perubahan tersebut maka

Notaris sebagai pejabat umum atau organisasi profesi dalam menjalankan tugasnya

dapat berhenti atau diberhentikan karena alasan-alasan tertentu.

Di dalam pasal 8 ayat (1) UUJN Perubahan dinyatakn bahwa Notaris berhenti

atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat, karena:

a. meninggal dunia

5
Pasal 3 UU No 2/2014 yang menyatakan bahwa yang dapat diangkat menjadi Notaris
adalah : a) warga negara Indonesia. b) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. c) berumur paling
sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun; d) sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat
keterangan sehat dari dokter dan psikiater; e) berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata
duakenotariatan; f) telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan
Notarisdalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor Notaris
atasprakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;
g)tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku
jabatanlain yang oleh undang- undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris dan h)
tidak pernahdijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetapkarena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih.
6
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 7 UUJN Perubahan dinyatakan bahwa dalam jangka
waktu paling lamabat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengambilan sumpah/janji jabatan
Notaris , yang bersangkutan wajib : a) menjalankan jabatannya dengan nyata b) menyampaikan berita
acara sumpah/janji jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris , dan Majelis Pengawas
Daerah; dan c) menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap
atau stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri dan pejabat lain yang bertanggung
jawab di bidang pertanahan, Organisasi Notaris , Ketua Pengadilan Negeri, Majelis Pengawas Daerah,
serta Bupati/Walikota di tempat Notaris diangkat.
58

b. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun

c. permintaan sendiri

d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas

jabatan Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun

e. Merangkap jabatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 huruf g.

Sementara itu dalam kaitannya dengan ketentuan pasal 9 ayat (1) UUJN

Perubahan diatas, maka Notaris dapat diberhentikan sementara dari jabatannya

karena:

a. Dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;

b. berada di bawah pengampuan;

c. melakukan perbuatan tercela;

d. melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan serta

kode etik Notaris ; atau

e. sedang menjalani masa penahanan.

Sejalan dengan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 9 ayat 2 yang berbunyi “ sebelum

pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan, Nsotaris

diberi kesempatan unyuk membela dirinya di hadapan Majelis Pengawas secara

berjenjang”. maka Notaris dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya

oleh menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila:7

a. Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

ketentuan hukum tetap;

7
Roni, Pelaksanaan Kewenangan Pemberian Sanksi Terhadap Notaris Oleh Majelis
Pengawas Wilayah Notaris Sumater Barat. (Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010) hal38.
59

b. Berada dibawah pengampuan secara terus menerus lebih dari 3 (tiga)

tahun;

c. Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat

Notaris;

d. Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

Kemudian pada pasal 14 ketentuan lebih lanjut tentang syarat dan tata cara

pengangkatan dan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, pasal 8,

pasal 9, pasal 10, pasal 11, pasal 12, dan pasal 13 diatur dalam Peraturan Menteri

yaitu Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik IndonesiaNomor

25 Tahun 2014 tentang Syarat dan tata cara pengangkatan, perpindahan,

pemberhentian dan perpanjangan masa jabatan Notaris

Dalam hal pemberhentian sementara dalam peraturan Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014, diuraikan pada

pasal- pasal sebagai berikut :

Pasal 66

Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena

a. Dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;

b. Berada dibawah pengampuan;

c. Melakukan perbuatan tercela;

d. Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan serta

kode etik Notaris atau

e. Sedang menjalani masa penahanan


60

Pasal 67

1). Dalam hal Notaris diberhentikan sementara dari jabtannya karena alasan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 66, MPP mengusulkan Notaris lain

sebagai pemegang protokol kepada Menteri dalam jangka waktu paling

lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan pemberhentian

sementara.

2). Notaris yang diberhentikan sementara dari jabatannya dan Notaris lain sebagai

pemegang protokol wajib melakukan serah terima protokol dihadapan MPD

dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak

tanggal pemberhentian sementara berakhir.

3). Dalam hal serah terima protokol tidak dilaksanakan tanpa alasan yang sah, MPP

mengusulkan kepada Menteri untuk memberhentikan dengan tidak hormat Notaris

sebagaimana dimaksud pada ayat(1) atau mengusulkan Notaris lain sebagai

Pemegang protocol

1.1.1.4 Perbuatan Melawan Hukum

a. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum

Perbuatan melawan hukum merupakan suatu perbuatan yang bertentangan

dengan kepatutan yang berlaku di dalam masyarakat. Sifat melawan hukumadalah

suatu perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang- undang, tetapi

juga bertentangan dengan ketetapan peraturan lainnya baik yang tertulis maupun

yang tidak tertulis, walaupun akibat itu memang tidak dikehendaki oleh yang

melakukan perbuatan tersebut. siapa yang melakukan perbuatan yang


61

bertentangan dengan hukum harus mengganti kerugian yang dideritaoleh yang

dirugikan karena perbuatan tersebut

b. Unsur-unsur Perbuatan Melanggar Hukum

Sesuai dengan unsur – unsur yang terkandung dalam pasal 1365 Kitab

undang-undang hukum Perdata maka dapat diuraikan unsur – unsur yang dapat

dipenuhi agar suatu perbuatan itu dapat dikategorikan sebagai perbuatan

melanggar hukum, yaitu :

1. Harus ada perbuatan (Daad)

Yang dimaksud dengan perbuatan (daad) di dalam pengertian unsur

perbuatan melanggar hukum adalah :

a. Perbuatan aktif

Maksud dari perbuatan aktif di sini adalah dimana jika seseoerang

melakukan suatu perbuatan yang dilarang atau bertentangan dengan

undang-undang. Perbuatan aktif ini juga disebut dengan culpa in

commitendo. Pada perbuatan aktif ini onrechtmatig disamakan

dengan onwetmatig. Dimana suatu perbuatan baru dianggap

melanggar hukum (onrechtmatig) jika bertenrangan dengan undang

– undang yang berlaku di tempat tersebut (onwetmatig)

b. Perbuatan pasif/negative

Maksud dari perbuatan pasif disini adalah jika seseorang

mengabaikan suatu keharusan yang ditentukan oleh undang-undang.

Dimana ia tidak melakukan sesuatu hal dimana menurut undang-

undang ia harus melakukannya. Dengan tidak melakukan sesuatu


62

hal yang seharusnya ia lakukan menurut undang-undang, maka orang

tersebut telah dapat dianggap memenuhi unsur melakukan perbuatan

pasif

2. Perbuatan itu melanggar hukum (onrecthmatig)

Unsur melawan atau melanggar hukum dalam ranah kategori perdata,

maka dasar terhadap unsur perbuatan melanggar hukum menurut pasal

1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah jika suatu subyek

hukum telah :

a. Melanggar kaidah tertulis, yang terdiri dari:

1. Bertentangan dengan kewajiban hukum (rechtsplicht)

Si pelaku adalah kewajiban yang berdasar hukum. Dimana hukum

yang dimaksud adalah hukum yang mencakupkeseluruhan norma-

norma, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Telah

menjadi pendapat umum (communis opinion) bahwa yang

dimaksud dengan rechtsplicht (kewajiban hukum) dalam

pengertian melanggar hukum adalah wetelijke plicht (kewajiban

menurut undang-undang). Dimana seseorang melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan keharusan atau larangan.

Dalam hal ini termasuk pula pelanggaran terhadap ketentuan

hukum pidana, misalnya melakukan pencurian, penggelapan dan

lain sebagainya.

2. Melanggar Hak Subyektif orang lain

Sifat hakekat hak subyektif menurut Meyers adalah wewenang


63

khusus yang diberikan oleh hukum pada seseorang yang

memperolehnya demi kepentingannya.

Hak subyektif terdiri dari hak kebendaan dan absolut, hak pribadi

yang meliputi : hak untuk mempunyai integritas terhadap jiwa dan

kehidupan, hak atas kebendaan pribadi, hak atas kehormataan dan

nama baik dan juga hak istimewa.8

b. Melanggar kaidah tidak tertulis, yang terdiri dari :

1) Melanggar kesusilaan yang baik

Yang dimaksud dengan kesusilaan yang baik adalah norma-

norma kesusilaan, sepanjang norma-norma tersebut oleh pergaulan

hidup diterima sebagai peraturan-peraturan hukum tidak tertulis.9

2) Bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam

pergaulan masyarakat.

Suatu perbuatan dapat dikatakan bertentangan dengan keharusan

yang harus dindahkan atau kehati-hatian dalam pergaulan masyarakat

adalah jika suatu perbuatan tersebut adalah bertentangan dengan

hukum tidak tertulis yang harus dipatuhi dalam kehidupan

bermasyarakat.

Contoh dari perbuatan yang melanggar kepatutan dan kehati-

hatian dalam lapisan masyarakat adalah seseorang yang dengan

8
M.A. Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum,( Jakarta : Pradnya Paramita, 1982),

Hal 21

9
Ibid, hlm 36
64

sengaja menggantung kain-kain kotor untuk menganggu

pemandangan sebelahnya.

Tindakan ini dilakukan hanya untuk membuat kesal tetangganya

tersebut.perbuatan seperti ini adalah perbuatan yang melanggar

kepatutan dan kehati-hatian serta keharusan yang harus diindahkan

dalam pergaulan masyarakat mengenai benda atau oranglain.

3. Harus Ada Kerugian (“Schade”)

Adanya unsur kerugian juga diisyaratkan dalam unsure-unsur

perbuatan melanggar hukum. Seseorang yang mengalami kerugian

akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh orang lain

berhak mengajukan ganti rugi atas kerugian yang dideritanya kepada

Pengadilan Negeri.

Ganti rugi yang diminta dapat berupa ganti rugi yang bersifat materiil

dan imateriil. Hakimlah yang menentukan berapa sepantasnya pihak yang

menderita kerugian itu harus dibayar ganti ruginya, sekalipun pihak yang

mengalami kerugian menuntut ganti rugi dalam jumlah yang tidak pantas.

Disamping unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 1365 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata mengenai perbuatan melanggar hukum

terdapat unsur-unsur lain, yaitu:

a. Hubungan kausal.

Yang dimaksud dengan hubungan kausal terdiri dari ajaran


65

condition sine quanon, ajaran adequate serta yurisprudensi.

b. Schutznorm Theorie.

Schutznorm Theorie mengajarkan bahwa perbuatan yang

bertentangan dengan kaidah hukum dan karenanya adalah

melawan hukum, menyebabkan si pelaku dapat

dipertanggungjawabkan atas kerugian yang disebabkan oleh

perbuatan tersebut, bilamana norma yang dilanggar itu

dimaksudkan untuk melindungi penderita jika kepetingannya

dilanggar.10

4. Ada kesalahan (“Schuld”)

Unsur kesalahan yang ada dapat dibagi kedalam 2 bagian, yaitu :

a. Kesengajaan

Yang dimaksud dengan kesengajaan disini adalah adanya niat untuk

menimbulkan akibat hukum yang dalam hal ini adalah akibat

hukum yang merugikan.

Misalnya saja seseorang yang dengan sengaja telah membiarkan

anjing peliharaannya lari dan menggigit orang lain. Tindakannya

melepaskan anjing peliharannya agar lari dan menggigit orang lain

dilakukannya dengan sengaja, dalam arti adanya niat untuk

menimbulkan akibat hukum yang merugikan, dalam hal ini

digigitnya orang lain oleh anjing peliharannya tersebut.

b. Kelalaian

10
Ibid, Hal 106
66

Yang dimaksud dengan kelalaian disini adalah dimana seseorang

tidak berbuat sesuatu padahal seharusnya ia dapat berbuat sesuatu

untuk mencegah timbulnya kerugian.

Contoh dari kelalaian adalah seorang pemilik anjing yang dengan

tidak sengaja tidak menutup pintu pagarnya sehingga anjing

peliharannya lari ke jalan dan menggigit orang lain. Tindakannya

yang lalai itu menyebabkan anjingnya lari dan menggigit orang lain

dan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum

1.1.1.5 Pelanggaran Notaris Beserta Sanksi

a.Bentuk Pelanggaran Notaris

Terdapat beberapa jenis perbuatan melanggar hukum dalam profesi Notaris

antara lain11 :

1. Kode Etik & Undang-undang jabatan Notaris


Selanjutnya, batasan seorang Notaris dikategorikan melanggar Undang-
Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris secara Formil atau perdata
(law of tort) atas apa yang mereka lakukan terkait dengan tindakan -
tindakan Notaris Seperti halnya mengubah akta dengan penggantian,
penambahan, pencoretan, penyisipan, penghapusan dan atau ditulis tindih
(Pasal 48 ayat (1)), setiap akta yang dibacakan oleh Notaris harus dihadiri
paling sedikit dihadapan 2(dua) orang saksi (pasal 40 ayat (1)),
Notaris/saksi tidak cakap melakukan perbuatan hukum, (pasal 40 ayat (2)
huruf b), Notaris mempunyai hubungan darah dengan salah satu atau para
penghadap (Pasal 40 ayat (2) huruf e).

11
http://herman-notary.blogspot.com/2009/06/perbedaan-wanprestasi-dengan-
perbuatan.ht
ml
67

Perbuatan Melawan Hukum menurut Undang-Undang Jabatan


Notaris pasal 48 ayat (1) hanya mengatur mengenai konten isi akta yang
tidak boleh diubah ditambah, baik berupa penulisan tumpang tindih,
penyisipan, pencoretan, tanpa sepengetahuan para pihak Dengan catatan
apabila para pihak/penghadap setuju untuk melakukan perubahan pada isi
akta, maka bentuk perubahan, penambahan, penggantian, atau pencoretan
dalam akta dianggap sah jika perubahan tersebut ditandatangani, diparaf
oleh para penghadap, saksi dan Notaris.
Pelanggaran terhadap Undang-undang Jabatan Notaris yang dilakukan oleh

Notaris dalam pembuatan akta-akta Notaris, yaitu :12

1. Akta dibacakan oleh Notaris tanpa dihadiri oleh saksi-saksi, padahal

didalam akta disebutkan dan dinyatakan “dengan dihadiri paling sedkit 2

(dua) orang saksi.

Hal tersebut melanggar melanggar Pasal 40 ayat (1) Undang-undang Jabatan

Notaris, yang menentukan bahwa Notaris dalam pembuatan akta yang meliputi

pembacaan dan penandatangan akta harus dihadiri palin sedikit 2 (dua) orang

saksi. Saksi-saksi dan penghadap tersebut mendengarkan Notaris pada waktu

membacakan akta kemudian menandatangani akta setelah notaris selesai

membacakan akta tersebut. Dan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana

dimkasud pada pasal 40 ayat (1) tersebut mengakibatkan akta hanya mempunyai

kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan

2. Akta yang bersangkutan tidak dibacakan Notaris.

Hal tersebut melanggar Pasal 16 ayat (1) huruf 1 Undang-Undang Jabatan

etik notaris, hal 76


68
\[]\12 Riyanti, Penentuan formasi jabatan notaris dalam kaitannya dengan pelanggaran
kode

etik notaris, hal 76


69

Notaris, bahwa setiap akta Notaris sebelum ditandatangani harus dibacakan

terlebih dahulu keseluruhannya kepada para penghadap dan saksi- saksi, baik itu

akta pihak maupun akta pejabat. Pada pasal 16 ayat (7) Undang- Undang Jabatan

Notaris dijelaskan lebih lanjut bahwa pembacaan akta tidak wajib dilakukan

jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah

membaca sendiri, mengetahui dan memahami isinya dengan ketentuanbahwa hal

tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman minuta akta

diparaf oleh para penghadap, saksi-saksi dan Notaris.

3. Akta yang bersangkutan tidak ditandatangani dihadapanNotaris bahkan

minuta akta tersebut dibawa oleh orang lain dan ditandatangani oleh dan

ditempat yang tidak diketahui oleh Notaris.

Hal tersebut telah melanggar Pasal 16 ayat (1) huruf l Undang-UndangJabatan

Notaris, bahwa semua akta Notaris harus ditandatangani oleh masing- masing

penhadap dihadapan Notaris, segera setalah ata dibacakan oleh Notaris. Akta

tersebut juga harus ditandatangani oleh saksi-saksi dan Notaris. Penandatangan

dari suatu akta tidak dapat dilakukan pada hari-hari lainnya. Pembacaan dan

penandatangan akta merupakan suatu perbuatan yang terbagi- bagi dengan

perkataan lain, tidak diperkenankan bahwa penghadap yang satu menandatangani

pada hari ini dan penghadap lainnya pada hari esoknya.

Berdasarkan Pasal 16 ayat ayat (8) Undang-undang Jabatan Notaris, jika

salah satu syarat pada pasal 16 ayat (1) huruf l dan ayat (7) tidak dipenuhi, maka

akta yang bersangkutan mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah

tangan.
70

pelanggaran terhadap terhadap kode etik Notaris yang dilakukan oleh Notaris

dalam menjalankan jabatannya, yaitu :

1. Notaris menempatkan pegawai/asistennya disuatu tempat tertentu antara

lain: dikantor perusahaan, kantor bank yang menjadi klien Notaris tersebut

untuk memproduksi akta-akta yang seolah-olah sama dengan dan seperti

akta yang memenuhi syarat formal.

2. Notaris lebih banyak waktu melakukan kegiatan diluar kantornya sendiri,

dibandingkan dengan apa yang dilakukan di kantor wilayah jabatannya.

3. Beberapa Notaris, untuk memperoleh kesempatan suapaya dipakaijasanya

oleh pihak yang berkepentingan, antara lain: instansi perbankan dan

perusahan real estate berperilaku sangat tidak etis atau melanggar harkat

dan martabat jabatannya, yaitu :

a. Mengajukan permohonan seperti dan semacam “rekanan” dan

menandatangani suatu perjanjian dengan instansi yang sebetulnya

adalah klien notaris itu sendiri dengan syarat-syarat yang ditentukan

oleh instansi tersebut.

b. Memberikan imbalan jasa berupa uang komisi kepada instansi yang

bersangkutan, bahkan dengan pemufakatannya menyetujui untuk

dipotong langsung secara presentase, semata-mata dilakukan oleh

Notaris dalam persaingan yang tidak sehat dengan rekan sejawatnya

sendiri.

Menetapkan honorium atas jasa hukum yang lebih rendah dari yang berlaku

umum dikalangan para Notaris dengan maksud untuk menarik klien-klien dari
71

Notaris-notaris lainnya, atau untuk memperluas jumlah klien dengan merugikan

yang lain.

2. Perdata
Perbuatan melawan hukum dalam bidang Perdata diatur dalam Buku III
Pasal 1352 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Perbuatan melanggar
hukum timbul, semata-mata berasal dari undang-undang, bukan karena
dari perjanjian yang berdasarkan persetujuan dan perbuatan melawan
hukum murni merupakan akibat pelanggaran perbuatan manusia yang
sudah ditentukan sendiri oleh undang-undang.
Pelanggaran Notaris yang berakibat perbuatan melawan hukum dalam

bidang perdata yaitu Notaris membuat akta diluar wilayah jabatannya, akan

tetapi Notaris yang bersangkutan mencantumkan dalam akta tersebut seolah-

olah dilangsungkan dalam wilayah hukum kewenangannya atau seolah-olah

dilakukan ditempat kedudukan dari Notaris tersebut. sehingga akta tersebut

bukan lagi akta otentik akan tetapi menjadi akta dibawah tangan, sehinnga

tidak dapat digunakan bagi Pihaknya dan menimbulkan kerugian, sehingga

Notaris bertanggung jawab atas kerugian yang diderita para pihak.

3. Pidana
Seperti halnya pelanggaran norma perdata, seorang Notaris juga dapat
dikenakan tindakan Pidana atas perbuatan yang melanggar kaedah
peraturan larangan yang diterbitkan oleh Negara. Hukum pidana adalah
suatu kumpulan aturan menyangkut langsung ketertiban umum. setiap
perbuatan pidana selalu dirumuskan secara seksama dalam undang-
undang sehingga sifatnya terbatas.
Yang mana apabila seorang Notaris menerangkan didalam aktanya
72

bertentangan dengan kebenaran, maka notaris yang bersangkutan telah

melakukan tindak pidana yang dimaksud dalam Pasal 263 Kitab Undang-

undang Hukum Pidana. Notaris tersebut dapat dihukum tidak hanya apabila

dari penggunaan akta itu timbul suatu kerugian akan tetapi timbul juga

kerugian yang disebabkan akta tidak dapat dipergunakan, misalnya apabila

para pihak yang bersangkutan untuk membuat suatu perjanjuan memerlukan

akta otentik

b. Sanksi Atas Pelanggaran yang dilakukan Notaris.

Beberapa sanksi yang dapat dikenakan kepada seorang notaris yang

melakukan pelanggaran hukum yaitu :

1. Perdata

Akta notaris, sebagai alat bukti yang sangat kuat, memiliki kekhususan bahwa

apa yang dinyatakan dalam suatu akta Notaris harus diterima, karenanya

penggantian biaya, ganti rugi dan bunga, tidak dapat secara otomatis

dipaksakan kepada notaris, namun dilakukan melalui mekanisme gugatan di

Pengadilan Negeri.

Adapun gugatan yang diajukan adalah gugatan melawan hukum dan yang

menjadi dasar pengajuan gugatan perbuatan melawan hukum adalah tidak

dipenuhinya unsur - unsur pejabat pembuatnya dan/atau unsur tempat wilayah

pembuatannya dan/atau unsur bentuk dan tata cara pembuatannya.

2. Pidana
73

Seorang Notaris dapat dituntut secara pidana karena telah memberikan

keterangan palsu dalam akta yang dibuatnya. 13 Keterangan palsu yang

dimaksud adalah keterangan notaris pada bagian akhir akta yang menyatakan

bahwa “segera setelah akta ini dibacakan … selanjutnya ditandatangani oleh

para penghadap, saksi-saksi, dan saya Notaris”. Dengan asumsi bahwa kata-

kata “segera setelah” ditafsirkan sebagai “langsung sesaat setelah” dan

bukannya beberapa jam setelah akta tersebut dibacakan, sedangkan dalam

kenyataannya akta tersebut ditandatangani beberapa jam bahkan sehari atau

lebih setelah akta dibacakan oleh notaris. Namun penafsiran kata-kata “segera

setelah” tersebut harus dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam hal ini

Majelis Hakim Pengadilan Negeri.

Beberapa ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang terkait


dengan akta notaris, yaitu :14
a. Membuat dan menggunakan surat palsu atau menganjurkan orang lain

memakai surat palsu.15

b. Sengaja memakai surat palsu.16


17
c. Melakukan pemalsuan surat, atas : akta-akta otentik, surat hutang,

13
Pasal 242 : barang siapa dalam hal-halnya menurut peraturan perundang-undanagan
menuntut suatu keterangan dengan sumpah atau jika keterangan itu membawa akibat bagi hukum
dengan sengaja memberi keterangan palsu, yang ditanggung dengan sumpah baik lisan ataupun tulisan

, maupun oleh dia sendiri atau kuasanya yang istimewa ditunjuk untuk itu dihukum penjara selama-
lamanya 7 (tujuh) tahun ... Moeljatno. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, ( Jakarta : PT. Bumi
Aksana, 2001)
14
Ibid, Pasal 263-266 dan Pasal 418-419
15
Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan
sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukan sebagai bukti daripada
sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-
olah isinya benar dan tidak palsu, diancam jika pemakai tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena
pemalsuan surat, denan pidana penjara paling lama enam tahun
16
Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu
atau yang dipalsukan seolah-oleh sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian
74

sertifikat hutang, talon, tanda buktideviden, surat kredit atau surat dagang

(pasal 264).

d. Menganjurkan memasukkan keterangan palsu kedalam suatu akta otentik

2618
(pasal 266).

e. Melakukan, mengajurkan melakukan dan/atau turut serta melakukan

kejahatan dalam ketentuan pasal-pasal sebelumnya;19 (pasal 55 jo. Pasal

263 ayat (1) dan (2) atau pasal 264 atau pasal 266).

f. Membantu melakukan kejahatan dalam ketentuan pasal-pasal

sebelumnya;20 (pasal 56 jo pasal 263 ayat (1) dan (2) atau pasal 264 atau

pasal 266)

g. Pejabat menerima hadiah atau janji, karena kekuasaan atau

17
(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika
dilakukan terhadap : 1. akta-akta otentik; 2. surat hutang atau sertifikat hutang dari suatu
Negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum; 3. surat sero atau hutang atau sertifikat
sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai; 4. talon, tanda bukti
deviden atau bunga dari salah satu sebagai pengganti surat-surat itu; 5. surat kredit atau surat dagang
yang diperuntukkan untuk diedarkan. (2) diancam dengan pidana yang sama, barang siapa yang dengan
sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipaluskan
seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsu surat itu dapat menimbulkan kerugian.
18
1) barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu kedalam suatu akta otentik
mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk
memakai aau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan
kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penajra paling
lama tujuh tahun; 2) diancam denagan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat
tersebut dalam ayat pertama, yang isinya sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak
dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
19
(1)dipidana sebagai pelaku tindak pidana: ke-1 mereka yang melakukan, yang menyuruh
melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan; ke-2 mereka yang dengan memberi
ataumenjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan,
ancaman atau penyesatan, atau dengan meberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja
menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.(2) terhadap penganjur, hanya perbuatan yang
sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
20
Dipidana sebagai pembantu kejahatan (maksimum pidana pokok terhadap kejahatan
dikurangi satu per tiga ): ke-1 mereka yang sengaja memberikan bantuan pada waktu kejahatan
dilakukan; ke-2 mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan
kejahatan.
75

kewenangannya yang berhubungan dengan jabtannya;21 (pasal 418).

h. Pejabat menerima hadian atau janji, untuk menggerakkan supaya

melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya;22 (pasal 419).

Notaris yang terbukti denga sengaja melakukan menyuruh melakukan, turut

serta melakukan dan/atau membantu melakukan, yaitu perbuatan membuat

dan melakukan pemalsuan surat, menggunakan atau menyuruh orang lain

memakai surat palsu, menyuruh memasukkan keterangan palsu kedalam akta

otentik, serta menerima hadiah atau janji untuk menggerakkan supaya

melakukan atau tidak melakukan sesuatu terkait dengan jabatannya, maka

dijatuhi sanksi pidana bilamana terbukti salah.

Bagi notaris yang melakukan tindak pidana dapat dilakukan pemberhentian

oleh Menteri dengan alasan notaris telah terbukti bersalah dan dikenakan

ancaman pidana penjara, yang diatur dalam Keputusan Menteri tahun 2003

Tentang Kenotariatan, Pasal 21 ayat (2) sub b, yaitu : notaris terbukti bersalah

melakukan tindak pidana yang berkaitan langsung dengan

21
Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya
harusdiduganya, bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabarannya atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu
ada hubungan dengan jabatannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 3(tiga) tahun 6 (enam)
bulan.
22
Diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, seorang pejabat : 1. yang
menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya hadiah atau janji itu diberikan untuk
menggerakkannyasupaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dlam jabatannya yagn
bertentangandengan kewajibannya; 2.yang menerima hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan
sebagai akibat atau oleh karena si penerima telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya
76

jabatannya atau tindak pidana lain dengan ancaman pidana 5 (lima) tahun

penjara.

3. Administrasi

Secara administratif , instrument penegakan hukum dalam Undang- Undang

Jabatan Notaris, meliputi langkah preventif (pengawasan) dan langkah

repersif (penerapan sanksi). Langkah preventif dilakukan melalui

pemeriksaan protokol notaris secara berkala dan kemungkinan adanya

pelanggaran kode etik dalam pelaksanaan jabatan notaris. Sedangkan langkah

represif dilakukan melalui penjatuhan sanksi oleh :

a. Majelis Pengawas Wilayah, berupa teguran lisan dan teguran tertulis,

serta berhak mengusulkan kepada Majelis Pengawas Pusat berupa

pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6(enam) bulan

dan pemberhentian tidak hormat.23

b. Majelis Pengawas Pusat, berupa pemberhentian sementara, serta berhak

mengusulkan kepada menteri berupa pemberhentian dengan tidak

hormat.24

c. Menteri, berupa pemberhentian dengan tidak hormat dan pemberhentian

dengan tidak hormat.

Pemberian sanksi berupa pemberhentian seorang Notaris, dibagi menjadi 3

(tiga) kategori, yaitu :

a. Pemberhentian sementara

23
Indonesia, Pasal 73 ayat (1) butir e
24
Ibid, Pasal 77 butir C
77

Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya, karena :

1) dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang.

2) berada dibawah pengampuan

3) melakukan perbuatan tercela, yaitu melakukan perbuatan yang

bertentangan dengan agama, norma kesusilaan dan norma adat

(pemberhentian sementara paling lama 6 (enam) bulan.

4) melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan

(pemberhentian sementara paling lama 6 (enam) bulan.

b. Pemberhentian dengan hormat

Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat

karena :

1) meninggal dunia.

2) telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun

3) permintaan sendiri.

4) tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan

tugas jabatan notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun,

yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter ahli, atau

5) merangkap jabatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 huruf

g Undang-undang Jabatan Notaris yaitu merangkap jabatan sebagai

pegawai negeri, pejabat Negara, advokat, atau jabatan lain yang

dilarang dirangkap dengan jabatan notaris.

c. Pemberhentian Tidak hormat

Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri


78

atas usul Majelis Pegawas Pusat apabila :

1) Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

2) Berada dibawah pengampuan secara terus menerus lebih dari 3(tiga)

tahun.

3) Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat

jabatan notaris, seperti berjudi, mabuk, menyalahgunakan narkoba

dan berzina.

4) Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan

jabatan, yaitu tidak memenuhi kewajiban dan melanggar larangan

jabatan.25

5) Dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana

yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Tabel 1.2
Kategori pemberian sanksi pemberhentian notaris

Pemberhentian sementara Pemberhentian dengan Pemberhentian tidak


hormat hormat
Notaris diberhentikan sementara Notaris berhenti atau Notaris diberhentikan dengan
dari jabatannya, karena : diberhentiakan dari tidak hormat dari jabatannya
1. Dalam proses pailit atau jabatannya dengan hormat oleh Menteri atas usul
penundaan kewajiban karena : Majelis Pengawas Pusat
pembayaran hutang 1. Meninggal dunia apabila :
2. Berada dibawah 2. Telah berumur 65 (enam 1. Dinyatakan pailit
pengampuan Melakukan puluh lima) tahun berdasarkan putusan
perbuatan tercela, yaitu 3. Permintaan sendiri pengadilan yang telah
melakukan perbuatan yang 4. Tidak mampu secara rohani memperoleh kekuatan
bertentangan dengan agama, dan/atau jasmani untuk hukum tetap

25
Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 16 mengatur mengenai kewajiban notaris,
sedangkan Pasal 17 mengatur mengenai larangan notaris
79

norma kesusilaan dan norma melaksanakan tugas 2. Berada dibawah


adat (pemberhentian jabatan notaris secara terus pengampuan secara terus
sementara paling lama 6 menerus lebih dari 3 (tiga) menerus lebih dari 3
(enam) bulan ) tahun yang dibuktikan (tiga) tahun
3. Melakukan pelanggaran dengan surat keterangan 3. Melakukan perbuatan
terhadap kewajiban dan dokter ahli atau yang merendahkan
larangan jabatan 5. Merangkap jabatan kehormatan dan jabatan
(pemberhentian sementara sebagaimana yang notaris, seperti berjudi,
paling lama 6 (enam) bulan ) dimaksud dalap Pasal 3 mabuk,
huruf g undang-undang menyalahgunakan
Jabatan Notaris yaitu narkoba dan berzina.
merangkap jabatan sebagai 4. Melakukan pelanggaran
pegawai negeri, pejawab berat terhadap kewajiban
Negara, advokat, atau dan larangan jabatan
jabatan lain yang dilarang yaitu tidak memenuhi
dirangkap dengan jabatan kewajiban dan melanggar
notaris larangan jabatan
5. Dijatuhi pidana penjara
berdasarkan putusan
pengadilan yang
memperoleh kekuatan
hokum tetap karena
melakukan tindak pidana
yang diancam dengan
pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih

Sumber diolah dari UU No.30 tahun 2004 jo UU No.2 tahun 2014, tentang Jabatan Notaris

4. Kode etik

Bagi notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik dapat dikenakan sanksi

yang diatur dalam Kode Etik Notaris.26 Sanksi yang dapat dikenakan

26
Sanksi menurut kode etik notaris dalam Pasal 1 angka (12) yaitu, sanksi adalah suatu
hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin anggota
Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris dalam menegakkan
Kode Etik dan disiplin organisasi.
80

terhadap notaris yang melakukan pelanggaran diatur pada Pasal 6 Kode Etik

Notaris, yaitu :

a. Teguran.

b. Peringatan.

c. Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan.

d. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan.

Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang

melanggar kode etik disesuaikan dengan kualitas pelanggaran yang dilakukan

anggota.

Undang-Undang Jabatan Notaris Bab X (Organisasi Notaris) Pasal 83 ayat

(1) menyatakan bahwa Organisasi Notaris menetapkan dan menegakan Kode Etik

Notaris, kemudian Bab XII (ketentuan Peralihan) Pasal 89, menyatakan bahwa

Kode Etik Notaris yang baru harus berdasarkan Undang- Undang Jabatan Notaris,

karenanya berdasarkan 2 (dua) ketentuan pasal diatas, Ikatan Notaris Indonesia telah

menetapkan Kode Etik Notaris.27

27
Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia, terakhir ditetapkan di Bandung pada tanggal

28 Januari 2005 oleh Komisi Kode Etik, dirumuskan oleh Tim Perumus Kode Etik yaitu : R Muhammad
Hendarman, S.H., DR. Muhammad Affandhi Nawawi,S.H., DR. Perlien Budiiono,S.H., Darwani Sidi
Bakaroeddin, S.H; terdiri dari VII Bab dan 15 pasal. Dalam ketentuan Bab I (ketentuan umum) Kode Etik
Notaris Pasal 1 memberikan definisi bahwa kode etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan
oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut“perkumpulan” berdasarkan
keputusan kongres perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh
setiap dan semua anggota perkumpulan san semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai
notaris, termasuk didalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris
Pengganti Khusus, karenanya dapat disimpulakn bahwa kode etik adalah kaidah moral, baik yang
terdapat dalam Kode Etik Notaris maupun dalam Undang-Undang Jabatan Notaris serta dalam
peraturan perundang-undangan lainnya.

Sebagai kaidah moral, kode etik dalam Kode Etik Notaris, dirumuskan dalam bentuk
kewajiban, larangan dan pengecualian, yaitu ketentuan Bab III (Kewajiban, Larangan dan Pengecualian)
Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5.
81

Pelanggaran kode etik (kewajiban, larangan dan pengecualian) yang terkait

langsung dengan pemenuhan persyaratan formal akta notaris, yaitu :

a. Kewajiban

Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai

kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas

pada ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam :

1) Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

2) Penjelasaan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu

akta Notaris sedapat-dapatnya dilangsungkan di kantor Notaris

kecuali pembuatan akta-akta tertentu.

b. Larangan

1) Mengirimkan minuta akta kepada klien untuk ditandatangani

2) melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut

sebagai pelanggaran terhadap kode etik notaris, antara lain namum

tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap :

a. ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30. Tahun

2004 tentang Jabatan Notaris.

b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris,

yaitu akta notaris sedapat-dapatnya dilangsungkan dikantor

notaris kecuali pembuatan akta-akta tertentu.

Dari ketentuan-ketentuan tersebut diatas, pelanggaran kode etik yang paling

terkait dengan syarat formal akta notaris, yaitu mengenai penandatangan, dimana
82

notaris mengirimkan minuta akta kepada klien untuk ditandatangani, penghadap

tidak hadir dan tidak menandatangani minuta akta dihadapan Notaris.

Atas pelanggaran Kode Etik Notaris, sanksi yang diberikan dapat berupa

teguran, peringatan, schorsing (pemecatan sementara) dari keaggotaan

perkumpulan, onzetting (pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan dan

pemberhentian dengan tidak hormatdari keanggotaan perkumpulan.

Penerapan sanksi-sanksi atas pelanggaran Kode Etik Notaris diberlakukan

secara bertingkat (disesuaikan sengan kuantitas dan kualitas pelanggaran),

dengan pengecualian ketentuan Pasal 13 : Tanpa mengurangi ketentuan yang

mengatur tentang prosedur atau tata cara maupun penjatuhan sanksi secara

bertingkat, maka terhadap seorang anggota perkumpulan yang telah melanggar

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan yang

bersangkutan dinyatakan bersalah, serta dipidana berdasarkan putusanan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, Pengurus Pusat

wajib memecat sementara sebagai anggota Perkumpulan disertai usul kepada

Kongres agar anggota Perkumpulan tersebut dipecat dari anggota Perkumpulan.

3.1.2. Pengaturan Penahanan Pada KUHAP

a. Pengertian Penahanan
83

Menurut Pasal 1 butir 21 KUHAP, penahanan28 adalah penempatan tersangka

atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, penuntut umum atau hakim dengan

penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Dari pengertian ini terdapat tiga unsur yaitu :

1. Tersangka atau terdakwa ditempatkan pada suatu tempat tertentu;

2. Dengan suatu surat yang disebut penetapan;

3. Menurut cara yang diatur oleh undang-undang29

Berdasarkan atas ketentuan Pasal 1 butir 21 KUHAP tersebut, semua instansi

penegak hukum mempunyai kewenangan untuk melakukan penahanan. Dan dalam

ketentuan tersebut, telah diseragamkan istilah tindakan penahanan. Sehingga tidak

dikacaukan lagi dengan berbagai istilah-istilah seperti yang tercantum dalam H.I.R.,

yang tidak membedakan dan mencampur adukan antara penangkapan, penahanan

sementara, dan tahanan sementara yang dalam istilah Belanda disebut deverdachte

aan te hauden yang berarti menangkap tersangka, dan untuk menahan sementara

digunakan istilah voopige aan houding. Serta untuk perintah penahanan digunakan

istilah zijin gevangen houlding bevelen30

28
Pengertian penahanan menurut W.J.S. Poerwadarminta adalah perbuatan penahanan,
yaitu mengurung atau memenjarakan sementara. Penahanan adalah suatu tindakan untuk
menghentikan kemerdekaan tersangka atau terdakwa dan menempatkannya ditempat tertentu,
biasanya ditempatkandi rumah tahanan negara yang dahulu disebut dengan Lembaga Pemasyarakatan
MartimanProdjohamidjojo, Penangkapan dan Penahanan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm. 15
29
Ansorie Sabuan, Syarifuddin Pettanase, dkk, Hukum Acara Pidana, (Bandung: Angkasa,
1990), hlm. 122.
30
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan
Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 164.
84

b. Dasar Penahanan

Yang dimaksud dengan landasan atau dasar penahanan meliputi dasar hukum,

keadaan serta syarat-syarat yang memberi kemungkinan melakukan tindakan

penahanan. Diantara unsur-unsur itu saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

Sehingga apabila salah satu unsur tersebut tidak ada, maka tindakan penahanan

kurang memenuhi asas legalitas meskipun tidak sampai dikualifikasi sebagai

tindakan yang tidak sah. Misalnya, yang di penuhi hanya unsur landasan hukum saja

unsur objektif, tetapi tidak didukung dengan unsur keperluan unsur subyektif, serta

tidak dikuatkan unsur syarat-syarat yang ditentukan oleh undang- undang.31

c. Jenis Penahanan

Jenis penahanan dapat dibedakan berdasarkan persyaratan atau penempatan

tersangka atau terdakwa ditahan. Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) KUHAP, jenis

penahanan dibedakan sebagai berikut :

1. Rumah Tahanan Negara (Rutan)

2. Penahanan Rumah : Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat

tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan

31
Menurut pendapat Kuffal, dasar penahanan tersangka atau terdakwa yang melakukan
tindak pidana dilandaskan pada bukti atau alat bukti yang sah yang cukup, harus pula pada persyaratan
lain sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam KUHAP, yaitu: 1) Dasar Hukum (Dasar Obyektif)
Tindakan penahanan yang dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak
pidana atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara lima tahun atau lebih, atau tindak pidana seperti yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) huruf
b KUHAP. 2) Dasar kepentingan (Dasar Subyektif) Selain didasarkan pada ketentuan hukum yang
berlaku sebagai dasar obyektif, maka tindakan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa juga
didasarkan pada tindakan penyidikan untuk kepentingan penuntutan, dan untuk kepentingan
pemeriksaan disidang pengadilan, serta didasarkan pula pada keadaan yang menimbulkan
kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau
mengulangi tindak pidana yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Kuffal H.M.A., Penerapan KUHAP
Dalam Praktik Hukum, (Malang: UMM Press, 2004), hlm. 71--72.
85

pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat

menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di

sidang pengadilan.32

3. Penahanan Kota : Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal

atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi

tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan (Pasal 22

ayat (3) KUHAP).

Ketiga jenis penahanan di atas merupakan istilah resmi dari ketentuan Undang-

undang. Seorang tersangka atau terdakwa dapat dikenakan penahanandalam Rutan

atau penahanan rumah maupun penahanan kota.

Dalam pelaksanaan pengawasan terhadap terdakwa di dalam rutan dengan

segala aktifitasnya dan pembinaannya dilakukan oleh para petugas rutan, sedangkan

pengawasan terhadap terdakwa yang mendapat penahanan rumah maka

pengawasannya tergantung dari kebijakan pejabat yang berwenang tergantung

kebutuhan dan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa apakah harus dikawal

terus menerus atau pengawasannya dilimpahkan terhadap kepada kepala desa atau

kepala RT/RW dan pengawasan terdakwa yang mendapat penahanan kota maka

pengawasannya tidak dilakukan secara langsung. Terhadap mereka undang- undang

hanya memberi kewajiban untuk melapor pada waktu yang telah ditentukan dalam

Pasal 22 ayat (3) KUHAP.

d. Jangka Waktu Penahanan

32
Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia tentang Kitab Undang-UndangHukum
Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981, Pasal 22 ayat (2).
86

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu berwenang

melakukan penahanan. Dan untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum

berwenang melakukan penahanan dan penahanan lanjutan, begitu juga untuk

kepentingan pemeriksaan di pengadilan, hakim berwenang melakukan penahanan33

yang hanya dapat dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga keras

melakukan tindak pidana berdasarkan bukti-bukti permulaan yang cukup yang

diatur dalam pasal 24, pasal 25, pasal 26, dan pasal 27 KUHAP.

Untuk dapat diketahui dengan jelas inilah gambaran singkat lamanya penahanan

sesuai yang tercantum dalam Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 KUHAP34

tertera seperti di bawah ini:

Tabel 1. 3
Lamanya penahanan

Aparat Penegak Maksimum Penahanan Perpanjangan Total Lamanya


Hukum Penahanan Penahanan
Penyidik 20 Hari Diperpanjang oleh 60 hari
penuntut umum,
maksimum 40 hari
Penuntut Umum 20 hari Diperpanjang oleh 50 hari
ketuan PN, maksimum
30 hari

33
Dalam KUHAP, masalah yang berkaitan dengan jangka waktu penahanan dilandasi dengan
adanya tiga prinsip, yaitu: 1) Prinsip pembatasan jangka waktu penahanan yang diberikan kepada
setiap instansi penegak hukum, telah ditentukan secara limitatif. Tidak bisa diulur dan dilenturkan
dengan dalih apapun. Sekali jangka waktu penahanan lewat, tidak bisa dipermasalahkan dan
dipermainkan. Bagi instansi yang berani mempermainkan dapat dihadapkan dalam praperadilan atau
dalam sidang pengadilan, sehubungan dengan tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh tersangka atau
terdakwa. 2) Prinsip perpanjangan tahanan terbatas waktunya serta terbatas permintaan
perpanjangannya. Pada setiap tingkat dan instansi, hanya diperkenankan sekali saja meminta
perpanjangan masa tahananan, jika yang dimintakan maksimum perpanjangan. 3) Prinsip pelepasan
atau pengeluaran demi hukum apabila masa tahanan telah lewat dari batas jangka waktu yang telah
ditentukan. Siap atau tidak pemeriksaan, apabila telah terlampaui jangka waktu penahanan yang telah
ditentukan, tanpa ampun, tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan, harus dikeluarkan
demi hokum. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan
Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hlm. 385.
34
Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Beserta
Penjelasannya, (Bogor: Politeia, 1998), hlm. 28.
87

Hakim Pengadilan 30 hari Diperpanjang oleh 90 hari


Negeri Ketua PN, maksimum
60 hari
Hakim Pengadilan 30 hari Diperpanjang oleh 90 hari
Tinggi Ketua PT, maksimum
60 hari
Hakim Mahkama 50 hari Diperpanjang oleh 110 hari
Agung Ketua MA, maksimum
60 hari
Jumlah 400 hari
Sumber diolah dari KUHAP pasal 24,pasal 25, pasal 26, dan pasal 27

Akan tetapi, jika terdapat kondisi tertentu sehingga tidak memungkinkan

dipenuhinya jangka waktu penahanan yang normal dan perpanjangan penahanan

dalam Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 memberikan ketentuan

pengecualian jangka waktu penahanan. Dengan pengecualian itu, penahanan dapat

diperpanjang sehingga melebihi batas waktu 400 hari. Perpanjangan penahanan

tersebut diatur dalam Pasal 29 KUHAP, dilakukan guna kepentingan pemeriksaan

berdasar alasan35 yang patut dan tidak dapat dihindarkan.

Perpanjangan penahanan dapat diberikan oleh pejabat yang berwenang

berdasarkan permintaan dari pejabat yang membutuhkan perpanjangan penahanan

paling lama 30 hari dan dalam hal penahanan masih diperlukan dapat diperpanjang

untuk paling lama 30 hari sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2)

KUHAP. Dalam ayat (3) Pasal 29 KUHAP juga dinyatakan bahwa perpanjangan

penahanan tersebut atas dasar permintaan dan laporan pemeriksaan dalam tingkat

penyidikan dan penuntutan, perpanjangan penahanan diberikan oleh ketua

pengadilan negeri, selanjutnya pemeriksaan di pengadilan negeri diberikan oleh

35
Ada dua alasan yang menjadi dasar perpanjangan penahanan yakni: 1) Tersangka atau
terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat yang dibuktikan dengan surat keterangan
dokter, atau, 2) Perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau
lebih.
88

ketua pengadilan tinggi, kemudian pemeriksaan banding diberikan oleh Mahkamah

Agung dan pemeriksaan kasasi diberikan oleh ketua Mahkamah Agung.

3.1.3. Analisis pemberhentian sementara untuk Notaris yang sedang

menjalani masa penahanan sementara pada pasal 9 ayat 1 huruf e (UU

No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris)

Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas

undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris diatur bahwa

ketika Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya terbukti melakukan

pelanggaran terhadap etika dan profesinya maka Notaris dapat dikenai atau

dijatuhi sanksi berupa sanksi perdata, administrasi, sanksi-sanksi tersebut telah

diatur sedemikian rupa baik sebelumnya dalam Peraturan Jabatan Notaris

maupun sekarang dalam UUJN dan kode etik Notaris, akan tetapi apabila terjadi

pelanggaran pidana baik yang berkaitan dengan jabatannya maupun yang tidak

berkaitan dengan jabatannya, terhadap Notaris dapat dikenakan sanksi pidana

yang terdapat dalam KUHPidana, dengan catatan bahwa pemidanaan terhadap

Notaris tersebut dapat dilakukan dengan batasan yaitu

:36

1. Ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek lahiriah, formal dan

materil akta yang sengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan, serta

direncanakan bahwa akta yang akan dibuat dihadapan Notaris atau oleh

Notaris bersama- sama (sepakat) para penghadap dijadikan dasar untuk

36
Sjaifurrachman, Op. Cit., hal. 208
89

melakukan suatu tindak pidana.

2. Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat akta dihadapan atau

oleh Notaris yang apabila diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan

UUJN.

3. Tindakan Notaris tersebut juga tidak sesuai menurut instansi yang

berwenang untuk menilai tindakan suatu Notaris, dalam hal ini Majelis

Pengawas.

Penjatuhan sanksi pidana terhadap Notaris dapat dilakukan sepanjang

batasan-batasan sebagaimana tersebut dilanggar, artinya disamping memenuhi

rumusan pelanggaran yang tersebut dalam UUJN, kode etik Jabatan Notaris

juga harus memenuhi rumusan yang tersebut dalam KUH Pidana.

Dalam UUJN keadaan dimana seorang Notaris tidak berwenang

(onbevoegd) dalam mebuat akta otentik yaitu:

1. Sebelum Notaris mengangkat sumpah/janji jabatan Notaris (Pasal 7

UUJN)

2. Selama Notaris diberhentikansementara(skorsing)

3. Selama Notaris cuti

4. Berdasarkan ketentuan Pasal 40 ayat (2) huruf e tentang saksi jo Pasal

52 ayat (1)

Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena :37

a. Dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang

37
Indonesia (a), Op. Cit., Ps. 9 ayat (1).
90

b. Berada di bawah pengampuan

c. Melakukan perbuatantercela

d. Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan

e. Sedang menjalani masa penahanan

Sehubungan dengan Notaris yang diberhentikan sementara dari

jabatannya karena sedang menjalani masa penahanan merupakan salah satu

penambahan butir pada pasal 9 ayat 1 yang mana pada Undang-undang Nomor

30 tahun 2004, tentang jabatan Notaris hanya sampai pasal 9 huruf d yang

kemudian pada Rapat Rancangan Undang-undang pada tanggal 6 Maret2016

pasal 9 ayat 1 ditambahkan 1 (satu) butir yaitu pasal 9 ayat 1 menjadi huruf e

, yang mana pada rapat tersebut pemerintah mengusulkan perubahan karena

dianggap sangat tepat untuk mengantisipasi praktik yang selama ini terjadi

dalam hal Notaris sedang menjalani proses hukum tetapi menjalankan

jabatannya, berdasarkan analisis dari bahan hukum yang ada, bahwa

pemberhentian sementara untuk Notaris yang sedang menjalani masa penahanan

pada Pasal 9 ayat 1 huruf e berlaku untuk semua jenis penahanan pada Pasal 22

KUHAP, dikarenakan ketika Notaris diberhentikan dari jabatannya, maka

wewenang yang melekat terhadap Notaris tersebut tidak berlaku untuk

sementara, dan wewenang tersebut berlaku kembali setelah masa pemberhentian

sementara berakhir sebaliknya apabila tidak ada pemberhentian sementara bagi

Notaris tersebut dan masih melekat kewenangannya maka Notaris tersebut tetap

menjalankan tugas jabatannya, akan tetapi ketika penahanan yang dikenakankan

tersebut adalah penahanan Rutan (Rumah Tahanan Negara), Notaris tersebut


91

tidak dapat menjalankan tugas jabatannya, karena sesuatu hal yang tidak etis

seorang Notaris menjalakankan tugas dan jabatannya dari rumah tahanan Negara,

sebab akan memberikan dampak yang tidak baik bagi Notaris tersebut yang mana

Integritas, moral, citra, harkat dan martabat itu menjadi buruk dimata masyarakat

sehingga tidak ada lagi kepercayaan masyarakat terhadap Notaris dan hal ini pula

merupakan pelanggaran kode etik profesi dan UUJN yang pada pasal 17 ayat (1)

huruf e menegaskan“ Notaris dilarang meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari

7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah.

Dalam teori kewenangan dimana disebutkan kewenangan atribusi adalah

wewenang diciptakan dan diberikan oleh undang-undang, dan kewenangan yang

diperoleh Notaris adalah kewenangan atribusi yang mana menjalankan tugas dan

jabatannyanya berdasarkan kewenangan yang melekat padanya, oleh sebab itu

kewenangan Notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya akan tetap ada

sepanjang tidak ada pemberhentian dari tugas dan jabatannya baik itu

pemeberhentian dengan sementara maupun pemberhentian dengan hormat.

3.2 NOTARIS YANG DIKENAKAN PENAHANAN RUMAH ATAU

PENAHANAN KOTA DALAM MENJALANKAN TUGAS

JABATANNYA SEBAGAI NOTARIS

3.2.1 Tugas jabatan Notaris

Jabatan Notaris diadakan atau dikehendaki oleh aturan hukum dengan

maksud untuk membantu melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti

yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum.


92

Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat sebagai Notaris harus mempunyai

semangat untuk melayani masyarakat dan atas pelayanan tersebut, Masyarakat

yang telah merasa dilayani oleh Notaris sesuai dengan tugas jabatannya, dapat

memberikan honorarium kepada Notaris. Oleh karena ituNotaries tidak berarti

apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya. Dengan demikian Notaris

merupakan suatu jabatan publik yang mempunyai karateristik yaitu :

a. Sebagai Jabatan

Undang-undang Jabatan Notaris merupakan Unifikasi dibidang pengaturan

Jabatan Notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk Undang- undang

yang mengatur jabatan Notaris diindonesia, sehingga segala hal yang berkaitan

Notaris diindonesia harus mengacu kepada Undang-undang Jabatan Notaris38.

Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara39.

Menempatkan Notaris sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau

tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu

(kewenangan tertentu) serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan

pekerjaan tetap.

b. Notaris mempunyai kewenangan tertentu.

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan

38
Habieb Adjie, “Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN) sebagai unifikasi Hukum
Pengaturan Notaris”, Renvoi, Nomor 28. Th.III, 3 September 2005, hlm. 38.
39
Suatu lembaga yang dibuat atau diciptakan oleh Negara, baik kewenangan atau materi
muatannya tidak berdasarkan pada Peraturan perundang-undagan, delegasi atau mandate melainkan
berdasarkan wewenang yang timbul dari freis ermessen yang dilekatkan pada administrasi Negara
untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu yang dibenarkan oleh hukum (Beleidsregel atau Policyrules).
Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2004,hlm. 15.
93

hukumnya. Sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik, dan tidak

bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian jika seorang

pejabat (Notaris) melakukan suatu tindakan diluar wewenang yang telah

ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar kewenangan.

Wewenang Notaris hanya dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (1), (2), dan

(3) UUJN. Menurut Pasal 15 ayat (1) bahwa wewenang Notaris adalah membuat

akta, namun ada beberapa akta otentik yang merupakan wewenang Notaris dan

juga menjadi wewenang pejabat atau intansi lain, yaitu :

a) Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW);


b) Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasal
1227 BW);40
c) Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi
(Pasal 1405 dan 1406 BW);
d) Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan 218 WvK);
e) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) (Pasal 15 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan);
f) Membuat akta risalah lelang.41

Pasal 15 ayat (3) UUJN merupakan wewenang yang akan ditentukan

kemudian berdasarkan aturan hukum lain yang akan datang kemudian (ius

40
Ketentuan Pasal 1227 BW tersebut terdapat dalam Buku II BW. Menurut Pasal 29
Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, ketentuan mengenai Hipotik
dinyatakan tidak berlaku lagi.
41
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 338/KMK.01/2000, tanggal
18 Agustus 2000, dalam Pasal 7 ayat (3): Pejabat Lelang dibedakan dalam dua tingkat, yaitu: a) Pejabat
Lelang Kelas I; dan b) Pejabat Lelang Kelas II. Selanjutnya dalam Pasal 8: (1) Pejabat Lelang Kelas I
adalah pegawai BUPLN pada Kantor Lelang Negara yang diangkat untuk jabatan itu. (2) Pejabat Lelang
Kelas II adalah orang-orang tertentu yang diangkat untuk jabatan, yang berasal dari:

a) Notaris; b) Penilai; dan c) Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) BUPLN diutamakan yang pernah
menjadi Pejabat Lelang Kelas 1 yang berkedudukan di wilayah kerja tertentu yang ditetapkan oleh
Kepala Badan.
94

constituendum). Berkaitan dengan wewenang tersebut, jika Notaris melakukan

tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan, maka produk atau akta Notaris

tersebut tidak mengikat secara hukum atau tidak dapat dilaksanakan

(nonexecutable). Pihak atau mereka yang merasa dirugikan oleh tindakan Notaris

di luar wewenang tersebut, maka Notaris dapat digugat secara perdata ke

Pengadilan Negeri.

Kewenangan Notaris pada Pasal 15 UUJN juga menyebutkan bahwa Notaris

sebagai pejabat publik yang berwenang untuk membuat akta autentik. Banyak sektor

kehidupan transaksi bisnis dari masyarakat yang memerlukan peran serta dari

notaris. Pentingnya akta notaris dapat dalam suatu transaksi atau kegiatan tersebut

tidak mempunyai kekuatan hukum bila tidak meng

c. Diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah.

Pasal 2 Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan bahwa Notarisdiangkat

dan diberhentikan oleh pemerintah, dalam hal ini menteri yang membidangi

Kenotariatan. Meskipun secara administratif diangkat dan diberhentikan oleh

pemerintah, tidak berarti Notaris menjadi subordinasi (bawahan) yang

mengangkatnya pemerintah. Dengan demikian Notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya :

1. Bersifat mandiri (autonomous),

2. Tidak memihak siapa pun (impartial),

3. Tidak bergantung kepada siapapun (independent), yang berarti dalam

menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh pihak yang

mengangkatnya atau oleh pihak lain.


95

4. Tidak menerima gaji atau pensiun dari yang mengangkatnya. Notaris

meskipun diangkat dan diberhetikan oleh pemerintah tapi tidak menerima

gaji, pensiun dari pemerintah. Notaris hanya menrima honorarium dari

masyarakat yang telah dilayaninya atau dapat memberikan pelayanan

Cuma-Cuma untuk mereka yang tidak mampu.

5. Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat. Kehadiran Notaris

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan dokumen

hukum (akta) otentik dalam bidang hukum perdata, sehingga Notaris

mempunyai tanggung jawab untuk melayani masyarakat.

Notaris diberi tugas dari negara dalam bentuk sebagai jabatan dari negara,

diangkat oleh “Menteri dan diberhentikan oleh Menteri” sebagaimana yang diatur

dalam pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-

undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris42.

Dalam hal Pengangkatan dan Pemberhentian Notaris diatur pada pasal 2

sampai dengan pasal 14 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014

tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris,Yang mana dalam pasal-pasal tersebut diatur syarat-syarat menjadi

Notaris, sebelum menjalankan jabatannya Notaris wajib mengucapkan

sumpah/atau janji dihadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk, lalu kemudian

setelah mengucapkan sumpah diberi jangka waktu sampai 30 (tiga puluh) hari

untuk dapat menjalankan jabatannya dengan nyata, kemudian diatur

42
Selanjutnya disebut UUJN-P
96

pemberhentian Notaris yakni pemberhentian sementara, pemberhentian dengan

hormat dan pemberhentian dengan tidak hormat.

Notaris yang diberhentikan Sementara dari jabatannya itu karena Dalam

proses Pailit atau penundaan kewajiban Pembayaran utang, Berada dibawah

pengampuan, Melakukan perbuatan tercela, Melakukan Pelanggaran terhadap

kewajiban dan larangan jabatan serta kode etik Notaris dan sedang menjalani masa

penahanan. Kemudian Notaris yang diberhentikan dengan hormat dari jabatannya

itu dikarenakan telah meninggal Dunia, atau telah berumur 65 (enam puluh lima)

Tahun, atau atas Permintaan Sendiri, Tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani

untuk melaksanakan tugas jabatan Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga)

Tahun, Merangkap Jabatan berstatus Pegawai Negeri, menjadi Pejabat Negara,

Advokat atau sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-undang dilarang

untuk dirangkap dengan Jabatan Notaris.43

Sedangkan Notaris yang diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri

melalui usul pengawas itu dikarenakan dinyatakan Pailit berdasarkan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, atau berada dibawah

pengampuan secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) Tahun, melakukan

43
UU Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas UU no. 30 tahun 2004 tentang jabatan
Notaris Bab II Pasal 3. Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 adalah: a. warga negara Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. berumur paling
sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun; d. sehat jasmani dan rohani; e. berijazah sarjana hukum dan lulusan
jenjang strata dua kenotariatan; f. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai
karyawan Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa
sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan; dan g. tidak
berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain
yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.h. tidak pernah dijatuhi
pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih
97

perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan Notaris atau

melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan, atau bisa

juga Notaris tersebut langsung diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri itu

dikarenakan Notaris dijatuhi Pidana Penjara berdasarkan Putusan Pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan Hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang

diancam dengan Pidana penjara 5 (lima) tahun lebih. 44

Peraturan Menteri yang menjadi perturan pelaksanan yang dimaksud pada

pasal 14 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang perubahan Undang-

Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, yaitu Peraturan Menteri

Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 tentang

Syarat dan tata cara pengangkatan, perpindahan, pemberhentian dan perpanjangan

masa jabatan Notaris

3.2.2 Tempat Kedudukan dan Wilayah Jabatan Notaris

1. Menurut Pasal 18 ayat (1) UUJN Notaris mempunyai tempat kedudukan

didaerah kabupaten atau kota. Kedudukan Notaris didaerah kota atau

kabupaten sesuai dengan pasal 2 ayat(1) Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004, Tentang Pemerintahan Daerah, bahwa Negara Kesatuan Republik

Indonesia dibagi atas propinsi, dan daerah propinsi dibagi atas

44
UU Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas UU no. 30 tahun 2004 tentang jabatan
Notaris Bab II Pasal 9 Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena: a. dalam proses pailit
atau penundaan kewajiban pembayaran utang; b. berada di bawah pengampuan; c. melakukan
perbuatan tercela d. melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan.e. sedang
menjalani masa penahanan (2) Sebelum pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat

(1) dilakukan, Notaris diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis Pengawas secara
berjenjang. (3) Pemberhentian sementara Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh
Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat. (4) Pemberhentian sementara berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
98

kabupaten dan kota . bahwa pada tempat kedudukan Notaris berarti Notaris

berkantor didaerah kota atau kabupaten dan hanya mempunyai 1 (satu)

kantor pada daerah kota atau kabupaten (pasal 19 ayat (1) UUJN).

2. Kebutuhan Notaris pada satu daerah kota atau kabupaten akandisesuaikan

dengan formasi yang ditentukan pada daerah kota atau kabupaten

berdasarkan keputusan Menteri(pasal 22 UUJN).

3. Menurut pasal 18 ayat (2) UUJN Notaris mempunyai wilayah jabatan

meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat kedudukannya. Keterkaitan

antara tempat kedudukan Notaris dengan wilayah Jabatan Noatris dapat

diartikan bahwa Notaris mempunyai wilayah kerja satu propinsi dari

tempat kedudukannya, artinya Notaris dapat saja membuat akta diluar

tempat kedudukannya selama sepanjang masih berada pada propinsi yang

sama. Notaris yang membuat akta diluar tempat kedudukannya tesebut

tidak dilakukan secara teratur (pasal 19 ayat(2) UUJN). Dengan demikian

Notaris tidak hanya dapat membuat akta untuk masyarakat yang datang ke

tempat kedudukan Notaris, tapi Notaris juga dapat membuat akta dengan

datang ke kota atau kabupaten lain dalam propinsi yang sama, dan pada

akhir akta wajib dicantumkan kota atau kabupaten akta dibuat dan

selesaikan.

4. Tindakan Notaris semacam ini bersifat incidental saja, bukan secara teratur

oleh Notaris (pasal 19 ayat (2) UUJN). Substansi pasal 1 angka 4 UUJN

dikaitkan dengan pasal 18 UUJN menjadi ketentuan yang tidak berguna .

Jika disebuah kabupaten atau kota hanya ada seorang Notaris


99

dan Notaris tersebut ingin mebuat akta untuk dirinya maka Notaris yang

bersangkutan datang saja kepada Notaris yang berkedudukan dikabupaten

lain atau kota lain sepanjang masih dalam propinsi yang sama, sehingga

tidak perlu mengangkat Notaris Pengganti Khusus untuk membuat akta

untuk kepentingan Notaris yang bersangkutan.

5. Dalam pasal 23 ayat (1) dan (2) UUJN bahwa Notaris dapat pindahwilayah

jabatan, seharusnya ketentuan ini Notaris dapat pindah tempat kedudukan

setelah memenuhi syarat yang ditentukan, yaitu dapat pindah tempat

kedudukan dalam wilayah jabatan yang tetap (tidak pindah wilayah

jabatan, tapi yang pindah tempat kedudukan ) atau pindah tempat

kedudukan dalam wilayah jabatan yang berbeda (tempat kedudukan pindah

dan serta merta pindah wilayah jabatan pindah).

3.2.3 Pertanggungjawaban Notaris

Apabila seseorang dirugikan karena perbuatan seseorang lain, sedang diantara

mereka itu tidak terdapat sesuatu perjanjian (hubungan hukum perjanjian), maka

berdasarkan undang undang juga timbul atau terjadi hubungan hukum antara orang

tersebut yang menimbulkan kerugian itu.45 Hal tersebut diatur dalam pasal 1365

KUHPerdata, sebagai berikut : Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa

kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan

kerugian itu, mengganti kerugian tersebut

45
AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, cet.2, (Diapit Media, Jakarta, 2002),

hlm.77.
10
0

Menurut pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan

melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh

seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu

sebagai berikut:46

1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan

2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan

maupun kelalaian)

3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian

Menurut Hans Kelsen, ada terdapat empat macam pertanggungjawaban, yaitu

: 47

a) Pertanggung jawaban individu yaitu seorang individu bertanggung

jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;

b) Pertanggung jawaban kolektif berarti bahwa seorang individu

bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang

lain;

c) Pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa

seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang

dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan

menimbulkan kerugian;

46
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, cet.1, (Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002),
hlm.3.
47
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Terjemahan Raisul Mutaqien, Nuansa & (Nusamedia,
Bandung, 2006), hlm. 140.
101

d) Pertanggung jawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu

bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak

sengaja dan tidak diperkirakan.

Konsep pertanggungjawaban ini apabila dikaitkan dengan profesi notaris,

maka notaris dapat dipertanggung jawabkan atas kesalahan dan kelalaiannyadalam

pelaksanaan tugas dan jabatannya. Notaris tidak bertanggung jawab atasisi akta

yang dibuat di hadapannya, melainkan notaris hanya bertanggung jawab terhadap

bentuk formal akta otentik sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang- undang.48

Notaris tidak hanya berwenang untuk membuat akta otentik dalam arti

Verlijden, yaitu menyusun, membacakan dan menandatangani dan Verlijkden

dalam arti membuat akta dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang

sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 1868 KUHPerdata, tetapi juga

berdasarkan ketentuan terdapat dalam Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN, yaitu

adanya kewajiban terhadap Notaris untuk memberi pelayanan sesuai dengan

ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya.

Notaris juga memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai ketentuan

undang-undang kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

Pertanggungjawaban Notaris sebagai pejabat umum meliputi bidang: hukum

privat, hukum pajak, dan hukum pidana. Ada kemungkinan bahwa

48
Ima Erlie Yuana, Tanggungjawab Notaris Setelah Berakhir Masa Jabatannya terhadap Akta
yang Dibuatnya Ditinjau dari Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Tesis,
Program Studi Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro,

Semarang, 2010, hlm. 42.


102

pertanggungjawaban disatu bidang hukum tidak menyangkut bidang hukum yang

lain. Sebaliknya, tindakan yang menimbulkan tuntutan berdasarkan perbuatan

melawan hukum (Pasal1365 KUHPerdata) dapat menimbulkan pengambilan

tindakan dibidang hukum pidana. Pertanggungjawaban Notaris terutama terletak

dibidang hukum privat.

Abdul Ghofur Anshori menyebutkan bahwa dalam hubungannya dengan

kebenaran materil, maka tanggung jawab notaris selaku pejabat umum dibedakan

menjadi empat, yaitu : 49

a. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materil

terhadap akta yang dibuatnya, Tanggung jawab perdata terhadap

kebenaran materil terhadap akta yang dibuatoleh notaris dilihat dari

perbuatan melawan hukum, yang dapat dibedakan berdasarkan sifat

aktif maupun pasif. Perbuatan melawan hokum yang bersifat aktif

adalah melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian pada pihak

lain. Perbuatan melawan hukum yang bersifat pasif dalam arti tidak

melakukan perbuatan yang merupakan keharusan, sehingga pihak lain

menderita kerugian. Oleh karena itu, dalam hal ini unsur dari perbuatan

melawan hukum adalah adanya perbuatan melawan hukum, adanya

kesalahan dan adanya kerugian yang ditimbulkan.

b. Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materil

dalam akta yang dibuatnya. Notaris dalam menjalankan tugas

49
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika,
(UII Press Yogyakarta 2009 ),hlm. 16
103

jabatannya tidak luput dari kesalahan, baik yang disengaja maupun yang

tidak disengaja.Kesalahan-kesalahan yang dilakukan notaris tersebut

memungkinkan notaris berurusan dengan pertanggungjawaban secara

hukum baik secara perdata, administratif. Maupun pidana. Jika ternyata

bahwa dalam akta tersebut ada unsur memasukkan keterangan palsu,

maka akta tersebut batal demi hukum, artinya hukum memandang tidak

pernah terjadi perjanjian atau batal dengan sendirinya tanpa harus ada

gugatan. Keadaan dikembalikan seperti keadaan semula sebelum ada

perjanjian. Dalam hal ini berarti harus dibuktikan dulu apakah ada unsur

tindak pidana dalam pembuatannya, berarti setelah tersangka diputus

pidana.50 Ketentuan pidana tidak diatur di dalam UUJN namun

tanggung jawab notaris secara pidana dapat dikenakan apabila Notaris

melakukan perbuatan pidana.UUJN hanya mengatur sanksi atas

pelanggaran yang dilakukan notaris terhadap UUJN sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 84 dan Pasal85.Sanksi tersebut dapat berupa

akta yang dibuat oleh notaris tidak memiliki kekuatan otentik atau hanya

mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan (Pasal 84).Terhadap

notarisnya sendiri dapat diberikan sanksi yang berupa teguranlisan,

teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan

hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat (Pasal 85).

50
Putri A.R., Perlindungan Hukum Terhadap Notaris (Indikator Tugas-tugas Jabatan
Notaris yang Berimplikasi Perbuatan Pidana). (PT. Softmedia, Medan, 2011), hlm. 108.
104

c. Tanggung jawab Notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris

terhadap kebenaran materil dalam akta yang dibuatnya. Tanggung

jawab notaris disebutkan dalam Pasal 65 UUJNyang menyatakan bahwa

notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya, meskipun

protokol notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak

penyimpan protokol notaris.

Sanksi atas kesalahan notaris dalam menjalankan jabatannya diatur

dalam

UUJN, yaitu Pasal 84 dan Pasal 85. Pasa 84 menentukan bahwa

tindakan

pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat

(1) huruf k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51,

atau Pasal 52 yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai

kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta

menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang

menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan

Bunga kepada Notaris.

Selanjutnya sanksi yang diatur dalam Pasal 85 berupa:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis;

c. pemberhentian sementara;

d. pemberhentian dengan hormat; atau


105

e. pemberhentian dengan tidak hormat.

Sanksi dalam UUJN bersifat umum, sehingga terbuka untuk penerapan

unsur pidana, sebab pengenaan sanksi pidana tidak diatur dalam UUJN.

Hal ini bukan berarti bahwa notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya tidak bersinggungan dengan hukum pidana. Tindak pidana

yang berhubungan dengan jabatan notaris adalah tindak pidana yang

diatur dalam Pasal 263 dan Pasal 264 KUHP yang dikaitkan dengan

Pasal 55 KUHP.51

d. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya

berdasarkan kode etik notaris. Hubungan kode etik notaris dan UUJN

memberikan arti terhadap profesi notaris itu sendiri. UUJN dan kode

etik notaries menghendaki agar notaris dalam menjalankan tugasnya,

selain harus tunduk pada UUJN juga harus taat pada kode etik profesi

serta harus bertanggung jawab terhadap masyarakat yang dilayaninya,

organisasi profesi (Ikatan Notaris Indonesia atau INI) maupunterhadap

negara. Apabila notaris melakukan perbuatan pidana, UUJN hanya

mengatur sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh notaris. Abdul


52
Kadir Muhammad sebagaimana dikutip Abdul Ghofur Anshori,

Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya harus bertanggung

jawab, artinya :

51
Putri A.R., Op.Cit, hlm. 109.
52
Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hlm. 49.
106

a. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik

danbenar. Artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak

hukum dan permintaan pihak berkepentingan karena jabatannya.

b. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu. Artinya akta

yang dibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak

para pihak yang berkepentingan dalam arti sebenarnya, bukan

mengada-ada. Notaris menjelaskan kepada pihak yang

berkepentingan kebenaran isi dan prosedur akta yang dibuatnya

itu.

c. Berdampak positif, artinya siapapun akan mengakui akta notaris

itu mempunyai kekuatan bukti sempurna.

3.2.4 Pengertian Penahanan

Pengertian penahanan dalam UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang –

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat ditemui pada pasal – pasal antara

lain : Pasal 1 butir 21 menyebutkan bahwa Penahanan adalah penempatan

tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau

hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam

undang – undang ini .

Selanjutnya pada penjelasan dari pasal 1 butir 21 itu ternyata memuat “cukup

jelas”, demi kepastian hukum untuk terlaksananya penahanan secara sah haruslah

berdasarkan “penetapannya”, yang dimaksud dengan penetapannya menurut

hemat penulis pastilah suatu prodak hukum berbentuk penetapan yang


107

dikeluarkan oleh penyidik, penuntut umum atau hakim. Dengan kata lain

penahanan terhadap tersangka atau terdakwa baru sah apabila didasarkan pada

adanya penetapan dari penyidik, penuntut umum atau oleh hakim. Penetapan

Penahanan tersebut haruslah pula disampaikan (ditembuskan ) kepada keluarga

yang ditahan. Jadi penahanan yang dilakukan tanpa penetapan dari penegak hukum

yang berwenang atau penetapan dikeluarkan oleh penegak hukum yang tidak

berwenang adalah tidak sah dan batal demi hukum. Penetapan penahanan yang

tidak ditembuskan kepada keluarga yang ditahan juga mengandung masalah

hukum.

Secara operasional penahanan itu harus didasari dengan suatu “penetapan”

dari yang berwenag melakukan penahanan, aturan ini dapat dibaca pada Petunjuk

Teknis yang dikeluarkan oleh Kepolisian R I No.Pol.: JUKNIS/04/II/1982 tentang

Penahanan butir 5 huruf a.

Kapan terhadap Tersangaka atau Terdakwa dapat dilakukan penahanan diatur

secara jelas pada pasa 21 ayat 1 KUHAP :

- diduga keras melakukan /percobaan melakukan/membantu melakukan

tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup;

- adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka: akan

melarikan diri, merusak atau akan menghilangkan barang bukti dan atau

- akan mengulangi tindak pidana;

tindak pidana yang dipersangka termasuk rumusan pasal 21 ayat 4 Selanjutnya

tentang penahannan itu sendiri dan bagaimana mekanismenya diatur pada pasal

20 s/d pasal 31 KUHAP, jenis-jenis penahanan diatur pada pasal 22


108

ayat 1 Undang-Undang No.8 tahun 1981: Jenis penahanan dapat berupa :

bunyinya persis sama dengan bunyi pasal 1 butir 21 KUHAP.

a. Penahanan rumah tahanan negara;

b. Penahanan rumah;

c. Penahanan kota;

Pasal 22 ayat 1 ini lebih tegas dalam penjelasanya menyatakan : Selama

belum ada rumah tahanan negara ditempat yang bersangkutan, penahanan dapat

dilakukan di kantor kepolisian negara, dikantor kejaksaan negeri, di lembaga

pemasyarakatan, di rumah sakit dan dalam keadaan yang memaksa ditempat lain;

Pasal 22 ayat 2 : Penahanan rumah dilaksanakan dirumah tinggal atau rumah

kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya

untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam

penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan;

Pasal 22 ayat 2 inipun dipertegas oleh penjelasannya: Tersangka atau

terdakwa hanya boleh keluar rumah atau kota dengan izin dari penyidik, penuntut

umum atau hakim yang memberi perintah penahanan.

Pasal 22 ayat 3 : Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau

tempat kediaman tersangka atau teredakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau

terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan;

Pasal 22 ayat 4 : Masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;


109

Pasal 22 ayat 5 : Untuk penahanan kota pengurangan tersebut seperlima dari

jumlah lamanya waktu penahanan sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga

dari jumlah lamanya waktu penahanan.

Dalam praktek timbul permasalahan dan pertanyaan tentang tersangka yang

dalam status mejalani tahanan dirumah tahanan negara tiba-tiba sakit dan harus

dirawat dirumah sakit, baik atas dasar dilakukan pembantaran atau tidak. Dengan

merujuk pada penjelasan pasal 22 ayat 1 KUHAP diatas menurut hukum, maka

status tersangka yang dalam menjalani tahanan dirumah tahanan negara dankarena

harus dirawat dirumah sakit, maka statusnya adalah tetap sama dengan status

dalam tahanan rumah tahanan negera dan selama masa menjalani perawatan

tersebut harus dihitung sebagai penahanan penuh, karenanya harus pula

dikurangkan secara penuh dengan lamanya hukuman yang dijatuhkan nantinya;

Pendapat tersebut seiring dengan apa yang dikemukakan oleh ahli hukum

acara pidana antara lain : Dr. Andi Hamzah, S.H. yang menyatakan : 53 karena

tahanan dirumah sakit itu menurut penjelasan pasal 22 ayat 1 KUHAP tersebut

sama dengan rumah tahanan negara”.

Tentang kewenangan dan lamanya masing-masing penegak hukum yang

berhak untuk melakukan penahanan diatur secara tegas pada pasal 24 s/d 28

KUHAP, dalam setiap pasal itu salalu dibunyikan : …. Setelah waktu ….. belum

53
Hamzah, Andi.. Pengantar Hukum acara pidana Indonesia.( Jakarta: Sinar Grafika.
2008), Hlm 139
110

juga selesai atau diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi

hukum . Selanjutnya untuk tidak berhadapan dengan tuduhan telah melakukan

pelanggaran HAM seyogyanya aparat penegak hukum (penyidik, jaksa dan hakim)

yang diberi kewenangan untuk melakukan upaya paksa (penahanan dan atau

penyitaan) oleh KUHAP, perlu bertindak selektif dan yuridis untuk penahanan

misalnya dengan bukti yang cukup untuk melakukan penahanan bagi terdakwa,

tersangka yang diduga keras akan melanggar ketentuan pasal 21 ayat 1 KUHAP,

jika alasan untuk itu tidak cukup kuat, maka upaya paksa tidak perlu dilakukan.

Pertanyaannya sekarang adalah dalam praktek terkesan upaya paksa yang bernama

penahanan lebih dirasakan sebagai bahan untuk menaikkan bergining position dari

pejabat yang berwenang, sehingga setiap kasus pelakukanya harus ditahan.

3.2.5 Analisa Notaris Yang Dikenakan Tahanan Rumah Atau Tahanan

Kota Masih Dapat Menjalankan Tugas Jabatannya Sebagai Notaris

Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori kewenangan dan teori

keadilan. dimana di sebutkan bahwa kewenangan Notaris dalam menjalankan

jabatannya adalah memperoleh kewenangan secara Atribusi, karena wewenang

tersebut diciptakan dan diberikan oleh Undang-undang Jabatan Notaris sendiri.

Setiap wewenang harus ada dasar hukumnya, sehingga jika seorang pejabat

melakukan tindakan diluar wewenang disebut sebagai perbuatan melawan hukum.

Notaris hanyalah sebagai pejabat yang karena kewenangannya untuk

membuat akta autentik sesuai keinginan para pihak/penghadap. Kedudukan para


111

penghadap atau para pihak dalam suatu akta notaris dapat dibedakan dalam 3 (tiga)

hal. Pertama, para penghadap atau para pihak bertindak untuk dirinya sendiri.

Kedua, para penghadap atau para pihak bertindak untuk mewakili orang lain

berdasarkan surat kuasa maupun ketentuan undang-undang. Ketiga, para penghadap

atau para pihak bertindak dalam jabatannya dan atau kedudukannya berdasarkan

ketentuan undang-undang.

Hubungan hukum para pihak atau penghadap kepada Notaris dalam

menuangkan keinginannya pada suatu akta autentik. Para pihak ingin dengan akta

autentik yang dibuat oleh Notaris tersebut akan menjamin bahwa akta yang dibuat

tersebut sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan, sehingga kepentingan

para pihak terlindungi dengan adanya akta tersebut. Akta autentik menjamin adanya

kepastian hukum. Dengan demikian dapat dihindari kerugian maupun sengketa

yang akan terjadi dikemudian hari. Dengan hubungan hukum seperti itu, kedudukan

hubungan hukum tersebut yang merupakan awal tanggung gugat Notaris.

Pada dasarnya hubungan hukum antara Notaris dengan para pihak/para

penghadap yang telah membuat akta autentik di hadapan Notaris tidak dapat

ditentukan pada awal pertemuan atau hubungan antara Notaris dan parapenghadap.

Karena pada saat pertemuan tersebut harus sesuai dengan UUJN. Notaris hanya

melaksanakan segala sesuatu yang diperbolehkan oleh UUJN, misalnya

kewenangan Notaris secara umum yang diatur dalam Pasal 15 UUJN.

Pada dasarnya Notaris adalah pejabat umum untuk melayani masyarakat.

Dalam rangka pembuatan akta autentik oleh Notaris, masyarakat wajib dilindungi.
112

Untuk itulah diciptakan Majelis Pengawas yang fungsinya melindungi masyarakat

jika terjadi "malpraktik" oleh Notaris. Pengawasan ini tujuannya adalah pencegahan

terhadap terjadinya pelanggaran yang merugikan masyarakat. Notaris yang

melakukan pelanggaran diberikan penindakan hukum. Notaris yang bersangkutan

diberikan sanksi sesuai peraturan yang berlaku dengan melihat pelanggaran yang

dilakukannya. UUJN menyebutkan bahwa sanksi yang paling ringan adalah teguran

lisan. Sanksi kedua adalah teguran tertulis, dan yang ketiga, sanksinya adalah

pemberhentian sementara maksimal 6 bulan. Sanksi yang terakhir adalah

pemecatan terhadap jabatannya dengan tidak hormat berdasarkan Pasal 73 Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang perubahan ats Undang-undang Nomor 30


54
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tidak mengatur bagaimana

kedudukan hukum Notaris dengan status sebagai tersangka yang dikenakan

penahanan dalam tingkat penyidikan, penuntutan, proses pemeriksaan oleh majelis

hakim dan belum ada putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Seorang Notaris dalam status tersangka masih diperbolehkan membuat akta

sebelum terbit putusan tetap dari persidangan. Notaris belum dapat disebut bersalah

dan status dari Notaris tersebut masih sebagai Notaris aktif, dan akta yang dibuat

seorang Notaris aktif memiliki kekuatan hukum yang sah terhadap para pihak

yang keinginannya dituangkan dalam akta. Tidak

berwenangnya seorang Notaris dalam membuat akta adalah apabila notaris

54
Habib Adjie, Hukum Notaris … ., Op . C i t . , hlm. 22.
113

tersebut berada dalam status skors, atau kewenangan Notaris tersebut telah dicabut

karena sanksi (dipecat) ataupun telah pensiun. Pada hakikatnya tidak ada aturan

yang menghalangi kewenangan seorang notaris yang berada dalam statustersangka

untuk membuat akta, kecuali telah ada surat keputusan menteri untuk

memberhentikannya.

Dalam hal Notaris yang dikenkan penahanan rumah atapun penahanan kota

dalam menjalankan tugas jabatannya, dapat kita analisa bahwa pada Pasal 22 ayat

2 : Penahanan rumah dilaksanakan dirumah tinggal atau rumah kediaman

tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk

menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam

penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan;

Pasal 22 ayat 2 inipun dipertegas oleh penjelasannya: Tersangka atau

terdakwa hanya boleh keluar rumah atau kota dengan izin dari penyidik, penuntut

umum atau hakim yang memberi perintah penahanan. Sedangkan pada Pasal 22

ayat 3 : Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman

tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor

diri pada waktu yang ditentukan;

Dan jika melihat penjelasan pasal 22 Kuhap ayat 2 dan 3 tentang penahanan

rumah dan penahanan kota, seorang Notaris yang mempunyai tempat kedudukan

didaerah kabupaten atau kota, memungkinkan bagi dirinya untuk dapat menjalankan

tugas dan jabatannya walaupun dalam status penahanan rumah atau penahanan kota,

apabila Notaris tersebut tidak diberhentikan oleh menteri dan masih memiliki

kewenangan, dia dianggap masih dapat menjalankan tugas dan


114

jabatannya walaupun dalam status tersangka, karena pada dasarnya Notaris sebagai

tersangka belum tentu bersalah dan harus menjunjung tinggi asas praduga tidak

bersalah (presumption of innocence) . Salah atau tidak seorang ditetapkan setelah

putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Dan kemudian pula pada pasal 9 ayat 2 Undang-undang Nomor 2 tahun

2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

jabatan Notaris bahwa “sebelum pemberhentian sementara sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan, Notaris diberi kesempatan untuk membela

diri dihadapan Majelis pengawas secara berjenjang” dan bila dicermati

pemberhentian sementara yang dijelaskan pada pasal 9 ayat 1 Undang-undang

Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tahun

2004 tentang Jabatan Notaris. Notaris dapat melakukan pembelaaan diri pada

semua jenjang yakni MPD, MPW sampai pada MPP, dan apabila MPP

memutuskan dan menetapkan tidak mengusulkan kepada Menteri untuk tidak

memberhentikan Notaris tersebut maka Notaris tersebut masih mempunyai

kewenangan. Dan Habib Adjie juga mengatakan bahwa seorang Notaris

menjalankan tugas Jabatannya berdasarkan kewenangannya, dan surat

Keputusannnya pengangkatan sebagai Notaris. Selama pada dirinya ada

kewenangannya dan surat Keputusan tidak dicabut, maka Notaris tersebuttetap

berwenang menjalankan jabatannya. Oleh karena itu Notaris yang dikenakan

penahanan rumah atau penahanan kota masih dapat menjalankan tugas dan

jabatannya apabila tidak ada keputusan menteri dberhentikan dari tugas dan

jabatannya.
115

Menurut Aristoteles yang juga pelopor teori keadilan mengatakan bahwa

tujuan hukum adalah memberikan hak yang dimiliki oleh seseorang tentang mana

yang adil dan mana yang tidak, keadilan menurut Aristoteles dibagi lagi menjadi

keadilan komulatif dan keadilan distributif. Keadilan komulatif memberikan

keadilan dalam bentuk yang sama kepada setiap orang, sedangkan keadilan

distributif memberikan keadilan secara proposional kepada setiap orang. Keadilan

komulatif diberikan kepada semua orang secara merata, sedangkan keadilan

distributive diberikan tergantung besar kecilnya jasa seseorang yang dilakukannya.

Dengan masih dapatnya melakukan tugas jabatannya seorang Notaris yang

menjalani sanksi sebagai tahanan rumah maupun tahanan kota maka memenuhi

keadilan sebagaimana yang di utarakan oleh Aristoteles dalam hal ini keadilan

yang komulatif .
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

1. Bahwa pemberhentian sementara untuk Notaris yang sedang menjalani

masa penahanan pada Pasal 9 ayat 1 huruf e berlaku untuk semua jenis

penahanan pada Pasal 22 KUHAP, dikarenakan ketika Notaris

diberhentikan dari jabatannya, maka wewenang yang melekat terhadap

Notaris tersebut tidak berlaku untuk sementara, dan wewenang tersebut

berlaku kembali setelah masa pemberhentian sementara berakhir

sebaliknya apabila tidak ada pemberhentian sementara bagi Notaris

tersebut dan masih melekat kewenangannya maka Notaris tersebut tetap

menjalankan tugas jabatannya akan tetapi ketika penahanan yang

dikenakankan tersebut adalah penahanan Rutan (Rumah Tahanan Negara).

4.2. Dalam hal Notaris yang dikenakan penahanan rumah atau penahanan kota

dalam menjalankan tugas jabatannya selama kewenangan yang dimiliki

masih melekat padanya maka Notaris teraebut masih dapat menjalankan

tugas dan jabatannya, karena Notaris yang dikenakan penahanan rumah

atau penahanan kota, karena pada dasarnya Notaris sebagai tersangkabelum

tentu bersalah dan harus menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah

(presumption of innocence).

114
115

4.3. Saran

Dari hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat diberikan rekomendasi

berupa saran-saran yang relevan antara lain sebagai berikut :

1. Perlu adanya revisi berupa penambahan atau penjelasan ketentuan/pasal di

dalam UUJN yang mengatur khusus tentang pemberhentian sementara

Notaris yang sedang menjalani masa penahanan, hal itu diperlukan agar

memberikan kejelasan mengenai kedudukan Notaris yang terkena sanksi

pidana, hal ini mengingat dalam menjaga kepercayaan masyarakat

terhadap Integritas, citra, moral, harkat dan martabat Notaris dalam

kewenangannya membuat akta otentik bagi para pihak, sehingga dapat

memberikan perlindungan hukum dan tidak merugikan para pihak.

2. Notaris dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus selalu teliti dan

memeriksa kebenaran data yang diberikan oleh penghadap dan berpegang

pada Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas

Undang- undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sehingga

ketika Notaris bekerja dengan professional, jujur,dan penuh tanggung

jawab maka untuk terkena sanksi pelanggaran yang berujung pada

penahanan pada pasal 22 KUHAP tidak dialami lagi bagi Notaris, sehingga

kepercayaan masyarakat terhadap Notaris semakin meningkat karena tugas

dan kedudukan Notaris penting ditengah-tengah masyarkat dalam kekuatan

pembuktian AktaOtentik yang dibuatnya karena dapat dikatakan bahwa

jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan.


DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia

Indonesia, (Jakarta. 2001)

-------------------- Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika (Jakarta: 2001)

--------------------- Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, (Jakarta: 2012)

Ansorie Sabuan, Syarifuddin Pettanase, dkk, Hukum Acara Pidana, Bandung:

Angkasa, 1990

Adjie, Habib. Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan

Tulisan).Cet.1. CV. Mandar Maju, (Bandung: 2009)

------------------- Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris Sebagai

Pejabat Publik, PT. Refika Aditama, (Bandung : 2008)

------------------ Penafsiran Tematik Hukum Notaris Indonesia Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris ,

Refika Aditama (Jakarta, 2015)

B.Arief Sidharta, Penemuan Hukum, Laboratorium Hukum FH.Universitas

Parahiyangan, (Bandung, 2001)

Henny Tanuwidjaja, Pranata Hukum Jaminan Utang dan Sejarah Lembaga

Hukum Notariat, Refika Aditama (Bandung, 2012)


I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi

Teori Hukum. Kencana, (Jakarta, 2016)

Lutfi Effendi, Pokok-pokok Hukum Administrasi, Bayumedia, (Malang, 2004)

P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta

Bakti, (Bandung, 1996)

Pieter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Edisi Revisi), Kencana, (Jakarta,

2013)

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Raja Grafindo Persada

(Jakarta, 2003)

-----------------------,Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

RajaGrafindo Persada, (Jakarta: 2011.)

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif, Suatu

Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, (Jakarta, 2011)

M. Ali Boediarto, Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung,

Hukum Acara Perdata Setengah Abad', Swa Justitia, (Jakarta,

2005)

M.A. Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita,

(Jakarta : 1982)

H.M. Laica Marzuki, Penggunaan Upaya Administratif dalam Sengketa Tata

Usaha Negara, Hukum dan Pembangunan, No. 2, Tahun XXII,

April 1992,
Martiman Prodjohamidjojo, Penangkapan dan Penahanan, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1982

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, 2005

Kuffal H.M.A., Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, Malang: UMM


Press, 2004.

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:


Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika (Jakarta: 2000)

Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Beserta


Penjelasannya, Politeia (Bogor: 1998)

Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana, Ghalia


Indonesia (Jakarta: 2004)

Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Mandar
Maju (Bandung: 2001)

Rahmat Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra A Bardin (Bandung:


1999)

Supriadi, Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia. Sinar


Grafika (Jakarta: 2008)

Jurnal

Adrianti Aga Pratiwi, Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum Terhadap
AktaYang dibuat dan Berindikasi Perbuatan pidana, Jurnal
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2014

Putri Pertiwi Santoso , Analisis Yuridis Terhadap Pengangkatan Kembali Notaris


yang telah dinyatakan Pailit oleh Pengadilan, Jurnal, Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2014.
Erlita Ratna Shantyadewi, Pertanggungan Jawaban Pidana Notaris atas
dihilangkannya Minuta Akta sebagai bagian dari Protokol
Notarisa, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang,
2016.

Endang Purawaningsih,Penengakan Hukum Jabatan Notaris Dalam Pembuatan


Perjanjian Berdasarkan Pancasila, Jurnal Fakultas Hukum

,Fakultas Hukum Universitas Yarsi .2011.

Arief Rachmat Mahmoed , Implikasi Bagi Notaris yang Tidak Melekatkan Sidiki
Jari Para Penghadap Pada Minuta Akta, Jurnal, Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya Malang, 2012.

Karina Prasetyo Putri, Tanggung Jawab Dan Perlindungan Hukum Bagi Notaris
Purna Bakti Terhadap Akta Yang Pernah Dibuatnya.Jurnal
Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya Malang,2014.

Muhammad Fadli Bahtiar, Muhadar, dan Anshori Ilyas, Implikasi Penjatuhan


Sanksi Pidana kepada Notaris dalam Menjalankan
Jabatannya Sebagai Pejabat Umum Terhadap Akta yang
Dibuatnya, Jurnal Hukum UNHAS , Vol . 2 N o . 12013

Reynaldo James Yo, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris dalam Proses


Peradilan Pidana Berkaitan dengan Akta yang Dibuatnya
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris , Jurnal Ilmiah Calyptra Universitas Surabaya ,
Vol .2 No . 2 Tahun 2013

Suwantji Sisworahardjo, Tugas Pekerja Sosial Dalam Pembinaan Terpidana


Dan Narapidana Di Luar Dan Di Dalam Lembaga
Pemasyarakatan, Makalah disampikan pada Seminar Nasional
Erlita Ratna Shantyadewi, Pertanggungan Jawaban Pidana Notaris atas

Pemasyarakatan Terpidana II, tanggal 8 – 9


Nopember 1993, Jakarta, Fakultas Hukum UI,

Undang-Undang

Undang-undang Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas

Undan

g-undangNo.30 Tahun 2004, Tentang Jabatan Notaris

Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No 8 Tahun

1981tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

338/KMK.01/2000, tanggal 18 Agustus 2000,

TESIS

Adrianti Aga Pratiwi, Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum


Terhadap Akta Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan
Pidana., Universitas Brawijaya Malang, Tesis, Tahun 2012.

Irene Dwi Enggarwa, Pertanggungan Jawaban Pidana Dan


Perlindungan Hukum Bagi Notaris Yang Diperiksa Oleh
Penyidik Dalam Tindak Pidana Keterangan Palsu Pada Akta
Otentik, Universitas Brawijaya, Tesis, Tahun 2015.

Anda mungkin juga menyukai