Anda di halaman 1dari 41

KEPASTIAN HUKUM MAKNA KATA “TIDAK BERPIHAK”

DALAM KEWAJIBAN MENJALANKAN JABATAN NOTARIS


BERDASARKAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS
NOMOR 2 TAHUN 2014 DAN KODE ETIK NOTARIS

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Persyaratan


Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya

Oleh :
MUAMAR FAWAID
206010200111002

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
Persetujuan Proposal Penelitian Tesis

Kepastian Hukum Makna Kata “Tidak Berpihak” Dalam Kewajiban Menjalankan


Jabatan Notaris Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun
2014 Dan Kode Etik Notaris

Oleh

Muamar Fawaid

NIM : 206010200111002

Menyetujui :
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Yeni Eta Widyanto, S.H., M.Hum. Dr.Djah Aju Wisnuwardani, S.H.,MK.n
NIP. 197906032008122002 NIP.

Mengetahui :

Ketua Program Studi Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Dr. Hanif Nur Widhiyanti, S.H., M.Hum

NIP. 19780811200212 2001


Daftar Isi

Persetujuan Proposal.................................................................... i
Daftar Isi..................................................................................... ii
Daftar Tabel................................................................................. iii
Bagian Isi
A. Judul Penelitian……………………………………………………………. 1
B. Latar Belakang Masalah………………………………………………… 1
C. Rumusan Masalah……………………………………………………….. 9
D. Tujuan Penelitian……………………………………………………….. 9
E. Manfaat Penelitian……………………………………………………… 9
F. Orisinalitas Penelitian…………………………………………………. 10
G. Landasan Teori
1. Teori Hukum Progresif………………………………………….. 13
2. Teori Kemanfaatan Hukum……………………………………. 14
3. Teori Kewenangan………………………………………………. 15
4. Kerangka Alur Pikir Penelitian……………………………….. 18
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian……………………………………………………. 19
2. Pendekatan Penelitian…………………………………………. 19
3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum………………………….. 20
4. Teknik Penelusuran Bahan Hukum………………………. 21
5. Teknik Analisis Bahan Hukum…………………………….. 21
6. Definisi Konseptual……………………………………………. 23
7. Sistematika Penulisan………………………………………… 24

Bagian Akhir
Daftar Pustaka............................................................................. 25
Daftar Tabel

1.1 Tabel Orisinalitas............................................................


A. Judul

KEPASTIAN HUKUM MAKNA KATA “TIDAK BERPIHAK” DALAM KEWAJIBAN


MENJALANKAN JABATAN NOTARIS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
JABATAN NOTARIS NOMOR 2 TAHUN 2014 DAN KODE ETIK NOTARIS

B. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan


Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hokum bagi
setiap warga negara. Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum
salah satunya diwujudkan dengan bukti tertulis yang bersifat otentik yang
dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik.
Hukum dan masyarakat merupakan dua entitas yang tidak bias
dipisahkan. Masyarakat menghidupi hukum dengan nilai-nilai, gagasan,
konsep, disamping itu masyarakat juga menghidupi hukum dengan cara
menyumbangkan masyarakat untuk menjalankan hukum. Hukum hanya
bias dijalankan melalui campur tangan manusia, baik sebagai golongan
yang menyelenggarakan hukum, maupun mereka yang wajib
menjalankan ketentuan hukum. Dengan demikian masuklah aspek
perilaku atau manusia ke dalam hukum. 1
Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figur) yang
keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercayai, yang tanda tangannya
serta segelnya (capnya) memberikan jaminan dan bukti yang kuat,
seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya
(onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat
suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari-hari yang akan datang.
Kalau seorang advokat membela hak-hak seseorang ketika timbul suatu
kesulitan, maka seorang notaris harus berusaha mencegah terjadinya
kesulitan itu.2

1
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perilaku, Hidup Baik adalah Dasar Hukum
yang baik, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2009), hlm. 19.
Kewajiban seorang notaries adalah menjaga perilaku, sikap dan
juga perbuatan atau tindakan, selain itu juga memiliki kewajiban untuk
menjunjung setinggi-tingginya harkat dan martabat jabatanya,
memelihara citra serta wibawa lembaga notariat, juga tidak melakukan
hal-hal yang sebaliknya yang dapat berakibat menurunkan citra, wibawa
atau pun harkat serta martabat notaris. Setiap notaries dalam
menjalankan jabatanya harus berperilaku profesional, memiliki
kepribadian yang baik, menghormati antar rekan dan saling menjaga
serta membela kehormatan nama organisasi. Setiap notaries bertanggung
jawab terhadap profesi yang dilakukannya tersebut, yang dalam hal ini
adalah kode etik profesi.3
Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014
ditetapkan bahwa organisasi Notaris dapat menetapkan dan menegakkan
Kode Etik Notaris (KEN) sebagaimana diatur di Pasal 83 ayat (1) UUJN.
KEN memiliki kekuatan mengikat untuk semua Notaris di Indonesia,
disebabkan adanya pelimpahan kewenangan Undang-Undang kepada
organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI) sehingga dapat menetapkan
kaidah norma-norma yang dituangkan ketentuan itu, ialah “kaidah moral
yang ditetapkan berdasarkan keputusan Kongres INI dan / atau yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan ”sebagaimana
diuraikan di Pasal 1 angka 2 KEN. Dengan demikian wajib dan berlaku
bagi setiap anggota INI dan seluruh pihak yang sedang
menyelenggarakan tugas Notaris termasuk Pejabat Notaris Sementara
dan Notaris Pengganti dalam menjalankan jabatannya. Ketentuan
mengenai kewajiban, larangan, pengecualian, dan sanksi telah tercantum
dalam KEN. Tidak hanya itu, KEN juga mengendalikan tata cara
penegakkan serta pemecatan sementara selaku anggota Notaris
Indonesia. Nilai moral yang tinggi dibutuhkan oleh seseorang Notaris
untuk pengendalian diri serta di dalam meminimalisir kemungkinan
terdapatnya penyalahgunaan wewenang.

2
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris, cet. 1,
Ichtiar Baru VanHoeve, 2007, hal. 449
3
Ignatius Ridwan Widyadharma, Hukum Profesi tentang Profesi Hukum,
(semarang : Ananta, 1994), hlm.133.
Wewenang Notaris dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (1), (2) dan
(3) UUJN. Pasal 2 UUJN menentukan bahwa Notaris diangkat dan
diberhentikan oleh pemerintah, dalam hal ini menteri yang membidangi
kenotariatan Pasal 1 angka 14 UUJN pada intinya menyebutkan bahwa
Notaris meskipun secara administrative diangkat dan diberhentikan oleh
pemerintah, tidak berarti Notaris menjadi sub ordinasi (bawahan) dari
yang mengangkatnya, yaitu pemerintah.4
Dengan demikian, Notaris dalam menjalankan jabatannya. 5
1. Bersifat mandiri (autonomous);
2. Tidak memihak siapa pun (impartial);
3. Tidak tergantung kepada siapa pun (independen), yang berarti dalam
4. Menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh pihak yang
mengangkatnya atau oleh pihak lain;
5. Tidak menerima gaji atau pension dari yang mengangkatnya;
6. Notaris meskipun diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah tetapi
tidak menerima gaji maupun uang pension dari pemerintah. Notaris
hanya menerima honorarium dari masyarakat yang telah dilayaninya
atau dapat memberikan pelayanan cuma-Cuma untuk mereka yang
tidak mampu.
7. Akuntabilitas atas pekerjaan notaries kepada masyarakat.
8. Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang
berwenang membuat akta otentik dapat dibebani tanggung jawab
atas perbuatannya sehubungan dengan pekerjaannya dalam
membuat akta autentik tersebut.
Ruang lingkup pertanggung jawaban notaries meliputi kebenaran
materiil atas akta yang dibuatnya. Mengenai tanggung jawab notaries
selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil,
dapat diklasifikasikan menjadi empat poin yakni : 6

Habib Adjie,Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris . Cet. II. Bandung: PT.
4

Refika Aditama,2013, halaman 67.

Ellise T. Sulastini dan Aditya Wahyu, Pertanggung jawaban Notaris


5

Terhadap Akta yang Berindikasi Pidana. Bandung: Refika Aditama, 2010, halaman
19.
6
Ibid. halaman 19.
1. Tanggung jawab notaries secara perdata terhadap kebenaran materiil
terhadap akta yang dibuatnya;
2. Tanggung jawab notaries secara pidana terhadap kebenaran materiil
dalam akta yang dibuatnya;
3. Tanggung jawab notaries berdasarkan PJN terhadap kebenaran
materiil dalam akta yang dibuatnya;
4. Tanggung jawab notaries dalam menjalankan tugas jabatannya
berdasarkan kode etik notaris.
Kewajiban Notaris dalam menjalankan jabatannya didasarkan dari
adanya komitmen yang diikrarkan dengan penuh kesadaran disertai
keyakinan menurut agamanya di hadapan menteri atau pejabat yang
ditunjuk. Pengucapan ikrar yang merupakan keniscayaan bagi Notaris
sebelum menjalankan jabatannya termaktub dalam Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Jabatan Notaris Juncto Pasal 12 ayat (1) Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2019 Tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Cuti,
Perpindahan, Pemberhentian dan Perpanjangan Masa JabatanNotaris
yang berbunyi sebagai berikut : “Sebelum menjalankan jabatannya,
Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya dihadapan
menteri atau pejabat yang ditunjuk”.
Perihal isi sumpah/janji jabatan Notaris diatur dalam Pasal 4 ayat
(2) juncto Pasal 12 ayat (4) Peraturan Perundang-undangan di atas
tersebut terdiri dari 5 alinea, keduanya tertulis dan berbunyi persis sama
sebagai berikut: “Saya bersumpah/berjanji:
a) Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia,
Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris serta
Peraturan Perundang-undangan lainnya;
b) Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur,
saksama, mandiri dan tidak berpihak;
c) Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya dan akan
menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi,
kehormatan, martabat dan tanggung jawab saya sebagai Notaris;
d) Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang
diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya;
e) Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalil apapun,
tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu
kepada siapapun.
Mencermati isi sumpah jabatan Notaris pada alinea kedua Pasal 12
ayat (4) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Syarat dan Tata Cara
Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian dan Perpanjangan Masa
Jabatan Notaris yang merupakan turunan dari Pasal 16 ayat (1) huruf a
UUJN, kemudian dikomparasikan dengan Pasal 3 angka 4 Perubahan
Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia di Bandung
29-30 Mei 2015 perihal kewajiban notaries dalam menjalankan
jabatannya, dalam hal ini kata-katanya sama, hanya saja urutan
penempatan katanya yang berbeda sebagaimana tampak pada tabel di
bawah ini :
Tabel 1 :
Keberadaan Kata “Tidak Berpihak” dalam sumpah Jabatan

Perubahan Kode Etik


Peraturan Menteri
Notaris Kongres Luar
Undang-Undang Hukum dan HakAsasi
Biasa Ikatan Notaris
Jabatan Notaris No Manusia Republik
Indonesia di
2 Tahun 2014 Indonesia Nomor 19
Bandung, 29-30 Mei
Tahun 2019.
2015
Pasal 16 ayat (1) Pasal 12 ayat (4) alinea ke Pasal 3 angka 4:

hurufa: 2 : “Saya Notaris maupun orang

“Dalam menjalankan bersumpah/berjanji Bahwa lain (selama yang

jabatannya, Notaris saya akan menjalankan bersangkutan

wajib bertindak jabatan saya dengan menjalankan jabatan

amanah, jujur, amanah ,jujur, saksama, Notaris) wajib:

saksama, mandiri, mandiri dan tidak Berperilaku jujur,

tidak berpihak, dan mandiri, tidak


menjaga kepentingan berpihak”. berpihak, amanah,

pihak terkait dalam saksama, penuh rasa

perbuatan hukum.” tanggung jawab,

berdasarkan peraturan

perundangan dan isi

Sumpah Jabatan

Notaris.

Adanya penjelasan atau penjabaran perihal sumpah/janji jabatan


Notaris sangat diperlukan agar terdapat kesepahaman atau kesamaan
persepsi sebagai pedoman bagi Notaris yang wajib ditaati. Penjelasan
yang akurat dan detail merupakan suatu kebutuhan agar lebih mengenal
khasanah nilai-nilai luhur yang wajib diemban oleh Notaris dalam
menjalankan jabatannya sehingga tidak hanya sebatas tahu secara
normatif etik namun juga terinternalisasi dalam diri personal etik. Dengan
kata lain tidak berhenti pada tataran ketentuan-ketentuan normatif yang
abstrak, namun juga menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang
seharusnya dilakukan dalam tataran praktis sehingga kajian etika profesi
hukum tidak kering. Sebagaimana disinyalir Sidharta, yang menyatakan
pendapatnya, bahwa :7
Bahan kajian etika profesi hukum di Indonesia menjadi sangat
kering dan berhenti pada ketentuan-ketentuan normatif yang abstrak.
Dalam konteks ini adanya kurikulum ilmu kenotariatan, proses dan
metode pendidikan berkelanjutan yang memuat upaya untuk secara
sistematis menumbuhkan sikap etis dan melahirkan karakter yang sesuai
dengan profesi Notaris merupakan kebutuhan.
Notaris wajib bertindak jujur,amanah, saksama, tidak memihak
dalam melaksanakan tugasnya sebagai pejabat umum pembuatan akta
autentik. Ketidakberpihakan notaries terlihat dari klausul hak dan
kewajiban yang termuat didalam akta autentik dibuatnya yang tidak
memberikan keuntungan kepada salah satu pihak dengan merugikan
pihak lain. Apabila dalam pembuatan akta autentik notaris berpihak
7
Sidharta, Moralitas Profesi Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bhakti, 2009), hlm.45.
kepada salah satu penghadap maka akta autentik notaris tersebut dapat
terdegradasi menjadi akta dibawah tangan, dan akta autentik notaries
tersebut dapat digugat pembatalannya kepengadilan oleh pihak yang
dirugikan. Sanksi terhadap notaris yang berpihak terhadap salah satu
pihak dalam pembuatan akta autentik tersebut adalah sanksi perdata
bahwa notaries tersebut dapat digugat ganti rugi oleh pihak yang
dirugikan dan dapat dijatuhi sanksi administrative berupa teguran tertulis,
pemberhentian sementara (scorsing), pemberhentian dengan hormat,
atau pemberhentian dengan tidak hormat (pemecatan). Selain sanksi
perdata dan sanksi administratif maka notaries juga dapat dilaporkan
kepolisi apabila dalam pembuatan akta autentik tersebut menguntungkan
salah satu penghadap merugikan kepentingan hukum penghadap lainnya
yaitu dengan cara “melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang
turut serta melakukan perbuatan dengan maksud menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum kedalam akta autentik
sebagaimana termuat dalam Pasal 378 KUH Pidana dimana ancaman
hukumannya adalah 4 (Empat) tahun.8
Dalam putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor
82/Pdt.G/2013/PN.Dps disebutkan bahwa Notaris Berinisial E dalam hal
ini untuk alasan privasi yang bersangkutan kami samarkan namanya,
dimana dalam pembuatan akta pengikatan jual beli hak atas tanah telah
melakukan keberpihakan kepada salah satu penghadap dengan
menerbitkan kuasa jual kepada pihak pembeli, meskipun pembayaran
harga hak atas tanah dari pihak pembeli kepada pihak penjual belum
lunas dibayar oleh pihak penjual. Berdasarkan akta kuasa jual yang
diterbitkan oleh Notaris E maka dibuat akta jual beli peralihan hak atas
tanah dari pihak penjual kepada pihak pembeli tanpa sepengetahuan
pihak penjual. Pengadilan Negeri Denpasar mengatakan bahwa Notaris E
telah melakukan perbuatan yang memihak kepada pihak pembeli selaku
penghadap dengan merugikan kepentingan pihak penjual selaku
penghadap lainnya, dan telah melakukan perbuatan melawan hukum

8
Rusman Hadianto, Indenpendensi Notaris dalam Pembuatan Akta
Autentik dan Sanksi yang Dapat Dijatuhkan terhadap Notaris. Jakarta: 2014,
Rineka Cipta, Halaman 59.
dalam pembuatan akta pengikatan jual beli hak atas tanah. Oleh karena
itu akta pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat oleh Notaris E
dibatalkan oleh pengadilan dan Notaris E wajib mengganti kerugian yang
diderita oleh pihak pembeli atas perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh notaris tersebut.9
Kemudian Seperti Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik
Indonesia No. 1014 K/Pid/2013, dimana notaris berinsial NP yang sengaja
juga kami sembunyikan identitasnya yang berkedudukan di Jalan Gajah
Mada Nomor 70, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta atau setidak -
tidaknya pada suatu tempat tertentu yang masih termasuk daerah hukum
Pengadilan Negeri Surakarta, telah membuat surat atau memalsukan
surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak perikatan atau pembebasan
utang atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat
tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsukan, jika pemakaian
tersebut dapat menimbulkan kerugian, dilakukan terhadap akta-akta
otentik. Dimana Majelis hakim menguatkan putusan Pengadilan Tinggi
Semarang dan menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dengan
menjatuhkan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan kepada terdakwa
NP. dalam putusan tersebut dan dalam permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi: Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Surakarta dan
Terdakwa: NP, tersebut, membebankan Pemohon Kasasi Terdakwa
tersebut untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan
dan dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima
ratus rupiah);10
Yang terbaru kasus Perkara Notaris malang kota dalam Putusan
Pengadilan Negeri Malang Nomor.532/Pid.B/2021/PN.Mln, dimana
Terdakwa MR, terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang
turut serta melakukan perbuatan dengan maksud menguntungkan diri

9
Putusan Pengadilan Negeri Denpasar, sistem informasi penelusuran
perkara : Nomor. 82/Pid.B/2013/PN.Dps. Denpasar, 10 April 2013.
10
Putusan Mahkamah Agung R.I, Direktori Putusan Mahkamah Agung R.I, :
Nomor 1014 K/Pid/2013, Jakarta, 06 November 2013.
sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama
palsu atau martabat palsu dengan tipu muslihat atau pun rangkaian
kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang
sesuatu kepadanya.Penipuan yang dilakukan dengan modus menjual
hotel murah. Dimana Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama
3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan kepada terdakwa MR. Dengan
kronologis perkara bahwa pada tanggal 02 maret 2020 hotel telah dibeli
oleh saudara Darmawan Cahyadi dengan akta perikatan pengikatan jual
beli (PPJB) dan telah dibayar secara lunas dihadapan notaries W yang
berkedudukan di kepanjen kab malang, namun di kemudian hari
terdakwa MR punya ide untuk menjual kembali kepada pihak lain dimana
harga yang ditawar lebih tinggi dari harga pembeli pertama dengan
dibantu notaris DM yang berkedudukan di Jalan Kaliurang No.37 kota
malang, menyakinkan pembeli kedua telah melakukan penekanan
Psikologis terhadap saksi korban Indra Soedjoko agar bersedia
mendatangani Akta Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) dan dibayar
belum lunas atau mengansur. Dimana dengan perbuatan tersebut dapat
menimbulkan kerugian, dilakukan terhadap akta-akta otentik. 11
, yang dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
Bahwa pada tanggal 02 Maret 2020, saksi M. Rudiono Kusuma
(dalam berkas perkara terpisah telah diputus oleh Pengadilan Negeri
Malang dengan nomor putusan : 532/Pid.B/2021/PN Malang) menjual
Hotel Bluebells yang beralamat di Jalan Kedawung No. 45 Kota Malang
kepada saksi Darmawan Cahyadi dan telah dibayar sesuai kesepakatan
harga Rp.3.750.000.000,- (tiga miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah)
secara lunas di hadapan Notaris saksi Widyawati B. Ntuntu, SH.,M.Kn
yang berkedudukan di Kepanjen Kabupaten Malang
1. Hal tersebut membuat Notaris DM dilaporkan kepihak berwajib (Polisi)
oleh Penjual dalam hal ini pemilik Hotel Bluebells, dimana Notaris DM
beserta Tesangka lainnya menjadi terdakwa dalam perkara nomor :
88/Pid.B/2022/PN.Mln. disebutkan bahwa dalam pembuatan akta
pengikatan jual beli hak atas tanah telah melakukan keberpihakan kepada

Putusan Pengadilan Negeri Malang, sistem informasi penelusuran perkara


11

: Nomor. 532/Pid.B/2021/PN.Mln. Malang, 05 Januari 2022.


salah satu penghadap dengan menerbitkan kuasa jual kepada pihak
pembeli lain, padahal pembayaran harga hak atas tanah dari pihak
pembeli kepada pihak penjual sudah lunas. Berdasarkan akta kuasa jual
yang diterbitkan oleh Notaris W namun belum bisa dilaksanakan
pembuatan akta jual belinya, karena masih ada proses yang belum
selesai. Tetapi notaris DM meminta covernote untuk pembeli dari kliennya
kepada Notaris W dan dijawab karena sudah ada perjanjian perikatan jual
beli (PPJB) dengan atas nama orang lain maka PPJB tersebut harus
dibatalkan terlebih dahulu. namun notaris DM tetap membuatkan akta
perjajian perikatan jual beli (PPJB) dan telah dibayar dengan
mengangsur. Sehingga terdakwa Notaris DM di Dakwa Oleh Jaksa
Penuntut Umum dengan Dakwaan yang melakukan, yang menyuruh
melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,
ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang
maupun menghapuskan piutang. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam
pidana sebagaimana dalam Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1
KUHP Sub Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Pengadilan
Negeri Malang melalui Majelis Hakim mengatakan bahwa Notaris DM
telah melakukan perbuatan yang memihak kepada pihak pembeli selaku
pembeli kedua dengan merugikan kepentingan pihak pembeli pertama
selaku penghadap lainnya, dan telah melakukan perbuatan melawan
hukum dalam pembuatan akta pengikatan jual beli hak atas tanah
tersebut dan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana “turut serta melakukan Penipuan” sebagaimana
dalam Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Sub Pasal 372
KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Sehingga majelis Hakim Pengadilan
Negeri Malang Menjatuhkan pidana bersalah kepada Terdakwa Notaris
DM dengan bunyi Putusan :
MENGADILI
1. Menyatakan Terdakwa I DM bersama-sama dengan Terdakwa II MS
dan Terdakwa III LB terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “turut serta melakukan Penipuan”
sebagaimana dalam Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP
dalam Dakwaan Pertama Penuntut Umum;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa I DM tersebut  dengan pidana
penjara selama 2 (dua) bulan;
3. Memerintahkan bahwa  pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali
jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain
disebabkan karena terpidana melakukan suatu tindak pidana
sebelum  masa percobaan selama 6  (enam) bulan berakhir;
4. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa II MS dan Terdakwa III LB
dengan pidana penjara masing-masing selama 4 (empat)  bulan dan
15 (lima bellas) hari;
5. Menetapkan lamanya masing-masing terdakwa ditahan dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan .
6. Menetapkan Terdakwa II dan Terdakwa III tetap ditahan
7. Menetapkan barang bukti berupa :
 2 (dua) lembar surat somasi tanggal 29 april 2021.
 1 (satu) lembar rekening koran Bank BCA No Rek. 0113241168
An. Indra Soedjoko tanggal 20 Januari 2021. Untuk Isi
lengkapnya terlampir pada Sistem Informasi penelusuran
perkara pada pengadilan negeri malang
8. Menetapkan supaya para Terdakwa dibebani membayar biaya
perkara masing-masing sebesar Rp.5.000,- (lima ribu rupiah).12

Berdasarkan beberapa contoh kasus melibatkan seorang notaries


sehingga menjadi tersangka yang mengakibatkan penjatuhan pidana
penjara kepada notaries tersebut diatas, Notaris tidak memiliki
kepentingan hukum dalam pembuatan akta autentik, dan tidak boleh
memiliki kedekatan emosional terhadap salah satu penghadap sehingga
mengakibatkan ada kepentingan, hak dan kewajiban hukum penghadap
yang terabaikan dan melebihkan kepentingan, hak dan kewajiban hukum
penghadap lainnya. Bila akta autentik yang dibuat oleh notaris

Putusan Pengadilan Negeri Malang, sistem informasi penelusuran perkara


12

: Nomor 88/Pid.B/2022/PN.Mln, Malang, 25 Mei 2022.


mengandung unsur keberpihakan notaris terhadap salah satu penghadap,
maka notaries telah melanggar ketentuan hukum baik yang termuat
dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) maupun yang terdapat
dalam kode etik notaris yang mewajibkan notaries bersikap professional
dalam pembuatan akta autentik, khususnya akta partij (akta para pihak)
yang menyangkut kepentingan, hak dan kewajiban hukum dari para
penghadap dalam melaksanakan suatu perbuatan hukum tertentu.
Adanya kegelisahan penafsiran tentang “Tidak Berpihak” didorong
kerendahan hati apa yang penulis ketahui masih meragu-ragukan atau
samar karena belum ada penjelasan yang akurat dan konkrit. Disamping
itu bertolak dari kesadaran bahwa kebenaran-kebenaran ilmiah selalu
terbuka untuk peninjauan kembali berdasarkan fakta-fakta baru yang
sebelumnya tidak diketahui dan yang tidak kalah pentingnya, jika mau
jujur pada diri sendiri boleh jadi sesungguhnya tidak sedikit yang belum
memahami mengenai urgensi, makna dan manfaatnya mengapa harus
memegang teguh amanah sebagaimana isi sumpah jabatan yang
diucapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan apa akibatnya
apabila melanggar.
Sejauh ini belum pernah ada penjelasan atau penjabaran perihal
isi sumpah/janji jabatan Notaris maupun kewajiban Notaris dalam
menjalankan jabatan menurut UUJN maupun Kode Etik Notaris
sebagaimana tertera diatas sehingga secara normatif masih kabur.
Tentang hal ini Herlien Budiono, menyatakan bahwa:13
Penjabaran perilaku Notaris kedalam Kode Etik Notaris adalah
tidak mudah untuk secara terperinci menguraikan nilai, moralitas dan
etika umum kedalam seperangkat standard perilaku kongkrit profesi
notaris. Selama kendala tersebut juga disebakan tidak adanya metode
untuk mendidik serta meningkatkan moral dan etika notaris melalui suatu
pendidikan praktis edukatif.

13
Herlin Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia,
Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia , (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2006), hlm. 257.
Penyalahgunaan wewenang atau tidak memegang teguhnya
amanah menandakan tidak memiliki komitmen terhadap sumpah/janji
jabatan Notaris sehingga berakibat tidak konsisten terhadap kewajiban
yang seharusnya dijalankan secara baik dan benar berdasakan peraturan
perundang-undangan, kode etik profesi, kehormatan dan tanggung jawab
sebagai Notaris. Akibat lebih jauh dari ketiadaan komitmen terhadap
Tidak Berpihak adalah ketidak hati-hatian dalam menjalankan amanah
jabatan sebagai Notaris sehingga memantik timbulnya permasalahan
hukum. Berdasarkan hal tersebut Notaris dalam menjalankan jabatannya
harus memahami dan mengimplementasikan amanah dalam sumpah
jabatannya. Berdasarkan hal tersebut diatas, perlu dikaji lebih dalam
terkait makna Tidak Berpihak yang terdapat dalam kewajiban
menjalankan jabatan notaris yang ditinjau dari aspek etika profesi dan
Undang-Undang Jabatan Notaris dalam bentuk penulisan tesis hukum
dengan judul: “Kepastian Hukum Makna Kata “Tidak Berpihak”
Dalam Kewajiban Menjalankan Jabatan Notaris Berdasarkan
Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 dan Kode
Etik Notaris”

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan oleh Peneliti,
maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa Makna Kata “Tidak Berpihak” dalam kewajiban menjalankan
jabatan notaris berdasarkan undang – undang jabatan notaris dan
kode etik notaris ?
2. Bagaimana Akibat Hukum yang ditimbulkan oleh seorang notaris dari
keterlibatannya melakukan keberpihakan dalam pembuatan akta
dalam melaksanakan kewajibanya ?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan oleh Peneliti,
maka dapat ditarik tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis Makna “Tidak Berpihak” dalam kewajiban
menjalankan jabatan notaris.
2. Untuk menganalisis kepastian hukum jabatan notaris atas makna kata
“tidak berpihak” pada jabatan notaris berdasarkan perspektif Undang-
Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 dan Kode Etik Notaris

D .1 Tujuan Umum
1. Tujuan secara umum penelitian bertujuan sebagai aplikatif teori
adanya paradigm bahwa “science is a process (ilmu sebagai proses)
terutama bila dikaitkan dengan pengembangan keilmuan hukum
secara umum dan khususnya dalam lapangan hukum keperdataan
dengan dinamika substansi – substansinya yang berkembang terus
mengikuti perkembangan global”.
2. Bertujuan meneliti kasus nominee yang terjadi serta dampak kerugian
yang ditimbulkan terhadap para pihak yang terlibat didalamnya.

D.2 Tujuan Khusus


1. Secara khusus penelitian ini bertujuan guna memenuhi salah satu
syarat akademik untuk menyelesaikan studi program spesialis
kenotariatan yang penulis tempuh di Program Studi Program
Kenotariatan Pascasarjana Universitas Brawijaya sehingga
memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn).
2. Untuk mengetahui, mengkaji, mengkritisi kepastian hukum
menyangkut terhadap Kewajiban notaries menjalankan jabatan dalam
makna kata tidak berpihak sebagai amanah pada sumpah jabatan
notaries dalam perspektife Undang – Undang Jabatan Notaris Nomor
2 Tahun 2014 dan Kode Etik Notaris.
3. Untuk mengetahui Secara teoritis, mengetahui dan menganalisis
sanksi hukum terhadap isi akta yang mengandung keberpihakan
kepada salah satu pihak umum.

E. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
E.1 Bagi Peneliti
Di samping memenuhi salah satu syarat penyelesaian studi Magister
Kenotariatan Universitas Brawijaya Malang, juga untuk menambah
pengetahuan serta wawasan dibidang hukum kenotariatan, yaitu dalam
ruang lingkup Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 177, Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia Nomor 4432), Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5491), Kode Etik Notaris dan peraturan perundang-
undangan lain yang terkait dengan Analisis Pelanggaran Kode Etik Notaris
sebagai Pejabat Umum.

E.2 Bagi Organisasi Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia


(I.N.I)
Diharapkan menjadi bahan masukan bagi organisasi profesi Notaris.
Sebagai kepanjangan tangan pemerintah yang terkait khususnya notaris
dan pihak-pihak terkait, menyangkut konsep pengaturan ke depan
terhadap makna “tidak berpihak” agar memegang teguh amanah dalam
sumpah jabatan Notaris dari aspek etika profesi.

E.3 Bagi Notaris


Diharapkan dalam melaksanakan tugas jabatannya yaitu sebagai bahan
masukan bagi notaris khususnya terkait makna “tidak berpihak” sebuah
amanah dalam sumpah jabatan Notaris dari aspek etika profesi sebagai
pejabat umum.

E.4 Bagi Masyarakat


Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan masukan kepada
masyarakat dan bagi para praktisi hukum, khususnya bagi para pihak
yang terlibat langsung dalam pembuatan akta autentik notaris mengenai
suatu kewajiban notaries untuk bersikap independen (tidak berpihak)
terhadap para penghadap tersebut, serta sesuai dengan klausul yang
termuat di dalam akta autentik notaris dan dapat dilaksanakan oleh para
pihak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku sehingga
menimbukan suatu kepastian hukum.

F Orisinalitas Penelitian

Judul Penelitian penulis dalam penelitian ini adalah “Kepastian


Hukum Makna Kata “Tidak Berpihak” Dalam Kewajiban
Menjalankan Jabatan Notaris Berdasarkan Undang-Undang
Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Dan Kode Etik Notaris”
Dalam upaya menjaga dan menunjukkan unsur kebaharuan penelitian
tesis ini dengan penelitian terdahulu yang memiliki topik yang sama,
maka letak perbedaannya penulis uraikan melalui tabel berikut ini:

Tahun Nama Peneliti dan Judul Rumusan


No
Penelitian asal istansi Penelitian Masalah
1 2020 Arvita Hastarini, SH “Tanggung a. Bagaimanakah bentuk dan
Universitas Widya Jawab Moral konsepsi tanggung jawab moral
Mataram Notaris Dalam notaris dalam menjalankan
Menjalankan tugas jabatan sesuai dengan
Tugas Jabatan sumpah jabatan?
Sesuai Dengan b. Apa saja hambatan yang
Sumpah dihadapi oleh dewan
Jabatan”14 kehormatan dan majelis
pengawas notaries dalam
melakukan penegakan kode etik
notaris di kota depok ?
2 2020 Rika Sofiana, SH “Analisis a. Bagaimana kreteria hukum
Universitas Yuridis atas bertindak tidak memihak bagi
Muhamadiyah kewajiban notaries dalam rangka
Sumatera Utara notaries untuk melaksanakan tugas dan
bersikap kewajibannya membuat akta
Independen autentik berdasarkan UUJN No.
(Tidak 2 Tahun 2014 dan Kode etik
Berpihak) notaries ?
14
Arvita Hastarini, SH, “Tanggung Jawab Moral Notaris Dalam
Menjalankan Tugas Jabatan Sesuai Dengan Sumpah Jabatan“, Tesis, Program
Magister Hukum Universitas Widya Mataram , Jogyakarta, 2020.
terhadap para b. Bagaimana akibat hukum
penghadap terhadap notaris yang bertindak
ditinjau memihak dalam melaksanakan
berdasarkan kewajibannya ?
UU No.2 Tahun c. Bagaimana sanksi hukum
2014 Tentang terhadap isi akta yang
perubahan mengandung keberpihakan
atas No.30 kepada salah satu pihak ?
Tahun 2004
tentang
jabatan
notaris”15
3 2022 Clara Chyntia Djabu, “Pertanggung a. Bagaimanakah tanggung jawab
S.H Jawaban notaries terhadap perbuatan
Universitas Indonesia Notaris atas pemalsuan dan keberpihakan
Tindakan dalam pembuatan akta?
Penipuan dan b. Bagaimanakah akibat yang
keberpihakan ditimbulkan dari keterlibatan
dalam notaries dalam pembuatan
pembuatan pemalsuan dan keberpihakan
akta otentik“16 dalam pembuatan akta ?

Kebaruan dari penelitian ini dibandingkan penelitian sebelumnya


dalam hal ini berbeda dari beberapa karya ilmiah tersebut di atas karena
tesis ini lebih menekankan pada masalah makna kata “tidak berpihak”
dalam menjunjung tinggi amanah sumpah jabatan Notaris dari aspek
etika profesi berikut korelasi “tidak berpihak” dalam sumpah jabatan
Notaris dengan kewajiban Notaris saat menjalankan jabatannya sesuai
15
Rika Sofiana, SH, “Analisis Yuridis atas kewajiban notaries untuk
bersikap Independen (Tidak Berpihak) terhadap para penghadap ditinjau
berdasarkan UU No.2 Tahun 2014 Tentang perubahan atas No.30 Tahun 2004
tentang jabatan notaris“,Tesis, Program Magister Kenotariatan Universitas
Muhamadiyah Sumatera Utara, Medan, 2020.
16
Clara ChyntiaDjabu, SH, “Pertanggung jawaban notaris atas tindakan
penipuan dan keberpihakan dalam pembuatan akta otentik“,Tesis, Program
Magister Kenotariatan Universitas Indonesia ,Jakarta, 2022.
Undang-Undang Jabatan Notaris. Hal lain yang dikaji adalah menyangkut
konsep pengaturan ke depan terhadap pengaturan nilai pragmatis “tidak
berpihak” dalam sumpah jabatan Notaris. Diharapkan dengan adanya
perwujudan pada makna tidak berpihak, dapat melaksanakan profesinya
dengan sebaik-baiknya agar sesuai dengan lingkup tugas notaris.

G. Karangka Teori dan Kerangka Konseptual


1. Karangka Teori
Teori berasal dari bahasa latin “ theoría” yang berarti perenungan,
yang berasal dari bahasa Yunani “ thea” yang secara hakiki menyiratkan
sesuatu yang disebut realitas. Teori adalah suatu konstruksi di alam cita
atau ide manusia, dibangun dengan maksud untuk menggambarkan
secara reflektif fenomena yang dijumpai di alam pengalaman (ialah
amalam yang tersimak bersaranakan indera manusia). 17
Menurut Mukti Fajar teori adalah suatu penjelasan yang berupaya
untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau
teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena
menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum. 18 Sedangkan Kerangka
teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis
mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan
perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian. 19 Defenisi lain
menyatakan bahwa kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-
butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan
(problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis. 20
Suatu kerangka teori bertujuan menyajikan cara-cara untuk
bagaimana mengorganisasi dan menginterpretasi hasil penelitian dan

Otje Salman S dan Antón F. Susanto., Teori Hukum, Mengingat,


17

Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, 2000, hal 21.

Mukti Fajar, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris , PT.


18

Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal.134.


19
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994,
hal. 80.
20
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung , 2005,
hal. 27.
menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu. 21
Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam
membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang
dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-
butir pendapat teori, tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak
disetujui.22
Selanjutnya fungsi teori dalam penelitan tesis ini adalah untuk
memberikan arahan / petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati. 23
Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Positivisme
hukum, teori tanggung jawab dan teori kewenangan.

a. Teori Positivisme Hukum


Positivisme Hukum (Aliran Hukum Positif) memandang perlu
memisahkan secara tegas antara hukum dan moral (antara hukum yang
berlaku dan hukum yang seharusnya (antara das sein dan das sollen).
Dalam pandangan positivis, tidak ada hukum lain, kecuali perintah
penguasa. Bahkan, bagian dari Aliran Hukum Positif yang dikenal dengan
nama Legisme berpendapat lebih tegas, bahwa hukum itu identik dengan
Undang-Undang.
Dalam konteks negara hukum formal, sebagaimana bunyi
pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 alineake 4, yang
bertujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, pandangan positivism adalah tepat untuk dilaksanakan
dan diimplemantasikan dalam rangka pembentukan hukum nasional.
Sebab, teori positivism hukum ini sangat kuat dalam mempengaruhi
otorisasi politik dan bidang-bidang kehidupan seperti ekonomi, sosial-
budaya, keamanan dan ketertiban.
Banyak ahli piker penganut ajaran positivism hukum, salah
satunya adalah Prof. Herbert Lionel Adolphus Hart (H.L.A Hart), yang

21
Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal.
19.
22
M. Solly Lubis, Op.cit, hal. 80.
23
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Mandar Maju, Bandung,
1994, hal.80.
mengatakan bahwa hukum itu harus kongkrit, maka harus ada pihak
yang menuliskan. Pengertian ”yang menuliskannya” itu menunjuk
pengertian bahwa hukum harus dikeluarkan oleh suatu pribadi (subjek)
yang memang mempunyai otorita suntuk menerbitkan dan
menuliskannya. Otoritas tersebut adalah negara. Otoritas negara
ditunjukan dengan adanya atribut negara, berupa kedaulatan negara.
Berdasarkan kedaulatannya, secara internal negara berwenang untuk
mengeluarkan dan memberlakukan apa yang disebut sebagai hukum
positif.24
Lebih lanjut HLA Hart membedakan 5 (lima) arti dari positivism
seperti yang disebut dalam ilmu hukum kontemporer, yaitu :
a) Anggapan bahwa undang-undang adalah perintah-perintah dari
manusia (command of human being);
b) Anggapan bahwa tidak perlu ada hubungan antara hukum dengan
moral atau hukum yang ada dan hukum yang seharusnya ada;
c) Anggapan bahwa analisa (studi tentang arti) dari konsepsi-konspesi
hukum:
1. Layak dilanjutkan, dan
2. Harus dibedakan dari penelitian-penelitian histories mengenai
sesbab-sebab atau asal-usul undang-undang dari penelitian
sosiologis mengenai hubungan hukum dengan gejala social
lainnya, dan kritik atau penghargaan hukum apakah dalam arti
moral, tuntutan sosial, fungsi-fungsinya, atau sebaliknya.
d) Anggapan bahwa sistem hukum adalah suatu “sistem logis tertutup”
dimana putusan-putusan hukum yang tepat dapat dihasilkan dengan
cara yang logis dari peraturan-peraturan hukum yang telah ditentukan
terlebih dahulu tanpa mengingat tuntutan sosial, kebijaksanaan,
norma-norma moral;

Asep Bambang Hermanto, Ajaran Positivisme Hukum di Indonesia : Kritik


24

Dan Alternatif Solusinya, Jurnal, file:///C:/Users/USER/AppData/Local/Temp/650-Article


%20Text-1407-1-10-20190719.pdf, diaksestanggal 16 Juli 2020.
e) Anggapan bahwa penilaian-penilaian moral tidak dapat diberikan atau
dipertahankan. Misalnya, Pernyataan tentang fakta, dengan alas an
yang rasional, petunjuk, atau bukti. (non-cognitivis medalametika). 25
Selain LA Hart, cara pandang yang sama juga dikemukakan oleh
John Austin. Menurutnya, hukum merupakan perintah dari penguasa.
Dalam pandangannya tentang aliran hukum positif yang analitis, hukum
itu diartikan sebagai perintah dari pembentuk undang-undang atau
penguasa (a command of the lawgiver), yaitu suatu perintah dari orang-
orang yang memegang kekuasaan tertinggi atau orang-orang yang
memegang kedaulatan.25 Austin berpendapat untuk disebut hukum
diperlukan adanya unsure seorang penguasa (souvereighnity), ada suatu
perintah (command), ada kewajiban untuk menaati ( duty), ada sanksi
bagi mereka yang tidak mentaati (sanction).26
Lebih lanjut, dalam teori positivism hukum dari Hans Kelsen,
memandang bahwa hukum adalah suatu perintah memaksa terhadap
perilaku manusia (law is a coercive order of human behavior ). Hukum
adalah kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi ( it is the primary
norm which stipulates the sanction). Dalam konsep hukum murni
(reinerechlehre, the pure theory of law) kelsen memandang bahwa
hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang sifatnya non hukum,
seperti kultur, politik, sosiologis, dan sebagainya. 27
Penggunaan teori positivism hukum dalam penelitian ini adalah
bertujuan sebagai pisau analisis untuk menjawab rumusan masalah
terkait penerapan dan penegakan norma kode etik profesi jabatan Notaris
yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan sebagai pengawas atas tegaknya
kode etik tersebut memiliki kewenangan dan kewajiban yang melekat
sesuai aturan hukum yang berlaku, yang merupakan perintah dari
peraturan perundang-undangan. Setiap tindakan atau perbuatan hukum
yang dilakukan Dewan Kehormatan harus sesuai dengan hukum, tidak
25
W. Friedman., Teori dan Filsafat Hukum, Tela’ah Kritis atas Teori-teori
Hukum (susunan I), diterjemahkan dari buku aslinya ”Legal Theory” oleh Mohamad
Arifin, Rajawali, Jakarta, 1990, hal 147.
26
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1991,hal. 41.
27
Suswoto Sudiyana, Kajian Kritis Terhadap Teori Positivisme Hukum
Dalam Mencari Keadilan Substantif, Fakultas Hukum Universitas Janabadra,
Yogyakarta, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE Vol. 11 No. 1 Mei 2018.
boleh bertentangan dengan aturan yang berlaku, karena tidak ada hukum
selain dari pada hukum yang tertulis.
Begitu pula dengan para Notaris yang menjalankan tugas
jabatannya sebagai pejabat umum harus tunduk dan patuh kepada UUJN,
Kode Etik Notaris dan peraturan perundang-undangan lainnya sehingga
tidak salah mengambil keputusan dalam setiap perbuatan hukum yang
dilakukannya. Berhati-hati dan teliti dalam bertindak sesuai koridor
hukum dan norma yang berlaku terhadap profesi jabatannya.

b. Teori Tanggung Jawab


Pengertian tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya bila
terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan. 28 Dalam
kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi seseorang
untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya. 29 Lebih lanjut
tanggung jawab dalam kamus hukum dapat diistilahkan sebagai liability
dan responsibility, istilah liability menunjuk pada pertanggung jawaban
hukumya itu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subjek
hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggung
jawaban politik.30
Menurut hukum perdata dasar pertanggung jawaban dibagi
menjadi 2 (dua) macam, yaitu kesalahan dan risiko. Dengan demikian
dikenal dengan pertanggung jawaban atas dasar kesalahan ( lilability
without based on fault ) dan pertanggung jawaban tanpa kesalahan yang
dikenal dengan (lilability without fault) dan yang dikenal juga dengan
tanggung jawab risiko atau tanggung jawab mutlak (strickliabiliy).31
Konsep tanggung jawab juga dikemukakan oleh pencetus teori
hukum murni yaitu Hans Kelsen. Menurut Hans Kelsen, tanggung jawab
berkaitan erat dengan kewajiban, namun tidak identik. Kewajiban

28
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka, Jakarta 1990.
29
Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, 2005
30
TitikTriwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien
,Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010, hal. 49
31
Ibid, hal. 49
tersebut muncul karena adanya aturan hukum yang mengatur dan
memberikan kewajiban kepada subyek hukum. Subyek hukum yang
dibebani kewajiban harus melaksanakan kewajiban tersebut sebagai
perintah dari aturan hukum. Akibat dari tidak dilaksanakannya kewajiban
maka akan menimbulkan sanksi. Sanksi ini merupakan tindakan paksa
dari aturan hukum supaya kewajiban dapat dilaksanakan dengan baik
oleh subyek hukum. Menurutnya subyek hukum yang dikenakan sanksi
tersebut dikatakan bertanggung jawab atau secara hukum bertanggung
jawab atas pelanggaran.32
Selanjutnya Hans Kelsen selanjutnya membagi tanggung jawab
tersebut kedalam 4 (empat) bagian yaitu :
a) Pertanggung jawaban individu yaitu seorang individu bertanggung
jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;
b) Pertanggung jawaban kolektif berarti bahwa seorang individu
bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh
orang lain;
c) Pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa
seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang
dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan
menimbulkan kerugian;
d) Pertanggung jawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu
bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena
tidak sengaja dan tidak diperkirakan.33
Berdasarkan konsep tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa
tanggungjawab muncul dari adanya aturan hukum yang memberikan
kewajiban kepada subyek hukum dengan ancaman sanksi apabila
kewajiban tersebut tidak dilaksanakan. Tanggungjawab demikian dapat
juga dikatakan sebagai tanggungjawab hukum, karena muncul dari
perintah aturan hukum/undang-undang dan sanksi yang diberikan juga
merupakan sanksi yang ditetapkan oleh undang-undang, oleh karena itu
Hans Kelsen, Pure Theory of Law, Terjemah, Raisul Muttaqien, Teori Hukum
32

Murni: Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Cetakan Keenam, Nusa Media,


Bandung, 2008, hal. 136.

Hans Kelsen, sebagaimana diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien , Teori Hukum


33

Murni, Nuansa & Nusa Media, Bandung, 2006, hal. 140.


pertanggungjwaban yang dilakukan oleh subyek hukum merupakan
tanggungjawab hukum.
Konsep tanggungjawab ini berlaku terhadap Notaris yang
berdasarkan UUJN menyatakan bahwa Notaris adalah subjek hukum yang
dibebani tanggungjawab sebagaimana bunyi Pasal 16 UUJN. Notaris wajib
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perintah UUJN, jika tidak
maka Notaris akan dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 16
ayat (11), ayat (12) dan ayat (13) UUJN. Notaris yang dikenai sanksi atas
pelanggaran yang dilakukan maka Notaris tersebut bertanggungjawab
untuk melaksanakan sanksi sebagaimana diatur oleh UUJN.
Terkait persoalan pertanggungjawaban pejabat menurutAbdul
kadir Muhammad membagi 3 (tiga) teori tanggungjawab dalam
perbuatan melanggar hukum (tort liability) yaitu :
a) Tanggungjawab akibat perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan dengan sengaja (intertional tort liability), tergugat harus
sudah melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga merugikan
penggugat atau mengetahui bahwa apa yang dilakukan tergugat
akan mengakibatkan kerugian.
b) Tanggungjawab akibat perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan karena kelalaian (negligence tort lilability), didasarkan
pada konsep kesalahan (concept of fault) yang berkaitan dengan
moral dan hukum yang sudah bercampur baur (interminglend).
c) Tanggungjawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa
mempersoalkan kesalahan (stirck liability), didasarkan pada
perbuatannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja, artinya
meskipun bukan kesalahannya tetap bertanggungjawab atas
kerugian yang timbul akibat perbuatannya.34
Alasan penggunaan teori tanggungjawab dalam penulisan
penelitian ini adalah untuk melihat tanggungjawab Notaris terhadap
kewajiban dan larangan khususnya yang ditentukan oleh Kode
EtikNotaris. Namun tidak menutup kemungkinan untuk melihat
keterkaitannya terhadap UUJN dan peraturan-perundangan lainnya. Jika

34
Abdul kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti,
2010, hal.503.
terbukti melanggar ketentuan tersebut maka terdapat sanksi-sanksi yang
harus dipertanggungjawabkan baik secara administratif, perdata maupun
pidana.
Dalam menjalankan jabatannya Notaris mempunyai
tanggungjawab moral terhadap profesinya. Menurut Paul F. Camanisch
sebagaimana dikutip oleh K. Bertens menyatakan bahwa profesi adalah
suatu masyarakat moral (moral community) yang memiliki cita-cita dan
nilai-nilai bersama. Kelompok profesi memiliki kekuasaan sendiri dan
tanggungjawab khusus. Sebagai profesi, kelompok ini mempunyai acuan
yang disebut Kode Etik Profesi Notaris. 35

c. Teori Perlindungan Hukum

Dengan hadirnya hokum dalam kehidupan bermasyarakat,


berguna untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-
kepentingan yang biasa bertentangan antara satu sama lain. Maka dari
itu, hokum harus bias mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan
kepentingan itu dapat ditekan seminimal mungkin. Pengertian
terminology hokum dalam Bahasa Indonesia menurut KBBI adalah
peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat,yang
dikukuhkan oleh penguasa ataupun pemerintah, undang-undang,
peraturan,dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat,
patokan atau kaidah tentang peristiwa alam tertentu, keputusan atau
pertimbangan yang ditetapkan oleh hakim dalam pengadilan, atau
vonis.36
Teori perlindungan hukum digunakan dalam penelitian ini untuk
menganalisis tentang sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap notaries
apabila isi akta autentik yang dibuatnya mengandung unsure
keberpihakan kepada salah satu pihak (penghadap). Hal ini menjelaskan
bahwa hukum harus memberikan perlindungan bagi para penghadap
yang menerima ketidak adilan atau pun keberpihakan yang dibuat oleh

E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum: Norma-Norma Bagi Penegak


35

Hukum, Kanisivs, Yogyakarta, 1995, hal. 147.


36
Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Edisi kedua, cet. 1,(Jakarta: Balai Pustaka, 1991) Hal 595.
para pejabat notaris, apabila itu terbukti maka pejabat notaries harus
dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan jabatan notaris.
Dengan kata lain perlindungan hokum sebagai suatu gambaran
dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hokum dapat memberikan suatu
keadilan, ketertiban,kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Adapun
pendapat yang dikutip dari beberapa ahli mengenai perlindungan hokum
sebagai berikut :
1. Menurut Satjito Rahardjo perlindungan hokum adalah adanya upaya

melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan


suatu Hak Asasi Manusia kekuasaan kepadanya untuk bertindak
dalam rangka kepentingannya tersebut.
2. Menurut Setiono perlindungan hokum adalah tindakan atau upaya

untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh


penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk
mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan
manusia untuk menikmat martabatnya sebagai manusia.
3. Menurut Muchsin perlindungan hokum adalah kegiatan untuk
melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau
kaidah - kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam
menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antara sesama
manusia.
4. Menurut Philipus M. Hadjon adalah perlindungan yang diberikan oleh

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada


setiap warga negara agar setiap warga negara terlindungi hak-haknya
dari perbuatan-perbuatan yang merugikan warga Negara tersebut.
Perlindungan hukum juga diberikan oleh para aparat penegak hukum
dalam menegakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sehingga hak-hak dan kewajiban setiap warga negara
terlindungi secara baik dan tidak merugikan hak dan kewajibannya.
Perlindungan hukum yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu
perbuatan hal melindungi subjek-subjek hukum dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan pelaksanaanya dapat
37
dipaksakan dengan suatu sanksi.
Di negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila
maka negara wajib memberikan perlindungan hukum terhadap seluruh
warga masyarakat sesuai dengan Pancasila. Oleh karena itu perlindungan
hukum berdasarkan Pancasila berarti pengakuan dan perlindungan
hukum akan harkat dan martabat manusia atas dasar nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan, Persatuan, Permusyawaratan serta
Keadilan Sosial. Nilai-nilai tersebut melahirkan pengakuan dan
perlindungan hak asasi manusia dalam wadah kesatuan yang menjunjung
tinggi semangat kekeluargaan dalam mencapai kesejahteraan bersama. 38

Berdasarkan uraian di atas maka teori yang digunakan


dalam penelitian ini adalah:
1. Teori hukum positif yang digunakan dalam menganalisis
perumusan masalah pertama yaitu Makna “Tidak Berpihak” yang
terdapat dalam sumpah jabatan notaris dilihat dari perspektif
Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris yang
dianalisis menggunakan Interpretasi grammatikal, lexical, dan
doctrinal maka menghasilkan indikator parameter serta kualifikasi
makna “tidak berpihak” .
2. Teori pertanggungjawaban hukum yang digunakan dalam
penelitian ini adalah untuk menganalisis perumusan masalah kedua
yaitu mengenai akibat hukum terhadap akta autentik apabila
notaris tidak melaksanakan kewajibannya dalam bertindak tidak
berpihak dalam pembuatan akta autentik. Dalam pembuatan akta
autentik para notaries diharuskan bersikap adil bagi para
penghadap sesuai dengan tanggung jawab dan kewajibannya,
apabila itu tidak dilaksanakan maka notaris akan menerima sanksi
serta akibat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
37
Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia .
Surabaya: Bina Ilmu,2006, halaman 84.
38
Donni Gusmawan, Perlindungan Hukum di Negara Pancasila. Yogyakarta:
Liberty, 2007, halaman 38.
3. Teori perlindungan hukum digunakan dalam penelitian ini untuk
menganalisis tentang sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap
notaries apabila isi akta autentik yang dibuatnya mengandung
unsure keberpihakan kepada salah satu pihak (penghadap). Hal ini
menjelaskan bahwa hukum harus memberikan perlindungan bagi
para penghadap yang menerima ketidakadilan ataupun
keberpihakan yang dibuat oleh para pejabat notaris, apabila itu
terbukti maka pejabat notaris harus dikenakan sanksi sesuai
peraturan perundang-undangan jabatan notaris.

H. Metode Penelitian
Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan
suatu masalah, sedangkan penelitian adalah memeriksa secara hati-hati,
tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan
manusia, maka metode penelitian diartikan sebagai proses prinsip-prinsip
dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam
melakukan penelitian.39 Metode penelitian menurut Peter Mahmud
Marzuki bahwa penelitian hokum sebagai suatu proses yang menemukan
aturan hukum, prinsip-prinsip hokum maupun doktrin-doktrin hokum
guna menjawab isu-isu hukum yang dihadapi. 40 Adapun penulis
menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

1.7.1 Jenis Penelitian


Pembahasan tesis ini menggunakan penelitian hukum normatif,
yaitu mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sifatnya
yang normatif sehingga tipe kajiannya adalah ajaran hukum murni yang
mengkaji law as it is written in the books.41 Tipe penelitian yang
dipergunakan dalam penyusunan tesis ini adalah yuridis normatif, artinya
permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini

39
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986,
hlm. 6.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet 2 (Jakarta : Kencana Prenada
40

Media Group, 2008), hlm.35.

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif , Edisi


41

Revisi, (Malang : Cetakan II, Banyumedia Publishing, 2006), hlm.126.


difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam
hukum positif dengan mengkaji berbagai macam aturan hukum yang
bersifat formal seperti Undang-Undang, literatur-literatur yang bersifat
konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang
menjadi pokok pembahasan.42

1.7.2 Pendekatan Penelitian


i. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)
Pendekatan Undang-Undang dilakukan dengan cara menelaah
semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu
hukum yang diteliti.43
ii. Pendekatan Konseptual
Pendekatan ini bertajuk dari pandangan-pandangan dan doktrin-
doktrin yang berkembang di dalam ilmu Hukum.44
iii. Pendekatan kasus (case approach)
salah satu jenis pendekatan dalam penelitian hukum normatif
yang peneliti mencoba membangun argumentasi hukum dalam
perspektif kasus konkrit yang terjadi dilapangan, tentunya kasus
tersebut erat kaitannya dengan kasus atau peristiwa hukum yang
terjadi di lapangan. Untuk itu biasanya jenis pendekatan ini tujuannya
adalah untuk mencari nilai kebenaran serta jalan keluar terbaik
terhadap peristiwa hukum yang terjadi sesuai dengan prinsip-prinsip
keadilan. Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada
kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus-
kasus yang ditelaah merupakan kasus yang telah memperoleh putusan
pengadilan berkekuatan hukum tetap. Hal pokok yang dikaji pada
setiap putusan tersebut adalah pertimbangan hakim untuk sampai

42
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2015), hlm.194.
43
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2015), hlm.133
44
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2015), hlm.135.
pada suatu keputusan sehingga dapat digunakan sebagai argumentasi
dalam memecahkan isu  hukum yang dihadapi.45

1.7.3 Sumber Data


1.7.3.1 Bahan hukum Primer yang digunakan adalah peraturan perundang
- undangan yang berlaku di Indonesia yaitu: Kitab Undang Undang
Hukum Perdata;
a. Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
b. Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
c. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 19
Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Cuti,
Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan
Notaris.
d. Kode Etik Notaris.
1.7.3.2 Bahan hukum Sekunder yang digunakan adalah bahan hukum
yang tidak menjadi dokumen resmi, seperti literatur-literatur, buku-
buku, kamus hukum, jurnal hukum dan komentar atas putusan
hakim terkait yang menunjang pada penilitian ini.
1.7.3.3 Bahan hukum Tersier yang digunakan adalah Bahan yang
memberikan petunjuk dan penjelasan terbadap bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder yang berupa kamus umum, kamus
hukum, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal hukum, laporan ilmiah
yang berkaitan dengan kewajiban notaris dalam bersikap tidak
berpihak kepada para penghadap dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya menjalankan sebagai pejabat umum, sehingga
mencerminkan hak dan kewajiban yang seimbang diantara para
penghadap dalam melaksanakan perbuatan hukum tertentu
sebagaimana dimaksud dalam pembuatan akta autentik notaris.

1.7.4 Teknik Penelusuran Bahan Hukum


45
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2015), hlm.134.
Dalam pengumpulan bahan hukum pada penelitian ini, penulis
akan menggunakan metode teknik penelusuran bahan hukum yaitu Studi
Kepustakaan (Library Research). Studi kepustakaan (Library Research)
dilakukan dengan pengumpulan bahan primer, sekunder, dan tersier yang
berkaitan dengan isu hukum yang terdapat dalam penelitian ini, lalu
selanjutnya akan dianalisis berdasarkan teori-teori yang dapat digunakan
sebagai pedoman. Selain itu penulis dalam penelitian ini juga mempelajari
dan mengutip bahan hukum dari sumber-sumber yang berupa peraturan
perundang-undangan serta literatur yang terkait pada penelitian ini. Bahan
hukum akan diperoleh dari koleksi pribadi penulis, koleksi perpustakaan
pusat Universitas Brawijaya, koleksi Pusat Dokumentasi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

1.7.5 Teknik Analisis Bahan Hukum


a) Intrepetasi Gramatikal mendasarkan pengertian pada bunyi
undang-undang dengan beracuan kepada arti kata – kata, kalimat
dan bahasa dalam hubungan satu dengan yang lainnya, serta yang
dipergunakan dalam peraturan perundang-undangan. Hal – hal yang
dijadikan sebagai pedoman adalah arti dari suatu perkataan, menurut
tata bahasa atau kebiasaan, yaitu arti dalam penggunaan
kesehariannya.46 Bahasa adalah salah satu sarana yang digunakan
oleh pembuat undang-undang untuk menuangkan apa yang menjadi
keinginannya. Berdasarkan hal tersebut pembuat undang-undang
diharuskan untuk dapat memilih kata dan frasa yang bersifat jelas dan
tidak multitafsir.
b) Interpretasi sistematis yaitu dilakukan dengan meninjau dan
menilik suatu susunan yang berhubungan dengan ketentuan –

46
Sudarsono, PengantarIlmu Hukum, Jakarta, PT Rineka Cipta 2007,
hlm. 123.
ketentuan pasal lainnya, baik didalam undang – undang yang sama
maupun dari undang – undang lainnya yang koheren.
c) Interpretasi argumentum contrario yaitu penafsiran yang
didasari pada sebuah perlawanan pengertian (pengingkaran), yang
diatur dalam undang-undang, ketika suatu hal tidak diatur didalam
suatu undang-undang, namun dapat diambil kesimpulan dari
ketentuan yang ada tersebut atau yang didasarkan pada pengertian
ataupun kesimpulan yang memiliki makna sebaliknya dari sisi
pengertian ketentuan hukum yang tersurat.

I. Sistematika Penulisan
Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai
sistematika penulisan yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan
hukum maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun
sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab yang tiap-tiap bab
terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan
pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika
penulisan tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN dalam bab ini menguraikan latar
belakang masalah yang berasal dari adanya Kepastian Hukum Makna
Kata “Tidak Berpihak” Dalam Kewajiban Menjalankan Jabatan Notaris
Berdasarkan Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Dan
Kode Etik Notaris,dari latar belakang tersebut dapat diuraikan mengenai,
Rumusan masalah, Tujuan Penelitian kemudian Manfaat penelitian,
Metode Penelitian, Karangka Teori dan Kerangka Konseptual dan
Sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA dalam bab ini berisi tentang
landasan teori yang merupakan hasil studi kepustakaan, meliputi :
Tinjauan umum tentang Notaris, Tinjauan umum tentang Kode Etik
Notaris,Tinjauan umum tentang Jabatan Notaris, Profesionalitas Profesi
Notaris dan Tinjauan umum tentang Makna Sumpah Jabatan.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN dalam bab
ini berisi Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam bab ini akan
dikembangkan mengenai perumusan masalah yang ada yaitu
kewajiban notaris dalam melaksanakan sebuah amanah tidak berpihak
dalam sumpah jabatan dan cara menjadi notaris yang profesional dari
segi ilmu dan moral.
BAB IV PENUTUP Dalam bab ini berisi kesimpulan dari jawaban
permasalahan yang menjadi obyek penelitian dan saran-saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perilaku, Hidup Baik adalah Dasar Hukum
yang baik, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2009), hlm. 19.
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris, cet. 1,
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2007, hal. 449.

Ignatius Ridwan Widyadharma, Hukum Profesi tentang Profesi Hukum,


(semarang : Ananta, 1994), hlm.133.

Habib Adjie,Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris , Cet. II. Bandung:


PT. Refika Aditama, 2013, halaman 67.

Ellise T. Sulastini dan Aditya Wahyu, Pertanggung jawaban Notaris


Terhadap Akta yang Berindikasi Pidana. Bandung: Refika
Aditama, 2010, Halaman 19.

Sidharta, Moralitas Profesi Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bhakti, 2009),


Halaman 45.

Rusman Hadianto, Indenpendensi Notaris dalam Pembuatan Akta


Autentik dan Sanksi yang Dapat Dijatuhkan terhadap
Notaris, Jakarta: Rineka Cipta 2014, Halaman 59.
Herlin Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian
Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati
Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 257.
Otje Salman S dan Antón F. Susanto, Teori Hukum, Mengingat,
Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Refika Aditama,
Bandung, 2000, hal 21.

Mukti Fajar, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris , PT.


Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal.134.

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung,


1994, halaman80.

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung ,


2005, halaman27.

Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996,


hal. 19.
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Mandar Maju,
Bandung, 1994, halaman80.

W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum, Tela’ah Kritisatas Teori-teori


Hukum (susunan I), diterjemahkan dari buku aslinya ”Legal
Theory” oleh Mohamad Arifin, Rajawali, Jakarta, 1990, hal 147.
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1991,hal. 41.

Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien,


Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010, hal. 49.

Hans Kelsen, Pure Theory of Law, Terjemah, Raisul Muttaqien, Teori


Hukum Murni: Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Cetakan
Keenam, Nusa Media, Bandung, 2008, hal. 136.
Hans Kelsen, sebagaimana diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien , Teori
Hukum Murni, Nuansa & Nusa Media, Bandung, 2006, hal. 140.
Abdul kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia , Citra Aditya
Bakti, 2010, hal.503.

E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum: Norma-Norma Bagi Penegak


Hukum, Kanisivs, Yogyakarta, 1995, hal. 147.
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia,
Surabaya: Bina Ilmu, 2006, halaman 84.

Donni Gusmawan, Perlindungan Hukum di Negara Pancasila,


Yogyakarta: Liberty, 2007, halaman 38.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta,


1986, hlm. 6.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,Cet 2 (Jakarta : Kencana


Prenada Media Group, 2008), hlm.35.

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif ,


Edisi Revisi, (Malang :Cetakan II, Banyumedia Publishing, 2006),
hlm.126.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada


Media Group, 2015), hlm.194.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada


Media Group, 2015), hlm.133.

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,


Edisi Revisi, (Malang :Cetakan II, Banyu media Publishing, 2006),
hlm.126.

Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, PT Rineka Cipta 2007,


halaman. 123.

M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Op. Cit, hlm. 58


M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Op. Cit, hlm. 60.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada


Media Group, 2015), hal.95.

B. Jurnal, Tesis dan Lainnya


Suswoto Sudiyana, Kajian Kritis Terhadap Teori Positivisme Hukum
Dalam Mencari Keadilan Substantif, Fakultas Hukum
Universitas Janabadra, Yogyakarta, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum
QISTIE Vol. 11 No.1, Mei 2018.
Arvita Hastarini, SH, “Tanggung Jawab Moral Notaris Dalam
Menjalankan Tugas Jabatan Sesuai Dengan Sumpah
Jabatan“, Tesis, Program Magister Hukum Universitas Widya
Mataram , Jogyakarta, 2020.

Rika Sofiana, SH, “Analisis Yuridis atas kewajiban notaries untuk


bersikap Independen (Tidak Berpihak) terhadap para
penghadap ditinjau berdasarkan UU No.2 Tahun 2014
Tentang perubahan atas No.30 Tahun 2004 tentang jabatan
notaris“, Tesis, Program Magister Kenotariatan Universitas
Muhamadiyah Sumatera Utara, Medan, 2020.

Clara Chyntia Djabu, SH, “Pertanggung jawaban notaris atas tindakan


penipuan dan keberpihakan dalam pembuatan akta
otentik“,Tesis, Program Magister Kenotariatan Universitas Indonesia
,Jakarta, 2022.

C. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Perdata
Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris, UU Nomor 30 Tahun 2004
Undang-UndangTentangJabatanNotarisNomor 2 Tahun 2014
D. Sumber Internet
Asep Bambang Hermanto, Ajaran Positivisme Hukum di Indonesia :
ritik Dan Alternatif Solusinya , Jurnal,
file:///C:/Users/USER/AppData/Local/Temp/650-Article%20Text
1407-1 10-20190719.pdf, diakses tanggal 16 Mei 2022.

Putusan Mahkamah Agung R.I, Direktori Putusan Mahkamah Agung


R.I, : Nomor 1014 K/Pid/2013, Jakarta, 06 November 2013,
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/, di akses pada tanggal 10
Agustus 2022.

Putusan Pengadilan Negeri Malang, Sistem Informasi Penelusuran


Perkara, Nomor 532/Pid.B/2021/PN.Mln, 05 Januari 2022.
Malang, https://sipp.pn-malang.go.id/, di akses pada tanggal 11 Juni
2022.

Putusan Pengadilan Negeri Malang, Sistem Informasi Penelusuran


Perkara, Nomor 88/Pid.B/2021/PN.Mln, 25 Mei 2022. Malang,
https://sipp.pn-malang.go.id/, diakses pada tanggal 11 Juni 2022.

Putusan Pengadilan Negeri Denpasar, sistem informasi penelusuran


perkara : Nomor. 82/Pid.B/2013/PN.Dps, 10 April 2013,
https://sipp.pn-denpasar.go.id/, di akses pada tanggal 05 Agustus
2022.

E. KAMUS
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1990.

Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa, Kamus


Besar Bahasa Indonesia, Edisi kedua, cet. 1,(Jakarta: Balai
Pustaka, 1991) Hal 595.

Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, 2005 .

Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa, Kamus


Besar Bahasa Indonesia, Edisi kedua, cet. 1,(Jakarta: Balai
Pustaka, 1991) Hal 595.

Anda mungkin juga menyukai