Oleh :
MUAMAR FAWAID
206010200111002
Oleh
Muamar Fawaid
NIM : 206010200111002
Menyetujui :
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. Yeni Eta Widyanto, S.H., M.Hum. Dr.Djah Aju Wisnuwardani, S.H.,MK.n
NIP. 197906032008122002 NIP.
Mengetahui :
Persetujuan Proposal.................................................................... i
Daftar Isi..................................................................................... ii
Daftar Tabel................................................................................. iii
Bagian Isi
A. Judul Penelitian……………………………………………………………. 1
B. Latar Belakang Masalah………………………………………………… 1
C. Rumusan Masalah……………………………………………………….. 9
D. Tujuan Penelitian……………………………………………………….. 9
E. Manfaat Penelitian……………………………………………………… 9
F. Orisinalitas Penelitian…………………………………………………. 10
G. Landasan Teori
1. Teori Hukum Progresif………………………………………….. 13
2. Teori Kemanfaatan Hukum……………………………………. 14
3. Teori Kewenangan………………………………………………. 15
4. Kerangka Alur Pikir Penelitian……………………………….. 18
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian……………………………………………………. 19
2. Pendekatan Penelitian…………………………………………. 19
3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum………………………….. 20
4. Teknik Penelusuran Bahan Hukum………………………. 21
5. Teknik Analisis Bahan Hukum…………………………….. 21
6. Definisi Konseptual……………………………………………. 23
7. Sistematika Penulisan………………………………………… 24
Bagian Akhir
Daftar Pustaka............................................................................. 25
Daftar Tabel
B. Latar Belakang
1
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perilaku, Hidup Baik adalah Dasar Hukum
yang baik, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2009), hlm. 19.
Kewajiban seorang notaries adalah menjaga perilaku, sikap dan
juga perbuatan atau tindakan, selain itu juga memiliki kewajiban untuk
menjunjung setinggi-tingginya harkat dan martabat jabatanya,
memelihara citra serta wibawa lembaga notariat, juga tidak melakukan
hal-hal yang sebaliknya yang dapat berakibat menurunkan citra, wibawa
atau pun harkat serta martabat notaris. Setiap notaries dalam
menjalankan jabatanya harus berperilaku profesional, memiliki
kepribadian yang baik, menghormati antar rekan dan saling menjaga
serta membela kehormatan nama organisasi. Setiap notaries bertanggung
jawab terhadap profesi yang dilakukannya tersebut, yang dalam hal ini
adalah kode etik profesi.3
Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014
ditetapkan bahwa organisasi Notaris dapat menetapkan dan menegakkan
Kode Etik Notaris (KEN) sebagaimana diatur di Pasal 83 ayat (1) UUJN.
KEN memiliki kekuatan mengikat untuk semua Notaris di Indonesia,
disebabkan adanya pelimpahan kewenangan Undang-Undang kepada
organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI) sehingga dapat menetapkan
kaidah norma-norma yang dituangkan ketentuan itu, ialah “kaidah moral
yang ditetapkan berdasarkan keputusan Kongres INI dan / atau yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan ”sebagaimana
diuraikan di Pasal 1 angka 2 KEN. Dengan demikian wajib dan berlaku
bagi setiap anggota INI dan seluruh pihak yang sedang
menyelenggarakan tugas Notaris termasuk Pejabat Notaris Sementara
dan Notaris Pengganti dalam menjalankan jabatannya. Ketentuan
mengenai kewajiban, larangan, pengecualian, dan sanksi telah tercantum
dalam KEN. Tidak hanya itu, KEN juga mengendalikan tata cara
penegakkan serta pemecatan sementara selaku anggota Notaris
Indonesia. Nilai moral yang tinggi dibutuhkan oleh seseorang Notaris
untuk pengendalian diri serta di dalam meminimalisir kemungkinan
terdapatnya penyalahgunaan wewenang.
2
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris, cet. 1,
Ichtiar Baru VanHoeve, 2007, hal. 449
3
Ignatius Ridwan Widyadharma, Hukum Profesi tentang Profesi Hukum,
(semarang : Ananta, 1994), hlm.133.
Wewenang Notaris dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (1), (2) dan
(3) UUJN. Pasal 2 UUJN menentukan bahwa Notaris diangkat dan
diberhentikan oleh pemerintah, dalam hal ini menteri yang membidangi
kenotariatan Pasal 1 angka 14 UUJN pada intinya menyebutkan bahwa
Notaris meskipun secara administrative diangkat dan diberhentikan oleh
pemerintah, tidak berarti Notaris menjadi sub ordinasi (bawahan) dari
yang mengangkatnya, yaitu pemerintah.4
Dengan demikian, Notaris dalam menjalankan jabatannya. 5
1. Bersifat mandiri (autonomous);
2. Tidak memihak siapa pun (impartial);
3. Tidak tergantung kepada siapa pun (independen), yang berarti dalam
4. Menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh pihak yang
mengangkatnya atau oleh pihak lain;
5. Tidak menerima gaji atau pension dari yang mengangkatnya;
6. Notaris meskipun diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah tetapi
tidak menerima gaji maupun uang pension dari pemerintah. Notaris
hanya menerima honorarium dari masyarakat yang telah dilayaninya
atau dapat memberikan pelayanan cuma-Cuma untuk mereka yang
tidak mampu.
7. Akuntabilitas atas pekerjaan notaries kepada masyarakat.
8. Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang
berwenang membuat akta otentik dapat dibebani tanggung jawab
atas perbuatannya sehubungan dengan pekerjaannya dalam
membuat akta autentik tersebut.
Ruang lingkup pertanggung jawaban notaries meliputi kebenaran
materiil atas akta yang dibuatnya. Mengenai tanggung jawab notaries
selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil,
dapat diklasifikasikan menjadi empat poin yakni : 6
Habib Adjie,Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris . Cet. II. Bandung: PT.
4
Terhadap Akta yang Berindikasi Pidana. Bandung: Refika Aditama, 2010, halaman
19.
6
Ibid. halaman 19.
1. Tanggung jawab notaries secara perdata terhadap kebenaran materiil
terhadap akta yang dibuatnya;
2. Tanggung jawab notaries secara pidana terhadap kebenaran materiil
dalam akta yang dibuatnya;
3. Tanggung jawab notaries berdasarkan PJN terhadap kebenaran
materiil dalam akta yang dibuatnya;
4. Tanggung jawab notaries dalam menjalankan tugas jabatannya
berdasarkan kode etik notaris.
Kewajiban Notaris dalam menjalankan jabatannya didasarkan dari
adanya komitmen yang diikrarkan dengan penuh kesadaran disertai
keyakinan menurut agamanya di hadapan menteri atau pejabat yang
ditunjuk. Pengucapan ikrar yang merupakan keniscayaan bagi Notaris
sebelum menjalankan jabatannya termaktub dalam Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Jabatan Notaris Juncto Pasal 12 ayat (1) Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2019 Tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Cuti,
Perpindahan, Pemberhentian dan Perpanjangan Masa JabatanNotaris
yang berbunyi sebagai berikut : “Sebelum menjalankan jabatannya,
Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya dihadapan
menteri atau pejabat yang ditunjuk”.
Perihal isi sumpah/janji jabatan Notaris diatur dalam Pasal 4 ayat
(2) juncto Pasal 12 ayat (4) Peraturan Perundang-undangan di atas
tersebut terdiri dari 5 alinea, keduanya tertulis dan berbunyi persis sama
sebagai berikut: “Saya bersumpah/berjanji:
a) Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia,
Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris serta
Peraturan Perundang-undangan lainnya;
b) Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur,
saksama, mandiri dan tidak berpihak;
c) Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya dan akan
menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi,
kehormatan, martabat dan tanggung jawab saya sebagai Notaris;
d) Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang
diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya;
e) Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalil apapun,
tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu
kepada siapapun.
Mencermati isi sumpah jabatan Notaris pada alinea kedua Pasal 12
ayat (4) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Syarat dan Tata Cara
Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian dan Perpanjangan Masa
Jabatan Notaris yang merupakan turunan dari Pasal 16 ayat (1) huruf a
UUJN, kemudian dikomparasikan dengan Pasal 3 angka 4 Perubahan
Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia di Bandung
29-30 Mei 2015 perihal kewajiban notaries dalam menjalankan
jabatannya, dalam hal ini kata-katanya sama, hanya saja urutan
penempatan katanya yang berbeda sebagaimana tampak pada tabel di
bawah ini :
Tabel 1 :
Keberadaan Kata “Tidak Berpihak” dalam sumpah Jabatan
berdasarkan peraturan
Sumpah Jabatan
Notaris.
8
Rusman Hadianto, Indenpendensi Notaris dalam Pembuatan Akta
Autentik dan Sanksi yang Dapat Dijatuhkan terhadap Notaris. Jakarta: 2014,
Rineka Cipta, Halaman 59.
dalam pembuatan akta pengikatan jual beli hak atas tanah. Oleh karena
itu akta pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat oleh Notaris E
dibatalkan oleh pengadilan dan Notaris E wajib mengganti kerugian yang
diderita oleh pihak pembeli atas perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh notaris tersebut.9
Kemudian Seperti Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik
Indonesia No. 1014 K/Pid/2013, dimana notaris berinsial NP yang sengaja
juga kami sembunyikan identitasnya yang berkedudukan di Jalan Gajah
Mada Nomor 70, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta atau setidak -
tidaknya pada suatu tempat tertentu yang masih termasuk daerah hukum
Pengadilan Negeri Surakarta, telah membuat surat atau memalsukan
surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak perikatan atau pembebasan
utang atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat
tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsukan, jika pemakaian
tersebut dapat menimbulkan kerugian, dilakukan terhadap akta-akta
otentik. Dimana Majelis hakim menguatkan putusan Pengadilan Tinggi
Semarang dan menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dengan
menjatuhkan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan kepada terdakwa
NP. dalam putusan tersebut dan dalam permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi: Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Surakarta dan
Terdakwa: NP, tersebut, membebankan Pemohon Kasasi Terdakwa
tersebut untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan
dan dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima
ratus rupiah);10
Yang terbaru kasus Perkara Notaris malang kota dalam Putusan
Pengadilan Negeri Malang Nomor.532/Pid.B/2021/PN.Mln, dimana
Terdakwa MR, terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang
turut serta melakukan perbuatan dengan maksud menguntungkan diri
9
Putusan Pengadilan Negeri Denpasar, sistem informasi penelusuran
perkara : Nomor. 82/Pid.B/2013/PN.Dps. Denpasar, 10 April 2013.
10
Putusan Mahkamah Agung R.I, Direktori Putusan Mahkamah Agung R.I, :
Nomor 1014 K/Pid/2013, Jakarta, 06 November 2013.
sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama
palsu atau martabat palsu dengan tipu muslihat atau pun rangkaian
kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang
sesuatu kepadanya.Penipuan yang dilakukan dengan modus menjual
hotel murah. Dimana Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama
3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan kepada terdakwa MR. Dengan
kronologis perkara bahwa pada tanggal 02 maret 2020 hotel telah dibeli
oleh saudara Darmawan Cahyadi dengan akta perikatan pengikatan jual
beli (PPJB) dan telah dibayar secara lunas dihadapan notaries W yang
berkedudukan di kepanjen kab malang, namun di kemudian hari
terdakwa MR punya ide untuk menjual kembali kepada pihak lain dimana
harga yang ditawar lebih tinggi dari harga pembeli pertama dengan
dibantu notaris DM yang berkedudukan di Jalan Kaliurang No.37 kota
malang, menyakinkan pembeli kedua telah melakukan penekanan
Psikologis terhadap saksi korban Indra Soedjoko agar bersedia
mendatangani Akta Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) dan dibayar
belum lunas atau mengansur. Dimana dengan perbuatan tersebut dapat
menimbulkan kerugian, dilakukan terhadap akta-akta otentik. 11
, yang dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
Bahwa pada tanggal 02 Maret 2020, saksi M. Rudiono Kusuma
(dalam berkas perkara terpisah telah diputus oleh Pengadilan Negeri
Malang dengan nomor putusan : 532/Pid.B/2021/PN Malang) menjual
Hotel Bluebells yang beralamat di Jalan Kedawung No. 45 Kota Malang
kepada saksi Darmawan Cahyadi dan telah dibayar sesuai kesepakatan
harga Rp.3.750.000.000,- (tiga miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah)
secara lunas di hadapan Notaris saksi Widyawati B. Ntuntu, SH.,M.Kn
yang berkedudukan di Kepanjen Kabupaten Malang
1. Hal tersebut membuat Notaris DM dilaporkan kepihak berwajib (Polisi)
oleh Penjual dalam hal ini pemilik Hotel Bluebells, dimana Notaris DM
beserta Tesangka lainnya menjadi terdakwa dalam perkara nomor :
88/Pid.B/2022/PN.Mln. disebutkan bahwa dalam pembuatan akta
pengikatan jual beli hak atas tanah telah melakukan keberpihakan kepada
13
Herlin Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia,
Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia , (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2006), hlm. 257.
Penyalahgunaan wewenang atau tidak memegang teguhnya
amanah menandakan tidak memiliki komitmen terhadap sumpah/janji
jabatan Notaris sehingga berakibat tidak konsisten terhadap kewajiban
yang seharusnya dijalankan secara baik dan benar berdasakan peraturan
perundang-undangan, kode etik profesi, kehormatan dan tanggung jawab
sebagai Notaris. Akibat lebih jauh dari ketiadaan komitmen terhadap
Tidak Berpihak adalah ketidak hati-hatian dalam menjalankan amanah
jabatan sebagai Notaris sehingga memantik timbulnya permasalahan
hukum. Berdasarkan hal tersebut Notaris dalam menjalankan jabatannya
harus memahami dan mengimplementasikan amanah dalam sumpah
jabatannya. Berdasarkan hal tersebut diatas, perlu dikaji lebih dalam
terkait makna Tidak Berpihak yang terdapat dalam kewajiban
menjalankan jabatan notaris yang ditinjau dari aspek etika profesi dan
Undang-Undang Jabatan Notaris dalam bentuk penulisan tesis hukum
dengan judul: “Kepastian Hukum Makna Kata “Tidak Berpihak”
Dalam Kewajiban Menjalankan Jabatan Notaris Berdasarkan
Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 dan Kode
Etik Notaris”
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan oleh Peneliti,
maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa Makna Kata “Tidak Berpihak” dalam kewajiban menjalankan
jabatan notaris berdasarkan undang – undang jabatan notaris dan
kode etik notaris ?
2. Bagaimana Akibat Hukum yang ditimbulkan oleh seorang notaris dari
keterlibatannya melakukan keberpihakan dalam pembuatan akta
dalam melaksanakan kewajibanya ?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan oleh Peneliti,
maka dapat ditarik tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis Makna “Tidak Berpihak” dalam kewajiban
menjalankan jabatan notaris.
2. Untuk menganalisis kepastian hukum jabatan notaris atas makna kata
“tidak berpihak” pada jabatan notaris berdasarkan perspektif Undang-
Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 dan Kode Etik Notaris
D .1 Tujuan Umum
1. Tujuan secara umum penelitian bertujuan sebagai aplikatif teori
adanya paradigm bahwa “science is a process (ilmu sebagai proses)
terutama bila dikaitkan dengan pengembangan keilmuan hukum
secara umum dan khususnya dalam lapangan hukum keperdataan
dengan dinamika substansi – substansinya yang berkembang terus
mengikuti perkembangan global”.
2. Bertujuan meneliti kasus nominee yang terjadi serta dampak kerugian
yang ditimbulkan terhadap para pihak yang terlibat didalamnya.
E. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
E.1 Bagi Peneliti
Di samping memenuhi salah satu syarat penyelesaian studi Magister
Kenotariatan Universitas Brawijaya Malang, juga untuk menambah
pengetahuan serta wawasan dibidang hukum kenotariatan, yaitu dalam
ruang lingkup Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 177, Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia Nomor 4432), Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5491), Kode Etik Notaris dan peraturan perundang-
undangan lain yang terkait dengan Analisis Pelanggaran Kode Etik Notaris
sebagai Pejabat Umum.
F Orisinalitas Penelitian
Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, 2000, hal 21.
21
Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal.
19.
22
M. Solly Lubis, Op.cit, hal. 80.
23
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Mandar Maju, Bandung,
1994, hal.80.
mengatakan bahwa hukum itu harus kongkrit, maka harus ada pihak
yang menuliskan. Pengertian ”yang menuliskannya” itu menunjuk
pengertian bahwa hukum harus dikeluarkan oleh suatu pribadi (subjek)
yang memang mempunyai otorita suntuk menerbitkan dan
menuliskannya. Otoritas tersebut adalah negara. Otoritas negara
ditunjukan dengan adanya atribut negara, berupa kedaulatan negara.
Berdasarkan kedaulatannya, secara internal negara berwenang untuk
mengeluarkan dan memberlakukan apa yang disebut sebagai hukum
positif.24
Lebih lanjut HLA Hart membedakan 5 (lima) arti dari positivism
seperti yang disebut dalam ilmu hukum kontemporer, yaitu :
a) Anggapan bahwa undang-undang adalah perintah-perintah dari
manusia (command of human being);
b) Anggapan bahwa tidak perlu ada hubungan antara hukum dengan
moral atau hukum yang ada dan hukum yang seharusnya ada;
c) Anggapan bahwa analisa (studi tentang arti) dari konsepsi-konspesi
hukum:
1. Layak dilanjutkan, dan
2. Harus dibedakan dari penelitian-penelitian histories mengenai
sesbab-sebab atau asal-usul undang-undang dari penelitian
sosiologis mengenai hubungan hukum dengan gejala social
lainnya, dan kritik atau penghargaan hukum apakah dalam arti
moral, tuntutan sosial, fungsi-fungsinya, atau sebaliknya.
d) Anggapan bahwa sistem hukum adalah suatu “sistem logis tertutup”
dimana putusan-putusan hukum yang tepat dapat dihasilkan dengan
cara yang logis dari peraturan-peraturan hukum yang telah ditentukan
terlebih dahulu tanpa mengingat tuntutan sosial, kebijaksanaan,
norma-norma moral;
28
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka, Jakarta 1990.
29
Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, 2005
30
TitikTriwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien
,Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010, hal. 49
31
Ibid, hal. 49
tersebut muncul karena adanya aturan hukum yang mengatur dan
memberikan kewajiban kepada subyek hukum. Subyek hukum yang
dibebani kewajiban harus melaksanakan kewajiban tersebut sebagai
perintah dari aturan hukum. Akibat dari tidak dilaksanakannya kewajiban
maka akan menimbulkan sanksi. Sanksi ini merupakan tindakan paksa
dari aturan hukum supaya kewajiban dapat dilaksanakan dengan baik
oleh subyek hukum. Menurutnya subyek hukum yang dikenakan sanksi
tersebut dikatakan bertanggung jawab atau secara hukum bertanggung
jawab atas pelanggaran.32
Selanjutnya Hans Kelsen selanjutnya membagi tanggung jawab
tersebut kedalam 4 (empat) bagian yaitu :
a) Pertanggung jawaban individu yaitu seorang individu bertanggung
jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;
b) Pertanggung jawaban kolektif berarti bahwa seorang individu
bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh
orang lain;
c) Pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa
seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang
dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan
menimbulkan kerugian;
d) Pertanggung jawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu
bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena
tidak sengaja dan tidak diperkirakan.33
Berdasarkan konsep tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa
tanggungjawab muncul dari adanya aturan hukum yang memberikan
kewajiban kepada subyek hukum dengan ancaman sanksi apabila
kewajiban tersebut tidak dilaksanakan. Tanggungjawab demikian dapat
juga dikatakan sebagai tanggungjawab hukum, karena muncul dari
perintah aturan hukum/undang-undang dan sanksi yang diberikan juga
merupakan sanksi yang ditetapkan oleh undang-undang, oleh karena itu
Hans Kelsen, Pure Theory of Law, Terjemah, Raisul Muttaqien, Teori Hukum
32
34
Abdul kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti,
2010, hal.503.
terbukti melanggar ketentuan tersebut maka terdapat sanksi-sanksi yang
harus dipertanggungjawabkan baik secara administratif, perdata maupun
pidana.
Dalam menjalankan jabatannya Notaris mempunyai
tanggungjawab moral terhadap profesinya. Menurut Paul F. Camanisch
sebagaimana dikutip oleh K. Bertens menyatakan bahwa profesi adalah
suatu masyarakat moral (moral community) yang memiliki cita-cita dan
nilai-nilai bersama. Kelompok profesi memiliki kekuasaan sendiri dan
tanggungjawab khusus. Sebagai profesi, kelompok ini mempunyai acuan
yang disebut Kode Etik Profesi Notaris. 35
H. Metode Penelitian
Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan
suatu masalah, sedangkan penelitian adalah memeriksa secara hati-hati,
tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan
manusia, maka metode penelitian diartikan sebagai proses prinsip-prinsip
dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam
melakukan penelitian.39 Metode penelitian menurut Peter Mahmud
Marzuki bahwa penelitian hokum sebagai suatu proses yang menemukan
aturan hukum, prinsip-prinsip hokum maupun doktrin-doktrin hokum
guna menjawab isu-isu hukum yang dihadapi. 40 Adapun penulis
menggunakan metode penelitian sebagai berikut :
39
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986,
hlm. 6.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet 2 (Jakarta : Kencana Prenada
40
42
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2015), hlm.194.
43
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2015), hlm.133
44
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2015), hlm.135.
pada suatu keputusan sehingga dapat digunakan sebagai argumentasi
dalam memecahkan isu hukum yang dihadapi.45
46
Sudarsono, PengantarIlmu Hukum, Jakarta, PT Rineka Cipta 2007,
hlm. 123.
ketentuan pasal lainnya, baik didalam undang – undang yang sama
maupun dari undang – undang lainnya yang koheren.
c) Interpretasi argumentum contrario yaitu penafsiran yang
didasari pada sebuah perlawanan pengertian (pengingkaran), yang
diatur dalam undang-undang, ketika suatu hal tidak diatur didalam
suatu undang-undang, namun dapat diambil kesimpulan dari
ketentuan yang ada tersebut atau yang didasarkan pada pengertian
ataupun kesimpulan yang memiliki makna sebaliknya dari sisi
pengertian ketentuan hukum yang tersurat.
I. Sistematika Penulisan
Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai
sistematika penulisan yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan
hukum maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun
sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab yang tiap-tiap bab
terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan
pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika
penulisan tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN dalam bab ini menguraikan latar
belakang masalah yang berasal dari adanya Kepastian Hukum Makna
Kata “Tidak Berpihak” Dalam Kewajiban Menjalankan Jabatan Notaris
Berdasarkan Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Dan
Kode Etik Notaris,dari latar belakang tersebut dapat diuraikan mengenai,
Rumusan masalah, Tujuan Penelitian kemudian Manfaat penelitian,
Metode Penelitian, Karangka Teori dan Kerangka Konseptual dan
Sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA dalam bab ini berisi tentang
landasan teori yang merupakan hasil studi kepustakaan, meliputi :
Tinjauan umum tentang Notaris, Tinjauan umum tentang Kode Etik
Notaris,Tinjauan umum tentang Jabatan Notaris, Profesionalitas Profesi
Notaris dan Tinjauan umum tentang Makna Sumpah Jabatan.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN dalam bab
ini berisi Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam bab ini akan
dikembangkan mengenai perumusan masalah yang ada yaitu
kewajiban notaris dalam melaksanakan sebuah amanah tidak berpihak
dalam sumpah jabatan dan cara menjadi notaris yang profesional dari
segi ilmu dan moral.
BAB IV PENUTUP Dalam bab ini berisi kesimpulan dari jawaban
permasalahan yang menjadi obyek penelitian dan saran-saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perilaku, Hidup Baik adalah Dasar Hukum
yang baik, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2009), hlm. 19.
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris, cet. 1,
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2007, hal. 449.
C. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Perdata
Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris, UU Nomor 30 Tahun 2004
Undang-UndangTentangJabatanNotarisNomor 2 Tahun 2014
D. Sumber Internet
Asep Bambang Hermanto, Ajaran Positivisme Hukum di Indonesia :
ritik Dan Alternatif Solusinya , Jurnal,
file:///C:/Users/USER/AppData/Local/Temp/650-Article%20Text
1407-1 10-20190719.pdf, diakses tanggal 16 Mei 2022.
E. KAMUS
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1990.