Anda di halaman 1dari 6

ANALISA TERHADAP AKTA PEMBAGIAN HAK BERSAMA (APHB)

PENGERTIAN

Akta Pembagian Hak Bersama (selanjutnya disebut “APHB”) adalah salah satu akta yang
dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya “PPAT”). APHB dibuat
manakala ada sebidang tanah yang kepemilikannya adalah milik bersama dari beberapa orang,
kemudian akan dibuat menjadi milik satu orang atau lebih, namun jumlah pemiliknya menjadi
lebih sedikit daripada jumlah pemilik semula, dimana yang akan memperoleh hak adalah
merupakan termasuk pemilik semua. Hal seperti ini biasanya terjadi dalam pewarisan dimana
pewaris yang meninggal dunia meninggalkan harta warisan berupa harta tidak bergerak untuk
para ahli warisnya yang menjadi pemegang hak bersama. Kesepakatan antara pemegang hak
bersama tersebut dituangkan dalam Akta PPAT yang akan menjadi dasar pendaftarannya.

Di dalam Pasal 111 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. (selanjutnya disebut
“PMNA 3/1997”) menyatakan bahwa :

“(3) Akta mengenai pembagian waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat
dalam bentuk akta dibawah tangan oleh semua ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua)
orang saksi atau dengan akta notaris.

(4) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan belum adu pembagian warisan, maka
pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para ahli waris sebagai pemilikan
bersama, dan pembagian hak selanjutnya dapat dilakukan sesuai ketentuan Pasal 51
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

(5) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan pada waktu pendaftaran peralihan
haknya disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas
tanah Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun tertentu jatuh kepada 1 (satu) orang penerima
warisan, maka pencatatan peralihan haknya dilakukan kepada penerima warisan yang
bersangkutan berdasarkan akta pembagian waris tersebut”.
Sementara itu, ketentuan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut “PP 24/1997°) sebagaimana dimaksud pada Pasal 111
ayat (4) PMNA 3/1997 di atas, berbunyi sebagai berikut:

(1) Pembagian hak bersama atas tanah hak milik ulas satuan rumah susun menjadi hak
masing-masing pemegang hak bersama didaftar berdasarkan akta yang dibuat PPAT
yang berwenang memurut peraturan yang berlaku yang membuktikan kesepakatan
antara para pemegang hak bersama mengenai pembagian hak bersama tersebut."

Dengan demikian, Pasal 111 ayat (4) PMNA 3/1997, merujuk kepada pembuatan APHB
dibuat PPAT, apabila dikemudian hari terjadi pembagian hak. Pengertian ayat (4) tersebut,
bahwa oleh karena terjadi peristiwa hukum” akibat meninggalnya “pewaris” sebagai pemegang
hak atas tanah, maka sertipikat hak atas tanah dibalik-nama ke atas nama para ahli waris atas
dasar Surat Keterangan Ahli Waris. Setelah sertipikat hak atas tanah tertulis atas nama para ahli
waris, lalu dikemudian hari terjadi pembagian hak, maka dibuatlah APHB yang kemudian
selanjutnya dapat dilakukan sesuai ketentuan Pasal 51 PP24/1997”.

Obyek APHB adalah hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun. Hak at tanan
yang dimaksud dapat berupa sebidang tanah kosong namun dapat juga beriku dengan bangunan
yang berdiri diatasnya. Jenis hak atas tanah yang dapat dibuatkan APHB oleh PPAT adalah Hak
Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Guna Usaha. APHB termasuk dalam Partij Acte
(Partai Akta), bukar. Ambtelijk Acte (Akta pejabat) artinya bahwa akta tersebut dibuat oleh para
pihak dihadapan PPAT, bukan FPAT yang membuat akta berdasarkan kewenangan yang ada
padanya, oleh karena itu PPAT hanya menuangkan apa yang dijelaskan dan diakui oleh para
pihak kedalam akta yang dibuatkannya.

ANALISIS

1. Sistematika Akta berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik


Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Neg. Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut “Peraturan
BPN 8/2012”) disebutkan dalam Pasal 96 bahwa bentuk akta PPAT dan tata cara pengisian
dibuat sesuai dengan yang diatur dalam lampiran peraturan ini.
SISTEMATIKA

1) Kepala Akta :
i. Kop PPAT: berisi nama PPAT, daerah kerja, Nomor Surat Keputusan pengangkatan
dari Kepala BPN, alamat kantor beserta nomor telepon.
ii. Judul Akta : AKTA PEMRAGIAN HAK BERSAMA
iii. Nomor : 57/2019
iv. Hari, tanggal, tahun, dan pukul pembuatan akta, serta berhadapan dengan sebutkan
nama lengkap PPAT, SK pengangkatan Kepala BPN, wilayah kerja PPAT, seperti
dibawah ini :
“hadir dihadapan saya, ............. Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, yang
berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
tanggal 8 Januari 2015 Nomor ....... diangkat sebagai Pejabatan Akta Tanah, yang
selanjutnya disebut PPAT, yang dimaksud dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dengan daerah kerja Kota
Administrasi Jakarta Selatan dan berkantor di Jalan Profesor Doktor Satrio Nomor....,
dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang Saya kenal dan akan disebut pada bagian akhir
akta ini.”
2) Badan Akta
i. Komparisi para pihak.
Dalam komparisi diuraikan secara lengkap identitas para pihak yaitu pihak bersama
dan juga yang akan menerima hak tersebut.
Dalam akta APHB yang ada dalam lampiran disebutkan pemegang hak bersama
dalam APHB ada 8 (delapan) pihak yang kemudian disebut sebagai Pihak Kesatu
sampai Pihak Kedelapan. Maka dalam komparisi disebutkan identitas lengkap 8
(delapan) pihak tersebut, dan pihak yang menerima hak bersama tersebut.
ii. Premis
Dalam premis disebutkan mengenai hal-hal sebagai berikut :
a) Bahwa karena objek dalam akta diperoleh melalui pewarisan (harta warisan)
maka harus disebutkan mengenai Surat Keterangan Waris atas objek tersebut dan
juga penjelasan mengenai tidak diperlukannya surat persetujuan dari suami/istri
para pihak untuk membuat akta ini karena objek merupakan harta warisan.
b) Bahwa dijelaskan secara detail mengenai Objek dalam akta dalam akta, dalam
APHB yang dilampirkan disebutkan bahwa objek dalam akta adalah: Hak Milik
Nomor | Kelapa Dua atas sebidang tanah sebagaimana diuraikan dalam Surat
Ukur tanggal Nomor 01711/Kramat Pela/2016, seluas 441 M2 dengan Nomor
Identitas Bidang Tanah (NIB) 09.02.05.05.02435, dan Nomor Surat
Pemberitahuan Pajak Nomor Objek Pajak (NOP). Terletak di :
31.71.050.006.012-0118.0
- Provinsi : Daerah Khusus Ibukota Jakarta
- Kota Administrasi : Jakarta Selatan
- Kecamatan : Kebayoran Baru
- Keiurahan : Kramat Pela
- Jalan : Radio Nomor 6, Rt.001, Rw.04
Pembagian harta bersama ini pula meliputi :
Sebuah bangunan rumah tinggal berikut segala turutannya yang selanjutnya
disebut “Hak Bersama”.
c) Bahwa dijelaskan dengan pernyataan bahwa para pihak telah mengakhiri
kepemilikan bersama atas hak bersamanya dan menyepakati pembagian hak
bersama tersebut.
d) Bahwa dijelaskan dengan jelas kepada pihak mana bersama tersebut diberikan dan
kemudian menyatakan bahwa pihak yang memperoleh hak bersama tersebut
menjadi pemegang tunggal dari ibjek dalam akta.
e) Bahwa dijelaskan apabila ada kelebihan nilai yang diperoleh maka pihak yang
memperoleh hak akan membayar nominal kelebihan nilai terscbut kepada pihak
yang memberikan hak tersebut.
iii. Pasal-Pasal
Dalam ketentuan ini dijelaskan mengenai beberapa pengaturan dan/atau pernyataan
sebagai berikut:
- pernyataan mengenai pemindahan hak atas objek dalam akta kepada pihak yang
memperoleh hak;
- pernyataan mengenai tidak akan mengadakan segala tuntutan atas cacat yang
tampak atau tidak tampak;
- pernyataan bahwa pembagian hak bersama ini kepemilikannya tidak melebihi
ketentuan maksimum penguasaan tanah;
- pernyataan bahwa dalam hal perbedaan luas tanah maka para pihak akan
menerima hasil pengukuran dari instansi terkait;
- pernyataan para pihak mengenai kebenaran identitas yang disampaikan kepada
PPAT dan menjamin kebenaran bukti hak atas tanah yang menjadi objek dalam
akta tersebut serta para pihak menyatakan bahwa secara tegas membebaskan
PPAT dan saksi-saksi dari segala tuntutan/gugatan berupa apapun;
- pengaturan tentang pemilihan domisili hukum;
- pengaturan mengenai biaya pembuatan akta.
3) Akhir Akta
i. Identitas saksi-saksi
ii. Uraian pembacaan Akta
iii. Uraian penandatangan Akta

Di setiap halaman di sudut kiri bawah dituliskan jenis Akta, nama PPAT yang membuat
Akta dan Wilayah kerja PPAT, sedangkan disudut kanan bahwa setiap halaman dituliskan
halaman keberapa dari total halaman dalam akta. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa dilihat dari bentuk dan tata cara penulisan APHB yang kami dapat yang ada dalam
lampiran, maka APHB tersebut telah dibuat sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan BPN
8/2012 dari sistematika bentuk dan tata cara penulisannya, dimana dalam akta tersebut
menerangkan secara garis besarnya bahwa objek APHB adalah sebidang tanah dan bangunan
seluas 441 m2 (empat ratus empat puluh satu meter persegi) yang merupakan hak bersama atas 8
(delapan) orang yaitu disebut sebagai pihak pertama sampai dengan pihak kedelapan yang
mendapatkan hak atas tanah dan bangunan tersebut dari pewarisan, dimana berdasarkan APHB
tersebut dijelaskan bahwa pihak kesatu sampai pihak kedelapan sepakat untuk melepaskan hak
bersamanya atas objek tanah dan bangunan tersebut untuk diberikan kepada pihak ketiga
sehingga pihak ketiga menjadi pemilik tunggal atas objek tanah dan bangunan tersebut. Maka
pembagian hak bersama yang seperti itu sudah benar dilakukan melalui pembuatan APHB.
2. Wilayah Kerja PPAT

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan


Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut “PP 37/ 998”) disebutkan pada pasal 1
bahwa PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik
mengenai perbuatan hukum iertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas satuan
rumah susu. PPAT terikat oleh daerah kerja yaitu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah,
bahwa daerah kerja PPAT adalah satu wilayah provinsi dan PPAT memiliki tempat
kedudukan di kabupaten/kota di provinsi yang menjadi bagian dari daerah kerja sebagaimana
diatur dalam Pasal 12A PP No. 24/2016.

Jadi berdasarkan uraian tersebut diatas melihat objek tanah dan bangunan dalam. APHB
yang ada dalam lampiran berlokasi di wilayah Kabupaten Tangerang, maka untuk pengurusan
pengalihan hak atas tanah (termasuk pengalihan melalui pembagian hak bersama) yang
berlokasi di wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan dapat dilakukan oleh PPAT yang
memiliki wilayah kerja di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dalam hal ini PPAT yang
membuat APHB adalah PPAT yang memiliki daerah kerja di Kota Administrasi Jakarta
Selatan sehingga terhadap APHB ini telah dibuat oleh PPAT yang berwenang sesuai dengan
Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai