ABSTRACT
Abstrak
Perma No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan mewajibkan hakim untuk
mengupayakan perdamaian bagi pihak yang bersengketa di pengadilan. Dengan kata lain, kewajiban
mediasi ditujukan bagi sengketa yang sudah terdaftar di pengadilan, tetapi tidak berpotensi menekan
jumlah sengketa di pengadilan. Penyelesaian sengketa yang masuk ke pengadilan kemungkinan
dapat ditekan dengan cara membebankan persyaratan imperatif tertentu mengingat penyelesaian
sengketa perdata di pengadilan bersifat ultimum remedium. Ketentuan syarat imperatif itu sebagai
sarana untuk membatasi sengketa yang terdaftar di pengadilan. Persyaratan imperatif berupa upaya
perdamaian sebelum gugatan didaftarkan ke pengadilan menarik untuk dikaji sekaligus menekan
pihak-pihak yang bersengketa di pengadilan. Pengkajian dapat dilakukan dengan pendekatan norma
sebagai penelitian hukum normatif melalui penelitian terhadap asas-asas hukum penyelesaian
sengketa, sistematik hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum, dan
sejarah hukum. Melalui persyaratan upaya imperatif musyawarah mufakat oleh para pihak secara
optimal sebelum gugatan dimajukan, diharapkan sengketa yang harus diselesaikan oleh pengadilan
dapat menjadi berkurang dan pihak yang berselisih tidak lagi berada dalam posisi saling berhadapan
sebagai musuh yang berseteru.
Abstract
Supreme Court Regulation No. 1 of 2008 on the Mediation Procedure in Court requires the judge to
seek peace for the parties having dispute in court. This means the mediation obligation is aimed
towards disputes that have been registered in the court; however, it does not potentially reduce the
number of incoming disputes. The number of settlement of disputes that enters the court can be
suppressed by fulfilling certain imperative requirements considering the settlement of civil disputes in
court as ultimum remedium. The imperative requirement in the form of a settlement before the lawsuit
is registered for the court is an interesting topic to be discussed, as well as strengthening the parties
having dispute in court. This study is assessed by normative approaches of normative law through
researches on legal principles on dispute settlement, systematic law, vertical and horizontal levels
of synchronization, comparative law, and legal history. Through the effort of the
imperative requirement, an optimal deliberation to reach a consensus by parties in dispute before
the lawsuit is brought forward is expected to reduce the number of disputes entering the
court; resulting in the disputing parties no longer having to be put under in the situation of facing
one another as hostile enemies.
dalamnya terdapat perilaku dan kepentingan orang yang berbeda dan tidak
3
Soerjono Soekanto, Kedudukan dan Peran Hukum Adat di Indonesia, (Jakarta: Kurnia Esa,
1970),44.
4
M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU No. 7 Tahun
1989, Cet.2, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1993), 327.
Dalam hal ini pengadilan agama merupakan salah satu pelaksana
5
Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2012),28.
6
Undang-undang No.3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989.
7
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, (Surabaya:
Pustaka Tinta Mas, 1996), 24.
8
Syahrizal Abbas, Mediasidalam Perspektif (Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,
(Jakarta:Kencana, 2009),22.
instrumen efektif mengatasi penumpukan perkara serta memperkuat dan
‘win-win solution’ oleh karena itu mediasi memiliki akibat hukum dan
efek yang baik bagi para pihak yang berperkara karena merupakan
hasil dari kesepakatan kedua belah pihak, hal itu jauh lebih baik dalam
lebih kuat, dan kemungkinan juga untuk mengajukan proses hukum lebih
dampak yang positif bagi kedua belah pihak dan pengadilan karena dapat
bersikap netral, dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para
tercapainya mufakat.11
9
Riska Zulinda Fatmawati “ Efektivitas Mediasi Pada Perkara Perceraian di Pengadilan Agama
Bondowoso 4 Tahun Sesudah Berlakunya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008”
(skripsi -- UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013), 3.
10
R.Subekti, Aneka Perjanjian Indonesia, (Bandung: Itermasa, 1982),35.
11
Susanti Adi Nugroho, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT. Telaga
Ilmu Indonesia, 2009),182.
Ketentuan mengenai mediasi di pengadilan diatur dalam Peraturan
di Pengadilan.12
yang tertuang dalam hukum acara pasal 130 HIR (Het Herziene
Gewesten).13 Hal ini ditegaskan dalam pasal 2 PERMA No. 1 Tahun 2008,
ini dirasa tidak berhasil dan sangat sedikit mediasi yang dikatakan
12
Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, (Jakarta:Kencana,2009),301.
13
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika,2011),159.
14
Mahkamah Agung RI, PERMA RI No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
MA RI.
penyempurnaan terhadap Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun
tidak efektif.
antara lain karena tidak adanya i’tikad baik para pihak untuk menghadiri
proses mediasi.15
dengan tidak menghilangkan ciri dan asas mediasi tradisional yang telah
15
Susanti Adi Nugroho, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa...,183.
penyelesaian sengketa serta memberikan akses yang lebih besar kepada
para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata. Hal ini dapat
di pengadilan .17
16
Ibid, 302.
17
Mahkamah Agung RI, PERMA RI No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan MA
RI.
merupakan putusan akhir yang menyatakan gugatan tidak berhasil atau
biaya perkara.18
menghadapi sengketa yang dihadapi serta manfaat yang bisa diraih jika
18
Ibid.
Pengadilan Agama Bangkalan Ditinjau dari Peraturan Mahkamah
Mediasi”.