Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL PENELITIAN

POKOK PEMBAHASAN :

PEMBATALAN ATAS SENGKETA SERTIFIKAT


HAK MILIK ATAS TANAH ( STUDI KASUS
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA
TIMUR NO.437/Pdt.G/2018/PN.JKT.TIM)

disusun guna melengkapi salah satu tugas


Workshop Metode Penelitian Hukum

Dosen :

Dr. Sufiarina,SH.,M.Hum.
Dr. Syafrida, SH., M.Hum.

Disusun oleh :

RONALD PRIYANTO
NPM.18400050

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TAMA
JAGAKARSA JAKARTA 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan suatu hal yang menjadi kebutuhan bagi kehidupan

manusia sebagai tempat untuk bermukim maupun sebagai sumber mata

pencaharian. Tanah tersebut mempunyai hak–hak atas tanah yang diatur dalam

Undang -Undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok–Pokok

Agraria Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan bahwa atas dasar hak menguasai dari

negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam–macam

hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan

dipunyai oleh orang sendiri maupun bersama–sama orang lain serta badan hukum.

Dewasa ini banyak permasalahan tanah muncul atas hak tanah yang diberikan

karena ketidakpahaman masyarakat maupun adanya perbuatan yang melawan

hukum dimana persoalan itu sampai terbawa ke proses persidangan.

Dengan demikian, perlunyamasyarakat untuk kepastian hukum dalam

kepemilikan hak atas tanah tersebut maka masyarakat harus melakukan

pendaftaran tanah untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah sebagaimana dalam

Pasal 19 ayat (1) UUPA yang menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian

hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik

Indonesia menurut ketentuan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

1
2

Ketentuan yang mengatur mengenai pendaftaran tanah tersebut lebih lanjut

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran

Tanah dan disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Setelah pendaftaran tanah dilakukan maka muncul sertifikat hak Milik atas tanah

yang memberikan perlindungan hukum serta kepastian hukum bagi pemegang hak

atas tanah tersebut karena sertifikat mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat.

Pasal 20 ayat (1) UUPA mengatur mengenai hak milik bahwa hak milik adalah

hak turun-temurun , terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah,

dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Hak milik merupakan suatu hak yang

dimiliki secara turun-temurun oleh ahli warisnya apabila pemiliknya meninggal

dunia dengan tidak terikat oleh batas waktu dan pemilik tersebut mempunyai

wewenang yang penuh terhadap hak milik.

Setelah melakukan pendaftaran tanah haknya akan dibukukan dalam daftar

buku tanah dari desa yang bersangkutan. Tiap-tiap hak yang dibukukan dibuatkan

salinan dari buku tanah yang bersangkutan untuk menguraikan tanahnya dibuat

surat ukur kemudian dijilid menjadi satu bersama-sama dengan suatu kertas

sampul yang bentuknya ditetapkan dalam peraturan disebut sertifikat.1

Sistem pendaftaran kita menganut sistem negatif dapat diartikan bahwa

kebenaran data fisik dan data yuridis yang tercantum didalam sertifikat harus

diterima sepanjang tidak ada alat bukti lain yang membuktikan sebaliknya. 2

Pendaftaran tanah dalam sistem negatif tidak menjamin kepastian dan kebenaran

data yang disajikan dalam sertifikat, ini menimbulkan peluang bagi pihak lain

1
Effendi Perangin, 1991, Hukum Agraria Di Indonesia Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum,
Jakarta: Rajawali, hal. 107
2
Ibid,,hal.98
yang keberatan atas terbitnya sertifikat hak atas tanah yaitu sertifikat hak milik

atas tanah suatu bidang tanah tertentu menggugat pihak yang namanya tercantum

dalam sertifikat tersebut, atau pejabat yang berwenang menerbitkan atau

mengeluarkan sertifikat hak milik atas tanah tersebut.

Pasal 104 PMNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999 menegaskan bahwa :

(1) Pembatalan hak atas tanah meliputi pembatalan keputusan pemberian


hak, sertifikat hak atas tanah keputusan pemberian hak dalam rangka
pengaturan penguasaan tanah.
(2) Pembatalan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitan
keputusan pemberian dan/atau sertifikat hak atas tanahnya atau
melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Berdasarkan Pasal di atas menjelaskan bahwa didalam sertifikat hak atas

tanah yang telah di daftarkan ada banyak kemungkinan terjadi cacad hukum yang

timbul dan akibatnya akan menimbulkan suatu permasalahan yang berujung pada

permohonan pembatalan. Pasal 1 angka 14 PMNA/KBPN No. 9 Tahun 1999

pembatalan hak atas tanah yaitu pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah

atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacad

hukum administrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan

pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Ketentuan untuk melakukan pembatalan terhadap sertifikat hak atas tanah

termasuk sertifikat hak milik atas tanah adalah berada dalam Kepala Kantor

Pertanahan, sebagaimana dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri

Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun

2016 yang menyatakan:

(1) Dalam hal sengketa dan konflik merupakan kewenangan kementrian


sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (3), pejabat yang
bertanggungjawab dalam menangani sengketa, konflik dan perkara
melaporkan hasil pengumpulan data dan hasil analisis sebagaimana
dimaksud dalam pasal 10 dan pasal 11 kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Kepala Kantor Pertanahan Nasional juga berwenang dalam melakukan

analisis mengenai ada atau tidaknya kesalahan yang telah diuraikan dalam Pasal

11 ayat (3) dengan melakukan pengumpulan data dan analisis yang termasuk

dalam pengaduan kementrian.

Kemudian dengan adanya pembatalan tersebut diajukan kepada Pengadilan

yang berwenang. Eksekusi keputusan penyelesaian sengketa atau konflik

dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan setempat. Sebagaimana diatur dalam Pasal

50 ayat (1) Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2016 bahwa

(1) Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap ,


yang berkaitan dengan penerbitan, peralihan, pembatalan hak atas
tanah dan/atau pembatalan penetapan tanah terlantar dilaksanakan
berdasarkan permohonan pihak yang berkepentingan melalui Kantor
Pertanahan setempat.

Sehingga Kantor Pertanahan Kabupaten/kota mempunyai kewajiban untuk

melaksanakan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap

atas permohonan yang telah diajukan dalam putusan tersebut sesuai dengan

ketentuan yang berlaku untuk bertanggungjawab dalam pelaksanaan sesuai

dengan putusan.

Apabila sertifikat mengandung cacad hukum maupun adanya putusan

pengadilan yang berkekuatan hukum tetap maka akan timbul suatu pembatalan

sertifikat hak atas tanah ,sehingga perlu upaya serta peran instansi pemerintah

yang terkait dengan bidang pertanahan yaitu Badan Pertanahan Nasional yang

mengeluarkan sertifikat tersebut dan adanya putusan pengadilan.


Permasalahan yang terjadi sebagaimana dalam kasus tanah warisan antara

penggugat yaitu Moch Syukur, melawan tergugat yaitu Erwin Samuel Ratulangi,

Hj. Aliyah, Ety Nurwati Binti H. Wahyu, Mulyana Bin H. Wahyu Pramulyana,
Nadi Bin Mutar (Muhtar), Pemprov DKI Jakarta Cq Pemerintah Kota Jakarta Timur, Cq

Kecamatan Cipayung, Cq. Kelurahan Dan Seterusnya.

- Bahwa Penggugat adalah pemilik sebidang tanah milik adat Girik C Nomor :
3707 persil 50 S.I seluas ± 1.718 asal muasal dari Girik C Nomor : 413 persil
50 S.I yang dibeli oleh Orang Tua Penggugat berdasarkan Akta Jual Beli
(AJB) Nomor : 374/JB/II/1986 Tertanggal 10 Februari 1986 atas nama
Penggugat dinamakan sewaktu berusia 18 Tahun ;
- Bahwa tanah tersebut diatas dibeli orang tua Penggugat dari orang tua Tergugat
II (H.Nadi bin H. Mutar) berdasarkan AJB Nomor : 374/JB/II/1986 Tertanggal
10 Februari 1986 dibuat di hadapan Turut Tergugat III ( Kecamatan Pasar Rebo
sekarang Kecamatan Cipayung ) seluas ±1.718 m 2 yang terletak di Wilayah
Turut Tergugat I, sebagian dari tanah Girik C 3707 ( sisa ) ini telah dijual oleh
Penggugat kepada Turut Tergugat V s/d Turut Tergugat XV berdasarkan:
 AJB Nomor : 1563 seluas 120 m2 kepada Tolian Simarmata; 1564 kepada

Pittor Manurung; 25 seluas 120 m2 kepada Desy N. Lusiani; dan


Nomor : 1015 seluas 74 m2 kepada Rotua Gultom masing – masing
tanggal 30 Desember 2009, 11 Januari 2010 dan 29 Oktober 2010
dibuat dihadapan Turut Tergugat XVI ;
 AJB Nomor : 4914 seluas 83 m2 kepada Tarzan Sitorus tanggal 30

November 2012 dibuat dihadapan Turut Tergugat XVII ;


 AJB Nomor : 941 seluas 100 m2 kepada Mukhsinin, 942 seluas 100 m2 kepada Tri
Mulyati 973 seluas 150 m2 kepada Erry Wibowo, 521 seluas 150 m2 kepada Iman
Rohiman dan 1070 seluas 145 m2 kepada Lastiar Nababan masing – masing
tanggal 01 September 2014, 09 September 2014, 20 Mei 2014 dan 25 September
2014 dibuat dihadapan XVIII;
 AJB Nomor : 1379/2010 seluas 105 m2 kepada Ridwan Hayoto tanggal 31
Desember 2010 dibuat dihadapan Turut Tergugat XIX ;
Total keseluruhan tanah yang dijual Penggugat sebagian dari Girik C
Nomor: 3707 persil 50 S.I seluas 691 m2 , maka sisa tanah sengketa
seluas ± 1.027 m2;
- Bahwa tanah Girik C Nomor : 3707 ( sisa ) persil 50 S.I dengan batas – batas
tanah yakni sebagai berikut :
Utara : Tanah Siti Anggur
Timur : Tanah Ridwan
Hayoto Selatan:TanahKamisia
Barat:Jl. Warga
Selanjutnya disebut Tanah Sengketa.

- Bahwa tanah sengketa dijual lagi oleh Orang Tua Tergugat II ( H. Nadi Bin
Mutar) secara melawan hukum kepada Orang Tua Tergugat III s/d Tergugat V
seluas ± 1.718 m2 berdasarkan AJB Nomor : 1392/Cipayung/1991 Tertanggal 31
Agustus 1991 dibuat dihadapan Turut Tergugat II ( Kecamatan Cipayung ).
Padahal, Kecamatan Cipayung dimekarkan dari Kecamatan Pasar Rebo Tahun
1992 sesuai Peraturan Pemerintah Nomor : 60 Tahun 1990 tentang Pembentukan
Kecamatan : Duren Sawit, Makassar, Cipayung dan Ciracas. Terlebih lagi AJB
Nomor : 1392/Cipayung/1991 yang ditandatangani oleh Sabenih Muhammad
mantan Lurah Cilangkap yang dibuat sebagai saksi dalam Akte tersebut tidak
mengakui/meragukan tandatangannya yang mengatakan kepada adik Penggugat
dan kuasa hukumnya sewaktu ditemui ditempat tinggalnya pada tanggal 11
September 2018 serta berfoto bersama dengannya;
- Bahwa lagi – lagi Ahli Waris Pramulyana yaitu Tergugat III s/d Tergugat V
menjual tanah Girik C Nomor : 413 persil 50 kepada Tergugat I ( Erwin Samuel
Ratulangi ) berdasarkan AJB Nomor : 181/Cipayung/1994 Tertanggal 31 Januari
1994 dibuat dihadapan Turut Tergugat II seacara melawan hukum yang
diakuinya adalah tanah Girik C Nomor : 3707 ;
- Bahwa AJB 1392/Cipayung/1991 Tertanggal 31 Agustus 1991 dan AJB Nomor:
181/Cipayung/1994 Tertanggal 31 Januari 1994 yang ditandatangani
oleh mantan Lurah Cilangkap yang bernama H. Sabenih
Muhammad BA, selaku saksi kedua AJB dimaksud, kemudian
bahwa ia meragukan Tanda Tangannya yang tertera dalam kedua
Akta Jual Beli tersebut yang mengatakan kepada Adik Penggugat
bersama kuasa hukumnya yang dijumpai pada tanggal 11
September 2018 dan juga H. Sabenih Muhammad BA,
mengijinkan berfoto bersama ditempat tinggalnya H. Sabenih
Muhammad;
- Bahwa perbuatan Tergugat I s/d Tergugat V yang mengakui tanah sengketa
merupakan miliknya adalah Perbuatan Melawan hukum yang merugikan Hak
subjektif Penggugat/Ahli Waris ;
- Bahwa akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I s/d
Tergugat V jelas merugikan Penggugat dikarenakan tidak dapat menikmati tanah
sengketa selama berlangsung perkara ini terlebih Tergugat I melakukan
pemagaran tanah sengketa yang ditaksir sebesar Rp. 750.000.000,- untuk
dibayarkan oleh tergugat I s/d Tergugat V kepada Penggugat secara tanggung
Renteng;
- Bahwa tanah sengketa dimohonkan Hak oleh Tergugat I sehingga terbit Sertifikat
Hak Milik (SHM) Nomor : 3127/Cilangkap/2000 seluas 1.715 m 2 atas nama
Erwin Samuel Ratulangi (Tergugat I) yang terletak di Jln. Setapak Rt.006/Rw.03
Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, sedangkan tanah sengketa terletak di
Rt.006/Rw.02 Kelurahan Cilangkap, Kecamatan Cipayung Jakarta Timur,
Sertifikat tersebut diterbitkan oleh Turut Tergugat IV adalah tidak sah dan atau
tidak mempunya kekuatan hukum mengikat;
- Bahwa AJB Nomor : 181/Cipayung/1991 tanggal 31 Agustus 1994 dan AJB
Nomor : 1392/Cipayung/1991 tanggal 31 januari 1991 yang diterbitkan diatas
tanah sengketa oleh Turut Tergugat II adalah tidak sah dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat, karena kedua AJB tersebut mantan Lurah Cilangkap
tidak mengakui atau meragukan tanda tangan yg tertera pada kedua AJB tersebut
yang dibuat sebagai saksi. Oleh karena itu Kecamatan Cipayung dimekarkan dari
Kecamatan Pasar Rebo Tahun 1992. Anehnya, AJB Nomor :
1392/Cipayung/1991 terbit pada Kecamatan Cipayung padahal Kecamatannya
belum lahir/terbit sehingga AJB dimaksud cacat hukum dan tidak sah;
Berdasarkan kenyataan diatas, penulis ingin mengetahui faktor yang

menyebabkan hak milik atas tanah dibatalkan pengadilan berdasarkan putusan

Pengadilan Nomor 437/Pdt.G/2018/PN.JKT.TIM. dan perlindungan hukum

bagi pemegang sertifikat hak atas tanah yang beriktikad baik. Maka penulis

tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : PEMBATALAN ATAS

SENGKETA SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH (Studi Putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Timur No.437/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Tim)


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut,maka penting adanya perumusan

masalah yang akan penulis bahas dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apa faktor yang menyebabkan sertifikat hak milik atas tanah dibatalkan

pengadilan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No.

437/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Tim ?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang sertifikat hak atas tanah

yang beriktikad baik?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Tujuan Objektif

a. Untuk mengetahui faktor penyebab sertifikat hak milik atas tanah

dibatalkan pengadilan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta

Timr.

b. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pemegang sertifikat hak

atas tanah yang beriktikad baik.

2. Tujuan Subjektif

a. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman di bidang ilmu hukum

baik teori maupun praktik dalam lingkup hukum perdata khususnya

mengenai hukum agraria dan menerapkan ilmu yang penulis peroleh


selama menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas

Tama Jagakarsa.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Untuk menambah pengetahuan dan melengkapi bahan bacaan dalam

ilmu hukum perdata khususnya Hukum Agraria tentang pelaksanaan

pembatalan sertifikat hak atas tanah oleh Badan Pertanahan Nasional dan

adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

2. Manfaat Praktis

Untuk memberikan masukan kepada para pihak terkait pelaksanaan

pembatalan sertifikat hak milik atas tanah agar mendapatkan kepastian

hukum serta memberikan gambaran mengenai hal pembatalan sertifikat

hak atas tanah.

E. Kerangka Pemikiran

Kegiatan pendaftaran tanah itu adalah kewajiban yang harus dilaksanakan

oleh Pemerintah secara terus–menerus dalam rangka menginventarisasikan data–

data berkenaan dengan hak–hak atas tanah menurut UUPA dan Peraturan

Pemerintah.3 Didalam pendaftran hak atas tanah tersebut nantinya akan terbit

sebuah sertifikat. Menurut Pasal 1 butir 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun

1997 tentang Pendaftaran tanah, sertifikat adalah surat tanda bukti hak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf (c) Undang-Undang Pokok

Agraria untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan

3
Bachtiar Effendi, 1993,Pendaftaran tanah Di Indonesia Dan Peraturan- Peraturan Pelaksanannya,
Bandung : Penerbit Alumni, hal. 15
rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam

buku tanah yang bersangkutan.

Penerbitan sertifikat hak atas tanah harus sesuai dengan maksud dan tujuan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yaitu memberikan kepastian hukum

bagi masyarakat dan menciptakan tertib administrasi pertanahan sehingga dapat

meminimalisir terjadinya Sertifikat Hak Atas Tanah yang cacad hukum. Apabila

penerbitan sertifikat hak atas tanah yang tidak memenuhi unsur-unsur seperti

status atau dasar hukum, identitas pemegang hak, serta prosedur penerbitannya

maka dianggap cacad hukum. Apabila terjadi permasalahan cacad hukum maka

salah satu pihak dapat mengajukan gugatan pembatalan sertifikat hak atas tanah

tersebut.

Ketentuan untuk melakukan pembatalan terhadap sertifikat hak atas tanah

termasuk sertifikat hak milik atas tanah adalah berada dalam Kepala Kantor

Pertanahan, sebagaimana dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri

Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun

2016 yang menyatakan:

(1) Dalam hal sengketa dan konflik merupakan kewenangan kementrian


sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (3), pejabat yang
bertanggungjawab dalam menangani sengketa, konflik dan perkara
melaporkan hasil pengumpulan data dan hasil analisis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Kepala Kantor Pertanahan Nasional juga berwenang dalam melakukan

analisis mengenai ada atau tidaknya kesalahan yang telah diuraikan dalam Pasal

11 ayat (3) dengan melakukan pengumpulan data dan analisis yang termasuk

dalam pengaduan kementrian.


Kemudian dengan adanya pembatalan tersebut diajukan kepada Pengadilan

yang berwenang. Eksekusi keputusan penyelesaian sengketa atau konflik

dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan setempat. Sebagaimana diatur dalam Pasal

50 ayat (1) Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2016 bahwa

(1) Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap ,


yang berkaitan dengan penerbitan, peralihan, pembatalan hak atas
tanah dan/atau pembatalan penetapan tanah terlantar dilaksanakan
berdasarkan permohonan pihak yang berkepentingan melalui Kantor
Pertanahan setempat.

Dengan demikian, Kantor Pertanahan Kabupaten/kota mempunyai

kewajiban untuk melaksanakan putusan pengadilan yang sudah mempunyai

kekuatan hukum tetap atas permohonan yang telah diajukan dalam putusan

tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk bertanggungjawab dalam

pelaksanaan sesuai dengan putusan.

F. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan yuridis empiris. Yuridis empiris dimana penelitian ini dilakukan

dengan data sekunder berupa perundang-undangan kemudian dilanjutkan

dengan data primer yang berorientasi langsung di lapangan melakukan

wawancara dengan pihak Kantor Pertanahan Nasional Jakarta Timur sesuai

pada masalah yang diteliti dan PPAT sebagai pendukung.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, penelitian

deskriptif ini dipergunakan untuk menggambarkan berbagai gejala dan fakta


yang terdapat dalam kehidupan sosial secara mendalam. 4 Penelitian ini

bertujuan untuk menjelaskan mengenai gambaran aturan dan kenyataan

dalam pelaksanaan pembatalan sertifikat hak atas tanah di Kantor

Pertanahan Jakarta Timur berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarata

Timur No.437/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Tim

3. Lokasi Penelitian

Tempat atau lokasi penelitian di Kantor Pertanahan jakarta Timur.

Pemilihan lokasi ini karena di wilayah Jakarta Timur terdapat kasus–kasus

yang berkaitan dengan pembatalan sertifikat hak atas tanah di Kantor

Pertanahan Jakarta Timur.

4. Jenis Data

a. Data primer yaitu data–data yang berasal dari data utama, yang berwujud

tindakan sosial dan kata–kata.5 Demikian data yang diperoleh secara

langsung dari Kantor Pertanahan Nasional selaku pihak yang terkait

dengan melakukan wawancara dan observasi.

b. Data sekunder adalah data–data yang diperoleh peneliti dari penelitian

kepustakaan dan dokumentasi yang sudah tersedia dalam buku–buku atau

dokumentasi yang biasanya disediakan diperpustakaan atau milik pribadi

penulis.6 Data tersebut merupakan data yang yang berupa literatur dan

dokumen yang terkait untuk penyempurnaan penelitian. Data sekunder

dapat dibagi lagi sebagai berikut:

4
Bani ,Ahmad Sabani,2008,Metode Penelitian Hukum,Bandung:Pustaka Setia,hal.57
5
Lcxy J.Molceng, 1991, Metedologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, hal. 112
6
Helman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja Atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung: Mandar
Maju, hal. 65
1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat

terdiri dari norma atau kaedah dasar, peraturan dasar, peraturan

perundang-undangan bahan hukum yang tidak dikodifikasikan

seperti hukum adat serta yurisprudensi.7 Bahan hukum primer yang

digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

a) Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria

b) Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan

Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas

Tanah

c) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengelolaan

Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan

d) Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah

e) Putusan Pengadilan Negeri Jakarta

Timur No.437/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Tim

2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer dimana penulis

menggunakan bahan hukum berupa buku-buku atau tulisan yang

terkait dengan masalah yang penulis teliti.

7
Amirudin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum Cetakan Ke-6, Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada, hal.31
5. Metode Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan suatu pengumpulan data dengan

mempelajari buku kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dengan

mengkaji, mengutip dan mempelajari dari buku–buku serta peraturan

perundang – undangan yang berkaitan dengan penelitian.

b. Wawancara

Wawancara yaitucara untuk memperoleh informasi dengan

bertanya pada yang diwawancarai. Wawancara dilakukan mendalam

kepada responden (pihak terkait) mengenai pelaksanaan pembatalan

sertifikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan Jakarta Timur.

6. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah data Kualitatif.

pendekatan kualitatif adalah cara penelitian yang menghubungkan data yang

diperoleh dari responden dan data peraturan perundang–undangan serta

bahan pustaka lainnya mengenai permasalahan yang diteliti untuk ditarik

kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Proposal Penelitian ini dibagi menjadi 4 (empat) Bab


antara lain:

Bab I berisi Pendahuluan yang menjelaskan uraian mengenai latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka

pemikiran, metode penelitian,dan sistematika penulisan.

Bab II berisi Tinjauan Pustaka yang menjelaskan uraian mengenai tinjauan

umum tentang tentang pendaftaran tanah, tinjauan umum tentang peralihan hak
milik atas tanah, tinjauan umum tentang pejabat pembuat akta tanah, tinjauan

umum tentang pembatalan sertifikat hak milik atas tanah, serta tinjauan umum

tentang badan pertanahan nasional.

Bab III berisi Hasil Penelitian dan Pembahasan yang menjelaskan mengenai

permasalahan yang diteliti yaitu, faktor penyebab pembatalan sertifikat hak milik

atas tanah berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur

No.437/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Tim dan perlindungan hukum bagi pemegang

sertifikat hak atas tanah yang beriktikad baik.

Bab IV berisi Penutup yang menjelaskan mengenai kesimpulan dan saran

yang diambil dari hasil penelitian dan terkait permasalahan dari penelitian.

Anda mungkin juga menyukai