Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan gawat darurat merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan, yang diberikan kepada pasien yang cedera atau sakit dan memerlukan
perawatan yang mendesak. Proses ini meliputi perwatan pra- dan intra-rumah sakit. Fase
prarumah sakit dimulai ketika warga memberikan pertolongan pertama atau memanggil tim
medis gawat darurat. Dilanjutkan dengan penyelamatan dan perawatan medis gawat darurat
di tempat kejadian dan selama transportasi ke rumah sakit. Fase intrarumah sakit terbagi
dalam perawatan di bagian gawat darurat dan perawatan definitif.
Sistem pelayanan kedaruratan medic mencakup berikut ini:
 Badan pelayanan kedaruratan medic local dan regional
 Penerangan dan pendidikan masyarakat
 Deteksi dan pemberitahuan
 Sistem reaksi: Kendaraan, Peralatan, Tenaga
 Bagian gawat darurat: Pelayanan dengan peralatan pelengkap (laboratorium,
radiologi, unit perawatan intensif dan lain-lain)
 Konsultan dan rumah sakit rujukan
 Rehabilitasi
 Penilaian dan umpak balik bagi sistem ini
Penilaian primer pasien gawat darurat melibatkan fungsi pernafasan dan sirkulasi,
kesadaran dan kemungkinan cedera vertebra servikalis.
Pada makalah ini akan membahas asuhan keperawatan gawat darurat pada sistem
pernafasan.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat pada sistem pernafasan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang
asuhan keperawatan gawat darurat pada sistem pernafasan.

1
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Respirasi


Pengertian pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen,
pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh.
Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Respirasi Luar merupakan pertukaran antara 𝑂2 dan 𝐶𝑂2 antara darah dan udara.
2. Respirasi Dalam merupakan pertukaran 𝑂2 dan 𝐶𝑂2 dari aliran darah ke sel-sel tubuh.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam keadaan tubuh
bekerja berat maka oksigen atau 𝑂2 yang diperlukan pun menjadi berlipat-lipat kali dan
bisa sampai 10 hingga 15 kali lipat. Ketika oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin
akan mengikat oksigen yang banyaknya akan disesuaikan dengan besar kecil tekanan
udara. Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapai 100 mmHg dengan
19cc oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya hanya 40 milimeter air
raksa dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam tubuh kurang lebih sebanyak
200 cc dimana setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida/ 𝐶𝑂2 , 𝐶𝑂2
yang dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paru-paru dengan bantuan darah.

2.2 Organ-Organ Pernafasan Pada Manusia


1. Hidung
Rongga hidung banyak memiliki kapiler darah, dan selalu lembab dengan adanya lendir
yang dihasilkan oleh mukosa. Di dalam hidung udara disaring dari benda-benda asing
yang tidak berupa gas agar tidak masuk ke paru-paru.
2. Faring
Faring merupakan ruang dibelakang rongga hidung, yang merupakan jalan masuknya
udara dari rongga hidung. Pada ruang tersebut terdapat klep (epiglotis) yang bertugas
mengatur pergantian perjalanan udara pernafasan dan makanan.
3. Laring
Laring/ pangkal batang tenggorokan / kotak suara. Laring terdiri atas tulang rawan,
yaitu jakun, epiglotis, (tulang rawan penutup) dan tulang rawan trikoid (cincin stempel)
yang letaknya paling bawah. Pita suara terletak di dinding laring bagian dalam.
4. Trakea

2
Trakea atau batang tenggorokan merupakan pita yang tersusun atas otot polos dan
tulang rawan yang berbentuk huruf “C”. Dinding trakea tersusun atas tiga lapisan
jaringan epitel yang dapat menghasilkan lendir yang berguna untuk menangkap dan
mengembalikan benda-benda asing ke hulu saluran pernafasan sebelum masuk ke paru-
paru bersama udara pernafasan.
5. Bronkus
Merupakan cabang batang tenggorokan yang jumlahnya sepasang, yang satu menuju
ke paru-paru kiri dan yang satunya menuju paru-paru kanan.
6. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus, dindingnya lebih tipis dan salurannya
lebih tipis. Bronkeolus bercabang-cabang menjadi bagian yang lebih halus.
7. Alveolus
Saluran akhir dari saluran pernafasan yang berupa gelembung-gelembung udara. Pada
bagian alveolus inilah terjadi pertukaran gas-gas 𝑂2 dari udara bebas ke sel-sel darah,
sedangkan pertukaran 𝐶𝑂2 dari sel-sel tubuh ke udara bebas terjadi.
8. Paru-paru
Paru-paru terletak dalam rongga dada dibatasi oleh otot dada dan tulang rusuk, pada
bagian bawah dibatasi oleh otot diafragma yang kuat. Paru-paru merupakan himpunan
dari bronkeulus, saccus alveolaris dan alveolus. Diantara selaput dan paru-paru terdapat
cairan limfa yang berfungsi untuk melindungi paru-paru pada saat mengembang dan
mengempis.
a. Paru-paru kanan
1) Berlobus tiga
2) Bronkus kanan bercabang tiga.
b. Paru-paru kiri
1) Berlobus dua
2) Bronkus kiri bercabang dua.
3) Posisinya lebih mendatar.
Dibungkus oleh lapisan pleura yang berfungsi menghindari gesekan saat bernafas.

2.3 Mekanisme Pernafasan Manusia


Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
1. Pernafasan dada

3
Pada pernafasan dada otot yang berperan penting adalah otot antar tulang rusuk. Otot
tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang berperan dalam
mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau
mengembalikan tulang rusuk ke posisi semula. Bila otot antar tulang rusuk luar
berkontraksi, maka tulang rusuk akan terangkat sehingga volume dada bertambah besar.
Bertambah besarnya akan menyebabkan tekanan dalam rongga dada lebih kecil dari pada
rongga dada luar. Karena tekanan udara kecil pada rongga dada menyebabkan aliran udara
mengalir dari luar tubuh dan masuk ke dalam tubuh, proses ini disebut proses “inspirasi”.
Sedangkan pada proses ekspirasi terjadi apabila kontraksi dari otot dalam, tulang rusuk
kembali ke posisi semula dan menyebabkan tekanan udara di dalam tubuh meningkat.
Sehingga udara dalam paru-paru tertekan di rongga dada, dan aliran udara terdorong ke
luar tubuh, proses ini disebut “ekspirasi”.
2. Pernafasan Perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot dinding
rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar. Hal itu
menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga tekanan udaranya semakin
kecil. Penurunan tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara
mengalir masuk ke paru-paru (inspirasi).

2.4 Volume dan Kapasitas paru


1. tidal volume (VT) adalah volume udara dalam pernafasan biasa (normal). Volume rata-
rata dalam pernafasaan normal adalah 500cc, dan hanya 350cc yang sampai di paru-
paru dan mengalami difusi, sedangkan 150cc mengisi saluran napas dari hidung sampai
bronkus terminalis yang disebut ruang rugi fisiologik.
2. Inspiratory reserve volume (IRV) adalah volume cadangan inspirasi, volume IRV
untuk laki-laki + 3.3 liter, sedangkan wanita + 1,9 liter.
3. Expiratory reserve volume (ERV) adalah volume cadangan ekspirasi atau volume udara
ekstra yang bisa dikeluarkan dengan ekspirasi maksimal, setelah akhir ekspirasi biasa.
Volume ERV untuk laki-laki 1 liter, dan wanita + 0,7 liter.
4. Residual volume (RV) adalah jumlah volume udara yang masih tersisa diparu, setelah
ekspirasi maksimal dan setelah inspirasi maksimal, residual rata-rata adalah 1200cc.
5. Kapasitas vital/vital capacity (VC) adalah kapasitas paru dalam menampung volume
udara setelah inspirasi maksimal dan volume cadangan ekspirasi maksimal
(VT+IRV+ERV) + 4600 cc.
4
6. Kapasitas paru total adalah kapasitas paru menampung udara dengan inspirasi dan
ekspirasi maksimal serta volume residu yang tertinggal di paru (VC+RV)+5800cc).
7. Kapasitas residu fungsional adalah jumlah udara yang masih tertinggal di paru ekspirasi
biasa (RV+ERV)+2300cc.
8. Kapasitas inspirasi adalah volume udara yang dapat di inspirasi setelah akhir ekpirasi
biasa (VT+IRV)+3500cc.

2.5 Pengkajian Pernafasan Pada Gawat Darurat


a. Airway
Lihat apakah ada sumbatan jalan nafas (pada pasien tidak sadar, hilangnya tonus otot
tenggorokan sehingga pangkal lidah jatuh ke belakang, bukan jalan nafas dengan
pengangkatan rahang bawah (jaw thrust) dan tengadah kepala topangdagu (head tilt
chin lift) untuk membebaskan jalan nafas bila pasien tidak sadar, pasang oral/nasal
airway; untuk menahan pangkal lidah dari dinding belakang faring.
Harus di ingat:
1) Selalu periksa apakah nafas spontan timbul setelah pemasangan
oral/nasopharing.
2) Bila tidak bantu napas spontan lakukan nafas buatan dengan alat bantu nafas
yang memadai.
3) Bila tidak ada alat bantu nafas yang memadai, lakukan pernafasan dari mulut ke
mulut.
b. Breathing
Setelah jalan nafas terbuka, kita perlu memonitor pernafasan pasien dan apabila
belum adekuat dapat diberikan pernafasan buatan antara lain :
1) Pernafasan mulut ke mulut atau mulut ke hidung.
2) Pernafasan mulut ke sungkup muka (pocket Facemask).
3) Tahap lanjut bisa dengan bagging, atau pemasangan Endotrakeal Tube.
c. Circulation
Periksa apakah ada tanda-tanda henti jantung ; apabila ada segera lakukan resusitasi
jantung paru (RJP).

PENILAIAN
Lihat lubang hidung untuk melihat apakah ia terbuka dan dalam keadaan istirahat.
Perhatikan dada bagi ekspansi yang normal dan simetris. Carilah retraksi suprasternal,
5
supraklavikular, atau intercostal, yang menunjukan adanya obstruksi. Cari gerakan para
doksal bagian dada manapun dan cari luka terbuka ke rongga toraks. Perhatikan juga
gerakan abdomen, yang menunjukan bahwa diafragma bekerja.
Dengarkan dengan telinga didekatkan ke mulut untuk memastikan kembali bahwa ada
pergerakan udara yang baik keluar dari hidung dan mulut. Dengan stetoskop, dengarkan
toraks di anterior dan posterior. Berikan perhatian khusus pada bagian atas dada di setiap
sisi. Bunyi pernafasan normal harus setara pada kedua sisi. Bunyi pernafasan abnormal
adalah ‘wheezing’ (‘whistling’), ronki basah (‘bubbling’), ronki kering (‘rattling’).
Rasakan gerakan udara dari hidung dan mulut. Raba seluruh toraks bagi daerah yang
menimbulkan nyeri, yang menggambarkan iga yang fraktur atau segmen yang longgar.
Raba untuk mencari adanya luka atau laserasi. Raba untuk adanya gerakan abnormal
dinding dada. Raba juga gerakan-gerakan paradoksal.

MENDAPATKAN DAN MEMPERTAHANKAN SALURAN PERNAFASAN YAN


G TERBUKA
Buka mulut penderita dan bersihkan dari darah, mukus, muntahan, atau benda-benda a
sing. Bila tidak tersedia alat penyedot maka area ini bisa dibersihkan dengan jari. Bila pas
ien tidak bernapas, usahakan segera pernapasannya buatan (RKP). Bila pasien berusaha u
ntuk bernafas tetapi sedikit bergerak atau tanpa udara maka obstruksi terjadi dibawah farin
g.
Bila tidak ada trauma dan henti pernafasan ini karena kondisi medis, maka buka salura
n pernapasan dengan menghiperekstensi kepala (Gambar 3-1). Tempatkan satu tangan did
ahi dan lainnya dibelakang pada oksiput (punggung kepala) atau dibawah dagu dan tengad
ahkan kepala. Ini akan menjauhkan bagian posterior orofaring dari lidah. Kemudian udara
dapat masuk sekeliling lidah dan menuju laring. Cara ini adalah salah satu cara yang palin
g efektif untuk membuka saluran pernapasan pada penderita tanpa trauma. Pada penderita
tidak sadar dengan trauma, saluran pernapasan tidak boleh dibuka dengan cara ini karena i
a dapat memperberat cedera vertebra servikalis. Pada penderita tidak sadar atau penderita
dengan trauma pada klavikula atau ke arah atas, ada kemungkinan fraktura vertebra servik
alis.
Saluran pernapasan dapat juga dibuka dengan mengangkat mandibula dan lidah kedep
an sebagai suatu kesatuan. Hal ini menjadi metode terbaik sewaktu ada kemungkinan cede
ra vertebra servikalis. Cekap gigi-geligi bawah dan tarik mandibula kedepan (Gambar3-2)
. Metode pengganti yang lebih efektif dengan menempatkan jari-jari yang panjang dibelak
6
ang angulus manibulae dikedua sisi serta ibu jari pada tulang pipi. Tekanan jari tangan ya
ng panjang menonjolkan rahang ke depan. Ia dinamai perasat menonjolkan rahang.

Benda Asing
Saluran pernapasan atas dapat tersumbat oleh benda-benda asing seperti keratan dagin
g yang terjebak di laring.. Penderita jelas tercekik dan akan menjadi sianosis, khususnya d
i wajah dan leher. Sering tak ada kehilangan kemampuan mengekspirasi. Sehingga paru-p
aru hampir seluruhnya terkuras kecuali udara yang tetap sebagai ruang rugi.
Karena pengenalan diri obstruksi jalan pernapasan merupakan kunci penatalaksanaan
yang berhasil, penting membedakan kedaruratan ini dari pingsan, ‘stroke’, serangan jantu
ng, epilepsi, kelebihan obat atau keadaan lain yang menyebabkan kegagalan pernapasan m
endadak. Obstruksi jalan pernapasan parsial maupun lengkap dapat disebabkan oleh benda
asing. Pada obstruksi saluran pernapasan parsial, penderita dapat mengeluarkan partikel in
i dengan waktu jika ada pertukaran udara yang baik. Jika pertukaran udara buruk, tandany
a akan merupakan batuk lemah tak efektif, bunyi bernada tinggi pada inspirasi, peningkata
n kesulitan pernapasan, dan kemungkinan sianosis. Pada obstruksi saluran pernapasan yan
g lengkap, pasien tak sanggup berbicara, bernapas atau batuk. Ia bisa menggenggam leher
nya.
Untuk menghilangkan obstruksi benda asing digunakan tiga perasat manual:
1. Pukulan dari belakang merupakan rangkaian cepat empat pukulan tajam yang dilaku
kan tetapi tangan diatas vertebra dan diantara kedua bahu. Ia dapat dilakukan pada pen
derita yang sedang duduk, berdiri atau berbaring dan harus dilakukan kuat-kuat dalam
urutan yang cepat. Bila mungkin, kepala penderita harus lebih rendah dari pada dadan
ya untuk menggunakan efek gravitasi.
Anak yang menderita obstruksi saluran pernapasan parsial (pergerakan sejumlah u
dara) tidak boleh di balikan tubuhnya karena ini dapat menyebabkan benda asing tersa
ngkut pada permukaan bawah di pita suara, yang menyebabkan obstruksi lengkap. An
7
ak hanya boleh dibalik jika ia menderita obstruksi lengkap saluran pernapasan yang da
lam kasus ini obstruksi tidak dapat menjadi lebih serius dan membalikan anak mungki
n bisa membantu.
2. Dorongan manual atau perasat heimlich adalah rangkaian cepat empat dorongan pa
da abdomen atas atau dada bagian bawah yang memaksakan udara keluar dari paru un
tuk mengeluarkan benda asing (Gambar3-3A,B). Dorongan abdominal dapat dilakuka
n pada pasien yang sedang berdiri, duduk, atau berbaring.( Gambar3-3C). Bila penderi
ta berdiri atau duduk, penolong harus berdiri di belakangnya dan melingkarkan tangan
nya pada pinggang pasien. Tempatkan sisi ibu jari satu tangan tinggi pada abdomen pa
sien dan tutup dengan telapak tangan terbuka. Kemudian tarik kebelakang dan keatas d
engan empat dorongan cepat dan kuat.
Bila penderita telentang, penolong dapat diatas atau di sisi penderita palingkan waj
ah penderita ke satu sisi. Letakan pangkal tangan lain dipuncaknya tangan pertama. La
kukan tekanan ke arah atas abdomen.
3. Dorongan pada dada adalah tehnik pengganti yang sangat berguna bila abdomen pen
derita begitu lebar sehingga tangan penolong tidak dapat melingkarkannya sepenuhny
a atau bila tekanan langsung pada abdomen dapat menyebabkan penyulit seperti pada
kehamilan lanjut. Bila penderita berdiri atau duduk, penolong melingkari dada pasien
dari belakang, tempatkan lengan anda tepat di bawah ketiak pasien dan lingkari dada p
asien. Tangan penolong digenggamkan dan sisi ibu jari ditempatkan pada tulang dada.
Tetapi jangan pada prosesus xivoideus atau pada pinggiran sangkar iga. Cekap tinju in
i dengan tangan lain dan lakukan empat tarikan ke belakang dengan cepat.

8
Bila penderita tidak dapat duduk atau berdiri, penderita di letakan telentang dengan ke
pala di palingkan ke salah satu sisi. Posisi tangan untuk dorongan pada dada sama seperti
kompresi jantung toraks tertutup (’closed chest cardiac-compression’) dan lakukan em
pat dorongan ke bawah, yang akan menekan rongga dada.
Bila benda asing yang telah lepas dibiarkan kembali ke laring, maka obstruksi dapat b
erulang kembali. Oleh karena itu kepala penderita harus direndahkan atau pada penderita y
ang telentang, kepala harus dipalingkan ke satu sisi. Bila benda asing itu dapat terlihat di d
alam mulut atau besar kecurigaan akan hal ini, maka ia harus dikeluarkan dengan jari.
Dengan cara pemeriksaan tangan, kepala penderita dipalingkan ke satu sisi untuk me
mbuka mulut, penolong mencekap lidah dan rahang bawah di antara ibu jari dan jari lain l
alu angkat. Ini akan menyebabkan lidah terdorong ke depan dan menjauhi bagian belakan
g tenggorokan sehingga benda asing yang mungkin tersangkut disini dapat dikenali. Cara i
ni dapat mengurangi obstruksi. Jari telunjuk tangan lainnya kemudian menyusuri sisi dala
m pipi masuk ke dalam tenggorokan sampai ke pangkal lidah. Gerakan mengait melepask
an benda asing dan lakukan ke dalam mulut sehingga ia dapat dilepaskan. (cara ini tidak d
ianjurkan karena penderita dapat menggigit jari penolong).

9
Pipa Oral dan Nasal
Pada penderita yang tidak sadar dengan saluran pernapasan telah dibersihkan, tetapi
mengalami kesulitan pernapasan, menderita sianosis atau menderita cedera pada wajah,
leher atau dada, maka mungkin memerlukan pemberian oksigen. Untuk itu perlu dipasang
pipa oral atau nasofaring.
Pipa Esofageal Oral
Pipa oral merupakan cara mekanis efektif untuk mempertahankan lidah di anterior
untuk, mencegah penyumbatan hipofaring. Saluran pernapasan oral adalah pipa plastic atau
logam yang melengkung sesuai dengan anatomi orofaring dan hipofaring. Ujungnya
berakhir pada puncak lidah, dibawah palatum durum dan palatum mole serta di sebelah
anterior membrane mukosa hipofaring.
Harus ditekankan bahwa penderita yang sadar, setiap benda yang menyentuh atau
terletak di palatum mole akan menimbulkan gerakan muntah, atau muntah, sehingga harus
berhati-hati untuk memastikan bahwa reflek muntah ini tidak ada. Muntahan saat ini paling
mungkin dapat meneyebabkan aspirasi dan penyulit pneumonitis yang mengelilingi
peradangan kimiawi alveoli dan bronkus ini.
Ada dua mekasime pemasangan pipa oral. Pertama pipa dimasukkan dengan cekung
nya diarahkan ke kepala sehingga mencapai palatum mole. Pada saat ia diputar dengan
cekungan menghadap kebawah sehingga ia mengikuti puncak lidah sampai posisinya telah
diamankan.
Mekanisme kedua dengan mempergunakan sejumlah cara mekanis seperti sputula lidah
untuk menarik lidah kedepan dan pipa diturunkan kedalam dan cekungan menghadap ke
bawah sampai tempat yang tepat.
Pipa oral mempunyai keuntungan utama tersendiri yang memungkinkan alat penyedot
tonsil yang besar ditempatkan pada sisi manapun dan kedalam hipofaring yang membuat
jalan untuk pembuangan benda asing.
Pipa Nasofaringeal
Pipa nasal merupakan pipa bulat lunak yang sesuai dengan anatomi nares, nasofaring
dan hipofaring. Ia dimasukkan melalui satu atau kedua nares sehingga ujungnya tepat dia
atas, epiglottis. Pipa nasal mempunyai keuntungan karena sering bisa di pasang pada
penderita yang masih mempunyai reflek muntah tanpa menyebabkan muntah. Ia
mempunyai kerugian akibat ukurannya yang kecil bahwa hanya pipa penyedot yang lentur
yang cocok melewati pipa ini. Sebelum pipa nasal dipasang, bagian luar pipa dilumasi.
Kemudian dimasukkan secara hati-hati sampai telinga penghalang pada hidung.
10
Pipa Obturator Esofageal
Pipa obturator esophageal (EOA = ‘esophageal obturator airway’) merupakan satu dari
dua alat yang dirancang untuk memisahkan trakea dari esophagus. Ia mempunyai beberapa
keuntungan: (1) ia dapat dipasang dalam posisi kepala pasien netral; (2) ia dapat dipasang
dengan cepat, biasanya dalam waktu 10 detik; (3) ia tidak memerlukan penggunaan
laringoskop. Penyulit pemakaian pipa ini, yang harus dihindari dan dicegah meliputi
penempatan yang tak tepat dalam trakea serta pemasangan bersemangat kedalam
esophagus, yang dapat menimbulkan perforasi hipofaring. Komplikasi terakhir ini dapat
dihindari dengan menggunakan teknik yang sederhana dan lemah lembut. Yang pertama
dapat dihindari dengan mendengarkan dengan stetoskop ke kedua paru bagi adanya bunyi
pernapasan setelah pemasangan pipa ini, serta mendengarkan diatas lambung untuk
memastikan bahwa udara tidak masuk ke dlaam lambung melalui esophagus.
Fungsi pipa obturator esophageal mirip dengan pipa esophageal yang lidahnya ke depan
untuk memungkinkan saluran udara masuk ke dalam trakea. Segel masker wajah harus
dipertahankan setepat seperti menggunakan masker katup kantong (‘bag valve’) pada pipa
oral.
Balon esophageal, mengahalangi regurgitasi isi lambung kedalam hipofaring atau
aspirasinya keparu maupun distensi lambung oleh udara menuruni esophagus.
Obturator esophageal dipasang dengan mempergunakan cara pengangkatan rahang
untuk meninggikan mandibula serta lidah dianteriorkan sementara mempertahankan kepala
dalam posisi netrla. Kemudian EOA yang telah dilumasi dengan baik dimasukkan dnegan
hati-hati ke esophagus sampai keseluruh pipa masuk. Kemudian balon dikembungkan,
kantong udara ditekan sambil dilakukan auskultasi pada paru untuk m,emastikan bahwa ia
dalam posisi yang tepat, kemudian balon esophageal diisi dengan 3,5 cc udara.
Ventilasi diteruskan semetara mempertahankan nsegel masker wajah yang kedap.
Walaupun agak lebih sukar memventilasikannya dari pada masker katup kantong dan pipa
oral, tetapi pipa esophageal memberikan cara yang tepat untuk mengisolasi esophagus dan
trakea pada keadaan darurat, yang dengan kemungkinan trauma vertebra servikalis.
Pipa lambung esophageal (EGTA = ‘esophageal gastric tube airway’) merupakan
variasi EOA. Ia memungkinkan pipa nasogastrik ditempatkan menurun pusat alat ini
menghilangkan tekanan yang terbentuk di dalam lambung. Ini akan mengurangi rasa ingin
muntah dan tekanan yang berlebihan di esophagus distal yang ditutup oleh balon.

11
Pipa Endotrakea
Dalam beberapa keadaan, pipa endotrakea merupakan alat yang ideal untuk menjamin
jalan pernapasan yang adekuat. Tidak diperlukan segel masker wajah yang kedap. Trakea
telah dipisahkan dari esophagus. Ia mampunyai kesulitannya karena membutuhkan
keterampilan dan pengelaman pemasangan serta biasanya dikontraindikasikan pada
fraktura vertebra servikalis.
Sebelum pipa endotrakea dipasang, penderita harus telah mendapat oksigen yang cukup
dengan hiperventilasi. Kepala diatur dalam posisi ‘menghirup’, leher fleksi ke depan dan
kepala diekstensikan ke belakang. Singkirkan masker ‘bag valve’ dan pipa oral yang
digunakkan untuk hiperventilasi. Laringoskop dimasukkan melalui sisi kanan mulut
penderita, yang mendorong lidah kekiri dan melihat pita suara dengan menaikkan
laringoskop ini (jangan gunakan gigi sebagai titik tumpu). Bila digunakan sptula lurus,
epiglotis ditinggikan dengan ujung epiglottis dinaikkan dengan menempatkan ujung
spatula di valekula.
Setelah pita suara terlihata jelas, pipa endotrakea dipasang (Gambar 3-4). Penempatan
pipa endotrakea yang tepat dapat dipastikan dengan mengauskultasikan paru dan lambung
dengan stetoskop. Penderita yang sebelumnya hipoksia, walaupun dihiperventilasi,
mungkin tidak mempunyai cadangan pernapasan yang adekuat untuk mentoleransi
tindakan intubasi yang lama. Operator yang pandai harus mulai dalam beberapa detik
setelah masker ‘bag valve’ dibuka terlebih dahulu dari pasien. Bila hitungan datik kelima
belas tercapai, intubasi belum berhasil, maka usaha ini harus diakhiri dna ventilasi ‘bag
valve’ harus dipasang kembali untuk menyediakan oksigen kembali ke penderita. Bila telah
terjadi dihiperventilasi kembali, tindakan intubasi dapat dilanjutkan lagi.

Pembukaan jalan pernapasan dengan cara pembedahan


Ia suatu tindakan dan hanya boleh dilakukan oleh personil yang terlatih serta dalam
keadaan yang sangat darurat. Tusukan krikotiroi terdiri dari pemasangan jarum ukuran 13

12
sampai 14 yang melekat pada spuit ke dalam trakea. Jari-jari satu tangan di gunakan untuk
memfiksasi kartilago tiroidea serta tangan lain mempalpasi cekungan di bawah tyroid dan
di atas fertilago krikoidea . Jarum dipasang melalui kulit, fasia, dan membrane
krikotiroidea. Kemudian di buat tekanan yang selalu negative pada semprit sampai udara
menghilangkan tekanan negative ini dan kemudian spuit di lepaskan .
Krikotiroidotomi merupakan tindakan insisi kulit, fasia, dan membran krikotiroidea
yang memungkinkan pemasangan pipa ke dalamtrakea. Trakea dipegang dengan satu
tangan dan insisi dibuat transversal.

PERNAPASAN BUATAN
Teknik mulut ke mulut
Setelah jalan pernafasan di buka dengan perasat mengangkat rahang atau mendorong
rahang, bila mungkin di pasang pipa oral dan ventilasi mulut ke mulut dimulai serta
kekuatan dan lama setiap pernapasan diduga dari ukuran pasien dan efektivitas ekspansi
dada. Pada bayi mungkin lebih berhasil tindakan ventilasi mulut ke hidung.
Pada orang dewasa cukup dua belas kali napas per menit. Pada anak-anak di bawah usia
dua tahun kecepatan pernafasan harus sekitar 20 sampai 40 kali napas per menit pada usia
dua hingga enam tahun, 15 sampai 25 kali per menit untuk memastikan ventilasi kedua
paru cukup, maka penting melakukan auskultasi dada.
Resusitas masker-kantong
Pada keadaan jalan udara yang terbuka, maka masker yang berukuran tepat dan kantong
yang mengembung sendiri merupakan cara ventilasi buatan yang jauh lebih efesien bila
tersedia oksigen tambahan menguntungkan bila pertukaran pernafasan masih belum
mencukupi maka diperlukan intubasi endotrakeal atau intubasi EOA.
Pencegahan aspirasi
Trauma sering diikuti dengan paralisis saluran pencernaan dan distensia lambung.
Penderita dapat telah makan tepat sebelum cedera. Keadaan-keadaan di atas sangat
meningkatkan kecenderungan muntah dengan aspirasi isi lambung. Lambung harus
dikosongkan secepat mungkin dengan mengunakan alat penyedot dan pipa nasogastrik
serta harus dipertahankan penyedotan kontinu. Bila pipa nasogastrik tidak tersedia
penderita harus dimiringkan untuk mengurangi kemungkinan aspirasi, bila terdapat
kemungkinan trauma, punggung dan leher harus diimobilisasikan.

PENATALAKSAAN LUKA DADA


13
Luka dada menghisap
Bila ada luka dada terbuka, maka udara akan terisap selama inspirasi dada. Bila sangkar
dada berkontraksi pada ekspirasi udara di dorong keluar. Maka tak cukuplah udara yang
masuk melalui jalan nafas yang normal melalui hidung, mulut, nasofaring, laring, dan
trakea untuk memungkinkan ventilasi yang adekuat dan ekspansi paru.
Luka dada menghisap harus segera ditutup. Tepatkan materi tak berpori seperti kasa
Vaseline, selofan atau Saran Wrap di atas luka. Pita selofan berbentuk segitiga salah satu
ujungnya di biarkan terbuka untuk memungkinkan udara keluar tidak terhisap. Susunan ini
cenderung mencegah terjadinya ‘tension pneumotharox’
Fail chest
“Fail chest” terjadi bila dua iga berdekatan atau lebih mengalami fraktura pada dua
tempat atau lebih. Bila fraktura terjadi pada dua sisi maka stabilitas dinding dada lebih
besar dan kurang mengancam ventilasi dari pada bila terjadi pada satu sisi. Bila segmen
rangka toraks mengambang bebas, maka ia akan terdorong ke dalam oleh tekanan atmosfir
biasa yang mengurangi kemampuan paru untuk berekspansi pada inspirasi pada ekspirasi.
Tekanan paru yang meningkatkan akan mendorong udara keluar dari paru tetapi segmen
ini yang telah kehilangan integritasnya akan menonjol keluar sehingga kesanggupan
sangkar toraks mendorong udara keluar dari paru akan berkurang. Gerakan segmen keluar
masuk (yang di sebut juga respirasi paradoksal ) mencegah ventilasi yang adekuat segmen
sangkar dada yang dapat bergerak ini harus distabilisasikan agar gerakan paradoksal
dihilangkan.
Stabilisasi eksternal dicapai dengan merekat bantalan gulungan pakaian atau kantong
IV di atas segmen yang longgar sehingga ia dipertahankan di dalam. Maka gerakan keluar
menjadi tak mungkin, tali pengikat dari papan tulis pendek dapat juga digunakan untuk
mempertahankan bantalan dalam posisinya.
Stabilisasi internal dicapai dengan memasang pipa endoktrea yang memberikan
ventilasi tekanan positif. Penderita trauma toraks tumpul dan ‘fail chest’ yang ditata laksana
dengan ventilasi tekanan positif ini harus mempunyai pipa dada bilateral yang di pasang
untuk mencegah terjadi nya kembali ‘tension pneumothoraks’.

Pneumotoraks
Udara dapat masuk kedalam rongga pleura bila ada laserasi atau robekan paru, bronkus
atau trakea atau bila adanya luka tembus yang menghubungkan rongga pleura ke dunia luar.

14
Akumulasi udara akan mengurangi daerah ekspansi paru, mengurangi udara yang diperoleh
pada tiap gerakan respirasi. Akumulasi udara lebih lanjut akan mengurangiekspansi paru.

Pneumotoraks spontan dapat terjadi tanpa trauma eksternal. Ini dapat terjadi bila ada
keadaan patologis yang memungkinkan alveolus atau bronkus trakeal berhubungan dengan
rongga pleura.
Pneumotoraks traumatik dapat langsung akibat luka tusuk atau secara tak langsung oleh
trauma tumpul. Penyebab tersering pneumotoraks adalah trauma tumpul. Trauma tumpul
in disertai, tetapi jarang, oleh patahan iga yang menembus pleura dan melukai parenkim
paru dibawahnya.
‘Tension pneumothorax’ terjadi bila udara memasuki ke dalam rongga pleura tetapi
tidak dapat kembali ke alveolus tempat asalnya atau pun ke dunia luar. Volume udara yang
terakumulasi akan meningkat karna volumenya meningkat, maka terdapat peningkatan
tekanan atas paru. Bila seluruh rongga pleura pada satu sisi terisi udara, akan terjadi
pergeseran mediastinum kesisi yang tak terkena. Dan menimbulkan :
1. Penurunana volume paru sisi yang tak terkena, yang lebih mengurangi gerakan udara
dan pertukaran gas serta menambah tingkat poksia, dan
2. Menekuk vena kava, mengurangi aliran balik darah ke atrium kanan dan menaikkan
tekanan vena sentral. Karena curah jantung dan penyerapan oksigen menurun, maka
‘tension pneumothorax’ cepat fatal bila tidak terdiagnosa.
Tanda-tanda pneumothoraks
1. Tak adanya bunyi pernapasan
2. Deviasi trakea yang menjauhi sisi paru tanpa bunyi pernapasan
3. Sianosis
4. Distensi vena leher, dan
5. Mungkin terjadi emfisema subkutis.

15
Penatalaksanaan Pneumothoraks
Penatalaksanaan definitif pneumothoraks sederhana biasanya tidak diindikasikan
dilapangan, karena diagnosis yang tepat sukar ditegakkan tanpa pemeriksaan rontgen. Di
rumah sakit, adanya pneumotoraks dan lokasinya dapat di tentukan dngan pemeriksaan
jasmani serta di pastikan dengan pemeriksaan rontgen. Ada dua metode terapi
pneumotoraks :
1. Pemasangan alat pneumotoraks dengan katup yang berkibar ke satu arah atau
2. Menghubungkan pasin ke ‘water seal suction’.
Dekompresi ‘tension pneumothorax’ dikerjakan dengan pemasangan suatu jarum,
dikerjakan dengan pemasangan suatu jarum, alat pnrumotoraks khusus dengan katup
berkibar atau pipa dada. Pada umumnya pneumotoraks dihubungkan dengan pemasangan
pipa malalui sela iga II pada lina midklavikularis, sedangkan hemotoraks dialirkan k lateral
pada linea midaksilaris sekitar sela iga VI dan VII.
Diperlukan pengaliran udara satu arah dari rongga pleura kedunia luar. Sebuah jarum
luruss berlumen esar dapat ditempatkan disela iga II. Smentara dibuat katub berkibar, suatu
jari menutupi ujung jarum pada inspirasi, bila tekanan toraks untuk inspirasi negatif. Pada
ekspirasi sewaktu tekanan toraks menjadi positif, jari dilepaskan, katup satu arah dapat
dibuat dengan menggunakan sarung jari atau bagian jari sarung tangan dengan lubang kecil
diujungnya. Lubang ini harus kcil dan sarung jari cukup panjang agar ada keuntungan
penutupan katup pada inspirasi oleh tekanan luar. Katup berkibar ke satu arah tersedia
secara komersial. Pada bagian gawat darurat, aliran udara satu arah dapat diamankan
dengan susunan botol dan penempatan dibawah air.

Hemotoraks
Hemotoraks tersering terjadi bila ujung iga patah melukai arteria interkostalis yang
menyertainya pada trauma tumpul walaupun penetrasi iga ke dalam jaringan paru atau

16
pembuluh besar paru, dapat juga menyebabkan perdarahan intratoraks. Pada trauma
tembus, jaringan paru atau pembuluh darah yang cedera menyebabkan akumulasi darah.
Diagnosis hemotoraks diperkirakan bila ada pengurangan bunyi pernapasan dan
pengurangan bunyi perkusi timpani diatas sgmen bawah satu atau dua paru.
Penatalaksanaan di lapangan terdiri dari perlindungan dada, sebagaimana telah disebutkan
pada awal bab ini, serta mengangkat ke rumah sakit.

PENATALAKSANAAN KEADAAN NONTRAUMATIK


Penyakit paru obstruktif menahun
Penyakit paru obstruktif menahun dikenali dengan adanya dada yang mengembung
sampai (atau hampir) maksimum dalam keadaan istirahat. Pernapasan dengan otot-otot
pernapasan tambahan dan diagfragma orang dengan gangguan demikian sering
menempatkan lengan bawahnya di lutut untuk menaikkan bahu, dan memungkinkan otot
pernapasan tambahan lebih efektif mengekspansi toraks. Sering penderita mengekspirasi
perlahan- lahan melalui bibir yang di kerutkan. Karena pasien ini sering di temukan
kebetulan, ia mempertahankan tekanan intrapulmo yang tinggi dan memungkinkan
evakuasi alveoli yang lengkap walaupun ada kolaps bronkus distal. ‘wheezing’ inspirasi
dan ekspirasi dapat ada atau tidak ada seperti juga ronki inspirasi.
Pada fase prarumah sakit, penyakit paru obstruktif menahun di terapi dengan oksigen
beraliran rendah untuk membantu sebagian kebutuhan oksigen pasien. Karena penderita
telah terbiasa dengan kadar oksigen arteri yang rendah, maka aliran oksigen dalam batas 6
hingga 8 liter per menit dapat mencetuskan penghentian pernapasan. Bila ini terjadi, harus
di kerjakan intubasi egera dan ventilasi tekanan positif ke pasien.

Asma
Asma dapat di diagnosis dengan adanya retraksi supraklavikular, suprasternal,
interkostal, dan subkotal pada inspirasi serta kecemasan parah pada pasien, sekunder
terhadap ketakmampuan menggerakan udara dengan tepat. Auskultasi menunjukan
‘muscal wheezes’ bilateral dan pernapasan dangkal. Riwaya asma sangat membantu dalam
diagnosis .
Serangan asma dapat ringan, yang hanya mengenai beberapa bronkus dan bronkiolus;
atau dapat berat dengan keterlibatan yang luas pada keseluruhan pasien tetapi tanpa di sertai
gawat pernapasan. Penderita ini walaupun tidak memerlukan pengobatan dini yang agresif,
dapat memburuk bila tidak di tata laksana secara adekuat.

17
Dengan pengawasan dokter, dapat di berikan aminofilin (250 sampai 500 mg IV) yang
di berikan dalam waktu 5 sampai 20 menit. Dosis steroid (mis. Deksametason) di mulai 0,2
mg per kg BB dan dapat tinggi 2,0 mg per kg BB, bronkodilator seperti isoproterenol (
isuprel), dapat di berikan dengan inhalasi. Ventilasi tekanan positif dengan oksigen
berkecepatan tinggi di anggap terapi primer oleh beberapa ahli dan di anggap terapi
tambahan oleh lainnya.

Edema paru
Edema paru terlihat pada penderita penyakit penyakit jantung menahun dekompensata
pada penyalah guna dari obat tertentu, dan di tempat tinggi. Pada kasus rinagan, dapat
terdengar beberapa ronki basah. Dengan semakin parahnya edema paru, maka tedapat sesak
napas yang parah, sputum dan rekresi bronkus yang berbusa, kongesti vena di wajah dan
leher.
Terapi di bagi menjadi dua fase. Fase pertama ditunjuk untuk menaikan kadar oksigen
di dalam alveoli dan menurunkan kebutuhan oksigen penderita. Kenaikan udara di alveoli
ini dicapai dengan memberika aliran oksigen berkecepatan tinggi melalui sungkup hidung
atau dengan ‘non-rebreating bag’ ke pasien. Penurunan kecemasa pasien bisa di capai
dengan menempatkan pasien secepat mungkin ke posisi yang nyaman ( biasanya setengah
duduk), menghiburnya dan mencoba melambatkan gerakan penapasannya serta
menurunkan kecemasannya.
Fase terapi kedua mengurangi jumlah edema paru. Langkah pertama dalam
penatalaksanaan ini dengan memasang torniket rotasi. Torniket vena ini di pasang pada tiga
atau empat anggota badan dengan satu rotasi tiap lima menit. Metode ini menggunakan
peningkatan torniket vena pada tiap ekstremitas selama lima belas menit sebelum
mengistirahatkannya selama lima menit. Obat-obat dapat juga di gunakan dalam
penatalaksanan edema paru ini, tetapi hanya boleh di gunankan oleh paramedis EMT atau
yang telah terlatih dalam aspek farmakologik perawatan pasien.

Pneumonia
Pneumonia di kenali dari kenaikan suhu badan, penurunan bunyi pernapasan unilateral
atau bilateral, perkusi yang redup; dan pada kasus yang berat terdapat batuk dengan sputum
berdarah, sianosis, dan distres paru. Tetapi peneumonia dilapangan terdiri dari oksigen
berkecepatan 6 sampai 8 liter permenit dan pemberian larutan ringer laktat 250 ml perjam
intervena. Hasil biarkan sputum akan menentukan pilihan antibiotika yang tepat.

18
Atelektasis
Atelektasis sering di temukan pada penderita pascabedah dan di kenali dari kenaikan
suhu tubuh serta hilangnya bunyi pernapasan. Di luar rumah sakit atelektasis dapat terjadi
pada penderita fraktura iga dan bentuk truma dada lainnya. Biasanya di sebabkan oleh
sumbatan mukus pada bronkus karena penurunan gerak pernapasan. Dorongan batuk yang
dalam dan keras sering efektif mengeluarkan sumbat mukus.

MASALAH- MASALAH KHUSUS

Fraktura laring
Trauma langsung pada laring dapat menimbulkan fraktura yang secara bermakna
mengancam pernapasan. Diagnosa akibat trauma yang jarang ini mudah terlewatkan.
Gejala fraktura laring adalah suara serak, hilangnya kontinuitas kotak laring yang dapat di
raba dan emfisema subkutis. Bila mungkin fraktura laring ditata laksana secara konservatif.
Bila jalan pernapasan terancam, intubasi endotrakea tidak mungkin, bisa di gunakan
krikotiroidotomi atau trakeostomi.

Obstruksi Bronkus Akut


Obstruksi bronkus akut dikenal tidak adanya atau menurunnya bunyi pernapasan pada
satu sisi dada. Deviasi trakea kesini itu membedakan obstruksi bronkus dari ‘tensom
pneumothorax’ yang menunjukkan deviasi menjauhi sisi tanpa bunyi pernapasan.
Obstruksi bronkus memungkinkan keluarnya udara, tetapi tidak memungkinkan pengisian
alveolus. Paru sisi lain berekpansi berlebihan dengan pengeseran mediastinum ke arah
obstruksi. Obstruksi bronkus biasanya tidak seberat ‘ tension pneumothorax’.
Spasme Bronkus Akut
Keadaan ini, walaupun mirip dengan asma, biasanya sekunder terhadap reaksi alergi
akut, yang cepat berkembang ke syok anafilaktik. Gambaran yang membedakan adalah
‘wheezing’ bernada tinggi. Kesulitan pernapasan retraksi interkostal, substernal dan
subkostal, serta sianosis. Keadaan alergi yang menghasilkan bronkospasme dan
laringospasme berat memerlukan 0,1 ml sampai 0,5 ml epinefrin 1:1000 subkutis. Ventilasi
tekanan positif efektif.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SISTEM PERNAPASAN
(ASMA BRONCHIALE)

19
3.1 Pengertian
Penurunan fungsi paru dan hiperresponsivitas jalan napas terhadap berbagai rangsang.
Karakteristik penyakit meliputi bronkhospasme, hipersekresi mukosa dan perubahan
inflamasi pada jalan napas. (Campbell. Haggerety,1990; orsi 1991).
Ini merupakan situasi yang mengancam kehidupan dan memerlukan tindakan segera.

3.2 Patofisiologi
Alergen masuk ke dalam tubuh, kemudian allergen ini akan merangsang sel B untuk
menghasilkan sat anti. Karena terjadi penyimpangan dalam system pertahanan tubuh maka
terbentuklah imoglobulin E (Ig. E).Pada penderita alergi sangat mudah memproduksi Ig.
E. Dan selain beredar didalam daerah juga akan menempel pada permukaan basofil dan
mastosit.Mastosit ini amat penting dalam peranannya dalam reaksi alergi terutama terhadap
jaringan saluan nafas, saluran cerna dan kulit. Bila suatu saat penderita berhubungan
dengan allergen lagi, maka allergen akan berikatan dengan Ig.E yang menempel pada
mastosit, dan selanjutnya sel ini mengeluarkan sat kimia yang di sebut mediator ke jaringan
sekitarnya. Mediator yang dilepas di sekitar rongga hidung akan menyebabkan bersin –
bersin dan pilek. Sedangkan mediator yang dilepas pada saluran nafas akan menyebabkan
saluran nafas mnengkerut, produksi lendir meningkat, selaput lendir saluran nafas
membengkak dan sel – sel peradangan berkumpul di sekitar saluran nafas. Komponen –
komponen itu menyebabkan penyimpitan saluran nafas.

3.3 Faktor pencetus

20
 Alergen  Kegiatan jasmani
 Infeksi saluran nafas  Obat – obatan
 Ketegangan jiwa Alrgen  Polusi udara
 Infeksi saluran nafas  Lingkungan kerja
 Ketegangan jiwa

3.4 Etiologi
Dua tipe dasar imunologik dan non imunologik .Asma alergik ( disebut ekstrinsik ) terjadi
pada saat kanak – kanak terjadi karena kontak dengan elergan dengan penderita yang
sensitive. Asma non imunologik atau non alergik ( di sebut instrinsik ), biasanya terjadi
pada usia diatas 35 tahun. Serangan dicetuskan oleh infeksi pada sinus atau cabang pada
bronchial. Asma campuran yang serangannya diawali oleh infeksi virus atau bacterial
atau oleh allergen. Pada saat lain serangan dicetuskan oleh factor yang berbeda atau juga
dapat di cetuskan oleh perubahan suhu dan kelembaban, uap yang mengiritasi, asap, bau –
bauan yang kuat, latihan fisik dan stress emosional.

3.5 Pemeriksaan penunjang


 Test fungsi paru ( Spirometer )
 Foto thorax
 Pemeriksaan darah (DL, BGA)
 Test kulit
 Test Provokasi bronkhial

3.6 Manifestasi klinik


Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajad hiperaktifitas
bronkus.Obstruksi jalan nafas dapat revesible secara spontan maupun dengan pengobatan.
Gejala asma antara lain :
a. Bising mengi ( weezing ) yang terdengar atau tanpa stetoskop
b. Batuk produktif, sering pada malam hari
c. Sesak nafas
d. Dada seperti tertekan atau terikat
e. Pernafasan cuping hidung

21
3.7 Terapi
1. Oksigen 4 – 6 liter / menit
2. Agonis B2 ( salbutamol 5 mg atau feneterol 2,5 mg atau terbulatin 10 mg ) intalasi
nebulasi dan pemberiannya dapa diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian agonis
B2 dapat secara subcutan atau iv dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau terbulatin 0,25
mg dalam larutan dextrose 5 % dan diberikan perlahan.
3. Aminofilin bolus iv 5 – 6 mg / kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4. Kortikosteroid hidrokortison 100 – 200 mg iv jika tak ada respon segera atau pasien
sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.

3.8 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


1. Pengkajian
a. Keluhan :
- Sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada faktor pencetus
- Terjadi kesulitan ekspirasi / ekspirasi diperpanjang
- Batuk dengan sekret lengket
- Berkeringat dingin
- Terdengar suara mengi / wheezing keras
- Terjadi berulang, setiap ada pencetus
- Sering ada faktor genetik/familier
b. Airway
- Inspeksi jalan nafas : sumbatan lendir, lidah, benda asing
- Auskultasi : suara sumbatan jalan nafas, whezing, mengi.
c. Breathing
- Saat serangan anak tampak gelisah, sesak nafas tak ada perubahan dg merubah
posisi
- Respirasi rate sedikit meningkat dengan ekspirasi diperpanjang
d. Cirkulasi
- Kadang disertai sianosis

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Pola nafas tidak efektif
22
c. Kecemasan berhubungan dengan ancaman kematian (sesaka nafas akibat serangan
asma)

3. Intervensi keperawatan
Diagnosis keperawatan 1: ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
sekresi kental, peningkatan produksi mucus dan bronkospasme.
Tujuan : jalan napas menjadi efektif
Kriteria hasil :
a. Mempertahan kan jalan napas pasien dengan bunyi bersih.
b. Dapat mendemonstrasikan batuk efektif.
c. Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
d. Tidak ada suara nafas tambahan.
e. Instrusikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk.

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
a. Tempatkan posisi yang nyaman pada a. Peninggian kepala tempat tidur
pasien, contoh : meninggikan kepala memudahkan fungsi pernafasaan dengan
tempat tidur, duduk pada sandaran menggunakan gravitasi.
tempat tidur.
b. Tingkatkan masukan cairan sampai b. Hidrasi membantu menurunkan
dengan 3000ml/hari sesuai indikasi, kekentalan secret, penggunaan cairan
memberikan dengan air hangat. hangat dapat menurunkan kekentalan
secret, penggunaan cairan hangat dapat
menurunkan spasmebronkus.
c. Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik c. Fisioterapi dada merupakan strategi
drainage postural, perkusifibrasi dada. untuk mengeluarkan sekret.
d. Evaluasi frekuensi pernafasan, bunyi, d. Beberapa derajat spasmebronkus terjadi
irama nafas cacat rasio dengan obstruksi jalan nafas dan
inspirasi/ekspirasi. dapat/tidak dimanifestasikan adanya
advertisius.
Kolaborasi e. Merelaksasikan otot halus dan
e. Berikan obat sesuai dengan indikasi menurunkan spasme jalan nafas,
bronkodilator dan oksigenasi. wheezing dan produksi mukosa.

23
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Keperawatan gawat darurat merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan, yang diberikan kepada pasien yang cedera atau sakit dan memerlukan
perawatan yang mendesak.
Pengkajian Pernafasan Pada Gawat Darurat:
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
Untuk menghilangkan obstruksi benda asing digunakan tiga perasat manual: pukulan d
ari belakang, dorongan manual atau perasat Heimlich, dan dorongan pada dada
Pembukaan jalan pernapasan dengan cara pembedahan: tusukan krikotiroid dan krikotiroi
dotomi.
Pernapasan Buatan meliputi: teknik mulut ke mulut, resusitasi masker kantong, pencegaha
n aspirasi.
Masalah- masalah gawat darurat pada sistem pernapasan ialah penyakit paru obkstrukt
if menahun, asma, edema paru, pneumonia, atelektasis, Fraktura laring, obstruksi bronkus
akut, dan spsme bronkus akut.

4.2 Saran
Hendaknya mahasiswa dapat benar – benar memahami dan mewujud nyatakan peran
perawat yang prefesional, serta dapat melaksanakan tugas – tugas dengan penuh tanggung
jawab, dan selalu mengembangkan ilmu keperawatan.

24
DAFTAR PUSTAKA

 Wahid, Abd & Suprapto Imam. 2013.Asuhan Keperawatan pada Sistem Respirasi.
Jakarta: Trans Info Media.
 BOSWICK, John. 2012. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta: EGC

25

Anda mungkin juga menyukai