Anda di halaman 1dari 17

Perubahan organisasi merupakan suatu fenomena kompleks sehingga seorang manajer tidak bisa melakukan suatu perubahan terencana

secara langsung namun perlu perubahan secara sistematis dan logis agar memiliki suatu kesempatan realistik untuk berhasil. Tidak banyak individu atau organisasi yang menyukai adanya perubahan namun perubahan tidak dapat dihindari dan harus dihadapi. Untuk itu maka diperlukan satu pengelolaan perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut dapat diarahkan pada titik perubahan yang positif. Perubahan dapat melibatkan hampir semua aspek dari suatu organisasi seperti dasar untuk departementalisasi, jadwal pekerjaan, rentang manajemen, rancangan organisasi, orang-orang di dalam organisasi itu sendiri dan lain sebagainya. Adanya permasalahan yang terjadi dalam sebuah organisasi menuntut suatu perusahaan untuk berubah agar kegagalan yang dihadapi dapat diantisipasi. Dorongan untuk berubah di pengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor eksternal organisasi dan faktor internal organisasi. Langkah-langkah dalam proses perubahan menurut Kurt Lwein : 1.Unfreezing : yaitu proses penjelasan perubahan kepada individu yang akan terpengaruh oleh perubahan agar dapat memahami mengapa perubahan itu diberlakukan. 2.The Change it Self : yaitu perubahan itu sendiri yang di implementasikan atau dihilangkan. 3.Refresing : yaitu proses penekanan dan mendukung perubahan sehingga ia menjadi bagian dari sistem.

Menurut Raymond J. Stone seorang konsultan SDM dalam bukunya Human Resources Management (1998), ada sejumlah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengelola perubahan, seperti berikut

1. Menetapkan kebutuhan untuk melakukan perubahan Langkah ini penting dilakukan untuk memastikan bahwa perubahan yang akan digulirkan benar benar sesuai dengan kebutuhan nyata yang ingin dicapai organisasi. Kebutuhan akan adanya perubahan dapat muncul bila ada kesenjangan antara sasaransasaran yang ingin dicapai oleh organisasi dengan kondisi nyata di lapangan. Dalam kasus yang dialami perusahaan tempat penulis bekerja, kebutuhan untuk melakukan perubahan muncul saat terjadi perubahan strategi perusahaan yang berupaya untuk memusatkan semua unit produksinya di salah satu negara Asia. Tujuannya agar produk yang dihasilkan menjadi lebih kompetitif. Akibatnya unit-unit produksi yang dianggap tidak produktif di negara-negara lain di Asia harus ditutup. 2. Mengenali hal-hal potensial yang dapat menghambat proses perubahan Seorang praktisi perubahan harus mampu mengenali hal-hal yang secara potensial dapat menghambat proses perubahan yang akan digulirkan oleh perusahaan. Dari kasus yang dialami penulis, hal-hal potensial yang saat itu diramalkan dapat mengambat perubahan antara lain adalah :

a. b. c. d.

Ketidak-bersediaan karyawan untuk di PHK karena sulitnya mencari pekerjaan baru Ketidak-sesuaian antara harapan karyawan tentang besarnya paket yang diinginkan dan besarnya paket yang ditawarkan oleh perusahaan Adanya kemungkinan keterlibatan pihak di luar perusahaan Adanya friksi antar sesama karyawan di bagian produksi.

3. Melaksanakan perubahan Menurut Stone ( 1998), perubahan dapat diperkenalkan baik oleh para manajer yang ada di dalam perusahaan itu sendiri atau dengan menggunakan konsultan. Masingmasing pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Bila manajer internal menjadi agen perubahan, kelebihannya adalah bahwa ia memahami dengan baik operasi bisnis perusahaan dan orang orang yang ada di dalamnya. Sedangkan kelemahannya adalah yang bersangkutan biasanya mempunyai wawasan dan cara pandang yang terbatas mengenai pengelolaan perubahan, dan tak jarang terlalu dipengaruhi oleh budaya perusahaan yang ada. Sedangkan kelebihan dari konsultan adalah yang bersangkutan bersifat netral dan mempunyai wawasan yang luas terhadap pengelolaan perubahan perusahaan. Kekurangannya adalah bahwa yang bersangkutan kurang memahami operasi bisnis perusahaan dan orang-orang yang bekerja di dalamnya. Melihat kelebihan dan kekurangan ini, maka banyak organisasi yang melakukan kombinasi dari kedua hal tersebut dalam memperkenalkan perubahan. Yang dilakukan oleh perusahaan tempat penulis bekerja yang berkaitan dengan fase ini adalah membuat tim perubahan yang dipimpin oleh Pimpinan Puncak perusahaan, yang anggota-anggotanya terdiri dari para manajer terkait (termasuk Manajer SDM) dan Konsultan Hubungan Industrial yang sangat memahami kondisi perusahaan. Tim inilah yang bertindak sebagai agen-agen perubahan, yang bertugas untuk memperkenalkan, melaksanakan, dan mengevaluasi perubahan yang dilakukan kepada seluruh karyawan terkait. Dengan pendekatan ini, proses perubahan yang dilakukan relatif berjalan lancar 4. Mengevaluasi perubahan Untuk mengukur efektifitas perubahan, organisasi harus membandingkan situasi sebelum dan sesudah dilaksanakannya perubahan. Beberapa indikator dapat digunakan untuk mengukur pengaruh dari perubahan tersebut, seperti : produktivitas karyawan, kepuasan kerja, hasil survey pendapat karyawan, hasil penjualan, pengurangan biaya produksi, dan sebagainya. Dari evaluasi kualitatif yang dilakukan oleh penulis terhadap perubahan yang dilakukan perusahaan (melalui penutupan satu lini produksi), sejauh ini menunjukkan bahwa : a. Kordinasi kerja menjadi lebih baik karena struktur organisasi menjadi lebih ramping sehingga dapat mengurangi birokrasi kerja yang tidak perlu b. Kerjasama antar karyawan menjadi lebih baik di bawah kepemimpinan yang baru yang lebih terbuka dan komunikatif. c. Suasana kerja menjadi kondusif untuk menunjang bisnis perusahaan, karena mulai terbangun kepercayaan yang lebih baik diantara

manajemen dan karyawan, karena tidak adanya lagi persepsi terhadap perlakuan yang berbeda antara satu lini produksi dan lini produksi lainnya. Banyak kegagalan yang dialami organisasi saat melakukan perubahan, yang mengakibatkan kerugian yang dialami oleh organisasi. Kegagalan itu terjadi akibat kesalahan-kesalahan yang dibuat saat mengelola perubahan, seperti berikut ini : 1. Mengabaikan aspek manusia dalam mengelola perubahan Timothy J. Galpin menyatakan dalam bukunya The Human Side of Change (1996) bahwa selama proses penggabungan perusahaan, penurunan besarnya ukuran perusahaan, maupun restrukturisasi yang dilakukan perusahaan, kebanyakan dari mereka lebih memusatkan perhatiannya kepada aspek-aspek teknis, finansial dan operasional, daripada aspek manusia. Akibatnya upaya perubahan yang dicanangkan mengalami kegagalan. Hal ini tampak dalam bentuk terjadinya masalah perburuhan, keluarnya tokoh-tokoh kunci dan orang-orang berbakat dari perusahaan, dan tidak diperoleh manfaat atau sangat sedikit manfaat yang diperoleh dari perubahan yang dilakukan. 2. Perubahan tidak direncanakan dengan baik Banyak perusahaan yang memperlakukan perubahan seperti sebuah peristiwa kebetulan atau hal rutin , yang akan dapat diselesaikan dengan baik secara otomatis, tanpa sebuah perencanaan yang baik. Padahal menurut Pakar Perilaku di Dalam Organisasi Stephen Robbins ( 2000), perubahan seharusnya merupakan sebuah aktivitas yang terencana, disengaja dan berorientasi pada tujuan. Tujuan dari sebuah perubahan menurutnya ada 2, yaitu : (1) Untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di dalam lingkungannya., (2) Untuk merubah tingkah laku dari para karyawan. Akibat tidak direncanakannya perubahan dengan baik, maka tak jarang perubahan bergulir tanpa kendali atau berjalan tidak sesuai dengan rencana yang diharapkan, karena mendapat perlawanan dari para karyawan 3. Praktisi perubahan gagal membangun koalisi yang cukup kuat dengan orangorang yang mempunyai kemampuan untuk mendorong perubahan. Menurut Kotter ( 1996), salah satu penyebab kegagalan yang dialami oleh organisasi dalam melakukan perubahan adalah tidak terbentuknya koalisi yang cukup kuat diantara orang-orang yang mempunyai wewenang dan kemampuan untuk mendorong perubahan. Upaya perubahan yang dilakukan tanpa dukungan koalisi yang cukup mungkin akan mengalami kemajuan untuk sementara waktu. Namun cepat atau lambat, akan muncul perlawanan-perlawanan yang dapat merusak inisiatif perubahan yang sudah dilakukan. D. Resistensi terhadap perubahan Dampak utama dari kesalahan yang dilakukan dalam mengelola perubahan adalah munculnya resistensi dari para manajer atau para karyawan yang terkait terhadap perubahan yang dilakukan oleh perusahaan. Kreitner dan Kinicki (2001) mendefinisikan resistensi terhadap perubahan sebagai suatu reaksi emosional/tingkah laku yang muncul sebagai respon terhadap munculnya ancaman, baik nyata atau imajiner bila terjadi perubahan pada pekerjaan rutin.

Resistensi terhadap perubahan ini dapat muncul dalam berbagai macam bentuk reaksi. Judson (1991) seperti yang dikutip oleh Kreitner dan Kinicki (2000) menggolongkan bentuk-bentuk resistensi terhadap perubahan kedalam 4 kelompok yang semuanya berada dalam sebuah kontinum, sebagai berikut : resistensi aktif (mis : sabotase, memperlambat kerja, dsb-nya), resistensi pasif (mis: bekerja sesedikit mungkin, tidak ingin memperlajari tugas baru, dsb-nya), reaksi yang tidak dapat dibedakan (bekerja hanya berdasarkan perintah, kehilangan minat terhadap pekerjaan, dsb-nya) , dan penerimaan (mis : mau bekerja sama, antusias, dsb-nya). D.1. Mengapa resistensi terhadap perubahan terjadi ? Banyak hal yang menyebabkan terjadinya resistensi terhadap perubahan, seperti yang diungkapkan oleh Robbins (2000) dan Kreitner & Kinicki (2001) berikut ini : a. Kebiasaan Pada dasarnya, manusia adalah mahluk yang hidup dari kebiasaan yang dibangunnya. Kebiasaan ini akan lebih mempermudah manusia untuk menjalankan kehidupannya yang sudah cukup kompleks. Saat dihadapkan pada perubahan, maka manusia akan cenderung untuk enggan melakukan penyesuaian atas kebiasaan yang selama ini ia lakukan Sebagai contoh : seseorang akan cenderung untuk melalui rute perjalan menuju kantor yang biasa dilaluinya setiap hari yang jarak tempuhnya lebih panjang, dibandingkan melalui jalur baru yang belum ia kenal yang jarak tempuhnya lebih pendek. b. Ketakutan terhadap munculnya dampak yang tidak diinginkan Perubahan tak jarang menimbulkan ketidak-pastian, karena perubahan membuat seseorang bergerak dari suatu situasi yang ia ketahui menuju pada situasi yang tidak diketahuinya. Akibatnya orang yang bersangkutan akan merasa takut bahwa dampak perubahan akan merugikan dirinya. c. Faktor-faktor ekonomi Berkurangnya penghasilan, kenaikan gaji yang tidak sesuai harapan, meningkatnya ongkos angkutan, merupakan faktor-faktor ekonomi yang dapat menjadi penyebab munculnya resistensi terhadap perubahan. Bila perubahan memberikan dampak ekonomi yang cukup besar terhadap seseorang, maka dapat diramalkan bahwa resistensi dari orang yang bersangkutan terhadap perubahan akan semakin kuat. d. Tidak adanya kepercayaan dalam situasi kerja Seorang manajer yang membangun hubungan kerja dengan bawahannya atas dasar ketidak-percayaan, akan lebih mungkin menghadapi resistensi dari bawahannya bila ia menggulirkan perubahan. Sementara seorang manajer yang mempercayaai bawahannya akan memperlakukan perubahan sebagai hal yang sifatnya terbuka, jujur dan partisipatif. Di sisi lain, bawahan yang dipercaya oleh atasannya akan mungkin untuk melakukan upaya yang lebih baik dalam menghadapi perubahan dan melihat perubahan sebagai sebuah kesempatan. Hal ini terjadi karena tumbuhnya kepercayaan/ketidak-percayaan dalam hubungan kerja bersifat timbal balik. e. Takut mengalami kegagalan Proses perubahan pada pekerjaan yang bersifat menekan karyawan, akan dapat dapat memunculkan keraguan pada karyawan akan kemampuannya untuk

melakukan pekerjaan dengan baik. Keraguan ini lambat laun akan mengkikis kepercayaan dirinya dan melumpuhkan pertumbuhan dan perkembangan dirinya. f. Hilangnya status atau keamanan kerja Pemanfaatan teknologi atau sistim administrasi yang baru di dalam dunia kerja , pada satu sisi dapat mempercepat proses kerja. Namun pada sisi lainnya akan dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah pekerjaan. Dampak inilah yang dikawatirkan oleh para karyawan bila terjadi perubahan. Buat sebagian besar karyawan hilangnya pekerjaan dapat diartikan sebagai hilangnya status dan juga hilangnya penghasilan. Untuk alasan inilah maka, para karyawan cenderung untuk resisten terhadap perubahan g. Tidak ada manfaat yang diperoleh dari perubahan Seseorang akan melakukan resistensi terhadap perubahan bila yang bersangkutan memperkirakan atau melihat bahwa dirinya tidak akan mendapatkan manfaat bila melakukan perubahan. E. Apa yang harus dilakukan agar proses perubahan berjalan dengan baik ? Agar proses perubahan yang digulirkan di dalam organisasi berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam melakukan perubahan harus dihindari. Menurut hemat penulis ada sejumlah alternatif langkah yang diambil oleh praktisi SDM atau perubahan, sebagai berikut : 1. Merencanakan perubahan dengan baik Sebelum perubahan digulirkan, maka pihak-pihak yang terkait dengan perubahan (misalnya : manajemen puncak, para manajer dan agen perubahan) perlu merencanakannya dengan matang. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : a. Melakukan analisa yang mendalam tentang ada tidaknya kebutuhan untuk melakukan perubahan di dalam organisasi. b. Merumuskan tujuan yang ingin dicapai dari perubahan dan dampak yag mungkin muncul dengan adanya perubahan. c. Mengenali faktor-faktor yang dapat menghambat terjadinya perubahan dan cara mengatasinya. d. Menyusun strategi yang tepat untuk menggulirkan perubahan. e. Mempersiapkan parameter-parameter dan pendekatan-pendekatan yang akan digunakan untuk mengevaluasi perubahan. 2. Menunjuk praktisi perubahan yang mempunyai kemampuan dalam mengelola perubahan Agar perubahan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka orang yang ditunjuk sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan perubahan, haruslah seseorang yang mempunyai pengalaman, ketrampilan dan pengetahuan yang baik dalam aspekaspek yang berkaitan dengan pengelolaan perubahan. Orang yang bersangkutan sebaiknya melengkapi dirinya dengan ilmu perilaku , pengembangan organisasi, teori-teori belajar, teori motivasi dan kepemimpinan. 3. Membekali manajemen puncak di organisasi dengan pengetahuan dan ketrampilan mengenai pengelolaan perubahan

Agar rencana perubahan dapat disusun dengan baik, maka manajemen puncak di organisasi perlu dibekali dengan pengetahuan mengenai pengelolaan perubahan. Mengundang pakar perubahan untuk mendiskusikan mengenai pengelolaan perubahan yang tepat, dapat menjadi salah satu alternatif . Alternatif lainnya adalah dengan mengadakan studi banding ke perusahaan-perusahaan yang telah berhasil mengelola perubahan. 4. Membangun koalisi yang solid diantara pihak-pihak yang terkait dengan perubahan Para pimpinan, baik di tingkat direktur, divisi atau departemen dan para pelaksana perubahan lainnya harus bekerja sama dalam sebuah tim yang solid dalam melaksanakan perubahan ini. Dengan demikian akan dapat meningkatkan dukungan terhadap perubahan yang digulirkan dan mencegah terjadinya resistensi terhadap perubahan. 5. Mengatasi resistensi terhadap perubahan Untuk memastikan bahwa proses perubahan dapat berlagsung sesuai dengan rencana, maka resistensi yang muncul harus dapat diatasi. Berikut ini adalah langkahlangkah yang disarankan oleh Kreitner & Kinicki ( 2001) untuk mengatasi terjadinya resistensi terhadap perubahan (lihat table E.5.1 terlampir)

Perubahan ada 2 jenis I. Perubahan yang Direncanakan


Perubahan yang direncanakan adalah : Usaha sistematik untuk mendesain ulang suatu organisasi dengan cara yang akan membantunya melakukan adaptasi pada perubahan yang terjadi dilingkungan eksternal atau internal . Perubahan ini menyangkut kegiatan-kegiatan yang disengaja untuk mengubah status quo. Thomas dan Bennis mendefinisikan perubahan yang direncanakan sebagai perancangan dan implementasi inovasi srtuktural, kebijaksanaan atau tujuan baru, atau suatu perubahan dalam filsafat, iklim dan gaya pengoperasian secara sengaja. Perubahan yang direncanakan bertujuan untuk menyiapkan seluruh organisasi atau sebagian besar untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan signifikan dalam sasaran dan arah organisasi. Beberapa perusahaan besar, paling sukses dan pantas dihormati merupakan korban dari kesuksesannya sendiri. Selama bertahun-tahun mereka telah membangun struktur organisasi yang amat stabil, birokratis, dan sangat efisien untuk mencapai sasaran tertentu dalam lingkungan tertentu. Pembuatan keputusan yang dilakukan berdasarkan metode tetapi lamban dan ide serta kesempatan baru yang menguntungkan daya saing terikat oleh birokrasi. Pada perkembangannya banyak organisasi yang mencoba melakukan perubahan dengan struktur yang lebih mendatar, yang mendorong kerjasama kelompok dan komunikasi yang lebih cepat. Idenya bahwa dengan struktur yang lebih ramping akan mendorong fleksibilitas, kreatifitas dan inovasi dalam bereaksi terhadap perubahan lingkungan yang terjadi.

Tujuan dari adanya perubahan yang direncanakan yaitu untuk memperbaiki kemampuan organisasi yang ada dalam menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan yang terjadi di lingkungannya dan mengubah perilaku para karyawan dalam perusahaan tersebut.

II.

Perubahan Struktural

Salah satu cara membentuk struktur organisasi adalah dengan membuat disain organisasi (organization design). Disain organisasi sendiri merupakan pembentukan peran (roles), aktifitas pengolahan (process), dan bentuk hubungan formal (formal relationship) dalam suatu organisasi. Didalamnya, ada pengembangan struktur keseluruhan di dalam organisasi baik unit maupun sub-sub unitnya, serta definisi peran dan proses yang lebih detil dalam unit maupun sub unit tersebut. Di dalam pembentukan struktur organisasi itu sendiri, ada beberapa prinsip dasar yang harus dimiliki oleh struktur organisasi tersebut, diantaranya : Struktur organisasi memberi prioritas pada pelanggan kunci (key customer priorities) Struktur tersebut mampu mengurangi dan menghilangkan duplikasi organisasi Struktur menyederhanakan lapisan manajemen di dalam organisasi. Struktur organisasi dapat meningkatkan saluran komunikasi ( channel of communication) di dalam organisasi. Struktur organisasi tersebut memberikan peran, tanggungjawab yang jelas serta memiliki akuntabilitas. Dalam kerangka konsep struktur organisasi banyak dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi antara lain : Visi dan Misi organisasi Strategi Organisasi Model kepemimpinan (leadership model) Kebijakan maupun prosedur Budaya organisasi Faktor eksternal yang mempengaruhi disain struktur organisasi antara lain : Pelanggan Supplier Pemerintah Aturan formal, hukum dan perundangan Teknologi Manajemen Dan stakeholder lainnya (masyarakat, komunitas dll). Kesemua faktor tersebut sangat mempengaruhi proses disain organisasi. Tentunya disain organisasi yang baik akan mempertimbangkan semua faktor tersebut sampai terbentuknya struktur organisasi yang efektif dan efisien

1.

2. 3.

4. 5.

Berdasarkan pendekatan sebuah Model Untuk Mengelola Perubahan Organisasi dari Robbin 1994, dapat dibedakan dalam beberapa komponen perubahan, yaitu: Determinan Yang dapat memprakarsai perubahan struktural tidak dapat dihitung banyaknya. Diantaranya akibat adanya perubahan strategi, besaran, teknologi, lingkungan, atau kekuasaan dapat menjadi sumber perubahan struktural. Salah satunya adalah adanya peraturan pemerintah dengan diberlakukannya undang-undang baru menciptakan kebutuhan untuk mendirikan departemen baru atau mengubah kekuasaan dari departemen yang sekarang. Pemrakarsa Organisasi atau Agen Perubahan Berfungsi sebagai penengah antarakekuatan yang memprakarsai perubahan dengan pilihan dari alternatif strategiintervensi dalam suatu organisasi. Strategi Intervensi Untuk menjelaskan pilihan cara sehingga proses perubahan berlangsung, yang dapat dikategorikan berdasarkan intervensi pada aspek manusia, struktur, teknologi dan prosesorganisasi. Pelaksanaan Hasil Berupa perubahan yangmenimbulkan efek tertentu pada ke-efektifan organisasi. Pada komponen pelaksanaan selanjutnya dapat dibagi menjadi sub komponen:

1) o o o

Proses Perubahan, yang terdiri atas tiga tahap yaitu : Pencairan (unfreezing) status quo. Perpindahan (moving) ke keadaan yang baru. Pembekuan kembali (refreezing) perubahan tersebut agar menjadi permanen.

2) Taktik Implementasi, yang dapat dibedakan menjadi empat taktik yaitu : Pertama, Intervension Yaitu melalui upaya pemberian informasialasan perubahan oleh agen perubahan kepada pihak sasaran. Pelaksanaannyamelalui pembentukan gugus tugas yang tidak memiliki otonomi penuh dalam pengambilan kepurtusan atau rekomendasi karena masih dapat di veto oleh agen perubahan. Kedua, Participation Yaitu dengan cara agen perubahanmendelegasikan keputusan tentang implementasi kepada pihak yang terkenamelalui pembentukan gugus tugas yang memiliki otonomi penuh dalam pengambilan keputusan. Ketiga, Persuasion Yaitu dengan cara melepaskantanggung jawab pengambilan keputusan perubahan kepada para pakar internaldan eksternal organisasi untuk menjual ide-ide mereka.

Keempat, Edict Adalah dengan cara pengambilan keputusan tentang perubahan dlamorganisasi secara sepihak oleh pimpinan organisasi dan menolak segala bentuk partisipasi. Agen perubahan hanya memberitahukan bagaimana bentuk perubahan tersebut melalui memo atau presentasi formal kepada organisasi tersebut.

Model Pengelolaan Perubahan Dalam Organisasi Sumber : Stephen P. Robbin, Teori Organisasi, Struktur, Desain & Apliklasi, 1994 Kekuatan

A. SIFAT DARI PERUBAHAN ORGANISASI

Perubahan organisasi (Organization Change) merupakan modifikasi substantive pada beberapa bagian organisasi. Oleh karena itu, perubahan dapat melibatkan hampir semua aspek dari suatu organisasi seperti jadwal pekerjaan, dasar untuk departementalisasi, rentang manajemen, mesin-mesin, rancangan organisasi, orang-orang di dalam organisasi itu sendiri, dan lain sebagainya. Setiap perubahan yang terjadi dalam organisasi memiliki dampak yang besar bagi organisasi itu sendiri. Dan tentunya perubahan itu diharapkan mampu memberi dampak positif yang membuat organisasi bisa berjalan secara efektif dan efisien. 1. Dorongan Untuk Berubah Adanya permasalahan yang terjadi dalam sebuah organisasi menuntut sebuah perusahaan untuk berubah agar kegagalan yang dihadapi dapat di antisipasi, dorongan untuk berubah di pengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor eksternal organisasi dan faktor internal organisasi. - Dorongan eksternal Dorongan eksternal adalah dorongan untuk berubah yang berasal dari lingkungan umum seperti pertukaran mata uang, tingkat bunga international, inflasi, pesaing, pemasok, dan peraturan pemerintah. - Dorongan internal Dorongan internal adalah dorongan untuk berubah yang berasal dari dalam organisasi itu sendiri, misalnya dari tenaga kerja. 2. Perubahan Terencana Versus Perubahan Reaktif Perubahan terencana (Planned Change) adalah perubahan yang dirancang secara berurutan dan tepat waktu sebagai antisipasi dari peristiwa di masa mendatang. Perubahan reaktif (Reactive Change) adalah perubahan atau respons bertahap terhadap peristiwa ketika muncul. Perubahan reaktif dilakukan dengan cepat sehingga potensi untuk perubahan yang disusun dan dilaksanakan bisa mengakibatkan kebobrokan organisasi meningkat. Itu sebabnya perubahan terencana lebih dominan dalam proses perubahan daripada perubahan reaktif.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan

Setiap perubahan akan memengaruhi siapapun; apakah dia pihak manajemen ataukah anggota organisasi. Perubahan bisa ditanggapi secara positif ataukah negatif bergantung pada jenis dan derajat perubahan itu sendiri. Ditanggapi secara negatif atau dalam bentuk penolakan kalau perubahan yang terjadi dinilai merugikan diri manajemen dan anggota organisasi. Misalnya yang menyangkut penurunan kompensasi, pembatasan karir, dan rasionalisasi anggota organisasi. Sementara kalau perubahan itu terjadi pada inovasi proses perbaikan mutu maka perubahan yang timbul pada manajemen dan anggota organisasi adalah dalam hal pengetahuan, sikap dan ketrampilan mengoperasikan teknologi baru. Kalau itu terjadi pada perubahan motivasi anggota organisasi staf dalam suatu tim kerja maka perubahan yang semestinya terjadi adalah terjadinya perubahan manajemen mutu sumberdaya manusia. Itu semua tanggapan positif atas terjadinya perubahan. Untuk mencapai keberhasilan suatu program perubahan maka setiap orang harus siap dan mampu merubah perilakunya. Hal ini sangat bergantung pada apa yang mempengaruhi perilaku dan apa pula yang mendorong seseorang untuk berubah. Faktorfaktor internal yang diduga mempengaruhi perilaku meliputi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan/keyakinan, lingkungan dan visi organisasi. Sementara faktor-faktor pendorong seseorang untuk berubah adalah kesempatan memperoleh keuntungan nyata atau menghindari terjadinya kerugian pribadi. Beragam Faktor Mempengaruhi Perubahan perilaku dimaksud diuraikan sebagai berikut. (1) Pengetahuan Pengetahuan merupakan unsur pokok bagi setiap anggota organisasi untuk merubah perilakunya dalam mengerjakan sesuatu. Semakin tinggi tingkat pengetahuan anggota organisasi semakin mudah dia untuk mengikuti perubahan sesuai dengan tugasnya. Karena itu pengetahuan ditempatkan secara strategis sebagai salah satu syarat penting bagi kemajuan perilaku anggota organisasi. Anggota organisasi yang hanya menggunakan pengetahuan yang sekedarnya akan semakin tertinggal kinerjanya dibanding anggota organisasi yang selalu menambah pengetahuannya yang baru. (2) Ketrampilan Ketrampilan, baik fisik maupun non-fisik, merupakan kemampuan seseorang yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan baru. Ketrampilan fisik dibutuhkan

untuk pekerjaan-pekerjaan fisik, misalnya mengoperasikan komputer, mesin produksi dsb. Ketrampilan non-fisik dibutuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang sudah jadi. Misalnya kemampuan memimpin rapat, membangun komunikasi, dan mengelola hubungan dengan para pelanggan secara efektif. Jadi disitu terdapat hubungan antara proses dan ketrampilan komunikasi antarpersonal. Ketrampilan lebih sulit untuk diubah atau dikembangkan ketimbang pengetahuan. Perubahan ketrampilan sangat terkait dengan pola perilaku naluri (instink). Proses perubahan respon instink anggota organisasi membutuhkan waktu relatif cukup panjang karena faktor kebiasaan apalagi budaya tidak mudah untuk diubah. Misalnya anggota organisasi yang biasanya bertanya pada anggota organisasi dengan ucapan apa yang manajer inginkan (kurang sopan) sulit untuk segera berubah menjadi ucapanapa yang dapat saya kerjakan untuk manajer atau bolehkah saya membantu manajer (lebih sopan). (3) Kepercayaan Kepercayaan anggota organisasi menentukan sikapnya dalam menggunakan pengetahuan dan ketrampilannya untuk mengerjakan sesuatu. Boleh jadi anggota organisasi diberikan pengetahuan dan ketrampilan baru dengan cara berbeda. Namun hal itu dipengaruhi oleh kepercayaan yang dimilikinya apakah pengetahuan dan ketrampilan yang diterimanya akan berguna atau tidak. Dengan kata lain suatu kepercayaan relatif sulit untuk diubah. Jadi kalau ingin melatih anggota organisasi harus diketahui dahulu kepercayaan yang dimiliki anggota organisasi sekurang-kurangnya tentang aspek persepsi dari kegunaan suatu pelatihan. (4) Lingkungan Suatu lingkungan organisasi mempengaruhi perilaku anggota organisasi apakah melalui pemberian penghargaan atas perilaku yang diinginkan ataukah dengan mengoreksi perilaku yang tidak diinginkan. Lingkungan organisasi seperti keteladanan pimpinan dan model kepemimpinan serta masa depan organisasi yang cerah akan berpengaruh pada derajat dan mutu perubahan perilaku anggota organisasi. Apa yang organisasi berikan pada anggota organisasi dan apa pula yang organisasi dapatkan. Keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh apa yang bisa diberikan organisasi kepada anggota organisasinya. Semakin tinggi kadar insentif yang diberikan semakin efektif terjadinya perubahan

perilaku anggota organisasinya. Sebaliknya organisasi yang tidak efektif atau gagal cenderung akan menciptakan perubahan perilaku yang juga tidak efektif. (5) Tujuan organisasi Tujuan organisasi ditentukan oleh kepercayan kolektif dari para pimpinan organisasi dan ini menciptakan lingkungan tertentu. Selain itu tujuan merupakan turunan dari visi masa depan dan sistem nilai organisasi. Pemimpin organisasi yang memiliki visi dan tujuan yang jelas akan menciptakan lingkungan yang mendorong perilaku produktif. Sebaliknya hanya akan menciptakan kebingungan di kalangan anggota organisasi. Kombinasi dari lima faktor di atas menentukan keefektifan suatu perubahan perilaku anggota organisasi. Dengan pengembangan pengetahuan yang ada anggota organisasi semakin mengetahui atau memahami apa yang dibutuhkan untuk mampu mengerjakan pekerjaannya. Ketrampilan dalam bentuk kemampuan fisik dan non-fisik dibutuhkan agar anggota organisasi mampu mengerjakan pekerjaan yang baru. Kepercayaan menentukan apakah anggota organisasi akan menggunakan ketrampilan dan teknik barunya dalam praktek. Sementara lingkungan organisasi akan menciptakan tujuan organisasi dalam merumuskan standar apa yang bisa diterimanya. Tujuan organisasi itu sendiri ditentukan oleh visi organisasi dan dapat menciptakan lingkungan baru. Selain itu bisa jadi faktor pengaruh menguatnya kecerdasan emosional dan spiritual dari anggota organisasi akan membantu organisasi lebih siap dalam mengelola perubahan. Pelaku Perubahan Setidak-tidaknya ada tiga pelaku perubahan yang bisa berperan dalam setiap proses perubahan, diantaranya adalah: 1. 2. Para pelaku perubahan dengan kekuasaan resmi (legitimacy of change) adalah mereka yang memiliki kekuasaan yang diakui secara formal dan dianggap sah. Para pendorong dan penganjur timbulnya perubahan ( instigators of change) adalah mereka yang memandang perlunya perubahan karena telah membandingkan dan melihat sesuatu yang baik di tempat lain, seperti mereka yang baru kembali dari studi banding. 3. Para fasilitator perubahan (facilitator of change) adalah mereka yang memiliki kewibawaan dan diakui serta dikenal sebagai pemimpin informal yang memudahkan serta melicinkan proses timbulnya perubahan.

Para pelaku perubahan tersebut diatas memiliki karakteristik dan cirri-ciri sebagai berikut : 1. Memiliki pemikiran dan ide inovatif, bersemangat dan berani. 2. 3. 4. Selalu mencari hal-hal baru yang menantang dengan mempertimbangkan resiko yang tidak terlalu tinggi. Ingin selalu melihat organisasi, masyarakat atau institusinya berkembang maju dan memilii loyalitas yang tinggi serta komitmen yang kuat Pandai berorganisasi, cerdik dalam berpolitik, mengerti sistem kekuasaan serta batasbatas perubahan yang ingin dilakukan tetapi tidak terkalahkan oleh rintangan dan keterbatasan yang ada. 5. Dapat menjadi anggota dan pemain tim yang efektif serta gampang dan senang berkawan. Masalah dalam Perubahan Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif. Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah penolakan atas perubahan itu sendiri. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya. Untuk keperluan analitis, dapat dikategorikan sumber penolakan atas perubahan, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional.

a.

Penolakan individual Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan. Penolakan individual dapat terjadi karena halhal dibawah ini :

1. Kebiasaan. Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulangulang sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman, menyenangkan. Bangun pukul 5 pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV, dan tidur pukul 10 malam. Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan sehari-hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri, yaitu penolakan. 2. Rasa aman. Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun besar. Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai. 3. Faktor ekonomi. Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal menurun-nya pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan upah lembur. 4. Takut akan sesuatu yang tidak diketahui. Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul ketidak pastian dan keraguraguan. Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah perubahan belum pasti, maka orang akan cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak perubahan. 5. Persepsi. Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh masyarakat, karena banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran agama, sehingga menimbulkan sikap negatif. b. Penolakan Organisasional Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan. Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenal-kan doktrin keterbukaan dalam menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Begitu

pula sebagian besar organisasi bisnis. Terdapat enam sumber penolakan atas perubahan yaitu: 1. Inersia struktural. Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasil- kan stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas terganggu. 2. Fokus perubahan berdampak luas. Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian dubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar. 3. Inersia kelompok kerja. Walau ketika individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi untuk menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, walau sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual menjadi lemah. 4. Ancaman terhadap keahlian. Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian kelompok kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain, mengancam kedudukan para juru gambar. 5. Ancaman terhadap hubungan kekuasaan yang telah mapan. Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah. 6. Ancaman terhadap alokasi sumberdaya. Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai ancaman bagi mereka. Apakah perubahan akan mengurangi anggaran atau pegawai kelompok kerjanya?. Strategi Mengatasi Penolakan Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan yaitu: 1. Pendidikan dan Komunikasi. Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam

berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya. 2. Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan 3. Memberikan kemudahan dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan. 4. Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihakpihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka 5. Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan. 6. Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan.

Anda mungkin juga menyukai