Anda di halaman 1dari 9

03. 14.

HUKUM KESEHATAN

Definisi
Hukum yang berbicara tentang kesehatan yang mengandung beberapa aspek, yaitu:
1. aspek kesehatan lingkungan
2. aspek kesehatan ilmiah
3. aspek yang berhubungan dengan apotek
4. aspek yang berhubungan dengan rumah sakit
5. aspek yang berhubungan dengan dokter
6. aspek yang berhubungan dengan pasien
7. aspek yang berhubungan dengan gizi
8. aspek yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan kerja
9. dsb
Definisi hukum kesehatan diatas mengandung arti hukum kesehatan yang luas. Banyak aspek
diatas terdapat dalam UU kesehatan No.23 tahun 1992

Hukum kesehatan dalam arti sempit (hukum kedokteran) hanya mengambil 2 aspek di dalam UU
kesehatan No.23 tahun 1992, yaitu:
1. aspek yang berhubungan dengan dokter
2. aspek yang berhubungan dengan pasien

Hubungan hukum antara 2 aspek diatas, meliputi:


1. hubungan hukum dokter pasien (ada/tidak ada)
2. transaksi terapeutik (hak dan kewajiban)
3. tindakan medis
4. persetujuan tindakan medis
5. standar profesi medis
6. kegagalan pelayanan medis (kecelakaan dan diluar kesalahan dokter)
7. maalpraktek (pertanggungjawaban dokter dan rumah sakit)
8. rekam medik
9. euthanasia
10. abortus
11. transplantasi
12. berakhirnya hubungan hukum antara dokter dan pasien

Hukum kesehatan dibangun atas 2 dasar:


1. hak atas layanan kesehatan (the right of health care)
Hak yang dimiliki oleh setiap orang yang membawa konsekuensi adanya kewajiban di
pihak lain (negara = pemerintah + masyarakat) untuk menyelenggarakan layanan kesehatan.
Bagi kita hak dasar itu terdapat dalam UUD 1945 yang diimplementasikan melalui GBHN
dan UU kesehatan No.23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. hak untuk menentukan nasib sendiri (the right of self determination)
Hubungan antara pemberi layanan kesehatan (health sevice) dan penerima layanan
kesehatan (health service provider) tidak bersifat otonom melainkan hubungan yang
partnership
Artinya keputusan untuk melakukan tindakan medis tertentu tidak semata2 diserahkan pada
pemberi layanan kesehatan
Bentuk partisipasinya antara lain diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.585 tahun
1989 tentang persetujuan tindakan medis

Aspek hukum yang berkaitan dengan hukum kesehatan:


1. hukum perdata
a. kontrak terapeutik
b. inspaaning dan resultaat verbirtenis
c. perbuatan melawan hukum

1
d. ganti rugi
e. maalpraktek perdata
2. hukum pidana
a. maalpraktek pidana
b. pertanggungjawaban dokter
c. abortus
d. euthanasia
3. hukum administrasi negara
a. izin praktek dokter
b. izin pendirian rumah sakit
c. rekam medik
d. standar profesi
4. hukum internasional
a. putusan pengadilan asing tentang maalpraktek
b. konvensi2 WHO tentang penyelenggaraan layanan kesehatan

Mengapa kita belajar hukum kesehatan?


1. etika
Hubungan antara dokter dan pasien dilandasi dengan kode etik kedokteran yang terdapat
dalam kode etik kedokteran tetapi pelanggaran terhadap etika/kode etik kedokteran tidak
bisa diselesaikan lewat hakim tetapi diselesaikan oleh mahkamah kode etik kedokteran
Indonesia
2. hukum
Jika terjadi pelanggaran kode etik maka perlindungan hukum terhadap pasien tidak kuat,
maka diperlukan hukum yang khusus yang mengatur hubungan hukum antara dokter dan
pasien, yaitu hukum kedokteran atau hukum kesehatan dalam arti sempit untuk melindungi
dokter

Contoh:
a. perlindungan dokter
Gugatan pasien yang gagal yang menyebabkan makin berat penderitaan
pasiennya/makin panjang penderitaannya/menyebabkan pasien meninggal
b. perlindungan pasien
Pasien menerima tindakan medis dibawah standar profesi. Apabila terjadi kegagalan,
pasien berhak menggugat baik secara pidana maupun perdata

Hubungan dokter dan pasien terdiri dari:


1. bukan hubungan hukum
Hubungan dokter dan pasien tidak ada suatu perjanjian yang mendahuluinya
Contoh:
Dirumah makan nanya resep (bertemu tanpa disengaja)
2. hubungan hukum
Hubungan dokter dan pasien yang diawali dengan transaksi terapeutik

Transaksi terapeutik
1. dokter akan melakukan anamnese (dokter mengobservasi dan pasien mengeluh)
2. dokter akan melakukan tindakan medis
a. dokter akan melakukan diagnosa
b. dokter akan melakukan terapi
Sejak ada proses anamnese maka dapat dikatakan telah terjadi “transaksi terapeutik”

Transaksi terapeutik
Kesanggupan dokter untuk melakukan tindakan medis yang sebelumnya dilakukan dengan
anamnese

2
1. pasien
Menyerahkan/menyetujui tindakan medis
2. dokter
Sanggup melakukan tindakan medis

Menurut hukum
Perikatan antara dokter dan pasien dapat dikelompokkan dalam:
1. perikatan ikhtiar (inspaaning verbintenis)
2. perikatan purna hasil (resultant verbintenis)

Dan dalam hal2 tertentu ada perbuatan dokter yang masuk dalam kategori zaakwarneming
(perwakilan sukarela)
3. dalam hal2 lain

Secara hukum setelah ada transaksi terapeutik maka bagaimana perikatan antara dokter dan pasien
dalam kerangka tindakan medis?
1. sesungguhnya semua merupakan perikatan ikhtiar (inspaaning verbintenis)
Dokter akan melakukan upaya yang sungguh2, berikhtiar untuk menyembuhkan/
mengurangi penderitaan/memperendah penderitaan pasien dengan standar profesi yang
dimilikinya
2. kecuali tindakan transaksi terapeutik tidak merupakan perikatan purna hasil (resultant
verbintenis)
Merupakan prestasi yang harus dipenuhi oleh dokter sesuai dengan apa yang semula telah di
perjanjikan
Contoh:
Dokter gigi yang harus menggantikan gigi pasien dimana ukuran, model, warna,
bahan, dan sebagainya telah diperjanjikan sebelumnya
3. dalam hal2 yang sangat khusus ada yang disebut zaakwarneming

Sebelum dokter melakukan tindakan medis maka diperlukan adanya “persetujuan tindakan
medis/informed consent”

Hubungan dokter dan pasien bersifat otonom, yaitu;


Semua tergantung dokter, keputusan ada ditangan dokter, pasien hanya pasrah, menyerahkan
tindakan medis sepenuhnya kepada dokter

Faktor yang mendorong berubahnya hubungan antara dokter dan pasien yang bersifat otonom:
1. berkembangnya kesadaran pasien akan hak2nya, hal ini sebagai implementasi dari hak
untuk menentukan nasib sendiri
2. dokter yang sadar bahwa penyembuhan penyakit memerlukan kerjasama pasien
3. kepercayaan kepada dokter tidak lagi menjadi mutlak karena dalam proses penyembuhan
penyakit, dokter banyak dibantu dengan alat2 kedokteran
Dari ketiga faktor diatas dapat menimbulkan pergeseran yang semula hubungan antara dokter dan
pasien bersifat otonom menjadi bersifat partnership, yaitu:
Pasien diajak bekerjasama bagi penyembuhan penyakitnya

Persetujuan tindakan medis (informed consent)


Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.585 tahun 1989, informasi tentang persetujuan tindakan
medis meliputi keuntungan dan kerugian dari tindakan2 medis

Menurut prof. Leinen, hal2 yang perlu diperhatikan dari dokter kepada pasien untuk mendapat
persetujuan adalah meliputi hal2 sebagai berikut:

3
1. diagnosa
2. terapi
3. tentang cara kerja dan pengalaman dokter
4. risiko
5. kemungkinan perasaan sakit
6. keuntungan terapi
7. prognase (kemungkinan menjalarnya suatu penyakit)

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.585 tahun 1989 Pasal 2 (1)


Persetujuan tindakan medis dari pasien mutlak/harus ada, kecuali:
1. anak dibawah umur
2. orang dibawah pengampuan
3. pasien yang datang dalam keadaan tidak dapat memberi persetujuan, misalnya pingsan
dapat menimbulkan:
a. live saving
b. teori fictie
c. zaakwarneming
Contoh:
Doktrin
Diusahakan semaksimal mungkin bahwa anak dibawah umurpun memberi
persetujuan tindakan medis dalam hal tidak berhasil persetujuan diberi oleh orang
tua/wali

Yang memberi informasi tentang keuntungan dan kerugian tindakan medis adalah:
1. dokter
Yang berupa tindakan medis yang akan dilaksanakan bersifat invatif
2. orang lain, yaitu perawat atas pengetahuan dan tanggungjawab dokter
Tindakan medis yang akan dilaksanakan tidak bersifat invatif (tindakan yang secara
langsung dapat mempengaruhi jaringan/organ tubuh pasien) serta melakukan tindakan
invatif

Apakah semua informasi harus diberikan?


1. harus
Harus menerangkan keuntungan, kerugian, diagnosa, alternatif, prognose, cara kerja dll,
termasuk kemungkinan perluasan/pelebaran operasi
2. tidak harus (subyektif), dalam hal:
a. pasien tidak bisa menerima informasi (pingsan dan tidak ada keluarga)
b. informasi itu diberikan akan menyebabkan kondisi pasien akan bertambah buruk

Pasien memberi persetujuan setelah dokter memberi informasi

Kapan dokter memerlukan persetujuan pasien?


1. diagnosa (sudah harus meminta persetujuan)
Dalam hal diagnosa, walaupun tindakan tidak invatif, tetapi dalam hal dokter memasukkan
kedalam tubuh pasien peralatan kedokteran, walaupun secara medis tidak mengganggu
kesehatan pasien, tetapi barangkali secara psikis pasien akan terganggu jadi wajib bagi
dokter untuk meminta persetujuan tindakan saat dilakukan tindakan diagnosa tersebut
2. terapi (sudah pasti diperlukan persetujuan)

Cara pasien memberi persetujuan:


1. diam2/perbuatan tertentu
2. lisan/tulisan/nyata2
Untuk tindakan medis yang berat yang berupa tindakan invatif maka dokter memerlukan
persetujuan tertulis

4
Yang memberi persutujuan:
1. pasien
2. pihak keluarga (sedarah/semenda)
3. pengampu/wali

Jika pasien tidak bisa memberi persetujuan (pasien pingsan) sementara pihak lain tidak ada maka
dicari jalan keluarnya, yaitu dokter tidak harus meminta persetujuan dalam melakukan tindakan
medis, namun demikian untuk melindungi dokter dan pasien, hukum memberi alternatif jalan
keluar, yaitu:
1. asas live saving (menyelamatkan jiwa pasien)
Dalam melakukan tindakan medis dokter akan menyelamatkan jiwa pasien
2. asas fictie
Anggapan bahwa secara diam2 pasien menyetujui tindakan medis yang dilakukan dokter
(setelah pasien sadar dari pingsan dokter meminta persetujuan pasien)
3. asas zaakwarneming
Mewakili urusan/kepentingan orang lain secara sukarela dengan cara mengurus pasien itu
sampai tuntas dengan sebaik2nya dengan ukuran standar profesi medis

Standar profesi medis diperlukan apabila setelah pasien dapat memberi persetujuan ia akan
menggunakan haknya untuk meminta pendapat dari dokter lain (second opinion)

Rekam Medis (medical record)


Pasal 1 hal 44
Berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan baik swasta atau
pemerintah

Guna/fungsi rekam medis


1. Sebagai bukti dalam perkara hukum (pasal 14 Peraturan Menteri Kesehatan) yakni sebagai
bukti otentik karena dibuat dalam bentuk akta yang dibuat atau ditandatangani oleh orang
yang berwenang yakni dokter

Bukti otentik menurut hukum pidana (Pasal 184 Sub 3 C KUHP) dan hukum perdata (HIR)
adalah bukti surat
2. agar tidak salah paham dengan pihak ketiga membuat catatan kecil tentang:
a. kunjungan dokter
b. lama menginap
c. obat yang diberikan

Guna yang lebih luas:


1. alat komunikasi antara dokter dengan ahli lainnya
2. dasar perencanaan peralatan pasien
3. alat bukti bahwa terhadap pasien telah dilakukan perawatan
4. dasar analisa, studi dan evaluasi terhadap mutu pelayanan dokter atau rumah sakit kepada
pasien
5. membantu melindungi interest hukum (bisa berupa gugatan/tuntutan pidana) baik kepada
pasien, dokter, maupun rumah sakit
6. merupakan informasi data klinis untuk kepentingan riset dan pendidikan
7. memberi informasi kepada pihak ketiga
8. sarana untuk membuat keijakan dan perencanaan baik medis maupun non medis bagi
peningkatan pelayanan kesehatan dimasa mendatang

Rekam medis dalam menjalankan/benar2 berfungsi/berguna, maka harus mempunyai nilai:


1. administratif value
Rumah sakit dan dokter

5
2. legal value
Berkaitan dengan interest hukum dibuat menurut standar akta yang dibuat dan
ditandatangani oleh dokter
3. financial and fiscal value (nilai pajak dan piskal)
Dokter/rumah sakit memperhitungkan biaya perawatan berdasarkan pada rekam medis
4. research value
Kepentingan penelitian
5. Education value
Nilai pendidikan
6. Documentary value
Nilai dokumentasi karena akan disimpan

Kegagalan pelayanan medis


1. bukan maalpraktek
Secara hukum dokter tidak bertanggungjawab

Dibagi kedalam:
a. overmacht
Keadaan/peristiwa yang sebelumnya tidak diduga2 oleh debitur (dokter) akan tetapi
ternyata terjadi/muncul dan itu menyebabkan ddebitur (dokter) tidak bisa atau
terhalang memenuhi/melaksanakan prestasi (tindakan medis)

Macam2 overmacht:
1. semenatra waktu (listrik mati, dokter sakit)
2. permanen (gempa bumi yang menghancurkan rumah sakit, dokter mati)
3. menghapuskan pertanggungjawaban
4. absolut (mati)
5. relatif (dokter sakit)
b. keadaan darurat
1. perbenturan antara 2 kepentingan hukum
2. perbenturan antara 2 kewajiban hukum
3. perbenturan antara kepentingan dan kewajiban hukum

1. kepentingan hukum
Hal2 yang harus dilindungi oleh hukum
2. kewajiban hukum
Apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan seperti yang telah
diperintahkan/dilarang oleh hukum

2. maalpraktek medis (medical maalpraktek)


Tindakan yang salah oleh dokter pada waktu menjalankan praktek yang menyebabkan
kerusakan/kerugian bagi kesehatan/kehidupan pasien serta menggunakan keahlian
kedokteran untuk kepentingan pribadi
Secara hukum dokter harus bertanggungjawab

Dibagi kedalam:
a. sifatnya perdata
Ciri2:
1. ada perikatan antara dokter dan pasien dalam bentuk transaksi terapeutik
2. penyimpangan dari standar profesi
3. kealpaan yang ringan (culva levis)
4. kerugian, baik materil maupun inmateril
5. hubungan kausalitas antara tindakan medis dan akibat yang muncul
b. sifatnya pidana
Ciri2:

6
1. ada perikatan antara dokter dan pasien
2. penyimpangan dari standar profesi
3. kesalahan berat (kesengajaan + alpa berat (culva lata))
4. kerugian
a. materil (yang dinilai dengan uang)
b. inmateril (mati + luka/penderitaan makin berat/makin panjang)
5. kausalitas
c. sifatnya etika
Pelanggaran kode etik kedokteran seluruh Indonesia

Kesalahan
1. kesengajaan
a. hukum perdata
Pelaku sudah pasti mengetahui akibat dari perbuatan yang akan muncul akan tetapi
pengetahuannya tidak menghalangi untuk tidak berbuat
b. hukum pidana
1. menghendaki (willen) perbuatan
2. mengetahui (witten) akibatnya
2. kealpaan
a. hukum perdata
Pelaku mungkin mengetahui akibat yang akan timbul akan tetapi kemungkinan itu
tidak menghalanginya untuk berbuat
b. hukum pidana
Sembrono, kurang penduga2an, kurang penghati2an

Prosedur pertanggungjawaban

PERISTIWA

Peradilan komplementer IDI/Peradilan Profesi

Perdata - Overmacht Pidana


- Keadaan Darurat
- Standar Profesi

Gugatan Tuntutan Pidana

Sanksi Perdata - Sanksi Pidana


- Sanksi Administrasi
- Sanksi Teguran
- Keluar dari IDI
- Dicabut Izinnya

Ganti Rugi Ganti Rugi Ganti Rugi

Dalam berbagai literatur dijumpai berbagai penggolongan jenis aborsi. Untuk memudahkan
analisis kita maka dalam konteks hukum kesehatan, aborsi digolongkan dalam 2 kategori, yaitu:
1. yang sifatnya spontan
2. terjadi karena campur tangan manusia (provokatus)

7
a. abortus provokatus medicalis/mecinalis
Dilakukan semata2 untuk alasan medis
b. abortus provokatus criminalis
Dilakukan bukan semata2 untuk alasan medis

Abortus provokatus, terutama yang sifatnya criminalis merupakan salah satu dari bentuk
maalpraktek seperti dalam pasal 90 KUHP bahwa yang dimaksud luka berat (yang merupakan
salah satu dari bentuk kerugian karena maalpraktek) adalah gugurnya janin didalam kandungan.
Dalam kerangka maalpraktek tentu gugurnya janin merupakan abortus provokatus criminalis
namun apabila dilihat secara umum keluarnya janin dalam kandungan bisa disebabkan karena:
1. proses persalinan (partus)
2. proses pengguguran (abortus)

Kedua istilah itu tidak diintrodusir oleh UU kesehatan. Pasal 15 ayat (1) UU kesehatan hanya
menggunakan istilah tindakan medis tertentu oleh karena kebiasaan penjelasan maka tindakan
medis tertentu dalam pasal 15 ayat (1) harus diberikan pengertian sebagai partus dan abortus.
Selanjutnya pasal 15 ayat (1) ingin juga mengintrodusir tindakan medis tertentu yang tidak bersifat
melawan hukum

Ada 2 syarat yang diminta oleh UU kesehatan, yaitu:


1. partus/abortus dilakukan dalam keadaan darurat
2. partus/abortus dilakukan untuk kepentingan ibu hamil/janinnya

Pasal 15 ayat (2)


Berisi syarat2 yang harus dipenuhi dalam hal akan dilakukannya tindakan medis tertentu (partus +
abortus seperti dalam pasal 15 ayat (1)), syarat tersebut adalah:
1. berdasarkan indikasi tindakan medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut
2. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ahli dan berwenang berdasarkan standar profesi
3. dengan persetujuan ibu hamil/suami/keluarganya
4. pada sarana kesehatan tertentu bersifat imperatif (keharusan)

Abortus provokatus criminalis adalah perbuatan melawan hukum, artinya:


Secara formal UU telah melarangnya dan secara materil perbuatan tersebut tidak patut dilakukan
karena perbuatan tersebut secara formal maupun materil melawan hukum maka dalam bahasa
hukum abortus provokatus criminalis merupakan suatu tindakan pidana sehingga karenanya
terhadap pelaku dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pidana pula

Pertanggungjawaban yang diminta pada pelaku tersebut dapat didasarkan pada 2 alternatif, yaitu:
1. pasal 80 UU No.23 tahun 1992
a. kelebihan
1. relatif baru
2. ancaman pidana relatif berat, yaitu ancaman pidana 15 tahun dan denda Rp.
500 juta
Artinya dari sisi penyerahan lebih banyak kemungkinannya
b. kelemahan
Hanya menyebut tindakan medis tertentu
Artinya kita tidak tahu apakah yang dimaksud abortus atau partus atau keduanya
2. pasal 346 KUHP
a. kelebihan
Penyebutan kualifikasi tindak pidananya lebih menguntungkan karena pengguguran
kandungan dirumuskan secara eksplisit
b. kelemahan
Ancaman sanksi pidana relatif lebih ringan, yaitu maksimal 4 tahun

8
Dalam hukum berlaku asas hukum yang khusus mengenyampingkan hukum yang umum, hukum
yang baru mengenyampingkan hukum yang lama, artinya bahwa dari sisi asas hukum terhadap
perkara aborsi terjadi
Setelah diundangkannya UU No.23 tahun 1992 maka berlakulah pasal 80 karena UU kesehatan
adalah hukum yang khusus sedangkan KUHP adalah hukum yang umum dan UU kesehatan adalah
hukum yang baru dan KUHP adalah hukum yang lama
Oleh karena kita menggunakan pasal 80, maka penyatuan pidananya pun mengikuti keseluruhan
unsur dan ancaman sanksi yang terdapat pada pasal 80. Keseluruhan yang telah kita bicarakan
diatas adalah kajian abortus secara normatif artinya menurut das sollen:
Apabila terjadi abortus, seluruh peraturan harus ditaati
Yang melakukan aborsi yaitu mereka yang ada dalam ikatan keluarga sebagian kecil 30% yang
melakukan aborsi yaitu mereka yang berada di luar nikah

Alasan melakukan aborsi:


1. alasan medis
2. alasan kegagalan berKB
3. alasan lain, yaitu kehadiran bayi yang tidak dikehendaki
4. alasan kemiskinan

Politik hukum pemerintah terhadap aborsi


Politik hukum disini, yaitu kebijakan hukum terhadap masalah aborsi, terhadap masalah ini
pemerintah tidak bersikap tegas karena dibidang kependudukan, pemerintah dihadapkan pada
persoalan yang dilematis. Disatu sisi kenyataan bahwa penduduk Indonesia sangatlah banyak,
disisi lain pemerintah dalam bidang kependudukan juga ingin menekan jumlah penduduk yang
besar sehingga dikeluarkanlah berbagai kebijakan seperti KB

Pandangan para aparat penegak hukum


Aparat penegak hukum dalam melihat tindak aborsi dalam membuat tuntutannya melihat beberapa
aspek, seperti: niat dan partisipasi korban, ada atau tidak adanya korban

Hakim
Karena dakwaan dan tuntutan hukuman yang dibuat oleh jaksa relatif rendah, maka hakim akan
memutuskan putusan yang rendah pula. Putusan yang rendah tidak akan membawa efek
penyelesaian baik secara individu maupun secara umum.

1. secara individu
Orang yang membantu melakukan aborsi tidak semakin takut
2. secara umum
Orang yang melakukan aborsi juga tidak akan semakin takut malahan besar kemungkinan
akan muncul residivis2 pelaku aborsi mengingat pidana yang dijatuhkan relatif sangat
rendah

Contoh:
a. 0% dari korban
Suami/istri melakukan aborsi
Atas permintaan suami/istri bukan dukun sehingga ada korban yang jatuh
b. 100% dari korban
Dukun dan pasien telah bersedia untuk melakukan pengguguran

Anda mungkin juga menyukai