PENDAHULUAN
Film merupakan salah satu sebuah karya dari manusia yang begitu sangat
populer dari dulu hingga sekarang, bahkan film sudah ada sejak sebelum Perang
Dunia I, namun kala itu masih menggunakan format hitam putih dan tidak ada
dialog antar tokoh atau disebut silent film. Bahkan film merupakan contoh dari
komunikasi massa, yang dimana film tidak hanya menampilkan sebuah hiburan
(entertain) bahkan film bisa dapat menampilkan sebuah pendidikan (education).
Saat ini sudah banyak film yang dikeluarkan oleh produsen – produsen yang
berurusan dengan film, yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Film
merupakan salah satu komunikasi massa (Mcquail, 2011). Sebuah film hidup dari
bentukan teknologi rekaman gambar dan suara, dan termasuk ada di dalamnya
berbagai unsur kesenian seperti sastra, teater, seni rupa, dan juga musik
(Wikipedia, 2017).
1
Definisi film berbeda di setiap negara; di Perancis ada pembedaan antara
film dan sinema.“Filmis” berarti berhubungan dengan film dan dunia sekitarnya,
misalnya sosial politik dan kebudayaan. Sedangkan di Yunani film dikenal
dengan istilah cinema, yang merupakan singkatan dari cinematograph (nama
kamera dari Lumiere bersaudara). Cinemathographie secara harfiah berarti
cinema (gerak), tho atau phytos adalah cahaya, sedangkan graphie berarti tulisan
atau gambar.Jadi, yang dimaksud cinemathographie adalah melukis gerak dengan
cahaya. Ada juga istilah lain yang berasal dari bahasa Inggris, yaitu movies;
berasal dari kata move, yang berarti gambar bergerak atau gambar hidup (Vera,
2014).
Film gangster atau juga sering disebut “Mafia Film” atau “Mob Film”
merupakan salah satu genre besar yang telah populer sejak lama. Film gangster
umumnya berkisah bagaimana sebuah kelompok kriminal memperbesar
kekuasaan dan memperluas wilayah operasinya. Para gangster beroperasi diluar
sistem hukum dimana mencuri, memeras, hingga membunuh menjadi bagian dari
hidup mereka. Film gangster sering kali melibatkan bos kriminal yang berwatak
amoral, kejam, dan brutal dalam menyingkirkan gangster pesaingnya atau sistem
hukum yang menghalangi mereka. Kekuatan film gangster sering kali tampak
pada kekuatan akting dari para aktornya yang bertampang keras dan dingin.
Rivalitas antar kelompok gangster biasanya memperlihatkan adegan-adegan aksi
kekerasan brutal tidak manusiawi yang penuh darah. Adegan-adegan aksi sadis
dan brutal biasanya ditampilkan secara eksplisit dengan senjata-senjata khas
seperti senapan mesin “tommy gun”, tongkat pemukul, bom mobil, dan lainnya.
2
seperti, jalanan, bar, klab malam, rumah judi, tempat prostitusi yang menjadi
tempat favorit berkumpulnya para gangster. Cerita film gangster biasanya tidak
lepas dari bisnis barang ilegal seperti minuman keras, narkotika, senjata api, dan
lainnya.
Film ini mempunyai durasi sekitar 2 jam 55 menit atau 175 menit dan di
sutradarai oleh Francis Ford Coppola, dan dirilis pada tahun 1972 di Indonesia
hampir sudah memiliki bioskop untuk menayangkan film tersebut. Di Amerika
3
Serikat sendiri memberi rating “R” atau “Restricted” yang dikata lain, film
tersebut hanya diperbolehkan khusus dewasa. (filmratings.com)
4
macho. Namun maskulin juga dapat diidentifikasikan dengan pria menggunakan
jas (maskulin) supaya terlihat lebih gagah.
Adapun tujuan penelitian yang peneliti capai dari penelitian ini ialah ingin
mendeskripsikan maskulinitas dalam film The Godfather karya Francis Ford
Coppola menggunakan analisis semiotika komunikasi Charles Sanders Peirce.
5
1.5 Signifikasi Penelitian
1) Akademis
2) Praktis
Untuk memberikan sistematika penelitian yang jelas, maka pada skripsi ini
peneliti mencoba menguraikan isi kajian penelitian. Adapun sistematika penelitian
sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini peneliti menjelaskan secara rinci mengenai beberapa tinjauan
pustaka atau peneliti terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti. Juga menjelaskan teori yang nantinya akan digunakan
sebagai landasan penelitian. Tidak lupa juga menjelaskan teori yang berdasarkan
dari penelitian dan pendapat ahli teori tersebut.
6
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini peneliti akan menjelaskan tentang metode peneltian yang
akan peneliti gunakan, seperti paradigma penelitian, cara teknik mengumpulkan
dan bagaimana prosedur cara peneliti dalam menganalisis data tersebut.
Pada bab ini peneliti akan menjelaskan tentang penyajian data dan
pembahasan tentang maskulinitas dalam film The Godfather dengan cara
menggunakan analisis semiotika komunikasi Charles Sanders Peirce.
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang peneliti akan menjabarkan mengenai
kesimpulan dan juga saran dari penelitian yang sudah peneliti lakukan.
7
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
Hegemoni
Maskulinitas Dalam
Iklan Minuman Iklan
Berenergi (Analisis Minuman
Semiotika TVC Extra Berenergi Maskulinitas Analisis
2 Joss dan Kuku Bima (Extra Joss (Paradigma Semiotika
Ener-G), (2011) – I dan Kuku Kritis) Roland Barthes
Nyoman Winata, Bima Ener-
Universitas G)
Diponegoro,
Semarang
Maskulinitas Pada
Iklan Televisi
Iklan Produk
(Analisis Semiotik
Khusus Pria:
Iklan Produk Khusus Maskulinitas
Extra Joss, Analisis
Pria: Extra Joss, (Paradigma
3 Surya Pro Semiotika
Surya Pro Mild, dan Critical
Mild, dan Roland Barthes
Vaseline Men contrutionism)
Vaseline Men
Moisturiser), (2012) –
Moisturiser
Rosalina, Universitas
Indonesia, Depok
Representasi
Maskulinitas Dalam
Film Legend No. 17 Analisis
Karya Nikolai Film Legend Semiotika
Maskulinitas
Lebedev: Sebuah No. 17 Karya Roland Barthes
4 (Paradigma
Kajian Semiotika, Nikolai dan Semiotika
Deskriptif)
(2014) – Anniesa Lebedev Charles Sanders
Fithiriana, Peirce
Universitas
Indonesia, Depok
Maskulinitas Dalam
Film The Godfather
(Analisis Semiotika Film The
Analisis
Komunikasi Charles Godfather Maskulinitas
Semiotika
5 Sanders Peirce), Karya (Paradigma
Charles Sanders
(2017) – Felix Francis Ford Konstruktivisme)
Peirce
Kencana, Universitas Coppola
Pembangunan Jaya,
Tangerang Selatan
10
Tabel 2.1 Menjabarkan peneliti terdahulu yang fokus penelitian sejenis dengan
penelitian yang akan peneliti lakukan. Sumber: Dokumen Peneliti
Dari hasil beberapa jurnal, skripsi dan tesis rujukan maka hasil yang
pertama ialah mengenai penelitian dengan judul Representasi Maskulinitas Dalam
Iklan Produk Perawatan Tubuh Untuk Laki – Laki (Analisis Semiotika Iklan Clear
Men Sampo Versi Rain dan L’oreal Men Expert Versi Matthew Fox), karya
Febriyanti tahun 2011. Penelitian ini merepresentasikan
(1) No sissy stuff, di mana laki - laki tidak boleh tampil feminin dan laki -
laki sangat dianjurkan untuk tidak mengurusi hal yang berkaitan dengan
femininitas,
(2) Be a Big Wheel, maskulinitas juga diukur dari kekuasaan atau kekuatan
yang dimiliki, tingkat kesuksesan, tingkat kesejahteraan, dan status yang dimiliki,
(3) Give ‘em Hell, mengacu pada sikap dan aura laki - laki yang berani dan
agresif, dimana setiap laki - laki maskulin berani menambil resiko.
11
menyebarkannya melalui media massa. Maskulinitas di representasikan melalui
proses mitologisasi,dimana maskulinitas adalah kesempurnaan manusia sehingga
menjadi kekuatan yang dominan diatas kekuatan lainnya yakni femininitas.
12
analisis semiotika yang dikembangkan oleh Charles Sanders Peirce dan
menggunakan metode penelitian kualitatif.
Lalu dalam film The Godfather karya sutradara Francis Ford Coppola
tersebut memilki peran penting laki – laki dalam hal kekeluargaan, dimana adanya
di scene – scene film tersebut laki – laki mempunyai hal yang dingin untuk
mengambil keputusan dalam hal ini menunjukan sifat maskulinitas. Hal ini terjadi
dalam budaya Indonesia yang memiliki sistem budaya patriarki, sehingga dalam
kekeluargaan laki – laki mempunyai dominan lebih tinggi dari pada perempuan.
13
Lalu ilmu komunikasi menurut Berger dan Chaffe yang dikutip Wiryanto,
menyebutkan bahwa ilmu komunikasi adalah: “Ilmu komunikasi itu mencari
untuk memahamu mengenai produksi, pemrosesan dan efek dari symbol serta
sistem signal, dengan mengembangkan pengujian teori-teori menurut hukum
generalisasi guna menjelaskan fenomena yang berhubungan dengan produksi,
pemrosesan dan efeknya.” (Wiryanto, 2004)
14
2.3 Media Massa
c. Media Siber (Cyber Media) atau disebut juga Media Baru (New
Media): Website, Portal Berita, Blog, Media Sosial.
2.4 Film
Media film tidak lepas dari perkembangan dari era elektronik yang dimana
baru pertama kali dalam pertemuan teknologi telegraf pada tahun 1840. Banyak
kontribusi telegraf untuk komunikasi seperti:
15
c. Telegraf memudahkan kalangan militer, bisnis dan para pemimpin
politik untuk berkoordinasi dengan pihak –pihak terkait, terlebih lagi setelah
adanya instalasi kabel transatlantic pada tahun 1860-an
Pertama kali dikembangkan oleh Marconi pada tahun 1896, radio mulai
berkembang menjadi sebuah bisnis yang sangat menguntungkan terutama pada
tahun 1920. Pada saat itu radio menjadi satu media bagi masyarakat yang
menyediakan berbagai berita dan hiburan, sehingga banyak produsen yang mulai
memasang iklan mereka di radio. Pada abad ke 20, industri perfilman mulai
berkembang. Masyarakat terutama di Amerika memiliki alternatif hiburan.
Munculnya film dan radio merupakan pertanda awal kebangkitan era informasi.
Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie (pelesetan untuk frasa
moving picture, ‘gambar bergerak’). Film, secara kolektif, sering disebut
‘sinema’. Gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk symbol - simbol dari hiburan,
dan juga bisnis. Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk
fantasi dan simbol palsu) dengan kamera, dan/atau oleh animasi. Pengertian film
berdasarkan Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman pada
Bab 1 Pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan film adalah karya seni budaya
yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat
berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat
dipertunjukan. (Vera:2014)
Karakteristik film yang spesifik menurut (Vera, 2014), yaitu layar lebar,
pengambilan gambar, konsentrasi penuh, dan identifkasi psikologis.
16
memberikan keleluasaan penontonnya untuk melihat adegan – adegan
yang disajikan dalam film.
Film juga terdapat dua macam yaitu film dokumenter dan film fiksi.
Masing – masing karakteristik memilki pengertian yang berbeda, seperti;
1. Film Dokumenter
17
sejarah, ilmu pengetahuan, social atau lingkungan. Tujuan dasarnya
adalah untuk memberi pencerahan, member informasi, pendidikan,
melakukan persuasi dan memberikan wawasan tentang dunia yang kita
tinggali.
2. Film Fiksi
Sejak kemunculan gaya klasik Hollywood di awal abad ke-20, film cerita
yang biasanya dalam bentuk film utama telah mendominasi film komersial.
Pembuatan film zaman dulu dan tak terlihat (sering disebut fiksi "realis") sering
menjadi pusat definisi umum ini. Unsur kunci pembuatan film tak terlihat ini
berada pada pengeditan berkelanjutan.
18
1. Film drama. Film drama adalah sebuah genre film yang sebagian
besar tergantung pada pengembangan mendalam karakter realistis
yang berurusan dengan tema emosional. Contoh dari film drama;
“Citizen Kane” (1941), ”All About Eve” (1950), “Metropolis”
(1927), “The Godfather” (1972).
2. Film laga (action). Film laga atau action adalah sebuah genre film
yang satu atau beberapa tokohnya terlibat dalam tantangan yang
memerlukan kekuatan fisik ataupun kemampuan khusus. Contoh
dari film laga; “Mad Max: Fury Road” (2015), “Wonder Woman”
(2017), “Dunkirk” (2017), “Logan” (2017).
3. Film komedi. Film komedi merupakan genre film yang di mana
penekanan utamanya pada humor. Contoh dari film komedi;
“Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part I” (2016),
“Ghostbusters” (1984), “Get Out” (2017), “La La Land” (2016).
4. Film horor. Film horor adalah merupakan genre film yang
berusaha untuk memancing emosi berupa ketakutan dan rasa ngeri
dari penontonnya. Alur cerita film horor sering melibatkan tema –
tema kematian, supranatural, atau penyakit mental. Contoh dari
film horor; “It” (2017), “Keluarga Tak Kasat Mata” (2017), “ The
Exocist” (1973), “Psycho” (1960).
5. Film animasi. Film animasi adalah film yang merupakan hasil dari
pengolahan gambar tangan menjadi gambar yang bergerak. Pada
awal penemuannya, film animasi dibuat dari berlembar – lembar
kertas gambar yang kemudian di”putar” sehingga muncul efek
gambar bergerak. Dengan bantuan komputer dan grafika komputer,
pembuatan film menjadi lebih mudah dan cepat. Sekarang akhir –
akhir ini lebih banyak memunculkan film animasi 3 dimensi
daripada film 2 dimensi. Contih dari film animasi; “Toy Story”
19
(1995), “Battle of Surabaya” (2015), “Moana” (2016), “Coco”
(2017).
6. Film fiksi ilmiah (science fiction). Film fiksi ilmiah atau science
fiction adalah film yang menggunakan tema fiksi sains, yang
dimana penggambaran fenomena berbasis ilmu pengetahuan yang
belum tentu diterima pada oleh ilmu pengetahuan pada saat itu,
seperti bentuk kehidupan di luar bumi, dunia asing, persepsi akan
ekstra-indrawi, dan perjalanan waktu. Film tersebut sering bersama
dengan unsur dengan futuristik seperti, wahana, robot, cyborg,
perjalanan ruang angkasa antarbintang, mahluk asing (alien), dan
teknologi lainnya. Contoh dari film fiksi ilmiah; “Star Wars:
Episode IV – A New Hope” (1977), “Jurassic Park” (1993),
“Terminator 2: Judgment Day” (1991), ‘The Day the Earth Stood
Still” (1951).
7. Film musikal. Film musikal adalah genre film di mana lagu
dinyanyikan oleh karakter terjalin ke dalam narasi, kadang –
kadang disertai menari. Contoh dari film musikal; “Sweeney Todd:
The Demon Barber of Fleet Street” (2007), “Les Misérables”
(2012), “La La Land” (2016), “Beauty and the Beast” (2017).
20
Indonesia semakin jeblok pada tahun 90-an yang membuat hampir semua film
Indonesia berkutat dalam tema-tema yang khusus orang dewasa. Pada saat itu film
Indonesia sudah tidak menjadi tuan rumah lagi di negara sendiri.
Periode 1900 – 1942, merupakan era awal perfilman Indonesia ini diawali
dengan berdirinya bioskop pertama di Indonesia pada 5 Desember 1900 di daerah
Tanah Abang, Batavia dengan nama Gambar Idoep yang menayangkan berbagai
film bisu. Film pertama yang dibuat pertama kalinya di Indonesia adalah film bisu
tahun 1926 yang berjudul Loetoeng Kasaroeng dan dibuat oleh sutradara Belanda
G. Kruger dan L. Heuveldorp. Saat film ini dibuat dan dirilis, negara Indonesia
belum ada dan masih merupakan Hindia Belanda, wilayah jajahan Kerajaan
Belanda. Film ini dibuat dengan didukung oleh aktor lokal oleh Perusahaan Film
Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember,
1926 di teater Elite and Majestic, Bandung. Setelah sutradara Belanda
memproduksi film lokal, berikutnya datang Wong bersaudara yang hijrah dari
industri film Shanghai. Awalnya hanya Nelson Wong yang datang dan
menyutradarai Lily van Java (1928) pada perusahaan South Sea Film Co.
Kemudian kedua adiknya Joshua dan Otniel Wong menyusul dan mendirikan
perusahaan Halimoen Film.
Periode 1942 – 1949 pada masa ini, produksi film di Indonesia dijadikan
sebagai alat propaganda politik Jepang. Pemutaran film di bioskop hanya dibatasi
untuk penampilan film -film propaganda Jepang dan film-film Indonesia yang
sudah ada sebelumnya, sehingga bisa dikatakan bahwa era ini bisa disebut sebagai
era surutnya produksi film nasional. Pada 1942 saja, Nippon Eigha Sha,
perusahaan film Jepang yang beroperasi di Indonesia, hanya dapat memproduksi 3
film yaitu Pulo Inten, Bunga Semboja dan 1001 Malam. Lenyapnya usaha swasta
di bidang film dan sedikitnya produksi yang dihasilkan oleh studio yang dipimpin
oleh Jepang dengan sendirinya mempersempit ruang gerak dan kesempatan hidup
para artis dan karyawan film dan pembentukan bintang-bintang baru hampir tidak
21
ada. Namun mereka yang sudah dilahirkan sebagai artis tidaklah dapat begitu saja
meninggalkan profesinya. Satu-satunya jalan keluar untuk dapat terus
mengembangkan dan memelihara bakat serta mempertahankan hidup adalah naik
panggung sandiwara. Beberapa rombongan sandiwara profesional dari zaman itu
antara lain adalah Bintang Surabaya, Pancawarna dan Cahaya Timur di Pulau
Jawa. Selain itu sebuah kumpulan sandiwara amatir Maya didirikan, dimana
didalamnya bernaung beberapa seniman-seniwati terpelajar dibawah pimpinan
Usmar Ismail yang kelak menjadi Bapak Perfilman Nasional.
Periode 1950 – 1962 terlahirlah Hari Film Nasional diperingati oleh insan
perfilman Indonesia setiap tanggal 30 Maret. Karena pada tepatnya tanggal 30
Maret 1950 adalah hari pertama pengambilan gambar film Darah & Doa atau
Long March of Siliwangi yang disutradarai oleh Usmar Ismail. Hal ini
disebabkana karena film ini dinilai sebagai film lokal pertama yang bercirikan
Indonesia. Selain itu film ini juga merupakan film pertama yang benar-benar
disutradarai oleh orang Indonesia asli dan juga diproduksi oleh perusahaan film
milik orang Indonesia asli yang bernama Perfini (Perusahaan Film Nasional
Indonesia) dimana Usmar Ismail tercatat juga sebagai pendirinya. Selain itu pada
tahun 1951 diresmikan pula Metropole (sekarang bernama Metropole XXI),
bioskop termegah dan terbesar pada saat itu. Pada masa ini jumlah bioskop
meningkat pesat dan sebagian besar dimiliki oleh kalangan non pribumi. Pada
tahun 1955 terbentuklah Persatuan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia dan
Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GAPEBI) yang akhirnya
melebur menjadi Gabungan Bioskop Seluruh Indonesia (GABSI). Pada masa itu
selain PFN yang dimiliki oleh negara, terdapat dua perusahaan perfilman terbesar
di Indonesia, yaitu Perfini dan Persari (dipimpin oleh Djamaluddin Malik)
Periode 1962 – 1965, era ini ditandai dengan beberapa kejadian penting
terutama menyangkut aspek politis, seperti aksi pengganyangan film-film yang
disinyalir sebagai film yang menjadi agen imperialisme Amerika Serikat,
22
pemboikotan, pencopotan reklame, hingga pembakaran gedung bioskop. Saat itu
Jumlah bioskop mengalami penurunan sangat drastis akibat gejolak politik. Jika
pada tahun 1964 terdapat 700 bioskop, pada tahun berikutnya, yakni tahun 1965
hanya tinggal tersisa 350 bioskop.
Periode 1965 – 1970, era ini dipengaruhi oleh gejolak politik yang
diakibatkan oleh peristiwa G30S PKI yang membuat pengusaha bioskop
mengalami dilema karena mekanisme peredaran film rusak akibat adanya gerakan
anti imperialisme, sedangkan produksi film nasional masih sedikit sehingga
pasokan untuk bioskop tidak mencukupi. Saat itu inflasi yang sangat tinggi
melumpuhkan industri film. Kesulitan ini ditambah dengan kebijakan pemerintah
mengadakan sanering pada tahun 1966 yang menyebabkan inflasi besar-besaran
dan melumpuhkan daya beli masyarakat. Pada akhir era ini perfilman Indonesia
cukup terbantu dengan membanjirnya film impor sehingga turut memulihkan
bisnis perbioskopan dan juga meningkatkan animo masyarakat untuk menonton
yang pada akhirnya meningkatkan jumlah penonton.
23
serta munculnya teknologi VCD, LD dan DVD yang menjadi pesaing baru.
Bertepatan dengan era ini lahir pula UU No 8 Tahun 1992 tentang Perfilman yang
mengatur peniadaan kewajiban izin produksi yang turut menyumbang surutnya
produksi film. Kewajiban yang masih harus dilakukan hanyalah pendaftaran
produksi yang bahkan prosesnya bisa dilakukan melalui surat-menyurat. Bahkan
sejak Departemen Penerangan dibubarkan, nyaris tak ada lagi otoritas yang
mengurusi dan bertanggungjawab terhadap proses produksi film nasional.
24
2.4.2 Film Gangster
25
gangster era baru ini menawarkan suatu bentuk aksi kekerasan kejam dan brutal
yang belum pernah tampak di layar lebar sebelumnya.
Tercatat tiga film gangster berpengaruh yang diproduksi pada era ini
memantapkan gangster sebagai genre populer yakni, “Little Caesar” (1930), “The
Public Enemy” (1931), serta “Scarface, The Shame of Nation” (1932). Dua film
pertama diproduksi oleh Warner Bros yang dirilis hampir bersamaan. Sementara
film terakhir adalah produksi United Artist. “Little Caesar” arahan Mervyn Le
Roy mengetengahkan kisah seorang kriminal bernama Enrico Bandello yang
karakternya diinspirasi dari Al Capone. Karakter bengis ini diperankan dengan
sempurna oleh Edward G. Robinson yang setelah ini meroketkan namanya
menjadi bintang gangster pertama. Kemudian William Wellman mengarahkan
“The Public Enemy”, dibintangi oleh James Cagney yang bermain sebagai Tom
Powers seorang gangster yang kejam dan brutal. Sementara film kontroversial
“Scarface” arahan Howard Hawks dibintangi oleh Paul Muni. Film ini juga
banyak terispirasi dari tokoh-tokoh serta peristiwa kriminal besar pada era ini.
Adegan – adegan aksi kejam, brutal, dan sadis pada film – film tersebut,
terutama “Public Enemy” dan Scarface, membuat lembaga pra-sensor film (baru
resmi dibentuk tahun 1934) mengecam keras film-film tersebut. Produser “Public
Enemy” berkilah mereka hanya memaparkan fakta problem sosial yang terjadi di
masyarakat. Juga ending pada dua film tersebut menggambarkan para tokoh
gangster yang tewas mengenaskan, mengisyaratkan bahwa perbuatan jahat
(kriminal) tidak akan membuahkan hasil apapun. Namun pihak pengecam
menganggap pada sisi-sisi tertentu film-film tersebut mampu memberikan kesan
kuat jika kehidupan kriminal (gangster) penuh dengan glamour dan
“kesenangan“. Pihak produser pun akhirnya mengalah, seperti pada kasus
“Scarface” mereka terpaksa mengganti atau menghapus beberapa adegan yang
dinilai tidak pantas.
26
Tekanan dari pihak sensor tidak serta merta membuat genre ini kehilangan
popularitasnya. Para kreator dengan cerdik mengubah sentral plot tidak pada
karakter gangsternya melainkan pada karakter yang memihak hukum seperti
polisi, agen pemerintah, atau detektif. Dalam “G-Men” (1935), James Cagney
berperan sebagai seorang agen FBI yang menyamar dalam suatu kelompok
gangster. Walau berperan sebagai hamba hukum namun Cagney berperan nyaris
sama dinginnya dengan film – film gangster yang ia bintangi sebelumnya. Hal
yang sama juga dilakukan oleh Edward G. Robinson dalam “Bullets or Ballots”
(1936). Dalam “Angels with Dirty Faces” (1938) yang dibintangi Cagney,
mengisahkan dua orang sahabat yang mengambil jalan hidup yang
bertolakbelakang, yakni seorang gangster dan seorang pendeta.
Warner Bros yang sukses bersama Cagney kali ini mendapat lawan main
sepadan dengan munculnya bintang baru yakni, Humprey Bogart. Bersama
sutradara Raoul Walsh, dua aktor tersebut sukses dengan tiga film gangster yakni,
“The Roaring Twenties” (1939), “They Drive By Night” (1940), dan “High
Sierra” (1941). Karir Bogart semakin meroket dengan beberapa film noir-nya
yang merupakan pengembangan dari genre gangster. Melalui film noir, genre
gangster melunak dengan menitikberatkan pada aspek misteri pada plot serta
pendekatan estetik yang khas. Film noir menjadi tren film kriminal hingga dekade
50-an. Bogart sukses dengan film – film noir seperti, “The Maltese Falcon”
(1940) dan “The Big Sleep” (1946). Adapun film – film noir lainnya yang sukses
seperti “Double Indemnity” (1944), “The Asphalt Jungle” (1950), “The Big Heat”
(1953), hingga “The Third Man” (1959).
Selain film noir, genre gangster juga berkembang lebih variatif dengan
film bertema penjara, “Each Dawn I Die” (1938), “Brute Force” (1947), “The
Defiant Ones”, (1958) hingga yang paling sukses, “Cool Hand Luke” (1967).
Sineas besar Billy Wilder sukses menggabungkan genre komedi dan gangster
melalui “Some Like It Hot” (1950) yang dibintangi aktris seksi, Marilyn Monroe.
27
Pada era ini adaptasi kisah nyata rupanya masih juga menjadi pilihan, seperti
“Machine Gun Kelly” (1958), “Al Capone” (1959), dan “The St. Valentine Day
Massacre (1967). Sementara film – film kriminal-gangster lain yang menonjol
sebelum era 70-an adalah “On the Waterfront” (1954) arahan Elia Kazan, “The
Killing” (1956) arahan Stanley Kubrick, serta “Bonny and Clyde” (1967) arahan
Arthur Penn.
Pada era 70-an genre gangster kembali mengulangi masa jayanya melalui
film-film kriminal-gangster yang sangat populer. Francis Ford Coppola menjadi
motor dengan dua film gangster yang dianggap terbaik sepanjang masa yakni,
“The Godfather” (1972) dan “The Godfather Part II” (1974). Film yang
mengisahkan keluarga Mafia Corleone tersebut sangat sukses baik komersil
maupun kritik. Keduanya bahkan sama-sama mendapatkan Oscar untuk film
terbaik. Pada era ini pula sineas spesialis gangster, Martin Scorcese mulai
menarik perhatian pengamat melalui “Mean Street” (1973), lalu karya
fenomenalnya, “Taxi Driver” (1976). Variasi gangster yang juga populer pada
dekade ini yakni, “The French Connection” (1971) arahan John Frankenheimer
(mendapatkan Oscar untuk film terbaik), seri pertama si detektif keras, “Dirty
Harry” (1971) yang dibintangi Clint Easwood, lalu film neo-noir “Chinatown”
(1974) arahan Roman Polanski, serta juga “Dog Day Afternoon” (1975) karya
Sidney Lumet.
Pada periode 80-an hingga era milenium baru beberapa sineas kawakan
memproduksi beberapa film gangster berpengaruh. Martin Scorcese makin
memantapkan posisinya sebagai spesialis gangster dengan film-filmnya yang
keras dan brutal, yakni “Goodfellas” (1990), “Casino” (1995), ”Gangs of New
York” (2002), hingga terakhir “The Departed” (2006). Brian DePalma juga sukses
dengan film – film gangsternya seperti, “Scarface” (1983), “The Untouchable”
(1987), serta “Carlito’s Way” (1989). Coppola gagal menyamai sukses
pendahulunya melalui penutup epik triloginya, “The Godfather Part III” (1990).
28
Sementara sineas spesialis western, Sergio Leone sukses dengan film
gangsternya, “Once Upon A Time in America” (1984).
Beberapa sineas muda juga dikenal akrab dengan tema kriminal gangster
dan yang paling menonjol adalah Quentin Tarantino. Film – film Tarantino
dikenal melalui penuturan plotnya yang unik serta para bintang yang bertaburan
dalam filmnya. Ia memulai debutnya melalui film gangster brutal yang penuh
darah, “Reservoir Dogs” (1992). Sukses Tarantino berlanjut dengan film
fenomenalnya “Pulp Fiction” (1994) yang sukses secara komersil maupun kritik.
Setelah “Jackie Brown” (1997) gagal menyamai sukses pendahulunya, Tarantino
kembali sukses besar melalui seri “Kill Bill Vol.1” (2003) dan “Kill Bill Vol.2”
(2004). Di lain tempat sineas Inggris, Guy Ricthie sukses dengan film – film
gangsternya yang dituturkan dengan gaya khas, yakni “Lock, Stock and Two
Smocking Barrels” (1998) dan “Snacth” (2000).
29
lama ini sineas top, Ridley Scott juga mencoba peruntungannya dengan
memproduksi film gangster, “American Gangster” (2007).
Mulai era 90-an beberapa sineas dan aktor laga kenamaan Hong Kong
seperti John Woo, Jackie Chan, Chow Yun Fat, Jet Lee mulai merintis karir dan
sukses di Amerika. Film-film mereka disana pun tidak lepas dari tema kriminal
dengan sentuhan aksi laga khas Hong-Kong. Sementara di Hong Kong sendiri,
genre gangster masih tetap populer dengan mengubah sasaran penonton, yakni
kaum muda. Satu contoh yang tersukses adalah “Young and Dangerous” (1996)
arahan Andew Lau yang berlanjut dengan lima sekuelnya. Pencapaian sinema
Hong Kong khususnya film aksi-gangster dianggap mencapai titik tertinggi
melalui “Infernal Affairs” (2002) arahan Andrew Lau dan Alan Mak. Sukses
komersil dan kritik film ini memicu produksi prekuel bersama sekuelnya,
“Infernal Affairs 2” dan “Infernal Affairs 3” yang sama – sama dirilis setahun
kemudian. Hollywood pun tidak ketinggalan turut ikut me-remake film ini melalui
30
“The Departed” (2006) arahan Scorcese dan sukses meraih empat Oscar termasuk
film terbaik.
2.5 Maskulinitas
31
kekuatan daya tarik laki – laki yang terlihat secara ekstrinsik. Maskulinitas sendiri
selain merupakan konsep yang terbuka pada dasarnya bukan merupakan identitas
yang tetap dan monolitis yang dipisahkan dari pengaruhi ras, kelas, dan budaya
melainkan sebuah jarak (range) identitas yang kondraktif. Maskulinitas menurut
R.W. Connell (1987,1995) berpendapat bahwa dalam masyarakat ada konsep
maskulinitas secara dominan yang disebut juga dengan maskulinitas hegemonik.
32
e. Tipe wimp: jenis pria yang ‘lain’ yang lemah dan pasif
a. Perbedaan gender adalah wacana yang melihat pria dan wanita secara
alami dan pasti berbeda dalam biologi dan perilaku.
b. Heterosexim, yaitu maskulin sebagai heterokseksual; maksud wacana
ini yaitu keinginan seksual untuk perempuan bukan untuk laki – laki.
Pada bagian artikulasi sangat berperan dalam wacana ini.
c. Dominasi, yakni identifikasi maskulin lebih dominan, wewenang dan
kekuatan. Untuk menjadikan seorang pria yang kuat, berwibawa, dan
terkendali.
d. Male solidarity, yaitu seorang laki – laki memahami aturan yang ingin
dilakukan dengan kelompok laki – laki lain. (Kiesling, 2005)
33
umum, maskulinitas tradisional menganggap tinggi nilai – nilai, antara
lain kekuatan, kekuasaan, ketabahan, aksi, kendali, kemandirian,
kepuasan diri, kesetiakawanan laki – laki, dan kerja. Diantara yang
dipandang rendah adalah hubungan interpersonal, kemampuan verbal,
kehidupan domestik, kelembutan, komunikasi, perempuan, dan anak-
anak (Barker dalam Nasir ,2007:1). Selain itu karakteristik maskulin
tradisional dapat dilihat dari selera berpakaian, penampilan, bentuk
aktifitas, cara bergaul, cara penyelesaian permasalahan ekspresi verbal
maupun non verbal hingga jenis aksesoris tubuh yang dipakai
(Vigorito & Curry, 1998:1).
b. Maskulin tahun 1980-an.
Sosok maskulin kemudian berkembang dengan cara yang berbeda.
Pada babak ini maskulin bukanlah laki-laki yang berbau woodspice
lagi, maskulin adalah sosok laki-laki sebagai new man. Beynon dalam
Nasir (2007) menunjukkan dua buah konsep maskulinitas pada babak
ini dengan anggapan-anggapan bahwa new man as nurturer dan new
man as narcissist. Konsep pertama merupakan gelombang awal reaksi
laki-laki terhadap feminism.Laki-laki pun menjalani sifat alamiahnya
seperti perempuan sebagai mahluk yang mempunyai rasa perhatian.
Laki-laki mempunyai kelembutan sebagai seorang bapak, misalnya
untuk mengurus anak. Keinginan laki-laki dalam arena domestik.
Kelompok ini biasanya berasal dari kelas menegah, berpendidikan
baik, dan intelek. Sedangkan konsep kedua hal ini berkaitan dengan
komersialisasi terhadap maskulinitas dan konsumerisme semenjak
akhir Perang Dunia II. New man as narcisstict adalah anak – anak dari
generasi hippies yang tertarik pada fashion dan musik pop. Banyak
produk-produk komersil untuk laki – laki yang bermunculan, bahkan
laki – laki sebagai objek seksual bisnis yang amat luar biasa. Di sisni
34
laki – laki menunjukkan maskulinitasnya dengan gaya hidup yang
flamboyan.
c. Maskulin tahun 1990-an
Di era tahun 1990-an muncul kembali sosok laki – laki yang bersifat
tidak peduli lagi terhadap hal remeh-temeh seperti kaum maskulin
yuppies di tahun 80-an, disini ditekankan kepada sifat kelaki-lakian
yang lebih macho, kekerasan, dan hooliganisme. Laki – laki kemudian
menyatakan dirinya dalam label konsumerisme yang lebih macho,
seperti membangun kehidupannya di sekitar football atau sepak bola
dan dunia minum-minum,dan juga seks. Pada babak ini kaum laki –
laki mementingkan leisuretime sebagai waktu untuk bersenang-senang
dan menikmati hidup bebas seperti apa adanya.
d. Maskulin tahun 2000-an.
Diluar perkembangan maskulin yang dikemukakan oleh John Beynon,
perlu dicermati maskulin pada era 2000-an. Pada babak ini terdapat
terminolog-terminologi baru mengenai laki – laki. Homoseksual telah
berkembang semenjak dekade 80-an, sekarang bahkan terminologi laki
– laki sudah mengenal istilah metroseksual. Laki – laki metroseksual
adalah laki – laki yang berasal dari kalangan menegah atas, mereka ijin
berdandan, dan juga tergabung dalam komunitas yang terpandang
dalam masyarakat. Laki – laki metroseksual semacam socialite.
Mereka umumnya memiliki pandangan yang luas, atau mereka yang
disebut dengan laki – laki yang berbudaya. Laki – laki metroseksual
mengagungkan fashion, mirip dengan tipe maskulin 80an (Beynon,
2002).
35
b. Be a Big Wheel (Berpengaruh penting)
c. Be a Sturdy Oak (Kuat)
d. Give em Hell (Berani)
e. New Man as Nurturer (Kebapakan)
f. New Man as Narcissist (Narsistik)
g. Sifat kelaki-lakian yang macho, kekerasan dan hooliganism
(Sangar)
h. Laki-laki metroseksual mengagungkan fashion (Demartoro,
2010).
Maskulintas dalam film muncul ketika tahun 1980 film “First Blood”.
Film yang bercerita tentang veteran Perang Vietnam yang bernama John Rambo
yang diperankan oleh Sylvester Stallone. Cara Stallone mengekspresikan
kejantanan secara membabi buta itu sangat berbeda dari genre film perang
umumnya. Perang biasanya dipandang sebagai ritual inisiasi, sebuah kesempatan
bagi laki – laki untuk menemukan diri, untuk membuktikan kejantanan dan
kapasitas dalam menaklukan tubuh dan fisiknya (Rutherford, 2014). Menurut
(Demartoro, 2010) konsep maskulinitas dalam media siar khususnya film, televisi,
video , internet, dan radio muncul berbagai paradoks mengenai maskulinitas. Film
“Saving Private Ryan” (1998) karya sutradara Steven Spielberg menunjukan
maskulinitas yang luar biasa dalam peperangan. Namun, film ini memunculkan
juga pertanyaan mengenai maskulinitas kekinian seperti dalam film “Fight Club”
karya sutradara David Fincher dan film “American Beauty” karya sutradara Sam
Mendes yang di rilis tahun 1999 ini tidak hanya memperlihatkan kekuatan otot
laki – laki seperti film “First Blood”, namun juga memiliki unsur emosional laki –
laki yang terlihat maskulinitas pada periode tahun 1980an. Film dengan terkait
dalam cerita perang menurut (Rutherford, 2014) mengambil alienasi laki – laki
dan menjualnya sebagai kekuatan dan kebangaan. Sejumlah harian umum
36
membanjiri ruang publik dengan maskulinitas retributif dalam rangka mengklaim
kembali relevansi kejantanan dalam masyarakat yang sudah terlaluaman dan
nyaman.
37
38
BAB III
METODE PENELITIAN
39
seperti ini menyarankan bahwa setiap cara individu dalam dunia adalah valid, dan
perlu adanya rasa menghargai atas pandangan tersebut.
40
2. Epistemologis: transactionalist / subjectivist, pemahaman tentang suatu
realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara
peneliti dengan yang diteliti.
3. Axiologis: nilai, etika, dan pilihan moral merupakan bagian tak
terpisahkan dari suatu penelitian. Peneliti sebagai passionate participant,
fasilitator yang menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial.
Tujuan penelitian lebih kepada rekonstruksi realitas sosial secara dialektis
antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti.
4. Metodologis: menenkankan empati, dan interaksi dialektis antara peneliti
dengan responden untuk merekonstruksi realitas yang diteliti melalui
metode metode kualitatif seperti participant observation. Kriteria kualitas
penelitian authenticity dan reflectivity : sejauh mana temuan merupakan
refleksi ontentik dari realitas yang dihayati oleh pelaku sosial.
41
3.2 Metode Penelitian
Terma semoitik bukanlah istilah baru. Istilah ini berasal dari kata Yunani,
semeion, yang berarti tanda atau dari kata semeiontikos, yang berarti teori tanda.
42
Menurut Paul Colbey, kata dasar semiotik terdapat dari kata seme (Yunani) yang
berarti penafsir tanda. Menurut (Rusmana, 2014) istilah semiotik lazim dipakai
oleh imuwan Amerika Serikat, sedangkan ilmuwan Eropa lebih banyak
menggunakan istilah semiologi. Semiotik sendiri merupakan cabang ilmu yang
mengkaji persoalan tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda.
Semiotik juga merupakan suatu tanda sebagai tindak komunikasi yang
disempurnakan menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua
faktor dan aspek substansi untuk pemahaman gejala kesusastraan sebagai alat
komunikasi yang khas dalam masyarakat (Rusmana, 2014).
Secara signifikan semiotik mengkaji dan mencari tanda – tanda dalam wacana
dan menerangkan maksud dari tanda – tanda tersebut dengan mencari hubungan
antara ciri – ciri tanda dan makna yang dikandungnya (Rusmana, 2014). Berbeda
menurut Daniel Chadler dalam (Vera, 2014) mengatakan, “The shortest definition
is that is that study of signs” (definisi singkat dari semiotika adalah ilmu tentang
tanda – tanda). Oleh karena itu (Vera, 2014) mengatakan semiotika adalah ilmu
tentang tanda, dan merupakan cabang dari filsafat yang mempelajari dan
menelaah “tanda”.
43
2. Syntactics, yang mempelajari bagaimana sebuah tanda memiliki arti
dengan tanda yang lain.
3. Pragmatics, yang mempelajari bagaimana tanda digunakan dalam
kehidupan sehari – hari.
44
Applied Semiotic adalah lingkup semiotika yang membahas tentang
penerapan semiotika pada bidang atau konteks tertentu, misalnya dengan
kaitannya sistem tanda sosial, sastra, komunikasi, periklanan, dan lain
sebagainya.
Oleh karena itu peneliti ini akan menggunakan metode analisis semiotika.
Semiotika pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity)
memaknai hal - hal (things). Memaknai berarti bahwa objek - objek tidak hanya
membawa informasi, dalam hal mana objek - objek itu hendak berkomunikasi,
tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.
45
Gambar 3.1 : Unit Analisis Penelitian
46
Tabel 3.1 Pengumpulan Data
Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah,
karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dan
memecahkan masalah penelitian.
47
Setelah peneliti mengumpulkan data dan telah terpenuhi, selanjutnya
peneliti akan melakukan analisis data. Analisis data dengan cara menggunakan
teknik analisis data semiotika Charles Sanders Peirce. Perbincangan sistematis
semiotik menempati dalam khazanah ilmu pada abad ke-20, yaitu adanya ketika
adanya dua tokoh ahli semiotika atau pencetus semiotika dalam hal ini disebut
founding father semiotik berasal dari dua benua yang berbeda, yaitu Ferdinand de
Saussure (Swiss, Eropa) dan Charles Sanders Peirce (Amerika Serikat, Amerika).
Arus wacana semiotik yang mereka introdusir hampir bersamaan, sekalipun
menyadarkan prinsip semiotik pada landasan yang berbeda hingga melahirkan
konsep pemikiran berbeda juga. Karena dalam ilmu yang mereka tekuni sangatlah
berbeda, Peirce seorang pakar bidang linguistik dan logika, sedangkan Saussure
seorang pakar linguistik modern, oleh sebab itu adanya perbedaan mendasar
dalam penerapan konsep – konsep semiotik sampai sekarang ini. Peirce dalam
Rusmana memaknai semiotik sebagai studi tentang tanda dan segala yang
berhubungan dengannya; cara berfungsinya (sintaksis semiotik), hubungan
dengan tanda – tanda lain (semantik semiotik), serta pengirim dan penerimanya
oleh mereka yang menggunakannya (pragmatik semiotik).
Tokoh yang bernama lengkap Charles Sanders Peirce ini lahir pada tahun
1839 dan meninggal pada tahun 1914. Ia belajar di Harvard University pada tahun
1854. Karier intelektualnya berawal sebagai ahli matematika dan fisikawan ketika
bergabung dengan Coast Survey (1891). Ia juga pernah menjadi dosen di
48
Universitas John Hopkins antara tahun 1879 – 1884. Akan tetapi ia tidak pernah
mendapat jabatan akademis karena sikapnya yang keras dan emosional.
49
Tabel 3.2 Tabel (R-O-I)
50
berupa representasi mental (ada dalam pikiran), dapat juga berupa
sesuatu yang nyata di luar tanda (Peirce, 1931 & Silverman, 1983,
dalam Chandler).
Model triadik dari Peirce sering disebut juga sebagai “triangle meaning
semiotics” atau dikenal dengan teori segitiga makna, yang dijelaskan secara
sederhana: “tanda adalah sesuatu yang berkaitan pada seseorang untuk sesuatu
dalam beberapa hal atau kapasitas (Vera, 2014). Tanda juga menunjuk pada
setara, atau suatu tanda yang lebih berkembang, tanda yang diciptakannya
dinamakan interpretant dari tanda pertama. Tanda itu menunjukan sesuatu, yakni
objeknya” (Fiske,2007:63)
51
Model segitiga Peirce memperlihatkan masing – masing titik dihubungkan
oleh garis dengan dua arah, yang artinya setiap istilah (term) dapat dipahami
hanya dalam hubungan satu dengan yang lainnya. Peirce menggunakan istilah
yang berbeda untuk menjelaskan fungsi tanda, yang baginya adalah proses
konseptual, terus berlangsung dan tak terbatas (yang disebutnya “semiosis tak
terbatas,“ rantai makna-keputusan oleh tanda – tanda baru menafsirkan tanda
sebelumnya atau seperangkat tanda – tanda) (Vera, 2014).
Dalam model Peirce sendiri, makna dihasilkan melalui rantai dari tanda –
tanda (menjadi interpretants), yang berhubungkan dengan model dialoglisme
Mikhail Bakhtin, dimana setiap ekspresi budaya selalu merupakan respons atau
jawaban terhadap ekspresi sebelumnya, dan yang menghasilkan respons lebih
lanjut dengan menjadi addressible kepada orang lain (Martin Irvine, 1998 – 2010)
Menurut Peirce, salah satu bentuk tanda (sign) adalah kata. Sesuatu syarat
yang dapat disebut respresentamen (tanda) jika memenuhi 2 seperti berikut (Vera,
2014).
Objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda, bisa beupa materi yang
tertangkap panca-indera, bisa juga bersifat mental atau imajiner. Apabila ketiga
elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna
tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut (Vera, 2014).
52
Sebenarnya titik sentral dari teori semiotika Charles Sanders Peirce adalah
sebuah trikonomi yang terdiri atas 3 tingkat dan 9 sub-tipe tanda.
1 2 3
Representament (R1) Qualisign Sinsign Legisign
53
mengonstitusi pemahaman subjek terhadap realitas. Tahap terakhir
ini dapat disebut sebagai abstaksi
Selanjutnya, dalam mengkaji objek, Peirce melihat segala sesuatu dari tiga jalur
logika, yaitu sebagai berikut (Rusmana, 2014).
54
simbol ditentukan oleh posisinya di dalam sistem yang
arbitrer dan konvensional. (Rusmana:2014)
Thirdness
Legisign Symbol Argument
(Kaidah/aturan)
55
Tabel 3.5 Metode Analisis Data
Instrument
No Data Penelitian
Represetamen Object Interpretant
Makna yang
terkandung
Data yang dipilih secara Penanda yang didalam
Object yang
purpose sampling dan akan diperlihatkan sebuah scene
akan menjadi
1 berdasarkan dengan data scene atau adegan atau adegan
acuan
– data yang sesuai fokus – adegan yang yang dalam hal
penanda
penelitian telah dipilih ini berkaitan
dengan fokus
penelitian.
Deskripsi atas
Deskripsi sifat dari
Data yang dipilih secara Deskripsi atas
atas sifat dari hubungan
purpose sampling dan sifat dari
hubungan antara
2 berdasarkan dengan data hubungan antara
antara Object Interpretant
– data yang sesuai fokus Representamen
dengan dengan
penelitian dengan Object.
Interpretant. Representamen
.
56
Object Interpretant
Representamen
dengan dengan
dengan Object
Data yang dipilih secara Interpretant Representamen
memilki
purpose sampling dan memiliki t memiliki
Trikonomi yang
3 berdasarkan dengan data Trikonomi Trikonomi
terdiri dari
– data yang sesuai fokus yang terdiri yang terdiri
Qualisign,
penelitian dari : Icon, dari : Rhema,
Sinsign, dan
Index, dan Dicisign, dan
Legisign.
Symbol. Argument
Tanda – tanda apa saja yang berada dalam penelitian
Kesimpulan
Tabel 3.5 Menjelaskan bagaimana cara atau menganalisis data dalam Semiotika
Charles Sanders Peirce
Sumber: Dokumen Peneliti
Mulai dari proses pengumpulan data hingga sampai kepada analisis data
diperlukan data analisis yang akurat. Oleh karena itu diperlukan adanya pengujian
data atau validasi data. Oleh karena itu peneliti mennggunakan salah satu metode
pengujian data, yaitu menggunakan metode deskripsi kaya dan padat (rich and thick
description). Rich and thick description (Creswell:2016) mendefinisikan bahwa
deskripsi ini setidaknya harus berhasil menggambarkan ranah (setting) penelitian
dan membahas salah satu elemen dari pengalaman – pengalaman partisipan. Ketika
para peneliti menyajikan deskripsi yang detail mengenai setting misalnya, atau
menyajikan banyak perspektif mengenai tema, hasilnya bisa lebih realistis dan
kaya. Dalam prosedur ini tentu saja akan menambah validitasi hasil penelitian. Oleh
karena itu peneliti akan mendeskripsikan scene per scene dengan sangat detail.
Setelah di deskripsikan barulah peneliti akan menganalisis menggunakan semiotika
Charles Sanders Peirce sampai mendapatkan hasil yang realistis. Tentunya scene
57
per scene tersebut sesuai dengan fokus penelitan yang ingin peneliti lakukan, yaitu
maskulinitas.
Sign
58
ia melihat cucunya makin lama makin mirip
dengan Michael, Michael sangat senang ketika
Don menanyakan anaknya. Don Corleone pun
juga senang karena Michael bercerita bahwa
anaknya dalam usia tiga tahun sudah bisa
membaca buku komik dan lebih pintar dari
Michael. Dan menyuruh Michael semua urusan
keluarga. Awalnya, Don ingin menguruskan
kepada Fredo, namun Fredo yang begitu lemah
tidak jadi dalam pengurusan Keluarga. Dan Don
awalnya juga harusnya Michael tidak
menguruskan Keluarga Corleone, ia bekerja
sepanjang hidupnya, dan tidak minta maaf karena
mengurus Keluarga Corleone, dan ia menolak
jika salah satu orang keluargnya menjadi orang
bodoh, yang bisa di atur – atur dari orang lain.
Don Corleone tidak menyesal. Ia menyarankan
bahwa Keluarga Corleone bisa menjadi orang
yang sukses, namun tidak ada waktu lagi.
Michael yang percaya tentang bisa dilakukannya,
lalu Don Corleone mencium anak kesayangan ia
dengan kasih sayang kepada orang tua kepada
anaknya, dan ia berpesan siapa yang
memberitahu soal pertemuan Michael dengan
Barzini, orang itu pengkhianat Keluarga
Corleone.
Dalam scene tersebut jelas terlihat object
Interpretant mempunyai unsur dari konsep maskulinitas, yaitu
new man as nurturer, yang berarti seorang laki –
59
laki memiliki kelembutan seperti seorang bapak.
Dalam hal ini merupakan dari rheme. Namun dari
segi object bersifat indeks, dikarenakan seorang
bapak jika sayang kepada anaknya ketika
berbakti kepada orang tuanya. Dalam
representament kategori dalam scene tersebut
dimasukan ke dalam qualisign dan legisign.
Dalam kategori qualisign menjelaskan bahwa
Don Vito Corleone mencium Michael Corleone
anaknya, ketika ia menjelaskan bahwa ia dan
keluarganya sudah bahagia, bahkan Don Vito
Corleone sangat sayang kepada Michael
Corleone ketimbang kakaknya yaitu Fredo
Corleone. Namun dalam segi legisign, seorang
orang tua yang sudah sayang anaknya sudah pasti
orang tua mencium anak kesayangannya.
Tabel 3.6 Menjelaskan Mengenai Contoh Analisa Semiotika Charles Sanders Peirce.
Diambil dari dokumen peneliti.
Dalam hal ini peneliti memiliki ketetbatasan terkait dengan apa yang
peneliti lakukan. Adanya keterbatasan tersebut yakni peneliti seharusnya bisa
lebih dalam mengkaji materi tentang penelitian ini yang lebih baik. Misalnya
peneliti bisa mengkaji lebih dalam dengan menggunakan kajian analisis semiotika
lainnya seperti contohnya analisis semiotika lainnya.
60
BAB IV
Film The Godfather merupakan film berdasarkan dari buku novel karya
Mario Puzo ( 1920 – 1999) tahun 1969, novel tersebut terjual sebanyak 21 juta
copy lebih di seluruh dunia. Karena novel tersebut menjadi best seller, Mario
Puzo dan Francis Ford Coppola bekerja sama untuk mengadaptasi novel tersebut
ke layar lebar (film). Puzo dan Coppola akhirnya mendapatkan Piala Oscar untuk
kategori Skenario Adaptasi Terbaik pada tahun 1973 di ajang Academy Awards
ke 45. Sedangkan The Godfather Part I dan The Godfather Part II sendiri terpilih
sebagai film terbaik pada tahun 1972 untuk film The Godfather Part I sedangkan
The Godfather Part II menjadi film terbaik pada tahun 1974. Oleh karena itu
Peneliti hanya ingin meneliti dari film The Godfather yang dirilis pada tahun
1972. Film ini pertama kali tayang di Loew’s State Theatre (sekarang merupakan
sudah dialihfungsikan menjadi Gedung Bertlesmann), Times Square, New York
pada 15 Maret 1972, dan pada tanggal 24 Maret 1972 film ini resmi dirilis untuk
negara Amerika Serikat dan Kanada.
Film ini sangat fenomenal pada tahun 1972 dan mendapatkan kritikan
positif dari pengamat film. Bahkan dalam Rotten Tomatoes memberikan nilai
99% dan fresh. Metacritic juga memberi nilai sempurna untuk film ini yaitu nilai
100 dari 15 reviewer, bahkan dalam situs IMDb (Internet Movie Database), film
tersebut menduduki urutan kedua dari Top 250 Rated Movies sesudah film “The
Shawshank Redemption” karya sutradara Frank Darabont dengan nilai 9,2 poin
dari 10 poin dengan penilaian dari 1,8 juta rating, sedangkan “The Godfather”
61
karya sutradara Francis Ford Coppola sendiri meraih nilai yang sama yaitu 9,2
poin dari 10 poin dari 1,2 juta rating. Urutan kedtiga di duduki oleh sequel dan
prequel film “The Godfathe” yaitu “The Godfather Part II” dengan nilai 9,0 poin
dari 10 poin dari 882.575 rating. Kritikus film Roger Ebert (1942 – 2013) yang
terkenal akan kritikan “pedasnya” terhadap dunia perfilman memberikan nilai 4
bintang dari 4 bintang dan memberikan predikat film The Godfather sebagai
“Great Movie Best of the Year” (Film Terbaik Tahun Ini) pada tahun 1972.
The Godfather merupakan film dengan genre drama, crime film. Hal ini
disebabkan film The Godfather menceritakan kehidupan keluarga Mafia bernama
Corleone yang dipimpin oleh Don Vito (Andolini) Corleone dari kota Corleone,
Pulau Sisilia di kota New York pada era 1940an sampai 1950an. Film ini menjadi
bahan acuan dalam film bergenre Gangster di dunia perfilman khususnya dalam
Hollywood.
Bahkan dalam American Film Institute memasukan film ini dalam AFI’s
100 Years...100 Movie Quotes memasukan dalam urutan kedua dari 100 film
dalam movie quotes terbaik yaitu, “I’m gonna make him an offer he can’t
refused.” Atau dalam Bahasa Indonesia berdasarkan diterjemahkan oleh B. Sendra
Tanuwijaja yang mengatakan, “Akan kuberi ia penawaran yang tidak bisa
ditolaknya.” (Puzo, 2017)
62
Gambar 4.1 Poster film The Godfather
63
Rudy Bond Carmine Cuneo
Al Martino Johnny Fontane
Morgana King Carmela Corleone
Lenny Montana Luca Brasi
John Martino Paulie Gatto
Salvatore Corsitto Amerigo Bonasera
Richard Bright Albert “Al” Neri
Alex Rocco Moe Greene
Tony Giorgio Bruno Tattaglia
Vito Scotti Nazorine the Baker
Tere Livarno Theresa Hagen
Victor Rendina Don Philip Tattaglia
Jeannie Linero Lucy Mancini
Julie Gregg Sandra Corleone
Ardell Sherdian Signora Clemenza
Simonetta Stefanelli Apollonia Corleone (nee
Vitelli)
Angelo Infanti Fabrizio
Corrado Gaipa Don Tommasino
Franco Citti Calò
Saro Urzi Signor Vitelli
Sebuah film sebagus apapun dan sesukses apapun tidak luput dari tangan –
tangan dingin para crew dan pihak – pihak yang terlibat dalam penggarapan film.
Begitu juga dengan film The Godfather yang sukses berkat orang – orang yang
terlibat didalamnya. Dan inilah orang – orang yang menjadikan film The
Godfather sukses meraih beberapa penghargaan khususnya memenangkan
Skenario Adaptasi Terbaik dalam ajang Academy Awards ke 44 tahun 1973.
64
Produser Albert S. Ruddy
Gray Fredrickson
Peter Zinner
Bahasa Inggris
Italia
Latin
Distribusi Paramount Pictures
Tanggal rilis 15 Maret 1972 (Loew’s
State Theater)
Dalam film ini karakter Don Vito Corleone (Marlon Brando) adalah
kepala Keluarga Corleone yang berasal dari negara Italia khususnya dari kota
Corleone, Pulau Sisilia, Italia. Lalu Santino “Sonny” Corleone (James Caan)
merupakan Italia-Amerika yang merupakan anak laki – laki tertua dari Keluarga
65
Corleone. Lalu Thomas “Tom” Hagen (Robert Duvall) merupakan consigliere
keluarga atau disebut juga “Tangan Kanan” boss, seorang dari Irlandia-Amerika
dan merupakan juga anak angkat dari Don Vito Corleone. Lalu Frederico “Fredo”
Corleone seorang Italia-Amerika dan merupakan anak laki – laki kedua dari
Keluarga Corleone. Lalu Johnny Fontane (Al Martino) seorang aktor dan juga
merupakan godson dari Don Vito Corleone. Dan yang terakhir Michael “Mike”
Corleone seorang Italia-Amerika anak laki – laki terakhir Keluarga Corleone.
Karakter Don Vito Corleone dikenal sangat setia kepada teman dan sekutunya,
tapi akan menyalakannya jika dikhianati. Dia juga seorang kepala Keluarga
Corleone, ayah dan suami yang sangat mencintai dan peduli kepada keluarganya,
pria tua asal dari negara Italia yang memiliki suara serak, serta memiliki rambut
dengan uban dengan banyak. Pemeran Don Vito Corleone ialah aktor senior
Hollywood bernama Marlon Brando. Marlon Brando lahir pada tanggal 3 April
1924 dan meninggal dunia pada tanggal 1 Juli 2004 di Westwood, California.
Sebelum membintangi dalam film The Godfather, Marlon Brando sudah
memainkan dan mendapatkan Piala Oscar kategori Best Actor for Leading Role
pada ajang Academy Awards ke 27 pada tahun 1955 dalam film “On the
Waterfront” karya sutradara Elia Kazan, saat itu umur Brando 31 tahun.
Pada seketika itu juga Marlon Brando mendapatkan project film dalam
Hollywood begitu besar hingga tahun 1972 Francis Ford Coppola menginkan
Marlon Brando memerankan seorang mafia berasal dari Italia yang bernama Don
Vito Corleone (sebelumnya Laurence Olivier menjadi kandidat untuk
memerankan tokoh ini, namun menolaknya). Marlon Brando di makeup khusus
untuk menjadi “tua” padahal tahun itu ia masih berumur hampir 50 tahun tepatnya
47 tahun. Terakhir Marlon Brando berakting dalam mengisi suara sebagai Don
66
Vito Corleone dalam video game yang berjudul dari film tersebut yaitu: The
Godfather: The Game.
Tokoh Santino “Sonny” Corleone sangat berbeda dengan Ayahnya Don Vito
Corleone sifatnya yang bergitu kasar, mudah pemarah, “selayaknya” pemimpin
Keluarga dia merupakan orang yang ditakuti oleh teman – temannya, tetapi hanya
satu kelemahan dari Sonny Corleone ini mempunyai kekasih gelap yang bernama
Lucy Mancini (Jeannie Linero) meskipun Sonny Corleone memiliki istri yang
bernama Sandra Corleone (Julie Gregg). Orangnya mempunyai rambut dengan
ciri khas yaitu ikal, tinggi, dan berotot. Disikap yang sangat kasar kepada semua
orang, Sonny Corleone mencintai keluarganya dan menunjukkannya dengan sikap
protektif terhadap adik laki-lakinya Michael dan bahkan memukuli suami kasar
dari adik perempuan satu - satunya dari Keluarga Corleone yaitu Constazia
“Connie” Corleone (Talia Shire) dan suaminya yang bernama Carlo Rizzi (Gianni
Russo).
Serta Teman baiknya Tom Hagen, hal ini terbukti dalam film ketika Michael
Corleone dipukul oleh Kapten Polisi McCluskey (Sterling Hayden), Sonny dan
Tom Hagen merancang sebuah rencana untuk membalas dendam kepada adiknya,
hal ini dilakukan Sonny mengatur untuk membunuh Kapten McCluskey dan
Virgil “Si Turki” Sollozo (Al Lettieri). Sonny Corleone diperankan oleh James
Caan. James Caan lahir pada 26 Maret 1940 di Bronx, New York. Sebelum
memerankan Sonny Corleone, James Caan sudah memainkan sebanyak 11 film.
James Caan ketika memerankan Sonny Corleone berumur 32 tahun.
Thomas “Tom” Hagen merupakan anak angkat dari Keluarga Corleone dan
satu – satunya tokoh yang bukan berasal dari keturunan Italia, Tom Hagen berasal
67
dari keturunan dari Irlandia, Don Vito Corleone mengangkat Tom Hagen ketika
kedua orang tuanya meninggal, orangnya jangkung, rambut tipis, berbicara sopan,
dan Tom Hagen merupakan satu – satunya “Keluarga” Corleone yang masuk ke
perguruan tinggi dan mendapatkan gelar hukum sehingga Tom Hagen merupakan
pengacara pribadi Keluarga Corleone dan menjabat consigliere Don Vito
Corleone. Meski diadopsi oleh Corleones, dia mencintai mereka masing-masing
dan sangat sedih saat Sonny terbunuh, karena keduanya adalah teman baik. Tom
memang memiliki temperamen tapi tidak pernah benar-benar menunjukkannya
saat ia seharusnya bersikap tenang dalam situasi berbahaya. Tom adalah yang
paling cerdas dari Keluarga Corleone karena ia harus menjadi seorang consigliere,
tapi tidak pernah benar-benar seorang pejuang untuk memulai.
Robert Duvall lahir pada 5 Januari 1931 di San Diego, California. Robert
Duvall juga pernah masuk ke Angkatan Darat Amerika Serikat dari tahun 1953 –
1954 dengan pangkat terakhir Tantama Satu (Private First Class). Robert Duvall
berkolaborasi dengan Francis Ford Coppola pertama kali dalam film THX-1138
yaitu film fiksi ilmiah (sci-fi) karya sutradara George Lucas yang kelak membuat
film sci-fi yang terkenal yaitu Star Wars Saga, dan Robert Duvall berperan
sebagai THX-1138. Film yang drama yang menyajikan dalam segi cerita dalam
fiksi ilmiah. Dan tahun 1972 Francis Ford Coppola mengajak Robert Duvall
memainkan sebagai consigliere dalam film The Godfather, dan tahun itu juga
masuk dalam Nominasi Oscar dalam Kategori Aktor Pendukung Terbaik (Best
Supporting Actor) bersama lawan pemainnya Al Pacino dan James Caan. Robert
Duvall memerankan Tom Hagen pada umur 41 tahun.
Frederico “Fredo” Corleone merupakan anak laki – laki kedua dari Keluarga
Corleone, ciri – cirinya selayaknya orang Italia, Fredo Corleone memiliki muka
mirip dengan Ayahnya Don Vito Corleone, tetapi digambarkan sebagai anak
68
orang Italia yang berdoa kepada orang-orang kudus, Fredo adalah saudara
Corleone yang paling lemah, yang hampir tidak menunjukkan keahlian dengan
pistol, walaupun secara fisik di masa mudanya dia memiliki reputasi yang cukup
tinggi. Dia juga dikenal memiliki sikap mudah tertipu dan membuat keputusan
bisnis yang buruk, ternyata dalam urusan rahasia dengan Johnny Ola, mengira dia
membantu keluarga tersebut. Seperti Keluarga Corleone, Fredo marah dan akan
menyerang siapa pun yang menghina dia atau keluarganya, yaitu istrinya. Namun,
karena Michael telah berkomentar mengenai kelemahan Fredo, dia membiarkan
Moe Greene menamparnya di depan umum dan bahkan membela yang terakhir
atas tindakan tersebut atas biaya sendiri, yang membuat Michael sangat kesal.
Fredo Corleone diperankan oleh John Cazale aktor dari Amerika Serikat dan
ia mempunyai keturunan Italia-Amerika. Cazale lahir pada tanggal 12 Agustus
1935 lalu meninggal dunia disebabkan kanker paru – paru pada tanggal 13 Maret
1978 di New York, Amerika Serikat. Sebelum kematiannya ia sempat berpacaran
dengan aktris peraih Oscar yaitu Maryl Streep. Dalam dunia perfilman Cazale
hanya bermain peran setidaknya hanya 6 film, dan film yang membawa ia menjadi
besar ialah ketika memerankan sebagai Fredo Corleone dalam film The Godfather
karya sutradara Francis Ford Coppola. Terakhir Cazale bermain film dengan
berjudul “The Deer Hunter” karya Michael Cimino. Untuk mengenang Cazale,
Francis Ford Coppola membuat sebuah rekaman arsip (archival footage) dalam
film The Godfather Part III tahun 1990. Cazale memerankan Fredo Corleone
ketika ia berumur 37 tahun.
Johnny Fontane merupakan aktor Hollywood yang berasal dari Little Italy,
New York. Don Vito Corleone merupakan Godfather Johnny. Diceritakan bahwa
awal karir Johnny harus membayar 10.000 USD kepada Les Halley seorang
pemimpin band dari Les Halley Orchesta jika ingin membebaskan Johnny dari
69
kontrak hubungan kerja tersebut, tetapi ditolak oleh Les Halley. Besoknya Don
Vito Corleone mengajak Luca Brasi (Lenny Montana), untuk menegosiasikan
melepaskan kontrak tersebut, namun hanya seiring satu menit, negosiasi selesai
dan disepakati sebesar 1.000 USD, hal ini terjadi karena Luca Brasi menodongkan
pistol ke kepala Les Halley (Puzo, 2017).
Michael “Mike” Corleone anak laki – laki terakhir dari Keluarga Corleone.
Dalam film The Godfather, Michael Corleone merupakan protagonis dari film
tersebut. Michael yang pada awalnya merupakan marinir Angkatan Laut Amerika
Serikat tidak tertarik dengan bisnis Ayahnya, Don Vito Corleone. Dalam film
tersebut karakteristik Michael Corleone ialah, layaknya seorang warga keturunan
Italia-Amerika, Michael mempunyai sifat yang sama dengan Ayahnya dalam hal
kecerdasan, kepribadian, serta kelicikan Don Vito Corleone. Michael mempunyai
sikap gentleman disemua Keluarga Corleone, Michael mmepunyai rambut dengan
belah kiri ciri khas orang tahun 1940an yang dimana pada saat itu laki – laki
terlihat maskulinitas dan rambutnya jika dilihat kelihatan berminyak, lalu ketika
70
menggunakan seragam marinir, Michael terkesan orangnya rapi, dan Michael
sangat sayang kepada kekasihnya Kay Adams (Diane Keaton).
71
4.1.3 Sinopsis Film The Godfather
72
membunuh Sollozo dan pengawalnya yang merupakan kapten kepolisian yang
bernama Marc McCluskey disebuah pertemuan. Dan rencananyapun berhasil.
Mengacu perang dengan keluarga Mafia New York yang lain serta
Kepolisian, Sonny pun mulai merencanakan strategi. Diwaktu yang bersamaan
Vito pulang dari perawatannya di rumah sakit. Sebagai bentuk perlindungan dari
perang, anak ke 2 Vito, Fredo pergi ke Las Vegas, Nevada sedangkan Michael
pergi ke Sisilia, Italia.Namun suatu hari Carlo mencampakkan dan menyelingkuhi
istrinya Connie, hingga Sonny selaku seorang kakak, bertemu dan memukuli
Carlo, Sonny berjanji bahwa jika Carlo mencampakkan Connie lagi, Sonny akan
membunuh Carlo. Namun Carlo mencampakkan Connie lagi. Namun di dalam
perjalanan untuk bertemu & membunuh Carlo, Sonny terbunuh ditembaki dijalan
tol. Di Sisilia, Italia Michael menikahi Apollonia Vitelli namun harus berpisah
setelah Apollonia terbunuh dalam sebuah ledakan mobil. Setelah kematian Sonny,
Vito pun kembali memimpin Keluarga Corleone dan menyadari bahwa Keluarga
Tattaglia telah dikontrol oleh Don keluarga Barzini, Emilio Barzini. Merasa
keamanannya telah terjamin dengan Ayahnya yang sudah kembali berkuasa,
Michael kembali ke New York dan menikahi Kay Adams.
73
serdadu lain untuk membunuh Don dan anggota penting Mafia lain serta Moe
Greene disaat dirinya hadir dipembaptisan keponakannya, hal itu dilakukan agar
tidak ada yang mengira bahwa Michael adalah dalangnya. Setelah itu Michael pun
membunuh Carlo yang dikiranya adalah dalang dalam pembunuhan Sonny.
Michael pun akhirnya menjadi Godfather setelah para caporegime mencium
tangannya dan mengatakan Don Corleone.
Francis Ford Coppola lahir pada tanggal 7 April 1939 di kawasan Detroit,
Amerika Serikat. Coppola sendiri tumbuh besar di New York. Ayahnya, Carmine
Coppola adalah seorang composer dan penulis musik di kawasan Broadway yang
juga telah mendapatkan piala Oscar.
74
pertamanya yang dia beri judul “Dementia 13”, sebuah film bergenre horor yang
dibuatnya selama 10 Hari. Dalam pembuatan film ini, Coppola dibantu oleh
sutradara film kelas B, Roger Corman. Corman mengizinkan Coppola untuk
menggunakan set, peralatan dan para kru yang digunakan untuk film The Young
Racers (1963).
75
Festival 1974. Dia selanjutnya mengarahkan “Apocalypse Now” (1979); terkenal
karena produksinya yang terlalu panjang dan meluas, namun mendapat pengakuan
kritis atas penggambaran Perang Vietnam yang jelas dan menakjubkan,
memenangkan Palme d'Or di Cannes Film Festival 1979. Sampai hari ini,
Coppola adalah satu dari delapan pembuat film yang memenangkan dua
penghargaan Palme d'Or. Dia dan Michael Haneke adalah dua pembuat film yang
memenangkan keduanya pada dekade yang sama.
Pada bulan Februari 2011 lalu, tepat pada acara penganugerahan Piala
Oscar 2011, Coppola secara resmi menerima penghargaan Irving G. Thalberg
Memorial dari The Academy of Motion Picture Arts and Sciences, Sebuah bentuk
penghargaan kepada Produser film atas konsistensi dalam membuat film – film
yang bermutu.
76
Penghargaan yang telah tercapai oleh Francis Ford Coppola
77
4.1.5 Profil Penulis Buku Novel The Godfather Mario Puzo
Mario Gianluigi Puzo atau Mario Puzo atau Mario Cleri (nama pena) lahir
tanggal 15 Oktober 1920 di Hell’s Kitchen, New York, Amerika Serikat. Setelah
bertugas di Jerman selama Perang Dunia II, ia kuliah di New School for Social
Research di New York dan Coumbia University. Karena ingin berkembang
setelah menulis untuk majakah – majalah pria, ia memutuskan menulis novel
pertamanya “The Dark ArenaI”, yang terbit pada tahun 1955. Buku novel tersebut
berdasarkan dari pengalamannya selama ia sedang bertugas selama Perang Dunia
II. Lalu buku keduanya yang berjudul “The Fortunate Pilgrim”, terbit pada tahun
1964, buku tersebut merupakan semacam autobiografi yang mengenai tentang
imigran Italia. Kedua buku ini, meskipun mendapatkan dipuji dengan kritikus
buku, Mario Puzo menganggap bahwa buku keduanya sebagai karya terbaiknya,
ia berpendapat bahwa buku tersebut gagal dalam pasaran.
78
keluarga imigran Italia: Keluarga Corleone dari Sisilia. Ia memberinya judul “The
Godfather”, terbit tahun 1969. Walaupun ia tidak ada sangkut pautnya dengan
Mafia (setidaknya begitulah yang ia [Mario Puzo] dikatakannya), novel itu sangat
sukses dan menjadi Best Seller versi New York Times. Menurut Puzo, ia ketika
menulis The Godfather berdasarkan riset di perpustakaan saja. “Mana saya punya
waktu untuk terlibat Mafia?” katanya ketika sesi wawancara dengan Associated
Press tahun 1996. “Saya miskin sebelum The Godfather sukses. Kalau saya ikut
Mafia, saya pasti punya cukup uang sehingga tidak perlu menjadi menulis.”
The Godfather terjual sebanyak dua puluh satu juta copy lebih di seluruh
dunia. Ia kemudian menulis dua sekuelnya dan dengan bantuan dari sutradara
Francis Ford Coppola, dan mengadaptasi serial ini ke layar perak. Oleh karena itu
Mario Puzo dan Francis Ford Coppola memperoleh Oscar untuk kategori Best
Writing, Screenplay Based on Material from Another Medium atau sekarang
bernama Academy Awards for Best Adapted Screenplay (Skenario Adaptasi
Terbaik) tahun 1973. Sedangkan film The Godfather dan The Godfather Part II,
menjadi Best Picture (Film Terbaik) tahun 1972 dan 1974.
Mario Puzo juga menulis beberapa skenario lain, termasuk dalam film
superhero, “Superman: The Movie” pada tahun 1978 (dalam film ini ia kembali
bekolaborasi bersama Marlon Brando) dan sekuelnya “Superman II” pada tahun
1980, “The Cotton Club” pada tahun 1984 (berkolaborasi dengan Francis Ford
Coppola), “The Sicilian” tahun 1987 (berdasarkan novel yang berjudul yang sama,
“The Sicilian” yang diterbitkan pada tahun 1984), dan “Christopher Columbus:
The Discovery” (kolaborasi ketiga Marlon Brando setelah film “Superman: The
Movie”). Pada tahun 1997, novel Mario Puzo yang berjudul “The Last Don”
dijadikan miniseri televisi dibintangi oleh Danny Aiello sebagai Don Domenico
Clericuzio. Pada tahun yang sama, novelnya “The Fortunate Pilgirm” kembali
dicetak ulang.
79
Tiga tahun terakhir sebelum kematiannya, Mario Puzo menulis novel
dengan berjudul ”Omertà”. Ada satu novel yang belum selesai dalam
penulisannya dengan berjudul “The Family” dan novel tersebut diselesaikan oleh
istrinya Carol Gino. Pada tanggal 2 Juli 1999, Mario Puzo meninggal dunia di
rumahnya, West Bay Shore, Long Island, New York. Ia meninggalkan istrinya
Carol Gino, lima anak dan beberapa cucu saat itu ia berumur 78 tahun.
Tahun 2012 menandai tonggak sejarah yang luar biasa untuk Paramount
Pictures - tahun ke 100 Paramount di bisnis pertunjukan. Meskipun pencapaian
luar biasa ini membuat Paramount salah satu perusahaan gambar tertua di
Amerika, tidak ada tanda-tanda melambat, dan Paramount dan filmnya lebih kuat
dari sebelumnya. Dari epik visioner hingga kisah cinta yang menyayat hati hingga
franchise blockbuster, semua diciptakan oleh para talenta dan pembuat film
terbaik dalam bisnis ini, Paramount telah menetapkan standar di bioskop selama
satu abad dan terus memberikan hiburan terbaik kepada khalayak di seluruh
dunia.
80
Adolph Zukor, Jesse L. Lasky dan Cecil B. DeMille dikreditkan sebagai
ayah pendiri utama Paramount. Zukor visioner meletakkan dasar bagi perusahaan
tersebut dengan mengakuisisi hak distribusi A.S. pada film Prancis yang diam-
diam, Queen Elizabeth, sebuah fitur reel empat terobosan dalam waktu dua
gulungan adalah norma. Keberhasilannya yang luar biasa mendorong Zukor's
Famous Players Film Company ke tempat yang sangat tinggi, dan dalam
prosesnya, mengubah bisnis hiburan selamanya. Terinspirasi oleh kesuksesan
Zukor, Jesse L. Lasky segera bekerja sama dengan sutradara Cecil B. DeMille
untuk membuat versi film dari drama panggung sukses “The Squaw Man”. Ini
adalah film berdurasi panjang pertama yang dibuat di Hollywood, dan menandai
debut Jesse L. Lasky Feature Play Company. Zukor dan Lasky menggabungkan
usaha mereka pada tahun 1916 dengan formasi pemain Terkenal mereka-Lasky
Corporation. Zukor menjabat sebagai Presiden, Lasky sebagai Wakil Presiden
yang bertanggung jawab atas produksi, DeMille sebagai Direktur Jenderal, dan
saudara ipar Lasky, Samuel Goldfish (yang kemudian dikenal sebagai Samuel
Goldwyn dan segera pergi untuk mengejar usaha sendiri) sebagai Ketua papan.
Beberapa bulan kemudian, setelah merger lain dengan pertukaran distribusi film
yang baru lahir yang disebut Paramount Pictures, entitas yang dihasilkan menjadi
Paramount Famous Lasky Corporation. Dengan simbol puncaknya yang terjal dan
tertutup salju dari pegunungan Wasatch, Paramount Famous Lasky Corporation
menjadi perusahaan distribusi film pertama yang sukses secara nasional, merilis
dua sampai tiga gambar baru dalam seminggu dari tahun 1916 sampai 1921. Ini
menjadi perusahaan yang terintegrasi sepenuhnya. mengendalikan setiap aspek
pembuatan film - produksi, distribusi, dan pameran - sampai akhirnya Mahkamah
Agung memutuskan bahwa ini merupakan monopoli bagi studio gambar gerak
untuk juga memiliki rantai teater.
Depresi Besar terbukti gegabah dan sementara Lasky dipaksa keluar dari
perusahaan, Zukor bertahan sampai tahun 1936 saat digantikan oleh Presiden
Barney Balaban. Zukor meraih gelar Ketua Dewan Paramount Pictures yang baru
81
bernama, dan meskipun sebagian besar merupakan posisi token, dia tetap aktif di
perusahaan sampai dia pensiun pada tahun 1959.
82
Tahun 90an menyambut produser Sherry Lansing sebagai Chairman pada
tahun 1992, posisi yang akan dia pegang selama 14 tahun. Dan, pada tahun 1994,
perusahaan induk Paramount, Paramount Communications, bergabung dengan
Viacom Inc. di bawah kepemimpinan Ketua Eksekutif Dewan dan Pendiri,
Sumner Redstone. Dekade ini diselingi oleh perilisan “Titanic” pada bulan
Desember 1997, yang memerintah selama lebih dari satu dekade sebagai atraksi
Box Office Hollywood.
83
Away”,“Not Fade Away”, dan “The Guilt Trip”. Film dari Paramount Pictures
yang akan datang tahun 2018 ialah “God Particle”, “Annihilation”,“Death
Wish”,”Action Point”,”Mission Impossible: 6”, dan masih banyak lagi yang akan
di rilis oleh Paramount Pictures.
Klasifikasi film terdiri dari lima yaitu komedi, drama, horror, musikal, dan
laga. Film The Godfather termasuk dalam klasifikasi drama. Tepatnya bergenre
crime film atau film kejahatan, hal ini disebabkan berfokus dalam kehidupan
kejahatan, khususnya Mafia atau Gangster.
84
Film yang memenangkan Academy Awards dalam Kategori Skenario
Terbaik pada tahun 1972 ini menceritakan kehidupan keluarga Mafia yang berada
di kota New York, Amerika Serikat. Film yang mengajarkan kepada kita tentang
kekeluargaan dalam lingkungan Keluarga Mafia. Film ini tidak hanya
memberikan pesan tentang kekeluargaan didalamnya, namun banyak mengandung
unsur pesan dalam segi maskulinitas di dalamnya. Hal ini mengajarkan dalam film
yang bergenre drama ini, laki – laki atau pria memiliki dominan didalamnya. Film
ini diceritakan pada kejadian 1940an sampai 1950an yang pada saat itu
merupakan sejarah kegelapan dalam kehidupan di Amerika Serikat, dan
merupakan juga Golden Age (Era Emas) mafia terjun ke Amerka Serikat, dan
muncul nama – nama besar mafia yang ditakuti oleh penduduk Amerika Serikat,
salah satunya Alphonse Gabriel “Scarface” Capone (Al Capone). Bisa dibilang
alur ceritanya adalah maju. Karena mengisahkan di tahun 1940an sampai 1950an,
padahal film ini diproduksi tahun 1972. Film ini berlatar tahun 1940an sampai
1950an tepatnya di kota New York. Tempat yang dipakai dalam pembuatan film
tersebut ini adalah Kota New York, Los Angeles, dan Pulau Sisilia, Italia.
Dengan fashion yang dikenakan seluruh karakter baik dari karakter utama
hingga figuran, sangat cocok dengan latar belakang kota New York tahun 1940an
hingga 1950an, bahkan kendaraan yang digunakan sebagai properti film tersebut
digunakan dalam era 1940an hingga 1950an. Adegan yang sangat menarik adalah
ketika Don Vito Corleone, memberikan kepada Johnny Fontane dengan
mengatakan, “I’m gonna make him an offer he can’t refused.” Dan adegan dimana
Michael Corleone menjadi Godfather anaknya dari adik perempuannya Connie
Corleone, dan disana ia “menyangkal” dengan cara anak buahnya membunuh
semua Keluarga yang menjadi rival Keluarga Corleone. Sebenarnya film ini
berfokus kepada Michael Corleone saja, yang berceritakan mulai dari ia tidak
tertarik dengan bisnis keluarganya hingga ia menjadi Don pengganti Ayahnya
yang sudah meninggal bahkan pensiun. Karakter lainnya hanya membantu tokoh
utama, meskipun sering ditampilkan.
85
Dalam film ini banyak sekali unsur maskulinitas didalamnya. Salah satu
Sonny Corleone mengenakan kaos oblong untuk memperlihatkan ototnya yang
kekar, adanya sikap penindasan perempuan terhadap laki – laki, dimana
perempuan di film tersebut merupakan kaum yang ‘lemah’ dan kaum perempuan
merupakan sebagai ‘alat nafsu’ seoramg laki – laki. Film ini dibawah naungan
badan usaha yang dikerjakan oleh Alfran Production dan didistribusikan oleh
Paramount Pictures dengan modal untuk pembuatan film tersebut sekitar 6 hingga
7 juta Dollar Amerika Serikat, dan sukses menjadi Box Office selama 10 kali di
tahun 1972 dengan meraup keuntungan 133 juta Dollar Amerika Serikat.
4.3 Pembahasan
86
Pada scene kelima ini bercerita, saat ini Virgil “The Turk” Sollozo
diundang ke kantor perusahaan Don Vito Corleone “Geco Pura Olive Oil
Company”. Disini Sollozo meminta Don Corleone untuk teman yang berkuasa
dan uang sebesar satu juta dollar. Dan saat itu juga Don Corleone bertanya untuk
keuntungan Keluarga Corleone, Sollozo memberikan sebesar 30%. Don Corleone
juga memancing tentang Keluarga Tattaglia berapa banyak keuntungannya,
Sollozo menjawab dengan cara perkataan bahwa ia adalah tanggungannya.
Sollozo datang dengan rasa kehormatan dia kepada Don Corleone. Namun Don
Corleone menolaknya dengan cara halus, bahwa bisnis ini merupakan bisnis yang
sangat berbahaya. Sollozo menjawab bahwa ini bisnis yang tidak berbahaya, dan
Tattaglia akan menjaminkannya, saat itu Santino langsung berambisi dengan
serakahnya dengan menyelak perkataan Sollozo kepada Don Corleone dengan
berkata “Ah, kau akan mengatakan kepada kami bahwa Tattaglia menjamin
investasi kami?” Seketika itu juga Don Corleone merasa kesal, jengkel terhadap
Sonny anaknya, dianggap tidak sopan.
87
memungkinkan masuk dalam kategori indeks dan symbol. Hal ini dikarenakan
dalam film tersebut jika ada suatu scene yang unsur ketidaksukaan dari
maskulinitas yaitu menyelak orang ketika berbicara dan bersikap serakah kepada
hal material. Dalam memalingkan muka dengan raut muka galak kepada Sonny,
Don Vito Corleone, penanda tersebut merupakan bersifat dari symbol.
Scene ini berkelanjutan dari scene sebelumnya. Don yang merasa kesal
terhadap Sonny langsung memaggil dia dengan nada kesal dan dari raut wajahnya
88
merasa geram, dan dingin terhadap Sonny anaknya. Ada perkataan dari Don
Corleone kepada Sonny, “Ada apa masalah denganmu? Aku pikir otak kau akan
'lembek’ terhadap gadis itu. Jangan pernah memberitahu siapa pun di luar
keluarga apa yang kau pikirkan lagi.”
Dalam interpretant penanda ini terdapat dalam kategori ciri maskulinitas yang
sifatnya rhema dimana Don Vito Corleone mengenakan baju formal yaitu jas
beserta kelengkapannya untuk menatap galak kepada Sonny. Dari penanda
argument, jika ada seorang tidak menyukai jika perkataannya diselak, sehingga
89
orang itu sudah pasti kesal, apalagi jika seseorang tersebut serakah, dan tidak
mementingkan dirinya sendiri.
Gambar 4.7 Michael Corleone Sedang Merawat Don Corleone di Rumah Sakit
Ketika Don Corleone Terluka, Pemukulan Michael Corleone oleh Captain
McCluskey
Scene ini, dimana Michael sudah tiba ke rumah sakit, tempat Don Vito
Corleone dirawat akibat kasus percobaan pembunuhan. Sesampai disana, Michael
merasa jengkel dikarenakan tidak ada orang yang menjaga ayahnya. Ia bertanya
kepada perawat rumah sakit, dan katanya bahwa anak buahnya diusir oleh polisi,
dengan alasan untuk ketenangan rumah sakit. Merasa tidak suka dengan kelakuan
polisi tersebut, ia telepon ke kakaknya, Sonny menjelaskan bahwa tidak ada orang
yang menjaga Don Corleone, sesudah itu ia hendak membawa Ayahnya ke tempat
lain, karena jika tidak dipindahkan, ia beramsumsi ayahnya akan dibunuh. Oleh
90
karena itu ia meminta perawat tersebut untuk membantu ia. Sesudah pindah ke
tempat aman, ia melihat dengan waspada dan tatapan dingin. Lalu ia bertemu
dengan Enzo si Tukang Roti, dan ia menyuruh keluar rumah sakit untuk
menunggu ia. Sebelum meninggalkan rumah sakit, ia kembali ke ruang kosong
tempat pindahan Don Corleone dirawat, ia melihat Ayahnya begitu saling
mengasihi, Don Corleone pun tersenyum melihat anak kesayangan ia. Michael
berjanji akan menjaga ayahnya dan membawa ke tempat aman agar Don Corleone
tidak dibunuh. Sesudah itu ia keluar rumah sakit dan ia ditunggu oleh Enzo. Ia
menyuruh Enzo, memasukan tangannya ke mantel yang dikenakan oleh Enzo
sendiri dan Michael juga melakukan dengan sama. Michael melakukannya untuk
beralasan kalau ia memiliki pistol. Dan beberapa saat kemudian, orang suruhan
Sollozo ingin datang ke rumah sakit yang bertujuan untuk membunuh Don
Corleone tidak jadi datang, karena Michael menjaga pintu rumah sakit bersama
Ezio. Seketika itu muncul polisi yang dipimpin oleh seorang polisi korup bernama
Captain McCluskey. Seketika juga, Michael langsung dibawa untuk hadapan
dengan McCluskey, dan Michael mengatakan bahwa ia tahu McCluskey di suap
oleh Sollozzo dengan begitu besar. Mendengar Michael mengatakan itu,
McCluskey menyuruh anak buahnya menggenggam tangan Michael, awalnya
detektif menyuruh agar tidak melakukan kekerasan terhadap Michael, dikarenakan
Michael seorang pahlawan perang, namun tidak mendegarkannya. Michael
langsung kena pukulan keras dari McCluskey sehingga ia menderita cukup parah
dan menimbulkan patah rahang, serta giginya pada retak. Lalu Tom Hagen
muncul, ia menceritakan bahwa ia adalah pengacara Keluarga Corleone, dan di
scene tampak anak buah dari Keluarga Corleone langsung masuk ke rumah sakit
untuk menjaga Don Corleone. McCluskey yang tidak suka, langsung
meninggalkan lokasi tersebut dengan marah – marah. Meskipun audio tidak
muncul, Peneliti bisa melihat arah perkataan McCluskey ketika ia pergi,
kemunngkinan McCluskey berkata, “Dasar anak jalang !!” jika diartikan ke
bahasa Inggris, “Son a bitch !!”
91
Dibawah ini merupakan analisis berdasarkan trikotomi dari scene tersebut
92
4.3.4 Analisis Data Scene 23 Film The Godfather
93
“Louis Restaurant”, seketika itu juga Michael tidak kembali lagi ke New York,
dikarenakan ia mengasingkan diri ke Pulau Sisilia.
94
4.3.5 Analisis Data Scene 29 Film The Godfather
Gambar 4.9 Sonny Corleone Kesal Kepada Adik Iparnya, Carlo. Di sebabkan
Carlo Sudah Melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh Connie Corleone.
95
bergutik, bahkan Carlo ditendangi layaknya seekor binatang. Carlo yang sempat
menghindari pemukulan Sonny tidak bisa berkutik kembali, dan akhir pemukulan
diselesaikan, Sonny meninggalkan Carlo dengan keadaan sekarat. Sonny juga
berpesan dengan kata – kata yang bersifat mengancam, yaitu “Jika kau memukul
Connie lagi, aku bunuh kau.”
96
4.3.6 Analisis Data Scene 32 Film The Godfather
Gambar 4.10 Carlo Melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh Istrinya,
Connie Corleone.
97
“Sialan”, mengejek dengan provokasi seperti, “Kau Kurus, anak manja, bersihkan
itu !” dengan mengeluarkan ikat pinggang
Penanda ini terdapat dalam kategori ciri maskulinitas yang sifatnya rhema
dimana Carlo yang naik darah, langsung memarahkan kepada Connie dengan
ringan tangan dan menggunakan kata – kata yang menyuruh membereskannya,
namun Connie menolaknya, membuat Carlo lepas kendali dan mempecuti Connie
dengan ikat pinggangnya. Dalam argument rumah merupakan tempat tinggal yang
aman, berubah menjadi tempat kekerasan yang merupakan ciri dari maskulinitas.
98
4.3.7 Analisis Data Scene 33 Film The Godfather
99
hingga berlumuran darah, Sonny yang sempat menghindar langsung keluar
mobilnya dan ia tidak bisa lagi menghindarkan dari kepungan musuh
Keluarganya, dan saat itu Sonny tewas ditembak oleh musuh Keluarga Corleone.
100
4.3.8 Analisis Data Scene 46 Film The Godfather
101
Interpretant mengacu dalam rhema.
Lalu dalam segi interpretant terdapat dalam kategori ciri maskulinitas yang
sifatnya rhema dimana Michael dan Willie Cicci saling memiliki raut wajah yang
begitu dingin. Michael yang sedang menjadi godfather anaknya Connie
mendengarkan perkataan pastor dengan dingin, namun Willie Cicci menggunakan
raut wajah dingin ketika ia membunuh Don Cuneo.
102
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
103
4. Dari sisi kebudayaan film The Godfather ini menjelaskan tentang
kehidupan Mafia di New York, era tahun 1940an hingga tahun 1950an.
Seperti dalam kehidupan Mafia era tersebut, dimana Mafia mempunyai
peran penting dalam kekuasaan, namun jika ingin mempertahankan
kekuasaan, banyak cara Mafia untuk melakukan kekerasan, bahkan
berunjung dalam kematian dimana – mana, seperti pembunuhan,
perampokan, bisnis ilegal seperti perjudian, prostitusi ilegal, bahkan di
film The Godfather sendiri terdapat penawaran bisnis narkotika.
Namun jika salah satu bisnis ditolak, maka akibatnya adanya terdapat
saingan di keluarga Mafia tersebut.
5. Film The Godfather dibuat adanya unsur maskulinitas didalamnya
dikarenakan dalam film The Godfather ini behasil menembus kritikan
positif oleh para kritikus film, bahkan film tersebut menjadi film
dengan genre gangster terbaik sepanjang dunia perfilman.
104
5.2 Saran
1 Akademis
Untuk saran akademis terdapat menjelaskan bahwa film yang terkait
dengan maskulinitas dalam menggunakan analisis semiotika harus
diperbanyak lagi. Tentunya dengan analisis semiotika menurut beberapa
ahli dan tentunya nanti akan dapat mengungkap bahwa maskulinitas tidak
hanya dari perfilman saja, melainkan dapat berupa dari periklanan,
maupun di program – program lainnya.
2 Praktisi
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan maupun refrensi
bagaimana seharusnya film sebagai media massa dapat
memberikan pesan mengenai suatu fenomena sosial.
Untuk saran kepada praktisi menjelaskan kepada khususnya para
pelaku industri perfilman, film ini dapat menjadi inspirasi para
sineas film lainnya untuk lebih memperhatikan konsep, merancang
dan mengonstruksi sebuah film dan harus mengetahui maskulinitas
tersebut dalam konteks Amerika Serikat pada tahun 1940an hingga
1950an.
105
DAFTAR PUSTAKA
Bordwell, D., Thompson, K., & Smith, J. (2017). Film Art: An Introduction 11th
Edition. New York: McGraw-Hill Education.
106
Pictures, P. (2012, Januari 1). THE PARAMOUNT STORY. Diambil kembali dari
Paramount Pictures Website: https://www.paramount.com/100-years-
paramount/paramount-story
Puzo, M. (2017). The Godfather (Sang Godfather) (Vol. I). Jakarta, DKI Jakarta,
Indonesia: PT. Gramedia Pustaka Utama. Dipetik November 18, 2017
Vera, N. (2014). Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor, Jawa Barat: Penerbit
Ghalia Indonesia.
107