diobservasi (bdk Peirce, 1994: CP 5.60, CP 5.197, CP 6.525 Cross-Ref:). Hipotesis yang
dipilih adalah yang dapat diverifikasi secara eksperimental. Kedua, hipotesis tersebut harus
memperhatikan aspek ekonomis (bdk. Peirce, 1994: CP 6.529 Cross-Ref:). Artinya,
observasi atas hipotesis itu harus memperhatikan kodrat manusia yang tunduk pada batas-batas
finansial dan waktu. Setiap Ilmuwan harus mampu mengevaluasi setiap hipotesis yang ada dan
hanya memilih hipotesis-hipotesis yang membuka jalan lebih besar bagi pengetahuan, bahkan
atas pertimbangan ekonomi waktu, uang, dan tenaga. Hipotesis yang baik itu berdampak positif
bagi ilmu dan bernilai (bersifat terbuka dan mendalam). Ketiga, Hipotesis itu harus dapat
menjadi subjek pengujian eksperimental (bdk. Peirce, 1994: CP 7.220 Cross-Ref:).
Hipotesisi yang baik adalah hipotesis yang memiliki karakter idealistik (Keraf dan Dua, 2001:
95), artinya ia tidak hanya dapat diuji, tetapi juga dapat dibuktikan kebenarannya dengan
pelbagai macam alat pembuktian. Diharapkan hipotesis itu dapat mendorong perkembangan
ilmu pengetahuan itu sendiri secara dinamis.
Melalui pernyataan Peirce (1994: CP 5.604 Cross-Ref:), It is to be expected
that he should have a natural light, or light of nature, or instinctive insight, or genius, tending
to make him guess those laws aright, or nearly aright, dapat diketahui bahwa Peirce
menekankan pengetahuan haruslah berdasarkan pengalaman dan pemilihan hipotesis
eksplanatoris berangkat dari insting akal budi manusia. Insting ini hanyalah suatu alat bantu
ilmu pengetahuan ketika satu hipotesis harus dipilih di antara banyak hipotesis, sehingga tetap
memerlukan kontrol dan kritik walaupun ia lebih meyakinkan dibandingkan semua bentuk
penalaran (Keraf dan Dua, 2001: 95-96).
Nilai Teoritis dari Metode Abduksi
Berikut ini adalah nilai-nilai ilmiah-teoretis dari abduksi dan hipotesis eksplanatoris yang
mengadalkan insting (dikutip secara penuh dari Keraf dan Dua, 2001: 96).
Pertama, harus dikatakan bahwa abduksi menghasilkan suatu proposisi yang mengandung
konsep universal (generalitas). Sudah dikatakan sebelumnya bahwa abduktif adalah suatu
proses penyimpulan dari suatu kasus tertentu. Kesimpulan dari proses itu adalah suatu proposisi
yang menempatkan suatu kasus khusus tertentu dalam suatu kelas atau kelompok. Maka dengan
cara ini, suatu hipotesis mempertegas bahwa suatu kasus individual ditempatkan dalam suatu
kelas yang lebih umum.
Kedua, abduktif merupakan suatu proses yang tidak dapat dipatok dengan satu jenis
penalaran formal (reason) saja. Hipotesis abduktif dibentuk oleh imajinasi, bukan oleh
penalaran kritis. Lebih lagi, seorang ilmuan akan menggunakan instingnya untuk membuat
suatu pilihan yang ekonomis dan berguna ketika menghadapi begitu banyak penjelasan yang
Sumber Bacaan
Deely, John (Ed.). 1994. The Collected Papers of Charles Sanders Peirce. USA: Groups of the
Peirce database.
Keraf, A. Sonny dan Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis.
Yogyakarta: Kanisius
Psillos, Stathis. 2011. An Explorer Upon UntroddenGround: Peirce On Abduction. Dalam
Gabbay, Dov M. (Ed.). 2011. Handbook of the History of Logic. Volume 10: Inductive
Logic. Hlm. 117-151. Elsevier BV.
Svennevig, Jan. 1997. Abduction As A Methodological Approach to the Study of Spoken
Interaction. Inggris: University of Oslo Press.