Anda di halaman 1dari 12

TUGAS HUKUM PERBANKAN

KREDIT MACET

Dosen Pengampu:
1. Dr. Busyra Azheri, S.H., M.H.
2. Upita Anggunsuri, S.H., M.H.

OLEH:
Kelompok III
Nadya Mifta Utami (1410111123)
Atikah Jasmi (1410111141)
AloenG Indra (1410111086)
Eva Yani (1410111113)
M. Sakti Tegar (1410111106)
Naufal Furqon (1410111119)
Rizki Despariandi (1410111109)

TAHUN AJARAN 2016/2017


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG

KATA PENGANTAR
Bank sebagai suatu lembaga yang menjalankan kegiatan dibidang keuangan merupakan
penggerak utama kegiatan masyarakat dalam perekonomian. Bank menghimpun dana dari
masyarakat dan kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
pinjaman yang berguna untuk kesejahteraan masyarakat. Sehingga dan jasa yang diberikannya
kepada masyarakat terjalin hubungan perjanjian pinjam-meminjam antara bank dan subjek
hukum. Namun tidak jarang pelaksanaan hubungan hukum dalam bentuk pemberian kredit ini
mengalami masalah yang sering dikenal dengan kredit bermasalah atau kredit macet. Oleh karena
itu penulis ingin membahas lebih dalam mengenai kredit macet dan memberikan solusi atas
masalah yang sering terjadi dari kredit macet ini.
Penulis memahami tiada gading yang tak retak begitupun dengan tulisan ini mungkin
masih ditemui kekurangan dalam pembuatannya, sehingga penulis menharapkan kritik dan saran
dari pembaca untuk perbaikan bagi penulis di kemudian hari. Penulis juga sangat berharap tulisan
ini dapat bermanfaat bagi pembacanya terutama di bidang hukum.

Padang, Oktober 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .. 1
B. Rumusan Masalah . 1
C. Tujuan Penulisan .. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Umum Kredit .. 2
B. Pengertian Kredit Macet 2
C. Faktor-Faktor Penyebab Kredit Macet .. 3
D. Indikasi Kredit Macet 4
E. Mengurangi atau Mencegah Terjadinya Kredit Macet . 5
F. Penyelesaian Kredit Macet 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 9
B. Saran .. 9
Daftar Pustaka ... 10

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam paket kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di
Indonesia dikenal dua golongan kredit bank, yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di mana
kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga, yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan
kredit macet. Kredit macet inilah yang sangat dikhawatirkan oleh setiap bank, karena akan
mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan berhentinya kegiatan usaha
bank. Kredit macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat
adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur.
(Siamat, 1993, hal: 220).
Sejak krisis keuangan yang berlanjut dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia
sejak tahun 1997, penyelesaian kredit macet bank-bank di Indonesia ditangani oleh Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Berkaitan dengan kasus kredit macet di Indonesia
Menko Ekuin, Kwik Kian Gie mengatakan bahwa sampai saat ini jumlahnya sudah mencapai
Rp600 trilyun. Hal ini tampaknya lebih disebabkan karena faktor kesengajaan. Betapa tidak,
sebagian besar dana kredit yang dimiliki bank disalurkan kepada debitur kelompok usahanya
sendiri, yang disebut perusahaan terafiliasi. Dimana dalam penyalurannya kurang atau mungkin
tidak didasarkan pada studi kelayakan (feasibility study), dan bahkan besarnya kredit yang
mereka ajukan jumlahnya telah di mark up terlebih dahulu. Sebagai contoh adalah Bank Dagang
Nasional Indonesia (BDNI) dan Bank Umum Nasional (BUN), yang masing-masing secara
berurutan menyalurkan 90,7% dan 78,4% (Kwik Kian Gie, 1999, hal: 124) untuk kepentingan
kelompok usahanya sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kredit macet?
2. Bagaimana menyelesaikan kasus-kasus terkait dengan kredit macet?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan kredit macet
2. Untuk mengetahui bagaimana menyelesaikan kasus-kasus yang terkait dengan
kredit macet

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Umum Kredit


Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan, disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sampai saat ini pendapatan bunga sebagai hasil
dari pemberian kredit, masih merupakan kontribusi terbesar pada pendapatan bank secara
keseluruhan, baik bank-bank di Indonesia maupun kebanyakan bank-bank di dunia. Berdasarkan
statistik Bank Indonesia bulan Juni 1992, 80% dari total aset perbankan Indonesia adalah berupa
kredit yang disalurkan baik kepada sektor perdagangan maupun industri. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa penyaluran kredit merupakan kegiatan utama suatu bank. Di lain pihak,
penyaluran kredit mengandung resiko bisnis terbesar dalam dunia perbankan. Oleh karena itu,
pengelolaan kredit merupakan kegiatan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap bank.

B. Pengertian Kredit Macet


Kredit macet adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar
sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan (Mudrajad
Kuncoro dan Suhardjono, 2002:462). Kredit yang digolongkan dalam kredit macet apabila
memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
(a) Berdasarkan Prospek Usaha
1) Kelangsungan usaha sangat diragukan, industri mengalami penurunan dan
sulit untuk pulih kembali.
2) Kehilangan pasar sejalan dengan kondisi perekonomian yang menurun.
3) Manajemen yang sangat lemah.
4) Terjadi kemogokan tenaga kerja yang sangat sulit untuk diatasi.
(b) Berdasarkan Keuangan Debitur
1) Mengalami kerugian yangbesar.
2) Debitur tidak mampu memenuhi seluruh kewajiban dan kegiatan usaha tidak
dapat dipertahankan.
3) Rasio utang terhadap modal sangat tinggi.
4) Pinjaman baru digunakan untuk menutup kerugian operasional.
(c) Berdasarkan Kemampuan Membayar
1) Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan bunga yang telah melampaui 270
hari.
2) Dokumentasi kredit atau pengikatan agunan tidak ada.

C. Faktor-faktor Penyebab Kredit Macet


Faktor-faktor penyebab kredit macet menurut Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono
(2002:472) adalah sebagai berikut:
(a) Faktor Eksternal Bank
1) Adanya maksud tidak baik dari para debitur yang diragukan.
2) Adanya kesulitan atau kegagalan dalam proses likuiditas dari perjanjian kredit
yang telah disepakati antara debitur dengan bank.
3) Kondisi manajemen dan lingkungan usaha debitur.
4) Musibah (misalnya : kebakaran, bencana alam) atau kegagalan usaha.
(b) Faktor internal bank
1) Kurang adanya pengetahuan dan keterampilan para pengelola kredit.
2) Tidak adanya kebijakan perkreditan pada bank yang bersangkutan.
3) Pemberian dan pengawasan kredit yang dilakukan oleh bank menyimpang dari
prosedur yang telah ditetapkan.
4) Lemahnya organisasi dan manajemen dari bank yang bersangkutan.
Munculnya kredit bermasalah termasuk di dalamnya kredit macet, pada dasarnya tidak
terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses. Terjadinya kredit macet dapat disebabkan
baik oleh pihak kreditur (bank) maupun debitur. Faktor-faktor penyebab yang merupakan
kesalahan pihak kreditur adalah:
1. Keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah digariskan;
2. Terlalu mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas
tentang standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan;
3. Konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko tinggi;
4. Kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman;
5. Lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf bagian
kredit;
6. Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank;
7. Lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit bermasalah,
termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas (cash flow) debitur lama;
Tidak mampu bersaing, sehingga terpaksa menerima debitur yang kurang bermutu.
(Sutojo, 1999, hal: 216). Sedang faktor-faktor penyebab kredit macet yang diakibatkan karena
kesalahan pihak debitur antara lain:
1. Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang
berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani;
2. Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan, atau
pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga debitur;
3. Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain;
4. Kesulitan likuiditas keuangan yang serius;
5. Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana alam;
6. Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan tidak akan
mengembalikan kredit). (Sutojo, 1999, hal: 334)

D. Indikasi Kredit Macet


Untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kredit bermasalah atau kredit macet sedini
mungkin, dapat dilakukan dengan memperhatikan gejala-gejala sebagai berikut: (Siamat, 1993,
hal: 220-221) . Terjadinya penundaan yang tidak normal dalam penerimaan laporan keuangan,
pemayaran cicilan atau dokumen lainnya. Adanya penyelidikan yang tidak terduga dari lembaga-
lembaga keuangan lainnya mengenai nasabah tersebut;
a. Keluarnya anggota eksekutif perusahaan;
b. Terjadi perubahan kegiatan usaha misalnya masuknya pesaing baru atau produk
baru yang sejenis;
c. Meningkatnya penggunaan fasilitas overdraft;
d. Perusahaan nasabah mengalami kekacauan;
e. Ditemukannya kegiatan ilegal atas usaha nasabah;
f. Permintaan tambahan kredit;
g. Permohonan perpanjangan atau penjadwalan kembali kredit;
h. Usaha nasabah yang terlalu ekspansif;
Kreditur lain melakukan proteksi atas kredit yang diberikan dengan meminta tambahan
jaminan atau melakukan pengikatan notaris atas barang jaminan.Dengan mencermati gejala-
gejala terjadinya kredit macet tersebut, maka bukanlah sesuatu yang mustahil untuk mencegah
terjadinya kredit macet, atau paling tidak dapat mengurangi/menekan sekecil mungkin kasus-
kasus kredit macet yang ada.

E. Mengurangi atau Mencegah Kemungkinan Terjadinya Kredit Macet


Setiap penyaluran kredit oleh bank tentu mengandung resiko, karena adanya keterbatasan
kemampuan manusia dalam memprediksi masa yang akan datang. Apalagi dalam situasi dan
kondisi lingkungan yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian seperti sekarang ini. Beberapa
hal penting yang harus dilakukan oleh bank dalam menekan atau mengurangi seminimal mungkin
resiko pemberian kreditnya, adalah:
1. Penilaian/Analisis terhadap Permohonan Kredit
Setiap permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur, tentu harus dilakukan
penilaian secara seksama oleh pejabat bank. Terlebih lagi untuk pemberian kredit jangka panjang,
seperti kredit investasi misalnya. Mengingat semakin lama jangka waktu kredit, maka semakin
tinggi faktor ketidakpastiannya, sehingga semakin besar pula resiko yang dihadapi bank. Dalam
penilaian kredit, ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan yaitu prinsip 5 C + 1C, yang
meliputi Character, Capacity, Capital, Collateral, Conditions dan Constraint
2. Pemantauan Penggunaan Kredit
Setelah bank memutuskan untuk memberikan kredit kepada debiturnya, bukan berarti
bahwa tugas bank sebagai perantara keuangan selesai sampai di situ, melainkan itulah awal mula
tugas bank yang sesungguhnya dalam penyaluran kredit. Bank senantiasa harus memantau kredit
yang telah disalurkannya. Apakah debitur benar-benar menggunakan kreditnya sesuai dengan
permohonan semula, atau digunakan untuk keperluan lain? Bagaimana perkembangan dan
prospek usaha debitur? Bagaimana keadaan perekonomian nasional secara keseluruhan, kondusif
atau tidak bagi perkembangan usaha debitur? Dan pertanyaan-pertanyaan lain berkaitan dengan
prospek kredit yang telah disalurkan oleh bank. Pertanyaan-pertanyaan ini penting dijawab,
dalam rangka mengantisipasi kemungkinan tersendat atau macetnya kredit yang telah disalurkan
bank.
3. Jaminan Kredit
Jaminan kredit (collateral) atau agunan sebenarnya tidaklah mutlak sifatnya, tetapi perlu,
guna mengantisipasi kemungkinan tidak tertagihnya kredit yang disalurkan bank. Di samping
status dan kondisi jaminan, yang tidak kalah penting untuk diperhatikan oleh bank adalah dalam
cara pengikatannya. Pengikatan jaminan kredit ini harus sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku. Hal ini berkaitan dengan eksekusi jaminan, apabila kelak debitur ingkar janji (wan
prestasi) atau tidak mampu melunasi kreditnya.

F. Cara Penyelesaian Kredit Macet


Menurut Padmo Wahjono, masalah kredit macet dapat diselesaikan melalui dua tahapan
yaitu:
1. Teknik Pengendalian Preventif
Teknik pengendalian preventif adalah teknik pengendalian yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya kemacetan kredit.Teknik pengendalian prevenif dapat dilakukan dengan
melakukan penyeleksian debitur dengan cara melihat kelengkapan persyaratan permohonan
kredit dan penilaian terhadap dibitur dengan menggunakan prinsip 6C, yang meliputi : character,
capacity, capital, collateral, condition of economi dan constraint.
2. Teknik Pengendalian Represif
Teknik pengendalian represif adalah teknik pengendalian yang dilakukan untuk
menyelesaikan kredit-kredit yang telah mengalami kemacetan. Strategi penyelesaian kredit dapat
dilakukan dengan beberapa langkah antara lain:
1) Melalui negosiasi bank dengan debitur, bank dapat melakukan penguasaan
sebagian atau seluruh hasil usaha, sewa barang agunan, apabila kredit belum
berjalan dengan baik.
2) Pemberian surat tagihan 1, 2, dan 3. Pemberian surat tagihan dilakukan apabila
jangka waktu pembayaran yang ditentukan telah habis.Hal ini dilakukan dengan
tujuan pihak bank memberikan peringatan kepada debitur untuk segera
mengangsur pokok pinjaman dan bunganya sesuai dengan kesepakatan pada
waktu melakukan pengajuan kredit.
3) Penyerahan hak penagihan piutang kepada badan-badan resmi, yang tercatat
secara yuridis berhak menagih piutang, seperti Pengadilan Negeri, Kejaksaan,
dan lain-lain.
4) Debitur macet dinyatakan pailit karena insolvency atau bangkrut, penagihannya
dapat diajukan kepada Balai Harta Peninggalan (BHP), di mana kedudukan bank
dapat sebagai kreditur preferent, bilamana bank telah melakukan pengikatan
agunan, maka bank berhak menjual secara lelang sesuai ketentuan yang berlaku,
dengan konsekuensi apabila hasil lelang masih ada sisa, maka sisa tersebut harus
diserahkan kepada BHP dan apabila hasil lelang tidak mencukupi, maka sisa
utang yang tidak terbayarkan tetap merupakan utang debitur yang harus dibayar.
Secara khusus untuk menyelesaikan dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet,
dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut:
a. Rescheduling (Penjadwalan Ulang)
Yaitu perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka
waktu termasuk masa tenggang (grace period) dan perubahan besarnya angsuran kredit. Tentu
tidak kepada semua debitur dapat diberikan kebijakan ini oleh bank, melainkan hanya kepada
debitur yang menunjukkan itikad dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk
membayar atau melunasi kredit (willingness to pay). Di samping itu, usaha debitur juga tidak
memerlukan tambahan dana atau likuiditas.
b. Reconditioning (Persyaratan Ulang)
Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada
perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan pembayaran
sebagian atau seluruh bunga dan persyaratan lainnya. Perubahan syarat kredit tersebut tidak
termasuk penambahan dana atau injeksi dan konversi sebagian atau seluruh kredit menjadi
equity perusahaan. Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan cooperative yang usahanya sedang
mengalami kesulitan keuangan dan diperkirakan masih dapat beroperasi dengan menguntungkan,
kreditnya dapat dipertimbangkan untuk dilakukan persyaratan ulang.
c. Restructuring (Penataan Ulang)
Yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut penambahan dana bank atau konversi
seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan/ atau konversi seluruh
atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan bank atau mengambil partner yang lain untuk
menambah penyertaan.
d. Liquidation (Liquidasi)
Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang.
Pelaksanaan likuidasi ini dilakukan terhadap kategori kredit yang memang benar-benar menurut
bank sudah tidak dapat lagi dibantu untuk disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah
tidak memiliki prospek untuk dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan dengan
menyerahkan penjualan barang tersebut kepada nasabah yang bersangkutan. Sedang bagi bank-
bank umum milik negara, proses penjualan barang jaminan dan aset bank dapat diserahkan
kepada BPPN, untuk selanjutnya dilakukan eksekusi atau pelelangan.
Dengan demikian teknik pengendalian kredit macet pada umumnya adalah memperkecil
risiko bahkan sampai menghilangkan risiko yang mungkin timbul maupun sudah terjadi. Dari
kedua langkah teknik pengendalian kredit tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam langkah-
langkah teknik pengendalian kredit macet harus dimulai sedini mungkin sebelum variable
penyebabnya berpengaruh terhadap aktivitas bank.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Makah hal-hal yang dapat disimpulkan dari pemaparan di atas yaitu:
1. Kredit macet adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar
sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan.
Kredit macet dapat disebut bermasalah apabila terjadi hal-hal tertentu terhadap
prospek usaha, keuangan debitu dan kemampuan membayar kreditur. Hal tersebut
juga terjadi karena beberapa faktor baik dari pihak debitu maupun kreditu sendiri
yang meliputi faktor eksternal dan internal, sehingga banyak indikasi yang ditemukan
terkait dengan kredit macet ini
2. Kredit macet dapat diselesaikan dengan dua tindakan yaitu, pengendalian secara
preventif dan pengendalian secara represif. Khususnya, kredit macet dapat diatasi
dengan cara rescheduling, reconditioning, restructuring dan liquidation.

B. Saran
Oleh karena itu agar terciptanya bentuk perjanjian pinjam-meminjam yang lancar dan
bersifat mutualisme hendaknya kredit benar-benar dilakukan dengan memenuhi prinsip-prinsip
dari pelaksanaan kredit, terutama prinsip 4P+5C. Sehingganya tidak terjadi hal-hal yang disebut
dengan wanprestasi baik dari pihak debitur maunpun kreditur.
DAFTAR PUSTAKA

A. SUMBER PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Peraturan bank Indonesia Nomor 14212/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau
Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan.

B. SUMBER BUKU
Bahsan, M. 2007. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. Jakarta:
Rajawali Pers.
Djumhana, Muhammad. 2011. Hukum Perbankan di Indonesia. Yogyakarta: Citra Aditya.

C. SUMBER LAIN-LAIN
http://eprints.uny.ac.id/BAB-tinjauan-pustaka-09409131003.pdf

Anda mungkin juga menyukai