Anda di halaman 1dari 8

Penutupan Perusahaan (Lock Out)

Penutupan perusahaan (lock out) adalah tindakan pengusaha untuk menolak buruh/pekerja
seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerjaan (Pasal 1 Angka 24 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003). Apabila dilihat dari sisi pengusaha, tindakan penutupan perusahaan merupakan hak dasar
pengusaha untuk menolak pekerja/buruh sebagian atau seluruhnya untuk menjalankan pekerjaan sebagai
akibat gagalnya perundingan. Gagalnya perundingan ini dalam arti perundingan antara pengusaha dan
serikat pekerja/serikat buruh tidak menghasilkan kesepakatan maka penutupan perusahaan (lock out)
dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama sekali sesuai dengan ketentuan
pasal 149 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, pengusaha tidak
dibenarkan melakukan penutupan perusahaan sebagai tindakan balasan sehubungan adanya tuntutan
atau hak – hak normatif dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh. Penutupan
perusahaan (lock out) yang dikecualikan dari hak melakukan tindakan penutupan perusahaan (Pasal 147
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) yang menegaskan bahwa penutupan
perusahaan (lock out) dilarang dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang melayani kepentingan umum
dan/atau jenis kegiatan yang membahayakan keselamatan jiwa manusia, meliputi : (a) rumah sakit; (b)
pelayanan jaringan air bersih; (c) pusat pengendali telekomunikasi; (d) pusat penyedia tenaga listrik; (e)
pengolahan minyak dan gas bumi; (f) kereta api.

Tindakan penutupan perusahaan (lock-out) harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku tertuang dalam Pasal 148 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pasal 148

(1) Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/buruh dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh, serta instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat
sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum penutupan perusahaan (lock out) dilaksanakan.

(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :

a. waktu (hari, tanggal dan jam) dimulai dan diakhiri penutupan perusahaan (lock out); dan

b. alasan dan sebab-sebab melakukan penutupan perusahaan (lock out).

(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh pengusaha dan/atau
pimpinan perusahaan yang bersangkutan.
Pasal 149

(1) Pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dan instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenaga-kerjaan yang menerima secara langsung surat pemberitahuan penutupan perusahaan (lock
out) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 harus memberikan tanda bukti penerimaan dengan
mencantumkan hari, tanggal, dan jam penerimaan.

(2) Sebelum dan selama penutupan perusahaan (lock out) berlangsung, instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan berwenang langsung menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya
penutupan perusahaan (lock out) dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak
yang berselisih.

(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menghasilkan kesepakatan, maka harus
dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.

(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, maka
pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan
masalah yang menyebabkan terjadinya penutupan perusahaan (lock out) kepada lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

(5) Apabila perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), maka
atas dasar perundingan antara pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh, penutupan perusahaan
(lock out) dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama sekali.

(6) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) dan ayat (2) tidak diperlukan
apabila :

a. pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar prosedur mogok kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 140;

b. pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar ketentuan normatif yang ditentukan
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pemberitahuan secara tertulis tidak diperlukan jika pekerja atau serikat pekerja/serikat buruh
melanggar prosedur mogok kerja; atau pekerja atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar ketentuan
normatif yang ditentukan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dan instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan yang menerima secara langsung surat pemberitahuan penutupan perusahaan (lock out)
harus memberikan tanda bukti penerimaan dengan mencantumkan hari, tanggal dan jam penerimaan
surat pemberitahuan.

Sebelum dan selama penutupan perusahaan (lock out) berlangsung, instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan berwenang langsung menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya
penutupan perusahaan (lock out) dengan jalan mempertemukan dan merundingkan permasalahan yang
terjadi dengan para pihak yang berselisih. Apabila perundingan di antara pihak yang berselisih
menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh pihak dan
pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi. Apabila
perundingan di antara pihak yang berselisih tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan
terjadinya penutupan perusahaan (lock out) kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial. Hal ini berarti pengusaha dilarang melakukan penutupan perusahaan secara diam-diam, tetapi
harus membicarakan lebih lanjut dengan serikat pekerja yang ada di lingkungannya melalui forum
perundingan.

Pemberitahuan penutupan perusahaan (lock out) tidak perlu dilakukan oleh pengusaha apabila:

1. pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar prosedur mogok kerja sebagaimana di
atur dalam UU Ketenagakerjaan;
2. pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar ketentuan normatif yang ditentukan
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Dampak yang dapat ditimbulkan dari terjadinya penutupan perusahaan antara lain :

1. Pemutusan hubungan kerja secara massal


2. Pekerja/buruh akan kehilangan pekerjaannya
3. Pengusaha tidak diperbolehkan meneruskan perusahaan di lokasi yang sama dengan merekrut
pegawai baru.
Penutupan perusahaan tidak selalu merupakan hasil dari kegagalan bisnis, yang dapat mencakup sumber
daya yang tidak memadai, manajemen yang buruk, kondisi ekonomi tidak stabil atau unprofitability.
Seringkali keputusan untuk membubarkan perusahaan dating di tengah-tengah pertumbuhan bisnis.
Secara hukum ketentuannya tertuang Pasal 142 Angka (1) dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007,
menyebutkan beberapa alasan yang dapat menyebabkan penutupan/pembubaran perusahaan, antara
lain :
a. Berdasarkan keputusan RUPS
b. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
dalam hal ini direksi tidak boleh melakukan perbuatan hukum baru atas nama perseroan yang
ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.
c. Berdasarkan penetapan pengadilan;
Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan atas :
 Permohonan kejaksaan berdasarkan alasan perseroan melanggar kepentingan umum atau
perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan
 Permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta
pendirian
 Permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan perseroan tidak
mungkin untuk dilanjutkan
d. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
dalam hal ini pengadilan niaga sekaligus memutuskan pemberhentian curator dengan memerhatikan
ketentuan dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
e. Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang; atau
f. Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu terdapat hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya penutupan perusahaan, yakni :
a. Utang
Bagi beberapa pengusaha, utang dapat menjadi satu hal yang positif dan bisa memberikan
keuntungan bagi perusahaan. Praktek ini biasanya digunakan untuk mendukung sesuatu agar
berkembang dan tumbuh menjadi lebih besar, baik dari skala produksi, maupun penambahan
pegawai. Tetapi utang juga dapat menjadi boomerang yang sewaktu-waktu siap menyerang balik jika
tidak dianalisa dengan baik.
b. Omzet
Omzet tinggi bukanlah suatu ukuran untuk menilai bahwa suatu bisnis tersebut telah sukses karena
tujuan pendapatan dari usaha adalah profit, bukanlah omzet.
c. Partner
Suatu bisnis memang akan menjadi lebih cepat berkembang ketika ada kerjasama dengan berbagai
pihak atau rekan kerja. Namun hal ini juga dapat menjadi penyebab terjadinya penutupan karena
terjadi miskomunikasi dan perselisihan saat pembagian keuntungan di akhir periode.
d. Peluang
Peluang seringa diartikan sebagai kesempatan yang harus diambil oleh setiap pengusaha. Sebuah
peluang, sebesar apapun bentuknya tetap harus dianalisa dan disesuaikan dengan kemampuan
perusahaan.
Contoh kasus Penutupan Perusahaan
Penutupan tiga pabrik Toshiba dan Panasonic di Indonesia membawa dampak pemutusan
hubungan kerja (PHK) sebanyak lebih dari 2.500 karyawan. Hal ini terimbas dari lesunya
penjualan produk elektronik dua perusahaan raksasa asal Jepang itu akibat penurunan daya
beli masyarakat dan produk yang kalah bersaing dengan produk impor China
Daftar Pustaka
Raharjo, Handri. 2009. Hukum Perusahaan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia
Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Mataram
Wahyudi, Eko, Wiwin Yulianingsih dan Moh. Firdaus Sholihin. Hukum Ketenagakerjaan. 2016. Jakarta:
Sinar Grafika Offset.
Pemberitahuan 7 hari sebelumnya disampaikan, kepada pihak lainnya (pengusaha,
pekerja, atau buruh dan/atau serikat pekerja atau serikat atau serikat buruh, serta
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat (Pasal 140 Angka
(1) dan 148 Angka (1))

Instansi memprakarsai perundingan (Pasal


14 Angka (2) dan Pasal 149 Angka (2))

Perundingan berhasil : Perundingan


tidak berhasil
1. Membuat persetujuan
bersama
2. Ditandangani oleh kedua
belajh pihak
3. Disaksikan oleh instansi Diserahkan kepada
Lembaga Penyelesaian
Perselisihan Hubungan
Industrial (Pasal 141
Angka (4) dan pasal 149
Angka( 4))

TUGAS HUKUM PERBURUHAN

MOGOK KERJA DAN PENUTUPAN PERUSAHAAN


Oleh :
1. Aulia Dyah Nareswari
2. Devi Agustina 175010107111176
3. Salsabila Widhasari
4. Faktur Rahman

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSIRAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2019

Anda mungkin juga menyukai