Anda di halaman 1dari 9

Millen Christopher

Hamonangan Lumban Tobing


1904551257
Etika Tanggung Jawab Profesi
Kelas D (Reguler Pagi)

UJIAN AKHIR SEMESTER


Soal :
Seorang klien datang kepada seorang advokat untuk berkonsultasi tentang
perkara yang dihadapinya, dengan semangat Advokat tersebut memberikan
pendapat hukum kemudian menyarankan klien untuk menyelesaikan
sengketanya melalui pengadilan. Advokat tersebut menjanjikan kemenangan
akan berpihak kepada klien dengan syarat klien tidak dapat lagi
menghubungi advokat yang lain selain dirinya dan segera harus memberikan
kuasa kepadanya. Dalam proses peradilan sang Advokat sering menunda
sidang dengan berbagai macam alasan. Setelah diselidiki oleh klien ternyata
sang Advokat tersebut juga menjadi konsultan hukum pada pihak lawan dari
klien tersebut. Analisa contoh kasus diatas dengan menggunakan Kode Etik
Profesi Advokat, Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat,
serta kaitkan contoh kasus diatas dengan Nilai Moral Profesi Hukum
menurut Franz Magnis Suseno.

Jawab :
Advokat adalah profesi terhormat dimana dalam menjalankan profesinya
advokat berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode
Etik, serta memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan
kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran,
Kerahasiaan dan Keterbukaan. Dalam contoh kasus yang diberikan, seorang
klien mendatangi seorang advokat untuk melakukan konsultasi hukum
tentang perkara yang sedang dihadapinya. Kemudian advokat tersebut
menyarankan untuk menyelesaikan sengketa di pengadilan, advokat tersebut
juga menjanjikan kemenangan kepada kliennya.
Dalam hal ini Advokat tersebut sudah melanggar Kode Etik Advokat BAB
III Hubungan Dengan Klien pasal 4c yang berbunyi : “Advokat tidak
dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya
akan menang”. Kemudian selama proses peradilan, sang Advokat sering
menunda-nunda sidang dengan berbagai alasan. Akhirnya sang klien pun
menyelidiki ternyata sang Advokat tersebut juga menjadi konsultan hukum
dari pihak lawannya. Advokat tersebut telah melanggar sumpah jabatannya
yang tertera dalam UU no 18 tahun 2003 BAB II Bagian Kedua pasal 4 ayat 2
pada poin yang berbunyi “bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi
sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung
jawab berdasarkan hukum dan keadilan” karena dengan tindakan yang telah
dilakukan oleh Advokat tersebut yaitu menjadi konsultan hukum dari pihak
lawan. Tentu saja hal itu membuktikan bahwa Advokat tersebut dalam
melaksanakan tugasnya tidak bertindak jujur mulai dari menunda-nunda
persidangan dengan alasan yang berbagai macam hingga menjadi konsultan
hukum dari pihak lawan, yang juga membuktikan bahwa advokat tersebut
tidak bertanggung jawab dan tidak profesional.

Advokat tersebut juga melanggar sumpah jabatannya yang berbunyi “bahwa


saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban saya
sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai
Advokat;” karena ia telah mengkhianati kepercayaan klien tersebut dengan
menjadi konsultan hukum pihak lawan. Jika dalam hal ini sang klien merasa
ditipu dan dirugikan maka ia bisa melakukan pengaduan sesuai dengan yang
tertera pada Kode Etik Advokat BAB IX Bagian Kedua pasal 11 ayat 1 yang
berbunyi “Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan
dan merasa dirugikan” dan pada poin A dikatakan bahwa Klien termasuk
salah satu pihak yang dapat melakukan pengaduan, tetapi pengaduan yang
dilakukan harus sesuai dengan Kode Etik Advokat BAB IX Bagian Kedua
pasal 11 ayat 3 yang berbunyi “Pengaduan yang dapat diajukan hanyalah
yang mengenai pelanggaran terhadap Kode Etik Advokat”.
Kemudian sanksi-sanksi yang akan diberikan kepada Advokat tersebut sudah
ada dalam Kode Etik Advokat BAB IX Bagian Ketujuh pasal 16. Sanksi-
sanksi yang diberikan bisa berupa pemberhentian sementara, pemecatan, dan
sebagainya tergantung seberapa berat pelanggaran yang telah dilakukan.
Selain itu dalam contoh kasus diatas, saya dapat mengaitkan kasus tersebut
dengan Nilai Moral Profesi Hukum menurut Franz Magnis Suseno. Franz
mengemukakan bahwa ada lima kriteria nilai moral yang kuat, antara lain
Kejujuran, kejujuran ini merupakan sebuah dasar utama untuk sebuah nilai
dan moral yang kuat. Tanpa adanya kejujuran akan membuat sebuah
profesional hukum akan menjadi sia-sia dan tidak berarti, karena seorang
profesi hukum yang tidak memiliki kejujuran sama saja dengan melakukan
dan mengingkari sebuah tujuan yang sudah dijanjikannya dengan
kemunafikkan, kelicikan, dan juga dengan kepintarannya dalam melakukan
daya tipu. Dan sikap yang seharusnya terdapat dalam seorang profesi hukum
yang jujur yaitu Sikap terbuka ( pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan
melayani atau secara cuma-cuma) dan Sikap wajar ( perbuatan yang tidak
berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak
memeras).

Dan jika saya kaitkan dengan kasus diatas, advokat tersebut telah melanggar
nilai dan moral yaitu kejujuran. Artinya seorang advokat pada kasus diatas
tidak memiliki sebuah nilai dan moral yang kuat dalam menjalankan sebuah
tugasnya. Dalam kasus di atas, seorang advokat ini memberikan janji
kemenangan dan memberikan kuasa secepatnya kepada kliennya, tanpa
memperbolehkan kliennya untuk menghubungi advokat selain dirinya.
Namun setelah dilakukan penyelidikan, ternyata advokat tersebut juga
menjadi konsultan hukum pada pihak lawan dari kliennya. Dalam hal ini
seorang advokat tersebut secara tidak langsung telah melakukan sebuah
kemunafikkan dimana advokat itu ternyata tidak hanya berpihak kepada
kliennya itu, namun ia juga memberikan konsultan hukum kepada pihak
lawan klien tersebut. Advokat itu juga sangat licik, dimana ia ingin bisa
memegang kedua pihak tersebut dalam penyelesaian kasusnya itu, dengan
tujuan agar ia bisa dengan mudah menyelesaikannya dan mendapatkan
imbalan dari keduanya juga. Hal ini bisa dikatakan licik karena ia tidak
memperbolehkan kliennya untuk berhubungan dengan advokat lain, namun
advokat itu sendiri tidak fokus pada penyelesaian masalah kliennya
(menunda sidang dengan berbagai alasan) saja. Dan advokat itu juga
memainkan kepintarannya dalam melakukan daya tipu, dimana ia
memberikan banyak janji-janji manis dan palsu kepada kliennya agar
kliennya benar-benar percaya kepadanya seperti janji kemenangan, janji akan
berpihak pada klien. Hal itu juga bertujuan agar klien mau menerima
tawaran jasanya dalam mengatasi kasusnya itu. Dan ia juga tidak bisa
memunculkan sikap sikap terbuka dan sikap wajarnya sebagai seorang
advokat, karena apa yang dilakukan oleh advokat itu pastinya sangat
merugikan kliennya hanya karena ketidak jujurannya dalam menjalankan
sebuah tugasnya dan hanya terfokuskan pada uang (pendapatan) yang akan
diterimanya dengan kata lain serakah.

Otentik, otentik merupakan suatu sikap menghayati dan menunjukan diri


sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Sikap otentik ini
juga merupakan salah satu hal penting yang harus dimiliki seorang profesi
hukum dalam menjalankan tugasnya untuk menciptakan sebuah nilai dan
moral yang kuat sebagai seorang profesi hukum. Dan yang dimaksud otentik
dalam pribadi seorang profesi hukum antara lain, tidak menyalahgunakan
wewenang, tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat
(melakukan perbuatan tercela), mendahulukan kepentingan klien, berani
berinisiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata
menunggu atasan, tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial. Hal-hal
diataslah yang nantinya akan membuat seorang profesi hukum akan
memiliki nilai dan moral yang kuat.

Dan jika saya kaitkan dengan kasus diatas, advokat tersebut sama sekali tidak
memiliki sikap otentik dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang advokat.
Karena apa yang ditunjukkan advokat tersebut kepada kliennya itu sangat
palsu atau bukan merupakan keahlian yang sebenarnya ada dalam dirinya
itu. Dalam hal ini, seorang advokat ini tidak menjalankan wewenangnya
dengan baik. Dimana seharusnya sebagai seorang advokat, dalam
menjalankan tugasnya ia harus bisa mendampingi kliennya dari awal hingga
permasalahanya atau tugasnya selesai. Namun pada kasus diatas, advokat ini
hanya memberikan janji-janji manis dan setelah itu dalam proses peradilan ia
sering sekali menunda sidang dengan berbagai alasan. Advokat itu juga tidak
bisa mendahulukan kepentingan kliennya yang sudah dijanjikannya
sebelumnyanya itu dan justru dia juga menjadi konsultan hukum pada pihak
lawan kliennya. Secara tidak langsung, sifatnya itu tentu akan sangat
membuat kliennya merasa direndahkan olehnya, karena perbuatan
advokatnya yang tidak bisa memberikan atau menjalankan tugasnya sesuai
dengan janjinya.

Bertanggung Jawab, bertanggung jawab merupakan suatu sikap yang siap


dan mau menanggung segala sesuatu yang telah atau sudah terjadi dan
dialaminya. Seorang profesi hukum dalam menjalankan tugasnya harus bisa
memiliki sikap bertanggung jawab untuk bisa menciptakan sebuah nilai dan
moral yang kuat. Sikap bertanggung jawab dari seorang profesi hukum ini
sangatlah dibutuhkan oleh para kliennya untuk menghasilkan sebuah hasil
yang sesuai dengan tujuannya. Tanpa adanya suatu sikap yang bertanggung
jawab, sebuah tujuan yang ingin dicapai oleh seorang profesi hukum dan juga
kliennya tidak akan bisa berjalan dengan baik dan tidak akan berjalan sesuai
tujuan yang telah disepakati bersama. Dalam menjalankan tugasnya,
profesional hukum wajib bertanggung jawab, arti dari bertanggung jawab
yaitu seperti kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja
yang termasuk lingkup profesinya. Bertindak secara proporsional, tanpa
membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma (prodeo), dan
kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
kewajibannya.
Dan jika saya kaitkan dengan kasus diatas, seorang advokat yang ada pada
kasus diatas juga tidak memiliki suatu rasa atau sikap bertanggung jawab
atas setiap tugas dan tujuan yang telah dipercayai oleh kliennya. Dalam hal
ini, advokat itu sama sekali tidak bisa menjalankan tanggung jawabnya
sebagai seorang profesi hukum (advokat), karena pada dasarnya dia telah
meninggalkan atau melepaskan sikap tanggung jawabnya itu sebagai seorang
advokat. Advokat tersebut tidak bisa memberikan dan melakukan tugasnya
sebaik-baiknya sebagai seorang advokat, bahkan dia hanya bisa memberikan
sekedar janji saja dan syarat liciknya itu dan tanpa adanya rasa bertanggung
jawab ia dengan mudah mengabaikan tugasnya begitu saja. Advokat itu pun
juga tidak bisa bertindak secara proporsional sebagai seorang advokat.
Karena apa yang dikatakan advokat itu diawal kepada kliennya tidak
sebanding dengan apa yang dilakukannya sekarang kepada kliennya,
kliennya sudah percaya dan mau mengikuti semua syaratnya namun
dikembalikan oleh advokat itu dengan sikapnya yang tidak bertanggung
jawab itu.

Advokat itu juga tidak bisa memiliki tanggung jawab atas apa yang sudah
dijanjikan, dengan artian apa yang sudah dijanjikannya akan begitu saja
hilang karena advokat itu lebih mementingkan perkara bayaran yang akan
diterimanya. Kemungkinan advokat itu melakukan hal seperti yang ada pada
kasus diatas, bisa karena advokat itu mengingini uang dari kedua pihak
tersebut yaitu pihak klien dan juga pihak lawan kliennya dan akhirnya
membuatnya mencoba untuk memegang keduanya namun ternyata hal itu
membuat setiap tugasnya menjadi berantakan dan secara perlahan diabaikan.

Kemungkinan kedua juga bisa disebabkan karena bayaran yang diberikan


oleh pihak lawan kliennya ternyata lebih besar dibandingkan dengan
kliennya dan membuat ia menjadi berubah pikiran untuk memilih kliennya
yang memberikan bayaran yang lebih banyak. Secara tidak langsung sikap
tidak tanggung jawabnya itu tidak hanya merugikan kliennya saja, namun
sikapnya itu pastinya merugikan banyak pihak profesi hukum lainnya
dengan harus menunda dalam penyelesaian kasus itu.

Kemandirian Moral, kemandirian moral berarti tidak mudah terpengaruh


atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya,
melainkan membentuk penilaian dan mempunyai pendirian sendiri. Mandiri
secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak
terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi atau pamrih, dan juga
penyesuaian diri sesuai dengan nilai kesusilaan dan agama. Seorang yang
menggeluti profesi hukum dalam menjalankan tugasnya tentu harus
memiliki kemandirian moral, mengapa demikian? Karena tanpa sifat
kemandirian moral ini maka seorang Advokat akan mudah terpengaruh.
Seorang advokat haruslah memiliki pendirian teguh dalam menjalankan
tugas-tugasnya sebagai advokat.

Seorang advokat harus memegang pendirian teguh untuk menjaga


martabatnya, harus teguh untuk terus memiliki pendirian yang jujur,
bertanggung jawab, otentik, mandiri dan berani. Seorang advokat juga dalam
pekerjaannya harus memegang teguh kode etik advokat serta uu pasal 18
tahun 2003. Dalam kasus diatas tentu bisa kita lihat bahwa Advokat tersebut
tidak memiliki sifat kemandirian moral. Hal ini saya katakan karena sesuai
dengan penjelasan saya mengenai kemandirian moral bahwa seorang yang
memiliki kemandirian moral berarti tidak mudah terpengaruh, mempunyai
pendirian sendiri serta tidak terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi.

Dalam kasus diatas advokat tersebut dikatakan tidak punya pendirian karena
ia sudah menjanjikan kemenangan kepada kliennya, sudah meminta kuasa
untuk mengurus kasusnya, dan sudah ditunjuk sebagai kuasa hukum oleh
klien tersebut. Tetapi karena ia tidak memiliki pendirian yang teguh, dengan
sifatnya yang bisa saya katakan licik ia juga menjadi konsultan hukum dari
pihak lawan. Hal ini mungkin bisa saja dipengaruhi oleh faktor pamrih.
Misalnya pihak lawan memberikan uang jasa yang lebih banyak daripada
klien aslinya. Tentu saja karna perbuatannya itu Klien bisa merasa bahwa
advokat yang telah ditunjuk adalah advokat yang munafik dan tidak
bermartabat.

Dan yang terakhir yaitu Keberanian Moral, keberanian moral ini merupakan
suatu kesetiaan terhadap suara hati nurani yang menyatakan kesediaan
untuk menanggung resiko konflik. Dalam sebuah keberanian moral ini,
seorang profesi hukum harus bisa tetap menjalankan tugasnya hingga tujuan
yang telah dijanjikan bersama itu bisa selesai dengan baik. Dengan artian
apapun yang terjadi selama proses mencapai tujuan itu, seorang profesi
hukum harus bisa tetap menjalankan tugasnya itu dan mau menerima
apapun itu masalah dan resikonya dalam pencapain tujuannya itu. Sebuah
keberanian moral juga merupakan suatu aspek penting dalam menciptakan
sebuah nilai dan moral yang kuat, karena jika seorang profesi hukum tidak
memiliki nilai moral yang kuat. Pasti tugas dan tujuan yang telah dijanjikan
bersama itu akan berhenti begitu saja, dengan artian seorang profesi itu tidak
akan bisa menyelesaikan tugasnya dalam mencapai tujuannya itu.

Keberanian moral yang dimaksud dalam sebuah profesi hukum itu seperti,
menolak segala bentuk korupsi, kolusi suap, pungli. Dan juga menolak segala
bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.
Dan jika saya kaitkan dengan kasus diatas, seorang advokat yang ada pada
kasus itu tidak memiliki suatu keberanian moral. Karena pada dasarnya
advokat itu tidak memiliki sebuah sikap moral yang baik dalam menjalankan
tugasnya sebagai seorang advokat, jika moral baik saja tidak dimiliki oleh
advokat itu bagaimana bisa ia memiliki keberanian moral dalam menjalankan
tugasnya itu. Dapat dibuktikan bahwa advokat itu memang tidak memiliki
keberanian moral, karena pada dasarnya apa yang dilakukan oleh advokat itu
kepada kliennya merupakan suatu cara penyelesaian melalui jalan belakang
yang tidak sah.
Advokat itu memberikan kepercayaan kepada kliennya itu dengan janji
manisnya itu, dan ia juga berjanji atas kemenanganya. Namun hal itu
dilakukan dengan cara yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang
advokat, dengan kata lain apa yang dilakukan oleh advokat dalam kasus ini
merupakan perbuatan yang salah dan tidak sah. Karena advokat itu tidak
hanya membantu pihak kliennya saja, namun ia juga menjadi konsultan
hukum pihak lawan dari kliennya itu. Kemungkinan besar dari tujuan yang
membuat ia melakukannya, ia ingin bisa menyelesaikan kasus ini dengan
cepat dan mudah. Secara tidak langsung, apa yang dilakukan oleh advokat
itu tidak memberikan jalan untuk menyelesaikan masalah kliennya itu, justru
itu akan mempersulit masalah yang dihadapi klien itu.

Demikianlah hasil analisa saya mengenai kasus diatas dengan kaitannya


terhadap Kode Etik Advokat, UU Pasal 18 tahun 2003, serta Nilai Moral
Profesi Hukum menurut Franz Magnis Suseno.

Daftar Pustaka :
https://www.kai.or.id/kode-etik-advokat
https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/13147/undangundang-
nomor-18-tahun-2003
https://hartonoachiencom.wordpress.com/2018/09/09/nilai-moral-profesi-
hukum/

Anda mungkin juga menyukai