Anda di halaman 1dari 9

Kampung praiyawang

Rambu Y. Pandarangga 19054000026

Rosa Damayanti Yulinda 19054000024


Di tanah Sumba masih banyak
terdapat desa adat yang masih
memegang teguh kelestarian adat
istiadatnya salah satunya yaitu
Kampung Adat Praiyawang. Berada
di Desa Rindi, Kecamatan Rindi,
sekitar 69 km di sebelah timur Kota
Waingapu.
Bentuk atap rumah adat Praiyawang berciri khas tinggi lancip

dan tiap-tiap rumahnya memiliki 3 bagian: bagian bawah,

tengah dan atas rumah, mencerminkan simbol alam dalam

pandangan Suku Sumba, yakni alam bawah (tempat arwah),

alam tengah (tempat manusia) dan alam atas (tempat para

dewa).
Terdapat delapan rumah induk yang

mengelilingi kampung adat dan kuburan-

kuburan batu berukuran besar dengan

berat yang dapat mencapai satu hingga 5

ton di tengah-tengah perkampungan.

Delapan rumah induk itu melambangkan delapan keturunan dari bangsawan dalam

Kampung Adat Praiyawang, dengan fungsinya masing-masing. Rumah Besar (Rumah

Adat Harapuna/ Uma Bokul) saat ini dijadikan sebagai tempat penyimpan mayat yang

juga digunakan pada ritual khusus seperti ridual adat kematian para raja, sedangkan

Uma Ndewa digunakan khusus untuk ritual adat cukuran bagi anak raja yang baru lahir.

Begitu pula halnya dengan Uma Kopi atau rumah tempat minum kopi.
KEMATIAN DAN PENGUBURAN

Kematian dilihat dari transisi antara hidup duniawi dan akhirat dan merupakan peristiwa penting dalam
perjalanan seseorang menuju kebahagiaan sejati. Oleh karenanya penguburan harus dilaksanakan dengan
upacara khusus agar arwah manusia layak masuk dalam Praimarapu (Surga). Setelah mayat disimpan
bahkan sampai bertahun-tahun, dilakukan penyembelihan ternak kerbau dan kuda dalam jumlah besar
(tergantung status sosial) sebagai sesaji pengiring penguburan. Upacara ini terdiri dari dua tahap
Pertama,jenazah dibungkus dengan kain berlapis-lapis lalu diletakkan dalam peti kayu dengan

diameter 1,50 cm (pada jaman dahulu tidak menggunakan peti berbahan kayu, melainkan

menggunakan kulit kerbau yang telah dikeringkan). Jenazah diletakkan dalam posisi jongkok

(seperti posisi janin dalam rahim ibu, yang memiliki makna “Lahir Baru”) lalu ditempatkan

dalam rumah adat sambil menantikan upacara berikutnya. Jenazah dijaga oleh Papanggang/Ata

Ngandi (Hamba Bawaan) yang juga berperan sebagai mediator dengan sang arwah.
Sehari sebelum berakhirnya tahap pertama diadakan
upacara Pahadang yang dipimpin oleh Ratu (Pendeta
Marapu). Sebelum tahap kedua, batu kubur sudah
disiapkan dengan ukuran tergantung status sosial.
Batu tersebut harus ditarik dari luar kampung yang
diawali dan diakhiri dengan upacara khusus. Jenazah
diusung dan diarak dalam suatu prosesi sambil
diiringi oleh arakan kuda berhias yang ditunggangi
oleh hambanya (Ata Ngandi) sampai ketempat
pemakaman jenazah ditempatkan dalam kubur batu
megalit
Pemakaman para bangsawan merupakan peristiwa langka dan unik yang

melibatkan undangan ribuaan orang dan puluhan rombongan adat dari

marga-marga terkait, juga akan diwarnai dengan pemotongan ternak

kerbau, babi, dan kuda sebagai kurban. Yang menarik jenazah para

bangsawan telah disimpan di rumah adat selama 2 sampai 10 tahun.

Anda mungkin juga menyukai