Anda di halaman 1dari 144

HOMOLOGASI PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN

UTANG (PKPU) SEBAGAI UPAYA PREVENTIF TERJADINYA


PAILIT
(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO 137K/PDT.SUS-PKPU/2014)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister


Hukum Dalam Program Studi Ilmu Hukum Pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara

Oleh :

MARANATHA PURBA
167005109/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Homologasi adalah pengesahan perdamaian oleh hakim atas persetujuan antara


debitor dengan kreditor untuk mengakhiri kepailitan. Perdamaian (akkoord) dalam
tahapan PKPU ini merupakan tahapan yang paling penting, karena dalam perdamaian
tersebut debitor akan menawarkan rencana perdamaiannya kepada kreditor. Dalam
perdamaian tersebut dimungkinkan adanya restrukturisasi utang-utang debitor. Jika
perdamaian disetujui oleh para kreditor, maka PKPU demi hukum akan berakhir.
Perdamaian merupakan salah satu upaya hukum untuk menolak dilakukannya
kepailitan terhadap debitor. Perdamaian dalam proses kepailitan ini sering juga
disebut dengan istilah “accord” (bahasa Belanda) atau dalam Bahasa Inggris disebut
dengan istilah “Composition”. Berbicara tentang perdamaian dalam kepailitan tidak
hanya ada dalam proses kepailitan, tetapi terdapat juga dalam proses penundaan
kewajiban pembayaran utang (PKPU). Perdamaian adalah salah satu cara untuk
mengakhiri kepailitan. Perdamaian dapat digunakan sebagai alat untuk memaksa
dilakukannya restrukturisasi hutang karena diluar kepailitan. kreditor (konkuren)
tidak dapat dipaksa untuk menyetujui perdamaian. perdamaian didefinisikan sebagai
perjanjian antara debitor dan para kreditornya dimana klaim dari kreditor disetujui
untuk dibayar sebagian atau seluruhnya. Kebiasaan yang terjadi dalam ranah praktek
di Indonesia, potensi perdamaian tercapai di dalam PKPU sudah efektif tetapi masih
belum maksimal, ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah
Penerapan homologasi sebagai upaya preventif terjadinya pailit tidak terlepas dari
adanya itikad baik dan sense of cooperation( rasa kooperatif ) baik dari pihak debitor
dan kreditor agar rencana perdamaian dapat dinegosiasikan, ditetapkan, dan
dilaksanakan dengan baik sampai pemenuhan seluruh utang tercapai sebelum
diucapkan putusan pernyataan pailit.
Hakim Mahkamah Agung dalam memutus perkara No. 137 K/Pdt.Sus-
PKPU/2014 sudah tepat. Para pihak dalam putusan ini, yaitu Julia Tjandra dan Jerry
Farolan sebagai Kreditor dan PT. Djakarta Lloyd telah memperoleh kepastian hukum
yaitu pengembalian tagihan sudah mendapat kekuatan hukum tetap, mendapat
penjaminan agar debitor tidak berbuat curang dan kemanfaatan bagi debitor masih
diberikan kesempatan mengelola kembali usahanya dan menghindarkan debitor dari
kemungkinan eksekusi massal oleh kreditor-kreditornya guna untuk kelangsungan
usaha.

Kata Kunci: Homologasi, PKPU, Pailit

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT
Homologation is the endorsement by the judge of the peace agreement
between the debtor by the creditor to end the bankruptcy. Peace (akkoord) in phases
this phase is PKPU is most important, because in the debtor will offer peace plan
peace were to creditors. The possible existence of peace in the restructuring of debts
the debtor. If peace is approved by the creditors, then the PKPU by-law will end.
Peace is one of legal efforts to resist he did bankruptcy against the debtor.
Peace in the process of bankruptcy is often referred to with the term "accord"
(Netherlands) or in the language of the United Kingdom referred to by the term
"Composition". Talking about peace in bankruptcy do not only exist in the
bankruptcy process, but there are also in the process of debt payment suspension
(PKPU). Peace is one of the ways to end the bankruptcy. Peace can be used as a tool
to force it does because of the debt restructuring outside of bankruptcy. creditors
(concurrent) cannot be forced to agree to peace. peace is defined as an agreement
between the debtor and the creditors where the claims of the creditors agreed to
partially or completely paid. A habit that happens in the realm of practice in
Indonesia, the potential of the peace achieved in the PKPU already effective but still
not a maximum, is caused by several factors. One of these is the application of the
preventive efforts as a homologation the occurrence of bankruptcy is inseparable
from the existence of good faith and sense of cooperation (cooperative sense) from
either party to the debtor and the creditor in order that the peace plan can be
negotiated, established, and implemented properly to the fulfillment of the entire debt
is reached before pronounced the verdict statement for bankruptcy.
Supreme Court justices in the disconnect of case No. 137 K/Pdt. Sus-
PKPU/2014 is just right. The parties in this ruling, namely Julia Tjandra and Jerry
Farolan as creditors and PT Djakarta Lloyd has obtained legal certainty, namely
repayment bills have got a fixed legal power, got a guarantee so that the debtor does
not cheat and benefit for the debtor is still given a chance to manage again and his
effort to prevent the debtor from possible mass execution by kreditor-kreditornya in
order for the continuity of the business.

Keywords: Homologation, PKPU, Bankruptcy

Universitas Sumatera Utara


Daftar Riwayat Hidup

Nama : Maranatha Purba

Tempat/Tanggal Lahir : Simpang Raya, 30 Mei 1992

Agama : Kristen Protestan

Status : Belum Pernah Menikah

Pendidikan :

- Sekolah Dasar Negeri 091293, Simpang Raya. Lulus


Tahun 2004
- SMP Cinta Rakyat I, Jl. Sibolga Pematang Siantar, Lulus
Tahun 2007
- SMA Methodist, Pematang Siantar, Lulus Tahun 2010
- Strata Satu (S1) Universitas Katolik Santo Thomas Medan
Lulus Tahun 2015
- Strata Dua (S2) Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Nama Ayah Kandung : M. Purba

Nama Ibu Kandung : D Br. Siahaan

Status Anak : Anak Kandung Dari 2 (Dua) Bersaudara

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa telah

memberikan berkat kepada saya sehingga dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul

“HOMOLOGASI PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG(PKPU)

SEBAGAI UPAYA PREVENTIF TERJADINYA PAILIT (STUDI PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NO 137K/PDT.SUS-PKPU/2014)”. Penulis menyadari

bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis dengan besar hati dan

dengan tangan terbuka menerima kritik, saran dan juga ide-ide yang sifatnya

konstruktif dan membangun dari para pembaca untuk mewujudkan kesempurnaan

Tesis ini.

Dalam menyelesaikan penelitian tesis ini penulis banyak menerima bantuan serta

dorongan dari semua pihak baik bantuan moral maupun materil. Pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya

dengan rasa tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk
mengikuti dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Ilmu
Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister
Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


4. Bapak Dr. Mahmul Siregar,S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi
Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum, Selaku Ketua Komisi Pembimbing
penulis yang telah memberikan begitu banyak ilmu pengetahuan, nasehat serta
petuah-petuah yang dapat membekali penulis dengan ilmu yang bermanfaat.
6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.H, selaku Anggota Komisi
Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan serta banyak
meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan penulis dari awal penulisan
sampai akhir penulisan.
7. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, S.H., C.N, M.Hum selaku Anggota Komisi
Pembimbing yang telah memberikan perhatian penuh, memberikan arahan
dan bimbingan kepada penulis serta mendorong penulis untuk selalu semangat
dalam menyelesaikan tesis.
8. Bapak Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum, selaku Dosen Penguji penulis
yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.
9. Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum, selaku Dosen Penguji penulis yang
telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.
10. Kepada kedua Orang tua saya M. Purba dan D. Siahaan, Terima Kasih sebesar-
besarnya penulis ucapkan telah memberikan motivasi, didikan, dorongan,
arahan serta telah menjadi sosok orang tua yang akan selalu saya jadikan
contoh dan panutan dalam hidup. Semangat yang sangat luar biasa diberikan
kepada saya agar segera menyelesaikan tesis ini dengan baik.
11. Kepada saudara saya Deo,Bambang,Boby,Wilson.. Kakak Citra, Ayu, Iin,atas
perhatian, dukungan, pendapat dalam pengerjaan tesis ini.
12. Kepada keluarga besar saya, keluarga besar purba dan keluarga besar siahaan
terimakasih sebesar-besarnya atas do‟a, dukungan dan pesan-pesan moral
yang sangat berharga kepada saya.
13. Kepada teman seperjuangan saya dalam tesis Sari,Sony,Yoshua,
Jandri,Ika,Alfa-Omega,Hadi Terima Kasih banyak dukungan dan bantuannya.

Universitas Sumatera Utara


14. Kepada seluruh teman-teman Khususnya Reguler B Stambuk 2016 Program
Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu
memberikan semangat, motivasi, dukungan dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat dan menambah

pengetahuan dan wawasan bagi kita semua. Kiranya Tuhan dapat membalas kebaikan

dan dukungan serta bantuan yang diberikan semua pihak.

Medan, Januari 2019


Penulis

Maranatha Purba

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Abstrak .............................................................................................................. i

Abstrack.............................................................................................................ii

Kata Pengantar..................................................................................................iii

Daftar Riwayat Hidup........................................................................................iv

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................... 23
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 24
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 24
E. Keaslian Penelitian .......................................................................... 24
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ................................. 25
1. Kerangka Teori.......................................................................... 25
2. Landasan Konsepsional............................................................. 28
G. Metode Penelitian ........................................................................... 30
1. Sifat Dan jenis Penelitian .......................................................... 30
2. Metode Pendekatan ................................................................... 31
3. Sumber Bahan Hukum ............................................................. 31
4. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 33
5. Analisis Data...................................................................... ....... 34
BAB II : PENERAPAN HOMOLOGASI SEBAGAI UPAYA PREVENTIF
TIMBULNYA PAILIT

A. Homologasi Dalam Hukum Kepailitan........................................ 35


1. Pengertian Homologasi....................................................... 35
2. Perdamaian Dalam Perkara Kepailitan.................................. 44
3. Homologasi Dalam Perdamaian........................................... 47
a. Dalam Kepailitan............................................................ 49
b. Hologasi Dalam PKPU................................................... 53
B. Homologasi Sebagai Upaya Pencegahan Pailit............................. 68
1. Prosedur Homologasi............................................................ 68
2. Penolakan Dan Pengesaahan Homologasi............................... 73

Universitas Sumatera Utara


BAB III : AKIBAT HUKUM HOMOLOGASI DALAM PERDAMAIAN
A. Para Pihak Dalam Homologasi PKPU............................................. 75
1. Debitor.............................................................................. 75
2. Kreditor............................................................................ 76
3. Pengurus........................................................................... 77
4. Hakim............................................................................... 77
B. Akibat Hukum Homologasi Accord............................................. 79
1. Debitor............................................................................... 82
2. Kreditor............................................................................. 85
3. Harta Kekayaan................................................................... 86
C. Hambatan Dalam Pelaksanaan Perdamaian Homologasi Accord.... 87
BAB IV : ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN
MAHKAMAH AGUNG NO.137K/PDT.SUS-PKPU/2014

A. Posisi Kasus Sidang Homologasi di Jakarta Pusat Dalam


Putusan Mahkamah Agung No.137/K/PDT.SUS-PKPU/2014......... 90
B. Analisis Kasus Dalam Putusan Mahkamah Agung
No.137/K/PDT.SUS-PKPU/2014.......................................... .......... 112
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan……………………………………………. ................. 127


B. Saran………………………………………………………............. 128
DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris istilah pailit

mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Di dalam bahasa

Perancis, istilah faillite artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan

pembayaran. Orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya

disebut dengan Le Faile. Sedangkan dalam bahasa Latin digunakan istilah failire dan

dalam bahasa Inggris digunakan istilah to fail. Di negara-negara yang berbahasa

Inggris, untuk pengertian pailit dan kepailitan dipergunakan istilah “ bankrupt” dan

“bankruptcy”. 1

Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk melakukan

pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak

mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (

financial distress ) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan

kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas

seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada

dikemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator

dibawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil

1
Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, (Jakarta:
Rajawali Press, 1991), hal 105.

1
Universitas Sumatera Utara
2

penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit

tersebut secara proporsional (prorate parte) dan sesuai dengan struktur kreditor.2

Menurut Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 yang dimaksud

kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan

pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas

(Pasal 1 angka 1). Nilai-nilai utama yang dapat menjadi titik awal pengaturan

kepailitan pada dasarnya dapat ditemukan pada Buku I, II, III dan IV KUH Perdata

dan pada Buku I KUH Dagang. Di awali dengan pertanyaan siapa yang dapat

dinyatakan pailit. Apa sajakah yang dapat dijadikan jaminan dan transaksi yang

bagaimana yang terjamin. Ketiga hal utama tersebut merupakan konsep dasar menuju

pada proses pernyataan dan keputusan pailit. Konsep dasar tersebut kemudian secara

jelas diatur dengan lebih rinci pada ketentuan kepailitan.3

Kepailitan semula diatur oleh Undang-Undang tentang Kepailitan yang dikenal

dengan sebutan Failissement Verordening (FV) yaitu Staatsblad Tahun 1905 Nomor

217 juncto Staatsblad Tahun 1906 Nomor 348. FV tersebut kemudian diubah dalam

arti disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(PERPU) Nomor 1 Tahun 1998 sehubungan dengan gejolak moneter yang menimpa

Negara Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. PERPU Nomor 1 Tahun 1998

selanjutnya ditetapkan sebagai Undang-Undang. Nomor 4 Tahun 1998, namun karena

2
M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan (Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan),
(Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2008), hal 1.
3
Sri Redjeki Hartono, Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern,
(Jakarta:Jurnal Hukum Bisnis, Volume 7, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 1999), hal. 22.

Universitas Sumatera Utara


3

perubahan tersebut belum juga memenuhi perkembangan dan kebutuhan hukum

masyarakat kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pengaturan suatu

kepailitan selain khusus diatur dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, juga terdapat

dalam beberapa undang-undang yaitu sebagai berikut:

1. KUH Perdata, misalnya Pasal 1139, 1149, 1134 dan lain-lain


2. KUH Pidana, misalnya Pasal 396, 397, 398, 399, 400, 520 dan lain-lain
3. UUPT Nomor 1 Tahun 1995, misalnya Pasal 79 ayat (3), Pasal 96, Pasal 85
ayat (1) dan (2), Pasal 3 ayat (2) huruf b, c dan d, Pasal 90 ayat (2) dan (3),
Pasal 98 ayat (1), dan lain-lain
4. Undang-Undang tentang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996
5. Perundang-undangan di bidang Pasar Modal , Perbankan, BUMN, dan lain-
lain.4
Asas-asas Hukum Kepailitan didasarkan pada asas-asas dan prinsip-prinsip

sebagai berikut :5

1. Asas Kejujuran

Adalah asas yang mengandung pengaturan bahwa di satu pihak dapat mencegah

terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh para Debitor yang

tidak jujur, dan di lain pihak dapat mencegah penyalahgunaan pranata dan lembaga

kepailitan oleh para Kreditor yang tidak beritikad baik.

4
Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, (Bandung:PT Citra Aditya, 2014), hal
10.
5
Frederick B.G. Tumbuan, Naskah Akademis Peraturan Perundang-undangan Tentang
Kepailitan,(Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman, 1994), hal. 12 – 13.

Universitas Sumatera Utara


4

2. Asas Kesehatan Usaha

Adalah asas yang mengandung pengaturan bahwa lembaga kepailitan harus

diarahkan pada upaya ditumbuhkannya perusahaan-perusahaan yang secara ekonomis

benar-benar sehat.

3. Asas Keadilan

Mempunyai pengertian bahwa kepailitan harus diatur dengan sederhana dan

memenuhi rasa keadilan, untuk mencegah kesewenang-wenangan pihak penagih yang

mengusahakan pembayaran atas tagihannya masing-masing dari Debitor dengan tidak

memperdulikan Kreditor lainnya.

4. Asas Integrasi

Terdapat 2 pengertian integrasi, yaitu : - integrasi terhadap hukum lain:

mengandung pengertian bahwa sebagai suatu sub - sistem dari hukum perdata

nasional, maka hukum kepailitan dan bidang-bidang hukum lain dalam sub–sistem

hukum perdata nasional harus merupakan suatu kebulatan yang utuh, - integrasi

terhadap hukum acara perdata : mengandung maksud bahwa hukum kepailitan

merupakan hukum di bidang sita dan eksekusi. Oleh karenanya ia harus merupakan

suatu kebulatan yang utuh pula dengan peraturan tentang sita dan eksekusi dalam

bidang hukum acara perdata.

5. Asas Itikad Baik

Asas yang mengandung pengertian bahwa pada dasarnya timbulnya kepailitan

karena adanya perjanjian yang mengikat para pihak. Tetapi salah satu pihak berada

dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya, karena harta kekayaannya tidak

Universitas Sumatera Utara


5

mencukupi untuk membayar utang-utangnya. Keadaan demikian harus dinyatakan

secara objektif oleh hakim, dan bukan oleh para pihak (Pasal 1338 ayat (3) KUH

Perdata).

6. Asas Nasionalitas

Mengandung pengaturan bahwa setiap barang/harta kekayaan yang dimiliki oleh

Debitor adalah menjadi tanggungan bagi utang-utangnya (Pasal 1131 KUH Perdata)

dimanapun barang itu berada.

Tujuan dan Fungsi Kepailitan

Beberapa faktor yang perlu ditekankan terkait dengan kepailitan dan penundaan

kewajiban pembayaran utang dalam UU No. 37 Tahun 2004, yaitu:

1. Menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada

beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor

2. Menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang

menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa

memperhatikan kepentingan debitor atau kreditor lainnya

3. Menghindari adanya kecurangan yang dilakukan oleh salah satu kreditor atau

debitor sendiri.6

Tujuan kepailitan pada dasarnya memberikan solusi terhadap para pihak apabila

Debitor dalam keadaan berhenti membayar/tidak mampu membayar utang-utangnya.

6
Kukuh Komandoko Hadiwidjojo, Metode dan Konsep Restrukturisasi Sebagai Pelaksanaan
Asas Kelangsungan Usaha Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Terhadap
Perusahaan Publik dan Non Publik, Jurnal acamedia.edu. Di akses pada tanggal 7 Desember 2018.

Universitas Sumatera Utara


6

Kepailitan mencegah/menghindari tindakan-tindakan yang tidak adil dan dapat

merugi semua pihak, yaitu menghindari eksekusi oleh Kreditor dan mencegah

terjadinya kecurangan oleh Debitor sendiri. Kepailitan merupakan lembaga hukum

yang mempunyai fungsi penting, yaitu sebagai realisasi dari dua Pasal penting di

dalam KUH Perdata mengenai tanggung jawab Debitor terhadap perikatan-perikatan

yang dilakukan yaitu Pasal 1131 dan 1132 sebagai berkut: 7

Pasal 1131:

Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak,
baik yang sudah ada maupun yang beru akan ada di kemudian hari menjadi
tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan.
Pasal 1132:

Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang


mengutangkan padanya pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi
menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing,
kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk
didahulukan.
Pasal 1131 KUH Perdata tersebut di atas mengandung asas bahwa setiap orang

bertanggung jawab terhadap utangnya, tanggung jawab berupa menyediakan

kekayaannya baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, jika perlu dijual

untuk melunasi utang-utangnya (Asas Schuld dan Haftung).8

Pasal 1132 KUH Perdata mengandung asas bahwa apabila seorang Debitor

mempunyai beberapa Kreditor maka kedudukan para Kreditor adalah sama (asas

paritas creditorium). Jika kekayaan Debitor itu tidak mencukupi untuk melunasi

utang-utangnya, maka para Kreditor itu dibayar berdasarkan asas keseimbangan,

7
Sri Redjeki Hartono, Op.Cit., Hal 22-23.
8
Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan UUHT,
(Semarang;Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1998), hal. 5.

Universitas Sumatera Utara


7

yaitu masing-masing memperoleh piutangnya seimbang dengan piutang Kreditor lain.

Namun demikian Undang-undang mengadakan penyimpangan terhadap asas

keseimbangan ini, jika ada perjanjian atau Undang-undang menentukannya. 9

Pasal 2 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 (UUK) menentukan

bahwa Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas

sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit

dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas

permohonan satu atau lebih Kreditornya, atau oleh Kejaksaan untuk kepentingan

umum, atau oleh Bank Indonesia dalam hal Debitornya adalah bank, atau oleh

Menteri Keuangan dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan

Reasuransi, Dana Pensiun, Badan Usaha Milik Negara.

Melihat bunyi Pasal tersebut, dalam masalah kepailitan titik berat proporsinya

adalah kepentingan baik kepentingan Debitor dan kepentingan para Kreditor.

Seorang/badan hukum dinyatakan pailit tidaklah dimaksudkan agar ia dibebaskan

dari kewajibannya membayar utang-utangnya, karena tujuan kepailitan ialah agar sisa

harta kekayaannya diatur untuk pembayaran kembali utang-utang Debitor secara adil.

Dalam pengaturan pembayaran kembali ini baik untuk kepentingan Debitor sendiri

ataupun kepentingan para Kreditornya.10

9
Ibid, hal, 6.
10
Frederick B.G. Tumbuan, Ciri-Ciri Penundaan Pembayaran Utang Sebagai Dimaksud
Dalam Perpu, (Jakarta:Makalah Seminar tentang Perpu No. 1 Th. 1998 tentang Perubahan atas UU
tentangKepailitan diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Hukum tanggal 29 April 1998 dan 8 Mei
1998), hal, 14-15.

Universitas Sumatera Utara


8

Menurut Rudhi Prasetya, adanya lembaga kepailitan berfungsi untuk mencegah

terjadinya kesewenang-wenangan pihak Kreditor yang memaksa dengan berbagai

cara agar Debitor membayar utangnya.11Adanya lembaga kepailitan memungkinkan

Debitor membayar utang-utangnya itu secara tenang, tertib, dan adil, yaitu:12

1. Dengan dilakukannya penjualan atas harta pailit yang ada, yakni seluruh

harta kekayaan yang tersisa dari Debitor

2. Membagi hasil penjualan harta pailit tersebut kepada sekalian Kreditor yang

telah diperiksa sebagai Kreditor yang sah, masing-masing sesuai dengan:

a. hak preferensinya

b. proporsional dengan hak tagihannya dibandingkan dengan besarnya hak

tagihan Kreditor konkuren lainnya.

Putusan pailit bukan menyangkut para kreditor saja, tetapi juga menyangkut para

pemangku kepentingan lainnya atau stakeholders dari debitor yaitu negara sebagai

penerima pajak, para karyawan dan buruhnya, para pemasok barang dan jasa

kebutuhan debitor, para pedagang atau pengusaha yang memperdagangkan barang

dan jasa debitor.13 Menurut Sri Redjeki Hartono lembaga kepailitan pada dasarnya

mempunyai dua fungsi sekaligus yaitu:14

11
Rudhi Prasetya,Likuidasi Sukarela dalam Hukum Kepailitan,(Jakarta: Makalah Seminar
Hukum Kebangkrutan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, 1996), hal, 1.
12
Ibid, Hal 3.
13
Adriani Nurdin, Kepailitan BUMN Persero Berdasarkan Asas Kepastian Hukum, (Bandung:
P.T Alumni, 2012),hal 217.
14
Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia Dualisme Kewenangan
Pengadilan Niaga & Lembaga Arbitrase, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), Hal 74.

Universitas Sumatera Utara


9

1. Kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditornya bahwa debitor

tidak akan berbuat curang dan tetap bertanggung jawab atas semua utang-

utangnya kepada semua kreditor-kreditornya.

2. Juga memberi perlindungan kepada debitor terhadap kemungkinan eksekusi

massal oleh kreditor-kreditornya.

Black‟s Law Dictionary memberikan pengertian pailit adalah ketidakmampuan

untuk membayar dari seorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.

Ketidakmampuan untuk membayar tersebut diwujudkan dalam bentuk tidak

dibayarnya utang meskipun telah ditagih dan ketidakmampuan tersebut harus disertai

dengan pengajuan ke pengadilan, baik atas permintaan debitor sendiri maupun atas

permintaan seorang atau lebih kreditornya.15 Selanjutnya pengadilan akan memeriksa

dan memutuskan tentang ketidakmampuan seorang debitor. Keputusan tentang

pailitnya debitor haruslah berdasarkan keputusan pengadilan, dalam hal ini adalah

Pengadilan Niaga. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan pada

sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri

perkara perdata.16 Putusan pengadilan merupakan sesuatu yang diinginkan oleh

pihak-pihak yang berperkara untuk menyelesaikan perkara mereka dengan sebaik-

15
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Kepailitan,(Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2000), hal 11.
16
Ridwan Syahrani, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, (Bandung:Citra Aditia Bakti,
2004), hal, 126.

Universitas Sumatera Utara


10

baiknya. Pada dasarnya fungsi dari putusan pengadilan adalah memberikan kepastian

hukum dan keadilan dalam perkara yang dihadapi.17

Pengadilan Niaga adalah Pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan

peradilan umum yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memberi putusan

terhadap perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).

Dalam perkembangannya Peradilan Niaga juga memeriksa, mengadili dan memutus

perkara perniagaan lainnya seperti perkara paten,merek, dan hak cipta.18 Menurut

Pasal 306 UU No.37 Tahun 2004, pengaturan pegadilan niaga atau komersial di luar

pengadilan umum, yang dikhususkan untuk kasus-kasus bisnis/ekonomi dan HaKI,

dengan demikian terhadap perkara-perkara tersebut merupakan suatu terobosan yang

baik bagi dunia peradilan di Indonesia sehingga penyelesaian perkara diharapkan bisa

lebih cepat dan murah.19

Undang-undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang dalam Pasal 300 ayat (1) menyebutkan bahwa tugas

dan wewenang pengadilan niaga adalah sebagai berikut :

1. Memeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit

2. Memeriksa dan memutus permohonan penundaan kewajiban pembayaran

utang

17
Ibid, hal 125.
18
Hadi Shubhan, Op.Cit., hal 103
19
Kwik Kian Gie, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori & Contoh Kasus,
(Jakarta:Kencana, 2008), hal 158.

Universitas Sumatera Utara


11

3. Memeriksa dan memutus perkara lain di bidang perniagaan yang

penetapannya ditetapkan dengan undang-undang.

Sebelum pengadilan niaga melakukan tugas dan wewenangnya dalam hal

menjatuhkan pailit kepada debitor, ada upaya utama harus dilakukan yaitu Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang ( PKPU ). PKPU adalah suatu masa yang diberikan

oleh Undang-undang melalui putusan hakim niaga dimana dalam masa tersebut

kepada pihak debitor dan kreditor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan

cara-cara pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk

merestrukturisasi utangnya tersebut.20 Debitor seyogianya memilih alternatif yang

terbaik, salah satu pilihan adalah dengan mengajukan permohonan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang.21

Efektivitas PKPU dalam mencegah kepailitan bergantung pada adanya itikad

baik dan sense of cooperation( rasa kooperatif ) baik dari pihak debitor dan kreditor

agar rencana perdamaian dapat dinegosiasikan, ditetapkan, dan dilaksanakan dengan

baik sampai pemenuhan seluruh utang tercapai sebelum diucapkan putusan

pernyataan pailit. 22

Di dalam Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang Pasal 222 ayat (2) dikatakan : “Debitor yang tidak

dapat atau memperkirakan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah

20
Munir Fuady,Op.Cit,. hal 177.
21
H. Man Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang,(Bandung: P.T Alumni, 2006), hal 202.
22
Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi 2, (Jakarta:PT Sofmedia, 2010), hal200.

Universitas Sumatera Utara


12

jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran

utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran

pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor”. Tujuan dari Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang adalah untuk memungkinkan seorang debitor

meneruskan usahanya meskipun ada kesukaran pembayaran dan untuk menghindari

kepailitan.23

Permohonan PKPU oleh si debitor ini dilakukan sebelum permohonan

pernyataan pailit diajukan oleh pihak lain kepada debitor. Namun ada kalanya PKPU

ini diajukan oleh si debitor pada saat permohonan pernyataan pailit si debitor oleh

pihak lain telah dimohonkan ke pihak pengadilan. Penundaan kewajiban pembayaran

utang tidak dimaksudkan untuk kepentingan debitor saja melainkan juga untuk

kepentingan para kreditornya, khususnya kreditor konkuren.24

Apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban

pembayaran utang ( PKPU ) ini diperiksa pada saat yang bersamaan maka

Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ( PKPU ) ini harus diputus

terlebih dahulu. Lebih lanjut menurut Munir Fuady di dalam bukunya mengatakan

bahwa :

“akan tetapi, ada kalanya juga sebenarnya permohonan penundaan kewajiban


pembayaran utang ( PKPU ) oleh debitor terpaksa dilakukan oleh debitor dengan
tujuan untuk melawan permohonan pailit yang telah diajukan oleh para
kreditornya. Jika diajukan permohonan PKPU padahal permohonan pailit telah

23
Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, (Malang:UMM Press, 2008), hal 190.
24
Bernard Nainggolan, Perlindungan Hukum Seimbang Debitor, Kreditor dan Pihak-Pihak
Berkepentingan Dalam Kepailitan,(Bandung: P.T Alumni, 2011), hal 78.

Universitas Sumatera Utara


13

dilakukan maka hakim harus mengabulkan PKPU dalam hal ini PKPU sementara
untuk jangka waktu 45 hari sementara gugatan pailit gugur demi hukum”.25

Fungsi perdamaian dalam proses PKPU sangat penting artinya, bahkan

merupakan tujuan utama bagi si debitor, dimana si debitor sebagai orang yang paling

mengetahui keberadaan perusahaan, bagaimana keberadaan perusahaannya ke depan

baik potensi maupun kesulitan membayar utang-utangnya dari kemungkinan-

kemungkinan masih dapat bangkit kembali dari jeratan utang-utang terhadap

sekalian kreditornya. Oleh karenanya langkah-langkah perdamaian ini adalah untuk

menyusun suatu strategi baru bagi si debitor menjadi sangat penting. Namun karena

faktor kesulitan pembayaran utang-utang yang mungkin segera jatuh tempo yang

mana sementara belum dapat diselesaikan membuat si debitor terpaksa membuat

suatu konsep perdamaian, yang mana konsep ini nantinya akan ditawarkan ke pihak

kreditor, dengan demikian si debitor masih dapat nantinya menjalankan usahanya,

jika perdamaian ini disetujui oleh para kreditor untuk meneruskan berjalannya

perusahan si debitor tersebut. Dengan kata lain tujuan akhir dari PKPU ini ialah dapat

tercapainya perdamaian antara debitor dan seluruh kreditor dari rencana perdamaian

yang diajukan/ditawarkan si debitor tersebut.26

Dalam membicarakan rencana perdamaian tidak selalu berjalan mulus. Alotnya

pembahasan tentang rencana perdamaian bisa berakibat pada pemungutan suara

(voting). Voting adalah merupakan upaya terakhir apabila musyawarah mufakat

25
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2001), hal 82.
26
Sutan Remy Syahdeni, Hukum Kepailitan: Memahami Fallisment Verordering, Juncto
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, (Jakarta:Pustaka Utama Grafiti, 2008), Hal
387.

Universitas Sumatera Utara


14

sesuai dengan falsafah hidup bangsa Indonesia, tidak tercapai. Adapun tujuan

memohonkan PKPU adalah menghindari pailit, memberikan kesempatan kepada

debitor melanjutkan usahanya, tanpa ada desakan untuk melunasi utang-utangnya dan

menyehatkan usahanya. Permohonan tersebut harus disertai daftar yang memuat sifat,

jumlah piutang dan utang debitor beserta surat bukti secukupnya.27

Adapun tata cara pengajuan perdamaian dalam rangka PKPU dalam Undang-

undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang:

1. Permohonan PKPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 harus diajukan

kepada pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dengan ditanda

tangani oleh pemohon dan oleh advokatnya.

2. Dalam hal pemohon adalah debitor, permohonan PKPU harus disertai daftar

yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitor beserta surat bukti

secukupnya.

3. Dalam hal pemohon adalah kreditor, pengadilan wajib memanggil debitor

melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari

sebelum sidang.

4. Pada sidang sebagaimana dimaksud pada ayat 3, debitor mengajukan daftar

yang memuat sifat, jumlah piutang dan utang debitor beserta surat bukti

secukupnya dan bila ada rencana perdamaian.

27
Syamsudin M. Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia Cetakan Pertama, (Jakarta:PT
Tatanusa, 2012), hal 263-264.

Universitas Sumatera Utara


15

5. Pada surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat dilampirkan

rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222.

6. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3),

ayat (4) berlaku mutatis sebagai tata cara pengajuan PKPU sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).

Dalam proses permohonan PKPU debitor dan kreditor akan diberikan

kesempatan untuk melakukan musyawarah atau negosiasi terkait permasalahan utang

piutang yang ada. Hal-hal yang dapat dibicarakan yaitu seperti mekanisme

pembayaran utang yang akan dilakukan baik seluruhnya atau sebagian, termasuk

apabila perlu dilakukan restrukturisasi utang. berdasarkan sifatnya PKPU dapat

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu yang pertama adalah PKPU sementara yang

merupakan PKPU yang penetapannya dilakukan sebelum sidang dimulai dan harus

dikabulkan oleh pengadilan setelah pendaftaran dilakukan. yang kedua adalah PKPU

tetap yang merupakan PKPU yang ditetapkan setelah sidang berdasarkan persetujuan

dari para kreditor. Untuk lebih jelasnya dapat dicermati dari penjelasan di bawah ini :

1. PKPU Sementara

Ini merupakan tahap pertama dari proses PKPU, sebagaimana diatur dalam

Undang-undang Kepailitan dan PKPU, apabila debitor mengajukan

permohonan PKPU, sejauh syarat-syarat administrasi sudah dipenuhi,

pengadilan harus segera mengabulkan paling lambat dua puluh hari sejak

didaftarkannya permohonan. Pengadilan kemudian harus menunjuk hakim

pengawas serta mengangkat satu atau lebih pengurus. Putusan hakim

Universitas Sumatera Utara


16

pengadilan niaga tentang PKPU sementara ini berlaku selama maksimal

empat puluh hari dan setelah itu harus diputuskan apakah PKPU tersebut

dapat dilanjutkan menjadi satu PKPU secara tetap.

2. PKPU Tetap

Setelah ditetapkan penundaan sementara PKPU maka pengadilan niaga

melalui pengurus wajib memanggil debitor dan kreditor yang bersangkutan

untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lambat pada hari

keempat puluh lima terhitung sejak ditetapkannya putusan PKPU sementara.

Dalam sidang tersebut akan diputuskan apakah dapat diberikan PKPU secara

tetap dengan maksud untuk memungkinkan debitor, pengurus dan para

kreditor untuk mempertimbangkan dan menyetujui perdamaian.

Selama penundaan kewajiban pembayaran, debitor tanpa persetujuan

pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas

seluruh atau sebagian hartanya. Bila debitor melanggar ketentuan tersebut,

pengurus berhak melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk

memastikan bahwa harta debitor tidak dirugikan.28

Menurut Pasal 255 ayat (1) UUKPKPU Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang dapat diakhiri baik atas permintaan Hakim Pengawas, satu atau lebih kreditor

atau atas prakarsa pengadilan dalam hal :

28
Andika Prayoga, Solusi Hukum Ketika Bisnis Terancam Pailit (Bangkrut),
(Yogyakarta:Pustaka Yustisia, 2014), Hal 32.

Universitas Sumatera Utara


17

a. Debitor, selama waktu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berindak

dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya.

b. Debitor telah merugikan atau telah mencoba merugikan kreditornya.

c. Debitor melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 240 ayat (1)

d. Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya

oleh pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban pembayaran

utang diberikan, atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diisyaratkan

olehh pengurus demi kepentingan harta debitor

e. Selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, keadaan harta debitor

ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya PKPU alias merosot.

f. Keadaan debitor tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya

terhadap para kreditor pada waktunya.

Permohonan pengakhiran Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

dengan alasan-alasan tersebut di atas harus selesai diperiksa dalam jangka waktu 10

(sepuluh) hari terhitung sejak pengajuan permohonan tersebut dan putusan pengadilan

harus diberikan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak diselesaikannya

pemeriksaan. Dan setelah ketetapan pengakhiran PKPU memperoleh kekuatan hukum

yang pasti, harus diumumkan dalam Berita Negara dan dalam satu atau lebih surat

kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas.

Setelah PKPU sudah disepakati para pihak maka selanjutnya adalah proses

perdamaian. Perdamaian merupakan bagian yang sangat penting dalam penyelesaian

suatu masalah dalam bidang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang,

Universitas Sumatera Utara


18

dalam hal terakhir ini menjadi suatu tujuan utama. Terhadap rencana perdamaian

yang disampaikan oleh pihak debitor sepanjang telah memenuhi kesepakatan para

pihak dan rencana perdamaian tersebut dibuat tanpa ada unsur penipuan dan

persekongkolan dengan satu atau lebih kreditor, maka pada prinsipnya pengadilan

akan mengeluarkan putusan homologasi.

Homologasi adalah pengesahan perdamaian oleh pengadilan.29 Suatu perdamaian

yang disetujui oleh para kreditor konkuren menurut jumlah suara yang ditentukan

dalam undang-undang, masih perlu disahkan oleh pengadilan niaga. Acara

pengesahan ini disebut dengan istilah ratifikasi dan sidang pengesahan itu disebut

dengan homologasi, selanjutnya dapat ditempuh proses rehabilitasi.

Ketentuan mengenai homologasi menurut Pasal 156 dan 159 UUKPKP :

a. Homologasi dilakukan paling cepat 8 hari dan paling lambat 14 hari setelah

diterimanya rencana perdamaian dalam rapat pemungutan suara

b. Sidang pengadilan untuk membahas pengesahan perdamaian dilakukan

terbuka untuk umum

c. Homologasi wajib diberikan pada sidang tersebut atau paling lambat 7 hari

setelah sidang yang bersangkutan.

Tetapi hingga saat ini, dalam perkembangan homologasi di dalam Undang-

undang Kepailitan dan PKPU masih rancu perihal daya ikat putusan homologasi.

Apakah mengikat secara kolektif sebatas bagi kreditor tertentu yang menyetujui

proposal perdamaian yang ditawarkan debitor, ataukah putusan homologasi berlaku


29
Hadi Shubhan, Op.Cit., hal 142

Universitas Sumatera Utara


19

secara umum (general) bagi seluruh kreditor (baik kreditor yang menyetujui

perdamaian maupun kreditor yang menolak perdamaian).

Putusan pengesahan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan hukum yang

pasti merupakan alas hak bagi semua piutang konkuren yang tidak dibantah oleh

siberutang dan dapat dijalankan terhadap siberutang dan semua orang yang

mengikatkan diri sebagai penanggung untuk perdamaian tersebut. Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang berakhir segera setelah putusan pengesahan

memperoleh kekuatan hukum yang pasti dan diumumkan dalam surat kabar harian

yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas.30

Jika Pengadilan Niaga menolak pengesahan perdamaian dalam sidang

homologasi , menurut Pasal 161 Ayat (1) UU K-PKPU tersedia prosedur kasasi ke

Mahkamah Agung bagi pihak-pihak yang berkeberatan atas penolakan

tersebut.Konsekuensinya adalah karena keputusan penolakan tersebut belum bersifat

final and binding (inkracht), maka putusan perdamaian tersebut belum bisa dijalankan

(bukan merupakan keputusan uitvoorbaar bij voorraad), dan proses kepailitan juga

belum bisa berakibat insolvensi, atau pengakhiran kepailitan juga belum bisa terjadi

(Pasal 166 juncto Pasal 178 UU Nomor 37 Tahun 2004). Sebab jika perdamaian

diterima, kepailitan segera berakhir dan proses perdamaian akan segera direalisasi

(dilakukan pembagian). Akan tetapi, jika perdamaian ditolak, proses kepailitan segera

masuk ke tahap insolvensi. Dalam sidang homologasi tersebut, pengadilan niaga

30
Rudhy A. Lontoh, Denny Kailimang dan Benny Ponto, Penyelesaian Utang-Piutang
Melalui Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung:P.T Alumni, 2001), hal 275.

Universitas Sumatera Utara


20

dapat menolak pengesahan suatu perdamaian jika ada alasan untuk itu. Alasan-alasan

tersebut adalah sebagai berikut :

a. Harta pailit, termasuk hak retensi sangat jauh melebihi jumlah yang dijanjikan

dalam perdamaian.

b. Pemenuhan perdamaian tidak cukup terjamin.

c. Perdamaian telah tercapai karena penipuan, kolusi dengan seorang kreditor

atau lebih, atau penggunaan cara-cara lain yang tidak jujur, tanpa melihat

apakah debitor pailit turut melakukannya atau tidak. (Pasal 159 Ayat (2) UU

No. 37 Tahun 2004). 31

Untuk lebih fokus pada proposal penelitian ini, akan dicermati suatu kasus

Homologasi melalui studi kasus dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 137

K/PDT.SUS-PKPU/2014. Bahwa pada tanggal 9 Juli 2013 Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan Putusan No.

36/Pdt.Sus/PKPU/2013 antara PT. Djakarta Lloyd sebagai Termohon PKPU dan

JULIA TJANDRA sebagai Pemohon PKPU, yang menyatakan mengabulkan

permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sementara dan

menyatakan Termohon PKPU PT. Djakarta Lloyd berada dalam keadaan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang dengan segala akibat hukumnya. Menariknya pada

saat Julia Tjandra mengajukan permohonan PKPU terhadap PT Djakarta Lloyd, PT

Djakarta Lloyd membantah dengan dalih mereka adalah BUMN jadi yang berhak

31
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


21

mengajukan pailit ataupun PKPU adalah Menteri Keuangan bukan kreditor

perseorangan seperti Julia Tjandra.

Kemudian pada tanggal 22 Agustus 2013 Pengadilan Niaga pada Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat Menjatuhkan Putusan Perpanjangan PKPU Sementara menjadi

PKPU Tetap. Bahwa terhadap permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(PKPU) tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah

menjatuhkan putusan, yaitu putusan Nomor 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst

tanggal 19 Desember 2013 yang amarnya sebagai berikut :

1. Menyatakan sah dan mengikat secara hukum Perjanjian Perdamaian antara PT

Djakarta Lloyd (Persero) (Debitor dalam PKPU) dengan Para Kreditor

tertanggal 27 November 2013

2. Menyatakan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Nomor

36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst demi hukum berakhir

3. Menghukum Debitor PT. Djakarta Lloyd (Persero), Termohon PKPU dan

seluruh kreditor-kreditor tunduk dan mematuhi serta melaksanakan isi

perjanjian tersebut

4. Menetapkan biaya pengurusan dalam PKPU dan imbalan jasa fee pengurus

akan ditetapkan dalam penetapan tersendiri

5. Menghukum Debitor atau Termohon PKPU untuk membayar biaya

permohonan ini sebesar Rp 1.527.000,00 (satu juta lima ratus dua puluh tujuh

ribu rupiah)

Universitas Sumatera Utara


22

Menariknya Sesudah putusan Pengadilan Niaga tersebut diucapkan dengan

dihadiri oleh Pemohon PKPU, Termohon PKPU, Tim pengurus dan Para Kreditor

pada tanggal 19 Desember 2013, terhadap putusan tersebut Pemohon PKPU melalui

kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Desember 2013 mengajukan

permohonan kasasi pada tanggal 27 Desember 2013. Dengan anggapan bahwa dalam

Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat No 36 /Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 19 Desember 2013

Majelis Hakim telah melampui batas wewenang karena telah menghilangkan hak

suara dari salah satu kreditor pada saat voting dilakukan dengan alasan tidak

membawa surat kuasa asli, kemudian kuasa hukum kreditor menganggap adanya

keberpihakan hakim pengawas karena selalu mengatakan jika debitor pailit belum

tentu dapat membayarkan semua utangnya.

Kemudian Mahkamah Agung dalam Putusannya No. 137 K/Pdt.Sus/PKPU/2014

menyatakan bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti

secara seksama memori kasasi tanggal 27 Desember 2013 dan kontra memori tanggal

7 Januari 2014 dan 9 Januari 2014 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti,

dalam hal ini putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak

salah dalam menerapkan hukum, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat telah tepat dan benar menolak permohonan Pemohon sebab Pemohon tidak

dapat membuktikan adanya alasan sah untuk menolak rencana perdamaian dan bahwa

sesuai dengan hasil pemeriksaan dipersidangan terbukti bahwa proposal rencana

perdamaian yang diajukan oleh Termohon (Debitor PKPU) dalam rapat kreditor dan

Universitas Sumatera Utara


23

debitor telah disetujui melalui voting oleh 100% Kreditor Separatis (1 Kreditor), dan

62,797% Kreditor Konkuren sehingga telah memenuhi ketentuan Pasal 281 ayat (1)

Undang-undang No 37 Tahun 2014.

Hal yang menarik untuk diteliti dari kasus ini adalah bagaimana bisa kreditor

perorangan mengajukan permohonan PKPU sedangkan Djakarta Lloyd merupakan

BUMN, yang berhak mengajukan pailit atau PKPU terhadap BUMN adalah Menteri

Keuangan, kemudian mengapa PKPU bisa sampai pada tingkat kasasi sementara pada

Pasal 235 UUKPKPU dikatakan bahwa Putusan PKPU tidak dapat diajukan upaya

hukum apapun. Berdasarkan penjabaran kasus di atas maka penulis bermaksud untuk

meneliti dan memaparkannya dalam tesis ini dengan judul Homologasi Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang Sebagai Upaya Preventif Terjadinya Pailit ( Studi

Putusan Mahkamah Agung No 137K/PDT.SUS-PKPU/2014).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka Homologasi PKPU Sebagai

Upaya Preventif Terjadinya Pailit (Studi Putusan Mahkamah Agung No.137

K/Pdt.Sus-PKPU/2014 Tahun 2014) maka dikemukakan beberapa rumusan masalah

yang akan diangkat dalam tesis ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penerapan homologasi sebagai upaya preventif timbulnya

pailit berdasarkan tujuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ?

2. Bagaimana akibat hukum dari homologasi dalam perdamaian?

3. Bagaimana pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam memutus perkara

No.137 K/Pdt.Sus-PKPU/2014 ?

Universitas Sumatera Utara


24

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian tesis ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai homologasi sebagai upaya

preventif terjadinya pailit sudah sesuai dengan tujuan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (PKPU).

2. Untuk mengetahui dan memahami mengenai akibat hukum dari homologasi

bagi debitor,kreditor,pengurus,hakim.

3. Untuk mengetahui dan memahami mengenai akhir PKPU dari proses putusan

Homologasi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Secara teoretis, hasil penelitian ini kedepannya diharapkan menjadi informasi

secara ilmiah dalam mengkaji penerapan Pasal-Pasal yang ada di dalam

perundang-undangan tentang homologasi PKPU sebagai upaya preventif

terjadinya pailit.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para

pembaca baik untuk kebutuhan pendidikan ataupun menambah wawasan

mengenai homologasi PKPU sebagai upaya preventif terjadinya pailit.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran/pemeriksaan hasil-hasil penelitian yang dilakukan,

khususnya di Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, baik

yang telah rampung menjadi sebuah hasil penelitian maupun masih berjalan, belum

Universitas Sumatera Utara


25

pernah dilakukan penelitian pada topik dan permasalahan yang sama dengan

homologasi PKPU sebagai upaya preventif terjadinya pailit. Oleh karena itu tesis ini

dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, karena senantiasa memperhatikan

ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi bagi peneliti

atau akademisi.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi aktifitas

penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori. Teori berfungsi untuk

menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi

dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat
32
menunjukkan ketidakbenaran. penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli

hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem peradilan para ahli hukum sendiri.

Seorang ilmuwan memiliki tanggung jawab sosial yang terpikul dibahasnya. Bukan

karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di

masyarakat melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam

kelangsungan masyarakat.33 Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau

butir-butir pendapat, teori, tesis, si penulis mengenai suatu kasus ataupun

permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan,

32
J.J.J M. Wisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas, (Jakarta:Universitas Indonesia,
1996), hal. 203.
33
Jujun S. Suryamantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,(Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1999), hal. 237.

Universitas Sumatera Utara


26

pasangan teoretis, yang mungkin ia setujui maupun tidak disetujuinya dan ini

merupakan masukan eksternal bagi pembaca.34 Setiap penelitian membutuhkan titik

tolak atau landasan untuk memecahkan atau membahas masalahnya, maka perlu

disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari

mana masalah tersebut diamati.35

Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan

hasilnya menyangkut ruang lingkup fakta yang luas. 36 Teori merupakan tujuan akhir

dari ilmu pengetahuan. Hal tersebut dapat dimaklumi, karena batasan dan sifat

hakikat suatu teori adalah seperangkat konstruk (konsep), batasannya dan proposisi

yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci

hubungan-hubungan antar variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan

gejala itu.37 Sedangkan kerangka teori pada penelitian hukum sosiologis/ empiris

merupakan kerangka teoritis berdasarkan pada kerangka acuan hukum, tanpa adanya

acuan hukum maka penelitian hanya berguna bagi sosiologi dan kurang relevan bagi

ilmu hukum.38 Teori yang murni tentang hukum merupakan teori hukum positif. Hal

ini merupakan suatu teori hukum positif umum, dan bukan mengenai suatu tertib

hukum khusus. Teori tadi merupakan teori umum tentang hukum, yang bukan

merupakan suatu penelitian terhadap kaidah-kaidah hukum nasional tertentu atau

34
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80.
35
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial,(Yogyakarta: UGM Press, 2003), hal. 39-
40.
36
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:Universitas Indonesia Pres,
1984), hal. 126.
37
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,(Jakarta: PT. Rajawali
Pers, 2014), hal. 14.
38
Soerjono Soekanto, Op.Cit,. hal. 127.

Universitas Sumatera Utara


27

kaidah-kaidah hukum internasional, akan tetapi hal itu memberikan suatu teori

penafsiran.39

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian dan teori

kemanfaatan hukum. Tugas kaidah-kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya

kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut,

masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib

apabila terwujud kepastian hukum dalam hubungan sesama manusia.40Teori kepastian

hukum ini sesuai dengan putusan majelis hakim dalam Putusan Mahkamah Agung

No.137 K/Pdt.Sus-Pailit/2014 yang menyatakan menolak permohonan kasasi

pemohon karena alasan keberatan pemohon kasasi berisi hal-hal yang telah

dipertimbangkan oleh judex facti sehingga bukan alasan kasasi dan menguatkan

putusan pengadilan niaga sebab pemohon tidak dapat membuktikan alasan yang sah

untuk menolak rencana perdamaian a quo sebagaimana yang dimaksud dalam

ketentuan Pasal 285 ayat (2) Undang-undang No. 37 Tahun 2004.

Teori kemanfaatan hukum melihat baik buruknya hukum harus diukur dari

baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan huukum itu. Suatu ketentuan

hukum baru bisa di nilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya

adalah kebaikan, kebahagiaan sebesar-besarnya, dan berkurangnya penderitaan. Dan

sebaliknya dinilai buruk jika penerapannya menghasilkan akibat-akibat yang tidak

adil, kerugian, dan hanya memperbesar penderitaan. Prinsip utama dari teori ini

39
Soerjono Soekanto, Teori Yang Murni Tentang Hukum, (Bandung:Alumni,1985), hal.1.
40
Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta:Rineka Cipta, 1998), hal. 49-50.

Universitas Sumatera Utara


28

adalah mengenai tujuan dan evaluasi hukum. Tujuan hukum adalah kesejahteraan

yang sebesar-besarnya bagi sebagian terbesar rakyat atau bagi seluruh rakyat, dan

evaluasi hukum dilakukan berdasarkan akibat-akibat yang dihasilkan dari proses

penerapan hukum. Berdasarkan orientasi itu maka isi hukum adalah ketentuan tentang

pengaturan penciptaan kesejahteraan Negara. 41Teori ini juga dipergunakan

sebagaimana dari tujuan hukum kepailitan adalah bukan untuk mempailitkan

sebanyak-banyaknya perusahaan tetapi juga untuk mengupayakan kembali

perusahaan yang terancam pailit untuk bisa menjalankan kembali bidang usahanya.

Disinilah kemanfaatan hukum pailit memungkinkan seorang debitor meneruskan

usahanya meskipun ada kesukaran pembayaran dan untuk menghindari kepailitan.

Yang tentunya jika suatu perusahaan terjadi pailit maka akan menambah masalah

pada perekonomian khususnya di Indonesia.

2. Konsepsional

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsep diartikan

sebagai kata yang menyatakan abstrak yang dilegalisirkan dari hal-hal yang khusus,

yang disebut dengan definisi operasional.42 Kegunaan dari adanya konsep agar ada

pegangan dalam melakukan penelitian atau penguraraian sehingga dengan demikian

memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-

pengertian yang dikemukakan.43 Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka

41
Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem,(Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1993), hal. 79-80.
42
Sumandi Suryabarata, Metode Penelitian, (Jakarta:Raja Grafindo, 1998), hal. 3.
43
H.Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, (Bandung :Citra Aditya Bakti, 1999), hal.5.

Universitas Sumatera Utara


29

konsepsi pada hakikatnya merupakan suatu pengaruh atau pedoman yang lebih

konkrit dari kerangka teoretis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan

definisi-definisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.

Untuk lebih memudahkan pemahaman terhadap pembahasan dalam penelitian ini,

digunakan beberapa landasan konsep agar memiliki pemahaman yang sama, yaitu :

a. Homologasi adalah pengesahan perdamaian oleh pengadilan.

b. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah suatu masa yang

diberikan oleh Undang-undang melalui putusan hakim niaga dimana dalam

masa tersebut kepada pihak debitor dan kreditor diberikan kesempatan untuk

memusyawarahkan cara-cara pembayaran seluruh atau sebagian utangnya,

termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut.44

c. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang

pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan

hakim pengawas sebagaimana diatur oleh Undang-undang. 45

d. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau

Undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.46

e. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-

undang yang pelunasannya dapat ditagih dimuka pengadilan.47

44
Munir Fuady, Op.Cit., hal. 177.
45
Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
46
Ibid.
47
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


30

f. Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh pengadilan dalam putusan

pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang. 48

g. Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan

peradilan umum yang berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memberi

putusan terhadap perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran

utang (PKPU).

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam tesis ini adalah suatu cara

penyelidikan atau pemeriksaan dengan menggunakan penalaran yang bersifat logis

berdasarkan nilai-nilai, asas-asas dan norma-norma, serta teori-teori yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti, penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis

normatif.49 Yang menjadi contoh untuk penelitian ini adalah Putusan Homologasi

antara Djakarta Lloyd vs Julia Tjandra.

1.Sifat dan Jenis Penelitian

Sifat penelitian tesis ini adalah deskriptif analitis yaitu bertujuan memberikan

gambaran tentang Homologasi sebagai upaya preventif terjadinya pailit, sehingga

memberikan gambaran yang jelas terhadap permasalahan dalam penelitian ini yang

akan dijelaskan.

Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif yaitu hukum doctrinal

yang sering kali hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan

48
Ibid.
49
Amiruddin dan Zainal Asikin, Op.Cit, hal 166.

Universitas Sumatera Utara


31

perundang-undangan (law in book) maupun hukum yang diputuskan oleh hakim di

pengadilan. dilakukan atau ditunjukkan hanya pada peraturan atau bahan hukum yang

lain dan mengacu kepada norma-norma hukum positif yang terdapat didalam

peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan bahan hukum lainnya.50

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah dengan

menggunakan pendekatan perundang-undangan. Pendekatan ini dilakukan dengan

menelaah semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan isu hukum

yang akan diteliti. Pendekatan ini juga tergantung pada fokus penelitian, yang mana

pada penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan yang bersifat

akademis untuk mencari dasar hukum dan kandungan filosofis suatu perundang-

undangan dan pendekatan kasus (case approach), pendekatan ini dilakukan dengan

melakukan telaah pada kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus

yang ditelaah merupakan kasus yang telah memperoleh putusan pengadilan

berkekuatan hukum tetap. Hal pokok yang dikaji pada setiap putusan adalah

pertimbangan hakim untuk sampai pada suatu keputusan sehingga dapat digunakan

sebagai argumentasi dalam memecahkan isu hukum yang dihadapi.

3. Sumber Bahan Hukum

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah mempergunakan

penelitian dengan penelusuran kepustakaan yang berupa literatur dan dokumen-

50
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum Suatu Pengantar,(Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2001), hal 134.

Universitas Sumatera Utara


32

dokumen yang ada dan dibantu dengan data yang diperoleh berkaitan dengan objek

penelitian ini.

Sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa :

a. Bahan Hukum Primer

Putusan Mahkamah Agung Nomor 137 K/Pdt.Sus-Pailit/2014, Undang-

undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang dan peraturan perundang-undangan

pendukung lainnya.

b. Data sekunder yaitu data yang bersifat dan merupakan bahan-bahan

hukum yang terdiri dari:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat seperti

peraturan perundang-undangan.

a) Undang-undang Dasar 1945

b) Undang-undang No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

c) Undang-undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

2. Bahan Hukum Sekunder

yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, berupa penelitian para ahli, hasil karya-karya ilmiah, ceramah atau

pidato yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. Bahan Hukum Tersier

Universitas Sumatera Utara


33

Bahan Hukum berupa kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia dan

artikel-artikel pendukung lainnya yang bertujuan untuk mendukung bahan

hukum primer dan sekunder.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur studi pustakaan dan studi

lapangan sebagai berikut:

a. Studi Pustaka

Studi Pustaka adalah prosedur yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan

seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku literatur serta melakukan

pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan terkait dengan

permasalahan. Studi ini dilakukan dengan meneliti dokumen-dokumen yang ada,

yaitu dengan bahan hukum dan informasi baik berupa buku, karangan ilmiah,

peraturan perundang-undangan dan bahan tulis lainnya yang berkaitan dengan

penelitian ini, yaitu dengan cara mencari, mempelajari dan mencatat serta

menginterprestasikan hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian. 51

b. Studi Lapangan

Studi lapangan adalah prosedur yang dilakukan dengan kegiatan observasi,

wawancara (interview) kepada responden penelitian sebagai usaha mengumpulkan

berbagai data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang

dibahas dalam penelitian.

51
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Juru Materi, (Jakarta:Ghalia
Indonesia,1994), hal. 225.

Universitas Sumatera Utara


34

5. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan

data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 52Atau

definisi lain dari analisis data yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengubah data

hasil dari penelitian menjadi informasi yang nantinya bisa dipergunakan dalam

mengambil kesimpulan. Pada tahap pengumpulan data ini, dilakukan inventaris

seluruh data atau dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya

dilakukan pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah

ditetapkan. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sudah

dipilih.

Data yang telah dikumpulkan dengan studi kepustakaan dan lapangan tersebut

selanjutnya dianalisis dengan mempergunakan metode analisis kuantitatif yang

didukung oleh logika berpikir secara induktif. Dipilihnya metode induktif adalah agar

gejala-gejala normatif yang diperhatikan dapat dianalisis dari berbagai aspek secara

mendalam dan terintegral antara aspek satu dengan yang lainnya.

52
Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2002), hal.
101.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PENERAPAN HOMOLOGASI SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN


PAILIT

A. Homologasi Dalam Hukum Kepailitan

1. Pengertian Homologasi

Homologasi adalah pengesahan perdamaian oleh pengadilan. Perdamaian

(akkoord) dalam tahapan PKPU ini merupakan tahapan yang paling penting,

karena dalam perdamaian tersebut debitor akan menawarkan rencana

perdamaiannya kepada kreditor. Dalam perdamaian tersebut dimungkinkan

adanya restrukturisasi utang-utang debitor. Jika perdamaian disetujui oleh para

kreditor, maka PKPU demi hukum akan berakhir.53

Perdamaian yang telah disetujui oleh para kreditor, harus dihomologasikan

di pengadilan. Pengadilan dalam memeriksa permohonan homologasi bisa

menerima bisa pula menolaknya. Penetapan pengadilan niaga mengenai

pemberian atau penolakan atas rencana perdamaian harus diberikan pada saat

diselenggarakan sidang pengesahan (homologasi) atau paling lambat 7 (tujuh) hari

setelah homologasi tersebut. Perdamaian yang telah disahkan berlaku bagi semua

kreditor konkuren (yang bukan kreditor separatis atau preferen), tanpa ada

pengecualian, baik yang telah mengajukan diri dalam kepailitan atau tidak.54

Dalam perdamaian PKPU, pemungutan suara dilakukan pada saat sidang untuk

pemberian PKPU tetap atau pada sidang berikutnya apabila rencana perdamaian

53
M Hadi Shuban, Op.Cit., hal 150.
54
Lilik Mulyadi, Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU)Teori dan Praktik,(Bandung: Alumni, 2013) hal. 241-242

35
Universitas Sumatera Utara
36

belum dapat disetujui oleh rapat kreditor. Keputusan rapat kreditor adalah sah

apabila suara telah dikeluarkan oleh lebih dari :55

1. ½ jumlah kreditor yang hadir dan haknya diakui atau sementara diakui,

termasuk kreditor yang tagihannya dibantah

2. ½ dari jumlah kreditor separatis yang hadir. Kreditor separatis yang

menolak rencana perdamaian, diberikan kompensasi sebesar nilai terendah

diantara nilai jaminan atau nilai actual pinjaman yang secara langsung

dijamin dengan hak agunan.

Suatu perdamaian yang telah diputuskan diterima atau disetujui tidak dapat

langsung di eksekusi. Untuk mempunyai kekuatan agar dapat dieksekusi,

perdamaian yang sudah disetujui tersebut harus dapat pengesahan atau

homologasi dari pengadilan. untuk itu sebelum rapat ditutup, Hakim Pengawas

menetapkan hari sidang Pengadilan yang akan memutuskan disahkan tidaknya

perdamaian yang sudah diterima tersebut. Mengenai waktu diadakannya sidang

untuk membahas homologasi, ditentukan oleh Pasal 156 UUKPKPU paling

singkat 8 hari dan paling lambat 14 hari setelah diterimanya rencana perdamaian

dalam rapat pemungutan suara atau setelah dikeluarkannya penetapan pengadilan

dalam hal terdapat kekeliruan dalam berita acara pembahasan perdamaian.56

Dalam UUKPKPU mengenal dua macam perdamaian, yaitu : 1) Perdamaian

yang ditawarkan oleh debitor kepada para kreditornya setelah debitor dinyatakan

pailit oleh Pengadilan Niaga (sebagaimana diatur Pasal 144-177 UUKPKPU) dan

2) Perdamaian yang ditawarkan oleh Debitor dalam rangka PKPU sebelum

55
Ibid, hal. 241
56
H. Man S. Sastrawidjaja, Op.Cit., hal 181

Universitas Sumatera Utara


37

debitor dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga (sebagaimana diatur Pasal 265-

294 UUKPKPU).

Dalam pengajuan rencana perdamaian Debitor Pailit mengajukan rencana

perdamaian pailit kepada para kreditornya paling lambat delapan hari sebelum

pencocokan piutang debitor di kepaniteraan Pengadilan Niaga untuk dapat dilihat

oleh pihak yang berkepentingan. Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan

dan diambil keputusan setelah selesainya pencocokan piutang. Tetapi,

pembicaraan dan keputusan mengenai rencana perdamaian pailit ini dapat ditunda

sampai tanggal yang ditetapkan oleh hakim pengawas paling lambat 21 hari

kemudian, dalam hal:

1. Apabila dalam rapat diangkat panitia kreditor tetap yang tidak terdiri

atas orang-orang yang sama seperti panitia kreditor sementara,

sedangkan jumlah terbanyak kreditor menghendaki dari panitia

kreditor tetap pendapat tertulis tentang perdamaian yang diusulkan

tersebut, atau

2. Rencana perdamaian tidak disediakan di Kepaniteraan Pengadilan

dalam waktu yang ditentukan, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor

yang hadir menghendaki pengunduran rapat. Kemudian, apabila

pembicaraan dan keputusan mengenai rencana perdamaian pailit tidak

ditunda, maka dilanjutkan pada proses pengambilan keputusan tentang

rencana perdamaian.

Pada intinya Perdamaian tersebut dapat diajukan pada saat permohonan

PKPU atau pada saat PKPU berlangsung dengan catatan bahwa apabila telah ada

Universitas Sumatera Utara


38

putusan mengenai PKPU yang sudah berkekuatan hukum tetap maka perdamaian

(Rencana Perdamaian) gugur, sementara apabila ada putusan pengesahan

Perdamaian (Homologasi) sebelum putusan PKPU maka PKPU berakhir. Hal ini

sebagaimana diatur pada Pasal 265, 267 dan 288 UUKPKPU.

Proses Perdamaian dalam PKPU :

1. Pengajuan Rencana Perdamaian oleh Debitor (sebagaimana diatur Pasal

266 UUKPKPU)

2. Penentuan hari terakhir tagihan yang harus disampaikan kepada

pengurus dan penentuan tanggal dan waktu rapat kreditor guna

membicarakan dan memutuskan dalam perihal rencana perdamaian oleh

Hakim Pengawas (sebagaimana diatur Pasal 268 UUKPKPU). Tenggat

Waktu antara hari terakhir tagihan dan rapat kreditor paling singkat 14

hari. Adapun Hakim Pengawas dapat menunda pembicaraan dan

pemungutan suara tentang Rencana Perdamaian sebagaimana pada

rapat kreditor tersebut, sebagaimana diatur pada Pasal 277 UUKPKPU

yang mana berimplikasi pada kewajiban Pengurus sbegaimana diatur

Pasal 269 UUKPKPU.

3. Pengurus mulai melaksanakan tugasnya sebagaimana diatur pada Pasal

269, 271, 272, 273, 274, 275 dan 276 UUKPKPU yang tata cara

pengajuan tagihan oleh Kreditor sebagaimana diatur Pasal 270

UUKPKPU.

Universitas Sumatera Utara


39

4. Dilaksanakanya Rapat Rencana Perdamaian (Rapat Kreditor)

sebagaimana diatur Pasal 278, 279, 268, 280, 281, 282, 283, 284, 285

UUKPKPU:

a. Laporan Tertulis dari Pengurus dan ahli (bila ada), Pasal 278.

b. Hak Debitor Pailit untuk memberi keterangan terkait Rencana

Perdamaian, membelanya dan mengubah Rencana Perdamaian

selama perundingan.

c. Perihal Piutang yang masih dapat dimasukkan atau tidak meski

telah lewat tenggat waktu sebagaimana butir 2) (Pasal 286

UUKPKPU).

d. Adanya Pengakuan dan Bantahan dari Pengurus dan Kreditor

sebagaimana diatur Pasal 279 UUKPKPU.

e. Peranan Hakim Pengawas sebagaimana diatur Pasal 278

UUKPKPU.

f. Kuorum diterima atau ditolaknya Rencana Perdamaian (Pasal 280

UUKPKPU)

g. Adanya dokumen berupa : Berita Acara Rapat dan Salinan Berita

Acara Rapat, dan Daftar Kreditor (Pasal 282 UUKPKPU)

5. Dalam hal butir 4 ada sejumlah kemungkinan yang terjadi dan

berimplikasi pada proses berikutnya, yakni sebagai berikut :

a. Bila Rencana Perdamaian diterima, maka dilakukan Pengesahan

Perdamaian melalui Putusan Pengadilan (homologasi perdamaian)

yang mana putusan tersebut dapat berupa Pengesahan Perdamaian

Universitas Sumatera Utara


40

atau Penolakan Pengesahan Perdamaian. Hal ini sebagaimana

diatur Pasal 281, 284, 285, dan 290 UUKPKPU. Baik disahkan

atau ditolak Pengesahan Perdamaian tersebut maka intinya

dinyatakan oleh Hakim pula perihal kepailitan Debitor. Dalam hal

terjadi penolakan Pengesahan Perdamaian maka tidak ada upaya

hukum yang dapat dilakukan atas itu, kecuali kasasi oleh Jaksa

Agung hal ini sebagaimana diatur Pasal 285 ayat (4) jo 293

UUKPKPU, sementara dalam hal terjadi Pengesahan Perdamaian

maka dapat saja dilakukan : a) upaya kasasi (Pasal 285 ayat (4)

UUKPKPU), upaya kasasi oleh Jaksa Agung (Pasal 293 ayat (2)

UUKPKPU) dan pembatalan perdamaian (Pasal 291 UUKPKPU),

terdapat akibat hukum sebagaimana diatur Pasal 286 dan 290

UUKPKPU;

b. Bila rencana perdamaian ditolak, maka dapat terjadi permohonan

perbaikan berita acara rapat yang diajukan oleh debitor dan kreditor

yang memberi suara mendukung rencana perdamaian sebagaimana

diatur Pasal 283 UUKPKPU, dan oleh karenanya terdapat

kewajiban Hakim Pengawas sebagaimana diatur Pasal 289

UUKPKPU, dan terdapat pula Putusan Pengadilan terkait

perbaikan berita acara rapat tersebut yang mana diputus oleh

Hakim Pemutus dan berakibat bila perbaikan Berita Acara Rapat

tersebut diterima maka putusan pernyataan pailitnya menjadi batal

demi hukum.

Universitas Sumatera Utara


41

c. Informasi penting lainnya yang perlu diketahui terkait Perdamaian

ini adalah :Apabila Pengadilan telah menyatakan debitor pailit

maka terhadap putusan pernyataan pailit tersebut berlaku ketentuan

tentang kepailitan sebagaimana dimaksud dalam Bab II, kecuali

Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 (kecuali kasasi dan

Peninjauan Kembali). Hal ini sebagaimana diatur Pasal 290

UUKPKPU.

d. Dalam suatu putusan pernyataan pailit yang diputuskan

berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285

(penolakan Rencana Perdamaian), Pasal 286 (pengesahan Rencana

Perdamaian), atau Pasal 291 (pembatalan perdamaian), tidak dapat

ditawarkan suatu perdamaian. Hal ini sebagaimana diatur Pasal 292

UUKPKPU.

e. Terkait pernanan Advokat pada Perdamaian ini, diatur pada Pasal

294 UUKPKPU bahwa Permohonan yang diajukan berdasarkan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 237, Pasal 255,

Pasal 256, Pasal 259, Pasal 283, Pasal 285, Pasal 290, dan Pasal

291 harus ditandatangani oleh advokat yang bertindak berdasarkan

surat kuasa khusus, kecuali apabila diajukan oleh pengurus.

Upaya Hukum Kasasi atas Pengesahan dan Penolakan Rencana

Perdamaian, Kasasi dapat diajukan oleh Kreditor yang menyetujui rencana

perdamaian maupun Debitor Pailit dalam waktu 8 (delapan) hari setelah tanggal

putusan homologasi Pengadilan diucapkan (Pasal 160 Ayat 1 UU Kepailitan).

Universitas Sumatera Utara


42

Kemudian atas putusan pengadilan yang mengesahkan rencana perdamaian dapat

diajukan kasasi juga dalam waktu 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan

Pengadilan diucapkan oleh:

1. Kreditor yang menolak perdamaian atau yang tidak hadir pada saat

pemungutan suara.

2. Kreditor yang menyetujui perdamaian setelah mengetahui perdamaian

tersebut dicapai dengan cara yang melawan hukum, seperti: penipuan,

persekongkolan maupun upaya lain yang tidak jujur.

Perdamaian yang telah disahkan berlaku bagi semua kreditor yang tidak

mempunyai hak untuk didahulukan, dengan tidak ada pengecualian, baik yang

telah mengajukan diri dalam kepailitan maupun tidak (Pasal 162 UU Kepailitan).

Perlu diketahui bahwa putusan perdamaian ini bersifat final, artinya apabila

perdamaian ditolak, maka debitor pailit tidak dapat mengajukan perdamaian

dalam kepailitan tersebut (Pasal 164 UU Kepailitan). Setelah homologasi

berkekuatan hukum tetap, maka kepailitan debitor berakhir dan selanjutnya

kurator wajib mengumumkan perdamaian dalam Berita Negara Republik

Indonesia dan Paling sedikit dua surat kabar harian ( Pasal 166 UU Kepailitan).

Dengan berakhirnya status kepailitan debitor, maka debitor dapat menjalankan

lagi usaha atau bisnis, serta aset-asetnya seakan-akan tidak pernah terjadi

kepailitan. Tetapi, debitor memiliki kewajiban untuk memenuhi seluruh

ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian

perdamaian. Artinya, berdasarkan jadwal yang ditetapkan dalam akta perjanjian

Universitas Sumatera Utara


43

perdamaian, debitor wajib membayar sebagian atau seluruh utang debitor kepada

kreditor.

Dalam hal permohonan peninjauan kembali atas putusan homologasi

diatur di dalam Bab IV UUKPKPU dibawah judul PERMOHONAN

PENINJAUAN KEMBALI, salah satu perbedaan antara UUKPKPU dengan UUK

dan bahkan FV adalah mengenai peninjauan kembali diatur secara khusus. Hal

demikian tidak terdapat dalam UUK dan FV. Pengaturan tentang permohonan

peninjauan kembali (PK) secara khusus merupakan hal yang baik mengingat

akhir-akhir ini mengenai PK sering dilakukan oleh para pencari keadilan terhadap

putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Bahkan adakalanya

setelah PK dilakukan PK lagi. Oleh karena itu untuk adanya kepastian hukum dan

tidak menimbulkan kesemrawutan dalam praktik hukum pedoman mengenai tata

cara PK sangat diperlukan. Pengaturan tentang PK yang terdapat dalam

UUKPKPU tentu belum memenuhi tuntutan demikian, karena pengaturan dalam

UUKPKPU tentang PK tidak bersifat umum, tetapi hanya khusus berkaitan

dengan teknis kepailitan dari PKPU saja.57

Beberapa ketentuan berkaitan dengan permohonan PK dalam UUKPKPU

antara lain sebagai berikut :

Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan apabila :

1. Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan

yang pada waktu perkara diperiksa di Pengadilan sudah ada tetapi

belum ditemukan, atau

57
H. Man S. Sastrawidjaja, Op.Cit., Hal 223

Universitas Sumatera Utara


44

2. Dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang

nyata. Syarat permohonan PK menurut UUKPKPU dengan memuat

UUK agak berbeda. Menurut Pasal 286 ayat (2) UUK, syarat tersebut

adalah:

(1) Terdapat bukti tertulis baru yang penting, yang apabila diketahui

pada tahap persidangan sebelumnya, akan menghasilkan putusan

yang berbeda.

(2) Pengadilan Niaga yang bersangkutan telah melakukan kesalahan

berat dalam penerapan hukum.

Mengenai bukti baru dalam praktik persidangan sering menimbulkan

perbedaan pendapat antara pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu dalam

peraturan perundang-undangan tentang PK apabila dibuat harus jelas kriteria

“bukti baru” tersebut. Bahwa putusan dikatakan terdapat kekeliruan yang nyata

merupakan masalah praktik hukum pula yang harus dicermati secara yuridis

dengan seksama. Hal tersebut juga dapat menimbulkan perbedaan pendapat.

Demikian pula mengenai pengertian “kesalahan berat” seperti yang disebut dalam

UUK.58

2. Perdamaian Dalam Perkara Kepailitan

Bahwa perdamaian merupakan salah satu mata rantai dalam proses

kepailitan. Perdamaian dalam proses kepailitan ini sering juga disebut dengan

istilah “akkoord” (bahasa Belanda) atau dalam bahasa Inggris disebut dengan

58
Ibid, hal 224

Universitas Sumatera Utara


45

istilah“composition”. Pasal 144 UU K-PKPU menentukan bahwa Debitor Pailit

berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua Kreditor.

Sebenarnya perdamaian dalam proses kepailitan pada prinsipnya sama

dengan perdamaian dalam pengertian yang umum, yang intinya terdapatnya ”kata

sepakat” antara para pihak yang bertikai. Jadi, kata kuncinya adalah “kata

sepakat”. Untuk perdamaian dalam proses kepailitan, kata sepakat tersebut

diharapkan terjadi antara pihak debitor dan para kreditornya terhadap rencana

perdamaian (composition plan) yang diusulkan oleh debitor. Berdasarkan

pengertian perdamaian di atas, maka dapat dikatakan bahwa perdamaian

merupakan perjanjian yang dilakukan kedua pihak antara kreditor dengan debitor.

1. Isi Rencana Perdamaian

Isi rencana perdamaian (composition plan) adalah kemungkinan:

1. Utang akan dibayar sebagian;

2. Utang akan dibayar dicicil;

3. Utang akan dibayar sebagian dan sisanya dicicil.

Dalam rencana perdamaian tersebut harus jelas alternatif perdamaian

dimaksud, sehingga Kreditornya mempersiapkan diri untuk

mempertimbangkannya dalam rapat yang bersangkutan

2. Prosedur & Pengaturan Pengajuan Rencana Perdamaian

Perdamaian dalam UU K-PKPU diatur dalam Pasal 144 sampai dengan

Pasal 177. Pengajuan Perdamaian dilakukan paling lambat 8 (delapan) hari

sebelum rapat pencocokan piutang. Rencana perdamaian disediakan di

Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh setiap

Universitas Sumatera Utara


46

orang yang berkepentingan. Rencana perdamaian tersebut wajib

dibicarakan dan diambil keputusan segera setelah selesainya pencocokan

piutang, kecuali dalam hal yang tersebut dilakukan penundaan

3. Penundaan dapat dilakukan jika:

Pembicaraan dan keputusan mengenai rencana perdamaian sebagaimana

dimaksud ditunda sampai rapat berikut yang tanggalnya ditetapkan oleh

Hakim Pengawas paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kemudian, dalam

hal:

Apabila dalam rapat diangkat panitia kreditor tetap yang

tidak terdiri atas orang-orang yang sama seperti panitia kreditor sementara,

sedangkan jumlah terbanyak Kreditor menghendaki dari panitia kreditor tetap

pendapat tertulis tentang perdamaian yang diusulkan tersebut; atau

rencana perdamaian tidak disediakan di Kepaniteraan Pengadilan dalam waktu

yang ditentukan, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor yang hadir menghendaki

pengunduran rapat.59

4. Berita Acara dalam Perdamaian Pasal 154 UUKPKPU.

Berita cara dalam perdamaian wajib memuat:

1. Isi perdamaian;

2. Nama Kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan suara dan

menghadap;

3. Suara yang dikeluarkan;

59
Man. S. Sastrawidjaja, Op. Cit., hlm. 178.

Universitas Sumatera Utara


47

4. Hasil pemungutan suara; dan

5. Segala sesuatu yang terjadi dalam rapat

Berita acara rapat ditandatangani oleh Hakim Pengawas dan panitera

pengganti. Setiap orang yang berkepentingan dapat melihat dengan cuma-cuma

berita acara rapat yang disediakan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal

berakhirnya rapat di Kepaniteraan Pengadilan.

3. Homologasi Dalam Perdamaian

Menurut vide Pasal 216 UU No. 37 Tahun 2004 suatu perdamaian disetujui

oleh para kreditor konkuren menurut jumlah suara yang ditentukan dalam undang-

undang, masih perlu disahkan oleh pengadilan niaga.

Acara pengesahan ini disebut dengan istilah ratifikasi dan sidang pengesahan

tersebut disebut dengan homologasi, selanjutnya dapat ditempuh

prosesrehabilitasi.

Ketentuan mengenai homologasi:

a) Homologasi dilakukan paling cepat 8 hari dan paling lambat 14 hari

setelah diterimanya rencana perdamaian dalam rapat pemungutan suara;

b) Sidang pengadilan untuk membahas pengesahan perdamaian dilakukan

terbuka untuk umum;

c) Homologasi wajib diberikan pada sidang tersebut atau paling lambat 7 hari

setelah sidang yang bersangkutan. 60

Jika Pengadilan Niaga menolak pengesahan perdamaian dalam sidang

homologasi, menurut Pasal 161 Ayat (1) UU K-PKPU tersedia prosedur kasasi ke

60
Munir Fuady , Op.Cit., Hal 98

Universitas Sumatera Utara


48

Mahkamah Agung bagi pihak-pihak yang berkeberatan atas penolakan tersebut.

Konsekuensinya adalah karena keputusan penolakan tersebut belum bersifat final

binding (inkracht), maka putusan perdamaian tersebut belum bisa dijalankan

(bukan merupakan keputusan uitvoorbaar bij voorraad), dan proses kepailitan

juga belum bisa berakibat insolvensi, atau pengakhiran kepailitan juga belum bisa

terjadi (Pasal 166 juncto Pasal 178 UU Nomor 37 Tahun 2004). Sebab jika

perdamaian diterima, kepailitan segera berakhir dan proses perdamaian akan

segera direalisasi (dilakukan pembagian). Akan tetapi, jika perdamaian ditolak,

proses kepailitan segera masuk ke tahap insolvensi.

Dalam sidang homologasi tersebut, pengadilan niaga dapat menolak

pengesahan suatu perdamaian jika ada alasan untuk itu. Alasan-alasan

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Harta pailit, termasuk hak retensi sangat jauh melebihi jumlah yang

dijanjikan dalam perdamaian.

b. Pemenuhan perdamaian tidak cukup terjamin.

c. Perdamaian telah tercapai karena penipuan, kolusi dengan seorang

kreditor atau lebih, atau penggunaan cara-cara lain yang tidak jujur,

tanpa menghiraukan apakah debitor atau pihak lain bekerjasama untuk

mencapai hal ini.

(Pasal 159 Ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004).

Dalam pengajuan rencana perdamaian Debitor Pailit mengajukan rencana

perdamaian pailit kepada para kreditornya paling lambat delapan hari sebelum

pencocokan piutang debitor di kepaniteraan Pengadilan Niaga untuk dapat dilihat

Universitas Sumatera Utara


49

oleh pihak yang berkepentingan. Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan

dan diambil keputusan setelah selesainya pencocokan piutang. Tetapi,

pembicaraan dan keputusan mengenai rencana perdamaian pailit ini dapat ditunda

sampai tanggal yang ditetapkan oleh hakim pengawas paling lambat 21 hari

kemudian, dalam hal:

a. Apabila dalam rapat diangkat panitia kreditor tetap yang tidak terdiri atas

orang-orang yang sama seperti panitia kreditor sementara, sedangkan

jumlah terbanyak kreditor menghendaki dari panitia kreditor tetap

pendapat tertulis tentang perdamaian yang diusulkan tersebut, atau

b. Rencana perdamaian tidak disediakan di Kepaniteraan Pengadilan dalam

waktu yang ditentukan, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor yang hadir

menghendaki pengunduran rapat. Kemudian, apabila pembicaraan dan

keputusan mengenai rencana perdamaian pailit tidak ditunda, maka

dilanjutkan pada proses pengambilan keputusan tentang rencana

perdamaian.

a. Dalam Kepailitan

Sejak krisis moneter melanda Indonesia, yaitu sekitar tahun 1997 banyak

perusahaan-perusahaan besar mengalami kesulitan dalam bidang keuangan.

Hal ini mengakibatkan banyak perusahaan-perusahaan tersebut mengalami

kebangkrutan dan terpaksa gulung tikar. Keadaan ini sebenarnya adalah

merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan oleh semua pihak, akan tetapi

karena krisis ekonomi yang terjadi di negara kita cukup parah sehingga

keadaan ini tidak dapat lagi dihindarkan.

Universitas Sumatera Utara


50

Pailit merupakan salah satu cara yang digunakan baik oleh kreditor

maupun oleh debitor dalam menyelesaikan “masalah” mereka, karena hakekat

kepailitan bagi debitor adalah untuk menghindari kesewenang-wenangan dari

pihak kreditor, sedangkan hakikat kepailitan bagi kreditor adalah untuk

mendapatkan kepastian pembayaran. Akibat dari kepailitan bagi debitor dan

harta kekayaannya adalah harta kekayaan debitor akan disita untuk dijual, dan

debitor tidak berhak lagi mengelola harta kekayaan tersebut, karena

pengelolaanya akan dilakukan oleh kurator. Arti kepailitan sendiri menurut

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 yaitu : “suatu penyitaan umum atas

seluruh harta (aset) yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan pleh

kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang.”

Kepailitan terjadi ketika debitor tidak mampu lagi membayar hutangnya,

adapun ketentuan lengkap tentang syarat kepailitan diatur dalam Pasal 1

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, yaitu :“Debitor yang mempunyai dua

atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah

jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan

yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permintaan

sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya.”

Langkah-langkah yang ada dalam kepailitan ada 9 langkah, yaitu :

a. Permohonan pailit, syarat permohonan pailit telah diatur dalam UU

No. 4 Tahun 1998, seperti apa yang telah ditulis di atas.

Universitas Sumatera Utara


51

b. Keputusan pailit berkekuatan tetap, jangka waktu permohonan pailit

sampai sampai keputusan pailit berkekuatan tetap adalah 90 hari.

c. Rapat verifikasi, adalah rapat pendaftaran utang-piutang, pada langkah

ini dilakukan pendataan berapa jumlah utang dan piutang yang dimiliki

oleh debitor. Verifikasi utang merupakan tahap yang paling penting

dalam kepailitan karena akan ditentukan urutan pertimbangan hak dari

masing-masing kreditor. Rapat verifikasi dipimpin oleh hakim

pengawas dan dihadiri oleh : (a) Panitera (sebagai pencatat), (b)

Debitor(tidak boleh diwakilkan karena nanti debitor harus menjelaskan

kalau nanti terjadi perbedaan pendapat tentang jumlah tagihan, (c)

Kreditor atau kuasanya (jika berhalangan untuk hadir tidak apa-apa,

nantinya mengikuti hasil rapat), (d) Kurator (harus hadir karena

merupakan pengelola aset).

d. Perdamaian, jika perdamaian diterima maka proses kepailitan berakhir,

jika tidak maka akan dilanjutkan ke proses selanjutnya. Proses

perdamaian selalu diupayakan dan diagendakan. Ada beberapa

perbedaan antara perdamaian yang terjadi dalam proses kepailitan

dengan perdamaian yang biasa. Perdamaian dalam proses kepailitan

meliputi : (a) mengikat semua kreditor kecuali kreditor separatis,

karena kreditor separatis telah dijamin tersendiri dengan benda

jaminan yang terpisah dengan harta pailit umumnya. (b) terikat

formalitas, (c) ratifikasi dalam sidang homologasi, (d) jika pengadilan

niaga menolak adanya hukum kasasi, (e) ada kekuatan eksekutorial,

Universitas Sumatera Utara


52

apa yang tertera dalam perdamaian, pelaksanaanya dapat dilakukan

secara paksa. Tahap-tahap dalam proses perdamaian antara lain : (a)

pengajuan usul perdamaian, (b) pengumuman usulan perdamaian, (c)

rapat pengambilan keputusan, (d) sidang homologasi, (e) upaya hukum

kasasi, (f) rehabilitasi.

e. Homologasi akur, yaitu permintaan pengesahan oleh Pengadilan

Niaga, jika proses perdamaian diterima.

f. Insolvensi, yaitu suatu keadaan dimana debitor dinyatakan benar-benar

tidak mampu membayar, atau dengan kata lain harta debitor lebih

sedikit jumlahnya dengan hutangnya. Hal tentang insolvensi ini sangat

menentukan nasib debitor, apakah akan ada eksekusi atau terjadi

restrukturisasi hutang dengan damai. Saat terjadinya insolvensi (Pasal

178 UUK) yaitu: (a) saat verifikasi tidak ditawarkan perdamaian, (b)

penawaran perdamaian ditolak, (c) pengesahan perdamaian ditolak

oleh hakim. Dengan adanya insolvensi maka harta pailit segera

dieksekusi dan dibagi kepada para kreditor.

g. Pemberesan/likuidasi, yaitu penjualan harta kekayaan debitor pailit,

yang dibagikan kepada kreditor konkuren, setelah dikurangi biaya-

biaya.

h. Rehabilitasi, yaitu suatu usaha pemulihan nama baik kreditor, akan

tetapi dengan catatan jika proses perdamaian diterima, karena jika

perdamaian ditolak maka rehabilitasi tidak ada. Syarat rehabilitsi

Universitas Sumatera Utara


53

adalah : telah terjadi perdamaian, telah terjadi pembayaran utang

secara penuh.

i. Kepailitan berakhir.

b. Homologasi Dalam PKPU

Penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU merupakan sarana

yang dapat dipakai oleh debitor untuk menghindari diri dari kepailitan, bila

mengalami keadaan likuid dan sulit untuk memperoleh kredit. Sarana yang

memberikan waktu kepada debitor untuk menunda pelaksanaan pembayaran

utang-utangnya seperti ini akan membuka harapan yang besar bagi debitor

untuk dapat melunasi utang-utangnya.61

Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tidak memberikan definisi

penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Hal ini merupakan sesuatu

yang janggal karena ketiadaan definisi tersebut dapat bertentangan dengan

asas pembatasan atau asas penjelasan. PKPU dahulu disebut penundaan

pembayaran utang atau serseance van bataling (suspension of payment). Isi

pokok penundaan pembayaran adalah bahwa debitor menduga mengetahui,

dia tidak dapat melanjutkan untuk membayarkan utang yang dapat ditagih,

sehingga dia mengajukan permohonan penundaan pembayaran kepada hakim.

dengan pengajuan tersebut, dia tidak dapat dipaksa oleh kreditor untuk

membayar hutangnya.62 Kalau dilakukan penelaah terhadap Pasal 222 sampai

dengan Pasal 294 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, dapat disimpulkan

61
Robintan Sulaiman dan Joko Prabowo, Lebih Jauh Tentang Kepailitan,(Jakarta: Pusat
Studi Hukum Bisnis Fakulas Hukum Universitas Pelita Harapan, 2007), hal 32-33.
62
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2,(Jakarta:
Penerbit Djambatan, 1988), hal 54.

Universitas Sumatera Utara


54

bahwa PKPU adalah suatu keadaan yang memperlihatkan bahwa debitor

mempunyai utang yang sudah tiba waktunya untuk di bayarkan kepada

kreditor namun debitor meminta kepada kreditor untuk membayar utangnya

kepada kemudian hari untuk menghindari pailit.63

Maksud debitor memohon PKPU adalah untuk mengajukan rencana

perdamaian. Rencana perdamaian yang memuat tawaran pembayaran sebagian

atau seluruh utang kepada kreditor. Pasal 222 ayat (2) UU Nomor 37 Tahun

2004: ”Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat

melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat

ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan

maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran

pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor.”

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang merupakan alternatif

penyelesaian utang untuk menghindari kepailitan. Menurut Munir Fuady

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini adalah suatu periode

waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan

pengadilan niaga, dimana dalam periode waktu tersebut kepada kreditor dan

debitor diberikan kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran

utang-utangnya dengan memberikan rencana perdamaian (composition plan)

terhadap seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila perlu

merestrukturisasi utangnya tersebut. Dengan demikian Penundaan Kewajiban

63
V. Harlen Sinaga, Batas-batas Tanggungjawab Perdata Direksi atas Pailitnya
Perseroan Terbatas dalam Teori dan Praktik,(Jakarta: Penerbit Adinatha Mulia, 2012), hal 97.

Universitas Sumatera Utara


55

Pembayaran Utang (PKPU) merupakan semacam moratorium dalam hal ini

legal moratorium.64

Perlindungan hukum terhadap debitor berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

tidak berbeda dengan UU No. 4 Tahun 1998 yaitu melalui Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Namun tergantung kepada rapat

kreditor apakah akan menerima menerima atau menolak permohonan

perdamaian yang diajukan oleh debitor.65Maksud dari Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang ini berdasarkan Pasal 222 UUKPKPU adalah pada

umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran

pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditor konkuren. Dalam

UUK No 37 Tahun 2004 Pasal 222 ayat (2) dan (3) pada prinsipnya mengatur

hal yang sama dengan UUK 1998, hanya dalam UUK No. 4 Tahun 1998

langsung menunjuk kepada kreditor Konkuren, tetapi dalam UUK 2004 ini

menunjuk kepada kreditor saja. Menurut penjelasan Pasal 222 ayat (2) yang

dimaksud dengan kreditor adalah setiap kreditor baik konkuren maupun

kreditor yang didahulukan, berarti yang termasuk kreditor preferen maupun

kreditor separatis.

Pada hakekatnya tujuan PKPU adalah untuk perdamaian. Fungsi

perdamaian dalam proses PKPU sangat penting artinya, bahkan merupakan

tujuan utama bagi si debitor, dimana si debitor sebagai orang yang paling

mengetahui keberadaan perusahaan, bagaimana keberadaan perusahaannya ke

depan baik petensi maupun kesulitan membayar utang-utangnya dari


64
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis,(Bandung:Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 82
65
Sunarmi, Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia,(Medan:
Pustaka Bangsa Press, 2008), Hal 345

Universitas Sumatera Utara


56

kemungkinan-kemungkinan masih dapat bangkit kembali dari jeratan utang-

utang terhadap sekalian kreditornya. Tujuan dari Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang adalah untuk memungkinkan seorang debitor meneruskan

usahanya meskipun ada kesukaran pembayaran dan untuk menghindari

kepailitan.66

Efektivitas PKPU dalam mencegah kepailitan bergantung pada adanya

itikad baik dan sense of cooperation( rasa kooperatif ) baik dari pihak debitor

dan kreditor agar rencana perdamaian dapat dinegosiasikan, ditetapkan, dan

dilaksanakan dengan baik sampai pemenuhan seluruh utang tercapai sebelum

diucapkan putusan pernyataan pailit. Oleh karenanya langkah-langkah

perdamaian adalah untuk menyusun suatu strategi baru bagi si debitor

menjadi sangat penting. Namun karena faktor kesulitan pembayaran utang-

utang yang mungkin segera jatuh tempo yang mana sementara belum dapat

diselesaikan membuat si debitor terpaksa membuat suatu konsep perdamaian,

yang mana konsep ini nantinya akan ditawarkan kepada pihak kreditor,

dengan demikian si debitor masih dapat nantinya, tentu saja jika perdamaian

ini disetujui oleh para kreditor untuk meneruskan berjalannya perusahaan si

debitor tersebut. Jadi secara sederhana dapat dikemukakan bahwa alasan untuk

mengajukan PKPU yakni:67

1. Debitor mengalami kesulitan keuangan

2. Debitor berharap usahanya masih bisa dilanjutkan

3. Kemungkinan debitor melunasi kewajibannya sangat terbuka.


66
Sri Redjeki Hartono, Op.Cit., hal 190
67
Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-undangan yang
Terkait dengan Kepailitan, (Bandung:Nuansa Aulia, 2006), Hal 39.

Universitas Sumatera Utara


57

Dengan kata lain tujuan akhir dari PKPU ini ialah dapat tercapainya

perdamaian antara debitor dan seluruh kreditor dari rencana perdamaian yang

diajukan atau ditawarkan si debitor tersebut.

1. Akibat Hukum PKPU

Keadaan sulit yang dapat mengakibatkan debitor tidak dapat membayar

utang-utangnya yang sudah bisa ditagih tepat pada waktunya ialah misalnya

jatuh tagih, kebakaran, kapal tenggelam, pembekuan simpanannya di bank dan

lain-lain. Sebab-sebab tersebut mengakibatkan si debitor kekurangan uang

untuk membayar utang-utangnya. kesulitaan ini belumlah sedemikian rupa,

sehingga dia berada dalam keadaan berhenti membayar yang sebenar-

benarnya. Jadi dia belum perlu dipailitkan, karena dia masih sanggup dan

mampu untuk membayar utang-utangnya secara penuh hanya dibutuhkan

waktu tambahan untuk memperbaiki keadaan ekonominya. 68

Selama PKPU Debitor tanpa persetujuan pengurus tidak dapat melakukan

tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya.

Jika Debitor melanggar ketentuan tersebut, pengurus berhak untuk melakukan

segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitor tidak

dirugikan karena tindakan debitor tersebut. Kewajiban debitor yang dilakukan

tanpa mendapatkan persetujuan dari pengurus yang timbul setelah dimulainya

PKPU hanya dapat dibebankan kepada harta debitor sejauh hal itu

menguntungkan harta debitor. Atas dasar persetujuan yang diberikan oleh

pengurus, Debitor dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga hanya dalam

68
C.S.T. Kansil dan Christine, Modul Hukum Dagang, (Jakarta:Penerbit Djambatan,
2001), hal 217.

Universitas Sumatera Utara


58

rangka meningkatkan nilai harta debitor. Apabila dalam melakukan pinjaman

perlu diberikan agunan, debitor dapat membebani hartanya dengan gadai,

jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan

lainnya, sejauh pinjaman tersebut telah memperoleh persetujuan Hakim

Pengawas. Pembebanan harta debitor dengan gadai, jaminan fidusia, hak

tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya hanya dapat

dilakukan terhadap bagian harta debitor yang belum dijadikan jaminan utang

(Pasal 240 No. 37 Tahun 2004).

PKPU akan membawa akibat hukum terhadap segala harta kekayaan

debitor. Untuk itu Undang-undang Kepailitan membedakan antara debitor

yang telah menikah dengan persatuan harta dan yang menikah tanpa persatuan

harta. Apabila debitor telah menikah dalam persatuan harta, harta debitor

mencakup semua aktiva dan passive persatuan (Pasal 241 UU No. 37 Tahun

2004).

Selama berlangsungnya PKPU, Debitor tidak dapat dipaksa membayar

utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 UU No. 37 Tahun 2004, dan

semua tindakan yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang

PKPU,Adapun akibat hukum putusan PKPU adalah sebagai berikut, yaitu:69

1. Pengurusan Harta Debitor

Tanpa diberi kewenangan oleh Pengurus selama PKPU, Debitor tidak

dapat melakukan tindakan kepengurusan atau memindahkan hak atas

sesuatu bagian dari hartanya, dan jika debitor melanggar ketentuan ini,

69
Munir Fuady, Op.Cit., hal 186

Universitas Sumatera Utara


59

Pengurus berhak untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk

memastikan bahwa harta debitor tidak dirugikan karena tindakan tersebut.

Apabila debitor melakukan kewajiban-kewajiban tanpa mendapat

kewenangan dari pengurus yang timbul setelah dimulainya PKPU, maka

hal ini hanya dapat dibebankan kepada harta debitor sepanjang hal itu

menguntungkan harta debitor (Pasal 240 UU No. 37 Tahun 2004). Secara

ringkas dapat disebutkan bahwa debitor tidak dapat melakukan tindakan

kepengurusan terhadap harta debitor tanpa izin dari Pengurus.

Debitor tidak berwenang lagi untuk melakukan tindakan pengurusan

maupun tindakan pengalihan secara mandiri, melainkan dia berwenang

melakukan hal tersebut jika diberikan persetujuan ataupun bersama-sama

dengan pengurus (Pasal240 Ayat (1) UUK PKPU). Secara ringkas dapat

disebutkan bahwa debitor tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan

terhadap harta debitor tanpa izin dari pengurus.70

2. Debitor Tidak Dapat Dipaksa Bayar Utang

Selama jangka waktu PKPU, debitor tidak berkewajiban membayar

utang-utangnya, demikian pula para kreditor tidak berhak untuk menagih

utang-utangnya. Debitor tidak dapat dipaksa untuk membayar utang-

utangnya dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai guna mendapat

pelunasan utang harus ditangguhkan (Pasal 242 UU No. 37 Tahun 2004).

3. Terhadap Sitaan dan Sandera

70
Sunarmi, Hukum Kepailitan, (Medan:USU Press, 2009), Hal 192.

Universitas Sumatera Utara


60

Selama berlakunya PKPU, semua tindakan eksekusi terhadap barang

sitaan yang telah berlangsung untuk melunasi utang-utang debitor harus

ditangguhkan. Demikian juga masa penangguhan berlaku terhadap

kreditor separatis untuk mengeksekusi jaminannya. Ketentuan stay

(penangguhan) ini berlaku selama jangka waktu PKPU, tidak hanya 90

hari seperti dalam kepailitan (Pasa l242 Ayat (3) UUK PKPU). Semua

sitaan yang telah diletakkan gugur kecuali telah ditetapkan tanggal yang

lebih awal oleh Pengadilan berdasarkan permintaan Pengurus.Dalam hal

debitor disandera, maka debitor harus dilepaskan segera setelah diucapkan

Putusan PKPU Tetap atau setelah Putusan Pengesahan Perdamaian

(Homologasi) memperoleh kekuatan hukum tetap dan atas permintaan

Pengurus atau Hakim Pengawas.Jika masih diperlukan, Pengadilan wajib

mengangkat sita yang telah diletakkan atas benda yang termasuk harta

Debitor. Demikian pula eksekusi dan sita yang telah dimulai atas benda

yang tidak dibebani, dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak

tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya atau dengan hak

yang harus diistimewakan berkaitan dengan kekayaan tertentu berdasarkan

Undang-Undang Pasal 242 ayat (3).

4. Terhadap Perkara yang Sedang Berjalan

Proses PKPU tidak akan menghentikan proses perkara yang sudah

mulai diperiksa oleh pengadilan, maupun menghalangi dimajukannya

perkara-perkara baru. Debitor tidak berwenang menjadi tergugat ataupun

penggugat dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan hak dan

Universitas Sumatera Utara


61

kewajiban harta kekayaannya kecuali bersama-sama dengan persetujuan

pengurus. Namun jika perkara tersebut mengenai gugatan pembayaran

suatu piutang yang sudah diakui debitor, sedangkan penggugat tidak

mempunyai kepentingan untuk memperoleh suatu putusan untuk

melaksanakan hak terhadap pihak ketiga setelah dicatatnya pengakuan

tersebut. Debitor tidak dapat menjadi Penggugat atau Tergugat dalam

perkara mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta kekayaan

tanpa persetujuan Pengurus (Pasal 243 UU No. 37 Tahun 2004).

5. Masa Tunggu (Stay)

Proses PKPU yang berlangsung menciptakan berlakunya ketentuan

masa tunggu (stay) terhadap kreditor pemegang jaminan kebendaan dan

kreditor yang diistimewakan selama 90 hari (Pasal 246 junto 244 UUK

PKPU)

6. Perjumpaan Utang

Proses PKPU dapat dilakukan perjumpaan utang (kompensasi, set-off)

antara debitor dengan para kreditor dengan syarat utang dan piutang

tersebut terjadi sebelum PKPU ditetapkan dan utang piutang tersebut

timbul karena tindakan-tindakan yang diambil sebelum PKPU ditetapkan.

Perjumpaan utang tidak dapat dilakukan dalam hal seseorang yang telah

mengambil utang atau piutang terhadap harta kekayaan debitor, yang

dilakukan dengan itikad tidak baik (Pasal 247 Ayat (1) UUK PKPU).

Perjumpaan utang dapat dilakukan bila baik utang maupun piutangnya

telah dilahirkan sebelum dimulainya PKPU tersebut. Piutang terhadap

Universitas Sumatera Utara


62

Debitor tersebut akan dihitung menurut ketentuan Pasal 274 dan Pasal 275

(Pasal 247 UU No. 37 Tahun 2004). Orang yang mengambil alih dari

pihak ketiga atas utang kepada Debitor atau piutang terhadap debitor dari

pihak ketiga sebelum PKPU, tidak dapat melakukan perjumpaan utang

apabila dalam pengambilalihan utang piutang tersebut ia tidak beritikad

baik. Piutang diperjumpakan(Pasal 248 UU No. 37 Tahun 2004).

7. Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian timbal balik yang baru atau belum akan dilakukan oleh

debitor dapat dilangsungkan, dimana pihak tersebut dapat meminta kepada

pengurus untuk memberikan kepastian mengenai kelanjutan pelaksanaan

perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disetujui pengurus dan pihak

tersebut. Jika pengurus menyatakan kesanggupannya maka pengurus

memberikan jaminan atas kesanggupannya untuk melaksanakan perjanjian

tersebut (Pasal 249 Ayat (1) UUK PKPU). Bila pada saat Putusan PKPU

diucapkan terdapat perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian

dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitor dapat

meminta kepada Pengurus untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan

pelaksanaan dari perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati

oleh Pengurus dan pihak tersebut.

Bila tidak tercapai kesepakatan mengenai jangka waktu, Hakim

Pengawas menetapkan jangka waktu tersebut.Bila dalam jangka waktu

tersebut Pengurus tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia

melaksanakan perjanjian tersebut perjanjian berakhir dan pihak tersebut

Universitas Sumatera Utara


63

dapat menuntut ganti rugi sebagai kreditor konkuren. Bila Pengurus

menyatakan kesanggupannya maka Pengurus memberikan jaminan atas

kesanggupannya untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Ketentuan ini

tidak berlaku terhadap perjanjian yang mewajibkan Debitor melakukan

sendiri perbuatan yang diperjanjikan (Pasal 249 UU No. 37 Tahun 2004).

8. Perjanjiian Penyerahan Barang

Perjanjian mengenai penyerahan barang yang diperdagangkan di bursa

menjelang suatu saat atau dalam waktu tertentu, jika tiba saat penyerahan

atau jangka waktu penyerahan jatuh setelah ditetapkan PKPU maka

berakhirlah perjanjian ini dengan diberikan hak mendapat ganti rugi. Jika

karena pengakhiran perjanjian itu harta debitor menderita maka pihak

lawan wajib mengganti kerugian tersebut (Pasal250 Ayat (1) UUK

PKPU). Apabila telah diperjanjikan penyerahan benda yang biasa

diperdagangkan dengan suatu jangka waktu dan sebelum penyerahan

dilakukan telah diucapkan Putusan Sementara, perjanjian menjadi hapus

dan dalam hal pihak lawan dirugikan karena penghapusan ia boleh

mengajukan diri sebagai kreditor konkuren untuk mendapatkan ganti rugi.

Dalam hal harta dirugikan karena penghapusan maka pihak lawan wajib

membayar kerugian tersebut.

9. Melakukan Pinjaman dari Pihak Ketiga

Debitor dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga untuk

meningkatkan nilai harta debitor apabila diberi kewenangan oleh

Pengurus. Jika dalam melakukan pinjaman tersebut perlu diberikan

Universitas Sumatera Utara


64

agunan, debitor dapat membebani hartanya dengan hipotek atau hak

tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sepanjang

pinjaman tersebut telah memperoleh persetujuan Hakim Pengawas.

Namun pembebanan harta pailit dengan hipotik atau hak tanggungan,

gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya, hanya dapat dilakukan

terhadap bagian harta debitor yang belum dijadikan jaminan utang (Pasal

240 UU No. 37 Tahhun 2004).

Dalam hal ini berarti debitor dapat melakukan pinjaman dari pihak

ketiga atas dasar kewenangan yang diberikan oleh Pengurus.Dan apabila

diperlukan agunan dalam rangka pinjaman tersebut harus mendapat

persetujuan dari Hakim Pengawas. Harta yang dijadikan jaminan itu

haruslah harta yang belum menjadi jaminan utang (Pasal 240 UU No. 37

Tahun 2004).

10. Terhadap Harta Persatuan

Apabila debitor telah menikah dalam persatuan harta, harta debitor

mencakup semua aktiva dan passive persatuan (Pasal 241 UU No. 37

Tahun 2004). Penjelasan Pasal 241 menyebutkan bahwa yang dimaksud

dengan „aktiva‟ adalah seluruh kekayaan Debitor, sedangkan „passiva‟

adalah seluruh utang Debitor.

11. Kreditor Pemegang Jaminan dan Biaya Pemeliharaan PKPU tidak

berlaku terhadap:

a. Tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak

tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya.

Universitas Sumatera Utara


65

b. Tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan atau pendidikan yang

sudah harus dibayar dan Hakim Pengawas harus menentukan

jumlah tagihan yang sudah ada dan belum dibayar sebelum PKPU

yang bukan merupakan tagihan dengan hak untuk diistimewakan,

dan

c. Tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik debitor

maupun terhadap seluruh harta debitor yang tidak tercakup pada

ayat (1) huruf b (Pasal 242 UU No. 37 Tahun 2004).

Dalam PKPU pelaksanaan hak kreditor pemegang jaminan dan

kreditor yang diistimewakan ditangguhkan selama berlangsungnya PKPU

(Pasal 246 UU No. 37 Tahun 2004).

12. Terhadap Pembayaran Utang

Pembayaran semua utang, selain yang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 244 yang sudah ada sebelumnya diberikannya PKPU, selama

berlangsungnya PKPU tidak boleh dilakukan kecuali pembayaran utang

tersebut dilakukan kepada semua Kreditor menurut perimbangan piutang

masing-masing tanpa mengurangi berlakunya juga ketentuan Pasal 185

ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 (Pasal 245 UU No. 37 Tahun 2004).

Pembayaran yang dilakukan kepada debitor, setelah diucapkannya

Putusan PKPU Sementara yang belum diumumkan untuk memenuhi

perikatan yang terbit sebelum Putusan PKPU Sementara, membebaskan

pihak yang telah melakukan pembayaran terhadap debitor, kecuali dapat

dibuktikan bahwa pihak tersebut telah mengetahui adanya Putusan PKPU

Universitas Sumatera Utara


66

Sementara. Pembayaran yang dilakukan sesudah pengumuman, hanya

membebaskan orang yang melakukan pembayaran dimaksud apabila ia

dapat membuktikan bahwa meskipun telah dilakukan pengumuman

menurut Undang-Undang, akan tetapi ia tidak mungkin dapat mengetahui

pengumuman dimaksud di tempat kediamannya dengan tidak mengurangi

hak Pengurus untuk membuktikan sebaliknya (Pasal 253 UU No. 37

Tahun 2004).

13. Perjanjian Sewa Menyewa

Dalam hal debitor telah menyewa suatu benda, maka debitor dengan

persetujuan Pengurus, dapat menghentikan perjanjian sewa menyewa,

dengan syarat pemberitahuan penghentian dilakukan sebelum berakhirnya

perjanjian sesuai dengan adat kebiasaan setempat. Bila dilakukan

penghentian maka harus diindahkan jangka waktu menurut perjanjian atau

menurut kelaziman, dengan ketentuan bahwa jangka waktu 90 (Sembilan

puluh) hari adalah cukup. Bila telah dibayar uang sewa di muka (sebagai

uang muka), maka sewa tidak dapat dihentikan lebih awal sebelum

berakhirnya jangka waktu sewa yang telah dibayar uang muka. Sejak hari

Putusan PKPU Sementara diucapkan maka uang sewa merupakan utang

harta debitor (Pasal 251 UU No. 37 Tahun 2004).

14. Pemutusan Hubungan Kerja

Debitor dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap

karyawannya dengan tetap memperhatikan tenggang waktu pemberitahuan

kepada karyawan yang bersangkutan sesuai peraturan perundang-

Universitas Sumatera Utara


67

undangan ketenagakerjaan yang berlaku. Juga gaji serta biaya lain-lain

yang timbul dalam hubungan kerja tersebut menjadi utang harta debitor

(Pasal252 Ayat (1) UUK PKPU.Segera setelah diucapkannya Putusan

PKPU Sementara maka debitor berhak untuk memutuskan hubungan kerja

dengan karyawannya, dengan mengindahkan ketentuan Pasal 240 dan

jangka waktu menurut persetujuan atau ketentuan perundang-undangan

yang berlaku dengan pengertian hubungan kerja tersebut dapat diputuskan

dengan pemberitahuan paling singkat 45 (empat puluh lima) hari

sebelumnya. Sejak dimulainya PKPU Sementara maka gaji dan biaya lain

yang timbul dalam hubungan kerja tersebut menjadi utang harta debitor

(Pasal 252 UU No. 37 Tahun 2004). PKPU tidak berlaku bagi keuntungan

sesama debitor dan Penanggung (Pasal 254 UU No. 37 Tahun 2004).

Pengurus dalam PKPU harus mengetahui tingkatan para kreditor

dalam PKPU yaitu mana yang memiliki hak untuk didahulukan dan mana

yang digolongkan sebagai kreditor konkuren yaitu kreditor yang tidak

memegang agunan dan yang tidak mempunyai hak istimewa dan yang

tagihannya telah diakui atau yang diakui secara bersyarat.

PKPU dapat diakhiri baik atas permintaan Hakim Pengawas satu atau

lebih kreditor atau atas prakarsa Pengadilan sendiri, dalam hal ini:

a. Debitor selama waktu PKPU bertindak dengan itikad buruk dalam

melakukan pengurusan terhadap hartanya

b. Debitor telah merugikan atau telah mencoba merugikan kreditornya

c. Debitor melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 240 ayat (1)

Universitas Sumatera Utara


68

d. Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan

kepadanya oleh pengadilan pada saat atau setelah PKPU diberikan

atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diisyaratkan oleh

pengurus demi kepentingan harta debitor

e. Selama waktu PKPU keadaan harta debitor ternyata tidak lagi

memungkinkan dilanjutkan PKPU, atau

f. Keadaan harta debitor tidak dapat diharapkan untuk memenuhi

kewajibannya terhadap para kreditor pada waktunya.71

B. Homologasi Sebagai Upaya Pencegahan Pailit

1. Prosedur Homologasi

Adapun cara PKPU dalam menghindarkan debitor dari pailit telah diatur

dalam BAB III Pasal 222 sampai dengan Pasal 294 UU No. 37 tahun 2004

dengan ketentuan harus adanya persetujuan perdamaian dan bila tak tercapai

perdamaian maka akan di ambil suara terbanyak dari para kreditor konkuren

(Pasal 229 UU No. 37 tahun 2004), dalam hal PKPU tidak berlaku untuk

kreditor preferen (istimewa). Jelas sekali mempailitkan debitor atau debitor

mempailitkan diri itu sangat mudah dan PKPU tidak bisa mengambil upaya

lain tetap kreditor yang berperan dalam hal penentu kalaupun bisa

dihindarkan pailit kemungkinan itu sangat sulit.72

Debitor berhak pada waktu mengajukan permohonan penundaan

kewajiban pembayaran utang atau setelah itu menawarkan suatu perdamaian

kepada kreditor. Dalam Pasal 266 Ayat (1) apabila rencana pedamaian
71
Ibid, Hal 196
72
Elviana Sagala, Efektifitas Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu)
Untuk Menghindarkan Debitor Dari Pailit, Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 03. No. 01. Maret 2015

Universitas Sumatera Utara


69

tersebut tidak disediakan di kepanitraan pengadilan sebagaimana dalam Pasal

225 maka rencana tersebut diajukan sebelum hari sidang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 226 atau pada tanggal kemudian degan tetap

memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228 Ayat (4),

Pasal 266 Ayat (2) salinan rencana perdamian harus segera disampaikan

kepada hakim pengawas, pengurus, dan ahli, bila ada. Isi rencana perdamaian

kemungkinan utang akan dibayar sebagian, utang akan dicicil, atau utang

akan dibayar sebagian dan sisanya dicicil. Dalam rencana perdamaian

tersebut harus ada alternatif perdamaian, sehingga kreditor mempersiapkan

diri untuk mempertimbangkan dalam rapat pengambilan keputusan.73

Ketentuan mengenai homologasi:

a. Homologasi dilakukan paling cepat 8 hari dan paling lambat 14 hari

setelah diterimanya rencana perdamaian dalam rapat pemungutan

suara.

b. Sidang pengadilan untuk membahas pengesahan perdamaian

dilakukan terbuka untuk umum.

c. Homologasi wajib diberikan pada sidang tersebut atau paling lambat 7

hari setelah sidang yang bersangkutan.

Dalam hal sebelumnya putusan pengesahan perdamaian memperoleh

kekuatan hukum tetap, ada putusan pengadilan yang menyaatakan bahwa

penundaan kewajiban pembayaran utang berakhir, gugurlah rencana

perdamian tersebut.

73
Ishak, Perdamaian Antara Debitor Dan Kreditor Konkuren Dalam Kepailitan, Kanun
Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 18 No.1 April 2016.

Universitas Sumatera Utara


70

Dalam Pasal 268 Ayat (1) apabila rencana perdamian telah diajukan

kepada panitera, hakim pengawas harus menentukan:

a. Hari terakhir tagihan harus disampaikan kepada pengurus

b. Tanggal dan waktu rencana perdamaian yang diusulkan itu akan

dibicarakan dan diputuskan dalam rapat kreditor yang dipimpin oleh

hakim pengawas.

Dalam Pasal 268 Ayat (2) Tenggang waktu antara hari sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b paling singkat 14 (empat belas)

hari. Pasal 269 Ayat (1), Pengurus wajib mengumumkan penentuan waktu

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 ayat (1) bersama-sama dengan

dimasukkannya rencana perdamaian, kecuali jika hal ini sudah diumumkan

sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226. Ayat (2)

Pengurus juga wajib memberitahukan hal-hal sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dengan surat tercatat atau melalui kurir kepada semua Kreditor yang

dikenal, dan pemberitahuan ini harus menyebutkan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 270 ayat (2). Ayat (3) Kreditor dapat menghadap

sendiri atau diwakili oleh seorang kuasa berdasarkan surat kuasa. Ayat 4

Pengurus dapat mensyaratkan agar Debitor memberikan kepada mereka uang

muka dalam jumlah yan ditetapkan oleh pengurus guna menutup biaya untuk

pengumuman dan pemberitahuan tersebut.74

Dalam rapat perdamaian yang berhak memutuskan diterima atau tidak

diterimanya rencana perdamaian adalah mereka yang mempunyai hak suara

74
Undang-Undang No 37 Tahun 2004, Tentang Kepailitan Dan PKPU, Pasal 265 Sampai
Dengan Pasal 269.

Universitas Sumatera Utara


71

dalam rapat, yaitu para kreditor konkuren yang hadir dalam rapat. Para

kreditor yang tidak hadir dalam rapat tidak berpengaruh pada diterima atau

tidak diterimanya perdamaian tersebut, kendatipun jumlahnya signifikan.

Ratio legis dari ketentuan ini adalah bahwa kreditor yang tidak hadir

dianggap telah melepaskan hak ( rechtsverwerking) sehingga akan menerima

keputusan apa pun yang diiambil serta untuk menghindari tirani minoritas

dalam proses perdamaian dengan cara memboikot kehadiran dalam

perdamaian tersebut. Dalam rapat perdamaian ini tidak dikenal kuorum

minimal untuk sahnya suatu rapat perdamaian, hal ini merupakan salah satu

bentuk perlindungan terhadap debitor pailit terutama yang beritikad baik

yang bermaksud menyelesaikan kepailitannya melalui perdamaian.75

Kebiasaan yang terjadi dalam ranah praktek di Indonesia, potensi

perdamaian tercapai di dalam PKPU sudah efektif tetapi masih belum

maksimal, ini disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut hasil wawancara

dengan praktisi hukum kepailitan yang berpraktek diluar

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, faktor yang me

ndominasi adalah karena ketidakpahaman debitor dan kreditor dalam proses

PKPU dengan segala akibatnya. Hasil penelitian Manahan Sitompul

menunjukkan tidak maksimalnya perdamaian dalam kepailitan dan PKPU

dalam era tahun 1998-2006. Pasca tahun 2006, telah terjadi pergeseran

paradigma, yang mengarah pada peningkatan kesadaran debitor dan kreditor

terhadap penggunaan PKPU sebagai penyelesaian permasalahan utang

75
Hadi Shubhan, Op.Cit., hal 141.

Universitas Sumatera Utara


72

piutang. Menurut hasil wawancara dengan hakim di Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sebagian perkara PKPU telah dapat diakhiri

dengan adanya perdamaian yang disahkan oleh hakim (Homologasi),

meskipun ada sebagian lain yang berakhir dengan kepailitan. bahwa kurang

pahamnya debitor dan kreditor dalam proses PKPU masih menjadi retensi

bagi tercapainya sebuah perdamaian.76

Penerapan homologasi sebagai upaya preventif terjadinya pailit tidak

terlepas dari adanya itikad baik dan sense of cooperation( rasa kooperatif )

baik dari pihak debitor dan kreditor agar rencana perdamaian dapat

dinegosiasikan, ditetapkan, dan dilaksanakan dengan baik sampai pemenuhan

seluruh utang tercapai sebelum diucapkan putusan pernyataan pailit.

Penerapan homologasi sejauh ini sudah efektif di lingkungan pengadilan

niaga, jika tidak efektif dalam mencegah terjadinya pailit maka sudah

bertambah banyak perusahaan yang pailit. Dari sekian banyak kasus debitor

pailit, mayoritas debitor telah berhasil melanjutkan kembali usahanya ketika

perdamaian telah dihomologasi. Sedangkan dalam hal debitor pailit tanpa

dihomologasi, selain karena itikad baik dan rasa kooperatif adalah

ketidakmampuan membayar utang-utangnya yang disebabkan oleh utang

debitor lebih besar dibandingkan harta kekayaannya. 77

76
Yudi Kornelis, Harmonisasi Hukum Terhadap Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang Dengan Perspektif Budaya Hukum Indonesia, Jurnal Selat Vol.4 No.1 Oktober 2016.
77
Wawancara dengan Hakim pengadilan Niaga Medan Jamaluddin SH, M.H (Tanggal
13-09-2018)

Universitas Sumatera Utara


73

2. Penolakan Dan Pengesahan Homologasi

Pengadilan wajib menolak untuk mengesahkan perdamaian, apabila:

a. Harta Debitor, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk

menahan benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam

perdamaian;

b. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin;

c. Perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan dengan

satu atau lebih Kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak

jujur dan tanpa menghiraukan apakah Debitor atau pihak lain bekerja

sama untuk mencapai hal ini; dan/atau

d. Imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh ahli dan pengurus belum

dibayar atau tidak diberikan jaminan untuk pembayarannya.

Apabila Pengadilan menolak mengesahkan perdamaian maka dalam

putusan yang sama Pengadilan wajib menyatakan Debitor Pailit dan putusan

tersebut harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan

paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal

226 dengan jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah putusan diterima

oleh Hakim Pengawas dan Kurator.

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13

berlaku mutatis mutandis terhadap pengesahan perdamaian, namun tidak

berlaku terhadap penolakan perdamaian.

Apabila rencana perdamaian ditolak maka Hakim Pengawas wajib segera

memberitahukan penolakan itu kepada Pengadilan dengan cara menyerahkan

Universitas Sumatera Utara


74

kepada Pengadilan tersebut salinan rencana perdamaian serta berita acara

rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282, dan dalam hal demikian

Pengadilan harus menyatakan Debitor Pailit setelah Pengadilan menerima

pemberitahuan penolakan dari Hakim Pengawas, dengan memperhatikan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 283 ayat (1).

Pengesahan Homologasi dapat dijalankan Apabila rencana perdamaian

diterima, Hakim Pengawas wajib menyampaikan laporan tertulis kepada

Pengadilan pada tanggal yang telah ditentukan untuk keperluan pengesahan

perdamaian, dan pada tanggal yang ditentukan tersebut pengurus serta

Kreditor dapat menyampaikan alasan yang menyebabkan ia menghendaki

pengesahan atau penolakan perdamaian. Pengadilan dapat mengundurkan dan

menetapkan tanggal sidang untuk pengesahan perdamaian yang harus

diselenggarakan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah tanggal sidang

Putusan pengesahan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap dalam hubungannya dengan berita acara sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 282, bagi semua Kreditor yang tidak dibantah oleh Debitor, merupakan

alas hak yang dapat dijalankan terhadap Debitor dan semua orang yang telah

mengikatkan diri sebagai penanggung untuk perdamaian tersebut.

Penundaan kewajiban pembayaran utang berakhir pada saat putusan

pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap dan pengurus

wajib mengumumkan pengakhiran ini dalam Berita Negara Republik

Indonesia dan paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian.78

78
Undang-Undang No 37 Tahun 2004, Tentang Kepailitan Dan PKPU, Pasal 284,287,288

Universitas Sumatera Utara


BAB III

AKIBAT HUKUM HOMOLOGASI DALAM PERDAMAIAN

A. Para Pihak Dalam Homologasi PKPU


1. Debitor
Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004, yang

dimaksud dengan debitor adalah orang yang mempunyai hutang karena perjanjian

atau Undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih dimuka pengadilan.Sesuai

dengan Pasal 222 UU No. 37 tahun 2004, debitor yang mempunyai lebih dari satu

kreditor dapat mengajukan PKPU bila ia tidak dapat atau memperkirakan tidak

akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan

dapat ditagih. Maksud pengajuan oleh debitor ini ialah untuk mengajukan rencana

perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang

kepada kreditor. Debitor yang mengajukan ini dapat berupa debitor perorangan

ataupun debitor badan hukum.

Risiko bagi debitor yang mengajukan permohonan PKPU menurut Pasal

217A UUK adalah apabila jangka waktu PKPU Sementara berakhir karena

kreditor konkuren tidak menyetujui pemberian PKPU Tetap, atau perpanjangan

waktu untuk PKPU Tetap telah diberikan dan rencana perdamaian yang diusulkan

debitor sampai batas waktunya yang dimaksud dalam Pasal 217 ayat (4) UUK

masih belum disetujui maka pengurus wajib memberitahukan pengadilan, dan

pengadilan harus menyatakan debitor pailit pada hari berikutnya. 79

79
Aria Suyudi, Eryanto Nugroho & Herni Sri Nurbayanti, Kepailitan di Negeri Pailit,
(Jakarta:Akubaca, 2003), Hal 196.

75
Universitas Sumatera Utara
76

2. Kreditor

Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka (2) UU No. 37 Tahun 2004,

yang dimaksud dengan kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena

perjanjian atau Undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.Kreditor

dalam PKPU adalah :

a. Kreditor separatis

Diatur dalam Pasal 56 UU No. 37 Tahun 2004. Yang dimaksud dengan kreditor

separatis adalah kreditor yang memiliki jaminan hutang kebendaan (hak jaminan),

seperti pemegang hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia, dll.

b. Kreditor preferen

Berdasarkan pada Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPerdata, yang dimaksud

dengan kreditor preferen adalah kreditor yang memiliki hak istimewa atau hak

prioritas sesuai dengan yang diatur oleh Undang-undang yang bersangkutan.

c. Kreditor konkuren

Berdasarkan pada Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUH Perdata. Kreditor golongan ini

adalah semua Kreditor yang tidak masuk Kreditor separatis dan tidak termasuk

Kreditor preferen.

Berdasarkan pada Pasal 222 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004, kreditor

yang memperkirakan bahwa debitor tidak dapat melanjutkan membayar utang-

utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada

debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan

debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran

sebagian atau seluruh utang kepada kreditornya.

Universitas Sumatera Utara


77

3. Pengurus

Tugas seorang pengurus tidak lebih ringan dari seorang kurator, di mana

seorang pengurus dituntut kemampuan dan keahliannya untuk mendampingi dan

membawa debitor mencapai perdamaian dengan para kreditornya, sehingga

debitor dapat menjalankan kembali usahanya ataupun utang-utang kepada para

kreditornya dapat dibayar (seluruh ataupun sebagian). Pengurus yang diangkat

harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitor atau

kreditor. Pasal 240 ayat (1) UUKPKPU, dengan tegas ditetapkan bahwa debitor

tanpa diberi kewenangan oleh pengurus tidak dapat melakukan kepengurusan atas

seluruh atau sebagian hartanya.

Dari ketentuan dalam Pasal 240 ayat (1) UUKPKPU tersebut, sangat jelas

bahwa tugas pengurus bukan sekadar "petugas administrasi" atau "tukang catat"

saja, melainkan juga harus memiliki kemampuan setara dengan debitor sebagai

"dwi tunggal" agar mampu bersama sama debitor mengurus kekayaan debitor

guna tercapainya tujuan dari suatu Pkpu. Yaitu, disetujuinya perdamaian yang

meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang-utang debitor kepada

kreditor konkuren.

4. Hakim

Pada dasarnya, tugas dan wewenang Hakim Pengawas dalam perkara

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) secara substansial berorientasi

kepada penunjukan oleh Hakim Pemeriksa dan Pemutusan PKPU yang didasarkan

ketentuan Pasal 222 dan 225 UU Nomor 37 Tahun 2004. Selengkapnya ketentuan

Pasal 222 UU Nomor 37 Tahun 2004 berbunyi sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


78

(1) Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitor yang


mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau oleh Kreditor.
(2) Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan
pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat
memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk
mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian
atau seluruh utang kepada Kreditor.
(3) Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan
membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagi, dapat memohon
kepada Debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk
memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran
pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 225 ayat (2) UU Nomor 37 Tahun 2004

Majelis Hakim Pemeriksa dan Pemutus perkara PKPU, dalam hal permohonan

diajukan oleh Debitor, dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal

didaftarkan surat permohonan PKPU, harus mengabulkan PKPU Sementara dan

menunjuk seorang Hakim Pengawas serta mengangkat 1 (satu) atau lebih

pengurus yang bersama Debitor mengurus harta Debitor. Dalam hal permohonan

PKPU diajukan oleh Kreditor, Majelis Hakim Pemeriksa dan Pemutus PKPU

dalam tenggang waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal

didaftarkannya surat permohonan PKPU harus mengabulkan permohonan PKPU

Sementara dan harus menunjuk Hakim Pengawas serta 1 (satu) atau lebih

pengurus yang bersama Debitor mengurus harta Debitor. Eksistensi penunjukan

Hakim Pengawas didasarkan salinan putusan Majelis Hakim Pemeriksa dan

Pemutus perkara PKPU. Apabila dibandingkan dengan perkara Permohonan

Pernyataan Pailit (PPP) maka dalam perkara PKPU tidak ditentukan adanya

tenggang waktu kapan paling lambat Hakim Pengawas harus menerima salinan

putusan PKPU.

Universitas Sumatera Utara


79

Atas dasar salinan putusan dari Majelis Hakim Pemeriksa dan Pemutus

Perkara maka Hakim Pengawas menunjuk paling sedikit 2 (dua) surat kabar

harian, dan penetapan ini disampaikan kepada Pengurus dengan kewajiban untuk

mengumumkan putusan PKPU Sementara serta undangan untuk hadir pada sidang

permusyawaratan Hakim. Di samping itu pula, kewajiban Pengurus adalah wajib

memanggil Debitor dan Kreditor yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui

kurir, untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lambat pada

hari ke-45 sejak putusan PKPU Sementara diucapkan.

Tugas dan wewenang Hakim Pengawas berdasarkan Pasal 65 UUKPKPU

adalah mengawasi pengurusan,pemberesan harta pailit dan berwenang untuk

mendengar keterangan saksi atau memeritahkan penyelidikan oleh para ahli untuk

memperoleh kejelasan tentang segala hal mengenai kepailitan.

B. Akibat Hukum Homologasi Accord

Perdamaian merupakan salah satu upaya hukum untuk menolak

dilakukannya kepailitan terhadap debitor. Perdamaian dalam proses kepailitan ini

sering juga disebut dengan istilah “accord” (bahasa Belanda) atau dalam Bahasa

Inggris disebut dengan istilah “Composition”. Berbicara tentang perdamaian

dalam kepailitan tidak hanya ada dalam proses kepailitan, tetapi terdapat juga

dalam proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Perdamaian

adalah salah satu cara untuk mengakhiri kepailitan. Perdamaian dapat digunakan

sebagai alat untuk memaksa dilakukannya restrukturisasi hutang karena diluar

kepailitan. kreditor (konkuren) tidak dapat dipaksa untuk menyetujui perdamaian.

Universitas Sumatera Utara


80

perdamaian didefinisikan sebagai perjanjian antara debitor dan para kreditornya

dimana klaim dari kreditor disetujui untuk dibayar sebagian atau seluruhnya. 80

Di dalam beberapa literature yang membahas tentang kepailitan, tidak ada

keseragaman dalam penggunaan istilah accord. Ada yang memakai istilah akor

(akkoord), ada yang menggunakan istilah akur, dan ada pula yang masih tetap

menggunakan istilah aslinya, yaitu accord.

Steven R. Schuit dalam bukunya berjudul Dutch Business Law

mempergunakan istilah composition untuk accord, yang artinya persetujuan untuk

pembayaran utang. Sedangkan di dalam kamus umum Bahasa Indonesia oleh

W.J.S Poerwadarminta akor atau akur diartikan dengan cocok, sesuai atau setuju.

Sedangkan akor atau akur (accord) dalam kepailitan diartikan sebagai suatu

perjanjian perdamaian antara si pailit dengan para kreditor, dimana diadakan suatu

ketentuan bahwa si pailit dengan membayar suatu prosentase tertentu (dari

uutangnya) ia akan dibebaskan untuk membayar sisanya. 81Dan untuk mencapai

kesatuan/keselarasan istilah maka penulis akan mempergunakan istilah accord.

Accord yang sudah diterima dalam rapat verifikasi (baik berdasarkan

pemungutan suara maupun secara aklamasi), agar mempunyai kekuatan hukum

haruslah mendapat pengesahan dari hakim pemutus kepailitan. Pengesahan dari

Hakim Pengadilan Niaga. Pengesahan inilah yang disebut dengan Homologasi.

Sidang untuk mengadakan homologasi accord itu diadakan paling sedikit

8 (delapan) hari, atau paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pemungutan suara

80
Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta:Penerbit Mitra Wacana Media,
2012), hal 98.
81
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Inndonesia, (Jakarta:PN. Balai Pustaka,
1976), hal 27

Universitas Sumatera Utara


81

terhadap accord itu diadakan. Pada umumnya sidang untuk melakukan

homologasi itu diadakan dengan cara singkat dan sederhana.

Adapun isi dari berita acara rapat perdamaian yaitu:82

1. Isi perdamaian

2. Nama para kreditor yang berhak memberikan suara tentang kehadirannya

dalam rapat.

3. Suara yang diberikan oleh masing-masing

4. Hasil pemungutan suara dan lain-lain yang dibicarakan dalam rapat

Hakim Pengadilan Niaga yang mengemban kewajiban untuk

melaksanakan pengesahan accord itu tidak selamanya memberikan persetujuan

atau pengesahan terhadap accord yang telah diterima dalam rapat verifikasi

terdahulu. Hakim pengadilan niaga, kembali akan melakukan penelitian secara

teliti terhadap aktiva dan pasiva si pailit dan berita tentang pemungutan suatu

accord tersebut. Atas hasil penelitian itulah, Hakim Pengadilan Niaga dapat

menentukan sikapnya, apakah ia akan menolak atau memberikan pengesahan

terhadap accord itu (homologasi).

Perdamaian dalam PKPU dapat diajukan oleh Kreditor selain Debitor. Hal

ini adalah logis karena tidak mungkin perdamaian dalam kepailitan diajukan oleh

Kreditor karena kepailitan itu sendiri telah dimohonkan sebelumnya oleh Kreditor

yang bersangkutan. Perbedaan nyata lain adalah perdamaian dalam PKPU secara

82
Bernadette Waluyo, Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang,(Bandung: CV Mandar Maju,1999), hal 20-21.

Universitas Sumatera Utara


82

tegas memungkinkan Debitor untuk menyelesaikan sebagian selain seluruh

utangnya kepada Kreditor.83

Sebelum putusan pengesahan perdamaian dalam PKPU mempunyai

kekuatan hukum tetap, rencana perdamaian tersebut menjadi gugur apabila

terdapat putusan Pengadilan yang memutuskan PKPU berakhir. Dalam rangka

menghadapi rapat Kreditor untuk membicarakan rencana perdamaian tersebut

beberapa tindakan harus dilakukan oleh pengurus termasuk masalah tagihan daftar

piutang dan sebagainya. 84 Dalam hal yang menyetujui rencana perdamaian kurang

dari persyaratan, dimungkinkan diadakan pemungutan suara ulangan. Berkaitan

dengan pemungutan suara ulangan atau pemungutan suara kedua dalam PKPU ini

beberapa ketentuan untuk kepailitan juga berlaku. Demikian pula alasan

pengadilan menolak pengesahan perdamaian dalam PKPU, berlaku ketentuan

penolakan pengesahan perdamaian dalam kepailitan yang diatur dalam Pasal 159

UUK.85

Perjanjian perdamaian yang telah disahkan (homologasi) oleh pengadilan

maka perdamaian tersebut telah memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi

para pihak, adapun akibat hukum dari suatu perdamaian yang telah disahkan

(homologasi) oleh pengadilan terhadap para pihak yaitu:

1. Debitor

Membayar utang yang telah disetujui/ accord lebih kecil dari utangnya sisa

tidak menjadi beban bagi debitor untuk melunasi.

83
Lilik Mulyadi, Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) Teori dan Praktik,(Bandung: Penerbit Alumni, 2010), hal 238.
84
Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, (Bandung: Penerbit Alumni, 2006), hal 219.
85
Ibid, hal 220.

Universitas Sumatera Utara


83

a. Bila accord dipenuhi berakhirlah kepailitan hal ini akan berbeda jika

pemberesan dilakukan oleh kurator.

b. Bila dibereskan oleh kurator hasil pelelangan belum tentu mencukupi

utang sisa tetap jadi utang pailit. Pelunasan dijamin dengan utang yang

masih ada (Pasal 1132 KUHPerdata).

Mengenai akibat hukum atas Homologasi accord adalah sebagai berikut :

a. Penetapan pengesahan perdamaian maka Putusan pernyataan pailit yang


mengakibatkan harta kekayaan debitor sejak putusan itu dikeluarkan,
dimasukkan dalam harta pailit menjadi gugur, sehingga ketentuan Pasal
21 Undang-Undang Kepailitan yang menyatakan Kepailitan meliputi
seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan
serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan menjadi tidak
berlaku.
b. Penetapan pengesahan perdamaian, Maka ketentuan yang menyatakan
debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan
menguasai kekayaannya yang termasuk harta pailit sebagaimana diatur
dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan yang menyebutkan
: Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan
mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal
putusan pernyataan pailit diucapkan menjadi gugur.
c. Penetapan pengesahan perdamaian, maka segala perikatan debitor yang
terbit sesudah pernyataan pailit gugur, tetap dapat dibayar dari harta
debitor.
d. Penetapan pengesahan perdamaian maka tuntutan mengenai hak atau
kewajiban yang menyangkut harta debitor tidak lagi harus diajukan oleh
atau terhadap kurator.
Pengertian Accord menurut Pasal 141 UU Kepailitan tawaran yang diajukan

oleh debitor kepada semua berpiutangnya bersama-sama (tawaran rencana

pembayaran/perdamaian). Syarat agar Accord diterima dalam rapat kreditor

adalah kata sepakat dari 2/3 jumlah semua kreditor yang tidak

diistimewakan/bersaing. Pengesahan/ Homologasi Accord:86

86
Ibid

Universitas Sumatera Utara


84

1. Accord baru mempunyai kekuatan hukum, setelah dapat pengesahan dari

Hakim Pengadilan Niaga.

2. Accord tidak mendapat pengesahan walaupun telah memenuhi persyaratan

tersebut di atas apabila:

a. Usul accord jumlahnya lebih kecil dari harta kekayaan debitor

b. Jika perdamaian terjadi karena adanya bantuan beberapa kreditor

c. Jika hakim tidak percaya debitor mau dan mampu membayar.

Dengan dibukanya kemungkinan untuk mengadakan Accord maka hal itu

akan dapat menguntungkan kedua belah pihak. Keuntungan Accord ini bagi para

pihak adalah :87

Bagi Kreditor: Jika harta dilelang/dibereskan oleh hakim hasilnya dibagi

menurut imbangan jumlah piutangnya, belum tentu kreditor mendapat bayaran

lebih tinggi dari penawaran dalam accord. Jadi penawaran didalam accord

mungkin lebih tinggi dibanding dengan pembagian melalui pemberesan oleh

hakim.

Bagi Debitor: Membayar utang yang telah disetujui/ accord lebih kecil

dari utangnya sisa tidak menjadi beban bagi debitor untuk melunasi.

a. Bila accord dipenuhi berakhirlah kepailitan hal iini akan berbeda jika

pemberesan dilakukan oleh hakim.

b. Bila dibereskan hakim hasil pelelangan belum tentu mencukupi utang

sisa tetap jadi utang pailit. Pelunasan dijamin dengan utang yang masih

ada (Pasal 1132 KUHPerdata).

87
Ibid

Universitas Sumatera Utara


85

2. Kreditor

Perdamaian adalah salah satu cara untuk mengkhiri kepailitan. Perdamaian

dapat digunakan sebagai alat untuk memaksa dilakukannya restrukturisasi hutang

karena diluar kepailitan. kreditor (konkuren) tidak dapat dipaksa untuk menyetujui

perdamaian. Akibat-akibat hukum dari disahkannya perdamaian terdapat di

dalam Pasal 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168, dan Pasal 169 UUK dan PKPU.88

Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 162 UUK dan PKPU menegaskan bahwa

perdamaian yang disahkan oleh Pengadilan Niaga berlaku bagi semua kreditor

konkuren baik terhadap yang mengajukan permohonan pailit maupun bagi yang

tidak mengajukan permohonan pailit kecuali bagi kreditor preferen.89

Akibat hukum yang demikian ditegaskan dalam Pasal 162 UUK dan

PKPU bahwa perdamaian yang disahkan berlaku bagi semua kreditor yang tidak

mempunyai hak untuk didahulukan, dengan tidak ada pengecualian, baik yang

telah mengajukan diri dalam kepailitan maupun tidak. Berarti kreditor yang

dimaksud adalah kreditor konkuren kecuali bagi kreditor preferen.

Bagi Kreditor Jika harta dilelang/dibereskan oleh hakim hasilnya dibagi

menurut imbangan jumlah piutangnya belum tentu kreditor mendapat bayaran

lebih tinggi dari penawaran dalam accord, hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap

garantor dan rekan debitor, hak-hak kreditor tetap berlaku terhadap benda-benda

pihak ketiga.90 Jadi penawaran didalam accord bisa lebih tinggi dibanding dengan

pembagian melalui pemberesan oleh hakim.

88
Sunarmi, Op.cit., hal 149
89
Ibid
90
Hadi Shubhan, Op.Cit., hal 143

Universitas Sumatera Utara


86

3. Harta Kekayaan

Perdamaian dalam pemberesan harta pailit berbeda karakteristiknya

dengan perdamaian dalam PKPU. Perdamaian dalam kepailitan lebih mengarah

pada proses penyelesaian utang-utang debitor melalui pemberesan harta pailit

sedangkan perdamaian dalam PKPU lebih ditekankan pada rencana penawaran

pembayaran atau melakukan restrukturisasi pembayaran utang. penangguha

eksekusi jaminan utang berakhir.91 Dalam homologasi debitor diberikan kembali

haknya secara mandiri untuk mengurus semua harta kekayaan ,berbeda ketika

masih PKPU dimana debitor tidak berhak mengurusi hartanya karena harus

melalui persetujuan atau harus bersama-sama dengan pengurus agar nilai harta

kekayaannya tidak dirugikan.

Mengenai akibat hukum atas Homologasi accord adalah sebagai berikut :92

1. Penetapan pengesahan perdamaian maka Putusan pernyataan pailit yang

mengakibatkan harta kekayaan debitor sejak putusan itu dikeluarkan,

dimasukkan dalam harta pailit menjadi gugur, sehingga ketentuan Pasal 21

Undang-Undang Kepailitan yang menyatakan Kepailitan meliputi seluruh

kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta

segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan menjadi tidak berlaku.

2. Penetapan pengesahan perdamaian, Maka ketentuan yang menyatakan

debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai

kekayaannya yang termasuk harta pailit sebagaimana diatur dalam Pasal

91
Ibid, hal 141
92
Junaedi Saputro, Tesis: “Penyelesaian Kepailitan Melalui Perdamaian (Studi Kasus
Nomor 05/Pailit/2006/Pn.Niaga.Smg)” (Semarang: Undip,2011), Hal 71.

Universitas Sumatera Utara


87

24 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan yang menyebutkan : Debitor demi

hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya

yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit

diucapkan menjadi gugur.

3. Penetapan pengesahan perdamaian, maka segala perikatan debitor yang

terbit sesudah pernyataan pailit gugur, tetap dapat dibayar dari harta

debitor.

4. Penetapan pengesahan perdamaian maka tuntutan mengenai hak atau

kewajiban yang menyangkut harta debitor tidak lagi harus diajukan oleh

atau terhadap kurator.

Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa dengan adanya rencana

perdamaian yang disepakati oleh para pihak berakibat pada gugurnya putusan

pailit.Akibat hukum Homologasi bagi para pihak menimbulkan perjanjian baru

yang berarti segala sengketa mengenai utang lama diselesaikan menurut syarat-

syarat dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam perjanjian perdamaian. Bagi

debitor baginya diberikan lagi hak untuk menjalankan kembali usahanya dan para

kreditor sudah mempunyai kepastian dalam pengembalian tagihan-tagihannya.

C. Hambatan Dalam Pelaksanaan Perdamaian Homologasi Accord

Homologasi sebagai upaya pencegahan pailit tidak selalu berjalan mulus

dengan konsep perdamaian yang telah disepakati dalam Undang-undang No. 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,

Salah satu faktor yang menjadi penentu keberhasilan pengurus PKPU dalam

tugasnya adalah bagaimana pengurus PKPU dapat membina hubungan kerja

Universitas Sumatera Utara


88

dengan pengurus perusahaan/debitor.93 Hambatan dari homologasi ini bisa terjadi

sebelum dan sesudah ditetapkannya homologasi oleh hakim.

Sebelum ditetapkannya Homologasi adalah tidak adanya keterbukaan debitor

mengenai aset-asetnya. Dalam proses perdamaian sering debitor melakukan hal

demikian karena debitor ingin melindungi sebagian asetnya dan untuk

menyelamatkan kepentingannya, agar tidak masuk dalam daftar aset yang akan

dijadikan jaminan untuk membayarkan utang-utangnya. Tentu sikap debitor yang

demikian akan mempengaruhi penyelesaian terhadap utangnya menjadi tidak

komperehensif dan bahkan bisa terancam gagalnya perdamaian, ini tentu akan

membawa debitor pada pailit karena etikad baik para pihak sangat diperlukan

dalam terciptanya perdamaian.

Setelah ditetapkannya Homologasi adalah etikad baik atau keseriusan dari

debitor untuk melaksanakan homologasi. Debitor harus memiliki etikad baik

untuk melaksanakan homologasi yang telah disepakati, jika tidak dilaksanakan

putusan homologasi dengan baik maka pailit bisa langsung dijatuhkan kepada

debitor. Karena efektivitas PKPU dalam mencegah kepailitan bergantung pada

adanya itikad baik dan sense of cooperation (rasa kooperatif) baik dari pihak

debitor dan kreditor agar rencana perdamaian dapat dinegosiasikan, ditetapkan,

dan dilaksanakan dengan baik sampai pemenuhan seluruh utang tercapai sebelum

diucapkan putusan pernyataan pailit. Dalam hal ini harus ada kerjasama yang baik

para pihak dan juga pengurus, jika tidak ada kerjasama maka peluang untuk

93
Kheriah, Independensi Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu)
Dalam Hukum Kepailitan, Jurnal Ilmu Hukum Vol.3 No.2 2013.

Universitas Sumatera Utara


89

berdamai akan semakin kecil. Langkah-langkah atau konsep perdamaian yang

akan ditawarkan oleh pengurus akan terabaikan. Untuk itu peran pengurus juga

sangat besar dalam mengarahkan debitor dan kreditor agar sepakat menyatakan

damai.94

94
Wawancara dengan Kurator Marudut Simanjuntak (Tanggal 01-10-2018)

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN


MAHKAMAH AGUNG NO.137K/PDT.SUS-PKPU/2014

A. Kasus Posisi
1. Para Pihak Yang Berperkara Dalam Putusan Mahkamah Agung
No.137/K/PDT.SUS-PKPU/2014
a. Identitas Pemohon

Julia Tjandra, bertempat tinggal di Tomang Rawa Kepa RT.002, RW. 005,

Tomang Grogol Petamburan, Jakarta Barat, dalam hal ini memberi kuasa kepada

Yuda Sanjaya, dan kawan-kawan, Para Advokat pada John Azis & Associates,

beralamat di Menara Kuningan 7th Floor, unit M, Jalan H.R. Rasuna Said Blok X.7

Kav. 5 Jakarta Selatan, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Desember 2013,

sebagai Pemohon Kasasi, dahulu Pemohon pkpu.

b. Identitas Termohon

PT. Djakarta Lloyd, dahulu berkedudukan di Jalan Senen Raya No. 44, Jakarta

Pusat, sekarang berkedudukan di Jalan Raden Saleh Raya Kav. 13-17 Lantai 10 Unit

1 & 3 Jakarta Pusat, yang diwakili oleh Direktur Utama PT. Djakarta Lloyd (Persero),

Erizal Darwis berkedudukan di Vinilon Building Lantai 10, Jalan Raden Saleh

Kav.13-17, Jakarta Pusat dan diwakili oleh Anggota Tim Pengurus PT. Djakarta

Lloyd (Persero), Jamaslin Purba, berkedudukan di Wisma Nugra Santana, 12th Floor,

Suite 1205, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 7-8, Jakarta Pusat, dalam hal ini memberi

kuasa kepada Yuke Azerani, dan kawan-kawan, para Advokat pada Kantor Hukum

Andrey Sitanggang & Partners, beralamat di Andreys Building, Jalan Pramuka Raya

90
Universitas Sumatera Utara
91

No. 153 Jakarta Pusat, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 6 Januari 2014,

sebagai Termohon Kasasi yang dahulunya adalah Termohon pkpu.

2. Kronologi Perkara dan Isi Putusan Hakim Mahkamah Agung Nomor


137/K/PDT.SUS-PKPU/2014

Pemohon Kasasi yang dahulu sebagai Pemohon PKPU sebelumnya telah

mengajukan Permohonan Pengesahan Perdamaian (Homologasi) dalam perkara

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap Termohon Kasasi yang

dahulunya sebagai Termohon PKPU di depan persidangan Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang pada pokoknya berisi hal-hal berikut, yaitu :

Pada hari Selasa, tanggal 9 Juli 2013 Pengadilan Niaga Jkt Pusat telah

dijatuhkan Putusan No. 36/ Pdt.Sus / PKPU/ 2013/ PN.Niaga.Jkt.Pst., yang amarnya

menyatakan bahwa :

a. Mengabulkan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(PKPU) sementara dari Pemohon pkpu selama 45 hari terhitung sejak

tanggal putusan PKPU ini diucapkan

b. Menyatakan Termohon pkpu PT. Djakarta Lloyd (Persero) suatu Perusahaan

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Badan Hukum

Perseroan Terbatas yang tunduk pada Undang-Undang Perseroan Terbatas

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 berkedudukan dan berkantor di Jalan

Senen Raya No. 44 Jakarta Pusat 10410 kemudian berpindah alamat di Jalan

Raden Saleh Raya Kav. 13-17 Lantai 10 unit 1 & 3 Jakarta Pusat 10430

Universitas Sumatera Utara


92

berada dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

dengan segala akibat hukumnya

c. Menunjuk Saudara Dedi Fardiman sebagai Hakim Pengawas dari Hakim

Niaga Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk

mengawasi jalannya proses PKPU atas Termohon pkpu

1. Mengangkat:

a. Ir. B. Eryanto H Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Departemen

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Bukti

Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor AHU.AH.04.03-20 tanggal 18

Maret 2010 beralamat di Jalan H. Hasan Nomor 36 B Cijantung, Pasar

Rebo, Jakarta Timur 13790;

b. Anthony Prawira Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Departemen

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Bukti

Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor AHU.AH.04.03-53 tanggal 18

Maret 2008 kemudian diperpanjang dengan Bukti Pendaftaran Kurator

dan Pengurus Nomor AHU.AH.04.03-63 tanggal 2 Mei 2013 berkantor di

Kantor Hukum Anthony Prawira & Rekan beralamat di Jalan Tembaga

Raya Nomor J/165 A, Kemayoran, Jakarta Pusat 10640;

c. Jamaslin Purba Kurator dan Pengurus yang terdaftar di Departemen

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Bukti

Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor AHU.AH.04.03-11 tanggal 12

Februari 2010 berkantor di James Purba & Partners beralamat di Wisma

Universitas Sumatera Utara


93

Nugra Santana 12th Floor Suite 1205 Jalan Jenderal Sudirman Kav. 7-8

Jakarta 10220;

d. Otto Bismark Simanjuntak Kurator dan Pengurus yang terdaftar di

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan

Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor AHU.AH.04.03-73

tanggal 4 Juli 2012 berkantor di OBS & Associates beralamat di IBEC

Building Lantai 2 Jalan Wahid Hasyim No. 84-86 Jakarta Pusat Sebagai

Tim Pengurus secara bersama-sama dalam Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (PKPU) ini;

1) Menetapkan bahwa Sidang Permusyawaratan Majelis Hakim ditetapkan pada

hari Kamis 22 Agustus 2013 Pukul 10.00 WIB bertempat di Pengadilan Niaga

pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Lantai 3 Jalan Gajah Mada No. 17

Jakarta Pusat

2) Memerintahkan Tim Pengurus untuk memanggil Pemohon Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan Kreditor yang dikenal melalui

surat tercatat atau kurir agar datang pada sidang yang telah ditetapkan di atas

3) Menetapkan biaya pengurusan dan imbalan jasa bagi tim pengurus akan

ditetapkan kemudian setelah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(PKPU) berakhir

4) Menangguhkan biaya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(PKPU) ini sampai dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

dinyatakan selesai

Universitas Sumatera Utara


94

Berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

pada hari Kamis tanggal 22 Agustus 2013 telah dijatuhkan Putusan Perpanjangan

PKPU Sementara menjadi PKPU Tetap selama 60 (enam puluh) hari yang amarnya

berbunyi sebagai berikut:

1) Mengabulkan Permohonan Pemohon

2) Menetapkan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap

(PKPUT) selama 60 (enam puluh) hari, terhitung sejak tanggal 22 Agustus

2013 sampai dengan tanggal 21 Oktober 2013

3) Menetapkan sidang pemeriksaan pelaksanaan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang Tetap (PKPUT) pada hari Senin tanggal 21 Oktober 2013,

bertempat di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Lantai

III, Jalan Gajah Mada No. 17, Jakarta Pusat

4) Memerintahkan Tim Pengurus untuk memanggil Debitor, Para Kreditor untuk

hadir pada hari sidang yang telah ditentukan

5) Menetapkan biaya pengurusan dan imbalan jasa Tim Pengurus akan

ditetapkan kemudian setelah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

berakhir

6) Menangguhkan biaya perkara sampai dengan permohonan PKPU ini berakhir

Berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

pada hari Senin tanggal 28 Oktober 2013 telah dijatuhkan Putusan Perpanjangan

PKPU Sementara menjadi PKPU Tetap selama 45 (empat puluh lima) hari yang

amarnya berbunyi sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


95

1) Mengabulkan Permohonan Pemohon

2) Menetapkan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap

(PKPUT) selama 45 (empat puluh lima) hari, terhitung sejak tanggal 22

Oktober 2013 sampai dengan tanggal 5 Desember 2013

3) Menetapkan sidang pemeriksaan pelaksanaan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang Tetap (PKPUT) pada hari Kamis tanggal 5 Desember

2013, bertempat di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Lantai III, Jalan Gajah Mada No. 17, Jakarta Pusat

4) Memerintahkan Tim Pengurus untuk memanggil Debitor, Para Kreditor untuk

hadir pada hari sidang yang telah ditentukan tersebut di atas

5) Menetapkan biaya pengurusan dan imbalan jasa Tim Pengurus akan

ditetapkan kemudian setelah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

berakhir

6) Menangguhkan biaya perkara sampai dengan permohonan PKPU ini berakhir

Berdasarkan laporan tertulis dari Hakim Pengawas tertanggal 4 Desember 2013,

yang pada pokoknya menyampaikan laporan sebagai berikut:

1) Hakim Pengawas menyimpulkan secara garis besar dari keseluruhan

pertanyaan maupun tanggapan para Kreditor yang hadir ternyata terdapat hal-

hal mendasar yakni:

a) Terdapat sebagian Kreditor yang menginginkan Pemungutan Suara

(voting) untuk diperpanjang dan sebagian menginginkan Pemungutan

Suara (voting) tidak diperpanjang terhadap Proposal Rencana Perdamaian

Universitas Sumatera Utara


96

b) Dengan adanya 2 pendapat tersebut di atas selanjutnya didalam

pemungutan suara (voting) atas perpanjangan pkpu hasilnya pkpu tidak

diperpanjang

c) Setelah Pemungutan Suara (voting) terhadapPerpanjangan PKPU dan

hasilnya tidak disetujui untukdiperpanjang, kemudian dilanjutkan

Pemungutan Suara (voting) kedua dengan agenda (voting) terhadap

Proposal Rencana Perdamaian

d) Hasil dari Pemungutan Suara (voting) terhadap Proposal Rencana

Perdamaian adalah sebagai berikut: Jumlah Kreditor yang hadir untuk

memberikan suara pada pelaksanaan pemungutan suara (voting) atas

Proposal Rencana Perdamaian adalah sebanyak 44 Kreditor terdiri dari 43

Kreditor Konkuren dan 1 Kreditor Separatis

e) Hasil Pemungutan Suara (voting) terhadap Proposal RencanaPerdamaian

sebagai berikut:

1. Jumlah Kreditor yang memberikan persetujuan:

a. 1 Kreditor Separatis setuju (100%)

b. 27 Kreditor Konkuren setuju (62,79%)

2. Jumlah Kreditor yang tidak memberikan persetujuan:

20 Kreditor Konkuren tidak setuju (37,21%)

3. Jumlah suara Kreditor yang memberikan persetujuan:

a. Kreditor Separatis sebesar Rp1.402.708.761,00 (100%)

b. 35 Kreditor Konkuren sebesar 69,85 (Rp392.073.292.231,91)

Universitas Sumatera Utara


97

4. Jumlah Kreditor yang tidak memberikan persetujuan:

a. Kreditor Konkuren 30,15 (Rp169.225.751.826,69)

Majelis Hakim telah menerima Laporan Proposal Perdamaian Revisi 27

November 2013 dari Debitor/Direktur Utama PT. Djakarta Lloyd (Persero) pada

tanggal 5 Desember 2013 dan sebelumnya telah dilakukan pemungutan suara (voting)

terhadap Proposal Rencana Perdamaian hasilnya telah disetujui.

Selanjutnya Debitor membenarkan apa yang ada dalam Laporan Hakim

Pengawas sebagaimana tersebut di atas, dan memohon pada Majelis Hakim agar

melakukan pengesahan perdamaian (Homologasi) yang telah disetujui oleh Debitor

tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 284 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Pkpu.

Terhadap permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah

menjatuhkan putusan, yaitu putusan Nomor 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst

. tanggal 19 Desember 2013 yang amarnya sebagai berikut:

1) Menyatakan sah dan mengikat secara hukum Perjanjian Perdamaian antara PT

Djakarta Lloyd (Persero) (Debitor dalam PKPU) dengan Para Kreditor

tertanggal 27 November 2013

2) Menyatakan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Nomor

36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. demi hukum berakhir

Universitas Sumatera Utara


98

3) Menghukum Debitor PT. Djakarta Lloyd (Persero), Termohon PKPU dan

seluruh Kreditor-Kreditor tunduk dan mematuhi serta melaksanakan isi

Perjanjian tersebut

4) Menetapkan biaya pengurusan dalam Pkpu dan imbalan jasa fee Pengurus

akan ditetapkan dalam penetapan tersendiri

5) Menghukum Debitor atau Termohon PKPU untuk membayar biaya

permohonan ini sebesar Rp1.527.000,00 (satu juta lima ratus dua puluh tujuh

ribu rupiah)

Sesudah putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut

diucapkan dengan dihadiri oleh Pemohon PKPU, Termohon PKPU, Tim Pengurus

dan Para Kreditor pada tanggal 19 Desember 2013, terhadap putusan tersebut

Pemohon Pkpu melalui kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20

Desember 2013, mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 27 Desember 2013,

sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi Nomor 58 Kas/Pdt.Sus-

PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.jo.Nomor 36/Pdt.Sus PKPU/ 2013 /PN .Niaga.Jkt.Pst.

yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,

permohonan tersebut disertai dengan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 27 Desember

2013

Memori kasasi tersebut telah disampaikan kepada Termohon Pkpu dan kepada

Para Tim Pengurus PT. Djakarta Llyod (Persero) pada tanggal 30 Desember 2013,

kemudian Termohon PKPU dan Para Tim Pengurus PT. Djakarta Llyod (Persero)

Universitas Sumatera Utara


99

mengajukan kontra memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Niaga

pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat masing-masing pada tanggal 7 Januari 2014

dan 9 Januari 2014

Selanjutnya permohonan kasasi a quo beserta keberatan-keberatannya telah

diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama dan diajukan dalam jangka waktu

serta dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, oleh karena itu permohonan

kasasi tersebut secara formal dapat diterima

Keberatan-keberatan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dalam

memori kasasinya adalah sebagai berikut:

1) Dalam Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada Pengadilan

Jakarta Pusat No.36/Pdt.SusPKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 19Desember

2013 Majelis Hakim telah melampui batas kewenangannnya, yaitu:

Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Pusat dalam Putusan Perdamaian

(Homologasi) Pengadilan Niaga pada Pengadilan Jakarta Pusat No.

36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 19 Desember 2013 dalam

pertimbangan hukumnya telah memutuskan sesuatu yang melampaui batas

kewenangannya, bahwa pertimbangan yang terdapat pada halaman 9

(sembilan) alinea 1 (satu), menyebutkan:

“Setelah mendengar tanggapan Debitor dan Pengurus serta mempelajari isi

Rencana Perdamaian tersebut Majelis berpendapat untuk mewakili Kreditor

baik itu Perseroan atau suatu Badan Hukum dalam menggunakan hak

suaranya dalam pelaksanaan voting atas proposal Perdamaian maka ia harus

Universitas Sumatera Utara


100

dapat menunjukan surat kuasa yang asli agar dapat dipertanggungjawabkan

secara hukum bahwa yang bersangkutan adalah mewakili Kreditor sehingga

tidak merugikan hak dan Kreditor lainnya atas pertimbangan hukum

tersebut, Majelis Hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara ini telah

melampaui batas wewenang. Bahwa tidak seharusnya Majelis Hakim

menghilangkan hak suara seorang Kreditor.”

Dengan alasan Kuasa Kreditor tersebut tidak membawa surat kuasa

asli, padahal surat kuasa asli tersebut, pada saat Rapat Para Kreditor

Pertama, telah ditunjukkan oleh seluruh Kuasa Kreditor, hak suara seorang

Kreditor hilang sehingga tidak mendapatkan kesempatan melakukan voting

seperti layaknya Kreditor Konkuren lainnya selanjutnya voting atas Proposal

Perdamaian merupakan salah satu agenda yang sangat penting dalam Rapat

Para Kreditor dan keputusannya bisa sangat descisive atau berpengaruh.

Bahwa pada saat pengambilan voting atas Proposal Perdamaian, Kuasa

Hukum Para Kreditor tidak perlu untuk menunjukan kembali surat kuasa

aslinya. Kemudian pada tanggal 3 Desember 2013 saat pengambilan voting

atas Proposal Perdamaian, Kuasa Hukum Octagon Capital Asia, Ltd. tidak

diperkenankan untuk menggunakan hak suaranya dalam pelaksanaan voting

tersebut oleh Hakim Pengawas. Hal ini adalah berdasarkan keputusan atau

pertimbangan Hakim Pengawas pada saat itu yang tidak memperkenankan

Kuasa Hukum Octagon Capital Asia, Ltd untuk mengikuti voting karena

tidak membawa surat kuasa asli.

Universitas Sumatera Utara


101

2) Kemudian Majelis Hakim dalam pertimbangan Putusan Perdamaian

(Homologasi) Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Pusat No.36/ Pdt. Sus/PK

PU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst, tertanggal 19 Desember 2013 tidak memuat

landasan hukumnya yang menimbulkan dampak kerugian bagi Para Kreditor

sehingga jelas dan nyata bahwa Majelis Hakim dalam putusannya tersebut telah

melampaui wewenangnya.

3) Pertimbangan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Pusat tersebut

jelas-jelas telah bertentangan dengan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No. 4

Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan:

“Segala putusan Pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar

putusan tersebut, memuat pula Pasal tertentu dan peraturan perundang-

undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan

dasar untuk mengadili”.

Dengan demikian Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada Pe

ngadilan Negeri Pusat No.36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 19

Desember 2013 telah melampaui wewenangnya, yang dalam putusannya sama

sekali tidak mencantumkan dasar hukum atau peraturan yang sehubungan

dengan perkara a quo tersebut.

4) Selain dari itu terlihat pula keberpihakan Hakim Pengawas kepada Termohon

Kasasi (PT. Djakarta Lloyd/Debitor dalam PKPU) pada saat Rapat Para

Kreditor dalam agenda pengambilan suara atau voting atas proposal

perdamaian, dimana Hakim Pengawas selalu mengatakan:

Universitas Sumatera Utara


102

“apabila Termohon Kasasi (PT. Djakarta Lloyd/Debitor dalam pkpu) pailit

belum tentu Termohon Kasasi dapat membayar seluruh jumlah tagihan

Kreditor, karena Debitor hanya memiliki asset yang jumlahnya sedikit, harap

dipertimbangkan” apa yang menjadikan dasar hukum sehingga Hakim

Pengawas menyampaikan hal demikian lagi pula apa yang disampaikan oleh

Hakim Pengawas tidak sesuai dengan fakta padahal menurut Proposal

Perdamaian Termohon Kasasi tertanggal 27 November 2013 halaman 6 (enam)

berdasarkan Neraca Laporan Posisi Histori Perusahaan, Termohon Kasasi pada

tahun 2012 mempunyai asset kekayaan sejumlah Rp877.535.350,00 maka tidak

ada alasan Termohon Kasasi untuk tidak dapat melakukan pembayaran kepada

Para Kreditor, dengan demikian dalam hal ini sikap Hakim Pengawas

seyogianya tidak mempengaruhi para Kreditor, yang menimbulkan

keberpihakan Hakim Pengawas kepada Termohon Kasasi (Bukti 2 Pemohon

Kasasi)

5) Pertimbangan putusan perdamaian (Homologasi) No.36/Pdt.SusPKPU/2013/PN

.Niaga. Jkt.Pst, tersebut juga menunjukkan bahwasannya Majelis Hakim telah

lalai dalam memenuhi ketentuan Pasal 178 ayat (1) HIR yang pada intinya

menyatakan“Bahwa Hakim karena jabatannya atau secara ex officio wajib

mencukupkan segala alasan hukum yang tidak dikemukakan para pihak”.

Hakim dalam Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga di Pengadil

an Negeri Jakarta Pusat No. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga .Jkt.Pst., tanggal

19 Desember 2013, dalam putusannya harus memberikan alasan dan

Universitas Sumatera Utara


103

pertimbangan yang memadai karena merupakan kewajiban bagi Majelis Hakim,

sehingga dengan ketiadaan atau kurangnya alasan yang cukup jelas ini dapat

menjadi dasar bagi Majelis Hakim Agung pada Tingkat Kasasi untuk

membatalkan Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.,

tanggal 19 Desember 2013

6) Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas jelas dikatakan bahwa Majelis

Hakim dalam Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga. Jkt.Pst.

tanggal 19 Desember 2013 telah melampaui batas wewenang, maka sudah

seharusnya Putusan Perdamaian (Homologasi) No. 36/

Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 19 Desember 2013 batal demi

hukum.

Putusan Hakim

Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat No. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 19 Desember

2013 telah salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Hal tersebut dapat

dicermati dari beberapa hal berikut ini :

1) Berdasarkan Perjanjian Perdamaian tertanggal 27 November 2013 yang telah

disahkan oleh Majelis Hakim dalam Putusan Perdamaian (Homologasi)

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.36/Pdt.Sus/PKPU/20

13/PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 19 Desember 2013, besarnya jumlahtagihan

Universitas Sumatera Utara


104

Pemohon Kasasi telah dipotong secara tidak adil atau disebut dikenakan “hair

cut” sebanyak 90% oleh Termohon Kasasi, sedangkan untuk Kreditor Konkuren

lainnya hanya di lakukan pemotongan (hair cut) sebanyak 32,5% dari jumlah

tagihan, padahal Pemohon Kasasi termasuk kedalam Kreditor Konkuren, hal ini

jelas-jelas sangat merugikan hak Pemohon Kasasi

2) Atas adanya perbedaan hair cut/pemotongan piutang yang berbeda kepada

Pemohon Kasasi selaku Kreditor Konkuren, adalah suatu tindakan diskriminasi

yang nyata dari Termohon Kasasi, yang menyebabkan kerugian terhadap hak

Pemohon Kasasi, apa yang menjadikan dasar hukum adanya perbedaan diantara

sesama Kreditor Konkuren, yaitu antara Pemohon Kasasi selaku Kreditor

Konkuren dengan Kreditor- Kreditor Konkuren

3) Atas tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh Termohon Kasasi tersebut,

Pemohon Kasasi telah menyampaikan keberatannya kepada Hakim Pengawas,

Debitor (Termohon Kasasi) dan Tim Pengurus atas hair cut atau pemotongan

jumlah tagihan Pemohon Kasasi yang besarnya sampai 90%. Keberatan tersebut

disampaikan oleh Pemohon Kasasi pada saat Rapat Kreditor dengan acara

Sosialisasi Proposal Rencana Perdamaian pada tanggal 27 November 2013,

namun atas keberatan Pemohon Kasasi tersebut Hakim Pengawas tidak

mempertimbangkan dan sama sekali tidak memperdulikannya seakan menutup

mata saja atas kejadian tersebut

4) Selanjutnya terhadap hal tersebut di atas justru Majelis Hakim dalam putusannya

memberikan pertimbangan pada halaman 9 (sembilan) mengenai keberatan 2

Universitas Sumatera Utara


105

menyebutkan: “Bahwa persoalan tersebut adalah menyangkut hal yang bersifat

teknis, pelaksanaan isi Perjanjian Perdamaian yang ternyata telah disetujui oleh

mayoritas Para Kreditor lainnya” Pertimbangan tersebut jelas-jelas telah salah

menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku karena perdamaian itu dicapai

atas adanya tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh Termohon Kasasi kepada

Pemohon Kasasi dengan cara melakukan hair cut terhadap tagihan Pemohon

Kasasi sebesar 90% sedangkan kepada Kreditor Konkuren lainnya sebesar

32,5%, sehingga hal tersebut merupakan suatu “penipuan terhadap jumlah

tagihan Pemohon Kasasi yang dilakukan oleh Termohon Kasasi, dan

menimbulkan adanya persekongkolan dengan Kreditor yang satu atau lebih

Kreditor lainnya yang hanya di hair cut sebesar 32,5%”;

5) Dengan adanya pemotongan tagihan atau hair cut atas tagihan Pemohon Kasasi

sebesar 90% dan 32,5% untuk Kreditor Konkuren lainnya, adalah suatu tindakan

nyata diskriminasi Termohon Kasasi yang dilakukan kepada Pemohon Kasasi,

sehingga mengakibatkan timbulnya, suatu penipuan terhadap jumlah tagihan

Pemohon Kasasi yang dilakukan oleh Termohon Kasasi dan dan menimbulkan

adanya persekongkolan dengan Kreditor yang satu atau lebih Kreditor lainnya

yang hanya di hair cut sebesar 32,5%. Bahwa seharusnya jika Termohon Kasasi

mau melakukan pemotongan atau hair cut, haruslah dilakukan dengan asas

keadilan tanpa diskriminasi karena Pemohon Kasasi adalah termasuk Kreditor

Konkuren dan Termohon Kasasi adalah pihak yang berhutang dan wajib

melakukan pembayaran hutangnya dengan semangat PKPU untuk keadilan

Universitas Sumatera Utara


106

6) Atas tindakan diskriminasi Termohon Kasasi tersebut, Pemohon Kasasi telah

pula menyampaikan keberatannya kepada Termohon Kasasi melalui Surat No.

163/JA-YS/S.K/XII/13 tertanggal 11 Desember 2013, perihal Keberatan atas hair

cut/pemotongan utang terhadap MTN, untuk meminta agar Termohon Kasasi

tidak membedakan pemotongan tagihan “hair cut” sesama Kreditor Konkuren

termasuk tagihan milik Pemohon Kasasi (Bukti 3 Pemohon Kasasi)

7) Selanjutnya atas permintaan Pemohon Kasasi tersebut, Termohon Kasasi melalui

suratnya tertanggal 16 Desember 2013 No. 159/Dirut/S/XII/2013 perihal

Perubahan Penyelesaian Hutang kepada Julia Tjandra dan Jerry Farolan,

Termohon Kasasi menyampaikan kepada Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Perkara No. 36/ Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga

melalui Hakim Pengawas, mengenai persetujuan merubah hutang Termohon

Kasasi kepada Pemohon Kasasi, khususnya dalam hal pemotongan tagihan (hair

cut) yang semula sebesar 90% menjadi 32,5%, sehingga sama seperti Kreditor

Konkuren lainnya (Bukti 4 Pemohon Kasasi)

8) Terkait surat Termohon Kasasi tertanggal 16 Desember 2013 No.

159/Dirut/S/XII/2013 perihal Perubahan Penyelesaian Hutang kepada Julia

Tjandra dan Jerry Farolan, Majelis Hakim tidak mempertimbangkannya dalam

Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat No. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga. Jkt.Pst, tanggal 19

Desember 2013. Bahwa dengan ini jelas dan nyata Majelis Hakim telah salah

menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku

Universitas Sumatera Utara


107

9) Selanjutnya berdasarkan Pasal 285 ayat (2) huruf C Undang-Undang No. 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

menyebutkan:“Pengadilan wajib menolak untuk melakukan mengesahkan

perdamaian, apabila: Perdamaian itu dicapai karena penipuan, persekongkolan

dengan satu atau lebih Kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak

jujur dan tanpa menghiraukan apakah Debitor atau pihak lain bekerja sama untuk

mencapai hal ini”

Dengan demikian Pengadilan wajib menolak rencana perdamaian tersebut. Dan

akibat hukumnya adalah Pengadilan wajib menyatakan Debitor Pailit

sebagaimana tersebut dalam Pasal 285 ayat 3 Undang- Undang No. 37 Tahun

2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

10) Berdasarkan hal-hal tersebut di atas jelas Majelis Hakim dalam Putusan

Perdamaian (Homologasi) No. 36/Pdt.Sus/ PKPU/2013/ PN.Niaga.Jkt.Pst,

tanggal 19 Desember 2013, telah salah menerapkan atau melanggar hukum

yang berlaku, maka sudah seharusnya Putusan No.36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Ni

aga.Jkt.Pst. tanggal 19 Desember 2013 batal demi hukum.

Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat No. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 19 Desember 2013 telah

lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan

yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan;

1) Pada tanggal 19 Desember 2013 dimana Majelis Hakim dalam perkara a quo

mengesahkan perjanjian perdamaian sebagaimana tersebut dalam amar

Universitas Sumatera Utara


108

putusan Perdamaian (Homologasi) No.36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.P

st, padahal pada saat itu Debitor dalam hal ini Termohon Kasasi tidak

memberikan jaminan untuk pembayaran imbalan jasa dan biaya yang

dikeluarkan oleh para ahli dan pengurus

2) Bagaimana mungkin Termohon Kasasi dapat menjamin melaksanakan

kewajibannya kepada Para Kreditor, sebagaimana dalam Perjanjian

Perdamaian tertanggal 27 November 2013, apabila untuk pembayaran imbalan

jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh para ahli dan pengurus saja Termohon

Kasasi tidak dapat memberikan jaminan yang nyata;

3) Selain itu dikarenakan Termohon Kasasi tidak memberikan jaminan untuk

pembayaran imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh para ahli dan

pengurus seyogianya Pengadilan menolak mengesahkan Perjanjian

Perdamaian, sebagaimana amanah dari Pasal 285 ayat (2) huruf D Undang-

Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang dimana dalam Pasal tersebut menyebutkan:

“Pengadilan wajib menolak untuk mengesahkan perdamaian, apabila: Imbalan

jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh para ahli dan pengurus belum dibayar

atau tidak diberikan jaminan untuk pembayarannya”. Dengan demikian

Majelis Hakim Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri JakartaPusat No. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst,

tanggal 19 Desember 2013 telah Lalai memenuhi syarat-syarat yang

Universitas Sumatera Utara


109

diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian

itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan;

4) Apabila Pengadilan menolak mengesahkan Perdamaian maka dengan

demikian Debitor dalam hal ini Termohon Kasasi dinyatakan Pailit, hal

tersebut sesuai dengan Pasal 285 ayat 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

5) Semestinya Hakim dalam menerapkan hukum, terhadap suatu peristiwa

hukum yang konkrit, sebagaimana terurai di atas tidak menjalankan

peranannya secara mandiri. Oleh karenanya Hakim sebagai pelaksana

kekuasaan kehakiman pada saat ia melaksanakan fungsi yudisialnya di dalam

memeriksa, mengadili, dan memutus perkara terikat pada penerapan hukum

positif, sebatas berfungsi sebagai penegak undang-undang, dan peran Hakim

hanyalah sebagai penyambung lidah atau corong undang-undang (buche de

laloi), sehingga tidak dapat mengubah kekuatan undang-undang

6) Selain itu pula dikarenakan Putusan Perdamaian (Homologasi) Pengadilan

Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.N

iaga.Jkt.Pst., tanggal 19 Desember 2013 tidak memberikan pertimbangan

hukum yang berisi analisis, argumentasi, pendapat atau kesimpulan hukum

sebagai alasan memutus perkara a quo adalah merupakan kelalaian di dalam

memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan

yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan

Universitas Sumatera Utara


110

7) Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas jelas-jelas dan nyata Majelis

Hakim dalam Putusan Homologasi No.36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.

Pst, tanggal 19 Desember 2013, telah lalai memenuhi syarat-syarat yang

diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian

itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan, maka sudah seharusnya

Putusan No. 36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 19 Desember

2013 batal demi hukum

Selanjutnya Mahkamah Agung menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan

tersebut Mahkamah Agung berpendapat: Bahwa keberatan tersebut tidak dapat

dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 27

Desember 2013 dan kontra memori tanggal 7 Januari 2014 dan 9 Januari 2014

dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini putusan Pengadilan

Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah dalam menerapkan hukum

dengan pertimbangan sebagai berikut:

1) Alasan kasasi tidak dapat dibenarkan karena putusan dan pertimbangan Judex

Facti/Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah tepat dan

benar yaitu menolak permohonan Pemohon sebab Pemohon tidak dapat

membuktikan adanya alasan sah untuk menolak rencana perdamaian a quo

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 285 ayat (2) Undang-Undang

No. 37 Tahun 2004

2) Sesuai dengan hasil pemeriksaan dipersidangan terbukti bahwa proposal

rencana perdamaian yang diajukan oleh Termohon (Debitor PKPU) dalam

Universitas Sumatera Utara


111

rapat Kreditor dan Debitor telah disetujui melalui voting oleh 100% Kreditor

Separatis (1 Kreditor), dan 62,797% Kreditor Konkuren sehingga telah

memenuhi ketentuan Pasal 281 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

3) Lagi pula alasan keberatan Pemohon berisi hal-hal yang telah

dipertimbangkan oleh Judex Facti sehingga bukan alasan kasasi sebagaimana

dimaksud oleh Undang-Undang Mahkamah Agung

4) Tim Pengurus tidak berhak mengajukan keberatan di dalam proses perkara a

quo Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan

Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 36/Pdt.Sus/

PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pusat., tanggal 19 Desember 2013 dalam perkara

ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga

permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Julia Tjandra

tersebut harus ditolak

Selanjutnya Mahkamah Agung menimbang, bahwa oleh karena permohonan

kasasi dari Pemohon Kasasi ditolak, Pemohon Kasasi harus dihukum untuk

membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini Memperhatikan Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Perubahan Kedua

dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan

lain yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara


112

Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim di atas maka Mahkamah Agung

MENGADILI:

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Julia Tjandra tersebut dan

Menghukum Pemohon Kasasi/Pemohon PKPU untuk membayar biaya perkara dalam

tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp5.000.000,00 (lima jutarupiah).

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada

Mahkamah Agung pada hari Selasa, tanggal 15 April 2014.

B. Analisis Kasus Homologasi Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 137


K/Pdt.Sus-PKPU/2014

Pokok permasalahan dalam kasus ini adalahbahwa Julia Tjandra dalam hal ini

sebagai pemohon Pkpu ialah pemilik sah 4 (empat) lembar Surat Sanggup Jangka

Menengah atau Medium Term Note (MTN) @ JPY. 100,000,000.00 (seratus juta

Japanese Yen) atau dengan jumlah keseluruhan sebesar JPY. 400,000,000.00 (empat

ratus juta Japanese Yen) yang diterbitkan oleh Djakarta Lloyd dalam hal ini

Termohon Pkpu. Dimana isi dari MTN tersebut menyatakan:

“yang bertanda tangan dibawah ini: PT. Djakarta Lloyd (Persero) beralamat di :

44, Jalan Senen Raya, Jakarta 10410 yang dalam hal ini memilih domisili tetap

di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan Surat Sanggup

ini berjanji tanpa syarat untuk membayar kepada : PT. Pan Indonesia Bank atau

pembawa sejumlah uang : Japanese One Hundred Million pada tanggal 26

Maret 1998 di Agen Pembayar, PT. Panin Bank.”

Universitas Sumatera Utara


113

Dengan adanya MTN tersebut maka Termohon Pkpu mempunyai kewajiban

untuk membayar utang kepada Pemohon Pkpu sesuai dengan jumlah MTN yang

dimiliki Pemohon Pkpu. Selanjutnya pemohon Pkpu telah berusaha untuk melakukan

penagihan berkaitan dengan utang yang telah jatuh tempo, namun Termohon Pkpu

tidak melaksanakan pembayaran atau kewajibannya kepada Pemohon sebagaimana

mestinya. Tetapi justru Termohon mengajukan permohonan Restrukturisasi sehingga

kemudian ditandatangani perjanjian Pembelian Kembali Note/ Note Buy Back

Agreement yang ditandatangani oleh PT. Danpac Sekuritas selaku pemegang “Note”

dan PT Djakarta Lloyd selaku penerbit “Note”, yang intinya akan mencicil terhadap

utangnya berupa MTN, namun demikian Termohon tidak juga melaksanakan

kewajibannya sebagaimana yang diperjanjikan dalam Perjanjian Pembelian Kembali

Note/ Note Buy Back Agreement. Sampai dengan tanggal gugatan permohonan Pkpu

ini dibuat, Termohon belum juga melakukan pembayaran sama sekali kepada

Pemohon.

Termohon Pkpu juga mempunyai kreditor lain yakni pemilik Surat Sanggup

Jangka Menengah/ Medium Term Note lainnya bernama Jerry Farolan beralamat di

Jalan Jatinegara Barat II No.33 Jakarta Timur yaitu sebanyak 1 (satu) Lembar Surat

Sanggup Jangka Menengah/ Medium Term Note No. PO 01636 atau dengan jumlah

uang sebesar JPY. 100,000,000.00 (seratus juta Japanese Yen).

Oleh karena itu berdasarkan ketentuan Pasal 222 ayat (1) dan ayat (3) Undang-

undang Kepailitan dan Pkpu, Pemohon Pkpu dengan ini mengajukan Permohonan

Pkpu a quo terhadap Termohon Pkpu dengan tujuan untuk memberikan kesempatan

Universitas Sumatera Utara


114

kepada Termohon untuk mengajukan sebuah rencana perdamaian yang pada

pokoknya berisi penawaran-penawaran pembayaran atau skema restrukturisasi utang

yang komprehensif dan berkepastian hukum kepada para kreditornya termasuk

kepada Pemohon Pkpu.

Tujuan Permohonan Pkpu ini turut sejalan dengan asas yang terkandung

didalam UU Kepailitan dan Pkpu itu sendiri yakni Asas Keberlangsungan Usaha

dimana Termohon Pkpu diberikan kesempatan untuk melakukan berbagai upaya demi

kelangsungan usahanya agar kelak dapat membayar hutang-hutangya kembali.

Pasal 222 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, mengatur sebagai berikut:

“ Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitor yang

mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau oleh Kreditor”.

Pasal 222 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU, mengatur sebagai berikut:

“ Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan

membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat

memohon agar kepada Debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran

utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang

meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada

Kreditornya”.

Oleh karena itu Pemohon menyimpulkan bahwa syarat-syarat agar diberikan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Termohon Pkpu/ PT. Djakarta

Lloyd (Persero) adalah sebagai berikut:

1. Memiliki 2 (dua) utang atau lebih

Universitas Sumatera Utara


115

2. Terdapat sekurangnya 1 (satu) utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih

3. Terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana.

Berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi tersebut, majelis

hakim Mahkamah Agung kemudian mempertimbangkan beberapa hal, yang antara

lain :

1) Julia Tjandra selaku Kreditor menyatakan ketidakpuasannya pada putusan

pengesahan Homologasi yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga Nomor

36/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst sehingga mengajukan kasasi ke

Mahkamah Agung.Julia Tjandra dan Jerry Farolan melalui kuasa hukum

masing-masing menyampaikan keberatan atas tidak diperkenankannya Julia

Tjandra dan Jerry Farolan untuk menggunakan hak suaranya dalam

pelaksanaan voting tertanggal 03 Desember 2013 atas proposal perdamaian

PKPU revisi 27 November 2013 yang diajukan oleh PT. Djakarta Lloyd,

dengan alasan tidak membawa surat kuasa asli dari Octagon Capital AsiaLtd

dan meminta untuk dilakukan voting ulang, karena beranggapan bahwa sejak

awal telah menunjukkan surat kuasa asli.Oleh karena itu Julia Tjandra dan

Jerry Farolan merasa bahwa Majelis Hakim Pengadilan Niaga telah

melampaui kewenangannyakarena menghilangkan hak suaranya dalam

voting yang dilaksanakan terhadap proposal rencana perdamaian. Namun

demikian, majelis hakim Mahkamah Agung menyatakan bahwa apa yang

dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan Niaga tersebut telah sesuai dengan

peraturan dan tidak salah menerapkan hukum. Dalam hal ini penulis

Universitas Sumatera Utara


116

berpendapat untuk mewakili kreditor baik itu Perseroan atau suatu badan

hukum dalam menggunakan hak suaranya dalam pelaksanaan voting atas

proposal perdamaian maka harus dapat menunjukkan surat kuasa yang asli

agar dapat dipertanggungjawabkan secara hukum kalau yang bersangkutan

adalah benar mewakili kreditor sehingga tidak merugikan hak dari kreditor

lainnya. Alasan untuk menolak suatu perdamaian tidak terpenuhi unsur-

unsurnya sebagaimana diatur dalam Pasal 285 ayat (2) UUNo 37 Tahun

2004 tentang UUKPKPU yang berbunyi sebagai berikut

Pengadilan wajib menolak untuk mengesahkan perdamaian, apabila:

a. harta Debitor termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk

menahan benda, jauh lebih besar dari pada jumlah yang disetujui dalam

perdamaian

b. pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin

c. perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan dengan

satu atau lebih Kreditor atau karena pemakaian upaya lain yang tidak

jujur dan tanpa menghiraukan apakah Debitor atau pihak lain bekerja

sama untuk mencapai hal ini

d. imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh ahli dan pengurus belum

dibayar atau tidak diberikan jaminan untuk pembayarannya.

Menurut penulis maka jelas bahwa hakim menolak permintaan pemohon untuk

membatalkan dan melakukan voting ulang, karena dianggap tidak beralasan

untuk hakim menolak pengesahan perdamaian.

Universitas Sumatera Utara


117

2) Dalam putusan Pengadilan Niaga Nomor36/Pdt. Sus /PKPU / 2013 /PN. Ni

aga.Jkt.Pst, Debitor menyatakan dalam dalilnya bahwa mereka merupakan

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sehingga yang berhak mengajukan

permohonan pailit dan PKPU kepada Debitor hanyalah Menteri Keuangan

Republik Indonesia, oleh karena itu Kreditor tidak berhak mengajukan

permohonan pailit atau PKPU kepada Debitor. Akan tetapi, majelis hakim

Pegadilan Niaga melihat anggaran dasar PT. Djarkata Lloyd kemudian

menyatakan dalam putusannya bahwa Debitor masih dikepalai dan

dipimpin oleh Direksi dan merupakan badan usaha yang bertujuan mengejar

keuntungan sebesar-besarnya (profit oriented) dan menerapkan prinsip-

prinsip Perseroan Terbatas sehingga tunduk pada ketentuan Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan masih dapat

digugat oleh Julia Tjandra selaku Kreditor. Penulis melihat memang benar

apabila dalam hal BUMN pailit atau PKPU yang dapat mengajukan

permohon pailit dan PKPU tersebut adalah Menteri Keuangan sebagai mana

tertuang dalam Pasal 223 Jo. Pasal 2 ayat (5) UUKPKPU. Djakarta Lloyd

adalah BUMN yang sahamnya 100% milik negara tetapi berdasarkan (bukti

T-1) berupa anggaran dasar dari Djakarta Lloyd (Persero) tunduk pada

ketentuan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

dimana berdasarkan ketentuan Pasal 3 Anggaran Dasar PT Djakarta Lloyd

maksud dan tujuan serta kegiatan usaha adalah melakukan usaha di bidang

angkutan laut dan penunjangnya serta optimalisasi pemanfaatan sumber

Universitas Sumatera Utara


118

daya yang dimiliki perseroan untuk menghasilkan barang atau jasa yang

bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan/mengejar

keuntungan guna meningkatkan nilai perseroan dengan menerapkan prinsip-

prinsip Perseroan Terbatas. Dari sini dapat dilihat bahwa sesungguhnya

Anggaran Dasar Djakarta Lloyd tidak berbeda dengan Anggaran Dasar

suatu perusahaan Persero (PT) sebagaimana didirikan dan dikelola oleh

pihak swasta kecuali memang mengenai kepemilikan saham yang

seluruhnya dipegang oleh Negara Republik Indonesia. Berdasarakan

Anggaran Dasar tersebut ternyata Djakarta Lloyd bukan bergerak dibidang

kepentingan publik melainkan bertujuan mengejar keuntungan, dalam hal

ini sah saja bagi Julia Tjandra mengajukan permohonan PKPU selaku

kreditor perorangan. Penulis sependapat dengan Hakim yang menerima

permohonan PKPU pemohon terhadap PT Djakarta Lloyd dalam hal ini

Perseroan yang sedang mengalami keadaan tidak sehat, terkait dengan

tujuan Pemohon PKPU hal ini sejalan dengan azas yang terkandung dalam

UUKPKPU yakni azas keberlangsungan usaha dimana debitor diberi

kesempatan untuk melakukan berbagai upaya demi kelangsungan usahanya

agar kelak dapat membayar hutang-hutangnya kembali.Pasal 222 ayat (1)

dan ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.

Pasal 222 :

Ayat (1) Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitor

yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau oleh Kreditor.

Universitas Sumatera Utara


119

Ayat (3) Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat

melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih,

dapat memohon agar kepada Debitor diberi penundaan kewajiban

pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana

perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang

kepada Kreditornya.

Maka permohonan PKPU ini telah memenuhi ketentuan Pasal 222 ayat (1)

dan ayat (3) UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

karenanya berasalan hukum bagi Hakim untuk Mengabulkan permohonan

PKPU dari pemohon.

3) Upaya Hukum Kasasi, berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 11 ayat

(1) : Terhadap putusan Pengadilan Niaga baik yang menyangkut

permohonan pernyataan pailit maupun menyangkut permohonan PKPU,

dapat dilakukan upaya hukum. Upaya hukum yang dimaksud berupa kasasi

kepada Mahkamah Agung RI. Dengan kata lain terhadap putusan

Pengadilan Niaga tersebut tidak dapat diajukan upaya banding ke

Pengadilan Tinggi. Majelis Hakim Mahkamah Agung menyatakan dalam

pertimbangannya bahwa dalil-dalil yang disampaikan oleh Pemohon Kasasi

telah dipertimbangkan dan diputus dengan baik di tingkat judex facti.

Berdasarkan Kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Agung sebagaimana

yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang

Universitas Sumatera Utara


120

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah

Agung adalah :

1. Dalam tingkat kasasi, Mahkamah Agung bertugas membatalkan putusan

atau menetapkan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan

peradilan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2. Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan

di bawah undang-undang terhadap undang-undang.

3. Mahkamah Agung memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden

dalam permohonan grasi dan rehabillitasi.

4. Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang

memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh

undang-undang tentang Mahkamah Agung dibatasi pengajuannya.

Jadi Mahkamah Agung adalah judex juris, hanya memeriksa penerapan

hukum dari suatu perkara, bukan Judex Facti yang berwenang memeriksa

fakta dan bukti dari suatu perkara. Judex facti memeriksa bukti-bukti dari

suatu perkara dan menentukan fakta-fakta dari perkara tersebut. Dalam

kasus ini pembuktian telah di lakukan pada Pengadilan Niaga, jadi dalil-

dalil yang diajukan pemohon pada kasasi tidak cukup beralasan sehingga

patut jika Mahkamah Agung menolak permohonan pemohon dalam kasasi.

Tetapi Mahkamah Agung tetap melakukan tugasnya dan menilai putusan

Universitas Sumatera Utara


121

Pengadilan Niaga tidak salah menerapkan hukum. Serta telah memberikan

kepastian hukum berupa pengembalian tagihan kreditor dijamin dan

berkekuatan hukum tetap dan kemanfaatan bagi para pihak, yakni debitor

bisa menjalankanlagi usahanya guna membayarkan hutang-hutangnya.

4) Hasil pemeriksaan di persidangan pada Pengadilan Niaga membuktikan

bahwa proposal rencana perdamaian yang diajukan oleh Debitor

(Termohon) telah disetujui dalam voting secara sah oleh 100% Kreditor dan

62,797% Kreditor Konkuren serta telah memenuhi ketentuan Pasal 281 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

Pasal 281

Ayat (1) Rencana perdamaian dapat diterima berdasarkan:

a. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang

haknya diakui atau

sementara diakui yang hadir pada rapat Kreditor sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 268 termasuk Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal

280, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian

dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditor

konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.

b. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya

dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak

agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3

Universitas Sumatera Utara


122

(dua per tiga) bagian dari seluruh tagihan dari Kreditor tersebut atau

kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.

Dapat dilihat hasil voting tidak bertentangan dengan hukum maupun

undang-undang yang berlaku sehingga tidak ada alasan bagi majelis Hakim

Mahkamah Agung untuk menolak pengesahan perdamaian yang telah

disepakati.

5) Eksistensi Utang, utang adalah kewajiban yang harus dilakukan terhadap

pihak lain dan lahir dari perikatan yang dilakukan antara para subjek

hukum. Pengertian utang ditegaskan pula dalam Pasal 1 butir 6 UU No. 37

Tahun 2004 tentang UUKPKPU yang berbunyi:

“ Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam

jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing,

baik secara langsung maupun akan timbul di kemudian hari atau kontinjen,

yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi

oleh debitor dan bila tidak terpenuhi memberi hak kepada kreditor untuk

mendapatkan pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.”

Dalam kasus ini keberadaan utang sudah cukup lama yakni diperjanjikan

pada tahun 1997, sehingga Termohon bersikap seolah meragukan

keabsahan dari Surat Sanggup Jangka Menengah atau Medium Term Note

(MTN). Namun ini dapat dibuktikan oleh pemohon dengan memberikan

butki berupa :

Universitas Sumatera Utara


123

1. MTN JPY. 100,000,000.00 Nomor : PO 01632, tanggal 25 Maret 1997

(vide, BUKTI P-1)

2. MTN JPY. 100,000,000.00 Nomor : PO 01633, tanggal 25 Maret 1997

(vide, BUKTI P-2)

3. MTN JPY. 100,000,000.00 Nomor : PO 01634, tanggal 25 Maret 1997

(vide, BUKTI P-3)

4. MTN JPY. 100,000,000.00 Nomor : PO 01635, tanggal 25 Maret 1997

(vide, BUKTI P-4)

Dan bukti dari kreditor lain yaitu bernama Jerry Farolan berupa MTN JPY.

100,000,000.00 Nomor : PO 01636

Dan telah diperiksa oleh hakim bahwa MTN tersebut memang diterbitkan

oleh Djakarta Lloyd, sehingga tagihan tersebut harus dibayar oleh

termohon, itu masih utang pokok belum lagi apabila ditambah bunga 6%

pertahun selama 15 Tahun dari kerugian yang terus berjalan sampai

dilunasinya seluruh utang pokok sebagaimana yang dituntut oleh pemohon

PKPU.

Penulis berpendapat dengan utang yang sedemikian besar memang perlu

diadakannya PKPU dan diakhiri dengan perdamaian mengingat termohon

sedang mengalami kesulitan membayarkan utangnya, termohon harus diberi

waktu agar dapat kembali bangkit. Tetapi juga harus tetap mempunyai

itikad baik agar jalannya perdamaian bisa tercapai, dalam kasus ini

Universitas Sumatera Utara


124

termohon di awal permohonan PKPU tidak mau berterus terang dan tidak

mengakui keabsahan dari MTN yang dimiliki oleh termohon.

Dalam sanggahannya, Termohon Kasasi menyatakan keraguannya terhadap

Surat Sanggup Jangka Menengah atau Medium Term Note (MTN) yang

dibawa oleh Pemohon Kasasi Julia Tjandra. Namun, majelis hakim

berpendapat hal itu menunjukkan bahwa pihak Termohon Kasasi tidak

memiliki itikad baik dengan meragukan keabsahan MTN, sebab setelah

Hakim meneliti semua bukti-bukti ternyata Termohon Kasasi telah berjanji

untuk melakukan pembayaran atas MTN tersebut pada tanggal 26 Maret

1998. Hal ini menunjukkan bahwa sebelumnya Termohon Kasasi tunduk

pada perjanjian yang dibuatnya dengan Pemohon Kasasi dan secara jelas

mengakui keabsahan dari MTN yang dibawa Pemohon Kasasi tersebut.Oleh

karena itu, sudah sepatutnya Debitor maupun Kreditor tunduk dengan

perdamaian dalam putusan homologasi yang diputus oleh Pengadilan Niaga

tersebut.

6) Putusan PKPU tidak dapat diajukan upaya hukum apapun (Pasal

235). Dalam kasus ini kenapa bisa diajukan kasasi terhadap putusan

Pkpu karena dalam Pasal 295 dikatakan yang intinya menyatakan

terhadap putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah

Agung apabila terdapat bukti baru atau pada putusan hakim terdapat

kekeliruan. Inilah yang menjadi dalil bagi pemohon kasasi dengan

Universitas Sumatera Utara


125

menyatakan bahwa hakim telah melampaui kewenangan,lalai, dan salah

menerapkan hukum. Kemudian dalam Pasal 160 ayat (2) yang menyatakan :

“dalam hal pengesahan perdamaian dikabulkan dalam waktu 8 (delapan)

hari setelah tanggal pengesahan tersebut diucapkan, dapat diajukan

kasasi oleh kreditor yang menolak perdamaian atau yang tidak hadir pada

saat diadakan pemungutan suara” dalam hal ini Julia Tjandra dan Jery

Farolan adalah kreditor yang menolak perdamaian tersebut.

Setelah putusan Pkpu disahkan, isi perjanjian perdamaian yang telah

disepakati para pihak harus segera dilaksanakan. Perjanjian inilah yang masih

bisa digugat. Karena meskipun itu meskipun perjanjian perdamaian dalam

Pkpu, namun perjanjian itu meengacu pada ketentuan hukum perjanjian pada

umumnya, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata(KUH Perdata).

Perjanjian perdamaian ini masih bisa diubah bahkan dibatalkan apabila

bertentangan dengan hukum. Oleh sebab itu pemohon kasasi dapat

mengajukan upaya hukum terhadap Pkpu.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang diajukan oleh majelis hakim

Mahkamah Agung tersebut di atas, penulis merasa putusan ini telah tepat dalam

memutus dan menerapkan hukum. Para pihak dalam putusan ini, yaitu Julia Tjandra

dan Jerry Farolan sebagai Kreditor dan PT. Djakarta Lloyd telah memperoleh

kepastian hukum yaitu pengembalian tagihan sudah mendapat kekuatan hukum tetap

dan dijamin dan jika debitor masih tidak melaksanakan kewajibannya maka bisa

langsung dijatuhkan pailit dan kemanfaatan bagi debitor masih diberikan kesempatan

Universitas Sumatera Utara


126

mengelola kembali usahanya guna untuk kelangsungan usaha dan membayarkan

utang-utangnya pada kreditor dan debitor masih dihindarkan dari pailit atas persoalan

yang terjadi di antara mereka. Oleh karena itu, para pihak hendaknya melaksanakan

ketentuan yang terdapat dalam putusan Mahkamah Agung

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan dimuka, maka terhadap

permasalahan-permasalahan yang diteliti dalam penelitian dapat disimpulkan :

1. Penerapan homologasi sebagai upaya preventif terjadinya pailit sudah efektif

di lingkungan pengadilan niaga tetapi tidak terlepas dari itikad baik dari

debitor maupun kreditor. Homologasi tidak selalu dapat menjamin debitor

terhindar dari kepailitan, karena Homologasi merupakan alternatif upaya

pemecahan persoalan pailit, mencari jalan keluar yang terbaik dalam perkara

kepailitan. Homologasi ini merupakan perwujudan dari tujuan Undang-

undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang yaitu untuk memungkinkan seorang debitor meneruskan

usahanya meskipun ada kesukaran pembayaran dan menghindari kepailitan.

2. Akibat hukum dari Homologasi adalah tidak terjadinya pailit. Homologasi

menimbulkan perjanjian baru yang berarti segala sengketa mengenai utang

lama diselesaikan menurut syarat- syarat dan ketentuan-ketentuan yang

tertuang dalam perjanjian perdamaian. Bagi debitor diberikan lagi hak untuk

menjalankan kembali usahanya, homologasi bersifat final jika debitor tidak

menjalankan kewajibannya sebagaimana yang tertuang dalam proposal

perdamaian maka baginya akan langsung dijatuhkan pailit dan bagi para

kreditor sudah mempunyai kepastian dan dijamin sesuai dengan apa yang

127
Universitas Sumatera Utara
128

disepakati pada proposal perdamaian dalam hal ini pengembalian tagihan-

tagihannya.

3. Hakim Mahkamah Agung dalam memutus perkara No. 137 K/Pdt.Sus-

PKPU/2014 sudah tepat. Para pihak dalam putusan ini, yaitu Julia Tjandra dan

Jerry Farolan sebagai Kreditor dan PT. Djakarta Lloyd telah memperoleh

kepastian hukum yaitu pengembalian tagihan sudah mendapat kekuatan

hukum tetap, mendapat penjaminan agar debitor tidak berbuat curang dan

kemanfaatan bagi debitor masih diberikan kesempatan mengelola kembali

usahanya dan menghindarkan debitor dari kemungkinan eksekusi massal oleh

kreditor-kreditornya guna untuk kelangsungan usaha. membayarkan utang-

utangnya pada kreditor dan debitor masih dihindarkan dari pailit atas

persoalan yang terjadi. Dalam hal kasus ini telah terbukti kini PT. Djakarta

Lloyd telah berhasil melakukan restrukturisasi keuangan dan memperluas

kegiatan usahanya.

B. Saran

1. Tujuan homologasi adalah untuk menyelamatkan debitor dari sanksi berat

yaitu pailit. Homologasi harus dipahami dan diterapkan dengan ketentuan

yang berlaku agar lebih maksimal dalam mencegah pailit. Efektif bukan untuk

satu pihak saja tetapi harus dapat mengakomodasi kepentingan debitor atupun

kreditor karena upaya hukum ini berkembang tergantung pada eksistensinya.

2. Homologasi harus menghasilkan win win solution karena itu adalah hasil

kesepakatan antara para pihak. Akibat hukum Homologasi bagi para pihak

Universitas Sumatera Utara


129

menimbulkan perjanjian baru yang berarti segala sengketa mengenai utang

lama diselesaikan menurut syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang

tertuang dalam perjanjian perdamaian. Bagi debitor tidak terjadi pailit dan

diberikan lagi hak untuk menjalankan kembali usahanya dan para kreditor

sudah mempunyai kepastian dalam pengembalian tagihan-tagihannya.

3. Dalam memberikan homologasi, hakim harus memperhatikan setiap hak-hak

dan kewajiban debitor maupun kreditor agar prinsip keseimbangan tetap

terjaga dan bisa memuaskan para pihak berperkara. Semua peraturan

perundang-undangan lahir dengan tujuan yang luhur oleh sebab itu harus

sejalan dengan penerapan yang baik.

Universitas Sumatera Utara


130

DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU

Amiruddin dan Zainal Asikin. 2014. Pengantar Metode Penelitian Hukum.


Jakarta:PT. Rajawali Pers.

Asikin Zainal. 1991. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di


Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.

Fuady Munir. 2014. Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek. Bandung:PT
Citra Aditya.___________. 2001. Pengantar Hukum Bisnis. Bandung:
Citra Aditya Bakti.

Gie Kian Kwik. 2008. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori & Contoh Kasus.
Jakarta: Kencana.

Hadikusuma H.Hilman.1999. Hukum Waris Adat. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Hartini Rahayu. 2008. Hukum Kepailitan. Malang: UMM Press._____________.


2009. Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia Dualisme
Kewenangan Pengadilan Niaga & Lembaga Arbitrase. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Kansil C.S.T dan Christine. 2001. Modul Hukum Dagang.


Jakarta:Penerbit Djambatan.

Lontoh Rudhy A., Denny Kailimang dan Benny Ponto. 2001. Penyelesaian
Utang-Piutang Melalui Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang. Bandung:P.T Alumni.

Lubis M. Solly. 1994. Filsafat Ilmu dan Penelitian. Bandung: Mandar Maju.

Moeleong Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Mulyadi Lilik.2013. Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran


Utang (PKPU)Teori dan Praktik, Jakarta:Alumni.

Nainggolan Bernard.2011. Perlindungan Hukum Seimbang Debitor, Kreditor dan


Pihak-Pihak Berkepentingan Dalam Kepailitan, Bandung: P.T Alumni.

Nawawi Hadari.2003. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta:UGM Press.

Nurdin Adriani.2012. Kepailitan BUMN Persero Berdasarkan Asas Kepastian


Hukum, Bandung: P.T Alumni.

Universitas Sumatera Utara


131

Patri Purwahid dan Kashadi.1998. Hukum Jaminan Edisi Revisi Dengan UUHT,
Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Poerwadarminta W.J.S.1976. Kamus Umum Bahasa Inndonesia, Jakarta:


PN. Balai Pustaka.

Prasetya Rudhi.1996.Likuidasi Sukarela dalam Hukum Kepailitan,


Makalah Seminar Hukum Kebangkrutan, Jakarta:Badan Pembinaan Hukum
Nasional Departemen Kehakiman RI.

Prayoga Andika.2014. Solusi Hukum Ketika Bisnis Terancam Pailit (Bangkrut),


Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Purwosutjipto H.M.N.1988. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2,


Jakarta: Penerbit Djambatan.

Rasjidi Lili dan I.B Wyasa Putra.1993. Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Santiago Faisal.2012. Pengantar Hukum Bisnis, Jakarta:Penerbit Mitra Wacana


Media.

Sastrawidjaja Man S.2006. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban


Pembayaran Utang, Bandung: Penerbit Alumni.

Sembiring Sentosa.2006. Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-undangan


yang Terkait dengan Kepailitan, Bandung :Nuansa Aulia.

Shubhan M. Hadi.2008. Hukum Kepailitan (Prinsip, Norma, dan Praktik di


Peradilan), Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sinaga Syamsudin M.2012 Hukum Kepailitan IndonesiaCetakan Pertama,


Jakarta:PT Tatanusa.

Sinaga V. Harlen.2012. Batas-batas Tanggungjawab Perdata Direksi atas


Pailitnya Perseroan Terbatas dalam Teori dan Praktik, Jakarta:Penerbit
Adinatha Mulia.

Soekanto Soerjono.1984. Pengantar Penelitian Hukum,


Jakarta:Universitas Indonesia Pres._______________.1985. Teori Yang
Murni Tentang Hukum, Bandung:Alumni.

Soemitro Ronny Hanitijo.1994. Metodologi Penelitian Hukum dan Juru Materi,


Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sudarsono.1998. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta:Rineka Cipta.

Universitas Sumatera Utara


132

Sulaiman Robintan dan Joko Prabowo.2007. Lebih Jauh Tentang Kepailitan,


Jakarta:Pusat Studi Hukum Bisnis Fakulas Hukum Universitas Pelita
Harapan.

Sunarmi. 2009. Hukum Kepailitan, Medan:USU Press._______.2008. Prinsip


Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, Medan:Pustaka
Bangsa Press._______.2010. Hukum Kepailitan Edisi 2, Jakarta: PT
Sofmedia.

Sunggono Bambang.2001. Metode Penelitian Hukum Suatu Pengantar, Jakarta:


PT Raja Grafindo Persada.

Suryabarata Sumandi.1998. Metode Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo.

Suryamantri Jujun S.1999. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,


Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.

Suyudi Aria, Eryanto Nugroho & Herni Sri Nurbayanti.2003. Kepailitan di Negeri
Pailit, Jakarta: Aku baca.

Syahdeni Remy Sutan.2008. Hukum Kepailitan: Memahami Fallisment


Verordering, Juncto Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan, Jakarta:Pustaka Utama Grafiti.

Syahrani Ridwan.2004. Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Bandung:


Citra Aditia Bakti.

Tumbuan B.G Frederick, Ciri-Ciri Penundaan Pembayaran Utang Sebagai


Dimaksud Dalam Perpu, Makalah Seminar tentang Perpu No. 1 Th. 1998
tentang Perubahan atas UU tentangKepailitan diselenggarakan oleh Pusat
Pengkajian Hukum tanggal 29 April 1998 dan 8 Mei 1998,
Jakarta___________________,1994 Naskah Akademis Peraturan
Perundang-undangan Tentang Kepailitan,Jakarta: BPHN Departemen
Kehakiman.

Waluyo Bernadette. 1999. Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban


Pembayaran Utang, Bandung : CV Mandar Maju.

Wisman J.J.J M .1996. Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas,


Jakarta: Universitas Indonesia.
Yani Ahmad & Gunawan Widjaja,2000, Seri Hukum Bisnis,
Kepailitan,Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Universitas Sumatera Utara


133

B. PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan


Kewajiban Pembayaran Utang
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

C. JURNAL

Hartono Redjeki Sri.1999. Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan


Modern. Jurnal Hukum Bisnis, Volume 7. Yayasan Pengembangan Hukum
Bisnis.
Kheriah.2013. Independensi Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (Pkpu) Dalam Hukum Kepailitan. Jurnal Ilmu Hukum Vol.3 No.2
Elviana Sagala.2015. Efektifitas Lembaga Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (Pkpu) Untuk Menghindarkan Debitur Dari Pailit,
Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 03. No. 01.
Kukuh Komandoko Hadiwidjojo, Metode dan Konsep Restrukturisasi
Sebagai Pelaksanaan Asas Kelangsungan Usaha Dalam Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Terhadap Perusahaan Publik dan
Non Publik, Jurnal acamedia.edu.

Ishak.2016. Perdamaian Antara Debitor Dan Kreditor Konkuren


Dalam Kepailitan, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 18 No.1
Yudi Kornelis.2016. Harmonisasi Hukum Terhadap Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang Dengan Perspektif Budaya Hukum Indonesia,
Jurnal Selat Vol.4 No.1

D. TESIS

Junaedi Saputro, 2011. Penyelesaian Kepailitan Melalui Perdamaian (Studi


Kasus Nomor 05/Pailit/2006/Pn.Niaga.Smg.) Tesis Mkn Undip Semarang

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai