Anda di halaman 1dari 12

AKIBAT HUKUM ORANG ASING YANG MENYEWAKAN

KEMBALI VILLA SEWAAN DI KABUPATEN BADUNG

Oleh:
I Gusti Ngurah Bayu Satriawan
I Made Mahartayasa
Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstract
Demands for lodging especially villa at Badung Regency being
increased. Some foreigner at first time just to holiday seeing villa for
business. The foreigners rent a villa and they rent it back with
different people. As the goal of writing is to know how foreigners
rent it back rented villa and the consequences of the law. The
methods used in the writing of scientific papers this is empirical
juridical research method, is a method by doing observation or
research directly into the field to get accurate truth. Regarding how
the foreigners renting back rented villa are they rent villa from local
people for long time then they renting back to others people.
Consequences of the law in general foreigners is not allowed to
renting back rented villa, but it can be allowed when the owner
agree and back to content of agreement made.

Keywords: Foreigners, rent, villa

Abstrak
Kebutuhan penginapan khususnya villa di Kabupaten
Badung terus meningkat. Beberapa orang asing yang awalnya
berlibur melihat villa menjadi suatu bisnis. Orang asing menyewa
villa lalu disewakan kembali kepada orang lain. Tujuan penulisan
ini adalah untuk mengetahui bagaimana orang asing menyewakan
kembali villa sewaan dan untuk mengetahui akibat hukum yang
ditimbulkan. Metode yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini
adalah yuridis empris, yaitu suatu metode dengan melakukan
observasi atau penelitian secara langsung ke lapangan guna
mendapat kebenaran yang akurat. Mengenai bagaimana orang
asing menyewakan villa sewaan adalah mereka menyewa villa dari
orang lokal dalam jangka waktu yang lama lalu mereka
menyewakan kembali villa tersebut kepada orang lain. Akibat
hukumnya adalah secara umum tidak diperbolehkan orang asing
menyewakan kembali villa sewaan, tetapi dapat diperbolehkan jika
hal tersebut disetujui oleh pemilik dengan kembali lagi pada isi
kesepakatan perjanjian yang dibuat.

Kata kunci : Orang Asing, sewa, villa

1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini di Bali kegiatan pariwisata meningkat sangat
pesat dari tahun ke tahun. Meningkatnya kunjungan wisatawan
domestik maupun mancanegara membuat pulau Bali makin
padat, khususnya di Kabupaten Badung. Padatnya wisatawan
membuat kebutuhan hunian makin tinggi dan hal ini
dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis. Villa merupakan salah
satu hunian tempat tinggal yang sangat digemari oleh wisatawan
untuk beristirahat selama berlibur di Bali. Hal ini membuat
menjamurnya villa di Bali dari tahun ke tahun khususnya di
Kabupaten Badung. Villa-villa di Kabupaten Badung dapat
ditemukan di berbagai tempat yang dekat dengan obyek wisata
yang sudah terkenal karenanya banyak orang yang membangun
villa disebabkan keuntungannya yang besar. Villa-villa ini
umumnya disewakan dalam waktu per hari, per minggu, sebulan
hingga setahun. Semakin berkembangnya pariwisata, semakin
berkembang juga kebutuhan hunian wisatawan. Untuk memenuhi
kebutuhan hunian tersebut pelaku usaha membuat villa di
berbagai tempat yang dekat dengan objek wisata.
Sewa menyewa diatur dalam buku III KUHPerdata tentang
perikatan. Berkenaan dengan buku Ketiga mengenai perikatan,
definisi hukum perikatan diatur dalam buku Ketiga KUHPerdata,
tetapi definisi ini diberikan oleh ilmu pengetahuan, yaitu: “suatu
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua
orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu
dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu”.1 Jadi perikatan adalah
hubungan hukum antara dua orang atau lebih dimana pihak yang

1
Purwahid Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandara Maju,
Bandung, h. 2.

2
satu berhak atas sesuatu dan pihak lainnya berkewajiban atas
sesuatu baik berupa barang, jasa dan perbuatan.
Pelaku usaha penyewaan villa di Kabupaten Badung
umumnya orang lokal, tetapi juga orang asing yang tujuannya
hanya liburan tertarik untuk melakukan bisnis penyewaan villa.
Perjanjian sewa menyewa merupakan suatu persetujuan, dengan
mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan
kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu
tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh
pihak tersebut terakhir itu.2 Orang asing ini awalnya menyewa
villa untuk berlibur, tetapi mereka yang melakukan bisnis
menyewakan kembali villa yang disewa tersebut dengan harga
tentu yang lebih mahal dari yang dia bayarkan kepada pemilik.
Keuntungan dari bisnis penyewaan villa tentu banyak yang
meminati dikarenakan villa merupakan tempat tinggal yang private
dan mudah dikustomisasi sesuai selera pemiliknya. Private disini
menjadi daya tarik utama orang asing menyewakan kembali villa
sewaan yang disewanya pada pemilik. Dalam perjanjian sewa
menyewa, barang yang diserahkan itu tidaklah dimiliki, tetapi
hanya untuk dipakai dan dinikmati kegunaannya.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
penyewaan kembali villa yang disewa oleh orang asing dan juga
untuk mengetahui akibat hukum yang ditimbulkan dari
penyewaan kembali villa yang disewa oleh orang asing untuk
kepentingan bisnis.
II. ISI MAKALAH

2
A.A. Indah Kusuma Dewi Made Suksma Prijandhini Devi Salain, 2016,
“Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Antara Pihak Menyewakan Dan Pihak
Penyewa Di Kota Denpasar”, Kertha Semaya, Nomer 04, Volume 04, Juli 2016,
http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/21821/14446,
diakses pada tanggal 10 Mei 2017, pukul 01.32 WITA, h. 2.

3
2.1 Metode Penelitian
Dalam penulisan ini, penelitian yang digunakan adalah
penelitian yuridis empiris. Masalah yang timbul ditinjau dan dikaji
berdasarkan kenyataan. Adapun jenis pendeketan hukum yang
digunakan adalah pendekatan Perundang-undangan dan fakta.
2.2 Hasil dan Analisis
2.2.1 Penyewaan Kembali Villa Sewaan oleh Orang Asing
Orang asing yang berlibur ke Bali banyak yang tertarik
untuk menyewa villa yang banyak berada di kawasan obyek wisata
di Kabupaten Badung. Mereka yang tujuan awalnya adalah
berlibur dapat berubah untuk tinggal sementara di Bali dengan
menyewa villa untuk jangka waktu yang lama. Perjanjian yang
dilakukan untuk menyewa villa ada yang dilakukan dapat dengan
perjanjian akta otentik atau akte di bawah tangan. Suatu
perjanjian adalah suatu tindakan dengan dimana satu orang atau
lebih yang mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.3
Menurut Pasal 165 H.I.R akta otentik, yaitu surat yang dibuat
dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang atau
berkuasa untuk membuatnya, untuk membuat atau mewujudkan
bukti yang cukup untuk kedua belah masing-masing pihak
beserta ahli warisnya dan sekaligus orang yang mendapatkan hak
daripadanya, yaitu mengenai segala hal, yang disebut dalam surat
tersebut sebagai pemberihauan saja, akan tetapi yang disebut
kemudian itu hanya sekedar apa yang diberitahukan tersebut
langsung berhubung dengan pokok dalam isi akta tersebut.
Pegawai yang berwenang yang dimaksud dalam hal ini adalah
hakim, notaris, jurusita pegawai pencatatan sipil dan sebagainya.4

3 Suharnoko, 2012, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus,

Kencana, Jakarta, h. 119.


4 Ny. Retnowulan Sutanto dan Iskandar Oeripkartawinata, 1989, Hukum

Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, h. 58.

4
Dalam hal perjanjian dibawah tangan yang mana ditandatangani
oleh para pihak yang bersangkutan saja. Perjanjian semacam ini
hanya mengikat para pihak yang bersangkutan atau terlibat dalam
perjanjian, akan tetapi tidak mempunyai kekuatan yang mengikat
bagi pihak ketiga.5
Berdasarkan fakta yang ada dilapangan khususnya di
Kabupaten Badung orang lokal yang mempunyai tanah secara
yuridis yakni hak milik akan membangun sebuah bangunan yang
akan di fungsikan sebagai penginapan yaitu villa. Villa yang
disewakan umumnya hanya bangunan kosong tanpa furniture, hal
inilah yang membuat orang asing tertarik untuk menyewa dalam
jangka waktu yang lama. Orang asing umumnya menyewa villa
pada orang lokal dalam jangka waktu, minimal satu tahun dan
menyewakan kembali villa tersebut kepada orang lain.
2.2.2 Akibat Hukum Menyewakan Villa Sewaan oleh Orang
Asing
Siapapun yang terlibat dalam suatu perjanjian adalah
pihak-pihak dalam perjanjian. Para pihak yang membuat suatu
perjanjian itu adalah pihak-pihak yang dimaksud, mereka yang
mendapatkan hak-hak daripadanya dan para ahli waris, serta
para pihak ketiga.
Jenis Perjanjian6
1. Perjanjian sepihak dan timbal balik
Suatu perjanjian yang dinyatakan oleh salah satu pihak
akan tetapi memiliki akibat bagi dua pihak adalah
perjanjian sepihak, dimana pihak yang memiliki hak
untuk menagih dalam bahasa bisnis dinyatakan pihak

5
Salim HS, 2009, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika,
Jakarta, h. 166.
6 I Ketut Oka Setiawan, 2016, Hukum Perikatan, Sinar Grafika, Jakarta,

h. 49.

5
kreditur, dan pihak lain yang memiliki kewajiban
dinyatakan sebagai debitur. Perjanjian yang memuat hak
kepada salah satu pihak, dimana hak itu sekaligus
menjadi kewajiban pada pihak lawannya adalah
perjanjian timbal balik.
2. Perjanjian cuma-cuma dan atas beban
Perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu
pihak saja adalah perjanjian cuma-cuma. Perjanjian yang
menyatakan prestasi dari salah satu pihak selalu
terdapat tegen prestasi dari pihak yang menjadi lawannya
dimana antara kedua prestasi tersebut ada suatu
hubungan atas suatu titel tertentu.
3. Perjanjian bernama dan tidak bernama
Perjanjian-perjanjian yang biasa dikenal dengan nama
tertentu dan itu mempunyai suatu pengaturan lebih
khusus dalam undang-undang disebut dengan perjanjian
bernama. Perjanjian-perjanjian yang tidak diberikan
nama dan pengaturan secara mengkhusus oleh undan-
undang disebut sebagai perjanjian tidak bernama.
4. Perjanjian konsensual dan riil
Perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau
lebih dan apabila mereka telah mencapai suatu
kesesuaian (persetujuan) berupa kehendak untuk
membuat perikatan disebut dengan perjanjian
konsensual. Perjanjian yang hanya berlaku setelah
terjadinya penyerahan suatu barang disebut dengan
perjanjian riil.
5. Perjanjian Obligatoir dan Kebendaan
Perjanjian yang hanya memperhatikan suatu
kesepakatan pihak-pihak untuk melakukan penyerahan

6
suatu benda yang ditujukan kepada pihak lawannya
disebut dengan perjanjian obligatoir. Suatu perjanjian
dimana dengan nama seseorang memberikan haknya
atas suatu benda kepada pihak lawannya, atau suatu
perjanjian yang membebani kewajiban para pihak, untuk
diserahkan suatu benda itu kepada pihak lain.
Untuk sahnya suatu persetujuan-persetujuan haruslah
memiliki empat syarat sahnya perjanjian yang dinyatakan dan
diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yakni
1. Mereka yang sepakat mengikatkan diri
2. Membuat suatu perikatan dibutukan kecakapan
3. suatu hal tertentu
4. suatu sebab yang halal
Syarat subjektif dapat dilihat pada syarat pertama dan
syarat kedua seperti yang disebutkan diatas karena menyangkut
persoalan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan
syarat objektif dapat dilihat pada syarat ketiga dan keempat hal ini
menyangkut objek dari suatu peristiwa yang diperjanjikan
tersebut.7
1. Kesepakatan
Dalam mengadakan suatu perjanjian diperlukan suatu
kesepakatan, hal ini memiliki arti bahwa para pihak harus
mempunyai kebebasan kehendak, ini berarti para pihak
tidak boleh mendapat suatu tekanan yang berakibat adanya
kecacatan dalam mewujudkan suatu kehendaknya.8
2. Kecakapan

7 Ibid, h. 61
8 Ibid.

7
Menurut ketentuan Pasal 1329 KUHPer menjelaskan bahwa
“setisp orang adalah cakap untuk membuat perikatan
perikatan. Tidak cakap yakni mereka yang ditaruh dibawah
pengampuan, orang-orang yang belum dewasa, orang orang
perempuan dalam hal hal yang ditentukan oleh undang-
undang, dan secara umum kepada semua orang dimana
dalam undang-undang telah melarang membuat suatu
persetujuan persetujuan tertentu.9
3. Hal Tertentu
Hal tertentu merupakan syarat ketiga dari suatu perjanjian,
artinya objek (bepaald onderwerp) tertentu haruslah dimiliki
oleh suatu perjanjian yang mana sekurang kurangnya dapat
ditentukan. Pasal 1333 KUHPer mengatur tentang objek
perjanjian yang isinya “suatu persetujuan harus mempunyai
pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan
jenisnya”. Jumlah barang tidak tentu bukanlah menjadi
suatu halangan, asalkan jumlah tersebut kemudian dapat
dihitung atau ditentukan.
4. Sebab (causa) yang halal
Hubungan sebab akibat dalam hal ini bukanlah sebab
(causa), sehingga ajaran causaliteit disini tidak punya
hubungan sama sekali dengan pengertian causa, dan juga
bukan merupakan causa yang mendorong masing masing
pihak mengadakan perjanjian.10
Dalam ketentuan Pasal 1559 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang menyatakan bahwa “penyewa, jika tidak diizinkan,
tidak boleh menyalahgunakan barang yang disewanya

9Ibid.
10
Badrulzaman dan Mariam Darus, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Alumni, Bandung. h.
100.

8
atau melepaskan sewanya kepada orang lain, atas ancaman
pembatalan persetujuan sewa dan penggantian biaya, kerugian
dan bunga sedangkan pihak yang menyewakan, setelah
pembatalan itu, tidak wajib menaati persetujuan ulang sewa itu.
Jika yang disewa itu berupa sebuah rumah yang didiami sendiri
oleh penyewa, maka dapatlah ia atas tanggung jawab sendiri
menyewakan sebagian kepada orang lain jika hak itu tidak
dilarang dalam persetujuan.”
Asas Konensualisme dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata pada Pasal 1320 yang mengandung arti “kemauan atau
will” para pihak untuk saling berpartisipasi mengikatkan diri.
Selain itu, asas konsensualisme menekankan suatu janji lahir
pada detik terjadinya konsensus (kesepakatan atau persetujuan
antara kedua belah pihak) mengenai hal-hal pokok dari apa yang
menjadi objek perjanjian. Apabila perjanjian dibuat dalam bentuk
tertulis maka bukti tercapainya konsensus adalah saat
ditandatanganinya perjanjian itu oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.11
Dengan demikian, orang asing boleh saja menyewakan
kembali villa sewaan tersebut kepada pihak ketiga sepanjang telah
mendapat persetujuan tertulis atau tercantum di dalam perjanjian
sewa –menyewa antara orang asing dan pemilik villa. Akan tetapi,
jika hal tersebut secara tegas dilarang dalam perjanjian dan /atau
tidak mendapat persetujuan dari pemilik villa, maka orang asing
tersebut tidak boleh menyewakan kembali villa sewaan tersebut.
Dan apabila orang asing tetap menyewakan kembali villa sewaan
tersebut, perjanjian sewa menyewa antara orang asing dan pemilik
villa tersebut akan terancam dapat diputuskan sebelum
berakhirnya masa sewa.

11 I Ketut Oka Setiawan, op.cit, h. 46

9
Prinsip umum yang menjadi dasar dari boleh atau tidaknya
orang asing menyewakan kembali rumah sewaan tersebut
sebenarnya kembali pada prinsip konsensualitas (kesepakatan).
Dalam Pasal 1321 KUHPerdata dijelaskan bahwa “Tiada suatu
persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena
kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.” Jadi
Sepanjang disepakati bersama dan memenuhi syarat-syarat
sahnya perjanjian, tanpa adanya paksaan, penipuan maupun
kekhilafan, maka orang asing dapat menyewakan kembali villa
tersebut.
Ketentuan yang lebih spesifik dapat penulis lihat pada
ketentuan PP No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah
Bukan Oleh Pemilik yang memang hal yang diatur adalah rumah,
tetapi penulis mengansumsikan bahwa villa merupakan tempat
tinggal yang hampir mirip dengan rumah pada umumnya
walaupun tujuan utamanya adalah untuk komersial dan
memperoleh keuntungan.
Dalam PP No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah
Bukan Oleh Pemilik Pasal 9 ayat (1) menentukan bahwa penyewa
dengan cara apapun dilarang menyewakan kembali dan atau
memindahkan hak penghunian atas rumah yang disewanya
kepada pihak ketiga tanpa izin tertulis dari pemilik. Dan apabila
orang asing menyewakan kembali villa tersebut tanpa persetujuan
tertulis dari pemilik villa tersebut, maka dalam hubungan sewa
menyewa dapat diputuskan sebelum berakhirnya jangka waktu
sewa –menyewa dan si penyewa berkewajiban mengembalikan villa
tersebut dengan baik seperti keadaan semula dan tidak dapat
meminta kembali uang sewa yang sudah dibayarkan, hal ini
tertuang dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b PP No. 44 Tahun 1994.

10
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bali merupakan pulau yang terkenal akan keindahan alam
dan budayanya, menjadi daya tarik utama wisatawan. Keindahan
alam dan budaya yang kental membuat meningkatnya kunjungan
wisatawan domestik maupun mancanegara. Hal ini tentu juga
mempengaruhi kebutuhan tingkat jumlah penginapan tempat
tinggal untuk para wisatawan yang berkunjung ke Bali. Banyak
orang yang melihat ini sebagai bisnis untuk membuat suatu
penginapan tempat tinggal. Penginapan tempat tinggal yang paling
digemari adalah villa. Villa merupakan penginapan tempat tinggal
yang private sehingga digemari oleh wisatawan. Orang asing yang
mulanya hanya bertujuan untuk berwisata, melihat ini sebagai
bisnis yang menguntungkan. Sehingga mereka menyewa villa
dalam waktu yang lama dan disewakan kembali untuk wisatawan
lainnya yang berkunjung ke Bali.
Akibat hukum yang ditimbulkan oleh penyewaan kembali
villa oleh orang asing untuk kepentingan bisnis sebenarnya tidak
diperbolehkan menurut PP No. 44 Tahun 1994 tentang
Penghunian Rumah Bukan Oleh Pemilik Pasal 9 ayat (1) yang
melarang penyewaan kembali rumah yang disewa, tetapi jika
dalam perjanjian yang dibuat dan disepakti disetujui oleh pemilik
maka orang asing dapat menyewakan kembali villa yang
disewanya tersebut disewakan kembali kepada orang lain. Karena
hal ini kembali lagi pada sahnya suatu perjanjian dan asas
konsensualisme yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata.

11
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Badrulzaman, Mariam Darus, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Alumni,
Bandung.

Patrik, Purwadi, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandara


Maju, Bandung.

Salim, HS, 2009, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar


Grafika, Jakarta.

Setiawan, I Ketut Oka, 2016, Hukum Perikatan, Sinar Grafika,


Jakarta.

Suharnoko, 2012, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus,


Kencana, Jakarta.

Sutanto, Ny. Retnowulan, Iskandar Oeripkartawinata, 1989,


Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju,
Bandung.

JOURNAL
Kusuma, A.A. Indah, Dewi Made Suksma Prijandhini Devi Salain,
2016, “Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Antara Pihak
Menyewakan Dan Pihak Penyewa Di Kota Denpasar”, Kertha
Semaya, Nomer 04, Volume 04, Juli 2016, URL :
http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/
21821/14446.

PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

PP No. 44 Tahun 1994 Tentang Penghunian Rumah Bukan Oleh


Pemilik

12

Anda mungkin juga menyukai