Anda di halaman 1dari 5

DASAR HUKUM OUTSORCING

1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003);


2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 19 Tahun 2012 tentang Syarat-
Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan
Lain (Permenaker 19/2012);
3. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No:
SE.04/MEN/VIII/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi No. 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian
Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (SE 04/2013); dan
4. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (KUHPerdata).

Definisi Pemborongan Pekerjaan

A.Pasal1601bKUHPerdata
Pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh,
mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain si majikan, untuk sesuatu
waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah.

B.Pasal64UU13/2003
Perusahaan dapatmenyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaankepada perusahaan
lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh
yangdibuatsecaratertulis.

DefinisiPemboronganPekerjaan

C.Pasal1angka4Permenaker19/2012
Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah perjanjian antara perusahaan pemberi
pekerjaandenganperusahaanpenerimapemboronganyangmemuathakdankewajibanpara
pihak.

Jenis Outsourcing
(Berdasarkan Permenaker 19/2012)

A. Pemborongan Pekerjaan (Business Activity Outsourcing); dan


B. Penyediaan Jasa Pekerja (Manpower Outsourcing).

Berdasarkan KUHPerdata
Sesuai dalam Pasal 1601 KUHPerdata, kontrak untuk melakukan pekerjaan, dapat dibagi
menjadi 3 jenis, antara lain:
Perjanjian Perburuhan (upah)
Perjanjian Borongan (harga)
Perjanjian Tertentu

6
Persyaratan Pemborongan Pekerjaan
A. Pasal 65 ayat (2) UU 13/2003
1. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
2. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
3. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
4. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.

B. Pasal 3 ayat (2) Permenaker 19/2012


1. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun kegiatan
pelaksanaan pekerjaan;
2. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan,
dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara melaksanakan pekerjaan agar
sesuai standar yang ditetapkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan;
3. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan
tersebut merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan
kegiatan utama sesuai alur kegitan proses pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan
asosiasi sektor usaha yang dibentuk sesuai peraturan perundang-undangan; dan
4. Tidak menghambat proses produksi secara langsung, kegiatan tersebut merupakan
kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan perusahaan, proses pelaksanaan
pekerjaan tetap berjalan sebagaimana mestinya

C. SE 04/2013
1. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama, baik manajemen maupun kegiatan
pelaksanaan pekerjaan.
Manajemen terpisah: perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penerima
pemborongan bukan merupakan satu kesatuan, melainkan badan hukum yang
berbeda;
Pelaksanaan pekerjaan terpisah: tidak didasarkan pada terpisahnya lokasi.
2. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari perusahaan pemberi
pekerjaan.
Agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh
perusahaan pemberi pekerjaan.
Perintah langsung bukan berarti status hubungan kerja antara pekerja dari
perusahaanpenerima pemborongan beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan
3. Kegiatan penunjang perusahaan pemberi pekerjaan secara keseluruhan.
Kegiatan yang mendukung dan memperlancar kegiatan utama sesuai dengan
alur proses yang ditetapkan oleh asosiasi sektor usaha
4. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.
Merupakan kegiatan tambahan yang bila tidak dilakukan,proses pelaksanaan
pekerjaan dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Alur Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

7
1. Pembuatan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan oleh masing-masing pengusaha,
yang dapat dilakukan bersamaan dengan pendirian asosiasi sektor usaha.
2. Penetapan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan oleh asosiasi.
3. Pelaporan jenis alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan yang telah ditetapkan oleh
asosiasi kepada Dinas Tenaga Kerja setempat.
4. Instansi tenaga kerja setempat mengeluarkan bukti pelaporan.
5. Pembuatan perjanjian pemborongan pekerjaan.
6. Pendaftaran perjanjian pemborongan pekerjaan; dan
7. Penerbitan bukti pendaftaran oleh Dinas Tenaga Kerja setempat.

Sanksi

Apabila pelaksanaan pemborongan pekerjaan tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan


sebagaimana disebutkan sebelumnya, maka sanksinya adalah:

1. Pasal 65 ayat (7), (8), (9) UU 13/2003 (melanggar Perjanjian Pemborongan Kerja)
Demi hukum, status hubungan kerja pekerja dengan perusahaan penerima
pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja dengan perusahaan pemberi
pekerjaan, dengan status perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau pekerjaan waktu tertentu
(sesuai dengan ketentuan yang berlaku).

Definisi Penyediaan Jasa Pekerja

A. Pasal 66 ayat (1) UU 13/2003


Pekerja dari Perusahaan penyedia jasa pekerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja
untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan berhubungan langsung dengan proses
produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan tidak berhubungan
langsung dengan proses produksi.

B. Pasal 1 angka 3 Permen 19/2012:


perusahaan yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang memenuhi syarat
untuk melaksanakan kegiatan jasa penunjang perusahaan pemberi pekerjaan.

Persyaratan Penyediaan Jasa Pekerja


Perjanjian penyediaan jasa Pekerja harus dilaksanakan secara tertulis dan memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:

A. Pasal 66 ayat (2) UU 13/2003


1. ada hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa pekerja;
2. Merupakan perjanjian kerja untuk waktu tertentu sesuai Pasal 59 dan/atau
perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak;
3. Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat syarat kerja, serta
perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia pekerja;
dan

8
4. Perjanjian tertulis dan sesuai ketentuan Undang Undang antara perusahaan
pengguna jasa pekerja dan perusahaan penyediaan jasa pekerja.

Sebagaimana diuraikan lebih lanjut, yakni sebagai berikut:


Pasal 17 Permen 19/2012
1) Perusahaan pemberi pekerjaan menyerahkan pekerjaan kepada perusahaan penyedia
jasa pekerja melalui perjanjian tertulis.
2) Pekerjaan yang diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja merupakan
kegiatan jasa penunjang atau tidak berhubungan langsung dengan proses
produksi.
3) Kegiatan jasa penunjang, meliputi:
a. Usaha pelayanan kebersihan (cleaning service);
b. Usaha penyediaan makanan bagi pekerja (catering);
c. Usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan);
d. Usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan; dan
e. Usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh.
Hanya terbatas pada kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud diatas.
NB: Perusahaan penyedia jasa pekerja dilarang menyerahkan pelaksanaan sebagian atau
seluruh pekerjaan yang diperjanjikan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja lain (Pasal 18
Permen 19/2012)

SE 04/2013
1) Perjanjian penyediaan jasa pekerja dibuat secara tertulis.
2) Pekerjaan yang diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja harus merupakan
kegiatan jasa penunjang atau tidak berhubungan langsung dengan proses produksi,
meliputi:
a. Usaha pelayanan kebersihan (cleaning service);
b. Usaha penyediaan makanan bagi pekerja (catering);
c. Usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan);
d. Usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan; dan
e. Usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh.
3) Perusahaan penyedia jasa pekerja dilarang menyerahkan pelaksanaan sebagian atau
seluruh pekerjaan yang diperjanjikan kepada perusahaan penyedian jasa pekerja lain.
4) Memuat jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja dari perusahaan penyedia
jasa pekerja.
5) Menegaskan perusahaan penyedia jasa pekerja bersedia menerima pekerja dari
perusahaan penyedia jasa sebelumnya untuk jenis pekerjaan yang terus-menerus ada
di perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia
jasa pekerja.
6) Menjelaskan hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasapekerja pekerja sesuai
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
(PKWTT)

Pasal 24 Permenaker 19/2012


a. Berbentuk badan hukum PT (Perseroan Terbatas);
b. Memiliki tanda daftar perusahaan;

9
c. Memiliki izin usaha;
d. Memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan;
e. Memiliki izin operasional;
f. Memiliki kantor dan alamat tetap; dan
g. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama perusahaan.

PEKERJAAN TERTENTU DAN JANGKA WAKTU DALAM PKWT


(BERDASARKAN UU NO. 13 TAHUN 2003 DAN KEP.100/MEN/VI/2004)
Pekerjaan yang
diperkirakan
Pekerjaan yang Pekerjaan yang
penyelesaiannya
Sekali Pekerjaan yang berhubungan
SYARAT/JANGKA dalam waktu
Selesai atau yang bersifat musiman dengan produk
WAKTU yang
sementara baru
tidak terlalu lama
sifatnya
dan paling lama 3
(tiga) tahun
PALINGLAMA3 PALINGLAMA2 1JENIS PALINGLAMA2
PKWTPertama
TAHUN TAHUN PEKERJAAN TAHUN
UNTUKYANG
TERGANTUNG
CUACA/MUSIM
atau
DIPERPANJANG
PALINGLAMA1 PEKERJAAN PALINGLAMA1
Min.7Hari X
TAHUN TAMBAHAN TAHUN
sebelumberakhhir UNTUKYANG
TERGANTNG
TARGET
PESANAN
DIPERBAHARUI
Min.7Hari
X X X
sebelumberakhir

TIDAK ADANYA ADANYA


AKIBAT:PKWTT DILAKUKAN
TERPENUHINYA HUBUNGAN HUBUNGAN
SEJAK PENYIMPANGAN
PKWT KERJA KERJA

10

Anda mungkin juga menyukai