Anda di halaman 1dari 141

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam era globalisasi dan tuntutan persaingan dunia usaha yang ketat saat ini,

maka perusahaan dituntut untuk berusaha meningkatkan kinerja usahanya melalui

pengelolaan organisasi yang efektif dan efisien. Salah satu upaya yang dilakukan

adalah dengan mempekerjakan tenaga kerja seminimal mungkin untuk dapat

memberi kontribusi maksimal sesuai sasaran perusahaan. Untuk itu perusahaan

berupaya fokus menangani pekerjaan yang menjadi bisnis inti (core business),

sedangkan pekerjaan penunjang diserahkan kepada pihak lain. Proses kegiatan ini

dikenal dengan istilah “outsourcing.” 

Istilah outsourcing mulai terdengar dalam dunia usaha dan hukum di

Indonesia sekitar tahun 1990-an. Outsourcing didefinisikan sebagai usaha

untuk mengontrakkan suatu kegiatan pada pihak luar untuk memperoleh

layanan yang dibutuhkan (Indrajit & Djokopranoto, 2003:2). Maksudnya

adalah memberikan sebagian perusahaan (pemakai jasa pekerja) pada

perusahaan lain (perusahaan penyedia jasa pekerja/ outsourcing provider)

untuk mengerjakannya.

Kata outsourcing sebenarnya tidak dikenal pada lembar hukum

ketenagakerjaan Indonesia.Tidak ada satu aturan ketenagakerjaan di Indonesia

yang menggunakan istilah outsourcing. Istilah outsourcing di Indonesia yang

paling mendekati adalah penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada

perusahaan lain sebagaimana yang diatur dalam Pasal 64, 65 dan 66 Undang-

1
2

Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri

Tenaga Kerja Dan Trasmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat

Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Di dalam

Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh adalah perusahan yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas

yang memenuhi syarat untuk melaksanakan kegiatan jasa penunjang perusahaan

pemberi pekerjaan. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia

jasa pekerja/buruh harus merupakan kegiatan jasa penunjang atau yang tidak

berhubungan langsung dengan proses produksi, meliputi: usaha pelayanan

kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh

(catering), usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa

penunjang di pertambangan dan perminyakan dan usaha penyediaan angkutan

bagi pekerja/buruh.

Hakekat dari semua aturan tersebut adalah bahwa perusahaan dapat

memberikan pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain, selama pekerjaan itu

bukan merupakan jenis pekerjaan utama perusahaan atau bukan merupakan bisnis

inti perusahaan. Perusahaan juga diwajibkan untuk membuat alur produksi untuk

membuktikan bahwa itu bukan bisnis inti perusahaan.Ketentuan lainnya adalah

bahwa perusahaan penyedia tenaga kerja harus berbadan hukum dan apabila tidak

maka status beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan

pemberi pekerjaan.Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta

perselisihan yang timbul menjadi tanggungjawab perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh.
3

Outsourcing merupakan suatu istilah yang di gunakan dalam perekrutan

tenaga kerja. Mempekerjakan karyawan dalam ikatan kerja outsourcing sedang

menjadi trend atau model bagi pemilik atau pemimpin perusahaan baik itu

perusahaan milik negara maupun perusahaan milik swasta. Banyak

perusahaan outsourcing yakni perusahaan yang bergerak dibidang penyedia

tenaga kerja aktif menawarkan ke perusahaan-perusahaan pemberi kerja,

sehingga perusahaan yang memerlukan tenaga tidak perlu susah-susah

mencari, menyeleksi dan melatih tenaga kerja yang dibutuhkan (Suhardi,

2006: 5). Menurut ketua umum kadin Indonesia suryo bambang sulisto,

outsourcing itu artinya sub-contracting, yaitu men-sub kan pekerjaan kepada

perusahaan lain. Jadi dapat di pahami bahwa ada persamaan antara perusahaan

outsourcing dan sub-contracting/sub-kontraktor.

Penerapan sistem kerja outsourcing ini dilakukan oleh pemerintah

dengan maksud untuk menekan tingginya angka pengangguran dan menarik

investor ke Indonesia. Perusahaan membutuhkan tenaga kerja untuk

melaksanakan proses produksi, jika tenaga kerja tersebut tersedia dengan

harga murah, maka perusahaan akan banyak melakukan rekrutmen tenaga

kerja, sehingga hal ini akan mengurangi tingginya tingkat pengangguran,

menekan angka kemiskinan dan memacu angka pertumbuhan ekonomi negara.

Namun meskipun demikian, penetapan diperbolehkannya perusahaan

mempekerjakan buruh outsourcing akan semakin memperlemah kedudukan

buruh dan rawan terhadap ancaman eksploitasi.

Perusahaan lebih tertarik untuk melakukan outsourcing karena UU

Ketenagakerjaan yang baru dimana semakin mahalnya biaya pemutusan hubungan


4

kerja dan kompensasi kepada karyawan tetap.Ketidakpastian produksi menuntut

perusahaan untuk lebih fleksibel mengisi kebutuhan tenaga kerja. (Kadarusman

dkk, 2004: 10).

Bagi perusahaan, menggunakan system outsourcing sangat

menguntungkan.Perusahaan juga bervariasi macamnya, ada yang sebagai

pengguna (user) dan sebagai penyedia (supplier) tenaga kerja

outsourcing.Tentunya hal ini di lakukan sebagai strategi bisnis

ketenagakerjaan.Para pengusaha berpendapat, outsourcing merupakan alternative

yang terbaik saat ini sebagai bentuk dari efektivitas tenaga kerja dan efesiensi bagi

perusahaan.Namun outsourcing menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan

khususnya bagi tenaga kerja.Oleh sebab itu terdapat pro dan kontra terhadap

penggunaan outsourcing, berikut beberapa penjabarannya dalam tabel 1.1 berikut

ini.
5

Tabel 1.1 : Pro-Kontra Penggunaan Outsourcing

No PRO OUTSOURCING KONTRA OUTSOURCING

1. Business owner bisa fokus Ketidakpastian status ketenagakerjaan dan


pada core business. ancaman PHK bagi tenaga kerja. (Sumber:
www.hukumonline.com)

2. Biaya investasi berubah Perbedaan perlakuan Compensation and


menjadi biaya belanja. Benefit antara karyawan internal dengan
karyawan outsource. (Sumber:
“Outsourcing, Pro dan Kontra”
http://recruitmentindonesia.wordpress.com

3. Tidak lagi dipusingkan Career Path di outsourcing seringkali


dengan oleh turn over kurang terencana dan terarah. (Sumber:
tenaga kerja. “Outsourcing, Pro dan Kontra”
http://recruitmentindonesia.wordpress.com)

Bagian dari modenisasi


dunia usaha (Sumber : Perusahaan pengguna jasa sangat mungkin
4. Pekerjaan Waktu Tertentu memutuskan hubungan kerjasama dengan
dan “Outsourcing, outsourcing provider dan mengakibatkan
www.sinarharapan.co.id) ketidakjelasan status kerja buruh. (Sumber:
“Outsourcing, Pro dan Kontra”
http://recruitmentindonesia.wordpress.com

Sumber : Informasi dari berbagai sumber hasil browsing di internet (melalui


www.ppm-manajemen.ac.id , pada 18 Maret 2014 )

Dari tabel 1.1 di atas dapat di ketahui bahwasanya outsourcing telah

banyak menimbulkan masalah, diantaranya adalah ketidakpastian status

ketenagakerjaan dan ancaman PHK bagi tenaga kerja, Perbedaan perlakuan

Compensation and Benefit antara karyawan internal dengan karyawan outsource,

Career Path (jalur karir) di outsourcing seringkali kurang terencana dan terarah,

Perusahaan pengguna jasa sangat mungkin memutuskan hubungan kerjasama

dengan outsourcing provider dan mengakibatkan ketidakjelasan status kerja


6

buruh, Bisa di katakan bahwasanya secara tidak langsung outsourcing merupakan

salah satu bentuk eksploitasi manusia, Sedangkan bagi pekerja/pegawai, tentu saja

outsourcing menimbulkan masalah tersendiri. Kontrak kerja dalam suatu

perusahaan adalah salah satu bentuk ketidakpastian karir, para pegawai hanya

bekerja beberapa kurun waktu sesuai dengan kontrak kerja, sedangkan gaji

ataupun tunjangan yang di terima tidak memuaskan.Banyak pegawai/pekerja

outsourcing tidak mendapat kesejahteraan yang sama dengan pegawai/pekerja

tetap. Hal ini adalah masalah yang harus mendapat perhatian pemerintah secara

serius.

Kecamatan Mandau yang ibukotanya Duri merupakan salah satu

kecamatan yang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Bengkalis yang

berada di Pulau Sumatera. Dengan jumlah penduduk 256.108 dan luas wilayah

937,47 KM2. Industri memegang peranan penting dalam perekonomian

kemasyarakatan di Kecamatan Mandau. Angka yang tercatat oleh dinas

terkait ,menyebutkan, sebanyak dua industri besar dan lima industri sedang

beroperasi di wilayah Kecamatan Mandau. Sedangkan untuk industri kecil 96 unit

dan industri mikro 233 unit, selama kurun waktu tahun 2011.

Dengan sangat banyaknya jumlah penduduk, besarnya cakupan wilayah

untuk sebuah kecamatan, dan merupakan daerah penghasil minyak terbesar di

Indonesia.Kota Duri menjadi pusat operasional perusahaan raksasa minyak PT.

Chevron Pasific Indonesia yang merupakan perusahaan kontrak bagi hasil dengan

Pemerintah Republik Indonesia.Selain itu juga banyak tenaga kerja dan

perusahaan yg berlokasi di Kecamatan Mandau.


7

Jumlah perusahaan kontraktor yang terdata di Dinas Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Kabupaten Bengkalis di Kecamatan Mandau sebanyak 103

perusahaan (Sumber : Data Perusahaan Kontraktor Dinas Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Kabupaten Bengkalis di Kecamatan Mandau Tahun 2013).

Sedangkan menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten

Bengkalis H.A. Ridwan Yazid, S.Sos menyampaikan setelah sosialisasi Peraturan

Menteri Tenaga Kerja Nomor 19 Tahun 2012 dan Surat Edaran

04/MEN/VIII/2013 yang diadakan PT. CPI bekerjasama dengan Disnaker

Bengkalis di Gedung Multi Guna PT. CPI bahwa Perusahaan jasa penunjang/sub-

kontraktor di Kecamatan Mandau di perkirakan mencapai ratusan namun

perusahaan tersebut tidak melaporkan perusahaannya ke kantor Disnaker (Riau

Pos, 21 November 2013)

Dengan banyaknya jumlah perusahaan dan tenaga kerja tentunya ada

hubungan industrial di antara kedua belah pihak.Selama terdapatnya hubungan

industrial antara perusahaan dan pekerja selama itulah permasalahan

ketenagakerjaan dapat terjadi dan tidak dapat di hindari.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan yang mengatur pengelolaan tenaga kerja outsourcing di

Indonesia tidak berlaku dengan baik, hal ini dapat terlihat dari banyaknya demo

yang dilakukan oleh ratusan buruh di berbagai daerah, termasuk di Kecamatan

Mandau Kabupaten Bengkalis yang menuntut untuk menghapus system

outsourcing.
8

Banyaknya terjadi unjuk rasa atau pemogokan pada dasarnya terjadi

karena adanya ganjalan atau ketidakharmonisan hubungan antara pekerja dan

pengusaha.Adanya tuntutan yang di ajukan pekerja yang tidak di tanggapi atau

tidak dapat di penuhi oleh pengusaha atau perusahaan.Seringkali menimbulkan

gejolak dan konflik yang di ikuti unjuk rasa dan pemogokan (Asri Wijayanti,

2008:25).

Permasalahan outsourcing yang terjadi di Kecamatan Mandau Kabupaten

Bengkalis dapat di lihat dari seringnya aksi demonstrasi yang di lakukan oleh

tenaga kerja di kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bengkalis yang berkantor di

Kecamatan Mandau. Tenaga kerja yang melakukan aksi demonstrasi biasanya

berafiliasi dengan Serikat Buruh/Pekerja yang ada di Kecamatan Mandau.

Serikat Buruh/Pekerja yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja Dan

Trasmigrasi Kabupaten Bengkalis di Kecamatan Mandau diantaranya adalah

Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh

Indonesia (PC.FSP.KEP-KSPSI), Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI),

Serikat Buruh Muslim Indonesia (SARBUMUSI),dan serikat Buruh Riau

Independen (SBRI) (sumber : Data serikat buruh/pekerja yang terdaftar di Dinas

Teanaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis Kecamatan Mandau

Tahun 2014). Yang menjadi tuntutan massa aksi demonstrasi serikat pekerja di

antaranya adalah menuntut pemerintah agar menghapus system outsourcing,

penyelesaian pembayaran upah buruh, upah lembur, pesangon dan jamsostek yang

belum di bayarkan, penyelesaian kasus Pemutusan Hubungan Kerja secara


9

sepihak yang dilakukan oleh perusahaan di kecamatan mandau (Riau Pos, 12

Februari 2014).

Jumlah pengaduan kasus tenaga kerja perusahaan sub-

kontraktor/outsourcing yang di bantu penyelesaiannya oleh Serikat Buruh Riau

Independent Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis Tahun 2013 dapat di lihat

pada tabel 1.2

Tabel 1.2 : Jumlah Pengaduan Kasus Tenaga KerjaPerusahaan Sub-


Kontraktor/ Outsourcing Di Kecamatan Mandau Kabupaten
Bengkalis Tahun 2014

Jumlah
No Nama Perusahaan Masalah Outsourcing
Tenaga kerja
1. PT. Bosar Alongan Mamora 61 Pesangon Tidak Di Bayarkan
2. PT. Adiarta 39 Pesangon Tidak Di Bayarkan
3. PT. Nata Indonesia 47 Pesangon Tidak Di Bayarkan
4. PT. Mutiara Raaf 4 Pemutusan Hubungan Kerja
5. PT. Burirekatama 2 Pemutusan Hubungan Kerja
6. PT. Atvira 2 Pemutusan Hubungan Kerja
7. PT. Abitech 1 Pemutusan Hubungan Kerja
8. PT. Dayatama 4 Pemutusan Hubungan Kerja
9. PT. Adil Utama 27 Pemutusan Hubungan Kerja
10. PT. Patar Tekhindo Indonesia 51 Pesangon Tidak Di Bayarkan
11. CV. Cemara 1 Pemutusan Hubungan Kerja
12. CV. Sahabat 4 Pemutusan Hubungan Kerja
13. PT. Multi Structure 66 Pemutusan Hubungan Kerja
14. PT. Protect Asia Enginering 90 Pesangon Tidak Di Bayarkan
15. PT. Vadhana Int 1 Pemutusan Hubungan Kerja
16. PT. SBP 17 Pemutusan Hungan Kerja
17. PT. BEW 48 Pesangon Tidak Di Bayarkan
Jumlah : 17 perusahaan Jumlah : 465
tenaga kerja
Sumber : Data Pengaduan Kasus Tenaga Kerja Perusahaan Sub-Kontraktor/
Outsourcing di Kecamatan Mandau yang di Bantu Penyelesaiannya
Oleh Serikat Buruh Riau Independent Kecamatan Mandau
Kabupaten Bengkalis Tahun 2014

Dari tabel 1.2 dapat di jelaskan bahwa perusahaan sub-

kontraktor/outsourcing yang bermasalah berjumlah 15 perseroan terbatas dan 2


10

Comanditaire Venootschap dan jumlah tenaga kerja yang bermasalah sebanyak

465 tenaga kerja. Permasalahan tenaga kerja sub-kontraktor/outsourcing di

sebabkan oleh pemutusan hubungan kerja dan pesangon yang tidak di bayarkan.

Permasalahan pemutusan hubungan kerja pada pengaduan kasusdiatas

adalah perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak.

Pemutusan kerja secara sepihak dilakukan tanpa adanya proses mekanisme

pemberhentian hubungan kerja dengan surat peringatan pertama, kedua dan

ketiga, jangka waktu kontrak kerja belum habis sedangkan perusahan telah

melakukan pemutusan hubungan secara kerja sepihak kepada pekerja/buruh.

Permasalahan pesangon tidak di bayarkan pada pengaduan kasus diatas

adalah perusahaan tidak memberikan pesangon kepada pekerja/buruh padahal

pekerja/buruh telah bekerja selama setahun bahkan lebih di perusahaan tersebut.

Menurut Permenakertrans nomor 19 tahun 2012 pada pasal 24 bagian ketiga

persyaratan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh di sebutkan bahwa

perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh berbentuk badan hokum Perseroan

Terbatas (PT), tetapi masih ada Comanditaire Venootschap (CV) yang menjadi

perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.

Kepala Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis

H.A.Ridwan Yazid,S.Sos menyampaikan pada sosialisasi terkait implementasi

dari Permenaker No. 19 Tahun 2012 dan Surat Edaran 04/MEN/VIII/2013 yang

diadakan PT. CPI bekerjasama dengan Disnaker Bengkalis di Gedung Multi Guna

PT. CPI pada 21 November 2013 tidak menampik bahwa sangat banyak

permasalahan tentang perusahaan jasa penunjang atau outsourcing dan tenaga


11

kerjanya yang terjadi di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis. Permasalahan

perusahaan jasa penunjang atau outsourcing yang di sampaikan oleh Kepala Dinas

Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis diantaranya adalah

1. Banyaknya Perusahaan Sub-Kontraktor/Jasa Penunjang yang belum

mendaftarkan perusahaan (tidak melapor) dan tenaga kerjanya ke Dinas

Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis yang di perkirakan

jumlahnya ratusan. Menurut Undang-undang nomor 7 Tahun 1987 tentang

wajib lapor perusahaan, pada pasal 4 dan 6 di sebutkan bahwa Pengusaha wajib

melaporkan secara tertulis setiap mendirikan, menghentikan, menjalankan

kembali, memindahkan atau membubarkan perusahaan kepada Menteri atau

pejabat yang ditunjuk dan melaporkan kondisi tenaga kerjanya kepada Menteri

atau pejabat yang ditunjuk, Pengusaha yang tidak memenuhi kewajibannya

diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda

setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). Menurut Surat Edaran

Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:

04/Men/VIII/2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga

Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang

Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan

Lain pada BAB V Sanksi disebutkan bahwa Perusahaan Penyedia Jasa

Pekerja/Buruh yang tidak mendaftarkan perjanjian penyediaan jasa

pekerja/buruh dan tidak mencatatkan perjanjian kerja kepada instansi yang

bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan maka pencabutan izin


12

operasional Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja dapat di lakukan oleh Dinas

Tenaga Kerja.

2. Perusahaan jasa penunjang/sub-kontraktor tidak melaporkan keselamatan

kerjanya ke Dinas Tenaga Kerja. Tenaga kerjanya menggunakan baju kerja

dengan Lambang k3 tetapi tidak ada izin dari Dinas Tenaga Kerja, ini tidak

sesuai dengan Undang–undang nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,

K3 diatur dalam Bab X Perlindungan, Pengupahan dan kesejahteraan Bagian

kesatu Perlindungan Paragraf 5 Keselamatan dan kesehatan kerja pasal 86 dan

87.Dalam pasal 86 disebutkan bahwa setiap pekerja berhak untuk mendapatkan

perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan

perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai

agama. Untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan

produktivitas kerja yang optimal diselenggarakanupaya keselamatan dan

kesehatan kerja. Dalam pasal 87 disebutkan bahwa setiap perusahaan wajib

menerapkan sistem manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen

perusahaan. Perusahaan jasa penunjang/sub-kontraktor harus melaporkan

keselamatan kerjanya ke Dinas Tenaga Kerja. Perusahaan tersebut akan di

audit oleh Perusahaan Penyelenggara Audit Sistem Manajemen Keselamatan

Dan Kesehatan Kerja dan pengawasannya akan di awasi oleh pegawai

pengawas dinas tenaga kerja sesuai dengan Peraturan menteri Tenaga Kerja

Dan Transmigrasi Nomor : Per.18/Men/XI/2008 Tentang Penyelenggara Audit

Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.


13

Melihat banyaknya demo yang terjadi di berbagai daerah termasuk di

Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis maka dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja

Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis juga menerima laporan pengaduan kasus

dari pekerja mengenai masalah ketenagakerjaan. Masalah yang di laporkan

meliputi pengaduan kasus pelanggaran normative dan perselisihan yang umumnya

banyak menimpa pekerja outsourcing. Hal tersebut terbukti pada laporan

pengaduan kasus tahun 2013 mengenai jumlah pengaduan kasus yang ada pada

Bidang Hubungan Industrial Dan Syarat Kerja dalam tabel 1.3

Tabel 1.3 : Jumlah Pengaduan Kasus Pada Bidang Hubungan


IndustrialDan Syarat Kerja Tahun 2013

No Laporan Pengaduan kasus masuk


Penyelesaian hubungan industrial Pemutusan hubungan kerja
1. 12 kasus (111 orang) 39 kasus (627 orang)
Sumber :Data Rekapitulasi laporan Pengaduan Kasus Dinas Tenaga
Kerjadan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis tahun 2013.

Dari tabel 1.3 di atas dapat dijelaskan bahwasannya jumlah pengaduan

kasus yang masukpada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten

Bengkalis ada 2 macam yaitu pada Bidang Hubungan Industrialdan Syarat

Kerja yang meliputi kasus perselisihanantara Pekerja dan Pengusaha. Data

yangdiperoleh dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis

memaparkan bahwasannya jumlah kasusyang terjadi di tahun 2013 di

Bidang HubunganIndustrial dan Syarat Kerja ada 51 kasus (738 orang),

Pengaduan kasus disebabkan karena kondisi dari lingkunganketenagakerjaan

yang tidak mendukung seiring denganbanyaknya demo mengenai masalah yang

ditimbulkanolehoutsourcing.
14

Berdasarkan uraian dan permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk

melakukan Penelitian dengan judul “Analisis Peranan Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Dalam Menangani Masalah Outsourcingdi Kecamatan

Mandau Kabupaten Bengkalis”

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka perumusan

masalah penelitian ini adalah

1. Bagaimana analisis masalah Outsourcingdi Kecamatan Mandau Kabupaten

Bengkalis ?

2. Bagaimana Peran Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dalam Menangani

Masalah Outsourcingdi Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah

1. Untuk menganalisis masalah Outsourcingdi Kecamatan Mandau Kabupaten

Bengkalis.

2. Untuk mengetahui Peran Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dalam

Menangani Masalah Outsourcing di Kecamatan Mandau Kabupaten

Bengkalis.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki mamfaat yaitu :

1. Secara akademik; sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang mengkaji

Peranan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis Dalam

MenanganiMasalah Outsourcing pada masa yang akan datang .


15

2. Secara metodologi; penelitian ini memperkaya indikator pengukuran tentang

Peranan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis Dalam

MenanganiMasalah Outsourcingkhususnya dilihat dalam sudut pandang

pendekatan proses.

3. Secara praktis; penelitian ini dapat menjadi bahan untuk evaluasi kinerja

instansi Pemerintah khususnya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Bengkalis dalam menyempurnakan dan meningkatkan

PerananMenanganiMasalah Outsourcingpada masa datang.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk dapat memberikan gambaran secara umum dari penulisan ini, menulis

membaginya kedalam enam bab sebagai berikut:

BAB I :PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini menjelaskan tentang landasan teori yang berkaitan dengan

pembahasan masalah yang diteliti.

BAB III :METODE PENELITIAN

Dalam bab ini dijelaskan tentang lokasi dan waktu penelitian, jenis dan

sumber data, populasi dan sampel, metode pengumpulan data dan

analisa data
16

BAB IV :GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Pada bab ini mengemukakan tentang luas dan batas wilayah, keadaan

penduduk, keadaan pendidikan, sarana kesehatan, sarana ibadah,

sarana perekonomian dan pemerintahan.

BAB V :HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisikan pembahasan dari penelitian partisipasi

masyarakat dalam pembangunan desa.

BAB VI :KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang

membangun bagi objek penelitan.


17

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tenaga Kerja

Bekerja merupakan suatu wujud dari pada pemenuhan kebutuhan, itu

dikarenakan manusia sebagai makhluk sosial yang mempunyai akal dan pikiran

yang melebihi makhluk lain dan memiliki berbagai kebutuhan. Untuk terpenuhnya

kebutuhan harus melakukan usaha dan bekerja, kebebasan berusaha untuk

menghasilkan pendapatan dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari

merupakan hak seseorang.

Tenaga kerja memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting

sebagai pelaku (actor) dalam mencapai tujuan pembangunan. Pembangunan

ketenagakerjaan diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan kontribusinya

dalam pembangunan serta melindungi hak dan kepentingannya sesuai dengan

harkat dan martabat kemanusiaan. Hal tersebut berdasarkan ketentuan Undang-

Undang Dasar Tahun 1945 pasal 27 ayat (1) dan (2) yang menyatakan:

a. Segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam hukum dan

pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

b. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Tenaga kerja merupakan istilah yang identik dengan istilah personalia,

didalamnya meliputi buruh, karyawan dan pegawai. Buruh adalah mereka

yangbekerja pada usaha perorangan dan diberikan imbalankerja secara harian

maupun borongan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, baik lisan

maupun tertulis, yang biasanya imbalan kerja tersebut diberikan secara harian.
18

Karyawan adalah mereka yang bekerja pada suatu badan usaha atau

perusahaan baik swasta maupun pemerintah dan diberikan imbalan kerjasesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang bersifat harian,

mingguan, maupunbulanan yang biasanya imbalan tersebut diberikansecara

mingguan. Sedangkan pegawai (Pegawai Negeri) adalah mereka yang telah

memenuhi syaratyang ditentukan dalam peraturan perundang-undanganyang

berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenangdan diserahi tugas jabatan

negeri atau tugas negarayang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-

undangan dan digaji menurut peraturan perudang-undangan yang berlaku

(Sastrohardiwiryo, 2005: 27).

Menurut Kusumowido (1982:93) Tenaga Kerja (Man Power) adalah

seluruh penduduk dalam suatu negara yang memproduksi barang dan jasa jika ada

permintaan terhadap tenaga mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam

aktivitas tersebut.

Menurut Sumitro Djojohadikusumo (1987) mengenai arti tenaga kerja

adalah semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja, termasuk mereka yang

menganggur meskipun bersedia dan sanggup bekerja dan mereka yang

menganggur terpaksa akibat tidak ada kesempatan kerja.

Menurut Drs. Suyoso Sukarno, Mpd (2002: 23) Tenaga kerja adalah

tenaga manusia yang benar-benar di persiapkan untuk bekerja melalui pendidikan

dan pelatihan yang sesuai dengan tuntutan dan jenis pekerjaan yang tersedia.

Menurut MT.Ritonga & Yoga Firdaus (2007:2) Tenaga kerja adalah

penduduk dalam usia kerja yang siap melakukan pekerjaan, antara lain mereka
19

yang sudah bekerja, mereka yang sedang mencari pekerjaan, mereka yang

bersekolah, dan mereka yang mengurus rumah tangga.

Menurut Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang

Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Pasal 1 angka 3 Undang -Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, memberikan pengertian pekerja/buruh

adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam

bentuk lain. Sehingga dapat diartikan bahwa pekerja adalah tenaga kerja, namun

belum tentu tenaga kerja itu adalah pekerja.

Didalam Undang-undang pokok ketenagakerjaan disebutkan bahwa jika

yang gunakan sebagai satuan penghitung, maka tenaga kerja itu adalah orang,

maka disini dianggap semua barang mempunyai kemampuan dan produktivitas

yang sama dan lama waktu kerjanya dianggap sama.

Menurut DR.Payaman Simanjuntak dalam bukunya “Pengantar Ekonomi

Sumber Daya Manusia” tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau sedang

bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan kegiatan lain

seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Secara praksis pengertian tenaga

kerja dan bukan tenaga kerja menurut dia hanya dibedakan oleh batas umur.

Menurut Mulyadi (2003:57) Tenaga Kerja adalah penduduk dalam usia

kerja (berusia 15-64 Tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu Negara

yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga

mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Dengan kata
20

lain adalah adanya kerjasama yang terjalin antara pihak pengusaha dan

pekerja/buruh sehingga terjadinya simbiosis mutualisme.

Menurut Simanjutak (2001:5) Tenaga Kerja adalah sumber daya manusia

yang memiliki potensi, kemampuan yang tepat guna, berdaya guna, berpribadi

dalam kategori tertentu untuk bekerja dan berperan serta dalam pembangunan,

sehingga berhasil guna bagi dirinya sendiri dan masyarakat secara keseluruhan.

Maksudnya adalah sumberdaya manusia tersebut memiliki keahlian sesuai dengan

pekerjaan yang dia geluti sehingga hasil pekerjaaan yang di kerjakan dapat

maksimal.

Menurut Thoha (1985:67) Tenaga Kerja adalah semua individu-

individuyang terlihat baik langsung maupun tidak langsung yang mempunyai

keahlian atau tenaga kasarnya dan yang memproduksi barang maupun jasa, mulai

dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta aktivitas-aktivitas lainnya

yang berhubungan dengan berbagai macam jenis pekerjaan. Kemudian Thoha

(1985:67) mengatakan bahwa mengingat begitu besar peran tenaga kerja yang

perlu di beri latihan-latihan khusus sebelum mereka terjun kelapangan.Latihan itu

hendaknya di berikan yang berhubungan dengan pekerjaan dan latihan yang di

berikan kepada tenaga kerja bertujuan untuk menanamkan informasi serta sikap

tertentu pada tenaga kerja. Dengan demikian setiap individu-individu tersebut

mengetahui suatu proses dalam tahapan produksi barang atau jasa. Sebelum

melakukan pekerjaan pekerja sudah mengetahui tahapan demi tahapan tentang apa

yang akan di kerjakan melalui adanya pembekalan awal atau yang lebih di kenal
21

dengan training pekerjaan sehingga setiap aktivitas pekerjaan yang di lakukan

sesuai dengan tupoksi dari keahlian dan jabatan yang di berikan.

Menurut UU 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa Tenaga kerja adalah

setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang

dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Sedangkan ketenagakerjaan adalah segala hal yangberhubungan dengan masalah

tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Dalam urusan

ketenagakerjaan, pemerintah diharapkan dapat menyusun dan menetapkan

perencanaan tenaga kerja. Perencanaan tenaga kerja dimaksudkan agar dapat

dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi dan implementasi

program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan.

Dari defenisi yang telah di kemukakan dapat di pahami bahwa tenaga

kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 Tahun) yang bekerja di

suatu badan usaha atau perusahaan baikswasta maupun pemerintah yang

menghasilkan barang dan jasa melalui kontribusi tenaga maupun buah pikiran,

mendapatkan training atau pembekalan tentang apa yang akan di kerjakan,

memperoleh gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku .

2.2 Dinas Tenaga Kerja

Berikut permasalahan aktual berkaitan dengan ketenagakerjaan di

Indonesia (Sumber: Okezone.com), yaitu :

1. Situasi perekonomian Indonesia pada tahun yang akan datang dipenuhi

dengan tantangan yang cukup berat dengan adanya krisis ekonomi yang

melanda negara Eropa saat ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam


22

beberapa tahun terakhir diklaim meningkat, terlihat pada triwulan kedua

2012 mencapai 6,4%.

2. Permasalahan kedua, rendahnya kualitas angkatan kerja. Berdasarkan data

Badan Pusat Statistik (BPS), Februari 2012, rendahnya kualitas angkatan

kerja terindikasi dari perkiraan komposisi angkatan kerja yang sebagian

besar berpendidikan SD ke bawah yaitu 47,87 persen, SMP 18,28 persen

dan yang berpendidikan lebih tinggi termasuk perguruan tinggi hanya 9,72

persen.

3. Besarnya pengangguran. Pada Februari 2012, angkatan kerja Indonesia

berjumlah 120,41 juta orang. Dari jumlah itu, pengangguran terbuka

mencapai 7,61 juta orang atau 6,32 persen.

4. Permasalahan keempat yakni globalisasi arus barang dan jasa,

permasalahan ini dangat terkait dengan bidang ketenagakerjaan. Sebagai

contoh dalam sistem perdagangan bebas baik dalam kerangka WTO, APEC,

dan AFTA mempengaruhi perpindahan manusia untuk bekerja dari suatu

negara ke negara lain yang telah menjadi salah satu modalitas perdagangan

jasa yang harus ditaati oleh setiap anggota.

Menurut Indra Harfani Soesanto (2014: 12-15) Dari segi aturan hukum,

Undang-Undang Ketenagakerjaan pun menimbulkan pro dan kontra dalam

penerapannya. Berikut pasal demi pasal yang menjadi pro dan kontra dalam

penerapannya :

1. Pasal 52-54 Perjanjian Kerja/Kontrak Kerja.


23

Memiliki kontrak kerja sangat penting dalam hubungan profesional.

Tanpa kontrak kerja, kejelasan tentang hak dan kewajiban menjadi tak

terjamin. Oleh karena itu ada hal-hal yang perlu dicermati dalam kontrak kerja

yaitu :

1) Mengikat pengusaha dan pegawai.

2) Dibuat dengan Jelas.

3) Tambahan yang perlu diperhatikan: tunjangan dan fasilitas, masalah

pengangkatan, kontrak khusus, jadwal kerja, pemutusan hubungan

kerja, kontrak kerja masa percobaan. Kebanyakan para pengusaha

membuat perjanjian kerja yang merugikan buruh dikemudian hari, hal

itu disebabkan masih rendahnya tingkat pendidikan buruh di

Indonesia.

2. Pasal 64; 65; 66 Outsourcing.

Outsourcing tidak dapat dipandang secara jangka pendek saja, dengan

menggunakan outsourcing perusahaan pasti akan mengeluarkan dana lebih

sebagai management fee perusahaan outsourcing. Outsourcing harus

dipandang secara jangka panjang, mulai dari pengembangan karir karyawan,

defisiensi dalam bidang tenaga kerja, organisasi, benefit dan lainnya. Perusahaan

dapat fokus pada kompetensi utamanya dalam bisnis sehingga dapat berkompetisi

dalam pasar, dimana hal-hal intern perusahaan yang bersifat penunjang

(supporting) dialihkan kepada pihak lain yang lebih profesional.

Pada pelaksanaannya, pengalihan ini juga menimbulkan beberapa

permasalahan terutama masalah ketenagakerjaan. Karyawan outsourcing


24

selama ditempatkan diperusahaan pengguna jasa outsourcing wajib mentaati

ketentuan kerja yang berlaku pada perusahaan outsourcing, dimana hal itu

harus dicantumkan dalam perjanjian kerjasama. Mekanisme Penyelesaian

perselisihan ketenagakerjaan diselesaikan secara internal antara perusahaan

outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa outsourcing, dimana

perusahaan outsourcing seharusnya mengadakan pertemuan berkala dengan

karyawannya untuk membahas masalah-masalah ketenagakerjaan yang terjadi

dalam pelaksanaan outsourcing.

3. Pasal 35 dan 37

Masalah pada Pasal 35 ayat (1), “Pemberi kerja yang memerlukan tenaga

kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana

penempatan tenaga kerja.” Dan ditambah dengan Pasal 37 ayat (1), “Pelaksana

penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri

dari:

(a) instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan;

(b) lembaga swasta berbadan hukum.” Dan dilengkapi dengan Pasal 56 ayat

(1),“Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu

tidak tertentu.”

Kesengsaraan yang ditimbulkan akibat pasal tersebut :

1) sulit mendapatkan jenjang karir, atau mungkin tidak sama sekali.

2) Pemotongan upah yang besar.

3) Kesengsaraan jaminan sosial tenaga kerja tidak diurus.


25

4. Pasal 78 Lembur.

Upah Kerja Lembur adalah upah yang diterima pekerja atas

pekerjaannya sesuai dengan jumlah waktu kerja lembur yang dilakukannya.

Perhitungan Upah Lembur didasarkan upah bulanan dengan cara menghitung

upah sejam adalah 1/173 upah sebulan. Berdasarkan ketentuan yang tertuang

dalam Kepmenakertrans No. 102/MEN/VI/2004. Yang harus dipahami bahwa

lembur bukan merupakan Penghasilan dan Lembur itu adalah sukarela. Kedua hal

itu penting untuk di”mind set” kan sebab tidak selamanya pekerja/buruh akan

melakukan kerja lembur. Setelah bekerja beberapa tahun dapat saja

pekerja/buruh memperoleh posisi yang sudah tidak lagi membutuhkan lemburan.

Selain itu tidak setiap saat pekerja/buruh sedia melaksanakan

pekerjaan melewati waktu kerja karena adanya kebutuhan lain yang mesti

dikerjakan pada saat yang bersamaan. Disamping itu ada satu hal penting lain

yang mestinya menjadi bahan pertimbangan seorang pekerja/buruh

melaksanakan lembur meski tidak mudah dilakukan adalah pada waktu perintah

untuk lembur diberikan segera sediakan Formulir Lembur untuk diisi dan ditanda

tangani oleh pekerja/buruh dengan pejabat berwenang atau yang memerintahkan

lembur disesuaikan dengan masing-masing perusahaan. Jelas diatur dalam

Kepmen bahwa untuk melakukan kerja lembur harus ada perintah tertulis

dan persetujuan tertulis dari kedua belah pihak antara pekerja/buruh dan pejabat

yang memerintahkan lembur. Dalam peraturan ketenagakerjaan waktu kerja

lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14

jam dalam 1 minggu.


26

Sesuai ketentuan dalam Kepmen 102/2004 Pasal 10 dalam hal upah terdiri

dari Upah Pokok dan Tunjangan Tetap maka dasar perhitungan upah

lembur adalah 100 % (seratus perseratus) dari upah. Dalam hal upah terdiri

dari upah pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap, apabila upah

pokok tambah tunjangan tetap lebih kecil dari 75 % (tujuh puluh lima perseratus)

keseluruhan upah maka dasar perhitungan upah lembur 75 %. (tujuh puluh

lima perseratus) dari keseluruhan upah. Cara perhitungan lembur ini sekali lagi

landasannya adalah Kepmen 102/2004. Apabila lebih rendah dari ketentuan

UU maka hal itu tidak diperkenankan.

5. Pasal 88-98 Struktur dan skala upah.

Pada prakteknya, sering kali jumlah tunjangan menjadi lebih besar dari

gaji pokok yang diterima oleh seorang pekerja. Hal ini tentu saja dapat

menimbulkan salah pengertian di dalam hubungan kerja yang akhirnya akan

dapat mengganggu hubungan antara pengusaha dengan pekerja. Karena

tunjangan yang diberikan besar maka jumlah gaji keseluruhan (take home pay)

dirasa telah melebihi Upah Minimum, padahal Upah Minimum hanya terdiri dari

Gaji pokok + tunjangan tetap saja. Setiap tahun terjadi demo yang dilakukan

buruh untuk meminta kenaikan UMP.

Pemerintah hendaknya mengkaji ulang struktur dan skala pengupahan

yang adil, bagi pengusahan maupun buruh. Jangan hanya karena demo buruh,

maka UMP naik. Perlu diperhatikan bahwa demo. Buruh dan mengganggu

produksi dan membuat investor enggan berinvestasi. Kepentingan buruh dan

pengusaha hendaknya diakomodir dengan baik agar tidak saling merugikan.


27

6. Pasal 108-115 Peraturan Perusahaan.

Peraturan perusahaan merupakan salah satu unsur penting bagi

stabilitas usaha dan pembianaa karyawan. Peraturan perusahaan merupakan

sebuah kebutuhan dasar ketika usaha mulai berkembang dan menggaji orang

sebagai karyawan. Pada pasal 108-155 Undang-undang Tenaga Kerja No 13

Tahun 2003 mengatur mengenai hal ini. Pengusaha yang mempekerjakan

pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan

perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang

ditunjuk. Peraturan perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung jawab

dari pengusaha yang bersangkutan. Setelah kita lihat bahwa maksud dan

fungsinya peraturan perusahaan adalah baik, seharusnya perusahaan tidak

menunda untuk membuat dan mengesahkan peraturan perusahaannya. Akan

tetapi masih banyak perusahaan yang tidak memiliki, menunda untuk

mengesahkannya dan bahkan membuatnya tapi tidak mengesahkan dan tidak

mensosialisasikannya ke karyawan. Akhirnya banyak masalah datang,

keharmonisan terganggu dan kinerja menurun.

Selain keenam permasalahan tersebut, masih banyak pasal demi pasal UU

Ketenagakerjaan yang perli dikritisi dan ditelaah. UU Ketenagakerjaan

tersebut belum mampu menciptakan rasa kepastian, keadilan dan kemanfaatan

hukum bagi pihak terkait. Masalah lainnya pada penerapan UU dan peraturan

terkait Adalah: lemahnya perlindungan kerja terutama TKI di luar negeri,

diskriminasi terhadap gender dan penyandang cacat, pekerja anak, pelatihan kerja

yang buruk, jaminan sosial dan kesehatan, diskriminasi pekerja lokal dan asing,
28

birokrasi panjang yang menyulitkan pengusaha dan investor, demonstasi, dan

masih banyak lagi permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia.

Menurut Hukumonline.com mencatat minimal ada tujuh masalah

ketenagakerjaan yang layak mendapat perhatian karena sering diberitakan tahun

lalu. Masalah-masalah itu pun belum terselesaikan dengan baik, atau masih

potensial terjadi pada 2015 ini sehingga perlu mencarikan solusi sejak awal tahun.

masalah ketenagakerjaan itu diantaranya adalah :

1.       Outsourcing

Persoalan yang menyelimuti isu tenaga alih daya atau outsourcing seolah

tak kunjung usai sejak UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

diterbitkan. Permenakertrans No.12 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat

Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain pun masih

diprotes kalangan pengusaha khususnya yang bergerak di sektor jasa outsourcing.

Sehingga pada 2014 Menakertrans berencana membentuk Pokja Outsourcing

guna menuntaskan persoalan itu.

Masalah serupa juga ditemui dalam praktik outsourcing di BUMN. Walau

panja outsourcing di BUMN yang dibentuk Komisi IX DPR sudah menerbitkan

rekomendasi sejak Oktober 2013, namun sampai sekarang instansi terkait seperti

Kementerian BUMN dan jajaran direksi BUMN belum melaksanakan amanat itu

sepenuhnya. Padahal, Kejaksaan sudah memberikan legal opinion sebagai

upaya menyelesaikan masalah outsourcing di BUMN. Ujungnya, persoalan

outsourcing di BUMN sampai 2014 belum tuntas dan diyakini bakal terus

mencuat pada 2015.


29

 2.   Pengupahan

Sebuah putusan Mahkamah Konstitusi yang menempatkan upah sebagai

utang yang pembayarannya harus didahulukan dalam kasus kepailitan menjadi

salah satu solusi masalah pengupahan. Selama ini buruh sangat dirugikan dalam

kasus kepailitan, bukan tak mungkin gigit jari. Tapi persoalan upah memang

begitu kompleks. Apalagi berkaitan dengan Upah Minimum. Kalangan serikat

pekerja mendesak Permenakertrans No. 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum

dicabut karena berpotensi menghilangkan upah minimum sektoral provinsi atau

kabupaten/kota. Dukungan terhadap buruh Indonesia untuk mendapat upah layak

juga disuarakan federasi serikat pekerja internasional. Mereka menilai tuntutan itu

lumrah dan tidak hanya dilakukan oleh buruh di Indonesia, tapi juga di berbagai

negara di Asia Pasifik. Sementara pengusaha meminta agar penentuan upah

minimum dilakukan sederhana dan memperhatikan daya saing serta

pengangguran.

Perbedaan pandangan buruh dan pengusaha juga terletak pada komponen

KHL. Buruh meminta pemerintah untuk memperhatikan upah layak bagi buruh

yang sudahberkeluarga. Pasalnya, selama ini pengupahan khsususnya upah

minimum hanya mengatur buruh lajang. Aturan itu diharapkan masuk dalam RPP

Pengupahan yang masih digodok pemerintah (Kemenaker).

3.   Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Isu K3 ikut meramaikan perbincangan publik di bidang ketenagakerjaan

pada tahun 2014. Hal itu berkaitan dengan kecelakaan kerja di tambang Big

Gossan milik PT Freeport di Papua yang terjadi pada Mei 2013. Pada Februari
30

2014 hasil penyelidikan Komnas HAM terhadap kasus itu menyimpulkan PT

Freeport Indonesia melakukan pelanggaran HAM karena melakukan kelalaian

sehingga puluhan buruh tewas. Sementara serikat pekerja mendukung agar PT

Freeport Indonesia dijatuhi sanksi tegas atas peristiwa tersebut. Sebab, perusahaan

tambang, minyak dan gas wajib menerapkan K3 secara maksimal di lokasi kerja.

Kecelakaan kerja di Freeport bukan satu-satunya yang terjadi. Sejumlah

pekerja kehilangan nyawa sepanjang 2014 gara-gara kurangnya perhatian pada

K3. Pada tahun ini, isu K3 kemungkinan masih layak diperhatikan terutama para

pemangku kepentingan.

4.   PHK Massal

Waspadai PHK! Nasehat ini pantas diperhatikan mengingat potensi PHK

massal masih ada. Tahun lalu. Kelompok usaha HM Sampoerna melakukan PHK

massal. Tuntutan kenaikan upah buruh, tingginya biaya operasional, dan daya

tarik buruh murah di sejumlah negara tetangga berimbas pada penutupan

perusahaan. Walhasil, buruh menjadi korban PHK.

PHK massal dipengaruhi pula oleh kondisi perekonomian nasional.

Semakin buruk perekonomian, semakin besar peluang perusahaan tutup operasi.

Selain PHK massal, PHK dalam skala kecil, apalagi yang bisa dihitung dengan

jari, terus terjadi. Pemerintah bahkan menambah jumlah Pengadilan Hubungan

Industrial.

5.    Tenaga Kerja Indonesia

Masalah pengiriman dan perlindungan TKI di luar negeri masih menjadi

pekerjaan rumah. Sejumlah pihak berharap Jokowi-JK bisa menyelesaikan


31

masalah ini. Salah satu yang membuat miris adalah pemenjaraan TKI di luar

negeri, dan tak sedikit yang menghadapi tiang gantungan. Belum lagi mereka

yang kesandung kasus lain. Awal 2014 Indonesia dikejutkan penembakan tiga

TKI asal Lombok oleh Polisi Diraja Malaysia. Februari 2014, Indonesia-Arab

Saudi membahas masalah perlindungan dan penempatan TKI. Di awal

pemerintahan Jokowi-JK, Menaker, Hanif Dhakiri, melakukan inspeksi mendadak

ke salah satu tempat penampungan PPTKIS/PJTKI di Jakarta dengan cara lompat

pagar. Akhir tahun 2014, pemerintah berencana membentuk pelayanan satu atap

untuk TKI. Dan KPK pun akhirnya ikut turun tangan menangani masalah TKI di

bandara.

6.   Penatalaksana Rumah Tangga

Dunia hukum Indonesia digemparkan kasus penganiayaan dan

pembunuhan Penatalaksana atau Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Medan,

Sumatera Utara, pada pengujung 2014. Polisi masih mendalami kasus ini, di

tengah sejumlah kasus sejenis. Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan serikat

buruh sudah menagih janji pemerintah untuk meratifikasi Konvensi ILO No.

189 tentang PRT. Pemerintah dituntut serius untuk meratifikasi konvensi itu

karena penting dalam rangka memaksimalkan perlindungan terhadap PRT.

Nasib PRT masih tak akan banyak beranjak karena perlindungan kepada

mereka, terutama berkaitan dengan kontrak kerja dan hak-hak mereka belum

sepenuhnya terlindungi. Dalam konteks inilah ada yang mengusulkan payung

hukum guna melindungi para penatalaksana rumah tangga tersebut.

7.    Tenaga Kerja Asing


32

Indonesia akan memasuki era baru perdagangan regional bernama

Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pada rezim bisnis ini, arus keluar masuk tenaga

kerja dan barang akan intens. Tenaga Kerja Asing (TKA) diprediksi semakin

banyak datang dan bekerja di Indonesia.

Sejauh ini pemerintah memang sudah membuat aturan yang membatasi

jabatan-jabatan yang boleh atau tidak boleh diduduki TKA. Tetapi 

Permenakertrans No.12 Tahun 2013 dan Permenakertrans No. 20 Tahun

2012 akan direvisi pemerintah untuk menyesuaikan dengan perkembangan. Alih

teknologi dan pengetahuan salah satu masalah ketenagakerjaan yang belum diatasi

dengan baik.

2.3 Dinas Tenaga Kerja

Dinas tenaga kerja merupakan unsurpelaksana otonomi daerah di bidang

tenaga kerja. Tugas pokok dan fungsi dinas tenaga kerja dan transmigrasi

kabupaten bengkalis berdasarkan peraturan daerah No. 03 Tahun 2012 adalah

melaksanakan sebagian urusan pemerintah daerah kabupaten bengkalis di bidang

tenaga kerja. Tugas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi membantu Bupati

melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas

pembantuan dibidang tenaga kerja dan transmigrasi serta menyelenggarakan

fungsi :

1) Perumusan kebijakan teknis dibidang tenaga kerja dan transmigrasi.

2) Penyelenggaraan urusan Pemerintahan dan pelayanan umum dibidang tenaga

kerja dan transmigrasi.

3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang tenaga kerja dan transmigrasi.


33

4) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan

fungsinya.

Dalam menangani masalah outsourcing terdapat bidang yang

menyelesaikan permasalahan tersebut yakni

1. Bidang Pembinaan Hubungan Industrial Dan Jamsostek :

a. Seksi Pencegahan Dan Penyelesaian Hubungan Industrial

b. Seksi Persyaratan Kerja Dan Kelembagaan Hubungan Industrial

Masing-masing seksi di pimpin oleh kepala seksi yang bertanggung jawab

kepada Kepala Bidang Pembinaan Hubungan Industrial Dan Jamsostek.Kepala

Bidang Pembinaan Hubungan Industrial Dan Jamsostek memepunyai tugas yaitu

mengkoordinir dan mengendalikan tugas-tugas di bidang pembinaan hubungan

industrial dan jamsostek. Adapun rincian tugas yang dimiliki oleh Kepala Bidang

Pembinaan Hubungan Industrial Dan Jamsostek yaitu :

1) Menyusun rencana kegiatan bidang hubungan Industrial dan syaker

berdasarkan hasil kegiatan tahun sebelumnya baik rutin maupun

pembangunan dan sumber daya yang ada sebagai bahan untuk melaksanakan

kegiatan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

2) Mengkoordinasikan pada kepala seksi dan staf pada bidang Hubungan

Industrial dalam perencanaan penyelenggaraan pendidikan / bimbingan teknis

sarana hubungan industrial serta kegiatan pengurusan penyelesaian

perselisihan hubungan industrial.

3) Mengatur dan mendistribusikan tugas pada kepala seksi dan staf bidang

hubungan Industrial dan syarat kerja.


34

4) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan kepala seksi dan staf dalam melaksanakan

tugas bidang hubungan Industrial dan syarat kerja.

5) Memberi petunjuk kepada kepala seksi dan staf dalam melaksanakan tugas

bidang hubungan industrial dan syarat kerja.

6) Mengadakan pemantauan dan pembinaan tentang pelaksanaan kegiatan

bidang hubungan industrial melalui rapat koodinasi untuk mengetahui syarat-

syarat kerja diperusahaan.

7) Mengadakan konsultasi melalui rapat anggota Dewan Pengupahan Kabupaten

Bengkalis untuk menentukan upah minimum Kabupaten Bengkalis.

8) Mengadakan konsultasi dengan perusahaan megenai syarat-syarat

kerja,penyajian kerja, kesepakatan kerja bersama dan peraturan perusahaan.

9) Mengkoodinasikan kegiatan sekretariat tripartite daerah Kabupaten Bengkalis.

10) Mengawasi pelaksanaan kegiatan proyek agar sesuai dengan DPA – SKPD /

DIPA.

11) Membuat laporan tugas bidang hubungan Industrial dan syarat kerja.

12) Memberikan saran dan pertimbangan kepada pimpinan dalam rangka kegiatan

kerja bidang hubungan industrial dan syarat kerja.

13) Melaksanakan kegiatan lain sesuai dengan perintah atasan.

Seksi Pencegahan Dan Penyelesaian Hubungan Industrial mempunyai

rincian tugas :

1) Memberikan petunjuk kepada Mediator (pegawai perantara) dalam

penginventarisasian data perselisihan hubungan industrial.


35

2) Membimbing Mediator pegawai perantara dalam penyelesaian perselisihan

sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

3) Mengecek kebenaran pengaduan kasus ketenagakerjaan baik yang melalui

instansi maupun pengaduan langsung, baik oleh pekerja maupun pengusaha.

4) Melakukan pembinaan, pencegahan dan penyelesaian perselisihan Hubungan

Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan

5) Memfasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial, pemutusan

hubungan kerja dan unjuk rasa/pemogokan kerja

6) Menyelesaikan masalah perselisihan hubungan Industrial memberi saran atau

anjuran kepada pihak yang bersangkutan kearah terwujudnya persetujuan

bersama.

7) Membina hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan jaminan sosial pada sektor

Formal Dan Informal.

8) Memantau dan mengecek serta memfasilitasi penyelesaian keresahan atau

pemogokan yang terjadi sebagai bahan laporan kegiatan.

9) Melaksanakan koordinasi dengan organisasi pekerja, pengusaha/ perusahaan

dan pihak-pihak terkait dalam rangka deteksi dini pencegahan masalah

ketenagakerjaan.

10) Membuat laporan peyelesaian masalah perselisihan sebagai bahan masukan

bagi atasan untuk menyusun konsep kebijaksanaan baru.

11) Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan atasan baik lisan maupun tulisan
36

Seksi Persyaratan Kerja Dan Kelembagaan Hubungan Industrial

mempunyai rincian tugas :

1) Membagi tugas seksi pembinaan lembaga ketenaga kerjaan kepada staf

dengan memberikan pengarahan sesuai dengan tugas dan kemampuan serta

permasalahan yang dihadapi.

2) Memberikan petunjuk kepada staf dalam pelaksanaan kegiatan Pembina

lembaga ketenaga kerjaan seperti serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi

lainnya yang berkaitan dengan naskah ketenagakerjaan seperti APINDO

kadin, HKTI , HNSI dan memberikan pembinaan tentang cara-cara

pembentukan LKS Bipartit diperusahaan, dan penyusunan jadwal sidang LKS

Tripartit maupun Dewan Pengupahan Daerah Kabupaten Bengkalis.

3) Memberikan pembinaan persyaratan kerja yang meliputi perjanjian kerja,

peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.

4) Mengontrol dan menilai hasil pelaksanan kegiatan yang dilaksanakan oleh

petugas seksi pembinaan lembaga ketenagakerjaan agar pelaksanaan tugas

sesuai dengan rencana.

5) Memantau pelaksanaan kegiatan atas hasil pekerjaan melalui pertemuan dan

rapat koordinasi untuk mengetahui permasalahan atau hambatan yang

dihadapi serta pemecahan jalan keluarnya.

6) Mengoreksi hasil pelaksanaan pembinaan organisasi tenaga kerja .

7) Menyiapkan bahan dalam rangka pemberian izin operasional perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh dan pendaftaran perjanjian pekerjaan antara

perusahaan pemberi kerja dengan perusahaan penyedia jasa.


37

8) Menyiapkan bahan dalam rangka pencabutan izin operasional perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh.

9) Memberikan arahan ke Lembaga Bursa Kerja Swasta (BKS), LKS Bipartit,

LKS Tripartit dan koperasi karyawan dalam rangka penerapan hubungan

industrial yang harmonis,kondusif dan dinamis.

10) Memberikan saran dan pertimbangan kepada pimpinan dalam rangka

kelancaran tugas seksi pembinaan lembaga ketenaga kerjaan.

11) Membuat laporan hasil pelaksanaan tugas kepada pimpinan.

12) Melaksanakan tugas lain yang diberikan atasan seperti memeriksa pembuatan

laporan berkala tentang hasil pelaksanaan tugas bidang pembinaan Lembaga

Ketenaga Kerjaan.

2.4 Manajemen Ketenagakerjaan

Manajemen tenaga kerja mengkhususkan diritentang hal yang

berhubungan dengan faktor produksi manusia dengan segala aktivitasnya, baik

dalam saham perorangan, badan usaha, perusahaan, lembaga maupun instansi,

sehingga tenaga kerja tersebut dapat berdayaguna dan berhasil guna.

Manajemen tenaga kerja menurut Flippo (Sastrohardiwiryo, 2005: 28)

adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian dari

pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, integrasi dan pemeliharaan

tenaga kerja untuk tujuan membantu/ menunjang tujuan organisasi, individu

dansosial. Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan Flippo terkandung

fungsi manajemen, yakni perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan

pengendalian dari pengadaan, pengembangan,pemberian kompensasi, integrasi,


38

dan pemeliharaan tenaga kerja. Manajemen tenaga kerja adalah suatu upaya

untuk meningkatkan kontribusi produktif dari sumber daya manusia kepada

organisasi.

Dari batasan yang telah dikemukakan diatas terlepas dari sudut

pandang para ahli maka dapat didefinisikan bahwa manajemen tenaga kerja

adalah upaya pendayagunaan sumber daya manusia sebagai faktor produksi

berdasarkan fungsi manajemen yakni perencanaan, pengorganisasian, pengarahan

dan pengendalian dari pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi,

integrasi dan pemeliharaan tenaga kerja.

Manajemen ketenagakerjaan juga mempunyai fungsi. Klasifikasi fungsi

manajemen tenaga kerja di maksudkan untuk memberikan kemudahan dalam

melakukan pembinaan tenaga kerja (Sastrohadiwiryo,2005:36-38). Fungsi

manajemen tenaga kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Fungsi Administratif (AdministrativeFunction). Fungsi ini merupakan

serangkaian kegiatan yang harus dijalankan manajemen tenaga kerja

sejalan dengan peraturan sistem administrasi ketatanegaraan Republik

Indonesia.

Fungsi administratif manajemen tenaga kerja meliputi:

a. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

b. Penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja.

c. Pendaftaran organisasi pekerja.

d. Pelaporan dan pemeriksaan kesehatan.

e. Jaminan sosial tenaga kerja


39

2. Fungsi Operasional (Operational Function). Fungsi operasional merupakan

serangkaian tindakan yang harus dilakukan manajemen tenaga kerjasejalan

dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Selanjutnya, dengan

mempertimbangkan fenomena ketenagakerjaan di Indonesia, fungsi-fungsi

manajemen tenaga kerja, antara lain analisis pekerjaan, perekrutan tenaga

kerja, seleksi tenaga kerja, penempatan tenaga kerja, induksi dan

orientasi, pemberian kompensasi, pendidikan dan pelatihan, penilaian

kinerja, mutasi, promosi, pemotivasian, pembinaan moral kerja,

pembinaan disiplin kerja, penyeliaan tenaga kerja, serta pemutusan

hubungan kerja.

Selain itu juga perlu diketahui juga mengenai tujuan dari pembinaan

tenaga kerja. Tujuan dari pembinaan tenaga kerja meliputi:

1. Peningkatan kesetiaan dan ketaatan.

2. Agar tenaga kerja berdaya guna dan berhasil guna.

3. Peningkatan kualitas dan ketrampilan, serta memupuk semangat dan

kegairahan kerja.

4. Terwujudnya iklim kerja yang kondusif.

5. Pembekalan dalam rangka distribusi kerja.

Dari fungsi manajemen ketengakerjaan yang telah disebutkan, maka

apabila banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam masalah

ketenagakerjaan, pemerintah dapat mengambil kebijakan ataupun membuat

strategi-strategi untuk mengatasinya.


40

2.5 Outsourcing

Outsourcing atau alih daya adalah penyerahan wewenang dari suatu

perusahaan ke perusahaan lain untuk menjalankan sebagian atau seluruh proses

fungsiusaha dengan menetapkan suatu target atau tujuantertentu (Yasar : 2011:

05). Dengan kata lain, adanya pelimpahan kewenangan pekerjaan kepada pihak

lain untuk mengerjakan pekerjaanyang di miliki oleh perusahaan pemberi kerja.

Menurut Rekson silaban (2009 :71) Outsourcing merupakan bentuk nyata

dari prinsip fleksibelitas pasar kerja dan dapat ditemukan dihampir seluruh bagian

dalam rangkaian proses produksi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwasanya

suatu hal yang wajar apabila suatu perusahaan memberikan pekerjaan kepada

perusahaan lain yang dalam hal ini dari banyaknya rangkaian proses produksi

untuk menghasilkan suatu barang/jasa yang mana bertujuan untuk efektivitas dan

efisiensi.

Menurut Komang Priamda (2008: 12) outsoursing didefinisikan sebagai

pengalihan sebagian atau seluruh pekerjaan dan atau wewenang kepada pihak lain

guna mendukung strategi pemakaian jasa outsourcing baik pribadi, perusahaan

divisi atau pun sebuah unit dalam perusahaan.Dengan kata lain, adanya

pelimpahan kewenangan pekerjaan kepada pihak lain untuk mengerjakan

pekerjaan yang di miliki oleh perusahaan pemberi kerja.

Menurut Libertus Jehani (2008:1) outsourcing adalah penyerahan

pekerjaan tertentu suatu perusahaan kepada pihak ketiga yang di lakukan dengan

tujuan membagi resiko dan mengurangi beban perusahaan tersebut. Penyerahaan


41

pekerjaan tersebut di lakukan atas dasar perjanjian kerjasama operasional antara

perusahaan pemberi kerja (principal) dan perusahaan penerima pekerjaan

(perusahaan outsourcing).Dengan demikian, adanya suatu keuntungan yang di

dapati oleh pihak pemberi kerja yang dalam hal ini memberikan beban kepada

pihak perusahaan outsourcing dan membagi resiko apabila terjadi perselisihan

hubungan kerja.

Outsourcing (alih daya) adalah pendelegasian operasi dan manajemen

harian dari suatu proses bisniskepada pihak luar (perusahaan penyedia

jasaoutsourcing). Hal-hal yang didelegasikan dalam Outsourcing adalah suatu

fungsi dan proses bisnistertentu untuk disisipkan dalam operasional bisnis

perusahaan secara keseluruhan (Suwondo: 2003: 1-2). Dengan demikian dapat di

katakan bahwasanya adanya pemindahan tugas dan pekerjaan yang dalam hal ini

membantu pihak pemberi kerja untuk lebih focus pada inti dari bisnis perusahaan

yakni mendapatkan laba sedangkan untuk operasional bisnis perusahaan di

delegasikan tugasnya kepada pihak perusahaan penyedia jasa outsourcing.

Outsourcing didefinisikan sebagai usaha untuk mengontrakkan suatu

kegiatan pada pihak luar untuk memperoleh layanan yang dibutuhkan

(Indrajit &Djokopranoto, 2003:2). Maksudnya adalah memberikan sebagaian

perusahaan (pemakai jasapekerja) pada perusahaan lain (perusahaan penyedia

jasa pekerja/ outsourcing provider) untuk mengerjakannya. Outsourcing atau

Alih daya dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai

pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja.


42

Dari pengertian tersebut dapat didefenisikan bahwasanya outsourcing

adalah menyerahkan aktivitasperusahaan/ organisasi kepada pihak ketiga dengan

tujuanuntuk mencapai suatu target tertentu di dalam sebuahorganisasi/

perusahaan yang dilakukan sesuai denganperjanjian kontrak yang ada.Setiap

karyawan outsourcing (alih daya)memiliki hak dan kewajiban yang harus

dilakukanapabila telah ditempatkan di perusahaan penggunajasanya.

Menurut Iftidar Yasar (2011: 105-106)menyebutkan bahwasannya

hak-hak karyawan alihdaya secara umum adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan upah.

2. Peraturan ketenagakerjaan melarang pengusahauntuk melakukan

diskriminasi terhadap pekerjabaik karena jenis kelamin, suku, ras,

agama,juga status pekerja seperti yang termaktub pada UU No.13/ 2003

pasal 88-89. Oleh sebab itu, upah pekerja alih daya (kontrak) sebenarnya

tidak berbeda dari pekerja tetap atau tidak bolehebih rendah daripada

peraturan perundang-undangan, dan sebagai acuan penetapan upah,

digunakan UMR/UMP sesuai daerah masing-masing.

3. Mendapatkan uang lembur.

4. Mendapatkan hak cuti.

5. Mendapatkan THR (Tunjangan Hari Raya).

6. Mendapatkan perlindungan Jamsostek.

7. Mendapatkan kompensasi PHK.

Semua hak ini akan diperoleh berdasarkanperaturan pemerintah yang

berlaku. Perusahaan alihdaya yang baik akan patuh pada peraturan


43

danmemberikan hak karyawannya sesuai dengan haknyatidak dipotong sedikit

pun (Yasar, 2011: 26-27).

2.6 Dasar Hukum Outsourcing

Dasar hukum outsourcing adalah Undang-Undang No.13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan yang di atur dalam pasal 64, 65 dan 66 yang isinya

sebagai berikut :

Pasal 64 :

Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada

perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan

jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

Pasal 65 :

Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan

melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.

(1) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi

pekerjaan;

c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan

d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.

(2) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbentuk badan

hukum.
44

(3) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada

perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya

sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan

pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

(4) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

(5) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain

dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.

(6) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat didasarkan atas

perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu

apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.

(7) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3), tidak

terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan

perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja

pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

(8) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh

dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana

dimaksud dalam ayat (7).

Pasal 66
45

(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh

digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau

kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk

kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung

dengan proses produksi.

(2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan

yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi

syarat sebagai berikut:

a. Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh;

b. Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud

pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi

persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dan/atau perjanjian kerja

waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua

belah pihak;

c. Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan

yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh; dan perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh

dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.


46

(3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum

dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan.

(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf a,

huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status

hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan

perusahaan pemberi pekerjaan.

Sementara itu, pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi RepublikIndonesia No.Kep.101/ Men/ VI/ 2004

Tahun 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia JasaPekerja

dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Republik Indonesia

No.Kep.220/Men/X/ 2004 Tahun 2004 tentang Syarat-syarat PenyerahanSebagian

Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaanlain (Yasar, 2009:01) Namun,

pengaturan ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan saat ini, sehingga

perlu dilakukan penyempurnaan. Dengan alasan tersebut, pemerintah pada tanggal

14 November 2012 menetapkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Trasmigrasi

Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan

Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain dan pada tanggal 26 Agustus 2013 pemerintah

mengeluarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republic

Indonesia Nomor 04/MEN/VIII/2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan

Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Nomor 19 Tahun 2012

Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada


47

Perusahaan Lain. Di dalam Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa

perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh adalah perusahan yang berbentuk badan

hukum Perseroan Terbatas (PT) yang memenuhi syarat untuk melaksanakan

kegiatan jasa penunjang perusahaan pemberi pekerjaan.

Ketentuan Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan dan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Trasmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang

Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan

Lain., menjadi legitimasi tersendiri bagi keberadaan outsourcing di Indonesia.

Artinya, secara legal formal, sistem kerja outsourcing memiliki dasar hukum yang

kuat untuk diterapkan.Keadaan demikian yang membuat pengusaha menerapkan

sistem ini.

Peranan pemerintah dalam menangani masalah ketenagakerjaan,

khususnya hubungan pekerja dan pengusaha sangat penting. Di satu sisi

pemerintah berkewajiban menyediakan sistem pengaman ataujaring sosial

yang efektif untuk menjamin tidak ada buruh yang terlantar dan diabaikan

hak-hak hiduplayaknya. Sedangkan disisi lain pemerintah harus realistis

bahwa akibat krisis yang ditimbulkan dan sebab lain yang lebih bersifat

struktural dan kultural.

2.7 Masalah Outsourcing

Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur

perihal outsourcing yakni memberikan peluang kepada perusahaan untuk dapat

menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan di dalam perusahaan kepada

perusahaan lainnya melalui ;


48

1. Pemborongan pekerjaan

2. Perusahaan penyedia jasa pekerja

Dalam Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.Kedua bentuk kegiatan dimaksud antara lain ditentukannya

dengan wajib di laksanakan melalui perjanjian yang di buat secara tertulis.

Adapun perusahaan penerima pekerjaan tersebut harus berbentuk badan hokum.

Namun seiring berjalan waktu mulai terdapat beberapa permasalahan

terkait outsourcing ini. Menurut Celia Mather (2008:28) mengungkapkan

bahwasanya outsourcing meninggalkan tiga masalah utama yaitu :

1. Tersingkirnya buruh dari meja kesepakatan negosiasi.

2. Tidak adanya tanggungjawab hukum perusahaan terhadap buruh.

3. Berkurangnya pekerja/buruh tetap sehingga semua buruh masuk kedalam

outsourcing, kondisi buruh dalam ketidakpastian

Menurut Laksanto Utomo (Jurnal lex publica, volume 1.No 1,Januari

2014) menyebutkan bahwasanya terdapat 5 masalah dalam outsourcing

diantaranya adalah

1. Permasalahan dalam pelaksanaan pemberian hak pekerja

2. Permasalahan dalam jenis pekerjaan yang dapat di outsourcingkan

3. Permasalahan dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan

4. Permasalahan dalam hubungan kontrak kerja antara perusahaan pemberi kerja

dan perusahaan outsourcing

5. Permasalahan tenaga kerja outsourcing


49

2.8 Pandangan Islam Tentang Outsourcing

Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, artinya Islam adalah rahmat bagi

sekalian alam. Dengan kata lain, tak ada secuil pun di muka bumi ini yang tak

diatur atau diperhatikan dalam Islam. Demikian juga untuk konteks hukum

perburuhan.Beberapa teks ayat suci Alqur’an, Hadist maupun perjalanan sejarah

kehidupan masyarakat Islam banyak yang menyinggung masalah perburuhan baik

langsung maupun tak langsung.Surat Al-Baqarah Ayat 286 misalnya yang

menjadi pijakan bagi buruh untuk mendapat hak beristirahat. Atau surat At-

Taubah Ayat 105 dan surat Al Anfal ayat 27 yang menggariskan kewajiban bagi

buruh. Dalam tataran hadist, pernyataan Rasulullah SAW tentang Bayarlah upah

buruhmu sebelum kering keringatnya, pasti sudah akrab di telinga kita.Jadi, buruh

maupun pengusaha harus berpikir dua kali jika ingin mengatakan Islam tak

mengatur masalah hukum perburuhan.

Outsourcing difahami dalam hubungan kerja yang melibatkan sebuah

perusahaan yang telah menyewa/mengontrak seorang buruh lalu

menyewakan/mengontrakkan kembali buruh itu kepada perusahaan lain. Atau

dengan kata lain, manfaat tenaga kerja yang telah dimiliki tidak dimanfaatkan

sendiri, tetapi dimanfaatkan oleh orang lain dengan akad ijârah. Hal ini sama

dengan konsep ijarah dalam fiqih dan hukumnya boleh atau sah. Ijârah pada

hakikatnya termasuk akad jual-beli.Perbedaannya dengan jual-beli biasa ialah

bahwa obyek akad (yang dibeli) dalam akad ijârah tidak berupa barang melainkan

berupa manfaat, baik manfaat barang maupun manfaat orang (manfaat yang lahir

dari pekerjaan orang/jasa).`Iwâdl/imbalan atas manfaat itu disebut ujrah, yang


50

menjual disebut mu’jir/ajîr, dan yang membeli disebut musta’jir.Dengan

mencermati unsur-unsur ijârah tersebut, kita dapat memastikan bahwa akad

kerjasama antara perusahaan dan buruh atau antara majikan dan merupakan

bagian dari-pada ijârah.Majikan sebagai musta’jir dan karyawan/buruh sebagai

ajîr.Akad kerjasama tersebut sah sepanjang memenuhi syarat-syarat yang

mengacu pada prinsip-prinsip kerelaan kedua belah pihak, upahnya jelas, jenis

pekerjaan dan waktunya jelas, dan tidak ada unsur pemerasan (adamul

istighlal).Dalam hal tersebut, tidak ada perbedaan antara buruh tetap dan buruh

tidak tetap, yakni sama-sama sah dan boleh dilakukan sepanjang memenuhi

syarat-syarat di atas.Demikianlah beberapa prinsip utama yang harus dipenuhi

dalam berbagai macam hubungan muamalah.

Dengan demikian dibolehkan seorang musta’jir (penyewa) menyewakan

kembali barang sewaannya kepada orang lain, baik dengan ujrah (upah) yang

sama, lebih besar, maupun lebih kecil daripada ujrah pertama. Juga sama dengan

bolehnya ajîr yang menerima kontrak untuk melakukan suatu pekerjaan,

mengalihkan pekerjaan itu kepada ajîr lain dengan upah yang sama, lebih besar,

atau lebih kecil daripada upah pertama. Pengusaha jasa outsourcing tak ubahnya

seorang pemborong yang memiliki banyak karyawan dan mempekerjakan mereka

pada proyek perbaikan jalan atau pembangunan rumah milik warga misalnya.Al-

Nawawiy dan Ibn Qudâmah mengemukakan masalah ini di dalam kitab al-

Majmû`

(‫ل‬VVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVVV‫)فص‬

ِ ‫ َد ْالقَب‬V‫وْ ُز بَ ْع‬VV‫ع يَ ُج‬V


َ‫ َذلِك‬V‫ْض فَ َك‬ ِ V‫ ُع ْال َمبِ ْي‬V‫البَي ِْع َوبَ ْي‬V َ َ‫َولِ ْل ُم ْستَْأ ِج ِر َأ ْن يُْؤ ِج َر ْال َع ْينَ ْال ُم ْستَْأ َج َرةَ ِإ َذا قَب‬
ْ V‫ ا َرةَ َك‬V‫ضهَا أِل َّن اإل َج‬
51

‫ْأ‬
ِ ‫ل ْالقَب‬V
‫ْض‬ ِ V‫ َويَجُوْ ُز ِمنَ ْال ُمْؤ ِج ِر َو َغي ِْر ِه َك َما يَجُوْ ُز بَ ْي ُع ْال َمبِي ِْع ِمنَ ْالبَاِئ ِع َو َغ ْي‬،‫ِإ َجا َرةُ ْال ُم ْستَ ِج ِر‬
َ V‫وْ ُز قَ ْب‬VV‫لْ يَ ُج‬VVَ‫ر ِه َوه‬V

َ Vُ‫ ِه ه‬V‫وْ َد َعلَ ْي‬VVُ‫ألن ْال َم ْعق‬


‫و‬V َّ ‫وْ ُز‬VV‫(والثَّانِى) يَ ُج‬ ِ ‫فِ ْي ِه ثَاَل ثَةُ َأوْ ُج ٍه (َأ َح ُدهَا) اَل يَجُوْ ُز َك َما اَل يَجُوْ ُز بَ ْي ُع ْال َمبِي ِْع قَ ْب َل ْالقَب‬
َ ‫ْض‬

َ‫ا ِمن‬VVَ‫وْ ُز ِإ َجا َرتُه‬VV‫ث) َأنَّهُ يَ ُج‬ َ ‫ فَلَ ْم يَُؤ ثِّرْ فِ ْيهَا قَبْضُ ْال َع ْي ِن‬،‫ْض ْال َع ْي ِن‬
ُ ِ‫(والثَّال‬ ِ َ‫ َو ْال َمنَافِ ُع اَل ت‬،ُ‫ْال َمنَافِع‬
َ ْ‫ص ْي ُر َم ْقبُو‬
ِ ‫ضةً بِقَب‬

‫ َّل‬VVَ‫س ْال َما ِل َوبَِأق‬ ‫ْأ‬


ِ ‫ َويَجُوْ ُز َأ ْن يُْؤ ِج َرهَا بِ َر‬،‫ضتِ ِه‬ َ ‫ْال ُمْؤ ِج ِر َأِلنَّهَا فِي قَ ْب‬
ْ ‫ َواَل يَجُو ُز ِم ْن َغي ِْر ِه ألنها لَ ْي َس‬،‫ضتِ ِه‬
َ ‫ت فِي قَ ْب‬

َ ِ‫ فَ َكذل‬،ُ‫س ْال َما ِل َوبَِأقَ َّل ِم ْنهُ َوبَِأ ْكثَ َر ِم ْنه‬ ‫ْأ‬
ُ‫ك اإل َجا َرة‬ ِ ‫أن اإل َجا َرةَ بَ ْي ٌع َوبَ ْي ُع ْال َمبِي ِْع يَجُوْ ُز بِ َر‬
َّ ‫ِم ْنهُ َوبَِأ ْكثَ َر َأِلنَّا بَيَنَّا‬

Pada dasarnya tidak ada yang dikhawatirkan dari outsourcing. Namun jika

dalam kenyataan, sistem buruh outsourcing sarat dengan pemerasan seperti

keharusan buruh yang mengundurkan diri menebus ijâzah yang dititipkan sebagai

jaminan dengan harga sangat tinggi, di samping pemotongan upah pada bulan

pertama sampai 50%, maka Fikih Islam dengan tegas mengatakan bahwa

outsourcing tersebut tidak sah dan tidak boleh dilakukan.

Demikianlah hukum outcourcing dalam kacamata fiqih, karena pada

prinsipnya muamalah dalam fiqih harus berdasarkan pada keadilan, kesetaraan,

musyawarah dan tolong menolong yang dikenal dengan istilah al-mabadi' al-

ammah.(LBM-PBNU, Hasil Bahtsul Masail Nasional, Yogyakarta 2-3 Juli 2013).

2.9 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini yang penulis temukan adalah

penelitian yang dilakukan oleh Arie Fitri Mulya Lestari pada Tahun 2013 dengan

judul “Peran Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya Dalam Menangani Masalah

Yang di Timbulkan Oleh Outsourcing“ yang kesimpulannya adalah Peran Dinas

Tenaga Kerja Kota Surabaya Dalam Menangani Masalah yang di Timbulkan Oleh
52

Outsourcing baik, permasalahan mengenai outsourcing dapat diatasi dan

diselesaikan.

2.10 Defenisi Konsep

Konsep merupakan suatu hal abstrak yang dibentuk dengan

menggeneralisasikan hal-hal khusus dan digeneralisasikan sebagai suatu volume.

Dalam hal ini untuk memberikan batasan yang lebih jelas dari masing-masing

konsep yang akan diteliti. Adapun defenisi konsep yang diajukan sehubungan

penelitian ini adalah :

1. Analisa adalah kegiatan yang di lakukan untuk menelaah peranan dinas tenaga

kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis secara mendalam dan akurat

dengan menggambarkan sesuai dengan data dan fakta.

2. Peranan merupakan sesuatu kegiatan memantau berbagai informasi yang

diterima oleh organisasi dari dalam maupun dari luar organisasi sepanjang

informasi tersebut ada kaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai.

3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan daerah otonom oleh pemerintah

daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi dan unsur penyelenggara

pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat

daerah.

4. Peran Pemerintah adalah perilaku yang dilakukan oleh seseorang

padastatus tertentu yang mempunyai kewenanganberdasarkan hak dan

kewajiban untuk melaksanakantugas dan fungsinya sesuai dengan tujuan

tertentu bagimasyarakat.
53

5. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampumelakukan pekerjaan guna

menghasilkan barangdan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

sendirimaupun untuk masyarakat.

6. Manajemen Tenaga Kerja adalah perencanaan,pengorganisasian, pengarahan

dan pengendalian daripengadaan, pengembangan, pemberian

kompensasi,integrasi, dan pemeliharaan tenaga kerja untuk

tujuanmembantu/ menunjang tujuan organisasi, individu dansosial.

7. Outsourcing atau alih daya adalah penyerahanwewenang dari suatu

perusahaan ke perusahaan lainuntuk menjalankan sebagian atau seluruh

proses fungsiusaha dengan menetapkan suatu target atau tujuan tertentu.

2.11 Indikator Penelitian

Konsep Operasional menurut Singarimbun (1989:46) dalam merupakan

unsur yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel, sehingga

dengan pengukuran ini dapat diketahui indikator apa saja sebagai pendukung

untuk dianalisa dari variabel tersebut. Adapun konsep operasional pada penelitian

ini sebagai berikut :


54

Tabel 2.1 : Indikator Penelitian Peranan Dinas Tenaga Kerja Dan


Transmigrasi dalam menangani Masalah Outsourcing
Referensi Indikator Sub Indikator

Peraturan Daerah 1. Pencegahan 1.Terlaksananya pembinaan pencegahan perselisihan


Kabupaten Dan Hubungan Industrial (masalah outsourcing)
Bengkalis Nomor Penyelesaian 2.Terlaksananya koordinasi dengan organisasi
78 Tahun 2012 Hubungan pekerja,pengusaha/perusahaan dan pihak-pihak
Tentang Tugas Industrial terkait.
dan Fungsi 3.Menerima laporan pengaduan kasus perselisihan
Organisasi Dan Hubungan Industrial (masalah outsourcing)
Tatakerja Dinas 4.Menindaklanjuti laporan pengaduan kasus perselisihan
Daerah Hubungan Industrial (masalah outsourcing)
5.Memfasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan
industrial (masalah outsourcing) dengan melakukan
mediasi.
6.Terlaksananya penyelesaian masalah perselisihan
hubungan Industrial (masalah outsourcing)

2. Persyaratan 1. Terlaksananya pembinaan persyaratan kerja


Kerja Dan 2. Terlaksananya pemeriksaan pelaporan dan
Kelembagaan mengeluarkan bukti pelaporan jenis pekerjaan
Hubungan pemborongan oleh perusahaan pemberi kerja
Industrial 3. Terlaksananya pemeriksaan perubahan jenis
pekerjaan penunjang dan mengeluarkan bukti
pelaporan perubahan jenis pekerjaan pemborongan
oleh perusahaan pemberi kerja
4. Terlaksananya pemeriksaan isi perjanjian dan
mengeluarkan bukti pendaftaran perjanjian
pemborongan pekerjaan
5. Terlaksananya pemeriksaan isi perjanjian kerja
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan
pekerja/buruh dan mengeluarkan bukti pencatatan
perjanjian kerja waktu tertentu
6. Terlaksananya sosialisasi peraturan perundang
undangan ketenagakerjaan tentang outsourcing

Sumber :Data olahan tahun 2015


55

2.12 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan teori yang telah diuraikan dalam landasan teori diatas, maka

dapat dilihat bagan dari kerangka pemikiran dari penelitian ini, sebagai berikut :

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran : Analisis Peranan Dinas Tenaga Kerja


Dan Transmigrasi Dalam Menangani Masalah Outsourcing
Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis

UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

PERMENAKERTRANS Nomor 19 Tahun 2012 Tentang


Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan
Kepada Perusahaan Lain

SE.MENAKERTRANS Nomor 04/MEN/VIII/2013 Tentang


Pelaksanaan Permenakertrans Nomor 19 Tahun 2012 Tentang
Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan
Kepada Perusahaan Lain

Peran Dinas Tenaga Kerja Pencegahan Dan Penyelesaian


Hubungan Industrial,
Persyaratan Kerja Dan Kelembagaan
Hubungan Industrial,

Masalah Outsourcing Perusahaan Tidak Melaporkan Perusahaannya &


Ketenagakerjaannya,
Upah Tenaga Kerja Yang Tidak Di Bayarkan,
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sepihak
56

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Jenis Penelitian

Lokasi Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Mandau Kabupaten

Bengkalis.Alasan penulis mengambil lokasi penelitian di Kecamatan Mandau

Kabupaten Bengkalis karena banyaknya masalah outsourcing yang terjadi.

Jenis penelitian ini adalah deskriftif kualitatif yaitu penelitian yang

menggambarkan atau mendeskripsikan secara utuh dan nyata keadaan objek yang

diteliti.Analisis deskriptif kualitatif yaitu setelah data terkumpul langkah

selanjutnya adalah dengan memberikan penganalisaan data yang telah

ada.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif (Ronny

kountoro,2005:168).

3.2 Jenis dan Sumber Data

Menurut Sugiono (2011: 11) jenis penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen)

tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan

yang lain.

Adapun sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Data Primer
57

Yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan yang dilakukan peneliti di

tempat penelitian, dengan kata lain adalah data yang diperoleh langsung dari

subjek penelitian, dalam hal ini yaitu data dari Dinas Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Kabupaten Bengkalis. 52

b. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari pihak ketiga (selain Dinas Tenaga Kerja

Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis), dengan kata lain data sekunder adalah

data yang bersumber dari buku, jurnal, majalah, Koran, artikel serta sumber lain

yang relevan dengan penelitian ini.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2011 : 90).

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut, bila populasi besar, maka peneliti tidak mungkin mempelajari

semua yang ada pada populasi, misalnya keterbatasan dana maka peneliti dapat

menggunakan sampel yang diambil dari populasin itu apa yang dipelajari untuk

itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul repsentatif mewakili

(Sugiono, 2011 : 91).

Adapun populasi penelitian ini adalah Perusahaan outsourcing yang

berjumlah 17 perusahaan, Serikat Pekerja/buruh yang berjumlah 4, tenaga kerja

outsorcing yang berjumlah 465 orang, pegawaidinas tenaga kerja yang dalam hal
58

ini menangani masalah outsourcing berjumlah 6 orang. Jadi Jumlah populasinya

adalah 492 orang.

Adapun metode sampel data penelitian ini menggunakan sampel acak

(random sampling).Untuk menentukan berapa sampel yang dibutuhkan, penulis

menggunakan rumus Slovin dalam penghitungan sampel (dalam Umar, 2002:141)

dengan kelonggaran ketidaktelitian sebesar 10 %. Adapun penghitungannya

adalah sebagai berikut :

N
n=
1+N ( e )

492
n=
1+492(10 %)2

492
n=
1+492(0.01 )

492
n=
5 . 92

n = 83.10

n = 83

Keterangan : n =Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi

e =error 10% (Persen kelonggaran ketidaktelitian

karena kesalahan pengambilan sampel).

Jadi, dari hitungan jumlah populasi adalah 492Orang, dengan kelonggaran

ketidaktelitian 10%, maka hasil penghitungan dengan menggunakan rumus Slovin

tersebut didapat sampel sebanyak 83.


59

Adapun jumlah populasi dan sampel pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 3.1 : Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian

Metode
No. Pengumpulan Subjek Penelitian Populasi Sampel
Data
1. Kuisoner/ Angket Perusahaan outsourcing, Serikat 492 83
Pekerja / buruh, tenaga kerja
outsorcing dan dinas tenaga
kerja

2. Wawancara Kepala dinas disnakertrans 1


b. Kepala bidang pembinaan 1
hubungan industrial dan
jamsostek
Kepala sesi Pencegahan Dan 1
Penyelesaian Hubungan
Industrial
d. Kepala sesi Persyaratan Kerja 1
Dan Kelembagaan Hubungan
Industrial
4
Serikat Pekerja/Buruh

Sumber : Data olahan tahun 2015

3.4 Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan yang diperlukan, maka metode yang dipakai adalah

sebagai berikut :

1. Angket (kuesioner) adalah suatu cara pengumpulan data dengan menyebarkan

daftar pertanyaan kepada responden dengan harapan mereka akan

memberikan respons terhadap pertanyaan tersebut.

2. Wawancara yaitu peneliti mengadakan tanya jawab kepada responden

mengenai permasalahan yang hendak diteliti demi kesempurnaan data yang

diperoleh.
60

3.5 Metode Analisis

Setelah semua data yang dikumpulkan melalui metode pengumpulan data

yang dipergunakan dalam penelitian ini,selanjutnya data dikelompokan dan diolah

menurut jenisnya,setelah itu dianalisa secara deskriptif,yaitu suatu analisa yang

berusaha memberikan gambaran terperinci berdasarkan kenyataan dilapangan dan

hasilnya akan disajikan dalam bentuk tabel dan dilengkapi dengan uraian-uraian

serta keterangan yang mendukung untuk dapat di ambil kesimpulan.

Data yang diproleh dari angket akan diamati dengan menggunakan rumus sebagai

berikut (Anas Sudijono,2007:43)

F
P= x 100 %
N
Keterangan :
p =Persentase
f = Frekuensi
N = Jumlah responden
Adapun Pengukuran terhadap variabel penelitian dan indikator penelitian

ini mengunakan lima alternative jawaban yang dapat di klafikasikan sebagai

berikut(Husaini Usman,2009:146)

a. Sangat Baik = 81% - 100%

b. Baik = 61% - 80%

c. Cukup Baik = 41% - 60%

d. Kurang Baik = 21% - 40%

e. Tidak Baik = 0% - 20%


61

BAB IV

GABARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Singkat Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten

Bengkalis

Keberadaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans)hampir

bersamaan dengan lahirnya Republik Indonesia.Sejak Tahun1947, pemerintah RI

menetapkan bahwa urusan perburuhan dipisahkandari Kementrian Sosial dengan

membentuk Departemen Perburuhansampai Tahun 1966.Dengan terbentuknya

Kabinet Pembangunan diganti dengan namaDepartemen Perburuhan diganti

dengan nama Departemen Tenaga Kerja,yang didalamnya terdapat dua Direktorat

Jenderal, yaitu:

a. Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pembangunan Tenaga Kerja (Dirjen

Binaguna)

b. Direktorat Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja(Dirjen

Perawatan)

Pada Tahun 1973, bersamaan dengan terbentuknya KabinetPembangunan

II, Departemen Tenaga Kerja diintegrasikan denganDepartemen Transmigrasi dan

Koperasi menjadi satu, yaitu DepartemenTenaga Kerja Transmigrasi dan

Koperasi. Departemen ini untukselanjutnya membawahi empat Dirjen yang

merupakan gabungan dari duaDepartemen tersebut, yaitu:

1) Dirjen Binaguna

2) Dirjen Perawatan
62

3) Dirjen Transmigrasi

4) Dirjen Koperasi

Setelah Kabinet Pembangunan III terbentuk, Direktorat JenderalKoperasi

diintegrasikan dengan Departemen Perdagangan, Sehingga padatahun tersebut

Departemen Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasiberubah nama menjadi

Departemen Tenaga Kerja Transmigrasi. Dengandemikian di dalam Departemen

ini tinggal tiga Dirjen saja, yaitu:

a. Dirjen Binaguna

b. Dirjen Perawatan

c. Dirjen Transmgrasi

Pada Tahun 1983 setelah Kabinet Pembangunan IV terbentuk,

makaDepartemen Tenaga Kerja Transmigrasi dipecah menjadi dua

Departemen,yaitu Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Transmigrasi.

Denganadanya perubahan kepemimpinan nasional yang terjadi sejak Tahun

1998ke-2 Departemen tersebut diintergrasikan kembali menjadi

DepartemenTenaga Kerja dan TransmigrasiDengan semangat otonomi daerah

yang menunjuk padadiberlakukannya UU Nomor 25 Tahun 1999, maka ditingkat

daerahdibentuk Kantor Dinas Tenaga Kerja yang bertanggung jawab

kepadaBupati/ Walikota setempat.

Dinas Tenaga Kerja kabupaten bengkalis terbentuk berdasarkan peraturan

daerah tingkat II Bengkalis nomor 14 tahun 2007 tentang pembentukan organisasi

dan tata kerja dinas tenaga kerja kabupaten daerah tingkat II Bengkalis pada

tanggal 29 Maret 1997 yang berkantor di Bengkalis. Pada tanggal 26 September

2008 pemerintah kabupaten Bengkalis kembali mengeluarkan peraturan daerah


63

kabupaten Bengkalis nomor 13 tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja dinas

kabupaten Bengkalis. Pada peraturan kepala daerah ini dinas transmigrasi melebur

menjadi satu dengan dinas tenaga kerja dan namanya berubah menjadi dinas

tenaga kerja dan transmigrasi.

Pada tanggal 09 Maret 2012 pemerintah kabupaten Bengkalis kembali

mengeluarkan peraturan daerah kabupaten Bengkalis nomor 03 tahun 2012

tentang organisasi dan tata kerja dinas kabupaten Bengkalis. Pada peraturan

daerah yang terbaru ini dinas tenaga kerja tetap melebur dengan dinas

transmigrasi dan namanya adalah dinas tenaga kerja dan transmigrasi. Atas di

keluarkannya peraturan daerah ini maka peraturan daerah kabupaten Bengkalis

nomor 13 tahun 2008 tidak berlaku lagi sejak di keluarkannya peraturan daerah

nomor 03 tahun 2012.

4.2 Keadaan Geografis Kecamatan Mandau

Kecamatan Mandau yang ibukotanya Duri merupakan salah satu

kecamatan yang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Bengkalis yang

berada di Pulau Sumatera, yang memiliki batas-batas wilayah :

 Sebelah Utara Berbatasan dengan Kecamatan Bukit Batu & Kota

  Dumai

 Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kecamatan Pinggir

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu

 Sebelah Timur Berbatasan dengan Kecamatan Bukit Batu


64

Sedangkan letak wilayahnya adalah :

 0°56'12 Lintang Utara s/d 1°28'17" Lintang Utara

 100°56'10 Bujur Timur s/d 101°43'26'' Bujur Timur

4.3 Pemerintahan

Secara keseluruhan Kecamatan Mandau terdiri dari lima belas desa/

kelurahan yang status hukumnya sudah menjadi desa/ kelurahan defenitif. Adapun

dari seluruh desa/kelurahan tersebut terdiri dari enam desa dan sembilan

kelurahan.Partisipasi perempuan dalam kepemimpinan disuatu desa/kelurahan di

Kecamatan Mandau sangat tinggi, terlihat dari jumlah perangkat desa perempuan

berjumlah sebanyak 66 orang, dari total keseluruhan jumlah perangkat desa 131

orang, sedangkan 65 orang perangkat desa laki-laki. Menurut klasifikasi desa

seluruhnya merupakan desa swadaya.

Kecamatan Mandau terdiri dari 721 Rukun tetangga (RT) dan 158 Rukun

Warga (RW).Adapun Desa/Kelurahan yang memiiki jumlah RT yang terbanyak

adalah Kelurahan Air Jamban sebanyak 115 RT dan Kelurahan Talang Mandi

sebanyak 68 RT.

Tabel.1 Luas Wilayah Kecamatan Menurut Desa/Kelurahan

 No. Desa/Kelurahan Desa Kelurahan Nama Pejabat Luas (km2)

1.  Talang Mandi - √ Halazmi Julizar, S.STP 20,00

2.  Harapan Baru √ - - 25,00


65

3.  Gajah Sakti - √ Ilhami , HS 20,00

4.  Batang Serosa - √ Tasarjon 6,00

5.  Balik Alam - √ Ruslan, SH 6,00

6.  Duri Barat - √ Suyatno, SH 14,00

7.  Duri Timur - √ Muhammad Nur Islami 6,00

8.  Babussalam - √ Nizam, SE 8,00

9.  Air Jamban - √ Zulfikar 50,00

10.  Sebangar √ - H. Nasir Syakban 150,47

11.  Balai Makam √ - Agus Har 100,47

  12.  Petani √ - PJ. Tasarudin 207,00

  13.  Pematang Pudu - √ Darus, SH 25,00

14.  Bumbung √ - Abdul Razak, S.Pd.I 180,00

  15.  Kesumbo Ampai √ - - 120,00

  16.  Tambusai BatangDui √ -

  17.  Simpang Padang √ -

  18.  Pematang Obo √ -

  19.  Air Kulim √ -

  20.  Buluh Manis √ -

  21.  Bathin Betuah √ -

  22.  Boncah Mahang √ -

  23.  Pamesi √ -

  24.  Bathin sebonga √ -


66

Jumlah 15 9 937.47

4.4 Ekonomi

Industri memegang peranan penting dalam perekonomian kemasyarakatan

di kecamatan mandau.Angka yang tercatat oleh dinas terkait ,menyebutkan,

sebanyak dua industri besar dan lima industri sedang beroperasi di wilayah

Kecamatan Mandau. Sedangkan untuk industri kecil 96 unit dan industri mikro

233 unit, selama kurun waktu tahun 2011.

Selain industri, perdagangan juga merupakan salah satu penggerak

perekonomian di Kecamatan Mandau.Sebagai wilayah perlintasan antar

propinsidan antar kabupaten, Kecamatan Mandau memilki sarana perdagangan

dan akomodasi yang terbilang dalam jumlah yang relatif banyak.

Koperasi sebagai dasar perekonomian Indonesia juga berkembang cukup

marak di Kecamatan Mandau.Tercatat sebanyak 9 unit KUD dan 88 unit koperasi

non KUD tersebar di seluruh desa/kelurahan.Jumlah anggota koperasi mencapai

2.391 orang selama Tahun 2011.

4.5 Perhubungan

Sebagai Kecamatan besar yang beralokasi di daratan, Kecamatan Mandau

memiliki infrastruktur jalan yang cukup memadai. Panjang jalan total mencapai

730 Km, dimana dalam kondisi yang baik sebesar 48,90 persen, sisanya sebanyak
67

26,58 persen kondisi sedang, 15,89 persen kondisi rusak, dan 8,36 persen dalam

kondisi rusak berat.

Secara aksesibilitas, seluruh desa/kelurahan di wilayah Kecamatan

Mandau dapat dicapai dengan jalan darat, baik di dalam desa maupun antar desa

dalam kecamatan

4.6 Visi Dan MisiDinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten

Bengkalis

 Visi

Visi dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis adalah

Terwujudnya Tenaga Kerja yang Handal dan Hubungan Industrial yang Harmonis

serta Pemukiman Transmigrasiyang Mandiri pada Tahun 2020.

 Misi

Misi merupakan suatu pernyataan singkat dan menyeluruh tentang

mamfaat dari suatu organisasi, program atau sub-program. Misi organisasi bersifat

lebih luas, misi program bersifat lebih spesifik dan misi program sub-program

menjadi lebih sangat spesifik. Pernyataan miisi merupakan suatu alat yang sangat

bernilai dalam mengrahkan, merencanakan dan menerapkan usaha-usaha dari

organisasi

Adapun misi dari dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis

sebagai berikut :

1. Menciptakan hubungan kerja yang harmonis diantara instansi Pemerintah

untuk menunjang optimalisasi otonomi daerahmelalui peningkatan


68

kompetensi aparatur tenaga kerja dan transmigrasi dengan menerapkan

prinsip good governance.

2. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme aparatur tenaga Kerja Dan

transmigrasi dalam pemanfaatan pertumbuhan IPTEK yang Kompetitif dan

berwawasan lingkungan.

3. Meningkatkan kualitas sumber daya tenaga kerja danTransmigran.

4. Meningkatkan prasarana, sarana dan fasilitas ketenagakerjaanDan

ketransmigrasian.

5. Meningkatkan koordinasi antar stakeholder, baik dalam usaha,Serikat pekerja

/ buruh, maupun pemerintah.

6. Mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan danMeningkatkan peran

kelembagaan dunia usaha, serikatPekerja/ buruh, transmigran, maupun

masyarakat lainnyaBaik peran ke dalam Kabupaten Bengkalis maupun peran

keLuar (global).

4.7 Struktur Organisasi

Untuk menjalankan kerjasama yang baik di perlukan suatu tempat yang

dinamakan dengan organisasi. Organisasi adalah suatu tempat sekelompok orang

yang bekerja sama dalam struktur dan koordinasi tertentu dalam mencapai tujuan

tertentu. Berbagai organisasi memilik tujuan yang berbeda-bedatergantung pada

jenis organisasinya. Salah satunya adalah organisasi perusahaan yang bertujuan

untuk memperoleh keuntungan


69

Biasanya dalam pengorganisasian, manajer atau pimpnan mengalokasikan

keseluruhan sumber daya organisasi sesuai dengan rencana yang telah di buat

berdasarkan kerangka kerja.Kerangka kerja organisasi tersebut di sebut sebagai

desain organisasi.Bentuk spesifik dari kerangka kerja organisasi dinamakan

dengan struktur organisasi.

Struktur organisasi yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah suatu

struktur atau bagan organisasi yang menggambarkan garis kerja sama antar

individu yang tergabung di dalam organisasi dinas tenaga kerja dan transmigrasi

kabupaten bengkalis, yaitu

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten

Bengkalis

(Lampiran 1)

4.8 Tugas Pokok Dan Fungsi

Tugas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi membantu Bupati

melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas

pembantuan dibidang tenaga kerja dan transmigrasi serta menyelenggarakan

fungsi :

1. Perumusan kebijakan teknis dibidang tenaga kerja dan transmigrasi.

2. Penyelenggaraan urusan Pemerintahan dan pelayanan umum dibidang

tenaga kerja dan transmigrasi.


70

3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang tenaga kerja dan transmigrasi

4. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas

dan fungsinya.

2. Bidang Pembinaan Hubungan Industrial Dan Jamsostek

Kepala Bidang pembinaan hubungan industrial dan jamsostek

memepunyai tugas yaitu mengkoordinir dan mengendalikan tugas-tugas di bidang

pembinaan hubungan industrial dan jamsostek.Adapun rincian tugas yang dimiliki

oleh Kepala Bidang pembinaan hubungan industrial dan jamsostek yaitu

1. Menyusun rencana kegiatan bidang hubungan Industrial dan syaker

berdasarkan hasil kegiatan tahun sebelumnya baik rutin mau[pun

pembangunan dan sumber daya yang ada sebagai bahan untuk

melaksanakan kegiatan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

2. Mengkoordinasikan pada kepala seksi dan staf pada bidang Hubungan

Industrial dalam perencanaan penyelenggaraan pendidikan / bimbingan

teknis sarana hubungan industrial serta kegiatan pengurusan penyelesaian

perselisihan hubungan industrial.

3. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan kepala seksi dan staf dalam

melaksanakan tugas bidang hubungan Industrial dan syarat kerja.

4. Memberi petunjuk kepada kepala seksi dan staf dalam melaksanakan tugas

bidang hubungan industrial dan syarat kerja.

5. Mengadakan pemantauan dan pembinaan tentang pelaksanaan kegiatan

bidang hubungan industrial melalui rapat koodinasi untuk mengetahui

syarat-syarat kerja diperusahaan.


71

6. Mengadakan konsultasi melalui rapat anggota Dewan Pengupahan

Kabupaten Bengkalis untuk menentukan upah minimum Kabupaten

Bengkalis.

7. Mengadakan konsultasi dengan perusahaan megenai syarat-syarat

kerja,penyajian kerja,kesepakatan kerja bersama dan peraturan perusahaan.

8. Mengkoodinasikan kegiatan sekretariat tripartite daerah Kabupaten Bengkalis.

9. Mengawasi pelaksanaan kegiatan proyek agar sesuai dengan DPA – SKPD /

DIPA.

10. Membuat laporan tugas bidang hubungan Industrial dan syarat kerja.

11. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pimpinan dalam rangka kegiatan

kerja bidang hubungan industrial dan syarat kerja.

12. Melaksanakan kegiatan lain sesuai dengan perintah atasan.

13. Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan

Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan memepunyai tugas yaitu

mengkoordinir dan mengendalikan tugas-tugas di bidang Pengawasan

Ketenagakerjaan.Adapun rincian tugas yang dimiliki oleh Kepala Bidang

Pengawasan Ketenagakerjaan yaitu :

1. Merencanakan program kerja sesuai dengan masukan dari seksi-seksi dan

merumuskan menjadi program kerja Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan.

2. Mengarahkan, mengatur dan memberi petunjuk teknis operasional tentang

pelaksanaan tugas seksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku agar pelaksanaan tugas berjalan dengan lancar.


72

3. Mengadakan koordinasi dengan bidang-bidang lain, Instansi Pemerintah,

perusahaan, organisasi pengusaha, serikat pekerja dan organisasi lainnya yang

berhubungan dengan ketenagakerjaan agar tercapai kerjasama yang baik

dalam mewujudkan misi dan visi Dinas.

4. Mendistribusi tugas kepada kepala seksi, UPTD dan mendisposisi surat-surat

kepada kepala seksi sesuai dengan fungsi nya masing-masing untuk

memperoleh input, tanggapan dan jawaban.

5. Menjelaskan pelaksanaan pekerjaaan yang dilaksanakan oleh masing-masing

seksi dan memberi petunjuk cara mengatasi permasalahan agar pekerjaan

dapat diselesaikan sesuai dengan program kegiatan yang telah ditentukan.

6. Mengevaluasi, merencanakan dan mengatur penyelenggaraan kegiatan

Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan dengan pertimbangan kemajuan yang

telah dicapai dan hambatan yang ada.

7. Melakukan konsultasi dengan Kepala Dinas dalam membahas program-

program kerja dan masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah

ketenagakerjaan sehingga mempunyai arah dan tujuan yang sama.

8. Membina, mengarahkan dan memberi petunjuk kepada pengusaha, pekerja /

buruh dan serikat pekerja / buruh agar menerapkan pelaksanaan Peraturan

Perundang-undangan Ketenagakerjaan sehingga terjadi hubungan yang

hormanis terhadap Pengusaha, pekerja / buruh dan serikat pekerja / buruh

yang berada dilingkungan perusahaan dimana pekerja / buruh itu bekerja.

9. Mendisposisi surat serta memberi petunjuk untuk memperlancar dalam

pelaksanaan tugas masing-masing seksi.


73

10. Menilai hasil pekerjaan dari masing-masing seksi untuk menentukan

tingkat keberhasilan dan sebagai bahan penilai DP3.

11. Melaksanakan tugas tugas lainnya yang berhubungan dengan

ketenagakerjaan yang diperintahkan oleh atasan.


74

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Identitas Responden

Identitas responden sangat bermanfaat dalam suatu penelitian, guna untuk

mengetahui latar belakang responden antara lain : mengetahui jenis kelamin,

tingkat pendidikan dan pekerjaaan, untuk itu dalam penelitian ini peneliti

menggunakan identitas responden dilihat dari:

5.1.1 Jenis Kelamin

Untuk mengetahui identitas responden berdasarkan jenis kelamin maka

dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5.1Jenis Kelamin Responden

No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)


1. Laki-laki 62 84,93
2. Perempuan 21 15,07
Jumlah 83 100 %
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jenis kelamin responden paling

banyak adalah laki-laki yang berjumlah 62 orang sedangkan jenis kelamin

perempuan hanya berjumlah 21 orang.

5.1.2 Tingkat Pendidikan Responden


75

Tingkat pendidikan responden merupakan salah satu hal penting karena

dengan pendidikan akan dapat mengukur kemampuan seorang dalam menganalisa

dan memecahkan suatu permasalahan. Untuk mengetahui tingkat pendidikan yang

ditempuh responden berdasarkan hasil kuesioner yang disebarkan dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Table 5.2 Tingkat Pendidikan Responden

No. Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


1. SLTA/Sederajat 48 57,83
2. D3 7 8,43
3. S1 21 25,3
4. S2 5 6,02
5. S3 2 2,41

Jumlah 83 100 %
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden

yang paling banyak adalah tingkat pendidikan SLTA/Sederajat berjumlah 48

orang (57,83%).kemudian responden yang memiliki tingkat pendidikan D3

berjumlah 7 orang (8,43%), kemudian responden yang memiliki tingkat

pendidikan S1 berjumlah 21 orang (25,3%), kemudian responden yang memiliki

tingkat pendidikan S2 berjumlah 5 orang (6,02%), dan kemudian responden yang

memiliki tingkat pendidikan S3 berjumlah 2 orang (2,41%).

5.1.3 Pekerjaan Responden

Adapun pekerjaan dari responden pada penelitian ini dapat di ketahui pada

tabel berikut ini :

Table 5.3 Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan

No. Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)


1. Pegawai 38 45,78
76

2. Swasta 45 54,21

Jumlah 83 100 %
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pekerjaan yang mendominasi

responden adalah 38 orang (45,78%). Responden yang memiliki pekerjaan

wiraswasta berjumlah 45 orang (54,21%).

5.2 Analisis Masalah Outsourcing Di Kecamatan Mandau Kabupaten


Bengkalis

Kecamatan Mandau yang ibukotanya Duri merupakan salah satu

kecamatan yang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Bengkalis yang

berada di Pulau Sumatera. Dengan jumlah penduduk 256.108 dan luas wilayah

937,47 KM2. Industri memegang peranan penting dalam perekonomian

kemasyarakatan di Kecamatan Mandau. Angka yang tercatat oleh dinas terkait

menyebutkan, sebanyak dua industri besar dan lima industri sedang beroperasi di

wilayah Kecamatan Mandau. Sedangkan untuk industri kecil 96 unit dan industri

mikro 233 unit, selama kurun waktu tahun 2014.

Dengan sangat banyaknya jumlah penduduk, besarnya cakupan wilayah untuk

sebuah kecamatan, dan merupakan daerah penghasil minyak terbesar di

Indonesia.Kota Duri menjadi pusat operasional perusahaan raksasa minyak PT.

Chevron Pasific Indonesia yang merupakan perusahaan kontrak bagi hasil dengan

Pemerintah Republik Indonesia.Selain itu juga banyak tenaga kerja dan

perusahaan yang berlokasi di Kecamatan Mandau.

Permasalahan outsourcing yang terjadi di Kecamatan Mandau Kabupaten

Bengkalis dapat di lihat dari masih seringnya aksi demonstrasi yang di lakukan

oleh tenaga kerja outsourcing di kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bengkalis
77

yang berkantor di Kecamatan Mandau. Yang menjadi tuntutan massa aksi

demonstrasi serikat pekerja di antaranya adalah menuntut pemerintah agar

menghapus system outsourcing, penyelesaian pembayaran upah buruh, upah

lembur, pesangon dan jamsostek yang belum di bayarkan, penyelesaian kasus

Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak yang dilakukan oleh perusahaan di

kecamatan mandau.

Jumlah perusahaan kontraktor yang terdata di Dinas Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Kabupaten Bengkalis di Kecamatan Mandau sebanyak 103

perusahaan (Sumber: Data Perusahaan Kontraktor Dinas Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Kabupaten Bengkalis di Kecamatan Mandau Tahun 2014). Dengan

banyaknya jumlah perusahaan dan tenaga kerja tentunya terdapat hubungan

industrial di antara kedua belah pihak.Selama terdapatnya hubungan industrial

antara perusahaan dan pekerja selama itulah permasalahan ketenagakerjaan dapat

terjadi dan tidak dapat di hindari.

Dalam hal ini Kepala Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten

Bengkalis H.A.Ridwan Yazid, S.Sos juga menyampaikan setelah sosialisasi

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 19 Tahun 2012 dan Surat Edaran

04/MEN/VIII/2013 yang diadakan PT. CPI bekerjasama dengan Disnaker

Bengkalis di Gedung Multi Guna PT. CPI bahwa Perusahaan jasa penunjang/sub-

kontraktor di Kecamatan Mandau di perkirakan mencapai ratusan namun

perusahaan tersebut tidak melaporkan perusahaannya ke kantor Disnaker (Riau

Pos, 21 November 2013).


78

Dengan tidak melapornya perusahaan jasa penunjang/sub-kontraktor ke

disnakertrans merupakan sebuah sumber awal terjadinya masalah outsourcing

yang terjadi di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis dan mengakibatkan

terjadinya perselisihan hubungan industrial. Perselisihan hubungan industrial yang

terjadinya diantaranya adalah

1. Perselisihan hak ; perselisihan yang timbul karena tidak di penuhi nya

hak ,akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap

ketentuan peraturan perundang – undangan,perjanjian kerja,peraturan

perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

2. Perselisihan kepentingan ; Adalah perselisihan yang timbul dalam

hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai

pembuatan ,dan atau perubahan syarat – syarat kerja yang di tetapkan

dalam perjanjian kerja ,atau peraturan perusahaan ,atau perjanjian kerja

bersama.

3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja ; perselisihan yang timbul karena

tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja

yang di lakukan oleh salah satu pihak

Untuk itu dengan melakukan pembinaan oleh pegawai pengawas

ketenagakerjaan merupakan langkah pertama apabila ada ditemukan perusahaan

yang tidak melaporkan perusahaannya dan ketenagakerjaannya.Langkah kedua

yang dapat dilakukan adalah dengan cara melakukan sosialisasi mengenai aturan

perundangan-undangan ketenagakerjaan yang berlaku perihal pentingnya

pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah Dinas
79

Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis untuk meminimalisir

pelanggaran atas undang-undang yang berlaku karena pada dasarnya pemerintah

yang dalam hal ini adalah dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten

Bengkalis sebagai pembina, pengawas dan penindakan hukum. Pentingnya

sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transigrasi Kabupaten

Bengkalis mengenai hukum ketenagakerjaan dapat meminimalisir terjadinya akan

ketidakpahaman dan perbedaan dalam penafsiran peraturan perundang-undangan

mengenai ketenagakerjaan serta pentingnya dalam membangun hubungan

industrial yang harmonis antar pemerintah dan pengusaha/perusahaan dan juga

tidak merugikan pekerja/buruh nantinya. Langkah ketiga dan terakhir yang dapat

dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis yang

dalam hal ini pegawai pengawas ketenagakerjaan dengan melakukan penindakan

atas pelanggaran hukum yang terjadi dan dapat diberi sanksi sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 Tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan

dan dipertegas oleh Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Republik Indonesia Nomor SE.3/MEN/III/2014 Tentang Pelaksanaan Wajib

Lapor Ketenagakerjaan di perusahaan bahwasanya pengusaha atau pengurus dapat

diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau dinda setinggi-

tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

Jumlah pengaduan kasus tenaga kerja perusahaan sub-

kontraktor/outsourcing yang di bantu penyelesaiannya oleh Serikat Buruh Riau

Independent Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis Tahun 2014 dapat di lihat

pada tabel 5.4


80

Tabel 5.4 : Jumlah Pengaduan Kasus Tenaga Kerja Perusahaan Sub-


Kontraktor/ Outsourcing Di Kecamatan Mandau Kabupaten
Bengkalis Tahun 2014

Jumlah
No Nama Perusahaan Masalah Outsourcing
Tenaga kerja
1. PT. Bosar Alongan Mamora 61 Pesangon Tidak Di Bayarkan
2. PT. Adiarta 39 Pesangon Tidak Di Bayarkan
3. PT. Nata Indonesia 47 Pesangon Tidak Di Bayarkan
4. PT. Mutiara Raaf 4 Pemutusan Hubungan Kerja
5. PT. Burirekatama 2 Pemutusan Hubungan Kerja
6. PT. Atvira 2 Pemutusan Hubungan Kerja
7. PT. Abitech 1 Pemutusan Hubungan Kerja
8. PT. Dayatama 4 Pemutusan Hubungan Kerja
9. PT. Adil Utama 27 Pemutusan Hubungan Kerja
10. PT. Patar Tekhindo Indonesia 51 Pesangon Tidak Di Bayarkan
11. CV. Cemara 1 Pemutusan Hubungan Kerja
12. CV. Sahabat 4 Pemutusan Hubungan Kerja
13. PT. Multi Structure 66 Pesangon Tidak Di Bayarkan
14. PT. Protect Asia Enginering 90 Pesangon Tidak Di Bayarkan
15. PT. Vadhana Int 1 Pemutusan Hubungan Kerja
16. PT. SBP 17 Pemutusan Hubungan Kerja
17. PT. BEW 48 Pesangon Tidak Di Bayarkan
Jumlah : 17 perusahaan Jumlah : 465
tenaga kerja
Sumber : Data Pengaduan Kasus Tenaga Kerja Perusahaan Sub-Kontraktor/
Outsourcing di Kecamatan Mandau yang di Bantu Penyelesaiannya
Oleh Serikat Buruh Riau Independent Kecamatan Mandau
Kabupaten Bengkalis Tahun 2014

Dari tabel 5.4 dapat dijelaskan bahwa perusahaan sub-kontraktor/outsourcing

yang bermasalah berjumlah 15 perseroan terbatas dan 2 Comanditaire

Venootschap dan jumlah tenaga kerja yang bermasalah sebanyak 465 tenaga kerja.

Permasalahan tenaga kerja sub-kontraktor/outsourcing di sebabkan oleh

pemutusan hubungan kerja dan pesangon yang tidak di bayarkan.


81

Permasalahan pemutusan hubungan kerja pada pengaduan kasus diatas

yang penulis dapatkan dari wawancara kepada bapak Sudirman selaku salah satu

karyawan PT. Adil Utama dan beliau mengatakan :

“Alasan dari PT. Adil Utama mem-PHK bapak di karenakan perusahaan


ingin melakukan efesiensi keuangan perusahaan yang menyebabkan kami
pekerja yang berjumlah 27 orang lainnya terkena PHK.” (Wawancara Tahun
2015)

PT. Adil Utama melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak.

Pemutusan kerja secara sepihak dilakukan tanpa adanya proses pemberhentian

hubungan kerja dengan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga, jangka waktu

kontrak kerja belum habis sedangkan perusahaan telah melakukan pemutusan

hubungan secara kerja sepihak kepada pekerja/buruh dengan alasan perusahaan

ingin melakukan efisiensi keuangan perusahaan yang apabila perusahaan tetap

mempekerjakan mereka maka perusahaan dapat merugi. Permasalahan pemutusan

hubungan kerja karena perusahaan ingin melakukan efesiensi keuangan

perusahaan merupakan suatu bentuk kesalahan dari perusahaan dalam mengelola

keuangan perusahaan yang dapat merugikan para pekerjanya. Hubungan pekerja

dan perusahaan merupakan suatu hubungan industrial yang telah di atur

sebelumnya bahwa mereka telah bersepakat untuk saling memberikan hak dan

kewajiban sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu yang telah mereka

sepakati dan apabila dalam hal ini pihak pekerja merasa di rugikan karena

kesalahan perusahaan dalam mengelola keuangannya padahal masa kontrak kerja

belum berakhir maka pekerja bisa untuk menuntut haknya apabila kontrak di

putus sepihak oleh perusahaan.


82

Pihak perusahaan dapat saja melakukan PHK dalam kondisi perusahaan

yang memang benar-benar dalam kesulitan keuangan perusahaan atau perusahaan

ingin melakukan efesiensi untuk menekan biaya tenaga kerja.Pasal 164 ayat (3)

UU Ketenagakerjaan tersebut menyatakan, “Pengusaha dapat melakukan

pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan

karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena

keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi dengan

ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan

Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan

Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat

(4)”.Namun sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No.19/PUU-IX/2011

membatalkan bunyi Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang No.13/2013 tentang

Ketenagakerjaan.Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perkara pasal 164 ayat

3 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur

seputar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dalam putusannya, MK menyatakan

PHK hanya sah dilakukan setelah perusahaan tutup secara permanen dan

sebelumnya perusahaan melakukan sejumlah langkah terlebih dahulu dalam

rangka efisiensi.Perusahaan harus memberi tahu karyawan sebelum PHK

dilakukan dan alasan PHK.Pada perusahaan tertentu, pemberitahuan ini dilakukan

30 hari sebelum PHK.Setelah memberitahukan kepada karyawan, perusahaan

harus mendapatkan izin dari instansi Lembaga Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja. 


83

Pemutusan hubungan kerja merupakan pilihan terakhir sebagai upaya

untuk melakukan efisiensi perusahaan setelah sebelumnya dilakukan upaya-upaya

yang lain dalam rangka efisiensi tersebut. Berdasarkan hal itu, perusahaan tidak

dapat melakukan PHK sebelum menempuh beberapa upaya-upaya yang telah

termuat dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.19/PUU-IX/2011 diantaranya

yakni:

a) Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat

manajer dan direktur;

b) Mengurangi shift;

c) Membatasi/menghapuskan kerja lembur;

d)  Mengurangi jam kerja;

e)  Mengurangi hari kerja;

f) Meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk

sementara waktu;

g) Tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa

kontraknya

h) Memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

Oleh karena itu dari putusan Mahmakah Konstitusi dapat disimpulkan

bahwasanya perusahaan hanya bisa memilih jalan pemutusan hubungan kerja bila

perusahaan tersebut tutup permanen. Dengan kata lain, perusahaan yang hanya

tutup sementara tidak boleh melakukan pemutusan hubungan kerja

pekerja/buruhnya pegawainya dengan alasan perusahaan melakukan efesiensi

keuangan.
84

Menurut Celia Mather (2008:28) mengungkapkan bahwasanya

outsourcing meninggalkan tiga masalah utama yaitu :

1. Tersingkirnya buruh dari meja kesepakatan negosiasi.

2. Tidak adanya tanggungjawab hukum perusahaan terhadap buruh.

3. Berkurangnya pekerja/buruh tetap sehingga semua buruh masuk kedalam

outsourcing, kondisi buruh dalam ketidakpastian.

Permasalahan pesangon yang tidak di bayarkan pada pengaduan di atas

yang penulis dapatkan dari wawancara kepada Bapak Bobson Simbolon selaku

Kepala bidang Hukum dan HAM SBRI, beliau mengatakan :

“Ada para pekerja yang telah bekerja selama 2 tahun lebih dan ada yang
telah bekerja selama tiga tahun lebih yang mana seharusnya mereka ini
mendapatkan pesangon sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku dan
dengan ini perusahaan telah melanggar hak normatif pekerja outsourcing.“
(Wawancara Tahun 2015)

Permasalahan pesangon bagi para pekerja outsourcing merupakan suatu

hal yang kontradiktif.Ini di karenakan para pekerja outsourcing biasanya

mendapatkan kontrak di bawah satu tahun, ada yang enam bulan dan tiga

bulan.Ini di sebabkan perusahaan ousourcing masih memenangkan proyek tender

dari perusahaan pemberi kerja dan mereka melakukan perjanjian kerja waktu

tertentu kepada para pekerjanya berkali kali.Dalam perhitungan masa kerja

terdapat perbedaan penafsiran antara para pekerja/serikat buruh dengan pihak

perusahaan.Para pekerja/serikat buruh dalam perhitungan masa kerja di hitung

dari perjanjian kerja waktu tertentu pertama kalinya dibuat sampai yang terakhir

atau diakumulasikan dari setiap kontrak perjanjian waktu tertentu yang di buat.
85

Sedangkan pihak perusahaan menghitung masa kerja dari setiap pembaharuan

kontrak perjanjian waktu tertentu yang telah dibuat. Apabila kontrak perjanjian

waktu tertentu telah habis masa kontraknya dan dibuat kontrak baru perjanjian

waktu tertentu sehingga masa kerja pekerja dihitung dari kontrak perjanjian waktu

tertentu yang telah disepakati dan tidak diakumulasikan masa kontrak perjanjian

waktu tertentu yang telah ada.

Pesangon merupakan sebuah kompensasi yang diterima oleh

pekerja/buruh apabila mengalami pemutusan hubungan kerja.Undang-Undang No.

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian PHK adalah

pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan

berakhirnya hak dan kewajiban antara buruh/pekerja dengan pengusaha.Dalam hal

ini terdapat adanya hubungan saling terkait diantara pemberian pesangon dengan

alasan berakhirnya hubungan kerja. Untuk itu penulis juga melakukan wawancara

terhadap bapak Agus Sitompul yang merupakan salah satu pekerja dari PT. Bosar

Alongan Mamora yang pesangonnya tidak dibayarkan dan beliau mengatakan :

“Alasan berakhirnya hubungan kerja dikarenakan kontrak kerja kami


habis dan kami telah bekerja selama 2 tahun” (Wawancara Tahun 2015)

Dari kutipan wawancara diatas dapat diartikan bahwasanya para pekerja

menuntut pesangon atas masa kerja yang telah mereka lalui selama 2 tahun dan

berhak atas kompensasi pesangon karena kontrak kerja berakhir, yang dalam hal

ini kontrak kerja yang digunakan adalah perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

Mengenai pemutusan hubungan kerja dengan berakhirnya perjanjian kerja waktu


86

tertentu telah diatur dipasal 154 ayat (b) UU No.13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan.

Mengenai uang pesangon sebenarnya telah diatur dalam pasal 156 ayat (a)

UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang mengatakan “dalam hal

terjadinya pemutusan hubungan kerja pengusaha diwajibkan membayar uang

pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang

seharusnya diterima”. Namun dikarenakan para pekerja yang penulis wawancarai

berakhirnya hubungan kerja dikarenakan berakhirnya perjanjian kerja waktu

tertentu maka para pekerja tersebut tidak berhak atas uang pesangon dan atau

uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.Ini dikarenakan UU

No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan telah mengatur bahwasanya

berakhirnya hubungan kerja karena berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu

tidak mendapatkan pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang

penggantian hak.

Permasalahan masih adanya Comanditaire Venootschap (CV) atau

persekutuan komanditer yang mendapatkan pemborongan pekerjaan dari

perusahaan pemberi kerja.Perusahaan outsourcing merupakan bentuk usaha yang

berbadan hukum dan memilik izin dari instansi yang bertanggung jawab dibidang

ketenagakerjaan.Perusahaan Outsourcing yang bertindak sebagai penyedia jasa

pekerja/buruh dan perusahaan pemborongan pekerjaan harus memenuhi

persyaratan salah satunya yaitu berbadan hukum perseroan

terbatas.Commanditaire Vennootschap atau persekutuan komanditer atau CV

bukanlah berbentuk badan hukum.Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan


87

Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian

Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain pada pasal 24 bagian ketiga

persyaratan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh di sebutkan bahwa

perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh haruslah berbentuk badan hokum

Perseroan Terbatas (PT). Dalam hal ini terdapatnya pelanggaran atas aturan yang

telah ditetapkan mengenai badan hukum yang telah diatur oleh Peraturan Menteri

Tenaga Kerja Dan Transmigrasi.

Latar belakang mengenai mengapa perusahaan outsourcing harus

berbadan hukum ini di karenakan agar perusahaan outsourcing tidak terlalu

mudah melepaskan tanggungjawab dan kewajibannya terhadap pihak

pekerja/buruh.Apabila pekerja/buruh bekerja di Commanditaire Vennootschap

atau persekutuan komanditer atau CV maka hak-hak pekerja/buruh berada di

pihak yang lemah dan memiliki posisi tawar yang rendah dibandingkan dengan

pekerja/buruh yang bekerja di perusahaan perseroan terbatas.

Ketentuan yang menetapkan bahwasanya perusahaan outsourcing haruslah

berbadan hukum telah diatur oleh Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan pasal 66 ayat 3. Untuk itu pemerintah yang dalam hal ini adalah

Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis haruslah tegas dalam

hal masih adanya pelanggaraan atas ketentuan undang-undang mengenai

perusahaan outsourcing haruslah berbadan hukum perseroan terbatas karena akan

berdampak terhadap timbulnya masalah outsourcing dengan terabaikannya hak-

hak pekerja/buruh yang mana seharusnya di terima oleh mereka. Dalam hal ini
88

pemecahan masalah yang dilakukan diantaranya melakukan tindakan preventinf

dan represif terhadap pelanggaran ketentuan aturan tersebut.

Dengan mengadakan sosialisasi kepada pengusaha/pengusaha baik

principal maupun vendor-vendor yang tidak berbadan hukum mengenai legalisasi

praktik outsourcing dan manfaatnya bagi principal, vendor dan pekerja/buruh.

Pengusaha-pengusaha yang melaksanakan bisnis outsourcing harus mengetahui

dampak dan akibat hukum dari praktik outsourcing illegal yang melibatkan

perusahaan perseorangan maupun CV yang secara institusional tidak berbadan

hukum dan tidak memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang-undangan

Ketenagakerjaan, mengadakan pengawasan ketenagakerjaan secara rutin dan

berkelanjutan,memberikan teguran baik lisan maupun tertulis berupa Nota

Pemeriksanan kepada principal dan vendor yang tidak berbadan hukum, dan jika

perlu menghentikan untuk sementara kegiatan yang berhubungan dengan

pelaksanaan pekerjaan outsourcing sampai terpenuhinya syarat-syarat dan

ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan

ketenagakerjaan.

5.3 Peranan Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Dalam Menangani


Masalah Outsourcing Di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis

Dinas tenaga kerja dan transmigrasi merupakan unsur pelaksana otonomi

daerah di bidang tenaga kerja. Tugas pokok dan fungsi dinas tenaga kerja dan

transmigrasi kabupaten bengkalis berdasarkan peraturan daerah No. 03 Tahun

2012 adalah melaksanakan sebagian urusan pemerintah daerah kabupaten

bengkalis di bidang tenaga kerja. Tugas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

membantu Bupati melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah berdasarkan asas


89

otonomi dan tugas pembantuan dibidang tenaga kerja dan transmigrasi serta

menyelenggarakan fungsi :

1) Perumusan kebijakan teknis dibidang tenaga kerja dan transmigrasi.

2) Penyelenggaraan urusan Pemerintahan dan pelayanan umum dibidang

tenaga kerja dan transmigrasi.

3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang tenaga kerja dan transmigrasi.

4) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas

dan fungsinya.

Peranan pemerintah dalam menangani masalah ketenagakerjaan,

khususnya hubungan pekerja dan pengusaha sangat penting. Di satu sisi

pemerintah berkewajiban menyediakan sistem pengaman atau jaring sosial

yang efektif untuk menjamin tidak ada buruh yang terlantar dan diabaikan

hak-hak hidup layaknya. Sedangkan disisi lain pemerintah harus realistis

bahwa akibat krisis yang ditimbulkan dan sebab lain yang lebih bersifat

struktural dan kultural.

5.3.1 Peran Pencegahan Dan Penyelesaian Hubungan Industrial

1. Terlaksananya Pembinaan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial

Kepala seksi bidang pembinaan hubungan industrial dan jamsostek Dinas

Tenaga kerja mempunyai peran yang sangat penting dalam menyiapkan bahan

bimbingan, melakukan bimbingan, menyiapkan pedoman dan kebijakan serta

petunjuk teknis di bidang pencegahan dan penyelesaiaaan hubungan industrial.

Dengan terlaksananya dengan baik pembinaan pencegahan perselisihan

hubungan industrial diharapkan dapat mengurangi terjadinya masalah


90

outsourcing.Dengan berkurangnya masalah outsourcing maka dapat dikatakan

telah baiknya peranan pencegahan dan penyelesaian hubungan industrial yang

dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.5 Tanggapan Responden Terhadap Terlaksananya Pembinaan


Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)


1.Sangat Baik 2 2,41%
2.Baik 36 43,37%
3.Cukup Baik 24 28,91%
4.Tidak Baik 9 10,84%
5.Sangat Tidak Baik 12 14,46%
Jumlah 83 100
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang

terlaksananya pembinaan pencegahan perselisihan hubungan industrialsebanyak 2

orang (2,41%) responden menjawab sangat baik, 36 orang (43,37%) responden

menjawab baik, 24 orang (28,91%) responden menjawab cukup baik, 9 orang

(10,84%) responden menjawab tidak baik , 12 orang (14,46%) responden yang

menjawab sangat tidak baik.

Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden

tersebut mengatakan baik, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Dinas Tenaga

kerja dalam Terlaksananya Pembinaan Pencegahan Perselisihan Hubungan

Industrial Indutrial sudah baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.5 yang

ternyata responden menjawab sebanyak 36 orang atau 43,37% menjawab baik.


91

Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara kepada bapak Bobson

Simbolon selaku Kepala Bidang Hukum Dan Ham Serikat Buruh Riau

Independent untuk menanyakan tentang terlaksananya pembinaan pencegahan

perselisihan hubungan industrial dan beliau mengatakan :

“Saya pikir pembinaan pencegahan perselisihan hubungan industrial


yang dilakukan oleh dinas tenaga kerja kabupaten bengkalis sudah cukup baik,
ini di tandai dengan adanya sosialisasi tentang undang-undang penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang disnaker bengkalis buat pada akhir tahun
lalu” (Wawancara Tahun 2015)

Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwasanya peran dinas

tenaga kerja dalam melaksanakan pembinaan pencegahan perselisihan hubungan

industrial dapat dikatakan sudah baik dan cukup baik namun masih perlu

ditingkatkan menjadi lebih baik lagi agar dengan terlaksananya peran ini dapat

mengurangi masalah outsourcing yang timbul di Kecamatan Mandau Kabupaten

Bengkalis.

Pembinaan pencegahan perselisihan hubungan industrial dapat dikatakan

merupakan suatu ujung tombak dalam deteksi dini tentang adanya masalah

outsourcing.Ini di karenakan pembinaan pencegahan merupakan suatu langkah

antisipatif pertama agar masalah outsourcing dapat dikurangi terjadinya.

Terlaksana dengan baiknya pembinaan pencegahan perselisihan hubungan

industrial akan berdampak positif terhadap berkurangnya masalah outsourcing

yang terjadi.

2. Terlaksananya Koordinasi Dengan Organisasi Pekerja,

Pengusaha/Perusahaan Dan Pihak-Pihak Terkait


92

Dalam pelaksanaan koordinasi dan konsultasi yang dilakukan oleh Dinas

tenaga kerja dan transmigrasi sesuai dengan uraian tugas pokok dan fungsinya.

Menurut Peraturan Bupati Kabupaten Bengkalis Nomor 78 Tahun 2012 berupa:

1. Menyelenggarakan koordinasi dan kerja sama dengan organisasi

pekerja, organisasi pengusaha yaitu tentang Peraturan Perusahaan, dan

Kesepakatan Kerja Bersama antara pekerja dan perusahaan dan atau

pemberi kerja serta mendata jumlah perusahaan, pekerja dan syarat

kerja perusahaan.

2. Panitia pembinaan keselamatn dan kesehatan kerja (P2K3)

3. Dewan latihan kerja Daerah dan Nasional

4. Melaksanakan pembinaan dan koordinasi keanggotaan serikat

pekerja/buruh dan menetapkam keanggotaan organisasi pengusaha

dalam kelembagaan ketenagakerjaan.

5. Menyelenggarakan kordinasi dengan badan koordiansi pemerintahan

yaitu kegiatan Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit dan Bipartit,

lembaga kerjasama bipartit yaitu lembaga yang dibentuk di dalam

perusahaan yang anggotanya terdiri dari unsure pengusaha dan pekerja.

Sedangkan lembaga tripartid adalah lembaga konsultasi dan komunikasi

antara wakil pekerja, pengusaha dan pemerintah untuk memecahkan

masalah-masalah dalam ketenagakerjaan.

6. Dewan pengupahan Daerah dan Nasional yaitu melalui rapat anggota

dewan pengupahan Kabupaten Bengkalis untuk menentukan Upah

Minimum Kabupaten Bengkali sesuai dengan Keputusan Presiden


93

Republik Indonesia Nomor 107 Tahun 2004 Tentang Dewan

Pengupahan Presiden Republik Indonesia;

1) Pengusulan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK)

dan/atau Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota(UMSK);

2) Penerapan sistem pengupahan di tingkat Kabupaten/Kota.

Serta Menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem

pengupahan nasional. Dalam melaksanakan tugasnya,

Depekab/Depeko dapat bekerja sama baik dengan instansi

Pemerintah maupun swasta dan pihak terkait lainnya jika

dipandang perlu.

Dengan terlaksananya dengan baik koordinasi dengan organisasi pekerja,

pengusaha/perusahaan dan pihak-pihak terkait tentang masalah outsourcing di

Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis diharapkan mampu untuk mengurangi

masalah Outsourcing yang terjadi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 5.6 Tanggapan Responden Terhadap Terlaksananya Koordinasi


Dengan Organisasi Pekerja, Pengusaha/Perusahaan Dan Pihak-
Pihak Terkait

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)


1.Sangat Baik 4 4,82%
2.Baik 17 20,48%
3.Cukup Baik 37 44,58%
4.Tidak Baik 14 16,87%
5.Sangat Tidak Baik 11 13, 25%
Jumlah 83 100
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang

terlaksananya koordinasi dengan organisasi pekerja, pengusaha/perusahaan dan


94

pihak-pihak sebanyak 4 orang (4,82%) responden menjawab sangat baik, 17 orang

(20,48%) responden menjawab baik, 37 orang (44,58%) responden menjawab

cukup baik, 14 orang (16,87%) responden menjawab tidak baik, 11 orang

(13,25%) responden yang menjawab sangat tidak baik.

Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden

tersebut mengatakan cukup baik, maka dari itu dapat dikatakan bahwasanya Dinas

Tenaga kerjamelaksanakan koordinasi dengan organisasi

pekerja,pengusaha/perusahaan dan pihak-pihak terkait sudah cukup baik. Hal ini

dapat kita lihat pada tabel 5.6 yang ternyata responden menjawab sebanyak 37

orang atau 44,58% menjawab cukup baik. Hal ini juga menunjukkan masih

adanya koordinasi yang kurang baik yang terjalin diantara dinas tenaga kerja dan

transmigrasi dengan organisasi pekerja, pengusaha/perusahaan dan pihak-pihak

terkait. Terjalinnya koordinasi merupakan suatu langkah komunikatif diantara

para pihak terkait mengenai menangani masalah outsourcing yang terjadi di

Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis dan mesti ditingkatkan lagi koordinasi

diantara pihak terkait menjadi lebih baik lagi.

Mengenai hal ini penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Basri

Antoni selaku staff kepala Human Resources Department PT. Bosar Alongan

Mamora terkait terlaksananya koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja

Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis dengan pengusaha/perusahaan mengenai

masalah outsourcing dan beliau mengatakan :

“Koordinasi tentunya ada dilakukan disnaker bengkalis untuk mencegah


terjadi perselisihan hubungan industrial dan kami selaku perusahaan juga saling
95

berkoordinasi dalam mewujudkan hubungan industrial yang harmonis”


(Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan tersebut dapat dikatakan bahwasanya koordinasi yang

dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis sudah

berjalan dengan baik.Ini dapat dikatakan hubungan yang terjalin diantara

pengusaha/perusahaan dan Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten

Bengkalis terdapat komunikasi yang baik atau koordinasi yang dilakukan baik.

Untuk menguatkan hasil penelitian penulis juga melakukan wawancara

terhadap bapak Raden Silalahi selaku Sekretaris Jendral Serikat Buruh Sejahtera

Indonesia Kabupaten Bengkalis menanyakan mengenai koordinasi yang dilakukan

disnaker kabupaten bengkalis dengan organisasi pekerja/buruh terkait penanganan

masalah outsourcing dan beliau mengatakan :

“Koordinasi yang dilakukan disnaker kami lihat masih kurang dalam hal
penanganan masalah outsourcing.kegiatan koordinasi yang ada masih bersifat
seremonial yang dilakukan disnaker bengkalis dan belum kepada hal yang lebih
subtantif yang semestinya dilakukan” (Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa Dinas Tenaga

Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis dalam melakukan koordinasi

dengan organisasi serikat pekerja/buruh telah cukup baik terlaksana dan mesti di

tingkatkan lagi koordinasi yang ada agar lebih terlaksanya penanganan masalah

Outsourcing di Kecamatan Mandau Oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Kabupaten Bengkalis.

Berdasarkan hasil dari pengamatan dan wawancara yang penulis lakukan.

penulis mengindikasikan bahwa Peran Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Melaksanakan koordinasi dengan lembaga-lembaga pemerintah, Organisasi


96

pengusaha dan organisasi pekerja/buruh ini sudah cukup baik akan tetapi

pelaksanaannya belum maksimal. Dalam hal ini terdapat data pendukung yang

mengatakan belum terlaksananya dengan baik koordinasi dengan lembaga-

lembaga pemerintah, Organisasi pengusaha dan organisasi pekerja/buruh.data

pendukung ini merupakan hasil wawancara penulis kepada bapak H. Ramlis SH

selaku kepala Seksi Pencegahan Dan Pembinaan Hubungan Industrial dan beliau

mengatakan :

“Sampai saat ini masih ada point-point yang belum terlaksana dan di
bentuk apabila merujuk ke Peraturan Bupati Kabupaten Bengkalis Nomor 78
Tahun 2012 mengenai koordinasi dengan pengusaha dan serikat buruh
diantaranya seperti Panitia pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3)
dan Dewan latihan kerja Daerah kabupaten bengkalis”. (Wawancara Tahun
2015)
Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwasanya Dinas

Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis dalam terlaksananya

koordinasi dengan organisasi pekerja/buruh, pengusaha/perusahaan dan pihak-

pihak terkait belum cukup baik terlaksana. Ini dapat di lihat dari belum

terbentuknya Panitia Pembinaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (P2K3) dan

Dewan Latihan Kerja Daerah kabupaten bengkalis seperti yang diamanatkan oleh

peraturan bupati bengkalis Nomor 78 Tahun 2012.

3.Menerima Laporan Pengaduan Kasus Perselisihan Hubungan Industrial

Dalam menjalankan fungsinya sebagai penyediaan pelayanan kepada

masyarakat yang dalam hal ini adalah para pekerja/buruh.Maka Dinas Tenaga

Kerja Dan Transmigrasi berperan dalam menerima laporan pengaduan kasus


97

perselisihan hubungan industrial mengenai masalah outsourcing.dalam hal

terjadinya pengaduan kasus hendaknya dinas tenaga kerja menjadi pengayom bagi

para pekerja/buruh dan melayani laporan pengaduan kasus yang dialami oleh para

pekerja/buruh. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.7 Tanggapan Responden Terhadap Menerima Laporan Pengaduan


Kasus Perselisihan Hubungan Indusrial (Masalah Outsourcing)

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)


1.Sangat Baik 8 9,64%
2.Baik 33 39,76%
3.Cukup Baik 27 32, 53%
4.Tidak Baik 12 14,46%
5.Sangat Tidak Baik 3 3,61%
Jumlah 83 100
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang

menerima laporan pengaduan kasus perselisihan hubungan indusrial (masalah

outsourcing) sebanyak 8 orang (9,64%) responden menjawab sangat baik, 33

orang (39,76%) responden menjawab baik, 27 orang (32, 53%) responden

menjawab cukup baik, 12 orang (14,46%) responden menjawab tidak baik, 3

orang (3,61%) responden yang menjawab sangat tidak baik.

Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden

tersebut mengatakan baik, maka dari itu dapat dikatakan bahwasanya Dinas

Tenaga kerja menerima laporan pengaduan kasus perselisihan hubungan

industrial (masalah outsourcing)sudah baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.7

yang ternyata responden menjawab sebanyak 33 orang atau 39,76% menjawab

baik.
98

Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Rahmat

Ali Akbar selaku pekerja dari PT. Multi Structure yang pernah melakukan

pelaporan pengaduan kasus ke Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten

Bengkalis terkait pesangon yang tidak dibayarkan perusahaan kepada pekerja dan

beliau mengadakan :

“Disnaker Bengkalis cukup baik dalam menerima pengaduan kasus yang


saya alami dan pelayanan yang diberikan cukup ramah “(Wawancara Tahun
2015)

Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa Dinas Tenaga

Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis dalam menerima pengaduan kasus

perselisihan hubungan industrial sudah baik dan sudah seharusnya pelayanan yang

diberikan oleh Dinas Tenaga Keja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis harus

prima, karena tugas pemerintah untuk selalu memberikan pelayanan kepada

masyarakat yang dalam hal ini mereka adalah para pekerja/buruh.

Untuk menguatkan hasil penelitian.penulis juga mendapatkan data

pendukung terkait pengaduan kasus yang masuk ke Dinas Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Kabupaten Bengkalis.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 5.8. Pengaduan Kasus Yang Masuk Pada Bidang Hubungan Industrial
Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis
Tahun 2014

No Pengaduan Kasus Yang Masuk Jumlah kasus

1 Pembinaan Hubungan Industrial 21


2 Pemutusan Hubungan Kerja 38
Jumlah 59 kasus
Sumber : Data Rekapitulasi laporan Pengaduan Kasus Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis tahun 2015.
99

Berdasarkan table di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2014 terdapat 59

kasus yang masuk pada pengaduan kasus Bidang Hubungan Industrial Dinas

Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis.Jumlah pengaduan kasus

yang masuk juga dapat mengindentifikasikan bahwasanya dengan banyaknya

pengaduan kasus yang masuk ke Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Kabupaten Bengkalis membuktikan telah baiknya dalam memberikan pelayanan

pengaduan kasus ke para pekerja/buruh.

4. Menindaklanjuti Laporan Pengaduan Kasus Perselisihan Hubungan Industrial

Dinas tenaga kerja dan transmigrasi mempunyai wewenang untuk

menindaklanjuti setiap pengaduan kasus yang masuk ke bidang perselisihan

hubungan industrial. Ini sudah menjadi anjuran sebagaimana yang di amanatkan

oleh undang undang nomor Nomor 2 Tahun 2004. Untuk lebih jelasnya dapat kita

lihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.9 Tanggapan Responden Dalam Menindaklanjuti Laporan


Pengaduan Kasus Perselisihan Hubungan Industrial

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)


1. Sangat Baik 5 6,02%
2. Baik 20 24,1%
3. Cukup Baik 15 18.07%
4. Tidak Baik 38 45.78%
5. Sangat Tidak Baik 5 6,02%
Jumlah 83 100 %
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang

menindaklanjuti laporan pengaduan kasus perselisihan hubungan

industrialsebanyak 5 orang (6,02%) responden menjawab sangat baik, 20 orang

(24,1%) responden menjawab baik, 15 orang (18.07%) responden menjawab


100

cukup baik, 38 orang (45.78%) responden menjawab tidak baik, 5 orang (6,02%)

responden yang menjawab sangat tidak baik.

Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden

tersebut mengatakan tidak baik yaitu sebanyak 38 orang (45.78%). Dalam hal ini

penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Rudi yang merupakan pekerja

yang terkena pemutusan hubungan kerja dari PT. Mutiara Raaf terkait tindaklanjut

dari pengaduan kasus yang telah di laporkan ke dinas tenaga kerja dan

transmigrasi kabupaten bengkalis dan beliau mengatakan :

“Tindaklanjut dari pengaduan kasus yang kami laporkan sangat lama


proses penyelesaiaannya. bahkan kami sempat bolak balik ke kantor disnaker
untuk menanyakan bagaimana kelanjutan proses penyelesaian kasus kami namun
pihak disnaker seakan akan memperlambat dan mengulur waktu” (Wawancara
Tahun 2015)

Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwasanya tindaklanjut

dari laporan pengaduan kasus yang di laporkan oleh para pekerja/buruh tidak

berjalan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa Dinas Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Kabupaten Bengkalis dalam menindaklanjuti proses pengaduan

kasus kurang berjalan dengan maksimal dan seakan akan merugikan para

pekerja/buruh karena proses penyelesaiaan kasusnya terhambat dan memakan

waktu yang lama.

Untuk memperkuat hasil penelitian.penulis juga melakukan wawancara

terhadap bapak A.Simanjuntak selaku Kepala Bidang Perselisihan Hubungan

Industrial terkait tindaklanjut dari pengaduan kasus perselisihan hubungan

industrial dan beliau mengatakan ;


101

“Setiap pengaduan kasus yang masuk mengenai perselisihan hubungan


industrial akan kami tindak lanjuti dan dibantu proses penyelesainnya karena itu
sudah ketentuan undang undang penyelesaian perselisihan hubungan industrial,
namun terdapat beberapa kendala yang di temui sebelum penyelesaian
perselisihan dilakukan seperti bukti-bukti yang kurang lengkap mengenai
pelaporan pengaduan kasusnya misalnya slip gaji, bukti kontrak perjanjian kerja
waktu tertentu dan lainnya. “(Wawancara Tahun 2015)

Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwasanya pengaduan

kasus yang masuk ke Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis

akan di proses penyelesaian perselisihan hubungan industrialnya, namun ada

beberapa masalah bukti administrasi dalam pelaporan pengaduan kasus yang

harus di lengkapi oleh para pekerja/buruh.

Mengenai hal ini penulis juga mendapatkan data pendukung terkait

tindaklanjut pengaduan kasus perselisihan hubungan industrial yang masih dalam

proses penyelesaiannya dan belum memiliki kejelasan mengenai hasil akhir

keputusan dari penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang ada .Untuk

lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.10. Pengaduan Kasus Yang Masih Dalam Proses Penyelesaian Pada
Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Kabupaten Bengkalis Tahun 2014
No Pengaduan Kasus Yang Masuk Jumlah kasus Penyelesaian
Kasus
1 Pembinaan Hubungan Industrial 5 Masih Dalam
Proses
2 Pemutusan Hubungan Kerja 14 Masih Dalam
Proses
Jumlah 19 kasus
Sumber : Data Rekapitulasi Laporan Pengaduan Kasus Yang Masih Dalam
Proses Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis
Tahun 2014.
102

Berdasarkan table di atas dapat dilihat bahwa pengaduan kasus yang

masih dalam proses penyelesaian dan belum di selesaikan proses penyelesaiannya

sampai akhir tahun 2014 terdapat 19 kasus pengaduan yang belum terselesaikan

penyelesaian kasusnya. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa peran

Disnakertrans Kabupaten Bengkalis dalam menindaklanjuti pengaduan kasus yang

masuk mengenai perselisihan hubungan industrial belum berjalan dengan baik dan

dapat dikatakan belum maksimal.

5. Memfasilitasi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dengan

Melakukan Mediasi

Dinas tenaga kerja dan transmigrasi mempunyai wewenang untuk

memfasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial. ini sudah menjadi

anjuran sebagaimana yang di amanatkan oleh undang undang nomor Nomor 2

Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Untuk lebih

jelasnya dapat kita lihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.11. Tanggapan Responden Dalam Memfasilitasi Penyelesaian


Perselisihan Hubungan Industrial Dengan Melakukan
Mediasi

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)


1. Sangat Baik 14 16,87%
2. Baik 42 59,6%
3. Cukup Baik 15 18.07%
4. Tidak Baik 9 10.84%
5. Sangat Tidak Baik 3 3,61%
Jumlah 83 100 %
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang

memfasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial Dengan Melakukan

Mediasi dengan melakukan mediasisebanyak 14 orang (16,87%) responden


103

menjawab sangat baik, 42 orang (59,6%) responden menjawab baik, 15 orang

(18.07%) responden menjawab cukup baik, 9 orang (10.84%) responden

menjawab tidak baik, 3 orang (3,61%) responden yang menjawab sangat tidak

baik.

Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden

tersebut mengatakan baik, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Dinas Tenaga

kerja Memfasilitasi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dengan

Melakukan Mediasi Indutrial sudah baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.11

yang ternyata responden menjawab sebanyak 42 orang atau 59,6% menjawab

baik.

Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Rahmat

Ali Akbar selaku pekerja dari PT. Multi Structure yang telah melakukan mediasi

dalam fasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial di dinas tenaga

kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis dan beliau mengatakan :

“Saya sangat bersyukur dengan mediasi yang dilakukan oleh disnaker


bengkalis dan berharap proses penyelesaian dengan dimediasi oleh disnaker
bengkalis dapat meyelesaikan permasalahan pesangon yang saya alami”
(Wawancara Tahun 2015)

Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwasanya jalur

penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan mediasi dapat dikatakan

telah terlaksana dengan baik yang dilakukan oleh Mediator dari Dinas Tenaga

Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis.Ini diwujudkan dengan harapan

besar dari para pekerja/buruh agar Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Kabupaten Bengkalis untuk dapat adil berdasarkan ketentuan undang-undang


104

ketenagakerjaan yang berlaku tentunya dalam menyelesaikan masalah

outsourcing diantara para pihak pekerja dan perusahaan. Dimana selama ini para

pihak pemerintah yang dalam hal ini adalah dinas tenaga kerja terlihat selalu

bermain mata dengan pihak pengusaha/perusahaan sehingga menyebabkan para

pekerja/buruh terus di zhalimi dan ditindas.

Mengenai proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan

jalur mediasi yang dimediatori oleh mediator yang di tunjuk oleh dinas tenaga

kerja setingkat provinsi di wilayah daerah terkait sebenarnya telah diatur

tatalaksananya oleh aturan undang undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Pasal 3 Undang-undang Nomor 2

Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, mengatur bahwa

perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih

dahulu melalui perundingan Bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.

Apabila upaya bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak melakukan

pengaduan ke Dinas Ketenagakerjaan yang dalam hal ini adalah dinas tenaga kerja

dan transmigrasi kabupaten bengkalis. Penyelesaian secara Bipartit tidak selalu

menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara pekerja/buruh dengan

pengusaha. Pekerja/buruh yang masih kurang puas dengan keputusan yang

dihasilkan melalui Bipartit dapat mengajukan proses Mediasi ke Dinas Tenaga

Kerja kabupaten bengkalis.

Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 yang melakukan Mediasi

hubungan industrial disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak,

perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan


105

antar serikat pekerja (SP) atau serikat buruh (SB) hanya dalam satu perusahaan

melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator netral.

Proses Mediasi ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasimerupakan proses

penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan melibatkan pihak ke-3

sebagai penengah dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, dimana

pihak ke-3 tersebut adalah mediator yang ditunjuk oleh pemerintah menurut

peraturan Daerah no.13 tahun 2008 mengenai tugas yang diwakili oleh Dinas

Tenaga Kerja dan Transmigrasi kabupaten bengkalis dalam menyelesaikan

perselisihan. Mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung

jawab dibidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator

yang ditetapkan oleh mentri, untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai

kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk

menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan

hubungan kerja, dan perselisihan antara serikat pekerja atau serikat buruh hanya

dalam satu perusahaan.Penyelesaian melalui mediasi tetap menggunakan

mekanisme musyawarah untuk mufakat dan Mediator harus diselesaikannya

dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak Yang Bersangkutan

menerima pelimpahan berkas perselisihan.

Proses pelaksanaan mediasi terhadap penyelesaian perselisihan hubungan

industrial di Kabupaten Bengkalis adalah pihak yang merasa dirugikan membuat

surat permohonan ke Dinas tenaga kerja dan Transmigrasi, surat permohonan

tersebut akan di proses di bagian umum Dinas Tenaga Kerja dan transmigrasi,

surat tersebut akan diserahkan ke bagian bidang tenaga kerja dan diserahkan ke
106

mediator.Dalam hal ini mediator sebagai pihak ketiga yang netral yang tidak

memiliki kewenangan mengambil keputusan, serta berfungsi sebagai pihak yang

memfasilitasi para pihak yang berkepentingan untuk mencapai kesepakatan.

Mediator memeriksa kelengkapan dari syarat-syarat kelengkapan dari surat

permohonan yang diajukan oleh para pihak yang merasa dirugikan yaitu

pekerja/buruh yang mendapati adanyaperselisihan hak, perselisihan kepentingan,

perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antara serikat pekerja

atau serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, mediator membuat surat

panggilan kepada para pihak yang berselisih yaitu pengusaha dan pekerja dan

menentukan hari pemanggilan kepada para pihak, mediator meminta keterangan

kepada para pihak yang berselisih, mediator membuat hasil perundingan atas

permasalahan yang terjadi antara kedua belah pihak, setelah itu mediator membuat

perjanjian bersama yang ditandatangani kedua belah pihak yang berselisih yaitu

kesepakatan antara pengusaha dan pekerja, namun apabila salah satu pihak masih

merasa dirugikan dan tidak tercapai kesepakatan, maka mediator membuat surat

anjuran secara tertulis kepada kedua belah pihak. Surat anjuran itu berisi pendapat

pertimbangan mediator dan anjuran mediator yaitu berupa kompensasi yang harus

di lakukan/ dibayar oleh pihak pengusaha akibat adanya perselisihan hak,

perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan

perselisihan antara serikat pekerja atau serikat buruh hanya dalam satu perusahaan

yang dilakukan pengusaha misalnya berupa uang pesangon, uang penghargaan

masa kerja, uang ganti rugi pengobatan, upah selama proses berdasarkan undang-

undang yang berlaku dan masa kerja. Surat anjuran harus di jawab oleh kedua
107

belah pihak paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran.Sifat

anjuran yang diberikan oleh mediator tidak mengikat bagi para pihak, artinya

boleh diterima boleh tidak.Dalam hal ini apabila para pihak tidak menjawab

anjuran secara tertulis maka para pihak dianggap menolak anjuran, selanjutnya

mediator mencatat dalam buku perselisihan hubungan industrial bahwa

perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan

kerja, dan perselisihan antara serikat pekerja atau serikat buruh hanya dalam satu

perusahaan tidak dapat diselesaikan melalui mediasi dan melaporkan kepada

pejabat yang memberi penugasan yaitu Kepala Sub bidang Pembinaan Hubungan

Industrial Bapak A.Simanjuntak, bahwa penyelesaian pada tingkat mediasi

mengalami jalan buntu atau gagal. Selanjutnya apabila masih tidak ada

kesepakatan antara kedua belah pihak, maka pihak yang masih merasa dirugikan

dapat mengajukan perselisihan ini ke Pengadilan Hubungan Industrial di

Pekanbaru.

6. Terlaksananya Penyelesaian Masalah Perselisihan Hubungan Industrial

Peranan Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis

dalam penyelesaian masalah perselisihan hubungan industrial adalah sebagai

sebagai penengah atau pihak ketiga dalam menyelesaikan perselisihan hubungan

industrial. Proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui beberapa

tahapan yakni penyelesaian pertama melalui cara bipartit, penyelesaian dengan

mediasi,penyelesaian dengan konsiliasi dan penyelesaian dengan arbitrase. Untuk

lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel berikut ini:


108

Tabel 5.12. Tanggapan Responden Dalam Terlaksananya Penyelesaian


Masalah Perselisihan Hubungan Industrial

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)


1. Sangat Baik 15 18,07%
2. Baik 36 43,37%
3. Cukup Baik 24 28.91%
4. Tidak Baik 5 6.02%
5. Sangat Tidak Baik 3 3,61%
Jumlah 83 100 %
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang

terlaksananya penyelesaian masalah perselisihan hubungan industrial sebanyak

15orang (18,07%) responden menjawab sangat baik, 36 orang (43,37%)

responden menjawab baik, 24 orang (28.91%) responden menjawab cukup baik, 5

orang (6.02%) responden menjawab tidak baik, 3 orang (3,61%) responden yang

menjawab sangat tidak baik.

Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden

tersebut mengatakan baik, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Dinas Tenaga

kerja terlaksananya penyelesaian masalah perselisihan hubungan industrial sudah

baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.12 yang ternyata responden menjawab

sebanyak 36 orang atau 43,37% menjawab baik.

Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Slamet

Riadi selaku pekerja dari PT. Dayatama yang telah diselesaikannya perselisihan

hubungan industrialnyaoleh dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten

bengkalis dan beliau mengatakan :

“Disnaker bengkalis telah membantu penyelesaian permasalahan


pemutusan hubungan kerja yang kami alami dan alhamdulillah kami telah
sepakat dengan anjuran yang di keluarkan oleh disnaker bengkalis” (Wawancara
Tahun 2015)
109

Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwasanya

Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis telah melaksanakan

dan membantu sebagaimana tugas dan fungsinya yang telah di atur oleh Undang-

undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian hubungan industrial untuk

menyelesaiakan perselisihan hubungan industrial yang terjadi di wilayah kerjanya.

Mengenai hal ini penulis juga mendapatkan data pendukung terkait

terlaksananya penyelesaian masalah perselisihan hubungan industrial di Dinas

Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis.Untuk lebih jelasnya dapat

kita lihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.13.Perselisihan Hubungan Industrial Yang Terselesaikan Pada


Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Kabupaten Bengkalis Tahun 2014

No Pengaduan Kasus Yang Masuk Jumlah kasus terselesaikan

1 Pembinaan Hubungan Industrial 16


2 Pemutusan Hubungan Kerja 24
Jumlah 40 kasus
Sumber : Data Rekapitulasi laporan Pengaduan Kasus Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis tahun 2014.

Berdasarkan table di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2014 terdapat 40

kasus yang terselesaikan penyelesaian perselisihan hubungan industrialnyadi

Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis.Dalam hal ini dapat

di lihat bahwasanya dari kasus yang masuk berjumlah 59 kasus yang masuk dan

hanya 40 kasus yang terselesaikan penyelesaian perselsihan hubungan industrial

yang masuk ke Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis

membuktikan bahwasanya masih kurang baiknya kinerja yang dilakukan oleh


110

Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis. Meskipun hasil

penilaian responden bahwa telah terlaksananya dengan baik penyelesaian masalah

hubungan industrial di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten

Bengkalis namun meski di tingkatkan lagi menjadi lebih baik lagi dan semua

kasus yang masuk dan tercatat di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Kabupaten Bengkalis dapat terselesaikan semua penyelesaian perselisihan

hubungan industrialnya tanpa meninggalkan beban tugas dari tahun sebelumnya.

Untuk melihat rekapitulasi dari indikator peranan Dinas tenaga kerja dan

transmigrasi dalam menangani masalah outsourcing di pencegahan dan

penyelesaian hubungan industrial dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5.14. Rekapitulasi Jawaban Responden dilihat dari Indikator


Pencegahan Dan Penyelesaian Hubungan Industrial

Frekuensi/Persentase Jumlah
No Pertanyaan
SB B CB TB STB Responden
1. apakah terlaksana dengan
baik pembinaan pencegahan
perselisihan hubungan 83
2 36 24 9 12
industrial dalam menangani
(2,41) (43,37) (28,91) (10,84) (14,46)
masalah outsourcing oleh
disnakertrans kabupaten
bengkalis ?
2. apakah terlaksana dengan
baik koordinasi dengan
organisasi
pekerja,pengusaha/perusahaan
4 17 37 14 11 83
dan pihak-pihak terkait dalam
menangani masalah (4,82) (20,48) (44,58) (16,87) (13, 25)
outsourcing oleh
disnakertrans bengkalis?

3. Bagaimana pelayanan
disnakertrans bengkalis dalam
menerima setiap laporan 8 33 27 12 3 83
pengaduan kasus masalah (9,64) (39,76) (32,53) (14,46) (3,61)
outsourcing ?

4. bagaimanakah tindaklanjut
penyelesaian laporan 83
5 20 15 38 5
pengaduan kasus masalah
(6,02) (24, 10) (18,07) (45,78) (6,02)
outsourcing oleh
disnakertrans bengkalis ?
111

5. bagaimanakah fasilitasi
penyelesaian perselisihan
hubugan industrial dalam 14 42 15 9 3 83
menangani masalah (16,87) (50,60) (18,07) (10,84) (3,61)
outsourcing oleh
disnakertrans bengkalis ?
6. apakah terlaksana dengan
baik upaya mediasi dalam
menangani masalah 15 36 24 5 3 83
outsoucing oleh disnakertrans (18,07) (43, 37) (28,91) (6,02) (3,61)
bengkalis ?
Jumlah 48 184 142 87 37
498
(57,83) (221,68) (171,07) (104,81) (44,56)
Sumber: Data olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Dengan demikian dapat diketahui bahwa jawaban responden dari indikator

pencegahan dan penyelesaian hubungan industrial yang menjawab sangat baik

sebanyak 48 (57,83%), kemudian responden yang menjawab baik berjumlah 184

(221,68%), selanjutnya responden yang menjawab cukup baik sebanyak 142

(171,07%), berikutnya responden yang menjawab tidak baik berjumlah 87

(104,81%) dan 37 (44,56%)responden yang menjawab sangat tidak baik.

Dari uraian hasil pernyataan responden mengenai peranan Dinas tenaga

kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis dalam menangani masalah

outsourcing di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis tentang indikator

pencegahan dan penyelesaian hubungan industrial dapat dikatakan baik. ini dapat

dilihat dari tabel 5.15 yaitu sebanyak 184 orang (221,68%) responden menjawab

baik.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang penulis lakukan

mengindikasi bahwa peranan Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten

Bengkalis dalam menangani masalah outsourcing terhadap indikator pencegahan

dan penyelesaian hubungan industrial dapat dikatakan cukup baik, karena

berdasarkan tabel 5.15 yaitu sebanyak 142 orang (171,07%) responden menjawab
112

cukup baik. Hal ini menurut penulis kinerja yang dilakukan oleh bidang

perselisihan hubungan industrial terkhusus seksi pencegahan dan penyelesaian

hubungan industrial dalam menangani masalah outsourcing di Kecamatan

Mandau Kabupaten Bengkalis telah cukup baik terlaksana peran yang di lakukan

dan peran pencegahan dan penyelesaian hubungan industrial dalam menangani

masalah outsourcing di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis mesti di

tingkatkan lagi menjadi lebih baik lagi terutama terhadap menindaklanjuti laporan

pengaduan kasus masalah Outsourcing di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Kabupaten Bengkalis.

Setiap laporan pengaduan kasus yang masuk mesti ditindaklanjuti untuk

penyelesaiannya di Dinas Tenaga Kerja Dan Kabupaten Bengkalis.dengan masih

terdapatnya pengaduan kasus masuk perselisihan hubungan industrial yang belum

terselesaikan penyelesaian perselisihan hubungan industrialnya menandakan

bahwa masih kurang optimalnya peranan yang dilakukan oleh dinas tenaga kerja

dalam menangani masalah outsourcing di Kecamatan Mandau Kabupaten

Bengkalis.

Dalam hal mencegah perselisihan hubungan industrial, dinas tenaga kerja

dan transmigrasi kabupaten bengkalis berperan penting karena bertindak sebagai

pengayom, pembina dan pengawas di dalam Hubungan Industrial. Karena itu

dalam hal penanganan masalah outsourcingDinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Kabupaten Bengkalis diharapkan:

1) Mengupayakan terciptanya hubungan yang harmonis antara serikat

pekerja/pekerja dan pengusaha melalui pendidikan dan penyuluhan


113

2) Selalu bersikap sebagai Pembina, pengayom dan pamong dalam

menyelesaikan jika terjadi perbedaan pendapat antara pekerja/serikat

pekerja dengan pengusaha.

3) Pengembangan kelembagaan kerjasama LKS Bipartit di perusahaan harus di

tingkatkan

4) Penerapan peraturan perundangan, pengembangan peraturan perusahaan dan

perjanjian kerja bersama serta peningkatan pendidikan dan penyuluhan

ketenagakerjaan dilakukan secara terencana dan berkesinambungan.

Dalam hal pencegahan perselisihan hubungan industrial dapat dilakukan

dengan melakukan sosialisasi peraturan ketenagakerjaan.dalam pelaksanaannya

dapat dengan melakukan cara-cara yang lebih menyentuh semua komponen

seperti pengusaha/perusahaan, organisasi pekerja/buruh dan pekerja/buruh itu

sendiri sehingga dapat meminimalisir pelanggaran atau masalah yang terjadi di

ketenagakerjaan dan terkhusus pada masalah outsourcing yang terjadi.

Dalam rangka pembinaan dan koordinasi dengan pekerja,

pengusaha/perusahaan dan pihak-piak terkait terutama mengenai dalam

penanganan masalah outsourcingdi Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Kabupaten Bengkalis dapat memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga

yang telah berjasa dalam pembinaan ketenagakerjaan dalam bentuk piagam, uang,

dan/atau bentuk lainnya.

5.3.2 Persyaratan Kerja Dan Kelembagaan Hubungan Industrial

1. Terlaksananya Pembinaan Persyaratan Kerja

Dalam ikhtisar jabatannya sesuai dengan Peraturan Bupati Kabupaten

Bengkalis Nomor 78 Tahun 2012 mengenai pelaksanaan pembinaan persyaratan


114

kerja meliputi melakukan pembinaan perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan

perjanjian kerja bersama. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel berikut

ini:

Tabel 5.15. Tanggapan Responden Dalam Terlaksananya Pembinaan


Persyaratan Kerja

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)


1. Sangat Baik 16 19,28%
2. Baik 22 26.50%
3. Cukup Baik 35 42,17%
4. Tidak Baik 6 7,23%
5. Sangat Tidak Baik 4 4,82%
Jumlah 83 100 %
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang

terlaksananya pembinaan persyaratan kerja sebanyak 16 orang (19,28%)

responden menjawab sangat baik, 22orang (26,50%) responden menjawab baik,

42 orang (42,17%) responden menjawab cukup baik, 6 orang(7,23%) responden

menjawab tidak baik, 4 orang (4,82%) responden yang menjawab sangat tidak

baik.

Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden

tersebut mengatakan baik, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Dinas Tenaga

kerja terlaksananyapembinaanpersyaratan kerjacukup baik. Hal ini dapat kita

lihat pada tabel 5.15 yang ternyata responden menjawab sebanyak 35 orang atau

42,17% menjawab cukup baik.

Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Sunaryo

SH selaku staff Human Resources Department PT. Abitech terkait pelaksanaan


115

pembinaan persyaratan kerja tentang outsourcing oleh Dinas Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Kabupaten Bengkalis dan beliau mengatakan :

“Pelaksanaannya kami rasa sudah cukup baik di lakukan oleh disnaker


bengkalis dalam memberikan pembinaan persyaratan kerja.misalnya memberikan
pelayanan pada saat mendaftarkan perjanjian kerja dan mengingatkan untuk
membuat perjanjian kerja bersama di perusahaan kami dan mendaftarkannya ke
disnakertans bengkalis “(Wawancara Tahun 2015)

Dari kutipan wawancara diatas dapat diketahui bahwasanya peranan dinas

tenaga kerja dalam melaksanakan pembinaan persyaratan kerja sudah cukup baik.

Namun dalam hal pembinaan mengenai perjanjian kerja bersama seharusnya dinas

tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis harus lebih tegas terhadap

perusahaan outsourcing agar mereka membuat perjanjian kerja bersama diantara

organisasi pekerja/buruh dan perusahaan. Dengan adanya perjanjian kerja bersama

dapat berguna untuk mengurangi terjadinya kesalahpahaman mengenai

permasalahan outsourcing atau perselisihan hubungan industrial dan dapat

menjadi buku panduan apabila terdapat perselisihan atau permasalahan yang

timbul di kemudian hari diantara perusahaan dan pekerja maka dengan merujuk ke

perjanjian kerja bersama yang telah disepakati dapat menjadi dasar dan landasan

untuk menyelesaikan penanganan mengenai masalah outsourcing.

Pembuatan perjanjian kerja bersama hanya bisa di lakukan pada

perusahaan yang sudah terbentuk serikat pekerja/buruh yang tercatat pada dinas

tenaga kerja dan transmigrasi. Materi perjanjian kerja bersama merupakan hasil

kesepakatan murni antara pengusaha dengan serikat pekerja/buruh dan

perundingan perjanjian kerja bersama harus didasari itikad baik antara pengusaha
116

dengan serikat pekerja/buruh.Isi dari perjanjian kerja bersama adalah tentang

syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.Ini merupakan suatu hal yang mesti di

buat oleh seluruh perusahaan outsourcing yang ada di Kecamatan Mandau

Kabupaten Bengkalis karena di dalam perjanjian kerja bersama terdapat

pembahasan pokok mengenai hak dan kewajiban. Dalam terjadinya permasalahan

mengenai outsourcingakan terjadi seputaran mengenai hak dan kewajiban dan

syarat kerja. Untuk itu Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten

Bengkalis sudah seharusnya meningkatkan pembinaan mengenai pembuatan

perjanjian kerja bersama di perusahaan outsourcing yang ada di Kecamatan

Mandau Kabupaten Bengkalis.

Mengenai perjanjian kerja bersama, penulis mendapatkan data pendukung

tentang belum optimalnya dalam pendaftaran perjanjian kerja bersama yang di

lakukan oleh perusahaan outsourcing di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Kabupaten Bengkalis. Dalam hal ini disampaikan pada saat penulis

mewawancarai bapak Robin Barus selaku Kepala Seksi Bidang Persyaratan Kerja

Dan Kelembagaan Hubungan Industrial terkait perusahaan outsourcing yang

mendaftarkan perjanjian kerja bersama ke dinas tenaga kerja dan transmigrasi

untuk di catatkan perjanjian kerja bersamanya dan beliau mengatakan :

“Perusahaan outsourcing yang ada di kecamatan mandau terutama


perusahaan penerima pemborongan rata-rata mereka tidak memiliki serikat
pekerja/buruh, sehingga tidak ada perjanjian kerja bersama yang di daftarkan
dan dicatatkan.yang terdata cuma ada satu perjanjian kerja bersama yang telah
di catatkan di dinas tenaga kerja kabupaten bengkalis terkait perusahaan
penerima pemborongan yakni PT. Bormindo Nusantara dengan nomor SK :
KEP.560/DTKT/PHI/PKB/2011/98 “(Wawancara Tahun 2015)
117

Dari kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwasanya dalam

pelaksanaan pembinaan persyaratan kerja di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten

Bengkalis belum optimal dan mesti di tingkatkan lagi dalam pembinaan terkhusus

mengenai perjanjian kerja bersama dan dinas tenaga kerja dan transmigrasi

bengkalis juga harus meningkatkan koordinasi dengan serikat pekerja/buruh agar

perjanjian kerja bersama dapat dibuat karena menyangkut perihal penanganan

masalah outsourcing juga nantinya sehingga dapat meminimalisir terjadinya

masalah outsourcing.

2. Terlaksananya Pemeriksaan Pelaporan Dan Mengeluarkan Bukti Pelaporan

Jenis Pekerjaan Pemborongan Oleh Perusahaan Pemberi Kerja

Dalam pelaksanaan pemeriksaan pelaporan dan mengeluarkan bukti

pelaporan jenis pekerjaan pemborongan oleh perusahaan pemberi kerja telah

diatur oleh Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik

Indonesia Nomor :SE.04/MEN/VIII/2013 Tentang pelaksanan Peraturan Menteri

Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012

Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada

Perusahaan Lain. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel berikut ini:

Tabel5.16 Tanggapan Responden Dalam Pemeriksaan Pelaporan Dan


Mengeluarkan Bukti Pelaporan Jenis Pekerjaan Pemborongan
Oleh Perusahaan Pemberi Kerja
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1. Sangat Baik 15 18,07%
2. Baik 29 34,94%
3. Cukup Baik 33 39,76%
4. Tidak Baik 4 4,82%
5. Sangat Tidak Baik 2 2,41%
118

Jumlah 83 100 %
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang

terlaksananya pemeriksaan pelaporan dan mengeluarkan bukti pelaporan jenis

pekerjaan pemborongan oleh perusahaan pemberi kerja sebanyak 15 orang

(18,07%) responden menjawab sangat baik, 29 orang (34,94%) responden

menjawab baik, 33 orang (39,76%) responden menjawab cukup baik, 4

orang(4,82%) responden menjawab tidak baik, 2 orang (2,41%) responden yang

menjawab sangat tidak baik.

Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden

tersebut mengatakan cukup baik, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Dinas

Tenaga kerja pemeriksaan pelaporan dan mengeluarkan bukti pelaporan jenis

pekerjaan pemborongan oleh perushaan pemberi kerja sudah cukup baik. Hal ini

dapat kita lihat pada tabel 5.16 yang ternyata responden menjawab sebanyak 33

orang atau 39,76% menjawab cukup baik.

Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara terkait pelaksanaan

pemeriksaan pelaporan dan mengeluarkan bukti pelaporan jenis pekerjaan

pemborongan oleh perusahaan pemberi kerja dengan bapak Basri Antoni selaku

Staff Kepala Human Resources Department PT. Bosar Alongan Mamora dan

beliau mengatakan :

“ Mengenai pemeriksaan pelaporan dan mengeluarkan bukti pelaporan


jenis pekerjaan pemborongan oleh perusahaan pemberi kerja saya pikir sudah
cukup baik karena ini sudah tugas dari disnakertrans bengkalis untuk
memeriksanya apakah sudah sesuai belum dengan peraturan perundang-
undangan” (Wawancara Tahun 2015)
119

Dari kutipan tersebut dapat dikatakan bahwasanya pelaksanaan

pemeriksaan pelaporan mengenai pekerjaan pemborongan sudah cukup baik

terlaksana. Namun dalam hal ini perlu di tingkatkan lagi menjadi lebih baik lagi

dalam hal pemeriksaan pelaporan jenis pekerjaan pemorongan yang di lakukan

oleh bidang persyaratan kerja dan kelembagaan hubungan industrial dinas tenaga

kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis karena ini berkaitan dengan syarat

syarat dari perusahaan pemborongan tersebut yang akan di periksa, persyaratan

pemborongan pekerjaan dan mengenai alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan

apakah sudah sesuai dengan yang di amanatkan oleh Undang Undang Nomor

3Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan di pertegas oleh Surat Edaran

Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor

:SE.04/MEN/VIII/2013 Tentang Pelaksanan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat

Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.

Dalam hal peran instansi yang bertanggungjawab di bidang

ketenagakerjaan yang dalam hal ini adalah Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Kabupaten Bengkalis dalam pelaksanaan pemborongan pekerjaan dan terkait

dengan indikator pemeriksaan pelaporan jenis pekerjaan yang akan di serahkan

dan mengeluarkan bukti pemerikasaan pelaporan terdapat proses pelaksanaan

yang telah di atur oleh Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Republik Indonesia Nomor :SE.04/MEN/VIII/2013 Tentang Pelaksanan Peraturan

Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

2012 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada


120

Perusahaan Lain diantaranya yakni, perusahaan pemberi kerja melaporkan jenis

pekerjaan penunjang yang akan diserahkan kepada dinas tenaga kerja dan

transmigrasi untuk mendapatkan bukti pelaporan, pihak dinas tenaga kerja dan

transmigrasi memeriksa alur proses pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan oleh

asosiasi sektor usaha dan setelah itu pihak dinas tenaga kerja dan transmigrasii

mengeluarkan bukti pelaporan jenis pekerjaan pemborongan oleh perusahaan

pemberi kerja.

3. Terlaksananya Pemeriksaan Perubahan Jenis Pekerjaan Penujang Dan

Mengeluarkan Bukti Pelaporan Jenis Pekerjaan Pemborongan Oleh

Perusahaan Pemberi Kerja

Dalam pelaksanaan pemeriksaan perubahan jenis pekerjaan penujang dan

mengeluarkan bukti pelaporan jenis pekerjaan pemborongan oleh perusahaan

pemberi kerja telah diatur oleh Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Republik Indonesia Nomor :SE.04/MEN/VIII/2013 Tentang

Pelaksanan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik

Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian

Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Untuk lebih jelasnya dapat kita

lihat pada tabel berikut ini:

Tabel5.17.Tanggapan Responden Dalam Terlaksanya Pemeriksaan


Perubahan Jenis Pekerjaan Penujang Dan Mengeluarkan
Bukti Pelaporan Jenis Pekerjaan Pemborongan Oleh
Perusahaan Pemberi Kerja
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1. Sangat Baik 20 24,10%
2. Baik 15 18,07%
3. Cukup Baik 40 48,19%
4. Tidak Baik 5 6,04%
5. Sangat Tidak Baik 3 3,61%
121

Jumlah 83 100 %
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang

terlaksananya pemeriksaan perubahan jenis pekerjaan penujang dan mengeluarkan

bukti pelaporan jenis pekerjaan pemborongan oleh perusahaan pemberi kerja

sebanyak 20 orang (24,10%) responden menjawab sangat baik, 15 orang (18,07%)

responden menjawab baik, 40 orang (48,19%) responden menjawab cukup baik, 5

orang(6,04%) responden menjawab tidak baik, 3 orang (3,61%) responden yang

menjawab sangat tidak baik.

Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden

tersebut mengatakan baik, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Dinas Tenaga

kerja dalampemeriksaan perubahan jenis pekerjaan penujang dan mengeluarkan

bukti pelaporan jenis pekerjaan pemborongan oleh perusahaan pemberi kerja

sudah baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.17 yang ternyata responden

menjawab sebanyak 40 orang atau 48,19% menjawab cukup baik.

Dalam hal ini penulis mendapatkan data pendukung terkait pemeriksaan

perubahan jenis pekerjaan penunjang dan mengeluarkan bukti pelaporan jenis

pekerjaan pemborongan oleh perusahaan pemberi kerja yang dilakukan Dinas

Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis oleh bapak Robin Barus

selaku Kepala Seksi Bidang Persyaratan Kerja Dan Kelembagaan Hubungan

Industrial dan beliau mengatakan :

“Sampai saat ini disnakertrans kabupaten bengkalis belum ada


mengeluarkan bukti pelaporan perubahan jenis pekerjaan penunjang oleh
perusahaan pemberi kerja” (Wawancara Tahun 2015)
122

Terkait kutipan tersebut dapat di katakan bahwasanya perusahaan pemberi

pekerjaan belum ada melakukan perubahan jenis pekerjaan penunjang yang akan

di serahkan ke perusahaan penerima pemborongan sehingga dapat di simpulkan

dalam pelaksanaannya dinas tenaga kerja mengenai pemeriksaan perubahan jenis

pekerjaan penujang dan mengeluarkan bukti pelaporan jenis pekerjaan

pemborongan oleh perusahaan pemberi kerja sudah baik.

4. Terlaksananya Pemeriksaan Isi Perjanjian Dan Mengeluarkan Bukti

Pendaftaran Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Dalam pelaksanaan pemeriksaan isi perjanjian dan mengeluarkan bukti

pendaftaran perjanjian pemborongan pekerjaan telah diatur oleh Surat Edaran

Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor :

SE.04/MEN/VIII/2013 Tentang Pelaksanan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat

Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Untuk

lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.18.Tanggapan Responden Dalam Terlaksannya Pemeriksaan Isi


Perjanjian Dan Mengeluarkan Bukti Pendaftaran Perjanjian
Pemborongan Pekerjaan
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1. Sangat Baik 18 21,69%
2. Baik 22 26,51%
3. Cukup Baik 38 45,78%
4. Tidak Baik 3 3,61%
5. Sangat Tidak Baik 2 2,41%
Jumlah 83 100 %
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang

terlaksananya pemeriksaan isi perjanjian dan mengeluarkan bukti pendaftaran


123

perjanjian pemborongan pekerjaan sebanyak 18 orang (21,69%) responden

menjawab sangat baik, 22 orang (26,51%) responden menjawab baik,38orang

(45,78%) responden menjawab cukup baik, 3orang(6,04%) responden menjawab

tidak baik, 2 orang (2,41%) responden yang menjawab sangat tidak baik.

Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden

tersebut mengatakan baik, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Dinas Tenaga

kerja dalampemeriksaan isi perjanjian dan mengeluarkan bukti pendaftaran

perjanjian pemborongan pekerjaan sudah baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel

5.18 yang ternyata responden menjawab sebanyak 38 orang atau 45,78%

menjawab cukup baik.

Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Sunaryo

SH selaku Staff Human Resources Department PT. Abitech terkait pemeriksaan

isi perjanjian dan mengeluarkan bukti pendaftaran perjanjian pemborongan

pekerjaan dan beliau mengatakan :

“Disnakertrans Bengkalis saya rasa telah cukup baik dalam melakukan


pemeriksaan isi perjanjian pemborongan pekerjaan” (Wawancara Tahun 2015)

Dari kutipan wawancara tersebut dapat di katakan bahwasanya dalam

pelaksanaannya sudah cukup baik pemeriksaan yang dilakukan.Dalam hal

pemeriksaan ini Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis

harus teliti dan cermat dalam melakukan pemeriksaan karena ini berkaitan juga

nantinya mengenai adanya pelanggaran atau ditemuinya apabila adanya

kekurangan syarat dalam perjanjian pemborongan pekerjaan.


124

Untuk itu penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Robin Barus

selaku Kepala Seksi Bidang Persyaratan Kerja Dan Kelembagaan Hubungan

Industrial dan beliau mengatakan :

“ Dalam pemeriksaan isi perjanjian pemborongan pekerjaan yang kami


lakukan sekurang-kurangnya memuat mengenai hak dan kewajiban masing-
masing pihak dan menjamin terpenuhinya perlindungan kerja dan syarat-syarat
kerja bagi pekerja/buruh dan memiliki tenaga kerja yang mempunyai kompetensi
di bidangnya dan setelah sudah oke barulah bukti pendaftaran perjanjian
pemborongan pekerjaan di keluarkan” (Wawancara Tahun 2015)

Dari kutipan tersebut dapat di katakan bahwasanya ada beberapa tahapan

dalam pemeriksaan yang dilakukan sehingga sebuah bukti pendaftaran dapat di

keluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten

Bengkalis.dalam hal ini penulis juga mendapatkan data pendukung bahwasanya

terdapat 75 perusahaan yang mendaftarkan perjanjian pekerjaan/pemborongan ke

dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten Bengkalis dan mengenai hal ini

menurut penulis pelaksanaanya sudah cukup baik terlaksana pemeriksaannya

dengan di buktikannya dengan banyaknya jumlah perusahaann yang mendaftrakan

perjanjian pekerjaannya..

5. Terlaksananya Pemeriksaan Isi Perjanjian Kerja Perusahaan Penyedia Jasa

Pekerja/Buruh Dan Mengeluarkan Bukti Pencatatan Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu

Dalam pelaksanaan pemeriksaan isi perjanjian dan mengeluarkan bukti

pendaftaran perjanjian pemborongan pekerjaan telah diatur oleh Surat Edaran

Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor


125

:SE.04/MEN/VIII/2013 Tentang Pelaksanan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat

Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Untuk

lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.19.Tanggapan Responden Dalam Terlaksananya Pemeriksaan Isi


Perjanjian Kerja Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh Dan
Mengeluarkan Bukti Pencatatan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1. Sangat Baik 10 12,05%
2. Baik 25 30,12%
3. Cukup Baik 35 42,17%
4. Tidak Baik 7 8,43%
5. Sangat Tidak Baik 6 7,23%
Jumlah 83 100 %
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang

terlaksananya pemeriksaan isi perjanjian kerja perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh dan mengeluarkan bukti pencatatan perjanjian kerja waktu tertentu

sebanyak 10 orang (12,05%) responden menjawab sangat baik, 25 orang (30,12%)

responden menjawab baik,35orang (42,17%) responden menjawab cukup baik, 7

orang(8,43%) responden menjawab tidak baik, 6 orang (7,23%) responden yang

menjawab sangat tidak baik.

Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden

tersebut mengatakan baik, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Dinas Tenaga
126

kerja dalamterlaksananya pemeriksaan isi perjanjian kerja perusahaan penyedia

jasa pekerja/buruh dan mengeluarkan bukti pencatatan perjanjian kerja waktu

tertentu sudah baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.19 yang ternyata

responden menjawab sebanyak 35 orang atau 42,17% menjawab cukup baik.

Mengenai hal ini penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak

Robin Barus selaku Kepala Seksi Bidang Persyaratan Kerja Dan Kelembagaan

Hubungan Industrial untuk menanyakan terkait pemeriksaan isi perjanjian kerja

perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dan mengeluarkan bukti pencatatan

perjanjian kerja waktu tertentu dan beliau mengatakan :

“Kami memeriksa isi perjanjian kerja perusahaan penyedia jasa sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang undangan tentunya seperti melihat
kelengkapan persyaraan perusahaan, jenis pekerjaannya, melihat ada tidak
mengenai bersedianya menerima pekerja dari perusahaan penyedia jasa
sebelumnya dan memerikasa PKWT dan PKWTT nya ” (Wawancara Tahun
2015)

Dari kutipan tersebut dapat dikatakan bahwasanya dalam hal ini

pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Kabupaten Bengkalis sudah cukup baik terlaksana. Penulis juga

mendapatkan data pendukung terkait jumlah perjanjian kerja waktu tertentu dan

tidak tertentu yang tercatat di dinas tenaga kerja .

Tabel 5.20Rekapitulasi Pencatatan Pkwt Dinas Tenaga Kerja Dan


Transmigrasi Kabupaten Bengkalis Tahun 2014

No jumlah perusahaan yang Jumlah pekerja


mencatatkan
1 65 perusahaan 2749 pekerja
Sumber : Data Rekapitulasi Pencatatan Pkwt Dinas Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Kabupaten Bengkalis Tahun 2014
127

Berdasarkan table di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2014 terdapat

65perusahaan yang mencatatkan pkwtnya ke dinas tenagakerja dan transmigrasi

kabupaten bengkalis dengan 2749 orang pekerja. dengan banyaknya pemeriksaan

yang di lakukan oleh dinas tenaga kerja dan transmigrasi terkait pencatatan pkwt

menuntut kinerja ekstra dan penuh kehati-hatian dalam melakukan pemeriksaan.

karena di dalam perjanjian kerja waktu tertentu memuat mengenai hak dan

kewajiban dari pekerja dan pengusaha/perusahaan di dalamnya.

6. Terlaksananya Sosialisasi Peraturan Perundang Undangan Ketenagakerjaan

Tentang Outsourcing

Dalam pelaksanaan sosialisasi peraturan perundang undangan

ketenagakerjaan tentang outsourcing telah diatur oleh Surat Edaran Menteri

Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor :

SE.04/MEN/VIII/2013 Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat

Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Untuk

lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.20 Tanggapan Responden Dalam Terlaksananya Sosialisasi


Peraturan Perundang Undangan Ketenagakerjaan Tentang
Outsourcing
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1. Sangat Baik 5 6,02%
2. Baik 8 9,64%
3. Cukup Baik 18 21,69%
4. Tidak Baik 32 38,55%
5. Sangat Tidak Baik 20 24,10%
Jumlah 83 100 %
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015
128

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang

terlaksananya sosialisasi peraturan perundang undangan ketenagakerjaan tentang

outsourcing sebanyak 5 orang (6,02%) responden menjawab sangat baik,8 orang

(9,64%) responden menjawab baik,18orang (21,69%) responden menjawab cukup

baik, 32orang(38,55%) responden menjawab tidak baik, 20 orang (24,10%)

responden yang menjawab sangat tidak baik.

Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden

tersebut mengatakan tidak baik, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Dinas

Tenaga kerja dalamterlaksananya sosialisasi peraturan perundang undangan

ketenagakerjaan tentang outsourcing kurang baik. Hal ini dapat kita lihat pada

tabel 5.4 yang ternyata responden menjawab sebanyak 32 orang atau 38,55%

menjawab tidak baik.

Mengenai hal ini penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Basri

Antoni selaku Staff Kepala Human Resources Department PT. Bosar Alongan

Mamora untuk menanyakan tentang pelaksanaan sosialisasi peraturan perundang

undangan ketenagakerjaan tentang outsourcing yang di lakukan oleh dinas tenaga

kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis dan beliau mengatakan :

” mengenai sosialisasi peraturan ketenagakerjaan tentang outsourcing


belum ada setahu saya di buat oleh disnaker bengkalis” (Wawancara Tahun
2015)

Dan juga kepada bapak Bobson Simbolon Selaku Kepala Bidang Hukum

Dan Ham Serikat Buruh Riau Independent dan beliau mengatakan :

“Kalau tidak disnaker bengkalis belum pernah melakukan sosialisasi


mengenai permanaker nomor 19 tahun 2012 tentang syarat-syarat penyerahan
129

sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain.” (Wawancara Tahun


2015)

Serta kepada bapak Robin Barus selaku Kepala Seksi Bidang Persyaratan

Kerja Dan Kelembagaan Hubungan Industrial dan beliau mengatakan :

”Disnaker bengkalis sudah melakukan sosialisasi mengenai permanaker


nomor 19 tahun 2012 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lain dan juga surat edaran menteri tenaga kerja
dan transmigrasi republik indonesia nomor :SE.04/MEN/VIII/2013 Tentang
pelaksanaannya pada tanggal 21 November 2013 di Gedung Multi Guna PT. CPI
duri. pada saat itu kami mengundang pengusaha/perusahaan pemborongan dan
juga perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, organisasi serikat pekerja/buruh
dan juga pihak-pihak terkait seperti APINDO dll” (Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan wawancara tersebut dapat di katakan masih ada perusahaan

pemborongan yang belum mengikuti sosialisasi yang di selenggarakan oleh

disnakertrans bengkalis dan dalam hal ini menurut penulis merupakan suatu hal

yang sangat riskan apabila nantinya masih ada perusahaan outsourcing yang

belum mengikuti sosialisasi peraturan perundangan ketenagakerjaan mengenai

outsourcing karena mereka adalah objek dari peraturan tersebut. sehingga apabila

ada kekeliruan dalam memahami peraturan perundangan-undangan yang

mengaturnya maka di sinilah peran dinas tenaga kerja untuk menjelaskan

mengenai tafsirnya. selain itu dalam Undang Undang Ketenagakerjaan Nomor 3

Tahun 2003 juga telah ada penafsiran pasal yang telah di gugat di mahkamah

konstitusi dan itu seputar ketenagakerjaan mengenai hak hak pekerja dan

pengusaha/perusahaan yang juga perlu untuk di sosialisasikan oleh dinas tenaga


130

kerja dan transmigrasi ke pengusaha/perusahaan, organisasi serikat pekerja/buruh

dan juga pihak-pihak terkait.

Untuk melihat rekapitulasi dari indikator peranan Dinas tenaga kerja dan

transmigrasi dalam menangani masalah outsourcing di pencegahan dan

penyelesaian hubungan industrial dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5.21. Rekapitulasi Jawaban Responden dilihat dari Indikator


persyaratan kerja dan kelembagaan hubungan industrial

Frekuensi/Persentase Jumlah
No Pertanyaan
SB B CB TB STB Responden
1. apakah terlaksana dengan
baik pembinaan persyaratan 83
16 22 35 6 4
kerja tentang outsourcing
(19, 28) (26,50) (42, 17) (7, 23) (4,82)
oleh disnakertrans kabupaten
bengkalis ?
2. apakah terlaksana dengan
baik pemeriksaan pelaporan
jenis pekerjaan penunjang 15 29 33 4 2 83
oleh perusahaan pemberi (18,07) (34,94) (39,76) (4,82) (2,41)
kerja di disnakertrans
bengkalis?
3. apakah terlaksana dengan
baik pemeriksaan perubahan
jenis pekerjaan penunjang
20 15 40 5 3 83
perusahaan pemberi kerja
oleh disnakertrans (24, 10) (18,07) (48,19) (6,02) (3,61)
bengkalis ?

4. apakah terlaksana dengan


baik pemeriksaan isi 83
18 22 38 3 2
perjanjian pekerjaan
(21,69) (26,51) (45,78) (3,61) (2,41)
pemborongan oleh
disnakertrans bengkalis ?
5. apakah terlaksana dengan
baik pemeriksaan isi
perjanjian pekerjaan 10 25 35 7 6 83
perusahaan penyedia jasa (12,05) (30,12) (42,17) (8,43) (7, 23)
pekerja/buruh oleh
disnakertrans bengkalis ?
6. apakah terlaksana dengan 5 8 18 32 20 83
baiksosialisasi mengenai (6,02) (9,64) (21,69) (38,55) (24,10)
131

peraturan perundang
undangan ketenagakerjaan
mengenai outsourcing oleh
disnakertrans bengkalis ?
Jumlah 84 121 199 57 37
498
(101,21) (145,78) (239,76) (68,66) (44,58)
Sumber: Data olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Dengan demikian dapat diketahui bahwa jawaban responden dari indikator

pencegahan dan penyelesaian hubungan industrial yang menjawab sangat baik

sebanyak 84 (101,21%), kemudian responden yang menjawab baik berjumlah 121

(145,78%), selanjutnya responden yang menjawab cukup baik sebanyak 199

(239,76%), berikutnya responden yang menjawab tidak baik berjumlah 57

(68,66%) dan 37 (44,56%)responden yang menjawab sangat tidak baik.

Dari uraian hasil pernyataan responden mengenai peranan Dinas Tenaga

Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis dalam menangani masalah

outsourcing di Kecamatan Mandau tentang indikator pencegahan dan

penyelesaian hubungan industrial dapat dikatakan baik. ini dapat dilihat dari tabel

5.21 yaitu sebanyak 199 orang (239,76%) responden menjawab cukup baik.

Berdasarkan hasil dari pengamatan dan wawancara yang penulis lakukan

mengindikasikan bahwa peran Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi dalam

persyaratan kerja dan kelembagaan hubungan industrial ini sudah cukup baik akan

tetapi masih belum maksimal dalam merealisasikan program dan kerjanya kepada

perusahaan dan pekerja/buruh. Untuk itu diperlukan adanya suatu pencapaianya

yang baik dengan uraian tugas pokok dan fungsi menurut Peraturan Bupati

Kabupaten Bengkalis No.78 Tahun 2012, :

1. Memberikan pembinaan persyaratan kerja seperti perjanjian kerja,

peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.


132

2. Mengontrol dan menilai hasil pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan

sesuai rencana

3. Menyiapkan bahan dalam rangka pemberian izin operasional perusahaan

penyedia jasa pekerja dan juga bahan pencabutan izin operasional

perusahaan penyedia jasa

4. Menghimpun dan mempelajari Peraturan Perundang-undangan kebijakan

teknis, pedoman dan petunjuk teknis serta bahan-bahan lainnya yang

berhubungan dengan tugas

5. Mencari, mengumpulkan data, meanghimpun dan mensistemasikan dan

mengolah data serta menganalisa data dan informasi yang berhubungan

dengan tugas tiap seksi bidang persyaratan kerja dan kelembagaan

hubungan industrial sebagai kerangka acuan/pedoman penyusunan rencana

kegiatan.

Setelah menjelaskan hasil penelitian dari observasi, angket dan wawancara

dalam penjelasan diatas, maka berikut ini akan dijelaskan pembahasan tentang

hasil rekapitulasi dari keseluruhan penelitian, yaitu sebagai berikut:

Tabel 5.22.Rekapitulasi Keseluruhan Jawaban Responden

SB B CB TB STB
No Tabel
Frek % Frek % Frek % Frek % Frek %
1 5.4 2 2,41 36 43,37 24 28,91 9 10,84 12 14,46
2 5.5 4 4,82 17 20,48 37 44,58 14 16,87 11 13, 25
3 5.6 8 9,64 33 39,76 27 32,53 12 14,46 3 3,61
4 5.7 5 6,02 20 24,10 15 18,07 38 45,78 5 6,02
5 5.8 14 16,87 42 50,60 15 18,07 9 10,84 3 3,61
6 5.9 15 18,07 36 43,37 24 28,91 5 6,02 3 3,61
7 5.10 16 19, 28 22 26,50 35 42, 17 6 7, 23 4 4,82
8 5.11 15 18,07 29 34,94 33 39,76 4 4,82 2 2,41
9 5.12 20 24,10 15 18,07 40 48,19 5 6,02 3 3,61
10 5.13 18 21,69 22 26,51 38 45,78 3 3,61 2 2,41
11 5.14 10 12,05 25 30,12 35 42, 17 7 8,43 6 7,23
133

12 5.15 5 6,02 8 9,64 18 21,69 32 38,55 20 24,10


Jumlah 132 159,04 305 367,46 341 410,83 144 173,47 74 89, 14
Sumber: Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Dari rekapitulasi tabel di atas dapat diketahui Frekuensi option sebagai

berikut :

A = 13

B = 305

C = 341

D = 144

E = 74

Untuk mencari persentase rata-rata rekapitulasi di atas dapat digunakan

rumus sebagai berikut :

N=Fa+ Fb+ Fc+ Fd + Fe

= 132+305+341+144+74

= 996

Selanjutnya adalah mencari F terlebih dahulu dengan cara memberikan

bobot untuk masing-masing pilihan (option) yaitu :

Option A dengan bobot 5

Option B dengan bobot 4

Option C dengan bobot 3

Option D dengan bobot 2

Option E dengan bobot 1

Dari bobot yang telah diberi nilai di atas, maka dapatlah diperoleh F

sebagai berikut :

Frekuensi option A=132× 5=660


134

Frekuensi option B=305 × 4=1220

Frekuensi option C=341 ×3=102 3

Frekuensi option D=144 ×2=288

Frekuensi option E=74 ×1=74

Jumlah F=3 265

Berdasarkan jumlah yang telah diperoleh diatas maka dapat dicari

persentase rata-rata kualitatifnya sebagai berikut :

F = 3 265

N = 996x 5 = 4980

F
P = ×100 %
N

3265
= x 100 %
4980

3265 00
=
4980

= 65,56 %

Dari persentase rata-rata kualitatif yang diperoleh di atas Peranan Dinas

Tenaga kerja dan Transmigrasi dalam menangani masalah outsourcing di

Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis. Untuk memahami baik atau tidak baik

peranan Dinas Tenaga kerja tersebut maka akan diberi ukuran, pada penelitian ini

penulis menggunakan interval yang didistribusikan dalam bentuk persen menurut

Usman (2009:146) sebagai berikut :

Sangat Baik : 76-100%

Baik : 56-75%

Cukup Baik : 40-55%


135

Tidak Baik : 0-39%

Dari rekapitulasi kuesioner tentang Peranan Dinas Tenaga kerja dan

Transmigrasi dalam menangani masalah outsourcing di Kecamatan Mandau

Kabupaten Bengkalis menunjukkan bahwa PerananDinas Tenaga kerja dan

Transmigrasi dalam dalam menangani masalah outsourcingtermasuk dalam dari

persentase rata-rata kualitatif yang berjumlah 65,56 %atau dalam kategori baik.

Dari Hasil pengamatan dan wawancara yang penulis lakukan dan

mengidentifikasikan bahwa peranan Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi

dalammenangani masalah outsourcing di Kecamatan Mandau Kabupaten

Bengkalisdikategorikan sudah cukup baik. Meskipun dalam hal ini perananan

dinas tenaga kerja dan transmigrasi dalam menangani masalah outsourcing masih

adanya terdapat permasalahan yang masih belum terselesaikan penyelesaiannya

(masih dalam proses) dan dibantu oleh Bupati Bengkalis untuk mengeluarkan

surat perintah tugas untuk membantu dalam hal pemeriksaan tentang hak normatif

tenaga kerja dari mitra bisnis PT.CPI yang terindikasi terdapat permasalahan

(Dapat di lihat di lampiran 2). Dan juga sosialisasi mengenai peraturan

perundang-undangan ketenagakerjaan mengenai outsourcing harus juga di buat

kembali agar semua pengusaha/perusahaan outsourcing, organisasi pekerja/buruh,

dan pihak pihak terkait yang merupakan objek hukum dari peraturan perundang-

undangan tersebut dapat memahami mengenai aturan yang mengatur mereka.

Untuk itu dalam hal menangani masalah outsourcing di perlukannya kerja yang

ekstra dari Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis untuk

melakukan pemeriksaan secara berkala tentang ketenagakerjaan dan perusahaan


136

outsourcing, melakukan pengawasan ketenagakerjaan secara berkala dan

melakukan penyelesaian masalah outsourcing secara cepat.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai “Peranan Dinas

Tenaga kerja dan Trasmigrasi dalam menangani masalah outsourcing di

Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis” dengan mengambil sampel di Dinas

Tenaga kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis, pekerja/buruh, perusahaan

outsourcing dan organisasi serikat pekerja/buruh” maka pada bab ini dapat

diambil kesimpulan dan saran sebagai Berikut :

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang di lakukan di kecamatan Mandau Kabupaten

Bengkalis dapat di simpulkanbahwa peranan Dinas Tenaga kerja dan Trasmigrasi

dalam menangani masalah outsourcing di Kecamatan Mandau Kabupaten


137

Bengkalis termasuk dalam kategori yang Baik.Hal ini dapat dilihat dari persentase

rata-rata kualitatif yang berjumlah 65,56 %atau berada pada interval 56-75%.

Akan tetapi dengan key informan yang berjumlah 4 orang dari

pekerja/buruh outsourcing, 2 orang dari organisasi serikat pekerja/buruh dan 2

orang dari pihak pengusaha/perusahaan serta penulis mengamati langsung

dilapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan dalam menangani masalah

outsourcing masih terdapat kendala dan hambatan sehingga dalam

penyelesaiannya atau penanganannya belum cukup baik. Dalam hal ini terdapat

perbedaan pendapat yang bertolak belakang antara pihak organisasi serikat

pekerja/buruh dengan pihak dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten

bengkalis dalam hal permasalahan pesangon mengenai pekerja/buruh yang telah

habis masa perjanjian kerja waktu tertentu berhak mendapatkan pesangon.

Mengenai hal ini terkait perbedaan penafsiran akan undang-undang

ketenagakerjaan yang mengatur tentang pesangon. dalam hal masih adanya

terdapat Comanditaire Venootschap (CV) sebagai perusahaan penerima

pemborongan menunjukkan bahwa masih adanya kelemahan pengawasan

ketenagakerjaan yang di lakukan oleh dinas tenaga kerja dan transmigrasi

kabupaten bengkalis. Dalam hal pengaduan kasus yang masuk mesti

ditindaklanjuti untuk penyelesaiannya di Dinas Tenaga Kerja Dan Kabupaten

Bengkalis namun masih terdapatnya pengaduan kasus masuk perselisihan

hubungan industrial yang belum terselesaikan penyelesaian perselisihan hubungan

industrialnya menandakan bahwa masih kurang optimalnya peranan yang

dilakukan oleh dinas tenaga kerja dalam menangani masalah outsourcing di


138

Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis. Dalam hal pencegahan perselisihan

hubungan industrial dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi peraturan

ketenagakerjaan namun masih terdapatnya pengusaha/perusahaan dan organisasi

serikat pekerja/buruh yang tidak mendapati adanya sosialisasi peraturan

ketenagakerjaan mengenai outsourcing yang di lakukan oleh dinas tenaga kerja

dan transmigrasi kabupaten bengkalis.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis dapat menarik beberapa

saran sebagai berikut :

a. Dalam hal mengenai perbedaan penafsiran akan undang-undang

ketenagakerjaan tentang pesangon bagi pekerja yang telah habis

perjanjian kerja waktu tertentunya dengan perusahaan perlu di lakukan

penafsiran oleh pemerintah secara tegas didalam undang undang

ketenagakerjaan karena secara eksplisit tidak ada di sebutkan aturan

yang jelas mengenai permasalahan tersebut di dalam undang undang

ketenagakerjaan

b. Perlu ditingkatkannya lagi pengawasan oleh Dinas Tenaga kerja dan

Trasmigrasi dalam penanganan masalah outsourcing di Kabupaten

Bengkalis terutama mengenai masih adanya Comanditaire

Venootschap (CV) sebagai perusahaan penerima pemborongan

karena pada akhirnya akan merugikan para pekerja/buruh nantinya

c. Pengembangan kelembagaan kerjasama LKS Bipartit di perusahaan

harus di tingkatkan dan juga koordinasi dengan organisasi serikat

pekerja/buruh yang ada di kabupaten bengkalis


139

d. Untuk pencegahan mengenai timbulnya permasalahan outsourcing

dapat melakukan sosialisasi peraturan ketenagakerjaan tentang

outsourcing dan juga sosialisasi undang-undang penyelesaian

perselisihan hubungan industrial

e. Dalam hal banyaknya terdapat pengaduan kasus permasalahan

outsourcing dan juga di perlukannya penyelesaiannya maka

dibutuhkan penambahan akan adanya mediator dan pegawai pengawas

ketenagakerjaan yang ada di dinas tenaga kerja dan transmigrasi

kabupaten bengkalis
140
141

Anda mungkin juga menyukai