Disusun Oleh:
PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
PT. Tjiwi Kimia
A. Apa masalah yang menjadi konflik
Konflik antara perusahaan dan para buruh yang terjadi di PT. Tjiwi Kimia
sebelumnya, pada tahun 2012 juga pernah terjadi konflik antara perusahaan dengan buruh
yang disebabkan oleh adanya pemutusan hak kerja (PHK) secara sepihak yang dilakukan
oleh pihak perusahaan. Sebagai reaksi atas pemutusan secara sepihak tersebut, para buruh
kemudian melakukan demo untuk menuntut hak kerja mereka. Pasca terjadinya demo
tersebut, perusahaan tetap tidak memenuhi tuntutan dari para buruh yang telah di PHK,
total buruh yang di PHK oleh Tjiwi Kimia pada saat itu berjumlah sebanyak 72 buruh
terhitung sejak bulan Februari hingga Maret 2014. Dalam perjalanannya gerakan buruh
pasca reformasi (selama lebih dari sepuluh tahun terakhir ini), dapat dilihat bahwa
kehidupan buruh tidak banyak mengalami perubahan. Hal ini dapat dilihat misalnya,
meskipun pada saat ini pemerintah sudah mengeluarkan beberapa regulasi mengenai
perburuhan, akan tetapi buruh tetap saja menerima upah yang relatif rendah dengan jam
kerja panjang dan keselamatan kerja yang kurang memadai. Para pekerja tersebut dibayar
dengan gaji di bawah rata-rata para pekerja yang jelas-jelas sangat merugikan.
Pemberian upah yang sangat kecil tersebut tentunya tidak mampu untuk meningkatkan
kesejahteraan dari para buruh pekerja harian tersebut. Disamping itu, buruh yang juga
telah bekerja lama di perusahaan tersebut, hingga saat ini juga masih dipertanyakan
kesejahteraannya. Studi yang dilakukan Monique Borrel, tentang Konflik Industri,
Demonstrasi Masa, serta Perubahaan Ekonomi dan Politik di Perancis Pascaperang
(2004), menunjukkan bahwa salah satu temuannya adalah bahwa gelombang pemogokan
dan pemogokan umum secara signifikan dipengaruhi oleh kesejahteraan sosial, upah
minimum, dan jam kerja. Munculnya berbagai macam isu seperti akan dilakukan PHK
pada buruh, penggantian tenaga buruh dengan mesin, dan lain sebagainya menjadikan
para pekerja semakin sering membicarakan apa yang saat ini menjadi kekhawatiran
mereka seperti adanya PHK, peningkatan beban kerja, dan penambahan jam kerja. Oleh
karena itu perlu memunculkan kesadaran dari para buruh terkait dengan kondisi yang
mereka alami pada saat ini, baik terhadap buruh yang telah menjadi pekerja di Tjiwi
Kimia, maupun terhadap buruh harian yang saat ini semakin bertambah jumlahnya.
B. Standing point
Adanya penindasan yang dilakukan oleh mandor dengan cara outsourcing yang
dikontrak dengan upah yang kurang optimal dibawah UMR tanpa kontrak yang mengikat
dengan pihak manajemen perusahaan. Hal ini yang dialami oleh buruh di Tjiwi Kimia
dimana mandor mandor yang merupakan karyawan perusahaan kemudian mencari orang
yang bersedia bekerja tanpa ikatan kontrak resmi dari perusahaan dengan upah seadanya.
Para pekerja tersebut di bayar dengan gaji di bawah rata rata para pekerja atau UMR yang
jelas jelas merugikan dirinya. Pemberian upah yang sangat kecil ini tentunya tidak
mampu untuk meningkatkan kesejahteraan dari para buruh pekerja harian tersebut.
Dalam kasus ini di kemukakan bahwa mandor mencari para pekerja yang mau bekerja
dengan sistem outsourching pada bagian produksi pabrik yang jelas jelas menguntungkan
perusahaan. Buruh harian yang di pekerjakan di perusahaan tersebut di ketahui
menerima pemotongan harga sebesar 30%, yang seharusnya upah harian yang di dapat
oleh para buruh sebesar RP. 20.000 namun ternyata yang di berikan kepada para pekerja
sebesar RP.8000 an saja. Tentunya ini sangat merugikan para buruh yang notabene nya
mereka adalah masyarakat miskin yang rendah di tengah melimpah nya jumlah pencari
kerja, serta pengangguran yang meningkat membuat para pekerja pasarah menerima
nasib dengan upah yang kurang layak demi mengadu nasib yang pemotongan upah ini
ternyata sangat menguntungkan para mandor karna keuntungan sisanya di terima oleh
para mandor itu sendiri.
E. Potensi Penyelesaian
Seharusnya di awal, terdapat kesepakatan atau persetujuan antara buruh dengan
pihak manajemen terkait dengan kontrak kerja, kemudian pemberian jaminan maupun
tunjangan. Sedangkan beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi konflik yang
telah terjadi dapat dengan menggunakan perundingan secara dua arah.Untuk lebih
menjamin terciptanya rasa keadilan bagi pihak yang beperkara, menurut UU No 2 Tahun
2004, penyelesaian sengketa diutamakan melalui perundingan guna mencari musyawarah
mufakat di luar pengadilan. terdapat beberapa cara yang mungkin dapat dilakukan dalam
perundingan atau penyelesaian perselisihan di luar pengadilan, yaitu melalui bipartit,
konsiliasi, arbitrase, dan mediasi.
1. Bipartit
Penyelesaian perselisihan atau perundingan antara pengusaha dan pekerja atau
kuasa pekerja (serikat pekerja) di tingkat perusahaan. Bilamana dalam perundingan ini
terjadi kesepakatan, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh kedua
belah pihak beperkara. Selanjutnya Perjanjian Bersama ini wajib didaftarkan di
Perselisihan Hubungan Industrial guna memperoleh Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian
Bersama. Apabila ternyata kemudian salah satu pihak tidak melaksanakan kesepakatan
dalam Perjanjian Bersama, pihak yang dirugikan hak perdatanya dapat mengajukan
permohonan eksekusi kepada PHI di wilayah hukumnya. Penyelesaian perselisihan
melalui Bipartit ini harus tuntas paling lama 30 hari sejak tanggal perundingan.
Bilamana dalam jangka waktu 30 hari perundingan buntu (deadlock) atau salah satu
pihak yang beperkara menolak untuk berunding, maka perundingan bipartit dianggap
gagal. Apabila dalam perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah
pihak mencatatkan perselisihannya kepada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) setempat
dengan melampirkan bukti upaya penyelesaian bipartit. Selanjutnya, Disnaker
menawarkan kepada para pihak beperkara untuk memilih penyelesaian melalui
konsiliasi atau arbitrase. Namun apabila pihak yang beperkara tidak menetapkan pilihan
melalui konsiliasi atau arbitrase, Disnaker melimpahkan penyelesaiannya melalui
mediasi.
2. Konsiliasi
Konsoliasi adalah lembaga perorangan atau swasta mandiri yang diangkat dan
diberhentikan dalam periode tertentu melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI. Konsiliasi mencakup penyelesaian perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK), dan perselisihan antar serikat pekerja
dalam satu perusahaan yang dilakukan melalui musyawarah yang ditengahi oleh
seorang atau lebih konsiliator yang netral. Berbeda dengan mediasi yang dapat
menyelesaikan segala jenis perselisihan, dalam konsiliasi ada pengecualian, yaitu
perselisihan hak. Perselisihan hak hanya dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi.
Apabila dalam perundingan di tingkat konsiliasi ini terjadi kesepakatan para
pihak, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani kedua belah pihak
beperkara. Selanjutnya didaftarkan di PHI untuk mendapatkan Akta Bukti
Pendaftaran. Sebaliknya apabila tidak terjadi kesepakatan, maka pihak yang merasa
kurang puas atau dapat mengajukan surat gugatan ke PHI.
3. Arbitrase
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase hubungan
industrial yang dilakukan oleh arbiter harus diawali dengan upaya mendamaikan kedua
belah pihak yang berselisih. Apabila perdamaian tersebut tercapai, maka arbiter atau
majelis arbiter wajib membuat akta perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak
yang berselisih dan arbiter. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui
arbitrase harus sudah diselesaikan dalam jangka 30 hari kerja sejak penandatanganan
surat penunjukan arbiter. Perpanjangan waktu penyelesaian perselisihan hanya dapat
dilakukan satu kali, yaitu sebanyak 14 hari kerja. Hal ini harus dengan persetujuan
para pihak.
Selanjutnya perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan
melalui arbitrase tidak dapat dilakukan di Pengadilan Hubungan Industrial (Pasal 53
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004). Apabila terjadi penyelesaian damai, maka
arbiter akan membantu para pihak untuk membuat perjanjian bersama dan
mendaftarkannya di Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial untuk mendapatkan
bukti akta perdamaian. Namun apabila tidak terjadi penyelesaian secara damai dan
kekeluargaan, arbiter akan mengeluarkan putusan yang bersifat final, yang harus
diikuti oleh para pihak yang berselisih. Atas putusan arbiter tidak dapat diajukan
gugatan ke pengadilan, karena putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum
yang mengikat para pihak, dan merupakan putusan akhir yang berkekuatan tetap.
4. Mediasi
Mediasi adalah penyelesaian perselisihan antara pengusaha dan pekerja atau
kuasa pekerja yang diperantarai mediator atau Pegawai Departemen Tenaga Kerja yang
ditunjuk Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Dulu, disebut Tingkat Tripartit
atau Tingkat Perantaraan. Lembaga ini merupakan penyelesaian terakhir di luar
pengadilan, apabila salah satu atau para pihak beperkara tidak dapat menetapkan
pilihan konsiliasi atau arbitrase, atau menolak penyelesaian perselisihan melalui
konsiliasi atau arbitrase.
BAB I
PENDAHULUAN
PT GUDANG GARAM
A. Apa masalah yang menjadi konflik
Pada kasus yang kami bahas kali ini adalah mengenai kasus eksploitasi buruh
yang dilakukan oleh Perusahaan Gudang Garam. Perusahaan Gudang Garam adalah salah
satu industri rokok terkemuka di tanah air yang telah berdiri sejak tahun 1958 di kota
Kediri, Jawa Timur. Hingga kini, Gudang Garam sudah terkenal luas baik di dalam
negeri maupun mancanegara sebagai penghasil rokok kretek berkualitas tinggi. Produk
Gudang Garam bisa ditemukan dalam berbagai variasi, mulai sigaret kretek klobot
(SKL), sigaret kretek linting-tangan (SKT), hingga sigaret kretek linting-mesin (SKM).
Bagi Anda para penikmat kretek sejati, komitmen kami adalah memberikan pengalaman
tak tergantikan dalam menikmati kretek yang terbuat dari bahan pilihan berkualitas
tinggi.
B. Standing point
Terkait standing point dari kasus ekspoitasi buruh di Indonesia yang melibatkan
PT. Gudang Gram, menyatakan bahwa perusahaan tersebut telah melakukan beberapa
pelanggaran yang diantaranya menyangkut melakukan pemberhentian hubungan kerja
(PHK) terhadap 12.000 karyawannya. Dimana hal ini berakibat pada penghasilan buruh
yang selama ini bergantung terhadap perusahaan terhenti dan tentunya akan berdampak
pula terhadap kehidupan ekonomi 20.000 keluarga buruh yang terkena PHK tersebut.
Selain itu hal lain yang menjadi masalah bagi para buruh mengenai upah minimum
Regional (UMR) yang di rasa masih rendah dan masih belum mampu untuk memenuhi
kebutuhan mereka.
Selain mengenai PHK dan UMR maslah lain yang di keluhkan oleh para buruh
mengenai kebijakan pemerintah mengenai adanya sistem kerja outsourcing. Sistem kerja
outsourcing dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai pemborongan
pekerja dan penyedia jasa tenaga kerja. Hubungan kerja dengan sistem outsourcing
menyebabkan kedudukan para pihak tidak seimbang. Dengan menggunakan sistem kerja
outsourcing maka perusahaan akan menggunakan tenaga kerja dari luar perusahaan
dimana para buruh yang bekerja dari luar perusahaan akan diberi upah lebih kecil
dibanding karyawan yang ada di dalam perusahaan. Hal tersebut berdampak pada
karyawan yang ada di dalam perusahaan dimana posisi mereka dapat digantikan dengan
para buruh dari luar yang lebih murah sehhingga perusahaan dapat memaksimalkan
keuntungan dari menggunakan tenaga kerja outsourcing tersebut. Tetapi dampak lainnya
yang lebih besar yaitu perusahaan akan melakukan PHK terhadap karyawan tetapnya
yang berdampak pada bertambahlah pengganggurn yang ada di Imdonesia.
C. Pihak yang terlibat
Buruh ( karyawan )
Dalam kasus ini buruh atau karyawan merupakan pihak yang memiliki pengaruh
langsung karena adanya konflik tersebut. Karena buruh adalah pihak yang merasakan
langsung dampak yang terjadi akibat konflik tersebut. Disini buruh berperan penting
dimana buruuh merupakan pihak yang akan melakukan perlawanan terhadap perusahaan
jika keputusan perusahan yang diambil dirasa tidak sesuai atau dirasa merugikan para
buruh.
Dalam kasus ini keluarga dari para buruh merupakan pihak yang secara tidak
langsung merasakan mengenai kebijakan dan keputusan pewrusahaan yang diberikan
kepada para buruh. Keluarga para buruh juga merupakan faktor penentu atau alasan
utama para buruh mau melakukan apapun demi keluarganya tersebut. Jadi keluarga para
buruh dapat dijadikan motivasi utama bagi para buruh. Contohnya pada kasus ini jika
terjadi PHK maka para buruh pun tidak memiliki pendapatan yang dapat digunakan untuk
menghidupi keluarganya.
Perusahaan
Perusahaan merupakan pihak yang memiliki peran penting bagi para buruh atau
karyawan. Dimana perusahan merupakan tempat atau wadah bagi para buruh untuk
mendapatkan upah atau dapat melakukan pekerjaan. Kebijakan yang buat oleh
perusahaan memiliki dampak langsung bagi para buruh dimana kebijakan tersebut dapat
menguntungkan dan dapat juga merugikan dimana jika kebijakan yang dibuat oleh
perusahaan merugikan buruh maka akan menimbulkan konflik antara perusahan dengan
buruh yang dapat berdampak buruh bagi jalan operasi perusahaan.
Pemerintah
Dalam konflik yang terjadi antara perusahaan dengan para buruh ada beberapa faktor
yang mendorong terjadinya kasus tersebut. Menurut analisis kelompok kami faktor utama
konflik yang terjadi yaitu karena kebijakan yang dibuat oeleh pemerintah mengenai
kebijakan sestem kerja outsourcing. Dimana dengan adanya kebijakan tersebut maka
perusahaan memiliki kekuatan atau kesempatan untuk dapat meminimalkan biaya dalam
hal upah tenaga kerja. Dengan menggunakan sistem kerja outsourcing, perusahaan dapat
secara mudah mendapatkan tenaga kerja dari eksternal perusahaan yang dapat diberi upah
dibawah standar yang ada karena para buruh tersebut tidak terikat kontrak dengan
perusahaan. Jika hal tersebut terus menerus dilakukan maka akan berdampak pada
pengurangan karyawan tetap atau yang terikat kontrak dengan perusahaan. Dengan
mengurangi karyawan tetap di perusahaan maka perusahaan tidak harus membayar upah
kepada karyawan tetap dimana upah tersebut lebih besar dari buruh outsourcing atau
sesuai standarn regional.
Selain itu faktor lain yang mendorong adanya konflik yaitu adanya miss komunikasi
yang terjadi antara perusahaan dengan para buruh. Karena keputusan perusahaan
mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) dirasa sepihak. Hal tersebut terjadi karena
perusahaan kurang melakukan komunikasi kepada para karyawannya mengenai akan
adanya PHK yang akan dilakukan secara besar-besaran. Keputusan PHK yang terjadi
dapat mengakibatkan bertambahnya pengangguran yang ada di Indonesia apalagi banyak
kepala keluarga yang bergantung pada pekerjaan tersebut untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya. Faktor pendorong lainnya yaitu dimana para buruh merasa bahwa upah
minimum regional (UMR) yang ada saat ini dirasa masih cukup rendah untuk dapat
memenuhi kebutuhan mereka. Tetapi disisi lain perusahaan tidak bisa menaikan upah
sesuai dengan permintaan para buruh karena hal tersebut dapat berdampak pada
ketidakstabilan keuangan perusahaan yang dapat beresiko tinggi untuk perusahaan.
E. Potensi penyelesaian
Konflik antara buruh dan karyawan merupakan hal yang wajar terjadi tetapi hal
tersebut bukanlah sesuatu yang baik, maka agar hal tersebut dapat berjalan dengan baik
maka perlu adanya penyelesaian yang tepat agar mendapatkan solusi yang win win
solution. Maka ada beberapa poit yang seharusnya perlu di lakukan :
Pertama : Keterlibatan negara atau pemerintahan dalam konflik perusahaan
gudang garam dengan para buruh sangat di perlukan, terutama dalam menata peraturan
serta regulasi untuk mesalah kebijakan sestem kerja outsourcing dan upah minimum
regional (UMR)
Aspek yang perlu ditekankan adalah mengenai kebijakan yang dibuat pemerintah dalam
kebijakan sistem kerja outsourcing dimana kebijakan tersebut dirasa tidak berpihak pada
buruh. Peran pemerintah haruslah tegas, dimana dalam membuat kebijakan pemerintah
atau dinas ketenagakerjaan harus melihat dari berbagai aspek guna menjadi pertimbangan
dalam membuat kebijakan sehingga kebijakan yang ada tidak berpihak kepada satu pihak
saja. Karena dilihat dari kasus diatas akibat kebijakan yang kurang tepat dapat
mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh perusahaan
gudang garam kepada 12.000 karyawannya. Hal ini berakibat pada penghasilan buruh
yang selama ini bergantung terhadap perusahaan terhenti dan tentunya akan berdampak
pula terhadap kehidupan ekonomi 20.000 keluarga buruh yang terkena PHK tersebut. Hal
tersebut akan menabah angka pengangguran dan membuat kesenjangan ekonomi semakin
tinggi.
Kedua : Penyelesaian melalui mediasi. Penyelesaian melalui musyawarah antara
pihak perusahaan gudang garam dengan serikat buruh yang di tengahi oleh salah satu
mediator netral, bisa jadi di wakili oleh pihak Depnaker ( Departemen Ketenagakerjaan)
yang antara lain mengenai perselisihan antara hak buruh dan kepentingan perusahaan.
Sehingga dengan cara tersebut perusahaan dapat mengetahui apa yang di inginkan para
buruh dan para buruh pun dapat mengetahui apa yang diinginkan oleh perusahaan. Dari
hasil mediasi tersebut didapatkan titik tengan dimana perusahaan dan para buruh dapat
membuat keputusan bersama dimana tidak ada pihak yang saling di rugikan. Keputusan
tersebut dapat berupa kebijakan baru atau perjanjian antara buruh dengan karyawan
dimana dalam kasus ini para buruh menolak adanya pemutusan hubungan kerja (PHK)
secara besar-besaran akibat kebijakan sistem kerja outsourcing. Sehingga didapatkan
hasil win-win solution.
Benang Merah :
Dari ketiga konflik di atas kelompok kami menemukan, bahwasanya konflik yang
terjadi antara pihak buruh dan manajemen terjadi biasanya karna banyak sudut pandang
yang terkadang berbeda antara buruh dan pihak manajemen. Namun secara realistis
tuntutan para buruh tidak lain adalah berkaitan tentang hak dan kesejahteraan kaum buruh
yang terkadang dianggap sebagai kaum yang di minoritaskan. Konflik yang terjadi
biasanya di karnakan PHK sepihak, biaya upah rendah, eksploitasi buruh, penyelewengan
hak-hak buruh. Inilah yang menjadi dasar para buruh melakukan demonstrasi menuntut
kesejahteraan mereka. Pada hakikatnya seharusnya dapat kita pahami bersama pihak
manajemen memenuhi hak-hak para buruh dengan baik dan para buruh melakukan
kewajibannya dengan baik sebagai seorang buruh di perusahaan kemudian pemerintah
menjadi jembatan dalam pembuatan regulasi yang sesuai sehingga secara keseluruhan
dapat berjalan beriringan secara integrasi dan interkoneksi yang baik.