3. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda) Asas kepastian hukum atau disebut juga
dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat
perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga
harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya
sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam
Pasal 1338 ayat (1) KUHPer. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam
hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar
pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna
bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang
sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya
asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu
dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus
pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.
4. Asas Itikad Baik (good faith) Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3)
KUHPer yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini
merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan
substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan
baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi
dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan
tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal
sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian
tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif. Berbagai putusan Hoge Raad (HR)
yang erat kaitannya dengan penerapan asas itikad baik dapat diperhatikan dalam
kasuskasus posisi berikut ini. Kasus yang paling menonjol adalah kasus Sarong Arrest
dan Mark Arrest. Kedua arrest ini berkaitan dengan turunnya nilai uang (devaluasi)
Jerman setelah Perang Dunia I (Salim H.S, 2004: 3).
2. B. SAHAM
adalah surat yang menjadi bukti seseorang memiliki bagian modal suatu
perusahaan. Seseorang yang memiliki saham memiliki hak atas sebagian aset perusahan.
Sebagai contoh, jika perusahaan menerbitkan 1000 lembar saham dan seseorang
memiliki 200 lembar saham di perusahaan tersebut, maka orang tersebut sebenarnya
memiliki 20% kepemilikan aset di perusahaan tersebut. Pemegang saham mayoritas
akan memiliki hak kendali atas suatu perusahaan. Pemilik saham juga memiliki hak
untuk mendapatkan dividen sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. Perolehan
dividen ini biasanya tergantung keuntungan dari perusahaan tersebut dan telah diatur
sesuai dengan anggaran dasar perusahaan. Penerbitan saham merupakan salah satu cara
perusahaan untuk mendapatkan dana segar atau modal untuk pengembangan bisnis
secara jangka panjang. Saham sendiri dapat diperjualbelikan melalui Bursa Efek dengan
harga yang berubah-ubah sesuai kondisi perusahaan dan juga kondisi ekonomi.
3. SURAT SANGGUP
A. Pengertian Surat Sanggup
Surat sanggup ialah surat (akta) yang berisi kesanggupan seorang debitur untuk
membayar sejumlah uang tertentu kepada seorang kreditur atau penggantinya. Surat
Sanggup adalah surat pengakuan utang yang dibuat oleh debitur atas permintaan
kreditur.
Berdasarkan kitab Undang-Undang Hukum Dagang,surat sanggup diartikan
sebagai penyanggupan tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu pada
tanggal jatuh tempo dan pada tempat pembayaran yang ditentukan dengan
mencantumkan nama orang yang kepadanya pembayaran itu harus dilakukan atau yang
kepada tertunjuk pembayaran harus dilakukan dengan ditandatangani oleh orang yang
mengeluarkan surat sanggup.
Istilah Surat Sanggup merupakan terjemahan dari orderbriefje (Belanda),billet a
ordre (Perancis),promissory note (Inggris).Surat ini juga dikenal dengan surat aksep
(accept) yang berarti setuju.Istilah sanggup dan setuju sama-sama menunjukkan adanya
janji untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang atau penggantinya pada waktu
tertentu.Janji sanggup atau setuju yang dibuat oleh penerbit,menyebabkan kedudukan
penerbit sama dengan seorang akseptan dalam wesel.
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi.
Hak pelaku usaha adalah:
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik;
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.