Anda di halaman 1dari 7

Outsourcing atau alih daya merupakan proses pemindahan tanggung jawab tenaga kerja dari

perusahaan induk ke perusahaan lain diluar perusahaan induk. Perusahaan diluar perusahaan
induk bisa berupa vendor, koperasi ataupun instansi lain yang diatur dalam suatu kesepakatan
tertentu. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencangkup tenaga kerja
pada proses pendukung (non core business unit) ataupun secara praktek semua lini kerja bisa
dialihkan sebagai unit outsourcing.
KENAPA HARUS ADA OUTSOURCING
Outsourcing seringkali dibahasakan sebagai sebuah strategi kompetisi perusahaan untuk
fokus pada inti bisnisnya. Namun pada prakteknya outsourcing pada umumnya didorong oleh
ketamakan sebuah perusahaan untuk menekan cost serendah-rendahnya dan mendapatkan
keuntungan setinggi-tingginya yang seringkali melanggar etika bisnis.
PERUSAHAAN MANA YANG MELAKUKAN PRAKTEK OUTSOURCING
Hampir setiap perusahaan yang ada saat ini memiliki (dan akan terus mengembangkan) lini
outsourcingnya. Kecenderungan ini tidak hanya pada perusahaan padat tenaga kerja
(manufaktur, tekstil) tapi juga perusahaan high tech (telco, banking), hingga large/small
distribution company.
KECENDERUNGAN KEPADA TENAGA OUTSOURCING
Outsourcing seringkali mengurangi hak-hak karyawan yang seharusnya dia dapatkan bila
menjadi karyawan permanen (kesehatan, benefit dkk). Outsourcing pada umumnya menutup
kesempatan karyawan menjadi permanen. Posisi outsourcing selain rawan secara sosial
(kecemburuan antar rekan) juga rawan secara pragmatis (kepastian kerja, kelanjutan kontrak,
jaminan pensiun)
SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB ATAS PEGAWAI OUTSOURCING?
Pemerintah (undang-undang, Depnaker, depsos dkk) atas kebijakan yang seringkali tidak
berpihak kepada tenaga kerja. Atas ketidakaadilan dalam hubungan tripartit (pengusaha,
karyawan dan pemerintah)
APAKAH OUTSOURCING MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS
Dalam jangka pendek sih oke saja, terutama sangat efektif bila digunakan dalam industri
yang baru, high risk investment dan masih beroperasi dalam tahap percobaan. Dalam jangka
panjangnya, belum tentu.
KEBERHASILAN UNTUK MENGHILANGKAN PRAKTEK OUTSOURCING?
Sejarah menunjukkan bahwa perusahaan (HR Department) selalu selangkah lebih maju
menemukan praktek-praktek pemangkasan biaya tenaga kerja. Dimulai dari karyawan
kontrak, kontrak harian, kontrak outsourcing dan sebagainya. Demonstrasi yang dilakukan
para tenaga kerja seringkali dimentahkan oleh undang-undang yang justru tidak berpihak
pada para tenaga kerja baik Outsourcing maupun inti, tenaga outsourcing hanya sebagai alat
untuk memerah sapi yang gemuk saja.
HUBUNGAN OUTSOURCING DENGAN KOMPETISI GLOBAL
Kompetisi global, buruh-buruh murah negri kita dari negara-negara china, vietnam, myanmar
seringkali dijadikan kambing hitam praktek outsourcing. Kondisi ini diperparah oleh kapitalis
global yang tanpa ampun dengan jargon jargon produktivitas, efisiensi dan kompetisinya

mengharuskan mau tidak mau agar sebuah perusahaan berkompetisi harus memiliki buruh
dengan upah murah tapi membuahkan provit yang gede.
CARA TERBAIK BILA MENJADI MITRA OUTSOURCING.
Keputusan outsourcing atau pengalihdayaan diambil oleh para manajemen untuk
memperbaiki kinerja perusahaannya terkait dengan business process yang bukan merupakan
core competence-nya atau core business-nya. Diharapkan dengan menyerahkan
pengelolaan proses tersebut ke tangan perusahaan lain (sebagai mitra bisnis) yang memiliki
core business di bidang tersebut, terciptalah sebuah proses dengan kinerja optimal.
Berdasarkan hasil sejumlah riset, terdapat 6 (enam) faktor penting yang perlu diperhatikan
dan menjadi penentu berhasil tidaknya proses outsourcing dijalankan, yaitu:
1. Faktor Decision Scope menyangkut kejelasan cakupan atau ruang lingkup proses
outsourcing yang ingin dilakukan, yaitu antara total outsourcing atau selective outsourcing;
2. Faktor Decision Sponsorship menyangkut siapa saja yang terlibat, bertanggung jawab,
mendukung, dan berkomitmen untuk melaksanakan outsourcing, yaitu antara pimpinan
perusahaan atau manajer teknologi informasi atau keduanya sekaligus;
3. Faktor Evaluation Process menyangkut ada atau tidaknya prosedur formal dalam proses
tender (bidding) calon perusahaan outsourcing; seandainya ada, perlu dikaji apakah
melibatkan perusahaan eksternal saja, atau kerjasama antara internal perusahaan dengan
pihak ketiga tersebut;
4. Faktor Contract Duration menyangkut durasi penyelenggaraan outsourcing, yang
biasanya dibagi menjadi tiga kategori, yaitu jangka pendek, menengah, dan panjang;
5. Faktor Contract Type menyangkut seberapa detail aturan main outsourcing didefinisikan
dan dijelaskan di dalam kontrak outsourcing, mulai dari yang bersifat sangat global sampai
dengan yang sangat terperinci terhadap masing-masing butir perjanjiannya; dan
6. Faktor Contract Date menyangkut tingkat kemutakhiran kontrak perjanjian, yaitu
menyangkut kontrak lama yang masih berlaku, yang diperbaharui, yang dirubah, yang
diamandemen, sampai dengan pemberlakukan kontrak baru.
Dari hasil penelitian ini jelas terlihat bahwa harus ada kerjasama dan komitmen yang jelas
antara kedua belah pihak agar outsourcing dapat berjalan sebagaimana harapan yang
keseluruhan perjanjian kerjasama tersebut dinyatakan secara jelas dan terperinci di dalam
kontrak outsourcing, namun kenyataan dalam pratek kadang tidak sebaik yang diharapkan.
Dalam bisnis kadang ada upaya untuk mencari keuntungan di masing-masing pihak, sehingga
masing-masing mencari trik untuk memperoleh kemenangan dalam bisnis. Bukan bagaimana
mempunyai prinsip simbiose mutualistis.
Agar perusahaan outsourcing yang terpilih benar-benar sesuai dengan kebutuhan perusahaan,
harus disusun kriteria evaluasi yang jelas, menyangkut aspek-aspek sebagai berikut:
Tingkat penguasaan mereka terhadap business process yang akan di-outsource haruslah
tinggi, dalam arti kata mereka benar-benar memiliki core competence di bidang tersebut.
Biasanya kemampuan mereka ini akan tercermin dalam track record pengalaman mereka
melakukan penugasan sejenis di industri serupa pada masa lalu, dan berakhir dengan
keberhasilan. Dalam hal ini tidak ada salahnya jika manajemen meminta referensi dari
beberapa perusahaan yang pernah menjadi klien mereka.
Reputasi mereka secara umum dikenal baik di industri, terutama berkaitan dengan produk
atau jasa outsourcing yang ditawarkan. Banyak sumber yang dapat dijadikan referensi untuk
mengetahui hal itu seperti hasil ranking majalah, company profile, penghargaan yang pernah
diberikan, pandangan umum masyarakat bisnis, dan lain sebagainya.
Metodologi dan pendekatan outsourcing yang mereka miliki sejalan dengan kebutuhan dan

strategi perusahaan. Hal ini perlu diperhatikan sungguh-sungguh karena hampir setiap
perusahaan memiliki kondisi dan kebutuhan yang unik, sementara tidak semua perusahaan
outsourcing dapat melakukan penyesuaian (tailor-made) terhadap produk atau jasa yang
dimilikinya.
Kemampuan mereka dalam memenuhi persyaraatan outsourcing seperti yang diinginkan
oleh perusahaan dan tercantum di dalam kontrak, terutama berkaitan dengan aspek-aspek
seperti: biaya/harga, sumber daya manusia, produk/jasa yang diharapkan, service level
beserta penalty-nya, dan lain sebagainya.
Stabilitas perusahaan yang melakukan outsourcing perlu pula diperhatikan untuk menjamin
bahwa dalam waktu dekat (atau selama durasi waktu perjanjian outsourcing) tidak terjadi halhal yang tidak diinginkan seperti terjadinya kebangkrutan, merger/akuisisi, pembekuan usaha,
dan hal-hal lain yang berpotensi mengganggu proses outsourcing.
Perlu diingat bahwa Peraturan tenaga kerja membolehkan outsourcing untuk yang bukan
bisnis intinya. Jadi yang diperbolehkan bagi perusahaan seperti Telkom, PLN maka yang
boleh di-outsourcingkan adalah seperti logistik, pendidikan, IT sih bisa outsourcing.
Masalahnya tinggal pada perusahaan itu sendiri, kalau IT outsourcingapa biaya lebih
murah atau lebih mahal? Bagaimana dengan data rahasia, terutama untuk industri yang rawan
pesaing yang selalu pengintai kelemahan lawan? Lantas bila perusahaan seperti Telkom, PLN
atau perbankan yang meng-outsourcing pekerjaan. Dan pada operasional yang sepenuhnya
diserahkan oleh mitra tanpa adanya kendali dari dalam. Maka perlu aturan yang lebih tegas,
agar tidak dengan mudah bagi pengambil kerempatan untuk mencuri kelemahan di pihak lain.
Mungkin bisa kita lihat jika outsourcing dikelola secara profesional dan sesuai dengan UU
yang berlaku, maka seharusnya pegawai outsourcing itu menjadi pegawai tetap di perusahaan
vendor tersebut. Nah, kebanyakan mereka hanya menjadi pegawai musiman di perusahaan
vendor itu. Ini sebenarnya yang mengancam kelangsungan hidup mereka.
Untuk perusahaan rekanan (vendor) yang sudah establish, kebanyakan karyawan2nya juga
sudah berstatus tetap. Karena mereka sudah punya mitra tetap untuk dipasok tenaga kerja.
Kendalanya mungkin pada usia produktif.
Mungin perlu dibuat UU khusus untuk perusahaan yang menyediakan tenaga kerja
outsourcing. Apa UU Tenaga Kerja sekarang sudah memfasilitasi hal ini ya Mas? seingat ku
hanya mengatur penggunaan tenaga outsourcing saja bukan mengatur perusahaan yang
menyediakan tenaga outsourcing itu.

Ttttttttttttttttttttt
Outsourcing

Outsourcing adalah perusahaan melakukan pelimpahan atau pendelegasian terhadap


pengembangan dan pemeliharaan sistem informasinya kepada pihak di luar organisasi yang
dianggap mahir dibidang tersebut sehingga perusahan dapat fokus dengan peningkatan
performa core competency perusahaan. Keuntungan dan kelebihan dengan pengembangan
sistem outsourcing adalah :
Keuntungan Menggunakan Alternatif Outsourcing:
Lebih praktis dalam pengembangan sistem informasi yang relatif lebih cepat, efektif, dan
efisisen karena dikerjakan oleh orang yang profesional di bidangnya.
Perusahaan dapat lebih fokus untuk meningkatakan performa utamanya.
Meningkatkan kompetisi perusahaan dalam waktu yang lebih singkat.
Resiko kegegagalan pengembang sistem, tidak sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan.
Biaya pengembangan sistem informasi dapat disesuaikan dengan anggaran dan
kebutuhan perusahaan.
Jasa yang diberikan oleh outsourcer lebih berkualitas dibandingkan pengembangan
sistem informasi secara internal, karena kualitas outsourcer sudah teruji dan telah
mengalami perbaikan terus menerus berdasarkan keluhan-keluhan pemakai.
Perusahaan merasa tidak perlu dalam melakukan transfer teknologi dan transfer
pengetahuan yang dimiliki oleh ousourcer.
Tidak perlu mengeluarkan biaya pelatihan terhadap para karyawan dalam pengembangan
sistem informasi perusahaan.
Kelemahan Menggunakan Alternatif Outsourcing:
Menjadi sangat bergantung pada pihak luar sehingga apabila terjadi gangguan akan
berdampak langsung pada perusahaan.
Perusahaan akan kehilangan peluang untuk mempelajari dan membangun sistem
informasi dalam perusahaan.
Perusahaan akan kehilangan kendali atau kontrol terhadap sistem dan data penting dari
perusahaan apabila pihak outsourcer menjual data ke pesaing.
Hasil pengembangan sistem informasi yang ada belum tentu sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan perusahaan, serta keamanan data kurang terjamin.
Jika posisi tawar outsourcer lebih tinggi karena outsourcer yang dipilih adalah
outsourcer terkenal, maka perusahaan akan kehilangan banyak kendali dalam
menyesuaikan keinginan perusahaan.

Mengurangi kompetisi perusahaan apabila aplikasi yang di outsource adalah aplikasi


yang strategik, maka dapat ditiru oleh pesaingnya yang juga dapat menjadi klien dari
outsourcer yang sama.

Rrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr
C. Out-sourcing
Teknologi tidak lagi merupakan pemikiran terakhir dalam membentuk strategi bisnis, tetapi
merupakan penyebab dan penggerak yang sebenarnya. Peran utama aplikasi sistem informasi
dalam bisnis adalah untuk memberikan dukungan yang efektif atas strategi perusahaan agar
dapat memperoleh keunggulan kompetitif diluar perusahaan dengan menggunakan
sumberdaya-sumberdaya yang terdapat didalam perusahaan itu sendiri. Perusahaan dapat
bertahan hidup dan berhasil dalam jangka panjang hanya jika perusahaan tersebut berhasil
mengembangkan strategi tekanan kompetitif yang membentuk struktur persaingan dalam
industrinya.
Menurut OBrien dan Marakas (2006), beberapa pertimbangan perusahaan untuk memilih
strategi outsourcing sebagai alternatif dalam mengembangkan Sistem Informasi Sumberdaya
Informasi diantaranya:
1. Biaya pengembangan sistem sangat tinggi.
2. Resiko tidak kembalinya investasi yang dilkukan sangat tinggi.
3. Ketidakpastian untuk mendapatkan sistem yang tepat sesuai dengan spesifikasi yang
diinginkan.
4. Faktor waktu/kecepatan.
5. Proses pembelajaran pelaksana sistem informasi membutuhkan jangka waktu yang
cukup lama.
6. Tidak adanya jaminan loyalitas pekerja setelah bekerja cukup lama dan terampil.
Perusahaan yang ingin menggunakan strategi outsourcing untuk mengembangkan sistem
informasi di perusahaan mereka harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Menentukan pengembang yang ditunjuk untuk membangun sistem informasi dengan


hati-hati. Sebaiknya, pihak luar yang dipilih memang benar-benar telah
berpengalaman.

Menandatangani kontrak. Kontrak dimaksudkan sebagai pengikat tanggung jawab dan


dapat dijadikan sebagai pegangan dalam melanjutkan atau menghentikan proyek jika
terjadi masalah selama masa pengembangan.

Merencanakan dan memonitor setiap langkah dalam pengembangan agar keberhasilan


proyek benar-benar tercapai. Kontrol perlu diterapkan pada setiap aktivitas dengan
maksud agar pemantauan dapat dilakukan dengan mudah.

Menjaga komunikasi yang efektif antara personil dalam perusahaan dengan pihak
pengembang dengan tujuan agar tidak terjadi konflik atau hambatan selama proyek
berlangsung.

Mengendalikan biaya dengan tepat denngan misalnya memperhatikan proporsi


pembayaran berdasarkan persentasi tingkat penyelesaian proyek.

Investasi dalam teknologi informasi dapat memungkinkan bisnis untuk mengunci pelanggan
dan pemasok (dan menahan diluar para pesaing) dengan cara membangun hubungan baru
yang bernilai dengan mereka. Hubungan bisnis ini dapat mejadi begitu berharga bagi
pelanggan atau pemasok sehingga mencegah mereka untuk meninggalkan perusahaan anda
ke pesaingnya, atau untuk mengintimidasi mereka agar menerima kesepakatan bisnis yang
lebih rendah keuntungannya. Dengan menerapkan metode out-sourcing, perusahaan dapat
terus fokus pada kegiatan usaha utamanya, sementara itu pengembangan sistem informasinya
diserahkan kepada pihak ketiga (vendor). Keuntungan dengan menerapkan metode outsourcing adalah :

Lebih praktis serta waktu pengembangan sistem informasi relatif lebih cepat, efektif,
dan efisisen karena dikerjakan oleh orang yang profesional di bidangnya.
Penghematan waktu proses dapat diperoleh karena beberapa outsourcer dapat dipilih
untuk bekerja bersama-sama menyediakan jasa ini kepada perusahaan.

Resiko ditanggung oleh pihak ketiga. Resiko kegagalan yang tinggi dan biaya
teknologi yang semakin meningkat, akan lebih menguntungkan bagi perusahaan jika
menyerahkan pengembangan sistem informasi kepada outsourcer agar tidak
mengeluarkan investasi tambahan.

Biaya pengembangan sistem informasi dapat disesuaikan dengan anggaran dan


kebutuhan perusahaan. Mahal atau murahnya biaya pengembangan sistem informasi
tergantung jenis program yang dibeli.

Mengurangi resiko penghamburan investasi jika penggunaan sumber daya sistem


informasi belum optimal. Jika hal ini terjadi maka perusahaan hanya menggunakan
sumber daya sistem yang optimal pada saat-saat tertentu saja, sehingga sumber daya
sistem informasi menjadi tidak dimanfaatkan pada waktu yang lainnya.

Perusahaan dapat terus fokus pada kegiatan utamanya (core competency).

Memudahkan akses pada pasar global jika menggunakan vendor yang mempunyai
reputasi baik.

Dapat digunakan untuk meningkatkan kas dalam aset perusahaan karena tak perlu ada
aset untuk teknologi informasi.

Memfasilitasi downsizing sehingga perusahaan tak perlu memikirkan pengurangan


pegawai.

Disamping keunggulan yang telah disampaikan di atas, penerapan metode out-sourcing ini
juga memiliki kelemahan, diantaranya :

Umumnya biaya relatif mahal meskipun dapat dilakukan negosiasi dalam hal biaya.

Terdapat kekhawatiran tentang keamanan sistem informasi karena adanya peluang


penyalahgunaan sistem informasi oleh vendor, misalnya pembajakan atau
pembocoran informasi perusahaan.

Ada peluang sistem informasi yang dikembangkan tidak sesuai dengan kebutuhan
perusahaan dikarenakan vendor tidak memahami kebutuhan sistem dalam perusahaan
tersebut.

Transfer knowledge terbatas karena pengembangan sistem informasi sepenuhnya


dilakukan oleh vendor.

Relatif sulit melakukan perbaikan dan pengembangan sistem informasi karena


pengembangan perangkat lunak dilakukan oleh vendor, sedangkan perusahaan
umumnya hanya terlibat sampai rancangan kebutuhan sistem.

Dapat terjadi ketergantungan kepada konsultan.

Manajemen perusahaan membutuhkan proses pembelajaran yang cukup lama dan


perusahaan harus membayar lisensi program yang dibeli sehingga ada konsekuensi
biaya tambahan yang dibayarkan.

Resiko tidak kembalinya investasi yang telah dikeluarkan apabila terjadi


ketidakcocokan sistem informasi yang dikembangkan.

Mengurangi keunggulan kompetitif perusahaan. Mungkin saja pihak outsourcer tidak


fokus dalam memberikan layanan karena pada saat yang bersamaan harus
mengembangkan sistem informasi klien lainnya.

Perusahaan akan kehilangan kendali terhadap aplikasi yang di-outsource-kan. Jika


aplikasinya adalah aplikasi kritikal yang harus segera ditangani jika terjadi gangguan,
perusahaan akan menanggung resiko keterlambatan penanganan jika aplikasi ini dioutsource-kan karena kendali ada pada outsourcer yang harus dihubungi terlebih
dahulu.

Jika kekuatan menawar ada di outsourcer, perusahaan akan kehilangan banyak kendali
dalam memutuskan sesuatu apalagi jika terjadi konflik diantaranya.

Perusahaan akan kehilangan keahlian dari belajar membangun dan mengoperasikan


aplikasi tersebut

Anda mungkin juga menyukai