Anda di halaman 1dari 10

Persaingan Usaha Tidak Sehat: Asal Mula

Kasus Aqua vs. Le Minerale


11/ 2017/11:03 WIB

Bisnis.com, JAKARTA -- Persaingan produsen air minum dalam kemasan (AMDK) khusunya
di wilayah Jabodetabek tengah ramai dengan kasus yang menyeret penguasa pasar PT Tirta
Investama (terlapor I) dan distributornya, PT Balina Agung Perkasa (terlapor II).

Perkaranya tengah bergulir di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang terdaftar
dengan nomor perkara No.22/KPPU-L/2016. Bagaimana sebenarnya asal-mula kasus Aqua vs.
Le Minerale ini?

Dalam kasus ini produsen Aqua PT Tirta Investama diduga melanggar tiga pasal sekaligus, yaitu
Pasal 15 ayat (3), Pasal 19 dan Pasal 25 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.

“Aqua dituduh melarang outlet di Jabetabek untuk menjual produk Le Minerale. Hal itu tertuang
dalam surat perjanjian yang harus disepakati oleh pedagang outlet. Pedagang ini yang ramai-
ramai melapor ke KPPU,” ujar Direktur Penindakan KPPU Gopprera Panggabean.

Perkara ini bermula dari laporan para pedagang ritel maupun eceran ke Kantor KPPU pada
September 2016. Pedagang mengaku dihalangi oleh pihak PT Tirta Investama untuk menjual
produk Le Minerale yang diproduksi PT Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group).

Salah satu klasul perjanjian ritel menyebutkan, apabila pedagang menjual produk Le Minerale
maka statusnya akan diturunkan dari star outlet (SO) menjadi wholesaler (eceran).

Atas perbuatan itu, PT Tirta Fresindo Jaya ini melayangkan somasi terbuka terhadap PT Tirta
Investama di surat kabar pada 1 Oktober 2017. Somasi ini selanjutnya ditanggapi oleh otoritas
persaingan usaha. KPPU mengendus praktik persaingan usaha tidak sehat dalam industri
AMDK.

Kantongi Bukti E-mail 

Dari sidang-sidang diKPPU diketahui bahwa tim investigator setidaknya memiliki tiga bukti.
Salah satu bukti yang dimiliki tim investigator yakni bukti komunikasi berupa e-mail.

Investigator mengaku menemukan komunikasi dua arah antara terlapor I dan II, yang saling
dikirim melalui alamat e-mail kantor.

E-mail yang ditemukan tim investigator berjudul "Degradasi Star Outlet (SO) Menjadi
Wholesaler." E-mail itu berisi sanksi yang diterapkan oleh terlapor II kepada pedagang SO
Bahkan, terlapor II disebut telah mengeksekusi sanksi tersebut kepada salah satu SO.

Menanggapi tuduhan itu kubu PT Tirta Investasma melalui kuasa hukumnya, Rikrik Rizkiyana
dari kantor hukum Assegaf Hamzah & Partners, mengatakan Aqua berbisnis sesuai undang-
undang.

Diakui memang ada hubungan antara perseroan dengan terlapor II berupa prinsipal dan
ditributor. Namun, Aqua tidak pernah bersepakat menghambat kompetitor lain untuk bersaing di
pasar yang sama.

Sistem distribusi Tirta Investasma menganut sistem jual putus kepada distributor, sehingga
ketika perusahaan menjual produk ke distributor independen, proses setelahnya bukan menjadi
domain Aqua.

Sementara itu kubu PT Balina Agung Perkasa, distributor Aqua, menganggap e-mail kantor juga
dapat digunakan untuk kepentingan pribadi, sehingga bukti surat elektronik tentang klausul
penurunan level pedagang merupakan pertanggungjawaban pribadi.

Kuasa hukum PT Balina Agung Perkasa Ketut Widya mengatakan tugasnya distributor adalah
menjual produk, dan tidak seperti apa yang dituduhkan lewat temuan surat elektronik.
Menurutnya, di perusahaan penggunaan e-mail kantor juga dapat dimungkinkan untuk
kepentingan pribadi.

Terkait dengan degradasi grosir besar menjadi wholesaler, kata Ketut, akibat kesalahan internal,
bukan karena menjual produk Le Minerale.
Perkara ini masih terus berlanjut. Terakhir, Senin (10/7/2017), adalah agenda mendengar saksi
dari kubu PT Tirta Fresindo Jaya yang diwakili National Sales Manager PT Inbisco Niagatama
Semesta Carol Mario Sampouw.

PT Inbisco Niagatama merupakan perusahaan yang mendistribusikan produk Mayora, termasuk


Le Minerale.
Selasa 05 Desember 2017, 15:38 WIB

Kalah Lagi di Kasus Kartel, Yamaha Angkat


Bicara

Jakarta - PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor
(AHM) kembali diputuskan bersalah dalam tudingan kartel sepeda motor. Yamaha angkat bicara
soal hal ini.

"Ya biar pihak lawyer yang menjawab, yang pasti Yamaha menghormati keputusan," kata
General Manager PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) M Abidin.

Saat dikonfirmasi akan kah Yamaha mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, Abidin enggan
berkomentar. "Naik banding? Ya itu nanti dijawab dari pihak kuasa hukum, yang sudah kita
kuasakan. Kalau kita yang jawab nanti tidak tepat. Kuasa hukum yang bisa menjawab dengan
tepat, kita hanya mengikuti aturan yang ada," tambah Abidin.

Sebagai catatan, sidang perdana pertama kali dugaan kartel yang dilakukan Yamaha-Honda ini
digelar pada Selasa (19/7/2016). Dengan agenda Pemeriksanaan Pendahuluan Perkara Nomor
04/KKPU-I/2016 terkait Dugaan Pelanggaran Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam industri sepeda
motor jenis skuter matik 110-125 cc di Indonesia, yang dilakukan oleh PT Yamaha Indonesia
Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM).
Penyelidikan dilakukan pada semua motor matik dengan kapasitas mesin 110 cc-125 cc selama 2
tahun tepatnya pada tahun 2013-2014. Setelah menemukan alat bukti, KPPU pun menghukum
Yamaha dan Honda dengan denda puluhan miliar rupiah. Denda untuk PT Honda Astra Motor
(AHM) mencapai Rp 22,5 miliar dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM)
sebesar Rp 25 miliar.

Tak puas dengan putusan KPPU, kedua pabrikan ini pun mengajukan banding ke Pengadilan
Negeri Jakarta Utara. Namun banding mereka akhirnya ditolak oleh hakim.
Banding kasus Kartel Ayam ditunda pekan
depan
Jumat, 24 November 2017 / 14:15 WIB

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Putusan sidang kartel ayam yang melibatkan 11 perusahaan


breeder melawan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang sedianya diputus hari ini,
Jumat (24/11) ditunda menjadi pekan depan. Hal itu diungkapkan oleh ketua majelis hakim yang
memimpin sidang ini.

"Hari ini kami belum siap karena ada masalah internal. Karena itu untuk putusan kami tunda
menjadi hari Rabu, 29 November 2017," kata ketua majelis

Sementara itu, menurut peraturan Mahkamah Agung, majelis memang harus membuat putusan
paling lambat Kamis, 30 November 2017.

Sekadar tahu, sebelumnya KPPU menjatuhkan denda kepada 11 perusahaan breeder dengan


alasan terbukti melakukan kartel. Mereka adalah PT Charoen Pokphand Indonesia dan PT Japfa
Comfeed Indonesia masing-masing sebesar Rp 25 miliar, denda kepada PT Malindo Feedmill Rp
10,8 miliar, PT CJ-PIA Rp 14,5 miliar, PT Taat Indah Bersinar Rp 11,5 miliar, PT Cibadak
Indah Sari Farm Rp 5,3 miliar.

Selain itu, PT Hybro Indonesia senilai Rp 6,5 miliar, PT Wonokoyo Jaya Corporindo Rp 10,8
miliar, CV Missouri dan PT Reza Perkasa masing-masing Rp 1,2 miliar dan PT Satwa Borneo
Jaya Rp 8 miliar.
Lantaran tidak terima atas putusan KPPU ini, mereka lantas mengajukan banding. Mahkamah
Agung mengamanatkan agar persidangan dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Kuasa hukum PT Japfa Comfeed, Asep Ridwan optimis majelis bakal memenangkan para
breeder.

Demikian juga Harjon Sinaga, kuasa hukum PT Charoen yang berharap hakim mengabulkan
gugatan pemohon. "Kami berharap hakim mengatakan kami tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," tuturnya.
Terbukti Monopoli, PT Angkasa Pura
Logistik Didenda Rp 6,5 Miliar
Oleh:

Tempo.co
Rabu, 14 Juni 2017 19:15 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) hari ini membacakan
sidang putusan perkara Nomor 08/KPPU-L/2016 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 17 ayat 1
dan 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Terkait Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat atas PT Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional
Sultan Hasanuddin Makassar.

Dalam sidang, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Komisi Sukarmi sebagai serta anggota Chandra
Setiawan dan Kamser Lumbanradja, tersebut diputuskan PT Angkasa Pura Logistik dinyatakan
bersalah.

"Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta, penilaian, analisa dan kesimpulan yang telah
diuraikan di atas, maka Majelis Komisi menyatakan bahwa Terlapor I, terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar Pasal 17 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999," tutur
Sukarmi saat membacakan putusan di kantor KPPU, Jakarta Pusat, Rabu, 14 Juni 2017.

Dengan adanya putusan itu, KPPU menghukum PT Angkasa Pura Logistik membayar denda
sebesar Rp 6.551.558.600 yang harus disetor ke kas negara sebagai setoran pendapatan denda
pelanggaran di bidang persaingan usaha. "Memerintahkan Terlapor I untuk melaporkan dan
menyerahkan salinan bukti pembayaran denda tersebut ke KPPU," ujar Sukarmi.

Menurut Chandra Setiawan, perkara dugaan monopoli ini berawal dari penelitian dan
ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan adanya praktik monopoli yang dilakukan Angkasa Pura
Logistik di Terminal Kargo Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar dengan pokok
keberatan adalah pengenaan tarif ganda kepada pengguna jasa.

Adapun pasar produk Angkasa Pura Logistik (AP Log) merupakan kegiatan kebandarudaraan
dan jasa terkait Bandar Udara, khususnya terkait dengan penyediaan dan pengembangan fasilitas
terminal untuk pelayanan kargo dan pos. Namun, Ekspedisi Muatan Pesawat udara (EMPU)
lainnya hanya dapat mengakses sampai ke Lini II, sedangkan Empu Angkasa Pura Logistik (AP
Log) dapat mengakses sampai ke Lini I.

Hal ini membuat AP Log dapat memperoleh barangnya dengan cepat, dibandingkan dengan
EMPU yang lain, karena peran AP Log sebagai operator Terminal Kargo dan posisinya berada di
Lini I. Hal tersebut membuat pengguna jasa EMPU selain AP Log mengajukan protes karena
mereka dikenakan tarif ganda setelah adanya pemberlakuan kebijakan Regulated Agent,
terutama di Bandara Internasional Sultan Hassanuddin Makassar, bukan di Bandar Udara
lainnya.

Konsumen dikenakan tarif ganda yaitu tarif regulated agent (RA) dan tarif PJKP2U meskipun
keduanya merupakan kegiatan yang sama. "Tarif RA sebesar Rp 550 per kilogram dan tarif
PJKP2U sebesar Rp 500 per kilogram. Dalam mengenakan tarif ganda, si pengguna jasa tidak
mendapatkan prestasi atau tambahan layanan yang seharusnya menjadi sebab pengenaan tarif
ganda," tutur Chandra.

Dengan adanya fakta tersebut, Badan Usaha Lain yang mengajukan izin sebagai RA juga tidak
dapat meniadakan tindakan AP Log dalam mengenakan tarif ganda, dan selama status a quo
berjalan, AP Log sebagai regulator agent tidak memiliki pesaing di Bandar Udara Internasional
Sultan Hasanuddin Makassar.

Dampaknya, adanya tarif ganda menurut KPPU tidak mencerminkan amanat pemerintah,
khususnya di dalam KM 15 Tahun 2010. Selain itu dalam pengenaan tarif ganda, si pengguna
juga tidak mendapatkan prestasi atau tambahan layanan yang seharusnya menjadi alasan kenapa
tarif ganda tersebut diberlakukan.

Sepanjang penyidikan KPPU selama enam bulan dari Juni hingga Desember 2015 total
pendapatan PJKP2U setelah pajak sebesar Rp 5,42 miliar untuk domestik, dan Rp 1,09 juta.
"Bahwa Unsur Pasal 17 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terpenuhi yaitu
unsur pelaku usaha terpenuhi, unsur penguasaan atas produksi dan pemasaran barang jasa
terpenuhi, dan unsur mengakibatkan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat terpenuhi," tutur
Chandra.

Anda mungkin juga menyukai