ABSTRAK
Isi Singkat : Analisis, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan UU No.11
Tahun 2020.
Pengantar/Latar Belakang
RUU Cipta Kerja memiliki permasalahan – permasalahan krusial apabila ditinjau dari
aspek metodologi, paradigma dan subtansi pengaturan di dalam bidang – bidang kebijakan.
Proses dan substansi pengesahan UU tersebut terjadi pada tanggal 5 Oktober 2020, DPR
mengesahkan UU Cipta Kerja. Pengesahan UU ini telah menimbulkan berbagai reaksi di
masyarakat. Pada tanggal 2 November 2020 Presiden RI, Joko Widodo, menandatangani UU
ini sebagai UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja/UU CK).
Problematik secara subtansi dalam UU No.11 Tanun 2020 disebabkan karena adanya
modernisasi pasal yang terlihat maju, namun pada bidang – bidang tertentu masig sangat
problematik. Seperti dalam 1) bidang peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha,
2) ketenagakerjaan, 3) kemudahan perlindungan dan pemberdayaan koperasi, usaha mikro
kecil dan menengah (UMK-M), 4) kemudahan berusaha, 5) dukungan riset dan inovasi, 6)
pengadaan tanah 7) pelaksaaan administrasi pemerintahan, dan 8) penerapan sanksi,
khususnya sanksi pidana.
Fokus pada analisis ini, penulis mengambil salah satu aspek dalam UU No.11 Tahun
2020, yaitu ketenagakerjaan. Jika ditinjau melalui pendekatan paradigma dan politik hukum,
UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan merupaka kebijakan (Policy) untuk
mengatasi permasalahan ketenagakerjaan yang terdapat di Indonesia. Ada tiga poin dalam
paradigma dan politik hukum yang menjadi pokok bahasan, yaitu terkait cetak biru yang
diharapkan berisi pandangan menyeluruh secara filosofis, yuridis maupun sosiologis. Yang
kedua, menarik politik pada proses di dalam ruangan pembahasan dan persetujuan legislasi.
Yang ketiga, implementasi yang diharapkan dan dapat terkawal oleh kebijakan tersebut.
Teknis penyusunan UU Cipta Kerja, paradigma yang terlihat adalah demi mendorong
pertumbuhan ekonomi yang menepikan aspek lainnya. Dengan hal itu, jelas bahwa
mengakibatkan faktor lain memengaruhi masalah utama iklim investasi dan pengembangan
ekonomi di Indonesia, yaiu kepastian hukum, penegakan hukum serta pemberantasan
korupsi. Maka dari itu menurut kertas kebijakan catatan kritis yang dikeluarkan oleh UGM
menyatakan sistem “omnibus law” tidak tepat dengan alasan problem korupsi bukan sekedar
dijawab menggunakan birokrasi yang lebih anti korupsi tetapi juga membangun kelembagaan
yang kuat untuk melakukan pemberantasan korupsi.
Dsisi lain kritik terhadap UU Cipta Kerja tentang ketenagakerjaan tentunya masih
bisa ditemui aspek – aspek yang positif bagi para pekerja, hanya saja dalam penyampaian UU
nya tidak disertai sosialisasi yang tegas dan jelas, sehingga terjadi perbedaan pendapat antara
stakeholder, pemerintah, dan masyarakat sipil. Dengan ini, akan dibahas lebih lanjut
mengenai UU Cipta Kerja yang berkaitan dengan UU No.13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan.
TINJAUAN TEORI
Dari ketentuan pasal tersebut terlihat jelas bahwa perjanjian kerja yang
dilakukan antara pekerja/buruh dengan pengusaha semuanya tergantung kesepakatan
kedua belah pihak. Namun dengan batasan-batasan yang disebutkan dalam UU No. 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja yang dilakukan harus
menunjukkan adanya kejelasan atas pekerjaan antara pekerja/buruh dengan
pengusaha. Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian yang telah
disepakati dan ketentuan yang tercantum dalam UU No.13 Tahun 2003 maka terdapat
unsur dari hubungan kerja yaitu :
Politik hukum adalah legal policy tentang hukum yang akan diberlakukan baik
dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, untuk
mencapai tujuan negara. "Dengan demikian, politik hukum merupakan pilihan tentang
hukum-hukum yang akan diberlakukan sekaligus pilihan tentang hukum-hukum yang
akan dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai
tujuan negara seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Mengutarakan
posisi politik hukum dalam pohon ilmu hukum sebagai ilmu. Politik hukum
merupakan salah satu cabang atau bagian dari ilmu hukum, menurutnya ilmu hukum
terbagi atas :
a. Dogmatika Hukum
b. Sejarah Hukum
c. Perbandingan Hukum
d. Politik Hukum
e. Ilmu Hukum Umum
a. Pada tatanan politik, tujuan hukum indonesia adalah tegaknya negara hukum
yang demokratis.
b. Pada tatanan sosial dan ekonomi, politik hukum bertujuan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
c. Pada tatanan normatif, politik hukum bertujuan tegaknya keadilan dan
kebenaran dalam setiap segi kehidupan masyarakat.
Ketiga tujuan tersebut berada dalam suatu tataran hukum nasional yang
bersumber dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam hal masalah
prekonomian Indonesia UUD 1945 sudah mengatur hal itu terdapat pada Pasal 33.
Sebagai hukum dasar ini maka permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia
mempunyai Undang-undang tersendiri yang terdapat dalam Undang-undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan maka sebenarnya peran politik hukum
sangat mempunyai pengaruh yang besar di dalam melakukan kebijakan (Policy).
Dalam hal melakukan kebijakan tentu saja harus melihat pertimbanganpertimbangan
keadaan masyarakat Indonesia. Politik hukum melihat Undangundang nomor 13
tahun 2003 tenteng ketenagakerjaan merupakan sebagai bentuk hasil dari mengatasi
permasalahan ketenagakerjaan yang ada di Indonesia.
METODE
Analisis ini jenis analisis hukum normatif, analisis dengan mengkaji bahan-bahan
yang terdapat dalam literature review, kajian kepustakaan maupun kajian dari analisis hukum
melihat Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan mengkaji
kajian mengenai Politik hukum yang dalam keiilmuan hukum tidak lagi asing kata-kata
politik hukum sebagai kajian cara untuk melihat, mengkaji maupun melahirkan suatu
undang-undang yang tidak terlepas dalam kajian politik hukum.
DISCUSSION
Salah satu bidang yang paling menjadi perdebatan dalam Undang-Undang Cipta
Kerja adalah Bidang Ketenagakerjaan. Perubahan yang dilakukan Bab Ketenagakerjaan UU
Cipta Kerja, terutama terhadap beberapa ketentuan dalam Undang - Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, menjadi sorotan karena dianggap akan membawa kerugian
bagi pekerja.
Revisi parsial yang dilakukan oleh RUU Cipta Kerja terhadap Undang-Undang
Ketenagakerjaan justru dianggap menimbulkan masalah-masalah baru yang berdampak buruk
terhadap perlindungan pekerja. RUU Cipta Kerja tidak menunjukkan adanya peran dan
kehadiran negara sehingga telah melenceng dari konsepsi hubungan industrial Pancasila.
Namun, disisi lain RUU Cipta Kerja juga terdapat usaha – usaha pemerintah yang
ingin memperbaiki kebijakan (policy) dari UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Maka dari itu, berikut akan disampaikan beberapa pasal – pasal yang bermasalah disertai
dengan penjelasan singkat mengenai usaha pemerintah dalam memperbaiki sistem
ketenagakerjaan melalui UU Cipta Kerja.
Pasal – pasal yang bermasalah dalam bab ketenagakerjaan yang akan dibahas dalam
analisi ini adalah sebagai berikut:
Implikasi dari hilangnya ayat-ayat ini sangatlah serius. Selain menghilangkan jangka
waktu maksimal dan batasan perpanjangan, ketentuan baru ini juga menghilangkan
kesempatan pekerja untuk berubah status dari pekerja kontrak menjadi pekerja tetap.
Padahal, posisi pekerja dalam status kerja kontrak jauh lebih rawan dibanding dengan
pekerja tetap.
Disisi lain dari hilangnya ayat – ayat itu UU Cipta Kerja dengan pihak
pemerintah yang ingin tetap mengedepankan para pekerja maka di dalam UU Cipta
Kerja terdapat kebijakan bahwa karyawan kontrak berhak mendapat perlindungan
sosial yang sama dengan karyawan tetap serta mendapatkan kompensasi jika selesai
masa kerja dalam bentuk pesangon satu bulan gaji per tahun dan jika bekerja tiga
tahun maka pesangon sebanyak tiga kali gaji.
2) Pengupahan
Terdapat beberapa hal yang berubah dalam hal pengupahan. Yaitu hilangnya
“kebutuhan hidup layak” sebagai pertimbangan penetapan upah minimum. Perubahan
ini perlu dikritisi karena menghilangkan pertimbangan golongan, jabatan, masa kerja,
pendidikan, dan kompetensi dalam struktur dan skala upah. Padahal, struktur dan
skala upah bisa dijadikan sebagai salah satu upaya untuk memacu upgrading
kompetensi pekerja, dengan pemberian reward berupa kenaikan upah. Dengan
ketentuan yang baru, reward ini hilang dan hal ini bisa menjadi kontraproduktif
dengan cita-cita perbaikan kualitas SDM pekerja Indonesia.
Terkait dengan hal tersebut upah atau pesangon bagi yang di PHK,
pemerintah memastikan pesangon hak karyawan diterima secara hukum dan
karyawan bisa menuntut perusahaan apabila tidak memberikan haknya. Dalam hal ini
pemerintah telah berupaya dalam memberikan perlindungan hukum bagi para pekerja
dalam memperoleh haknya. Namun kembali lagi pada praktik di lapangan, bahwa
para pekerja tidak cukup paham dengan kondisi yang seperti ini.
CONCLUSIONS
Ditambah dengan berlakunya UU Cipta Kerja No.11 Tahun 2020 yang masih terdapat
banyak tuntutan dari masyarakat, walaupun pemerintah akan mengusahakan yang terbaik
untuk masyarakat Indonesia khususnya para pekerja. Membutuhkan waktu untuk melihat
hasil dari kebijakan pemrintah yang sudah disahkan ini.
REFERENCES
Harahap, Arifuddin Muda. 2019. Analisis Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan Di Tinjau dalam Kajian Politik Hukum. Jurnal Medan Agama.
10(2). 281-297.
Nathan, Alnick dan Sunardi. 2020. Gonjang-ganjing Omnibuslaw Cipta Kerja. Insight. I(9).
1-40.
Kurniawan, Fajar. 2020. Problematika Pembentukan Ruu Cipta Kerja Dengan Konsep
Omnibus Law Pada Klaster Ketenagakerjaan Pasal 89 Angka 45 Tentang Pemberian
Pesangon Kepada Pekerja Yang Di PHK. Jurnal Panorama Hukum. 5(1). 63-76.
_______________