Anda di halaman 1dari 12

Mata Kuliah : Kebijakan Publik

Semester : Genap 2020/2021

ANALISIS ISI UU CIPTA KERJA No 13 Tahun 2003


LITERATURE REVIEW ATAS ASPEK KETENAGAKERJAAN
Oleh : Duniarti Ayu Fadhila
NIM : 19417141002 Klas A

ABSTRAK

Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan pembentukan


RUU yang mengaturnketenagakerjaan dengan konsep Omnibus Law
yang ditolak oleh pekerja.
Latar Belakang Problematik secara subtansi dalam UU No.11 Tanun 2020 disebabkan
karena adanya modernisasi pasal yang terlihat maju, namun pada bidang
– bidang tertentu masig sangat problematik. Seperti dalam 1) bidang
peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, 2)
ketenagakerjaan, 3) kemudahan perlindungan dan pemberdayaan
koperasi, usaha mikro kecil dan menengah (UMK-M), 4) kemudahan
berusaha, 5) dukungan riset dan inovasi, 6) pengadaan tanah 7)
pelaksaaan administrasi pemerintahan, dan 8) penerapan sanksi,
khususnya sanksi pidana.
Metode Analisis ini jenis analisis hukum normatif, analisis dengan mengkaji
bahan-bahan yang terdapat dalam literature review, kajian kepustakaan
maupun kajian dari analisis hukum
Kontribusi UU Cipta Kerja No.11 Tahun 2020 yang masih terdapat banyak tuntutan
dari masyarakat, walaupun pemerintah akan mengusahakan yang terbaik
untuk masyarakat Indonesia khususnya para pekerja. Membutuhkan
waktu untuk melihat hasil dari kebijakan pemrintah yang sudah disahkan
ini.
Temuan- Hasil analisis ditemukan bahwa perubahan ketentuan pesangon dalam
temuan pasal 156 UU nomor 13 tahun Tahun 2003 tentang RUU
Ketenagakerjaan dalam Pasal 89, sama sekali tidak memberikan solusi
masalah yang terjadi sejauh ini. Dengan perubahan tersebut hak buruh
mempersempit dan melebar majikan untuk mengeksploitasi tenaga kerja
untuk keuntungan dirinya sendiri.

Isi Singkat : Analisis, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan UU No.11
Tahun 2020.

Pengantar/Latar Belakang

RUU Cipta Kerja memiliki permasalahan – permasalahan krusial apabila ditinjau dari
aspek metodologi, paradigma dan subtansi pengaturan di dalam bidang – bidang kebijakan.
Proses dan substansi pengesahan UU tersebut terjadi pada tanggal 5 Oktober 2020, DPR
mengesahkan UU Cipta Kerja. Pengesahan UU ini telah menimbulkan berbagai reaksi di
masyarakat. Pada tanggal 2 November 2020 Presiden RI, Joko Widodo, menandatangani UU
ini sebagai UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja/UU CK).

Problematik secara subtansi dalam UU No.11 Tanun 2020 disebabkan karena adanya
modernisasi pasal yang terlihat maju, namun pada bidang – bidang tertentu masig sangat
problematik. Seperti dalam 1) bidang peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha,
2) ketenagakerjaan, 3) kemudahan perlindungan dan pemberdayaan koperasi, usaha mikro
kecil dan menengah (UMK-M), 4) kemudahan berusaha, 5) dukungan riset dan inovasi, 6)
pengadaan tanah 7) pelaksaaan administrasi pemerintahan, dan 8) penerapan sanksi,
khususnya sanksi pidana.

Fokus pada analisis ini, penulis mengambil salah satu aspek dalam UU No.11 Tahun
2020, yaitu ketenagakerjaan. Jika ditinjau melalui pendekatan paradigma dan politik hukum,
UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan merupaka kebijakan (Policy) untuk
mengatasi permasalahan ketenagakerjaan yang terdapat di Indonesia. Ada tiga poin dalam
paradigma dan politik hukum yang menjadi pokok bahasan, yaitu terkait cetak biru yang
diharapkan berisi pandangan menyeluruh secara filosofis, yuridis maupun sosiologis. Yang
kedua, menarik politik pada proses di dalam ruangan pembahasan dan persetujuan legislasi.
Yang ketiga, implementasi yang diharapkan dan dapat terkawal oleh kebijakan tersebut.

Teknis penyusunan UU Cipta Kerja, paradigma yang terlihat adalah demi mendorong
pertumbuhan ekonomi yang menepikan aspek lainnya. Dengan hal itu, jelas bahwa
mengakibatkan faktor lain memengaruhi masalah utama iklim investasi dan pengembangan
ekonomi di Indonesia, yaiu kepastian hukum, penegakan hukum serta pemberantasan
korupsi. Maka dari itu menurut kertas kebijakan catatan kritis yang dikeluarkan oleh UGM
menyatakan sistem “omnibus law” tidak tepat dengan alasan problem korupsi bukan sekedar
dijawab menggunakan birokrasi yang lebih anti korupsi tetapi juga membangun kelembagaan
yang kuat untuk melakukan pemberantasan korupsi.

Dsisi lain kritik terhadap UU Cipta Kerja tentang ketenagakerjaan tentunya masih
bisa ditemui aspek – aspek yang positif bagi para pekerja, hanya saja dalam penyampaian UU
nya tidak disertai sosialisasi yang tegas dan jelas, sehingga terjadi perbedaan pendapat antara
stakeholder, pemerintah, dan masyarakat sipil. Dengan ini, akan dibahas lebih lanjut
mengenai UU Cipta Kerja yang berkaitan dengan UU No.13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan.

TINJAUAN TEORI

1. Analisis Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Jika diidentifikasi tujuan dari UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


maka dalam regulasi itu sendiri terdapat 4 (empat) tujuan yang disebutkan pada Pasal
4 bahwa pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :

a. Memberdayakan dan Mendayagunakan Tenaga Kerja Secara Optimal dan


Manusiawi Penjelasan Pasal 4 huruf a UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan adalah “Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja
merupakan suatu kegiatan yang terpadu untuk dapat memberikan kesempatan
kerja seluasluasnya bagi tenaga kerja Indonesia. Melalui pemberdayaan dan
pendayagunaan ini diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat berpartisipasi
secara optimal dalam Pembangunan Nasional, namun dengan tetap
menjunjung nilai-nilai kemanusiaannya.”
b. Mewujudkan Pemerataan Kesempatan Kerja dan Penyediaan Tenaga Kerja
yang Sesuai dengan Kebutuhan Pembangunan Nasional dan Daerah
Penjelasan Pasal 4 huruf a UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
adalah “Pemerataan kesempatan kerja harus diupayakan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pasar kerja dengan
memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan bagi seluruh
tenaga kerja Indonesia sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
Demikian pula pemerataan penempatan tenaga kerja perlu diupayakan agar
dapat mengisi kebutuhan di seluruh sektor dan daerah.”
c. Memberikan Perlindungan Kepada Tenaga Kerja Dalam Mewujudkan
Kesejahteraan dan Meningkatkan Kesejahteraan Tenaga Kerja dan
Keluarganya Karena bidang ketenagakerjaan dianggap penting dan
menyangkut kepentingan umum, maka Pemerintah mengalihkannya dari
hukum privat menjadi hukum publik. Alasan lain adalah banyaknya masalah
ketenagakerjaan yang terjadi baik dalam maupun luar negeri. Salah satu
contoh adalah banyak kasus yang masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial
(PHI) menyangkut penggunaan tenaga kerja asing. Setiap putusan badan
peradilan PHI akan menjadi evaluasi untuk kepentingan di bidang
ketenagakerjaan.
d. Ketentuan Perjanjian Kerja dalam UU No 13 Tahun 2003 Bagian penting
dalam ketenagakerjaan yang banyak mendapat sorotan adalah hubungan kerja
antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Hubungan kerja ini termasuk sebagai
Perjanjian. Sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi “Perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.” Dalam Pasal 1320 KUH
Perdata terdapat syarat-syarat terjadinya suatu perjanjian yang sah adalah:

1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya


2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3) Suatu pokok persoalan tertentu
4) Suatu sebab yang tidak dilarang
5) Hubungan kerja

Dari ketentuan pasal tersebut terlihat jelas bahwa perjanjian kerja yang
dilakukan antara pekerja/buruh dengan pengusaha semuanya tergantung kesepakatan
kedua belah pihak. Namun dengan batasan-batasan yang disebutkan dalam UU No. 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja yang dilakukan harus
menunjukkan adanya kejelasan atas pekerjaan antara pekerja/buruh dengan
pengusaha. Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian yang telah
disepakati dan ketentuan yang tercantum dalam UU No.13 Tahun 2003 maka terdapat
unsur dari hubungan kerja yaitu :

1) Adanya unsur service (pelayanan)


2) Adanya unsur time (waktu)
3) Adanya unsur pay (upah)

Masyarakat pada umumnya tahu bahwa tidak boleh adanya pemberlakuan


tidak adil (diskriminasi) antara sesama pekerja atau antara pekerja dengan pengusaha.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yaitu “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa
diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.” dan Pasal 6 UU No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yaitu “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan
yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.” Itulah ketentuan UU No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan dan penjelasannya. Sebagai pengelola perusahaan,
perlu memperhatikan mengenai penjelasan umum UU Ketenagakerjaan sehingga
dapat memberikan hal yang layak bagi karyawan dan juga menghindari sanksi yang
diberlakukan oleh Pemerintah. Berdasarkan pembahasan pada Bab II, maka dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut :

1) Pasal demi pasal UU Ketengakerjaan pun menimbulkan pro dan kontra


dalam penerapannya sebagai berikut :

a. Pasal 52-54 tentang Perjanjian Kerja/Kontrak Kerja.


b. Pasal 64; 65; 66 tentang Outsourcing
c. Pasal 35 dan 37 tentang perekrutan dan penempatan kerja
d. Pasal 78 tentang Lembur
e. Pasal 88-98 tentang Struktur dan skala upah
f. Pasal 108-115 tentang Peraturan Perusahaan

Selain keenam permasalahan tersebut, masalah lainnya pada


penerapan UU dan peraturan terkait dalah: lemahnnya perlindungan
kerja terutama TKI di luar negeri, diskriminasi terhadap gender dan
penyandang cacat, pekerja anak, pelatihan kerja yang buruk, jaminan
sosial dan kesehatan, diskriminasi pekerja lokal dan asing, birokrasi
panjang yang menyulitkan pengusaha dan investor, demonstasi, dan
masih banyak lagi permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia.

2) Penulis mengambil dua isu aktual mengenai UU Ketenagakerjaan yang


menimbulkan pro dan kontra, yaitu:

Putusan MK No.012/PUU-I/2003 yang salah satunya membatalkan


Pasal 158 tentang PHK karena kesalahan berat. Praktiknya, masih banyak
pekerja yang dipecat dengan alasan atau dasar Pasal 158 UU
Ketenagakerjaan. UU Ketenagakerjaan sendiri tidak memberikan
pengertian “kesalahan berat”, sehingga dalam praktik kualifikasi kesalahan
berat yang diatur dalam Pasal 158 ayat (1) menjadi terbatas. Atau dengan
perkataan lain, tidak boleh ada kualifikasi perbuatan lain yang
digolongkan menjadi kesalahan berat. Padahal umumnya setiap sektor
industri atau jasa memiliki kualifikasi kesalahan berat di luar ketentuan
Pasal 158 ayat (1). Contohnya kesalahan berat bagi pekerja yang merokok
di lokasi kerja berbahaya yang mudah terbakar seperti di perusahaan
minyak dan gas. Atau penjaga perlintasan kereta yang membiarkan kereta
lewat tanpa menutup pintu perlintasan.

Secara sederhana Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang


Ketenagakerjaan merupakan suatu undang-undang yang lahir untuk
mengatur tentang ketenagakerjaan yang ada di indonesia. Dalam hal ini
tentu saja undangundang yang dilahirkan masih saja banyak kekuarangan
maupun mempunyai kelemahan. Sudah jelas dari penjelasan diatas sejak
zaman Belanda selalu saja keuntungaan di utamakan untuk pemilik modal
seperti kerja rodi dll. Dalam hal ini pada sejarah indonesia masalah
ketenagakerjaan sudah menjadi suatu masalah yang sangat besar di negara
ini. Pertanyaan yang mendasar apakah undangundang ketengakerjaan ini
dapat mengatasi permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia mengingat
jika dilakukan survei di beberpa perusahaan di indonesia tentu saja
banyaknya karyawan yang mengeluh dan merasa ketidak sesuaian dengan
kerja para karyawan.
2. Kajian Politik Hukum melihat Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan

Politik hukum adalah legal policy tentang hukum yang akan diberlakukan baik
dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, untuk
mencapai tujuan negara. "Dengan demikian, politik hukum merupakan pilihan tentang
hukum-hukum yang akan diberlakukan sekaligus pilihan tentang hukum-hukum yang
akan dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai
tujuan negara seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Mengutarakan
posisi politik hukum dalam pohon ilmu hukum sebagai ilmu. Politik hukum
merupakan salah satu cabang atau bagian dari ilmu hukum, menurutnya ilmu hukum
terbagi atas :

a. Dogmatika Hukum
b. Sejarah Hukum
c. Perbandingan Hukum
d. Politik Hukum
e. Ilmu Hukum Umum

Satjipto Rahardjo mendefinisikan politik hukum sebagai aktivitas memilih dan


cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu
dalam masyarakat. Menurut Abdul Hakim Garuda Nusantara, politik hukum adalah
kebijakan hukum (legal policy) yang hendak diterapkan atau dilaksanakan oleh suatu
pemerintahan negara tertentu. Berdasarkan pendapat ahli di atas, teori politik hukum
menurut Padmo Wahyono yaitu bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar
penyelenggara negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku,
yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan
negara yang dicita-citakan. Kata kebijakan di atas berkaitan dengan adanya strategi
yang sistematis, terperinci dan mendasar. Dalam merumuskan dan menetapkan
hukum yang telah dan akan dilakukan, politik hukum menyerahkan otoritas legislasi
kepada penyelenggara negara, tetapi dengan tetap memperhatikan nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat, semuanya diarahkan dalam rangka mencapai tujuan negara
yang dicita-citakan.
Politik hukum pada negara demokrasi akan berusaha memberikan kesempatan
luas pada keikutsertaan masyarakat menentukan corak dan isi hukum yang
dikehendaki. Indonesia berdasarkan pancasila dan yang berdasarkan kekeluargaan
akan mempunyai politik hukum tersendiri seusia dengan rechtsidee, yang terkandung
dalam Pancasila dan UUD 1945. Ada 3 tataran kebijaksanaan politik perundang-
undangan yang terkandung dalam kerangka dan paradigma staatsidee atau rechtsidee,
yaitu sebagai berikut:

a. Pada tatanan politik, tujuan hukum indonesia adalah tegaknya negara hukum
yang demokratis.
b. Pada tatanan sosial dan ekonomi, politik hukum bertujuan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
c. Pada tatanan normatif, politik hukum bertujuan tegaknya keadilan dan
kebenaran dalam setiap segi kehidupan masyarakat.

Ketiga tujuan tersebut berada dalam suatu tataran hukum nasional yang
bersumber dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam hal masalah
prekonomian Indonesia UUD 1945 sudah mengatur hal itu terdapat pada Pasal 33.
Sebagai hukum dasar ini maka permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia
mempunyai Undang-undang tersendiri yang terdapat dalam Undang-undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan maka sebenarnya peran politik hukum
sangat mempunyai pengaruh yang besar di dalam melakukan kebijakan (Policy).
Dalam hal melakukan kebijakan tentu saja harus melihat pertimbanganpertimbangan
keadaan masyarakat Indonesia. Politik hukum melihat Undangundang nomor 13
tahun 2003 tenteng ketenagakerjaan merupakan sebagai bentuk hasil dari mengatasi
permasalahan ketenagakerjaan yang ada di Indonesia.

METODE

Analisis ini jenis analisis hukum normatif, analisis dengan mengkaji bahan-bahan
yang terdapat dalam literature review, kajian kepustakaan maupun kajian dari analisis hukum
melihat Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan mengkaji
kajian mengenai Politik hukum yang dalam keiilmuan hukum tidak lagi asing kata-kata
politik hukum sebagai kajian cara untuk melihat, mengkaji maupun melahirkan suatu
undang-undang yang tidak terlepas dalam kajian politik hukum.
DISCUSSION

Salah satu bidang yang paling menjadi perdebatan dalam Undang-Undang Cipta
Kerja adalah Bidang Ketenagakerjaan. Perubahan yang dilakukan Bab Ketenagakerjaan UU
Cipta Kerja, terutama terhadap beberapa ketentuan dalam Undang - Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, menjadi sorotan karena dianggap akan membawa kerugian
bagi pekerja.

Revisi parsial yang dilakukan oleh RUU Cipta Kerja terhadap Undang-Undang
Ketenagakerjaan justru dianggap menimbulkan masalah-masalah baru yang berdampak buruk
terhadap perlindungan pekerja. RUU Cipta Kerja tidak menunjukkan adanya peran dan
kehadiran negara sehingga telah melenceng dari konsepsi hubungan industrial Pancasila.

Namun, disisi lain RUU Cipta Kerja juga terdapat usaha – usaha pemerintah yang
ingin memperbaiki kebijakan (policy) dari UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Maka dari itu, berikut akan disampaikan beberapa pasal – pasal yang bermasalah disertai
dengan penjelasan singkat mengenai usaha pemerintah dalam memperbaiki sistem
ketenagakerjaan melalui UU Cipta Kerja.

Pasal – pasal yang bermasalah dalam bab ketenagakerjaan yang akan dibahas dalam
analisi ini adalah sebagai berikut:

1) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

UU Cipta Kerja juga menghapuskan ketentuan bahwa PKWT yang sudah


melewati jangka waktu maksimal 2 tahun ditambah 1 tahun, secara hukum berubah
menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (perjanjian kerja tetap).

Implikasi dari hilangnya ayat-ayat ini sangatlah serius. Selain menghilangkan jangka
waktu maksimal dan batasan perpanjangan, ketentuan baru ini juga menghilangkan
kesempatan pekerja untuk berubah status dari pekerja kontrak menjadi pekerja tetap.
Padahal, posisi pekerja dalam status kerja kontrak jauh lebih rawan dibanding dengan
pekerja tetap.

Disisi lain dari hilangnya ayat – ayat itu UU Cipta Kerja dengan pihak
pemerintah yang ingin tetap mengedepankan para pekerja maka di dalam UU Cipta
Kerja terdapat kebijakan bahwa karyawan kontrak berhak mendapat perlindungan
sosial yang sama dengan karyawan tetap serta mendapatkan kompensasi jika selesai
masa kerja dalam bentuk pesangon satu bulan gaji per tahun dan jika bekerja tiga
tahun maka pesangon sebanyak tiga kali gaji.

2) Pengupahan

Terdapat beberapa hal yang berubah dalam hal pengupahan. Yaitu hilangnya
“kebutuhan hidup layak” sebagai pertimbangan penetapan upah minimum. Perubahan
ini perlu dikritisi karena menghilangkan pertimbangan golongan, jabatan, masa kerja,
pendidikan, dan kompetensi dalam struktur dan skala upah. Padahal, struktur dan
skala upah bisa dijadikan sebagai salah satu upaya untuk memacu upgrading
kompetensi pekerja, dengan pemberian reward berupa kenaikan upah. Dengan
ketentuan yang baru, reward ini hilang dan hal ini bisa menjadi kontraproduktif
dengan cita-cita perbaikan kualitas SDM pekerja Indonesia.

Terkait dengan hal tersebut upah atau pesangon bagi yang di PHK,
pemerintah memastikan pesangon hak karyawan diterima secara hukum dan
karyawan bisa menuntut perusahaan apabila tidak memberikan haknya. Dalam hal ini
pemerintah telah berupaya dalam memberikan perlindungan hukum bagi para pekerja
dalam memperoleh haknya. Namun kembali lagi pada praktik di lapangan, bahwa
para pekerja tidak cukup paham dengan kondisi yang seperti ini.

3) Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, potensi kesewenang-wenangan


pengusaha dalam melakukan PHK dibatasi oleh ketentuan bahwa PHK wajib
didahului dengan perundingan dan hanya bisa dilakukan setelah ada penetapan PPHI.
Dalam UU Cipta Kerja, perlindungan ini menguap karena Pasal 151 ayat (2)
membuka kemungkinan PHK dilakukan hanya melalui pemberitahuan sepihak dari
pengusaha ke pekerja. UU Cipta Kerja juga mengubah ketentuan mengenai besaran
pesangon dan penghargaan masa kerja yang bisa didapatkan oleh pekerja saat terjadi
PHK. Pengurangan jumlah pesangon didasarkan pada evaluasi Kementerian
Ketenagakerjaan bahwa aturan pesangon selama ini tidak implementatif.
Pernyataan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa ada dua kemungkinan
pemotongan pesangon tersebut didasarkan pada kesalahan norma atau kurangnya
pengawasan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dalam pelaksanaan aturan. Namun
yang dapat diketahui setelah munculnya UU Cipta Kerja ini menjadi adanya
kebijakan Jaminan Kesejahteraan Masyarakat untuk mengakomodasi para pekerja
yang terkena PHK.

CONCLUSIONS

Undang-undang nomor. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tentu saja terdapat


pasal-pasal yang terdapat pro dan kontra dan melihat kenyataan dilapangan apakah regulasi
ini sesuai dengan implementasi di lapangan terhadap permasalahan ketenagakerjaan di
Indonesia.

Ditambah dengan berlakunya UU Cipta Kerja No.11 Tahun 2020 yang masih terdapat
banyak tuntutan dari masyarakat, walaupun pemerintah akan mengusahakan yang terbaik
untuk masyarakat Indonesia khususnya para pekerja. Membutuhkan waktu untuk melihat
hasil dari kebijakan pemrintah yang sudah disahkan ini.

REFERENCES

Harahap, Arifuddin Muda. 2019. Analisis Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan Di Tinjau dalam Kajian Politik Hukum. Jurnal Medan Agama.
10(2). 281-297.

Nathan, Alnick dan Sunardi. 2020. Gonjang-ganjing Omnibuslaw Cipta Kerja. Insight. I(9).
1-40.

Kurniawan, Fajar. 2020. Problematika Pembentukan Ruu Cipta Kerja Dengan Konsep
Omnibus Law Pada Klaster Ketenagakerjaan Pasal 89 Angka 45 Tentang Pemberian
Pesangon Kepada Pekerja Yang Di PHK. Jurnal Panorama Hukum. 5(1). 63-76.

KERTAS KEBIJAKAN CATATAN KRITIS TERHADAP UU NO 11 TAHUN 2020


TENTANG CIPTA KERJA (Pengesahan DPR 5 Oktober 2020) Edisi 2/ 5 November
2020
Diakses pada tanggal 1 Januari 2021.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201006131514-532-554921/penjelasan-
menaker-soal-aturan-phk-dalam-uu-cipta-kerja

Diakses pada 31 Desember 2020 https://nasional.kontan.co.id/news/penjelasan-menaker-ida-


soal-pegawai-kontrak-seumur-hidup-di-uu-cipta-kerja

_______________

Anda mungkin juga menyukai